digital 20282739 t yeni iswari
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA
YENI ISWARI
0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK,
JULI 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
i
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE
PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA
Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
YENI ISWARI
0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK,
JULI 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
v
ABSTRAK
Nama : Yeni Iswari
Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
Judul : Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian lebih lanjut dengan . Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
vi
ABSTRACT
Name : Yeni Iswari
Stdy Program : Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of
Nursing University of Indonesia
Title : Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in
children aged under 2 year
Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea.
Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2
tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit
bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk
kesempurnaan proposal ini.
2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal.
3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran
penyusunan proposal ini.
6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja.
7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian,
8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan
Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi.
9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat,
dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini
10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan
bantuan dan semangat.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
viii
11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas
dukungan, masukan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat
untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Depok, Juli 2011
Penulis
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ………. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………
ABSTRAK………………………………………………………………….
ii
iii
v
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 7
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 8
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………. 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diare …………………………………………………. 10
2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare … 26
2.3 Konsep Epidemiologi …………………………………….......... 27
2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit ………………….. 31
2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender ……. 37
2.6 Kerangka Teori ………………………………………………. 46
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ………………………………………………. 47
3.2 Hipotesis Penelitian ……………………………………………. 49
3.3 Definisi Operasional …………………………………………… 49
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian ………………………………………………... 53
4.2 Populasi dan Sampel ……………………………………………. 53
4.3 Tempat Penelitian ………………………………………………. 57
4.4 Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………….. 57
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
x
4.5 Etika Penelitian …………………………………………………. 57
4.6 Alat Pengumpulan Data ………………………………………… 59
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………… 61
4.8 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………….. 62
4.9 Analisa Data……………………………………………………….. 63
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Karakteristik Responden ……………………………….. 66
5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak
Usia < 2 Tahun……………………………………………………...
71
5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2
Tahun………………………………………………………………..
76
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi………………………………………. 80
6.2 Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 92
6.3 Implikasi Keperawatan …………………………………………….. 92
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan……………………………………………………………. 94
7.2 Saran ………………………………………………………………... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Maurice King ……………………………. 15
Tabel 3.1 DefInisi Operasional ………………………………………… 50
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja …………………. 67
Tabel 5.2 Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI
Eksklusif di RSUD Koja ……………………………………….
68
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Resoponde Menurut Karateristik
Ibu……………………………………………………………..
69
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner……………………………………….
70
Tabel 5.5 Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare…………………………………………………………….
70
Tabel 5.6 Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare 71
Tabel 5.7 Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare…………….. 73
Tabel 5.8 Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare 75
Tabel 5.9 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara
76
Tabel 5.10 Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara…………………………………..
77
Tabel 5.11 Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu, Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara …………………………………………………………………
78
Tabel 5.12 Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable
pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja
78
Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta…………………………………………………………..
79
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
xii
DAFTAR SKEMA
Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender ………………………… 38
Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian ………………………………… 46
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………… 48
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian
Lampiran 4 Jadual Kegiatan Penelitian
Lampiran 5 Kisi-kisi Kuesioner
Lampiran 6 Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan
Lampiran 7 Biodata
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
1
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.
Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak
semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa
anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika
gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan
penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh
kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering
terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir
(Suraatmaja, 2007).
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5
juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare
terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang
dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson,
2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30
detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003).
Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di
Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di
Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang
tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
2
1 Universitas Indonesia
kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan
untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare
merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5
tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada
neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama,
diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian
pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu
berdasarkan Survei Kesehatan rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab
kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah
penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu
dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa
penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR
sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan.
Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan
prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2
%, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada laki-
laki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat
mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak
dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko
apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita
Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak
mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita
mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi
peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu
sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
3
1 Universitas Indonesia
bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan
berisiko terkena infeksi.
Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB)
diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus.
Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali
lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian
25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15
provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada
tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun
2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana
jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang
(Depkes, 2009).
Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang
dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada
balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare
pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan
28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta
Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009)
Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010
didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab
kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah
sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia
kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra
sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien .
Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor
penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak,
terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga
rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
4
1 Universitas Indonesia
tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral
dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan
kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi
terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada
pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai
diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau
jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan
diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya
penularan diare.
Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-
penyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini
anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan
dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang
dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau
jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga
menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor
tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%,
kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar
53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%.
Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5
tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan
Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan makan anak balita, sedangkan
pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah
buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian
diare pada balita di kecamatan bantimurung.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
5
1 Universitas Indonesia
Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh
Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor
lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di
Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di
kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor
risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan
banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi
fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46)
terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga
berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare.
Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi
dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang
dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian
tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia.
Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering
diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor
risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan
kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi
dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih
(SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko
pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare
diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan
terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan
pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum
memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan
yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
6
1 Universitas Indonesia
Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah
2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk
perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha
pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan
komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu
pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary
prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention).
Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan
seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada
masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang
diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan
diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare,
pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain
itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi
pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang.
Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan
untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit
(Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare,
perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan
anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat
terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok
bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier
yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit
sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga
anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian
penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang
mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan
pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
7
1 Universitas Indonesia
Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk
dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian diare pada
anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan
cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari.
Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor
risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering
menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun
Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak
masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak,
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan
dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa
mengakibatkan kematian pada anak.
Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai
macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan
seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh
anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan
juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia
balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial
ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah
buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat.
Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ?
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
8
1 Universitas Indonesia
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare
pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja
Jakarta Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus
Teridentifikasinya hubungan antara :
1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi,
immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan
risiko kejadian diare
1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci
tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko
kejadian diare
1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko
kejadian diare.
1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2
tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan
pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak.
Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan
kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan
dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna
sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan
diare.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
9
1 Universitas Indonesia
1.4.2 Perawat di Rumah Sakit
Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan
sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan
pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga
meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan
kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat
dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta
upaya pencegahan terjadinya diare pada anak.
1.4.3 Bagi ilmu keperawatan
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan,
khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi
yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan
keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia
semakin berkembang.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
10
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan
pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian
tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak
dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi,
peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan
menurut Nola. J. Pender.
2.1.KONSEP DIARE
2.1.1 Pengertian
Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010)
menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari
3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan
volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti
lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi
buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari
biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air
besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6
kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
encer.
2.1.2 Klasifikasi Diare
Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan
diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah
diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan
berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama
masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan
frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang
timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan).
Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic
non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu
tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi maupun malabsorsi.
2.1.2 Etiologi
Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor
infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi
enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri,
virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi
penyebab diare adalah Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh
Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit
disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides,
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
12
Universitas Indonesia
Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia,
Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.
Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar
alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis,
bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada
bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa
terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah
laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab
timbulnya diare.
Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan
seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor
psikologis seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi
terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya
gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik
dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap
sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu
gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding
usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui
saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang
mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
13
Universitas Indonesia
Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan
gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu
adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap
antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti
pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada
epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase
dan protase yang mengakibatkan terjadinya maldigesti dan
malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah
terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus
halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas.
Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak
penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus,
parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan
cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi
makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab
diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian
pemberian ASI dan makanan serta pemberian obat-obatan
antimotalitas (Suraatmaja, 2009).
2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare
Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini
dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim
transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan
dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. )
2.1.4 Gejala Diare
Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng,
kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur
lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijau-
hijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi
makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala
dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubun-
ubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput
lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram
abdomen (Suraatmaja, 2009)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
15
Universitas Indonesia
2.1.5 Derajat Dehidrasi
Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan
berdasarkan
2.1.6.2 Kehilangan berat badan
Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar
2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat
badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi
penurunan berat badan > 10%.
2.1.6.2 Skor Maurice King
Tabel 2.1 Derajat dehidrasi menurut Maurice King
Bagian tubuh
yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau,
koma/syok
Elastisitas kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit kurang Sangat cekung
Ubun-ubun
besar
Normal Sedikit kurang Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering &
sianosis
Denyut
nadi/mnt
Kuat>120 Sedang (120-140) Kering &
sianosis , >140
Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama
30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam
waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi
ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang
dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari
10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita,
dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
16
Universitas Indonesia
(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi
berat (skor >7).
2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah
terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata
cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta
cubitan perut kembalinya sangat lambat. Dehidrasi
ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah,
mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut
kembalinya lambat.
2.1.7 Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan
elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang
dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang
minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk
mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan
hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun
(khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada
diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau
cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium.
Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak
cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan
kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia
jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau
hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi
alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan
cepat.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering
berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan
obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah,
peristaltik usus berkurang atau tidak ada.
2.1.8 Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah
sakit maupun dirawat dirumah, yaitu :
2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi
Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya
kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan
derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah
penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan
diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,
HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-
60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut
diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke
rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk
pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan
tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang
diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya (Juffrie, 2011).
2.1.8.2 Pemberian Zinc
Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc
juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc
ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
18
Universitas Indonesia
akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau
terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh
usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie,
2011).
Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak
11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan
selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc
dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit
(Juffrie, 2011).
2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI
Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan
minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan
menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah
untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari
7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi
dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat
(bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
19
Universitas Indonesia
Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari
Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with
Education (Suraatmaja, 2009).
2.1.8.4 Pengobatan Kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah
di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental,
diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi
parental, antibiotik baru boleh diberikan kalau pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen.
2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik
Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare
secara cepat seperti antispasmodik.
2.1.9. Pencegahan Diare
Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan
dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare.
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan
secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare
perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan
diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar,
memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh
anggota keluarga, membuang tinja bayi yang benar dan
memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan
memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
20
Universitas Indonesia
gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian
imunisasi campak.
Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi
pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI,
memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih
yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban
keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian
immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare
berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak
umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung
menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 %
bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60%
kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25%
kematian karena diare pada balita.
2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada
bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara
fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu :
2.1.10.1 Faktor Anak
Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang
paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia
ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status
imunisasi campak.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
21
Universitas Indonesia
a. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok
umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan
pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan
belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia
dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko
kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa
kelompok umur yang paling banyak menderita diare
adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %,
kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan
paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %.
b. Jenis Kelamin Anak
Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat
perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan
yang menderita diare. Palupi (2009) dalam
penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan
kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa
pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari
pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan
proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak
perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang
menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
22
Universitas Indonesia
perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun
hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya.
Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada
anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan
perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen
penyebab diare.
c. Status Gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap
kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita
kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan
makan yang kurang mengakibatkan episode diare
akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare
yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat
diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila
anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit,
lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang
menderita gizi buruk (Palupi, 2009).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)
terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di
Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang
buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita
dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali
terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi
baik.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
23
Universitas Indonesia
d. Status Imunisasi Campak
Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian
diare berhubungan dengan campak, dan diare yang
terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri
lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak
dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu
terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan
kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).
2.1.10.2 Faktor Orang tua
Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak
dengan diare sangatlah penting. Faktor yang
mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan
terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan
kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan
perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak
terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan
sehingga beresiko mengalami dehidrasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994),
ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding
dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah.
Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993)
diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian
Sunoto (1990).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam
tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak
dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)
Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI
(2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan
data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit
lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19
tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara
itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan
pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit.
