desain ke empat pmri gabtungan baju
TRANSCRIPT
Desain Pembelajaran PMRI Keempat: Gantungan Baju untuk
Membandingkan Berat Dua Benda
Achmad Dhany Fachrudin1
Ummy Salmah2, dan Sitti Busyrah
3
International Master Program on Mathematics Education (IMPoME 2012)
email: [email protected], [email protected], [email protected]
I. Pendahuluan
Salah satu prinsip dalam pembelajaran matematika adalah siswa diarahkan
untuk benar-benar dapat memahami konsep yang diajarkan. Untuk dapat
memahami konsep matematika yang diajarkan, suatu pengetahuan atau konsep
matematika tersebut harus bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi
bermakna bagi siswa jika proses belajar melibatkan masalah realistik atau
dilaksanakan dalam dan dengan menggunakan konteks (Wijaya, 2008). Oleh
karena itu dalam pembelajaran kita tidak dapat menempatkan matematika sebagai
objek yang terpisah dari realita yang mudah dipahami oleh siswa. Hal tersebut
membuat pembelajaran matematika menjadi kurang bermakna dan mudah
dilupakan oleh siswa. Salah satu cara yang dapat digunakan agar pembelajaran
matematika menjadi lebih bermakna adalah dengan menempatkan matematika itu
sendiri sebagai bagian dari pengalaman hidup siswa (Wijaya, 2008).
Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran matematika yang
bermakna tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya kaitan antara pengalaman hidup siswa dengan
pembelajaran matematika, salah satunya yaitu pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI merupakan suatu pendekatan
yang diadaptasi dari pendidikan matematika realistik (Realistic Mathematics
Education) yang telah dikembangkan di Belanda yang menekankan pada
kebermaknaan suatu konsep matematika untuk siswa itu sendiri melalui
penggunaan konteks atau permasalahan realistic. Hal tersebut yang mendasari
peneliti untuk mendesain suatu pembelajaran pada jenjang sekolah dasar (SD)
dengan menggunakan pendekatan PMRI
Materi yang dipilih oleh peneliti pada pengembangan desain pembelajaran
dengan pendekatan PMRI kali ini adalah pengukuran dengan sub materi
membandingkan berat benda dengan satuan tidak baku dan satuan baku. Desain
pembelajaran tersebut akan diterapkan pada siswa kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 1 Palembang. Di sini peneliti menggunakan berbagai permasalahan
realistik seperti pengukuran berat yang dilakukan pedagang di pasar atau toko
dan penimbangan berat badan sebagai titik awal pengmbangan ide dan konsep
matematika. Sedangkan alat peraga yang digunakan adalah bermacam-macam
benda-benda yang akan di ukur beratnya dengan menggunakan tangan dan
gantungan baju sebagai alat ukur dengan satuan tidak baku, dan timbangan meja
sebagai alat ukur dengan satuan baku.
Lebih lanjut tentang bagaimana proses tim peneliti bersama guru
mendesain pembelajaran, mengimplementasikan pada pembelajaran di kelas
serta bagaimana analisis retrospektif peneliti akan dijelaskan pada bagian desain
pembelajaran di bawah ini.
II. Desain Pembelajaran
Adapun tahapan yang dilakukan adalah Preliminary design (analisis
kurikulum dan penentuan indikator dan tujuan pembelajaran), dilanjutkan
dengan penerapan/ uji coba desain (teaching experiment) dan melakukan refleksi
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan (analisis retrospektif/ retrospektive
analysis) yang akan dideskripsikan sebagai berikut.
1. Preliminary Design
Pada tahap ini langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan
analisis kurikulum untuk menentukan materi yang akan diajarkan,
merumuskan tujuan dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran,
menentukan konteks yang sesuai dengan materi, serta menyusun perangkat
pembelajaran berupa RPP dan LKS yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil diskusi pertama tim peneliti dengan guru mitra (ibu
Tartilah), materi yang akan diajarkan adalah pengukuran berat. Indikator yang
dipilih adalah membandingkan berat benda dengan satuan tidak baku dan
satuan baku. Pembelajaran akan dilangsungkan satu kali pertemuan atau
dalam waktu 2 jam pelajaran. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran
dengan baik, maka tim peneliti bersama guru merancang perangkat
pembelajaran yang dibutuhkan yaitu RPP dan LKS yang akan digunakan
dalam pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan PMRI.
