deep water(1)

34
Deep Water Please Comment Adik2 mahasiswa yg tertarik utk study oil & gas terutama di lepas pantai, sebaiknya (disarankan) mulai memfokuskan ke teknologi explorasi dan exploitasi di laut dalam. Ada beberapa faktor yg mendorong saya utk mennyapaikan hal ini: 1. Kemungkinan penemuan lapangan/cadangan di laut dangkal semakin kecil. 2. Cadangan terindikasi di laut dalam terutama di Indonesia bgn timur, maupun dibelahan dunia lainnya masih banyak yg belum di kembangkan 3. Explorasi/Exploitasi migas diperairan (dangkal) Indonesia sudah memasuki hampir setengah abad (Unocal di Kalsel,sejak 1960 an) sama tuanya dgn Shell, Exxon, atau Chevron jg melakukan explorasi/exploitasi di Gulf Mexico dan North Sea. Kenyataannya sampai saat ini kita belum mengusai teknologi dengan benar pengembangan lapangan di laut dangkal. Tak ada satupun karya kita di bidang tsb, selain hanya menikmati teknologi bangsa lain, yang datang ke sini dan menjadikan ladang2 lepas pantai di teluk Jakarta atu delta Mahakan sebagai laboratorium. Lembaga pendidikan tinggi kita spt ITS dan ITB dengan disiplin Kelautan hanya terpaku pada hal2 yg tradisionil, seperti kapal, fixed

Upload: kalahan-mulu

Post on 28-Jun-2015

156 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Deep Water(1)

Deep Water

Please Comment

 

Adik2 mahasiswa yg tertarik utk study oil & gas terutama di lepas pantai, sebaiknya (disarankan)

mulai memfokuskan ke teknologi explorasi dan exploitasi di laut dalam.  Ada beberapa faktor yg

mendorong saya utk mennyapaikan hal ini: 

1. Kemungkinan penemuan lapangan/cadangan di laut dangkal semakin kecil.

2. Cadangan terindikasi di laut dalam terutama di Indonesia bgn timur, maupun dibelahan

dunia lainnya masih banyak yg belum di kembangkan

3. Explorasi/Exploitasi migas diperairan (dangkal) Indonesia sudah memasuki hampir setengah

abad (Unocal di Kalsel,sejak 1960 an) sama tuanya dgn Shell, Exxon, atau Chevron jg

melakukan explorasi/exploitasi di Gulf Mexico dan North Sea. Kenyataannya sampai saat ini

kita belum mengusai teknologi dengan benar pengembangan lapangan di laut dangkal. Tak ada

satupun karya kita di bidang tsb, selain hanya menikmati teknologi bangsa lain, yang datang ke

sini dan menjadikan ladang2 lepas pantai di teluk Jakarta atu delta Mahakan sebagai

laboratorium. Lembaga pendidikan tinggi kita spt ITS dan ITB dengan disiplin Kelautan hanya

terpaku pada hal2 yg tradisionil, seperti kapal, fixed platform dsb. Laboratorium hydrodinamika

(BPPT) kita seperti menara gading, pajangan dan impotent. Sampai saat ini kita masih bertanya

bagaimana mendesign Platform/jaket, bagaimana kita menginspeksi marine growth atau

submarine pipe line  dsb.. 

 

Saya sarankan untuk semua yang berkepntingan

(MIGAS/BPMIGAS/LEMIGAS/BPPT/LIPI/BKI/ITS/ITB etc etc, bahu-membahu, menguasai

teknologi laut dalam supaya kita bisa menjadikan cadangan2 sebagai kejayaan industri kita 

 

Marilah kita memperbayak diskusi tentang penguasaan laut dalam, terutama untuk menghadapi

exploitasi Chevron, Talisman di selat Makassar atau Inpex di Tanimbar.!

 

Page 2: Deep Water(1)

 

El Mundo (wis tue) 

Betul sekali yg dikatakan sama Mas El Mundo. Namun jika dilihat dari sisi edukasi yang

diajarkan diperkuliahan tidak ada kuliah khusus mengenai teknologi deep water. Sehingga jika

kita ingin mempelajari lebih lanjut mengenai teknologi deep water harus mengambil ke luar

negri misalnya Norway. Disana untuk gelar masternya ada studi khusus ttg deep water. Oleh

karena itu kebanyakan mereka yang uda lulus langsung bekerja disana untuk kegiatan produksi

deep water. Lagipula di Indo sendiri juga sudah mulai dikembangkan teknologi deep water untuk

wilayah West Seno. Tinggal lebih diperbanyak aja yg menguasai bidang ini.

 

Regards,

Henry

KL06

Menyambung apa yang disampaikan Pak Henry, sebagai informasi untuk kuliah deep water

technology tidak harus musti jauh-jauh ke Norway. Di regional Asia, terutama Asia Tenggara

juga bisa ambil Master untuk bidang Offshore Engineering. Misalnya di NUS (National

University of Singapore). Di bawah departemen Teknik Sipil-nya ada spesialisasi Offshore

Engineering dengan modules yang diajarkan di antaranya: Design of Floating Structure, Offshore

Mooring and Riser, Offshore Foundation, Analysis and Design of Offshore Structure, Offshore

Hydrodynamic dan Offshore Pipeline. Di samping itu ada beberapa kuliah penunjang industry oil

and gas lainnya seperti Production and Exploration of Petroleum, Arctic Engineering dan Oil and

Gas Technology di bawah dept. of Mechanical Eng. Mulai Agustus tahun 2010, menurut info

yang beredar, Offshore Engineering tidak lagi menjadi salah satu spesialisasi di bawah Dept.

