css tonsilitis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan kesehatan pada tonsil dan adenoid merupakan masalah yang
sering ditemui pada masyarakat terutama sering ditemukan pada anak-anak.
Penyakit adenotonsilar secara luas diklasifikasikan dari infeksi, obstruksi, dan lain
hal. Hal lain tersebut mencakup hipertrofi tonsilar unilateral.1
Infeksi tonsil berulang, tonsillitis kronis, dan hiperplasia obstruktif
merupakan penyakit tersering pada anak-anak dibandingkan dengan penyakit
tonsil lainnya. Gangguan tidur yang disebabkan oleh Obstructive Sleep Apnea
Syndrome (OSAS) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien anak
akibat tonsilitis dan dapat menyebabkan dampak yang buruk pada pertumbuhan
dan perkembangan anak baik secara fisik, psikologi, dan kognitif. Abses
peritonsilar juga merupakan komplikasi lainnya sering terjadi pada pasien
tonsillitis kronis. Saat ini frekuensi tindakan tonsilektomi dan adenoidektomi
telah menurun namun jenis operasi ini masih merupakan tindakan operasi
tersering yang dilakukan pada pasien anak terutama di Amerika Serikat.2,3
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tonsilitis
Tonsilitis akut adalah suatu infeksi akut pada tonsil dengan gejala nyeri
tenggorok, odinofagi, dan kelesuan tubuh. Sedangkan tonsillitis kronis adalah
infeksi tonsil yang menetap serngkali terjadi pada anak yang usianya lebih tua dan
dewasa muda dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap dan intensitasnya
sama, halitosis dan perasaan letih lesu.1
2.2 Etiologi
Etiologi tonsilitis 50% adalah kuman golongan streptococcus B hemolyticus,
streptococcus viridians, dan streptococcus pyogenes. Sedang sisanya disebabkan
oleh virus yaitu; adenovirus, echo, virus influenza serta herpes.4
2.3 Manifestasi Klinis
a. Tonsilitis akut
Nyeri tenggorok, demam, disfagia, dan pembesaran kelenjar getah bening
servikal disertai tonsil eritematus dan eksudat atau detritus merupakan tanda dan
gejala yang sesuai dengan diagnosis tonsillitis akut. Sebagian klinisi menetapkan
adanya hasil positif dari kultur sekret tenggorok atau tes rapid strep antigen
sebagai kriteria baku untuk mengakkan diagnosis tonsillitis akut. Hal tersebut
3
masih diperdebatkan namun pada pasien dengan gambaran tonsil yang nampak
meradang baik disebabkan oleh bakteri harus segera ditangani.3
b. TonsilitisAkutBerulang
Tonsilitis akut berulang bervariasi dari empat sampai tujuh episode dalam
satu tahun, lima episode dalam dua tahun berturut-turut, atau tiga episode per
tahun dalan tiga tahun berturut-turut.3
c. TonsilitisKronis (Menetap)
Nyeri tenggorok kronis, nafas berbau, debris tonsillar yang banyak
(tonsillolith), eritema peritonsillar, dan pembesaran kelanjar getah bening servikal
yang menetap merupakan kriteria diagnosis tonsillitis kronis jika tidak ada sumber
infeksi lain seperti sinus atau tonsil lingual yang ditemukan.3
d. Hiperplasia Tonsil Obstruktif
Pembesaran tonsil dapat menyebabkan mengorok, gangguan siklus tidur-
bangun, perubahan struktur rangka maksilofasial, dan perubahan suara (hipernasal
atau muffling). Pembesaran tonsil yang tidak disertai gejala yang mengganggu
kesehatan tidak disarankan untuk dilakukan pengangkatan.3
Infeksi yang tidak biasa seperti mikobakterium atipikal dan aktinomikosis,
atau penyakit limfoproliferatif pada transplantasi organ padat dapat pula
menyebabkan pembesaran tonsil. Neoplasma jinak dan ganas dapat terjadi baik
pada tonsil maupun pada adenoid. Pembesaran tonsil unilateral merupakan gejala
yang perlu dicurigai disebakan oleh keganasan terutama bila terjadi pada anak-
anak.3
4
Tabel1. Evaluasi Klinis Penyakit pada Tonsil3
Gejala TandaPemeriksaan Penunjang Diagnosis Banding
Tonsil Obstruksi Mengorok atau
kelainan lain berkaitan dengan tidur
Pembesran tonsil (+3/+4)
Polysomnogram Neuromuscular disease
Abnormalitas kraniofasial
Flexible laryngoscopy
EERD
Suara teredamDisfagia
Kelainan anatomi lain
Lymphoproliferative disorder
Infeksi Akut Nyeri
tenggorokanTonsil erythema/eksudat
Kultur dari apus tenggorok
Bakteril
DisfagiaHalitosisTender neck glands
Tender cervical lymph nodes
CBC w/differential
Viral (EBV)
Berulang/kronisSore throat Normal tonsils Lingual tonsillitisHalitosis Peritonsillar
erythemaEERD
Pembesaran kelenjar leher
Tonsillolith
Massa putih pada tonsil
Jumlah kripta berkurangpembesaran KGB
aSnoring, irregular breathing, restless sleep, enuresis, frequent arousals, and behavioral/cognitive problems. CBC, complete blood count; CT, computed tomography; EBV, Epstein-Barr virus; EERD, extraesophageal reflux disease.
