digital_126555-tesis0530 din n08p-perbedaan perkembangan-literatur.pdf
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka Diabetes
Luka diabetes biasa disebut Ulkus diabetikum atau luka neuropati. Luka diabetes
adalah infeksi, ulkus dan/atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait
dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai (WHO, 2001). Kondisi
ini merupakan komplikasi umum yang terjadi pada klien yang menderita diabetes
melitus. Dua hal yang dapat menyebabkan luka diabetes yaitu adanya neuropati
dan penyakit vaskuler (Robert, 2000)
1. Etiologi Menurut Suriadi (2007) dalam Purbianto (2007); Robert (2000) penyebab
dari luka diabetes antara lain :
a). Diabetik neuropati
Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes
melitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi
ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensori, motorik dan otonom.
Neuropati perifer pada penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan
kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.
Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi
otot, deformitas (hammer toes, claw toes, kontraktur tendon Achilles) dan
bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus.
10
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
11
Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan
terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat
denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan
terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik,
sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot
(Cahyono, 2007)
b). Pheripheral vascular diseases
Pada peripheral vascular diseases ini terjadi karena adanya
arteriosklerosis dan ateroskleroris. Pada arteriosklerosis terjadi
penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis terjadi
akumulasi "plaques" pada dinding arteri dapat berupa; kolesterol, lemak,
sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang
mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia dan
hipertensi
c). Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya
trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang
berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan
yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
12
d). Infeksi
Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien Diabetes melitus ,
infeksi biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia merusak respon
immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal melawan patogen yang
masuk, selain itu iskemia menyebabkan penurunan suplai darah yang
menyebabkan antibiotik juga tidak efektif sampai pada luka.
2. Patofisiologi
Dalam Robert (2000); Soeparman (2004) neuropati sensori perifer dan
trauma merupakan penyebab utama terjadinya ulkus. Neuropati lain yang
dapat menyebabkan ulkus adalah neuropati motorik dan otonom. Neuropati
adalah suatu sindroma yang menyatakan beberapa gangguan pada saraf. Pada
pasien dengan diabetes beberapa kemungkinan kondisi dapat menyebabkan
neuropati ; 1) pada kondisi hiperglikemia aldose reduktase mengubah
glukosa menjadi sorbitol, sorbitol banyak terakumulasi pada endotel yang
dapat mengganggu suplai darah pada saraf sehingga axon menjadi atropi dan
memperlambat konduksi impuls saraf, 2) pengendapan advanced
glycosylation edn-product (AGE-P) menyebabkan penurunan aktifitas myelin
(demielinasi).
Neuropati sensori menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas terhadap
tekanan atau trauma, neuropati motorik menyebabkan terjadinya kelainan
bentuk pada sendi dan tulang, neuropati otonom menyebabkan menurunnya
fungsi kelenjar keringat pada perifer yang menyebabkan kulit menjadi kering
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
13
dan terbentuk fisura. Penyakit vaskuler yang terdiri dari makroangiopati dan
mikroangiopati menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah pada organ.
Adanya neuropati, penyakit vaskuler dan trauma menyebabkan terjadinya
ulkus pada ekstrimitas.
Selain Neuropati penyakit peripheral vascular desease (penyakit vaskular
perifer) juga menjadi penyebab terjadinya ulkus. Penyakit vaskular perifer
terdiri dari dua, yaitu ; 1) mikroangiopati yang merupakan kondisi dimana
terjadi penebalan membran basalis kapiler dan peningkatan aliran darah
sehinggan menyebabkan edema neuropati, 2) makroangiopati, yaitu
terjadinya ateriosklerosis yang menyebabkan penurunan aliran darah
(iskemia). Trauma dan kerusakan respon terhadap proses infeksi menjadi
penyebab terjadinya luka diabetes selain neuropati dan penyakit vaskular
perifer .
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari luka diabetes antara lain 1) umumnya pada daerah
plantar kaki, 2) kelainan bentuk pada kaki; deformitas kaki, 3) berjalan yang
kurang seimbang, 4) adanya fisura dan kering pada kulit, 5) pembentukan
kalus pada area yang tertekan, 6) tekanan nadi pada area kaki kemunakinan
normal, 7) ABI (ankle brachial index), 8) luka biasanya dalam dan
berlubang, 9) sekeliling kulit; dapat terjadi selulitis, 10) hilang atau
berkurangnya sensasi nyeri, 11) xerosis (keringnya kulit kronik), 12)
hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis, 13) eksudat yang tidak
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
14
begitu banyak, 14) biasanya luka tampak merah (Suriadi, 2007 dalam
Purbianto, 2007).
4. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Beberapa cara dapat digunakan untuk mengklasifikasikan luka diabetikum.
Berikut ini klasifikasi luka diabetes menurut university of texas diabetic foot
classification (2000) dalam Hess (2002) :
Tabel. 2.1. Klasifikasi Grade Luka Diabetes
Stage Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3
A Sebelum atau sesudah terjadi ulseratif pada kaki yang berisiko terjadi luka
Luka superfisial tidak mengenai tendon, kapsula atau tulang
Luka mengenai tendon atau kapsula pada sendi
Luka mengenai tulang
B Terdapat infeksi
Terdapat infeksi
Terdapat infeksi
Terdapat infeksi
C Terdapat iskemia
Terdapat iskemia
Terdapat iskemia
Terdapat iskemia
D Terdapat infeksi dan iskemia
Terdapat infeksi dan iskemia
Terdapat infeksi dan iskemia
Terdapat infeksi dan iskemia
Klasifikasi lain yang dapat digunakan adalah klasifikasi Wagner sebagai berikut:
1. Grade 0, tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya deformitas dan sellulitis
2. Grade 1, ulser superfisialis
3. Grade 2, ulser dalam sampai tendon, atau tulang
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
15
4. Grade 3, ulser dalam dengan abses, osteomelitis dan infeksi persendian
5. Grade 4, gangren lokal kaki depan atau tumit
6. Grade 5, gangren pada seluruh kaki yang memerlukan amputasi (Hess, 2002)
5. Manajemen luka diabetes
Manajemen luka diabetes merupakan tanggung jawab multidisiplin. Tim yang
terlibat dalam manajemen luka diabetes antara lain perawat, dokter, podiatrist, dan
perawat spesialis diabetes untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
hasil perawatan (Potter & Perry, 2005).
Hess (2002) mengatakan tujuan manajemen luka diabetes adalah menjaga
kerusakan lebih lanjut dan memaksimalkan kualitas hidup selanjutnya. Intervensi
untuk mencapai tujuan ini adalah dengan melakukan edukasi, prevensi dan
menjalankan program yang telah ditetapkan.
Pengkajian merupakan langkah awal pada manajemen luka diabetes, anggota tim
harus proaktif dalam melakukan pengkajian. Selain menggkaji luka diabetes
anggota tim juga harus mengetahui kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh.
Hal ini berguna untuk membuat perencanaan yang sesuai untuk pasien.
Manajemen luka diabetes nonsurgical terdiri dari menjaga moist pada lingkungan
luka, debridemen jaringan nekrotik, mengurangi tekanan pada area luka,
meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas (Hess, 2002).
Kesuksesan pengelolaan luka diabetes terkait dengan pengurangan penekanan,
pengendalian infeksi, perbaikan iskemia dan menjaga lingkungan luka yang dapat
meningkatkan proses penyembuhan.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
16
a. Pengurangan tekanan (off loading)
Mengurangi penekanan pada area luka dengan mengistirahatkan dan
mengelevasikan ekstremitas harus dilakukan sesegera mungkin. Cara yang
digunakan adalah dengan menggunakan alat bantu jalan, seperti : kruk, walker
atau kursi roda.
b. Pengendalian infeksi
Pada umumnya luka diabetes mengalami infeksi polimikroba sehinggan harus
dilakukan kultur luka. Kultur luka yang harus dilakukan adalah kultur luka bagian
dalam akan menunjukkan hasil yang lebih reliabel terhadap kondisi luka. Dengan
kultur antibiotik yang diberikan akan lebih sensitif.
c. Perawatan luka
Perawatan luka yang diberikan pada pasien harus dapat meningkatkan proses
penyembuhan luka. Perawatan yang diberikan bersifat memberikan kehangatan
dan lingkungan yang moist (lembab) pada luka (Muha, 1999, Local wound care in
diabetic foot complications, ¶ 20, http://www.postgradmed.com, 18 Pebruari 2008)
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa luka kronik seperti luka dibetik
memerlukan lingkungan moist untuk meningkatkan proses penyembuhan luka.
Balutan yang bersifat moist dapat memberikan lingkungan yang mensuport sel
untuk melakukan proses penyembuhan luka dan mencegah kerusakan atau trauma
lebih lanjut. Balutan modern lebih dapat memberikan lingkungan moist dibanding
balutan kassa yang cenderung cepat kering (Dressing up: the case for advanced
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
17
wound care, ¶ 6, http://www.hospitalmanagement.net diakses tanggal 22 Oktober
2007)
B. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis
yang menghasilkan perbaikan terhadap struktur anatomi dan fungsi jaringan (Hess,
2002). Batasan waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan
ekstrinsik dan intrinsik.
1. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak
sel. Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu koagulasi,
inflamasi, proliferasi, dan remodeling.
a). Fase Koagulasi dan Inflamasi
Fase inflamasi secara klinis ditandai dengan tanda-tanda utamanya yaitu rubor,
tumor, kalor, dolor dan funtio laesa. Proses inflamasi terjadi segera setelah
injuri, secara spontan proses koagulasi, pembentukan asam arachidonic,
growth factor dan cytokine bekerja bersama dalam proses inflamasi.
Pada saat terjadi injuri pada vaskuler, calsium intraseluler dikeluarkan dan
mengaktivasi faktor VII dan proses koagulasi ekstrinsik. Bersamaan dengan
itu terjadi reflek vasokonstriksi, vasokonstriksi terjadi untuk membantu
hemostasis yang bekerja menjaga hasil akhir dari koagulasi berupa pluq fibrin.
Fibrin merupakan matrik luka dimana platelet beragregasi untuk
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
18
menghentikan perdarahan. Setelah pembentukan bekuan fibrin, mekanisme
lain diaktifkannya bagian dari mekanisme pertahanan tubuh; fibrinolisis yang
melisiskan bekuan fibrin. Proses ini adalah untuk mencegah bekuan lebih
lanjut dan memecahkan bekuan fibrin sehingga memudahkan migrasi sel ke
dalam area luka dan atau memulai fase penyembuhan selanjutnya.
Fase inflamasi dimulai beberapa menit setelah luka, dan dapat berlangsung
sampai 3-4 hari. Segera setelah injuri pembuluh darah dan limfatik rusak.
Lima sampai sepuluh menit pertama terjadi vasokonstriksi selanjutnya diikuti
oleh vasodilatasi. Komponen darah diekstravasasikan manuju luka. Terjadinya
retraksi sel endotelial dan terlepas dari sel-sel jaringan menyebabakan
dikeluarkannya faktor VII, faktor Von Willebrand dan fibrillar collagen pada
luka. Platelet menempel pada permukaann membentuk plug. Faktor Hageman
(XII) diaktivasi untuk memulai koagulasi pada luka, ini penting dalam
pembentukan bekuan fibrin untuk menghubungkan tepi-tepi luka. Platelet
selama aktivasi juga mensekresikan soluble modulators dan menstimulasi
pertumbuhan granular, antara lain adaah kemotaktik dan faktor-faktor
pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF), protease dan
substansi vasoaktif seperti serotonin dan histamin.
Elemen seluler penting pada fase inflamasi adalah polimorfonuklear leukosit
(PMN) dan monosit atau makrofag. Leukosit dominant pada awal
penyembuhan, selanjutnya digantikan oleh makrofag setelah hari ke lima luka.
Fungsi utama leukosit adalah fagositosis dan membunuh bakteri yang
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
19
mengkontaminasi luka. Makrofag membantu dalam fagositosis bakteri dan
debridemen luka. Makrofag mempunyai fungsi penting dalam mengendalikan
proses penyembuhan luka. Setelah diaktivasi dalam luka makrofag akan
mengeluarkan protease dan vasoactive peptides seperti faktor-faktor
pertumbuhan dan faktor kemotaktik untuk fibroblas dan sel endotelial
(Deodhar AK & Rana RE,1997, ¶ 1, Surgical physiology of wound healing: a
review, http://www.jpgmonline.com/diakses tanggal 29 Januari 2008).
b). Fase Proliferasi
Fase proliferasi dimulai 2-3 hari setelah luka dan ditandai dengan pergerakan
fibroblas ke area luka. Fibroblas bermigrasi melalui jalur fibrin yang terbentuk
pada fase inflamasi. Pada minggu pertama setelah injuri, fibroblas depengaruhi
oleh makrofag untuk membentuk dan mensintesis glycosamin dan
proteoglikan, matrik ekstraseluler jaringan granulasi dan kolagen.
Fibroblas menjadi dominan pada fase ini terus meningkat sampai hari ke 7-14
setelah luka. Setelah mensekresikan molekul kolagen, fibroblas
meletakkannya di ekstraseluler diatas serat kolagen. Serat ini akan menbentuk
jejaring yang saling berkait. Peningkatan kolagen pada luka berarti
meningkatkan kekuatan ikatan jaringan pada luka. Selama pembentukan
fibroblas, keratinosit dan sel endotelial juga terbentuk. Keratinosit dan
endotelial menghasilkan faktor pertumbuhannya sendiri untuk melakukan
proliferasi. Bersamaan dengan proliferasi sel, angiogenesis pada jaringan
granulasi terbentuk melalui pembuluh darah yang utuh dan membutuhkan sel
endotelial yang telah dibentuk sebelumnya.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
20
Vaskularisasi baru dan jalur fibroblas yang matang membantu penyediaan
nutrisi untuk luka, keduanya juga memproduksi aktivator plasminogen dan
kolagenase. Selanjutnya dimulai degradasi bekuan fibrin dan matrik
sementara. Produksi sel granulasi terus berlangsung samapi dengan semua
bagian luka terisi. Pada akhirnya asam hyaluronic dirusak dan digantikan oleh
kondroitin. Pergantian ini menyebabkan inhibisi pada aktifitas fibroblas, dan
dimulainya fase maturasi pada luka (Torre, 2006, ¶ 2, Wound Healing,
Chronic Wounds, http://www. Emedecine.com, diakses tanggal 4 Pebruari
2008).
