diabetes melitus
DESCRIPTION
Diabetes MelitusTRANSCRIPT
![Page 1: Diabetes Melitus](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082411/5695d3ac1a28ab9b029ec1f5/html5/thumbnails/1.jpg)
NAMA : WAHYUDDIN.S
NIM : N111 12 314
KELAS : FARMAKOTERAPI A
1. Mengapa Mycobacterium tuberculosis disebut bakteri tahan asam?
Penjelasan:
Beberapa spesies bakteri dari marga Mycobacterium dan Nocardia, serta parasit
Cryptosporidium tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme
mampu diwarnai dengan pemanasan bersama karbolfuhsin. Energi panas akan membuat zat
warna masuk ke dalam sel. Sehingga setelah karbolfuhsin telah masuk, maka sulit lagi untuk
dihilang-warnakan menggunanakan asam alkohol, sehingga dinamakan tahan asam (acid-fast).1
Dinding sel mikobakteri sangat hidrofobik, mengandung polisakarida arabinogalaktan
(mikolat arabinagalaktan mikolat yaitu terdiri atas asam mikolat, d-arabinosa and d-galaktosa)
sebagai tambahan selain peptidoglikan (mengandung asam N-glikomu ramat sebagai pengganti
asam N-asetilmuramat) serta berbagai lipid bermolekul tinggi, termasuk asam mikolat, glikolipid,
fosfolipid dan zat lilin. Asam mikolat berperan dalam mengurangi permeabilitas dinding sel
terhadap bahan hidrofilik. Karakteristik dinding sel mikobakteri yang kaya lipid
bertanggungjawab terhadap kemampuan tahan asam pada pengecatan bakteri (staining) dan
berfungsi sebagai penahan penetrasi terhadap banyak antibiotik. Inilah mengapa
Mycobacterium tuberculosis dan golongan mikobakteri lainnya disebut bakteri tahan asam.2
Isoniazid dan ethambutol telah lama diketahui sebagai obat antimikobakteri dengan
mekanisme isoniazid mengganggu sintesis asam mikolat dengan menghambat enoil reduktase
(InhA) yang membentuk bagian asam lemak pada mikobakteri Ethambutol menghambat
penyusunan polisakarida arabinogalaktan dengan penghambatan pada anzim
arabinotransferase.2
2. Perbedaan Mukolitik, Ekspektoran dan Antitusif?
Penjelasan:
Mukolitik, seperti asetilsistein, menurunkan hipersekresi dan mengencerkan sekresi
pulmonal. Sekresi yang kental dapat menjadi masalah pada pasien dengan penyakit obstruktif
paru, namun masih sedikit bukti mengenai pengenceran maupun peningkatan klirens dari
![Page 2: Diabetes Melitus](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082411/5695d3ac1a28ab9b029ec1f5/html5/thumbnails/2.jpg)
sekresi akan meningkatkan gejala dan umumnya tidak disarankan untuk penangan rutin.
Ekspektoran, seperti guaifenesin meningkatkan sekresi, menurunkan viskositas dan membantu
pengeluaran sputum, namun layaknya mukolitik, tidak memberikan keuntungan efek klinis
terhadap pasien dengan penyakit obstruktif paru.3
Antitusif adalah obat yang mencegah batuk pada pasien yang tidak memproduksi dahak.
Batuk merupakan mekanisme refleks untuk membantu pengeluaran sekresi dari saluran napas.
Batuk tak berdahak, kering, dapat menyebabkan keltihan, insomnia dan pada beberapa kasus
memberikan rasa sakit pada pasien (contohnya pleuritis dan retak tulang dada). Kebanyakan
antitusif memberikan efek sentral pada pusat batuk pada batang otak. Supresan batuk dibagi
dua, yaitu sediaan narkotik, seperti kodein dan hidrokodon dan sediaan non-narkotik, seperti
dextromethorpan.3
3. Rasionalkah penggunaan Antitusif dan Ekspektoran secara bersama dan
penggunaan mukolitik dengan ekspektoran secara bersama?
Penjelasan:
Berdasarkan penjelasan pada bagian (2.), penggunaan ekspektoran berguna untuk
pengobatan batuk berdahak berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas dengan
mekanisme peningkatan sekresi, namun mekanisme mukolitik adalah menurunkan sekresi
berlebihan dengan efek yang sama dengan ekspektoran, mengurangi viskositas. Sehingga
mekanisme mukolitik antagonis terhadap ekspektoran.
