determinan asupan energi dan protein pada...

147
DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA DI WILAYAH INDONESIA TIMUR DAN BARAT TAHUN 2010 (Analisis data sekunder RISKESDAS 2010) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH: AYU PUNARSIH NIM: 108101000015 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2012 M

Upload: ngoanh

Post on 18-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA DI

WILAYAH INDONESIA TIMUR DAN BARAT TAHUN 2010

(Analisis data sekunder RISKESDAS 2010)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

AYU PUNARSIH

NIM: 108101000015

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2012 M

Page 2: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Desember 2012

Ayu Punarsih

Page 3: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN GIZI

SKRIPSI, 25 JANUARI 2013

Ayu Punarsih, NIM: 108101000015

Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur

dan Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran

ABSTRAK Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.

Sejak tahun 1993 di Indonesia sudah diperkenalkan pembagian wilayah menjadi dua

kawasan pembangunan, yaitu wilayah Indonesia Timur dan Barat. Menurut data riskesdas

2010 di wilayah Indonesia timur dan barat didapatkan bahwa sebagian besar anak balita di

wilayah Indonesia Timur memiliki risiko mengalami malnutrisi lebih besar dari wilayah

Indonesia Barat. Berdasarkan hal di atas perlu dibuktikan determinan asupan energi dan

protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Studi

ini menggunakan data sekunder yaitu dengan menganalisis data dari penelitian RISKESDAS

2010 di wilayah Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei- Desember 2012.

Sampel penelitian sebanyak 10.478 individu di wilayah Indonesia Barat dan 2.636 individu

di wilayah Indonesia Timur. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah

(umur ibu, umur balita, status bekerja ibu, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, tingkat

ekonomi keluarga). Sedangkan untuk variabel dependen adalah asupan energi dan protein

balita. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner riskesdas. Data yang

diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan Mean withney.

Hasil penelitian menunjukkan balita yang memiliki asupan energi dan protein kurang

dari kebutuhan minimal sebanyak 62,86% balita di wilayah Indonesia Timur dan 37,50%

balita di Barat. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui faktor yang berhubungan

dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur yaitu umur balita,

pendidikan ibu, tingkat ekonomi, jumlah anggota keluarga. Sedangkan Faktor yang

berhubungan dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Barat yaitu

umur ibu, umur balita, pendidikan ibu, tingkat ekonomi, jumlah anggota keluarga.

Oleh karena itu disarankan agar instansi kesehatan terkait dapat melakukan intervensi

yang sesuai dengan hasil penelitian di wilayah Indonesia Timur dan Barat. Selain itu,

penyebaran informasi mengenai asupan gizi yang baik untuk balita agar dapat menyeluruh

ke daerah-daerah terpencil seperti pada wilayah Indonesia Timur.

Kata kunci : Asupan, Energi Dan Protein, Balita

Daftar bacaan : 107 (1989-2012)

Page 4: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

SPECIALISATION NUTRITION

Paper, Januari 25 2013

Ayu Punarsih, NIM : 108101000015

Determinants of Energy and Protein Intake of Toddler in East & West

Indonesian’s Region, Year 2010 (Secondary Data Analysis of Riskesdas 2010)

xiv + 106 pages + 12 tables + 5 charts + 5 images + 2 attachment

ABSTRACT

Protein Energy Malnutrition (PEM) is one of the major nutritional problems in

Indonesia. Toddler is the age group that most often suffer from malnutrition. Since 1993

Indonesia has been introduced in the division of the region into two areas of

development, in the name are East Indonesian‟s Region and West Indonesian‟s Region.

According to Riskesdas 2010 data in the east and west region of Indonesia found that the

majority of children under five in east region of Indonesia have a greater risk of

malnutrition from the west region of Indonesia. Based on that opinion need to be proven

determinant of energy and protein intake of toddler in east and west region of Indonesia.

This research is a quantitative study with cross sectional approach. This study used

secondary data analysis from the study of RISKESDAS 2010 in Indonesia. The research

was conducted in May-December 2012. The sample‟s research from this study are

10,478 people in west region of Indonesia, and 2636 people in east region of Indonesia.

In this study, the independent variables are (maternal age, toddler age, maternal

employment status, maternal education, family number, family income level). As for the

dependent variables are the energy and protein intake of toddler. The instrument that

used in this study is a questionnaire of Riskesdas. The data obtained is then performed

with the statistical test and the chi-square formula Mean Whitney.

The results of the research showed a toodler that has less energy and protein intake

from the minimum needed are 62.86% in the east Indonesian Region and 37.50% in the

West Indonesian Region. Based of the bivariate result is knowed the factors that

associated with the energy and protein intake in toddler at east Indonesia region are aged

toddler, maternal education, economic level, number of family members. While factors

related to energy and protein intake in infants in western parts of Indonesia, namely

maternal age, infant age, maternal education, economic level, number of family

members.

It is therefore recommended that health-related agencies to intervene in accordance

with the results of research in western and eastern Indonesia. In addition, the

dissemination of information on good nutrition for toddlers to be thorough to remote

areas such as in eastern Indonesia.

Keywords : Energy and Protein, Intake, Toddler

The reading list : 107 (1989-2012)

Page 5: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA DI

WILAYAH INDONESIA BARAT DAN TIMUR TAHUN 2010 (ANALISIS DATA

SEKUNDER RISKESDAS 2010)

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim pembimbing dan penguji

skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Januari 2013

Mengetahui

Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes

Pembimbing I

Page 6: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

v

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Januari 2013

Mengetahui,

Page 7: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Punarsih

TTL : Jakarta, 4 Agustus 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Ponsel : 0856 8979 021

Alamat : Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Almakmur Kebalen RT 06/03 No.59

Kel. Pinang, Kec. Pinang, Tangerang - Banten

E-mail : [email protected] / [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

2008 – Sekarang : Peminatan Gizi, Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2005 – 2008 : SMAN 12 Tangerang (Jurusan IPA)

2002 – 2005 : SMPN 3 Ciledug- Tangerang

1996 – 2002 : SDN Pinang 3 Tangerang

PENGALAMAN ORGANISASI

2008 – sekarang : Anggota Paduan Suara Mahasiswa FKIK-UIN (PASIFIK)

2008 – 2010 : Anggota BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat

2009 : Anggota FMITFB (Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu

Burung)

PENGALAMAN KERJA

2009- Sekarang : Freelance Interviewer Polling Litbang - KOMPAS GRAMEDIA

2011 : APPL (Asisten Pengawas Pemilu Lapangan) PEMILUKADA

TANGERANG SELATAN

2012- Sekarang : ASPEN (Asisten Peneliti) Polling Litbang - Kompas Gramedia

Page 8: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

vii

Skripsi ini Ku Persembahkan Untuk Kedua Orang Tua Ku,.

Terima Kasih Ibu Dan Bapak,.

Terima Kasih Atas Doa Ibu dan Bapak Yang Tidak Pernah

Henti Untukku,.

Terima Kasih Atas Semangat Yang Diberikan ,

TERIMA KASIH IBU,. TERIMA KASIH BAPAK,.

“Ya Allah, berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya atas didikan mereka

padaku dan Pahala yang besar atas kasih sayang yang Mereka limpahkan

kepadaku,Peliharalah mereka Sebagaimana mereka memeliharaku”

Keridhoan Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan

kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.”

(HR Tirmidzi)

AKU BUKANLAH ORANG YANG HEBAT, TAPI KU MAU BELAJAR DARI ORANG-

ORANG YANG HEBAT

AKU ADALAH ORANG BIASA, TAPI AKU INGIN MENJADI ORANG YANG LUAR BIASA

DAN AKU BUKANLAH ORANG YANG ISTIMEWA, TAPI AKU INGIN MEMBUAT

SESEORANG MENJADI ISTIMEWA

(Kutipan)

Page 9: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

viii

KATA PENGANTAR

حين لر ا لرحمن ا هلل ا بسن

ته كا بر و هلل ا ورحمة عليكن م اسال

Alhamdulillahirabbil‟alamin, wasshalatu wassalamu „ala ashrafil anbiyaai wal

mursalin, wa‟ala alihi wa ash-habihi ajma‟in, amma ba‟d.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tak terhingga

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian tak lupa

shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad

SAW, semoga kita semua mendapatkan syafa‟at dan pertolongannya di yaumil qiyamah

nanti.

Skripsi dengan judul “Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010” ini disusun sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada

program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat

dari banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini penulis ingin

menyampaikan ungkapan dan rasa terima kasih yang tak terhingga ini kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberikan segala dukungan, doa dan

perhatian kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kemudian

terima kasih juga untuk keluargaku yaitu kakakku Imam Punarko, S.Pd dan kedua

adikku Fika Punarsari dan Ardi Punarditio atas Doanya.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan juga

sebagai dosen pembimbing 2 yang dengan sabar membimbing dan membantu

penulis selama penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku pembimbing 1, terima kasih atas

arahan dan bimbingan yang diberikan sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

Page 10: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

ix

5. Para dosen program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah membimbing serta memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Ahmad Gozali selaku bagian akademik, terima kasih atas bantuannya dalam

pembuatan surat-surat untuk penelitian ini.

7. Para Staf Balitbangkes Kementerian Kesehatan, terima kasih atas kepercayaannya

dalam memberikan data Riskesdas 2010 sehingga penulis dapat menyusun skripsi

ini.

8. Kakakku Yunci Perdani Putri, SKM dan Devy Hilpiani, S.Far yang telah menjadi

inspirasiku dalam mengerjakan laporan ini dan terima kasih untuk semangat dan

motivasi yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat terbaikku sejak SMA (Devi, Aulia, dan Dona) terima kasih telah

menjadikan penulis lebih mengerti arti sebuah persahabatan dan persaudaraan.

10. Sahabat-sahabat seperjuanganku Irda Septiani, Ayu Dwi Lestari, Titah Wulandari,

Avianing Kemala Ulfa dan Riska Ferdian yang selalu memberikan semangat,

motivasi spiritual, serta kebersamaannya kepada penulis sehingga penulis terus

bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman STOOPELTH 2008, kakak-kakak, serta adik-adik kelasku yang

selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

12. Teman-teman PASIFIK (Paduan Suara FKIK) yang telah memberikan semangat baru

dengan senandung irama musik.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk selalu semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis sangat mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua yang membacanya, di samping itu penulis menyadari bahwa penulisan laporan

ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan

masukannya demi perbaikan di masa yang akan datang.

ته كا بر و هلل ا ورحمة عليكن م لسال ا و

Jakarta, Januari 2013

Ayu Punarsih

Page 11: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ i

ABSTRAK .......................................................................................................... ii

ABTRACK ........................................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv

PANITIA SIDANG ............................................................................................. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................. vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 9

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................... 10

1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 10

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Instansi Kesehatan Terkait .......................................... 11

1.5.2 Bagi Peneliti ........................................................................ 12

1.6 Ruang Lingkup ................................................................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asupan Energi dan Protein ............................................................ 13

2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Asupan Energi Dan

Protein Pada Balita ......................................................................... 16

Page 12: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

xi

2.2.1 Umur Ibu ............................................................................ 19

2.2.2 Umur Balita ........................................................................ 22

2.2.3 Status bekerja Ibu ................................................................ 24

2.2.4 Pengetahuan Gizi Ibu .......................................................... 28

2.2.5 Pendidikan Ibu ..................................................................... 29

2.2.6 Ketersediaan Pangan ........................................................... 35

2.2.7 Besar Keluarga ................................................................... 35

2.2.8 Pendapatan Keluarga .......................................................... 39

2.2.9 Pola Asuh Gizi Balita .......................................................... 40

2.2.10 Penyakit Infeksi ................................................................... 41

2.3 Kerangka Teori ............................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 44

3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 46

3.3 Hipotesis .......................................................................................... 48

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................. 49

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 49

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 49

4.4 Instrumen Penelitian ....................................................................... 52

4.5 Pengolahan Data ............................................................................. 57

4.6 Analisis Data ................................................................................... 58

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat ............ 60

5.2 Analisis Univariat ........................................................................... 61

5.3 Hubungan antara umur ibu balita dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat............. 67

5.4 Hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein

pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat ......................... 69

Page 13: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

xii

5.6 Hubungan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat............. 70

5.7 Hubungan antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat ............ 71

5.8 Hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi

dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat ...... 72

5.9 Hubungan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat............. 73

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 75

6.2 Gambaran asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia

Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010 ............................... 76

6.3 Gambaran Umur Ibu balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

menurut data riskesdas 2010 .......................................................... 80

6.4 Gambaran Umur balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

menurut data riskesdas 2010 .......................................................... 84

6.5 Gambaran Pendidikan Ibu di wilayah Indonesia Timur dan Barat

menurut data riskesdas 2010 .......................................................... 87

6.6 Gambaran Status Bekerja Ibu di wilayah Indonesia Timur dan

Barat menurut data riskesdas 2010 ................................................. 91

6.7 Gambaran Tingkat Ekonomi Keluarga di wilayah Indonesia

Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010 ............................... 97

6.8 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga di wilayah Indonesia Timur

dan Barat menurut data riskesdas 2010 .......................................... 100

BAB VII PENUTUP

A Simpulan ........................................................................................ 105

B Saran .............................................................................................. 106

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan ...................................... 15

4.1 Daftar variabel dan kuisioner dalam riskesdas 2010 .................................... 52

4.2 Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2010 ......................................... 54

4.3 Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2010 ....................................... 55

5.1 Distribusi friekuensi umur ibu balita di wilayah Indonesia Timur dan

Barat tahun 2010 ........................................................................................... 62

5.2 Distribusi frekuensi umur balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

tahun 2010 .................................................................................................... 63

5.3 Rata-rata umur ibu balita dengan asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 ........................................... 68

5.4 Rata-rata umur balita dengan asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 ........................................... 69

5.5 Distribusi pendidikan ibu dengan asupan energi an protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 ........................................... 70

5.6 Distribusi status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein pada balita

di wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 ...................................... 71

5.7 Distribusi Tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein

pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 .................... 72

5.8 Distribusi jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita

di wilayah Indonesia Timur dan Barat tahun 2010 ...................................... 73

DAFTAR GRAFIK

5.1 Distribusi frekuensi asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia

Timur dan Barat tahun 2010 ......................................................................... 61

5.2 Distribusi frekuensi pendidikan ibu di wilayah Indonesia Timur dan Barat

tahun 2010 .................................................................................................... 64

5.3 Distribusi frekuensi status bekerja ibu di wilayah Indonesia Timur dan

Barat tahun 2010 ........................................................................................... 65

Page 15: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

xiv

5.4 Distribusi frekuensi tingkat ekonomi keluarga di wilayah Indonesia Timur

dan Barat tahun 2010 .................................................................................... 66

5.5 Distribusi frekuensi jumlah keluarga di wilayah Indonesia Timur dan

Barat Tahun 2010 ......................................................................................... 67

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ..................................................... 17

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan ................................ 18

2.3 Model Konsumsi Makanan ........................................................................... 19

2.4 Kerangka Teori Penelitian ............................................................................ 43

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................ 45

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Riskesdas 2010

Lampiran 2 Output Stata Indonesia Timur dan Indonesia Barat

DAFTAR SINGKATAN

KEP = Kurang Energi Protein

GAKY = Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

KVA = Kurang Vitamin A

AKG = Angka Kecukupan Gizi

GBHN = Garis Besar Haluan Negara

MDGs = Millenium Development Goals

SDM = Sumber Daya Manusia

TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

KB = Keluarga Berencana

Page 16: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah gizi di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya masih

didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan

Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah

obesitas terutama dikota-kota besar. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah

satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok

balita yang merupakan generasi penerus bangsa (Supariasa, 2002).

Menurut Sediaoetama (2008), mengemukakan bahwa balita merupakan

kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Balita juga

merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga

memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia dan

sekaligus dalam rangka pengentasan kemiskinan adalah dengan meningkatkan gizi

anak terutama gizi balita (BPS, 2002). Pemenuhan gizi balita salah satunya

dipengaruhi oleh asupan energi dan protein yang dapat mempengaruhi

perkembangan berat badan dan tinggi badan balita.

Kejadian rawan pangan menjadi masalah sangat sensitif bagi Indonesia.,

sehingga untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi nasional sebagai salah satu

pilar ketahanan nasional dan wilayah maka pada Konferensi Dewan Ketahanan

Pangan Tahun 2006, para Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi seluruh

Indonesia telah mencanangkan beberapa kesepakatan yang salah satunya adalah

Page 17: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

2

menyusun rencana nasional menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015

(DKP, 2009).

Makronutrien (zat gizi makro) yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak

merupakan zat gizi yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang anak.

Selanjutnya berdasarkan fungsinya ketiga zat gizi makro tersebut dibagi menjadi

dua yaitu sebagai sumber energi dan protein. Energi dibutuhkan untuk

pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktivitas. Sedangkan

protein dibutuhkan untuk menyediakan asam amino bagi sintesa protein sel,

hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme. Disamping itu protein juga

dapat bertindak sebagai sumber energi tubuh (Pudjiaji, 2005).

Menurut Almatsier (2004), kekurangan pangan dalam waktu lama akan

berakibat buruk terhadap kesehatan karena pangan merupakan salah satu kebutuhan

pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber

energi dan zat-zat gizi. Dampak kurang energi protein merupakan bahaya pada

periode umur balita. Pada anak-anak, Kurang Energi Protein (KEP) dapat

menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan

mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Menurut Seroeder (2001), anak balita

dengan gizi kurang mempunyai resiko menurunnya perkembangan motorik,

rendahnya fungsi kognitif serta kapasitas penampilan dan pada akhirnya gizi kurang

memberi efek negatif tingginya risiko terhadap kematian.

Hasil penelitian di 11 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada tahun

2004 terhadap balita usia 6-59 bulan, diperoleh hasil anak dengan stunted

berdasarkan indeks TB/U, diantaranya adalah Benin 28%, Ethiopia 47%, Malawi

Page 18: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

3

47%, Mali 35%, Rawanda 40%, Zimbabwe 31%, Cambodia 36%, Nepal 44%,

Colombia 16%, Haiti 20% dan Peru 22%, sedangkan anak dengan status gizi wasted

berdasarkan indeks BB/TB, diantaranya adalah Benin 16%, Ethiopia 18%,

Malawmi 9%, Mali 18%, Rwanda 10%, Zimbabwe 9%, Cambodia 19%, Nepal

18%, Colombia 1%, Haiti 8%, dan Peru 1 % (Arimond dan Ruel, 2004 dalam

Nuraeni, 2008).

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (BPS, 2002, 2003 dan 2005)

diketahui bahwa persentase balita yang bergizi baik/normal sebesar 71,88% pada

tahun 2002 dan 69,59% pada tahun 2003 dan mengalami penurunan menjadi

68,48% pada tahun 2005, sedangkan balita yang bergizi kurang/buruk atau dikenal

dengan istilah Kurang Energi Protein (KEP) sebesar 25,82% pada tahun 2002 dan

mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 28,17% dan pada tahun 2005

menjadi 28,04%.

Sejak tahun 1993 di Indonesia sudah diperkenalkan pembagian wilayah

menjadi dua kawasan pembangunan, yaitu wilayah Indonesia Timur dan wilayah

Indonesia Barat. Wilayah Indonesia Timur terdiri dari 12 propinsi yaitu Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara,

Papua dan Papua Barat. Sedangkan wilayah Indonesia Barat terdiri dari 21 Propinsi

yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu, NAD, Jambi, Lampung,

Banten, Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jakarta, Bali,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,

Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat (GBHN, 1993).

Page 19: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

4

Menurut BPS (2010), salah satu ciri perbedaan wilayah Indonesia Timur dan

Indonesia Barat adalah persebaran penduduk yang tidak merata, yaitu pada wilayah

Indonesia Timur yang luas geografisnya 60% dihuni oleh 15% penduduk,

sedangkan pada wilayah Indonesia Barat yang luas geografisnya 40% dihuni oleh

84% penduduk. Jika dilihat dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa wilayah

Indonesia Barat lebih padat penduduknya dibandingkan dengan wilayah Indonesia

Timur.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes, 2008), diketahui

persentase balita gizi kurang di wilayah Indonesia timur lebih besar dibanding

dengan wilayah Indonesia Barat, hal ini dapat dilihat dari prevalensi tertinggi gizi

kurang di Indonesia timur sebesar 24,2 % di propinsi Nusa Tenggara Timur dan

prevalensi gizi kurang terendah sebesar 11,5% di propinsi Sulawesi Utara.

Sedangkan prevalensi gizi kurang tertinggi di Indonesia Barat sebesar 18,2% di

Kalimantan Selatan dan prevalensi terendah gizi kurang sebesar 8,5% di DI

Yogyakarta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang di wilayah

Indonesia timur masih diatas prevalensi nasional gizi kurang yaitu 18,4%.

Menurut data riskesdas 2010 di wilayah Indonesia timur dan barat di dapatkan

prevalensi balita yang tingkat konsumsi energi dibawah kebutuhan minimal kurang

dari 70% AKG sebesar 31,28 % di wilayah Indonesia Timur dan 23,87 % di

wilayah Indonesia Barat. Sedangkan tingkat konsumsi protein balita dibawah

kebutuhan minimal kurang dari 80% AKG yaitu sebesar 25,87 % balita di wilayah

Indonesia Timur dan 15,38 % balita di wilayah Indonesia Barat. Jika dilihat dari

prevalensi tersebut maka tingkat konsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan

Page 20: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

5

minimal di wilayah Indonesia Timur sudah melebihi angka rata-rata prevalensi

nasional balita yang tingkat konsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan

minimal di seluruh Indonesia yaitu sebesar 24,7% untuk energi dan 18,4% untuk

protein. Hal ini berarti bahwa sebagian besar anak balita di wilayah Indonesia

Timur memiliki risiko mengalami malnutrisi lebih besar dari wilayah Indonesia

Barat.

Kurangnya konsumsi protein dan energi pada Balita juga dipengaruhi oleh

faktor kemiskinan. Menurut data BPS (2010), didapatkan prevalensi penduduk

miskin di wilayah Indonesia Timur sebesar 20,50%, sedangkan prevalensi

penduduk miskin di wilayah Indonesia Barat sebesar 10,97%.

Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia (BPS, 2008),

didapatkan persentase laki-laki dan perempuan yang tidak menempuh pendidikan di

wilayah Indonesia timur sebesar 7,2 % laki-laki dan sebesar 12,1 % wanita.

Sedangkan persentase laki-laki dan wanita yang tidak menempuh pendidikan di

wilayah Indonesia Barat sebesar 4,9 % laki-laki dan sebesar 10,2 % wanita. Jika

dilihat dari jumlah persentase tertinggi di wilayah Indonesia Timur dan Barat, maka

wilayah Indonesia Timur masih tertinggal dalam hal pendidikan baik laki-laki

maupun wanita.

Berdasarkan data BPS (2008), didapatkan persentase balita yang mengalami

keluhan kesehatan seperti diare yaitu sebesar 7,25 % di wilayah Indonesia Timur

dan 5,39% di wilayah Indonesia Barat. Maka dapat disimpulkan bahwa balita yang

mengalami keluhan kesehatan lebih besar prevalensinya di wilayah Indonesia

Timur dibanding dengan Indonesia Barat.

Page 21: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

6

Berdasarkan hasil survey pertanian tanaman pangan (BPS,2008), didapatkan

data luas panen padi tahun 2008 di wilayah Indonesia Timur sebesar 1.959.953 Ha,

sedangkan luas panen padi tahun 2008 di wilayah Indonesia Barat sebesar

10.425.289 Ha. Sedangkan hasil produksi padi tahun 2008 di wilayah Indonesia

Timur sebesar 8.861.943 ton, dan hasil produksi padi tahun 2008 di wilayah

Indonesia Barat sebesar 51.015.576 ton. Dari hasil survey tersebut dapat

disimpulkan bahwa produksi padi yang merupakan salah satu sumber energi di

wilayah Indonesia Barat lebih besar dibanding dengan wilayah Indonesia Timur.

