cr saraf

Upload: muflikhasofiana

Post on 07-Mar-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case report

TRANSCRIPT

BAB ISTATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. FJenis kelamin: Laki-lakiUsia: 18 TahunSuku: JawaAgama: IslamAlamat: Bangun harjo, PesawaranStatus: Belum MenikahPekerjaan: PelajarTanggal MRS: 23 Desember 2015Tanggal pemeriksaan: 28 Desember 2015Dirawat ke: 1

B. Riwayat Perjalanan PenyakitAnamnesis:Autoanamnesis dan alloanamnesisKeluhan Utama:Nyeri kepalaKeluhan Tambahan:Muntah tidak menyembur

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke UGD RSAM diantar oleh keluarga. Pasien mengalami KLL motor tunggal 2 jam sebelum masuk RSAM. Kecelakaan tersebut dialami pasien dalam perjalanan menuju rumah. Setelah kejadian pasien langsung tidak sadarkan diri, lalu pasien dibawa ke rumah sakit terdekat, namun karena selama setengah jam di observasi di RS tersebut pasien belum juga sadar, maka pasien di rujuk ke Rumah Sakit Abdul Muluk (RSAM). Selama diperjalanan, pasien masih tidak sadarkan diri. Setelah 10 menit sampai di RSAM pasien sadar, muntah sebanyak 3 kali berisi makanan yang tidak menyembur, serta menjadi gelisah. Saat ditanyakan tentang proses kejadian kecelakaaan pasien tidak mengingat saat kejadian. Lalu setelah diobservasi 2 jam di UGD RSAM gelisah pasien sudah berkurang dan dibawa ke ruangan. Saat dianamnesis diruangan, keluarga dan teman pasien yang menjadi saksi mata menjelaskan saat kecelakaan dia tidak memakai helm. Kejadian terjadi saat pasien sedang berpindah posisi dari kursi depan ke kursi belakang, tetapi tiba-tiba temannya memegang padel gas dan tidak sengaja menyebabkan motor melaju kencang dan pasien terpental kebelakang sehingga kepala belakang pasien terbentur aspal. Saat ditanya ke keluarga pasien, tidak ada cairan atau darah yang keluar dari telinga maupun hidung. Pasien mengeluhkan nyeri kepala terus menerus, lokasi nyeri berada di bagian belakang kepala, tidak berputar, nyeri dirasakan dengan intensitas yang sama. Pasien tidak ada pandangan kabur.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat trauma sebelumnya (-). Riwayat hipertensi (-) Riwayat DM (-) Riwayat kejang/epilepsi (-)Riwayat Penyakit Keluarga:Riwayat kejang/epilepsi (-)

C. Pemeriksaan FisikStatus Present Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis GCS :E4M6V5= 15 Vital signTekanan darah :110/70 mmHgNadi: 86 x/menitRR : 20x/menitSuhu : 36,9o CGizi:baikStatus Generalis Kepala: normocephal, tidak teraba adanya benjolan,terdapat vulnus excoriasi di dahi kiri berukuran3x1 cm Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabutMata : sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-Telinga : liang lapang, sekret minimal, perdarahan (-)Hidung : septum tidak deviasi, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-), perdarahan (-)Mulut : stomatitis (-), sianosis (-)

Leher Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGBPembesaran kelenjar tiroid :tidak ada pembesaranJVP:5+0 cm H2OTrakhea :di tengah

Toraks CorInspeksi: ictus cordis tidak tampakPalpasi: ictus cordis teraba Perkusi: redupBatas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dextra Batas atas jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra Batas kiri jantung pada ICS V linea midclavicula sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

PulmoInspeksi: pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi (-)Palpasi:taktil fremitus kiri = kananPerkusi : sonor / sonor Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Abdomen Inspeksi: datar, simetrisPalpasi: massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaPerkusi: timpani (+)Auskultasi: bising usus normal

