diagnosis asma pada anak - siti rahma
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS JUNI 2015
“DIAGNOSIS ASMA SERANGAN SEDANG EPISODIK JARANG
PADA ANAK”
Nama : Siti Rahma
No. Stambuk : N 111 14 015
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
1
DIAGNOSIS ASMA SERANGAN SEDANG EPISODIK JARANG PADA
ANAK
I. PENDAHULUAN
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
kharakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada
malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat
riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Asma dapat
berkembang dalam beberapa bulan pertama kehidupan, tetapi pada bayi,
seringkali asma sulit didiagnosis sehingga diagnosis pasti baru dapat dibuat saat
anak mencapai usia yang lebih tua.1,2
Diagnosis asma pada anak dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis
sesuai dengan klasifikasi derajat penyakit asma pada anak menurut Pedoman
Nasional Asma Anak Indonesia (PNAA) 2004 dan penilaian derajat serangan
asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006.1,2
II. LAPORAN KASUS
a. Anamnesis
Identitas Pasien:
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 1 Juli 2009 (5 tahun 11 Bulan)
Berat Badan : 19 kg
Alamat : BTN Lagarutu
Keluhan Utama:
Sesak napas
2
Riwayat perjalanan penyakit:
Keluhan sesak napas yang dialami sejak malam hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Sesak napas dialami setelah pasien kelelahan bermain di
sekolah beberapa hari terakhir. Pasien lebih suka berada dalam posisi
duduk atau berbaring dengan 3 bantal. Sesak napas bertambah jika pasien
terlalu banyak berbicara. Saat sesak napas pasien hanya bisa berbicara
penggal-penggal kalimat. Terdengar suara seperti bersiul saat pasien
bernapas. Pada hari tanpa sesak napas, tidak ada keluhan gangguan tidur
akibat sesak napas atau batuk-batuk. Pasien hanya mengalami serangan
sesak napas jika kelelahan atau udara dingin. Dalam sebulan pasien hanya
satu kali mengalami sesak napas dan lama serangan sesak tidak mencapai
satu minggu.
Pasien juga mengeluhkan batuk berlendir, warna lendir putih dan tidak
disertai darah. Batuk ini dialami bersamaan dengan serangan sesak napas.
Pasien tidak mengeluhkan pilek. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada.
Pasien juga muntah sebanyak 3 kali sejak sore hari sebelum masuk
rumah sakit. Muntahan berisi makanan yang dimakan oleh pasien. Pasien
juga mengeluh sakit perut sejak sore sebelum masuk rumah sakit. Buang
air besar lancar dengan tinja warna kekuningan. Nafsu makan baik.
Buang air kecil lancar dengan urin berwarna kuning muda. Tidak ada
keluhan nyeri saat berkemih.
Pasien tidak mengeluh demam, sakit kepala, atau kejang.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Pasien menderita asma pertama kali pada tahun 2014. Serangan asma
terjadi hanya 1 kali dalam satu bulan. Dalam satu tahun baru tiga kali
pasien menderita serangan asma terutama jika pasien kelelahan atau udara
dingin.
3
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Ayah pasien mempunyai riwayat alergi debu dan dingin sehingga
sering bersin-bersin.
Family Tree
Keterangan:
: Ayah Pasien
: Ibu Pasien
: Pasien
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:
Pasien aktif bermain. Orang-orang disekitar rumahnya banyak yang
merokok.
Riwayat kehamilan dan persalinan:
Ibu pasien sering memeriksakan diri ke bidan selama masa kehamilan,
tidak pernah mengalami kelainan selama masa kehamilan, hipertensi (-).
Pasien lahir normal, cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan
lahir 2900 gram, panjang badan tidak diketahui. Proses persalinan di
Rumah Sakit.
Riwayat makanan
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Pasien minum
susu formula mulai usia 6 bulan sampai usia 2 tahun. Pasien mendapatkan
4
bubur halus sejak usia 6 bulan sampai usia 9 bulan. Pasien sudah makan
nasi sejak 1 tahun sampai sekarang.
Riwayat sosial dan ekonomi:
Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan dua orang saudara. Rumah
pasien merupakan rumah permanen dengan lingkungan yang cukup padat.
Riwayat tumbuh kembang
Pasien bisa merangkak pada usia sekitar 8 bulan dan bisa berjalan
sekitar usia 1 tahun lebih. Pasien tumbuh seperti anak seusianya, aktif
bermain dan jarang sakit.
Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : Gizi Baik (Z score 0 – (-1) SD)
Berat Badan : 19 kg
Tinggi Badan : 114 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Suhu : 36,5°C
Denyut Nadi :100 x/menit
Respirasi : 31x/menit
Kulit : Ruam kemerahan (-), sianosis.