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi konsumsi energi dan protein pada anak balita diantaranya umur ibu,

suku ibu, status bekerja ibu, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, besar keluarga

dan pendapatan keluarga. Selain faktor-faktor tersebut, terdapat faktor lain seperti

faktor kebudayaan yang dapat mempengaruhi konsumsi energi dan protein pada

anak (Nasekhah, 2011). Berdasarkan Kusin dan Kardjati (1985) mengungkapkan

bahwa keterbatasan tersedianya pangan dan kebiasaan, seperti pantangan makanan

mempengaruhi mutu dan jumlah makanan yang diberikan pada anak.

Dalam penelitian Nasekhah (2011), menemukan adanya hubungan bermakna

antara status bekerja ibu, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu,besar keluarga, dan

pendapatan keluarga dengan Konsumsi energi dan Protein pada Batita di Kelurahan

Serua pada tahun 2010. Sedangkan dalam penelitian Hermansyah (2010), terdapat

hubungan bermakna antara pola asuh gizi balita, tingkat pendidikan ibu balita, dan

pendapatan keluarga dengan tingkat konsumsi energi dan protein pada balita di

wilayah kerja puskesmas kelurahan kelapa dua Jakarta Barat.

Page 22: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

7

Menurut Prof. Firmanzah (2012), Indonesia masih menghadapi persoalan

kesenjangan kesejahteraan. Salah satunya adalah kesenjangan kesejahteraan spasial

yaitu antara kawasan Barat dan Timur Indonesia. Kontribusi pembangunan dan

konsentrasi industri yang masih berpusat di pulau Sumatera-Jawa-Bali ditambah

dengan tingginya persentase masyarakat miskin di kawasan Timur Indonesia. Selain

itu masih terbatasnya akses ke sejumlah fasilitas publik bagi masyarakat Timur

Indonesia seperti kesehatan, pendidikan, listrik, jalan dan faktor produksi lain

semakin memperbesar kesenjangan kesejahteraan.

Berdasarkan hal di atas diduga bahwa determinan Asupan energi dan protein

berbeda antara Indonesia Timur dan Barat. Sehingga perlu diadakan penelitian

mengenai “Determinan Asupan Energi dan Protein Balita Pada Wilayah

Indonesia Timur Dan Barat Tahun 2010”. Sehingga diharapkan dengan adanya

penelitian ini dapat melihat perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan

energi dan protein di wilayah Indonesia Timur dan Barat dan dapat dilakukan

tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah asupan makanan balita di wilayah

Indonesia Timur dan Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Konsumsi energi dan protein merupakan salah satu faktor penyebab gizi kurang

pada balita. Angka Kecukupan Gizi nasional 2004 untuk konsumsi energi balita

adalah sebesar 70% AKG dan Angka Kecukupan Gizi nasional 2004 untuk

konsumsi protein balita sebesar 80% AKG.

Menurut data riskesdas 2010 di wilayah Indonesia timur dan barat didapatkan

prevalensi balita yang tingkat konsumsi energi dibawah kebutuhan minimal kurang

Page 23: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

8

dari 70% AKG sebesar 31,28 % di wilayah Indonesia Timur dan 23,87 % di

wilayah Indonesia Barat. Sedangkan tingkat konsumsi protein balita dibawah

kebutuhan minimal kurang dari 80% AKG yaitu sebesar 25,87 % balita di wilayah

Indonesia Timur dan 15,38 % balita di wilayah Indonesia Barat. Jika dilihat dari

prevalensi tersebut maka tingkat konsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan

minimal di wilayah Indonesia Timur sudah melebihi angka rata-rata prevalensi

nasional balita yang tingkat konsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan

minimal di seluruh Indonesia yaitu sebesar 24,7% untuk energi dan 18,4% untuk

protein. Hal ini berarti bahwa sebagian besar anak balita di wilayah Indonesia

Timur memiliki risiko mengalami malnutrisi lebih besar dari wilayah Indonesia

Barat.

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan bahwa determinan asupan energi

dan protein pada balita yaitu umur balita, pendidikan ibu, jumlah keluarga, status

bekerja ibu, status ekonomi, dan umur ibu. Maka disinyalir determinan asupan

energi dan protein balita berbeda antara wilayah Indonesia timur dan Indonesia

Barat, sehingga perlu diadakan penelitian yang membuktikan adanya perbedaan

determinan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat.

Sehubungan dengan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Determinan Asupan energi dan protein Balita Pada

Wilayah Indonesia Timur Dan Barat Tahun 2010 (Berdasarkan Analisis Data

Sekunder RISKESDAS 2010)”. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan

masukan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan disaat membuat

Page 24: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

9

kebijakan kesehatan yang terkait dengan asupan makanan pada balita di masing-

masing bagian wilayah Indonesia Timur dan Barat.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimana gambaran asupan energi dan protein pada balita, umur ibu balita,

umur balita, pendidikan ibu, status bekerja ibu, tingkat ekonomi keluarga

dan jumlah keluarga di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.3.2 Apakah ada hubungan antara umur ibu balita terhadap asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.3.3 Apakah ada hubungan antara umur balita terhadap Asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.3.4 Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu terhadap asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.3.5 Apakah ada hubungan antara status bekerja ibu terhadap asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.3.6 Apakah ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga terhadap asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

menurut data riskesdas 2010?

Page 25: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

10

1.3.7 Apakah ada hubungan antara jumlah keluarga terhadap asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data

riskesdas 2010?

1.4. Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur Dan Barat Tahun 2010 (berdasarkan analisis data

sekunder riskesdas 2010).

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Diketahuinya gambaran asupan energi dan protein pada balita,

umur ibu balita, umur balita, pendidikan ibu, status bekerja ibu,

tingkat ekonomi keluarga, dan jumlah keluarga di wilayah

Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010.

1.4.2.2 Diketahuinya hubungan antara umur ibu balita terhadap asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan

Barat menurut data riskesdas 2010.

1.4.2.3 Diketahuinya hubungan antara umur balita terhadap Asupan energi

dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

menurut data riskesdas 2010.

1.4.2.4 Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu terhadap asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan

Barat menurut data riskesdas 2010.

Page 26: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

11

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan antara status bekerja ibu terhadap asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan

Barat menurut data riskesdas 2010.

1.4.2.6 Diketahuinya hubungan antara tingkat ekonomi keluarga terhadap

asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur

dan Barat menurut data riskesdas 2010.

1.4.2.7 Diketahuinya hubungan antara jumlah keluarga terhadap asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan

Barat menurut data riskesdas 2010.

1.5. Manfaat

1.5.1 Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan

informasi bagi Kementerian Kesehatan dalam menentukan perencanaan

kebijakan dan program penaggulangan gizi agar lebih merata ke setiap

bagian wilayah Indonesia timur dan barat, khususnya dalam mewujudkan

Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.

1.5.2 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk pengembangan ilmu dan

sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti

selanjutnya yang berhubungan dengan faktor apa saja yang berhubungan

dengan Asupan Makanan pada balita.

Page 27: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

12

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif menggunakan analisis

data sekunder riskesdas dengan membandingkan “Determinan Asupan Energi

dan Protein Pada Balita Di Wilayah Indonesia Timur Dan Barat Tahun 2010”.

Penelitian ini dilakukan pada Balita usia 12- 47 bulan. Variabel yang diteliti adalah

umur ibu balita, umur balita, pendidikan ibu, status bekerja ibu, tingkat ekonomi

keluarga dan jumlah anggota keluarga dengan asupan energi dan protein. Data

penelitian ini merupakan analisis data sekunder riskesdas 2010 di wilayah Indonesia

timur dan barat. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Semester 8 pada bulan Mei

– Desember 2012.

Page 28: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asupan Energi dan Protein

Makanan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan terutama untuk

pertumbuhan. Tanpa asupan makanan dan nutrisi yang cukup, suatu organisme

tidak bisa tumbuh dan berkembang secara normal (Robert, 1999 dalam Lupiana,

2010).

Makronutrien atau yang disebut sebagai zat gizi makro yang terdiri dari

karbohidrat, protein dan lemak adalah jenis zat gizi yang sangat diperlukan untuk

pertumbuhan anak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi

bahan makanan, dan aktivitas. Kebutuhan energi di suplai terutama oleh karbohidrat

dan lemak. Walaupun protein dalam diet dapat memberikan energi untuk keperluan

tersebut, fungsi utamanya yaitu untuk menyediakan asam amino bagi sintesa protein

sel, dan hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme (Pudjiadi, 2005).

Tingkat kesehatan biasanya dipengaruhi oleh asupan makanan yang masuk ke

dalam tubuh seseorang, jika asupan gizi yang masuk dalam komposisi yang baik

maka gizi seseorang juga akan baik. Namun jika yang terjadi adalah yang

sebaliknya maka tubuh akan kekurangan zat gizi atau biasa disebut malnutrition.

Masalah tersebut disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan antara energi

dan protein yang masuk dalam tubuh (Notoatmodjo, 1996).

Kebutuhan nutrient tertinggi per kg berat badan dalam sikulus daur kehidupan

adalah pada masa bayi dimana kecepatan tertinggi dalam pertumbuhan dan

metabolism terjadi pada masa ini (Kusharisupeni, 2007). Seorang anak yang sehat

Page 29: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

14

dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetic yang dimilikinya. Akan

tetapi asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan akan mempengaruhi

pertumbuhan anak. Kekurangan asupan makanan akan dimanifestasikan dalam

bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari standar (khomsan,2004).

Asupan makanan terkait dengan ketersediaan pangan namun tidak berarti jika

tersedia pangan kemudian akan secara pasti setiap orang akan tercukupi konsumsi

makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup

maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan

mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan

sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal inilah yang menjadi penyebab

gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan asupan energi dan

protein. Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan, perubahan

komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Robberts,et,al. 2000 dalam

nuraeni, 2008). Menurut Arisman (2004), jika asupan protein kurang pada balita

maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan organ, berat badan dan

tinggi badan, serta lingkar kepala. Dan menurut Unicef (1998), anak yang tidak

cukup menerima asupan makan maka daya tahan tubuh (imunitas) melemah,

sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang.

Balita dikatakan kekurangan asupan zat gizi (energi dan protein) apabila

tingkat konsumsi energi ≤ 70% AKG dan protein ≤ 80% AKG (Depkes, 2005).

Kecukupan energi dan protein untuk balita perorang perhari menurut kelompok

umur dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Page 30: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

15

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata Yang Dianjurkan(Per Orang Per Hari)

Golongan umur Energi (Kkal) Protein (gr)

12-47 bulan 1000 25

48-60 bulan 1550 39

Sumber : Depkes RI, 2005

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,

pengaturan suhu, kegiatan fisik. Setiap orang membutuhkan energi untuk

mempertahankan hidup guna menunjang proses pertumbuhan dan melakukan

aktivitas harian. Energi yang masuk melalui makanan harus seimbang dengan

kebutuhannya, bila hal tersebut tidak tercapai akan terjadi pergeseran keseimbangan

kearah negative atau positif. Keadaan berat badan seseorang dapat digunakan

sebagai satu petunjuk apakah seseorang dalam keadaan seimbang, kelebihan atau

kekurangan energi (Sayogo, 2006).

Sedangkan protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, seperlima dari

berat tubuh orang dewasa merupakan protein (Yuniastuti, 2008). Protein sebagai

pembentuk energi, angka energi yang diperoleh akan tergantung dari macam jumlah

bahan makanan nabati dan hewani yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Protein

dalam tubuh berfungsi untuk menyediakan energi apabila kebutuhan energi tidak

tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan lemak (Martaliza, 2010). Energi yang

diperlukan tubuh hendaknya 10-15% didapat dari protein. Bahan makanan hewani

merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu seperti: telur,

Page 31: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

16

susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber nabati adalah kacang kedelai dan

hasilnya, seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain (Almatsier, 2002).

Menurut Depkes RI (2002), kekurangan energi dan protein pada masa anak-

anak akan berdampak secara langsung terhadap gangguan pertumbuhan,

perkembangan dan produktifitas. Proses pertumbuhan yang terganggu tersebut

akibat dari penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi bukan pada fungsi

sebagai sumber zat pembangun.

Menurut Sediaoetama (1996). Konsumsi energi dan protein lebih banyak

ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan

mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam

bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam

suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas

dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Berdasarkan hasil Penelitian Riyadi,dkk (2011) di wilayah Nusa Tenggara

Timur, pada pembuatan makanan untuk anak-anak, ibu cenderung memberikan nasi

jagung (tanpa lauk pauk). Hal ini akan menyebabkan anak-anak kekurangan

konsumsi protein dengan mutu baik karena konsumsi protein hanya bertumpu pada

protein nabati beras yang kekurangan asam amino lysine.

2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Asupan Energi dan Protein pada

Balita.

Menurut Call dan Levinson (1871) dalam Supariasa (2001), Faktor-faktor yang

menyebabkan timbulnya masalah gizi adalah sebagai berikut;

Page 32: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

17

Gambar 2.1

Faktor Penyebab Timbulnya Masalah Gizi

Sumber: Call dan Levinson (1871) dalam Supariasa (2001)

Sedangkan menurut Apriadji (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

makanan yaitu terdapat faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor tidak

langsung yaitu pendapatan keluarga, harga bahan makanan, tingkat pengelolaan

sumber daya lahan dan pekarangan. Sedangkan faktor langsung yaitu daya beli

keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi,

dan jumlah anggota keluarga. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2.

Zat gizi dalam makanan

Ada tidaknya program

pemberian makanan di

luar keluarga

Daya beli keluarga

Pemeliharaan kesehatan

Kebiasaan makan

Lingkungan fisik dan

sosial

Konsumsi

makanan

Kesehatan

Status

gizi

Page 33: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

18

Gambar 2.2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Makanan

Sumber : Apriadji, 1986

Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989), ada 3 faktor yang

mempengaruhi konsumsi makanan yaitu karakteristik individu, karakteristik

makanan dan karakteristik lingkungan. ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi

preferensi seseorang terhadap makanan yang akhirnya akan mempengaruhi

konsumsi makanan. Ketiga faktor tersebut dapat digambarkan dalam suatu model

seperti pada gambar 2.3.

Pendapatan keluarga

Harga bahan makanan

Tingkat pengelolaan sumber

daya lahan dan pekarangan

Daya beli

keluarga

Latar belakang

sosial budaya

Tingkat pendidikan

dan pengetahuan gizi

Jumlah anggota

keluarga

Konsumsi Makanan

Page 34: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

19

Gambar 2.3

Model Konsumsi Makanan

Sumber: Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)

2.2.1 Umur Ibu

Usia produktif ibu dalam masa reproduksi berperan dalam membantu

pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Usia produktif ibu berkisar 20-35

tahun, penelitian Farida (2002) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara umur ibu dengan status gizi balita.

Penelitian Karyadi (2008), menemukan ibu yang berusia antara 20- 35

tahun lebih banyak anak balitanya dengan status gizi baik dibanding ibu-ibu

yang lebih muda atau lebih tua dari 20-30 tahun.

Menurut Sediaoetama (2006), menyatakan bahwa usia berpengaruh

terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat

Konsumsi makanan

Preferensi Makanan

Karakteristik Individu Karakteristik Makanan Karakteristik Lingkungan

- Umur

- Jenis kelamin

- Pendidikan

- Pendapatan

- Pengetahuan gizi

- Keterampilan memasak

- kesehatan

- Rasa

- Rupa

- Tekstur

- Harga

- Tipe makanan

- Bentuk

- Bumbu

- Kombinasi makanan

- Musim

- Pekerjaan

- Mobiitas

- Perpindahan penduduk

- Jumlah keluarga

- Tingkatan sosial pada

masyarakat

Page 35: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

20

diperoleh melalui pengalaman sehari-hari diluar faktor pendidikannya.

Sebagaimana nilai budaya, pembelanjaan dan konsumsi makanan telah

tergantikan dengan modernisasi. Dapat diasumsikan bahwa kemampuan

pemilihan makanan ibu rumah tangga muda akan berbeda dengan

kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga yang telah berumur

lebih tua dan pola pembelian makanan ibu rumah tangga muda cenderung

lebih terpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe

pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya

(Sanjur, 1982) dalam Suhardjo (1989).

Selanjutnya Hurlock (1999) dalam Ningsih (2008) menyatakan bahwa

faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih

memperhatikan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan anaknya.

Kondisi yang demikian akan menyebabkan kuantitas dan kualitas

pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur

cenderung akan menerima peranannya dengan sepenuh hati. Hal sebaliknya

dinyatakan oleh Sunyoto (1991) dalam Arinta (2010) bahwa seseorang yang

sudah berumur maka penerimaan terhadap hal baru akan semakin rendah.

Hal ini karena orang yang termasuk dalam golongan tua memiliki

kecenderungan selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga

diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.

Penelitian Shantica (1993) di Ponorogo menyebutkan bahwa sebesar

42,6% responden masih dipengaruhi oleh orang tua atau mertuanya dalam

Page 36: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

21

memberikan makanan pada balitanya. Kebiasaan yang turun menurun ini

seringkali kurang sesuai dengan anjuran makanan sehat bagi balita.

Penelitian Susenas (1986) dalam Alibbirwin (2001) menunjukkan ada

hubungan antara umur ibu dengan status gizi balita. Pada hasil tersebut

terlihat bahwa balita yang ibunya berumur 20-35 tahun memiliki status gizi

yang baik. Status gizi balita salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi

makanan yang adekuat. Kusin dan Kardjati (1985) menyatakan bahwa salah

satu hal yang berhubungan dengan penyimpangan pertumbuhan dan kurang

gizi pada anak adalah kurang cukupnya konsumsi makanan yang diterima

oleh anak.

Berdasarkan penelitian Sanjur (1982) dalam Suhardjo (1989).

menunjukkan hubungan yang nyata antara umur ibu dengan konsumsi

energi dan protein pada anak. Sedangkan dalam penelitian Handayani,

didapatkan hasil bahwa semakin tua umur ibu balita maka proporsi balita

yang mengalami gizi kurang semakin kecil. Dan menurut Sampoerno dan

Azwar (1987), seorang wanita muda akan cenderung mengalami kesulitan

dalam merawat anak atau balitanya dikarenakan kurang pengalaman dalam

hal merawat atau mengasuh anak dan dalam memberikan asupan makanan

yang baik untuk balita sehingga dapat menyebabkan anak atau balita

menderita KEP. Sebaliknya menurut Soeprono (1982) dalam Mahliawati

(2010), seorang wanita yang sudah berumur memiliki kemunduran fungsi

fisiologis dan reproduksi secara umum. Sehingga akan sulit dalam

Page 37: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

22

mengasuh anak dan dalam memberikan asupan makanan yang baik bagi

anak.

2.2.2 Umur Balita

Umur ialah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan

kebawah atau umur pada ulang tahun terakhir (Depkes, 2008). Masalah gizi

dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu

kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus

kehidupan berikutnya (intergenerational impact) (Azwar, 2004 dalam Rizki,

2011). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi asupan makanan adalah

karakteristik individu yaitu umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lama

bekerja, pendidikan dan pengetahuan gizi (Suhardjo, 1989).

Umur merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi,

sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi balita (Apriadji, 1986).

Hasil beberapa penelitian menemukan bahwa pada umur dibawah 6 bulan

kebanyakan bayi masih dalam keadaan status gizi baik, sedangkan pada

golongan umur setelah 6 bulan jumlah bayi yang berstatus gizi baik

menurun sampai 50% (Soekirman, 2000). Prevalensi KEP ditemukan pada

usia balita, kebutuhan gizi pada usia tersebut meningkat sedangkan ASI

sudah tidak mencukupi, disamping makanan sapihan tidak diberikan dalam

jumlah dan frekuensi yang cukup serta adanya diare karena kontaminasi

pada makanan yang diberikan (Abunain, 1979 dalam Mulyanawati, 2002).

Setelah anak umur satu tahun, pertumbuhannya berjalan sangat pesat

dibanding pertumbuhan pada umur dewasa. Namun demikian, dalam daur

Page 38: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

23

kehidupan masa antara umur satu tahun hingga remaja pertumbuhan

fisiknya tidak terlalu cepat. Dalam masa ini, kebutuhan anak balita akan zat

gizi harus tetap diperhatikan. Anak balita sangat membutuhkan asupan

protein dan energi yang adekuat untuk proses pertumbuhan dan

perkembangan (King, et al., 1972 dalam Anggraini, 2012). Pada umur balita

sangat rentan mengalami masalah gizi terutama umur 2 tahun, karena

asupan energi dan protein pada masa ini cukup sedikit. Dalam umur ini

terjadi peningkatan berat badan yang lambat bahkan penurunan berat badan

pada beberapa anak (Jelliffe, 1969 dalam Supariasa, 2002).

Hasil penelitian Kunanto (1992), menunjukkan bahwa ada hubungan

antara umur balita dengan status gizi. Hal ini berkaitan dengan menurunnya

perhatian orang tua anak tersebut, yang mungkin disebabkan oleh adanya

anak yang lebih muda (Adik) atau kesibukan orangtua anak tersebut.

Sedangkan hasil penelitian Sari, dkk (2003), didapatkan bahwa balita usia

25 bulan sampai 36 bulan lebih banyak mengalami gizi kurang di banding

dengan usia dibawah 24 bulan.

Faktor umur banyak terkait dengan masalah pertumbuhan dan aktivitas

anak. Periode pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal

balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan pertumbuhan yang sangat cepat

terjadi pada bayi dan awal balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan

pertumbuhan berat badan rata-rata 0,4 kg/bulan dan 13-23 bulan

percepatannya 0,2 kg/bulan (Jahari,2004).

Page 39: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

24

Semakin tua usia anak maka semakin baik status gizinya pada kelompok

yang diberi ASI. KEP tertinggi juga ditemukan pada kelompok anak usia 1

tahun yang mulai di sapih (Suhardjo, 1989). Menurut Notoatmodjo (2003),

anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit,

dikarenakan beberapa anggapan bahwa balita baru berada dalam masa

transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, biasanya balita juga

sudah mempunyai adik atau ibu yang sudah bekerja penuh sehingga

perhatian ibu sudah berkurang. Selain itu anak balita belum dapat mengurus

dirinya sendiri, termasuk dalam pemilihan makanan.

Menurut Ruslina (2000) yang menyatakan pada anak umur 0-12 bulan

tidak terjadi KEP karena pada umur tersebut pemberian ASI saja sudah

dapat mencukupi seluruh kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, kemudian

setelah usia 6 bulan sampai 12 bulan ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi

sebanyak 60-70%, karena itu pada usia 6-12 bulan bayi sudah perlu

diberikan makanan pendamping ASI, dengan demikian terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi umur balita maka semakin besar

peluang untuk mengalami kurang asupan energi dan protein.

2.2.3 Status Bekerja Ibu

Menurut Djaeni (2000), pekerjaan adalah mata pencaharian apa yang

dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan

nafkah. Lamanya seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya 6-8 jam (sisa

16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat,

istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam seminggu, seseorang biasanya dapat

Page 40: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

25

bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam

seminggu, sesuai dengan pasal 12 ayat 1 Undang-undang tenaga kerja No.

14 Tahun 1986.

Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum

wanita yang bekerja terutama di sector swasta. Di satu sisi hal ini

berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain

berdampak negative terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian

terhadap pemberian makan pada anak yang kurang dapat menyebabkan anak

menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap

tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka. Beban kerja yang

berat pada ibu yang melakukan peran ganda dan beragam akan dapat

mempengaruhi status kesehatan ibu dan status gizi balitanya (Mulyati, 1990

dalam Hermansyah, 2010).

Pada dasarnya hal ini dapat dikurangi dengan merubah pembagian kerja

dalam rumah tangga. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling

sering menderita kekurangan energi dan protein (KEP). Beberapa kondisi

yang merugikan dalam penyediaan makan bagi kebutuhan balita, anak balita

masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke orang dewasa, jadi balita

masih perlu beradaptasi. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri

dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang

dibutuhkan dalam makanannya (Djaeni, 2000).

