crl dasar teori

194
1.1 PROSES DENGAN PENGENDALIAN UMPAN BALIK Pengendalian terhadap proses berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkecil pengaruh perubahan beban. Hal ini dilakukan dengan membuat hubungan antara sistem proses dan pengendali membentuk sistem lingkar tertutup (closed-loop system) atau disebut juga sistem pengendalian umpan balik (feedback control system). Antara sistem proses dan pengendali dihubungkan melalui unit pengukuran (sensor/transmiter) dan unit kendali akhir (biasanya berupa control valve). Berdasar bentuk keluaran pengendali, sistem pengendalian umpan balik dibedakan menjadi pengendalian diskontinyu dan kontinyu. Termasuk kelompok pengendali diskontinyu adalah pengendali dua posisi. Sedangkan kelompok pengendali kontinyu adalah pengendali proporsional (P), proporsional-integral (PI), proporsional-integral-derivatif (PID) dan proporsional- derivatif (PD). PENGENDALIAN DISKONTINYU 1.2.1 Pengendali Diskontinyu Dua Posisi Pengendali dua posisi, dahulu on-off, adalah jenis pengendali paling sederhana dan murah. Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinana nilai, yaitu maksimum (100%) atau minimum (0%). Secara matematik, 100%; y b

Upload: nurpiter-thiodoris

Post on 29-Sep-2015

68 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

y

TRANSCRIPT

1.1 PROSES DENGAN PENGENDALIAN UMPAN BALIK

Pengendalian terhadap proses berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkecil pengaruh perubahan beban. Hal ini dilakukan dengan membuat hubungan antara sistem proses dan pengendali membentuk sistem lingkar tertutup (closed-loop system) atau disebut juga sistem pengendalian umpan balik (feedback control system). Antara sistem proses dan pengendali dihubungkan melalui unit pengukuran (sensor/transmiter) dan unit kendali akhir (biasanya berupa control valve).

Berdasar bentuk keluaran pengendali, sistem pengendalian umpan balik dibedakan menjadi pengendalian diskontinyu dan kontinyu. Termasuk kelompok pengendali diskontinyu adalah pengendali dua posisi. Sedangkan kelompok pengendali kontinyu adalah pengendali proporsional (P), proporsional-integral (PI), proporsional-integral-derivatif (PID) dan proporsional-derivatif (PD).

1.2 PENGENDALIAN DISKONTINYU

1.2.1 Pengendali Diskontinyu Dua Posisi

Pengendali dua posisi, dahulu on-off, adalah jenis pengendali paling sederhana dan murah. Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinana nilai, yaitu maksimum (100%) atau minimum (0%). Secara matematik,

100%; y buntuk aksi reverse acting(4.1)

u

0%; y a

100%; y buntuk aksi direct acting(4.2)

u

0%; y a

dengan,

u = nilai keluaran pengendali (%),

y = nilai pengukuran (variabel proses), a = nilai batas atas variabel proses,b = nilai batas bawah variabel proses.

1.2.2Pengendalian Dua Posisi

Mekanisme pengendalian dua posisi mudah difahami bila ditinjau pengendalian tinggi air dalam tangki pada gambar 4.1. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan (R), maka sensor tinggi air akan memberi sinyal bahwa telah terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintahkan pompa untuk

bekerja. Denganbekerjanya pompa,air akan masuk ke tangki dan permukaan air naik

kembali. Padasaat tinggi air tepat mencapai Rpompa berhenti sehingga terjadi

pengosongan tangki, dan proses diatas berulanglagi. Siklus ini berlangsung terus

menerus. Dengan demikian pompa akan selalu mati-hidup secara periodik seiring dengan perubahan tinggi permukaan air.

Gambar 4.1 Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.

Peristiwa naik-turun pada tinggi permukaan air secara periodik disebut cycling atau osilasi. Ini adalah ciri khas pengendali dua posisi. Untuk mencegah osilasi terlalu cepat, perlu dibuat lebih dari satu batas yaitu batas atas (BA) dan batas bawah (BB). Batas atas adalah batas tertinggi permukaan air pada saat air naik. Sedangkan batas bawah adalah batas terbawah permukaan air saat air turun. Lebar celah antara dua titik batas disebut celah diferensial (differential gap), histeresis, atau daerah netral.

Gambar 4.2 Pengendali dua posisi dengan celah diferensial

Dengan adanya dua titik acuan (batas atas dan bawah), maka terdapat daerah netral yang berada di antara dua titik acuan. Jika permukaan air berada pada daerah netral, terdapat dua kemungkinan. Pertama, bila air sedang turun maka pompa tidak bekerja,

karena permukaan air masih di atas batas bawah. Kedua, bila permukaan air sedang naik maka pompa sedang bekerja, karena permukaan air di bawah batas atas.

Pengendali dua posisi mencatu energi atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variabel proses. Amplitudo cycling bergantung pada tiga faktor, yaitu: konstanta waktu proses, waktu mati, dan besar perubahan beban. Amplitudo osilasi menjadi kecil jika konstanta waktu proses besar, waktu mati pendek, atau perubahan beban proses kecil.

(a) Osilasi pada variabel proses (PV)

Gambar 4.3 Osilasi variabel proses

1.2.3Pengendalian Tiga Posisi

Pada proses dengan konstanta waktu kecil, frekuensi osilasi menjadi besar. Keadaan ini dapat mempercepat kerusakan peralatan kendali dan sistem proses. Untuk proses demikian lebih baik memakai pengendali tiga posisi. Keluaran pengendali tiga posisi memiliki tiga kemungkinan, yaitu: 0% - 50% - 100% (gambar 4.4).

Gambar 4.4 Keluaran pengendali tiga posisi.ya = batas atas, yb = batas bawah, r = setpoint

1.2.4 Pengendalian Siklus Waktu (Modulasi Lebar Pulsa)

Pengendali siklus waktu biasanya disetel sedemikian, sehingga ketika pengukuran sama dengan setpoint, sinyal kendali bernilai maksimum (on) selama setengah periode waktu dan minimum (off) selama setengah periode waktu yang lain. Ketika beban bertambah besar maka sinyal kendali akan bernilai maksimum (on) selama lebih dari setengah periode waktu dan bernilai minimum (off) selama kurang dari setengah periode waktu.

Gambar 4.5 Pengendali siklus waktu.

