dewey.petra.ac.id · 44 universitas kristen petra 4. analisis data 4.1. gambaran umum subjek...

175
44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak masa penjajahan Belanda, yakni sejak tahun 1900. Pada saat itu, mulai bermunculan film-film yang diproduksi di Indonesia meskipun orang-orang di balik pembuatan film tersebut bukan orang Indonesia. Pada tahun 1950 baru dibentuk sebuah perusahaan produksi film pertama di Indonesia yang benar-benar milik pribumi dan diberi nama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini). Film pertama yang diproduksi oleh perusahaan ini adalah “Darah dan Doa”, pada tahun 1950 karya sutradara Usmar Ismail. Sedangkan film komedi di Indonesia muncul di tahun 1954 dengan judul “Heboh”. Film tersebut dibintangi oleh Tjepot dan Mang Udel. Film komedi di Indonesia dipelopori oleh Nya Abbas Akub yang merupakan asisten sutradara di Perfini. Sejak pembuatan film yang dipercaya sebagai awal terbangunnya sejarah film komedi di Indonesia tersebut, Nya Abbas Akup menjadi penulis skenario dan sutradara spesialis komedi. Film komedi di semakin banyak menghiasai layar kaca Indonesia di era 1970- 1980an. Film komedi yang terkenal pada era tersebut dimainkan oleh seorang pelawak maupun grup lawak seperti Benyamin Sueb, para pemain Srimulat (Karjo AC/DC), Surya Grup, D’Bodors, dan Warkop DKI. Pada saat itu, semua judul film komedi menggunakan salah satu nama pelawak top di dalam grupnya, bukan mengusung nama kelompoknya. Salah satu contohnya adalah film “Jalal Kawin Lagi” pada tahun 1977. Jalal adalah salah satu anggota dari Surya Grup. Dengan melihat fakta tersebut, Warkop DKI berkomitmen untuk menggunakan nama grup sebagai pengantar aksinya di tiap kesempatan, salah satunya dalam film. Karena inilah, Warkop DKI dan karyanya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan tahan lama. Pada tahun 1980 hingga 1994, Warkop DKI memiliki 34 film layar lebar, dimana 5 diantaranya berhasil mendapat piala H. Antemas (penghargaan untuk

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

44 Universitas Kristen Petra

4. ANALISIS DATA

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia

Indonesia telah mengenal film sejak masa penjajahan Belanda, yakni sejak

tahun 1900. Pada saat itu, mulai bermunculan film-film yang diproduksi di

Indonesia meskipun orang-orang di balik pembuatan film tersebut bukan orang

Indonesia.

Pada tahun 1950 baru dibentuk sebuah perusahaan produksi film pertama di

Indonesia yang benar-benar milik pribumi dan diberi nama Perusahaan Film

Nasional Indonesia (Perfini). Film pertama yang diproduksi oleh perusahaan ini

adalah “Darah dan Doa”, pada tahun 1950 karya sutradara Usmar Ismail.

Sedangkan film komedi di Indonesia muncul di tahun 1954 dengan judul

“Heboh”. Film tersebut dibintangi oleh Tjepot dan Mang Udel. Film komedi di

Indonesia dipelopori oleh Nya Abbas Akub yang merupakan asisten sutradara di

Perfini. Sejak pembuatan film yang dipercaya sebagai awal terbangunnya sejarah

film komedi di Indonesia tersebut, Nya Abbas Akup menjadi penulis skenario dan

sutradara spesialis komedi.

Film komedi di semakin banyak menghiasai layar kaca Indonesia di era 1970-

1980an. Film komedi yang terkenal pada era tersebut dimainkan oleh seorang

pelawak maupun grup lawak seperti Benyamin Sueb, para pemain Srimulat (Karjo

AC/DC), Surya Grup, D’Bodors, dan Warkop DKI. Pada saat itu, semua judul

film komedi menggunakan salah satu nama pelawak top di dalam grupnya, bukan

mengusung nama kelompoknya. Salah satu contohnya adalah film “Jalal Kawin

Lagi” pada tahun 1977. Jalal adalah salah satu anggota dari Surya Grup.

Dengan melihat fakta tersebut, Warkop DKI berkomitmen untuk

menggunakan nama grup sebagai pengantar aksinya di tiap kesempatan, salah

satunya dalam film. Karena inilah, Warkop DKI dan karyanya dapat diterima

dengan baik oleh masyarakat dan tahan lama.

Pada tahun 1980 hingga 1994, Warkop DKI memiliki 34 film layar lebar,

dimana 5 diantaranya berhasil mendapat piala H. Antemas (penghargaan untuk

Page 2: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

45 Universitas Kristen Petra

film dengan perolehan penonton terbanyak). Kelima film tersebut adalah “Maju

Kena Mundur Kena” (1983), “Gantian Dong” (1985), “Kesempatan dalam

Kesempitan” (1985), “Malu-malu Mau” (1989), dan “Makin Lama Makin Asyik”

(1987).

Namun, pada tahun 1990-2000, industri perfilman Indonesia pun lesu karena

jumlah produksi film Indonesia yang semakin minim akibat munculnya televisi

swasta pada tahun 1980an. Oleh sebab itu, beberapa pelawak seperti Doyok dan

Kadir memilih untuk melanjutkan karier mereka di beberapa sinetron.

Pada tahun 2000an, muncul film “Jelangkung” (2001) dan film “Ada Apa

dengan Cinta” (2002) yang memicu kembali produksi-produksi film lokal.

Kesuksesan film karya Rudi Soedjarwo tersebut memunculkan film-film drama

romantis remaja lainnya seperti “Eiffel I’m in Love” (2003), “Cinta Pertama”

(2006), “Love in Perth” (2010), dan “Purple Love” (2011). Selain drama-drama

romantis tersebut, muncul juga film horor yang juga memunculkan erotisme. Pada

saat itu, film horor komedi juga ikut menjamur dengan adegan-adegan seks.

Namun, pada tahun 2013, terjadi regenerasi pelawak pada film komedi. Hal

tersebut berasal dari trend stand up comedy, yakni komedi yang mengandalkan

ucapan, mulai disukai oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu stand up

comedian yang disukai di Indonesia adalah Raditya Dika, dimana Ia juga

membintangi film komedi pertama dengan stand up comedian sebagai pemainnya.

Film tersebut berjudul “Cinta Brontosaurus”, yang berhasil membangkitkan film

komedi di Indonesia dengan menjadi film komedi terlaris pada tahun 2013,

setelah pada tahun 2012 tidak ada film komedi yang masuk dalam 10 film terlaris

di Indonesia.

Film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian pun bertambah banyak

setelah itu. Bahkan film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian juga

lebih disukai dibanding film komedi tanpa stand up comedian. Hal itu dibuktikan

dari film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian lebih banyak masuk ke

daftar 10 film terlaris dibanding film komedi tanpa stand up comedian.

Page 3: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

46 Universitas Kristen Petra

Berikut ini adalah film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian,

mulai tahun 2013 hingga tahun 2015:

Tabel 4.1. Daftar Film Komedi yang Dibintangi Stand Up Comedian

Judul Film Stand Up Comedian

Cinta Brontosaurus (2013) Raditya Dika

Manusia Setengah Salmon (2013) Raditya Dika

Cinta dalam Kardus (2013) Raditya Dika

Make Money (2013) Pandji Pragiwaksono

Bajaj Bajuri the Movie (2014) Muhadkly Acho

Marmut Merah Jambu (2014) Raditya Dika

Luntang Lantung (2014) Muhadkly Acho

Jomblo Keep Smile (2014) Kemal Palevi

Caleg by Accident (2014) Babe Cabita

Comic 8 (2014) Ernest Prakarsa, Kemal Palevi, Bintang

Timur, Babe Cabita, Fico Fachriza, Arie

Kriting, Mongol, Ge Pamungkas, Pandji

Pragiwaksono

Tak Kemal maka Tak Sayang (2014) Kemal Palevi

Aku, Kau, dan KUA (2014) Babe Cabita

Malam Minggu Miko Movie (2014) Raditya Dika

Air dan Api (2015) Abdur Arsyad

Epen Cupen the Movie (2015) Babe Cabita dan abdur Arsyad

Lamaran (2015) Arie Kriting dan Mongol Stress

Catatan Akhir Kuliah (2015) Muhadkly Acho dan Abdur Arsyad

Love You..Love You Not (2015) Kemal Palevi dan Fico Fachriza

Single (2015) Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono

Ngenest (2015) Ernest Prakarsa dan Ge Pamungkas

Warisan Olga (2015) Mongol Stress

Komedi Moderen Gokil (2015) Boris Bokir dan dodit Mulyanto

99% Muhrim : Get Married 5 (2015) Kemal Palevi dan Pandji Pragiwaksono

Page 4: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

47 Universitas Kristen Petra

Comic 8 : Casino Kings Part 1

(2015)

Ernest Prakarsa, Kemal Palevi, Bintang

Timur, Babe Cabita, Fico Fachriza, Arie

Kriting, Mongol, Ge Pamungkas, Pandji

Pragiwaksono

Pizza Man (2015) Kemal Palevi dan Babe Cabita

Youtubers (2015) Kemal Palevi dan Ge Pamungkas

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

4.1.2. Cinta Brontosaurus

Film ini bercerita tentang seorang penulis buku “Cinta Brontosaurus” yang

bernama Dika. Dika menulis buku ini berdasarkan kisah asmaranya yang berkali-

kali kandas. Karena itulah, Dika menganggap bahwa cinta itu bisa kadaluarsa dan

Dika tidak pernah yakin bahwa dirinya perlu menikah.

Dalam menulis bukunya, Dika dibantu oleh agennya yang bernama Kosasih.

Selain menjadi agen, Kosasih adalah teman baik bagi Dika yang sering

memberikan masukan kepada Dika, terutama tentang masalah asmara.

Suatu hari, Dika bertemu dengan seorang gadis bernama Jessica. Mereka tidak

sengaja bertemu di sebuah restoran Jepang. Meskipun baru pertama kali bertemu,

mereka bisa bercanda dan akhirnya saling meminta nomor handphone.

Sesampainya di rumah, Dika menghampiri ibunya yang sedang membuat

kopi di dapur. Dika pun bertanya untuk siapakah kopi tersebut dibuat. Lalu, ibu

Dika menjawab seraya menunjuk seorang pria yang sedang melamun di teras

rumah. Ibu Dika menjelaskan bahwa pria tersebut adalah kerabat keluarga mereka

yang sudah berusia 72 tahun. Pria tersebut sangat kesepian karena tidak

mempunyai istri. Hal itu sendiri disebabkan oleh sifat pria tersebut yang terlalu

pemilih.

Melihat hal tersebut, rasa khawatir pun sempat menghampiri Dika. Dika takut

bahwa dirinya akan mengalami nasib yang sama dengan pria tersebut. Karena

merasa khawatir, Dika pun segera menghubungi Jessica dan mengajak keluar.

Semenjak itu, mereka sering keluar bersama.

Dika pun mengatakan bahwa Jessica adalah gadis yang berbeda dengan

gadis-gadis lain yang pernah bersamanya sebelumnya. Singkat kata, mereka pun

akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Namun, Dika masih ragu untuk menikah.

Page 5: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

48 Universitas Kristen Petra

Terlebih lagi, keluarga Jessica tidak terlalu menyukai Dika. Terkadang, Jessica

bersikap aneh, sehingga Dika merasa dirinya seperti pesuruh Jessica saja. Mereka

pun juga kerap bertengkar karena berbeda pendapat. Karena hal itulah, Dika

masih merasa bahwa cinta tetap bisa kadaluarsa, sehingga dirinya pun tidak berani

untuk menikah. Baginya, jika cinta sudah kadaluarsa saat masih pacaran, kata

“putus” masih bisa jadi jawaban. Berbeda hhalnya jika pasangan yang mengalami

“cinta kadaluarsa” saat sudah menikah, maka hal itu akanlebih merepotkan karena

harus mengurus hak asuh anak, dan lain-lain.

Jessica yang tidak tahan dengan anggapan aneh Dika tentang cinta pun

akhirnya minta untuk putus. Namun, Dika sebenarnya masih menyayangi Jessica.

Dika pun berniat untuk mendatangi rumah Jessica dan meminta maaf. Saat dalam

perjalanan, Dika tidak sengaja menabrak monyet peliharaan keluarga Jessica. Hal

itu justru membuat keluarga Jessica semakin tidak menyukai Dika.

Suatu hari, ketika Dika sedang duduk sendirian di atas atap, Nina (mantan

Dika) melihatnya dan mengajak Dika untuk ngobrol. Nina pun bercerita bahwa

dirinya sudah memiliki kekasih yang baru yang juga kerap kali bertengkar

dengannya. Mendengar hal tersebut, Dika pun bertanya kenapa Nina masih mau

pacaran dengan orang yang tidak sesempurna harapannya. Tetapi, Nina menjawab

bahwa tidak ada orang yang 100% bisa seperti apa yang diharapkan. Bagi Nina,

memang tidak ada cinta yang tidak kadaluarsa. Tetapi, cinta itu harus menerima

ketidaksempurnaan dari orang yang disayang.

Akhirnya, Dika pun menyadari bahwa cinta itu terkadang harus disikapi

seperti anak kecil yang menganggap bahwa sayang tidak perlu alasan. Dika pun

mengakui bahwa cinta tetap bisa kadaluarsa. Dika pun menganggap bahwa

dirinya bisa bertahan untuk bertengkar dan melalui segala hal yang tidak

menyenangkan bersama Jessica. Dika pun memang tidak percaya dengan

soulmate, tetapi dirinya percaya bahwa Dika hanyalah untuk Jessica. Hal itu pun

akhirnya juga disampaikan kepada Jessica dan mereka pun bersama kembali.

Penulis skenario : Raditya Dika

Sutradara : Fajar Nugros

Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia

Production House : Starvision

Page 6: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

49 Universitas Kristen Petra

Jumlah Penonton : 892.915

Pemeran : Raditya Dika sebagai Dika

Eriska Rein sebagai Jessica

Soleh Solihun sebagai Kosasih

Bucek sebagai ayah Dika

Dewi Irawan sebagai ibu Dika

4.1.3. Marmut Merah Jambu

Film ini bercerita tentang Dika (Raditya Dika) yang mendatangi rumah Ina

untuk menemui ayah Ina. Kedatangan Dika bertujuan untuk memberikan 1.000

buah origami burung bangau kepada ayah Ina, juga sekalian menjelaskan bahwa

kecelakaan di masa lalu yang melukai ayah Ina tidak dilakukan oleh Dika dan

tanpa maksud kesengajaan. Seribu buah burung bangau origami tersebut diberikan

oleh Dika kepada ayah Ina karena hari itu adalah tepat satu hari sebelum

pernikahan Ina.

Dika pun menceritakan masa SMA nya sebagai laki-laki yang tidak populer

di sekolah dan ingin menjadi populer untuk mengejar gadis impiannya, yaitu Ina.

Dika sendiri jatuh cinta kepada Ina karena Ina pernah memberikan sebuah burung

bangau origami kepada Dika saat Dika harus dirawat di UKS setelah dicubit oleh

teman-temannya. Padahal, Ina memang sering memberikan burung bangau

origami kepada orang yang menurutnya kurang beruntung. Hal itu dilakukan

karena Ina terinspirasi oleh rutinitas orang Jepang.

Dalam menjalankan misinya untuk menjadi populer, Dika tidak sendirian,

tetapi ditemani oleh Bertus, laki-laki yang juga tidak populer dan ingin populer di

sekolah. Mereka berdua mencetuskan ide untuk membuat kehebohan di sekolah,

karena mereka berpikir bahwa dengan membuat sesuatu yang heboh, maka

mereka akan jadi populer.

Akhirnya, Dika dan Bertus membentuk satu klub detektif, yang berkegiatan

memecahkan kasus-kasus misterius yang terjadi di sekolah, seperti hilangnya bola

basket, pengiriman surat kaleng, dan lain-lain. Tiba-tiba, ada seorang gadis

bernama Cindy yang bergabung dalam klub detektif tersebut. Cindy pun dikenal

sebagai anggota paling pintar di antara mereka bertiga.

Page 7: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

50 Universitas Kristen Petra

Namun, pada suatu hari, mereka bertiga mendapat kasus dari kepala

sekolah. Kepala sekolah tersebut menunjukkan adanya grafiti pada tembok

sekolah. Grafiti tersebut berisi kata-kata yang dirangkai dalam seekor marmut

merah jambu. Kepala sekolah tersebut merasa bahwa tulisan itu adalah untuk

dirinya dan meminta mereka bertiga untuk memecahkan kasus tersebut.

Dika pun memiliki akal busuk, yakni dengan mencari bukti-bukti tidak masuk

akal yang mengarah pada Michael, seorang laki-laki populer di sekolah yang

disukai oleh Ina. Hal itu dilakukannya untuk menjatuhkan Michael agar Ina

menyukai Dika. Namun, ketika Dika berusaha untuk memfitnah Michael, tidak

ada yang mempercayai Dika, termasuk juga Cindy dan Bertus.

Ketika Cindy dan Bertus akhirnya mengetahui akal busuk Dika, mereka bertiga

bubar. Kasus yang diberikan oleh kepala sekolah pun tidak terpecahkan dan

berujung pada keluarnya kepala sekolah yang paranoid.

Namun, ayah Dika membantu mereka bertiga berbaikan dan menjadi

sahabat kembali. Akhirnya Cindy dan Bertus mengerti perasaan Dika yang

cintanya bertepuk sebelah tangan dan membantu Dika untuk jujur

mengungkapkan perasaannya saat ulang tahun Ina.

Mereka bertiga pun datang di pesta ulang tahun Ina dan Dika menceritakan

semua perasaannya di hadapan banyak orang. Dika pun mengatakan bahwa

dirinya rela melihat Ina bahagia dengan Michael. Namun, ayah Ina kagum atas

pernyataan Dika dan mengajak Dika berkenalan. Saat itu juga, Bertus yang tidak

sengaja membawa alat setrum (alat yang biasa digunakannya untuk memecahkan

kasus detektif), tidak sengaja mengarahkan alat setrum tersebut kepada ayah Ina

sehingga ayah Ina terluka.

Cerita Dika kepada ayah Ina berakhir sampai di situ. Ayah Ina pun

menanyakan apakah Dika akan datang ke pernikahan Ina esok harinya, dan Dika

pun menjawab bahwa dirinya pasti datang. Namun, tiba-tiba Dika teringat akan

kasus grafiti yang tidak terpecahkan pada masa SMA-nya. Dika pun menelepon

Bertus untuk menanyakan keberadaan Cindy. Bertus menjawab bahwa dirinya

mendapat kabar tentang keberadaan Cindy yang baru pindah ke daerah lain.

Namun, Bertus juga menjelaskan bahwa Cindy akan datang ke pernikahan Ina

esok harinya.

Page 8: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

51 Universitas Kristen Petra

Saat Dika bertemu dengan Ina, Dika menjelaskan semua petunjuk yang

ditangkapnya dalam grafiti tersebut. Petunjuk yang ditangkap Dika mengarahkan

bahwa Cindy lah pelakunya dan sebenarnya maksud dari grafiti tersebut ialah

cinta yang disembunyikan oleh Cindy untuk Dika. Bagi Cindy, cinta itu seperti

marmut merah jambu yang lucu, yang berputar dalam roda, seakan marmut

tersebut sudah berjalan sangat jauh, padahal tidak kemana-mana. Hal itu adalah

hal yang melelahkan bagi Cindy. Seperti itulah cinta Cindy yang terpendam untuk

Dika selama 11 tahun. Setelah itu semua terungkap, Dika mengajak Cindy untuk

mengakhiri “perjalanan di tempat” yang melelahkan tersebut.

Penulis skenario : Raditya Dika

Sutradara : Raditya Dika

Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia

Production House : Starvision

Jumlah Penonton : 640.682

Pemeran : Chistoffer Nelwan sebagai Dika kecil

Raditya Dika sebagai Dika dewasa

Julian Liberty sebagai Bertus kecil

Mohammed Kamga sebagai Bertus dewasa

Sonya Pandarmawan sebagai Cindy kecil

Franda sebagai Cindy dewasa

Anjani Dina sebagai Ina

Tio Pakusadewo sebagai ayah Ina

4.1.4. Comic 8

Film ini bercerita tentang Indro Warkop yang merupakan agen penumpas

perampokan. Sasarannya adalah rumah sakit jiwa “Cinta Waras” yang suka

melakukan eksploitasi kepada pasiennya, yakni menggunakan pasiennya sebagai

perampok. Indro Warkop memberikan misi kepada 8 orang yang kemudian

dihipnotis olehnya sehingga berhalusinasi dan bertingkah layaknya orang sakit

jiwa. Setelah dihipnotis, 8 orang tersebut dikirim ke rumah sakit jiwa “Cinta

Waras” dan psikiatris dari rumah sakit jiwa tersebut melakukan brainwash atau

pencucian otak kepada 8 orang tersebut dengan cara yang berbeda-beda dan

membagi mereka ke dalam 3 kelompok.

Page 9: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

52 Universitas Kristen Petra

Kelompok pertama terdiri dari Fico Fachriza, Babe Cabita, dan Bintang

Timur. Mereka bertiga disetting untuk menjadi perampok yang bodoh dan

terkesan tidak kompak oleh crew dari agen perampokan yang berkedok rumah

sakit jiwa tersebut. Kelompok kedua terdiri atas Kemal Palevi, Ernest Prakarsa,

dan Arie Kriting. Mereka bertiga disetting sebagai perampok kelas kakap yang

profesional dalam merampok. Sedangkan kelompok terakhir adalah Mongol dan

Mudy Taylor, yang disetting sebagai perampok anti mainstream dan terkenal

menyimpang.

Ketiga kelompok tersebut telah disetting untuk melakukan perampokan

dalam sebuah bank yang bernama bank “INI” (International Netherland

Incorporated). Perampokan itu sendiri sudah disetting oleh psikiatris (dr. Pandji)

dari rumah sakit jiwa itu sendiri yang bekerja sama dengan crew lainnya, yakni

suster (Nikita Mirzani) dan karyawan lainnya (Agung Hercules). Dalam misi

perampokan tersebut, dr. Pandji menyuruh Nikita Mirzani untuk menyamar

sebagai teller bank “INI” yang meminta untuk dijadikan sebagai sandera kepada 8

perampok tersebut.

Dalam aksi perampokan tersebut, ada tim polisi yang terdiri dari Boy

William dan Nirina Zubir yang melakukan negosiasi agar 8 perampok tersebut

membebaskan para sandera sambil berusaha menangkap mereka. Kedua polisi itu

melihat adanya gelang pada tangan mereka yang menunjukkan bahwa 8 perampok

tersebut adalah pasien dari rumah sakit jiwa “Cinta Waras”. Mereka pun

memanggil dokter Pandji, yang mana sebenarnya adalah otak dari perampokan

tersebut. Dokter Pandji berpura-pura untuk mengajak mereka pulang kembali ke

rumah sakit jiwa. Tetapi, karena masih berada di bawah pengaruh brainwash,

kedelapan perampok tersebut tetap melanjutkan aksi perampokan mereka.

Ketika 8 perampok tersebut telah berhasil membuka brankas dari bank tersebut,

Nikita Mirzani menyuruh mereka untuk memasukkan uang ke dalam mobil dan

mengajak mereka kabur. Namun, polisi tetap mengejar mereka dan Nikita Mirzani

menyuruh 8 perampok tersebut untuk meledakkan mobil polisi agar kesulitan

menangkap mereka. Mobil yang dikendarai Nikita Mirzani tersebut masuk ke

dalam sebuah truk besar yang dikemudikan oleh Agung Hercules, lalu di dalam

truk tersebut mereka bertemu dengan dokter Pandji.

Page 10: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

53 Universitas Kristen Petra

Dalam truk tersebut, dokter Pandji telah menyusun rencana untuk menyerahkan 8

perampok tersebut ke penjara dan memasang kedok bahwa dirinyalah yang

berhasil menangkap perampok tersebut. Namun, saat 8 perampok tersebut

ditangkap, polisi menemukan flashdisk yang berisi rencana Indro Warkop dalam

menumpas perampokan tersebut dan segala rencana yang telah disusunnya.

Akhirnya, polisi tersebut mengejar dokter Pandji dan semua yang terlibat dalam

rencana perampokan tersebut.

Penulis skenario : Fajar Umbara

Sutradara : Anggi Umbara

Produser : Frederica

Production House : Falcon Pictures

Jumlah Penonton : 1.624.067

Pemeran : Ernest Prakasa sebagai Ernest

Mongol Stress sebagai Mongol

Babe Cabita sebagai Babe

Mudy Taylor sebagai Mudy

Arie Kriting sebagai Arie

Kemal Palevi sebagai Kemal

Bintang Timur sebagai Bintang Timur

Fico Fachriza sebagai Fico

Pandji Pragiwaksono debagai dokter Pandji

Nikita Mirzani sebagai Nikita

4.1.5. Bajaj Bajuri the Movie

Film ini bercerita tentang Ahmad Bajuri yang bekerja sebagai sopir bajaj

dan memiliki kehidupan yang pas-pasan. Ahmad Bajuri memiliki istri bernama

Oneng, dan mereka tinggal bersama ibu Oneng (mertua Bajuri) dan adik Oneng.

Ahmad Bajuri sangat takut kepada mertuanya, sehingga suatu hari, saat

Bajuri sedang bekerja menarik bajaj, Ia dihubungi oleh mertuanya yang minta

segera dijemput di pasar. Bajuri pun terburu-buru sehingga jalan yang dilaluinya

menjadi kacau balau. Terlebih lagi, saat itu ada demo terhadap penggusuran tanah

yang dilakukan oleh warga.

Page 11: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

54 Universitas Kristen Petra

Pada hari tersebut, Ahmad Bajuri harus ke pengadilan untuk menyelesaikan

urusan tanah warisan dari almarhum ayahnya. Namun, Bajuri terlambat dan salah

masuk ke ruang pengadilan yang bukan semestinya. Bajuri masuk di ruangan

yang digunakan untuk pengadilan teroris. Bajuri didudukkan di kursi tersangka,

karena banyak yang mengira bahwa Bajuri adalah teroris. Untungnya, teroris yang

sesungguhnya telah datang dan Bajuri bisa segera pulang.

