cut nyak dhien - wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas

13
Mari bergabung dengan komunitas Wikipedia bahasa Indonesia! <https://id.wikipedia. org/w/index.php?title=Is timewa:Masuk_log&returnto =Halaman+ Utama&type=signup> [tutup <#>]  Cut Nyak Dhien Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi <#mw-navigation>, cari <#p-search> Untuk film </wiki/Film> Indonesia tahun 1988 </wiki/1988>, lihat Tjoet Nja' Dhien (film) </wiki/Tjoet_Nja%27_Dhien_(film)>. Cut Nyak Dhien </wiki/Berkas:Tjoet_Nya%27_Dhien.jpg> Cut Nyak Dhien Lahir 1848 </wiki/1848> Bendera Kesultanan Aceh </wiki/Kesultanan_Aceh > Lampadang </wiki/Kabupaten_Aceh_ Besar>, Kesultanan Aceh </wiki/Kesultanan_Aceh> Meninggal 6 November </wiki/6_November> 1908 (berusia 59±60) Bendera Belanda </wiki/Belanda> Sumedang </wiki/Sumedang>, Hindia Belanda </wiki/Hindia_Belanda> Dikenal karena Pahlawan Nasional Indonesia </wiki/Pahlawan_Nasional_Indonesia> Agama Islam </wiki/Islam> Pasangan Ibrahim Lamnga, Teuku Umar </wiki/Teuku_Umar> Anak Cut Gambang </w/index.php?title=Cu t_Gambang&action=edit&redlink=1> *Cut Nyak Dhien* (ejaan lama: *Tjoet Nja' Dhien*, Lampadang </wiki/Kabupaten_Aceh_ Besar>, Kerajaan Aceh </wiki/Kerajaan_Aceh>, 1848 </wiki/1848> ± Sumedang </wiki/Kabupaten_Sumedang>, Jawa Barat </wiki/Jawa_Barat>, 6 November </wiki/6_November> 1908 </wiki/1908>; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia </wiki/Pahlawan_Nasional_Indones ia> dari Aceh </wiki/Aceh> yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda </wiki/Belanda>. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni </wiki/29_Juni> 1878 </wiki/1878> yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda. Teuku Umar </wiki/Teuku_Umar>, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 </wiki/1880>. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang </w/index.php?title=Cut_Gambang&action=edit&redlink=1>.^[1] <#cite_note-tjoet-1> Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar </wiki/Teuku_Umar>, ia bersama Teuku Umar </wiki/Teuku_Umar> bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh </wiki/Kota_Meulaboh> pada tanggal 11 Februari </wiki/11_Februari> 1899 </wiki/1899>, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok </wiki/Encok> dan rabun </wiki/Rabun>, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.^[2] <#cite_note-deddi-2> ^[3] <#cite_note-tokohindonesia-3> Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November </wiki/6_November> 1908

Upload: indra-agustian

Post on 16-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Mari bergabung dengan komunitas Wikipedia bahasa Indonesia! [tutup ] Cut Nyak Dhien Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi , cari Untuk film Indonesia tahun 1988 , lihat Tjoet Nja' Dhien (film) . Cut Nyak Dhien Cut Nyak Dhien Lahir 1848 Bendera Kesultanan Aceh Lampadang , Kesultanan Aceh Meninggal 6 November 1908 (berusia 5960) Bendera Belanda Sumedang , Hindia Belanda Dikenal karena Pahlawan Nasional Indonesia Agama Islam Pasangan Ibrahim Lamnga, Teuku Umar Anak Cut Gambang *Cut Nyak Dhien* (ejaan lama: *Tjoet Nja' Dhien*, Lampadang , Kerajaan Aceh , 1848 Sumedang , Jawa Barat , 6 November 1908 ; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda . Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda. Teuku Umar , salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 . Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang .^[1] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar , ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 , sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun , sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.^[2] ^[3] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908

dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Daftar isi [sembunyikan ] * * * * * Kehidupan awal Perlawanan saat Perang Aceh Masa tua dan kematian Makam Apresiasi o 5.1 Biografi dalam seni o 5.2 Pengabadian * 6 Lihat pula * 7 Referensi o 7.1 Catatan kaki o 7.2 Daftar pustaka * 8 Pranala luar Kehidupan awal[sunting | sunting sumber ] Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar , wilayah VI Mukim pada tahun 1848 . Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia , seorang /uleebalang / VI Mukim , yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati , perantau dari Minangkabau . Datuk Makhudum Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau^[2] ^[4] . Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar. Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.^[2] Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama ) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga^[2] ^[4] , putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki. Perlawanan saat Perang Aceh[sunting | sunting sumber ] Pada tanggal 26 Maret 1873 , Belanda menyatakan perang kepada Aceh , dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang /Citadel van Antwerpen/. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873 -1874 ), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim 1 2 3 4 5

dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Khler . Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873 , Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Khler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Khler tewas tertembak pada April 1873 . J.B. van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh Pada tahun 1874 -1880 , di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten , daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873 , sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874 . Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875 . Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878 . Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.^[2] Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880 . Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan /Kaphe Ulanda/ (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang. Teuku Umar , suami kedua Cut Nyak Dhien. Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang /fi'sabilillah/. Sekitar tahun 1875 , Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893 , Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda . Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar /Teuku Umar Johan Pahlawan/ dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.^[1] ^[2] Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali

melawan Belanda . Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.^[1] Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut /Het verraad van Teukoe Oemar/ (pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.^[1] ^[2] Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda . Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel , dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan.^[1] Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.^[2] Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.^[1] Unit "Marchausse " lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya.^[1] Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose".^[1] Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.^[1] Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 . Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata: Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid ^[1] Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.^[2] ^[3] Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba.^[2] ^[3] Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.^[5] ^[6] Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.^[1] Masa tua dan kematian[sunting | sunting sumber ] Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat , karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk. Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan.^[1] Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam , sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".^[1] Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan .^[6] "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964 .^[1] ^[2] Makam[sunting | sunting sumber ] Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien

Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda.^[6] Masyarakat Aceh di Sumedang sering menggelar acara sarasehan . Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua kilometer .^[6] Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di Bandung sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran . Selain itu, orang Aceh dari Jakarta melakukan acara Haul setiap bulan November Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987 . Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m ^2 . Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.^[6] Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab , Surah At-Taubah dan Al-Fajr , serta hikayat cerita Aceh. Jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien berkurang karena Gerakan Aceh Merdeka melakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia . Selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat.^[6] Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.^[6] Apresiasi[sunting | sunting sumber ] Biografi dalam seni[sunting | sunting sumber ] Poster Film Tjoet Nja' Dhien Perjuangan Cut Nyak Dien diinterpretasi dalam film drama epos berjudul /Tjoet Nja' Dhien / pada tahun 1988 yang disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet Rahardjo

sebagai Teuku Umar dan juga didukung Rudy Wowor . Film ini memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik, dan merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (tahun 1989 ). Biografinya juga pernah dituangkan dalam bentuk cerita bergambar secara berseri dalam majalah anak-anak /Ananda/. Pengabadian[sunting | sunting sumber ] * Sebuah kapal perang TNI-AL diberi nama KRI Cut Nyak Dhien . * Mata uang rupiah yang bernilai sebesar Rp10.000,00 yang dikeluarkan tahun 1998 memuat gambar Cut Nyak Dhien dengan deskripsi /Tjoet Njak Dhien/. * Namanya diabadikan di berbagai kota Indonesia sebagai nama jalan. * Masjid Aceh kecil didirikan di dekat makamnya untuk mengenangnya. Lihat pula[sunting | sunting sumber ] * * * * Perang Aceh Teuku Umar Tokoh Indonesia Tjoet Nja' Dhien (film) Referensi[sunting | sunting sumber ] Catatan kaki[sunting | sunting sumber ] 1. *^* ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ^i ^j ^k ^l ^m ^n "Tjoet Njak Dien (Cut Nyak Dhien)" . 2. *^* ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ^i ^j ^k

3.

