dewan perwakilan daerah republik indonesia ... filerapat dibuka pukul 10.35 wib . ... dalam...
TRANSCRIPT
Nomor: RISALAHDPD/KMT I-EXPERT/II/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI
DENGAN NARASUMBER ALAN FRENDY KOROPITAN, Ph.D
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 28 Februari 2017
3. Waktu : 10.35 WIB – 12.31 WIB
4. Tempat : R.Sidang 2A
5. Pimpinan Rapat :
1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)
2. H. Fachrul Razi, M.IP (Wakil Ketua)
3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : Dalam rangka membahas mereview RUU Usul inisiatif DPD
RI tentang pemerintahan di wilayah kepulauan dengan
narasumber Alan Frendy Koropitan, Ph.D
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 1
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Ibu, bapak sekalian, suaranya kok tidak bagus begini ya.
Yang kami hormati Bapak Alan Fendi Koropitan, betul pak ya, rekan-rekan anggota
Komite I DPD, kemudian teman-teman tenaga ahli.
Pertama-tama adalah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, Alhamdulillah pada hari ini kita dapat mengadakan expert meeting
bersama juga ini. Expert meeting tentang Rancangan Undang-Undang tentang
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan oleh karena itu saya izin bapak, ibu
sekalian rapat saya buka dan terbuka untuk umum.
KETOK 1X
Ibu dan bapak sekalian. Sebelum saya melanjutkan acara ini saya ingin kenalkan ini
Pak Alan yang hadir, tenaga ahli saya kira sudah diketahui dengan baik oleh bapak, Saudara
Wawan dan Saudara Fadli. Kemudian sebelah kiri saya Pak Idris dari Kalimantan Timur.
Kemudian Pak Rizal Sirait dari Sumatera Utara. Kemudian Bu Dewi dari NTB satu di antara
sekian provinsi kepulauan. Kemudian kanan saya Pak Nono Sampono dari Maluku saya kira
juga provinsi kepulauan kemudian Pak Jacob Komigi, Bapak Jacob. Bapak Jacob dari Papua
Barat. Kemudian Pak Hudarni Rani, beliau dari Bangka Belitung.
Pak Alan dan bapak, ibu sekalian kalau kita bicara provinsi kepulauan salah satunya
adalah milestone nya adalah Deklarasi Djuanda dan kemudian adalah unclosed 82. Ini saya
kira adalah sebuah milestone dalam perjalanan kita sebagai sebuah negara bangsa, setelah,
setelah ini peradaban archipelago kita itu ada sejak Sriwijaya, Majapahit ya saya kira kalau
bicara peradaban maka di masa lalu kita punya komunitas sebuah nation dalam tanda petik
yang mana sudah mendunia dan tahapan itu diperoleh oleh kakek-nenek moyang kita itu
dengan cara yang luar biasa saya kira. Nah ketika Belanda masuk maka, dengan politik etis
1917 sampai kemudian 1940-an saya kira itu kita didekonstruksi pemerintahan kita menjadi
negara agraris. Nah ini problem mindset saya kira ini sehingga upaya me-reborn melakukan
kembali penyadaran sebagai negara kepulauan oleh Pak Juanda dan kemudian 1982 itu
menjadi bagian penting yang sebetulnya jikalau kita bisa melakukan eksplorasi kembali
sayang kita terputus. Informasi pengetahuan, keilmuwan tentang ketatanegaraan dimasa lalu
terputus kita. Ini yang membuat kita terpuruk ya menurut saya di kita tidak bisa, belum bisa
reborn kembali, belum bisa naik kembali sebagai sebuah negara kepulauan, negara kelautan,
negera yang punya potensi maritim luar biasa karena kemudian dekonstruksi oleh penjajah
ini luar biasa ini yang saya kira persoalan kita menjadi bias ketika kesadaran muncul kembali
bahwa ternyata negara kepulauan ini manajemennya berbeda dengan daerah-daerah lain.
Uzbekistan itu negara tidak punya laut. Negara-negara Asia Tengah banyak itu yang tidak
punya laut dan kita saya kira menjadi bagian yang penting kalau kita berbicara mengenai
kepulauan tersebut.
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.35 WIB
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 2
Dalam perspektif lain salah satu sisa kerja di masa lalu kita pak itu di Madagaskar.
Madagaskar sebuah negara Malagasi di Afrika Timur ini luar biasa, orang disana
mengidentifikasi diri sebagai orang Majapahit bukan orang Indonesia, bukan orang Jawa,
bukan orang Kalimantan, bukan orang Melayu tetapi orang Majapahit dan apa peradaban itu
sampai sekarang masih dinikmati mereka-mereka itu. High call mereka orang yang
berbangsa hebat lah di Malagasi sana itu, mereka sama dengan kita tetapi dia tidak kenal lagi
Indonesia, yang dia kenal hanya Majapahit ini salah satu barangkali noktah, kalau kita
kembali kepada hebatnya kita di masa lalu dan wilayah kekuasaan kita luar biasa hari ini
saya kira tinggal, puing-puing pun sudah tidak lagi, bekasnya pun tidak ada lagi. Nah karena
itu kemudian di zaman kemerdekaan ini di coba upaya-upaya untuk me-manage provinsi,
negara kepulauan ini dengan archipelago approach yang kemudian berbagai regulasi muncul
tetapi menurut sebagian kalangan bahwa pola penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
yang basisnya daratan dan lautan itu simetris pendekatannya, tidak simetris. Nah saya kira
kemudian Undang-Undang Nomor 32 itu memberikan sedikit harapan kemudian revisi
menjadi Undang-Undang 23 harapan ada tetapi juga masih terbatas sekali itu. Ketika
kebetulan pemerintah ini secara keseluruhan apresiasi dan appeal kepada kepulauan itu
sangat rendah sekali. Ini yang menjadi background arsitektur kita di masa lalu yang kita hari
ini fakta, alhamdulillah ini Pak Alan kita itu negara yang skinny ratio nya barangkali adalah
termasuk tertinggi di dunia ini karena kemiskinan, karena keterbelakangan, kemudian karena
income per kapita, karena kesulitan geografis dan lain-lain ini yang cara melakukannya
dengan cara instan, ya Jakarta, cire apa namanya Cianjur, Calangloleah sama dengan
Maluku, aneh ini.
Karena itu bapak, ibu sekalian pengkyaan mengenai RUU ini yang menjadi tugas
Komite I Pak Alan dalam rangka mengisi tugas bersama di dalam prolegnas DPR, DPD dan
juga pemerintah yang itu diserahkan kepada kita, kepada Komite I Dewan Perwakilan
Daerah. Saya kira bapak, ibu sekalian, sebelum Pak Alan nanti saya minta kepada tenaga ahli
kita Pak Wawan atau Pak Fadli menyampaikan apa yang sudah kita lakukan ya sehingga
tampak disitu mana yang nanti Pak Alan bisa isi, mana yang kemudian ditambahkan dan
lain-lain karena ini sifatnya adalah apa namanya expert meeting, saya kira karena acara ini
expert meeting maka saya kira progres harus terketahui dengan baik ini. Jadi sebelum Pak
Alan saya minta tenaga ahli untuk melaporkan, menyampaikan persiapan atau review yang
sudah dilakukan di masa lalu ini. Pak Alan ini adalah Rektor Kepala Bidang Oceanografi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. IPB itu “Institut Paling Bisa” pak, bisa apapun
paling bisa saya tidak ingin lebih lanjut karena Pak Nono sama-sama dari IPB saya kira.
Silakan Mas Fadli atau Mas Wawan.
PEMBICARA: WAWAN (STAF AHLI KOMITE I DPD RI)
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Selamat pagi pimpinan.
Anggota Komite I yang kami hormati.
Izinkan kami dari teman-teman dari tim ahli, staf ahli komite maksud kami sekedar
memberikan review terhadap Rancangan Undang-Undang pemerintah daerah di wilayah
kepulauan yang pernah diinisiasi oleh Komite I periode yang lalu. Ada beberapa catatan yang
kami coba kompilasi dari RDP, RDPU dan rapat kerja yang ada yang terselenggara selama
ini yang membahas tentang kepulauan termasuk catatan-catatan kritis dari narasumber
pertama adalah terkait dengan persoalan kontekstualitas RUU ini bahwa dari sisi
kontekstualitas RUU yang pernah dihasilkan DPD RI periode sebelumnya, RUU ini perlu
dilakukan penyesuaian, reaktualisasi dengan terutama dari undang-undang yang terkait
dengan pemerintahan daerah yang sudah mengalami perubahan. Tadi Pak Ketua sampaikan
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 3
bahwa undang-undang pemerintahan daerah sendiri dari Undang-Undang Nomor 32 sebagai
dasar konsideran RUU yang diinisiasi DPD waktu lalu sekarang sudah berubah menjadi
Undang-Undang 23 yang di situ ada bab tersendiri yang sudah mengatur tentang provinsi di
wilayah laut dan provinsi yang berciri kepulauan. Itu yang pertama.
Yang kedua adalah terkait dengan sinergitas atau Rancangan Undang-Undang tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sekarang ini juga dalam tahap revisi juga yang
ini mungkin akan menjadi satu momentum yang pas ketika akan bicara tentang
penganggaaran yang menjadi satu substansi kunci yang akan ada di RUU yang nanti akan
disusun yang mengatur tentang kepulauan ini.
Kemudian yang kemarin catatan dari narasumber yang terakhir Pak Ketua, perlu kami
juga sampaikan bahwa kalau berangkat dari definisi unclosed pak ketua itu adalah yang
dikenal rezim hukum negara kepulauan jadi kita tidak mengenal daerah kepulauan di dalam
itu. Nah di dalam eksplorasi naskah akademik dari periode DPD RI periode lalu mengambil
mentah-mentah apa yang didefinisikan unclosed itu dari negara kepulauan menjadi daerah
kepulauan. Nah ini juga mungkin secara hukum harus dikritisi lagi nanti dari temen-temen
dari hukum yang akan coba mengkritisi itu, definisi ini pas sesuai dengan apa yang di
dimaksud disitu.
Kemudian yang terakhir mungkin Pak Ketua, mungkin nanti Pak Fadli juga bisa
menambahkan lagi bahwa hasil dari seminar terkahir kemarin di Maluku, di Ambon itu juga
menyebutkan bahwa beberapa kalangan akademisi di Universitas Patimura menyebutkan
bahwa Undang-Undang 23 walaupun sudah secara substansi mengakomodir adanya profesi
di kepulauan itu, tersebut bahwa secara pelanggaran masih bersifat dana pembantuan artinya
ini belum memenuhi azas keadilan bagi provinsi-provinsi yang ada di kepulauan. Kurang
lebih itu substansinya Pak Ketua, kami masih menghimpun teman-teman lagi yang konsern
dimasalah penganggaran dan pemerintahan daerah mungkin karena Pak Alan background
nya lebih ke kelautan mungkin sunstansi kelautannya yang mungkin hari ini yang lebih
dikedepankan. Mungkin 1 atau 2 hari ini kami akan coba mengakomodasi teman-teman yang
dari pemerintahan daerah dan anggaran. Begitu Pak Ketua, mungkin Pak Fadli bisa
menambahkan. Terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Selamat pagi.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih Pak Wawan. Silakan Pak Fadli.
PEMBICARA: FADLI (STAF AHLI KOMITE I DPD RI)
Terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Yang saya hormati Pimpinan Sidang.
Bapak, ibu sekalian anggota dewan yang kami muliakan.
Izinkan beberapa hal yang ingin kami sampaikan ini memang kalau di review draft
RUU ini karena pada masa lampau merupakan inisiasi anggota dewan pada masa lampau
memang banyak draft yang substansi yang di draft kan sudah tertinggal oleh aturan-aturan
baru. Ini akan berimplikasii serius sebenarnya apabila kita tidak mengikuti payung hukum
yang mengatur persoalan ini secara lebih general. Dalam perspektif menurut ajaran Prof.
Ateng yang saya ketahui seharusnya memang ada undang-undang yang menaungi dalam hal-
hal yang bersifat pemerintahan daerah. Oleh karena itu mau tidak mau apabila ada ada
undang-undang yang diperbaharui, sedangkan undang-undang induknya atau undang-undang
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 4
yang merupakan payung dari pemerintahan daerah akan segera berubah maka mau tidak mau
harus disesuaikan dengan Undang-Undang yang yang baru tersebut. Nah menurut hemat
kami memang ada beberapa hal yang belum masuk kesini dan karena itu relevan untuk
undang-undang ini senantiasa dikaji.