2.4 Pemeriksaan
2.4.1 Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan tonsillitis akut seringkali datang dengan keluhan nyeri
tenggorok, disfagia, demam, limfadenopati sevikal. Tonsil dapat membesar atau
tetap dalam ukuran normal namun tampak eritematus. Dapat pula ditemukan
eksudat pada tonsil. Dengan inspeksi yang teliti akan nampak obstruksi pada
kripta tonsil.3
5
Gambar 1. Perbandingan tonsilitis bakterial dan viral
Seringkali pasien datang ketika fase akut telah mereda hingga pemeriksaan
fisik tidak menunjukkan banyak tanda yang membantu penegakan diagnosis.
Tonsil dapat nampak normal atau tampak adanya peritonsilar eritem, pembesaran
peritonsilar, pembesaran kelanjar getah bening servikal, tonsilolith, atau
pengurangan jumlah kripta tonsilar dengan permukaan yang halus mengkilat pada
tonsillitis kronis.3
Untuk melakukan pemeriksaan fisik orofaring yang baik maka pasien
diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar dengan lidah tidak dijulurkan
melainkan diletakkan pada dasar mulut. Gunakan tongue spatle untuk menekan
lidah bagian anterior secara gentle untuk mencegah reflex muntah. Timbulnya
refleks muntah dan pendorongan lidah akan mengakibatkan tonsil bergerak ke
arah medial dan nampak sebagai pembesaran. Pasien diminta untuk mengucapkan
‘aaaa’ hingga visualisasi daerah inferior tonsil nampak sekaligus memberikan
gambaran integritas palatum.3
6
Tabel 2. Grade Pembesaran tonsil3
Grade Proporsi Tonsil dalam Orofaring01234
Tonsil pada Fossa PalatinaTonsil < 25% dari Orofaring
Tonsil 25-50% dari OrofaringTonsil 50-75% dari OrofaringTonsil > 75% dari Orofaring
Gambar 2. Klasifikasi Pembesaran Tonsil
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A
biasanya disertai pembengkakan kelenjar getah bening servikalis anterior.
Tonsilitis streptokokus biasanya terjadi pada musim dingin dan awal musin semi
(di Negara dengan empat musim) memiliki manifestasi klinis berupa demam
tinggi dengan onset akut, nyeri kepala, nyeri leher, odinofagi, otalgia, nyeri
tenggorok, sour-sweet yeasty odor, mual, muntah, nyeri perut, lidah kemerahan
dengan papil yang melebar (strawberry tongue), uvula membengkan berwarna
kemerahan petekie pada palatum mole (doughnut lesion), pembesaran kelenjar
getah bening servikal disertai tanda radang, scarlet fever rash (disebabkan oleh
toksin eritrogenik yang menimbulkan macula pungtata eritematus pada
ekstremitas bagian proksimal, terutama di permukaan fleksor – Pastia lines).5
7
Gambar 3. Eksudat (detritus) pada tonsillitis akut streptococcus
Sedangkan pada tonsillitis akut yang disebabkan oleh virus Epstein Barr
atau infeksi mononucleosis biasanya akan ditemukan pembesaran kelanjar getah
bening sevikal, aksilaris, dan inguinal. Pada pemeriksaan fisik juga dapat
ditemukan adanya splenomegali, rasa lemas dan lesu, serta low grade fever yang
menyertai tonsillitis.Pemeriksaan orofaring akan memberikan gambaran membran
berwarna abu-abu pada tonsil yang meradang, membran mudah dilepas dan tidak
mudah berdarah. Mukosa palatum mengalami erosi dan nampak petekie pada
mukosa palatum durum.6
Gambar 4. Membran abu-abu pada palatum mole akibat infeksi mononucleosis
8
2.4.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi leher posisi lateral dapat digunakan untuk
pemeriksaan penunjang pada hipertrofi adenoid dan tonsil. Pada pasien dengan
gejala obstruksi yang signifikan dengan tanda hipertrofi tonsil yang nyata dan
membutuhkan intervensi pembedahan maka pemeriksaan radiografi bukan
merupakan pemeriksaan wajib untuk penegakan diagnosa.2
Endoskopi nasofaringoskopi fleksibel dapat pula digunakan sebagai
pemeriksaan penunjang pada penyakit-penyakit adenotonsilar. Obstruksi oleh
