dewan perwakilan daerah republik indonesia · nomor: risalahdpd/kmt.ii-rdpu/i/2018 dewan perwakilan...
TRANSCRIPT
Nomor: RISALAHDPD/KMT.II-RDPU/I/2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE II
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018
I. KETERANGAN
1. Hari : Senin
2. Tanggal : 22 Januari 2018
3. Waktu : 13.50 WIB – 15.55 WIB
4. Tempat : R. Sidang Komite II
5. Pimpinan Rapat : 1. Parlindungan Purba, SH., MM. (Ketua Komite II DPD RI)
2. Ir. Marhany Victor Poly Pua (Ketua Timja)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : Membahas rencana penyusunan RUU tentang Kedaulatan
Pangan dan RUU tentang Pelestarian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Genetik dengan:
1. Prof. Ir. Sobir, M.Sc;
2. Prof. Dr. Bustanul Arifin, M.Sc;
3. Prof. Drh. Bambang Purwantara, M.Sc., Ph.D.
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
1
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Ir. MARHANY VICTOR POLY PUA (KETUA TIM KERJA)
Belum tiba, kami mohon maaf pada bapak-bapak narasumber tapi saya sebagai Ketua
Tim Kerja. Sebenarnya tim kerja kita ada 2, tim kerja bidang RUU Pangan dan tim kerja bidang
pemanfaatan rekayasa genetika tanaman kalau tidak salah. Tim kerjanya belum mulai tapi kita
mulaikan saja dulu.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera.
Om swastiastu.
Yang saya hormati bapak, ibu anggota Komite II DPD RI.
Yang saya hormati bapak-bapak narasumber Pak Prof. Dr. Bustanul Arifin, Bapak Prof.
Sobir, juga Pak Prof. Bambang Purwantara.
Atas nama Pimpinan Komite II DPD RI kami sampaikan selamat datang dan terima kasih
sudah memenuhi undangan Pimpinan Komite II DDP RI dalam rapat dengar pendapat saat ini.
Nah karena seyogyanya Pimpinan Komite II yang harus memimpin dan mereka belum tiba, saya
mohon persetujuan bapak-bapak, ibu-ibu anggota Komite II kalau boleh kita buka lalu kita skors
selama barangkali 10 menit, oh 5 menit saja menunggu pimpinan kita dan sesudah itu kita lanjut
lagi kecuali pimpinan tidak tiba rapatnya akan berlanjut. Bisa bapak-bapak narasumber.
PEMBICARA: HABIB ABDURRAHMAN BAHASYIM (KALSEL)
Pimpinan. Saya mau ingatkan jadwal kita inikan dari pukul 13.00 WIB sampai 15.00
WIB jadi kalau sampai 15.00 WIB mungkin profesor-profesor narasumber kita ini mungkin juga
ada kegiatan jadi ditanyakan juga ke beliau, kasihan beliau masa beliau ikut kita. Inikan kita
harus utamakan ini kita, kita inikan Cuma pesuruh rakyat saja bukan orang yang bisa ngatur-
ngatur kan begitu. Jadi mungkin ditanyakan ke beliau sampai pukul 15.00 WIB kalau memang 5
menit ini ya jalan saja sesuai jadwal nanti pukul 15.00 WIB tutup saja kalau memang beliau ada
kegiatan lain begitu.
Terima kasih pimpinan.
PIMPINAN RAPAT: Ir. MARHANY VICTOR POLY PUA (KETUA TIMJA)
Terima kasih Pak Habib. Jadi jadwal kita memang menurut agenda rapat hari ini mulai
dari pukul 13.00 WIB siang sampai pukul 15.00 WIB sore. Nah ini sudah pukul 14.00 WIB kita
belum mulai jadi betul juga Pak Habib kita ikut perkembangan nanti barangkali bapak-bapak
narasumber setelah pukul 15.00 WIB ada acara jangan-jangan, sudah ada agenda ya. Kita nanti
barangkali sambil jalan kalau memang boleh lanjut kita perpanjang kalau ada acara ya kita
menyesuaikan, mungkin begitu. Kita skors dulu sambil menunggu pimpinan dalam 5 menit ini.
Ya kita skors.
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.50 WIB
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
2
KETOK 1X
Terima kasih. Silakan dalam 5 menit mungkin ada yang mau ke toilet dulu.
Baiklah bapak, ibu yang kita hormati. Kita cabut lagi skors tadi. Karena pimpinan komite
sampai sekarang belum tiba sebenarnya disampaikan sudah di jalan tapi mereka belum tiba maka
tadi saya diminta teman-teman untuk bisa memimpin dulu sementara rapt dengar pendapat ini
sebagai ketua tim kerja bidang rekayasa genetika tanaman kalau tidak salah seperti itu bunyinya.
Tim kerja yang satu adalah tim kerja bidang pangan pak, Pak Nawardi itu. Nah kita mulai saja.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Om swastiastu.
Yang terhormat bapak, ibu anggota Komite II DPD RI.
Yang terhormat Pak Prof. Bambang Purwantara, juga Pak Prof. Sobir dan Pak Prof. Dr.
Bustanul Arifin.
Pertama-tama kita sampaikan puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga hari ini dapat dilaksanakan rapat dengar
pendapat umum tentang Rancangan Undang-Undang Kedaulatan Pangan dan Rancangan
Undang-Undang tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Nah ini judulnya
ini Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik.
Bapak dan ibu yang saya hormati.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam program kerja tahun 2018, Komite II akan
menyusun RUU tentang Kedaulatan Pangan dan RUU tentang Pelestarian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Genetik. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, usulan RUU baik dari DPR, DPD maupun
Pemerintah harus disertai naskah akademik dan draf rancangan undang-undang. Untuk itulah
pada siang hari ini kita bermaksud mendiskusikan dan meminta masukan dari para narasumber
dan pakar mengenai kedua rancangan undang-undang tersebut. Usulan pembentukan RUU
tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik karena Indonesia merupakan salah
satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang tinggi, mega
biodiversity dan setara dengan Brazil di Benua Amerika dan Zaire atau Republik Demokratik
Kongo di Afrika. Ini bisa jadi calon-calon SR juga negara-negara ini. Di Amerika, di Zaire dan
di Kongo. Iya, Pak Habib di Kongo saja. Lalu di sisi lain potensi sumber daya genetik Indonesia
begitu berlimpah. Nah sumber daya genetik yang kita miliki itu memiliki nilai ekonomis yang
tinggi sehingga harus dapat dimanfaatkan dan dipergunakan secara bijaksana.
Nah selanjutnya terkait dengan penyusunan RUU Kedaulatan Pangan. Komite II menilai
bahwa kedaulatan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam konteks pembangunan suatu
SIDANG DISKORS PUKUL 13.55 WIB
SIDANG DIBUKA KEMBALI PUKUL 14.00 WIB
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
3
negara yang memiliki fungsi ganda yaitu sebagai instrument untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan sebagai instrument utama pembangunan ekonomi. Fungsi pertama
adalah merupakan fungsi ketahanan pangan sebagai prasyarat terjaminnya akses pangan bagi
semua penduduk. Akses terhadap pangan dalam jumlah yang memadai merupakan hak asasi
manusia yang harus di jamin oleh negara bersama masyarakat. Laju permintaan pangan di
Indonesia mencapai 4,87% pertahun atau sekitar 5% padahal tidak mudah meningkatkan
produksi pangan di atas 5%. Disisi lain menggantungkan pada pangan import selain akan
menggadaikan kedaulatan juga akan menguras devisa. Nah saat ini era pangan murah sudah
berakhir bagi Indonesia tidak bisa tidak kedaulatan pangan berbasis pangan tropis adalah
keharusan kalau tidak negara akan jadi terdakwa tunggal pelanggar hak atas pangan. Apabila
pada ketahanan pangan lebih menekankan kebutuhan dasar populasi kurang pangan, kedaulatan
pangan melampaui kebutuhan dasar dan yang paling penting adalah mengakui hak bereproduksi
seperti diatur dalam konvenan internasional hak, ekonomi, sosial dan budaya. Atas dasar itulah
bapak, ibu sekalian untuk mempersingkat waktu kita akan segera mempersilakan para
narasumber yang sudah hadir untuk dapat menyampaikan gagasan dan pemikirannya terkait dua
rancangan undang-undang yang akan di dorong oleh Komite II DPD RI pada tahun 2018 ini.
Kami beri kesempatan dulu kepada para narasumber dan nanti bapak, ibu anggota akan
menyampaikan pertanyaan dan juga beberapa kali berdiskusi bersama. Kami mohon pertama
mungkin Pak Bustanul Arifin dulu. Pak Prof. Bustanul Arifin untuk menyampaikan
pemikirannya, lalu kemudian Pak Prof. Sobir dan terakhir Pak Prof. Bambang Purwantara. Kami
persilakan Pak Prof. Bustanul Arifin.
PEMBICARA: Prof. Dr. BUSTANUL ARIFIN, M.Sc. (NARASUMBER)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Pak Pimpinan, Pak Ketua Pokja yang dalam
hal ini bertindak sebagai pimpinan pada rapat dengar pendapat kali ini. Pak tolong anda pencet
ctrl L atau di view bikin di full screen bawahan, biar besar. Baik, ada beberapa hal yang akan kita
share sebetulnya bukan langsung pendapat tapi mengajak kita untuk berpikir sama-sama kira-
kira substansi naskah akademiknya itu seperti apa bentuknya. Saya tuliskan sebagai pemikiran
awal karena memang baru awal banget tentang konteks, konsep kita ini. Kenapa bapak, ibu
sekalian? Pada prinsipnya kedaulatan pangan ini masih abstrak jadi nanti mohon kita tampung,
kita catat sama-sama kalau melihat definisnya di undang-undang yang lama, bukan lama,
undang-undang yang akan kita rujuk juga sebenarnya Undang-Undang Pangan, dia adalah hak
negara dan bangsa. Jadi memang abstrak betul, jadi tim yang menyusun naskah akademik perlu
menkonkritkan definisinya yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin
atas hak pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan
sistem pangan yang sesuai dengan sumber daya lokal. Itu bunyi tekstual di Undang-Undang 18.
Apakah kita nanti, saya yakin bakal lama diskusi ini kelak kalaupun siapapun yang menuliskan
naskah akademiknya karena begitu bernama hak bernegara dan bangsa itu sudah sangat abstrak
begitu, bagaimana mengkonkritkannya, bagaimana menemukan indikator, bagaimana
menemukan kriteria sehingga akan lebih mengarah kepada yang kita sampaikan.
Nah kriteria yang kedua atau definisi yang kedua lebih ini, lebih soft. Kalau ini hak, kalau
ini hak, kalau ini kemampuan bernegara dan bangsa. Mengukur kemampuan mungkin lebih
mudah. Mengukur kemampuan itu kita mana yang import mana yang tidak import karena yang
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
4
kedua lebih mudah sebenarnya atau mengukur keanekaragaman juga lebih mudah. Mengukur
apa yang menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat individu
mudahlah sebetulnya ya dengan memanfaatkan sumber daya alam, manusia, sosial ekonomi dan
kearifan lokal secara martabat. Jadi kalau di Papua, di Asmat banyak ditemukan gizi buruk
berarti kita kemampuan negaranya sedang bermasalah begitu. Itu konsekuensi dari definisi ini
bapak dan ibu sekalian. Yang lebih operasional lagi ketahanan pangan. Ketahan pangan lebih
operasional tapi menjadi isu politis karena kita masih banyak harus bergantung sama impor
walaupun di dalam makna ketahanan pangan, mohon ijin Pak Ketua. Ijin, Pak Ketua. Saya
sampaikan ketahanan pangan lebih operasional sehingga kita kalau diminta merumuskan kriteria
tentang baik, cukup , baik jumlah maupun mutu terus aman, beragam, bergizi, merata ini mudah
dan lebih mudah diukur kriterianya. Jadi apakah nanti ita bikin approach, bikin aproksimasi,
apakah dari ini menjadi indikator tadi kedaulatan, saya pikir diskusinya akan mengarah kesitu.
Yang paling mudah tentu saja ukuran swasembada. Swasembada itu ya mudahnya kalau kita
impor dibawah 10% masih disebut swasembada, kalau impor beras cuma 500 ribu masih nol
koma, masih 1, 2% masih disebut swasembada, itu definisi FAO kecuali kita mau ubah
definisinya. Dengan kata lain nanti mohon kita diskusikan, mohon juga kami minta pandangan
bapak, ibu sekalian agar naskah akademiknya lebih smooth kira-kira bagaimana mengkonkritkan
definisi yang abstrak tadi kalau hak negara dan bangsa kan masih abstrak.
Nah setelah itu saya coba approach, coba kita dekati dari undang-undang yang ada. Saya
menduga kita tidak mencoba hal yang baru banget tapi mengkombinasikan, mensintesis dari
undang-undang yang ada. Undang-undang yang ada dan peraturan dibawahnya yang
berhubungan dengan kedaulatan pangan yang saya sebutkan tadi pasti Undang-Undang Pangan.