2.1.10.3 Faktor lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih
dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit
mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu
penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat
berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-
anak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecal-
oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air
bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan
serta perilaku sehat dari keluarga.
2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri
Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai
pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan
balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan
adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada
anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
25
Universitas Indonesia
Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang
terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci
tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran
cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)
Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana
berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama
penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia
bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada
tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda
atau tangan ke dalam mulut.
2.1.10.5 Sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi
anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan
ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki
status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan
balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi
rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut
Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi
faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga,
jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak
dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor
yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang
menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga
merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare
tertutama pada anak bayi dan balita.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
26
Universitas Indonesia
2.2. KARAKTERISTIK DAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA
DIBAWAH TAHUN
Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi,
terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak
terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh
anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya
anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktor-
faktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial
ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain.
Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh
tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi
perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik,
motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak.
Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama
dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai
lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1
tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan
lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar
kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik
yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu
mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi
berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan
dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini
anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak
lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih
diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
27
Universitas Indonesia
pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak
disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah
diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair,
semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai
berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada
usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus
bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak.
Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori
motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan
aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut
dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,
disentuh.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan
mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada
tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan
panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami
perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan
gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham
pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.
Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan
dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan
cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari
kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus
mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa
pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif
terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu
mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
28
Universitas Indonesia
Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah,
menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju.
Pada usia 1-2 tahun menurut Freud anak memasuki tahap anal yang
berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas
utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan
toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat
menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan
itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa
mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu
anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan
menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi
termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau
WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area
terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya
penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan
dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubah-
ubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai
belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam
koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak
lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan.
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada
anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh
agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005).
2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis,
fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
29
Universitas Indonesia
Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan
lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan
perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut.
Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad
epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab
peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari
lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan
mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat
bertambahnya atau berkurangnya penyakit.
Gambar 2.3.1
Model Segitiga Epidemiologi
Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan
terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi
atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko
menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada
manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku)
hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal
tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon
monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004).
Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh
Host
Agent Environtment
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
30
Universitas Indonesia
seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anak-
anak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.
Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat
menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat
biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli,
2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent
biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu
protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis
terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen
kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari
suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis,
stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit.
Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan
interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi
dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme
penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan),
vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan
makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara,
keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan
sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi
serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun
masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi
masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan
kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
31
Universitas Indonesia
2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi
2.3.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor
penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
2.3.1.1 Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan
hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai
untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan
kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO
menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat
60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia (Mubarak & Chayatin, 2009).
Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber
penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai
penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit.
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus
diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak
terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang
ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air.
Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
32
Universitas Indonesia
yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat
yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak &
Chayatin, 2009).
2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat
dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu
yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan
keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus
dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban,
maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari
rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang
sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.
Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi
syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak
mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh
serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang
berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi
di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di
kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
33
Universitas Indonesia
keluarga yang mempergunakan sungai sebagi tempat
pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
Sintamurniwaty (2006) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09
kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang
mempunyai jamban keluarga.
2.3.1.3 Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah
konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran
antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat
digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak
episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang
jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan
mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali
sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.
Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi
kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang
memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
34
Universitas Indonesia
2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) .
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen
zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang
untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan
memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu
formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai
kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara
penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan
pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali
lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI
(Depkes, 2000).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan,
akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai
macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung
zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena
itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan
ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami
Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kamila (2005) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
35
Universitas Indonesia
2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya
berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian
besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air
atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,
karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman
tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat
berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat
menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta
menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam
tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare
terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum
memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.
Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang
menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai
kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada
anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare.
2.3.1.6 Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga
pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare.
Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat
mungkin setelah usia sembilan bulan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai
90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40
sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare
dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita
(Suraatmaja, 2007).
2.3.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,
serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare
dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri
atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan.
2.3.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap
ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga
dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada
anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
37
Universitas Indonesia
juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan.
2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER
Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan
kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model
Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga
mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model.
Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk
meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan
(Pender, 2002).
Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan
interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam
berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan
(Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam
perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik.
Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion
modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam
revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi
individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu
sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen
terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan
untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and
preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus
pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan
kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah
laku peningkatan kesehatan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
38
Universitas Indonesia
KARAKTERISTIK DAN PERILAKU SPESIFIK PERILAKU YANG
PENGALAMAN INDIVIDU PENGETAHUAN & SIKAP DIHARAPKAN
Skema 2.4.1. Health Promotion Model.
Sumber : Tomey & Alligood (2006)
Perilaku Sebelumnya
Faktor Personal: Biologis Psikologikal Sosio-kultural
Manfaat Tindakan
Hambatan yang dirasakan
Kemajuan diri
Sikap yang berhubungan
dengan aktivitas
Pengaruh Interpesonal:
Keluarga,teman sebaya ,pelayanan kesehatan, norma-norma, dukungan sosial, model
Pengaruh Situasional : Persepsi terhadap
pilihan yang ada Karakteristik
kebutuhan Ciri-ciri estetik lingkungan
Komitmen terhadap rencana tindakan
Prilaku promosi kesehatan
Kebutuhan untuk berkompetisi (control
diri rendah) & memilih (kontrol diri
tinggi)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
39
Universitas Indonesia
Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori
faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan.
Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku
peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri:
1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya
mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi
kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara
otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui
persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas
yang muncul dari perilaku tersebut.
2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal
biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis
kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause,
kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang
terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi
status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural
factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial
ekonomi.
3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action).
Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang
diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat.
4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran
akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil
dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam
hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatan-
hambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini
terdiri atas persepsi mengenai ketidaktersediaan, tidak
menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk
tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
40
Universitas Indonesia
mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan
rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar.
5. Kemampuan Diri (Perceived slf-efficacy). Kesadaran akan
kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk
mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan
kemampuan diri mempengaruhi kesadaran akan adanya
hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri
(self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan
dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi
efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan
tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi
terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan
mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan
perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi
kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak
langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam
merencanakan tindakan.
6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related
affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan
positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang
berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan
aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri.
Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini
dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di
dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku
selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri
atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu
sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau
lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan
yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu
akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
41
Universitas Indonesia
lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti
sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek
yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional
langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa
positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau
negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan,
dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan.
Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan
diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa
perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan
demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif
sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang
penting untuk diketahui.
7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal
adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap
terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan
kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku
promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung),
teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal
meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan
sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling
(pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang).
Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan
tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku
promosi kesehatan .
8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi
dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks
yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi
terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika
lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
42
Universitas Indonesia
Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap
berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi
suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan
meliputi persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik
permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana
perilaku tersebut dilakukan.
9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action).
Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan
identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi
perilaku sehat.
10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and
preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk
individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman
lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga.
11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior).
Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil
tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang
positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya
kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku
promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur,
manajemen stress, istirahat secara adekuat, meningkatkan
pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
43
Universitas Indonesia
Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola
piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien
dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun
asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut:
2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan
mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan.
2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran
diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri.
2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha
untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan
pribadi.
2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara
kontinu
2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn
lingkungan, saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan.
2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan
memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan.
2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan
lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku.
Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing
practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender.
Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:
Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku
promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi.
Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu
mempertahankan perilakunya tetapi tidak terlalu membutuhkan
pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang
disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung
jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu dan
mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
44
Universitas Indonesia
memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil
alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif ini disebut dengan
competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu norma-
norma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling.
Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh
interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku
klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku
sehat.
Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai
faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang
termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa
tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam
faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri,
persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap
kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik,
pendidikan dan status sosial ekonomi.
Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi
kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk
menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil
kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan
hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi
kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur,
pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi,
dan membina hubungan sosial yang baik.
Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang
muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi
atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang
termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik
kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku
promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki
pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
45
Universitas Indonesia
Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar
pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada
anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada
baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak
balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya
peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit
infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi.
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan
penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat
berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air
bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan
jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya
tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan
pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena
penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada
orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan
dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
46
Universitas Indonesia
2.6 KERANGKA TEORI
Faktor Penyebab & Risiko Tindakan Hasil
Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009)
Pemberian Penkes tentang penyakit, penatalaksanaan,
pencegahan & perawatan diare
Ya
Merasakan manfaat tindakan
Prilaku promosi
kesehatan
Komitmen terhadap rencana tindakan
Diare Pada Anak
Faktor Ibu: Usia, Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak
Pengaruh Interpesonal:
Keluarga (orang tua) , pelayanan kesehatan
Pengaruh Situasional :
Persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik kebutuhan, ciri-ciri estetik lingkungan
Faktor Anak Usia Jenis Kelamin ASI ekslusif Status Gizi Imunisasai Kebersihan tangan dan kuku
Sikap
Tidak
Kekambuhan Diare
Faktor Sosial Ekonomi
Penghasilan keluarga
Faktor Penyebab Infeksi Malabsorbsi Makanan basi, beracun & alergi
Sebab lain Hambatan yang dirasakan
Peran Perawat : primer, sekunder, tersier
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
47
47 Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan
definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian.
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan
penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan
tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis
membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health
Promotion Model.
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis
kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan
tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan
mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi
(penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian
diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema
berikut:
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
48
47 Universitas Indonesia
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Anak
Usia Jenis kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak Kebersihan tangan dan kuku anak
Faktor Sosial Ekonomi
Penghasilan keluarga
Faktor Ibu
Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan Sebelum memberikan makan pada anak
Kejadian diare pada anak < 2 tahun
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
49
47 Universitas Indonesia
3.2 Hipotesis
Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko
terjadinya diare
3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap
kejadian diare.
3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar
terhadap kejadian diare.
3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan
faktor risiko kejadian diare.
3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor
risiko kejadian diare.
3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30
tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.
3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak
merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel
independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak,
jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak,
Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan,
pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
50
47 Universitas Indonesia
memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan
keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara.
Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut :
Tabel 3.3. Definisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional
Cara Ukur & Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen Kejadian Diare
Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer.
0 = Tidak diare 1 = Diare
Nominal
Variabel Independent Usia anak Lamanya hidup
yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran
Cara Ukur : Melihat catatan medis dan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahun Alat Ukur : Kuesioner
1= 12 – 24 bulan 2= 4 – 11 bulan
Interval
Jenis Kelamin anak
Identitas diri atau seksual anak sejak ia dilahirkan.
Melihat catatan medis dan melihat dari langsung pasien.
1 = Perempuan 2= Laki-laki
Nominal
ASI Eksklusif
Pemberian Hanya ASI saja sampai usia bayi 6 bulan.
Jawaban yang ada di kuesioner
1=Mendapatkan ASI Eksklusif
2=Tidak mendapatkan ASI eksklusif
Ordinal
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
51
47 Universitas Indonesia
Variabel Defenisi Operasional
Cara Ukur & Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Imunisasi campak
Cakupan pemberian imunisasi campak yang didapatkan dalam 1 tahun pertama
Jawaban yang ada dikuesioner
0=Mendapatkan immunisasi campak
1=Tidak mendapatkan immunisasi campak
2= Belum cukup umur
Nominal
Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu dibandingkan dengan standar WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standar
Cara Ukur : Melihat catatan rekam medis klien atau melakukan penimbangan BB langsung. Alat Ukur : Kurva pengukuran BB menurut standar WHO.
