daftar isi - sinta.unud.ac.id file3.1 pelanggaran rambu larangan parkir di kabupaten buleleng36 3.2...
TRANSCRIPT
x
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan .................................................................................... i
Halaman Sampul Dalam .................................................................................. ii
Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum ....................................................... iii
Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi ..................................................... iv
Halaman Pengesahan Panitia Penguji Skripsi .................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................ vi
Halaman Surat Pernyataan Keaslian ............................................................... ix
Daftar Isi ........................................................................................................... x
ABSTRACK ................................................................................................. xiii
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 8
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................ 8
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 9
1.5.1 Manfaat Teoritis ..................................................... 9
1.5.2 Manfaat Praktis ...................................................... 9
1.6 Landasan Teoritis ................................................................. 10
1.7 Metode Penelitian ................................................................. 17
xi
1.7.1 Jenis Penelitian ..................................................... 17
1.7.2 Jenis Pendekatan .................................................. 18
1.7.3 Sifat Penelitian ..................................................... 18
1.7.4 Data dan Sumber Data ......................................... 19
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data ................................... 20
1.7.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ................... 20
1.7.7 Pengolahan dan Analisis Data .............................. 20
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN JALAN RAYA,
RAMBU LALU LINTAS, DAN PARKIR SERTA PENEGAKAN
HUKUM DAN PELANGGARAN RAMBU LALU LINTAS
2.1 Pengertian Jalan Raya, Rambu Lalu Lintas, dan Parkir ....... 22
2.2 Pengertian Penegakan Hukum ……………………………..22
2.3 Pelanggaran Rambu Larangan Parkir ................................... 31
BAB III PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGAR
RAMBU LARANGAN PARKIR DI KABUPATEN BULELENG
3.1 Pelanggaran Rambu Larangan Parkir Di Kabupaten Buleleng36
3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Rambu Parkir .... 42
3.3 Bentuk Tindakan Aparat Dalam Penegakan Hukum
Terhadap Pelanggar Rambu Larangan Parkir ....................... 47
BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN KASUS PELANGGARAN RAMBU
LARANGAN PARKIR DI KABUPATEN BULELENG
4.1 Upaya Preventif .................................................................... 52
4.2 Upaya Represif ..................................................................... 56
xii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 60
5.2 Saran ..................................................................................... 61
DAFTAR BACAAN ..................................................................................... 62
xiii
ABSTRAC
Singaraja city which is now crowded and densely populated city life have
an impact on the order of traffic either a motorcycle rider or a car whose
awareness will obey traffic signs are felt very less. Because the mobility of such a
crowded society then happened indiscriminate parking causing effects such as
congestion and did not close the possibility can also cause traffic accidents.
Parking is not a new phenomenon. Parking is a common problem in transport
systems. In almost many of its main cities in Buleleng Regency it also faces
parking problems, especially for 4-wheeled vehicles and 2-wheel vehicles. The
occurrence of cases of violation of the parking ban signs in Buleleng District as it
continues to happen and is a simple thing - easy but difficult to eradicate the
violation. In this case the enforcement of the law is the answer to the guarantee of
order, legal certainty, and the security of common interests as road users. The
handling of this violation in Buleleng Regency by the relevant agencies is deemed
necessary to be continuously improved since safety and public order are the main
objectives. This role is a vital role, so it becomes the basis of the consideration of
the formulation of Law Number 22 Year 2009 on Traffic and Road Transport,
(hereinafter shall be abbreviated as UULLDAJ).
The research method used is empirical law research. The approach used is
an approach based on the legal rules in assessing the existing problems and
associated with the implementation in society.
Law enforcement in the field of traffic and road transport is a process of
enforcement efforts and the proper functioning of legal norms in the field of traffic
and road transportation. Preventive efforts to tackle cases of parking signs
violation is a routine patrol with the ranks, then make observations and
supervision, counseling and review of traffic signs, while repressive efforts are as
a response to the parking beacon violation by giving direct action.