EkstremitasSuperior: oedem (-/-), sianosis (-/-)Inferior: oedem (-/-), sianosis (-/-), tampak vulnusexcoriatum di tungkai kiri bawah ukuran 2x1 cm

Status Neurologis- Saraf CranialisN.Olfactorius (N.I) Daya penciuman hidung :normosmia +/+

N.Opticus (N.II) Tajam penglihatan : 6/60, 6/60 bedsideLapang penglihatan : sama dengan pemeriksaTes warna: normalFundus oculi: tidak dilakukanN.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)Kelopak Mata Ptosis:-/- Endophtalmus : -/- Exopthalmus : -/-

Pupil Ukuran : (3mm/3mm) Bentuk : (Bulat / Bulat) Isokor/anisokor: (isokor) Posisi : (Sentral / Sentral) Refleks cahaya langsung: ( + / + ) Refleks cahaya tidak langsung: ( + / + )

Gerakan Bola Mata: +/+ bergerak baik ke segala arah

Refleks pupil akomodasi : +/+ Refleks pupil konvergensi : +/+

N.Trigeminus (N.V)Sensibilitas Ramus oftalmikus: simetris Ramus maksilaris : simetris Ramus mandibularis : simetris

Motorik M. masseter: normal M. temporalis: normal M. pterygoideus: normal

Refleks Refleks kornea: ( + / + ) Refleks bersin : +

N.Fascialis (N.VII)Inspeksi Wajah Sewaktu Diam :simetris Tertawa : simetris Meringis : simetris Bersiul : simetris Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk Mengerutkan dahi : simetris Menutup mata kuat-kuat :+/+ Mengangkat alis :simetris

Sensoris Pengecapan 2/3 depan lidah: (+)

N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus(N.VIII)N.cochlearis Ketajaman pendengaran : +/+ Tinitus : -/-N.vestibularis Test vertigo: - Nistagmus : -

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X) Suara bindeng/nasal : - Posisi uvula : di tengah Palatum mole : simetris Arcus palatoglossus : simetris Arcus palatoparingeus : simetris Refleks batuk : ( + ) Refleks muntah :( + ) Peristaltik usus : ( + ) Bradikardi : ( - ) Takikardi : ( - )

N.Accesorius (N.XI) M.Sternocleidomastodeus: +/+ M.Trapezius : simetris

N.Hipoglossus (N.XII) Atropi : (-) Fasikulasi : (-) Deviasi : (-)

Tanda Perangsangan Selaput Otak Kaku kuduk : ( - )Kernig test : ( -/- )Laseque test : ( -/- )Brudzinsky I: ( -/- )Brudzinsky II: ( - )

Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/kiGerak aktifaktifKekuatan otot 5/55/5Tonus (Normotonus/ Normotonus)(Normotons / Normotonus)Klonus ( - / - )( - / - )Atropi ( - / - )( - / - )Refleks fisiologis Biceps (+/+) Pattela (+/+)Triceps (+/+) Achiles (+/+)Refleks patologis Hoffman Trommer (-/-)Babinsky (-/-)Chaddock (-/-)Oppenheim (-/-)Schaefer (-/-)Gordon (-/-)Gonda (-/-)

Sensibilitas Eksteroseptif / rasa permukaan Rasa raba : (+) Rasa nyeri :(+) Rasa suhu panas : (+) Rasa suhu dingin :(+)Proprioseptif / rasa dalam Rasa sikap : (+) Rasa getar : (+) Rasa nyeri dalam : (+)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas Asteriognosis : (+) Grafognosis: (+)

Koordinasi Tes telunjuk hidung : (+)Tes pronasi supinasi : (+)

Susunan Saraf Otonom Miksi : normalDefekasi : normalSalivasi : normal

Fungsi Luhur Fungsi bahasa : baikFungsi orientasi : baikFungsi memori : baikFungsi emosi : baikMMSE score :27