0=Normal, jika BB/U> - 2 SD – + 2SD
1=Kurang gizi/, jika BB/U < -2 SD
2=Gizi buruk, jika BB/U <-3 SD
ordinal
Kebersihan tangan dan kuku
Kondisi tangan dan kuku : bersih serta kuku tidak panjang
Observasi 1=Tangan & kuku bersih dan pendek
2=Tangan & kuku kotor dan panjang
Nominal
Usia Ibu Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran.
Berdasarkan isi kuesioner yang ditulis ibu
1= 20 – 30 tahun (tidak berisiko) 2= < 20 dan > 30
tahun berisiko)
Ordinal
Pendidikan Ibu
Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus.
Melihat dari pendidikan ibu yang diisi dari kuesioner
1=Tinggi (SLTA/AKA/
PT) 2=Rendah (SD -
SMP)
Ordinal
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
52
47 Universitas Indonesia
Variabel Defenisi Operasional
Cara Ukur & Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Pengetahuan Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)
Cara Ukur : Dengan melihat skor yang diperoleh responden, kemudian membandingkan dengan skor maksimal dan dikalikan 100 Alat Ukur : Kuesioner
0=Baik, bila nilai/skor ≥ 76 %
1=Cukup, bila nilai skor 56-75 %
2=Kurang baik bila nilai/skor ≤ 55 %
Interval
Kebiasaan cuci tangan
Perilaku ibu untuk membersihkan tangan sebelum memberikan makan anak dengan menggunakan sabun
Jawaban dari kuesioner
1=Selalu 2=Kadang-
kadang 3= Jarang 4=Tidak pernah
Ordinal
Penghasilan Keluarga
Kondisi keuangan atau penghasilan yang diperoleh keluarga per bulan
Catatan Ukur : Jawaban dari kuesioner Alat Ukur : kuesioner
1=Tinggi, bila penghasilan per bulan >1jt
2=Rendah bila penghasilan per bulan <1 jt.
Ordinal
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
53
53 Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data
serta pengolahan dan analisa data.
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk
mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis
penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat
retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk
mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak
usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu
anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang
dirawat di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau
terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan
kelompok kasus.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2007).
Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan
penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
54
53 Universitas Indonesia
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk
dipelajari (Sugiono, 2007).
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,
dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun
b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non
diare untuk kelompok kontrol.
c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden
Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu :
a. Anak dengan kondisi yang kritis
b. Orang tua klien tidak kooperatif
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus
sebagai berikut (Ariawan, 1998) :
Keterangan:
N = Besar sampel minimal
Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28,
1,64, 2,33)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99%
= 0,84, 1,28, 1,64, 2,33)
P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan)
P2 = Proporsi efek yang diteliti
P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2
( )( ) ( )( ) ( ){ }( )221
22121111121PP
PPPPZPPZn
−
−+−−+−−= βα
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
55
53 Universitas Indonesia
Dalam perhitungan sampel peneliti merujuk dari penelitian dari
Palupi (2005) tentang status gizi dan hubungannya dengan kejadian
diare pada anak diare akut. Dalam penelitian tersebut penulis
mencoba menghitung berdasarkan 2 proporsi yaitu jenis kelamin.
Perhitungan pertama berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang beresiko terhadap
kekambuhan diare. Proporsi anak laki-laki sebesar 60% dan
proporsi anak perempuan beresiko terhadap kejadian diare sebesar
40 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan
kekuatan uji 90 %.
Maka diketahui:
Z1-α = 2,33
Z1-β = 1,23
P1 = 0,60
P2 = 0,40
P1-P2 = 0,20
P = Rata-rata P1+P2/2 = (0,60+ 0,40)/2 = 0,8
Perhitungannya sebagai berikut didapatkan adalah :
n = 25,3
n = 25
Perhitungan kedua peneliti merujuk pada penelitian yang dilakukan
oleh Clemens (1997) tentang pengaruh pemberian Breastfeeding
terhadap resiko terjadinya diare di Banglades berdasarkan nilai
proporsi Usia antara 0-11 bulan dan 12-23 bulan yang beresiko
terhadap kejadian diare. Proporsi bayi 0-11 sebesar 54% dan
proporsi anak usia 12-23 bulan beresiko terhadap kejadian diare
sebesar 38 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan
kekuatan uji 90 %.
( )( ) ( )( ) ( ){ }( )22,0
240,0140,060,0160,023,18,018,0233,2 −+−+−=
xn
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
56
53 Universitas Indonesia
Maka diketahui:
Z1-α = 2,33
Z1-β = 1,23
P1 = 0,54
P2 = 0,38
P1-P2 = -0,16
P = Rata-rata P1+P2/2 = (0,53+ 0,38)/2 = 0,72
Besar sampel minimal didapatkan adalah :
n = 48,9 n = 49
Dari kedua perhitungan rumus sampel diatas penulis menggunakan
rumus berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan usia antara bayi 0-
11 bulan dan 12-23 bulan yaitu sebesar 49. Sampel minimal yang
diperlukan sebanyak 49 responden. Untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya drop out responden, perlu penambahan
jumlah sampel sebanyak 10 % menggunakan rumus (Sastroasmoro
& Ismail,2002)
n = n / (1 – f )
keterangan :
n = Besar sampel setelah dikoreksi
f = Perkiraan proporsi drop out
Berdasarkan perhitungan tersebut, besar sampel setelah dikoreksi
adalah 54 sampel untuk kelompok kasus dan 54 sampel untuk
kelompok kontrol.
Penetapan kelompok kasus dan kontrol dilakukan berdasarkan
diagnosa medis yang ditetapkan oleh dokter, untuk kelompok kasus
adalah anak dengan diare sedangkan kelompok kontrol adalah anak
( )( ) ( )( ) ( ){ }( )216,0
238,0138,054,0154,023,172,0172,0264,1 −+−+−=
xn
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
57
53 Universitas Indonesia
yang dirawat bukan dengan penyakit diare. Pengumpulan data
dilakukan secara bersamaan pada anak yang telah memenuhi
kriteria. Jumlah total sampel yaitu 108 responden.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di ruang anggrek RSUD Koja Jakarta Utara.
Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa rumah sakit
tersebut terletak di Jakarta Utara, jumlah pasien anak yang di rawat dengan
diare memenuhi jumlah sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti,
memiliki karakteristik pasien yang sama dan memungkinkan untuk
terpenuhinya sampel sesuai kriteria. Lokasi penelitian terjangkau dan
memberikan kemudahan dari segi administrasi dan proses penelitian.
4.4 Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Mei sampai Pertengahan bulan
Juni 2011. Proses penelitian, dimulai dari pembuatan proposal sampai
penyusunan laporan penelitian berlangsung selama 5 bulan.
4.5 Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu nilai yang normal, yang harus dipatuhi oleh
peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden,
meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari eksploitasi,
keuntungan dari penelitian tersebut dan risiko yang didapatkan (Nursalam,
2008). Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti harus mendapatkan
rekomendasi dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan
mengurus ijin penelitian di RSUD Koja. Dalam melakukan penelitian
hendaknya peneliti mempertimbangkan aspek etik dengan memenuhi hak-
hak pasien. Menurut Polit dan Beck (2003) :
4.5.1 Right to self- determination
Peneliti memperhatikan prinsip etik yang peduli terhadap setiap
keputusan responden. Responden atau orang tua akan diberikan hak
otonomi, hak untuk memilih dan hak membuat keputusan secara
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
58
53 Universitas Indonesia
sadar tanpa paksaan. Sebelum penelitian dimulai peneliti
memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada responden dan orang
tua, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang
akan dilakukan. Peneliti menjelaskan tentang prosedur penelitian,
manfaat, resikonya bahwa apa yang dilakukan tidak membahayakan
anak. Setelah mendapatkan penjelasan, responden atau orang tua
diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan atau menolak
berpartisipasi dalam penelitian. Jika keluarga menyetujui maka
diminta menandatangani lembar persetujuan yang disiapkan
peneliti.
4.5.2 Righ to Privacy dan dignity
Dalam penelitian ini peneliti menjaga privacy dan martabat
responden. Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang
diperoleh dari responden dan data hanya digunakan untuk keperluan
penelitian. Data-data yang terkumpul disimpan dengan baik dan jika
sudah tidak diperlukan lagi data tersebut dimusnahkan.
4.5.3 Right to anonymity and confidentiality
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responen pada lembar pengumpulan data,
cukup memberi inisial dan nomor kode responden pada masing-
masing lembar tersebut. Segala yang terkait dengan identitas pribadi
responden maupun informasi pribadi yang diperoleh selama
penelitian tidak diketahui orang lain, peneliti menjaga kerahasiaan
informasi sepenuhnya.
4.5.4 Right to protection from discomfort and harm
Responden mendapatkan hak untuk perlindungan dari
ketidaknyamanan dan kerugian yang bersifat fisik, psikologis, sosial
maupun ekonomi. Peneliti melindungi respon dari eksploitasi dan
menjamin bahwa semua yang akan dilakukan adalah untuk
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
59
53 Universitas Indonesia
meminimalkan bahaya atau kerugian serta memaksimalkan manfaat
penelitian kepada responden.
4.5.5 Right to Justice
Artinya peneliti berlaku adil kepada responden, dengan cara tidak
membedakan responden baik yang berkaitan dengan jenis kelamin,
suku, status sosial ekonomi.
4.6 Alat Pengumpulan data
4.6.1 Jenis Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan variabel independen. Sumber data berasal dari data primer
dan sekunder. Data primer berasal dari wawancara untuk
mengklarifikasi beberapa data yang ada di kuesioner dengan
responden dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang
ada didalam kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
catatan medis atau rekam medis yang ada di rumah sakit. Kuesioner
berisi tentang karakteristik anak dan ibu, pengetahuan, dan
observasi.
Kuesioner pengetahuan ibu tentang diare pada anak dan
perawatannya terdiri atas 10 butir soal. Pemberian skor dilakukan
berdasarkan ketentuan, jawaban benar diberi skor 1, dan jawaban
salah diberi skor 0. Skor yang diperoleh masing-masing responden
dijumlahkan, dibandingkan dengan skor maksimal kemudian
dikalikan 100. Hasil perhitungan terakhir menunjukkan nilai
pengetahuan yang dimiliki responden tentang diare. Skor yang
diperoleh kemudian dikatagorikan sesuai dengan kategori
pengetahuan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) menjadi
pengetahuan baik skor > 76 %, pengetahuan cukup apabiila skor 56-
76%, pengetahuan kurang apabila skor < 56%.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
60
53 Universitas Indonesia
4.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas instrumen
Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji kuesioner terlebih
dahulu dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen
(kuesioner) agar diperoleh data akurat dan objektif. Hal ini sangat
penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya dapat
dipercaya (akurat) apabila instrumen yang digunakan sudah valid
dan reliabel (Hastono, 2007).
Validitas adalah ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu
data, sedangkan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan
alat ukur yang sama (Hastono, 2007) . Uji validitas yang digunakan
korelasi “Product Moment” instrumen ini dikatakan valid apabila r
hitung > dari r tabel, dan dikatakan tidak valid apabila r hitung, dari
r tabel. Sedangkan uji reliabilitas yang digunakan adalah “
Cronbach Alpha” dengan cara membandingkan nilai r hasil dengan
nilai r tabel. Nilai r hasil dilihat dari nilai Cronbach Alpha, bila r
Alpha > r tabel, maka pertanyaan dalam kuesioner ini realiabel.