Keywords : Law Enforcement, Traffic Signs, Sanctions
xiv
ABSTRAK
Kota Singaraja yang kini mulai ramai serta padat kehidupan kotanya
berdampak pada ketertiban lalu lintas pengendara baik itu sepeda motor atau
mobil yang kesadarannya akan mematuhi rambu lalu lintas dirasa sangat kurang.
karena mobilitas masyarakat yang sedemikian padat lalu terjadi parkir
sembarangan yang menimbulkan efek seperti kemacetan serta tak menutup
kemungkinan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Perparkiran
bukanlah suatu fenomena yang baru. Perparkiran merupakan masalah yang sering
dijumpai dalam sistem transportasi. Di hampir banyak kota utamanya di
Kabupaten Buleleng juga menghadapi masalah perparkiran, khususnya untuk
kendaraan roda 4 (empat) serta kendaraan roda 2 (dua). Terjadinya kasus
pelanggaran rambu larangan parkir di Kabupaten Buleleng ini seperti terus
menerus terjadi dan merupakan hal yang gampang – gampang tapi sulit untuk di
berantas terjadi pelanggarannya. Dalam hal ini tegaknya hukum tersebut
merupakan jawaban dari jaminan ketertiban, kepastian hukum, dan keamanan
kepentingan bersama sebagai pengguna jalan raya. Penanganan terhadap
pelanggaran ini di Kabupaten Buleleng oleh instansi terkait dirasa perlu untuk
terus ditingkatkan mengingat keselamatan dan ketertiban bersama merupakan
tujuan utamanya. Peranan tersebut merupakan suatu peranan vital, sehingga
dijadikan landasan pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (selanjutnya akan disingkat
menjadi UULLDAJ).
Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum empiris,
Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan yang didasarkan pada aturan-aturan
hukum dalam mengkaji permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan
pelaksanaannya dalam masyarakat.
Penegakan hukum bidang lalu lintas dan angkutan jalan adalah sebuah
proses dilakukan upaya tegaknya serta berfungsinya norma – norma hukum
bidang lalu lintas dan angkutan jalan secara nyata. Upaya preventif menekan
kasus pelanggaran rambu parkir yakni berupa patroli rutin bersama jajaran, lalu
melakukan pengamatan serta pengawasan, penyuluhan dan peninjauan kembali
keadaan rambu lalu – lintas, sedangkan upaya represif ialah sebagai
penanggulangan terhadap pelanggaran rambu parkir yakni dengan diberikan
tindakan langsung.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Rambu Lalu Lintas, Sanksi
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebutuhan transportasi pada saat ini ialah merupakan suatu kebutuhan
yang tidak bisa dipinggirkan, mengingat saat ini pergerakan manusia dari satu
tempat ke tempat lain juga memerlukan transportasi serta dalam melakukan
kegiatan sehari – hari pun memerlukan moda transportasi. Terlebih pada sektor
ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Pada umumnya titik perkembangan sarana dan prasarana transportasi di
Indonesia berjalan sedikit lambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini
terjadi karena adanya perbedaan regulasi dari pemerintah masing-masing negara
dalam halnya menangani kinerja sistem transportasi. Pembangunan berbagai
sarana dan prasarana transportasi dapat menimbulkan efek ekonomi berganda
(multiplier effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja,
maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan
regional.
Pada saat ini di Indonesia sedang mengalami jumlah penduduk yang terus
meningkat dan bertambah ini juga tentunya dibarengi dengan kemampuan daya
beli masyarakat Indonesia yang meningkat utamanya pada sektor kendaraan
bermotor, sehingga sebagaimana yang kita ketahui tentu akan terdapat lonjakan
kenaikan jumlah kendaraan yang ada.
2
Dengan adanya transportasi dan sarana transportasi kita dapat menuju ke
berbagai tempat yang akan dituju dengan mudah, itu akan terjadi jika masyarakat
dapat menggunakan serta mengembangkan transportasi dan sarana transportasi.
