departemen ilmu kesehatan mata fakultas...

17
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Laporan Kasus : Diagnosis dan Tatalaksana Keratoglobus Penyaji : Desi Kristina Utami Pembimbing : Dr. dr. Karmelita Satari, Sp.M(K) Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing Refraksi, Low Vision dan Lensa Kontak Dr.dr. Karmelita Satari , Sp.M(K) Rabu, 16 Desember 2020 Pukul 07.30 WIB

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

0

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

Laporan Kasus : Diagnosis dan Tatalaksana Keratoglobus

Penyaji : Desi Kristina Utami

Pembimbing : Dr. dr. Karmelita Satari, Sp.M(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Pembimbing Refraksi, Low Vision dan Lensa Kontak

Dr.dr. Karmelita Satari , Sp.M(K)

Rabu, 16 Desember 2020

Pukul 07.30 WIB

Page 2: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

1

DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF KERATOGLOBUS

ABSTRACT

Introduction : Keratoglobus is a bilateral, noninflammatory, ectatic cornea

disorder which the entire cornea becomes thin on a globular shape. There are

congenital and acquired forms of keratoglobus. Most of kerataglobus are

congenital form disorders. The goal of keratoglobus managements are to improve

visual function and to prevent loss of visual function. Involvement of patient

cooperation is important in the management of this disease.

Purpose : To report diagnostic and management of keratoglobus.

Case Reports : A 16 years old male was diagnosed with keratoglobus ODS + high

myopia OS + high astigmatism OS and conducted Rigid Gas Permeable lens fitting

to improve the visual function of the left eye, but the result was not satisfied.

Conclusion : Patient with keratoglobus was diagnosed by anamnesis,

ophthalmology examination and corneal topography examination that leads to sign

and symptoms of keratoglobus. The management of keratoglobus with RGP can

improve vision, but in this case the improvement is not significant. Surgical

management considered when non-surgical treatment failed. Routine follow up is

important to detect complications and progressive deteriorating of visual

impairment.

Keywords : keratoglobus-contact lens- Rigid Gas Permeable-keratoplasty

I. Pendahuluan

Keratoglobus merupakan non-inflamasi ektasia kornea yang bersifat bilateral,

asimetris, ditandai oleh penipisan stroma di seluruh bagian kornea dan betuk kornea

menjadi globular. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi yaitu myopia tinggi,

astigmatism, kekeruhan kornea dan pembentukan jaringan parut kornea. Onset

keratogobus dapat terjadi sejak lahir dan berkembang sesuai dengan usia, namun

ada juga yang bentuk didapat saat pertumbuhan. Keratoglobus merupakan salah

satu bentuk kornea ektasia non-inflamasi yang jarang. Keratoglobus merupakan

kelainan bentuk kornea yang dapat berkaitan dengan syndrom Ehlers−Danlos type

Page 3: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

2

VI, sindrom Rubenstein−Taybi dan Leber’s congenital amaurosis. Keratoglobus

yang didapat saat masa pertumbuhan, terjadi akibat pengaruh multifaktorial antara

kelainan biomekanik dan pengaruh lingkungan. Faktor resiko yang berpengaruh

terhadap progesivitas penyakit antara lain kebiasaan menggosok-gosok mata,

inflamasi, penyakit yang berkaitan dengan kolagen dan atopi. Faktor resiko tersebut

memiliki peran dalam onset dan progesivitas keratoglobus. Diagnosis keratoglobus

ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis, hasil pemeriksaan keratometri,

topografi dan tomografi kornea.1,2

Tatalaksana keratoglobus secara umum bertujuan untuk memperbaiki kualitas

penglihatan, dan mencegah kehilangan penglihatan. Pilihan tatalaksana untuk

memperbaiki kualitas penglihatan yaitu non-bedah dengan menggunakan

kacamata, lensa kontak, kombinasi kecamata dan lensa kontak atau lensa kontak

desain khusus dan bedah dengan implan intracorneal ring segmen (ICRS), deep

anterior lamellar keratoplasty (DALK) atau penetrating keratoplasty (PK). Lensa

kontak merupakan tatalaksana yang paling banyak digunakan. Salah satu jenis lensa

kontak yang digunakan untuk kornea ektasia, termasuk keratoglobus, adalah Rigid

Gas Permeable (RGP). Pilihan bedah dipilih ketika tatalaksana non-bedah tidak

berhasil dilakukan. Tatalaksana yang bertujuan menghentikan progesivitas

keratoglobus sampai saat ini belum ada petunjuk klinis yang baku. Corneal cross

linking (CXL) merupakan pilihan terapi untuk menghentikan progesivitas

keratokonus. Namun, sampai saat ini belum ada laporan kasus atau penelitian yang

membuktikan efektivitas tatalaksana CXL untuk menghentikan progesivitas

keratoglobus.2,3,4

Laporan kasus ini akan membahas mengenai diagnosis dan tataksana

keratoglobus.

