cross match

13
MAKALAH (TINJAUAN PUSTAKA) TRANSFUSI DARAH DENGAN CROSS MATCH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF DI BLU RSUD KOTA SEMARANG OLEH : RIZKY NUGROHO 01.20.75418 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Upload: rizkynugroho15

Post on 05-Oct-2015

227 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

anesthesi

TRANSCRIPT

MAKALAH(TINJAUAN PUSTAKA)

TRANSFUSI DARAH DENGAN CROSS MATCH

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARATKEPANITERAAN KLINIKBIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIFDI BLU RSUD KOTA SEMARANG

OLEH :RIZKY NUGROHO01.20.75418

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2014

LEMBAR PENGESAHAN

Nama: Rizky NugrohoNIM: 01.20.75418Fakultas: KedokteranUniversitas: Universitas Islam Sultan AgungTingkat: Program Pendidikan Profesi DokterBidang Pendidikan: Anestesiologi dan Rawat IntensifPeriode Kepanitraan: 29 September 24 Oktober 2014Judul Makalah: Transfusi Darah Dengan Cross MatchDiajukan: Oktober 2014Pembimbing: dr. Purwito Nugroho, Sp.An

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : .

Mengetahui :Ketua SMF Anestesiologi dan Rawat IntensifBLU RSUD Kota Semarang,

dr. Purwito Nugroho, Sp. An NIP. 19551221 198301 1 002PEMBIMBING :

dr. Purwito Nugroho, Sp. An NIP. 19551221 198301 1 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan Judul Transfusi Darah Dengan Cross Match ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Anestesiologi dan Rawat Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang di BLU RSUD Kota Semarang periode 29 September 24 Oktober 2014.Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada : 1. Dr. Susi Herawati, M. Kes., selaku direktur Rumah Sakit Umum daerah Kota Semarang 2. Dr. Wahyu Hendarto, Sp. An., selaku Ka. Instalasi Anestesiologi dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 3. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An selaku Ka. SMF dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan terapi intensif RSUD Kota Semarang. 4. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp. An. Msi. Med, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang.5. Dr. Zico selaku Residen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro serta Staff Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang.6. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif RSUD Kota Semarang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih baik, dan berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.Semarang, Oktober 2014

PenulisPENDAHULUAN

Latar Belakang

Transfusi darah merupakan proses mentransfer darah dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus. Transfusi darah diperlukan saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya pada kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar, penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah, juga penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik atau trombositopenia. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih). Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien. Memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros.Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan akibat ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh dikatakan sangat kecil namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko menyebabkan penderita mengalami reaksi yang sangat serius dan mengancam nyawa. Beberapa penderita mendonorkan darahnya beberapa minggu sebelum dioperasi. Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat menggunakan darahnya sendiri sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi. Darah transfusi di Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam penyakit berbahaya. Setiap darah donor akan dilakukan pemeriksaan yang ketat sehingga jarang sekali seseorang mendapatkan penyakit dari darah donor.Ada beberapa pemeriksaan penyaring yang dilakukan pada proses transfusi darah sebelum darah di berikan kepada penerima diantaranya : Pemeriksaan HIV, Sifilis (VDRL), Hepatitis B dan C. Pemeriksaan Crossmatch bukan merupakan pemeriksaan penyaring transfusi drah namun merupakan tes untuk uji kecocokan darah pendonor dengan resipien.Teknik penyaringan darah sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya. Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi alergi dan infeksi. Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau hepatitis melalui transfusi sudah kecil, tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.

TINJAUAN PUSTAKATransfusi Darah DefinisiTransfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah(1). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya, yaitu transfusi allogenic dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari ditransferkan kembali ke pasien(2). Transfusi darah masif Perdarahan masif ialah perdarahan lebih dari sepertiga volum darah dalam waktu lebih dari 24 jam. Definisi dari transfusi darah masif masih belum jelas dan banyak versi, seperti. (2): 1. Transfusi darah sebanyak lebih dari 1-2 kali volum darah dalam waktu lebih dari 24 jam. 2.Transfusi darah lebih besar dari 50% volum darah dalam waktu singkat (misalnya, 5 unit dalam 1 jam untuk berat 70 kg) Transfusi Sangat Darurat Bagi pasien dengan perdarahan hebat, waktu yang diperlukan untuk uji silang lengkap terlalu lama atau tidak tersedia darah dengan golongan yang sama. Pilihan yang dapat diberikan adalah PRC golongan O tanpa uji silang (donor universal). Jika PRC O tidak ada, untuk resipien AB dapat diberikan golongan A atau B. Pasien bukan golongan O yang sudah mendapat transfusi O sebanyak > 4 unit, jika perlu transfusi lagi dalam jangka 2 minggu, masih harus tetap diberi golongan O, kecuali telah dibuktikan bahwa titer anti A dan anti-B nya telah turun 15% perlu transfusi karena terdapat gangguan pengangkutan Oksigen. (2)4. Pada orang dewasa yang kehilangan darah sebanyak 20%, dengan kadar Hb normal Kehilangan darah sampai 20% dapat menyebabkan gangguan faktor pembekuan (2)

Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65 ml/kgBB. Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut: 1. EBV 2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah 3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%) 4. Volume sel darah merah yang hilang (RBCV lost = RBCV preop RBCV 30%) 5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3 Trasfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3 4Selain cara diatas, terdapat pendapat mengenai penggantian cairan akibat pendarahan berdasarkan berat ringannya perdarahan: 1. Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10-15% cukup diganti dengan cairan elektrolit. 2. Perdarahan sedang, perdarahan 10-20% EBV, 15-30% dapat diganti dengan cairan kristaloid dan koloid. 3. Perdarahan berat, perdarahan 20-50% EBV, >30%, harus diganti dengan transfusi darah.

Reaksi silang (Crossmatch) perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor.Pengertian crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfudikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.

Maka dapat disimpulkan tujuan crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien.Prinsip crossmatch ada dua yaitu mayor dan minor :1. Reaksi silang mayor : eritrosit donor + serum resipienMemeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang mungkin dapat merusak eritrosit donor yang masuk pada saat pelaksanaan transfusi2. Reaksi silang minor : serum donor + eritrosit resipienMemeriksa ada tidaknya aglutinin donor yang mungkin dapat merusak eritrosit resipien. Reaksi ini dianggap kurang penting dibanding reaksi silang mayor, karena agglutinin donor akan sangat diencerkan oleh plasma di dalam sirkulasi darah resipien.Cara menilai hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut: Bila kedua pemeriksaan (crossmatch mayor dan minor tidak mengakibatkan aglutinasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesual dengan darah resipien sehingga transfusi darah boleh dilakukan; bila crossmatch mayor menghasilkan aglutinasi, tanpa memperhatikanbasil crossmatch minor, diartikan bahwa darah donor tidak sesuai dengan darah resipiensehingga transfusi darah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan darah donor itu. Bila crossmatch mayor tidak menghasilkan aglutinasi, sedangkan dengan crossmatch minor terjadi aglutinasi, maka crossmatch minor harus diulangi dengan menggunakan serum donor yang diencerkan. Bila pemeriksaan terakhir ternyata tidak menghasilkan aglutinasi, maka transfuse darah masih dapat dilakukan dengan menggunacan darah donor tersebut, hal ini disesuaikan dengan keadaan pada waktu transfusi dilakukan, yaitu serum darah donor akan mengalamipengaan dalam aliran darah resipien. Bila pemeriksaan dengan serum donor yang diencerkanmenghasilkan aglutinasi, maka darah donoritu tidak dapat ditransfusikan

Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass.

Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang relevam secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun antibody itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eryhtrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila pendertita mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi gumpalan. Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

Cross match ada 2 metode :1. Metode aglutinasi/konvensionala. Fase I: Dalam larutan garam/saline 3 Metode1) Metode cepat / immediate spin Tabung A (Mayor): tambahkan 2 tetes serum resipien dan 1 tetes suspensi 2-5% eritrosit donor Tabung B (Minor): tambahkan 2 tetes serum donor dan 1 tetes suspensi 2-5% eritrosit resipien Campur baik-baik. Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpmselama 15 detik Periksa/nilai reaksi yang terjadi, secara makroskopis dan mikroskopis Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi positif Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi negatif 2) Metode Inkubasi 22oC Cara seperti Metode Cepat, hanya sebelum disentrifus,diinkubasi dulu pada temperatur kamar (22oC) selama 15-30 menit3) Metode Inkubasi 37oC Cara seperti Metode Cepat, hanya sebelum disentrifus,diinkubasi dulu pada suhu 37oC selama 15-30 menitUntuk menjamin kompatibilitas, karena ada antibodi yangbekerja optimal (bereaksi) pada suhu tubuh (in vivo).b. Fase II: Dalam albumin Pada tabung A dan B ditambahkan 2 tetes bovine albumin22 Campur baik-baik Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik Periksa/nilai reaksi yang terjadi, scr makroskopis danmikroskopis Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi positif Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi negatifc. Fase III: Indirect Coombs Test Cuci eritrosit pada tabung A dan B dengan saline sebanyak 3 kali untuk membuang antibodi bebas yang tidak terikat pada eritrosit Pada tabung A dan B ditambahkan 2 tetes Coombs serum Campur baik-baik Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik Periksa/nilai reaksi yang terjadi, secara makroskopis dan mikroskopis Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi positif Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi negatif Pada hasil yg negatif, untuk menguji apakah tes ini sudah dilakukan secara benar, dilakukan kontrol dengan menambahkan 1 tetes Coombs cell pada tiap tabung, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik, dan hasilnya harus positif2. Metode GelMetode ini menggunakan Sephadex gel yang berpori-pori, yang terbuat dari dextran alkaline dan epichlorohydrin.