Proses pengambilan data untuk uji validitas dan reliabilitas
dilaksanakan pada minggu ke empat bulan Mei. Uji instrumen
dilakukan kepada 10 orang responden yang kemudian dinilai
dengan menggunakan metode pearson product moment (r) untuk
menguji validitas kuisioner dan juga penilaian reabilitas kuisioner.
Hasil uji coba mendapatkan nilai r hasil berada diatas r tabel (0,632)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan ke sepuluh variabel
akurat dan objektif (valid). Analisis dilanjutkan dengan uji
reliabilitas dengan penelitian dengan cara membandingkan nilai r
(alpha) tabel dengan nilai r (alpha) hasil. Dalam penelitian ini hasil
uji ternyata nilai r (alpha) sebesar 0,968 kemudian dibandingkan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
61
53 Universitas Indonesia
dengan nilai r tabel yaitu r = 0,632 maka kuisioner dinyatakan layak
untuk digunakan.
4.7 ProsedurPengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
4.7.1 Prosedur Administrasi
a. Peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada Komite Etik
Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia (FIK UI) setelah uji
proposal.
b. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada
Dekan FIK UI yang di tujukan kepada Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Utara.
c. Peneliti meneruskan surat permohonan ijin penelitian ke RSUD
Koja untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti akan
menyampaikan surat ijin yang sudah diberikan oleh direktur
RSUD Koja kepada manager rawat inap RSUD Koja
d. Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti menyampaikan
kepada kepala ruang rawat anak sebagai tempat penelitian yang
akan digunakan.
4.7.2 Prosedur Teknis
Prosdur teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
a. Melakukan seleksi calon responden sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan.
b. Peneliti menentukan kelompok kasus dan kelompok kontrol
berdasarkan diagnosa medis yang telah ditetapkan oleh dokter.
Pengumpulan data untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol
dilakukan secara bersamaan. Kelompok kasus yaitu anak usia 4
bulan – 2 tahun yang dirawat dengan penyakit diare, sedangkan
kelompok kontrol yaitu anak usia 4 bulan – 2 tahun yang
dirawat selain penyakit diare.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
62
53 Universitas Indonesia
c. Menperkenalkan diri kepada calon responden dan orang tua
baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol.
d. Melakukan informed consent yang didahului dengan
memberikan penjelasan tentang rencana, tujuan, manfaat dan
dampak penelitian yang terjadi kepada responden. Setelah
pemberian informasi, selanjutnya meminta persetujuan secara
tertulis sebagai bentuk persetujuan secara tertulis sebagai bentuk
persetujuan dan bersedia sebagai responden dalam penelitian.
e. Melakukan pengumpulan data dengan cara responden diberi
kuesioner yang selanjutnya diisi oleh responden. Adapun tempat
penelitian dilakukan diruangan pasien, dan dimulai pengambilan
data.
f. Proses pengambilan data ini terus dilakukan terhadap semua
responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
pada sampel penelitian sampai terpenuhi sampel yang
diharapkan yaitu 108 responden (54 anak dengan diare dan 54
anak dengan selain penyakit diare)
4.8 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengelolaan data
untuk mendapatkan analisis penelitian dengan informasi yang benar
(Hastono,2007). Pengolahan data menggunakan komputer dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
4.8.1 Editing Data
Tahap ini merupakan kegiatan penyuntingan data yang terkumpul,
yaitu dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian
dan karakteristik dari setiap jawaban dan daftar pertanyaan. Editing
data dilakukan setiap responden selesai mengisi daftar pertanyaan,
jika ada kesalahan atau jawaban yang kurang maka daftar
pertanyaan tersebut dikembalikan ke responden untuk dilengkapi.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
63
53 Universitas Indonesia
4.8.2 Koding Data
Setelah data di edit, langkah selanjutnya adalah mengkoding data
yaitu dilakukan dengan cara memberi kode terhadap setiap
jawaban yang diberikan dengan tujuan untuk memudahkan entry
data.
4.8.3 Entry Data
Entry data dilakukan dengan cara memasukkan data kedalam
komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 15.
4.8.4 Cleaning Data
Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa
data tersebut telah bersih dari kesalahan dalam pengkodean maupun
kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan data
tersebut benar-benar siap untuk dianalisa.
4.9 ANALISA DATA
Setelah tahapan pengelolaan data selesai, maka dilanjutkan dengan
analisis data, adapun tahapannya sebagai berikut :
4.9.1 Analisis Univariat
Analisis ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel dependen dan independen. Analisis ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari
variabel dependen yaitu kekambuhan diare pada balita dan variabel
independen yaitu usia dan jenis kelamin anak, ASI eksklusif, status
gizi, imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia ibu ,
pendidikan, pengetahuan dan, kebiasaan mencuci tangan sebelum
memberikan makan anak, penghasilan keluarga.
4.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis tabel silang dua variabel, yaitu
variabel independen dan variabel dependen sesuai dengan kerangka
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
64
53 Universitas Indonesia
konsep. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara nilai
yang diharapkan dengan nilai yang diamati, bila kedua variabel itu
tidak ada perbedaan berarti tidak ada hubungan yang signifikan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik
yang digunakan adalah Kai – Kuadrat (Pearson Chi-square),
dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Bila nlai p < 0,05
maka hasil perhitungan statistik bermakna. Kemudian dilakukan
perhitungan Odds Ratio (OR), nilai OR merupakan estimasi resiko
terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variabel independen.
Estimasi Confidence interval (CI) OR ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95%.
Interpretasi Odds Ratio adalah sebagai berikut :
OR = 1, artinya tidak ada hubungan
OR = < 1 , artinya sebagai proteksi atau pelindung
OR = > 1, artinya sebagai faktor resiko
4.9.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan cara menghubungkan
variabel independen dengan satu variabel dependen pada waktu
yang bersamaan. Pada penelitian ini analisis regresi logistik ganda
yang merupakan salah satu pendekatan model matematis yang
digunakan untuk menganalisa hubungan satu atau beberapa variabel
independen dengan variabel dependen, alasan memakai analisis ini
adalah variabel dependennya kategorik yang bersifat dikotom/
binary.
Tahapan analisis multivariat meliputi pemilihan variabel kandidat
multivariat pada penelitian ini ada sebelas variabel yang diduga
berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia dibawah 2
tahun, yaitu usia dan jenis kelamin anak, pemberian ASI ekslusif,
status gizi, immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia
ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan mencuci tangan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
65
53 Universitas Indonesia
sebelum memberikan makan anak, serta sosial ekonomi selanjutnya
ke sebelas variabel independen secara satu persatu terlebih dahulu
dilakukan analisis bivariat uji logistik sederhana dengan variabel
dependen. Variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio Log
likelihood), memiliki p<0,25 mempunyai kemaknaan secara
subtansi dijadikan kandidat yang akan dimasukkan dalam model
multivariat.
Pembuatan model faktor risiko diare pada anak usia dibawah 2
tahun. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan
secara bersama-sama. Model terbaik dipertimbangkan dua penilaian
yaitu signifikasi ratio log-likelihood (p<0,25) dan nilai sinifikan p
wald (p< 0,05). Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan
cara semua variabel independen yang telah lulus sensor dimasukkan
ke dalam model. Kemudian variabel yang p wald nya tidak
signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan dimulai dari p
wald yang terbesar, pemprosesan dilakukan sampai variabel yang
dipilih p wal nya, 0,05 berarti variabel tersebut yang berhubungan
secara signifikan dengan kejadian diare pada anak dibawah 2 tahun
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
66
66 Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian tentang faktor risiko kejadian
diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja. Uraian dalam bab ini meliputi
gambaran kejadian diare, gambaran karakteristik faktor anak, faktor ibu dan faktor
sosial ekonomi dengan menggunakan analisis univariat. Selain menggambarkan
karateristik disajikan pula analisis bivariat dengan menggunakan chi square untuk
membuktikan hipotesis dengan uji perbedaan proporsi serta menentukan besarnya
hubungan kedua variabel independen dan dependen. Pada bab ini juga menjelaskan
tentang analisis multivariat yang bertujuan untuk menganalisis variabel independen
yang paling berpengaruh hubungannya dengan variabel dependen dengan
menggunakan uji statistik resgresi logistik.
5.1 GAMBARAN KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN
DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN
Untuk menjelaskan gambaran masing-masing variabel yang terdapat dalam
penelitian ini terlebih dahulu dilakukan analisis univariat, meliputi variabel
independen yang terdiri dari karateristik faktor anak, ibu dan sosial ekonomi serta
variabel dependen berupa kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Adapun
gambarannya sebagai berikut :
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
67
66 Universitas Indonesia
5.1.1 Gambaran Karakteristik Anak
Tabel 5.1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD Koja
Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel Uraian
Jumlah Presentasi (%) 1 Usia Anak
4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan
29 35 30 14
26,9 32,4 27,7 13,0
2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
36 72
33,3 66,7
3 ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif
43 65
39,8 60,3
4 Imunisasi Campak Mendapatkan immunisasi campak Tidak mendapatkan immunisasi campak
48 60
44,4
55,6
5 Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk
52 27 29
48,1 25,0 26,9
6 Kondisi tangan dan kuku Tangan dan kuku bersih dan pendek. Tangan dan kuku kotor dan panjang
64 44
59,3 40,7
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa karakteristik anak berdasarkan usia
terlihat bahwa anak usia 8-11 bulan sebesar 32,4% lebih banyak dibandingkan
usia 12–18 bulan. Sebagian besar anak berjenis kelamin laki-laki dengan
jumlah responden 66,7% dibandingkan perempuan.
Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak
anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi
anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%,
anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk
sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak
dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan
40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
68
66 Universitas Indonesia
Tabel 5.2 Distribusi Anak Yang Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
di RSUD Koja, Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel Uraian
Jumlah Presentasi (%) 1 Anak yang mendapatkan ASI
Dapat Tidak Dapat
86 22
78,6 20,4
2 Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif Dapat Tidak dapat
43 65
39,8 60,2
3 Usia anak yang mendapatkan ASI 0-3 bulan 4-5 bulan 6-9 bulan 9-11 bulan >12 bulan
29 21 20 9
29
26,9 19,4 18,5 8,4
26,9 4 Alasan anak tidak mendapatkan ASI
Ekslusif ASI tidak cukup Bayi tidak mau menyusu Ibu harus bekerja Lain-lain
20 11 19 1
18,5 10,2 17,6
9 5 Anak yang mendapatkan minum selain
ASI Ya Tidak
104 4
96,3 3,7
6 Jenis Minuman yang diberikan selain ASI Susu formula Air putih Air gula Air Tajin Jus Buah Air Teh Madu Lain-lain
53 55 4 4 4 2 1 0
49,1 50,9 3,7 3,7 3,7 1,9 0,9 0
7 Usia anak mendapatkan MP-ASI 0-3 bulan 4-5 bulan >6 bulan
39 20 43
36,1 24,1 39,8
7 Jenis MP-ASI Bubur susu Bubur Saring Buah Lain-lain
35 31 20 17
32,4 28,7 18,5 15,7
Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama
yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Bila dilihat
dari tabel 5.2 dapat dijelaskan jumlah anak yang mendapatkan ASI lebih
banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara
3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI
eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
66 Universitas Indonesia
Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada
anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang
mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang
diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin
3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan
ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari
3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MP-
ASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5%
dan lain-lain 15,7%.