II. Laporan Kasus

Seorang laki-laki, An. D, berusia 16 tahun, datang ke poli refraksi Pusat Mata

Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 5 November 2020, dirujuk oleh

Page 4: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

3

poliklinik ROO dengan keluhan mata kiri untuk melihat tidak jelas. Pasien

mengeluh penglihatan buram yang disadari sejak 3 bulan yang lalu saat kontrol

untuk benjolan di kelopak atas mata kiri setelah 3 tahun tidak kontrol di poliklinik

Paediatrik-Oftalmologi (PO) RS Mata Cicendo. Riwayat kacamata sebelumnya(-),

Riwayat ganti kacamata(-). Riwayat penggunaan lensa kontak (-), riwayat sering

menggosok-gosok mata (+) pada mata kiri karena terasa gatal pada benjolan di

kelopak atas mata kiri, riwayat mata sering merah (-), riwayat alergi (-), riwayat

mata biru (-), riwayat kencing manis (-), riwayat keluarga dengan keluhan yang

berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

2017.

Gambar 2.1. Mata tampak dari samping A. Mata kanan B. Mata kiri

Pemeriksaan refraktometer pupil kecil menunjukkan hasil S-0,50 C-0,50 x 15

pada mata kanan, sementara pemeriksaan refraktometer pada mata kiri tidak

mengeluarkan hasil karena over cylinder (pada layar refraktormeter). Pemeriksaan

visus dasar adalah 1,0 pada mata kanan dan 0,016 pada mata kiri. Pemeriksaan

dengan retinoscopy streak dilakukan namun tidak bisa diperoleh namun sulit

diperoleh kelainan refraksinya. Visus dekat dengan menggunakan koreksi terbaik

adalah 0,8 M/30 cm pada mata kanan dan 8M/10 cm pada mata kiri. Koreksi visus

pada mata kiri pasien dengan -22,00 D, terdapat perbaikan tajam penglihatan

menjadi 0,128. Karena visus pasien tidak dapat dikoreksi dengan kacamata,

alternatif selanjutnya adalah lensa kontak.

A B

Page 5: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

4

Pada pemeriksaan gerak bola mata didapatkan hasil kedudukan kedua bola mata

ortotropia, gerak bola mata normal ke segala arah. Tekanan intraokular dengan

Noncontact Tonometer diperoleh 11 mmHg pada mata kanan dan pada mata kiri

tidak dapat dilakukan. Kemudian, dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular

dengan palpasi diperoleh tekanan mata kiri hampir sama dengan tekanan mata

kanan. Pemeriksaan segmen anterior kedua mata, didapatkan Rizzuti sign pada

mata kiri, Munson’s sign pada mata kiri. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan

dan kiri dengan lampu celah biomikroskop didapatkan palpebra tenang,

konjungtiva relatif tenang dan kornea jernih. Bilik mata depan Van Herick grade

IV, flare dan sel -/-, pupil bulat, iris sinekia (-), dan lensa jernih. Pemeriksaan

segmen posterior mata kanan didapatkan refleks fundus (+), retina flat, papil bulat

batas tegas, dan c/d ratio 0,3-0,4. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan

didapatkan refleks fundus (+), Charleux’s sign (+), retina flat, papil bulat batas

tegas, dan c/d ratio 0,3-0,4.

Gambar 2.2. Pemeriksaan oftlamogis An.D A.Munson’s sign pada mata kiri B.Rizzuti’s

sign pada pada mata kiri C.Pemeriksaan segmen anterior mata kanan

D.Pemeriksaan segmen anterior mata kiri

Pasien direncanakan untuk pemeriksaan Pentacam untuk mengetahui ketebalan

kornea. Hasil pemeriksaan Pentacam mata kiri tanggal 9 November 2020 adalah

K1 61,00D ; K2 67,60D ; Kmax 73,00D, progression index min 2,30, progression

Page 6: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

5

index max 5,63 dan ketebalan kornea 371 µm. Pasien didiagnosis dengan

keratoglobus ODS DD keratokonus OS dan forme fruste keratoconus OD +

anisiometropia + post TB paru. Pasien saat itu direncanakan untuk dilakukan

corneal cross linking pada mata kiri.

