daftar isi judul halaman halaman sampul depan persyaratan …€¦ · xv daftar isi judul halaman...
TRANSCRIPT
xv
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM
PERSYARATAN GELAR MAGISTER ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ vi
HALAMAN ABSTRAK ....................................................................... ix
HALAMAN ABSTRACT ..................................................................... x
RINGKASAN ........................................................................................ xi
DAFTAR ISI.......................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 16
1.3 Ruang Lingkup Masalah ................................................... 16
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 17
1.4.1. Tujuan Umum ......................................................... 17
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................ 17
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................ 17
1.5.1. Manfaat Teoritis ...................................................... 18
1.5.2. Manfaat Praktis ....................................................... 18
1.6 Orisinalitas ........................................................................ 18
1.7 Landasan Teoritis ............................................................. 22
1.8 Metode Penelitian ............................................................. 26
1.8.1. Jenis Penelitian......................................................... 27
xvi
1.8.2. Jenis Pendekatan ...................................................... 27
1.8.3. Sumber Bahan Hukum ............................................. 30
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ....................... 31
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum ................................ 31
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG WTO & WIPO, HAK
CIPTA DAN JAMINAN FIDUSIA ........................................ 32
2.1. WTO dan WIPO ................................................................. 32
2.1.1.Sejarah Pembentukan WTO dan WIPO Dalam
Perdagangan Internasional ......................................... 32
2.1.2. Peranan WIPO Berkaitan Dengan Hak Cipta ............ 39
2.1.3.Prinsip-prinsip Non Discrimination (Most Favoured
Nation dan National Treatment) Dalam Pengaturan
WTO dan WIPO ......................................................... 40
2.2. Tentang Hak Cipta .............................................................. 44
2.2.1. Sejarah Perkembangan Pengaturan Hak Cipta .......... 44
2.2.2. Hak Cipta Sebagai Bagian Dari Hak Kekayaan
Intelektual ................................................................... 48
2.2.3 Objek dan Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta .... 51
2.3. Jaminan Fidusia .................................................................. 54
2.3.1. Pengertian dan Penggolongan Hukum Jaminan ........ 54
2.3.2. Sejarah Perkembangan Pengaturan Jaminan Fidusia
di Indonesia ................................................................ 68
2.3.3. Objek Jaminan Fidusia .............................................. 73
BAB III. PERBANDINGAN PENGATURAN FIDUSIA
DENGAN OBJEK HAK CIPTA PADA NEGARA
INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA .............. 74
3.1.Hak Moral dan Hak Ekonomi yang Terkandung Dalam
Hak Cipta dan Relevansinya Sebagai Objek Jaminan
Fidusia ................................................................................. 74
xvii
3.2.Pengaturan Pembebanan Hak Cipta Sebagai Objek
Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Jaminan
Fidusia dan Undang-Undang Hak Cipta ............................. 83
3.3. Pengaturan Pembebanan Hak Cipta Sebagai Objek
Jaminan Fidusia di Negara Singapura dan Malaysia ........... 88
BAB IV. MEKANISME PEMBEBANAN HAK CIPTA SEBAGAI
OBJEK JAMINAN FIDUSIA ............................................. 101
4.1.Tahapan Mekanisme Pembebanan Hak Cipta Sebagai
Objek Jaminan
Fidusia ................................................................................. 101
4.2.Formulasi Pengaturan Mekanisme Pembebanan Hak Cipta
Sebagai
Objek Jaminan Fidusia di Masa yang Akan Datang ........... 113
4.3. Pentingnya Pengaturan Mekanisme Pembebana Hak
Cipta Sebagai
Objek Jaminan Fidusia ....................................................... 123
BAB V. PENUTUP................................................................................ 129
5.1. Simpulan ............................................................................. 129
5.2. Saran ................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA
xviii
ABSTRACT
Copyright is categorized as an immaterial object that have economic
value, so that based on these properties, the copyright can be used as a
collateral object. In the implementation, the bank can not accept copyright as
collateral to obtain credit. This is due to the vagueness of the rules on
copyright as a collateral object. In the study will consider two issues namely
1) How is imposition setting of Copyright as a collateral object in the form of
Fiduciary pursuant to Act No. 28 of 2014 regarding Copyright and its
comparison with Malaysia and Singapore? and How is Copyright loading
mechanism as an object fiduciary in the State of Indonesia? This research is a
normative legal research. In this thesis research used three (3) types of
approaches, which the statue approach), the fact approach and the
comparative approach.
Copyright imposition settings as a collateral object in the form of
Fiduciary pursuant to Act No. 28 of 2014 on Copyright. In Indonesia, there is
no designated agencies to determine the value of copyright as a collateral
object. In comparison, Singapore has a body called the Intellectual Property
Office of Singapore (IPOS) and Malaysia have the Intellectual Property
Corporation of Malaysia (MyIPO) to assess the object of copyright as
collateral. Copyright loading mechanism as a fiduciary object in the State of
Indonesia is subject to the Act and Regulation on Fiduciary. In the Law on
Copyright, simply stated that copyright can be charged by fiduciary, but it has
not explain further about the imposition of copyright by fiduciary.