Pengendalian siklus waktu banyak diterapkan pada pengendalian suhu dengan elemen pemanas listrik. Misalnya, pada kondisi operasi normal dibutuhkan daya 500 W dan dipakai elemen pemanas 1000 W. Pada operasi normal, pemanas akan menyala selama 5 detik (50% siklus) dan padam 5 detik (50% siklus) sehingga periode siklus waktunya 10 detik. Jika karena beban bertambah besar pemanas harus memberikan daya 800 W, maka elemen pemanas akan menyala selama 8 detik (80% siklus) dan padam 2 detik (20% siklus). Jadi persentase kebutuhan daya pemanasan sama dengan persentase waktu penyalaan elemen pemanas. Atau secara umum, besar variabel pengendali ditentukan oleh persen siklus waktu. Diagram pengendalian siklus waktu disajikan pada gambar 4.5.

Menilik kesederhanaan pengendalian diskontinyu, jenis ini memiliki kelebihan dalam kemudahan perancangan, murah, dan handal. Sedangkan kekurangannya adalah terjadi fluktuasi besar pada variabel proses, terutama bila perubahan beban cukup besar. Oleh sebab itu jenis pengendalian diskontinyu jarang dipakai dalam industri proses.

1.3 PENGENDALIAN KONTINYU

Pengendali secara kontinyu membandingkan nilai sinyal pengukuran (variabel proses) dengan setpoint untuk memutuskan tindakan yang tepat. Jika ada error, pengendali mengatur nilai keluaran berdasar pada nilai parameter yang telah ditetapkan dalam pengendali. Sehingga perlu menala parameter. Penalaan parameter dibutuhkan untuk menentukan:

Seberapa besar koreksi harus dilakukan? Besar koreksi atau perubahan nilai sinyal kendali ditentukan oleh bagian proporsional.

Seberapa lama koreksi harus dilakukan? Lamanya koreksi ditentukan oleh bagian integral.

Seberapa cepat koreksi harus dilakukan? Kecepatan koreksi ditentukan oleh bagian derivatif.

Pengendali ditala dalam usaha menjodohkan antara karakteristik peralatan kendali dan sistem proses, sehingga sistem mampu merespon error secara cepat (variabel proses cepat mencapai setpoint), tepat (variabel proses sama dengan setpoint), dan stabil (variabel proses tak berosilasi di sekitar setpoint).

1.3.1 Pengendalian Proporsional

Karakteristik Pengendali. Pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding (proporsional) dengan sinyal g alat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan linier antara variabel proses (PV) dan sinyal kendali (posisi elemen kendali akhir). Persamaan pengendali proporsional adalah,

u Kc e uo(4.3)

dengan,

u= sinyal kendali (%),

Kc= proportional gain (tanpa satuan)

e = error (%) (r y ) untuk reverse acting (y r ) untuk direct acting uo = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)

Gambar 4.6 Diagram blok pengendali proporsional.

Variabel pengukuran (y) dan setpoint (r) diubah ke dalam persentase dari lebar rentang pengukuran (span). Sehingga dari persamaan di atas, satuan sinyal kendali adalah persen. Tanggapan sinyal kendali terhadap perubahan error disajikan pada gambar berikut. Terlihat bahwa keluaran pengendali sebanding dengan besar error. Tanggapan sinyal kendali terjadi seketika tanpa ada keterlambatan atau pergeseran fase (c = 0).

Gambar 4.7 Tanggapan pengendali proporsional

Gain Proporsional. Penalaan pengendali dibuat untuk mengatur agar control valve (final control element) merespon error. Pengaturan gain pengendali dilakukan agar perubahan pada sinyal pengukuran (variabel proses) akan menghasilkan perubahan sinyal kendali yang akan mengubah posisi valve secukupnya sehingga mampu menghilangkan error. Gain proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali dan error atau sinyal pengukuran.

Pada proses cepat (volume kecil), perlu lebih gain kecil agar diperoleh kestabilan. Sebaliknya pada proses lambat (volume besar), perlu gain lebih besar agar diperoleh respon yang baik.

Gambar 4.8 Contoh proses cepat (kiri) dan lambat (kanan).

Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali (u) dan perubahan error (e). Di kalangan praktisi industri, besaran gain (Kc) kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran proportional band (PB), yaitu persentase perubahan error atau pengukuran yang menghasilkan perubahan sinyal kendali atau manipulated variable sebesar 100%.

Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibanding gain proporsional, sebab PB pada dasarnya menunjukkan persentase lebar rentang pengukuran yang dapat dikendalikan.

Gambar 4.9 Hubungan antara sinyal kendali, error, pengukuran, dan PB

Modus Pengendalian Proporsional. Pengendalian proporsional merupakan jenis paling sederhana dalam pengendalian kotinyu. Meskipun demikian pengendalian ini menjadi dasar pengendalian lain. Dengan hanya proporsional, maka keluaran pengendali (setara dengan posisi elemen kendali akhir) sebanding atau proporsinal dengan besar nilai pengukuran. Pada moda proporsional, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada nilai pengukuran sebelumnya. Demikian juga, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada kecepatan perubahan pengukuran.

Satu-satunya problem pengendalian proporsional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error, steady-state error, atau offset) yang disebabkan perubahan beban atau setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal kendali yang berbeda. Nilai sinyal kendali baru diperoleh jika ada penambahan atau pengurangan dari nilai bias (sinyal kendali saat tidak ada error). Ini dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan dengan kelipatan nilai offset.

Sebagai ilustrasi disajikan contoh pengendalian level air dengan pengendalian proporsional seperti pada gambar 4.10 dan 4.11. Pada gambar 4.10 terlihat kondisi operasi normal. Tinggi air diinginkan 60%. Pada saat tinggi air nyata 60%, laju air masuk (beban) dan laju air keluar (manipulated varieble) sama dengan 25 L/menit. Perhatikan bukaan katup kendali pada aliran air keluar yang membuka kira-kira setengahnya.

Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40 L/menit. Pada saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit sementara keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik. Kenaikan air akan mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang akan

menaikkan tuas pengungkit katup (sebagai pengendali) dan membuka katup kendali aliran air keluar lebih besar. Kenaikan katup terus berlangsung sampai tepat terjadi keseimbangan laju alir masuk sama dengan laju air keluar pada 40 L/menit. Pada saat kondisi baru sudah tercapai, permukaan tinggi air ternyata menjadi 70%. Kenaikan tinggi air ini diperlukan untuk mengangkat katup aliran air keluar. Perbedaan antara setpoint dan tinggi nyata disebut offset. Dengan demikian offset memang harus ada, agar terjadi keseimbangan massa/energi yang baru (gambar 4.12 dan 4.13).

