dave laporan

49
BAB I PENDAHULUAN Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses peradangan ini terjadi karena adanya proses imunologis, atau karena suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses peradangan tersebut. Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit autoimun. Skleritis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Insidensi di Amerika Serikat diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi penduduk. Dari kasus skleritis yang ditemukan, sekitar 94 % merupakan skleritis anterior dan sisanya ialah skleritis posterior. Skleritis lebih sering dijumpai pada wanita, pada umumnya sekitar umur 20-60 tahun. Hampir separuh dari kasus skleritis terjadi secara bilateral. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio 1

Upload: dave-orlando

Post on 04-Jan-2016

241 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Dave Laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Dave Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan

adanya infiltrasi seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses

peradangan ini terjadi karena adanya proses imunologis, atau karena suatu

infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses peradangan tersebut.

Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit

autoimun.

Skleritis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Insidensi di Amerika

Serikat diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi penduduk. Dari kasus skleritis

yang ditemukan, sekitar 94 % merupakan skleritis anterior dan sisanya ialah

skleritis posterior. Skleritis lebih sering dijumpai pada wanita, pada umumnya

sekitar umur 20-60 tahun. Hampir separuh dari kasus skleritis terjadi secara

bilateral. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti

mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai

gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga beberapa bulan. Angka

morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri dan penyakit

sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1.

Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata

orang yang menderita skleritia adalah usia 52 tahun.

Adapun gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa

nyeri berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu. Rasa nyeri ini terkadang

dapat membangunkan dari tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Pergerakan

bola mata dan penekanan pada bulbus okuli juga dapat memperparah rasa nyeri

tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan dari rasa nyeri

ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien

1

Page 2: Dave Laporan

sebagai sensasi benda asing di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah

berair, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.

Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani

dengan baik berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio

retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis

tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis

yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut.

Terapi inisial untuk skleritis adalah dengan pemberian NSAIDs. Bisa

diberikan Indometasin 75 mg setiap hari atau Ibuprofen 600 mg setiap hari.

Kebanyakan kasus menunjukkan penurunan rasa sakit yang bermakna dengan

pemberian NSAIDs ini. Apabila terapi ini tidak menunjukkan respon yang baik

selama 1-2 minggu, dapat diberikan Prednison oral 0,5-1,5 mg/kg/hari. Pada

kasus yang berat terkadang diperlukan Metilprednisolon 1 gram intravena.

Apabila mikroorganisme penyebab telah teridentifikasi, maka sebaiknya diberikan

antibiotik spesifik.

Pada makalah ini akan dipaparkan sebuah tinjauan pustaka mengenai

skleritis. Pembahasannya akan meliputi anatomi dan fisiologi sklera, epidemiologi

dan klasifikasi skleritis, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan pada skleritis.

2

Page 3: Dave Laporan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi Sklera

I.1. ANATOMI SKLERA

Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan

kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,

kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera

merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang

tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan

berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah

pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena

terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.

Gambar 1. Anatomi Mata

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir

pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular

disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari

nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima

rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus

koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera

mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah

3

Page 4: Dave Laporan

tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat

pembuluh darah yang melekat pada sklera.

Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada

bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,

untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan

menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera

ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen

skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi

sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan

koroidalis yang membentuk suatu penampang yakni lamina kribrosa yang

melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau fasikulus.

Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub posterior hingga 0,3

mm pada penyisipan muskulus rektus atau akuator.

Gambar 2. Sklera

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:

Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan

merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera.

Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar

nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari

sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas

foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk

menuju ke otak.

4

Page 5: Dave Laporan

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan

berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai

tebal 10-16 μm dan lebar 100-140 μm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan

endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.

I.2. FISIOLOGI

Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen

intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan

pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.

Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan

vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada

sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan

jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan

perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket.

Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit yang

mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan episklera.

II. Skleritis

II.1. Definisi Skleritis

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang

ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang

mengisyaratkan adanya vaskulitis.

II.2. Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat

insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien

yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya

adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit

ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau

mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.2 Peningkatan

5

Page 6: Dave Laporan

insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak

terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama

terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.

II.3. Etiologi Skleritis7,8

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh

proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan

tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,

mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses

imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah

katarak dan operasi pterigium.