Keywords: copyright, collateral, fiduciary.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan suatu negara tidak akan pernah lepas dari pertumbuhan
ekonomi di negara tersebut. Dalam ilmu ekonomi, dapat diketahui bahwa ada
beberapa faktor yang dapat menunjang laju perekonomian yakni: modal,
tenaga kerja, dan sumber daya alam. Menurut pendapat Kotler seperti yang
dikutip oleh Sri Mulyani, menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap kesejahteraan suatu bangsa, yaitu modal, yang terdiri
dari: pertama natural capital (modal alami) seperi misalnya tanah, air, kayu,
mineral, dan sebagainya; kedua, physical capital (modal fisik), seperti mesin-
mesin, bangunan, fasilitas publik lainnya; ketiga, human capital (modal
insani) yakni nilai produktif Sumber Daya manusia, Hak Kekayaan
Intelektual (HKI); dan keempat, social capital (modal sosial) yakni nilai-nilai
keluarga, masyarakat, berbagai organisasi yang dibentuk masyarakat.1
Modal merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan sangat
dibutuhkan untuk membangun suatu usaha. Dalam memulai suatu usaha,
tidak semua orang memiliki modal yang cukup, oleh karena itu pemberian
fasilitas kredit oleh lembaga perbankan merupakan suatu hal yang sangat
1 Sri Mulyani, Hak kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan) Untuk
mendapatkan Kredit Perbankan di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3
September 2012, h.570, tersedia di http://download.portalgaruda.org/article.php, diakses 7
April 2015.
2
diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya fungsi
utama perbankan adalah untuk menyalurkan dana masyarakat selain
menghimpunnya. Salah satu penyaluran tersebut dilakukan bank melalui
pemberian kredit yang dibuat atas dasar kesepakatan antara pihak bank
dengan pihak lain yang menimbulkan prestasi bagi pihak bank untuk
menyediakan sejumlah dana atau dalam bentuk lain dan menimbulkan
prestasi bagi pihak lain untuk membayar atau melunasi pinjaman yang telah
diberikan dengan jangka waktu tertentu serta dengan pemberian imbalan
berupa bunga kepada pihak bank.
Dalam pemberian pinjaman berupa kredit baik oleh pihak perbankan
maupun lembaga pembiayaan seperti lembaga finance, pihak pemberi kredit
tentunya terlebih dahulu melakukan seleksi terhadap calon nasabah atau calon
debiturnya sebelum mencairkan dana kredit. Seleksi tersebut dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip yang dalam dunia perbankan dikenal dengan
prinsip 5C (lima C) yang terdiri dari Character (karakter), Capacity
(kemampuan mengembalikan utang), Collateral (jaminan), Capital (modal),
dan Condition (situasi dan kondisi).
Prinsip Character (karakter) dalam dunia perbankan, diterapkan
dengan menganalisa data tentang kepribadian dari calon nasabah/debitur
seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan
latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui
apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi
kewajibannya dengan kata lain, ini merupakan willingness to pay. Capacity
3
merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat
dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business record)-
nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola, apakah pernah mengalami
masa sulit atau tidak, dan bagaimana cara mengatasi kesulitan yang ia hadapi.
Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam
membayar. Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan
yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur
permodalan, rasio-rasio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity,
return on investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon
nasabah/debitur diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan
yang layak diberikan. Collateral adalah jaminan yang mungkin bisa disita
apabila ternyata calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi
kewajibannya. Condition, pembiayaan yang diberikan juga perlu
mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha
calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi
perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan
usaha calon nasabah/debitur.
Collateral atau jaminan merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam pemberian kredit. Jaminan atau agunan, secara yuridis sebenarnya
tidak harus ada dalam penyaluran kredit. Hal tersebut merupakan persyaratan
teknis admimistrasi dan bersifat preventif dalam rangka menjaga kredit yang
4
akan disalurkan.2 Namun dalam praktiknya, pihak kreditur pada umumnya
tidak akan memberikan pinjaman tanpa adanya benda sebagai objek jaminan.
Jaminan dalam hal ini harus dapat ditentukan nilainya, dimana nilai jaminan
harus lebih besar dari nilai pinjaman. Secara umum jaminan kredit perbankan
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu benda bergerak, benda
tidak bergerak/benda tetap, dan jaminan perorangan (penanggungan utang).
Benda bergerak dapat dibagi menjadi dua yakni benda bergerak yang
berwujud dan tidak berwujud, semua benda bergerak yang dijadikan objek
jaminan kredit perbankan akan dilakukan pengikatan secara fidusia yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Untuk objek jaminan berupa benda tetap/ benda tidak bergerak akan
dilakukan pengikatan dengan Hak Tanggungan yang pengaturannya diatur
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dan
khusus mengenai tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, barang bergerak terdiri atas yang berwujud dan
tidak berwujud.3 Masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri
dari bermacam-macam jenis dan nama yang kadang sulit untuk dirinci secara
tegas. Barang bergerak yang berupa barang berwujud misalnya, adalah sangat
banyak jenisnya walaupun masih dapat dibedakan menjadi beberapa sub
2 I Made Sarjana, Desak Putu Dewi Kasih, dkk, Menguji Asas Droit De Suite dalam
Jaminan Fidusia, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol.4, No.3, ISSN 2302-528X,
Denpasar, h.426 3 M. Bahsan, 2010, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.108
5
kelompok, antara lain berupa barang perhiasan, surat berharga, kendaraan
bermotor dan lainnya. Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-
benda yang berkaitan dengan tanah, seperti rumah tinggal, gedung kantor,
hotel dan sebagainya. Barang tidak berwujud dapat berupa tagihan, piutang,
dan sejenisnya (tetapi untuk surat yang mempunyai harga mungkin masih
perlu penegasan apakah termasuk sebagai barang berwujud atau barang tidak
berwujud misalnya saldo tabungan dan saldo giro yang seharusnya dibedakan
dari bilyet deposito atau sertifikat deposito).