Bajuri akhirnya resmi mendapatkan tanah warisan dari almarhum ayahnya

dan menjualnya. Tidak lama kemudian, tanah tersebut laku dan Bajuri mendapat

banyak uang. Namun, mertua Bajuri sangat khawatir kekayaan Bajuri akan

digunakan untuk menikah lagi. Mertua Bajuri yang terus salah sangka tersebut

berusaha untuk merampas uang Bajuri agar Bajuri tidak menikah lagi.

Akan tetapi, ada juga sekawanan perampok yang ingin merampas kekayaan

Bajuri, yang ternyata adalah orang-orang suruhan Cing Usman, kerabat Bajuri

yang tidak rela warisan tanah menjadi milik Bajuri. Akhirnya Bajuri dan Ucup

masuk ke dalam jebakan perampok. Namun, Bajuri dan Ucup berhasil melarikan

diri. Tetapi, mertua Bajuri dan teman Oneng (Susi) dijadikan tawanan dan diikat

di dalam sebuah kandang domba. Perampok tersebut meminta tebusan untuk

membebaskan mertua Bajuri dan Susi. Bajuri tidak percaya bahwa mertuanya

diculik. Bajuri mengira bahwa mertuanya hanya menginginkan uang Bajuri dan

mengakalinya dengan berpura-pura diculik. Tetapi, Oneng yang sangat

mengkhawatirkan ibunya tetap bersikeras untuk mencari ibunya.

Untungnya, pada saat diikat, mertua Bajuri membawa gunting di dalam

kantongnya dan menggunting tali yang mengikatnya. Kebetulan saat itu juga,

kawanan perampok yang disuruh menjaga mertua Bajuri dan Susi sedang tertidur.

Mereka pun berhasil kabur. Namun, di saat yang sama, pentolan perampok

tersebut sedang mencari Oneng untuk menjadi tawanan agar Bajuri segera

memberikan uangnya. Oneng pun tertangkap.

Akhirnya, Bajuri pun memberikan uangnya kepada perampok untuk

membebaskan Oneng. Tetapi uang yang dikemas dalam tas kresek tersebut tidak

sepenuhnya uang. Dalam tas kresek tersebut juga berisi tempe. Oleh karena itu,

perampok masih mengejar Bajuri.

Page 12: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

55 Universitas Kristen Petra

Kebetulan, di kampung Bajuri diadakan sebuah pesta. Bajuri tidak sadar

bahwa dirinya berada dalam pengejaran polisi karena foto copy KTP Bajuri

tertingga di sebuah lokasi di dekat tempat ditemukannya tas yang diduga milik

teroris. Oleh karena itu, polisi mengejar Bajuri di lokasi tersebut, juga di saat yang

sama perampok tersebut masih mengejar Bajuri untuk meminta uang lagi. Di

situlah perampok tersebut akhirnya tertangkap dan keluarga Bajuri hidup tanang

kembali.

Penulis skenario : Raymond Lee dan Chairul Rijal

Sutradara : Fajar Nugros

Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia

Production House : Starvision

Jumlah Penonton : 460.779

Pemeran : Ricky Harun sebagai Bajuri

Eriska Rein sebagai Oneng

Meriam Bellina sebagai Emak

Muhadkly Acho sebagai Ucup

Soleh Solihun sebagai Usman

Nova Eliza sebagai Hani

McDanny sebagai Dimas

Randhika Djamil sebagai Bambang

4.1.6. Comic 8 : Casino Kings Part 1

Film ini merupakan kelanjutan cerita dari comic 8, dimana agen penumpas

perampokan dan kejahatan Indro Warkop memberi misi kepada 8 orang untuk

menemukan The King, yang mana memiliki pulau pribadi atau wahana judi

terbesar di dunia. Sebenarnya The King sendiri adalah pancingan yang diberikan

dari dokter Pandji untuk menjebak comic 8 dan memanfaatkannya untuk

merampok lagi.

Indro, sebagai ketua agen yang terjebak pun menyuruh mereka untuk

menyamar menjadi komikus atau stand up comedian, yang melakukan tur atau

keliling dengan harapan bisa menembus tempat kediaman The King. Mereka pun

berhasil masuk ke pulau pribadi The King, dan diberi fasilitas untuk bersenang-

Page 13: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

56 Universitas Kristen Petra

senang di sana, sebelum otaknya didoktrin untuk melakukan aksi perampokan

lain.

Penulis skenario : Anggy Umbara dan Fajar Umbara

Sutradara : Anggy Umbara

Produser : Frederica

Production House : Falcon Pictures

Jumlah Penonton : 1.211. 820

Pemeran : Ernest Prakasa sebagai Ernest

Babe Cabita sebagai Babe

Ge Pamungkas sebagai Ge

Arie Kriting sebagai Arie

Bintang Timur sebagai Bintang Timur

Fico Fachriza sebagai Fico

Mongol Stress sebagai Mongol

Kemal Palevi sebagai Kemal

Sophia Latjuba sebagai The King

Nirina Zubir sebagai Nirina

4.1.7. Ngenest

Film ini bercerita tentang Ernest, yang sejak kecil dibully karena merupakan

keturunan Tionghoa dan merupakan minoritas yang perbedaannya mencolok

sekali diantara yag lain. Ernest tidak sendirian, tapi dirinya ditemani oleh Patrick,

yang sama-sama keturunan Tionghoa dan merupakan minoritas. Mereka

bersahabat akrab dan tumbuh dewasa bersama, meskipun mereka tetap memiliki

pandangan yang berbeda tentang bagaimana harus bersikap ketika menjadi

minoritas.

Mereka berdua dipanggil dengan sebutan “Cina!” di lingkungan mereka. Bagi

Ernest, beradaptasi dengan mayoritas yang mem-bullynya adalah hal yang tidak

salah. Namun, bagi Patrick, hal itu sama sekali tidak perlu dilakukan, karena apa

gunanya berteman dengan orang yang menindasnya. Ernest berusaha berteman

Page 14: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

57 Universitas Kristen Petra

dengan orang-orang yang suka memanggilnya dengan sebutan “Cina!” dengan

mentraktir orang-orang tersebut dan mengikuti gaya mereka.

Namun, Ernest tetap takut bahwa nanti anaknya akan mengalami hal yang

sama dengannya. Oleh karena itu, Ernest memutuskan untuk menikah dengan

wanita pribumi, agar nanti anaknya tidak akan mengalami hal yang sama

dengannya.

Ernest pun memilih untuk bersekolah di SMA negeri selepas Ia lulus SMP

dengan tujuan bisa mendapatkan jodoh wanita pribumi. Namun, karena nilanya

jelek, Ernest tidak bisa bersekolah di SMA negeri dan harus bersekolah di SMA

swasta yang membuatnya menjadi mayoritas.

Namun, tekadnya untuk menikahi wanita pribumi tetap kuat. Selepas lulus

SMA, Ernest memutuskan untuk kuliah di Bandung. Patrick pun melakukan hal

yang sama. Perbedaannya adalah Ernest kuliah di universitas negeri, sedangkan

Patrick tetap memilih universitas swasta.

Pada suatu hari, Ernest disuruh ayahnya untuk mengikuti kursus Bahasa

Mandarin. Namun, Ernest tidak terlalu suka dengan anjuran ayahnya sehingga

memutuskan untuk berhenti dan meminta refund atas biaya pendaftarannya.

Tetapi, pada saat berusaha meminta refund di meja receptionist, Ernest bertemu

dengan Meira, dan terpesona pada pandangan pertama. Akhirnya, Ernest tetap

melanjutkan kursus tersebut dan berada di kelas yang sama dengan Meira.

Ernest dan Meira tidak pernah saling sapa. Hingga tiba-tiba Meira

menghilang dari tempat kursus tersebut. Ernest pun meminta kontak Meira di

receptionist. Tetapi, petugas receptionist tersebut tidak melayani permintaan

Ernest. Akhirnya, Ernest meminta bantuan Patrick untuk mendapatkan kontak

Meira dari receptionist tersebut. Patrick pun berhasil mendapatkannya dan

memberikannya kepada Ernest.

Sesampainya di rumah, Ernest langsung menghubungi Meira dan

mengajaknya untuk nonton bioskop. Selepas nonton, mereka lanjut makan sambil

ngobrol di warung. Ernest bertanya kepada Meira mengapa dirinya mau diajak

Ernest nonton. Meira pun menjawab karena Ia percaya kepada Ernest, dan percaya

juga kalau semua terjadi atas alasan.

Page 15: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

58 Universitas Kristen Petra

Ayah Meira yang mengetahui anak perempuannya keluar dengan laki-laki,

langsung meminta Meira untuk mempertemukan Ernest dengan ayahnya. Ernest

pun menurutinya. Namun, ayah Meira tidak terlalu menyukai Ernest, karena

Ernest adalah keturunan Tionghoa dan ayah Meira trauma karena pernah ditipu

oleh keturunan Tionghoa.

Namun, perlahan ayah Meira menyadari bahwa sikap manusia tidak bisa

dipukul rata. Lambat laun pun ayah Meira menerima Ernest. Ernest dan Meira pun

semakin akrab dan mereka akhirnya pacaran.

Lima tahun mereka lalui sebagai sepasang kekasih, Ernest dan Meira pun

akhirnya memutuskan untuk menikah. Namun, Ernest tetap takut untuk memiliki

anak. Ernest takut bahwa anaknya nanti akan mirip dengannya dan mengalami hal

yang sama sepertinya. Hingga usia pernikahan mereka 2 tahun, Ernest masih

menyatakan bahwa dirinya tidak siap untuk memiliki anak meskipun Meira sudah

sangat ingin punya momongan. Mereka kerap kali memperdebatkan hal tersebut

hingga Ernest tidak tega melihat Meira yang sudah sangat menginginkan

momongan. Akhirnya, Ernest pun mengalah dan menuruti kemauan Meira,

meskipun rasa takut terus menghantuinya.

Tidak lama kemudian, Meira hamil. Tetapi, pada saat-saat kandungan Meira

memasuki minggu ke 40 dan tiba saatnya untuk melahirkan, Ernest kembali takut

dan “melarikan diri”. Ernest lari ke tempat dimana Ia dan Patrick sembunyi untuk

menenangkan diri. Akibat hal tersebut, tidak ada orang yang dapat

menghubunginya, termasuk Meira yang minta tolong kepadanya untuk segera

dibawa ke rumah sakit karena merasakan kontraksi.

Namun, Patrick menemukan Ernest di tempat tersebut dan mengatakan bahwa

tempat itu memang tempat dimana mereka kabur dari dunia. Tetapi, ayah adalah

dunia dari anak, dan jangan melarikan diri dari anak. Mendengar hal tersebut,

Ernest pun langsung mendampingi Meira di rumah sakit dan melihat anak mereka

lahir. Di situlah ketakutan Ernest berakhir dan anak yang baru lahir tersebut justru

membawa kebahagiaan bagi keluarga besar mereka.

Penulis skenario : Ernest Prakarsa

Sutradara : Ernest Prakarsa

Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia

Page 16: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

59 Universitas Kristen Petra

Production House : Starvision

Jumlah Penonton : 717.174

Konsuktan Komedi : Arie Kriting

Pemeran : Ernest Prakarsa sebagai Ernest dewasa

Kevin Anggara sebagai Ernest SMP-SMA

Morgan Oey sebagai Patrick

Brandon Salim sebagai Patrick SMP-SMA

Lala Karmela sebagai Meira

Ferry Salim sebagai ayah Ernest

Olga Lydia sebagai ibu Ernest

Budi Dalton sebagai ayah Meira

Ade Fitria Sechan sebagai ibu Meira

Ge Pamungkas sebagai Willy

Fico Fachriza sebagai Bowo

Muhadkly Acho sebagai dokter

4.1.8. Manusia Setengah Salmon

Film ini bercerita tentang Raditya Dika, seorang penulis buku yang diminta

revisi oleh editor karena karya yang ditulisnya terasa monoton. Sambil merevisi

karyanya, Raditya Dika tetap melakukan aktivitas seperti biasa, seperti bermain

futsal dan lain-lain. Saat bermainfutsal, seorang teman Raditya Dika memberikan

undangan pernikahan. Raditya Dika pun diejek oleh teman-temannya karena

hanya dirinyalah yang belum memiliki pasangan dan tidak bisa melupakan

mantan pacarnya, Jessica. Selepas futsal, Raditya Dika dan temannya makan

siomay sambil mengobrol di taman yang terletak di seberang lapangan futsal. Di

taman itu, Dika melihat seorang wanita cantik yang sering memarkir mobil di

taman.

Saat pulang futsal, ibu Raditya Dika mengumumkan bahwa keluarganya akan

segera pindah rumah, karena orang tua Dika ingin tinggal di tempat yang lebih

tenang. Awalnya, Raditya Dika tidak setuju akan rencana tersebut. Namun, karena

merasa kasihan, Raditya Dika akhirnya mengikuti rencana tersebut dan menemani

ibunya untuk melihat-lihat rumah baru.

Page 17: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

60 Universitas Kristen Petra

Setelah beberapa kali merasa tidak cocok dengan rumah yang dilihat-lihatnya,

akhirnya keluarga Raditya Dika menemukan rumah yang pas dan sesuai dengan

keinginan mereka. Bagi ibu Raditya Dika, mencari rumah baru sama dengan

mencari jodoh, yakni harus “cocok-cocokkan”. Ketika sudah menemukan yang

cocok, pasangan tersebut harus segera “diambil”, sama seperti rumah yang baru

dan merasa cocok untuk ditinggali tersebut.

Di sisi lain, banyak hal baru yang terjadi pada Raditya Dika, seperti supir

baru yang memiliki masalah dengan bau badan. Raditya Dika sering meliburkan

supir tersebut karena ia sungkan untuk memecatnya dan tidak berani

mengungkapkan alasan yang sebenarnya. Selain itu, Raditya Dika juga bertemu

dengan Patricia, teman semasa SMP-nya. Mereka pun akhirnya dekat dan

memutuskan untuk pacaran setelah beberapa kali keluar bersama. Namun, ada

satu hal yang tidak diketahui oleh Patricia, yaitu Raditya Dika belum bisa

melupakan mantan pacarnya, Jessica.

Suatu hari, Patricia menemukan foto Jessica yang masih disimpan di dompet

Raditya Dika. Patricia pun marah dan memutuskan hubungan asmaranya dengan

Raditya Dika.

Hingga akhirnya tiba bagi Raditya Dika dan keluarganya untuk pindah

rumah, Raditya Dika baru menyadari bahwa hidup ini membutuhkan perpindahan.

Perpindahan tersebut akan membuat seseorang menjadi lebih baik. Hewan yang

dianalogikan sebagai hewan yang suka berpindah-pindah adalah salmon. Karena

itulah, Raditya Dika memberi judul “Manusia Setengah Salmon” pada buku karya

terbarunya tersebut.

Penulis skenario : Raditya Dika

Sutradara : Herdanius Larobu

Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia

Production House : Starvision

Jumlah Penonton : 442.631

Pemeran : Raditya Dika sebagai Dika

Kimberly Ryder sebagai Patricia

Eriska Rein sebagai Jessica

Bucek sebagai ayah Dika

Page 18: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

61 Universitas Kristen Petra

Dewi Irawan sebagai ibu Dika

Mosidik sebagai editor buku

Insan Nur Akbar sebagai Sugiman

4.2. Uji Reliabilitas

Dalam uji reliabilitas, untuk mengukurnya digunakan rumus Holsty, yaitu :

CR = 2M

N1+N2

Keterangan:

CR = Coeficient Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh hakim dan periset

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas

berdasarkan formula Holsti. Reliabilitas ditunjukkan dalam persentase

persetujuan, berapa besar persentase persamaan antar coder ketika menilai suatu

isi (Eriyanto, 2011, p. 289-290).

M adalah jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing

coder), N1 adalah jumlah coding yang dibuat oleh coder 1, dan N2 adalah jumlah

coding yang dibuat oleh coder 2. Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, dimana

0 berarti tidak ada satu pun yang disetujui oleh para coder dan 1 berarti

persetujuan sempurna di antara para coder. Makin tinggi angka, makin tinggi pula

angka reliabilitas. Dalam formula Holsti, angka reliabilitas minimum yang

ditoleransi adalah 0,7 atau 70%. Hal ini berarti bahwa hasil perhitungan yang

menunjukkan angka reliabilitas di atas 0,7, berarti alat ukur ini benar-benar

reliabel, begitu pula sebaliknya (Eriyanto, 2011, p. 290).

Hakim dalam penelitian ini adalah Yohanna Sabrina Soebianto S. Ikom,

selaku alumni mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra yang pernah

menyelesaikan skripsi dengan metode analisis isi. Berikut ini adalah hasil

Page 19: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

62 Universitas Kristen Petra

perhitungan yang diperoleh untuk masing-masing indikator per masing-masing

stand up comedian sesuai dengan jumlah scene dalam film yang diperankannya.

Tabel 4.2. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"

Ernest Prakasa Bintang Timur Babe Cabita

Allusion 0, 9 1 1

Bombast 0, 98 0, 98 1

Definition 0, 88 0, 88 1

Exaggeration 1 0, 86 1

Facetiousness 0, 85 0, 95 1

Insults 0, 98 1 1

Infantilism 0, 98 1 0, 98

Irony 1 1 1

Misunderstanding 1 1 1

Over Literalness 1 1 0, 98

Puns, Word Play 1 1 1

Repartee 1 1 1

Ridicule 1 1 1

Sarcasm 0, 93 1 1

Satire 0, 95 1 1

Absurdity 1 1 1

Accident 1 0, 95 1

Comparisons 0, 86 0, 93 0, 93

Catalogue 1 1 1

Coincidence 1 1 1

Disappointment 1 1 1

Ignorance 0,9 1 0, 96

Mistakes 1 1 1

Repetition 1 1 1

Reversal 0, 88 1 1

Rigidity 0, 9 1 1

Theme/ variation 1 1 1

Before/ after 1 1 1

Burlesque 1 1 1

Caricature 1 1 1

Eccentricity 1 1 1

Embarassment 0, 93 1 1

Exposure 1 1 1

Grotesque 0, 88 0, 86 1

Page 20: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

63 Universitas Kristen Petra

Imitation 0, 98 1 1

Impersonation 1 0, 95 1

Mimicry 1 1 1

Parody 1 1 0, 96

Scale 1 1 1

Stereotype 1 1 1

Unmasking 0, 98 1 1

Chase 1 1 1

Slapstick 1 1 1

Speed 1 1 1

Time 1 1 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.3. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"

Kemal Palevi Arie Kriting Ge Pamungkas

Allusion 1 1 1

Bombast 1 1 1

Definition 1 1 1

Exaggeration 1 1 1

Facetiousness 1 1 0, 97

Insults 1 0, 98 1

Infantilism 1 1 0, 98

Irony 1 1 1

Misunderstanding 1 1 1

Over Literalness 1 1 1

Puns, Word Play 1 1 1

Repartee 1 0, 95 1

Ridicule 1 1 1

Sarcasm 1 1 1

Satire 1 1 1

Absurdity 1 1 1

Accident 1 1 1

Comparisons 1 0, 95 1

Catalogue 1 1 1

Coincidence 1 1 1

Disappointment 0, 96 1 1

Ignorance 1 1 1

Mistakes 1 1 0, 98

Page 21: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

64 Universitas Kristen Petra

Repetition 1 1 1

Reversal 1 1 1

Rigidity 1 1 0, 98

Theme/ variation 1 1 1

Before/ after 1 1 1

Burlesque 1 1 1

Caricature 1 1 1

Eccentricity 1 1 1

Embarassment 1 1 1

Exposure 1 1 1

Grotesque 0, 96 0, 86 0, 98

Imitation 1 1 1

Impersonation 1 1 1

Mimicry 1 1 1

Parody 1 0, 98 1

Scale 1 0, 98 1

Stereotype 1 1 1

Unmasking 1 1 1

Chase 1 1 1

Slapstick 1 1 1

Speed 1 1 1

Time 1 1 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.4. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"

Mongol Stress Fico Fachriza Allusion 1 1 Bombast 1 0, 95 Definition 1 1 Exaggeration 1 1 Facetiousness 1 0, 98 Insults 1 1 Infantilism 1 1 Irony 1 1 Misunderstanding 1 1 Over Literalness 1 1 Puns, Word Play 1 1 Repartee 1 0, 98

Page 22: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

65 Universitas Kristen Petra

Ridicule 1 1 Sarcasm 1 1 Satire 1 1 Absurdity 1 1 Accident 1 0, 98 Comparisons 0, 93 0, 95 Catalogue 1 1 Coincidence 1 0, 95 Disappointment 1 1 Ignorance 1 1 Mistakes 1 1 Repetition 1 1 Reversal 1 1 Rigidity 1 1 Theme/ variation 1 1 Before/ after 1 1 Burlesque 1 1 Caricature 1 1 Eccentricity 1 1 Embarassment 1 1 Exposure 1 1 Grotesque 1 0, 9 Imitation 1 1 Impersonation 1 1 Mimicry 1 1 Parody 1 1 Scale 1 1 Stereotype 1 1 Unmasking 1 1 Chase 1 1 Slapstick 1 1 Speed 1 1 Time 1 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.5. Coeficient Reliability Film “Marmut Merah Jambu”

Indikator Coeficient Reliability

Raditya Dika (Film "Marmut Merah Jambu") Allusion 1

Page 23: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

66 Universitas Kristen Petra

Bombast 1 Definition 1 Exaggeration 1 Facetiousness 1 Insults 1 Infantilism 1 Irony 1 Misunderstanding 1 Over Literalness 1 Puns, Word Play 1 Repartee 1 Ridicule 1 Sarcasm 1 Satire 1 Absurdity 1 Accident 1 Comparisons 1 Catalogue 1 Coincidence 1 Disappointment 1 Ignorance 1 Mistakes 1 Repetition 1 Reversal 1 Rigidity 1 Theme/ variation 1 Before/ after 1 Burlesque 1 Caricature 1 Eccentricity 1 Embarassment 1 Exposure 1 Grotesque 1 Imitation 1 Impersonation 1 Mimicry 1 Parody 1 Scale 1 Stereotype 1 Unmasking 1 Chase 1

Page 24: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

67 Universitas Kristen Petra

Slapstick 1 Speed 0, 95 Time 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.6. Coeficient Reliability Film “Manusia Setengah Salmon”

Indikator Coeficient Reliability

Raditya Dika (Film "Manusia Setengah Salmon")

Allusion 0, 99

Bombast 0, 97

Definition 0, 97

Exaggeration 0, 97

Facetiousness 0, 97

Insults 0, 97

Infantilism 0, 97

Irony 0, 96

Misunderstanding 0, 97

Over Literalness 0, 98

Puns, Word Play 1

Repartee 1

Ridicule 1

Sarcasm 1

Satire 1

Absurdity 1

Accident 1

Comparisons 1

Catalogue 1

Coincidence 1

Disappointment 1

Ignorance 1

Mistakes 1

Repetition 1

Reversal 1

Rigidity 1

Theme/ variation 1

Before/ after 0, 99

Burlesque 1

Caricature 1

Eccentricity 1

Page 25: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

68 Universitas Kristen Petra

Embarassment 0, 99

Exposure 1

Grotesque 0, 96

Imitation 0, 97

Impersonation 0, 99

Mimicry 1

Parody 1

Scale 1

Stereotype 0, 98

Unmasking 0, 99

Chase 1

Slapstick 1

Speed 1

Time 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.7. Coeficient Reliability Film “Cinta Brontosaurus”

Indikator Coeficient Reliability Film "Cinta Brontosaurus"

Raditya Dika Soleh Solihun

Allusion 1 1

Bombast 1 0, 98

Definition 1 1

Exaggeration 0, 99 1

Facetiousness 0, 99 1

Insults 1 1

Infantilism 1 1

Irony 1 1

Misunderstanding 1 1

Over Literalness 0, 99 1

Puns, Word Play 0, 98 0, 95

Repartee 0, 99 0, 98

Ridicule 1 1

Sarcasm 1 0, 98

Satire 1 1

Absurdity 1 1

Accident 1 1

Comparisons 1 1

Catalogue 1 1

Coincidence 1 1

Page 26: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

69 Universitas Kristen Petra

Disappointment 1 1

Ignorance 0, 99 1

Mistakes 0, 99 1

Repetition 0, 99 1

Reversal 1 1

Rigidity 1 1

Theme/ variation 1 1

Before/ after 1 1

Burlesque 0, 99 1

Caricature 1 1

Eccentricity 1 1

Embarassment 1 1

Exposure 1 1

Grotesque 0, 99 1

Imitation 1 1

Impersonation 1 1

Mimicry 1 1

Parody 1 1

Scale 1 1

Stereotype 1 1

Unmasking 1 1

Chase 1 1

Slapstick 0, 99 1

Speed 1 1

Time 1 0, 95

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.8. Coeficient Reliability Film “Bajaj Bajuri the Movie”

Indikator Coeficient Reliability Film "Bajaj Bajuri the Movie"

Muhadkly Acho

Allusion 1

Bombast 0, 97

Definition 1

Exaggeration 0, 92

Facetiousness 0, 95

Insults 0, 97

Infantilism 0, 97

Irony 0, 97

Misunderstanding 1

Over Literalness 0, 95

Page 27: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

70 Universitas Kristen Petra

Puns, Word Play 0, 97

Repartee 0, 95

Ridicule 1

Sarcasm 1

Satire 1

Absurdity 1

Accident 1

Comparisons 1

Catalogue 1

Coincidence 1

Disappointment 1

Ignorance 0, 95

Mistakes 1

Repetition 1

Reversal 0, 97

Rigidity 0, 97

Theme/ variation 1

Before/ after 1

Burlesque 1

Caricature 1

Eccentricity 1

Embarassment 1

Exposure 1

Grotesque 1

Imitation 1

Impersonation 1

Mimicry 1

Parody 1

Scale 1

Stereotype 1

Unmasking 1

Chase 0, 95

Slapstick 1

Speed 1

Time 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 28: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