Dalam penyusunan perangkat pembelajaran tersebut tim peneliti dan guru
melakukan diskusi sebanyak dua kali. Pada diskusi pertama, penentuan
materi ajar dan konteks untuk materi yang akan diajarkan. Sedangkan yang
kedua adalah diskusi tentang draft LKS, RPP dan alat peraga yang telah
dibuat oleh peneliti berdasarkan saran guru mitra. Kemudian peneliti
melakukan revisi terhadap LKS dan RPP berdasarkan saran dari guru mitra.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, konteks pengukuran berat badan dan
benda-benda yang ada disekitar siswa dijadikan sebagai langkah awal dalam
pembentukan konsep pengukuran berat. Alat peraga yang digunakan oleh
peneliti adalah gantungan baju yang akan digunakan sebagai alat ukur tidak
baku dan timbangan sebagai alat ukur baku. Beberapa benda dan bahan
pokok, seperti tepung terigu, garam, piring, sendok dan lain-lain, dipilih
sebagai benda-benda yang akan diukur dan dibandingkan beratnya.
Pada tahap preliminary design ini, peneliti bersama guru membagi
pembelajaran dalam beberapa aktivitas, antara lain.
a. Aktivitas 1: memperkenalkan siswa pada konteks permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang melibatkan pengukuran berat.
Pada aktivitas ini, konteks yang dikenalkan antara lain pengukuran
berat badan dan benda atau buah di toko atau pasar dengan tujuan
untuk mengarahkan siswa pada konsep membandingkan berat benda
dengan satuan tidak baku dan baku.
b. Aktivitas 2: siswa membandingkan berat dua benda dengan
menggunakan tangan sebagai alat ukur tidak baku. Tujuan dari
kegiatan ini adalah menekankan kepada siswa bahwa tangan
merupakan alat ukur tidak baku yang dapat digunakan untuk
membandingkan berat suatu benda.
c. Aktivitas 3: siswa kembali membandingkan berat dua benda dengan
alat ukur tidak baku, tetapi kali ini menggunakan gantungan baju. Alat
tersebut digunakan untuk memudahkan dan memberi pemahaman
kepada siswa bahwa ada beberapa benda yang tidak dapat
dibandingkan beratnya dengan menggunakan tangan, yaitu benda
yang mempunyai selisih berat sangat kecil.
d. Aktivitas 4. Siswa membandingkan berat dua benda menggunakan
timbangan sebagai alat ukur baku.
Berikut adalah rancangan iceberg pembelajaran yang dibuat oleh peneliti
dan guru.
Gambar 1. Iceberg
2. Teaching Experiment
Pembelajaran kali ini diawali dengan menyampaikan konteks yang
berhubungan dengan pengukuran berat. Di awal pembelajaran, guru menanyakan
kepada siswa apakah mereka pernah membeli buah. Sebagian besar siswa
menjawab pernah. Kemudian guru melanjutkan kembali pertanyaannya. Berapa
banyak buah yang kalian beli di pasar? Berbagai jawaban siswa muncul saat itu.
Ada yang mengatakan 1 kg, 2kg, dan sebagainya. Kemudian siswa diberi
pertanyaan lagi. Apa yang dilakukan penjual untuk mengetahui 1 kg, 2 kg dan
seterusnya? Salah seorang siswa kemudian menjawab yaitu dengan
menimbangnya dengan timbangan.
