diare prolonged
DESCRIPTION
referat anakTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak
di dunia yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta
merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga
di Indonesia menunjukkan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari
15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995). Penurunan angka kematian akibat diare
juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40%
(1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas
akibat diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Penurunan mortalitas ini merupakan salah satu wujud keberhasilan ORS
(Oral Rehydration Solution) untuk manajemen diare. Diare terbagi menjadi diare
akut dan kronik. Diare akut berdurasi dua minggu atau kurang, sedangkan diare
kronis lamanya lebih dari 2 minggu.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak.
Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga
dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare
menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan
berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare prolonged merupakan klasifikasi diare berdasarkan lamanya
diare, yaitu buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung selama 7 sampai 14 hari (Fleisher et al.,
2012).
2. Etiologi dan Predisposisi
a. Etiologi
Etiologi diare terbanyak adalah karena infeksi virus. Penyebab lainnya
adalah infeksi bakteri, efek samping dari antibiotik, dan infeksi yang tidak
berhubungan dengan sistem gastrointestinal. Penyebab lain dari diare
adalah karena infeksi parasit yang mengontaminasi air dan penularan
secara ingesti. Penyebab non infeksi antara lain adalah intoleransi,
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebagainya (Fleisher
et al., 2012).
b. Predisposisi dan Penularan
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Singkatnya,
dapat dikatakan melalui “4F” yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid
(cairan), dan field (lingkungan). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara
lain (Fleisher et al., 2012) :
1. Usia < 2 tahun
2. Infeksi asimptomatik terutama pada anak < 2 tahun
3. Daerah endemik diare
4. Kurangnya sarana dan prasarana kebersihan lingkungan
3. Patofisiologi
Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usu halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propia (Sudoyo Aru, 2006).
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorpsi usus halus
terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang
baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap atau tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistalyik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus
melalui anus, menimbulkan diare osmotic dari penyerapan aor dan nutrient
yang tidak sempurna (Sudoyo Aru, 2006).
Pada usus halus, enterosit viluus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui
pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta
merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pansekresi (sekretor) air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan
malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa (Sudoyo Aru, 2006).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella,
shigella, E. coli agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin
shigella juga dapat masuk ke dalam serabut otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja yang disebut disentri (Subagyo, 2011).
Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibat gangguan absorpsi
yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas
absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi. Beberapa mekanisme diare
adalah sebagai berikut (Subagyo, 2011) :
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab
seperti celiac sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang
lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose
antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir kea rah lumen jejunum sehingga
air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan
mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen
ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadilah
diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan
dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide,
tepung, asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotic pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan
menyerap natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-
obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli)
menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan meribah faal membran brush
border trigliserid diakibatkan insuffisiensi eksokrin pankreas
menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare
osmotic (Field, 2003).
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi klorida sehingga
diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbihidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan
defisiensi congenital lactase, pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare.
Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase,
menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose (Field, 2003).
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai
panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium dan
natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl- (Field, 2003).
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar
cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan
sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat
menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi
ileum dan penyakit Crihn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu dan lemak
(Field, 2003).
4. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesa
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk
manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut,
dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya (Pickering, 2004).
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi
yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi
sedang, dan dehidrasi berat (Pickering, 2004).
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang
terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya
usus besar (Pickering, 2004).
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi
saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium (Pickering, 2004).
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal
tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas
terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis
sangat penting (Pickering, 2004).
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan
darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan
dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya
air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah (Pickering,
2004).
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.
Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Pickering, 2004).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice
King, kriteria MMWR, dan lainnya (Pickering, 2004).
Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa dehidrasi, Kehilangan BB < 3%
Dehidrasi Ringan – Sedang, Kehilangan BB 3-9%
Dehidrasi Berat, Kehilangan BB > 9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable
Apatis, letargi, tidak sadar
Denyut Jantung Normal Normal - meningkat
Takikardi, bradikardia pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah
Lemah, kecil, tidak teraba
Pernafasan Normal Normal – cepat Dalam Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong Air mata Ada Berkurang Tidak ada Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal Ekstremitas Normal Dingin Dingin, mottled,
sianotik Kencing Normal Berkurang Minimal
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 1995
Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C Lihat: * Keadaan umum *mata *air mata *mulut dan lidah *rasa haus
Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa (tidak haus)
Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak
Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Kering Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum
Periksa : turgor kulit
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya
pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi
saluran kemih (Sudoyo Aru, 2006).
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika (Sudoyo Aru, 2006).
Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Tinja
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran
gastrointestinal (Sudoyo Aru, 2006).
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E.
histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E. histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-
garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Crytosporidium, dan Strongyloides (Sudoyo
Aru, 2006).
5. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa (Sudoyo Aru, 2006).
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah
sayur-sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau
untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml,
5-12 tahun adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari
cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan
misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan
sampai dengan diare berhenti.
2. Pengobatan Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan
dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur
< 1 tahun adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200
ml dan dewasa adalah 2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah
perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan
menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air
putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat
diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan
secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume
yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan
penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan
penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di
rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh
dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan
dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan Diare dengan Dehidrasi Berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi
oralit selama pemberian cairan intravena (± 5ml/kgBB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam
(untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk
member tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai
dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi
parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB.
Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5
jam berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB
dilanjutkan 2½ jam berikutnya 70cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar,
lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu
pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare
tanpa dehidrasi.
4. Tablet Zinc
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara
berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan
meningkatnya kejadian penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan
mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara
lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT yang
semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan
bahwa suplementasi seng dengan dosis minimal setengah dari RDA
Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare
sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama
dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain seperti perbaikan
hygiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004, WHO dan
UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare
dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan
dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
5. Obat farmakologi seperti :
1) Antibiotik
2) Antidiare
3) Absorben
4) Antiemetik
5) Antipiretik
b. NonmedikamentosaDiet lunak seperti bubur tempe, rendah serat, dan tetap diberikan
asupan cairan.
6. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan
apabila ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak
dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau
dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati.
7. Komplikasi
1) Hipernatremia
2) Hiponatremia
3) Hiperkalemia
4) Hipokalemia
5) Dehidrasi berat
6) Kejang
7) Ileus paralitikus
8) Asidosis
9) Edema
KESIMPULAN
1. Diare prolong merupakan klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare, yaitu
buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung selama 7 sampai 14 hari.
2. Penyebab diare adalah infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan
juga dapat disebabkan oleh keadaan non infeksi.
3. Penegakkan diagnosis diare berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah rutin dan
feses.
4. Penatalaksanaan diare dibagi menjadi medikamentosa yaitu terapi rehidrasi
cairan, obat-obat farmakologis, sedangkan terapi nonmedikamentosa adlaah
diet lunak dan diet rendah serat.
DAFTAR PUSTAKA
Field M. 2003. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J.
Clin Invest. vol 111(7): 931-943
Fleisher, G, R, Matson, D, O, Ferry, Drutz, Torchia. 2012. Patient information :
Acute Diarrhea in Children (Beyond the Basics). Available at :
www.uptodate.com/contents/acute-diarrhea-in-children-beyond-the-
basics#6 diakses tanggal 10 Desember 2012.
Pickering LK, Snyder JD. 2004. Gastroenteritis in. Nelson textbook of Pediatrics
17ed. Saunders.: 1272-6
Subagyo B. Nurtjahjo NB. 2011. Diare Akut, Dalam Buku ajar Gastroentero-
hepatologi Jilid 1. Jakarta : IDAI; 87-120.
Sudoyo Aru, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta :
FKUI.
WHO, UNICEF. 2006. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.
Geneva