desain studi n sampling
TRANSCRIPT
DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian dibagi berdasarkan tujuan yaitu sebagai berikut :
1) Studi Deskriptif : mendeskripsikan suatu kejadian penyakit / masalah
kesehatan(outcome)berdasarkan karakteristik orang (person), tempat (place), dan waktu
(time).Dan dapat menjawab pertanyaan who, when, where, what. Dalam studi ini termasuk
di dalamnya :
a) Laporan kasus seri kasus
b) Studi cross-sectional
c) Studi korelasi
2) Studi Analitik : Studi yang menjelaskan mengapa penyakit atau masalah kesehatan tersebut
timbul, mendeskripsikan hubungan atau asosiasi antara pajanan (exposure) dan penyakit
(outcome). Dapat menjawab pertanyaan how/why. Dalam studi ini termasuk di dalamnya :
a) Kasus control
b) Studi Kohort
c) Studi intervensi / Eksperimen
1. Studi Kasus
Laporan kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian satu kasus baru yang
menarik, misalnya terjadi kasus keracunan merthyl mercuri di Teluk Minimata Jepang. Serial kasus
merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian sekumpulan kasus baru dengan
diagnosis serupa, misal pada tahun 1985 ditemukan penyakit break dancing neck.
Kegunaan studi kasus :
Identifikasi penyakit baru
Formulasi hipotesis (mengembangkan hipotesis)
Kelemahan studi ini adalah :
Tidak ada grup kontrol
Tidak dapat dilakukan studi hipotesa
2. Studi Cross-Sectional
Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang mengukur prevalensi penyakit. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari hubungan penyakit dengan paparan dengan cara mengamati status
paparan dan penyakit secara serentak pada individu dan populasi tunggal pada satu saat atau periode
tertentu. Cara pengamatan yang dilakukan melalui pengamatan subjek studi yang hanya satu kali
dalam suatu saat atau suatu periode tertentu, tidak ada follow up untuk mencari hubungan antara
variable independen (faktor resiko) dengan variable dependen (efek).
Langkah – langkah :
Untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross-sectional dibutuhkan langkah – langkah
sebagai berikut :
1. Identifikasi dan perumusan masalah
2. Menentukan tujuan penelitian
3. Menentukan lokasi dan populasi studi
4. Menentukan cara dan besar sampel
5. Memberikan definisi operasional
6. Menentukan variable yang akan diukur
7. Menyusun instrument pengumpulan data
Keuntungan :
1. Desain relative mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh
2. Dapat dipakai untuk meneliti sekaligus banyak variable
3. Tidak terancam loss to follow up (drop out)
4. Dalam penelitian epidemiologi, pendekatan cross-sectional merupakan cara yang cepat dan
murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa
5. Dalam hal tertentu, pendekatan cross-sectional dapat digunakan untuk memperkirakan
adanya hubungan sebab akibat
6. Penelitian cross-sectional dapat menghasilkan hipotesis spesifik untuk penelitian analitis
7. Pendekatan cross-sectional dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu
dan masalah kesehatan yang terdapat di masyarakat dan dengan demikian dapat digunakan
untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
Kerugian :
1. Sulit menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data resiko dan efek dilakukan pada
saat yang bersamaan
2. Penelitian cross-sectional tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi
dengan berjalannya waktu
3. Informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan yang
dicari tidak diperoleh
4. Tidak dapat meneliti kasus penyakit yang jarang dan tidak dapat menggambarkan
perkembangan penyakit secara akurat
Contoh sederhana : Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat
Badan Bayi Lahir (BBL), dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional.
Tahap pertama : Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-
masing.
Variabel dependen (efek ) : BBL
Variebel independen (risiko ) : anemia besi
Variabel independent (risiko) yang dikendalikan : paritas, umur ibu, perawatan kehamilan, dan sebagainya.
Tahap kedua : menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya.Subjek penelitian : ibu-
ibu yang baru melahirkan, namun perlu dibatasi daerah mana ereka akan diambil contohnya lingkup
rumah sakit atau rumah bersalin. Demikian pula batas waktu dan cara pengambilan sampel, apakah
berdasarkan tekhnik random atau non-random.
Tahap ketiga : Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel
dependen-independen dan variabel-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu
yang sama) Caranya mengukur berat badan bayi yang sedang lahir, memeriksa Hb ibu, menanyakan
umur, paritas dan variabel-variabel kendali yang lain.