Dalam hal mengasuh anak, ibu adalah orang yang paling banyak terlibat

sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan anak. Faktor

Page 41: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

26

peranan wanita atau ibu rumah tangga sangat erat kaitannya dengan status

gizi anak, Karena meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi

waktu untuk pemeliharaan anak (Mutmainah, 1996). Ibu yang bekerja

diluar rumah mempunyai kecenderungan menyerahkan pemberian makanan

untuk balitanya dengan orang lain, misalnya kepada orang tua, pembantu

atau titip dengan tetangga, sehingga pemberian asupan makanan balita tidak

dapat dipantau dengan baik. Kemampuan dalam memberikan asupan gizi

balita merupakan sesuatu yang ditampilkan ibu dalam upaya memenuhi

kecukupan gizi balita. Penyediaan makanan bagi keluarga pada umumnya

merupakan tugas seorang ibu (Sediaoetama, 2004). Ibu mempunyai peranan

yang penting dalam memberikan asupan gizi pada balitanya. Kecukupan

gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak terutama pada masa balita,

sehingga ibu diharapkan memiliki kemampuan yang baik dalam

memberikan asupan gizi untuk balita (Depkes RI, 2000).

Kunanto (1992) dalam Hatril (2001) menjelaskan bahwa mata

pencaharian yang relative tetap meskipun rendah jumlahnya akan

memberikan jaminan sosial keluarga yang relative lebih aman dibandingkan

dengan pekerjaan yang tidak tetap. Selanjutnya dengan penghasilan yang

memadai akan memudahkan dalam mengelola pengeluaran untuk pangan

yang beranekaragam dan sesuai dengan menurut kebutuhan keluarga.

Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita

kekurangan energi dan protein (KEP). Beberapa kondisi yang merugikan

dalam penyediaan makan bagi kebutuhan balita, anak balita masih dalam

Page 42: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

27

periode transisi dari makanan bayi ke orang dewasa, jadi balita masih perlu

beradaptasi. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik dan

belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang dibutuhkan dalam

makanannya (Djaeni, 2000).

Dampak dari pekerjaan ibu menurut beberapa studi mengemukakan

bahwa selain berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, status pekerjaan

ibu berdampak pada keadaan gizi dan kesehatan keluarga yaitu ditunjukkan

dengan adanya perubahan dalam praktek konsumsi makanan keluarga

(Sanjur, 1982) dalam Suhardjo (1989). Dampak ini akan jelas terlihat pada

anak-anak kecil yang berada dalam suatu keluarga dengan status pekerjaan

ibu. Ibu yang bekerja di luar rumah, maka akan menyerahkan segala

perawatan balitanya kepada orang yang mengasuhnya (keluarga, tempat

penitipan anak) termasuk juga mengenai pola makanan sehari-harinya.

Mereka merupakan orang yang penting pada saat ibu bekerja di luar rumah.

Pengganti orang ini belum tentu mengerti dan mempunyai pengetahuan

yang cukup tentang kebutuhan gizi yang diperlukan untuk anak balita

sehingga akan mempengaruhi status gizi anak balita tersebut (Bumi, 2005).

Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan keluarga,

dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga

tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak

memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga

tidak dapat dipastikan. Buruh merupakan kelompok pekerjaan dengan

pendapatan terbatas (Khomsan,et al 2009).

Page 43: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

28

Beeby (1982) dalam Hatril (2001) mengemukakan bahwa pekerjaan

ditentukan oleh pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan terdapat

kecenderungn untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan

berpenghasilan tetap. Status bekerja ibu merupakan karakteristik ekonomi

yang berhubungan dengan pendapatan. Ibu meninggalkan rumah untuk

bekerja memiliki masalah yang berkaitan dengan siapa yang memberikan

pelayanan di rumah termasuk siapa yang mengasuh balita. Soekirman, dkk

(2000) menyatakan bahwa meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat

mengurangi waktu untuk tugas merawat anak dan memberikan asupan

makanan yang sesuai kebutuhan. Dalam mengasuh anak, ibu adalah orang

yang paling banyak terlibat sehingga pengaruhnya sangat besar bagi

perkembangan balita. Peran sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga

sangat erat kaitannya dengan status gizi anak. Menurut Harahap (1992)

dalam Handayani (2012), mengemukakan bahwa salah satu dampak

negative yang ditimbulkan sebagai akibat bekerjanya ibu di luar rumah

adalah ketelantaran balita, sebab anak balita bergantung pada pengasuhnya.

2.2.4 Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi sesudah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan

merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang. Berdasarkan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng (Notoatmodjo, 2007).

Page 44: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

29

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan cara wawancara terstruktur

dengan kuisioner. Aspek-aspek dalam pengetahuan gizi yaitu; a) pangan dan

gizi (pengertian, jenis, fungsi, sumber, akibat kekurangan), b) pangan gizi

bayi (ASI, MP-ASI, umur pemberian, jenis), c) pangan/gizi balita, d)

pangan/gizi ibu hamil, e) pertumbuhan anak, f) kesehatan anak, g)

pengetahuan tentang pengasuhan anak. Kategori pengetahuan gizi bisa

dibagi dalam 3 kelompok yaitu baik, sedang, kurang. Cara pengkategorian

dilakukan dengan cut off points dari skor yang sudah dijadikan persen, yaitu

baik dengan skor >80% jawaban benar, sedang dengan skor 60-80%

jawaban benar, dan kurang dengan skor < 60% jawaban benar

(Khomsan,2004).

Hasil penelitian Syahbudin (2002) di puskesmas Munjul Kecamatan

Majalengka mengatakan bahwa meskipun pengetahuan ibu bukan

merupakan faktor penyebab langsung terjadinya gizi kurang namun terbukti

bahwa pengetahuan ibu tentang gizi ada hubungan bermakna dengan

terjadinya gizi kurang pada balita. Hasil penelitian Mulyaningsih (2007) di

Kecamatan Cilincing Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa terdapat

kecenderungan proporsi ibu yang mempunyai pengetahuan kurang memiliki

anak gizi kurang lebih tinggi yaitu 36,1% dibanding ibu yang memiliki

pengetahuan baik (28,6%).

2.2.5 Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan suatu proses penyampaian bahan materi

pendidikan kepada sasaran pendidikan guna perubahan tingkah laku. Hasil

Page 45: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

30

pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau

perilakunya. (Notoatmodjo,2007). Menurut Depdiknas (2001), pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.

Latar belakang pendidikan orang tua baik kepala keluarga maupun istri

merupakan salah satu unsur penting dalam hal ikut menetukan keadaan gizi

anak. Hubungan positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan

gizi telah banyak diungkapkan oleh para peneliti. Pada masyarakat dengan

rata-rata pendidikan rendah, menunjukkan prevalensi gizi kurang yang

tinggi dan sebaliknya pada masyarakat yang tingkat pendidikannya cukup

tinggi prevalensi gizi kurangnya rendah (Abunain, 1998 dalam Soekirman,

2000).

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah suatu proses

penyampaian bahan, materi pendidikan kepada sasaran pendidikan guna

perubahan tingkah laku. Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan

kemampuan, penampilan atau perilakunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa

makin tinggi tingkat pendidikan, maka makin banyak pengalaman atau

informasi yang diperoleh. Ibu yang berpendidikan rendah biasanya apatis

terhadap hal-hal baru, sehingga merupakan kendala besar untuk

meningkatkan kesehatannya. Pendidikan yang rendah juga berpengaruh

kepada pola konsumsi gizi keluarga sehingga mempengaruhi berat lahir dan

kematian neonatal (Ronoatmodjo,1996 dalam Mahliawati, 2010).

Page 46: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

31

Pendidikan bertujuan memberikan pengetahuan kepada keluarga,

khususnya kaum perempuan tentang gizi seimbang, memantau berat badan

balita, pengasuhan balita yang benar, serta mendorong pola hidup sehat

lainnya (Soekirman dalam Siswono, 2007).

Rendahnya pendidikan orangtua khususnya ibu merupakan penyebab

mendasar terpenting yang mempengaruhi tingkat kemampuan individu,

keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk

mendapatkan kecukupan bahan makanan serta sejauh mana sarana

pelayanan kesehatan gizi dan sanitasi lingkungan yang tersedia

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya (Depkes RI, 2005).

Pendidikan ibu menjadi dasar yang penting bagi keluarga karena dengan

semakin tinggi pendidikan maka lebih memudahkan untuk beradaptasi

dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi dan mempengaruhi pula

produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Pendidikan baik secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi pengetahuan gizi (Surbakti, 1989).

Hal ini terlihat dari pengetahuan ibu tentang memilih bahan makanan yang

bernilai gizi baik dan tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam

pengolahan sangat mempengaruhi status gizi balita (Khumaidi, 1994).

Menurut Hidayat (1989), tingkat pendidikan akan mempengaruhi

konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan. Orang yang

berpendidikan lebih tinggi akan cenderung memilih bahan makanan yang

lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Makin tinggi pendidikan orang

tua makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 2000).

Page 47: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

32

Faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang meraka peroleh

(Apriadji,1986 dalam Nuraeni, 2008). Setiap kenaikan satu tahun

pendidikan ibu mempunyai efek proteksi memperkecil risiko terjadinya

KEP pada balita sebesar 0,89 kali. Pendidikan ibu merupakan faktor tidak

langsung yang mempengaruhi status gizi (Amos,2000).

Hasil penelitian Mulyaningsih (2007) di Kecamatan Cililin Kabupaten

Bandung bahwa terdapat kecenderungan pada ibu yang berpendidikan

rendah mempunyai anak dengan status gizi kurang lebih tinggi (33,7%)

dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi dengan anak gizi kurang

(28,6%) dan terdapat kecenderungan positif antara pendidikan ibu dengan

asupan protein. Sedangkan menurut hasil penelitian Riyadi, dkk (2011) di

wilayah Nusa Tenggara Timur, menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang

relative tinggi dapat meningkatkan pengetahuan gizi serta praktek gizi dan

kesehatan, yang secara tidak langsung memperbaiki kebiasaan makan anak,

yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi energi dan protein balita.

Semakin tinggi pendidikan ibu diikuti oleh semakin mudahnya akses ibu

untuk memperoleh informasi gizi dan kesehatan, sehingga berhubungan

positif terhadap peningkatan konsumsi energi dan protein balita.

Tingkat pendidikan dan intelegensi ibu yang tinggi dapat bertindak

sebagai faktor protektif yang mengurangi keadaan gizi kurang dalam awal

usia anak-anak terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, kondisi gizi yang

sama cenderung menimbulkan efek yang lebih buruk terhadap

Page 48: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

33

perkembangan anak jika ibunya buta huruf atau mempunyai pendidikan

yang rendah (Gibney JM, 2009).

Pada penelitian Fikar (2003) di Padang, menunjukkan terdapat hubungan

yang bermakna antara pendidikan ibu dengan KEP pada anak dimana ibu

yang berpendidikan rendah berisiko KEP pada anaknya 4,07 kali lebih besar

dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (p<0,05; 95%CI; 2,262-

7,308).

Pendidikan ibu dapat memperbaiki cara penggunaan sumber daya

keluarga dan memberi dampak positif terhadap taraf gizi keluarga.

Pendidikan ibu akan menentukan pemilihan bahan makanan yang

dikonsumsi. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi lebih sedikit dipengaruhi

oleh praktek-praktek tradisional yang merugikan kualitas dan kuantitas

makanan untuk dikonsumsi keluarga setiap harinya (Schultz et.al, 1984

dalam Ichwanudin,2002).

Selanjutnya rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan rendahnya

pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan pada pengasuh demi

perkembangan optimal anak (Mutmainah, 1996). Hal ini terlihat dari

pengetahuan ibu tentang memilih bahan makanan yang bernilai gizi baik

dan tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan sangat

mempengaruhi status gizi balita (Khumaidi, 1994). Menurut Jus‟at (1992)

dalam Handayani (2012), bahwa tingkat pendidikan ibu sangat berperan

terhadap pola asuh anak, alokasi masukan zat gizi serta utilisasi informasi

lainnya dan sekaligus menggambarkan tingkat ekonomi rumah tangga.

Page 49: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

34

Menurut Owor, dkk (2000) dalam (Nasekhah 2010) menemukan bahwa

meskipun tinggi tingkat pendidikan ibu di Nigeria, anak-anak mereka

memiliki kecenderungan menderita kurang energi dan protein. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi pendidikan ibu, kesempatan untuk

meningkatkan status sosial ekonomi juga semakin tinggi, oleh karena itu

mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengasuh anak dan mereka

memilih tempat penitipan anak.

Teori yang diungkapkan Rodriguez (2004), bahwa salah satu faktor yang

menentukan perilaku makan adalah pendidikan. Pendidikan dapat

menentukan mudah tidaknya seseorang menerima nasehat atau pesan-pesan

gizi sehingga dalam memberikan penyuluhan terhadap seseorang rharus

memperhatikan pendidikannya. Menurut Soekidjo (2007), selain itu unsur

pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak diantaranya

kebiasaan makan. Sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek

atau pengasuhnya yang juga miskin dan tidak berpendidikan.

Pendidikan ibu menjadi dasar yang penting bagi keluarga karena dengan

semakin tinggi pendidikan maka lebih memudahkan untuk beradaptasi

dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi dan mempengaruhi pula

produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Pendidikan baik secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi pengetahuan gizi (Surbakti, 1989).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kandun, dkk (1988) yang

mendapatkan sebesar 95,9% balita tidak naik berat badannya mempunyai

ibu yang berpendidikan SD ke bawah. Kartono,dkk (1993) mendapatkan

Page 50: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

35

hasil yang sama dengan penelitian Kandun yaitu tingkat pendidikan ibu

berpengaruh terhadap kenaikan berat badan balita. Semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu, cenderung mempunyai balita yang berat badannya naik.

2.2.6 Ketersediaan Pangan

Asupan zat gizi (energi dan protein) dipengaruhi oleh ketersediaan

pangan ditingkat keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi

setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes RI, 2002). Kemampuan

keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar

kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri serta tingkat

pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan (Apriadji, 1986). Sedangkan

menurut Setiyabudi (2007), setiap keluarga diharapkan mampu untuk

memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang

cukup baik maupun mutu gizinya.

2.2.7 Besar Keluarga

Urutan kelahiran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada

pola pertumbuhan anak dan balita dalam satu keluarga. Anak yang terlalu

banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa

menciptakan suasana tenang didalam rumah. Lingkungan keluarga yang

selalu ribut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan ini secara langsung

akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlalu peka

terhadap suasana yang kurang mengenakan, dan jika pendapatan keluarga

hanya pas-pasan sedangkan jumlah anggota keluarga banyak maka

pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang terjamin,

Page 51: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

36

maka keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya

hampir tidak pernah tercukupi dengan demikian penyakitpun terus

mengintai (Apriadji, 1996). Berg (1986) dalam Reno (2008), menunjukkan

bahwa rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar memiliki

resiko kelaparan empat kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki

anggota keluarga kecil, dan beresiko pula mengalami gizi kurang sebanyak

lima kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki anggota keluarga

kecil. Jumlah anggota keluarga yang besar akan mempengaruhi distribusi

makanan terhadap anggota keluarga, terutama pada anggota keluarga miskin

yang terbatas kemampuannya dalam penyediaan makanan, sehingga akan

beresiko terhadap gizi kurang.

Sedangkan menurut Amos (2000), menyatakan bahwa ada hubungan

antara jumlah anak dengan status gizi. Semakin banyak jumlah anak maka

semakin besar risiko menderita kurang energi protein (KEP). Menurut

Suhendri (2009), jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan

social ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan

kasih sayang yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu

dekat.

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata

pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka

yang sangat miskin, akan lebih mudah memahami kebutuhan makanannya

jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia

untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk mencegah gangguan

Page 52: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

37

gizi pada keluarga yang besar tersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu

keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh

anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh

oleh kekurangan pangan. Tahun –tahun awal masa kanak-kanak yang

biasanya meliputi 1-6 tahun, adalah yang paling rawan. Kurang energi

protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarga lebih kecil

(Suhardjo, 2003).

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang

diterapkan orangtua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka

ada kecenderungan bahwa orangtua tidak begitu menerapkan pola

pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya

terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya (Sofia, 2009 dalam

Suparyanto, 2010).

Jumlah anggota keluarga dan banyaknya balita dalam keluarga akan

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi

makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar

dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan

anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang energi dan protein.

(Berg, Alan, 1973 dalam Syahbudin, 2002).

Menurut Jalal dan Soekirman (1990), bahwa terdapat hubungan antara

asupan gizi balita dengan pendapatan keluarga berdasarkan perbedaan

jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi pendapatan dan semakin rendah

jumlah anggota keluarga maka semakin baik jumlah asupan makanan yang

Page 53: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

38

diterima balita. Menurut Berg (1986), kemungkinan kelaparan pada rumah

tangga yang mempunyai anggota banyak empat kali lebih besar

dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai anggota sedikit,

sedangkan anak-anak yang hidup pada rumah tangga yang mempunyai

anggota banyak mempunyai kemungkinan lima kali lebih besar disbanding

dengan rumah tangga yang mempunyai jumlah anggota keluarga sedikit.

Jumlah anggota keluarga dan jumlah balita dalam keluarga akan

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi

makanan dalam keluarga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar

dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan

anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang asupan energi dan

protein.

Sayogyo (1986) dalam Hatril (2001) mengemukakan bahwa jumlah

keluarga memiliki kaitan dengan banyaknya individu yang dipenuhi

kebutuhan gizinya. Kualitas dan kuantitas makanan yang bergizi yang harus

disediakan keluarga akan semakin meningkat dan bervariasi dengan

komposisi rumah tangga. Apabila pembagian untuk masing-masing anggota

keluarga tidak baik, maka akan terjadi persaingan dalam konsumsi makanan

sehingga balita akan mudah tersisih dan memperoleh bagian yang kecil dan

tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuhnya untuk tumbuh dan berkembang.

Menurut Mursalin (1993) dalam Nasekhah (2010) menyatakan bahwa

konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah keluarga. Keluarga dengan

banyak anak dan jarak kehamilan antar anak yang amat dekat akan

Page 54: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

39

menimbulkan lebih banyak masalah. Dalam acara makan bersama seringkali

anak-anak yang lebih kecil akan mendapatkan jatah makan yang kurang

mencukupi karena kalah dengan kakanya yang makannya lebih cepat dan

dengan porsi sekali suap yang lebih besar pula. Jika pendapatan keluarga

hanya pas-pasan sedangkan anak banyak maka pemerataan dan kecukupan

makanan didalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa disebut

keluarga rawan gizi, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah

tercukupi (Pudjiadi, 1986).

2.2.8 Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kuantitas

dan kualitas makanan. Ada hubungan yang erat antara pendapatan yang

meningkat dan gizi yang didorong oleh pengaruh menguntungkan dari

pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga

lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi.

Rendahnya pendapatan orang-orang miskin dan lemahnya daya beli

memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu

yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif terutama untuk anak-anak

mereka (Suhardjo, 1989 dalam Nuraeni 2008). Pendapatan keluarga

merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi keluarga. Makin

rendah pendapatan keluarga, makin besar peluang keluarga tersebut

mempunyai balita yang berstatus gizi kurang. Bayi dan anak-anak balita

adalah kelompok yang sangat sensitive terhadap kualitas konsumsi pangan

keluarga (Tabor,dkk, 2000 dalam Ichawanuddin, 2002).

Page 55: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

40

Banyak faktor yang turut berperan dalam menentukan besar kecilnya

pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan keluarga turut berpengaruh

terhadap kejadian KEP pada anak balita. Tingkat pendapatan keluarga

secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi makan keluarga.

Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli

pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dan sebaliknya

(Mudanijah, 2004).

Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat

memenuhi kebutuhan makanannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin, karena

dengan uang yang terbatas itu tidak akan banyak pilihan (Apriadji, 1986

dalam Lupiana, 2010).

2.2.9 Pola Asuh Gizi Balita

Menurut Marian (2000) dalam Prahesti (2001), pola asuh gizi adalah

praktek rumah tangga yang di wujudkan dengan tersedianya pangan dan

perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan balita.

Pola asuh merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh

dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan social,

berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya

dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih

sayang. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik

Page 56: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

41

di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan

perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan anak. (Zeitlin dalam WNPG VII, 2000).

Sedangkan aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan

perlindungan bagi ibu, praktik menyusui, pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI), penyiapan makanan, kebersihan diri, dan sanitasi

lingkungan, praktik kesehatan dirumah, dan pola pencarian pelayanan

kesehatan (Zeitlin dalam WNPG VII, 2000).

2.2.10 Penyakit Infeksi

Hubungan antara gizi kurang dan penyakit infeksi sangat kompleks.

Disatu sisi kekebalan tubuh terhadap infeksi akan berkurang apabila anak

menderita gizi kurang. Contohnya adalah anak yang gizi kurang selanjutnya

dapat menderita penyakit pneumonia atau penyakit infeksi lainnya,

sedangkan disisi lain penyakit infeksi sangat mempengaruhi status gizi anak

(waterlow,1992).

Penyakit infeksi dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan sehingga

terjadi kekurangan gizi secara langsung. Pada anak umur 12-36 bulan

khususnya mempunyai resiko penyakit infeksi seperti gastroenteritis dan

campak (WHO,2000). Hubungan yang sangat kuat antara malnutrisi dan

kematian anak balita dikarenakan anak menderita gizi kurang disertai

dengan penyakit infeksi. Beberapa penyakit yang menyebabkan terjadinya

malnutrisi adalah penyakit diare, campak, ISPA, malaria,dll

(Schroeder,2001). Menurut Unicef (1998), anak yang mendapat makanan

Page 57: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

42

yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya akan

menderita kurang gizi.

Penyakit infeksi dapat memberi dampak terhadap status gizi dan penyakit

infeksi juga dapat diwakili oleh status gizi kurang. Penyebab utama KEP

pada balita bukan hanya karena kurang pangan namun juga disebabkan

penyakit infeksi yang berulang-ulang menimpa anak balita tersebut.

Penyakit infeksi mengganggu metabolism, membuat ketidakseimbangan

hormon dan mengganggu fungsi imunitas (Utomo.B, 1998 dalam Lupiana,

2010).

Infeksi dan malnutrisi merupakan hubungan dua arah. Infeksi

mempengaruhi kurang gizi melalui berkurangnya intake makanan dan

absorbs pada usus halus, meningkatnya katabolisme dan berkurangnya zat

gizi yang diperlukan untuk pembentukan jaringan dan pertumbuhan. Disisi

lain malnutrisi dapat menjadi predisposisi terjadinya infeksi karena

mempunyai dampak negative terhadap perlindungan tubuh melalui kulit dan

membran selaput lendir dan melalui fungsi kekebalan tubuh (Scrimshaw,

Taylor dan Gordon, 1968 dalam Fikar, 2003).

Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak adalah diare, ISPA,

dan campak. Diare dapat menyebabkan anak tidak nafsu makan sehingga

terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk kedalam

tubuhnya, yang dapat berakibat gizi kurang. Anak yang menderita diare

mengalami penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi dan

Page 58: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

43

elektrolit. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada anak gizi

kurang merupakan risiko kematian (Depkes, 1997 dalam Lupiana, 2010).

Anak yang menderita diare berulang dengan masa kesakitan yang lebih

lama akan mempunyai berat badan lebih rendah daripada yang tidak pernah

diare. Diare yang berulang-ulang akan menyebabkan anak menderita KEP

dan keadaan ini bisa berakibat pada tingginya morbiditas dan mortalitas

(Depkes RI, 2001).

2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori diperoleh dari berbagai sumber sesuai dengan tinjauan pustaka

seperti yang terlihat pada gambar 2.4:

Gambar 2.4

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Modifikasi Apriadji (1986), Call dan Levinson (1871) dalam Supariasa (2001), Elizabeth dan

Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989).