Air masuk 25 L/menit

100%

Setpoint 60%

0%Air keluar

25 L/menit

Gambar 4.10 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban normal 25 L/menit.

Air masuk 40 L/menit

100%

Tinggi air 70%

Setpoint60%

0%Air keluar

40 L/menit

Gambar 4.11 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban 40 L/menit.

Gambar 4.12 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsional pada proportional band yang besar.

Gambar 4.13 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsiona pada proportional band yang kecil.

Gambar 4.14 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan setpoint.

Gambar 4.15 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan beban.

Offset pada pengendalian proporsional dapat diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band, PB). Semakin kecil nilai proportional band (semakin besar gain) pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Sebaliknya, dengan proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka (lambat) dan offset besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak dapat dilakukan) perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi. Diperlukan kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh tanggapan cepat, offset dapat diterima, tetapi sistem cukup stabil (gambar 4.14 dan 4.15).

Analisis tanpa banyak melibatkan banyak persamana matematika dapat dipelajari dari contoh pengendalian tinggi mermukaan air tersebut di atas. Variabel pengendali (manipulated variable) adalah laju alir air keluar. Beban proses adalah laju alir air masuk. Pada kenaikan bukaan katup kendali (atau sinyal kendali) tinggi permukaan air (variabel proses atau sinyal pengukuran) akan turun. Jadi gain sistem proses adalah negatif atau dengan kata lain sistem proses bersifat reverse acting. Agar terjadi umpan balik negatif, pengendali harus bersifat direct acting. Persamaan garis kendali proporsional direct acting adalah,

u K c y r uo(4.5)

p

Titik keseimbangan (titik operasi)

100%

Garis kendali

Variabel proses(pengukuran)Setpoint

Grafik proses

0%uo

0%100%

Sinyal kendali

Gambar 4.16. Hubungan grafik pengendalian proporsinal ketika tidak ada offset.

Pada perubahan beban, grafik proses berubah. Pada kasus pengendalian tinggi permukaan air dalam contoh di atas, kenaikan beban (laju alir air masuk) menyebabkan kenaikan tinggi permukaan. Akibatnya titik keseimbangan berubah ke atas mengikuti garis kendali. Pada kedudukan ini, titik keseimbangan tidak lagi bersesusaian dengan sepoint.

Gambar 4.17. Perubahan beban menghasilkan offset.

Grafik pada gambar 4.17 menjelaskan fenomena sebagaimana gambar 4.10 dan 4.11. Dengan pengendali proporsional hanya ada satu kondisi beban yang menghasilkan nilai pengukuran sama dengan setpoint. Pada nilai beban lain, selalu akan terjadi offset.

Offset lama

100%Offset baruGaris kendali lama

(gain kecil)

Variabel proses(pengukuran)Garis kendali baru

(gain besar)

Setpoint

Grafik proses baru

u (baru)Grafik proses lama

0%uo

0%100%

Sinyal kendaliu (lama)

Gambar 4.18. Perubahan gain untuk memperkecil offset.

Pengurangan atau penghilangan offset dapat dilakukan dengan memperbesar gain, mengubah setpoint atau mengubah bias. Gambar 4.18 memperlihatkan bahwa offset dapat diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band). Semakin besar gain garis kendali semakin mendatar sehingga perbedaan antara setpoint dan pengukuran semakin kecil.

Gambar 4.19 memperlihatkan bahwa offset dapat dihilangkan dengan mengubah nilai setpoint. Bila beban berubah, setpoint yang baru perlu diberikan. Namun dengan cara ini berarti mengubah target operasi (nilai variabel proses yang diinginkan).

100%Garis kendali lama

Garis kendali baru

Variabel proses(pengukuran)Setpoint

(lama)

SetpointGrafik proses baru

(baru)

Grafik proses lama

0%uo

0%100%

Sinyal kendali

Gambar 4.19. Perubahan setpoint untuk menghilangkan offset.

100%Garis kendali lama

Garis kendali baru

Variabel proses(pengukuran)Setpoint

Grafik proses baru

Grafik proses lama

0%uouo

0%100%

(lama)(baru)

Sinyal kendali

Gambar 4.20. Perubahan bias untuk menghilangkan offset.

Penghilangan offset dapat juga dilakukan dengan mengubah nilai bias (uo) pada pengendali proporsional. Dari kasus pengendalian tinggi permukaan air yang telah dibahas sebelumnya, bila offset berilai positif (tinggi permukaan melebihi setpoint), bias perlu diperbesar. Bila offset bernilai negatif (tinggi permukaan kurang dari setpoint), bias perlu diperkecil. Perhatikan, pernyataan tersebut hanya berlaku jika aksi pengendali pada direct acting. Untuk reverse acting, pernyataanya kebalikan dari direct acting.

Dari gambar 4.20 terlihat bawah penghilangan offset dapat dilakukan tanpa mengubah setpoint tetapi dengan menambahkan atau mengurangkan dari nilai bias sebagaimana gambar 4.19. Cara ini lebih baik dibanding sebelumnya. Oleh sebab itu, agar offset hilang, perlu ditambahkan mekanisme penambahan atau pengurangan nilai bias.

1.2.3 Pengendalian Proporsional-Integral (PI)

Karakteristik Pengendali. Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI) sebanding dengan besar galat (error) dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI ideal (standar ISA) adalah sebagai berikut.

u Kc e K cedt uo(4.6)

i

dengan i adalah waktu integral atau waktu reset yang memiliki satuan detik atau menit tiap pengulangan. Pada pengendali PI, suku bias (uo) bisa ditiadakan. Sebab suku integral mampu memberikan nilai bias yang tepat. Tanggapan pengendali PI dengan aksi reverse acting disajikan pada gambar 3.10.

Gambar 4.21 Diagram blok pengendali proporsional-integral (PI).

Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias. Jika pengaturan nilai bias dilakukan secara manual, disebut manual reset. Sebaliknya, jika dilakukan secara otomatik dengan memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan reset saja. Dengan demikian fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset.

Gambar 4.22 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral (PI) reverse acting.