5.1.2. Gambaran Karakteristik Faktor Ibu dengan Kejadian Diare
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Ibu
yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108)
Variabel Uraian Jumlah Presentasi (%)
1 Usia Ibu < 20 dan >30 Tahun 20 – 30 Tahun
72 36
66,7 33,3
2 Pendidikan Ibu Tinggi Rendah
55 53
50,9 49,1
3 Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang
43 36 29
39,8 33,3 26,9
4 Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah
63 30 15
58,3
27,8 13,9
Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu
sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu
antara 20-30 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya
hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%).
Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan
baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%)
pengetahuan ibu rendah. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci
tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30
(27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
70
66 Universitas Indonesia
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak
Usia dibawah 2 tahun, Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Presentasi (%)
Pengetahuan Ibu
P5
P6
P8
P7
P10
P9
P3
P4
P1
P2
88,0
87,0
76,9
74,1
66,7
66,7
65,7
52,8
56,5
45,4
Berdasarkan tabel 5.5 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan
hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu
sebesar 88%.
5.1.3 Gambaran Karakteristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian
Diare
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden Menurut Karakteristik Sosek
yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108)
Variabel Uraian Jumlah Prosentasi (%)
Penghasilan Keluarga
>1 Juta
< 1 Juta
44
64
40,7
59,3
Variabel tingkat penghasilan orang tua dikatagorikan dalam 2 kelompok yaitu
orang tua yang mempunyai penghasilan rendah (< 1 juta) dan tinggi (> 2 juta).
Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan
tinggi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai
penghasilan rendah.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
71
66 Universitas Indonesia
5.2 HUBUNGAN KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN
DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN
Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel independen dan
dependen serta untuk memilih variabel kedalam analisis multivariat
dilakukanlah analisis bivariat. Adanya hubungan antara faktor-faktor risiko
dengan kejadian diare, ditunjukkan dengan nilai p value < 0,05 pada CI
(Confidence Interval) 95%.
5.2.1 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Kejadian Diare pada Anak
Usia < 2 tahun
Tabel 5.7 Hubungan antara Karakteristik Anak dengan kejadian diare
Variabel Bukan diare Diare Total OR
(95% CI)
P
value n % n %
Usia anak 4 – 11 bulan 12 – 24 bulan
34
20
63,0
37,0
30
24
55,6
44,4
64
44
1,36
(0,63-2,93)
0,433
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
20
34
37,0
63,0
16
38
29,6
70,4
38
72
1,39
(0,62-3,12)
0,414
ASI ekslusif Mendapatkan Tidak mendapatkan
21
33
38,9
61,1
22
32
40,7
59,3
43
65
0,26
(0,42-2,00)
1,0
Imunisasi campak Mendapatkan Tidak dapat Belum cukup umur
25
15
14
46,3 27,8
25,9
23 13
18
42,6 24,1
33,3
48 28
32
0,94 (0,37-2,39)
1,39 (0,56-3,43)
0,90
0,46
Status Gizi normal Kurang Buruk
34 10
10
63,0 18,5
18,5
18 17
19
33,3 31,5
35,2
52 27
29
3,21 (1,22-8,45)
3,58 (1,38-9,33)
0,018
0,009
Kondisi tangan & kuku Bersih dan pendek Kotor dan panjang
33
21
61,1
38,9
31
23
57,4
42,6
64
44
0,65 (0,29-1,47)
0,84
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
72
66 Universitas Indonesia
Tabel 5.7 menggambarkan hubungan antara usia anak dengan kejadian diare
pada anak usia < 2 tahun. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak dengan
diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Sedangkan anak
yang tidak mengalami diare juga lebih banyak pada usia 4-11 bulan 63%.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,433, dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare.
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin anak dengan kejadian diare
diperoleh bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. Sedangkan pada anak yang tidak
mengalami diare juga lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki 63%.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,414, dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare.
Dari hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif anak
dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih
banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan
pada anak yang tidak menderita diare juga lebih banyak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 1,0 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare.
Dari hasil analisis hubungan antara status gizi anak dengan kejadian diare
didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar
35,8 %. Sedangkan pada anak yang tidak diare lebih banyak dengan status
gizi normal 63%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti
dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana
anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare
dibandingkan anak yang berstatus gizi normal.
Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan
kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak
yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Sedangkan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
73
66 Universitas Indonesia
anak yang tidak mengalami diare lebih banyak tidak mendapatkan yaitu
sebesar 53,7%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value= 0,84 berarti dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak
diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare.
Dari hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian
diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan
kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. Sedangkan
anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak dengan kondidi kuku dan
tangan bersih dan pendek 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value =
0,84 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare.
5.2.2 Hubungan antara faktor ibu dengan kejadian diare pada anak usia <
2 tahun
Tabel 5.8 Hubungan antara Karakteristik Ibu dengan Kejadian Diare
Variabel Bukan diare Diare Total OR
(95% CI)
P
value n % n %
Usia ibu 20 - 30 tahun < 20 - >30 tahun
40
14
74,1
25,9
32
22
59,3
40,7
72
36
1,96
(0,86-4,44)
0,153
Pendidikan ibu Tinggi Rendah
23 31
42,6 57,4
32 22
59,3 40,7
55 53
0,51
(0,23-1,096)
0,124
Pengetahuan Ibu Tinggi Cukup Rendah
23 16
15
42,6 29,6
27,8
20 20
14
37,0 37,0
25,9
43 36
29
1,43 (0,59-3,49)
1,07 (0,41-2,75)
0,424 0,883
Kebiasaan ibu Mencucitangan Selalu Kadang-kadang
Tidak/jarang
39 12 3
72,2 22,2
5,6
24 18
12
44,4 33,3
22,2
63 30
15
2,43 (1,00-5,93)
6,50 (1,66-25,41)
0,050 0,007
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
74
66 Universitas Indonesia
Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare didapatkan
bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30
tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Sedangkan anak yang bukan diare
lebih banyak pada anak dengan usia ibu antara 20-30 tahun yaitu sebesar
74,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,153 berarti dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu
dengan kejadian diare.
Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian
diare didapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih
tinggi yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan tingkat pendidikan ibu rendah lebih
banyak terjadi pada anak bukan diare yaitu sebesar 57,4%. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p value = 0,12 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian
diare.
Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare
dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu
dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masing-
masingnya sebesar 37%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare
juga lebih banyak ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi yaitu 42,6%. Hasil
uji statistik pada tingkat pengetahuan ibu rendah didapatkan nilai p value =
0,883 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare.
Hasil analis antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian
diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang
mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan
pada anak yaitu sebesar 44,4%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami
diare juga lebih banyak mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anaknya yaitu sebesar 72,2%. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p value = 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak dengan kejadian diare. Dari hasil analisis
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
75
66 Universitas Indonesia
diperoleh pula nilai OR = 2,43 kali dimana ibu tidak mempunyai kebiasaan
kadang-kadang mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak
berpeluang 2,43 kali untuk mengalami diare dibandingkan dengan anak yang
ibunya mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan.
Dari uji statistik kebiasaan ibu jarang/tidak pernah mencuci tangan
didapatkan nilai p value = 0,007 berarti dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara jarang/tidak menlakukan cuci tangan dengan kejadian diare
dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan
berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare.
5.2.3 Hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada anak usia
< 2 tahun
Tabel 5.9 Hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare
Penghasilan
keluarga
Bukan diare Diare Total OR
(95% CI)
P
value n % n %
<1 Juta
>1 juta
21
33
38,9
61,1
23
31
42,6
57,4
44
64
0,85
(0,39-1,849)
0,845
Dari hasil analisis hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian
diare didapatkan bahwa anak dengan penghasilan keluarga kurang dari 1
juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%.
Sedangkan penghasilan keluarga lebih dari 1 juta lebih banyak pada anak
bukan diare yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value
= 0,845 berarti dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
76
66 Universitas Indonesia
5.3 FAKTOR DOMINAN RISIKO TERJADINYA DIARE PADA ANAK
USIA < 2 TAHUN
Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap risiko
terjadianya diare maka dilakukan analisis multivariat dengan mencari
hubungan antara variabel independen dengan dependen.
5.3.1 Seleksi Bivariat
Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan
variabel dependen. Bila hasil analisis bivariat menghasilkan p value <
0,25, maka variabel tersebut masuk pada tahap analisis multivariat.
Hasil seleksi kandidat dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini:
Tabel 5.10 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada anak usia di bawah 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara
Variabel P value
Usia Anak 0.816
Jenis Kelamin 0.608 ASI Eksklusif 0,585 Imunisasi Campak 0.298 Status Gizi 0.029* Kondisi tangan dan kuku 0.983 Usia Ibu 0.279 Pendidikan Ibu 0.372 Pengetahuan 0.097* Kebiasaan ibu mencuci tangan 0.025* Penghasilan keluarga 0.758
* masuk ke pemodelan berikutnya
Dari hasil analisis bivariat, pada table 5.10 dapat dilihat variabel yang
memenuhi syarat untuk masuk pemodelan multivariat dengan p value
< 0,25 adalah status gizi, pengetahuan ibu, dan kebiasaan ibu mencuci
tangan.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
77
66 Universitas Indonesia
5.3.2 Pemodelan Multivariat
Variabel yang memenuhi syarat dari analisis bivariat dimasukan ke
dalam analisa multivariat. Dari hasil analisis multivariat dengan regresi
logistik dihasilkan p value masing-masing variabel.
Dari hasil analisa multivariat pada table 5.8 terdapat 5 variabel yang p
value < 0,05 yaitu status gizi, usia ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan
ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan
6 variabel lainnya memiliki nilai p value > 0,05.