Umur Balita

KONSUMSI ENERGI

DAN PROTEIN

ketersediaan

pangan

Sosial Budaya

Daya beli

Pengetahuan

gizi

Penyakit infeksi

Pendidikan Ibu

Umur Ibu

Tingkat Ekonomi

Keluarga

Pekerjaan Ibu

Jumlah Keluarga

Page 59: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

44

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan pedoman untuk penelitian dan merupakan model

yang menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,

dimana masing-masing variabel tersebut akan dioperasionalkan dan diukur oleh

peneliti. Variabel dependen yang akan diteliti yaitu asupan energi dan protein.

Sedangkan dalam penentuan variabel- variabel independen sebagai faktor yang

mempengaruhi asupan energi dan protein pada balita, peneliti memilih variabel umur

balita, umur ibu balita, status bekerja ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu

dan pendapatan keluarga.

Beberapa variabel lain yang terdapat dalam kerangka teori seperti pengetahuan

gizi ibu, ketersediaaan bahan makanan, sosial budaya, daya beli dan penyakit infeksi

tidak diikut sertakan karena variabel ketersediaan bahan makanan dan daya beli

sudah terwakili oleh variabel pendapatan keluarga. Selain itu pada penelitian

RISKESDAS 2010 ini variabel yang tersedia terbatas.

Kerangka konsep Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah

Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:

Page 60: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

45

Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian

Umur ibu balita

Jumlah anggota keluarga

Asupan Energi & Protein pada

Balita

Umur balita

Pendidikan ibu

Tingkat ekonomi keluarga

Status bekerja ibu

Page 61: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

46

46

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

No. Variabel Definisi Cara

Ukur Alat Ukur

Hasil ukur Skala

1.

Asupan

energi dan

protein

Konsumsi pangan balita yang

mengandung energi dan protein

yang tercatat pada saat recall

24jam oleh petugas

(Depkes, 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuesioner

RKD10 B9

(konsumsi

makan

balita)

0. Kurang (konsumsi

energi <70% AKG dan

protein <80% AKG

2004)

1. Cukup (konsumsi

energi ≥70% AKG dan

protein ≥80% AKG

2004)

(Depkes, 2011)

Ordinal

2. Umur ibu Masa hidup ibu balita dalam

tahun dengan pembulatan

kebawah atau umur pada waktu

ulang tahun terakhir.

(Depkes, 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuesioner

RKD10

B4K7 (ibu) Umur ibu balita dalam

tahun

Rasio

3. Umur

balita

Masa hidup balita dalam bulan

dengan pembulatan kebawah atau

umur pada waktu ulang tahun

terakhir.

(Depkes, 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuesioner

RKD10

B4K7

(balita)

Umur balita dalam bulan

Rasio

Page 62: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

47

47

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala

4. pendidikan

ibu

Tingkat pendidikan formal

yang pernah dicapai ibu

balita tersebut.

(Depkes, 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuesioner

RKD10 B4K8

(ibu)

0. Rendah, jika pendidikan ibu

paling tinggi tamat SMP

1. Tinggi, jika pendidikan ibu

tamat SMA atau lebih

(Firdaus, 2003)

Ordinal

5. Tingkat

ekonomi

keluarga

Pengeluaran rumah tangga

yang terdiri dari

pengeluaran pangan dan non

pangan dalam rumah

tangga. (BPS, 2007)

Kuisioner

Susenas 2010

Kuisioner

RKD10 B7.B.

K25

0. Rendah: Kuintil 1 s/d 2

1. Tinggi: Kuintil 3 s/d 5

(BPS, 2007)

Ordinal

6. Jumlah

anggota

keluarga

Banyaknya anggota rumah

tangga yang tinggal dan

hidup bersama dalam satu

rumah

(Depkes, 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuesioner

RKD10 B2K2 0. Besar: ≥ 4 orang

1. Kecil: <4 orang

(BKKBN, 1998 dalam Albugis,

2008)

Ordinal

7. Status

bekerja ibu

Status bekerja atau tidak

bekerja yang dilakukan oleh

ibu balita untuk mendapat

penghasilan saat dilakukan

penelitian riskesdas 2010.

(Depkes 2011)

Angket

riskesdas

2010

Kuisioner

RKD10 B4K9

(ibu)

0. Bekerja (sekolah, swasta, PNS,

TNI, Pedagang, Buruh)

1. Tidak bekerja (termasuk sedang

mencari pekerjaan,

mempersiapkan suatu usaha, atau

sudah mempunyai pekerjaan

tetapi belum mulai bekerja)

(Depkes 2011)

Ordinal

Page 63: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

48

3.3 HIPOTESIS

3.3.1. Ada hubungan antara umur ibu balita terhadap asupan energi dan protein

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010

3.3.2 Ada hubungan antara umur balita terhadap asupan energi dan protein balita

di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010

3.3.3 Ada hubungan antara pendidikan ibu terhadap asupan energi dan protein

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010

3.3.4 Ada hubungan antara status bekerja ibu terhadap asupan energi dan protein

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas 2010

3.3.5 Ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga terhadap asupan energi dan

protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas

2010

3.3.6 Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga terhadap asupan energi dan

protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat menurut data riskesdas

2010

Page 64: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

49

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi potong

lintang (cross sectional), dimana dilakukan pengukuran variabel dependen dan

independen pada saat yang sama. Studi ini menggunakan data sekunder yaitu dengan

menganalisis data dari penelitian “Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 di

wilayah Indonesia” yang dilakukan oleh Balitbang Kementerian Kesehatan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dalam data sekunder ini dilakukan di bagian Managemen Data

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan berdasarkan data Riskesdas (Riset

Kesehatan Dasar) 2010 di Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Penelitian ini

dilakukan pada Mei sampai dengan Desember 2012.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah Indonesia

Timur dan Wilayah Indonesia Barat tahun 2010 yang berusia 12- 59 bulan

yang berjumlah 2.143.255 jiwa di wilayah Indonesia Timur dan 13.951.896

jiwa di wilayah Indonesia Barat (BPS, 2011).

4.3.2 Kecukupan Data

Sampel untuk Riskesdas 2010 adalah rumah tangga terpilih berdasarkan

listing sensus penduduk (SP) 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan

BPS dengan two stage sampling, sama dengan metode pengambilan sampel

Page 65: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

50

(BS) yang telah dikumpulkan SP 2010. Secara nasional jumlah sampel yang

dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah 2800 BS dengan 70.000 rumah

tangga. Dari setiap BS terpilih kemudian 25 (dua puluh lima) rumah tangga

secara acak sederhana (simple random sampling), pemilihan dilakukan oleh

penanggung jawab tehnis kabupaten yang sudah terlatih.

Jumlah data yang tersedia untuk balita usia 12-47 bulan sebanyak 10.539

individu di wilayah Indonesia Barat dan 2.660 individu di wilayah Indonesia

Timur, dan setelah dilakukan proses cleaning data, jumlah data balita tetap

sama.

Untuk kepentingan analisis penelitian, maka perhitungan sampel minimal

disesuaikan dengan rumus uji yang akan digunakan yaitu rumus uji hipotesis

beda dua proporsi (two-tail) (Ariawan,1998) sebagai berikut:

[ Z 1-α/2 √ 2P(1-P ) + Z

1-β √P1(1-P1) + P2(1-P2)]

2

n = X deff

(P1 - P2)2

Keterangan : n = Jumlah sampel penelitian

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan, 5%

Z1-β = Kekuatan Uji, 95%

P1 = Proporsi penelitian sebelumnya (balita yang memiliki

asupan energi kurang dan ibu bekerja), Hermansyah (2010)

; P1 = 63,2 % = 0,63

Page 66: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

51

P2 = Proporsi perbandingan penelitian sebelumnya (balita

yang memiliki asupan energi kurang dan ibu tidak

bekerja), Hermansyah (2010): P2 = 54,8% = 0,55

P = Rata-rata pada populasi

Berdasarkan rumus diatas, didapatkan jumlah sampel minimal yang

dibutuhkan yaitu 980, dikalikan dengan disain efek (dua) 2, maka jumlah

sampel yang dibutuhkan 1960 orang. Untuk menghindari drop out atau

missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah

sampel yang didapat sehingga jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak

2156 orang. Jumlah sampel minimal ini digunakan oleh peneliti untuk menilai

kecukupan dan melihat apakah jumlah sampel tersebut memenuhi syarat

untuk dilakukan uji hipotesis. Adapun jumlah sampel yang dianalisis

berjumlah 10.478 individu untuk wilayah Barat dan 2.636 individu untuk

wilayah Indonesia Timur. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jumlah sampel

yang didapatkan sudah memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis.

Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji

untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan antara dua

variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji

menggunakan rumus di atas didapatkan didapatkan hasil Z 1-β adalah 95%.

P = P1+P2

P2

Page 67: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

52

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner riskesdas yang

digunakan untuk mengumpulkan data Determinan asupan energi dan protein di

wilayah Indonesia barat dan timur tahun 2010. Dalam penelitian ini variabel

independen meliputi variabel umur balita, umur ibu, pendidikan ibu, status bekerja

ibu, tingkat ekonomi keluarga, jumlah keluarga. Pengukuran data variabel ini

berdasarkan data riskesdas 2010. Uraian dan tabelnya sebagai berikut:

Tabel 4.1

Daftar variabel dan kuisioner dalam riskesdas 2010

No Variabel Keterangan kuisioner

1. Umur balita Kuisioner rumah tangga (B4K7BLN)

2. Asupan energi dan protein Kuesioner RKD10 B8 (1)

3. Pendidikan ibu Kuesioner RKD10 B4K8 (ibu)

4. Umur ibu Kuisioner RKD07 B4K7THN-IBU

5. Status bekerja ibu Kuisioner RKD10 B4K9 (ibu)

6. Tingkat ekonomi keluarga

Kuisioner RKD10 B7.B. K25

7. Jumlah anggota keluarga

Kuesioner RKD10 B2R2

Sumber : Depkes RI, 2011

Keterangan:

B= Blok K= Kolom H=Kode Kuisioner Anggota Rumah Tangga

4.4.1 Asupan Energi dan Protein

Pada riskesdas 2010, Asupan energi dan protein diperoleh dari recall

24jam sebelum dilakukan wawancara. Asupan energi dan protein dibandingkan

Page 68: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

53

dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Asupan dikategorikan kurang

jika energi <70% AKG dan protein <80% AKG dan cukup jika energi > 70%

AKG dan protein >80% AKG (WKNPG, 2004).

4.4.2 Umur Balita

Pada Riskesdas 2010, variabel umur balita dihitung dalam bulan yaitu 12-

59 bulan. Maka dalam penelitian ini, umur balita yang diteliti menggunakan

data numeric berdasarkan bulan.

4.4.3 Umur Ibu

Pada Riskesdas 2010, variabel umur ibu dihitung dalam tahun kalender

masehi dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang

terakhir. Seperti berikut ini:

1. Jika umur > 97 tahun dicatat 97 tahun.

2. Jika umur responden 27 tahun 9 bulan, dicatat 27 tahun.

3. Jika responden tidak tahu pasti umurnya meskipun telah dilakukan probing

atau penyelidikan, dicatat 99.

Dalam penelitian ini, variabel umur ibu balita (tahun) diukur berdasarkan

tahun lahir, yaitu pada waktu ulang tahun terakhir.

4.4.4 Status bekerja ibu

Pada Riskesdas 2010, variabel pekerjaan khusus ditanyakan kepada ibu

balita yaitu dengan menanyakan pekerjaan utama responden, yaitu adalah

pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang

memberikan penghasilan terbesar. Setelah itu, jawaban responden diisi sesuai

dengan kode jawaban, yaitu:

Page 69: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

54

Tabel 4.2

Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2010

Kode Keterangan

1. Tidak bekerja, termasuk sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan

suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai

bekerja.

2. Sekolah, yaitu kegiatan bersekolah di sekolah formal baik pada

pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi yang

di bawah pengawasan Depdiknas, Departemen lain maupun swasta.

3. Mengurus Rumah Tangga, yaitu kegiatan mengurus atau membantu

mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji.

4. TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat, angkatan

laut, angkatan udara dan kepolisian.

5. Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai

pegawai negeri sipil.

6. Pegawai BUMN yaitu pegawai pemerintah yang non PNS misalnya

pegawai Telkom, PLN, PTKA.

7. Pegawai swasta yaitu pekerja yang bekerja pada perusahaan swasta.

8. Wiraswasta/pedagang, yaitu orang yang melakukan usaha dengan

modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar atau eceran.

9. Pelayanan jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan

mendapatkan imbalan atas pekerjaannya. Misalnya jasa transportasi

seperti sopir taksi, ojek.

10. Petani, yaitu pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan

yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.

11. Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau pengumpulan

hasil laut (misalnya ikan).

12. Buruh, yaitu pekerja yang mendapat upah dalam mengolah

pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat

angkut, buruh pekerja).

13. Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s.d 12. Sumber: Depkes, 2010

4.4.5 Pendidikan Ibu

Pada Riskesdas 2010, variabel pendidikan khusus ditanyakan kepada ibu

balita yaitu sampai saat Riskesdas dilakukan. Jawaban responden diisi

sesuai dengan kode jawaban, yaitu:

Page 70: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

55

Tabel 4.3

Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2010

Kode Keterangan

1 Tidak pernah sekolah, termasuk di dalamnya adalah yang belum

sekolah karena belum mencapai usia sekolah.

2 Tidak tamat SD, termasuk tidak tamat Madrasah Ibtidaiyah (MI).

3 Tamat SD, termasuk tamat Madrasah Ibtidaiyah/ Paket A dan

tidak tamat SLTP/ MTs.

4 Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah Tsanawiyah (MTs)/ Paket B

dan tidak tamat SLTA/ MA.

5 Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/ Paket C, D1,

D3, mahasiswa drop-out.

6 Tamat Perguruan Tinggi, termasuk tamat Strata-1, Strata-2 dan

Strata-3.

Sumber: Depkes, 2010

Dalam penelitian ini, variabel pendidikan dikategorikan menjadi

tingkat pendidikan rendah jika tamat sampai SMP, dan tinggi: jika tamat

SMA sampai tingkat lebih tinggi (Firdaus, 2003).

4.4.6 Jumlah anggota Keluarga

Pada Riskesdas 2010 jumlah anggota keluarga dihitung berdasarkan

banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang bertempat tinggal di rumah

tangga (RT) tersebut, baik yang berada di rumah tangga pada waktu

pencacahan maupun sementara tidak ada (termasuk kepala rumah tangga).

ART yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan ART yang bepergian

kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah

tangga 6 bulan atau lebih tidak termasuk sebagai ART. Orang yang telah

tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih atau yang telah tinggal di rumah

tangga kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di rumah tangga tersebut 6

bulan atau lebih termasuk sebagai ART. Pembantu rumah tangga, sopir,

Page 71: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

56

tukang kebun yang tinggal dan makan di rumah majikannya dianggap sebagai

ART majikannya.

Pada penelitian ini data variabel jumlah anggota keluarga dikategorikan

menjadi dua yaitu keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (≤ 4 orang)

(BKKBN, 1992 dalam Hidayati, 2004).

4.4.7 Tingkat Ekonomi Keluarga

Pada Riskesdas (2010), Tingkat ekonomi keluarga ditentukan berdasarkan

pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran pangan dan non

pangan dalam rumah tangga digolongkan menjadi beberapa tingkatan berupa

5 kuintil yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Nasional.

4.4.8 Pembagian Wilayah

Pembagian wilayah pada penelitian ini di bagi menjadi 2 wilayah, yaitu

Wilayah Indonesia Timur dan Wilayah Indonesia Barat. Wilayah Indonesia

Timur terbagi menjadi 12 Propinsi (Sulawesi utara, Sulawesi selatan, sulawesi

tenggara, sulawesi barat, Sulawesi tengah, nusa tenggara barat, nusa tenggara

timur, gorontalo, Maluku, Maluku utara, Papua, Papua Barat) dan Indonesa

Barat terbagi menjadi 21 propinsi (Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau,

Bengkulu, NAD, Jambi, Lampung, Banten, Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa

Barat, DI Yogyakarta, Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan

Sumatera Barat) (GBHN, 1993).

Page 72: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

57

4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputerisasi statistik dengan

melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

4.5.1 Pembersihan Data (Data Cleaning)

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak (Najmah, 2011).

Menurut Harstono (2001), disebutkan bahwa proses cleaning data dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Mengetahui missing data; dideteksi dengan cara membuat distribusi

frekuensi dari setiap variabel yang ada.

b. Mengetahui variasi data; dideteksi dengan mengeluarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel untuk melihat kesesuaian data dengan

kodenya.

c. Mengetahui konsistensi data; dideteksi dengan cara menghubungkan

antara dua variabel yang berkaitan dengan membandingkan distribusi

frekuensinya atau membuat tabel silang.

4.5.2 Transformasi Data/Recode

Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan transformasi data

berupa pengkodean ulang/recode terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan data yang diperoleh

sesuai dengan tujuan penelitian.

Page 73: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

58

4.6 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan computer, yaitu dengan

menggunakan program stata. Adapun analisis data yang digunakan adalah:

a. Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-

masing variabel dependen dan variabel independen. Variabel tersebut adalah

asupan energi dan protein balita, umur balita, umur ibu, pendidikan ibu, status

bekerja ibu, tingkat ekonomi keluarga,dan jumlah keluarga di 2 Kawasan

Wilayah yaitu Wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat.

b. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

variabel independen (umur balita, umur ibu, pendidikan ibu, status bekerja ibu,

tingkat ekonomi keluarga, dan jumlah keluarga) dengan variabel dependen

(Asupan energi dan protein) di 2 kawasan wilayah yaitu Indonesia Timur dan

Indonesia Barat. Analisis ini menggunakan dua uji, yaitu uji chi square dan T-

Test Independent, dengan Pvalue ≤ 0,05 yang artinya ada hubungan signifikan

secara statistik antara variabel independen dan dependen.

Uji Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dan kategorik. Variabel

yang termasuk pada uji Chi Square yaitu pendidikan ibu, status bekerja ibu, tingkat

ekonomi keluarga, dan jumlah keluarga yang akan dihubungkan dengan variabel asupan

energi dan protein. Untuk variabel umur balita dan umur ibu dilakukan uji T-Test

Independent terhadap variabel asupan energi dan protein jika data-datanya berdistribusi

Page 74: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

59

normal,akan tetapi jika data-datanya tidak berdistribusi normal maka akan dilakukan uji

Mean Withney.

Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen, maka

dilihat nilai Ods Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel

independen merupakan faktor protektif terhadap variabel dependen dan jika nilai OR > 1

artinya variabel independen merupakan faktor risiko terhadap variabel dependen.

Page 75: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

60

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki

17.504 pulau besar dan kecil dengan sekitar 6.000 pulau dari jumlah tersebut tidak

berpenghuni. Lima pulau besar di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Sulawesi dan Papua. Berdasarkan GBHN 1993, wilayah Indonesia dibagi menjadi

dua kawasan pembangunan yaitu Wilayah Indonesia Timur yang terdiri dari

Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dan

Wilayah Indonesia Barat yang terdiri dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali.

Pembangunan dikawasan barat Indonesia jauh lebih maju dibandingkan di

kawasan timur Indonesia. Hal ini disebabkan konfigurasi geografis wilayah kawasan

timur Indonesia yang menjadi salah satu faktor pembatas pelaksanaan pembangunan.

Perbedaan kemajuan pembangunan antara Indonesia Timur dan Barat selain terjadi

dalam bidang pembangunan fisik dan ekonomi, juga terjadi dalam pembangunan

kualitas sumber daya manusia yang dapat diketahui dari adanya perbedaan tingkat

pencapaian MDGs. Berdasarkan penelitian Priatmodjo (2011), didapatkan bahwa

pencapaian MDGs dikawasan barat Indonesia lebih baik dibandingkan kawasan timur

Indonesia. Sebagian besar provinsi dikawasan barat Indonesia memiliki pencapaian

MDGs yang tergolong dalam klasifikasi sedang dan tidak ada satupun yang memiliki

pencapaian MDGs rendah. Sedangkan sebagian besar provinsi dikawasan timur

Indonesia memiliki pencapaian MDGs rendah.

Page 76: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

61

Penduduk Indonesia dapat dibagi secara garis besar dalam dua kelompok. Di

bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah suku Melayu, sementara di

timur adalah suku papua yang mempunyai akar di kepulauan Melanesia. Banyak

penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku

yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa,

Sunda atau Batak.

5.2 Analisis Univariat

Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing

variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun independen. Selanjutnya hasil

analisis univariat akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini:

5.2.1 Gambaran Asupan Energi dan Protein di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data asupan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai

berikut:

Grafik 5.1

Distribusi Frekuensi Asupan Energi dan Protein di Wilayah Indonesia

Timur dan Barat Tahun 2010

0%50%

100%

Asupan E&P di Timur

Asupan E&P di Barat

62.86%N=1627

37.50% N=3975

37.14%N=1009

62.50%N= 6503

Kurang

Cukup

Page 77: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

62

Berdasarkan grafik 5.1 diketahui jumlah balita dengan asupan energi dan

protein kurang dari kebutuhan minimal di Wilayah Indonesia Timur sebanyak

1627 orang (62.86%), sedangkan jumlah balita dengan asupan energi dan

protein kurang dari kebutuhan minimal di Wilayah Indonesia Barat sebanyak

3975 orang (37.50%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah balita dengan

asupan energi dan protein kurang dari kebutuhan minimal di wilayah Indonesia

Timur lebih tinggi dari wilayah Indonesia Barat.

5.2.2 Gambaran Umur Ibu Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data umur ibu

balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Umur Ibu Balita di Wilayah Indonesia Timur

dan Barat Tahun 2010

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui rata-rata umur ibu balita di Wilayah

Indonesia Timur adalah 30,42 tahun, umur minimum ibu balita adalah 12

tahun dan maksimum 50 tahun dan berada pada interval 30.12 sampai 30.71

tahun. Sedangkan rata-rata umur ibu balita di Wilayah Indonesia Barat adalah

30.37 tahun, umur minimum ibu balita adalah 15 tahun dan maksimum 50

tahun dan berada pada interval 30,23 sampai 30,51 tahun. Sehingga dapat di

simpulkan bahwa rata-rata umur ibu balita di wilayah Indonesia barat dan

Umur

ibu

Timur Barat

Mean SD Min-

Max

95% CI

Interval

Mean SD Min-

Max

95% CI

Interval

Tahun 30,42 15.055 12-50 30.12-

30.71

30.37 7.121 15-

50

30.23 -

30.51

Page 78: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

63

timur tidak berbeda jauh, namun umur minimum ibu balita di wilayah

Indonesia Timur lebih muda dari wilayah Indonesia Barat.

5.2.3 Gambaran Umur Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data umur balita

di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Umur Balita di Wilayah Indonesia Timur

dan Barat Tahun 2010

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata umur balita di Indonesia Timur

adalah 29,58 bulan, umur minimum balita adalah 12 bulan dan maksimum 59

bulan dan berada pada interval 29.18 sampai 29,98 bulan. Sedangkan rata-rata

umur balita di wilayah Indonesia Barat adalah 29,62 bulan, umur minimum

balita adalah 12 bulan dan maksimum 59 bulan dan berada pada interval 29,42

sampai 29,82 bulan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat tidak berbeda jauh.

5.2.4 Gambaran Pendidikan Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data pendidikan

ibu balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut:

Umur

Balita

Timur Barat

Mean SD Min-

Max

95% CI

Interval

Mean SD Min-

Max

95% CI

Interval

Bulan 29.58 20.390 12-59 29.18-

29.98

29.62 10.24 12-

59

29.42 –

29.82

Page 79: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

64

Grafik 5.2

Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat Tahun 2010

Berdasarkan grafik 5.2 didapatkan frekuensi ibu yang memiliki pendidikan

rendah di Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1762 orang (68,17%), sedangkan

frekuensi ibu yang memiliki pendidikan rendah di Wilayah Indonesia Barat

sebanyak 6633 orang (62,77%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa persentase

pendidikan ibu rendah di wilayah Indonesia Timur lebih tinggi dibanding

dengan wilayah Indonesia Barat.

