d2. ulkus peptik
DESCRIPTION
D2. ULKUS PEPTIKTRANSCRIPT
LAPORAN PARKTIKUM FARMAKOTERAPI 1
ULKUS PEPTIK
Disusun Oleh:
1. Ayu Wikha Noviyana (G1F011026)
2. Riri Fauziyya (G1F011028)
3. Garnisha Utamas N (G1F011030)
4. Erna Tugiarti Budiasih (G1F011034)
5. Febriana Prasetyaningtyas (G1F011062)
6. Dina Mailana (G1F011064)
7. Aynita Kurniawan Sukardi (G1F011066)
8. Intan Hanifiani (G1F011068)
LABORATORIUM FARMASI KLINIK
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2013
ULKUS PEPTIK
A. KASUS
Ny. A asal Surabaya, berumur 55 tahun, masuk rumah sakit pada 13 April
2009 di ruang Interna Wanita. Ny. A mengeluh nyeri perut berpindah, sering mual
tapi tidak muntah. Memiliki riwayat obat, yakni sering minum antacid sampai 6
tablet setiap hari, dan memiliki riwayat alergi terhadap amoxicillin. Data
laboratorium menunjukkan penurunan WBC atau kadar sel darah putih serta
adanya penurunan albumin. Ny. A didiagnosa ulkus peptik.
B. DASAR TEORI
1. Patofisiologi
Ulkus peptikum disebabkan karena rusaknya atau hilangnya jaringan
mukosa sampai lamina propria pada berbagai saluran pencernaan makanan yang
terpajan cairan asam lambung, yaitu oesophagus, lambung, duodenum, dan
setelah gastroenterostomi juga jejunum. Penyakit ini timbul terutama pada
duodenum dan lambung. Inti penyebab adalah ketidakseimbangan faktor
defensif dan faktor agresif dimana faktor agresif lebih dominan. Faktor defensif
antara lain : lapisan mukus (berfungsi sebagai lubrikasi, mencegah back
diffusion ion H dan pepsin, mempertahankan pH permukaan sel epitel), sekresi
bikarbonat (untuk menetralisir ion H yang menembus mukus), sirkulasi darah ke
dalam mukosa (menjamin kerja sel). Faktor agresif antara lain : asam lambung
(bersifat korosif), pepsin (bersifat proteolitik), asam empedu, salisilat, etanol,
dan asam organik lemah (Budiyanto, 2010).
Ulkus peptik merupakan penyakit pembentukan ulkus pada saluran
pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin.
Tukak berbeda dari erosi mukosa superficial dalam yang membuat luka lebih
dalam pada mukosa muskularis. Tiga bentuk umum dari tukak adalah ulcer yang
disebabkan Helicobacter Pylori, obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dan
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh stress. Patogenesis dari tukak lambung
merupakan faktor refleksi dari kombinasi ketidaknormalan patofisiologi dan
lingkungan serta faktor genetic.Selain itu merokok dapat meningkatkan risiko
tukak dan besar risikonya adalah sebanyak rokok yang diisap setiap harinya.
Merokok dapat menghambat penyembuhan penyakit ulcer dan kemungkinan
penyakit tersebut dapat kambuh kembali. (Sukandar, 2009).
Tukak lambung umumnya terjadi karena infeksi dari bakteri
Helicobacter Pylori yang menyebabkan peradangan dan kerusakan sel, selain itu
penyebab lainnya dari tukak lambung adalah terdapatnya gastritis kronis, adanya
gangguan motilitas lambung, khususnya terhambatnya peristaltic dan
pengosongan lambung, stress, ketengangan psikis dan emosional dengan
produksi kortisol berlebihan, merokok, penggunaan obat anti inflamasi non
steroid (NSAID), adanya penyakit lain seperti sirosis hati, pankretitis kronis, dan
lain lain (Tjay, 2007)
2. Guideline Terapi
Perawatan dan terapi ulkus peptikum kronis bervariasi pada tiap
individu tergantung pada etiologinya, apakah disebabkan infeksi Helicobacter
Pylori atau sebagai induksi AINS atau mungkin karena adanya faktor lain.
