darul islam aceh: 1953-1962 telaah terhadap akar...
TRANSCRIPT
DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962 TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakulfas Adah Dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (Sl)
Olch: AHMADFAHRI
NIM. 100022018471
JURUSjA.N SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATULLAH JAKARTA
1426 HI 2005 M
DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962 TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PE1\1JIJERONTAKAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam
Untulc Memenuhi Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana
;
Oleh: Ahmad Fahri 100022018471
Di Bawah Bimbingan
Dr.Dien Madjid NIP 150 122 620
Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Fakultas Adah Dan Humaniora
Universitas Islam Negri SyarifHidayat1J1llah Jakarta
142612005
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sripsi yang be1.:judul "Darul Islam Aceh : 1953-1962 T1elaah Terhadap Akar
Masalah Pemberontakan" ini telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Juli 2005. skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana progran1 strata I ·
(S 1) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
Ke tu a
Drs. H. Budi Sulistiono, M.Hum NIP. 150 236 276
Pembimbing,
DR. Dien Madjid NIP. 150 122 620
Jakarta, 09 Juli 2005
Sekretaris
Drs. H. M. Ma'rufMisbah, MA NIP. 150 247 010
Penguji,
Drs, Parlind11mga11 Siregar, M.A NIP. 150 268 .588
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
membekali manusia dengan aka! dan wahyu sehingga memudahkan penulis sebagai
bagian dari umat manusia untuk menggali khazanah intelektual Islam yang bertebaran di
muka bumi, mudah-mudahan penulis dimasukan ke dalam golongan "Ulil Albab''.
Sholawat dan Salam semoga selalu terpancar ke jiwa yang suci nabi besar Muhamad
SAW yang menghantarkan umatnya ke wilayah yang syarat dengan nilai Iman, takwa dan
peradaban
Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk
dapat menyelesaikan program pendidikan smjana strata I, jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam di Fakultas! Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ketika penulis menyusun skripsi ini banyak sekali faktor-faktor yang saling
terkait yang menyebabkan ketidakmaksimalan penulis dalam pembuatan skripsi ini
ditambah kemampuan intelektualitas penulis yang sangat minim. Menyadari akan
ketidaksempurnaan skripsi ini tidak ada sikap maupun reaksi penulis yang bisa ditunjukan
kecuali berharap kritikan dan masukan untuk menyempurnakan hipotesa (skripsi) ini yang
dibangun di atas analisa yang dangkal
Dalam penusunan skripsi ini, penulis banyak sekali terbantu dari perorangan,
kelompok maupun institusi atas dorongan baik moril maupun materil, baik fisik msaupun ·
nono fisik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini pula penulis hendak mengucapkan
rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada :
I. Prof. Dr. Badri Yatim, MA.Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Drs. H. Budi
Sulistyo M.Hmn, Selaku ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, dan Drs. H.
Ma'rufMisbah, MA, selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
2. Dr. Dien Madjid, selaku pembimbing yang telah banyak merelakan waktunya (walau
dalam keadaan sakit) untuk memberi kritik, masukan clan saran kepacla penulis clalam
menyempurnakan skripsi ini '
3. Drs. Parlindungan Siregar, MA, selaku dosen penasehat akademikyang telah
memberikan nasehal dan motivasinya dalam mengikuti clan menyelesaikan perkuliahan.
Juga untuk seluruh dosen Fakultas Adab clan Humaniora yang telah "mentransfer"
ilmunya kepada penulis
4. Pimpinan clan seluruh staff pegawai perpustakaan Uil\J Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Aclab dan Humaniora, Perpustakaan LIP! (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia), Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro, Perpustakaan Arsip Nasional,
Perpustakaan Freedom Institut, Perpustakaan BPS (Baclan Pusat Statistik Nasional), dan
komunitas Aceh di jalan lndramayu, Menteng. Yang telah memberikan pelayanan dan
kemudahan bagi penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan
5. Kedua orangtua penulis Ayahancla Zahrin Abdullah clan lbunda waryanti, yang telah
memotivasi untuk terus maju clan bangkit dari kegagalan. Juga untuk kedua adik
Penulis Rahmawati dan Ahmad Rizal
6. Temen-temen SP! angkatan 2000 : Pingie, Otot, Botax, Dayat, Sobat, Fahmi Dishub,
Garux, Yana, Sari, Rima, Fitri, lndah H & K, clan semua teman-teman yang telah
membantu clan memberi masukan sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Buat temen-temen "Risma" yang telah merelakan penulis untuk menonaktifkan dari
kepengurusan, juga untuk Bahruddin yang ban yak sekali membantu penulis
8. !yang lndriani, yang telah mengajari penulis tentang arti kedewasaan, penulis baru
menyadari bahwa kedewasaan tidak harus diungkapkan dengan kata-kata bijak tapi
melalui sikap yang .arif. Pada Akhirnya membuat nyaman penulis dalam penyusunan i
skripsi ini.
Mudah-mudahan apa yang telah mereka berikan kepada penulis dapat bennanfaat dan
tidak ada kata-kata yang bisa penulis kembalikan atas kebaikan kecuali Jazakumullah
Khoirul Jaza'
Jakarta, 30 juni 2005
Ahmad Fahri
DAFTARISI
KA TA PENG ANT AR ......................................................................... i
DAFTAR IS! ..................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................... ._ ......................... I A. Latar Belakang Masalah ...... : ....................................... I
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................... I)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 6
D. Metode Penulisan ...................................................... "JI
E. Sistematika Penulisan ................................................. 7
Bab II GAMBARAN UMUM MASY ARAKAT ACEH PRA PEMBERONTAKAN .......................................................... 9 A. Keadaan Sosial ......................................................... 9
B. Keadaan Politik .................................................................. 17
C. Keadaan Ekonomi ......................................................... 27
D. Bidang Agama ........................................................................ 30
Bab III MUNCULNYA PEMBERONTAKAN DARUL !SLAM ACEH ....................................................... 36 A. Penge1tian Darul Islam ...................................................... 36 B. Faktor-faktor Pcnycbab Tc~jadinya Pcmberontakan
Darul Islam Aceh ................................................................ 40
C. Struktur Darul Islam Aceh .................................................. 45
D. Aktifitas Darul Islam Aceh ...................................................... 50
Bab IV AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN
DAR UL ISLAM ACEH ........................................................... 55
A. Pembubaran Propinsi Aceh ............................................. 55
B. Penghapusan Sistim Perdagangan Barter ................................. 62
C .. Pertanmgan Kekuatan Lokal. ......................................... 66
D. Munculnya Less Hitam ........................................................... 72
E. Penolakan Syariat Islam ............................................. 75
BAB V PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .......... 78 A. Kesimpulan ............................................................. 78
DAFTAR PUST AKA .......................................................................... 80
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aceh sekarang bernama Nanggroe Aceh Darusslam adalah propinsi paling
Utara dari Sumatra dan paling Barat dari Republik Indonesia dengan Banda Aceh
sebagai ibukotanya, dibandingkan dengan propinsi Iain di Indonesia Aceh sangat
mcmiliki keunikan baik clitinjau dari scgi sosial, buclaya, politik dan agama. Seperti
kecintaan mereka terhaclap elit masyarakatnya yang terwakili oleh kaum Ulama clan
Ulebalang. ulama sebagai pemegang otoritas agama clan Ulebalang sebagai pemegang
kendali adat. Di samping dua elit masyarakat di atas, ada kekuasaan altematif yaitu
sultan. Hanya saja kekuasaan terakhir ini walaupun pemegang kendali tampuk
kepemimpinan masyarakat paling "acliclaya" kekuasaanya tidak bertahan lama, karena
kcsultanan dihapuskan pada tahun 1903 1 sejak saat itu tidak memainkan penman
apapun. terlepas dari penghapusan kesult4nan, yang terjadi adalah perseteruan ulama
clan ulebalang yang memakan waktu cukup panjang.
Dari prespektif politik, sebagai wilayah yang jauh dari pusat, Aceh juga
menyimpan persoalan yang tidak clapat disamakan dengan daerah Iain yang acla di
Indonesia, sejak awal ia senantiasa lekat dengan rona "revolusi", melawan penjajah di
masa lalu dan menantang pemerintah pusat di masa sesudahnya.2
1 B J Boland, pergumu/an is/am di Indonesia (Jakmta,Grafiti pers I 985) cet I ha! 73 untuk lebih jelasnya lihat Muhanad Said, A(ieh Sepanct'ang Abad, (diterbitkan pengarang sendiri 1961) h. 640.
'Syarifudin Tippe, Aceh di persimpanganjalan, (Jakarta, Pustaka Cesindo 2000) Cet I h. xiii
2
Teri epas dari fenomena di ata!;, Aceh memiliki peranan besar dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan kegigihan dan semangat yang
berkobar mereka berhasil tumbuh menjadi daerah yang menakutkan bagi agresi
Belanda ke II pasca proklamasi, sehigga Aceh menjadi satu-satunya daerab yang
"steril" dari penjajahan ketika semua wilayah Indonesia berada di bawah
penguasaanya. Tak beran ketika Soekarno bersama rombongannya berkunjung ke
Aceh pada tanggal I 6 juni I 948 dalam berbagai rapat yang dihadirinya selama em pat
hari (presiden mukim di Aceh) beliau selalu menegaskan bahwa Aceh adalah daerah
modal bagi republik Indonesia3• Dengan "modal" ini pula Muhamad Hatta
memenangkan perundingan dengan pihak Belanda dalam sebuah konfrensi yang
terkenal dengan Konfrensi Meja Bundar (KMB), yang diadakan pada tanggal 23
Agustus 1949 di Den Haag, Belanda. Tidak hanya sampai di sini peranan yang
dimainkan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia, yaitu
dolar untuk membeli dua buah pesawat terbang, yang berguna untuk kepentingan
pe1:juangan republik Indonesia yang bemama Seuwalah I, pada waktu wilayah negara
Indonesia sedang diduduki oleh Belanda, pesawat tersebut dioperasi\rnn di luar negeri
tepatnya di Burma atas nama Indonesia Airways di bawah pimpinan komodor udara
Wiwcko Supono, RI 001 Seuwalah beroperasi di luar Negeri untuk meneari dana bagi
perjuangan republik Indonesia, seiring dengan be1jalannya waktu ia kemuclian
3 A.Hasjn1i, semangat 1nerdeka 70 tahun rnenetnpuh jalan pergolakan dan pet.Juangan . kemenlekaan (Jakai1a,Bulan Bintang 1985) h. 374-.J79
3
berubah menjadi Indonesia Airways4, selain sumbangan di atas, Radio Rimba Raya
yang be1iempat di Aceh Tengah secara aktif menyuarakan semangat para pejuang
Indonesia untuk meraih kemerdekaan, siaran tersebut bisa dipantau di India, Mesir,
dan beberapa negara Arab. Negara-negara ini kemudian menjadi para pendukung
pertama negara yang barn lahir, republik Indonesia.
Dengan status istimewanya Aceh rnenjadi bagian tak terpisahkan dari negara
kesatuan republik Indonesia (NKRI). Namun tatkala pemerintah pusat dirasakan
mulai menyimpang dari semangat awal, secara berangsur para pemimpin Aceh mulai
memperhitungkan kembali dukungannya terhadap Jakmia, gerakan politik anti
pemerintah dan bahkan pergolakan yang menJurus kearah pemisahan diri dari
pemerintah pusat muncul dan mempengaruhi masyarakat Aceh. Fenomena Daud
Beureueh dengan Dam! Islamnya, pada dekade 1950-an menandai aspirasi tersebut,
tidak terlalu mudah bagi pemerintah Jakarta untuk secara cepat clan tuntas
mcnghadapi pemberontakan daerah yang qimotorinya.
Pergolakan Darul Islam yang memakan rentan waktu yang cukup par\jang
sejak 1953-1962, merupakan suatu bentuk akumulasi kekecewaan rakyat Aceh
terhadap pemerintah pusat, kebijakan ym1g setidalmya baik menurut pemerintah pusat
tapi tidak baik untuk masyarakat Aceh. Bahkan ym1g te1jadi adalah sebuah
kesenjangan antara pujian dan harapan. Berbeda dengan Darn! Islam di Jawa Baral
yang Jebih menekankan pada perbedaan paradigma jika bukan perbedaan ideologi,
4 Nur el Ibrahimy, Teungku Muhatnad Daud Beureueh, perananya dala1n pergo/akan di Aceh, (Jakarla,Gunung Agung 1986), Cet II h. 47
4
sedangkan Darul Islam Aceh lebih bermotifkan pada kebija.kan politik yang tidak
proporsional.
Ada beberapa penulisan mengenai Darul Islam yang terkesan subyektif,
karena lebih menekankan pada apa yang dilakukan para pengikut Darul Islam, bukan
pada apa faktor penyebab meletusnya pergolakan Darul Islam? clan kenapa mereka
melakukan konfrontasi vertikal clengan pemerintah pusat? Inilah yang sering
dilupakan penulis terutama buku-buku versi pemerintah, ironisnya buku-buku yang
subyektiflah yang menjadi bahan rujukan para siswa dan siswi Indonesia.
Mengidentifikasi akar masalah pembcrontakan Dami Islam .Aceh, tcntunya
mcmiliki beberapa faktor, yang menqrut istilah Nurcholis Madjid hubungan
Sibernetika yaitu hubungan atau faktor yang saling terkait. Pembubaran propinsi
Aceh oleh pemerintah pusat pacla tanggal 14 Agustus 1950 dengan mengganti
peraturan pemerintah nomor 8/DES/WKPM tahun I 949. Hal ini tentu saja
menimbulkan kekecewaan masyarakat Aceh terhaclap pemerintah pusat. Pembubaran
ini dipanclang masyarakat Aceh sebagai bentuk kebijakan yang sangat diskriminatiJ~
karena mengakibatkan masyarakat Aceh mengalami kerugian dari segi ekonomi,
politik, sosial dan budaya, seperti tercermin dari sikap yang cliekspresikan oleh DPRD
Aceh, dengan lantang mereka mengemukakan alasan penolakan mereka dengan
pembubaran pro'Jinsi Aceh. Masuknya Aceh sebagai residen Sumatara Utara
menguatkan ketidakpercayaan mereka terhadap propinsi barn itu akan
kemampuannya mengatur daerah Aceh secara intensif, karena beberapa intensitas
pernbangunan clan pengalaman pada masa lalu. Di sisi lain perbedaan sosio-kultural
5'
termasuk di dalamnya agama juga memperkuat· dugaan mereka (DPRD Acch) akan
ketidakmampuan pemerintah propinsi Sumatra Utara mampu untuk mengatur acch,
Pembubaran propinsi ini juga terkait dengan pelaksanaan Syari'ah Islam di
Aceh clan juga penghapusan sistem perdagangan Barter. Syari'ah Islam yang sclama
ini menjadi itu menjadi impian masyarakat Aceh menjadi terhambat. Kalau saja
pemerintah pusat tidak membubarkan propinsi tentu tidak akan sulit bagi Aceh
menerapkan Syari'ah Islam, lebih dari itu Aceh tidak bisa mengatur rumah
tangganya sendiri karena harus mengikuti prosedural propinsi Sumatra Utara. Sistem
perdagangan barter juga ikut terpengaruh akibat pembubaran Aceh. Biasanya para
pedagang langsung menyebrang ke Penang (Malaysia) tanpa prosedur Ekspor-lmpor
yang berbelit-belit. Setelah penghapusan perdagangan barter tersebut para pedagang
harus mengalihkan ke Medan clan mengilrnti proses yang berliku-liku.5
Semua fenomena di atas, tentu tertuju kepada pemcrintah pusat sebagai
pcmbuat kebijakan. Kekecewaan ini membentuk sebuah bola salju yang semakin
lama semakin besar clan pada akhirnya pecah, yang nantinya juga akan menuntun '
rnasyarakat Aceh dalam "kubang" pernberontakan Dami Islam. Di luar faktor di atas
pertarungan keldmtan lokal clan munculnya Less hitam menambah besarnya bola salju
di atas. 6
5Nazaruddin Sya1nsuddin, Pe1nberontakan J(azun Republik: Ka.'i:us Darul /slan1 Aceh, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990), Cet l,h.79
6 Nur el lbrahimy, op cit, h.75
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis membatasi
pembahasan pada akar masalah pemberontakan seperti : Pernbubaran Propinsi Aceh,
Penghapusan sistem perdagangan barter, pertarnngan kekuatan lokal, Munculnya less
hitam clan penolakan Syari'ah islam
Aclapun permasalahanya yang diangkat :
I. Mengapa terjaclinya pemberontakan Darul Islam Aceh ?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemberontakan
Darul Islam Aceh ?
3. Bagaimana aktilitas Darul Islam Aceh?
C. Tujuan dan lf'Ianfaat Penelitian
Aclapun tujuan yang henclak clicapai clari penulisan skripsi ini adalah untuk
mcngkaji akar permasalahan munculnya p1)rgolakan Darul Islam Aceh ( 1953-1962)
Penelitian ini secara garis besar memberi dua manfaat:
I. Manfaat secara akademis yaitu: memberi tambahan pengetahuan yang
berguna clalam rangka pengembangan ilmu sejarah, khususnya yang
berkaitan dengan topik Pemberontakan Darul Islam Aceh.
2. Manfaat praktis, akan dipergunakannya pengalaman masa lalu yang
digambarkan clalam tulisan ini, untuk menentukan langkah clan tindakan
yang lebih baik di masa yang akan datang, guna untuk rnenjaga keutuhan
dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
7
D. Metodc Pcnulisan
Adapun tehnik penulisan skripsi ini menujukan kepada buku "pedoman
penulisan Skripsi, Tesis clan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2000". Proses
ke1:janya sebagaimana lazinmya penulisan karya sejarah, ada empat tahapan: I.)
Heuristik, penulis melakukan pencarian data dengan penelaahan terhadap buku-buku.
majalah, surat kabar maupun artikel jika diperlukan. Deng.an menelusuri naskah-
' naskah yang 'berkenaan dengan masalah pemberontakan Darul Islam Aceh, baik
sumber primer 111aupun sekunder. 2.) Kritik, yakni meneliti atau mcnganalisa
kefalidan inforniasi dari sekian banyak sumber tertulis yang ada, baik kritik intern
maupun ekstern. 3.) lntrepretasi Sumber .. untuk memunculkan bcrbagai fakta yang
dibutuhkan dalam rangka pembuatan skripsi. 4.) hasil dari keseluruhan proses disusun
menjadi sebuah cerita sejarah mengenai pc:mberontakan yang dimaksud.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penuli:> membagi kepad limn bab, dengan masing-
masing bab terdiri dari sub-sub yarig merupakan penjelasan bab tersebut, yaitu :
Bab I Pendahuluan,
Yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuar1 dan mar1faaat penelitian. metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
. ' . '
Gambaran umum Aceb,
Membahas Aceh tahun 1953-1962 dalam bidang sosial, politik,
dan ekonomi.
Munculnya pcmberontakan Darn! Islam Aceh,
Yang membahas mengenai pengertian Darul Islam A ceh,
faktor penyebab terjadinya pemberontakan Darul Islam Acch.
struktur Darul Islarn Aceh, dan aktifitas Darul Islam Aceh.
Akar masalah peniberontakan Darul Islam Aceb,
Bab ini membahas faktor penyebab pergolakan yaitu,
Pembubaran propinsi Aceh, penghapusan sistem pcrdagangan
barter, pertarungan kekuatan lokal, munculnya less hitam dan
Penolakan Syari' ah Islam.
Pcnutup,
Yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
Bahn
Gambaran Umum Masyarakat Aceh Pra Pemll>erontakan
A. Keadaan Sosial
Sejak masuknya Islam ke Aceh, banyak sekali mempengaruhi adat istiadat Aceh.
Malahan pengaruh Islam itu sangat besar, sehingga ada pepatah yang berbunyi : hukum
ngo adat lagee zat ngo sipheuet (hukum dengan adat seperti benda dengan sifatnya, tidak
terpisah) yang dimaksud lrnkum di sini adalah hukum Islam yang diajarkan oleh para
ulama. Islam sangat melihat pada masalah budaya Aceh misalnya, · sapaan waktu
be1jumpa clan ucapan waktu berpisah tidak lagi diucapkan dengan yang lain melainkan
sudah menjadi Assalamu 'alaikum dan jawabannya Wa 'alaikumsalam wa rahmatullah,
bila seseorang menerima pemberian dari orang lain, tidak lagi mengucapkan terima kasih
atau yang lain melainkan sudah diganti dengan Al-hamdulillah. Apabila mendengar ada
orang meninggal, segera mengucapkan Jnnaa li li!lahi wa inna ilaihi raajiuun'
Sebelum Aceh diperintah Belanda, penggolongan masym-akat adalah sebagai
berikut :
h.6
!. Golongan Hulubalang (ulebalang) yaitu golongan yang memerintah negeri.
Golongan ini mula-mula hanyalah rakyat biasa, tetapi karena mempunyai
wibawa dist'babkan kekayaan, kecakapan dalam mengatur dan memimpin,
maka ia diangkat menjadi kepala rakyat, kemudian mengingat jasa-jasanya,
ditambah pula bahwa biasanya anak mereka banyak yang mengikuti jcjak orang
tuanya, maka sesudah ia rneninggal diangkat pula anaknya sebagai pengganti.
1 Taufiq Abdullah (ed), Agama dan Perubahar.• Sosial, (Jakmta: PT. Raja Grafindo, 1996). cet II,
10
Sesudah keadaan be1jalan lama, maka kecakapan dan kemampuan anak tidak
lagi menjadi pe1iimbangan.
2. Ulama atau golongan ahli dan pengajar agama, golongan ini berasal dari rakyat
biasa, tetapi karena ketekunannya dalam belajar, mereka memperoleh ilmu
pengetahuan, dahulu sebelum zaman Belanda, para ulama selain menguasai
ilmu pengetahuan bidang agama, juga banyak dari mereka yang menguasai
pula bidang-bidang lain.
3. Golongan saudagar, yaitu golongan orang kaya, golongan ini berasal dari
rakyal biasa yang mempunyai nasib lebih baik dalam usaha mereka
mendapatkan kekayaan.
4. Golongan tani, golongan inila11 yang terbanyak dan golongan 1111 pula yru1g
merupakan golongan asli.
5. Golongan terpelajar atau pegawai, yang dimaksud dengan terpelajar adalah
mereka yang tela11 mengenyam pendidikan Barnt, lalu diangkat menjadi
pegawai pemerintah. Tetapi golongan ini tidak banyak pada masa Belanda, '
disebabakan pengaruh permusuhan belum lagi padam clalam jiwa rakyat.
6. Ciolongan btlruh, golongan ini ticlak begitu banyak2
Di samping itu acla juga di antara mereka melaksanaka propesi baru di Pusat-
Pusat kota sebagai pedagang, guru, pokrol bambu atau pengacara dan wartawan pendek
2 Antony Reid, l)e1:jua11gan Rakyat, revo/usi c.!an hancurnya kerajaan di S1u11alra, (Jakarta : cv Mutiasari, 1987) h.32
I I
kala, slruklur sosial masyarakat Aceh telah berlambah kompleks3 (fenomena ini muncul
pada masa pasca perang Aceh 1873-1903).
Di Juar dari penggolangan masyarakat di alas, perlu diingat bahwa selama empat
abad Aceh adalah negeri sultan, hulubalang dan ulama, karena ketiga unsur itulah
merupakan elit sosial masyarakat Aceh. Walaupun kesultanan dibapuskan pada tahun
1903 dan pada tahun 1907 sultan terakhir Muhamad Daud diasingkan, baik sultan yang
masih hidup di Batavia maupun kerabatnya masih dihormati oleh masyarakat dan malah
mcnduduki jabatan formal. Di lain pihak proses kolonisasi dan modernisasi yang
diperkenalkan oleh Belanda selama hampir tujuh puluh tahun itu telah rnenimbulkan
perubahan sosial dalam masyarakat Aceh, salah satunya ketegangan yang te1jacli antara
ulebalang dan ularna yang memakan rcntang waktu yang cukup panjang.
