perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id performan anak .../per...perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERFORMAN ANAK BABI SILANGAN BERDASARKAN
PEJANTAN DAN PARITAS INDUKNYA
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh :
Nur Wahyuningsih
H 0508072
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERFORMAN ANAK BABI SILANGAN BERDASARKAN
PEJANTAN DAN PARITAS INDUKNYA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh :
Nur Wahyuningsih
H 0508072
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
Performan Anak Babi Silangan Berdasarkan Pejantan dan Paritas
Induknya.
Selama penyusunan skripsi ini penulis telah mendapat bimbingan,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. YBP. Subagyo, M. S dan drh. Sunarto, M. Si selaku Pembimbing Utama
dan Pembimbing Pendamping.
4. Ratih Dewanti, S. Pt., M. Sc selaku Penguji yang telah memberi bimbingan,
evaluasi, dan masukannya.
5. Sigit Prastowo, S. Pt., M. Si dan Nuzul Widyas, S. Pt., M. Sc yang telah
memberikan dukungan serta bantuannya.
6. Segenap staf CV. Adhi Farm yang telah membantu proses penelitian ini.
7. Keluarga tercinta, Bapak Sugiyanto, BE., Ny. Supartini, Muhammad
Wahyudianto, S. S., Saleh Abdul Rasyid, S. Pd., dan Mujiono atas dukungan
dan semangatnya.
8. Teman-teman Jurusan Peternakan, atas doa dan dukungannya selama ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya.
Surakarta, Desember 2012
Penulis
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
RINGKASAN .............................................................................................. ix
SUMMARY ................................................................................................. x
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
A. Babi ................................................................................................ 4
1. Babi Landrace ........................................................................... 4
2. Babi Duroc ................................................................................ 4
3. Babi Hampshire ......................................................................... 5
B. Paritas ............................................................................................. 5
C. Performan Anak Babi ..................................................................... 9
D. Littersize ......................................................................................... 10
HIPOTESIS ........................................................................................... 12
III. METODE PENELITIAN .................................................................... 13
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 13
B. Bahan dan Alat Penelitian .............................................................. 13
C. Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data ...................................... 14
D. Peubah yang Diamati dan Parameter yang Diestimasi ................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 18
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Bobot Lahir .................................................................................... 19
1. Pengaruh Pejantan ...................................................................... 19
2. Pengaruh Induk dalam Paritas .................................................... 19
B. Littersize .......................................................................................... 21
1. Pengaruh Pejantan ..................................................................... 21
2. Pengaruh Induk dalam Paritas ................................................... 21
C. Kesetimbangan Bobot Lahir dengan Littersize Berdasarkan Paritas 22
D. Korelasi Bobot Lahir dengan Littersize .......................................... 24
E. Variasi Bobot Lahir dalam Sekelahiran .......................................... 25
1. Pengaruh Pejantan ...................................................................... 25
2. Pengaruh Induk dalam Paritas ................................................... 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 27
A. Kesimpulan ..................................................................................... 27
B. Saran ............................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28
LAMPIRAN ................................................................................................. 31
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERFORMAN ANAK BABI SILANGAN BERDASARKAN PEJANTAN DAN PARITAS INDUKNYA
Nur Wahyuningsih
H 0508072
RINGKASAN
Induk babi merupakan ternak yang sering menghasilkan anak dengan jumlah yang banyak dalam satu kelahiran. Jumlah anak yang dilahirkan berpengaruh pada besar kecilnya bobot lahir anak babi yang dihasilkan. Jumlah anak babi per kelahiran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah faktor kesuburan induk dan pejantan, serta perkawinan antar bangsa, umur dan paritas induk babi. Perkawinan mendorong terjadinya kontribusi genetik dari pejantan dan induk sehingga anaknya dapat mewarisi sifat tetuanya. Paritas induk berhubungan dengan umur induk saat melahirkan anak, maupun jumlah anak yang dilahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan (littersize) akan meningkat jika induk memiliki paritas tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pejantan dan paritas induk terhadap performan (bobot lahir) anak babi silangan, serta mengetahui paritas yang menghasilkan performan baik pada anak babi silangan. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dan dilaksanakan di perusahaan babi milik CV. Adhi Farm, Kebakkramat, Karanganyar. Materi yang digunakan adalah babi pejantan berjumlah 3 ekor berbangsa Landrace, Duroc, dan Hampshire. Babi betina berjumlah 21 ekor berbangsa Landrace, dan anak babi dari hasil perkawinan serta data dari perusahaan. Rancangan percobaan pada penelitian ini Rancangan Tersarang (Nested Design). Peubah yang diamati dan parameter yang diestimasi meliputi bobot lahir, littersize, korelasi bobot lahir dengan littersize, dan variasi bobot lahir dalam sekelahiran. Data yang menunjukkan adanya pengaruh, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significant Difference) untuk paritas yang tersarang pada pejantan dan Uji Jarak Berganda Duncan’s (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) untuk paritas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pejantan dan paritas yang tersarang pada pejantan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot lahir dan littersize. Selain itu, antara bobot lahir dan littersize yang dibandingkan dari tiap paritas yang tersarang pada pejantan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Kesetimbangan bobot lahir dan littersize anak babi silangan terdapat pada paritas 1. Korelasi antara bobot lahir dengan littersize bernilai –0,166. Variasi bobot lahir dalam sekelahiran adalah 0,019 - 0,155.
Kesimpulan penelitian ini adalah pejantan dan paritas induk berpengaruh terhadap performan bobot lahir dan littersize anak babi silangan. Korelasi antara bobot lahir dengan littersize menunjukkan bahwa semakin banyak littersize, maka bobot lahir akan semakin rendah. Rendahnya nilai variasi dari bobot lahir dalam sekelahiran menunjukkan adanya banyak keseragaman.
Kata kunci : Performan, Anak Babi, Pejantan, Paritas Induk
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERFORMANCE OF HYBIRD PIGLETS BASED ON
BOARS AND SOWS PARITY
Nur Wahyuningsih H 0508072
SUMMARY
Sow is an animal that often bears piglet in large numbers in a single birth.
The number of piglets born has effect on the weight of piglets which are produced. The number of piglets per litter is influenced by several factors. These factors are the parent and male fertility factors, as well as cross nation, age and parity sows. The marriage push be genetic contribution from boar and sow that inheritance to piglets. Parity is related to the age of the parent stem in childbirth, and the number of piglets born. The number of littersize will increase if the mother has high parity.
The aim of this study was to determine the effect of performance of the parent parity (birth weight) of hybrid piglets, and to know the parity that produces good performance of the hybrid piglets. This research was conducted in 4 months in the company of CV. Adhi Farm in Kebakkramat, Karanganyar. The material in this study were 3 boars (Landrace, Duroc and Hampshire), 21 Landrace sows, piglets from the marriage, and the data from the company. The design of experiments in this study was nested design. The variables that were observed and the parameter that was estimated included birth weight, littersize, the correlation of littersize to the birth weight, and birth weight variation in birth. The data showed the influence, then followed by Least Significant Difference Test (Least Significant Difference) for parity nested in boar and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) for parity.