Pengendalian Proporsional-Integral. Gambar berikut kembali memperlihatkan respon pengendalian level dengan pengendali proporsional. Jika ingin mengembalikan variabel proses (level) ke setpoint, maka manipulated variable (laju alir keluar) harus diperbesar melebihi kebutuhan. Setelah mencapai setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai keseimbangan massa. Penambahan laju alir keluar adalah untuk mengganti kehilangan volume dan kemudian mengembalikan ke keseimbangan massa (gambar 4.24). Penambahan sinyal kendali harus dilakukan hingga error hilang. Ini dikenal sebagai aksi reset. Artinya mampu melakukan reset pada proses ke setpoint. Dalam matematika aksi reset adalah integrasi dari error oleh sebab itu disebut juga aksi integral.

Gambar 4.23 Respon pengendalian proporsional.

Besar aksi integral ditentukan oleh waktu integral atau reset (i). Beberapa produsen, melakukan kalibrasi terhadap besaran 1/i (pengulangan per menit) yang dikenal dengan reset rate dan bukan i (menit per pengulangan). Istilah ini dapat difahami dengan melihat tanggapan step untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran pengendali adalah Kce (belum ada pengaruh integral). Setelah satu periode i, maka hasil integrasi adalah,

K cedt K ce i K c e(4.7)

i

i

Artinya aksi integral telah mengulang aksi propor sional. Pengulangan ini terjadi setiap periode waktu i. Oleh sebab itu aksi integral disebut juga aksi reset. Waktu reset adalah waktu yang dibutuhkan aksi integral untuk mengulang aksi proporsional.

Gambar 4.24 Penambahan sinyal kendali mengembalikan variabel proses ke setpoint.

Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error (e) sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak proportional-band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB. Mekanisme ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan setpoint (SP) untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian.

Gambar 4.25 Perubahan beban pada pengendali PI.

Sebagai contoh, pengendali PI memiliki PB = 50%. Mula-mula pada saat tidak ada error (e = 0) sinyal kendali, u = 40%. Pada keadaan ini perubahan nilai variabel proses (y) yang menyebabkan perubahan sinyal kendali sebesar 100% adalah dari 30% hingga 80%.

u 2e 40(4.8)

Bila dimisalkan terjadi perubahan beban sehingga mengharuskan sinyal kendali, u = 70%, maka dengan PB tetap 50% dan tidak ada error rentang perubahan variabel proses menjadi 45% hingga 95%. Persamaan keluaran pengendali yang baru adalah,

u 2e 70(4.9)

Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (i) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh lebih kecil dibanding waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan.

1

Keterangan:(1) i terlalu besar2(2) i cukup(3) i terlalu kecil3

Gambar 4.26 Tanggapan loop tertutup pengendali proporsional-integral pada perubahan beban.

1.3.3Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif (PID)

Karakteristik Pengendali. Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan besar error, integral error, dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap kecepatan perubahan error. Persamaan pengendali PID adalah,u K c e K cedt K c dde uo(4.10)

idt

dengan d adalah waktu derivatif.

Gambar 4.27 Diagram blok pengendali proporsional-integral-derivatif (PID).

Gambar 4.28 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif. Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi derivatif (preact). Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Hal ini dapat terjadi, karena suku derivatif sebanding dengan besar laju perubahan error (atau pengukuran). Oleh sebab itu dengan penambahan derivatif pengendali dapat mengantisipasi perubahan beban atau dengan kata lain mengurangi total penyimpangan.

Berbeda dengan penambahan integral yang bertujuan menghilangkan offset, penambahan derivatif hanya memperbaiki perilaku lingkar (loop) pengendalian. Sehingga muncul pertanyaan penting, dimana perlu menerapkan derivatif? Atau pertanyaan dimana tidak perlu memakai derivatif?

Derivatif tidak diperlukan atau tidak boleh dipakai dalam lingkar pengendalian yang menghasilkan banyak derau (noise) atau turbulensi. Penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise atau perubahan cepat pada pengukuran. Ini disebabkan karena derivatif memperkuat noise dan muncul dalam sinyal kendali. Dengan demikian lingkar pengendalian laju alir dan level tidak cocok memakai derivatif.

Proses yang memiliki karakterisitk cepat tidak perlu memakai derivatif untuk lebih mempercepat respons. Sehingga laju alir dan tekanan gas tidak perlu memakai derivatif.

Sebaliknya proses dengan respons lambat dan bebas noise, seperti pada pengendalian suhu dan komposisi, perlu memakai derivatif. Demikian juga pada proses tak stabil, seperti reaktor eksotermik, pengendalian suhunya lebih baik jika ditambahkan derivatif untuk menstabilkan sistem. Tetapi, penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).

1.3.4 Pengendalian Proporsional-Derivatif (PD)

Karakteristik Pengendali. Bentuk persamaan pengendali PD adalah,

u Kc e K c dde uo(4.11)

dt

Respons terahadp masukan step diperlihatkan pada gambar di bawha ini.

Gambar 4.29 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Derivatif. Modus ini hampir tidak pernah dipakai di industri. Disebabkan kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan, pengendali PD banyak menimbulkan masalah dalam pengendalian. Meskipun demikian, sebenarnya pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses tumpak (batch), dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.

Pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati, penambahan aksi derivatif dapat memperbaiki kualitas pengendalian. Proses dengan waktu mati dominan, penambahan aksi derivatif dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.

4.4 KRITERIA DAN PENERAPAN

Pertanyaan mendasar bagi para praktisi adalah, pengendali jenis apa yang paling sesuai dengan proses yang diberikan. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, dapat dikembalikan ke masalah dinamika sistem dan karakteristik pengendali. Setelah itu ditetapkan kriteria

4.4.1 Kriteria Kinerja Sistem Pengendalian

Pada setiap penerapan pengendalian pada sistem proses, dapat dibedakan dua macam kriteria, yaitu kriteria tanggapan tunak dan kriteria tanggapan dinamik. Kriteria tanggapan tunak biasanya dinyatakan dengan tidak adanya kesalahan atau galat (error) pada saat keadaan tunak. Dalam hampir semua kondisi pengendalian, kriteria ini tidak dapat dicapai, kecuali digunakan pengendali PI atau PID. Kriteria tanggapan dinamik didasarkan atas tanggapan transien lingkar tertutup yang menghasilkan galat sekecil mungkin. Kriteria ini dibedakan menja di dua macam, yaitu kriteria sederhana dan kriteria integral.