Nomor dua saya sebut Undang-Undang Kesehatan, jadi tidak ada gunanya kita swasembada atau
klaim surplus atau apapun tapi rakyat kita masih banyak yang kurang gizi sehingga undang-
undang kesehatan menjadi bagian tidak terpisahkan dari definisi kedaulatan pangan. Bisa
ditelusuri akibatnya atau konsekuensinya jika harga pangan terlalu mahal sehingga rakyat kita
tidak mampu membeli pangan yang bergizi dan bermutu itu tidak berdaulat walaupun kita tidak
impor sekalipun misalnya sehingga definisinya pasti lebih lebar, lebih apa, lebih dinamis bahkan
sebetulnya. Bahkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah juag berhubungan, tidak ada gunanya
kita di pusat merumuskan sesuatu tapi tidak mampu diterjemahkan oleh teman-teman di
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten kota dan seterusnya Undang-Undang
Perdagangan, Undang-Undang Tata Ruang, Undang-Undang Holtikultura, Undang-Undang 18
saya malah tidak tuliskan 12 ya, diberikutnya, peternakan serta hewan, perikanan, ketahanan
pangan dan gizi ini ada PP khusus lalu ada Perpres kemudian ada Perpres baru, paling baru
ditandatangani Pak Jokowi Perpres 83 2017 tentang kebijakan strategis pangan dan gizi. Selain
itu bapak, ibu sekalian sebagaimana khasnya kita membuat undang-undang ada juga yang tidak
berhubungan langsung, sangat banyak nanti kita petani satu-satu.
Yang mungkin tugas awal Pak Ketua dan pimpinan, ya tahap awal sebelum menyusun
naskah akademik ada proses yang disebut RIA (Regulatory Impact Assesment), mirip-mirip
dengan ria ya. Regulatory Impact Assesment, jadi tahapan ini menjadi sangat penting, satu
memang harus dikaji tentang butuhnya RUU Kedaulatan Pangan itu. Benar masalah, benar butuh
apa tidak, jadi lebih dari DIM, lebih dari balance, lebih substansial bahkan lebih ideologis. Yang
kedua baru benefit cost, menghitung untung ruginya, kalau punya ini apa untungnya, kalau tidak
punya apa ruginya atau sebaliknya ya karena akan menjadi alternatif solusi. Kita mungkin klaim
bahwa Undang-Undang Pangan yang ada tidak cukup baru kita perlu undang-undang RUU
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
5
Kedaulatan Pangan begitu kira-kira bunyinya. Harus kita mampu buktikan bahwa yang ada
sekarang tidak tajam misalnya sehingga perlu undang-undang baru termasuk untung ruginya dan
konsultasi dengan stake holder merupakan bagian tidak terpisahkan dari RIA ini, Regulatory
Impact Assesment. Memang ide awal dari RIA, proses RIA ini dilakukan di negara-negara maju
dan karena di mereka juga terbukti sehingga OECD ini, Organisation for Economic Co-
operation and Development mendorong proses melalui RIA bagi pembentukan atau perumusan
setiap RUU baru di negara-negara itu. Kita sudah adopsi, kita sudah adopsi, Bappenas sudah
mulai adopsi dari situ dan Bappenas mencoba mengkonkritkan sesuai dengan konteks Indonesia.
Penyusunan peraturan perundangan baru umumnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan
antara lain satu memantapkan kedaulatan negara. Tadi tujuannya. Jadi kita harus buktikan bahwa
undang-undang RUU kedaulatan yang dihasilkan inisiatif DPD ini berkontribusi pada
peningkatan atau perbaikan kedaulatan negara, itu dulu pak. Itu memang debat yang seru saya
yakin, sangat seru bahkan karena nanti segala macam memangnya kita tidak boleh impor sama
sekali lah kalau kita tidak punya kita impor gandum saja sudah 11 juta ton misalnya, masa kita
larang makan indomie dan seterusnya. Jadi pasti ramai. Yang pertama. Yang kedua,
meningkatkan daya saing bangsa. Oke kita tidak mampu punya gandum tapi kita punya yang
lain, daya saing itu yang kita tingkatkan begitu pak. Jadi ada trade off, tidak mungkin mencapai
semua misalnya tapi kita unggul disana, tidak unggul disini. Dan dapat menjadi bagi dasar
program lain yang relevan lalu transparansi publik, dan ada konsultasi publik, kata kuncinya
memang konsultasi publik. Dan dari proses ini yang kalau DPD menjadi yang pertama
melakukan RIA ini saya pikir bagus juga, artinya di tingkat TC di pemusatan latihan, di Pelatnas
kita sudah babak belur duluan, sudah kuat, tangguh duluan maksudnya, berantemnya sebegitu
kita lempar pada masyarakat sudah barang sudah jadi. Jangan tiba-tiba konsepnya tidak matang
begitu lempar keluar dilaksanakan baru kita babak belur, tidak benar juga begitu namanya atau
dua-duanya babak belur tidak benar. Misalnya Timnas bola kita begitukan latihan kalah nanti
tanding kalah lagi. Nah tapi esensinya kita adalah exercise sangat keras di dalam sehingga begitu
keluar lebih mantap.
Saya tidak akan lama bapak, ibu sekalian. Ada 7 proses nanti tinggal diikuti. Satu, normal
itu identifikasi analisnya lalu tujuannya apa, setelah itu pengembangan berbagai alternatif untuk
mencapai, lalu BC analisis tadi, lalu pilihan-pilihan terbaik sehingga muncul kata-kata RUU
Kedaulatan Pangan, lalu kita sampaikan nanti di dalam pasal pelaksanaannya kita susun
penyusunan strategi implementasi. Nah proses ini biasanya memerlukan legal drafter yang cukup
canggih. Saya cerita sedikit karena sedang heboh impor, dengan kasus ini impor beras. Dengan
kasus ini apakah kita saya berikan pelajaran dari impor beras awal 2018 di dalam makalah itu
saya sertakan, makalah saya waktu diajak diskusi di Iluni UI yang juga heboh juga. Esensinya
pak, esensinya itu memang sudah mahal sehingga kita petakan mengapa sampai maha.
Pertanyaannya masa karena mahal kita tidak berdaulatan, itukan bisa dibalik atau bisa dimulai
mengapa harus sampai mahal? Iya lalu saya tuliskan selama ini kita sudah impor. Pak Ketua, kita
impor itu sudah saya hitung selama Pak Jokowi itu impor kita itu sudah 2,9 juta ton. Kalau mau
ditanya nilai rupiahnya kalau ini 1,24 ini kali kalikan 13.000 ribu nilai tukar dollar, 17 triliun loh.
17 triliun, seventeen selama Pak Jokowi. Sehingga pak kalau kita meributkan yang 500 ribu
kemarin telat begitu, sudah telat meributkan yang kemarin begitu. Sudah telat masa 500 ribu saja
diributin. Sepanjang 2017 itu sudah triwulan 1 45, 85, 67 total sudah 256, ini yang besar kemarin
karena kita impor 1,5 juta ton tempo hari. Mungkin saya mencoba realistis saja pak, tidak baik
saya argument begini. Saya mencoba realistis kita memang sudah impor nothing new, tidak ada
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
6
yang baru bagi kita. Nah saya coba jelaskan mengapa sampai yang baru? Begini pak, kurang
detail diperhatikan oleh teman-teman di bulan Agustus itu ada kebijakan HET, jarang orang yang
perhatikan detail. HET itu kebijakan harga eceran tertinggi yang ditetapkan 9450 untuk beras
medium, kemudian 12800 untuk beras premium. Lalu di daerah lain disitu saya tuliskan betul
jelas di paper nya itu di daerah lain 9950 dan 13 dan seterusnya. Nah tolong kita logika masing-
masing begitu ditetapkan beras HET hampir semua pedagang mengolah berasnya menjadi beras
premium, dia kejar yang 12800 pak, dibanding jual 9450 dia kejar, akibatnya beras mediumnya
langkah begitu langkah harga beeeng itu sampai kemarin Desember itu 13700 dari sebelumnya
sekian. Jadi artinya kesalahan atau akibat dari kebijakan pemerintah sendiri begitu. Karena harga
beras sudah langkah, sudah tidak ada barang barulah heboh ada yang klaim, ada yang panen-
panen, foto-foto tapi barang sudah tidak ada, sudah keburu langkah begitu. Nah kira-kira begitu.
tempo hari kita pernah bahas waktu kita kesini, bahas mengenai betapa data, ada over estimasi
kan dari statistik yang ada kegedean kan begitukan kita pernah bahas tempo hari walau tidak
detail kita bahasnya. Jadi ada over estimasi dari proses itu. Yang kedua, yang orang jarang
perhatikan juga ada BPNT. Memang tidak top, di wartawan juga jarang yang mengangkat. BPNT
ini Bantuan Pangan Non Tunai. Jadi raskin itu akan di ubah menjadi kartu seperti kartu e-toll ada
uang dimasukan 110 ribu 3 bulan sekali 330 ribu kemudian orang miskin menggesek di toko
yang ditunjuk. Macam-macam bu tapi 2017 baru 44 kota, oke. Nah ini tidak publish ini. Ini peta
pengadaan Bulog, peta pengadaan Bulog dari 2014, 2015, 2017 ya. 2017 yang warna ungu nah
dibandingkan yang biasanya pengadaan Bulog itu paling kecil kemarin, dari total ditarget dia 3,7
cuma tercapai 2,2 artinya pada bulan Maret ini Bulog hanya mampu melakukan pengadaan beras
membeli gabah ya 15000 ton terus turun terus. Logikanya pak lah kata Bulog lah orang saya
bukan jualan beras lagi, raskin bukan saya ngapain saya simpan-simpan beras. Saya confirm ke
Pak Djarot dengan bahasa yang tidak langsung, confirm “lah ngapain pak saya numpuk-numpuk
orang saya nanti yang menyalurkan bukan saya, yang berasnya di taruh di Indomaret sama
siapa”, kira-kira begitu bahasa kasarnya kan. Nah akhirnya memang tidak ada, itulah yang ikut
mendorong beras naik. Boleh disalahkan Bulog tapi tidak mungkin orang saya terima perintah
kata Bulog. Saya kan terima perintah, saya kan bekerja berdasarkan PP 48 Tahun 2016 karena
dia bukan lembaga negara toh dia BUMN. Jadi kelihatan betul dari kinerja ini sebelumnya tinggi
pengadaannya pak, sebelumnya sampai 2 juta ton eh sampai 3 juta , 2014, 2015, 2016 ini paling
kecil, kemungkinan kedua memang barang tidak ada, ini terus menurun ini. Ini tapi potret dari
panen disini, ini bulan panen, bulan Maret lalu panen kedua Juli-Agustus habis itu September
masih ada tapi rendah, pada bulan September karena tidak ada barang tidak bisa ngisi gudang
lah, begitu tidak bisa ngisi gudang ya harga melonjak pak. Pertanyaanya kemana berasnya
karena surplus itu? Masa di stok oleh spekulan sekuat berapa mereka nyetok, kalau nyetok 1-2
minggu tidak apa-apa, kalau besar mau taruh dimana mereka tidak punya gudang kecuali nitip
berasnya di Bulog mungkin mereka tidak punya gudang sebanyak itu. Ini jarang menjadi kita
kebetulan lihat ekornya, nah ini pertanyaannya apakah dengan begini disebut tidak berdaulat kan
begitu kan pertanyaanya kan. Lalu saya coba, kita tidak akan membahas ini kita sudah pernah
bahas disini Pak Ketua tempo hari bahwa ada kecurigaan metode kita kelebihan lah over estimasi
lalu saya coba apakah impor akan menganggu harga gabah petani kan itu yang argument
berikutnya. Sepanjang 2017 tidak tuh. Sepanjang 2017 harga gabah petani selalu tinggi, ini GKG
54, gabah ini pak belum beras. Kemudian yang GKP 48 jauh diatas harga yang ditetapkan
pemerintah sehingga 2017 kemarin petani tidak ada yang ribut, ribut harga anjlok itu tidak ada,
nyaris tidak ada, paling top beras jelek pun masih dibeli dengan 37 ini baca yang hijau ini. Yang
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
7
hijau bulan Desember sudah 4400. Jadi kalau beras 13, 14 bahkan bisa 17 itu masuk akal karena
memang begini keadaannya. Masa petani ekspor gabah kan tidakmungkin juga. Kita paling
mungkin ya memang tidak ada barang. Terus laporan petani, nilai tukar petani naik, naik laporan
petani. Jadi petani ya tidak terlalu heboh petani beras palingtidak tapikan petani kita miskin
lahannya cuma seperempat sehingga yang faktor lain yang jalan dilihat orang inflasi pedesaan.
Inflasi pedesaan juga ikut naik karena harga beras naik akhirnya petani juga terpukul dengan
kenaikan harga beras begitu loh pak. Saya tidak kebayang kalau tidak seperti sekarang itu ya.
Nah penen raya masih lama, masih 2 bulan, 3 bulan lagi nah sekarang masalahnya seberapa kuat
Bulog memegang stok agar jangan sampai bocor ke pasar kalau bocor ke pasar mungkin
memang menganggu petani.
Nah kita konteks kedaulatan pangan ini sekali lagi message saya Pak Ketua mohon kita
tidak hanya fokus ke beras pasti tapi ke gizi, gizi ini menjadi bagian dari kedaulatan pangan yang
paling penting karena logika asumsinya kalau harga beras semakin mahal warga sulit membeli
barang lain karena dengan beras pun sudah habis duitnya, sulit membeli barang yang bergizi,
sulit membeli sayuran, sulit membeli telor, sulit membeli daging dan seterusnya. Apakah nanti
nama undang-undangnya dipikirkan tambah gizi tidak tahu itu tinggal dipikirkan, kedaulatan
pangan dan gizi mungkin atau apa, atau kedaulatan pangan saja karena gizi bagian dari pangan
boleh apapun kita akomodasi. Terakhir seperti yang saya ulang kedaulatan pangan masih
merupakan konsep yang agak abstrak memerlukan penjabaran yang lebih rinci ya dan dapat
terukur serta dapat operasional di lapangan kalau tidak kita menjadi jargon-jargon politik yang
terlalu tinggi yang tidak membumi. Misalnya jika diyakini bahwa petani menjadi basis atau
subjek utama pembangunan pertanian maka RUU baru nanti juga perlu mengamanatkan
penguatan kelompok kelembagaan, kelompok tani, dan kelembagaan lain. Peraturan
perundangan tentang pangan perlu terintegrasi dari hulu sampai hilir yang memiliki amanat tidak
hanya fokus pada stabilisasi harga tapi mampu mengembangkan sistem rantai nilai komunitas
pangan yang lebih baik, lebih beradab. Sekian tahap konsultasi publik perlu dilakukankarena
dimensi kedaulatan pangan ini cukup luas dan strategis. Demikian pandangan awal dari saya Pak
Pimpinan, terima kasih. Nanti mohon diskusi apapun akan saya catat. Khairul kalam.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, terima kasih. Mohon maaf ini Pak Prof dan teman-teman, saya datang terlambat ini
baru landing dari Vietnam langsung kemari karena sedemikian rupa, rupanya di antara kami
komunikasi tiba-tiba di pesawat tadi malam jadi semestinya Pak Kadek tapi karena dia ada acara
makanya terlambat ijin mohon maaf. Baru landing langsung ini karena mestinya beliau. Terima
kasih. Terpaksa ini pak saya pakai voorijder sebab kalau tidak nggak dapat, pas nanti.