The results showed that boar and boar parity nested exerted a highly significant (P <0.01) for birth weight and littersize. In addition, between birth weight and littersize were compared from each boar parity nested were significantly different (P<0.05). Balanced birth weight and hybrid piglets littersize were at parity 1. The correlation between weight birth and littersize were -0,166. The variation in birth weight per littersize was 0,019 to 0,155.
The conclusions of this study are the influence of the boar and parity sow has effect on birth weight of piglet’s performance of hybrids and littersize. The correlation between birth weight and littersize were the more littersize has the lower the birth weight. The lower value of the variation in birth weight showed a lot of uniformity of birth weight. Keywords: Performance, Piglets, Boars, Sows Parity
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ternak babi merupakan salah satu komoditi ternak penghasil protein
hewani yang mempunyai peranan penting dalam hal pemenuhan konsumsi
daging. Menurut Sution (2010), beberapa alasan mengapa ternak babi
mempunyai arti penting dalam ekonomi di antaranya, karena babi dapat
menghasilkan keuntungan yang relatif cepat dari modal yang dikeluarkan.
Babi dapat beranak dua kali dalam setahun dan sekali beranak dapat
menghasilkan anak yang banyak. Babi juga mudah beradaptasi dengan
lingkungan. Sementara di sisi lain, pakan untuk babi mudah diperoleh karena
tersedia di alam sehingga babi dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan masyarakat/peternak.
Babi memiliki keunggulan daripada ternak lain seperti sifat produksi
dan reproduksinya. Pardosi (2004) menyatakan beberapa sifat penting pada
ternak babi adalah jumlah anak yang dilahirkan per induk per kelahiran, bobot
lahir, jumlah anak lepas sapih, dan bobot sapih. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh perkawinan antar bangsa dan frekuensi beranak dari induk (parity) atau
paritas.
Perkawinan antar bangsa merupakan perkawinan antara pejantan dan
betina yang berasal dari bangsa yang berbeda. Tetua pejantan dan betina
menurut Wolf et al. (1999), berpengaruh secara signifikan terhadap
keturunannya (anak). Hal ini disebabkan oleh kontribusi genetik dari
keduanya. Tetua betina lebih banyak menurunkan sifat reproduksi, sedangkan
tetua pejantan lebih dominan menurunkan sifat produksi yang dimilikinya.
Oleh karena itu, pejantan yang digunakan harus mempunyai sifat genetik yang
unggul agar keturunannya juga mewarisi sifat tetuanya.
Kemampuan betina dalam bereproduksi dapat mengarah ke paritas.
Kata paritas berasal dari bahasa Latin, pario, yang berarti menghasilkan.
Paritas didefinisikan sebagai jumlah beranak yang pernah dialami induk dalam
melahirkan anak, baik dalam keadaan hidup ataupun mati, tanpa melihat
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
jumlah anaknya, serta kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali
paritas (Maimunah, 2005). Paritas induk berhubungan dengan umur induk saat
melahirkan anak, maupun jumlah anak yang dilahirkan. Jumlah anak yang
dilahirkan (littersize) akan meningkat jika induk memiliki paritas tinggi. Hal
ini sehubungan dengan kondisi fisiologis organ reproduksi induk yang
berkembang sejalan dengan stadium kebuntingan.
Kapasitas induk dalam menampung fetus akan terbatas, sehingga
littersize pun juga akan terbatas (Fenton et al., 1970). Hal ini berhubungan
dengan pendistribusian nutrisi dari induk yang merata pada fetus. Kemampuan
fetus dalam mencerna nutrisi dari induk akan menyebabkan perbedaan bobot
lahir fetus dalam sekelahiran. Selain itu, anak babi yang dilahirkan dalam
jumlah yang sedikit akan meningkatkan bobot lahir, sedangkan anak babi yang
dilahirkan dalam jumlah yang banyak akan menurunkan bobot lahir.
B. Perumusan Masalah
Induk babi merupakan ternak yang sering menghasilkan anak dengan
jumlah yang banyak dalam satu kelahiran. Kapasitas induk dalam menampung
jumlah fetus yang dikandung berbanding lurus dengan jumlah anak yang akan
dilahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan berpengaruh pada besar kecilnya
bobot lahir anak babi yang dihasilkan. Jumlah anak babi per kelahiran
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah faktor kesuburan
induk dan pejantan, serta perkawinan antar bangsa, umur dan paritas induk
babi.
Perkawinan antar bangsa merupakan perkawinan dari bangsa yang
berbeda baik itu pejantan maupun betina. Hal tersebut mendorong terjadinya
kontribusi genetik dari pejantan dan betina sehingga secara signifikan dapat
mempengaruhi keturunannya (anak). Sifat reproduksi lebih banyak diturunkan
dari tetua betina sedangkan sifat produksi lebih dominan dari tetua pejantan.
Oleh karena itu, pengaruh pejantan sangat penting karena performan anaknya
dapat mewarisi sifat tetua pejantan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Sementara di sisi lain, pengaruh betina dalam kemampuan
bereproduksi, dalam hal ini adalah paritas. Paritas pertama pada induk akan
menghasilkan anak babi yang lebih sedikit jika dibandingkan pada kelahiran
berikutnya. Jumlah anak babi yang dilahirkan akan meningkat seiring dengan
seringnya induk tersebut mengalami paritas, dan diharapkan anak babi dalam
sekelahirannya menghasilkan performan yang lebih baik bila dibandingkan
dengan induk yang hanya sekali mengalami paritas. Namun tiap kali paritas,
induk akan menghasilkan variasi bobot lahir anak babi. Variasi bobot lahir
anak babi sangat beragam karena dalam sekelahiran, induk dapat
menghasilkan anak babi 6-12 ekor. Jumlah anak sekelahiran yang sedikit akan
meningkatkan bobot lahir, begitu juga sebaliknya. Anak babi yang dilahirkan
dalam jumlah yang banyak akan menurunkan bobot lahir.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai
pengaruh pejantan dan paritas induk dalam menghasilkan performan yang baik
bagi anak babi.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengaruh pejantan dan paritas induk terhadap performan
(bobot lahir) anak babi silangan.
2. Mengetahui paritas keberapa yang menghasilkan performan baik pada
anak babi silangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Babi
Ternak babi menurut produksi dibagi menjadi tiga golongan.
Pertama, babi penghasil daging atau disebut tipe pork. Kedua, babi penghasil
daging yang berlemak atau tipe bacon. Ketiga, tipe lard atau babi penghasil
lemak (Hardjosubroto,1994). Jenis babi yang banyak dipelihara di Indonesia
adalah bangsa Landrace, Duroc, Yorkshire, Hampshire yang mempunyai
kualitas dan produksi daging yang tinggi serta babi hasil persilangan yang
biasanya digunakan sebagai pejantan.
1. Babi Landrace
Bangsa babi Landrace merupakan babi tipe bacon yang sangat
istimewa (Hardjosubroto, 1994). Babi Landrace sekarang ada beberapa tipe
yaitu Denmark, Swedia, Amerika dan sebagainya. Babi Landrace banyak
digunakan untuk program persilangan babi-babi di daerah tropik, terutama
di Asia Tenggara. Namun, babi Landrace sangat peka terhadap sengatan
sinar matahari (Reksohadiprodjo, 1984). Bangsa babi Landrace mempunyai
ciri-ciri tubuh panjang besar lebar dan dalam, warna putih dengan bulu
halus, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, leher panjang,
bahu rata, kaki letaknya baik kuat dengan paha yang kuat (Blakely dan
Bade, 1996). Sihombing (1997), menyatakan bahwa bobot badan babi
American Landrace sebesar 320-410 kg pada babi jantan dewasa, dan 250-
340 kg pada induk.