71 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.9. Coeficient Reliability Film “Ngenest”

Indikator Coeficient Reliability Film "Ngenest"

Ernest Prakasa

Allusion 1

Bombast 1

Definition 0, 99

Exaggeration 0, 98

Facetiousness 0, 96

Insults 1

Infantilism 0, 98

Irony 0, 96

Misunderstanding 0, 99

Over Literalness 1

Puns, Word Play 1

Repartee 1

Ridicule 1

Sarcasm 0, 98

Satire 0, 98

Absurdity 0, 98

Accident 1

Comparisons 1

Catalogue 1

Coincidence 1

Disappointment 1

Ignorance 1

Mistakes 0, 95

Repetition 1

Reversal 1

Rigidity 1

Theme/ variation 1

Before/ after 1

Burlesque 1

Caricature 1

Eccentricity 1

Embarassment 1

Exposure 0, 98

Grotesque 1

Imitation 1

Impersonation 1

Mimicry 1

Parody 1

Page 29: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

72 Universitas Kristen Petra

Scale 1

Stereotype 0, 98

Unmasking 0, 99

Chase 0, 99

Slapstick 1

Speed 0, 98

Time 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.10. Coeficient Reliability Film “Comic 8”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"

Ernest Prakasa Bintang Timur Babe Cabita

Allusion 1 1 0, 97

Bombast 1 1 0, 97

Definition 1 0, 97 0, 97

Exaggeration 1 1 1

Facetiousness 1 1 1

Insults 1 1 0, 97

Infantilism 1 1 0, 97

Irony 1 1 1

Misunderstanding 1 1 1

Over Literalness 1 1 1

Puns, Word Play 1 1 0, 97

Repartee 1 1 1

Ridicule 1 0, 97 1

Sarcasm 1 1 0, 97

Satire 1 1 0, 97

Absurdity 1 1 0, 94

Accident 1 1 1

Comparisons 1 1 1

Catalogue 1 1 1

Coincidence 1 1 1

Disappointment 1 1 1

Ignorance 1 1 1

Mistakes 1 1 1

Repetition 1 1 1

Reversal 1 1 0, 97

Rigidity 1 1 1

Theme/ variation 1 1 1

Before/ after 1 1 1

Page 30: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

73 Universitas Kristen Petra

Burlesque 1 1 1

Caricature 1 1 0, 97

Eccentricity 1 1 0, 97

Embarassment 1 1 1

Exposure 1 1 1

Grotesque 1 1 1

Imitation 1 1 1

Impersonation 1 1 1

Mimicry 1 1 1

Parody 1 1 1

Scale 1 1 1

Stereotype 1 1 1

Unmasking 1 1 0, 97

Chase 1 1 1

Slapstick 1 1 1

Speed 1 1 1

Time 1 1 0, 97

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4. 11. Coeficient Reliability Film “Comic 8”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"

Kemal Palevi Arie Kriting Mudy Taylor

Allusion 1 1 1

Bombast 1 1 1

Definition 1 1 1

Exaggeration 1 1 1

Facetiousness 1 1 1

Insults 1 1 1

Infantilism 1 1 1

Irony 1 1 1

Misunderstanding 1 1 1

Over Literalness 1 1 1

Puns, Word Play 1 1 1

Repartee 0, 97 1 1

Ridicule 0, 97 0, 97 1

Sarcasm 0, 97 1 1

Satire 0, 97 1 1

Absurdity 1 1 1

Accident 1 1 1

Comparisons 1 1 1

Catalogue 1 1 1

Page 31: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

74 Universitas Kristen Petra

Coincidence 1 1 1

Disappointment 1 1 1

Ignorance 1 1 1

Mistakes 1 1 1

Repetition 1 1 1

Reversal 1 1 1

Rigidity 1 1 1

Theme/ variation 1 1 1

Before/ after 1 1 1

Burlesque 1 1 1

Caricature 1 1 1

Eccentricity 1 1 1

Embarassment 1 1 1

Exposure 1 1 1

Grotesque 0, 97 1 1

Imitation 1 1 1

Impersonation 1 1 1

Mimicry 1 1 1

Parody 1 1 1

Scale 1 1 1

Stereotype 0, 97 1 1

Unmasking 1 1 1

Chase 1 1 1

Slapstick 1 1 1

Speed 1 1 1

Time 1 1 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Tabel 4.12. Coeficient Reliability Film “Comic 8”

Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"

Mongol Stress Fico Fachriza

Allusion 1 1

Bombast 1 1

Definition 1 0, 97

Exaggeration 1 0, 97

Facetiousness 1 1

Insults 1 1

Infantilism 1 1

Irony 1 1

Page 32: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

75 Universitas Kristen Petra

Misunderstanding 1 1

Over Literalness 1 1

Puns, Word Play 1 0, 94

Repartee 1 1

Ridicule 1 1

Sarcasm 1 1

Satire 1 1

Absurdity 1 1

Accident 1 1

Comparisons 1 1

Catalogue 1 1

Coincidence 1 1

Disappointment 1 1

Ignorance 1 1

Mistakes 1 0, 97

Repetition 1 1

Reversal 1 1

Rigidity 1 1

Theme/ variation 1 1

Before/ after 1 1

Burlesque 1 1

Caricature 1 1

Eccentricity 1 0, 97

Embarassment 1 1

Exposure 1 1

Grotesque 1 1

Imitation 1 1

Impersonation 0, 96 1

Mimicry 0, 88 1

Parody 1 1

Scale 1 1

Stereotype 1 1

Unmasking 1 1

Chase 1 0, 97

Slapstick 1 1

Speed 1 0, 97

Time 1 1

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 33: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

76 Universitas Kristen Petra

4.3. Temuan Data

4.3.1. Temuan Data Indikator Repartee dan Ridicule dalam Film “Bajaj

Bajuri the Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)

A. Dimensi Language

Tabel 4.13. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Bajaj Bajuri the

Movie”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 1 2, 63%

Definition 1 2, 63%

Exaggeration 4 10, 5%

Facetiousness 5 13, 2%

Insults 4 10, 5%

Irony 4 10, 5%

Repartee 6 15, 8%

Ridicule 6 15, 8%

Sarcasm 1 2, 63%

Allusion 1 2, 63%

Total 33

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Bajaj Bajuri the Movie”, Muhadkly Acho (berperan sebagai

Ucup) muncul dalam 38 scene. Dari 38 scene tersebut, teknik humor language

digunakan sebanyak 33 kali. Indikator dimensi language yang paling banyak

digunakan adalah repartee dan ridicule. Repartee adalah membalas pernyataan

dengan pernyataan untuk memberikan “serangan” (tidak mau kalah). Sedangkan

ridicule adalah bentuk penolakan dengan ungkapan langsung terhadap suatu hal,

seperti ide atau pemikiran.

Contoh repartee:

Saat ditipu oleh seorang wanita seksi yang pura-pura minta tolong kepada

Bajuri dan Ucup, Bajuri menyalahkan Ucup karena menyuruhnya untuk

memberhentikan bajaj demi menolong perempuan tersebut. Namun, saat wanita

itu duduk di belakang, Bajuri meminta Ucup untuk menyetir bajaj karena Bajuri

ingin duduk di belakang bersama wanita tersebut.

Bajuri : Aye mah kaga bisa, cup, lihat orang susah!

Page 34: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

77 Universitas Kristen Petra

Ucup : Sama bang, aye juga pingin nolongin. Tapi abang kan juga

pingin ngawinin!

Gambar 4.1. Muhadkly Acho melakukan repartee

Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016

Contoh ridicule:

Saat Bajuri sedang memancing, Ucup membawakan makanan titipan Bajuri.

Bajuri : Kembaliannya?

Ucup : Ya elah, masih aja demen ama recehan. Katanya udah jadi orang

kaya!

Gambar 4.2. Muhadkly Acho melakukan ridicule

Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016

Page 35: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

78 Universitas Kristen Petra

4.3.2. Temuan Data Indikator Ignorance dalam Film “Bajaj Bajuri the

Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.14. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Bajaj Bajuri the Movie”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 2 5, 26%

Disappointment 1 2, 63%

Ignorance 3 7, 89%

Mistakes 2 5, 26%

Reversal 1 2, 63%

Coincidence 1 2, 63%

Total 10

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic digunakan sebanyak 10 kali. Indikator

yang paling banyak digunakan adalah ignorance atau menganggap lawan bicara

benar karena tidak tahu kalau sedang dibohongi. Dalam teknik humor logic,

pemikiran atau ide seseorang akan menjadi sebuah lelucon dan indikator

ignorance akan menjadi sebuah lelucon karena pemikiran seseorang untuk

membohongi dianggap dapat memancing tawa. Muhadkly Acho yang berperan

sebagai ucup juga melakukan indikator tersebut.

Contoh:

Saat Ucup menemani Bajuri dan Oneng melaporkan Emak yang diculik di

kantor polisi, tiba-tiba seorang polisi menghampiri polisi yang sedang duduk di

depan Bajuri dan Oneng, dan sedang berusaha membantu Bajuri dan Oneng

menyelidiki penculikan. Tiba-tiba, datanglah polisi lain, lalu menyinggung kasus

teroris yang pernah terjadi. Dalam kasus teroris tersebut, Bajuri dianggap menjadi

tersangka karena Bajuri pernah tidak sengaja melempar bom ikan ke dalam

empang saat memancing, lalu perangkat bom yang tersisa ada di dalam tas yang

tertinggal di bank saat Bajuri dan Ucup mencairkan cek. Untungnya, polisi belum

menyadari bahwa yang sedang melaporkan penculikan Emak adalah Bajuri.

Mendengar hal tersebut dan melihat bahwa polisi tidak tahu bahwa orang yang

ada di depannya adalah Bajuri, mereka bertiga kabur. Terlebih lagi pada saat itu

Page 36: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

79 Universitas Kristen Petra

polisi meminta izin untuk ke belakang. Kebetulan, ada seorang waria yang sedang

duduk di sebelah Ucup. Ucup pun menyuruh waria tersebut untuk duduk

menggantikan Bajuri dan waria tersebut menurutinya.

Gambar 4.3. Muhadkly Acho melakukan ignorance

Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016

4.3.3. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Bajaj Bajuri

the Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.15 Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Bajaj Bajuri the Movie”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 8 21, 05%

Eccentricity 1 2, 63%

Embarassment 2 5, 26%

Exposure 2 5, 26%

Grotesque 2 10, 52%

Stereotype 1 2, 63%

Unmasking 2 5, 26%

Total 18

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 37: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

80 Universitas Kristen Petra

Sedangkan teknik humor identity digunakan sebanyak 18 kali. Indikator

yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan

perbedaan atau perubahan penampilan seseorang dan situasi.

Contoh:

Ucup yang pulang terlalu malam tidak dibukakan pintu oleh istrinya.

Istrinya memarahi Ucup dan meminta Ucup untuk tidak masuk ke dalam rumah.

Namun, Ucup merayu istrinya dan akhirnya Ucup diperbolehkan untuk masuk ke

dalam rumah. Ucup pun senang karena akhirnya boleh masuk ke dalam rumah.

Ketika masuk ke dalam rumah, Ucup langsung dikepung oleh beberapa polisi

yang menanyakan keberadaan Bajuri. Ucup yang tadinya senang karena boleh

masuk rumah pun menjadi langsung kaget dan ketakutan. Saat itulah ia baru

menyadari bahwa maksud istrinya mengusir tadi ialah untuk melindungi Ucup

agar tidak diinterogasi polisi.

Gambar 4.4. Muhadkly Acho melakukan before/after

Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016

Page 38: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

81 Universitas Kristen Petra

4.3.4. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Bajaj Bajuri the

Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)

D. Dimensi Action

Tabel 4.16. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Bajaj Bajuri the

Movie”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 19 50%

Slapstick 3 7, 89%

Speed 17 44, 73%

Time 2 5, 26%

Total 41

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan teknik humor action digunakan sebanyak 41 kali. Indikator yang

paling banyak digunakan adalah indikator chase, yang mana merupakan aksi kejar

mengejar.

Contoh:

Saat menebus Oneng yang disandera oleh perampok, Bajuri memberikan

bungkusan tebal yang berisi sedikit uang dan beberapa batang tempe. Perampok

pun tidak terima dan mencari Bajuri keesokan harinya. Bajuri yang tidak

menyadari bahwa dirinya sedang diincar perampok malah datang untuk melihat

acara panggung di kampung. Tetapi, Ucup mengetahui niat perampok dan

berusaha mengajak Bajuri untuk pergi dari kampung tersebut. Sayangnya mereka

semua terlambat. Perampok pun sudah tiba di acara panggung dalam kampung

tersebut dan akhirnya mereka berkejar-kejaran di tengah keramaian acara

panggung tersebut.

Page 39: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

82 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.5. Muhadkly Acho melakukan chase

Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016

4.3.4. Temuan Data Indikator Exaggeration dalam Film “Ngenest”

(stand up comedian : Ernest Prakasa)

A. Dimensi Language

Tabel 4.17. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Ngenest”

Indikator Frekuensi Presentase

Definition 2 2, 43%

Exaggeration 8 9, 76%

Satire 3 7, 89%

Allusion 2 2, 43%

Bombast 3 7, 89%

Facetiousness 3 7, 89%

Insults 7 8, 54%

Irony 2 2, 43%

Misunderstanding 2 2, 43

Over Literalness 6 15, 79%

Repartee 8 9, 76%

Ridicule 6 15, 79%

Sarcasm 2 2, 43%

Total 54

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Ngenest”, Ernest Prakasa muncul dalam 82 scene. Dalam 82

scene tersebut, teknik humor language digunakan sebanyak 54 kali. Indikator

yang paling banyak digunakan adalah exaggeration dan repartee. Exaggeration

Page 40: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

83 Universitas Kristen Petra

adalah melebih-lebihkan suatu hal sehingga membuat sesuatu yang tidak masuk

akal atau tidak mungkin terjadi terkesan seperti masuk akal.

Contoh:

Saat hendak pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan Patrick dan Nadia,

Meira meminta Ernest untuk membantunya memih baju yang bagus. Ernest pun

memilih gaun berwarna hitam untuk Meira.

Meira : Hon, aku pake ini pas terakhir kali ke sana! Gak bisa aku pake ini

lagi!

Ernest : Emang kenapa kalau ngulang? Emang kamu bakal dicegat sama

satpam terus satpamnya bilang “Maaf Bu, udah pernah pakai baju ini”. Apa di

sana ada tulisannya “Dilarang Mengulang Baju bila Anda Datang ke Tempat Ini”?

Gambar 4.6. Ernest Prakasa melakukan exaggeration

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

4.3.5. Temuan Data Indikator Mistakes dalam Film “Ngenest” (stand up

comedian : Ernest Prakasa)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.18. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Ngenest”

Indikator Frekuensi Presentase

Accident 2 2, 43%

Disappointment 3 3, 66%

Ignorance 5 6, 10%

Page 41: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

84 Universitas Kristen Petra

Mistakes 6 7, 32%

Repetition 1 1, 22%

Reversal 2 2, 43%

Coincidence 3 3, 66%

Total 22

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, dimensi logic muncul sebanyak 22 kali. Indikator yang

paling banyak digunakan adalah mistakes, yang mana merupakan kesalahan dalam

menanggapi sesuatu karena kelalaian atau ketidaktahuan.

Contoh:

Ernest sedang memperdebatkan hubungannya dengan Vania di jalan raya.

Pada saat mereka berdebat, Ernest ditawari untuk naik angkutan umum oleh

seorang sopir metro mini. Tidak lama kemudian, seorang tukang cilok juga

menawari cilok. Saat Vania sudah pergi meninggalkan Ernest, seorang tukang

parkir menepuk pundak Ernest dari belakang. Sebelum tukang parkir mengucap

satu kata, Ernest langsung menyeletuk.

Ernest : “Apa lagi sih, saya nggak mau beli apa-apa!”

Tukang parkir : “Siapa yang jualan? Itu motornya udah jadi WC umum”

Gambar 4.7. Ernest Prakasa melakukan mistakes

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Page 42: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

85 Universitas Kristen Petra

4.3.6. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Ngenest”

(stand up comedian : Ernest Prakasa)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.19. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Ngenest”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 23 60, 53%

Eccentricity 2 2, 43%

Exposure 9 23, 68%

Parody 3 3, 66%

Stereotype 2 2, 43%

Imitation 1 1, 22%

Caricature 1 1, 22%

Total 41

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity muncul sebanyak 41 kali, dan indikator

yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan

perbedaan atau perubahan penampilan seseorang atau situasi.

Contoh:

Ernest mengikuti kursus Mandarin karena anjuran dari ayah Vania, mantan

pacarnya. Tetapi, berhubung Ernest sudah putus dengan Vania, Ernest pun

meminta refund atau pengembalian biaya dari kursus tersebut. Saat meminta

refund di receptionist, Ernest melihat Meira dan terpesona pada pandangan

pertama. Saat itu juga, Ernest yang tadinya bingung karena susah untuk refund

langsung membatalkan niatnya untuk refund dan tetap ingin melanjutkan kursus

tersebut dengan wajah berseri-seri.

Gambar 4.8. Ernest Prakasa melakukan before/ after

Sumber : Film ”Ngenest”, 2016

Page 43: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

86 Universitas Kristen Petra

4.3.7. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Ngenest” (stand up

comedian : Ernest Prakasa)

D. Dimensi Action

Tabel 4.20. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Ngenest”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 12 14, 63%

Time 3 3, 66%

Slapstick 1 4, 88%

Speed 7 8, 54%

Total 23

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan dimensi action digunakan sebanyak 23 kali, dan indikator yang

paling banyak digunakan adalah chase atau aksi kejar mengejar untuk

menghindari “hukuman”, atau sesuatu yang memalukan.

Contoh :

Ernest mengejar orang gila yang buang air kecil sembarangan di sepeda

motornya.

Gambar 4.9. Ernest Prakasa melakukan chase

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Page 44: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

87 Universitas Kristen Petra

4.3.7. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Cinta

Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)

A. Dimensi Language

Tabel 4.21. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Cinta

Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Exaggeration 8 7, 34%

Puns, Word Play 7 6, 42%

Repartee 4 3, 67%

Ridicule 14 12, 84%

Definition 5 4, 59%

Insults 7 6, 42%

Infantilism 5 4, 59%

Misunderstanding 6 5, 50%

Over Literalness 4 3, 67%

Satire 4 3, 67%

Bombast 2 1, 83%

Irony 2 1, 83%

Facetiousness 1 0, 92%

Total 69

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Cinta Brontosaurus”, Raditya Dika (berperan sebagai Dika)

muncul sebanyak 109 scene. Teknik humor language digunakan sebanyak 69 kali.

Indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule, yang mana merupakan

ungkapan langsung sebagai bentik penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau

pemikiran seseorang.

Contoh:

Dika memarahi Kosasih karena menandatangani kontrak dengan seorang

produser. Kontrak tersebut berisi bahwa produser berhak membuat versi horor

dalam film yang akan mereka garap bersama. Dalam hal ini, buku Dika yang

berjudul “Cinta Brontosaurus” diganti menjadi “Hantu Cinta Brontosaurus”. Dika

pun mendatangi rumah Kosasih dan mengetuk jendela kamar Kosasih keras-keras

untuk memperdebatkan perubahan judul tersebut.

Page 45: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

88 Universitas Kristen Petra

Dika : “Hantu Cinta Brontosaurus!”

Kosasih : (sambil menolah ke sekitar) “Hah? Hantu Cinta Brontosaurus?

Dimana?”

Dika : “Bukan. Film gue judulnya diganti jadi “Hantu Cinta

Brontosaurus” sama Mr. Shu! Loe sih udah gue kasih tau. Kalau loe nurutin gue

kan jadinya nggak bakalan kayak gini ”

Kosasih : “Ya mana gue tau Dik, kalau jadinya bakal kayak gini. Coba

ambil sisi postifnya aja, Dik”

Dika : “Apa sisi baiknya? Film gue jadi film murah. Film horor aneh

kayak gitu”

Kosasih : “Ya seenggaknya judulnya bukan “Tali Pocong Brontosaurus”,

ya kan?”

Dika : “Mau tali pocong kek, mau tali puser kek, yang penting kenapa

filmnya jadi kayak gitu!”

Gambar 4.10. Raditya Dika melakukan ridicule

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 46: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

89 Universitas Kristen Petra

4.3.8. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Cinta

Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.22. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Cinta Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Coincidence 10 9, 17%

Mistakes 5 4, 59%

Catalogue 2 1, 83%

Disappointment 9 8, 26%

Repetition 8 7, 34%

Absurdity 2 1, 83%

Reversal 2 1, 83%

Rigidity 1 0, 92%

Ignorance 1 0, 92%

Total 40

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, dimensi logic digunakan sebanyak 40 kali dan indikator yang

paling banyak digunakan adalah coincidence. Coincidence adalah sesuatu yang

kebetulan atau tidak terduga dan mengarah pada rasa malu.

Contoh :

Saat Dika sedang makan-makan di acara pernikahan Kosasih, ada 2 orang

teman lama Dika yang mengajaknya berbincang-bincang. Kedua teman lama Dika

pun menyinggung soal hubungan asmara Dika, dan menanyakan kapan hubungan

tersebut akan segera diresmikan. Namun, Dika menyatakan bahwa Dika tidak

akan menikah karena dirinya percaya bahwa cinta bisa kadaluarsa. Pada saat itu

juga, Jessica, pacar Dika mendengar ucapan tersebut dan langsung menghampiri

Dika dengan wajah bersungut-sungut.

Page 47: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

90 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.11. Raditya Dika melakukan coincidence

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

4.3.9. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Cinta

Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.23. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Cinta

Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 21 19, 27%

Exposure 13 11, 93%

Imitation 8 7, 34%

Grotesque 3 2, 75%

Impersonation 1 0, 92%

Total 50

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity digunakan sebanyak 50 kali. Indikator

yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan

perubahan penampilan atau perbedaan penampilan atau situasi.

Page 48: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

91 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Dika mendatangi rumah Milka sambil bersorak-sorak di depan teras dan

membawa seikat bunga. Saat itu, Milka sedang melihat Dika dari atas balkon

rumahnya. Tidak lama kemudian, ayah Milka yang galak membukakan pintu.

Ayah Milka : “Mau apa kamu!”

Dika : (ketakutan) “Sekarang jadi mau pulang, om”

Gambar 4.12. Raditya Dika melakukan before/ after

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

4.3.9. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Cinta Brontosaurus”

(stand up comedian : Raditya Dika)

D. Dimensi Action

Tabel 4.24. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Cinta Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 5 4, 59%

Speed 11 10, 10%

Time 6 5, 50%

Total 22

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 49: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

92 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, dimensi action digunakan sebanyak 22 kali, dan indikator

yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau

bertindak yang tiba-tiba menjadi cepat atau lambat karena ada sesuatu yang

“mengejar”.

Contoh:

Ketika sedang berada di mobil bersama Kosasih, Dika mengucapkan terima

kasih kepada Kosasih karena selalu ditemani saat malam minggu. Dengan begitu,

Dika yang jomblo menjadi tidak merasa kesepian. Sebenarnya, saat Dika bercerita

panjang lebar, Kosasih sedang menelepon Wanda, kekasihnya. Kosasih pun

mengucapkan “I love you” kepada Wanda melalui telepon. Tetapi, Dika tidak

mengetahui bahwa Kosasih sedang menelepon sehingga mengira ungkapan “I

love you” tersebut ditujukan kepadanya dan Dika pun membalas “I love you too,

Kos”. Pada saat Dika menyadari bahwa Kosasih sedang menelepon, situasi pun

menjadi canggung dan Dika cepat-cepat mengalihkannya dengan memasang

sabuk pengaman kencang-kencang.

Gambar 4.13. Raditya Dika melakukan speed

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 50: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

93 Universitas Kristen Petra

4.3.10. Temuan Data Indikator Misunderstanding dalam Film “Cinta

Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)

A. Dimensi Language

Tabel 4.25. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Cinta

Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Exaggeration 2 4, 76%

Definition 2 4, 76%

Facetiousness 5 11, 90%

Misunderstanding 6 14, 29%

Over Literalness 2 4, 76%

Allusion 4 9, 52%

Satire 1 2, 38%

Bombast 3 7, 14%

Insults 4 9, 52%

Puns, Word Play 1 2, 38%

Repartee 2 4, 76%

Ridicule 4 9, 52

Total 36

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Cinta Brontosaurus”, Soleh Solihun berperan sebagai Kosasih.

Kosasih sendiri muncul dalam 42 scene. Teknik humor language yang banyak

digunakan adalah sebanyak 36 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah misunderstanding. Misunderstanding adalah kesalahan dalam mengartikan

sesuatu yang bersifat verbal.

Contoh:

Dika memarahi Kosasih karena menandatangani kontrak dengan seorang

produser. Kontrak tersebut berisi bahwa produser berhak membuat versi horor

dalam film yang akan mereka garap bersama. Dalam hal ini, buku Dika yang

berjudul “Cinta Brontosaurus” diganti menjadi “Hantu Cinta Brontosaurus”. Dika

pun mendatangi rumah Kosasih dan mengetuk jendela kamar Kosasih keras-keras

untuk memperdebatkan perubahan judul tersebut.

Dika : “Hantu Cinta Brontosaurus!”

Kosasih : (sambil menolah ke sekitar) “Hah? Hantu Cinta Brontosaurus?

Dimana?”

Page 51: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

94 Universitas Kristen Petra

Dalam hal ini, Kosasih mengira bahwa Dika memberi tahu Kosasih akan

adanya hantu cinta brontosaurus di sekitar rumahnya.