Pacla awalnya ulama dan ulebalang memiliki hubungan yang harmonis, mcrcka
bairn mcmbahu melawan peqjajah untuk tujuan yang sama yaitu kemerdekaan, tetapi
setelah kekalahan Aceh terhadap Belancla pada tahun 1903, clan kekuasaan kolonial
clitegakkan clengan menggunakan siasat divide et impera /adu dornba antara Ulama clan
Ulebalang. Dan rnemberi ternpat kepacla Ulebalang dalarn pemerintahan sipil kolonial
clan juga memperkenalkan sistem kekuasaan"pemerintah sendiri" bagi para ulebalang
clalam bentuk korte verklaring (pe1janjian pendek). Konsep ini jelas rnenguntungkan di
satu pihak dan merugikan di pihak Jain, ulebalang sebagai pihak yang mengarnbil
keuntungan sehingga memuclahkan dalarn rnerapatkan hubungannya dengan para
penjajah belancla. Hal ini tentu saja rnembuat "gerah" masyarakilt Aceh umumnya
mengingat watak masyarakat Aceh yang sangat benci clengan apapun yang berbau asing
3 Henri chambert-loir dan Hasan Muarif Ambari, Panggung Sejarah, persembahan kepada prof Dr Denys Lornbarl YO!, h.525
1.2
tcrutama para kolonial, scpcrti yang digambarkan gubernur Belanda di Aceh olch
Goedhart " ..... Kecintaan yang fi.matik terhadap kemerdekaan, diperkua/ oleh ram
kesukuan yang sangal besar, mengakibatkan pandangan yangjijik terhadap orang asing
dan kebencian yang dalam /erhadap kekuasaan yang kafir. lv.fereka melawan kaum
penyerang tanpa pamrih ..... 4• Walaupun ulama berada di pihak yang dirngikanjika bukan
sebagai pihak yang kalah karena tidak menduduki jabatan yang cukup signifikan pada
masa penjajahan Belanda, mereka tetap sebagai motor penggerak masyarakat pada
umumnya untuk melakukan tindakan yang refresip terhadap penjajah.
Kekalahan yang dialami masyarakat Aceh terhadap pe11jajah Belanda tidak
mengharuskan perasaan keagamaan yang dianut oleh masyarakat Aceh menjadi luntur,
malah sebaliknya karena unsur agama sudah mengakar kuat dan membudaya bahkan
unsur keagamaan mencampuri seluruh kehidupan sosial ekonorni.5 politik, pendidikan
dan j uga pembangunan, demikian kuatnya pengaruh keagarnaan terhadap corak
kehidupan masyarakat sehingga unsur agama bukan saja menjadi dasar ikatan
perkelompok, akan tetapi juga merupakan salah satu unsur yang menetapkan
penghargaan terhadap orang seorang dalam masyarakat.
Bila kita merujuk kepada uraian di atas bahwa asas kepemimpinan dalam
kebudayaan masyarakat Aceh adalah, pertama Al-quran dan hadist dan kedua adat
istiadat setempat. Sebab itu, seluruh perilaku kepemirnpinan dalam budaya masyarakat
Acch scnantiasa akan bermuara kepada sumber yang paling dasar yakni al-quran dan as-
sunah, adal istiaclat merupakan nilai-nilai sosial yang dalam penjabaran tidak boleh
·1 Taufiq Abdullah (ed). ibid, h 32 5 Alfian (ed), Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Gakarta, LP3ES, 1977) cet I. h.84
13
bertentangan dengan nilai-nilai pokok di atas.'' Ada tiga aspek dasar yang melekat pada
konsep kcpemimpinan kebudayaan masyarakat Aceh :
l . Pe1tama, aspek yang bergaris vertikal (Allah) aspek ini bersumber dari
dasar-dasar ajaran Islam yakni bahwa manusia ini adalah khalifah Allah di
muka bumi, artinya manusia diberi tugas oleh Allah untuk mengurus dan
memakmurkan bumi ini sesuai dengan perintahnya, dengan konscp ini,
berarti setiap manusia adalah pemimpin b1ianggung jawab atas yang
dipimpinnya.
Kedua, aspek yang bergaris horizontal (kenabian) maksudnya nabi
Muhammad saw adalah seorang manusia yang memiliki sifat uswatun
hasana (teladan yang baik) karena itu, kita sebagai rnanusia yang
membutuhkan bimbingan dan contoh pribadi yang dapat clijadikan tipe
manusia ideal, bagi masyarakat Aceh pribadi Muhammad adalah pribadi
yang dapat dijadikan contoh dalarn segala aspek kehidupannya, sebab pada
dirinya terdapat keteladanan yang baik sebagai pemimpin negara, panglima
perang dan pemimpin keluarga.
3. Ketiga, aspek yang bergaris rnenyarnping maksudnya hubungan antara
sesarna rnanusia, manusia secara fitrahnya rnakhluk sosial artinya makhluk
yang bermasyarakat, karena itu, rnanusia untuk dapat rnengatur hidupnya
agar harmonis antara satu clengan yang lainnya memerlukan aturan-aturan
atau kaidah-kaidah sesuai yang disebut kontrak sosial, namun secara teoritis
kontrak sosial ini tidak boleh bertentangan dengan ked ua rujukan pokok tadi
6 Nanat fatah natsir, "Integrasi nilai adat dan agatna dala1n n1asyarakat Aceh, sebuah scbuah pengan1atan pern1ulaan" 1ni;nbar studi, Depag RI, IAIN Sunan Gunung Jati, VIII, (agustus, 1985) h.35
'
14
(Allah dan rasul-Nya). Kontrak sosial ini umumnya diciptakan melalui
konsensus permufakatan, baik dengan kesepakatan bulat atau cara
mayoritas, namun yang jelas kesepakatan itu tidak berbenturan dcngan
sumber nilai pokok di atas.
Sistem nilai masyarakat Aceh didasarkan pada a1aran Islam, bila te1:jadi
kontradiksi terhadap nilai-nilai keagamaan pasti ditentang oleh rakyat. Setiap unsur asing
yang memasuki dunia Aceh akan ditolak, kecuali jika unsur itu bersedia untuk
menrntuskan hubungan dengan lingkungan aslinya dan secara penuh menyesuaikan diri
dengan cara hidup masyarakat Aceh. Beberapa kebijakan pemerintah pusat, seperti
membanjirnya pejabat-pejabat non Aceh serta pola tingkah laku yang mereka bawa,
mempunyai clampak yang sangat mengganggu nilai-nilai setempat. Dalam hubungan inL
clapat melihat bahwa selama tahun 1950-1953 terclapat clua gaya hidup yang sangat
ekstrim di Kutaraja, (tempat kebanyakan pejabat bukan Aceh terpusat), di satu pihak,
masyarakat Aceh ticlak mau mangambil dan tidak toleran terhadap nilai orang-orang
bukan Aceh. Di lain pihak, masyarakat non Aceh mengabaikan nilai dan kepercayaan
setempat dan secara mencolok mempertahankan kebudayaan metropolitan mereka
dengan minum-minuman keras, beijudi dan terlibat dalam praktek-praktek lain yang oleh
luan rumah dipandang sebagai kelemahan moral. Padahal masyarakat setempat sejak
awal berusaha semaksimal mungkin untuk pemberdayaan kehidupan agama di Aceh
seperti yang dilakukan Muhamad Daud Beureueh, A Hasjmy clan T.M Amin sangat aktif
mem'\jukan usul percla tentang larangan mempe1:jual belikan minuman keras, pemisahan
peqjara lelaki clan pe:empuan, hukuman berat terhaclap pelaku judi dan zina. Bahkan
15
ketika M Daud Beureueh menjadi gubernur militer, ia juga mengeluarkan pengumuman
ten tang hukuman berat bagi penjudi dan zina. 7
Penduduk setempat sangat mengecam tingkah laku para pejabat pendatang itu,
terutama dalam hubungan pria dan wanita. Hal baru lain yang dipandang sebagai
ancaman terhaclap nilai-nilai lokal aclalah usaha penyelenggaraan kontes kecantikan, yang
tentu saja dipandang sangat provokatif. Selain itu juga, penampilan para putri-putri para
pejabat dalam pakaian olalu·aga yang bersifat membuka aurat clan penyelengaraan
sernngkaian pasar malam di seluruh daerah yang di dalamnya pe1judian merupalrnn
atraksi utama. Dan tingkah laku ini clianggap scbagai tindakan provokasi terhadap standar
kehiclupan yang lazim di Aceh, keticlakpeclulian terhaclap nilai-nilai setempat rncrnberi
dampak terhadap citra pemerintah di daerah itu, tidak saja karena masyarakat Aceh
menolak rnenghorrnati para pejabat ini, melainkan juga karena sikap asing itu dipandang
rnewakili citra clan stanclar -standar yang diperjuangkan oleh pernerintah pusat.8 Latar
belakang dari ketidakhormatan ini akan clapat lebih clipahami bila kita perhatikan konsep
kepernimpinan yang dianut oleh masyarakat Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islam.
Logika ini memmtut keticlakpatuhan rnereka terhadap pernerintah pusat, sebab
dianggap citranya sama dengan pejabatnya. Berdasarkan alasan ini, mereka tidak dapat
menghargai kehacliran wakil-wakil pemerintah pusat, yang mereka panclang sebagai
pemerintah sesungguhnya adalah pamong praja yang tercliri alas orang-orang Aceh yang
meniiliki nilai yang mereka hormati. Suclah pasti bukan hanya gaya hidup para p"jabat
saja yang mcnyebabkan pemcrintah pusat tidak populcr di mata masyarakat Aceh.
Kebijakan pcmerintah di bidang lain juga rnemperkuat kekhawatiran ini, misalnya. clalam
-------------7 Henri chambert-Loir dan Hasan Muarif Ambari (ed), Ibid, h.536 8 Nazarudin Syan1sudin, Pe111berontakan Ka11111 Repub/ik Kasus Darul Is/a1n Aceh, (jakatia, grafiti,
1990). cet I h. 70
16
biclang pencliclikan, clari clua puluh SMP (sekolah menengah pe1iama) Negeri yang
terclapat di Sumatra Utara, tiga belas di antaranya ada di Tapanuli, sembilan di sumatra
timur, clan hanya enam di Aceh.9 Situasi yang sama juga terdapat dalam bidang
kesehatan. Pada tahun 1950 sebelum Aceh dimasukan kedalam propinsi.Surnatra Utara
dengan peraturan yang dibuat oleh Sjafruclclin Prawiranegara unclang-unclang no
8/WKPM/tahun 1949, Aceh clan Tapanuli masing-masing memiliki enam orang dokter,
tetapi clua talllm kemudian, propinsi Sumatra Utara mengirimkan sembilan clokter asing
ke Tapanuli clan hanya lima (empat cliantaranya orang asing) ke Acch. 10
Tidak hanya sampai di sini. pengabaian pemerintah pusat tentang pcnghormatan
hukum adat. terutama tingkaHingkal badan pemerintahan pada budaya lokal. Indonesia
kaya akan bcrbagai sislcm yang lclah dipraklikan bcrabad-abad dan pcmcrinlah terscbut
berfungsi dcngan baik. Di Aceh 111isalnya sctiap dcsa 111emiliki keuchi (pcmi111pin desa).
Pemerintah desa dlkontrol oleh dewan desa yang disebut "Tuha peut", terdiri dari empat
orang bijak. terhormat Jan dihormati, parlemen ini kemudian mengangkat seseorang yang
bertanggung ja\vab n1enjalankan dan 1T1cn1elihara aktivitas sosial dan pen1bangunan desu
tcrscbut. Tctapi pada masa ordc lama dan diperkuat pada awal pernerintahan orde baru.
sistem barn di berlakukan di propinsi Aceh, rakyat lokal merasa bahwa pemerintah pusat
mengabaikan clan tidak menghormati budaya mereka yang telah mereka pelihara sclama
bcrabacl-ahad, sebagian mengungkapkan kekecewaan mereka secara terus tcrang.
semcntara yang lain mengungkapkan secara lunak 11
') pcrlu di garis ba\vahi balnva pada waktu itu 1\ceh sudah dilebur 111enjadi propinsi surnalra utara yang terdiri dari: Aceh, Tapanuli dan sun1atra ti111ur
Ill Nazarudin Sya1nsudin, Pernberontakan Kaun1 Re11ublik, ibid, h. 72 11 lkra Nusa Bakti dan Riza Sihbudi (ed), Kordroversi Negara Federal, Mencari Bentuk 1Vegara
!deal /11do11esi11 Masa Dep(111, (bandung, Mizan, 2002), eel I, h.196
17
B. Keadaan Politik
Pada permulaan revolusi kernerdekaan, daerah istimewa Aceh mengalami drama
politik penting seperti peristiwa Cumbok, peristiwa Said Ali cs, munculnya BKR (Badan
Keamanan Rakyat) dan razia Agustus. Feno1111~na di atas diawali dari peristiwa Cumbok
kemudian berimbas kepada peristiwa yang lain. Peristiwa (Cumbok) 12 yang berlangsung
clalam waktu singkat itu mengakibatkan ulebalang yang telah berkuasa berabacl-abacl
tetjungkir clari tahtanya lewat aksi kekerasan yang dilakukan oleh lawan politiknya yaitu
PUSA.
Peristiwa pere;butan kekuasaan itu telah menarik perhatian para ahli sebagaimana
terbukti oleh Reid (1979) clan Morris (1985). Mereka berusaha mengungkap faktor
penyebab timbulnya peristiwa tersebut. Menurut Piekaar, politik kescirnbangan yang
clijalankan pernerintah Jepang rnempertajam konflik ulama dan ulebalang (lerulmna
PUSA). Menurut Reid, petani yang berideologi Islam bangkit rnelawan ulebalang yang
kasar untuk memperoleh tanah-tanah mereka. Sedangkan menurut Morris. elit rnucla
Islam yang tergabung clalam PUSA ingin merealisasikan syariah dalam kehiclupan sehari-
hari. 13
Perang Cumbok (I 946) yaitu perang saudara yang te~jadi pada masa
kemerdckaaan antara golongan ularna dan ulebalang. Dari pihak ulama, pcrlawanan
dilakukan oleh rakyat, yang digerakan oleh para ulama dan dari ulebalang,
pemberontakan dilakukan oleh sebagian ulebalang yang telah berkhianat pacla bangsanya
sendiri. yang dipimpin oleh ulebalang Cumlwk, yaitu teuku Muharnad Daud Curnbok.
I'. ( 'u111hok adalah nan1a suatu kecan1atan, yang tennasuk dala111 kabupaten Aceh pidie 1
-' Anthony Reid, Pe1:iuangan Rak.vat, Revolust' dan Hancurn.va Kerajaan lsla1n (te1je1nahan), cv Muliasari. jnkarta, 1987. Lihat juga, Eric E Morris, "Aceh : Revolusi Sosial dan Panclangan lslan1", dalan1 Audrey R l(ahin (eel), "f>ergolakan Daerah Pada Au'al J(en1erdekaan ", grafiti press,jakarta 1990
18
Dia pernah menjadi guncho di Lam meulo pada zaman Jepang dan awal republik dan M
Daud Cumbok adalah seorang yang sangat berani jika bukan nekad atau sembrono. Dia
tidak merahasiakan sikap pendapatnya yang tidak menyenangkan, juga terhadap
pendukung republik yang keras dia lebih suka aksi tindakan daripada diplomasi, dia ingin
menjacli tuan yang paling berkuasa di daerahnya sencliri, clan ini termasuk sikapnya yang
angkuh dan pandang cnteng sesuatu, .1 uga terhadap ulama-ulama yang mencoba
membawanya ke jalan yang benar. T.M Daud Cumbok merupakan ulebalang pertama
yang mengirim utusan kepada pejabat-pejabal Belanda yang ditawan di Rantau Prapat
pada 15 September, untuk menyatakan harapan supaya mereka selamat dan cepat kembal i
ke Aceh. Apabila semangat gerakan kemerdekaan itu be1:jalan pada bulan oktober, clia
merupakan salah satu clari seclikit orang yang bukan saja tidak bcrsikap hati-hati, malah
sccarn lcrang-terangan menunjukan kcbcnciannya. Ketika para pemuda mcnaikan
bendcrn merah putih di depan kantornya, dia langsung menurunkannya kembali dan tidak
meminta kcpada Jepang melakukan seperti yang diperbuat rekan-rekan yang lain.
Demikian juga dia rnemerintahkan orang-orangnya mencabut poster-poster pro republik
yang dipasang dan dia tidak menyembunyikan bahwa Indonesia belum matang untuk
n1erdeka. 1·1
Tindakan Daud Curnbok tenlu s::cia 111enimbulka11 suatu ketegangan dengan para
aktivis rnuda seperti PRl (yang kemudian berubah rnenjadi pesindo)15, maka tc1:jadilah
H Ainran Zarnzan1i, Jihad Akbar di A4edan Area, Uakarta, bu Ian bintang. 1990), cet I, 11.35 15 PRI Aceh bertukar nan1anya 111cnjadi pesindo (_sebuah organisasi pemuda pc(juangan) mulai
tang.gal I 0 l!llVC1nbcr 1945. Pcsindo Acch yang dipi1npin A.I lasjtny, na1nanya 111cn1cng idcntik dcngan pesindo Jari berbagai daerah lain di Indonesia dan pada mulanya bernaung di ba\vah pesindo Pusat, tetapi baik dalarn prograrn pc(juangan 1naupun kcgiatan-kcgiatannya, orga1~isasi ini bcrpcgang pada prinsipnya scn<liri. Jika pcsin<lo Pusal bcrorientasi paJa i<lcologi kiri, 1naka pesindo J\cch bahkan scbalikny<1, ia n1crupakn11 sebuah organisasi perjuangan yang di dala1nnya berhin1pun tokoh-tokoh 1nasyarakat, para ulan1a, pe1nuda-pe111uda inilitan clan cendckiawan. Lihat, 1'.A 'falsya, sckali republikein tetap rcpublikcin, pe1juangan kemerclekaan di Aceh, (lembaga sejarah Aceh, 1990), buku ketiga, h.118
19
pertempuran fisik ant~ra ulebalang Cumbok dengan rakyat yang dimotori para simpatisan
PUSA dari kalangan pemuda yang sedang mengorganisasikan dalam diri PRI. 16
Pertempuran di sana sini berlangsung terns di pidie selama sisa bulan desember, pasukan
ulebalang membangun empat kubu di berbagai daerah di Pidie dan memiliki lebih banyak
senjata api sehingga memungkinkan mereka untuk mengadakan serangan, lawannya
mengorganisasikan diri menjadi markas besar rakyat umum. Pada waktu yang sama,
Tengku M Daud Beureuh menginstruksikan para pemimpin PUSA di Aceh utara untuk
memobilisasi para anggota pesindo clan Mujahid guna menyerang bagian timur Piclie.
Scbagai komanclan pasukan ini, yang dikenal clengan korps rakyat, ditm1juk Tengku
i\bdul Wahab Seulimeum, scorang ulama reJormis dari Aceh besar, korps rakyat menarik
pcmuda dcsa, ketika ribuan pencluduk desa clan pemuda dari segala jurusan menuju
markas ulebalang di Lammeulo, rnaka dalarn bilangan hari saja, lammeulo jatuh dan
semua kepala adat ditangkap, pasukan pesindo clan mujahid menghukum mati semua
yang mcnjadi kepala adat wilayah pacla zaman Jepang clan Belancla, juga para pemuka
yang telah cliangkat menduduki jabatan penting militcr dan sipil rcpublik pie.lie mcrcka
bunuhn Keluarga yang masih hiclup hartanya dirampas habis-habisan begitupula
penduduk desa mcngarnbil alih harta kekayaan ulebalang, clan mereka yang percaya
bahwa ulebalang telah merampas harta mereka atau milik leluhur mereka clengan secara
,tidak sah. dengan cepat menyatakan hak mereka atas laclang padi, kebun kclapa dan
kcbun pinang.
Peristiwa Cumbok menyebabkan pengaruh PUSA clalarn politik rneningkat,
meskipun pemimpin-pemimpinnya sama sekali ticlak menguasai pemerintahan daerah,
16 Audrey R Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awai Kemerdekaan, (jakarta : grafiti press, 1990) cet I, h. I 00
17 ibid, h. I 02
20
kemenangan para ulama PUSA dalam kampanye menentang kekuatan Cumbok pastilah
merupakan suatu faktor yang mendorong para pemimpin··pemimpin PlJSA untuk
memperluas pengaruh mereka di Kutaraja. Walaupun para pemimpin PUSA berhasil
menumbangkan rezim ulebalang hal ini ticlak memuaskan semua pihak clalam organisasi
PUSA. ha! ini tentu saja mengancam keberlangsungan organisasi terse but, 18 kenclati
lembaga pemerintahan ulebalang telah dihapus dan cliganti dengan sistem negeri (yang
kcmuclian rnenjacli kecamatan) clan anggota-anggota PUSA cliangka! menjadi pemimpin
unit-unit pcmerinlahau itu. Ketidakpuasan sebagiau anggola PUS/\ tcrnyata mcmiliki
alasan ku;1t. mclihal kcnyataan bahwa di luar kabupalen pidic Tclap masih banyak
bangsawan yang menjacli bupati atau weclana. Untuk mcnanggulangi kekecewaan
tersebul. Husain Al Mujahicl untuk kernudian mengambil alih kekuasaan sehingga dapal
menghancurkan para pemimpin bukan PUS/\ yang clianggap "sisa-sisa ulebalang".
karena ilu. pada awal bulan Fcbruari 1946 ia rnembcnluk Tentara Pc1:juangan Rakyat
(TPR) di ldi, clengan ia bermaksud untuk mernbersihkan semua sisa ulebalang di seluruh
Aceh. Dengan segera Aceh Timur mengalami aksi pembersihannya, kemuclian
pasukannya bergerak ke arah utara, clan akhirnya menekan Kutarzija. Di sepanjang jalan
'ke Kutaraja ratusan keluarga ulebalang dibunuh atau clikirim ke tempat tahanan di Aceh
Tengah. dan anggota-anggota PUSA cliternpatkan pacla jabatan-jabatan yang ditinggalkan
mereka. Dengan demikian, gerakan TPR menyebabkan berclirinya rezim PUSA di Aceh
setelah semua pejabat non PUS/\ diberhentikan dari pernerintahan lokal 19
Peristiwa yang te1:jacli di atas tidak rnembua! situasi di Aceh menjadi arnan. nrnlah
sebaliknya menimbulkan suatu ketegangan politik, para lawan politik PUSA bangkit
18 Nazaruddin Syamsudin, op cit, h.27 '" Ibid, h.28
21
menyerang pemerintah daerah untuk menindak beberapa oknum PUSA dan Pesindo atas
kejahatan yang mereka lakukan pada saat revolusi Cumbok dan penyisiran ulebalang di
seluruh Acch. Seperti yang dilakukan gerakan Said Ali cs.20 Pacla mulanya rnaksud
mereka ini terbatas pada usaha rnereka menyingkirkan lirna tokoh pe1:iuangan
kemerdekaan yang tidak mereka senangi yaitu : A.Hasjmy, Nya'Neh, Saleh Rahmani,
Umar lfosny2 1 clan T.M Amin dari pengurus besar PUSA.