5.2.5 Gambaran Status Bekerja Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data status

bekerja ibu balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut:

0%50%

100%

Pendidikan Ibu di Timur

Pendidikan Ibu di Barat

68.17%N=1762

62.77%N=6633

31.83%874

37.23%N=3845

Rendah

Tinggi

Page 80: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

65

Grafik 5.3

Distribusi Frekuensi Status bekerja ibu di Wilayah Indonesia Timur

dan Barat Tahun 2010

Berdasarkan grafik 5.3 didapatkan frekuensi ibu balita yang bekerja di

Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1016 orang (38.1%), sedangkan frekuensi

ibu balita yang bekerja di Wilayah Indonesia Barat sebanyak 5554 orang

(52.76%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa persentase ibu yang bekerja di

wilayah Indonesia Barat lebih banyak dibanding wilayah Indonesia Timur.

5.2.6 Gambaran Tingkat Ekonomi Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data tingkat

ekonomi keluarga balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai

berikut:

0%50%

100%

Status Bekerja Ibu di Timur

Status Bekerja Ibu di Barat

38.10%N=1016

52.72%N=5554

61.90%N=1620

47.24%N=4924

Bekerja

Tidak Bekerja

Page 81: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

66

Grafik 5.4

Distribusi Frekuensi Tingkat ekonomi keluarga di Wilayah Indonesia

Timur dan Barat Tahun 2010

Berdasarkan grafik 5.4 diketahui frekuensi balita yang memiliki tingkat

ekonomi keluarga rendah di Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1485 keluarga

(58.37%), sedangkan frekuensi balita yang memiliki tingkat ekonomi keluarga

rendah di Wilayah Indonesia Barat sebanyak 4903 orang (47,05%). Hal ini

dapat disimpulkan bahwa persentase balita yang memiliki tingkat ekonomi

keluarga rendah di wilayah Indonesia Timur lebih banyak dibanding wilayah

Indonesia Barat.

5.2.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data jumlah

keluarga balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut:

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Tingkat Ekonomi di Timur

Tingkat Ekonomi di Barat

58.37%N=1485

47.05%N=4903

41.63%N=1151

52.95%N=5575

Rendah

Tinggi

Page 82: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

67

Grafik 5.5

Distribusi Frekuensi Jumlah Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat Tahun 2010

Berdasarkan grafik 5.5 diketahui frekuensi balita yang memiliki jumlah

keluarga besar di Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1573 balita (60.1%),

sedangkan frekuensi balita yang memiliki jumlah keluarga besar di Wilayah

Indonesia Barat sebanyak 5027 orang (47.8%). Hal ini dapat disimpulkan

bahwa balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar di wilayah

Indonesia Timur lebih banyak dari wilayah Indonesia Barat.

5.3 Hubungan antara umur ibu balita dengan asupan energi dan protein pada

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara umur ibu balita dengan asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.3 berikut:

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Jumlah keluarga di Timur

Jumlah keluarga di Barat

60.10%N=1573

47.80%N=5027

39.90%N=1063

52.20%N=5451

Besar

Kecil

Page 83: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

68

Tabel 5.3

Rata-rata Umur Ibu Balita dengan Asupan Energi dan Protein Pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Umur Ibu

Asupan

E&P

TIMUR BARAT

Mean SD 95% CI

Interval

Pvalue N Mean SD 95% CI

Interval

Pvalue N

Kurang 30.35 19.154 29.98 –

30.73

0,183 1627 30.07 11.287 29.84 –

30.29

0,000 3975

Cukup 30.53 23.526 30.07 –

30.99

1009 30.55 8.572 30.38 –

30.71

6503

Berdasarkan tabel 5.3 rata-rata umur ibu balita di wilayah Indonesia Timur yang

memiliki balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 30, 35 tahun

berada pada interval 29.98 sampai 30,73 tahun dan rata-rata umur ibu balita yang

memiliki balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 30,53 tahun

berada pada interval 30,07 sampai 30,99 tahun. Dari hasil uji statistik didapatkan

nilai Pvalue sebesar 0,183 artinya pada α 5% tidak ada hubungan signifikan antara

umur ibu dengan tingkat konsumsi energi dan protein balita di Wilayah Indonesia

Timur. Sedangkan rata-rata umur ibu balita di wilayah Indonesia Barat yang memiliki

balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 30,07 tahun berada

pada interval 29.84 sampai 30,29 tahun dan rata-rata umur ibu balita yang memiliki

balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 30,55 tahun berada

pada interval 30,38 sampai 30,71 tahun. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai

Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara umur ibu

dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Barat.

Page 84: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

69

5.4 Hubungan antara umur balita dengan Asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein dapat dilihat

dalam tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4

Rata-rata Umur Balita dengan Asupan Energi dan Protein Pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Umur

balita

Asupan

E&P

TIMUR BARAT

Mean SD 95% CI

Interval

Pvalue N Mean SD 95% CI

Interval

Pvalue N

Kurang 28.19 10.322 27.65 –

28.72

0,000 1627 26.36 17.194 26.03-

26.70

0,000 3975

Cukup 31.94 9.707 31.34 –

32.55

1009 31.57 12.629 31.33-

31.82

6503

Berdasarkan tabel 5.4 pada wilayah Indonesia Timur rata-rata umur balita dengan

tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 28.19 bulan berada pada interval

27,65 sampai 28,72 bulan dan rata-rata umur balita dengan tingkat konsumsi energi

dan protein cukup adalah 31,94 bulan berada pada interval 31,34 sampai 32,55

bulan. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α

5% ada hubungan signifikan antara umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan

protein. Sedangkan di wilayah Indonesia Barat rata-rata umur balita dengan tingkat

asupan energi dan protein kurang adalah 26,36 bulan berada pada interval 26,03

sampai 26,70 bulan dan rata-rata umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan

protein cukup adalah 31,57 bulan berada pada interval 31,33 sampai 31,82 bulan.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada

hubungan signifikan antara umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein.

Page 85: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

70

5.5 Hubungan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein pada balita

di wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara pendidikan ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5

Distribusi pendidikan ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010

Pendidikan

Ibu

Timur Barat

Asupan Energi dan Protein P

Value

Asupan Energi dan Protein P

value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total

N % N % N % N % N % N %

Rendah 1225 70.24 537 29.76 1762 100 0.000 2894 43.19 3739 56.81 6633 100 0,000

Tinggi 402 47.04 472 52.96 874 100 1081 27.92 2764 72.08 3845 100

Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100

Berdasarkan tabel 5.5 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan

protein kurang pada balita dengan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 1225

orang (70,24%) dan tinggi sebanyak 402 orang (47,04%). Dari hasil uji statistik

didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan

signifikan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah

Indonesia Timur.

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,65 artinya pendidikan ibu rendah

memiliki kecenderungan 2,65 kali untuk balita memiliki asupan energi dan protein

kurang dibanding pendidikan ibu tinggi.

Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein

kurang pada balita dengan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 2919 orang

(43.19%) dan tinggi sebanyak 1082 orang (27.9%). Dari hasil uji statistik didapatkan

nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara

pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Barat.

Page 86: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

71

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,96 artinya pendidikan ibu rendah

memiliki kecenderungan 1,96 kali untuk balita mengalami kurang asupan energi dan

protein dibanding pendidikan ibu tinggi.

5.6 Hubungan antara Status Bekerja Ibu dengan asupan energi dan protein pada

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara Status Bekerja Ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada

Balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6

Distribusi Status Bekerja Ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita

di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010

Status

Bekerja

ibu

Timur Barat

Asupan Energi dan Protein P

value

Asupan Energi dan Protein P

Value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total

N % N % N % N % N % N %

Bekerja 614 60.82 402 39.18 1016 100 0.1818 2078 37.04 3476 62.96 5554 100 0,3860

Tdk

bekerja

1013 64.11 607 35.89 1620 100 1897 38.02 3027 61.98 4924 100

Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100

Berdasarkan tabel 5.6 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan

protein kurang pada balita dengan ibu yang bekerja sebanyak 614 orang (60,82%)

dan ibu yang tidak bekerja sebanyak 1013 orang (64.11%). Dari hasil uji statistik

didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,1818 artinya pada α 5% tidak ada

hubungan signifikan antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein pada

balita di wilayah Indonesia Timur.

Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein

kurang pada ibu yang bekerja sebanyak 2087 orang (37,04%) dan ibu yang tidak

bekerja sebanyak 1897 orang (38.02%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai

probabilitasnya sebesar 0,3860 artinya pada α 5% tidak ada hubungan signifikan

Page 87: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

72

antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah

Indonesia Barat.

5.7 Hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein

pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan Asupan Energi dan Protein

pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.7

berikut:

Tabel 5.7

Distribusi Tingkat ekonomi keluarga dengan Asupan Energi dan Protein pada

Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010

Tingkat

Ekonomi

Timur Barat

Asupan Energi dan Protein P

value

Asupan Energi dan Protein P

value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total

N % N % N % N % N % N %

Rendah 1076 73.29 409 26.71 1485 100 0.000 2324 46.87 2579 53.13 4903 100 0.000

Tinggi 551 48.17 600 51.77 1151 100 1651 29.17 3924 70.83 5575 100

Total 1627 62.92 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100

Berdasarkan tabel 5.7 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan

protein kurang pada balita dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 1076 orang

(73.29%) dan tingkat ekonomi tinggi sebanyak 551 orang (48.17%). Dari hasil uji

statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada

hubungan signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur.

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,97 artinya tingkat ekonomi

keluarga rendah memiliki kecenderungan 2,97 kali untuk mengalami kurang asupan

energi dan protein pada balita dibanding dengan tingkat ekonomi keluarga tinggi.

Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein

kurang pada balita dengan tingkat ekonomi keluarga rendah sebanyak 2324 orang

Page 88: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

73

(46,87%) dan asupan energi dan protein kurang pada balita dengan tingkat ekonomi

keluarga tinggi sebanyak 1651 orang (29,17%). Dari hasil uji statistik didapatkan

nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara

tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah

Indonesia Barat.

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,14 artinya tingkat pendidikan

keluarga rendah memiliki kecenderungan 2,14 kali untuk balita mengalami kurang

asupan energi dan protein dibanding tingkat ekonomi keluarga tinggi.

5.8 Hubungan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada

balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat

Hubungan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada Balita di

Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8

Distribusi Jumlah Keluarga dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita

di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010

Jumlah

Keluarga

Timur Barat

Asupan Energi dan Protein P

value

Asupan Energi dan Protein P

Value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total

N % N % N % N % N % N %

Besar 1014 65.76 559 34.24 1573 100 0.000 2022 39.85 3005 60.15 5027 100 0.000

Kecil 613 58.49 450 41.51 1063 100 1953 35.35 3498 64.65 5451 100

Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100

Berdasarkan tabel 5.8, pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan

protein kurang pada balita dengan jumlah keluarga besar sebanyak 1014 orang

(65,76%) dan asupan energi kurang pada balita dengan jumlah keluarga kecil

sebanyak 613 orang (58,49%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya

sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara jumlah keluarga

dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesa Timur.

Page 89: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

74

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,38 artinya jumlah keluarga besar

memiliki kecenderungan 1,38 kali untuk memiliki balita dengan asupan energi dan

protein kurang dibanding dengan jumlah keluarga kecil.

Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein

kurang pada balita dengan jumlah keluarga besar sebanyak 2022 orang (39,85%) dan

asupan energi dan protein kurang pada balita dengan jumlah keluarga kecil sebanyak

1953 orang (35.35%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar

0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara jumlah keluarga dengan

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Barat.

Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,21 artinya jumlah keluarga besar

memiliki kecenderungan 1,21 kali untuk balita mengalami kurang asupan energi dan

protein dibanding dengan jumlah keluarga kecil.

Page 90: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

75

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dimiliki yaitu

penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2010, dimana penelitian

tersebut tidak di disain secara langsung untuk meneliti masalah gizi namun di disain

secara langsung untuk meneliti masalah kesehatan yang diarahkan untuk

mengevaluasi indikator Millenium Development Goals (MDGs), sehingga variabel

yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada data sekunder tersebut. Hal

ini berarti data tersebut tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian ini.

Sebagai akibatnya, beberapa variabel yang diperlukan dan diduga berhubungan

dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita tidak bisa diteliti seperti seperti

pengetahuan gizi ibu, ketersediaaan bahan makanan, pola asuh, sosial budaya, daya

beli dan penyakit infeksi.

Pada penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional dimana variabel-

variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek

diobservasi sekaligus pada waktu yang sama, penelitian ini cocok sekali untuk

penelitian survei. Disain ini memiliki kekurangan seperti tidak valid untuk

meramalkan suatu kecenderungan, kesimpulan korelasi faktor risiko dengan faktor

efek paling lemah dan hubungan sebab akibat tidak tergambar dengan jelas. Selain

itu, pengukuran konsumsi pangan 24 jam terakhir, peneliti tidak dapat menjamin

keakuratan data pengukuran konsumsi pangan 24 jam terakhir karena proses

Page 91: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

76

pengambilan data dilakukan oleh banyak orang sehingga dikhawatirkan terjadi bias

dalam pengukuran konsumsi pangan.

6.2 Gambaran Asupan Energi dan Protein Balita di Wilayah Indonesia Timur dan

Barat Menurut Data Riskesdas 2010

Selama masa pertumbuhan balita memerlukan asupan energi dan protein.

Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan, perubahan

komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Robbert, et,al. 2000). Menurut

Almatsier (2003), bila konsumsi asupan energi kurang maka akan mengalami

keseimbangan negatif sehingga berat badan kurang dari seharusnya. Bila terjadi

pada bayi dan anak, maka hal ini akan menghambat pertumbuhannya.

Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Indonesia Timur dan Barat didapatkan

hasil bahwa asupan energi dan protein kurang pada balita di wilayah Indonesia

Timur 62,86%, sedangkan wilayah Indonesia Barat 37,14%. Hal ini dikarenakan

wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat konsumsi makanan yang mengandung

energi dan protein lebih sedikit, yaitu berdasarkan hasil penelitian Riyadi (2011) di

salah satu wilayah Indonesia Timur yaitu Nusa Tenggara Timur, pada pembuatan

makanan untuk anak-anak, ibu cenderung memberikan nasi jagung (tanpa lauk

pauk). Hal ini akan menyebabkan anak-anak kekurangan konsumsi protein dengan

mutu baik karena konsumsi protein hanya bertumpu pada protein nabati beras yang

kekurangan asam amino lysine.

Berbagai hasil penelitian dari aspek sosial budaya pangan yang pernah

dilakukan di wilayah Indonesia Timur seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Tenggara, Papua menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah-wilayah

Page 92: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

77

tersebut memiliki kebiasaan menggunakan pangan yang spesifik yang disesuaikan

dengan ketersediaan pangan setempat.

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006), permasalahan utama kurangnya

asupan energi dan protein adalah ketidakseimbangan antara pola konsumsi pangan

dengan penyediaan produksi/ketersediaan pangan di masyarakat. Produksi berbagai

jenis pangan tidak dapat dihasilkan setiap saat dibutuhkan. Disisi lain, konsumsi

pangan dilakukan oleh semua penduduk dan setiap saat dibutuhkan. Namun tidak

semua wilayah menghasilkan berbagai jenis pangan yang seperti yang dianjurkan

dalam pola konsumsi pangan yang ideal.

Ketidakseimbangan sebaran wilayah produksi dan pola konsumsi tersebut

antara lain menyebabkan belum tercapainya asupan energi dan protein pada balita.

Upaya peningkatan produksi padi akan mengalami kesulitan karena berbagai faktor,

diantaranya: 1). Penurunan luas baku lahan sawah, 2). Penurunan kesuburan lahan,

3). Penurunan kualitas dan luas layanan sistem irigasi, 4) lambannya adopsi

teknologi pertanian, 5). kebijakan insentif yang tidak efektif, 6). Peningkatan jumlah

petani gurem, 7). Masih tingginya kehilangan hasil (Balitbang Pertanian, 2005).

Berikut adalah data sebaran wilayah sentra produksi pangan penting di Indonesia:

Page 93: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

78

Tabel 6.1

Sebaran Wilayah Sentra Produksi Pangan Penting di Indonesia

Tahun 2006 No. Komoditas Wilayah Sentra Produksi

1. Padi Wilayah Barat: Jabar+Banten (20,7%), Jatim (17,8%), Jateng

(16,3%), Sumut (6,7%), Sumbar dan Lampung (>3%).

Wilayah Timur : Sulsel (7,1%)

2. Jagung Wilayah Barat: Jatim (36%,), Jateng (17,7%), Lampung (11,6%),

Sumut (6,9%) dan Jabar (>4%).

Wilayah Timur : Sulsel (6,5%), dan NTT (>4%).

3. Kedele Wilayah Barat :Jatim (37,9%), Jateng (20,01%), NAD (7%), Jabar

(5,4%), dan Lampung (2,2%).

Wilayah Timur : Sulsel (4,2%).

4. Kacang

Tanah Wilayah Barat: Jatim (24,4%),Jateng (21,7%), Jabar (14,8%), dan

Sumut (>3%).

Wilayah Timur: Sulsel (6,5%) dan NTB (>3%).

5. Sayuran Wilayah Barat: Jabar (36,6%), Sumut (19,6%), Jateng (15,1%), dan

Sumbar, Bengkulu, Bali (masing-masing >3%)

Wilayah Timur: Sulsel >3%

6. Buah-

buahan Wilayah Barat: Jabar (26,9%), Jatim (21,1%), Jateng (12,6%),

Sumut (5,9%), dan Sumsel, Bangka Belitung, Lampung (>3%).

Wilayah Timur: Sulsel (5,5%), dan NTT (>3%).

7. Minyak

Sawit Wilayah Barat: Sumut (39,9%), Riau (21%), Kalbar (6,1%), NAD

(6,1%) DAN Sumbar (5,4%).

8. Gula tebu Wilayah Barat: Jatim (44,1%), Lampung (33,3%), Jateng (7,5%),

Jabar (4,2%), dan Sumut (3,9%).

9. Daging Wilayah Barat:Jabar (21,1%), Jatim (15,6%), Jateng (12%), Bali

(8,1%), Jakarta (7,7%), dan Sumut (6,3%).

10. Telur Wilayah Barat: Jabar (20,8%), Jatim (15,3%), Jateng (14,2%),

Sumut (15%), dan Sumbar, Sumsel, Lampung (masing-masing

>4%).

Wilayah Timur: Sulses (>4%).

11. Hasil

Perikanan Wilayah Barat: Sumatera (27%), Jawa (25%)

Wilayah Timur: Sulawesi (18%) Sumber : Badan Pusat Statistik (2006)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa persebaran wilayah sentra produksi

pangan yang terpenting di Indonesia masih terdapat kesenjangan antara wilayah

Indonesia Timur dan Barat. Sehingga wilayah Indonesia Timur mengalami

kekurangan pangan yang dibutuhkan untuk kebutuhan tubuh karena

ketidakseimbangan pola produksi dan pola konsumsi. Terkait fakta tidak

Page 94: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

79

seimbangnya pola produksi dan pola konsumsi berbagai jenis pangan, sehingga

menempatkan pentingnya aspek distribusi pangan antar wilayah untuk menjamin

ketersediaan keanekaragaman pangan di semua wilayah di Indonesia sesuai

kebutuhan penduduk setiap saat dengan jumlah, mutu dan tempat yang tepat.

Masalah yang dihadapi dalam distribusi pangan untuk menjamin upaya pemerataan

konsumsi pangan antara lain menyangkut sarana transportasi (jalan, angkutan),

pergudangan, sarana penyimpanan dan teknologi pengolahan untuk memudahkan

distribusi pangan dari wilayah Indonesia Barat ke wilayah Indonesia Timur.

Kondisi tanah di wilayah Indonesia Timur yang secara umum bergunung dan

berbukit-bukit juga sulitnya mendapatkan air bersih atau sumber air menyebabkan

tidak semua wilayah di Indonesia Timur dapat mengembangkan usaha pertanian.

Berdasarkan hasil survey pertanian tanaman pangan dan ubinan (BPS, 2008),

didapatkan hasil bahwa luas panen padi di wilayah Indonesia Timur sebesar

1.959.953 Ha dan luas panen padi di wilayah Indonesia Barat sebesar 10.425.289

Ha. Selain itu, hasil produksi padi di wilayah Indonesia Timur sebesar 8.861.943 ton

sedangkan hasil produksi padi di wilayah Indonesia Timur sebesar 51.015.576 ton

(BPS, 2008). Dari data tersebut terlihat bahwa usaha pertanian di wilayah timur

lebih sedikit dibanding wilayah Indonesia Barat, sehingga menyebabkan

kesenjangan asupan energi dan protein antara wilayah Indonesia Timur dan wilayah

Indonesia Barat.

Page 95: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

80

6.3 Gambaran Umur Ibu Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut

Data Riskesdas 2010

Usia produktif ibu dalam masa reproduksi berperan dalam membantu

pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Usia produktif ibu berkisar 20-35 tahun.

Menurut Sediaoetama (2006), menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap

terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui

pengalaman sehari-hari diluar faktor pendidikannya. Sebagaimana nilai budaya,

pembelanjaan dan konsumsi makanan telah tergantikan dengan modernisasi. Umur

ibu dapat dijadikan indikator taraf kesehatan balitanya. Semakin tua umur ibu maka

akan semakin berpengalaman dalam merawat dan menangani masalah kesehatan

anaknya.

Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa rata-rata umur ibu balita di

Wilayah Indonesia Timur adalah 30,42 tahun, umur minimum ibu balita adalah 12

tahun dan maksimum 50 tahun dan berada pada interval 30.12 sampai 30.71 tahun.

Sedangkan rata-rata umur ibu balita di Wilayah Indonesia Barat adalah 30.37 tahun,

umur minimum ibu balita adalah 15 tahun dan maksimum 50 tahun dan berada pada

interval 30,23 sampai 30,51 tahun. Sehingga dapat di simpulkan bahwa rata-rata

umur ibu balita di wilayah Indonesia barat dan timur tidak berbeda jauh, namun

umur minimum ibu balita di wilayah Indonesia Timur lebih muda dari wilayah

Indonesia Barat.

Menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 mengenai ketentuan calon

mempelai disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur

Page 96: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

81

16 (enam belas) tahun. Dalam penjelasan pasal 7 ayat (1) UU No.1 tahun 1974 yang

menyatakan “untuk menjaga keselamatan suami istri dan keturunan, perlu ditetapkan

batas-batas umur perkawinan.

Sedangkan menurut Syafi‟I dan Hambali menetapkan bahwa usia balig untuk

anak laki-laki dan perempuan adalah 15 (lima belas) tahun, sedangkan Maliki

menetapkan 17 (tujuh belas) tahun, sementara Hanafi menetapkan usia balig pada

anak laki-laki adalah 18 (delapan belas) tahun dan anak perempuan 17 (tujuh belas)

tahun (Mugniyyah dalam Indah,2008).

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam menetapkan dasar ketentuan umur

perkawinan lebih menitik beratkan kepada pertimbangan kesehatan. Pada wilayah

Indonesia Timur terlihat bahwa umur ibu balita minimal 12 tahun. Umur yang

terlalu muda dapat menyebabkan kurangnya pola asuh ibu terhadap balita, dan

kurangnya pengetahuan ibu tentang asupan gizi yang baik untuk balita. Selain itu,

melangsungkan perkawinan pada usia muda juga dapat menimbulkan kesulitan-

kesulitan yang berkaitan dengan sosial ekonomi yang akan membawa akibat yang

cukup rumit dalam kehidupan rumah tangga.

