css-adhd b2 kelompok xl-b
DESCRIPTION
case reportTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
adalah suatu gangguan perilaku yang memiliki gejala utama berupa ketidakmampuan
individu untuk memusatkan perhatian (inatensi), impulsivitas, dan hiperaktivitas yang
tidak sesuai dengan ciri-ciri tahapan perkembangan anak.1 Di samping gejala di atas,
anak-anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas juga
menunjukkan beberapa gejala lain seperti adanya ambang toleransi frustasi yang
rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif.1 Kondisi ini tentunya menimbulkan
penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari,
seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting adalah
mengganggu kesiapan anak untuk belajar.1 Semua kondisi ini tentunya mengganggu
prestasi belajar anak. Secara keseluruhan membuat penurunan kualitas hidup anak
dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di kemudian hari.1
Gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ini pada
umumnya telah timbul sebelum anak berusia tujuh tahun. Walaupun demikian,
biasanya orangtua dari anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah formal.1,2
Pada saat itu anak dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti
peraturan yang berlaku di sekolah. Keluhan yang sering disampaikan adalah anak
nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara dengan
temannya pada saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Pada anak yang berusia
1
kurang dari 4 tahun kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita
gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Namun pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat
jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama.2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di seluruh dunia
pada anak sekolah diperkirakan berkisar antara 3%-10%. Di Amerika Serikat, para
ahli mempunyai kesepakatan bahwa prevalensinya antara 3%-5% pada populasi anak.
Sedangkan penelitian di Inggris menunjukkan angka 0,5-1% dan di Taiwan angka
prevalensi dari kasus ini adalah 5-10%. Berdasarkan peneleitian yang dilakukan oleh
Tanjung dkk, pada sejumlah SD di wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001
didapatkan 4,25 dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 mengalami gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Saputro D (2000) dalam penelitiannya pada
anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Sleman- DIY menemukan angka
prevalensi sekitar 9,5%. Pada tahun 2003 sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak
sekolah dasar di diagnosis gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di Poli
Klinik Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).1,2
Prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dipengaruhi oleh
jenis kelamin dan anak. Angka kejadian pada anak remaja dan dewasa dikatakan
lebih rendah jika dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 3-4:1.1,2
2
TINJAUAN PUSTAKA
1. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari GPPH. Dan berbagai
penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik,
struktur anatomi dan neurokimiawi otak terhadap terjadinya GPPH.2
GPPH merupakan suatu gangguan yang mempunyai komponen genetik
karena gangguan ini seringkali ditemukan bersamaan pada beberapa anggota
keluarga. Dari beberapa penelitian genetik ditemukan bahwa saudara kandung dari
anak dengan GPPH mempunyai risiko 5−7 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara
kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH mempunyai
kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka.
Jacquelyn J. Gillis dalam penelitiannya pada anak dengan GPPH menyatakan bahwa
55–92 % anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama jika salah satu
anak tersebut menderita GPPH.23
Rappaport, dkk dari The National Institute of Mental Health melakukan
penelitian pada anak dengan GPPH menggunakan MRI (Magnetic Resonance
Imagiag), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus
kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan
dengan anak tanpa GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian-
bagian otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal
3
dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi
distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Sedangkan nukleus
kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik yang
datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.
Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, apa yang
menyebabkan pengecilan lobus atau bagian otak tersebut masih pertanyaan yang
memerlukan penelitian lebih lanjut.2,4
Cook EH dan rekan (1995) dan Barkley dan rekan (2000), menyatakan adanya
peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah limbik dan
lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas hipersensitivitas transporter
dopamine. Hal ini dikaitkan dengan gangguan pada fungsi neurotransmisi
dopaminergik di area frontostriatokortikal. Kondisi ini membuat anak dengan GPPH
mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri
yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilaku. Secara teoretis, dengan
bertambahnya usia, seorang anak seharusnya mampu melakukan kontrol diri dengan
baik dan mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga mampu
melakukan tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tetapi kondisi ini
tidaklah berjalan minus pada anak dengan GPPH. Hal ini karena adanya
hipersensitivitas transporter dopamin sehingga anak, menunjukkan:4
a. Gangguan Non-Verbal Working Memory, dengan gambaran berupa:3,4
• Kehilangan rasa `kesadaran' akan waktu
• Ketidakmampuan untuk menyimpan informasi di dalam otaknya.