Kriteria sederhana didasarkan atas karakteristik tanggapan undak (step) lingkar tertutup. Dengan kriteria ini hanya dibutuhkan sedikit titik tanggapan. Besaran yang menentukan adalah: overshoot, waktu naik, waktu mantap, decay ratio, dan frekuensi osilasi (lihat kembali karakteristik sistem orde dua). Dari seluruh kriteria ini, yang paling populer karena sering digunakan adalah kriteria decay ratio yang tidak lain adalah kriteria redaman seperempat amplitudo.

Kriteria integrasi membutuhkan data tanggapan mulai dari t = 0 hingga mencapai keadaan tunak. Dengan demikian kriteria ini didasarkan pada seluruh tanggapan dari proses yang bersangkutan. Kriteria yang paling sering digunakan adalah: ISE (integral of square error), IAE (integral of absolute error), dan ITAE (integral of product of time and the absolute error).

(1) Integral Galat Kuadrat (ISE)

Kriteria ini sangat populer di bidang akademik dan cocok digunakan untuk menekan galat yang besar dibanding IAE. ISE = e2 dt(4.12)

o

(2) Integral Galat Absolut (IAE)

Kriteria ini lebih populer di kalangan praktisi industri sebab mudah dalam pemakaiannya. Di samping itu, kriteria ini cocok untuk menekan galat yang kecil. IAE = edt(4.13)

o

(3) Integral Waktu dan Galat Absolut (ITAE)

Kriteria ini cocok digunakan untuk menekan galat yang terjadi dalam waktu lama. Sebab dapat menekan galat yang sangat kecil. IAE = tedt(4.14)

o

4.4.2 PEMILIHAN DAN PENERAPAN JENIS PENGENDALI

Pemilihan jenis pengendali dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, secara teliti dengan pendekatan matematika. Kedua, secara kualitatif dengan pendekatan umum. Jika ketelitian menjadi prioritas utama dapat digunakan urutan sebagai berikut.

Memilih kriteria kinerja yang dikehendaki (ISE, IAE, atau ITAE). Menghitung nilai integral kriteria tersebut untuk pengendali P, PI, dan PID, pada parameter yang berbeda-beda.

Memilih pengendali dan parameter yang menghasilkan nilai terbaik.

Meskipun cara tersebut teliti ditinjau dari segi matematika, tetapi sangat sulit dilaksanakan. Sebab diperlukan model proses yang akurat dan memerlukan perhitungan yang sangat panjang. Belum lagi kesulitan akibat banyaknya kriteria. Oleh sebab itu pemilihan secara kualitatif berikut ini masih menjadi pilihan pertama.

(1) Jika mungkin, digunakan pengendali dua posisi. Jenis ini dapat digunakan jika:

variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi;

cycling pada variabel proses dapat diterima;

laju perubahan variabel proses cukup lambat.

(2) Jika pengendali dua posisi tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional. Jenis ini dapat digunakan jika:

offset dapat diterima dengan nilai gain (atau proportional band) yang moderat;

sistem proses memiliki aksi integrasi, misalnya tekanan gas dan level cairan;

beban tidak banyak berubah secara berlebihan;

sistem proses yang mengizinkan gain proporsional besar sehingga offset kecil.

(3) Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional-integral (PI). Jenis ini dapat digunakan jika:

variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, misalnya laju alir. Sebab aksi integral memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang dikendalikan dengan PI.

Sistem proses yang tidak membolehkan adanya offset.

(4) Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan lambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominan), perlu antisipasi perubahan beban, dan tidak ada noise, misalnya suhu, komposisi, dan pH. (5) Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hampir tidak pernah digunakan di industri. Adanya aksi derivatif memang mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variabel proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil, penambahan derivatif dapat membantu. Demikian pula untuk proses tumpak (batch) dan multikapasitas pengendali PD cocok untuk dipakai, dengan catatan, gangguan noise tidak ada.

4.5 UMPAN BALIK DAN KESTABILAN

4.5.1 Umpan Balik Negatif

Terdapat dua macam umpan balik yang mungkin dalam loop pengendalian proses, yaitu positif atau negatif. Umpan balik positif akan menyebabkan proses tidak seimbang dan terjadi ketidakstabilan. Jika pengendalian suhu digunakan untuk memanaskan aliran proses, maka laju pemanasan akan bertambah jika suhu aliran proses di atas setpoint. Sebaliknya, laju pemanasan berkurang jika suhu aliran proses di bawah setpoint. Loop dengan umpan balik positif akan menyebabkan variabel proses berada pada satu posisi dari dua posisi ekstrim yang mungkin.

Umpan balik negatif bekerja untuk mencapai keseimbangan. Jika suhu (variabel proses) terlalu tinggi, laju pemanasan (manipulated variable) dikurangi. Aksi ini bersifat berlawanan dengan arah variabel proses. Gambar berikut menunjukkan aliran informasi dalam loop umpan balik. Perlu dicatat, dalam gambar ini blok elemen kendali akhir dan transmiter tidak digambarkan semata-mata untuk penyederhanaan.

Pada gambar 4.27 sistem pengendalian hanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem proses dan pengendali. Transmiter dan elemen kendali akhir sudah termasuk dalam proses. Sinyal kendali adalah representasi dari manipulated variable dan sinyal pengukuran adalah representasi dari variabel proses.

Fungsi pengendali adalah untuk mengatasi gangguan atau perubahan beban. Ini dapat dicapai dengan membuat nilai gain pengendali (Gc) sebesar mungkin. Jika Gc kecil, maka diperlukan error (e) yang besar untuk mengemudikan manipulated variable (u) agar sesuai dengan perubahan beban. Sebaliknya, jika Gc terlalu besar, maka perubahan kecil pada error, akan terjadi perubahan besar pada manipulated variable (u), yang bisa jadi tidak sebanding dengan besar perubahan beban. Jika ini terjadi, variabel proses dapat mengalami osilai terus menerus. Oleh sebab itu, terdapat batas nilai Gc agar proses tetap stabil.

Gambar 4.32 Pengendali memanipulasi manipulated variable (u) untuk mengantisipasi gangguan (w) dan mengembalikan error ke nol.