c. Fase Kontraksi dan Remodeling
Kolagen secara acak tersimpan pada jaringan granulasi. Remodeling kolagen
menjadi jaringan yang lebih terstruktur berlangsung pada fase maturasi luka,
untuk meningkatkan kekuatan regangan luka. Selama pembentukan skar,
kolagen tipe III pada jaringan granulasi digantikan oleh kolagen tipe I sampai
terbentuk kulit normal. Selama fase remodeling sintesis kolagen seimbang
denga kolagenlisis, ini menciptakan kekuatan regangan maksimal 80% dari
jaringan aslinya dan berakhir sampai dengan 2 tahun setelah luka. Luka akan
tertutup oleh migrasi epitel yang bergerak dari tepi luka. Sel epitel akan
menyeberangi luka sampai bertemu sel epitel lain dan kemudian akan
diinhibisi untuk menghentikan pergerakan sel epitel (Torre, 2006, ¶ 4, Wound
Healing, Chronic Wounds, http://www. Emedecine.com, diakses tanggal 4
Pebruari 2008).
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
21
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Luka kronis terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan gangguan pada
mekanisme penyembuhan luka.
a. Faktor Lokal yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ( Hess, 2002).
1).Tekanan
Luka atau area sekitar luka yang mendapat tekanan secara terus menerus akan
menghambat aliran kapiler sehingga suplai darah ke area luka terganggu.
2). Lingkungan
Lingkungan yang kering akan menyebabkan dehidrasi sel pada area luka dan
dapat terjadi kematian sel. Hal ini menyebabkan terbentuknya krustae pada
permukaan luka yang dapat menghambat pertumbuhan jaringan. Sedang
lingkungan yang moist 3 sampai 5 kali meningkatkan penyembuhan jaringan
dan menurunkan nyeri saat penggantian balutan, pada lingkungan moist
membantu migrasi sel epidermis dan meningkatkan epitelisasi. Lingkungan luka
sangat dipengaruhi oleh jenis balutan yang digunakan, adanya space antara
balutan dan permukaan luka akan menyebabkan kondisi anaerob dan
lingkungan yang kering, alginate atau jenis balutan hidrofobik dapat mengisi
space antara luka dan menyebabkan luka tetap dalam keadaan moist (Black,
2002). Balutan oklusif atau semi oklusif dalam 48 jam setelah injuri dapat
mempertahankan kelembaban jaringan dan mengoptimalkan epitelisasi.
3). Infeksi
Infeksi baik lokal maupun sistemik dapat menghalangi proses penyembuhan
luka. Tanda-tanda seperti adanya drainase, exudat, indurasi, demam merupakan
indikasi dilakukannya kultur pada luka. Selulitis pada jaringan lunak akan
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
22
memperpanjang fase inflamasi dengan menyebabkan protease jaringan
mendegradasi granulasi yang baru dan faktor pertumbuhan jaringan juga dengan
menunda deposisi kolagen. Cairan eksudat pada luka kronis meningkatkan
aktivitas protease, menurunkan aktivitas faktor pertumbuhan dan meningkatkan
level sitokine. Oleh karena itu proses penyembuhan luka terganggu dari fase
inflamasi sampai dengan maturasi (Chronic wound, 2007,
http://en.wikipedia.org, diakses tanggal 29 Januari 2008)
4) Nekrosis
Dua jenis nekrosis yang terdapat pada luka yaitu slough dan escar, slough
jaringan nekrosis basah dan mudah lepas berwarna kuning, sedang escar adalah
jaringan nekrosis yang mengalami dehidrasi, tipis, menempel pada luka,
biasanya berwarna coklat sampai hitam. Untuk membantu penyembuhan luka
jaringan nekrosis harus diangkat (Chronic wound, 2007,
http://en.wikipedia.org, diakses tanggal 29 Januari 2008).
b. Faktor sistemik dan instrinsik yang mempengaruhi penyembuhan luka (Hess, 2002)
1) Usia
Usia anak sampai dewasa memiliki masa penyembuhan lebih cepat dari pada
orang tua. Orang tua mengalami penurunan fungsi multiorgan, sehingga
menyebabkan proses penyembuhan luka menjadi lebih panjang atau tertunda.
