skripsirepository.ub.ac.id/2695/1/genoveva d. r hurint.pdf · 2020. 9. 23. · skripsi ini dapat...
TRANSCRIPT
i
PERAN PROGRAM KERJA KLASTER
KETAHANAN PANGAN BANK INDONESIA
UNTUK KEMANDIRIAN UMKM
(Studi Pada UMKM Klaster Sapi Noetnana
Kota Kupang Nusa Tenggara Timur)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Genoveva D. R. Hurint
135020401111012
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
KEUANGAN DAN PERBANKAN
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
iv
vi
CURRICULUM VITAE
Nama : Genoveva D. R. Hurint
Tempat dan Tanggal Lahir : Dilli, 18 Juli 1996
Agama : Katholik
Nomor Telpon/ HP : 082339609310
Alamat Email : [email protected]
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Asal : Nangahure Kabupaten SIkka Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Riwayat Pendidikan
Sekolah/ Universitas Jurusan Tahun
SDN Contoh Maumere - 2001-2007
SMPK Frater Maumere - 2007-2010
SMAK Giovanni Kupang IPS 2010-2013
Universitas Brawijaya Ilmu Ekonomi 2013-2017
Pendidikan Non Formal
Pengalaman Kepanitiaan / Keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa :
1. “ BEM ( Badan Eksekutif Mahasiswa ) Fakultas Ekonomi dan Bisnis”
sebagai staff magang divisi Eskternal dan Penilaian periode
kepengurusan tahun 2013.
2. “ BEM ( Badan Eksekutif Mahasiswa ) Fakultas Ekonomi dan Bisnis”
sebagai staff tetap divisi Eskternal dan Penilaian periode kepengurusan
tahun 2014.
vii
3. “ HMJIE (Himpunan Jurusan Ilmu Ekonomi)” sebagai staff magang
divisi Proyek dan Keterampilan periode kepengurusan tahun 2013
4. “KMK (Keluarga Mahasiswa Katholik)’’ sebagai anggota organisasi
tahun 2013-2017.
5. Kepanitiaan INSPIRATION “ Pengenalan Kehidupan Kampus
Mahasiswa Baru” sebagai staff divisi Bidik yang diselenggarakan oleh
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
6. Kepanitiaan “ Pelatihan Kepribadian’’ sebagai ketua divisi hubungan
masyarakat yang diselenggarakan oleh BEM FEB UB.
7. Kepanitiaan “ Seminar Inagurasi ( Fulfilling What Companies Need
From a Fresh Graduate ” sebagai ketua divisi konsumsi yang
diselenggarakan oleh BEM FEB UB
8. Kepanitiaan “ Ilmu Ekonomi Solid ” sebagai staff divisi operasional yang
diselenggarakan oleh HMJIE FEB UB.
9. Kepanitiaan “ Economic Sport and Talen” sebagai staff divisi hubungan
masyarakat yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya.
10. Kepanitiaan “ Harmonica Festival ” sebagai staff divisi field runner yang
diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya.
11. Kepanitiaan “ Economic Awards ” sebagai staff divisi marketing yang
diselenggarakan oleh BEM FEB UB.
viii
MOTTO
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar
kepada pengertianmu sendiri” – Amsal 3:5
“Sebab ALLAH memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang
membangkitkan kekuatan, kasih, dan keterlibatan.” - 2 Tim 1:7
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
serta Bunda Maria sebagai perantara doa dan penolong, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi, yang berjudul “PERAN PROGRAM KERJA KLASTER
KETAHANAN PANGAN BANK INDONESIA UNTUK KEMANDIRIAN UMKM (
Studi Pada UMKM Klaster Sapi Noetnana Kota Kupang Nusa Tenggara
Timur)”, guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program
Sarjana Ekonomi, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan, semangat, dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
• Drs Nurkholis, M. Buss., Ak., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang, yang telah memberi kesempatan
untuk pembuatan skripsi ini.
• Ibu Dr. Nurul Badriyah, SE., ME., selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia atas bimbingan, arahan, waktu, serta semangat dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
• Bapak Prof. Dr. Khusnul Ashar, SE., MA., dan Ibu Dr. Asfi Manzilati, SE.,
ME., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan
motivasi selama penulisan skripsi ini.
• Teristimewa kepada Ayahku Emanuel B. Hurint, SH., dan ibuku tercinta
Maria Tolentina Daba, S.Ag., kakak Marina Evanmira, kakak Theresia,
ade Antonius tersayang, yang telah memberikan kasih
x
sayang, doa serta semangat yang begitu besar, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
• Bapak Yos, Bapak Daniel, Bapak Andre terimakasih atas kebersamaan,
dukungan dan bantuannya.
• Opa Atanasius Hurint (alm), Oma Filomena Ema Koten (alm), Nenek
Theresia Roty (alm), Nenek Genoveva (alm), Kungkung Antonius Ewan,
Bapak Frater Damianus, BHK., Om Dominikus Safio sekeluarga, Om
Ayun sekeluarga, kakak Pater Antonio Camnahas, SVD., atas segala doa
dan kasih sayang yang tiada hentinya, serta seluruh keluarga besar yang
selalu menyebut nama saya dalam doa.
• Saudara-saudariku Mba Inna, mas Rama, mas Ramli, keponakan Nisa +
Avio + Zakeisha, kakak Tedy Banda, kakak Bernard, kakak Siska, Max
MD, Yohand MD, dan kaka Alfredo terimakasih atas semangat dan
dukungan yang diberikan.
• Sahabat-sahabat mas Yosi, Anna Nahak, Ikky Bria, Vivin Selan, Putri
Ardiyana, Deby, Estha terimakasih atas kebersamaan, kasih sayang, doa,
dukungan dan bantuannya.
• Teman-teman Ekonomi dan Bisnis Program Studi Keuangan Perbankan
2013 yang selalu memberikan dukungan dan membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
• Serta seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas
bantuannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa skrips ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan lebih
xi
xi
lanjut. Akhirnya semoga kelak skripsi ini dapat bermanfat bagi semua pihak,
khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ekonomi dan Bisnis.
Malang, 18 Juli 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... v
MOTTO ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
ABSTRAK .................................................................................................... xv
ABSTRACT ................................................................................................ xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................. 12
1.3 TUJUAN PENELITIAN .............................................................. 12
1.4 MANFAAT PENELITIAN ............................................................ 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 14
2.1 PERAN UMKM DALAM PROSES PEMBANGUNAN DI NTT .... 14
2.2 KETERSEDIAAN MODAL DAN EKSISTENSI UMKM DI NTT ... 31
2.3 PROGRAM KLASTER BANK INDONESIA DAN UPAYA
PEMBERDAYAAN UMKM ........................................................ 37
2.4 STUDI TERDAHULU ................................................................. 49
2.5 KERANGKA PIKIR ................................................................... 52
xiii
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 57
3.1 JENIS PENELITIAN ..................................................................... 57
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ........................................... 58
3.3 JENIS DATA ................................................................................. 58
3.4 DEFENISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL
PENELITIAN ............................................................................... 59
3.5 POPULASI DAN SAMPEL ........................................................... 61
3.6 TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA ............................... 62
3.7 METODE ANALISIS DATA .......................................................... 63
BAB 4 IMPLEMENTASI PROGRAM KLASTER KETAHANAN PANGAN BI
PADA KLASTER SAPI NOETNANA .................................................. 65
4.1 PERAWATAN DAN PERBAIKAN INFRASTRUKTUR .................. 73
4.2 EDUKASI KEPADA PARA PENGUSAHA KLASTER SAPI MEGENAI
KESEHATAN DAN REPRODUKSI SAPI ............................................ 85
4.3 PENDAMPINGAN DAN PEMBINAAN .......................................... 91
BAB 5 PERAN PROGRAM KLASTER KETAHANAN PANGAN BANK
INDONESIA UNTUK KEMANDIRIAN UMKM ..................................... 95
5.1 PERAN PROGRAM KLASTER KETAHANAN PANGAN BANK
INDONESIA ....................................................................................... 95
5.2 OUTPUT DAN PENDAPATAN TERNAK .................................... 100
BAB 6 PENUTUP ........................................................................................ 130
6.1 KESIMPULAN ............................................................................ 123
6.2 SARAN ...................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 127
LAMPIRAN .................................................................................................. 132
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur .............................................. 2
Tabel 1.2 Populasi Ternak di NTT 2014-2015 .................................................. 4
Tabel 1.3 Komoditas Unggulan Provinsi NTT 2015 .......................................... 5
Tabel 1.4 Kelemahan Klaster Noetnana sebelum adanya Program BI ............. 9
Tabel 2.1 PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan
Sektor Ekonomi ............................................................................. 18
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 49
Tabel 5.1 Pembentukan Klaster Sapi Noetnana ............................................ 97
Tabel 5.2 Pencapaian Kinerja Klaster Sapi Noetnana .................................. 101
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Pengiriman ternak Provinsi NTT .......................................... 6
Gambar 2.1 Grafik Ranking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi
di Indonesia .................................................................................. 15
Gambar 2.2 Grafik Ranking PDRB perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi
34 Provinsi di Indonesia .............................................................. 16
Gambar 2.3 Grafik Struktur Ekonomi Provinsi NTT berdasarkan Sektoral ....... 17
Gambar 2.4 Kerangka Pikir ............................................................................. 53
Gambar 4.1 Kronologis Implementasi makroprudensial di BI ........................... 69
Gambar 4.2 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia ............................................... 70
Gambar 4.3 Infrastruktur kandang sapi sebelum bergabung dengan BI ........... 74
Gambar 4.4 Infrastruktur kandang sapi sesudah bergabung dengan BI .......... 75
Gambar 4.5 Pakan lamtoro yang dikeringkan .................................................. 76
Gambar 4.6 Gudang tempat penyimpanan makanan ternak ............................ 77
Gambar 4.7 penimbangan bakalan berat badan sapi ....................................... 78
Gambar 4.8 penimbangan sapi kontes ............................................................ 79
Gambar 4.9 timbangan elektronik berat badan untuk sapi ............................... 80
Gambar 4.10 rumah pertemuan untuk kelompok usha noetnana ..................... 82
Gambar 4.11 pertemuan dengan pengusaha ................................................... 83
Gambar 4.12 prakter mahasiswa kedokteran hewan undana .......................... 83
Gambar 4.13 akses jalan menuju tempat klaster sapi ...................................... 85
Gambar 4.14 pembibitan lamtoro ..................................................................... 89
Gambar 4.15 pakan lamtoro ............................................................................ 89
Gambar 4.16 pelatihan budidaya Sapi ............................................................. 92
xvi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai program kerja Bank
Indonesia berpengaruh terhadap kelompok UMKM klaster sapi Noetnana Kota
Kupang dan mengetahui peran program kerja klaster ketahanan pangan Bank
Indonesia untuk kemandirian UMKM di Kota Kupang. Data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi dari para
pengusaha klaster sapi Noetnana dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa
Tenggara Timur. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh sebelum
dan sesudah bagi para pengusaha klaster sapi Noetnana yang bekerja sama
dengan pihak Bank Indonesia dalam hal infrastruktur serta menghasilkan output,
pendapatan yang meningkat dan akses ke bank yang sangat mudah.
Kata kunci: Infrastruktur, Output, Bankable,UMKM.
xvii
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the work program of Bank Indonesia influence to the
UMKM group of cow clusters in Noetnana, Kupang City and to determine the role of the working
program of Bank Indonesia’s food security clusters for UMKM’s independecy in Kupang City.
Data of this study were obtained from interviews and documentation from the cow cluster
entrepreneur of Noetnana and the Representative Office of Bank Indonesia Nusa Tenggara
Timur. The result of this research shows that there is influence before and after for the cow
cluster entrepreneur of Noetnana that in cooperation with Bank Indonesia in terms of
infrastructure and generate output, increased income and easy access to banks.
Key Words: Infrastructure, Output, Bankable,UMKM.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan yang terletak
pada 80 – 120 Lintang Selatan dan 1180 - 1250 Bujur Timur dengan luas daratan
±48.718,1 km2, serta luas lautan ±200.000 km2. Dengan luas daratan dan letak
pulau yang sangat strategis, maka provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki
sumber daya alam yang potensial dimana sektor yang paling mendukung adalah
pertanian, kehutanan dan perikanan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 1192 pulau, 432 pulau
diantaranya telah diberi nama dan dari pulau-pulau yang telah diberi nama
tersebut 44 pulau telah dihuni masyarakat. Ditinjau dari segi luas wilayah,
provinsi ini memiliki empat pulau besar yaitu Flores, Sumba , Timor dan Alor
yang sering disebut Flobamora, dengan jumlah penduduk seluruhnya pada 2016
sebanyak 5.203.514 orang (BPS NTT 2016).
Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun
2016 terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80%
(yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan
seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian
dan dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu,
kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga
Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan,
dan Tour De Floresjuga mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT.
Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor
2
konstruksi dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli
dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang tahun 2016.
Pada 2016 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Nusa
Tenggara Timur ditetapkan sebesar Rp 25,99 triliun, dan dana tersebut
dialokasikan untuk pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
terdiri dari satu kota dan 21 kabupaten. Sementara Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) pada 2016 dapat pada tabel berikut :
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan sektor Ekonomi
INDIKATOR 2015 2016
2016 2015 2016
%yoy*) IV III IV
%qtq**)
%yoy***)
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga berlaku)
76.190,90
84.172,60 5,18
20.299,50
21.875,20
22.096,60 0,28 5,19
Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan
22.765,50
24.315,80 2,23 5.627,50 6.417,80 6.094,60 -6,05 4,53
Pertambangan dan Penggalian 1.073,50 1.166,80 5,66 292,4 301,7 309,4 2,43 3,19
Industri Pengolahan 940,9 1.034,30 4,98 259,3 265,2 279,2 4,17 3,41
Pengadaan Listrik dan Gas 43,6 59,4 14,61 13,7 15,3 16 3,72 11,52
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah,dan Daur Ulang 47,2 49 0,38 12,3 12,7 12,8 1,1 1,27
Konstruksi 7.908,20 9.095,30 8,46 2.244,00 2.389,20 2.465,00 2,8 8,48
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8.272,30 9.321,80 6,77 2.217,50 2.456,30 2.487,90 0,4 7,57
Transportasi dan Pergudangan 3.986,60 4.528,30 6,73 1.089,80 1.186,10 1.210,70 2,07 5,48
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 487,1 586,1 14,46 137 154,6 159,8 2,72 13,01
Informasi dan Komunikasi 5.477,40 5.878,50 6,76 1.462,30 1.511,00 1.569,30 3,23 7,23
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.995,50 3.362,90 8,47 799,2 838,7 899 5,9 8,38
3
INDIKATOR 2015 2016
2016 2015 2016
%yoy*)
IV III IV %qtq*
*) %yoy***)
Real Estate 2.054,3
0 2.209,5
0 3,41 550,9 567,4 577,5 1,72 3,53
Jasa Perusahaan 235,5 257,2 2,83 62,3 66,4 69,5 4,13 5,57
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
9.375,00
10.665,00
5,63 2.628
,60 2.731,1
0 2.827,9
0 2,15 1,6
Jasa Pendidikan 7.303,2
0 8.103,3
0 4,18
2.041,20
2.068,00
2.182,00
4,88 2,51
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
1.585,50
1.768,00
6,19 432,9 443,9 473,6 5,89 5,2
Jasa lainnya 1.639,5
0 1.771,4
0 3,55 428,6 449,9 462,3 1,9 4,32
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur 2017
Ket: Dalam Rp Miliar
*) Total Pertumbuhan 2016 dibandingkan 2015
**) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016
***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur
pada 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (atas dasar harga berlaku) yang didominasi
oleh Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar Rp 6.094,6miliar
dengan pertumbuhan sebesar 5,18%. Komponen pendorong utama
pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah konsumsi rumah
tangga yang tumbuh mencapai 6,80%. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan
nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2016 masih
lebih tinggi, karena pertumbuhan ekonomi nasional tercatat hanya sebesar
5,02%.
Melihat perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang
semakin pesat dan melihat beberapa permasalahan yang dihadapi UMKM, maka
Bank Indonesia ingin mengembangkan potensi yang dimiliki oleh UMKM dengan
4
menetapkan program klaster yang merupakan salah satu program kerja dari
Bank Indonesia perwakilan Nusa Tenggara Timur.
Daerah Provinsi Nusa Tenggra Timur memiliki beberapa potensi ekonomi
yang cukup besar.pada tabel 1.1 terlihat bahwa salah satu potensi terbesar di
daerah Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, perkebunan, perternakan,
dan perikanan.
Seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk, peran sub sektor
peternakan semakin penting, karena penduduk yang semula lebih banyak
menkonsumsi karbohidrat bergeser kearah konsumsi daging, telur, dan susu,
akibatnya kebutuhan daging terus meningkat. Berikut tabel populasi ternak di
Provinsi Nusa Tenggara Timur :
Tabel 1.2 Popoluasi ternak di NTT 2014-2015
Jenis
Ternak 2014 2015
Pertumbuhan
(%)
Sapi 865.731 899.577 3,90
Kerbau 134.457 141.075 4,92
Kuda 112.948 111.047 (-1,68)
Kambing/
domba 674.012 626.431 (-7,05)
Babi 1.755.058 1.812.449 3,27
Ayam
kampong 10.766.948 10.585.385 (-1,68)
Itik 315.417 322.923 2,37
Sumber : Dinas Peternakan Prov. NTT Tahun 2015
Dari data Dirjen Peternakan menunjukan populasi semua jenis ternak di
NTT selama 2 tahun terakhir meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada
5
Kerbau (4,92%), diikuti Sapi (3,90%), dan Babi (3,27%). Sedangkan terjadi
penurunan pada komunitas kuda, kambing/domba dan ayam kampung.
Hasil-hasil andalannya antara lain berupa ikan tuna, kakao, jambu mete,
jagung, rumput laut, dan sapi potong. Produk unggulan yang mampu dihasilkan
oleh UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur itu sendiri adalah sapi dan babi
potong, penangkapan ikan dilaut, budidaya rumput laut.
Berikut tabel beberapa unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur :
Tabel 1.3 Komoditas Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2015
No Komoditas Populasi/Produksi Peringkat Nasional
Sentra
1 Babi 1,84 Juta (2015) Ke-1 Rote, Sabu,
Sumtim
2 Jambu Mete
39.295 ton (2014) Ke-1 Flotim, Sikka
3 SapiPotong 902.326 ton (2015) Ke-5 TTS,TTU, Kab.
Kupang
4 Kacang Tanah
10.585 ton (2015) ke-5 Sikka,
Kab.Kupang
5 UbiKayu 622 ribu ton (2015) ke-7 TTS, Sikka,
Lembata
6 Jagung 690.170 ton (2015) ke-8 TTS, SBD
7 Kopi 21.730 ton (2014) ke-9 Matim, Ngada,
Ende
8 Kakao 10.680 ton (2014) ke-10 Sikka, Ende,
Flotim
9 Padi 943.020 ton (2015) ke-15 Mabar,
Manggarai,Matim
10 Kelapa 66.580 ton (2014) ke-16 Flotim, Malaka,
Sikka
11 Ikan 3.762,2 ton (Tuna)
11.451,3 ton (Cakalang)
Ke-16 Sikka,
Manggarai, Alor
Sumber : Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur Tahun 2016, diolah.
Pada 2016 terjadi peningkatan produksi komoditas peternakan,
perikanan, dan perkebunan. Salah satunya adalah adanya dorongan permintaan
pengiriman sapi dari luar daerah. Perkembangan pengiriman ternak terlihat dari
data Pelindo yang menunjukan adanya pertumbuhan pengiriman ternak sebesar
12.218 ekor pada triwulan III.
6
Dibawah ini merupakan gambar grafik pengiriman ternak Provinsi Nusa
Tenggra Timur :
Gambar 1.1 grafik pengiriman ternak Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Bank Indonesia NTT dan Pelindo II Tahun 2016
Melihat besarnya potensi peternakan khususnya sapi potong di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, Bank Indonesia turut serta berupaya untuk menunjang
para pelaku UMKM di sektor pertenakan sapi potong agar lebih optimal. Langkah
yang dilakukan oleh Bank Indonesia agar cita-cita tersebut terealisasi adalah
dengan menerbitkan program kerja klaster sapi.
Klaster merupakan upaya untuk mengelompokan industri inti yang saling
berhubungan baik industri pendukung dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur
ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi,
sumber daya alam, serta lembaga-lembaga yang terkait. Diharapkan perusahaan
atau industri yang tekait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang
tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
7
Hal ini dilakukan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara nilai
rupiah dan menjaga kestabilan inflasi. Sumber tekanan inflasi dari sisi penawaran
dapat dipengaruhi Bank Indonesia, dengan adanya peran dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam mengatur dan mengawasi sistem kerja bank dan non
bank, maka dari itu Bank Indonesia dapat bertanggung jawab penuh untuk
mengelolah sumber tekanan inflasi tersebut dengan dilakukannya program
pemberdayaan sektor rill dan UMKM melalui program kerja klaster, dengan
demikian diharapkan program klaster tersebut mampu membantu meningkatkan
pasokan, memperbaiki jalur distribusi serta mendukung penciptaan iklim usaha
yang kondusif.
Program kerja yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara
Timur dalam menjalankan klaster sapi adalah dengan pemberian bantuan teknis
seperti pelatihan kewirausahaan, pelatihan peningkatan produktivitas, pelatihan
pengelolahan keuangan, studi banding. Bank Indonesia juga memberikan
pendampingan terhadap pengusaha sapi potong khususnya UMKM. Bank
Indonesia juga mencoba meningkatkan pengembanan klaster sapi dengan
Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Dalam menjalankan klaster sapi Bank Indonesia dibantu oleh beberapa
stakeholder yaitu pemerintah daerah dan perguruan tinggi. Peran pemerintah
daerah adalah memberikan bantuan sarana dan prasarana pendukung pada
lokasi klaster, memberikan bantuan obat-obatan dan pangan ternak,
mengadakan event kompetisi sapi untuk meningkatkan antusiasme penduduk
lokal terhadap pengembangan sapi di daerah tersebut, sedangkan peran
perguruan tinggi adalah dengan mengiriman akademisi untuk melakukan praktek
lapangan maupun penelitian di lokasi klaster.
Program klaster sapi di daerah Nusa Tenggara Timur diselenggarakan
sejak tahun 2014. Masalah yang terjadi dalam lingkup peternakan sapi di daerah
8
Nusa Tenggara Timur adalah pola pikir masyarakat yang masih belum
berorientasi bisnis, minimnya pengetahuan budidaya sapi yang baik, dan
keterbatasan modal untuk memperluas usaha dalam skala besar.
Klaster sapi Noetnana adalah klaster sapi yang diinisiasi oleh Bank
Indonesia Kantor perwakilan Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2014. Jenis
usahanya adalah penggemukan sapi yang beralamat di Kelurahan Fatukoa
Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Saat ini kelompok klaster sapi Noetnana
memasuki tahap mandiri, prioritas kegiaan dari klaster sapi Noetnana yaitu
perluasan akses pemasaran, peningkatan usaha penggemukan sapi, dan akses
kredit perbankan.
Dalam usaha pengembangan UMKM terdapat banyak pihak yang turut
serta dalam usaha tersebut terutama oleh lembaga keuangan seperti bank
umum, Bank Perkreditan Rakyat, maupun Koperasi. Oleh karena hal tersebut
maka pembagian peranan dan tugas masing-masing pihak harus disesuaikan
agar tidak terjadi tumpang tindih tugas. Bank Indonesia melalui program kerja
klaster tersebut memposisikan diri sebagai pihak yang mensupport UMKM
secara teknis non financial, seperti bantuan pendampingan & konsultasi,
infrastruktur, motivasi, dan teknologi, Dengan adanya pembagian yang pas
antara berbagai pihak seperti Bank Indonesia, Bank Umum, Pemerintah akan
menimbulkan sinergi yang tepat untuk menumbuhkan kemandirian UMKM.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada
klaster Noetnana Kota Kupang menunjukan bahwa adanya kelemahan dari
beberapa indikator antara lain:
9
Tabel 1.4 Kelemahan Klaster Noetnana sebelum adanya program Bank
Indonesia
No Indikator Hasil Temuan Kendala yang dihadapi
Saran
1
SDM dan kelembagaan
Belum ada kesadaran untuk menjadi pelaku usaha
Pencatatan administrasi
belum dilakukan
secara konsisten
Pendampingan kelompok
Sapi dipelihara oleh masing-masing individu
Tidak ada aturan kelompok
Tidak ada pembukuan dan administrasi kelompok
Belum memahami tentang manajemen penggemukan sapi, kesehatan ternak sapi, dan manajemen pakan
2 Produksi
Pola beternak masih tradisional, sapi dilepas bebas tanpa dikandangkan
Hanya mengandalkan pakan yang disediakan oleh alam
Tidak membudidayakan pakan secara teratur
Tidak memperhatikan aspek mutu dan jumlah pakan
Waktu penggemukan mencapai dua tahun atau lebih
10
No
Indikator
Hasil Temuan
Kendala yang dihadapi
Saran
3
Pemasaran
Belum membangun jaringan bisnis sapi
Sapi di pasarkan di psar local/menunggu pembeli
Harga dikendalikan oleh pembeli
Informasi pasar sangat terbatas
4 Mengakses modal ke Bank
Belum terbiasa berhubungan dengan pihak bank
Belum melakukan pencatatan keuangan secara teratur
Memperkuat niat dan motivasi agar dapat mencicil secara teratur
Terbatasnya informasi terkait skim kredit
Sumber: Bank Indonesia, 2013. data diolah
Dari tabel diatas terlihat bahwa sebelum Bank Indonesia memberikan
Program kerja kepada anggota Klaster sapi Noetnana Kota Kupang masih
terdapat beberapa kendala-kendala utama dalam menjalankan usaha tersebut.
Dari langkah-langkah yang telah di laksanakan oleh Bank Indonesia dalam
rangka menanggulangi masalah utama didalam klaster tersebut masih diperlukan
penelitian lebih lanjut tentang hasil dari pengembangan klaster sapi tersebut.
Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Siswanto Imam
Santosa, Agus Setiadi, Ratih Wulandari (2013), Muhammad Nur, Soekardono,
Muhammad Kasip (2015), dan Abdul Gofur (2013) dengan mengangkat tema
mengenai potensi atau analisis yang berkaitan dengan peternakan sapi sebagai
strategi pengembangan kawasan sapi, serta permintaan dan penawaran
11
peternakan sapi, dan hasil penelitian yang telah dilakukan diantaranya
menyatakan bahwa terjadi surplus produksi sapi dikarenakan pertumbuhan
populasi sapi dikembangkan menjadi sentra peternakan sapi perah, permintaan
konsumsi susu segar tumbuh lebih cepat dari kapasitas produksinya.
Pada penelitian ini akan menguji mengenai pengaruh program kerja
klaster ketahanan pangan Bank Indonesia serta perkembangan UMKM.
Pengertian Klaster sendiri adalah sekelompok UMKM yang beroperasi pada
sektor/subsektor yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang
saling berhubungan dari hulu sampai hilir. Konsep klaster maju menurut, Michael
Porter, (1981)mengandung empat faktor penentu yang mengarah kepada daya
saing industri, faktor input, kondisi permintaan, industri pendukung yang terkait,
serta strategi perusahaan dan pesaing. Konsep BI terkait pengembangan klaster
adalah memperkuat modal soasial para pelaku klaster.
Berdasarkan beberapa uraian dan beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya maka pada penelitian ini akan mengkaji lebih dalam
mengenai program kerja klaster ketahanan pangan Bank Indonesia dan
perkembangan UMKM yang terdapat pada klaster sapi Provinsi Nusa Tenggara
Timur khususnya Kota Kupang, dan penelitian ini mengambil judul :
“Peran Program Kerja Klaster ketahanan Pangan Bank Indonesia
Untuk Kemandirian UMKM (Studi pada UMKM Klaster Sapi Noetnana Kota
Kupang)”.