jaringan adenoid pada posterior koana dan pembesaran hipertrofi tonsil ke
hipofaring dapat divisualisasi dengan jelas.2
2.5 Patofisiologi
Patogenesis terjadinya inflamasi pada tonsil dan adenoid didasarkan pada
lokasi anatomis dan fungsinya sebagai suatu organ yang berperan dalam sistem
imun sendiri yang memproses agen-agen infeksius serta antigen-antigen . Secara
kontradiktif organ tersebut menjadi fokus infeksi itu sendiri. Infeksi virus yang
disertai infeksi sekunder bakteri dapat menjadi penyebab infeksi kronis di
samping pengaruh faktor lingkungan, host, penggunaan antibiotik spektrum luas,
keseimbangan ekologi dan diet.3
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kerentanan terjadinya infeksi pada
tonsil di antaranya :
Penggunaan alkohol
Splenektomi
9
Kontak dengan penderita tonsilitis
Sickle cell anemia
Sinusitis
Merokok
Terpapar asap rokok
Musim dingin
Keadaan yang melemahkan sistem imun, seperti:Diabetes ,
Transplantasi, penggunaan kemoterapi, HIV/AIDS6
Inflamasi dan hilangnya integritas dari epitel kripta menghasilkan kriptitis
kronis dan obstruksi kripta, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya stasis dari
debris-debris kripta dan antigen. Bakteri-bakteri yang terdapat pada kripta tonsil
kemudian akan bermultiplikasi.3
Gambar 5. Perbandingan gambaran tonsil normal dan tonsillitis
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa
tonsil yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak
jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang
ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak berupa lubang
10
yang disebut kripta. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak
dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan
mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini
disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear,
bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris. Detritus dapat
melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa
banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan
scarlet fever.6,8
Fase-fase patologis yang terjadi pada tonsillitis adalah (1) Peradangan pada
daerah tonsila, (2) pembentukan eksudat, (3) selulitis tonsila dan daerah
sekitarnya, (4) pembentukan abses peritonsilar, dan (5) nekrosis jaringan.8
2.6 Penatalaksanaan
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta Haemolyticus grup
A dapat ditangani dengan pemberian antibiotik golongan penisilin sebagai terapi
lini pertama. Pada tonsillitis kronis dan hyperplasia tonsilar obstruktif terapi
dengan menggunakan antibiotik anti beta-lactamase atau bakteri anaerob seperti
amoksisilin-asam klavulanat atau klindamisin selama 3 sampai 6 minggu terbukti
bermanfaat dan mengurangi 15% kebutuhan untuk dilakukannya tonsilektomi.3,5
11
Pada kasus pembesaran tonsil yang mengakibatkan obstruksi akut saluran
nafas atas maka langkah penanganan harus sesuai dengan penanganan
kegawatdaruratan. Pengamanan jalan nafas dilakukan dengan pemasangan
nasofaringeal airway dan pemberial steroid intravena untuk memngurangi
pembengkakan akibat inflamasi. Tonsilitis yang diakibatkan oleh inkeksi
mononukleosis (Epstein-Barr virus) merupakan resiko tinggi terjadinya obstruksi
jalan nafas, pada kasus demikian maka tidak dianjurkan pemberian amoksisilin
karena dapar menimbulkan reaksi kulit yang berat. Infeksi mononukleosis yang
disertai komplikasi abses parafaringeal atau pada pasien anak yang tidak
merespon terapi medikametosa maka dianjurkan untuk dilakukan intervensi
pembedahan tonsilektomi.3
Indikasi Tonsilektomi3:
a. Obstruksi
Hiperplasia Tonsil dengan obstruksi
Sleep-relating disordered breathing
OSAS