Teknik Sipil, namun menjadi Department sendiri. Dengan konsekuensi makin banyak kuliah

offshore yang ditawarkan, bahkan subses technology-pun akan mulai diberikan tahun depan.

 

Page 3: Deep Water(1)

Dengan demikian mudah2an sudah tidak menjadi kendala yang terlalu besar untuk mendalami

deep water, karena dari segi lokasi tempat belajar dan biaya hidup pun tidak terlalu jauh dari

Indonesia.

 

Salam,

Indratmo JP

Setuju untuk sama sama belajar teknologi laut dalam.

Cuman kurang setuju kalau harapan untuk menguasai teknologi itu dengan memberikan

penilaian negatif ke lembaga / institusi yang kita harapkan untuk lebih berperan.

Ayo .. kita sama sama belajar.

Sebenarnya, desainer offshore structure luar negri juga (sebagian) tidak hebat hebat amat.

Contohnya, pernah saya alami sendiri. Saat ini saya dan salah satu teman indonesia bergabung

dengan suatu perusahaan design yang mengkususkan dalam desain jackup structure. Saya tidak

ada back ground ilmu sedikitpun dengan jack up. Dasar saya hanya basic engineering, ilmu

dasar kapal, ilmu dasar hidro laut dan sedikit ilmu bangunan laut fixed (jacket).

Setelah bergabung, tugas melakukan analisa struktur untuk basic design jack up supaya bisa lolos

persyaratan kelas. Setelah proses analisa kelar, disubmit ke kelas untuk desain approval (pernah

ke ABS dan BV), ternyata kadang mereka juga kurang faham asumsi ilmu dasar pemodelan. Ada

perbedaan cara pandang dalam penerapan teori dasar ke praktis pemodelan untuk kelas yang

berbeda. Yang dilakukan setelah itu adalah diskusi untuk menyamakan sudut pandang. Ada

proses iterasi untuk sama sama belajar dan memberikan argumen untuk

mempertahankan pendapat masing masing dengan dasar ilmu dasar yang ada. Untuk proses

butuh waktu yang relatif panjang.

 

Benang merah dari apa yang sampaikan diatas adalah, bahwa, SDM kita (indonesia) untuk salah

satu contoh kasus diatas bisa bersaing dengan designer luar dan designer luar juga ternyata

juga tidak punya kemampuan yang luar biasa. Yang membedakan, adalah mereka lebih

sabar karena disokong oleh perusahaan dengan dana yang kuat untuk bersabar.

Page 4: Deep Water(1)

 

Saya yakin teman teman banyak yang lebih hebat dan lebih punya pengalaman dalam desain

bangunan lepas pantai. Cuman masalahnya, siapa penyandang dana yang kuat yang mau untuk

invest dan coba coba buat perusahaan desain di tanah air, dengan memanfaatkan enginer dari

tanah air ?

 

Ditunggu sharingnya.

 

Tabik

budi setyo

Saya sependapat dengan Bapak dalam hal eksplorasi migas. Memang bukan hanya di Indonesia

Eksplorasi migas nya mulai menuju ke laut dalam, namun sudah mulai dilakukan diseluruh

dunia. Sehingga kedepan eksplorasi dan produksi migas tentunya akan menuju ke laut dalam .

Tangkaplah masa depan ini. Namun teknologi secondary atau tertiary recovery juga masih cukup

prospektif dilapangan lapangan migas kita . ingat Caltex dulu bisa meningkatkan produksi di

lapangan Duri dari 50,000 bbls / day menjadi 300,000 bbls /day pada awalnya dengan steam

floodnya.

 

Untuk jasa penunjang eksplorasi dan produksi di  laut dalam Indonesia sama sekali belum siap.

Disinilah saya mengharapkan Jurusan Kelautan  di Universitas berperan. Kita tidak punya kapal

survey seismic laut baik untuk mencari migas maupun untuk site survey di laut dalam. Untuk

melakukan pemboran di selat Makasar (blok Surumana) ExxonMobil menunggu pembuatan 

rignya samapi setahun. Biayanya ?

 

Untuk 1 (satu) sumur saja habis lebih dari 100 juta USD , cilakanya dry hole lagi. Maaf

perusahaan migas nasional belum mampu yang ini

 

Page 5: Deep Water(1)

Nah rekan dan adik2  untuk kedepan :

Belajarlah teknologi deep water  seperti saran Pak el Mundo.

1.Pelajarilah teknologi secondary/tertiary recovery

2.Meskipun kita telah mengembangkan migas kita lebih dari seabad dan merupakan pionir PSC ,

industry penunjang kita masih amat sangat sedikit. Menurut pengamatan saya Malaysia lebih

maju, merebut dollar disana

3.Suatu saat migas Indonesia akan habis. Maka kembangkanlah teknologi untuk penunjang

industry migas, karena sepertinya   industry migas dunia masih akan lama.

4.Bagi otoritas migas Indonesia, silahkan membuat insentif eksplorasi laut dalam baru, yang

lebih menarik bagi investor (terutama asing) tanpa merugikan Indonesia.

 

Salam….Sulis

Re: Re: [Oil&Gas] Deep Water

Saya merasa perlu untuk mengoreksi tulisan Pak Sulis "jasa penunjang eksplorasi dan produksi

di  laut dalam Indonesia sama sekali belum siap".

Tampaknya saya perlu mengupdate apa yang sudah dilakukan oleh putra bangsa tentang laut

dalam.