Baik, terima kasih bapak, ibu sekalian. Kita sebagaimana disampaikan tadi terima kasih
Bang Marhany kita mempunyai 2 RUU, pertama tentang kedaulatan pangan dan pelestarian
sumber daya genetik. Tadi prof sudah sampaikan. Tapi prof sebelum ini kami ingin tanya karena
kalau boleh kami plenokan sebentar tentang program yang akan datang negara mana yang bagus
kedaulatan pangannya?
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
8
PEMBICARA: Prof. Dr. BUSTANUL ARIFIN, M.Sc. (NARASUMBER)
Tadi sudah dijelaskan. Ada pilihan kalau usul saya mohon ambil referensi jika nanti ada
pembelajaran lapangan atau apa istilahnya sekarang ya benchmarking. Benchmarking itu kita
ikuti rangking negara yang tinggi di GFSI (Global Food Security Index). Global Food Security
Index ada daftarnya yang saya ingat Amerika nomor satu pasti. Saya tidak hafal setelah itu
Negara Skandinavia. Lupa bisa dibuka sih pokoknya ikuti rangking dengan gap. Saya usul
belajar memang Negara Afrika tidak harus Kongo, kalau saya usul ke Ethopia, seriously. Jadi ibu
mungkin tidak menyangka Etiopia ini tahun ’80 kita masih mahasiswa menyaksikan orang
kelaparan, orang apa, orang bergelimpangan, sekarang sangat maju hijau royo-royo dan bisa
lebih swasembada pangan. Itu menarik, saya pernah soalnya, saya pernah ya.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Terima kasih. Karena begini ijin teman-teman setelah ini kita pleno sebentar ya untuk
program kerja kita ya. Setuju ya. Oke. Jadi yang bagus itu Amerika, Skandinavia dan Etiopia.
Saya pikir kalau Etiopia sudahlah kita pun susah juganya. Sebentar ya prof. Jadi ada 3 negara
Amerika, Skandinavia. Jerman bagus ya. Oke. Terima kasih. Sekretariat tolong siapkan dulu ya
persiapan kita karena setelah ini kita akan atur. Selanjutnya kami persilakan kepada Prof. Sobir.
Dengan segala hormat kami persilakan. Tapi kalau menurut prof kalau genetik ini dimana yang
bagus ini?
PEMBICARA: Prof. Ir. SOBIR, M.Sc. (NARASUMBER)
Brazil pak. Kalau kesana yang kalau pengaturan yang paling bagus itu Kolombia, 2
sekaligus. Brazil, Kolombia.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Terus.
PEMBICARA: Prof. Ir. SOBIR, M.Sc. (NARASUMBER)
Kalau ke Afrika itu salah satu yang mungkin kita bisa belajar ini lagi tadi disampaikan
Kongo tapi saya lebih berpikir ke Kenya atau sebelahnya situ. Kenya
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Kenya. Satu lagi? Eropa.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
9
PEMBICARA: Prof. Ir. SOBIR, M.Sc. (NARASUMBER)
Eropa sebenarnya sih tidak terlalu banyak sih sebenarnya kalau eropa tapi Skandinavia
paling bagus di pengelolaan sumber daya genetik karena penyimpanan-penyimapanan sumber
daya genetik terbaik juga ada di daerah Skandinavia.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Oke saya pikir sekretariat tolong siapkan bahan ya karena kita biar kita putuskan saja hari
ini, setuju kan. Baik dengan segala hormat kami persilakan Pak Sobir nanti baru kepada Profesor
Bambang, nuwun sewu. Silakan. Biar saja ya prof sekali ini dia biar selesai kalau boleh jam 4
paling lama selesai ya.
PEMBICARA: Prof. Ir. SOBIR, M.Sc. (NARASUMBER)
Baik.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terimakasih kepada Pimpinan Komite II DPD RI dan anggotanya yang masih apa
namanya berkenan melibatkan saya, mengundang saya di pertemuan yang sangat terhormat ini.
Ijinkan saya menyampaikan mengenai upaya pemanfaatan sumber daya genetik local.
Kenapa saya sampaikan sumber daya genetik local? Karena sumber daya genetik itu ada di
daerah, levelnya ada di daerah, tidak di pusat sehingga lokal sangat penting di sini. Nah ini
kenapa kita jadi hebat di dunia? Jadi di dunia ini nomor satu itu keragaman genetik Brazil.
Nomor kita kita nomor 2 tetapi bedanya Brazil itu luas lahannya itu hampir 10 kali lipat tanahnya
10 kali lipat di kita sementara Indonesia memang luas tapi lahannya sedikit jadi lebih banyak di
dunia tetapi sumber daya genetik lautnya kita juga sangat hebat. Nah jadi kita nomor 2
dibandingkan Brazil tetapi kelebihan kita adalah sebenarnya apa kalau boleh saya sampaikan ini
yang luas hanya 1,3% kita punya 11% untuk ini jadi indek kepadatannya sangat tinggi. Jadi
Indonesia itu sangat padat, jadi luar biasa sebenarnya. Brazil ini memang besar tapi karena dia
sangat luas. Kita dengan yang sangat kecil saja kita punya sesuatu yang sangat banyak, ini
kenapa? Karena lokasi kita lucu, kita itu dibatasi beberapa garis. Yang pertama mungkin kita
kenal garis wallace. Jadi garis wallace itu merubah tanaman yang ada disini beda dengan
tanaman disini. Hewan disini juga hewannya beda disini, kita tidak menemukan Anoa di Borneo
tapi menemukan Anoa di Sulawesi dan dia tidak berimigrasi ternyata, itu karena ada garis
wallace. Ada garis-garis lain, ada garis hukli ada garis weber, garis lydekker. Jadi masing-masing
garis itu punya keragaman sendiri-sendiri. Jadi dengan demikian artinya bahwa kita apa ya
namanya kita punya keragaman yang berbeda jadi tanaman, hewan, bakteri yang ada disini pasti
beda dengan ada di blok sini. Nah dengan demikian kita menjadi sangat kaya karena kita punya
banyak wajah. Jadi ada wajah Sunda, ada wajah wallace, ada wajah sahul begitukan nah tiap
wajah itu ada gambar sendiri-sendiri. Itu menyebabkan gambar kita menjadi sangat kaya. Nah
masalahnya adalah kita saking kayanya kita lupa kekayaan kita. Karena lupa kekayaan kita tidak
pernah mencatat, jadi kalau dicuri tidak tahu. Itu adalah kekurangan kita. Nah contoh yang lain
adalah ini bapak, ibu sekalian jadi ini kita punya yang sudah saya tahu tadi disampaikan oleh Pak
Bustanul untuk makan karbohidrat kita masih punya 100 spesies, sumber protein masih punya
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
10
100 spesies. Buah-buahan sekian banyak. Tanaman obat ini luar biasa. Nah mungkin ke depan
kita perlu kembangkan adalah tanaman obat punya 1000 spesies dan ini belum banyak
dimanfaatkan. Lalu ada lagi tanaman hias ini juga belum banyak dimanfaatkan ini bisa di
eksport. Salah satu mungkin saya tambahkan seperti kacang ini. Ini adalah sebenarnya kacang
tolo yang kacang tolo kalau ibu-ibu kalau melihat itu biasanya untuk jadi itu, untuk jadi masakan
di hajatan-hajatan yang warna coklat-coklat biasanya tetapi ternyata setelah saya teliti ini
warnanya ada yang warnanya putih persis seperti kedelai, persis seperti kedelai kandungan
proteinnya sudah mendekati kedelai dan kalau dibuat tempe hasil penelitian mahasiswa di
teknologi pangan rasanya lebih enak dibandingkan tempe kedelai cuma kalau dibuat tahu dia
proteinnya masih kurang sedikit. Jadi kandungan proteinnya hanya 26% sementara kalau kedelai
itu 35% jadi itu yang menyebabkan kedelai bisa dibuat tahu kalau ini masih belum bisa dibuat
tahu tapi yang menarik adalah ini produktivitas perhektarnya di lahan kering ini 2 tahun
perhektar. 2 tahun perhektar. Kalau kedelai rata-rata nasional dari tahun 70 sampai sekarang ini
hanya satu ton perhektar pada dasarnya dan kedelai makin tidak mau di tanam oleh masyarakat
karena harganya murah Pak Bustanul, harga di tingkat masyarakat itu hanya sekitar Rp. 7000 itu
sudah bagus, jadi kalau dapat 1 ton bisa bayangkan nanam 3 bulan petani cuma dapat 7 juta itu
pun harus di ini jadi cape. Jadi barangkali ini adalah manfaat ke depan. Duren merah pak, ini
duren macam-macam pak, ada berbagai jenis duren. Ini duren yang ada nempel di Kalimantan ini
Pak Habib ini, luar biasa ini seluruh duren di Kalimantan dan Kalimantan itu pusat keragaman
buah terbesar di dunia sebenarnya. Ini testidinarum. Belum pernah mencicipi. Papaken, ada
Lahong. Kalau ini Pak Ketua kalau Pak Ketua ini ada duren saya lempar ke Pak Ketua, Pak
Ketua berani tangkap pak karena durinya tidak keras, lunak durinya. Yang ini bu, yang merah,
sorry. Yang ini bu, yang ini duren-duren ini, ini ditangkap lunak jadi ke tangan juga tidak ini ya.
Jadi luar biasa jenisnya. Yang jelas ini yang saya sampaikan ternyata peran SDG satu ini secara
ekologis jadi ada satu ini namanya kalau di Kalimantan Selatan ini ada pohon apanamanya pak
di daerah-daerah pasang surut ini hanya tumbuh pohon ini, Galam. Jadi tanamannya tidak ada ini
Galam. Jadi seandainya tidak ada Pohon Galam maka lahan pasang surut itu saja akan menjadi
tandus tapi ada karena Galam maka dia menjadi ekosistemnya terjaga. Pohon Galam. Saya lupa
jenisnya, spesisnya saya lupa Pohon Galam. Lalu sosial budaya banyak sekali kita gunakan
sumber daya genetik itu untuk kebutuhan budaya, untuk bio industri. Ini salah satunya Bawang
Dayak dari Kalimantan Tengah. Bawang Dayak, bawang merah obat diabet. Nah ini tadi saya
katakan kalau kacang tunggak kalau biasa seperti ini, kita sudah bisa bikin kacang tunggak yang
warnanya seperti ini jadi sekilas kedelai.
Jadi manfaatnya tadi untuk pangan, mendukung kedaulatan pangan, untuk pakan,
mendukung juga kedaulatan pangan, untuk farmasi, untuk obat-obatan, untuk sehat, serta industri
dan sumber energi, inilah adalah manfaat dari SDG. Nah kita punya sangat banyak, manfaatnya
banyak tapi yang dimanfaatkan masih sangat sedikit. Nah saya pikir perlu undang-undang agar
ini menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Jadi bukan hanya untuk pangan tapi juga untuk
ekologi juga yang sering kita lupakan begitu. Nah sekarang yang saya sampaikan adalah
sebenarnya kita kerjakan apa, bio prospecting. Bio prospecting itu adalah bagaimana sumber
daya genetik itu memberi manfaat ekonomi yang berkelanjutan. Nah ini sebenarnya ini adalah,
ini tidak usah saya bahas. Saya inikan saja setengah dari 150 obat paling diresepkan di Amerika
berasal dan mengikuti pola senyawa alam. Sebesar dari 62% obat kanker di Amerika dari obat
alam, 80% dari molekul kecil obat berasal terinspirasi dari produk alam. Nah ini yang kita sama
sekali kita masih sangat rendah disini. Nah kita harus kita buat bahwa yang di daerah-daerah itu
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
11
ilmu-ilmunya punya apanamanya nenek moyang kita ini obat apa, obat apa harus kita jadikan
sebagai sesuatu yang apanamanya terstandarisasi. Nah berdasarkan data penjualan tahun 2012
pasti sekarang sudah meningkat untuk kosmetik, nah ini juga yang kita lupa obat sebenarnya
genetik untuk kosmetik, 3 miliar untuk bidang kosmetik, 20 miliar untuk pengobatan herbal dan
70 miliar untuk industri farmasi. Jadi dengan demikian sebenarnya kita punya potensi yang
sangat besar 30 triliun US Dollar pak, 30 triliun rupiah. Ini harus kita apanamanya kita
manfaatkan betul. Ini saya pikir yang sebagian juga dari Indonesia yang tanpa kita dasari. Nah
ini contohnya ini di, ini bukan kelapa, ini adalah sawit yang di Anggola dan sawit yang di
Kamerun. Sawit aslinya seperti ini. Tinggi sebenarnya. Ini yang di Kamerun. Kebetulan anak
bimbing saya dari Kamerun, saya diajak kesana tapi belum berani pergi kesana jadi belum jadi,
waktu itu ada ebola Pak Ketua jadi tidak berani saya. Nah sawitnya jadi seperti ini. Yang tahan
ebola. Jadi bapak, ibu sekalian bisa dibayangkan ternyata dengan sawit saja kita punya devisa 18
miliar US Dollar. Sawit saja, jangan salah, sawit itu 2015 sekarang pasti mungkin karena harga
bisa berubah.