4.5.2 Osilasi dalam Loop Tertutup

Osilasi dalam loop tertutup terjadi bila sejumlah energi diumpan balikkan pada saat yang tepat sedemikian hingga dapat mengatasi rugi-rugi sistem. Hal ini terjadi jika dipenuhi syarat berikut. Umpan balik memiliki beda fase, = -360o, dengan sinyal masukan. Gain total sistem pengendalian, G = 1, pada periode osilasi. Bila salah satu syarat di atas tak dipenuhi, ada dua kemungkinan. Terjadi osilasi teredam jika, = -360o dengan G < 1 atau < -360o dengan G = 1. Terjadi osilasi dengan amplitudo membesar jika, = -360o dengan G > 1. Berhubung dalam sistem pengendalian umpan balik telah terjadi beda fase sebesar -180o pada bagian pembanding (antara setpoint dan variabel proses), maka osilasi akan terjadi

bila pergeseran fase oleh pengendali (c ) dan sistem proses (ps) sebesar -180o dengan gain total (Gc + Gps) sama dengan satu. Dapat disimpulkan, osilasi dalam loop tertutup terjadi jika, pada periode osilasi,c + ps = -180o(4.15)

Gc + Gps = 1(4.16)

Gambar 4.33 Peristiwa osilasi kontinyu akibat interferensi saling menguatkan.

Peristiwa osilasi kontinyu pada sistem pengendalian proses dapat dijelaskan melalui gambar 4.33. Sistem proses mendapat masukan dari manipulated variable (u) dan memberi keluaran sebagai variabel proses (y). Dalam sistem proses, sinyal keluaran mengalami pergeseran fase (akibat keterlambatan) sebesar ps. Keluaran (y) setelah dibandingkan dengan setpoint masuk ke pengendali. Dalam unit pengendali, sinyal kendali

mengalami pergeseran fase sebesar c. Sinyal kendali yang telah mengalami pergeseran fase masuk ke elemen kendali akhir untuk memanipulasi variabel masukan proses (manipulated variable). Akhirnya antara masukan proses semula dan hasil manipulasi yang telah tergeser fasenya mengalami interferensi. Proses demikian terus menerus berlangsung. Dan jika antara energi yang hilang dan yang ditambahkan sama besar serta terjadi interferensi saling menguatkan, maka variabel proses akan mengalami osilasi kontinyu.

Pada osilasi teredam, amplitudo variabel proses semakin lama semakin kecil dan akhirnya hilang. Waktu yang diperlukan hingga tidak terjadi osilasi, bergantung pada beda fase dan gain totalnya.

4.5.3 Periode Osilasi

Periode osilasi bergantung pada karakterisitk proses dan pengendali yang dipakai atau dengan kata lain tergantung pada kombinasi elemen dinamik di dalamnya. Pada osilasi kontinyu, jika pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses maka osilasi yang dihasilkan disebut osilasi alami dan periode osilasinya disebut periode alami (Tn). Periode osilasi alamai hanya tergantung karakterisitk sistem proses. Dari ketergantungan ini, dapat diambil manfaat berikut.

Jika karakterisitk seluruh elemen diketahui, maka periode alami dapat ditentukan.

Jika periode alami diketahui, dapat diperkirakan karakterisitk seluruh elemen. Disebabkan karena besar pergeseran fase oleh pengendali dapat diatur, dengan mengatur nilai waktu integral dan waktu derivatif, maka dimungkinkan mengatur besar periode osilasi.

Pada osilasi teredam, karena amplitudo semakin kecil, dapat dimengerti jika periode osilasinya semakin panjang. Hubungan antara periode osilasi alami dan periode osilasi teredam adalah,

Tr Tn(4.17)

1 2

denganTr = periode teredam (underdamped period)

Tn = periode alami (natural period), dan = faktor redaman

Faktor redaman berhubungan dengan decay ratio, yaitu perbandingan amplitudo suatu gelombang dengan gelombang sebelumnya. Dari gambar 4.34 maka,

decay ratio =c= exp(2)(4.18)

a

1 2

Pada redaman seperempat amplitudo, decay ratio = 0,25 atau = 0,215.

Gambar 4.34 Osilasi teredam

6.4.1 Kestabilan

Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil. Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan osilasi.

Pada gain pengendali yang besar (proportional band terlalu kecil) dapat menyebabkan sistem berosilasi meskipun memiliki tanggapan cepat. Sebaliknya jika gain terlalu kecil, penyimpangan variabel proses terlalu besar. Kalaupun kembali ke nilai yang dikehendaki, akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan kompromi antara kecepatan dan kestabilan sistem, telah dibakukan kriteria redaman seperempat amplitudo. Artinya, amplitudo puncak gelombang berikutnya adalah seperempat amplitudo sebelumnya. Ini terjadi jika gain total pada periode osilasi,

Gc Gv Gp Gt = 0,5(4.19)

dengan G adalah gain, indeks c, v, p, t berturut-turut menunjukkan pengendali, elemen kendali akhir, proses, dan transmiter.

Dinamika elemen kendali akhir dan transmiter biasanya diabaikan terhadap dinamika proses, sehingga hanya memiliki nilai Kv dan Kt. Dengan memasukkan gain keduanya ke dalam dinamika proses, maka persamaan (4.19) menjadi,

Gc Gps = 0,5(4.20)

Di sini Gps = Kv Gp Kt, yaitu gain sistem proses termasuk elemen kendali akhir dan transmiter. Agar terjadi redaman seperempat amplitudo, dapat dilakukan dengan mengatur gain proporsional atau proportional band.

4.6 PENALAAN PENGENDALI (Controller Tuning)

Penalaan adalah pekerjaan menepatkan atau menyelaraskan dengan sesuatu. Dalam konteks ini, penalaan pengendali bertujuan mendapatkan nilai paramater pengendali yang

sesuai dengan kebutuhan proses. Parameter pengendali yang ditentukan meliputi gain (Kc) atau proportional band (PB), waktu integral (i), dan waktu derivatif (d).

4.6.1 Metode Kurva Reaksi

Metode kurva reaksi didasarkan atas tanggapan undak sistem proses. Asumsi yang digunakan adalah, proses sebagai sistem orde satu disertai waktu mati. Langkah metode kurva reaksi adalah sebagai berikut.

Pengendali disetel pada posisi manual.

Dilakukan sedikit perubahan mendadak pada sinyal kendali (sebaiknya kurang dari 10%), sehingga terjadi perubahan variabel proses (PV) yang dapat diamati.