4. 5. 6.

Armand, Deddi. /Cut Nyak Dien/. Penerbit: Pustaka Ananda *^* ^a ^b ^c Tentang Cut Nyak Dien di tokohindonesia.com *^* ^a ^b Tentang Cut Nyak Dhien di situs resmi pemerintah Provinsi Aceh *^ * Sudarmanto, Y.B. 1999. /Jejak Pahlawan Indonesia/. Penerbitan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12). *^* ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g sinarharapan.co.id: Makam Cut Nyak Dhien Sepi Akibat Perang Saudara Daftar pustaka[sunting | sunting sumber ]

* Armand, Deddi. /Cut Nyak Dien/. Penerbit: Pustaka Ananda. * Sudarmanto, Y.B. 1999. /Jejak Pahlawan Indonesia/. Penerbit: Grasindo. * Muhazir. 1984 ./Pahlawan Repulusi Aceh/ Pranala luar[sunting | sunting sumber ] Search Wikimedia Commons Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai /*Cut Nyak Dhien */ Search Wikiquote Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: /*Cut Nyak Dhien */ * (Indonesia) "Perempuan Aceh Berhati Baja" Bio Cut Nyak Dien di Ensiklopedi Tokoh Indonesia * (Indonesia) Biografi Cut Nyak Dhien di tokohindonesia.com * (Indonesia) Biografi Cut Nyak Dhien di Website Pemerintah Provinsi Aceh * (Indonesia) Film Perjuangan Tempo Dulu * (Inggris) Tjoet Njak Dien Story @ Victory News Magazine * (Indonesia) Cut Nyak Dien Pahlawan Tanah Rencong @ WartaNews.com

[tampilkan ] * l * b * s Bendera Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia Politik Abdul Halim Achmad Soebardjo Adam Malik Adenan Kapau Gani Alimin Andi Sultan Daeng Radja Arie Frederik Lasut Djoeanda Kartawidjaja Ernest Douwes Dekker Fatmawati Ferdinand Lumbantobing Frans Kaisiepo Gatot Mangkoepradja Hamengkubuwana IX Herman Johannes Idham Chalid Ida Anak Agung Gde Agung Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono I Gusti Ketut Pudja Iwa Koesoemasoemantri Izaak Huru Doko J. Leimena Johannes Abraham Dimara Kusumah Atmaja L. N. Palar Mangkunegara I Maskoen Soemadiredja Mohammad Hatta Mohammad Husni Thamrin Moewardi Teuku Nyak Arif Nani Wartabone Oto Iskandar di Nata Radjiman Wedyodiningrat Rasuna Said Saharjo Samanhudi Soekarno Sukarjo Wiryopranoto Soepomo Soeroso Soerjopranoto Sutan Syahrir Syafruddin Prawiranegara Tan Malaka Tjipto Mangoenkoesoemo Oemar Said Tjokroaminoto Wahid Hasjim Zainul Arifin Militer Abdul Haris Nasution Andi Abdullah Bau Massepe Basuki Rahmat Tjilik Riwut Gatot Soebroto Harun Thohir Hasan Basry John Lie R.E. Martadinata Marthen Indey Soedirman Soeprijadi Oerip Soemohardjo Usman Janatin Yos Sudarso Djatikoesoemo Moestopo Kemerdekaan Adisucipto Abdul Rahman Saleh

