crs ckd mega
DESCRIPTION
ckdTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit gagal ginjal kronik telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut
WHO, penyakit ginjal telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi
angka kematian.
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Penyakit ginjal dan hipertensi berkaitan erat, hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran timbulnya
penyakit ginjal kronis akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi hipertensi di
populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara penyakit ginjal
kronis dan hipertensi.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : RT 06 Suak Kandis, Jambi
MRS : 04 Agustus 2015
2.2 Anamnesis ( 10 Agustus 2015)
1. Keluhan Utama
Bengkak pada muka, kaki dan perut sejak ± 2 bulan SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS Arafah dengan diagnosa CKD stage V.
Os mengeluh bengkak pada muka, kaki dan perut sejak ± 2 bulan SMRS. Pada
awalnya bengkak pada wajah dan kaki, baru sekitar 1 bulan terakhir os merasa
perutnya semakin membesar. Os juga merasakan sesak, sesak tidak dipengaruhi
cuaca dan emosi namun dipengaruhi aktivitas seperti berjalan ≥ 100 m, atau naik
tangga serta berkurang saat os berbaring atau dengan posisi setengah duduk.
Sejak ± 1 minggu ini Os merasa mual dan badan terasa semakin lemas,
mual dirasakan hilang timbul dan semakin berat dalam 2 hari terakhir ini.
Keluhan BAB dan BAK tidak ada, os mengaku minum air seperti
biasanya, kencing berwarna bening, kencing berdarah tidak ada. Nyeri saat
kencing tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, demam tidak ada.
Os diketahui menderita Hipertensi sejak ± 3 tahun terakhir dan tidak
terkontrol. Os pernah berobat hipertensinya di praktek dokter, tetapi os tidak rutin
minum obat yang diberikan dan os juga tidak mengetahui nama obatnya. Riwayat
hipertensi dalam keluarga tidak ada. Merokok tidak ada. Riwayat DM juga tidak
ada.
2
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu dan tidak terkontrol
Riwayat DM disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit kuning disangkal
Riwayat bengkak seluruh tubuh tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
5. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Dulu sering mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan berlemak
Riwayat minum alkohol tidak ada
Hipertensi tidak terkontrol
Riwayat merokok tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik (8 Agustus 2014)
1. Keadaan umum : Tampak Sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis, GCS: 15
3. Tanda Vital : TD = 170/100 mmHg N= 84 x/m
RR = 26x/m T = 36,5ºC
4. Status Gizi:
BB : 50 kg
TB : 155 cm
3
BBI : (TB -100cm) kg ± 10%
: (155-100cm) kg ± 10%
: (55-5,5) – (55+5,5) = 49,5 kg – 60,5 kg
IMT : 50/(1,55)2 = 20,18BB normal
5. Kulit
Warna : Sawo matang
Eflorensensi : (-)
Pigmentasi : Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Jaringan parut/koloid : (-)
Pertumbuhan rambut : Normal
Lembab kering : Keringat (+)
Turgor : < 2 detik (baik)
6. Kepala dan leher
Rambut : warna hitam, lurus, tidak mudah dicabut, alopesia (-)
Kepala : Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Skera ikterik (-/-), edema
pelpebra (+/+), Pupil Isokor
Hidung : Nafas cuping hidung (-), Epistaksis (-), sekret (-)
Mulut : Bentuk normal, bibir sianosis (-), Mukosa anemis (-)
Tenggorokan : Faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kel.Tyroid (-), JVP (5-
2)cmH2O, Kaku kuduk (-), Pulsasi vena jugularis (-).
7. Thoraks :
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis: simetris kanan dan kiri,
Torakoabdominal, sela iga melebar (-), sela iga menyempit
(-).
Palpasi : Vocal fremitus taktil lapangan paru kanan dan kiri sama, tidak
ada nyeri tekan sela iga
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
4
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru, Ronkhi (+/+),
Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V di linea midklavikula sinistra
sekitar 1 jari kearah medial, tidak kuat angkat.