12
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan apa yang telah dijelaskan pada latar belakang pada
bagian sebelumnya mengenai program kerja klaster ketahanan pangan Bank
Indonesia, maka rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi program klaster ketahanan pangan Bank
Indonesia pada klaster sapi Noetnana di Kota Kupang?
2. Bagaimana peran program klaster ketahanan pangan Bank Indonesia
untuk kemandirian UMKM di Kota Kupang?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui mengenai program kerja Bank Indonesia berpengaruh
terhadap kelompok UMKM klaster sapi Noetnana Kota kupang.
2. Mengetahui peran program kerja klaster ketahanan pangan Bank
Indonesia untuk kemandirian UMKM di Kota Kupang.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang telah dipaparkan, dengan
dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak, dalam hal tersebut maka manfaat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini mampu menjelaskan mengenai pengaruh
pembiayaan, pendampingan, produktifitas, pemberdayaan, infrastruktur, dan
13
kemandirian terhadap perkembangan UMKM klaster sapi Noetnana Kota
Kupang. Penelitian ini mampu melihat apakah faktor-faktor tersebut dapat
berpengaruh terhadap perkembangan UMKM sehingga dapat menjadi acuan
atau dasar dalam melakukan strategi pemasaran di Kota kupang atau di luar
pulau Nusa Tenggara Timur, bahkan mungkin dapat dikembangkan dengan lebih
baik lagi pada penelitian selanjutnya yang memiliki tema dan pokok bahasan
yang serupa.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi perusahaan dan UKM di Kota Kupang
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat tentang
apakah faktor-faktor seperti pembiayaan, pendampingan, produktifitas,
pemberdayaan, infrastruktur, dan kemandirian terhadap perkembangan
UMKM.Serta, diharapkan kelompok UMKM dapat memadu padankan beberapa
faktor yang berpengaruh dalam efisiensi pengembangan UMKM dan
pemasarannya.
2. Bagi pemerintah
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah mampu
meningkatkan UMKM melalui aturan dan kebijakan yang telah dibuat dan
memiliki sejumlah data yang akurat tentang perkembangan UMKM diberbagai
Dinas Peternakan dan lembaga-lembaga yang turut serta dalam pengembangan
UMKM di Kota Kupang.
3. Bagi pihak lain
14
Semoga dapat menjadi manfaat sebagai dasar dan sumber informasi
untuk penelitian lain, serta dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang program kerja klaster ketahanan pangan dan perkembangan UMKM
Kota Kupang.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Proses
Pembangunan di Nusa Tenggara Timur
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat didefenisikan menurut
tiga sudut pandang yang saling berbeda namum mempunyai pengertian yang
sama (BPS, 2004) :
Menurut pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
merupakan jumlah nilai produksi netto dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokan menjadi 9
kelompok lapangan usaha yaitu, pertanian, pertambangan dan penggalian,
industri pengolahan, listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan, hotel dan
restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan dan jasa-jasa.
Menurut pendekatan pendapatan, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi dalam
suatu region atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa
dalam faktor produksi yang dimaksud upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kecuali balas jasa
faktor produksi diatas, termasuk didalmnya peningkatan komponen pendapatan
secara sektoral disebut Nilai Tambah Bruto.
Menurut pendekatan pengeluaran, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan jumlah pengeluaran oleh sektor rumah tangga, lembaga
16
swasta yang tidak mencari untung dan pemerintahan sebagai konsumsi,
pengeluaran untuk pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok
dan ekspor netto disuatu daerah atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun). Ekspor netto yang dimaksud adalah jumlah nilai ekspor dikurangi dengan
jumlah nilai impor.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2016 mencapai
12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Total Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar
0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking
9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi
2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan
nilai sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB
perkapita nasional yang sebesar 45 juta perkapita per tahun atau Provinsi DKI
Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.
Berikut merupakan ranking PDRB dan jumlah penduduk 34 Provinsi di Indonesia:
Sumber : BPS Provinsi NTT, 2016.Diolah (dalam triliun rupiah)
Grafik 2.1. Ranking PDRB dan JumlahPenduduk 34 Provinsi di Indonesia
17
Ranking pertama diduduki oleh Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah
penduduk sejumlah 47.448 ribu penduduk dan PDRB sebesar 2,2 triliun rupiah
dan ranking terakhir jumlah penduduk diduduki oleh Provinsi Maluku Utara
sejumlah 29 ribu penduduk dan PDRB sebesar 659 triliun rupiah.
Berikut ranking PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia :
Sumber : BPS Provinsi NTT, 2016.Diolah (dalam triliun rupiah)
Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy),
cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy)
atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26
Provinsi yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8
provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi
nasional. Pada 2016 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Grafik 2.2. Ranking PDRB perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia
18
Nusa Tenggara Timur ditetapkan sebesar Rp 25,99 triliun, dan dana tersebut
dialokasikan untuk pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
terdiri dari satu kota dan 21 kabupaten.
Berikut grafik mengenai Struktur Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan
sektoral:
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2016. diolah
Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi pemerintah,
perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan
rincian sub sektor pertanian, tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa
terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan konstruksi.
Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional
dengan besar pangsa terhadap PDB Indonesia mencapai 3,76% yang terutama
disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan
sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional
antara lain sektor informasi dan komunikasi (bobot 7,48%), jasa pendidikan
Grafik 2.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral
19
(bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (bobot 12,23%). Hal ini
menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat
dipengaruhi oleh tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah.
Berikut tabel Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Timur
berdasarkan sektor Ekonomi :
Tabel 2.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016
Kategori Uraian YOY Thn
(yoy)
2015 2016 Bobot
2015 2016 TW IV TW III TW IV
A
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
22,765,546
24,315,826
2.23 5,627,528
6,417,780
6,094,647
27.58
B Pertambangan dan Penggalian
1,073,475
1,166,764
5.66 292,383
301,698
309,436
1.40
C Industri Pengolahan
940,862
1,034,289
4.98 259,276
265,244
279,169
1.26
D Pengadaan Listrik dan Gas
43,569
59,409
14.61 13,747
15,331
15,975
0.07
E
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
47,150
48,990
0.38 12,305
12,691
12,841
0.06
F Konstruksi 7,908,227
9,095,349
8.46 2,243,992
2,389,245
2,464,950
11.16
G
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8,272,331
9,321,848
6.77 2,217,468
2,456,270
2,487,909
11.26
H
Transportasi dan Pergudangan
3,986,583
4,528,290
6.73 1,089,803
1,186,069
1,210,726
5.48
I
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
487,091
586,079
14.46 137,030
154,603
159,845
0.72
J Informasi dan Komunikasi
5,477,449
5,878,513
6.76 1,462,281
1,511,013
1,569,272
7.10
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
2,995,475
3,362,944
8.47 799,178
838,662
898,971
4.07
L Real Estate
2,054,341
2,209,476
3.41 550,863
567,351
577,531
2.61
20
Kategori Uraian YOY Thn
(yoy)
2015 2016 Bobot
2015 2016 TW IV TW III TW IV
O
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
9,374,991
10,664,989
5.63 2,628,642
2,731,064
2,827,864
12.80
P Jasa Pendidikan
7,303,246
8,103,265
4.18 2,041,237
2,067,982
2,181,982
9.87
Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1,585,475
1,767,997
6.19 432,868
443,925
473,595
2.14
R,S,T,U Jasa lainnya
1,639,515
1,771,425
3.55 428,566
449,919
462,317
2.09
PDRB 76,190,854
84,172,637
5.18 20,299,511
21,875,236
22,096,563
100.00
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2016. diolah
Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga didukung pertumbuhan
positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama.
Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung
oleh adanya panen komoditas pertanian seperti padi serta komoditas
perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat
adanya pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor
pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129 ekor di periode yang sama tahun 2016.
Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang
mencapai 8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah
seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan, pasar dan sarana irigasi di
akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan.
Peningkatan juga didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang
21
tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat memasuki momen
perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan
kegiatanusaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan
pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses
pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional
(Iman dan Adi,2009).
Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang di lakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yang
memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha
mikro sebagaimana diatur dalam, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kriteria usaha
mikro adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
22
Kementerian Koperasi dan UKM mengelompokkan usaha mikro kecil
dan menengah menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan total aset,
totalpenjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagaiberikut:
a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan
bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat
dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak
Rp. 100 juta.
b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria
antara lain:
1. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,-
(dua ratus juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar.
3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau skala besar.
4. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang
tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk
koperasi.
Dalam pengembangan UMKM terdapat kriteria Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Menurut World Bank dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Small Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang,
pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, jumlah aset tidak melebihi $ 3
juta.
23
2. Micro Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 10 orang,
pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, jumlah aset tidak melebihi $
100 ribu.
Saat ini sektor peternakan merupakan salah satu usaha penopang
penyediaan pangan. Ternak dan hasil produksinya mempunyai nilai yang
strategis karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan
asam amino yang seimbang, sehingga sangat penting bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan
kecerdasan masyarakat Indonesia adalah dengan meningkatkan konsumsi
protein hewani. Komoditas-komoditas ternak seperti daging, telur dan susu
telah memberikan andil yang besar untuk meningkatkan kualitas konsumsi
pangan bagi perbaikan gizi manusia. Seiring dengan peningkatan taraf hidup
penduduk NTT maka permintaan akan produk-produk ternak juga mengalami
peningkatan yang cukup besar. Perubahan konsumsi masyarakat dari yang
semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat menjadi lebih banyak protein
membuat kebutuhan komoditi peternakan meningkat. Dengan demikian,
peran subsektor peternakan menjadi sangat strategis bagi pembangunan
manusia di NTT.
Subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor
pertanian yang memiliki nilai strategis. Selain berkontribusi dalam memenuhi
kebutuhan pangan, subsektor peternakan juga berkontribusi dalam
penciptaan lapangan kerja di NTT. Subsektor peternakan juga berperan
dalam menciptakan nilai tambah di sektor pertanian di NTT. Hal ini terlihat
dari kontribusi subsektor peternakan pada PDRB Pertanian sekitar 30,23
persen pada tahun 2016 serta kontribusi subsektor peternakan pada PDRB
NTT sekitar 9,01 persen pada tahun 2016.(BPS,2016).
24
Tujuan dan Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga
sangat mempengaruhi pembangunan di daerah nusa tenggara timur. Tujuan
usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi,
karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih
kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi
dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu
terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat mengurangi impor dan
memiliki kandungan lokal yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan usaha
mikro dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahan
struktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil
dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih
tinggi pada usaha mikro dari pada yang terjadi di perusahaan besar (Sutrisno
dan Sri,2006). Peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam
perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementerian Koperasi
dan UMKM, 2005 dalam Neddy, 2006 ):
1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor penyedia lapangan kerja yang terbesar
2. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat
3. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi
4. Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
25
Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui
berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa
peranstrategis UMKM menurut Bank Indonesia antara lain; jumlahnya yang besar
dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi; menyerap banyak tenaga kerja
dansetiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang
dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau.
Selain tujuan dan peran UMKM dalam pembangunan suatu daerah juga
terdapat karakteristik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Penelitian
yang dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di
Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d dalam Afifah 2012):
1. Hampir setengah perusahaan mikro kecil dan menengah hanya menggunakan
kapasitas terpasang 60% atau kurang. Hal ini disebabkan karena kesalahan
dalam perencanaan dan ketidak mampuan memperbesar pasar, dan lebih dari
Setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha kecil kecilan.
2. Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha.
Pada masa pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu,
permodalan dan kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahap
selanjutnya sektor usaha UMKM menghadapi kendala permodalan dan
pengadaan bahan baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan
teknis dan administrasi.
3. Tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan,
pemasaran dan pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.
4. Hampir 60% masih menggunakan teknologi tradisional.
26
5. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap
konsumen.
6. Sebagian besar pengusaha UMKM dalam memperoleh bantuan perbankan
merasa rumit dan dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi.
Sebagaimana diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam
mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang
bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara
lain: aksesbilitas, manajemen, permodalan, teknologi, bahan baku, informasi dan
pemasaran, infrastruktur, birokrasi dan pungutan, kemitraan. Dari beragamnya
permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi
salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan
modal kerja maupun investasi (Sri, n.d dalam Afifah 2012).
Menurut Dwiwinarno (2008) dalam Haryad, (2010), ada beberapa factor
penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara
lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun
permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering
kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara
mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk
mendapatkan dana.
Kebanyakan UMKM dalam menjalankan usaha tanpa adanya
perencanaan, pengendalian maupun juga evalusi kegiatan usaha. Menurut
Andang, (2007) dalam Afifah (2012), permasalahan UMKM dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM
(basicproblems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan
27
hukumyang umumnya non formal, sumber daya manusia (SDM), pengembangan
produk dan akses pemasaran;
2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan
dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman
terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan
hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan
yang berlaku di negara tujuan ekspor;
3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari
instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi
persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam
hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan.
Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai
problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan
penanganannya pun seharusnya berbeda pula. Menurut I Gusti (2011) dalam
Afifah (2012) tantangan yang dihadapi UMKM dan Koperasi,antara lain :
1. Teknologi
Penelusuran studi mengatakan bahwa komoditi yang dihasilkan
pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi masih mempergunakan
teknologi relatif rendah. Sementara negara maju lainnya pengembangannya
berorientasi kepada teknologi maju. Berangkat dari situasi tersebut daya saing
produknya didaerah relatif kalah bersaing dibanding produk-produk dari negara-
negara yang sudah berorientasi pada teknologi maju. Kendala penggunaan
teknologi terbesar adalah biayanya yang cukup besar (mahal). Sering terjadi
peluang pasar meningkat tetapi tak mampu memanfaatkannya karena tidak
tersedianya teknologi yang memungkinkan peningkatan produktivitas.
28
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Selama ini sebagian besar tenaga kerja yang bergerak dalam usaha
mikro, kecil dan menengah & koperasi bukan merupakan tenaga kerja yang
profesional, yang mampu mengelola usaha dengan baik. Peningkatan kualitas
sumber daya manusia menjadi fokus utama dalam program kerja dari Bank
Indonesia ini. Dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia ini
dapat meningkatkan pula produktivitas peternakan sapi. Stockley (2003)
mendefinisikan pengertian human capital adalah “The term of human capital is
recognition that people in organization and bisiness are an important an essential
asset who contribute to development and growth, in a similar way as physical
asset such as machines and money. The collective attitude, skill and abilities of
people contribute to organization performance and productivity. Any expenditure
in training, development, health and support is an investement not just an
expense”. Artinya bahwa human capital merupakan konsep menjelaskan bahwa
manusia dalam organisasi dan bisnis merupakan aset yang penting dan
beresensi, yang memiliki sumbangan terhadap pengembangan dan
pertumbuhan, sama seperti halnya aset fisik misal mesin dan modal kerja. Sikap
dan ketrampilan dan kemampuan manusia memiliki kontribusi terhadap kinerja
dan produktivitas organisasi. Pengeluaran untuk pelatihan, pengembangan,
kesehatan dan dukungan merupakan investasi dan bukan hanya biaya tapi
merupakan investasi.
3. Manajemen
Manajemen Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi
merupakan salah satu faktor daya saing yang sangat penting. Banyak
perusahaan yang punya teknologi, sumber daya manusia dengan skill yang
29
memadai dan modal yang cukup, namun kinerja masih belum memenuhi
harapan.
4. Permodalan
Perkembangan permodalan para pengusaha mikro, kecil dan menengah
hingga kini masih relatif lambat, dan karenanya masih sering memerlukan
bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha besar. Modal adalah
bagian yang tak terpisahkan dalam usaha pengembangan suatu bisnis, karena
itu akses modal baik yang berwujud kredit, barang produksi merupakan sarana
yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing pengusaha mikro, kecil
dan menengah dan koperasi. Kalangan perbankan masih sering menilai para
pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi belum Bankable.
5. Organisasi dan Kelembagaan
Masih banyak terjadi bahwa perusahaan-perusahaan yang termasuk
UMKM & Koperasi belum menunjukkan kejelasan prinsip-prinsip organisasi
seperti kejelasan tujuan, kejelasan misi, kejelasan aktivitas, kejelasan rentang
kendali. Adalah kenyataan pada umumnya para Pengusaha Mikro, Kecil dan
Menengah & Koperasi sering menggunakan tipe organisasi yang sangat
sederhana yang akibatnya berpengaruh terhadap perkembangan dan
peningkatan daya saing.
Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang dapat
diidentifikasikan sebagai berikut (Joko dan Sri, 2006):
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti
kaidah administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut
mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro.
30
2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat
ketat
3. Modal terbatas
4. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan
biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi.
6. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang
rendah karena keterbatasan sistem administrasi.
Menurut Tambunan (2002), beberapa permasalahan yang sering dihadapi
UMKM, khususnya industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:
1. Kesulitan pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang
kritis bagi perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan
masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar
domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di
pasar ekspor.
2. Keterbatasan finansial
UMKM, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama
dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses
ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat
diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada
umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri
atausumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini
sering tidak cukup untuk kegiatan produksi.
31
3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM)
Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius
bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-
aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan
produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi,
dataprocessing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar.
4. Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering
menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau
kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia.
Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta
harga bahan baku yang tinggi.
5. Keterbatasan teknologi
Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga
(mikro), disebabkan oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal
investasi untuk membeli mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan
proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan
teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru, dan keterbatasan
SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan
inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi. Dalam hasil survei
BPS terhadap IK dan IRT menunjukkan bahwa masalah yang paling
sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam
pemasaran. Sedangkan keterbatasan SDM dan teknologi modern
ternyata bukan merupakan masalah yang serius bagi banyak pengusaha
di IK dan IRT (Tambunan, 2002).
32
Wilayah NTT berpotensi untuk usaha perkembangbiakan sapi potong.
NTT memiliki banyak padang rumput dan sangat baik bagi pengembangbiakan
ternak sapi potong. Namun, rendahnya curah hujan di NTT menyebabkan suplai
pakan rumput hijau sangat terbatas pada musim kemarau. Hal ini perlu menjadi
perhatian tersendiri bagi pemerintah tentang bagaimana mengatasi kendala-
kendala dalam usaha perkembangbiakan sapi potong di NTT yang merupakan
salah satu potensi unggulan daerah.
Melihat perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang
semakin pesat dan melihat beberapa permasalahan yang dihadapi UMKM, maka
Bank Indonesia ingin mengembangkan potensi yang dimiliki oleh UMKM dengan
menetapkan program klaster yang merupakan salah satu program kerja dari
Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur.
2.2 Ketersediaan Modal dan Eksistensi UMKM di Nusa Tenggara Timur
Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir
semuapengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran
sejumlah uang sebagai modal awal. Pegeluaran tersebut untuk membeli bahan
baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional
lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat
menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat
sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini
sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan nilai tambah
suatu Produk.
Tambunan(2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi
yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun
besar. Sedangkan Neti (2009) dalam Afifah 2012 menyebutkan bahwa dalam
33
memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping
faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia
modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat
berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi
faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang
yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya
adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya.
Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga
merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam
pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi
yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha (Achmad, 2009).
Dengan tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga
akan mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha.
Modal yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau
merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan
berbagai sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang
ditanamkan guna menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola
secara optimal maka akan meningkatkan volume penjualan (Riyanto, 1985 dalam
Achmad,2009). Terdapat pula adanya penggunaan istilah modal untuk mengacu
kepada arti yang lebih khusus, misalnya modal sosial dan modal manusia. Istilah
yang pertama mengacu kepada jenis modal yang tersedia bagi kepentingan
umum, seperti rumah sakit, gedung sekolah, jalan raya dan sebagainya,
sedangkan istilah yang kedua mengacu kepada faktor manusia. Produktif yang
mencakup faktor kecakapan dan keterampilan manusia. Menyelenggarakan
pendidikan misalnya, disebut sebagai suatu investasi dalam modal manusia. Jika
dilihat dari defenisi diatas dapat dikatakan bahwa biaya modal adalah
pengeluaran awal untuk melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari modal
34
finansial dan modal sosial yang menjadi bagian yang penting untuk
keberlangsungan usaha. Ada suatu ciri pokok barang-barang modal yaitu bahwa
mereka digunakan untuk memproduksi barang-barang lain. Menurut Prof. Dr.
H.M.H.A. van derValk (Winardi, 1995), modal dalam arti luas adalah bagian dari
pada arus benda benda dan jasa-jasa yang langsung, yang ditujukan guna
penyediaan benda-benda material dan immaterial yang berkemampuan untuk
memberikan prestasi-prestasi ekonomi pada masa yang akan datang. Para
ekonomi telah lama berbicara mengenai modal (Capital) khususnya modal
ekonomi atau finansial (Financial Capital). Modal Finansial adalah sejumlah uang
yang dapat digunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi suatau
perusahaan. Konsep modal seperti inirelatif mudah dipahami oleh orang awan
sekalipun, karena membelanjakan atau menginvestasikan uang merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari manusia dan melibatkan pemikiran serta
indikator-indikator yang jelas. Modal finansial juga mudah diukur. Rupiah atau
dollar dapat dihitung secara kuantitatif dan absolute karena jumlah uang yang
dibelanjakan dapat diidentifikasikan sesuai jumlah barang yang dibelinya. Namun
modal tidak hanya dilihat dari sudut tersebut masih banyak jenis modal yang lain
seperti modal sosial, modal intelektual dan modalcultural. Modal sosial juga
termasuk konsep yang tidak gampang untuk diidentifikasi dan apalagi diukur
secara kuantitatif dan absolute. Sehingga modal sosial dapat juga diartikan
sebagai kemampuan masyarakat atau dalam hal ini UMKM untuk berasosiasi
berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan
penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosialainnya dan meningkatkan
modal. Modal sosial mirip bentuk modal-modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat
produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai bentuk produk relasi manusia
satu sama lain. Khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial
menunjuk pada Aksesibilitas (jaringan), kepercayaan, dan norma yang
35
berpotensi pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial
berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan
bertambah dengan sendirinya (Putnam,1993). Karenanya modal sosial tidak
akan habis jika dipergunakan, melainkan akan semakin meningkat. Rusaknya
modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia
tidak digunakan. Berbeda dengan modal manusia modal sosial juga menunjuk
pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain (Coleman 1988).
Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar manusia
tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi
yang besar dan terukur (Fukuyama, 1995). Merujuk pada Ridell (1997) dalam
Suharto (2007) ada tiga parameter modal sosial yaitu kepercayaan (trust), Norma
(norms ),dan aksesibilitas (jaringan).
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud aksebilitas kerjasama
antara manusia (Putnam 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki aksesbilitas
yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain atau suatu
lembaga. Mereka kemudian membangun aksesibilitas atau counter relasi yang
kental dan bersifat formal dan informal (onyx). Putnam (1995) beragumen bahwa
aksesbilitas yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya
sertamanfaat-manfaat dari pasrtisipasinya itu. Bersandar pada parameter
diatas,beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara
lain (Spellerber., 1997. 2005b)
1. Perasaan identitas
2. Persaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi
3. Sistem kepercayaan dan Ideologi
4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan
36
5. Ketakutan-ketakutan
6. Sikap terhadap anggota lain dalam mayarakat
7. Persepsi mengenai akses terhadap pelayananan, sumber dan fasilitas
(misanya pekerjaan, pendapatan pendidikan, perumahan, kesehatan
tranportasi, jaminan social )
8. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu
9. Keyakinan dalam lembaga-lenbaga masyarakat dan orang-orang pada
umumnya
10. Tingkat kepercayaan
11. Kepuasan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya
12. Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan.
Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom up),
tidak hierarkis dan bersandar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh
karena itu modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan
pemerintah. Namun demikian modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan
oleh Negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995). Jika dilihat dari teori diatas.
dapat disimpulkan bahwasaanya aksesbilitas adalah kemampuan memperkuat
perasaan kerjasama dan kepercayaan untuk mencapai suatu tujuan bersama
serta kemudahan yang diperoleh para anggotanya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang menguntungkan kedua belah pihak. Sebagaimana dijelaskan
Fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku jujur, teratur,dan kerjasama
berdasarkan morma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial
merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox ( 1995) kemudian
mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif. Hubungan-hubungan yang
37
bersifat kerjasama. Menurutnya “we expect others to manifest good will, we trust
our fellow human beings. We tend to work cooperatively, to collaborate withother
in collegiat relationship (Cox 1995:5). Kepercayaan sosial pada dasarnya
merupakan produk dari modal sosial yang baik. Modal sosial melahirkan
kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan
menimbukan perilaku anti sosial (Cox, 1995). Dilihat dari beberapa teori
kepercayaan dari beberapa ekonomi diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwasaanya kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku, jujur, teratur, dan kerjasama
berdasarkan norma-norma yang berlaku dan tingkat kepercayaan yang tinggi
dapat memudahkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan.
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai harapan
dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar
seperti halnya kode etik professional. Norma-norma dibangun dan berkembang
berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan di terapkan untuk mendukung
iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama 1995). Norma-norma dapat
merupakan pra kondisi maupun produk dari kepercayaan social. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan norma dan etika dalam hal ini adalah nilai-nilai, harapan dan
tujuan yang telah ditetapkan yang bersumber pada kode etik professionalisme
yang akan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama masa lalu.
38
2.3. Program Klaster Bank Indonesia dan Upaya Pemberdayaan UMKM
Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia No.23 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2014, tugas
utama Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah.
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah,
pengembangan UMKM, dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonomi di
daerah NTT, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pengembangan Usaha
Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM) melalui pendekatan klaster. Pendekatan
klaster dipandang strategis karena proses pengembangannya dilakukan dari hulu
sampai hilir.Selain itu pilihan pendekatan ini akan memperkuat keterkaitan yang
saling menguntungkan bagi stakeholders untuk meningkatkan skala usaha dan
aktifitas ekonomi.
Dalam bahasa sederhana klaster (cluster) berarti kelompok, namun tidak
semua kelompok industri dapat disebut sebagai klaster. Ketels (2003),
mendefinisikan klaster sebagai perusahaan - perusahaan yang sejenis/sama
atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu
dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam penyedian produk
maupun jasa yang sama/berhubungan. Ciri utama klaster menurut Schmitz and
Nadvi dalam Hartarto (2004) adalah sectoral and spatial concentration of firms,
atau konsentrasi usaha sejenis pada lokasi tertentu. Menurut Rosenfeld (1997),
keberhasilan suatu klaster ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (1) spesialisasi,
(2) kapasitas penelitian dan pengembangan, (3) pengetahuan danketerampilan,
(4) pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan
modalsosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7) ketersediaan modal, (8) jiwa
kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan dan visi bersama. Mengutip dari
39
penelitian yang dilakukan oleh Michael Porter, terdapat faktor-faktor yang
memicu inovasi dan perkembangan klaster yang kemudian dikenal dengan
”Diamond Porter”, yaitu : (i) Faktor kondisi yang terdiri dari tenaga kerja yang
terspesialisasi, infrastruktur, bahan baku, dan modal; (ii) Permintaan yang
meliputi karakteristik, segmen, ukuran, dan jumlah permintaan; (iii) Industri
pendukung dan terkait yang meliputi industri pemasok dan komplementer; serta
(iv) Struktur, strategi, dan persaingan perusahaan. Selain itu, Porter juga
menambahkan pemerintah yang juga berperanpenting dalam pengambangan
klaster.