2).Bentuk Tubuh
Obesitas dapat menghambat penyembuhan luka, ini terjadi karena jaringan
adiposa dapat menghambat suplai darah pada luka, kondisi tersebut juga
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
23
meningkatkan waktu penyembuhan dan risiko infeksi pada luka karena sulpai
darah tidak adekuat
3) Nutrisi
Proses penyembuhan luka membutuhkan nutrisi yang tinggi. Pasien
memerlukan diit tinggi protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C, mineral.
Pasien yang mengalami kekurangan nutrisi akan memerlukan waktu yang lebih
lama untuk meningkatkan status kesehatan dan proses penyembuhan luka.
4). Sirkulasi dan Oksigenasi
Pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes melitus akan menurunkan perfusi perifer.
5). Insufisiensi vaskular
Luka yang disebabkan gangguan suplai darah seperti luka diabetes, vena atau
arteri trombosis, luka dekubitus memerlukan waktu yang lebih panjang dalam
proses penyembuhan luka. Penurunan tekanan oksigen pada luka menunda
proses penyembuhan dan memperlambat produksi kolagen. Pembentukan
kolagen akan gagal bila tekanan O2 dibawah 40 mmHg karena O2 dibutuhkan
dalam hidroksilasi proline dan lisin untuk mensintesa kolagen yang matur.
Luka yang mengalami hipoksia juga menyebabkan infeksi karena aktifitas
bakterisidal leukosit tidak dapat berlangsung bila oksigen dibawah level
normal.
6). Obat
Obat anti inflamasi seperti steroid, heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
24
7) Imunosupresi dan terapi radiasi
Supresi sistem imun karena penyakit atau obat dapat mengganggu
penyembuhan luka. Radiasi dapat menganggu integritas kulit dan
menimbulkan luka pada jangka lama.
8) Penyakit Kronik
Penyakit kronis akan memperlambat penyembuhan seperti pada DM. DM
menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena
gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Kondisi hiperglikemi
mengganggu transport asam askorbit ke dalam sel-sel termasuk fibroblast dan
leukosit. Hiperglikemi dapat menurunkan leukositosis, kemotaksis dan
meningkatkan aterosklerosis khususnya pada pembuluh darah kecil.
Neuropathy diabetes merupakan komplikasi penyakit DM lanjut yang
mengenai neuron.
9) Lama Mengalami Luka
Lama pasien menderita luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka,
semakin lama luka kronik tidak tertangani maka suplai oksigen dan nutrisi
kejaringan semakin turun sehingga semakin banyak jaringan nekrotik yang
terbentuk. Jaringan nekrotik dapat menghambat kerja faktor-faktor
pertumbuhan, sehingga proses penyembuhan jaringan menjadi tertunda
(Hardings, GK & Morris, HL., Healings Chronic Wound, ¶ 9,
http://www.healwound.org).
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
25
3. Metode Perawatan Luka
a. Perawatan luka dengan balutan konvensional
Balutan luka dapat didefinisikan sebagai bahan atau material yang dipakai dalam
membantu proses penyembuhan yang ditempelkan pada lokasi luka. Penggunaan
balutan pada perawatan luka sudah dimulai sejak dulu dan terus berkembang
selama masa peperangan. Jenis balutan untuk menutupi luka pada dasarnya dapat
dikelompokkan seperti; woven, nonwoven dan terbuat dari kapas, rayon, selulosa
dan material lainnya, dimana pengguanaan balutan kasa merupakan standart
dalam perawatan luka dan masih banyak digunakan secara luas dalam proses
perawatan luka. Produk perawatan luka dengan balutan kasa banyak keuntungan
yang didapat seperti lebih murah, mudah digunakan dan dapat dipakai pada area
luka sulit dijangkau.
Balutan kasa termasuk material pasif dengan fungsi utamanya sebagai pelindung,
menjaga kehangatan dan menutupi penanpilan yang tidak meyenangkan.