2. Babi Duroc
Babi Duroc berwarna merah dan bertipe lard dengan ditandai
sifatnya yang baik dalam memanfaatkan pakan. Dewasa ini babi Duroc
banyak yang telah diubah menjadi tipe pork untuk memenuhi kebutuhan
pasar (Hardjosubroto, 1994). Bangsa babi Duroc mempunyai ciri-ciri tubuh
panjang, besar, warna merah bervariasi mulai dari merah muda sampai
merah tua, punggung berbentuk busur dari leher sampai ekor, kepala
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
sedang dengan telinga terkulai ke depan, produksi cukup tinggi dan banyak
anak (Blakely dan Bade, 1996).
3. Babi Hampshire
Babi Hampshire dikembangkan di Kentucky, Amerika Serikat.
Warnanya hampir sama dengan babi Wessex Saddleback dari Inggris.
Perbedaan yang terlihat adalah pada telinga. Wessex Saddleback bertelinga
rebah, sedangkan Hampshire bertelinga tegak. Salah satu ciri khas babi
Hampshire adalah lilit putih melingkari tubuhnya yang berwarna hitam.
Warna putih juga terdapat di kedua ujung kaki depan (Sihombing, 1997).
Menurut Reksohadiprodjo (1984), warna putih seperti ikat pinggang pada
babi ini terletak dibagian ¼ badan muka. Selanjutnya, Sihombing (1997)
menyatakan bahwa babi yang digunakan untuk bibit dengan ujung kaki
belakang berwarna putih boleh dipergunakan asalkan warna putih tidak
mencapai ujung paha. Selain itu, babi ini merupakan tipe pedaging (pork)
yaitu bertubuh besar dan mempunyai kekuatan tulang kaki sedang. Bobot
babi jantan dewasa adalah 275-385 kg, sedangkan induk 225-320 kg.
Berdasarkan informasi dari perusahaan CV. Adhi Farm bahwa
standar bobot badan babi untuk menjadi indukan adalah babi dengan umur 8
bulan dengan berat mencapai 110 – 120 kg, sedangkan bobot babi dewasa bisa
mencapai 250 kg. Kostaman dan Sutama (2006) menyatakan bahwa induk
kambing yang berbobot badan besar mempunyai kemungkinan beranak
kembar lebih tinggi daripada induk yang berbobot badan lebih kecil. Bobot
badan induk mempunyai pengaruh lebih besar daripada pejantan terhadap
bobot lahir anak.
B. Paritas
Paritas merupakan frekuensi atau urutan keberapa kali induk dalam
melahirkan anak. Paritas pertama pada induk babi akan menghasilkan nilai
yang rendah pada performan anak babi. Pada paritas kedua akan meningkat
sampai pada paritas kelima. Kemudian akan menurun pada paritas keenam dan
seterusnya (Thornton, 2011). Penyebab hal ini menurut Gordon (2008) ialah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tingginya kadar hormon LH pada babi induk dibandingkan pada babi dara.
Tomaszewska et al., (1991) menyatakan bahwa hormon LH (Luteinizing
Hormone) merupakan hormon yang menyebabkan ovulasi terjadi.
Toelihere (1993), menyatakan bahwa ovulasi terjadi selama berahi dan
sebagian ovum dilepaskan 38 sampai 42 jam sesudah permulaan berahi. Lama
berahi pada babi betina berlangsung dua sampai tiga hari dengan variasi antara
satu sampai empat hari. Bangsa, paritas dan gangguan hormonal dapat
mempengaruhi lamanya berahi. Babi dara sering tidak memperlihatkan berahi
lebih dari satu hari, sedangkan babi induk pada umumnya menunjukkan berahi
selama dua hari atau lebih dan rataan periode berahi adalah 12 sampai 18 jam
lebih lama daripada babi dara. Berahi biasanya terjadi tiga sampai delapan hari
sesudah penyapihan apabila anak–anak babi dipisahkan enam sampai delapan
minggu sesudah partus.
Lama proses ovulasi menurut Toelihere (1993) adalah 3,8 jam. Ovulasi
pada babi induk kira–kira empat jam lebih cepat daripada babi dara sehingga
babi induk mengovulasikan lebih banyak rata–rata dua ovum daripada babi
dara. Paterson et al. (1980), menyatakan bahwa jumlah ovulasi rata-rata pada
babi paritas pertama adalah 10,9 ± 0,14 ovum dan jumlah rata-rata anak yang
lahir 8,0 ± 0,12 ekor. Berkurangnya jumlah anak yang dilahirkan daripada
jumlah ovum yang dilepaskan, menurut Tomaszewska et al., (1991)
disebabkan oleh kematian embrio sebelum implantasi (perlekatan) pada
dinding uterus, sebagian besar disebabkan tidak normalnya kromosom yang
berhubungan dengan pembuahan dan pembelahan awal dari sel yang tidak
dapat dihindari atau dicegah.
Laju ovulasi menurut Sihombing (1997) akan mengalami peningkatan
sampai paritas ketujuh, tetapi pada umumnya, induk babi diafkir pada paritas
kelima dan keenam. Hal ini dikarenakan daya reproduksi yang mulai menurun
sehingga menghasilkan laju kebuntingan yang rendah. Selain itu, menurut
Toelihere (1993) bahwa tingginya angka ovulasi ternyata dapat menyebabkan
kematian prenatal atau kematian embrio dini, dimana kematian ini terjadi
sebelum hari ke-25 pada masa kebuntingan. Kematian prenatal kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
akan naik seiring dengan umur dan paritas. Penyebabnya ialah angka ovulasi
yang meninggi tetapi tidak diikuti dengan perbaikan jumlah litter, serta adanya
kondisi lingkungan yang kurang baik di dalam uterus akan menyebabkan
kematian embrio dini.
Kondisi lingkungan yang kurang baik di dalam uterus menurut
Hardjopranjoto (1995), disebabkan ada 3 yaitu, penyakit, stres, dan hormonal.
Pertama, penyakit pada induk yang menimbulkan peningkatan suhu tubuh dan
demam dapat menimbulkan kematian embrio. Ke-dua, faktor stres panas pada
uterus disebabkan suhu kandang yang tinggi. Ke-tiga, faktor hormonal
khususnya ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Kadar
hormon estrogen yang berlebih dalam darah pada awal kebuntingan
menyebabkan terjadinya kontraksi dinding uterus yang berlebihan sehingga
diikuti oleh kematian embrio. Demikian juga dengan kekurangan sekresi
hormon progesteron yang disebabkan adanya regresi korpus luteum pada awal
kebuntingan, dapat diikuti kematian embrio dini. Hormon progesteron pada
awal kebuntingan berfungsi untuk memelihara pertumbuhan mukosa uterus
dan kelenjar-kelenjarnya sehingga mampu menghasilkan cairan yang
merupakan bahan penting sebagai sumber pakan embio.