Tabel 5.11 Langkah pertama regresi logistik
Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare
pada Anak Usia di bawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara
Variabel B Wald OR (95% CI)
P value
Status Gizi Kurang Buruk
1,298 1,001
7,249 5,806 3,700
3,664 2,720
1,27-10,53 0,981-7,541
0,027* 0,016* 0,054*
Pengetahuan Ibu Cukup rendah
0,838 0,048
3,070 2,694 0,008
2,312 1,049
0,850-6,29 0,364-3,022
0,215 0,101 0,930
Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
0,783 1,810
7,210 2,554 6,091
2,187 6,111
0,838 1,452
0,027* 0,110 0,014*
*Bermakna pada α = 0,05
Dari hasil analisis multivariat pada tabel 5.10 terlihat hanya ada 2 variabel yang p valuenya < 0,05 yaitu status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan variabel pengetahuan ibu nilai p value yang > 0,05 sehingga harus dikeluarkan satu persatu dari model berdasarkan nilai p yang terbesar. Nilai p yang terbesar adalah variabel pengetahuan ibu, oleh karena itu pada langkah selanjutnya variabel tersebut dikeluarkan sehingga didapatkan hasil seperti terlihat pada table 5.11 di bawah ini:
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
78
66 Universitas Indonesia
Tabel 5.11 Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi dan cuci
Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 Tahun di RSUD Koja Jakarta Utara
Variabel B SE Wald OR
(95%CI) P value
Status Gizi Kurang Buruk
1,139 1,015
0,516 0,511
6,636 4,880 3,940
3,123 2,769
1,137-8,578 1,013-7,520
0,036 0,027 0,047
Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
0,838 1,672
0,480 0,716
7,006 3,940 5,445
2,312 5,320
0,902-5,921 1,307-21,66
0,030 0,081 0,020
Setelah variabel pengetahuan ibu dikeluarkan maka terdapat perubahan
nilai OR yang lebih dari 10 % pada variabel status gizi anak dan
kebiasaan ibu mencuci tangan. Sehingga dengan demikian variabel
pengetahuan dimasukan kembali kedalam model. Perbandingan nilai
OR sebelum dan sesudah variabel pengetahuan di keluarkan dapat
dilihat pada table 5.12
Tabel 5.12 Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja
Variabel Usia Ibu Perubahan
Nilai OR
(%) Sebelum dikeluarkan Sesudah dikeluarkan
Status Gizi Kurang Buruk
3,664 2,760
3,123 2,760
14,7 0,36
Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
2,042 4,574
2,294 4,906
10,9 6,7
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
79
66 Universitas Indonesia
Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi,
Pengetahuan Ibu, dan Cuci Tangan Terhadap Faktor Risiko Kejadian Diare Pada anak Usia dibawah 2 Tahun
Di RSUD Koja Jakarta
Variabel B Wald OR (95% CI)
P value
Status Gizi Kurang Buruk
1,298 1,001
7,249 5,806 3,700
3,664 2,720
1,27-10,53 0,981-7,541
0,027* 0,016* 0,054*
Pengetahuan Ibu Cukup rendah
0,838 0,048
3,070 2,694 0,008
2,312 1,049
0,850-6,29 0,364-3,022
0,215 0,101 0,930
Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
0,783 1,810
7,210 2,554 6,091
2,187 6,111
0,838 1,452
0,027* 0,110 0,014*
Dari analisis multivariat pada tabel 5.13 diatas menunjukkan bahwa
variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada
anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan
variabel lainnya sebagai variabel confounding. Selain itu, dari hasil
analisis diatas didapatkan juga nilai odd rasio (OR) pada status gizi
adalah 3,664, yang artinya anak yang dengan status gizi kurang memiliki
peluang terhadap risiko kejadian diare sebesar 3,664 kali lebih besar
dibandingkan anak dengan status gizi baik. Sedangkan pada kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak di dapatkan nilai
odd rasio (OR) sebesar 6,111 yang artinya ibu yang jarang/tidak pernah
mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak memiliki peluang
6,111 kali lebih besar dibandingkan ibu yang selalu mencuci tangan.
Untuk melihat variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko
kejadian diare, dapat dilihat dari nilai Exponen B pada variabel yang
signifikan. Pada hasil analisis diatas, yang paling besar nilai Exponen B
nya adalah kebiasaan ibu mencuci tangan, sehingga dapat diartikan bahwa
kebiasaan ibu mencuci tangan merupakan variabel dominan yang paling
besar pengaruhnya terhadap risiko kejadian diare pada anak usia dibawah
2 tahun.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
80
80 Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian meliputi
karateristik faktor anak, faktor ibu dan sosial ekonomi, keterbatasan penelitian serta
implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan
dan pendidikan keperawatan.
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
6.1.2 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Risiko Kejadian Diare pada
Anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta
6.1.2.1 Usia Anak
Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian
diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11
bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 12-24 bulan. Hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
usia balita dengan kejadian diare.
Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare
terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi
terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada
masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif
bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk
terjangkitnya penyakit diare.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun
2004 menemukan bahwa semakin muda usia anak balita semakin
besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok
usia kurang dari enam bulan, yang mungkin disebabkan makanan
bayi masih sangat tergantung pada ASI. Tingginya angka diare pada
anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah
usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit
terutama penyakit diare semakin rendah, apalagi jika anak
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
81
80 Universitas Indonesia
mengalami status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang
kurang memadai (Suraatmaja, 2007).
Hasil penelitian Suharti (2005) menunjukkan bahwa jumlah balita
penderita diare yang banyak pada kelompok umur 6–12 bulan yaitu
34 balita (40 %) dan pada kelompok umur 13–24 bulan sebanyak 25
balita (29,4 %) sedangkan yang sedikit pada kelompok umur 0–5
bulan yaitu 13 orang (15,3 %). Sedikitnya kejadian diare pada
kelompok umur 0–5 bulan karena pada umur tersebut, balita
biasanya masih mendapat ASI dari ibunya dan belum mendapat
makanan tambahan dimana tingkat imunitas balita tersebut tinggi
yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena
diare lebih rendah.
Pada kelompok umur 6–12 bulan, biasanya balita sudah mendapat
makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat
merangkak sehingga kontak langsung dengan kuman dan bakteri
bisa saja terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau
intoleransi makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan tinginya
risiko terkena diare.
Pada kelompok umur dari 6-24 bulan, beberapa balita yang
menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi
mendapat ASI. Dengan demikian tingkat imunitas balita menjadi
rendah. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian nutrisi dan gizi
yang baik sehingga juga akan membantu peningkatan daya tahan
tubuh anak terhadap terpaparnya anak dengan agen infeksi yang
dapat menimbulkan diare.
6.1.2.2 Jenis Kelamin Anak
Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini
adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis
menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin balita dengan kejadian diare, namun anak berjenis kelamin
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
82
80 Universitas Indonesia
laki-laki mempunyai peluang 1,39 kali untuk mengalami diare
dibandingkan anak yang berjenis kelamin perempuan .
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi
(2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki
yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan
perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar
60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan
bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2.
Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-
laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah,
sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun
demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak
laki-laki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak
laki-laki (Palupi, 2009).
6.1.2.3 ASI Eksklusif
Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan
kejadian diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak
yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian
ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare.
Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan
bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih
berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari
uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
83
80 Universitas Indonesia
secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena
kejadian diare.
Penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009) menjelaskan ada
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare. Semakin lama yang diberi ASI secara eksklusif
semakin kecil kemungkinan bayi untuk terjadinya diare. Hal ini
dikarenakan ASI mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan
sistem pertahanan tubuh anak. Pemberian ASI secara eksklusif
mampu melindungi bayi dari berbagai macam penyakit infeksi.
6.1.2.4 Imunisasi Campak
Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mendapatkan
imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang
tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup
umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat
imunisasi campak dengan kejadian diare.
Tujuan diberikannya imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh
anak agar mampu melawan berbagai gangguan bakteri dan virus
yang ada di sekeliling tempat hidupnya. Jadi dengan imunisasi,
tubuh anak akan bereaksi dan anti bodinya meningkat untuk
melawan antigen yang masuk termasuk kuman penyebab diare.
Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare
berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak
umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita
campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009).
Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat
mencegah sampai 25% kematian balita yang berhubungan dengan
diare (Depkes RI, 1999).
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
84
80 Universitas Indonesia
6.1.2.5 Status Gizi
Pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering.
Semakin buruk keadaan/ status gizi balita, semakin sering dan berat
diare yang diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi
sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.
Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare
pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih
banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik.
Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa status gizi balita yang
kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya
diare pada anak. Berdasarkan analisis multivariat dengan
menggunakan regresi logistik berganda metode enter, variabel
status gizi anak hubungn terhadap kejadian diare pada balita.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Adisasmito (2007) yang melakukan kajian terhadap beberapa
penelitian faktor risiko diare di Indonesia menyimpulkan bahwa
status gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor
resiko terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi
kejadian dan lamanya diare. Penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2007), yang menyatakan
adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya
diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare
bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin
lama diare yang diderita.
Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006)
menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang
signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan
kejadian diare.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
85
80 Universitas Indonesia
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak
balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu
62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan
bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik.
6.1.2.6 Kondisi tangan dan kuku
Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan
kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak
dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik
dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan
dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak.
Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori, pada usia anak
kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada
anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan
dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya
kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang
infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya
menyatakan bahwa pada anak bayi anak berada pada tahapan oral
dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan
kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak
senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam
mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua
tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan
mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan
termasuk diare (Wong, 2000)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
86
80 Universitas Indonesia
6.1.2 Hubungan Antara Faktor Ibu dengan risiko kejadian diare pada anak
usia < 2 tahun
6.2.1 Usia Ibu
Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun.
Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
wulandari (2009) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan
dengan kejadian diare pada abalita dengan nilai p= 0,08. Penelitian
yang dilakukan oleh Mediratta (2007) juga menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare di
Ethiopia, dengan nilai p= 0,995.
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu
berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare
dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu
dengan kejadian diare.
Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia
20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu
pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang
memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.
6.2.2 Pendidikan Ibu
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan seseorang dapat
meningkat pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan.
Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Menurut Widyastuti
(2005), orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih
berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
87
80 Universitas Indonesia
tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih
baik. Namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu
rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dari hasil
penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian diare. Wulandari (2009) dalam penelitiannya pun
menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang significant antara
tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare dengan nilai p= 0,080
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Maryatun
(2008), yang menjelaskan tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak. Hasil
penelitian lain yang sesuai dengan penelitian yaitu yang dilakukan
oleh Indrawati dan Mulyani (2005) yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan signifikan antara kejadian diare dengan tingkat
pendidikan ibu.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Santosa (2009), tentang hubungan tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian diare pada anak. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan
dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan
perilaku pencegahan diare pada anak, semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan
terhadap penyakit diare.
Sedangkan menurut Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua
adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manajemen
diare pada anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah,
khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
88
80 Universitas Indonesia
tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya
kemampuan menerima informasi.
Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat
pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan
tentang diare dan pencegahannya.
6.2.3 Pengetahuan Ibu
Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan
ibu tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik
menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hasil uji statistik juga
menjelaskan tidak ada hubungan antara ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan sedang dengan kejadian diare. Hasil analisis multivariat
menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kejadian diare.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma
(2008) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu
berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil
analisis didapatkan ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi
sebesar 46,5% dan ibu dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu
sebesar 53,5%. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi
antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang
signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu
memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor
lingkungan dan sosial ekonomi.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Djunaidi (2008) juga
didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
dengan kejadian diare dengan hasil X2 hitung lebih dari X2 tabel
yaitu 6,88 ; 8,805 dengan taraf signifikan 5% dan probabilitas (p) =
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
89
80 Universitas Indonesia
0,032. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua
terhadap kejadian diare pada anak.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang
menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari
tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut
adalah predisposisi factor seperti adanya tradisi dan kepercayaan
masyarakat yang masih dianut si ibu), enabling factor yaitu
tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan
reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan
tokoh agama serta petugas kesehatan (Apriyanti, 2009).
6.2.4 Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Sebelum Memberikan Makan
Pada Anak
Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan
sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada
penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih
banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci
tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji
statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci
tangan dengan kejadian diare.
Salah satu perilaku hidup bersih yang penting dilakukan ibu adalah
mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Perilaku
cuci tangan ibu yang tidak memenuhi syarat hygiene berpotensi
untuk meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) menjelaskan
dalam penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada
anak (p value= 0,02). Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Apriyanti (2009), menunjukkan ada hubungan yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
90
80 Universitas Indonesia
signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare
pada anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan
pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih
yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam
mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita.
Pender (2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya
mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam
pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya
perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada
anak. Bila ibu sebelumnya mempunyai perilaku mencuci tangan yang
baik maka dapat mencegah terjadinya penyakit, hal ini juga
dipengaruhi oleh persepsi ibu terhadap manfaat, hambatan
pelaksanaan dan pengaruh dari perilaku tersebut. Prilaku ini juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kesadaran mengenai perilaku
terhadap kesehatan, kepercayaan yang dianut ibu terkait dengan
kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah penyakit. Keluarga,
teman dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap perilaku mencuci tangan, sehingga ibu membutuhkan
dorongan, dan role model (contoh) untuk menguatkan perilaku
tersebut.