Tanggapan variabel proses direkam dan dari hasil yang diperoleh ditentukan nilai waktu mati (p), konstanta waktu sistem (p), dan steady-state gain (Kp). Dari uji tersebut di atas diperoleh:K py, R p, danN y

p

u p

4.6.1.1 Metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan Kriteria IAE

Berikut adalah parameter pengendali metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan IAE.

Tabel 4.1 Persamaan penalaan pengendali memakai data kurva reaksi.PENGENDALIZIEGLER-NICHOLSCOHEN-COONIAE

Proporsional p pR0,902 p0,985

Kc

(P)K p p1 K p p

K p p3

p0,9 pR0,984 p0,986

Kc0,9

ProporsionalK p p1 K p p

K p p12

+

30 3R p0,293

Integral (PI)

i3,3 p1,645 p

p p

9 10R

1,2 p p4R1,435 p0,921

Kc

K p pK p p

ProporsionalK p p34

+

32 6R p0,251

Integral

i2 p1,139 p

+ p p

13 8R

Derivatif

0,137

(PID)4

d0,5 p0,482 p p

p p

11 2R

4.6.1.2 Metode Chien-Hrones-Reswick

Berikut adalah parameter pengendali metode Chien-Hrones-Reswick.

Tabel 4.2 Parameter pengendali dengan metode Chien-Hrones-ReswickTANGGAPAN TEREDAMTANGGAPAN 20%

OVERSHOOT

PENGENDALI

PerubahanPerubahanPerubahanPerubahan

GangguanSetpointGangguanSetpoint

PKc0,3 p0,3 p0,7 p0,7 p

K p pK p pK p pK p p

Kc0,6 p0,35 p0,7 p0,6 p

PIK p pK p pK p pK p p

i4 p1,2 p2,3 p p

Kc0,95 p0,6 p1,2 p0,95 p

PIDK p pK p pK p pK p p

i2,4 p p2 p1,35 p

d0,42 p0,5 p0,42 p0,47 p

4.6.2 Metode Osilasi Lingkar Tertutup

Metode osilasi lingkar tertutup dikenal dengan metode Ziegler-Nichols II. Pada prinsipnya dalam lingkar tertutup dibuat kondisi osilasi alami. Ini terjadi ketika pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses. Dengan kata lain pengendali pada modus proporsional saja. Adapun langkah penalaan adalah sebagai berikut.

1) Pengendali disetel pada posisi automatik.

2) Aksi integral dan derivatif dimatikan, dengan membuat waktu integral maksimum, waktu derivatif nol, dan proportional band (PB) maksimum.

3) Secara berangsur PB diperkecil setengahnya, sambil diadakan perubahan kecil pada gangguan (beban) atau setpoint.

4) Langkah nomor (3) diulang terus sampai muncul osilasi kontinyu pada variabel proses (PV). Pada keadaan ini, proportional band sebagai proportional band kritik (PBu) atau proportional gain sebagai proportional gain kritik (Kcu), dan periode osilasi sebagai periode osilasi kritik (Tu). Selanjutnya parameter pengendali mengikuti tabel berikut.

Tabel 4.3 Parameter pengendali dengan metode Zigler-Nichols IIPENGENDALIKcid

P0,5Kcu0

PI0,45KcuTu0

1,2

PID0,6 Kcu0,5Tu0,125 Tu

4.6.3 Metode Coba-Coba

Metode coba-coba (trial and error) sangat efektif jika dikerjakan oleh operator yang berpe-ngalaman. Dengan bekal pengalaman bekerja dalam pengendalian proses, biasanya operator memiliki intuisi tajam dan mampu melakukan penyetelan yang tepat. Meskipun demikian, metode ini dapat dicoba oleh mereka yang belum berpengalaman dengan melaksanakan langkah berikut.

Pengendali PI1) Pertama-tama pengendali disetel ke posisi manual (MANU).

2) Manipulated variable (MV) diubah sebesar 5 - 10%. Kemudian diukur waktu yang dibutuhkan variabel proses saat mulai memberi tanggapan. Watu integral (Ti) dibuat lima kali waktu tersebut.

3) Proportional band dibuat maksimum, dan pengendali di taruh ke posisi automatik (AUTO).

4) Sambil memberi gangguan perubahan setpoint, PB diperkecil sepertiganya.

5) Langkah nomor (4) diulang terus hingga diperoleh tanggapan variabel proses yang dikehendaki.

6) Waktu integral diperkecil sehingga diperoleh tanggapan secepat mungkin tetapi overshoot masih dapat diterima.

Pengendali PID

1) Proportional band dibuat maksimum, waktu integral maksimum, dan waktu derivatif minimum (nol).

2) Perlahan-lahan PB diperkecil hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika sistem proses diberi gangguan.

3) Waktu derivatif dinaikkan, hingga overshoot hilang.

4) Langkah (2) dan (3) diulang, hingga diperoleh tanggapan transien sesuai yang diinginkan.

5) Waktu integral diperkecil, hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika sistem proses diberi gangguan.

6) Waktu derivatif dinaikkan hingga diperoleh tanggapan transien yang diinginkan.

4.7 KOMENTAR SEKITAR PENALAAN

Penalaan pengendali merupakan pekerjaan rumit yang menuntut kesabaran dan pengalaman operator. Oleh sebab itu metode penalaan yang diuraikan di atas, hanya sebagai acuan awal. Selanjutnya diperlukan penalaan halus agar diperoleh kualitas pengendalian yang optimal.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan adalah, metode kurva reaksi tidak dapat dipakai jika sistem proses bersifat integrator. Jika dalam rangkaian proses terdapat integrator, maka bagian ini harus dibuat mantap terlebih dahulu dengan cara manipulasi proses atau dengan pengendali lokal. Metode osilasi lingkar tertutup, kadang-kadang tidak dapat dilakukan pada proses yang peka terhadap variasi variabel proses, misalnya reaktor eksotermal atau reaktor bioproses. Sekedar acuan, di sini disampaikan nilai parameter pengendali yang umum ditemui.

Tabel 4.4 Parameter pengendali pada berbagai proses.SISTEM PROSESPROPORTIONALWAKTUWAKTU

BANDINTEGRALDERIVATIF

Tekanan Gas2 - 5 %Tidak perlu-

Tekanan Cair50 - 200%0,1 0,25 menit-

Tekanan Uap10 50%2 - 100,1 2,0

Hingga 2 menit

Suhu10 50 %2 - 10 menit(lebih kecil dari

waktu integral)

Aliran150 - 250 %0,1 0,25 menit-

Komposisi100 - 1000 %10 - 30 menitBervariasi

Level2 hmax--

Keterangan:hmax adalah persen penyimpangan maksimum level yang diinginkan.