Sihombing (1997), menyatakan bahwa periode yang efektif untuk
menginseminasi adalah sekitar 24 jam, antara 24 hingga 36 jam setelah
puncak berahi. Jika pengawinan dilakukan terlalu awal, sperma tiba di tuba
fallopii terlalu awal dan mungkin mati sebelum ada telur yang lepas. Bila
dikawinkan terlalu lambat, telur terlalu masak (lebih dari enam jam) dan akan
berakibat lebih dari satu sperma masuk ke dalam satu telur untuk membuahi
(polyspermy). Partodihardjo (1982), menyatakan bahwa jika terjadi
polispermia maka fertilisasi bisa dianggap gagal karena dapat menghasilkan
makhluk baru dengan jumlah kromosom lebih dari normalnya. Kromosom
tersebut bersifat letal dan makhluk tersebut akan mati sebelum implantasi
terjadi.
Menurut Sihombing (1997), Frekuensi pengawinan sebanyak dua kali
pada tiap kali berahi dapat meningkatkan laju kebuntingan ternak babi karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
ovum yang tidak dibuahi pada pengawinan pertama kemungkinan besar akan
terbuahi pada pengawinan yang kedua. Inseminasi yang pertama harus
lengkap 12 sampai 16 jam setelah dideteksi awal siap kawin (puncak berahi)
dan sekali lagi 12 sampai 14 jam kemudian. Inseminasi yang kedua harus
dilakukan walaupun induk tidak memperlihatkan tanda siap kawin dan jangan
menggunakan dosis yang kedua untuk menginseminasi induk lain, sebab
kemungkinan dapat menyebabkan anak yang lahir sedikit, meskipun induk
akan bunting. Kebuntingan terjadi apabila adanya fertilisasi yaitu bila satu
sperma bersatu dengan ovum untuk membentuk zigot dan di dalam uterus
terdapat pertumbuhan embrio dan fetus.
Keberhasilan pengawinan dipengaruhi oleh deteksi berahi yang tepat.
Deteksi berahi pada induk sebaiknya dilakukan setiap hari, sedangkan pada
babi dara dua hari sekali. Deteksi berahi dapat ditingkatkan dengan cara
melihat tingkah laku induk ketika terjadi kontak langsung dengan pejantan.
(Pitcher, 1997 cit Timur, 2006).
Peningkatan paritas atau keacapan melahirkan anak pada babi, ada 3
cara. Pertama, memperkecil rasio antara babi dara dan induk dengan
meningkatkan manajemen babi induk. Kedua, menyapih anak babi pada umur
dini untuk mengurangi waktu dari lahir sampai induk dikawinkan kembali.
Ketiga, meningkatkan laju konsepsi dengan jalan inseminasi buatan disertai
pengawinan betina dua kali berturut-turut (Sihombing, 1997). Sementara di
sisi lain, Thornton (2011) menyatakan bahwa keputusan dalam kunci untuk
memanajemen kontrol pada paritas, tertumpu pada beberapa informasi dasar
tentang keadaan spesifik dari produktivitas. Produktivitas dari paritas dapat
dicapai jika genotip dan sistem manajemen saling beriringan agar dapat
memaksimalkan keuntungan dari sebuah “farm” dan distribusi paritas.
Distribusi paritas yang ideal di suatu peternakan menurut Carroll (1999) cit
Lawlor dan Lynch (2007) adalah 17% untuk paritas 1 sampai persentase
menurun < 4% untuk paritas 8 ke atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
C. Performan Anak Babi
Bobot lahir adalah bobot badan anak babi yang ditimbang segera
setelah dilahirkan. Bobot lahir ini sangat bervariasi dan dipengaruhi beberapa
faktor seperti umur induk, bangsa induk, efek keindukan dari betina (Pardosi,
2004). Bobot lahir dipengaruhi juga oleh genetik (Sihombing, 1997), jenis
kelamin anak (Widodo dan Hakim, 1981), littersize dan paritas (Akdag et al.,
2009).
Indikasi bahwa paritas berpengaruh terhadap bobot lahir anak babi dan
secara keseluruhan yaitu berupa rendahnya bobot lahir pada paritas pertama
dibandingkan paritas berikutnya (Milligan et al., 2002). Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh keindukan. Pengaruh keindukan adalah kemampuan
seekor induk dalam memelihara dan mengasuh anaknya. Pengaruh keindukan
dapat terjadi pada masa prenatal dan postnatal. Prenatal adalah masa
kehidupan embrio (di dalam uterus) dan postnatal adalah masa kehidupan
anak babi setelah proses kelahiran dan ini sangat dipengaruhi oleh sifat
keindukan, dan produksi susu induk (Legates, 1972). Widodo dan Hakim
(1981) menambahkan bahwa faktor yang memberikan dan menjaga
pertumbuhan dari fetus dalam uterus dapat mempengaruhi bobot lahir anak
babi. Jumlah fetus yang dikandung oleh induk menurut Gordon (2008), sangat
berdampak pada masa kebuntingan. Jumlah fetus yang sedikit di dalam uterus
akan mempengaruhi bobot lahir pada anak babi, seperti jika jumlah fetus
sedikit, maka perkembangan fetus di dalam uterus akan memakan waktu lama
sehingga kebuntingan juga akan lama dan bobot badan anak babi akan
bertambah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pamungkas et al. (2005) bahwa
bobot induk kambing saat melahirkan anak berpengaruh sangat nyata terhadap
bobot lahir anak, dimana semakin besar bobot induk saat melahirkan maka
semakin besar pula bobot lahir anaknya. Begitu pula terhadap littersize, bobot
induk saat melahirkan anak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
littersize.
Paritas menurut Milligan et al. (2002), ternyata memberikan pengaruh
signifikan terhadap rata-rata kelangsungan dari kehidupan anak babi, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
indikasi tingginya variasi dari kelangsungan rata-rata kehidupan anak babi
pada paritas pertama atau paritas berikutnya. Kelangsungan kehidupan anak
babi dipengaruhi oleh adanya faktor mortalitas. Sihombing (1997),
menyatakan bahwa besarnya mortalitas anak babi dari lahir sampai sapih
sebesar 9,400 ekor untuk jumlah anak yang lahir, sedangkan yang dapat
disapih adalah 7,300 ekor. Akdag et al. (2009), menambahkan bahwa paritas
tidak memberikan perbedaan nyata terhadap bobot lahir anak babi, tetapi
littersize memberikan pengaruh signifikan terhadap bobot lahir. Hal ini
disebabkan oleh hubungan antara bobot lahir anak babi dengan littersize
menunjukkan korelasi yang negatif. Menurut Warwick et al, (1984), korelasi
genetik bersifat negatif akan membatasi kemajuan yang dapat dicapai untuk
kedua sifat itu secara bersamaan.
Sihombing (1997), rerata bobot lahir anak babi bervariasi antara 1,090-
1,770 kg. Menurut Aritonang dan Silalahi (2001), bobot lahir anak dari hasil
purebreed babi Duroc (D) 1,120 kg; Landrace (L) 1,180 kg; Hampshire (H)
1,100 kg; dan Yorkshire (Y) 1,220 kg. Sementara di sisi lain, bobot lahir anak
dari hasil crossbreed babi DxL 1,460 kg; HxL 1,220 kg; dan YxL 1,300 kg.