Disamping harus juga memperhitungkan komplikasi penyertanya. Secara umum
terapi ulkus peptikum bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa
sakit, menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan, dan mencegah atau
mengurangi timbulnya komplikasi. Sedangkan pada pasien dengan ulkus
peptikum aktif yang positif terinfeksi HP, tujuan terapinya adalah membasmi
kuman Helicobacter Pylori dan menyembuhkan ulkus. Dan pada pasien ulkus
peptikum akibat induksi AINS tujuan terapinya adalah untuk menyembuhkan
ulkus secepat mungkin. Pasien yang beresiko tinggi mengalami ulkus peptikum
harus beralih dari AINS nonselektif ke AINS yang selektif pada COX-2, atau
harus diberi terapi pendukung obat profilaksis untuk mengurangi resiko ulkus
dan komplikasinya (Dipiro, et al., 2009).
Terapi penyakit ulkus peptikum pada dasarnya adalah dengan
membasmi pertumbuhan HP dan mengurangi resiko ulkus akibat AINS. Obat-
obatan yang berupa antibiotika (klaritromisin, metronidazole, amoksisilin dan
garam-garam bismut) dan antisekretori seperti pompa proton inhibitor (PPIs)
dan H2 Reseptor antagonist (H2RAs) digunakan untuk meringankan dan
menyembuhkan ulkus serta membasmi bakteri HP (Dipiro, et al., 2009).
Pengobatan atau terapi ulkus peptikum terdiri dari:
1. Antagonis H2
Obat yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine,
Nizatidine, dan Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara
kompetitif dan reversibel berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal,
menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik siklik AMP dan sekresi
histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara siklik
AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin
yang menstimulasi sekresi asam (Djuwantoro D, 1992).
2. Antasida
Antasida antara lain senyawa magnesium, aluminium, dan bismut, hidrotalsit,
kalsium karbonat, Na-bikarbonat. Antasida adalah obat yang menetralkan
asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan
dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah
mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada
pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari
1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi
penetralan sebesar 99% asam lambung. Antasida ideal adalah yang memiliki
kapasitas penetralan yang besar, juga memiliki durasi kerja yang panjang dan
tidak menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan (Soemanto,
dkk, 1993).
3. Proton Pump Inhibitor (PPI)
Obat-obat yang termasuk dalam PPI adalah Omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, rabeprazol dan esomeprazol. Obat-obat golongan proton pump
inhibitor mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim
H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara selektif
dalam sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah KH ATP yang
kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara
bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung (Djuwantoro D, 1992).
4. Analog Prostaglandin
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat
seksresi HCl dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek
sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin diduga terlibat dalam patogenesis
ulkus peptikum. Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk
mencegah ulkus lambung yang disebabkan antiinflamasi non steroid
(NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan antagonis H2 untuk
pengobatan akut ulkus peptikum (Djuwantoro D, 1992).
5. Sukralfat
Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat
yang digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya
diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan ulkus yang nekrotik,
dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu.
Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi
prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi
garam-garam empedu, aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh
kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja (Soemanto, dkk,
1993).
6. Senyawa Bismut
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi
dan melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai
mekanisme kerjanya termasuk penghambatan aktivitas pepsin, merangsang
produksi mukosa, dan meningkatkan sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin
juga mempunyai beberapa aktivitas antimikroba terhadap H pylori. Bila
dikombinasi dengan antibiotik seperti metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan
penyembuhan ulkus mencapai 98%. Biaya dan potensi toksisitas dari regimen
ini dapat membatasi penggunanya pada ulkus yang serius atau pada penderita
yang sering kambuh. Garam bismut tidak menghambat ataupun menetralisasi
asam (Syam, dkk, 2001).
7. Antibiotik
Pengobatan ini ditujukan untuk memberantas infeksi bakteri (dikenal sebagai
'terapi eradikasi') dan mengurangi produksi asam di perut. Ulkus kemudian
dapat disembuhkan dan mencegah kekambuhan karena bakteri tidak lagi di
usus. Pada terapi erakdisi ini ada beberapa protokol pengobatan berbeda yang
sering digunakan, tapi NICE (National Institute for Health and Clinical
Excellence) merekomendasikan 'terapi tiga regimen' sebagai baris pertama
(Nathan, 2012).