Hal ini disebabkan tangan merupakan salah satu media masuknya
kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh. Dengan demikian,
apabila seseorang terbiasa mencuci tangan terutama pada waktu
tertentu seperti sebelum memberikan makan pada anak maka akan
meminimalkan masuknya kuman melalui tangan. Namun sebagian
besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah
untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka
apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih
belum tentu bebas dari kuman.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
91
80 Universitas Indonesia
6.13 Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Risiko Kejadian
Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun
Hasil analisis hubungan antara variabel penghasilan keluarga dengan
kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan
keluarga lebih banyak > 1 juta dibandingkan anak dengan penghasilan
keluarga < 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang
bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value =
0,845).
Hasil penelitian ini tidak sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status
sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian
diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan
dan status sosial ekonomi yang rendah.
Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan
(2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare
berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan
Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial
ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita,
kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi
lingkungan dan rumah yang buruk serta kurangnya kebersihan diri anak.
Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance
Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 %
responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I,
artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh
sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan
kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Hal ini
menyebabkan masyarakat rentan menderita penyakit menular seperti diare
ini. Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada
anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
92
80 Universitas Indonesia
mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung
memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga
anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih
tinggi untuk hampir semua penyakit. (Behrman, 1999). Sistem imun anak
yang berasal dari sosio ekonomi rendah akan lebih rendah dibanding anak
yang berasal dari sosio ekonomi tinggi. Sehingga lebih rentan terinfeksi
kuman penyebab diare ini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sonny (2002).
Menurut Pender (2002) dalam salah satu konsepnya menyatakan bahwa
Kesadaran seseorang tentang kesehatan dan perilaku promosi kesehatan
dapat terhambat oleh rendahnya pendapatan seseorang sehingga akan
berdampak pula terhadap kemampuan seseorang untuk mempertahankan
status kesehatan mereka, tapi hal ini dapat dicegah bila individu
mempunyai kesadaran diri dan kemampuan diri untuk dapat mengatasi
masalah tersebut dengan perilaku yang positif.
Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil
analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1
juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhan-
kebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan
anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 %
anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat
Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM).
6.2 Keterbatasan Penelitian
Dari hasil penelitian ini tentu masih belum sempurna dan tidak terlepas dari
berbagai keterbatasan, sehingga akan mempengaruhi hasil penelitian. Adapun
keterbatasan tersebut antara lain :
6.2.1 Sumber data
Pengambilan data primer dilakukan langsung pada responden. Kendala
yang dihadapai adalah jika anak rewel, pengambilan data dihentikan
sementara kemudian dilanjutkan bila balita sudah tenang. Ada beberapa
responden yang menolak pada saat mengisi kuesioner dan pada saat proses
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
93
80 Universitas Indonesia
pengumpulan data berlangsung, sehingga peneliti mencari responden lain
yang sesuai dengan kriteria. Pada pengisian data kondisi tangan dan kuku
anak peneliti harus mengobservasi ulang data yang diisi dikarenakan pada
beberapa anak tidak sesuai dengan kondisi anak. Pengisian kuesioner
pengetahuan ibu ada beberapa ibu yang tidak bisa membaca, sehingga
pertanyaan dibacakan oleh peneliti dan kemudian ibu memilih jawaban
sesuai dengan pengetahuan ibu. Dalam pengambilan data untuk kelompok
kontrol ada beberapa anak yang diagnosa medis pada saat masuk non diare,
tetapi pada saat pengambilan data anak juga mengalami diare selama di
rumah sakit.
6.3. Implikasi Untuk Keperawatan
6.3.1 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian tentang faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia
< 2 tahun dengan menggunakan konsep Nola. J. Pender dapat menjadi
acuan dalam penyusunan kebijakan rumah sakit. Hasil penelitian ini juga
membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor
risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien
anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara
pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan
dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat
memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi
keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit.
6.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep model Nola. J. Pender dan
model segitiga epidemiologi untuk meneliti faktor-faktor risiko yang
berhubungan denagn kejadian diare pada anak di rumah sakit. Kedua
konsep model ini biasa digunakan untuk penelitian di komunitas, tetapi
dalam pelaksanaannya penggunaan konsep model ini dapat digunakan
untuk penelitian di rumah sakit sehingga dapat diperoleh faktor yang
berhubungan dengan kejadian di rumah sakit yaitu status gizi anak dan
kebiasaan mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
94
94 Universitas Indonesia
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
7.1.1 Karakteristik anak yang menjadi responden sebagian besar adalah anak
berusia 8-11 bulan, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, anak lebih
banyak tidak mendapatkan asi eksklusif, berdasarkan riwayat imunisasi
campak lebih banyak anak tidak mendapatkan imunisasi, status gizi lebih
banyak normal, dengan kondisi tangan dan kuku lebih banyak bersih dan
pendek. Sedangkan berdasarkan karakteristik faktor ibu sebagian besar
berusia < 20 dan > 30 tahun, tingkat pendidikan ibu lebih banyak tinggi,
dengan tingkat pengetahuan ibu lebih banyak dengan pengetahuan baik,
dan sebagian besar ibu mempunyai kebiasaan selalu mencuci tangan
sebelum memberikan makan pada anak.
7.1.2 Faktor anak yang berhubungan dengan kejadian diare adalah status gizi
7.1.3 Faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian diare adalah kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.
7.1.4 Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap
kejadian diare.
7.1.5 Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti,
faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare
pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak di
RSUD Koja, maka perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua yang
mempunyai anak usia < 2 tahun tentang pencegahan dan penanganan anak
diare di rumah, terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar
dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
95
94 Universitas Indonesia
Pemberian informasi tentang pemberian makanan yang bergizi dan
seimbang juga perlu disampaikan melihat dari data yang diperoleh banyak
anak yang dirawat dengan diare mengalami status gizi kurang dan buruk.
Pemberian edukasi atau penyuluhan kesehatan ini dapat dijadikan program
rutin bagi rumah sakit baik di poli anak maupun di ruang perawatan, selain
itu perlunya dilengkapi media promosi kesehatan agar penyuluhan yang
dilakukan mudah dipahami. Media yang bisa digunakan seperti brosur,
memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan
penanganan diare pada anak.
7.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian faktor ibu adalah faktor yang berpengaruh
besar terhadap kejadian diare pada anak. Perlunya perhatian yang lebih dari
praktisi kesehatan terutama perawat dalam pencegahan penyakit pada anak.
Sasaran utama dalam pencegahan ini adalah ibu, dengan pemberian edukasi
kesehatan yang tepat diharapkan akan mengurangi angka kesakitan diare
pada anak. Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.
7.2.3 Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya
tentang faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak dibawah 2
tahun di rumah sakit. Penelitian tentang hubungan status gizi anak dengan
kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak, perlu dilakukan pada penelitian selanjutnya
untuk mengetahui pengaruh nya terhadap penurunan kejadian diare pada
anak. Perlunya dilakukan penelitian selanjutnya dengan menambahan
variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor
status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10.
Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2266960981&sid=3&Fmt=4&client.
Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada
balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier.
Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta:
Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.
Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak10.doc.
Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC.
Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e2.
Darmawan. (1008). Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya
diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.
Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI.
---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI.
---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI.
---------------.(2009) Profil kesehatan indonesia 2009. Februari 31,2011 http://www.depkes.go.id.
_________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika.
Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI.
Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI
Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika
Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-gdl-s2-2004-amhira-1349-diare.
Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver.
Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press
Juffrie. (2011). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI
Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com.
Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra
Cendikia Press.
Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136.
Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr. Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82.
Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga
Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto
Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC
Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta.
Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009.
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta
Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott.
Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-k2c-1893-diare..
Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/99/6/808. Diperoleh pada.
Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi
kedua.Jakarta: Sagung Seto.
Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193.
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com.
Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta,
Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta
Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya.
Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta.
Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc
Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan.
Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC.
Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 17-22.
Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 0-2 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk.gdl.res.2002-wiwin.1723.diare.
Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC.
Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby.
Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342.
Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Kode Responden
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan sebenarnya
2. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal
3. Memberikan tanda (V) sesuai dengan jawaban yang anda pilih
4. Jika pertanyaan terbuka tulislah dengan singkat dan jelas
Diagnosa Media Diare Bukan Diare
A. Karakteristik Anak
1. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
2. Tahun dan bulan lahir : ……….
3. Imunisasi campak : Ya Tidak
4. Bila tidak diberikan, alasannya:
Anak sakit saat akan di imunisasi
Layanan kesehatan jauh
Tidak ada biaya
Takut, jika anak di immunisasi akan mengalami kelumpuhan dan
panas
Lain-lain…………………………………………………………..
5. Berat badan saat ini : …….Kg
6. Apakah anak mendapatkan ASI : Ya Tidak
7. Sampai usia berapa anak hanya diberikan ASI saja tanpa diselingi dengan
pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) :
……………Bulan
8. Sampai usia berapa anak mendapatkan ASI : …………………..
9. Selain diberikan ASI apakah anak diberikan minuman lainnya:
Ya Tidak
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
10. Bila ya, jenis minuman yang diberikan:
Susu formula Sari buah/jus buah
Air putih Air teh
Gula atau air gula Madu/ air madu
Air Tajin Lain-lain……………..
11. Alasan ibu tidak memberikan ASI ekslusif :
ASI tidak cukup
Bayi tidak mau menyusu
Karena ibu harus bekerja
Lain-lain (sebutkan)……………………………………………………
12. Usia berapa anak diberikan susu formula dan makanan pendamping ASI
(MP-ASI): ………………Bulan
13. Jenis MP-ASI yang diberikan pada anak:
Bubur susu
Bubur saring
Buah (pisang)
Lain-lain (sebutkan)…………………………………………………..
B. Karakteristik Ibu
1. Usia ibu : ……..tahun
2. Pendidikan Terakhir :
SD SLTP
SLTA Diploma Sarjana
3. Jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan :
< 1 jt > 1 jt
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
C. Pengetahuan Tentang Diare
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal.
2. Jawablah setiap pertangyaan sesuai dengan yang ibu ketahui dengan
memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar.
Pertanyaan Pengetahuan tentang diare pada anak dan perawatannya:
1. Dibawah ini adalah pengertian diare pada anak yaitu :
A. Buang air besar lebih dari 3 kali pada anak
B. Buang air besar yang juga disertai dengan lendir dan darah
C. Anak buang air besar lebih dari biasa
D. Penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk
2. Diare pada anak dapat disebabkan oleh……., kecuali
A. Memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri dan kuman
B. Makanan basi
C. Alergi susu
D. Penyakit keturunaan
3. Penyebaran kuman penyebab diare dapat terjadi lewat perantara…
A. Tinja yang kering dan air dan makanan yang tercemar
B. Melalui udara, dan cipratan ludah
C. Memakai peralatan penderita diare
D. Melalui Gigitan nyamuk
4. Tanda-tanda dan gejala anak mengalami diare yang harus diwaspadai orang
tua….
A. Tinja cair
B. Berat badan menurun
C. Bibir kering, cubitan kulit kembali lambat , ubun-ubun cekung
D. Semua Benar
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
5. Bila anak muntah setelah diberi minum, hal yang harus dilakukan ibu, adalah…
A. Menghentikan pemberian minum.
B. Menghentikan sekitar 10 menit, kemudian mencoba memberi minum lagi
dengan pelan-pelan
C. Memaksa anak untuk minum
D. Dibiarkan saja karena anak sudah mendapatkan cairan infus
6. Bila diare pada anak tidak ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan
terjadinya ….
