desain pendidikan kritis
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
1/68
DESAIN PENDIDIKAN KRITIS
Pendidikan Kritis merupakan sebuah usaha untuk mengembangkan dan
memformat kembali fungsi pendidikan bukan semata-mata sebagai proses
transfer muatan pengetahuan melainkan juga bagaimana mengembangkan
kesadaran kritis pada siswa. Kesadaran kritis terhadap apa sajakah?
1. Struktur dan lingkungan sosial dimana siswa itu tumbuh. Pendidikan
kritis merupakan usaha untuk memberikan pemahaman yang lebih tajam
terhadap segala bentuk kesenjangan, ketimpangan dan ketidak-adilan di
lingkungan sosial. Dengan berbekal pada situasi sosial yang buruk maka
pendidikan kritis berorientasi pada bagaimana siswa memahami,
mengerti dan bisa mencari akar dari situasi sosial yang kusam seperti
sekarang ini. Materi-materi yang diarahkan untuk memahami konteks
struktur dan lingkungan sosial ini meliputi,
1. Belajar lapangan
Ini merupakan bentuk pembelajaran untuk mengenal lingkungan.
Mengenal siapa, apa dan bagaimana masyarakat itu
mempertahankan dan menjalani kehidupan. Pendidikan kritis
berusaha untuk menjawab sistem sosial itu dengan melihat secara
langsung bagaimana peran sosial masing-masing orang sekaligus
sejauh mana tindakan-tindakan sosial itu berpengaruh pada
lingkungan sekitar. Belajar lapangan akan mendekatkan peserta
didik pada sistem dan struktur sosial masyarakat
2. Belajar tentang Norma dan aturan di Masyarakat
Bentuk pembelajaran ini akan melakukan kegiatan melihat
bagaimana aturan-aturan formal maupun informal disusun di
masyarakat. Kira-kira siapa yang sebenarnya menjadi sasaran
aturan ini dan mengapa terbentuk aturan semacam itu. Pendidikan
kritis akan lebih melihat bagaimana ketetapan sebuah norma atau
aturan masyarakat sekaligus bagaimana penerapan-penerapanya
langsung di masyarakat. Ketentuan, apapun bentuknya, akan
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
2/68
memiliki dampak, baik bagi masyarakat maupun para aktor-aktor
sosialnya. Dengan memahami norma maupun ketentuan aturan di
masyarakat akan ditemukan hukum sosial yang berlaku di
masyarakat tersebut
3. Belajar mengenai kelompok kepentingan
Ini merupakan usaha untuk memahami bagaimana pengaruh yang
dilakukan oleh kelompok kepentingan di masyarakat. Kelompok
kepentingan akan melihat siapa, bagaimana dan melalui apa
aktor-aktor sosial di masyarakat itu menjalankan kepentingan-
kepentingannya. Dengan mempelajari tentang kelompok
kepentingan peserta didik dapat memamahi bagaimana bentuk dan
model kelompok kepentingan itu mempengaruhi publik. Secaralangsung kelompok kepentingan ini akan dapat memberi gambaran
pada para peserta didik akan pengaruh dan konflik-konflik sosial
yang ada di masyarakat.
2. Memahami korban-korban sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Pemahaman atas korban ini akan mendekatkan peserta didik pada fakta
ketimpangan dan bagaimana cara untuk mengatasi masalah-masalah
seperti itu. Berbekal akan fakta-fakta ketimpangan ini akan diperoleh
gambaran tentang bagaimana proses sosial yang kemudian akan
membawa dampak sosial yang besar. Materi-materi yang bersangkut paut
dengan korban-korban sosial ini diantaranya adalah:
1. Mengenal apa dan siapa korban
Materi ini bersangkut paut dengan bagaimana korban
didefinisikan, didekatkan pada kasus-kasus konkrit di dunia
pendidikan. Memahami apa itu korban akan memberikan
gambaran bagaimana hak-hak korban serta bagaimana
penangananya selama ini. Korban, khususnya jika menyangkut
tentang pendidikan, merupakan kelompok sosial yang rentan
karenanya penting untuk dilihat bagaimana tata mekanisme
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
3/68
sehingga mereka kemudian menjadi korban dari proses pendidikan
yang berjalan
2. Bagaimana dukungan dan peran kelompok kepentingan dalam
konteks Korban
Materi ini lebih menitik beratkan pada cara, sistem maupun model
pendidikan yang membuat perangkap bagi korban. Kelompok
kepentingan apa saja yang selama ini berhubungan dengan sistem
pendidikan yang kemudian akan membawa korban. Seperti industri
buku, industri tekstil yang menjadi bagian modal dan berhubungan
erat dengan dunia pendidikan. Sistem seperti apa yang akan
mendorong munculnya berbagai bentuk-bentuk penindasan yang
bersangkut paut dengan korban
3. Memahami sistem pendidikan alternatif
Bagaimana sesungguhnya sistem pendidikan alternatif yang selama ini
ada dan bagaimana respon masyarakat atas keberadaan sistem pendidikan
tersebut. Materi pada tema-tema ini lebih dititik-beratkan pada:
1. Mencari bagaimana bentuk dan sistem pendidikan alternatif pada
masa silam
2. Memahami bentuk-bentuk pendidikan alternatif
3. Bagaimana model, sistem dan kerangka evaluasi pada methode
pendidikan alternatif
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
4/68
Berikut makalah-makalah yang mungkin dapat membantu
IDEOLOGI PENDIDIKAN
Pencarian Tanpa Sandaran Historis
Oleh Eko Prasetyo1
Belakangan ini saya digelisahkan oleh pertanyaan yang terus memburu:
pendidikan macam apa yang melahirkan pemuda seperti Soekarno, Hatta, Tan
Malaka, Sjahrir atau Haji Agus Salim. Sekolah seperti apa yang kemudianmeluluskan anak-anak muda yang punya pikiran raksasa dan tindakan besar.
Sebab zaman dimana mereka tumbuh adalah masa dimana kolonialisme primitif
sedang tumbuh begitu kejam dan keras. Masa itu dunia sedang mengalami
pertarungan ideologi yang keras dan pertempuran yang tak henti antar berbagai
negara. Pemuda-pemuda itu tumbuh tidak di masyarakat yang sudah mengalami
kemajuan pendidikan tetapi di tengah iklim feodalisme yang masih mencekik.
Dalam usia yang masih belasan tahun mereka punya pikiran yang melampaui
batas-batas geografis negeri, dan bahkan pada usia 20-an ada banyak diantara
mereka yang menjadi pemimpin pergerakan.
Sekolah seperti apa yang mampu mencetak pemuda semacam mereka?
Saya ingin kutipkan sekolah guru yang diikuti oleh Tan Malaka pada tahun 1895:
Setiap hari para murid harus belajar dari pukul 8 sampai pukul 17 dengan
istirahat dua jam pada tengah hari. Juga pada hari rabu sore dan sabtu sore
bel baru berbunyi pukul 5. Tetapi setiap hari diadakan satu jam gerak badan.
Jumat pagi di lapangan dan pada Rabu sore dan Sabtu sore dilakukan
pekerjaan tangan (kayu, karton dan tanah liat) Mata pelajaran yang
terpenting adalah bahasa Belanda. Mata pelajaran lain: berhitung, ilmu ukur,
mengukur tanah, ilmu bumi, sejarah pribumi, ilmu alam (yang dianggap
1Penulis buku Seri Dilarang Miskin dan Pengumuman: Tidak Ada Sekolah Murah, Resist Book
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
5/68
penting untuk melenyapkan takhayul), ilmu hayat, ilmu hewan, ilmu tumbuh-
tumbuhan (sebuah kebun di pekarangan belakang sekolah dipakai dalam mata
pelajaran ini, yang membicarakan masalah penyuluhan pertanian) ilmu
pendidikan, menggambar, menulis dan menyanyi.mereka tinggal di asrama
dengan syarat yang ditentukan, dan mereka pun harus menyeka bersih ruang
depan dan pinggiran-pinggiran selokan2
Kita kemudian tahu, dalam sejarah kelak Tan Malaka adalah salah satu
pencetus sekolah SI yang sangat anti kolonial dan itu sebabnya sekolah itu
dipaksa tutup oleh Belanda. Sekolah guru (kweekscholl), dimana Tan Malaka
sempat mendapat pendidikan, resmi dibuka pada bulan April 1852 dengan batas
usia murid yang diterima 14-17 tahun dan mereka harus berasal dari keluargabaik-baik. Perkembangan paling pesat dalam pendidikan di masa kolonial adalah
dibuatnya UU Pendidikan yang merupakan rancangan dari kaum Liberal yang
dikomandoi oleh Menteri Jajahan van de Putte3. Tak cukup dengan itu, pada
tahun 1869 pembiayaan sekolah yang merupakan tanggungan sekolah, sejak
1869 oleh Raja Belanda ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Sikap politik
Belanda mengalami perubahan besar ketika kaum liberal memenangkan
pertarungan politik dengan menempatkan Mr JH Abendanon sebagai Direktur
Pendidikan dan Industri (1900-5) dan A.W.F Idenburg sebagai menteri Jajahan
(1902-5)4
Abendanon kemudian sangat terkenal dengan konsep pendidikan bagi ibu
Jawa, yang kelak akan memunculkan perempuan besar, Kartini. Hasrat untuk
menjangkau Barat itulah yang kemudian dirumuskan dalam sekolah kolonial di
masa itu dan kebijakan politik etis memang membuka kesempatan bagi banyak
pribumi untuk mencicipi sekolah Barat. Tapi bukan tidak ada kritik atas
pendidikan kolonial saat itu. Haji Agus Salim adalah seorang diantara banyak
2 Harry A Poeze, Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik, 1897-1925, Grafitti, 20003Jenis-jenis sekolah pada masa kolonial: Sekolah Belanda untuk Bumiputera (HIS) lulusan ini kemudian
melanjutkan pada pendidikan sekolah dasar yang diperluas (MULO) yang kemudian lulusan MULOmeneruskan ke Sekolah Menengah Umum (AMS) masa belajar MULO dan AMS masing-masing 6 tahun.AMS ini ada dua yakni AMS (A) yang mengajarkan sastra klasik di samping bahasa-bahasa modern, sejarahdan ilmu bumi sedangkan AMS (B) mengajarkan ilmu pasti dan sains. Lih J. D Ledge, Kaum Intelektual danPerjuangan Kemerdekaan, Grafitti, 19884Menjadi Indonesia, Kompas, 1995
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
6/68
tokoh pergerakan yang beranggapan bahwa pendidikan kolonial hanya
meluluskan manusia-manusia budak yang kelak akan berhamba pada sistem
penjajah. Di tahun 1912 Haji Agus Salim mendirikan sebuah sekolah HIS
(Hollandsche Inlandsche Scholl) di Kota Gedang sebagai petunjuk kalau dirinya
tak setuju dengan model pendidikan kolonial. Tak hanya dengan itu, dididiknya
anak-anak Agus Salim dengan caranya sendiri dan sejarah mengetahui
bagaimana kecerdasan anak-anak Salim.5
Dalam bahasa yang lebih ringkas, pendidikan pada masa-masa itu
merupakan cara untuk menegaskan dimana posisi kita! Itu pulalah yang
kemudian membangun hubungan antara murid dan guru bukan semata-mata
fungsional melainkan ideologis. Soekarno misalnya, mengenal Marxisme bukan
dari buku melainkan guru HBS-nya yang bernama C Hartogh. Ia seorang gurubahasa Jerman sekaligus anggota dari Indische Social-Democratische
Vereeniging (ISDV) yang menjadi embrio bagi gerakan kiri.6 Paling tidak ada
tiga mahaguru politik etis yang memang kemudian memberi banyak pengaruh
pada kaum pergerakan, yakni: Ch Snouck Hurgronje, C van Vollehnoven dan
G.A. J Hazeu. Ketiganya itulah yang mulai memandang pendidikan bukan saja
sebagai upaya untuk menstransfer pengetahuan melainkan juga taktik bagi kaum
pergerakan. Pendidikan, pada masa itu adalah, upaya pembebasan. Makanya
Sjahrir dan Hatta kemudian mendirikan gerakan yang bernama: Pendidikan
Nasional Indonesia, yang tujuanya: pertama-tama hendak mendidik, dan dengan
demikian memetakan jalan menuju kemerdekaan..karenanya tujuan
pendidikan, bukanlah untuk menciptakan agitasi melainkan untuk
membawakan kejernihan.7
Kilasan historis ini membawa kita pada jawaban mengapa pendidikan
mampu mencetak manusia-manusia besar itu tadi. Pendidikan adalah
pembebasan dari belenggu penindasan maupun kepercayaan yang naif. Kutipan
Sjahrir diatas menjelaskan bagaimana sesungguhnya ideologi pendidikan kita itu
berdiri: pendidikan, kata Sjahrir: pertama memperbaiki hidup lebih dulu, dan
kemudian menunjukkan sikap panutan, kemudian membangkitkan kekuatan dan5 LihSeratus Tahun Haji Agus Salim, Sinar Harapan, 19966Lih Benhard Dahm,Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3ES, 1987
7 Lih Rudolf Mrazek,SJAHRIR, Politik & Pengasingan di Indonesia, YOI, 1996
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
7/68
semangat rakyat dan rela mengorbankan kepentingan diri sendiri. Tujuan
ideologis pendidikan itulah yang hari-hari ini begitu kita prihatinkan. Silang-
sengketa masalah pendidikan makin hari makin kerdil dari tujuan utama
pendidikan: urusan soal kesejahteraan, ongkos sekolah, bangunan sekolah yang
buruk, siswa yang tidak lulus dan buku pelajaran yang meluapkan kasus korupsi
telah memadamkan peran pendidikan dari tujuan utama: pembebasan.