Pengantar tersebut cukup untuk memperkenalkan materi yang akan mereka
pelajari hari itu. Setelah kegiatan tersebut, guru kemudian mengajak siswa untuk
mengikuti kegiatan inti. Kegiatan inti tersebut terdiri dari tiga kegiatan yaitu
kegiatan pertama membandingkan berat dua benda dengan menggunakan tangan,
kegiatan kedua yaitu membandingkan berat dua benda dengan menggunakan
gantungan pakaian (hanger) yang dijadikan sebagai alat ukur tidak baku,
sementara kegiatan ketiga yaitu membandingkan berat dua benda dengan
menggunakan timbangan yang biasanya digunakan untuk menimbang gula atau
terigu. Sebelum melakukan kegiatan tersebut, sebelumnya siswa dibagi ke dalam
11 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang. Setiap kelompok
dibagikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
(a) (b)
Gambar 2. (a) Kegiatan membagi siswa ke dalam 11 kelompok,
(b) Siswa membaca instruksi pada LKS
Kegiatan pertama yaitu membandingkan berat dua benda dengan
menggunakan tangan. Sebelum kegiatan ini dimulai, guru terlebih dahulu
menjelaskan kegiatan yang akan mereka lakukan. Lima pasang benda yang telah
disediakan diletakkan di lima meja yang berbeda. Di masing-masing meja,
disediakan dua pasang benda yang sama. Sehingga setiap meja, ada dua kelompok
yang melakukan kegiatan yang sama.
Gambar 3. Benda-benda yang akan dibandingkan oleh siswa
Untuk membandingkan pasangan benda yang pertama, setiap dua kelompok
diminta untuk berdiri di satu meja yang telah diletakkan benda-benda yang akan
dibandingkan nanti. Misalnya kelompok pertama dan kedua akan mengukur benda
di meja pertama. Kelompok 3 dan 4 mengukur benda di meja kedua,dan
seterusnya. Untuk mengorganisir semua kelompok, guru memberikan aba-aba
untuk berpindah dan membandingkan pasangan benda berikutnya yang terletak di
meja yang lain. Guru memberikan aba-aba dengan meneriakkan kata-kata
“berpindah” sambil bertepuk tangan. Semua kelompok melakukan kegiatan
tersebut dengan antusias. Hasil kegiatan yang mereka lakukan kemudian
dituliskan di LKS yang telah dibagikan kepada masing-masing kelompok.
Meskipun ada beberapa siswa yang tampak berebutan untuk melakukan kegiatan
tersebut, kegiatan tetap berlangsung dengan tertib. Jika ada anggota kelompok
yang bertengkar atau saling berebutan, guru berusaha untuk mengarahkan mereka.
Setelah kegiatan membandingkan berat dua benda dengan menggunakan tangan,
selanjutnya siswa mendiskusikan hasil pekerjaan yang telah mereka lakukan.
Gambar 4. Siswa membandingkan berat dua benda
dengan menggunakan kedua tangannya
Setelah kegiatan pertama selesai, siswa kemudian melanjutkan
mengerjakan kegiatan kedua pada LKS. Kegiatan kedua yaitu siswa
membandingkan berat dua buah benda dengan menggunakan gantungan pakaian
(hanger). Benda yang diukur tetap sama, hanya alat yang digunakan yang berbeda.
Sebelumnya kedua benda yang dibandingkan, dimasukkan ke dalam kantong
plastik. Kemudian plastik tersebut digantungkan pada ujung kiri dan kanan
hanger. Salah seorang anggota kelompok diminta untuk memegang gagang
hanger. Hasil penimbangan yang siswa lakukan kemudian dituliskan di lembar
LKS.
Gambar 5. Suasana siswa sedang membandingkan berat dua benda dengan
menggunakan hanger sebagai alat ukur tidak baku
Di kegiatan yang kedua ini pula, guru memberikan aba-aba seperti pada kegiatan
pertama untuk mengorganisir siswa saat berpindah ke meja di mana benda yang
lain yang akan mereka ukur berada. Siswa terlihat sangat antusias melakukan
aktivitas ini. Hal ini tampak saat mereka saling berebutan untuk memilih hanger
sesuai warna kesukaan mereka dan saat menggunakan hanger tersebut untuk
membandingkan berat dua benda. Setelah kegiatan ini selesai mereka pun begitu
riang dengan meneriakkan kata “hore”. Tanda bahwa mereka telah berhasil
melakukan aktivitas ini. Aktivitas ini diakhiri dengan kegiatan diskusi di masing-
masing kelompok untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS.