Sejauh yang sudah kami kerjakan undang-undang yang perlu disesuaikan atau
undang-undang yang perlu menjadi acuan dari draft RUU ini memang aus dan mau tidak
mau adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Adapun yang lain misalnya Undang-
Undang Pembagian Keuangan Daerah, pusat daerah kemudian Undang-Undang yang
berkaitan dengan Undang-Undang Kewenangan Pengelolaan Laut, Undang-Undang
Kelautan, Undang-Undang Migas dan sebagainya itu juga mau tidak mau harus disesuaikan.
Jadi terkait dengan ini maka mau tidak mau nanti NA nya dan RUU ini juga harus
mengalami perubahan disesuaikan dengan ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011. Nah apabila satu induk atau azas-azas umum dari undang-undang ini sudah
berubah maka mau tidak mau RUU ini akan banyak mengalami perrubahan pada tataran
normanya sehingga akan pasti banyak apabila induknya sudah berubah mau tidak mau akan
terjadi inkonsistensi antara RUU ini dengan undang-undang yang sudah menjadi pokoknya.
Itulah yang barangkali perlu disampaikan secara umum bahwa undang-undang ini memang
RUU ini memerlukan banyak perubahan agar supaya nanti betul-betul menjadi satu kesatuan
sistem hukum mengenai pemerintahan daerah termasuk juga di dalamnya mencakup RUU
pemerintahan daerah di daerah kepulauan ini menjadi satu bagian subsistem yang merupakan
satu kesatuan hukum yang sinergis, yang harmonis dari sebuah pemerintahan negara di
Indonesia ini. Saya kira bapak ibu sekalian itu yang bisa disampaikan. Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih Mas Fadli. Baik itu Pak Alan jadi beberapa simbol yang sudah kita
ambil dalam perjalanan merumuskan RUU ini karena itu pikiran-pikiran dari Pak Alan saya
kira harus kita akomodasi sepanjang itu reliable dengan apa yang menjadi misi dari
pembentukan undang-undang ini. Silakan Pak Alan.
PEMBICARA: ALAN FRENDY KOROPITAN, Ph.D (NARASUMBER)
Terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Selamat pagi. Salam sejahtera buat kita semua, saya mohon maaf ini suara agak serak
Bapak Pimpinan.
Yang saya hormati Bapak Pimpinan serta semua anggota Komite I DPD RI.
Saya dalam konteks untuk mengisi konsep-konsep terkait dengan pembangunan
kelautan dan langsung saja. Kira-kira ada 7 hal yang ingin saya bagikan di sini yang pertama
terkait dengan indikator pembangunan provinsi kepulauan. Jadi ini saya adopsi dari kajian di
Bappenas ketika saya menjadi anggota tim kajian untuk poros maritim. Kemudian yang
kedua terkait bentuk-bentuk skema pendanaan. Saya mengerti bahwa ada skema pendanaan
di APBN yang tentunya ada terkait dengan Undang-Undang tetapi ada contoh di luar yang
barangkali relevan dengan pembangunan provinsi kepulauan ini. Kemudian yang ketiga
kerjasama regional. Kemudian yang keempat terkait dengan marine protected area co-
management perikanan berkelanjutan dan kearifan lokal ini akan didudukkan dalam rezim
tata ruang karena kita memiliki 2 rezim tata ruang, yang pertama darat yaitu RT/RW yang
kita kenal di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan rezim yang ke-2 adalah rezim
yang ada di laut yang diatur dengan Undang-Undang 27 yang dibawah dalam hal ini adalah
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Nah bagaimana keterkaitan kedua hal ini. Kemudian
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 5
yang kelima terkait budidaya laut. Keenam pendidikan dan riset dan ketujuh konektivitas
laut. Tentunya ini ada banyak sekali contoh-contoh tetapi ada beberapa mungkin yang saya
skip. Nah saya mungkin mulai dari unclosed bahwa ketika Indonesia merdeka kita itu luasnya
lautnya itu cuman kira-kira 100.000 kilometer persegi itu di ukur atau di acu dari aturan
Belanda di mana jarak atau acuan yang dipakai itu adalah sejauh peluru meriam itu. Jadi
peluru meriam kira-kira 2 sampai 3 mil dari garis pantai sehingga dari hal itulah mengacu
luas suatu perairan teritori itu 2 sampai 3 mil dari garis pantai. Jadi kita hanya 100.000 km
persegi. Nah ketika deklarasi Juanda yang tadi sudah disebut oleh Bapak Pimpinan dan juga
disahkan dalam unclosed maka luas perairan laut kita itu totalnya menjadi 5,8 juta kilometer
persegi sudah termasuk di situ 2,7 kilometer persegi ZEE. Jadi 100.000 kilometer persegi
dengan dengan 5,8 juta kilometer persegi itu jauh sekali. Nah bagaimana kita mendudukkan
itu di dalam konteks pembangunan yang saat ini artinya katakanlah sebelum pemerintahan
Pak Jokowi itu orientasinya masih darat sehingga indikator-indikator pembangunan yang
dianut, katakanlah di dalam BPS, di dalam apa namanya memprediksi ekonomi di dalam
Bappenas itu semua mayoritas adalah paramater-parameter atau indikator pembangunan
yang berbasis darat. Nah kita sekarang akan melakukan transformasi atau melakukan
semacam switch dari orientasi darat ke laut paling tidak ada 3 hal yang sudah dipikirkan atau
dikaji di dalam kajian Bappenas. Yang pertama terkait dengan pembangunan ekonomi
maritime. Kemudian kekuatan maritim. Yang ketiga budaya maritim. Nah ini masuk dalam
konteks pengelolaan kedaulatan penataan ruang dan pengelolaan lingkungan. Jadi di dalam
tata ruang kita contohnya itu sudah mengacu baik darat maupun laut sudah sebetulnya
mengakomodir ketiga parameter ini ekonomi maritim, kekuatan maritim dan budaya maritim.
Nah selanjutnya bagaimana mem-breakdown ini, nah ini yang terkadang belum terlihat atau
belum ada di dalam data-data yang ada di BPS katakanlah sebagian sudah ada, sebagian
belum ada sehingga kalau kita ingin menarik tolak ukur apakah kita sudah berhasil di dalam
pembangunan maritim itu indikatornya apa? Apalagi kalau kita mau dudukkan katakanlah
RUU yang sedang dibahas sekarang ini apakah indikatornya sama dengan indikator
pembangunan yang ada di darat? Tentunya akan berbeda. Nah paling tidak ini 3 pilar yang
sudah dirumuskan dan ada beberapa kuantifikasi, target-target yang akan dicapai dan
sebagainya. Misalnya untuk ekonomi ada perikanan ada geoteknologi kelautan kemudian ada
transportasi lautnya kemudian ada pariwisata dan ekonomi kreatif bahari, ada ESDM dan di
dalam konteks keruangan itu ada kota-kota maritim baru, itu contoh saja. Nah kemudian
untuk kekuatan maritim untuk budaya bagaimana. Lanjut saja nah paling tidak ini yang
muncul kalau selama ini kita menganut pada 12 sektor di dalam pembangunan terkait
maritim. Nah ke depan bisa tidak ini masuk menjadi 20 jadi lebih di breakdown menjadi 20,
menjadi detail. Tentunya ini implikasinya adalah di dalam tolak ukur yang seperti ini itu
implikasinya di dalam katakanlah survei-survei terkait dengan indikasi atau apanamanya
seberapa jauh kita sudah membangun. Nah jadi transformasi dari 12 menjadi 20 ini memang
luar biasa dan sulit tentunya. Katakanlah saat ini dari 12 ini kontribusi kelautan kita dari 12
ini itu di luar ESDM itu menyumbang kira-kira 11,7% PDB kita dari 12 ini di luar ESDM,
nah bagaimana kalau dia nanti kita detailkan jadi 20 jangan-jangan itu lebih dari apa
namanya 11,7% tadi. Nah tentunya saya tidak tahu apakah akan dirumuskan di dalam RUU
ini, apa minimum requirment sebagai tolak ukur untuk keberhasilan pembangunan di provinsi
kepulauan nah ini yang perlu disepakati. Katakanlah dari 20 ini yang mana yang menjadi
minimum requirment sekilas saya baca itu banyak di infrastruktur belum menyentuh hal-hal
yang katakanlah budaya, keuangan, pendidikan dan sebagainya. Nah ini yang menjadi
catatan untuk update terkait dengan RUU ini.
Lanjut. Nah skema pendanaan. Lanjut saja. Saya memberikan contoh saja walaupun
tentunya ini tergantung dari pilihan kita. Misalnya di Vietnam itu karena begitu kuatnya
pemerintahan sosialis itu mereka menggunakan public private partnership itu bisa optimal.
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 6
Ini adalah contoh lokasi yang saya kunjungi 2 tahun lalu itu kalau kita ke sana 7-8 tahun lalu
itu tidak begini gambarnya, itu rawa dan sebagainya dan terbiar dan karena negara sangat
kuat sekali di dalam mobilisasi privat sektor ini dia bisa membangun infrastruktur dasar
sehingga seperti perusahaan pengembang itu dia tawarkan blok-blok kepada privat untuk
mengisi ini. Nah jadilah ini kota baru ini yang disebut dengan ini menurut Vietnam Public
Private Partnership jadi negara yang menentukan lebih dahulu ini lokasinya kemudian dia
membangun infrastruktur dasar kemudian yang mengisi blok-blok itu adalah private.
Lanjut. Yang kedua di China mirip-mirip ya kira-kira, mirip-mirip, bagaimana
mereka memvaluasi suatu sumber daya alam kemudian itu menjadi jaminan kepada bank
sehingga katakanlah kalau itu sudah keluar jaminan pemerintahnya mengeluarkan jaminan 1
misalnya keluar 5 dari bank misalnya 100 miliar maka kira-kira 1 triliun bank mengeluarkan
tetapi lagi-lagi ini mudah buat mereka karena baik bank, baik private, baik partai, baik
eksekutif itu sama, satu kontrol begitu ya. Nah di kita susah begini karena Undang-Undang
BI kita yang sendiri sehingga katakanlah pemerintah menjamin misalnya ada 1 juta ton ikan
di Pasifik Barat di utara Papua katakanlah itu hasil kajian ilmiah itu bukan cuma 1 juta ton
tetapi Cakalang saja 2 sampai 3 juta ton pas antara utara Papua, Biak. Oke mau mengambil 1
juta ton bagaimana caranya? Kalau Cina mudah dia yang mengeluarkan surat jaminan karena
diperkuat dengan riset ilmiah pemerintah bilang oke ini 1 juta ton, saya ingin membagi-bagi
kepada masyarakat, perusahaan, pengelola dan sebagainya. Bank mengeluarin berapa, itu
kalau di kita tidak bisa hanya seperti itu.
Lanjut. Di Perancis. Perancis lain lagi hampir semua negara Eropa kira-kira mirip-
mirip begini, mereka punya bank khusus untuk pendanaan itu yang disebut dengan bank
kredit agrical ini sehingga nelayan-nelayan atau petani-petani itu dia bisa mendapat
katakanlah kredit murah dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun kalau di kita susah. KKP
sudah merintis dengan OJK itu yang namanya skema jaring tapi kalau saya tanya itu sudah 3-
4 tahun lalu, saya tanya ke yang lain-lain tahu tidak skema jaring, tidak ada yang tahu. Itu
skema yang memudahkan untuk mendapatkan kredit termasuk tanpa agunan. Itu kerjasama
KKP dengan OJK, kemudian mendorong bank-bank BUMN tetapi ternyata susah juga terus
bagaimana dong pendanaan kita mau membangun suatu provinsi kepulauan yang 70-80%
nya laut, begitu kan dari mana uangnya, tidak mungkin dari pemerintah terus bagi-bagi kapal
dan sebagainya itu tidak sustain. Nah apakah mungkin kita ada lembaga pendanaan baru?
Nah ini terobosan-terobosan yang perlu dipikirkan terkait dengan pendanaan. Nah kalau di
Perancis bank pertanian dan perikanan ini, bank kredit agrikolonia pertanian dalam arti luas
termasuk perikanan itu rupanya masuk dalam sistim pengelolaan mereka jadi tidak terpisah.