Disamping itu balutan kasa juga dipakai untuk melindungi luka dari trauma,
mempertahankan area luka, atau untuk penekanan luka dan area sekitar luka dan
mencegah kontaminasi bakteri. Beberapa produk balutan konvensional sampai
saat ini masih banyak digunakan meskipun sudah berkembangnya produk
balutan modern interaktif. Penggunaan balutan kasa konvensional untuk setiap
individu berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya mengandung tiga komponen; 1)
sebagai lapisan penutup permukaan luka, 2) sebagai lapisan menyerap cairan
eksudat, 3) sebagai penutup luar untuk mempertahankan balutan (Harman, 2007,
Patient Care in Community Practice: A Handbook of Non-Medicinal Healthcare,
http://books.google.com/, diakses tanggal 29 Januari 2008)
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
26
Material perawatan yang digunakan dalam perawatan luka konvensional
meliputi; 1) kassa berfungsi sebagai bahan penyerap produk eksudasi ulkus,
mempertahankan suhu, kelembapan, mencegah masuknya bakteri, dan penutup
(Dressing) luka, 2) NaCl digunakan sebagai cairan irigator untuk membersihkan
luka, karena sifatnya yang isotonis dan tidak iritan dapat membantu dalam proses
perbaikan luka, 3) Hidrogen peroksida digunakan sebagai penghancur jaringan
necrotik dan bersifat iritan terhadap jaringan granulasi, bahan ini sekarang sudah
banyak ditinggalkan, 4) sarung tangan digunakan untuk mencegah kontaminasi
bakteri terhadap luka, 5) set steril digunakan selama proses perawatan terdiri
dari; bengkok, kom, spuit, pinset anatomi, pinset cirurgi, klem, gunting
nekrotomi, 6) verban digunakan sebagai fiksasi kasa penutup luka atau bisa juga
digunakan plester jika ukuran luka tidak terlalu luas, 7) under pad, digunakan
sebagai alas dibawah luka selama proses perawatan berlangsung untuk tetap
menjaga kebersihan, 8) sofratule digunakan sebagi antibiotik topikal dan
berfungsi memperkecil kontak luka dengan kasa sehingga mempermudah
pengangkatan kasa pada saat perawatan (Harman, 2007, Patient Care in
Community Practice: A Handbook of Non-Medicinal Healthcare,
http://books.google.com/, diakses tanggal 29 Januari 2008)
.
b. Perawatan luka dengan balutan modern
Balutan luka modern pertama kali di perkenalkan oleh Winter sekitar tahun
1960, yang terkenal dengan konsep perawatan luka dengan cara mempertahan
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
27
kelembapan atau “moist wound healing” yang kemudian berkembang dengan
pesat berbagai produknya di pasaran sampai saat ini.
Menurut Baronski (2007, Wound Care Essenstial, http://books.google.com/,
diakses tanggal 29 Januari 2008) Balutan luka modern pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam beberapa jenis berdasarkan kegunaanya :
1. Hydrogel dressing
Balutan ini mengandung air dalam gel yang tersusun dari struktur polymer yang
berisi air dan berguna untuk menurunkan suhu hingga 5°C. Kelembaban
dipertahankan pada area luka untuk memfasilitasi proses autolisis dan
mengangkat jaringan yang telah rusak. Indikasi penggunaan dari hydrogel
dressing ini adalah menjaga kandungan air pada luka kering, kelembutan dan
sebagai pelembab serta mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan yang lain
adalah bisa dipakai bersamaan dengan antibakterial topikal. Balutan ini bisa
digunakan pada berbagai jenis luka seperti; luka ulkus dekubitus, luka dengan
kedalaman sedang sampai dalam dan ulkus vaskuler.
2. Foam dressing
Berfungsi sebagai absorban yang terbuat dari polyurethane dan memberikan
tekanan pada permukaan luka. Balutan ini dapat di lewati udara dan air,
kandungan hydrophilinya dapat menyerap eksudat sampai pada lapisan atas
balutan. Indikasi penggunaan dari Foam dressing ini adalah luka dengan
eksudasi sedang sampai berat, perlindungan profilaksis pada tulang yang
menonjol atau area yang bersentuhan, luka dengan kedalan sedang sampai
keseluruhan, luka yang bergranulasi atau nekrosis, luka donor, skin tears dan bisa
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
28
dipakai pada luka infeksi. Balutan ini juga dapat dikombinasi dengan pengobatan
topikal dan enzimatis.
3. Calcium alginate dressing
Alginate dressing adalah absorban tingkat tinggi, nonadherent, biodegradable,
turunan serat nonwoven dari rumput laut. Terdiri dari garam kalsium, asam
alginic dan asam mannuronic dan guluronic. Cara kerjanya; ketika alginate
dressing kontak dengan cairan sodium yang berasal dari drainage luka, akan
terjadi pertukaran ion kalsium dan sodium yang akan membentuk sodium
alginate gel, gel ini akan mempertahan kelembapan dan mendukung lingkungan
luka yang terapeutik. Indikasi penggunaan alginate dressing adalah pada luka
dengan eksudasi sangat banyak seperti; luka yang menggaung, ulkus dekubitus,
ulkus vaskuler, luka insisi, luka dehicence, tunnels, saluran sinus, luka donor
skin graf, luka tendon yang terlihat dan luka infeksi.