Nah ini adalah prosesnya dari mulai SDG. Nah ini mungkin yang perlu kita lakukan ke
depan agar kita menjadi bisa dipasarkan. Jadi undang-undang ini harus mendorong agar ini bisa,
alur ini bisa berjalan dari sini sumber daya genetic, dari etno technology menjadi bukan etnic lagi
menjadi bio teknologi, jadi ke bawah menjadi bio industri. Nah ini kelihatannya yang perlu kita
lakukan bahas disini. Nah ini yang tapi jangan lupa masyarakat juga harus diberi kesempatan
karena kepemilikan menjadi sangat penting. Jadi saya sampaikan tadi jangan sampai sesuatu
uang itu larinya hanya di hilir, ke hulunya tidak ada maka harus kita siapkan aturan-aturan agar
hulu juga pemilik pengetahuan awal itu jugaharus diberi apanamanya harus diberi apanamanya
hak untuk mendapatkan keuntungan yang diperoleh di hilir. Maka kita ada disini dari dasar,
pengetahuan pun harus kita berikan penghargaan, disini adalah ada hak terhadap budaya dan
pengetahuan lokal pada level disini kita gunakan disini ada juga paten right ini bisa dilakukan
juga. Pada botanical varietas kita ada apanamanya PVT, sampai ke ujung ada moveable royalty
dan sebagainya. Ini nanti kita harus berikan hak kepada pemilik sumber daya genetik di lokal
sehingga uang yang dihasilkan di atas ini bisa turun sampai kebawah. Ini proses-prosesnya dari
mulai pelestarian, pemanfaatan sampai komersialisasi mungkin agak panjang tapi yang jelas kita
perlu penguatan regulasi dan kemauan politik, bukan polituk itu salah ketik biasa malam-malam.
Nah ini adalah dan harus dikerjakan secara, ini pemanfaatan SDG perlu upaya kapasitas dana
dan fasilitas sehingga karena orangnya banyak perlu peningkatan sebaran pelaku pengembangan
SDG agar julmlah yang dimanfaatkan meningkat. Jadi kalau yang mengembangkan hanya IPB di
Bogor saja pasti yang memanfaatkan sangat sedikit maka seluruh daerah harus ada yang
mengembangkan. Dengan demikian maka sebarannya juga menjadi lebih besar dan ini yang
sesuai dengan spesifik lokasi, budaya dan gaya hidup, dan pendekatannya adalah satu namanya
participatory jadi semua orang kita ajak untuk mengelola hal tersebut. Misalnya di daerah-
daerah itu bagaimana membuat kebun koleksi tapi itu dibiayai oleh pemerintah dan dibantu oleh
pemerintah agar dimanfaatkan secara lebih baik dan memberikan manfaat ekonomi. Nah
mulainya dari disini SDG lokal itu harus dikelola oleh masyarakat dan komunitas. Jadi kita
manfaatkan betul, kita berdayakan masyarakat lokal dan komunitas lokal tersebut lalu kita bantu
mengindentifikasi dan dikonservasi lalu kita lakukan dokumentasi. Kenapa penting
dokumentasi? Agar tidak diklaim oleh orang lain. Jaman sekarang kan first ownership itu yang
mem-publish pertama kali. Jadi kita dorong lokal-lokal itu mengindentifikasi menggambarkan
jenisnya lalu kita bantu untuk publish sehingga itu miliknya sudah milik, apa miliknya adalah
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
12
milik lokal tersebut tidak bisa diklaim oleh pihak-pihak lain karena kita menang pertama kali
mendokumentasikan. Ini kadang-kadang dokumentasi dulu tidak terlalu penting tetapi sekarang
adalah penting dan publishing juga disini. Baru setelah itu kita kembangkan, setelah yakin
punyanya siapa bahwa hak kedaulatannya ada di kita, kita kembangkan baru kita berikan nilai
tambah dan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Ini barangkali alurnya seperti ini dengan
demikian nanti masyarakat lokal inipun akan mendapatkan manfaat akhirnya mendapatkan
bagian kesejahteraan yang dihasilkan proses-proses di SDG tersebut.
Apa yang dibutuhkan? Jelas disini perlu penguatan kapasitas teknologi dan ekonomi
tanpa ini masyarakat lokal tidak akan cukup. Ada beberapa saya dapatkan petani-petani pemulia
itu punya kemampuan yang cukup tapi ilmunya tidak terdokumentasikan dan tidak ada fasilitas.
Nah untuk itu kita juga perlu ada perlindungan hukum agar bisa menjamin manfaat yang disini
juga bisa mengalir sampai ke atas. Ini barangkali ini juga yang perlu kita lakukan. Disini ada
perlu pendampingan teknologi dan manajemen. Dan yang penting lagi adalah tadi sekali lagi
perlu peningkatan kesadaran dan kemampuan politik, tanpa itu rasanya tidak karena ini sesuatu
yang prosesnya sangat panjang. Jadi boleh saya sampaikan pada tahun 1800-an 4 pohon sawit
dari Kamerun yang di bawa ke Kebun Raya itu mungkin tidak terlihat manfaat ekonominya tapi
ternyata 100 tahun kemudian itu baru nilainya sangat panjang. Jadi mungkin ini yang perlu
disadari bahwa dari sumber daya genetik lokal itu dari mulai ada sampai bisa bermanfaat itu
prosesnya tidak hari ini ada diketahui besok langsung keluar, perlu proses yang panjang itu yang
perlu kita sadari juga. Ini contoh-contohnya proses identifikasi, ini adalah ini bukan Kelengkeng,
ini adalah namanya buah Kalimantan “Ahoy” namanya. Ini berbagai jenis padi yang tahan
wereng, ini padi yang bisa di tanam di daerah-daerah rawa. Jadi barangkali kalau kita mau
belajar dari Cina ini Pak Pimpinan, Cina itu sekarang sadar bahwa menanam di lahan irigasi itu
sudah sangat terbatas sehingga mereka mencoba sekarang nanam di lahan yang marginal tetapi
luas-luasan, produktivitasnya rendah tidak apa-apa tapi karena skalanya luas sehingga skala
produksi juga bisa dipenuhi dan kita kan sawah kita makin lama, makin berkurang nah
bagaimana kita menanam lahan-lahan di lahan rawa, di lahan kering nah itukan perlu sumber
daya genetik di lahan kering dan di lahan rawa pasti itu sangat mendukung nanti kedaulatan
pangan yang harus kita kerjakan bersama-sama, tanpa itu saya pikir kalau kita mengandalkan
sawah ke depan itu selesailah tidak mungkin pak, tidak mungkin sama sekali karena sawah kita
lebih ideal untuk dijadikan rumah dari pada dijadikan apanamanya produksi pangan. Pasti ke
depan seperti itu karena nilai ekonomi rumah itu lebih tinggi dari pada nilai ekonomi pangan.
Nah ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan. Karena ini pak, ini adalah buah Nangka tapi
Nangka-nangka yang ada di Kalimantan jadi ini juga semua seperti buah-buah Kalimantan. Saya
ada ininya pak, namanya lupa saking banyaknya. Bukan, bukan Cempedak, bukan. Ini dari
Kalimantan juga.
Ini adalah karakterisasi, tidak akan saya bahas. Dari mulai morfologi, genetik,
metabolomik, ekologi dan sosial. Jadi karakterisasi itu harus mencakup keseluruhan aspek dari
mulai sosial dampai ke metabolomik yang mungkin nanti bio teknologi yang akan dibahas
banyak oleh Pak Profesor Bambang Purwantara. Nah ini saya kumpulkan kacang. Bapak, ibu
bisa bayangkan jenis kacangnya Indonesia itu macam-macam jenisnya dari yang kacang panen
setahun sekali sampai kacang yang seperti ini. Jadi kita punya banyak, ini baru yang saya
kumpulkan istilahnya pakai tangan merem, merem matanya dibuka sudah dapat sangat banyak.
kita punya sangat banyak dan sekarang kami sedang karakterisasi metabolomik mana yang kira-
kira bagus untuk obat-obatan terutama barangkali saya sampaikan kacang-kacangan itu
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
13
proteinnya tinggi tapi asam aminonya tidak lengkap. Jadi ke depan nanti kita bisa membuat
tempe kombinasi antar kacang-kacangan yang asam aminonya mirip dengan asam amino yang
terkandung pada daging. Jadi kacang kedelai lebih disini kurang disini, kacang ini lebih disini
kurang disini. Jadi kalau kita buat tadi tempe yang Pak Bustanul, Pak Bambang, Pak Ketua
dengan berbagai kombinasi kacang harapan kita komposisi asam aminonya itu sama dengan
komposisi asam amino yang ada pada daging. Itu harapan saya ke depan itu ke arah sana. Itu
pak, tidak ada kedelai disini pak. Anjasmoro yang kedelai cuma ini saja pak, contoh pak, ini
pembanding pak, yang lain kesini ini bukan kedelai semua pak. Hanya ini saja, kacang
Anjasmoro.
Nah ini penelitian kita secara ekologis ternyata kita bisa lihat mangga itu ini menyebar
dari suatu daerah ke daerah jadi kita juga perlu pemetaan namanya pemetaan ekologis, kita bisa
lanjut saja. Ini terus saja. Ini prosesnya. Saya sudah melakukan juga untuk petani-petani, ini
petani di Solok, ini petani yang di Tegal. Aku cinta bawang putih lokal. Jadi karena bapak,ibu
sekalian saya sampaikan impor bawang putih kita itu hampir 500 ribu ton, harganya kalau 1
dollar saja kira-kira kita impor 500 juta US Dollar. 500 US Dollar kali 13 ribu kitaberarti
mengeluarkan uang sekitar 6,5 triliun pak. Bagaimana kita bisa membuat ini menjadi produk
dalam negeri? Nah disini tentunya dimana-mana mereka di Thailand saja yang tidak lebih baik
dari kita ada undang-undang khusus mengenai sumber daya lokal dan SDG tanaman liar. Di
Indonesia sendiri sudah saya hitung Pak Pimpinan ini dimulai Undang-Undang Nomor 5 Tahun
’90 mengenai apa, sumber daya genetik, keanekaragaman genetik dan ekosistem. Sampai
sekarang sebenarnya sudah ada 13 undang-undang yang membahas ini tetapi kurangnya dimana?
Kurangnya adalah tidak satu pun undang-undang isinya sebagian besar konsepnya hanya
terhadap kapada pelestarian, kurang di pemanfaatan dan pembagian hak. Jadi saya usulkan disini
nanti kalau pun nanti undang-undang dibuat adalah selain pelestarian kita juga harus
kembangkan ke pemanfaatan dan pembagian hak. Yang lupa adalah pembagian hak sehingga
apanamanya pemilik-pemilik lokal itu tidak merasa perlu karena kalau pun dikembangkan tidak
akan mendapatkan benefit. Itu yang saya pikir perlu juga kita kembangkan ke depan. Ini sesuatu
yang harus kita lakukan. Kesadaran ini harus dilakukan juga mungkin tidak banyak yang
sayabahas. Yang saya bahas adalah ini, ini di kampung saya jadi ada jembatan kereta di atasnya
ini, dibawahnya ada jembatan orang tapi yang saya tunjukan adalah untuk sumber daya genetik
itu jalan panjang tapi disana ada sesuatu yang indah jadi tidak berarti hari ini jadi ada, besoknya
ada. Jadi kita harus moving forward dengan sabar dan terus tekun.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Waalaikum salam.
Baik, terima kasih. Nanti Prof. Dailami disimpan dulu ya biar sekalian ini, sekali
diselesaikan. Baik, selanjutnya kami persilakan Prof. Drh. Bambang Purwantara, M.Sc., Ph.D.
Silakan pak.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
14
PEMBICARA: Prof. Drh. BAMBANG PURWANTARA, M.Sc., Ph.D. (NARASUMBER)
Terima kasih Bapak Ketua.
Melengkapi apa yang disampaikan oleh Pak Sobir. Saya ingin menyampaikan pertama
pak bahwa ini relevansinya dengan RUU, saya coba shopping list ket teman-teman penggiat
SDG (Sumber Daya Genetik) dan ternyata perjuangan untuk menjadikan RUU SDG itu sudah
sampai taraf punya naskah akademik pak dan itu berhenti pada tahun 2012. Kemudian ada
indikasi bahwa ada satu undang-undang yang lebih luas yaitu konservasi keanekaragaman hayati
dan ekosistem sebagai pengganti undang-undang lama Nomor 5 Tahun’90 yang cukup besar pak.
Jadi gemuk sekali sehingga sampai saat ini kelihatannya masih menjadi masalah dan ini sudah
masuk Prolegnas di DPR pak, tahun kemarin 2017 sudah masuk katanya ke Presiden pak, dari
LHK ke Presiden supaya dibawa ke inisiatif pemerintah. Nah oleh karena bapak-bapak di DPD
ini berinisiatif untuk SDG ini di pisah artinya ternyata memang kalau di pisah lebih indah
sebenarnya karena urusannya lebih simple karena urusan keanekaragaman hayati yang besar tadi
lebih bermuatan pelestarian lingkungan dan itu kental dengan lingkungan hidup dan kehutanan.
Sementara SDG ini mungkin Kementerian Pertanian, KKP dan segala macam itu akan lebih
punya peran lebih banyak. Jadi bersyukur bahwa ini ada medium untuk mendiskusikannya nanti
bagaimana naskah akademik yang sudah disusun oleh teman-teman sampai 2012 ini bisa kita
teruskan untuk dibicarakan. Kok jadi putih saja ya.