6

Page 7: Dave Laporan

II. 4. Patofisiologi Skleritis

Skleritis adalah peradangan primer pada sklera, yang biasanya (sekitar 50

persen kasus) berhubungan dengan penyakit sistemik. Penyakit tersering yang

menyebabkan skleritis antara lain adalah rheumatoid arthritis, ankylosing

spondylitis, systemic lupus erythematosus, polyarteritis nodosa, Wegener's

granulomatosis, herpes zoster virus, gout dan sifilis.

Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah

gejala utama dari gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan

regulasi autoimun pada pasien yang memiliki predisposisi genetik dapat menjadi

penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat berupa organisme menular,

bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan oleh

7

Page 8: Dave Laporan

kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III)

ataupun respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).

Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari

antibody IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi lokal

(reaksi Arthus) dan reaksi sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan

menginjeksi secara subkutan larutan antigen kepada penjamu yang memiliki titer

IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor dengan daya ikat rendah

dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi dari pada

untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I,

secara umum memakan waktu maksimal 4 – 8 jam dan bersifat lebih

menyeluruh. Reaksi sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang

mengakibatkan pembentukan kompleks antigen – antibodi yang dapat larut

dalam sirkulasi. Patologi utama dikarenakan deposisi kompleks yang ditingkatkan

oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pengaktivasian

dari sel mast melalui FcgammaRIII. Kompleks imun yang terdeposisi

menyebabkan netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada

endotelium dan membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat

terdisposisi pada bermacam – macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi.

Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe III adalah komplikasi post – infeksi

seperti arthritis dan glomerulonefritis.

Hipersensitivitas tipe IV adalah satu – satunya reaksi hipersensitivitas yang

disebabkan oleh sel T spesifik – antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga

hipersensitivitas tipe lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel

jaringan dendritik telah mengangkat antigen lalu memprosesnya dan

menunjukkan pecahan peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II,

kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan.

Aktivasi dari sel T tersebut, membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin

untuk makrofag, sel T lainnya, dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini

adalah adanya infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan makrofag)

8

Page 9: Dave Laporan

cenderung mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu 48 – 72 jam. Contoh

klasik dari hipersensitivitas tipe lambat adalah tuberkulosis. Contoh yang paling

sering adalah hipersensitivitas kontak yang diakibatkan dari pemaparan seorang

individu dengan garam metal atau bahan kimia reaktif.

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi

sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.

Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan

menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.

Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit

imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto

imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi

bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan

vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif

dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun

pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan

venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

Adanya autoantibodi dan mediator inflamasi pada serum pasien dengan

skleritis membuktikan adanya keterlibatan sistem imun. Antibodi antipospolipid

dan meningkatnya TNF pada serum penderita skleritis pernah dilaporkan. Studi

terkini melaporkan bahwa untuk pertama kalinya muncul antibodi spesifik sklera

dalam serum pasien dengan tipe skleritis non infeksius.

9

Page 10: Dave Laporan

Tabel 1. Non sklera spesifik autoantibodi

Tabel 2. Sklera spesifik autoantibodi

10

Page 11: Dave Laporan

Kemunculan spesifik autoantibodi pada kornea, iris, kristalin, dan

beberapa protein dari segmen posterior seperti antigen-S dan rodopsin pernah

dilaporkan, khususnya pada kejadian uveitis idiopatik. Meskipun tidak ada

literatur yang melaorkan autoantibodi pada idiopatic skleritis. Akhir-akhir ini

diperlihatkan autoantibodi secara langsung melawan dua polipeptida yang

muncul pada ekstraksi jaringan sklera ini berhubungan dan memunculkan

kemungkinan adanya proses autoimun organ spesifik.

Sama seperti pada infiltrat radang pada rheumatoid artritis, terjadinya

skleritis memperlihatkan adanya proses infiltrat seluleroleh makrofag dan limfosit

T CD-4, yang mana biasanya tidak ditemukan pada sklera normal.

Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera,

yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler

(peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada

skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.

Faktor lain seperti trauma lokal juga dapat mencetuskan terjadinya

skleritis akibat dari operasi mata. Proses operasi mengawali terjadinya paparan

antigen ke dalam mata dibawah proses lingkungan yang meradang yang dapat

mencetuskan tersensitisasinya kedua imunitas humoral dan seluler.