Gambar 4.14. Soleh Solihun melakukan misunderstanding

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

4.3.11. Temuan Data Indikator Mistakes dan Rigidity dalam Film

“Cinta Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.26. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Cinta Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Coincidence 1 2, 38%

Mistakes 5 11, 90%

Accident 1 2, 38%

Ignorance 2 4, 76%

Catalogue 2 4, 76%

Rigidity 5 11, 90%

Absurdity 2 4, 76%

Total 18

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic digunakan sebanyak 18 kali, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah mistakes. Mistakes adalah

kesalahan karena kelalaian atau ketidaktahuan.

Page 52: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

95 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Kosasih disuruh membelikan pembalut oleh Wanda, pacarnya. Saat

memilih-milih pembalut di supermarket, Dika meneleponnya. Dika menceritakan

hubungannya bersama nina yang baru saja putus. Saat SPG supermarket

menunjukkan pembalut kepada Kosasih, Kosasih merasa suara Dika semakin

kecil.

Kosasih : “Agak gedean lagi”

SPG : (mengambil pembalut yang lebih besar)

Dalam hal ini, Kosasih tidak tahu bahwa SPG di belakangnya salah

mengartikan ucapan Kosasih “agak gedean lagi”, sehingga mengira Kosasih

meminta pembalut yang lebih besar.

Gambar 4.15. Soleh Solihun melakukan mistakes

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 53: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

96 Universitas Kristen Petra

4.3.12. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Cinta

Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.27. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Cinta

Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Exposure 2 4, 76%

Before/ After 3 7, 14%

Embarassment 1 2, 38%

Grotesque 4 14, 29%

Unmasking 3 7, 14%

Stereotype 1 2, 38

Total 14

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity digunakan sebanyak 14 kali, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque adalah

penampilan yang tidak biasa, fantastis, atau mencolok.

Contoh:

Saat menghadiri acara premiere sebuah film, Kosasih mengenakan kostum

suku Dayak.

Gambar 4.16. Soleh Solihun melakukan grotesque

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 54: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

97 Universitas Kristen Petra

4.3.13. Temuan Data Indikator Time dalam Film “Cinta Brontosaurus”

(stand up comedian : Soleh Solihun)

D. Dimensi Action

Tabel 4.28. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Cinta Brontosaurus”

Indikator Frekuensi Presentase

Time 7 16, 67%

Speed 1 2, 38

Total 8

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor action digunakan sebanyak 8 kali, dan

indikator yang paling sering digunakan adalah time. Time adalah kesesuaian

waktu dengan adegan.

Contoh:

Kosasih menelepon Dika yang sedang kebingungan menangani Lisa yang

tiba-tiba mengalami kontraksi dan akan melahirkan di sebuah restoran. Suara-

suara di seberang telepon Dika membuat Kosasih mengira bahwa Lisa disuruh

mendorong mobil oleh Dika karena mobil Dika memang sering mogok.

Gambar 4.17. Raditya Dika melakukan time

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 55: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

98 Universitas Kristen Petra

4.3.14. Temuan Data Indikator Insults dalam Film “Manusia Setengah

Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)

A. Dimensi Language

Tabel 4.29. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Manusia

Setengah Salmon”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 1 1, 09%

Bombast 5 5, 43%

Definition 6 6, 52%

Exaggeration 4 4, 34%

Facetiousness 7 7, 61%

Insults 12 13, 04%

Infantilism 6 6, 52%

Irony 11 11, 96%

Misunderstanding 3 3, 26%

Over Literalness 4 4, 34%

Puns, Word Play 2 2, 17%

Repartee 2 2, 17%

Ridicule 8 8, 70%

Sarcasm 3 3, 26%

Satire 2 2, 17%

Total 76

Tabel 4.29. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Manusia

Setengah Salmon”

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Manusia Setengah Salmon”, Raditya Dika berperan sebagai

Dika. Scene yang memunculkan Dika adalah sebanyak 92 scene. Dalam 92 scene

tersebut, teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 76 kali.

Indikator yang paling banyak digunakan adalah insults, yang mana merupakan

hinaan atau meremehkan orang lain.

Contoh:

Dika melihat adiknya, Edgar yang sedang berbicara dalam bahasa Inggris

dengan boneka. Maksud Edgar berbicara dengan boneka adalah untuk belajar

bahasa Inggris.

Page 56: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

99 Universitas Kristen Petra

Dika : “Edgar, akhirnya kamu gila juga!”

Gambar 4.18. Raditya Dika melakukan insults

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

4.3.15. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Manusia

Setengah Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.30. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Manusia Setengah

Salmon”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 4 4, 34%

Disappointment 3 3, 26%

Ignorance 3 3, 26%

Mistakes 5 5, 43%

Repetition 1 1, 19%

Reversal 2 2, 17%

Rigidity 2 2, 17%

Total 20

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, dimensi logic digunakan sebanyak 20 kali, dan indiktaor

yang paling banyak digunakan adalah mistakes. Mistakes adalah kesalahan yang

Page 57: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

100 Universitas Kristen Petra

terjadi karena kelalaian atau ketidak tahuan. Contohnya adalah saat Dika pergi ke

rumah Patricia, ibu Patricia mengatakan bahwa Patricia sudah berangkat ke

Jogjakarta. Dika yang saat itu panik dan terburu-buru, langsung berangkat ke

terminal untuk mengejar Patricia. Dika mengira bahwa Patricia akan pindah ke

Jogjakarta untuk beberapa lama, karena akan kuliah di sana. Ketika bertemu

dengan Patricia di depan bus, Patricia mengatakan bahwa dirinya hanya sehari ke

Jogjakarta untuk mengantar neneknya.

Gambar 4.19. Raditya Dika melakukan mistakes

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

Page 58: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

101 Universitas Kristen Petra

4.3.16. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Manusia

Setengah Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.31. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Manusia Setengah

Salmon”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 13 14, 13%

Burlesque 2 2, 17%

Exposure 6 6, 52%

Grotesque 6 6, 52%

Imitation 1 1, 19%

Unmasking 3 3, 26%

Embarassment 5 5, 43%

Impersonation 1 1, 19%

Mimicry 1 1, 19%

Scale 1 1, 19%

Stereotype 1 1, 19%

Total 40 1, 19%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 40

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after. Before/

after adalah perubahan atau perbedaan penampilan seseorang atau situasi.

Contoh:

Dika yang tidur tiba-tiba terbangun karena kaget mendengar suara petasan

yang dimainkan oleh beberapa orang di depan rumahnya. Dika pun memarahi

oran-orang yang bermain petasan tersebut lewat jendela. Situasi pun kembali

tenang dan Dika pun senang karena bisa tertidur kembali. Namun, tidak lama

kemudian, suara petasan kembali terdengar dan Dika pun jengkel karena tidak

bisa tidur.

Page 59: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

102 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.20. Raditya Dika melakukan before/ after

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

4.3.16. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Manusia Setengah

Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)

D. Dimensi Action

Tabel 4.32. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Manusia Setengah

Salmon”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 17 18, 48%

Slapstick 3 3, 26%

Speed 21 22, 82%

Time 13 14, 13%

Total 54

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor action yang digunakan adalah sebanyak 54

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah

berbicara atau melakukan sesuatu yang tiba-tiba dipercepat atau diperlambat.

Page 60: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

103 Universitas Kristen Petra

Contoh :

Gambar 4.21. Raditya Dika melakukan speed

Dika menggerakkan tubuhnya secara cepat karena jengkel dengan suara

petasan di depan rumahnya.

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

4.3.17. Temuan Data Indikator Repartee dan Satire dalam Film

“Marmut Merah Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)

A. Dimensi Language

Tabel 4.33. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Marmut Merah

Jambu”

Indikator Frekuensi Presentase

Repartee 1 5%

Satire 1 5%

Total 2

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Marmut Merah Jambu”, Raditya Dika berperan sebagai Dika.

Scene yang memunculkan Raditya Dika adalah sebanyak 20 scene, dan teknik

humor language yang digunakan adalah sebanyak 2 kali. Indikator yang

Page 61: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

104 Universitas Kristen Petra

digunakan adalah repartee, yaitu membalas pernyataan dengan pernyataan.

Sedangkan satire adalah menyindir untuk mempermalukan orang.

Contoh repartee:

Saat ayah Ina mendengarkan cerita Dika, ayah Ina menelepon untuk

memsan nasi Padang. Ayah Ina pun menawari Dika untuk ikut makan

bersamanya.

Ayah Ina : “Pakai cabe?”

Dika : “Enggak, om”

Ayah Ina : “Cemen banget. Masa nggak pakai cabe”

Dika : “ Iya om, maksud saya pakai cabe yang banyak. Tapi

kalau bisa nggak pedes”.

Gambar 4.22. Raditya Dika melakukan repartee

Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016

Page 62: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

105 Universitas Kristen Petra

Contoh satire:

Dika menceritakan tentang kelakuannya semasa SMA kepada ayah Ina.

Dika : “Sebenarnya saya nggak mau ngikutin ide noraknya si Bertus.

Tapi gara-gara anak om..”

Gambar 4.23. Raditya Dika melakukan satire

Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016

4.3.18. Temuan Data Indikator Rigidity dalam Film “Marmut Merah

Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.34. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Marmut Merah

Jambu”

Indikator Frekuensi Presentase

Rigidity 2 10%

Total 2

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 2 kali

dan keduanya berada dalam indikator rigidity. Rigidity adalah seseorang yang

canggung karena dianggap bodoh karena berpikiran sempit. Dalam film “Marmut

Merah Jambu”, Dika sering merasa canggung karena ayah Ina sering menganggap

kelakuan yang diceritakannya semasa SMA adalah hal yang bodoh.

Page 63: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

106 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.24. Raditya Dika melakukan rigidity

Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016

4.3.19. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Marmut

Merah Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.35. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Marmut Merah

Jambu”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 10%

Burlesque 1 5%

Embarassment 1 5%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 4

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after. Before/

after adalah perubahan atau perbedaan penampilan seseorang atau situasi.

Contoh:

Dika yang berulang kali latihan untuk mengucapkan “selamat siang” di

depan pintu rumah Ina tiba-tiba mengurungkan niatnya karena tidak dibukakan

pintu. Namun, tiba-tiba pintu terbuka dan Dika mengucapkan “selamat malam”

kepada ayah Ina.

Page 64: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

107 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.25. Raditya Dika melakukan before/ after

Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016

4.3.20. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Marmut Merah

Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)

D. Dimensi Action

Tabel 4.36. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Marmut Merah

Jambu”

Indikator Frekuensi Presentase

Slapstick 2 10%

Speed 4 20%

Total 6

Tabel 4.36. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Marmut Merah

Jambu”

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor action digunakan sebanyak 6 kali dan indikator

yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau

melakukan sesuatu yang tiba-tiba dipercepat atau diperlambat.

Contoh:

Saat diusir oleh ayah Ina, Dika berbicara dengan cepat atau terbata-bata agar

ayah Ina mau mendengarkannya.

Page 65: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

108 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.26. Raditya Dika melakukan speed

Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016

4.3.21. Temuan Data Indikator Facetiousness dalam Film “Comic 8”

(stand up comedian : Fico Fachriza)

A. Dimensi Language

Tabel 4.37. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 1 2, 94%

Bombast 2 5, 88%

Exaggeration 2 5, 88%

Facetiousness 3 8, 82%

Infantilism 1 2, 94%

Puns, Word Play 1 2, 94%

Repartee 1 2, 94%

Ridicule 2 5, 88%

Total 14

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film “Comic 8”, Fico Fachriza berperan sebagai Fico. Scene yang

memunculkan Fico adalah sebanyak 34 scene. Dalam 34 scene tersebut, teknik

humor language yang digunakan adalah sebanyak 14 kali. Indikator yang paling

banyak digunakan adalah facetiousness. Facetiousness adalah mengucapkan

kalimat yang ambigu dan membingungkan.

Page 66: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

109 Universitas Kristen Petra

Contoh facetiousness:

Fico sedang berjalan melewati sebuah gang, lalu bertemu dengan seorang

kakek yang sedang berdiri. Tiba-tiba Fico mendatangi kakek tersebut.

Fico : “Jangan takut. Saya akan bawa dia pulang. Kita semua akan

pulang, pada saatnya nanti”

Kakek : “Wong gendeng”

Gambar 4.27. Fico Fachriza melakukan facetiousness

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.22. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Fico Fachriza)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.38. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 8 23, 53%

Coincidence 1 2, 94%

Disappointment 1 2, 94%

Ignorance 1 2, 94%

Mistakes 1 2, 94%

Theme/ variation 1 2, 94%

Reversal 1 2, 94%

Total 13

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 67: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

110 Universitas Kristen Petra

Sedangkan teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 13 kali, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah absurdity. Absurdity adalah

pernyataan atau sikap yang tidak masuk akal.

Contoh :

Dalam film “Comic 8”, Fico berperan sebagai manusia yang dapat bertanya

jawab dengan tikus. Bahkan Fico bisa menemukan jalan keluar dari bank INI

karena petunjuk dari tikus.

Gambar 4.28. Fico Fachriza melakukan absurdity

Sumber : film “Comic 8”, 2016

4.3.23. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Fico Fachriza)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.39. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 5, 88%

Caricature 2 5, 88%

Eccentricity 3 8, 82%

Exposure 1 2, 94%

Grotesque 4 11, 76%

Scale 1 2, 94%

Total 13

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 68: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

111 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque, yang mana

merupakan penampilan seseorang yang mencolok.

Contoh:

Saat akan memasuki bank INI, Fico datang dengan atribut paling lengkap.

Namun, Bintang Timur dan Babe Cabita merasa aneh dengan atribut yang dibawa

oleh Fico, terutama karena Fico membawa gear.

Gambar 4.29. Fico Fachriza melakukan grotesque

Sumber : film “Comic 8”, 2016

4.3.24. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Fico Fachriza)

D. Dimensi Action

Tabel 4.40. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 11, 76%

Slapstick 1 2, 94%

Total 5

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan untuk teknik humor action, indikator yang paling banyak

digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.

Page 69: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

112 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Fico ditipu oleh anak SMP yang awalnya adalah korban sasaran palaknya.

Namun, karena dibodohi, Fico justru yang memberikan uang lebih banyak kepada

anak SMP tersebut. Anak SMP itu memanggil teman-temannya dan mereka

meminta Fico untuk memalak mereka juga. Fico pun berlari karena dikejar oleh

anak-anak SMP.

Gambar 4.30. Fico Fachriza melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.25. Temuan Data Indikator Misunderstanding dalam Film “Comic

8” (stand up comedian : Mongol Stress)

A. Dimensi Language

Tabel 4.41. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 1 3, 85%

Exaggeration 1 3, 85%

Facetiousness 1 3, 85%

Misunderstanding 2 7, 69%

Ridicule 1 3, 85%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 70: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

113 Universitas Kristen Petra

Dalam film “Comic 8”, Mongol Stress berperan sebagai Mongol dan scene

yang memunculkan Mongol adalah sebanyak 26 scene. Teknik humor language

yang digunakan adalah 6 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah

misunderstanding, yang mana merupakan kesalahan dalam mengartikan sesuatu

yang bersifat verbal.

Contoh:

Dalam film ini, Mongol berperan sebagai waria dan penyuka sesama jenis.

Ia pun menyukai Ernest dan tiba-tiba memeluk Ernest dari belakang. Ernest pun

marah karena merasa risih.

Ernest : (menodongkan pistol) “Gila loe ye, Bangsat loe ye. Gue tembak

pala loe ye!”

Mongol : “Beneran? Aku mau. Aku mau!” (meloncat kegirangan)

Mongol menganggap ditembak adalah diminta untuk menjadi pacar.

Gambar 4.31. Mongol Stress melakukan misunderstanding

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 71: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

114 Universitas Kristen Petra

4.3.24. Temuan Data Indikator Eccentricity dalam Film “Comic 8”

(stand up comedian : Mongol Stress)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.42. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 7, 69%

Caricature 2 7, 69%

Eccentricity 9 34, 62%

Exposure 1 3, 85%

Grotesque 5 19, 23%

Total 19

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 19 kali,

dan indikator yang paling banyak digunakan adalah eccentricity. Dalam film ini,

Mongol memang berperan sebagai waria sehingga hampir dalam semua scene

yang memunculkannya, ia selalu tampil dan bertingkah sebagai waria dan

penyuka lelaki. Eccentricity adalah seseorang dengan karakter yang menyimpang

dari budaya.

Contoh :

Gambar 4.32. Mongol Stress melakukan eccentricity

Sumber : Film “Comic 8”

Page 72: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

115 Universitas Kristen Petra

4.3.25. Temuan Data Indikator Slapstick dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Mongol Stress)

D. Dimensi Action

Tabel 4.43. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 2 7, 69%

Slapstick 4 15, 38%

Speed 1 3, 85%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator teknik humor action yang paling banyak digunakan

adlah slapstick, yaitu kekasaran fisik seperti memukul, menendang, dan lain-lain.

Contoh:

Gambar 4.33. Mongol Stress melakukan slapstick

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 73: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

116 Universitas Kristen Petra

4.3.26. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Mudy Taylor)

A. Dimensi Language

Tabel 4.44. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 4 13, 79%

Definition 1 3, 45%

Exaggeration 3 10, 34%

Facetiousness 3 10, 34%

Insults 1 3, 45%

Infantilism 1 3, 45%

Misunderstanding 2 6, 90%

Over Literalness 1 3, 45%

Puns, Word Play 4 13, 79%

Ridicule 5 17, 24%

Total 25

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Mudy Taylor berperan sebagai Mudy dan scene yang

diperankannya berjumlah 29 scene. Teknik humor language yang digunakannya

adalah sebanyak 25 kali, dan indikator yang paling banyak digunakannya adalah

ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap

suatu hal, ide, atau pemikiran seseorang.

Contoh:

Saat ditanya motivasinya ketika merampok, Mudy mengatakan bahwa

dirinya merampok untuk kebaikan banyak orang.

Mudy : “Kami memang rampok. Tapi kami merampok dari para

perampok”

Candil : “Tapi loe sadar nggak sih, bro? Kalau duit yang loe rampok

untuk loe sumbang ke panti-panti itu..? Itu kan duit panas, bro! Bisa-bisa mereka

kebakar saking panasnya”

Mudy : “Kamu pikir di sini semuanya uang halal? Siapa yang menjadi

rampok sebenarnya? Kami yang mengambil sejumlah recehan atau mereka para

koruptor yang masih berkeliaran di muka bumi ini?”

Page 74: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

117 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.34. Mudy Taylor melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.27. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Mudy Taylor)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.45. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 2 6, 90%

Ignorance 1 3, 45%

Total 3

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak

digunakan adalah absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang

tidak masuk akal atau mustahil.

Page 75: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

118 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Gambar 4.35. Mudy Taylor melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.28. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Mudy Taylor)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.46. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 6, 90%

Caricature 1 3, 45%

Eccentricity 3 10, 34%

Exposure 3 10, 34%

Grotesque 5 17, 24%

Scale 1 3, 45%

Total 15

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 15

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque

adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.

Page 76: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

119 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Saat polisi datang dan terjadi tembak menembak antara polisi dan rampok,

Mudy melepas kostumnya saat menyamar menjadi pengamen. Ia pun memakai

topeng dan ikut menembak.

Gambar 4.36. Mudy Taylor melakukan grotesque

Gambar 4.37. Mudy Taylor melakukan grotesque

Page 77: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

120 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.38 Mudy Taylor melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.29. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Mudy Taylor)

D. Dimensi Action

Tabel 4.47. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Speed 2 6, 90%

Chase 1 3, 45%

Time 1 3, 45%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau bersikap secara cepat atau

lambat.

Contoh:

Mudy yang melihat Mongol akan ditembak langsung melakukan aksi

akrobatiknya untuk menghindarkan Mongol dari peluru.

Page 78: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

121 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.39. Mudy Taylor melakukan speed

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.30. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Arie Kriting)

A. Dimensi Language

Tabel 4.48. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 2 5, 88%

Bombast 3 8, 82%

Definition 2 5, 88%

Facetiousness 3 8, 82%

Insults 3 8, 82%

Infantilism 1 2, 94%

Irony 1 2, 94%

Over Literalness 1 2, 94%

Puns, Word Play 3 8, 82%

Repartee 1 2, 94%

Ridicule 9 26, 47%

Satire 2 5, 88%

Total 31

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Arie Kriting berperan sebagai Arie, dan scene yang

memunculkan Arie adalah sebanyak 34 scene. Teknik humor language yang

Page 79: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

122 Universitas Kristen Petra

digunakan adalah sebanyak 31 kali. Indikator yang paling banyak digunakan

adalah ridicule, yang mana merupakan ungkapan langsung sebagai bentuk

penolakan terhadap suatu hal, situasi, ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Polisi yang mengamati gerak-gerik comic 8 di dalam bank pun menelepon

untuk melakukan negosiasi.

Polisi : “Sedang apa kalian?”

Ernest : “Waktu Anda habis, cap. Kita akan mulai bunuh sandera. Mana

permintaan kami?”

Polisi : “Permintaan? Hmm..Pokoknya tenang aja dulu. Jangan gegabah”

Arie : (merebut gagang telepon) “Omong kosong. Kamu itu lambat.

Memangnya kerja apa saja? Itu kenapa ibu kota negara belum dipindah ke Papua

sana?”

Gambar 4.40. Arie Kriting melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 80: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

123 Universitas Kristen Petra

4.3.31. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Arie Kriting)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.49. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 3 8, 82%

Coincidence 1 2, 94%

Ignorance 1 2, 94%

Repetition 1 2, 94%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator untuk teknik humor logic yang paling banyak

digunakan adalah absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang

tidak masuk akal. Dalam film ini, Arie Kriting suka meminta kepada polisi untuk

memindahkan ibu kota negara ke Papua dalam waktu beberapa jam saja.

Gambar 4.41. Arie Kriting melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 81: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

124 Universitas Kristen Petra

4.3.32. Temuan Data Indikator Before/ After, Eccentricity, dan

Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand up comedian : Arie Kriting)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.50. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 3 8, 82%

Caricature 2 5, 88%

Eccentricity 3 8, 82%

Exposure 1 2, 94%

Grotesque 3 8, 82%

Imitation 1 2, 94%

Total 13

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after, eccentricity,

dan grotesque. Before/ after adalah perubahan atau perbedaan penampilan

seseorang. Sedangkan eecentricity adalah orang dengan karakter menyimpang dari

norma sosial, dan grotesque adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.

Dalam film ini, kedua indikator yang paling banyak digunakan (before/ after

dan eccentricity) tersebut tampak pada saat yang bersamaan pula. Perubahan atau

perbedaan penampilan Arie terjadi saat Arie dihipnotis menjadi orang gila.

Sementara itu, orang gila itu sendiri merupakan karakter yang eksentrik atau

menyimpang.

Page 82: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

125 Universitas Kristen Petra

Contoh before/ after dan eccentricity :

Gambar 4.42. Arie Kriting melakukan before/ after dan eccentricity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Contoh grotesque:

Saat akan merampok, Arie datang dengan menggunakan topeng dan

membawa atribut lengkap.

Gambar 4.43. Arie Kriting melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 83: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

126 Universitas Kristen Petra

4.3.32. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Arie Kriting)

D. Dimensi Action

Tabel 4.50. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 2 5, 88%

Slapstick 1 2, 94%

Total 3

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Contoh:

Arie Kriting berlari untuk menghindari bom yang diledakkan oleh Mudy.

Gambar 4.44. Arie Kriting melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 84: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

127 Universitas Kristen Petra

4.3.33. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Kemal Palevi)

A. Dimensi Language

Tabel 4.51. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 3 9, 68%

Bombast 1 3, 23%

Exaggeration 2 6, 45%

Facetiousness 2 6, 45%

Insults 6 19, 35%

Misunderstanding 1 3, 23%

Infantilism 1 3, 23%

Puns, Word Play 1 3, 23%

Repartee 2 6, 45%

Ridicule 7 22, 58%

Sarcasm 3 9, 68%

Satire 2 6, 45%

Total 31

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Kemal Palevi berperan sebagai Kemal. Jumlah scene yang

memunculkan Kemal adalah sebanyak 31 scene. Teknik humor language yang

dilakukan adalah sebanyak 31 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan

terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Saat Kemal menunjukkan sebuah markas rahasia kepada Ernest dan Arie,

Kemal meminta mereka untuk melihatnya dengan tidak terang-terangan. Kemal

meminta mereka untuk sedikit berakting, misalnya pura-pura tertawa sembari

menoleh melihat markas yang ada di belakang Kemal. Saat ernest dan Arie pura-

pura tertawa, Kemal pun marah karena akting mereka tidak alami.

Kemal : “Stop. Stop. Jelek banget. Kayaknya loe berdua perlu sekolah

akting!”

Page 85: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

128 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.45. Kemal Palevi melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.34. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Kemal Palevi)

C. Dimensi Logic

Tabel 4.52. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 3, 23%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang digunakan adalah

absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang tidak masuk akal.

Contoh:

Saat bernegosiasi dengan polisi, Kemal meminta polisi untuk

memberikannya tiket konser JKT48 di kursi paling depan. Selain itu, Kemal juga

meminta buah kurma bersama dengan kebun-kebunnya.

Page 86: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

129 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.46. Kemal Palevi melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.35. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Kemal Palevi)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.53. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 3 9, 68%

Caricature 1 3, 23%

Eccentricity 3 9, 68%

Exposure 2 6, 45%

Grotesque 4 12, 90%

Stereotype 1 3, 23%

Unmasking 2 6, 45%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan untuk teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 16

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque

adalah penampilan yang mencolok atau fantastis.

Page 87: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

130 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Saat hendak merampok, Kemal mengenakan topeng dan membawa lengkap

atributnya seperti pistol, dan lain-lain.

Gambar 4.47. Kemal Palevi melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.36. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Kemal Palevi)

D. Dimensi Action

Tabel 4.54. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 3 9, 68%

Slapstick 2 6, 45%

Total 5

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.

Contoh:

Untuk menghindari ibunya yang terus memata-matai, Kemal mengajak

Ernest dan Arie untuk segera kabur meninggalkan tempat.