Scbenarnya, sebagian dari orang-orang pesindo tadinya adalah orang-orang PUSA
juga. Akan tetapi setelah pesindo clit011jolkan di Kutaraja dan daerah-daerah sckitarnya
mereka 111cnjacli oknum-oknum pesindo yang oleh rakyat sangal ditakuli. warna
PUSJ\nya mcnjadi pudar dan warna pesindonya menjadi menyala. Olch karcna yang
mcmcg;mg kcndal i dalain pcrgcrakan kcn1crdckaan dan pc1j uangan 111cnu111bang ,
kckuasaan lcodal pada mulanya adalah PUS/\. inaka scgala pcrbuatan yang tidak Wt\iar
yang dilakukan tcrhadap kcluarga ulcbalang dan pcngikutnya. baik dalam masa rcvolusi
Cum/wk inaupun TPR rneskipun di lakukan olch oknum pesindo dan TPRnya, sccara
generalisasi pengikutnya ditimpakan kepada PlJSA.22
Tinclakan clrastis alau anarkis yang dikehcndaki oleh Said Ali Cs, dircncanakan
akan dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus malam tahun 1949. Pada malam itu mereka
mengerahkan pcnduduk kampung sekitar Kutaraja untuk berkumpul di Lam Baro kira-
kira 3 Y, km dari Kutaraja. Tujuan mereka aclalah long march ke Kutaraja dengan rnaksud
"mengambil" lima orang tokoh yang telah disebut di awal. Maksud mereka ini dapat
~0 (Jerakan Said Ali ini tin1bul di daerah Aceh besar, tcrdiri dari Said Ali Al Saggaf~ Waki 1-Iarun, Tengku M Asyik, Muhamacl Meuraksa (semuanya dari Aceh besar), Tengku H Muhsin (piclie). Nya Sabie (Piclic) dan Tcngku Syamaun Latif(Piclie)
21 M .Nur El Ibrahin1y, Tengku Muha1nad Daud Beureuh, Peranannya da!arn Pergolakan di Aceh. (Jakarta: Gunung Agung, 1986), cet II, h, 130
22 Ibid, h. 131
22
dicium oleh yang berwenang di Kutaraja. Segera dikirim utusan yang tercliri clari tengku
H Ahmad l-lasbalah Indrapuri (seorang ulama yang terkenal) dan Tjik Mat Rahmani
(bekas kepala staff divisi Tengku Tjik Di Tiro),. untuk membujuk golongan Said Ali cs itu
supaya tidak meneruskan maksuclnya, tetapi ticlak membawa hasil. Gubernur Sumatra
Utara, Mr S.M Amin menelpon tengku M Daucl Beureuh selaku gubernur rniliter Aceh,
Langkat clan Tanah Karo, dan rnerninta agar Said Ali cs menghentikan niatnya, tetapi
ticlak berhasil. Bahkan ia terns bergerak rnenghasut rakyat terhaclap tokoh-tokoh
pc1:juangan dan pemerintah Aceh, meskipun telah beberapa kali dinasehati, akan tclapi
mcn:ka ll'tap tidak menghiraukannya.
Pada langgal 4 November 1948 Said Ali cs clan beberapa pengikutnya ditangkap
clan diasingkan ke Takengon ha! ini clilakukan dengan alasan menjaga keamanan dun
kctenlern111a11 umum. 23tindakan gubcrnur ini diambil sesuclah 45 hari dikduarkan
maklumat Gubernur Sumalera Utara Mr. S. M. Amin pada langgal 20 agustus 1948 yang
111e111pe1·ingatka11 bahwa pemcrintah tidak 111entolerir keinginan yang hcndak
melaksanakan perubahan dengan serta merla atas tuduhan yang bclum nyata bcrclasar
alasan-alasan yang tcpat dan terbukti kebenarannya.
Akibat tindakan gubernur militer yang tegas ini "sisa feodal" terpukul dan
mereka sangat kecewa. Akan tetapi mereka tidak tinggal, diam maka mereka mencoba
mcmbuat strategi altcrnati f dan pad a tanggal 1951 kegiatan rnercka dikonsoliclasikan
dalam suatu organisasi yang dinamakan BKR (badan keinsyafon rakyal).2'1 Mungkin
menjacli suatu pcrtanyaaan kenapa "sisa feoclal" merasa clirugikan dengan kebijakan
2:; rv1aklun1at gubernur n1iliter Aceh, langkat clan tanah karo No.GM-14-M, tanggal 4 novcn1ber
1948, !ihat M Nur El Ibrahi1ny, Teungku N/uhcnnad L)aud Beureuh, Peranannya dala111 Per..,r.;olakan di Aceh, (Jakarta : PT. Gunung Agung, 1986), cet II, h.272
~ 4 Badan ini dibentuk. pada tanggal 8 a pr ii 1951 di Lani ten1en (Aceh besz-.r)
gubernur rniliter Acehi Langkat, dan Tanah Karo itu? Jawabannya adalah karena gerakan
Said Ali cs pada awalnya suatu gerakan yang netral dari pengaruh golongan manapun,
tetapi setelah orientasi gerakan mereka jelas, yaitu untuk menyerang unsur-unsur PUSA.
dengan segera gerakan itu rnendapat dukungan unsur-unsur uleebalang. Maka dengan
keputusan M. Daud Beureh itu secara tidak langsung memukul un,.ur uleebalang. Sebagai
tidakan balasan rnereka mendirikan BKR, pengurusnya terdiri dari T. Ali Lam Lagang
(ketua). Nyak Mubin (wakil ketua), Ibrahim (penulis), Tjut !tam dan K. 1-Ianafiah
Lambaro Angan (Bendahara), K. Soleh, K. Ajad, T. Samidan., K. Raja (karnisaris-
komisaris), sedangkan badan penirnbang terdiri dari Tengku Hasan Krucng Kale, Tengku
J-1. Makam. Tengku Abdusalam rncuraxa, tengku Syeh Muh. T. Ali Keurekon, M. Jusuf
dan Ibrahim.
Tujuan umum BKR adalah "mernbantu pemerintah di mana perlu", "mcmbantu
masyarnkat untuk memahami peraturan-peraturan pemerintah" dan "mendorong
persahabatan antara golongan-golongan, rakyat dan pemerintah (Pusat). Tindakan
pertamanya dilancarkan serninggu sesudah pembentukannya, yaim berupa penyebaran
parnflet di Kutan\ja dan pengeluaran sebuah resolusi yang mendesak pemerintah untuk
memecat semua pejabat PUSA yang tidak disiplin dan tidak mampu, serta membawa
mereka yang terlibat korupsi ke pengadilan, sebagai !ambahan atas saran agar pemerintah
sipil daerah diganti dengan pemerintahan militer, BKR juga mendesak Jakarta supaya
menangani rnajlis penimbang, yang dibentuk pada pertengahan tahun 1946 oleh residen
teuku Daud Syah dan berwenang penuh untuk menaruh semua kekayaan ulebalang di
bawah kontrol pemerintah. Selain itu BKR menuntut agar pemerintah mengambil
24
tindakan hukum terhadap penyimpangan-penyimpangan yang te1jadi selama revolusi.25
Tuntutan BKR yang terakhir tentang penyimpangan yang te1jadi selama revolusi Cumbok
dan penyisiran TPR, sebenarnya merupakan suatu tindakan yang sia-sia dan tak mungkin
tcrealisasi. karena pemerinlah melalui maklumat gubernur Sumatcra Utara No.
2/1948/GSO tanggal 6 September 1948, sudah mewakili jawaban pemerintah terhaclap
tuntutan BKR. Isinya berbunyi:
··rerhadap mereka, baik langsung maupun tidak langsung, telah campur langan
dala111 pembunuhan-pembunuhan dan penganiayaan-penganiayaan yang
hasungkutan dengan peristiwa Cumbok, tidak akan dilakukan tun/ultm, oleh
karena kepentingan negara menghendaki mereka diletakan di luar tun/utan"
clan ternyala maklumat gubernur Sumatera Utara ini cliperkuat oleh keputuasan wakil
Perdana lvknleri Republik Indonesia No. 14/Kch. WKPM tanggal 21 Desembcr 1949,
yang antara lain berbunyi:
"Abolisi (pempebasan dari /untutan) yang baik langsung maupun tidak
langsung, lersangkut ke dalam perbuatan mengenai perisliwa-perisliwa dalam
daerah Aceh. baik yang terkenal dengan perisliwa Cumbok dan perisliwa di
sekitarnya baik peristiwa lain yang timbul kemudian selaku akibat-akibat dari
paistiwa tersebut arau pergola/can revo!usi nasional, maupun yang terkenal
dengan peristiwa Said Ali Al-Sagaf hilamana mereka oleh karena itu le/ah
men/a/in hukuman ataupun mengalami suatu tindakan yang bersifat
penghukuman (Pasal 2 "26
15 Nazaruudin Syamsudin, op cit, h.62, lihatjuga M Nurel ibrahimy,op cit, h.l34 '" M Nur el Ibrahimy, ibid, h.136
25
Tcrlepas dari keputusan di atas, munculnya resolusi BKR keadaan politik di Aceh
menjadi genting kembali, puncak kegentingan ini terlihat pada waktu kepala negara,
presiden Soekarno, datang ke Aceh pada tanggal 30 Juni 195 I. Dalam penyambutan
kepala negara itu, masing-masing pihak membawa poster. Poster pihak PUSA bernada
kritik tcrhaclap pemerintah pusat, seclang poster BKR berisi kritik terhadap pemerintah
daerah dan sindiran-sindiran terhaclap mereka yang cluduk clalam pemerintahan daerah."7
Disaat suasana politik internal rnasyarakat Aceh seclang memanas yang discbabkan
pcrtikaian politik secara horizontal dan pada bulan Agustus 1951 tc~jacli scbuah
pergcseran politik. Pertikaian tidak lagi dalam tahap horizontal rnelainkan secara fertikal
yaitu pemerintah pusat.
Bulan Agustus 1951, merupakan bulan razia clan penangkapan di banyak propinsi
di Indonesia. pada bulan ini kabinet Sukiman melancarkan penangkapan masal terhadap
lebih kurang 2000 orang konrnnis dan unsur-unsur kiri lainnya di scluruh Indonesia.
karena disinyalir menjacli komplotan yang berusaha menggulingkan pemerintah pusal.
'Sebagai langkah pencegahan, kabinet Sukiman kemudian melakukan tindakan terhadap
orang-onmg yang diduga terlibat komplotan tersebut. Adapun untuk daerah-daerah.
persoalan ini diserahkan kepada kebijaksanaan pejabat setempat untuk menangkap
mereka yang dianggap berbahaya.28 Di dalamnya termasuk anggota dan tokoh-tokoh lain.
sebagai akibat dari sejurnlah kerusuhan yang diilhami PK! di Jakai1a dan Jawa Tirnur.29
27 1' Alibasyah Talsya, J._'ieka!i Republikein Tetap Repuh/ikein, Pe1juangan Kernerdekaan di Ace/1, (lcmbaga scjarah i\cch, 1990) buku ke!JJ, h.319
28 Muhan1ad Gade lsn1ail dkk, Tantangan dan Rongrongan Terhadap Keutuhan dan Kesatuan Bangsil: Kust1s Darul Islam Aceh, Uakarta, departemen P dan K direktoratjenderal kebudayaan, direktorat scjarah dan ni!ai tradisional proyek inventarisasi dan dokun1entasi sejarah nasional, 1994) h.62
'" Nazaruddin Syamsuddin, op cit, h.64
26
Namun demikian, penggeledahan di Aceh adalah berbeda walaupun dilakukan
pada waktu yang hampir bersamaan dengan tempat-tempat lain, sebab penggeledahan itu
nyaris menjadi tindakan balas dendam kekuatan kiri terhadap musuh-musuh mereka,
yakni para pemimpin PUSA. Sebagai orang kiri, Nazier,30 komando militer setempat
rncrnandang rangkaian razia ini sebagai kesernpatan baik untuk melaksanakan balas
dendarn terhadap pemimpin PUSA alas sikap anti komunis.31 Dan, ia pun pernah ditahan
rumah olch Teungku M. Daud Beureh, selaku gubernur rniliter karena mclanggar
pcrintah knmandan divisi.12 Yang sangat mcnyakilkan PUSA bahwa dalam gcrukan nrl'.ia
ini lcl<1h dipcrgunakan "sisa-sisa fcodal alau ulebalang" untuk mcnjalin kcrjasarna dcngan
pemerintah pusat guna melemahkan kekuatan PUSA. Imbas dari strategi "sisa-sisa
ulebalang" ini rumah Teungku M. Daucl Bcureh, bekas gubernur militer clan bckas
gubernur Aceh ikut digeledah denga cara yang sangat tidak wajar. Nyata bcnar bahwa
tindakau scwenang-wenang yang dilakukan pihak tentara ini merupakan tindakan balas
dendam, baik dari pihak "sisa-sisa ulebalang" maupun dari pihak tentara sendiri yang
dipimpin oleh Nazier.33
Razia Agustus di Aceh yang dilaksanakan oleh Brigadir AA34 yang pada awalnya
untuk 111cnangkap komunis dan juga pelucutan senjata dan amunisi yang ada pada
masyarakat, berubah menjadi ajang penangkapan terhadap PUSA Walhasil, sampai akhir
-'0 perlu digaris bawahi bah\va pada \vaktu itu telah lei:jadi reorganisasi tentara di Aceh. dengan
dibubarkannya !)ivisi X clan yang ada hanya resin1cn yang dipin1pin oleh Nazir -'
1 kccondongannya kekiri sebagai akibat dari hubungannya dengan beberapa pe1nin1pin kiri selan1a revolusi, dia ken1udian n1enjadi salah seorang perwira 1niliter kiri yang utan1a yang dibina PKI st1111atra
·12 M Nur el lbrahimy, op cit, h73 " Ibid, h.73 3'1 f)i Aceh kekuatan n1iliter seten1pat terkenal dengan Divisi X, tetapi setelah terkena progran1
rasionalisasi di tubuh TNI, maka te1jadi perubahan struktur di TN! termasuk di dalamnya Divisi X. akibatnya 1naka Divisi tersebut dibubarkan dan Aceh hanya 1nen1iliki satu brigade yang kecil bernan1a brigade AA,dan diposisikan di bawah Divisi dan Teritoriu1n Sun1atra Utara di bai.vah pimpinan kolonel A.E I<avvilarang
27
Nove111bcr 195 J, clilaporkan acla 16 anggota PlJSA yang clitangkap di seluruh Aceh. Dan,
kcmuclian di penjarakan di Medan di antara mereka Syeh Marhaban, Wedana Kutaraja,
Husin Sap clan Peutua Husin, keduanya terlibat clalam kampanye anti ulebalang di
kabupaten Pidie pacla tahun 1946 clan Teungku !tam Peurlak, seorang ulama dan
bendahara 111ajlis penimbang di kabupaten Aceh Pidie.35 Untuk sementara waktu
peristiwa ini memberi angin segar bagi para ulebalang, pernimpin-pemimpin PUSA
sebaliknya. mereka merasa dihina hingga menghimpun dendam yang lebih besar lagi
terhadap saingan mereka.
C. Kcadaan Ekonomi
Aceh yang berada di UJtmg pulau Sumatera serta di sepanJang timurnya
mempunyai peranan penting dalarn pelayaran clan perniagaan dunia yang melalui sclat
Malaka, bandar-bandar Aceh menjadi sangat penting sebagai bandar penghubung yang
melayani kebutuhan perbekalan seperti bahan makanan, air, clan keperluan .sehari-hari.
Tidak hanya beras sebagai penghasil utama Aceh, maka dijual pula bahan lain
yang kemudian meghantarkan Aceh menjadi "Mahkota Alam" di mana Aceh menjadi
pasrn· niaga intcrnasional yang mcrupakan bandar pcnghubung antara Timur Tcngah.
Eropa, Kerajaan Demak, Kerajaan Brunei Darussalam, Turki Usmani. Dua sumber
ekonomi yang sangat menunjang bagi propinsi Aceh yaitu penclapatan dari perikanan clan
pertanian36 Luas propinsi Nanggroe Aceh Darussalam 57.365.57 Km persegi dengan
hutan mempunyai lahan terluas yaitu mencapai 39.615.76 Km persegi, diikuti lahan
perkebunan kecil seluas 3.135.22 Km persegi. Sedangkan lahan pertambangan
35 Nazaruddin Sya1nsuddin, op cit, h.65 '" Denys \ombard.i kerajaan Aceh, (iakarta : Balai pustaka, 1986), h.96-99
28
mempunyai luas lerkecil yailu 4,42 Km persegi:17 Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
,mempunyai luas perairan 56.563 Km persegi Yang terdiri dari laut teritorial 23.563 Km
persegidan perairan taut dalam 33.000 Km persegi. Di samping zona ekslusif ekonomi
(ZEE) 200 mil dari pantai. Perikanan di propinsi ini dapat dibagi menjadi dua : perikanan
taut clan perikanan clarat. Potensi perikanan di Aceh cukup besar yang diperhitungkan
dari dua sumber yaitu:
I. Pclagis (scjcnis ikan yang hidup di pcrmukaan laul) polensinya dipcrkirakan
scbesar 2,7 ton/Km persegi. Berarti potensi total sama clengan 152.720 ton per
tahun.
2. Demersal (ikan yang hidup di dasar laut) potensinya kira-kira 5 ton/Km persegi.
Potensi total sama clengan 67.320 ton per tahun (karena hanya j3:464"R!i1'pi;t'~eJ;j:j' ··· :: -, - '_, "-
yang dapat dimanfaatkan untuk perikanan demersal).
Potensi total dari keclua jenis ikan ini adalah sekitar 220.040 ton per tahu;1?w
Kegiataan dalam bidang perkebunan di daerah ini dapat dibagi 111e11jadi 2 yaitu :
perkebunan rakyat clan perkebunan besar. Adapun rincian dari hasil perkebunan sebagai
berikut : Karet, minyak sawit, inti sawit, kelapa, kopi,cengkeh, pala, nilarn, pinang.
kapuk, kemiri, janibu mete, lada clan coklat.39
Perlanian merupakan kegiatan ekonomi yang paling banyak dilakukan oleh
masyarakat Aceh dan penanaman padi merupakan tanaman pangan utama propinsi ini.
Hal ini bisa di!elusuri dari slogan yang cukup umum di masyarakat. Pang ule hareukat
meugo (nafkah paling utama adalah pertanian) slogan lain "Seumayang pangulee ihadat,
'' Aceh Oala1n Angka, Kerjasan1a Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan [)aerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2000.
38 Zulkifli husin et al, Keadaan Sosial Eko110111i dan Pengen1ban!~an A4aSJ'arakat Nelayan di Daerah lsrilneH'a Aceh (banda Aceh: universitas syiah kuala dan jakarta: bank Indonesia) h.8
.w Ensiklopedi Indonesia, seri geografi, Qakarta: PT lchtiar baru Van Hoeve, 1990) eel I, h.38
29
meugoe pangulee hareukat" artinya sembahyang adalah bagian terpenting dari sholat,
usaha tani adalah sumber utama mata pencaharian, satu lagi "kaya meuh hana meusampe,
kaya pade meusampurna" artinya kaya emas tiadalah cukup, kaya padi yang sempurna,
Jika ada tanah yang dapat ditanami di sekitar kampung-kampung nelayan dan bila
keadaan iklim tidak memungkinkan turun ke laut, waktu luang itu dipergunakan para·
nelayan untuk usaha tanL40 Di Aceh, berbeda dcngan daerah sumatra la_in, sawah lebih
banyak ditemukan daripada ladang , dan biasanya terdapat di lahan-lahan yang beririgasi
dan berpaya, lahan sawah dan ladang berkembang dengan pesat pada zaman kolonial,
begitu pula produksi paclinya.
Kegagalan pemerintah pusat untuk memperbaiki sistem irigasi di Aceh telah
lebih rnernukul para petani di kabupaten-kabupaten Aceh besar, piclie41, utarn clan timur
bila dibanclingkan dengan kabupaten lain, clan keaclaan ini mernperkuat kekecewaan
mereka terhac!ap pemerintah pusat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan
sawah di Aceh terpusat di kabupaten-kabupaten tersebut, penanaman padi begitu
pentingnya dan, di samping kelapa, ticlak acla makanan pengganti lainya.cli kabupaten-
kabupaten Aceh barat: dan selatan, berbeda clari kabupaten lainnya, bilamana sawah tidak
Jagi menguntungkan atau konclisi yang lebih menguntungkan ada di luar sawah, para
petani dapat meninggalkan sawah mereka clan melibatkan cliri clalam procluksi minyak
"'Ibrahim Alfian, Perang di .la/an Allah, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 1987), cet I, h.47 •11 Pcnduduk kabupaten Pidie mata peneahariannya bergantung pada biclang pertanian yaitu sektor
pcrtanian pangan (padi dan palawija), peternakan dan p1~rikanan juga merupakan sektor -sektor yang an1at don1inan dalan1 kehidupan 1nasyarakat Pidie. Sejak 1,vaktu yang lama kabupaten ini telah 1naju dan 111enonjot dalan1 bidang pertanian. Sisten1 irigasinya lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Di san1ping itu, petani Pidie men1punyai ketera111pi!an dalan1 n1engolah sa\vah/tanah. Sikap adaptasi n1asyarakat da\an1 n1enerin1a tekhnologi baru dala1n pertanian (1nekanisrne pengolahan tanah~ pen1akaian bibit unggu!, pe1nakaian pestisida dan proses pasca panen yang 1nodern), 111engakibatkan clacrah ini 1nenjadi lun1bung padi dacrah aceh
nilam. Begitu halnya dengan para petani yang ada di Aceh timur yang dengan mudah
dapat dipcroleh pckc1:jaa11 sdiagai penyadap di kcbun-kcbun karet.'12
Kurangnya irigasi bukan salu-satunya faklor yang mcmbual rakyal Acch kcccwa
karena penurun produksi pertanian, infrastruktur perhubungan tidak kalah pentingnya
daripada sarana pertanian, sebab infrastruktur ini juga mempengaruhi kegiatan ekonomi
rakyat Aceh. Apa yang paling memukul rakyat Aceh di bidang ekonomi adalah
dikeluarkan kebijakan barn mengenai prosedur umum perclagangan ekspor dan
penghapusan sistem perdagangan barter pada tahun 1952.
D. Bidang Kcagamaan
Berkembangny'a Islam di kepulauan Indonesia berlangsung selama beberapa abad.
Memang proses tersebut sampai hari ini pun belum selesai sama sekali, rupanya sudah
scjak awal abad ke-13 berdiri suatu kerajaan Islam di ujung Sumalra Utara. Lanlas segera
clisusul oleh pcrpindahan dinasti-dinasti yang memerintah puiau tersebut memeluk Islam,
diantaranya Aceh memainkan peranan utama dalam sejarah Indonesia. Mernang tcrdapat
perbedaan penclapat kapan pertama kali Islam rnasuk ke lndonesia:13 tetapi di balik
perdcbatan ilmiah tersebut terdapat persamaan pendapat bahwa tcrnpat pcrlama kali Islam
menginjakan kakinya di nusantara adaiah Aceh.44
Ulama-ulama Aceh scmenjak berdirinya kerajaan Aceh hingga abad ke 19,
pada urnumnya mereka mengikuti mazhab syafi'I sangat besar sekali baik dalt!rn
"Ibid, h.76 n Al\Vi shihab. /shun Sl!fislik, "/slan1 pertaJJJCt" dan Pengaruhnya flingga Kini di Indonesia.
(band ung ' 111 izan. 200 I), cet I, h.4-18 1'11-larry J Benda, Bulan Sabi! dan 11.-fatahari Terbit, lslcun Indonesia pada 1nasa pendudukan
Jepa11g, (jakana : Pustaka jaya, 1985) Cel II, h.27, lihat Mohamad Said, A(jeh Sepa11dja11g Abad, (Aceh, diterbilkan pengarang, sendiri, 1961 ), jilid I, 11.38, lihat juga Ali Hasjmy, Sejarah Masuk da11 Berkemha11g11ya Islam di Indonesia, (PT Al ma'arif, 1993) cet ke-3, h.143
31
lapangan ibadat, maupun dalam aspek yang lainnya.45 Dan, pengaruh syafi'I sangat besar
sekali. Ticlak hanya ahli sunnah Wal jamaah saja yang muncul di Aceh syiah juga pernah
muncul bahkan lebih jauh lagi mempunyai kekuatan politik yang mapan di tanah Aceh
umurnnya clan peurlak khususnya, orang-orang syiah ini pada awalnya bertebaran di
Pusat perniagaan asia tenggara, clan acla di antara mereka itu be1:jaya membangun tahta
kerajaan perlak Islam di tahun 225 H/840M.