Baik, ini kumpulan dari berbagai sumber paparan pak karena saya terus terang saja
kemarin bertanya kepada teman-teman yang menggarap ini dari tahun 2003 kalau tidak salah,
nanti ada riwayatnya. Jadi ibu, bapak sekalian kalau ini Pak Inul punya ini naskah bagaimana
kita, kok hilang semua gambarnya ya. Jadi bapak, ibu sekalian pada tahun 2050 kita semua akan
menghadapi jumlah penduduk 9 miliar lebih seluruh dunia dan Indonesia barangkali sudah akan
menyentuh di 300 lebih juta ibu, bapak sekalian. Dan ini membawa perubahan ekonomi pola
makan dan ketika pola makan berubah tadi Pak Sobir sudah menyebutkan ingin bikin tahu atau
tempa yang rasa daging atau kualitas daging begitu ya dan ini pada tahun 2030 ternyata
persentase protein hewani meningkat menjadi katakanlah 14% dari 9% saat ini. Disisi lain lahan
menyusut pada tahun ’61 dibandingkan sekarang itu menyusutnya sudah hampir seperempatnya
barangkali, sepertiga atau kurang sehingga kita semua bersepakat bahwa sumber daya genetik
lokal sebaiknya harus kita pertahankan dan cakupan sumber daya genetik ini ada 3 komponen
yang disebutkan disini materi genetik baik yang berasal dari tanaman hewan atau mikroba. Jadi
mikroba ini juga sangat penting pak karena hutan kita itu sebenarnya banyak sekali mengandung
mikroba yang penting yang membawa unit fungsional pewarisan dan punya nilai nyata maupun
potensial. Kemudian di sisi lain ini materi tumbuhan, hewan atau mikrobanya. Di sisi lain SDG
juga punya cakupan masyarakatnya. Jadi ibu, bapak sekalian sebagai wakil rakyat begitu jadi ada
hukum adat, ada komunitas lokal yang memiliki indigenous knowledge apanamanya
pengetahuan lokal yang selama ini sebagian sudah hampir punah. Lalu ada turunannya pak,
derivatifnya itu adalah molekul kombinasi yang kemudian dalam proses selanjutnya bapak, ibu
sekalian mengenal rekayasa genetik. Jadi kalau tadi disebut-sebut ada bagaimana kita mencoba
memanfaatkan sumber daya genetik lokal kita karena banyak yang mengincar ini pak sumber
daya genetik kita. Contohnya misalnya saat ini tebu kita sudah ada yang di rekayasa genetik
tahan kering misalnya sehingga dia bisa di tanam di lahan-lahan NTT, kemudian di daerah
Indonesia Timur yang lebih berkemampuan itu.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
15
Nah tadi Pak Sobir menyebut-nyebut tentang keanekaragaman dalan satu spesies. Jadi
sumber daya genetik itu ada di dalam spesies itu sendiri, iya pak. Jadi ada 3 komponen yang kita
ingin sebutkan disini bahwa keanekaragaman hayati yang mau kita sebut di dalam
keanekaragaman genetik ini adalah bagian dari keanekaragaman spesies, individu dan kemudian
keanekaragaman ekosistem atau lingkungan. Pertanyaannya mengapa sumber daya genetik perlu
dikelola dengan baik? Oleh karena kita punya, dunia ini punya segini banyak macam bapak, ibu
sekalian tadi sudah disebutkan oleh Pak Sobir bahwa Indonesia adalah salah satu mega
biodiversity dan hanya nomor 2 setelah Brazil pak ya. Nah Brazil masuk akal karena lahannya
lebih luas dibandingkan kita tapi mungkin sumber daya lautnya jauh lebih banyak kita daripada
negara-negara lain. Nah saya ingin mencoba memasuki ke wilayah yang lebih spesifik pak oleh
karena SDG ini tidak bisa dilepaskan dari apa yang dikenal dengan database SDG Indonesia dan
saat ini yang mengelola data-data SDG itu banyak pihak dan ini belum terkodefikasi, belum
terkumpul dengan baik sehingga masing-masing kadang-kadang mengeluarkan data masing-
masing untuk kepentingan riset dan pengembangan yang ada. Nah kalau ibu, bapak sekalian
melihat ini tadi proses peyusunan kebijakan SDG yang saya sebutkan bahwa tahun 2000 sudah
ada upaya untuk menjadikan ini menjadi RUU PP SDG, naskah akademiknya sudah ada
kemudian proses panjang, ada white paper pelestarian pemanfaatan SDG di Indonesia pada
tahun 2007 oleh Kehati dan terakhir ini naskah yang saat ini yang paling sempurna menurut
hemat kita adalah konsultasi publik naskah akademik RUU sudah dijalankan dan
pemutakhirannya pada 2011 sehingga saat sebenarnya kalau kita mengembangkan RUU PSDG
ini sudah tidak lagi dari depan lagi, tidak lagi dari nol lagi. Sudah tinggal memanfaatkan naskah
akademik yang sudah disusun oleh teman-teman bertahun-tahun ini untuk bisa kita manfaatkan
ibu, bapak sekalian. Sehingga mungkin kita bisa memotong mata rantai sebagian dari yang Mas
Inul sampaikan tadi di proses RIA tadi sudah bisa kita kurangi. Saya lewat saja.
Nah ibu, bapak tentang apa yang kita atur di dalam RUU jangan sampai kita lepas dari
hukum kepemilikan SDG ini. Jadi kalau kepemilikan SDG dari lahannya saja itu akan tidak bisa
lepas dari tanah yang berada dimana kekayaan sumber daya genetik tadi berasal jadi bisa
perseorangan, kelompok orang ataupun milik negara, atau badan hukum. Lalu ibu, bapak
sekalian saya mungkin akan lari saja kepada aspek-aspek yang berkaitan dengan undang-undang
yang kita sudah ratifikasi. Saya balik ke sorry. Ibu, bapak sekalian saya kira pengaturan masalah
pembagian keuntungan itu ada 5 hal pokok yang mungkin harus di bahas di dalam konsep RUU
kita yaitu persyaratan minimal pembagian keuntungan baik yang bersifat monetary maupun yang
non monetary, kemudian masa berlaku pembagian keuntungannya berapa banyak, berapa
apanamanya tahun atau jangka waktunya kemudian tata cara distribusi keuntungan, pengaturan
yang terkait sistem hak kekayaan intelektual dan alokasi untuk konservasi dan penguatan yang
berkelanjutan. Ini saya kira harus diatur di dalam RUU yang akan kita siapkan nanti. Lalu ada
lembaga. Bapak, ibu sekalian kelembagaan yang bisa kita usulkan untuk mengelola SDG di
Indonesia ini adalah yang pertama ada kemungkinan kita bikin Badan Nasional Keanekaragaman
Hayati. Ini mungkin tidak mudah prosesnya panjang, kemudian bisa juga menjadi Dewan
Nasioanl Keanekaragaman Hayati, dan ada kemungkinan yang paling rendah adalah timpengarah
yang bertanggungjawab pada menteri, ini masih Menteri di Negara Lingkungan Hidup sekarang
sudah tambah Kehutanan didalamnya, ini karena naskah tahun 2012 kita bongkar lagi. Nah ibu,
bapak sekalian kalau kita lihat sistematika juga sudah ada jadi tinggal kita ikuti saja bab
perbabnya yang diusulkan oleh tim penyusun ini, mudah-mudahan nantinya kita bisa ikuti saja
dan sempurnakan sesuai dengan itu.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
16
Bapak, ibu sekalian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Indonesia telah meratifikasi
protokol ke Nagoya yang memberikan pengesahan terhadap akses sumber daya genetik dan
pembagian keuntungannya. Jadi ini adalah undang-undang dan kita punya amanah untuk
menerjemahkan Undang-Undang ini ke dalam aplikasinya secara praktis seperti yang mungkin
bapak, ibu sekalian sekarang pikirkan untuk pengelolaan sumber daya genetik tadi. Tadi Pak
Sobir sudah mengatakan bahwa kita punya banyak sekali bahan baku jamu. Saya pernah
mendengar dari pemilik pabrik jamu di Semarang apa? Sido Muncul, Pak Irwan. Pak Irwan
mengatakan bahwa kita sebenarnya mengeksport banyak sekali bahan baku ke Cina kemudian
kita beli kembali dalam bentuk kapsul, dalam bentuk macam-macam. Jadi sebenarnya obat Cina
itu menurut Pak Irwan itu sebagian besar adalah produk kita baik dari rimpangnya, kemudian
daun-daunnya dan sebagainya. Jadi kita sendiri meskipun Pak Irwan sudah eksport juga kan ke
Asean itu banyak sekali produk-produk kita yang sudah kita jual tetapi tetap work yang kita
eksport ke Cina masih jauh lebih banyak dari pada yang kita eksport dalam bentuk jadi. CBD
mengatur, dulu hanya mengatur common heritage of mankind jadi tidak ada aturan pembagian
keuntungan tapi setelah tahun’92 setelah kita meratifikasi undang-undang ini kita memiliki hak
juga untuk mengatur milik kita yang bisa kita manfaatkan untuk kekayaan Indonesia nantinya.
Ibu, bapak sekalian karena ini berkaitan dengan undang-undang maka materi dasar
Protokol Nagoya itu pertama menjamin kedaulatan negara. Ini penting sekali karena di dalam
undang-undang yang menjadi ratifikasi terhadap Nagoya ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2013 itu mengatur menjamin kedaulatan negara. Kemudian akses harus mendapatr ijin dari
negara penyedia SDG, dan pengguna dan penyedia memiliki kesepakatan untuk pembagian
keuntungan bagi hasilnya. Aksesnya juga demikian pengaturan protokol Nagoya mengatur juga
pembagian keuntungan dan akses. Jadi kira-kira kelembagaan yang diatur oleh Protokol Nagoya
yang kemudian di ratifikasi dan kemudian isu utama yang perlu ditindaklanjuti dalam kaitan
perundang-undangan yang mau kita susun adalah pentingnya kita mengatur database karena
database ini akan menjadi jualan kita. Kemudian public awareness. Tadi sudah disebutkan
bagaimana masyarakat menyadari pentingnya mengamankan sumber daya genetik kita.
Kemudian human kind resources atau human resources pengelolanya, bagaimana obat, jamu dan
sebagainya juga bisa dikelola secara baik oleh sistem apanamanya obat-obatan kita di negara kita
dan kemudian kelembagaan yang diperlukan.
Saya kira itu bapak-bapak, ibu sekalian tambahan saya terkait dengan rencana untuk
penyusunan RUU tentang pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik, mudah-mudahan
karya teman-teman kami yang sudah dijalankan sekian tahun kebelakang bisa hidup lagi melalui
DPD dan harapannya bahwa SDG Indonesia ini akan berjaya oleh karena dari sanalah devisa
Insya Allah akan bisa kita dapatkan. Terima kasih.
Walbillahi taufik walhidayah.
Wasslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, Prof. Terima kasih kita berikan applause. Jadi teman-teman sekalian kita buka
diskusi secara mendasar saja dulu karena inikan baru secara umum, kami berikan 2 di kanan, 2 di
kiri baru kita rapat pleno. Silakan Prof, sama Ibu Bupati.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
17
PEMBICARA: Prof. Dr. DAILAMI FIRDAUS (DKI JAKARTA
Tadi belum diperkenalkan dengan Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Oh belum ya. Mungkin begini saja supaya lebih enak memperkenalkan diri saja langsung
Prof, baru nanti kita ini. Silakan Prof.
PEMBICARA: Prof. Dr. DAILAMI FIRDAUS (DKI JAKARTA)
Baik, terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kepada Pak Ketua. Nama saya Dailami Firdaus, anggota DPD dari DKI Jakarta.
Saya banyak mendapatkan masukan belajar dalam pertemuan hari ini terutama dari Pak
Bustanil tadi ya. Prof Bustanil tadimengatakan jaman Jokowi 2,9 juta ton pak ya, 15 triliun eh 17
triluun tapi kemarin saya baca di Bulog mengimpor 500 ribu ton itu 17 triliun berarti eh 15
triliun itu bagaimana ya, itu beras apa? Kalau yang 2,9 juta ton itu 17 kalau yang 500 ribu ton itu
15 triliun itu beras jenis apa itu pak. Ajaib sekali 2,9 juta ton dengan 500 ribu bedanya jauh. Nah
ini sebab saya bisa masukan juga dari bapak, kira-kira apa sih itu berasnya jenisny? Apa
berasnya ada emas-emasnya sedikit atau bagaimana begitu? Jadi memang ini suatu hal yang.
Juga masalah tadi impor bawang putih sampai 500 ribu ton itu 6,5 triliun itu menurut saya luar
biasa.