Dari hasil uji statistik mean whitney pada wilayah Indonesia Timur didapatkan

bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur ibu dengan tingkat konsumsi

energi dan protein balita di Wilayah Indonesia Timur (Pvalue 0,183). Sedangkan

dari hasil uji statistik mean whitney pada wilayah Indonesia Barat didapatkan bahwa

ada hubungan signifikan antara umur ibu dengan asupan energi dan protein balita di

wilayah Indonesia (Pvalue 0,000).

Page 97: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

82

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan konsumsi

energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur bisa saja disebabkan

karena banyak hal lain yang ikut berperan dalam pemberian makanan yang

seimbang untuk balita, misalnya ibu yang berumur 20-35 tahun memiliki

pengetahuannya kurang sehingga bisa menyebabkan balita mengalami asupan energi

dan protein kurang. Berdasarkan analisis univariat di wilayah Indonesia Timur

didapatkan hasil bahwa pendidikan ibu rendah sebesar 68,44%. Selain itu

berdasarkan hasil tabulasi silang antara umur ibu dengan pendidikan ibu didapatkan

bahwa pendidikan ibu rendah pada ibu yang berumur 20-35 tahun lebih besar yaitu

73,3%. Pendidikan rendah cenderung memiliki pengetahuan gizi yang kurang.

Dengan pengetahuan gizi yang kurang dapat menyebabkan ibu kurang mampu

menyelenggarakan makanan yang baik dan benar.

Hal ini sesuai dengan hasil studi yang dilakukan Maden dan Yoder (1972) dalam

Sanjur (1982) menemukan adanya hubungan yang negative antara peningkatan

konsumsi protein, Riboflavin, fosfor, vitamin A dan Tiamin dengan semakin

bertambahnya umur ibu. Umur ibu secara signifikan berhubungan positif dengan

konsumsi zat gizi besi.

Ada hubungan antara umur ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Barat karena umur ibu antara 20-35 tahun memiliki kemampuan

yang sudah cukup dalam mengurus dan merawat balita. Terbentuknya kemampuan

para ibu balita di wilayah Indonesia Barat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari

diluar faktor pendidikannya, seperti informasi yang didapatkan dari media.

Page 98: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

83

Sebagaimana nilai budaya di wilayah Indonesia Barat, pembelanjaan dan konsumsi

makanan telah tergantikan dengan modernisasi.

Hal ini sesuai dengan Sanjur (1982), bahwa umur ibu berpengaruh pada tipe

pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya (Sanjur,

1982). Menurut Astuti (2004) dalam Handayani (2012), menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan balita yang memiliki

kurang energi dan protein, dimana ibu yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun mempunyai peluang 1,17 kali lebih tinggi memiliki anak balita yang

memiliki asupan energi dan protein kurang dibanding dengan ibu yang berumur 20-

35 tahun.

Selanjutnya Hurlock (1999) dalam ningsih (2008) menyatakan bahwa faktor usia

muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan

kepentingannya sendiri dari pada kepentingan anaknya. Kondisi yang demikian akan

menyebabkan kuantitas dan kualitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya,

ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima peranannya dengan sepenuh hati.

Hal sebaliknya dinyatakan oleh Sunyoto (1991) dalam Arinta (2010) bahwa

seseorang yang sudah berumur maka penerimaan terhadap hal baru akan semakin

rendah. Hal ini karena orang yang termasuk dalam golongan tua memiliki

kecenderungan selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit

menerima hal-hal yang sifatnya baru.

Penelitian Shantica (1993) di Ponorogo menyebutkan bahwa sebesar 42,6%

responden masih dipengaruhi oleh orang tua atau mertuanya dalam memberikan

Page 99: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

84

makanan pada balitanya. Kebiasaan yang turun menurun ini seringkali kurang sesuai

dengan anjuran makanan sehat bagi balita.

6.4 Gambaran Umur Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut Data

Riskesdas 2010

Umur ialah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan kebawah

atau umur pada ulang tahun terakhir (Depkes, 2008). Umur merupakan faktor gizi

internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan

status gizi balita (Apriadji, 1986).

Berdasarkan hasil analisis univariat, diketahui rata-rata umur balita di Indonesia

Timur adalah 29,58 bulan, umur minimum balita adalah 12 bulan dan maksimum 59

bulan dan berada pada interval 29.18 sampai 29,98 bulan. Sedangkan rata-rata umur

balita di wilayah Indonesia Barat adalah 29,62 bulan, umur minimum balita adalah

12 bulan dan maksimum 59 bulan dan berada pada interval 29,42 sampai 29,82

bulan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur balita di wilayah Indonesia

Timur dan Barat tidak berbeda jauh.

Umur balita merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi. Balita dengan umur

24 bulan ke atas merupakan masa peralihan antara penyusuan dan makanan dewasa

serta masa yang paling kritis karena adanya bahaya ketidakcukupan gizi dan

penyakit infeksi. Maka pada umur 6-59 bulan, penimbangan berat badan balita perlu

dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan upaya pencegahan terjadinya masalah

pertumbuhan dikemudian hari.

Menurut data riskesdas 2010 didapatkan persentase balita yang tidak menimbang

berat badan di wilayah Indonesia Timur sebesar 35,37% dan di wilayah Indonesia

Page 100: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

85

Barat sebesar 28,35%. Namun secara keseluruhan penimbangan balita pada

kelompok umur 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan,

menunjukkan ada kecenderungan semakin tinggi umur balita maka semakin tinggi

persentase balita yang tidak pernah ditimbang.

Semakin tingginya persentase balita umur 24 bulan keatas yang tidak ditimbang

berat badannya dapat disebabkan karena fasilitas yang jauh dari jangkauan, sarana

yang belum memadai, hingga kurangnya kesadaran keluarga khususnya ibu balita.

Pada umur balita sangat rentan mengalami masalah gizi terutama umur 2 tahun,

karena asupan energi dan protein pada masa ini cukup sedikit. Dalam umur ini

terjadi peningkatan berat badan yang lambat bahkan penurunan berat badan pada

beberapa anak (Jelliffe, 1969).

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji mean whitney pada wilayah Indonesia

Timur dan Barat diketahui bahwa secara signifikan ada hubungan antara umur balita

dengan asupan energi dan protein di wilayah Indonesia timur dengan Pvalue 0,000

(α ≤ 5%) dan pada wilayah Indonesia Barat juga didapatkan Pvalue 0,000 (α ≤ 5%).

Pada penelitian ini ada kecenderungan balita yang mengalami asupan energi dan

protein kurang terjadi pada umur balita yang lebih tua. Umur balita yang mengalami

asupan energi dan protein kurang adalah umur 28,23 bulan sebanyak 1644 balita

pada wilayah Indonesia Timur dan umur 26,37 bulan sebanyak 4001 balita pada

wilayah Indonesia Barat.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Kunanto (1992), menunjukkan bahwa ada

hubungan antara umur balita dengan status gizi. Hal ini berkaitan dengan

Page 101: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

86

menurunnya perhatian orang tua anak tersebut, yang mungkin disebabkan oleh

adanya anak yang lebih muda (adik) atau kesibukan orangtua anak tersebut.

Faktor umur banyak terkait dengan masalah pertumbuhan dan aktifitas anak.

Periode pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal balita. Pada usia

6-12 bulan percepatan pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal

balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan pertumbuhan berat badan rata-rata

0,4kg/bulan dan 13-23 bulan percepatannya 0,2 kg/bulan (Jahari,1990).

Adanya hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein di

wilayah Indonesia Timur bisa saja disebabkan karena ketersediaan pangan di

wilayah Indonesia Timur masih sangat kurang, sehingga balita yang berusia diatas

24 bulan hanya mendapat asupan yang sedikit, selain itu pada umur diatas 24 bulan

balita lebih aktif dan sudah tidak mendapatkan ASI. Sedangkan untuk wilayah

Indonesia Barat, adanya hubungan yang bermakna antara umur balita dengan asupan

energi dan protein karena selain balita yang berusia diatas 24 bulan sudah tidak

mendapatkan ASI, sehingga kebutuhan makan balita hanya didapatkan dari

konsumsi setiap anak dan pada usia ini balita sudah dapat menolak makanan dan

lebih menyukai makanan jajanan yang kandungan gizinya tidak dapat mencukupi

kebutuhan gizi balita.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Kusnadi (2001), bahwa kelompok umur usia

24-59 bulan mempunyai kecenderungan status gizi kurang lebih besar dibanding

dengan kelompok umur 6-23 bulan. Hal ini karena kebutuhan gizi pada usia tersebut

meningkat sedangkan ASI sudah tidak mencukupi, disamping makanan sapihan

Page 102: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

87

tidak diberikan dalam jumlah dan frekuensi yang cukup serta adanya infeksi kaena

kontaminasi pada makanan yang dimakan (Soekirman,2000).

Semakin tua usia anak maka semakin baik status gizinya pada kelompok yang

diberi ASI. KEP tertinggi juga ditemukan pada kelompok anak usia 1 tahun yang

mulai di sapih (Suhardjo, 1989). Menurut Notoatmodjo (2003), anak balita

merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit, dikarenakan beberapa

anggapan bahwa balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke

makanan orang dewasa, biasanya balita juga sudah mempunyai adik atau ibu yang

sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Selain itu anak balita

belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam pemilihan makanan.

Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena dalam daur kehidupan masa antara

umur satu tahun hingga remaja pertumbuhan fisiknya tidak terlalu cepat. Dalam

masa ini, kebutuhan anak balita akan zat gizi harus tetap diperhatikan. Anak balita

sangat membutuhkan asupan protein dan energi yang adekuat untuk proses

pertumbuhan dan perkembangan (King, et al., 1972 dalam Anggraini, 2012). Untuk

itu orang tua berperan penting di dalam memilih makanan yang berkualitas baik

untuk kebutuhan gizi yang seimbang. Pola makan usia balita diatas 24 bulan harus

memenuhi pola makan sehat dan seimbang agar tercukupi seluruh kebutuhan

gizinya. Dengan pola makan yang baik diharapkan balita akan tumbuh dengan baik,

sehat dan menjadi anak yang cerdas.

Page 103: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

88

6.5 Gambaran Pendidikan Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut

Data Riskesdas 2010

Pendidikan merupakan suatu proses penyampaian bahan materi pendidikan

kepada sasaran pendidikan guna perubahan tingkah laku. Hasil pendidikan orang

dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. (Notoatmodjo,

2007). Menurut Depdiknas (2001), pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan

tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah suatu proses

penyampaian bahan, materi pendidikan kepada sasaran pendidikan guna perubahan

tingkah laku. Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan,

penampilan atau perilakunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa makin tinggi tingkat

pendidikan, maka makin banyak pengalaman atau informasi yang diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis univariat, didapatkan hasil bahwa pendidikan ibu

rendah di wilayah Indonesia Timur sebesar 68,17%, sedangkan pendidikan ibu

rendah di wilayah Indonesia Barat sebesar 62,77%. Dapat disimpulkan bahwa

pendidikan ibu rendah di wilayah Indonesia Timur lebih tinggi dari wilayah

Indonesia Barat.

Hal ini sesuai dengan hasil survei demografi kesehatan Indonesia (BPS, 2008),

didapatkan persentase wanita yang tidak menempuh pendidikan di wilayah

Indonesia timur sebesar 12,1 % wanita. Sedangkan persentase wanita yang tidak

menempuh pendidikan di wilayah Indonesia Barat sebesar 10,2 % wanita. Jika

dilihat dari jumlah persentase tertinggi di wilayah Indonesia Timur dan Barat, maka

Page 104: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

89

wilayah Indonesia Timur masih tertinggal dalam hal pendidikan wanita. Hal ini juga

terlihat dari data BPS (2010), Rata-rata angka melek huruf wanita usia 15 tahun

keatas di Wilayah Indonesia Timur sebesar 88,47% sedangkan rata-rata angka melek

huruf wanita usia 15 tahun keatas di wilayah Indonesia Barat sebesar 97,84%.

Berdasarkan Kemdiknas (2010), perkembangan angka putus sekolah pada tahun

2009/2010 di wilayah Indonesia Timur sebesar 2,07% dan di wilayah Indonesia

Barat sebesar 1,75%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka putus sekolah di

wilayah Indonesia Timur lebih tinggi dibanding wilayah Indonesia Barat.

Faktor penyebab rendahnya pendidikan orang tua terutama ibu adalah rendahnya

pengetahuan gizi, karena sangat mempengaruhi tingkat kemampuan individu,

keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada untuk

mendapatkan kecukupan bahan makanan serta sejauh mana sarana pelayanan

kesehatan, gizi dan sanitasi lingkungan yang tersedia dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Rendahnya pengetahuan tentang sanitasi lingkungan yang baik akan

menyebabkan anak menderita penyakit infeksi. Berdasarkan data BPS (2008),

didapatkan persentase balita yang mengalami keluhan kesehatan seperti diare yaitu

sebesar 7,25 % di wilayah Indonesia Timur dan 5,39% di wilayah Indonesia Barat.

Maka dapat disimpulkan bahwa balita yang mengalami keluhan kesehatan lebih

besar prevalensinya di wilayah Indonesia Timur dibanding dengan Indonesia Barat.

Hasil uji chi square pada wilayah Indonesia Timur dan Barat didapatkan hasil

yang sama yaitu ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan asupan

energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat (Pvalue 0,000).

Page 105: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

90

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasekhah (2010), bahwa terdapat

hubungan antara pendidikan ibu dengan konsumsi energi dan protein pada batita.

Dan penelitian Triana (2002) yang menjelaskan bahwa pendidikan orang tua

khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi energi

dan protein pada anak balita. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hadi (2005),

bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita dengan

Pvalue 0,038.

Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi mengenai

gizi dan dapat memberikan makanan bergizi yang dapat mencukupi kebutuhan

balitanya seperti energi dan protein. Pada wilayah Indonesia Timur, para ibu balita

lebih banyak yang berpendidikan rendah, dan mempengaruhi terhadap asupan energi

dan protein balita, karena ibu yang berpendidikan rendah hanya mementingkan rasa

kenyang anak-anaknya. Selain itu para ibu bersifat apatis terhadap hal-hal baru

sehingga tidak memperhatikan kandungan gizi para balita. Sedangkan di wilayah

Indonesia Barat, para ibu sudah banyak yang memiliki pendidikan tinggi, sehingga

semakin mudahnya akses ibu untuk memperoleh informasi gizi dan kesehatan. Maka

mempengaruhi asupan energi dan protein anak dengan cara memilih bahan makanan

yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riyadi, dkk (2011) di wilayah Nusa

Tenggara Timur, menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang relatif tinggi dapat

meningkatkan pengetahuan gizi serta praktek gizi dan kesehatan, yang secara tidak

langsung memperbaiki kebiasaan makan anak, yang pada akhirnya meningkatkan

konsumsi energi dan protein balita.

Page 106: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

91

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kandun, dkk (1988) yang mendapatkan

sebesar 95,9% balita tidak naik berat badannya mempunyai ibu yang berpendidikan

SD ke bawah. Kartono,dkk (1993) mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian

Kandun yaitu tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kenaikan berat badan

balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, cenderung mempunyai balita yang

berat badannya naik.

Pendidikan ibu menjadi dasar yang penting bagi keluarga karena dengan

semakin tinggi pendidikan maka lebih memudahkan untuk beradaptasi dengan

kemajuan pengetahuan dan teknologi dan mempengaruhi pula produktivitas dan

kesejahteraan keluarga. Pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi pengetahuan gizi (Surbakti, 1989). Hal ini terlihat dari pengetahuan

ibu tentang memilih bahan makanan yang bernilai gizi baik dan tentang cara

memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan sangat mempengaruhi status gizi

balita (Khumaidi, 1994).

6.6 Gambaran Status Bekerja Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut

Data Riskesdas 2010

Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan keluarga, dengan

adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin

pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka

pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan. Buruh merupakan

kelompok pekerjaan dengan pendapatan terbatas (Khomsan,et al 2009). Beberapa

alasan mengemukakan mengapa ibu rumah tangga mencari pekerjaan di luar rumah

yaitu karena mereka memiliki keahlian, karena kebutuhan individu, kepercayaan,

Page 107: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

92

nilai budaya yang mengharuskan ibu bekerja atau karena tuntutan kebutuhan

keluarga (Sanjur, 1982).

Berdasarkan analisis univariat di dapatkan bahwa wilayah Indonesia Timur

persentase ibu yang bekerja sebesar 38,1%, sedangkan di wilayah Indonesia Barat

persentase ibu yang bekerja sebesar 52,76%. Hal ini dapat dilihat bahwa persentase

ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat lebih tinggi di banding wilayah

Indonesia Timur.

Banyaknya ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat bisa saja disebabkan

karena sebagian besar wanita berpendidikan tinggi, sehingga banyak dari mereka

yang tetap ingin bekerja setelah menikah untuk mencukupi kebutuhan hidup

keluarga. Sedangkan pada wilayah Indonesia Timur, para wanita sebagian besar

masih memegang tradisi bahwa para wanita bertugas mengurus segala urusan rumah

tangga sedangkan para pria bertugas untuk mencari nafkah bagi keluarga.

Islam adalah agama yang adil. Allah SWT menciptakan bentuk fisik dan tabiat

wanita berbeda dengan pria. Fitrah kaum wanita adalah tinggal di rumah. Allah

Ta‟aa berfirman:

Page 108: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

93

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah

telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),

dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta‟at kepada Allah lagi memelihara

diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS.

An Nisa‟: 34)

Pada dasarnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung

jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul „Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam

menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus

agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga sempurnalah

bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari

nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya,

memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain

yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah

mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita.

Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah

menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan

kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi. (Khatharu

Musyarakatil Mar‟ah li Rijal fil Maidanil Amal).

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Setiap kalian adalah

pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin

negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang

laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang

Page 109: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

94

dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya

serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah

pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap

kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.”

(HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al „Utsaimin rahimahullah menjelaskan :

Seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga di rumah suaminya dan akan

ditanya tentang penjagaanya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan

baik, seperti dalam memasak, menyiapkan minum, serta mengatur tempat tidur.

Janganlah ia memasak melebihi dari yang semestinya. Jangan pula ia membuat teh

lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap

pertengahan, tidak bersikap kurang dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap

pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak boleh melampaui batas dalam

apa yang tidak sepantasnya. Istri juga memiliki tanggung jawab terhadap anak-

anaknya dalam mengurus dan memperbaiki urusan mereka, seperti dalam hal

memakaikan pakaian, melepaskan pakaian yang kotor, merapikan tempat tidur, serta

memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Setiap wanita akan ditanya

tentang semua itu. Dia akan ditanya tentang urusan memasak, dan ia akan ditanya

tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya.” (Syarh Riyadhis Shalihin II/133-

134 dalam Mianoki, 2012).

Hal ini dapat disimpulkan bahwa kewajiban istri adalah tinggal di rumah dan

mengurus keluarga, jika wanita ingin bekerja untuk menambah tingkat ekonomi

keluarga maka tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri.

Page 110: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

95

Ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai kecenderungan menyerahkan

pemberian makanan untuk balitanya dengan orang lain, misalnya kepada orang tua,

pembantu atau titip dengan tetangga, sehingga pemberian asupan makanan balita

tidak dapat dipantau dengan baik. Kemampuan dalam memberikan asupan gizi balita

merupakan sesuatu yang ditampilkan ibu dalam upaya memenuhi kecukupan gizi

balita. Penyediaan makanan bagi keluarga pada umumnya merupakan tugas seorang

ibu (Soediatama, 2004). Ibu mempunyai peranan yang penting dalam memberikan

asupan gizi pada balitanya. Kecukupan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan

otak terutama pada masa balita, sehingga ibu diharapkan memiliki kemampuan yang

baik dalam memberikan asupan gizi untuk balita (Depkes RI, 2000).

Variabel status bekerja ibu merupakan salah satu faktor yang diduga

berhubungan dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur

dan Barat. Berdasarkan hasil uji statistik chi square di wilayah Indonesia Timur dan

Barat diketahui bahwa status bekerja ibu tidak memiliki hubungan bermakna dengan

asupan energi dan protein pada balita yaitu dengan Pvalue sebesar 0,1818 pada

wilayah Indonesia Timur dan Pvalue 0,3860 pada wilayah Indonesia Barat.

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status bekerja ibu dengan asupan

energi dan protein di wilayah Indonesia Timur dapat disebabkan oleh faktor lain

seperti jenis pekerjaan ibu. Jenis pekerjaan ibu yang memiliki waktu bekerja

berbeda, tergantung dari jenis pekerjaannya. Seperti ibu yang bekerja sebagai petani

memiliki waktu bekerja sedikit, sehingga tetap dapat mengurus anak dan ibu tetap

bertugas menyediakan makanan bagi keluarga. Secara statistik ibu yang bekerja

berkontribusi terhadap tingkat ekonomi keluarga. Ibu yang mencari pekerjaan, baik

Page 111: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

96

di perumahan atau di luar rumah biasanya untuk mendapatkan penghasilan

tambahan keluarga karena tingkat pendapatan dari keluarga yang dirasa kurang

mencukupi. Beberapa alasan mengemukakan mengapa ibu rumah tangga mencari

pekerjaan di luar rumah yaitu karena mereka memiliki keahlian, karena kebutuhan

individu, kepercayaan, nilai budaya yang mengharuskan ibu bekerja atau karena

tuntutan kebutuhan keluarga (Sanjur, 1982).

Sedangkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status bekerja ibu dengan

asupan energi dan protein kurang di wilayah Indonesia Barat dapat disebabkan

karena penghasilan yang memadai akan memudahkan dalam mengelola pengeluaran

untuk pangan yang beraneka ragam dan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Selain

itu, ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat akan menambah pendapatan

keluarga dan ibu lebih banyak menyewa pengasuh bayi atau balita yang profesional,

sehingga kebutuhan akan pangan untuk kebutuhan balita dapat terpenuhi. Pekerjaan

ibu tidak berpengaruh pada pembentukan pola konsumsi makan balita.

Dampak dari pekerjaan ibu menurut beberapa studi mengemukakan bahwa

selain berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, status pekerjaan ibu berdampak

pada keadaan gizi dan kesehatan keluarga yaitu ditunjukkan dengan adanya

perubahan dalam praktek konsumsi makanan keluarga (Sanjur, 1982).

Soekirman, dkk (2000) menyatakan bahwa meningkatnya kesempatan kerja

wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas merawat anak dan memberikan asupan

makanan yang sesuai kebutuhan. Dalam mengasuh anak, ibu adalah orang yang

paling banyak terlibat sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan balita.

Peran sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga sangat erat kaitannya dengan status

Page 112: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

97

gizi anak. Menurut Harahap (1992) dalam Handayani (2012), mengemukakan bahwa

salah satu dampak negatif yang ditimbulkan sebagai akibat bekerjanya ibu di luar

rumah adalah ketelantaran balita, sebab anak balita bergantung pada pengasuhnya.

6.7 Gambaran Tingkat Ekonomi Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Menurut Data Riskesdas 2010

Tingkat ekonomi keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga di

masyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Tingkat ekonomi keluarga dilihat dari

pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006).

Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan bahwa di wilayah Indonesia

Timur yang memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah sebesar 58,37%, sedangkan

di wilayah Indonesia Barat yang memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah sebesar

47,05%.

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi ekonomi, yaitu orangtua menyediakan

anggaran khusus untuk anak-anak berupa sandang, pangan, papan dan untuk biaya-

biaya lain. Kondisi ekonomi keluarga di masyarakat dapat menentukan tingkat

pendidikan, kondisi lingkungan tempat tinggal, kesehatan dan lain-lain.

Berdasarkan hasil survey statistik Indonesia 2010, didapatkan persentase

keluarga yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis sebesar 28,33% di wilayah

Indonesia Timur dan 18,59% di wilayah Indonesia Barat. Dapat dilihat baru

pelayanan kesehatan gratis di wilayah Indonesia Timur lebih besar persentasenya

dibanding dengan wilayah Indonesia Barat. Hal ini dilakukan pemerintah karena

wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat ekonomi rendah lebih banyak, sehingga

pelayanan kesehatan gratis sangat dibutuhkan.