Tahap keempat : Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan.Bandingkan BBL
dengan Hb darah ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya hubungan
antara anemia dengan BBL.
3. Studi Korelasi
Studi Korelasi merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan
hubungan korelatif antara penyakit dengan karakteristik suatu populasi pada waktu yang sama atau
pada populasi yang sama pada waktu yang berbeda.
Karakteristik dari populasi yang akan di teliti biasanya tergantung pada minat seorang
peneliti, misalnya, mengenai jenis kelamin, umur, kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu, obat-
obatan, rokok, aktifitas, tempat tinggal dan lain-lain. Contohnya adalah :
Hubungan antara tingkat penjualan obat anti asma dengan jumlah kematian yang
diakibatkan oleh penyakit ashma
Hubungan antara jumlah konsumsi rokok pada satu wilayah dengan jumlah kematian yang
diakibatkan oleh penyakit paru
Kelebihan dari Studi korelasi adalah sangat tepat bila digunakan sebagai dasar penelitian
untuk melihat hubungan antara fakor paparan dengan penyakit, karena mudah dilakukan dengan
informasi yang tersedia sehingga dapat muncul hipotesis kausal dan selanjutnya dapat diuji dengan
rancangan studi epidemiologi analitik..
Kelemahan dari studi korelasi adalah studi korelasi mengacu pada populasi (kelompok),
sehingga tidak dapat mengidentifikasikan kondisi per individu dalam kelompok tersebut.selain itu
dalam studi korelasi juga tidak dapat mengontrol faktor perancu yang potensial, misalnya dalam
studi korelasi mengenai hubungan antara jumlah perokok dengan jumlah penderita kanker paru,
pada studi korelasi tidak mampu untuk mengidentifikasikan faktor perancu lain seperti, faktor
polusi, jenis pekerjaan, aktifitas, asbes dan lain-lain.
4. Studi Kasus Kontrol
Adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan
menggunakan pandekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan)
diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu
yang lalu.
Study Case Control ini didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga
memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus yangg menderita
penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita
atau tidak terkena akibat. Intinya penelitian case control ini adalah diketahui penyakitnya kemudian
ditelusuri penyebabnya.
Kelebihan penelitian Case Control
Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam
dibanding hasil rancangan cross sectional
Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)
Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis )
Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control
Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena subjek
penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.
Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat dikendalikan.
Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok kasusu
karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
Contoh Sederhana : Penelitian ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi/ kekurangan gizi
pada anak balita dengnan perilaku pemberian makanan oleh ibu.
Tahap pertama : Mengidentifikasi variabel dependen ( efek ) dan variabel- variabel independen
(faktor resiko ).
Variabel dependen : malnutrisi
Variabel independen : perilaku ibu dalam memberikan makanan.
Variabel independen yang lain : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan
sebagainya.
Tahap kedua : Menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek
penelitian disini adalah pasangan ibu dan anak balitanya. Namun demikian perlu dibatasi pasangan
ibu dan balita daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.
Tahap ketiga : Mengidentifikasi kasus, yaitu anak balita yang menderita malnutrisi (anak balita
yang memenuhi kebutuhan malnitrisi yang telah ditetapkan, misalnya berat per umur dari 75 %
standar Harvard. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.
Tahap keempat : Pemilihan subjek sebagai kontrol, yaitu pasangan ibu-ibu dengan anak balita
mereka. Pemilihan kontrol hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus.
Misalnya ciri-ciri masyarakatnya, sosial ekonominya dan sebagainya.
Tahap kelima : Melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasusu (anak balita
malnutrisiI itu diukur atau ditanyakan kepada ibu dengan menggunakan metose recall mengenai
perilaku memberikan jenis makanan , jumlah yang diberikan kepada anak balita selama 24 jam.
Tahap keenam : Melakukan pengolahan dan analisis data .Dengan membandingkan proporsi
perilaku ibu yang baik dan yang kurang baik dalam hal memberikan makanan kepada anaknya pada
kelompok kasus, dengan proporsi perilaku ibu yang sama pada kelompok kontrol. Dari sini akan
diperoleh bukti ada tidaknya hubungan perilaku pemberian makanan dengan malnutrisi pada anak
balita.
5. Studi Kohort
Adalah penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan sekelompok
penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk yang diamati
merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan atau yang tidak
terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian cohort adalah kebalikan
dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati secar terus menerus akibat
yang akan ditimbulkannya.
Kelebihan Penelitian Cohort :
Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan kelompok
kontrol) sejak awal penelitian.
Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke waktu yang
lain.
Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari waktu ke waktu.
Kekurangan Penelitian Cohort
Memerlukan waktu yang cukup lama
Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis hasil
Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek (mungkin
penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.
Contoh Sederhana : Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru (efek)
dengan merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.
Tahap pertama : Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel
independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
Variabel dependen : Ca. Paru
Variabel independen : merokok
Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.
Tahap kedua : Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya yang
menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengnan umur antara 40
sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.
Tahap ketiga : Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan
juga mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih sama
dengan kelompok merokok.
Tahap keempat : Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok
(resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu,
misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.
Tahap kelima : Mengolah dan menganalisis data. Analisis dilakukan dengan membandingkan
proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita
Ca paru, diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.
6. Studi Eksperimental
Penelitian ini merupakan metode yang paling kuat untuk mengungkapkan hubungan sebab
akibat. Hambatan utama dalam penelitian eksperimen pada manusia adalah faktor etis. Secara
umum, uji klinis merupakan suatu penelitian yang dilakukan terhadap sekelompok individu dengan
intervensi oleh peneliti yang dilakukan secara aktif dan terencana kemudian hasilnya dibandingkan
dengan kelompok lain yang tidak menerima perlakuan sebagai pembanding. Uji klinis dimaksudkan
mencari efektivitas atau efisiensi obat untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Penelitian ini
dilakukan dengan membandingkan hasil obat yang diberikan pada sekelompok penderita dengan
kelompok lain yang mendapatkan obat lain atau placebo sebagai control dengan maksud untuk
menentukan apakah obat yang diujicoba itu lebih efisien dibandingkan dengan obat yang telah ada.
Penderita yang datang ke RS dan memenuhi kriteria penelitian
Klp. Exp intervensi outcome dibandingkan
Randomisasi Klp. Ktrl intervensi alternative/placebo outcome
Langkah – langkah :
1. Tentukan latar belakang masalah
2. Tentukan pertanyaan penelitian dan rumuskan tujuan penelitian dengan jelas
3. Rumuskan hipotesis penelitian
4. Tentukan pemeriksaan hasil yang dikehendaki
5. Tentukan populasi studi dan kriteria subjek studi
6. Tentukan cara dan perkiraan besarnya sampel yang digunakan
7. Tentukan apakah uji klinis dilakukan dengan penyamaran atau tidak
8. Tentukan rancangan analisis
9. Penarikan kesimpulan hasil penelitian
Keuntungan :
1. Dapat digunakan untuk mencari efisiensi dan efektivitas obata atau prosedur pengobatan
2. Digunakan sebagai penelitian lanjutan setelah keberhasilan pada hewan percobaan sebelum
obat atau prosedur pengobatan digunakan secara luas
3. Dapat mengendalikan intervensi yang diberikan
Kerugian :
1. Hambatan faktor etis
2. Kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat untuk melakukan uji klinis
Karakteristik Penelitian Eksperimen
Menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk dibandingkan dengan kelompok
yang dikenai perlakuan eksperimental.
Menggunakan sedikitnya dua kelompok
Harus mempertimbangkan kesahihan ke dalam (internal validity).
Harus mempertimbangkan kesahihan keluar (external validity).
Beberapa Bentuk Desain Penelitian Eksperimen
Menurut Prof. Dr. Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Pendidikan” tahun 2010, beliau
membagi desain penelitian ekperimen kedalam 3 bentuk yakni pre-experimental design, true
experimental design, dan quasy experimental design.
1. Pre-experimental design
Desain ini dikatakan sebagai pre-experimental design karena belum merupakan eksperimen
sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variabel dependen. Rancangan ini berguna untuk mendapatkan informasi awal terhadap pertanyaan
yang ada dalam penelitian. Bentuk Pre- Experimental Designs ini ada beberapa macam antara lain :
a) One – Shoot Case Study (Studi Kasus Satu Tembakan)
Dimana dalam desain penelitian ini terdapat suatu kelompok diberi treatment (perlakuan) dan
selanjutnya diobservasi hasilnya (treatment adalah sebagai variabel independen dan hasil adalah
sebagai variabel dependen). Dalam eksperimen ini subjek disajikan dengan beberapa jenis
perlakuan lalu diukur hasilnya.
b) One – Group Pretest-Posttest Design (Satu Kelompok Prates-Postes)
Kalau pada desain “a” tidak ada pretest, maka pada desain ini terdapat pretest sebelum diberi
perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
c) Intact-Group Comparison
Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu;
setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol
(yang tidak diberi perlakuan).