Mengerikan menyaksikan pendidikan berjalan tanpa sandaran ideologis bahkan
tidak melahirkan peserta didik yang mampu berpikir dan bertindak besar.
Yang menonjol misalnya dalam perumusan buku pelajaran. Buku sejarah
hanya menyorongkan citra sejarah. Kelemahanya yang paling berat adalah
diproyeksikannya masa sekarang ke dalam masa lampau secara tetap. Kedua
pelajaran sejarah hampir tanpa teori sehingga pelajaran sejarah menjadi berat,karena daya imajinasi-kesadaran serta citra sejarah-tidak dihidupkan. Itu
sebabnya pelajaran sejarah banyak sekali menghidupkan mithos-mithos yang
sering dimanfaatkan untuk kegunaan taktis politik8. Buku pelajaran hampir tidak
mengenalkan gambaran tentang realitas, apalagi dengan mengandalkan soal-soal
yang sepenuhnya hapalan. Buku pelajaran yang didesain tidak menarik, tanpa
ada lukisan kenyataan yang imaginatif dan kurang menampung berbagai
perkara-perkara masyarakat akan menumpulkan nalar berpikir peserta didik dan
tidak mendorong sikap berpihak mereka. Sedikit upaya dilakukan oleh guru
tetapi itu selalu menambang gugatan dari beberapa pihak yang dirasa
menganggu.
Hal yang sama pula pada methode pengajaran yang sifatnya masih
mengkonfirmasi. Beberapa methode baru yang ditawarkan nyatanya hanya
berlaku pada beberapa lembaga pendidikan mahal dan selalu membutuhkan
pembiayaan tinggi. Penghambaan pada kekuasaan didorong sedemikian rupa
dalam dunia pendidikan kita melalui, pembelajaran bahwa keluarga dan jaringan
perluasanya merupakan dasar bagi kehidupan mereka, dan bahwa hubungan-
hubungan itulah yang membentuk bangsa9. Bangsa dan keluarga kemudian tak
bisa dibedakan secara lugas, bahkan kekuasaan dengan keluarga kemudian
8Lih Niels Mulders, Individu, Masyarakat dan Sejarah, Kanisius, 2000
9Lih Saya Sasaki Shiraishi,Pahlawan-Pahlawan Belia, Keluarga Indonesia dalam Politik, KPG, 2001
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
8/68
batasanya begitu tipis. Itu sebabnya pendidikan kemudian memunculkan para
terdidik yang kadang susah membedakan antara kepentingan umum dengan
kepentingan keluarganya sendiri. Alumni pendidikan pada masa Orde Baru,
diantaranya adalah mereka yang mencicipi kursi kekuasaan sekarang ini. Tanpa
pandangan besar, picik terhadap perbedaan, tidak tahu malu pada keadaan
rakyat dan kurang terdidik.
Jika kita ingin melampaui apa yang sudah dihasilkan oleh pendidikan
kolonial, maka mandat pendidikan bukan lagi mencerdaskan akan tetapi
berpihak pada kepentingan luas rakyat. Hendaknya pendidikan mengembalikan
fungsi pembebasan dan keberpihakan, bukan hanya memenuhi kepentingan-
kepentingan pasar. Tak bisa lagi pendidikan hanya meluluskan anak-anak yang
sekedar memenuhi nilai ujian nasional, tetapi juga mampu untuk merumuskandan mengartikulasikan tuntutan-tuntutan lingkunganya dalam bahasa yang lebih
sistematis dan segar. Ideologi pendidikan memang tak bisa ditemukan hanya
dalam bunyi undang-undang melainkan dihidupkan dalam pratek-praktek
pembelajaran. Guru merupakan salah satu sendi bagaimana hidupnya ideologi
keberpihakan dalam dunia pendidikan dan pemerintah merupakan tiang utama
penyangganya. Sudah barang tentu jangan bertanya banyak tentang apa saja
yang dilakukan oleh pemerintah dalam soal pendidikan, karena kita tahu sendiri,
pendidikan bukan soal yang menarik diurus! Mencari basis ideologi Pendidikan
bukan hanya mengharuskan kita untuk berkaca pada masa lalu melainkan juga
meraba keinginan kita terhadap pendidikan.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
9/68
Kejahatan Sistem Pendidikan
Di muka bumi ini tidak ada satu pun yang menimpa orang-orang tak berdosa
separah sekolah. Sekolah adalah penjara. Tapi dalam beberapa hal
sekolah lebih kejam ketimbang penjara. Di penjara, misalnya, Anda tidak
dipaksa membeli
dan membaca buku-buku karangan para sipir atau kepala penjara
(Bernard Shaw dalam Parents and Children)
Begitulah keributan itu menjalar kemana-mana, soal pelajaran agama
yang harus diajarkan di sekolah. Soal yang menyulut kembali hubungan antarasekolah muslim dan non muslim. Menghangat kembali debat yang menganggap
pihak lain sengaja hendak menyebar-luaskan agama tertentu, bahkan tanpa
dasar argumen yang kukuh, ada yang menilai sebagai proses Islamisasi. Lewat
pendasaran atas nilai-nilai HAM kewajiban mengajarkan agama ini dikatakan
sebagai pelanggaran. RUU Sistem Pendidikan Nasional ini mulai terancam,
bahkan sejumlah kalangan mendesak, untuk menunda pemberlakuannya.
Sebaliknya berbagai kalangan kini juga menuntut untuk segera ditetapkannya
RUU ini menjadi UU sehingga anak didik akan segera memperoleh hak
pengajaran agama. Perdebatan, yang menurut penulis, keluar dari soal
pendidikan yang sesungguhnya. Problem yang sengaja diangkat untuk membuat
masyarakat, tidak lagi mengeluarkan keluhan atas pendidikan yang kian lama
makin menjauh dari kebutuhan rakyat. Solusi pendidikan agama, memang belum
akan menjawab, busuknya moralitas tapi setidaknya itu dapat untuk
menunjukkan, kalau bangsa ini masih punya agama. Pendidikan agama itu
penting, terutama untuk, membekali generasi muda agar tidak ber-akhlak seperti
pemimpinnya yang suka korupsi.
Kejahatan pendidikan bukan bermula dari dihapuskannya pelajaran
agama, tapi sejak pendidikan, dikelola seperti pabrik. Etos pabrik ini dapat
diidentifikasi dari beberapa ciri yang mendasar, diantaranya: makin mahalnya
biaya pendidikan, tidak transparannya sekolah dalam mengelola keuangan, hak-
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
10/68
hak siswa tidak dihargai dan menjauhnya muatan pelajaran dengan kondisi riil
yang dialami oleh rakyat. Karena pendidikan berjiwa pabrik itulah maka
lulusannya bukan lagi sosok pembaharu tapi mental pengikut, yang miskin
gagasan dan kurang nyali. Ujung-ujungnya sejumlah siswa kadang terlibat
tawuran dan sesekali menjadi pelaku dalam transaksi narkoba. Gejala ini, sekali
lagi, bukan karena kurangnya siraman rohani melainkan sistem pendidikan
membimbing murid untuk menjadi pelaku kejahatan. Bagaimana murid tidak
jadi pelaku kejahatan kalau pelajaran sastra hanya menghapal nama pengarang
dan judul buku. Bagaimana tidak ikut dalam jaringan narkoba kalau pelajaran
agama hanya hapalan doa serta mengingat-ingat hari besar keagamaan. Padahal
dua pelajaran ini merupakan medium sosialisasi nilai, yang membimbing murid,
untuk mengetahui kategori, baik dan buruk.Pabrik yang membuat murid seperti komoditi, sehingga banyak kasus
dimana sejumlah lembaga pendidikan digugat karena berbohong. Dengan janji
akan menciptakan lulusan yang bisa bekerja maka beberapa lembaga pendidikan
memberikan murid ketrampilan cara mudah mendapatkan uang. Tanpa malu-
malu, ada sekolah yang secara terbuka, membuat MOU dengan biro tenaga kerja.
Seperti pabrik maka pengurus sekolah diperkenankan membuka bisnis di seputar
lingkungan. Ada kepala sekolah yang buat wartel, guru yang kerja-sama buat
kantin dan bahkan sekolah yang merangkap dagang ketrampilan hasil karya
muridnya. Semua itu diembel-embeli dengan nama yang terhormat manajemen
sekolah yang alternatif. Motif itu semua, guru yang digaji kecil hingga bantuan
pemerintah yang makin minim. Layaknya pabrik maka yang dilengkapi dari
sekolah adalah fasilitas gedung yang makin mewah bahkan kalau perlu komputer
yang paling mutakhir harus dimiliki sekolah. Buku apalagi pelatihan untuk guru,
menjadi biaya yang paling buncit, apalagi kebijakan untuk menurunkan biaya
hampir mustahil. Ini baru bicara pada lapisan pendidikan dasar dan umum,
belum meyentuh, pendidikan raksasa macam perguruan tinggi.
Kejahatan dunia perguruan tinggi makin heboh, soalnya si pelaku pasti
lebih brillian. Upaya swastanisasi sejumlah PTN merupakan lonceng kematian
bagi sekolah murah. Kampus yang makin sulit dibedakan gedungnya dengan
hotel, menarik ongkos yang angkanya kadang fantastis. Dengan melandaskan
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
11/68
pada biaya operasional, kampus harus mengeluarkan ongkos banyak dan itu
tumpuannya hanya pada mahasiswa. Tidak ada kampus yang berani untuk
melakukan pemotongan gaji pada dosenya yang sibuk jadi staff ahli. Kini
beberapa dosennya tidak saja menjadi tenaga pengajar, tapi juga merangkap
menjadi staf ahli, lembaga apa saja asal bayarannya mahal. Gelar yang diperoleh
dari sekolah luar negeri, yang biayanya diambil dari uang saku mahasiswa, tak
membuat para dosen itu merasa punya piutang dengan mahasiswa. Apalagi
memperoleh bea-siswa lembaga donor, membuat mereka punya hak untuk
bekerja kemana saja yang mereka suka. Dosen atau pejabat kampus, akan merasa
menjadi penting kalau memenuhi dua ciri sekaligus, pertama suka keluar di
koran atau TV dan ciri yang kedua sulit dicari mahasiswanya.