Cara kerja metode gel:1. Buat suspensi 0,8% eritrosit donor dan resipen terlebih dulu. Dengan dispense 1ml Diluent LISS ke dalam tabung yang bersih, lalu ditambahkan 10 l eritrosit, lalucampur baik-baik2. Beri label di bawah microtube3. Pilih microtube no. 4,5,6 yang mengandung Coombs Serum. Microtube no. 4 ditambahkan 50 l suspensi 0,8% eritrosit donor + 25 l serum/plasma resipien (Cross match Mayor) Microtube no. 5 ditambahkan 50 l suspensi 0,8% eritrosit resipien + 25 l serum/plasma donor (Cross match Minor) Microtube no. 6 ditambahkan 50 l suspensi 0,8% eritrosit resipien + 25 l serum/plasma resipien (Auto Control)4. Pastikan micropipet tidak menyentuh microtube. Masukkan eritrosit dulu, karena bila serum/plasma dulu akan dapat menetralisir Coombs serum5. Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit 6. Sentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit 7. Baca reaksi yang terjadi

Interpretasi Metode Gel:

Berikut keterangan apakah darah bisa dipakai atau tidak :1. Crossmatch Mayor, Minor dan Auto Control = Negatif. Berarti Darah OS Kompatibel dengan darah donor. Darah Boleh dikeluarkan.2. Crossmatch Mayor = Positif, Minor = Negatif, dan Autocontrol = Negatif. Periksa sekali lagi Golongan Darah OS apakah sudah sama dengan donor, apabila Golongan darah OS memang sudah sesuai, maka pemeriksaan dilanjutkan. Lakukan DCT (Direct Coombs Test) pada sel donor untuk memastikan reaksi positif pada mayor bukan berasal dari donor, apabila DCT sel donor negatif, artinya ada irregular antibodi pada serum OS.a. Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai didapat hasil Cross negatif pada mayor dan minor.b. Apabila tidak ditemukan hasil Crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti maka harus dilakukan skrining dan identifikasi antibodi pada serum OS dalam hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.3. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = Positif, dan Autocontrol = negatif. Artinya ada irregular antibodi pada serum / plasma Donor. Solusi : Ganti dengan darah donor yang lain lakukan Crossmatch lagi.4. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, dan Autocontrol = positif. Lakukan Direct Coombs Test pada OS Apabila DCT positif, hasil positif pada Crossmatch Minor dan AC berasal dari Autoantibodi atau ada immune antibodi dari transfusi sebelumnya terhadap sel darah merah donor dari transfusi sebelumnya. Apabila derajat positif pada Minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajad positif pada AC/DCT darah boleh dikeluarkan. Apabila derajat positif pada Minor lebih besar dibandingkan derajad positif pada AC/DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, akukan Crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada Minor sama atau lebih kecil dibanding AC/DCT.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada uji serologia. Pra Analitik Syarat sampel serumtidak lisis, tidak ikterik, tidak lipemik/keruh Pada pengembilan darah tidak boleh terlalu lama memasang tourniquet karena dapat menyebabkan hemokonsentrasi Reagen :tidak memiliki inhibitor spesifik, tidak toksik, memiliki aglutinin , Kontrol antigen, Kontrol pelarut,Antisera standar. Peralatan yang digunakan harus bersih dan kering Pelabelan harus benarb. Analitik Cara kerja harus sesuai dengan prosedur Memilih metode yang tepat dan sesui dengan pemeriksaan Teliti dan hati hati Memperhatikan teknik yang benar dan faktor yang dapat memepengaruhi pemeriksaan.c. Pasca Analitik Pembacaan hasil harus tepat dan benar Pelaporan hasil dan kesimpulan harus benar