Page 88: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

131 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.48. Kemal Palevi melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.37. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Babe Cabita)

A. Dimensi Language

Tabel 4.55. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 3 9, 38%

Exaggeration 2 6, 25%

Facetiousness 2 6, 25%

Insults 1 3, 13%

Infantilism 1 3, 13%

Irony 1 3, 13%

Misunderstanding 1 3, 13%

Over Literalness 1 3, 13%

Puns, Word Play 5 15, 63%

Ridicule 7 21, 88%

Sarcasm 1 3, 13%

Satire 1 3, 13%

Allusion 1 3, 13%

Total 27

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 89: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

132 Universitas Kristen Petra

Dalam film ini, Babe Cabita berperan sebagai Babe. Scene yang

memunculkan Babe Cabita adalah sebanyak 32 scene. Teknik humor language

yang digunakan adalah sebanyak 27 kali, dan indikator yang paling banyak

digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk

penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Kemal : “Nah ini ini gue setuju sama bapak yang satu ini. Daripada kita

todong-todongan, mendingan kita bikin DPR. Dewan Perwakilan Rampok! Tapi

kita harus satu suara. Kalau ditanaya siapa pemimpinnya, loe semua jawabnya

gue!”

Babe : “Kok bisa kau pula ketuanya?” (dengan nada tinggi)

Kemal : “Eh, loe nyolot banget jadi orang!”

Gambar 4.49. Babe Cabita melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 90: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

133 Universitas Kristen Petra

4.3.38. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Babe Cabita)

B. Dimensi Identity

Tabel 4.56. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 6, 25%

Caricature 1 3, 13%

Eccentricity 4 12, 50%

Exposure 1 3, 13%

Grotesque 5 15, 63%

Total 13

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13 kali,

dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque adalah

penampilan fantastis atau mencolok.

Contoh:

Babe Cabita berperan sebagai orang yang suka joget dangdut dimana-mana.

Saat hendak merampok bank INI, Babe melepas bajunya. Ternyata, Babe telah

merangkap dua pakaiannya. Pakaian yang digunakan saat merampok adalah baju

yang sering dipakai penyanyi dangdut.

Gambar 4.50. Babe Cabita melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 91: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

134 Universitas Kristen Petra

4.3.39. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Babe Cabita)

D. Dimensi Action

Tabel 4.57. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 12, 50%

Slapstick 1 3, 13%

Speed 1 3, 13%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan teknik humor action yang digunakan adalah sebanyak 6, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar

mengejar.

Contoh:

Babe berlari dengan cara merangkak untuk menghindari Kemal

Gambar 4.51. Babe Cabita melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 92: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

135 Universitas Kristen Petra

4.3.40. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Bintang Timur)

A. Dimensi Language

Tabel 4.58. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 2 6, 25%

Exaggeration 3 12%

Facetiousness 2 6, 25%

Insults 1 3, 13%

Ridicule 4 12, 50%

Satire 1 3, 13%

Total 13

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Bintang Timur berperan sebagai Bintang. Scene yang

memunculkan Bintang berjumlah 32 scene. Teknik humor language yang

digunakan berjumlah 13 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah

ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap

suatu hal atau situasi, seperti ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Ketika hendak merampok bersama Babe dan Fico, Arie melihat Fico

membawa gear dan mengejeknya.

Bintang : “Loe ngapain bawa gear? Loe kira ini tawuran anak SMP?”

Gambar 4.52. Bintang Timur melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 93: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

136 Universitas Kristen Petra

4.3.41. Temuan Data Indikator Eccentricity dalam Film “Comic 8”

(stand up comedian : Bintang Timur)

B. Dimensi Identity

Tabel 4.59. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 6, 25%

Caricature 1 3, 13%

Eccentricity 3 12%

Exposure 2 6, 25%

Grotesque 2 6, 25%

Total 10

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang sering digunakan adalah

eccentricity, yang mana merupakan karakter aneh atau menyimpang dari norma

sosial. Dalam film ini, Bintang juga memerankan karakter orang gila yang dirawat

di rumah sakit jiwa.

Gambar 4.53. Bintang Timur melakukan eccentricity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 94: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

137 Universitas Kristen Petra

4.3.42. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up

comedian : Bintang Timur)

C. Dimensi Action

Tabel 4.60. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 2 6, 25%

Slapstick 1 3, 13%

Totsl 3

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Contoh:

Bintang Timur merangkak untuk menghindari tembakan di dalam bank.

Gambar 4.54. Bintang Timur melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 95: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

138 Universitas Kristen Petra

4.3.43. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Ernest Prakasa)

A. Dimensi Language

Tabel 4.61. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 1 3, 13%

Facetiousness 1 3, 13%

Insults 4 12, 50%

Infantilism 1 3, 13%

Over Literalness 1 3, 13%

Puns, Word Play 3 9, 38%

Repartee 1 3, 13%

Ridicule 11 34, 38%

Sarcasm 1 3, 13%

Satire 1 3, 13%

Total 35

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Ernest Prakasa berperan sebagai Ernest yang muncul dalam

32 scene. Teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 25 kali, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah

ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau

pemikiran orang lain.

Contoh:

Saat melakukan aksi penembakan bersama Arie dan Kemal, Ernest menegur

mereka karena terlalu banyak menghabiskan peluru.

Ernest : “Loe semua buang peluru cuma buat nembak 3 orang?”

Gambar 4.55. Ernest Prakasa melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 96: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

139 Universitas Kristen Petra

4.3.44. Temuan Data Indikator Eccentricity dan Grotesque dalam Film

“Comic 8” (stand up comedian : Ernest Prakasa)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.62. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 2 6, 25%

Burlesque 1 3, 13%

Caricature 2 6, 25%

Eccentricity 3 9, 38%

Exposure 1 3, 13%

Grotesque 3 9, 38%

Total 12

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 12

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah ecentricity dan grotesque.

Eccentricity adalah karakter yang menyimpang dari norma sosial, sedangkan

grotesque adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.

Contoh eccentricity:

Ernest dihipnotis menjadi orang gila.

Gambar 4.56. Ernest Prakasa melakukan eccentricity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Page 97: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

140 Universitas Kristen Petra

Contoh grotesque:

Saat hendak merampok, Ernest memakai topeng dan membawa atribut

lengkap.

Gambar 4.57. Ernest Prakasa melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.45. Temuan Data Indikator Slapstick dalam Film “Comic 8” (stand

up comedian : Ernest Prakasa)

D. Dimensi Action

Tabel 4.63. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”

Indikator Frekuensi Presentase

Slapstick 3 9, 38%

Speed 1 3, 13%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor action yang dilakukan adalah sebanyak 7 kali.

Indikator yang paling banyak digunakan adalah slapstick. Slapstick adalah

kekerasan secara fisik, seperti memukul, dan sebagainya.

Page 98: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

141 Universitas Kristen Petra

Contoh slapstick:

Ernest saat akan mengikat sandera.

Gambar 4.58. Ernest Prakasa melakukan slapstick

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

4.3.46. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)

A. Dimensi Language

Tabel 4.64. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Exaggeration 1 2, 27%

Ridicule 5 11, 36%

Facetiousness 2 4, 55%

Over Literalness 1 2, 27%

Allusion 1 2, 27%

Definition 1 2, 27%

Misunderstanding 1 2, 27%

Total 12

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini Fico Fachriza berperan sebagai Fico. Scene yang

memuculkan Fico berjumlah 44 scene. Teknik humor language yang digunakan

Page 99: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

142 Universitas Kristen Petra

adalah sebanyak 12 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah

ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap

suatu hal, ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Saat disuruh duduk untuk diinterogasi oleh interpol, Fico tidak mau

menurutinya sebelum permintaan Fico dilakukan juga oleh interpol tersebut.

Interpol : “Duduk!”

Fico : “Berdiri aja”

Akhirnya, interpol pun menuruti permintaan Fico, yaitu untuk memakai

payung. Setelah interpol memakai payung, Fico pun duduk. Namun, semua benda

di ruangan tersebut menjadi pecah, termasuk kursi dan borgol yang dikenakan

oleh Fico.

Fico : “Tuh kan putus. Gue bilang juga apa. Berdiri aja” (sambil

menunjukkan borgol yang lepas).

Gambar 4.59. Fico Fachriza melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 100: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

143 Universitas Kristen Petra

4.3.47. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.65. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 3 6, 81%

Coincidence 2 4, 55%

Rigidity 1 2, 27%

Catalogue 1 2, 27%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 7 kali,

dan indikator yang paling sering digunakan adalah absurdity. Absurdity adalah

pernyataan atau perbuatan yang tidak masuk akal.

Contoh:

Fico mengangkat dan melempar buaya

Gambar 4.60. Fico Fachriza melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 101: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

144 Universitas Kristen Petra

4.3.48. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.66. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 3 6, 81%

Exposure 2 4, 55%

Grotesque 1 9, 09%

Unmasking 1 2, 27%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 7

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah caricature. Caricature

adalah gambar dari penampilan seseorang yang dicuplik secara visual.

Contoh:

Gambar 4.61. Caricature Fico Fachriza

Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 102: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

145 Universitas Kristen Petra

4.3.49. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)

D. Dimensi Action

Tabel 4.67. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 9, 09%

Slapstick 2 4, 55%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator teknik humor action yang paling banyak digunakan

adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.

Contoh:

Fico berlari saat dikejar buaya

Gambar 4.62. Fico Fachriza melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 103: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

146 Universitas Kristen Petra

4.3.50. Temuan Data Indikator Ridicule dan Insults dalam Film “Comic

8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)

A. Dimensi Language

Tabel 4.68. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8: Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Definition 2 4, 76%

Ridicule 3 7, 14%

Insults 3 7, 14%

Puns, Word Play 1 2, 38%

Total 9

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Mongol Stress berperan sebagai Mongol. Scene yang

memunculkan Mongol adalah sebanyak 42 scene. Teknik humor language yang

digunakan adalah sebanyak 9 kali, dengan indikator yang paling banyak

digunakan adalah ridicule dan insults. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai

bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti pemikiran atau ide orang lain.

Sedangkan insults adalah penghinaan atau meremehkan orang lain.

Contoh ridicule:

Saat terjebak di hutan, Mongol dan Ge menemukan sebuah perangkat game

yang berisi dua pertanyaan. Jika jawaban mereka benar, maka mereka akan

mendapat hadiah. Pertanyaannya adalah “Musang di seberang terlihat, gajah di

pelupuk mata..?”

Mongol : “Nggak mungkin keles. Orang gajah gede. Keberatan!”

Page 104: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

147 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.63. Mongol Stress melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Contoh insults:

Saat menyergap sebuah warung yang diduga markas The King, Mongol

mengejek beberapa orang yang sedang berjudi dengan sebutan “kelas teri”.

Gambar 4.64. Mongol Stress melakukan insults

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 105: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

148 Universitas Kristen Petra

4.3.51. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.69. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 2, 38%

Coincidence 4 9, 52%

Disappointment 1 2, 38%

Catalogue 1 2, 38%

Mistakes 1 2, 38%

Total 8

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan berjumlah 8 kali.

Indikator yang paling banyak digunakan adalah coincidence. Coincidence adalah

kejadian yang tidak terduga atau kebetulan, yang mengarah pada rasa malu.

Contoh:

Mongol yang sedang berada di sebuah pub, tiba-tiba ditangkap oleh

beberapa polisi yang sebelumnya bersenang-senang dengannya.

Gambar 4.65. Mongol Stress melakukan coincidence

Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016

Page 106: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

149 Universitas Kristen Petra

4.3.52. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.70. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 2 4, 76%

Eccentricity 2 4, 76%

Grotesque 6 19, 05%

Total 10

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 10

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque, yaitu penampilan

yang fantastis atau mencolok.

Contoh:

Mongol mengenakan kostum yang paling aneh diantara comic 8

Gambar 4.66. Mongol Stress melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 107: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

150 Universitas Kristen Petra

4.3.53. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)

D. Dimensi Action

Tabel 4.71. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 9, 52%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Untuk teknik humor action, indikator yang digunakan hanya chase, yaitu

aksi kejar mengejar.

Contoh:

Mongol berlari karena dikejar buaya raksasa

Gambar 4.67. Mongol Stress melakukan chase

Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016

Page 108: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

151 Universitas Kristen Petra

4.3.54. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)

A. Dimensi Language

Tabel 4.72. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Puns, Word Play 1 2, 86%

Ridicule 4 11, 43%

Bombast 1 2, 86%

Exaggeration 1 2, 86%

Facetiousness 1 2, 86%

Infantilism 2 5, 71%

Misunderstanding 1 2, 86%

Irony 1 2, 86%

Total 12

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Ge Pamungkas berperan sebagai Ge. Scene yang

memunculkan Ge adalah sebanyak 35 scene. Teknik humor language yang

digunakan adalah sebanyak 12 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah indikator ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk

penolakan terhadap suatu hal seperti ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Ge berdebat dengan seorang Polwan tentang penangkapan comic 8.

Polwan : “Mereka ditangkap karena perampokan dalam sebuah bank”

Ge : “Jangan suudzon dulu. Mana bukti otentik dan konkretnya?

Karena pada saat bank INI dirampok, mereka sedang berada di tempat lain”

Gambar 4.68. Ge Pamungkas melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 109: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

152 Universitas Kristen Petra

4.3.55. Temuan Data Indikator Absurdity dan Ignorance dalam Film

“Comic 8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.73. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 2, 86%

Ignorance 1 2, 86%

Total 2

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah absurdity dan

ignorance. Absurdity adalah pernyataan atau perbuatan yang tidak masuk akal,

sedangkan ignorance adalah saat kemampuan untuk membohongi orang lain

berhasil.

Contoh absurdity:

Ge keluar dari badan buaya

Gambar 4.69. Ge Pamungkas melakukan absurdity

Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016

Page 110: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

153 Universitas Kristen Petra

Contoh ignorance:

Saat berdebat dengan Polwan, Ge menjebak Polwan tersebut dengan

permainan kata.

Polwan : “Jangan ngomong sembarangan karena Anda bisa saya kenakan

pasal akibat bicara sembarangan dengan aparat kepolisian”

Ge : “Saya justru khawatir karena klien saya ditangkap oleh aparat

kepolisian dan aparat kepolisian tersebut memberikan pin BB-nya kepada saya

secara sukarela”

Polwan : “Kenapa?”

Ge : “Kenapa apa?”

Polwan : “Tadi kamu ngomong gimana?”

Ge : “Ngomong apa lagi yang mana?”

Polwan : “Pin BB?”

Ge : “39EE37”

Gambar 4.70. Ge Pamungkas melakukan ignorance

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 111: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

154 Universitas Kristen Petra

4.3.56. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.74. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 1 2, 86%

Grotesque 2 11, 43%

Exposure 1 2, 86%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang paling banyak digunakan adalah

grotesque, yang mana merupakan penampilan yang fantastis atau mencolok.

Contoh:

Ge saat keluar dari badan buaya

Gambar 4.71. Ge Pamungkas melakukan grotesque

Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016

Page 112: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

155 Universitas Kristen Petra

4.3.57. Temuan Data Indikator Chase dan Speed dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)

D. Dimensi Action

Tabel 4.75. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 2 5, 71%

Slapstick 1 2, 86%

Speed 2 5, 71%

Total 5

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator teknik humor action yang banyak digunakan adalah

chase dan speed. Chase adalah aksi kejar mengejar dan speed adalah berbicara

atau bersikap dengan cepat atau lambat.

Contoh:

Ge (memakai topeng) berlari karena dikejar buaya raksasa

Gambar 4.72. Ge Pamungkas melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 113: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

156 Universitas Kristen Petra

4.3.58. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)

A. Dimensi Language

Tabel 4.76. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Insults 1 2, 33%

Misunderstanding 2 4, 65%

Puns, Word Play 5 11, 63%

Ridicule 9 20, 93%

Bombast 1 2, 33%

Allusion 1 2, 33%

Total 19 2, 33%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Arie Kriting berperan sebagai Arie. Scene yang

memunculkan Arie adalah sebanyak 43 scene. Teknik humor language yang

digunakan adalah sebanyak 19 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan

terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.

Contoh:

Ernest : “Kayaknya kita kena jebakan batman”

Arie : “Mana mungkin dia jebak kita? Dia kan orang baik!”

Gambar 4.73. Arie Kriting melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 114: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

157 Universitas Kristen Petra

4.3.59. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)

B. Dimensi Identity

Tabel 4.77. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 2 4, 65%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor identity yang paling banyak

digunakan adalah caricature. Caricature adalah gambaran visual yang dicuplik

dari seseorang dengan penampilan fantastis.

Contoh:

Gambar 4.74. Caricature Arie Kriting

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 115: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

158 Universitas Kristen Petra

4.3.60. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)

C. Dimensi Action

Tabel 4.78. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 5 11, 63%

Slapstick 1 2, 33%

Speed 1 2, 33%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling sering

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Contoh:

Arie Kriting dan Ernest terjatuh terguling-guling saat lari dari buaya

Gambar 4.75. Arie Kriting melakukan chase

Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 116: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

159 Universitas Kristen Petra

4.3.61. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)

A. Dimensi Language

Tabel 4.79. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Allusion 3 6, 52%

Over Literalness 1 2, 17%

Puns, Word Play 1 2, 17%

Ridicule 9 19, 57%

Facetiousness 1 2, 17%

Insults 2 4, 35%

Total 17

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Kemal Palevi berperan sebagai Kemal, dan scene yang

memunculkan Kemal adalah sebanyak 46 scene. Teknik humor language yang

dilakukan adalah sebanyak 17 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan

terhadap suatu hal, seperti pemikiran atau ide orang lain.

Contoh:

Saat berada di tengah hutan, Kemal menemukan berbagai peralatan cuci

seperti gayung dan sikat.

Kemal : “Apaan sih ini? Emang ada yang mau mandi di hutan?”

Gambar 4.76. Kemal Palevi melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 117: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

160 Universitas Kristen Petra

4.3.62. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.80. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 2, 17%

Coincidence 2 4, 35%

Repetition 1 2, 17%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak

digunakan adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak

terduga.

Contoh:

Kemal menemukan sesuatu yang berdetak dan mengira benda tersebut

adalah bom. Namun, ternyata benda tersebut adalah jam waker dan tiba-tiba

muncullah buaya raksasa di sebelahnya.

Gambar 4.77. Kemal Palevi melakukan coincidence

Contoh : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 118: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

161 Universitas Kristen Petra

4.3.63. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.81. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Before/ After 1 2, 17%

Caricature 3 6, 52%

Grotesque 2 10, 87%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor identity yang paling banyak

digunakan adalah caricature, yang mana merupakan gambaran visual dari

cuplikan seseorang dengan penampilan fantastis.

Contoh:

Gambar 4.78. Caricature Kemal Palevi

Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 119: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

162 Universitas Kristen Petra

4.3.64. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)

D. Dimensi Action

Tabel 4.82. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 8 17, 39%

Slapstick 3 6, 52%

Speed 3 6, 52%

Total 14

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.

Contoh:

Kemal berlari saat dikejar buaya raksasa

Gambar 4.79. Kemal Palevi melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 120: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

163 Universitas Kristen Petra

4.3.65. Temuan Data Indikator Puns, Word Play dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)

A. Dimensi Language

Tabel 4.83. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Bombast 1 2, 17%

Definition 1 2, 17%

Exaggeration 3 6, 52%

Facetiousness 2 4, 35%

Insults 4 8, 70%

Infantilism 5 10, 87%

Irony 1 2, 17%

Puns, Word Play 6 13, 04%

Ridicule 4 8, 70%

Repartee 1 2, 17%

Allusion 1 2, 17%

Total 29

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Babe Cabita berperan sebagai Babe. Scene yang

memunculkan Babe adalah sebanyak 46 scene. Teknik humor language yang

dilakukan adalah sebanyak 29 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan

adalah puns, word play, yang mana merupakan permainan kata-kata.

Contoh:

Saat menyergap di sebuah warung judi yang diduga dikuasai oleh The King,

Babe melakukan balas pantun dengan orang-orang yang ada di warung tersebut.

Babe : “Pisang sale dimakan Sonya. Ikan lele dimakan papa. Kalau

boleh aku bertanya. Kalau nggak boleh ya nggak papa”

Page 121: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

164 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.80. Babe Cabita melakukan puns, word play

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.66. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.84. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 2, 17%

Coincidence 2 4, 35%

Ignorance 1 2, 17%

Reversal 1 2, 17%

Mistakes 1 2, 17%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling digunakan

adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak terduga.

Contoh:

Babe tiba-tiba ditangkap polisi saat sedang menari dangdut di sebuah tempat

Page 122: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

165 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.81. Babe Cabita melakukan coincidence

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.67. Temuan Data Indikator Exposure dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.85. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 2 4, 35%

Exposure 3 6, 52%

Imitation 2 4, 35%

Grotesque 1 15, 22%

Total 14

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 14

kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah exposure, yang mana

merupakan mengungkapkan diri sendiri.

Contoh:

Dalam film tersebut, terdapat scene dimana Babe melakukan stand up

comedy. Ia pun berkata “Aku nggak perlu cari duit lagi dari judi. Dari stand up

Page 123: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

166 Universitas Kristen Petra

comedy aja, pendapatanku udah lumayan besar. Yah..sekitar 5 juta lah..dalam

setahun”.

Gambar 4.82. Babe Cabita melakukan exposure

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.68. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)

D. Dimensi Action

Tabel 4.86. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 8, 70%

Slapstick 2 4, 35%

Speed 1 2, 17%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sedangkan indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Page 124: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

167 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Gambar 4.83. Babe Cabita melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.69. Temuan Data Indikator Puns, Word Play dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)

A. Dimensi Language

Tabel 4.87. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Insults 1 2, 38%

Puns, Word Play 2 4, 76%

Definition 1 2, 38%

Ridicule 1 2, 38%

Repartee 1 2, 38%

Total 6

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Dalam film ini, Bintang Timur yang berperan sebagai Bintang muncul

dalam 42 scene. Teknik humor language yang dilakukan adalah sebanyak 6 kali,

dan indikator yang paling banyak digunakan adalah puns, word play atau

permainan kata.

Page 125: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

168 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Bintang : “Pertanyaan kapan menikah itu lebih susah daripada ujian

nasional. Jika ditanya kapan perang dunia pertama dimulai, jawabannya gampang.

Ya sebelum perang dunia kedua”

Gambar 4.84. Bintang Timur melakukan puns, word play

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.70. Temuan Data Indikator Caricature dan Grotesque dalam Film

“Comic 8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)

B. Dimensi Identity

Tabel 4.88. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 3 7, 14%

Exposure 1 2, 38%

Grotesque 3 11, 90%

Total 7

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity yang dilakukan adalah sebanyak 9 kali.

Indikator yang paling banyak dilakukan adalah grotesque, yang mana merupakan

penampilan yang fantastis atau mencolok.

Page 126: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

169 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Bintang melindungi diri dari ancaman buaya menggunakan daun-daunan

sehingga ia selalu menutupi dirinya dengan daun-daunan selama di hutan.

Gambar 4.85. Bintang Timur melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.71. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)

C. Dimensi Action

Tabel 4.89. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 4 9, 52%

Speed 1 2, 38%

Total 5

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Page 127: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

170 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Bintang dan Fico berlari menghindari buaya

Gambar 4.86. Bintang Timur melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.72. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)

A. Dimensi Language

Tabel 4.90. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Definition 1 2, 44%

Insults 1 2, 44%

Over Literalness 2 4, 88%

Puns, Word Play 3 7, 32%

Ridicule 5 12, 20%

Facetiousness 1 2, 44%

Infantilism 1 2, 44%

Exaggeration 1 2, 44%

Allusion 1 2, 44%

Total 16

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 128: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

171 Universitas Kristen Petra

Dalam film ini, Ernest Prakasa berperan sebagai Ernest yang muncul dalam

41 scene. Teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 16 kali, dan

indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah

ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau

pemikiran orang lain.

Contoh:

Mongol : “Nasib kita sama. Kita kan sama-sama nggak tau kenapa kita ada

di sini”

Ernest : “Belum tentu. Nggak semua dari kita di sini nggak tau kenapa

kita ada di sini!”

Gambar 4.87. Ernest Prakasa melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.72. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)

B. Dimensi Logic

Tabel 4.91. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Absurdity 1 2, 44%

Coincidence 2 4, 88%

Mistakes 1 2, 44%

Total 4

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 129: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

172 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak

digunakan adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak

terduga.

Contoh:

Ernest tiba-tiba diberi surat penangkapan oleh polisi

Gambar 4.88. Ernest Prakasa melakukan coincidence

Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.74. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :

Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)

C. Dimensi Identity

Tabel 4.92. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Caricature 2 4, 88%

Grotesque 1 14, 63%

Exposure 1 2, 44%

Stereotype 1 2, 44%

Total 5 2, 44%

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Page 130: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

173 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 5

kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah caricature. Caricature

adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.

Contoh:

Gambar 4.89. Caricature Ernest Prakasa

Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

4.3.75. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)

D. Dimensi Action

Tabel 4.93. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino

Kings Part I”

Indikator Frekuensi Presentase

Chase 6 14, 63%

Slapstick 3 7, 32%

Speed 1 2, 44%

Total 10

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak

digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.

Page 131: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

174 Universitas Kristen Petra

Contoh:

Ernest dan Arie sedang berlari hingga terguling-guling saat menghindari

buaya.

Gambar 4.90. Ernest Prakasa melakukan chase

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 132: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

175 Universitas Kristen Petra

4.4. Analisis dan Interpretasi Data

Seperti yang telah dipaparkan dalam sub bab 4.3 (perolehan data), penelitian

ini menggunakan teknik humor Berger (2012) yang memiliki 4 kategori besar atau

dimensi, antara lain language, logic, identity, dan action. Peneliti akan

menggunakan 4 indikator tersebut untuk melakukan analisis terhadap 7 film

komedi tahun 2013-2015 yang dibintangi oleh stand up comedian.