Perkusi :
o Batas Atas: Parasternal sinistra ICS III
o Pinggang Jantung: Midklavikularis sinistra ICS III.
o Batas kiri : ICS V midklavikula sinistra sekitar 1 jari ke arah
medial.
o Batas kanan: ICS IV Linea Parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama jantung teratur. bising
jantung (-), murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : warna kulit normal, elastisitas normal, jaringan parut (-)
venektasi (-), pembesaran organ (-), gerakan dinding abdomen normal,
pulsasi (-)
Palpasi : Distensi abdomen (+), nyeri tekan (-),tes undulasi (+), defans
muskuler (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9. Genitalia dan anus : tidak diperiksa
10. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-), capillary refill time (N), Clubbing
finger (-/-), Palmar eritem (-/-)
Inferior : Akral hangat, edema (+/+), sianosis (-)
Dextra: Tes sensibilitas (+), Refleks fisiologis (+)
Sinistra: Tes sensibilitas (+), refeks fisiologis (+)
5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine rutin (Tanggal 10 Agustus 2015)
Warna : kuning keruh
Berat Jenis : 1005
Reaksi/PH : 8,5
Protein : ++++/4
Reduksi/Glukosa : (-)
b. Kimia Darah (Tanggal 6 Agustus 2014)
Faal Hati :
a. SGOT : 35 U/L (< 40)
b. SGPT : 26 U/L (< 41)
Faal Ginjal :
a. Ureum : 131,8 mg/dl (15-39 mg/dl)
b. Kreatinin : 3,0 mg/dl (L 0,9-1,3 ; P 0,6-1,1 mg/dl)
GDS : 99 mg/dl (< 200 mg/dl)
LFG=(140−27 ) x 50
72 x 3,0=22,23 ml /menit (LFG menurun)
c. Darah rutin
Tanggal 04 Agustus 2014
WBC : 5,4103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3) RBC : 2,76 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3) HGB: 7,6g/dl (11,0-16,5 g/dl) HCT : 23,7% (35,0-50%) PLT : 222 103/mm3 (150-390 103/mm3) PCT : .153 % (0,100-0,500 %) MCV : 86 µm3 (80-97 µm3) MCH : 27,5 pg (26,5-33,5 pg) MCHC : 32,1 g/dl (31,5-35,0 g/dl) RDW : 14,2 % (10,0-15,0 %) MPV : 6,9 µm3 (6,5-11,0 µm3) PDW : 13,1 % (10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 21,8 % (17,0-48,0 %) % MON : 14,1 % (4,0-10,0 %)
6
% GRA : 64,1 % (43,0-76,0 %) # LYM : 1,7 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 1,1 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 5,3 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3)
Pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasien ini:
Darah rutin, kimia darah ( faal hati, faal ginjal, faal lemak)
Elektrolit
Profil lipid (Kolesterol total, Trigliserida, HDL, LDL): Sebagai penyaring
faktor risiko penyulit makroangiopati.
EKG: Memastikan ada/tidaknya kelainan pada jantung (komplikasi
makroangiopati).
USG abdomen
2.5 Diagnosis Kerja
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV e.c Hipertensi
2.6 Tatalaksana
Non- Farmakologi
- Bed rest total
- Diet rendah protein (0,6-0,8/kgBB/hari)
- Diet tinggi kalori ( 30-35 kkal/kgBB/hari)
- Diet rendah garam (2-3 gr/hari)
- Retriksi cairan (intake : 500 ml + output urin)
- Pembatasan asupan makanan yang mengandung kalium (buah dan sayuran)
- Menjaga hygiene genitalia eksterna
Farmakologi
- O2 nasal canul 4 l/i
- IVFD RL 10 tts/i
- Inj. Furosemid 2 x 20 mg
- Ceftriaxon 1 x 2 gr (ST)
- Ranitidin 2 x 25 mg
7
- Captopril 2 x 12, 5 mg
- Amlodipine 1 x 10 mg
- Allopurinol 2 x 100 mg
- Natrium bicarbonat (meylon) 3x 12,5 ml diencerkan dengan aquadest (1:1)
IV, bila sesak
- Tranfusi PRC 1 kantong/hari sampai Hb > 9
- Pemasangan douwer catheter, observasi intake dan output cairan
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : malam
2.8 Follow Up
D. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : malam
Follow up
Tgl S O A P
04/8/2015
Sesak nafas (+), mual (+), bengkak dikedua tungkai (+), kesemutan, BAB tidak ada keluhan.