D. Pemeriksaan PenunjangSchedell

CT SCAN kepala

Kesan: CT SCAN kepala tanpa kontras saat ini tidak menunjukkan adanya perdarahan, lesi iskemik, atau kelainan lainnya. Tidak tampak fraktur calvaria.E.ResumePasien laki-laki usia 18 tahun datang ke UGD RSAM diantar oleh keluarga. Pasien mengalami KLL motor tunggal 2 jam sebelum masuk RS. Interval lucid (-), muntah (+) 3 kali, proyektil (-) setelah kejadian. Amnesia retrograd (+) anterograd (-), perdarahan dari hidung dan telinga (-/-). Pasien mengeluh nyeri kepala terus menerus, lokasi nyeri berada di belakang kepala, tidak berputar, nyeri dirasakan dengan intensitas yang sama. Pandangan kabur (-).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 86x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,9oC. Pada status generalis didapatkan vulnus eksoriasi pada dahi kiri dan tungkai kiri. Pada pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang berupa foto schedell dan CT Scan tidak tampak adanya kelainan.

F.DiagnosisKlinis : - neurologis : cephalgia, muntah, cedera kepala sedang - non neurologis : vulnus eksoriasi regio frontalis sinistra uk 3x1cm dan genus anterior sinistra uk 2x1 cm Topis : intracerebralEtiologi : Trauma kepala

G. Penatalaksanaan Umum ABC (Airway, Breathing, Circulation) Observasi klinik (kesadaran, vital sign) Tirah baring, posisi kepala setinggi 300 Non-Medikamentosa R/ konsul dokter spesialis saraf Medikamentosa IVFD RL gtt XV/m Citicolin 2x500mg Ranitidine 50mg/12jam (IV) Vitamin B kompleks 2x1 (PO) Paracetamol tab 500mg 3x1 (PO) EdukasiPosisi baring diubah setiap 8 jam, ekstremitas digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik, perawatan luka.

H. PrognosaQuo ad vitam = bonamQuo ad functionam = bonamQuo ad sanationam = bonam

I. Follow up

Hari/ TanggalCatatan Penatalaksanaan

Selasa, 26-12- 2015S/ post KLL hari ke 3nyeri kepala (+), Muntah (-), amnesia retrogard (-)O/ KU: sakit sedangKesadaran : compos mentisGCS : 15 (E4 M6 V5)St. generalis: TD : 110/60 mmHg N : 80x/m S : 36,3C RR: 16x/mSt. neurologis: t.a.kReflek fisiologis : sup +/+ ; inf +/+Refleks Patologis : Babinsky -/-, chaddock -/-A/ cedera kepala ringan+vulnus eksoriasi1. Umum ABC Observasi klinik (kesadaran, vital sign) Tirah baring 2. Medikamentosa IVFD RL gtt XV/mnt Paracetamol tab 3x1 Vitamin B kompleks 2x1 Citicoline 2x500mg Ranitidin 50 mg amp/ 12 jam3. R/ CT Scan

Rabu, 28-12- 2015S/ Post KLL hari ke 5nyeri kepala (+), epistaksis (-/+)O/ KU: sakit sedangKesadaran : compos mentisGCS : 15 (E4 M6 V5)St. generalis: TD : 120/70 mmHg N : 82 x/m S : 36,4C RR: 16x/mSt. neurologis: t.a.kReflek fisiologis : sup +/+ ; inf +/+Refleks Patologis : Babinsky -/-, chaddock -/-A/ cedera kepala ringan+vulnus eksoriasi1. Terapi Umum SDA2. Terapi Medikamentosa SDA3. R/ CT Scan (+)

Kamis- 29-12-2015S/ Post KLL hari ke 6Tidak ada keluhanKU: sakit ringanKesadaran: CM TD 110//70 N 84x RR 16x T 36,5 C