4.4.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR LANGUAGE

Tabel 4.94. Total Dimensi Language

INDIKATOR FREKUENSI

Allusion 23

Bombast 33

Definition 25

Exaggeration 45

Facetiousness 45

Insults 63

Infantilism 29

Irony 23

Misunderstanding 28

Over Literalness 23

Puns, Word Play 46

Repartee 29

Ridicule 124

Sarcasm 11

Satire 15

Total 562

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

4.4.1.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR RIDICULE

Dari 7 film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian, teknik humor

language adalah dimensi yang paling banyak digunakan oleh stand up comedian,

yaitu muncul sebanyak 562 kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah

ridicule, yakni ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal,

seperti ide atau pemikiran orang lain. Seperti yang dapat dilihat pada perolehan

data, ridicule paling banyak dilakukan oleh stand up comedian bernama Raditya

Page 133: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

176 Universitas Kristen Petra

Dika ketika ia berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Film

tersebut adalah film drama komedi yang sebagian besar ceritanya mengandung

unsur percintaan.

Ridicule sendiri merupakan bentuk penyerangan sebagai sikap menolak atau

tidak setuju terhadap suatu hal seperti ide atau pemikiran orang lain. Komedi itu

juga mengkritik kelemahan manusia. Komedi memang kocak, namun juga begitu

“sedih”, penonton dipaksa untuk merenungkan masalah tertentu, misalnya

masalah manusia yang telah ditertawakannya, selepas menonton komedi tersebut.

Beberapa penulis komedi memang menghibur dan membuat penonton tertawa,

tetapi di sisi lain juga menggelitik dan menggali bawah sadar penonton untuk

mengungkapkan apa yang tidak berani mereka nyatakan secara terus terang

(Husen, 2003, p. 164-171).

Humor adalah alat untuk menyampaikan informasi, menyatakan perasaan

senang, marah, jengkel, dan simpati. Selain itu, humor dapat mengendurkan

ketegangan dan menjadi alat kritik yang ampuh, karena subjek yang dikritik tidak

merasa bahwa kritik yang disampaikan adalah bentuk konfrontasi (Hermintoyo

dalam Hartono, 2014).

Sementara itu, sudah jadi tabiat manusia untuk menyukai pujian. Semua

orang memang tidak suka dikritik, apalagi dimaki dan dikata-katai. Hati manusia

lebih terharu oleh pujian daripada kritikan. Pengkritik umumnya dianggap musuh.

Jika ada orang menyampaikan sesuatu yang kurang mengenakkan di telinga,

hampir semua dari kita merespons secara reaktif (Pasiak, 2006, p. 205).

Contoh ridicule dalam film “Cinta Brontosaurus” adalah saat Dika

menemani Jessica belanja buku di sebuah toko buku.

Jessica : “Padahal doraemon itu bagus banget kali”

Dika : “Apa bagusnya dari robot kucing yang suaranya kayak om-om

kelindes mesin perata aspal?

Jessica : “Kalau twilight gimana? Aku tuh suka banget lho sama novel

twilight”

Dika : “Twilight? Vampir-vampir gitu kan? Yang ngisep-ngisep darah?

Udah kayak nyamuk, tau nggak”

Page 134: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

177 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.91. Raditya Dika melakukan ridicule

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Dika merujuk pada

penolakan terhadap pendapat Jessica yang menyukai Doraemon dan Twilight.

Doraemon dan Twilight sendiri adalah sesuatu yang bersifat fiksi atau tidak nyata.

Namun, penolakan tersebut disampaikan Dika dengan cara berbeda, seperti

menyamakan vampir dengan nyamuk. Humor merupakan alat untuk

menyampaikan perasaan, seperti Dika yang tidak suka dengan Doraemon dan

Twilight, bahkan bingung mengapa orang lain (Jessica) bisa menyukainya. Hal ini

juga dapat memaksa manusia untuk merenungkan masalah tertentu yang telah

ditertawakan itu tadi, misalnya mengapa cerita fiksi yang dianggap jelek oleh

seseorang bisa disukai oleh orang lain.

Contoh lain ridicule adalah dalam film “Comic 8”, saat Arie, Ernest, dan

Kemal sedang melakukan aksi penembakan dalam sebuah rumah. Aksi

penempakan terjadi berkali-kali dan membuang banyak peluru, padahal sasaran

tembakan hanya 3 orang.

Ernest : “Satu, dua, tiga. Tiga doang nih? Loe buang peluru sebanyak itu

Cuma buat nembak 3 orang? “

Arie : “Tadinya mereka kelihatan banyak”

Kemal : “Iya, tadi perasaan banyak banget”

Ernest : “Aduh, amsyong nih kalau gitu caranya. Kita rugi banyak. Kita

boros peluru berapa tuh dari tadi”

Kemal : “Buset dah si Ernest. Dasar koko-koko Mangga Dua. Perhitungan

banget sih”

Page 135: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

178 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.92. Ernest Prakasa melakukan ridicule

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Melalui percakapan tersebut dapat terlihat bahwa Ernest mengeluarkan

bentuk penolakan terhadap suatu hal (pemborosan peluru) dengan ungkapan

langsung. Sedangkan Kemal mengeluarkan bentuk penolakan terhadap sifat

Ernest yang perhitungan dengan ungkapan langsung (ridicule). Hal itu

menunjukkan bahwa ridicule adalah usaha untuk menunjukkan penolakan dengan

ungkapan langsung tetapi tidak menyinggung.

Contoh ridicule sebagai bentuk penolakan dengan ungkapan langsung tapi

tidak menyinggung juga dilakukan Ernest dalam film “Ngenest”.

Meira : “Hon, aku nggak ada baju”

Ernest : (sambil menunjukkan isi lemari Meira dan Ernest) “Hon, ini tuh

baju semua. Nggak ada taplak, nggak ada seprei, ini tuh baju semua. Liat nih baju

aku. Baju aku tuh cuma segini doang. Kamu bilang nggak ada baju. Terus, kalau

kamu beli baju lagi, bajuku mau taruh mana? Taruh kulkas?”

Page 136: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

179 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.93. Ernest Prakasa melakukan ridicule

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

4.4.1.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR INSULTS

Setelah ridicule, indikator dalam teknik humor language yang paling

banyak digunakan adalah insults, yang mana merupakan hinaan atau meremehkan

orang lain. Seperti yang dapat dilihat pada perolehan data, insults paling banyak

dilakukan oleh stand up comedian bernama Raditya Dika saat ia berperan sebagai

Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”.

Komedi hina atau insults comedy adalah jenis humor yang memfokuskan

subjeknya dengan menghina atau merendahkan orang lain (Aditya, 2013).

Sedangkan fungsi insults comedy adalah untuk mengembalikan kekuatan pada

rakyat. Beberapa insults comic yang terkenal di Amerika Serikat seperti Joan

Rivers dan Don Rickles selalu mengincar kalangan elit seperti selebriti dan

politikus. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa tidak ada kekuatan yang

absolut. Dengan komedi, rakyat biasa bisa menertawakan mereka yang memiliki

kekuasaan. Konten hinaan tersebut membuat pihak yang dihina berbesar hati,

karena ia harus melihat mana yang lebih menghina, konten kelakar yang terkesan

menertawakan orang lain atau orang yang dianggap terlalu lemah karena tidak

bisa menanggapi humor dengan kepala dingin (Damar, 2015). Di sisi lain, insults

atau penghinaan juga mengarah pada humor yang negatif. Pengaruh tersebut dapat

Page 137: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

180 Universitas Kristen Petra

terdampak pada aktivitas sehari-hari dari penonton, terutama penonton anak-anak

atau yang masih muda (Effendy, 2005, p. 208).

Contoh insults dalam film “Manusia Setengah Salmon”:

Editor buku : “Si Kosasih itu ngapain sih cabut?”

Dika : “Katanya dia mau ngejar mimpinya buat jadi rocker.

Cuman, untuk memulai, dia ikutan boyband dulu. Kayaknya nggak bakal laku sih

boybandnya”

Gambar 4.94. Raditya Dika melakukan insults

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa hinaan juga tidak selalu

diarahkan kepada kaum elit, tetapi juga bisa kepada sesama. Dika menghina agen

bukunya sendiri, yaitu Kosasih, dengan mengatakan bahwa boyband yang

dibentuk oleh Kosasih tidak akan laku atau disukai orang.

Selain itu, indikator insults juga muncul dilakukan oleh Ernest Prakasa

dalam film “Ngenest”. Contohnya saat di dalam kamar, Patrick melontarkan

beberapa pertanyaan kepada Ernest. Namun, Ernest yang sedang melamun hanya

menjawab pertanyaan Patrick secara asal-asalan dan tidak sesuai dengan apa yang

ditanyakan Patrick. Karena jengkel, Patrick melempar bantal ke wajah Ernest, dan

Ernest langsung menyeletuk “Babi, loe!”.

Page 138: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

181 Universitas Kristen Petra

4.4.1.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR PUNS, WORD

PLAY

Setelah insults, indikator dalam teknik humor language yang banyak

digunakan adalah puns, word play, yang mana merupakan permainan kata. In a

good pun, there is a play on meaning, in a bad pun, there is only a play on sound.

We seem to enjoy playing with language, as long as it gives us pleasure. We may

use one word but it gives us two meanings (Berger, 2012, p. 25). Peran bahasa

dalam humor tidak terbatas pada penyimpangan makna bahasa, tetapi juga pada

penyimpangan penuturan yang dapat menimbulkan kelucuan dalam setiap

percakapan humor (Hermintoyo dalam Hartono, 2014).

Puns, word play, paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika saat ia

berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”.

Contoh puns, word play dalam film Cinta Brontosaurus:

Dika : “Kan gue udah bilang, Kos, kalau gue udah expert masalah

putus-putusan kayak gini. Gue tau lah cewek-cewek gini putusnya bakal kayak

gimana”

Gambar 4.95. Raditya Dika melakukan puns, word play

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Berdasarkan percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Dika bermain

dengan kata “putus”, terutama saat ia berkata “putus-putusan”. Hal itu merupakan

penyimpangan penuturan atau kata yang tidak baku atau slang.

Page 139: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

182 Universitas Kristen Petra

4.4.1.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI

LANGUAGE LAINNYA

Setelah puns, word play, indikator dalam teknik humor language yang

berikutnya adalah exaggeration dan facetiousness, yang keduanya muncul

sebanyak 45 kali dalam 7 film. Exaggeration paling banyak dilakukan oleh Ernest

Prakasa saat ia berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Exaggeration

adalah menceritakan atau menanggapi suatu hal dengan berlebihan. Humor dapat

dijadikan alat untuk membuat penerima humornya mempercayai suatu hal

tertentu. Oleh karena itu, hal-hal yang dilebih-lebihkan diperlukan untuk membuat

seseorang percaya (Berger, 2012, p. 33). Berger memberikan contoh sebuah cerita

tentang 2 ekor nyamuk Alaska yang terkenal besar dan ganas di dunia. Kedua

ekor nyamuk tersebut mengepung seseorang, lalu berdiskusi dimanakah mereka

dapat menyantap darah orang tersebut, di tempat itu langsung atau dibawa ke

rawa tempat mereka dan nyamuk lainnya bersarang. Nyamuk kedua memilih

untuk menyantapnya di tempat, karena takut nyamuk yang lebih besar di rawa

mereka akan menghabiskan darah orang tersebut. Berdasarkan contoh tersebut,

dapat diketahui bahwa cerita tadi membuat pembacanya percaya bahwa nyamuk

yang kecil dapat terlihat begitu besar dan berpotensi membahayakan manusia.

Dapat juga terlihat bahwa terdapat hal yang dilebih-lebihkan, seperti nyamuk

yang seakan-akan bisa membawa manusia ke rawa.

Contoh exaggeration dalam film “Ngenest”:

Saat hendak pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan Patrick dan Nadia,

Meira meminta Ernest untuk membantunya memih baju yang bagus. Ernest pun

memilih gaun berwarna hitam untuk Meira.

Meira : Hon, aku pake ini pas terakhir kali ke sana! Gak bisa aku pake ini

lagi!

Ernest : Emang kenapa kalau ngulang? Emang kamu bakal dicegat sama

satpam terus satpamnya bilang “Maaf Bu, udah pernah pakai baju ini”. Apa di

sana ada tulisannya “Dilarang Mengulang Baju bila Anda Datang ke Tempat Ini”?

Page 140: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

183 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.96. Ernest Prakassa melakukan exaggeration

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Sama seperti cerita yang dicontohkan oleh Berger, exaggeration yang

dilakukan oleh Ernest kepada Meira bertujuan untuk membuat Meira percaya

kepada Ernest bahwa bukan masalah besar jika memakai baju yang sama ke

tempat yang sama pula. Selain ditujukan kepada Meira, pesan tersebut juga

ditujukan kepada perempuan agar tidak terlalu lama dan kebingungan dalam

memilih baju. Hal ini serupa dengan meme yang menyindir perempuan karena

merasa tidak punya baju padahal lemarinya sangat penuh dengan baju.

Gambar 4.97. Meme Perbedaan Laki-laki dan Perempuan

Sumber : google.com

Page 141: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

184 Universitas Kristen Petra

Melalui indikator exaggeration yang dilakukan oleh Ernest kepada Meira

dalam film “Ngenest” dan meme di atas tadi, hal itu menunjukkan adanya

stereotype bahwa perempuan lebih memerhatikan penampilan fisiknya dibanding

laki-laki. Hal itu disebabkan adanya pendapat bahwa keberhasilan dalam

menyesuaikan diri di masyarakat dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat

memandang dan menilai penampilan fisik perempuan (Melliana, 2006, p. 19).

Sedangkan facetiousness paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika saat ia

berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Facetiousness

sendiri adalah kalimat yang ambigu dan menimbulkan kebingungan. Ambiguitas

dalam bahasa memiliki kedudukan yang sentral dalam penciptaan humor, karena

humor pada hakekatnya menyangkut ambiguitas (perpaduan dua makna, persepsi

dan konsepsi yang berbeda. Hal itulah yang menjadi kreativitas pencipta humor

untuk menimbulkan ketidak terdugaan atau keanehan yang memancing tawa

(Wijana, 1994, p. 21-22).

Contoh facetiousness dalam film “Cinta Brontosaurus”:

Dika menghampiri adiknya, Edgar yang sedang melamun. Edgar bercerita

bahwa akhir-akhir ini, dirinya mengalami insomnia.

Dika : “Kamu kenapa insomnia gitu?”

Edgar : “Aku lagi jatuh cinta, bang”

Dika : “Jatuh cinta sama apaan?”

Edgar : “Jatuh cinta sama temen sekelasku, Yasmin”

Dika : “Yee..itu namanya cinta monyet”

Edgar : “Dia bukan monyet”

Dika :”Enggak..maksudnya kamu bukan jatuh cinta sama monyet, tapi..”

Page 142: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

185 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.98. Raditya Dika melakukan facetiousness

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Dari percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa cinta monyet adalah istilah

yang ambigu. Ambiguitas tersebut dapat dilihat dari Edgar yang mempersepsikan

istilah cinta monyet tersebut cinta monyet sebagai cinta hewan. Padahal, cinta

monyet yang dimaksud Dika adalah cinta yang dialami oleh anak kecil. Ketidak

terdugaan yang memancing tawa tampak pada Edgar yang kaget karena berpikir

bahwa Dika mengatakan dirinya sedang jatuh cinta pada monyet.

Modern Indonesians love word play. The tongue slips and skids, chopping

words, piling on syllables, and flipping them. Indonesians turn phrases into

acronyms, and construct double meanings. Their inventions reflect social trends,

mock authority, or get a point across in a hurry. Sedangkan orang Indonesia,

terutama yang modern, menyukai permainan kata. Mereka “memainkan” lidah,

memotong kata, “menumpuk” suku kata, dan membolak-balikkannya. Penemuan

permainan kata yang dibuat akan mencerminkan tren sosial, dan mengolok-olok

kekuasaan atau kritik (Torchia, 2007, p. 8). Sama seperti bahasa slang lainnya,

bahasa Indonesia slang akan bisa berubah-ubah tiap waktunya atau tiap generasi.

Melalui percakapan Dika dan Edgar, dapat diketahui bahwa istilah yang dipahami

oleh mereka berdua tidak sama, mengingat Edgar masih duduk di bangku SD

sedangkan Dika sudah lulus kuliah. Perbedaan persepsi dan konsepsi antar

manusia itulah yang sengaja dibuat untuk memancing tawa.

Page 143: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

186 Universitas Kristen Petra

Setelah exaggeration dan facetiousness, indikator dalam teknik humor

language berikutnya adalah bombast. Bombast muncul sebanyak 33 kali dalam 7

film komedi yang diteliti, dan paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika dalam

film “Manusia Setengah Salmon”. Bombast adalah berbicara berlebihan atau

muluk-muluk, mengada-ada, seperti berbohong atau merayu. Dengan kata lain,

bombast berarti mencoba untuk menjadikan sesuatu yang tidak masuk akal

menjadi masuk akal dengan cara melebih-lebihkan sesuatu, dengan tujuan untuk

berbohong.

Contoh bombast dalam film “Manusia Setengah Salmon”:

Dika melakukan voice over di belakang beberapa scene yang menjelaskan

tentang apa yang telah dipelajarinya untuk menyiapkan kencan pertama. Salah

satunya adalah dengan menunjukkan bahwa dirinya sangat tertarik dengan apa

yang dibicarakan oleh gebetan. Scene yang ditunjukkan saat pernyataan tersebut

adalah saat Dika sedang makan malam dengan Patricia.

Patricia : “Horornya dapet, romance-nya dapet..”

Dika : “Iya, romance-nya dapet banget..” (sambil tertawa dan

menggerakkan tangannya seakan-akan benar-benar memahami apa yang

dibicarakan Patricia)

Patricia : “Suka nonton juga?”

Dika : “Gimana kalau kita langsung makan aja?” (mengalihkan

pembicaraan)

Gambar 4.99. Raditya Dika melakukan bombast

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

Page 144: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

187 Universitas Kristen Petra

Melalui adegan tersebut, dapat dilihat bahwa Dika sedang melebih-lebihkan

suatu hal yang bahkan sebenarnya tidak dipahami olehnya. Hal tersebut dilakukan

untuk “bertopeng”, atau menunjukkan bahwa dirinya tertarik dengan apa yang

dibicarakan oleh Patricia. Hal ini sesuai dengan karakteristik film komedi, yaitu

humor sengaja dirancang untuk menghibur dengan cara menyampaikan sesuatu

yang berlebihan. Selain itu, sesuatu yang dilebih-lebihkan dapat mencairkan

suasana dan membuat lebih tenang (Rahmanadji, 2007, p. 213-214).

Setelah bombast, indikator dalam teknik humor language berikutnya adalah

infantilism dan repartee. Infantilism dan repartee muncul sebanyak 29 kali dalam

7 film komedi yang diteliti. Infantilism memiliki arti yang tidak jauh berbeda

dengan puns, word play, karena sama-sama berhubungan dengan permainan kata.

Infantilism adalah kegiatan membolak-balikkan kata dan memanipulasi bunyi atau

suara saat mengucapkan kalimat. Fungsi dari infantilism juga sama dengan puns,

word play, yakni untuk menunjukkan penyimpangan penuturan sebagai peran

bahasa dalam humor yang menimbulkan kelucuan. Infantilism paling banyak

digunakan oleh stand up comedian bernama Babe Cabita ketika ia berperan

sebagai Babe dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”.

Contoh infantilism dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”:

Saat diinterogasi oleh interpol karena menjadi tersangka dalam perampokan

bank INI, Babe menirukan suara interpol yang berlogat Melayu.

Sedangkan repartee adalah membalas pernyataan dengan pernyataan,

khususnya untuk membalas hinaan (insults). Terkadang, humor terjadi karena

adanya ketidak cocokkan antara pertanyaan dengan jawaban. Jawaban yang tidak

sesuai dengan pertanyaan tersebut dianggap cerdas, karena itulah yang

menimbulkan kelucuan. Repartee juga dianggap sebagai pernyataan atau balasan

yang pintar untuk menghina orang lain (Audrieth dalam Mahmudah, 2012).

Repartee paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa saat ia berperan sebagai

Ernest dalam film “Ngenest”.

Contoh repartee dalam film “Ngenest”:

Ernest sedang berada dalam ruang rapat bersama Irene dan Willy. Mereka

bertiga sedang menyelesaikan pekerjaan sambil bercanda. Irene memberikan

selamat kepada willy atas kehamilan istrinya.

Page 145: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

188 Universitas Kristen Petra

Ernest : “Eh, loe kok bukannya seneng tapi malah sedih sih istri loe

hamil?”

Willy : “Bukannya gue sedih. Tapi gue belum siap punya anak”

Ernest :”Berarti loe sama istri loe “buang di luar”?”

Willy : “Nggak”

Ernest : “Tapi loe paham konsepnya, kan? Kalau sperma ketemu sel telur

itu jadinya janin, bukan daki!”

Willy : “Kenceng banget sih. Pakai cerita konsep, lagi! Nggak sekalian

aja loe bilang kalau Willy nyesel punya anak”

Gambar 4.100. Ernest Prakasa melakukan repartee

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Melalui percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Ernest melakukan

repartee berupa pernyataan yang kurang sesuai dengan konteks (seperti “buang di

luar” dan “kalau sperma ketemu sel telur itu jadinya janin, bukan daki”) kepada

Willy dan Willy pun merasa terhina (terlihat dari ucapan “Nggak sekalian aja loe

bilang kalau Willy nyesel punya anak”).

Setelah infantilism dan repartee, indikator dalam teknik humor language

yang banyak digunakan adalah misunderstanding. Misunderstanding adalah

kesalahan dalam mengartikan sesuatu yang bersifat verbal atau salah paham.

Misunderstanding paling banyak digunakan oleh Soleh Solihun dalam film “Cinta

Brontosaurus”.

Contoh misunderstanding dalam film “Cinta Brontosaurus”:

Dika berniat untuk mencari perempuan yang beda untuk dijadikan pacar.

Kosasih pun berniat untuk mengenalkan perempuan-perempuan yang beda, sesuai

Page 146: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

189 Universitas Kristen Petra

dengan permintaan Dika. Setelah dikenalkan dengan beberapa perempuan, Dika

pun memarahi Kosasih karena Kosasih telah mengenalkan perempuan-perempuan

yang suka bertingkah laku aneh. Kosasih pun meminta maaf, tapi juga

menyalahkan Dika karena Dika meminta perempuan yang “beda”. Hal itu terjadi

karena adanya salah paham dalam memaknai kata “beda”.

Dika : “Loe udah gila kali, ye! Ngasih 3 cewek, tiga-tiganya nggak ada

yang bener. Freak semua tau nggak!”

Kosasih : “Ya sorry. Lagian ya Cuma mereka bertiga temen gue yang

jomblo. Lagian loe juga kan nyari yang beda”

Dika :”Ya gue mau yang beda. Bukan yang freak!”

Misunderstanding sendiri merupakan penyimpangan dalam komunikasi

karena penutur dan lawan tuturnya memiliki perbedaan dan pengetahuan. Namun,

kesalahpahaman tersebut dapat menarik perhatian penonton untuk tertawa

(Hermintoyo dalam Hartono, 2014).

Setelah misunderstanding, indikator dalam teknik humor language

berikutnya adalah definition, atau mendefinisikan sesuatu secara tidak serius.

Definition juga dapat digunakan untuk mengejek atau menghina orang lain.

Berger memberikan contoh dalam pendefinisian kata pohon, yakni sebagai objek

yang diam di suatu tempat bertahun-tahun, lalu lompat ke depan sopir perempuan.

Maksud dari mendefinisikan pohon dengan cara tersebut adalah untuk menyindir

perempuan, karena menurutnya, perempuan tidak bisa menyetir dengan baik dan

sering menabrak pohon (Berger, 2012, p. 30).

Definition paling banyak digunakan oleh Raditya Dika, saat ia berperan

sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Dalam film tersebut, Dika kerap

menggunakan istilah “cinta kadaluarsa”, sehingga ia tidak percaya akan adanya

jodoh dan tidak mau menikah. Baginya, cinta itu bisa kadaluarsa sehingga ketika

dua orang yang telah menikah dan menjalin cinta yang tiba-tiba kadaluarsa, akan

sungguh merepotkan untuk berpisah. Terlebih lagi harus mengurus hak asuh anak

dan harta gono-gini. Dalam film tersebut, terlihat bahwa hubungan cinta yang

telah membosankan dan penuh pertikaian didefinisikan sebagai cinta kadaluarsa.

Penggunaan istilah tersebut memang tidak serius, tapi hanya digunakan Dika

ketika ditanya soal hubungan dengan mantannya.

Page 147: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

190 Universitas Kristen Petra

Setelah definition, indikator dalam teknik humor language berikutnya

adalah allusion, irony, dan over literalness. Allusion adalah sindiran yang

menyinggung organ seksual. Sesuatu yang kontroversial akan dibantah dan

disalahkan. Namun, hal itu akan membuat penerimanya mengingat-ingat dan

berpikir kembali. Beberapa iklan menggunakan metode visual yang ekstrim, salah

satunya dengan menyinggung seks untuk membuat produknya selalu diingat dan

“lebih terlihat” dibanding produk lainnya. Beberapa ilustrasi mungkin membuat

membuat komplikasi karena memiliki makna ganda atau makna tersembunyi.

Namun, itu semua memang sengaja dilakukan untuk memberi tampilan yang

mengesankan (klopidea, 2016).

Hampir sama dengan fungsi sindiran tentang seks yang ditonjolkan dalam

iklan, fungsi sindiran seks dalam film adalah untuk menciptakan rasa penasaran,

menarik perhatian, memperhalus, dan mengecoh (Hermintoyo dalam Hartono,

2014). Dalam 7 film komedi yang diteliti, allusion sendiri paling banyak

dilakukan oleh Soleh Solihun ketika ia berperan sebagai Kosasih dalam film

“Cinta Brontosaurus”.