C. PENATALAKSANAAN KASUS
1. Subjektif
Profil pasien
Nama : Ny. A
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Keluhan : nyeri perut berpindah, sering mual tapi tidak muntah
Riwayat penyakit : tidak ada
Riwayat obat : sering minum antacid sampai 6 tablet tiap hari
Riwayat alergi : amoxicillin
Diagnose : Ulkus peptic
2. Objektif
Data laboratorium pasien
Data Laboratorium Kadar normal Keterangan
WBC 25 3,5-10,0 L
103/mm3
Meningkat
RBC 4,4 3,8-5,6 106/mm3 Normal
Hb 11,1 11-16,5 gr/dl Normal
HCT 34,8 35-50% Normal
GDA 520 Dianggap
normal
Normal
GDP - -
GD2JPP - -
Albumin 2,2 3,8-5,1 gr/dl Menurun
BUN 37,5 6-24 mg/dl Meningkat
Creatinin 2,2 0,8-1,8 gr/dl Meningkat
SGOT/SGPT 107/57 -
Direct/Indirect 0,61/57 -
Na 125,9 -
K 4,7 3,5-5 meq/L Normal
Cl 78,9 95-105 meq/ L Normal
Data Klinik
DATA KLINIK Keterangan
TD 110/80 Normal
N 100 Normal
RR 20 Normal
Suhu 37 Normal
Luka kaki - -
Kaki sakit + -
Kaki kesemutan + -
3. Assesment
Etiologi
Ulkus peptic merupakan penyakit pembentukan ulkus pada saluran
pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin
(Sukandar, 2009 dan Neal, 2006). Tukak peptic merupakan sekelompok
gangguan saluran cerna bagian atas yang bersifat ulseratif, terjadi inflamasi
di saluran cerna (Keshav, 2004). Obat-obatan yang efektif pada terapi ulkus
peptic adalah obat yang menurunkan sekresi asam lambung atau yang
meningkatkan resistensi mukosa terhadap serangan asam-pepsin (Neal,
2006). Tukak lambung umumnya terjadi karena infeksi dari bakteri
Helicobacter Pylori yang menyebabkan peradangan dan kerusakan sel, selain
itu penyebab lainnya dari tukak lambung adalah terdapatnya gastritis kronis,
adanya gangguan motilitas lambung, khususnya terhambatnya peristaltic dan
pengosongan lambung, stress, ketegangan psikis dan emosional dengan
produksi kortisol berlebihan, merokok, penggunaan obat anti inflamasi non
steroid (NSAID), adanya penyakit lain seperti sirosis hati, pankreatitis kronis,
dan lain lain (Tjay, 2007 dan, Sukandar, 2009).
Dalam kasus ini, etiologi dari ulkus peptic adalah karena suatu faktor
penyakit yaitu gastritis kronis. Penyakit berdasarkan hasil diagnosa dikatakan
bahwa pasien mengidap penyakit Peptic ulkus, dan berdasarkan riwayat
penggunaan obat pasien yang sering meminum obat golongan antacid sampai
6 tablet setiap harinya maka dapat dikatakan bahwa peptic ulkus pada pasien
disebabkan oleh gastritis yang lama kelamaan semakin kronis sehingga
menyebabkan peptic ulkus.
Selain itu, pasien juga mengalami nyeri perut yang sering berpindah,
dimana gejala ini menandakan bahwa pasien menderita ulkus, pasien juga
sering mual namun tidak sampai muntah merupakan gejala adanya kerusakan
pada lambung, hal ini karena waktu pengosongan lambung yang lambat
sehingga menimbulkan perasaan kembung dan mual (Tjay, 2007).
Patofisiologi
Peningkatan asam akan merangsang saraf kolinergik dan saraf
simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya
peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan
rangsangan terhadap saraf simpatis dapat mengakibatkan reflek spasme
esophageal sehingga timbul regurgitasi asam HCl yang menjadi pencetus
timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar. Selain itu,
rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat mengakibatkan
terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi pilorustenosis yang
berakibat lanjut makanan dari lambung tidak bisa masuk ke saluran
berikutnya (Tjay, 2007).
Pada penderita ulkus peptikum menyebabkan peningkatan pepsin
yang berasal dari pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang
merupakan salah satu faktor lambung. Oleh karena itu terjadilah
penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan kerusakan kapiler dan vena
kecil. Bila hal ini terus berlanjut dapat menimbulkan komplikasi berupa
pendarahan (Tjay, 2007).
Dalam kasus ini, patofisiologi dalam ulkus peptic adalah sekresi asam
lambung yang berlebih sehingga menyebabkan terbentuknya tukak
diakibatkan salah satunya karena faktor penyakit yang mengganggu
pertahanan mukosa lambung. Sekresi gastrocontant yang berlebih sehingga
menimbulkan gastritis, lama kelamaan terbentuk tukak (Sukandar, 2009).
