diplomasi ekonomi indonesia terhadap thailand …digilib.unila.ac.id/54703/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP THAILAND
DALAM KERJASAMA PENGEMBANGAN PASAR PRODUK HALAL
(2012-2017)
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD ZAIM ROZAAN
NPM. 1416071055
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
Oleh Muhammad Zaim Rozaan
DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP THAILAND DALAM
KERJASAMA PENGEMBANGAN PASAR PRODUK HALAL (2012-2017)
Diplomasi Ekonomi merupakan instrumen yang digunakan oleh pemerintah
Indonesia, sebagai strategi dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam
mengembangkan pasar produk halal agar diminati di pasar dunia, khususnya di negara
Thailand. Pengembangan pasar produk halal ini merupakan salah satu fokus Indonesia-
Malaysia-Thailand Grwoth Triangle (IMT-GT) yang merupakan forum kerjasama ketiga
negara dalam meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Tujuan penelitian
dalam karya ilmiah ini ingin melihat diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia
terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk halal. Metode
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian tersebut yaitu
Indonesia telah melakukan diplomasi ekonomi terhadap Thailand untuk mengembangkan
produk halal dengan menerapkan langkah-langkah strategis seperti memanfaatkan
lembaga dalam menjalin kemitraan dengan sektor swasta, membentuk kerangka
kerjasama dalam mengembangkan pasar produk halal, melakukan kegiatan dalam
mempromosikan produk halal domestik, memanfaatkan peran diplomatik RI di Thailand
dalam mengembangkan pemasaran produk halal, serta memanfaatkan sektor swasta.
Kata Kunci: Diplomasi Ekonomi, Pengembangan Pasar, Produk Halal,
Kerjasama Indonesia-Thailand.
ABSTRACT
By Muhammad Zaim Rozaan
INDONESIA ECONOMIC DIPLOMACY TOWARDS THAILAND IN
COOPERATION FOR DEVELOPING HALAL PRODUCT MARKET
(2012-2017)
Economic diplomacy is an instrument used by the Indonesian government, as a
strategy in government policy making in developing the halal product market to be
popular in the world market, especially in Thailand. The development of the halal
product market is one of the focus of the Indonesia-Malaysia-Thailand Grwoth Triangle
(IMT-GT) which is a cooperation forum for the three countries in improving welfare and
economic growth. The research objective in this scientific work wants to see the
economic diplomacy carried out by Indonesia towards Thailand in the collaboration of
the development of the halal product market. The method used in this research is
descriptive qualitative. The results of this study are that Indonesia has carried out
economic diplomacy towards Thailand to develop halal products by implementing
strategic steps in utilizing institutions in establishing partnerships with the private sector,
forming a cooperative framework in developing halal product markets, conducting
activities in promoting domestic halal products, utilizing roles diplomatic RI in Thailand
in developing halal product marketing, and utilizing the private sector.
Key Words: Economic Diplomacy, Market Development, Halal Product,
Indonesia – Thailand Cooperation.
DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP THAILAND DALAM
KERJASAMA PENGEMBANGAN PASAR PRODUK HALAL (2012-2017)
Oleh:
MUHAMMAD ZAIM ROZAAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada
Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Muhammad Zaim Rozaan, dilahirkan di
Bandar Lampung pada 22 September 1995. Penulis
merupakan anak sulung dari dua bersaudara, putra dari
Bapak H. Drs. Aryanto Munawar dan Ibu Milawati, S. Sos.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tahun 2000-2001
di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bandar Lampung,
dilanjutkan di SD Al-Azhar I Bandar Lampung pada tahun 2001-2007. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar
Lampung tahun 2007-2010 dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas
di SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada tahun 2010-2013.
Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi
Negeri Universitas Lampung melalui jalur Mandiri. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa jurusan Hubungan Internasional. Selama menjadi mahasiswa
Hubungan Internasional, penulis aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa
Hubungan Internasional sebagai ketua departemen Sport, Art, and Recreation
serta aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan selama tiga tahun. Penulis telah
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata selama 40 hari di Desa Tanggul Angin,
Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian penulis juga pernah
menjalankan kegiatan praktik kerja lapangan/magang di Dinas Perdagangan
Provinsi Lampung pada tahun 2018.
MOTTO
“Jika kau ingin menggerakkan bumi, maka kau harus
menggerakkan dirimu terlebih dahulu”
(Socrates)
“Tak ada brahmana angkuh. Mereka hanya lebih mengerti, lebih tahu
daripada orang yang menganggap pengetahuan dan ilmu sebagai
keangkuhan.”
(Pramoedya Ananta Toer)
“Jelajahlah sampai batas antariksa.
Isi benakmu dengan ibu pertiwi beserta isinya,
sebab merekalah rumah tempatmu merangkai asa.”