Sindrom resistensi jalan napas atas
Sindrom Obstruksi Hipoventilasi
Gagal kembang
Cor Pulmonal
Abnormalitas Menelan
Abnormalitas Orofasial/dental
Gangguan Limfoproliferatif
12
b. Infeksi
Tonsilitis rekuren/kronik
Tonislitis dengan: Nodul abses leher
Obstruksi jalan napas akut
Gangguan katup jantung
Tonsilitis persisten dengan: Nyeri tenggorokan persisten
Tender cervical nodes
Halitosis
Tonsilolithiasis
Streptococcal carrier stadium unresponsive pada terapi medis pada anak-
anak atau keluarga yang memiliki risiko
Peritonsillar abses stadium unresponsivepada terapi medis atau pada pasien
dengan tonsilitis rekuren atau abses rekuren
c. Neoplasia
Suspekneoplasia, jinak maupun ganas
Walaupun dapat ditangani dengan pemberian terapi medikametosa namun
tonsilektomi masih menjadi pilihan untuk penanganan tonsilitis kronis. Meskipun
demikian berdasarkan penelitian pemilihan indikasi dilakukannya tonsilektomi
terutama pada pasien anak harus dilakukan secara cermat dan terapi harus
dilakukan atas penilaian per individu pasien. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam tonsilektomi elektif antara lain pandangan orang tua dan
anak, toleransi terhadap penyakit, kecemasan, toleransi anak terhadap
antimikroba, kegiatan sekolah dihubungkan dengan absensi anak karena
13
penyakitnya, kemudahan akses ke sarana kesehatan, dan fasilitas yang tersedia di
sarana kesehatan.3
Kriteria Indikasi Tonsilektomi pada Tonsilitis Berulang7:
1. Sekurang-kurangnyatiga episode setiaptahundalam 3 tahunberturut-turut,
atau lima episode setiaptahundalam 2 tahun, atautujuh episode
dalamsatutahun
2. Setiap episode harusmemilikikarakteristik ≥1 gejala di bawahini:
a. Temperatur oral ≥1010F (38,30C)
b. Pembesarankelenjargetahbeningservikalis anterior (>2 cm)
c. Eksudatpada tonsil
d. Kulturpositifuntukstreptococcus beta-hemolytic group A
3. Pemberianantibiotik yang adekuatuntuksuspekmaupun yang
sudahterbuktidisebabkanolehstreptococcus beta-hemolytic group A
4. Setiap episode harusdibuktikandenganpemeriksaandanterdapat data
rekammedisnya
Pada sebagian besar anak tonsilektomi dilakukan atas indikasi kelainan
pertumbuhan struktur maksilofasial, obesitas dan extraesofageal reflux diseases.
Pada intervensi pembedahan tonsil juga perlu dipertimbangkan resiko komplikasi
perdarahan pasca operasi, mual muntah, terganggunya asupan nutrisi, nyeri
tenggorok, bau mulut, dan infeksi.3
Kontraindikasi tonsilektomi7:
1. Insufisiensivelofaringeal:
14
Celah langit-langit
Kelanan neurologi/neuromuskular pada fungsi palatum
2. Hematologi : Anemia
Kelainan pembekuan darah
3. Imunologi : Riwayat alergi
4. Infeksi : Infeksi akut (<3 minggu sejak onset infeksi)
Teknik untuk tonsilektomi bervariasi, dan baru-baru ini prinsip diseksi
dalam subcapsular banyak dibandingkan dengan teknik tonsilotomi. Tonsilotomi
memiliki keuntungan jangka pendek tertentu dalam hal untuk penyembuhan,
tingkat reoperation awal tidak signifikan dan hasil jangka panjang dari pasien
tersebut belum dapat dipastikan. Banyaknya orang dewasa yang menderita
gangguan tidur yang berawal di masa kanak-kanak dan mendengkur mungkin
yang disebabkan oleh hiperplasia tonsil menjadi pertimbangan sebelum memilih
tonsilotomi dibandingkan Tonsilektomi subcapsular. Variasi dalam teknik ini
biasanya berkisar pada metode pembedahan (pisau dingin, pisau panas dengan
kauter monopolar, ultrasonik scalpel, kauter mikroskopis bipolar, suhu yang
dikontrol radiofrequency, dan coblation) dan metode untuk hemostasis (cautery,
kimia, laser, atau suture).3
Teknik yang umum digunakan dalam tonsilektomi adalah seperti yang
diurangkan berikut ini :
1. Induksianestesiumumdandilakukanintubasi endotracheal atau masker
laryngeal.