D. Littersize
Jumlah anak per kelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan per
induk per kelahiran. Babi dara yang baru dikawinkan akan menghasilkan
jumlah anak per kelahiran yang lebih sedikit daripada babi induk. Selanjutnya
umur induk babi mencapai dewasa reproduksi adalah pada saat umur 3 tahun
atau kelahiran ke-4 dan ke-5. Pada umur 4,5 tahun sebaiknya induk tersebut
diafkir karena sudah tidak efektif lagi untuk dikawinkan (Sihombing, 1997).
Jumlah anak per kelahiran akan dipengaruhi oleh umur induk, bangsa,
dan paritas (Gordon, 2008), genetik, manajemen, lama laktasi, penyakit, stres,
dan fertilitas pejantan (Lawlor dan Lynch, 2007). Menurut Gordon (2008),
littersize ini dipengaruhi oleh kematian selama fertilisasi dan embrio, lama
bunting, tatalaksana dan pakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Littersize akan meningkat diikuti dengan umur, tetapi pada paritas
tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada littersize dalam umur yang
sama (French et al.,1979). Selanjutnya, induk muda menghasilkan jumlah
anak yang sedikit daripada induk tua. Sejak kelahiran pertama, jumlah anak
cenderung meningkat dan mencapai puncak pada kelahiran ketiga dan
keempat, kemudian stabil hingga kelahiran ketujuh dan selanjutnya menurun
(Lawlor dan Lynch, 2007). Semakin dewasa induk menurut Tomaszewska et
al. (1991), akan semakin bertambah pula bobot hidupnya yang diikuti dengan
kematangan fungsi organ reproduksi, sehingga meningkatkan daya tampung
uterus dan memungkinkan perkembangan fetus secara maksimal.
Aritonang dan Silalahi (2001) menyatakan bahwa littersize yang
berasal dari perkawinan dari bangsa murni diperoleh hasil yang sangat nyata
lebih banyak bila dibandingkan dengan perkawinan dari bangsa yang berbeda
(hasil persilangan). Hasilnya berupa littersize pada bangsa murni Landrace
11,400 ekor; Yorkshire 10,400 ekor; Hampshire 9,400 ekor; dan Duroc 9,000
ekor; sedangkan hasil dari persilangan mempunyai litttersize 6,800 sampai
9,200 ekor.
Littersize merupakan hal terpenting dalam memaksimalkan jumlah
produksi babi dan mengarahkan seleksi agar menunjang intensitas seleksi
untuk diterapkan. Asumsi normal, bahwa produksi littersize utamanya
dipercayakan pada betina, tetapi, ternyata pejantan juga memberikan pengaruh
terhadap tinggi rendahnya littersize oleh induk. Hal ini disebabkan oleh
fertilitas pejantan yang digunakan dalam proses perkawinan (Rahnefeld dan
Swierstra, 1970). Hal tersebut menurut Gordon (2008), bahwa littersize
merupakan efek dari hasil fertilitas induk dengan pejantan serta sistem
manajemen kontrol yang dilakukan baik saat perkawinan maupun saat
pemeliharaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Perusahaan babi CV. Adhi Farm, Desa
Sepreh, Kelurahan Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten
Karanganyar. Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan September -
Desember 2011.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah babi jantan, babi
betina dan anak babi serta data yang diperoleh dari perusahaan. Pejantan yang
digunakan berjumlah 3 ekor dan berasal dari bangsa yang berbeda, yaitu :
Landrace (umur 3 tahun dengan bobot badan 190 kg), Duroc (umur 2 tahun
dengan bobot badan 180 kg), dan Hampshire (umur 2 tahun dengan bobot
badan 175 kg). Betina yang digunakan berjumlah 21 ekor berbangsa Landrace
(berumur 1-5 tahun dengan bobot badan rata-rata 180 ± 15 kg). Satu ekor
pejantan mengawini tujuh ekor babi betina. Kemudian keturunan hasil dari
perkawinan tersebut diamati littersize dan performan bobot lahirnya.
Keterangan : L = Landrace, LS = Littersize
Gambar 1. Skema perkawinan babi
Skema Perkawinan Babi
Duroc Hampshire Landrace
L8 13 LS
L9
L10
L11
L12
L13
L14
12 LS
12 LS
11 LS
13 LS
9 LS
L15 10 LS
L16
L17
L18
L19
L20
L21
11 LS
9 LS
12 LS
11 LS
14 LS
11 LS
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
12 LS
11 LS
11 LS
13 LS
10 LS
11 LS
10 LS 14 LS
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Tabel 1. Data pakan yang diberikan pada babi
No. Bahan Pakan Ransum
Pejantan Dara Betina Bunting ----------------------- % --------------------- 1. Bekatul 30,612 48,980 48,980 2. Jagung 32,653 20,408 20,408 3. MBM (Meat Bone Meal) /
Tepung Tulang dan Daging 2,041 2,041 2,041
4. SBM (Soya Bean Meal) / Tepung hasil sampingan dari Kedelai
24,490 8,163 8,163
5. Pollar Putih (White Pollard) / Tepung hasil sampingan dari Gandum
10,204 20,408 20,408
Total 100 100 100 Jumlah Pakan (kg/hari) 3,5-4 2,3-2,5 2,3-2,5
Sumber: Laporan Gudang Pakan CV Adhi Farm Bulan September - Desember 2011
Alat yang digunakan adalah timbangan merek Summa kapasitas 3
kilogram dengan kepekaan 0,1 gram, marker (spidol), alat tulis dan kamera.
C. Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data
1. Persiapan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observatif. Persiapan penelitian
berupa penyusunan formulir antara lain, pejantan, indukan dan keturunan
dari tetua tersebut. Formulir digunakan untuk mempermudah pengisian data
saat pelaksanaan di lapangan.
2. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Tersarang
(Nested Design). Rancangan tersebut berfungsi untuk mengetahui adanya
pengaruh paritas terhadap peubah yang diamati yaitu bobot lahir dan
littersize.
Model analisis :
Yijk = µ +αi + α(β)ij + εijk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan :
µ : Rerata dari data bobot lahir maupun littersize
αi : Pejantan i
α(β)ij : Pejantan (paritas j) i
εijk : Galat
(Astuti, 1980).
Pengaruh lingkungan dalam penelitian ini, dianggap tidak ada.
Semua babi berada di bawah satu manajemen sehingga faktor lingkungan
seperti cuaca, kondisi kandang, dan pakan semuanya seragam. Faktor yang
diteliti adalah pengaruh dari tetua. Pengaruh tetua jantan (αi) dan pengaruh
dari betina (β) dalam hal ini adalah paritasnya. Rancangan tersarang dipilih
karena faktor-faktor yang diamati adalah pejantan dan betina (dalam hal ini
paritas) yang tersarang dalam pejantan. Pejantan kawin dengan beberapa
betina, sedangkan betina hanya bisa kawin dengan satu pejantan.
Selanjutnya, faktor induk (baik jantan dan betina) akan dianalisis dengan
anova. Apabila hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh nyata,
maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT/Least Significant
Difference) untuk paritas yang tersarang pada pejantan dan Uji Jarak
Berganda Duncan’s (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) untuk paritas.