II. 5. Klasifikasi Skleritis

Skeleritis dapat di klasifikasikan menjadi skleritis anterior dan skleritis

posterior:

1. Skleritis Anterior

95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior

sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.

Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik

dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus,

walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu

11

Page 12: Dave Laporan

inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular

lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.

1. Difus. Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster

oftalmikus dan gout. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada

seluruh permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.

Gambar 4. Diffuse Anterior Scleritis

2. Nodular. Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.

Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak

dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus

berkembang menjadi skleritis nekrosis.

12

Page 13: Dave Laporan

Gambar 5. a) Nodular Anterior Scleritis. b) Penipisan dari sklera setelah resolusi

dari nodul

3. Necrotizing. Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi

sistemik atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan

penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5

tahun. Skleritis nekrotik yang diakibatkan operasi biasanya dapat terjadi

setelah operasi katarak, trabekulektomi, dan operasi retina. Muncul

sebagai akibat dari imflamasi pada fokal area akibat insisi sklera atau

limbus.11(1050pdf)

Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:

Dengan inflamasi. Biasa mengikuti penyakit sistemik seperti

rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera

terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal

sebagai sklerokeratitis.

Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans). Biasa terjadi pada

pasien yang sudah lama menderita rheumatoid arthritis.

13

Page 14: Dave Laporan

Diakibatkan oleh pembentukan nodul rematoid dan absennya

gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

2. Skleritis Posterior

Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan

skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan

penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya

perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina,

perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem

makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli

anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi

kelopak mata bawah. Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata,

penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera), dan edema retrobulbar.

Pada skleritis posterior dapat dijumpai penglepasan retina eksudatif, edema

makular, dan papiledema.3

Gambar 6. Skleritis Posterior

II.6. Diagnosis

Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

14

Page 15: Dave Laporan

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun

riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.

Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan

penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri

adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi

yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf

akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat,

nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun

sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara

dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis

tanpa disertai sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa

disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat

berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang

abnormal.

Gambar 7. Skleritis

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya

penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat

menyebabkan skleritis seperti :

1. Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat

2. Penyakit infeksi. Infectious scleritis is a serious but uncommon ocular

disorder. Ciri-cirinya adanya nodul abses dan nekrosis, memburuk dengan

15

Page 16: Dave Laporan

terapi kortikosteroid, dan merespon dengan terapi antibiotik sesuai kultur.

Proses kembalinya ketajaman visus biasanya baik pada beberapa

kasus.410

3. Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)

4. Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

5. Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic

acid dan ibandronate.

6. Post pembedahan pada mata

7. Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,

8. penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan

selanjutnya.

9. Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang

berlangsung dan responnya terhadap pengobatan.

b. Pemeriksaan Fisik dan Oftalmologi

Seperti semua keluhan pada mata, pemeriksaan diawali dengan

pemeriksaan tajam penglihatan.

o Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.

o Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior.

Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru dapat

dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.

Pemeriksaan Sklera

o Pemeriksaan Daylight

Sklera tampak difus, merah kebiru – biruan dan setelah beberapa

peradangan, akan terlihat daerah penipisan sklera dan

menimbulkan uvea gelap.

16

Page 17: Dave Laporan

Area berwarna hitam, abu – abu, atau coklat yang dikelilingi oleh

peradangan aktif menandakan proses nekrosis. Apabila proses

berlanjut, maka area tersebut akan menjadi avaskular dan

menghasilkan sequestrum berwarna putih di tengah, dan di

kelilingi oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.

o Pemeriksaan slit – lamp

Untuk menentukan adanya keterlibatan secara menyeluruh atau

segmental. Injeksi yang meluas adalah ciri khas dari diffuse

anterior scleritis.

Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam

episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial

episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp

bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada

skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan

superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada

jaringan dalam episklera.

o Pemberian topikal 2.5% atau 10% phenylephrine hanya akan

menandai jaringan episklera superfisial, tidak sampai bagian

dalam dari jaringan episklera.

o Penggunaan lampu hijau dapat membantu mengidentifikasi area

avaskular pada sklera. Perubahan kornea juga terjadi pada 50%

kasus.

o Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau

konjungtivitis juga dapat dilakukan.

