demam tifoid review

23
DEMAM TIFOID DAN KOMPLIKASI PENDAHULUAN Demam tifoid adalah penyakit endemis dan merupakan masalah kesehatan terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari WHO yang dikutip oleh Azhali pada tahun 1997 sedikitnya 17 juta kasus baru dan lebih dari 600.000 kematian dilaporkan setiap tahun. Lebih dari 62% dari seluruh kasus terjadi di Asia dan sebanyak 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara setiap tahun. Dengan penggunaan antibiotik yang tepat angka kematian akibat komplikasi demam tifoid di negara maju hanya mencapai <1%. Sedangkan di negara berkembang angka kematian akibat komplikasi demam tifoid mencapai>10%. Pada daerah endemis, demam tifoid banyak menyerang anak sekolah dan remaja. 1,2,3 Beberapa hal yang masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan demam tifoid adalah adanya strain kuman yang resisten dengan antibiotik dan keterlambatan membuat diagnosis yang pasti. Gejala klinis demam tifoid pada anak tidak khas, sehingga hal ini dapat memperlambat diagnosis dan penanganan pasien. 1,4,5,6

Upload: zulia-ahmad-burhani

Post on 30-Sep-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mbj

TRANSCRIPT

DEMAM TIFOID DAN KOMPLIKASI

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit endemis dan merupakan masalah kesehatan terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari WHO yang dikutip oleh Azhali pada tahun 1997 sedikitnya 17 juta kasus baru dan lebih dari 600.000 kematian dilaporkan setiap tahun. Lebih dari 62% dari seluruh kasus terjadi di Asia dan sebanyak 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara setiap tahun. Dengan penggunaan antibiotik yang tepat angka kematian akibat komplikasi demam tifoid di negara maju hanya mencapai 10%. Pada daerah endemis, demam tifoid banyak menyerang anak sekolah dan remaja.1,2,3Beberapa hal yang masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan demam tifoid adalah adanya strain kuman yang resisten dengan antibiotik dan keterlambatan membuat diagnosis yang pasti. Gejala klinis demam tifoid pada anak tidak khas, sehingga hal ini dapat memperlambat diagnosis dan penanganan pasien.1,4,5,6

TINJAUAN PUSTAKA

DefinisiDemam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan panas berkepanjangan disertai dengan bakteremia, sekaligus multifikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch.1 Penulis lain membuat kriteria demam tifoid adalah demam 7 hari atau lebih dengan gejala saluran pencernaan dan gangguan pada sistem syaraf pusat seperti sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran.6 Pada tahun 1829 Pierre Louis (Prancis) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti seperti typhus. Kata typhoid maupun typhus berasal dari kata Yunani, yaitu typhos. Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam yang disertai dengan kesadaran terganggu.1

PrevalensiBesarnya angka pasti kasus demam tifoid sangat sukar ditentukan, karena penyakit ini dikenal mempuyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. 1 Insiden penyakit demam tifoid di dunia pada tahun 2000 diperkirakan sebanyak 21.650.974 kasus, dengan angka kematian sebanyak 216.510 kasus. Insiden di negara - negara berkembang didapatkan 10-540 kasus per 100.000 penduduk (0.5%). Sedangkan di negara maju seperti di Eropa Barat, Amerika Serikat dan Jepang insiden pertahun hanya 0,2-3,7 kasus per 100.000 penduduk.2 Insiden di Indonesia rata-rata 906.000 kasus pertahun dengan angka kematian > 20.000 dan 91% kasus demam tifoid terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun.1,2,4

EtiologiKuman penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi. Kuman ini merupakan salah satu spesies genus Salmonella, keluarga Enterobacteriaceae, berukuran 0,3-1,0 x 1,0-6,0 um, bersifat invasif, berbentuk gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak berspora, fakultatif anaerob dan motil.2,5,7,8

Gambar 1. Salmonella typhi 9

Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:1,2,5,6,71. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup 2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein yang berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi antigen O dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri 4. Antigen Outer Membrane Protein (OMP). Merupakan bagian dinding sel terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan masuknya zat dan cairan ke dalam membran sitoplasma.