UMKM memiliki peran strategis di Indonesia baik dari sisi jumlah unit
usaha, sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga
kerja, ekspor dan investasi. Pada tahun 2016, jumlah unit usaha UMKM
mencapai 99,99% unit usaha di Indonesia yang menyerap 96,99% angkatan
kerja, menghasilkan nilai tambah sebesar 57,56% Produk Domestik Bruto (PDB)
serta 15,68% ekspor non migas. Mempertimbangkan peran strategis UMKM ini,
upaya pengembangan UMKM berpotensi semakin meningkatkan kontribusinya
dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Mempertimbangkan peran penting UMKM dalam perekonomian
Indonesia, Bank Indonesia (BI) melaksanakan pengembangan UMKM untuk
mendukung pencapaian tugas BI dalam mewujudkan stabilitas moneter melalui
pengendalian inflasi dari sisi supply, stabilitas sistem keuangan melalui
terlaksananya fungsi intermediasi perbankan yang lebih seimbang serta
kehandalan sistem pembayaran melalui dukungan terhadap penggunaan Rupiah
dan pemanfaatan elektronifikasi pembayaran. Hal tersebut dilaksanakan melalui
peningkatan akses keuangan dan pengembangan UMKM, khususnya dalam
rangka meningkatkan kredit UMKM, yang dilaksanakan dengan strategi sbb.:
40
1. Perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan
2. Peningkatan kapasitas UMKM
3. Minimalisir kesenjangan informasi
4. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan stakeholders.
Perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan dilaksanakan antara
lain melalui fasilitasi Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD), sosialisasi
program pencatatan transaksi keuangan, dsb. Sementara itu, program yang
dilakukan untuk strategi peningkatan kapasitas UMKM yang dilaksanakan BI
antara lain meliputi program pengembangan klaster ketahanan pangan untuk
mendukung pengendalian inflasi melalui pasokan volatile foods. BI juga
melaksanakan program pengembangan wirausaha BI dalam rangka mendukung
ketahanan pangan dan perbaikan struktur neraca perdagangan.
Program pengembangan UMKM yang dilaksanakan BI selaras dengan Peraturan
Dewan Gubernur (PDG) Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA),
dimana kegiatan peningkatan akses keuangan dan pengembangan UMKM
merupakan salah satu strategi kebijakan BI untuk mendukung kebijakan utama
BI di daerah dan mendukung pembangunan ekonomi daerah yang inklusif dan
berkesinambungan. Selain mempertimbangkan faktor internal BI, pengembangan
UMKM BI juga disesuaikan dengan perkembangan lingkungan eksternal seperti
globalisasi, desentralisasi dan arah kebijakan pemerintah. Globalisasi
memberikan kesempatan antara lain berupa potensi pasar yang baru sekaligus
tantangan persaingan dari pihak luar yang memasuki pasar lokal. Hal ini tidak
hanya dihadapi di tingkat negara namun juga daerah. Pemerintah daerah
melakukan berbagai upaya peningkatan daya saing lokal dalam rangka menarik
lebih banyak investasi, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu daya saing
seperti kondisi ekonomi daerah, infrastruktur, iklim usaha, dan sumber daya
41
manusia. Di satu pihak, hal ini menuntut pelaku ekonomi untuk mampu
beradaptasi terhadap perubahan pasar yang dinamis, namun di lain pihak masih
banyak kendala yang menghalangi pelaku bisnis dalam merespon pasar seperti
kendala perolehan ijin usaha, permasalahan lahan serta infrastruktur,
keterbatasan pengusaha kecil dalam menyusun rencana bisnis, manajemen,
akses pasar, serta pengetahuan mengenai pasar dan modal untuk investasi.
Sementara itu, implementasi kebijakan desentralisasi memberikan tanggung
jawab pada pemerintah daerah untuk mengelola aspek-aspek yang menjadi
kewenangannya. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, salah satu urusan pemerintahan yang diserahkan pusat kepada daerah
adalah koperasi, usaha kecil dan menengah.
Program pembangunan di daerah juga menjadi perhatian Pemerintah
antara lain melalui Nawacita ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan.
Wilayah Indonesia yang luas disertai kondisi dan potensi unggulan daerah yang
beragam merupakan potensi bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat
setempat, peningkatan kesempatan berusaha dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Selanjutnya potensi dan profil ekonomi daerah yang kaya, meliputi berbagai
sektor ekonomi, kiranya dapat dikelola dan dikembangkan untuk mendukung
perekonomian daerah. Mengingat keragaman karakteristik, permasalahan dan
potensi UMKM di daerah yang antara lain dipengaruhi oleh unsur lokasi dan
sumber daya lokal, maka upaya peningkatan daya saing UMKM di daerah perlu
berbasis kepada potensi sumber daya lokal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, BI melaksanakan Pe-
ngembangan UMKM Unggulan dengan pendekatan pengembangan ekonomi
lokal (Local Economic Development atau LED) dalam rangka
menumbuhkan/menciptakan pusat-pusat aktivitas ekonomi baru. Program
42
pengembangan UMKM Unggulan fokus pada 5 (lima) tema strategis dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi lokal yaitu (1) daerah perbatasan/tertinggal, (2)
pemberdayaan perempuan, (3) nelayan, (4) industri kreatif, dan (5) komoditi
ekspor/substitusi impor.
Untuk mengoptimalkan dampak, pengembangan UMKM Unggulan
dilakukan melalui sinergi dengan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Program Pengembangan UMKM Unggulan BI ini dilaksanakan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Mengacu pada
pendekatan LED sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam pelaksanaannya
akan bersifat partisipatif dari berbagai kelompok masyarakat sekitar (antara lain
Pemda, swasta, akademisi, asosiasi, pelaku usaha dan masyarakat).
Selanjutnya disusun pedoman pengembangan UMKM Unggulan BI dalam rangka
mendukung pengembangan ekonomi lokal sebagai acuan bagi KPwBI DN dalam
pelaksanaan program kerja peningkatan akses keuangan dan pengembangan
UMKM di daerah.
Program Pengembangan UMKM Unggulan BI dilaksanakan oleh KPwBI
DN untuk menumbuhkan dan menciptakan pusat-pusat aktivitas ekonomi baru
yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat dan menggali potensi ekonomi
daerah tersebut, dalam rangka:
a. Mendukung upaya pencapaian tugas pokok Bank Indonesia (target
jangka menengah dan jangka panjang).
b. Meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga meningkatkan daya beli
masyarakat.
c. Memanfaatkan/mengoptimalkan potensi daerah.
d. Mengatasi permasalahan kesenjangan ekonomi/pengentasan
kemiskinan.
43
Tumbuhnya aktivitas ekonomi baru (sisi penawaran dan permintaan
barang/jasa) diharapkan akan menciptakan kebutuhan terhadap jasa keuangan
untuk ekspansi usaha dan memberikan peluang bagi lembaga keuangan untuk
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal melalui penyediaan jasa keuangan
kepada masyarakat lokal sekaligus meningkatkan tingkat inklusi keuangan
masyarakat.
Pengembangan UMKM Unggulan Bank Indonesia terdiri atas lima tema
strategis. Alternatif lima tema tersebut diberikan agar setiap KPwBI DN dapat
menyesuaikan pelaksanaan pengembangan UMKM unggulan berdasarkan
potensi ekonomi yang ada di daerah. Penentuan tema prioritas yang akan
dilaksanakan oleh KPwBI disesuaikan dengan potensi wilayah dan prioritas
pengembangan ekonomi di wilayahnya, serta dapat pula dikoordinasikan dengan
Departemen Regional yang mewilayahinya.
Adapun lima tema program Pengembangan UMKM Unggulan adalah:
a. Daerah perbatasan/tertinggal
Pembangunan ekonomi di daerah perbatasan bersifat strategis karena
merupakan representasi kedaulatan NKRI. Peningkatan perekonomian
daerah akan mendukung penggunaan uang Rupiah sebagai lambang
kedaulatan RI.
b. Pemberdayaan perempuan
Pemberdayaan perempuan diarahkan untuk meningkatkan partisipasi
kaum wanita dalam kegiatan ekonomi produktif sekaligus meningkatkan
kesejahteraan keluarga, serta mengurangi pengiriman Tenaga Kerja
Wanita (TKW) low skilled ke luar negeri. Tema ini strategis mengingat
peran wanita sebagai penentu kesejahteraan keluarga dan 54% Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) pada tahun 2016 didominasi pekerja wanita.
44
c. Nelayan
Pemilihan tema nelayan mempertimbangkan potensi Indonesia di bidang
kelautan yang besar mengingat Indonesia merupakan salah satu negara
dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 104 juta km, jumlah peluang
pengembangan laut yang masih sangat besar mencapai 12,4 juta ha
lahan, serta jumlah nelayan sebanyak 2,2 juta jiwa.
d. Industri kreatif
Pada tahun 2013, kontribusi sektor ekonomi kreatif berada pada peringkat
ketujuh dari 10 sektor ekonomi dengan persentase mencapai 7% PDB.
Meskipun kontribusi ekonominya saat ini masih kecil, namun mengingat
sektor ini bersumber pada ide dan kreatifitas dari Sumber Daya Manusia
(SDM) sebagai sumber daya terbarukan maka sektor ini memiliki potensi
untuk berkembang lebih besar lagi.
e. Komoditi ekspor/substitusi impor
Penciptaan pusat aktivitas ekonomi baru yang berbasis pada komoditi
ekspor/substitusi impor dilaksanakan untuk membantu menekan defisit
neraca perdagangan dan meningkatkan daya saing dalam menghadapi
perdagangan bebas.
Spesifikasi UMKM yang dijadikan sasaran adalah usaha yang telah
berdiri maupun yang baru berdiri, namun usaha ini memiliki potensi untuk
dikembangkan. Pengembangan dapat ditujukan kepada UMKM secara individual,
kelompok UMKM, ataupun local champion dari kelompok UMKM tersebut.
Pemilihan sasaran UMKM hendaknya telah dimulai sejak tahap awal kegiatan
yaitu dalam kegiatan pemetaan potensi daerah sebagaimana dijelaskan pada
butir berikutnya.
45
1. Strategi
Pengembangan UMKM Unggulan BI dapat dilakukan dengan strategi
pengembangan usaha/komoditas atau pengembangan ekonomi komunitas, atau
gabungan dari kedua strategi ini.
Penjelasan mengenai strategi tersebut adalah sbb.:
a. Pengembangan usaha/komoditas dalam rangka mendorong
tumbuhnya usaha baru, mempertahankan, memperluas dan
mengembangkan usaha yang telah ada maupun mendorong inovasi
dan kewirausahaan.
b. Pengembangan ekonomi komunitas dalam rangka meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia (SDM), meningkatkan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat berpenghasilan
rendah, serta meningkatkan partisipasi segmen masyarakat tertentu
dalam kegiatan ekonomi produktif.
2. Jenis Intervensi
Jenis intervensi yang dilakukan Bank Indonesia diarahkan untuk
mendorong peningkatan akses keuangan dan pengembangan UMKM. Kegiatan
untuk masing-masing jenis intervensi di atas disesuaikan dengan karakteristik
dan kebutuhan UMKM yang menjadi sasaran program.
Pilihan alternative jenis intervensi adalah:
a.Perluasan & pendalaman infrastruktur keuangan melalui
pengembangan infrastruktur keuangan pendukung, peningkatan elijibilitas
keuangan UMKM dan mendorong fungsi intermediasi kepada UMKM
dalam kerangka makroprudensial.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. fasilitasi pemeringkatan kredit untuk UKM,
46
2. mendorong pendirian/pemanfaatan penjaminan kredit daerah,
3. fasilitasi pemanfaatan Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT),
4. Pemanfaatan skema resi gudang,
5. pembiayaan rantai nilai
6. Pelatihan pencatatan transaksi keuangan.
b.Peningkatan kapasitas dalam rangka memperoleh akses kepada jasa
keuangan dan mendorong kelayakan keuangan UMKM.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. pengembangan klaster,
2. pengembangan wirausaha,
3. edukasi,
4. pendampingan,
5. diseminasi informasi yang dapat mendukung pengembangan usaha
(seperti tentang standarisasi).
3. Roadmap dan Jangka Waktu Program Pengembangan UMKM Unggulan pada prinsipnya dilakukan
oleh BI untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dialihkan kepada pihak
lain setelah UMKM melalui tahap phasing out. Untuk tahap awal, program
maksimal dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun. Dalam hal diperlukan,
jangka waktu tersebut dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi.
Dalam jangka waktu tersebut, Roadmap Program Pengembangan UMKM
Unggulan BI mengacu pada empat fase yaitu:
a. Fase inisiasi (Fase 1) merupakan fase awal program yang bertujuan
menyusun formulasi kegiatan (sasaran UMKM, dan jenis intervensi)
47
serta mendapatkan komitmen dari berbagai stakeholders untuk
membangun potensi ekonomi lokal.
b. Fase implementasi (Fase 2), merupakan fase penerapan berbagai
komitmen dari stakeholders.
c. Fase pengembangan/ekspansi (Fase 3), merupakan tahap
pengembangan/perluasan kapasitas UMKM.
d. Fase phasing out (Fase 4). Tahap phasing out dilaksanakan setelah
program siap dialihkan kepada pihak lain seperti Pemda atau
stakeholder lainnya di daerah yang menjadi mitra.
Program pembinaan dan pengembangan selanjutnya dilakukan oleh pihak
tersebut. Namun Bank Indonesia tetap melakukan monitoring dan menjalankan
peran sebagai advisor.
Adapun indikator UMKM yang memasuki tahap phasing out adalah:
1. Telah terbangun kelembagaan formal, dan
2. Telah terbangun akses pasar yang sustain, atau
3. Telah terbangun akses bahan baku yang sustain, atau
4. Telah terbangun akses keuangan yang sustain, atau
5. Telah terdapat mitra yang siap menerima pengalihan peran BI
sebagai fasilitator. (dapat berupa Pemda, Dekranasda, atau industri).
A. Fase 1 Inisiasi
a. Identifikasi potensi
b. Identifikasi program
c. Koordinasi dengan stakeholders
d. Asesmen, perumusan fokus program dan strategi
e. Pembagianperandan mendapatkan komitmen stakeholders
f. Menetapkan program dan ketentuan pendukung
48
B. Fase Implementasi
a. Pembentukan kelembagaan
b. Pendampingan dan pembinaan
c. Peningkatan kinerja usaha
d. Monev tahapan pelaksanaan
e. Asesmen perluasan aktivitas
C. Fase Pengembangan/Ekspansi
a. Pelaksanaan Pengembangan/Perluasan aktivitas
a. Koordinasi kerjasama dan fasilitasi dalam rangka akses pasar dan
akses pembiayaan
D. Fase Phasing Out
a. Monitoring dan evaluasi pengembangan/perluasan aktivitas
b. Pengukuran hasil pengembangan
c. Pengukuran hasil perluasan
d. Phasing out ke Pemda
e. Dapat diperpanjang sesuai hasil asesmen
4. Peran dan Model Kerjasama BI dengan Stakeholders Daerah
Sejalan dengan perubahan fase dalam roadmap, peran dan model
kerjasama BI dengan stakeholders turut mengalami perubahan. Dinamika peran
BI di daerah dalam pengembangan UMKM Unggulan sejak tahap insiasi hingga
phasing out adalah sebagai berikut:
a. Pada fase insiasi, Bank Indonesia berperan sebagai inisiator program
untuk menggerakkan dan meyakinkan, serta memimpin SKPD dan
stakeholders terkait (sektor swasta, perusahaan nirlaba, asosiasi UMKM,
perguruan tinggi) untuk membangun potensi ekonomi lokal.
49
b. Pada fase implementasi awal, peran BI sebagai fasilitator agar intervensi
dilakukan oleh pihak yang berwenang.
c. Pada fase pengembangan/ekspansi, BI berperan sebagai fasilitator
kerjasama Business to Business antara pelaku usaha/industri dengan
UMKM, untuk mendorong terwujudnya tahapan komersialisasi dan
kemandirian UMKM menuju tahap phasing out. BI juga menjalin
kemitraan dengan stakeholders terkait dalam rangka kerjasama
pengelolaan program.
d. Setelah kinerja program telah mencapai fase phasing out, BI menjalankan
peran advisory. Dalam peranan ini, BI secara berkala melakukan
monitoring dan memberikan masukan yang relevan tentang UMKM
unggulan yang berhasil dikembangkan kepada stakeholders terkait. Jika
diperlukan, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang telah
dilakukan, BI tetap dapat memberikan dukungan secara insidentil untuk
menjaga kesinambungan program.
Dalam kerjasama antara berbagai pihak yang terkait diperlukan
tumbuhnya semangat good corporate government untuk meningkatkan
profesioaniltas para pihak yang terkait. Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI,2000) mendefinisikan konsep corporate governance sama
dengan Cadbury commite, yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan
antara stockholder, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Prinsip good governance
menurut Komite Nasional Kebijakan Governance(KNKG, 2006:507) meliputi
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan
kesetaraan.
50
2.4 Studi Terdahulu
Untuk menganalisis lebih dalam mengenai hal yang akan diteliti oleh
peneliti, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan UMKM pada
klaster sapi Noetnana Kota Kupang, maka diperlukan adanya penelitian
terdahulu berkaitan dengan penelitian yang diambil. Secara detail mengenai
rekapitulasi studi terdahulu berdasarkan berbagai parameter dapat diamati dari
tabel di bawah ini:
Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu
No Nama, Tahun, Judul Metode,
Variabel
Kesimpulan
1
Chamidun, Ali (2015)
dalam “Analisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi minat
UMKM mengajukan
pembiayaan pada
lembaga keuangan
syari’ah (Studi kasus di
BMT Barokah
Magelang)”
Kuantitatif,
faktor
pelayanan,
reputasi,
prosedur minat
nasabah
variabel-variabel tersebut
memberikan kontribusi
terhadap meningkatnya
minat UKM mengajukan
biaya pada lembaga
sebesar 95,4%. Faktor
yang paling berpengaruh
adalah factor prosedur,
kemudiaan diikuti oleh
faktor reputasi dan
pelayanan.
2
Siswanto Imam Santosa,
Agus Setiadi, Ratih
Wulandari (2013) dalam
“Potential analysis of
dairy cattle development
through agribusiness
paradigm in musuk sub
districk Boyolali
Regancy”
Kualitatif,
Jumlah
produksi susu,
produktifitas
ternak,
pendapatan
peternak
menunjukan bahwa dari
hasil produksi susu
memberikan dampak
positif terhadap
pendapatan peternak yang
dapat melampaui UMR
Boyolali.
51
No Nama, Tahun, Judul Metode,
Variabel
Kesimpulan
3
Suek, Ferdinand S.
dalam “Analisis
pemasaran ternak sapi
potong di kabupaten
kupang dengan
pendektan struktur,
perilaku, dan tampilan
pasar”
Kuantitatif,
Pemasaran
ternak,
elastisitas
transmisi
harga,
perbedaan
harga
penjualan
ternak
Pemasaran ternak sapi
potong belum efisien dapat
dinilai dari nilai elastisitas
transmisi harga yang
masih rendah dibawah 1
persen menyebabkan
struktur pasar ternak sapi
potong tidak ideal.
Sehingga terjadi
perbedaan harga
penjualan ternak sapi
potong dari peternak
melalui pedagang
perantara dan pedagang
antar pulau.
4
Bawinto, D.R. Alvianti,
F.H. Elly, Mokoagouw, &
Manese M.A.V., (2016)
dalam “Analisis Break
Even Point Ternak Sapi
Potong Kelompok Tani
“Sumber Hidup Sejati” Di
Kecamatan Bintauna
Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara”
Analisis Break
Even Point
(BEP), Ternak
sapi potong,
kelompok tani,
Break Even
Point, Biaya
produksi
usaha, Break
Even Point
Penerimaan,
dan Break
Even Point
Produksi
menunjukan biaya
produksi dari kelompok
tani usaha sapi potong
yaitu Rp. 92.724.000,-
dengan memelihara 14
ekor sapi, dan nilai BEP
penerimaannya sebesar
Rp. 34.888.889,-
sedangkan BEP
produksinya sebesar 4,74.
52
No Nama, Tahun, Judul Metode,
Variabel
Kesimpulan
5
Wahyuni R, Sri (2013) dalam “Strategi
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Dinas
Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan
Perdagangan Kabupaten Sidrap (Studi Kasus :
Pemberdayaan Koperasi Pertanian)
Kualitatif, Peran UKM,
pembangunan nasional
Berdasarkan hasil penelitian strategi dari
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan
perdagangan secara sederhana, strategi dalam
pemberdayaan sudah cukup bagus, namun
pengimplementasian dari strategi tersebut harus dibenahi karena belum terjadi koordinasi yang
baik. Indikator yang mempengaruhi optimal
tidaknya strategi tersebut adalah fase inisial : dimana
dinas koperasi berperan penuh dalam
memberdayakan koperasi pertanian,fase
partisipatoris : dimana anggota sudah
mampu melibatkan diri dalam setiap program-profram yang ada, fase emansipatoris : dimana koperasi sudah menemukan kekuatan dirinya.
6
Gofur, Abdul (2013) dalam “Analisis potensi permintaan, penawaran susu segar, dan kelayakan investasi untuk klaster peternakan sapi perah sebagai strategi pengembangan kawasan sapi perah di Kabupaten jember”
Kuantitatif, Keuntungan, pengeluaran, penerimaan, strata usaha, harga produk, modal, pengeluaran, peternak selama satu tahun
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kabupaten Jember sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sentra peternakan sapi perah, dikarenakan permintaan konsumsi susu segar tumbuh lebih cepat dari kapasitas produksinya. Dari tujuh kawasan potensial peternakan sapi perah ada dua kawasan yang dapat menjadi prioritas jangka pendek, yaitu kawasan Sumberbaru dan kawasan Ambulu sebagai tahap awal klusterisasi. Namun dalam pengembangan kawasan tersebut dibutuhkan investasi (penambahan modal) bagi peternak.
Sumber : Berbagai Jurnal, 2017
53
2.5 Kerangka Pikir
Dalam pengembangan UMKM di Indonesia, setiap UMKM memiliki
aturan sendiri dalam melakukan kegiatan pengembangan usaha dalam mencapai
tahap kemandirian usaha kelompok sapi, bahkan beberapa kelompok klaster
memiliki kegiatan dan cara tersendiri dalam pengembangan usaha kelompoknya
untuk mencapai tahap kemandirian. Klaster sapi Noetnana merupakan salah satu
binaan kantor perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur yang cukup baik
dan strategis lokasinya untuk diteliti. Mengingat pentingnya setiap kelompok
usaha untuk melakukan strategi terhadap perkembangan usaha UMKMnya, oleh
karena itu kerangka pikir dibawah adalah dasar peneliti dalam melakukan
penulisan ini.
54
Gambar 2.4: Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka pikir yang dibuat, maka dalam program kerja klaster
ketahanan pangan Bank Indonesia terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan oleh
PR
OG
RA
M K
LA
ST
ER
KE
TA
HA
NA
N P
AN
GA
N
(BI)
PE
MB
IAY
AA
N
PE
ND
AM
PIN
GA
N
BIM
BIN
GA
N
DA
N
KO
NS
UL
TA
SI
SO
SIA
L
DA
N
MO
TIV
AS
I
TE
KN
OL
OG
I
INF
RA
ST
RU
KT
UR
O
UT
PU
T
BA
NK
AB
LE
P
EN
DA
PA
TA
N
KE
MA
ND
IRIA
N U
MK
M
Sum
ber:
Ilu
str
asi P
ene
liti, 2
017.
55
Bank Indonesia kepada anggota pengusaha klaster sapi Noetnana untuk mencapai tahap
kemandirian. Salah satu pendekatan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap kelompok
pengusaha sapi adalah pendampingan yang dilakukan oleh Bank Indonesia guna
mencapai tujuan program kerja tersebut bagi pengusaha kelompok sapi Noetnana yaitu
dengan tercapainya tahapan kemandirian. Dalam proses pendampingan ini terdapat
beberapa aspek yang dapat dilihat sebagai tolak ukur dalam memperoleh hasil mengenai
keberhasilan dari program kerja yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dan pengusaha
klaster sapi Noetnana.
Tujuan akhir yang diharapkan adalah mampu diwujudkannya
kemandirian UMKM. Kemandirian UMKM dapat tercapai ketika UMKM telah
menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan dan, keindependensian
UMKM tersebut dalam menjalankan usahanya. Kemandirian UMKM sangat
penting, dikarenakan UMKM semestinya terus berkembang dan tumbuh dengan
prakarsa sendiri. Untuk mencapai kemandirian UMKM ada 3 tahapan yang dilalui
yang pertama tahap pengembangan teknis, yaitu peningkatan kapasitas produksi
UKM melalui penyuluhan, bantuan, sarana produksi, dan teknik produksi untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Yang kedua yakni pengembangan
kemampuan, tahap ini menekankan pada peningkatan kapasitas dan
kemampuan pelaku UKM melalui pelatihan manajemen dan kewirausahaan.
Tahap terakhir adalah tahap kemandirian, UMKM mulai meningkatkan daya
saing produk UMKM agar dapat diterima pasar seperti pengenalan merek ke
pasar (branding).
Terdapat empat aspek yang mendukung progam kerja tersebut dalam mencapai
tahap kemandirian. Adapun aspek – aspek tersebut meliputi yang pertama ialah aspek
infrastruktur. Aspek infrastruktur ini meliputi perbaikanserta perawatan yang ada dalam
kelompok usaha ternak sapi sebelum bergabung dengan Bank Indonesia maupun
setelah bergabung.Perbaikan dan perawatan tersebut mencakup perbaikan terhadap
56
kandang sapi, perbaikan gudang tempat penyimpanan bahan makanan ternak,
perawatan timbangan elektronik berat badan untuk sapi, perawatan rumah pertemuan
anggota kelompok usaha, dan perawatan akses jalan menuju tempat klaster sapi
Noetnana. Aspek yang kedua yaitu aspek Output. Aspek ini didapatkan dari pengusaha
klaster sapi sesudah kerja sama dengan Bank Indonesia, dengan kerjasama ini,
diharapkan bisa dilihat hasil nyata dari program yang diberikan Bank Indonesia dapat
memberikan peningkatan kepada pengusaha dalam ouput ternak sapi. Aspek selanjutnya
ialah aspek Bankable, aspek ini adalah aspek dimana setelah para pengusaha klaster
sapi bekerja sama dengan Bank Indonesia, dapat memperoleh akses keuangan antar
pengusaha klaster sapi kepada perbankan sudah dapat diaskes dengan mudah atau
sebaliknya pengusaha masih susah untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan. Aspek
yang terakhir ialah Pendapatan, aspek pendapatan yang dimaksud ialah setelah para
pengusaha masuk dalam bimbingan Bank Indonesia apakah pendapatan perbulan setiap
pelaku usaha sudah dapat mensejahterahkan anggota keluarga dan dapat membiayai
kebutuhan sehari-hari para anggota klaster sapi Noetnana atau sebaliknya
pendapatannya masih sangat rendah dan atau kurang. Tujuan dari beberapa aspek
diatas ialah untuk melihat secara langsung peran program kerja klaster ketahanan
pangan Bank Indonesia untuk kemandirian usaha mikro kecil dan menengah khususnya
klaster sapi Noetnana sudah mencapai tahap kemandirian, yang mana Bank Indonesia
sudah tidak mendampingi para pengusaha klaster sapi Noetnana, karena para
pengusaha klaster sapi sudah mampu menjalankan usaha kelompok tersebut tanpa
binaan dari Bank Indonesia.
Berangkat dari lokasi yang telah diteliti yaitu UMKM klaster sapi Noetnana Kota
Kupang merupakan salah satu binaan dari Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur.
