creeping eruption

Upload: reza-n-amifta

Post on 03-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit kulit dan kelamin

TRANSCRIPT

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINCREEPING ERUPTIONFALKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. EUmur : 11 tahunStatus : Belum menikah Suku/ Bangsa : IndonesiaAgama : IslamPekerjaan : Pelajar Alamat : Jl. Biduri Pardan 2.2 No.37, SurabayaTanggal Pemeriksaan : 22 April 2014

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama :Gatal-gatal

2. Keluhan Tambahan :Benjolan berbentuk garis memanjang berkelok-kelok

3. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSAL dr. Ramelan Surabaya dengan keluhan gatal pada jari pertama tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gatal dirasakan semakin hari semakin memberat, terutama saat malam hari.Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan berbentuk garis memanjang yang berkelok-kelok yang semakin panjang tiap harinya. Awalnya pasien mengaku tampak benjolan kecil seperti digigit nyamuk, terasa gatal. Karena merasa gatal semakin hebat, pasien berobat ke RS. Gunung Sari. Disana pasien diberitahu terdapat cacing di kulit nya. Pasien diberi obat amoxicilin dan salep. Setelah dipakai selama 3 hari, pasien merasa keluhannya tidak hilang. Pasien kembali ke RS. Gunung Sari dan diberi rujukan ke RSAL Dr. Ramelan Surabaya . Pasien mengaku sering bermain pasir di sekolah. Pasien menyangkal bermain dengan hewan peliharaan. Pasien menyangkal sedang mengkonsumsi obat-obatan sebelum gejala muncul. Pasien juga menyangkal ada keluhan yang sama di bagian tubuh lainnya.

4. Riwayat Penyakit dahulu : Riwayat Alergi makanan / obat : disangkal Riwayat Asma : disangkal Riwayat digigit serangga : disangkal Infeksi kulit sebelumnya: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien Riwayat Alergi makanan / obat : disangkal Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat Psikososial : Pasien mandi teratur 2x sehari dengan sabun dan menggunakan air PDAM. Lingkungan tempat tinggal pasien bersih Pasien tidak pernah memakai baju dan handuk secara bergantian dengan keluarga atau orang lain. Pasien tidak memelihara anjing dan kucing Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien di lingkungan sekitarnya dan sekolah

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan Umum : BaikKesadaraan: Compos MentisStatus gizi : BaikKepala : Dalam batas normalLeher: Dalam batas normalThorax : Dalam batas normalAbdomen : Dalam batas normal Ekstremitas : Lihat status dermatologis

2. Status Dermatologis Regio thenar dorsum dan palmar manus dextra Efloresensi : Tampak papul eritematous berbentuk linier atau berkelok-kelok, dengan panjang 8 cm, serpiginosa, berbentuk seperti terowongan, dan sebagian tertutup dengan krusta.

IV. RESUME Perempuan, 11 tahun datang dengan keluhan gatal pada jari pertama tangan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku gatal semakin hari semakin hebat, terutama pada malam hari disertai muncul benjolan berbentuk garis memanjang dan berkelok-kelok. Awalnya tampak benjolan kecil seperti digigit nyamuk, terasa gatal. Pasien sudah berobat ke RS. Gunung Sari, dan dikatakan ada cacing di dalam kulitnya. Pasien diberi obat Amoxicilin dan salep. Pasien mengaku sering bermain pasir di sekolah.

Status Dermatologi : Regio thenar dorsum dan palmar manus dextra Efloresensi : Tampak papul eritematous berbentuk linier atau berkelok-kelok, dengan panjang 8 cm, serpiginosa, berbentuk seperti terowongan, dan sebagian tertutup dengan krusta.

V. DIAGNOSA KERJACreeping Eruption

VI. DIAGNOSA BANDINGScabies

VII. PLANNING Planning diagnosa : - Planing terapiNon Medikamentosa : Menjaga kebersihan diri Tidak bermain pasir.

Medikamentosa : Kloretil spray Albendazole 400 mg 3 hari CTM selama 3 hari Planning edukasi Memberikan penjelasan kepada penderita dan orang tua tentang penyakit dan cara pengobatan. Menghindari faktor resiko dengan menggunakan alas kaki, tidak bermain pasir, tidak memelihara binatang atau menjaga kebersihan binatang peliharaan. Menjelaskan kepada penderita untuk minum obat dengan teratur dan kontrol bila ada keluhan.