Di Kaltim sudah ada West Seno (laut dalam di Selat Makasar) yang dioperasikan oleh Chevron.

Kebetulan saya kenal secara pribadi engineer yang melakukan pemboran dan design fasilitasnya.

Keduanya berkulit sawo matang. Designernya juga anggota milis, namun karena kesibukan dan

kerendahan hatinya maka beliau tidak muncul.

Beberapa tahun lalu kebetulan saya juga turut serta membuat satu SNI yang berkaitan dengan

pemboran di laut dalam.

 

Pada saat ini Chevron sedang melelang FEED untuk lapangan Gendalo-Gehem yaitu ladang gas

di laut dalam di Selat Makasar juga.

Page 6: Deep Water(1)

Kita tidak perlu heran bila salah satu perusahaan Jasa Indonesia (saya tidak akan menyebutkan

namanya) sudah diseleksi untuk dapat turut serta pada pelelangan yang dimaksud.

Bila perlu silahkan mendapatkan beritanya

pada http://www.upstreamonline.com/live/article196068.ece

 

Kesimpulannya, tidak ada yang perlu diragukan tentang kemampuan putra bangsa untuk dapat

mengembangkan dan mengelola migas di laut dalam.

 

Disamping itu pak Sulis menulis juga: 

4.Suatu saat migas Indonesia akan habis. Maka kembangkanlah teknologi untuk penunjang

industry migas, karena sepertinya  industry migas dunia masih akan lama.

Saya ingin menambahkan bahwa Indonesia harus mulai menabung petro dollar untuk

kesejahteraan rakyat semasa cadangan migas kita habis atau menipis.

Menghabiskan petro dollar kita pada tahun yang sama saat migas di produksikan, berarti tidak

mengakui bahwa manusia Indonesia yang akan lahir adalah rakyat Indonesia juga yang memiliki

hak yang sama untuk turut menikmati migas sebagai kekayaan alam Indonesia. Manusia

Indonesia yang lahir kelak harus turut pula menikmati hasil migas yang diproduksikan hari ini.

Seharusnya demikianlah kita menafsirkan UUD kita.

 

Salam,

 

Elwin Rachmat

Terima kasih Pak Elwin atas koreksi dan komentarnya. Saya bangga sudah mulai ada Perusahaan

Jasa  Nasional yang mulai terjun ke teknologi laut dalam. Mudah2an tidak hanya FEED saja

tapi sampai ke EPC kedepan dan mudah2an juga Perusahaan Nasional  untuk FEED ini tidak

hanya sebagai pendamping saja, untuk nantinya dikalahkan dengan berbagai alasan.

 

Page 7: Deep Water(1)

Memang betul kita harus menabung petro dollar, itu kalau bisa. Nyatanya kita selalu nambah

hutang setiap tahunnya, baik untuk pembangunan yang katanya nggak bisa distop maupun untuk

standby menghadapi krisis global.

Tentang tulisan saya yang no.4 , memang kita harus menyiapkan perusahaan jasa penunjang

perminyakan karena cadangan kita yang saat ini terus menerus tekor akibat new discovery setiap

tahunnya  untuk penambahan cadangan yang sangat kecil  dibandingkan dengan konsumsi

minyak kita., sehingga minyak kita tentunya akan habis suatu saat. Oleh karena itu perusahaan

jasa penunjang masih dapat berperan dalam kancah internasional, disamping perusahaan migas

nasional yang beroperasi di luar Indonesia, sehingga petro dollar bisa mengalir ke Republik ini.

Persoalaannya adalah disiapkannya  strategy nasional oleh otoritas perminyakan sehingga

perusahaan jasa nasional dapat betul betul berperan diindustry migas nasional sehingga keikut

sertaan perusahaan jasa nasional dalam tender KPS bukan hanya sekedar untuk

formalitas .Semoga.

 

Salam..Sulis

 

Setuju Pak El..!!

 

Wah meskipun wis tue (mungkin yang dimaksud wis tuwek = sudah tua), tapi semangatnya ngga

kalah dengan yang masih muda :-).

 

Sebenarnya banyak putra putri Indonesia yang bergabung di perusahaan migas multinasional (oil

company, contractor, service company, etc) untuk project deepwater di Chevron, ExxonMobil,

Anardarko, Statoil, Talisman di Selat Makassar. Juga Inpex di Laut Arafura. Mereka banyak

yang lulusan dari perguruan tinggi dalam negeri yang mempunyai background disiplin teknologi

Kelautan seperti ITS dan ITB.

Page 8: Deep Water(1)

 

Hanya saja saat ini memang belum ada perusahaan nasional yang menjadi leading untuk project

deepwater. Tinggal menunggu waktunya saja, mudah2nya Pertamina dalam waktu dekat dapat

menyusul, apalagi saat ini Pertamina sudah sukses menjadi operator di ONWJ.

 

Yang kita harapkan saat ini para perusahaan multinasional tersebut dapat bekerjasama dengan

lembaga penelitian dan pendidikan tinggi seperti BPPT, Lemigas, ITS, ITB, etc termasuk

perusahaan nasional untuk terlibat langsung dalam project deepwater, sehingga dapat memacu

penguasaan teknologi deepwater. Saya yakin pendidikan tinggi yang mempunyai background

disiplin teknologi Kelautan seperti ITS dan ITB, teknologi deepwater sudah tidak asing lagi,

terutama untuk pengembangan offshore structure.