Untuk mendapatkan pinjaman kredit dengan plafon yang relatif
kecil/menengah, umumnya debitur lebih memilih menggunakan jaminan
berupa benda bergerak yang berwujud seperti mobil, motor, stok barang dan
lainnya yang sudah lazim dipergunakan sebagai objek fidusia. Seiring
perkembangan zaman, kini objek jaminan fidusia juga telah mengalami
perkembangan yakni dengan diakomodirnya benda bergerak yang tidak
berwujud yang kini dapat dijadikan objek jaminan fidusia, seperti Kekayaan
Intelektual (KI).
Berdasarkan jenis jaminan utang yang diuraikan di atas, Hak Cipta
termasuk ke dalam jenis benda bergerak yang tidak berwujud yang dapat
dijadikan objek jaminan fidusia. Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari
Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang kini disebut Kekayaan Intelektual
(selanjutnya disingkat KI). KI merupakan bagian dari human capital (modal
insani), secara tidak langsung merupakan asset yang mempunyai peran
penting dalam laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Pada perkembangan
6
masyarakat global, KI dapat dijadikan akses untuk mendapatkan kredit
perbankan secara internasional.
KI pada intinya adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam KI adalah karya-
karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hak
cipta yang mengandung nilai ekonomis sangat berpotensi dicuri dan
diekspolitasi secara komersial oleh pihak lain, oleh karena itu dibutuhkan
suatu perlindungan hukum bagi pemegang hak tersebut. Selain itu,
perkembangan perdagangan yang melewati batas-batas negara dan adanya
gerakan perdagangan bebas mengakibatkan makin terasa kebutuhan akan
perlindungan Kekayaan Intelektual yang sifatnya tidak lagi timbal balik,
tetapi sudah bersifat antar negara secara global.4
Ide dasar dari Hak Cipta pada dasarnya sederhana, yakni pengrajin
dan pencipta seharusnya dapat menikmati buah dari hasil karyanya untuk
waktu yang telah diluangkan demi menghasilkan karya yang dapat dinikmati
oleh banyak orang. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh E Anthony
Wayne dalam tulisannya yang berjudul Why Protecting Intellectual Property
Rights Matter, menyatakan “The essential idea behind a copyright is simple:
Artist and creators should be able to enjoy the fruits of their labour for a
specified time period, after which the material becomes available for public
4 Muhamad Djumhana, R. Djubaedillah, 2014, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori
dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.7
7
use.”5 (Terjemahan bebasnya yakni ide dasar sebuah hak cipta sederhana,
seniman dan pencipta seharusnya dapat menikmati hasil kerja mereka dalam
periode waktu tertentu, dimana setelahnya ciptaan tersebut dapat dinikmati
bagi banyak orang).
KI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Penghargaan dan perlindungan terhadap karya-karya intelektual akan
menciptakan iklim yang kondusif bagi kreativitas dan daya inovasi
masyarakat. Dengan adanya pengakuan dan perlindungan terhadap KI,
khususnya hak cipta akan mendorong pelaku industri ekonomi kreatif untuk
mengembangkan kreativitasnya untuk lebih produktif dalam berkarya
sehingga pada akhirnya akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di
negaranya.
Di Indonesia, bentuk-bentuk agunan kredit yang diakui berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia atau PBI Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan
Kedua atas PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, Pasal 46, meliputi: pertama, surat berharga dan saham yang aktif
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi
dan diikat secara gadai; kedua, tanah, gedung, dan rumah tinggal yang diikat
dengan Hak Tanggungan; ketiga, mesin yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah dan diikat dengan Hak Tanggungan; keempat, pesawat udara
atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 meter kubik yang diikat dengan
hipotek; kelima, kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara
5 E Anthony Wayne, 2006, Focus of Intellectual Property Rights, U.S Department of
State,USA, h. 10, tersedia di http://iipdigital.usembassy.gov/media/pdf/books/iprbook.pdf,
diakses Tanggal 11 Januari 2016
8
fidusia; dan atau keenam, resi gudang yang diikat dengan Hak Jaminan atas
Resi Gudang (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang), khusus diperuntukkan bagi objek agunan berupa hasil pertanian,
perkebunan dan perikanan. Pengikatan Hipotik diatur berdasarkan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, serta hanya diperuntukkan bagi
objek agunan berupa kapal laut dan atau pesawat udara dengan ukuran di atas
20 meter kubik.6
Dalam Peraturan Bank Indonesia yang baru, yakni Nomor
14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, pada Pasal 43
juga menyebutkan bahwa agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang dalam perhitungan PPA ditetapkan sebagai berikut:
a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai;
b. tanah, gedung, dan rumah tinggal yang diikat dengan hak tanggungan;
c. mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang diikat dengan
hak tanggungan;
d. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter
kubik yang diikat dengan hipotek;
e. kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia; dan/atau
f. resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang.
6 Sri Mulyani, Loc.Cit.
9
Kekayaan Intelektual (KI), khususnya Hak Cipta berdasarkan peraturan
Bank Indonesia mengenai bentuk-bentuk agunan kredit sebagaimana
tersebut di atas, belum diatur.7
Pengertian kebendaan menurut paham undang-undang di Indonesia
ialah tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik (Pasal 499 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata). Sementara itu, kebendaan bergerak
menurut sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan.
Sebaliknya adalah benda tak bergerak/ benda tetap. Misalnya, tanah dan
benda materiil dan imateriil, seperti hak cipta. Hak absolut tidak hanya terdiri
dari hak benda, dalam pengertian hak benda hanya sebagian dari hak absolut.