Penelitian dilakukan di klaster sapi Noetnana dikarenakan peneliti melihat dari cara
implementasi dari program klaster ketahanan pangan Bank Indonesia, dan cara
kelompok usaha ternak sapi tersebut mencapai tahap kemandirian UMKM di Kota
Kupang. Penelitian ini dilihat dari program-program kerja klaster ketahanan pangan dapat
berpengaruh terhadap perkembangan UMKM di Kota Kupang. Dengan demikian dapat
57
diukur apakah peran program kerja klaster ketahanan pangan Bank Indonesia sudah
bermanfaat bagi kelompok usaha peternakan sapi di Kota Kupang ataukah masih dirasa
kurang bermanfaat bagi kelompok usaha tersebut. Dan apakah hal tersebut sudah sesuai
dengan teori-teori yang telah ada dan dijelaskan selama ini. Setelah itu, upaya-upaya
yang sudah dilakukan dan apa yang akan disarankan akan kembali lagi kepada
kelangsungan hidup dalam segi ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
perekonomian kelompok usaha peternakan sapi tersebut.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Seperti yang di uraikan pada tujuan penelitian mengenai implementasi
program kerja Bank Indonesia pada klaster sapi Noetnana di Kota Kupang dan
mengetahui peran program kerja klaster ketahanan pangan Bank Indonesia
untuk kemandirian UMKM di Kota Kupang, maka sebagai konsekuensinya
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian
kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan
wawancara mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.
Secara teoritis format penelitian kualitatif berbeda dengan format
penelitian kuantitaif. Perbedaan tersebut terletak pada kesulitan dalam membuat
desain penelitian kualitatif, karena pada umumnya penelitian kualitatif yang tidak
berpola. Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format
deskriptif, format verifikasi, gormat grounded research. Dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang
memberikan ambran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu
tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat,1993:89). Cara
menyajikan laporan penelitian deskriptif dengan dua cara yaitu dengan
menggunakan ukuran kuantitatif misalnya berbentuk persentase atau deskriptif
kualitatif dengan mendeskripsikan suatu dari angka-angka maupun dihubungkan
dengan teori-teori yang relevan dengan variabel yang diteliti. (Silalahi, 2006)
Selanjutnya penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian
eksplanatori (Explanatory Research). Menurut Prasetyo (2013:43), penelitian
59
eksplanatori adalah penelitian yang dilakukan untuk menemukan penjelasan
tentang mengapa suatu kejadian atau gejala yang terjadi, sehingga pada
akhirnya menemukan sebab akibat. Tujuannya adalah untuk menghubungkan
pola-pola yang berbeda namun ada keterkaitan dan juga menghasilkan pola
hubungan sebab akibat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada klaster sapi Noetnana di Kota Kupang.
Klaster sapi Noetnana merupakan binaan dari Bank Indonesia, pertimbangan
pemilihan lokasi penelitian ini karena klaster sapi Noetnana berada pada ibu
kota provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi klaster sapi Noetnana juga memiliki
potensi besar dalam produktifitas sapi, dimana waktu tersebut adalah periode
sebelum dan sesudah penerapan program kerja Bank Indonesia. Sehingga
waktu penelitian yang digunakan adalah kurun waktu tahun 2014 s/d 2016.
Sebagai konsekuensi, pemecahaan rumusan masalah yang telah diuraikan.
3.3 Jenis Data
Data adalah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan
fakta (Ridwan 2012). Terdapat dua jenis data, yaitu jenis data menurut sifatnya
dan jenis.
1) Data Menurut Sifat
Jenis data menurut sifat terdiri dari dua, yaitu data kuantitatif dan data
kualitatif. Data Kualitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk pernyataan,
narasi atau deskripsi dari responden atas indikator-indikator empirik dari setiap
variabel penelitian yang digunakan. Data Kuantitatif adalah data yang
60
dikumpulkan dalam bentuk angka-angka yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti. Dalam penelitian ini data kuantitaf yang digunakan adalah data
jumlah anggota kelompok, jumlah tenaga kerja dan jumlah sapi.
2) Data Menurut Sumber
Jenis data menurut sumbernya terdiri dari dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari obyek yang diteliti
(responden) berdasarkan kuesioner yang diberikan, yaitu data tersebut meliputi
pembiayaan, produktivitas, infrastruktur, pendampingan, pemberdayaan,
kemandirian pada kelompok klaster sapi noetnana. Data sekunder yaitu data
tambahan yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, catatan-catatan resmi,
dan arsip-arsip kantor perwakilan Bank Indonesia provinsi NTT.
3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati peneliti. Dalam penelitian ini variabel
yang digunakan untuk melihat pengaruh aspek infrastruktur, aspek output, aspek
bankable, dan aspek pendapatan terhadap kemandirian usaha mikro kecil dan
menengah . Definisi operasional penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian UMKM.
Kemandirian sendiri secara umum didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat mengambil keputusan sendiri
tanpa bantuan orang lain, berpikir dan bertindak atas kemauan
sendiri, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Kemandirian juga diukur dengan skla kemandirian yang
dikemukakan oleh Masrun dkk (1986) yaitu Bebas, Progresif,
61
Inisiatif, Pengendalian dalam diri dan Kemantapan diri. Dalam hal
ini berdasarkan pengertian kemandirian yang dikemukakan oleh
Masrun dkk (1986), maka untuk mengukur kemandirian UMKM
pengusaha klaster sapi Noetnana, jika semakin tinggi
penghasilan dan pengembangan klaster sapi tersebut maka
semakin tinggi pula kemandirian para pengusaha klaster sapi
Noetnana, yang artinya para pengusaha memiliki kemandirian
yang tinggi. Begitu pula sebaliknya jika semakin rendah
penghasilan dan pengembangan klaster sapi maka semakin
rendah pula kemandiriannya, yang artinya kemandirian
pengusaha klaster sapi tersebut rendah.
Pada saat kemandirian dari para pengusaha klaster sapi
mencapai tahap tinggi, maka Bank Indonesia selaku pendamping
dan pembina dari para pengusaha klaster sapi Noetnana dapat
membiarkan kelompok usaha tersebut berjalan sendiri tanpa
adanya pendampingan dari Bank Indonesia.
b. Infrastruktur
Aspek infrastruktur ini meliputi perbaikan serta perawatan
yang ada dalam kelompok usaha ternak sapi. Perbaikan dan
perawatan tersebut mencakup perbaikan terhadap kandang sapi,
perbaikan gudang tempat penyimpanan bahan makanan ternak,
perawatan timbangan elektronik berat badan untuk sapi,
perawatan rumah pertemuan anggota kelompok usaha, dan
perawatan akses jalan menuju tempat klaster sapi Noetnana.
62
c. Output
Aspek ini didapatkan dari pengusaha klaster sapi sesudah
kerja sama dengan Bank Indonesia. Dengan kerjasama ini,
diharapkan bisa dilihat hasil nyata dari program yang diberikan
Bank Indonesia dapat memberikan peningkatan kepada
pengusaha dalam ouput ternak sapi.
d. Bankable
Aspek ini adalah aspek dimana setelah para pengusaha
klaster sapi bekerja sama dengan Bank Indonesia, dapat
memperoleh akses keuangan antar pengusaha klaster sapi
kepada perbankan sudah dapat diaskes dengan mudah atau
sebaliknya pengusaha masih susah untuk mendapatkan pinjaman
dari perbankan.
e. Pendapatan
Aspek pendapatan yang dimaksud ialah setelah para
pengusaha masuk dalam bimbingan Bank Indonesia apakah
perbulan setiap pelaku usaha sudah dapat mensejahterahkan
anggota keluarga dan dapat membiayai kebutuhan sehari-hari
para anggota klaster sapi Noetnana atau sebaliknya
pendapatannya masih sangat rendah dan atau kurang.
3.5. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan atau agregasi dari seluruh elemen-elemen
atau individu-individu yang merupakan sumber informasi dalam suatu penelitian
63
(Bonar M. Sinaga, 1994). Sedangkan menurut (Sugiyono,2005:90), populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh anggota Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) klaster sapi
Noetnana yang merupakan mitra binaan Bank Indonesia Provinsi Nusa
Tenggara Timur pada tahun 2014-2016 yang berjumlah 40 orang.
Menurut Algifari (2010:5) sampel adalah kumpulan dari sebagian anggota
obyek yang diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2005:73) sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Sementara itu menurut Tika (2006:33) sampel adalah bagian suatu subjek atau
objek yang mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
pengusaha anggota klaster sapi noetnana dalam populasi dianggap sebagai
anggota sampel. Dengan demikian sebanyak 40 orang anggota klaster sapi
Noetnana tersebut diberlakukan pula sebagai sampel.
3.6. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan teknik-
teknik sebagai berikut:
a. Kuesioner
Memberikan sejumlah daftar pernyataan untuk diisi oleh responden
menyangkut pembiayaan, produktivitas, infrastruktur, pendampingan,
pemberdayaan, kemandirian pada kelompok klaster sapi noetnana.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman angket atau
kuesioner yaitu daftar pernyataan yang diberikan kepada responden untuk
menjaring data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Jenis angket
64
yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu responden hanya memberi tanda
cek ( pada kemungkinan jawaban yang dianggap sesuai dengan keadaan
sebenarnya (Ridwan, 2012). Semua variabel, baik variabel bebas maupun
variabel terikat diukur dengan menggunakan skala Likert. Item skala penelitian
disusun berdasarkan skala Likert dengan skor yang digunakan adalah (5, 4, 3, 2,
1) yang diaplikasikan secara bervariasi sesuai pernyataan:
a. Sangat Setuju (SS) skor 5
b. Setuju (S) skor 4
c. Ragu-Ragu (RG) skor 3
d. Tidak Setuju (TS) skor 2
e. Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data dengan
mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai
risalah resmi yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian dengan tujuan
untuk memperoleh data langsung tempat dilaksanakannya penelitian.
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
a. Kuesioner.
b. Studi dokumentasi.
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriptif berbentuk narasi. Menurut Keraf (2007:136), narasi merupakan satu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas - jelasnya
kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Suatu peristiwa atau suatu
65
proses dapat juga disajikan dengan mempergunakan metode deskripsi. Narasi
sulit sekali dibedakan dari deskripsi harus ada unsur lain yang diperhitungkan,
yaitu unsur waktu dan tokoh. Dengan demikian pengertian narasi itu mencakup
dua unsur dasar. Unsur yang terpenting dalam sebuah narasi adalah unsur
perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Peristiwa
yang telah terjadi tidak lain daripada tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-
orang atau tokoh-tokoh dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi
menggambarkan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu
kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkain waktu.
Aspek yang dianalisis adalah sejarah peternakan sapi di Noetnana kota
kupang sebelum dan sesudah bekerja sama dengan Bank Indonesia. Aspek
keuangan yang meliputi jumlah produksi, harga jual dan tingkat keuntungan,
aspek produksi meliputi ketersediaan bahan baku, teknologi yang dipakai,
proses produksi, mutu produk dan tenaga kerja, aspek pemasaran meliputi
sistem promosi, pemasaran produk, serta persaingan dan peluang pasar, aspek
lingkungan eksternal meliputi sosial dan ekonomi, pemerintah dan kemajuan
teknologi.
66
BAB IV
Implementasi Program Klaster Ketahanan Pangan Bank Indonesia
Pada Klaster Sapi Noetnana Di Kota Kupang
Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia No.23 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2014, tugas
utama Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah.
Dahulu BI dapat berperan langsung untuk perkembangan sektor tertentu
melalui pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), salah satunya ke
agrikultur namun, sejak 1999 BI tidak boleh lagi memberikan kredit secara
langsung. Dengan berlakunya Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI). Sesuai dengan tujuannya, Bank Indonesia berfungsi sebagai
Otoritas Moneter yang independen dan mempunyai tugas untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, sehingga dalam melaksanakan tugas
dimaksud perlu selalu diperhatikan pedoman berupa kebijakan moneter dengan
prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat serta sistem
perbankan yang sehat.
Untuk lebih memfokuskan fungsi Bank Indonesia sebagai Otoritas
Moneter maka pemberian Kredit Program tidak lagi didukung dengan KLBI.
Dalam mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi
kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka, maka
tersedianya kredit program yang ditujukan bagi usaha kecil dan koperasi tetap
diperlukan. Namun untuk mendukung terlaksananya fungsi Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter, maka KLBI yang selama ini menjadi pendukung utama
dalam penyediaan kredit program dimaksud, perlu dialihkan kepada Badan
67
Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah sehingga usaha kecil dan
koperasi lebih berkembang di masa mendatang serta dapat menunjang
perekonomian nasional.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah selama ini telah menunjukkan peran
strategis terutama dalam memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia termasuk dalam
mempertahankan dan memulihkan perekonomian pada kondisi krisis. Lebih
lanjut, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan kapasitas dan kemampuannya
dalam memproduksi barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
telah mampu memenuhi sebagian permintaan tersebut sehingga pada gilirannya
akan mendukung stabilisasi harga khususnya dari sisi penawaran. Meskipun
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya dalam
perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan baik
yang bersifat internal maupun eksternal seperti aspek permodalan, sumber daya
manusia, dan pemasaran.
Dalam rangka memenuhi aspek permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, peran serta dari perbankan nasional masih perlu terus didorong
untuk meningkatkan penyediaan Kredit atau Pembiayaan UMKM sehingga dapat
memberikan nilai tambah dalam menghasilkan barang dan/atau jasa. Guna
mendukung tercapainya maksud di atas dilakukan penguatan baik dari sisi
penawaran maupun dari sisi permintaan. Penguatan dari sisi penawaran
dilakukan antara lain berupa penerbitan ketentuan yang mengatur kewajiban
bagi Bank Umum untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM dengan
persentase tertentu yang pemenuhannya dilakukan secara bertahap. Disamping
penguatan dari sisi penawaran, dipandang perlu untuk melakukan penguatan
dari sisi permintaan melalui penyediaan Bantuan Teknis agar pelaku Usaha
68
Mikro, Kecil, dan Menengah meningkat kemampuan usahanya sehingga
diharapkan dapat memenuhi persyaratan bank (bankable).
Bantuan Teknis yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga dilakukan
kepada perbankan agar lebih mengetahui dan memahami kegiatan usaha dari
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah termasuk risiko yang mungkin timbul
sehingga pada gilirannya perbankan akan semakin tertarik untuk memberikan
Kredit atau Pembiayaan UMKM. Kondisi di atas juga didasarkan pada fakta
masih relatif kecilnya rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap portofolio
Kredit atau Pembiayaan perbankan secara nasional terutama sejak
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Untuk mendukung tercapainya maksud di atas dan
mengawasi aspek kepatuhan Bank Umum terhadap ketentuan, Bank Umum
diwajibkan untuk menyusun dan melaporkan rencana bisnis bank, melaporkan
realisasi penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam laporan bulanan bank
umum serta mempublikasikan pencapaiannya dalam laporan publikasi yang telah
ditetapkan. Lebih lanjut kepada Bank Umum yang berhasil memberikan Kredit
atau Pembiayaan UMKM juga disediakan beberapa relasi persyaratan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah diterbitkan terlebih dahulu.
Pencantuman ketentuan-ketentuan tersebut di atas juga dimaksudkan untuk
memenuhi aspek keterbukaan dan mempermudah dalam pencarian ketentuan
yang terkait dengan pengaturan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Selanjutnya
berdasarkan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan
bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah,
bank diwajibkan untuk menyalurkan kredit UMKM sebesar 20 persen dari total
kredit yang disalurkan secara bertahap hingga 2018. Aturan tersebut
69
menjelaskan, bank wajib menyalurkan kredit pada sektor UMKM minimum
sebesar 5 persen pada akhir 2015, kemudian sebesar 10 persen pada 2016, 15
persen pada 2017, dan 20 persen pada 2018.
Kondisi perekonomian sangat dipengaruhi oleh berbagai sektor. Sektor
yang sangat berpengaruh adalah sektor keuangan. Ancaman sektor keuangan
pun pernah mendera bangsa Indonesia. Betapa kerasnya bangsa Indonesia
untuk bangkit dari krisis yang terjadi pada tahun 1998 menjadi sebuah pelajaran
yang berharga. Dengan adanya krisis tahun 1998 memberikan bukti bahwa
ketahanan di sektor keuangan merupakan aspek yang sangat penting dalam
membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan
yang tidak stabil akan mengganggu jalannya perekonomian.
Berdasarkan kejadian di atas, muncullah pemikiran pemerintah untuk
memisahkan antara Makroprudensial dan Mikroprudensial. hal ini dimaksudkan
agar lebih fokus atau konsentrasi pada bidang tertentu. Sehingga pada akhir
tahun 2013 dibentuklah OJK dan bagian mikroprudensial perbankan diserahkan
oleh BI kepada OJK.
Mikroprudensial lebih mengarah kepada analisis perkembangan individu
lembaga keuangan. Sedangkan makroprudensial lebih mengarah kepada
analisis sistem keuangan secara keseluruhan sebagai kumpulan dari individu
lembaga keuangan.
70
Gambar 4.1 Kronologis Implementasi makroprudensial di BI
Sumber: Bank Indonesia, 2017
Selain itu kewenangan OJK dan BI juga di atur dalam UU OJK tahun
2011 yang menyebutkan bahwa :
a. Tugas pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan
perbankan, yang meliputi kelembagaan, kesehatan, kehati-hatian dan
pemeriksaan bank, akan dialihkan dari Bank Indonesia ke OJK.
Sementara Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan
terkait aspek makroprudensial.
b. Bank Indonesia tetap dapat melakukan pemeriksaan secara langsung
terhadap bank tertentu yang masuk systemically important bank dan/atau
bank lainnnya sesuai kewenangan bank indonesia di bidang
makroprudensial.
71
Gambar 4.2 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, 2017
Dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil dan
berkelanjutan, Bank Indonesia terus banyak hal dalam makro ekonomi. Selain
itu, upaya tersebut juga perlu dibarengi dengan pemberdayaan sektor riil,
khususnya melalui pengembangan UMKM. Hal ini mengingat UMKM merupakan
salah satu pemain penting dalam perekonomian nasional.
Kendala yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah modal atau
pembiayaan serta akses ke perbankan. Sementara itu, UMKM memiliki batasan
informasi mengenai produk dan jasa bank yang sesuai dengan keuangan
mereka.
Untuk mengatasi kesenjangan informasi, kurangnya pengetahuan tentang
pengembangan usaha, serta sulitnya akses ke perbankan, Bank Indonesia hadir
untuk berupaya mengatasi masalah-masalah tersebut. Sehingga diharapkan
UMKM akan semakin berkembang serta membantu menjaga kestabilan dan
meningkatkan ekonomi nasional.
72
Untuk mendapatkan akses ke perbankan, usaha perorangan akan
mengalami kesulitan karena tidak ada laporan keuangan atau administrasi usaha
yang memadai atau sesuai standar.
Pengembangan sektor riil dan UMKM melalui pola klaster (kelompok)
merupakan suatu program Bank Indonesia guna menjaga dan menstabilkan nilai
inflasi. Sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi oleh Bank
Indonesia melalui kebijakan moneter. Sedangkan dari sisi penawaran yang
berada diluar pengendalian Bank Indonesia, dilakukan program pemberdayaan
sektor riil dan UMKM melalui pola klaster.
Adapun sektor/komoditas yang dipilih antara lain didasarkan pada kriteria
komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi. Dengan demikian fasilitasi dapat
membantu meningkatkan pasokan, memperbaiki jalur distribusi serta mendukung
penciptaan iklim usaha yang kondusif. Meskipun demikian, program ini juga
dilakukan pada komoditas yang berorientasi ekspor atau komoditas unggulan
wilayah.
Pendekatan klaster merupakan upaya untuk mengelompokkan industri inti
yang saling berhubungan, baik industri pendukung atau terkait diantaranya
seperti jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan,
infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, yang
diharapkan perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi
dan efisiensi yang tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
Fasilitasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dalam bentuk
bantuan teknis. Komoditas yang didukung meliputi sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan serta industri pengolahan. Kriteria pemilihan klaster
berdasarkan komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi maupun komoditas
73
unggulan di masing-masing wilayah. Selain itu, program klaster diharapkan dapat
memudahkan UMKM dalam mengakses perbankan untuk memperoleh modal
atau biaya pengembangan usaha.
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah,
pengembangan UMKM unggulan dengan fokus kepada jenis-jenis komoditas
yang menjadi penyebab inflasi, salah satunya ialah daging sapi. Tujuannya
adalah mendukung pengendalian harga dan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat Nusa Tenggara
Timur.
Sapi Bali Timor merupakan komoditas unggulan dan berperan sangat
besar bagi pengembangan ekonomi masyarakat Nusa Tenggara Timur karena
termasuk dalam kategori produktif dan adaptif. Sejak dimasukkan pada tahun
1912 ke NTT sapi Bali mempunyai perkembangan tercepat. Keunggulan utama
sapi Bali adalah terletak pada kesuburannya yang sangat tinggi. Sapi ini
mempunyai potensi angka kelahiran mencapai 85% (Banks, 1986) dibandingkan
dengan sapi Ongole yang hanya 30% (Bamualim dan Wirdahayati, 1990),
Persentase karkas yang tinggi (Malelak et al.,1998) dengan kualitas daging
standard muscular grade (SMG), sehingga dagingnya menjadi lebih mahal
(Natasasmita, 2001) dan, tahan terhadap panas (Hattu, 1993).
Sesuai dengan pengalaman Bank Indonesia pengembangan UMKM
berbasis klaster di nilai lebih berhasil dikarenakan pengembangannya
menyeluruh meliputi seluruh aspek dari hulu sampai hilir. Beberapa program
yang menjadi acuan kerjasama antara Bank Indonesia dan para pengusaha
klaster sapi adalah:
1) Perawatan dan perbaikan Infrastruktur dalam rangka meningkatkan hasil.
74
2) Edukasi kepada para pengusaha klaster sapi mengenai kesehatan dan
reproduksi sapi.
3) Pendampingan dan pembinaan kepada para pengusaha klaster dalam
rangka peningkatan kinerja usaha.
4.1 Perawatan dan Perbaikan Infrastruktur Dalam Rangka Meningkatkan
Hasil
Dalam rangka meningkatkan hasil diperlukan perbaikan infrastruktur
meliputi perbaikan serta perawatan yang ada dalam kelompok usaha ternak sapi
sebelum bergabung dengan Bank Indonesia maupun setelah bergabung.
Perbaikan dan perawatan tersebut mencakup perbaikan terhadap kandang sapi,
perbaikan gudang tempat penyimpanan bahan makanan ternak, adanya
pengadaan timbangan elektronik berat badan untuk sapi, pengadaan rumah
pertemuan anggota kelompok usaha, dan pergadaan akses jalan menuju tempat
klaster sapi Noetnana.
Dengan adanya kerjasama antara Bank Indonesia perwakilan Nusa
Tenggara Timur dengan para pengusaha klaster sapi Noetnana, maka Bank
Indonesia memberikan bantuan perawatan dan perbaikan terhadap infrastruktur
dasar sebagai sarana pendukung kepada kelompok klaster ternak sapi di
Noetnana Kota Kupang, yang mana tujuan dari program infrastruktur ini adalah
untuk meningkatkan produktivitas kualitas dan daya saing komoditas sapi di
Noetnana sehingga dapat memenuhi kebutuhan sapi di Nusa Tenggara Timur
maupun secara nasional.
Berikut ini merupakan hasil perbaikan infrastruktur ternak sapi sebelum
bergabung dengan Bank Indonesia maupun setelah bergabung.
75
1) Perbaikan terhadap kandang sapi.
Gambar 4.3 Infrastruktur kandang sapi sebelum bergabung dengan Bank
Indonesia
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2017
Gambar 4.3 menunjukan kondisi kandang sapi sebelum dilakukan
pendampingan oleh Bank Indonesia meliputi pola beternak masih tradisional,
sapi dilepas bebas tanpa dikandangkan. Belum ada kesadaran untuk menjadi
pelaku usaha, sapi dipelihara oleh masing-masing individu, dan belum ada
kelompok. Mentalitas masyarakatnya berharap pada bantuan pemerintah, belum
ada kebun contoh untuk budidaya HMT (hijaun makanan ternak). Jangka waktu
penggemukan sapi mencapai 2 tahun.
76
Gambar 4.4 Infrastruktur kandang sapi sesudah bergabung dengan Bank
Indonesia.
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi, 2017
Gambar 4.4 menunjukan kondisi kandang sapi sesudah dilakukan
pendampingan oleh Bank Indonesia meliputi adanya kesadaran untuk menjadi
pelaku usaha dengan cara membentuk kelompok Noetnana, dengan
membangun visi bersama yakni kesejahteraan dan perubahan SDM anggota dan
keluarga, ada aturan kelompok, ada pembukuan kelompok, ada rencana kerja
yang jelas.
2) Penambahan gudang tempat penyimpanan bahan makanan ternak
Sebelum dilakukan pendampingan oleh Bank Indonesia para peternak sapi
belum memiliki tempat penyimpanan bahan makanan ternak. Untuk memberikan
makanan pada ternaknya para peternak melepaskan sapi-sapinya ke hutan/
lahan yang ditumbuhi rumput liar disitulah sapi-sapi dibebaskan untuk makan
tumbuhan liar. Setelah dilakukan pendampingan oleh Bank Indonesia peternak
sapi diberikan fasilitas berupa penambahan gudang tempat penyimpanan bahan
makanan ternak. Oleh kelompok Noetnana gudang ini di gunakan untuk tempat
77
penyimpanan lamtoro yang sudah dikeringkan dan penyimpanan pupuk, yang
digunakan untuk pemupukan pohon-pohon lamtoro sehingga menjadi segar.
Lamtoro yang baru di potong dalam keadaan segar membuat sapi-sapi menjadi
gemuk sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gudang pakan juga
dimanfaatkan secara maksimal untuk menyimpan pakan sebagai antisipasi
musim kering.
Gambar 4.5 Pakan Lamtoro Yang Dikeringkan.
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Gambar 4.6 Gudang Tempat Menyimpan Makanan Ternak
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014
78
3) Pengadaan timbangan elektronik berat badan untuk sapi
Untuk mendukung peningkatan hasil produksi maka kelompok Noetnana
dengan pendampingan Bank Indonesia melakukan pengadaan timbangan berat
badan untuk sapi. Hal ini digunakan untuk melihat peningkatan hasil produksi
sapi setelah dilakukan manajemen penggemukan dengan bantuan budidaya
HMT (hijaun makanan ternak). Sebelum bergabung dengan Bank Indonesia,
peternak belum memahami secara baik manajemen penggemukan, manajemen
pakan, dan manajemen kesehatan sapi sehingga tidak dapat memberikan pakan
secara teratur dan tidak memperhatikan aspek mutu serta jumlah pakan
sehingga waktu penggemukan sapi dapat mencapai dua tahun atau lebih.
Sesudah bergabung dengan Bank Indonesia jumlah produksi sapi terus
meningkat karena kelompok noetnana mulai memperhatikan aspek mutu dan
jumlah pakan untuk sapi. Dengan pengadaan timbangan elektronik berat badan
untuk sapi ini kelompok noetnana dapat memantau perkembangan sapi dan hasil
produksi dengan melakukan pencatatan berat badan sapi secara berkala.
Pencatatan administrasi pada kelompok noetnana ini sudah dapat dilakukan
secara konsisten.
Gambar 4.7 menunjukan adanya pencatatan berat badan sapi secara
berkala yang dilakukan kelompok Noetnana dalam durasi enam bulan dengan
menggunakan timbangan elektronik berat badan untuk sapi ini.
79
Gambar 4.7 Penimbangan Berat Badan Bakalan Sapi.