Kalau di kita terpisah, Undang-Undang BI tersendiri, sehingga katakanlah suatu nelayan dia
sudah mendapat surat ijin dari pemerintah dari KKP mereka itu menjadi modal untuk
mendapatkan kredit. Oke dia dapat izin, berapa skala, berapa kuota, berapa ton kamu bisa
menangkap? Oke satu hari satu ton saya dapat. Itu dia bisa mengajukan ke bank, bank ini
kemudian dia dikasih kapal dan alat tangkap sesuai spesifikasinya. Nah kalau terjadi cuaca
ekstrim karena dia masuk dalam bagian sistem pengelolaan, misalnya dia tidak bisa melaut 5
hari kalau dia rata-rata menangkap 1 hari 1 ton maka dia mendapat dana asuransi,
kompensasi 5 ton kalau dia tidak bisa melaut selama 5 hari. Cuma ini masuk dalam bagian
sistem pemerintahan di kita lagi-lagi tidak bisa bank kita terpisah, Undang-Undang BI
terpisah terus yang bagaimana yang cocok buat kita? Lanjut. Ini lanjut saja. Ini yang coba
dilakukan oleh senior saya, Pak Sondiamar di Lombok Utara. Jadi mencoba membangun
suatu kota maritim baru di Lombok Utara yang menggunakan skema yang kita sebut dengan
public private plus people partnership. Jadi sederhananya begini oke kita akan membangun
kota maritim baru yang notabene itu adalah milik masyarakat adat lahannya kalau sekarang
harganya berapa 30.000 nanti kalau kota maritim ini sudah berkembang ya tentunya ada
pelabuhannya, ada cluster industrinya, nanti dibagian luarnya ada perumahan, perkantoran,
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 7
pergudangan dan sebagainya, tentunya harganya tidak 30.000 kan nah masyarakat itu tidak
kehilangan saham. Jadi kelak 10 tahun kemudian ini jadi, atau 20 tahun kemudian ini jadi dia
tidak punya, atau dia tidak kehilangan saham. Tidak seperti BSD 20 tahun lalu, dia pemilik
tanah menjual dengan harga murah, sekarang dia paling tinggi jadi satpam atau tukang ojek,
dia lepas sahamnya. Nah ini sudah Perda pak. Bapak, ibu ini sudah Perda di baik NTB nya di
NTB nya ini sudah Perda kemudian pembagiannya itu sudah diatur detailnya ada tentunya
tetapi yang mau saya bagikan adalah prinsip dari public private people partnership nanti
enterprise ini nanti bisa, nanti ada perusahaan-perusahan cabang dan sebagainya tetapi itu
memungkinkan masyarakat adat atau masyarakat lokal tidak kehilangan haknya walaupun
sudah 20 tahun kemudian.
Nah kita di Bappenas, saya membantu di Bappenas sedang mencoba membuat ini
menjadi Perpres cuma memang ya dalam kondisi begini ya kita agak terlambat, perlahan-
lahan ya. Jadi di Deputi apa namanya sumber Pak Arifin Rudiyanto ya, deputi terkait
pengembangan wilayah ya tata ruang dan sebagainya. Lanjut. Mundur pak sepertinya
kecepatan majunya. Ini contoh, contoh saja tidak harus begini tetapi kira-kira kemana
pembagian sahamnya misalnya karena ini skema P4 ini berbasis sumber daya alam maka
dasarnya itu haruslah inisiasi dari pemerintah, pemerintah yang memulai menginventarisasi,
membuat bisnis plan, bagaimana membuat pendirian badan usaha kemudian itu di Perdakan
contoh yang di Lombok, baru dari situ membuat semacam perusahaan bersama yang nanti
kira-kira hak sahamnya itu ada ke masyarakat, ada ke pemda, ada ke pengelola atau investor,
ada ke lembaga riset terserah di bagaimana caranya itu. Itu didudukkan di dalam aturan main
yang tentunya seimbang. Nah ini sebetulnya menganut yang dari apa namanya Amerika jadi
di Amerika walaupun negara yang katanya kapitalis dia juga menghargai masyarakat
adatnya. Contoh masyarakat Indian ya ketika ditemukan sumber daya alam katakanlah emas,
tambang disitu itu dengan sederhana dia membagi 3, 1/3 masyarakat adat India, 1/3 si
investornya, 1/3 negara bagiannya, state-nya. Negara federalnya tidak dapat karena dapat
dari pajak. Jadi itu, itu berapa contoh-contoh penerapan dari skema P4 ini yang barangkali
dan menurut saya relevan untuk pembangunan provinsi kepulauan ini, begitu luas dan basis
sumber daya alamnya sangat kuat. Nah bagaimana masyarakat happy, investor masuk juga
happy, pemerintah daerahnya juga mendapat bagian, kalau pemerintah pusat ya cukup lah di
pajak lah begitukan. Lanjut.
Nah ini yang dilakukan oleh Jepang, lain lagi. Kalau Jepang dia membuat yang
namanya enterprise ya, organization enterprise dimana dananya ini diperoleh dari sisa uang
pendapatan daerah. Jadi uang sisa uang pendapatan daerah ini dianut oleh daerah dalam hal
ini adalah prefecture ya atau provinsi kalau di kita. Jadi beberapa ke provinsi disana,
beberapa prefecture disana membuat apa namanya perusahaan bersama ini, enterprise ini dan
itu dilakukan untuk membiayai perusahaan mereka, mau joint venture BUMD bersama dan
ini terus berkembang sampai sekarang ya, tahun 1994 itu 600 miliar US dollar keuntungan
mereka. Nah apakah ini dimungkinkan misalnya BUMD, BUMD provinsi kepulauan mau
mengkeroyok, nah itu saya tidak tahu mungkin ahli keuangan daerah yang nanti akan
menemukan. Saya hanya menunjukkan bahwa ada contoh-contoh ini di dalam skema
pendanaan yang tidak mesti apanamanya tergantung kepada APBN. Lanjut. Nah kemudian
ada kerja sama regional jadi ini sudah baik tetapi menurut saya ini perlu percepatan. Lanjut.
Contoh yang ada di BIMP ini ya jadi Brunai, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Nah mereka
punya 4 pilar di sini yang sudah dituangkan di dalam implementation blue print mereka. Jadi
contoh yang pilar satu itu nanti ada kapal Roro dari Bitung, Davao dan General Santos itu
contoh saja. Kemudian bagaimana Malaysia dengan Brunai ada jembatan. Malaysia dengan
Indonesia ada jalan dan sebagainya. Nah ini bagaimana ini bisa di akomodir di dalam
provinsi kepulauan di RUU ini khususnya terkait wewenang, sejauh mana pemerintah yang
memiliki wilayah kepulauan ini bisa mempercepat upaya-upaya seperti ini, karena ada
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 8
beberapa daerah remode yang memang perlu diambil apa namanya langkah untuk supaya
konektifitasnya bisa terhubung ya sederhana saja ini, Malaysia, Indonesia dan Filipina.
Lanjut.
Nah kemudian terkait dengan Marine protected area karena disinggung di dalam, di
dalam naskah akademik ini saya ingin update saja saja, kemudian co-management, perikanan
berkelanjutan dan kearifan lokal. Nah di sini rupanya ada sudah dituangkan di dalam
RSDWP3K provinsi. Jadi dengan Undang-Undang 23 yang baru maka tidak ada lagi
kabupaten yang melakukan ini atau kota padahal contoh yang kita buat di Bontang itu
sebetulnya Perdanya itu menyatukan antar Perda tata ruang darat dan Perda tata ruang laut
sehingga kalau ditanya mana RT, RW mu ini Perda ini, mana RSDWP3K mu ya ini sama
jadi dia mencoba mengintegrasikan itu cuma dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 ini menjadi mentah lagi. Nah mumpung ini provinsi kepulauan baru mau
diajukan nah bagaimana kita mengintegrasikan itu karena ini bisa konflik. Contoh kita
tetapkan daerah budidaya laut tiba-tiba disitu kita bangun industri semen ya berkelahi,
masyarakat berkelahi dan sebagainya, di daratnya. Jadi dia harus terintegrasi. Nah saya tidak
tahu apakah itu namanya menjadi RUU eh sorry, tata ruang kepulauan, saya tidak tahu atau
apa tetapi yang jelas RT-RW ini di Undang-Undang 26, RSDWP3K ini di Undang-Undang
27.
Nah ini lanjut. Nah terkait dengan karena disini juga berbicara perlindungan
lingkungan jadi saya mulai dari Marine protected area karena ada implikasinya di kita. Jadi
di Jepang itu rupanya tidak mengenal ini contoh, lagi-lagi contoh tidak mengenal Marine
protected area , yang mereka kenal adalah fishing banned. Jadi kamu tidak boleh menangkap
di situ mengapa? Karena ini terkait dengan sejarah panjang ratusan tahun nelayan-nelayan
Jepang yang sekarang dikenal dengan Fisherman Co-operative Assosiation, atau koperasinya
nelayan. Jadi di sana itu mereka mendapat hak. Jadi perairan pesisir itu kira-kira 3 mil itu
mereka mendapat hak untuk menangkap, mereka yang kelola, berapa kuotanya mereka yang
atur. Pemerintahan hanya mengatur di mana kamu tidak boleh menangkap tapi ilmu
menangkap di situ suka-suka mereka itu hak diberikan oleh pemerintah kepada koperasi
nelayan. Nah lanjut. Yang right, hak tadi itu right, nah yang license, yang lisensi itu yang di
perairan lepas jadi di atas 3 mil kemudian di distance water, diperairan international, nah itu
basisnya license apakah itu bisa diterapkan di kita? Ada peluangnya ini bagaimana
masyarakat lokal atau masyarakat nelayan tradisional ingin bisa diberikan hak untuk
mengelola di suatu area tertentu nah itu diatur di dalam RSDWP3K, rencana zonasi. Lanjut.
Nah jadi di Jepang memang tidak menganut MPA tetapi mereka memiliki Fishing Banned
Area. Lanjut. Ini contoh saja penerapan fishing banned saya pikir lanjut saja.
Nah lain lagi di Filipina terkait dengan Marine protected area mereka itu sangat kuat
sekali partisipasi masyarakatnya jadi co-management, artinya apa? Masyarakat yang
mengelola suatu Marine protected area nah itu dimulai tahun ‘74 tetapi kemudian gagal
kemudian lanjut tahun 1984. intinya adalah masyarakat disitu oleh pemerintah dilegalkan
bahwa ini ada Marine protected area untuk suatu kawasan terumbu karang nah masyarakat
yang mengelola disitu terkait dengan penangkapan, perikanan, dan pariwisata. Nah di
Indonesia bagaimana? Lanjut. Nah di Indonesia itu sudah diatur di dalam Undang-Undang 27
tahun 2007 kemudian kita memiliki kawasan strategis nasional, kawasan konservasi perairan,
kawasan konservasi maritim nah itu bisa dicek di Undang-Undang 27 Juncto Nomor 1 Tahun
2014. Nah kemudian datang lagi Undang-Undang Nomor 32 yang mengatur kekosongan
hukum di atas 12 mil sampai ZTE dan bahkan landas kontinen 300 mil laut. Jadi sudah
lengkap terkait dengan ruang ini sudah lengkap ada Undang-Undang 27 Juncto No 1 Tahun
2014, ada Undang-Undang Nomor 32 yang mengcover 12 mil ke atas dan ada Undang-
Undang 26 yang mengatur daratnya. Nah sekarang kita mau dudukannya dia dalam konteks
pengelolaannya bagaimana? Nah di sini perang dari integrasi antara RT, RW dan SPDWP3K
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 9
nah kalau kita bisa mendorong ini maka ya meminimalisir konflik ruang. Jadi baik darat
maupun laut kita coba meminimalisir sehingga ke depan ini kan basisnya izinnya sehingga ke
depan ketika sudah dikasih alokasi ruang yang terintegrasi baik darat maupun laut maka
sektor-sektor tertentu itu dengan mudah memberikan izin. Jadi izin tetap ada di sektoral cuma
ruangnya sudah dikasih. Nah saya mau mengerucut kepada namanya konservasi karena kalau
sektoral, pembangunan dan sebagainya rasanya sudah banyak yang membahas dan undang-
undangnya sudah jelas tetapi yang konservasi ini terkadang ada misunderstanding.