Page 113: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

98

Selain itu, menurut data BPS (2010), didapatkan prevalensi penduduk miskin di

wilayah Indonesia Timur sebesar 20,50%, sedangkan prevalensi penduduk miskin di

wilayah Indonesia Barat sebesar 10,97%. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan

penyebab penduduk miskin di kedua wilayah. Penduduk miskin di wilayah

Indonesia Timur disebabkan kurangnya sumber daya manusia (SDM), tenaga kerja

rendah, dan kurangnya ketersediaan fasilitas publik seperti infrastruktur jalan dan

listrik. tingkat pendidikan. Sedangkan penyebab penduduk miskin di wilayah

Indonesia Barat disebabkan kepadatan penduduk yang tinggi terutama di pulau Jawa

dan Bali dengan tingkat pendidikan penduduk masih rendah.

Salah satu penyebab penduduk miskin di wilayah Indonesia Timur yaitu jumlah

tenaga kerja yang masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil data BPS (2008), tingkat

partisipasi angkatan kerja (TPAK) di wilayah Indonesia terdapat 164,12 juta

penduduk usia kerja, sekitar 60,67% berada pada wilayah Indonesia Barat

khususnya terbanyak di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK) di wilayah Indonesia Timur masih kurang. Pada wilayah

Indonesia Barat, peranan sektor pertanian, industry, maupun perdagangan dalam

penyerapan tenaga kerja tampak lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia Timur.

Tingkat sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi dan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memilih macam

bahan makanan, waktu pemberian serta kebiasaan hidup sehat termasuk sanitasi

lingkungan. Kemiskinan merupakan masalah utama yang mengakibatkan

ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan bahan makanan sesuai dengan yang

dibutuhkan. (Martorell dan Habicht dalam Syahbudin, 2002).

Page 114: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

99

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji chi square di wilayah Indonesia Timur

dan Barat didapatkan hasil yang sama yaitu ada hubungan signifikan antara tingkat

ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah

Indonesia Timur dan Barat dengan hasil Pvalue 0,000. Hasil ini sesuai dengan hasil

penelitian Triana (2002) dan Satria,et al (2009), yang menyebutkan bahwa tingkat

ekonomi keluarga akan berdampak pada asupan energi dan protein balita.

Selain itu menurut Haddad, dkk (1996), bahwa tingkat pendapatan keluarga

mempengaruhi ketersediaan pangan rumah tangga. Pendapatan keluarga dapat

meningkatkan penyediaan pangan di rumah tangga dan peningkatan pendapatan

akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan dan

kecenderungan merubah kebiasaan makan .

Berdasarkan teori yang diungkapkan Rodriquez (2004), bahwa salah satu faktor

yang menentukan perilaku makan adalah sosial ekonomi. Pendapatan dan

keterampilan mempengaruhi masyarakat terhadap apa yang mereka beli, walaupun

harga suatu makanan bukanlah indicator nilai gizi terhadap makanan tersebut.

Menurut Judith C (2004) dalam Sa‟adah (2008), status ekonomi mengacu pada

jumlah uang yang seseorang dapat belanjakan. Status ekonomi mempengaruhi

perilaku makan, karena jenis makanan yang dipilih akan tergantung pada berapa

banyak uang yang seseorang miliki. Bahkan status ekonomi tinggi dapat

menentukan makanan apa yang dapat seseorang makan. Begitu juga menurut Daly,

et al (1979) dalam Sa‟adah (2008), bahwa kebiasaan konsumsi makan atau perilaku

makan dipengaruhi oleh faktor pendapatan.

Page 115: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

100

Tingkat Ekonomi keluarga yang tinggi akan dapat memenuhi kebutuhan pangan

keluarga yang sesuai dengan gizi seimbang. Pada masyarakat di wilayah Indonesia

Timur, harga bahan-bahan kebutuhan pokok sangatlah mahal, sehingga berpengaruh

terhadap lemahnya daya beli dan tidak tersedianya pangan yang sesuai dengan

kebutuhan. Sedangkan wilayah Indonesia Barat yang sebagian masyarakatnya

memiliki tingkat ekonomi menengah keatas, sehingga dapat membeli pangan dengan

kualitas dan kuantitas yang lebih baik dan lebih beragam.

Hal ini sesuai dengan Moehji (1986), pendapatan keluarga turut menentukan

hidangan dalam lingkungan keluarga itu sehari-hari, baik dari segi kualitas maupun

kuantitas makanan yang dihidangkan. Tingkat pendapatan keluarga secara langsung

dapat mempengaruhi konsumsi makan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti

memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang

lebih baik dan sebaliknya (Mudanijah, 2004).

Menurut Suhardjo (1996), bahwa sumber pangan keluarga terutama mereka

yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang

harus diberi makan sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar

mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi

tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.

Sedangkan menurut Apriadji (1986), kalau pendapatan hanya pas-pasan sedangkan

anak banyak maka pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang

bisa dijamin. Keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya

hampir tidak pernah tercukupi dan dengan demikian penyakitpun terus mengintai.

Page 116: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

101

6.8 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Menurut Data Riskesdas 2010

Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada

pola pertumbuhan anak dan balita dalam satu keluarga. Anak yang terlalu banyak

selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana

tenang didalam rumah. Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi

ketenangan jiwa, dan ini secara langsung akan menurunkan nafsu makan anggota

keluarga lain yang terlalu peka terhadap suasana yang kurang mengenakan, dan jika

pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan jumlah anggota keluarga banyak

maka pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang terjamin, maka

keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak

pernah tercukupi dengan demikian penyakitpun terus mengintai (Apriadji, 1996).

Berdasarkan analisis univariat, didapatkan hasil bahwa jumlah anggota keluarga

besar di wilayah Indonesia Timur sebesar 60,1%, sedangkan jumlah anggota

keluarga besar di wilayah Indonesia Barat sebesar 47,8%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga besar di wilayah Indonesia Timur lebih

besar dari pada wilayah Indonesia Barat.

Hal ini sesuai dengan data BPS 2010, didapatkan bahwa rata-rata anggota

rumah tangga di wilayah Indonesia Timur sebanyak 5,2 orang, sedangkan di wilayah

Indonesia Barat sebanyak 3,9 orang. Dari data tersebut terlihat bahwa di wilayah

Indonesia Timur memiliki rata-rata jumlah keluarga besar dibanding dengan wilayah

Indonesia Barat.

Page 117: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

102

Masih banyaknya jumlah keluarga besar di wilayah Indonesia Timur bisa saja

disebabkan karena faktor pasangan yang tidak melakukan KB. Hal ini terlihat dari

tingkat prevalensi pasangan usia subur (PUS) peserta KB diwilayah Indonesia Timur

sebesar 55,35% dan prevalensi PUS peserta KB di wilayah Indonesia Barat sebesar

66,15%. Dari data diatas dapat dilihat bahwa prevalensi PUS peserta KB di wilayah

Indonesia Timur lebih rendah dari wilayah Indonesia Barat. Hal inilah yang

menyebabkan jumlah keluarga besar di wilayah Indonesia Timur masih tinggi

jumlahnya.

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji chi square di wilayah Indonesia Timur

dan Barat didapatkan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan antara jumlah

anggota keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita (Pvalue 0,000). Hasil

analisis didapatkan nilai OR untuk wilayah Indonesia Timur yaitu sebesar 1,38

artinya jumlah keluarga besar di wilayah Indonesia Timur memiliki kecenderungan

1,38 kali untuk memiliki balita dengan asupan energi dan protein kurang dibanding

dengan jumlah keluarga kecil. Hasil nilai OR pada wilayah Indonesia Barat sebesar

1,21 artinya jumlah keluarga besar di wilayah Indonesia Barat memiliki

kecenderungan 1,21 kali untuk memiliki balita dengan asupan energi dan protein

kurang dibanding dengan jumlah anggota keluarga kecil.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasekhah (2010), bahwa pada keluarga

besar anak balita memiliki peluang untuk mengkonsumsi zat gizi energi dan protein

dalam jumlah kurang dibanding dengan keluarga kecil. Selain itu penelitian ini juga

sejalan dengan pendapat Yuliana (2007), yang menyatakan bahwa secara nyata

konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh besar keluarga.

Page 118: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

103

Hal ini sesuai dengan penelitian Berg (1986) dalam Reno (2008), menunjukkan

bahwa rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar memiliki resiko

kelaparan empat kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki anggota

keluarga kecil, dan beresiko pula mengalami gizi kurang sebanyak lima kali lebih

besar dibanding keluarga yang memiliki anggota keluarga kecil. Jumlah anggota

keluarga yang besar akan mempengaruhi distribusi makanan terhadap anggota

keluarga, terutama pada anggota keluarga miskin yang terbatas kemampuannya

dalam penyediaan makanan, sehingga akan beresiko terhadap gizi kurang.

Sedangkan menurut Moehji (1992) mengemukakan hasil penelitian yang

diadakan di India yang membuktikan bahwa konsumsi kalori pada anak-anak dari

keluarga yang mempunyai anak lebih dari 3 orang adalah jauh lebih rendah

disbanding dengan konsumsi kalori pada anak-anak dari keluarga yang mempunyai

anaka kurang dari 3 orang.

Jumlah anggota yang besar akan mempengaruhi konsumsi pangan setiap

anggota keluarga. Penyediaan pangan harus mencukupi semua anggota keluarga,

jika tidak dapat mencukupi maka balita yang akan mendapatkan dampak dari

kekurangan pangan. Karena anak yang tertua akan mengambil makanan lebih

banyak dibanding dengan anak yang paling kecil. Selain itu ada kecenderungan

bahwa orangtua tidak akan dapat memperhatikan anak mereka satu persatu, sehingga

pola pengasuhan menjadi kurang baik. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar

dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak

balita dalam keluarga tersebut menderita kurang asupan energi dan protein.

Page 119: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

104

Hal ini sesuai dengan Berg (1973) dalam Syahbudin (2002), bahwa jumlah

anggota keluarga dan banyaknya balita dalam keluarga akan berpengaruh terhadap

tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah

tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi

makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut

menderita kurang energi dan protein.

Hal ini juga sesuai dengan Sayogyo (1986) dalam Hatril (2001) mengemukakan

bahwa jumlah keluarga memiliki kaitan dengan banyaknya individu yang dipenuhi

kebutuhan gizinya. Kualitas dan kuantitas makanan yang bergizi yang harus

disediakan keluarga akan semakin meningkat dan bervariasi dengan komposisi

rumah tangga. Apabila pembagian untuk masing-masing anggota keluarga tidak

baik, maka akan terjadi persaingan dalam konsumsi makanan sehingga balita akan

mudah tersisih dan memperoleh bagian yang kecil dan tidak dapat memenuhi

kebutuhan tubuhnya untuk tumbuh dan berkembang.

Menurut Mursalin (1993) dalam Nasekhah (2010) menyatakan bahwa

konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah keluarga. Keluarga dengan banyak anak

dan jarak kehamilan antar anak yang amat dekat akan menimbulkan lebih banyak

masalah. Dalam acara makan bersama seringkali anak-anak yang lebih kecil akan

mendapatkan jatah makan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakanya

yang makannya lebih cepat dan dengan porsi sekali suap yang lebih besar pula. Jika

pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan anak banyak maka pemerataan dan

kecukupan makanan didalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa disebut

keluarga rawan gizi, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi

Page 120: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

105

(Pudjiadi, 1986). Dengan demikian, disarankan kepada instansi kesehatan,

khususnya puskesmas disetiap wilayah Indonesia Timur untuk meningkatkan

pelayanan Keluarga Berencana (KB) melalui Posyandu. Bagi keluarga disarankan

mengikuti KB untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Page 121: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

105

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang asupan energi dan protein

pada balita di wilayah Indonesia Timur dan wilayah Indonesia Barat menurut data

Riskesdas 2010, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Balita dengan asupan energi dan protein kurang di wilayah Indonesia Timur

adalah 62,92% dan 37,52% pada wilayah Indonesia Barat. Asupan yang kurang

di wilayah Indonesia Timur disebabkan karena faktor ketidakseimbangan pola

produksi dan pola konsumsi antara wilayah Indonesia Timur dan Barat.

2. Faktor yang berhubungan dengan asupan energi dan protein pada balita di

wilayah Indonesia Timur dan Barat pada tahun 2010 yaitu umur balita,

pendidikan ibu, tingkat ekonomi, jumlah anggota keluarga, sedangkan umur ibu

hanya berhubungan di wilayah Indonesia Barat. Dan faktor yang tidak

berhubungan di wilayah Indonesia Timur dan Barat pada tahun 2010 yaitu

status bekerja ibu, dan umur ibu yang tidak memiliki hubungan di wilayah

Indonesia Timur.

3. Hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan ibu dengan umur ibu didapatkan

sebaran data pendidikan ibu rendah pada ibu yang berumur 20-35 tahun sebesar

73,3 %. Hal ini menyebabkan umur ibu di wilayah Indonesia Timur tidak

memiliki hubungan dengan asupan energy dan protein balita. Karena dengan

pendidikan rendah menyebabkan pengetahuan gizi ibu juga rendah dalam

menyelenggarakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi balita.

Page 122: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

106

7.2 Saran

A. Bagi Balitbang Kemenkes

1) Agar memberikan rekomendasi terhadap Dinas terkait/ Kementerian

Pertanian dalam hal melakukan upaya pengembangan potensi pangan lokal

di wilayah Indonesia Timur, agar masyarakat setempat dapat menyediakan

pangan secara mandiri dan tidak terlalu mengandalkan distribusi pangan dari

wilayah Indonesia Barat.

2) Agar memberikan rekomendasi terhadap Dinas kesehatan dalam hal

memberikan pengetahuan gizi tentang pangan lokal di wilayah Indonesia

Timur agar dengan pangan yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan

asupan gizi balita.

3) Agar memberikan rekomendasi terhadap Dinas kesehatan dalam hal

meningkatkan partisipasi Posyandu agar menambah pengetahuan para ibu

balita dalam hal pentingnya penimbangan berat badan pada umur balita

diatas 24 bulan untuk memantau status gizi balita, mengelola sumberdaya

yang ada untuk mencukupi kebutuhan bahan makanan sesuai dengan

kebutuhan gizi balita.

B. Bagi peneliti Selanjutnya

Agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini

karena secara teori variabel tersebut berhubungan dengan asupan energi dan

protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat. Seperti variabel daya

beli, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi ibu, penyakit infeksi dan Sosial

Budaya.

Page 123: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku, 2008. System kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ade. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energy dan protein

(KEP) pada balita umur 7-36 bulan di Puskesmas Munjul Kecamatan Majalengka

Kabupaten Majalengka tahun 2002. Depok. FKM-UI.

Adrafikar. 2003. Faktor determinan kurang energi dan protein (KEP) anak usia 6 bulan

sampai dengan 3 tahun di kecamatan kuranji kota Padang tahun 2003. Depok:

Tesis. FKM UI.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Alibbirwin. 2001. Karakteristik Keluarga Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Kurang Pada Balita Yang Berkunjung Ke Posyandu Di Desa Bojong Baru

Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Skripsi. FKM-UI. Depok

Amos, J. 2000. Hubungan persepsi ibu balita tentang kurang gizi dan PMT-P dengan

status gizi balita pada keluarga miskin di kabupaten padang pariaman propinsi

sumatera barat. Depok: Tesis. IKM-UI.

Anggraini, Cintia. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di

Propinsi Bangka Belitung tahun 2007. FKIK-UIN.

Apriadji, Wied Harry. 1986. Gizi Keluarga. PT. Penebar Swadaya Anggota IKAPI.

Jakarta.

Arinta FR. 2010. Partisipasi ibu dan kader dalam program pemberian makanan

tambahan pemulihan (PMT-P) kaitannya dengan tingkat kepatuhan ibu balita.

Skripsi. Fakultas Pertanian-IPB. Bogor.

Arisman, 2004. Gizi dalam daur kehidupan ”Buku ajar ilmu Gizi”. Jakarta; Penerbit

Buku Kedokteran. EGC.

Badan Pusat Statistik (BPS).2002. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002.

Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2002. Laporan Hasil Survei Konsumsi Garam Yodium

Rumah Tangga 2002. Jakarta-Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS).2003. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2003.

Jakarta-Indonesia.

Page 124: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2005.

Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Survey Demography Kesehatan Indonesia tahun

2007. Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Statistik Indonesia 2008. Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Hasil Olah Cepat Penduduk Indonesia (Menurut

provinsi, kabuoaten/kota dan kecamatan) Sensus Penduduk 2010. Jakarta-

Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Penduduk Indonesia (Hasil survey penduduk antar

sensus 2010). Jakarta-Indonesia.

Badan Ketahanan Pangan, 2006. Direktori Pengembangan Konsumsi Pangan. Pusat

Pengembangan Konsumsi Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan

Agribisnis Padi. Departemen Pertanian.

Berg. Alan, Sayogyo. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Rajawali.

Budiarto, Eko. 2001. “Biostatistika:Untuk kedokteran dan kesehatan Masyarakat”.

EGC, Jakarta.

BumI, Cindar. 2005. Pengaruh Ibu yang bekerja terhadap status gizi Anak Balita di

Kelurahan Mangunjiwan Kabupaten Demak. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu

Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Daryono. 2003. Hubungan antara konsumsi makanan, kebiasaan makan dan faktor-

faktor lain dengan status gizi anak sekolah di SD Islam Al Falah Jambi tahun 2003.

Depok: Tesis. FKM UI.

Depkes RI, 2003. Pedoman pelaksanaan balita gizi buruk secara rawat jalan (untuk

puskesmas). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan makanan.

Depkes RI,2002. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun. SK.MenKes RI no

920/MenKes/SK/VIII/2002.

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk. Depkes RI. Jakarta.

Page 125: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Depkes RI, 2005. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi bangsa

Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI, 2005. Rencana aksi nasional pencegahan dan penaggulangan gizi buruk

2005-2009. Jakarta: Depkes RI.

Depkes, 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Depkes

Depdiknas. 2001. Kamus besar Bahasa Indonesia. Penerbitan dan Percetakan Jakarta.

Djaeni, Ahmad. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat. Jakarta.

Dewan Ketahanan Pangan (DKP). 2009. Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.

Kementerian Pertanian RI.

Farida, Ida. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Peningkatan Status

Gizi Balita Pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Di Kecamatan

Bogor Selatan Tahun 2002. Tesis. IKM UI, Depok

Firdaus, Dewi. 2003. Hubungan Karakteristik Ibu dan Tingkat Konsumsi Gizi dengan

Status Gizi Batita: Skripsi UNDIP. Semarang.

Fikar, Andra. 2003. Faktor Determinan Kurang Energi dan Protein Anak Usia 6 bulan

sampai 3 tahun di Kecamatan Kuranji Padang tahun 2003. Depok; Tesis. IKM-UI.

Firmanzah, Prof. Ph.D. 2012. Ketimpangan Kesejahteraan. Neraca:

http://www.neraca.co.id/2012/04/22/ketimpangan-kesejahteraan/. Diakses tanggal 7

Mei 2012. Pukul 15.10 WIB.

Garis-garis besar haluan Negara (GBHN) 1993-1998. Cetakan I. 1993. Jakarta-

Indonesia.

Gibney JM, et.al. 2008. Public Helath Nutrition. (Andri Hartono; Penerjemah). Jakarta;

EGC.

Ginting, Martinus. 1995. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita

pada empat desa tertinggal dan tidak tertinggal di Kabupaten Pontianak, Propinsi

Kalimantan Barat tahun 1995.Tesis. FKM,UI.

Handayani, Baiq Nining. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia

balita di provinsi Nusa Tenggara Barat (Analisis Data Sekunder). Tesis. UI-

Depok.

Page 126: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Hasanah, Isna Marwati. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita

(12-60 bulan) di wilayah kerja puskesmas klapanunggal kabupaten bogor tahun

2009. FKM-UI

Hatril. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Asupan Energi dan Protein Pada

Balita dari Keluarga Miskin di Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat Tahun

1999 (Analisis Data Sekunder). Skripsi UI. Depok.

Hermansyah, 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP anak umur

6- 59 bulan pada keluarga miskin di kota Sawahlunto tahun 2002. Depok: Tesis.

FKM UI.

Hermansyah. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan zat gizi (energi dan

protein) Balita di wilayah kera puskesmas kelurahan kelapa dua Jakarta barat

tahun 2010. Jakarta: Skripsi FKIK UIN.

Ichwanuddin. 2002. Analisis stratifikasi pemodelan risiko BBLR terhadap kejadian KEP

pada anak usia 3-12 bulan di Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Sumedang

Propinsi Jawa Barat 2007. Depok: Tesis. FKM-UI.

Jahari, B. Abas. 2004. Penilaian sttus gizi Berdasarkan Antropometri. Puslitbang Gizi

dan Makanan. Depkes RI.

Kandun, Nyoman dkk. 1988. Memantau dan menilai program gizi pada puskesmas

Kemurang wetan kecamatan tanjung kabupaten brebes jawa tengah. Jakarta:

laporan symposium ilmiah kongres nasional IAKMI.

Kartono, dkk. 1993. Beberapa aspek psiko-sosial pada anak kekurangan energy dan

protein di daerah bogor. Bogor. Puslitbang gizi depkes RI.

Kardjati. (1985). Aspek kesehatan dan gizi anak balita. Jakarta. Obor Indonesia.

Khomsan, Ali. 2004. Pengantar pangan dan gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Khumaidi. 1990. Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusharisupeni, 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan (Prinsip-Prinsip Dasar). Dalam:

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (KPP dan PA), 2011. Profil Anak Indonesia 2011: CV.Miftahur Rizky.

Page 127: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Kementrian Riset dan Teknologi, Republik Indonesia, 2010. Jakarta; Kemenristek RI.

Kemdiknas. 2010. Daftar Tabel Data Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Tahun

2009/2010. www.psp.kemdiknas.go.id.

Lupiana, Mindo. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kurang energi dan

protein pada bayi di Propinsi Lampung Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas

2007). Depok: Tesis. FKM-UI.

Mahliawati. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian berat badan lahir

rendah di propinsi Bangka Belitung (analisis data riskesdas 2007). Skripsi. FKIK-

UIN.

Martaliza, Rira Wahdani. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Lebih Pada Polisi Di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010. Skripsi. FKIK-

UIN. Jakarta.

Mianoki, Adika, dr. 2012. Pahala Melimpah Bagi Muslimah yang Tinggal di Rumah.

Artikel. http://muslim.or.id/muslimah/pahala-melimpah-bagi-muslimah-yang-tinggal-di-rumah.html

Moehji. S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti. Jakarta

Morley, D. 1998. Malnutrition in Children in Health and Disease Developing Countries.

London: Machmilad press. London- England: 297-304.

Mudanijah, Siti. 2004. Pola Konsumsi Pangan. Dalam pengantar pangan dan gizi.

Jakarta: Swadaya.

Mulyaningsih.E. 2007. Hubungan antara asupan energi, protein dan faktor lain dengan

status gizi balita (12-59 bulan) di kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Tahun

2007. Depok: Tesis, FKM-UI.

Mulyanawati, Emi. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Energi

Dan Protein Serta Status Gizi Pada Keluarga Miskin. Jakarta: Skripsi-FKM UI.

Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 1989. Dasar-dasar pendidikn dan pelatihan. Jakarta: Badan

Penerbit Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.

Rineka Cipta. Jakarta.

Page 128: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Nasekhah, Liya. Haniatun. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

konsumsi energi dan protein pada Batita di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan tahun 2010. Jakarta: Skripsi FKIK UIN.

Ningsih, Rena. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu serta Hubungannya dengan

konsumsi pangan dan Status Gizi Balita di desa Babakan Kecamatan Dramaga

Kabupaten Bogor. Skripsi. Program studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya

Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor.

Nuraeni. 2008. Hubungan antara asupan energi, protein dan faktor lain dengan status

gizi baduta ( 0-23 Bulan ) di wilayah kerja puskesmas Depok Jaya tahun 2008.