Hak absolut lainnya yang tidak terdapat dalam KUH Perdata, antara lain
yakni: Hak Cipta, Hak Merek dan Oktrooi/ Paten.8
Hak cipta merupakan salah satu macam Intellectual Property (IP)
dalam WTO-TRIP’S Agreement, seperti yang tertuang dalam Part II TRIP’S
Agreement yakni9:
Part II. Standards Concerning The Availability, Scope and Use Of
Intellectual Property Rights
Section 1. Copyrights and Related Rights
Section 2. Trademarks
Section 3. Geographical Indication
Section 4. Industrial Design
Section 5. Patents
Section 6. Layout Designs (Thopihgraphies Of Integrated Circuits)
Section 7. Protection of Undisclosed Information
7 Ibid
8 Sophar Maru Hutagalung, 2012, Hak Cipta, Kedudukan & Peranannya dalam
Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16 9 F. Scott Kieff, Ralph Nack, 2007-2008, International, United States and European
Intellectual Property, Selected Source Material, Aspen Publisher, New York, h.51-62
10
Section 8.Control of Anti-Competitive Practices in Contractual
Licences
Dapat diterjemahkan sebagai berikut: bagian kedua. Standar Tentang
Ketersediaan Ruang Lingkup dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan
Intelektual
Bagian 1. Hak Cipta dan Hak Terkait
Bagian 2. Merek Dagang
Bagian 3. Indikasi Geografis
Bagian 4. Desain Industri
Bagian 5. Paten
Bagian 6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Bagian 7. Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan
Bagian 8. Pengendalian Praktik-praktik Persaingan Curang Dalam
Perjanjian Lisensi
Dalam konteks ini, Intellectual Property (IP) atau Kekayaan
Intelektual (KI) terdiri dari: Hak Cipta dan Hak Terkait, Merek, Indikasi
Geografis, Desain Industri, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan
Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan atau yang lebih dikenal dengan
Rahasia Dagang.
Indonesia sebagai negara anggota WTO-TRIP’S telah meratifikasi
TRIP’S melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation /
WTO) dan Indonesia memiliki keterikatan untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam TRIP’S. Sampai saat ini, Indonesia memiliki
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur KI yakni sebagai
berikut:10
a. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman;
b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
10
Ni Ketut Supasti Dharmawan, dkk, 2016, Buku Ajar Hak Kekayan Intelektual,
Deepublish, Jogjakarta, h.30
11
c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu;
e. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
g. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
h. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis.
Hak cipta merupakan salah satu macam KI yang terdiri atas hak
ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).11
Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk
hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun,
walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Sejalan dengan macam-
macam benda sebagaimana dibicarakan di atas, hak cipta termasuk sebagai
benda bergerak yang tidak bertubuh.12
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 16
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang
menyebutkan bahwa Hak Cipta merupakan Benda bergerak tidak berwujud.
Pemindahtanganan Hak Cipta dapat dilakukan dengan cara pewarisan, hibah,
wakaf, wasiat, perjanjian tertulis ataupun sebab lain yang dibenarkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Eksistensi KI, khususnya hak cipta di Indonesia sesungguhnya sangat
berpotensi untuk dijadikan sebagai objek agunan dalam pemberian kredit,
dapat mendorong meningkatnya industri ekonomi kreatif sehingga dapat
11
Sudjana, Hak Cipta Sebagai Jaminan Kebendaan Bergerak Dikaitkan Dengan
Pengembangan Obyek Fidusia, Jurnal Mimbar Hukum, Vol.24, No.3, 3 Oktober 2012, h.406,
tersedia di http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/401/249 diakses 22
Mei 2015. 12
Gatot Supramono, 2010, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Rineka Cipta,
Jakarta, h.29
12
mendorong laju pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Hal tersebut
didukung dengan telah disahkannya Undang-Undang Hak Cipta yang baru
yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang
memberikan peluang pada industri ekonomi kreatif untuk menghasilkan karya
cipta yang mana hak cipta kini bisa dijadikan objek jaminan pinjaman kredit
melalui fidusia sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 16 ayat (3)
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014 yang menyatakan bahwa
Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Selanjutnya dalam
ketentuan Pasal 16 ayat (4) dinyatakan bahwa Ketentuan mengenai Hak Cipta
sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada peraturan perundang-undangan terkait seperti yang
disebutkan dalam Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta di atas, maka
dapat merujuk pada Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 1
Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, dijelaskan mengenai yang dimaksud dengan Fidusia adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diallihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda. Berikutnya disebutkan dalam ayat (2) yang
dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
13
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Selanjutnya
dijelaskan dalam ayat (4) yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu
yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud, yang terdaftar
maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam hal ini telah
memenuhi unsur-unsur seperti yang dinyatakan dalam pasal di Ketentuan
Umum dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia seperti yang telah dijabarkan
di atas. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dinyatakan bahwa Pembebanan Benda
dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia
dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Dari semua pasal dalam Undang-
Undang Jaminan Fidusia, tidak terdapat pengaturan mengenai pembebanan
hak cipta sebagai objek jaminan fidusia. Demikian pula halnya dengan
mekanisme pembenanan Hak Cipta sebagai objek jaminan belum diatur
secara tegas baik dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia maupun Undang-
Undang Hak Cipta sehingga terjadi kekosongan norma dalam hal
pembebanan hasil karya hak cipta yang dijadikan objek jaminan fidusia.
Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang ikut berpartisipasi
dalam dunia internasional dengan menjadi bagian dari organisasi-organisasi
internasional, seperti: International Monetary Fund (IMF), Asia Pacific
14
Economic Cooperation (APEC), World Trade Organisation (WTO), dan
organisasi internasional lainnya. Indonesia ikut serta berkontribusi secara
aktif dalam kancah internasional dengan berkecimpung di dalamnya.