Lanjut. Ini sistematik RT, RW dan tata ruang laut bagaimana keterkaitannya
sebetulnya yang didudukan tetapi memang intinya adalah di nanti di izin jadi nanti ada KSN,
ada KSNT untuk wilayah laut kemudian untuk daratan ada RT, RW termasuk sampai rencana
detail tata ruangnya. Lanjut. Nah kawasan konservasi itu yang pesisir itu terbagi antara zona
inti pemantauan terbatas dan zona lainnya. Nah yang zona inti memang tidak bisa diapa-
apain karena dia memang dilindungi untuk menjaga supaya katakanlah migrasi ikan atau
terkait dengan ekosistem yang rentan, contohnya terumbu karang, lamun, mangrove itu
memang tidak bisa diapa-apain tetapi di dalam zona pemanfaatan terbatas ini itu bisa
pariwisata contoh Raja Ampat. Raja Ampat ini adalah contoh yang ingin bagaimana suatu
kesuksesan pembagian zonasi. Jadi Raja Ampat ini berbasis apa namanya pengelolaan
masyarakat kalau sekarang kita masuk ke situ kalau yang dari turis-turis dari dalam negeri
itu 1 juta per orang, dari luar negeri bisa 4-5 juta perorang. Nah itulah zona pemanfaatan
terbatas mereka boleh masuk di daerah-daerah yang boleh mereka nikmati kemudian
pengembangannya itu bisa mandiri oleh masyarakat. Nah kemudian di dalam zona lain ini
terkait dengan rehabilitasi dan perlindungan. Nah itu terkait kawasan konservasi nah tentunya
kita bayangkan provinsi kepulauan ini itu dengan 70-80% laut itu harus jelas, harus fix yang
mana yang menjadi zona inti yang mana menjadi zona pemanfaatan terbatas. Nah satu lagi
ada kawasan konservasi maritim ini untuk melindungi adat istiadat. Jadi misalnya ada
kawasan-kawasan adat tertentu saya baru saja membaca laporan dari tual ya Pak Nono
mungkin tahu bagaimana mereka membuat kawasan untuk pengelolaan telur ikan terbang. Itu
dasarnya dari adat itu mereka sudah buat. Nah itu kalau dilegalkan itu bisa menjadi kawasan
konservasi perairan sorry kawasan konservasi maritim jadi yang mengelola disitu adalah
sistem adat. Itu contoh saja. Lanjut. Nah tambahan dari kawasan tadi dengan Undang-
Undang Perikanan ya diperkuat dengan PP 60 Tahun 2007 itu selain zona inti, zona
pemanfaatan terbatas, zona pemanfaatan lainnya ada satu lagi yang disebut dengan zona
perikanan berkelanjutan. Nah disini yang saya maksud tadi hak karena zona perikanan
berkelanjutan ini adalah mengakomodir terkait dengan penangkapan ikan dengan alat dan
cara yang ramah lingkungan sama budidaya ramah lingkungan. Kalau ini ditetapkan menjadi
suatu zona tertentu maka itu menjadi haknya nelayan tradisional untuk melakukan alat
tangkap yang ramah lingkungan dan sederhana tadi budidaya juga sedemikian jadi ini
menjadi mirip yang Jepang tadi dimana hak diberikan ini belum terlihat sekarang. Sebetulnya
mana sih hak nelayan tradisional yang sudah ratusan tahun melakukan tangkap penangkapan
di suatu lokasi yang terkadang menjadi konflik ketika nelayan dari luar masuk wah itu repot
karena misalnya nelayan di situ mungkin dia hanya menangkap seperlunya saja buat dia tapi
yang dari luar dia tidak mau peduli buat dia dia tangkap sebanyak-banyaknya nah ini menjadi
konflik. Jadi ini sudah diatur di dalam undang-undang cuma memang implementasinya
belum ada. Nah bagaimana zona perikanan berkelanjutan ini bisa diberikan kepada nelayan
tradisonal yang ada di sekitar situ, di luar itu ya sudah itu dulu memang basisnya adalah di
lisence, harus lisence, di bawah 12 mil adalah pemerintah provinsi di atas 12 mil adalah KKP
pemerintah pusat izinnya.
Lanjut. Nah ini, ini Permen yang baru saja dikeluarkan oleh Bu Susi, Bu Menteri
Kelautan Perikanan untuk mengantisipasi Undang-Undang Nomor 23 yang baru otonomi
daerah yang baru sehingga dikatakan di sini bahwa ke arah darat bolehlah mencapai
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 10
administrasi kecamatan cumakan ini Permen apa bisa diterapkan dihadapkan dengan
Undang-Undang Nomor 26? Nah ini yang, yang, yang ini, ini langkah baik begitu ya karena
terkait dengan mengintegrasikan tata ruangdi darat dan laut tetapi kalau levelnya Permen
menurut saya masih tetap akan menyisakan konflik kalau sudah berhadapan dengan
katakanlah investasi-investasi yang besar di daratan. Lanjut. Nah inilah kira-kira kondisi
pemanfaatan ruang laut kalau kita tidak atur maka akan apanamanya overlay ya kawasan
konservasi, wisata, pertambangan konsensi migas macam-macam kalau ini tidak atur, di
diatur di dalam dalam ini baru laut saja belum daratnya maka potensi konflik ke depan itu
akan meningkat dan menimbulkan ketidakpastian untuk berinvestasi. Jadi ini, ini contoh saja.
Lanjut. Nah bagaimana sih partisipasi masyarakat? KKP sudah mengakomodir
walaupun memang masih sedikit sekali ya tahun 2013 itu perlu ribuan hektar sekian,
bagaimana ke depannya ini kalau kita isi dengan zona perikanan berkelanjutan kemudian
zona pemanfaatan terbatas untuk pariwisata dan lain sebagainya ini masih kecil-kecil yang
mereka buat. Lanjut. Jadi tantangan untuk provinsi kepulauan adalah tumpang tindih
penataan ruang di wilayah perairan laut harus disinergikan dan ditata melalui sistem
koordinasi sehingga menghasilkan RT, RW zona pesisir dan laut yang terintegrasi dengan
darat sehingga menjadi tata ruang provinsi kepulauan, yang kedua penguatan pengelolaan
MPA ini, Marine protected area atau kawasan konservasi ini berbasis masyarakat dalam
kelembagaan yang baru nah di provinsi kepulauan ini kira-kira bagaimana? Bagaimana kira-
kira terkait dengan pola atau penetapan zoan perikanan berkelanjutan berbasis masyarakat
hak penangkapan nelayan tradisional? Bagaimana kawasan konservasi maritim terkait
budaya dan kearifan local? Nah yang ke tiga adalah kawasan strategis nasional untuk
pemanfaatan perikanan di ZEE apa merekanya menjadi penonton? Yang tadi saya cerita di
Jepang, oke nelayan tradisionalnya cuman di perairan 3 mil coastal fishery tetapi mereka
punya saham loh di perusahaan-perusahaan yang ada bergerak di lepas pantai dan dissent
water international mereka punya saham disitu nah disini peran dari skema pendanaan
bersama yang saya singgung di awal.
Lanjut. Budidaya laut saya cepat saja intinya ke depan perikanan itu akan didasari
kepada budidaya, bukan tangkap lagi kita lihat yang capture ini itu hampir stagnan yang
marine, itu stagnan 80, 79, 79, 77, 82, 79 ke depan karena perikanan tangkap tidak mungkin
kita genjot lagi, perikanan tangkap tidak mungkin kita genjot lagi karena dia sudah
cenderung stagnan baik di in land maupun di marine maka harapannya adalah aqua culture
budidaya. Lanjut saja. Jadi budidaya ini trennya naik terus sementara yang penangkapan itu
cenderung stagnan lanjut saya cepat saja dan prediksi world bank itu bahwa depan kebutuhan
ikan untuk konsumsi dari aqua culture itu bisa mencapai 93 juta ton sementara yang tangkap
58 juta ton. Artinya kalau budidaya ini tidak kita garap dari sekarang nah ini repot dan
dimana tumpuan Indonesia kalau bukan provinsi-provinsi yang banyak, luas lautnya. Nah
lanjut ya katakanlah Indonesia ini data lama yang masih saya pakai karena ini dia tidak
berbeda jauh potensi budidaya laut kita seluruh Indonesia itu 12,5 juta hektar yang baru
dimanfaatkan sekarang kira-kira 117. Menurut KKP sudah 300.000 okelah 300.000 tetapi
dari 12,5 juta hektare budidaya laut, ini juga masih jauh belum efisiensi petambak, Indonesia
cuma satu ton per orang, per orang per tahun bandingkan tidak usahlah dengan Norwegia
dengan, dengan Tiongkok itu sudah 7 ton per orang per tahun berarti apa? Ada persoalan
juga dengan SDM kita kita punya luas potensi yang cukup besar tetapi bagaimana kita mau
membangun budidaya ini. Lanjut.
Nah jadi beberapa catatan yang saya taruh di situ bahwa perlu kepastian ruang, jangan
dia konflik. Jadi lagi-lagi balik di RT/RW dan RSDWP3K. Kemudian kepastian suplai benih.
Nah ini yang repot termasuk pakan, kita impor kita tergantung udang itu dari apa Hawai.
Kalau mereka mau jahat saja di dalam membuat benih udang, dia bikin benih-benih yang
cacat ya tanda kutip di tidak akan tumbuh udang kita, belum pakan, itu dikuasai oleh sistem
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 11
yang menurut saya susah aksesnya oleh nelayan-nelayan kecil. Umumnya diimpor dari
Vietnam yang notabene Vietnam itu membuat perusahan investasi dari Perancis, dari negara-
negara maju kemudian dia buat pabrik pakan di Vietnam kemudian kita impor. Dua hal itu
sangat vital kalau kita mau membangun budidaya.
Nah kembali ke tadi bahwa dalam 10 tahun ke depan atau 20 tahun ke depan jangan
berharap lagi dari perikanan tangkap. Budidaya dan harapannya di provinsi yang memiliki
banyak wilayah kepulauan ini. Jadi perlu intervensi negara menurut saya terkait benih dan
pakan ini. Yang lain-lain okelah ya, pelatihan, SMK, dan sebagainya termasuk pendanaan
khusus ini. Lanjut oke pendidikan saya cepat saja, ini saya ambil contoh negara Amerika itu
bagaimana pedulinya yang disebut dengan Ocean Literacy. Jadi pendidikan itu untuk anak-
anak di bawah 12, umur 12 itu sudah diajarkan pendidikan terkait dengan kelautan ini. Jadi
melek laut istilahnya ocean literacy melek laut. Saya pernah lihat anak-anak kecil di Eropa
ya, di pelabuhan katakanlah di Jerman itu dia mengendarai Cano sendirian atau perahu kecil
sendirian sudah dilatih untuk melek laut. Ya saya percaya anak-anak kita di kepulauan itu
lebih berani lagi. Dalam konteks ditaruh sendirian di laut dia bisa tetapi bagaimana dia
memahami ocean literacy ini. Nah ini by design di dalam suatu sistem pendidikan.
Lanjut, saya lanjut saja, ini terkait dengan perguruan tinggi. Menurut saya juga
perguruan tinggi itu penting di dalam suatu provinsi kepulauan cuma memang perguruan
tinggi kita ini tidak bisa berdiri sendiri karena ada 3 sistem di situ yang sekarang kita abai.
Yang pertama adalah perguruan tinggi itu sendiri, yang kedua adalah lembaga industri itu
sendiri, baru lembaga penghubung yang dari sektor pemerintah yang menghubungkan
pemerintah dengan sorry yang menghubungkan industri dan perguruan tinggi.
Lanjut saja saya cepat. Lanjut saja, lanjut, lanjut saja, Nah contoh kita sudah punya
banyak perguruan tinggi tetapi industrinya kita lemah. Dulu waktu didesain oleh Pak Habibie
bahwa ada industri, industri-industri strategis itu. Jadi perguruan tinggi menghasilkan new
knowledge, industri strategis inilah yang nanti meneruskan menjadi suatu new product. Ini
sudah didesain tetapi sekarang BUMN kita yang industri strategis itu profit oriented. Ya
kalau bisa impor ya impor sehingga kesulitan perguruan tinggi sekarang dipaksa untuk
melakukan hilirisasi padahal notabene dan dalam Undang-Undang tugas perguruan tinggi itu
hanya menghasilkan new knowledge. Untuk menghasilkan hilirisasi, new product, inovasi itu
adalah industri.