Gambar 6. Suasana diskusi yang terjadi
Kegiatan ketiga dilanjutkan untuk menimbang berat benda dengan
menggunakan timbangan yang sebenarnya, yaitu timbangan yang biasa digunakan
untuk menimbang terigu ataupun gula pasir. Karena timbangan yang disediakan
untuk menimbang setiap benda hanya ada satu buah saja, maka dalam kegiatan
menimbang ini, hanya beberapa siswa saja yang diminta untuk melakukan
penimbangan. Sebagai langkah awal, guru memberikan contoh cara menimbang
benda. Di awal penimbangan siswa diminta untuk menentukan dahulu
menunjukkan skala berapa satuankah hasil penimbangannya.
Gambar 7. Siswa sedang menimbang benda dengan menggunakan
timbangan
Setelah itu, barulah siswa dibimbing untuk menentukan berapa gram hasil
penimbangan mereka. Misalnya saat menimbang berat buku, skala yang ditunjuk
oleh jarum timbangan adalah 35, berarti berat buku tersebut adalah 350 gram.
Demikian pula untuk benda yang lainnya. Siswa tampak antusias dalam kegiatan
ini. Terkadang terjadi perdebatan saat membaca skala yang ditunjukkan pada
timbangan. Beberapa siswa juga tampak kebingungan dan melakukan kesalahan
untuk menentukan berapa gramkah berat benda yang mereka ukur. Mereka juga
saling berebutan dan mengangkat tangan dengan antusias agar mendapatkan
kesempatan menimbang benda. Hasil pengukuran kemudian dituliskan di papan
tulis agar semua siswa dapat melihat hasilnya.
Gambar 8. Siswa sedangn berdiskusi
Gambar 9. Siswa menuliskan hasil penimbangan di papan tulis
Setelah semua benda ditimbang, guru kemudian mengajak siswa untuk
membandingkan kembali benda manakah yang lebih berat berdasarkan hasil
penimbangan yang telah mereka lakukan. Selanjutnya mereka mendiskusikan
apakah hasil yang mereka peroleh dari kegiatan pertama saat menimbang dengan
menggunakan tangan, dengan menggunakan hanger pada kegiatan kedua serta
dengan timbangan pada kegiatan terakhir tetap sama atau tidak. Sebagai kegiatan
akhir, siswa diminta untuk menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini mengenai
membandingkan berat dua benda.
3. Retrospective Analysis: Analisis Retrospektif
Secara umum proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik
dan lancar. Siswa terlihat antusias mengikuti setiap kegiatan yang diberikan oleh
guru. Setiap kelompok menunjukkan kerjasama yang baik dan kompak dalam
mengerjakan setiap aktivitas yang diberikan. Di awal pembelajaran, saat guru
menanyakan kegiatan atau aktivitas yang pernah dialami siswa yang berkaitan
dengan pengukuran berat. Beberapa siswa menjawab kegiatan pengukuran berat
seperti menimbang berat berat badan atau proses penimbangan sayuran dan bahan
makanan yang mereka lihat pada saat menemani ibu ke pasar. Mereka juga
memperhatikan dengan seksama saat guru memberikan arahan tentang apa yang
akan mereka lakukan bersama kelompok masing-masing.
Gambar 10. Siswa memperhatikan arahan guru dengan seksama
Di kegiatan pertama pada LKS pertama, setiap kelompok bekerja secara
kompak. Mereka tidak mengalami kesulitan saat membandingkan berat dua benda
yang selisih beratnya cukup signifikan dengan menggunakan telapak tangan
seperti garam dengan kapas, buku dengan gabus, dan gula 1 kg dengan tepung
terigu ½ kg. Akan tetapi, tidak mudah bagi siswa membandingkan dua benda
yang mempunyai berat yang sama, yakni sendok dan gelas. Beberapa kelompok
menjawab gelas yang lebih berat, dan lainnya menjawab sendok. Hanya ada satu
kelompok yang menjawab berat kedua benda tersebut sama.