5
Kepala : Normocepal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra (-)
Faring : hiperemis (-),
Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis
Telinga : sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
Hidung : rhinorrhea -/-
Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Ekspansi paru simetris, Retraksi interkostal dan suprasternal
+/+
Palpasi : fokal fremitus meningkat, ekspansi paru simetris
Perkusi : hipersonor kanan dan kiri paru
Auskultasi : bunyi paru bronkovesikuler +/+, wheezing +/+, rhonki -/-
Jantung
Inspeksi : Denyut iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Denyut iktus kordis teraba pada SIC IV-V linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I&II murni regular, Bunyi tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) Kesan Normal
Perkusi : Timpani
6
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak ada teraba hepar, spleen, atau massa
Genitalia : Tidak ada kelainan.
Ekstremitas Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
Ekstermitas Bawah : Akral hangat +/+, edema -/-
c. Hasil pemeriksaan darah rutin
- Eritrosit 4,68 x 106/mm3
- Hemoglobin 13,8 g/dL
- Hematokrit 42%,
- Platelet 348 x 103/mm3
- Leukosit 10,7 x 103/mm3.
o Eosinofil 5% (meningkat)
o Granulosit 68,8%
o Limfosit 30,1 %
o Monosit 9,6%
o Neutrofil 25,9%
Resume
Pasien perempuan usia 5 tahun 11 bulan dirawat dengan keluhan sesak napas
yang dialami sejak malam hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak napas dialami
setelah pasien kelelahan bermain di sekolah beberapa hari terakhir. Sesak napas
membaik jika pasien berada dalam posisi duduk atau berbaring dengan 3 bantal.
napas bertambah jika pasien terlalu banyak berbicara. Saat sesak napas pasien hanya
bisa berbicara penggal kalimat. Terdengar suara seperti bersiul saat pasien bernapas.
Pada hari tanpa sesak napas, tidak ada keluhan gangguan tidur akibat sesak napas
atau batuk-batuk.
7
Pasien juga muntah sebanyak 3 kali sejak sore hari sebelum masuk rumah sakit.
Muntahan berisi makanan yang dimakan oleh pasien. Pasien juga mengeluh sakit
perut sejak sore sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar lancar dengan tinja
warna kekuningan. Buang air kecil lancar dengan urin berwarna kuning muda.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran composmentis dengan status gizi
baik. Tanda vital antara lain tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi 100 x/menit,
respirasi 31 x/menit, suhu : 36,50celcius. Pada pemeriksaan dada ditemukan adanya
retraksi interkostal dan suprasternal, fokal fremitus meningkat, hipersonor pada
perkusi, dan bunyi pernapasan bronkovesikuler serta bunyi tambahan wheezing kedua
lapang paru.
Pemeriksaan laboratorium ditemukan sedikit peningkatan leukosit (Leukosit
10.700/mm3 ) dan peningkatan eosinofil (5%).
Diagnosis
Asma serangan sedang episodik jarang
Terapi
IVFD dextrose 5% 1
2 tetes per menit
Nebulizer salbutamol 2,5 mg pagi dan sore selama 10 menit
Ambroxol syrup 3 x ¾ cth
Anjuran
- Pemeriksaan spirometri
- Hindari faktor pencetus seperti melakukan aktivitas berat, menjauhi orang yang
sedang batuk, asap kendaraan, polusi, alergen, dan lain-lain.
8
III. DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis
dengan asma serangan sedang episodik jarang. Pada laporan kasus ini hanya akan
dibahas mengenai diagnosis asma pada anak.
Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia (PNAA) membagi asma menjadi 3
yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma persisten. Dasar
pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya
serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang.
Tabel 1. Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak menurut PNAA 2004.6
Pada pasien ini frekuensi kejadian asma hanya satu kali dalam satu bulan dan
lama serangan hanya 1 hari. Serangan asma hanya terjadi jika pasien sangat kelelahan
setelah bermain. Pasien juga beraktivitas seperti biasa diluar serangan asma. Tidak
ada gangguan tidur akibat serangan asma atau batuk-batuk pada malam hari. Diluar
serangan asma, pasien masih aktif bermain seperti biasa. Selain itu, gejala yang
9
timbul bersamaan dengan sesak napas adalah napas yang berbunyi dan batuk
berlendir. Berdasarkan keluhan dan gejala tersebut, maka pasien ini termasuk ke
dalam asma ringan episodik jarang.
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan
episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada
malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan
jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. Konsensus
Internasional menggunakan definisi operasional sebagai mengi berulang dan/atau
batuk persisten dalam keadaan asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab
lain yang lebih jarang telah disingkirkan.1,5,6
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala
batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala
tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya penanganan asma jangka
panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma bisa mulai dari
serangan ringan hingga serangan berat yang dapat mengancam nyawa. Global
Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.1
10
Tabel 2. Penilaian derajat serangan asma
Pada pasien ini, pasien lebih menyukai posisi duduk atau berbaring dengan 3
bantal. Sesak napas bertambah jika pasien terlalu banyak berbicara. Saat sesak napas
pasien hanya bisa berbicara penggal kalimat. Terdengar suara seperti bersiul saat
pasien bernapas. Selain itu, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya retraksi
11
interkostal dan suprasternal serta adanya bunyi wheezing disepanjang ekspirasi dan
saat inspirasi. Berdasarkan keluhan dan gejala tersebut, maka pasien ini dikategorikan
sebagai serangan asma derajat sedang.