A. Kekurangan cairan bahkan mengakibatkan kematian
B. Kelumpuhan
C. Gangguan pernafasan
D. Gangguan kecerdasan
7. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi diare yaitu…
A. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
B. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
C. Buang air besar (BAB) di di jamban/WC
D. Semua benar
8. Apa yang harus dilakukan ibu apabila anak mengalami diare dirumah….
A. Diberi obat warung untuk menghentikan diare
B. Didiamkan saja, biasanya anak diare menandakan bertambahnya kepintaran
anak.
C. Berikan anak minum lebih dari biasanya
D. Berikan anak cairan yang banyak termasuk pemberianLarutan Gula Garam
(LGG)
9. Perawatan yang diberikan pada anak diare dirumah yaitu…
A. Tetap berikan ASI pada anak
B. Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya
C. Tetap berikan makanan sesuai dengan usia anak
D. Semua Benar
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
10. Pada kondisi apa anak harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan
(puskesmas/rumah sakit)…..
A. Demam terus menerus
B. Tidak mau makan dan minum
C. Ada darah dalam tinja
D. Semua Benar
E. Mencuci Tangan
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah sesuai dengan tindakan yang dilakukan responden dengan
memberikan tanda silang (V) pada kolom yang tersedia.
2. Ketentuan pengisian lembar ini yaitu :
a. Selalu : apabila ibu mencuci tangan setiap akan memberikan makan
anak dengan sabun
b. Kadang-kadang,: apabila ibu kadang mencuci tangan dan kadang tidak
mencuci tangan sebelum memberikan makan anak dengan sabun
c. Jarang : apabila ibu mencuci tangan dengan sabun apabila ingat
d. Tidak pernah : apabila ibu tidak pernah mencuci tangan sama sekali
sebelum memberikan makan anak
No Indikator Keterangan Selalu Kadang
-kadangJarang Tidak
Pernah 1 Mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak
dengan menggunakan sabun
Observasi Keadaan tangan dan Kuku Anak
Tangan dan Kuku Kondisi
Tangan dan kuku Bersih Kotor
Panjang Pendek
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
KISI KISI KUESIONER
A. Kuesioner Pengetahuan
No Materi No Pertanyaan
1 Pengertian diare 1
2 Penyebab diare 2
3 Penyebaran kuman diare 3
4 Tanda dan gejala diare 4
5 Penatalaksanaan diare 5
6 Akibat lanjut diare (komplikasi) 6
7 Pencegahan diare 7
8 Perawatan diare dirumah 8, 9, 10
B. Lembar Observasi Kebersihan tangan dan kuku
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG DIARE
1. A
2. D
3. A
4. D
5. B
6. D
7. D
8. C
9. D
10. D
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lam
pira
n 4
JAD
WA
L K
EG
IAT
AN
PE
NE
LIT
IAN
Keg
iata
n
Pebr
uari
M
aret
A
pril
Mei
Ju
ni
Juli
1 2
3 4
1 2
3 4
1 2
3 4
1 2
3 4
1 2
3 4
1 2
3 4
Peny
usun
an p
ropo
sal
Ujia
n Pr
opos
al
Periz
inan
Pe
ngum
pula
n D
ata
Ana
lisis
Dat
a
Pe
nulis
an L
apor
an
Ujia
n ha
sil P
enel
itian
Pe
rbai
kan
Tesi
s
Si
dang
Tes
is
Perb
aika
n Te
sis
Jilid
Har
d C
over
Pe
ngum
pula
n La
pora
n
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 7
BIODATA
Nama : Yeni Iswari
TTL : Jakarta, 22 Juni 1978
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Dosen
Alamat Rumah : Jl. Tridarma Utama IV RT 005/012 No. 31 Kelurahan Cilandak Barat Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan.
Alamat e-mail : [email protected]
Alamat Institusi : Akademi Keperawatan Harum Jakarta
Jl. Cumi No.37 Tanjung Priok Jakarta Utara
Riwayat Pendidikan : Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
FIK UI (2009-sekarang)
Sarjana Keperawatan PSIK UMJ (2002-2005)
Akademi Keperawatan Sismadi Jakarta (1996-1999)
SMAN 66 Jakarta (1993-1996)
SMPN 5 Solok (1990-1993)
SDN 14 Pagi Pondok Labu Jakarta(1984-1990)
Riwayat Pekerjaan : Dosen Akademi Keperawatan Harum (2003-Sekarang)
Dosen Akademi Keperawatan Sismadi (2000-2003)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ANALISIS FAKTOR KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA
Yeni Iswari 1, Dessie Wanda2, Besral3
ABSTRAK
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi penelitian lebih lanjut yaitu mengenai faktor lain yang mempengaruhi dan berhubungan dengan diare . Kata kunci : faktor risiko, kejadian diare, anak usia < 2 tahun.
ABSTRACT
Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea. Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.
Pendahuluan Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan/tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson, 2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30 detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003). Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
kasus diare 50% terjadi pada balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan 28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009). Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010 didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien . Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau jajanan
dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak dibawah 2 tahun, hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta.
Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control. sampel penelitian ini adalah anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta. Jumlah responden 108 (54 kelompok kasus dan 54 kelompok control). Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Jenis data dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan kuesioner.
Hasil Penelitian Gambaran Karateristik Responden Berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%, anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan 40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang. Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Jumlah anak yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
mendapatkan ASI lebih banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara 3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin 3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari 3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MP-ASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5% dan lain-lain 15,7%. Dapat dilihat di tabel 1
Tabel 1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD
Koja Bulan Mei-April 2011 (n=108)
Variabel Uraian Jumlah Presentasi
(%)
1 Usia Anak 4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan
29 35 30 14
26,9 32,4 27,7 13,0
2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
36 72
33,3 66,7
3 ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif
43
65
39,8
60,3
4 Imunisasi Campak Dapatkan Tidak dapat
48 60
44,4 55,6
5 Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk
52 27 29
48,1 25,0 26,9
6 Kondisi tangan dan kuku Bersih dan pendek. Kotor dan panjang
64 44
59,3 40,7
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden menurut
Karakteristik Ibu yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah
2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Uraian
Jumlah Presentasi (%)
1 Usia Ibu < 20 dan >30Tahun 20 – 30 Tahun
72 36
66,7 33,3
2 Pendidikan Ibu Tinggi Rendah
55 53
50,9 49,1
3 Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang
43 36 29
39,8 33,3 26,9
4 Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah
63 30 15
58,3 27,8 13,9
Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu antara 20-30 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%).
Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%) pengetahuan ibu rendah, dari 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu sebesar 88%. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30 (27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan. Berdasarkan karakteristik faktor sosial ekonomi didapatkan hasil:
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden menurut
Karakteristik Sosek yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun
Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Uraian
Jumlah Prosentasi (%)
Penghasilan Keluarga
<1 Juta
> 1 Juta
44
64
40,7
59,3
Berdasarkan penghasilan keluarga memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan lebih banyak > 1 juta dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai penghasilan < 1 juta.
Hubungan karateristik faktor kejadian diare. Berdasarkan karakteristik faktor anak didapatkan hasil bahwa anak dengan diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare (p value = 0,433).
Anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare (p value = 0,414). Lebih banyak anak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare ( p value= 1,0).
Menurut status gizi anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar 35,8 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare dibandingkan anak yang berstatus gizi normal.
Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare
lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare (p value= 0,84). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare (p value = 0,84). Berdasarkan karakteristik faktor ibu didapatkan hasil bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30 tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare (p value = 0,153).
Tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih tinggi yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,12). Tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masing-masingnya sebesar 37%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,883).
Anak yang mengalami diare lebih banyak yang mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak yaitu sebesar 44,4%. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare (p value = 0,05), dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare. Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan bahwa anak dengan penghasilan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
keluarga kurang dari 1 juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value = 0,845). Berdasarkan analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Sedangkan variabel yang paling dominan adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebekum memberikan makan pada anak dengan nilai Exponen B terbesar. Pembahasan Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11 bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 12-24 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk terjangkitnya penyakit diare. Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi (2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2. Kemungkinan
terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak laki-laki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak laki-laki (Palupi, 2009). Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare. Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare. Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009). Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat mencegah sampai 25% kematian balita yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
berhubungan dengan diare (Depkes RI, 1999). Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik. Hasil analisis didapatkan bahwa status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada anak. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) yang menyatakan bahwa status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian dan lamanya diare. Hali ini didukung Palupi (2007), yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin lama diare yang diderita.
Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006) menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan kejadian diare. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu 62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak. Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori, pada usia anak kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya menyatakan bahwa pada anak bayi anak
berada pada tahapan oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan termasuk diare (Wong, 2000). Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun. Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh wulandari (2009) dan Mediratta (2007) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare. Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dan Wulandari (2009) dari hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2009), dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare. Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan pencegahannya. Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor lingkungan dan sosial ekonomi. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap kejadian diare pada anak.Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor seperti tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu , enabling factor yaitu tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta petugas kesehatan. Dari hasil penelitian antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) dan
Apriyanti (2009), yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Pender (2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada anak. Namun sebagian besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman. Hasil penelitian analisis antara hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan keluarga lebih banyak > 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini tidak sesuai Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang rendah. Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan (2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi lingkungan dan rumah yang buruk serta
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
kurangnya kebersihan diri anak. Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1 juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 % anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM). Implikasi Untuk Keperawatan Untuk pelayanan keperawatan diharapkan penelitian ini dapat membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit. Kesimpulan 1. Faktor anak yang berhubungan dengan
kejadian diare adalah status gizi 2. Faktor ibu yang berhubungan dengan
kejadian diare adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.
3. Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap kejadian diare.
4. Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti, faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak
Saran 1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua tentang pencegahan dan penanganan anak diare di rumah, terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak, Serta pemberian makanan yang bergizi dan seimbang. Dengan menggunakan media promosi kesehatan mudah dipahami. seperti brosur, memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan penanganan diare pada anak.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.
3. Bagi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan status gizi anak dengan kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dan juga perlunya dilakukan penelitian dengan menambahan variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga
Daftar Pustaka 1. Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko
diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10.
2. Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2266960981&sid=3&Fmt=4&client.
3. Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.
4. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier.
5. Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.
6. Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
7. Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak10.doc.
8. Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC.
9. Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e2.
10. Darmawan. (1008). Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.
11. Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL.
12. Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI.
13. ---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI.
14. ---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI.
15. ---------------.(2009) Profil kesehatan indonesia 2009. Februari 31,2011 http://www.depkes.go.id.
16. _________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika.
17. Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
18. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI.
19. Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI
20. Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika
21. Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-gdl-s2-2004-amhira-1349-diare.
22. Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver.
23. Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press.
24. Juffrie. (2011). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI.
25. Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com.
26. Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press.
27. Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id.
28. Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136.
29. Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82.
30. Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga
31. Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
32. Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
33. Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto.
34. Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC
35. Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.
36. Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
37. Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
38. Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta.
39. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
40. Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009.
41. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott.
42. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott.
43. Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-k2c-1893-diare.
44. Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/99/6/808.
45. Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi kedua.Jakarta: Sagung Seto.
46. Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193.
47. Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
48. Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com.
49. Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
50. Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
51. Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
52. Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta.
53. Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya.
54. Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta.
55. Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.
56. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto.
57. Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc.
58. Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan.
59. Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company.
60. Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
61. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 17-22.
62. Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 0-2 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk.gdl.res.2002-wiwin.1723.diare.
63. Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC.
64. Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby.
65. Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342.
66. Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011