dimas bab 2 - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2007-1-00248-ti bab...

26
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Kualitas 2.1.1 Defenisi Pengendalian Kualitas Kualitas dalam suatu perusahan industri sangatlah penting apalagi semakin banyaknya industri-industri baru yang tumbuh maka tingkat persainganpun bertambah, untuk itu industri-industri tersebut haruslah mulai memperhatikan kualitas dari produk yang dihasilkannya, karena kualitas telah menjadi alat strategis perusahaan untuk mendapatkan posisi pasar dalam menempatkan produknya. Hal ini didukung oleh pernyataan Brooks (1982) bahwa kualitas sesungguhya berawal dari penetapan pikiran tingkat manajemen yang paling tinggi. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kualitas merupakan ujung tombak perusahaan dalam melakukan proses produksi. Pengertian kualitas secara luas adalah bahwa kualitas merupakan kesesuaian terhadap suatu pernyataan atau spesifikasi. Pendapat para ahli lainnya tentang kualitas adalah : 1. Crossby (1979) yang berpendapat bahwa pengaturan kualitas yang memadai mengharuskan kita untuk melakukan pengukuran terhadap kualitas itu sendiri. 2. Juran (1974) mengemukakan bahwa kualitas adalah kemampuan yang digunakan. Persyaratan atau spesifikasi mewujudkan kemampuan untuk digunakan ke dalam jumlah yang terukur.

Upload: ngotram

Post on 25-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengendalian Kualitas

2.1.1 Defenisi Pengendalian Kualitas

Kualitas dalam suatu perusahan industri sangatlah penting apalagi semakin

banyaknya industri-industri baru yang tumbuh maka tingkat persainganpun bertambah,

untuk itu industri-industri tersebut haruslah mulai memperhatikan kualitas dari produk

yang dihasilkannya, karena kualitas telah menjadi alat strategis perusahaan untuk

mendapatkan posisi pasar dalam menempatkan produknya. Hal ini didukung oleh

pernyataan Brooks (1982) bahwa kualitas sesungguhya berawal dari penetapan pikiran

tingkat manajemen yang paling tinggi. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa

kualitas merupakan ujung tombak perusahaan dalam melakukan proses produksi.

Pengertian kualitas secara luas adalah bahwa kualitas merupakan kesesuaian

terhadap suatu pernyataan atau spesifikasi. Pendapat para ahli lainnya tentang kualitas

adalah :

1. Crossby (1979) yang berpendapat bahwa pengaturan kualitas yang memadai

mengharuskan kita untuk melakukan pengukuran terhadap kualitas itu sendiri.

2. Juran (1974) mengemukakan bahwa kualitas adalah kemampuan yang digunakan.

Persyaratan atau spesifikasi mewujudkan kemampuan untuk digunakan ke dalam

jumlah yang terukur.

28

Suatu lembaga yang mempelajari standar pengukuran, American National

Standards Institute (ANSI), menerbitkan suatu dokumen yang memberikan

pembahasan yang meliputi banyak hal mengenai kualitas yaitu ANSI/ASQC A3

(1978). Didalamnya dikemukakan suatu pengertian bahwa kualitas adalah

keseluruhan ciri- ciri dan karakteristik produk atau pelayanan yang berhubungan

dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ingin diberikan.

Selanjutnya pengertian kualitas ini dapat dikelompokkan berdasarkan dua sudut

pandang yang berbeda dari para ahli berikut. Dua pendapat pertama

mengemukakan bahwa kualitas produk terbentuk pada proses pembuatannya. Ini

berarti bahwa kualitas produk terbentuk pada proses pembuatannya. Ini berarti

pengertian kualitas bersifat absolut dan hanya ditinjau dari sudut pandang

pembuatannya (produsen).

Everret E. Adam Jr dan Ronald J. Ebert (1982) mengemukakan bahwa

kualitas adalah derajat kesesuaian produk dengan spesifikasi desain. Sedangkan

James L. Riggs (1976) mengemukakan bahwa kualitas produk adalah hasil

spesifikasi desain yang teliti, kesesuaian dengan spesifikasi dan umpan balik

tentang performansi atau kinerja produknya. Sementara itu, beberapa pendapat

berikut mengemukakan hal yang bertentangan dengan pendapat dari kelompok

pertama, bahwa kualitas bukanlah sifat yang mempunyai arti absolut, dimana

pengertian kualitas juga ditinjau dari sudut pandang pemakainya.

J.M. Juran dan F.M. Gryna (1979) mengemukakan bahwa kualitas suatu

produk berdasarkan kemampuannya untuk digunakan, dinilai oleh konsumen.

29

Pendapat ini menempatkan perhaitan kepada keterlibatan aspek ekonomi dalam

menentukan kualitas, kecuali pada perancangan kualitras tersebut.

Genichi Taguchi (1982) mengembangkan definisi tersebut dengan

menyatakan bahwa suatu produk mempunyai kualitas yang ideal ketika mencapai

target performansinya setiap saat produk itu digunakan, dibawah kondisi yang

diinginkan serta selama waktu pemakaiannya yang diharapkan.

Philip J. Ross (1989) mengembangkan pendapat Taguchi itu dengan

menambahkan bahwa kualitas suatu produk diukur berdasarkan semua

karakteristiknya dan suatu produk dengan kualitas yang jelek akan menimbulkan

kerugian masyarakat pemakainya selama siklus hidup produk tersebut.

K.S. Stephens (1979) menjelaskan bahwa kualitas tidak perlu kualitas

yang baik, tetapi merupakan suatu hal yang diinginkan pemakai dan dapat

disediakan oleh pembuatnya. Spesifikasi harus didasarkan pada apa dihasilkan

oleh suatu proses secara ekonomis dengan suatu pengendalian yang layak. Untuk

itu produsen dan pemakai harus bekerjasama untuk menempatkan suatu

spesifikasi kualitas yang praktis, layak dan ekonomis.

Berdasarkan pengertian pengendalian dan pengertian kualitas diatas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengendalian kualitas adalah

kegiatan yang bertujuan agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi

yang telah ditetapkan, sehingga jika terjadi penyimpangan dapat diambil tindakan

perbaikan sehingga penyimpangan itu tidak terjadi lagi pada proses produksi

berikutnya. Hal ini sesuai dengan pengertian pengendalian kualitas yang

30

dikemukakan oleh J.M. Juran (1979) bahwa pengendalian kualitas adalah proses

pengaturan berkala mengukur kualitas hasil aktual, membandingkannya dengan

standar, dan bertindak jika ada penyimpangan.

Pendapat lain oleh John F. Biegel (1987) mengenai kualitas ini yaitu

bahwa pengendalian kualitas adalah suatu tanggung jawab untuk menentukan

kualitas bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi sehingga produk akhir

sesuai dengan spesifikasi atau persyaratan produk yang telah ditetapkan dalam

penggunaannya.

Di dalam ANSI/SQC Standard A3 (1978) dikemukakan bahwa

pengendalian kualitas adalah teknik-teknik dan kegiatan-kegiatan operasional

yang memungkinkan kualitas suatu produk atau pelayanan dapat memenuhi

kebutuhan yang ingin diberikan

2.1.2 Pentingnya Pengendalian Kualitas

2.1.3 Persaingan Produk Pasar

Dengan semakin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi berbagai macam produk dengan berbagai macam kualitas dan harga

yang tersedia dipasaran. Hal ini mendorong konsumen untuk selalu tanggap dan

selektif dalam memilih barang yang dikonsumsinya.

Kualitas produk dari barang merupakan salah satu faktor bagi konsumen

untuk membeli. Kualitas produk tersebut sudah dikatakan baik apabila konsumen

yang mengkonsumsinya ataui yang menggunakannya sudah merasakan yang

31

namanya customer satisfaction (kepuasan konsumen). Harapan konsumen

mengenai kualitas mengalami peningkatan berarti berkaitan dengan performansi,

kemampuan, daya tahan, harga, ketersediaan dan pengiriman produk yang dibeli.

Keadaan ini menyebabkan persaingan berbagai macam produk di pasaran tidak

dapat dihindarkan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan perusahaan adalah

dengan mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai dengan

standar kualitas yang diinginkan, sehingga diharapkan dapat menempatkan

produk pada posisi pasar yang lebih kompetitif. Dengan demikian produk yang

dihasilkan mampu bersaing dengan produk sejenis dari perusahaan pesaing.

2.1.4 Kualitas Produk Yang Jelek Menimbulkan Kerugian

Sebenarnya kerugian itu terdiri dari dua komponen; Perusahaan rugi jika

ada produknya yang rusak atau tidak memenuhi target performansinya dan

kemungkinan perusahaan harus memperbaikinya, sedangkan pembeli rugi karena

kehilangan uang, mengalami hal yang tidak enak, atau menghadapi resiko dalam

penggunaan produk tersebut. Karena untuk menghindari kerugian itu, jaminan

kualitas harus dimulai sebelum proses produksi itu berjalan dimana produk dan

proses produksi dirancang agar menghasilkan performansi, kualitas dan ongkos

yang optimal.

2.2 Langkah-langkah Dalam Pengendalian Proses

Agar kualitas suatu produk tetap terjaga, maka perlu dilakukan suatu metode

atau langkah-langkah dalam mengendalikan proses, dimana metode ini sampai

32

sekarang masih digunakan dengan pendekatan berdasarkan pola Daur Deming,

yang mempunyai langkah-langkah pengerjaan sebagai berikut :

1. Plan (Rencanakan)

Akan sangat menyulitkan bagi kita untuk mengetahui adanya penyimpangan,

apabila dari semula tidak diketahui apa yang dijadikan sasaran. Bahkan dapat

saja dikatakan tidak ada penyimpangan karena memang tidak ada sasaran

yang jelas. Sasaran merupakan bagian dari rencana yang menjelaskan secara

kuantitatif tentang apa yang akan dicapai, sehingga akan jelas bagi pelaksana

seberapa besar hasil yang harus dicapai dan merupakan pernyataan yang

terukur tentang apa yang mampu dicapai selama kegiatan berlangsung.

Penjabaran sasaran didasarkan atas hasil yang akan dicapai dan batas sumber

daya yang dimiliki. Sasaran yang telah dijabarkan tidak akan ada artinya tanpa

disertai petunjuk bagaimana mencapainya dan siapa yang akan bertanggung

jawab.

2. Do (Laksanakan)

Sasaran dengan cara ini harus dimengerti oleh pelaksana agar tidak terjadi

salah penafsiran. Peran serta pimpinan sangat diperlukan dalam memberikan

latihan maupun pengarahan bagi pelaksana, agar penerapan selaras dengan

rencana.

3. Check (Periksa)

Pimpinan tidak hanya memberikan perintah dan melakukan program latihan

pada bawahan, tetapi juga bertanggung jawab memeriksa hasil kerja. Masalah

33

itu timbul apabila ada satu penyimpangan dari standar yang berarti

merangsang kita untuk melakukan tindakan. Masalah dapat dipecahkan

menjadi dua yaitu :

- Masalah yang sebabnya sudah diketahui.

- Masalah yang membutuhkan analisis sebab akibat.

1. Action (Tindakan Koreksi)

Tindakan koreksi dilakukan tidak sekedar usaha untuk memperkecil akibat,

tetapi juga berusaha mengatasi penyebab timbulnya masalah. Dengan tindakan

koreksi diharapkan adanya peningkatan prestasi kerja sehingga dapat mengarah

kearah kemajuan. Hal-hal yang sudah diperbaiki dilakukan penelitian ulang

agar dapat dibuat suatu standar baru dari kondisi yang sudah dicapai.

2.2 Sasaran Pengendalian Kualitas

Pada bagian implementasi pengendalian kualitas hal-hal yang diharapkan

akan implementasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Agar produk yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga

dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen.

34

2. Penggunaan biaya produksi serendah-rendahnya.

3. Untuk mengetahui apakah semua sesuai dengan rencana yang ada.

4. Proses produksi selesai tepat dengan waktunya.

Apabila tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas dapat

tercapai, maka perusahaan yang bersangkutan akan mendapat keuntungan karena

pengendalian kualitas yang baik berarti :

1. Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan.

2. Menaikkan produktivitas pada proses manufaktur.

3. Mengurangi ongkos pembuatan produk dan pelayanan.

4. Menentukan serta meningkatkan kemampuan pasar dari produk dan

pelayanan.

5. Meningkatkan dan atau menjamin serta ketersediaan yang tepat waktu.

6. Membantu pengaturan perusahaan.

2.4 Teknik-teknik Pengendalian Kualitas

2.4.1 Inspeksi

Inspeksi adalah kegiatan penerapan kualitas yang utama yang harus

dilakukan setiap waktu. Produk harus selalu diperiksa agar sesuai dengan standar

kualitas yang ditetapkan agar satuan-satuan yang rusak dapat disingkirkan

sehingga perusahaan dapat menghemat berbagai biaya. Sebelum inspeksi

dilakukan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen,

yaitu :

1. Kegunaan dari produk yang dihasilkan.

35

2. Bagian dari proses produksi dimana inspeksi perlu dilakukan.

3. Orang yang melakukan inspeksi.

4. Sistem yang akan digunakan untuk menentukan pemeriksaan, jumlah sampel

yang harus diambil sehingga keseluruhan inspeksi dapat memberikan

informasi yang sebenarnya tentang keadaan suatu produk.

Tujuan utama dari inspeksi ini adalah penerimaan produk, yaitu

menempatkan produk berdasarkan kualitasnya. Penempatan ini melibatkan tiga

keputusan, yaitu :

1. Keputusan mengenai kesesuaian

2. Untuk mengambil keputusan ini, operator produksi harus di organisir serta

dilatih untuk memahami sifat produk, standar dan peralatan yang digunakan.

Mereka diberi kekuasaan untuk menentukan apakah suatu produk diterima

atau tidak. Identifikasi ini kemudian diinformasikan dengan menyatakan

produk yang bersangkutan dapat dilakukan prosedur proses selanjutnya.

Dengan tanpa pengecualian, produk yang sesuai dengan spesifikasi adalah

produk yang mempunyai kemampuan untuk digunakan.

3. Keputusan bahwa produk mempunyai kemampuan untuk digunakan

4. Pada produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, pertanyaan

akan timbul apakah produk yang mempunyai kemampuan untuk digunakan.

Pada sebagian besar kasus, jawaban akan pertanyaan ini sangat jelas, bahwa

produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi tidak layak untuk digunakan.

36

Karenanya produk itu harus dibuang atau diperbaiki atas dasar pertimbangan

proses produksi dan biaya yang dikeluarkan.

5. Keputuasan yang berhubungan dengan komunikasi

6. Inspeksi tidak hanya membuat keputusan akan produk yang besangkutan,

tetapi juga membangkitkan data yang dapat diolah menjadi informasi yang

penting bagi berbagai tujuan. Sumber informasi ini adalah keputusan

mengenai kesesuaian dan kemampuan untuk digunakan. Komunikasi kedalam

dan keluar sangat diperlukan ketika suatu produk yang tidak sesuai dikirimkan

sebagai produk yang layak digunakan.

Inspeksi harus bersifat pencegahan, bukan hanya mencari komponen yang

tidak memenuhi standar. Tujuannya adalah untuk menghentikan pembuatan

komponen-komponen yang rusak. Kegiatan ini memerlukan tenaga kerja yang

melakukan pemeriksaan yang lalu bertugas untuk melaporkan hasil

pemeriksaannya kepada manajer agar para manajer dapat merencanakan tindakan

perbaikan.

Apabila inspeksi yang dilakukan digunakan untuk menyaring produk

berdasarkan standar kualitas, sering dijumpai bahwa setiap produk diperiksa

dalam suatu usaha untuk mencegah produk yang rusak jatuh ke tangan konsumen,

atau dengan kata lain dilakukan pemeriksaan dengan inspeksi 100%. Walaupun

telah dilakukan pemeriksaan 100% seringkali masih ada produk yang lolos

kurang dari 100%. Hal ini disebabkan oleh tugas pemeriksaan yang cenderung

37

monoton dan membosankan, sehingga tingkat ketelitian pemeriksaan tidak dapat

diandalkan untuk pemeriksaan secara jangka panjang.

Karena hal tersebut, maka inspeksi dilakukan pada bagian-bagian tertentu

dari proses produksi. Jelas disini bahwa pengendalian kualitas dengan mendeteksi

kualitas rendah dengan melakukan inspeksi pada pasca produksi tidak dapat

dipercaya, boros dan merugikan. Sistem pengendalian ini harus diganti dengan

strategi yang berbeda yaitu melalui pencegahan kegagalan kualitas.

Pada proses produksi ada tempat dimana inspeksi dapat dan harus

diadakan. Secara umum inspeksi dilakukan tiga tahap yaitu saat bahan diterima,

pada saat proses dan pada tahap pemeriksaan produk akhir.

Inspeksi pada tahap masukan perlu untuk menjamin adanya kualitas

bahanyang baik. Bahan yang buruk mungkin akan dikembalikan ke pemasok,

dibuang. Jika inspeksi pada tahap ini berfungsi dengan baik maka perusahaan

akan mampu mengurangi masalah pada proses produksi dan menghemat biaya.

Inspeksi pada proses berarti memeriksa bagaimana proses itu bekerja. Dua

tujuan yang berbeda terlihat disini. Yang pertama ada kemungkinan penggunaan

informasi mengatur proses dan mengurangi produk yang buruk. Sedangkan kedua

adalah kemungkinan membuang produksi yang buruk dan memilih atau

mengembalikan bagian-bagian untuk diproses ulang sebelum biaya pemrosesan

itu terjadi.

Inspeksi pada keluaran perlu dilakukan untuk mengurangi biaya resiko

lolosnya produk dengan kualitas yang buruk ke tangan konsumen. Jika jaminan

38

akan produk baik dapat tercapai, perusahaan akan mempunyai kekuatan untuk

melawan keluhan dari konsumen. Produk yang ditolak mungkin dibuang, dijual

sebagai produk yang berkualitas jelek, atau dipisahkan dari produk yang baik dan

mengganti bagian yang cacat dari produk tersebut.

2.4.2 Pengendalian Kualitas Secara Statistik

Statistical Process Control atau SPC merupakan salah satu cabang ilmu

turunan dari Statistical Quality Control (SQC), Statistical Process Control (SPC)

adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk

menjabarkan pengunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam

memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk

berkualtas. Pada tahun 1950-an samapai 1960-an digunakan terminologi

Pengendalian Kualitas Statistikal (Statistical Qualtity Control) yang memiliki

pengertian yang sama dengan SPC.1

Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui

mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang/jasa), kemudian

membandingkan hasil itu dengan spesifikasi output yang diinginkan oleh

pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan

perbedaan antara perfomansi aktual dan standar.

Berdasarkan uraian diatas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses

statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data

1 Manajemen Operasi, (Jay Heizer 286-287) Statistical Proses Control, (0vincent gaspersz)

39

kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang

menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan

kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan. Dalam

SPC terminologi kualitas diartikan sebagai konsistensi peningkatan atau

perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang/jasa)

yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan, guna

meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal.

Berdasarkan dari terminologi kualitas yang telah disampaikan maka mutu

menurut SPC adalah bagaimana baiknya suatu output (barang/jasa) itu memenuhi

spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu

perusahaan.

2.4.3 Definisi Variasi dalam Konteks SPC

Dalam konteks pengendalian proses statistikal, penting juga untuk

mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output

sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara

tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau opersional

sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output (barang/jasa) yang

dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi,

yang diklarifikasikan sebagai berikut:

1. Variasi Penyebab-Khusus (special causes variation)

adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam

sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia,

40

peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini

mengambil pola-pola nonacak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan,

sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang

lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks

pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol,

jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yagn melewati

atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan.

2. Variasi Penyebab-Umum (common causes variation)

adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang

menyebabkan terjadinya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab

umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau

penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat

pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen

dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya,

karena pihak menejemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks

pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau

kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik

pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan.2

2 Statistical Proces Control (Vincent Gaspersz, 29 )

41

2.4.4 Definisi tentang Data dalam Konteks SPC

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun

yang bersifat kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak.

Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian

mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks

pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu:

Tabel 2.1 Jenis Data dan Peta Kendalinya

Jenis Data Jenis Peta kendali

Data Atribut

♦ Peta p

♦ Peta np

♦ Peta u

♦ Peta c

Data Variabel

♦ Peta X-bar dan R

♦ Peta X-bar dan MR

♦ Peta X-bar dan S

1. Data Atribut

yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencacatan dan analisis.

Contoh dari data attribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada

kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah,

banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat

Statistical Proces Control (Vincent Gaspersz ,2 )

42

karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit

nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang

ditetapkan.

2. Data Variabel

merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari

data variabel kuantitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis,

berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi

elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi,

diameter, volume biasanya merupakan data variabel.

2.5 Alat Pengendali Kualitas1

Alat-alat pengendalian dalam lingkungan pengawasan secara statistik

umumnya diterapkan dalam dua teknik, yaitu :

1. Peta Kontrol (Control Chart)

Peta ini adalah suatu diagram yang menunjukkan batas-batas dimana hasil

pengamatan masih dapat ditolerir dengan tertentu yang menjamin bahwa

proses produksi masih berada dalam keadaan baik.

Peta ini terdiri dari dua jenis yaitu :

Peta Kontrol Atribut

Digunakan untuk mengendalikan karakteristik-karakteristik untuk yang

tidak terukur misalnya warna, baik, buruk dan lain sebagainya.

Yang termasuk peta kontrol atribut ini adalah :

43

- Peta P : digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan

presentasi jumlah produk yang ditolak karena tidak sesuai dengan

spesifikasi atau untuk peta kontrol dengan bagian (prosentase) yang

tidak memenuhi syarat/gagal (defect). Berikut adalah langkah-langkah

pembuatan peta kendali p

Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat

Hitung rata-rata dari p

Hitung batas kendali untuk peta kendali p, dengan rumus dibawah

Ini

Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam

pengendalian statistical atau tidak.

Penggunaan Software Minitab 14

1. Masukkan data proses dalam tabel

ni)p-1(p

3-p=LCL

ni)p-1(p

3+p=UCL

p=CLoduksiPr JumlahΣ

cacatΣ=p

44

Gambar 2.2 Tampilan Pengisian Data

2. Clic Stat > Control Chart >

3. Masukkan produksi dalam variable

4. Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in

Gambar 2.3 Tampilan Pengolahan Data

5. Klik OK

45

Gambar 2.4 Tampilan hasil Peta kendali p

- Peta np : digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan

persentase jumlah poduk yang ditolak atau banyak butir yang tidak

sesuai. Proses perhitungan tidak didasarkan pada persentase produk

cacat tetapi pada jumlah produk cacat.

- Peta c : digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan

jumlah ketidaksesuaian yang ada dalam sub grup (biasanya merupakan

satu unit dengan catatan; ukuran sub grup konstan dan eksistensi

ketidaksesuaian relatif sama).

- Peta u :digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan jumlah

ketidaksesuaian yang ada dalam suatu unit pemeriksaan (biasanya

jumlah sub grup tidak konstan dan eksistensi ketidaksesuaian tidak

seragam).

46

Peta Kontrol Variabel

Digunakan untuk mengendalikan karakteristik mutu yang diukur seperti

dimensi (berat, panjang, volume, besarnya tegangan dan lain-lain).

Yang termasuk peta kontrol variabel adalah :

- Peta X

- Peta R

- Peta r

2.6 Tujuh Macam Alat-alat dalam Quality control

2.6.1 The Traditional QC Tools

1. Diagram Pareto

Suatu diagram/grafik yang menjelaskan hirarki dari masalah-masalah yang

timbul, sehingga berfungsi untuk menentukan prioritas penyelesaian masalah.

Urut-urutan prioritas perbaikan untuk mengatasi permasalahan dapat

dilakukan dengan memulai pada masalah dominan yang diperoleh dari

diagram pareto ini. Setelah diadakannya perbaikan dapat dibuat diagram

pareto baru membandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Penggunaan Sofware Minitab 14

1. Masukkan data ke dalam tabel

47

Gambar 2. 5 Tampilan Pengisian Data

2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart

3. Masukkan data yang telah dimasukkan ke dalam dialog box, untuk jenis

cacat kedalam kolom labels in dan angka cacat kedalam frequencies in.

Gambar 2. 6 Tampilan Pengolahan Data

4. Klik OK

48

Coun

t

Perc

ent

jenis cacat

Count33.1 10.1 7.3 5.6 5.6

Cum % 38.2 71.3 81.5 88.8

68

94.4 100.0

59 18 13 10 10Percent 38.2

Ketid

ak le

ngka

pan A

seso

ris

Kesa

lahan

pun

ch ey

elet

Robek

Kotor

Peng

eleman

yang

rusa

k

Jahit

an ya

ng ru

sak /

salah

200

150

100

50

0

100

80

60

40

20

0

Pareto Chart of jenis cacat

Gambar 2. 7 Tampilan Pengolahan Data

2. Diagram Sebab-Akibat (Cause-effect diagram)

Merupakan suatu diagram yang digunakan untuk mencari semua unsur

penyebab yang diduga dapat menimbulkan masalah tersebut.

3. Histogram

Merupakan diagram batang yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk

distribusi sekumpulan data yang biasanya berupa karakterisrik mutu.

Histogram ini dapat dibuat dengan cara membentuk terlebih dulu tabel

frekuensinya, kemudian diikuti dengan perhitungan statistis, baru kemudian

memplot data kedalam histogram. Hasil plot data akan memudahkan dalam

menganalisis kecenderungan sekelompok data.

49

4. Stratifikasi

Merupakan suatu usaha untuk mengelompokan kumpulan data (data

kerusakan, phenomena, sebab-sebab, dsb) kedalam kelompok-kelompok yang

mempunyai karakteristik sama.

5. Diagram Tebar (scatter Diagram)

Suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara dua faktor dengan

memplot data dari kedua faktor tersebut pada suatu grafik. Dengan diagram

ini kita dapat menentukan korelasi antara suatu sebab dengan akibatnya.

6. Check Sheet (lembar Periksa)

Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana sehingga

menghindari kesalahan-kesalahan yang mengkin terjadi dalam pengumpulan

data tersebut. Umumnya ckeck sheet ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang

dibuat sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan tanda pada

kolom yang telah tersedia dan/atau memberikan keterangan seperlunya.

7. Grafik dan Peta Kendali (Graph and Control Chart)

Grafik adalah suatu bentuk penyajian data yang terdiri dari garis-garis yang

menghubungkan dua besaran tertentu.

Grafik terdiri dari tiga jenis yaitu :

Garis (Line Graph)

Batang (Bar Graph)

Lingkaran (circle Graph)

50

Peta kendali adalah suatu bentuk grafik dengan batasan-batasan yang berguna

dalam menetapkan pengambilan keputusan dalam pengendalian mutu secara

statistik.

2.7 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)3

FMEA atau Analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur

terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode

kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam

kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang

ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan

terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan,

maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan

kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam

membuat FMEA:

1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.

2. Mendafatarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari

masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-

masalah sepele.

3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian

(occurrence) dan detektabilitas (detection). 3 Pedoman Implementasi Program Six Sigma (Gaspersz, 246-252)

51

4. Menghitung “Risk Priority Number”, atau RPN yang rumusnya adalah dengan

mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana

solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan.

Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and

detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini20 :

Tabel 2.2 Definisi FMEA untuk rating Occurance

Occurance (O)

Keterangan Rating

Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini

yang mengakibatkan mode kegagalan

1

Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan 2,3

Kemungkinan terjadinya kegagalan 4,5,6

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 7,8

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan

akan terjadi

9,10

Tabel 2.3 Definisi FMEA untuk rating Detectability

Detectability (D)

Keterangan Rating

Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan

bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi

1

Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah 2,3

Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan 4,5,6

52

atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode

pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang

kembali

7,8

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode

pencegahan deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali

9,10

Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Severity

Severity (S)

Keterangan Rating

Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan

bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak

akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

1

Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya

bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan

dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintanace)

2,3

Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan

penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi.

Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu

singkat

4,5,6

High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat

buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi.

7,8

Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang

ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan

terlebih dahulu.

9,10