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Gambar 4.8 Penimbangan Sapi Kontes
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Gambar 4.8 menunjukan adanya kegiatan penimbangan sapi kontes,
dimana sapi-sapi klaster mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut dalam
kegiatan ini. Hal ini membangun antusiasme dari para peternak sapi untuk
80
semakin giat dalam melakukan perawatan sapi salah satunya dalam proses
penggemukan sapi dengan pemberian makanan dan minuman bukan hanya
dilepas bebas tetapi menunjukan kualitas dan mutu dari makanan sapi.
Pemberian makanan ini juga didukung dengan adanya kebun HMT (Hijau
Makanan Ternak) yang bisa meningkatkan berat badan sapi.
Gambar 4.9 Timbangan Elektronik Berat Badan Untuk Sapi
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014
Berat sapi adalah faktor utama untuk memperoleh keuntungan dalam
penggemukan sapi, sehingga penimbangan menjadi hal yang penting untuk
dilaksanakan secara berkala. Pada gambar 4.9 menunjukan gambar timbangan
elektronik yang digunakan untuk menimbang berat badan sapi. Adapun
beberapa manfaat dari penimbangan yang dirasakan oleh pengusaha klaster
sapi antara lain:
81
a. mengkonfirmasi berat sapi yang ada baik sapi bakalan secara berkala
ataupun sapi yang dipersiapkan untuk kegiatan kontes pada klaster sapi
Noetnana di kelurahan Fatukoa kecamatan Maulafa, kota Kupang.
b. menentukan jumlah pakan yang akan diberikan
c. mengontrol kenaikan berat harian sapi sebagai bahan evaluasi pakan
d. menentukan harga jual sapi, dengan berat sapi yang bagus atau
maksimal maka harga jual sapi pun menjadi tinggi, begitu pula
sebaliknya.
Proses penimbangan juga harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mencegah terjadinya cedera dan stress berlebihan pada sapi yang akan
menyebabkan turunnya bobot ternak saat penimbangan dan setelahnya.
4) Pengadaan Rumah Pertemuan Anggota Kelompok Usaha
Sebelum bergabung dengan Bank Indonesia para peternak sapi belum
memiliki kesadaran untuk menjadi pelaku usaha hal ini dibuktikan dengan sapi
masih dipelihara oleh masing-masing individu, belum ada aturan yang mengikat,
perawatan sapipun belum terarah dan belum terbentuknya anggota kelompok
usaha. Setelah bergabung dengan Bank Indonesia para peternak sapi menjadi
suatu kelompok Usaha yang diberi nama kelompok Noetnana. Dalam kelompok
noetnana ini, mereka membangun visi bersama yakni kesejahteraan dan
perubahan SDM anggota dan keluarga. Melalui pembentukan kelompok ini juga
para peternak sapi dapat meningkatkan pemahaman setiap anggota tentang
manajemen penggemukan, manajemen kandang, dan manajemen kesehatan
ternak, serta dapat meningkatkan pemahaman anggota tentang pentingnya
peran perbankan untuk pengembangan usaha. Dalam kelompok Noetnana ini
juga dibentuk suatu aturan kelompok, rencana kerja yang jelas, dan pembukuan
serta administrasi kelompok sehingga kelompok dapat terarah dan konsisten
82
dalam bekerja. Melihat hal ini pendamping dari Bank Indonesia ini memberikan
fasilitas berupa pengadaan rumah pertemuan anggota kelompok usaha sehingga
dapat saling mengetahui kekurangan dan kelebihan dalam usaha kelompok
Noetnana ini. Rumah pertemuan anggota kelompok usaha Noetnana ini
digunakan untuk melakukan pertemuan secara rutin kelompok Noetnana dalam
mengetahui perkembangan produksi sapi dan juga sebagai pusat informasi
perawatan sapi, hasil produksi, pemasaran, cara mengakses modal ke bank dan
lain sebagainya. Selain itu kelompok kluster Noetnana menjadi basis pelayanan
masyarakat seperti penelitian, praktek, studi banding, meningkatnya pemahaman
anggota tentang pentingnya peran perbankan untuk menggembangkan usaha
(tidak takut untuk mengakses kredit), meningkatnya partisipasi anggota dalam
kegiatan klaster dan adanya pertambahan anggota baru.
Gambar 4.10 Rumah Pertemuan Anggota Kelompok Usaha Noetnana
Sesudah Bergabung Dengan Bank Indonesia
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi Noetnana,2014.
83
Gambar 4.11 Dokumentasi Pertemuan Dengan Pengusaha Untuk Membuka Akses Pasar
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Gambar 4.12 Praktek Mahasiswa Kedokteran Hewan Undana
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Dari gambar-gambar diatas menunjukan bahwa adanya kegiatan
pertemuan kelompok Noetnana di rumah pertemuan anggota kelompok usaha
dengan menyelenggarakan suatu penyuluhan ataupun persentasi hasil usaha,
cara perawatan sapi yang meliputi manajemen penggemukan sapi, kesehatan
ternak sapi, dan manajemen pakan, pencatatan produksi, cara pemasaran hasil
produksi. Dengan adanya program pengembangan klaster dalam kelompok ini
diharapkan terjadi perubahan mindset kelompok dalam berternak sapi setelah
84
memiliki sarana dan prasarana produksi seperti kebun hijau makanan ternak,
kandang ternak, dan gudang pakan. Bukan hanya itu saja kelompok ini juga
dapat mengelola limbah ternak seperti pupuk kompos dan bio gas, meningkatkan
penghasilan tambahan dengan budidaya holtikultura sehingga mencapai hasil
tujuan yakni meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarga.
5) Perbaikan akses jalan menuju tempat klaster sapi Noetnana
Salah satu sarana yang mendukung yang digunakan untuk pencapaian
kinerja klaster sapi Noetnana adalah adanya akses jalan yang baik menuju
tempat klaster sapi Noetnana yaitu rumah pertemuan anggota kelompok usaha
Noetnana. Adanya akses jalan yang baik sangat mendukung untuk
kelangsungan usaha kelompok Noetnana dalam pemasaran hasil produksi.
Sebelum adanya pendampingan dari Bank Indonesia sistem pemasaran masih
dilakukan di pasar lokal atau menunggu pembeli datang ke rumah masing-
masing individu, dan akses jalan menuju rumah masing-masing peternak masih
belum ada, ini dikarenakan akses jalan yang ada pada saat itu masih berupa
jalan setapak kecil yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki, dan masih belum
bisa dilalui oleh kendaraan bermotor, sehingga menghambat sistem pemasaran
sapi untuk berkembang lebih baik lagi. Melihat hal itu pihak pendamping dari
Bank Indonesia mengadakan perbaikan akses jalan menuju tempat klaster sapi
noetnana, perbaikan tersebut adalah dengan membuka akses jalan yang lebih
lebar sehingga dapat dilalui oleh kendaraan bermotor yang bertujuan untuk
mendukung pencapaian kinerja klaster sapi Noetnana. Dengan adanya
perbaikan akses jalan ini diharapkan pemasaran hasil produksi sapi Noetnana
semakin berkembang dan meningkat karena proses transportasi dapat berjalan
dengan baik.
85
Gambar 4.13 Akses Jalan Menuju Tempat Klaster Sapi Noetnana.
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014.
Berdasarkan gambar 4.13 dapat kita lihat bahwa sudah adanya perbaikan
akses jalan di Noetnana. Dengan adanya perbaikan akses jalan yang di berikan
oleh Bank Indonesia ini, maka sangat memudahkan transportasi para petani
klaster sapi di Noetnana dalam proses pemasaran sapi. Para petani dapat
dengan mudah memasarkannya tanpa harus menunggu pembeli datang ke
rumah petani karena petani bisa langsung membawa sapi menggunakan
kendaraan bemotor untuk dijual langsung keluar NTT ataupun ke pembeli lainnya
di wilayah NTT. Dengan adanya akses jalan yang telah diperbaiki ini juga
memudahkan transportasi para pengusaha klaster sapi menuju kandang, untuk
memberi makan sapi, membersihkan kandang, membuat pupuk dari kotoran
sapi, dan sebagainya. Sehingga sangat diharapkan hasil yang baik dari
kemudahan yang telah di berikan oleh Bank Indonesia kepada para pengusaha
klaster sapi di Noetnana.
86
4.2 Edukasi Kepada Para Pengusaha Klaster Sapi Mengenai Kesehatan
Dan Reproduksi Sapi.
Berdasarkan kondisi peternakan di kota Kupang perlu adanya pembinaan
lebih lanjut terkait manajemen penggemukan dan pembibitan sapi agar
didapatkan produktivitas yang optimal. Pembibitan sapi Bali Timor merupakan
sumber utama yang menyediakan sapi bakalan bagi UMKM di provinsi Nusa
Tenggara Timur. Konsep pembibitan yang diterapkan oleh kelompok Noetnana
ini diarahkan untuk menghasilkan sperma sexing dan anakan sapi unggul
sehingga dapat meningkatkan produksi. Menurut banks, 1986 sapi Bali
mempunyai perkembangan tercepat, keunggulan sapi Bali terletak pada
kesuburan yang sangat tinggi. Sapi Bali ini mempunyai potensi angka kelahiran
mencapai 85% dari sapi lainnya. (PIT, techno park banyumulek, 2016). Menurut
Abu Bakar, 2014 dalam pembibitan sapi potong dilaksanakan melalui pemuliaan
dalam satu rumpun atau satu galur yang sama baik pejantan maupun betina.
Pelaksanaan pembibitan meliputi pemilihan bibit, pemberian pakan dan
peliharaan.
Dalam hal pembibitan kelompok klaster Noetnana memilih bibit sapi Bali
Timor. Menurut Abu Bakar, (2014) pemilihan bibit sapi potong yang digunakan
untuk usaha pembibitan harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan
peraturan yang berlaku yakni Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 101/Permentan/Ot.140/7/2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong
Yang Baik. Pedoman ini dimaksudkan sebagai dasar bagi pelaku usaha dalam
melakukan pembibitan sapi potong yang baik, dan bagi pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan kewenangannya,
dengan tujuan agar diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi standar. Hal ini
87
sudah sesuai karena, bibit sapi yang dipilih oleh kelompok kluster Noetnana yaitu
sapi Bali Timor. Keunggulan sapi Bali Timor ini terletak pada kesuburan yang
sangat tinggi dan mempunyai perkembangan tercepat. Sapi Bali Timor ini juga
mempunyai potensi angka kelahiran mencapai 85% dari sapi lainnya sehingga
hasil produksi meningkatdan tujuan dari pembentukan kluster ini tercapai.
4.2.1 Pakan
Pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot tubuh sapi yang
digemukkan, sapi yang digemukan hanya dengan pemberian pakan hijauan saja
tidak akan mampu mencapai pertambahan bobot tubuh yang maksimal dan
waktu penggemukannya relative lama. Sebaliknya, pemberian pakan dengan
pakan hijauan dan sejumlah konsentrat akan dapat mencapai pertambahan
bobot tubuh yang tinggi dan waktu penggemukan yang relative singkat. Dalam
hal ini pemberian pakan perlu diperhatikan kandungan nutrisi berupa protein,
vitamin, mineral, dan serat kasar yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi
fisiologis ternak. Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem ekstensif/
pastura (digembalakan), yaitu sapi dilepas di padang rumput, biasanya dilakukan
di daerah yang mempunyai tempat pengembalaan yang cukup luas dan
memerlukan waktu rata-rata 5-7 jam perhari. Dengan cara ini maka tidak
memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan
bermacam jenis rumput. Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem intensif
atau semi intensif yaitu sapi dikandangkan setiap hari dengan diberikan pakan
rata-rata 10% dari berat badan dan pakan tambahan 1-2% dari berat badan.
88
4.2.1.1 Pakan Hijauan
Pakan untuk ternak sapi potong dapat berupa pakan hijauan (rumput,
kacang-kacangan, dan limbah pertanian) serta makanan tambahan (vitamin,
mineral, dan urea). Pakan hijauan dibagi atas 3 kategori, yaitu: Hijauan segar,
diantaranya rerumputan (rumput gajah, rumpt raja, rumput benggala), kacang-
kacangan (daun turi, lamtoro, gamal) serta tanaman hijau lainya. Hijauan kering,
berasal dari sayuran segar yang sengaja diturunkan kadar airnya dengan tujuan
agar tahan lama jika disimpan, misalnya jerami padi, jerami kacang tanah dan
jerami jagung.
Silase, adalah hijauan segar yang diawetkan dengan cara menutup rapat
hijauan yang akan dibuat sehingga terjadi proses fermentasi (kedap udara).
pembuatan silase biasanya ditempatkan dikantong plastic tebal, gentong plastic,
atau di dalam lubang tanah yang telah dilapisi plastik. Lama proses silase ini
tergantung jenis bahannya, namun rata-rata dalam waktu 2-3 minggu biasanya
silase dapat dipanen.
Hijauan yang berkuaitas baik umumnya sudah dapat memenuhi
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, dan reproduksi yang normal jika hijauan
banyak tersedia. Pemeliharaan sapi dianjurkan lebih banyak menggunakan
pakan hijauan (85-100%) sehingga pemberian pakan konsentrat hanya
dianjurkan untuk keadaan tertentu. Misalnya, saat musim kemarau.
89
Gambar 4.14 Pembibitan Lamtoro Terambah
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014
Gambar 4.15 Pakan Lamtoro Terambah Siap Panen
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi,2014
4.2.1.2 Pakan Konsentrat
Pakan konsentrat adalah campuran bahan pakan (ransum) untuk ternak
sapi. Pakan tambahan dapat berupa dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, ampas ubi, ampas tahu, yang diberikan dengan cara mencampurkan
90
dalam rumput, atau campuran ampas tahu, ubi dan urea, selain itu dapat juga
ditambahkan mineral sebagai penguat berupa garam dapur dan kapur.
4.2.2 Pembibitan
Dalam hal pemeliharaan pembibitan sapi potong dapat dilakuakan melalui
pemeliharaan ekstensif pustura. Pada sistem ini pemeliharaan induk dengan
anak dilakukan secara bersamaan (cow calf operation), setelah anak sapi dipisah
dari induknya, dimasukan dalam perkawinan, dan anak dikelompokan
berdasarkan berat badan dan umur sesuai dengan jenis kelamin dan rumpun.
Proses pembibitan meliputi perkawinan, pencatatan (recording) dan seleksi bibit.
Pada proses perkawinan untuk memperoleh bibit yang sesuai standar,
dapat dilakukan teknik perkawinan dengan cara kawin alam dan inseminasi
buatan. Pada kawin alam ratio jantan betina diusahakan 1:15-20 ekor sedangkan
perkawinan dengan inseminasi buatan memakai semen beku sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI) atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji
kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular. Dalam
pelaksanaanya kawin alam ataupun inseminasi buatan harus dilakukan
pengaturan penggunaan pejantan untuk menghindari terjadinya perkawinan
sedarah (inbreeding).
Proses pencatatan (recording) yang dilakukan dalam pembibitan sapi
potong meliputi pencatatan rumpun, identitas, silsilah, perkawinan (tanggal,
pejantan/kode semen, inseminasi buatan/kawin alami, induk), induk melahirkan
(tanggal, tunggal/ kembar, normal, pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot
lahir, jenis kelamiin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan),
vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment).
Proses seleksi bibit sapi potong dilakukan dilakukan berdasarkan performa
anak dan individu calon sapi potong dengan menggunakan kriteria: sapi induk
91
harus menghasilkan anak secara teratur, mempunyai ratio bobot sapi umur 205
hari (weaning weight ratio) diatas rata-rata kelompoknya. Calon pejantan memiliki
kriteria bobot sapi umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induknya dan musim
kelahiran diatas rata-rata dari kelomppoknya, libido dan kualitas sperma baik,
penampilan fenotipe sesuai rumpunnya. Calon induk memiliki kriteria bobot sapi
205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, diatas rata-rata
dari kelompoknya, bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata, penampilan
fenotipe sesuai dengan rumpunnya. Sedangkan untuk ternak pengganti
diprogram secara teratur setiap tahunnya dengan cara mengeluarkan ternak
yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir). Adapun
ketentuan mengeluarkan ternak afkir adalah sebagai berikut, sapi induk yang
sudah tidak produktif harus segera dikeluarkan, keturunan jantan yang tidak lolos
seleksi sebagai calon bibit harus dikeluarkan agar dapat dijadikan sapi potong
atau dapat di kastrasi, anak betina yang pada saat umur muda menunjukan tidak
memenuhi persyaratan bibit harus dijadikan sapi potong.
92
4.3 Pendampingan/Pembinaan Dan Pengawasan
Pembinaan pembibitan sapi potong dilakukan melalui pendidikan,
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Pembinaan antara lain dilakukan untuk
penerapan pembibitan sapi potong yang baik. Pembinaan dilakukan oleh mantri,
gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangan secara berkelanjutan.
Untuk menjamin kualitas bibit sapi potong yang dihasilkan perlu dilakukan
pengawasan mutu bibit, yaitu pengawasan langsung dilakukan dengan cara
pemeriksaan di lokasi pembibitandan peredaran secara berkala oleh pengawas
bibit ternak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pelaporan berkala oleh pembibit
kepada kepala dinas,yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
setempat.
Klaster sapi Noetnana adalah klaster sapi yang diinisiasi oleh BI KPw
NTT, pada tahun 2014. Jenis usahanya adalah penggemukan sapi yang
beralamat di kelurahan Fatukoa kecamatan Maulafa, kota Kupang.
Dalam aspek produksi bakalan sapi untuk penggemukan, diperoleh dari
budidaya sendiri dan membelinya dari desa atau kecamatan dari kabupaten
Kupang. Ini adalah salah satu hambatan bagi klaster karena sulit mencari
bakalan sapi dengan berat 150 kg. Selain itu ada beberapa masalah yang
dihadapi klaster sapi noetnana yang akan dibantu oleh pendampingan Bank
Indonesia.
93
Gambar 4.16 Pelatihan Budidaya Sapi
Sumber: Dokumentasi Pengusaha Klaster Sapi, 2014
Adapun beberapa masalah yang di hadapi klaster sapi Noetnana pada
beberapa aspek sebagi berikut, aspek kelembagaan, aspek produktivitas, aspek
pemasaran, aspek akses modal bank.
Pada aspek kelembagaan masalah yang dihadapi meliputi belum ada
kekompakan, belum ada rencana kerja, belum ada aturan kelompok, pembukuan
dan administrasi belum diisi secara konsisten, masih minimnya motivasi sebagai
anggota. Untuk menghadapi masalah pada aspek kelembagaan ini adalah para
pendamping Bank Indonesia berusaha mengubah mindset kelompok dalam
beternak sapi sebagai usaha dan bisnis guna meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan. Perwakilan Bank Indonesia berinisiatif mengembangkan program
klaster ternak sapi (BI, 2013) selanjutnya pengembangan klaster ditetapkan
rencana strategis selama tiga tahun. Tahun pertama tahapan inisiasi, tahun ke
dua tahapan pengembangan, tahun ketiga tahap kemandirian. Dimana tahapan
inisiasi adalah identitas potensi dari usaha ternak, surat perjanjian kerja sama
antara pengusaha klaster sapi dan pihak Bank Indonesia atau biasanya disebut
94
Memorandum of Understanding (MoU), pemberdayaan kelompok,sarana
penunjang, bantek dan kewirausahan. Tahapan kedua ialah tahap
pengembangan yang meliputi penguatan dari kelembagaan, sarana penunjang,
pemantapan bantek, manajemen pengolahan produk, penetapan teknologi
pertanian, dan pengembangan koperasi, dan tahapan ketiga ialah tahap
kemandirian yang meliputi efesiensi pengolahan produk, link ke bank-bank, dan
pemasaran.
Pada aspek produktivitas masalah yang dihadapi meliputi, peternak belum
memahami secara baik manajemen penggemukan, manajemen pakan, dan
manajemen kesehatan sapi.
Pada aspek pemasaran masalah yang dihadapi meliputi sulit mencari
bakalan sapi dengan berat 150 kg, persediaan di pasar camplong dan baun
jumlahnya terbatas.
Pada aspek akses modal-bank masalah yang dihadapi meliputi, belum
terpenuhinya syarat-syarat untuk mengajukan kredit karena kapasitas usaha dan
manajemen administrasi kelompok belum siap.
95
BAB V
PERAN DAN PROGRAM KLASTER KETAHANAN PANGAN BANK
INDONESIA UNTUK KEMANDIRIAN UMKM
5.1 Peran Program Klaster Ketahanan Pangan Bank Indonesia untuk
Kemandirian UMKM
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Bank
Indonesia antara lain bertugas mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang stabil.
Sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi Bank Indonesia
melalui kebijakan moneter. Sedangkan dari sisi penawaran yang berada diluar
pengendalian Bank Indonesia, dilakukan program pemberdayaan sektor riil dan
UMKM melalui program pola klaster. Salah satunya adalah program klaster sapi
di Noetnana. Melalui program klaster tersebut diharapkan peternak sapi dapat
meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing komoditas sapi di Noetnana,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan daging sapi di NTT maupun secara
regional. Program klaster sapi ini juga dalam rangka mewujudkan swasembada
daging sapi, sekaligus meningkatkan pendapatan dan memberdayakan
masyarakat, selain sebagai upaya pengendalian inflasi. Selain bantuan, kantor
perwakilan Bank Indonesia juga memberikan pelatihan teknologi budidaya dan
kesehatan ternak kepada para peternak sapi di Noetnana, dengan melibatkan
tim dari BPTP NTT dan instansi teknis lainnya. Pelatihan itu dilaksanakan karena
melihat potensi pengembangan ekonomi yang sangat besar melalui
pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dan pemanfaatan areal
tanam dengan penanaman tanaman kebutuhan pokok, seperti padi, jagung,
maupun komoditas penyumbang inflasi berupa bawang merah, cabai dan tomat.
Pemberian bantuan dan pengembangan klaster usaha baik dari mikro, kecil dan
95
96
menengah (UMKM) oleh Bank Indonesia, tidak lepas dari latar belakang bahwa
UMKM memiliki peran strategis di Noetnana secara khusus dan NTT secara
umum, baik dari sisi jumlah unit usaha, sumbangan terhadap produk domestik
regional bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja. Pada 2016 Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan
sebesar Rp 25,99 triliun, dan dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan
daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari satu kota dan 21
kabupaten. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara
Timur pada 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (atas dasar harga berlaku) yang
didominasi oleh Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar Rp
6.094,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 5,18%. Komponen pendorong
utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah konsumsi
rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80%. Jika dibandingkan dengan
pertumbuhan nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur
pada 2016 masih lebih tinggi, karena pertumbuhan ekonomi nasional tercatat
hanya sebesar 5,02%.
97
Berikut dapat dilihat tabel pembentukan klaster sapi Noetnana dari 2014
sampai dengan 2016:
Tabel 5.1 Pembentukan Klaster Sapi Noetnana
Klaster Klaster Sapi
Noetnana Kota Kupang
Tahun pembentukan 2014
Stakeholder Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi
Masalah utama - Pola pikir masyarakat yang masih belum berorientasi bisnis - Minimnya pengetahuan budidaya sapi yang baik - Keterbatasan modal untuk memperluas usaha dalam skala besar
- Pemberian bantuan teknis: pelatihan kewirausahaan, pelatihan untuk peningkatan produktivitas, pelatihan pengelolaan keuangan, studi banding - Pendampingan - Mensinergikan pengembangan klaster dengan PSBI
Peranan Stakeholder - Pemerintah Daerah: Pemberian bantuan sarana dan sarana pendukung pada lokasi klaster; memberikan bantuan obat-obatan dan pakan ternak; mengadakan event kompetisi sapi untuk meningkatkan antusiasme penduduk lokal terhadap pengembangan sapi di daerah setempat - Perguruan Tinggi: Mengirimkan akademisi maupun mahasiswa untuk melakuan praktek lapang maupun penelitian di lokasi klaster
Apakah dapat direplikasi Belum
Apakah klaster sudah dijadikan alat pengendalian harga
Belum
Apakah produksi dapat membantu ketersediaan barang
Belum
Apakah ada pengaturan pola tanam
Tidak
Apakah petani mengalami kesulitan dalam menjual panennya
Tidak
98
Klaster Klaster Sapi
Noetnana Kota Kupang
Siapa yang menampung hasil panen
Penduduk, Rumah Potong Hewan
Dukungan transport Cukup
Penguatan diperlukan pada - Peternak: Motivasi peningkatan usaha, peningkatan kapasitas SDM - Kelembagaan: Penataan kelompok (aturan, rencana kerja), adanya asosiasi untuk menampung usulan para peternak/petani - Lembaga: Adanya penetapan kebijakan, bantuan teknis sesuai tupoksi, dan perbaikan infrastruktur
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan NTT, data diolah, 2017
Jumlah anggota kelompok tani yang tergabung dalam klaster sebanyak
24 orang. Dalam kegiatan klaster ini intervensi yang diberikan oleh Bank
Indonesia berupa penyediaan kandang dan perlengkapannya, untuk
penggemukan sapi dengan kapasitas 40-50 ekor sapi, pendampingan, untuk
membantu manajemen usaha, manajemen pengelolaan pakan, manajemen
kesehatan ternak, manajemen pemasaran kelompok dalam pengembangan sapi
potong. Selain terkait dengan manajemen usaha, pendamping juga harus dapat
merubah pola pikir anggota kelompok. Salah satu pengalaman yang sangat
berharga dan menjadi titik balik dalam pengembangan sapi potong adalah: studi
banding ke Lamongan dan Mataram.
Fokus pengembangan sapi dalam klaster berupa penggemukan dan
pembibitan. Penggemukan dalam kandang komunal dilakukan untuk sapi jantan,
sedangkan penggemukan sapi betina dilakukan diladang gembalaan sebagai
indukan. Adapun untuk pembibitan masih dilakukan secara alami yaitu dilakukan
di kadang pembibitan dan di sekitar lahan pertanian milik anggota kelompok.
99
Pengembangan sapi potong di klaster sudah dilakukan secara terintegrasi
dengan tanaman padi, hortikultura. Kotoran sapi diolah menjadi pupuk organic
setelah dicampur dengan sekam padi.
Dampak kehadiran klaster: menjadi tempat belajar dan magang dari
berbagai pihak. Beberapa bisa disebutkan di sini sebagai contoh: tempat praktek
mahasiswa fakultas kedokteran hewan 2015 dan 2016. Tempat magang calon
wirausaha peternak muda bekerja sama dengan BPTP. Studi banding dari
Pemda Bantul terkait pengembangan sapi Bali, praktek lapangan mahasiswa
Politani Negeri Kupang.
Perubahan utama yang ingin dicapai dari keseluruhan proses program
dan pendampingan terhadap klaster sapi adalah pertama, Perubahan mindset
kelompok dalam beternak sapi. Kedua, kelompok memiliki sarana dan prasarana
produksi (kebun Hijauan Makanan Ternak, kandang ternak, gudang pakan).
Ketiga, kelompok mampu mengolah limbah ternak (pupuk kompos dan biogas).
Keempat, kelompok memperoleh penghasilan tambahan (budidaya hortikultura).
Kelima, adanya perluasan akses keuangan dan pemasaran kelompok. Keenam,
terbentuknya jiwa wirausaha. Terhadap perubahan utama yang ingin dicapai di
atas, strategi pengembangan.
Model pengembangan klaster sapi dengan sistem pertanian terpadu.
Mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertanian (tanaman, ternak,) untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya lahan, kemandirian,
kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Keunggulan dari sistem pertanian
terpadu. Efisiensi, memanfaatkan sumber daya alam secara optimum. Mandiri,
sistem dapat berjalan dengan input luar minimum. Berkelanjutan, ekologi: ramah
lingkungan. Ekonomi: menguntungkan. Sosial: kearifan lokal dan dapat diterima
masyarakat .