TINJAUAN PUSTAKACREEPING ERUPTION

1. DefinisiCreeping eruption adalah istilah yang digunakan pada lesi kulit yang berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul atau progresif yang disebabkan oleh larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. (1,2)Dikenal juga dengan sebutan creeping verminous dermatitis, cutaneous larva migrans, dermatosis linearis migrans, sand-worm eruption, plumbers itch, dan duck hunters itch. (7)

2. EpidemiologiCreeping eruption tersebar luas dan umumnya ditemukan pada daerah tropis dan subtropis terutama bagian tenggara Amerika Serikat, Carribean, Afrika, Amerika bagian tengah dan selatan, India dan Asia Tenggara.. (1,5,7)

3. Faktor Resiko Berjalan tanpa alas kaki di pantai Anak-anak yang bermain pasir Tukang kayu Tukang kebun Petani Tentara Tukang pipa dan tukang listrik (1,5,7)

4. EtiologiCreeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan oleh cacing tambang dengan hospes non manusia. Penyebab utamanya adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Hal ini terjadi melalui kontak tubuh dengan tanah atau pasir yang telah terkontaminasi oleh ekskresi dari anjing atau kucing. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sternocalis, Dermatobia maxiales dan Lucillia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva beberapa jenis lalat, misalnya Castrophillus dan Cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mampu melakukan penetrasi ke dalam kulit. Larva ini tinggal di kulit, berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. (1,2)

5. Siklus HidupCutaneous larva migran adalah penyakit infeksi cacing tambang dengan penyebaran melalui binatang (zoonotic infection), yaitu kucing dan anjing yang merupakan hospes definitifnya. Siklus hidup dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke tanah. Pada kondisi kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dalam waktu 1-2 hari dan mengeluarkan larva rhabditiform. Setelah 5-10 hari akan tumbuh cepat menjadi stadium infektif larva filarifom (L3). Larva dalam stadium infektif ini dapat bertahan 3-4 minggu dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan. Pada hospes alami binatang, larva mampu penetrasi sampai ke dalam kulit dan ditransport melalui sistem limfatik dan pembuluh darah sampai ke paru-paru. Larva penetrasi ke alveoli, ascending ke bronkus menuju ke faring dan tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai saat telur dieksresikan. (3)Larva filariform dapat menembus kulit manusia dengan bantuan enzim proteolitik yang dimilikinya namun tidak dapat menembus hingga ke dermis karena tidak mempunyai enzim kolagenase, akibatnya larva yang mengembara diantara dermis dan epidermis sehingga tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya secara normal dan larva akhirnya mati. (3,4)

6. PatogenesisTelur cacing tambang tersebut dalam lingkungan yang lembab dan hangat misalnya pantai, telur tersebut akan berubah menjadi larva yang infeksius sehingga mampu mengadakan penetrasi pada kulit yang kontak langsung dengan tanah. Larva tersebut akan hidup dalam tanah dalam beberapa minggu. Penularan terjadi karena individu berkontak dengan tanah yang lembab yang terkontaminasi kotoran anjing atau kucing yang telah mengandung larva cacing tersebut. Larva dapat menembus kulit dengan bantuan enzim protease untuk menembus folikel, fissura atau kulit yang intak dan bergerak dalam epidermis antara stratum germinativum dan stratum korneum. Setelah penetrasi ke dalam kulit, larva bermigrasi dengan kecepatan 2 sentimeter per hari. (5,7)Namun terkadang larva berdiam selama beberapa hari bahkan bulan sebelum mulai bermigrasi. Adanya migrasi larva ini akan menyebabkan suatu reaksi inflamasi eosinofilik lokal. Sebagian besar larva tidak berkembang lagi atau menginvasi lapisan kulit yang lebih dalam dan akhirnya setelah beberapa hari atau bulan. (7)