4
• Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu objek/kejadian
• Perencanaan dan pertimbangan yang buruk
b. Gangguan internalisiation of self-directed speech, berupa;
• Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku
• Tidak disiplin
• Self Guidance dan Self Questioning yang buruk
c. Gangguan regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang buruk.
Kondisi ini memberikan gejala seperti:
• Kesulitan dalam menyensor semua bentuk reaksi emosi, ambang toleransi
terhadap frustrasi yang rendah
• Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak
d. Gangguan kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang sudah
diobservasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru untuk
mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, berupa:
• Keterbatasan untuk menganalisis perilaku-perilaku dan melakukan sintesis ke
dalam bentuk yang baru
• Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf usianya
Komplikasi perinatal juga dikaitkan dengan timbulnya GPPH pada seorang
anak. Studi retrospektif pada anak dengan GPPH menunjukkan adanya komplikasi
perinatal yang lebih sering jika dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Beberapa
komplikasi perinatal yang sering ditemukan adalah perdarahan antepartum, persalinan
lama, nilai APGAR yang rendah dalam menit pertama kelahiran, dan lain-lain.
5
Milberger dan rekan (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu perokok
dalam masa kehamilan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak
dengan GPPH. Whitaker dkk (1997) menemukan bahwa bayi dengan berat badan
lahir rendah yang disertai dengan kerusakan substansia alba mempunyai resiko lebih
tinggi untuk menderita GPPH di kemudian harinya.2,4
Walaupun masih kontroversi, beberapa kondisi seperti alergi, diet dan
pengaruh logam berat juga dikaitkan dengan terjadinya GPPH. GPPH mungkin akan
bertambah berat pada anak dengan beberapa penyakit fisik tertentu seperti
abnormalitas fungsi tyrold, infeksi telinga berulang dan tuli sensorineural.1,4
2. DIAGNOSIS
Berdasarkan DSM IV maka kriteria Gangguan pemusatan perhatian
hiperaktivitas adalah sebagai berikut :2,3
A. salah satu dari (1) atau (2):
(1) Terdapat minimal 6 atau lebih gejala-gejala inatensi berikut yang menetap dan
telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai ke tingkat yang
maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak:
Sering melakukan kesalahan yang tidak seharusnya atau ceroboh terhadap
pekerjaan sekolah atau aktivitas-aktivitas lain.
Sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam
melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain.
Sering tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak bicara.
6
Sering tidak mampu mengikuti aturan dan gagal dalam menyelesaikan
tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari.
Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas tanggung
jawab atau aktivitasnya.
Sering menghindar, tidak suka atau menolak kegiatan yang memerlukan
konsentrasi lama seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan atau
aktivitasnya seperti mainan, pensil, buku-buku atau peralatan-peralatan
lainnya.
Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang dari luar.
Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
(2) Terdapat minimal 6 atau lebih gejala-gejala hiperaktivitas-impulsifitas berikut
yang menetap dan berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai ke tingkat
yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak:
Hiperaktifitas
a. Sering tidak bisa duduk diam atau kaki tangannya tidak bisa diam
b. Sering tidak mampun duduk diam dikursi didalam kelas atau pada situasi
diaman anak diharapkan duduk diam
c. Sering berlari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai atau pada situasi-situasi yang tidak seharusnya
d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau dalam kegiatan
menyenangkan bersama yang memerlukan ketenangan
7
e. Sering bergerak atau sepertinya digerakkan oleh mesin
f. Sering berbicara berlebihan
Impulsifitas
a. Sering member jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan
b. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran
c. Sering menginterupsi orang lain
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan
gangguan ini sudah timbul sebelum anak berusia 7 tahun
C. Gejala tersebut terjadi minimal pada dua situasi atau tempat yang berbeda
misalnya disekolah, dan dirumah
D. Ada bukti yang jelas bahwa gejala ini menimbulkan gangguan fungsi anak
yang bermakna dibidang sosial, akademik dan fungsi pekerjaan lainnya.