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara
luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa
karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak
seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat
terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas,
terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan
jalan napas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu
padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru
menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja napas.
Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran
napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan
dini saluran napas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks.
Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan
mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.6
Berdasarkan hasil anamnesis, ayah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
debu dan dingin sehingga sering bersin-bersin. Gejala ini merupakan salah satu dari
faktor risiko terjadinya asma pada anak, yaitu adanya riwayat atopi pada pasien atau
keluarga pasien. Pedoman Nasional Asma Anak di dalam batasan operasionalnya
menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau
mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada penderita
atau keluarganya. 1,5,6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koning et al menyebutkan bahwa bila
salah satu orangtua memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20–40%
menderita penyakit alergi. Apabila kedua orangtuanya memiliki penyakit alergi maka
12
risiko menjadi 60–80%, apabila saudara kandung memiliki penyakit alergi maka anak
mempunyai risiko 20–30%.7
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya retraksi interkostal dan suprasternal
serta bunyi pernapasan saat auskultasi terdengar wheezing saat ekspirasi pada seluruh
lapang paru. Bunyi wheezing saat ekspirasi merupakan tanda terjadinya penyempitan
saluran pernapasan. Penyempitan saluran pernapasan pada asma terjadi melalui
mekanisme hipersensitif saluran pernapasan terhadap berbagai rangsangan. Pencetus
serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2
jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh
antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase
cepat dan fase lambat.1,4
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada
asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial
paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
13
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme
otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi
alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah
pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator
sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam
patogenesis asma. 1,4
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi
yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa
keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut
reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan
terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir,
dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,4
14
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk anak berusia lebih dari 6 tahun.
Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan.
Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap
dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan
(exercise), udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonis, sangat menunjang
diagnosis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3
cara yaitu didapatkannya: 1,5,6
Variabilitas pada Peak Flow Rate (PFR) atau Forced Expiratory Volume 1
Second (FEV1) >15%.
Kenaikan >15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
Penurunan >15% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Variabilitas adalah peningkatan dan penurunan hasil Peak Flow Rate (PFR)
dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan jika pemeriksaannya
berlangsung >2 minggu. Penggunaan peak flow meter walaupun mahal merupakan
hal yang penting dan perlu dibudayakan, karena selain untuk mendukung diagnosis
juga untuk mengetahui keberhasilan tata laksana asma. Berhubung alat tersebut tidak
selalu ada, maka Lembar Catatan Harian dapat digunakan sebagai alternatif karena
mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru. Lembar Catatan Harian dapat
digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR. Jika gejala dan tanda asmanya jelas,
serta respons terhadap pengobatan baik sekali maka tidak perlu pemeriksaan
diagnostik lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma tidak baik maka perlu dinilai
dahulu apakah dosisnya sudah adekuat, cara dan waktu pemberiannya sudah benar,
serta ketaatan pasien baik, sebelum melanjutkan pengobatan dengan obat yang lebih
poten. Bila semua aspek tersebut sudah baik dan benar maka perlu dipikirkan
kemungkinan bukan asma. Pasien dengan batuk produktif, infeksi saluran napas
berulang, gejala respiratorik sejak masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal
tumbuh, atau kelainan fokal paru, perlu pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang
15
perlu dilakukan adalah foto Rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji provokasi. Selain
itu mungkin juga perlu diperiksa foto Rontgen sinus paranaslis, uji keringat, uji
imunologis, uji defisiensi imun, pemeriksaan refluks, uji mukosilier, bahkan sampai
bronkoskopi. 1,5,6
Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan
salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu uji tuberkulin
perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma maupun yang bukan.
Dengan cara itu maka penyakit tuberkulosis yang mungkin bersamaan dengan asma
akan terdiagnosis dan diterapi. Jika pasien kemudian memerlukan steroid untuk
asmanya, tidak akan memperburuk tuberkulosis yang diderita karena sudah
dilindungi dengan obat.1,5
Diagram Alur Diagnosis Asma pada Anak1
16
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Nataprawira, Heda Melinda D. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012.
2. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1995.
3. IDAI. Current Update on Pediatric Respirology Cases. Jakarta: Jakarta Pediatric
Respirology Forum, 2014.
4. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta :Badan
Penerbit IDAI.
5. Supriyatno, B. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak.
Majalah Kedokteran Indonesia. 2005: Vol 55 (3), 237-243.
6. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2000: Vol 2(1), 50-66.
7. Koning H, Baert MRM, Oranje AP, Savelkoul HFJ, Neijems HJ. Development of
immune factors, related to allergic mechanisms, in young children. Dalam:
Koning H, penyunting. T and B cell activation in childhood allergy. Rotterdam:
Pubmed; 2000: 11-41.
18