Indonesia juga termasuk Negara yang ikut menandatangani konvensi TRIP’S
(Trade Related Aspecs Intelectual Property Rights) yang merupakan
kesepakatan yang paling komprehensif di bidang Kekayaan Intelektual (KI).
Selain itu, Indonesia juga merupakan anggota dari World Intelectual Property
Organization (WIPO), yakni salah satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang memiliki otoritas di bidang Intelectual Property Rights (IPR).
Mengingat Indonesia sebagai salah satu negara peserta WTO
Agreement dan juga WIPO, maka dipandang perlu untuk dilakukan kajian
dan penelitian lebih jauh untuk mengetahui apakah di negara anggota WTO
dan WIPO di kawasan Asia yang juga memiliki aspek sosial budaya yang
relatif sama dengan Indonesia, juga memberlakukan aturan yang serupa
tentang Hak Cipta sebagai objek jaminan kebendaan. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka penulis memandang perlu diadakan studi perbandingan
dengan negara negara-negara di Asia yang juga peserta WTO dan WIPO,
diantaranya yakni negara Malaysia dan Singapura, dimana kedua negara
tersebut terletak di suatu kawasan geografis dengan kehidupan sosial dan
budaya yang kurang lebih sama dengan Indonesia.
Dalam kajian ini, perbandingan hukum dilakukan tanpa melihat
sistem hukum maupun tingkat perkembangan ekonomi di negara tersebut,
melainkan lebih berfokus pada subtansinya yang merupakan kebutuhan
15
secara universal. Ketika negara-negara tersebut melakukan suatu perjanjian
menjadi anggota WTO dan WIPO, maka negara tersebut wajib mentaati
aturan yang diberlakukan oleh WTO dan WIPO sesuai dengan asas Pacta
Sunt Servanda yang berarti bahwa janji harus ditepati (agreement must be
kept)13
. Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang
mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar
hukum internasional karena termaktub dalam Konvensi Wina (Vienna
Convention on The Laws of Treaties) tanggal 23 Mei 1969, pada konsiderans
dan juga dalam artikel 26 yang menyatakan bahwa every treaty in force is
binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith14
yang artinya setiap perjanjian mengikat bagi para pihak dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena subjeknya negara, maka ranah
hukum yang dibahas yakni ranah hukum internasional, tidak lagi membahas
perbedaan sistem hukum yang berlaku di negara Malaysia, Singapura dan
Indonesia, tetapi lebih berfokus pada permasalahan pengaturan mengenai hak
cipta sebagai objek jaminan kebendaan di negara tersebut.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin
meneliti lebih jauh terkait permasalahan tersebut melalui tulisan yang
berjudul “PENGATURAN PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA DALAM
BENTUK HASIL KARYA HAK CIPTA (STUDI PERBANDINGAN
ANTARA NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA DAN INDONESIA)”.
13
Martin Dixon, 2007, Textbook On International Law, 6th Edition, Oxford
University Press, Newyork, h.65-66 14
Malcolm D. Evans, 2007, International Law Documents, 8th Edition, Oxford
University Press, New York, h.128 dan h.134
16
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan
diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimanakah pengaturan pembebanan Hak Cipta sebagai objek
jaminan dalam bentuk Fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta dibandingkan dengan dengan Negara
Malaysia dan Singapura ?
2. Bagaimanakah mekanisme pembebanan Hak Cipta sebagai objek
jaminan fidusia di Negara Indonesia?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan penelitian ini ruang lingkup masalah akan dibatasi
pada kedudukan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia, khususnya
pembebanan Hak Cipta sebagai jaminan dalam bentuk Fidusia dan juga
mekanisme pembebanan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait.
17
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Bertitik tolak dari paradigma yang menyatakan bahwa science as
process (ilmu sebagai proses) ilmu pengetahuan itu akan senantiasa
berkembang (berproses), dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah
berhenti (final) dalam panggilannya atas kebenaran di bidang obyeknya
masing-masing.15
Maka tujuan umum penelitian ini untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang hukum bisnis yang terkait
dengan kedudukan hasil karya Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan menganalisis norma yang berkaitan dengan
pembebanan hasil karya Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia serta
perbandingan pengaturan pembebanan Hak Cipta sebagai objek
jaminan fidusia di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis norma yang berkaitan dengan
mekanisme pembebanan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di
Negara Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian pasti ada manfaatnya (kegunaanya), adapun
manfaat penelitian ini ada dua macam yaitu :
15
Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Program Studi
Magister(S2) Ilmu Hukum, Denpasar, h.28.
18
1.5.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan di
bidang hukum jaminan serta hukum Kekayaan Intelektual terkait
pembebanan hasil karya Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia.
1.5.2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
pengetahuan bagi para pelaku usaha industri ekonomi kreatif dan juga
pihak lembaga pembiayaan dalam prakteknya, untuk mengetahui
bagaimana pengaturan tentang mekanisme pembebanan hasil karya
Hak Cipta yang dibebankan sebagai Jaminan Fidusia.