Nah sekarang industri kita lemah kemudian BPPT itu didesain sebagai lembaga
pemerintah menjembatani dunia industri dan dunia riset. Nah ini mumpung mau didesain dari
awal, mumpung ya, mau didesain dari awal, apa mungkin sistem yang segitiga ini diterapkan
di dalam provinsi kepulauan karena tanpa riset, tanpa industri, tidak sustain ke depan. Lanjut,
nah ini terkait dengan Tri Dharma ini yang sedang disinggung-singgung oleh Menteri Ristek
Dikti ya sekarang ya bahwa oke dosen-dosen harus melakukan Tri Dharma. Nanti dulu kita
lihat sejarahnya Tri Dharma. Tri Dharma ini adalah dimulai pada abad ke 19 dimana
perguruan tinggi di negara bagian, state university diberikan land grade jadi dikasih lahan.
Kemudian perguruan tinggi itu akan mengusahakan lahan itu, kemudian dari hasil itu dia
memberikan beasiswa masyarakat di sekitar situ, kemudian dia melakukan pelatihan kepada
masyarakat di situ. Itulah yang menjadi Tri Dharma, diperkenalkan oleh Profesor Tajib
Hadiwijaya ketika kembali dari Amerika kemudian menjadi konsep Tri Dharma tetapi Tri
Dharma di sini adalah institusi bukan personal. Nah mungkin tidak, ini relevan tidak bahwa
perguruan tinggi kalau toh memang itu menjadi konsep dalam RUU ini diberikan land grand
land grand itu misalnya suatu kawasan dikelola oleh perguruan tinggi kemudian perguruan
tingi ini di dalam mengelola itu dia melakukan Tridarma termasuk memberikan beasiswa dan
sebagainya. Saya tidak tahu ini contoh-contoh saja. Lanjut, lanjut saja ini terkait riset-riset,
lanjut saja, bahwa kita terkait dengan cuaca ekstrim, terus, kenaikan muka laut, terus saja
terus saja menurut saya jadi terkait dengan pangan, terkait dengan kekayan hayati laut, saya
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 12
pikir terus saja. Nah ini juga penting bahwa oke terkait dengan regulasi iklim bahwa
sekarang ada yang disebut dengan blue carbon bagaimana peranan mangrove, lamun dalam
menyerap karbon kemudian disimpan di sedimen nah ini sudah masuk dalam pembicaraan
serius di IPCC di dalam perundingan-perundingan KOP. Kemudian terkait dengan apa
namanya rehabilitasi. Jadi ini penting juga karena provinsi kepulauan sekarang hampir
sebagian besar rusak ekosistem pesisirnya baik mangrove, lamun, dan juga terumbu karang.
Nah kalau kita ingin meningkatkan karena fungsi ekosistemnya juga tinggi, plus, ini plusnya
sebetulnya itu menyerap CO2 maka kuncinya adalah melakukan rehabilitasi. Nah provinsi
kepulauan menurut saya bagaimana mengembalikan suatu ekosistem yang tadinya kemudian
rusak itu dikembalikan lagi, berapa persen misalnya kira-kira.
Lanjut, saya cepat saja, lanjut saja, terus, yang terkait energi laut ya banyak terebosan
sebetulnya dengan energi laut, misalnya terkait dengan solar panel ini. Ini solar panel ini anti
tritip. Jadi tritipnya sekarang kan repotnya kalau kita pasang di laut, suka di tempelin tritip
dimana bisa menghasilkan tidak anti tritip contoh yang ada di Kagoshima. Lanjut kemudian
diintegrasikan dengan budidaya. Nah ini kita berharap provinsi-provinsi kepulauan ini bisa
melakukan ini sehingga ini menjadi etalase apa lagi kalau di daerah-daerah, pulau-pulau
terluar begitu ya, terdepan ini jadi seperti etalase. Lanjut, lanjut saja, saya pikir saya sudah
bicara, jadi tantangan pendidikan di provinsi kepulauan, bagaimana mengintegrasikan tata
alam-alam ini dalam pendidikan dasar, menengah, sampai atas, contohnya ocean literes ini,
bagaimana menghadirkan perguruan tinggi yang terintegrasi dengan industry. Bagaimana
inovasi-inovasi ke depan. Lanjut saja nah ini yang terakhir, Bapak Ibu, mohon maaf, terlalu
lama terikait dengan konektifitas laut oke ini menjadi perhatian pemerintah pusat saat ini tol
laut tetapi saya ingin menyinggung PELRA Pelayaran Rakyat. Lanjut, jadi ini-ini kira-kira
skema yang dibangun dan diadopsi oleh BAPPENAS bahwa supaya kita maju kunci
untamanya adalah transportasi karena transportasi ini, konektifitas inilah erat kaitan dengan
pertumbuhan suatu, pulau suatu pulau kecil karena kita tau bersama bahwa ekonomi kita ini,
80% di barat, sumatera, dan jawa, 20% dibagi oleh pulau-pulau yang ada di timur. Nah lanjut
nah ini yang suka tidak suka, waktu jaman VOC sebetulnya kita ini poros maritime. Kita
menguasai rempah-rempah di seluruh dunia kok bisa, VOC menguasai karena lanjut dia
menguasai jalur-jalur perdagangan yang meng-cover hampir seluruh kepulauan kita. Nah
yang saya maksud dengan Pelra itu Pelayaran rakyat itu adalah menghidupkan kembali jalur-
jalur komunikasi laut yang meng-cover pulau-pulau kecil karena pulau-pulau besar itu sudah
di-cover dalam tol laut. Coba maju sedikit, maju-maju, kira-kira ini tol laut ya, jadi ada 5-6
loop ada 5 pelabuhan utama, kemudian 24 pelabuhan feeder tetapi yang pulau-pulau kecilnya
bagaimana, mundur lagi Pak, nah yang pulau-pulau kecil itu bagaimana peranan dari tol laut,
eh sorry, PELRA Pelayaran Rakyat, dan sekarang ini menjadi fokus perhatian Menteri
Perhubungan bagaimana menyambungkan mulai dari Nusa Tenggara Barat Timur, sebagian
ke Kendari Wakatobi, kemudian ke Ke Maluku Tenggara Barat, terus sampai ke Maluku
sampai Maluku Utara, sebagian Raja Ampat kemudian sampai ke Sangie. Nah ini kalau ini
dilakukan, ini luar biasa karena bukan hanya transportasi orang dan barang di pulau kecil tapi
juga parawisata, karena kalau PELRA itu dikembangkan dengan baik, katakanlah pulaunya
unik, bentuknya unik dan sebagainya itu juga daya tarik wisata, jadi pelayaran rakyat ini akan
meng-cover konektifitas pulau-pulau kecil yang tidak di-cover oleh dengan tol laut termasuk
kapal-kapal perintis. Nah dengan design pelayaran rakyat yang kapalnya tentunya unik dan
mengetahui apa namanya deskripsi laut tertentu, tentunya kita harapkan merek lebih tau ya
bagaimana supaya jalur-jalur komunikasi kuno ini bisa dihidupkan kembali. Lanjut, lanjut
saja ya mungkin itu Bapak Pimpinan, Bapak Ibu Anggota Komite I terima kasih atas
kesempatannya, saya kembalikan kepada Bapak Pimpinan, terima kasih.
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 13
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Makasih Pak Alan.
Jadi nampaknya memang kita ini seperti anu ya pusel atau puzzle itu ya ya memang
kalau di bicara collectivity-nya selalu ada ya ini tugas kita ini, Mas Fadri, Mas Wawan
kenapa saya bilang begitu Pak Alan memberikan bobot kepada bagaimana pengelolaan tata
ruang laut karena itu yang diambil adalah Undang-Undang 27 kemudian Undang-Undang
mengenai Pesisir yang pada dimensi lain ini adalah salah kewenangan Pak Alan pada, pada
aspek yang lain. Bisa gambarkan, suatu kali Pak Eko Budiarji itu telepon saya Pak Alan
ketika dibahas Undang-Undang 23 itu, malam-malam dia telefon saya setengah 12 saya
kaget, iya Prof ada Pak Prof. Pak Muqowam betul, mau menghapuskan BAB mengenai
kawasan perkotaan di Undang-Undang 32 itu?, betul saya katakan. Apa argumennya Pak
Muqowam. Saya sampaikan Prof ini belajar dari pengalaman, kalau bicara Planologi,
Profesor paling paham tapi bicara mengenai kewenangan mungkin saya paham, saya bilang
begitu ya. Kok begitu Pak Muqowam?. Iya Pak, saya hidup saya mengenali beberapa wilayah
orang-orang ber, apa rumah itu ada yang di cluster, ada yang sendiri dalam sebuah RT,
bagian dari RT. Ada yang bagian dari komunitas rumah namanya cluster RT-nya, ikut RT
dimana cluster itu berada. Kalibata, Komplek DPR, itu ada 495 rumah oleh rawatjati
diberikan kewenangan untuk ada RT, ada RW sehingga RT-nya anggota DPR, RW-nya
Anggota DPR. Saya bilang, Pak BSD itu lurahnya siapa pak Prof loh gitu ya Pak Muqowam,
saya bilang catat Prof, bahwa BSD yang luasnya sekitar 4.500 hektar itu itu adalah hasil
okupasi diklotok begitu Pak dari sebuah berupa tanah yang dikoordinat tersebut, pernah ada
kewenangan namanya kelurahan, pernah ada kewenangan pemerintahan namanya kecamatan.
Lalu karena itu saya bilang ada nggak kelurahan di BSD itu 4 kecamatan itu diklotok semua
itu itu prof saya bilang, makanya kemudian saya bilang bahwa kawasan perkotaan itu harus
dihilangkan dari undang-undang itu saya bilang bagi saya, saya bilang bahwa, tidak boleh
sejengkal tanah di republik ini yang tidak punya kewenangan regulasinya.
Jadi Pak Alan, Bapak sampaikan ini semua, yes kita terima tapi bahwa tolong juga
nanti sekeluar dari ini, bapak juga memberikan masukan lagi adalah dalam kaitannya
namanya governance-nya dimana itu pada aspek kewenangan pengelolaan ini Prof, Pak
Alan. Jadi saya terima sekali itu yang namanya apa namanya, perikanan tangkap, budidaya,
potensinya, dan lain-lain. Saya ingat ketika teman saya menjadi menteri KKP, Fadil
Muhammad. Dengan arogannya mengatakan bahwa kami akan jadikan sebagai negara
penghasil perikanan terbesar di dunia dan meningkatnya 353%. Saya bilang, Pak menteri,
bapak kan pernah mengelola namanya bukaka bapak pernah mengelola sebuah RUU ruang
namanya Gorontalo itu aja 2.000.000 kurang penduduknya. Bapak sekarang mengelola
republik ini ketika penduduknya sudah 235.000.000. So, saya katakan China tidur saja, bapak
nggak bisa lewat 10 kali hebat ya Pak Nono China tidur saja 10 kali itu yang harus kita
lakukan bagaimana bapak punya cerita mau naik menjadi terbesar di dunia saya katakan
sehingga Pak Fadil itu oleh saya, saya juluki sebagai mister 353%. Bingung dia pengennya
hebat ya mohon maaflah, jagung saja ngimport dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan kok
iya ketika belum menjadi gubernur kan, kita eksport terbesar, dia import dari Jawa Timur,
dan juga Sulawesi Selatan. 52% jumlahnya diimpor dari dua sudah di sebut, hanya
packaging saja di Gorontalo itu dulu jadi kalau semen itu beli semen curah, kemudian
diwadahi saja, mereknya Muqowam, kira-kira begitulah kira-kira. Jadi Pak terima kasih loh
itu Ibu Eni kenapa ketawa. Ya mereknya Muqowam semen itu begitu kira-kira. Baik Pak
Nono, Pak, silakan Pak Nono.