Andi Djemma Ario Soerjo Bagindo Azizchan Halim Perdanakusuma Slamet Rijadi Iswahyudi I Gusti Ngurah Rai Robert Wolter Monginsidi Sam Ratulangi Supeno Sutomo (Bung Tomo) T.B. Simatupang Revolusi Ahmad Yani Karel Satsuit Tubun Mas Tirtodarmo Harjono Katamso Darmokusumo Opu Daeng Risadju D.I. Pandjaitan Pierre Tendean Siswondo Parman Sugiono R. Suprapto Sutoyo Siswomiharjo Pergerakan Maria Walanda Maramis dr. Soetomo Wage Rudolf Soepratman Wahidin Soedirohoesodo Sastra Abdoel Moeis Agus Salim Amir Hamzah Mohammad Yamin Ali Haji bin Raja Haji Ahmad Seni Ismail Marzuki Pendidikan Dewi Sartika Kartini Ki Hadjar Dewantara Ki Sarmidi Mangunsarkoro Integrasi Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng Silas Papare Syarif Kasim II dari Siak Pers Tirto Adhi Soerjo Pembangunan Moestopo Suharso Siti Hartinah Teuku Mohammad Hasan Wilhelmus Zakaria Johannes Agama Ahmad Dahlan Albertus Soegijapranata Fakhruddin Haji Abdul Malik Karim Amrullah Hasjim Asy'ari Hazairin Ilyas Yakoub Mas Mansoer Mohammad Natsir Noer Alie Nyai Ahmad Dahlan Syech Yusuf Tajul Khalwati Wahid Hasjim Perjuangan Abdul Kadir Achmad Rifa'i Ageng Tirtayasa dari Banten Andi Mappanyukki

Pangeran Antasari Sultan Agung dari Mataram Teungku Chik di Tiro *Cut Nyak Dhien* Tjoet Nyak Meutia Pangeran Diponegoro Raja Haji Fisabilillah Hamengkubuwana I Sultan Hasanuddin Tuanku Imam Bonjol Iskandar Muda dari Aceh I Gusti Ketut Jelantik Kiras Bangun La Madukelleng Mahmud Badaruddin II dari Palembang Martha Christina Tiahahu Nuku Muhammad Amiruddin Nyi Ageng Serang Pakubuwana VI Pakubuwana X Pattimura Pong Tiku Radin Inten II Ranggong Daeng Romo Sisingamangaraja XII Tuanku Tambusai Teuku Umar Thaha Syaifuddin dari Jambi Untung Suropati Zainal Mustafa Portal *Portal Indonesia * Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cut_Nyak_Dhien&oldid=7769277" Kategori : * * * * * * Pahlawan nasional Indonesia Kelahiran 1848 Kematian 1908 Meninggal usia 60 Bangsawan Aceh Tokoh Minangkabau

Kategori tersembunyi: * Artikel yang memakai hCard * Semua artikel biografi * Artikel biografi April 2014 Menu navigasi Peralatan pribadi * Create account * Log in Ruang nama * Halaman * Pembicaraan Varian

Tampilan * * * * Baca Sunting Sunting sumber Versi terdahulu Tindakan * - Pencarian Navigasi * * * * * Halaman Utama Perubahan terbaru Peristiwa terkini Halaman baru Halaman sembarang Komunitas * Warung Kopi * Portal komunitas * Bantuan Wikipedia Tentang Wikipedia Pancapilar Kebijakan Menyumbang * Bak pasir Bagikan * Facebook * Google+ * Twitter Cetak/ekspor * * * *

* Buat buku * Unduh versi PDF * Versi cetak Peralatan * * * * * * * Pranala balik Perubahan terkait Halaman istimewa Pranala permanen Informasi halaman Item di Wikidata Kutip halaman ini Bahasa lain * * * * * * * * * Ach English Esperanto Basa Jawa Baso Minangkabau Bahasa Melayu Nederlands Basa Sunda Sunting interwiki

* Halaman ini terakhir diubah pada 15.44, 2 April 2014. * Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons ; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. * * * * Kebijakan privasi Tentang Wikipedia Penyangkalan Developers * Tampilan seluler * Wikimedia Foundation * Powered by MediaWiki