diabetes melitus

7
NAMA : WAHYUDDIN.S NIM : N111 12 314 KELAS : FARMAKOTERAPI A 1. Mengapa Mycobacterium tuberculosis disebut bakteri tahan asam? Penjelasan: Beberapa spesies bakteri dari marga Mycobacterium dan Nocardia, serta parasit Cryptosporidium tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme mampu diwarnai dengan pemanasan bersama karbolfuhsin. Energi panas akan membuat zat warna masuk ke dalam sel. Sehingga setelah karbolfuhsin telah masuk, maka sulit lagi untuk dihilang-warnakan menggunanakan asam alkohol, sehingga dinamakan tahan asam (acid-fast). 1 Dinding sel mikobakteri sangat hidrofobik, mengandung polisakarida arabinogalaktan (mikolat arabinagalaktan mikolat yaitu terdiri atas asam mikolat, d-arabinosa and d-galaktosa) sebagai tambahan selain peptidoglikan (mengandung asam N-glikomu ramat sebagai pengganti asam N-asetilmuramat) serta berbagai lipid bermolekul tinggi, termasuk asam mikolat, glikolipid, fosfolipid dan zat lilin. Asam mikolat berperan dalam mengurangi permeabilitas dinding sel terhadap bahan hidrofilik. Karakteristik dinding sel mikobakteri yang kaya lipid bertanggungjawab terhadap kemampuan tahan asam pada pengecatan bakteri (staining) dan berfungsi sebagai penahan penetrasi terhadap banyak antibiotik. Inilah mengapa Mycobacterium tuberculosis dan golongan mikobakteri lainnya disebut bakteri tahan asam. 2

Upload: wahyu-redfield

Post on 01-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Diabetes Melitus

TRANSCRIPT

Page 1: Diabetes Melitus

NAMA : WAHYUDDIN.S

NIM : N111 12 314

KELAS : FARMAKOTERAPI A

1. Mengapa Mycobacterium tuberculosis disebut bakteri tahan asam?

Penjelasan:

Beberapa spesies bakteri dari marga Mycobacterium dan Nocardia, serta parasit

Cryptosporidium tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme

mampu diwarnai dengan pemanasan bersama karbolfuhsin. Energi panas akan membuat zat

warna masuk ke dalam sel. Sehingga setelah karbolfuhsin telah masuk, maka sulit lagi untuk

dihilang-warnakan menggunanakan asam alkohol, sehingga dinamakan tahan asam (acid-fast).1

Dinding sel mikobakteri sangat hidrofobik, mengandung polisakarida arabinogalaktan

(mikolat arabinagalaktan mikolat yaitu terdiri atas asam mikolat, d-arabinosa and d-galaktosa)

sebagai tambahan selain peptidoglikan (mengandung asam N-glikomu ramat sebagai pengganti

asam N-asetilmuramat) serta berbagai lipid bermolekul tinggi, termasuk asam mikolat, glikolipid,

fosfolipid dan zat lilin. Asam mikolat berperan dalam mengurangi permeabilitas dinding sel

terhadap bahan hidrofilik. Karakteristik dinding sel mikobakteri yang kaya lipid

bertanggungjawab terhadap kemampuan tahan asam pada pengecatan bakteri (staining) dan

berfungsi sebagai penahan penetrasi terhadap banyak antibiotik. Inilah mengapa

Mycobacterium tuberculosis dan golongan mikobakteri lainnya disebut bakteri tahan asam.2

Isoniazid dan ethambutol telah lama diketahui sebagai obat antimikobakteri dengan

mekanisme isoniazid mengganggu sintesis asam mikolat dengan menghambat enoil reduktase

(InhA) yang membentuk bagian asam lemak pada mikobakteri Ethambutol menghambat

penyusunan polisakarida arabinogalaktan dengan penghambatan pada anzim

arabinotransferase.2

2. Perbedaan Mukolitik, Ekspektoran dan Antitusif?

Penjelasan:

Mukolitik, seperti asetilsistein, menurunkan hipersekresi dan mengencerkan sekresi

pulmonal. Sekresi yang kental dapat menjadi masalah pada pasien dengan penyakit obstruktif

paru, namun masih sedikit bukti mengenai pengenceran maupun peningkatan klirens dari

Page 2: Diabetes Melitus

sekresi akan meningkatkan gejala dan umumnya tidak disarankan untuk penangan rutin.

Ekspektoran, seperti guaifenesin meningkatkan sekresi, menurunkan viskositas dan membantu

pengeluaran sputum, namun layaknya mukolitik, tidak memberikan keuntungan efek klinis

terhadap pasien dengan penyakit obstruktif paru.3

Antitusif adalah obat yang mencegah batuk pada pasien yang tidak memproduksi dahak.

Batuk merupakan mekanisme refleks untuk membantu pengeluaran sekresi dari saluran napas.

Batuk tak berdahak, kering, dapat menyebabkan keltihan, insomnia dan pada beberapa kasus

memberikan rasa sakit pada pasien (contohnya pleuritis dan retak tulang dada). Kebanyakan

antitusif memberikan efek sentral pada pusat batuk pada batang otak. Supresan batuk dibagi

dua, yaitu sediaan narkotik, seperti kodein dan hidrokodon dan sediaan non-narkotik, seperti

dextromethorpan.3

3. Rasionalkah penggunaan Antitusif dan Ekspektoran secara bersama dan

penggunaan mukolitik dengan ekspektoran secara bersama?