E. Gejala tidak timbul secara eksklusif selama perjalanan penyakit gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya dan tidak
dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya seperti gangguan mood,
gangguan cemas, ganggua disosiatif atau gangguan kepribadian.
3. DIAGNOSIS BANDING DAN KOMORBIDITAS
Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai GPPH. Gangguan
medis/neurologis yang sering GPPH adalah; epilepsi, sindroma Tourette, (movement
disorders), gejala sisa dari trauma kepala, gangguan/ kerusakan penglihatan atau
pendengaran, kekurangan zat Fe kekurangan/gangguan tidur. Gangguan psikiatri
8
yang sering menyerupai GPPH adalah gangguan penyesuaian, gangguan cemas,
gangguan depresi/distimik, gangguan afektif bipolar, serta retardasi mental.3
Gangguan medis yang seringkali menyertai atau berkormorbiditas dengan
GPPH adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan reaksi
penyesuaian anak dengan GPPH dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Mereka
seringkali merasa gagal dalam proses belajar, serta timbulnya perasaan rendah diri
akibat berkurangnya kemampuan yang seharusnya sudah mereka miliki jika
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Gangguan lain yang juga seringkali
menyertai GPPH adalah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku
menentang, serta gangguan obsesif kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35%
kasus GPPH juga disertai dengan gangguan perilaku menentang dan sekitar 25% -
75% kasus GPPH disertai dengan gangguan suasana perasaan.3
9
ADHD
alone
Mood Disorders 4%
Dampak Dari GPPH Terhadap Tumbuh Kembang Seorang Anak
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan umum tidak terlalu membantu.
• EEG : kasus yang dicurigai status epileptikus.
• Pemeriksaan neuroimaging (CT scan dan MRI): bukan indikasi.
5. PENATALAKSANAAN
Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah gangguan yang bersifat
heterogen dengan manifestasi klinis yang beragam. Disamping itu, sampai saat ini
belum ada satu jenis terapi yang dapat di akui untuk menyembuhkan anak dengan
10
Usia prasekolah
Usia sekolah
Remaja
Usia saat di Perguruan Tinggi Dewasa
Gangguan perilaku Kegagalan akademikTerganggunya hubungan dengan teman sayaTerdapat problem citra diri
Gangguan akademikKesulitan dalam pekerjaanTerdapatnya problem citra diriPenggunaan zat/obat-obatanResiko mendapat cidera/kecelakaan
Gangguan perilaku
Kesulitan akademikSosialisasi burukTerdapat problem citra diriBerurusan dengan hukum MerokokResiko untuk mendapat trauma atau cedera
Kegagalan dalam pekerjaanProblem dalam membina hubungan interpersonalResiko mendapat cedera atau kecelakaan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas secara total. Berdasarkan evidence
based terapi gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas yang terbaik adalah dengan
pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi Treatment Approach (MTA).
Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi dengan obat, maka juga
diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku), terapi
kognitif-perilaku dan juga latihan keterampilan sosial. Disamping itu juga
memberikan psikoedukasi kepada orangtua, pengasuh maupun guru yang sehari-
harinya berhadapan dengan anak gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.1,3
Tujuan utama dari terapi anak dengan gangguan pemusatan perhatian
hiperaktivitas adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan
fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri, sehingga anak mampu
untuk memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak
seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuain sosial
anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur seusia
dengan tingkat perkembangan anak.2,3
1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan gangguan
pemusatan perhatian hiperaktivitas pemberian obat pada anak sudah dimulai
sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama
adalah obat golongab psikostimulan. Dikenal ada 3 macam obat golongan
psikostimulan, yaitu
Golongan metilfenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan di Indonesia)
Golongan deksamfetamin
11
Golongan pamolin
Barkley, dkk mengatakan bahwa efektivitas pemakaian obat golongan
metilfenidat adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas
impulsivitas dan inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini
dikatakan cukup efektif dalam mengurangi gejala-gejala gangguan pemusatan
perhatian hiperaktivitas. Efek samping yang sering ditemukan dalam pemakaian obat
golongan ini adalah penarikan diri dari lingkungan social, over focus, letargi, agitasi,
iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala,
pusing. Biasanya efek samping ini timbul pada waktu pemakaian pertama kali atau
jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian adanya gejala-
gejala di atas dapat menandakan bahwa dosis yang diberikan terlampau tinggi.
Biasanya gejala efek samping akan hilang dalam beberapa jam setelah obat
dihentikan atau diturunkan dosisnya. Penghentian pemakaian obat golongan
psikostimulan biasanya dilakukan secara bertahap untuk terjadinya rebound
phenomena.4
Jenis Obat Dosis Efek Samping Lama Kerja Perhatian
Metilfenidat 0,3-0,7 mg/kgBB/ -Insomnia Untuk jenis Tidak dianjurkan
12
(sediaan tablet 10 mg, dan 20 mg)
hari.
Biasanya dimulai dengan 5 mg/ hari. Dosis maksimal 60 mg/hari.
-Penurunan nafsu makan-Penurunan berat badan-Sakit kepala-Iritabel
intermediate release (IR) lama kerja obat adalah 3-4 jam. Mula kerja obat ini cepat 30-60 menit. Efektif untuk 70% kasus. Keamanan cukup terjamin
pada pasien dengan kecemasan tinggi, tics motorik, dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette
Metilfenidat (slow release 20 mg)
Dosis dimulai dengan 20 mg pada pagi hari dan dapat ditingkatkan dengan dosis 0,3-0,7 mg/KgBB/ hr. kadang-kadang perlu ditambahkan 5-10 mg metilfenidat pada pagi hari agar untuk mendapatkan efek awal yang lebih cepat. Dosis maksimal 60 mg/hr
-Insomnia-Penurunan nafsu makan-Penurunan berat badan-Sakit kepala-Iritabel
Untuk jenis slow release (SR) sekitar 7 jam terutama berguna untuk remaja dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas sehingga dapat menghindari pemberian obat di siang hari
Awitan kerja lambat (1-2 jam setelah pemberian oral) tidak dianjurkan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi, tics motorik, atau pada keluarga dengan riwayat sindroma Tourette’s
Metilfenidat-OROS 18mg, 36 mg, 54 mg
Dosis dimulai dengan 18 mg, satu hari sekali di pagi hari. Dosis ditingkatkan dengan dosis 0,3-0,7 mg/KgBB/hr
-Insomnia-Penurunan nafsu makan-Penurunan berat badan-Sakit kepala-Iritabel.
Jenis osmotic release oral system (OROS), sekitar 12 jam dengan kadar plasma obat yang relatif stabil.
Tidak dianjurkan pada pasien kecemasan tinggi, tics motorik, dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette.
Obat golongan antridepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu
anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Obat ini bekerja sebagai
inhibitor metabolism dopamine dan norepinefrin. Obat antidepresan seperti
13
imipramin dapt memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk mengurangi gejala,
tetapi mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada obat golongan psikostimulan.