4. Composite dressing
Composite dresing merupakan balutan lapisan tunggal atau ganda yang bisa
digunakan sebagai balutan primer atau skunder yang tersusun dari kombinasi
material yang berfungsi sebagai barier bakteri, lapisan penyerap, foam,
hydrocoloid atau hydrogel. Indikasi penggunaan composite dressing adalah luka
dengan eksudasi sedikit sampai banyak, luka yang bergranulasi, luka dengan
jaringan nekrotik, atau gabungan luka dengan granulasi dan mengalami nekrosis.
composite dressing tidak dapat digunakan pada luka yang terinfeksi dan tidak
semua mempunyai fungsi sebagai pelembab pada area luka.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
29
5. Collagen dressing
Collagen merupakan protein utama dalam tubuh dan dibutuhkan untuk
penyembuahan dan perbaikan luka. Collagen dressing merupakan turunan dari
bovine hide (cowhide) yang berfungsi untuk stimulasi penyembuhan luka dan
debridemen. Balutan ini merupakan absorben tingkat tinggi dan juga
mempertahan kelembapan lingkungan sekitar luka. Produk collagen dressing
terdapat dalam bentuk 100% kolagen atau kombinasi alginate atau produk lain
yang bersifat tidak melekat dan dapat dilepas dengan mudah. Indikasi
pengguanaan collagen dressing adalah pada luka dengan eksudasi rendah sampai
sedang, luka yang mengalami granulasi atau nekrosis dan luka dengan kedalam
sedang atau keseluruhan.
Balutan modern direkomendasikan maksimal penggantian 7 hari sekali, kecuali
pada luka terinfeksi diganti bila sudah tampak eksudat yang berlebih (Hess,
2002).
c. Pemilihan Balutan yang Baik
Menurut Keast & Orsted (2008) salah satu penangan luka kronik adalah
pengendalian lokasi luka, yaitu dengan memberikan balutan yang baik dan sesuai
untuk luka. Balutan yang baik untuk luka adalah :
1. Tingkat kelembaban yang tinggi
Balutan yang dapat menjaga kelembaban pada permukaan luka akan
memfasilitasi proses angiogenesis, pada angiogenesis terjadi pembentukan
kapiler darah baru dimana suplai oxygen dan nutrisi mengalami peningkatan.
Proses lain adalah peningkatan autolitik debridemen, pada kondisi moist
neutrophil meningkat sehingga jatingan nekrotik dapat diangkat dan tidak
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
30
menimbulkan respon nyeri. Proses ini pula yang menstimulasi makrofag untuk
menghasilkan hormon pertumbuhan yang dapat merangsang pertumbuhan sel
baru.
2. Dapat terjadi pertukaran gas antara luka dan udara luar
Balutan oklusif tetap pori dimana gas antara luka dan lingkungan bisa terjadi
pertukaran
3. Menjaga dari infeksi skunder
Pada balutan konvensional bakteri dapat membus 64 lapisan kasa. Namun pada
balutan modern balutan dapat tertutup dengan rapat sehingga tidak ada pinggiran
baluta yang terbuka
4. Tidak mengandung zat toxic & Tidak terjadi trauma ulang saat penggantian
balutan
Zat toxic atau trauma ulang dapat mengiritasi dan merusak sel-sel yang telah
terbentuk dan dapat menghambat proses penyembuhan luka, sehingga proses
penyembuhan dapat tertunda atau terfiksasi.
5. Dapat menstimulasi proses Autolisis Debridemen
Balutan modern memberikan lingkungan yang moist sehingga neutrofil dan sel
autolisis yang lain dapat berfungsi aktif. Neutrofil dapat melakukan debridemen
pada luka, sehingga debridemen mekanik dapat dihindari dan risiko terjadi
perlukaan ulang tidak terjadi.
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
31
C. Pembiayaan Kesehatan
1. Peran Perawat dalam pembiayaan kesehatan
System pelayanan kesehatan di Indonesia masih banyak menganut pola
prospective payment yang berarti setiap pasien yang akan mendapatkan jasa
perawatan harus menyiapkan sejumlah dana tertentu. Pola ini menyebabkan
orang berfikir dua kali bila hendak masuk Rumah Sakit, hal ini juga yang
mempengaruhi kwalitas pelayanan kesehatan yang akan didapatkan pasien.