Pemeriksaan skleritis posterior11

o Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi

dan proptosis.

17

Page 18: Dave Laporan

o Dilatasi fundus dapat berguna dalam mengenali skleritis posterior.

Skleritis posterior dapat menimbulkan amelanotik koroidal.

o Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema, lipatan

koroid, dan perdarahan atau ablasio retina.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis.

Beberapa pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

2. Faktor rheumatoid dalam serum

3. Antibodi antinuklear serum (ANA)

4. Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

5. PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks

6. Serum FTA-ABS, VDRL

7. Serum asam urat

8. B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis

posterior.5

Gambar 7. B-Scan Ultrasonography pada skleritis posterior menunjukkan adanya

akumulasi cairan pada kapsul tenon

II.7. Diagnosa Banding

18

Page 19: Dave Laporan

a. Episkleritis

Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera.4 Episkleritis dapat merupakan suatu

reaksi toksik, alergik, bagian dari infeksi, serta dapat juga terjadi secara

spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata, terutama

pada wanita usia pertengahan dengan riwayat penyakit reumatik. Episkleritis

sering tampak seperti skleritis. Namun, pada episkleritis proses peradangan

dan eritema hanya terjadi pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan

konjungtiva. Episkleritis mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang

lebih ringan dibandingkan dengan skleritis. Selain itu episkleritis tidak

menimbulkan turunnya tajam penglihatan.

Gambar 8. Episkleritis

Keluhan pasien episkleritis berupa mata kering, rasa nyeri ringan, dan rasa

mengganjal. Terdapat pula konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang pada

episkleritis mempunyai gambaran benjolan setempat dengan batas tegas dan

warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas

atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, maka akan timbul rasa sakit yang

dapat menjalar ke sekitar mata. Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan

melebarnya pembuluh darah di bawah konjungtiva. Pembuluh darah episklera ini

dapat mengecil bila diberi fenilefrin 2,5% topikal. Sedangkan pada skleritis,

melebarnya pembuluh darah sklera tidak dapat mengecil bila diberi fenilefrin

2,5% topikal.

19

Page 20: Dave Laporan

Gambar 9. Pelebaran pembuluh darah sklera yang tidak mengecil dengan

pemberian fenilefrin 2,5% topikal.

Gambar 10. Pelebaran pembuluh darah episklera yang mengecil dengan

pemberian fenilefrin 2,5% topikal.

20

Page 21: Dave Laporan

Tabel 3. Perbandingan episkleritis dengan skleritis

II. 8. Penatalaksanaan

Pengobatan pada skleritis membutuhkan pengobatan secara sistemik.

Pasien yang terdiagnosa dengan penyakit penyerta akan memerlukan

pengobatan yang spesifik juga.10 Penatalaksanaan skleritis dibagi menjadi

pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis yang

infeksius, serta konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit

sistemik yang menyertai.

21

Page 22: Dave Laporan

1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau

obat imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak

mencukupi. Pengobatan tergantung pada keparahan skleritis, respon

pengobatan, efek samping, dan penyakit penyerta lainnya.

o Diffuse scleritis atau nodular scleritis

Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat

menggunakan 2 jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko

tinggi, berikan juga misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan

gastrointestinal.

Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi

remisi, dipertahankan menggunakan NSAIDs.

Jika oral kortikosteroid gagal, obat – obatan imunosupresif dapat

digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga

digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide,

atau cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegener’s granulomatosis

atau polyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.

Jika masih gagal, dapat diberikan obat – obatan imunomodulator

seperti infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.

o Necrotizing scleritis

Obat – obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid

pada bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan –

lahan.

Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.

Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat

memperparah proses nekrosis yang terjadi.

2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan

atau tanpa antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara

kortikosteroid dan imunosupresif tidak boleh digunakan.

22

Page 23: Dave Laporan

3. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit

penyerta, dan konsultasi dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk

pengawasan terapi imunosupresif.

Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi

sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi

kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis

Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.

Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan

jarang menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi

trauma langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Pada penipisan

kornea atau telah terjadi perforasi dapat dilakukan donor sklera, fascia lata,

periostioum, atau material lainnya dapat digunakan. Lamellar patch graft dapat

digunakan pada ulkus kornea yang berat atau keratolisis.7,11,12

Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi

skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga

disertai pemberia kemoterapi.11

23

Page 24: Dave Laporan

Tabel 4. Penatalaksanaan skleritis

24

Page 25: Dave Laporan

Skema Panduan Penatalaksanaan Pasien dengan Skleritis

25

Page 26: Dave Laporan

B.9.Komplikasi

Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,

ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis

bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau

vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda

buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai

oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut

terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8

Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti

uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera

atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada

kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan

kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah

segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat

gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi

neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu

berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian

sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan. 3,8

B.10.Prognosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana

termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata

Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan

buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada

mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,

nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada

penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau

26

Page 27: Dave Laporan

autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan

lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe

yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang

telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk.

27

Page 28: Dave Laporan

EPISKLERITIS

.

1. Definisi

Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang

terletak di antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri,

dan bersifat rekurensi. Episkleritis adalah penyakit pada episklera yang sering,

ringan, dapat sembuh sendiri dan biasanya mengenai orang dewasa dan

berhubungan dengan penyakit sistemik penyertanya tetapi tidak dapat

berkembang menjadi skleritis.

2. Epidemiologi

Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak

berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus

terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. 1 Pada anak-

anak episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada

dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya,

penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit

sistemik biasanya jarang pada anak-anak.

3. Anatomi

Sklera

Sklera merupakan jaringan kuat yang lentur dan berwarna putih pada bola

mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus di bagian

belakang dan pelindung isi bola mata. Sklera meliputi 5/6 anterior dari bola mata

dengan diameter lebih kurang 22 mm. Di anterior sklera berhubungan kuat

28

Page 29: Dave Laporan

dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus, sedangkan di

posterior dengan duramater nervus optikus.

Secara histologis sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan

berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai

tebal 10-16 mikro dan lebar 100-150 mikro dibandingkan dengan kornea jaringan

fibrosa sklera mempunyai daya pembiasan yang lebih kuat, tidak mempunyai

jarak yang tetap antara berkas jaringan fibrosanya, dan mempunyai diameter

yang berbeda-beda. Hal inilah yang membuat sklera menjadi opak.3 Sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan

bola mata walaupun sklera kaku dan tebalnya 1mm sklera masih tahan terhadap

kontusio trauma tumpul. Ketebalan sklera bervariasi, maksimum 1 mm terdapat

di dekat nervus optikus dan minimum 0,3 mm pada insersio otot-otot rektus.

Di sekitar nervus optikus sklera ditembus oleh arteri siliaris posterior

longus dan brevis dan nervus siliaris longus dan brevis. Arteri siliaris longus dan

nervus siliaris longus berjalan dari nervus optikus menuju ke korpus siliaris di

sebuah lekukan dangkal pada permukaan dalam sklera pada meredian jam 3 dan

9. Sekitar 4 mm di belakang limbus, sklera ditembus oleh 4 arteri dan vena siliaris

anterior.

Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior

nervus optikus sebagai lamina kribrosa. Bagian dalam sklera berwarna hitam,

coklat disebut lamina fuschka, dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen

yang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pigmen dan membuat dinding

luar dari ruang suprakoroid dan ditembus oleh serat saraf dan pembuluh darah.

Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan

elastik halus yaitu episklera.3

29

Page 30: Dave Laporan

Gambar 1. Anatomi Mata

Episklera

Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi

untuk sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga

berfungsi sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan

akan bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera .

Jaringan fibroelastis dari episklera mempunyai dua lapisan yaitu lapisan

viseral yang lebih dekat ke sklera dan lapisan parietal yang bergabung dengan

fasia dari otot dan konjungtiva dekat limbus.

Pleksus episklera posterior berasal dari siliari posterior , sementara itu di

episklera anterior berhubungan dengan pleksus konjungtiva, pleksus episklera

superfisial dan pleksus episkera profunda.

4. Patofisiologi

Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon

inflamasi yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network,

patologinya menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi vascular

30

Page 31: Dave Laporan

dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat

idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan

reaksi hipersensitivitas mungkin berperan.

Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya

Collagen vascular disease;

Polyarteritis nodosa, seronegative spondyloarthropathies-Ankylosing

spondylitis, inflamatory bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic

arthritis, artritis rematoid

Infectious disease;

Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan syphilis, viruses

termasuk herpes, fungi, parasites.