Itulah kejahatan sistem pendidikan yang memiliki dasar historis yangpanjang. Buat penulis, pendidikan yang diselenggarakan sekarang tak bisa
dilepaskan dari pergulatan sosial bangsa ini. Sejak tampilnya orde kekuasaan
Soeharto maka pendidikan disandingkan perannya menjadi pendukung proyek
pembangunan (developmentalist) Sebuah proyek yang ditanam oleh
pemerintahan Amerika beserta sekutunya untuk menahan laju pengaruh
komunis. Pendidikan saat itu bertujuan semata-mata untuk mendukung
kekuasaan rezim bahkan murid dilarang keras untuk belajar sejarah perubahan
sosial yang melibatkan berbagai ideologi. Hingga hari ini nama Tan Malaka, Haji
Misbach atau Snevillt pasti hilang dari bacaan sejarah. Andaikan disebut, bukan
dalam konteks pejuang, tapi pemberontak karena ideologinya yang kiri. Ideologi
pembangunan tidak memperkenankan adanya pengusutan, pertanyaan maupun
sanggahan. Mirip dengan fasisme, sekolah hanya menerapkan aturan yang wajib
dipatuhi dan jika membangkang, hukuman bisa diterapkan dengan cara yang
buas. Pendidikan makin membahayakan karena yang muncul bukan sebuah
kesadaran kritis melainkan kesadaran pasif, dimana murid, tidak boleh
mengetahui berbagai fakta-fakta sosial yang ada. Kebijakan depolitisasi kampus
bermula dari sana, bagaimana menjadikan mahasiswa mirip seperti tahanan
penjara, dipangkas hak hak berpolitiknya. Mahasiswa tahunnya masuk kuliah,
ujian dan mbayar! Belenggu puluhan tahun itu hingga saat ini masih
memberikan dampak yang masih kita rasakan.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
12/68
Soeharto jatuh seiring dengan gagalnya gagasan pembangunan dan
diangkatnya ideologi neo liberalisme. Ideologi yang kurang antusias dengan
kuasa negara tapi lebih menyukai peranan sektor swasta. Keyakinan ini,
didorong bukan saja oleh pemerintah Amerika melainkan sejumlah perusahaan
multinational yang kekuasaan dan kekayaannya melebihi satu negara. Para
pedagang ini memiliki organisasi yang bernama WTO serta cukong-cukong yang
menyebar hutang kemana-mana, populernya disebut IMF. Di samping itu badan
lain yang mengiringi adalah Bank Dunia, motifnya memberi bantuan tapi
sebenarnya ikut mempercepat arus pasar bebas. Yang menakjubkan kekuasaan
organ-organ ini mampu mengalahkan kedaulatan negara dan bahkan bisa
seenaknya membikin aturan untuk rakyat. Contoh yang memikat adalah
pencabutan subsidi, menaikkan harga BBM dan penambahan hutang merupakanbukti persekongkolan badan-badan diatas dengan negara. Proyek yang langsung
bersentuhan dengan dunia pendidikan adalah privatisasi. Kebijakan privatisasi
menjadi dusta yang membahayakan, karena dengan kebijakan itu, lembaga
pendidikan menjadi tempat yang amat mahal. Harga mahal itu repotnya tidak
berkesusaian dengan kualitas pengajar, materi hingga methodologi. Meski ber-
ongkos mahal namun pengajarnya tidak tertib masuknya. Walau mahal namun
methodologi yang ditawarkan masih saja konvensional. Tak jarang materi yang
diajarkan kalah bersaing dengan buku-buku bacaan yang dibeli oleh mahasiswa.
Swastanisasi pada kenyataanya telah membuat pendidikan menjadi tidak
berpihak pada kebutuhan rakyat. Swastanisasi membuat pendidikan menghamba
pada kepentingan modal bukan pada keperluan rakyat. Hakekat swastanisasi tak
lain adalah memberikan urusan yang mustinya menjadi bidang banyak orang
dialihkan pada segelintir orang. Swastanisasi mempercepat arus monopoli dan
karenanya mendorong pemusatan atau akumulasi modal. Jika ini diterapkan
pada bidang publik, sudah tentu yang berlangsung, pengurasan kekayaan rakyat
dan meledaknya kesenjangan. Dalam bidang pendidikan, kegiatan swastanisasi
akan menelantarkan mereka yang tidak mampu. Berapa banyak rakyat yang
harus menderita sebagai dampak dari krisis kemudian yang paling menyakitkan,
harus membayar mahal ongkos pendidikan. Sudah ongkos mahal, sangat sedikit
yang secara transparan menginformasikan uang yang diambil dari siswa, untuk
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
13/68
keperluan apa saja. Kegiatan pendidikan berjalan dengan cara sembunyi ini
sangat berbeda dengan promosi yang secara gencar dilakukan oleh sejumlah
sekolah. Memasuki bulan Mei-Juni ada banyak sekolah yang mempromosikan
kegiatanya dan memberi iming-iming, siapa saja yang mendaftar akan gampang
untuk memperoleh pekerjaan. Sekolah kini bukan tempat untuk menanam nilai
tapi membiasakan anak didik untuk menjadi seorang pekerja. Sekolah bukan
menciptakan pemikir tapi pegawai.
Kalau kondisinya seperti itu, apa yang diajarkan oleh sekolah? Sekolah
menjadi kegiatan yang tidak menggembirakan. Coba lihat foto wajah anda di
ijazah atau kartu mahasiswa, pasti foto yang bertampang menyedihkan-apalagi
dengan ukuran 3X4 yang pas hanya untuk wajah dan bahu- dan bandingkan foto
anda sewaktu masih duduk di taman kanak-kanak, tentu foto yang bertampangmenggembirakan. Makin tinggi tingkat pendidikan yang anda enyam,
nampaknya kita makin stress dan pusing dengan beban masa depan. Sekolah
memang tidak memberikan pelajaran tentang bagaimana hidup menjadi bahagia,
tapi sekolah mendidik kita, untuk percaya pada selembar kertas bernama ijazah!!
Kalau begitu apa enaknya sekolah? Sekolah membuat kita kenal makin banyak
orang dan melalui sekolah, kita belajar untuk hidup di bawah tekanan. Tekanan
agar mengerjakan tugas yang tidak disukai; tekanan supaya tepat waktu
membayar SPP; tekanan untuk selalu menghasilkan nilai yang bagus dan
tekanan untuk bersabar atas buruknya pengajaran. Semakin lama anda
bersekolah, semakin toleran anda dengan segala bentuk tekanan. Karena itu,
soalnya lagi-lagi bukan penting tidaknya pelajaran agama, tapi soal yang
mendasar, bagaimana sekolah mampu membuat siswanya merasa senang,
bahagia dan gembira selalu. Ada baiknya RUU Pendidikan ini menampung suara
murid-murid yang kelak akan menjadi sasaran dari sejumlah pasal. Berhentilah
mereka yang menyebut diri pakar pendidikan karena saat ini waktunya anda
untuk bertanya, apa yang diinginkan oleh siswa.sudah datang waktunya
dimana siswa berhak menentukan materi, methodologi dan sekaligus siapa yang
pantas menjadi pengajarnya. Inilah waktunya sekolah memberikan tempat yang
merdeka untuk siswanya. Sebab kalau ini tidak dikerjakan, UU Pendidikan
apapun namanya, hanya menjadi spiral kekerasan yang korbanya lagi-lagi
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
14/68
peserta didik. Ucapan Ralph Waldo Emerson rasanya penting untuk saya
kutipkan:Aku percaya bahwa pengalaman telah mengajar kita bahwa rahasia
Pendidikan terletak pada penghormatan terhadap sang murid. Bukan engkau
yang musti memilih apa yang harus ia ketahui, apa yang musti ia kerjakan.
Semua itu telah dipilihkan dan ditakdirkan sebelumnya, dan ia hanya
memegang anak kunci menuju rahasianya sendiri. Bila engkau terus-menerus
campur tangan dan memaksakan dan terlalu mengatur, mungkin ia akan
menyimpang dari tujuannya dan lari dari dirinya sendiri. Hormati si
anak..Jangan terlalu bersikap bagai orangtuanya. Jangan langkahi batas-
batas kesendiriannya
BHMNMau kemana dan untuk siapa?10
Oleh Eko Prasetyo11
Sepertinnya baru kemaren beberapa mahasiswa menjadi gelombang
massa yang mencetuskan perubahan. Ribuan mahasiswa, tanpa rasa takut dan
gentar memekikkan kata perubahan. Diantara mereka ada yang diculik, dianiya
bahkan menjadi sasaran peluru. Kematian beberapa diantara mereka menjadi
martir dari perubahan yang kini kita alami bersama. Mahasiswa menghidupkan
kembali tradisi yang kini menjauh dari dunia politik, menjaga kesucian
kekuasaan bahkan kalau perlu dengan menerjang nyawa. Benar tak banyak
mereka yang berbuat begitu, tapi mahasiswa menjadi kelas sosial yang
menentang adanya konservatisme politik yang menghalalkan praktek korupsi.
Mereka bermukim di kampus yang memang bukan sebuah tempat yang
riang. Kampus yang masih mengandalkan methode pembelajaran yang pasif
bahkan mengutuk lahirnya kesadaran kritis. Kita masih ingat bagaimana seorang
mantan Rektor sangat menyayangkan mahasiswa yang berhimpun di SMID. Kita
juga masih ingat bagaimana kumpulan ilmuwan yang baru pulang dari sekolah
10Disampaikan dalam diskusi BEM UGM
11 Penulis buku Tidak Ada Sekolah Murah (Resist 2005) dan beberapa seri orang miskin
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
15/68
ekonomi menjadi perancang bagi lahirnya gagasan pembangunan yang
kemudian berujung pada penindasan terhadap rakyat. Kampus memang bukan
bagian dari kekuasaan tapi sekurang-kurangya tempat dimana sumber daya
kekuasaan mendapatkan pasokan. Soeharto memang punya banyak cara
bagaimana melumpuhkan kampus dan dinamika yang ada di dalamnya.
Andai kita masih ingat dulu kampus berkembang sebagai bagian dari
gerakan rakyat. Kehadiran STH (Sekolah Tinggi Hukum yang kelak jadi UII) dan
Sekolah Tinggi Kedokteran yang masing-masing didirikan tahun 1924 dan 1927
menjadi bagian penting dari tumbuhnya ilmuwan yang mengabdi pada negeri
yang masih dijajah. Kampus ini didirikan oleh beberapa aktivis diantaranya Moh
Hatta, Moh Natsir serta Kasman Singodimedjo dll. Kampus saat itu memang
menjadi arena untuk mengembangkan kultur gerakan sekaligus bagaimanamenilai situasi politik di luar. Disana ada asrama, yang menurut
Anderson, ...merupakan tempat pelarian dari keluarga, menyediakan tempat
tidur bagi mahasiswa yang terdampar di ibukota yang sedang berkunjung ke sana
dari daerah, merupakan forum bagi diskusi-diskusi yang intens dan agak
tertutup, dan menjadi sebuah pusat solidaritas
Muncul dari asrama sosok-sosok yang kelak mewarnai dunia pergerakan,
seperti Soebadio Sasrosatomo, semula mahasiswa kedokteran akan tetapi pindah
ke sekolah hukum. Ia nantinya akan menjadi ideolog terkemuka dari gerakan
PSI. Hal yang sama terjadi pada Soedjatmoko yang kemudian dikeluarkan oleh
Kempetai setelah menghabiskan dua tahun kuliahnya di sekolah Kedokteran.