A/ cedera kepala ringanR/ Pulang

BAB IIPEMBAHASAN

1. Apakah Penegakan diagnosis sudah benar?Klinis : - neurologis : cephalgia, muntah (Cedera Kepala Sedang) - non neurologis : vulnus eksoriasi regio frontalis sinistra dan genus anterior sinistra Topis : intracerebral Etiologi : Trauma kepala

Pasien laki-laki usia 18 tahun datang ke UGD RSAM diantar oleh keluarga. Pasien mengalami KLL motor tunggal 2 jam sebelum masuk RS. Interval lucid (-), muntah (+) 3 kali, proyektil (-) setelah kejadian. Amnesia retrograd (+) anterograd (-), perdarahan dari hidung dan telinga (-/-). Pasien mengeluh nyeri kepala terus menerus, lokasi nyeri berada di belakang kepala, tidak berputar, nyeri dirasakan dengan intensitas yang sama. Pandangan kabur (-).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 86x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,9oC. Pada status generalis didapatkan vulnus eksoriasi pada dahi kiri dan tungkai kiri. Pada pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Kemudian pasien baru direncanakan untuk CT scan kepala.

Diagnosa cedera kepala sedang sudah tepat berdasarkan konsensus nasional penanganan trauma kapitis, kriteria sebagai berikut: Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam (pada pasien 2 jam) Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT Scan Dapat disertai fraktur tengkorak Amnesia post trauma 1 24 jam. GCS = 9-12

Klasifikasi cedera kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun yang sering digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan patologis. Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai patokannya. Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15), CKS (GCS: 9-13), dan CKB (GCS 8) (Greenberg, 2001). Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai berikut:Minimal (Simple head injury)Tidak ada penurunan kesadaranTidak ada amnesia post traumaTidak ada defisit neurologiGCS = 15

Ringan (Mild head injury)Kehilangan kesadaran 10 menit sampai 6 jamTerdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT ScanDapat disertai fraktur tengkorakAmnesia post trauma 1 24 jam.GCS = 9-12

Berat (Severe head injury)Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jamTerdapat kontusio, laserasi, hematom, edema serebralabnormal CT ScanAmnesia post trauma > 7 hariGCS = 3-8

Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit neurologis dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat (Perdossi, 2006).

Patofisiologi : Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).

Gambar 1. Coup dan contercoupCedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.Lebih lanjut keadaan Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial.1. Perdarahan serebralCedera kepala dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah otak yang menimbulkan perdarahan serebral. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma seperti pada epidural hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater akibat pecahnya pembuluh darah yang paling sering adalah arteri media meningial. Subdural hematoma adalah berkumpulnya darah di ruang antara duramater dengan subarahnoid. Sementara intracereberal hematoma adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral (Black & Hawks, 2009). Perdarahan serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat diabsorpsi, akan tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit diabsorpsi dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan otak.2. Edema SerebriEdema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan cairan dalam ruang intraseluler, ekstraseluler atau keduanya. Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma kepala. Edema serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Ada 3 tipe edema serebral, yaitu: edema vasogenik, sitogenik dan interstisial. Edema vasogenik merupakan edema serebral yang terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat dengan mudah keluar ke ekstravaskuler. Edema sitogenik yaitu adanya peningkatan cairan yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa sodium-potasium, natrium-kalium yang biasanya terjadi bersamaan dengan episode hipoksia dan anoksia. Sedangkan edema interstitial terjadi saat cairan banyak terdapat pada periventrikular yang terjadi akibat peningkatan tekanan yang besar sehingga tekanan cairan yang ada jaringan ependimal akan masuk ke periventrikuler white matter (Hickey, 2003).3. Peningkatan tekanan intrakranialTekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau rongga tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh darah, cairan cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisi volume yang relatif konstan. Jika terjadi peningkatan salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka secara fisiologis akan terjadi proses kompensasi agar volume otak tetap konstan (Brunner & Suddarths, 2004; Little, 2008). Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume otak yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan herniasi serebral merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena dapat menekan organ-organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur kesadaran, pengaturan pernapasan maupun kardiovaskuler (Amminoff et al, 2005).4. Fractur basis cranii