3. Alur Penelitian
Proses pengambilan data dilakukan dengan pencatatan data tetua
yang diperoleh dengan melihat recording baik dari induk dan dari pejantan
yang digunakan saat proses perkawinan. Recording dari induk berupa
nama, bangsa, umur, paritas keberapa dan pejantan yang digunakan. Selain
itu, diambil pula data dari recording pejantan berupa nama, bangsa, dan
umur. Kemudian ditunggu sampai induk tersebut bunting dan beranak.
Selanjutnya, saat induk melahirkan anak babi silangan. Anak babi
ditimbang segera atau dalam kurun waktu kurang dari 24 jam setelah
dilakukan penanganan berupa pembersihan cairan amnion dan pemotongan
plasenta. Pencatatan yang dilakukan meliputi bobot lahir dan littersize anak
babi dalam sekelahiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
D. Peubah yang Diamati dan Parameter yang Diestimasi
1. Bobot lahir
Bobot lahir adalah bobot badan anak babi saat lahir.
2. Littersize
Littersize adalah banyaknya anak babi yang dilahirkan oleh induk
per kelahiran.
3. Korelasi bobot lahir dengan littersize
Korelasi bobot lahir dengan littersize merupakan hubungan antara
dua sifat yang diakibatkan adanya pengaruh genetik. Korelasi ini
mempunyai nilai -1 sampai +1. Warwick et al, (1984) menyatakan bahwa
korelasi dapat bernilai positif, yaitu apabila suatu sifat meningkat maka
sifat yang lain juga meningkat. Sebaliknya, korelasi dapat bernilai negatif,
yaitu jika suatu sifat meningkat maka sifat yang lain akan menurun.
Tabel 2. Nilai korelasi genetik
Koefisien Korelasi (r) Negatif Positif Rendah -0,3 sampai -0,1 0,1 sampai 0,3 Sedang -0,5 sampai -0,3 0,3 sampai 0,5 Tinggi -1,0 sampai -0,5 0,5 sampai 1,0
Sumber : Maylinda, 2010
Rumus yang digunakan dalam perhitungan korelasi menurut
Hardjosubroto, (1994) adalah
))((
cov2
)(2
)( ysxs
sGr
ss=
Keterangan : rG = korelasi genetik antara bobot lahir dengan littersize
covs = komponen peragam antar bobot lahir dengan littersize 2
)(xss = komponen peragam bobot lahir
2)(yss = komponen peragam littersize
4. Variasi bobot lahir dalam sekelahiran
Variasi bobot lahir dalam sekelahiran merupakan variasi dari bobot
lahir anak di dalam suatu kelahiran induk dengan jumlah anak per
kelahiran sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Rumus yang digunakan dalam menentukan variasi menurut Steel dan
Torrie (1995) adalah
1
)( 22
-
-= å
n
xxx
ms
Keterangan : x2s = variasi bobot lahir dalam satu littersize yang sama
n = jumlah anak dalam satu induk yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah rerata bobot lahir, variasi
bobot lahir dalam sekelahiran, dan littersize anak babi silangan. Data diambil dari
anak babi silangan sejumlah 240 ekor, yang berasal dari hasil persilangan antara
pejantan Duroc, Landrace, dan Hampshire dengan betina Landrace. Kemudian
hasil tersebut dianalisis berdasarkan paritas induknya. Hasil analisis disajikan
dalam Tabel 2 dan 3.
Tabel 3. Rerata bobot lahir dan littersize anak babi silangan berdasarkan paritas induk yang tersarang pada pejantan
Pejantan Paritas Rerata Bobot Lahir (kg)
Variasi Bobot Lahir dalam sekelahiran
Littersize Anak Babi (ekor)
Duroc
1 (L1) 1,258 x 0,030 ± 0,174 12 bc 3 (L2) 1,427 x 0,031 ± 0,176 11 bcd 4 (L3) 1,261 x 0,095 ± 0,309 11 bcd 6 (L4) 1,149 y 0,085 ± 0,292 13 b 7 (L5) 1,833 x 0,046 ± 0,215 10 bcde 8 (L6) 1,302 x 0,069 ± 0,263 11 bcd 10 (L7) 1,237 x 0,019 ± 0,138 10 bcde
Rerata 1,430 o 0,0003 ± 0,018 11,231 n
Hampshire
1 (L8) 1,734 x 0,155 ± 0,393 13 b 1 (L9) 1,584 x 0,093 ± 0,305 12 b 2 (L10) 1,601 x 0,063 ± 0,252 12 bc 3 (L11) 1,650 x 0,038 ± 0,195 11 bcd 5 (L12) 1,148 y 0,098 ± 0,313 13 b 7 (L13) 1,181 y 0,081 ± 0,284 9 bcdef 8 (L14) 1,256 x 0,065 ± 0,255 14 a
Rerata 1,146 o 0,002 ± 0,045 12,190 m
Landrace
2 (L15) 1,625 x 0,037 ± 0,192 10 bcde 3 (L16) 1,447 x 0,032 ± 0,179 11 bcd 5 (L17) 1,672 x 0,116 ± 0,341 9 bcde 7 (L18) 1,309 x 0,069 ± 0,263 12 bc 7 (L19) 1,647 x 0,109 ± 0,330 11 bc 8 (L20) 1,438 x 0,066 ± 0,257 14 a 9 (L21) 1,513 x 0,039 ± 0,197 11 bcd
Rerata 1,752 o 0,0001 ± 0,010 11,333 n
Total 21 1,435 - 11,600 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan
nyata pada hasil pengamatan.
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Tabel 4. Rerata bobot lahir dan littersize anak babi silangan berdasarkan paritas induknya
Paritas Umur Induk
(tahun)
Jumlah Induk (ekor)
Jumlah Anak Babi
(ekor)
Rerata Bobot Lahir
(kg)
Rerata Littersize
(ekor) 1 1 3 37 1,531 vw 12,351 c 2 1,5 2 22 1,612 v 11,091 e 3 2 3 33 1,508 vw 11,000 e 4 2,5 1 11 1,261 xy 11,000 e 5 3 2 22 1,363 wx 11,364 d 6 3 1 13 1,149 y 13,000 b 7 3,5 4 42 1,495 vw 10,619 f 8 4 3 39 1,334 wxy 13,154 a 9 4,5 1 11 1,513 vw 11,000 e 10 5 1 10 1,237 xy 10,000 g
Total 21 240 1,435 11,600 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan
nyata pada hasil pengamatan.
A. Bobot Lahir
1. Pengaruh Pejantan
Hasil pengamatan rerata bobot lahir anak babi silangan berdasarkan
pejantan disajikan dalam Tabel 3. Pejantan dari bangsa Duroc, Landrace,
dan Hampshire ternyata dapat memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap bobot lahir. Namun, bangsa pejantan yang dibandingkan tidak
menunjukkan perbedaan (P>0,05) terhadap bobot lahir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh bangsa pejantan terhadap bobot lahir anak
babi silangan tidak memberikan perbedaan.
Bobot lahir dipengaruhi oleh faktor genetik (Sihombing, 1997).
Faktor genetik berasal dari kontribusi gen yang berasal dari tetua pejantan
dan betina. Maka, pejantan dapat mempengaruhi bobot lahir anak babi
silangan.