Beberapa diantara mereka menjadi orbit dari sosok yang dikenal dengan nama
Sjahrir. Saat itu kampus menjadi tempat dimana para aktivis bisa mengeratkan
hubungan ideologis dan berjuang melawan kolonialisme, baik Jepang maupun
Belanda. Pergerakan bersumber dari kehidupan kampus dan memancar ke
semua pergerakan rakyat. Saat demokrasi muncul di awal tahun 50-an maka
partai politik dengan bergegas juga ikut mendirikan kampus, diantaranya Res
Publica yang kemudian beralih nama menjadi Tri Sakti. Kampus tetap tak lekang
dari mandat sebagai kekuatan pembebas dan ini melahirkan berbagai aktivis
yang kini banyak mewarnai kancah intelektual.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
16/68
Tonggak kekuatan Soeharto ditandai dengan penutupan beberapa kampus
yang kena cap kiri. Ilmuwan kampus menjadi bagian inti dari kekuasaan, yang
kemudian populer dengan sebutan mafia bekerley. Mahasiswa yang dulu
melawan Soekarno kini berangsur-angsur mulai melawan kuasa Soeharto yang
mulai licik dan mengembangkan kontrol pada kampus, terutama pasca peristiwa
Malari. Kampus selain mendapat pengawasan juga mulai dikembangkan sebagai
bagian dari dinasti kekuasaan. Malahan didirikan kampus yang khusus menjadi
penyetor tenaga administrasi kekuasaan. Berulang-ulang kampus kemudian
menggeser perannya dari komunitas yang menjalankan kontrol menjadi inti dari
sumber kekuasaan. Tapi energi kritis kampus tetap bertahan karena kebanyakan
kelas sosial yang menjadi penghuninnya adalah bagian dari rakyat.
Rakyat masih cukup ringan dengan biaya masuk kampus. PerguruanTinggi Negeri jadi harapan untuk naik ke kelas sosial yang lebih baik. Makanya
masih banyak saat itu kampus yang mahasiswanya naik sepeda atau dosen yang
naik motor butut. Kesederhanaan kampus negeri dapat dilihat dari bangunannya
yang simpel dan sederhana. Gerakan kampus kemudian menjalar dengan
anggota yang meluas hingga rakyat miskin. Tak tanggung-tanggung program
KKN diluncurkan untuk mendorong tanggung jawab kampus pada masyarakat
pedesaan12. Tapi ini masa bulan madu yang memunculkan banyak kritik. Salah
satu yang terbesar adalah managemen kampus yang amburadul. Managemen
keuangan yang ditanggung oleh pemerintah pusat lama-kelamaan tidak kuat
untuk menambal kekurangan. Kampus tidak mungkin terus menerus harus
mengekor pada politik penguasa pusat.
Lahir kemudian keinginan untuk mengembangkan otonomi. Ini
didasarkan pada apa yang menjadi gejala universal yakni demokratisasi dan
liberalisasi politik. Gagasan ini bersanding dengan kepercayaan tentang negara
yang brengsek. Negara tempat dimana korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi
sumber masalah. Kampus kemudian didorong untuk berubah status, dari yang
12Gagasan yang dikemukakan oleh Prof Koesnadi Hardjosemantri yang dikenal sebagai rektor yang begitu
dekat dengan mahasiswa. Beliau adalah satu-satunya Rektor yang pada masa kekuasaan Soeharto denganrela turun ke jalan menemani mahasiswa ketika melakukan unjuk rasa pada kekuasaan. Tindakan itudilakukan awal 90-an ketika dinasti kekuasaan Soeharto begitu kukuh. Hal yang kini dengan memikatdilakukan oleh Prof Eko Budihardjo, Rektor Undip yang menyediakan waktu untuk mahasiswa bahkanketika melakukan acara seperti bedah buku. Rektor Undip adalah sedikit Rektor yang masihmempertimbangkan masak-masak ketika terjadi penerapan BHMN
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
17/68
semula managemen mengikuti kemauan pusat mulai mengembangkan otonomi
managemen sendiri. Pukulan awal adalah dengan menaikkan ongkos masuk
PTN. Sebab tak bisa menyandarkan biaya pada negara saja karena negara sudah
mengalami kebangkrutan. PTN mulai menghitung-hitung berapa sesungguhnya
biaya per kepala mahasiswa dan siapa yang akan menanggung pembiayaan itu.
Dengan ongkos yang mahal tentu kuliah selain sulit diakses oleh orang miskin
juga mulai mengembangkan managemen yang mirip seperti perseroan.
Kepemilikan kolektif yang diwakili oleh kelas borjuis akan mengulang kembali
elitisme pendidikan yang selama ini jadi kritik terbesar semua pengamat
pendidikan13.
Jika soalnya adalah biaya tentu ada beberapa pemecahan yang masuk
akal. Yang pertama adalah mengembangkan sistem kelembagaan kampus yangmampu mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak. Lembaga riset
maupun konsultasi bisa dikembangkan sebagai bagian dari asset kampus untuk
mendatangkan pendapatan. Ini sebenarnya sudah banyak ditempuh oleh
berbagai pusat studi tinggal bagaimana mengembangkan pendanaan sebagai
bagian dari investasi14. Ada pusat studi yang gemuk dalam pendapatan dan
bagaimana pendapatan ini disalurkan untuk menambal berbagai kekurangan.
Asset-asset kampus yang bisa mengambil fungsi itu dioptimalkan tanpa
membebankan pada mahasiswa. Bukan seperti yang sekarang berjalan,
bangunan-bangunan kampus disewakan untuk perhelatan yang kadangkala
menghina akal sehat. Sebuah kampus di Yogyakarta ruangannya pernah
digunakan untuk pameran kucing beserta kandangnya. Lama kelamaan pameran
suara perkutut bisa mengambil tempat di pelataran kampus.
Langkah keuangan kedua adalah mendorong pemerintahan setempat
untuk mengalokasikan budget pada kampus negeri. Kampus negeri selama ini
memberikan peran yang sangat penting, khususnya dalam mengembangkan
13Ada istilah wali amanah yang kerapkali berisikan orang-orang yang berasal dari kelas sosial atas dan ini
yang menjadi legitimasi ketika kampus menelurkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak padamahasiswa melainkan memenuhi selera untuk mendapatkan laba14Sebagai contoh adalah kantor penulis di Pusat Studi HAM UII yang mampu mengembangkan kerja sama
bukan hanya dengan lembaga donor melainkan beberapa perusahaan Multinational yang bisa memberikanalokasi besar untuk beberapa kegiatan riset bahkan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif dalampemerkuatan dan pengembangan kampus. Andai semua Pusat Studi mampu bergerak dalam bidang-bidangini tentu soal pembiayaan bukan masalah besar.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
18/68
identitas wilayah dan bahkan mampu memberi makan pada penduduk sekitar.
Kost maupun warung yang selama ini jadi bagian dari wirausaha rakyat menjadi
tertolong dengan keberadaan kampus negeri yang punya banyak fakultas. Tak
bisa pemerintah lokal lepas tanggung jawab dari keluhan akan mahalnya biaya
pendidikan apalagi dengan menutup mata pada apa yang berjalan selama ini.
Pemerintah lokal dituntut untuk berperan dalam mengembangkan pembiayaan
alternatif. Mungkin itu diawali dari pengenaan pajak pada berbagai perusahaan
lokal yang membantu kampus dengan imbalan berbagai keringanan. Jangan
seperti sekarang ini dimana banyak pemerintah daerah setempat tambah
mengembangkan stadion olah raga bertaraf international atau memburu
pembangunan mall. Jarang sekali ada kepala daerah yang mencantumkan
program pengembangan Kampus negeri sebagai bagian dari agenda politiknya.Langkah ketiga adalah melakukan efisiensi yang ketat dan transpransi
managemen. Kampus waktunya mengembangkan sumber daya lokal dalam hal
peningkatan fasilitas, misalnya kerja sama dengan penerbit dalam melengkapi
perpustakaan atau belajar pada sektor ekonomi rakyat dalam pengembangan
studi ekonomi. Kampus didorong memanfaatkan potensi lokal yang selama ini
bisa dijadikan sandaran bagi pendalaman pengetahuan sekaligus laboratrium
sosial mahasiswannya. Fakultas kedokteran tidak hanya punya rumah sakit tapi
juga bagaimana meihat pengobatan alternatif yang kini telah diakui. Sama halnya
dengan fakultas Fisipol yang mulai berpraktek pada bagaimana kinerja partai
politik lokal. Sama halnya dengan fakultas arsitektur yang perlu menghabiskan
banyak waktu untuk meyentuh rumah kaum miskin yang ada di pinggiran
sungai. Radikalisasi methodologi perlu ditempuh sehingga kampus bukan
menjadi tempat yang asing. Jangan sampai seperti di DIY sebuah kampus negeri
ada yang memperluas lahan dengan menggusur penduduk atau menaikkan gaji
Rektor yang ujung-ujungnya terjadi pemogokan massal.
Langkah keempat peran Perbankan diintensifkan selain sebagai
penampung dana mahasiswa. Selama ini Perbankan belum banyak aktif
membantu kampus selain membangun gedung. Perbankan harus memberikan
alokasi kredit produktif yang kelak akan bermanfaat misalnya dalam
pengembangan laboratrium, riset, perluasan areal kampus atau memperbanyak
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
19/68
fasilitas yang diperlukan. Kredit produktif untuk kegiatan pengetahuan harus
digalakkan agar tidak lagi ada alasan kalau biaya sedikit-sedikit kurang. Kita bisa
mensurvai berapa sebenarnya pendapatan Perbankan dari penyimpanan uang
mahasiswa selama ini, yang jumlahnya kian hari kian meningkat. Jangan sampai
Bank hanya digunakan untuk memberikan kredit konsumtif pada dosen, seperti
kredit mobil, kampanye kartu kredit, kredit HP hingga kredit alat-alat tekhnologi
dapur. Ini juga perlu dukungan pemerintah, dimana sektor Perbankan yang
memberikan alokasi kredit bagi penguatan budaya pengetahuan akan
mendapatkan peringkat yang baik. Jangan sampai Bank hanya diisi oleh para
perampok.
Langkah kelima mulai membuka studi yang berorientasi pada golongan
miskin. Semakin banyak golongan miskin yang tidak tertampung dalam institusiperguruan tinggi. Waktunnya untuk membuka kelas khusus untuk mereka. Ada
banyak program studi yang dibuka untuk kalangan profesional dan kenapa tidak
dibuka untuk kelompok miskin. Jangan sampai belas kasihan kaum miskin
terbentur pada administrasi. Keberanian untuk membuka studi khusus bagi
kelompok miskin menjadi bagian penting dari komitmen perguruan tinggi dalam
mengabdikan ilmu dan keberpihakan. Karenanya menjadi penting bahwa BHMN
bukan butuh sekedar uang atau managemen melainkan mengembalikan kembali
mandat sesungguhnya dari kampus. Jadi persoalannya bukan BHMN perlu apa
tidak, melainkan siapa yang diuntungkan dengan perubahan status ini dan siapa
yang sebenarnya dirugikan? Sebuah kebijakan akan selalu memiliki dua sisi yang
kontradiktif. Pilihan apapun ini akan menunjukkan pada siapa sesungguhnya
Kampus ini berhamba.
Korupsi & Pendidikan
Oleh: Eko Prasetyo
Malam itu saya beruntung bertemu dengan beberapa guru yang mengajar
pada berbagai sekolah. Seseorang diantara mereka bertutur, bagaimana aliran
dana yang berasal dari dana subsidi jumlahnya ternyata tidak seperti yang
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
20/68
diumumkan. Tapi si guru itu dengan enggan mengatakan kalau keadaan ini
sudah biasa. Dana yang turun jumlahnya akan selalu berkurang dan itu menjadi
pemandangan yang umum. Di tempat lain saya juga mendapat laporan
bagaimana sulitnya mengurus kenaikan pangkat, terutama dari IV a ke IV b.
Uang kadang menjadi pelumas bagi percepatan proses kenaikan pangkat dan
mutasi. Sungguh pemandangan yang menjijikkan jika kemudian guru yang
bergaji rendah harus pula mendapat penindasan15. Sangat memalukan memang,
kalau pendidikan berlumuran korupsi dan diantara sasaran empuknya adalah
kawanan guru.
Di luar guru sasaran korupsi yang lain adalah proyek pengadaan buku.