Walaupun:Syi'ah memiliki kekuatan secara politis di Peurlak, perlempuran anlara
golongan Ahlissunna\1 wal Jama'ah clan Syi'ah tak terelakkan, rnunculnya pertempuran
yang panjang ini mengharuskan terbaginya kerajaan Peurlak pada dua bagian:
a. Peurlak pesisir bagi golongan Syiah clan mereka boleh rnengangkat Sultan dari
golongan mereka.
b. Peurlak peclalaman bagi golongan Ahlisunnah wal Jama'ah.46
Maka tidak mengherankan sekali, kehadiran budaya-budaya ritual Syiah di Acch yang
mungkin sudah sangat umum dalam masyarakat Aceh, seperti yang terkenal dengan
istilah "Buleun Asan-Usen" (Bulan Hasan Husen) yang acara ini pacla awalnya dibawa
oleh orang-orang Parsi, kemudian pemakaian nama "Shah" di sebagian nama Sultan di
Aceh diduga mungkin adanya pengaruh dari Syiah47 di samping itu juga acla di A~eh
upacara scpuluh Muharram yaitu upacara mcmperingati wafatnya Hasan Husen yaitu
cucu Nabi Muhammad SAW.
15 Prof Hasbi ash Shidieqy, beliau ulama yang pertama kali menyodorkan kepada masyarakal huku111-hukun1 lslan1 yang dia1nbil dari n1azhab lain dari syafi'I, apabila beliau 1nelihat bainva itu yang Jebih kuat clan lebih sesuai dengan n1asyarakat Indonesia .
.,,, A Hasjmy, op cit, h.199 ·17 Ahmad Zakaria, Sekitar Kerajaan Aceh dalam Ta/nm 1520-1675, (kudus, menara kudus, 1983),
h.104
32
Terlepas dari faham keagamaan yang berbeda yang dianut oleh masyarakat Aceh
perlu digarisbawal1i bahwa Islam menjadi ideologi •kerajaan (negara) di seluruh Aceh.
Sebut so1ja kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan Sultan Ali Mughayat Syah itu '
adalah sebuah kerajaan Islam, melambangkan bahwa ia telah ditegakkan atas asas-asas
Islam. dalam adat Meukuta Alam yaitu undang-undang clasar kerajaan Aceh Darussalam,
yang cliciptakan atas arahan Sultan Iskandar Muda misalnya, disebutkan bahwa sumber-
sumber hukum yang clipakai clalam negara ialah Al Quran, Al Hadits, ~jma Ulama
Ahlussunnah clan Qiyas dan dari segi praktik, syariat Islam mernang dilaksanakan dalam
hal-hal tertentu.48
Karena memiliki sejarah yang cemerlang di mana Islam menjadi ala! pcnggcrak
aktivitas rnasyarakat Aceh baik dalam aspek sosial ekonomi clan politik, clan suatu
keniscayaan !slam di kemuclian hari juga memiliki peranan yang sangat penting juga
menjadi agama rnayoritas. Masyarakal J\cch tcrkcnal dcngan rnasyarakat yang s:mgat.
kual dan rncrncgang tcguh ajaran agama Islam. karcna itulah /\cch dikcnal dcngan
sebutan "Scrambi Mekkah".~9 Mungkin ha! ini disebabkan oleh sikap isolasi clari dunia
luar yang cliterapkan oleh Belanda menyebabkan !slam begitu te1:jaga clari keorisinibnnya
.is 1\.Hasjn1y. op cit, h.249 ·"
1 rvtulanya ha! ini 1nerupakan gagasan illnu bun1i, karena perahuMperahu yang n1ernba\va calon haji dari bagian-bagian lain dari Indonesia singgah di Aceh sebagai pelabuhan persinggahan terakhir di nusan!ara kcn1udian gclar ini n1e1nperolah n1akna perla1nbangan scbagai daerah ls_lan1 sejati, lihat 8J Bolland. /lel)!,lt1J111/an lslcnn di !ndonesia ..... ,h.72. Menurut prof I-lan1ka, sebutan atas Aceh sebagai "seran1bi n1ekah" bukanlah hal yang dibuat-buat tetapi suatu kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri. Munculnya para uhuna yang bcrkualilas intcrnasionnl dahun pc1naha1nan ilnlll agan1a n1cnjadi !\cch sebagai Pusat ilnu1 dan pada akhirnya 111enghantar Acch terkenal dengan seran1bi n1ekah, salah seorang u!an1a yang discbul oleh han1ka yang 1nenycbabkan l~ceh 1nencapai scbutan seriln1bi n1ckah orang ini jldalah Abdurraur bin Ali Al fanshu1y As-Sinkly. Beliau ini adalah seorang ulama besar yang hidup di zan1an kerajaan Jskandar Muda 1nahkota ala111, dalan1 abad ke .. 17, beliau banyak n1cngarang buku yang terkait dengan tasawut~ fiqh, akhlaq dan tafsir, bahkan karangan beliau dalam ilmu tafsir yaitu larjuman Al 1nus/{{/ihl, san1pai sekarang 111asih dibaca oleh penctuduk n1uslii11 di negri Siam, demikian juga n1uslitn di katnboja, n1alaysia dan banjar, ha! ini agaknya berkaitan dengan kesederhanaan pengungkapan 111asalah yang diken1ukakan sehingga 1nudah dipaha1ni dan praktis dilaksanakan.lihat Azun1ardy azra, renaisans I slain asia tenggara, sejarah \Vacana dan kekuasaan, (Bandung: PT Ren1aja Rosda karya, l 999) h.134.
33
sama seperti Belanda memperlakukan ha! yang sama terhadap masyarakat Bali. Maka
dari itu, setelah berhentinya pemberontakan Darul Islam di Aceh, Aceh rnenjadi daerah
isti111ewa yang meliputi pendidikan, adat dan agama. Berdasarkan surat keputusan
Perdana Menteri Republik Indonesia No. l/Missi/1953 tertanggal 26 Mei 1959.5° Seperti
yang telah disebutkan lalu integrasi nilai ajaran Islam dan adat istiadat Aceh sangat besar
sekali sehingga sulit sekali memilah mana ajaran agama dan mana ajaran adat. Sehingga
ada pepatah yang berbunyi: Hukom ngo Adat Lagee Zat Ngo Sipheue/ (hukum dan adat
seperti benda dengan sifatnya tak terpisahkan) clan pepatah lain menyebutkan: Adat bak
meurcuhom, hukum bak Syiah Kuala) ha! ini bisa kita telusuri dari pcrilaku kescharian
masyarakat Aceh seperti sapaan waktu bc1:jumpa clan ucapan waktu berpisah, tidak lagi
diucapkan yang lain mclainlrnn sudah mcnjadi Assalaamu 'alaikwn clan jawabmmya
Wa 'a/11ik111m1.1·s11/mn wa llahma111/lah. Bila scscorang 111cncri111a pcmbcrian orang lain,
ticlak lagi mengucapkan: terima kasih atau yang lain, melainkan sudah diganti dengan
A/ha111d11/i/lah apabila mendengar acla orang meninggal, segera mengucapkan: !1111alillahi
wa !1111a llaihi Roji 'un (kita semua aclalah milik Allah clan kita semua akan kembali
kepadanya).
Di Aceh, tangan kanan clan tangan kiri ticlak sama nilainya, meskipun lahirnya
sekaligus. Oleh karena itu pantang sekali orang memberi salam dengan tangan kiri. Juga
pantang menerima sesuatu dari orang lain dengan tangan kiri, .demikian pula
mcnyerahkannya. Juga terlarang menunjukkan scsuatu clengan tangan kiri.
Walaupun Islam begitu kental dalam kehiclupan 111asyarakat, tidak menjmli
keharusan rnasyarakat Aceh menjacli seorang Muslim yang taat Rakyat Aceh sangat
fanatik kepada Islam. Fanatik adalah lain daripada taat. Seorang yang fanatik belum tentu
50 Taufiq Abdullah (ed), Agama clan perubahan sosia/, op cit, h.96
34
taat. Kalau dikatakan mereka tidak Islam mereka marah betul dan mati pun mereka mau,
tetapi belum tentu mereka sholat dan puasa.51 Mengenai tidak sholat lebih banyak
dilakukan wanita, seclang mengenai puasa hampir ticlak ada wanita yang tidak puasa
kecuali dalarn keadaan kotor yang memang tidak dibolehkan berpuasa. Sebaliknya yang
ticlak berpuasa lebih banyak dari kalangan pria karena mereka dapat keluyuran ke kota-
kola sehingga dapat makan clan minum clengan sembunyi-sembunyi di warung Cina.
Salah satu bentuk lembaga keagamaan di Aceh adalah dengan adanya masjicl clan
meunasah yang didirikan di seluruh tempat yang fungsinya sebagai tempat belajar agama
bagi para pelajar pemula. Di rneunasah cliajarkan berbagai mata pelajaran clasar Islam
seperti mengaji al quran, sholat dll. Untuk melanjutkan pelajaran agama yang lebih
tinggi, maka para pelajar pergi ke ponclok pesantren atau dalam bahasa Acebnya
dinamakan "rangkang" kernudian meningkat ke clayah (mungkin bisa disamakan dengan
aliyah sekarang). Berbeda dengan surau yang berada di sumalra barat di mana terdapat
benturan yang cukup intens antara kaum luo (tradisionalis) dan kaum mudo (modernis)
sehingga rnempengaruhi pasang surutnya surau dalam proses belajar mengajar, dayah
relatif lcbih cksis sampai sekarang walaupun banyak bermunculan sekolah yang
berorientasikan sekuler atau umum. Kecamatan Montasik adalah contoh yang paling
unik, tercatat 56% murid sekolah agama dan 44% murid sekolah umum.52 Bahkan yang
lebih unik lagi te~jadi pertumbuhan yang pesat terkait dengan salah satu partai politik,
unsur-unsur sosial pengikut partai politik. Unsur-unsur sosial pengikut partai Islam perti
terdiri dari golongan minoritas pedagang kecil, mayoritas petani clan pengikut tarekat
dalam clayah-dtlyah. Peranan sosial partai Islam perti tampak dari aclanya
51 ibid, h.8 "· Alfian (ed), op cit, h.89
35
penyelenggaraan pendidikan dalam dayab, walaupun dalam bentuk tradisional pernbinaan
para anggotanya melalui pengembangan dayah-dayah dalam Gampong. Guru-guru dalam
clayah rnerupakan koorclinator lokal tingkat Gampong dan kemukiman clari parta! ini
dalam liubungan di atas kita melihat adanya korelasi antara pertumbuhan dayah clan
, perkembangan partai Islam perti.53
33 Ibid. h. 73
BAB Ill
Muncnlnya Pernberontakan Darul Islam Acelt
A. Pcngertian Darul Islam
Islam sebagai sebuah agama, memiliki 1\jaran yang bersifat universal. ha! ini
sctidaknya yang diyakini oleh sebagian besar pemeluknya. Karena Islam ticlak hanya
mcmbahas niasalah Teologi (Tauhid), yurispudensi (fiqh-syariah), dan hadist tapi juga
mcrambah dalam bidang politik. Untuk ha! yang terakhir ini memang tidak banyak
orang muslim yang begitu concern dibanding dengan disiplin ilmu yang sebelumnya,
hingga terkesan politik Islam termarginalkan, padahal menurut Cak Nur
permasalahan yang pertama kali muncul dalam dunia Islam adalah masalah politik.
Sepeninggalan Rasullulah saw umat Islam umumnya dan para saijana mulai mengkaji
tcntang isu-isu politik, seperti bagaimana bentuk suatu negara, bagaimana pemimpin
yang baik dan juga pembagian teritorial suatu negara dan yang lebih kontemporer
apakah ada clalam sejarah tentang negara Islam.
Sejak awal perkembangan Islam sampai setidak-tidaknya zaman pra-modern
rnasymakat muslim mengenal hanya konsep teritorial politik religius dar al-Islam,
(wilayah damai, yaitu wilayah kaum muslimin) dan dar al-harb (wilayah perang,
wilayah non muslim) 1, mengkaji tentang pembagian teritorial suatu negara, umat
Islam klasik juga lebih cenderung membagi menjadi 2 bagian : Darul Islam dan Darul
Harb. Darul Islam adalah perkataan yang tumbuh dalam masyarakat Islam, tidak
disebutkan clalam al-quran dan hadist. Darul Islam terletak pada persoalan sosial dan
ekonomi masyarakat clan berasal dari pemikiran ahli-ahli hukum Islam, menuru! Z.A
Ahmad bahwa asal perkataan Darul Islam lebih merupakan yuridis dan sebagai ilmu
1 Azyun1ardi Azra, pergolakan politik Isla111 dari fu11dan1entalisn1e, n1odernis111e hingga post-~ "
37
pcngctahuan saja daripada pokok politik dan ideologis. Darul Islam menjadi
pcmbahasan bagi ahli-ahli hukum Islam yang memberi batas-batas hukum dalam soal
peperangan.2 Dalam fiqh siyasah, Darul Islam disebut juga Darussalam yang berlaku
hukum Islam sebagai perundang-undangan dan mayoritas penduduknya beragama
Islam ataupun negara dalam pemerintahannya bukan pemerintahan I slam, tetapi
orang-orang Islam negri leluasa menegakan hukum Islam sebagai perundang-
undangan.3
Dari segi bahasa, Darn! Islam diambil dari bahasa Arab, ~·2cara harfiah berarti
rumah atau keluarga Islam, yaitu dunia atau wilayah Islam. Yang dimaksud adalah
bagian islam dari dunia yang di dalamnya keyakinan Islam dan pelaksanaan syariat
Islam dan peraturan-peraturannya dianjurkan atau diwajibkan,4 untuk lebih jelasnya
kita akan lihat pengertian Darul Islam maupun Darul Harb, karena keduanya tidak
dapal bcrdiri sendiri :
I. a). Darn! Islam : faktor penentu suatu wilayah tergolong Darn! Islam adalah
kedaulatan dan penerapan syariat. .lika tidak ada kedaulatan muslim dan
penerapan syariat di sebuah wilayah yang dikuasai oleh orang kafir wilayah ini
dianggap sebagai darul harb, namun, menurut mazhab Hanafi, ada syarat lain.
Darul Islam menjadi Darul Harb setelah ditaklukan oleh orang kafir dan yang
diberlakukan adalah hukum orang kafir serta jiwa dan harta orang muslim
maupun dzimmi terancam. Dan menurnt mazhab Hanafi, sebuah wilayah Islam
yang ditaklukan oleh orang kafir bisa tetap menjadi Darul Islam sepanjang
penaklukannya mengangkat Qadhi (hakim) Islam untuk melaksanakan hukum
~ Z.A 1\hn1ad, nic1nbcntuk ncgara lslan1. (jakarta: \Vidjaya, 1956) h.25 1 An1in WiJodo, 1:iqh Siyasah Ualan1 hubungan internasional, (Yogyakarta : 'l'ian1 \Vacana.
1994)11.13 •1 Cornelis Van Dijk, J)anil lsl<.1111 Scbuah pcn1beront;;ikan, (jakarta : Graliti pcrs~ 1983). eel I~
38
Islam dan selama kaum muslim dan Dzimmi terlindungi seperti halnya ketika
mereka berada dibawah pemerintahan muslim. 5
b). Darul Harb : Istilah ini menunjukan wilayah-wilayah di sekitar Darul
Islam yang para pemimpinnya diseru untuk memeluk agama Islam. Para faqih
menyebutkan bahwa konsep Darul Harb berasal dari nabi, yang mengirimkan
scruan kepada kaisar Persia, Etiopia dan Bizantium serta para pcmimpin
lainnya, untuk memilih Islam atau perang. Dengan demikian , Darul Harb
mcrupakan wilayah musuh di luar wilayah hukum Islam yang harus diubah '
menjadi wilayah muslim, pcnduduk Darul Harb didcfinisikan sebagai mereka
yang mendlak masuk Islam setelah diseru untuk masuk Islam, sebuah wilayah
Islam yang direbut oleh orang kafir menjadi Darul Harb, jika hukum bukan
Islam mengganti hukum Islam, menurut beberapa fakih, wilayah-wilayah yang
memisahkan Darul Islam dan Darul Harb harus dipandang olch kaum muslim
sebagai wilayah perang, 111engingat potensi ancamana kea1nanan dari \vilayah-
wilayah ini terhadap komunitas kaum mukmin.6
Dari keterangan di atas, bisa diarnbil kesimpulan atau "benang merah''
munculnya konsep tentang Darul Islam dan Darul Harb sangat terkait dengan konsep
jihad dan hijrah.7 Dalam sampai batas waktu tertentu merupakan sebuah konsep yang
rancu.'' Dan perlu digaris bawahi Darul Islam pada dasarnya merupakan suatu
'John L Esposito, Ensiklopedi Ox!Ord, Dunia fslan1 Modern, (Bandung: Mizun. 200 I) eel I.
{· !bid. h.351 -, !)ale F Eickcln1an dan Ja111cs Piscatori. /~'kspresi politik 1nuslin1, (Bnndung : l'Vtizan. 1998).
cct J. h. !()7 x Kuun1 Kh:.nvarij (kclo111pok Islan1 rndika!) n1cngklain1 bahwa orang yang, tiduk scpcnduput
Ucnga11 incrckn ada!ah 111usrik dan kalangan Kha\varij sendiri yang tidak 111.:iu berhijrah kc dala111 lingkungan 111crcka juga tern1asuk nnisrik dan karcna itu wajib dibunuh. 1-Janyn dacrah 111crcku scndiri fllllg tcnnasuk f)anil lslan1 scdangkun ka\vasan n1usllm lain adalah Darul Harb yang harus dipcrangi dan dihancurkan. Sedangkan fronisnya, n1inoritas n1usliln di burat 1ncrupakan 1nasulah khusus. scbuah rcnafsiran klasik tentang tradisi !slain n1eyakini bah\V:.l kaum 1nusli1n ha111s n1cninggalkan (hijrah) atau 111cn1crangi (jihad) n1asyarakat Darul Harb (1nasyarakat tidak Jslaini) dan tinggal di [)arul lslan1. Nmnun dcn1ikian, karcna kclercabutan sccara ckonomi dan politik atau karcna ingin 111cndapatkan pcndidikun. ' ,. ~- ..
39
Religiously based super state yaitu negara yang terbentuk bukan atas dasar etnisitas,
kultur dan bahasa atau kedudukan geografis melainkan keimanan.9 Pada pihak Jain,
lahirnya konsep Nation-State yang berdasarkan pada kriteri etnisitas, kultur dan
bahasa dan wilaya··1 akan mengalami dikotomi yang berkepanjangan.
Menurut Akbar S Ahmed seorang antropolog Amerika, awal pertama kali
muncul konsep Darul Islam ketika musim panas tahun 622, Rasullulah meninggalkan
Mekah menuju Madinah, perjalanan yang menentukan perubahan sejarah dunia.
Perpindahan ini disebut h!jrah atau imigrasi. Dan merupakan awal pertanda
penanggalan muslim, kelompok imigran muslim disebut Mululjir (pengungsi),
sementara penduduk Madinah disebut Anshar (penolong). Peristiwa ini sangat
mcmpengaruhi sejarah umat Islam suatu tahap transisi dari Darul Harb (wilayah
perang), kc Darul Islam, wilayah Islam (perdamaian). 10
Dalam konteks Indonesia, kata-kata Darul Islam digunakan untuk menyatakan
gcrakan-gerakan sesudah 1945 yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan
cita-cita Negara Islam Indonesia, lebih spesifik, Darul Islam adalah nama yang
cliberikan kepada sebuah gerakan pemberontakan Islam di .lawa Bara!, yang
menentang Jegitimasi dan otoritas republik Indonesia yang baru merdeka, antara tahun
1948-1962, dipimpin oleh Sukannadji Maridjan Kartosuwiryo ( 1905-1962) untuk
memaksakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) dengan dibantu kekuatan
militer Darul Islam yang dikenal dengan Tentara Islam Indonesia (Tll) dan
hcrhasisnya di dataran tinggi Jawa Barnt. Sebenarnya bcnih-benih idc tcntang
pcndirian Darul Islam sudah tampak s"jak Kartosuwiryo duduk di kursi partai PSI!.
Dalam melaksanakan niatnya Kartosuwiryo tidak bergerak sendiri, dia berhubugan
hcrtctnpat tinggal secara pern1anen di sana. lihat, Dale F Eickelman dan James Piscatori.ibid, h. 167.juga Azyumardi Azra, ibid. h.185.
9 Azyun1ardi Azra, op cit, h.12 io Akbar S Ahn1cd, Cilra Afus/iln Tirrjauan Sejarah !Jan Sosiologi, (Jakarta : PT Gclora Aksaru
40
clcngan kaum pemberontak Islam di Acch pimpinan Daud Beurcuch dan di Sulawesi
Sclatan pimpinan Kahar muzakar 11
B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pemberontakan Darullsl11,m Aceh
Seperti yang telah disebutkan di awal. pemberontakan Darul Islam tidak hanya
tei:jadi di Jawa Barat dan Aceh saja. Melainkan juga di daerah lain di Indonesia scperti
di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Munculnya pemberontakan ini hampir
dipastikan memiliki alasan-alasan yang berbeda-beda. Sepe1ti di Sulawesi Selatan
dikarcnakan demobilisasi bekas gerilya sesudah 1950, di Kalimantan Selatan
diremehkannnya prestasi-prestasi daerah dalam pci:juangan kemcrdckaan, di Jawa
Tcngah adalah akibat pertentangan mengenai otonomi wilayah, dengan nada-nada
tambahan Islam yang kuat, kadang-kadang dicampuri dengan kepercayaan adanya
kebahagiaan abadi di suatu masa. 12 Sedangkan di Aceh, kebijakan pemerintah pusal
dalam scgala aspek yang bertentangan dengan kehendak rakyat Acch.
Aceh sesudah proklamasi RI, merupakan daerah yang sering memberi
sumbangan bagi kokohnya negara Indonesia. Hal ini tercermin dari usaha-usaha yang
rakyal Aceh lakukan, seperti ketika pertama kali Bung Karno datang ke Aceh
mcngaclakan pertemuan empat mata dengan Tengku Daud Beureueh untuk
mengumpulkan dana buat pembelian pesawat terbang, masyarakat Aceh dengan
tangan tcrbuka dan penuh kerelaan menerimanya, maka dibelilah pesawat Seuwa/ah
R/-001 dan Dakota 111-002. 13 Pada lahun 1948, Bung karno clatang kc Acch untuk
kedua kalinya dan meminta Tengku Daud Beureuh menginstruksikan rakyat aceh
mengambil bagian yang aktif dalam pe1juangan melawan Belanda. Persetujuan ini
11 Kuntcl\vijoyo, Paradig1na /s/a111, interpreta>i untuk aksi, {Bandung : tvlizan, 1998),cct VlfL h. Ill I
12 Corne!is Van Dijk,ibid, h.xix !J A,..,..,,.,,,.., 7,., ... ..,7,.,n-.: f;J,,..,,} Af.J,~rn Tl: LI.,-'-·· .f •• -- 11-1.--'- ,.... __ , ___ n• -'-
41
dilakukan dengan syarat agar selesai perjuangan kemerdekaan selesai. Aceh
dibolehkan menjalankan syariat Islam. Ketilrn jaminan tertulis diminta, Bung Karno
sangat terharu sehingga meneteskan air matanya, akhirnya Tengku Daud Beureuh
bersedia menerima pe1janjian lisan saja14
Selain sumbangan di atas, ketika semua bagian Indonesia diduduki oleh tentara
sekutu pada 1945, radio Rimba Raya yang bertempat di Ac•oh tengah secara aktif
mcnyuarakan semangat para pejuang Indonesia untuk meraih kemerdekaan, siaran
terschut hisa dipanlau di India, Mesir, dan bcberapa ncgara Arab. Negara tcrscbut
kcmudian menjadi para pendukung pertama negara yang baru Jahir 15•
Soekarno dan Hatta (presiden dan wakil presiden pertama republik Indonesia)
menjanjikan bahwa dia akan memberikan perlakuan khusus atas kcscliaan,
sumbangan dan komitmennya terhadap negara yang baru Jahir, Indonesia. Namun
hubungan yang harmonis ini hanya berlangsung beberapa tahun saja, karena bebcrapa
tahun kemudian, masyarakat Aceh bangkit memberontak terhadap pemerintah pusat.