2. True Experimental Design
Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul) karena dalam desain ini
peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan
demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri
utama dari true experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun
sebagai kelompok kontrol diambil secara random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah
adanya kelompok kontrol dan sampel yang dipilih secara random. Desain true experimental terbagi
atas :
a) Posstest-Only Control Design
Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok
pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut
kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol.
b) Pretest-Posttest Control Group Design.
Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak/random, kemudian diberi pretest
untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
c) The Solomon Four-Group Design.
Dalam desain ini, dimana salah satu dari empat kelompok dipilih secara random. Dua kelompok
diberi pratest dan dua kelompok tidak. Kemudian satu dari kelompok pratest dan satu dari
kelompok nonpratest diberi perlakuan eksperimen, setelah itu keempat kelompok ini diberi posttest.
3. Quasi Experimental Design
Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit
dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Walaupun
demikian, desain ini lebih baik dari pre-experimental design. Quasi Experimental Design digunakan
karena pada kenyataannya sulit medapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian.
Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen misalnya, sering tidak mungkin menggunakan
sebagian para karyawannya untuk eksperimen dan sebagian tidak. Sebagian menggunakan prosedur
kerja baru yang lain tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok
kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan desain Quasi Experimental. Desain eksperimen
model ini diantarnya sebagai berikut:
a) Time Series Design
Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random.
Sebelum diberi perlakuan, kelompok diberi pretest sampai empat kali dengan maksud untuk
mengetahui kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Bila hasil pretest
selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda, berarti kelompok tersebut keadaannya labil, tidak
menentu, dan tidak konsisten. Setelah kestabilan keadaan kelompok dapay diketahui dengan jelas,
maka baru diberi treatment/perlakuan. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok
saja, sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol.
b) Nonequivalent Control Group Design
Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dalam desain ini,
baik kelompok eksperimental maupun kelompok kontrol dibandingkan, kendati kelompok tersebut
dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random. Dua kelompok yang ada diberi pretes, kemudian
diberikan perlakuan, dan terakhir diberikan postes.
c) Conterbalanced Design
Desain ini semua kelompok menerima semua perlakuan, hanya dalam urutan perlakuan yang
berbeda-beda, dan dilakukan secara random.
4. Factorial Design
Desain Faktorial selalu melibatkan dua atau lebih variabel bebas (sekurang-kurangnya satu yang
dimanipulasi). Desain faktorial secara mendasar menghasilkan ketelitian desain true-eksperimental
dan membolehkan penyelidikan terhadap dua atau lebih variabel, secara individual dan dalam
interaksi satu sama lain. Tujuan dari desain ini adalah untuk menentukan apakah efek suatu variabel
eksperimental dapat digeneralisasikan lewat semua level dari suatu variabel kontrol atau apakah
efek suatu variabel eksperimen tersebut khusus untuk level khusus dari variabel kontrol, selain itu
juga dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan yang tidak dapat dilakukan oleh desain
eksperimental variabel tunggal.
TEKNIK SAMPLING
Teknik Sampling dibagi atas 2 yaitu :
A. Teknik Sampling Probabilitas :
Teknik sampling probabilitas dapat kita sebut dengan Random Sampling. Random
sampling/sampling probabilitas adalah sesuatu cara pengambilan sample yang memberikan
kesempatan atau peluang yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. maksudnya jika
elemen populasinya ada 50 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut
mempunyai kemungkinan 25/50 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Syarat pertama yang harus
dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel
atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah
daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi
bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda.