Saya sama Pak Ketua baru kembali dari Vietnam kemarin. Kalau saya sehari sebelumnya
kalau Pak Parlin baru tadi ya. Jadi kita memang melihat banyak sekali kemajuan-kemajuan
khususnya agribisnis di Vietnam. Kalau kita tidak bisa mengantisipasi dalam beberapa tahun ke
depan kita akan jauh ketinggalan dari Vietnam. Jadi kalau menurut saya sedikit saja saya ingin
mendapatkan masukan dari bapak ya misalnya kaitan dengan tadi Pak Bustanil bicara masalah
beras ya, saya setuju apa yang disampaikan bahwa kedaulatan pangan kita ini masih abstrak dan
menurut saya memang seperti itu. Dan masalah yang penting yang harus dicari jalan keluarnya
adalah ini kita tidak memiliki data yang akurat ya. Ada ketidakakuratan data yang ada ini antara
isntansi, itu yang menurut saya yang menjadi contoh yang harus kita kedepannya harus kita cari
jalan keluar. Misalnya data produksi padi ya. Data produksi padi yang menjadi acuan pemerintah
kan di nilai jauh lebih tinggi dari fakta yang ada. Nah beda dengan dari lembaga-lembaga lain
misalnya dari Foreign Agricultural Service USDA itukan, itu ada selisih kurang lebih kalau
menurut sana kan 30 juta ton saja, kalau pemerintah bilang angka produksi padi 2017 mencapai
81,57 juta ton gabah kering setara dengan 51,3 juta ton beras. Jadi ini ada selisih ya misalnya
seperti itu. 27,9% lebih rendah dari data Kemenpan begitu dan menurut saya terdapat selisih
yang antara kedua ini mencapai 25,2% tahun 2016. Jadi menurut saya singkatnya ini
ketidakakuratan data yang dianggap berkontribusi pada masalah kekisruhan beras kita ini. Jadi
pemerintah asumsinya surplus merasa dalam negeri sudah cukup tapi kita lihat bahwa harga
beras semakin lama semakin naik nah ini menurut saya ingin dapat pembelajaran juga karena
memang banyak saya ditanya-tanya oleh konsituen saya dan saya juga banyak saya menyuarakan
saya tidak setuju dengan adanya impor beras yang seperti ini. Jadi Bulog sudah menyiapkan dana
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
18
15 triliun untuk 500 ribu ton itu tapi dengar data barusan selama Jokowi berada ya 17 triliun
untuk 2,9 juta ton berarti 33 triliun duit yang sudah dikeluarkan ya di dalam pak jaman Jokowi
untuk beras doang begitu bu. Menurut saya ini saya ingin dapat pencerahan lah dari bapak-bapak
para professor yang ada sebagai narasumber. Saya terima kasih hari ini saya mendapatkan
banyak pelajaran, masukan dari para pakar. Mungkin itu saja dulu Pak Ketua.
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Waalaikumsalam.
Terima kasih. Ibu Bupati, Ibu Permana.
PEMBICARA: Hj. PERMANA SARI, Ssi., M.M., M.B.A. (KALTENG)
Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat para narasumber.
Saya juga berterima kasih tadi atas paparannya. Yang menjadi, mungkin saya sampaikan
dulu dari paparan yang disampaikan tadi ini memang sudah ya saya kira ini sudah keberapa
kalinya ya pak ya kalau dengan Pak Profesor Bustanil Arifin, Pak Profesor Sobir itu sudah cukup
sering kita bertemu dan penyampaian seperti ini ada beberapa hal juga sudah pernah
disampaikan berikutnya. Tapi kembali kepada tujuan dari pertemuan ini yaitu tentang rancangan
undang-undang terkait dengan kedaulatan pangan pak. Yang ingin saya dapatkan disini adalah
suatu kepastian begitu pak. Ya memang kita bertujuan kedaulatan pangan kita ingin mencapai ini
begitukan, negara kita ingin mencapai kondisi negara yang berdaulat pangan. Tadi sudah
disebutkan memang abstrak tapi bisakah kita memberikan suatu hal yang konkrit tentang tujuan
dari rancangan undang-undang ini, tujuan yang pasti begitu. Karena kalau kita membuat suatu
misalnya undang-undang ini ditetapkan tetapi masih tetap abstrak juga saya itu hal yang mubazir
pak nanti seperti sekarang inikan kondisinya ada yang bilang kita sudah swasembada tapi
nyatanya masih impor, pertanian sudah kita bilang produksinya cukup, berasnya cukup tapi
nyatanya masih banyak hal-hal yang kontrakdiksi di lapangan begitu. Jadi saya inginkan
bagaimana mungkin sebagai brainstorming ya pak ya saya ingin dalam rancangan undang-
undang yang nanti dibuat oleh DPD ini bukan saya tujuannya jelas tapi langkah-langkah, sikap
pemerintah itu jelas. Jadi tidak seperti sekarang, banyak sekali hal yang kalau saya rasa itu
kontradiksi. Misalnya yang diributkan karena harga beras itu tinggi kita melakukan impor, tapi
pada kenyataannya kita juga punya ada yang namanya kebijaksanaan tentang diversifikasi
pangan. Nah apa kabarnya tentang jagung, apa kabarnya tentang sagu danlain-lain, apakah
petani-petani yang seperti itu tidak mendapatkan perhatian juga, garam. Banyak hal-hal yang
mungkin mestinya tindakan pemerintah itu secara menyeluruh tetapi ini hanya parsial
diselesaikan, beras ya hanya beras saja diselesaikan tapi yang lain-lain tidak dilihat, bagaimana
kondisi petaninya, bagaimana kondisi keuangan dan lain sebagainya.
Jadi mungkin sebagai harapan saja pak mungkin saya inginkan bahwa Rancangan
Undang-Undang tentang kedaulatan pangan itupunya suatu hal yang konkrit tentang langkah-
langkah apa nanti yang kita harapkan dilakukan pemerintah dalam menghadapi kondisi di
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
19
masyarakat? Jadi bukan secara parsial, bukan hanya terkait pangan saja atau terkait perdagangan
saja tetapi secara menyeluruh begitu, mungkin itu yang saya harapkan supaya tidak abstrak lagi
dan semua kebijakan itu bisa tidak separuh-separuh begitu jadi melihatnya tidak hanya dalam
satu sisi. Mungkin itu harapan saya tentang rancangan undang-undang yang nanti kita bahas
kedepan terkait kedaulatan pangan.
Yang kedua, yang terkait dengan perlindungan sumber daya genetika ini. Saya teringat
kalau tidak salah dari DPD kita punya RUU tentang perlindungan varietas tanaman. Nah saya
kira ini hal yang agak beriringan isinya begitu. Nah jadi mungkin ini juga perlu menjadi hal yang
perlu kita cermati disana. Tadi juga disebutkan oleh professor ada tentang RUU Konservasi
Keanekaragaman Hayati yang sudah diajukan. Jadi mungkin RUU yang sekian banyak dengan
hal yang hampir bersamaan ini perlu kita cermati keberadaannya jangan sampai nanti saling
meniadakan, saling menihilkan begitu. Mungkin itu saja harapan saya pak. Sekian dan terima
kasih.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Karena tadi ada harus memperkenalkan, silakan bu memperkenalkan masing-masing juga
ya.
PEMBICARA: Hj. PERMANA SARI, Ssi., M.M., M.B.A. (KALTENG)
Saya Permana Sari pak dari Kalimantan Tengah.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Mungkin kalau tidak bertanya sekedar memperkenalkan saja dulu ya. sudah kenal, oke
baik. Cukup ya dari kanan ya. Ibu Baiq cukup ya? Oke. Silakan dari kiri 2 orang.
PEMBICARA: Pdt. MARTHEN, M.Th. (SULBAR)
Terima kasih Bapak Ketua, bapak, ibu yang saya hormati.
Terima kasih 3 profesor yang memberi pengetahuan yang begitu baik dan luas bagi kita
pada sore hari ini.
Pertama semoga kita belum terlambat untuk membuat Undang-Undang tentang Sumber
Daya Genetika, menurut saya sebenarnya sudah cukup terlambat tetapi daripada tidak ada sama
sekali lebih baik kita buat. Pertanyaan saya kepada Prof Bambang apa sebenarnya yang menjadi
kendala inikerjaan yang sudah cukup lama 10 tahun dikerjakan oleh teman-teman Rancangan
Undang-Undang tentang sumber daya genetika tetapi ternyata tidak, apakah ini faktor politik?
Bayangkan berapa era presiden tapi toh tidak tembus-tembus. Menurut saya ini sesuatu yang
serius sampai tidak, kita tidak bisa menetapkan atau menjadikan sebagai undang-undang yang
sebenarnya menurut saya ini harga diri kita ada disitu karena bicara tentang kedaulatan pangan.
Tanpa adanya penghargaan terhadap berbagai jenis makanan yang ada di daerah sebenarnya itu
kita menghilangkan hakekat keragaman kita sendiri karena itu menurut saya ini sangatlah
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
20
penting untuk segera kita kerjakan dengan baik dan kita selesaikan untuk mengatur kehidupan
kita. Kita menjadi mandiri dan merdeka di tengah-tengah kehidupan kita sendiri. Terus terang
kami dari Indonesia Timur saya Marthen dari Sulawesi Barat kami selalu berada di Indonesia
bagian timur agak keberatan karena dipaksa untuk harus makan nasi padahal makanan kami
sagu, pisang dan macam-macam. Di Sulawesi Barat itu masih banyak sekali masyarakat yang
belum merasa makan kalau tidak ada pisang, bukan nasi tapi sekarang ini agak aneh kalau kita
masuk ke daerah-daerah kita tidak disuguhi oleh makanan lokal lagi tetapi makanan yang
dianggap makanan itu hanyalah makanan yang datang dari kota. Sayur-sayur pun sekarang itu
harus datang dari kota dan masyarakat tidak bangga dengan makanan lokal, tidak bangga dengan
sayur-sayur lokal. Ini menjadi keprihatinan luar biasa bagi saya. Prof Sobir tadi sudah
memperlihatkan begitu banyak jenis kacang kalau saya lihat itu hanya satu jenis kacang kalau
saya lihat itu hanya satu jenis kacang yang ada di kampung saya yang itu bisa puluhan yang tidak
ada di daftar tadi itu. Kalau sampai Bawang Dayak tadi ditampilkan sebenarnya sebelum saya
lahir nenek moyang saya sudah memakai itu menjadi obat. Yang baru muncul sekarang di
Sulawesi Tengah itu kalau saya tidak salah itu namanya Bawang Mahkota di palu. Nah bagi saya
tanpa kita membuat atau melindungi sumber daya genetik kita bagi saya agak susah kita
mencapai kemandirian pangan tadi yang menjadi tindaklanjut dari itu. Saya terus terang kadang-
kadang marah tapi kadang-kadang juga prihatin beberapa sumber daya genetik yang kami coba
daftarkan saja makanan lokal itu susahnya minta ampun. Beberapa jenis makanan lokal yang
sudah hampir punah, jenis tanaman yang hampir punah kita daftar tetapi susahnya, prosesnya
luar biaa susah untuk mendaftarkan saja supaya bisa dipertahankan oleh masyarakat. Nah karena
itu menjadi pertanyaan saya yang berikut ialah apakah kita bisa mencapai kemandirian pangan
tanpa perlindungan dan pemanfaatan sumber daya genetik yang kitamiliki. Bagi saya ini kita
belum mandiri lah kalau kita belum melindungi itu dan tidak memanfaatkan dengan baik karena
selama itu masih sebagian besar masyarakat Indonesia merasa bahwa itu bukan makanannya.
Kalau diversifikasi pangan yang disebut oleh Ibu Permana tadi itu kita tidak tempatkan secara
baik dan kita tidak memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap keanekaragaman dan
cara makan, dan jenis makanan yang menjadi konsumsi masyarakat kita.
Saya pikir itu yang saya sampaikan Pak Ketua. Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Iya ini jagonya pertanyaan, silakan Pak Malonda.
PEMBICARA: AHMAD SYAIFULLAH MALONDA, S.P. (SULTENG)
Terima kasih pimpinan.
Pak narasumber yang saya hormati.
Terus terang saya yang paling gembira pada saat ini karena saya informasikan kepada
Pak Prof Bsutanil Arifin beberapa hari lalu kami bertemu dengan Dirjen Perdagangan, saya
sendiri yang membela negara ini untuk melakukan impor hampir semua teman-temanitu menolak
impor. Jadi cuma yang menjadi beban pemikiran saya bahwa mereka hanya berpikir politik,
tidak berpikir secara rasional juga bagaimana perhitungan tentang sosial ekonominya. Kalau
dilihat dari perhitungan sosial ekonomi pertanian pak lebih untung mengimpor dari pada kita
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
21
harus memberikan bantuan pak kalau dari hitungan ekonomi pertanian ya, ini harus kita pahami
sebenarnya. Kemudian ada informasi yang perlu kita beritahukan disini di tingka tmasyarakat
kecil itu beras kita aman kok tidak ada masalah tapi di tingkat pedagang itu berbeda. Saya kasih
contoh kecil Pak Sudirman itu petani, saya penjual nasi goreng. Harga saya beli sama Pak
Sudirman 1 liter 10 ribu, dalam 1 liter saya bisa menghasilkan 5 piring nasi goring. 1 piring nasi
goreng harganya 10 ribu, mana yang untung pak? Untung kami dari pada anda. Anda pun kalau
malam-malam bangun tidur lapar pasti beli nasi goreng juga. Jadi di tingkat seperti itu yang kita
tidak tahu tapi di tingkat masyarakat bawah kita tidak ada masalah sebenarnya, jangan sampai
beras yang ada di kita itu dipermainkan. Itu sebenarnya.