Pasien datang berobat untuk kontrol pada tanggal 10 Desember 2020. Pasien

setuju untuk mencoba menggunakan lensa kontak. Pemeriksaan refraktometer pupil

kecil menunjukkan OD S+0,00 C-0,50 X 10 dan OS over cylinder. Kemudian

diulang pemeriksaan refraktometer pupil kecil dan diperoleh hasil OD S+0,00 C-

0,50 X 178 dan OS S-15,75 C-13,75 X 162. Dari pemeriksaan keratometri mata

kiri didapatkan ukuran K1 70,37D (4,80 mm) dan K2 62,98D(5,36 mm), Kmean

66,68 D dan dan Base Curve 5.08 mm. Pasien menjalani fitting lensa RGP trial

khusus untuk keratokonus, Menicon Z dengan Base Curve 5,40 mm; Power -8,50

Dioptri; Diameter 8.4 mm. Kedua mata dilakukan pemeriksaan flouresens pada

lampu celah biomikroskop untuk mengevaluasi posisi lensa kontak pada kornea dan

kemudian dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan jauh ulang. Kedua mata

dilakukan pemeriksaan flouresens pada lampu celah biomikroskop untuk

mengevaluasi posisi lensa kontak pada kornea.

Gambar 2.3. Hasil Pentacam Mata Kiri An.D

Page 7: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

6

Pemeriksaan refraktometer setelah menggunakan RGP Menicon Z dengan Base

Curve 5,40 mm; Power -8,50 Dioptri; Diameter 8.4 mm menunjukkan S-10,50 C-

13,75 X 162. Koreksi mata kiri dengan terpasang RGP Menicon Z kekuatan -8,50

D dan lensa S-15,00 C-1,50 X 100 pasien adalah 0,16. Koreksi tajam penglihatan

maksimal dengan terpasang RGP dan over refraksi S-15,00 C-1,50 X 100 adalah

0,16, dan masih terdapat anisometropia tinggi pada pasien ini. RGP tidak diberikan

pada pasien ini karena tetap terdapat anisometropia tinggi dengan koreksi RGP dan

over refraksi.

Gambar 2.4. Pemeriksaan fluorescen pada mata kiri An.D dengan terpasang

RGP Menicon Z dengan BC 5,40 ; P-8,50 ; D 8.4

Pada riwayat penyakit sebelumnya, pasien datang berobat ke poli PO pada 13

Agustus 2020 ke Poli PO karena benjolan di PS OS membesar. Pada pemeriksaan

tajam penglihatan diperoleh VOD 1,0 VOS 1/60. Pemeriksaan oftalmologi,

diperoleh, rizzuti sign(+) dan benjolan berukuran 8 mm x 12 mm, nyeri tekan (-).

Pasien didiagnosis dengan hemangioma kapiler PS OS + anisometrop + post TB

paru + susp,keratokonus. Pasien dirujuk ke poli EED dengan suspect keratokonus.

Pasien menjalani pemeriksaan topografi kornea. Hasil pemeriksaan topografi

kornea mata kanan pasien yaitu : Power 43,99 D, Radius 7,67 mm, Distance 0 ;

Meridian 270 Height 0; Sim K steep =42,540D (7,93 mm) aksis 93° , flat 41,720

(8,09 mm) aksis 3° ; Avg=42,130D diff 8,3D ; CLMI Max 0,81D PPK 0,7%. Hasil

pemeriksaan topografi kornea mata kiri pasien yaitu : Power 68,04D, Radius 4,96

mm, Distance 0 ; Meridian 270 Height 0; Sim K steep =70,37D (4,9 mm) aksis

100°, flat 62,96 (5,26 mm) aksis 10° ; Avg=66,66D diff 7,38D ; CLMI Max 15,72D

Page 8: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

7

PPK 100%. Pasien diagnosis dengan keratoglobus ODS dan hemangioma kapiler

PS OS. Pasien dirujuk ke poli ROO. Pasien berobat ke poli ROO pada tanggal 13

Agustus 2020, dirujuk oleh poli EED karena keluhan terdapat benjolan pada

kelopak atas mata kiri. Pasien menjalani operasi untuk pengambilan massa tumor

pada tanggal 28 Agustus 2020. Hasil pemeriksaan jaringan (Patologi Anatomi)

menunjukkan bahwa massa tumor adalah hemangioma kapiler pada regio kelopak

atas kata kiri.