Namun tidak sedikit orang yang hanya memikirkan kepentingan individu,
sehingga mereka menggunakan transportasi dan sarana transportasi tanpa
memikirkan orang lain atau kepentingan umum. Bahkan dalam situasi seperti itu
hal – hal berupa kemacetan dan pelanggaran lalu lintas sering dijumpai di daerah
perkotaan pada umumnya. Faktor manusia mempunyai andil terbesar sebagai
penyebab kondisi tersebut dibandingkan faktor – faktor penyebab lainnya yaitu
faktor jalan, faktor kendaraan, dan faktor alam.1
Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk
memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional,
dan mempererat hubungan antar bangsa dan dalam usaha mencapai tujuan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Peranan
tersebut merupakan suatu peranan vital, sehingga dijadikan landasan
pertimbangan dibentuknya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (selanjutnya akan disingkat menjadi UULLDAJ)
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan yang dipandang tidak relevan lagi bagi masyarakat
Indonesia.
1 Junaedi Maskat, 1998, Pengetahuan Praktek Berlalu Lintas di Jalan Raya, CV. Sibaya, Bandung,
hlm 5
3
Terjadinya ketidaktertiban yang terjadi pada lalu lintas sebagai sarana
transportasi, ini dikarenakan pengguna transportasi tidak tahu aturan-aturan dan
displin dalam berlalu lintas atau mungkin bahkan sudah menganggap tidak
pentingnya aturan-aturan tersebut alih-alih dengan kepentingan yang mendesak.
Khususnya ketertiban berlalu lintas di jalan raya. Achmad Ali mengemukakan
bahwa ketaatan hukum, kesadaran hukum, dan efektifitas perundang-undangan
adalah tiga unsur yang saling berhubungan.2
Padahal telah dijelaskan mengenai rambu lalu lintas pada Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (17) yaitu “Rambu Lalu Lintas adalah bagian
perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan atau
perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk
bagi Pengguna Jalan”.
Kota Singaraja yang dahulu kala pernah menjadi ibu kota provinsi yang
kini juga dengan jejak masa lampaunya mempunyai kondisi kehidupan kota yang
dari hari – kehari sedemikian ramai dan padat kehidupan kotanya aktifitas
masyarakat yang mulai padat, faktor perpindahan penduduk dari desa ke kota juga
mulai ramai, sehingga menimbulkan situasi kondisi kota yang mulai ramai. Ini
sangat terlihat pada ketertiban lalu lintas pengendara baik itu sepeda motor atau
mobil yang kesadarannya akan mematuhi rambu lalu lintas dirasa sangat kurang,
karena mobilitas masyarakat yang sedemikian padat lalu terjadi parkir
sembarangan yang jelas – jelas pada daerah tersebut harusnya steril dari parkir
2 Achmad Ali, 1998, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, hlm. 191
4
badan jalan maka akan sangat cepat menimbulkan efek – efek seperti
menimbulkan kemacetan serta tak menutup kemungkinan juga dapat
menyebabkan kecelakaan lalu lintas akibat porsi jalan menyempit dan semakin
berkurang yaitu rambu larangan parkir.
Rambu larangan parkir merupakan simbol aturan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap yang wajib untuk diikuti dan dipatuhi oleh setiap pengguna
jalan. Akan tetapi pada saat ini perbuatan melanggar rambu-rambu lalu lintas yang
dilakukan oleh setiap pengguna jalan khususnya pengguna sepeda motor dapat
kita saksikan setiap hari dan terjadi hampir di setiap ruas jalan, bahkan di depan
petugas penegak hukum pelanggaran terhadap rambu lalu lintas sering terjadi
tanpa dilakukan tindakan hukum apa-apa.