Macam-macam Sampling Probabilitas :
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified
random sampling, cluster sampling, systematic sampling
1) Simple random sampling:
Merupakan suatu teknik sampling yang dipilih secara acak, cara ini dapat diambil bila analisa
penelitian cenderung bersifat deskriptif atau bersifat umum. Setiap unsur populasi harus memiliki
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Prosedurnya :
1. Susun “sampling frame”
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
Semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota
sampel. Anggota sampel dipilih secara acak dengan cara:
Pengundian menggunakan nomor anggota sebagai nomor undian
Menggunakan table angka random (bilangan acak) berdasarkan nomor anggota
Syarat Penggunaan Metode Simple Random Sampling:
• Sifat populasi adalah mempunyai karakteristik yang sama (homogen)
• Keadaan anggota populasi tidak terlalu tersebar secara geografi
• Harus ada kerangka sampling (sampling frame) yang jelas
Kelebihan : Prosedur penggunaannya sederhana, mengatasi bias yang muncul dalam pemilihan
anggota sampel dan kemampuan menghitung standard error
Kelemahan : Persyaratan penggunaan metode ini sulit dipenuhi, tidak bisa dilakukan saat populasi
sampel berjumlah banyak
2) Stratified Random Sampling :
Populasi dikelompokkan menjadi sub-sub populasi berdasarkan criteria tertentu yang
dimiliki unsur populasi. Masing-masing sub populasi diusahakan homogen. Dari masing-masing
sub populasi selanjutnya diambil sebagian anggota secara acak dengan komposisi proporsional atau
disproporsional. Total anggota yang dipilih ditetapkan sebagai jumlah anggota sampel penelitian
Contoh: Dari 1000 populasi pemilih pada PEMILU akan diambil 100 orang (10%) sebagai sampel
berdasarkan usia pemilih secara proporsional
Prosedurnya :
1. Siapkan “sampling frame”
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak
Syarat Penggunaan Metode Stratified Random Sampling:
1. Populasi mempunyai unsure heterogenitas
2. Diperlukan kriteria yang jelas dalam membuat stratifikasi/lapisan sesuai dengan unsure
heterogenitas yang dimiliki
3. Harus diketahui dengan tepat komposisi jumlah anggota sampel yang akan dipilih (secara
proporsional atau disproporsional)
Kebaikan : Semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili
Kelemahan: Memerlukan pengenalan terhadap populasi yang akan diteliti untuk menentukan ciri
heterogenitas yang ada pada populasi
3) Cluster Random Sampling/sampel gugus :
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas. Teknik ini digunakan pada populasi yang tidak homogen, dipilih
kelompok yang lebih homogen. Dalam penggunaan sampel cluster ini umumnya kesatuan yang
diteliti merupakan kelompok yang lebih besar. Teknik ini dimaksudkan agar semua perbedaan
dalam populasi terwakili.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat
banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat
pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu
strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling
untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.
Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100
departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
Kelebihan : lebih tepat dalam menduga populasi karena variasi pada populasi dapat terwakili oleh
sampel
Kekurangan : harus memiliki informasi dan data yang cukup tentang variasi populasi penelitian,
kadang – kadang ada perbedaan jumlah yang besar antara masing – masing strata/lapisan/tingkat
4) Systematic Sampling atau Sampel Sistematis :
Merupakan teknik sampling dimana penentuan sampel dengan cara menentukan lebih dulu
interval antar 2 responden atau individu.
Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
3. Tentukan K (kelas interval)
4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random –
biasanya melalui cara undian saja.
5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya
Contoh : Populasi ( ibu – ibu yang mempunyai balita) sebanyak 2050 orang. Ingin didapatkan
sampel sebanyak 106 orang.
Buat daftar dari 2050 ibu – ibu yang mempunyai balita
Interval 20 dari 2050 dibagi 106
Dari daftar tersebut, yang dipilih menjadi sampel adalah daftar nomor 20, 40, 60, 80 dst.
sampai mendapatkan 106 sampel
Kelebihan : lebih praktis dan hemat dibanding dengan pengambilan acak sederhana
Kekurangan : tidak bisa digunakan pada penelitian yang heterogen karena tidak mempunyai atau
menangkap keragaman populasi heterogen.
5. Multistage sampling
Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih. Misalnya:
provinsi → kabupaten → Kecamatan → desa → Lingkungan → KK. Misalnya kita ingin
meneliti Berat badan dan Tinggi badan murid SMA. Sesuai kondisi dan perhitungan, maka jumlah
sampel yang akan diambil ± 2000.
Indonesia
↓
27 Propinsi
↓
Propinsi SUMUT
↓
Kabupaten Deli Serdang
↓
Kecamatan Hamparan Perak
↓
Ada 3 SMA (± 2000)
Cara ini dipergunakan bila:
Populasinya cukup homogen
Jumlah populasi sangat besar
Populasi menempati daerah yang sangat luas
Biaya penelitian kecil
Keuntungan: Biaya transportasi kurang
Kerugian:
Prosedur estimasi sulit
Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat
B. Teknik Sampling NonProbabilitas/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak:
Teknik sampling nonprobabilitas adalah suatu teknik pengambilan sampel secara tidak acak
nonrandom sampling . Tidak semua populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Pada saat melakukan pemilihan satuan sampling tidak dilibatkan unsur peluang,
sehingga tidak diketahui unsure peluang sesuatu unit sampling terpilih kedalam sampling. Unsur
populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain
yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. Sampling tipe ini tidak boleh dipakai untuk
menggeneralisasi hasil penelitian terhadap populasi, karena dalam penarikan sampel sama sekali
tidak ada unsur probabilitas.