Sebagai bagian pokok dalam sistem pengajaran maka buku seperti jantung dalam
lembaga pendidikan. Yang menyakitkan kemudian buku pulalah yang jadisasaran korupsi. Dari proses pengadaan hingga judul seringkali buku tidak sesuai
dengan kebutuhan siswa. Masak sebuah kampus Sekolah Tinggi Agama ada buku
tentang cara merawat mesin dan menanam anggrek. Yang sungguh mengenaskan
ada buku di kampus IAIN tentang rajah tangan yang jumlahnya satu judul ada 7
buku. Ini belum lagi bagaimana otonomi daerah telah dimanfaatkan dengan
cerdik oleh para kepala daerah untuk berbagi untung dengan para penerbit.
Bukan lagi jadi sebuah rahasia kalau korupsi yang paling megah, adalah proyek
pengadaan buku. Jerit anak didik yang dibodohkan oleh banyaknya buku yang
tidak berkualitas tidak membuat para pengambil kebijakan kemudian insyaf dan
sadar16.
Kebijakan pengadaan buku di Indonesia mirip dengan bagaimana
perubahan dalam kurikulum. Fase dari buku paket hingga proyek pengadaan
buku yang menjadi sasaran bantuan Bank Dunia berakhir dengan kebocoran17.15 Beberapa pertemuan guru yang saya hadiri menyebut bagaimana birokrasi di lingkungan pendidikan
kurang memberi apresiasi positif atas kreativitas yang mereka kerjakan. Seorang guru seni rupa harus
berhadapan dengan kepala sekolah dan itu yang menyebabkan ia diberhentikan. Hal yang sama terjadi padaguru yang meski mendapat predikat teladan tapi tetap saja merasa kesulitan mengurus kenaikan pangkat.16 Ini misalnya surat rekomendasi seorang Dirjen atau Kanwil Departemen P dan K atau kepala Kandep
tertentu pada seorang penerbit biasanya menjadi cara mujarab untuk membuat buku itu laku.dan dibeli olehsekolah. Untuk mendapatkan rekomendasi itu maka sejumlah biaya disalurkan dan itu tak membuat bukupelajaran memiliki kualitas yang sempurna. Lih Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, LkiS, 200517 Sejarah kebijakan perbukuan dimulai dari fase buku Paket (berakhir sampai tahun 1995) yang dibagi
secara gratis dan dikelola oleh pusat. Fase kedua (1995 s/d 1998) adalah proyek Bank Dunia tahap I, II danIII dimana kebijakan ini sifatnya desentralisasi dan masih menyisakan in-efisiensi. Tahapan III (1995 s/d2005) adalah Transparansi dan Profesionalisasi yang melibatkan swasta secara lebih aktif dankelemahanyya tetap terletak pada KKN antara harga penerbit dengan pihak sekolah. Serta yang terakhir,
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
21/68
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Bank Dunia menunjuk sejumlah
penerbit yang dikategorikan bertindak korup. Bahkan kebijakan pengadaan buku
memunculkan konflik antara pejabat Diknas dengan Bank Dunia. Kini dengan
sistem block grantdimana sekolah diberi kebebasan untuk membeli buku sendiri
maka persoalan memang terletak pada bagaimana mekanisme monitoring.
Sistem block grant ini juga diterapkan pada berbagai program, yang memang
sangat mengandalkan permintaan dari sekolah. Ada sejumlah program seperti
Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) Bantuan Imbal Swadaya (BIS)
untuk perawatan fisik, Ruang Kelas Baru (RKB) Broad Based Education (BBE)
untuk pembelajaran aneka ketrampilan danPrevention Unit(PU)
Yang memang jadi persoalan alokasi bantuan ini sangat minim
pemantauan. Keberadaan Komite Sekolah tidak cukup optimal karena fungsimaupun mandatnya belum jelas hingga kini. Bahkan tak jarang Komite Sekolah
dibekukan oleh Kepala Sekolah atau personelnya yang diganti. Hal yang sama
terjadi pada apa yang kemudian dinamakan Dewan Pendidikan yang tidak
banyak diketahui personel maupun tugasnya oleh publik. Wewenang, mandat
dan fungsi yang belum jelas ini membuat persolan pendidikan kemudian kian
menumpuk. Diantara yang menyolok adalah in-efisiensi yang menjadi laporan
rutin BPK atas investigasi yang dilakukan terhadap Departemen Pendidikan.
Korupsi kemudian menjadi tabiat umum karena pengawasan yang rendah dan
pemberlakuan sanksi yang minim. Sangat jarang kita dengar bagaimana
kelanjutan penanganan hukum yang lebih tegas pada sejumlah orang yang
terbukti melakukan korupsi. Lazim dan ini sering dilakukan adalah sanksi
administratif yang ini-pun masyarakat tak banyak mengetahui.
Karena itu korupsi dalam lembaga pendidikan sulit ditangani karena
beberapa sebab. Pertama adalah struktur managemen sekolah yang memang
kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Meski sudah ada komite
sekolah tapi ini kemudian mirip dengan lembaga BP3 yang mengenakan baju
baru. Peranya masih belum optimal dan dipandang hanya sebagai tempat untuk
konsultasi belaka. Ada baiknya memang komite sekolah juga melakukan
pemantauan dan proses evaluasi dalam pembelajaran di sekolah dan tidak
periodisasi masa pakai lima tahun (2005) Lih Saiful Anam, Indra Jati Sidi, Teraju, 2005
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
22/68
bertugas kalau dipanggil sekolah saja. Struktur managemen yang melibatkan
partisipasi ini tidak hanya dalam pencarian dana melainkan juga bagaimana
pengelolaan managemen sekolah yang lebih transparan dan akuntabel. Struktur
managemen ini juga berkait-erat dengan kebijakan otonomi yang dijalankan
secara agresif. Peran kepala daerah yang luas ini sering dijadikan perisai bagi
kepala dinas untuk menjalankan kebijakan yang seenaknya.
Korupsi ini juga menjadi subur karena budaya masyarakat yang terlanjur
melihat institusi pendidikan sebagai lembaga yang memiliki kemampuan super.
Itu terlihat dari bagaimana kepasrahan maupun kerelaan masyarakat untuk
menyumbang berapapun besarnya pada lembaga pendidikan. Macam-macam
sumbangan yang ditarik tidak menimbulkan kecurigaan, kesangsian atau
pertanyaan. Pokoknya sekolah itu menarik biaya pasti untuk kebutuhan dankeperluan siswa. Kita jarang mendengar ada protes atau aksi menentang
pungutan yang dilakukan oleh orang tua peserta didik atas biaya pendidikan.
Apalagi kalau sekolah itu memakai merk unggulan maka semua kebijakanya
menjadi absah dan halal untuk dipatuhi. Dalam salah satu risetnya ICW
menemukan ada 46 pungutan dari uang osis hingga biaya olah raga yang
dibebankan kepada siswa18. Kultur masyarakat yang menyakini kalau pendidikan
yang baik itu pasti mahal menjadi dasar bagi tumpulnya kecurigaan atas
melonjaknya biaya pendidikan.
Korupsi di lembaga pendidikan terjadi karena tidak adanya proses
pembaharuan dalam pengelolaan keuangan. Ada banyak segi perubahan
kurikulum tapi sedikit yang bersentuhan dengan pengelolaan dana. Sampai hari
tak ada patokan yang jelas berapa sesungguhnya biaya pendidikan minimal
untuk seorang anak SD misalnya. Walaupun sejak adanya otonomi ada
pemberian wewenang penuh pada sekolah tapi itu tidak mendorong proses
efisiensi. Sebut saja dalam pembangunan gedung yang sering sekali bocor dan itu
yang menyebabkan kehancuran bangunan yang jauh lebih cepat. Hal yang sama
pada pengadaan buku-buku pelajaran yang memang buruk, baik dari segi isi
maupun estetika. Pembaharuan pengelolaan keuangan hanya berputar-putar
18Lih Ade Irawan dkk,Mendagangkan Sekolah, ICW 2004
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
23/68
pada bagaimana mekanisme pemberian kewenangan dan bagaimana proyek
berjalan dengan tender yang bersih.
Dengan persoalan sebesar ini maka pemecahan atas persoalan pendidikan
berangkat dari sejumlah simpul. Adalah penting untuk mendorong kesadaran
masyarakat agar peduli dan mau terlibat aktif dalam memantau anggaran.
Sejumlah data penyelewengan keuangan bisa didapat dari lingkungan peserta
didik terutama orang tua. Orang tua maupun kalangan masyarakat dilatih untuk
melihat bahwa soal pendidikan tidak hanya berkaitan dengan problem
kurikulum akan tetapi juga bagaimana sekolah bisa lebih efisien dan efektif
pengelolaanya. Efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan ini akan
mempengaruhi kinerja dan kualitas pendidikan. Pandangan inilah yang
sepertinya penting untuk ditanamkan dalam lingkungan pendidikan dan ini yangmemerlukan dukungan dalam lingkungan pendidikan. Guru sebagai salah satu
elemen penting pendidikan perlu untuk dijaring opini, pandangan maupun
tanggapan atas pengelolaan biaya pendidikan. Pengalaman saya memberi banyak
petunjuk bagaimana guru sesungguhnya mempunyai banyak fakta, data maupun
bahan akurat bagi penelusuran in-efisiensi pengelolaan pendidikan.
Karenanya korupsi dalam lingkungan pendidikan tak bisa dipecahkan
hanya dengan pendekatan yang lazim. Ada kebutuhan untuk melakukan
pengorganisiran dan pembentukan jaringan dengan berbagai kalangan. Jaringan
ini untuk memperkuat bagaimana data itu dipublikasikan dan mendapat
penanganan hukum yang memadai. Keluhan-keluhan kolektif yang selama ini
muncul memang perlu untuk ditampung serta diklasifikasikan pola-polanya.
Korupsi dalam dunia pendidikan, sama halnya dengan korupsi di lingkungan
lain, beranjak dari rumus yang sederhana: Korupsi = Monopoli + Kewenangan
Bertindak pertanggung-jawaban.
ORANG MISKIN & PENDIDIKAN19
Oleh: Eko Prasetyo20
19Disampaikan untuk diskusi di TIM Jakarta 16 Desember 2006
20 Penulis buku Orang Miskin Dilarang Sekolah (Resist Book 2004), Pengumuman Tidak Ada Sekolah
Murah (Resist Book 2005) dan Guru: Mendidik itu Melawan (Resist Book 2006)
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
24/68
.......negara menjamin setiap warga memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan yang bermutu
(Pasal 5 UU Sistem Pendidikan Nasional)
...Setiap tahun kenaikan (biaya sekolah) bisa dua kali inflasi
(Mike R Sutikno, perencana keuangan)
Saya selalu tertegun kalau mendengar seorang pejabat bilang: sekolah gratis itu
tidak mungkin! Ucapanya yang kadang disampaikan berapi-api itu sungguh naif.
Ia seperti kebanyakan pejabat: menyakitkan jika beri tanggapan dan selalu
miskin imajinasi. Seolah ia menyukai sebuah dalil yang berangkat dari titikkepastian. Melihat pendidikan bukan atas landasan kewajiban negara tapi
berangkat dari bagaimana masyarakat ikut memikul beban. Andai pandanganya
itu bisa diidentifikasi sebagai perwakilan dari penguasa maka wajar jika
pendidikan tak pernah bisa diurus dengan baik. Itu sebabnya dalam soal
pemberantasan buta aksara kita kemudian berada jauh tertinggal dengan banyak
negara.
Korban utama dari pengelolaan yang buruk ini tentu warga miskin. Kian sulit
mereka untuk mendapatkan sekolah yang berkualitas karena sistem yang ada
selalu saja berpatokan pada biaya tinggi. Dalam dunia pendidikan biaya ini
berawal dari:
1. Sejak pendaftaran peserta sudah dikenai biaya yang beragam judulnya21.
Dalam pengamatan penulis biaya ini mulai dari baju seragam hingga uang
gedung. Disini tak ada kriteria yang bisa memastikan berapa banyak
harga yang layak untuk menikmati pendidikan semacam ini. Dalam soal
pendidikan mengacunya kadang bukan kebutuhan tapi mithos mutu dan
tidaknya sekolah.