Dapat mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena. Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala: Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding Epistaksis RhinorrhoeFraktur pada fossa media menimbulkan gejala: Hematom retroaurikuler, Ottorhoe Perdarahan dari telingaDiagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramaterFraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Gambar 2. Tanda-tanda fraktur basis kranii

Bagan 1. Patofisiologi cedera kepala2. Apakah penatalaksanaan sudah benar?Penatalaksanaan pasien di ruangan: Umum ABC (Airway, Breathing, Circulation) Observasi klinik (kesadaran, vital sign) Tirah baring ,posisi kepala setinggi 300 Non-Medikamentosa R/ konsul dokter spesialis saraf R/ CT scan kepala Medikamentosa IVFD RL gtt XV/m Ranitidine 50mg/12jam (IV) Vitamin B kompleks 2x1(PO) Citicoline 2x500mg Paracetamol tab 500mg 3x1 (PO) Edukasi keluargaPosisi baring diubah tiap 8 jam, ekstremitas digerakkan secara pasif, perawatan luka.

Pada pasien diberikan neuroprotektor berupa citicoline. Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemamuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di keala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan kemampuan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

Adanya tenggang waktu antara terjadinya cedera otak primer dengan timbulnya kerusakan sekunder memberikan kesempatan untuk pemberian neuroprotektor. Manfaat obat-obat tersebut sampai saat ini masih terus diteliti. Obat-obat tersebut antara lain golongan antagonis kalsium (mis., nimodipine) yang terutama diberikan pada perdarahan subaraknoid (SAH) dan sitikolin untuk memperbaiki memori. Dari beberapa percobaan penting, terungkap bahwa agen neuroprotektor yang diberikan setelah cedera otak dapat menekan kematian dan menambah perbaikan fungsi otak. Dahulu, pemberian neuroprotektor ini masih diragukan kegunaannya. Manajemen harus sudah mendeteksi sejak awal dan melakukan pencegahan efek sekunder dengan cara memperhatikan kemungkinan terjadinya komplikasi sekunder dan kemungkinan adanya perbaikan dengan terapi intervensi non-farmasi (terapi gizi). Hal yang perlu dipantau dari awal untuk proteksi serebral adalah kemungkinan terjadinya hipoksia, hipotensi, maupun demam yang dapat memperburuk kondisi iskemia serebral. Manajemen intensif dengan obat proteksi serebral berdasarkan patofisiologi mekanisme kerja yang spesifik menjanjikan perbaikan luaran (outcome) pasien cedera kranioserebral.

Vitamin B complex yang yang terdiri dari vitamin B1 100 mg, vitamin B6 100 mg, vitamin B12 5000 mcg. Indikasi pemberian vitamin B kompleks untuk terapi defisiensi vitamin B 1, B6 dan B12 misalnya beri-beri, neuritis perifer dan neuralgia. Vitamin B1 berperan sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam alfa-keto dan berperan dalam metabolisme kabohidrat. Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam sintesis asam nukleat dan berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas jaringan saraf. Sebaiknya tidak digunakan untuk pasien yang sedang menerima terapi levodopa. Efek samping untuk penggunan vitamin B6 dosis besar dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan sindroma neuropati.

Ranitidin merupakan suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36 94 mg/ml. Kadar tersebut bertahan selama 6 8 jam setelah pemberian dosis 50 mg IM/IV. Indikasi untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus usus dua belas jari yang sulit diatasi, atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi ranitidin oral, serta untuk meminimalisir stress ulcer akibat pemberian obat-obatan.