KU: tampak sakit sedangKesadaran : CMTD:150/100 mmhgN : 100xRR: 30x/mntT: 37º CI : 750 mlO : 1000 mlB : - 250 mlMata : CA +/+Pulmo : vesikuler (+), wheezing (-/-), ronki (+/+)Abdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior : akral hangat, pitting oedem
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- Pasang douwer catheher- O2 nasal canul 4 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj ranitidan 2 x 25 mg- Cefriaxon 1 x 2 gr- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Natrium bicarbonat (meylon) 12,5 ml
diencerkan dengan aquadest (1:1) IVbila sesak
- Tranfusi PRC kolf-1
8
(+/+)
05/8/2015
Sesak nafas <, mual (+)bengkak dikedua tungkai (+), kesemutan
KU: tampak skt sdgKesadaran : CMTD:150/90 mmhgRR: 28x/mntT: 36,4º CN: 94x/mntI : 800 mlO : 1300 mlB : - 500 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+Abdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior: pitting oedem (+/+)
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- O2 nasal canul 3l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Natrium bicarbonat (meylon) 12,5
ml diencerkan dengan aquadest (1:1) IV, bila sesak
- Tranfusi PRC kolf-2
06/8/2015
Sesak nafas <<, mual <,Bengkak kedua tungkai <, kesemutan
KU: MembaikKesadaran : CMTD:140/90 mmhgRR: 26x/mntT: 36,6 CN: 92x/mntI : 800 mlO : 1500 mlB : -700 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+ minimalAbdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior:Pitting oedem (+/+) <
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- O2 nasal canul 3 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Tranfusi PRC kofl-3- Cek DR dan elektrolit
07/8/2015
Sesak nafas <<<, mual <<, bengkak kedua tungkai <<, kesemutanBAB dan BAK tidak ada keluhan
KU: membaikKesadaran : CMTD:150/80 mmhgRR: 24x/mntT: 36,5 CN: 81x/mntI : 600 mlO : 800 mlB : -200 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+ minimalAbdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior:
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- O2 nasal canul 3 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg
9
Pitting oedem (+/+) <<
Hasil pemeriksaan :- Hb : 7,6 gr/dl- WBC: 5,2. 103/mm3
- RBC : 2,7. 106/mm3
- HCT : 25,6%- PLT : 323. 103/mm3
Hasil elektrolit:- Natrium 129,4 mmol/l
(135,37-145,00)- Kalium 6,80 mmol/l
(3,48-5,50)- Chlorida 105,4 mmol/l
(96,00-106,00)
08/8/2015
Sesak nafas (-), mual (-)Bengkak kedua tungkai <<<, kesemutan (-)
KU: MembaikKesadaran : CMTD:140/90 mmhgRR: 22x/mntT: 36,4 CN: 93x/mntI : 850 mlO : 1200 mlB : -350 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki -/-Abdomen : shifting dullness (+)Ekst.inferior : pitting oedem ( +/+) <<<
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Transfusi kolf -4- Cek DR ulang
09/8/2015
Sesak nafas (-)Bengkak kedua tungkai <<<, Perut terasa penuh, kembung (+)BAB (-) sejak 1 hari yllBAK
KU: MembaikKesadaran : CMTD:150/90 mmhgRR: 21x/mntT: 37,0 CN: 83x/mntI: 1100 mlO : 2300 mlB : -1200 mlMata : CA-/-Pulmo : ronki -/-Ekst.inf : pitting oedem <<<
Hasil Hb : 8,8 gr/dl
Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II
- IVFD RL 10 tts/i- Furosemid 2 x 40 mg - Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Asam folat 1 x 5 mg- Laxadyn syrup 1x 2 C
Os Pulang..
10
lancar -
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal,yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal irreversible, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis
atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.
3.2. Batasan
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut : 1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi ≥ 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan
manifestasi : kelainan patologi dan petanda kerusakan ginjal.