Terus yang kedua, mohon maaf itu sekedar ilustrasi saja. Yang kedua memang saya ingin
sedikit meminta penjelasan dari Pak Bustanul tentang kedaulatan pangan ini rancangan undang-
undang yang akan kita buat. Terminologi tentang kedaulatan pangan itu kita kan masih agak
sedikit rancu lah pak antara ketahanan pangan terminoligi, kedaulatan pangan, kemandirian
pangan, swasembada pangan itu semuanya masih rancu pak, karena apa? Karena kedaulatan
pangan itu tidak akan pernah dicapai siapa pun negara itu. Tidak bisa. Kalau ketahanan pangan
pasti dicapai oleh semua negara, pasti karena meraka berusaha untuk ketahanan pangannya itu di
setiap negaranya itu selalu ada. Mandiri juga tetapi untuk menjadi daulat tidak bisa. Memang
tugas berat nanti dari Bapak Narasumber mungkin bagaimana memberikan pemahaman tentang
kedaulatan pangan ini yang sebenarnya karena yang selama ini kita tahu tentang ketahanan
pangan, kita bicara beras pasti ketahanan pangan, kita berbicara impor pasti ketahanan pangan,
tidak pernah kita berbicara tentang kedaulatan pangan. Ada aspek-aspek yang mungkin bisa
mempengaruhi perbedaan terminologi antara kedaulatan pangan, ketahanan pangan, swasembada
pangan atau kemandirian pangan. Saya kasih contoh saja misalnya saya dapat dari barusan saya
buka tadi ada 5 aspek kedaulatan pangan, politik dan kebijakan pangan misalnya satu. Yang
kedua, optimalisasi sumber daya lahan dan air. Ketiga, pemandirian proses produksi. Keempat,
jaringan dan kelembagaan petani, dan kelima adalah pembudidayaan pola komsumsi lokal. Itu
aspek yang mungkin bisa kita buat untuk menjadi kedaulatan pangan tapi aspek itu ada juga di
ketahanan pangan. Ini kebetulan saya baca barusan ini pak. Nah terminologi tentang kedaulatan
pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan itu harus jelas arahnya. Nah kalau misalnya
kedaulatan pangan ini betul-betul jadi menjadi sebuah undang-undang maka ketahanan pangan
danundang-undang lainnya itu akan menjadi lex generalis pak, kedaulatan pangan akan menjadi
lex spesialis. Jadi ini berat sekali sebenarnya bagi terutama bagi Timja nantiuntuk berbicara
tentang rancangan undang-undang. Oleh karena itu maka saya berharap bahwa terminologi yang
jelas atau aspek-aspek yang jelas yang bisa membedakan antara kedaulatan pangan, ketahanan
pangan, kemandirian pangan.
Itu dari saya, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, terima kasih.
PEMBICARA: BAIQ DIYAH RATU GANEFI, S.H. (NTB)
Ijin pimpinan.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
22
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, terakhir bu ya.
PEMBICARA: BAIQ DIYAH RATU GANEFI, S.H. (NTB)
Saya tidak, hanya memberikan informasi saja karena tadi Prof Bustanul bicara masalah
Bulog. Jadi kalau kita bicara masalah Bulog prof, kita ingin kemarin Komite II sudah membuat
suatu kesimpulan di dalam rapat kami bahwa Bulog itu kembali kepada fungsi dan
kewenangannya. Kenapa kita ingin seperti itu? Karena kita lihat sekarang ini Bulog tidak
membeli beras, Bulog tidak membeli gabah karena masyarakat atau pemerintah tidak apa ya,
tidak untuk Bulog itu jadi Bulog tidak menyimpan beras untuk masyarakat yang tadinya Bulog
sebagai penyangga beras di daerah. Karena apa bisa saya katakan demikian? Karena beberapa
waktu lalu saya rapat dengan SKPD Ketahanan Pangan se-NTB itu raskin sudah ditiadakan
kemudian diganti dengan rastra. Rastra pun diadakan tadi Prof bilang dengan kartu. Nah
bagaimana fungsinya kartu? Kartu itu menurut Bulog tidak berani membeli gabah dan tidak
berani membeli beras, belum tentu nanti masyarakat akan membeli hanya beras tetapi dengan
kartu itu dia akan membeli 10 kebutuhan pokok yang boleh dibeli. Jadi kalau saya pikir 2018
pemerintah akan membangun 700 ribu gerai di seluruh Indonesia kok itu sepertinya tidak
mungkin, itu mimpi karena kartu-kartu yang akan dibagikan belum tentu ada signalnya sampai di
pelosok-pelosok. Kartu-kartu yang akan dibagikan belum tentu ada gerai-gerainya, bagaimana
pemikiran-pemikiran pemerintah sehingga kalau saya pikir sih kita perkuat Bulog, kembali
Bulog kepada fungsi dan kewenangannya. Hanya itu prof, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, terima kasih. Prof silakan dijawab. Mungkin sekedar menambahkan kenapa ini
mesti disampaikan oleh DPD? Kira-kira itu yang pertanyaan tadi tapi saya mau tambahkan itu
adalah juga menjadi amanat undang-undang kita bahwa kita mengenal sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi kan itu DPD, dan ini mungkin tambahan karena jelas itu tugas kita DPD
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, dan tentu masalah agama karena itu di dalam Pasal
22. Oke Prof kami persilakan mungkin menjawab sekalian nanti baru kita lanjutkan pleno kita
sebagai Komite II. Silakan.
PEMBICARA: Prof. Dr. BUSTANUL ARIFIN, M.Sc. (NARASUMBER)
Baik, terima kasih Pak Pimpinan.
Bapak dan ibu sekalian terima kasih pertanyaan, komentar-komentarnya sangat benar
semua, ada beberapa yang bisa dijawab, ada beberapa yang saya pun tadi melemparkan
pekerjaan rumah juga yang sulit di jawab, yang abstrak itu.
Yang konkrit yang begini pak dari Pak Profesor ya, apa yang membedakan 15 triliun
yang awal dengan 15 triliun yang sekarang? Yang awal itu 2,9 saya hitung karena nilai
rupiahnya, nilai dollarnya tertulis 1.242 miliar US Dollar saya kalikan 13,5, 13600 ketemu 16,9
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
23
triliun clear bahwa value dari harga beras yang masuk ke Indonesia atau nilainya setara dengan
16 triliun sepanjang 3 tahun. Nah kalau ada berita Bulog mempersiapkan 15 triliun untuk
mengimpor 500 ribu terus terang saya tidak terlalu paham juga, agak sulit saya menjawabnya
karena kalau mau duitnya bapak bagi saja 15 triliun bagi 500 ribu, 30 ribu sekilo kan. Makanya
saya juga pertanyaan yang sama dengan bapak, sangat mungkin nanti ditanyakan ke Bulog itu.
Sangat mungkin itu untuk operasional yang lain-lain. Feeling saya ya, saya tidak tahu juga
silakan tanya ke Bulog. Karena terus terang di Vietnam, di Thailand itu beras itu 350 USD
perton. Kalau kelas terbaik 400, 400 kita kalikan 13,5, kita kalikan tambah ongkos angkut, freed
and insurance paling top itu 8 ribu sekilo. Kalau bapak jual 9,5 sudah untung 1500 paling tidak
kan. 1500 kalikan 500 ribu kalau mau hitung kekayaan orang ya tapi bukan itu.
Nah yang kedua bapak ibu sekalian. Pak Profesor betul, sangat betul saya mungkin bisa
update atas nama Ketua Forum Masyarakat Statistik. Saya sekarang Ketua Forum Masyarakat
Statistik. Saat ini memang sedang disempurnakan metodologi estimasi. BPS bekerja sama
dengan BPPT, dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) sedang mensinkronisasi metode
spasial dengan satelit dan dikaitkan dengan sample yang disebut KSA (Kerangka Sampling
Area). Selama ini sample nya orang tapi sekarang dengan majunya teknologi sample nya adalah
areal begitu yang seharusnya mengurangi bias begitu pak kira-kira. Kapan selesai mereka
menghitung? Paling cepat Agustus tahun ini, paling cepat. Bisa juga tidak diumumkan juga pak
mungkin bisa DPD yang nagih karena kalau diumumkan sangat mungkin itu overestimated. Jadi
hitungan yang ada sekarang overestimated sehingga bisa berkonsekuensi hukum, bisa
berkonsekuensi politik juga. Sangat mungkin, kita tidak boleh terlalu berharap juga terhadap data
yang sebenarnya itu walaupun kita bisa menduga ya dengan sekarang kita bisa menduga data
yang sebenarnya sudah pasti lebih rendah dari yang disampaikan. Kira-kira begitu pak. Berapa
yang sebenarnya? Sebetulnya tidak terlalu penting apakah lebih 15%, lebih 20%,lebih 30% tidak
terlalu penting tetapi kita paham itu lebih. Nah konsekuensi politik dan konsekuensi hukum saya
tidak terlalu paham, apakah akan ada yang berurusan dengan hukum karena seperti itu, saya
tidak terlalu paham itu pak, mungkin bisa diolah di lembaga politik atau bahkan di lembaga
legislasi ya, eh sorry lembaga yudikatif begitu. Saya mendengar teman-teman di BPK sudah
menyiapkan konsep mengenai data amnesti, pengampunan data. Sama dengan pengampunan
pajak. Pengampunan data jadi yang lalu sudah lah dianggap tidak katanya tapi saya tidak tahu itu
di luar kemampuan saya sebagai ekonom pertanian pak.
Baik, pertanyaan Pak Malonda dan Pak Marthen, Ibu Permana, Ibu Baiq sebetulnya satu
nafas memang tantangan menerjemahkan kedaulatan pangan menjadi lebih operasional itu sangat
sulit pak. Sangat sulit karena yang lebih operasional pun belum bisa dilaksanakan begitu.
Dengan Undang-Undang Pangan pun kita belum mampu melaksanakan. Jadi pilihannya nanti
Pak Ketua, saya menduga lebih banyak pada fungsi-fungsi strategis. Strategis oke, DPD
konsituennya lebih berhubungan dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
langsungkepada konsituen di daerah, dan daerah menjadi wakil-wakil atau menjadirepresentasi
dari negara yang memiliki kedaulatan. Nah bentuknya akan seperti apa? Makanya saya tadi
memulai dengan proses telaah terhadap undang-undang yang ada dan peraturan yang lebih
operasional eh yang tidak cukup yang ada kita perlu ini yang lebih, kira-kira begitu pak,
analisnya arahnya kesana, saya belum melakukan itu pasti. Jadi naskah akademiknya itu kira-kira
ke arah sana dan saya yakin diskusinya bakal panjang. Kira-kira apa yang disebut sebagai hak
negara dan bangsa itu? Kalau tadi kemampuan sih lebih mudah ya, kalau tadi ketahanan pangan
lebih mudah. Sekedar informasi saja konsep ketahanan pangan itu pak awalnya tahun’96 ketika
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
24
FAO bersidang dan ada pencetusnya, ada krisis pangan tahun’93 sebelum terulang lagi tahun ’97
waktu kekeringan pertama itu. FAO bersidang ’96 menghasilkan world food summit dan food
security masih abstrak jaman itu. Tahun’96 food security masih abstrak dan lama sekali baru kita
konkritnya mendapatkan 14-16 tahun kemudian nah kita kan tidak akan seperti itu. Tapi
mungkin kelak konsepnya strategis tidak apa-apa juga sebetulnya terus saja kan nanti teman-
teman di akademisi akan penelitian-penelitian meng-update, membantah, menyempurnakan,
kriteria ditambah, dikurangi kira-kira begitu bu prosesnya. Jadi saya memang tidak akan
bermimpi yang namanya kedaulatan langsungjadi bleng begitu jadi kayanya undang-undangnya
lebih pada strategis. Siapa pun dengan 5 kriterianya yang disampaikan Pak Malonda itu memang
dia overlap dengan ketahanan pangan yang lebih operasioal sebetulnya sehingga kedaulatannya,
bungkus ideologinya pak saya menduga seperti itu karena teman-teman politik belum mampu
menerjemahkan. Yang disebut berdaulat itu apa, apakah kalau betul-betul mampu menentukan
kebijakan sendiri. Menentukan kebijakan sendiri itu apa? Tidak terpengaruh pada bisikan-bisikan
asing atau tadi yang pertanyaan sangat bagus dari siapa, dari Ibu Baiq mungkin. Jangan-jangan
memang perlu disambungkan dengan perlindungan sumber daya genetik tadi walaupun dua
undang-undang tapi berteman dan saling mendukung kesana, jangan sampai kita yang memiliki
sumber daya tapi kita tidak mampu berdaulat terhadap sumber daya itu kira-kira seperti itu bu.
Dan konkritnya ini harus melakukan duduk, harus melakukan analisis, tidak bisa one shoot
seperti itu dan itu yang harus diperintahkan kepada siapa pun yang akan melakukan naskah
akademik untuk melakukan itu.
Bagaimana mengenai diversifikasi? Diversifikasi, Ibu Permana perintahnya cuma Perpres
22 Tahun 2009, tidak kuat apa-apa, orang tidak peduli dan tidak melaksanakannya, dan tidak ada
sanksi. Nah beda kalau undang-undang kan pasti ada sanksi mengikat begitu kalau Perpres tidak
ada sanksi, paling top sanksi administratif begitu. Dan diskusinya saya yakin nanti pas
membahas naskah akademik, draf naskah akademik pasti akan berputar disekitar situ yang pasti
tidak sebentar, debatnya masih akan panjang makanya saya tadi usul bisa disambungkan dengan
sumber daya genetik, bisa disambungkan dengan hilir dari pangan. Hilir dari pangan adalah
kualitas gizi. Logika saya masyrakat Papua sangat tidak berdaulat terhadap pangan karena
mereka kurang gizi kira-kira begitu gambarannya. Mengapa bisa seperti itu? Karena tidak
mampu beli akses pangannya menjadi lebih mahal karena harganya mahal.
Perkara orang urusan Pilpres, orang apa impor, saya tidak urusan situ pak untuk
sementara, kita lebih pada strategiknya. Tadi keseriusan dari Pak Marthen yang menghubungkan
bagaimana sumber daya di Sulbar belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan itu tidak ada
sanksi pak. Ya kalau tidak ada sanksi yang menjalankan undang-undang harusnya yang
bermasalah kan begitu pak. Saya pikir akan seru percaya Pak Ketua tapi tadi mandatnya
bagaimana DPD memiliki kewajiban untuk merumuskan kebijakan-kebijakan peraturan
perundang-undangan strategis yang mengarah kepada pemberdayaan sumber saya ekonomi dan
pemberdayaan sumber daya alam. Saya pikir itu nafasnya akan kesana. Apakah dengan asing,
dengan negara asing mampu diukur? Nah itu saya pikir agak sulit juga, kita secara tertulis
mungkin tidak dipengaruhi tapi tidak tertulis sangat dipengaruhi misalnya. Jadi memang sangat
dinamis, saya yakin sangat dinamis. Sekedar informasi saya terlibat di RUU Pangan 18 Tahun
2012 itu kira-kira terlibat juga Pak Bambang hampir 2 tahun kalau tidak salah, hampir 2 tahun
baru jadi itu barang pak. Saya yakin ini juga bakal lama juga dari proses draf bahkan draf awal
naskah akademik kita bongkar semua sehingga seperti sekarang, ini pun masih belum sempurna.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
25
Kira-kira begitu, silakan tambahkan.