Gambar 2.5. Topografi Kornea Mata Kanan dan Kiri An.D

Page 9: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

8

Pasien pertama kali berobat di RS Mata Cicendo pada bulan 14 Maret 2017

dengan keluhan terdapat benjolan di kelopak atas mata kiri sejak lahir. Benjolan

tidak membesar dan batas tegas. Hasil pemeriksaan tajam penglihatan pasien adalah

VOD 1,0 dan VOS 1,0. Pada pemeriksaan oftalmologi, terdapat massa berukuran

7mm x 4mm, NT(-), lunak, batas tegas, ptosis(-), bruit (-) di palpebra superior OS.

Pasien didiagnosis dengan hemangioma kapiler PS OS dan direncanakan untuk

diberikan propranolol, lyteers. Pasien dikonsulkan ke bagian IKA untuk rencana

pemberian propranolol per oral. Di bagian IKA, berdasarkan hasil pemeriksaan

fisik, pasien didiagnosis suspect TB paru pada anak. Kemudian pasien menjalani

pemeriksaan penunjang berupa foto polos thorax PA dan mantoux test. Foto polos

thorax PA pasien menunjukkan suspect TB paru. Hasil Mantoux test menunjukan

indurasi dengan diameter 13 mm, bullae(-). Pasien didiagnosis Hemangioma

kapiler PS OS dan TB paru pada anak. Pasien diterapi dengan propranolol (hari I

3x15 mg, hari II 3x20 mg, dan hari III dan seterusnya 3x25 mg) dan obat anti-

tuberkulosis (OAT) untuk anak. Pasien setiap bulan kontrol ke poli PO dan poli

IKA untuk tatalaksana hemangioma kapiler PS OS dan TB paru pada anak.

Pengobatan TB selesai pada bulan September 2017. Pasien kontrol setiap bulan

sampai September 2017. Hasil pemeriksaan visus pada bulan September 2017 VOD

1,0 VOS 1,0. Anjuran saat kontrol pada bulan September 2017 adalah kontrol 1

bulan di bagian PO dan IKA. Pasien tidak datang kontrol. Pasien kembali kontrol

pada tanggal 13 Agustus 2020.

III. Diskusi

Keratoglobus merupakan non-inflamasi ektasia kornea yang bersifat bilateral,

asimetris, ditandai oleh penipisan stroma di seluruh bagian kornea dan betuk

kornea menjadi globular. Penipisan kornea bisa sampai sepertiga atau seperlima

tebal kornea normal. Penyebab pasti keratoglobus sendiri masih belum diketahui.

Terdapat dua jenis keratoglobus, kongenital dan didapat. Keratoglobus kongenital

berkaitan dengan penyakit Ehler-Danlos Syndrome, Leber Congenital Amaurosis,

Marfan Syndrome, dan osteogenesis imperfekta. Sedangkan, keratoglobus yang

Page 10: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

9

didapat berkaitan dengan konjungtivitis vernal, chronic marginal blepharitis,

penyakit inflamasi mata idiopatik dan disthyroid eye. Riwayat menggosok mata

pada chronic marginal blepharitis berkaitan dengan kejadian keratoglobus.

Berdasarkan anamnesis pada pasien An.D, riwayat mata sering merah disangkal,

riwayat menggosok mata dengan tangan karena gatal pada benjolan hemangioma

kapiler sebelum benjolan tersebut diangkat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

asma, atopi dan riwayat mudah patah tulang dengan trauma minimal (osteogenesis

imperfekta). Pemeriksaan fisik pasien secara umum normal, tidak tampak tanda-

tanda ligament yang terlalu elastis.1,2,5

Keratoglobus merupakan salah satu kelainan kornea ektasia yang jarang.