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 14
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si (MALUKU)
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pimpinan teman-teman senator, Komite I, dan Bung Alan selaku narasumber dan para
staf ahli. Terima kasih Bung Alan sudah memberikan banyak hal, tadi juga sudah di-review
oleh Pimpinan tetapi dalam pandangan saya yang kebetulan saya dengan Bung Alan ini pada
satu almamater dengan disiplin ilmu yang sama juga satu pohon mungkin beda ranting saja
tapi dahannya sama, pohon sama dahannya sama. Saya mencoba untuk me-review dengan
detail betul apa yang disampaikan dan kalau boleh saya mengambil kesimpulan bahwa
seandainya Bung Alan kita undang lagi kemari Pak Ketua, artinya ini sudah bukan dalam
bentuk Rancangan Undang-Undang tapi sudah undang-undang yang mau dijalankan dengan
kisi-kisi yang tadi itu. Yang kedua saya membaca review yang dibuat oleh staf ahli dari
Komite I, saya kok agak kurang sependapat, kenapa, khususnya pada poin B begitu banyak
poin-poin yang bersifat apriori terhadap draf ini sedangkan tujuan kita adalah bagaimana
rancangan ini tujuan besar kalau ini sudah kita dorong, masuk menjadi sebuah rancangan
undang-undang di Prolegnas nah artinya tidak ada lagi bicara tentang kalau ada hal-hal yang
kurang ya kita isi, ada barikade di depan ya kita, tapi tujuan kita adalah ya rancangan ini mau
kita jadikan undang-undang bukan kita dari dalam sendiri mau batalkan ini barang.
Saya kecewa, benar, sebagai anggota DPD, saya kecewa betul. Belum apa-apa sudah
apriori seperti ini, bagaimana kita mau berjuang, itu yang ke-2. Saya secara akademik saya
bisa berdebat soal ini dengan siapa pun tapi kalau dari dalam kita sudah apriori, percuma kita
mau berjalan ke depan. Itu yang kedua. Berikutnya adalah saya ingin menyampaikan sedikit
fakta untuk mengingatkan kita semua sebagai latar belakang mengapa Rancangan Undang-
Undang ini kita perjuangkan. Banyak masukan, yang sudah kita dapatkan, ada yang plus, ada
yang minus, ada yang mendukung, ada yang kurang mendukung, bahkan ada yang sangat
ekstrim di masa lalu ada seorang pakar senior pejuang negara kepulauan, Pak Hasim Jahlal,
sampai bahkan terlontar kalimat menarik bahwa kalian ini yang memperjuangkan provinsi
kepulauan ini adalah orang-orang yang beraliran separatism. Saya takut ini, ini masuk ke sini
kalimat-kalimat itu dan terlalu jauh, terlalu jauh terlalu jauh, sangat jauh saya, latar belakang
saya sebagai abdi negara, prajurit dilaut selama 36 tahun, sangat memahami urusan
keamanan di laut jadi kalau ada rasa kekhawatiran tentang ini toh juga ini kita bicara tidak
dalam kavling urusan luar negeri dan masalah keamanan karena itu di luar sendiri urusan
keamanan tidak masuk ke dalam otonomi daerah yang kita kenal sistem di dalam
desentralisasi pemerintahan.
Nah fakta yang pertama adalah pengakuan internasional bahwa tahun unclosed 82 ini
beberapa negara di dunia memperjuangkan dirinya untuk diakui sebagai negara kepulauan.
Tadi benar dikatakan oleh Ketua bahwa starting point kita adalah di tahun 57 Deklarasi
Djuanda. Klaim sepihak oleh kita, saya ulangi klaim sepihak, belum ada aturannya, belum
ada apapun juga tapi kita klaim, kita klaim bahwa laut jawa itu milik kita jadi sebuah, sebuah
apa sejarah bahwa belum ada apa-apa klaim. Jangan daerah ingin memperjuangkan haknya
kemudian sepertinya mau mendirikan negara di dalam negara, tidak begitu negara berjuang
daerah berjuang ingin mendapatkan haknya sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan
otonomi yang diberikan kepada daerah untuk mengelola daerahnya kewenangannya untuk
pembangunan dan untuk kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Saya kira itu intinya, tidak
ada lain. Nah oleh karena itu, sikap apriori seperti ini harus kita buang jauh-jauh. Artinya
pengakuan internasional kepada negara secara internasional bahwa ada rakyat, ada
masyarakat, ada bangsa yang hidup semata hanya di darat dan ada hidup, ruang hidupnya
darat dan di laut bahkan dengan khas pulau-pulau dan wilayah laut yang luas di berikan itu
walaupun ada rezim di laut yang sampai saat ini juga masih berlaku, laut itu milik bersama
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 15
artinya ada kepentingan internasional di situ lain dengan wilayah darat ada sertifikat, selesai
itu barang paling kalau ada di bawah, ada sumber daya alam, iya itu pasal 33 yang berlaku,
tidak ada kepentingan internasional di situ tapi kalau di laut ada memang setuju itu tetapi
tidak berarti menghilangkan hak-hak itu. Hak ulayat misalnya. Saya beri contoh misalnya
daerah kami di Maluku, Sasik. Masyarakat setempat menganggap hak ulayatnya dan Sasik,
memang tidak ada penangkapan dan itu berlaku sebagai hukum, coba berani, ada yang berani
nangkap di situ termasuk negara juga tidak berani pasti karena sudah diatur secara turun-
temurun, kira-kira begitu.
Yang kedua adalah fakta indonesia telah berjuang cukup lama dan diakui dan
beberapa undang-undang mengatur memang tentang pemerintahaan daerah maupun otonomi
daerah yang memberikan ruang bahwa kita tidak menganut sistem sentralisasi dalam
pemerintahan, jadi ada desentralisasi, undang-undang kita juga mengatur itu kok bahkan
sampai pada asimetris, saya kasih contoh DKI, itu Undang-Undang sendiri itu DKI karena
khas tidak simetrisnya Aceh DIY, Papua karena tadi itu nah untuk wilayah kepulauan yang
khas dimiliki juga oleh 8 provinsi. Nah itu, ini, ini, ini memerlukan itu pengakuan itu juga,
itu yang ketiga. Yang keempat adalah beberapa fakta yang perlu saya sampaikan bahwa pada
dasarnya ada daerah di wilayah republik ini sebagai negara kepulauan, ada provinsi atau
pemerintahan daerah yang murni hanya pulau besar atau artinya daratan tapi ada juga yang
pulau-pulau kepulauan. Di dalamnya ada gugus-gugus kepulauan. Artinya ruang hidup dari
bangsa ini sudah jelas di darat, di pulau, dan kemudian bukan hanya di wilayah territorial tapi
juga wilayah ekonominya, sampai segitu nah turunan ke bawah menurut saya layaknya itu
diatur juga agar tidak kalau dibiarkan bebas konflik itu akan terjadi.
Kita ingat, nelayan-nelayan Cirebon perahunya di bakar di Kalimantan, karena apa,
karena tidak diatur kalian nelayan Cirebon kamu harus disini saja tempatnya harus ada
Undang-Undang yang mengatur itu kalau tidak marah itu orang Kalimantan iya kan, dibakar,
nah ini mau dibiarkan terus apa bagaimana ini contoh konflik-konflik yang bisa muncul
karena tidak dibatasi ruang hidupnya daerah nanti dimana daerah, dimana nasional, dan
bagaimana pihak luar kalau mau datang sehingga tidak tumpang-tindih. Sumber daya alam
yang ada ya macam-macam, ada yang di darat ada di laut, itu harus dikelola, nah kemudian
fakta berikutnya adalah rata-rata daerah atau provinsi kepulauan ini ciri khasnya miskin.
Kebutuhan dasarnya pendidikan, kesehatan, terutama itu juga tertinggal jauh dengan saudara-
saudaranya, kenapa, saya ambil contoh, bangun sekolah di Kisar dan Wetar itu tentu berbeda
dengan bangun sekolah di pulau Jawa yang begitu besar. Cukup satu sekolah bisa mencakup
sekian kecamatan. Di sana tidak bisa rumah sakit juga begitu. Nah ini kan harus ada yang
mengatur karena kita masih berbasis kepada jumlah manusia. APBN masih berbasis manusia,
infrastruktur juga begitu beda. Jadi apa ini mau dibiarkan terus. Di sisi lain ada satu visi dan
misi besar pemimpin kita sekarang ini Presiden Jokowi tentang Indonesia mau dibangun
sebagai poros maritim dunia poros maritim dunia, bagaimana daerah kepulauannya tidak
dibangun dengan benar. Terjadi pembiaran kira-kira begitu.
Nah oleh karena itu saya berharap sekali bahwa ini menjadi catatan kita untuk satu
hal yang mungkin di antara kita kalau kita berjalan-jalan ke timur khususnya ini sudah
berkembang karena di sanakan juga para intelektual, perguruan tinggi, juga melakukan
pembahasan, diskusi-diskusi bahwa ya akhirnya terakumulasi dari provinsi-provinsi
kepulauan menjadi kawasan. Jadi kawasan timur Indonesia menjadi memang tertinggal
akumulasi dari ini semua.
Mengapa masyarakat di pulau besar boleh mengeksploitasi eksplorasi sumber daya
alam di wilayah darat dengan maksimal sedangkan yang ini tidak boleh kan itu
pertanyaannya karena ruang hidupnya memang diciptakan, ditakdirkan untuk di situ. Seekor
buaya yang yang ruang hidupnya di darat dan di air, begitu tidak boleh kamu di air maka dia
menjadi komodo namanya wujudnya tetap nah saya kasih contoh lain misalnya bentuk-
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 16
bentuk dari asimetris dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah ada di situ
namanya kota kepulauan misalnya itu suatu gambaran bahwa diakomodasikan di dalam dan
dibolehkan seperti itu nah tentu dalam mengelola daerah termasuk wilayah laut ini ada
ketentuan ada aturanm yang tinggal bagaimana turunannya. Oleh karena itu saya sangat
berharap bahwa ini menjadi bagian penting. Hanya saya sangat sependapat Pak Pimpinan,
Ketua, dan teman-teman sekalian ada saran menarik dari teman kita GPS, GPS Gede Pasek
bahwa idealnya judul ini dirubah karena hak pemerintahan daerah takut nanti dia berhimpitan
dengan Undang-Undang Pemda atau kalau yang lalu provinsi kepulauan dia melekat pada
Undang-Undang kelautan dan lain sebagainya atau lebih tepat mungkin tata kelola daerah
kepulauan sehingga kalau bicara tata kelola itu dia lebih spesifik agak lebih spesifik jadi dia
tidak melekat karena kalau dia sama judulnya dikhawatirkan ini direkatkan dengan judul-
judul yang lama. Padahal secara substantif ini agak berbeda ya banyak hal yang bisa di hal-
hal yang belum terisi di undang-undang yang ada, bisa kita isi namanya tata kelola daerah
kepulauan ya, kalau seperti itu mungkin agak sedikit berbeda. Jadi saya sependapat dengan
saran jadi kalau judul itu dirubah akan lebih elegan maksudnya. Kalau Pemda dia masih
berhimpitan dengan Undang-Undang Pemda. Provinsi kepulauan masih mungkin juga sama.
Nah oleh karena itu saya berharap agar mungkin judul ini dirubah menjadi tata kelola daerah
kepulauan.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Terima kasih Pak Nono.
Saya buka-buka langsung ini Pak Nono, di Cina itu daratan semua Pak. Itu pun ada
spesialis-spesialis dalam tata pengelolaannya tidak asimeteris, tidak asimetris. Cina ini salah
satunya adalah ini berdasar pada suku Pak Yacob jadi di China itu ada beberapa Baziah suku
misalnya adalah Mongolia. Sukuria Mongol, Shinziang Beghur, kemudian Tibet suku Tibet,
kemudian Ghuang Xi suku Zhuang, kemudian Ningxia, muslim Hui kemudian ada kota-kota
yang juga otonomi khusus, semacam Beijing, Hongkong, Makau ada kota-kota yang memang
kemudian mendapatkan kelas seperti itu adalah ada Shinjiiang ada kemudian Tianjin. Jadi
tidak haram. Boleh gitu loh tadi disampaikan juga Aceh, disampaikan juga dengan Jakarta
disampaikan juga Papua, sekarang termasuk Papua Barat termasuk itu karena dulu Papua Pak
Nono, kemudian termasuk Papua Barat kemudian Yogyakarta yang sedang di apa, undang-
undangnya juga sedang di MK itu.
