curah hujan

14
DISTRIBUSI CURAH HUJAN 1. MELENGKAPI DATA CURAH HUJAN Analisa distribusi data curah hujan ini dilakukan untuk keperluan perhitungan perencanaan atau perhitungan tahap selanjutnya dalam rangka memonitor kuantitas air hujan. Kronologis analisa data curah hujan dapat disajikan seperti bagan berikut: Pengumpulan data Analisa data terpusat Analisa data daerah Analisa data Lebih lanjut Curah hujan yang tercatat pada setiap pos/stasiun pengamat hujan disebut curah hujan terpusat (point rainfall). Hasil pencatatan curah hujan setiap stasiun pengamat tersebut berupa curah hujan menitan, jam-jaman, hujan harian dan lamanya hujan, hujan bulanan, hujan tahunan, dan hujan harian maksimum tahunan. Permasalahan di lapangan seringkali ditemui data curah hujan tidak lengkap yang disebabkan oleh faktor manusia atau alat. Misal kesengajaan pengamat tidak mencatat data, atau data yang diukur salah, atau sebagian data hasil pengukuran hilang dalam pengarsipan, ataupun Data hujan terpusat Pos hujan Data mentah Data hujan Berupa: Grafik ARR Tabel pengukuran hujan harian Berupa tabel: Curah hujan menitan dan jam- jaman Hujan harian bulanan dan tahunan Hujan harian Dengan perlengkapan Alat penakar hujan otomatis & manual Berupa tabel: Curah hujan menitan dan jam-jaman Hujan harian, bulanan

Upload: try-noerhasanah

Post on 09-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

1234

TRANSCRIPT

Page 1: curah hujan

DISTRIBUSI CURAH HUJAN

1. MELENGKAPI DATA CURAH HUJAN

Analisa distribusi data curah hujan ini dilakukan untuk keperluan perhitungan perencanaan atau perhitungan tahap selanjutnya dalam rangka memonitor kuantitas air hujan.

Kronologis analisa data curah hujan dapat disajikan seperti bagan berikut:

Pengumpulan data Analisa data terpusat Analisa data daerah Analisa data

Lebih lanjut

Curah hujan yang tercatat pada setiap pos/stasiun pengamat hujan disebut curah hujan terpusat (point rainfall). Hasil pencatatan curah hujan setiap stasiun pengamat tersebut berupa curah hujan menitan, jam-jaman, hujan harian dan lamanya hujan, hujan bulanan, hujan tahunan, dan hujan harian maksimum tahunan.

Permasalahan di lapangan seringkali ditemui data curah hujan tidak lengkap yang disebabkan oleh faktor manusia atau alat. Misal kesengajaan pengamat tidak mencatat data, atau data yang diukur salah, atau sebagian data hasil pengukuran hilang dalam pengarsipan, ataupun karena kerusakan alat. Keadaan ini menyebabkan bagian – bagian tertentu dari data runtun waktu terdapat kekosongan.

Dalam analisa hidrologi memang tidak selalu diperlukan pengisian data kosong. Misal terdapat data kosong pada musim kemarau, sedang analisis hidrologi yang kita lakukan adalah menghitung debit banjir musim penghujan, maka dipandang tidak perlu melengkapi data pada periode kosong musim kemarau tersebut, tapi apabila kita melakukan analisis kekeringan maka data kosong pada musim kemarau tersebut harus dilengkapi. Beberapa cara untuk memperkirakan data hujan yang kosong tersebut diantaranya, adalah dengan metoda rata – rata arithmatik, metoda perbandingan normal, dan metoda perbandingan kuadrat jarak terbalik.

Data hujan terpusat

Pos hujan

Data mentah

Data hujan daerah

Dengan perlengkapanAlat penakar hujan otomatis & manual

Berupa:Grafik ARRTabel pengukuran hujan harian

Berupa tabel:Curah hujan menitan dan jam- jamanHujan harian bulanan dan tahunan Hujan harian tahunan maksimum

Berupa tabel:Curah hujan menitan dan jam-jamanHujan harian, bulanan tahunan dan maks