Terima kasih Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Oke sudah, terima kasih. Lanjut pak.
PEMBICARA: Prof. Ir. SOBIR, M.Sc. (NARASUMBER)
Terima kasih. Pertanyaannya sangat buat saya sangat baik terutama beberapa pertanyaan
mungkin justru saya pikir Pak Ketua kalau DPD mengajukan Undang-Undang mengenai Sumber
Daya Genetik adalah ini DPD akan berpikir jauh ke depan, karena apa? Sumber daya genetik itu
manfaatnya tidak besok pak, manfaatnya mungkin 10 tahun yang akan datang, 20 tahun yang
akan datang jadi kita sudah menyiapkan Indonesia yang lebih baik kedepannya. Nah tadi ada
pertanyaan dari Pak Marthen kenapa terlambat pak, karena tidak menarik pak undang-undang ini
pak. Karena undang-undang ini tidak menghasilkan uang cepat pak. Saya dengar seperti itu pak
karena undang-undang ini disimpannya adalah di KLH. KLH lebih tertarik undang-undang
polusi bahkan katanya Undang-Undang Sampah lebih menarik dibandingkan Undang-Undang
SDG karena ada biaya pengelolaan sampah tapi kalau SDG itukan harus kita buat baru
menghasilkan uang, uangnya nanti kalau mengelola sampah uangnya langsung datang untuk itu.
Katanya joke nya seperti itu. Jadi memang saya pikir DPD kalau melaksanakan ini kalau
menurut saya ini sangat sesuatu yang strategis karena berpikir jauh ke depan dibandingkan yang
lain. Ada masalah lain ini, sebenarnya SDG itu seolah-olah yang merasa punyanya banyak pak,
jadi sebenarnya yang mengajukan siapa? KLH. Sebenarnya yang dikasih tugas kan KLH tapi
penggunanya adalah pertanian, kehutanan, KKP tapi yang mengelola itu tidak menggunakan, nah
jadi merasa tidak menggunakan jadi tidak merusak kepentingan untuk segera membuat karena
yang merasa berkepentingan itu adalah teman-teman dari pertanian, dari KKP, dari kehutanan
sementara yang KLH itu ya cara berpikirnya melindungi saja bukan mengelola sehingga dengan
demikian ada sedikit hambatan untuk segera mempercepat proses ini sehingga konsepnya ketika
masuk di undang-undang besar tadi disampaikan oleh Prof Bambang itu konsepnya melindungi
saja Pak Bambang ya bukan memanfaatkan sampai membaginya. Itu barangkali disitu.
Dan sisi lain barangkali ini yang disampaikan Ibu Permana Sari ada Undang-Undang
PVT kaitannya bagaimana jangan sampai tumpang tindih. Nah ini sebenarnya sesuatu yang
sangat baik. Jadi kalau PVT itu sebenarnya undang-undang yang scope-nya sangat kecil, undang-
undang yang terkait dengan produksi varietas dan benih tanaman namanya perlindungan varietas
tanaman. Jadi levelnya adalah level lex spesialis dan harapan saya SDG ini adalah lex generalis.
Jadi harus lebih besar dibandingkan PVT jadi dengan demikian kita bisa juga tadi melindungi
varietas-varietas lokal seperti disampaikan Pak Marthen tadi. Varietas lokal itu sebenarnya
undang-undangnya tidak ada persis pak sampai sekarang pak jadi kalau varietas lokal mau
didaftarkan itu pakai undang-undang yang mana? Tidak ada sebenarnya pak. Karena kalau di
Undang-Undang PVT yang lama itu varietas lokal itu tidak punya nilai hukumnya tidak ada
perlindungannya tidak di nilai hukum. Nah sebenarnya kita tidak punya yang nilai hukum untuk
perlindungan-perlindungan seperti itu jadi dengan demikian saya pikir ini menjadi sangat
penting.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
26
Lalu berikutnya dari segi pemanfaatan kenapa ini kurang? Karena tadi kurang
diperhatikan. Saya ambil contoh mungkin di kampungnya Pak Pimpinan ada torbangun pak.
Torbangun itu sebenarnya salah satu sayuran yang akan meningkatkan produksi air susu ibu, itu
betul pak, itu betul pak, itu proven pak. Jadi kalau ingin meningkatkan air susu ibu kalau orang
Jawa pakai katuk, kalau orang Sumetera lebih baik pakai torbangun. Nah ini kalau itu kita
lakukan kenapa itu bisa tahu? Karena dilakukan penelitian. Banyak yang lokal-lokal itu tadi
punya nilai ekonomi yang tinggi ke depan prosesnya ada tapi nilai agar orang mau
memanfaatkannya belum tahu pak. Banyak menyebabkan kesehatan lebih baik tetapi belum tahu
unsur apa yang ada disitu dan kebetulan karena di daerah-daerah tersebut mungkin akses
teknologinya belum maka itu tidak bisa terbuktikan. Jadi kebetulan yang membuat torbangun
ketahuan untuk menghasilkan air susu ibu namanya Profesor Rizal Damanik pak, penelitiannya
di Australia. Torbangun iya, nah ini seperti itu. Jadi dengan demikian harapan saya dengan
undang-undang ini menunjukan bahwa DPD itu melangkah ke depan dan yang kedua adalah
nanti harus ditetapkan sebenarnya pemangkunya siapa. Saya setuju dengan tadi Pak Bambang
pemangkunya jangan kementerian pak kalau kementerian berganti-ganti seperti itu nanti tidak
jadi perhatian.
Itu saja, terima kasih dari saya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Silakan Prof. Bambang.
PEMBICARA: Prof. Drh. BAMBANG PURWANTARA, M.Sc., Ph.D. (NARASUMBER)
Terkait dengan torbangun ini Pak Rizal sudah jadi Deputi BKKBN. Gara-gara torbangun,
Rizal Damanik.
Iya pak jadi sebenarnya RUU PSDG ini sudah hampir jadi pak pada tahun 2012 itu tapi
kemudian dalam proses 2014 kan penggabungan KLHK. Jadi teman-teman dari kehutanan ingin
menggabungkan itu menjadi suatu yang satu besar. Nah teman-teman yang dulu
memperjuangkan RUU PSDG itu merasa tidak semua unsur yang diperjuangkan itu termuat
didalamnya. Jadi ada yang mengatakan ini tambal sulam sebagian ada yang diikutkan, ada yang
tidak. Jadi teman-teman ini siap pak untuk mengawal kembali RUU PSDG ini yang sebetulnya
sudah matang pak waktu itu, hanya oleh karena penggabungan kemudian mereka menganggap
tidak perlu dua, satu saja yang besar sekalian. Padahal besar ini juga ada aspek-aspek yang kita
tahu tidak mungkin bisa diakomodasikan kalau jumlah pasalnya menjadi terlalu besar. Jadi itu
yang terjadi pak sehingga kembali saya katakan tadi kalau ini menjadi legacy, nanti legacy dari
DPD teman-teman berpendapat teruskan saja kalau bisa biar saja yang lama itu nanti dicabut saja
pasal-pasal yang terkait dengan PSDG itu dari rancangan yang saat ini sudah ada di, ini
rancangan yang KHHI itu ada dari DPR pak dan kemudian KLHK yang menjadi pengawal unsur
pemerintahnya sekarang ini sedang mengkajinya kembali di kita. Jadi sebelum itu jadi maju ke
depan kalau bisa mungkin teman-teman yang bisa mengintip begitu ya kalau seandainya bisa
dicabut dan sebenarnya kalau bisa dicabut pun kita sudah siap dengan naskah akademik dan
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
27
segala macamnya, dan mungkin kita akan kumpulkan tidak lama bisa kita teruskan, ditambah
mungkin informasi dari Prof Sobir tentang info-info terbaru.
Jadi sesuai dengan ratifikasi Protokol Nagoya ini memang harus ada pak kalau tidak kita
akan dikadalin terus oleh pihak asing yang menggunakan produk-produk kita tanpa ada aturan
hukum yang menjadikan sanksi untuk pemanfaatannya. Saya kira nilai pemanfaatannya harus
kita dorong dari sisi ekonominya pak. Saya kira itu tambahan dari saya, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Baik, terima kasih. Saya pikir ini kita simpan dulu karena akan ada lagi banyak diskusi
tentang ini dan memang saya pikir kalau ini bisa kita golkan karena ini masuk dalam keputusan
DPR tentang Prolegnas. Jadi kita masuk itu nomor ke yang 60 itu, mudah-mudahan ini bisa
berjalan.
Baiklah pak. Bapak, ibu saya pikir cukup dulu sampai sekian, yang intinya dari Komite II
pak saya memperkenalkan dulu siapa tim kerjanya nanti pak ya, ini hasil rapat kami kemarin.
Mengenai Undang-Undang Kedaulatan Pangan disitu ada Aji Mirza, I Kadek Arimbawa,
Ketuanya Ahmad Nawardi, Wakilnya M. Syukur. Nah saya saran begini bapak, ibu supaya enak
kita tambah deh sekretaris satu lah ya. Jadi tetap yang ada, jadi kita tambah 3 karena saya
melihat dari.
PEMBICARA: Ir. WA ODE HAMSINAH BOLU, M.Sc. (SULTRA)
Maaf, setahu saya sekretaris itu tidak ada dalam struktur lebih baik wakil.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Wakil tambah 2 ya.
PEMBICARA: Ir. WA ODE HAMSINAH BOLU, M.Sc. (SULTRA)
Iya karena sudah ada dalam struktur.
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Jadi maksud saya begini supaya dalam pertemuan-pertemuan kita tambah ya jadi satu
ketua, dua wakil begitu. Tidak, kita yang menentukan. Silakan Pak Marthen.
PEMBICARA: Pdt. MARTHEN, M.Th. (SULBAR)
Atau Pak Ketua kita selesaikan dulu ini nanti kita atur secara adat kita.
RDPU KOMITE II DPD RI MS III TS 2017-2018
SENIN, 22 JANUARI 2018
28
PIMPINAN RAPAT: PARLINDUNGAN PURBA, S.H., M.M. (KETUA KOMITE II DPD
RI)
Tidak, maksud saya begini biar mereka kenal karena inikan akan kerja ini. Jadi saya baca
saja dulu ya, pak yang ijin nanti mohon mitra kerjanya karena mitra kerja ini akan
menyempurnakan nanti program kerja, termasuk kunkernya, SR nya, diskusi dengan siapa, dan
sampai mempertanggungjawabkan ke Paripurna DPD dan memantau sampai ke DPR. Jadi
timnya harus kuat ini. Jadi kita sepakat kemarin kedaulatan pangan Aji Mirza, Kadek Arimbawa,
Ahmad Nawardi, M Syukur, Baiq Diyah Ratu Ganefi, Mamberob Rumakiek, Rubaeti Erlita,
Anna Latuconsina, Sudirman, Denti, Aceng, Mesakh Mirin, Rachmiyati Yahya, Asmawati,
Habib Bahasyim, Permana Sari, dan Dailami Firdaus. Ini adalah untuk kedaulatan pangan.
Untuk SDG (Sumber Daya Genetik) saya Parlindungan Purba, Ketua Timjanya Bapak
Marhany Pua. Wakilnya Anang Prihantoro, Haripinto, Marthen, Wa Ode Bolu, Emma Yohana,
Maimanah Umar, M Shaleh, Tellie Gozalie, GKR Hemas, Habib Ali Alwi, Ibrahim Medah, A S
Malonda, Matheus Stefi. Ini yang sudah kita sepakati kemarin jadi tidak mungkin kita rubah lagi
hanya kepada bapak-bapak lebih mengenal nanti karena kalau lihat timja itu nanti sifatnya sudah
teknis sekali.
Baik, jadi begini prof kami juga ada ini mungkin perlu nanti kita diskusi lagi ada kita
diminta oleh DPR pandangan dan pendapat tentang Undang-Undang Perkelapasawitan. Saya
mau sampaikan juga orangnya yang ada disini yaitu M Syukur, Anang Prihantoro, Sudirman,
Marthen, Haripinto, dan kalau tidak salah Ibu Permana ya kemarin. Ibu Permana, ibu ikut di
Kelapa Sawit kan. Jadi ditambah satu, jadi ada lima. Karena begini akan ada rapat-rapat dari
DPR nanti jadi maksud saya kalau ada nanti komunikasi ya prof ya. Baik.
Bapak, ibu saya pikir cukup dulu sampai sekian, terima kasih. Kita berikan applause
dulu. Sekali lagi kami atas nama Pimpinan Komite II dan atas nama Komite II, dan atas nama
Timja baik Kedaulatan Pangan dan SDG mengucapkan terima kasih kepada Bapak Profesor
bertiga. Nanti pak please keep contact jadi begini kelemahan kita bapak hanya kontak dengan
sekretariat sekarang tidak pak, saya ingin bapak bisa kontak dengan para anggota. Baik, terima
kasih. Kita tutup dengan ucapan;
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita.
Om shanti shanti shanti om.
Terima kasih.
KETOK 1X
RAPAT DITUTUP PUKUL 15.55 WIB