B. Macam-macam Sampling NonProbabilitas :
1) Convenience Sampling :
Merupakan teknik dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain
kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang
tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis
menggunakan istilah accidental sampling– tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-
street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian
diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus
penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
Contoh : misalnya ada seorang peneliti ingin mengetahui tentang kebersihan wilayah Jakarta
Selatan ia menanyakan kepada orang yang ada dijalan atau orang dia jumpai bukan orang yang
mengerti tentang kebersihan wilayah Jakarta Selatan seperti petugas kebersihan atau mendatangi
kantor gubernur atau walikota Jakarta Selatan.
Kelebihan: Mudah dan cepat digunakan
Kelemahan: Jumlah sampel mungkin tidak representative karena tergantung hanya pada anggota
sampel yang ada pada saat itu
2) Snowball Sampling – Sampel Bola Salju:
Metode pengambilan sampel dengan secara berantai (multi level).
Sampel awal ditetapkan dalam kelompok anggota kecil
Masing-masing anggota diminta mencari anggota baru dalam jumlah tertentu
Masing-masing anggota baru diminta mencari anggota baru lagi.
Contoh: Akan diteliti mengenai pendapat mahasiswa terhadap pemberlakuan kurikulum baru di
Gunadarma, sampel ditentukan sebesar 100 mahasiswa, peneliti menentukan sampel awal 10
mahasiswa. Masing-masing mencari 1 orang mahasiswa lain untuk dimintai pendapatnya. Dan
seterusnya hingga diperoleh sampel dalam jumlah 100 mahasiswa
Kelebihan : Mudah digunakan
Kelemahan: Membutuhkan waktu yang lama
3) Purposive Sampling
Merupakan teknik sampling yang satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria
yang dikehendaki dalam pengambilan sampel. Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan
maksud dan tujuan yang diinginkan peneliti atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang
diperlukan bagi penelitian yang dia buat. Pengambilan sampel ini dapat dibagi dua yaitu judgment
sampling dan quota sampling:
Judgment sampling ialah teknik pengambilan sampling dimana sampel yang dipilih
berdasarkann penilaian peneliti bahwa dia atau seseorang yang paling baik jika dijadikan
sampel penelitiannya.
Contoh : misalnya dalam suatu perusahaan untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses
produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang
terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau
seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Quota sampling ialah teknik pengambilan sampling dalam bentuk distratifikasikan secara
proposional, namun tidak dipilih acak melainkan secara kebetulan saja.
Contoh : di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang
peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus
mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang.
Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan
secara kebetulan saja.
4) Saturation Sampling / Sampling Jenuh
Metode pengambilan sampel dengan mengikutsertakan semua anggota populasi sebagai
sampel penelitian. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang
atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
Contoh: Akan diteliti mengenai pendapat mahasiswa terhadap pemberlakuan kurikulum baru di
Gunadarma, peneliti menentukan sampel dengan menambil seluruh mahasiswa aktif di Gunadarma
sebagai sampel penelitian
Kelebihan : Memerlukan waktu untuk pengumpulan data sampel
Kelemahan : Tidak cocok untuk populasi dengan anggotanya yang besar
5). Consecutive Sampling
Merupakan non probability sampling yang paling mendekati probability sampling.
Consecutive sampling menjadi pilihan peneliti yang tidak mendapatkan kerangka sampel. Pada
consecutive sampling semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukan kedalam penelitian sampai jumlah subyek terpenuhi. Cara ini merupakan cara yang
paling baik dan sering kali sebagai cara termudah dalam teknik non-probabilty sampling. Agar
pemmilihan subyek penelitian dapat menyerupai hasil dengan probability sampling, maka jangka
waktu dalam penelitian harus tidak terlalu pendek,tertama untuk penyakit yang di pengaruhi oleh
musim.
Contoh : seorang peneliti ingin meneliti kasus TB di poli TB RS ABC. Peneliti mengambil setiap
kedatangan pasien TB dengan no urut ganjil (atau urutan dari urut pertama) sebagai sampel sampai
dipenuhi sejumlah sampel. Kedatangan pasien dan nomor urut ganjil, dianggap mendekati prosedur
acak (diacak oleh alam).