1.6. Orisinalitas
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang
dilakukan sepanjang yang dapat penulis telusuri, di Indonesia hingga saat ini
belum ada hasil penelitian yang komprehensif dalam bentuk tesis ataupun
yang berkaitan menyangkut tentang pengaturan pembebanan dan penentuan
nilai objek hasil karya Hak Cipta sebagai jaminan fidusia. Adapun beberapa
tesis yg mengangkat masalah yang berkaitan dengan fidusia dan juga
mengenai hak cipta adalah sebagai berikut:
- I Wayan Rusmawan SH, Efektifitas Pelaksanaan Pendaftaran Fidusia
Dalam Perjanjian Kredit Menurut Pasal 11 Ayat (1) Undang Undang
19
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Di Denpasar.16
Dalam
tesis ini membahas tentang tidak efektifnya pelaksanaan perjanjian
fidusia dalam perjanjian kredit yang terjadi dalam masyarakat. Tesis ini
mengungkapkan masalah, yaitu (1) Apakah pelaksanaan pendaftaran
fidusia dalam perjanjian kredit menurut pasal 11 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan Fidusia dapat dikatakan
efektif, (2) Bagaimanakah upaya yang harus dilakukan supaya
pendaftaran ini dapat berjalan efektif. Meskipun Peraturan Perundang-
Undangan mewajibkan jaminan fidusia tersebut untuk didaftarkan,
namun dalam prakteknya baik dalam dunia perbankan maupun dalam
lembaga pembiayaan yang berkembang di masyarakat, dan berdasarkan
observasi yang penulis lakukan menunjukkan bahwa sangat banyak
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
- I Gede Prima Praja Sarjana, SH, Kekuatan Hukum Sertifikat Jaminan
Fidusia Yang Didaftarkan Setelah Terjadinya Wanprestasi.17
Dalam
tesis ini membahas tentang batas waktu pendaftaran jaminan fidusia.
Tesis ini mengungkapkan permasalahan yaitu: (1) Bagaimana batas
waktu pendaftaran jaminan fidusia serta akibat hukum nya dalam hal
pendaftaran jaminan fidusia tidak di laksanakan? (2) Bagaimana
16
I Wayan Rusmawan, 2011, Efektifitas Pelaksanaan Pendaftaran Fidusia Dalam
Perjanjian Kredit Menurut Pasal 11 Ayat (1) Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia Di Denpasar, (Tesis) Program Studi Magister (S2) Kenotariatan
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar. 17
I Gede Prima Praja Sarjana, 2013, Kekuatan Hukum Sertifikat Jaminan Fidusia
Yang Didaftarkan Setelah Terjadinya Wanprestasi, (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar.
20
kekuatan hukum sertifikat jaminan fidusia yang di daftarkan setelah
terjadinya wanprestasi?
Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan akta otentik, yaitu akta
notaris, dan selanjutnya benda jaminan fidusia tersebut didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Fidusia. Namun apabila akta jaminan fidusia
tersebut tidak didaftarkan, tidak terdapat sanksi tegas yang diatur dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyebabkan masih banyak
bank atau finance hanya memproses obyek jaminan fidusia tersebut
sampai pembuatan akta jaminan fidusia di Notaris saja. Sehingga
menimbulkan polemik apakah pendaftaran akta jaminan fidusia wajib
dilakukan atau tidak. Dalam praktek di masyarakat juga sering terjadi
perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang obyeknya sudah
dialihkan ke pihak ketiga sebelum didaftarkan, lalu selanjutnya baru
didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan terhadap permohonan
pendaftaran fidusia tersebut tidak dapat ditolak oleh Kantor Pendaftaran
Fidusia. Hal yang demikian disebabkan dalam Undang-Undang tentang
Jaminan Fidusia tidak diatur ketentuan mengenai daluarsa pendaftaran
jaminan fidusia.
- Gede Agus Santiago, SH, Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta
Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni
Karawitan Instrumental Bali.18
Dalam tesis ini membahas tentang
18
Gede Agus Santiago, 2012, Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta Berkaitan
Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni Karawitan Instrumental Bali,
(Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
21
efektifitas penerapan Undang-Undang Hak Cipta 2002 di Bali. Bali
merupakan daerah Seni dimana banyak tercipta karya-karya yang
mengagumkan yang membuat para wisatawan tertarik untuk datang ke
bali dan ingin melihatnya. Terutama karya cipta seni karawitan atau
musik tradisional bali baik yang sakral maupun bersifat tontonan, cukup
berperan dalam menyumbangkan devisa dalam industri pariwisata atas
seni pertunjukkannya. Namun dalam perkembangannya di bali karya
cipta seni karawitan bali belum diberikan perlindungan secara optimal
oleh pemerintah, ini terbukti dengan banyaknya para pencipta tidak
mengetahui bahwa ciptaanya jika di pertunjukkan oleh pihak lain harus
mendapatkan izin atau paling tidak mendapat persetujuan dari para
Pencipta baik itu pertunjukkan yang dilakukan di dalam negeri maupun
diluar negeri. Tesis ini mengungkapkan permasalahan yaitu: (1).
Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap
pencipta atas Karya Seni Karawitan Bali yang dipertunjukkan secata
komersil ? (2). Upaya apa yang dapat ditempuh atas pelanggaran
terhadap pelanggaran karya cipta Seni Karawitan Bali ?
Dari uraian di atas, terlihat jelas perbedaan dengan tulisan yang dibuat
penulis, dimana penulis dalam penelitian ini lebih menitik beratkan pada studi
perbandingan terkait permasalahan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia
yang belum pernah dibahas dalam karya ilmiah terdahulu. Dengan demikian
Udayana, Denpasar, tersedia di http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-432-
1558072512-pembukaan%20tesis.pdf, diakses 20 Mei 2015.