Page 2: curah hujan

1.1 Metode Rata-rata Arithmatik

Data kosong dapat diperkirakan dengan berbasis data dari Pos hujan A,B, dan C yang lokasinya berdekatan dengan Pos hujan X. Jika semua pos hujan mempunyai karakteristik yang sama dan curah hujan normal tahunan dari Pos A,B dan C perbedaannya tidak lebih besar 10% terhadap Pos X, maka dapat dihitung dengan rumus :

P x=PA+PB+PC

3

dimana: PA, PB, PC = curah hujan masing masing stasiun terdekat yang datanya lengkap PX = curah hujan yang diperkirakan pada stasiun yang datanya tidak lengkap

1.2 Metode Perbandingan Normal

Jika data hujan rata-rata tahunan pada masing-masing stasiun terdekat berbeda lebih dari 10% terhadap stasiun yang datanya kosong, maka data yang kosong dapat diperkirakan dengan cara perbandingan normal, sebagai berikut:

PX=13 ( N X

N A

PA+N X

N B

PB+N X

NC+PC)

dimana: PA, PB, PC = curah hujan masing masing stasiun terdekat yang datanya lengkap NA, NB, NC = hujan tahunan rata – rata pada masing - masing stasiun terdekat NX = hujan tahunan rata – rata di stasiun yang datanya tidak lengkap PX = curah hujan yang diperkirakan pada stasiun yang datanya tidak lengkap

1.3 Metode Kuadrat Jarak Terbalik

Metode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai Pos indek yaitu misalnya pos hujan A,B,C dan D yang berlokasi di sekeliling Pos hujan X yang diperkirakan kosong data hujannya. Persamaannya adalah;

PX=∑i=1

4

P i /Li2

∑i=1

4

1/Li2

=( PALA2 )+( PBLB2 )+( PCLC2 )+( PDLD2 )1/LA

2+1/LB2+1/LC

2+1 /LD2

Dimana:

PX = curah hujan yang diperkirakan pada pos yang datanya tidak lengkapPA, PB, PC, PD = curah hujan rata – rata tahunan pada masing – masing pos terdekat yang datanya LengkapLA, LB, LC, LD = jarak masing masing pos yang datanya lengkap terhadap pos yang datanya tidak lengkap

Page 3: curah hujan

(pos X)

Bila pos indek itu lokasinya berada disetiap kuadran dari salib sumbu-x dan sumbu-y melalui titik pusat di pos hujan X, seperti gambar berikut u

D A

X

T

C B

Gambar posisinposnX terhadap pos indek A, B, C, dan DContoh soal 1Suatu DPS dengan luas 100km² hujan bulan januari 1998 untuk Pos X tidak terukur sedangkan untuk Pos A = 80mm, Pos B = 100mm, dan Pos C = 110mm.Diperkirakan tebal hujan Pos X untuk bulan Januari tersebut, dengan menggunakan metode rata-rata arithmatik dan perbandingan normal.Jawab:a). Metode rata-rata Arithmatik

Persamaan: PX=P A+PB+PC

3=80+100+90

3=90mm

b). Metode perbandingan normal

PX=13 ( N X

N A

PA+N X

N B

+PBN X

NC+PC)=1

3 ( 100120

(80)+ 100115

(100)+ 100110

+(90))=78,48m

Contoh soal 2Suatu DPS luasnya 140 km² terdapat 5 buah pos hujan X,A,B,C,D. Pada suatu bulan November pos X rusak alatnya sehingga tidak dapat melakukan pencatatan data hujan

Kuadran

Pos Index Hujan (mm) Jarak dari Pos X (km)

I A 100 5II B 90 10III C 110 8IV D 120 6

Tentukan tebal hujan di POS X dengan menggunakan metode kuadrat jarak terbalik, bila pos itu dikelilingi oleh pos A,B,C,D sebgai pos index yang terletak di setiap kuadran dengan data sebagi berikut:Jawab:

Kuadran Pos index Pi=Hujan(mm) Li(km) Li2(km2) 1/Li

2(km2) Pi/Li2

I A 100 5 25 0.04000 4.000

Page 4: curah hujan

II B 90 10 100 0.01000 0.900III C 110 8 64 0.01563 1.719IV D 120 6 36 0.02778 3.333

Σ = 0.09340 9.952

Dengan metoda kwadrat jarak terbalik, PX=∑

1

4

P1/L12

∑1

4

1/L12

= 9,9520,09340

=106,55mm

2. CURAH HUJAN DAERAH RATA-RATA

Curah hujan yang diperlukan untuk perencanaan pemanfaatan air dan perencanaan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu pos tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan daerah dan dinyatakan dalam mm.