21Ada banyak judul untuk pengenaan biaya, diantaranya: uang pangkal, uang gedung, uang seragam, uang
infak, uang wakaf, booking fee dll. Ini merupakan petunjuk bagaimana kedahsyatan komersialisasi. Lih EkoPrasetyo dan Terra Bajragosha,Pengumuman tidak Ada Sekolah Murah (Resist Book 2005)
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
25/68
2. Model pembelajaran yang kini berkaca pada kompetisi22. Dengan
paradigma kompetisi maka di semua level pendidikan beban muatan
pelajaran terus-menerus ditambah dengan durasi waktu bersekolah yang
amat panjang. Konsekuensi dari sistem ini adalah penambahan biaya yang
tak selalu mempertimbangkan kemampuan orang tua peserta didik.
Terlebih menjamurnya berbagai kursus yang bekerja-sama dengan pihak
sekolah telah membuat siswa terjerat dalam mekanisme pasar pendidikan.
3. Sistem evaluasi yang tetap saja memakan ongkos dan di beberapa lembaga
pendidikan, ulangan umum digunakan untuk memeras siswa. Bagi
mereka yang tidak mampu membayar dilarang keras untuk ikut ulangan
umum. Keadaan ini telah membuat pendidikan menjadi sarang penyamun
yang melihat siswa sebagai calon korban potensial. Dengan berpaling padamekanisme sistem evaluasi yang berlaku sekarang maka yang tenggelam
dalam sistem penilaian adalah proses pendidikan yang disertai dengan
lenyapnya kolektivitas.
4. Biaya wisuda yang kini jadi tradisi di beberapa lembaga pendidikan untuk
mengukuhkan kembali tradisi seremonial23. Bukan hanya wisuda tapi
berbagai karya wisata untuk mengakhiri masa pembelajaran menjadi
trend yang telah menjerat siswa dalam pembiayaan yang tidak perlu.
Padahal di akhir pendidikan kebutuhan kian berlipat baik untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk
mencari pekerjaan.
Itu sebabnya kini banyak berkeliaran bisnis dari asuransi, tabungan pemdidikan
hingga utangan sekolah dikeluarkan oleh lembaga keuangan. Ide inovatif yang
sudah barang tentu susah diakses oleh orang miskin24. Tapi, jika sekolah
22Kini tumbuh dan menjamur sekolah khusus anak-anak cerdas yang berduityang biasanya dibedakan
dalam empat bentuk yakni: Kelas International, Kelas Super, Kelas Akselerasi dan Kelas Inklusi. Prinsipdasarnya adalah siswa yang berkemampuan tinggi jangan dicampur dengan siswa yang berkemampuansedang apalagi bodoh dan orientasinya memang pada berbagai kompetisi International.Lih Gatra 23Agustus 200623Banyak kalangan menilai tradisi seremonil itulah yang membuat budaya konsumtif jadi gejala umum
dalam pergaulan masyarakat. Ini terlibat dari berbagai survai bagaimana alokasi pendapatan mahasiswaterbesar di Indonesia kebanyakan untuk uang kebutuhan komunikasi24 Hutang Pendidikan yang dikeluarkan oleh Bank salah satu contohnya berbunga jauh lebih tinggi
ketimbang kredit konsumtif atau kepemilikan rumah yang berkisar 16% per tahun, sedang utang pendidikan
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
26/68
kemudian jadi institusi yang begitu susah untuk dijangkau biayanya maka orang
miskin yang jumlahnya mayoritas akan berhadapan dengan kubangan masalah
yang jauh lebih rumit. Akses pendidikan yang sangat terbatas dengan tekanan
biaya yang begitu mahal akan membawa konsekuensi pada:
1. Tiadanya akses untuk mobilitas kelas sosial yang lebih tinggi. Pendidikan
merupakan modal bagi setiap orang yang ingin berubah nasib. Jika orang
itu ingin maju, berkembang dan tumbuh maka jalan yang normal adalah
sekolah. Konsekuensinya kalau sekolah mahal maka yang bisa
menanggung biaya-lah yang dapat duduk disana. Orang miskin yang
nasibnya sudah susah akan makin susah jika nekat menempuh
pendidikan.2. Lingkungan pergaulan yang makin eksklusif ketika sekolah kemudian
berlomba-lomba untuk melakukan klasifikasi terhadap golongan siswa.
Yang kaya bercampur dengan yang kaya dan si miskin dibiarkan saja
bergabung dengan sesamanya. Pendidikan yang bertujuan untuk
mendorong tumbuhnya solidaritas dan melatih kebersamaan menjadi
tempat yang paling tumpul untuk melihat realitas. Eksklusifisme yang
kini jadi model di beberapa sekolah telah mendorong siswa-siswa tidak
mampu menjadi penonton dari panggung sekolah yang megah, mewah
dan membuat kecemburuan sosial menjadi menyala terang.
3. Kualitas materi pembelajaran yang dingin, beku dan sunyi dari
kenyataan-kenyataan faktual. Usaha siswa untuk terus dipompa
menguasai bahan pembelajaran yang kompetitif telah menenggelamkan
kecerdasan sosial. Jika si miskin kemudian berada dalam lingkungan
pendidikan yang seperti ini maka secara perlahan dicabut akar sosialnya
untuk tunduk dan berhamba pada sistem yang sesungguhnya sangat
pragmatis dan kejam. LKS adalah bentuk bagaimana penjajahan dan
pemasungan kebebasan berpikir siswa untuk melayani kebutuhan dan
dorongan kompetisi.
bunganya bisa mencapai 28% per tahun. Lih Kontan 1 Mei 2006
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
27/68
Ini adalah konsekuensi yang akan muncul ketika pendidikan tetap berpatokan
pada biaya mahal. Kondisi yang kini tampak dari bagaimana partisipasi
bersekolah yang terus menurun dan populasi kemiskinan yang tidak
berkurang. Padahal dengan mematok biaya mahal dan sulit untuk dijangkau,
pendidikan telah menegaskan fungsi sebagai lembaga komersial yang melihat
peserta didik sebagai konsumen. Mekanisme ini telah menegaskan kembali
pendidikan yang berorientasi pada:
1. Sistem yang kapitalistik dengan memanfaatkan kebutuhan-kebutuhan
dasar untuk dijadikan komoditi. Pendidikan yang kian mahal ini telah
membuat sekolah jadi tempat terburuk untuk pertumbuhan kepekaan dan
solidaritas sosial. Bagaimana akan menempa jiwa sosial andai sekolah sajamahal; sehingga pikiran yang muncul pertama kali adalah bagaimana
siswa berfikir untuk balik modal Lebih-lebih orientasi penanganan
materi pendidikan yang pragmatis telah membuat pendidikan jadi tempat
terbaik untuk memperkenalkan ajaibnya fungsi uang dan jual beli.
2. Minimnya peran negara dalam artian, upaya pencerdasan bukan lagi
semata-mata tugas pokok negara. Pencerdasan menjadi upaya yang bisa
dilakukan-menurut UU Sisdiknas, masyarakat-tapi menurut kenyataan
praktis adalah pihak swasta yang melihat potensi keuntungan. Negara
hanya menjadi pendukung bahkan promotor kualitas dengan terus
membuat standar nilai ujian yang berubah-ubah. Tugas negara dalam
pendidikan tinggal tiga fungsi: menaik-turunkan standar ujian, merubah-
ubah kurikulum dan membuat janji pada para pelaku pendidikan. Peran
minim pemerintah ini lagi-lagi telah mengabaikan kewajiban utamanya
3. Orientasi pragmatisme dalam semua penyelenggaraan pendidikan;
dimana pendidikan kini tidak membutuhkan kebutuhan-kebutuhan ideal
siswa untuk berkembang sesuai dengan usianya melainkan mempercepat
dan memberikan bekal praktis pada para peserta didik untuk menyambut
dunia pasar kerja yang liberal. Itu sebabnya fasilitas-fasilitas percepatan
itu lebih banyak dibuat ketimbang membuat lingkungan yang
mematangkan emosi dan kedewasaan peserta didik. Konsekuensi
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
28/68
langsung dari pendekatan yang pragmatis ini adalah menjamurnya budaya
kekerasan akibat dari kurikulum yang berorientasi individualitistik.
Kini pendidikan bukan hanya jadi masalah melainkan ikut memberi
sumbangan bagi meningginya angka kemiskinan. Jalan keluar dari persoalan
yang membelit ini memang tidak ada jalan lain kecuali:
1. Memaksa negara untuk mengambil kebijakan yang pro pada pendidikan
gratis25. Ini bukan hanya sesuatu yang mungkin tapi juga menjadi
kewajiban yang sudah diperintahkan oleh UUD 45 maupun UU
Pendidikan Nasional. Apalagi dengan potensi kekayaan negara yang
berlimpah disertai gaji pejabatnya yang tinggi-tinggi sekali makapendidikan gratis bukan sesuatu yang mustahil. Syaratnya hanya satu:
kalau penguasanya mau dan punya nyali
2. Mendorong insentif pada berbagai yayasan swasta atau organisasi sosial
yang membuat pendidikan murah dengan kualitas terjamin. Insentif ini
dapat berupa pengurangan pajak serta bagaimana pemberian fasilitas
pendidikan yang berkualitas. Ini untuk mendorong hadirnya lembaga
pendidikan swasta yang bisa berkarya sosial maksimal dengan tidak
menaruh orientasi komersial yang berlebihan. Dengan jangkauan harapan
seperti ini maka pendidikan bisa menjadi tanggung jawab di luar negara
dengan tolak ukur tanggung jawab sosial
3. Ketersediaan asuransi pendidikan untuk kalangan miskin sehingga
membuat warga miskin dapat meng-akses pendidikan pada semua jalur26.
Tidak hanya ketersediaan asuransi tapi juga kewajiban sekolah untuk
mengalokasikan tempat bagi mereka yang tidak mampu. Kebijakan untuk
alokasi peserta didik ini dapat menjadi titik tumpu bagi pemenuhan
tanggung jawab pendidikan sebagai lembaga yang menyemaikan benih
25 Pasal 49 UU Pendidikan Nasional, menyatakan: Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dariAPBD26Dalam sebuah lokakarya pernah ada usulan untuk membuat semacam kartu Gakin, yang biasanya untuk
urusan kesehatan tapi untuk keperluan pendidikan. Yang pokok memang bagaimana membuat urusanpembiayaan ini melalui prosedur yang sederha, tanpa birokrasi berbelit dan bisa menjangkau kepentinganpokok kalangan miskin.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
29/68
keadilan dan tanggung jawab sosial Andai sekolah hanya berisikan orang-
orang kaya dengan kualitas intelektual yang standar maka pendidikan
akan jadi lingkungan yang elitis dan tidak memiliki kepedulian.
Ini bukan semata-mata methode tapi kebutuhan untuk mencari dasar politik
keberpihakan pada pendidikan yang kian mahal. Tentu saja pendidikan yang
murah serta biasa diakses oleh masyarakat miskin merupakan salah satu
jalan bagi pemenuhan hak-hak warga yang selama ini terabaikan.
Pendidikan, hanya dan akan mampu,memberi sumbangan bagi kecerdasan
kolektif bangsa selama pemegang kekuasaan memikirkan pendidikan,
sebagaimana pernah Lenin katakan: Negara boleh berhemat apa saja; asal
tidak berhemat pada sektor pendidikan Ucapan Lenin ini seolah menagihkita semua untuk mulai serius memikirkan pendidikan.