Secara garis besar penatalaksanaan pasien diruangan sudah sesuai dengan konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal, dimana di dalam konsensus tersebut tercantum:

Penatalaksanaan trauma kapitis sedang: 1. Lanjutkan penanganan ABC2. Pantau tanda vital3. Pantauan dilakukan tiap 4 jam (pantau sampai pasien mencapai GCS 15)4. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial, dengan cara: a. Posisi kepala ditinggikan 300b. Terapi diuretik: Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan dosis 0,5-1 g/kgBB, diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah rebound, pemberian diulang setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit. Pemantauan: osmolalitas tidak melebihi 310 mOsm. Loop diuretic (furosemid)Pemberiannya bersama manitol, karena mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol. Dosis: 40 mg/hari IV.5. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuatKebutuhan energi rata-rata pada cedera kranioserebral meningkat rata-rata 40%. Total kalori yang dibutuhkan 25-30 kkal/kgBB/hari. Kebutuhan protein 1,5-2g/kgBB/hari, minimum karbohidrat sekitar 7,2 g/kgBB/hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari, dan rekomendasi tambahan mineral: zinc 10-30 mg/hari, cuprum 1-3 mg, selenium 50-80mikrogram, kromium 50-150 mikrogram, dan mangan 25-50 mg. Beberapa vitamin juga direkomendasikan, antara lain vitamin A, E, C, ribofl avin, dan vitamin K yang diberikan berdasarkan indikasi.6. Neurorestorasi/rehabilitasiPosisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan ekstremitas digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.7. Atasi Komplikasi yang timbul seperti kejang, infeksi, gangguan saluran cerna, demam, gelisah.

Pada pasien tidak diberikan terapi diuretik osmotik berupa manitol, karena pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Manitol merupakan diuretik osmotik, karena memiliki sifat difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, sedikit direabsorbsi oleh sel tubuli ginjal, merupakan zat yang inert, serta resisten terhadap perubahan metabolik. Pada gangguan Neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah satu alasan Manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tenanan intra cranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi Oedema Otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi (Mariannne Chulay, 2006).Indikasi pemberian manitol: 1. Adanya tanda-tanda herniasi transtentorial 2. Pada pasien dengan cedera kepala dengan hipotensi berfungsi sebagai resusitasi cairan3. Ada perburukan keadaan neurologis yang tidak disebabkan keadaan sistemik4. Untuk resusitasi awal penderita cidera kepala yang disertai hipotensi5. Pada pemeriksaan didapatkan coma / dilatasi pupil bilateral/ refleks cahaya (-)

Tanda-tanda peningkatan TIK:1. Hipertensi2. Bradikardi3. Papil Edema4. Muntah proyektil5. Nyeri kepala6. KejangPada pasien ini setelah di observasi tidak ditemukan adanya perburukan keadaan neurologis sehingga sehingga pemberian manitol tidak diperlukan. Dalam hal ini penatalaksanaan yang diberikan sudah tepat.

3. Analisa Pemeriksaan PenunjangPada pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto schedell dan CT Scan kepala. Foto polos kepala atau otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos kepala mulai ditinggalkan. Tetapi foto polos kepala dapat membantu mencari fraktur pada tulang kepala. CT Scan harus segera dilakukan segera mungkin,ideanya dalam waktu 30 menit setelah cedera. Semua pasien dengan GCS 65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia, kejang, riwayat gangguan vaskuler atau mengunakan obat-obat antikoagulan, gangguan orientasi, berbicara, membaca dan menulis, rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau berjalan.

Interpretasi CT scan kepala harus dilakukan secara sistemik agar tidak ada yang terlewatkan. Kulit kepala pada tempat benturan biasanya mengalami pembengkakan atau dijumpai hematom subgaleal. Retak atau garis fraktur dapat tampak jelas pada pemeriksaan teknik bone window. Penemuan penting pada CT scan kepala adalah adanya perdarahan intracranial dan pergeseran garis tengah (efek masa).Septum pelucidum yang seharusnya berada di antara kedua ventrikel lateralis harusnya berada di tengah-tengah.Garis tengah dapat ditarik antara Krista galli di anterior dan inion di bagian posterior.Pada CTscan tidak selalu dapat dibedakan perdarahan epidural atau subdural tetapi dapat dilihat khas pada perdarahan epidural gumpalan darah tampak bikonveks atau menyerupai lensa cembung.