Antitusif kombinasi ekspektoran banyak terdapat pada produk anti-batuk dan demam
yang beredar. Dengan efek ekspektoran merangsang sekresi dan mengencerkan mukus akan
memudahkan penanganan untuk meringankan gejala ditambah dengan efek antitusif yang
mengurangi batuk akan menambah meringankan gejala. Penggunaan antitusif dengan kombinasi
ekspektoran hanya diperlukan jika ada gejala yang cocok untuk penggunaan masing-masing
(unutk pengobatan simtomatis).
![Page 3: Diabetes Melitus](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082411/5695d3ac1a28ab9b029ec1f5/html5/thumbnails/3.jpg)
4. Bagaimana pertimbangan penggunaan Metformin dan Levemir pada penggunaan
terapi kombinasi DM?
Penjelasan:
Biguanid merupakan obat lini pertama antihiperglikemia oral yang paling sering
diresepkan. Memiliki efek menurunkan konsentrasi glukosa darah pada pasien diabetes tipe 2
dengan tidak menyebabkan hipoglikemia pada pasien nondiabetes. Memeberikan efek dengan
penurunan GDP dengan menurunkan glukoneogenesis hepatik dan meningkatkan stimulasi
asupan glukosa oleh insulin pada otot rangka dan jaringan adiposa.4
Metformin juga menurunkan tingkat asam lemak bebas plasma dan oksidasi lebih lanjut,
sehingga menurunkan produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa oleh
otot. Metformin juga menurunkan kolesterol total (5%-10%) dan trigliserida (10%-20%) dan
dapat menjaga atau meningktakan tingkat kolesterol HDL. Berbeda dengan sulfoilurea, TZD dan
insulin, penurunan berat badan biasanya merupakan efek dari terapi metformin (penurunan
rata-rata 1,2 kg dibandingkan dengan 1,7 kg penaikan berat).4
Insulin detemir (Levemir, Novo Nordisk) adalah sediaan insulin netral, dan mudah larut
dengan treonin B30 yang telah dihilangkan dan residu Lisin B29 berikatan kovalen dengan 14-
karbon asam lemak. Sehingga menghasilkan sediaan insulin yang makin lama diabsorpsi pada
jaringan karena asam lemak berikatan dengan albumin, menghasilkan insulin kerja panjang. 4
Ada beberapa sediaan insulin yang bertindak sebagai insulin basal, yaitu insulin glargine
dan detemir dosis sekali sehari, dan Neutral Protamine Hagedorn (NPH) dua kali sehari sebagai
insulin solo. Penambahan insulin basal pada terapi dianggap pilihan pantas sebagai obat lini
kedua jika penggunaan monoterapi gagal. Sebagai pengobatan tunggal, metformin dapat
meberikan penurunan tetrhadap HbA1c sebesar 1,5% hingga 1,7% dan GDP sebesar 50-70 mg/dL.
Terhadap pasien yang tidak dapat mencapai tujuan terapi dengan metformin tunggal dalam
waktu 3-6 bulan sebagai pengobatan pertama, maka penambahan dengan insulin atau agen lain
patut dipertimbangkan.4,5
Sehingga, penggunaan metformin dan insulin detemir (Levemir) dapat diberikan, meski
tidak memperlihatkan efek yang berarti terhadap efek menurunkan glukosa sewaktu. Namun
penggunaan kombinasi ini dapat menurunkan resiko hipoglikemia dan mengurangi efek resiko
peningkatan berat badan. Juga menunjukkan pada keuntungan dalam pemberian injeksi per hari
dibandingkan dengan penggunaan banyak obat kombinasi.5
![Page 4: Diabetes Melitus](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082411/5695d3ac1a28ab9b029ec1f5/html5/thumbnails/4.jpg)
REFERENSI
1. Prescott, Harley.2002. Laboratory Exercise in Microbiology 5th Edition. McGraw-Hill
Companies
2. Denyer, Stephen P, et.al. 2004. Hugo and Russel’s Pharmaceutical Microbiology 7th
Edition. Blackwell Science
3. Woodrow, Ruth, et.al. 2010. Essentials of Pharmacology for Health Occupations 6th
Edition. Cengage Learning.
4. Anne, Mary Koda-Kimble, et.al. 2009. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs
9th Edition. Philadelphia, Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins
5. Cox, Mary Elizabeth, Mark N. Feinglos. 2013. Risk vs. Benefit in Diabetes
Pharmacotherapy: a Rational Approach to Choosing Pharmacotherapy in
Type 2 Diabetes. New York : Springer Science plus Business Media
![Page 5: Diabetes Melitus](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082411/5695d3ac1a28ab9b029ec1f5/html5/thumbnails/5.jpg)
5. Analisis penggunaan terapi DM pada soal kasus.
Penjelasan:
Unknown