2. Pengaruh Induk dalam Paritas
Hasil pengamatan rerata bobot lahir anak babi silangan berdasarkan
paritas induknya disajikan dalam Tabel 3 dan 4. Berdasarkan analisis
variansi, paritas dan paritas yang tersarang pada pejantan dapat
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot lahir. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
itu, antara bobot lahir yang dibandingkan dari tiap paritas dan tiap paritas
yang tersarang pada pejantan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Sihombing (1997), rerata bobot lahir anak babi bervariasi antara 1,090
sampai 1,770 kg. Sementara hasil penelitian diperoleh bahwa rerata bobot
lahir anak babi silangan adalah 1,435 kg. Rerata bobot lahir anak babi yang
baik terdapat pada paritas 1, 2, 3, 7 dan 9. Rerata bobot lahir terkecil yaitu
1,149 kg pada paritas ke-6 dan rerata terbesar 1,612 kg pada paritas ke-2
(Tabel 4).
Paritas kedua mempunyai bobot lahir anak babi silangan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan paritas pertama (Tabel 4). Menurut
Thornton (2011), paritas pertama pada induk babi akan menghasilkan nilai
yang rendah pada kualitas anak babi. Hal tersebut disebabkan adanya
banyak faktor yang mempengaruhi. Bobot lahir anak sangat bervariasi dan
dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis kelamin anak (Widodo dan
Hakim, 1981), littersize dan paritas (Akdag et al., 2009). Jadi, setiap paritas
induk mempunyai pengaruh yang berbeda pada besarnya bobot lahir anak
babi silangan, namun beberapa pada paritas ke-2 sampai ke-4 menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan pada bobot lahir anak babi silangan
(Tabel 3). Hal tersebut disebabkan karena faktor maternal effect (faktor
keindukan). Faktor keindukan ada dua yaitu prenatal (di dalam uterus) dan
postnatal (kehidupan anak babi setelah proses kelahiran). Penurunan bobot
lahir di sini disebabkan oleh maternal effect pada saat prenatal. Menurut
Widodo dan Hakim (1981), semua faktor yang memberikan dan menjaga
pertumbuhan dari fetus dalam uterus dapat mempengaruhi bobot lahir anak
babi. Selain itu, jumlah fetus yang dikandung oleh induk sangat berdampak
pada masa kebuntingan. Jika jumlah fetus sedikit, maka perkembangan
fetus di dalam uterus akan memakan waktu lama sehingga kebuntingan
juga akan lama dan bobot badan anak babi akan bertambah (Gordon, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
B. Littersize
1. Pengaruh Pejantan
Hasil pengamatan rerata littersize anak babi silangan berdasarkan
pejantan disajikan dalam Tabel 3. Pejantan Duroc, Landrace, dan
Hampshire yang disilangkan dengan betina Landrace ternyata dapat
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) dan menunjukkan perbedaan
(P<0,01) terhadap littersize. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh
bangsa pejantan terhadap littersize anak babi silangan memberikan
perbedaan.
Littersize menurut Gordon (2008), merupakan efek dari hasil
fertilitas induk dengan pejantan serta sistem manajemen kontrol yang
dilakukan baik saat perkawinan maupun saat pemeliharaan. Data pada
paritas ke-3 yang disilangkan dengan pejantan Duroc, Landrace, dan
Hampshire, ternyata dihasilkan littersize yang sama. Sementara di sisi lain,
pada paritas ke-7 dan ke-8 dihasilkan littersize yang berbeda (Tabel 3). Hal
ini dijelaskan oleh Rahnefeld dan Swierstra (1970), bahwa asumsi normal,
produksi littersize utamanya dipercayakan pada betina, tetapi ternyata
pejantan juga memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya littersize
oleh induk. Hal ini disebabkan oleh fertilitas pejantan yang digunakan
dalam proses pengawinan.
2. Pengaruh Induk dalam Paritas
Hasil pengamatan rerata littersize anak babi silangan berdasarkan
paritas induknya disajikan dalam Tabel 3 dan 4. Berdasarkan análisis
variansi, paritas dan paritas yang tersarang pada pejantan dapat
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap littersize. Selain itu,
antara littersize yang dibandingkan dari tiap paritas dan tiap paritas yang
tersarang pada pejantan menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Rerata littersize anak babi sekelahiran adalah 11,600. Rerata littersize anak
babi sekelahiran yang baik terdapat pada paritas 1, 6, dan 8. Rerata littersize
tertinggi terletak di paritas ke-8 yaitu 13,154 ekor, dan yang terendah yaitu
10 ekor paritas ke-10. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari jumlah induk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tidak sama di tiap paritas yang berbeda. Sementara di sisi lain, littersize
pada paritas ke-3 cenderung stabil dengan hasil 11 ekor anak per kelahiran
(Tabel 3). Menurut Lawlor dan Lynch, (2007), bahwa sejak kelahiran
pertama, jumlah anak cenderung meningkat dan mencapai puncak pada
kelahiran ketiga dan keempat, lalu stabil hingga kelahiran ketujuh dan
selanjutnya menurun. Penyebabnya menurut Sihombing (1997) adalah
ovulasi pada babi induk mengovulasikan lebih banyak rata–rata dua ovum
daripada babi dara. Laju ovulasi akan meningkat terus hingga paritas
ketujuh tetapi pada umumnya induk babi diafkir pada paritas kelima dan
keenam. Hal ini dikarenakan daya reproduksi yang mulai menurun sehingga
menghasilkan laju kebuntingan yang rendah. Selain itu, menurut
Tomaszewska et al. (1991), semakin dewasa induk, semakin bertambah
bobot hidupnya yang diikuti dengan kematangan fungsi organ reproduksi,
sehingga meningkatkan daya tampung uterus dan memungkinkan
perkembangan fetus secara maksimal.
Jumlah anak per kelahiran akan dipengaruhi oleh umur induk,
bangsa, dan paritas (Gordon, 2008). Menurut French et al.,(1979), littersize
akan meningkat diikuti dengan umur, tetapi pada paritas tidak memberikan
pengaruh yang berbeda pada littersize dalam umur yang sama. Hal tersebut
juga menunjukkan hasil yang sama yaitu jika paritas meningkat, maka
littersize tidak selalu diimbangi adanya peningkatan (Tabel 4).
C. Kesetimbangan Bobot Lahir dengan Littersize Berdasarkan Paritas
Rerata bobot lahir anak babi dan littersize yang baik terdapat pada
paritas 1, 2, 3, 7, 9 dan paritas 1, 6, 8 (Tabel 4). Jadi rerata yang baik
berdasarkan kesetimbangan bobot lahir dan littersize anak babi silangan
terdapat pada paritas 1. Hal ini menunjukkan bahwa pada paritas 1 atau babi
dara dapat memberikan hasil yang baik pada bobot lahir maupun littersize
anak babi silangan jika dibandingkan dengan paritas seterusnya atau babi
induk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Bobot lahir dan littersize anak babi silangan pada paritas 1 dapat
mengungguli paritas seterusnya kemungkinan disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama, keberhasilan pengawinan dipengaruhi oleh deteksi berahi
yang tepat. Pitcher (1997) cit Timur (2006) menyatakan bahwa deteksi berahi
pada induk sebaiknya dilakukan setiap hari, sedangkan pada babi dara dua hari
sekali. Deteksi berahi dapat ditingkatkan dengan cara melihat tingkah laku
induk ketika terjadi kontak langsung dengan pejantan.