Di kalangan ilrnuwan politik terdapal berbagai interpretasi rnengenai faktor
rnunculnya pemberontakan tersebut:
Pertama, tepatnya tahun 1950 propinsi Aceh dilebur menjadi bagian dari
propinsi Sumatra Utara. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti
undang-undang nomor 5 tahun 1950, tanggal 14 agustus 1950 yang memutuskan,
mencabut peraturan pemerintah No/8/DES/WKPM tahun 1949. Akibat pencabutan
Aceh sebagai daerah otonom yang luas dan hanya diberi status karesidenan inilah,
akhirnya hubungan antara rakyat Aceh dan pemerintah pusat merenggang 16-
1•1 Riza Sihbudi, Bara !Jala111Seka111, (Bandung, Mizan, 2001) cct I, h.34
15 Rusdi sufi, Perkembangan Aiedia Kon1unikasi f)i Daerah: Radio Ri111ha Raya Di Aceh. {Jakarta. l)cparlcn1cn Pcndidikan dan Kcbudayaan RI, 1999) h.56-73
16 lkra Nusa Bhakti dan Riza Sihbudi,(ed)i Kontroversi 1'.'egara f'edera/ Alencari /Jc11111k •• - I J __ ./ r __ _ J_ -· .•.. .' ·- J J~.
42
Te1:jadilah keinginan untuk membentuk negara Islam Aceh pada tahun I 953,
yang kemudian dikenal dengan pemberontakan Dlffll. Unsur kekecewaan daerah
terhadap pusat inilah yang melatarbelakangi mengapa Daud Beureuh mendirikan
negara !slain.
kedua, faktor te~jadinya pemberontakan tersebut merupakan ungkapan
kclanjutan konflik internal dari berbagai kekuatan dalam masyarakat Aceh yang
didominasi perselisihan antara Ulama PUSA dengan ulebalang yang telah berlangsung
lama. Perkembangan siluasi yang telah berkembang setelah kemerdekaan, ternyata
telah mcmberi peluang bagi kelompok ulebalang unluk rnelaksanakan pembalasan
tcrhadap kelornpok ularna PUSA, yaitu pihak yang tclah rncnyingkirkan mcrcka pada
masa awal rcvolusi nasional. Mcnurut Nazaruddin Syamsuddin, pandangan pcnycbah
pcmhcrnnlakan mcrupakan kelanjulan kon nik internal dalam masyarakat Acch.
Pcnclapal ini juga dianut olch pemcrintahan Ali Saslroarnijoyo dan S.M Amin bekas
gubernur Sumatra Utara. Pemerintah Ali Sastroamijoyo berpendapat bahwa
pemberontakan tersebut tidak ada kaitannya dengan penolakan pemberian otonomi
kepada Aceh oleh pemerintah pusat. 17
Ketiga, Penyebab pemberontakan adalah Faktor eksternal. Penafsiran ini
dikemukakan oleh Herbeth Feith yang berpendapat bahwa pemberontakan itu era!
kaitannya clengan perubahan kepolitikan di tingkat nasional, khususnya konllik antara
Masyumi dan PNI (Partai Nasional lndonesia). 18 Tersingkirnya Masyumi dari kabinet
dan digantikan dengan PNI, ditafsirkan oleh elit agama (ulama) di Aceh sebagai
indikasi bahwa pemerintah pusat akan mengambil tindakan keras terhadap mereka.
Kehawatiran akan mengambil tindakan keras itu ulama Aceh mendahului clengan
melancarkan pemberontakan.
11 Nazaruddin Syan1suddin, Pe111bero11takan Ka1un Repub/ik, (Jakarta: Gral1ti, 1990), H.3 jl( ... ' • -
43
Pendapat, Feith yang mengaitkan alasan pemberontakan dengan perubahan
politik pada tingkat nasional mengandung kelemahan. Pembubaran propinsi Aceh
pada tahun 1951, justru te1:jadi pada waktu kabinet dipimpin oleh Masyumi di mana
perdana mentrinya adalah Muhamad Natsir. Oleh karena itu, kurang beralasan kalau
dikatakan perubahan politik di tingkat nasional yaitu munculnya Ali Sastroamijoyo
dari PNI sebagai perdana mentri menjadi penyebab te1:jadinya pemberontakan itu.
Salah seorang pemimpin Aceh yang turut mengge1:akan pemberontakan yaitu Hasan
Saleh'" mengemukakan bahwa yang paling be11anggung jawab terhadap te1:jadinya
pemberontakan adalah Muhamad Natsir selaku perdana mentri republik Indonesia.
Natsir sendiri yang mengumumkan pembubaran propinsi Aceh. Janji yang
dikemukakan di hadapan pemimpin-pemimpin Aceh untuk terns 111empe1juangkan
kembali propinsi Aceh di masa yang akan datang ternyata tidak pernah dilakukannya.
Keempat, Pada tahun 1950 Tentara Nasional Indonesia yang merupakan satu
divisi untuk daerah Aceh yaitu divisi X, diciutkan menjadi satu resimen yang
diletakkan di bawah pimpinan mayor Nazir yang berhaluan kiri, sedangkan kolonel
Husin .lusuf; panglima divisi X diberhentikan. Selain itu berlanjut pada pemindahan
kesatuaan-kesatuan tentara dan mobrig yang terdiri dari putra-putra Aeeh keluar
daerah Aceh seperti ke Tapanuli, Jawa, Ambon dan Sulawesi yang kemudian diikuti
pemindahan kepala polisi daerah Aceh, Moch !nsya dan komisaris muda polisi Yusuf
efendi ke Medan. Hal ini tentu saja menimbulkan ketegangan dan kegelisahan di
Aceh.'0
Kelima, yang juga sama persoalannya adalah keputusan pemerintah republik
Indonesia menghentikan perdagangan Barter yang ramai antara Aceh dan pantai
l'l Nurdin Abdul Rahman, Perubahan Perilaku Politik £/it Aga111a Dalan1 Pe111i/u 1982-1992: Studi /Ji kabupaten Pidie Daerah lstimewa Aceh, Thesis FI SIP Ul, (Jakarta: Pcrpustakaan LJPI) h.78
1(1 - • •• • • • - •
44
semenanjung Malaya? Dengan diberhentikannya perdagangan Barter maka berhenti
pula seluruh ekspor lokal masyarakat Aceh, kemudian diikuti dengan penutupan
kantor-kantor ekspor resmi di Lhokseumawe, yang berakibat berkurangnya jumlah
kapal yang mengunjungi Lhokseumawe kemudian kegiatan pasar daerah ini menurun,
dan harga yang diterima petani kecil untuk produk ekspor mereka jatuh.22 Dan yang
lebih fatal adalah meningkatnya jumlah pengangguran akibal: kebijakan pemcrintah
pusat.
Keenam. rakyat Aceh sangat kecewa melihat sikap Bung Karno dan beberapa
pemimpin nasional lain yang seakan-akan dengan sengaja rnenghalangi jalan bagi
jihad umat Islam untuk memperjuangkan terlaksananya ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan masyarakat dan negara, bahkan lebih dari itu mereka berusaha
mcmbclokkan dasar clan falsafah negara Republik Indonesia ke arah sekulerismc.23
Seclangkan Hardi menjabarkan faktor-faktor yang mendorong munculnya
pemberontakan Darul Islam Aceh di luar pembubaran propinsi tersebut:
I. Pembubaran Divisi dan Teritorium Aceh.
2. Penggantian kesatuan-kesatuan Militer Aceh oleh kesatuan Militer dari
daerah lain.
3. Latihan Mobrig Kepolisian.
4. Penangkapan terhadap para pemimpin Aceh.
5.Ajakan Kartosuwiryo agar supaya Daud Beureuh mendirikan negara lslam.24
21 B . .J Bolland~ Pergunut!an !sla111 Indonesia, op cit, h.76, lihatjuga, 1\. Hasjn1y. op cit. h.428 "Cornclis Van Dijk. op cit, h 339. ~J lbrahin1y, op cit, h.3
45
C. Struktur Dami Islam Aceh
Sebelum kita membahas tentang struktur D.I Aceh alangkah baiknya kalau
seandainya penulis mencoba menjelaskan jalannya hubungan Darul Islam Aceh
dengan D.I .lawa Barat pimpinan S.M Kartosuwiryo. Adanya lmbungan antara Daud
Beurcuh dengan gerakan Darul Islam (Kartosuwiryo) terjadi sebelum september 1953,
tetapi kurang clapat dipastikan siapa yang mengambil prakarsa : pemberontak
pcmbcrontak di Aceh atau Kartosuwiryo. Menu rut sebuah laporan rahasia, 25 Daud
Beureuh dan Amir Husin al-Mujahid, dikatakan telah pergi ke .lawa untuk berunding
dengan Kartosuwiryo di Bandung scsudah suatu pcrtemuan rahasia yang diadakan
Daud 13eureuh pada 13 Maret yang dihadiri Ilusin Yusul; Sulaiman Daud, Hasan Aly
(kcpala kejaksaan di Aceh, ketika itu sedang cuti rcsmi), Said Abu Bakar clan A.R
Hanaliah (pegawai kantor agama Aceh Timur).
Dalam pcrtemuan ini komplotan di atas lclah mcngulus dua orang untuk pcrgi
kc .lawa guna melakukan hubungan dcngan pimpinan-pimpinan Darul Islam Aceh.
Mcnurut laporan yang sama, sekembali dari Jawa, Amir Husin al-Mujahid tinggal
bcbcrapa hari di ~:Jedan untuk menemui wakil-wakil organisasi-organisasi lainnya di
sana, scperti Masyumi dan cabang pcmudanya GPll.
Hubungan antara Daud Beurcuh dan Karlosuwiryo dibina sejak lahun 1952
melalui kunjungan ulusan Kartosuwiryo. Mustafa Rasyid alias Abdul Falah ke Acch
untuk mcmbicarakan penggabungan wilayah ini ke dalam Negara Islam Indonesia
(NII) dan pcngangkatan Dami Bcurcuh scbagai pimpinan Tentara Islam di Acch.
Abdul Fatah berkunjung lagi ke Aceh pada tahun 1953 (beberapa wak!u sebelum
mclctusnya pcmberontakan). Sebaliknya antara tahun 1952-1953, Daud Beureuh telah
mengirim ulusan ke Jawa Baral bcrsamaan dengan kembalinya Abdul Fatah. la
(Abdul Fatah) kemudian te1iangkap ketika kembali ke Jawa pada Mei 1953, dalam
46
pcmeriksaan di Kejaksaan Jakarta, Mustofa Rasyid memberikan keterangan bahwa
tcngku Daud Beureuh telah diangkat oleh Kartosuwiryo sebagai Gubernur Darul Islam
di Aceh.26Di satu sisi seorang utusan Daud Beureuh juga tertangkap,27 dan untuk
sementara waktu terputuslah komunikasi antara Darul Islam Daud Beureuh dcngan
Kartosuwiryo.
Menjelang akhir tahun I 955 para pimpinan pemberontakan di Aceh mulai
meny1mpang dari Kartosuwiryo dan menganggap Negara Islam Indonesia sebagai
suatu negara federal. Mereka meresmikan daerah mereka sebagai Negara Bagian Acch
(N BJ\). Sampai waktu itu dacrah Aceh hanya diperkenalkan sebagai propinsi yang
otonom dari Nll.28 Sikap kukuh pemberontakan Aceh untuk menerapkan ini sebagai
negara federal bukan merupakan masalah yang sangat urgen dalam mempcrkeruh
hubungan NBA clan NII, ada yang lcbih krusial lagi yang mcnycbabkan tc1:jadinya
kcrctakan dalam Darul Islam. Yaitu masalah penggunaan sislem militcr dala111
111elaksanakan pemberontakan, yang diinginkan pemberontak Aceh adalah siste111
111iliter dan juga sipil yang dalam arti tidak mengabaikan penggunaan prinsip-prinsip
clan fungsi-fungsi yang sehat dari sebuah negara29
Walaupun tidak menyukai sistem ini, para pemimpin Aceh 111enerapkan juga di
daerah mereka. Pemerintah sipil di Aceh tclah diganti dengan suatu pe111erintahan
militcr pada pertengahan tahun 1954. ketidak senangan mereka terhadap sislem ini
tercermin pada kenyataan, bahwa para komandan militcr do111inan pada pemerintahan
dacrah, lembaga-lembaga sipil seperti mahkamah agung. Dan sesudah konferensi Bate
kurceng pada bulan September 1955, majelis syuro memainkan peranan penting
26 iv1uhan11nad Gade ls1nail, et.al, Tantangan dan Rongrongan, ibid, h. 49 07 Cornelis Van Diik. ibicl h. 284 ~8 suatu karaktcr. penting dari pe1nberontakan di Aceh ialah, bah"va scjak sc1nula para
rc1nin1pinnya tiduk 1nempunyai niat untuk n1cn1isahkan daerah itu dari negara Indonesia. Daud Bcurcuh smna sekali tidak mcn1isahkan Acch dari bagian-bagian lain Indonesia dan n1enjadikannya scbuah ncgara n1crdcka, tne[ainkan n1en1proklan1asikan daerah itu dan gerakannya scbagai bagian duri NII yang dipin1pin f(arlosu\viryo.
~') 'l..L-., .,LI! .. C>.,~.-· ... J.t! .• ~--
47
dalam sistem pemerintahan di Aceh. Dengan demikian sistem pemcrintahan yang
diterapkan di Aceh pada hakekatnya berbecla dengan sistem yang berlaku di .lawa
Barnt, apabila di Jawa Baral Tl! sangat berkuasa, di Aceh TII merupakan suatu unsur
yang dominan tetapi sampai batas tertentu, tetap dibatasi oleh Mahkamah Agama."'
Dalam ha! ini dikatakan bahwa pemimpin-pcmimpin di Aceh secara organisatoris
telah rnenyimpang dari NIL
Untuk lebih jelas pcnulis akan memaparkan struktur pemerintahan Darul
Islam Acch. Pa,'Ja waktu Darul Islam diproklamasikan di Acch, susunan
pemcrintahannya sebagai berikut;
I. i\cch clan dacrah sekitarnya merupakan daerah otonom yang luas, yang berbcntuk
wilayah sebagai bagian NIL
2. Wilayah ini dipimpin oleh seorang Gubernur sipil dan militer, yang berkedudukan
di ibukola wilayah.
3. Ciubernu1' sipil dan 1niliter 111erupakan kepala pe1nerintahan tertinggi dan
pemimpin tertinggi angkatan perang NII yang berada di Aceh dan daerah
sekitarnya, oleh sebab itu ia merupakan pula komandan Tll leritorium V. 31
4. Di dalam sebuah wilayah terdapat sebuah wilayah Dewan Suro (Dewan
Pemerintahan Dacrah) dan scbuah Majelis Suro (Dewan Perwakilan Rakyat
Dacrah).
5. Gubernur sipil dan militer, karenajabatannya menjadi ketua Majlis Syuro.
6. Dewan Syuro (DPD) merupakan badan eksekutif dan Majlis Syuro merupakan
badan legislatif
7. Gubernur sipil dan rniliter, karena jabatannya, selain ketua eksekutif wilayah
111erupakan pula wakil pcmcrintahan pusat dari imam negara.
-'0 M. Nur cl-lbrohin1i, ibid, h. 4 "NII terdiri alas 5 (lima) komandemen wilayah: (I). Markas Karlosuwiryo, (2)&(3) hernda di
48
8. Wilayah Aceh dan sekitarnya merupakan suatu daerah teritorium tentara dengan
kekuatan satu divisi besar yang disebut Tll teritorium V, divisi Tengku Tjhik di
Tiro.
9. TIJ teritdrium V, Tjhik di Tiro dalam pelaksanaannya, pimpinannya
diselenggarakan oleh sebuah stafumum.32
Kemudian dengan surat penetapan komandemen wilayah angkatan perang
Negara Islam Indonesia Aceh dan daerah sekitarnya be1tanggal I 0 Juni J 954 No. 2/54,
susunan pemerintahan DI di Aceh dan daerah sekitarnya diubah dengan susunan
pemerintahan yang berbentuk komandemen. Dan setelah kongres Bate Kureeng33
perubahan te~jadi sistem pemerintahan komandemen yang dualis mcnjadi sistem
pemerintahan biasa, dan negara bagian Aceh terdapat sebuah kabinet dan Majelis
Sebagai kepala negara yang pertama terpilih tengku Muhammad Daud
Beureuh dan sebagai ketua Majelis Syuro terpilih tengku Husin al-Mujahid dan juga
dibentuk kabinet yang susunannya sebagai berikut;
Perdana Menteri Hasan Ali
Menteri Dalam Negeri Hasan Ali
Menteri Kei1angan dan Kesehatan T.A Hasan
Menteri Pe1tahanan dan Keamanan Kol. Husin Yusuf
Menteri Ekonomi dan Kemakmuran T.M Amin
Menteri Kehakiman Tcngku Zainal
1·' Nur cl~lbrolliiny, ibid, h. 4
.u konlCrensi di Bate Kurccng, tcrdapat di 1\cch Bcsar. KonlCrcnsi ini dihadiri 90 orang.. 2 ofa11g dari n1crcka n1c\vakili Sun1atcra Tinuff. di kon/Crcnsi ini dibicarakan kcduJuk:.1n t\cch Ja!arn NII dan slruktur pcn1crintahan daerah. Dan untuk meuindak lanjuti isi-isi konferansi Bute Kurccng diadakan!ah pertenuian kedua yang skalanya lebih bcsar. Dalan1 perten1uan ini lahirlah piagan1 Bate Kurccng. yang bcrisi tentang pengubahan status Aceh dari status propinsi rr1enjadi ncgara dalan1 NII dan pen1crintahan sipil rncn1iliki otoritas yang lcbih tinggi dari pen1erintahan n1ilitcr .
. i.i Nur cl-Jbrohimi, ibid, h. 5. Lihat juga Nazarudin Sya111sudin. ibicl. h. 230. Lihat i111>:1
49
Menteri Pendidikan Tengku M. Ali Kasim
Menteri Perhubungan Tengku YusufHasyim
Menteri Sosial l-lanm B.E
Menteri Penerangan A.G Mutiara35
Pada tahun 1959 te1jadi perpecahan di tubuh NBA, antara Hasan Saleh dcngan
Hasan Ali (yang lebih pro kepada Daud Beureuh) perbedaan pendapat ini muncul
ketika pemerintah pusat ingin mengabulkan bentukan propinsi Aceh, pihak Hasan Ali
ingin mcnerima permintaan pemerintah pusat dengan syarat harus disertai otonomi
propinsi Aceh dan keistimewaan dalam bidang keagamaan. Di pihak lain Hasan Saleh
mcnerima tawaran pemerintah pusat (Jakarta) yaitu pcngembalian status propinsi
kepada Aceh dan 111e111pe1:juangkan hal-hal lainnya pada tahap berikutnya. Perdebatan
in i semakin meruncing dan mencapai momentumnya pada bu lam Mei 1959 dengan
terbentuk Dewan Revolusi yang dipimpin Hasan Saleh, sebagai tandingan dari Hasan
Ali. Sedangkan Hasan Ali yang setia kepada Daud Beureuh, terpaksa membcntuk
l\abinet yang baru yang terdiri dari:
Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan dan Kemakmuran : Hasan Ali
Menteri Dalam Negeri Tengku Sulaiman Daud
Menteri Peperangan Tengku Haji Affan
Menteri Pendidikan dan Penerangan Saleh Adri
Menteri Kehakiman Tengku Zailial AbidinJ6
Sedangkan di kubu Hasan Saleh ia mcnjadi Ketua Dewan Revolusi, sedangkan
wakilnya Ayah Gani, Abdul Gani Mutiara sebagai sekretaris umum dan kepala bagian
penerangan, sebagai anggota Amir Husin al-Mujahid, T.A Hasan, Ibrahim Saleh, T.M
3 ~ Nur el-lbrohin1y, ibid ·16 Hardi, /)aerah fstilne1ra Aceh: I.afar be/akang Polilik dan Afasa /Jepa111u 1
(;, (Jakarta: PT.
50
Amin dan Husin Yusuf.37 Dan lrnbu yang tcrakhir ini setelah mencapai kesepakatan
dengan pemerintah pusat yang diketuai Hardi untuk menghentikan pemberontakan,
pada akhirnya mereka membubarkan diri.
C. Aktivitas Darul Islam Aceh
Pada tanggal 21 September 1951, sehari setelah presiden Soekarno membuka
pekan olahraga nasional di Medan, Daud Beureueh mengumumkan dimulainya
pemberontakan dengan memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII)
di Acch.38 Proklamasi itu berbunyi :
PROKLAMASI BERDASARKAN PERNY ATAAN NEGARA REPUBUK ISLAM INDONl'SIA PADA TANGGAL 7 /\GUSTUS 1949 OLEH IMAM KARTOSUWIRYO ATAS
NAMA UMAT ISLAM INDONESIA, MAKA DENGAN IN! KAMI NY A TA KAN DAERAH ACEH DAN SEKITARNY A MENJADI BAGIAN DARI PADA
NEGARA ISLAM INDONESIA
ATAS NAMA UMAT ISLAM DAERAH ACEH DAN SEKITARNY A
'!TD TEUNGKU MUHAMAD DAUD BEUREUH
TERTANGGAL : ACEH DARUSSf\.LAM 13 MUI-IARAM 1'373 21 SEPTEMBER 195339
Tetapi untuk mcnandai lahirnya pemberontakan tersebut tidak diadakan suatu
rapat umum atau upacara yang meriah. Sebagai gantinya, hanya naskah proklamasi
clan scbuah keterangan politik yang dibacakan dan disebarkan di Indrapuri. sebuah
kampung di scbclah selatan Kutaraja .