Hujan yang terjadi dapat di seluruh daerah yang luas atau terjadi bersifat setempat (pada pos hujan tertentu Saja). Hujan bersifat setempat artinya ketebalan hujan yang diukur dari suatu pos hujan belum dapat mewakili hujan untuk daerah yang luas, kecuali hanya untuk lokasi disekitar pos hujan tersebut.

Sejauh mana curah hujan yang diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili karakteristik hujan untuk daerah yang luas, hal itu bergantung dari beberapa fungsi, antara lain.

a) Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung curah hujannya.b) Luas daerah/kawasan;c) Topografi, dand) Sifat hujan.

Data hujan yang terukur selalu mewakili suatu daerah. Padahal bila semakin sedikit jumlah pos hujan dan semakin luas daerah, maka anggapan tersebut akan semakin besar kesalahannya.

Curah hujan daerah harus dihitung dari beberapa pos pengamatan curah hujan yang ada di daerah tersebut. Metode perhitungan untuk menentukan tebal hujan rata-rata suatu daerah diantaranya adalah metoda rata-rata arithmatik, thiessen dan isohyet.

2.1 Metoda rata-rata Arithmatik Metoda arithmatik, yaitu merata-ratakan secara sederhana dari jumlah hujan pada setiap stasiun dalam suatu daerah dibagi jumlah stasiun.

P=∑i=1

N

Pi

N=P1+P2+……..+Pn

N

dimana:

P = curah hujan rata-rata daerah aliranPi = curah hujan di stasiun i = 1, 2, 3, ….,ni = stasiun pengamat

Page 5: curah hujan

N = jumlah stasiun

Cara ini menghasilkan perkiraan yang baik untuk daerah dengan topografi yang datar, dengan jumlah pos hujan cukup banyak dan lokasinya tersebar merata pada lokasi yang terwaliki, apabila persyaratan ini tidak terpenuhi, maka metode ini akan memberikan hasil yang tidak teliti.

2.2 Metoda Poligon ThiessenMetode ini berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi penempatan alat ukur dengan meyediakan suatu factor pembobot (weighting factor) bagi masing-masing Pos hujan.Semua Pos hujan diplot pada suatu peta dan ditarik garis-garis yang menghubungkannya. Kemudian buat garis tegak lurus dari setiap haris penghubung ini membentuk polygon-poligon di sekitar masing-masing Pos. Sisi setiap polygon merupakan batas luas efektif/pengaruh yang diasumsikan untuk Pos tersebut.

Ketebalan hujan rata-rata pada suatu daerah dengan rumus:

P=∑i=1

n

A1 P1

∑i=1

n

A i

=A1P1+A2P2+……+An Pn

A1+A2+…+An

dimana:P = curah hujan rata rataAi = luas efektif polygon untuk pos ke iPi = curah hujan pada pos ke iΣAi = luas total suatu daerah/kawasan i = stasiun pengamat = 1, 2, 3, …., n

2.3 Metode IsohyetMetode ini hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan kedua metode diatas, bila dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman. Isohiet adalah garis yang menggambarkan tebal hujan yang sama besarnya.

Penerapan metode isohiet memerlukan keterampilan khusus dan pengalaman dari setiap orang yang menggambarkan isohiet. Lokasi stasiun dan besar hujan diplot pada suatu peta yang berkaitan dan kontur hujan yang sama (isohiet) digambarkan.

Hujan rata-rata suatu daerah dihitung dengan mengalikan hujan rata-rata antara isohiet yang berdekatan biasanya diambil dari dua nilai isohiet dengan luas antara isohiet, menjumlahkan hasilnya dan membagi dengan luas total.