 

Kita tentu masih ingat project West Seno, phase 1 TLP-A termasuk FPU dan offshore pipeline ke

Santan. Lembaga penelitian, pendidikan tinggi dan perusahaan nasional pun dilibatkan sehingga

dapat ikut belajar untuk penguasaan teknologi deepwater. Efeknya pun, para mahasiswa di

perguruan tinggi tersebut dapat mengambil Tugas Akhir dengan topik deepwater dengan akses

data yang cukup, dsb.

 

Salam,

Didik

Pak El Mundo

Saya setuju sekali dengan Pak El Mundo. Sedikit mau menambahkan,

saya rasa baik yang di univ maupun instansi terkait sudah menyadarinya...

Hanya saja mereka tidak bisa bergerak sendirian. Dalam hal ini harus ada

dukungan kebijakan dari pemerintah.

Misal jika PSC mengerjakan project deepwater semua penelitian harus di lakukan

di dalam negeri tidak boleh di bawa keluar negeri jika kita masih mampu. Selama

ini, link and match antara institusi pendidikan dan industri seperti terputus,

Page 9: Deep Water(1)

diharapkan jika penelitian di lakukan di institusi di indonesia dapat mengurangi

dan meningkatkan pengetahuan institusi di indonesia pula.

Kemudian kita bisa juga menempatkan misal 3 orang engineer lokal untuk menempel

dan mendokumentasikan tiap orang expat, hal ini dapat meningkatkan knowledge

deepwater kita juga.

Mahasiswa jika di beri kesempatan untuk ambil tugas akhir di project deepwater

pasti juga akan sangat bermanfaat

Bottom line harus ada kerjasama yg sinkron antara para stakeholder

Salam,

Makintha

Saran yg sangat tepat pak,Selain itu selayaknya segera di benahi sikap mental kita in general,

artinya segera merespon/bertindak tanpa ragu2 peluang masa depan yg ada (karena jelas sdh

berpotensi), berani menerima tantangan utk segera take over teknologi, sehingga tidak selamanya

dikendalikan (sampe kapan?), tidak jenuh berexperiment (modal experiment disiapkan

goverment yg jujur),sehingga memiliki R n D oil and gas hebat didunia dan visi yg kuat dan

segera diwujudkan menjadi operator oil n gas kelas dunia yg mengusai teknologi laut dalam.

Mampukah?

Murphy Kikeh sebagai project deep water malaysia yg pertama, siapa yg membangun fpso dan

sparnya hingga sukses? Kami, kita enginer2 indonesia, di waktu lalu. Jadi apalagi? Hadapi

challenge itu, berontak akan penetrasi asing. Kita memiliki resources yg mumpuni, manusia dan

alamnya. Jangan biarkan lagi kesempatan2 terbaik kita di ambil pihak luar, jangan mau terus jadi

bangsa subordinat ! Tapi mmg ada satu hal yg tetap harus dienyahkan agar kita bisa konsentrasi

mewujudkan semua, yaitu kita jangan di pusingkan lagi dgn cerita cicak dan buaya beserta cerita

turunannya.

Page 10: Deep Water(1)

Yg diatas sana, biar makin enak rileksnya, tolong pikirkan itu, biar anak2 bangsa bisa bekerja

maksimal dan professional...

Sekedar mengamini informasi Pak IJP. Kuliah coursework master di NUS bisa

ditempuh dalam satu tahun - asal full time. Ini dengan asumsi rekan2 mengambil

dua semester plus semester pendek (summer). Kalo part time agak susah untuk

selesai 1 tahun karena uni membatasi jumlah modul yang diambil. Kasus saya dulu,

perlu ambil 10 modul. Karena awalnya takut ambil 4 modul di semester pertama

terus di semester kedua ambil 5 modul dengan justifikasi nilai yang baik dan

harus cepat selesai karena tidak bekerja sementara harus support keluarga. 1

modul sisanya bisa diambil di summer course. Yang perlu dilihat tidak semua

modul tersedia di setiap semester.

 

Jungkir balik? Ah...itu bagian dari perjuangan :) . Memang betul tapi masih

sempet kok jalan sama temen2 Indo, olahraga bareng atau cuci mata mengukur jalan

Orchard Road.

Mas Wahyu dan Pak IJP, untuk sekedar Offshore Engineering, ITS punya Jurusan

Teknik Kelautan (Offshore Engineering), dengan beberapa spesialisasi, yang salah

satunya adalah struktur bangunan laut. saya pikir ini potensial buat

dikembangkan lebih jauh ke arah deep water technology (terserah mau di fokuskan

dimananya).

apa sih Pak yang Indonesia ga bisa? saya pikir yang pertama sih memang dari

kampus dulu, bikin program yang mengakomodasi deepwater study.

kalo ga ada industri di dalam negri yang bisa menampung, ya bisa jadi expat

seperti pak Budi.

Fakultas Teknologi Kelautan ITS sudah seharusnya memang bisa memproduksi lulusan

Page 11: Deep Water(1)

yang berspesialisasi di deepwater. dan tentu saja kampus yang lain.

mungkin bisa di cc ke mendiknas? :D

Bang Yuyus,

FTK ITS saat ini mempunyai unit riset "Pusat Kajian Laut Dalam" dikomandani oleh Prof.

Eko Budi Djatmiko. Diharapkan dari sini bisa memproduksi lulusan spesialisasi laut dalam. Ini

memang relatif baru jadi mungkin outputnya belum banyak.

-Ika-

Pak El,

 

Saya mengamini saran bapak, soalnya bidang saya sendiri saat ini lebih banyak ngurusin proyek2

laut dalam. Tidak mudah memang untuk mengembangkan bidang ini di negeri kita saat ini.