2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
3.3. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
11
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR. Pedoman KDOQI
merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Goult sebagai
berikut : GFR (ml/menit/1,73 m2) = (140-umur) x berat badan
72 x kreatinin serum (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium Deskripsi GFR (ml/menit/1,73 m2)
1
2
4
3
5
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat
Gagal ginjal
≥ 90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis EtiologiPenyakit Tipe Mayor (Contoh)Penyakit ginjal diabetesPenyakit ginjal non diabetes
Penyakit pada transplantasi
Diabetes tipe 1 dan 2Penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasma)Penyakit kardiovaskular (hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronis, batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistikRejeksi kronikKeracunan obatPenyakit rekuren (glomerular)Transplant glomerulopathy
3.4. Faktor risikoAdapun faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronis menurut National
Kidney Foundation tahun 2009 adalah:- Diabetes Mellitus- Hipertensi- Obesitas- Perokok
12
- Usia > 50 tahun- Riwayat keluarga dengan penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan
penyakit ginjal
3.5. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan
tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,2
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit
ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
13
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%
akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.1
3.6. Pendekatan Diagnostik1
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 1
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
14
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis 1
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Histopatologi Ginjal1
Biopsy dan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa
ditegakkan. Pemeriksaan histpatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsy ginjal dikontraindikasikan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah
mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
3.7. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
15
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progession) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession)
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
Terapi Nonfarmakologis:
a. Pengaturan asupan protein:
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,
sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya
merupakan protein biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi
pasien. bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang
terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien dengan
Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan
ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut
uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein
berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus
hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
16
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat
perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK
LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari
>60 tidak dianjurkan
25-60 0,6-0,8/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial
atau asam keton
<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino esensial atau asam keton.
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
Terapi Farmakologis :
a. Kontrol tekanan darah
17
pada penyakit gagal ginjal kronis, pemberian diuretic atau ACEI/ARB atau CCB
atau Beta Blocker dimungkinkan untuk pengobatan hipertensi secara sendiri-
sendiri atau kombinasi. Komplikasi terjadinya hiperkalemi pada pemberian ACEI
atau BB atau penurunan fungsi ginjal pada pemberan ACEI harus menjadi
perhatian. Bila terjadi hiperkalemi atau penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%
pemberian obat ini harus dihentikan. Sesuai aturan JNC VII tahun 2003 tekanan
darah sasaran pada gagal ginjal kronik adalah 130/80mmHg.
b. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal
lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi,
kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit
yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 % atau hematokrit
≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. Transfusi
darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal.
c. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang
sering terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian pengikat fosfat dengan tujuan
menghambat absorbs fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
d. Koreksi hiperkalemia
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
18
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.
Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang
diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang
terjadi.
e. Terapi ginjal pengganti.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
3.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah
Penyakit kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan
elektrolit, osteodistrofi renal dan anemia.
19
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada pasien ini, diagnosis CKD dapat ditegakkan dari manifestasi klinik
yang ada pada penderita yaitu mual, badan lemah, anoreksia, kelebihan volume
cairan (volume overload) yang merupakan tanda tanda uremia, tampak anemis
dan pucat. Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada
pasien disebabkan hipertensi yang telah diderita pasien 1 tahun. Hipertensi
mengganggu aliran darah ke ginjal sehingga Laju Filtrasi Glomerulus menurun
dan pada akhirnya menyebabkan gangguan ginjal yang irreversible.
Dari hasil pemeriksaan darah, ureum dan kreatinin penderita meningkat
dengan hasil ureum 131,5 mg/dl dan Creatinin 3 mg/dl. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85.
Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan
yang ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar 22,23
ml/menit/1,73m². Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam CKD stadium
IV.
Treatment yang didapatkan penderita bersifat simtomatik untuk
mengurangi gejala yang ada dan mengatasi beberapa komplikasi yang terjadi
akibat CKD itu sendiri seperti diuretik untuk membuang kelebihan cairan di
20
interstisial, ranitidine untuk menurunkan produksi asam lambung, asam folat
untuk anemia dan pada pasien ini juga di transfusi PRC, ACE inhibitor untuk
mengontrol hipertensi dan sebagai vasodilator untuk mengurangi beban jantung,
allupurinol untuk mengatasi peningkatan asam urat. Jika dilihat dari hasil LFG
pasien ini, persiapan untuk terapi pengganti ginjal sudah harus dipikirkan. Terapi
pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W. Aru, dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : 2009. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Hlm 1035-1040.
2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.
3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hlm
531-534.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/pdf
21