depres i
DESCRIPTION
laporan depresiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Depresi telah lama dikenal, sejak zaman Hippocrates, yang menyebutkannya
melancholi. Gejala-gejala depresi yang dikemukakan sejak zaman Hippocrates sampai
sekarang tidak atau sedikit sekali perubahan dari gambaran klinisnya sering sekali yang
menonjol adalah gejala somatiknya, misalnya sakit kepala. Keluhan somatik lainnya pada
penderita depresi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, misalnya pada saluran pencernaan,
mulut kering, perut tersa kembung, dan nyeri ulu hati, perut terasa kejang.
Depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis. Yang disertai perasaan
yang sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan
berkurangnya aktivitas . Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala
(sindroma), dan dapat pula suatu kesatuan penyakit nosologik.
B. EPIDEMIOLOGI
Depresi adalah satu dari penyakit yang sering dijumpai tidak hanya oleh psikiater, tetapi juga
oleh dokter-dokter umum. Diperkirakan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 %, dan
kemungkinan wanita sekitar 25 %.
C. ETIOLOGI
Dasar penyebab yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui penyebab dari
gangguan ini. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab dapat dibagi atas : faktor
biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Faktor biologi :
1.Faktor neurotransmitter :
Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
-Norepinefrin : hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya
regulasi reseptor b-adrenergik dan respon antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi
peran sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan
presinaptik
-reseptor adrenergik a2 dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan
mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor
adrenergik a2 juga berlokasi di neuronserotonergik dan mengatur jumlah serotin yang
dilepaskan.
-Serotonin : dengan diketahui banyaknya efek spesifik serotin reuptake inhibator (SSRI),
contoh; fluoxetin dalam pengobatan depresi, menjadikan serotonin neurotransmitter biogenik
amin yang paling sering dihubungkan dengan depresi.
-Dopamine : walaupun norepinefrin dan serotonin adalah biogenik amin.Dopamine juga
sering berhubungan dengan patofisiologi depresi.
-Faktor neurokimia lainnya : GABA dan neuroaktif peptida (terutama vasopressin dan opiate
endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood .
2.Faktor neuroendokrin
Hipothalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan menerima rangsangan neuronal yang
menggunakan neurotransmitter biogenik amin. Bermacam-macam disregulasi endokrin
dijumpai pada pasien gangguan mood.
3.Faktor Neuroanatomi
Beberapa peneliti menyatakan hipotesisnya, bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan
sistem limbik, ganglia basalis dan hypothalamus.
Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood
adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak
kembar monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot 10–25%.
Faktor Psikososial
1.Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan : suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa
peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode
gangguan mood. Satu teori menjelaskan bahwa stress yang menyertai episode pertama akan
menyebabkan perubahan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi tanda intra neuronal
yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi
untuk menderita gangguan mood selanjutnya.
2.Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang
khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun
dapat mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif,
histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya.
3.Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu hubungan antara
kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan
kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya
bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang
hilang. E.Bibring menekankan pada kehilangan harga diri. Bibring mengatakan depresi
sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam
dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang
dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa.
4.Ketidakberdayaan yang dipelajari : Didalam percobaan, dimana binatang secara berulang-
ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut
akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya.
Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, kita dapat menemukan
hal yang sama dari keadaan ketidak berdayaan tersebut.
5.Teori Kognitif : Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi. Dia
mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif,
yaitu:
a.Pandangan negatif terhadap masa depan.
b.Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga.
c.Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Meyer berpendapat bahwa depresi adalah
reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup yang menyedihkan misalnya, kehilangan orang
yang dicintai, kemunduran finansial, kehilangan pekerjaan, atau penyakit fisik yang serius.
Meyer mengatakan pada depresi, harus dicari hubungan antara pengalaman hidup pasien
dengan peristiwa yang menjadi penyebab. 1,2,4
D. GAMBARAN KLINIS
Gejala utama dari depresi adalah mood yang depresi dan kehilangan minat untuk kesenangan.