Penjelasan:

Berdasarkan penjelasan pada bagian (2.), penggunaan ekspektoran berguna untuk

pengobatan batuk berdahak berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas dengan

mekanisme peningkatan sekresi, namun mekanisme mukolitik adalah menurunkan sekresi

berlebihan dengan efek yang sama dengan ekspektoran, mengurangi viskositas. Sehingga

mekanisme mukolitik antagonis terhadap ekspektoran.

Antitusif kombinasi ekspektoran banyak terdapat pada produk anti-batuk dan demam

yang beredar. Dengan efek ekspektoran merangsang sekresi dan mengencerkan mukus akan

memudahkan penanganan untuk meringankan gejala ditambah dengan efek antitusif yang

mengurangi batuk akan menambah meringankan gejala. Penggunaan antitusif dengan kombinasi

ekspektoran hanya diperlukan jika ada gejala yang cocok untuk penggunaan masing-masing

(unutk pengobatan simtomatis).

Page 3: Diabetes Melitus

4. Bagaimana pertimbangan penggunaan Metformin dan Levemir pada penggunaan

terapi kombinasi DM?

Penjelasan:

Biguanid merupakan obat lini pertama antihiperglikemia oral yang paling sering

diresepkan. Memiliki efek menurunkan konsentrasi glukosa darah pada pasien diabetes tipe 2

dengan tidak menyebabkan hipoglikemia pada pasien nondiabetes. Memeberikan efek dengan

penurunan GDP dengan menurunkan glukoneogenesis hepatik dan meningkatkan stimulasi

asupan glukosa oleh insulin pada otot rangka dan jaringan adiposa.4

Metformin juga menurunkan tingkat asam lemak bebas plasma dan oksidasi lebih lanjut,

sehingga menurunkan produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa oleh

otot. Metformin juga menurunkan kolesterol total (5%-10%) dan trigliserida (10%-20%) dan

dapat menjaga atau meningktakan tingkat kolesterol HDL. Berbeda dengan sulfoilurea, TZD dan

insulin, penurunan berat badan biasanya merupakan efek dari terapi metformin (penurunan

rata-rata 1,2 kg dibandingkan dengan 1,7 kg penaikan berat).4

Insulin detemir (Levemir, Novo Nordisk) adalah sediaan insulin netral, dan mudah larut

dengan treonin B30 yang telah dihilangkan dan residu Lisin B29 berikatan kovalen dengan 14-

karbon asam lemak. Sehingga menghasilkan sediaan insulin yang makin lama diabsorpsi pada

jaringan karena asam lemak berikatan dengan albumin, menghasilkan insulin kerja panjang. 4

Ada beberapa sediaan insulin yang bertindak sebagai insulin basal, yaitu insulin glargine

dan detemir dosis sekali sehari, dan Neutral Protamine Hagedorn (NPH) dua kali sehari sebagai

insulin solo. Penambahan insulin basal pada terapi dianggap pilihan pantas sebagai obat lini

kedua jika penggunaan monoterapi gagal. Sebagai pengobatan tunggal, metformin dapat

meberikan penurunan tetrhadap HbA1c sebesar 1,5% hingga 1,7% dan GDP sebesar 50-70 mg/dL.

Terhadap pasien yang tidak dapat mencapai tujuan terapi dengan metformin tunggal dalam

waktu 3-6 bulan sebagai pengobatan pertama, maka penambahan dengan insulin atau agen lain

patut dipertimbangkan.4,5

Sehingga, penggunaan metformin dan insulin detemir (Levemir) dapat diberikan, meski

tidak memperlihatkan efek yang berarti terhadap efek menurunkan glukosa sewaktu. Namun

penggunaan kombinasi ini dapat menurunkan resiko hipoglikemia dan mengurangi efek resiko

peningkatan berat badan. Juga menunjukkan pada keuntungan dalam pemberian injeksi per hari

dibandingkan dengan penggunaan banyak obat kombinasi.5

Page 4: Diabetes Melitus

REFERENSI

1. Prescott, Harley.2002. Laboratory Exercise in Microbiology 5th Edition. McGraw-Hill

Companies

2. Denyer, Stephen P, et.al. 2004. Hugo and Russel’s Pharmaceutical Microbiology 7th

Edition. Blackwell Science

3. Woodrow, Ruth, et.al. 2010. Essentials of Pharmacology for Health Occupations 6th

Edition. Cengage Learning.

4. Anne, Mary Koda-Kimble, et.al. 2009. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs

9th Edition. Philadelphia, Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins

5. Cox, Mary Elizabeth, Mark N. Feinglos. 2013. Risk vs. Benefit in Diabetes

Pharmacotherapy: a Rational Approach to Choosing Pharmacotherapy in

Type 2 Diabetes. New York : Springer Science plus Business Media

Page 5: Diabetes Melitus

5. Analisis penggunaan terapi DM pada soal kasus.

Penjelasan:

Unknown