Contoh allusion dalam film “Cinta Brontosaurus”:

Kosasih sedang melakukan fitting baju pengantin untuk pernikahannya

dengan Wanda. Ketika penjahit meletakkan meteran di daerah celananya, Kosasih

pun memperingatkan agar jangan sampai kemaluannya “disakiti”.

Kosasih : “Pelan-pelan, mas. Jangan sampai kena warisan nenek moyang

saya”.

Gambar 4.101. Soleh Solihun melakukan allusion

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

Page 148: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

191 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, irony atau sindiran halus paling banyak digunakan oleh

stand up comedian bernama Muhadkly Acho ketika ia berperan sebagai

Ucup dalam film “Bajaj Bajuri the Movie”.

Contoh:

Saat Bajuri sedang memancing, Ucup membawakan makanan titipan

Bajuri.

Bajuri : “Mana kembaliannya?”

Ucup : “Yaelah. Masih aja demen ama recehan. Katanya udah

jadi orang kaya”

Gambar 4.102. Muhadkly Acho melakukan irony

Sumber : Film “Bajaj Bajuri the Movie”, 2016

Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa secara tidak

langsung Ucup mengatakan bahwa Bajuri pelit. Sebenarnya, Ucup tidak

berniat untuk mengembalikan uang kembalian tersebut kepada Bajuri. Hal

itu sesuai dengan prinsip humor sebagai sindiran, yang mana digunakan

sebagai alat kritik (Hermintoyo dalam Hartono, 2014).

Sementara itu, over literalness atau menjawab atau menggunakan

istilah yang tidak sesuai sehingga menimbulkan salah paham dan tampak

bodoh, paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa ketika ia berperan

sebagai Ernest dalam film “Ngenest”.

Contoh:

Saat Ernest mengantar Meira memeriksakan kandungannya ke dokter,

dokter kandungan tersebut salah mengartikan kata “jadi yakin?” yang

dilontarkan oleh Meira dan kalimat “gitu, ya, dok?” yang dilontarkan oleh

Ernest.

Dokter : “Sehat ini anaknya, bu”

Meira : “Jadi yakin ya, dok, kalau ini anaknya perempuan?”

Page 149: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

192 Universitas Kristen Petra

Dokter : “Ih nggak percayanya nih orang. Yang namanya udah 7

bulan itu udah nggak bisa berganti-ganti kelamin. Kalau sudah perempuan

ya terus perempuan. Harus percaya itu!”

Meira : “Iya, percaya, dok”

Dokter : “Eh nggak usah bersedih, pak. Sama itu anak laki-laki dan

anak perempuan. Malah lebih bagus itu kalau anak perempuan. Biasanya

kalau perempuan itu lebih dekat dengan bapaknya. Bagus itu”

Ernest : “Gitu, ya, dok, ya..” (sambil tersenyum meringis)

Dokter : “Nggak percaya pula nih orang..” (marah)

Gambar 4.103. Ernest Prakasa melakukan misunderstanding

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa menggunakan

suatu istilah yang dapat menyebabkan salah paham dianggap sebagai

kelucuan. Fungsi tersebut hampir sama dengan fungsi misunderstanding,

hanya saja kesalahpahaman terletak pada komunikan atau penerima pesan.

Dua indikator dalam teknik humor language yang paling sedikit

digunakan adalah satire dan sarcasm, yang mana hanya muncul 15 dan 11

kali. Satire adalah sindiran untuk mempermalukan orang atau situasi,

sedangkan sarcasm adalah menyindir dengan nada tajam. Satire sendiri

memiliki fungsi edukasi media massa kepada masyarakat agar mampu

memperbaiki diri secara etis dan estetis. Bahasa satir sendiri adalah

ungkapan untuk menolak atau menertawakan sesuatu (Rahayu, 2012, p. 3).

Sedangkan sarcasm merujuk pada kebalikan dari yang diucapkan dan

bertujuan untuk mengkritisi sesuatu. Sarcasm seringkali digunakan saat

Page 150: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

193 Universitas Kristen Petra

sesuatu yang buruk terjadi. Baik melalui konteks maupun nada suara,

seseorang bisa memperlihatkan perilaku sarkatis. Tidak semua orang

menyukai sarkatis, bahkan beberapa orang menyebutnya kasar dan

menyebutnya sebagai kualitas humor paling rendah (radioaustralia.net,

2015).

Sebaliknya, penelitian di Universitas Harvard menemukan bahwa

sarkasme atau gaya bicara menyindir dengan penekanan lebih pada vokal

tersebut adalah sebuah kreativitas. Bahkan sarkasme dianggap dapat

meningkatkan kreativitas dan fungsi kognitif, baik bagi pelontar sarkasme,

maupun penerima sarkasme (cnnindonesia.com, 2015).

Dengan ditemukannya indikator sarcasm yang sedikit pada 7 film

komedi Indonesia 2013-2015 terlaris yang dibintangi oleh stand up

comedian, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia belum terbiasa

menerima ataupun melakukan sarkasme. Hal itu juga didukung dengan

penelitian terdahulu yang berjudul “Teknik Humor dalam Film Warkop

DKI”. Film terlaris dalam sepanjang masa tersebut juga hanya sedikit

menggunakan indikator sarcasm, yakni hanya sebanyak 18 kali dalam 5

film Warkop DKI terlarisnya. Peneliti teknik humor dalam meme, Yohanna

Sabrina, juga menjelaskan bahwa negara Indonesia belum siap menerima

kritikan secara vulgar ataupun isu-isu sensitif.

Sebaliknya, indikator ridicule yang paling banyak digunakan dalam 7

film komedi stand up comedian ini menunjukkan bahwa bentuk penolakan

dengan ungkapan langsung tetapi tidak menyinggung, lebih diterima.

Dalam film, ciri khas lawakan monolog tiap stand up comedian juga

dimunculkan. Contohnya seperti Raditya Dika, yang materi lawakannya

sering berupa kegalauan masa pacaran, dan dalam 3 film yang dibintangi

Raditya Dika dan dijadikan sampel dalam penelitian ini, filmnya

kebanyakan berisi tentang kegalauan masa pacaran atau percintaan. Selain

itu, Ernest Prakasa yang suka membawakan materi ke-Cina-annya juga

muncul dalam 3 film yang dibintanginya dan diteliti. Budaya Tionghoa

tersebut paling banyak diceritakan dalam film “Ngenest”, yang memang

menceritakan Ernest saat merasa didiskriminasi karena termasuk minoritas

Page 151: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

194 Universitas Kristen Petra

dalam lingkungannya. Selain itu, ciri khas etnis Tionghoa seperti mata yang

sipit juga sering disinggung oleh tokoh Ernest dalam film “Comic 8” dan

“Comic 8 : Casino Kings Part I”. Contohnya, saat mendengar suara-suara

aneh, Kemal bertanya pada Ernest apakah Ernest mendengar suara yang

aneh seperti yang didengar oleh Kemal. Lalu, Ernest menjawab “Ya, denger

lah. Yang sipit kan cuma mata gue, bukan kuping gue!”.

4.4.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR LOGIC

Tabel 4.95. Total Dimensi Logic

INDIKATOR FREKUENSI

Absurdity 32

Accident 3

Catalogue 6

Coincidence 27

Disappointment 20

Ignorance 19

Mistakes 22

Repetition 12

Reversal 9

Rigidity 11

Theme/ variation 1

Comparisons 0

Total 162

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor logic yang ditemukan dalam 7 film komedi

yang diteliti adalah 162 kali. Indikator dalam teknik humor logic yang paling

banyak digunakan adalah absurdity, yaitu pernyataan atau perbuatan yang tidak

masuk akal.

4.4.2.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR ABSURDITY

Absurdity sendiri paling banyak digunakan oleh stand up comedian bernama

Fico Fachriza saat ia berperan sebagai Fico dalam film “Comic 8”. Dalam film

tersebut, Fico kerap kali berbicara dengan tikus, dan seakan-akan mendapatkan

jawaban dari pertanyaan yang ditanyakannya, seperti saat mencari jalan keluar

atau jalan tikus.

Page 152: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

195 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.104. Fico Fachriza melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

In life is absurd, as many existentialists suggest, then the humor of absurdity

can be seen as a means towards realism, an understanding of humanity’s

predicament and our possibilities in an irrational universe (humor yang merujuk

pada sesuatu yang tidak logis atau tidak masuk akal digunakan sebagai alat untuk

menentang realisme atau kenyataan, sebagai bentuk pengertian atas keadaan

manusia yang sulit, dan kemungkinan atas adanya sesuatu yang belum diketahui

atau irasional dalam alam semesta) (Berger, 2012, p. 19).

Hal ini dikarenakan istilah “jalan tikus” biasa digunakan oleh banyak orang

untuk menyebut jalan pintas, sehingga yang dapat memberikan instruksi atas jalan

tikus tersebut adalah tikus sendiri, dan yang dapat bertanya jawab dengan tikus

adalah Fico. Sama seperti dalam film “Comic 8”, Fico Fachriza kembali berperan

sebagai Fico dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”. Dalam film “Comic 8 :

Casino Kings Part I”, Fico dapat berbicara dan berteman dengan buaya.

Melalui scene tersebut, dapat diketahui bahwa sesuatu yang diistilahkan

sebagai jalan tikus, digambarkan secara tidak masuk akal karena diarahkan oleh

tikus sendiri. Hal itu digunakan untuk menunjukkan kemungkinan atas adanya

sesuatu yang belum diketahui atau irasional dalam alam semesta, seperti jalan

tikus yang hanya dapat ditemukan oleh tikus sendiri.

Page 153: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

196 Universitas Kristen Petra

Selain itu, dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, Fico mengatakan

kepada Babe bahwa buaya yang merasa terancam akan memutuskan ekornya

seperti cicak. Mendengar hal tersebut, Babe mengatakan Fico bodoh karena

hewan yang memutuskan ekor saat merasa terancam hanyalah cicak. Namun,

tidak lama kemudian, Babe mencoba untuk melemparkan batu besar ke arah

buaya dan putuslah ekor buaya tersebut.

Gambar 4.105. Fico Fachriza melakukan absurdity

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Absurdity juga sering ditemukan dalam film animasi anak-anak, seperti

“Toy Story” yang menonjolkan kehidupan boneka dan mainan anak-anak,

“Ratatouille” yang menunjukkan keahlian tikus ketika memasak, dan lain

sebagainya. Kegunaan dari sesuatu yang tidak logis ini adalah untuk menentang

realisme atau kenyataan dan menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terlihat tidak

masuk akal tetap mungkin bisa terjadi di alam semesta ini. Hal tersebut

ditunjukkan saat Fico bisa menunjukkan jalan keluar yang benar kepada anggota

comic 8 yang lain setelah mendapat instruksi dari tikus. Selain itu, pernyataan

Fico mengenai buaya yang dapat memutuskan ekornya ketika terancam juga

terjadi di depan Babe yang telah menganggapnya bodoh.

Selain itu, sebuah humor dapat dikatakan dapat mengundang tawa jika

mengandung kejutan karena mengungkapkan sesuatu yang tidak terduga,

menampilkan sesuatu yang aneh dan tidak biasa, dan tidak masuk akal atau tidak

Page 154: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

197 Universitas Kristen Petra

logis (etd.repository.ugm.ac.id, 2015). Contoh di atas tadi juga mengungkapkan

sesuatu yang tidak terduga, aneh, dan tidak logis, seperti ekor buaya yang putus,

jalan keluar yang ditemukan atas instruksi tikus. Dengan begitu, dapat diketahui

bahwa absurdity dalam teknik humor sangat berguna untuk mengundang tawa.

Jadi, tidak heran bahwa absurdity banyak digunakan dalam 7 film komedi terlaris

yang diteliti.

4.4.2.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR COINCIDENCE

Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, kejadian yang tidak terduga adalah

hal-hal yang mengundang tawa. Oleh karena itu, indikator kedua dalam teknik

humor logic yang paling banyak digunakan adalah coincidence, yaitu kejadian

yang tidak terduga atau kebetulan dan terkadang mengarah pada rasa malu.

Coincidence sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika dalam film

“Cinta Brontosaurus”.

Contohnya adalah saat acara ramah tamah di pernikahan Kosasih, Dika

dihampiri oleh kedua teman lamanya. Mereka akhirnya berbincang-bincang soal

pernikahan. Kedua teman lama Dika menanyakan kapan Dika akan menyusul

Kosasih (menikah). Tetapi, Dika menjawab bahwa Dika tidak percaya pada

pernikahan karena baginya, cinta bisa kadaluarsa. Saat itu, Jessica, pacar Dika

sedang ada di belakang Dika dan mendengarkan perbincangan tersebut. Sejak

mendengar hal tersebut, Jessica marah dan bersungut-sungut. Dika pun malu dan

ditertawakan teman-temannya.

Coincidence humor is primarily based on embarassment: circumstances

work, by chance, to put one in an awkward situation. The draft joke involves

embarassment and an attempt to escape from it. From a psychoanalytic

perspective, we find an id attempting to avoid the strictures of the superego.

Underlying this is a notion that the universe is just and that wrongdoers usually

get caught. Fungsi humor coincidence adalah menonjolkan sesuatu yang

memalukan melalui kejadian yang tidak terduga. Berdasarkan pandangan

psikoanalisis, ditemukan bahwa secara tidak sadar, orang cenderung menghindari

peraturan yang seharusnya dilakukan. Melalui pernyataan ini, secara implisit,

indikator humor coincidence berfungsi untuk mengingatkan bahwa orang yang

salah biasanya akan tertangkap (Berger, 2012, p. 29).

Page 155: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

198 Universitas Kristen Petra

Fungsi tersebut dapat dilihat dari Dika yang tertangkap basah oleh Jessica

karena berniat untuk tidak membawa hubungannya dengan Jessica ke arah yang

lebih serius.

4.4.2.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR MISTAKES

Indikator berikutnya adalah mistakes, yang mana merupakan kesalahan

karena ketidak tahuan atau kelalaian. We laugh at the momentary inadequacy of

the person making the mistake, at his or her lack of knowledge. This makes us feel

superior to the person making the mistake. The mistakes lead to all kinds of

complications. Mistakes by themselves are not funny, it is not only when the comic

frame is in place and the mistakes lead to slapstick embarassment, revelations of

ignorance, comic insults, and the like that we find mistakes funny. Humor atau

sesuatu yang memancing tawa muncul ketika seseorang yang lalai membuat

kesalahan, terutama saat kesalahan tersebut berujung pada situasi yang

memalukan seperti lelucon secara fisik yang memalukan, dan sebagainya (Berger,

2012, p. 43). Kesalahan-kesalahan yang dilakukan tokoh dalam melakukan

sesuatu merupakan salah satu cara untuk mengundang perhatian khusus dari

penonton, kemudian membuat penonton tertawa (Rahmanadji, 2007, p. 216).

Mistakes sendiri paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa saat ia

berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Contohnya adalah saat Ernest

sedang berdebat dengan Vania tentang hubungan mereka di jalan raya. Saat itu,

Ernest ditawari oleh sopir metro mini untuk naik metro mini. Tidak lama

kemudian, lewatlah seorang tukang cilok yang menawarkan cilok kepadanya.

Setelah ditinggal Vania, seorang tukang parkir menepuk pundak Ernest. Sebelum

tukang parkir tersebut mengucapkan sepatah kata, Ernest langsung menyahut

“Apa lagi sih ini? Saya nggak mau beli apa-apa”. Padahal, tukang parkir tersebut

hendak memberi tahu Ernest bahwa sepeda motor yang diparkir Ernest secara

sembarangan sedang dikencingi oleh orang gila.

Page 156: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

199 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.106. Ernest Prakasa melakukan mistakes

Sumber : Film “Ngenest”, 2016

Melalui scene tersebut, dapat dilihat bahwa Ernest yang lalai memarkir

motor, dan Ernest yang salah paham terhadap niat tukang parkir berujung pada

situasi yang memalukan, yaitu malu karena salah paham terhadap niat tukang

parkir dan malu karena mendapati motornya dikencingi oleh orang gila di jalan

raya.

4.4.2.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI LOGIC

LAINNYA

Sementara itu, indikator lainnya dalam dimensi logic adalah repetition,

rigidity, reversal, catalogue, dan accident, theme/ variation, dan comparisons

tidak terlalu banyak, bahkan sangat sedikit digunakan dalam 7 film komedi yang

diteliti. Hal-hal tersebut meletakkan humor (sesuatu yang memancing tawa) pada

kebodohan orang saat merasa canggung di hadapan orang yang terkesan lebih

superior (rigidity), kekecewaan orang saat menghadapi situasi yang berkebalikan

dengan yang diharapkan (reversal), hinaan dengan menyamakan suatu hal yang

kontras (comparisons), memnbuat istilah yang tidak diketahui oleh orang lain

dengan tujuan untuk membodohi (catalogue), kecalakaan sepele yang tidak

berbahaya (accident), ketegangan yang tercipta dari kejadian yang akan terulang

atau tidak (repetition), dan sesuatu yang sama diceritakan dengan berbeda-beda,

Page 157: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

200 Universitas Kristen Petra

sesuai dengan stereotype atau pandangan masing-masing orang (theme/

variation).

Media massa memiliki fungsi persuasi atau mengajak penonton melakukan

hal yang sama dengan apa yang ditontonnya (Nurudin, 2007, p. 73). Dengan

sedikitnya indikator humor yang membodohi orang dan menertawakan

“kecelakaan” orang lain, maka dapat diketahui bahwa 7 film komedi yang diteliti

tidak menggerakkan penonton untuk menertawakan kebodohan atau kecelakaan

orang lain. Itulah mengapa indikator absurdity (yang menonjolkan hal yang tidak

mungkin terlihat seperti mungkin), coincidence (mengingatkan bahwa sesuatu

yang salah pasti akan tertangkap dan menimbulkan situasi yang memalukan), dan

mistakes (kelalaian dan salah paham), lebih banyak digunakan dalam 7 film yang

diteliti.

Namun, semua indikator yang ada dalam dimensi logic sebenarnya

merupakan kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Kejadian tersebut

diceritakan secara lucu untuk mengundang perhatian, dan menimbulkan

ketertarikan bagi penonton, karena penonton pun pernah mengalami hal yang

sama dalam seperti kejadian dalam film tersebut. Hal inilah yang menjadi

kekuatan film, yakni mampu memengaruhi manusia, bahkan membuat manusia

ikut mengimajinasikan bahwa adegan yang diperankan oleh tokoh dalam film

tersebut adalah diri mereka sendiri (Effendy, 2003, p. 208).

Sementara itu, dalam kehidupan masyarakat juga banyak ditemukan hal-hal

yang miskin logika, salah satunya dalam pemerintahan di Indonesia. Contohnya

adalah kebijakan menaikkan harga gas tabung 12 kg sehingga berharga 4 kali lipat

dari harga gas 3 kg padahal jenis gasnya sama. Gas 12 kg dikatakan untuk

masyarakat kelas menengah, sedangkan yang 3 kg untuk kelas bawah yang

disubsidi. Sesuatu yang tidak logis adalah bagaimana menentukan kelas

menengah dan bawah, lalu memisahkan penjualan kepada mereka

(satuharapan.com, 2015).

Masyarakat Indonesia sendiri cenderung merespon carut marut politik dan

tekanan ekonomi dengan “banyolan” yang kreatif. Humor adalah alat yang

digunakan untuk menanggapi realitas yang tidak menyenangkan dengan cara

memodifikasi makna konsep, keyakinan, situasi, dan obyek, (yang dianggap tidak

Page 158: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

201 Universitas Kristen Petra

menyenangkan atau menjengkelkan) menjadi lebih dari satu dimensi

(pemaknaan). Dengan begitu, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia suka

menjadikan humor sebagai senjata dalam konflik sehari-hari (Yuliani, 2012, p. 1).

Sedangkan salah satu penulis komedi asal Perancis yang bernama Moliere,

menganggap hidup bagaikan komedi, sehingga pikiran haruslah terang agar

manusia selalu bisa menguasai diri. Sementara itu, penulis komedi lainnya, Alfred

de Musset, mengungkapkan bahwa selesai tertawa, penonton harus merenungkan

masalah-masalah sosial yang terjadi (Husen, 2003, p. 164).

Kehadiran stand up comedian dalam film komedi tersebut juga bisa

membantu manusia menangkap kehidupan sosial di tengah masyarakat untuk

direnungkan setelah ditertawakan. Karena, selain dari teknik humor yang

dilakukan, materi lawakan yang dibawakan oleh stand up comedian saat

bermonolog juga berisi masalah-masalah sosial di sekitar, yang kemudian

diangkat pula dalam film.

Selain itu, dapat dilihat pula ada 2 dari 3 indikator logic yang paling banyak

digunakan dalam 7 film komedi yang diteliti, muncul paling banyak dalam film

“Ngenest” dan “Cinta Brontosaurus”. Kedua film tersebut merupakan film yang

dikembangkan dari buku karya Raditya Dika dan Ernest Prakasa, yang merupakan

penulis skenario dalam kedua film tersebut. Film tersebut berisi pengalaman

pribadi dalam kehidupan penulis sendiri. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa

dimensi logic, atau teknik humor yang menggambarkan kehidupan manusia

tersebut diangkat dalam film untuk “dijiwai”, ditertawakan, lalu direnungkan oleh

penonton.

Page 159: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

202 Universitas Kristen Petra

4.4.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR IDENTITY

Tabel 4.96. Total Dimensi Identity

INDIKATOR FREKUENSI

Before/ after 89

Burlesque 22

Caricature 31

Eccentricity 36

Embarassment 10

Exposure 51

Grotesque 63

Imitation 13

Impersonation 2

Mimicry 1

Parody 2

Scale 0

Stereotype 1

Unmasking 1

Total 322

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor identity muncul sebanyak 322 kali dalam 7

film komedi yang diteliti.

4.4.3.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR BEFORE/ AFTER

Indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana

merupakan perbedaan atau perubahan penampilan atau situasi. Salah satunya

adalah melalui perubahan penampilan atau situasi. Sometimes, the change itself is

the source of humor. Before and after change can generate humor two ways-by

ridiculing others who do not change and may be very rigid or by ridiculing the

person who changes. Terkadang, perubahan tersebut adalah sesuatu yang

mengundang tawa. Terdapat dua hal yang dapat ditertawakan seputar perubahan,

yakni orang yang kaku dan tidak berubah atau orang yang berubah itu sendiri

(Berger, 2012, p. 24).

Before/ after sendiri paling banyak dilakukan oleh Ernest Prakasa saat

berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Contohnya adalah saat Ernest

ingin mendekati Meira yang berada di lobby, tiba-tiba pergi dan bersembunyi. Hal

Page 160: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

203 Universitas Kristen Petra

itu terjadi karena Ernest mendengar Meira mengucapkan “waalaikumsalam”

kepada temannya di lobby. Ernest memilih untuk mengurungkan niatnya tersebut

karena tidak ingin mendekati perempuan yang berbeda agama dengannya.

Selain itu, before/ after juga digunakan oleh Raditya Dika saat ia berperan

sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Dika yang terlihat riang sambil

membawa bunga di depan rumah Milka, tiba-tiba murung karena pagar dibukakan

oleh ayah Milka yang membentak-bentak Dika dan meminta Dika putus dengan

Milka.

Gambar 4.107. Raditya Dika melakukan before/ after

Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016

4.4.3.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR GROTESQUE

Indikator berikutnya adalah grotesque atau penampilan yang fantastis/

mencolok.

Grotesque atau penampilan yang fantastis atau mencolok paling banyak

digunakan oleh Raditya Dika ketika ia berperan sebagai Dika dalam film

“Manusia Setengah Salmon”. Contohnya adalah saat Dika sedang bermain dengan

Edgar, dan Dika mengenakan kostum Naruto lengkap di dalam rumah.

Page 161: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

204 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.108. Raditya Dika melakukan grotesque

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

The grotesque can also suggest characters who are so one-dimensional, so

fixated on one thing, that they are seen as comic. A bizzare looking character

whose difference from the norm makes him comic. Humans are flexible. When we

find a lack of flexibility and monomania that can lead to all kinds of crazy

situations, we find characters who can be seen as grotesque. They are not

physically grotesque, but psychologically (and perhaps spiritually) grotesque.

Penampilan yang “lain” dari norma, yang melekat pada satu hal dapat

menimbulkan tawa, terutama saat manusia bersikap “tidak fleksibel”. Saat itulah

manusia bisa menemukan hal-hal yang fantastis (Berger, 2012, p. 36).

Berdasarkan contoh yang dilakukan oleh Raditya Dika saat memakai

kostum Naruto, penampilan tersebut dapat disebut fantastis karena Raditya Dika

yang sudah dewasa justru bermain seperti anak kecil, dengan menggunakan

kostum Naruto lengkap. Terlebih lagi, permainan tersebut dilakukan di dalam

rumah sehingga mengagetkan ibunya.

Selain itu, grotesque juga muncul dalam film “Comic 8”, yakni saat Ernest,

Arie, dan Kemal memakai topeng joker saat hendak merampok, lalu orang yang

berada di dalam bank menjadi ketakutan.

Page 162: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

205 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.109. Ernest Prakasa melakukan grotesque

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Manusia bisa menemukan hal-hal yang fantastis atau mencolok, bahkan

menakutkan saat melihat penampilan yang tidak biasa dalam lingkungannya. Hal

itu dapat dilihat dari ibu Dika yang terkejut melihat Dika mengenakan baju Naruto

di dalam rumah, dan seisi bank INI yang ketakutan melihat rampok dengan

topeng joker masuk ke dalam bank. Hal itu didukung dengan masuknya perampok

lain dengan penampilan biasa dan seisi bank INI tidak takut.

4.4.3.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR EXPOSURE

Indikator berikutnya adalah exposure, yang mana merupakan pengungkapan

sesuatu tentang diri sendiri. Masyarakat memiliki kecenderungan untuk

mengetahui identitas orang lain. Hal ini sesuai dengan fungsi media massa sebagai

interpretasi informasi dan lingkungan. Ada cara reaksi seseorang terhadap suatu

kejadian (rasa ingin tahu penonton) (Severin&Tankard dalam Hartono, 2014).