Kelainan kornea ektasia yang lain adalah keratokonus, posterior keratokonus dan

pellucid marginal degeneration (PMD). Keratokonus merupakan penyakit kornea

ektasia yang paling sering ditemukan. Keratokonus terkadang sulit dibedakan

dengan keratoglobus karena bentuk kornea yang sudah mengalami ekstasia sulit

dibedakan. Ketakoglobus yang mengalami protrusi kornea dapat menyerupai

bentuk keratokonus. Keratokonus tahap lanjut dapat menyerupai keratoglobus

karena penipisan korneanya. Secara umum, onset keratoglobus lebih awal

dibandingkan keratokonus. Onset keratoglobus mulai sejak lahir pada keratoglobus

kongenital. Onset keratokonus bermula pada usia pubertas atau remaja sampai usia

20 tahun dan berlanjut hingga usia 40-50 tahun. Gejala klinis yang dikeluhkan

pasien pada keratoglobus adalah penglihatan yang menurun yang disebabkan oleh

astigmatisme dan myopia yang tinggi. Bentuk kornea yang mengalami ekstasia dan

irregularitas permukaan kornea menyebabkan myopia dan astigmatisme yang

tinggi. Gejala klinis pada kertaokonus dan keratoglobus relatif tenang dan tidak

disadari pasien kecuali penglihatan yang buram.1,2,6,7

Kornea pada keratoglobus mengalami penipisan secara keseluruhan dari limbus

ke limbus dengan ketebalan kornea paling tipis pada perifer kornea dan protrusi

berbentuk globular. Pemeriksaan kornea tidak ditemukan Fleicher’s ring dan

Vogt’s striae yang ditemukan pada keratokonus. Karena penipisan kornea yang

merata, laserasi kornea karea trauma rentan pada pasien keratoglobus. Pada

Page 11: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

10

keratoglobus juga dapat terjadi hidrops akut, karena robekan pada membran

descemet dan masuknya cairan ke dalam stroma yang menyebakan penglihatan

makin kabur. Resolusi hidrop akut terjadi dalam 5-36 minggu, dimulai dengan

menempelnya kembali membrane descemet dan migrasi endotel ke area yang

mengalami laserasi. Gejala yang ditemukan pada keratoglobus adalah Munson’s

sign, Rizzuti’s sign, Charleux’s sign pada oftalmoskop direct, dan hidrops akut.

Pada pasien ini ditemukan Munson’s sign, Rizzuti’s sign, dan Charleux’s sign pada

oftalmoskop direct. Pemeriksaan kornea pada pasien ini jernih dan tidak ditemukan

hidrops akut.5,6,7

Pasien An.D mengeluhkan pandangan mata kiri menurun yang disadari sejak 3

bulan yang lalu saat pemeriksaan tajam penglihatan di poli PO. Hasil tajam

penglihatan mata kanan 1,0 dan mata kiri 0,016. Pemeriksaan oftalmologis

menunjukkan Munson’s sign, Rizzuti’s sign, kornea mata kanan berbentuk globular

dan kornea mata kiri mengalami protrusi mirip keratokonus. Pemeriksaan

refraktometer pupil kecil adalah OD C-0,50 X 178 dan OS S-15,75 C-13,75 X 162.

Pemeriksaan refraktometer menunjukkan terdapat myopia dan astigmatisme tinggi

pada pasien ini. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan dan kiri dengan lampu

celah biomikroskop didapatkan bilik mata depan VH grade IV dan kornea jernih.

Pemeriksaan segmen posterior mata kanan normal. Pemeriksaan segmen posterior

mata kanan didapatkan refleks fundus (+), Charleux’s sign (+), retina flat, papil

bulat batas tegas, dan c/d ratio 0,3-0,4. Pasien didiagnosis keratoglobus ODS

dengan diagnosis banding keratokonus. Diagnosis keratoglobus ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan fisik secara klinis yaitu bentuk kornea kanan globular dan

pemeriksaan segmen anterior mata menunjukkan kedalaman bilik mata Van Herick

grade IV. Pada pasien ini ditemukan berntuk kornea kanan berbentuk globular

sedangkan kornea kiri mengalami protrusi berbentuk lebih kerucut. Tanda-tanda

klinis keratokonus juga terdapat pada pasien ini yaitu Munson’s sign, Rizzuti’s sign,

Charleux sign pada mata kiri, dan pasien berusia 16 tahun. Munson’s sign, Rizzuti’s

sign, Charleux’s sign pada mata kiri muncul karena terdapat protrusi pada kornea

mata kiri yang berbentuk lebih kerucut. Protrusi pada kornea kiri kemungkinan

disebabkan oleh pembesaran hemangioma kapiler yang ada sejak lahir dan

Page 12: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

11

membesar dalam 3 tahun terakhir. Terdapat riwayat pasien sering menggosok-

gosok mata karena gatal pada benjolan tersebut. Keratokonus dan keratoglobus

adalah kelainan kornea yang bilateral, asimetris. Sehingga tidak mungkin apabila

mata kanan keratoglobus dan mata kiri pasien keratokonus. Diagnosis pasien ini

berdasarkan dengan tanda-tanda klinisnya adalah keratoglobus ODS.5,6,7

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis

ekstasia kornea adalah keratometri, topografi dan tomografi kornea serta optical

coherence tomography (OCT) segmen anterior (AS-OCT). Pemeriksaan

keratometri di atas 46 D merupakan pertanda bahwa terdapat ektasia kornea.