Bukan karena kita tidak mampu, tapi seperti biasa masalah utamanya karena kita tidak atau

belum banyak diberikan kesempatan untuk mendalami bidang ini. Masukan saya sbb:

 

1. Mungkin pintu gerbang utama untuk akses teknology ini adalah BP Migas. Seperti yg pak

Sulis singgung, untuk justifikasi proyek laut dalam dibutuhkan kondisi finansial yg

kondunsif. Harga minyak tinggi atau volume reservoir yg besar. Karena biaya yg besar

dan teknologi yg tinggi, perusahaan nasional belum mampu melakukannya sendiri. BP

Migas harus berusaha untuk 'mengawinkan' perusahaan nasional dengan perusahaan

minyak internasional untuk mengerjakaan proyek2 seperti ini.

2. Sistim bagi hasil atau PSC boleh2 aja, tapi bukan berarti peran kita hanya seperti orang

kaya di kota yg punya petak sawah di kampung. Kita cuma 'menarik' hasil panen,

sementara si petani yg ngerjain semuanya. Saya kira ini yg terjadi selama ini. Makanya

Page 12: Deep Water(1)

sampai saat ini kita belum bisa apa-apa. Kita harus aktif berperan dari awal sampai tahap

akhir proyek.

3. ITS dan ITB bisa dijadikan centres of excellent dibidang ini. Perlu diketahui bukan hanya

floating platforms fokus kita, tapi juga bidang sub-sea, pipeline dan riser teknologi. Saya

terkesan dengan pengalaman pak Ato dan pak Bobby dibidang sub-sea sewaktu

diseminar floating platform di ITB bulan Juli yg lalu. Ini sebagai bukti bahwa orang kita

mampu, apabila diberikan kesempatan.

4. Fasilitas laboratorium hidro dinamika kita mungkin agak ketinggalan untuk melakukan

model testing proyek laut dalam, karena keterbatasan kedalaman model basin-nya. Tapi

yg lebih penting disini, kita yg bergerak dibidang offshore teknology harus berusaha

mengikursertakan mereka didalam proyek2 nasional. Dengan demikian pengalaman

mereka semakin bertambah dan kepercayaan internasionalpun akan bertambah pula.

Sehingga tidak hanya Marin atau Marintek yg dijadikan acuan Internasional.

Setuju dengan pak El, harus ada keinginan dan usaha yg serius dari kita sendiri dan pihak

pemerintah kalau kita mau menguasai teknologi laut dalam ini. Teknologi ini tidak bakalan

berhenti di industri minyak dan gas saja. Pastinya akan banyak berguna dimasa masa datang.

Apalagi kita adalah negara maritim dimana 2/3 wilayahnya adalah laut.

 

Jangan meragukan lagi kemampuan bangsa sendiri. Berikan kesempatan, bangsa Indonesia pasti

mampu melakukan !!

 

Wassalam,

 

Iwan

++++++++++++++++++++++++

Pak Iwan Wrote :

4. Fasilitas laboratorium hidro dinamika kita mungkin agak ketinggalan untuk melakukan model

testing proyek laut dalam, karena keterbatasan kedalaman model basin-nya. Tapi yg lebih

penting disini, kita yg bergerak dibidang offshore teknology harus berusaha mengikursertakan

Page 13: Deep Water(1)

mereka didalam proyek2 nasional. Dengan demikian pengalaman mereka semakin bertambah

dan kepercayaan internasionalpun akan bertambah pula. Sehingga tidak hanya Marin atau

Marintek yg dijadikan acuan Internasional.

+++++++++++++++++++++++++

 

FYI .. Pak Iwan dan rekans migas.

Lab. Hidro BPPT Surabaya akhir tahun ini dan awal tahun depan terlibat dalam pekerjaan

pemodelan (numerik dan fisik) untuk INPEX PROJECT - Floating LNG (LNG FPSO) di abadi

Field di block Masela di sekitar laut arafura, dengan kedalaman 400 - 800 m. Tipe mooring yang

dipakai adalah external turret mooring.

Karena keterbatasan kedalaman kolam uji di lab, maka proses pemodelan menggunakan

gabungan iterasi numerik dan pemodelan fisik di kolam uji dengan metode truncated method

(model di dalam model). Ini sangat menantang ... karena merupakan pengalaman pertama untuk

memakai metode truncated ini. Karena biasanya, dalam pemodelan subcale di lab, hanya

mengacu 3 hukum kesamaan, (kesamaan geometri, froude dan reynold). Dengan memakai

metode truncated, maka 3 hukum kesamaan dasar diatas "diakali" untuk masih bisa

mengakomodasi keterbatasan kedalaman kolam. MARIN - netherland akan digandeng untuk

supervisi selama pekerjaan berlangsung, karena MARIN punya pengalaman yang lebih,

kususnya untuk pengujian dengan metode truncated.

 

Tabik

Budi

Pak Budi,

 

Terimakasih atas informasinya pak. Hybrid modelling lewat 'model the model' konsep memang

lagi ngetrend saat ini. Karena keterbatasan kedalaman basin tadi. Mudah2-an lab Hidro bisa

publikasikan hasil model test-nya. Biar kita yg ada dibelahan dunia lain bisa tau.

 

Here we go, yg lagi IN aja orang kita nggak ketinggalan kok. Terus apanya dong yah?

 

Page 14: Deep Water(1)

FYI - China baru aja meresmikan fasilitas lab hydro-nya yg lumayan lengkap. Hampir semua

operator besar diundang dan datang waktu peresmian. Mereka sudah mencanangkan sebagai

centre of excellence industri maritim Asia. Galangan2 kapal besar sudah mereka bangun. Korea

aja sudah mulai ketakutan. Masa China lagi China lagi?