Guru dalam Jebakan Pasar & Kekuasaan27
Oleh: Eko Prasetyo
Mengajari anak-anak berhitung memang bagus
Tapi yang terbaik adalah mengajari mereka apa yang perlu diperhitungkan
(Bob Talbert)
UU Guru no 14 tahun 2005 telah menjadi tonggak dasar penempatan dan
reposisi guru di mata negara. Ikhtiar untuk munculnya guru yang profesional,
cakap dan mampu memenuhi tujuan dasar pendidikan dirintis melalui
pemberlakuan sejumlah pasal-pasal yang pokok dan perlu. Diantara yang ingin
dijawab dan kemudian diwujudkan dalam beberapa pasal dalam UU Guru,
diantaranya soal upaya untuk memenuhi kualitas pendidikan serta gagasan
untuk peningkatan kesejahteraan. Konsep-konsep profesional, sertifikasi
kemudian kompetensi jadi bahasa legal yang banyak sekali disentuh dalam UU
Guru. Tampaknya guru kemudian dituntut untuk menjalankan peran mendidik
27Makalah ini disampaikan dalam seminar di Universitas Negeri Padang 16 Mei 2006, ini merupakan sub
bab buku penulis, Guru Mendidik itu Melawan, Resist Book, 2006
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
30/68
dalam lingkungan yang kompetitif dan liberal. Prinsip sebagai guru kini beraneka
ragam, yang seluruhnya didorong untuk melahirkan seorang pendidik yang
punya pengetahuan, dedikasi dan kemampuan yang sempurna. Membaca UU
Guru kita seperti berhadapan dengan utopia negara tentang pekerjaan mendidik,
yang sama halnya, kini dengan karyawan.28
Kesamaan umum adalah bertebaranya berbagai mandat abstrak yang
tidak digali dari realitas maupun tuntutan guru. Harapan maupun kata: bakat,
minat, panggilan jiwa dan idealisme29telah meletakkan posisi guru dalam tataran
idealistik tapi tidak diimbangi dengan layanan maksimal negara. Tanggung jawab
negara yang meluntur ini terletak pada miskinya jaminan sosial terhadap guru,
yang sekedar berputar pada pemberian gaji, tunjangan fungsional maupun
insentif. Kiranya aturan ini disusun secara terburu-buru untuk menjawabteriakan protes guru pada kesejahteraan, sehingga bentuk pemenuhanya
diserahkan kepada pemerintah daerah setempat dan dalam konteks peraturan
akan disusun dan diatur dalam PP. Pengalaman selama ini memberitahukan
bagaimana susahnya menagih komitmen pemerintah dan akan selalu saja ada
dalih kesejahteraan ini tertunda. Jaminan sosial yang diberikan untuk keamanan
profesi dan meningkatkan kemampuan ini tidak bisa dipenuhi oleh negara
karena cekaknya anggaran dan minimnya pengetahuan tentang guru. Tapi
harapan akan insentif dan kesejahteraan itu yang kemudian membuat
pemerintah gemar membuat pasal-pasal tentang kewajiban guru yang lebih
menempatkan guru sebagai agen kekuasaan ketimbang aktor perubahan sosial.
Bayangkan tuntutan guru bukan hanya bisa meningkatkan mutu pelajaran tapi
juga menjaga persatuan negara RI. Guru hampir mirip kewajibanya dengan
serdadu!
Beban kewajiban ini menegaskan bagaimana negara memposisikan peran
guru, yang tidak semata-mata menjalankan fungsi pembelajaran melainkan juga28 Bab III UU No 14 tahun 2005 prinsip profesionalitas dinyatakan kalau guru menjalankan pekerjaanyaberdasarkan prinsip-prinsip khusus. Urutan prinsip itu dapat dibaca pada pasal 7 dari a hingga I, dimanabakat hingga organisasi profesi menjadi cirri utama seorang guru yang baik. Tidak terbesit sekalipun dalamprofesi guru itu peran kritis guru dalam pembaharuan social, kebebasan akademik dan menguatnya tradisiintelektual. Pasal ini seperti meletakkan pendidikan sebagai pekerjaan profesi yang ukuranya kuantitatif,sehingga diterjemahkan dalam bentuk sertifikasi hingga kepemilikan organisasi profesi. UU Guru ini tidakmelihat bagaimana peran historis dan politis guru selama ini. Artinya dalam pendefinisian tentang Guru,UU ini buta struktur dan konteks.29Ini muncul dalam bab III pasal 7 ayat 1 (a)
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
31/68
berkait-erat dengan bagaimana guru membina warga. Itu sebabnya kalimat
membina dan mengembangkan banyak bertaburan pada beberapa pasal yang
bersentuhan dengan tanggung jawab pemerintah30. Sejak lama pemerintah
memang menginginkan kalau sebaiknya guru, berada dalam kendali maupun
sasaran kontrol negara. Yang ingin dicakup dalam pembinaan ini, salah satu
diantaranya, adalah menjaga kualitas maupun kompetensi guru melalui
pendidikan. Lembaga mana yang dianggap layak untuk mendidik guru bahkan
mengeluarkan sertifikat memang jadi polemik, tapi ketentuan ini mengindahkan
sama sekali, pengalaman dan kegagalan pendidikan guru selama ini.
Menyerahkan pendidikan guru pada sebuah lembaga khusus akan membawa
akibat, pertama yang paling mungkin adalah pergeseran makna kualitas yang
hanya ditetapkan melalui sertifikat. Kualitas guru yang paling mungkin tahuadalah peserta didik dan lingkungan tempat guru mengajar. Hal yang sama pula
menyangkut kebutuhan guru seperti apa yang dibutuhkan hanya lingkungan
sekolah itu yang tahu. Sebaiknya upaya untuk meningkatkan kualitas tidak saja
bersandar pada lembaga pendidikan melainkan juga menggali kritik, saran dan
pertimbangan publik.
Undang-undang ini tidak mencerminkan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan
Buktinya untuk sejahtera saja, guru harus memenuhi syarat yang ditetapkan
Oleh pemerintah
(Iwan Hermawan, Sekjen Forum Guru Independen Indonesia)
Pengalaman memberi petunjuk bagaimana upaya menjejali guru dengan
berbagai praktek pengajaran kadang tidak sesuai dengan kemampuan dan
fasilitas yang ada. Itu sebabnya kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru
kemudian perlu diimbangi dengan peningkatan mutu lembaga pendidikan.
Kualitas guru tidak lagi bergantung pada sertifikat atau bukti formil lainya
melainkan juga bagaimana upaya individual atau kolektif guru dalam
30Pada bagian kelima dari UU no 14 tahun 2005 ada bab khusus tentang pembinaan dan pengembangan
guru yang tercantum dalam pasal 32,33 dan 34. Pasal-pasal ini menegaskan kembali peran pemerintahdalam membina serta mengembangan profesi guru.
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
32/68
menegakkan budaya intelektual. Kebutuhan mengenai ini tampaknya tidak
terlalu banyak disapa oleh UU Guru dan yang lebih banyak dikupas adalah hal-
hal yang bersifat birokratis. Birokratis ini dalam artian menyangkut bagaimana
sistem kesejahteraan diperlakukan, sistem penempatan dan bagaimana model
pengangkatan. Karenanya UU Guru ini mengandung cacat dasar, yakni secara
ideologis tidak berbasis pada penyadaran dan keberpihakan pemerintah pada
soal pendidikan yang paling dasar sekalipun. Paling dasar ini menyangkut
bagaimana pendidikan mampu melahirkan guru yang bisa menjalankan fungsi
pergerakan, yakni memihak dan mampu memahami kebutuhan rakyat akan
perubahan sosial yang besar. Guru kini menjadi pekerjaan sebagaimana pegawai
negeri lainnya dan organisasi profesi yang digagas dalam UU Guru tidak banyak
menaruh kewajiban dan tanggung jawab sosial guru pada tugas pembelajaran31
.Memang ada harapan melalui UU guru ini kesejahteraan guru akan lebih
meningkat, akan tetapi UU Guru ini telah terjebak dalam logika sesat tentang
pembelajaran. Pertama-tama guru tidak dilihat sebagai aktivitas yang membawa
fungsi ideologis dan penyadaran. UU Guru ini tampaknya buta secara historis
kalau guru memiliki peran signifikan dalam pembentukan kesadaran dan tradisi
intelektual siswa. Fungsi politis guru ini dikalahkan oleh keinginan negara
mengatur secara administratif pengelolaan guru dan menumpahinya dengan
peningkatan pendapatan. Di seluruh pasal dalam UU Guru tidak terlihat
sekalipun bagaimana sebenarnya peran pembelajaran sebagai cara untuk
pemerkuatan kesadaran sekaligus menggali potensi cerdas siswa. Malahan dalam
definisinya tentang guru, ketentuan yang ada di dalamnya masih terasa
konvensional dan tidak melihat potensi peserta didik maupun lingkunganya32.
Seolah-olah para penyusun aturan tidak pernah membaca berbagai teori
pendidikan kritis, baik dari Ki Hajar Dewantara maupun Paulo Freire. Perumus
31Dalam pasal 42 UU no 14 tahun 2005 organisasi profesi guru mempunyai kewenangan (a) menetapkan
dan menegakkan kode etik guru (b) memberikan bantuan hokum pada guru (c) memberikan perlindunganprofesi pada guru (d) melakukan pembinaan dan pengembangan pada profesi guru (e) memajukanpendidikan nasional32 Guru dalam pasal 1 dinyatakan: guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikanusia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Ini definisi yang berkabutmasalah karena menempatkan guru sebagai sosok yang bisa segalanya dan murid adalah boneka hidup yangdikelola mengikuti petunjuk guru
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
33/68
UU Guru hanya melihat kalau Guru adalah pekerjaan profesional yang
semustinya mampu melakukan segalanya.
Definisi ini berakibat upaya peningkatan kesadaran guru hanya bertumpu
pada aspek-aspek formal. Sertifikasi seperti tanda yang akan menoreh mutu-
tidaknya seorang guru. Kecemasan kalau upaya ini terjatuh dalam proyek
memang beralasan, karena pengalaman menunjukkan bagaimana gagasan
peningkatan kualitas akan selalu terbentur oleh pipa birokrasi yang terkenal
korup. Sudah bukan barang baru kalau pengangkatan maupun mutasi banyak
berlumur kegiatan korup dan itu yang terjadi juga pada sejumlah proyek bantuan
pendidikan. Birokrasi pendidikan terlalu busuk untuk mengelola kegiatan sepele
apalagi aktivitas peningkatan kualitas guru. Budaya korupsi yang menjalar pada
semua birokrasi menciptakan kekuatiran baru menyangkut pola pembaharuanyang dilakukan untuk guru. Benturan yang akan muncul diantara yang paling
mungkin adalah model pendidikan seperti apa yang direkomendasikan dan
bagaimana dengan pengalaman puluhan tahun guru yang sudah lama mengajar.
Birokrasi gagal memberikan jawaban ini karena kapasitasnya maupun inisiatif
yang muncul tidak melihat aktivitas guru sebagai kegiatan politik melainkan
kegiatan rutin yang hanya memerlukan aturan efisiensi dan efektifitas. Racun
birokrasi ini yang membawa kecemasan kalangan guru tentang masa depan
profesinya apalagi untuk guru swasta yang tidak termasuk dalam klasifikasi UU
No 14 tahun 2005.
Guru berada dalam tikaman negara karena fungsi kontrol lebih menonjol
ketimbang upaya mendorong kemandirian guru. Negara yang gagal
membereskan soal pendidikan kini bertarung untuk memperbaiki kualitas guru
melalui cara-cara brutal yang tidak peduli dengan hetrogenitas guru. Itu
sebabnya konsep UU Guru dengan UU Pendidikan nasional banyak memuat
perbedaan33. Prinsip dasar pendidikan yang melibatkan partisipasi masyarakat
tidak terkandung banyak dalam UU Guru. Kata partisipasi ini kadang bermakna
33Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 4 dari ayat 1 sampai 6 menegaskan
bagaimana pendidikan dijalankan dengan berbagai prinsip demokratis, diantaranya (4) pendidikandiselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitaspeserta didik dalam proses pembelajaran. Ini jauh berbeda dengan konsep guru yang harus mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi. Pertanyaanya bagaimana dasarpendidikan kreatif bisa ditanam kalau definisi guru sendiri tidak memberi ruang kebebasan bagi pesertadidik?