Pemeriksaan topografi kornea dapat menggambarkan topografi kornea, sementara

pemeriksaa tomografi kornea menggambarkan kornea termasuk ketebalannya.

Pemeriksaan topografi dan tomografi secara komperehensif dapat menggambarkan

permukaan anterior pada kornea dan juga ketebalan dipilih untuk kornea ektasia.

Pemeriksaan toppografi dan tomografi kornea merupakan pemeriksaan yang paling

Pada pemeriksaan AS-OCT, dapat menggambarkan potong lintang kornea, sudut,

kamera okuli anterior dan lensa di bagian anterior. Pasien An.D dilakukan

pemeriksaan keratometri, topografi dan tomografi kornea. Pada pemeriksaan

keratometri sulit dilakukan karena over cylinder. Pada pemeriksaan topografi

kornea mata kiri diperoleh gambaran kornea yang steep. 3,4

Sampai saat ini belum ada sistem klasifikasi yang mengklasifikasikan

keratoglobus. Sebaliknya, sistem klasifikasi keratokonus berkembang. Klasifikasi

keratokonus dapat menggunakan klasifikasi ABCD atau klasifikasi Amsler-

Krumeich.3,9

Tatalaksana keratoglobus secara preventif adalah mencegah tidak terjadi trauma

pada kornea yang menipis. Pencegahan dilakukan dengan edukasi kepada pasien

untuk tidak menggosok-gosok mata dan memakai kacamata untuk proteksi mata.

Tatalaksana kornea ektasia menurut Global Consensus on Keratoconus and Ectatic

Disease pada tahun 2015 adalah terapi non-bedah dan terapi bedah. Terapi non-

bedah bertujuan untuk meningkatkan penglihatan dan menghentikan progesivitas

penyakitnya. Terapi non bedah berupa kacamata, lensa kontak, atau kombinasi

Page 13: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

12

kacamata dan lensa kontak. Terapi non-bedah yang bertujuan untuk menghentikan

progesivitas kornea ektasia adalah corneal cross linking (CXL). Terapi non bedah

dilakukan apabila pilihan non-bedah tidak bisa dilakukan. Pilihan terapi bedah

untuk keratoglobus adalah keratoplasti. Indikasi keratoplasti pada kornea ektasia

adalah pasien tidak memperoleh penglihatan fungsional dengan kacamata atau

lensa kontak dan kontraindikasi dilakukan CXL. Pilihan terapi bedah untuk

memperbaiki penglihatan pada kornea ektasia adalah implan intracorneal ring

segmen (ICRS) dan pemasangan Phakic Intaocular Lens (PIOL).3,4,10

Sebelum fitting lensa kontak, pasien menjalani pemeriksaan untuk memastikan

bahwa pasien tidak memiliki kontraindikasi pemasangan lensa kontak.

Kontraindikasi pemasangan lensa kontak yaitu alergi, penyakit inflamasi pada

mata, dry eye, memiliki penyakit diabetes mellitus, imunosupresi dan penggunaan

obat mata topikal dalam jangka waktu lama, monokular dan neovaskularisasi

kornea. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftlamologis pada pasien An.D,

tidak terdapat kontraindikasi pemakaian lensa kontak. Hasil pemeriksaan Schimer

II kedua mata pasien An.D normal.10,11

Pasien melakukan fitting lensa kontak untuk mengoreksi myopia dan

astigmatisme. Pilihan lensa kontak dipilih karena kacamata tidak dapat mengatasi

iregularitas kornea yang berdampak pada myopia dan astimatisme tinggi pada

pasien ini. Jenis lensa kontak yang dapat digunakan untuk kornea ektasia adalah

lensa kontak hard untuk mengkompensasi permukaan kornea yang ireguler. Pilihan

jenis lensa kontak hard pada kornea ireguler adalah RGP, lensa hybrid, lensa sklera,

dan lensa kontak desain khusus. Pada pasien dilakukan fitting dengan menggunakan

trial lens RGP Menicon Z dengan Base Curve 5,40 mm; Power -8,50 Dioptri;

Diameter 8.4 mm.3,10,11

Fitting trial lens RGP Menicon Z dengan BC 5,40 ; P-8,50 ; D 8.4 pada pasien

An.D memperoleh hasil yang baik. Evaluasi fitting lensa kontak dilakukan dengan

mengevaluasi stabilitas visus, posisi lensa kontak pada mata slight low riding dan

lensa bergerak ±1 mm dan kembali ke posisinya sesaat setelah berkedip.