Gambar 11. Siswa tampak antusias membandingkan berat benda dengan
menggunakan telapak tangan
Sebelum memulai kegiatan kedua, seluruh kelompok kembali ke tempat
semula untuk mendengarkan arahan guru tentang kegiatan yang akan dilakukan
yaitu membandingkan berat dua benda dengan menggunakan gantungan baju.
Saat ditanya, bagaimana cara menggunakan gantungan baju untuk
membandingkan dua benda, beberapa siswa terlihat kebingungan dan ragu.
Namun salah seorang anggota kelompok 3 dengan percaya diri maju
mendemonstrasikan di depan teman-temanya. Guru kemudian menambahkan cara
memegang gantungan baju dengan benar agar proses penimbangan nanti
memperoleh hasil yang akurat. Guru juga memancing siswa bagaimana cara
menentukan benda mana yang berat dengan melihat posisi kedua ujung
gantungan.
Gambar 12. Aktivitas siswa membandingkan berat benda dengan
menggunakan gantungan baju
Di kegiatan ini siswa sudah mampu menentukan benda yang lebih berat
dengan melihat posisi benda pada ujung gantungan miring ke bawah. Namun
beberapa kelompok masih mengalami kendala saat menuangkan alasan mereka
pada Lembar Kerja Siswa. Hal yang menarik, yakni beberapa kelompok masih
keliru saat menimbang dua benda yang sama berat, yaitu gelas dan sendok yang
disebabkan kesalahan anggota kelompok yang bertugas memegang gantungan
baju. Hal ini menjadi bahan diskusi internal kelompok. Karena ada sebagian
anggota yang melihat bahwa posisi ujung gantungan baju saat menimbang kedua
benda tersebut seimbang, namun anggota kelompok yang lain menyanggah
pernyataan temannya. Dari perbedaan pendapat tersebut, dengan didampingi oleh
peneliti mereka berembug, menyimpulkan kemudian menuliskan hasilnya pada
LKS. Situasi tersebut menampakkan prinsip pembelajaran matematika realistik
yakni adaknya interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Selain itu,
hal ini dapat melatih kemampuan berpikir siswa secara kritis.
Secara keseluruhan dari kegiatan kedua ini hampir seluruh kelompok
menjawab bahwa sendok dan gelas mempunyai berat yang sama dibanding pada
saat mereka membandingkan dengan hanya menggunakan telapak tangan. Namun,
alasan tentang cara mereka mengetahui benda mana yang lebih berat bervariasi.
Beberapa kelompok mengemukakan karena bahwa benda yang lebih berat karena
ukurannya lebih besar, atau isinya lebih banyak, atau benda tersebut terbuat dari
apa atau dengan memperhatikan posisi ujung gantungan baju yang miring ke
bawah.
Gambar 13. Alasan siswa menentukan benda yang lebih berat dengan
menggunakan gantungan baju
Konsep pengukuran berat dengan menggunakan satuan tidak baku dan
baku seharusnya dilaksanakan selama 2 kali pertemuan. Sehingga pembelajaran
matematika pada hari itu yang seharusnya selesai pada pukul 11.10 WIB
dilanjutkan sampai pukul 11.30 WIB. Proses belajar mengajar dilanjutkan dengan
menimbang semua benda (buku, gula, terigu, gabus, garam, kapas, mangkuk,
piring, sendok, gelas) dengan menggunakan timbangan yang angka skalanya
ditutupi. Hal ini untuk menjembatani pemahaman siswa mengarah pada satuan
baku berat yakni gram, kilogram, dan ons. Siswa sangat antusias melakukan
penimbangan yang dibimbing oleh guru. Mereka menghitung skala timbangan
tersebut dan menuliskan hasilnya di papan tulis. Hal yang tidak diduga oleh
peneliti adalah seorang siswa menimbang gula dan menjawab beratnya 1 kg.