Gambar 2. Ilustrasi antigen pada Salmonella typhi.2

S typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia dan manusia sebagai natural reservoir. Manusia yang terinfeksi S typhi dapat mengeksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja. S typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Tetapi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi atau pada temperatur 63oC.1,2,6

PatogenesisPenularan S typhi sebagian besar melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman (karier), biasanya keluar besama-sama dengan tinja sehingga disebut melalui rute oro-fekal.1,2,10 Transmisi oro-fekal juga dapat terjadi dari seorang ibu pembawa kuman kepada bayinya pada saat proses kelahiran. Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.1Jumlah kuman yang dapat menimbulkan penyakit berkisar antara 1 juta-1 milyar. Bakteri S typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH6 tahun, leukopeni 36% kasus dan limfositosis 23% kasus.15

DiagnosisDiagnosis tersangka demam tifoid dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan S. typhi dari darah, sumsum tulang atau cairan tubuh lainnya. Keberhasilan isolasi S. typhi dari darah pasien lebih besar pada minggu pertama sakit daripada minggu berikutnya. Sedangkan keberhasilan biakan pada urin dan feses lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitifitas tertinggi yaitu hasil positif didapatkan sampai 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesemen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.2,10,13Uji serologi Widal merupakan suatu metoda serologik yang memeriksa reaksi aglutinasi antara antibodi dalam serum penderita dengan berbagai kekuatan larutan antigen somatik (O) dan antigen flagel (H) dari S typhi. Banyak senter yang berpendapat apabila titer agglutinin O sekali periksa 1/200-1/320 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedangkan aglutinin Vi dipakai untuk mendeteksi pembawa kuman S. typhi (karier)1. Beberapa peneliti melaporkan nilai sensitifitas, spesifisitas dan perkiraan uji yang rendah serta sulitnya melakukan interprestasi hasil. Hal tersebut karena belum ada kesepakatan nilai titer aglutinasi, jenis antigen yang dipakai di daerah endemik dan non endemik serta teknik yang berbeda antar laboratorium. Kelemahan lain adalah dapat terjadi negatif palsu karena penderita telah mendapat antibiotik, pengambilan serum tidak pada saat yang optimal kenaikkan titer, penderita imunokompromi, penderita telah divaksinasi dan stadium penyakit. Reaksi silang dapat terjadi karena uji Widal menggunakan Whole antigen (Crude) S typhi sehingga dapat menggambarkan infeksi dengan Salmonella lain yang memiliki antigen O yang sama seperti antigen O-9 dari S enteriditis dan antigen O-12 dari S paratyphi A dan B. Titer antibodi tinggi pada orang normal di daerah endemis. 2,17,18 Penelitian di Departemen IKA FKUI RSCM,dikutip dari Satari17 terhadap uji Widal yang positif pada penderita yang secara klinis menderita demam tifoid pada tahun 1990-1994 adalah 33,3% kasus, tahun 1999-2000 adalah 29,1% kasus dan tahun 2000 adalah 11,1% kasus.1Uji Tubex adalah tes aglutinasi kompetitif yang sederhana dan cepat (kurang dari 2 menit) dengan menggunakan partikel berwarna untuk meningkatkan sensitifitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella group D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibodi Ig M dan tidak mendeteksi IgG. Menurut beberapa penelitian tes ini menunjukkan hasil yang bervariasi dengan sensitifitas 78-100% dan spesifisits 89-100%.2 Typidot adalah uji yang didasarkan pada metoda untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen 50 kD S. typhi dan membutuhkan waktu 3 jam. Typhidot M adalah modifikasi Typhidot, uji ini untuk mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD dari S typhi. Uji ini memberikan keuntungan karena kecil kemungkinan terjadi reaksi silang dan sangat berguna dipakai di daerah endemis.2 Dipstick tes adalah uji dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Uji ini membutuhkan waktu sekitar 3 jam ,cepat, sederhana dan dapat dilakukan oleh orang yang tidak melalui pelatihan.2,4Polimerase Chain Reaction (PCR) telah digunakan untuk mendeteksi kuantitas DNA S typhi secara spesifik pada darah pasien dan hasilnya dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam. Metoda ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan biakan darah karena efektifitas kultur darah berkurang dengan lamanya sakit karena telah digunakanya antibiotik.1,10,17,19