Pengadaan rambu-rambu lalu lintas oleh pihak Dinas Perhubungan
Kabupaten Buleleng telah terus di tingkatkan, namun tidak ada jaminan rambu itu
akan di taati oleh pengguna jalan. Kondisi ini memperlihatkan adanya
konsekuensi negatif ketika seseorang pengguna jalan berusaha untuk mematuhi
rambu lalu lintas, sementara pengguna jalan lain tidak ditindak atau diberikan
sanksi ketika mereka melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Kondisi ini jelas akan berdampak tidak baik terhadap pengguna jalan yang
selalu berusaha untuk mentaati aturan lalu lintas. Terlebih dengan banyaknya
pembiaran oleh aparat Satlantas Polres Buleleng terhadap pelanggaran rambu lalu
lintas mengakibatkan hukum tidak memiliki wibawa sama sekali, dianggapnya
bahwa aturan itu hanya sebatas simbol dan himbauan saja yang memang tidak ada
5
dampaknya. Jika ini terus terjadi maka tinggal dilihat akibatnya, selain kondisi
lalu lintas yang tidak tertib, resistensi terhadap kecelakaan juga akan semakin
meningkat.
Perparkiran bukanlah suatu fenomena yang baru. Perparkiran merupakan
masalah yang sering dijumpai dalam sistem transportasi. Di hampir banyak kota
utamanya di Kabupaten Buleleng juga menghadapi masalah perparkiran,
khususnya untuk kendaraan roda 4 (empat) serta kendaraan roda 2 (dua). Rambu
larangan parkir yang telah dipasang oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng
terkesan tidak ditaati oleh pengguna kendaraan bermotor yang masih sesuka
hatinya memarkirkan kendaraanya didaerah yang semestisnya steril dari parkir
kendaraan. Tentunya dengan melihat tidak ditindaknya pelanggaran – pelanggaran
yang telah terjadi oleh instansi terkait.
Pada umumnya kendaraan yang parkir di pinggir jalan berada di sekitar
tempat atau pusat kegiatan seperti perkantoran, sekolah, pusat kegiatan ekonomi
baik itu pasar tradisional, pasar swalayan, bioskop, rumah makan dan lain- lain.
Dalam usaha menangani masalah tersebut, maka diperlukan pengadaan lahan
parkir yang cukup, dan penentuan bentuk permodelan parkir yang tepat pada
lahan parkir yang ada, dimana kebutuhan akan lahan parkir (demand) dan
prasarana yang dibutuhkan (supply) haruslah seimbang dan disesuaikan dengan
karakteristik perparkiran. Disinilah penegak hukum dibidang lalu lintas di tuntut
dapat mencegah atau mengurangi timbulnya pelanggaran lalu lintas.3
Secara
3 Leksmono S. Putranto, 2013, Rekayasa Lalu Lintas EDISI 2, Permata Puri Media, Jakarta Barat,
hlm. 140
6
umum parkir dibagi menjadi 2 jenis yaitu parkir di badan jalan (on street parking)
dan parkir di luar badan jalan (off street parking).
Masalah perparkiran tersebut akhir - akhir ini terasa sangat mempengaruhi
pergerakan kendaraan, dimana kendaraan yang melewati tempat-tempat yang
mempunyai aktivitas tinggi laju pergerakannya akan terhambat oleh kendaraan
yang parkir di badan jalan, sehingga hal ini dapat menyebabkan kemacetan dan
terkesan semrawut. Pada Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan juga telah dijelaskan pada Pasal 287 ayat (1) Setiap
orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan
perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).
Dimana pada daerah – daerah lain serta Kabupaten Buleleng pada
khususnya parkir di badan jalan merupakan masalah utama yang menyebabkan
kemacetan di daerah perkotaan, karena sudah pasti mengurangi kapasitas ruas
jalan yang bersangkutan. Selain merugikan pengguna jalan lain juga hal tersebut
dapat menimbulkan kemacetan bahkan juga dapat menimbulkan kecelakaan
akibat ruas jalan menyempit utamanya pada jalur – jalur yang memang telah
ditentukan oleh pemerintah daerah agar jalur tersebut steril dari parkir kendaraan.
7
Terjadinya kasus pelanggaran rambu larangan parkir di Kabupaten
Buleleng ini seperti terus menerus terjadi dan merupakan hal yang gampang –
gampang tapi sulit untuk di berantas terjadi pelanggarannya. Dalam hal ini
tegaknya hukum tersebut merupakan jawaban dari jaminan ketertiban, kepastian
hukum, dan keamanan kepentingan bersama sebagai pengguna jalan raya.