Hubungan Data Lab dan Patofisiologi
Jika dihubungkan dengan data lab yang ada terdapat beberapa hal
yang dapat mengidentifikasikan adanya inflamasi yaitu kadar WBC yang
tinggi, dimana kadar WBC yang tinggi ini mengindikasikan bahwa di dalam
lambung terjadi inflamasi, seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya di
tempat yang terjadi inflamasi pasti banyak sel darah putih yang berkumpul
untuk melakukan tugasnya sebagai sistem pertahanan tubuh (Baratawidjaja,
2010).
Pada data laboratorium dapat diambil keterangan bahwa kadar
albumin pasien rendah. Menurunnya kadar albumin ini dimungkinkan karena
adanya kelainan pada ginjal, namun mengingat bahwa penurunan kadar
albumin tidak signifikan, kemungkinan besar hanya dikarenakan oleh
kurangnya asupan albumin, sehingga dapat diatasi dengan mengkonsumsi
albumin dari luar.
4. Plan
Penetapan Tujuan Terapi
Sasaran terapi dalam pengobatan ulkus peptic adalah : Menekan produksi
HCl, Menutup ulcer (mengobati ulkus), Meminimalisir mual, menghilangkan
rasa nyeri akibat tukak, mencegah kekambuhan dan mengurangi komplikasi
yang berkaitan dengan tukak.
Penentuan Terapi Farmakologi dan Non-Farmakologi
1. Terapi Farmakoterapi
Lansoprazole
Merupakan suatu Proton Pump Inhibitor untuk menekan produksi HCl.
Lansoprazole tidak aktif pada pH netral, dalam keadaan asam obat
tersebut disusun kembali menjadi dua macam molekul reaktif, yang
bereaksi dengan gugus sulfihidril pada H+/K+-ATPase (pompa proton)
yang berperan untuk mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal. Oleh
karena enzim dihambat secara irreversibel, maka sekresi asam hanya
terjadi setelah sintesis enzim baru. Obat –obat PPI berguna pada pasien
hipersekresi asam lambung berat.H2O di dalam sel parietal akan terurai
menjadi H+ dan OH-. Gugus hidroksil OH- akan berikatan dengan CO2
membentuk HCO3- dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (CA).
HCO3- akan dikeluarkan ke cairan interstisial bertukar dengan ion Cl-
dengan bantuan antiport HCO3/Cl. Ion Cl- selanjutnya akan keluar
menuju rongga lambung melalui suatu kanal Cl. Sementara itu, ion H+
juga akan keluar ke rongga lambung bertukar dengan ion K dengan
bantuan pompa H+/K+ATP ase. Di rongga lambung, ion H+ dan Cl- akan
berinteraksi membentuk HCl atau asam lambung. Lansoprazole bekerja
menghambat aksi pompa H+/K+ATPase, sehingga ion H+ tidak bisa
keluar, dan akibatnya HCl tidak terbentuk (Neal , M. J., 2006).
Sukralfat
Sukralfat, merupakan suatu obat untuk memperbaiki ulkus. Sucralfat
adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan
polialuminium hidroksida.Aktifitas sukralfat sebagai anti ulkus
merupakan hasil dari pembentukan kompleks sukralfat dengan protein
yang membentuk lapisan pelindung menutupi ulkus serta melindungi
dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu (Sukandar,
2009).
Antacid
Antacid adalah suatu obat yang dapat menetralisisr HCl. Disamping itu
efek laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi efek
konstipasi dari aluminium hidroksida. Simetikon mengurangi
gelembung-gelembung gas dalam saluran cerna sehingga rasa kembung
berkurang Meyliana, Dwi dan Khasanah,Khuswatun, 2012).
2. Terapi Non-Farmakologi
Makan teratur
Menghindari makanan makanan pedas, asam, kafein, dan
Cukup istirahat dan menghindari atau mengurangi stress
Menghindari rokok
D. PEMBAHASAN
Terapi yang dilakukan untuk pasien tersebut terdiri dari terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi, keduanya dipilih berdasarkan alasan-
alasan tertentu yang diuraikan berikut ini.