4.8 PENGENDALIAN PROSES FUNGSI DASAR

4.8.1 Pengendalian Level

Satu fungsi dasar yang sangat umum dan sering menjadi masalah dalam proses adalah tinggi permukaan cairan (level) dalam tangki. Meskipun terdapat beberapa alasan untuk mengendalikan tinggi permukaan, dalam kaitan dengan operasi dan dinamika proses beberapa hal berikut menjadi dasar pertimbangan.

(1) Sejumlah volume cairan perlu dijaga tetap yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) atau penampung sementara untuk mencegah penghentian (shutdown) proses kontinyu akibat kegagalan di bagian hulu atau hilir proses. Dalam hal ini tidak diperlukan pengendalian yang teliti. Meskipun demikian hendaknya dicatat, bahwa menjaga tinggi permukaan cairan terlalu rendah akan memberikan cadangan cairan terlalu sedikit bagi proses bagian hilir. Sebaliknya jika permukaan terlalu tinggi akan memberikan cadangan cairan terlalu sedikit bagi proses bagian hulu.

(2) Banyak fungsi unit proses berjalan baik jika volume cairan tetap. Sebagai contoh adalah bagian bawah kolom distilasi, volume padatan dalam gilingan bola (ball mill), tinggi permukaan cairan dalam tangki pencampur, reaktor tumpak (batch), dan lain-lain. Proses-proses ini biasanya memerlukan tinggi permukaan cairan secara ketat, hanya boleh menyimpang beberapa persen dari setpoint.

(3) Pengendalian tinggi cairan dapat dipakai untuk memperhalus fluktuasi aliran dalam sistem bertingkat, jika aliran keluar dari satu unit menjadi masukan unit berikutnya. Sebagai contoh adalah umpan ke kolom distilasi. Agar operasi berjalan baik, umpan tidak boleh berubah-ubah. Meskipun demikian, umpan biasanya merupakan produk dari kolom distilasi atau proses lain sebelumnya. Jika dilengkapi dengan pengendalian tinggi permukaan yang sangat peka, akan menghasilkan variasi laju alir terlalu besar bagi unit sesudahnya. Di sini dibutuhkan tangki stabilisator (surge

tank) yang dilengkapi pengendali level yang ditala dengan benar hingga meredam fluktuasi laju alir. Hasilnya akan dapat memperbaiki operasi kolom bagian hilir.

Gambar berikut disajikan beberapa struktur berbeda untuk mengendalian level cairan dalam tangki.

LTLC

LCV

Gambar 4.21 Pengendalian level dengan mengatur laju alir keluar.

LC

LCV

LT

Gambar 4.22 Pengendalian level dengan mengatur laju alir masuk.

Pengendali level pada umumnya mengendalikan proses integrator. Ini disebabkan karena cairan yang terakumulasi adalah jumlah (integral) dari perbedaan antara aliran masuk dan keluar. Dalam kondisi nyata, tinggi permukaan biasanya bukan sebagai penentu laju alir masuk atau keluar.

Lingkar pengendalian level biasanya banyak noise yang diakibatkan oleh golakan permukaan cairan. Apalagi jika aliran masuk berada di atas permukaan cairan. Selain itu, noise juga dapat disebabkan oleh osilasi efek manometer-U antara cairan dalam tangki dan cairan dalam pipa sensor (gambar 4.23). Osilasi yang terjadi serupa dengan osilasi variabel

proses itu sendiri, meskipun tidak terjadi perubahan volume cairan. Oleh sebab itu sinyal pengukuran hendaknya diberi filter untuk menindas noise atau osilasi.

LT

Gambar 4.23 Efek manometer-U antara cairan dalam tangki dan pipa sensor.

Umumnya, pengendalian level tidak kritik. Lebih penting menjaga level rata-rata selama perioda waktu yang panjang dibanding pengendalian yang teliti dari waktu ke waktu. Disebabkan karena bersifat integrator, prosedur penalaan berbeda dengan prosedur untuk proses mantap seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Berdasar pengendalian level gambar 4.21 dengan variabel pengendali aliran keluar dan gangguan aliran masuk, penalaan parameter pengendali dimulai dengan menentukan konstanta waktu dan gain katup kendali.

Penentuan konstanta waktu untuk sistem integrator berbeda dengan sistem mantap yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Penentuan konstanta waktu dimulai dari kodisi tunak di titik operasi normal dengan pengendali pada otomatik. Katup kendali sebaiknya dilengkapi positioner atau paling tidak bebas histeresis. Kemudian pengendali diubah ke manual dan dibuat sedikit perubahan pada sinyal kendali ( u) selama waktu tertentu ( t) sehingga terjadi perubahan laju alir keluar ( Qo) dan perubahan level ( h). Setelah waktu tertentu sinyal kendali dikembalikan ke nilai semula. Nilai-nilai u, Q, dan h dinyatakan dalam persen terhadap skala penuh (atau span). Konstanta waktu dan gain katup kendali dihitung sebagai berikut.

pQ

ot(4.19)

h

K vQo(4.20)

u

Penalaan parameter pengendali dibuat atas dasar perubahan gangguan (Qi) dan perubahan

level maksimum yang diinginkan (hmax).

Catatan:

Penalaan pengendali level dengan aliran masuk sebagai variabel pengendali dan aliran keluar sebagai gangguan (gambar 4.22) dilakukan dengan cara seperti yang telah dibahas, tetapi dengan saling menukar besaran Qi dan Qo.

Tabel 4.5 Parameter penalaan untuk pengendalian level.RASIOPARAMETER PENGENDALI

REDAMAN

(Decay Ratio)GAIN PROPORSIONAL (Kc)WAKTU INTEGRAL (i)

KRITIKQ1phmax

i

0,745,44

0,5

( 1) R)K vQi

hmax(1

0,05Q1phmax

i1,47

0,500,25

( 0,430)

hmax(1 R)K v(1 R)Qi

0,25Q1phmax

i

0,321,50,580,9

( 0,215) R)K v R)

hmax(1(1Qi

Keterangan tabel:

R pdengan p adalah waktu mati (menit)