Tata laksanaPengelolaan demam tifoid meliputi tiga komponen yang saling menunjang yaitu: perawatan, tatalaksana diet dan pemberian obat. Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar observasi, pemenuhan nutrisi, cairan dan elektolit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan dengan antibiotik merupakan pengobatan yang utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi S typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.1,2,13,19,20Diet yang dianjurkan untuk penderita demam tifoid adalah pemberian makanan kaya energi dan protein dengan rendah serat dan mudah dicerna serta vitamin dan mineral. Makanan yang lebih padat dengan kalori yang cukup dapat diberikan setelah demam reda..19,20Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam tifoid karena efektif, murah, mudah didapat dan dapat diberikan secara oral. Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari.21,22 Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun, sedangkan untuk osteomielitis akut dapat diberikan sampai 21 hari dan 4-6 minggu untuk meningitis.1 Mengingat kloramfenikol dapat menekan produksi sumsum tulang, maka kloramfenikol tidak boleh diberikan apabila jumlah leukosit < 2000/ul dan dosis maksimal kloramfenikol yang dapat ditoleransi untuk anak adalah 2 gram/ hari.19 Dari beberapa penelitian didapatkan sekitar 3-8 % galur Salmonella telah resisten dengan kloramfenikol.21 Pada penelitian Ringo- Ringo, dikutip oleh Hadinegoro SR19 pada 61 kasus demam tifoid di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS.Dr. Ciptomangunkusumo pada tahun 1996 didapatkan kasus yang sensitif dengan kloramfenikol 91,8% dan resisten kloramfenokol 4,9%.19 Tiamfenikol adalah turunan kloramfenikol yang juga aktif terhadap S typhi dan dapat diberikan secara oral. Obat ini dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil, interval lebih lama, dengan angka kekambuhan dan karier lebih kecil. Walaupun dapat menyebabkan depresi sumsum tulang tetapi hampir tidak pernah menimbulkan anemia aplastik 21Alternatif pilihan obat lain yang dapat diberikan apabila kloramfenikol tidak dapat diberikan adalah Ampisilin, Amoksisilin, Kotrimoksasol atau Sefalosporin generasi ketiga.19 Respons perbaikan klinis Ampisilin kurang dibandingkan dengan Kloramfenikol. Dosis Ampisilin yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan Kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Sedangkan dosis Amoksisilin dipakai dosis 100 mg/kgBB, selama 10 hari.19 Kombinasi Trimetroprim Sulfametoksasol (TMP-SMZ) dapat dipakai sebagai alternatif obat demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah TMP10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.1,13 Di India resistensi terhadap Kloramfenikol, Ampisilin dan TMP-SMZ terjadi sekitar 49-83%.1 Masalah resistensi ganda terhadap S typhi (Multiple Drug Resistance S typhi = MDRST) telah dilaporkan pada 50-75% kasus demam tifoid anak di Pakistan, Mesir, Mexico, Vietnam dan Thailand sejak tahun 1988. Sedangkan menurut Billo yang dikutip dari Hadinegoro SR melaporkan adanya community resistant MDRST rate pada tahun 1990-1994 sebesar 56%. Dikatakan MDRST apabila galur S typhi telah resisten dengan dua atau lebih antibiotik yang digunakan untuk pengobatan demam tifoid secara konvesional, yaitu Kloramfenikol, Ampisilin dan Kotrimoksasol.1,23 Pemberian antibiotik yang berlebihan, pemakaian antibiotik yang salah atau pemakaian antibiotik yang tidak tepat merupakan penyebab terjadinya MDRST di samping karena adanya faktor plasmid mediated . Strain yang resisten umumnya rentan terhadap Sefalosporin generasi ketiga. Pemberian Sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gr/hari ) selama 5-7 hari atau Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada kuman yang rentan. Akhir-akhir ini Cefixim oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama bila jumlah leukosit