22
penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
1.7. Landasan Teoritis
Teori hukum mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam
proses pembelajaran maupun di dalam penerapan hukum karena dengan
adanya teori hukum, dapat membantu dalam kerangka memecahkan berbagai
persoalan, dimana di dalam hukum normatif tidak diatur.19
Dalam membedah
permasalahan dalam penelitian ini, dipergunakan teori prinsip atau azas
hukum yang relevan. Sejumlah teori, prinsip atau azas hukum yang
dipergunakan, antara lain: untuk memecahkan permasalahan pertama
mengenai pengaturan pembebanan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia,
dipergunakan teori dari Gustav Radbruch yang menyebutkan bahwa
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai tiga ide dasar hukum
atau tiga nilai dasar hukum, yang berarti dapat dipersamakan dengan azas
hukum.20
Bachsan Mustafa juga menegaskan bahwa hukum sebagai kaedah
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Hukum menjamin kepastian hukum
2. Hukum menjamin keadilan sosial
19
Salim, H.S, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi Dan Tesis,
Buku Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Salim, H.S I) h.5
20
Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau
dari Hukum Acara serta kendala Implementasinya, Prenada Media Group,Jakarta, h.35
23
3. Hukum berfungsi pengayoman atau perlindungan.21
Dengan demikian kepastian hukum adalah merupakan tujuan atau
fungsi hukum. Teori kepastian hukum ini akan dipakai untuk membahas
masalah yang menyangkut pengaturan pembebanan Hak Cipta sebagai
jaminan dalam bentuk Fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia. Kepastian memiliki arti “ketentuan”,
„ketetapan”, sehingga apabila digabungkan dengan kata “hukum‟ akan
menjadi kepastian hukum, memiliki arti perangkat hukum suatu Negara yang
mampu menjamin setiap hak dan kewajiban setiap warga negara.
Menurut Soedikno Mertokusumo, kepastian hukum merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi dalam suatu penegakan hukum.22
Kepastian
hukum adalah azas dalam negara hukum yang merupakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepastian, dan keadilan dalam penyelenggarakan
negara.23
Hukum berpengaruh pada kehidupan ekonomi dalam bentuk
pemberian norma-norma yang mengatur tindakan-tindakan ekonomi.
Kehidupan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan untuk mengendalikan
perbuatan manusia agar optimalisasi penyelenggaraan kesejahteraan
masyarakat dapat dicapai dengan tertib tanpa menimbulkan kekacauan.24
21
Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 20
22
Soedikno Mertokusumo, 2004, Mengenal Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,
Yogyakarta h. 145
23
Ibid
24
Ibid
24
Dalam konteks penelitian ini sangat dibutuhkan adanya kepastian hukum
pengaturan tentang pembebanan Hak Cipta sebagai jaminan dalam bentuk
Fidusia karena dalam peraturan perundang-undangan masih belum jelas
mengatur mengenai permasalahan tersebut.
Selain teori mengenai kepastian hukum, penulis juga menggunakan
beberapa teori yang lebih spesifik tentang perlindungan Kekayaan Intelektual
(KI). Kekayaan Intelektual (KI) merupakan hasil karya intelektual yang perlu
dilindungi. Demikian pula halnya dengan hak cipta yang merupakan bagian
dari KI, yang memiliki nilai ekonomi. Sebelum dibebankan sebagai objek
jaminan fidusia, suatu hasil karya cipta sebaiknya didaftarkan/dicatatkan
terlebih dahulu ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai
bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta tersebut. Adapun
teori yang berkaitan dengan perlindungan hak cipta yakni yakni:
1. Labor Theory - Natural Right Theory
Perlindungan KI berangkat dari nilai-nilai dan proposisi bahwa seseorang
yang telah bersusah payah menuangkan segala kemampuan atau
keahliannya untuk menciptakan suatu karya cipta maka sudah sewajarnya
memperoleh hak alamiah atas jerih payahnya. Curahan jerih payah untuk
berkarya sehingga menghasilkan karya-karya cipta yang bermanfaat
(Labor Theory) melahirkan hak milik alamiah (the Natural Rights
Theory), pandangan seperti itu berkaitan dengan pemikiran John Locke,
yang mengemukakan bahwa hak atas property lahir dan eksis karena
25
adanya usaha dan pengorbanan waktu dan tenaga yang telah
dikontribusikan serta diinvestasikan untuk menghasilkan properti
tersebut. 25
2. Personality Theory
Teori ini berdasarkan tulisan Kant dan Hegel yang mengemukakan bahwa
hak milik individu adalah sesuatu yang krusial dalam memberikan rasa
kepuasan pada kebutuhan manusia. Landasan pemberian pemberian
perlindungan atas karya intelektual penekanannya pada dua dasar
(ground) pemikiran, yaitu: pertama, perlindungan diberikan karena
pencipta dengan personalitinya telah mampu mengekspresikan karya
yang amat ekspresif, dan kedua, perlindungan diberikan karena pencipta
telah menciptakan suatu kondisi social ekonomi yang kondusif melalui
kreativitas intelektualnya yang pada akhirnya sangat bermanfaat dan
penting bagi kemajuan manusia atau masyarakat itu sendiri.26
3. Reward Theory
Teori ini dikemukakan oleh Robert M Sherwood. Teori ini pada intinya
berisi pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan
seseorang sehingga kepadanya diberikan penghargaan atas upaya-upaya
kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual.27
Teori ini memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu pengakuan
25
Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2011, Hak Kekayaan Intelektual dan Harmonisasi
Hukum Global Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program Komputer, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h.45
26
Ibid, h.51
27
Ibid, h.49
26
terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh
penemu/pencipta/pendesain sehingga ia harus diberikan penghargaan
sebagai imbalan atas upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan
karya intelektualnya.
Teori tersebut akan digunakan sebagai pisau analisis dalam membahas
mengenai persoalan pembebanan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia.
relevansinya terletak pada diperlukannya pengaturan mengenai perlindungan
KI yang berkaitan erat dengan nilai ekonomi yang terkandung dalam ciptaan
tersebut. Nilai ekonomi yang terkandung dalam hak cipta itulah yang
nantinya dapat dibebankan sebagai objek jaminan fidusia oleh pemegang Hak
Cipta ketika diperlukan.