100
Program pengembangan klaster akan memperkuat 3 hal yakni: Sumber
daya manusia, berupa bantuan teknik, studi banding, pemberdayaan kelompok
dan pendampingan. Hulu – hilir; *) Hulu; pembibitan, penggemukan, pakan
ternak dan diversifikasi pakan ternak (lamtoro dikeringkan, turi, limbah pertanian,
kingres) *) Hilir; pengolahan limbah ternak (pupuk kompos), dan budidaya
hortikultura. Faktor penunjang; akses pemasaran, akses pembiayaan dan sarana
pendukung.
Perubahan utama yang ingin dicapai dari keseluruhan proses program
dan pendampingan terhadap klaster sapi adalah pertama, Perubahan mindset
kelompok dalam beternak sapi. Kedua, kelompok memiliki sarana dan prasarana
produksi (kebun Hijauan Makanan Ternak, kandang ternak, gudang pakan).
Ketiga, kelompok mampu mengolah limbah ternak (pupuk kompos dan biogas).
Keempat, kelompok memperoleh penghasilan tambahan (budidaya hortikultura).
Kelima, adanya perluasan akses keuangan dan pemasaran kelompok. Keenam,
terbentuknya jiwa wirausaha. Terhadap perubahan utama yang ingin dicapai di
atas, strategi pengembangan.
5.2 Output dan Pendapatan Ternak
Dengan adanya program klaster sapi di Noetnana akan meningkatkan
kinerja dan produktivitas peternak dan akan meningkatkan pendapatan daerah
NTT.
Pencapaian kinerja klaster Sapi Noetnana, Kelurahan Fatukoa,
Kecamatan Maulafa, Kota Kupang akan diuraikan secara beruratan dalam tabel
dibawah ini:
101
Tabel 5.2 Pencapaian Kinerja Klaster Sapi Noetnana 2016
No Indikator
Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
1 SDM dan kelemba-gaan
Belum ada kesadaran untuk menjadi pelaku usaha
Membentuk kelompok Noetnana . Tokoh kunci Noetnana adalah Daniel Aluman
Kelompok menjadi basis pelayanan masyarakat : penelitian, praktek, studi banding.
Pencatatan administrasi belum dilakukan secara konsisten
sapi dipelihara oleh masing-masing individu
Membangun visi bersama yakni kesejahtera-an dan perubahan SDM anggota dan keluarga.
Meningkat-nya pemahaman anggota tentang manajemen penggemu-kan, manajemen kandang, dan manajemen kesehatan ternak.
Tidak ada aturan kelompok
Ada aturan kelompok
Meningkat-nya pemahaman anggota tentang pentingnya peran perbankan untuk menggem-bangkan usaha.
Tidak ada pembukuan dan administrasi kelompok
Ada pembukuan kelompok
102
No Indikator
Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
Belum memahami tentang manajemen penggemukan sapi , kesehatan ternak sapi dan manajemen pakan
Ada rencana kerja
2 Produksi
Pola beternak masih tradisional,sapi dilepas bebas tanpa dikandangkan
Ada sarana pendukung yang memadai, yakni kandang komunal, gudang pakan, kandang bibit, rumah pertemuan, alat timbang elektronik, akses jalan.
Dari sisi jumlah sapi per Desember 2015, Noetnana 48 ekor
Hanya mengandalkan pakan yang disediakan oleh alam
Budidaya pakan mencapai 15 ha dan ditanami lamtoro, kingres baik dilahan komunal maupun di lahan pertanian
Tidak membudidayakan pakan secara teratur-tidak memperhatikan aspek mutu dan jumlah pakan
Durasi waktu penggemukan 6 bulan
Noetnana ada integrasi yang serius antara penggemukan sapi dan hortikultura
103
No Indikator
Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
waktu penggemukan mencapai dua tahun atau lebih
Jumlah produksi
terus meningkat rata-rata 40 ekor (jantan dan betina)
Gudang pakan dimanfaatkan
secara maksimal
untuk menyimpan
pakan sebagai antisipasi
musim kering
3 Pemasaran
Belum membangun jaringan bisnis sapi
Sudah terbangun jaringan bisnis sapi dari hulu –hilir
Omzet penjualan sapi penggemu-kan, tahun 2014 11 ekor,Tahun 2015 8 ekor, Tahun 2016 17 ekor
Sapi di pasarkan di pasar local/menunggu pembeli
Konsumen akhir dari sapi penggemukan di wilayah Kalimantan dan Jawa
Pendapatan : Tahun 2014, Rp.68.000.000 Tahun 2015, Rp.59.000.000 Tahun 2016, Rp.159.698.000
Harga dikendalikan oleh pembeli
Penetapan harga sapi merujuk kepada harga dasar yang ditetapkan oleh pemda dan diukur menggunakan timbangan elektronik
Tidak kesulitan memasarkan produk karena ada di wilayah Kota Kupang dengan banyak pilihan kemungkinan menjual (RPH, pedagang pengumpul)
104
No Indikator
Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
Informasi pasar sangat terbatas
Transaksi dilakukan langsung di klaster
4
Menga-kses modal ke Bank
Belum terbiasa berhubungan dengan pihak Bank
Sudah mampu membangun komunikasi dengan pihak bank
Dari sisi penggunaan kredit, penggunaan sesuai peruntukan yakni membeli lahan pakan, dan saat ini sudah melakukan budidaya pakan.
Belum melakukan pencatatan keuangan secara teratur.
Terbatasnya informasi terkait sistem kredit
Memiliki persepsi yang positif tentang perbankan.
klaster Noetnana mengakses Rp 200 juta
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan NTT,data diolah, 2017
Klaster sapi Noetnana adalah klaster sapi yang diinisiasi oleh BI KPw
NTT, pada tahun 2014. Jenis usahanya: penggemukan sapi. Alamat, Kelurahan
Fatukoa Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Saat ini kelompok Noetnana
memasuki tahap mandiri. Prioritas kegiatan perluasan akses pemasaran,
peningkatan usaha penggemukan sapi, akses kredit perbankan dan manajemen
pakan. Kontak person, Daniel Aluman (ketua kelompok Noetnana) Sumber daya
manusia, jumlah anggota kelompok Noetnana 24 orang. Kualifikasi tenaga kerja
terhadap jenis usaha yang dijalankan adalah pengalaman. Rata-rata
pengalaman mereka di atas sepuluh tahun.
105
Aspek Pasar dan Informasi Pasar, wilayah pemasaran produk kota
Kupang, Jawa dan Kalimantan. Terkait hal ini mereka sudah membangun
komitmen dan kerjasama pedagang pengumpul di wilayah Kota Kupang.
Informasi harga mereka dapatkan dari pemerintah kota dan dari pedagang
pengumpul.
Jalur pemasaran produk: produk mereka biasanya dibeli di lokasi klaster,
lalu ke karantina di wilayah Alak, selanjutnya pelabuhan Tenau- Kupang, dan
diantarpulaukan ke Jawa atau Kalimantan. Atau dari pedagang pengumpul ke
RPH Oeba. Rata-rata pemotongan per hari 40 - 45 ekor untuk memenuhi
kebutuhan daging sapi masyarakat Kota Kupang.
Aspek Produksi, bakalan sapi untuk penggemukan diperoleh dari:
budidaya sendiri dan membelinya dari desa atau kecamatan di Kabupaten
Kupang. Ini adalah salah satu hambatan bagi klaster karena sulit mencari
bakalan sapi dengan berat 150 kg.
Penggunaan teknologi: teknologi yang mereka gunakan sudah memadai.
Ada kandang, gudang pakan, timbangan elektronik, biogas, Viar, mesin
pencacah pakan.
Kapasitas produksi: jumlah kapasitas produksi mereka rata-rata 20 -30
ekor. Kemampuan menjaual 8- 16 ekor dalam satu tahun. Kualitas produk
mereka baik karena mereka sangat memperhatikan jumlah dan mutu pakan.
Kondisi yang terus mereka antisipasi adalah saat musim kering, persediaan
pakan terbatas. Solusi yang mereka tempuh adalah membeli jerami padi,
menyimpannya di gudang pakan, selain itu budi daya pakan baik di lahan pribadi
maupun kelompok. Selain sapi, mereka juga secara serius membudidayakan
hortikultura-cabai, bawang merah, sawi putih. Dalam hal budidaya hortikultura
mereka memanfaatkan limbah ternak diolah menjadi pupuk.
106
Harga jual produk: mereka biasanya tidak menjual dengan menggunakan
ukuran kg berat hidup sapi. Semakin berat semakin besar keuntungannya. Rata-
rata sapi penggemukan mencapai berat 240 – 320 kg.
Aspek Keuangan, akses dari sisi jarak dengan lembaga-lembaga
keuangan terbilang dekat. Inisiatif untuk selalu mau mencari informasi secara
langsung dari pihak perbankan memungkinkan kelompok Noetnana
mendapatkan pinjaman dari BRI sebesar Rp. 70.000.000 pada tahun 2015 dan
Rp. 200.000.000 pada tahun 2016. Uang ini ditambah dengan keuntungan dari
hasil penjualan hortikultura, sudah digunakan untuk membeli 2 ha lahan saat ini
sudah ditanami berbagai jenis pakan, lamtoro, ubi, jagung dan membeli bakalan
sapi.
Aspek modal sosial, sumber daya sosial, orang Fatukoa secara khusus,
hampir sama dengan orang Timor pada umumnya, meletakan jumlah ternak
sebagai indikator kesejahteraan. Secara kultural, ini menjadi pintu masuk yang
baik sebagai sumber inspirasi dan motivasi untuk menjadi pelaku usaha di
bidang pertanian sektor peternakan.
Dari paparan tabel di atas, jelas terlihat bahwa pendekatan klaster
berbasis produk unggulan daerah, membawa perubahan dalam hal cara
pandang, baik pada klaster padi maupun klaster sapi. Perubahan cara padang,
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil yang diperoleh masing-masing
kelompok.
Perubahan ini juga dimungkinkan karena ada komitmen dari
keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka mengatasi persoalan
bersama, pemerintah, DOLOG, Bank dan pengusaha.
107
Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di
daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam
kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama
yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang
dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan
oleh daerah yang bersangkutan.
Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang
selama ini dipengang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah
daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi
pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolaborasi berbagai
unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang
dikembangakan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien, termasuk
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas
pelaku di masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan nilai sumberdaya
setempat.
Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UMKM strategis untuk
menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup
masyarakat setempat. Pertumbuhan UMKM tergantung dari kondisi lingkungan
bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMKM, Pemerintah dan
entitas masyarakat setempat.
Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian,
meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, ketersediaan tenaga
terampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan
layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan
kualitas pengelolaan sektor publik.
108
Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan
baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat,
identifikasi kesempatan bagi UMKM, pengurangan hambatan bisnis, dan
pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam
proses.
Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa
dilakukan, investasi dibidang infrastruktur, penyediaan insentif bagi investasi
bisnis, mendorong pengembangan investasi baru, pengembangan klaster,
pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan
layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro,
penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggung jawab sosial
perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga
pembangunan daerah.
Untuk mempercepat pembangunan daerah, maka pemerintah daerah
sebagai pengambil kebijakan pembangunan harus lelalu mengintegrasikan
semua lintas pelaku, termasuk berbagai unsur dalam pemerintah daerah, bisnis,
organisasi nirlaba dan penduduk lainnya.
Lintas pelaku harus bekerjasama untuk membuat kerangka kerja formal
dan informal atau lembaga untuk mendorong interaksi dan mengatur hubungan
antar lembaga. Fleksibilitas harus menjadi kunci dari kerangka kerja dan
lembaga yang harus menyalurkan perhatian dan kepentingan yang relevan
dalam proses dan mobilisasi sumber daya masyarakat.
Percepatan pembangunan pemerintahan daerah mungkin memerlukan
pendirian suatu organisasi pengembangan khusus, yang bertanggungjawab
109
dalam pengordinasian seluruh lintas pelaku dan berfungsi sebagai juru bicara
rencana aksi atau platform yang ingin dituju.
Organisasi ini harus membentuk jejaring untuk pembangunan daerah
untuk peningkatan efisiensi pengalokasian sumberdaya serta berbagai
pengetahuan dan informasi. Operasionalisasi dan pembiayaan organisasi ini
harus didukung oleh lintas pelaku daerah.
Salah satu misi utama dari pemerintah daerah adalah menggambarkan
dan mengimplementasikan seluruh strategi pembangunan. Proses ini harus
dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas dan memahami kondisi daerah
setempat.
Entitas harus juga mempertimbangkan keberlanjutan pada semua
tahapan perencanaan dan implementasi untuk menjamin suatu lingkungan yang
sehat dan suatu kualitas hidup yang baik. Strategi yang diterapkan haruslah
dikembangkan dengan pembagian tenaga kerja antar pelaku sesuai dengan
kekuatan dan sumberdaya mereka. Sejalan dengan tren desentralisasi, peran
pemerintah daerah menjadi semakin penting dalam pembangunan. Otoritas
pemerintah daerah harus menyediakan petunjuk dan bantuan untuk efektifitas
dan efisiensi implementasi pengembangan strategi. Simplikasi dan deregulasi
prosedur birokrasi harus dilakukan untuk mengurangi biaya bisnis. Pemerintah
daerah harus menjembatani antara masyarakat dan otoritas pemerintah yang
lebih tinggi.
Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan
untuk pengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya
secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi,
wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi,
110
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan
lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sumber daya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan
bisnis dengan memfasilitasi pengusaha untuk mengakses informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, modal, dan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi
keberhasilan bisnisnya. Lebih penting lagi, otoritas daerah harus mampu
melakukan upaya penyederhanaan proses administrasi bagi usaha pemula (new
business start-up).
Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental untuk
penguatan kapasitas inovasi ditingkat lokal. Adapun aktor utama dalam sistem ini
meliputi pemerintah setempat, industri, lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk
penguatan operasi sistem inovasi lokal, pemerintah daerah perlu
mengembangkan kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi dengan
menyediakan insentif untuk pengembangan usaha patungan antara pengusaha
daerah dan perguruan tinggi. Pengembangan inkubator akan meningkatkan
diseminasi ilmu pengetahuan dalam sistem inovasi.
Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru
dan menarik perusahaan bisnis baru dari luar daerah, sehingga menigkatkan
output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru. Melalui interaksi dan
berbagai sumber daya dalam jejaring, inovasi dan perbaikan teknologi dapat
ditingkatkan. Dalam kaitan ini pemerintah daerah perlu menumbuhkan iklim
usaha yang kondusif sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri
klaster.
Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan
ekonomi dan kebijakan stabilitas sosial. Dan keberhasilan pada satu sisi suatu
111
kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi
mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik
kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga
harus membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain,
dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas
implementasinya.
UMKM dan bisnis pemula menjadi penghela penciptaan tenaga kerja di
tingkat lokal. Penumbuhan UMKM dan bisnis pemula mempunyai andil pending
dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja diberbagai wilayah. Agar kebijakan
UMKM dan bisnis pemula berjalan dengan baik, otoritas pemerintah daerah
harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi
kebijakan.
Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar pembisnis,
tega ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis dapat membantu
menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan keterampilan yang sesuai
dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja. Otoritas daerah dapat menawarkan
insentif untuk mengembangkan pelatihan keterampilan, dan mendorong
partisipasi dalam pelatihan.
Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar berubah
cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh
karena itu sangat penting untuk mempercepat kapasitas pekerja untuk
mempelajari keterampilan baru, dan alih keterampilan bagi industri yang lain.
Pengembangan Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) biasanya
diiringi dengan kebutuhan modal. UMKM yang semakin berkembang, disebabkan
karena semakin besarnya pula peluang usaha yang dapat diakses.
112
Dalam kondisi tersebut biasanya UMKM tidak dapat mengembangkan
usahanya lebih jauh lagi, karena kurangnya dukungan dana. Di sinilah
pentingnya lembaga pemberi modal memainkan peranannya, sekaligus
melalukan pendampingan.
Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi
yang dihadapi UMKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan
usaha mikro biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro
dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka.
Lembaga keuangan mikro bisa berbentuk bank atau non bank, termasuk
koperasi. Bagi usaha pemula, pengembangan jejaring lokal usaha malaikat
(Business Angels) dapat mengatasi sebagian masalah mereka. Lembaga
jaminan kredit termasuk di tingkat lokal juga memadai untuk pasar lokal yang
lebih kecil.
Tujuan pengembangan lembaga jaminan kredit untuk menjamin
keamanan pembiayaan UMKM, membantu UMKM mengatasi keterbatasan
agunan, meningkatkan minat lembaga keuangan memberikan kredit kepada
UMKM dan mendukung lembaga lain yang telah berusaha membantu UMKM,
sebab selama ini perbankan tidak kondusif dalam memberikan pinjaman kredit,
karena kredit yang mereka kucurkan selalu berdasarkan 5 C, yakni character,
capacity, capital, condition of ecconomic, and collateral.
Akibatnya perbankan selalu menerapkan berbagai persyaratan jaminan
keamanan kredit yang disalurkannya. Apalagi mereka juga sering kali tidak
membedakan persyaratan kredit antara usaha mikro atau kecil dengan usaha
besar. Karena itulah pemerintah mendukung peran serta lembaga keuangan lain
113
seperti lembaga modal ventura sebagai alternatif solusi didalam pemberdayaan
UMKM.
Keunggulan modal ventura, modal ventura adalah pembiayaan yang
berbentuk penyertaan modal, pola bagi hasil, dan obligasi konversi kepada
UMKM dalam jangka waktu tertentu dengan karakteristik mempunyai tingkat
resiko atau modal yang ditanamkan karena bertindak sebagai investor.
Modal ventura merupakan investasi aktif, yakni jika dipandang perlu
melibatkan diri dalam pengelolaan usaha UMKM investasi bersifat sementara
dan mengharapkan hasil atas investasi yang ditanamkan.
Dibandingkan dengan perbankan, lembaga modal ventura memiliki
beberapa kelebihan didalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah
antara lain:
Pertama, lembaga modal ventura menyediakan modal seperti halnya
perbankan, tetapi dengan syarat lebih sederhana dalam aspek formal maupun
agunan karena lebih mengedepankan kelayakan usaha.
Kedua, selain modal, pola ventura juga menyediakan pendampingan
sesuai kebutuhan UMKM, sehingga dapat berjalan lebih efektif bagi kedua pihak.
Pola pendampingan ini menjadi trdemark ventura. Pendampingan ini dapat
berbentuk pembinaan atau Pelatihan, konsultasi, manajemen dan perluasan
pasar bagi UMKM. Ini yang menyebabkan pola modal ventura berbeda dengan
perbankan. Faktor lain yang mendukung lembaga modal ventura menjadi
alternatif, adalah akses jaringan di seluruh Indonesia.
Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama,
khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal yang tradisional
114
mungkin masih menggunakan metode pemasaran kadaluarsa. Ini bisa membuat
industri ini mengalami penurunan. Tetapi, upaya mengembangkan industri
budaya lokal dengan pemasaran inovatif dan modern bisa membantu meraih
kembali keuntungan pasar. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai
budaya dan sejarah karena dampak globalisasi.
Produk dari industri budaya lokal merupakan ekspresi budaya dan seni,
yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor
tinggi. Walaupun secara umum, sebagian dari industri ini adalah usaha mikro
yang kesulitan pemasaran di luar negeri.
Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu
memasarkan produknya keluar negeri dengan biaya yang murah. Sebelum itu,
memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan
infrastruktur internet.
Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pembisnis
budaya lokal dapat menerapkan strategi pembangunan kerjasama, seperti kerja
sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang
saling menguntungkan. Para pasangan bisnis ini dapat bekerja sama untuk
membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk.
Pembangunan daerah sebagian besar tergantung pada kemitraan antara
pemerintah, pelaku bisnis dan lembaga non pemerintah. Kemitraan ini
memfasilitasi koordinasi dan kerja sama. Pasangan lokal darisektor swasta dapat
membantu mengekspolitasi kesempatan daerah dalam mengembangkan
kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan setempat.
115
Kunci utama dari kemitraan ini adalah mekanisme untuk mengatur dan
mengkoordinid secara benar sumber daya dan upaya-upaya yang berbeda dari
para pelaku yang berbeda.
Perencanaan dan implementasinya dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan kekuatan masing-masing. Selama dalam proses ini penting
untuk diperhatikan, yakni membentuk jejaring kerjasama dan mengembangkan
rasa saling percaya.
Karena keterbatasan institusionalisasi, kemitraan untuk pembangunan
daerah kerap kurang berjalan dengan stabil. Oleh karena itu pemerintah daerah
harus memimpin di depan dalam membangun mekanisme yang lebih stabil dan
formal untuk membantu memberikan kemitraan sebagai basis pelembagaan dan
kemampuan merancang dan menerapkan rencana pengembangan.
Konsep kemitraan untuk pembangunan daerah dekat hubungannya
dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Sejalan dengan filosofi CSR, perusahaan ingin mendedikasikan dirinya untuk
membangun kemitraan lokal, memperkuat kapasitas lokal, perlindungan
lingkungan dan berkontribusi dana untuk pembangunan daerah. Kesaaran akan
pentingnya CSR diantara para pebisnis menjadi prasyarat penting untuk
melibatkan para pebisnis dalam kemitraan untuk pengembangan daerah.
Membangun kesadaran ini merupakan bidang yang perlu menjadi perhatian
pemerintah daerah.
Mitra kerja dalam program pengembangan klaster sapi adalah PEMDA,
Politani Undana, Faperta Undana, BPTP Naibonat, ILO, BBPP Noelbaki dan
pengusaha- CV.Putra Fajar, dan pedagang pengumpul, petani peternak. Bentuk
116
kerja sama adalah pelatihan teknis, narasumber dan bantuan sarana penunjang
produksi, membeli dan mengantarpulaukan sapi, menyiapkan bakalan sapi.
117
5.3 Cerita Sukses Pengusaha Klaster Sapi Noetnana
Program klaster ketahanan pangan yang diterapkan oleh Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur membawa perubahan bagi
pengusaha klaster sapi Noetnana yakni semakin meningkatnya kesejahteraan
ekonomi anggota klaster sapi. Pengusaha klaster sapi Noetnana yang
mengalami perubahan taraf hidupnya, dua di antaranya memberikan
kesaksiannya saat diwawancarai. Hasil wawancara yang telah diolah dinarasikan
sebagai berikut:
1. Mama Welmince: “Kami Berkembang Sekarang”
Hamparan sawah nan hijau. Petak-petak yang sudah ditabur kotoran sapi
dicampur sekam berjejer rapi. Beberapa anggota kelompok tani Noetnana yang
sedang sibuk memacul tanah membuat pemandangan senja itu (Juni 2017) di
sekitar rumah Welmince Aluman Abjena tampak semakin menarik. Pada hari itu,
118
diadakan kegiatan diskusi kelompok yang difokuskan untuk memetakan
kapasitas kelompok Noetnana, salah satu klaster sapi Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Nusa Tenggara Timur. Satu hal yang menonjol dalam diskusi adalah
para pengusaha klaster sudah menjalankan sistem pertanian terintegrasi;
memadukan antara usaha penggemukan sapi, padi, dan usaha hortikultura.
Pemasukan dari usaha ini meningkat dari tahun ke tahun.
Apa perubahan yang paling nyata menurut Mama, kalau dibandingkan
dengan pengalaman sebelum ada pendampingan dari BI terkait penggemukan
sapi? Sebelum didampingi oleh BI, kami kasih makan tidak tepat jumlah dan
mutu, sembarang saja. Berat sapi waktu itu tidak maksimal. Kalau hanya lamtoro,
tanda sa (baca: saja), setiap bulan ketika dilakukan penimbangan pasti berat
badan bertambah. Kalau sapi betina boleh kasih makan apa saja, tetapi sapi
jantan penggemukan sebaiknya lamtoro teramba sa (baca: saja). Apa lagi
perubahan yang lain? Dulu belum ada rumah kandang, kasihan sapi-sapi, tidak
terlindung dari panas dan hujan, berat badan juga begitu-begitu saja. Karena
pindah sana-pindah sini, kotoran sapi juga terbuang begitu saja. Setelah ada
kandang, kami bisa mengambil kotoran sapi dengan mudah, kami campur
dengan sekam padi, jadi pupuk untuk usaha hortikultura. Tadi saya baru saja jual
bawang merah 300 kg. dengan harga Rp. 20.000 per kg. Di gudang masih ada 4
ton, kami siap untuk benih, kalau ada sisa baru dijual lagi. Kami berkembang
sekarang. Dari hasil cabai besar, tomat, bawang merah, dan sawi manis,
pendapatan lumayan besar. Sawi manis, Rp. 3-4 juta, tomat, 30-40 juta, cabai
kira-kira 50 juta, Bawang merah lebih dari Rp. 100 juta. Saya yakin bahwa pupuk
kandang yang kami gunakan sangat berpengaruh terhadap hasil yang kami
dapatkan. Biasanya kotoran sapi kami campur dengan sekam padi, kami biarkan
beberapa hari, lalu kami tabur pada petak-petak. Banyak pembeli memberi
119
kesaksian bahwa, hasil horti yang diambil dari sini seperti tomat, sawi, cabe, bisa
di simpan satu minggu, tidak kuning dan awet.
Mama begitu lancar menyebut jumlah pemasukan dari usaha hortikultura,
apakah mama hanya mengandalkan ingatan, atau mama mencatat setiap
pemaasukan pada buku kas? Saya mencatat, memang harus saya akui bahwa
mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran untuk usaha ini belum dilakukan
secara teratur, bawang misalnya, pengeluaran untuk benih pada musim tanam
sebelumnya, Rp. 38 Juta. Benihnya kami beli di toko Waris di Kupang. Tetapi
pemasukannya lebih besar dari pada pengeluaran. Saya mencatat itu, dan ketika
pemasukan mencapai Rp. 100 juta saya begitu bahagia, berbinar-binar dan
berhenti mencatat, karena pemasukan sudah melampui pengeluaran untuk bibit.
Apa saja pengalaman yang paling berkesan selama ini? Salah satunya
adalah juara 1 lomba kontes sapi jantan penggemukan yang mendapat juara 1
dari kelompok Noetnana dengan berat 435 kg, dan pialanya diserahkan
langsung oleh Deputi KPw BI NTT, Bapak Muhammad Syarial. Ini adalah salah
satu bentuk motivasi agar kami tetap semangat.
Apakah mama bersedia membagi pengalaman sukses ini kalau diminta
untuk memberi motivasi kepada kelompok lainnya? Dengan senang hati. Saya
juga sering berbagi pengalaman sukses ini dengan ibu-ibu, warga sekitar yang
datang ke sini. Kami sudah mendapatkan secara cuma-cuma dari BI, kami pun
harus bisa membagikan pengalaman sukses ini secara cuma-cuma.
120
2. Daniel Aluman: “Hidup Kami Berubah, Terima Kasih Bank Indonesia”
Kelompok tani penggemukan sapi ini bernama klaster Noetnana.
Kelompok ini dibentuk pada 2014 terdiri dari 24 orang anggota. Pada awalnya,
kelompok ini hanya memiliki rumah pertemuan yang sederhana serta kandang
ternak yang jauh dari memadai. Cara beternak sapi pun masih tradisional dengan
melepas sapi secara bebas untuk mencari makan sendiri dan dijual setelah 2
tahun pemeliharaan. “Itulah cara terbaik yang pada awalnya kami yakini dalam
usaha penggemukan sapi,” ujar ketua kelompok Noetnana, bapak Daniel
Aluman. Seiring berjalannya waktu, setelah malang-melintang bersama
pengusaha daerah setempat untuk mengantar sapi antar pulau ke Kalimantan,
bapak Daniel Aluman akhirnya menyadari bahwa sapi adalah salah satu
komoditas potensial di desanya dan bisa merubah hidup warga desa. Pada awal
121
pembentukan pengusaha klaster sapi tahun 2014, jumlah sapi yang dimiliki oleh
kelompok tersebut sebanyak 45 ekor. Namun dalam perjalanan terdapat 2 ekor
sapi yang mati. Berkat pendampingan yang intensif dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT produksi sapi mengalami peningkatan jumlah yang
signifikan dan di samping itu, jangka waktu proses penggemukan sapi juga
semakin baik dilihat dari semakin singkatnya waktu penggemukan dari yang
semula 2 tahun menjadi hanya 6 bulan.