.n ('ornclis Van l)ijk, ibid. h. 315 ·18 (}inanjar Kartas;s1nita, ct al, 30 Tahun Indonesia kferdeka (Jakarta: Sckretaris Negara
Repuhlik Indonesia, 1997), cct I, h.365 :i<i A.Hasj1ny, se1na11gat A4erdeka, 70 Tahun A-fene111puh Pergo/akan dan Pe~juangan
51
Naskah di atas sebcnarnya bukanlah merupakan suatu tanda pembukaan
pemberontakan Aceh, sebab pemberontakan sendiri telah dimulai sehari sebclum
proklamasi. Sementara kebanyakan pejabat tinggi derah itu, baik yang Aceh maupun
bukan Aceh, sedang berada di Medan untuk menghadiri pekan olahraga nasional,
sejak senja hari 19 september komunikasi antara Aceh dan Medan terputus, dan
tindakan-tindakan fisik berlangsung di berbagai tempat. Kerumunan rakyat dengan
bendera tentara islam Indonesia (Tll),40 yang dilengkapi senjata tajam serta satu atau
dua pueuk scnjata api. Mereka bersiap-siap menyerang kota-kota di sckilar mereka.41
Barisan yang terdiri dari para pemuda, peli\jar, guru dan penduduk kampung
itu memulai serangan tcrhadap pasukan pemerintah di Aceh Timur dan Utara pada
tanggal 19 September, dan serangan menjalar kc kribupaten-kabupaten Jain pada hari-
hari berikutnya. Sebuah pos polisi di Peurlak, sebuah kota kewedanan kira-kira I 00
km di scbelah lJtara Langsa, termasuk yang pertama diserang. Baik pos polisi maupun
kola peurlak diduduki pasukan pembcrontakan yang dipimpin Ghazali Idris tanpa
suatu perlawanan apapun dalam waktu dua jam. Pada tempat-tempat strategis
diadakan penjagaan dan bendera Darul Islam dikibarkan di gedung-gedung penting
kota itu. Sesudah itu dan hari-hari berikutnya kota-kota yang berdekatan, ldi pun
direbut lagi-lagi tanpa perlawanan sedikitpun. Pendudukan semua kota itu banyak
dipcrmudah berkat dukungan yang diperoleh kaum pembcrontak dari sejumlah
pegawai negri setempat, sedangkan di Peurlak asisten wedana A.R Hasan dan di ldi
inspektur polisi Aminuddin Ali yang membantu kaum pemberontak.42
Sesudah menguasai ldi dan Peurlak dan menghentikan semua lalu lintas kercta
api, pasukan pemberontak bergabung menuju Langsa, ibukota Aceh Timur. Untuk
·HI Cicrukan l)arul !slain 1ncn1punyai cn1pat bcndcra: scbuah bcndcra n1el'ah dcngan binlang dun bulan sabit putih, sebuah bendcra hijau dengan bintang dan bulan sabiti putih, sebuah bendcra 111crah dcngan bulan sabit putih dan en1pat buah bintang dan scbuah bendera putih dan mcrah dcngan bu!an sabit padaja!ur 1nerah dan bintang di jalur putih
·'.'. Nazaruddin Syamsuddin,ibid, h.84
52
llljuan ini semua bus dan mobil pribadi banyak yang disita untuk mengangkut
pasukan. Sampai pada saat itu kaum pemberontak hanya sedikit mendapat
perlawanan. dan polisi mereka lucuti tanpa mengalami kesulitan sama sekali.
Terkesan seolah-olah mungkin pula Langsa mereka rebut tanpa mereka melepaskan
tembakan sedikitpun. Karena pada waktu itu te1jadi kekosongan kekuasaan di mana
bupati Aceh Timur (memihak kepada pemberontak) dan kepala polisi, kedua-duanya
masih di Medan. Teranyata apa yang diangan··angankan para pemberontak berbeda
dengan kenyataan yang tei:jadi, pasukan Darul Islam mendekati Langsa dari arah barat
dan Utara serta melancarkan serangan bersama terhadap asrama polisi militer dan
brigade mobil pada 21 september. Tentara republik yang telah mendapat bantuan baru
dari Medan dapat memukul serangan ini. Kekalahan kaum pemberontak di Langsa.
merupakan titik balik clalam pertempuran di Aceh Timur. Pada tanggal 23 september
pasukan republik merebut kembali !di dan Peurlak.
Di Lhokseumawe, ibukota Aeeh Utara, ribuan rakyat terlibat dalam suatu
pcrtempuran sengit dengan pasukan polisi dan tentara selama empat jam pada hari
pertama pemberontakan. Upaya untuk menguasai kota itu diulangi beberapa jam
setiap hari selama hampir satu minggu, sehingga memaksa anggota keluarga pasukan
pemerintah dievakuasi dari sana. Di Aceh Besar, sesudah kegagalan di kutaraja,
karena pasukan pemcrintah berhasil mendahului dengan langkah preventiJ: para
pemberontak mengarahkan serangan mereka ke beberapa kota kecil dengan hasil
clilucutinya satu regu polisi dan satu regu tentara, akibatnya banyak sarana-sarana fisik
rusak. scpcrti jembatan dan kawat telcpon dan scmua komunikasi praktis lumpuh.
Tidak banyak yang dicapai kaum pemberontak dengan menduduki kota-kota
itu. Mungkin pemimpin-pemimpin mengharapkan, mereka cukup kuat menghalau
tentara republik paling tidak dari sebagian besar wilayah Aceh dan memukul sctiap
53
pasukan Darul Islam, mereka tidak mampu menguasai terlalu lama kota-kota kecil dan
kota-kota besar. Ternyata mudah saja pasukan pemerintah republik dalam serangan
balasan menghalau pasukan Darul Islam keluar kota-kota itu. Beberapa kota dikuasai
kembali dalam beberapa hari. Tetapi cjengan jatuhnya Takengon dan Tangse pada
akhir November, kaum pemberontak telah terusir dari daerah perkotaan. Mereka
mengundurkan diri ke pedalaman.
Terganggunya kehidupan sehari-hari merupakan dampak utama
pemberontakan tersebut terhadap rakyat, sebab kebanyakan penduduk setempat
terlibat di dalamnya. Sistem pemerintahan daerah menjadi lumpuh karena banyak
pegawai yang asli Aceh bergabung dengan pemberontak, atau mendukungnya secara
tidak langsung. Di Kutaraja, hanya satu orang bupati yang berada di kantornya,
sedangkan sisanya bergabung dengan pemberontak secara "terbuka" atau menghilang
tanpa berita.43 C Van Dijk menambahkan depaitemen yang paling banyak pengikut
PUSA-nyalah yang paling banyak terkena karena pegawai-pegawainya membelot.
Pegawai pemerintah daerah di Jawatan Agama, urusan sosial, dan penerangan telah
meninggalkan peke1:jaannya dan mengikut kaum pemberontak, Jawatan Pendiclikan
menghaclapi masalah yang sama pentingnya yaitu guru mengungsi ke Medan atau
mengungsi. Pada bulan pertama pemberontakan mereka menolak kembali kc Aceh
dengan mengatakan, mereka lebih suka dipecat.
Untuk melanggengkan kekuasaaannya, para pemberontak Darul Islam ticlak
hanya bergerak secara fisik dalam artian dengan pengerahan kekuatan militer. Dia
juga mencoba membuka "space" diplomasi di luar negri. Kehadiran Hasan Muhamad
Tiro,"·' seorang putra Aceh, di dunia internasional. Memang sulit membuktikan sifot
~-· .. ·····----------43 Nazaruddin Syan1suddin,ibid, h.291 ..i..i lahir di desa 'riro, dekat Lmntneulo di pidic. Pada za1nan Bclanda dia sa!ah scorang 1Y\urid
Daud Beureuh di Madrasah BlnnP- PasP.h di ~ioli sf'_rlnnoknnnnrki 7ninnn if>nnno- rlin h1•l!ii!11' rli nPrm1r11.-.n
54
gerakan Hasan Tiro, apakah dia bagian dari Darul Islam Aceh atau dia bergerak
secara Independen tanpa memiliki afiliasi dengan Darul Islam45• Sejauh ini penulis
belum menemukan data yang akurat bahwa dia bergerak atas rekomendasi atau
perintah dari pimpinan Darul Islam, jadi untuk kesimpulan awal dia bergerak secara
personal tanpa memiliki ikatan dengan Darul Islam.
la muncul sebagai "Duta Besar Republik Islam Indonesia" di Amerika Serikat
dan perserikatan bangsa-bangsa (PBB), dengan sebuah surat terbuka ke1>ada perdana
mcntri Ali Sostroam[ioyo. Surat ini disiarkan oleh surat-surat kabar Amerika dan
Surat-surat kabar Indonesia yang terbit di Jaka1ta. Dalam surat itu Hasan Tiro
menuduh pemerintah Ali Sastroamijoyo telah menyeret bangsa indonesia ke dalam
keruntuhan ekonomi dan politik, perpecahan dan perang saudarn serta agresi terhadap
rakyat Aceh46• Usaha yang dilakukan Hasan Tiro ini tidak lain bertujuan untuk
mendapatkan simpati dari dunia internasional. Dan ada beberapa target yang ingin
dicapainya, pe1tama, agar perserikatan bangsa-bangsa mengirim penyidik ke Aceh
atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di sana, kedua, agar Dunia Islam
mengetahui bahwa telah te1:jadi pembunuhan masal terhadap ularna di Indonesia dan
sebagai konsekwensi logis Dunia Islam harus mempe1juangkan pengakuan
internasional akan mendukung moril dan materil untuk Republik Islam lndonesia47
Hukun1 Univcrsitas lsla1n Indonesia (Ull). Pada tahun 1960 menerima beasis\va untuk mclanjutkan studinya di Univcrsitas Columbia, Amerika Serikat.
'15 Hasan Tiro yang dibahas di atas bukanlah I-Iasan tiro yang 1nendeklara::;ikan Gerakan Acch
t'vlcrdcka ( GArvl) yang dia cetuskan pada 1nasa Ordc Baru tepatnya tahun 1976 '16 Al-Chaidar, Aceh bersilnbah Darah, 111eng1111gkap penerapan status daerah operasi n1i/i1er
(00,\l) diAceh 1989-1998, (Jakaita: Pustaka Al-Kautsar, 1998), cet I, h.33
BAB JV
Akar Masalah Pemberontakan Darnl Islam Aceh
A. Pcmbubaran Propinsi Aceh
Seperti yang telah disebut di awal, Aceh pada zaman dahulu merupakan scbuah
kerajaan Islam yang pernah mengalami kejayaan di tingkat nasional rnaupun
internasional. Jika bukan bisa dikatakan kerajaan islam terbesar di Asia Tenggara. Faktor
inilah yang pada akhirnya membentuk psikologi superior di rnata 1iiasyarakat Aceh.
Karena mcmiliki sejarah gemilang mungkin menyebabkan terbentuk suatu perasaan yang
kuat dan ··nasionalisme sempit", .1uga menghantarkan Aceh sulit dikalahkan oleh
kolonialismc Belanda. lronisnya ketika Acch memasuki zaman kcmerdckaan sif'at
"nasionalismc sempit" itu yang pada gilirannya menghantarkan mcrcka pada
pemberontakan tcrhadap pemerintah pusat yang notabcncnya tcrpusat di pulau .Jawa.
Pada zaman .Jepang Acch benar-benar sebagai daerah otonorn, pada tahun 1945 ia
menjadi salah satu rcsidcn propinsi Sumatra. Walaupun clewan pcrwakilan propinsi
sumatra memutuskan dalam sidang yang pertrnna bahwa sumatra akan tcrbagi dalam tiga
sub propinsi, di antaranya Sumatra Utara, yang tcrdiri dari : Aceh, Tapanuli clan Sumatra
Timur. Aceh terns berfungsi hampir sebagai daerah yang otonom. Pada tahun-talmn
kekacauan sesudah masa penduclukan Jepang, Aceh melaksanakan urusan pemerintahan
dan militernya sencliri tanpa banyak campur tangan dari luar. 1 Untuk masa yang singkat
antara Agustus 1947-1948, sesudah aksi militcr Belanda yang pertama, situasi ini
malahan dengan resmi dinyatakan Aceh bersarna Langkat dan Tana.h Karo sebagai suatu
daerah mi liter yang dikepalai seorang Gubernur Militer. Sejak tahun 194 7 Daud Beureuh
1 (~orneliC\ Van Oiik. Darul bdrnn St>hunh PPn1hPrnnt11k11n finl-<lrt:!'.1 · r.r,,f~t; Dr,,cc- l OQ1\ h ')'71
56
menjadi gubernur militer dari propinsi Sumatra Utara atas nama republik Indonesia
(walaupun dalam kenyataannya hanya sebagai gubernur Aceh, karena daerah Sumatra
Utara lainnya diduduki Belanda). Keotonomian Aceh juga dipertegas B.J Boland, yang
mengatakan dalam tahun 1948 Aceh memperoleh organisasi pemerintahan daerahnya
sendiri, sehingga daerah itu dapat berkembang secara mandiri. Untuk sementara waktu
masalah keuangan dan ekonomi dapat diatasi melalui perdagangan barter.2
Akibat agresi Belanda yang kedua tanggal 19 Desember 1948, menyebabkan
lumpuhnya pemerintahan pusat untuk sementara waktu, karena pihak Belanda berhasil
menculik presiden Soekarno dan beberapa pejabat pemerintahan.3 Maka Mentri
Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukit Tinggi diberikan
mandat untuk mendirikan pemerintahan darurat di Surnatra.4 Kcmudian Syafruclclin
Prawiranegara mengangkat Daud Beureueh sebagai gubernur militer Aceh, Lm1gkat clan
Tanah Karo. Agustus 1949 Syafruddin mengunjungi Aceh dan segera mcnghadapi
tuntutan-tuniutan yang keras dari pemimpin-pemimpin Aceh untuk memberikan Acch
status propinsi. Tekanan clemikian besarnya hingga ia terpaksa melakukan pembentukan
propinsi Aceh.
Dengan menggunakan kekuasaan istimewanya, Syafruddin Prawiranegara pada 17
Desember 1949 mengeluarkan peraturan wakil Perdana Mentri/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang 110:8/WKPM tahun 19495 yang menyatakan Sumatra Utara·
terbagi dalam dua propinsi : propinsi Aceh (termasuk sebagian Langlrnt), dan propinsi
2 B.J Boland, Pergwnu/an l,/am di Indonesia, op cit, h.76 ' Untuk lcbih jelasnya ten tang perebutan kola Y ogyakmta dan penangkapan presi<len Ii hat, Sejarah
TN/ (/N5-/949), (Jakarta: Markas BesarTentara Nasional Indonesia Pusat Sejarah dan Tradisi TN!, 2000) jilid I, h. 177
4 Li hat, l\1estika Zed, Pen1erintahan Darural Republik Indonesia, Sebuah A1ata Rantai Sejarah yang Terlupakan. (Jakmta : Grafiti Press, 1997)
5 Hardi_ A ni N11xinnnli-.n1P runlilrnn Ponaolnnu111 { fo'.ll:--:trto'.l • D'T' r.11nnnn A,.,.,.,,,..\ ,, I '1'1
57
Tapanuli atau Sumatra Timur. Pembentukan propinsi Aceh merupakan masalah yang
menclesak , yang ticlak mengikuti proseclur hukum biasa. Menurut cara yang lazim
pembentukan propinsi Aceh harus melalui Unclang-unclang DPR, dalam konteks sekarang
hal ini telah cligantikan oleh suatu peraturan wakil perdana mentri tanpa berkonsultasi
clengan clewan pertimbangan. Aclapun alasan yang kuat yang menyebabkan ticlak melalui
cara-cara di atas, pe11ama, karena ticlak acla dewan clemikian yang suclah terbentuk, kedua,
mengingat mendesaknya guna memperbaharui struktur pemerintah.
Oposisi terhaclap langkah-langkah Aceh ini tumbuh dengan cepat di clalam
maupun di luar Acch. Di salu pihak, pcmcrintah repuhlik Indonesia yang baru di
Yogyakarta, di bawah Perdana Mentri Abdul Halim, merasa sukar menerima propinsi
Aceh. Para pemimpin di Y ogyakarta percaya bahwa propinsi-propinsi baru di Su111atra
' Utara itu didirikan secara tidak konstitusional. Meskipun Syafrudclin 111cngernukaka11
bahwa pernberian status propinsi kepada Aceh telah mendapat persetujuan Hatta (wakil
presidcn), para pernimpin di yogyakarta tetap rnenolak untuk mengakui, rnereka pcrcaya
bahwa Syafrudclin ticlak memiliki kekuasaan konstitusional untuk mengubah struktur
negara. Menurut Hardi, pemberian pernerintah terhadap pembentukan propinsi Aceh
merupaka sebuah sikap yang bertentangan dengan persetujuan RlS clan RI dalam ·
konfrensi rneja bundar (KMB) di Den Haag pada tahunl 949 yang telah memutuskan
Indonesia clibagi dalam sepuluh propinsi. Adapun Sumatra dibagi dalam tiga propinsi,
jika Aceh dibagi dalam propinsi sendiri, berarti Sumatra akan tercliri dari empat propinsi,
ha! ini dianggap sebagai pelanggaran terhaclap pedanjian antara RIS dengan republik
lnclonesia. 6 Bentuk penolakan terhadap propinsi yang baru ini terlihat dari ketidak hadiran
6 l·lardi, Daerah Istiinewa Aceh, Latar Belakang Politik dan Masa Depannya, (Jakarta: Prr Ci ta Panr.a o;;pr::inok~i 1 QC)1\ h 1 ')()
58
seorangpun dari pemerintah untuk menghadiri pelantikan gubernur Aceh Daud Beureueh
pada tanggal 30 Januari 1950.
Para pemimpin Sumatra Utara juga memberi reaksi yang t>ama dengan pemimpin-
pemimpin di Y ogyakai1a. Mereka bahkan menyalahkan Syafruddin karena ticlak
berkonsultasi dengan gubernur Sumatra Utara Mr S.M Amin dan dewan perwakilan
, rakyat daerah (DPRD) Sumatra Utara sebelum keputusan ini dibuat, dan ia juga
disalahkan karena mengaclakan persetujuan dengan beberapa tokoh Aceh clan Tapanuli
saja. Mereka menuduh bahwa pemisahan Aceh dari Sumatra Utara bertujuan untuk
melayani kepentingan beberapa pemimpin Aceh saja, dan merupakan wujud kedaerahan
saja. 7 Munculnya suara-suai·a sumbai1g terhadap propinsi Aceh tentu saja membuka
kembali ketegangan yang terjadi di Aceh. Kaum ulebalang yang selama ini
tennarginalkan sejak peristiwa cumbok 1946 ikut berperan dalam mernpengaruhi
kebijakan pemerintah Sumatra Utara maupun pusat.
Langkah awal yang dilakukan unsur-unsur ulebalang pada bulan Agustus mcreka
nrnlai mengadakan kampanye menentang propinsi Aceh , baik melalui surat-surat kabar,
maupun dengan penyebman pamflet-pamflet. Alasai1 utama yang mereka kemukakan
dalam kampanye menentang pembentukan propinsi Aceh, ialah bahwa maksud kaum
PlJSA yang sebenamya dalam pembentukan propinsi Aceh ialah mengkonsolidasikan
kekuatan clalam satu bentuk pemerintahai1, supaya mereka dapat mempertahankan diri
andaikata pada suatu waktu pemerintah ingin mengambil tindakan terhadap mereka alas
kejahatan-kejahatai1 yai1g telah mereka perbuat yaitu, pembunuha.n i1lebalang-ulebalang
7 Insider, Atjeh Sepintas lalu, (Jakarta : Archapada, 1950), h.51-56, lihatjuga, Hardi, Api Nasionalisrne. lo cit. h.123
59
serta keluarga mereka dau perampasan harta kekayaan mereka. Hal di atas merupakan
alasan politik, adapun alasan teknis :
I. Aceh tidak mempunyai tenaga-tenaga ahli seperti sarjan hukum, insinyur
ataupun dbkter, baik tenaga pemimpin, rnaupun tenaga pelaksana
2. Aceh tidak mempunyai sumber keuangan yang cukup untuk membiayai suatu
propinsi
3. kalau Aceh diberikan status propinsi bagaimana dengan daerah lain di Sumatra
clan seluruh Indonesia8
Keputusan pernerintah pusat membubarkan propinsi Aceh clan rneleburkannya ke
dalam propinsi Sumatra Utara, memiliki alasan tersendiri yang memang merupakan
sebuah keniscayaan. Nazaruddin Syamsuddin mengomentari ala:mn pemerintah, bahwa
pemerintah pada waktu itu dipimpin oleh Kabinet Hatta menganggap bahwa reorganisasi
propinsi-propinsi itu memaug diperlukan bukan hanya karena ha! itu merupakan
konsekuensi logis dari langkah kesatuan, tetapi juga didorong oleh pertimbangan efisiensi
yang telah menjadi ciri khas dari kabinetnya.9 Dalam ha! ini perlu diingat bahwa
konfrensi meja bundar mengakibatkan kabinet hatta mewarisi utang yang hams dibayar
clan sekal igus mengurangi beban keuangan pemerintah, maka pemerintahan haruslab
efisien. Hal ini solusi yang paling tepat adalah pengurangan jumlah propinsi, yang juga
berarti memo tong pengeluaran pemerintah dalam jumlah yang besar10
Di satu sisi, Masyarakat Acch mcmandang kcbijakan pcmcrintah pusat mcrupakan
sebuah ·•Blunder Politik" yang mcmang scharusnya tidak dilakukan, Karena akan
:-: Abdul Haris Nasution, Men1enuhi panggilan Tugas, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1983), jilid 3, h.239
9 Nazaruddin Syan1suddin, op cit, h.43 w Sa1nsuddin I-Iaris, et al, Indonesia Di A1nbang Perpecahan? Kasus Aceh, l?iau, Irion .Jaya, dan
Tilnnr Tii11ur (J;cik::i1i::i · Prl;:inpo-;:i JQQ()\ h .10
60
menghantarkan ketegangan secara horizontal antara pemerintah pusat dengan masyarakat
Aceh. 0 !eh karena itu reaksi mereka mun cul segera S<~telah pemerintah pusat
mengumumkan pembubaran propinsi Aceh, bahkan reaksi ini pun sudah muncul ketika
pememerintah pusat berencana untuk mereorganisasi propinsi-propinsi. Setidaknya
sebagai con!oh kecil, bisa dilihat respon T. Alibasya Talsya (salah satu anggota DPRD)
ketika mendengar pemberitaan tersebut, seperti yang diungkapkan :
" ka/a11 Aceh tidak mendapat propinsi sendiri di bawah pimpinan pemerintah pusat,
maka kami pulra-putra Aceh yang duduk dalam pemerintahan sekarang clan yang
sepahmn dengan cita-cita ini akan mengundurkan diri. Di .mat pemerintah p11.i·at
menolak tun/utan tersebut (memheri status propinsi Acehlpen) maka di.mat itulah
kwni ke/uar dari badan pemerintahan dan di saal iluiah manda! kami kemba/ikan
I pe111erintah daerah Aceh) kepada pemerintah pusal ··11
reaksi yang sama juga disuarakan oleh para DPRD Aceh, dengan mengeluarkan sebuah
mosi yang menuntut dipertahankannya propinsi Aceh. Mungkin menjadi sebuah
pertanyaan kenapa Aceh sangat bersih kukuh dalam mempertahankan status propinsinya '?
rnasyarakat Aceh rnenganggap bahwa dalam bidang sosial-ekonomi rakyat Aceh merasa
!ertinggal jauh dari rekan-rekan mereka dalam propinsi sumatra Utara yang baru dan
dalam bidang inilah kepentingan Aceh berbeda dari kepentingan-kepentingan daerah
lain 11
Dalam hal ini DPRD Aceh sebagai representasi masyarakat mengemukakan
bahwa propinsi barn itu tidak akan mampu mengatur daerah-claerah tersebut secara
efisien. Karena beberapa perbedaaan intensitas pembangunan dan pengalaman pada masa
11 Muhamad Gade Ismail, Tantangan dan Rongrongan ... , op cit, h.46 12 rrwnr>li<:" \/nn rliilt /H'l roil h ')~"
61
lampau. Rakyat Aceh percaya bahwa propinsi barn itu tidak akan mampu mengatasi
berbagai rnasalah yang rnuncul di claerah tersebut sehingga propinsi baru itu ticlak clapat
cliterima rakyat Aceh. Mengingat Aceh pada masa lalu sangat anti terhadap kolonialismc
sehingga Aceh sangat ketinggalan dalam ha! tekhnologi dasar (pencliclikan), infrastruktur
pertanian, clan komunikasi. Mereka yakin bahwa pemerintah propinsi yang barn ticlak
akan clapat memberikan perhatian yang penuh kepada Aceh, sebab masalah pembangunan
di sana haruslah dibedakan clari Sumatra Timur dan Tapanuli. Hal-ha! yang sangat
clibutuhkan oleh rakyat Aceh ticlak akan menjacli kebutuhan bagi bagian-bagian lain clari
propinsi itu.