Perawat sebagai advokat klien harus mempunyai pengetahuan dan
kewenangan dalam membantu klien untuk mendapatkan kwalitas pelayanan
kesehatan yang optimal. Perawatan kronis seperti perawatan luka diabetes
yang membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk melihat adanya
perbaikan jaringan diperlukan proses perawatan dan bahan perawatan yang
baik untuk mencapai outcome yang optimal, dalam hal ini efektifitas
pembiayaan diperlukan klien untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan
biaya yang sesuai.
2. Efektivitas Pembiayaan dalam perawatan luka
Analisis efektifitas pembiayaan adalah metode yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil dan biaya yang dikeluarkan pada suatu intervensi yang
didesain untuk meningkatkan status kesehatan. (Gold, et al, 1996). Frank
(2001) mengatakan efektifitas pembiayaan sebagai desain yang digunakan
untuk mengevaluasi dua model perawatan. Dalam setting perawatan kritis
sering mengungkapkan tentang efektifitas perawatan dimana hasil perawatan
yang akan dicapai dapat memberikan harapan hidup yang lebih tinggi. Dalam
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
32
setting perawatan kronis seperti perawatan luka yang membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk mencapai hasil. Dalam menejemen perawatan luka
hasil yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas suatu tindakan
adalah : 1) perubahan area luka, 2) perbaikan keparahan luka, 3) perbaikan
secara subyektif pada luka, 4) waktu penyembuhan luka, 5) penyembuhan
luka secara total.
Gold, et al (1996) menjelaskan cara mengestimasi analisa efektifitas
pembiayaan, yaitu dengan membandingkan biaya sebagai pembilang dengan
perubahan status kesehatan sebagai penyebut, secara lebih jelas rumus
penghitungan efektifitas pembiayaan dalam sebagai berikut.
Rumus efektifitas pembiayaan
Keterangan :
1) Jumlah biaya adalah jumlah total biaya balutan yang dibutuhkan pasien
selama perawatan. 2) Status kesehatan adalah tingkat kemajuan kondisi
pasien, pada pasien luka kronis status kesehatan bisa dilihat dari penutupan
luka atau proses perkembangan luka itu sendiri (Frank, 2006).
Efektifitas Pembiayaan =
Jumlah biaya
Status Kesehatan
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
33
Dijelaskan lebih rinci oleh Gold, et al. (1996) biaya kesehatan terdiri dari
sumber daya perawatan yang digunakan, biaya non medis, waktu lama
perawatan sedang perubahan status kesehatan adalah perbaikan yang dicapai
atau hasil akhir yang dicapai. Dalam setting perawatan luka biaya yang biasa
dihitung adalah biaya balutan primer, dalam beberapa penelitian balutan
modern sering dibandingkan dengan balutan kasa dan hasil yang didapat
adalah balutan modern lebih efektif dibandingkan balutan kasa. Cara
pembebatan balutan juga menjadi salah satu topik yang diteliti, hasilnya
adalah metode bebatan empat lapis lebih efektif dibandingkan dua lapis
bebatan elastik (Frank,2006).
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008
34
D. Kerangka Teori
Skema 2.2 : Kerangka teori
Sumber : Frank (2006); Hess (2002); Keast & Orsted (2008);
Frykberg (2000)
Diabetes Melitus
Neuropaty Angiopaty
Motorik Sensorik Otonomik
Kehilangan sensai pada ekstremitas
•Keringat berkurang
•Kulit kering • Timbul fisura •Penurunan
saraf simpatik (perubahan regulasi aliran darah
Mikrovaskuler Makrovaskuler
•Penebalan struktur dinding membrane kapiler darah
•Peningkatan aliran darah menyebabkan neuropati edema
•Arteriosklerosis/ iskemia
Osteoarthropathy Penurunan respon imun terhadap infeksi
Penurunan nutrisi pada aliran kapiler
Luka Kronik (luka diabetes): • Jaringan nekrotik • Eksudat • Granulasi terhambat • Epitelisasi terhambat
Trauma
Kelemahan otot/ atropi
Deformitas
Tekanan berebih pada plantar
Terbentuk kalus
Perawatan luka dengan balutan modern: • Mengendalikan kondisi
lingkungan luka agar tetap moist • Autolisis Debridemen • Mencegah infeksi skunder • Mengabsorsi eksudat • Jaringan nekrotik terangkat
• Eksudat diabsorbsi maksimal • Pertumbuhan granulasi • Pertumbuhan epitelisasi
Faktor Sistemik dan Lokal Perawatan luka dengan balutan konvensional : • lingkungan luka cepat kering • dehidrasi sel • trauma berulang • menghambat faktor pertumbuhan
• Perkembamgan luka lebih cepat
• Waktu perawatan menjadi lebih singkat
Efektifitas Pembiayaan
Perbedaan perkembangan…, Dina Dewi SLI, FIK UI, 2008