4. Analisa prognosaPrognosis pasien didapatkan: Quo ad vitam = bonamQuo ad functionam = bonamQuo ad sanationam = bonam

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

Prognosa Ad vitam menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan. Ad functionam menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya. Ad sanationam menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa. Hal ini didasarkan pada pemeriksaan fisik dan penunjang. Keluhan yang dialami pasien pada saat perawatan semakin berkurang dan tidak didapatkan gangguan neurologis maupun perburukan klinis, sehingga baik vitam, functionam, maupun sanationam yaitu bonam.

5. Analisa Kriteria rawat dan pemulangan pasienKriteria rawat cedera kepala:1. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam2. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit3. Penurunan tingkat kesadaran4. Nyeri kepala sedang hingga berat5. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )6. Otorrhea, rhinorrhea7. Semua cedera tembus8. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :1. Mengantuk dan sukar dibangunkan2. Mual dan muntah hebat3. Kejang4. Nyeri kepala bertambah hebat5. Bingung, tidak mampu berkonsentrasi6. Gelisah Pada pasien ini didapatkan nyeri kepala sedang, amnesia, dan pingsan >15 menit, serta sempat penurunan kesadaran menjadi delirium. Hal ini memenuhi kriteria rawat pasien. Sedangkan pada hari ke 6 pasien mengalami perbaikan klinis, tidak menunjukkan adanya perburukan neurologis, dan CT Scan kepala tidak menunjukkan adanya kelainan. Sehingga pasien memenuhi kriteria rawat jalan dengan diberikan edukasi seperti diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews PJD. Traumatic brain injury. In: Neurological Emergencies. Hughes R (ed.). 3rd ed. BMJ books, 2000.

Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.

Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, 1990, 105-110.

Dewati E, Soertidewi L, Yamanie N. Kadar albumin serum dan keluaran penderita cedera kranioserebral. Tesis. Bagian Neurologi, FKUI/RSCM, 1999.

Dewanto, George, dkk. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta. 2009.

Emril RD. Leukositosis sebagai salah satu indikator adanya lesi struktural intrakranial pada penderita cedera kepala tertutup dengan skala koma Glasgow awal 13-15. Penelitian Bagian Neurologi, FKUI/RSCM, 2003.

Gunawan A, Soertidewi L, Musridatha E. Uji prognostik: skor motorik, frekuensi nafas, dan membuka mata (MNM skor) untuk memprediksi keluaran dalam tiga hari pada pasien dewasa trauma kapitis sedang-berat. Tesis Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2011.

Handisurya I. Nilai prognostik kadar glukosa darah sewaktu pada cedera kranioserebral berat tertutup fase akut. Tesis. Bagian Neurologi, FKUI/RSCM, 1996.

Jong D, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC, 2010.

Konsensus Nasional. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. 2006.

Ling GSF, Grimes J. Pathophysiology and initial prehospital management. AAN Hawaii, 2011.

Marshall SA. Management of moderate and severe traumatic brain injury. AAN Hawaii, 2011.

Musridatha E, Jannis J, Soertidewi L. Modifi kasi revised trauma score pada pasien dewasa cedera kranioserebral sedang. Tesis Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006.

Narion DW. Head injury. Powner DJ. Nutrition/metabolism in the trauma patient. In: The Trauma Manual. Peitzman AB et al. (eds.). Lippincott Raven, 1998.

Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005Schwartz, dkk. Intisari Prinsp-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.

Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2009

Syarif I, Soertidewi L,Yamanie N. Hubungan antara leukositosis dan peningkatan suhu tubuh dengan CKS dan CKB tertutup selama 3 hari onset di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tesis. Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2001.

Teasdale G, Jennett B. Management of head injuries. Davis Co., Philadelphia, 1981.

2