Di samping itu, perbeclaan-perbedaan sosio-kultural, seperti aclat mengenai tanah,
perkawinan, clll, akan menyulitkan pemerintah propinsi berhubungan clengan masyarakat
Aceh, Sumatra Timur clan Manclailing. Di sisi lain bahwa Islam telah terintegrasi dalam
setiap bagian kehidupan sosio-kultural rakyat Aceh. 13 Sehingga rnencipatakan clampak-
dampak psikologis terhaclap rakyat Aceh, clan ini tentu membedakan mereka clari rakyat
Sumatra Timur clan Manclailing. Dari suclut politik, Aceh telah menjacli kesatuan scjak
, dahulu, karena itu mereka meminta agar kesatuan ini jangan dipecah dan memindahkan
kiblatnya clari Kutaraja ke Medan. Apabila ini te1jacli rakyat Aceh ticlak akan menclapat
apapun kecuali clominasi Sumatra Timur clan Tapanuli. 14
Terlepas clari reaksi yang diekspresikan DPRD Aceh, pemerintah mulai
mencmpuh jalan negosiasi clengan mengutus pma clelegasinya yang clipimpin oleh kabinet
Natsir yaitu Mr Assat untuk melakukan perunclingan dengan masyarakat Aceh. Tapi
pertemuan ini ticlak memuaskan masyarakat Aceh, clisebabkan keputusan sepihak yang
"untuk lebihjelasnya lihat, Nana! Fatah Natsir, "lntegrasi Nilai Adat dan Agama Dalam 1\40.\:Farakal Aceh: sebuah penga111ata11 Per111ulaan" Miinbar Studi, Depag RI IP.JN Sunan Gunung Jati, VIII, (agustus, 1958)
1,1 ),.J,._,..,,~.,,..1,..1: ... c.,..,,.....,,..,.,.1,..1:..,. ,..,,~ ,.;, h A?:
62
dilakukan pemerintah, dan juga disinyalir delegasi telah diintervensi pihak unsur-unsur
ulebalang. Tanpa mengindahkan apa yang diharapkan masyarakat Aceh umumnya. Maka
pacla tanggal 14 Agustus 1950 pemerintah pusat yang dimotori M Natsir membubarkan
propinsi Aceh clengan keluarnya peraturan pemerintah nomor 8/DES/WKPM tahun 1949.
tentang pembentukan propinsi Aceh clan menetapkan pembentukan propinsi Sumatra
utara yang meliputi Keresiclenan Aceh, Tapanuli dan Sumatra Timur15
Pada tanggal 25 Januari 1951 Abdul Hakim diangkat sebagai gubernur propinsi
Sumatra Utara. dengan Medan sebagai ibukota propinsi, Ke kota inilah pegawai bekas
prop1ns1 i\cch kcrnudian harus pindah. Unluk dacruh Acch diangkal ~corang rcsiden
koordinator yang bernama Danurbroto untuk mengawasi terselenggaranya pcmcrinlahan
setempat. 16 Hal ini tentu saja membuat rakyat Aceh marah alas keputusan pemcrinlah
pusat rnembubarkan pemerintah Aceh.
B. Penghapusan Sistem Perdagangan Barter
Orang-orang Aceh terkenal sebagai "pedagang sejak lahir". Dengan keahlian ini.
mereka clapat mengembangkan hubungan cliplomatik clengan negara lainnya pada awal
1920 an. Mereka memiliki kebebasan untuk melakukan perclagangan dail bisnis dengan
perusahaan clan wilayah manapun di daerah Asia Selatan clan Tenggara. Mereka dapat
mengekspor clan mengimpor barang clengan bebas, pelabuhan-pelabuhan kecil di
scpan1ang bagian timur, utara clan baral juga selatan Aceh berkembang scbagai pusat
"Sejarah Daerah Propinsi Daerah lstimewa Aceh, (Jakm1a: Departemen P dan K, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, l 997), h. l 85
](J r>-·-·--1'.- \T ___ r..'.!L _•, L "'""'"'
63
bisnis kecil selama berpuluh-puluh tahun. Label-label toko sebagai perusahaan "ekspor
dan impor" dikirim kemana-mana antara tahun 1930-an sampai 1945 dan awal 1950-an. 17
Pada awalnya para Pedagang Aceh dapat terus melakuk:m perdagangan Barter
yang menguntungkan melalui selat Malaka dengan Penang dan Singapura, Tanpa
mengalami rintangan sedikitpun. Tetapi menjelang tahunl 947, Belanda mengadakan
blokadc laut yang membahayakan pelayaran, namun ha! itu tidak begitu menggetarkan
hati para pedagang Aceh. Ekspor komoditi yang paling penting adalah karet dan minyak
'kelapa sawit, kopra dan buah pinang yang memiliki harga yang cukup tinggi di Malaya 18
Peleburan propinsi Aceh ke dalam propinsi Sumatra Utara seperti yang telah
dijelaskan di awal, ikut mempengaruhi kegiataan ekonomi masyarakat aceh. Karena
setelah pe111bubaran propinsi Aceh diikuti oleh kebijakan pemerintah tentang pcrubahan
prosedur u111u111 perdagangan ekspor, yang mempunyai arti bahwa kcndali alas kcgiatan
ekonomi Aceh beracla di tangan orang bukan Aceh di Medan. Hal ini berarti bahwa
prosedur untuk 111e111peroleh lisensi ekspor ticlak semudah kctika mereka hanya pcrlu
berhubungan clengan badan-baclan pe111erintahan Kutaraja. Adalah fakta bahwa
pengurusan lisensi dengan aparatur pe111erintahan di Medan bukan hanya 111eminta waktu
yang lebih panjang karena hambatan birokratis clan ko111unikasi yang buruk, akan tetapi
juga clipersulit oleh praktek-praktek diskriminatif pajabat setempat terhaclap para
peclagang Aceh.
Selain dikeluarkannya kebijakan baru 111engenai prosedur u111u111 perdagangan
ekspor, pc111erintah juga mengeluarkan keputusan barn tentang penghapusan perdagangan
17 Qis111ullaJ-} Yusuf, Ke111erdekaan, Otono1ni, atau 1Vegara Federal: Suara Rakyat Aceh. dalan1 lkra Nusa Bhakti daii Riza Sihbudi, (ed), "Kontroversial Negara Federal: Mencari Bentuk Negara Ideal Indonesia Masa Depan", (Bandung, Mizan, 2002), h.199
18 Audrey R Kahiµ, Pergo/akan Daerah Pada A11•a/ Ken1erdekaan, (Jakaita: Pustaka Utan1a Grafiti,
'
64
barter pada bulan februari 1952. Fenomena di alas sangat memukul para pedagang,
sekaligus mempengaruhi petani dan ekonomi daerah pada umumnya. Setelah itu te1jadi
penurunan volume impor dan ekspor secara terus menerus ke dan dari Penang, yang
merupakan sebuah pelabuhan dagang tradisional bagi rakyat Aceh, kemudian kegiatan
pasar di claerah itu menurun clan harga yang cliterima petani kecil untuk produk ekspor
jatuh. 19
Bagi pemerintah pusat, penghapusan sistem perdagangan barter yang te1jacli di
Aceh hanya berarti hilangnya beberapa persen clari clevisa dalam perdagangan antara
Aceh dan Penang. Di lain pihak, akibat perdagangan baiter ini jauh lebih berarti bagi
ekonomi Sumatra Timur dan Tapanuli. Pertarna, karena sebagian impor itu clilempar ke
Medan, ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Aceh dengan penduduknya yang sedikit
merupakan pasar yang terlalu kecil w1tuk menainpung semua bmang-barang yang
diimpor. Kedua, kegiataan ekspor di Sumatra Timur dan Tapanuli ikut juga terpengaruh
karena perdagangan barter telah menghisap sebagian barang ekspor yang dihasilkan
Sumatra Timur dan Tapanuli ke pelabuhan-pelabuhan di Aceh. Dengan akibat
berkurangnya kegiatan ekspor melalui pelabuhan Medan, Belawan, misalnya dari 5000
ton karet yang di~kspor melalui pelabuhan Kuala Langsa di Aceh Timur pada tahun 195 L
menurul laporan enam puluh persen berasal clari Sumatra Timur. Transportasi karcl sccara
tidak sah atau ilegal Clari Sumtra Timur ini menimbulkan kerugian pemerintah lebih dari
satu juta dolar singapura setiap bulannya. Oleh karena itulah pada pertengahan tahun
1951 pihak bea cukai menyerukan kepacla pemerintah pusat supaya menghentikan
perdagangan barter tersebut.
j<) ~·
65
Narnun rakyat Aceh memandang penghentian perdagangan barter dengan cara
yang berbeda, sebab bukm1 hanya pedagang yang dirugikan melainkan juga para petani,
baik sebagai penghasil komoditi ekspor maupLm sebagai konsumen. Tidak sarna halnya
dengan para petani di jawa atau di sebagian Sumatra Timur, petani-petani di Aceh tidak
semata-mata tergantung pada produksi beras. Kiranya tidak berlebihan bila dikatakan.
bahwa setiap petani di daerah pesisir Aceh memiliki sepetak kebun kelapa sehingga
produksi kclapa rnclcbihi kebutuhan mcrcka. Makna daripada sislcm pcrdagangan barl<:r
bagi rakyat Aceh terletak pada kenyataan bahwa kopra merupakan salah satu barnng
ekspor utama Aceh dan, berbeda dari Sumatra Timur bahwa kebun kelapa dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan swasta, para petani di Aceh menguasai produk kopra itu. Prosedur
ekspor clan impor yang praktis dari sistem perdagangan bmter juga menguntungkan para
pedagang Aceh sebab di sana tidak terclapat banyak importir dan eksportir yang terampil
dan mernpunyai lisensi. Oleh sebab itu, sistem perdagangan baiter mempunyai arti yang
sangat besar. baik bagi para saudagar maupun petani Aceh.20
Karena itu:lah keputusan pemerintah pusat untuk mengakhiri sistem perclagangan
barter, sangat memukul pedagang clan petani. Dan juga memberi clampak yang serius
kepacla para petani, sebab diikuti oleh merosotnya harga kelapa di pasar setempat.
Dengan clemikian, berakhirnya sistem perdagangan barter membawa akibat yang sangat
fatal bagi para pedagang Aceh urnumnya sebab menghancurkan modal mereka. Hal ini
pada gilirannya menggangu keseimbangan antara eksportir cina dan Aceh karena
scmbilan puluh pcrscn cksportir yang beroperasi di Aceh belakangan adalah kcturunan
Cina, paclahal pada masa perclagangan barter jumlahnya aclalah sama. Jacli kebijakan
66
pemerintah pusat dalam bidang ini sangat menguntungkan pedagang cina dan merugikan
pedagang Aceh.21
Sebenarnya, bukan para petani dan pedagang saja yang terpengaruh oleh
penghapusan sistem perdagangan barter, akibatnya juga terasa dalam aspek-aspck lain
dari kehidupan rakyat Aceh. Merosotnya volume ekspor dan impor menyebabkan
kehidupan buruh-buruh pelabuhan juga terancam. Hal ini bukan saja mernpengaruhi
tingkat kesempatan kerja, tetapi juga mengurangi pendapatan masyarakat secara luas.
Umpamanya, sebanyak empat ratus buruh menganggur di pelabuhan Kuala langsa sebab
pelabuhan itu hanya sanggup mempeke1:jakan lima puluh orang, dengan pendapatan rata-
rata perbulan lel:\ih kurang sama dengan dua hari ke1:ja pada masa berlakunya
" perdagangan bmiec·
Dengm1 demikian proses pemiskinan tidak terhindarkim. Para buruh tc1vaksa
meninggalkan kehidupan rnereka yang relatif lebih baik, kini hanya mampu bcrtahan
hiclup dengan rnenjual hmia bencla mereka atau pergi ke penggadaian milik pemerintah.
atau paling pergi melaut. Banyak para wanita yang semula dipeke1:jakan dalam usaha
kopra clan pinang, secara terpaksa meninggalkan peke1jaan mereka. Juga bisa dilihat
bagaimana dalam penghapusan perclagangan barter terhadap kegiatan di pelabuhan. Di
pelabuban Kutaraja hampir tidak ada kegiatan pada bulan Februari clan Maret 1952.23
C. Pertarungan Kekuatan Lokal
Suatu ha! yang tak dapat dibantah, bahwa dalam mematangkan suasana
munculnya pemberontakan Darul Islam Aceh terhaclap pemerintah pusat yaitu,
11 Ibid. h.80 22 Sclaina n1asa barter, pendapatan hariaan rata-rata dari seorang buruh antara Rp 75 dan Rp I 00 '3 Nazarucldin Syamsuddin, op cit, h.81
67
pertentangan antara ulama (PUSA) dan ulebalang yang kedua-duanya merupakan elit
sosial masyarakat Aceh. Sebenarnya pertentangan ini sudah berakar lama dalam lubuk
hati kedua golongan yang senantiasa bersaing itu. Beberapa mingguan yang terbit di
Medan, seperti penjedar di bawah pimpinan Xarim m.s dan seruan kita di bawah
pimpinan, Mohamad Said, penuh dengan kecaman tajam dan serangan sengit terhadap
ulebalang. Segala sesuatu kejahatan yang telah dilakukannya terhadap rakyat dibongkar
dan dikupas habis~lmbisan. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan hubungan antara
ulama clan ulebalang ll'enjadi genting.24
' Seperti yang telah diulas di awal, perseteruan ini terjadi sejak zarnan Belanda25
clan diteruskan pada zaman Jepang juga pada paska proklamasi indonesia tepatnya pada
peristiwa Cumbok (1946). Peristiwa inilah yang menyebabkan ulebalang harus kehilangan
segala-galanya, baik dari segi ekonomi maupun politik. Maka scpcrli disinyalir Isa
Sulaiman, Aceh merupakan suatu daerah yang rawan dari pertenlangan kekuatan clit
sosial masyarakatnya. 26 Yang bisa clikelompokan di antaranya : Ularna reformis yang
tergabung dalam PUSA clan sisa-sisa Ulebalang juga ulama traclisional yang lebih pro
terhaclap kaum ulebalang.
Sejak pemerintah pusat berencana menghapuskan propinsi Aceh, memunculkan
gejala krisis dalam kepolitikan di Aceh. Beberapa individu yang cenclerung kepacla
ulebalang (yang telah kehilangan kekuatan pilitik clan ekonomi) melihat rencana itu
sebagai ''durian jatuh", sebab dimanfaatkan sebagai titik balik untuk mengurangi posisi
para ulama PUSA dalam politik. Unsur-unsur kekuatan ulebalang muncul kembali
2·1 Nur el ibrahirny, op cit, h.75
25 Abdul Rani Us111an, Sejarah Perdaban Aceh, Suatu Ana/isis lnteraksionis, lntegrasi clan kn1?flik, (Jakarta: Yaynsan Obar Indonesia, 2003), h.119
1'' M Isa Sulairnan, Adat, Islam dan revolusi, Suatu Relleksi Terhadap Perang cumbok Dan
Ekspedisi Tentara Pe1:juangan Rakyat, dalam Hanri Charnbert-Loir Dan Hasan Muarif Ambari, "Panggung (!,,;, 11 .,-,/~ [),,,.,.",,,/,,./,,-.,~!',,.,,,A,, f),.,,/'f),. (),,.~,,., 1 ,,.~.h--~,/" VIII I, ~"l'7 ..:"!O
68
sebagai kelompok yang menantang para pemimpin PUSA berkenaan dengan peranan
mereka pada masa lalu.
Kegiatan sejun;ilah individu (yang cenderung ke ulebalang) diperlihatkan secara
terbuka melalui penerbitan beberapa surat pembaca dalam surat kabar Indonesia Raya,
selain itu, mereka juga menerbitkan buletin, umumnya dalam bahasa Aceh clan
menyebarkan pamflet-pamflet. Setelah rencana pemerintah untuk membubarkan propinsi
Aceh diumumkan kepada masyarakat, T.T (Teuku Teungoh) Hanaliah. putra scorang
ulebalang di Aceh Timur clan kemenakan almarhum Residen Teuku Nya Arif. melalui
sebuah tulisan dalam Indonesia Raya, Menuduh PUSA dan para pernirnpinnya telah
beke1:jasama dengan Belancla pada masa sebelum perang dalam rangka menghancurkan
unsur-unsur nasionalis seperti Nya Arif. Dalam surat terbuka yang sama, ia .1uga
mcngkritik beberapa orang pemimpin PUSA sebagai orang yang terlibat dalam
pembantaian lerhadap kaum ulebalang pada masa revolusi Cumbok clan merampas harta
benda mereka. Ia menggugat bahwa tuntutan propinsi dibuat oleh para pemimpin PUSA
hanya untuk menutupi kesalahan-kesalahan mereka pada masa Jampau27
Usaha yang dilakukan Hanaliah terns berlanjut. Bahkan kali ini ia mengkritik para
ulama PUSA clengan kritikan yang pedas, para ulama PUSA dituduh telah rnembentuk
Comite f:{111 Ontvangst (panitia penyambutan Belanda) sebelum penyerahan jepang demi
mcndap:1tkan sin1pati Belanda. Dia juga mcnggugat para pc111i111pin Pl!SA atas kc111atian
Arif pada bulan april 1946 dan 111endcsak pemcrintah pusat agar membawa mcrcka kc
1·1 '8 pengac 1 an.-
27 Nazaruddin Syamsudin, op cit, h.52 28 0--·-·-·- ! .. : !.!-- T"\!l'.t .. ;. T"\! T ---!~-- T r.~1-- ~.f 1'.J.,,. Cl Jl ... ,.,.,h;...,,., ,..,..,. ...,jt h '),10
69
Tentu saja tuduhan-tuduhan terbuka ini sudal1 cukup memicu perseteruan antara
ulama PUSA dan unsur-unsur ulebalang. Melihat kritikan Hanafiah sebagai unsur
ulebalang, maka datanglah jawaban dari PUSA dalam bentuk sehelai pamflet, sehingga
terciptalah "perang pamflet" di antara kedua golongan itu. Pada mulanya kalangan
anggota PUSA tidak bermaksud menolak tuduhan tersebut. Akan tetapi pemimpin-
pemimpin muda mendesak agar organisasi itu melawan dan mengutuk Hanafiah. Oleh
sebab itu, pada awal september 1950, PUSA dan penmda PUSA menyebarkan pamflet
bersama yang bukan hanya mengutuk Hanafia11, melainkan juga unsur-unsur ulebalang
urnumnya. Kalangan PUSA juga membantah terlibat dalam pembentukan Comite Van
Ontvangst clan sebaliknya mereka menuduh Hanafiah, bahwa dia sendirilah yang ikut
pembentukan Comite Van Ontvangst dengan ditunjuknya ia sebagai sckrctaris jendral
panitia di Kutaraja.
Tuduhan PUSA terhadap Hanafiah tidak mcmbuat ia rnembalas tuduhan di alas.
Sebagai gantinya, suatu organisasi ulebalang yang bernama sub Komite Menuntul
Keadila11 dan Pembangunan Aceh, yang barn saja dibentuk di Medan, menanggapi
clengan menyebarkan pamflet. Menyaclari bahwa PUSA mempunyai hubungan yang erat
clengan rakyat. maka Tarmuli (Teuku Abclurrahman Muli), tokoh di belakang organisasi
itu, putra seorang ulebalang yang terbunuh di Aceh Utara, berusaha memisahkan
' pemimpin PUSA clari rakyat. Karena itu Sub Komite menuduh para pemimpin sebagai
manipulator agama, dan bahwa merekalah clan bukan rakyat yang menjadi pembunuh clan
perarnpok harta ulebalang.29
2'J Adapun isi dari pamtlet: ''Mengapa Aceh Di Salahkan" dan"Rakyat Aceh dituduh Pen1bunuh
rl<>n Da1·<>•~,.,,...,.,,t,- ,-.1,,.J~ on DI IC' A /p,,......,.,,.i.., Dl lC' A"
70
Untuk "menggempur"PUSA, maka unsur-unsur ulebalang dan juga ulama
tradisional membentuk BKR (Badan Keinsyafan Rakyat) pada tanggal 8 April 1951.30
Memasuki bulan juli, kedua kelompok (BKR dan PUSA) sudah terorganisir dengan baik,
sehingga keteganganpun tak terhindar Iagi. Para pemimpin BKR melancarkan serangan
besar rnereka yang pertama kali ketika kunjungan presiden Soekarno kc Aceh tanggal 30
juli 1952. Ketika berparade di depan presiclen, keclua golongan itu memberi respon yang
saling bertolak belakang : Jika para pemimpin PUSA menerima Soekarno secara dingin,
juga pelajar-pelajar penclukung PUSA memperlihatkan dendam dalam parade itu clengan
rnernbawa poster-poster yang berbunyi "Kami Cinta Presiden, tetapi lcbih mencintai
agarna", clan "jangan perlakukan Aceh sebagai anak tiri". Seclangkan BKR yang
beke1jasarna clengan orang-orang setempat yang berorientasi kiri mcrnpcrlihatkan
dukungan penuh terhadap presiden, mereka juga rnembawa plakat-plakat scpcrti
<'Hukuman yang setimpal bagi koruptor", "Daud Beureueh menghisap darah rakyat" dan
Rakyat belum berpemerintah", "Jangan rakyat saja yang cliadili, tetapi juga
penyelewengan-penyelewengan milik rakyat". 31
Usaha BKR merapatkan barisan dengan pemerintah pusat untuk menrnkul PUSA
ternyata ticlak mendapat hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat ketika BKR menuntut
agar pemerintah menangani harta milik ulebalang (yang telah dirampas pasca revolusi.
cumbok) yang selama ini clitangani oleh Majlis Penimbang. Tetapi faktanya pemerintah
pusat ticlak bisa memenuhi keinginan BKR clan yang lebih tragis pemerintah tidak mampu
Jo Scperti yang telah disinggung di awal, tujuan pernbentukan BKR untuk rnernbantu pemerintah di tnana perlu, dalan1 me1nberikan pcnerangan tentang kebijaksanaannya dan n1e1nperkukuh hubungannya dcngan rakyat. Langkah a\val yang mereka ternpuh 1nendcsak pe1nerintah pusat 1ne1necat pejabal daerah yang 111crintangi pelaksanaankeputusan pe1nerintah atau 1nereka yang korup dan tidak n1a1npu n-ienjalani pernerintahan. Yang notabenenya pejabal-pejabat daerah didon1inasi oleh PlJSA. Hal ini tcntu saja n1enjadi pukulan telak buat PUSA
11 ~
71
memaksa mf\jlis penirnbang agar menghentikan pelelangan harta-harta itu lebih lai~jut,
meskipun Jakarta sudah rnenetapkan bahwa pelelangai1 itu tidak sah.
Kegagalan ini menyebabkan unsut-unsur ulebalang yang tergabung dalam BKR
lebih condong kepada pernerintahan rniliter claerah32 yang juga membutuhkan rnereka
untuk mengawasi berbagai kegiatan PUSA. Dalam ha! ini, penggeleclahan yang dilakukan
oleh penguasa militer Aceh pacla akhir Agustus atau yang lebih dikenal dengan "Razia
Agustus.. 1951 merupakan moment yang penting bagi para unsur-unsur ulebalang.
Karena penggeledahan yang seharusnya ditt\jukan untuk kalangan kiri atau komunis
berubah haluan menjadi kesempatan untuk balas clendam terhaclap PUSA 33 yang te1:jacli,
banyak dari para pemimpin PUSA terkcna imbas clari kebijakan razia tcrsebut, tak
terkecuali mantan gubernur militer Aceh, Langkat dan Tanah karo yaitu Tengku
Muhamad Daucl Beureueh. Keberhasilan mereka (BKR) dalarn rnemukul PUSA berkat
ke1:jasa111a BKR clengan mi liter daerah yang dikepalai Natsir.