Padahal guru belum memberikan penjelasan tentang satuan baku tersebut.
Dari kegiatan ini siswa diarahkan menemukan sendiri berapa berat
masing-masing benda yang telah ditimbang (menggunakan gantungan baju) dalam
satuan gram dengan menggunakan timbangan. Dengan penjelasan guru bahwa
satu satuan skala sama dengan 10 gram, masih banyak siswa yang belum mampu
menuliskan berat satuan menjadi gram. Contohnya, pada saat menuliskan 3 satuan
sama dengan 30 gram, namun ketika 35 satuan mereka masih menuliskan 35
gram, bahkan ada yang menuliskan 305 gram. Hal ini dikarenakan siswa kelas dua
belum mempelajari konsep perkalian dan konsep bilangan ratusan mereka belum
mantap. Salah seorang siswa yaitu Gempar, yang menurut wali kelasnya adalah
siswa yang cerdas, mampu menuliskan semua berat benda dari berat satuan ke
satuan baku yakni gram.
Dengan kegiatan menimbang berat benda dengan menggunakan
timbangan, siswa mampu menentukan benda yang lebih berat yakni benda yang
mempunyai angka hasil timbang yang lebih besar. Di akhir pembelajaran guru
mengarahkan siswa untuk melihat hasil penimbangan berat gula yakni 100 satuan
atau sama dengan 1000 gram yang telah dituliskan salah satu temannya tadi.
Kemudian guru memperlihatkan angka 1 kg yang tertera pada kemasan gula
tersebut. Sehingga, dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan bahwa 1000
gram sama dengan 1 kg.
Gambar 14. Jawaban siswa (berat satuan dan gram)
III. Kesimpulan
Mengajarkan konsep pengukuran berat dapat dimulai dengan konteks yang
dikenal oleh siswa seperti menimbang bahan makanan yang dibeli di warung atau
di pasar. Selanjutnya indikator membandingkan berat dua benda dapat dilakukan
dengan menggunakan gantungan baju. Dengan menggunakan gantungan baju
siswa mampu memahami konsep berat yang dapat mengarahkan siswa pada alat
ukur dan satuan baku.
Secara umum pembelajaran tentang mengukur berat dengan menggunakan
gantungan baju berjalan dengan lancar. Indikator pembelajaran yakni mengukur
berat benda dengan menggunakan satuan baku dan tidak baku dapat terlaksana
dengan baik meskipun masih terdapat kendala dan permasalahan yang muncul
saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa tampak antusias dan bekerja dengan
sangat kompak di kelompok masing-masing saat membandingkan berat berbagai
macam benda yang diberikan baik dengan menggunakan telapak tangan maupun
dengan menggunakan gantungan baju. Hal ini juga dikarenakan metode rolling
kelompok ketika menimbang benda-benda tersebut. Siswa sangat menikmati
kegiatan tersebut, karena siswa belajar sambil bermain. Begitu pula saat mereka
menimbang dengan menggunakan timbangan yang angka skalanya ditutupi
menjadi jembatan dari berat satuan menuju pemahaman mengukur berat benda
dengan menggunakan satuan baku (gram dan kg). Meskipun siswa masih ada
yang tampak kebingungan dan keliru saat menuliskan berat satuan ke dalam
satuan gram, siswa tetap terlihat antusias saat mengukur berat berbagai macam
benda tersebut.
Berikut adalah iceberg pembelajaran tentang cara mengukur berat yang
telah dilakukan di MIN 1 Palembang.
Gambar 15. Iceberg Pembelajaran Konsep Pengukuran Berat
Contoh permasalahan kontekstual
untuk pengukuran berat
Penggunaan tangan sebagai model of dan gantungan baju
sebagai model for untuk membandingkan berat dua benda
Formal abstrak: mengukur berat benda dengan menggunakan
timbangan dan satuan baku gram
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Ariyadi. 2012. Penidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.