Program klaster ketahanan pangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak dilakukan sendiri melainkan dilaksanakan
bersama mitra kerja yakni instansi terkait untuk memberikan pendampingan,
pelatihan, dan peningkatan kapasitas tentang penggemukan, pemilihan bakalan
sapi, pakan ternak, pengelolaan limbah, maupun studi banding. Kerjasama
pembinaan kelompok oleh Bank Indonesia antara lain dilakukan bersama
dengan Pemerintah kota dan provinsi Nusa Tenggara Timur dan kalangan
akademisi di Pulau Timor.
Dengan adanya pola kemitraan dengan BI, PEMDA, dan kalangan
akademisi, kelompok telah mendapatkan cukup banyak bantuan sarana dan
prasarana penunjang antara lain, obat-obatan, kandang jepit, timbangan
elektronik, bak penampung air, hand tractor, kandang penggemukan, kandang
pembibitan, dan bibit holtikultura. Keberhasilan pengelolaan program klaster juga
terlihat dari banyaknya mahasiswa Politeknik Negeri Kupang, Universitas Nusa
Cendana yang melakukan studi lapang maupun penelitian di lokasi klaster sapi.
Secara umum, jika dibandingkan dengan pengembangan sapi di daerah
luar NTT seperti Jawa, Bali dan wilayah lainnya, mungkin masih terdapat hal-hal
teknis penggemukan sapi yang belum dapat diterapkan di kelompok karena
122
keterbatasan latar belakang anggota kelompok yang hanya tamatan SD. Namun
demikian, wujud keberhasilan pengembangan kelompok sudah sangat dirasakan
oleh para anggotanya, khususnya peningkatan kapasitas ekonomi keluarga. Saat
ini terdapat 6 orang anggota kelompok yang dapat mengantarkan anak-anaknya
ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi, 2 diantaranya telah diwisuda
sedangkan 4 lainnya masih dalam proses studi. Tidak hanya sampai di Kupang
sebagai ibukota provinsi, beberapa diantaranya merantau menuntut ilmu sampai
ke pulau Jawa. “Walaupun sebagian besar pendidikan kami hanya tamatan SD,
kami bisa membiayai anak-anak kami untuk memperoleh pendidikan demi masa
depan yang lebih baik. Terima kasih Bank Indonesia, hidup kami berubah”, ujar
Daniel Aluman.
95
BAB V
PERAN DAN PROGRAM KLASTER KETAHANAN PANGAN BANK
INDONESIA UNTUK KEMANDIRIAN UMKM
5.1 Peran Program Klaster Ketahanan Pangan Bank Indonesia untuk
Kemandirian UMKM
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Bank
Indonesia antara lain bertugas mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang stabil.
Sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi Bank Indonesia
melalui kebijakan moneter. Sedangkan dari sisi penawaran yang berada diluar
pengendalian Bank Indonesia, dilakukan program pemberdayaan sektor riil dan
UMKM melalui program pola klaster. Salah satunya adalah program klaster sapi
di Noetnana. Melalui program klaster tersebut diharapkan peternak sapi dapat
meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing komoditas sapi di Noetnana,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan daging sapi di NTT maupun secara
regional. Program klaster sapi ini juga dalam rangka mewujudkan swasembada
daging sapi, sekaligus meningkatkan pendapatan dan memberdayakan
masyarakat, selain sebagai upaya pengendalian inflasi. Selain bantuan, kantor
perwakilan Bank Indonesia juga memberikan pelatihan teknologi budidaya dan
kesehatan ternak kepada para peternak sapi di Noetnana, dengan melibatkan
tim dari BPTP NTT dan instansi teknis lainnya. Pelatihan itu dilaksanakan karena
melihat potensi pengembangan ekonomi yang sangat besar melalui
pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dan pemanfaatan areal
tanam dengan penanaman tanaman kebutuhan pokok, seperti padi, jagung,
maupun komoditas penyumbang inflasi berupa bawang merah, cabai dan tomat.
Pemberian bantuan dan pengembangan klaster usaha baik dari mikro, kecil dan
95
96
menengah (UMKM) oleh Bank Indonesia, tidak lepas dari latar belakang bahwa
UMKM memiliki peran strategis di Noetnana secara khusus dan NTT secara
umum, baik dari sisi jumlah unit usaha, sumbangan terhadap produk domestik
regional bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja. Pada 2016 Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan
sebesar Rp 25,99 triliun, dan dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan
daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari satu kota dan 21
kabupaten. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara
Timur pada 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (atas dasar harga berlaku) yang
didominasi oleh Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar Rp
6.094,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 5,18%. Komponen pendorong
utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah konsumsi
rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80%. Jika dibandingkan dengan
pertumbuhan nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur
pada 2016 masih lebih tinggi, karena pertumbuhan ekonomi nasional tercatat
hanya sebesar 5,02%.
97
Berikut dapat dilihat tabel pembentukan klaster sapi Noetnana dari 2014
sampai dengan 2016:
Tabel 5.1 Pembentukan Klaster Sapi Noetnana
Klaster Klaster Sapi Noetnana Kota Kupang
Tahun pembentukan 2014 Stakeholder Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi Masalah utama - Pola pikir masyarakat yang masih belum
berorientasi bisnis - Minimnya pengetahuan budidaya sapi yang baik - Keterbatasan modal untuk memperluas usaha dalam skala besar
- Pemberian bantuan teknis: pelatihan kewirausahaan, pelatihan untuk peningkatan produktivitas, pelatihan pengelolaan keuangan, studi banding - Pendampingan - Mensinergikan pengembangan klaster dengan PSBI
Peranan Stakeholder - Pemerintah Daerah: Pemberian bantuan sarana dan sarana pendukung pada lokasi klaster; memberikan bantuan obat-obatan dan pakan ternak; mengadakan event kompetisi sapi untuk meningkatkan antusiasme penduduk lokal terhadap pengembangan sapi di daerah setempat - Perguruan Tinggi: Mengirimkan akademisi maupun mahasiswa untuk melakuan praktek lapang maupun penelitian di lokasi klaster
Apakah dapat direplikasi Belum Apakah klaster sudah dijadikan alat pengendalian harga
Belum
Apakah produksi dapat membantu ketersediaan barang
Belum
Apakah ada pengaturan pola tanam
Tidak
Apakah petani mengalami kesulitan dalam menjual panennya
Tidak
98
Klaster Klaster Sapi Noetnana Kota Kupang
Siapa yang menampung hasil panen
Penduduk, Rumah Potong Hewan
Dukungan transport Cukup Penguatan diperlukan pada - Peternak: Motivasi peningkatan usaha,
peningkatan kapasitas SDM - Kelembagaan: Penataan kelompok (aturan, rencana kerja), adanya asosiasi untuk menampung usulan para peternak/petani - Lembaga: Adanya penetapan kebijakan, bantuan teknis sesuai tupoksi, dan perbaikan infrastruktur
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan NTT, data diolah, 2017
Jumlah anggota kelompok tani yang tergabung dalam klaster sebanyak
24 orang. Dalam kegiatan klaster ini intervensi yang diberikan oleh Bank
Indonesia berupa penyediaan kandang dan perlengkapannya, untuk
penggemukan sapi dengan kapasitas 40-50 ekor sapi, pendampingan, untuk
membantu manajemen usaha, manajemen pengelolaan pakan, manajemen
kesehatan ternak, manajemen pemasaran kelompok dalam pengembangan sapi
potong. Selain terkait dengan manajemen usaha, pendamping juga harus dapat
merubah pola pikir anggota kelompok. Salah satu pengalaman yang sangat
berharga dan menjadi titik balik dalam pengembangan sapi potong adalah: studi
banding ke Lamongan dan Mataram.
Fokus pengembangan sapi dalam klaster berupa penggemukan dan
pembibitan. Penggemukan dalam kandang komunal dilakukan untuk sapi jantan,
sedangkan penggemukan sapi betina dilakukan diladang gembalaan sebagai
indukan. Adapun untuk pembibitan masih dilakukan secara alami yaitu dilakukan
di kadang pembibitan dan di sekitar lahan pertanian milik anggota kelompok.
99
Pengembangan sapi potong di klaster sudah dilakukan secara terintegrasi
dengan tanaman padi, hortikultura. Kotoran sapi diolah menjadi pupuk organic
setelah dicampur dengan sekam padi.
Dampak kehadiran klaster: menjadi tempat belajar dan magang dari
berbagai pihak. Beberapa bisa disebutkan di sini sebagai contoh: tempat praktek
mahasiswa fakultas kedokteran hewan 2015 dan 2016. Tempat magang calon
wirausaha peternak muda bekerja sama dengan BPTP. Studi banding dari
Pemda Bantul terkait pengembangan sapi Bali, praktek lapangan mahasiswa
Politani Negeri Kupang.
Perubahan utama yang ingin dicapai dari keseluruhan proses program
dan pendampingan terhadap klaster sapi adalah pertama, Perubahan mindset
kelompok dalam beternak sapi. Kedua, kelompok memiliki sarana dan prasarana
produksi (kebun Hijauan Makanan Ternak, kandang ternak, gudang pakan).
Ketiga, kelompok mampu mengolah limbah ternak (pupuk kompos dan biogas).
Keempat, kelompok memperoleh penghasilan tambahan (budidaya hortikultura).
Kelima, adanya perluasan akses keuangan dan pemasaran kelompok. Keenam,
terbentuknya jiwa wirausaha. Terhadap perubahan utama yang ingin dicapai di
atas, strategi pengembangan.
Model pengembangan klaster sapi dengan sistem pertanian terpadu.
Mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertanian (tanaman, ternak,) untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya lahan, kemandirian,
kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Keunggulan dari sistem pertanian
terpadu. Efisiensi, memanfaatkan sumber daya alam secara optimum. Mandiri,
sistem dapat berjalan dengan input luar minimum. Berkelanjutan, ekologi: ramah
lingkungan. Ekonomi: menguntungkan. Sosial: kearifan lokal dan dapat diterima
masyarakat .
100
Program pengembangan klaster akan memperkuat 3 hal yakni: Sumber
daya manusia, berupa bantuan teknik, studi banding, pemberdayaan kelompok
dan pendampingan. Hulu hilir; *) Hulu; pembibitan, penggemukan, pakan
ternak dan diversifikasi pakan ternak (lamtoro dikeringkan, turi, limbah pertanian,
kingres) *) Hilir; pengolahan limbah ternak (pupuk kompos), dan budidaya
hortikultura. Faktor penunjang; akses pemasaran, akses pembiayaan dan sarana
pendukung.
Perubahan utama yang ingin dicapai dari keseluruhan proses program
dan pendampingan terhadap klaster sapi adalah pertama, Perubahan mindset
kelompok dalam beternak sapi. Kedua, kelompok memiliki sarana dan prasarana
produksi (kebun Hijauan Makanan Ternak, kandang ternak, gudang pakan).
Ketiga, kelompok mampu mengolah limbah ternak (pupuk kompos dan biogas).
Keempat, kelompok memperoleh penghasilan tambahan (budidaya hortikultura).
Kelima, adanya perluasan akses keuangan dan pemasaran kelompok. Keenam,
terbentuknya jiwa wirausaha. Terhadap perubahan utama yang ingin dicapai di
atas, strategi pengembangan.
5.2 Output dan Pendapatan Ternak
Dengan adanya program klaster sapi di Noetnana akan meningkatkan
kinerja dan produktivitas peternak dan akan meningkatkan pendapatan daerah
NTT.
Pencapaian kinerja klaster Sapi Noetnana, Kelurahan Fatukoa,
Kecamatan Maulafa, Kota Kupang akan diuraikan secara beruratan dalam tabel
dibawah ini:
101
Tabel 5.2 Pencapaian Kinerja Klaster Sapi Noetnana 2016
No Indikator Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
1 SDM dan kelemba-gaan
Belum ada kesadaran untuk menjadi pelaku usaha
Membentuk kelompok Noetnana . Tokoh kunci Noetnana adalah Daniel Aluman
Kelompok menjadi basis pelayanan masyarakat : penelitian, praktek, studi banding.
Pencatatan administrasi belum dilakukan secara konsisten
sapi dipelihara oleh masing-masing individu
Membangun visi bersama yakni kesejahtera-an dan perubahan SDM anggota dan keluarga.
Meningkat-nya pemahaman anggota tentang manajemen penggemu-kan, manajemen kandang, dan manajemen kesehatan ternak.
Tidak ada aturan kelompok
Ada aturan kelompok
Meningkat-nya pemahaman anggota tentang pentingnya peran perbankan untuk menggem-bangkan usaha.
Tidak ada pembukuan dan administrasi kelompok
Ada pembukuan kelompok
102
No Indikator Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
Belum memahami tentang manajemen penggemukan sapi , kesehatan ternak sapi dan manajemen pakan
Ada rencana kerja
2 Produksi
Pola beternak masih tradisional,sapi dilepas bebas tanpa dikandangkan
Ada sarana pendukung yang memadai, yakni kandang komunal, gudang pakan, kandang bibit, rumah pertemuan, alat timbang elektronik, akses jalan.
Dari sisi jumlah sapi per Desember 2015, Noetnana 48 ekor
Hanya mengandalkan pakan yang disediakan oleh alam
Budidaya pakan mencapai 15 ha dan ditanami lamtoro, kingres baik dilahan komunal maupun di lahan pertanian
Tidak membudidayakan pakan secara teratur-tidak memperhatikan aspek mutu dan jumlah pakan
Durasi waktu penggemukan 6 bulan
Noetnana ada integrasi yang serius antara penggemukan sapi dan hortikultura
103
No Indikator Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
waktu penggemukan mencapai dua tahun atau lebih
Jumlah produksi
terus meningkat rata-rata 40 ekor (jantan dan betina)
Gudang pakan dimanfaatkan
secara maksimal
untuk menyimpan
pakan sebagai antisipasi
musim kering
3 Pemasaran
Belum membangun jaringan bisnis sapi
Sudah terbangun jaringan bisnis sapi dari hulu hilir
Omzet penjualan sapi penggemu-kan, tahun 2014 11 ekor,Tahun 2015 8 ekor, Tahun 2016 17 ekor
Sapi di pasarkan di pasar local/menunggu pembeli
Konsumen akhir dari sapi penggemukan di wilayah Kalimantan dan Jawa
Pendapatan : Tahun 2014, Rp.68.000.000 Tahun 2015, Rp.59.000.000 Tahun 2016, Rp.159.698.000
Harga dikendalikan oleh pembeli
Penetapan harga sapi merujuk kepada harga dasar yang ditetapkan oleh pemda dan diukur menggunakan timbangan elektronik
Tidak kesulitan memasarkan produk karena ada di wilayah Kota Kupang dengan banyak pilihan kemungkinan menjual (RPH, pedagang pengumpul)
104
No Indikator Hasil
Sebelum Sesudah Perubahan Kendala
yang dihadapi
Informasi pasar sangat terbatas
Transaksi dilakukan langsung di klaster
4
Menga-kses modal ke Bank
Belum terbiasa berhubungan dengan pihak Bank
Sudah mampu membangun komunikasi dengan pihak bank
Dari sisi penggunaan kredit, penggunaan sesuai peruntukan yakni membeli lahan pakan, dan saat ini sudah melakukan budidaya pakan.
Belum melakukan pencatatan keuangan secara teratur.
Terbatasnya informasi terkait sistem kredit
Memiliki persepsi yang positif tentang perbankan.
klaster Noetnana mengakses Rp 200 juta
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan NTT,data diolah, 2017
Klaster sapi Noetnana adalah klaster sapi yang diinisiasi oleh BI KPw
NTT, pada tahun 2014. Jenis usahanya: penggemukan sapi. Alamat, Kelurahan
Fatukoa Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Saat ini kelompok Noetnana
memasuki tahap mandiri. Prioritas kegiatan perluasan akses pemasaran,
peningkatan usaha penggemukan sapi, akses kredit perbankan dan manajemen
pakan. Kontak person, Daniel Aluman (ketua kelompok Noetnana) Sumber daya
manusia, jumlah anggota kelompok Noetnana 24 orang. Kualifikasi tenaga kerja
terhadap jenis usaha yang dijalankan adalah pengalaman. Rata-rata
pengalaman mereka di atas sepuluh tahun.
105
Aspek Pasar dan Informasi Pasar, wilayah pemasaran produk kota
Kupang, Jawa dan Kalimantan. Terkait hal ini mereka sudah membangun
komitmen dan kerjasama pedagang pengumpul di wilayah Kota Kupang.
Informasi harga mereka dapatkan dari pemerintah kota dan dari pedagang
pengumpul.
Jalur pemasaran produk: produk mereka biasanya dibeli di lokasi klaster,
lalu ke karantina di wilayah Alak, selanjutnya pelabuhan Tenau- Kupang, dan
diantarpulaukan ke Jawa atau Kalimantan. Atau dari pedagang pengumpul ke
RPH Oeba. Rata-rata pemotongan per hari 40 - 45 ekor untuk memenuhi
kebutuhan daging sapi masyarakat Kota Kupang.
Aspek Produksi, bakalan sapi untuk penggemukan diperoleh dari:
budidaya sendiri dan membelinya dari desa atau kecamatan di Kabupaten
Kupang. Ini adalah salah satu hambatan bagi klaster karena sulit mencari
bakalan sapi dengan berat 150 kg.
Penggunaan teknologi: teknologi yang mereka gunakan sudah memadai.
Ada kandang, gudang pakan, timbangan elektronik, biogas, Viar, mesin
pencacah pakan.
Kapasitas produksi: jumlah kapasitas produksi mereka rata-rata 20 -30
ekor. Kemampuan menjaual 8- 16 ekor dalam satu tahun. Kualitas produk
mereka baik karena mereka sangat memperhatikan jumlah dan mutu pakan.
Kondisi yang terus mereka antisipasi adalah saat musim kering, persediaan
pakan terbatas. Solusi yang mereka tempuh adalah membeli jerami padi,
menyimpannya di gudang pakan, selain itu budi daya pakan baik di lahan pribadi
maupun kelompok. Selain sapi, mereka juga secara serius membudidayakan
hortikultura-cabai, bawang merah, sawi putih. Dalam hal budidaya hortikultura
mereka memanfaatkan limbah ternak diolah menjadi pupuk.
106
Harga jual produk: mereka biasanya tidak menjual dengan menggunakan
ukuran kg berat hidup sapi. Semakin berat semakin besar keuntungannya. Rata-
rata sapi penggemukan mencapai berat 240 320 kg.
Aspek Keuangan, akses dari sisi jarak dengan lembaga-lembaga
keuangan terbilang dekat. Inisiatif untuk selalu mau mencari informasi secara
langsung dari pihak perbankan memungkinkan kelompok Noetnana
mendapatkan pinjaman dari BRI sebesar Rp. 70.000.000 pada tahun 2015 dan
Rp. 200.000.000 pada tahun 2016. Uang ini ditambah dengan keuntungan dari
hasil penjualan hortikultura, sudah digunakan untuk membeli 2 ha lahan saat ini
sudah ditanami berbagai jenis pakan, lamtoro, ubi, jagung dan membeli bakalan
sapi.
Aspek modal sosial, sumber daya sosial, orang Fatukoa secara khusus,
hampir sama dengan orang Timor pada umumnya, meletakan jumlah ternak
sebagai indikator kesejahteraan. Secara kultural, ini menjadi pintu masuk yang
baik sebagai sumber inspirasi dan motivasi untuk menjadi pelaku usaha di
bidang pertanian sektor peternakan.
Dari paparan tabel di atas, jelas terlihat bahwa pendekatan klaster
berbasis produk unggulan daerah, membawa perubahan dalam hal cara
pandang, baik pada klaster padi maupun klaster sapi. Perubahan cara padang,
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil yang diperoleh masing-masing
kelompok.
Perubahan ini juga dimungkinkan karena ada komitmen dari
keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka mengatasi persoalan
bersama, pemerintah, DOLOG, Bank dan pengusaha.
107
Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di
daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam
kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama
yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang
dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan
oleh daerah yang bersangkutan.
Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang
selama ini dipengang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah
daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi
pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolaborasi berbagai
unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang
dikembangakan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien, termasuk
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas
pelaku di masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan nilai sumberdaya
setempat.
Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UMKM strategis untuk
menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup
masyarakat setempat. Pertumbuhan UMKM tergantung dari kondisi lingkungan
bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMKM, Pemerintah dan
entitas masyarakat setempat.
Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian,
meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, ketersediaan tenaga
terampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan
layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan
kualitas pengelolaan sektor publik.
108
Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan
baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat,
identifikasi kesempatan bagi UMKM, pengurangan hambatan bisnis, dan
pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam
proses.
Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa
dilakukan, investasi dibidang infrastruktur, penyediaan insentif bagi investasi
bisnis, mendorong pengembangan investasi baru, pengembangan klaster,
pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan
layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro,
penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggung jawab sosial
perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga
pembangunan daerah.
Untuk mempercepat pembangunan daerah, maka pemerintah daerah
sebagai pengambil kebijakan pembangunan harus lelalu mengintegrasikan
semua lintas pelaku, termasuk berbagai unsur dalam pemerintah daerah, bisnis,
organisasi nirlaba dan penduduk lainnya.
Lintas pelaku harus bekerjasama untuk membuat kerangka kerja formal
dan informal atau lembaga untuk mendorong interaksi dan mengatur hubungan
antar lembaga. Fleksibilitas harus menjadi kunci dari kerangka kerja dan
lembaga yang harus menyalurkan perhatian dan kepentingan yang relevan
dalam proses dan mobilisasi sumber daya masyarakat.
Percepatan pembangunan pemerintahan daerah mungkin memerlukan
pendirian suatu organisasi pengembangan khusus, yang bertanggungjawab
109
dalam pengordinasian seluruh lintas pelaku dan berfungsi sebagai juru bicara
rencana aksi atau platform yang ingin dituju.
Organisasi ini harus membentuk jejaring untuk pembangunan daerah
untuk peningkatan efisiensi pengalokasian sumberdaya serta berbagai
pengetahuan dan informasi. Operasionalisasi dan pembiayaan organisasi ini
harus didukung oleh lintas pelaku daerah.
Salah satu misi utama dari pemerintah daerah adalah menggambarkan
dan mengimplementasikan seluruh strategi pembangunan. Proses ini harus
dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas dan memahami kondisi daerah
setempat.
Entitas harus juga mempertimbangkan keberlanjutan pada semua
tahapan perencanaan dan implementasi untuk menjamin suatu lingkungan yang
sehat dan suatu kualitas hidup yang baik. Strategi yang diterapkan haruslah
dikembangkan dengan pembagian tenaga kerja antar pelaku sesuai dengan
kekuatan dan sumberdaya mereka. Sejalan dengan tren desentralisasi, peran
pemerintah daerah menjadi semakin penting dalam pembangunan. Otoritas
pemerintah daerah harus menyediakan petunjuk dan bantuan untuk efektifitas
dan efisiensi implementasi pengembangan strategi. Simplikasi dan deregulasi
prosedur birokrasi harus dilakukan untuk mengurangi biaya bisnis. Pemerintah
daerah harus menjembatani antara masyarakat dan otoritas pemerintah yang
lebih tinggi.
Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan
untuk pengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya
secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi,
wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi,
110
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan
lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sumber daya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan
bisnis dengan memfasilitasi pengusaha untuk mengakses informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, modal, dan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi
keberhasilan bisnisnya. Lebih penting lagi, otoritas daerah harus mampu
melakukan upaya penyederhanaan proses administrasi bagi usaha pemula (new
business start-up).
Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental untuk
penguatan kapasitas inovasi ditingkat lokal. Adapun aktor utama dalam sistem ini
meliputi pemerintah setempat, industri, lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk
penguatan operasi sistem inovasi lokal, pemerintah daerah perlu
mengembangkan kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi dengan
menyediakan insentif untuk pengembangan usaha patungan antara pengusaha
daerah dan perguruan tinggi. Pengembangan inkubator akan meningkatkan
diseminasi ilmu pengetahuan dalam sistem inovasi.
Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru
dan menarik perusahaan bisnis baru dari luar daerah, sehingga menigkatkan
output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru. Melalui interaksi dan
berbagai sumber daya dalam jejaring, inovasi dan perbaikan teknologi dapat
ditingkatkan. Dalam kaitan ini pemerintah daerah perlu menumbuhkan iklim
usaha yang kondusif sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri
klaster.
Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan
ekonomi dan kebijakan stabilitas sosial. Dan keberhasilan pada satu sisi suatu
111
kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi
mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik
kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga
harus membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain,
dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas
implementasinya.
UMKM dan bisnis pemula menjadi penghela penciptaan tenaga kerja di
tingkat lokal. Penumbuhan UMKM dan bisnis pemula mempunyai andil pending
dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja diberbagai wilayah. Agar kebijakan
UMKM dan bisnis pemula berjalan dengan baik, otoritas pemerintah daerah
harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi
kebijakan.
Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar pembisnis,
tega ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis dapat membantu
menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan keterampilan yang sesuai
dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja. Otoritas daerah dapat menawarkan
insentif untuk mengembangkan pelatihan keterampilan, dan mendorong
partisipasi dalam pelatihan.
Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar berubah
cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh
karena itu sangat penting untuk mempercepat kapasitas pekerja untuk
mempelajari keterampilan baru, dan alih keterampilan bagi industri yang lain.
Pengembangan Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) biasanya
diiringi dengan kebutuhan modal. UMKM yang semakin berkembang, disebabkan
karena semakin besarnya pula peluang usaha yang dapat diakses.
112
Dalam kondisi tersebut biasanya UMKM tidak dapat mengembangkan
usahanya lebih jauh lagi, karena kurangnya dukungan dana. Di sinilah
pentingnya lembaga pemberi modal memainkan peranannya, sekaligus
melalukan pendampingan.
Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi
yang dihadapi UMKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan
usaha mikro biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro
dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka.
Lembaga keuangan mikro bisa berbentuk bank atau non bank, termasuk
koperasi. Bagi usaha pemula, pengembangan jejaring lokal usaha malaikat
(Business Angels) dapat mengatasi sebagian masalah mereka. Lembaga
jaminan kredit termasuk di tingkat lokal juga memadai untuk pasar lokal yang
lebih kecil.
Tujuan pengembangan lembaga jaminan kredit untuk menjamin
keamanan pembiayaan UMKM, membantu UMKM mengatasi keterbatasan
agunan, meningkatkan minat lembaga keuangan memberikan kredit kepada
UMKM dan mendukung lembaga lain yang telah berusaha membantu UMKM,
sebab selama ini perbankan tidak kondusif dalam memberikan pinjaman kredit,
karena kredit yang mereka kucurkan selalu berdasarkan 5 C, yakni character,
capacity, capital, condition of ecconomic, and collateral.
Akibatnya perbankan selalu menerapkan berbagai persyaratan jaminan
keamanan kredit yang disalurkannya. Apalagi mereka juga sering kali tidak
membedakan persyaratan kredit antara usaha mikro atau kecil dengan usaha
besar. Karena itulah pemerintah mendukung peran serta lembaga keuangan lain
113
seperti lembaga modal ventura sebagai alternatif solusi didalam pemberdayaan
UMKM.
Keunggulan modal ventura, modal ventura adalah pembiayaan yang
berbentuk penyertaan modal, pola bagi hasil, dan obligasi konversi kepada
UMKM dalam jangka waktu tertentu dengan karakteristik mempunyai tingkat
resiko atau modal yang ditanamkan karena bertindak sebagai investor.