Pengawinan pada babi betina (baik itu babi dara maupun babi induk)
yang dilakukan berdasarkan puncak berahi pada babi dara, dapat
menimbulkan perbedaan pada performan anak yang dilahirkan oleh babi dara
maupun babi induk. Pengawinan yang dilakukan tidak tepat pada waktunya
berahi, seperti pengawinan terlalu dini atau saat berahi yang terlewatkan dapat
menyebabkan kegagalan pembuahan (fertilisasi) sehingga persentase
kebuntingan rendah. Menurut (Sihombing, 1997) jika pengawinan dilakukan
terlalu awal, sperma tiba di tuba fallopii terlalu awal dan mungkin mati
sebelum ada telur yang lepas. Bila dikawinkan terlalu lambat, telur terlalu
masak (lebih dari enam jam) dan akan berakibat lebih dari satu sperma masuk
ke dalam satu telur untuk membuahi (polyspermy). Partodihardjo (1982)
menyatakan bahwa jika terjadi polispermia maka fertilisasi bisa dianggap
gagal karena dapat menghasilkan makhluk baru dengan jumlah kromosom
lebih dari normalnya. Kromosom tersebut bersifat letal dan makhluk tersebut
akan mati sebelum implantasi terjadi.
Selain itu, kematian embrio dapat disebabkan oleh tidak setimbangnya
jumlah ovum yang dikeluarkan dari ovarium dengan ovum yang dapat
dibuahi. Banyaknya ovum yang diovulasikan pada babi induk lebih tinggi
daripada babi dara sehingga babi induk cenderung lebih banyak mengalami
kematian embrio. Kematian embrio dini dan ketidakseimbangan lingkungan di
dalam uterus induk dapat menyebabkan berkurangnya jumlah anak yang
dilahirkan. Tomaszewska et al., (1991) menyatakan bahwa kematian embrio
dini disebabkan oleh kematian embrio sebelum implantasi (perlekatan) pada
dinding uterus, sebagian besar disebabkan tidak normalnya kromosom yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berhubungan dengan pembuahan dan pembelahan awal dari sel yang tidak
dapat dihindari atau dicegah. Sementara di sisi lain, Toelihere (1993)
menyatakan bahwa kematian prenatal atau kematian embrio dini
kemungkinan akan naik seiring dengan umur dan paritas. Penyebabnya ialah
angka ovulasi yang meninggi tetapi tidak diikuti dengan perbaikan jumlah
litter, serta adanya kondisi lingkungan yang kurang baik di dalam uterus akan
menyebabkan kematian embrio dini. Kondisi lingkungan yang kurang baik di
dalam uterus menurut Hardjopranjoto (1995), disebabkan ada 3 yaitu,
penyakit, stres, hormonal. Pertama, penyakit pada induk yang menimbulkan
peningkatan suhu tubuh dan demam dapat menimbulkan kematian embrio.
Ke-dua, faktor stres panas pada uterus disebabkan suhu kandang yang tinggi.
Ke-tiga, faktor hormonal khususnya ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron.
Thornton (2011) menyatakan bahwa keputusan dalam kunci untuk
memanajemen kontrol pada paritas, tertumpu pada beberapa informasi dasar
tentang keadaan spesifik dari produktivitas. Produktivitas dari paritas dapat
dicapai jika genotip dan sistem manajemen saling beriringan agar dapat
memaksimalkan keuntungan dari sebuah “farm” dan distribusi paritas.
D. Korelasi Bobot Lahir dengan Littersize
Gambar 2. Diagram garis hubungan bobot lahir dengan littersize
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Hasil analisis korelasi antara bobot lahir dengan littersize anak babi
silangan bernilai –0,166. Nilai tersebut menunjukkan tingkat keeratan yang
rendah dari bobot lahir dengan littersize. Nilai korelasi rendah (nilai ± 0,1)
berarti jika dilakukan seleksi terhadap littersize maka akan memberikan
respon peningkatan yang lemah terhadap bobot lahir.
Menurut Akdag, et al. (2009), paritas tidak memberikan perbedaan
nyata terhadap bobot lahir anak babi, tetapi littersize memberikan pengaruh
signifikan terhadap bobot lahir. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara
bobot lahir anak babi dengan littersize menunjukkan korelasi yang negatif.
Nilai korelasi bersifat negatif menunjukkan adanya hubungan yang
berkebalikan dari keduanya. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah anak sekelahiran (littersize), maka bobot lahir akan semakin rendah,
begitu juga sebaliknya. Menurut Warwick et al. (1984), korelasi genetik
bersifat negatif akan membatasi kemajuan yang dapat dicapai untuk kedua
sifat itu secara bersamaan. Jadi, hubungan antara littersize dan bobot lahir
pada hasil penelitian sebesar 16,6% dipengaruhi oleh faktor genetik dan
83,4% dipengaruhi lingkungan.
E. Variasi Bobot Lahir dalam Sekelahiran
1. Pengaruh Pejantan
Hasil pengamatan variasi bobot lahir anak babi silangan
berdasarkan pejantan disajikan dalam Tabel 3. Pejantan Duroc, Landrace,
dan Hampshire yang disilangkan dengan betina Landrace ternyata
memberikan tingkat variasi yang sangat rendah terhadap bobot lahir sebab
mendekati nilai nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bangsa
pejantan terhadap variasi bobot lahir anak babi silangan tidak memberikan
variasi.
2. Pengaruh Induk dalam Paritas
Hasil pengamatan variasi bobot lahir dalam jumlah anak babi
sekelahiran disajikan dalam Tabel 3. Variasi bobot lahir dalam jumlah anak
babi sekelahiran bervariasi yaitu 0,019 - 0,155 yang berarti tingkat variasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
rendah. Semakin rendah nilai variasi dari bobot lahir dalam sekelahiran
menunjukkan adanya banyak keseragaman dari bobot lahir dalam
sekelahiran, begitu juga sebaliknya. Jika semakin tinggi nilai variasi dari
bobot lahir dalam sekelahiran, maka akan menunjukkan rendahnya
keseragaman dari bobot lahir dalam sekelahiran.
Milligan et al. (2002), menyatakan bahwa efek dari paritas
memberikan pengaruh signifikan serta indikasi tingginya variasi dari rata-
rata kelangsungan kehidupan anak babi pada paritas pertama atau paritas
berikutnya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya variasi seperti bobot lahir
menghubungkan pada bobot sapih, tetapi tidak berpengaruh terhadap rerata
bobot sapih. Pengaruh maternal effect pada masa postnatal (kehidupan
anak babi setelah proses kelahiran) dan adanya faktor mortalitas diyakini
sebagai faktor yang memberikan dampak pada kelangsungan anak babi dari
bobot lahir sampai sapih (Legates, 1972).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian adalah pejantan dan paritas induk berpengaruh
terhadap performan bobot lahir dan littersize anak babi silangan. Korelasi
antara bobot lahir dengan littersize menunjukkan bahwa semakin banyak
littersize, maka bobot lahir akan semakin rendah, dengan variasi dari bobot
lahir dalam sekelahiran yang kecil.
B. Saran
Diharapkan peternak mengawinkan babinya dengan melihat pada
munculnya tanda berahi babi yang bersangkutan, dan jangan hanya berpatokan
pada berahi satu babi untuk penentuan berahi babi-babi lainnya.
27