Exposure sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika saat ia

berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Contohnya adalah

Raditya Dika menceritakan bahwa dirinya sangat mudah jatuh cinta dari kecil,

expert dalam hal “putus-putusan”, dan lain sebagainya. Dalam film tersebut,

indikator exposure digunakan untuk memperkenalkan tokoh, seperti Dika yang

Page 163: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

206 Universitas Kristen Petra

menjelaskan pengalamannya sendiri dan bagaimana pengalaman tersebut

membawa perubahan dalam hidupnya.

4.4.3.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI

IDENTITY LAINNYA

Indikator berikutnya adalah eccentricity, yakni karakter yang menyimpang

dari norma yang ada di masyarakat, seperti waria, gay, dan lain-lain. Eccentricity

sendiri paling banyak digunakan oleh stand up comedian yang suka membawakan

materi lawakan tunggal bertema waria, yaitu Mongol Stress. Namun, dalam film

“Comic 8”, Mongol Stress berperan sebagai Mongol yang merupakan seorang

waria (memakai pakaian dan berdandan seperti perempuan), dan bertutur kata

layaknya perempuan. Bahkan ia mengakui dirinya sebagai perempuan dengan

berkata “ladies first”.

Gambar 4.110. Mongol Stress melakukan eccentricity

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Dalam film tersebut, tidak dijelaskan mengapa Mongol menjadi satu-

satunya anggota comic 8 yang waria. Namun, Mongol adalah sub anggota comic 8

yang dinamakan “The Freaks”. Meskipun Mongol ada seorang waria, Mongol

digambarkan sebagai perampok yang memiliki kemampuan bela diri yang baik,

dan digambarkan sebagai perampok yang merampok karena alasan idealis.

Page 164: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

207 Universitas Kristen Petra

Di Indonesia, waria memiliki penilaian yang negatif di mata masyarakat

mayoritas. Sebuah tindakan dan diskriminasi dianggap sebagai sesuatu yang wajar

dalam kehidupan waria. Hal ini dikarenakan oleh identitas mereka yang belum

diakui oleh negara. Stigma buruk sebagai manusia aneh dan melawan kodrat telah

melekat pada waria. Oleh karena itulah, banyak masyarakat yang memandang

rendah mereka, dan menggunakan mereka sebagai bahan ejekan atau olok-olok

(Hartoyo et al dalam Chandra, 2015).

We might describe these people as “code violators”. They do not live by our

codes, which to us, seem quite reasonable and logical. In the right context, this

code violation puzzles and amuses us. Dalam konteks humor sendiri, sesuatu yang

eksentrik atau yang tidak normal atau yang menyimpang dari norma adalah

sesuatu yang membingungkan dan menghibur (Berger, 2012, p. 32).

Indikator berikutnya adalah caricature, yaitu karikatur atau gambaran secara

visual yang dicuplik dari seseorang dengan penampilan fantastis. Karikatur

merupakan suatu objek konkret, namun dengan melebih-lebihkan ciri khas dari

objek tersebut. Penggambaran objek dengan berlebihan ini bertujuan untuk

mengundang ketertarikan dan kelucuan (bimbingan.org, 2016).

Dalam 7 film komedi yang diteliti, caricature paling banyak digunakan oleh

Fico Fachriza, Kemal Palevi, dan Bintang Timur dalam dalam film “Comic 8 :

Casino Kings Part I”.

Gambar 4.111. Caricature Fico Fachriza

Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016

Page 165: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

208 Universitas Kristen Petra

Dari 7 film komedi yang diteliti, caricature yang menggambarkan stand up

comedian hanya muncul dalam film “Comic 8” dan “Comic 8 : Casino Kings

Part I”. Caricature tersebut muncul untuk memperkenalkan para aktor yang

membintangi film tersebut, dan juga menonjolkan adegan-adegan tertentu.

Kedua film tersebut adalah film yang paling banyak memunculkan stand up

comedian, terlebih lagi tokoh utama dalam kedua film tersebut berjumlah 8 orang

yang semuanya stand up comedian. Di sisi lain, program stand up comedy di

televisi bersama dengan stand up comediannya sedang populer di kalangan

masyarakat. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa memperkenalkan aktor yang

terlibat (stand up comedian) dengan menggunakan caricature adalah cara untuk

mengundang ketertarikan penonton untuk menonton film tersebut atau

mengundang tawa mereka karena melihat caricature dari sang pelawak yang akan

melawak lagi dalam film komedi.

Indikator selanjutnya adalah burlesque, atau memancing orang lain untuk

dijadikan korban humor. Indikator ini tidak terlalu banyak muncul dalam 7 film

komedi yang diteliti, yaitu hanya sebanyak 22 kali. Indikator ini, dengan kata lain,

adalah membuat orang lain ditertawakan. Biasanya, indikator ini muncul

bersamaan dengan indikator slapstick (gurauan kasar secara fisik), dan adegan

atau sesuatu yang berbau seksual dan memprovokasi (Berger, 2012, p. 26).

Indikator ini serupa dengan indikator satire dalam teknik humor language.

Persamaannya adalah kedua indikator ini sama-sama membuat orang lain

ditertawakan. Sedangkan perbedaannya adalah indikator satire memancing

dengan menggunakan sindiran (verbal), sedangkan indikator burlesque

menggunakan gurauan yang kasar secara fisik. Dengan ditemukannya indikator

satire dan burlesque yang kemunculannya sama-sama sedikit dalam 7 film

komedi terlaris yang diteliti, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia

tidak suka melihat orang lain dijadikan korban humor.

Di sisi lain, burlesque memang memberikan efek negatif. Terlebih lagi,

media massa memiliki fungsi persuasi. Jika indikator burlesque banyak digunakan

dalam film, maka secara tidak langsung, film tersebut dapat menggerakkan

seseorang untuk menertawakan kemalangan orang lain atau menjadikan orang lain

sebagai bahan tertawaan (Nurudin, 2007, p. 73).

Page 166: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

209 Universitas Kristen Petra

Sementara itu, indikator embarassment, imitation, impersonation, parody,

stereotype, dan unmasking adalah indikator dalam teknik humor identity yang

paling sedikit muncul.

We probably find embarrasment humorous because we feel superior to the

person being embarrassed. This is because we are not the person being

discomforted or humiliated. Indikator embarrassment dapat mengundang tawa

karena kita merasa bukan kita yang dipermalukan (Berger, 2012, p. 33). Dengan

begitu, dapat diketahui bahwa fungsi dari indikator embarrassment hampir serupa

dengan burlesque, yaitu menertawakan kemalangan orang lain.

Sementara itu, stereotype adalah menganggap semua orang memiliki

karakter yang sama. Hal itu dianggap mengundang tawa karena mekanisme di

belakang indikator ini adalah penghinaan (insult) dan menganggap diri lebih

superior. Contohnya orang Inggris yang dianggap sombong, dan lain-lain yang

berhubungan dengan budaya (Berger, 2012, p. 53).

Sedangkan unmasking memiliki kemiripan dengan exposure, yaitu

pengungkapan tentang diri seseorang. Namun, unmasking adalah membuka kedok

orang lain, sementara exposure mengungkapkan sesuatu tentang diri sendiri.

Fungsinya pun dapat dibilang serupa, yaitu dilakukan karena penonton memiliki

kecenderungan untuk mengetahui identitas orang lain.

Sementara itu, 3 indikator dalam teknik humor identity yang menunjukkan

kegiatan tiru meniru (imitation, impersonation, dan parody) juga hanya muncul

sedikit saja dalam 7 film komedi yang diteliti ini. Hal itu menunjukkan bahwa

penciptaan karakter dan alur cerita dalam film yang kreatif. Alur cerita merupakan

salah satu komponen penting dalam pembuatan sebuah film (De Fossard & John

Ribber dalam Hartono, 2014). Sebaliknya, seperti yang telah disebutkan di atas,

indikator exposure atau pengungkapan tentang diri sendiri lebih banyak

digunakan.

Teknik humor identity menempatkan humor atau sesuatu yang mengundang

tawa melalui eksistensi seseorang. Hal ini berkaitan dengan dua dari tiga teori luas

dan saling bersaing untuk menjelaskan mengapa manusia menggunakan humor.

Ketiga teori tersebut adalah teori superioritas, teori pembebasan, dan teori

keganjilan.

Page 167: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

210 Universitas Kristen Petra

Teknik humor identity cenderung terkait dengan teori superioritas dan

keganjilan, yang mana merupakan teori yang berhubungan dengan tindakan

menertawakan kekurangan orang, dengan menjadikannya sebagai target cemooh

atau ejekan. Pada dasarnya, humor sebagai ekspresi superioritas dapat berupa

mekanisme kontrol atau bentuk perlawanan.

Sedangkan teori keganjilan adalah teori yang berasal dari pengakuan bahwa

ada sesuatu yang dirasakan tidak konsisten dengan alam rasional yang diharapkan

dari lingkungan. Teori ini berpendapat bahwa sesuatu yang lucu dapat berasal dari

hal yang tidak masuk akal, paradoksal atau berlawanan, tidak logis, kacau, keliru,

dan atau tidak pantas (Lynch dalam Soebianto, 2015).

Kategori ini tentu sangat berguna untuk membuat manusia mengetahui

tujuan dari penggunaan humor itu sendiri, karena dalam interaksi sosial,

penggunaan humor memiliki perbedaan dan persamaan oleh laki-laki dan

perempuan, manajemen dan bawahan, dan dari orang-orang dengan asal etnis

yang berbeda (Holmes& Marra dalam Soebianto, 2015).

4.4.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR ACTION

Tabel 4.97. Total Dimensi Action

INDIKATOR FREKUENSI

Chase 99

Slapstick 34

Speed 74

Time 32

Total 239

Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Sementara itu, teknik humor action yang digunakan dalam 7 film komedi

yang diteliti adalah sebanyak 242 kali. Indikator yang paling banyak digunakan

adalah chase, yaitu aksi kejar mengejar.

4.4.4.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR CHASE

Indikator chase sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika saat ia

berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Contohnya

adalah saat ia berlari sambil membawa banyak balon untuk mencari Patricia.

Page 168: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

211 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.112. Raditya Dika melakukan chase

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

The chase usually involves a person who is attempting to avoid being

punished or humiliated in some manner. This person must use ingenuity and

speed to avoid being caught and much of the humor in chase scenes comes from

our pleasure in seeing the person being chased use his or her ingenuity. There

also seems to be an element of joy in physical act of seeing people run away from

others, as long as we see this in a comic frame. Aksi kejar mengejar selalu

melibatkan seseorang ketika menghindari hukuman atau situasi yang memalukan.

Orang tersebut akan menggunakan akal bulus dan kecepatan untuk menghindari

“tangkapan”. Sesuatu yang lucu atau mengundang tawa muncul karena melihat

seseorang yang dikejar sambil menggunakan akal bulus mereka (Berger, 2012, p.

28).

Dalam film “Manusia Setengah Salmon”, diceritakan bahwa Dika menyesal

karena susah untuk move on dari mantan pacarnya, Jessica. Karena susah move

on, Dika diputuskan oleh pacar barunya, Patricia. Namun, ketika Dika menyadari

bahwa hidup adalah perpindahan, akhirnya Dika pun berusaha untuk move on.

Sayangnya, keputusan Dika tersebut terlambat sehingga Patricia pun

meninggalkannya. Oleh karena itu, Dika mengejar Patricia di terminal bus, karena

Patricia dikabarkan akan kuliah di Jogjakarta. Melalui scene tersebut, dapat

Page 169: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

212 Universitas Kristen Petra

diketahui bahwa Dika menggunakan ingenuity (akal bulus) untuk mengejar

Patricia, yakni dengan membawa balon untuk diberikan kepada Patricia.

4.4.4.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR SPEED

Sementara itu, indikator speed juga banyak dilakukan oleh Raditya Dika

saat ia berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Indikator

ini banyak ditemukan bebarengan dengan indikator chase. Speed can be turned

into something funny, as in chase scenes, where the action is speeded up and the

pursuers and the pursued are made to run at incredible speeds (Berger, 2012, p.

52).

Contohnya adalah saat mengejar Patricia, Dika mengalami jatuh karena

mengejar terlalu cepat.

Gambar 4.113. Raditya Dika melakukan speed

Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016

4.4.4.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR SLAPSTICK

Indikator berikutnya adalah slapstick, yaitu gurauan yang kasar secara fisik.

Slapstick is a physical humor, often involving degradation by action. The

throwing pie in the face of a person is an externalized, objectified form of an

insult. It works by taking person who claims an adult status (and, perhaps, a

position of authority) and turning him into (someone resembling) a babbling

infant, who makes messes when he eats. It is somehow infantile form of humor

Page 170: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

213 Universitas Kristen Petra

both as far as the pie thrower (the baby who throws his food around) and the pie

receiver (the baby who makes messes when he eats). Slapsticks involves all kinds

of physical actions that amuse us-slipping on bananas, sliding around on greasy

floors, getting pies in the face, being hit with the mops, etc. It is an “attack”on

our claims to adulthood, importance, and status of any kind. As such, it feeds on

an inner sense of egalitarianism we have, a feeling that all claims to superiority

are invalid. Slapstick is a kind of “democratic” degradation that is tied to a sense

we have that we are all humans and the similarities between people are more

important than the artificial differences created by social institutions. Slapstciks

adalah aksi gurauan secara fisik sebagai bentuk penghinaan. Slapsticks melibatkan

seluruh aksi fisik yang membuat kita tertawa, seperti terpeleset kulit pisang,

tergelincir di atas lantai yang berminyak, terpukul alat pengepel, dan lain

sebagainya. Tujuan dari adanya slapsticks itu sendiri adalah untuk menghilangkan

superioritas dan mengembangkan kesederajatan. Kesederajatan dianggap lebih

penting daripada perbedaan yang dibuat oleh institusi sosial (Berger, 2012, p. 51).

Dalam 7 film komedi yang diteliti, slapstick paling banyak digunakan oleh

stand up comedian bernama Mongol Stress. Mongol Stress sendiri adalah stand

up comedian yang paling dikenal dalam lawakannya adalah tentang pria gay, yang

kerap diistilahkn olehnya sebagai pria KW (Koswara, 2014, p. 33).

Indikator slapstick tersebut banyak dilakukan olehnya saat ia berperan

sebagai Mongol dalam film “Comic 8”. Dalam film tersebut, Mongol berperan

sebagai waria yang kerap berdandan dan memakai baju perempuan. Selain itu, ia

juga bertingkah seperti perempuan seperti mengatakan “ladies first” ketika minta

didahulukan dan berharap mendapat hadiah berupa perangkat make up ketika

menjawab pertanyaan sebuah game dengan benar. Namun, di sisi lain, Mongol

juga pandai bela diri, sehingga slapstick, dalam 7 film komedi yang diteliti, paling

banyak dilakukan olehnya, terutama dalam film “Comic 8” ini.

Page 171: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

214 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.113. Mongol Stress melakukan slapstick

Sumber : Film “Comic 8”, 2016

Dalam film Indonesia sendiri, waria mendapat peran sebagai bahan olokan,

lelucon, ejekan, dan tidak berkaitan dengan alur cerita (Hadiati, 2013). Sedangkan

studi mengungkapkan bahwa 89,3% LGBT di Indonesia pernah mengalami

kekerasan (beritasatu.com, 2015).

Dengan melihat peran Mongol Stress sebagai waria yang memiliki

kemampuan bela diri dan juga merupakan salah satu dari 8 tokoh utama dalam

film “Comic 8”, dapat diketahui bahwa slapsticks yang dilakukan Mongol dapat

menjadi alat untuk mengembangkan kesederajatan manusia dan menghilangkan

perbedaan yang dibuat oleh institusi sosial. Dengan kata lain, secara tidak

langsung, indikator slapstick dalam film “Comic 8”, terutama yang dilakukan

oleh Mongol, menyampaikan pesan bahwa LGBT, termasuk kaum waria, adalah

sederajat dengan manusia lainnya atau tidak ada yang lebih superior antara kaum

LGBT dengan manusia lainnya.

4.4.4.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR TIME

Indikator terakhir adalah time, yang mana merupakan kesesuaian waktu

dengan adegan. Indikator tersebut paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika

dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Contohnya adalah ketika Dika sedang

mengambilkan kalkulator untuk Edgar di kamarnya. Namun, saat mengambil

Page 172: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

215 Universitas Kristen Petra

kalkulator, Dika tidak sengaja menemukan sebuah CD yang pernah diberikan

mantan pacarnya, Jessica saat anniversary mereka. Dika pun menyetel CD itu di

laptopnya. Ia mendengarkan lagu yang diciptakan Jessica sambil senyum-senyum

sendiri. Tidak lama, Edgar datang menghampiri Dika. Dika pun kaget dan

langsung menutup laptopnya. Setelah Edgar mengambil kalkulator, Edgar pun

berlari meninggalkan Dika, yang saat itu ingin mengajak Edgar berbicara soal

rumah baru mereka. Alhasil Dika berbicara sendiri.

Dalam scene tersebut dapat dilihat bahwa kesesuaian waktu dan adegan

dapat menjadi lucu, karena di situ juga terdapat indikator chase dan speed, seperti

saat Dika cepat-cepat menutup laptopnya agar tidak dilihat oleh Edgar yang

datang tiba-tiba dan di saat yang tepat (saat dimana Dika tidak ingin diketahui

menyetel CD yang diberikan Jessica). Indikator-indikator tersebut memiliki fungsi

yang sama ketika menonjolkan humor, yakni akal bulus manusia (ingenuity) dapat

memancing tawa, terutama saat menghindari “hukuman” atau situasi yang

memalukan.

Indikator chase sendiri lebih sering dipakai karena indikator ini mewakili

indikator dimensi action yang lainnya seperti speed, time, slapstick. Hal itu dapat

dilihat dari beberapa contoh di atas, di mana aksi kejar mengejar juga dibarengi

dengan penambahan kecepatan, gurauan kasar secara fisik, dan ketepatan waktu

dengan adegan. Selain itu, adanya sub genre yang melibatkan tindakan dengan

humor telah populer sejak tahun 1980. Hal itu dimulai dengan adanya Eddie

Murphy, seorang yang terkenal dengan latar belakang komedi, mulai mengambil

peran dalam film action. Adegan aksi dalam sub genre tersebut umumnya ringan

dan jarang melibatkan kematian atau cedera serius, seperti dalam film action

(googleweblight.com, 2011). Jadi, indikator chase lebih banyak digunakan karena

relatif lebih tidak menyakitkan jika dibandingkan dengan slapstick yang kasar

secara fisik.

4.4.5. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR SECARA

KESELURUHAN

Secara keseluruhan, kategori dasar teknik humor language paling banyak

digunakan dalam 7 film yang diteliti. Hal ini disebabkan karena kekuatan verbal,

dimana kategori language adalah humor yang disampaikan secara verbal, dapat

Page 173: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

216 Universitas Kristen Petra

mewakili kategori lainnya seperti logic (humor yang berasal dari ide atau

pemikiran), identity (humor yang berasal dari identitas atau eksistensi seseorang).

Contohnya, indikator exposure (salah satu indikator dalam kategori identity yang

paling banyak digunakan dalam 7 film yang diteliti) adalah sesuatu yang

ditertawakan karena seseorang membuka topeng atau mengungkapkan sesuatu

tentang dirinya sendiri. Untuk melakukan indikator tersebut, seseorang tentu perlu

menggunakan pesan verbal.

Seperti yang diketahui pesan verbal memiliki beberapa kekuatan seperti

jarang terjadi kesalahpahaman jika digunakan dengan komunikan yang memiliki

persamaan budaya dan sering digunakan untuk berdiskusi dan menyelesaikan

masalah. Selain itu pesan verbal juga digunakan untuk menyampaikan pemikiran

atau ide (Khairuzaman, 2016). Film komedi yang diteliti adalah film Indonesia

yang kebanyakan komunikannya juga memiliki kebudayaan yang sama. Oleh

karena itulah kategori language banyak digunakan agar penonton lebih mudah

memahami pesan. Sementara itu, pesan verbal sendiri memiliki kelemahan seperti

keterbatasan kosakata yang juga bisa menimbulkan kesalahpahaman, terutama

jika komunikan memiliki kebudayaan yang berbeda (Khairuzaman, 2016).

Sedangkan kesalahpahaman itu sendiri juga merupakan bagian dari sumber

kelucuan. Misunderstanding sendiri merupakan penyimpangan dalam komunikasi

karena penutur dan lawan tuturnya memiliki perbedaan dan pengetahuan. Namun,

kesalahpahaman tersebut dapat menarik perhatian penonton untuk tertawa

(Hermintoyo dalam Hartono, 2014). Oleh karena itu, dapat diketahui pula bahwa

kategori teknik humor language banyak digunakan karena fungsi-fungsi di atas

tadi.

Selain itu, para stand up comedian yang membintangi film tersebut adalah

pelawak tunggal yang sering bermonolog di atas panggung untuk menyampaikan

materi berupa opini (mengutarakan pendapat, mengutarakan keresahan,

melakukan pengamatan, memotret kehidupan sosial, dan mengangkat kenyataan

atau pengalaman pribadi). Opini tersebut berasal dari sebuah hal yang dilihat dari

sudut pandang komedi (metrotvnews.com, 2015). Kebanyakan dari stand up

comedian memilih untuk memanfaatkan kekurangan bentuk fisik dan latar

belakang kehidupannya sendiri sebagai materi lawakan agar penonton merasa

Page 174: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

217 Universitas Kristen Petra

nyaman untuk tertawa bersama stand up comedian tersebut. Tragisnya, karakter

penonton Indonesia adalah orang-orang yang KEPO (Knowing Every Particular

Object) yang rahasia pribadi orang lain daripada rahasia kesuksesan orang lain.

Karena stand up comedy juga dikenal sebagai komedi verbal, maka konsep juga

akan lebih banyak tertuang melalui kata-kata (indonesiacomedyshop.com, 2016).

Dengan begitu, dapat diketahui bahwa kategori humor language banyak

digunakan dalam 7 film yang diteliti karena kekuatan stand up comedian sendiri

kebanyakan berasal dari opini mereka yang tertuang dalam kata-kata. Sedangkan

kategori identity, yang mana merupakan indikator teknik humor yang juga banyak

digunakan (kedua setelah indikator language), juga sering digunakan karena

karakter penonton Indonesia yang KEPO, terutama mengenai kehidupan pribadi

orang lain.

Sementara itu, indikator dalam teknik humor language yang paling banyak

dipakai adalah ridicule, insults, dan puns, word play. Sedangkan yang paling

jarang dipakai adalah satire dan sarcasm. Masyarakat Indonesia yang belum

terbiasa menerima kritik secara tajam ini dikarenakan adanya budaya timur yang

masih dianut oleh masyarakat Indonesia seperti malu, ramah, sungkan, dan tidak

mudah marah (pusakaindonesia.org, 2014). Selain itu, KPI (Komisi Penyiaran

Indonesia), dalam pasal 27 ayat 1, melarang penggunaan kata-kata kasar dan

makian, baik yang diungkapkan secara verbal dan non verbal, yang mempunyai

kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna

jorok/ mesum/ cabul/ serta menghina agama dan Tuhan (Koswara, 2014, p. 4).

Dimensi kedua yang banyak digunakan adalah identity, yang mana

merupakan teknik humor yang mengangkat identitas atau eksistensi seseorang.

Masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengetahui identitas orang lain. Hal

ini sesuai dengan fungsi media massa sebagai interpretasi informasi dan

lingkungan. Ada cara reaksi seseorang terhadap suatu kejadian (rasa ingin tahu

penonton) (Severin&Tankard dalam Hartono, 2014). Selain itu, fakta unik tentang

orang Indonesia adalah KEPO (Knowing Every Particular Object). Dalam

masyarakat Indonesia, istilah tersebut diartikan sebagai selalu ingin tahu. Tingkat

keingin tahuan orang Indonesia tersebut dapat dilihat dari acara infotainment yang

telah mengisi 63% tayangan televisi Indonesia. Artinya, minat orang Indonesia

Page 175: dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia Indonesia telah mengenal film sejak

218 Universitas Kristen Petra

untuk menonton infotainment sangat tinggi, terutama untuk mengetahui

kehidupan pribadi selebritis (googleweblight.com, 2011). Dengan dimensi identity

(before/after, grotesque, dan exposure) yang juga banyak digunakan dalam teknik

humor, dapat diketahui bahwa minat orang Indonesia untuk cenderung ingin

mengetahui kehidupan pribadi orang lain juga dapat terpenuhi dalam film komedi.

Sementara itu, indikator comparisons dalam dimensi logic, yakni

menyamakan sesuatu yang kontras untuk menghina orang lain, tidak digunakan

sama sekali dalam 7 film komedi yang diteliti. Hal itu serupa dengan pemakaian

indikator satire dan sarcasm yang sedikit dalam dimensi language. Seperti yang

telah dijelaskan juga, minimnya penggunaan bahasa yang kasar tersebut tidak

sesuai dengan budaya orang Indonesia.

Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa teknik humor yang dilakukan oleh

stand up comedian dalam 7 film yang diteliti ini cocok dengan keadaan

masyarakat Indonesia sendiri, seperti KEPO, dan menggunakan ungkapan yang

tidak menyinggung ketika melakukan penolakan. Ditambah lagi, teknik humor

tersebut sesuai dengan peraturan penayangan yang dikeluarkan oleh KPI dan

maraknya program stand up comedy pada tahun tersebut. Karena kecocokan

itulah, film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian menjadi banyak

digemari oleh masyarakat dibanding film komedi tanpa stand up comedian.

Hal yang menarik lainnya adalah materi-materi lawakan isu sosial yang

menjadi ciri khas seorang stand up comedian yang muncul dalam teknik humor

dimensi logic, misalnya Ernest yang suka menceritakan ke-Cina-annya dengan

gamblang dan Raditya Dika yang suka menceritakan kegalauan masa pacaran,

juga dibawakan dalam film yang diperankannya. Kedua hal ini muncul dalam film

karena film-film tersebut, ditulis, disutradarai, dan diperankannya sendiri.