Modal ventura merupakan investasi aktif, yakni jika dipandang perlu
melibatkan diri dalam pengelolaan usaha UMKM investasi bersifat sementara
dan mengharapkan hasil atas investasi yang ditanamkan.
Dibandingkan dengan perbankan, lembaga modal ventura memiliki
beberapa kelebihan didalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah
antara lain:
Pertama, lembaga modal ventura menyediakan modal seperti halnya
perbankan, tetapi dengan syarat lebih sederhana dalam aspek formal maupun
agunan karena lebih mengedepankan kelayakan usaha.
Kedua, selain modal, pola ventura juga menyediakan pendampingan
sesuai kebutuhan UMKM, sehingga dapat berjalan lebih efektif bagi kedua pihak.
Pola pendampingan ini menjadi trdemark ventura. Pendampingan ini dapat
berbentuk pembinaan atau Pelatihan, konsultasi, manajemen dan perluasan
pasar bagi UMKM. Ini yang menyebabkan pola modal ventura berbeda dengan
perbankan. Faktor lain yang mendukung lembaga modal ventura menjadi
alternatif, adalah akses jaringan di seluruh Indonesia.
Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama,
khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal yang tradisional
114
mungkin masih menggunakan metode pemasaran kadaluarsa. Ini bisa membuat
industri ini mengalami penurunan. Tetapi, upaya mengembangkan industri
budaya lokal dengan pemasaran inovatif dan modern bisa membantu meraih
kembali keuntungan pasar. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai
budaya dan sejarah karena dampak globalisasi.
Produk dari industri budaya lokal merupakan ekspresi budaya dan seni,
yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor
tinggi. Walaupun secara umum, sebagian dari industri ini adalah usaha mikro
yang kesulitan pemasaran di luar negeri.
Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu
memasarkan produknya keluar negeri dengan biaya yang murah. Sebelum itu,
memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan
infrastruktur internet.
Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pembisnis
budaya lokal dapat menerapkan strategi pembangunan kerjasama, seperti kerja
sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang
saling menguntungkan. Para pasangan bisnis ini dapat bekerja sama untuk
membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk.
Pembangunan daerah sebagian besar tergantung pada kemitraan antara
pemerintah, pelaku bisnis dan lembaga non pemerintah. Kemitraan ini
memfasilitasi koordinasi dan kerja sama. Pasangan lokal darisektor swasta dapat
membantu mengekspolitasi kesempatan daerah dalam mengembangkan
kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan setempat.
115
Kunci utama dari kemitraan ini adalah mekanisme untuk mengatur dan
mengkoordinid secara benar sumber daya dan upaya-upaya yang berbeda dari
para pelaku yang berbeda.
Perencanaan dan implementasinya dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan kekuatan masing-masing. Selama dalam proses ini penting
untuk diperhatikan, yakni membentuk jejaring kerjasama dan mengembangkan
rasa saling percaya.
Karena keterbatasan institusionalisasi, kemitraan untuk pembangunan
daerah kerap kurang berjalan dengan stabil. Oleh karena itu pemerintah daerah
harus memimpin di depan dalam membangun mekanisme yang lebih stabil dan
formal untuk membantu memberikan kemitraan sebagai basis pelembagaan dan
kemampuan merancang dan menerapkan rencana pengembangan.
Konsep kemitraan untuk pembangunan daerah dekat hubungannya
dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Sejalan dengan filosofi CSR, perusahaan ingin mendedikasikan dirinya untuk
membangun kemitraan lokal, memperkuat kapasitas lokal, perlindungan
lingkungan dan berkontribusi dana untuk pembangunan daerah. Kesaaran akan
pentingnya CSR diantara para pebisnis menjadi prasyarat penting untuk
melibatkan para pebisnis dalam kemitraan untuk pengembangan daerah.
Membangun kesadaran ini merupakan bidang yang perlu menjadi perhatian
pemerintah daerah.
Mitra kerja dalam program pengembangan klaster sapi adalah PEMDA,
Politani Undana, Faperta Undana, BPTP Naibonat, ILO, BBPP Noelbaki dan
pengusaha- CV.Putra Fajar, dan pedagang pengumpul, petani peternak. Bentuk
116
kerja sama adalah pelatihan teknis, narasumber dan bantuan sarana penunjang
produksi, membeli dan mengantarpulaukan sapi, menyiapkan bakalan sapi.
117
5.3 Cerita Sukses Pengusaha Klaster Sapi Noetnana
Program klaster ketahanan pangan yang diterapkan oleh Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur membawa perubahan bagi
pengusaha klaster sapi Noetnana yakni semakin meningkatnya kesejahteraan
ekonomi anggota klaster sapi. Pengusaha klaster sapi Noetnana yang
mengalami perubahan taraf hidupnya, dua di antaranya memberikan
kesaksiannya saat diwawancarai. Hasil wawancara yang telah diolah dinarasikan
sebagai berikut:
1. Mama Welmince:
Hamparan sawah nan hijau. Petak-petak yang sudah ditabur kotoran sapi
dicampur sekam berjejer rapi. Beberapa anggota kelompok tani Noetnana yang
sedang sibuk memacul tanah membuat pemandangan senja itu (Juni 2017) di
sekitar rumah Welmince Aluman Abjena tampak semakin menarik. Pada hari itu,
118
diadakan kegiatan diskusi kelompok yang difokuskan untuk memetakan
kapasitas kelompok Noetnana, salah satu klaster sapi Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Nusa Tenggara Timur. Satu hal yang menonjol dalam diskusi adalah
para pengusaha klaster sudah menjalankan sistem pertanian terintegrasi;
memadukan antara usaha penggemukan sapi, padi, dan usaha hortikultura.
Pemasukan dari usaha ini meningkat dari tahun ke tahun.
Apa perubahan yang paling nyata menurut Mama, kalau dibandingkan
dengan pengalaman sebelum ada pendampingan dari BI terkait penggemukan
sapi? Sebelum didampingi oleh BI, kami kasih makan tidak tepat jumlah dan
mutu, sembarang saja. Berat sapi waktu itu tidak maksimal. Kalau hanya lamtoro,
tanda sa (baca: saja), setiap bulan ketika dilakukan penimbangan pasti berat
badan bertambah. Kalau sapi betina boleh kasih makan apa saja, tetapi sapi
jantan penggemukan sebaiknya lamtoro teramba sa (baca: saja). Apa lagi
perubahan yang lain? Dulu belum ada rumah kandang, kasihan sapi-sapi, tidak
terlindung dari panas dan hujan, berat badan juga begitu-begitu saja. Karena
pindah sana-pindah sini, kotoran sapi juga terbuang begitu saja. Setelah ada
kandang, kami bisa mengambil kotoran sapi dengan mudah, kami campur
dengan sekam padi, jadi pupuk untuk usaha hortikultura. Tadi saya baru saja jual
bawang merah 300 kg. dengan harga Rp. 20.000 per kg. Di gudang masih ada 4
ton, kami siap untuk benih, kalau ada sisa baru dijual lagi. Kami berkembang
sekarang. Dari hasil cabai besar, tomat, bawang merah, dan sawi manis,
pendapatan lumayan besar. Sawi manis, Rp. 3-4 juta, tomat, 30-40 juta, cabai
kira-kira 50 juta, Bawang merah lebih dari Rp. 100 juta. Saya yakin bahwa pupuk
kandang yang kami gunakan sangat berpengaruh terhadap hasil yang kami
dapatkan. Biasanya kotoran sapi kami campur dengan sekam padi, kami biarkan
beberapa hari, lalu kami tabur pada petak-petak. Banyak pembeli memberi
119
kesaksian bahwa, hasil horti yang diambil dari sini seperti tomat, sawi, cabe, bisa
di simpan satu minggu, tidak kuning dan awet.
Mama begitu lancar menyebut jumlah pemasukan dari usaha hortikultura,
apakah mama hanya mengandalkan ingatan, atau mama mencatat setiap
pemaasukan pada buku kas? Saya mencatat, memang harus saya akui bahwa
mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran untuk usaha ini belum dilakukan
secara teratur, bawang misalnya, pengeluaran untuk benih pada musim tanam
sebelumnya, Rp. 38 Juta. Benihnya kami beli di toko Waris di Kupang. Tetapi
pemasukannya lebih besar dari pada pengeluaran. Saya mencatat itu, dan ketika
pemasukan mencapai Rp. 100 juta saya begitu bahagia, berbinar-binar dan
berhenti mencatat, karena pemasukan sudah melampui pengeluaran untuk bibit.
Apa saja pengalaman yang paling berkesan selama ini? Salah satunya
adalah juara 1 lomba kontes sapi jantan penggemukan yang mendapat juara 1
dari kelompok Noetnana dengan berat 435 kg, dan pialanya diserahkan
langsung oleh Deputi KPw BI NTT, Bapak Muhammad Syarial. Ini adalah salah
satu bentuk motivasi agar kami tetap semangat.
Apakah mama bersedia membagi pengalaman sukses ini kalau diminta
untuk memberi motivasi kepada kelompok lainnya? Dengan senang hati. Saya
juga sering berbagi pengalaman sukses ini dengan ibu-ibu, warga sekitar yang
datang ke sini. Kami sudah mendapatkan secara cuma-cuma dari BI, kami pun
harus bisa membagikan pengalaman sukses ini secara cuma-cuma.
120
2. Daniel Aluman:
Kelompok tani penggemukan sapi ini bernama klaster Noetnana.
Kelompok ini dibentuk pada 2014 terdiri dari 24 orang anggota. Pada awalnya,
kelompok ini hanya memiliki rumah pertemuan yang sederhana serta kandang
ternak yang jauh dari memadai. Cara beternak sapi pun masih tradisional dengan
melepas sapi secara bebas untuk mencari makan sendiri dan dijual setelah 2
tahun pemeliharaan.
ujar ketua kelompok Noetnana, bapak Daniel
Aluman. Seiring berjalannya waktu, setelah malang-melintang bersama
pengusaha daerah setempat untuk mengantar sapi antar pulau ke Kalimantan,
bapak Daniel Aluman akhirnya menyadari bahwa sapi adalah salah satu
komoditas potensial di desanya dan bisa merubah hidup warga desa. Pada awal
121
pembentukan pengusaha klaster sapi tahun 2014, jumlah sapi yang dimiliki oleh
kelompok tersebut sebanyak 45 ekor. Namun dalam perjalanan terdapat 2 ekor
sapi yang mati. Berkat pendampingan yang intensif dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT produksi sapi mengalami peningkatan jumlah yang
signifikan dan di samping itu, jangka waktu proses penggemukan sapi juga
semakin baik dilihat dari semakin singkatnya waktu penggemukan dari yang
semula 2 tahun menjadi hanya 6 bulan.
Program klaster ketahanan pangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak dilakukan sendiri melainkan dilaksanakan
bersama mitra kerja yakni instansi terkait untuk memberikan pendampingan,
pelatihan, dan peningkatan kapasitas tentang penggemukan, pemilihan bakalan
sapi, pakan ternak, pengelolaan limbah, maupun studi banding. Kerjasama
pembinaan kelompok oleh Bank Indonesia antara lain dilakukan bersama
dengan Pemerintah kota dan provinsi Nusa Tenggara Timur dan kalangan
akademisi di Pulau Timor.
Dengan adanya pola kemitraan dengan BI, PEMDA, dan kalangan
akademisi, kelompok telah mendapatkan cukup banyak bantuan sarana dan
prasarana penunjang antara lain, obat-obatan, kandang jepit, timbangan
elektronik, bak penampung air, hand tractor, kandang penggemukan, kandang
pembibitan, dan bibit holtikultura. Keberhasilan pengelolaan program klaster juga
terlihat dari banyaknya mahasiswa Politeknik Negeri Kupang, Universitas Nusa
Cendana yang melakukan studi lapang maupun penelitian di lokasi klaster sapi.
Secara umum, jika dibandingkan dengan pengembangan sapi di daerah
luar NTT seperti Jawa, Bali dan wilayah lainnya, mungkin masih terdapat hal-hal
teknis penggemukan sapi yang belum dapat diterapkan di kelompok karena
122
keterbatasan latar belakang anggota kelompok yang hanya tamatan SD. Namun
demikian, wujud keberhasilan pengembangan kelompok sudah sangat dirasakan
oleh para anggotanya, khususnya peningkatan kapasitas ekonomi keluarga. Saat
ini terdapat 6 orang anggota kelompok yang dapat mengantarkan anak-anaknya
ke jenjang pendidikan di perguruan tinggi, 2 diantaranya telah diwisuda
sedangkan 4 lainnya masih dalam proses studi. Tidak hanya sampai di Kupang
sebagai ibukota provinsi, beberapa diantaranya merantau menuntut ilmu sampai
kami bisa membiayai anak-anak kami untuk memperoleh pendidikan demi masa
Daniel Aluman.
123
123
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Sesuai dengan indikator dan capaian dari kinerja klaster sebagaimana
sudah diuraikan pada bab hasil dan pembahasan. Maka dapat ditarik beberapa
kseimpulan sebagai berikut:
a. Pendekatan klaster berbasis produk unggulan daerah, dan bantuan
teknis telah membawa perubahan dalam hal cara pandang anggota
klaster yaitu merubah dari pola lama dimana sapi dibiarkan berkeliaran
mencari makan sendiri pada hamparan lahan terbuka ke pola yang
lebih modern yakni menyediakan kandang yang representatif,
pemeriksaan kesehatan sapi secara teratur sampai ke pemasaran
hasil produksi yang lebih menguntungkan peternak sapi. Perubahan
cara padang tersebut, berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
yang diperoleh masing-masing kelompok. Perubahan ini juga
dimungkinkan karena ada komitmen dari keterlibatan para pihak
dalam proses pengembangan klaster. Kisah sukses bisa memberi
justifikasi terhadap klaim bahwa mereka mengalami perubahan secara
nyata karena program klaster.
b. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi, melalui pendekatan klaster,
insentif yang diberikan oleh BI adalah, bantuan teknis, pendampingan,
memfasilitasi akses kepada pasar, dan memfasilitasi akses modal ke
bank. Dalam konteks klaster, insentif yang diberikan diharapkan
menjadi factor pemicu, bagi niat dan motivasi semua anggota
124
kelompok agar dapat mengadopsi tawaran program sekaligus
menjalankannya secara berkelanjutan.
c. Bagaimana supaya klaster-klaster ini berkelanjutan? Pilihannya adalah
pemberdayaan berbasis kelompok yang terlibat di dalam klaster.
Dalam konteks pemberdayaan ada beberapa prinsip yang akan
dijadikan pegangan. Pertama, prinsip partisipasi. Anggota kelompok
harus digerakkan untuk terlibat secara penuh dalam seluruh proses
atau jalannya kegiatan klaster. mereka harus diberi ruang dan
kesempatan seluas-luasnya untuk ikut mengambil keputusan-
keputusan penting menyangkut pelaksanaan kegiatan, serta terlibat
dalam membuat rencana aksi dan melaksanakannya. Swanepoel dan
De Beer, dengan mengikuti jalan pikiran Paulo Freire, berkeyakinan
bahwa pemberdayaan itu bukanlah sesuatu yang diberikan dari luar.
Pemberdayaan adalah satu proses yang bertumbuh dari dalam diri
manusia. Karena itu, metode pemberdayaan yang tepat harus dimulai
dari dalam diri manusia. Dalam dirinya manusia memiliki kemampuan-
kemampuan bawaan. Ada yang keberadaannya sudah disadari dan
dimanfaatkan dengan baik, tetapi ada juga yang belum disadari
kehadirannya. Untuk itu perlu disadarkan dan diberdayakan. Di sinilah
proses penyadaran atau konsientisasi menjadi faktor krusial dalam
setiap program pemberdayaan. Kedua, prinsip kepemilikan menuntut
bahwa anggota kelompok, diarahkan sedemikian rupa agar mereka
melihat dan menerima program klaster yang dicanangkan itu sebagai
program mereka agar memiliki kepedulian dan rasa tanggung jawab
atas kegagalan dan keberhasilannya.Kesadaran sebagai stakeholder
utama dalam program itu harus merupakan kesadaran yang dari awal
125
ditanamkan dalam benak baik secara individu maupun secara
kelompok. Ketiga, prinsip pembelajaran, menekankan pentingnya
menempuh pendekatan arus balik, pembelajaran dari masayrakat.
d. Pendekatan pemberdayaan menjadi penting, sekaligus sebagai solusi
untuk mengatasi masalah-masalah sebagaimana tersebut di atas.
Karena kelompok adalah, kelembagaan di tingkat masyarakat yang
dibentuk dengan tujuan mengorganisir anggota kelompok mengatasi
masalah bersama dalam usahatani serta menguatkan posisi tawar
petani, baik dalam produk pertanian maupun peternakan.
e. Karena basis kita adalah kelompok maka, ada dua unsur pokok yang
harus diperhatikan yaitu kegiatan kolektif di antara mereka, dan aturan
main yang disepakati bersama. Kegiatan kolektif adalah agregasi
kegiatan bersama berkaitan dengan wujud hak ikut memiliki tiap
anggota. Aturan main yang disepakati adalah cara anggota kelompok
untuk mengurangi ketidakpastian, menjabarkan usaha keberhasilan,
pedoman jalan keluar bagi masalah bersama, serta mengurangi
adanya penyimpangan anggota-anggotanya.
126
6.2 Saran
Merujuk kepada pembahasan dan kesimpulan di atas, berikut ini ada
beberapa rekomendasi :
a. Agar pemerintah dalam hal ini Kantor Kerwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur, bersama Instansi terkait lainnya tidak
terbatas melakukan pendampingan kepada klaster tertentu sebagai
sasaran program, akan tetapi perlu melakukan ekspansi ke wilayah
lainnya di luar Kota Kupang karena sebagian besar peternak sapi yang
berdomosili di pulau Timor, Flores, Sumba, Alor, serta pulau-pulau
kecil lainnya belum tersentuh program kerja klaster sementara di
daerah-daerah tersebut populasi ternak sapi maupun pakan ternak
cukup tersedia.
b. Permerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengakselerasi
program pengembangan sapi ke seluruh daerah di Nusa Tenggara
Timur dengan cara mengintensifkan penggemukan sapi dalam jumlah
yang memadai, meningat Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan
salah satu daerah pemasok daging sapi terbesar ke wilayah lain di
Indonesia.
c. Agar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
dan instansi terkait lainnya membentuk tim terpadu dan
mengintensifkan program kegiatan sosialisasi tentang program klaster
sapi secara berkala dan terjadwal kepada anggota klaster dan
membentuk klaster-klaster baru.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Bakar. 2014. Pengaruh Tingkat Permodalan Kerja. s.l. : Pekbis Jurnal, 2014. Vol. 1.
Achmad, Sani Alhusain. 2009. Analisa Kebijakan Permodalan dalam Mendukung
Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Bali dan Sulawesi Utara : Jurnal.
Ahmad, N.D. 2012. dalam Afifah. Karakteristik Usaha Kecil (Mikro) di Indonesia.
Algifari. 2010. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta : BPFE.
Andang. 2007. dalam Afifah 2012. Pengkategorian Permasalahan UMKM.
Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2016. Nusa Tenggara Timur dalam Angka
2015. Kupang.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur;. 2015. Nusa Tenggara Timur dalam
Angka 2004. Kupang.
—. 2017. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2016. Kupang.
Bamualim, A.M and Widahyati, R.B. 1990. Usaha Perbaikan Pakan Ternak Sapi di Nusa
Tenggara. Kupang : Jurnal Penelitian dan Perkembangan Pertanian, 1990. Vol. 9(2).
Bawinto, Alvianti D.R and dkk. 2016. Analisis Break Even Point Ternak Sapi Potong Kelompok
Tani "Sumber Hidup Sejati" di Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondao
Utara. s.l. : Jurnal, 2016. Vol. 36.
Chamidun, Ali. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat UMKM mengajukan
Pembiayaan PAda Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di BMT Barokah Magelang).
[ed.] Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Salatiga : Skripsi Tidak diterbitkan.
Coleman, James S. 1988. Social Capital In The Creation Of Human Captial. The American
Journal Of Sociology. [ed.] Suplement: Organization and Institutions. s.l. : Sociological and
Econimic Approaches to the Analysis of Social Structure, 1988. Vol. 94.
Cox, Eva. 1995. A Truly Civil Society . Sidney : ABC Book.
Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah.
Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur;. 2015. Populasi Ternak Nusa Tenggara
Timur 2014-2015. Kupang.
FCGI. 2000. The Essence of Good Corporate Governance. Konsep dan Implementasi
Perushaan Publik dan Korporasi Indonesia. s.l. : FCGI.
Fukuyama, F. 1995. Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York : Free
Press.
Gofur, A. 2013. Analisis Potensi Perminataan, Penawaran Susu Segar, dan Kelayakan
Investasi untuk Klaster Peternakan Sapi Perah Sebagai Strategi Pengembangan
Kawasan Sapi Perah di Kabupaten Jember. Jember : Fakultas Ekonomi Universitas
Jember.
Hafsah, Mohammad Jafar. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
s.l. : Jurnal Infokop, 2004. Vol. Nomor 25.
Hattu, G.H.C. 1993. Daya Tahan Panas Sapi Bali di Besipae, Kabupaten Timor Tengah
Selatan. Kupang : Laporan Penelitian Fakultas Peternakan.
Husein, Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Selemba Empat.
I, Gusti. 2011. dalam Afifah 2012. Tantangan yang Dihadapi UMKM dan Koperasi.
Iman and Adi. 2009. Pengaruh Penyaluran Kredit UMKM dan Pendapatan Operasional
Terhadap Laba Operasional. s.l. : Tesis Tidak diterbitkan.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 TAhun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank.
Joko, Sutrisno and Sri. 2006. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun I. And
Management Consultant Tahun 2004 . Nusa Tenggara Barat : s.n., 2006.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2016. Kajian Ekonomi dan
Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara TImur. 2017. Kajian Ekonomi dan
Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I. Kupang.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi . Jakarta : Gramedia Pustaka.
Ketels, C. 2003. The Development Of The Cluster Concept. Present Experinces Development.
Duisburg : Paper Prepared for the NRW Conference on Clusters.
Komite Nasional Kebijakan Governance;. 2006. Pedoman Umum Good Coorporate Governance
Indonesia. Jakarta.
Malelak and all, et. 1998. Analisis Hubungan Financial Literacy dan Demografi dengan
Investasi, Saving dan Konsumsi. s.l. : Diunduh pada tanggal 16 Juni 2017. Jam 08.00
WIB.
Masrun and dkk. 1986. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk dari Tiga Suku Bangsa
(jawa,batak,bugis). [ed.] Universitas Gajah Mada. Yogyakarta : Laporan Penelitian.
Natasasmita, A. 2001. Ternak Kambing dan Pemeliharaannya. Bogor : Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Neddy, Rafinaldy. Memeta Potensi dan Kataristik UMKM Bagi Pertumbuhan Usaha Baru. s.l. :
Infokop Nomor 2.
Neti. 2009. dalam Afifah. Permodalan Sebagai Suatu Faktor Penting Dalam Suatu Usaha.
Nur, Muhammad and dkk. 2015. Analisisi Permintaan dan Penawaran Ternak sapi di Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan. Vol. 1 (1): 14-19.
Nurdianita, Afritasari. 2015. Comparasi Efisiensi Bank Pada Pembiyaan UMKM Sebelum dan
Sesudah Adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/201. s.l. : Jurnal.
Nurdianta, Afritasari. 2015. Komparansi Efisiensi Bank Pada Pembiayaan UMKM Sebelum dan
Sesudah adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/201. s.l. : Jurnal.
Porter, Michael. 1981. Cluster and New Economic Of Competition. [ed.] Harvard Business.
1981. Vol. 68(2).
Pritariani, Hening Yustika. 2009. Analisis Perkembangan usaha Mikro dan Kecil Binaan BKM
Arta Kawula di Kecamatan Semarang Barat. Semarang : Skripsi MIESP UNDIP.
Dipublikasikan.
Putnam, R.D. 1995. Bowling Alone: America's Declining Social Capital. s.l. : The Journal Of
Democracy, 1995. Vol. 6:1.
—. The Posperous Community: Social Capital and Public life. s.l. : American Prospect. Vol. 13.
Rianto. 1985. dalam Ahmad 2009. Pengelolaan Modal Secara Maksimal.
Ridell, M. 1997. Social Capital And Policy Development. Welington : Institude Of Policy Studies.
Ridwan. 2012. Pengertian Penelitian Deskriptif. [Online] 2012. [Cited: 6 9, 2017.]
http://ridwanaz.com/umum/bahasa/pengertian-penelitian-deskriptif/.
Rosenfeld, S.A. 1997. Bringing Business Clusters Into the Mainstream of Economic
Development. [ed.] Europan Planning Studies. s.l. : Journal, 1997. Vol. 5.
Santoso, S.I and dkk. 2013. Analisis Potensi Pengembangan Peternak Sapi Perah dengan
Menggunakan Peradigma Agribisnis di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. [ed.]
Bulletin Peternakan. s.l. : Jurnal, 2013. Vol. 37(2).
Sarwono and Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Schmitz, N. 1994. Industrial Districs in Europe: Policy Lessons for Developing Countries. s.l. :
Dalam Hartanto. World Development.22(6), Jun.:8999-910.
Silalahi, Uber. 2006. Metode PEnelitian Sosial. Bandung : Unpar Press.
Singarimbum, Masri and Effendi, Sofian. 1982. Metode Penelitian Survei. Jakarta : Jurnal.
Spellerberg, Anne. 1997. Towards a Framework for the Measurement of Social Capital. Dalam
David Robinson (ed). Wellington : The Institute of Policy Studies.
Sri, N.D. 2012. dalam Afifah. Permodalan UMKM.
Stockley. 2003. Human Capital A Self Assesment Check List For Agency Leader. s.l. : Office Of
The Controller General.
Suek, Ferdinand S. 2008. Analisis Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Kupang
dengan PEndekatan Struktur, Perilaku, dan Tampilan Pasar. s.l. : Jurnal Tahun 16 Nomor
2, Halaman 1-10.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung : ALFABET.
—. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : Alfabeta.
Suharto, Edy. 2007. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. s.l. : Pdf (SECURED).
Suharyadi and Purwanto. 2009. Statistik untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta :
Salemba Empat.
Sutrisno and Lestari, Joko & Sri. 2006. Kajian Usaha Mikro Indonesia. s.l. : Jurnal Pengkajian
Koperasi Dan UKM Nomor 2 Tahun I.
Tambunan, Tulus T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia beberapa Isu Penting.
Jakarta : Sembang Empat.
Tambunan, Tulus. 2009. UMKM di Indonesia . Bogor : Ghalia Indonesia.
Tika, P. 2006. Budaya Orgabisasi dan Peningkatan Kinerja PErushaan . Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Tjandrawinata, ELvira. 2006. UMK Mampu Menyerap Tenaga Kerja Besar. Jakarta :
Danareksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikor, Kecil, dan Menengah.
W.J, Banks. 1986. Applied Vetenireny Histology,2nd ed. USA : The Williams and Wilkins
Company.
Wahyuni R, Sri. 2013. Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidrap (Studi Kasus: Pemberdayaan Koperasi
Pertanian). Makassar: Universitas Hasanudin : Skripsi Tidak Diterbitkan.
Wahyuni R., Sri. 2013. Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidrap (Studi Kasus: Pemberdayaan Koperasi
Pertanian). Makassar : Unhas. Skripsi.
Winardi. 1995. Teori Struktur Modal . s.l. : Jurnal Menejemen.
Winarmo, Dwi. 2008. dalam Haryadi 2010. Faktor Penghambat Berkembangnya UMKM.