Terapi Farmakologi
1. Lansoprazole. Penggunaan Lansoprazole dipilih berdasar data subjektif
pasien yang mengeluh nyeri perut berpindah, sering mual tapi tidak muntah.
Nyeri perut berpindah mengindikasikan adanya ulkus. Selain itu, data
objektif pasien juga menunjukkan bahwa pasien mengalami infalamasi.
Pemilihan Lansoprazole dianggap tepat karena memiliki indikasi untuk
ulkus peptikum, menekan produksi gastro content hingga 100% karena
merupakan Proton Pump Inhibitor yang bekerja dengan menghambat
pembentukan H+ agar tidak membentuk HCl bersama Cl-. Merupakan obat
dengan indeks terapi linear, dimana dosis dan efek terapi berbanding lurus,
sehingga kemungkinan toksik kecil. Lansoprazole yang dipilih adalah merk
Lancid produksi Kalbe Farma Indonesia karena memiliki indikasi sesuai
untuk pasien dengan dosis yang sesuai, serta harga terjangkau (Sukandar,
2009 dan Di Pro et al., 2009).
2. Sukralfat. Masih berdasar data yang sama, penggunaan sukralfat ditujukan
untuk memperbaiki ulkus yang diderita oleh pasien. Alasan lain
penggunaan sukralfat adalah Mekanisme kerjanya diperkirakan melibatkan
ikatan selektif pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja
sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai
efek perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin
mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-garam
empedu, aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh kompleks
molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja. Percobaan laboratorium
dan klinis menunjukan bahwa sukralfat menyembuhkan tukak dengan tiga
cara : Membentuk kompleks kimiawi yang terikat pada pusat ulkus
sehingga merupakan lapisan pelindung, menghambat aksi asam, pepsin dan
garam empedu, dan menghambat difusi asam lambung menembus lapisan
film sukralfat-albumin (Sukandar, 2009). Sukralfat yang dipilih adalah yang
sesuai indikasi dan dosisnya, yakni Inpepsa produksi PT. Pratapa Nirmala,
Indonesia.
3. Antacid. Data subjektif pasien menyatakan bahwa pasien mengalami mual
tapi tidak muntah. Hal ini yang mendasari pemilihan terapi menggunakan
antacid. Antasida mengandung senyawa magnesium hidroksida dan
aluminium hidroksida yang diberikan secara oral (diminum) dan berfungsi
untuk menetralkan asam lambung. Antasida bekerja dengan cara
menetralkan lambung yang terlalu asam. Selain menetralkan asam lambung,
antasida juga meningkatkan pertahanan mukosa lambung dengan memicu
produksi prostaglandin pada mukosa lambung. Kombinasi aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida merupakan antasida yang bekerja
menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin, sehingga rasa nyeri
ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Antacid
yang digunakan tepat indikasi dan tepat dosis adalah Mylanta produksi PT.
Bayer, Indonesia (Meyliana, Dwi dan Khasanah,Khuswatun, 2012).
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan teratur. Alasan harus diterapkannya terapi non-farmakologi ini
adalah bahwa orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis dan kemudian ulkus peptik, hal ini sesuai
dengan data objektif pasien. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan
kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan
mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester,2001). Bila seseorang
telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin
banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium (Baliwati, 2004).
2. Menghindari makanan makanan pedas, asam, kafein, dan alcohol.
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual
dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu
makannya. (Okviani, 2011).
Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat
meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung
dan pepsin.Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai
efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung.
Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada
mukosa lambung (Okviani, 2011).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau
sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Konsumsi alkohol berlebihan dapat
merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. (Beyer, 2004).
3. Cukup istirahat dan menghindari atau mengurangi stress. Produksi
asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban
kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-
kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gatritis dan tukak peptik.Bagi
sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. (Friscaan,
2010).
4. Menghindari rokok. Merokok dapat memicu pengeluaran asetilkolin yang
dapat mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal sehingga
meningkatkan sekresi asam lambung. Sekresi asam lambung meningkat
sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung)
dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam
hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam
proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat
mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan
aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat
dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat
menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan
tukak peptik (Beyer, 2004).
Pemilihan Obat
1. Lansoprazole
Merk: Lancid produksi Kalbe Farma, Indonesia
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak duodenum atau
gastritis karena H. Pylori, penyakit refluks gastro esophagus, dipepsia
karena asam (Sukandar, 2009).
Dosis: PO 30 mg/hari sampai 8 minggu (A to Z drug Facts).