Pemeriksaan fluoresen menunjukkan lensa pada kornea terpasang fit. Evaluasi

Page 14: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

13

stabilitas dan gerakan lensa baik. Pasien merasa nyaman terpasang RGP Menicon

Z pada mata kiri. Posisi lensa pada pemeriksaan fluoresen setelah terpasang trial

lens RGP Menicon Z terpasang baik di kornea sentral. 10,11

Koreksi pada mata kiri pasien setelah terpasang RGP Menicon Z dengan BC

5,40 ; P-8,50 ; D 8.4 dengan overkoreksi S-15,00 C-1,50 aksis 100 adalah 0,16.

Tatalaksana kombinasi kacamata dan lensa kontak pada pasien ini merupakan

alternatif untuk mengatasi myopia dan astigmatisme. Pada pasien ini terdapat

perbaikan visus dengan RGP, namun pemberian RGP pada pasien ini tidak

mendesak karena visus pasien dengan koreksi maksimal lensa kontak RGP dan over

koreksi diperoleh 0,16, pasien sulit mengakses RGP (secara sosial ekonomi) dan

visus mata kanan 1,0. 4,11

Tatalaksana kornea ektasia pada pasien yang tidak berhasil dikoreksi dengan

kacamata dan lensa kontak adalah dengan implan ICRS. Implan ICRS menurunkan

kekuatan kornea sentral dengan membuat permukaan kornea sentral lebih rata.

Implan ICRS dapat dilakukan pada kornea yang jernih. Prosedur ini tidak dapat

dilakukan pada kornea yang telah mengalami hidrop akut. Sampai saat ini belum

ada laporan kasus penggunaan implan ICRS pada keratoglobus. 4,5,12

Pilihan tatalaksana keratoglobus apabila tidak dapat dikoreksi dengan lensa

kontak adalah keratoplasti. Sampai saat ini, belum ada prosedur bedah yang baku

untuk keratoglobus. Beberapa prosedur keratoplasti pada keratoglobus adalah large

penetrating keratoplasty dan lamellar keratoplasty procedure. Beberapa teknik

prosedur lamellar keraoplasty yang dilaporkan dilakukan pada keratoglobus adalah

epikeratoplasti, epikeratoplasti diikuti dengan secondary penetrating keratoplasty

‘Tuck-in’ lamellar keratoplasty, Pentacam-based deep anterior lamellar

keratoplasty dan corneoscleral rim. Indikasi tatalaksana bedah pada pasien An.D

adalah pada pasien ini tidak dapat dikoreksi dengan lensa kontak. Namun,

keputusan untuk keratoplasti masih memerlukan pengkajian lebih lanjut pada

pasien ini. 4,5,12,13

Page 15: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

14

Pasien ini pernah menderita TB dan berobat selama 6 bulan dengan Obat Anti-

Tuberkulosis (OAT) pada anak lini pertama. Regimen obat TB pada anak meliputi

rifampicin, pyrazinamide dan isoniazid. Sampai saat ini belum ada literatur yang

menyebutkan bahwa efek TB dan obat TB pada anak berpengaruh terhadap

penyakit kolagen.14,15

Pada pasien ini semula direncanakan untuk CXL. CXL dapat menghentikan

progesivitas keratokonus. Global Concensus menyatakan bahwa pada kasus kornea

ektasia yang lanjut dapat dilakukan CXL bagi mata yang memenuhi persyaratan.

Literatur lain juga menyebutkaan bahwa CXL mungkin dapat dilakukan pada

keratoglobus. Namun, sampai saat ini belum ada studi mengenai CXL untuk

keratoglobus.2,3,4,16

Prognosis quo ad vitam ad bonam karena tidak mengancam jiwa, quo ad

functionam ad malam karena keratoglobus dapat menyebabkan fungsi penglihatan

pasien semakin menurun.