 

 

Wassalam,

 

Iwan

sejak diskusi ini digulir, sudah bayak info yg kita dapatkan.  Ternyata banyak

SDM kita yg mampu, bahkan walaupun jumlahnya tak banyak,  ada SDM kita yg

involve di negara lain. Ternyata juga penelitian (lab hydro) kita juga tidak

ketinggalan, bahkan selangkah lebih maju dengan kerterbatasannya mencoba hybrid

modelling method yg mungin baru pertama kali di coba. 

 

Pertanyaannya (mungkin pak Iwan dapat menjawabnya) mengapa FEED engineering

projek2 Migas selalu di kerjakan oleh/dinegara lain?

West Seno mengapa projectnya masih berkantor di

Louisiana Street - Houston, mengapa tidak di Plaza Senayan atau Sarana Jaya?. 

Mengapa Inpex Masela tidak di Jakarta tapi di Yokohama.  Kan cost mereka2 yg

bekecimpung disitu di bayar oleh rakyat Indonesia?   Ada yang kurang disini,

apa ya?

 

El M

Mungkin ada hubungannya juga dengan keaadan makro negara kita, seperti beberapa kasus yang

lagi rame, dimana terjadi "kekurang harmonisan" antara lembaga/badan/institusi yang ada.

 

- Personal building, sudah banyak yang mumpuni,

Page 15: Deep Water(1)

- Comunity building sudah banyak yang bagus cuman kurang bersinergi untuk tujuan yang lebih

besar

- Nation Building ... ndak tahu, mau dibawa kemana .. perlu rencana, target dan tujuan yang

lebih jelas dan terukur

 

Maaf kalau ngelantur

 

Tabik

budi setyo

ya...barangkali karena konsep PSC kita yg menganut cost recovery. Jadi mereka sadar bahwa

cost2 dari project study tsb akan dibayar oleh RI. Kecuali BPMIGAS dengan tegas nodong

bahwa semua project harus dilakukan DN (kan itu duit RI)

Lain ceritanya barangkali bila kita menganut sistem kontrak yg lain (contoh, royalti & tax-nya

Norway) dimana cost sepenuhnya ditanggung kontraktor. Dengan begitu kontraktor dengan

sendirinya dituntut untuk se-efisien mungkin (siapa sih yang mau margin antara revenue dan

cost-nya tipis?). Otomatis untuk itu, mereka akan memprioritaskan study di DN dgn SDM DN yg

jauh lebih murah.

 

Sekedar lempar wacana saja :)

 

-Eko-

Pak el Mundo,Pertanyaannya (mungkin pak Iwan dapat menjawabnya) mengapa FEED

engineering projek2 Migas selalu di kerjakan oleh/dinegara lain?

Proyek INPEX Masela, FEED berkaitan dengan mooring analysis dikerjakan oleh kawan-kawan

FTK-ITS bekerja saman dengan Lab Hidrodinamika BPPT. Satu staf FTK ITS bidang

Page 16: Deep Water(1)

hidrodinamika dan satu staf Lab Hidro dari divisi Manouvring dan Ocean Basin saat ini sedang

berada di MARIN (Maritime Research Institute Netherlands) untuk menjalankan program "time

domain" simulasi mooring FLNG Masela ini dan juga training untuk pemodelan laut dalam.

Kemballi ke republik tercinta nanti hasil simulasi akan digunakan untuk setting-up model test

yang akan dilakukan di Lab Hidro di Surabaya.

Mungkin pak El Mundo akan bertanya lagi, mengapa harus ke Belanda. Ya karena MARIN

adalah mentor Lab Hidro pada saat lahirnya dulu. Waktu itu setelah disapih sekian tahun belum

sempat bisa jalan sendiri, dana habis sehingga kerjasama teknis berhenti. Dengan proyek Masela

inilah kesempatan untuk menjallin hubungan kembali. Mudah-mudahan bisa menyaingi atau

paling tidak mendekati negara tetangga Singapore yang tidak punya fasilitas uji model tapi

cukup jauh meninggalkan kita dengan riset-riset offshore engineeringnya. 

Saya mendengar gosip dari negara tetangga Malaysia bahwa UTM (university Teknologi

Malaysia) juga sedang memacu kompetensi riset bidang kelautan. Mereka dalam upaya

mendekati SHELL guna mendapatkan dana bantuan untuk membangun kolam uji offshore. Info

ini saya dapat dari kawan yang sekarang menjadi dosen disana. Mudah-mudahan Indonesia tidak

kesalip ya Pak......:-)

Regards,

-Ika-

Apa ya yang harus didiskusikan dari Deepwater Development ?

Maksudnya supaya nggak liar kesana-kemari.Mungkin bisa dimulai dari aspek-aspek project,

seperti concept dan teknologi

platform/facility yang mungkin digunakan untuk Deepwater.

kan tersedia pilihan mulai dari FPSO, TLP, Semi-sub, dll.

Kalau TLP mungkin bisa diperkecil apakah tipe StarSea, Moses, Classical TLP,

dll.

Page 17: Deep Water(1)

Dan kemudian khusus naval architect dan tendon engineeringnya.

Lalu nanti boleh pula diobrolin Flowline dan Riser yang juga cukup menantang

dari aspek design/engineering, lalu masuk phase fab/const/installation nya.