P=∑ Ai I i

∑ Ai

Dimana:

Ii = nilai rata rata dari nilai Isohiet

Ai = luas antara Isohiet

Page 6: curah hujan

Contoh soal

Pada suatu DPS dengan luas 57,20 km² mempunyai 7 buah Pos dengan lokasinya seperti ditunjukkan pada Gambar. selama bulan Mei 2003 terukur tebal hujan dengan alat pencatat hujan otomatis sebagai berikut:

Pos 1 = 64 mm Pos 2 = 60mm Pos 7 = 37 mm Pos 3 = 52 mm Pos 4 = 48 mm Pos 5 = 50 mm Pos 6 = 40 mm

Ditanya:

Hitung tebal hujan rata-rata di seluruh kawasan DPS tersebut pada Mei 2003, dengan menggunakan metode Arithmatik, Poligon Thiessen, dan Isohiet.

Jawab:

a. Dengan metode ArithmatikLihat Gambar, dan gunakan persamaan seperti berikut:

P=∑i=1

N

Pi

N=P1+P2+……..+Pn

N

=64+60+52+48+50+36+36

7=50mm

b. Dengan metode poligon ThiessenCaranya:

Stasiun pengamat digambar pada peta dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun. Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk polygon-poligon

mengelilingi tiap-tiap stasiun, hindari bentuk poligun segitiga tumpul. Sisi-sisi tiap polygon merupakan batas-batas daerah pos pengamat hujan yang

bersangkutan. Hitung luas setiap polygon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya dengan

menggunakan planimeter.

Lihat Gambar, dan gunakan persamaan seperti berikut:

Tabel Perhitungan hujan rata-rata kawasan metode polygon Thiessen.

Pos Hujan D = Tebal Hujand (mm)

A = Luas PoligonA (km²)

D x A(mm x km²)

1 64 6,56 419,842 60 10,52 631,203 52 8,02 417,044 48 9,08 435,485 50 6,32 316,006 40 7,42 296,807 37 9,28 343,36

Σ= 57,20 2860,08

Page 7: curah hujan

P=∑i=1

n

A1 P1

∑i=1

n

A i

=A1P1+A2P2+……+An Pn

A1+A2+…+An=

2860,0857,20

=50,00mm

c. Dengan metode IsohietCaranya:

Lokasi setiap stasiun pengamatan hujan diplot pada peta berikut nilai curah hujannya. Menentukan nilai interval kontur hujan di antara stasiun yang ada, dengan prinsip

interpolasi linier. Kemudian menarik kontur untuk setiap curah hujan yang sama (isohyet) dalam peta tersebut.

Mencari harga rata-rata hujan untuk sub-daerah yang terletak antara 2 isohyet berikut luas sub-daerah tersebut di atas.

Untuk tiap sub daerah dihitung volume hujan sebagai perkalian hujan rata-ratanya terhadap luas sub-daerah.

Menghitung hujan rata-rata daerah, dengan cara pentabelan seperti Tabel.

Tabel Perhitungan hujan rata-rata kawasan dengan metode Isohiet

NO Nilai 2 Isohietyang berdekatan

(mm)

Nilai rata-rataantara 2 Isohiet

(mm)

A = Luas daerah antara 2 Isohiet

(km²)

A X I(mm x km²)

1 30 – 40 35 12,55 439,252 40 – 50 45 17,94 807,303 50 - 60 55 17,06 938,304 60 - 70 65 9,65 627,25

57,20 2812,10

Gambar Daerah tangkapan hujan berikut , (a) sebaran Pos pencatat hujan, (b) Poligon Thiessen, (c) Kontur Isohiet.

a) b) 50 60

40 о 5

о 6

о 1

о 3 о7

о 4

о 2

о 5

о 6

о 1

о 3 о7

о 4

о 2

Page 8: curah hujan

c)

Keterangan

О = pos hujan 1, 2, 3…..,7

60, 50, 40 = nilai isohiet

= garis penghubung

antar pos

= garis pembagi luas

Polygon

= garis batas daerah

Tangkapan hujan

Gambar a) sebaran pos pengamat hujan, b) kontur isohyet, c) polygon Thiesen.

2.4 Cara memilih metoda

Ketiga metoda tersebut di atas tentunya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, pemilihan metoda mana yang paling cocok dipakai pada suatu DPS dapat ditentukan dengan mempertimbangkan factor berikut:

1). Jaring jarring pos penakar hujan dalam DPS

2). Luas DPS

3). Topografi DPS

1). Jaring- jaring pos penakar hujan

Jumlah pos penakar hujan cukup : metoda Isohiet, Thiesen, aritmatik.

Jumlah pos penakar hujan terbatas : metoda arithmatik atau Thiesen.