15
2. Pasiendiposisikandalamposisi Rose, kemudiandipasangmouth
gagMcGiverdenganbantuandepressorlidah.
3. Palpasipalatum mole untukmemeriksaintegritasnya.
Masukkankateterkaretmelaluilubanghidungkenasofaringkemusianditariksehi
nggaterjadiretraksipalatum mole ke anterior.
4. Di bawahpanduanmikroskop, pasangAllys clamppadakutub inferior dari
tonsil kemudianditarikkearah medial. Insisimukosaantara tonsil lingual
dankutub inferior tonsil denganmenggunakan bayonet kauter bipolar
berujungtumpul. Insisidilakukandekatdenganlipatan anterior
meluluimukosakesarahkutup superior, dilakukansecaraberhati-hati agar
tidakmengenaidasarlidah.
5. Diseksisubkapsulardengankauterisasipembuluhdarahdandiseksiototsertafasi
atanpamengenainervusglossofaringeus.
Beberapaahlimenggunakanteknikmelepasmouth
gagselamabeberapamenituntukmencegahedemapadalidah.
6. Perdarahandirawatsampaidenganperdarahan minimal, dipasangdental
rollpada fossa tonsilla. Irigasinasofaringdanorofaringuntukmembersihkan
debris kemudiansumberperdarahandikauterisasi bipolar padadasar tonsil,
suction monopolarpadadasar adenoid)
7. Mouth gag dilonggarkan kemudian dilakukan pemeriksaan ulang
perdarahan pada fossa tonsil. Jika tidak ada perdarahan dan kelainan mouth
gag dilepaskan.3
16
Pasca operasi harus dilakukan proteksi jalan nafas sampai pasien sadar.
Pemberian antiemetik, antibiotik, analgesik, kortikosteroid, dan terapi cairan
dilakukan selama berjalannya operasi. Pemberian antibiotik amoksisilin selama 10
hari pasca operasi untuk mengurangi nyeri dan mencegah halitosis.3
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari tonsillitis dapat dibedakan menjadi komplikasi supuratif
dan non supuratif. Komplikasi non supuratif terdiri dari scarlet fever, demam
rematik akut, dan glomerulus nefritis poststreptococcal. Sedangkan komplikasi
supuratif dari tonsillitis adalah terbentuknya abses peritonsilar dan parafaringeal.2
a. Nonsupuratif
Scarlet fever merupakan komplikasi tonsillitis atau faringitis streptococcus
akibat endotoksin yang dihasilkan oleh mikroorgabisme streptococcus. Gambaran
klinis scarlet fever adalah lesi kulit eritema, nyeri tenggorok berat disertai
limfadenopati, nyeri kepala, muntah, tonsil dan faring tampak eritem disertai
eksudat kekuningan, membran pada tonsil menyerupai membran pada difteri.
Stawberry tongue dengan papil-papil lidah yang membesar dan
kemerahanmerupakan tanda khas pada scarlet fever. Untuk menegakkan diagnosis
pasti dari komplikasi ini dapat dilakukan kultur bakteri dan test Dick. Test Dick
adalah memasukkan toksin streptococcus yang diencerkan melalui injeksi
intradermal, hasil positif menunjukkan adanya scarlet fever.2
17
Gambar 5. Gambaran klinis scarlet fever
Demam rematik akut terjadi pada 0,3% penderita tonsillitis. Komplikasi ini
dapat dicegah dengan pemberian penisilin profilaksis, jika tindakan pencegahan
ini gagal maka tonsilektomi dan adenoidektomi perlu dilakukan.2
Glomerulonefritis poststreptococcal dapat merupakan kompikasi dari infekri
streptococcus strain nefrogenik, tipe ini hanya 1% dari streptococcus strain
faringeal. Komplikasi ini terjadi pada minggu ke satu sampai kedua setelah
infeksi streptococcus dengan gambaran klinis gagal ginjal akut. Pemberian
penisilin tidak bermanfaat banyak sehingga tonsilektomi diperlukan untuk
menghilangkan sumber infeksi.2
b. Supuratif
AbsesPeritonsilar
Abses peritonsilar seringkali terjadi pada tonsillitis berulang atau tonsillitis
kronis yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Penyebaran infeksi dari
kutub atas tonsil menyebabkan akumulasi pus di antara dasar tonsil dan kapsul
tonsil. Infeksi biasanya hanya bersifat unilateral dan menimbulkan nyeri yang
18
berat dengan otalgia ipsilateral sebagai nyeri alih akibat penjalaran melalui nervus