Dari aspek Project Management, boleh juga membahas aspek commercial dan cost

aspect.Lebih menarik sekali jika ada diskusi tentang Project human Resources,

karena di area ini kita mulai terkena sengatan jiran yang sudah mulai didepan dalam hal SDM

ini.Contoh, project FEED Malikai Deepwater yang sekarang berjalan, dimotori oleh

JV AMEC dan MMC (local co.) adalah salah satu misi jiran mempersiapkan SDM

mereka, agar di masa yad, lokal SDM akan lebih besar peranannya. Lalu

company EPC lokal pun tak ketinggalan dalam misis project ini. Dgn jelas2

Supermajor Shell menyebutkan nama perusahaan lokal yang akan diangkatkompetensinya lewat

project ini.Bagaimana Garuda ?Salam dari Peninsular

d'Art.

Software untuk analisa deepwater

Milister,

Salah satu software yg bgus utk analisa mooring adalah AQWa yg dapat tersambung dgan ansys.

Apakah ada pelatihan Aqwa di indonesia? Karena setahu sy bru di singapore dan perth. Kira2

apa bisa ya KMI bekerja sama dgan instansi2 pendidikan utk menyelenggarakan training

software semacam ini? Mengingat biaya training yg di singapore bisa sampai puluhan juta

rupiah. Apakah bisa diselenggarakan dgn biaya kursus yg jauh lebih ringan?

Trims

Page 18: Deep Water(1)

Kalau dibandingin sama Orcaflex atau Dynflex gimana pak ?

Karena Orcaflex agak populer di tanah air. Dan sudah banyak yang menguasai software ini.

Jadi kalau memang untuk training, mungkin bisa pakai resource dari tanah air, ndak usah jauh

jauh. Bisa hemat devisa banyak.

 

salam

budi setyo

Kalau dynflex saya ga tau. tapi terkadang client/owner punya preference

tersendiri.

Kalau Orcaflex untuk melakukan time domain mooring analysis dia membutuhkan data

dari software2 lain yang khusus mengeluarkan nilai2 koefisien untuk 1st order

diffraction wave load juga 2nd order diffraction wave load. Jadi Orcaflex hanya

motion analyses, karakteristik pergerakan vesel harus dilakukan di software lain

misalnya Moses, Seasoft, Aqwa, SACS untuk 1st order saja, Maxsurf dll.

Saya sendiri juga blm tau Aqwa, tapi yang saya liat di brosur, Aqwa menghitung

sendiri koefisien 1st dan 2nd order wave load dan kemudian dia mensimulasikan

mooring analysis di dalam software yang sama tidak perlu pindah2 software.

Makanya berarti Aqwa lebih canggih daripada Orcaflex. Moses sendiri juga ada

modul mooring analysis tapi kurang user friendly. Tidak semudah orcaflex. SESAM

juga dengernya bisa untuk mooring analysis, anggota milis ada yang jago sesam

trims

Trims Pak Uci penjelasannya.

Page 19: Deep Water(1)

Barusan lihat lihat Aqwa di Mbah Google, mantab. Cuman gimana dapetin (baca ; gratisan)

untuk belajar. Paling tidak kalau dapet project yang sebenarnya, sudah familiar dengan software

ini.

 

Pernah pakai Orcaflex untuk time domain analysis mooring FPSO. Untuk model geometri,

dibuat pakai maksurf (karena pertimbangan kemudahan). Model geometri kemudian ditransfer

ke software analisa gerak, pakai MOSES. Sebenarnya bisa langsung dari Maksurf ke Seakeper,

cuman Seakeper kurang mantab karena untuk analisa gerak, harus input sendiri koefisien

damping floating bodi. Setelah dapat RAO dari MOSES, maka dipakai soft. Orcaflex untuk

analisa mooringnya. Model geometri Orcaflex dari Maksurf, dan input RAO dari MOSES. Ribet

memang, tapi menurut saya itulah cara yang paling "aman"

dan bisa ditrace kebenarannya.

 

Mangkanya kalau ada soft. yang bisa potong kompas, tangan ini jadi gatal untuk belajar lagi. Oh

iya satu pak ... untuk pembuatan model geometri AQWA ini gimana ? Karena software FEA

(finite elemet analysis), biasanya ribet untuk bikin model geometrinya.

 

Ditunggu sharingnya dari para pakar MIGAS

 

Tabik,

budi setyo

Kenapa tidak pakai MOSES saja pak?

Lebih familiar dan banyak dipakai di berbagai analisis floating structure

 

Regards, RES

Mungkin yang perlu didiskusikan juga adalah penguasaan desain engineering, dan instalasi

Page 20: Deep Water(1)

subsea facility dan subsea tie in untuk pengembangan lapangan marjinal atau lapangan yang

tidak memiliki justifikasi finansial untuk dibikinken floating atau surface facility, atau ada

justifikasi finansial tapi lebih murah dan cost saving dengan develop subsea facility dan di tie in

ke existing surface facility terdekat. Meskipun awalnya untuk aplikasi deepwater, tapi saya kira

aplikatif juga untuk range kedalaman yang lain.

 

Saya kira ke depannya tipe2 proyek brownfield untuk mengakomodasi subsea dan greenfield

(subseanya sendiri) seperti ini akan cukup mendominasi.

 

Mungkin bisa dijadikan ide untuk penelitian2 lanjutan mengenai subsea separation, hydrate

control dan dehydration dari sisi proses dan flow assurance, juga bagaimana aset management

dan aset integrity nya.

 

Salam,

Teddy-Melb

Sabar pak Dirman, lagi asyik nih...;-))...biarkan kita ngobrol ngalor ngidul dulu pak, seperti

ngobrol di warung kopi. Atau kalau pake istilah kerennya 'brain storming'. Saya senang melihat

animo yg cukup tinggi dari teman2 semua akan teknologi laut dalam ini.