Penanganan terhadap pelanggaran ini di Kabupaten Buleleng oleh instansi
terkait dirasa perlu untuk terus ditingkatkan mengingat keselamatan dan
ketertiban bersama merupakan tujuan utamanya.
Berdasarkan pada uraian permasalahan pelanggaran rambu lalu lintas
utamanya rambu larangan parkir di Kabupaten Buleleng maka dirasa perlu untuk
meneliti kebijakan hukum yang diberlakukan oleh instansi terkait di Kabupaten
Buleleng serta berdasarkan hal diatas maka menarik untuk menuangkan dalam
bentuk skripsi dengan judul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
PELANGGARAN RAMBU – RAMBU LARANGAN PARKIR (Studi di
Kabupaten Buleleng)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka ada beberapa hal yang
sekiranya dapat dijadikan sebagai pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
terhadap pelanggar rambu larangan parkir di Kabupaten Buleleng ?
2. Apa upaya dalam hal menekan kasus pelanggaran terhadap rambu
larangan parkir ?
8
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Berdasarkan permasalahan dan pada umumnya dalam setiap penulisan
karya ilmiah dirasa perlu penegasan mengenai ruang lingkup masalah yang telah
di rumuskan serta di uraikan sehingga jelas batasannya, yang sekiranya agar
penulisan karya ilmiah ini tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan
maka, perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Oleh karena
itu pada karya ilmiah ini pembahasan yang ada dalam skripsi ini akan di batasi
pada penjelasan mengenai penegakkan hukum terhadap pelanggar rambu larangan
parkir dan juga akan dijelaskan mengenai bagaimana upaya dalam hal menekan
kasus pelanggaran terhadap rambu larangan parkir.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang bagaimana
penegakkan hukum dari aparat yang terkait terhadap para pelanggar rambu –
rambu larangan parkir di Kabupaten Buleleng.
1.4.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk memahami dan mengetahui bagaimana bentuk tindakan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap pelanggar rambu larangan
parkir di Kabupaten Buleleng.
9
2. Untuk memahami dan mengetahui apa saja upaya untuk menekan kasus
pelanggaran terhadap rambu larangan parkir di Kabupaten Buleleng.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama yang
berkaitan dengan permasalahan pelanggaran terhadap rambu larangan parkir
terutama pada suatu jalan yang sudah jelas ada rambu larangan parkirnya. Serta
secara teoretis penelitian ini juga diharapkan mampu bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dalam memberikan gambaran secara pasti mengenai bagaimana
penegakkan hukumnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat luas memberikan dan menambah wawasan serta
pengetahuan praktis mengenai penegakkan hukum permasalahan
pelanggaran rambu larangan parkir dan juga di harapkan mampu
menggambarkan bagaimana upaya dinas terkait untuk melakukan upaya
menekan kasus pelanggaran terhadap rambu larangan parkir.
2. Bagi lembaga Universitas Udayana Denpasar, penelitian ini dapat dapat
dipakai sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan dan juga dapat
digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut dan
secara kuantitas diharapkan dapat memperkaya khasanah bacaan bagi
mahasiswa.
10
3. Bagi mahasiswa untuk mengetahui dan memahami masalah hukum yang
terjadi di jalan raya utamanya mengenai rambu – rambu larangan parkir
yang berlaku.
1.6 Landasan Teoritis
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum
dan khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, pendapat hukum dan lain-
lain, yang akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.4
Sebagai landasan, dimaksudkan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang
bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur
baar).
Adapun juga Landasan Teori yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini
ialah teori yang terdapat dalam ilmu hukum yaitu :
1.6.1 Teori Pemidanaan
Seperti yang kita ketahui teori pemidanaan mempunyai kaitan dengan
pengertian hukum pidana subjektif. Yang dimaksud ialah bagaimana tentang hak
negara kaitannya dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana kepada orang-
orang yang melanggar suatu perintah atau larangan dalam hukum pidana atau
hukum pidana objektif. Seperti yang kita ketahui hak untuk menjalankan hukum
pidana subjektif ini hanya boleh dimiliki oleh negara, karena Negara pada
dasarnya merupakan organisasi sosial tertinggi yang berkewajiban
menyelenggarakan serta mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Oleh
sebab itu untuk melaksanakan kewajiban tersebut, maka dirasa perlu apabila
4Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.68
11
negara melalui alat-alatnya diberikan suatu hak dan kewenangan untuk
menjatuhkan dan menjalankan pidana.