Hak cipta sebagai benda bergerak yang tidak berwujud dapat
dijadikan sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana tercantum dalam Pasal
16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak
Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:
pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang
dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan ketentuan Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta.
1.8. Metode Penelitian
Agar ini dapat dikatakan sebagai karya tulis ilmiah, maka harus
memenuhi unsur-unsur metodis, artinya bahwa pembahasan permasalahan
27
dilakukan dengan analisis meanggunakan metode ilmiah. Untuk itu, dalam
karya tulis ini dipergunakan metode sebagai berikut:
1.8.1. Jenis Penelitian
Dalam suatu penelitian, termasuk penelitian hukum sebagai cara kerja
keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode. Penelitian
dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini termasuk katagori jenis penelitian
hukum normatif yang disebut juga penelitian hukum doktrinal. Dalam
penelitian hukum ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis
dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia yang dianggap pantas.28
1.8.2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian hukum normatif dikenal adanya beberapa jenis
pendekatan yang dipergunakan. Adapun jenis-jenis pendekatan dimaksud
adalah :
a. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
b. Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach)
c. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
d. Pendekatan Analisa Konsep Hukum (Analytical and Conseptual
Approach)
e. Pendekatan Prasa (Word and Pharase Approach)
f. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)
28
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2013, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.118
28
g. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)29
Dalam penelitian tesis ini dipergunakan 3(tiga) jenis pendekatan yaitu
pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach), pendekatan fakta
(The Fact Approach) dan pendekatan perbandingan (Comparative Approach).
Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani. Melalui pendekatan perundang-undangan
(The Statue Approach), akan dapat dipelajari mengenai adakah konsistensi
dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya
atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara
regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.30
Dalam tesis ini, pendekatan
perundang-undangan (The Statue Approach) dilakukan melalui pengkajian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
permasalahan pembebanan hak cipta sebagai jaminan fidusia serta penentuan
nilai objek jaminan berupa hasil karya hak cipta terkait dengan pembebanan
jaminan fidusia.
Pendekatan fakta (The Fact Approach) dengan melihat fakta yang
terdapat di masyarakat mengenai pengaturan Hak Cipta sebagai objek
29
Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Udayana, Op.Cit, h.30.
30
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, h.133
29
jaminan fidusia dan juga mengenai penentuan nilai objek hasil karya hak
cipta yang dibebankan sebagai jaminan fidusia.
Pendekatan yang terakhir yakni pendekatan perbandingan
(Comparative Approach). Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan
untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain atau
hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain.31
Dalam penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perbandingan
hukum, acapkali yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat
yang satu dengan sistem hukum masyarakat yang lain; sistem hukum negara
yang satu dengan negara yang lain.32
Sistem hukum mencakup tiga unsur
pokok, yaitu: struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum;
substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur; dan
budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut.33
Metode
perbandingan yang dimaksudkan dalam penelitian ini bukanlah seperti
perbandingan sistem hukum antara civil law dan common law, namun lebih
menekankan pada perbandingan pengaturan mengenai masalah yang
berkaitan dengan pembebanan karya hak cipta sebagai objek jaminan fidusia
di negara Singapura dan negara Malaysia. Penulis memilih untuk
membandingkan pengaturan di negara-negara tersebut dengan pertimbangan
bahwa kedua negara tersebut masih satu terletak di satu kawasan geografis
31
Ibid, h.173
32
Ammirudin, Zainal Asikin, Op.Cit, h.130.
33
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, 2014, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.88.
30
dengan negara Indonesia yang memiliki latar belakang sosial budaya yang
kurang lebih sama dengan Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Peter Mahmud Marzuki yang menyebutkan bahwa perbandingan hukum juga
dapat dilakukan tanpa melihat sistem hukum maupun tingkat perkembangan
ekonomi, melainkan hanya melihat subtansinya yang merupakan kebutuhan
secara universal.34
Permasalahan penelitian dikaji dengan mempergunakan interprestasi
dan argumentasi hukum berdasarkan teori azas dan konsep hukum yang
relevan dengan permasalahan penelitian.
1.8.3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang dipergunakan ada dua yakni :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan peraturan
perundang-undangan terkait dengan permasalahan
2. Konvensi Internasional TRIP‟S (Trade Related Aspecs
Intelectual Property Rights), Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works, World Intellectual
Property Organization (WIPO) Copyright Treaty.
34
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h.177
31
b. Bahan hukum sekunder
yaitu berupa : buku-buku yang ditulis oleh para ahli dan pendapat para
sarjana yang berkaitan dengan HKI dan hukum jaminan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil
hasil-hasil karya atau makalah dari kalangan hukum.
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum yang ada dikumpulkan melalui studi dokumen, yang
diawali dengan kegiatan inventarisasi terhadap bahan-bahan hukum yang
relevan serta kemudian identifikasi serta pengorganisasian kedalam suatu
sistem informasi, guna memudahkan kembali melakukan penelusuran
terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Adapun tujuan dari teknik
dokumentasi ini adalah untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-
pendapat dan penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian. Dengan teknik ini diharapkan diperoleh bahan-bahan hukum yang
diperlukan guna dapat menjawab permasalahan penelitian.
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dari bahan-bahan hukum yang berhasil dikumpulkan, baik bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan
teknik deskripsi dan teknik argumentasi. Teknik deskripsi adalah uraian apa
adanya terhadap suatu kondisi atau preposisi-preposisi hukum maupun non
hukum. Sedangkan teknik argumentasi adalah berupa penilaian yang
didasarkan pada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat
penalaran hukum.