 

Untuk masalah floating platform concept, silahkan tambahkan perbendaharaan perpustakaan kita

di milist ini. Kirim lewat pak Budhi. Kita sempet membentuk forum floating platform. Tapi

sayang karena kesibukan masing-masing, programnya agak tersendat-sendat. Walaupun begitu,

kita sempat ngadain seminar dadakan di ITB bulan Juli yg lalu. Mudah2-an temen2 yg berada di

Indonesia bisa lebih aktif lagi untuk mengadakan forum2 diskusi seperti ini. Pak Jamsir, pak

Murdjito, dll, mudah2-an bisa menyisihkan lebih banyak waktu untuk kegiatan forum ini. Masih

banyak yg perlu dibenahi, termasuk masalah regulasi.

 

Untuk masalah software, saya liat pak Uci sudah punya list yg banyak. Sementara itu, pak

Murdjito bersama ITS-nya juga banyak berpengalaman dalam hal analysis menggunakan state-

Page 21: Deep Water(1)

of-the-art software seperti Orcaflex, AQWA, dsb. Mungkin juga mereka sudah mahis

menggunakan fully coupled analysis software seperti Winpost/Charm3D, Rifflex dan deepC.

 

Mungkin pak Eko Djatmiko dan temen2 di ITS bisa memberikan kita informasi lebih lengkap

tentang program laut dalamnya, seperti yg pak Ika kemukakan. Mudah2-an banyak yg berminat

untuk menggeluti bidang ini.

 

Insya Allah saya akan share, sebisa saya, pengalaman teknologi laut dalam di Gulf of Mexico

(GoM) dan North Sea. Perlu diketahui masing-masing lokasi mempunyai keunikan sendiri2.

GoM dengan hurricane dan loop-currentnya. Sementara West of Shetland (juga North Sea)

sangat terkenal dengan ombak yg ganas (tinggi gelombang bisa mencapai 35 meter, 100-yr

return period). Bandingkan dengan perairan Indonesia yg cuma beberapa meter saja. Tapi

Indonesia juga mempunyai keunikan tersendiri seperti earth quake, Tsunami,dsb.

 

Kita membutuhkan seorang figur seperti bapak milist kita pak Budhi yg pantang menyerah untuk

memajukan kemampuan bangsa kita dalam industri migas ini. Pak Budhi, apa kabar?

 

Wassalam,

Iwan

Kalo aqwa sudah dikuasai di ITS, bolehkah ITS bekerja sama dgan KMI mengadakan

kursus aqwa dgan biaya yg mudah terjangkau. Sy sendiri jg blum bisa aqwa dan

pingin belajar.

Salah 1 yg user friendly adalah seasoft, cuma output hanya berupa angka2 saja.

Jalan dalam dos mode. Kita harus plot sendiri hasilnya. Tapi pembuat software

ini tdk menjual software nya hanya menyewakan melalui internet. Biaya sewa min 6

bulan seharga 9k USD. Ada modul ship sim utk 1st order wave slowsim utk 2nd ord.

Ada TLP sim, semisim, discsim, moorsim. Sangat user friendly. Pembuatnya namanya

Dr.Richard Hartman. Dia tdk menjual karena takut dibajak. Hehehe.

Page 22: Deep Water(1)

Trims

Setahu saya AQWA belum dikuasai FTK ITS. Software ini sangat mahal harganya jadi agak

susah di-"gerilya". Kami sedang usahakan bersama dengan Prof Eko BJ dan Pak Murdjito

untuk sharing knowledge AQWA. Kalo ndak salah, malah Cak Iwan Aryawan yang jago AQWA

dulu pernah dipakai untuk simulasi turret mooring heading analysis. Betul Cak?

Regards,

-Ika-

Mas Iwan, terima kasih juga saya ucapkan ke anda yang telah mengorbankan waktu cutinya

sehari di Indonesia untuk berbagi pengetahuan mengenai deepwater dan floating platform

sewaktu KMI Goes To ITB, 26 Juni 2009. Pada seminar ini ada beberapa engineer Indonesia

selain Mas Iwan Aryawan – yaitu sdr. Ato Suyanto dan Bobby Weliyanto - yang

menyumbangkan pengalamannya sewaktu ikut proyek laut dalam di luar negeri. Dan dari data

pribadi anggota milis, ada puluhan anggota kita yang terlibat aktif dalam pengembangan

teknologi laut dalam di luar negeri, antara lain : Malaysia, Afrika Selatan, Aberdeen, Hpuston,

GoM, dll. Jadi dari segi SDM, kita sudah mampu.

 

KMI senang bisa ikut berkontribusi dalam pengembangan teknologi laut dalam, karena trend

pencarian minyak di Indonesia di waktu mendatang memang mengarah ke laut dalam. Untuk

Teknik Kelautan ITB, saya lagi bernegosiasi dengan ketua panitia agar memasukkan agenda

deepwater pada event Oceanovolution Dec 2009. Dengan Teknik Kelautan UI, kita coba

mendatangkan kembali President IMAREST Prof Choo ke Indonesia. Dengan Teknik Kelautan

ITS, nanti saya bicarakan dengan Pak Murdjito. Saya juga kemarin sudah berbicara dengan

penulis Buku Pintar Migas Indonesia “Teknologi dan Instalasi Subsea” yang akan meng-update

tulisannya dengan data terbaru.

Page 23: Deep Water(1)