IV. SIMPULAN

Keratoglobus adalah kondisi kornea ektasia yang memilliki karakteristik

penipisan di seluruh stroma, protrusi, dan iregularitas pada kornea. Diagnosis

keratoglobus dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan

pemeriksaan topografi dan tomografi kornea. Tujuan dari tatalaksana keratoglobus

adalah untuk memaksimalkan fungsi penglihatan pasien. Tatalaksana non-bedah

pada keratoglobus dapat menggunakan lensa kontak RGP untuk memaksimalkan

penglihatan. Tatalaksana bedah dilakukan apabila tatalaksana non-bedah tidak

berhasil dilakukan.

Page 16: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Preeya K. Gupta, Michelle J. Kim, Terry Kim. Developmental Corneal

Anomalies of Size and Shape. Dalam: Cornea. Edisi ke-4. Philadhelpia :

Elsevier Inc. ; 2017. hlm. 605-6.

2. Salmon, J.F. Cornea. Dalam : Kanski’s Clinical Ophthalmology. Edisi ke-

9. Philadhelpia : Elsevier Inc. ; 2020. hlm. 253.

3. Gomes, J.A.P., Tan D., Rapuano, C.J., Belin, M.W., Ambrosio, R., et al.

Global Consensus on Keratoconus and Ectatic Diseases. Cornea

2015;34:359–69.

4. Garrat, Susan (Ed). Corneal Ectasia Preferred Practice Pattern. American

Academy of Ophthlamology. San Francisco : 2018.

5. Wallang, BS dan Das, S. Keratoglobus. Eye 2013;27:1004-12

6. Sugar, J. dan Garcia-Zalisnak, D.E. Keratoconus and Other Ectasias.

Dalam: Ophthalmology, Edisi ke-4. Philadelphia : Elsevier Inc. ; 2019.

hlm. 254-7.

7. Olivo-Payne, A., Abdala-Figuerola, A., Hernandez-Bogantes, E., Pedro-

Aguilar, L., Chan, E., dan Godefrooij, D. Optimal management of pediatric

keratoconus: challenges and solutions. Clinical Ophthalmology. 2019;13

:1183–91.

8. Martínez-Abada, A. dan Piñerob, D.P. Review article Pellucid marginal

degeneration: Detection, discrimination from other corneal ectatic

disorders and progression. Contact Lens and Anterior Eye. 2019;42:341–

49.

9. Belin, M.W. dan Duncan, J.K. Ketaroconus : The ABCD Grading system.

2016. Thieme.

10. Maharana, P.K., Dubey, A., Jhanji, V., Sharma, N., Das, S., Vajpayeeet,

R.B. Management of advanced corneal ectasias. Br J Ophthalmol

2016;100:34–40

11. Brodie, S.E., Gupta, P.C., Irsch K., Jackson, M.L., Mauger T.F., Strauss,

L., et al. Contact Lens. Dalam : Clinical Optics. San Francisco : American

Academy of Ophthlamology; 2019. hlm. 214-35.

12. Taneri, S., Mimura, T., dan Azar, D.T. Current Concepts, Classification,

and History of Refractive Surgery Dalam : Ophthalmology. Edisi ke-5.

Philadelphia : Elsevier Inc. ; 2019. hlm. 75-83.

13. Papaioannou, L. dan Papathanassiou, M. Large Penetrating Keratoplasty in

the Management of Keratoglobus: A Case Report. Open Journal of

Ophthalmology. 2016, 6, 51-55

14. Diallo, .T, Adjobimey, M., Ruslami, R., Trajman, A., Sow, O., Baah, J.O.,

et al. Safety and Side Effects of Rifampin versus Isoniazid in Children. N

Engl J Med. 2018; 379;5 :454-63.

15

Page 17: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/12/...berkaitan dengan jaringan ikat sendi (-), pengobatan TB selesai bulan September

16

15. Hopewell, P.C., Kato-Maeda, M., dan Ernt, J.D. Tuberculosis. Dalam :

Murray and Nadel's Textbook of Respiratory Medicine,. Edisi ke-6. .

Philadhelpia : Elsevier Inc. ; 2016. hlm. 593-628.

16. Ziae, M, Barsam, A dan Donnenfeld, E.D. Collagen Crosslinking for

Keratoconus. Dalam: Cornea, Edisi ke-4. Philadelphia : Elsevier Inc ;2017.

hlm. 1618-25.