Teori – teori pemidanaan dapat dibagi menjadi tiga golongan , yaitu Teori
Absolut atau Pembalasan, Teori Relatif atau Tujuan, dan Teori Gabungan. Akan
diuraikan sebagai berikut :
a. Teori Absolut atau Pembalasan
Menurut teori ini, hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap
para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan
terhadap orang lain atau anggota masyarakat.5 Negara dalam hal ini berhak untuk
menjatuhkan pidana kepada penjahat dalam hal ini orang yang melakukan
kejahatan maupun tindak pidana, maka dengan itu ia harus diberikan suatu pidana
yang setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya. Terdapat dua arah dari
tindakan pembalasan di dalam penjatuhan, yaitu:
1. Ditujukan kepada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan)
2. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari adanya perasaan dendam di
kalangan masyarakat (sudut objektif dari pembalasan).
Hugo de Groot dengan mengikuti pendapat dari Phitagoras, menuliskan
bahwa kita tidak seharusnya menjatuhkan suatu pidana karena seseorang telah
5 Leden Merpaung, 2009, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4
12
menlakukan kejahatan, akan tetapi untuk mencegah supaya orang jangan
6melakukan kejahatan lagi.
b. Teori Relatif atau Tujuan
Tujuan pidana adalah bukan sekedar melakukan pembalasan, namun juga
untuk tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan
pidana. Teori ini dilandasi oleh tujuan (doel), yaitu:
1. Menjerakan
Dengan menjatuhkan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana
menjadi jera dan tida mengulangi lagi perbuatannya (speciale preventie) serta
masyarakat umum mengetahui bahwa jika melakukan perbuatan sebagaimana
dilakukan terpidana, mereka akan mengalami hukuman yang serupa (generale
preventie).
2. Memperbaiki pribadi terpidana
Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama
menjalankan hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan
mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang
baik dan berguna.
3. Membinasakan atau memuat terpidana tidak berdaya
Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan membuat
terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur hidup.7
6 Djoko Prakoso, 1988, Hukum Penitensier Di Indonesia, Armico, Bandung, hlm. 20
13
c. Teori Gabungan
Dari dua teori yang dikemukakan diatas, serta adanya keberatan-keberatan
terhadap teori absolut dan teori tujuan, maka munculah teori ketiga yang menitik
beratkan kepada bahwa pidana hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan
mempertahankan ketertiban masyarakat, yang diterangkan secara kombinasi
dengan mendasarkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang
ada. Pada teori ini menitikberatkan kepada pelaku dan pada berat atau ringannya
suatu tindak pidana yang dilakukan, karena bukan saja berkaca pada masa lalu si
pelaku namun juga berkaca pada masa depan si pelaku tindak pidana tersebut dan
yang terpenting adalah memperbaiki pelaku tindak pidana tersebut.
1.6.2 Asas Legalitas
Asas legalitas diatur dan terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat (KUHP) yang berbunyi “Tiada
suatu perbuatan yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana
dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu dari perbuatan itu”. Asas legalitas
(the principle of legality) yaitu asas yang menentukan bahwa tiap-tiap peristiwa
pidana (delik/ tindak pidana ) harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan
undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau
berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap orang yang melakukan
delik diancam dengan pidana dan harus mempertanggungjawabkan secara hukum
perbuatannya itu.
7 Op.cit, hlm. 4
14
Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal
sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenalli yang artinya
lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih
dahulu.8
1.6.3 Kesengajaan
Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat atau
dilakukan. KUHP tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang
kesengajaan atau dolus intent opzet. Tetapi Memorie van Toelichting (Memori
Penjelasan) mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki dan mengetahui.