Depok: Skripsi. FKM UI.

Orisinal, 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Sumatera

Barat tahun 2001 (analisis data sekunder). Tesis. FKM UI

Pudjiaji, Solihin. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada anak Edisi keempat. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Priatmodjo, Anggit. 2011. Studi Komparasi Tingkat pencapaian Millenium Development

Goals (MDGs) pada berbagai tipologi wilayah di Indonesia. Yogyakarta: Skripsi.

FG-UGM.

Primasari, Tineke. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang

pada siswa sekolah dasar di 3 kecamatan kabupaten Kampar tahun 2007. Skripsi:

FKM UI.

Pramoedyo, H.,2010. dkk., Penyusunan Indikator dan Pemetaan Daerah Rawan Pangan

di Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa timur; Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya- Malang.

Rizki, Ika Rahmawati. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang

pada remaja madya di Indonesia tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010).

Jakarta: Skripsi. FKIK UIN.

Reno,Suci Monalisa. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita

setelah mendapat PMT Pemulihan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005 (Analisis

data sekunder “ Pelaksanaan pemberian makanan tambahan bagi balita dan

permasalahannya di DKI Jakarta tahun 2005”). Depok: Skripsi. FKM-UI.

Riyadi, Hadi. Dkk. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita

Di Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi

dan Pangan, 2011, 6 (1): 66-73

Rodriguez, J.C. 2004. Nutrition and Well-Being A to Z. Enslikopedia.com

Page 129: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Sa‟adah J. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku makan dan

hubungan perilaku makan dengan status gizi balita (12-59 bulan) di desa

Cibeuteug Muara Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor tahun 2008. Skripsi-

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sajogyo. 1978. Pembangunan daerah dan masyarakat NTT dalam sekilas sorotan Kritis

dalam kemiskinan dan pembangunan di propinsi Nusa Tenggara Timur. Yayasan

Obor Indonesia. Jakarta.

Sabri, Lubis dkk. 2006. “Statistik Kesehatan”. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Satria, Anton, et al. 2009. Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat

Kecukupan Gizi Dan Hubungannya Dengan Status Gizi Anak Balita Di Daerah

Rawan Pangan Kelurahan Way Gubak, Kecamatan Panjang Kota Bandar

Lampung. Pustaka Ilmiah Universitas Lampung. Kota Bandar Lampung

Sayogo, Savitri. 2006. Gizi Remaja Putri: FK UI. Jakarta

Schroeder. Dirk G. 2001. Malnutrition, Nutrition Health in Developing Countries:

Humana Press, Totowa. http://www.diet.com/g/malnutrition diakses pada tanggal

17 April 2012.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi Jilid I. Cetakan kedelapan. Jakarta: Dian

Rakyat.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1993. Ilmu Gizi Jilid II. Cetakan kedua. Jakarta: Dian

Rakyat.

Soekirman. 2000. Ilmu gizi dan aplikasinya. Jakarta: Departemen pendidikan nasional.

Supariasa,dkk. 2002 Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Suhardjo, 1989. Sosial Budaya Gizi. Bogor: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Jakarta: Bumi Aksara.

Suhendri, Ucu. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak dibawah

lima tahun (Balita) di puskesmas sepatan kecamatan sepatan kabupaten tangerang

tahun 2009. Skripsi: FKIK UIN.

Sihotang, Leonita Katarina. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang energi protein (KEP) pada anak balita 6-59 bulan di Jakarta Timur Tahun

2005. Tesis: FKM UI.

Page 130: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Sampoerna dan Azwar (1987). Perkawinan dan kehamilan pada usia muda di Indonesia.

Jakarta. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Sari, Dewi, dkk. 2003. Hubungan Tingkat Konsumsi energy dan Protein terhadap

status gizi balita dengan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Jurnal. Surabaya

Siswono, 2007. Upaya Mengatasi masalah kelaparan dan kurang gizi.

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi.htm

Sukmadewi, sari. 2003. Faktor-Faktor Yag Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di

Wilayah Puskesmas Bogor Tengah Kota Bogor Tahun 2003. Depok: Skripsi FKM-

UI.

Syahbudin, Ade, M. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kekurangan Energi

Protein (KEP) pada balita umur 7-36 bulan di Puskesmas Munjul Kecamatan

Majalengka Kabupaten Majalengka. Thesis. FKM-UI.

Triana, Neni. 2002. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu tentang gizi, Pendidikan ibu,

pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga dengan asupan energy dan

protein pada balita. Skripsi. Depok: FKM-UI.

Unicef. 1998. The state of world Children 1998. Oxford: Oxford University Press.

Utomo, B. 1998. Dampak krisis moneter dan kekeringan terhadap status kesehatan dan

gizi anak, dalam seminar Dampak Krisis Moneter dan Bencana terhadap

masyarakat, keluarga, ibu dan anak Indonesia. Kerjasama LIPI dan Unicef.

Waterlow, John. C. 1992. Protein Energi Malnutrition. Britain.

WHO. 2000. The management of Nutrition in Mayor Emergencies. Geneva

Winarno dan Ong. 2007. Otak, Pangan dan Kecerdasan. Bogor: MBrio Biotekindo

Yuliana. 2007. Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial Terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah. Tesis. Bogor: Sekolah

Pasca Sarjana IPB Bogor

Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Zeitlin, M. 2000. Peran Pola Asuh Anak. Dalam widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

VII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Page 131: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

LAMPIRAN

Page 132: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

LAMPIRAN 2 OUTPUT STATA INDONESIA TIMUR

___ ____ ____ ____ ____ (R)

/__ / ____/ / ____/

___/ / /___/ / /___/ 12.0 Copyright 1985-2011 StataCorp

LP

Statistics/Data Analysis StataCorp

4905 Lakeway Drive

Special Edition College Station, Texas 77845

USA

800-STATA-PC

http://www.stata.com

979-696-4600

[email protected]

979-696-4601 (fax)

Single-user Stata network perpetual license:

Serial number: 93611859953

Licensed to: STATAforAll

STATA

Notes:

1. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables

. use "C:\Users\Yuppy\Desktop\skripsi 17 Des\rubah\print

sidang\revisi setelah sidang\spss\stata\indo timur.dta", clear

. svyset B1R7 [pweight=WEIND], strata(B1R1) vce(linearized)

singleunit(missing)

pweight: WEIND

VCE: linearized

Single unit: missing

Strata 1: B1R1

SU 1: B1R7

FPC 1: <zero>

. svydescribe

Survey: Describing stage 1 sampling units

pweight: WEIND

VCE: linearized

Single unit: missing

Strata 1: B1R1

SU 1: B1R7

FPC 1: <zero>

#Obs per Unit

----------------------------

Stratum #Units #Obs min mean max

-------- -------- -------- -------- -------- --------

Page 133: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

52 61 333 1 5.5 13

53 49 390 2 8.0 16

71 38 141 1 3.7 11

72 34 207 2 6.1 14

73 82 452 1 5.5 11

74 30 197 1 6.6 15

75 23 121 2 5.3 8

76 22 141 2 6.4 12

81 22 151 2 6.9 17

82 19 146 3 7.7 17

91 21 157 2 7.5 17

94 31 200 2 6.5 13

-------- -------- -------- -------- -------- --------

12 432 2636 1 6.1 17

ANALISIS UNIVARIAT

. svy:proportion konsumsi_kat status_ekonomi didik_ibu kerja_ibu

jumlah_keluarga

(running proportion on estimation sample)

Survey: Proportion estimation

Number of strata = 12 Number of obs = 2636

Number of PSUs = 432 Population size = 2030448

Design df = 420

_prop_8: kerja_ibu = tidak bekerja

-----------------------------------------------------------------

| Linearized

| Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval]

----------------+------------------------------------------------

konsumsi_kat |

kurang | .6285945 .0148838 .5993384 .6578505

cukup | .3714055 .0148838 .3421495 .4006616

----------------+------------------------------------------------

status_ekonomi |

rendah | .5837382 .0173252 .5496832 .6177931

tinggi | .4162618 .0173252 .3822069 .4503168

----------------+------------------------------------------------

didik_ibu |

rendah | .681696 .0156451 .6509436 .7124485

tinggi | .318304 .0156451 .2875515 .3490564

----------------+------------------------------------------------

kerja_ibu |

bekerja | .3810291 .0171376 .347343 .4147152

_prop_8 | .6189709 .0171376 .5852848 .652657

----------------+------------------------------------------------

jumlah_keluarga |

besar | .6010481 .0122684 .576933 .6251633

kecil | .3989519 .0122684 .3748367 .423067

Page 134: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

-----------------------------------------------------------------

. svy:mean B4K7THN_IBU B4K7BLN

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 12 Number of obs = 2636

Number of PSUs = 432 Population size = 2030448

Design df = 420

--------------------------------------------------------------

| Linearized

| Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

-------------+------------------------------------------------

B4K7THN_IBU | 30.42268 .1505541 30.12674 30.71861

B4K7BLN | 29.58673 .2039016 29.18593 29.98752

--------------------------------------------------------------

ANALISIS BIVARIAT

. svy:tabulate status_ekonomi konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 12 Number of obs = 2636

Number of PSUs = 432 Population size = 2030447.6

Design df = 420

----------------------------------

| konsumsi energi dan

status | protein

ekonomi | kurang cukup Total

----------+-----------------------

rendah | 73.29 26.71 100

| 1076 409 1485

|

tinggi | 48.23 51.77 100

| 551 600 1151

|

Total | 62.86 37.14 100

| 1627 1009 2636

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 172.3670

Design-based F(1, 420) = 113.6731 P = 0.0000

. svy:tabulate didik_ibu konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Page 135: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

----------------------------------

| konsumsi energi dan

pendidika | protein

n ibu | kurang cukup Total

----------+-----------------------

rendah | 70.24 29.76 100

| 1225 537 1762

|

tinggi | 47.04 52.96 100

| 402 472 874

|

Total | 62.86 37.14 100

| 1627 1009 2636

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 131.8524

Design-based F(1, 420) = 85.3530 P = 0.0000

. svy:tabulate kerja_ibu konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

----------------------------------

| konsumsi energi dan

pekerjaan | protein

ibu | kurang cukup Total

----------+-----------------------

bekerja | 60.82 39.18 100

| 614 402 1016

|

tidak be | 64.11 35.89 100

| 1013 607 1620

|

Total | 62.86 37.14 100

| 1627 1009 2636

----------------------------------

Page 136: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 2.8871

Design-based F(1, 420) = 1.7887 P = 0.1818

. svy:tabulate jumlah_keluarga konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

----------------------------------

jumlah | konsumsi energi dan

anggota | protein

keluarga | kurang cukup Total

----------+-----------------------

besar | 65.76 34.24 100

| 1014 559 1573

|

kecil | 58.49 41.51 100

| 613 450 1063

|

Total | 62.86 37.14 100

| 1627 1009 2636

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 14.3050

Design-based F(1, 420) = 11.0813 P = 0.0009

. svy:mean B4K7THN_IBU, over ( konsumsi_kat)

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 12 Number of obs = 2636

Number of PSUs = 432 Population size = 2030448

Design df = 420

kurang: konsumsi_kat = kurang

cukup: konsumsi_kat = cukup

--------------------------------------------------------------

Page 137: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

| Linearized

Over | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

-------------+------------------------------------------------

B4K7THN_IBU |

kurang | 30.35781 .19154 29.98131 30.73431

cukup | 30.53246 .2352639 30.07002 30.9949

--------------------------------------------------------------

. . svy:mean B4K7BLN, over ( konsumsi_kat)

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 12 Number of obs = 2636

Number of PSUs = 432 Population size = 2030448

Design df = 420

kurang: konsumsi_kat = kurang

cukup: konsumsi_kat = cukup

--------------------------------------------------------------

| Linearized

Over | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

-------------+------------------------------------------------

B4K7BLN |

kurang | 28.19068 .2724236 27.6552 28.72617

cukup | 31.94949 .3094883 31.34115 32.55783

--------------------------------------------------------------

OUTPUT ODDS RATIO

. svy:logit konsumsi_kat status_ekonomi, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

F( 1, 420) =

110.45

Prob > F =

0.0000

-------------------------------------------------------------------

-------------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf. Interval]

Page 138: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

---------------+---------------------------------------------------

-------------

status_ekonomi | 2.946032 .3028693 10.51 0.000

2.407 3.605777

_cons | .3643842 .0307319 -11.97 0.000

.3087182 .4300875

-------------------------------------------------------------------

-------------

. svy:logit konsumsi_kat didik_ibu, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

F( 1, 420) =

83.03

Prob > F =

0.0000

-------------------------------------------------------------------

-----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf. Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-----------

didik_ibu | 2.65719 .2849912 9.11 0.000 2.152112

3.280804

_cons | .4236153 .0314557 -11.57 0.000 .3660856

.4901856

-------------------------------------------------------------------

-----------

. . svy:logit konsumsi_kat kerja_ibu, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

F( 1, 420) =

1.79

Page 139: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Prob > F =

0.1819

-------------------------------------------------------------------

-----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf. Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-----------

kerja_ibu | .8689155 .0913118 -1.34 0.182 .7067547

1.068283

_cons | .6441594 .0548365 -5.17 0.000 .5449068

.7614905

-------------------------------------------------------------------

-----------

. . svy:logit konsumsi_kat jumlah_keluarga, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 12 Number of obs =

2636

Number of PSUs = 432 Population size =

2030447.6

Design df =

420

F( 1, 420) =

11.05

Prob > F =

0.0010

-------------------------------------------------------------------

--------------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf. Interval]

----------------+--------------------------------------------------

--------------

jumlah_keluarga | 1.362944 .1269409 3.32 0.001

1.134933 1.636763

_cons | .5206957 .0414072 -8.21 0.000

.4453468 .608793

-------------------------------------------------------------------

--------------

Page 140: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

LAMPIRAN 2 OUTPUT STATA INDONESIA BARAT

___ ____ ____ ____ ____ (R)

/__ / ____/ / ____/

___/ / /___/ / /___/ 12.0 Copyright 1985-2011 StataCorp

LP

Statistics/Data Analysis StataCorp

4905 Lakeway Drive

Special Edition College Station, Texas 77845

USA

800-STATA-PC

http://www.stata.com

979-696-4600

[email protected]

979-696-4601 (fax)

Single-user Stata network perpetual license:

Serial number: 93611859953

Licensed to: STATAforAll

STATA

Notes:

1. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables

. use "C:\Users\Yuppy\Desktop\skripsi 17 Des\rubah\print

sidang\revisi setelah sidang\spss\stata\indo barat.dta", clear

. svyset B1R7 [pweight=WEIND], strata(B1R1) vce(linearized)

singleunit(missing)

pweight: WEIND

VCE: linearized

Single unit: missing

Strata 1: B1R1

SU 1: B1R7

FPC 1: <zero>

. svyset B1R7 [pweight=WEIND], strata(B1R1) vce(linearized)

singleunit(missing)

pweight: WEIND

VCE: linearized

Single unit: missing

Strata 1: B1R1

SU 1: B1R7

FPC 1: <zero>

. svydescribe

Survey: Describing stage 1 sampling units

pweight: WEIND

Page 141: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

VCE: linearized

Single unit: missing

Strata 1: B1R1

SU 1: B1R7

FPC 1: <zero>

#Obs per Unit

----------------------------

Stratum #Units #Obs min mean max

-------- -------- -------- -------- -------- --------

11 51 301 2 5.9 10

12 126 721 1 5.7 18

13 53 311 1 5.9 13

14 63 405 1 6.4 18

15 38 218 1 5.7 14

16 82 425 1 5.2 13

17 27 135 1 5.0 12

18 81 371 1 4.6 12

19 22 146 1 6.6 14

21 28 168 1 6.0 14

31 104 440 1 4.2 11

32 472 2156 1 4.6 13

33 314 1305 1 4.2 12

34 51 174 1 3.4 8

35 379 1405 1 3.7 13

36 112 639 1 5.7 15

51 47 189 1 4.0 10

61 52 270 1 5.2 12

62 34 199 1 5.9 12

63 50 233 1 4.7 10

64 45 267 1 5.9 17

-------- -------- -------- -------- -------- --------

21 2231 10478 1 4.7 18

ANALISIS UNIVARIAT

. svy:proportion konsumsi_kat status_ekonomi didik_ibu kerja_ibu

jumlah_keluarga

(running proportion on estimation sample)

Survey: Proportion estimation

Number of strata = 21 Number of obs = 10478

Number of PSUs = 2231 Population size = 10200177

Design df = 2210

_prop_8: kerja_ibu = tidak bekerja

-----------------------------------------------------------------

| Linearized

| Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval]

----------------+------------------------------------------------

konsumsi_kat |

kurang | .3750192 .0063693 .3625287 .3875097

Page 142: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

cukup | .6249808 .0063693 .6124903 .6374713

----------------+------------------------------------------------

status_ekonomi |

rendah | .4705819 .0073722 .4561248 .4850391

tinggi | .5294181 .0073722 .5149609 .5438752

----------------+------------------------------------------------

didik_ibu |

rendah | .6277184 .0073624 .6132805 .6421563

tinggi | .3722816 .0073624 .3578437 .3867195

----------------+------------------------------------------------

kerja_ibu |

bekerja | .5276822 .0070048 .5139456 .5414189

_prop_8 | .4723178 .0070048 .4585811 .4860544

----------------+------------------------------------------------

jumlah_keluarga |

besar | .4780863 .006063 .4661965 .4899762

kecil | .5219137 .006063 .5100238 .5338035

-----------------------------------------------------------------

. svy:mean B4K7THN_IBU B4K7BLN

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 21 Number of obs = 10478

Number of PSUs = 2231 Population size = 10200177

Design df = 2210

--------------------------------------------------------------

| Linearized

| Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

-------------+------------------------------------------------

B4K7THN_IBU | 30.37083 .0712186 30.23117 30.51049

B4K7BLN | 29.6246 .1024455 29.4237 29.8255

--------------------------------------------------------------

. svy: mean B4K7THN_IBU, over ( konsumsi_kat)

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 21 Number of obs = 10478

Number of PSUs = 2231 Population size = 10200177

Design df = 2210

kurang: konsumsi_kat = kurang

cukup: konsumsi_kat = cukup

ANALISIS BIVARIAT

--------------------------------------------------------------

| Linearized

Over | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

Page 143: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

-------------+------------------------------------------------

B4K7THN_IBU |

kurang | 30.07045 .1128775 29.84909 30.29181

cukup | 30.55108 .0857282 30.38296 30.71919

--------------------------------------------------------------

. svy:mean B4K7BLN, over ( konsumsi_kat)

(running mean on estimation sample)

Survey: Mean estimation

Number of strata = 21 Number of obs = 10478

Number of PSUs = 2231 Population size = 10200177

Design df = 2210

kurang: konsumsi_kat = kurang

cukup: konsumsi_kat = cukup

--------------------------------------------------------------

| Linearized

Over | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

-------------+------------------------------------------------

B4K7BLN |

kurang | 26.36732 .1719405 26.03014 26.7045

cukup | 31.57912 .1262951 31.33145 31.82679

--------------------------------------------------------------

. svy:tabulate status_ekonomi konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 21 Number of obs =

10478

Number of PSUs = 2231 Population size =

10200177

Design df =

2210

----------------------------------

| konsumsi energi dan

status | protein

ekonomi | kurang cukup Total

----------+-----------------------

rendah | 46.87 53.13 100

| 2324 2579 4903

|

tinggi | 29.17 70.83 100

| 1651 3924 5575

|

Total | 37.5 62.5 100

| 3975 6503 1.0e+04

----------------------------------

Key: row percentages

Page 144: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 348.9499

Design-based F(1, 2210) = 261.9065 P = 0.0000

svy:tabulate didik_ibu konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 21 Number of obs =

10478

Number of PSUs = 2231 Population size =

10200177

Design df =

2210

----------------------------------

| konsumsi energi dan

pendidika | protein

n ibu | kurang cukup Total

----------+-----------------------

rendah | 43.19 56.81 100

| 2894 3739 6633

|

tinggi | 27.92 72.08 100

| 1081 2764 3845

|

Total | 37.5 62.5 100

| 3975 6503 1.0e+04

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 243.5021

Design-based F(1, 2210) = 183.0974 P = 0.0000

svy:tabulate kerja_ibu konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 21 Number of obs =

10478

Number of PSUs = 2231 Population size =

10200177

Design df =

2210

----------------------------------

| konsumsi energi dan

pekerjaan | protein

ibu | kurang cukup Total

----------+-----------------------

bekerja | 37.04 62.96 100

| 2078 3476 5554

Page 145: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

|

tidak be | 38.02 61.98 100

| 1897 3027 4924

|

Total | 37.5 62.5 100

| 3975 6503 1.0e+04

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 1.0678

Design-based F(1, 2210) = 0.7519 P = 0.3860

svy:tabulate jumlah_keluarga konsumsi_kat, obs row percent

(running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 21 Number of obs =

10478

Number of PSUs = 2231 Population size =

10200177

Design df =

2210

----------------------------------

jumlah | konsumsi energi dan

anggota | protein

keluarga | kurang cukup Total

----------+-----------------------

besar | 39.85 60.15 100

| 2022 3005 5027

|

kecil | 35.35 64.65 100

| 1953 3498 5451

|

Total | 37.5 62.5 100

| 3975 6503 1.0e+04

----------------------------------

Key: row percentages

number of observations

Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 22.5222

Design-based F(1, 2210) = 19.2797 P = 0.0000

. svy:logit konsumsi_kat status_ekonomi, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 21 Number of obs = >10478

Number of PSUs = 2231 Population size = > 10200177

Design df => 2210

Page 146: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

F( 1, 2210) => 258.20

Prob > F => 0.0000

-------------------------------------------------------------------

-

> ----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf.

> Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-

> ----------

status_eko~i | 2.142082 .1015517 16.07 0.000 1.951912

> 2.350779

_cons | 1.13343 .039934 3.55 0.000 1.057762

> 1.21451

-------------------------------------------------------------------

-

> ----------

. svy:logit konsumsi_kat didik_ibu, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 21 Number of obs => 10478

Number of PSUs = 2231 Population size => 10200177

Design df => 2210

F( 1, 2210 = > 180.51

Prob > F = > 0.0000

-------------------------------------------------------------------

-

> ----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf.

> Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-

> ----------

didik_ibu | 1.962504 .0984829 13.44 0.000 1.778574

> 2.165455

_cons | 1.315589 .0420961 8.57 0.000 1.235574

> 1.400786

-------------------------------------------------------------------

-

OUTPUT ODDS RATIO

. svy:logit konsumsi_kat kerja_ibu, or

(running logit on estimation sample)

Page 147: DETERMINAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25928/1/Ayu... · xiv + 106 halaman + 12 tabel + 5 grafik + 5 gambar + 2 lampiran ABSTRAK

Survey: Logistic regression

Number of strata = 21 Number of obs => 10478

Number of PSUs = 2231 Population size => 10200177

Design df => 2210

F( 1, 2210) => 0.75

Prob > F => 0.3860

-------------------------------------------------------------------

-

> ----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf.

> Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-

> ----------

kerja_ibu | .9591017 .0461878 -0.87 0.386 .8726711

> 1.054092

_cons | 1.699818 .0564586 15.97 0.000 1.592629

> 1.81422

-------------------------------------------------------------------

-

. svy:logit konsumsi_kat jumlah_keluarga, or

(running logit on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 21 Number of obs = > 10478

Number of PSUs = 2231 Population size= > 10200177

Design df = > 2210

F( 1, 2210 = > 19.26

Prob > F = > 0.0000

-------------------------------------------------------------------

-

> ----------

| Linearized

konsumsi_kat | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95%

Conf.

> Interval]

-------------+-----------------------------------------------------

-

> ----------

jumlah_kel~a | 1.211291 .0529041 4.39 0.000 1.111863

> 1.319611

_cons | 1.509594 .0536556 11.59 0.000 1.407957

> 1.618568

-------------------------------------------------------------------

-