Efek samping kardiovaskuler, neurologic, dan anti kolinergik yang ditimbulkan
membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas. Obat antidepresan lain yang
juga sering digunakan saat ini adalah obat antidepresan penghambat ambilan
serotonin yang bekerja secara spesifik (SSRI= Serotonin Spesific Reuptake Inhibitor),
misalnya Flouxetine. Pemberian Flouxetine 0,6 mg/ KgBB dikatakan memberikan
respons sebesar 58% pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas
yang berusia 7-15 tahun.1,2
Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan gangguan
pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah obat antidepresan golongan penghambat
monoamine oksidase, seperti moclobemide dengan dosis 3-5 mg/ KgBB/ hari yang
dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan antipsikotik atipikal seperti
risperidone juga dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan
agresivitas, walaupun demikian belum banyak penelitian yang mengungkapkan
hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah obat antikonvulsan seperti
golongan carbamazepin dan obat antihipertensi seperti klonidin juga dikatakn
bermanfaat dalam mengurangi gejala gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas
pada anak.2,4
2. Pendekatan psikososial pada penangan anak dengan gangguan pemusatan
perhatian.
14
Adanya pelatihan keterampilan sosial bagi anak dengan gangguan
pemusatan perhatian hiperaktivitas. Sebagaimana diketahui bahwa dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas seringkali juga disertai
dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka
tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimal dengan teman-teman
sebayanya. Dampak yang cukup sering terjadi adalah mereka disingkirkan
oleh kelompok teman sebayanya dan kesulitan untuk mencari teman yang
baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi kambing hitam karena
tanpa, sadar teman, guru atau lingkungan cenderung memberi label
negative terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga
seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat
beban anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas akan
bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan keterampilan
sosial dengan harapan mereka akan lebih mengerti norma-norma sosial
yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang
ada.
Edukasi bagi orangtua dan guru. Banyak orangtua dan gurubmerasa belum
mengerti akan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas sepenuhnya.
Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun terapi yang di
anjurkan. Maka untuk itu sangat dianjurkan bagi anak beserta orangtua
dan guru kelasnya mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut
sebagai modifikasi perilaku.
15
Modifikasi perilaku merupakan suatu tekhnik terapi perilaku dengan
menggunakan prinsip ABC (Antecedents Behaviour, and consequences).
Antecedents adalah semua bentuk sikap perilaku dan juga kondisi yang
terjadi sebelum anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara
orangtua/ guru memberikan instruksi pada anak. Behavior adalah perilaku
yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah) dan
consequences adalah reaksi orangtua/ guru yang yang terjadi setelah anak
menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orangtua
dan guru diharapkan untuk merubah antecedents dan juga
consequencesnya sehingga diharapkan anak juga dapat merubah perilaku
yang tadinya kurang adaptif menjadi yang adaptif dengan lingkungan
sekitarnya. Tehnik ini pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup
lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten sehingga hasilnya tampak
lebih jelas.
Selain itu edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal sangat penting
karena salah satu permasalahan utama pada anak adalah permasalahan
akademis. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari
terjadinya stigmatisasi pada anak, sehingga menghindari adanya anggapan
buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak nakal, bandel
atau malas dll. Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting
mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah.
Tingkat pemahaman guru yang baik akan ini diharapkan akan
16
meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati sikap, perilaku dan
reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian hiperaktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu
dipertimbangkan untuk mengembangkan upaya kesehatan mental di
sekolah yang melibatkan guru kelas, orangtua, konselor, psikolog dan juga
psikiater anak serta profesi lain yang terkait.
Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga atau kelompok anatr
orangtua. Puotiniemi dan Kyngas (2002) dalam penelitiannya bahwa
adanya kelompok dukungan orangtua yang memiliki permasalahan yang
sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif
terhadap anak mereka. Di dalam kelompok ini, orangtua akan merasa
lebih nyaman dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang
dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang
mereka rasakan. Dengan adanya kondisi ini maka orangtua akan mendapat
dukungan emosional dari sesame orangtua lainnya, serta mengurangi
penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari para
orangtua lainnya dalam menangani berbagai masalah yang mungkin
dihadapi baik oleh anak maupun mereka sebagai orangtua.
6. PROGNOSIS
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala
impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan GPPH pada waktu
17
dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman
keras/alcoholism). Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi,
dukungan yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya
dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan
psikiatri.3,4
18