Kesengajaan harus memiliki ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu perbuatan yang
dilarang, akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan bahwa
perbuatan itu melanggar hukum. Dalam Crimineel Wetboek (Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana) tahun 1809 dijelaskan pengertian,”Kesengajaan adalah
kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang”.
Menurut sejarah dahulu pernah direncanakan dalam undang-undang 1804
bahwa kesengajaan adalah kesengajaan jahat sebagai keinginan untuk bebuat tidak
baik, juga pernah dicantumkan di dalam pasal 11 Criminal Wetboek 1809 yang
menerangkan bahwa kesengajaan keinginan/maksud untuk melakukan perbuatan
8 Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 23 (Selanjutnya disebut
Moeljatno I)
15
atau diharuskan oleh undang-undang. Di dalam WvSr tahun 1881 yang mulai
berlaku 1 September 1886 tidak lagi mencantumkan arti kesengajaan seperti
rancangan terdahulu.9
Mengenai MvT tersebut, Satochid Kartanegara mengutarakan bahwa yang
dimaksud dengan opzet willen en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah :
“Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki (willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti (weten)
akan akibat dari perbuatan itu.”10
Secara umum, para pakar hukum pidana telah menerima adanya 3 (tiga)
bentuk kesenjangan (opzet), yakni :
a. Kesenjangan sebagai maksud (opzet als oogmerk)
b. Kesenjangan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn)
c. Kesenjangan dengan keinsafan kemungkinan (dolus eventualis)11
1.6.4 Kealpaan
Kealpaan, seperti juga kesengajaan adalah salah satu bentuk dari
kesalahan. Kealpaan adalah bentuk yang lebih rendah derajatnya dari pada
kesengajaan. Tetapi dapat pula dikatakan bahwa kealpaan itu adalah kebalikan
dari kesengajaan, karena bila mana dalam kesengajaan, sesuatu akibat yang timbul
itu dikehendaki, walaupun pelaku dapat memperaktikkan sebelumnya. Menurut
9 R. Abdoel Djamali, 2010, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.
219 10 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, hlm. 184 11 Leden Merpaung, Op.cit, hlm. 15
16
D. Simons “Kealpaan” sebagai “Kealpaan itu terdiri dari dua bagian, yaitu tidak
berhati-hati melakukan suatu perbuatan, disamping dapat menduga akibat
perbuatan itu”.
Dalam Memorie van Toelichting selanjutnya disingkat (M.v.T) dijelaskan
bahwa dalam hal kealpaan, pada diri pelaku terdapat :
1. Kekurangan pemikiran (penggunaan akal) yang diperlukan.
2. Kekurangan pengetahuan (ilmu) yang diperlukan.
3. Kekurangan kebijaksanaan (beleid) yang diperlukan.
Pada umumnya, kealpaan (culpa) dibedakan atas :
1. Kealpaan dengan kesadaran (bewestu schuld). Dalam hal ini si pelaku
telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi
walaupun ia berusaha untuk mencegah, toh timbul juga akaibat tersebut.
2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewustu schuld). Dalam hal ini, si pelaku
tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang
dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya
memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.12
Perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang disadari itu sifatnya
lebih berat dari pada kealpaan yang tidak disadari. Kerap kali justru karena tanpa
berfikir akan kemungkinan timbulnya akibat malah terjadi akibat yang sangat
berat.
12 Ilbid, hlm. 26
17
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian hukum empiris, yaitu pengkonsepan gejala empiris yang dapat diamati
kedalam kehidupan nyata. Pendekatan yang didasarkan pada aturan-aturan hukum
dalam mengkaji permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan pelaksanaannya
dalam masyarakat. Penelitian Hukum empiris adalah metode penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan
menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden
serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian
kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.13
Dalam hal ini berbicara tentang sesuatu yang timbul dari keadaan di dalam
masyarakat atau dengan kata lain segala sesuatu yang menimbulkan efek dalam
kehidupan sosial masyarakat yang dapat menimbulkan kesenjangan antara das
sein dan das solen, yaitu kesenjangan antara teori yang berlaku dan fakta
hukumnya yang ada pada masyarakat.