Pasien pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung (blue), putus asa, dalam
kesedihan, dan merasa tidak berguna. Kira-kira dua pertiga dari pasien pasien depresi
mempunyai pikiran bunuh diri, dan 10 – 15 % melakukannya.Hampir semua pasien pasien
depresi (97 %) mengeluh berkurangnya energi yang menyebabkan kesulitan menyelesaikan
tugas sekolah dan pekerjaan, dan penurunan motivasi untuk melakukan rencana yang
baru.1,2,3,4
Kira-kira 80 % pasien depresi mengeluh ganguan tidur, terutama bangun terlalu dini, dan
sering terbangun malam hari. Kebanyakan pasien depresi nafsu makannya berkurang dan
kehilangan berat badan. Pada beberapa pasien, nafsu makan dapat bertambah, peningkatan
berat badan, dan tidur yang bertambah. Keadaan depresi yang atipikal ini disebut disforia
histeroid. Keluhan somatik lainnya dapat menyangkut seluruh sistem organ tubuh. Pasien
pasien depresi dengan keluhan somatik, dikatakan kurang menderita depresi, karena mereka
menutupinya dengan keluhan keluhan somatik tersebut. Pasien yang datang dengan keluhan
keluhan somatik sering dilebih-lebihkan, namun sukar untuk digambarkan sebagai suatu
penyakit tertentu. Gangguan psikomotor, dapat dijumpai berupa kelambatan dalam
pembicaraan, daya pikir dan konsentrasi yang lambat.1,3
E.DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis episode depresi berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) tahun 1993 (F 32).1 Untuk menegakkan diagnosa depresi
seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada tidaknya gejala utama dan gejala penyerta
lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya episode depresi ulang (Rusdi Maslim,
2001). Sebagaimana tersebut berikut ini :4,5,6
1.Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat
-Afek depresi
-Kehilangan minat dan kegembiraan
-Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
2.Gejala penyerta lainnya:
-Konsentrasi dan perhatian berkurang
-Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
-Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
-Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
-Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
-Tidur terganggu
-Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus
diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33).
1.Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan
-Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas
-Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
-Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung
sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
-Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
2.Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang
-Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
-Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
-Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
-Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah
tangga.
3.Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
-Semua 3 gejala utama depresi harus ada
-Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
-Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat
dibenarkan.
-Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
4.Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas,
disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
F. PENATALAKSANAAN
Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi. Psikoterapi berorientasi-tilikan,
terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi perilaku adalah pengobatan psikoterapetik
untuk gangguan depresif berat dan melalui implikasi untuk gangguan depresif ringan. Selain
itu pengobatan dengan psikofarmako dengan mengutamakan antidepresan, terutama yang
mengandung agen serotonergik seperti sertraline (zoloft 50 mg/hari). Obat-obatan yang juga
bisa digunakan :
-Antidepresan trisiklik, contohnya amytriptiline, imipramine.
-Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), contohnya fluoxetine, sertraline
-Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), contohnya meclobemide, tranylcypromine.
-Obat atipikal lainnya, contohnya trazodone, dan bupropion.
Pengobatan antidepresan harus dipertahankan sekurang-kurangnya selama enam bulan atau
lama episode sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi profilaksis dengan
antidepresan adalah efektif dalam menurunkan jumlah dan keparahan rekurensi.
Pengobatan lainnya adalah dengan ECT biasanya digunakan jika (1) pasien tidak responsif
terhadap farmakoterapi, (2) pasien tidak dapat mentoleransi farmakoterapi, atau (3) situasi
klinis adalah sangat parah sehingga dibutuhkan perbaikan cepat yang terlihat pada ECT.
Walaupun pengobatan ECT adalah terbatas pada ketiga situasi tersebut, cara ini adalah
pengobatan antidepresan yang efektif dan cepat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang
mengalami depresi.