glossofaringeus. Gambaran klinis lainnya adalah odinofagia dan disfagia, trismus,
pembengkakan palatum dan pilar anterior unilateral disertai pergeseran tonsil ke
arah inferior dan medial, uvula terdorong ke sisi yang berlawanan dengan sisi
yang sakit. Hasil kultur biasanya akan menunjukkan infeksi polimikroba baik
bakteri anaerob maupun aerob. Penatalaksanaan komplikasi ini membutuhkan
Quinsy tonsilektomi.1,2,3
Absesparafaringeal
Abses parafaringeal terbentuk akibat drainase pus dari tonsil atau dari abses
peritonsilar melalui muskulus konstriktor superior. Abses terbentuk di antara
muskulus konstriktor superior dan fasia sevikalis profunda sehingga
mengakibatkan tonsil terdorong ke dinding lateral dari garis tengah. Inflamasi
pada otot pterygoid dan paraspinal menyebabkan timbulnya trismus dan kaku
leher. Palpasi pada pemeriksaan fisik sulit dilakukan karena daerah abses
terlindungi oleh otot sternocleidomastoid yang tebal. Pasien dengan abses
parafaringeal biasanya mengeluhkan demam tinggi disertai nyeri, pada
pemerikasaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis. Pemeriksaan dengan CT
scan mungkin dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Proses infeksi dapat
menyebar ke mediastinum melalui carotid sheath. Defisit neurologis pada saraf
cranial IX, X, XII dapat terjadi karena struktur anatomisnya yang berdekatan.
Penanganan komplikasi supuratif dari tonsillitis ini membutuhkan pemberian
antibiotik secara agresif, penggantian cairan dan intervensi bedah jika dibutuhkan.
Tindakan bedah intraoral tidak disarankan karena sulitnya eksplorasi jika terjadi
19
perdarahan. Pembedahan dilakukan dengan melakukan eksisi transversal pada
submandibula sehingga lebih mudah untuk melakukan eksplorasi pada dasar
tengkorak.2
Infeksi pada rongga retrofaringeal sering terjadi pada anak usia kurang dari
dua tahun. Pasien anak biasanya menjadi iritabel, demam tinggi, disfagia, suara
teredam, nafas menjadi berisik, kaku leher, dan adanya limfadenopati KBG leher.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran dinding posterior faring unilateral.
Penanganan infeksi retrofaring melalui insisi dan drainase intraoral.2
Tabel 3. Komplikasi Penyakit Adenotonsillar dan Komplikasi Tonsilektomi3
Complication Presentation Management OptionsPeritonsillar abscess Sore throat/dysphagia Antibiotiks (i.v.)
Pharyngotonsillar bulge Needle aspiration/I & DTrismusDrooling
Immediate tonsillectomy
Acute airway obstruction secondary to T & A hyperplasia
Stridor Muffled/hyponasal voiceDroolingEnlarged tonsils (and adenoids)
Nasopharyngeal airwaySteroids (i.v.)Antibiotiks (i.v.)
Hemorrhage Bleeding from mouth or noseFrequent swallowing
Local control (cautery or vasoconstriction)Control in OR topical or when uncontrole, by arterial ligation/embolizationEvaluate for coagulopathy in selected cases
Airway obstruction Occurs in first 24 h Nasopharyngeal airwayPalatal swelling Steroids (i.v.)Hypopharyngeal secretions
Gentle suctioning
Dehydration Poor oral intake Control emesis if presentDry mucous membrans i.v. HydrationLethargy Parental education
Pain control prnPersistent VPI after adenoidectomy
Hypernasal speech (lasting beyond 2-mo postop)Nasal regurgitation of
Speech therapyPalate surgeryPalatal prosthesis
20
fluidsPulmonary edema after relief of airway obstructiona
Difficulty with oxygenFrothy pink secretions from endotracheal tube
Positive end expiratory ventilationLasixMorphine
i.v., intravenous; I & D, incision and drainage; OR, operating room; T & A, tonsillectomy and adenoidectomy; VPI, velopharyngeal insufficiency.aCan occur after laryngospasm or relief from, chronic or acute airway obstruction from enlarged tonsils or adenoids.