Waktu Penggunaan dan Cara: 1 kali sehari di waktu pagi pukul 07.15,
jangan diminum berbarengan dengan sukralfat.
Efek Samping: Efek samping umumnya jarang dijumpai. Yang pernah
dilaporkan antara lain : Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dispepsia,
mulut kering, sembelit, urtikaria, pruritus, mual, muntah, kembung,
pusing dan lelah. Kadang-kadang : Artralgia, edema perifer dan depresi.
Pernah dilaporkan (jarang): Perubahan angka hematologi, seperti
trombositopenia, eosinofilia, leukopenia. Dapat terjadi kenaikan nilai-
nilai tes fungsi hati yang bersifat sementara dan akan normal kembali.
E. Suklarfat
Merk: Inpepsa® Sucralfate 500 mg / 5 mL SUSPENSI produksi PT.
Pratapa Nirmala, Indonesia
Indikasi: Pengobatan jangka pendek (sampai 8 minggu) pada ulcer.
Dosis: 2 sendok teh (10 mL), 4 kali sehari, sewaktu lambung kosong ( 1
jam sebelum makan dan tidur).
Waktu dan Cara Penggunaan: 4 kali sehari sebelum makan, pukul 06.30
(30 menit setbelum Lansoprazole), pukul 12.30, pukul 18.30, dan pukul
23.30 (atau dikondisikan saat akan tidur)
Efek Samping: Terjadinya efek samping sangat jarang, yang relatif
sering dilaporkan hanya konstipasi dan mulut terasa kering.Keluhan lain
adalah diare, mual, muntah, tidak nyaman diperut, flatulen, pruritus,
rash, mengantuk, pening, nyeri pada bagian belakang dan sakit kepala.
E. Antacid
Merk: Mylanta® produksi PT.Bayer, Indonesia
Indikasi: Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan
kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak usus dua belas
jari dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati.
Dosis: 1-2 tablet, sebanyak 3-4 kali sehari
Waktu dan Cara Penggunaan: 4 kali sehari 2 tablet, digunakan 45 menit
setelah sukralfat, 15 menit sebelum Lansoprazole. Pukul 07.00, pukul
13.00, pukul 19.00, dan sebelum tidur.
Efek Samping: Tidak ada Efek samping
Sehingga alur penggunaan obat adalah : Sukralfat, 30 Menit kemudian
Antacid, 15 menit setelah Antacid baru Lansoprazole.
Pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada Pasien
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya. Pemahaman
yang baik dari pasien, akan memudahkan kita dalam mengubah kebiasaan
yang berkaitan dengan penyakitnya.
2. Memberitahukan pada pasien pentingnya untuk menjaga pola makan teratur,
sebagaimana tercantum dalam terapi non farmakologi. Memberikan nasihat
kepada pasien untuk makan secara teratur minimal 3 kali sehari dan tidak
terlambat makan, keluarga juga diharap mengawasi waktu makan pasien.
3. Memberikan nasihat pada pasien agar segera memeriksakan diri ke dokter
atau pelayanan medis terdekat jika sedang sakit, sehingga tidak
memperparah sakit yang dideritanya.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang obat yang diberikan, nama,
fungsi, penggunaan, serta menjelaskan kemungkinan efek samping.
5. Menekankan pada pasien untuk kembali datang dan memeriksakan diri jika
setelah diberi obat justru muncul gejala lain yang diakibatkan oleh obat, agar
segera ditangani dengan tepat.
6. Menanyakan pada pasien apakah penjelasan yang kita sampaikan sudah jelas,
jika sudah, pasien diminta mengulang kembali penjelasan kita, jika belum,
kita menjelaskan kembali secara perlahan.
Monitoring
1. Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, bahwa sucralfate diberikan
pertama kali sebelum makan dan diberi jeda waktu 1 jam dengan
pemberian antasida kemudian pemberian lansoprazole diberikan setelah
15 menit penggunaan antasida.
2. Keluhan keluhan yang dirasakan pasien misalnya : berkurangnya rasa
sakit di bagian abdomen atau perut.
3. Adanya efek samping yang muncul pada pasien misalnya pusing, diare,
konstipasi, dan flatulens.
4. Dilakukan terapi non farmakokinetik yaitu diet makanan pedas, asam dan
kafein.