Miscellaneous;

Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals

Penyebab lain/yang berhubungan (jarang);

T-cell leukemia, Paraproteinemia, Paraneoplastic syndromes-Sweet

syndrome, dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome, Adrenal cortical

insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial

atrophy, Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following

transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens

Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout.

Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering

dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi

moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat

kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema

31

Page 32: Dave Laporan

episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh

spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan

penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan

dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering

terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang ditemukan namun

serangan dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan hormonal. Pasien

dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang lebih lama, berhubungan

dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid,

7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan

3% dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular

episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi

sekelilingnya.

5. Manifestasi Klinik

Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang

berlangsung akut, seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan

tidak nyeri, kemerahan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan

lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dan disertai perasaan ada yang

mengganjal.

Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi kemosis

disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva.

6. Pemeriksaan Fisik

Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak

berwarna merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan

edem episklera, konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.

32

Page 33: Dave Laporan

a. Episkleritis Sederhana

Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan

gambaran yang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya

sembuh spontan dalam 1-2 minggu.

Gambar 2. Episkleritis Sederhana

b. Episkleritis Noduler

Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul

kongestif dan biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.

Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan

peningkatan permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa

sklera tidak membengkak.

Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk

garis yang paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih

translusen. Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan

penipisan sklera.

33

Page 34: Dave Laporan

Gambar 3. Episkleritis Noduler

Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya

dellen formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer.

Pemeriksaan fisik lainnya adalah adanya uveitis bagian anterior yang

didapatkan pada 10 % penderita.

Pemeriksaan visus pada penderita episkleritis tidak menunjukkan

penurunan.

7. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited”

pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan .

Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang

berat, rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren,

34

Page 35: Dave Laporan

diperlukan hitung jenis sel darah (diff count), kecepatan sedimentasi

eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks, pemeriksaan

antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease

Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody

Absorption)

8. Penatalaksanaan

Episkleritis adalah penyakit self-limiting yang dapat menyebabkan kerusakan yang

sedikit permanen atau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian besar

pasien dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan apapun, namun

beberapa pasien dengan gejala ringan membutuhkan pengobatan.

Adapun terapi yang dapat diberikan antara lain;

1.Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor

Digunakan pada kasus yang ringan

2. Steroid Topikal

Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan

rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode

waktu yang pendek.2 Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 % meredakan

peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid lebih efektif untuk episkleritis

sederhana daripada daripada episkleritis noduler.

3.Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)

Obat yang termasuk golongan ini adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang

diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah gejala terkontrol, atau

Indometasin 25 mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua

bentuk episkleritis, terutama pada kasus rekuren. Pemberian aspirin 325

sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan makanan atau antasid.

35

Page 36: Dave Laporan

4. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan hiperurisemia

(Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.

Follow up

Pasien yang diberi pengobatan dengan air mata artifisial tidak perlu

diperiksa kembali episkleritisnya dalam beberapa minggu, kecuali bila

gejala tidak membaik atau malah makin memburuk.

Pasien yang diberi steroid topikal harus diperiksa setiap mingggunya

(termasuk pemeriksaan tekanan intraokular) sampai gejala-gejalanya

hilang. Kemudian frekuensi pemberian steroid topikal ditappering off.

Kepada pasien harus dijelaskan bahwa episkleritis dapat berulang pada

mata yang sama atau pada mata sebelahnya.

9. Diagnosis Banding

Konjungtivitis

Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya

keterlibatan konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan

adanya sekret dan tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva

tarsal inferior.

Skleritis

Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler .untuk

mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan

episkleritis, konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di

bawah sinar matahari (jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan

epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% yang menimbulkan konstriksi pleksus

vaskular episklera superfisial dan konjungtiva.

Iritis

36

Page 37: Dave Laporan

Pada iritis ditemukan adanya sel dan ”flare” pada kamera okuli anterior.

10. Prognosis

Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun

kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun

Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan

pengobatan yang baik

11. Komplikasi

Sering relaps

Pada kasus yang jarang dapat terjadi skleritis

37

Scleritis

• Maximal congestion of

• Slight congestion of

• Maximal congestion

EpiscleritisNormal

• Radial superficial episcleral

• Deep vascular plexus