Jadi memang boleh-boleh saja ya hanya memang 1 hal yang kita ini, Pak Gubernur
tadi sampaikan waktu ngobrol presiden itu langsung gubernur wakil, wabupati, wali kota itu
demokratis tapi kemduian formatnya adalah langsung semua itulah NKRI jadi tidak mau pola
pikir yang asimetris gitu NKRI wes Pak Alan Negara Kok Republik Indonesia cape mikir
udah, satuin, satuin regulasi saja jadi tadi, jadi saya sudah mengantarkan juga mengenai katai
disik lah Pak Nono udah ambil dulu lah yang penting 57 itu. Kalau nggak itu, nggak akan ada
seperti ini. Ya kemudian, ya kemudian kalau di Jakarta ini banyak sekali itu, patoh dulu H-
nya kemudian kan gitu Pak Yacob. Saya setuju dengan beberapa pemikiran tadi salah
nomenklatur, memang undang-undang pemerintahan daerah itu adalah pada aspek
governance-nya. Bapak sampaikan pada pengelolaannya ya, kelola kelautan bukan basisnya
kepulauan tapi adalah kelautan. Pak Alan tadi itu kemudian potensi, kemudian menjadi
maritim dan lain-lain Jepang beda, Jepang memang ada nasional sirkuit itu sudah jelas.
Indonesia nggak punya yang namanya Basarnas saya kira Pak Nono itu pelanggaran masuk
pada wilayah ke sana secara nasional udah pomla bakamla dulu bakorkamla nggak jelas,
dinaikin kriteria jadi bakamla juga belum jelas karena emang disana ada 19 economic animal
yang berlaku di laut itu, mulai dari, mulai route bea cukai dan lain-lain itu suilisan kita disitu
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 17
jadi saya kira soal nomenklatur saya setuju sekali itu kita harus tidak boleh dandan dengan
governance kemudian undang-undang 23 tapi hati-hati loh karena undang-undang ini salah
naro itu bisa apa namanya di belah-belah orang gitu jadi, tata kelola daerah wilayah
kepulauan boleh juga itu baik, ada lagi yang mau bicara Bapak ini, Pak Jacob bentar ya Pak
Jacob, bentar ya wakili saya dulu ngga bisa di wakilkan ini Bapak pimpin sebentar pak,
nunggu Pak Yacob dulu Pak saya mau ketemu Bu Dewi dulu di luar.
PEMBICARA: JACOB ESAU KOMIGI, S.H., M.M. (PAPUA BARAT)
Silakan Pak Idris.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALTIM)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pimpinan sidang dan Anggota Komite I yang kami hormati.
Bapak narasumber dan staf ahli yang kami banggakan.
Saya Muhammad Idris Pak ada beberapa informasi-informasi yang perlu saya
sampaikan dan satu pertanyaan. Kita di Komite I ini tidak mau gagal 2 kali kalau pada
periode yang lalu membuat Rancangan Undang-Undang tentang pengelolaan daerah
kepulauan tidak bisa tembus ya Komite I untuk periode 2014-2019 ini ya tentu tekad kita ini
supaya bisa terwujud RUU itu karena apa kita sudah lihat semua penyebab-penyebab
terjadinya konflik yang ada di laut.
Tadi Pak Nono menyampaikan bahwa pernah terjadi kapal-kapal yang dari Pulau
Jawa itu dibakar di Kalimantan, persis di Balikpapan Pak dan saya tinggal di Balikpapan
sebenarnya itu ada 20 kapal itu akan di bumi hanguskan, tapi hanya sempat 2 saja yang
lainnya diselamatkan, itu dibakar ke kerokuat kurang lebih 1 kilo dari Kota Balikpapan
diluarnya. Nah ini tadi dikatakan bahwa kenapa terjadi seperti itu, karena kapal-kapal yang
dari Pulau Jawa ini merasa bahwa kan tidak ada batasan sementara orang Kalimantan Timur
mengatakan, tidak ini area Kalimantan Timur ini, Balikpapan ini tidak boleh sampai di sini
karena ini mengganggu, selain mengganggu kehidupan masyarakat yang ada di sana juga
mengganggu, lalu lintas pipa yang ada di sana, itu satu.
Yang kedua Bontan juga ikut kecewa berat Pak, tadi Pak Ahlan menyampaikan
bahwa di sana sudah ada perdanya itu tata ruang laut dan tata ruang darat tapi lalu muncul
undang-undang 23 ini tahun 2014, akhirnya mental lagi jadi seakan-akan, apa namanya
pengelolaan kelautan ini tidak mendapatkan tempat yang sama dengan pengelolaan daerah
daratan nah informasi yang kedua ini ada kalau seperti pulau Kepri, Pulau Maluku, itu sudah
jelas, ada lagi pak di kabupaten Pangkep, Pangkep itu singkatan dari Pangka Jene Kepulauan
itu ada terdapat 117 pulau-pulau itu yang Pak Nono sampaikan tadi, bahwa itu ciri khasnya
itu miskin sistem pendidikannya rendah ya, kesehatannya memperhatinkan ya, kondisi itu
dialami dan terjadi di 110, 117 pulau yang ada di Kabupaten Pangkep dan sejemluh itu masih
ada kurang lebih 20 pulau-pulau kecil itu itu penghuninya, penduduknya sangat
memperihatinkan sekali. Nah ini barangkali kalau saya punya keyakinan kalau ini RUU ini,
tentang pengelolaan daerah kepulauan ini bisa diatur sedemikian rupa, mereka juga akan
kebagian bagaimana nikmatnya hidup di Negara Republik Indonesia yang terkenal kaya
sumber daya alam dan lautnya, yang kedua, yang ketiga pak yang kami mohonkan kepada
Pak Alan dengan staff ahli yang membidangi masalah rancangan undang-undang pemerintah
daerah wilayah kepulauan adalah bapak sudah melihat dari berbagai belahan dunia ini di
negara-negara lain, bisa membandingkan antara satu dengan negara, negara satu dengan
negara yang lain pertanyaan saya kepada Pak Alan sisi pengelolaan kelautan di daerah mana,
atau di negara mana yang paling cocok dengan Negara Republik Indonesia itu sehingga
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 18
barangkali dengan apa yang sama nanti bapak sampaikan dan masuk didalam rancangan
undang-undang ini itu bisa menjadi perhatian secara serius karena ini sudah melalui
pembahasan di 33 Anggota dewan yang ada di Komite I, ini artinya mewakili seluruh
provinsi malah 34 provinsi ini sudah terwakili.
Jadi pertanyaan saya dan harapan saya bapak bisa melihat sisi pengelolaan daerah
kepulauan di di belahan ini yang pling cocok dengan Negara Republik Indonesia saat ini
yaitu yang mana itu yang bareng, saya mohon pak supaya itu dibuat dari garis bawahi secara
spesifik, supaya itu bisa menjadi masukan kepada semua penguasa atau pemerintah di
republik ini, sehingga itu bisa menjadi menarik sehingga pengelolaan darat dan laut, untuk
menggali sumber daya alam, demi terwujudnya ya Indonesia yang lebih sejahtera, lebih baik
kedepan ini bisa tercapai, saya kira itu terima kasih atas segala perhatian dan
penyampaiannya.
PEMBICARA: JACOB ESAU KOMIGI, S.H., M.M. (PAPUA BARAT)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Idris harapan Pak Idris sama juga dengan harapan Pak Nono dan
harapan pemerintah di 8 wilayah provinsi yang bercirikan kepulauan. Bahwa periode 2009-
2014 ini RUU ini telah diusulkan dan di periode ini 2014-2019 harapan kita semua supaya
rancangan undang-undang ini bisa jadi sebuah undang-undang sebelum saya serahkan
waktunya kepada narasumber, mungkin ada tambahan dari Bapak Ibu Bapak Anggota,
silakan Pak Bu.
PEMBICARA: Drs. H. A. HUDARNI RANI, S.H. (KEP. BABEL)
Terima kasih Pak Ketua.
Jadi saya ingin menyampaikan sesuatu ya, jadi apa yang ditampilkan oleh Pak Alan
tadi menurut saya kalau ini bisa terealisasi 10% saja, negeri ini sudah makmur ini. 10% aja
itu pemanfaatan itu tapi saya ingin sampaikan sebenarnya kunci dari pada persoalan kita ini
Pak sebenarnya justru tidak konsistennya kita bisa mungkin iya laut di antara Sumatera dan
Kalimantan itu berdasarkan deklarasi Juanda itu punya Indonesia itu dianggap itu laut
internasional, 12 mil, 12 mil tapi anehnya kita tidak konsisten pulau Bangka dengan pulau
Belitung ya, dia punya provinsinya cuma 12 dari Bangka, dan 12 dari Belitung, tengah-
tengahnya harusnya kita konsisten ini maka itu saya minta di dalam undang-undang itu jelas
bahwa luas dari pada provinsi kepulauan itu adalah ya dari titik terluar, 12 mil dari titik
terluar itu. Dengan 12 mil itu punya kewenangan provinsi, 3 mil kewenangan kabupaten tapi
dan konteksnya sekarang ini kita lihat bahwa pulau Bangka dengan pulau Belitung
dipisahkan, ya, namanya satgaspar itu 12 mil dari bangka sama 12 mil dari 12 Belitung,
tengah-tengahnya itu tidak jelas, punya ini punya ini kalau kita konsisten dengan deklarasi
Juanda sebenarnya laut dari ujung ke ujung itu laut-laut punya kita semua, punya Indonesia
luasnya nambah berapa juta-jutakan permeter persegi.
Nah kalau ini konsisten sebenarnya maka itu akan jelas, siapa punya wewenang untuk
melakukan itu jadi itu tadi, kalau misalnya sampai ada orang dari Cirebon datang ke sana,
boleh asal izin dari pada pemerintah disana yang tidak boleh itu ilegal itu bukan berarti orang
cirebon tidak boleh, ngambil ikan di di pulau, di Bangka Belitung, boleh saja tapi jangan
menyerobot-nyerobt, tidak jelas itukan harus ada izin-izinnya semua, itu artinya kewenangan
itu jelas dan siapa yang punya. Jadi kalau bisa kewenangan jelas, kalau bisa gubernur
Kalimantan Timur tidak pernah mengeluar izin berarti ilegal lalu mereka berdalih ada izin
dari Cirebon misalnya, dari Bupati, dari Gubernur Jawa Barat itu nggak bisa. Ini sebenarnya
kejelasan daripada persoalan inilah. Jadi kalau kita konsisten ya dengan deklarasi Juanda
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 19
memang antara batas itu punya kita, punya ini kalau secara nasionalnya punya negara
kesatuan, antara pulau ini dengan pulau itu, seperti bangka belitung itu antara 1
kabupatennya juga ada1 kabupatennya ada pulau Lempar Pongoh jaraknya hampir 30 mil
hak kabupaten itu hanya 3 mill 3 mil dari sana, 3 mil dari sini, itu punya punya
kabupatennya. Lalu 12 mil dari sana, 12 mil dari sini, punya ini, yang tengah-tengahnya itu
sudah jelas. Jadi kalau orang mancing di situ, dia pura-pura di situ Pak.
Jadi saya pikir ini perlu kejelasan soal nama memang aturan menyebut, apalah arti
sebuah nama, tapi yang penting maksudnya itu saya tapi saya sangat setuju apa yang di
sampaikan Pak Nono sebenarnya kalau pun ciri-ciri undang-undang kepulauan, provinsi
kepulauan itu ada kesan khususan tapi kalau tata kelolanya bagaimana memanfaatkannya.
Saya lebih menyarankan sebenarnya Pak Itamil Pak Alan ini luar biasa kalau ini diketahui
oleh Bappeda Bappeda dari provinsi-provinsi yang 8 itu, luar biasa Pak, pemanfaatan luar
biasa. Jadi tidak ada lagi orang miskin di Indonesia ini sebenarnya lautnya luar biasa itu.
Jadi saran saya memang nanti siapa yang kepada Bappeda Bappeda ini harus tau
semua ini tapi sekali lagi intinya sebenarnya di dalam Undang-Undang itu jelas seperti
penerapan DAU. DAU-nya itu luas wilayah kita kalah dengan provinsi itu kalah dengan
daratannya kalah dengan 1 kabupaten Pak, sekarang kabupaten di tempat lain jadi lautnya
tidak dihitung jadi kecil sekali DAU nya tapi bebannya berat untuk jalan-jalan sangat berat
maka itu sebenarnya sekali lagi wilayah provinsi itu sebenarnya adalah luas wilayah
berdasarkan (tidak jelas) ya jadi bukan tengah-tengah.
Nah kemudian hitungnya pengaturan DAU-nya juga sesuai dengan itu tapi kalau
menurut soal nama saya sebenarnya sependapat walaupun saya bilang, apalah arti sebuah
nama ya katanya kan tapi kalau nama itu bagus sekali itu bukan membentuk suatu profesi
yang khususlah tapi ada pengelolaannya supaya memakmurkan negeri ini saya pikir ini ya
yang saya sampaikan tapi intinya satu lagi adalah kejelasan wilayah itu ya, kejelasan wilayah
kepulauan jadi, jangan sampai misalnya Papua dengan Raja Ampat, di tengah-tengahnya itu
jadilah punya siapa karena cuma beda 12 mil, 12 mil, kalau jaraknya lebih dari 32 mil, lebih
dari 24 mil tengah-tengah itu tidak jelas ini punya siapa itu punya Indonesia, tapi kecil gitu
kan jadi orang bisa masuk kesitu, seolah-olah dari pusat kan ijin ini yang harus ada kejelasan,
seperti itu saya bikin ini terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PEMBICARA: JACOB ESAU KOMIGI, S.H., M.M. (PAPUA BARAT)
Terima kasih Pak Hudarni masih ada tambahan mungkin Pak Fatwa tidak ada
sebelum saya serahkan waktu kepada narasumber, palu Pimpinan ini saya serahkan ke yang
berhak, terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Jadi Pak Alan, inilah Komite I jadi karena Pimpinannya hanya 1, terpaksa dari Papua
Barat kita ambil jadi Pimpinan, dan itu bagian dari upaya untuk memberikan, kuantitas jam
terbang Pak. Silakan Pak, teman-teman tenaga ahli dulu, itu atas apa, komentar dari Pak
Nono tadi itu jadi kalau sudah mau jatuh cinta jangan lihat kejelekan kamu punya calon pacar
itu ya, ini kalau sudah mau jatuh cinta ini kalau kemudian kamu mau jatuh cinta tapi kok
idungnya pesek, rambutnya, jangan dipilih udah kan kamu sudah beberapa kali jatuh cinta
makanya mesti belajar dari Pak Nono tadi itu. Kalau kamu jatuh cinta, jangan cari yang jelek
di antara calon pacar kamu itu ya, seperti Pak Idris ini loh, yang namanya Bu Dewi kan
sudah oke ini begitu kira-kira. Silakan Mas.
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 20
PEMBICARA: WAWAN (STAF AHLI KOMITE I DPD RI)
Terima kasih Pak Ketua, khusus menanggapi kasus dari Pak Nono bahwa tugas dari
teman-teman staf ahli Komite I adalah memberikan telaahan awal Pak Nono khususnya dari
naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang yang telah dihasilkan di Komite I DPD RI
periode sebelumnya. Dari telaahan tersebut, secara objektif baik dari masukan-masukan
narasumber ketika RDP kemudian expert meeting dan lain-lain, kami memberikan
kesimpulan bahwa perlu diaktualisasikan Rancangan Undang-Undang dan naskah akademik
telah dihasilkan DPD periode lalu dengan kondisi yang ada sekarang. Misalnya ketersesuaian
subtansi dengan Undang-Undang pemerintahan daerah yang ada sekarang ini, Undang-
Undang 23. Kemudian belum memasukannya pertimbangan Undang-Undang 33 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai pertimbangan hukum dan catatan-catatan
lainnya yang sifatnya teknis misalnya beberapa hal yang terkait dengan pasal-pasal yang
masih sifatnya multitafsir. Ini semua masukan-masukan dari narasumber yang coba kami
inventarisasi agar supaya bahwa di dalam forum ini, ada putusan politik dari Komite I apakah
kita tetap melakukan review terhadap naskah akademik dan rancangan undang-undang yang
sudah dihasilkan Komite I periode sebelumnya, ataukah seperti tadi usulan pak Nono, kita
membuat rancangan undang-undang baru dengan judul baru sehingga subtansinya dari
rancangan naskah akademik yang lama menjadi bahan dasar atau bahan awal kita berpijak
untuk menyusun naskah akademik yang lebih sempurna untuk kita bahas di bersama dengan
DPR. Kira-kira begitu dari kami Pak Nono. Jadi ini telaahan objektif dari naskah akademik
yang sudah ada dihasilkan periode sebelumnya, begitu Pak.
Terima kasih Pimpinan.
Ada tambahan Mas Fadli?
PEMBICARA: FADLI (STAF AHLI KOMITE I DPD RI)
Mohon maaf sekali lagi Pak Jenderal Nono, ini hasil dari telaah Pak dari kan memang
kami ditugaskan untuk menelaah NA-nya dan RUU yang lama. Kalau disesuaikan dengan
yang terbaru seperti apa, nanti perbaikan yang harus kami lakukan seperti apa. Jadi tidak ada
niat kami untuk menolak ini justru ini memang tugas kami Pak, untuk menyempurnakan agar
supaya undang-undang RUU yang akan kita susun nanti betul-betul sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang kedua bahwa RUU katakanlah RUU kepulauan
ini memang merupakan lex specialis gitu Pak, pemerintahan yang spesifik dari RUU maaf,
dari undang-undang pemerintahan daerah secara nasional, maksudnya undang-undang 23
tahun 2014 bagaimana menyingkronkan dua-duanya ini agar supaya itu kan tugas yang tidak
mudah Pak jadi kami masih memerlukan waktu dan masukan yang banyak agar supaya yang
kita hasilkan betul-betul memenuhi atau sesuai dengan keinginan anggota dewan yang
terhormat di sini.
Saya kira itu Pak, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Silahkan Pak Alan.
PEMBICARA: ALAN FRENDY KOROPITAN, Ph. D. (NARASUMBER)
Baik terima kasih Pak Pimpinan.
Mohon maaf ini suara saya menanggapi yang umum dulu terkait dengan nomenklatur
memang kalau didudukan di dalam unclose itu, memang tidak kena. Saya pernah menemani
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 21
Pak Hasim Jalal ke Maluku dan beliau sampaikan persis seperti yang Pak Nono sampaikan.
Jadi diletakkan di dalam nomenklatur memang tidak enak apalagi seperti yang Pak Udar
Udarni ya, Hudarini ya Hudarni itu memang tidak ada Pak di dalam unclose dan juga di
dalam aturan negara kita memang tidak ada tapi kalau ini mau menjadi keunikan tersendiri,
tadi Pak Pimpinan bilang kita sudah jatuh cinta, kita mau ini maju maka dasarnya menurut
saya adalah pemerataan diambil yang lain, kita tidak lagi mempertimbangkan nomenklatur
dan sebagainya sehingga ini menjadi spesial dan hingga implikasinya, tata kelolanya juga itu
menjadi sesuatu yang lain karena contoh yang tadi saya singgung, terkait dengan integrasi
tata ruang darat dan laut ya tidak bisa, udah ada Undang-Undang 26, Undang-undang 27
junto Nomor 1 2014 tetapi kalau ini spesial menurut saya itu bisa didudukan tanpa melanggar
hal-hal yang prinsip di dalam undang-undang 26 dan Undang-Undang 27 karena contohnya
sudah pernah dilakukan di Bontang dan faktanya bisa, itu test case-nya, 1 Perda, kedua rezim
itu. Nah apalagi ini di dalam provinsi berarti satu perda untuk kedua rezim itu. Nah ini yang
perlu diperjuangkan, saya bukan ahli pemerintahan daerah atau pun undang-undang tetapi
secara tata kelola itu dimungkinkan Pak malah itu memudahkan dalam pengontrolan. Jadi
tata kelolanya lebih smooth.
Kemudian kalau saya ditanya, mana contoh yang baik yang cocok untuk tata kelola
kita. Saya melihatnya rata-rata provinsi kepulauan ini sudah memiliki budayanya sendiri.
Contohlah, meneeh, bisangiye, sasih di Maluku kemudian panglima laut di Aceh terus
hampir rata-rata kita orang pesisir itu memiliki tata kelola yang didasari kepada kearifan
local. Kenapa Jepang berani memberikan hak kepada masyarakat tradisional tanpa dibatasi
kuota. Jadi silakan saja kamu tidak dibatasi kuota karena pemerintah Jepang percaya bahwa
dengan kearifan lokal nelayannya itu dia mampu menjaga supaya kuotanya tidak melebihi.
Jadi kalau saya ditanya mana yang cocok menurut saya kita bisa mengikuti sistem
yang di Jepang. Jadi kita memberikan hak kepada nelayan masyarakat tradisional ke lokasi
yang mana. Nah itu yang diantur di dalam undang-undang 27 juncto nomor 1 2014 terkait
dengan, sorry, dan plus undang-undang perikanan yaitu zonasi perikanan berkelanjutan itu
bisa seberapa luasnya, nah itu pemerintah yang ngatur bertanya tentunya partisipasi
masyarakat disini terlibat, karena waktu kita ke Maluku ditanya mana wilayah adat kamu,
mana luas adat-adat kamu. Susah ternyata Pak Nono, ada yang bilang, itu loh yang berbui-
bui itu batasannya. Ada yang bilang sejauh mata memandang. Itu masing-masing klan, klan
keluar dia punya ini sendiri.
Nah jadi dalam hal ini, kalau memang kita mau ingin memberikan hak itu kepada
masyarakat tradisional, nelayan tradisional, celahnya itu adalah di perikanan berkelanjutan,
zona perikanan berkelanjutan dan itu diatur luasnya yang mana karena kalau itu diambil
semua untuk industrinya itu nanti dimana, nah ini yang, yang yang menurut saya perlu diatur
di dalam Undang-Undangnya baru ini termasuk zona pemanfaatan terbatas, itu sudah
dilakukan di raja ampat itu ternyata bisa masyarakat yang melakukan dan malah provinsi
Papua Barat ingin mendeklarasikan menjadi provinsi konservasi ya kan, karena sudah
melihat contoh bahwa ternyata bisa dan berhasil menjual alam itu untuk eko wisata dan itu
bisa mendatangkan kesejahteraan nah terus gimana untuk industrinya nah ini yang tadi saya
tawarkan beberapa sekema pendanaan mau BUMD enterprise, mau bank khusus, atau mau
skema P4 menurut saya masing-masing ini memiliki keistimewaannya masing-masing tapi
kalau saya dudukan yang rasional di Indonesia rasanya yang lebih pas itu yang skema P4
karena kalau yang bank khusus gak mungkin ada undang-undang BI tersendiri kalau yang
BUMD enterprise rasanya susah sisa hasil, sisa hasil APBD itu dipake untuk enterprise, bisa
KPK semua jadi yang paling mungkin adalah skema p4 dan itu test casenya sudah di
lakukan di Lombok itu perda provinsi NTT itu perda, jadi mungkin itu yang, yang bisa saya
sampaikan.
EXPERT MEETING KOMITE I DPD RI DENGAN ALAN FRENDY KOROPITAN, PH.D MS III TS 2016-2017
(SELASA, 28 FEBRUARI 2017) 22
Nah terkait tata kelola, yang terakhir challenge oleh Pak Pimpinan ya mau tidak mau
memang, tata kelola ini, ya tata kelola yang baru dan dasarnya adalah tata ruang. Jadi
integrasi darat dan laut.
Terima kasih Pak Pimpinan kembalikan.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik Pak Alan, Ibu sekalian, Mas Fadli, Mas Wawan, saya kira ini sebagai banyak
melengkapi kita ya. Jadi, progresifnya ada bukan regresif yang harus kita lakukan adalah
program kegiatan yang sesuai progresif konstruktif positif ya sehingga undang-undang ini
begitu lahir rancangan undang-undang kita draf maka akan lahir sebuah undang-undang yang
memang ilmu holistik dan menjawab gitu makasih Pak Alan, Pak Wawan, Pak Fadli, Ibu
sekalian udah jam setengah 1 lebih sudah melanggar aturan BK saya kira ini. Ya sudah
melanggar HAM ini. Jam 12 itu saatnya Pak Idris makan bersama Bu Eni dan Bu Dewi. Oleh
karena itu dengan seizin Ibu dan Bapak sekalian, expert meeting pada hari ini saya akan
nyatakan ditutup. Mohon maaf Pak Alan, itulah kami.
Terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETOK 3X
Silakan selanjutnya setelah kita menerima selain rancangan pemikiran sekarang
langsung bisa naik dahulu.
RAPAT DITUTUP PUKUL 12.31 WIB