5. Dilakukan intake albumin dari luar seperti susu, dll
Algoritma Patofisiologi
Didapatkan data subyektif yaitu Ny. A memiliki keluhan nyeri perut
berpindah, sering mual tapi tidak muntah. Tidak memiliki riwayat penyakit,
sering minum antacid sampai 6 tablet tiap hari.Ny. A memiliki riwayat alergi
terhadap amoxicillin.
Diagnose dari dokter yaitu ulkus peptic yang merupakan penyakit
pembentukan ulkus pada saluran pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh
pembentukan asam dan pepsin. Tukak lambung ini terjadi karena factor
penyakit dengan munculnya gastritis kronis.
Dari data obyektif yang didapat dari data laboratorium, diketahui bahwa kadar
sel darah putih meningkat mengindikasikan bahwa di dalam lambung terjadi
inflamasi.
Yang harus dilakukan adalah menekan produksi HCl, mengobati ulkus,
meminimalisir mual, menghilangkan rasa nyeri akibat tukak, mencegah
kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak.
Obat-obatan yang dipakai yaitu Lancid-Kalbe Farma(Lanzoprazole) untuk
mengatasi ulkus duodenum, Inpepsa® (Sucralfate 500 mg / 5 mL) digunakan
untuk perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin
mukosa, Mylanta®/Mylanta Forte® (Antasida) menetralkan asam lambung
dan menginaktifkan pepsin, sehingga nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam
lambung dan pepsin berkurang.
Inkompatibilitas yang terjadi adalah Sucralfate dapat menunda dan
mengurangi penyerapan Lansoprazole sehingga Lansoprazole diberikan
setidaknya 30 menit sebelum sucralfate.
Dosis pemberian obat:
Lancid : PO 30 mg/hari sampai 8 minggu.
Inpepsa® : 2 sendok teh (10 mL), 4 kali sehari, sewaktu lambung kosong
( 1 jam sebelum makan dan tidur).
Mylanta® : 1-2 tablet, sebanyak 3-4 kali sehari.
Terapi non farmakologi yang dilakukan adalah makan secara teratur,
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan terjadinya tukak,
misalnya makanan pedas, asam, kafein, dan alcohol, cukup istirahat dan
menghindari atau mengurangi stress, danmenghindari merokok.
Monitoring dilakukan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi,
berkurangnya keluhan-keluhan pasien, serta efek samping yang mungkin
muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Baratawidjaja, K.G, dan Iris Rengganis, 2012, Imunologi Dasar, Edisi ke-9, UI Press,
Jakarta.
Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders.
Philadelphia: Saunders
Budiyanto, Cakro, 2010, Gastritis, Ulkus Peptikum, Diare, http://www.umm.ac.id,
Diakses 27 September 2013.
Dipiro, T, Joseph, et al., 2009, Pharmacoterapy Handbook, 7th Edition, The
McGraw-Hill Companies.
Djuwantoro D, 1992, Diagnosis dan Pengobatan Tukak Peptik, Cermin Dunia
Kedokteran, Jakarta.
Ester, Monica. 2001. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Friscaan. 2010. Semua Tentang Maag.http://www.medicalera.com/index.php ?
option=com myblog. Diakses tanggal 19 September 2013.
Keshav, 2004, The Gastrointestinal System At a Glance, Blackwell Scieence, London.
Meyliana, Dwi dan Khasanah,Khuswatun, 2012, Antasida (Al(OH)3 dan
Mg(OH)2)Obat Sakit Maag, UNY, Yogyakarta.
Nathan T, Brandt C.J, De Muckedell O.S, 2012, Peptic Ulcers Treatment,
http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/pepticulcertreatment.htm. diakses
tanggal 29 September 2013.
Neal , M. J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi 5, Penerbit Erlangga, Jakarta
Okviani, Wati. 2011. Pola Makan
Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf
Diakses tanggal 19 September 2013.
Soemanto PM, Hirlan, Setiawati A, Hadi S., 1993, Penatalaksanaan Gastritis dan
Ulkus Peptikum. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Uji Diri, Yayasan
Penerbit IDI, Jakarta.
Sukandar E.Y, Prof. Dr, Apt; Dkk, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbit,
Jakarta, Indonesia
Syam AF, Simadibrata M, Rani AA, 2001, Helicobcater Pylori: Diagnosis and
Treatment, Med Progress.
Tatro, David S., PharmD, 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, San
Franscisco.
Tjay, H., dan Kirana, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta.