diktat teori organisasi
TRANSCRIPT
BAB I
PANDANGAN UMUM TENTANG ORGANISASI
Organisasi tidak bisa dipisahkan dari sendi kehidupan manusia.
Tempat kita dilahirkan adalah sebuah organisasi. Saat bertumbuh kemudian
bersekolah, kita berada dalam sebuah organisasi pendidikan. Ketika kita
membeli keperluan hidup sehari-hari, pun, kita tak luput dari bersentuhan
dengan organisasi, yaitu toko dan restoran. Saat dewasa kita mulai bekerja
mencari nafkah, kita berada dalam naungan organisasi bernama kantor. Mobil
yang kita kendarai saat berpindah dari kantor ke rumah, rumah ke toko dan
seterusnya, diproduksi oleh sebuah pabrik mobil yang adalah organisasi juga.
Penghasilan kita tiap bulan selalu dipotong pajak dan harus dilaporkan ke KPP
setempat, sebuah organisasi yang memastikan negara ini memiliki pemasukan
dari pajak. Sampah yang dihasilkan dari aktifitas kita di rumah akan diangkut
oleh dinas kebersihan, sebuah organisasi di lingkup pemerintah daerah. Kita
bisa hidup bekerja, bersosialisasi serta berbangsa dan bernegara dengan rasa
aman dan tenteram karena ada kepolisian dan militer yang menjaminnya. Lagi-
lagi dua institusi tersebut juga merupakan organisasi. Penerbit surat kabar yang
kita baca sehari-hari adalah organisasi. Sampai akhir kita menutup mata
selama-lamanya lalu dimakamkan, yayasan yang mengurus prosesi
pemakaman tersebut juga adalah suatu organisasi. Kesimpulannya kita tidak
bisa menghindarkan diri dari organisasi. Karena itu mempelajari tentang
1
organisasi merupakan suatu keharusan entah itu karena motivasi untuk
mengejar karir dalam bidang manajemen ataupun karena merupakan prasyarat
untuk memperoleh sebuah gelar/sertifikat yang jelas ilmu organisasi meresap
ke dalam semua aspek kehidupan kita.
Membahas tentang organisasi berarti juga membicarakan definisinya,
mengupas tentang struktur dan desainnya sampai mempelajari teori-teori yang
berhubungan dengannya. Mari kita lihat definisinya terlebih dahulu. Organisasi
adalah sekelompok orang yang saling bekerja sama dan memiliki keterikatan
secara terus menerus untuk mencapai tujuan yang sama. Ada tiga unsur penting
yang harus ada agar memenuhi definisi organisasi: bekerja sama, terikat satu
sama lain dan tujuan yang sama. Satu saja dari ketiganya tidak ada, maka
organisasi tidak akan terbentuk.
Sekarang kita lihat struktur organisasi. Ada tiga komponen yang
mendasari struktur organisasi: complexity, formality dan centrality. Complexity
dari sebuah organisasi mencakup ukurannya, sebaran geografisnya termasuk
perkembangan ke tingkat lintas negara. Semakin besar ukuran suatu organisasi
kecenderungan semakin kompleks strukturnya akan semakin tinggi. Formality
berkaitan erat dengan peraturan dan prosedur dari suatu organisasi. Semakin
besar ukuran suatu organisasi biasanya semakin banyak peraturan dan prosedur
yang diimplementasikan guna mempermudah pengaturan dan
pengendaliannya. Dengan kata lain semakin formal struktur organisasinya.
Centrality berbicara tentang alur pendelegasian wewenang dalam organisasi.
Biasanya bentuknya sentralisasi dan desentralisasi. Penerapan sentralisasi yang
ketat akan cenderung lebih kuat sistem pengendalian internnya. Namun
semakin lama dan panjang pula birokrasinya. Sebaliknya desentralisasi
memungkinkan pendelegasian wewenang yang luas serta singkat dalam alur
birokrasi namun lebih besar dari sisi anggaran. Selain itu sistem pengendalian
internnya akan cenderung lebih rentan akan terjadinya deviasi dalam
pelaksanaan prosedur. Bagaimana dengan desain organisasi? Desain meliputi
pe-rancang-an organisasi sebelum proses pendiriannya, pem-bangun-annya
serta pe-rubah-an yang dilakukan selama organisasi hidup dan beraktifitas.
2
Teori organisasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari struktur
dan desain organisasi. Berbicara teori organisasi artinya kita harus
memahaminya dari sudut pandang makro. Penekanannya pun kepada
“organisasi”. Sementara membahas tentang perilaku organisasi kita harus
melihat dari perspektif mikro serta konsentrasinya lebih kepada “manusia”.
Lebih penting yang mana? Keduanya penting sehingga mempelajari ilmu
organisasi akan komprehensif dan bermanfaat praktis apabila memahami kedua
sudut pandang tersebut secara interdependen. Perumus dan penggagas penting
teori organisasi yang berkontribusi signifikan terhadap perkembangan ilmu
organisasi antara lain dimulai dari Taylor & Fayol, kemudian Weber & Davis,
lalu Mayo & Bernard, dilanjutkan oleh McGregor & Bennis sampai Katz,
Kahn & Simon. Bila anda ingin melihat lebih dalam lagi, maka buku teori
organisasi karya Stephen P. Robbins dapat digunakan sebagai rujukan penting
yang menggambarkan evolusi dari teori organisasi.
Memahami suatu organisasi bisa dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu perspektif sistem dan perspektif daur hidup. Pada perspektif sistem kita
bisa melihat ada sistem tertutup dan terbuka. Sistem tertutup hanya melihat
organisasi bekerja hanya sebatas bagaimana output dihasilkan melalui
pemrosesan input saja tanpa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Artinya organisasi yang menghasilkan output adalah organisasi yang sama
yang juga menyediakan inputnya. Organisasi dari perspektif sistem tertutup ini
sudah hampir tidak ada lagi dalam dunia usaha.
Sistem terbuka mengintegrasikan lingkungan sekitarnya ke dalam
proses hidupnya. Singkatnya organisasi yang memproses output sering sekali
bukan organisasi yang sama yang menyediakan inputnya. Ada interaksi dari
lingkungan sekitarnya dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan
organisasi tersebut. Misalnya keberadaan supplier, tenaga kerja, lembaga
keuangan, pemerintah, konsumen, pelindung konsumen turut mempengaruhi
secara signifikan operasional organisasi dan menjadi stakeholder penting yang
berperan dalam siklus kehidupannya.
3
Sementara itu secara sederhana, memahami organisasi dari perspektif
daur hidup bisa dilihat dari fase siklus lahir, tumbuh sampai mati atau lebih
tepatnya mencapai fase kemunduran. Lebih rinci lagi, biasanya organisasi akan
memulai dari fase formasi atau proses pembentukan, fase pertumbuhan ,
kedewasaan sampai fase kemunduran. Biasanya pada fase formasi sampai
dengan fase pertumbuhan tingkat kebersamaan anggota organisasi tersebut
sangat kuat dan biasanya ukuran organisasi itu belum cukup besar sehingga
tingkat kompleksitas dan formalitasnya pun tidak tinggi. Pada kurun waktu
antara fase pertumbuhan dengan fase kedewasaan biasanya ditandai dengan
semakin besarnya ukuran perusahaan sehingga formalisasi dan standarisasi
akan sangat kental terlihat. Pada puncaknya yaitu pada fase kedewasaan
umumnya ditandai dengan tingkat ekspansi yang demikian tinggi sebelum
akhirnya mencapai fase kemunduran.
Selanjutnya, berbekal pengetahuan dasar tentang organisasi, penting
buat kita untuk mempelajari, kita sedang berada pada tahapan organisasi yang
bagaimana dan lebih penting lagi bagaimana caranya agar organisasi tempat
kita bekerja dan berkarya terus bertumbuh dan menembus usia perstisius lebih
dari 100 tahun.
Teori organisasi membatasi lingkup pembahasan organisasi secara
makro. Pendekatan makro didasarkan pada asumsi bahwa anggota organisasi
mempunyai sifat yang seragam yaitu perilaku rasional. Pendekatan ini secara
khusus mencoba menjelaskan organisasi sebagai suatu kesatuan yang
beriteraksi dengan lingkungannya, tanpa memperhatikan perilaku para anggota
organisasi karena telah diasumsikan mempunyai sifat yang sama, maka materi
yang akan dibahas pada mata kuliah teori organisasi ini mencakup bentuk serta
karakteristik organisasi, yang terjadi karena organisasi mencoba menyesuaikan
diri terhadap kondisi lingkungan maupun terhadap corak kegiatan internalnya,
dan juga mempelajari proses interaksi yang terjadi antara aspek-aspek teori
organisasi. Namun pembahasan secara khusus yang memusatkan perhatian
pada masalah perilaku manusia yang bersifat heterogen juga menjadi kajian
sebagai acuan bagi pengembangan teori organisasi.
4
A. Konsep Dasar Organisasi
Ada dua batasan yang perlu dikemukakan di sini, yakni istilah
"organization" sebagai kata benda dan "organizing" (pengorganisasian)
sebagai kata kerja, menunjukkan pada rangkaian aktivitas yang harus
dilakukan secara sistematis.
Organisasi adalah suatu sistem, mempunyai struktur dan
perencanaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran, di dalamnya orang-
orang bekerja dan berhubungan satu sama lain dengan suatu cara yang
terkoordinasi, kooperatif, dan dorongan-dorongan guna mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan .Apabila kita membicarakan organisasi
sebagai suatu sistem, berarti memandangnya terdiri dari unsur-unsur yang
saling bergantungan dan di dalamnya terdapat sub-sub sistem. Sedangkan
struktur di sini mengisyaratkan bahwa di dalam organisasi terdapat suatu
kadar formalitas dan adanya pembagian tugas atau peranan yang harus
dimainkan oleh anggota-anggota kelompoknya.
Istilah organisasi dapat pula diartikan sebagai suatu perkumpulan
atau perhimpunan yang terdiri dari dua orang atau lebih punya komitmen
bersama dan ikatan formal mencapai tujuan organisasi, dan di dalam
perhimpunannya terdapat hubungan antar anggota dan kelompok dan
antara pemimpin dan angota yang dipimpin atau bawahan.
Dari kedua definisi di atas, dapat dinyatakan betapa pentingnya
organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen dalam melaksa¬nakan
segala kebijakan/keputusan yang dibuat pada tingkatan admi¬nistratif
maupun manajerial. Dalam hubungan ini, hakiki organisasi dapat ditinjau
dari dua sudut pandangan. Pertama, organisasi dipan¬dang sebagai wadah,
tempat di mana kegiatan administrasi dan manajemen dilaksanakan.
Kedua, sebagai proses yang berusaha menyoroti interaksi (hubungan)
antara orang-orang yang terlibat di dalam organisasi itu.
Proses pengorganisasian mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pembagian kerja yang harus dilakukan dan menugaskannya pada
individu tertentu, kelompok-kelompok dan departemen.
5
2. Pembagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab.
3. Pembagian/pengelompokkan tugas menurut tipe dan jenis yang
berbeda-beda.
4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu dan kelompok.
5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.
B. Pengertian Organisasi.
1. James D Mooney berpendapat bahwa “Organization is the form of every
human, association for the assignment of common purpose” atau
organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian suatu
tujuan bersama.
2. Chester L Bernard (1938) mengatakan bahwa “Organisasi adalah system
kerjasama antara dua orang atau lebih ( Define organization as a system
of cooperative of two or more persons) yang sama-sama memiliki visi
dan misi yang sama.
3. Paul Preston dan Thomas Zimmerer mengatakan bahwa “Organisasi
adalah sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-
kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.”
(Organization is a collection people, arranged into groups, working
together to achieve some common objectives).
4. Organisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah (1)
kesatuan (susunan dsb) yg terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dll
perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu; (2) kelompok kerja sama antara
orang-orang yg diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
Organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi
dalam arti statis (sebagai sesuatu yang tidak bergerak/diam), dan organisasi
dalam arti dinamis (organisme sebagai suatu organ yang hidup, suatu
organisme yang dinamis/proses kerjasama antara orang-orang yang
tergabung dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai tujuan bersama
seperti yang telah ditetapkan secara bersama pula).
6
Organisasi ditandai adanya kepemimpinan, dan hal ini termasuk
kedalam salah satu faktor penting bagi keorganisasian, seperti ungkapan
Davis yang menyebutkan bahwa “Organization is any group of individual
that is working toward some common end under leadership.”(organisasi
adalah suatu kelompok orang yang sedang bekerja ke arah tujuan bersama
dibawah kepemimpinan (Davis, 1951,).
Teori organisasi adalah suatu konsepsi, pandangan, tinjauan,
ajaran, pendapat atau pendekatan tentang pemecahan masalah organisasi
sehingga dapat lebih berhasil bahkan pada gilirannya organisasi dapat
mencapai sasaran yang ditetapkan, adapun yang dimaksud masalah itu
sendiri adalah segala sesuatu yang memerlukan pemecahan dan
pengambilan keputusan.
Perkembangan aktivitas pendidikan mengharuskan adanya teori
yang dapat memberikan penjelasan atas masalah-masalah yang dihadapi
dalam usaha meningkatkan efektifitas dan efesiensi pendidikan. Gejala-
gejala yang timbul dan sifatnya sangat kompleks dapat diterangkan dengan
menggunakan kerangka teori, sehingga dapat diramalkan akibat-akibat
pengambilan keputusan dalam pendidikan. Calvin S. Hall dan Gardner
Lindsey (1970) berpendapat bahwa teori adalah seperangkat konvensi yang
diciptakan oleh ahli teori, terdiri dari suatu gugus asumsi yang relevan
yang secara sistematik berhubungan satu sama lain. Suatu teori tidak
dilihat dari benar salahnya, melainkan dilihat apakah teori itu mempunyai
kegunaan dalam meramalkan suatu kejadian atau dapat menghasilkan
konsep yang relevan yang dapat diverifikasikan.
Sedangkan menurut Donald J. Willower (1975) dalam Hoy and
Miskel dalam bukunya educational administraton; theory, research, and
practice mengemukakan bahwa yang dimaksud teori adalah a body of
interrelated, consistent generalization that serves to explain, yaitu bahwa
teori merupakan tubuh yang saling berinterelasi satu dengan yang lain
dengan penjelasan yang tetap konsisten. Dari definisi yang komprehensif
dikemukakan oleh Fred N. Kerlinger (1986) bahwa theory is a set of
7
interrelated concepts, assumptions, and generalization that sistematically
describes and explains regularities in behavior in educational
organizations. Artinya bahwa teori adalah satu set konsep yang saling
berhubungan, asumsi, dan generalisasi yang secara sistematis menguraikan
dan menjelaskan keteraturan perilaku pada organisasi bidang pendidikan.
Definisi tersebut menyarankan tiga hal (1) teori secara logika meliputi
konsep, asumsi dan generalisasi; (2) fungsi teori yang utama adalah untuk
menguraikan, menjelaskan, dan memprediksi keteraturan di dalam
perilaku; (3) teori adalah keseluruhan yang menstimulasi dan memandu
pengembangan pengetahuan berkelanjutan. Menurut Lubis dan Husaini
(1987) bahwa yang dimaksud dengan organisasi adalah sebagai suatu
kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu
pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan
tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan
tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan
secara tegas dari lingkungannya. Menurut Sutarto (1985) bahwa organisasi
adalah sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Herbert and Gullet
bahwa yang dimaksud dengan pengorganisasian merupakan proses yang
mana struktur suatu organisasi dibuat dan ditegakan. Proses ini meliputi
ketentuan dari kegiatan-kegiatan yang spesifik yang perlu untuk
menyelesaikan semua sasaran organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut
berkaitan dengan susunan yang logis, dan tugas dari kelompok kegiatan ini
bagi suatu jabatan atau orang yang bertanggung jawab.
Barnard berpendapat bahwa organisasi adalah suatu sistem
aktivitas kooperatif antara dua orang atau lebih. Organisasi merupakan
pengelompokan orang-orang ke dalam aktivitas kerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan pengorganisasian adalah aktivitas
orang-orang dalam mengelompokan, menyusun dan mengatur berbagai
macam pekerjaan yang perlu diselenggarakan untuk mencapai tujuan
pendidikan dalam (Henry Fayol, 1974). Organisasi merupakan penugasan
8
orang-orang ke dalam fungsi pekerjaan yang harus dilakukan agar terjadi
aktivitas kerjasama dalam mencapai tujuan. Sedangkan pengorganisasian
merupakan penyusunan dan pengelompokan bermacam-macam pekerjaan
berdasarkan jenis pekerjaan, urutan sifat dan fungsi pekerjaan, waktu dan
kecepatan (Griffin: 1959). Dari pengertian teori dan organisasi maka dapat
dipahami bahwa definisi teori organisasi berfungsi menjelaskan kegiatan
dan dinamika kerjasama organisasi dan memberikan tuntunan dalam
pengambilan keputusan berdasarkan prediksi akibat pengambilan
keputusan tersebut. Teori organisasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari
struktur dan desain organisasi (Stephen P. Robbins: 1994). Menurut Lubis
dan Husaini (1987) bahwa teori organisasi adalah sekumpulan ilmu
pengetahuan yang membicaraan mekanisme kerjasama dua orang atau
lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Teori
organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari kerjasama pada
setiap individu. Hakekat kelompok dalam individu untuk mencapai tujuan
beserta cara-cara yang ditempuh dengan menggunakan teori yang dapat
menerangkan tingkah laku, terutama motivasi, individu dalam proses
kerjasama.
Orang-orang membentuk atau terlibat dalam suatu organisasi yaitu
untuk menyempurnakan tujuan individu atau apa yang menjadi cita-
citanya. Orang masuk ke dalam kelompok tentunya dengan tujuan tertentu
yang diharapkan dapat menimbulkan kepuasan. Berbagai tujuan dapat
diperoleh apabila seseorang masuk ke dalam suatu kelompok sebab
kebanyakan pemenuhan kebuhan sulit dilakukan secara sendiran. Tujuan
manusia pada dasarnya ingin memenuhi segala bentuk kebutuhannya.
Kebutuhan manusia sangat bermacam-maacam coraknya. Ada kebutuhan
yang bersifat kebendaan, seperti sandang, pangan dan papan. Ada pula
kebutuhan yang bersifat kerokhanian seperti pergaulan, kasih sayang,
keamanan, pemenuhan kewajiban, membalas sesuatu, menciptakan sesuatu
dan lain-lain.menjadi penting untuk dilakukan. Terdapat dua alasan yang
menyebabkan pembahasan mengenai tujuan organisasi. Pertama, tujuan
9
merupakan alasan bagi eksistensi organisasi, tujuan dinyatakan sebagai
keadaan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Kedua, tujuan sangat
penting bagi proses manajemen yang dijalankan dalam suatu organisasi
yang memberikan pengakuan (legitimacy) terhadap perlunya organisasi
berdiri, memberikan gambaran mengenai arah pengembangan organisasi,
dan bisa digunakan sebagai kriteria untuk mengukur performansi
organisasi, dan juga untuk mengurangi ketidakpastian. Terdapat beberapa
jenis tujuan dalam organisasi yang memberikan arah bagi pelaksanaan
kegiatan maupun pengambilan keputusan, yaitu: (a) Sasaran lingkungan,
yaitu kondisi dimana suatu organisasi-organisasi lain yang terdapat pada
lingkungannya; (b) Sasaran output, yaitu menunjukan bentuk dan
banyaknya output yang akan dihasilkan oleh organisasi; (c) Sasaran sistem,
yaitu berhubungan dengan pemeliharaan atau perawatan maintenance
organisasi sendiri; (d) Sasaran produk menggambarkan karakteristik
produk atau jasa yang akan diberikan kepada konsumen, sasaran ini
menentukan jumlah, mutu, jenis, corak, dan karakteristik lainnya yang
menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan; (e)
Sasaran bagian (sub unit goal) yaitu menggambarkan sasaran dari suatu
bagian atau suatu satuan unit kerja yang merupakan bagian dari unit
organisasi.
Perangkat-perangkat yang terdapat dalam sebuah organisasi terdiri
dari berbagai macam komponen, yaitu: (1) lembaga organsasi, wadah atau
ikatan; (2) Sumber-sumber daya (resources); (3) metode atau strategi
organisasi; (4) hubungan interelasi dan aktivitas; (5) tujuan organisasi.
Keuntungan yang diperoleh seseorang dari organisasi dapat berupa
keuntungan pokok dan keuntungan tambahan. Yang dimaksud dengan
keuntungan pokok adalah keuntungan yang menjadi dasar harapan untuk
diperoleh seseorang didalam organisasi, sedangkan yang dimaksud dengan
keuntunngan tambahan adalah keuntungan yang semula tidak menjadi
dasar harapan untuk diperoleh tetapi baru muncul setelah orang berada
dalam organisasi. Walaupun definisi teori organisasi itu bervariasi tetapi
10
dapat diperoleh kesimpulan pokok bahwa pandangan para penyusun
definisi tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu; (a)
sebagian dari penyusun berpandangan bahwa organisasi merupakan
kumpulan orang; (b) organisasi merupakan proses pembagian kerja; (c)
organisasi merupakan system kerja sama. Dari definisi tersebut dapat
diketemukan adanya berbagai faktor yang dapat menimbulkan organisasi,
yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut
tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait satu sama lainya membentuk
satu kesatuan yang utuh. Maka dalam pengertian organisasi digunakan
istilah sistem sebagai satu kesatuan yang terikat oleh azas-azas organisasi.
Masalah yang dihadapi oleh organisasi sangat kompleks dari
setiap masalah organisasi yang sangat kompleks itu memunculkan berbagai
kajian untuk lebih memahami efektifitas organisasi. Dari usaha intelektual
itu kemudian berkembanglah berbagai teori organisasi dengan berbagai
kaidah dan rumusnya.
Ada 9 macam teori organisasi yaitu teori organisasi klasik, teori
organisasi birokrasi, teori organisasi human relations, teori organisasi
perilaku, teori proses, teori organisasi kepemimpinan, teori organisasi
fungsi, teori organisasi pembuatan keputusan dan teori organisasi
kontingensi.
1. Teori Organisasi Klasik,
Teori organisasi klasik disebut juga teori organisasi tradisional, teori
organisasi spesialisasi, atau teori struktural. Ada 10 macam prinsip
organisasi diantaranya : (1) prinsip penetapan tujuan yang jelas; (2)
prinsip kesatuan perintah; (3) prinsip keseimbangan; (4) prinsip
pendistribusian pekerjaan; (5) prinsip rentangan pengawasan; (6)
prinsip pelimpahan wawasan; (7) prinsip departementasi; (8) prinsip
penetapan pegawai yang tepat; (9) prinsip koordinasi dan (10) prinsip
pemberian balas jasa yang memuaskan.
2. Teori Birokrasi
11
Pada dasamya teori organisasi birokrasi menyatakan bahwa untuk
mencapai tujuan, organisasi harus menjalankan strategi sebagai berikut:
a. Pembagian dan penugasan pekerjaan secara khusus
b. Prinsip hierarki atau bawahan hanya bertanggung jawab kepada
atasannya langsung.
c. Promosi didasarkan pada masa kerja dan prestasi kerja, dan
dilindungi dari pemberhentian sewenang-wenang dan yang
demikian disebut prinsip loyalitas.
d. Setiap pekerjaan dilaksanakan secara tidak memandang bulu, tidak
membeda-bedakkan status sosial, tidak pilih kasih. Strategi ini
dinamakan prinsip impersonal
e. Tiap-tiap tugas dan pekerjaan dalam organisasi dilaksanakan
menurut suatu sistem tertentu berdasarkan kepada data peraturan
yang abstrak. Strategi ini dinamakan prinsip uniformitas.
3. Teori Human Relations
Teori ini disebut juga teori hubungan kemanusiaan, teori hubungan
antara manusia, teori hubungan kerja kemanusiaaan atau the human
relations theory. Suatu hubungan dikatakan hubungan kemanusiaan
apabila hubungan tersebut dapat memberikan kesadaran dan pengertian
sehingga pihak lain merasa puas. Pengertian tersebut dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu hubungan manusia secara luas dan secara
sempit. Dalam arti luas hubungan kemanusiaan adalah hubungan antara
hubungan seseorang dengan orang lain yang terjadi dalam suatu situasi
dan dalam semua bidang kegiatan atau kehidupan untuk mendapatkan
suatu kepuasan hati.
4. Teori Organisasi perilaku
Teori ini disebut merupakan suatu teori yang memandang organisasi
dari segi perilaku anggota organisasi. Teori ini berpendapat bahwa baik
atau tidaknya, berhasil tidaknya organisasi mencapai sasaran yang telah
ditetapkan berasal dari para anggotanya.
5. Teori Organisasi Proses
12
Suatu teori yang memandang organisasi sebagai proses kerjasama
antara kelompok orang yang tergabung dalam suatu kelompok formal.
Teori ini memandang organisasi dalam arti dinamis, selalu bergerak
dan didalamnya terdapat pembagian tugas dan prinsip-prinsip yang
bersifat umum (Universal).
6. Teori Organisasi Kepemimpinan
Teori ini beranggapan bahwa berhasil tidaknya organisasi mencapai
tujuan tergantung sampai seberapa jauh seorang pemimpin mampu
mempengaruhi para bawahan sehingga mereka mampu bekerja dengan
semangat yang tinggi dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien
dan efektif, adapun sedikitnya kajian atas teori organisasi yang
berhubungan dengan masalah kepemimpinan dapat dibedakan atas:
a. Teori Otokratis
b. Teori Demokrasi
c. Teori kebebasan (Teory laissez fairre)
d. Teori Patnernalisme
e. Teori Personal atau pribadi.
f. Teori Non-Personal
7. Teori Organisasi Fungsi
Fungsi adalah sekelompok tugas atau kegiatan yang harus dijalankan
oleh seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai pemimpin atau
manager guna mencapai tujuan organisasi. Sekelompok kegiatan yang
menjadi fungsi seorang pemimpin atau manager terdiri dari kegiatan
menyusun perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing),
pemberian motifasi atau bimbingan (Motivating), pengawasan
(Controlling), dan pengambilan keputusan (Decision making).
8. Teori Pengambilan Keputusan
Teori ini berlandaskan pada adanya berbagai keputusan yang dibuat
oleh para pejabat disetiap tingkatan, baik keputusan di tingkat puncak
yang memuat ketentuan pokok atau kebijaksanaan umum, keputusan di
13
tingkat menengah yang memuat program-progam untuk melaksanakan
keputusan adminitratif, maupun keputusan di tingkat bawah.
9. Teori Kontingensi (Teori Kepentingan)
Teori ini berlandaskan pada pemikiran bahwa pengelolaan organisasi
dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila pemimpin organisasi
mampu memperhatikan dan memecahkan situasi tertentu yang sedang
dihadapi dan setiap situasi harus dianalisis sendiri.
Dari semua teori ini, tidak satu teori pun yang dianggap paling
lengkap atau paling sempurna, teori-teori itu satu sama lain saling mengisi
dan saling melengkapi. Teori dianggap baik dan tepat apabila mampu
memperhatikan dan menyesuaikan dengan lingkungan dan mampu
memperhitungkan situasi-situasi tertentu.
C. Unsur-Unsur Organisasi
Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang,
kerja sama dan tujuan bersama. Terdapat 5 cara seseorang menjadi anggota
kelompok formal , yakni:
1. Karena ditunjuk oleh pimpinan.
2. Dipilih oleh kelompok.
3. Dipilih oleh perwakilan dari luar kelompok.
4. Alasan sebagai volunteer (sukarela).
5. Karena ex-officio suatu jabatan dalam kelembagaan.
Unsur dasar yang membentuk suatu organisasi terdiri dari :
1. Anggota organisasi.
Yaitu, Orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi,
membentuk organisasi serta terlibat dalam beberapa kegiatan primer.
Orang-orang ini terlibat juga dalam kegiatan pemikiran-pemikiran yang
meliputi konsep-konsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah, dan
pembentukan gagasan. Mereka juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan
perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku
14
manusia lainnya yang bukan aspek intelektual. Mereka juga terlibat
dalam kegiatan self-moving (mencakup kegiatan fisik). Dan mereka
terlibat juga dalam kegiatan elektrokimia yang mencakup brain synaps
(daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan hanya ke satu
arah).
2. Pekerjaan dalam organisasi
Pekerjaan ini terdiri dari tugas-tugas formal dan tugas-tugas informal.
Tugas-tuguas ini menghasilkan produk dan memberikan pelyanan
organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universal ;
a. Isi
b. Keperluan
c. Konteks
d. Praktik-praktik pengelolaan
Tujuan primer pegawai manejerial adalah menyelesaikan pekerjaan
melalui usaha orang lainnya. Manejer membuat keputusan mengenai
bagaimana orang-orang lainnya, biasanya bawahan mereka,
menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan mereka. Sebagian manejer membawahi para pekerja yang
beroperasi dan sebagian lainnya membawahi manejer-manejer lainnya.
3. Stuktur Organisasi
Merujuk kepada hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh anggota-anggota organisasi. Struktur organisasi di
tentukan oleh empat variable kunci :
a. Kompleksitas
b. Formalisasi
c. Sentralisasi
d. Pedoman Organisasi
Adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan
dan memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil
keputusan dan tindakan. Pedoman organisasi tersiri atas : pernyataan-
15
pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur
dan aturan.
Organisasi juga mempunyai unsur-unsur pendukung agar bisa
berjalan dan terlaksana, berikut unsur-unsur organisasi :
1. Manusia(man) : dalam keorganisasian, manusia sering disebut sebagai
pegawai atau personel yang terdiri dari semua anggota organisasi
tersebut yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri dari
pimpinan(administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam
organisasi, manajer yang memimpin tiap-tiap satuan unit kerja yang
sudah dibagikan sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan para pekerja.
2. Kerjasama(team work) : suatu kegiatan bantu-membantu antar sesama
anggota organisasi yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai
tujuan bersama. oleh karena itu, anggota organisasi dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai fungsi, tugas dan tingkatannya masing-masing.
3. Tujuan bersama : adalah arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan
merupakan titik akhir dari apa yang diharapkan atau dicapai dalam
organisasi. Setiap anggota sebuah organisasi harus mempunya tujuan
yang sama agar organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan
keinginan bersama.
4. Peralatan(equipment) : segala sesuatu yang digunakan dalam organisasi
seperti uang, kendaraan, gedung, tanah dan barang modal lainnya.
5. Lingkungan(environtment) : yang termasuk kedalam unsur lingkungan
adalah :
a. Kondisi atau situasi yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi berjalannya organisasi karena kondisi atau situasi
sangat dekat hubungannya dengan organisasi dan anggotanya
b. Tempat atau lokasi, karena mempengaruhi sarana transportasi dan
komunikasi
c. Wilayah operasi yang dijadikan sarana kegiatan organisasi, wilayah
operasi dibagi menjadi empat, yaitu wilayah kegiatan,wilayah
jangkauan, wilayah personil, wilayah kewenangan atau kekuasaan
16
d. Kekayaan alam yang dimaksud adalah cuaca, keadaan geografis,
flora dan fauna.
e. Kerangka/kontruksi mental organisasi itu sendiri.
D. Persepektif tentang Organisasi
Dalam kajian Stephen W Littlejohn memberikan satu bentuk
metafora lain yang mengibaratkan bahwa organisasi adalah sebagai sebuah
jaringan (Organizational Network). Jaringan adalah struktur-struktur sosial
yang diciptakan melalui komunikasi di antara individu-individu dan
kelompok-kelompok. Sewaktu orang berkomunikasi dengan orang lain,
sebenarnya ia sedang membuat kontak-kontak dan pola-pola hubungan dan
saluran-saluran ini menjadi instrumen dalam semua bentuk fungsi sosial,
dalam organisasi-organisasi dan dimasyarakat luas. Organisasi dipahami
mampu membangun realita sosial. Jaringan adalah saluran-saluran melalui
mana pengaruh dan kekuasaan dijalankan, tidak hanya oleh manajemen
dengan cara formal tetapi juga informal diantara para anggota organisasi.
Sementara itu, Peter Monge dan Eric Eisenberg melihat teori jaringan
sebagai suatu cara untuk mengintegrasikan tiga tradisi dalam studi
organisasi. Pertama tradisi posisional, relasional, dan kultural. “Satu-
satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai
suatu sistem” (Scott, 1961)
Beberapa pendekatan perspektif yang berbeda satu sama lain bisa
dipergunkan untuk menganalisis teori atau konsep organisasi. Pendekatan
perspektif dipergunkan untuk memahami bahwa mempelajari teori
organisasi tidak hanya cukup menggunkan a single dan unified models dari
tatanan suatu organisasi. Akan tetapi banyak pendekatan dan cara yang
berbeda yang bisa dipakai. Istilah perspektif dipakai sebagai konsp
Umbrella dimana kita bisa memakai berbagai pandangan yang relevan.
Istilah perspektif dipergunakan untuk memperjelas pengelompokan atau
pembagian teori-teori organisasi yang sejalan atau paling tidak yang
berkembang pada kurun waktu yang sama. Pada aslinya konsep perspektif
17
ini dipergunakan dalam manajemen, akan tetapi inti pembahasannya
dipergunakan pula untuk teori organisasi
Menurut Huse dan Bowditch (1973) ada 3 golongan aliran
perspektif ini, yakni:
(1) Perspektif I
(2) Perspektif II
(3) Perspektif III
Perspektif I ini intinya melihat konsep organisasi/manajemen dari
faham klasik. Aliran ini pada intinya mengartikan organisasi sebagai suatu
isue-isue tentang bagaimana organisasi itu disusun, fungsi-fungsi
dirancang dan dibiayai, kewenangn dan tanggungjawab dijalankan, span
pengawasan dijalankan dan gaya kepemimpinan yang bagaimana yang
seharusnya dijalankan.
Ada 3 aliran yang menonjol pada perspektif I ini, yakni aliran
prinsip-prinsip organisasi/manajemen universal, aliran struktural, dan
aliran manajemen ilmiah.
Perspektif II, dalam perspektif ini konsep oranisasi lebih diartikan
sebagai aliran pekerjaan Konsep dasarnya bagaimana suatu informasi itu
bisa dijalankan dan disampaikan dengan sebaiknya melalui alat analisa
yang tepat. Pada perspektif ini konsep oganisasi sudah mengenalkan riset
operasional
Perspektif III, dalam hal ini konsep organisasi/manajemen
sebagian besar titik perhatian pada human perspektif, dalam pandangan
perspektif organisasi dan manajemen bahwa manusia dalam setiap satuan
kerja organisasi menjadi lebih penting dibandingkan dengan struktur
seperti yang diteknakan dalam aliran perspektif I
PERSPEKTIF MENURUT EUGENE HAAS dan THOMAS E
DRABEK
Suatau variasi yang amat luas tentang formulasi teori organisasi
telah dibangun untuk menjelaskan tentang apa dan bagaimana perilaku
18
organisasi ini pada umumnya dalam dunia nyata (praktika). Bangunan
konsep itu telah dimulai dari yg sifatnya (perspektif) klasik sampai yang
tergolong modern. Eugene Haas dan Thomas Drabek berpendapat tentang
konsep perspektif antara lain:
(1) Rational Perspective,
(2) Clasical Perspective,
(3) Human relations perpective
(4) Natural system Perspective
(5) Conflict perspective
6) Exchange perspective
7) Technology perspektive
8) Open system perspective
Demikian 8 perspektif menurut Haas dan Dabrek, yang masing-
masing mempunyai model konsep teori yang berbeda satu sama lain
PERSPEKTIF SISTEM RASIONAL (W. Scott)
Menurut W. Richard Scott (1981) ada beberapa perspektif teori
organisasi, al:
1) Perspektif Rational,
2) Perspektif Natural
3) Perspektif Open System
4) Kombinasi dari 3 perspektif diatas
Dari Rational system ini, organisasi merupakan instrumen yang
dirancang untuk mencapai tujuan tertentu, Bagaimana baik buruknya suatu
instrumen amat tergantung pada factor-faktor yang dirangkumkan oleh
konsep rasionalitasnya suatu struktur. perspektif ini dipandang sebagai
suatu tindakan yang dipandu oleh tujuan dan tindakan yang
terkordinasikan. bahasa yangdipergunaan antara lain: efisensi, optimalisasi,
implementasi, dll
PERSPEKTIF OPEN SYSTEM
19
Teori open system dalam organisasi mulai dikenal sebenarna telah
lama,namun semenjak akhir perang dunia II mulai dirasakan penting teori
organisasi mempergunakan perspektif open system ini. tokoh yang
mengenalkannya adalah Ludwig Von Bertalanffy. open system
memberikan perspketif baru bahwa organisasi itu senantiasa berhubungan
dalam spektrum yang luas dengan disiplin lainnya. bahwa organisasi
sebagai suatu sistem characterized by kombinasi dari bagian lainnya yang
membuat nya independent. dalam open system ini, diakui kehidupan suatu
organisasi sangat ditentukan oleh terjalinnya hubungan denganfaktor
lingkungannya. di dalam open system ini suatu organisasi sebagai total
system senantisasi didukung oleh sub sistem sub sistem yang lain. hirarki
dalam suatu organisasi merupakan terjalinnya antara hirarki yang di atas
dengan sub hirarki yang ada di dalamnya. dengan open system organisasi
senantiasa diwujudkan dalam susunan hirarkikel dari hirarki atas didukung
dengan hirarki bawah.
Aliran atau School Open System. Dalamperspktif open system ini
aliran yang dapat dikelompokkan k dalamnya antara laian:
(1) System design
(2) Teori Continjensi
(3) Model Karl Weick
Jika sistem design dan kontinjensi menenkan pada rancangan
organisasi/manajemen berdasarkan pada teori open system, maka Karl
Weick model menenkankan pada implikasi suatu rancangan organisasi
terhadap psikologi sosial dari rancangan organisasi. Pengaruhnya terhadap
psikologi sosialnya dianalisis.
PERSPEKTIF KONFLIK
Dikatakannya, sebagai lawan dari perspektif rasional yang
menenakan stabilitas dan equalibrium, maka perspektif konflik
memberikan analisa tentang terjadinya perbedaan yang menimbulkan
20
konflik. Dengan demikian dalam organisasi tidak mesti harus stabil dan
damai saja, akan tetapi ada munculnya konflik
PERSPEKTIF EXCHANGE
Dalam perspektif ini organisasi sebagaimana bentuk suatu sistem
sosial bisa dianalisis secra baik jika dilihat dari proses interaksi di antara
angotanya (social activities among the members). Proses interksi sosial
inilah yang menjadi pusat perhatian dari perspektif ini
PERSPEKTIF TECHNOLOGI
Perspektif ini menekankan bahwa dalam suatu organisasi selain
faktor human/manusia maka mesin sebagai produk dari tehnologi itu juga
berperan amat penting. Manusia sebagai masternya maka tehnologimenjadi
faktor penentu dari keberhasil suatu entity yang disebut organisasi
BAB II
EVOLUSI TEORI ORGANISASI
Evolusi teori seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1994: 33)
bahwa teori organisasi yang ada sekarang ini merupakan hasil dari sebuah
proses evolusi. Selama beberapa dekade, para akademisi dan praktisi dari
beberapa latar belakang dan perspektif telah mengkaji dan menganalisis
organisasi-organisasi. Dalam pemetaan evolusi teori, Weber berada dalam
21
klasifikasi teoritis tipe 1 yang dicirikan dengan perspektif tujuan rasional
dengan tema utama efisiensi-mekanis. Ciri ini mewarnai birokrasi sebagai
suatu organisasi yang kemudian dikritik oleh para teoritikus berikutnya yang
berada dalam klasifikasi teoritis tipe 2 yang lebih mengutamakan orang dan
hubungan manusia. Salah satu teoritikus dalam tipe ini adalah Bennis yang
terkenal dengan pidatonya ”matinya birokrasi” (Robbins, 1994:45).
Salah satu kejadian paling penting sebelum abad ke duapuluh
kaitannya dengan perkembangan teori organisasi adalah revolusi industri.
Dimulai pada abad ke delapan belas di Inggris, revolusi tersebut menyebrangi
samudra Atlantik dan ke Amerika pada akhir perang dunia ke dua. Revolusi
tersebut mempunyai dua elemen utama yaitu kekuatan mesin telah
menggantikan kekuatan manusia secara cepat, dan pembangunan sarana
transfortasi yang cepat mengubah metode pengiriman barang. Hasilnya adalah
menyebarnya pendirian pabrik-pabrik. Dampaknya terhadap desain organisasi
jelas, yaitu pembangunan pabrik membutuhkan penciptaan yang terus menerus
dari struktur-struktur organisasi untuk memungkinkan terjadinya proses
produksi yang efesien. Pekerjaan harus dirumuskan, arus pekerjaan harus
ditetapkan, departemen diciptakan, dan mekanisme koordinasi dikembangkan,
dengan demikian struktur organisasi yang kompleks harus dirancang.
Perkembangan teori organisasi dimulai pada tahun 1919-an dengan lahirnya
teori manajemen ilmiah, dan berakhir pada tahun 1960-an dengan lahirnya
teori modern yang mengakomodasi segi manusia, mesin, teknolgi, dan
lingkungan sebagai dasar peningkatan produktivitas organisasi. Pendekatan
mutakhir untuk memahami organisasi dipengaruhi oleh persfektif sosial
kerangka kerja sistem terbuka. Evolusi merupakan perubahan yang sangat
cepat dalam perkembangan organisasi dengan memberikan inovasi baru dalam
bentuk keunggulan-keunggulan dan keunikan-keunikan dari perkembangan
awal sampai perkembangan yang paling mutakhir dalam teori organisasi.
Evolusi atau perkembangan teori organisasi memunculkan berbagai macam
pendekatan-pendekatan yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang
digunakan untuk meninjau masalah organisasi. Keseluruhan pendekatan ini
22
bisa dikelompokan menjadi tiga aliran utama, sesuai kurun waktu permunculan
masing-masing pendekatan tersebut, yaitu pendekatan teori klasik, pendekatan
neo-klasik dan pendekatan modern.
A. Teoritikus Tipe I (Aliran Klasik)
Awal terjadinya teori klasik sebagai pemerhati bidang manajemen
dan organisasi ditandai oleh terbitnya buku karya Frederick Taylor (1911)
yang berjudul “Principles of Scientific Management” yang lebih dikenal
dengan istilah scientific management atau manajemen ilmiah. Taylor
berusaha memperbaiki pekerjaan dengan menggunakan metode ilmiah
terhadap tugas-tugas didalam organisasi. Keinginannya untuk mendapatkan
metode terbaik tentang bagaimana setiap pekerjaan harus dilaksanakan
dengan mengacu pada desain pekerjaan. Taylor mengusulkan empat prinsip
scientific management, yaitu: (1) penggantian metode untuk menentukan
elemen pekerjaan ditentukan secara ilmiah; (2) seleksi dan pelatihan
pekerja secara ilmiah; (3) kerjasama antara pimpinan dan bawahan untuk
mencapai tujuan sesuai dengan metode ilmiah; (4) pembagian tanggung
jawab yang lebih merata diantara manajer sebagai perencana dan supervise
dan para pekerja sebagai pelaksana. Teori klasik ini dikembangkan pula
oleh Henry Fayol. Fayol mencoba mengembangkan prinsip-prinsip umum
yang dapat diaplikasikan pada semua manajer dari semua tingkatan
organisasi, dan menjelaskan fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh
seorang manajer. Sedangkan Taylor memusatkan perhatian pada tingkatan
yang paling rendah dari organisasi manajemen yaitu aspirasi bawahan.
Fayol mengusulkan empat belas prinsip-prinsip organisasi, yaitu
(1) pembagian kerja; (2) wewenang; (3) disiplin; (4) kesatuan komando;
(5) kesatuan arah; (6) mendahulukan kepetingan umum diatas kepentingan
pribadi; (7) remunerasi (gaji sesuai pekerjaan); (8) sentralisasi; (9) rantai
scalar (garis wewenang); (10) tata tertib; (11) keadilan; (12) stabilitas masa
kerja para pegawai; (13) inisiatif; (14) esprit de corps (persatuan dan
kesatuan dalam organisasi). Teori ini juga dikembangkan oleh Max Weber
23
dengan istilah teori birokrasi. Weber telah mengembangkan sebuah model
structural yang ia katakana sebagai alat yang paling efesien bagi
organisasi-organisasi untuk mencapai tujuannya yang disebut dengan
istilah birokrasi. Birokrasi ditandai dengan adanya pembagian kerja,
hierarkhi wewenang yang jelas, prosedur seleksi yang formal, peraturan
yang rinci, serta hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi
(impersonal) dalam organisasi.
Tokoh terakhir dalam teori klasik adalah Ralph C. Davis, ia lebih
menekankan pada perspektif perencanaan rasional, dan mengatakan bahwa
struktur merupakan hasil logis dari tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan
tujuan utama perusahaan adalah pelayanan ekonomis. Nilai ekonomis ini
dikembangkan melalui aktivitas yang dilakukan oleh para anggotanya
untuk menciptakan produk atau jasa organisasi, aktivitas tersebut kemudian
menghubungkan tujuan organisasi dengan hasil yang dicapai organisasi.
Perspektif perencanaan rasional menawarkan sebuah model yang
sederhana dan langsung untuk merancang sebuah organisasi. Perencanaan
organisasi dalam manajemen menentukan tujuan-tujuan organisasi, tujuan-
tujuan tersebut kemudian menentukan pengembangan struktur, arus
wewenang dan hubungan interrelasi.
Teori Organisasi Birokratis, yang dikemukakan Max Waber
menyatakan tentang konsep birokrasi yaitu : sebuah bentuk organisasi yang
ideal dengan tujuan yang rasional serta sangat efisien yang didasarkan atas
prinsip-prinsip yang masuk akal, teratur serta wewenang formal. Beberapa
karakteristik konsep birokrasi Weber, yaitu: 1) Pembagian tugas yang
jelas,, pekerjaan ditentukan secara jelas menjadikan karyawan lebih
terampil terhadap pekerjaan itu. 2) Hierarki wewenang yang jelas, posisi
wewenang dan tanggung jawab ditentukan dengan jelas, setiap posisi
melaporkan pada posisi lain yang lebih tinggi. 3) Aturan dan prosedur
formal, petunjuk tertulis yang mengatur setiap perilaku dan keputusan
dibuat secara formal
4) Impersonal, aturan dan prosedur diterapkan secara menyeluruh, tidak
24
ada yang mendapat perlakuan khusus 5) Jenjang karier didasarkan atas
kualitas, karyawan dipilih dan dipromosikan berdasarkan kemampuan dan
kinerja, manajer harus karyawan yang professional.
B. Teoritikus II
Tokoh teori ini diawali oleh Elton Mayo (1927) yang membentuk
aliran antar manusia (human relation school), memandang organisasi
sebagai sesuatu yang terdiri dari tugas-tugas dari sisi manusia dibanding
sisi mesin. Pada masa ini dilakukan percobaan yang menyangkut rancang
ulang pekerjaan, perubahan panjangnya hari kerja dan waktu kerja dalam
seminggu, pengenalan waktu istirahat, serta rencana upah individual
dibandingkan dengan upah kelompok. Disimpulkan bahwa norma sosial
kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja seseorang. Kemudian
Hawthorne mempersatukan pandangan Taylor, Fayol, dan Weber dengan
kesimpulan bahwa organisasi merupakan sistem kerjasama. Organisasi
terdiri dari tugas-tugas dan manusia yang harus dipertahankan pada suatu
keseimbangan. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Chester Barnard,
yang menawarkan ide-ide dalam “the functions of the executive”, yaitu ia
menentang pandangan klasik yang mengatakan bahwa wewenang harus
didefinisikan sesuai dengan tanggapan dari bawahan, ia memperkenalkan
peran dari organisasi informal ke dalam teori organisasi dan mengusulkan
agar peran utama manager adalah memperlancar komunikasi dan
mendorong para bawahan untuk berusaha lebih keras. Tokoh lainnya
Douglas McGregor, menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang
manusia, teori X pandangan negative dan teori Y pandangan positif.
Kesimpulannya adalah pandangan seorang manajer tentang sifat manusia
didasarkan atas pengelompokan asumsi tertentu, dan manusia cenderung
untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahanya sesuai asumsi
tersebut. Dengan demikian teori Y lebih disukai dan asumsi tersebut harus
dapat membimbing para manajer dalam merancang organisasi dan
memotivasi para pegawainya. Sedangkan Warren Benis mengatakan bahwa
25
pengambilan keputusan pada birokrasi yang disentralisasi, kepatuhan
kepada wewenang, serta pembagian kerja yang sempit diganti dengan
struktur yang didesentralisasi dan demokratis yang diorganisasi pada
kelompok yang fleksibel. Pengaruh yang diambil dari kekuasan diganti
dengan pengaruh yang diambil dari keahlian. Bentuk organisasi yang ideal
adalah adhocracy yang fleksibel.
C. Teorititkus III
Teori modern ditandai dengan lahirnya gerakan contingency yang
dipelopori Herbert Simon, yang menyatakan bahwa teori organisasi perlu
melebihi prinsip-prinsip yang dangkal dan terlalu disederhanakan bagi
suatu kajian mengenai kondisi yang dibawahnya dapat diterapkan prinsip
yang saling bersaing.
Kemudian Katz dan Robert Kahn dalam bukunya “the social
psychology of organization” mengenalkan perspektif organisasi sebagai
suatu sistem terbuka. Buku tersebut mendeskripsikan keunggulan-
keunggulan perspektif sistem terbuka untuk menelaah hubungan yang
penting dari sebuah organisasi dengan lingkungannya, dan perlunya
organisasi menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah jika
organisasi ingin tetap bertahan.
D. Teoritikus IV
Pada tahun 1960, Joan Woodward dan Charles Perrow,
menyampaikan alasan yang disampaikan oleh James Thomson bahwa
dalam menentukan struktur yang sesuai dalam organisasi diperlukan
adanya teknologi. Pendekatan paling mutakhir mengenai teori organisasi
memusatkan perhatian pada sifat politis organisasi. Teori ini mula-mula
dibuat James March dan Herbert Simon, namun telah diperbaiki secara
intensif oleh Jeffrey Preffer. Model yang dikembangkan yaitu teori
organisasi yang mencakup koalisi kekuasaan, konflik inherent atas tujuan,
serta keputusan desain organisasi yang mendukung kepentingan pribadi
26
dari para pemegang kekuasaan. Organisasi merupakan koalisi yang terdiri
dari berbagai kelompok dan individu dengan tuntutan yang berbeda-beda.
Desain organisasi merupakan hasil dari pertarungan kekuasaan berbagai
koalisi tersebut. Jika kita ingin mengerti mengapa dan bagaimana
organisasi tersebut dirancang, maka kita harus menilai preferensi dan
kepentingan dari mereka yang berada di dalam organisasi yang mempunyai
pengaruh terhadap pengambilan keputusan mengenai desain organisasi.
Pemikiran ini membangun atas dasar pengetahuan tentang pengambilan
keputusan berdasarkan perilaku dan ilmu politik yang telah meningkatkan
kemampuan kita untuk menjelaskan fenomena-fenomena organisasi.
Pendekatan klasik memusatkan perhatian pada anatomi organisasi dan
tidak memperhatikan aspek sosial, sedangkan pendekatan neo-klasik justru
mementingkan aspek sosial tetapi kurang memperhatikan anatomi
organisasi. Akhirnya muncul pendekatan modern.
Antara pendekatan klasik dan neo-klasik tidak bisa tercapai suatu
kesatuan pandangan mengenai masalah organisasi. Akibatnya, solusi
yang muncul dalam analisis terhadap suatu masalah organisasi seringkali
berbeda-beda, tergantung pada jenis pendekatan yang digunakan sebagai
dasar dalam analisis yang dilakukan. Munculnya pendekatan modern
dianggap dapat menyatukan keseluruhan pandangan dalam analisis
organisasi.
Secara umum Evolusi Teori Organisasi dapat di konklusikan
sebagai berikut :
Teoritikus Tipe I (Aliran Klasik)
Mengembangkan prinsip atau model universal yang dapat digunakan
dalam setiap keadaan
Melihat organisasi sebagai system tertutup yang diciptakan untuk
mencapai tujuan dengan efisien
27
No
.
Theorist Teori Prinsip-prinsip Teori
1. Frederic
k Taylor
Scientific
Managemen
t
1. Penggantian metode dari
pekerjaan ditentukan secara
ilmiah
2. Seleksi dan pelatihan pekerja
ditentukan secara ilmiah
3. Kerjasama antara manajemen
dan buruh untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan sesuai dengan
metode ilmiah
4. Pembagian tanggung jawab
antara manajer dan pekerja,
manajer sebagai perencana dan
supervisi dan pekerja sebagai
pelaksana
2. Henry
Fayol
Prinsip-
prinsip
Organisasi
1. Pembagian kerja/spesialisasi
2. Wewenang atasan untuk
memberi perintah dan diiringi
oleh tanggung jawab
3. Disiplin sebagai tata aturan
organisasi yang wajib ditaati
pekerja
4. Kesatuan komando, perintah
hanya dari 1 atasan
5. Kesatuan arah, semua aktifitas
anggota kelompok untuk tujuan
yang sama dibawah seorang
manajer dengan sebuah rencana
6. Mendahulukan kepentingan
umum diatas kepentingan
28
individu
7. Remunerasi, gaji harus sesuai
jasa
8. Sentralisasi, sentralisasi dan
desentralisasi harus sesuai
dengan keadaan yang
dibutuhkan
9. Rantai scalar, komunikasi harus
sesuai urutan walau dalam
kondisi tertentu bisa terjadi
komunikasi silang
10. Tata tertib, right man in the right
place and time - right thing in
the right place and time
11. Keadilan
12. Stabilitas masa kerja para
pekerja, turnover yang optimal
bagi tiap pekerja
13. Inisiatif, bahkan dari pekerja
14. Esprit de corps, team spirit akan
membangun keselarasan dan
persatuan organisasi
3. Max
Weber
Birokrasi
(Struktur
Ideal dari
sebuah
Organisasi)
Merupakan
prototype
rancangan
struktur
1. Adanya pembagian kerja
2. Sebuah hirarki wewenang yang
jelas
3. Prosedur seleksi yang formal
4. Peraturan yang terperinci
5. Hubungan yang tidak
didasarkan pada hubungan
pribadi/impersonal
29
organisasi
kebanyakan
4. Ralph
Davis
Perencanaa
n Rasional
- Struktur merupakan hasil logis
dari tujuan-tujuan organisasi
- Tujuan utama perusahaan
adalah pelayanan ekonomis
- Nilai ekonomis didapatkan dari
aktifitas anggotanya untuk
menciptakan barang atau jasa
- Peran manajemen adalah untuk
mengelompokkan aktifitas2
diatas sehingga didapatkan
struktur organisasi
- Menawarkan sebuah model
yang sederhana dan langsung
untuk merancang organisasi
untuk menentukan tujuan-
tujuan organisasi yang
menentukan:
1. Pengembangan struktur
2. Arus wewenang
3. Hubungan2 lainnya
Teoritikus Tipe II (Aliran Hubungan Antar Manusia/Human
Relations School)
Memandang organisasi sebagai sesuatu yang terdiri dari tugas-tugas
maupun manusia
No
.
Theorist Teori Prinsip-prinsip Teori
1. Elton Kajian - Membentuk kelompok2 control
30
Mayo Hawthorne dan kelompok2 eksperimen
untuk diuji dalam penelitian
- Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: norma social kelompok
(misalnya tekanan kelompok
ataupun rasa aman yang
didapatkan seseorang dari
kelompoknya) merupakan
kunci penentu perilaku kerja
seseorang
- Organisasi adalah system
kerjasama
2. Chester
Bernard
Sistem
Kerjasama
- Menyatukan pandangan Taylor,
Fayol dan Weber
- Organisasi adalah sebuah
system
- Tugas manajer adalah
memperlancar komunikasi
dan mendorong bawahan
agar bekerja lebih keras
3. Douglas
McGrego
r
Teori Y-
Teori Y
- Ada 2 pandangan tentang
manusia: Teori X – manusia
pada dasarnya negative dan
Teori Y – manusia pada
dasarnya positif
- Teori X, 4 asumsi manajer
terhadap bawahannya:
1. Pada dasarnya pekerja tidak
menyukai pekerjaannya
2. Pekerja harus diancam,
dipaksa dan dikendalikan
agar melakukan
31
pekerjaannya
3. Pekerja selalu berusaha
mengelak dari pekerjaan
4. Rasa aman adalah yang
paling dicari pekerja dan
sedikit ambisi
- Teori Y:
1. Pekerja menganggap
pekerjaan sebagai hal yang
biasa
2. Manusia bisa mengarahkan
dirinya sesuai dengan
tujuan2 yang terikat
padanya
3. Rata2 orang belajar
menerima bahkan mencari
tanggung jawab
4. Pekerja juga memiliki
kreatifitas
4. Warren
Bennis
Matinya
Birokrasi
- Desentralisasi dan kepatuhan
mulai diganti oleg
desentralisasi dan
demokratisasi
- Pengaruh dari kekuasaan mulai
digantikan oleh keahlian
Teoritikus Tipe III (Pendekatan Contingency)
1. Herbert Simon dan Serangan terhadap Prinsip-prinsip Teori organisasi perlu lebih banyak melihat kajian aplikatifnya
(tidak simplisistik)
2. Perspektif Lingkungan dari Katz dan Kahn
32
Perlu penilaian mendalam tentang lingkungan sebagai sebuah
factor contingency utama yang mempengaruhi bentuk struktur
yang diinginkan
Teoritikus Tipe IV (Sifat Politis Organisasi)
1. Batas2 Kognitif Terhdap Rasionalitas dari March dan Simon Model teori organisasi perlu diubah, harus lebih rasional
2. Organisasi Pfeffer sebagi Arena Politik
Model teori organisasi yang mencakup koalisi kekuasaan, konflik
inherent atas tujuan, serta keputusan desain organisasi yang mendukung
kepentingan pribadi dari mereka yang berkuasa
BAB III
PENDEKATAN DALAM ORGANISASI
A. Pendekatan Kontigensi-Strategis
Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way”
(Satu yang terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat
dilakukan dengan paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal
kenyataannya tiap-tiap organisasi memiliki cirri khusus bahkan
organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah berbeda lingkungan
yang berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Oleh
karena itu tidak dapat dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala
33
situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku
kepepimpinan yang berbeda.
Fromont E. Kast, mengatakan bahwa organisasi adalah suatu
system yang terdiri dari sub sisteem dengan batas lingkungan supra
system. Pandangan kontingensi menunjukkan pendekatan dalam
organisasi adanya natar hubungan dalam sub system yang terdiri dari sub
sistem maupun organisasi dengan lingkungannya. Kontingensi
berpandangan bahwa azas-azas organisasi bersifat universal. Apabila
dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap
organisasi adalah unik dan tiap situsi harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tersendiri.
Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk
optimal pengendalian organisasi di bawah kondisi operasi yang berbeda
dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana prosedur operasi
pengendalian organisasi tersebut.
Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan pendekatan
kontinjensi guna menganalisis dan mendesain sistem kontrol. Beberapa
peneliti melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel
kontekstual seperti ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas,
struktur dan kultur organisasional. Pendekatan kontinjensi menarik minat
para peneliti karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan
suatu sistem akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak.
Berdasarkan teori kontinjensi maka terdapat faktor situasional lain yang
mungkin akan saling berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu. Diawali
dari pendekatan kontinjensi ini maka muncul lagi kemungkinan bahwa
desentralisasi juga akan menyebabkan perbedaan kebutuhan.
Hirst (1981) mengatakan bahwa perkembangan suatu organisasi
dipengaruhi oleh perbedaan fitur lingkungan. Lebih jauh hipotesisnya
menyebutkan bahwa kesuksesan suatu organisasi tergantung pada
ketidakpastian, faktor internal, umpan balik dengan organisasi lainnya,
interaksi eksternal organisasi.
34
Pendekatan modern mengatakan tidak satupun teori atau model
yang bias diterapkan secara universal dalam segala situasi atau yang satu
meniadakan yang lain. Pandangan modern mencari bentuk untuk
menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan yang dinamis. Karena
manusia merupakan makhluk yang unik, sangat rumit dan gampang
berubah menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan pengaruh lingkungan.
Namun manusia memiliki bakat dan kemampuan yang dapat
dikembangkan.
Dari perbedaan (keunikan dan kerumitan) yang beragam
bagaimana strategi manajerial memberikan kesempatan kepada mereka
untuk dapat memenuhi kebutuhan baik organisasi maupun individu
sebagai karyawan melalui proses atau sistem yang terjadi secara dinamis.
Landasan utama pada pendekatan modern menggunakan pandangan
system (The sistem view) tentang organisasi serta contigency thinking
(pemikiran kontigency).
“The system view, dimana system diartikan sebagai kumpulan
bagian –bagian yang saling berhubungan yang secara bersama-sama
mencapai tujuan. Suatu sub sistem merupakan bagian kecil dari suatu
sistem yang lebih besar. Sedangkan “contingency thinking” berusaha
untuk menyesuaikan antara tanggapan managerial dengan peluang dan
permasalahan yang ada dalam berbagai macam situasi terutama yang
disebabkan oleh perbedaan dalam lingkungan serta perbedaan dalam
individu. Pendekatan kontingensi ini bukan mencari cara-cara yang
terbaik untuk mengatasi situasi tersebut, melainkan pemikiran
kontingensi berusaha membantu manajer untuk dapat memahami
perbedaan-perbedaan situasional tersebut dan menanggapinya dengan
cara -cara yang tepat.
B. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing
Pokok perumusan strategi bersaing adalah bagaimana
menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya. Walaupun
35
lingkungan yang relevan sangat luas meliputi kekuatan-kekuatan sosial
dan juga kekuatan-kekuatan ekonomi namun aspek utama dari
lingkungan perusahaan adalah industri-industri dimana perusahaan
tersebut bersaing.
Porter (1980) menyatakan bahwa terdapat lima kekuatan
persaingan pokok yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industri.
Kelima kekuatan tersebut adalah : persaingan diantara industri yang ada,
ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, kekuatan tawar
pemasok, ancaman barang dan jasa pengganti. Perusahaan yang
mempunyai posisi lemah pada lima kekuatan persaingan pokok tersebut
maka akan mencari mitra untuk meningkatkan kekuatan persaingan
pokok dan meningkatkan posisi bersaingnya.
Terdapat dua faktor yang mendorong terbentuknya jaringan usaha
sebagai mekanisme menghadapi persaingan tersebut yakni faktot
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: globalisasi selera,
teknologi global, skala ekonomis dan jangkauan usaha, krisis ekonomi
global, sedangkan faktor internal berupa kemampuan yang tidak
memadai meliputi: akses kedalam pasar, akses mendapatkan teknologi,
akses mendapat keahlian khusus, akses mandapatkan bahan mentah,
biaya, pembatasan resiko, kecepatan menuju pasar, pertahanan melawan
pemangsa (Faulkner dan Bowman, 1995).
Bertitik tolak dengan assumsi terdapat apa yang disebut dengan
fleksibilitas (mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ; perolehan
sumber (mampu meningkatkan dukungan dari luar dan memperluas
jumlah tenaga kerja) ; perencanaan (tujuan jelas dan dipahami dengan
benar) ; produktifitas (volume keluaran tinggi, rasio keluaran terhadap
masukan tinggi) ; Ketersediaan informasi (saluran komunikasi membantu
pemberian informasi kepada orang mengenai hal-hal yang mempengaruhi
pekerjaan mereka) ; stabilitas (perasaan tenteram, kontinuitas, kegiatan
berfungsi secara lancar) ; Tempat kerja yang kondusif (pegawai
mempercayai, menghormati serta bekerja sama dengan yang lain) ;
36
tenaga kerja terampil (pegawai memperoleh pelatihan, mempunyai
keterampilan dan berkapasitas untuk melaksanakan pekerjaannya dengan
baik).
BAB IV
DIMENSI STRUKTUR ORGANISASI
Secara umum organisasi formal dianalisa dari segi sifat-sifatnya,
strukturnya dan bentuk rancangannya berupa desain organisasi. Desain
organisasi menekankan sisi manajemen dari teori organisasi, dalam arti untuk
merancang suatu organisasi perlu dilakukan dengan menerapkan fungsi-fungsi
manajemen dalam desain organisasi. Desain organisasi mempertimbangkan
konstruksi (membangun) dan mengubah struktur (memperbaharui) organisasi
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Perancang desain organisasi
menciptakan suatu cara atau rencana untuk mencapai tujuan. Pada
pembentukan rancangan sebuah organisasi rencana tersebut berupa bagan
37
organisasi. Bagaimana cara-cara merancang organisasi untuk membantu
pencapaian tujuan, yaitu dimulai dengan memahami perspektif manajerial,
yang secara konsisten mencari penerapan yang potensial di dalam konsep-
konsep rancangan organisasi. Tentunya dalam merancang sebuah organisasi
dimulai dengan perencanaan yang matang didalamnya mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan yang ingin diwujudkan dalam tujuan organisasi,
kemudian masuk pada proses pelaksanaan yang melibatkan keseluruhan
kegiatan, dan interaksi para personil sampai pada evaluasi dan pengendalian.
Dalam pandangan struktural organisasi diperlukan adanya koordinasi
pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Struktur organisasi
menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Sebuah struktur organisasi mempunyai tiga komponen yang harus
diperhatikan, yaitu; kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi.
A. Kompleksitas Dalam Organisasi
Kompleksitas mempetimbangkan tingkat differensasi atau perbedaan
yang ada dalam organisasi yang meliputi tingkat pembagian kerja, jumlah
tingkatan di dalam hierarkhi organisasi, serta tingkat sejauhmana unit-unit
organisasi tersebar secara menyeluruh. Kompleksitas pada sebuah
organisasi dipengaruhi oleh besar kecilnya organisasi tersebut, semakin
besar kekuatan sebuah organisasi maka akan semakin kompleks juga
struktur organisasi yang ada di dalamnya.
Kompleksitas merujuk pada tingkat differensiasi yang ada di dalam
sebuah organisasi. Diferensiasi horizontalmempertimbangkan tingkat
pemisahan horizontal di antara unit-unit. Diferensiasi vertikal merujuk pada
kedalaman hierarki organisasi. Diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh
mana lokasi fasilitas dan para pegawai organisasi tersebar secara geografis.
Peningkatan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut akan meningkatkan
kompleksitas sebuah organisasi.
1. Diferensiasi horizontal.
38
Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-
unit berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang
mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Dapat
dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang ada dalam
organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang
istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut.
2. Diferensiasi vertikal.
Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi
meningkat, demikian pula kompleksitasnya, karena jumlah tingkatan
hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang
terdapat di antara top management dan tingkat hierarki yang paling
rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi,
dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai
manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk mengawasi
kegiatan bawahannya.
3. Diferensiasi spasial.
Organisasi dapat melakukan aktivitas yang sama dengan tingkat
diferensiasi horizontal dan pengaturan hierarki yang sama di berbagai
lokasi. Tetapi keberadaan berbagai lokasi tersebut meningkatkan
kompleksitas. Oleh karena itu, elemen ketiga dalam kompleksitas
adalah diferensiasi spasial, yang merujuk pada tingkat sejauh mana
lokasi dari kantor, pabrik, dan personalia sebuah organisasi tersebar
secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan
dari dimensi dan diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya, adalah
mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara
geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak.
Ketiga elemen tersebut tidak perlu merupakan sebuah paket.
Misalnya telah dicatat bahwa perguruan tinggi biasanya mempunyai tingkat
diferensiasi vertikal rendah dan sedikit atau tidak ada sama sekali
diferensiasi spasial. Sebaliknya, suatu battalion tentara dicirikan oleh
diferensiasi vertikal yang tinggi dan sedikit diferensiasi horizontal.
39
Organisasi terdiri dari subsistem yang membutuhkan koordinasi,
komunikasi, dan control agar dapat efektif. Maka makin kompleks sebuah
organisasi, makin besar kebutuhannya akan alat komunikasi, koordinasi,
dan control yang efektif. Dengan kata lain, jika kompleksitas meningkat,
maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap manajemen
untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang didiferensiasi dan disebar
bekerja dengan mulus dan secara bersama ke arah pencapaian tujuan
organisasi.
Hal tersebut dinyatakan sebagai suatu paradoks di dalam analisis
organisasi. Keputusan manajemen untuk meningkatkan diferensiasi dibuat
secara khas demi kepentingan ekonomis dan efisiensi. Tetapi keputusan
tersebut menciptakan berbagai tekanan untuk menambah pegawai
manajerial untuk membantu dalam pengontrolan, koordinasi, serta
pengurangan konflik. Oleh karena itu, setelah beberapa waktu, organisasi
yang dapat hidup terus akan cenderung menjadi lebih kompleks karena
aktivitas mereka sendiri dan lingkungan yang mengelilinginya menjadi
lebih kompleks. Kemudian dapat kita tambahkan bahwa pengertian
mengenai kompleksitas adalah penting, karena merupakan sebuah
karakteristik yang harus dicari oleh para manajer dan yang diharapkan ada
jika organisasi mereka sehat.
B. Formalisasi
Formalisasi merupakan tingkatan pada sejauhmana sebuah organisasi
menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur
perilaku dari para pegawainya. Dengan struktur organisasi yang besar,
maka akan semakin sulit mengawasi dan mengendalikan para anggota
organisasi di dalam efektifitas kinerja organisasi. Untuk itu, diperlukan
adanya peraturan dan pedoman operasional standar organisasi dalam
performansi kerja dari para anggota organisasi, baik di tingkat bawahan
maupun pada tingkat manajer.
40
Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam
organisasi itu distandardisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat
diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit
kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya,
dan bagaimana ia harus melakukannya. Formalisasi merupakan suatu
ukuran tentang standardisasi. Karena kebijakan dariseseorang di dalam
pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang
diprogramkan lebih dahulu oleh organisasi, maka makin besar
standardisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaimana
suatu pekerjaan harus dilakukan oleh seorang pegawai. Standardisasi ini
bukan saja melenyapkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku
secara lain, tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk
mempertimbangkan alternative.
Sebuah pendekatan alternative mengatakan bahwa formalisasi
berlaku untuk peraturan yang tertulis maupun tidak. Dengan demikian,
persepsi sama pentingnya dengan realitas. Untuk tujuan pengukuran,
formalisasi akan dihitung dengan memperhatikan, selain dokumen resmi
organisasi, sikap (attitudes) pegawai sampai pada tingkatan di mana
prosedur pekerjaan diuraikan dan peraturan diterapkan.
Jangkauan Formalisasi. Penting untuk diketahui bahwa tingkat
formalisasi dapat sangat berbeda di antara dan di dalam organisasi.
Pekerjaan tertentu dikenal mempunyai sedikit formalisasi. Pada umumnya
adalah benar bahwa pekerjaan yang tidak terampil adalah yang paling
sempit yaitu yang paling sederhana dan yang paling berulang adalah yang
paling cocok bagi tingkat formalisasi yang tinggi. Makin besar
profesionalisme sebuah pekerjaan, maka makin kecil kemungkinan
pekerjaan itu diformalisasi dengan tinggi. Formalisasi berbeda bukan hanya
dalam hal pekerjaan itu tidak terampil (unskilled) atau professional, tetapi
juga dalam tingkatan organisasi dan departemen fungsional.
Organisasi menggunakan formalisasi karena keuntungan yang
diperoleh dari pengaturan perilaku para pegawai. Standardisasi perilaku
41
akan mengurangi keanekaragaman. Standardisasi juga mendorong
koordinasi. Penghematan yang diperoleh dari formalisasi juga tidak boleh
diabaikan. Makin besar formalisasi tersebut, makin sedikit pula
kebijaksanaan yang diminta dari pemegang jabatan. Hal ini relevan, karena
kebijaksanaan memerlukan biaya.
Hal ini menjelaskan, secara kebetulan, mengapa banyak organisasi
besar mempunyai manual akuntansi, manual personalia, dan manual
pembelian yang seringkali beribu-ribu halaman tebalnya. Organisasi-
organisasi ini memilih untuk memformalkan pekerjaan sedapat mungkin
agar memperoleh prestasi paling efektif dari para pegawainya dengan biaya
paling rendah.
Sosialisasi merujuk pada suatu proses adaptasi di mana para individu
mempelajari nilai, norma, dan pola perilaku yang diharapkan bagi
pekerjaan serta bagi organisasi tempat ia bekerja. Para professional
mengalami pendidikan dan pelatihan bertahun-tahun lamanya sebelum
mereka mempraktekkan keahliannya. Dengan demikian, manajemen
mempunyai dua macam keputusan. Pertama, tingkat standardisasi perilaku
bagaimana yang diinginkan? Kedua, apakah standardisasi yang diinginkan
itu akan “dibuat” dalam perusahaan atau “dibeli” dari luar? Bila dibuat
dalam perusahan, akan lebih ditekankan pada pegawai yang tidak terampil,
meskipun semua pegawai akan menyesuaikan diri mereka dengan budaya
khas dari organisasi tertentu.
Formalisasi langsung di tempat kerja dan profesionalisasi pada
dasarnya merupakan substitusi antara yang satu dengan lainnya.
“Organisasi dapat mengontrol (perilaku pegawai)*secara langsung melalui
peraturan dan prosedurnya sendiri, atau dapat memperoleh control tidak
langsung dengan cara menyewa para professional yang terlatih”. Dapat
diharapkan bahwa dengan meningkatnya tingkat profesionalisasi di dalam
sebuah organisasi, maka tingkatan formalisasi akan menurun.
42
Para manajer mempunyai sejumlah teknik untuk dapat
menstandardisasikan perilaku para pegawai. Berikut adalah teknik-teknik
yang paling populer :
a. Seleksi
b. Persyaratan Peran
c. Peraturan, Prosedur, dan Kebijaksanaan
d. Pelatihan
e. Ritual
Hubungan antara Formalisasi dan Kompleksitas
Ada cukup bukti yang mendukung tentang adanya hubungan yang
kuat antara spesialisasi, standarisasi, dan formalisasi. Jika pegawai
melaksanakan tugas yang sempit, berulang, dan khusus, maka pekerjaan
rutin mereka cenderung untuk distandardisasi dan sejumlah peraturan
mengatur perilaku mereka. Para pekerja di lini rakit melakukan pekerjaan
yang sangat dispesialisasi dengan tingkat rutinitas yang distandarisasi serta
banyak sekali peraturan formal dan prosedur yang harus diikuti.
C. Sentralisasi
Sentralisasi memperlihatkan pengambilan keputusan puncak oleh
manajer. Kekuasaan tertinggi terdapat pada manajemen puncak dan
memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan penting
mengenai persfektif organisasi. Dalam pandangan structural kondisi ini
masih dianggap relevan diterapkan pada organisasi-organisasi yang sangat
besar, namun tidak menutup kemungkinan diperlukan adanya sstem
desentralisasi untuk mengambil aspirasi dari para anggota organisasi.
Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen.
Kebanyakan teoritikus menyetujui bahwa istilah tersebut merujuk kepada
tingkat di mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik
tunggal di dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya
sentralisasi yang tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan
sentralisasi yang rendah atau yang disebut desentralisasi. Ada juga
43
kesepakatan bahwa desentralisasi sangat berbeda dari differensiasi spasial.
Sentralisasi memperhatikan penyebaran kekuasaan untuk membuat
keputusan dalam organisasi, bukan penyebaran geografis. Namun di luar
batas ini segalanya menjadi kurang jelas.
Sentralisasi dapat dijelaskan secara lebih khusus sebagai jenjang
kepada siapa kekuasaan formal untuk membuat pilihan-pilihan secara
leluasa dikonsentrasikan pada seorang individu, unit, atau tingkatan
(biasanya berada tinggi pada organisasi), dengan demikian mengizinkan
para pegawai (biasanya pada tingkat rendah dalam organisasi) untuk
member masukan yang minimal ke dalam pekerjaan mereka.
Pengambilan Keputusan dan Sentralisasi
Seorang manajer biasanya harus membuat pilihan mengenai tujuan,
alokasi anggaran, personalia, cara melaksanakan pekerjaan, dan cara
memperbaiki keefektifan unitnya. Pentingnya pengetahuan mengenai
kekuasaan dan rantai komando bagi pemahaman sentralisasi, sama
pentingnya dengan kesadaran akan proses pengambilan keputusan. Tingkat
pengawasan yang dimiliki seseorang terhadap keseluruhan proses
pengambilan keputusan itu sendiri merupakan ukuran sentralisasi.
Tingkat kontrol yang dipunyai seseorang dalam seluruh proses
pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai
sentralisasi. Kelima langkah dalam proses ini adalah:
1. Mengumpulkan informasi untuk diteruskan kepada pengambil
keputusan mengenai apa yang dapat dilakukan,
2. Memproses dan mengintepretasikan informasi tersebut untuk member
saran kepada pembuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan,
3. Membuat pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan, dan
4. Melaksanakannya
Pengambilan keputusan secara tradisional dikatakan sebagai
membuat pilihan-pilihan. Setelah mengembangkan dan mengevaluasi
paling sedikitnya dua alternative, pengambil keputusan memilih alternatif
yang disukai. Dilihat dari pandangan seorang pengambil keputusan ini
44
merupakan penyampaian yang cukup memuaskan. Tetapi jika dilihat dari
pandangan organisasi, pembuatan pilihan hanya merupakan salah satu
langkah dalam proses yang lebih luas. Dapat dikatakan bahwa pengambilan
keputusan paling banyak desentralisasi jika si pengambil keputusan
mengendalikan semua langkah.
Mengapa Sentralisasi itu Penting?
Judul dari bagian ini dapat menyesatkan. Bahwa judul tersebut
secara tidak langsung mengimplikasikan sentralisasi, sebagai kebalikan dari
desentralisasi, adalah penting. Istilah sentralisasi dalam konteks ini
dimaksudkan untuk dilihat dengan cara yang sama seperti kompleksitas dan
formalisasi dalam bab ini. Sentralisasi mewakili sebuah jajaran dari tinggi
ke rendah.
Seperti telah diuraikan, selain sebagai kumpulan orang, organisasi
adalah sistem pengambilan keputusan dan pengolahan informasi.
Organisasi membantu pencapaian tujuan melalui koordinasi dari usaha
kelompok; pengambilan keputusan dan pengolahan informasi adalah yang
utama agar koordinasi dapat terlaksana. Tetapi factor ini seringkali
diabaikan oleh siswa pengambilan keputusan dan teori organisasi,
informasi itu sendiri bukan merupakan sumber yang langka dalam
organisasi. Teknologi informasi yang maju member para manajer sejumlah
besar data untuk membantunya dalam pengambilan keputusan. Kita hidup
dalam dunia yang menenggelamkan kita dengan informasi. Sumber yang
langka adalah kapasitas pengolahan untuk menyelesaikan informasi.
Baik sentralisasi yang tinggi maupun yang rendah dibutuhkan.
Faktor-faktor situasional akan menentukan jumlah yang “tepat”. Tetapi
semua organisasi mengolah informasi sehingga para manajer dapat
membuat keputusan. Oleh karenanya, perhatian harus dicurahkan untuk
mengidentifikasi cara yang paling efektif untuk mengorganisasi
pengambilan keputusan.
45
Perilaku organisasi mengambil pandangan mikro yang memberi tekanan
pada individu-individu dan kelompok-kelompok kecil. Pandangan perilaku
dalam organisasi memfokuskan diri kepada perilaku di dalam organisasi dan
prestasi yang dibentuk dari sikap para pegawai dalam melaksanakan
produktivitas kerja dalam hal mekanisme kerja dan kepuasan kerja pegawai.
Perilaku organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor individual yang
melekat pada diri anggota organisasi, yang meliputi; persepsi, nilai-nilai,
pengetahuan, motivasi, serta kepribadian. Termasuk didalamnya terdapat
perilaku kelompok, meliputi; peran, status kepemimpinan, kekuasaan,
komunikasi dan konflik. Dalam pandangan perilaku organisasi, anggota
organisasi dipandang dalam struktur yang sempit. Didalamnya hanya mengatur
interaksi antar individu atau kelompok, misalnya dalam memberi penekanan
pada masalah konflik, pandangan perilaku organisasi berpandangan bahwa
konflik disebabkan karena perbedaan kepribadian dan komunikasi yang lemah
bukan karena masalah koordinasi antar unit. Pendekatan perilaku memandang
organisasi dapat dipelajari dari pola tingkah laku. Studi ini melihat dan
mengidentifikasi perilaku yang khas dari manajer dalam kegiatannya untuk
mempengaruhi anggota organisasi. Perilaku manajer ini dapat berorientasi pada
tugas keorganisasian ataupun pada hubungan dengan anggota kelompoknya.
Perilaku manajer dapat dikategorikan sebagai perilaku yang berorientasi pada
tugas (task oriented) dan perilaku yang berorientasi pada hubungan interelasi
pada bawahan (employee oriented).
Menurut Hemphil dan Coons, melihat organisasi dari perilaku manajer
dan bawahannya yang dikenal dengan istilah struktur tugas (initiating
structure) dan tenggang rasa (consideration). Initiating structure ialah cara
manajer melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan
pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai di
dalam organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan consideration adalah
perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling mempercayai, saling
menghargai, kehangatan, perhatian dan keakraban, hubungan antara manajer
dengan anggota organisasi. Kedua perilaku organisasi tersebut tidak saling
46
mempengaruhi perilaku yang lain. Dengan demikian, seorang manajer dapat
sekaligus berperilaku initiating structure dan conciderstion dalam derajat yang
sama-sama tinggi atau sama-sama rendah. Dari penelitian ditemukan apabila
manajer berperilaku initiating structure dan conciderstion, maka sangat kecil
kemungkinan untuk terjadinya ketidakpuasan anggota organisasi. Pandangan
teori situasional dalam organisasi, memandang bahwa dalam penyelesaian
masalah organisasi dapat dituntaskan dengan menggunakan metode-metode
yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Teori situasional
dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blancard. Teori situasional
merupakan perkembangan yang mutakhir dari teori organisasi. Model ini
didasarkan pada hubungan garis lengkung atau curva linier diantara perilaku
tugas dan perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan
perangkat organisasi dengan beberapa pengertian mengenai hubungan diantara
para anggota organisasi yang efektif dan tarap kematangan yang dimiliki
anggota organisasi tersebut. Teori situasional organisasi memiliki beberapa
variabel diantaranya manajer, bawahan, atasan, organisasi, tuntutan kerja dan
waktu, yang terlibat dalam teori situasional, namun penekanan tetap terletak
pada hubungan manajer dengan anggota organisasi. Anggota organisasi
merupakan faktor yang paling menentukan dalam suatu peristiwa dalam
organisasi. Teori ini berasumsi bahwa manajer yang efektif tergantung pada
taraf kematangan anggota organisasi, dan kemampuan manajer untuk
menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas ataupun hubungan antar
manusia. Makin matang anggota organisasi, manajer harus mengurangi tingkat
struktur tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat individu atau
kelompok bergerak dan mencapai rata-rata kematangan manajer harus
mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini
berlangsung sampai anggota organisasi mencapai kematangan penuh, dimana
mereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya ataupun
kematangan psikologisnya. Jadi teori situasional ini menekankan pada
kesesuaian antara gaya manajer dengan tingkat kematangan anggota
organisasinya.
47
BAB V
BESARAN ORGANISASI
besaran mempengaruhi struktur juga dapat diperoleh melalui proses
pencarian alasan yang lebih rumit. Pada saat organisasi mempekerjakan lebih
banyak pegawai operasional, ia akan mencoba untuk mengambil keuntungan
ekonomis yang diperoleh dari spesialisasi. Hasilnya adalah diferensiasi
horisontal yang meningkat. Pengelompokan fungsi-fungsi akan memberi
48
kesempatan diperolehnya efisiensi antar kelompok namun dengan
mengorbankan hubungan dalam kelompok karena masing-masing akan
melakukan aktivitas yang berbeda. Oleh karena itu, manajemen perlu
meningkatkan diferensiasi vertikal untuk mengkoordinasikan unit-unit yang
didiferensiasi secara horisontal. Perluasan besaran tersebut mungkin juga akan
menghasilkan diferensiasi spasial. Semua peningkatan dari kompleksitas
tersebut akan mengurangi kemampuan manajemen untuk mengawasi secara
langsung aktivitas yang ada dalam organisasi. Kontrol yang dicapai melalaui
pengawasan langsung, oleh karenanya akan diganti dengan implementasi dari
peraturan yang formal. Peningkatan formalisasi tersebut dapat juga dengan
diferensiasi vertikal yang lebih besar karena manajemen menciptakan unit-unit
baru untuk mengkoordinasi aktivias yang meluas dan yang bermacam-macam
pada anggota organisasi.
A. Konsep Besaran Organisasi
Terdapat kesepakatan umum dari para peneliti Teori Organisasi
mengenai bagaimana besaran sebuah organisasi didefinisikan. Lebih dari
80% penelitian yang menggunakan besaran organisasi sebagai variabel
mendefinisikan sebagai jumlah toal pegawai. Hal ini kosisten dengan
asumsi bahwa karena manusia serta interaksinyalah yang terstruktur, maka
jumlah mereka harus dihubungkan secara lebih dekat dengan ukuran
besaran lain. Namun demikian, hanya karena ada kesepakatan yang tinggi
diantara para peneliti mengenai apa yang dimaksud dengan besaran
organisasi, tidak berarti mereka benar. Meskipun dapat dikatakan bahwa
berbagai ukuran besaran tidak dapat saling dipertukarkan, kebanyakan
bukti menyatakan bahwa menghitung jumlah keseluruhan pegawai sama
baiknya dengan cara menghitung yang lain.
Pendukung Besaran Imperatif
Usaha seorang penelti untuk meniru penemuan Aston menghasilkan
bukti yang mendukung. Ia menemukan bahwa besaran organisasi
berhubungan secara positif dengan spesialisasi, formalisasi, dan rentang
vertikal dan secara negatif dengan sentralisasi. Ia menyimpulkan bahwa
49
organisasi yang lebih besar lebih dispesialisasi, mempunyai lebih bnayak
peraturan, lebih banyak dokumentasi, hierarki yang diperluas, dan
desentralisasi pengambilan keputusan yang lebih besar pada bagian yang
lebih bawah dari hierarki. Pada saat besaran bertambah, spesialisasi,
formalisasi dan rentang vertikal meningkat tetapi dengan tingkat yang
makin kecil pada saat besaran itu bertambah.
Kritik Terhadap Size Imperatif
Size imperatif tidak pernah sepi dari kritik. Kajian-kajian independen
memperlihatkan bahwa besaran tidak mempunyai dampak atau hanya
berdampak minimal terhadap struktur. Organisasi pemerintahan
mempunyai keterbatasan anggaran, batasan geografis yang jelas, jumlah
staf yang pada dasarnya ditetapkan sebelumnya dan dipengaruhi oleh
peraturan. Hal ini ditantang bahwa dengan menggunakan program
komputer yang menentukan tingkat diferensiasi yang mungkin untuk setiap
tingkat besaran, hubungan antara besaran dan kompleksitas merupakan
kepastian matematika jika probabilitas yang setara ditetapkan terhadap
semua kemungkinan kombinasi struktural. Hal ini dikritik bahwa besaran
adalah hasil, bukan penyebab. Teknologi menentukan struktur yang pada
gilirannya akan menentukan besaran. Dalam data memperlihatkan bahwa
meskipun besaran pada umumnya menurun setelah beberapa waktu, ukuran
dari dimensi struktur meningkat. Para peneliti mennyimpulkan bahwa “baik
kompleksitas maupun formalisasi bukan disebabkan oleh besaran
organisasi”. Meskipun beberapa hubungan secara statistik cukup menonjol,
ada cukup kasus menyimpang yang dapat mempertanyakan dengan serius
asumsi bahwa organisasi besar akan dapat lebih kompleks.
Kesimpulan Mengenai Hubungan Besaran-Struktur
Besaran dan Kompleksitas Kita dapat menyatakan bahwa besaran
mempengaruhi kompleksitas, tapi pada tingkat yang menurun, dalam
organisasi pemerintahan. Hal ini bisa juga berlaku dalam bidang bisnis,
dimana manajer mempunyai keleluasan yang lebih besar, struktur
50
menyebabkan besaran. Konsisten dengan strategi imperatif, jika para
manajer mempunyai kebebasan, mereka dapat memilih untuk membuat
struktur mereka menjadi lebih kompleks karena makin banyak aktivitas dan
personalia ditambah. Hubungan diferensiasi besaran-spatial merupakan
problema. Korelasi yang tinggi dari Blau hampir pasti disebabkan oleh
jenis organisasi yang dipelajarinya. Usaha-usaha lain untuk menilai
hubungan tersebut telah gagal untuk menimbulkan hubungan positif yang
kuat dari Blau. Untuk sementara kita menyatakan bahwa para kritikus telah
menunjuk masalah metodologi dengan beberapa dari penelitian yang
penting yang memberi konfirmasi mengenai dampak besaran terhadap
kompleksitas dan menyarankan hipotesa alternatif, meskipun mereka tidak
memperlihatkan bahwa besaran itu tidak relevan.
Besaran dan Formalisasi
Kesimpulan Hall adalah bahwa formalisasi tidak dapat dilihat dari
pengetahuan tentang besaran organisasi, tapi ia juga mengakui hal tersebut
tidak dapat diabaikan. Kelihatannya ada hubungan yang logis antara
peningkatan besaran dan peningkatan formalisasi. Manajemen mencoba
untuk mengontrol perilaku para pegawai. Dua metode populer adalah
pengawasan langsung dan penggunaan peraturan yang diformalisasikan.
Meskipun bukan merupakan subsitusi terbaik, peningkatan yang satu akan
menurunkan kebutuhan yang lain. Karena biaya pengawasan harus
meningkat dengan sangat cepat dalam waktu besaran organisasi
berkembang, maka dapat dikatakan bahwa akan terhadap penghematan jika
manajemen mencoba untuk mensubstitusi formalisasi untuk pengawasan
langsung pada waktu besaran itu meningkat. Bukti mendukung pendapat
ini. Peraturan dan penfawasan merupakan aspek dari kontrol. Yang pertama
tidak pribadi atau impersonal dan yang kedua membutuhkan aktivitas
seperti mengawasi pekerjaan secara ketat dan menginspeksi kuntitas dan
kualitas pekerjaan. Pada organisasi kecil, kontrol melalui pengawasan
relatif dapat dicapai dengan mudah melalui hubungan tatap muka informal.
51
Tapi ketika organisasi tumbuh, akan lebih banyak bawahan yang perlu
diawasi sehinga akan efisien jika bersandar pada peraturan pada peraturan
yang melakasanakan kontrol. Oleh karena itu, kita dapat berharap akan
terdapat peningkatan peraturan formal dalam organisasi pada waktu
besaran organisasi tersebut meningkat. Setelah meninjau kembali literature
tentang bersaran-formalisasi, seorang penulis menyatakan dengan tegas
bahwa “makin besar organisasi maka makindiformalisasikan perilakunya”.
Dengan berambahnya besaran maka akan muncul pula kekacauan internal.
Dengan assumsi akan adanya keinginan umum dari manajemen untuk
meminimalkan kekacauan tersebut.
Besaran dan Sentralisasi
“Adalah bijaksana untuk menyatakan bahwa tidak mungkin
mengkontrol organisasi yang besar dari atas, karena lebih banyak hal yang
terjadi daripada yang dapat dihayati oleh seseorang atau sekelompok orang,
maka mau atau tidak mau harus ada pendelegasian” tetapi apakah hal
tersebut dapat dibuktikan? Seperti telah kita simpulkan tadi, formalisasi
akan meningkat dengan meningkatnya besaran. Peraturan ini
memungkinkan top manajemen untuk mendelegasikan pengambilan
keputusan dan pada saat bersamaan memastikan bahwa keputusan dibuat
sesuai dengan keinginan top manajemen. Tapi penelitian tersebut tidak jelas
memperlihatkan bahwa besaran akan mengakibatkan desentralisasi.
Sebenarnya sebuah tinjauan yang kompeherensif menyimpulkan bahwa
hubungan antara besaran dan sentralisasi tidak terlalu berbeda dari nol.
Mengapa hal ini tidak jelas? Salah satu kemungkinannya adalah kajian-
kajian tersebut mengombinasikan perusahaan bisnis yang dikelola secara
profesional dengan yang dikelola oleh pemilik. Keiginan untuk
mempertahankan kontrol oleh pemilik kemungkinan akan
mengesampingkan kerugian dalam keefektifan organisasi, dengan hasil
bahwa tidak ada gerakan ke arah pengambilan keputusan yang
didesentralisasi pada saat besaran itu meningkat.
52
B. Masalah Khusus Besaran Organisasi
Perdebatan Mengenai Komponen Adminstratif Seperti pada halnya
dengan banyak konsep yang telah diperkenalkan, komponen administratif
tidak mempunyai definisi yang disepakati secara universal. Meskipun tidak
dapat kesepakatan umum mengenai definisi tersebut, kita akan
menggunakn yang terakhir. Definisi ini dapat dipergunakan dalam berbagai
jenis organisasi dan mencoba mengidentifikasi admiinistrative overhead.
Mereka yang memberi kontribusi secara tidak langsung pada pencapaian
tujuan organisasi, baik bagian operasional ataupun manajer, menjadi bagian
dari komponen administratif.
Argumentasi Korelasi Positif
Tesis dari Parkinson mengatakan bahwa pada dasarnya akan terhadap
hubungan yang positif antara besaran organisasi dan komponen
administratif. Pada saat besaran organisasi berkembang, komponen
administratif relatif bertambah secara tidak proporsional. Dapatkah
hubungan tersebut dipertahankan secara intuitif? Pada dasarnya para
administrator dan staf bertanggung jawab memberi koordinasi, dan karena
koordinasi menjadi makin sukar karena ditingkatkannya jumlah pegawai
yang memberi kontribusi secara langsung kepada tujuan organisasi, maka
komponen administratifnya dapat diharapkan meningkat melebihi
proporsinya dibandingkan penambahan besarannya. Beberapa penelitian
mendukung hubungan positif tersebut.
Argumentasi Korelasi Negatif
Di luar data empiris, kelihatannya lebih masuk akal mengharapkan
komponen administratif tersebut menurun pada saat besaran meningkat.
Kita tidak mengatakan bahwa jumlah absolut dari pegawai pendukung akan
menurun tapi lebih banyak sebagai proporsi pada saat besaran itu
meningkat. Kesimpulan tersebut didasarkan atas asumsi mengenai efisiensi
dari economics of scale. Organisasi tentunya membutuhkan lebih banyak
manajer dan staff untuk emungkinkan koordinasi.
Argumentasi Curvilinear
53
Ada juga bukti yang mengatakan bahwa hubungan besaran dan
komponen administrasinya tidak linear. Tapi merupaka curvilinear-
komponen administrasinya lebih besar bagi organisasi yang lebih kecil dan
lebih besar dibandingkan organisasi yang sedang. Pada saat organisasi-
organisasi keluar dari kategori yang kecil mereka merasakan keuntungan
dari economics of scale. Tetapi ketika menjadi lebih besar, mereka akan
kehilangan keuntungan tersebut dan menjadi demikian kompleks sehingga
membutuhkan peningkatan yang cukup mencolok dari komponen
administratifnya untuk memungkinkan koordinasi dan kontrol.
Teori Organisasi dan Perusahaan Kecil
Masalah yang Segi Kepentingannya Menurun Semua variabel
struktural kurang begitu penting bagi seorang manajer perusahaan kecil
karena variasi pada perusahaan kecil biasanya terbatas. Perusahaan kecil
cenderung mempunyai tingkat diferensiasi horisontal, vertikal, dan spatial
minimal dan kebanyakan dicirikan oleh formalisasi yang rendah dan
sentralisasi yang tinggi. Spesialisasi intern lebih sedikit. Jika suatu keahlian
khusus dibutuhkan maka biasanya dibeli dari luar. Diferensiasi vertikal
pada perusahaan kecil biasanya rendah dengan alasan yang jelas bahwa
struktur demikian cenderung untuk melebar. Demikian juga diferensiasi
spatial biasanya rendah karena perusahaan kecil tidak menyebarkan
aktivitas mereka secara luas. maka dapat disimpulkan bahwa apabila suatu
perusahaan kecil ingin berhasil maka harus mempunyai desain structural
yang tepat. Namun sebuah masalah penting adalah perusahaan kecil
menghadapi masalah yang berbeda dengan perusahaan besar, oleh karena
itu, kita dapat mengharapkan adanya prioritas yang berbeda yang ditujukan
pada masalah teori organisasi oleh para manajer perusahaan kecil.
Masalah yang Segi Kepentingannya Meningkat
Masalah teori organisasi yang lebih penting bagi perusahaan kecil
adlah kontrol dan pertanggungjawaban, efisiensi, dan ketergantungan
terhadap lingkungan. Pemilik perusahaan kecil seringkali bersedia
menerima imbalan terhadap kontrol dan pertanggungjawaban. Sebagai
54
pengganti formalisasi, ia cenderung untuk melakuakan kontrol melalui
pengawasan dan observasi langsung. Manajer perusahaan kecil adalah
pendukung kuat dari “manajemen dengan berkeliling”. Mencapai efisiensi
yang tinggi biasanya lebih penting pada perusahaan kecil ketimbang
perusahaan besar, dengan alasan yang seerhana bahwa organisasi besar
mempunyai lebih banyak slack resources. Slack resources bertindak
sebagai peredam untuk mengurangi dampak dari kesalahan. Lingkungan
yang dihadapi perusahaan kecil seringkali sangat berbeda dibandingkan
yang dihadapi perusahaan yang lebih besar. Makin besar organisasi, maka
makin mampu pula ia menggunakan kekuasaannya untuk mengawasi
lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada konstituensi seperti
pemasok material, pesaing, dan sumber-sumber keuangan. Perusahaan kecil
jarang sekali mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungannya. Hal ini
mempertinggi kebutuhan sistem pemantauan lingkungan organisasi.
Perusahaan kecil yang efektif harus mempunyai desain struktural yang
memberi kesmpatan untuk memperoleh penilaian yang cepat dan akurat
dari lingkungannya dan memungkinkan agar informasi yang diperoleh
dapat dengan segera ditangani.
55
BAB VI
LINGKUNGAN ORGANISASI DAN MENGELOLA LINGKUNGAN
ORGANISASI
A. Konsep Lingkungan
Definisi yang paling popular, mengidentifikasi limgkungan sebagai
segala sesuatu yang berada di luar batas organisasi. Seorang penulis
manyatakan bahwa untuk memastikan lingkungan organisasi cukup
56
mudah.”Ambil saja alam semesta, kurangi bagian yang mewakili
organisasi, sisanya adalah lingkungan. Tetapi pada kenyataannya tidak
sesederhana itu. Lingkungan UmumVersus Lingkungan Khusus
Lingkungan sebuah organisasi dan lingkungan umum pada dasarnya sama.
Lingkungan umum mencakup kondisi yang mungkin mempunyai dampak
terhadap organisasi, namun relevansinya tidak sedemikian jelas.
Lingkungan khusus adalah bagian dari lingkungan yang secara langsung
relevan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Kapanpun lingkungan
khusus adalah bagian dari lingkungan yang menjadi perhatian manajemen
karena terdiri dari konstituensi kritis yang secara positif atau negatif
mempengaruhi keefektifan organisasi. Secara khas, yang termasuk
lingkungan khusus adalah klien atau pelanggan, pemasok dari masukan,
para pesaing, lembaga pemerintah, serikat buruh, asosiasi perdagangan, dan
kelompok-kelompok berpengruh di masyarakat. Lingkungan khusus sebuah
organisasi berbeda-beda, bergantung pada daerah yang dipilihnya. Domain
merujuk pada pilihan yang dibuat organisasi bagi dirinya sendiri yang
menyangkut rangkaian produk atau jasa yang ditawarkan dan pasar yang
dilayaninya. Domain mengidentifikasi ceruk (niche) organisasi itu. Domain
sebuah organisasi menentukan titik organisasi kepada lingkungan
khususnya. Mengubah domain berartimengganti lingkungan khusus.
Lingkungan Aktual dan Lingkungan yang Dipersepsikan. Setiap usaha
untuk mendefinisikan lingkungan menuntut kita untuk membedakan
lingkungan yang objektif atau yang actual dan yang dipersepsikan oleh para
manajer. Bukti menunjukan bahwa ukuran karakteristik actual dari
lingkungan dan ukuran karakteristik yang dipersepsikan tidak berkorelasi
tinggi. Persepsi bukan kenyataan yang menuntun manajer membuat
keputusan yang menyangkut desain organisasi. Organisasi mengkonstruksi
atau menciptakan lingkungan dan bahwa lingkungan yang diciptakan
tersebut bergantung pada persepsi. Keputusan structural yang dibuat oleh
para manajer untuk menyesuaikan organisasi mereka secara lebih baik
dengan tingkat ketakpastian lingkungan khusus mereka bergantung pada
57
persepsi para manajer tentang lingkungan khusus dan penafsiran mereka
tentang ketakpastian. Ketakpastian Lingkungan Dilihat dari perspektif kita,
lingkungan penting karena tidak semua lingkungan sama. Mereka berbeda
dalam hal ketakpastian lingkungan.
Sebagian lingkungan yang relatif statis : Hanya sedikit kekuatan
dalam lingkungan khusus mereka yang berubah. Lingkungan yang statis
menciptakan ketakpastian yang lebih sedikit bagi para manajer daripada
lingkungan yang dinamis.
Mendefinisikan Lingkungan dan Ketakpastian Lingkungan Terdapat
tiga dimensi kunci yang terdapat pada setiap lingkungan organisasi. Ketiga
dimensi itu adalah capacity (kapasitas), volatility (mudah menguap), dan
complexity ( kompleksitas). Ketiga dimensi tersebut merupakan sintesa
dari kebanyakan literatur. Kapasitas lingkungan merujuk pada tingkatan
sejauh mana ia dapat mendukung pertumbuhan. Lingkungan yang kaya dan
tumbuh menghasilkan sumber yang berlebihan, yang dapat menyangga
organisasi tersebut waktu terjadinya kelangkaan relatif. Kapasitas yang
berlebihan, misalnya, memberi kesempatan bagi sebuah organisasi untuk
membuat kesalahan, sedangkan kapasitas yang langka tidak demikian.
Tingkat kestabilan pada sebuah lingkungan dimasukan ke dalam dimensi
volatility. Jika terdapat tingkat perubahan yang tidakdapat diprediksi adalah
dinamis. Hal ini menyukarkan manajemen untuk meramalkan secara tepat
kemungkinan yang diasosiasikan dengan berbagai alternatif keputusan.
Pada sisi lain terdapat sebuah lingkungan yang stabil. Akhirnya lingkungan
tersebut harus dinilai dalam hubungannya dengan kompleksitas; artinya
tingkat dari heterogenitas dan konsentrasi di antara elemen lingkungan.
Lingkungan yang sederhana adalah homogen dan terkonsentrasi. Dengan
adanya tiga definisi lingkungan, kita dapat mengajukan beberapa
kesinpulan umum. Ada bukti yang menghubungkan tingkat ketakpastian
lingkungan terhadap pengaturan structural. Khususnya, makin langka,
makin dinamis, dan makin komplek lingkungan tersebut, maka makin
organis pula strukturnya. Makin berlebihan, makin stabil, makin sederhana
58
suatu lingkungan, maka struktur yang makin disukai adalah struktur
mekanistis.
B. Enviromental Imperative
Pada dasarnya tekanan dari lingkungan menimbulkan permintaan
terhadap tugas, yang dipenuhi dengan sebuah struktur teknis yang tepat.
Suatu pertahanan yang rumit dapat dibangun dengan menggunakan
perspektif sistem. Dalam sistem tertutup, organisasi yang paling adalah
yang secara teknologis efisien. Karena anda mengasumsikan tidak terdapat
interaksi atau masalah dengan lingkungan pada suatu system tertutup, maka
keberhasilan bergantung pada efisien internal. Yang Menentang Jika
terdapat environmental imperative, maka hal tersebut hanya terbatas pada
sub-sub unit yang berada pada batas-batas dari organisasi unit-unit yang
melakukan interaksi secara langsung dengan lingkungan. Anggapan utama
para pendukung environmental imperative adalah bahwa struktur organisasi
itu sendiri yang meminimalkan dampak ketidakpastian; yaitu kejadian yang
tidak dapat diramalkan oleh organisasi. Dalam lingkungan khusus, tidak
semua ketidakpastian dalam lingkungan membawa konsekuensi bagi
organisasi. Selain itu, ketidakpastian adalah variasi yang tidak
direncanakan “Perubahan itu saja ,atau tingkat perubahan, bukan
merupakan jaminan bahwa situasi itu tidak pasti”. Perubahan, variasi, dan
lingkungan yang dinamis semua dapat diramalkan. Dalam arti relatif,
manajer masa kini menghadapi lingkungan yang jauh lebih tidak dinamis
dibandingkan counterpart mereka tiga generasi lampau. Akhirnya,
dikatakan bahwa environmental imperative tidak sesuai dengan realitas
yang diamati. Organisasi yang mempunyai struktur yang berbeda bukan
hanya yang beroperasi pada lingkungan yang tampaknya sama, tetapi juga
yang kerap tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam hal
keefektifan. Pandangan Ekologi-Populasi Dekade terakhir manyaksikan
pertumbuhan dan perkembangan dari apa yang pasti merupakan posisi
environmental imperative yang ekstrem. Posisi tersebut yang dinamakan
59
seleksi alamiah atau pandangan ekologi-populasi , menyatakan bahwa
lingkungan menyeleksi organisasi jenis tertentu yang dapat bertahan hidup,
sedangkan yang lain akan mati berdasarkan kesesusaian antara karakteristik
strukturalnya dan karakteristik lingkungannya. Para ahli ekologi-populasi
berargumentasi bahwa bentuk organisasi harus sesuai dengan ceruk (niche)
lingkungannya, jika tidak organisasi itu akan gagal. Ekologi-populasi
menggunakan cara berpikiryang sama terhadap organisasi. Lingkungan
secara “alamiah” akan menyeleksi untuk “memasukan” beberapa dan
“mengeluarkan” yang lain. Secara lebih khusus, ahli ekologi populasi
menyatakan bahwa organisasi yang hidup mempunyai sumber dan dimensi
structural yang tidak dimiliki oleh yang mati. Asumsi Ekologi Populasi
Perspektif ekologi populasi memounyai asumsi-asumsi bermakna yang
perlu dijelaskan. Pertama, ekologi populasi memfokuskan diri pada
kelompok atau populasi organisasi, bukan pada organisasi individual.
Kedua, ekologi populasi mendefinisikan keefektifan organisasi hanya
sebagai kemampuan untuk bertahan hidup. Kapan pun organisasi yang
beroperasi pada setiap industri didefinisikan sebagai organisasi yang efektif
karena mereka yang termasuk yang dapat bertahan hidup. Ketiga, ahli
ekologi populasi mengasumsikan bahwa lingkungan tersebut menentukan
secara total. Strategi menentukan struktur, pandangan ekologi populasi
mengasumsikan bahwa manajemen paling tidak dalam jangka pendek atau
menengah hanya mempunyai dampak kecil terhadap kelangsungan hidup
organisasi. Para manajer dianggap sebagai pengamat yang tidak berpotensi.
Akhirnya ekologi populasi mengasumsikan eksistensi dari sebuah proses
tiga tahap yang menjelaskan bagaimana organisasi yang beroperasi pada
ceruk lingkungan yang serupa akhirnya akan mendapatkan dimensi
struktural umum. Proses Perubahan Organisasi Organisasi berubah pada
proses perubahan tiga tahap yang mengakui adanya variasi pada dan
diantara organisasi, seleksi dari variasi yang paling sesuai dengan
lingkungan mereka, dan suatu mekanisme retensi yang menopang dan
memproduksi kembali variasi yang diseleksi secara positif. Setiap industri
60
terdiri dari kumpulan-kumpulan organisasi yang dapat dibagi menjadi
populasi-populasi yang mempunyai sumber daya dan teknologi yang sama.
Tetapi ada keterbatasan jumlah manusia, segmen pasar, dan sumber daya
lain yang tersedia di lingkungan. Organisasi dapat menetapkan suatu ceruk
bagi diri mereka sendiri, misalnya, memberi penekanan pada biaya rendah,
kualitas, lokasi yang nyaman, jumlah jam kerja, dan sebagainya, tetapi
tetap ada persaingan Yang bisa bertahan hidup adalah yang dapat
menyesuaikan sumber daya internalnya dengan lingkungan mereka.
Keterbatasan Ekologo Populasi Teori ekologi populasi mengabaikan motif
dan kemampuan manajerial. Tetapi manajeman tidak selalu tidak
berpotensi. Manajemen mungkin tidak sedemikian berkuasa, seperti sering
dikatakan dalam buku teks manajemen; namun tidak berarti manajemen
tidak relevan, Manajemen dapat memilih domain atau ceruk di mana ia
mau bersaing dan, khususnya dalam jangka panjang, mengubah
domainnya. Ekologi populasi mampunyai aplikasi terbatas bagi organisasi
yang besar dan berkuasa. Alasannya adalah bahwa organisasi tersebut dapat
mengisolasi diri dari kegagalan. Organisasi yang besar dapat mengontrol
lingkungannya karena banyak unsure yang terdapat pada lingkungan
mereka – pemasok, pelanggan, serikat buruh, dan sebagainya – bergantung
pada mereka dan tunduk pada permintaan mereka. Dan diantara organisasi
yang berada di sektor publik, efisiensi dan penyesuaian diri bukanlah
kriteria keefektifan. Dengan demikian, ekologi populasi sebaiknya
dijelaskan sebagai sebuah teori khusus yang dapat diaplikasikan pada
organisasi bisnis kecil dan tidak berkuasa. Ekologi populasi memberi
penjelasan tentang mengapa organisasi di masyarakat umum cenderung
mempunyai karakteristik struktur yang sama dan mengapa beberapa jenis
organisasi tertentu dapat melangsungkan hidupnya, sedangkn yang lain
mati. Ekologi populasi juga mengatakan kepada kita bahwa kelangsunga
hidup organisasi secara mencolok dipengaruhi oleh kapasitas dan stabilitas
lingkungan organisasi tersebut.
61
C. Hubungan Lingkungan Struktur
Hubungan Lingkungan Struktur Setiap organisasi bergantung pada
lingkungannya sampai batas tertentu, tetapi kita tidak dapat mengabaikan
yang nyata, yaitu, bahwa, ada organisasi yang lebih bergantung pada
lingkungan dan sublingkungannya disbanding yang lain. Oleh karena itu,
efek lingkungan terhadao suatu organisasi merupakan fungsi dari
kerentanannya. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa lingkungan yang
dinamis mempunyai lebih banyak pengaruh terhadap struktur daripada
lingkungan yang statis. Lingkungan dan Kompleksitas Ketidakpastian
linglungan berkaitan langsung dengan kompleksitas. Artinya, ketakpastian
lingkungan yang tinggi cenderung mengakibatkan kompleksitas yang lebih
besar. Agar dapat menghadapi lingkungan yang lebih dinamis, dan lebih
kompleks, organisasi menjadi lebih diferensiasi. Lingkungan dan
Formalisasi Lingkungan yang stabil seharusnya mengakibatkan formalisasi
yang tinggi karena lingkungan yang stabil menciptakan kebutuhan minimal
untuk memberi tanggapan yang cepat dan memungkinkan organisasi
melakukan penghematan dengan jalan menstandarisasi aktivitas mereka.
D. Strategi Internal
Setelah mengamati lingkungan organisasional internal dan
mengidentifikasi faktor-faktor strategis bagi perusahaan, manajer strategi
dapat meringkas analisis mereka dalam suatu bentuk yang ditunjukkan
pada tabel.4.2. yang dikenal dengan Internal Strategic Factors Summary
(IFAS). IFAS membantu para manajer untuk mengatur faktor-faktor
strategis ke dalam kategori-kategori kekuatan dan kelemahan. Selain itu,
ringkasan itu juga membantu analisis tentang seberapa baik manajemen
merespon faktor-faktor sepesifik tersebut, sesuai dengan kriteria yang
dipandangnya penting bagi perusahaan. Penggunaan IFAS melibatkan
langkah-langkah berikut :
62
Pada kolom 1 (faktor strategis internal), susunlah 8 sampai 10 faktor
penting yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang ditemukan
perusahaan.
Pada kolom 2 (pembobotan), berikan pembobotan atas beberapa faktor
mulai dari 1.0 (sangat penting) sampai 0.0 (tidak penting). Faktor-faktor
tersebut kemungkinan memberikan dampak strategis bagi kesuksesan
industri di masa datang. Bobot yang tertinggi, merupakan faktor yang
paling utama/penting bagi kesuksesan perusahaan pada saat ini dan masa
yang akan datang. Seluruh bobot harus berjumlah 1.0 tanpa
memperhatikan jumlah semua faktor.
Pada kolom 3 (peringkat), berikan rating untuk masing-masing faktor
mulai dari 5 (kuat) sampai 1 (lemah), berdasarkan respon manajemen
terhadap setiap faktor tersebut. Setiap rating adalah penilaian seberapa
baik analis meyakini bahwa manajemen perusahaan sedang menghadapi
faktor-faktor internal tersebut.
5 4 3 2 1
Kuat Diatas Rata-rata Dibawah Lemah
Rata-rata rata-rata
Pada kolom 4 (skor pembobotan perusahaan), kalikan bobot pada
kolom 2 untuk peringkat beberapa faktor dari kolom 3 memperoleh skor
pembobotan faktor untuk perusahaan. Hasilnya skor pembobotan
terhadap beberapa faktor berkisar antara 5 (kuat) sampai 1 (lemah)
dengan nilai 3 (rata-rata).
Pada kolom 5 (keterangan), catatan untuk menunjukkan bagaimana satu
faktor tertentu dipilih dan bagaimana pembobotan dan peringkat
diestimasi
E. Strategi Eksternal
63
Dalam pemilihan suatu strategi – dan struktur untuk
mengimplementasikannya - para manejer harus mempertimbangankan
pengaruh linhkungan eksternal terhadap organisasi. Hubungan antara
strategi, struktur dan lingkungan dapat di pandang dari dua perspektif
utama. Dalam pandangan pertama, organisasi adalah reaktif terhadap
lingkungannya proses perumusan strategi harus memperhatikan lingkungan
dimana organisasi beroprasi pada saat sekarang dan akan beroperasi di
waktu yang akn datang.
Strategi pada gilirannya akan mempengaruhi struktur organisasi
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Strategi menentukan kegiatan-kegiatan organisasional, yang merupakan
basis pokok bagi desain oerganisasi. Sebagai contoh , kegiatan-kegiatan
dengan kreativitas dan kebutuhan teknis sangat tinggi mungkin desain
organisasi tipe matriks.
b. Strategi mempengaruhi pemilihan teknologi dan orang-orang yang tepat
untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dan hal ini selanjutnya
mempengaruhi struktur yang sesuai.
c. Strategi menentukan lingkungan spesifikasi dimana organisasi akan
beroprasi, ini juga mempengarahui struktur.
Tiga tipe lingkungan dalam pengaruh lingkungan pada desain
organisasional sebagai berikut :
a. Lingkungan Stabil, yaitu lingkungan dengan sedikit atau tanpa
perubahan yang tidak diperkirakan atau tiba-tiba.
b. Lingkungan berubah (changing environment), yaitu lingkunan dimana
inovasi mungkin terjadi dalam setiap atau semua bidang yang telah
disebut diatas, produk, pasar, hokum, atau teknologi.
c. Lingkungan bergejolak (turbulent environment) bila para pesaing
melempar produk baru dan tak terduga ke pasaran, hokum sering dig
anti, kemajuan teknologi merubah secara drastic desain produk dan
metode-motode produksi.
64
BAB VII
PENGENDALIAN KEKUASAAN
A. Konsep kekuasaan
Kekuasaan berbagai koalisi menentukan hasil akhir proses
pengambilan keputusan. Perlu diingat bahwa pertarungan kekuasaan timbul
karena aanya perselisihan mengenai preferensi atau di dalam definisi situasi
tersebut. Kekuasaan adalah kapasitas seseorang untuk mempengaruhi
65
keputusan. Dengan demikian, kewenangan sebetulnya adalah bagian dari
suatu konsep yang lebih luas dari kekuasaan; artinya, kemampuan untuk
mempengaruhi yang didasarkan atas kedudukan yang sah, dapat
mempengaruhi keputusan. Tetapi orang tidak membutuhkan kewenangan
untuk untuk mempunyai pengaruh seperti itu. Pegawai tingkat rendah yang
mempunyai anggota keluarga, kawan, atau teman sejawat pada tempat-
tempat yang tinggi bisa berada dekat dengan inti kekuasaan. Demikian juga
seorang insinyur produksi yang berpangkat rendah, dengan pengalaman
dua puluh tahun di perusahaan, merupakan satu-satunya dalam perusahaan
tersebut yang mengetahui cara kerja semua mesin produksi yang sudah tua.
Jika ada bagian dari peralatan tua ini yang macet, dan hanya insinyur itu
yang mengetahui cara memperbaikinya. Tiba-tiba pengaruh insinyur
tersebut jauh lebih besar daripada apa yang dapat dibayangkan dari
penilaian terhadap tingkatnya dalam hierarki vertical. Pemisahan
kewenangan dan kekuasaan jelas sangat penting untuk memahami
perspektif pengendalian kekuasaan dan untuk membedakannya dari pilihan
strategis. Dengan kata lain, posisi pengendalian kekuasaan menyatakan
bahwa bukan saja keputusan tentang struktur akan dibuat terhadap tujuan
yang berbeda-beda, tetapi kebalikannya dari pilihan strategi, mereka dapat
membuatnya melalui sebuah koalisi yang bukan eksekutif senior yang
mempunyai jumlah wewnang formal paling besar.
Jalan Menuju ke Kekuasaan
Individu atau departemen yang menjalankan tugas yang lebih kritis,
atau yang mampu meyakinkan orang atau departemen lain dalam organisasi
bahwa tugas mereka lebih kritis, akan memperoleh keunggulan alamiah
dalam percaturan dalam memperoleh kekuasaan. Bukti menunjukan ada
tiga jalan untuk menuju kekuasaan Kewenangan hierarkis Kendali atas
sumber daya Jaringan kerja yang desentralisasi.
Kewenangan Hierarkis
Kewenangan formal adalah sumber kekuasaan. Kewenangan bukan
satu-satunya sumber kekuasaan, tetapi para individu dalam kedudukan
66
manajerial, khususnya mereka yang menduduki posisi manajemen senior,
dapat mmpengaruhi dalam keputusan formal. Bawahan menerima pengaruh
ini sebagai suatu hak yang melekat pada posisi seorang manajer.
Kontrol terhadap sumber daya
Kontrol terhadap sumber daya saja bukan merupakan garansi bahwa
hal tersebut akan meningkatkan keusaan anda. Sumber daya tersebut harus
langka dan penting. Jika sebuah sumber daya langka dalam organisasi, ia
bisa menjadi sumber kekuasaan. Jika kelangkaan sumber daya
meningkatkan kekuasaan dari pemilik sumber, maka keberadaan substitusi
yang relevan juga harus diperhatikan. Artinya, Sumber yang tidak
mempunyai substitusi yang mirip akan lebih langka daripada yang
mempunyai kemungkinan untuk memperoleh substitusi yang tinggi.
Contohnya adalah keterampilan. Mereka yang mempunyai keterampilan
yang dibutuhkan organisasi sedangkan keterampilannya itu tidak dipunyai
orang lain dalam organisasi jelas akan berada pada posisi yang lebih
berpengaruh daripada mereka yang keterampilannnya dapat ditiru oleh
ratusan pegawai lain. Dalam organisasi, control dan akses terhadap
informasi bisa menjadi sumber utama bagi kekuasaan selama informasi
tersebut langka dan penting. Setiap orang yang dapat mengembangkan
suatu keahlian yang langka dan penting akan mempunyai kekuasaan.
Jaringan Kerja Terpusat
Berada pada tempat yang tepat dalam organisasi dapat merupakan
sumber kekuasaan. Individu atau kelompok dengan jaringan kerja yang
terpusat (network centrality) memperoleh kekuasaan karena posisi mereka
memungkinkan mereka mengintegrasikan fungsi lainnya atau mengurangi
ketergantungan organisasi. Orientasi strategi utama dari sebuah organisasi
adalah pengaruh mengenai siapa yang berkuasa.
B. Pengendalian kekuasaan
Pandangan Pengendalian Kekuasaan Keputusan Struktural Sebagai
Suatu Proses Politis Para pendukung pengendalian kekuasaan melihat
67
struktur organisasi sebagai hasil dari suatu pertarungan kekuasaan antara
koalisi yang mempunyai kepentingan tertentu, masing-masing
menganjurkan pengaturan structural yang paling memenuhi kebutuhan
mereka, bukan kepentingan organisasi yang luas sambil selalu, tentunya,
mengajukan argumentasi dan kriteria yang disukainya dalam hubungannya
dengan keefektifan organisasi. Dalam keadaan demikian, politik akan
menentukan kriteria dan preferensi para pengambil keputusan. Politik pada
dasarnyua adalah penerapan dari kekuasaan. Lokasi koalisi pada suatu
struktur akan menentukan beberapa hal seperti pengaruhnya terhadap
perencanaan, pilihan teknologinya, kriteria untuk mengevaluasinya, alokasi
imbalan, pengendalian informasi, kedekatannya dengan eksekutif senior,
dan kemampuannya untuk menggunakan pengaruh pada berbagai
keputusandi mana ia mempunyai kepentingan mengenai hasilnya.
Faktor Kontingensi Sebagai Kendala
Penting untuk diingat bahwa pengendalian kekuasaan mengakui
adanya peran teknologi, lingkungan, dan variable kontingensi lainnya.
Tetapi peran-peran tersebut tidak menentukan struktur. Strategi, besaran,
teknologi, dan lingkungan bertindak sebagai kendala umum terhadap
struktur untuk mempersempit pilihan – pilihan dalam pengambilan
keputusan. Mereka menetapkan parameter – parameter umum bagi
keefektifan organisasi. Tetapi dalam kerangka parameter tersebut, masih
ada banyak ruang gerak untuk melakukan maneuver, khususnya karena
keefektifan organisasi adalah suatu masalah yang problematic, dan pilihan
structural tersebut hanya harus memuaskan saja.
C. Implikasi Pandangan Kekauasaan
Untuk menerjemahkan wawasan kita dari perspektif pengendalian
kekuasaan menjadi implikasi bagi penstrukturan organisasi, di mulai
dengan mempertimbangkan interprestasi pengendalian-kekuasaan
mengenai teknologi dan peran lingkungan terhadap struktur. Teknologi dan
68
Lingkungan Gambaran mengenai organisasi sebagaisuatu kesatuan yang
responsifdan adptif, yang kurang lebih dipengaruhi oleh permintaan
teknologi dan lingkungan, mungkin sama menyesatkannya seperti
gambaran yang parallel mengenai organisasi yang ampu bersaing dalam
teori ekonomi klasik. Teknologi tidak menyebabkan struktur. Teknologi
dipilih. Pilihan mengenai domain cenderung memaksakan teknologi
organisasi itu, namun domain itu juga dipilih. Berdasarkan kenyataan
bahwa teknologi itu dipilih, maka teknologi rutin akan paling menonjol
karena meningkatkan kontrol. Organisasi akan mencoba mengelola
lingkungan untuk mengurangi ketakpastian. Ia dapat, misalnya, mengisolasi
teknologi- teknologinya untuk mengurangidampak ketakpastian;
melakukan hubungan yang menguntungkan dengan elemen-elemen dalam
lingkungan yang bisa menjadi masalah potensial. “Organisasi yang
kelihatannya inovatif atau responsive, demikian kita katakana, adalah
karena tindakan yang demikian akan meningkatkan pengaruh dan posisi
sumber daya mereka yang mengendalikan aktivitas organisasi”.
Bilamanakah lingkungan menjadi kendala yang kuat di dalam keputusan
structural? Jika peluang dalam lingkungan organisasi langka atau terbatas
dan jika terdapat organizational slack dalam tingkatan minimal.
Kelangkaan di lingkungan termasuk keadaan di mana terdapat persaingan
yang keras atau peluangh terbatas bagi pertumbuhan. Organizational slack
adalah sumber daya yang actual dan potensial yang memungkinkan sebuah
organisasi menyesuaikan diri pada perubahan lingkungan.
Stabilitas dan Struktur Mekanistik
Pandangan-pandangan tersebut membawa kita kepada suatu
perluasan tambahan. Karena organisasi mencari rutinisasi dan manajemen
ketakpastian, pendukung pengendalian kekuasaan mengusulkan agar
perubahan structural sebaiknya minimal. Pandangan pengendalian
kekuasaan tentang struktur meramalkan bahwa pengaturan structural bukan
hanya akan relative stabil untuk waktu tertentu, tetapi juga bahwa struktur
mekanistik akan dominan.
69
Kompleksitas
Diferensiasi yang meningkat secara horizontal, vertical atau spatial
akan mengakibatkan terjadinya kesukaran dalam koordinasi dan kontrol.
Manajemen akan lebih menyukai, oleh karenanya, jika semua keadaan
setara, agar kompleksitas rendah. Namun, tentu saja kesetaraan untuk
semua hal itu tidak ada.
BAB VIII
DESAIN ORGANISASI
A. Struktur Sederhana
Elemen-Elemen Umum Dalam Organisasi Mintzberg menyatakan
bahwa setiap organisasi mempunyai lima bagian dasar, yang didefinisikan
sebagai berikut:
1. .The operating core.
70
Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan dasar yang berhubungan
dengan produksi dari produk dan jasa.
2. .The strategic apex.
Manajer tingkat puncak yang diberi tanggung jawab keseluruhan untuk
organisasi itu.
3. The middle line.
Para manajer yang menjadi penghubung operating core dengan strategic
apex.
4. The technostructure.
Para analis yang mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan
bentuk organisasi tertentu dalam organisasi.
5. The support staf.
Orang-orang yang mengisi unit staff, yang memberi jasa pendukung
tidak langsung pada organisasi.
Struktur Sederhana Struktur sederhana dikatakan terutama
dikarakterisasikan oleh hal-hal yang bukan sebenarnya ketimbang yang
sebenarnya. Struktur sederhana tidak rumit. Kompleksitasnya rendah,
mempunyai sedikit formalisasi, dan mempunyai wewenang yang
desentralisasi pada seseorang.
Kekuatan dan Kelemahannya
Kekuatan struktur sederhana terletak pada kesederhanaannya.
Struktur ini cepat, fleksibeldan membutuhkan sedikit biaya untuk
pemeliharaannya. Kelemahan yang paling dominant dari struktur sederhana
adalah penggunaannya yang terbatas. Selain itu, struktur sederhana
mengkonsentrasikan kekuasaan di tangan satu orang. Oleh karena itu,
struktur sederhana mudah sekali mengalah terhadap penyalahgunaan
kekuasaan orange yang berkuasa.
B. Birokrasi Mesin
Konsep utama yang membawahkan semua birokrasi mesin. Birokrasi
mesin mempunyai tugas operasi rutin yang sangat tinggi, peraturan yang
71
sangat diformalisasikan, tugas yang dikelompokkan ke dalam departemen-
departemen fungsional, wewenang yang desentralisasi, pengambilan
keputusan yang mengikuti rantai komando dan sebuah struktur administrasi
yang rumit dengan perbedaan yang tajam antara aktivitas lini dan staf.
Kekuatan dan kelemahan
Kekuatan utama dari birokrasi mesin terletak pada kemampuannya
untuk melakukan aktivitas yang distandarisasi dengan cara yang sangat
efisien. Salah satu kelemahan utam dari birokrasi mesin adalah sesuatu
yang pernahn kita alami pada suatu saat ketika kita harus berhadapan
dengan orang yang bekerja dalam organisasi tersebut : Perhatian yang
berlebihan dalam mengikuti peraturan.
C. Birokrasi professional
Pada seperempat abad terakhir terlihat lahirnuya sebuah mahkluk
struktural baru. Ia diciptakan untuk memberi kesempatan kepada
organiasasi untuk mempekerjakan spesialis yang sangat terlatih bagi
operating core-nya, sambil tetap memperoleh efisien dan standarisasi.
Kongfigurasi tersebut disebut birokrasi professional, dan birokrasi ini
menggabungkan standarisasi dengen desentralisasi.
Kekuatan dan kelemahan
Kekuatan birokrasi professional adalah bahwa ia dapat mengerjakan
tugas terspesialisasi – yaitu yang membutuhkan keterampilanprofesional
yang sangat terlatih - dengan efisiensi yang relatif sama seperti yang dapat
dilakukanoleh birokrasi mesin. Kelemahan dari birokrasi professional
adalah pertama, ada kecenderungan berkembangnya konflik antara sub-
unit. Kedua, para spesialis pada birokrasi professional, seperti juga
counterpart mereka pada birokrasi mesin, bersifat kompulsif dalam
tekadnya dalam mengikuti peraturan.
72
D. Struktur Divisional
Kekuasaan dalam struktur divisional treletak pada manajemen
menengah. Alasannya adalah bahwa struktur divisional tersebut sebetulnya
adalah sejumlah unit yang otonom, masing-masing secara khas adalah
birokrasi mesin, yang dikoordinasi secara terpusat oleh sebuah kantor
pusat. Karena divisi-divisi tersebut berdiri sendiri, ia memberi pada
manajemen menengah – para manajer divisi – control yang cukup besar.
Kekuatan dan kelemahan
Salah satu masalah yang dikaitkan dengan birokrasi mesin adalah
bahwa tujuan dari unit fungsional cenderung untuk menyampingkan tujuan
keseluruhan organisasi. Salah satu kekuatan dari struktur divisional adalah
bahwa ia berusaha untuk mengobati masalah tersebut dengan cara
menempatkan tanggung jawab penuh bagi sebuah produk atau jasa
ditangan seorang manajer divisi. Jadi salah satu keuntungan dari struktur
divisional tersebut adalah bahwa ia memberi lebih banyak pertanggung
jawaban dan memfokuskan diri pada hasil ketimbang pada birokrasi mesin.
Kelemahan struktur divisional, yang pertama, duplikasi kegiatan dan
sumber daya. Kedua, kecenderungan dari bertuk divisional tersebut dapat
mendorong terjadinya konflik. Bentuk divisional menimbulkan masalah
koordinasi pegawai seringkali tidak dapat ditransfer dari divisi satu ke
divisi lainnya, khususnya juga divisi tersebut beroperasi dalam pasar
produk atau jasa yang sangat beraneka ragam.
Adhocracy
Adhocracy dicirikan oleh diferensiasi horizontal yang tinggi, diferensiasi
vertical yang rendah, formalisasi yang rendah, desentralisasi, fleksibilitas
dan daya tangkap yang tinggi. Diferensiasi horizontal besar karena
adhocracy pada umumnya diisi oleh professional dengan tingkat keahlian
yang tinggi. Diferensiasi vertical rendah karena tingkatan administrasi yang
banyak akan membatasi kemampuan organisasi untuk melakukan
penyesuaian. Juga, kebutuhan akan pengawasan adalah minimal karena
73
para professional telah menghayati prilaku yang diinginkan manajemen.
Yang terbaik adhocracy dikonseptualisasikan sebagai kelompok hubungan.
Para spesialis dikelompokan bersama-sama menjadi tim yamg fleksibel
yang mempunyai peraturan sedikit atau pekerjaan rutin yang distandarisas.
Koordinasi diantara para anggota tim melalui saling penyesuaian (mutual
adjustment). Jika kondisi berubah aktivitas para anggota pun berubah.Tapi
adhocracy tidak harus tanpa departemen yang dideferensiasi secara
horizontal. Seringkali departemen digunakan demi kejelasan, tetapi dalam
hal ini anggota departemen dibagi menjadi tim-tim yang kecil – yang
melintasi semua unit fungsional untuk melaksanakan tugas mereka.
Kekuatan dan Kelemahan
Pada sisi negatifnya , konflik merupakan bagian yang biasa dari
adhocracy. Tidak ada hubungan atasan – bawahan yang jelas. Terdapat
ketidakjelasan pengertian mengenai wewenang dan tanggung jawab.
Kegiatan tidak dapat digolong-golongkan. Pendek kata, adhocracy tidak
mempunyai keunggulsn jika dibandingkan dengan pekerjaan yang
distandarisasi. Adhocracy dapat menciptakan tekanan social dan
ketegangan psikologis bagi para anggotanya. Berlawanan dengan birikrasi,
adhocracy jelas merupakan konfigurasi yang tidak efisien.Adhocracy juga
merupakan design yang rentan. Karena ketidak efisienannya, pada
lingkungan tertentu, lebih dibutuhkan fleksibilitas dan inovasi.
74
BAB IX
BIROKRASI
A. Konsep Birokrasi Weber
Perspektif klasik mengenai birokrasi diajukan oleh ahli sosiologi
Jerman, Max Weber pada permulaan abad ini. Ia mencoba melukiskan
sebuah organisai yang ideal, organisasi yang secara murni rasional dan
75
akan memberikan efesiensi operasi yang maksimum.adapun beberapa
karakeristik organisasi menurut Weber :
1. Pembagian kerja, pekerjaan setiap orang dipecah peah sampai menjadi
pekerjaan ynga sederhana.
2. Hierarki kewenangan yang jelas, Sebuah struktur multi tingkat yang
formal; dengan hierarki atau jabatan memastikan setiap jabatan yang
rendah berada dibawah control dari yang lebih tinggi.
3. Formalisasi yang tinggi, ketergantungan pada peraturan dan prosedur
yang formal untuk memastikan adanya keseragaman dan untuk
mengatur perilaku pemegang pekerjaan.
4. Bersifat tidak pribadi, sanksi diterapkan secar seragam tanpa perasaan
pribadi untuk menghindariketerlibatan dengan kepribadian individual
pars anggota.
5. Penempatan pegawai berdasarkan pada kemampuan, keputuasan
tentang seleksi promosi didasarkan pda kualitas tekhnis, kemampuan
dan prestasi para calon.
6. Kehidupan organisasi dipisahkan dari kehidupan pribadi.kebutuhan dan
minat pribadi dipisahkan sepenuhnya agar keduanya tidak
mencampurkan sikap impersonalpada aktivitas organisasi yang bersifat
rasional.
Karakteristik tersebut mennggambarkan “ideal type” dari Weber
mengenai orgainsai yang rasional dan efesien. Tujuan tujuannya jelas dan
eksplisit. Posisi diatur dalam suatu hierarki yang jelas berbentuk piramida,
dengan wewenang yang makin menigkat waktu bergerak ke atas dalam
organisasi. Kewenangan terletak pada posisi bukan pada orang yang
menduduki posisi tersebut. Seleksi anggota didasarkan pada kualifikasi
mereka, persyaratan mengenai posisi menentukan siapa yang akan
dipekerjakan dan pada posisi mana dan prestasi adalah criteria bagi
promosi. Keterikatan terhadap organisasi dimaksimalkan dan konflik
kepentingan harus dihilangkan dengan car pekerjaan seumur hidupdan
76
memisahkan pernan anggota diluar pekerjaan yang disyaratkan untuk
memenuhi tanggung jawab organisasi
Sifat sifat positif pada ‘Ideal Type” Weber
Birokrasi weber mencakup sejumlah karakteristik yang walaupun
bisa diperdebatkan, sangat diperlukan, khususnya, kita dapat menunjuk
kepada usaha untuk menghapuskan penggunaan criteria yang tidak relvan
untuk memilih pegawai penggunaan masa kerja untk melindungi pegawai
dari kewenangan yang semena mena, perubahan bersyarat dalam
keterampilan, dan kemampuan yang menurun.
Model dari Weber mencoba untuk membebaskan organisasi dari
favoritisme, ia bertempur melawawn prasangka dan diskriminasi lebih dari
setengah abad sebelum munculnya undang undang hak sipil. Pemikirannya
memberikan kepada pegawai rasa aman melalui masa kerja. Yang termasuk
keuntungan pada masa kerja adalah komitmen terhadap organisasi,
perlindungan terhadap tindakan sewenang wenang dari manajemen senior,
dan bujukan untuk menguasai ketermapilan yang mempunyai daya
pemasaran ynag terbatas.
Tema sentral dari model birokrasi Weber adalah standarisasi. Perilaku
orang falam birokrasi ditentukan sebelumnya olehstruktur proses yang
distandirisasi. Model itu sendiri dapat dipecah mejadi tiga kelompok
karakteristik: yang berhubungan dengan struktur dan fungsi organisasi,
yang berhubungan dengan imbalan terhadap usaha, dan yang berhubungan
dengan perlindungan bagi para anggota secara individual.
Model Weber memperinci suatu hierarki kedudukan, dengan kedudukan
berada dibawah kedudukan yang lebih tinggi.Masing masing kedudukan
didiferensiasi secara horizontal oleh pebagian kerja. Pembagian kerja
tersebut menciptakan unit-unit yang menguasai bidang-bidang tertentu,
menentukan daerah dimana dilakukan kegiatan yang konsisten dengan
kemampuan anggota unit, memberi tanggung jawab bagi pelaksanaan
tindakan tersebut, dan mengalokasikan wewenang yang sebanding untuk
melakukan tanggung jawab tersebut. Pada saat yang sama, peraturan
77
tertulis mengatur prestasi tugas peranggota. Pembebanan struktur dan
fungsi tersebut memberkan keahlian tingkat tinggi tertentu, koordinasi
peran, control bagi anggota melalui standarisasi.
Kelompok karakteristik kedua pada model Webber berhubungan
dengan imbalan. Para anggota menerima gaji selaras dengan pangkat
mereka dalam organisasi. Promosi didasarkan atas criteria yang objektif
seperti senioritas dan keberhasilan. Karena para anggota bukan pemilik,
maka mereka perlu diadakan pemisahan antara masalah pribadi dan milik
mereka serta masalah dan milik organisasi. Selanjutnya diharapkan bahwa
komitmen pada organisai adalah suatu yang tertinggi, kedudukan dalam
organisasi adalah pekerjaan satu satunya dan yang paling utama.
Akhirnya, model Webber mencoba untuk melindungi hak-hak individu
sebagai imbalan atas komitmen terhadap karirnya, para anggota menerima
perlindungan terhadap tindakan sewenang wenang oleh para atasan,
pengetahuan yang jelas mengenai tanggung jawab mereka dan jumlah
wewenang yang dipegang atasan mereka, dan kemampuan untuk naik
banding atas keputusan yang mereka rasakan tidak adil atau berada diluar
bidang kewenangan atasan mereka.
B. Konsekwensi atas peyelenggaraan Fungsi Birokrasi
1. Penyimpangan Tujuan
Birokrasi paling banyak diserang karena mendorong penyimpangan
tujuan (goal displacement) mengganti tujuan organisasi dngan tujuan sub
unit atau tujuan pribadi. Tema umum tersebut dikemas dalam beberapa
bentuk.
Argumentasi yang palin umum telah disampaikan oleh Robber
Merton. Setelah mengakui bahwa peraturan yang birokratis dam
impersonality menghasilkan suatu tingkat keandalan dan daya ramal yang
tinggi, ia menunjukkan persesuaian dapat merusak Karena mengurangi
fleksibilitas. Peraturan menjadi lebih penting dari pada tujuan yang
dirancang untuk melayani. Akibatnya adlah penyimpangan tujuan dan
78
hilangnya keefektifan organisasi. Peraturan mengenai cara mengisi rak
hingga penuh stok barang dan agar selalu bersih, yang dibuat untuk
meningkatkan penjualan dapt diikuti secara kompulsif oleh para pelayan
penjualan sehingga mereka mengabaikan para pelanggan.
Perspektif mengenai penyimpangan tujuan disampaikanoleh Alvin
Gouldner yang mengajukan bahwa tujuan bukan saja menetapkan perilaku
yang tidak dapat diterima, tapi juga menetapkan tingkat minimum dari
prestasi yang sudah dianggap mencukupi. Artinya orang hanya akan
melakukan yang paling minimum untuk melakukan tugasnya, oleh karaena
itu peraturan diartikan sebagai sebagai penetapan dari stanndar
minimumbagi prestasi dari pada untuk mengidentifikasi perilaku yang tidak
dapt diterima.
2. Penerapan Peraturan yang tidak tepat
Berhubungan erta dengan penyimpangan tujuan adalah efektifitas
yang tidak diinginkan dari para anggota yang menggunakan peraturan dan
prosedur yang tidak cocok. Artinya, menanggapi suatu situasi yang unik
seolah olah itu adalah masalh rutin, akan mengakibatkan konsekuensi
dysfunctional. Merton menyatakan bahwa setelah beberapa waktu birokrasi
membiarkan ketaatan yang demikian besarnya kepada peraturan sehingga
anggota secar membabi buta mengulamngi tindakan dan keputusan yang
telah mereka buat sebelumnya, tanpa menyadari situasi telah berubah.
3. Keterasingan pegawai
Biaya utama birokrasi adalah keterasinga pegawai. Para anggota
merasakan bahawa impersonality organisasi menciptakan aemacam jarak
antara mereka dengan pekerjaannya. Seperti sebuah sekrup pada roda, para
pegawai sering kali sukar merasa terikat pada organisasi. Spesialisasi yang
tinggi selanjutnya memperkuat perasaan seseorang bahwa ia tidak relevan
dengan aktivitas rutin dan dapt dengan mudah dipelajari oleh orang lain,
yang membuat para pegawai meras bahwa mereka mudah diganti dan tidak
berkuasa. Maka pada birokrasi professional, formalisasi harus dikendurkan,
jika tidak resiko keterasingna pegawai akan sangat tinggi.
79
4. Konsentrasi Kekuasaan
Konsentrasi kekuasaan pada eksekutif senior pada birokrasi telah
dijadikan sasaran oleh beberapa orang. Meskipun kritik tersebut subjektif,
tergantung apakah kita melihat konsentrasi kekuasasn tersebut, sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan, adalah fakta bahwa birokrasi menyebabkan
kekuasaan sangat besar dalam tangan beberapa orang saja. Hal ini sering
ditemukan dalam organisasi dan atribut tersebut dapat dinilai sebagai suatu
konsekuensi bentuk birokrasi yang negative.
Jadi dalam kesimpulannya Weber, birokrasi merujuk kepada sejenis
struktur organisasi tertentu yang di cirikan oleh adanya pembagian kerja,
hierarki kekuasaan yang jelas, formalisasi yang tinggi, hubungan ynag
tidak bersifat pribadi (impersonal), keputusan keputusan tentang jabatan
didasarkan atas kepatutan, jalur karier bagi para pegawai, dan pemisahan
yang jelas antara kehidupan organisasi dan pribadi.
Pada dasarnya terdapat dua jenis birokasi menurut Weber adalah yang
sekarang kita sebut sebagai birokrasi mesin. Birokrasi mesin secara struktur
dicirikan oleh kompleksitas yang tinggi, formalisasi yang tinggi, dan
sentralisasi. Sedangkan yang kedua adalh birokrasi professional dimana
birokrasi lebih suka mempekerjakan orang yang professional yang sangat
terampil. Mencapai tujuan yang sam seperti Weber tapi menggantungkan
diri pada desentralisasi yang sangat ekstensif dan pada penggantian
formalisasi eksternal dengan standar professional yang dinternalisasikan.
Kekuatan dari bentuk birokrasi terletak pada standarisasi. Organisasi dapat
lebih efesien karena prilaku para pegawai dikendalikan dan
dipredikasi’para pegawai memperoleh manfaat dengan mengetahui bahwa
mereka diperlakukan secara jujur. Jadi konkulsi kita adalah birokrasi
merupakan bentuk organisasi yang dominant dimasyarakat dan berjasa
karena paling baik bekerja dengan jenis jenis teknologi dan lingkungan
yang kebanyakan dipunyai organisasi. Yang penting, birokrasi juga
konsisten dalam hal mempertahankan control dalam tangan dominant
coalition organisasi.
80
BAB X
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI
A. Beberapa definisi Perubahan yang direncanakan
Beberapa organisasi memperlakukan perubahan sebagai suatu
kejadian yang kebetulan saja. Tetapi kita akan membahas perubahan yang
direncanakan atau yang mempunyai tujuan. Sasaran perubahan yang
direncanakan adalah untuk mempertahankan organisasi tersebut agar tetap
seperti sekarang ini dan dapat hidup terus selama organisasi menghadapi
perubahan. Karena organisasi adalah sistem terbuka, tergantung pada
81
lingkungannya dan karena lingkungannya tersebut tidak diam saja, maka
organisasi harus mengembangkan mekanisme internal yang dapat
mendukung perubahan yang direncanakan.
1. Perubahan struktural
Ditinjau dari pola wewenang yang berubah, akses terhadap informasi,
alokasi imbalan, tekhnologi, dsb. Tentu saja, dihindarinya pertimbangan
mengenai perubahan perilaku bukan berarti bahwa kita mengesampingkan
arti pentingnya perubahan itu. Manajer harus dan dapat menggunakan
teknik perilaku untuk mengadakan perubahan disamping teknik-teknik
struktural. Kedua teknik itu merupakan alat bantu untuk mengelola
perubahan.
2. Model untuk mengelola perubahan organisasi
Perubahan diprakarsai oleh kekuatan- kekuatan tertentu. Kekuatan
tersebut dijalankan di dalam organisasi oleh seorang agen perubahan.
Perubahan itu sendiri jika berhasil akan memperbaiki keefektifan
organisasi. Perubahan tentu saja tidak terjadi dalam keadaan vakum.
Perubahan pada suatu bidang dari organisasi kemungkinan akan
mendorong timbulnya kekuatan- kekuatan baru untuk perubahan lainnya.
3. Daterminan
Faktor yang dapat memprakarsai perubahan struktural tidak dapat
dihitung banyaknya. Kita mungkin tergoda untuk membuat beberapa
kategori dimana kebanyakan faktor tersebut dapat dimasukan pada salah
satu kategori itu, padahal perubahan dapat datang dari mana saja. Ada
sejumlah alasan yang dapat dilihat bagi organisasi yang memikirkan untuk
membuat perubahan dalam struktur, antara lain :
1. Perubahan tujuan
2. Pembelian peralatan baru
3. Kelangkaan tenaga kerja
4. Implimentasi dari suatu sistem pemrosesan informasi yang canggih
5. Peraturan pemerintah
82
6. Ekonomi
7. Izin masuknya serikat kerja
8. Meningkatnya tekanan dari kelompok lembaga konsumen
9. Penggabungan atau akusisi
10. Tindakan para pesaing
11. Menurunnya moral para pegawai
12. Meningkatnya turnover
13. Ancaman internal dan eksternal yang mendadak
14. Menurunnya keuntungan
B. Pemrakarsa organisasi
Agen perubahan adalah mereka yang berkuasa dan mereka yang ingin
mengganti atau menghambat mereka yang berkuasa. Biasanya ini
mencakup eksekutif senior, manajer unit- unit utama dalam organisasi,
spesialis pengembangan staf internal dan pegawai tingkat rendah yang
mempunyai kekuasaan besar. Yang juga termasuk di dalamnya adalah
konsultan dari luar yang dibawa ke dalam. Konsultan luar yang
menjalankan peran agen perubahan dapat dilihat dari dua perspektif. Dari
sudut pandang rasional, konsultan luar tersebut membawa objektivitas ke
dalam organisasi untuk menganalisis masalah- masalah organisasi itu serta
keahlian untuk menawarkan saran yang berguna bagi perubahan.
Sedangkan dilihat dari sudut perspektif pengendalian kekuasaan, konsultan
luar tersebut menjadi tidak lain daripada sebuah senapan yang disewa yang
dibawa untuk memperkuat dan mensahkan perubahan yang sebaliknya
mungkin akan dianggap hanya untuk menguntungkan diri sendiri.
C. Srategi intervensi
Digunakan untuk menjelaskan pilihan cara yang digunakan sehingga
proses perubahan berlangsung. Strategi cenderung masuk salah satu
83
kategori dari empat kategori yang ada: manusia, struktur, teknologi, dan
proses organisasi. Struktur. Klasifikasi struktur termasuk perubahan yang
mempengaruhi distribusi kewenangan, alokasi imbalan, perubahan dalam
rantai komando, tingkat formalisasi dan tambahan atau penghapusan posisi
departemen dan divisi. Hal ini mengurangi keterlibatan manajemen puncak
dalam aktivitas operasi sehari- hari, menciptakan felsibilitas yang lebih
besar bagi pertumbuhan dan memberikan lebih banyak peluang untuk
melatih calon- calon yang paling besar kemungkinannya menduduki tempat
tertinggi dalam perusahaan. Teknologi. Klasifikasi teknologi menyangkut
modifikasi peralatan kerja yang digunakan pegawai, saling ketergantungan
aktivitas kerja di antara para pegawai, serta perubahan yang mempengaruhi
saling hubungan antar pegawai dan tuntutan teknis pekerjaan mereka.
Proses organisasi. Strategi terakhir memperhatikan perubahan proses
organisasi seperti pengambilan keputusan serta pola- pola komunikasi
D. Model untuk mengelola perubahan
Dengan merujuk kembali, terlihat jika ada kekuatan yang
memprakarsai perubahan, ada seseorang yang menerima peran sebagai
agen perubahan dan telah ditetapkan apa yang harus diubah, maka kita
harus memperhatikan bagaimana melaksanakan perubahan tersebut. Kita
mulai dengan langkah-langkah dalam proses perubahan tersebut. Kemudian
kita mengalihkan perhatian kita kepada taktik-taktik implementasi.
Keberhasilan perubahan membutuhkan pencairan status quo, perpindahan
ke keadaan yang baru, dan pembekuan kembali perubahan tersebut agar
menjadi permanen. Yang tersirat dari proses perubahan tiga tahap ini adalah
pengakuan bahwa pengenalan perubahan saja tidak akan membuat pasti
bahwa kondisi sebelum perubahan akan hilang atau pun fakta bahwa
perubahan tersebut dapat bertahan. Status quo dapat dianggap sebagai suatu
keadaan ekuilibrium. Untuk berpindah dari ekuilibrium ini, untuk
mengatasi tekanan penolakan individual dan konformitas kelompok maka
diperlukan pencairan. Ini dapat dicapai dengan salah satu cara dari tiga cara
84
berikut. Kekuatan pendorong, yang mengarahkan perilaku itu menjauh dari
status quo,dapat ditingkatkan. Kekuatan yang menghambat, yang
menghalangi perpindahan dari ekuilibrium yang ada, dapat dikurangi.
Alternatif yang ketiga adalah kombinasi dari kedua pendekatan pertama.
Jika pencairan telah terlaksana, perubahan dapat dijalankan. Pada saat
inilah agen perubahan memperkenalkan satu atau lebih strategi
intervensinya. Dalam kenyataan, tidak terdapat pemisahan yang jelas antara
pencairan dan perpindahan. Banyak usaha yang dibuat untuk mencairkan
status quo tersebut dengan sendirinya dapat menawarkan perubahan. Jadi
taktik yang digunakn agen perubahan untuk menghadapi penolakan bisa
berlaku bagi pencairan dan/ atau perpindahan. Enam buah taktik yang dapat
digunakan oleh manajer dan agen perubahan untuk menangani penolakan
terhadap perubahan, antara lain :
a. pendidikan dan komunikasi
b. partisipasi
c. bantuan dan dukungan
d. negosiasi
e. manipulasi dan cooptation
f. paksaan
Dengan mengasumsikan bahwa sebuah perusahaan telah
dilaksanakan,agar berhasil, keadaan baru tersebut harus dibekukan kembali
sehingga keadaan itu dapat dipertahankan terus. Sasaran dari pembekuan
kembali dengan demikian adalah untuk menstabilkan keadaan baru tersebut
dengan jalan menyeimbangkan kekuatan yang mendorong dan yang
menghambat.
85
BAB XI
INOVASI DALAM ORGANISASI
Perubahan yang inovatif membuka peluang baru bagi organisasi
tersebut dan dengan demikian akan lebih mengancam serta akan lebih besar
kemungkinannya ditolak oleh para anggota organisasi
A. Stabilitas Organisasi
Organisasi pada dasarnya bersifat konservatif. Mereka secara aktif
menentang perubahan. Alasan organisasi menentang perubahan antara lain
86
karena para anggota takut kehilangan apa yang sudah mereka miliki,
kebanyakan organisasi adalah birokrasi, kebanyakan perusahaan dapat
mengelola lingkungan mereka dan melindungi diri mereka terhadap
kebutuhan akan perubahan, budaya organisasi menentang tekanan ke arah
perubahan.
Organisasi harus beradaptasi sepanjang waktu. Pandangan initerbukti
ironis, karena konsep awal dari strategi berakar dalam stabilitas, bukan
perubahan. Organisasi menciptakan strategi untuk menentukan arah
untukmerancang serangkaian tindakan dan untuk membuat kerjasama
anggota-anggotaorganisasi. Ini semua merupakan garis pedoman yang tidak
dapat dipungkiri.Dengan definisi strategi apapun akan berimplikasi pada
stabilitas organisasi.Tidak ada stabilitas berarti tidak ada strategi (tidak ada
jalan menuju masa depan,dan tidak ada pola dari masa lalu). Tentu saja,
fakta sesungguhnya mengenaimemiliki suatu strategi dan khususnya
tentang membuat strategi agar jelasmenciptakan perlawanan terhadap
perubahan strategi.Penyebab pandangan konvensional yang gagal adalah
bagaimana dankapan mendorong perubahan. Permasalahan dasar dari
penyusunan strategi adalahkebutuhan untuk menyesuaikan kekuatan-
kekuatan bagi stabilitas dan bagiperubahan. Untuk memfokuskan usaha-
usaha dan mencapai efisiensi pada satusisi, namun sisi lain beradaptasi dan
mempertahankan arus dengan lingkunganeksternal yang sedang berubah.
Aspek manajemen strategis semakin pentingdisebabkan sebagai suatu
konsep yang digunakan sebagai sarana untukmengkomunikasikan tujuan
organisasi dengan arah yang hendak ditempuh untukmencapai tujuan
tersebut kepada para stakeholder atau pihak yang punyakepentinga n
terhadap organisasi.
Dengan demikian para stakeholder dapat lebih memahami peluang
dantantangan yang dihadapi. Mereka akan memiliki kepekaan (sensitifitas)
yangcukup terhadap lingkungan organisasi dan disaat yang sama memiliki
kesiapanyang cukup jika sekiranya organisasi memutuskan memutuskan
untuk melakukan perubahan internal. Oleh karena itu, mereka diharapkan
87
memiliki sikap yangproaktif dalam menyikapi perubahan lingkungan
organisasi, tidak sekedar reaktifterhadap perubahan. Bahkan, bukan
merupakan kemustahilan jika organisasi tidaksekedar diharapkan hanya
memberikan respon terhadap perubahan lingkunganorganisasi, tetapi juga
mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuknya. Dengandemikian,
mereka memiliki kesiapan yang lebih dari cukup untuk
mengantisipasipeluang dan ancaman organisasi yang muncul. Mereka
diharapkan tidak terjebakpada sikap anti perubahan yang lebih disebabkan
oleh perumusan strategiorganisasi yang dilandasi oleh kebiasaan.
B. Kompatibilitas Organisasi
Realitas mengenai pengambilan keputusan organisasi mengatakan
kepada kita bahwa kepentingan para pengambil keputusan dan kepentingan
organisasi jarang sekali menyatu dan sama. Karena para pengambil
keputusan bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, Pilihan mereka
hanya akan mencerminkan criteria dan preferensi yang kompatibel dengan
kepentingan organisasi. Artinya tidak akan ada seorangpun pengambil
keputusan yang akan menomorduakan kepentingannya demi kepentingan
organisasi. Misalnya melepaskan sebuah departemen mungkin yang terbaik
bagi kepentingan organisasi, tapi jarang merupakan yang terbaik bagi
pengambil keputusan. Akibatnya, jangan mengharapkan bahwa para
manajer akan membuat pilihan tersebut. Tetapi memperluas sebuah
departemen tertentu biasanya berarti tanggung jawab yang lebih bea\
sar,status, dan renumerasi. Itulah imbalan yang dinilai oleh para manajer.
Hasilnya, kita dapat mengharapkan bahwa para manajer akan mencoba
untuk meningkatkan besaran dan domain dari unit mereka tanpa
memperhatikan efeknya terhadap organisasi tersebut.
88
BAB XII
KONFLIK ORGANISASI
A. Definisi Konflik
Istilah konflik tidak akan pernah kekurangan definisi. Sebuah buku
menggambarkannya sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan
untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu
pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi
sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya atau jika ada kegiatan yang
tidak cocok.
Pandangan tradisional
89
Pandangan tradisional mengenai konflik mengasumsikan bahwa
sebuah konflik adalah jelek. Sebuah konflik mempunyai dampak negatif
pada keefektifan organisasi. Pendekatan tradisional menyamakan konflik
dengan istilah seperti kekerasan, kehancuran dan irasionalitas.
Pandangan interactionist
Suatu organisasi yang bebas sama sekali dari konflik mungkin juga
merupakan organisasi yang apatis, statis, dan tidak tanggap terhadap
adanya perubahan. Konflik adalah fungsional jika dapat memprakarsai
pencarian cara- cara baru dan lebih baik dalam melakukan sesuatu dan
mengurangi rasa puas diri dalam organisasi. Pandangan ini secara tidak
langsung membuat peran yang lebih luas bagi manajer untuk dapat
menciptakan suatu lingkungan di mana konflik itu sehat tetapi tidak
diizinkan untuk menjadi ekstrim.
Nilai- nilai Anti Konflik Meresap ke Dalam Masyarakat Kita
Kita hidup dalam sebuah masyarakat yang dibangun atas nilai-nilai anti
konflik. Orang tua di rumah, guru dan para pengurus sekolah, ajaran agama
dan orang yang berkuasa dalam kelompok-kelompok sosial semuanya
secara tradisional memperkuat kepercayaan bahwa ketidaksepakatan akan
menelurkan ketidakpuasan dan mengakibatkan lepasnya ikatan bersama
sehingga akhirnya akan menimbulkan kehancuran sistem itu.
B. Sumber-Sumber Konflik
Sumber Konflik Organisasi Saling ketergantungan pekerjaan
Merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling
tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaan atau aktivitas
koordinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing- masing secara efektif.
1. Ketergantungan pekerjaan satu arah
Berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser. Prospek dari
konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan
yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
2. Diferensiasi horisontal yang tinggi
90
Makin besar perbedaan yang terdapat diantara unit, makin besar pula
kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit- unit dalam organisasi amat
diferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing- masing unit dan sub
lingkungannya yang ditangani oleh masing- masing sub unit cenderung
tidak sama. Hal ini pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya
perbedaan internal yang cukup besar di antara unit- unit.
3. Formalisasi yang rendah
Potensi terjadinya pertikaian mengenai batas- batas kekuasaan akan
meningkat. Konflik masih dapat berkembang biak pada struktur yang
sangat diformalisasi,namun mereka kemungkinan besar akan lebih diatur
dan kurang bersifat subversif.
4. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
Potensi konflik dipertinggi jika dua unit atau lebih bergantung pada
pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi,
alokasi anggaran modal atau jasa- jasa staf yang disentralisasi. Potensi
tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota- anggota unit merasakan
bahwa kebutuhan individulnya tidak dapat diperoleh dari sumber daya yang
tersedia ketika kebutuhan unit lain dipenuhi.
5. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan
prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah ketimbang secara
gabungan, maka makin besar pula konfliknya.
6. Pengambilan keputusan partisipatif
Pengambilan keputusan secara bersama, dimana mereka yang akan
terkena suatu keputusan diikutsertakan dalam badan yang mengambil
keputusan akan mendorong terjadinya konflik. Proses partisipatif memberi
kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada
dan untuk menimbulkan ketidaksepakatan. Kemungkinan ini khususnya
dapat terjadi jika perbedaan nilai yang sebenarnya terdapat diantara para
peserta.
7. Keanekaragaman anggota
91
Makin heterogen anggota, makin kecil kemungkinan mereka bekerja
dengan tenang dan bersama-sama. Ketidaksamaan para individu seperti
latar belakang, nilai- nilai, pendidikan, umur dan pola-pola sosial akan
lebih mengurangi kemungkinan hubungan antar pribadi antara wakil-wakil
unit dan pada gilirannya akan mengurangi jumlah kerja sama antara
masing-masing unit.
8. Ketidaksesuaian status
Konflik terstimulasi jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status
atau karena adanya perubahan dalam hirarki status.
9. Ketidakpuasan peran
Ketidakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu
diantaranya adalah ketidakpuasan status. Sejauh mana mereka memperoleh
kawan dalam usaha mereka, sejauh itu mereka dapat menjadi sumber utama
konflik.
10. Distorsi komunikasi
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah
kesukaran dalam komunikasi. Kesukaran semantik sering menjadi masalah
dalam organisasi, kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi
usaha kerja sama di antara unit-unit. Kesukaran semantik dapat disebabkan
oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para
anggota unit yang berbeda-beda. Sumber konflik komunikasi yaitu jika
subuah unit dengan sengaja menyembunyikan suatu sumber informasi
terhadap unit lainnya.
C. Teknik Resolusi
1. Teknik- teknik Resolusi Tujuan superordinate
Adalah tujuan bersama yang dianut oleh dua unit atau lebih yang
memaksakan dan sangat menarik dan yang tidak dapat dicapai dengan
sumber- sumber dari unit mana saja secara terpisah. Suatu tujuan
superordinate dimulai dengan sebuah definisi dari tujuan yang dipunyai
92
bersama dan pengakuan bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang saling
bertentang maka tujuan itu tidak dapat dicapai.
2. Mengurangi kesalingtergantungan antar unit
Jika saling ketergantungan mutual dan satu arah menciptakan konflik,
maka pengurangan saling ketergantungan dianggap sebagai suatu
kemungkinan jalan keluar. Posisi koodinasi bisa efektif untuk mengurangi
saling ketergantungan di antara unit.
3. Perluasan sumber daya
Jika konflik timbul karena kelangkaan sumber daya, maka cara
termudah untuk memecahkan konfrontasi tersebut, dan satu-satunya yang
paling memuaskan bagi pihak-pihak yang berkonflik adalah melalui
perluasan sumber daya yang tersedia. Hal ini mungkin tidak diinginkan
oleh pihak lain diluar konflik, tetapi kekuatan terbesarnya sebagai sarana
untuk memecahkan masalah adalah dalam kemampuannya untuk
memungkinkan masing-masing pihak yang berkonflik untuk memperoleh
kemenangan.
4. Pemecahan masalah bersama
Teknik ini membutuhkan pihak-pihak yang berkonflik untuk saling
bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar konflik mereka dan
bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan resolusinya. Pemecahan
masalah bersama mensyaratkan bahwa unit-unit yang berkonflik
mempunyai potensi untuk mendapatkan pemecahan yang lebih baik melalui
kerja sama.
5. Sistem naik banding
Pemecahan konflik dapat ditangani dengan menciptakan saluran
formal agar keluhan dapat didengar dan ditanggapi. Sistem naik banding
memberikan hak untuk meminta perbaikan secara formal.
6. Wewenang formal
Wewenang yang dipunyai supervisor terhadap pihak yang berkonflik
cukup penting dan penggunaannya demikian meluas sehingga dapat
dianggap sebagai sebuah teknik resolusi tersendiri. Individu dalam
93
organisasi, dengan sedikit pengecualian, mengakui dan menerima
wewenang dari atasan mereka sebagai cara yang dapat diterima untuk
memecahkan konflik.
7. Interaksi yang makin bertambah
Jika segala sesuatu setara, makin banyak orang saling berinteraksi,
maka makin besar kemungkinan bahwa mereka akan menemukan
kepentingan dan ikatan yang sama yang dapat memudahkan kerja sama.
Interaksi yang terus menerus akan mengurangi konflik tersebut.
8. Kriteria evaluasi untuk seluruh organisasi dan sistem pemberian
imbalan
Jika pemisahan evaluasi dan imbalan menciptakan konflik, manajer
harus mempertimbangkan ukuran prestasi yang mengevaluasi dan memberi
imbalan kepada unit- unit yang bekerja sama.
9. Membaurkan unit yang berkonflik
Satu usul terakhir untuk memecahkan konflik adalah agar salah satu
unit yang berkonflik memperluas batas- batasnya dan menyerap sumber
kejengkelannya.
10. Teknik- teknik Stimulasi Komunikasi
Para manajer dapat memanipulasi pesan dan saluran sedemikian rupa
sehingga mendorong terjadinya konflik. Pesan yang mempunyai dwi arti
atau yang bersifat mengancam mendorong terjadinya konflik.
11. Keanekaragaman
Salah satu cara untuk membangunkan sebuah unit yang macet adalah
dengan menambahkan seorang atau beberapa orang yang latar
belakangnya, pengalamannya, dan nilai-nilainya berbeda secara mencolok
dari yang dipegang oleh para anggota pada saat ini dalam sebuah unit.
Keanekaragaman dapat sintetis maupun nyata.
12. Persaingan
Manajemen dapat merangsang konflik dengan menciptakan
rangsangan yang bersaing diantara unit-unit. Mengubah struktur dengan
meningkatkan diferensiasi horisontal telah diusulkan sebagai suatu cara
94
yang sangat baik untuk menciptakan konflik. Dengan meningkatkan
diferensiasi horisontal,masing-masing bagian spesialisasi akan menjadi
lebih homogen.
BAB XIII
BUDAYA ORGANISASI
A. Konsep Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-
organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan
budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang
bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa.
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
95
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya
mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan
yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan
bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula
dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi
menurut beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn
(2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai
yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku
dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar
(2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan
dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi
atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang
diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,
membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan
kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang
benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi
merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota
organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku
dari para anggota organisasi.
96
B. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar
(2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya
sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas
misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi
baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan
penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi
berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya
organisasi.
C. Fungsi, ciri dan tipologi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai
berikut :
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
97
Ciri-ciri Budaya Organisasi, Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-
ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung
untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan
menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-
tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya
organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini,
akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran
ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di
dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-
291), ada empat tipe budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi
mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka
dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan
yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan
memecahkan suatu masalah.
98
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim
dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat
menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai
karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta
mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator,
perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan,
perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan
cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan
pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang
sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik.
Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi
dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek
memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam
masa peralihan.
99
BAB XIV
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI
A. Mengelola Petumbuhan Organisasi
Konsep pengembangan organisasi diungkapkan oleh beberapa
pendapat mengenai pengembangan organisasi; (1) Warren G. Bennis,
“organization development is a response to change, a complex educational
strategy intendent to change the beliefs, attitudes, values, and structure of
organization so that they can better adapt to new technologies, markets,
and challenges, dizzying rate of change itselfs”, artinya pengembangan
100
organisasi adalah suatu jawaban terhadap perubahan, suatu strategi
pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah kepercayaan,
sikap, nilai, dan susunan organisasi, sehingga organisasi dapat lebih baik
dalam menyesuaikan dengan teknologi, pasar, dan tantangan yang baru,
serta perputaran yang cepat dari perubahan tersebut; (2) Richard Beckhard,
“organization development is an effort planned, organization wide, and
managed from the top, to increase organization effectiveness and health
through, planned interventions in the organization’s processes, using
behavioral-science knowledge”, artinya pengembangan organisasi suatu
usaha merencanakan, meliputi organisasi keseluruhan, dan diurus dari atas,
untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui
pendekatan berencana dalam proses organisasi dengan memakai
pengetahuan ilmu perilaku; (3) Wendell French & Cecil Bell “organization
development may be defined as a planned, systematic process in which
applied behavioral science principles and practices are introduced in to an
ongoing organization toward the goals of effecting organizational
improvement, greater organizational competence, and greater
organizational effectiveness”, artinya pengembangan organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu yang direncanakan, proses yang sistematis yang
menerapkan asas-asas dan praktek ilmu perilaku yang dikenalkan dalam
kegiatan organisasi secara terus menerus untuk mencapai tujuan
penyempurnaan organisasi secara efektif wewenang organisasi yang lebih
besar serta efektifitas organisasi yang lebih besar; (4) French & Cecil,
“Organization development is a long-range effort to improve an
organization’s problem-solving and renewal processes, particularly through
a more effective and collaborative management of organization culture,
with special emphasis on the culture of formal work team, with the
assistance of a change agent, or catalyst, and the use of the theory and
technology of applied behavior science, including action research”, artinya
pengembangan organisasi adalah usaha jangka panjang untuk
menyempurnakan proses pemecahan masalah dan pembaharuan organisasi,
101
khususnya melalui manajemen yang lebih efektif dan kerjasama budaya
organisasi, dengan memberi tempat khusus pada budaya tim kerja formal,
dengan bantuan agen perubahan atau katalisator, memakai teori serta
teknologi ilmu perilaku terapan, termasuk riset tindakan. Kesimpulan dari
definisi diatas bahwa pengembangan organisasi merupakan; jawaban
terhadap perubahan, usaha penyesuaian dengan hal-hal baru, usaha
berencana, usaha untuk menyempurnakan organisasi, kegiatan yang
melibatkan ilmu perilaku, usaha jangka panjang yang dilakukan secara
terus menerus, usaha memecahkan masalah-masalah yang timbul, dan
usaha yang dilakukan oleh para pejabat dari dalam organisasi atau bantuan
ahli dari luar organisasi.
Organisasi sebagai salah satu bentuk kehidupan dalam masyarakat
pasti mengalami perubahan. Organisasi menghadapi berbagai tantangan
baik yang berasal dari dalam diri organisasi maupun yang berasal dari
dalam diri organisasi maupun yang berasal dari lingkungan yang
merupakan penyebab organisasi harus dirubah. Tantangan yang berasal dari
dalam organisasi, misalnya; volume kegiatan yang bertambah banyak,
adanya peralatan baru, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan
wilayah kegiatan, tingkat pengetahuan dan teknologi, tingkat keterampilan,
sikap, serta perilaku para pegawai. Tantangan yang berasal dari lingkungan
organisasi, misalnya; adanya peraturan baru, perubahan kebijaksanaan dari
tingkat organisasi yang lebih tinggi, perubahan selera masyarakat terhadap
produk, perubahan mode, dan perubahan gaya hidup masyarakat.
B. Kemunduran Organisasi
Strategi menghadapi tantangan internal maupun eksternal diantaranya
dengan; merubah strukutur organisasi, merubah tata kerja organisasi,
merubah peronil individu maupun kelompok organisasi dalam sikap
maupun kuantitas, merubahperalatan kerja. Sedangkan menurut Harold,
segi-segi yang dapat dirubah dalam organisasi meliputi perubahan struktur,
teknologi dan orang. Untuk menghindari timbulnya konflik dalam
102
perubahan perlu adanya; perencanaan yang matang, pemberian informasi
yang jelas kepada semua pihak yang terlibat dalam perubahan,
menumbuhkan keyakinan bahwa perubahan yang akan dilaksanakan tidak
akan menimbulkan akibat negative baik bagi para pejabat maupun bagi
organisasi. Sumber perubahan menurut Zaltman dan Duncan (1977), yaitu:
(1) dari dalam organisasi sendiri, karena penampilan organisasi masih dapat
ditingkatkan; (2) meningkatnya kriteria kepuasan karena meningkatnya
harapan (ekspektasi) anggota organisasi; (3) tekanan dari luar organisasi
meliputi permintaan yang berubah dari system diluar organisasi,
perkembangan teknologi diluar system, perubahan system kekuasaan
organisasi yang memerlukan penyesuaian, peningkatan ukuran system yang
menjadi model atau contoh organisasi, perubahan salah satu sub system
organisasi.
Sedangkan sumber-sumber yang mendorong diadakan perubahan
menurut Kast dan Rosenzweig (1970), antara lain; lingkungan berupa
stimulasi lingkungan, tujuan dan nilai karena adanya orientasi baru dalam
nilai-nilai yang dianut, perkembangan teknologi baik dalam pengadaaan
perangkat teknologi maupun dalam penguasaan keterampilan dalam
menggunakannya, perubahan structural organisasi bila mengalami
perubahan maka subsistem lain harus mengadakan penyesuaian, perubahan
karena factor psiko-sosial didalamnya termasuk motivasi dan iklim kerja
yang mempengaruhi produktivitas organisasi, perubahan system manajerial
meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi dan
pengontrolan menyangkut pula pengambilan keputusan serta komunikasi
untuk menjaga koordinasi dari bagian-bagian organisasi. Dalam kegiatan
pengembangan organisasi dikenal adanya beberapa macam teknik atau
pendekatan, antara lain; (1) latihan kepekaan (sensitivity training) atau
dinamakan pendekatan T-group, maksudnya untuk mempertajam daya
peka, kecepatan reaksi, mempertajam perasaan dalam menghadapi berbagai
masalah; (2) latihan jaringan (grid training), yaitu salah satu teknik
pengembangan organisasi yang dikembangkan berdasarkan jaringan
103
manajerial (managerial grid) dari R. Blakke & J. Mouton. Didalamnya
mengenal dua macam perilaku pemimpin, yaitu pemimpin yang
memperhatikan produksi dan pemimpin yang memperhatikan orang; (3)
umpan balik survai (survey feedback), usaha pengumpulan data dari
anggota organisasi data yang terkumpul diberikan kembali untuk
didiskusikan; (4) konsultasi proses (process concultation); (5) perdamaian
oleh pihak ketiga (third-party peacemaking); (6) pembentukan tim (team
building).
Terdapat lima jenis strategi pebaharuan yang diajukan Zaltman dan
Duncan (1977), yaitu; (1) strategi fasilitatif; (2) strategi pendidikan kembali
(reeducative strategy); (3) strategi persuasive; (4) strategi kekuasaan
(power coervice strategy). Z & D mendefinisikan kendala sebagai
perbuatan untuk mempertahankan status quo atau keadaan seimbang
dimana suatu organisasi berfungsi dengan tanpa perubahan. Salah satu
teknik untuk menganalisis perubahan adalah “Force Field Analysis”,
dimana diasumsikan bahwa setiap keadaan ada dua kekuatan, yaitu
kekuatan pendorong (driving force) dan kekuatan penghambat (restraining
force), apabila kedua kekuatan tersebut seimbang maka keadaan ada pada
tingkat ekuilibrium. Kekuatan pendorong biasanya mendesak kearah usaha
pembaharuan atau perbaikan. Sedangkan kekuatan penghambat biasanya
berusaha mempertahankan status quo. Jenis hambatan itu adalah hambatan
kultural, hambatan sosial, hambatan organisasi, dan hambatan psikologikal.
Langkah pembaharuan meliputi; (1) pencairan (unfreezing), yaitu dengan
mengusahakan terganggunya tingkat ekuilibrium; (2) perubahan
(changing), yaitu pengenalan nilai-nilai atau praktek-praktek yang lebih
baik atau lebih efektif, (3) pembekuan (refreezing), yaitu integrasi nilai
yang telah dirubah ke dalam struktur kepribadian dan emosional sehingga
terasa sebagai bagian dari kepribadiannya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Indrawijaya, (1983). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Sinar Baru: Bandung.
Etzioni Amitai, (1984). Organisasi-organisasi Modern. UPI Press: Bandung.
Eugene Haas and Thomas E. Drabek, 1973, Complex Organizations, a Sosiological Perspektif, The Macmillan Co., New Yok
Hersey, Faul, Blanchard, (1982). Management of Organization Behavior. Terjemahan Agus Darma. Erlangga: Jakarta.
Hick, Herbert, G. and Gullet, G. Ray, (1975). Organization Theory and Behavior. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2183996-paradigma-konsep-manajemen-strategis/#ixzz2ATOHQnRS
Lubis, Hari & Huseini, Martani, (1987). Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro. Pusat Antar Ilmu-ilmu Sosial UI: Jakarta
Miftah Thhoha, 2008, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kebcana Prenada, J
Moekijat, (1990). Pengembangan Organisasi. Remaja Karya: Bandung.
Oteng Sutisna, (1985). Administrasi Dasar Teoritis untuk Praktek Profesonal . Angkasa: Bandung.
Richard, Beckard, (1969). Organizational Development Strategis and Models. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya.
105
Stephen W Littlejohn, Teories of Human Communication ,Thomson Learning,USA. 7th.ed. 2001. 3 ibid..p.282.
Sutarto, (1985). Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University: Yogyakarta.
Tim Dosen MKDU, (2007). Pengelolaan Pendidikan. Jurusan Adpend UPI: Bandung.
W.Richard Scott, 1981,Organization, Rational,,Natural and Open systems, Prentice Hall, New Jersey
106