Penggeledahai1 di awal jelas menciptakan perselisihan lebih lanjut di antara clua
kelompok yang bertikai (ulama PUSA clan unsur-unsur ulebalang). Semcntara unsur-
unsur ulebalang menyambut baik razia tersebut, sedangkan pemimpin PUSA mengalaml
hal yang sebaliknya. Mereka merasa dihina hingga menambah dendam yang lebih besar
lagi terhaclap unsur-unsur ulebalang dan juga pemerintah pusat. Perasaan ini kernuclian
disalurkan kepada masyarakat melalui dakwah-dakwah kaum PUSA, keadaaan ini tentu
mcmberi clampak kearnanan clan ketentraman di Aceh
Sebenarya pertikaian di tingkat lokal di Aceh ticlak hanya te1:jacli antara ulama
PUSA vis a vis unsur-unsur ulebalang. Kehadiran kaum kiri atau komunis juga ikut
32 A.Hasjn1y, Sen1angal !vferdeka :70 7'ahun A1enen1puhJala11 Pergola/can Dan Pe1.'iuangan Kemerdelwan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h.406
72
memperkeruh suasana di Aceh. Yang pada akhirnya menggiring rakyat Aceh melakukan
pemberontakan Darul Islam, hal ini setidaknya disinyalir oleh Ali Hasjmy.34
D. Munculnya Less Hitam
Pada tanggal 15 sampai 29 April diadakan kongres PUSA di Langsa. Agenda
yang dibahas pada kongres tersebut salah satunya memberi clorongan guna
memperbaharui clan meluaskan pengaruh PUSA dalam masyarakat. Struktur organisasi
PUSA cliperkukuh clengan clibentuknya organisasi-organisasi masa untuk mengerahkan
para penclukung. Demikian juga cabang pcmucla PUSA yang selama bertahun-tahun ticlak
aktif clihiclupkan kembali, maka cliclirikan persatuan bekas pe1:juangan Islam clan PUSA ·
juga memperkuat penguasaannya atas gerakan pandu Aceh (terkenal dengan Pandu
Islam). 35
Panclu Islam ini ticlak hanya sebatas gerakan pandu, di sampmg latihan-latihan
militcr biasa. kepada para anggotanya diberikan latihan dasar militer,36 clan yang lcbih
mengagctkan, tcrnyata para anggotanya mcncrima latihan militcr clari prajurit-prajurit
berpengalaman khusus clan diajarkan dengan metode menyerang clan menycrbu.
Fenomena ini jelas sekali clilihat sebagai ajang pamer kekuatan, yang oleh pemimpin-
pemimpin di Aceh clianggap sebagai suatu tantangan clan terhadap tuntutan rakyat Aceh.
Meskipun keterangan yang cliberikan oleh pembesar-pembesar dae:rah Aceh (Bupati clan
Pamong Praja) n1enerangkan bahwa keadaan aman clan tentram, tetapi tidak bisa
dipungkiri suasana :clirasakan semakin panas karena adanya latihan militer yang !
clilakukan Pandu Islam yang be~jumlah hampir 4000 orang.
'·' A.Hasjmy, op cit, h.408 35 Cornelis Van Dijk, op cit, h.285 -:r... ,, ~
73
Aktifitas yang dilakukan oleh PUSA dan pemuda PUSA menanclakan akan
te1:jadinya sebuah pemberontakan di Aceh, setidaknya ha! ini yang dilihat oleh pemerintah
'pusat. Kecurigaan pemerintah pusat tentu memiliki sebuah alasan yang kuat, apalagi pada
bulan mei 1953 tertangkapnya Mustafi137 seorang utusan Kartosuwiryo, dia membeberkan
secara gamblang hubungan Daud Beureueh dengan Krutosuwiryo dan rencana mereka
untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NH) dan menjadikan pemberontakan sebagai
instrumennya.38
Memanasnya keadaan di Aceh sudah hampir mencapai titik klimaks. Pada bulan
Agustus rakyat mulai mempersiapkan diri mcninggalkan Aceh atau bcrscmbunyi.
sementara pemerintah terus juga tidak peduli pcringatan-peringatan tentang ketegangan.
Pcnduduk mulai meninggalkan daerahnya menuju Medan dan Sumatra Timur dalam
jumlah yang sangat besar. Kebanyakan mereka ini adalah keluarga ulebalang dan anggota
atau simpatisan partai PKI.39
Di tengah-tengah keadaan yru1g makin memanas, muncul desas-clesus bahwa
pemerintah pusat telah menyusun daftar nama orang Aceh terkemuka yang clinyatakan
akan clitangkap clengan alasan ingin melakukan tindakan makar, menurut sementara claftar
ini memuat 300 orang, termasuk di clalamnya tengku Muhamacl Daucl Beureueh.
' Sedangkaii menurut BJ Bolland, kaum politisi sayap kiri (PK!) di Jakarta pacla
awal tahun 1953 :mulai menyebar desas-desus bahwa Aceh memang seclang
mempersiapkan suan1 pemberontakai1, sebagai tinclak lru1jut dari isu tersebut. Pemerintah
:n Seperti yang telah diulas di bab sebelu1nnya tvlustafa adalah penghubung antara Daud Beureuh dcngan Kartosuwi1yo.
38 Nur el lbrahimy, op cit, h.2 l 39 Cornelis Van Diik. op cit. h.287
74
menyusun "Less Hitam" daftar orang-orang Aceh yang akan ditangkap.40 Less hitam ini
dibawa oleh Sunaryo jaksa tinggi dari Jakmia.
Diketahui belakangan, temyata daftar nama itu sengaja dibocorkan dengan alasan
tertentu yaitu membuat kekacauan di Aceh, yang menurnt Ali Hasjrny dibocorkan oleh
komplotan PKI.41 Karena orang-orang Aceh terkemuka ini merasa mungkin akan
ditangkap, mereka mernutuskan Iari ke gunung.42 Inilah awal pemutusan resmi dengan
pemerintah pusat dan seandainya menggunakan istilah Hermawan Sulistio,43 faktor inilah
yang dikategorikan sebagai faktor pemicu (Triggering factors) munculnya pemberontakan
Darul Islam.
Dan sangat ironisnya, bahwa "less hitam"yang dibawa jaksa tinggi Sunaryo ke
Medan yang kemudian dihocorkan, sebenarnya tidak acla. Dalam artian tidak pcrnah "less
hitam" itu clibuat oleh jaksa agung. Hal ini cliakui oleh perclana mentri Ali Sastroamijoyo,
sepe1ti yang clikemukakan clalam jawaban pcrncrintah tanggal 2 November] 953 clalarn '
rapat paripurna terbuka DPR-RI atas pertanyaan anggota DPR, yang berbunyi 'lvfengenai
pertanyaan /enlang penyusunan dqfiar penangkapan kurang lebih 300 orang, di sini
pemerintah hendak menerangkan bahwa jaksa agung tidak pernah menyusun dl(fiar
tersebut'u
<!CJ B.J Bolland, Pergu1nulan /sla1n Di Indonesia, op cit, h.77 '11 A. Hasjmy, op cit, h.408 ·12 Cornelis Van Dijk, op cit, h.288
•13 Hermawan Sulistiyo, Lawan, Jejak-Jejak Jalan Di Balik Kejatuhan Soeharto, (Jakarta: Pensil
324, 2002), Cet I, h.244 ·l•l "}..j.,,. al lh,.,,,J~:,~..,., ,......,. ,..:~- h '10
75 .
E. Pcnolakan Syari'ah Islam
"Udep sare mati syahid" itulah slogan yang pernah hidup dalam sanubari rakyat
yang hidup di Aceh. Sejarah perlawanan terhadap berbagai bentuk penjajahan di daerah
yang menclapat julukan "serambi Mekah" itLI aclalah sekelumit dari pe1jalanan anak
bangsa rnuslim yang bernama Indonesia. Islam yang menggelora di dada tercermin clari
sikap patriotik yang mereka tampilkan. Perlawanan demi perlawanan senantiasa
ditampakan guna mengusung sebuah misi suci yaitu hidup mulia atau mati syahid.
Sejak Islam singgah di bumi ujung barat Sumatera, saat itu dikenal adanya
kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Peurlak (840 M/225 H), kernjaan Islam '
Samuclra Pasai (560 H/1166 M), kerajaan Tamiang, Pedir clan Meureuhom Daya.
Kemuclian, oleh sultarl Allauddin Johansyah berclaulat (601 I-I/1205 M) Aceh clisatukan
menjacli kerajaan Aceh Darussalan1 clengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam yang
bergelar Kutaraja.45
Sejak itu Islam terus tersebar ke seluruh Aceh. Proses penyesuaian Islam clengan
adat setempat ikut membuktikan bagaimana mengakarnya Islam di clalam dacla
masyarakat Aceh. Sebut saja kerajaan Aceh Darussalam yang cliclirikan Sultan Ali
Mughayat Syah itu adalah sebuah kerajaan Islam yang mencirikan bahwa ia clitegakan
atas asas-asas Islam. Dalam aclat Meukuta Alam yaitu Unclang-unclang clasar kerajaan
Aceh Darussalam, yang cliciptakan atas arahan Sultan Iskanclar Mucla, misalnya
disebutkan bahwa sumber-sumber hukum yang clipakai clalam negara ialah Al-Qur'an,
1-laclits, ijma ulama Ahlussunnah clan Qiyas clan dari segi praktik, syai'iah Islam memang
clilaksanakan clalam hal-hal tertentu.46
~ 5 Natsir Ja1nil, "Seran1bi Mekahjantung Indonesia", Sabili no.9 TH XI, (Noven1bcr, 2003), h.49 ,j(l A I!..-: ..... -·· _:,_ I. "'\AC\
76
Sepe1ii yang disebut di awal ada sebuah pepatah Aceh yang cukup mashur di
kalangan Aceh yaitu hukum ngo adat lagee zat ngo sipheuet (hukum dengan adat seperti
benda dengan sifatnya, tidak terpisahkan) yang dimaksud dengan hukum di sini adalah
hukum Islam yang diajarkan para ulama. ltulah sebanya secara teoritis dalam kebudayaan
masyarakat Aceh tid~k mungkin ada dasar adat yang bertentangan dengan nilai-nilai
ajaran [slam. Walhasil, bila kita menelaah kepada contob kecil misalnya sistem
kepernimpinan dalam kebudayaan masyarakat Aceh senantiasa akan bennuara kepada
sumber yang paling dasar yakni Al-qur'an dan As-sunnah; adapun adat istiadat
merupakan nilai-nilai sosial yang dalam penjabarannya tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai pokok di atas47.
Memasuki babak barn Indonesia, yaitu setelah Indonesia mengalami kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyarakat Aceh memandang perlu untuk (menggunakan
bahasa Bachtiar Efendi) memformalismekan nilai ajaran agama, berupa pelaksanaan
syariat Islam di Aceh. Apalagi setelah Belanda datang ke Indonesia pasca kemerdekaan
RI. Soekarno juga datang ke tanah rencong untuk meminta dukungan dari masyarakat
Acch. agar mereka membantu negara yang barn merdeka ini mengusir penjajah Belanda
dari nusantara. Respon masyarakat Aceh begitu antusias mendengar instruksi presiden
mereka untuk rnelawan Belanda, dengan sebuah imbalan yaitu pemberlakuan syariah
Islam di Aceh 48
Tepatnya pada tahun 1950-an, pemerintahan pusat menghapuskan propinsi Aceh.
Dengan pembubaran tersebut, maka hilanglah harapan rnasyarakat Aceh untuk
menerapkan syariat Islam di bumi "Serambi Mekah", karena merckan harus bcrhadapan
1 47 Nanat fatah Natsir, op cit, h.35 4R>A''''"'''" •.,,..,..,,.,
77
dengan para bii;okrat Surnatera Utara, kalau saja pernerintah tidak rnelakukan
penghapusan propinsi Aceh, dan kernudian Aceh rnenjadi propinsi sendiri kemungkinan
penerapan syariat Islam akan mudah dilaksanakan oleh para elit masyarakat Aceh.
Selanjutnya rakyat Aceh sangat kecewa melihat sikap Bung Karno dan beberapa
pemimpin lain yang seakan-akan dengan sengaja menyempitkan jalan bagi jihad umat
Islam untuk rnelaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara, bahkan
lebih dari itu mereka berusaha membelokkan dasar dan falsafah negara Republik
l ndonesia ke arah sesat.49 Apalagi jika mengingat jm1ji presiclen Soekarno hati mereka
pun menjadi pilu. Akibatnya aclalah kekecewaan masyarakat A.ceh ym1g berkepanjangan
terhaclap pemerintah pusat dan sebagai timbal balik, mereka berontak mengangkat senjata
terhadap pemerintah inilah konsekuensi-logis yang harus clihadapi dan diterima
pcrnerintah pusat.
KESIMPULAN
Aceh merupakan propinsi di Indonesia yang begitu gigih mempertahankan
kculuhan kedaulatan negara Indonesia, hal ini bisa dilihat dari usaha yang mereka
lakukan dengan mengerahkan masyarakatnya menuju Medan Are untuk memblokade
pasukan Belanda. Hal lain yang sama pentingnya adalah kegigihan mereka
mengumpulkan emas guna membeli pesawat Seuwalah 001 dan Dakota, yang konon
keduanya adalah maskapai penerbangan Indonesia yang pertama kali. Aktitiiya Radio
lokal yang bernama Radio Rimba Raya juga menjadi sebuah saksi keteguhan mereka
dalam mempertahankan Republik Indonesia dari tangan penjajah, radio ini aktif
mcnycbarkan berita tentang keadaan politik yang terjadi di tanah air keseluruh penjuru
Asia, mulai dari India, Turki, di!.
Tetapi hanya dalam bilangan tahun saja, masyarakat Aceh bcrbalik menyerang
dan bangkit mengangkat senjata melawan pemcrintah Republik Indonesia. Mungkin
scmua bangsa Indonesia kala itu tcrccngan dcngan apa yang dilakukan Olch
masyarakat Aceh, daerah yang dulunya bcgitu sctia dengan Negara bcrnbah mcnjadi
pcmbangkang terhadap negara. Orang mungkin akan bertanya-tanya kenapa mereka
sampai melakukan hal seperti itu ?, jawaban · yang pasti adalah kekecewaan
masyarakat Aceh terhadapa pemerintah yang dianggap tidak bisa menangkap aspirasi
rakyatnya. Dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak menguntungkan bagi
rakyat Aceh secara keseluruhan, sepe11i :
I. Pembubaran Propinsi Aceh, masyarakat Aceh menganggap dcngan masuknya
Aceh menjadi karesidenan Sumatra Utara akan ada sebuah kesulitan yang akan
didapati oleh propinsi yang baru. Dan, mereka tidak akan mampu mengatur
daerah Aceh seeara efisien, karena beberapa intensitas pembangunan dan
pengalaman masa lalu. Dimana Aceh sangat anti dengan kolonial sehingga
79
mengakibatkan sikap lsolasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan, di
satu sisi perbedaan sosio-kultural seperti Adat mengenai tanah, perkawinan dll.
2. Penghapusan Sistem Perdagangan Barter, akibat dari tindakan ini
mengakibatkan kerugian bagi para petani dan para pedagang, karena mereka
tidak bisa lagi melakukan perdagangan dengan negara tetangga yaitu Malaysia.
Dan terjadi penurunan volume impor dan ekspor secara terus menerus ke dan
dari Penang, kemudian kegiatan pasar di daerah tersebut menurun dan harga
yang diterima petani kecil untuk produksi ekspor jatuh. Dan yang lebih ironis
tcrlihat gejala meningkatnya pengangguran, karena buruh pelabuhan yang
biasanya beke1ja tidak bisa melanjutkan peke1jaannya.
3. Pertarungan kekuatan Lokal, hubungan antara Ulama (PUSA) dengan
Ulebalang memang selalu digambarkan sebagai hubungan yang tidak
hannonis, ini te1:jadi sejak zaman Bclanda kemudian mencapai titik klimaks
pada tahun 1946 yang peristiwa itu diabadikan olch sejarah dengan nama
C11111/){)k, dan pasca kemerdekaan mcreka kcmbali mencruskan pcrtnrungan
hanya saja pada waktu itu tidak sampai te1jadi pertanmgan secara fisik,
mungkin hanya sebatas psy-war (perang urat saraf) yaitu melalui sarana media
cetak. Semua itu tentu saja membuat keadaan di Aceh semakin genting.
4. Munculnya Less Hitam yaitu daftara nama-nama pemimpin Aceh yang akan
ditangkap oleh Pemerintah Pusat, karena pemimpin tersebut akan melakukan
Makar terhadap pemerintah, maka clari itu dibuat daftar tersebut. Ternyata
kcberadaan Less hitam itu tidak diakui oleh pemerintah, ada sebagian
kelompok yang bcrpendapat bahwa isu itu digulirkan oleh politisi sayap kiri
yaitu PKI untuk memperkeruh suasana di Aceh.
Daftar Pustaka
A.H. Gelanggang, Rahasia Penberontakan Aceh Dan Kegagalan Politik Mr S.M Amin,
Pustaka Mumi Hati, 1956
Abdullah, Taufik, Manusia Dalam Kemelut Sejarah, Jakarta, LP3ES, 1978
---·---' Agama Dan Perubahan Sosial, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
1996
'---·--------'Islam Dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES,
1987
Ahmad, Z. A, Membentuk Negara Islam, Jakarta, Widjaya, 1956
Ahmed. Akbar. S, Citra muslim Tinjauan S~jarah Dan Sosiologi, Jakarta : PT Gelora
Aksara Pratama, Jilid II, 1980
A.K., .Jacobi, Aceh Dalam Memperlahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Jakarta : Gramedia, 1998
Alfian, eel, Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: LP3ES, 1997
Alfian Ibrahim, Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di Aceh (1945-1949), Departeman
PIK Proyek Pengembangan Museum
Al-Chaidar, Aceh Bersimbah Darah : Mengungkap Penerapan Status duerah Operasi
Militer (DOM) Di Aceh (1989-1998), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet I,1998
Ali, Fahry, Islam, Pancasila Dan Pergulatan Po/itik, Jakaiia: pustaka Antara, 1984
Arnold, Thomas W., The Preaching Of Islam (terj), Jakarta: PT Widjaya, 1981
Azra, azyumarcli, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme Hinggu
l'ost-Modernisme, Jakaiia : Pai·amadina. 1996
______ , Renaisance Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana Dan kekuasaaan
Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1999
81
Bolland, B . .1., Pergumulan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grafiti Press, Cet 1, 1985
Bhakti, Ikra Nusa Dan Sihbudi, Riza, ed, Kontroversi Negara.federal: Mencari Bentuk
Negara Ideal Indonesia Masa depan, Bandung : Mizan, 2002
'Chambert-Loir, Herny Dan Ambari, Hasan muarif, Panggung Sejarah Persembahan
Kepada ProfDenys Lombard, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Eickelrnan, Dale F Dan Piscatori, James, Ekspresi Politik muslim, Bandung Mizan,
1998
El-lbrahimy, Nur, Teungku Muhamad Daud beureuh, Perannya Dalam l'ergolakan
Di Aceh, Jakarta: Gunung Agung, Cet II, 1986
Haris, Syamsuddin, et al, Indonesia Di Ambang Perpecahan ? kasus Aceh, Rimi, lrian
Jayo Dan Timor-timur, Jakaiia : Erlangga, 1999
Hardi, Daerah lstimewa Aceh latar Belakang politik Dan Masa depannya, Jakarta
PT Cita Panca Serangkai, 1993
.------' Api Nasionalisme Cuplikan Pengalaman, Jakarta PT Gunung Agung,
1983
I-Iasjmy, A, Semangat Merdeka, 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan Dan ·
Pu:iuangan, Jakarta : Bulan Bintang, 1985
___ . ___ , eel, Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia, PT Al
Mnarif, 19'93
Husin, Zilkifli, et : al, Keadaan Sosial ekonomi Dan Pemikiran Tarqf Hidup
Ma.1yarakat Nelayan Di Daerah lstimewa Aceh, Banda Aceh : Universitas Syiah
f( w11'1 Dan .Jnlrnrln · Rank I ndrn1<"ia 19R9
82
Hurgronje, Snouck, Aceh: Rakyat dan L~tiadatnya, Jakarta: INIS, 1996
Insider, Atcheh Sepintas Lalu, Jakarta :Archapada, 1950
Ismail, Muhamad Gade, et al, Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keu!uhan Dan
Kesutuan Bangsa : Kasus Darul Islam Aceh, jakarta : Depdikbud-Di1jen
Kebudayaan
lsmuha, U/ama Dalam Prqfektif Aceh, Leknas-LIPI, 1976
Kahin, Audrey. R, Pergolakan Daerah Pada Awai kemerdekaan, Ja!(arta Pustaka
Utama Garfiti, 1990
Karim, Rusli, Drs., Pe(jalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Poteret Pasang
Surut, Jakarta : Rajawali Press, 1993
Kmiasasmita, Ginandjar, et al, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta: Sekretaris Negara
Republik Indonesia, 1997
Kuntowijoyo, Paradigma Lvlam, lnlerprelasi Untuk Aksi, Bandung m1zan, Cet VIII.
1998
Morgen, Kenneth. W, Islam .!a/an Mutlak, Djakarta : PT Pembangunan Djakarta, 1963 '
Nasution, Abdul Haris, Memenuhi Panggilan Tugas, .Jakarta : PT Gunung Agung,
.Jilicl 3, 1983
Noor, Deliar, Parted Islam Di Pentas Nasional, Jakarta ; Grafiti Press, I 987
Natsfr, nanat Fatah, "Integrasi Nilai Adat Dan Agama Dalam Masyarakat Aceh: Sebuah
Pengamatan Permulaan", Mimbar Studi, Depag RI IAIN Sunan Gunung Jati,
Nomor 07-08NIII/l 985
Profil Kependudukan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarat Biro Pusat Statistik,
1997
83
Rahman, Nurdin Abdul, Perubahan Prilaku Politik Elit Agama Dalam Pemilu 1982-
1992: Studi Di Kabupaten Pidie Daerah Istimewa Aceh, Tesis FISIP UI, 1996
Reid, Anthony, Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Ke1jaan Di Sumatra, ·
Jakarta: CV Mulasari, 1987
Said, Muhamad, Atjeh Sepandjang Abad, Diterbitkan Oleh Pengarang Sendiri, 196 I
Sejarah TN! (1945-1949), Jakarat : Markas Besar Tentara Nasional IndonesiaPusal
Sejarah Dan Tradisi TN!, 2000
Sihbudi, Riza, et al, Bara Da/c11n Sekam : Jdent!fikasi Akar masa/ah Dan So/usi Alas
Ko1?flik-K011flik Lokal Di Aceh, Maluku, Papua Dan Riau, Bandung : Mizan, 2001
Suny, Ismail, Bunga Rampai Tentang Aceh, Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1980
Sufi, Rusdi, Drs., Perkembangan Media Komunikasi Di Daerah : Radio Rimha Raya
Di Aceh, Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1999
Sulistyo, Lawan !: Jejak-Jejak Jalan Di Batik Kejatuhan Soeharto, Jakarta Pensil
324,2002
Syamsuddin, Nazaruddin, Pemherontakan Kaurn Republik Kasus Daru/ Islam Di
Aceh, Jakarta : Grafiti Press, 1990
_________ , Revo/usi Di serambi Mekah : Pe1juangan Kemerdekaan
Dan Pertarungan Politik Di Aceh 1945-1949, Jakarta : Universitas Indonesia
Press, 1998
Talsya, T Alibasyah, Sekali Republikein Tetap Repub/iken, Pe1juangan Kemerdekaan
Di Aceh, Lembaga Sejarah Aceh, Buku Ketiga, 1990
Tippe, Syarifuddin, Aceh Di persimpangan Jalcm, Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000
Usman, Abdul Rani, Sejarah Peradaban Aceh : Suatu Analisis Interaksionis,
fn/e('rasi Dan Konflik. Jakarta : vavasan Obor Indonesia, 2003
Veer, Paul Van't, Perang Aceh, Jakarta: Jakarta: Grafiti Press, 1985
Zamzami, Amran, Jihad Akbar Di Medan Are, Jakarta : Bulan Bintang, 1990
Zeid, Mustika, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia: Sebuah Mata Rantai Yang
Ter/upakan, Jakarta : Grafiti, 1997
84