7. Manifestasi KlinikMasa inkubasi dalam beberapa hari (1-6 hari). Masuknya larva ke kulit biasanya disertai dengan rasa gatal dan panas. Mula-mula timbul papul, kemudian diikuti dengan bentuk khas, yaitu lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Panjangnya dapat mencapai 15-20 cm. Lesi ini dapat single atau multiple. (6)Adanya lesi papul eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. (2)Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter. Rasa gatal biasanya hebat pada malam hari.Lesi linier sering terputus oleh papul yang merupakan tempat larva berhenti. Ketika erupsi berlanjut, lesi yang sudah terbentuk di awal akan mulai menghilang. Namun, terkadang terjadi infeksi sekunder berupa erosi atau eksoriasi akibat garukan. Tempat predileksi adalah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh mana saja yang sering kontak dengan tempat larva berada. (7)Jika perjalanan penyakit tidak diobati, larva biasanya akan mati dalam waktu 2-8 minggu, meskipun ada laporan bahwa larva dapat menetap selama setahun. (5)Gejala lainnya yang dapat timbul adalah hook-worm follikulitis. Gejalanya berupa follikulitis yang gata disertai dengan creeping eruption. Terdapat 20-100 papul dan pustula yang terbatas pada satu area tubuh, biasanya dapat di bokong disertai dengan 2-10 terowongan dengan panjang 1-5 sentimeter pada lokasi yang sama atau berbeda. (7)

8. DiagnosisDiagnosis Creeping eruption berdasarkan epidemiologi dan gambaran klinis. Berdasarkan bentuk khas, yaitu terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Berdasarkan gambaran histolopatologinya ditemukan larva nematoda dalam kanal folikular, stratum korneum, dan dermis yang bersamaan dengan infiltrat inflamasi eosinofil. Pada laboratorium dapat ditemukan peningkatan sementara dari eosinofil perifer. Pada mikroskop cahaya dengan minyak mineral dapat ditemukan larva nematoda yang hidup maupun yang mati.Pada biopsi ditemukan larva nematoda pada dermis. Biopsi kulit yang diambil tepat di atas lesi, mungkin dapat menunjukkan larva (tes periodik asam schiff positif) di terowongan suprabasalar, lesi pada lapisan basal, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, nekrosis keratinosit dan inflamasi infiltrat kronis dengan banyak eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas. (5,7)

9. Diagnosis bandingDengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies. Pada scabies terowongan berbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larva yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zooster pada permulaan. (1)

10. TerapiTujuan dari terapi adalah berkurangnya gejala dan berhentinya pemanjangan terowongan, yang biasanya terjadi dalam seminggu. Pengobatan dengan diberikan albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal diberikan 3 hari berturut-turut. Juga dapat diberikan ivermectin 200g/kg, dengan dosis 12 mg sebagai dosis tunggal dan diulang pada hari berikutnya.Thiabendazole topikal tersedia dalam bentuk suspensi 10% atau krim 15% dapat digunakan 4 kali per hari dapat meredakan gatal dalam waktu 3 hari dan terowongan menjadi tidak aktif dalam seminggu. (5)Cara terapi lainnya dengan menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 sampai 1 menit, dua hari berturut-turut. Cara beku dengan menyemprotkan Chlor etil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit, karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon (1)

11. KomplikasiDapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi umumnya disebabkan oleh streptokokkus pyogenes, yang dapat berkembang menjadi selulitis. Reaksi alergi mungkin dapat terjadi. (6)

12. PrognosisPrognosis cutaneous larva migrans biasanya baik. Penyakit ini merupakan penyakit yang self limited. Manusia merupakan hospes aksidental yang dead-end di mana larva akan mati dan lesi akan membaik dalam waktu 4-8 minggu.(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi ed, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI, hlm: 125-1262. Buxton P.K., 2003. ABC of Dermatology 4th Edition. London: BMJ Publishing Group. Page:107-108.3. Centers for Disease Control and Prevention, 2012. Parasites-Zoonotic Hookworm. http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/biology.html4. Hunter J, Savin J, & Dahl M, 2002. Clinical Dermatology 3rd Edition. United States of America: Blackwell Production. Page: 232.5. James William D., Berger Timothy G., Elston Dirk M., 2011. Andrew Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 11th ed. Elsevier, p: 4276. Lydia A, et all, 2012. Cutaneous larva migran. Emdeicine. Updated jan 24, 2012. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/11087847. Wolff Klaus, Goldsmith Lowell A, Katz Stephen I., et all, 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed, volume 1 and 2. The Mc Graw hill Companies, p: 2023-2024

1