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
34/68
proses swastanisasi yang diwajibkan oleh negara. Jika dalam UU Pendidikan
swastanisasi dibuka lebar maka sebaliknya dalam UU Guru profesi guru swasta
tidak menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah. Politik ambigu
pemerintah ini memberi petunjuk bagaimana kurangnya pemahaman akan
problem pendidikan dan guru. Lagipula pendekatan yang akan selalu dilakukan
oleh pemerintah tetap saja berprinsip pada bagaimana beban pemerintah pada
pendidikan dibagi rata tapi tanggung jawab akan kesejahteraan dibedakan.
Pengabaian pada sisi ini yang telah menjerumuskan guru kemudian dalam pasar
pendidikan yang kejam dan tidak melihat kebutuhan khusus akan tenaga
pengajar. Pasar kemudian melihat guru bukan sebagai aktivitas kolektif yang
memerlukan penanganan melainkan kegiatan yang semata-mata mematuhi
aturan birokrasi dan kebutuhan akan pasar pendidikan.Pasar pendidikan inilah yang menjadi kecemasan kolektif publik. Wujud
dari pasar pendidikan ini bisa dalam bentuk (1) hidupnya kembali pendidikan-
pendidikan swasta elit yang mengaitkan diri dengan standar International. Bisnis
pendidikan yang sifatnya seperti waralaba mengalami pertumbuhan pesat dan
menjarah pada kawasan-kawasan kota kecil sekalipun. Kebutuhan mereka akan
guru profesional akan dijawab dengan mudah karena biasanya lembaga ini
memiliki standar penggajian maupun insentif yang lebih baik. Menyerahkan
pada tangan swasta kesejahteraan guru swasta akan kian menegaskan liberalisasi
pendidikan yang selama ini jadi sasaran kritik berbagai kalangan. Standar
pendidikan swasta ini kemudian menular dengan cepat pada berbagai sekolah
negeri dan ini menyebabkan inisiatif pemerintah setempat untuk menggratiskan
pendidikan kerapkali menemui kegagalan. Iklim kompetisi sekolah bermutu
telah menghalalkan beban gila pembiayaan pada masyarakat dan akibatnya bagi
guru, gagasan sekolah murah dianggap akan menganiaya gaji dan kesejahteraan
mereka. Lebih jauh pasar pendidikan dimana banyak sekolah mengibarkan posisi
sebagai unggulan kerapkali meniadakan pengetahuan humaniora dan lebih
mengutamakan ilmu eksata34 (2) Tumbuh pesatnya pendidikan profesi apalagi
34Ini tampaknya penyakit lembaga pendidikan yang kita miliki. Perlahan-lahan ada diskriminasi keilmuan
melalui sekolah unggulan yang kurikulum unggulanya kebanyakan berpusat pada matematika, fisika, kimia,biologi dan jarang, bahkan bisa dibilang tidak ada, program kelas unggulan yang menitik-beratkan padailmu social seperti sosiologi, seni, sastra, sejarah dan filsafat. Ini akibatnya ilmu social kerapkali menjadisisipan saja dalam kurikulum atau semata-mata sebagai suplemen. Lih Wildan Pramudya, Sekolah
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
35/68
kini tuntutan akan guru profesional yang ditakar melalui sertifikasi. Uji publik
guru yang sebaiknya ditentukan pula oleh praktek pembelajaran di lapangan
sekaligus karya-karya intelektual yang dilahirkan, dipersempit menjadi program
pemberian sertifikat dengan jenjang pendidikan yang sudah terstruktur. Ikhtiar
menjawab kualitas guru dengan pendekatan formalistik ini telah menghidupkan
kembali pipa pendidikan formal guru yang sasaranya adalah bagaimana meraih
peserta didik yang sebagian besar guru dan melakukan pengelolaan atasnya. Kita
bisa bayangkan, selain memiliki ijazah S1 atau D4 dan memiliki sertifikat
kompetensi, seseorang yang hendak menjadi guru profesional juga harus
memiliki sertifikat profesi35. Sertifikat ini dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang ter-akreditasi. Yang
merepotkan lagi ada kewajiban untuk memperbaharui sertifikat kewenanganmengajar melalui uji kompetensi. Keadaan yang dicemaskan oleh sebagian besar
kalangan bisa menghidupkan kembali budaya pugli maupun korupsi di
lingkungan pendidikan. Sertifikasi merupakan wujud dari pasar pendidikan yang
akan menekan guru kembali.
Pasar pendidikan ini juga bersangkut paut dengan (3) nilai kesejahteraan
guru yang dalam mandat UU Guru diserahkan pada tanggung jawab sekaligus
kewajiban pemerintah pusat dan daerah tidak memberikan efek yang berarti.
Kesejahteraan ini tidak berkait langsung dengan guru non PNS yang ini
kemudian diperuncing oleh berbagai regulasi pemerintah tentang guru honorer.
Sebutan guru PNS, non PNS, honorer, guru tidak tetap, guru bantu bukan
merujuk pada fungsi melainkan lebih untuk memberikan harga atau
kesejahteraan yang layak. Padahal banyak data menyebutkan bagaimana
masyarakat masih banyak menanggung biaya pendidikan ketimbang pemerintah,
artinya sekolah swasta sekaligus guru swasta punya peran besar dalam dunia
pendidikan36. Politik kebijakan pemerintah yang diskriminatif ini menyebabkanUnggulan: Praktek Diskriminasi Keilmuan, Koran Tempo 18 Agustus 200535Membaca bab IV UU Guru terumuskan dalam pasal 8 tentang kewajiban guru untuk memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untukmewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9 dinyatakan kalau kualifikasi akademik bisa diperolehmelalui program S1 atau D4 sedangkan kompetensi diperoleh melalui pendidikan profesi dan pasal 11sertifikasi hanya dikeluarkan dan diselenggarakan oleh program pengadaan tenaga kependidikan yangsudah ter-akreditasi. Bayangkan pipa yang musti dilalui untuk menorah kata profesionalitas guru36Dari laporan Balitbang Depdiknas dinyatakan, bahwa hingga kini masyarakat masih menanggung 53,74-
73,87 persen total biaya pendidikan, termasuk penyelenggaraan sekolah swasta. Sementara pemerintah
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
36/68
banyak profesi guru tidak terlalu dihargai dan menyerahkannya semata-mata
pada kebijakan pemerintah setempat. Belum ada kajian yang lebih mendalam
dimana sesungguhnya akar persoalan kesejahteraan, karena dalih pemerintah
selalu saja kurang uang kalau hendak mensejahterakan guru. Di sisi lain
kebijakan agresif pemerintah dalam menaikkan berbagai harga kebutuhan pokok
tidak seimbang dengan insentif yang dilakukan oleh sejumlah pemerintah daerah
dalam mensuplai kebutuhan logistik guru.37 Tambal-menambal kesejahteraan ini
tidak disertai dengan penguatan budaya intelektual di lingkungan pendidikan
melainkan hidupnya konsumerisme, sehingga sebagian kalangan berpendapat
kesejahteraan guru tidak secara otomatis akan meningkatkan kualitas
pengajaran. Agak naif jika peningkatan kesejahteraan kemudian tidak
dimanfaatkan oleh guru menambah gudang pengetahuan melainkan ikut aruspada arus konsumerisme yang kini jadi gejala umum.
Pemerintah terbaik
Adalah yang paling sedikit memerintah
(Henry David Thoreau)
Kecemasan diatas itu pula yang berakibat inovasi kurikulum selalu
berbuah masalah ketimbang hasil. Penyakit umum perubahan kurikulum ini
bisanya berangkat dari (1) model sosialisasi yang tidak berangkat dari realitas
pendidikan yang ada bahkan para pemuka perubahan kadang tidak mengusai
kurikulum yang baru. Training-training kurikulum baru lebih banyak
membebani guru ketimbang memberikan kebebasan pada guru, atau yang lebih
sulit kurikulum baru tidak mampu meringankan pekerjaan guru. Yang selalu saja
gagal dalam penerapan kurikulum baru adalah meletakkan guru sebagai objek
hanya menanggung biaya pendidikan sekitar 26,13 sampai 42,26% dari keseluruhan biaya pendidikan LihKompas 7 November 200537Di sejumlah tempat misalnya Kab Sleman Yogyakarta punya program subsidi guru tetap yayasan (GTY) di
sekolah swasta dan guru tidak tetap (GTT) di sekolah swasta dan negeri. Besaran program subsidi ini samadengan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 100.000. Ketentuan ini tentu ada syaratnya yakni yangminimal mengajar 6 jam per minggu, serta GTY yang mengajar minimal 18 jam per minggu, dengan jumlahtatap muka minimal dua kali seminggu. Guru TK dan SD negeri tidak mendapatkan subsidi ini. Hal yangsama dilakukan oleh pemerintah kota Yogyakarta dan ini juga dilakukan oleh pemerintah pusat. Tapikebijakan ini tetap belum bisa menutup kekurangan akibat dampak sosial kenaikan BBM maupun hargabahan pokok lainnya. Lih Kompas edisi Yogya 16-11-2005
-
7/29/2019 Desain Pendidikan Kritis
37/68
ketimbang subjek kurikulum sehingga kesulitan yang selalu menghantui
kurikulum baru adalah mencocokkan nalar berpikir dan kebiasaan guru dengan
tuntutan kurikulum38 (2) kurikulum baru kemudian membawa efek lanjutan
yakni membutuhkan biaya besar dan ujung-ujungnya jatuh pada aktivitas yang
berorientasi proyek. Kerapkali kurilum baru tidak berkaca pada realitas sehingga
punya dampak dan masalah ketika diterapkan, seperti pada sistem evaluasi yang
menggunakan sistem KBK.39 Seringkali yang muncul juga tidak adanya evaluasi
memadai kenapa kurikulum sebelumnya perlu diganti dan bagaimana proses
peralihan yang tidak terjatuh pada pergantian nama atau sampul buku saja.
Kebutuhan akan biaya besar akan membebani sekolah dan pangkalnya adalah
peserta didik yang jadi sasaran pemerasan40. Bingkai proyek membuat kurikulum
baru tidak cukup mempan untuk meyakinkan peserta didik bahwa itu bergunauntuk mereka apalagi meyakinkan guru yang menjadi subyek kurikulum.
Negara kemudian bisa ditunjuk sebagai tersangka dalam mengelola dan
memberdayakan guru. Model pengelolaan guru ini masih mencerminkan tabiat
busuk kekuasaan, yakni (1) formalistik, baku dan prosedural yang ini dapat
dilihat dari bagaimana kualifikasi profesional tidak menunjuk pada kemampuan
dasar yang mustinya dipunyai oleh guru. Syarat-syarat formal yang dirumuskan
dalam UU Guru hanya memahami pekerjaan guru sebagai tugas pemberian
pelajaran bukan penyadaran. Kebijakan pendidikan yang tidak berpijak pada
filsafat mendidik dan kurang berkaca pada sejarah telah menikam guru pada
persoalan memalukan, yakni kesejahteraan (2) negara kemudian menempatkan38 Kurikulum baru kerapkali hanya bersifat adminsitratif, sebagaimana dilontarkan oleh Suparma KetuaUmum Guru Independen Indonesia (FGII) yang mendasarkan pengalamanya pada perubahan kurikulumdari kurikulum 1994 menuju kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004. Menurutnya ini terkait denganproses sosialisasi yang tidak efektif, berdasar pengalaman, sulit menangkap muatan kurikulum berbasiskompetensi karena instrukturnya minim pengalaman. Dalam sosialisasi, guru-guru banyak kebingungan.Materi sudah diberikan tetapi bagaimana menerapkan kurikulum secara utuh belum dipahami Lih Kompas8-11-200539Evaluasi siswa dalam kurikulum 2004 dengan label KBK (padahal sesungguhnya sejak kurikulum 1984
pun sudah berorientasi pada kompetensi) mencakup aspek psikomotorik, kognitif dan afektif. Namundengan jumlah murid satu kelas sebanyak 40 siswa tuntutan untuk itu sangat sulit diterapkan. Lih Kompas14 Februari 200640Conto