Dengan kata lain terhadap permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini
akan dikaji dari ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dan mengaturnya
kemudian mengaitkannya dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dilapangan.
13 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Peneltian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press :
Jakarta.. hlm. 52 (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I)
18
Seperti bagaimana penerapan Pasal 1 ayat (17) serta Pasal 287 ayat (1) Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang
pada kenyataannya dilapangan masih saja ditemui adanya pelanggaran sehingga
dianggap perlu adanya suatu tindakan tegas.
1.7.2 Jenis Pendekatan
Dalam pembahasan yang akan dilakukan pada karya ilmiah ini penulis
mengkaji dengan pendekatan perundang – undangan dengan melakukan analisa
konsep serta teori hukum. Pendekatan perundang – undangan ini juga dilakukan
dengan memilih peraturan – peraturan yang sesuai atau yang memiliki hubungan
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam hal ini yang berhubungan dengan
lalu lintas. Serta mengkonsepkan juga dengan menggunakan prinsip – prinsip
hukum namun tentunya tetap menggunakan peraturan – peraturan yang berlaku
dan memiliki keterkaitan dengan topik yang akan dibahas.
1.7.3 Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan secara umum dan juga
memaparkan atau menggambarkan secara jelas mengenai aspek – aspek yang
akan diteliti termasuk juga penelitian hukum, untuk menggambarkan secara jelas
bagaimana gejala sosial yang ada dalam masyarakat yakni tentang Penegakkan
Hukum Terhadap Pelanggar Rambu Lalu Lintas Utamanya Rambu Larangan
Parkir Di Kabupaten Buleleng. Ketentuan teori – teori, peraturan, karya tulis yang
19
juga dimuat dengan baik dalam bentuk literatur, dan laporan penelitian sudah
dapat ditemukan dengan jumlah yang cukup memadai.
1.7.4 Data dan Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa penelitian
langsung ke masyarakat dan Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng serta
Satlantas Polres Buleleng. Adapun data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan, berupa data yang
diperoleh dari hasil penelitian di Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng,
serta Polres Buleleng.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca literatur
dan perundang-undangan yang ada relevansinya dengan permasalahan
yang akan dibahas, yang terdiri dari :
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LaLu Lintas dan
Angkutan Jalan.
3. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku literatur ilmu hukum, kamus
hukum, tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan
permasalahan.14
4. Bahan hukum tersier, berupa kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa
Inggris, serta kamus bahasa Belanda
14 M. Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hlm. 96
20
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Untuk data primer dilakukan dengan pengamatan secara langsung, dan
melakukan wawancara dengan informan, yaitu sebagai suatu proses tanya
jawab lisan dengan informan terkait untuk memperoleh data. Yang
nantinya informasi yang didapat itu nantinya dapat digunakan sebagai
sumber informasi yang bisa menjawab sumber permasalahan yang dibahas
pada skripsi ini. Wawancara yang dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan – pertanyaan yang memiliki keterkaitan dengan topik yang
diajukan kepada informan maupun responden.
2. Untuk data sekunder diperoleh dalam penelitian kepustakaan dan dokumen
yang dilakukan dengan mencatat, yaitu pencatatan teori-teori, isi ketentuan
perundang-undangan yang relevan, serta bahan – bahan yang relevan.
1.7.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan dengan memilih teknik non
probability sampling serta memilih bentuk purposive sampling yaitu sampel
dipilih dan ditentukan sendiri oleh si peneliti dimana penunjukan itu memenuhi
sifat dan kriteria tertentu yang merupakan suatu kriteria penunjang dalam
penulisan skripsi ini.
1.7.7 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data diperoleh melalui penelitian kepustakaan, maka data tersebut
akan diolah dengan teknik kualitatif, yaitu dengan menentukan pada kualitas data
yang diperoleh berkaitan dengan pokok permasalahan. Data tersebut kemudian