Pos penakar hujan tunggal : metoda hujan titik.

2). Luas DPS

DPS besar (> 5000 km2) : metode Isohiet

DPS sedang (500 s/d 5000 km2) : metode Thiesen

DPS kecil (< 500 km2 ) : metoda arithmatik

3). Topografi DPS

Pegunungan : metoda arithmatik

о 5

о 6

о1

о 3 о7

о 4

о 2

Page 9: curah hujan

Dataran : metoda Thiesen

Berbukit dan tak beraturan : metoda Isohiet

3. KURVA HUJAN

3.1. kurva ketebalan-durasi-frekwensi

Untuk menganalisa kondisi hujan pada suatu kawasan kadang-kadang diperlukan beberapa persamaan intensitas hujan dan ketebalan hujan terhadap durasi untuk berbagai periode ulang (frekwensi) tertentu. Persamaan tersebut kemudian digambarkan berupa kurva frekwensi, berupa grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman (ketebalan) hujan (d), durasi hujan (t), dan frekwensi (periode ulang) hujan (T), tahun.

3.2. Kurva Intensitas-Durasi-Frekwensi (intensity-duration-frequency curve = IDFC)

Berupa grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan (I), durasi hujan (t), dan frekwensi (periode ulang) hujan (T) tahun.

Contoh intensitas hujan dengan kala ulang 5, 10 dan 25 tahun

t (menit)It pada beberapa kala ulang (mm/jam)

P5 =133 mm P10 =149 mm P25 = 173 mm

5 238.3 270.8 314.410 150.1 170.6 198.115 114. 6 130.2 151.220 94. 6 107.5 124.845 55.1 62.6 72. 760 45.5 51.7 60.0

120 28.6 32.6 37.8180 21.9 24.8 28.8360 13.8 15.7 18.2720 8.7 9.8 11.4

Page 10: curah hujan

3.3. Kurva massa (Mass curve)

Kurva massa adalah kurva hubungan antara curah hujan akumulatif dengan waktu. Curah hujan daerah pada suatu waktu tertentu dalam daerah yang bersangkutan, dapat ditentukan dari kurva massa ini.

Jika di daerah yang bersangkutan terdapat beberapa buah pos pengamatan hujan, maka kesalahan-kesalahan pengamatan dapat diketahui dari bentuk kurva massa pos-pos tersebut yang digambar bersama-sama pada sebuah sistem kordinat. Dari kurva massa dapat ditentukan juga sifat curah hujan yang terjadi apakah deras atau lain-lain.

3.4 Kurva dalam daerah (Depth-Area-Curve)

Curah hujan daerah berbeda- beda, tergantung dari luas daerah yang bersangkutan. Makin besar daerah itu, makin kecil curah hujan daerah yang diperhitungkan. Diagram yang menunjukkan hubungan itu disebut kurva dalam daerah. Pembuatan kurva ini adalah sebagai berikut:

Ukur luas tiap bagian daerah dari peta Isohiet dengan planimeter. Angka angka yang didapat itu dicantumkan secara akumulatif pada absis sistem ordinat. Curah hujan rata-rata yang sesuai dicantumkan pada ordinat.

3.5 Kurva massa ganda (Double Mass Cuve)

0 30 60 90 120

150

180

210

240

270

300

330

360

390

420

450

480

510

540

570

600

630

660

690

720

0

200

400

600

800

1000

5 tahun

10 tahun

25 tahun

Lama Hujan (menit)

Inte

nsit

as H

ujan

(mm

/jam

)

Page 11: curah hujan

Jika terdapat data curah hujan tahunan dengan jangka waktu pengamatan yang panjang, maka kurva massa ganda itu dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan pengamatan yang terjadi yang disebabkan oleh perubahan posisi atau cara pemasangan yang tidak baik dari alat ukur curah hujan. Kesalahan-kesalahan pengamatan tidak dapat ditentukan dari setiap data pengamatan. Data curah hujan tahunan jangka waktu yang panjang alat yang bersangkutan harus dibandingkan dengan data curah hujan rata-rata sekelompok alat ukur dalam perioda yang sama. Untuk itu harus dipilih sekurang kurangnya 10 buah alat di sekitarnya yang mempunyai kondisi topografi yang sama.