(Muhammad Zaim Rozaan)
PERSEMBAHAN
Teruntuk Matahari, pusat tata surya dalam galaksiku;
Aryanto Munawar & Milawati
Orang tuaku.
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur atas keridhoan Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis sanjung agungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan yang baik dan pemimpin bagi kaumnya.
Skripsi yang berjudul “Diplomasi Ekonomi Indonesia Terhadap Thailand Dalam
Kerjasama Pengembangan Pasar Produk Halal (2012-2017)” sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung;
2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H. Selaku Ketua Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
sekaligus pembimbing utama untuk penulis. Terima kasih ilmu, semangat,
motivasi dan kesabaran serta rasa pengertian sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini;
3. Ibu Astiwi Inayah, M.A. selaku pembimbing kedua. Terima kasih banyak
atas kesabaran dalam memberikan masukan dan saran, dan segala motivasi
serta ilmu yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini;
4. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku dosen pembahas. Terima kasih
atas segala kritik dan saran yang membangun demi terciptanya skripsi ini.
Terima kasih atas segala ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat
menyelasikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan Staf Hubungan Internasional FISIP Unila, terima kasih
atas ilmu-ilmu dan waktu yang diberikan kepada penulis selama masa
belajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan.
6. Orang tuaku tercinta, Bapak H. Drs. Aryanto Munawar dan Ibu Milawati
S. Sos., yang selalu memberikan doa, dukungan, serta menjadi motivasi
terbesar bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Pak,
Bu. Atas segala kasih serta sayangnya. Terima kasih banyak atas doanya
yang selalu mengiringi langkah kaki anakmu ini;
7. Adikku tercinta, Naisya Midari Mutia Pratiwi, terima kasih telah
memberikan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terima kasih telah menjadi adik yang baik bagi abangnya;
8. Himpunan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, sebagai organisasi
sekaligus sebagai “rumah” semasa penulis menjadi mahasiswa Hubungan
Internasional Unila. Terima kasih telah atas segala ceritanya;
9. Sahabat-sahabat seperjuangan PHMJ HI Periode 2016/2017; Tia, Andika,
Adam, Oni, Amel, Claudy, Firly, Tiyas, Dimas, Eno, Adit. Dan juga
penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk bebeb aug: Hedi. Terima
kasih atas dedikasi serta kisah penuh maknanya;
10. Teman-teman Lah Ayok atau apapun namanya; Baron, Ceki, Ooy, Ican,
Vino, Adam, Bintang, Wira, Ontel, Ivan, Uwak, Derick, Gustian, Adit.
Terima kasih banyak untuk semua sleepless night kita yang penuh cerita
itu. Terima kasih sudah berkenan menjadi teman sekaligus saudara bagi
penulis;
11. Teman-teman seperjuangan skripsi; Rani, Wilma, Luky, Ncik, Andika,
Eris, Dumora, Mitha. Terima kasih banyak atas untuk waktu dan
dukungannya;
12. Seluruh teman-teman seperjuangan Hubungan Internasional 2014, terima
kasih atas dukungan dan semangat kalian semua. Terima kasih telah
menjadi keluarga pertama di kampus kita tercinta, see you on top fellas!;
13. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Hubungan Internasional angkatan 13, 15,
16, 17, dan seterusnya. Firly, Wisnu Suaka & Titus Cahyo, terima kasih
pernah membantu abangmu ini secara intim untuk berdedikasi di HMJ
kita. Saka, Alif, Saleh, Jo, Pebe, Dhimas (Beserta Om Hendra), Bilgart,
Sule, Cipa, Nia, Parhan, Maul, Dimas, Agoy, Leon, Raden, Rava, Ucok,
Daru, Ghifari, Lina, Devi, dan yang lain yang tak bisa saya sebutkan satu-
satu namanya. Terima kasih banyak atas dukungannya selama aktif di
kegiatan-kegiatan himpunan kita;
14. Sahabat-sahabat SMA, terutama sahabat saya sebangku sejak masuk
sampai lulus, M. Kamil Irsyad, S. Kom. dan Tiyas Anggraini yang
insyallah sebentar lagi jadi pasutri. Terima kasih sudah memberikan
motivasi bagi penulis;
15. Akang dan Ncik, Ricky dan Fina. Sisa-sisa yang bertahan dari siklus
pertemanan sejak tahun 2009. Terima kasih untuk puluhan tahunnya.
Terima kasih untuk selalu ada dalam keadaan senang dan sedih, sejak kita
remaja hingga beranjak dewasa;
16. Teman-teman UKMBS Musik Darmajaya, Cipau, Dino, Apoy, Nuril,
Gerbi, Mas Iko, Bayu, Jarot, Kak Jodi, Kak Febi, dan yang lain. Terima
kasih atas pengalamannya serta ilmunya;
17. Keluarga penulis selama 40 hari KKN, Bude Pon. Terima kasih sudah
berkenan menjadi orang tua kami selama menjalani KKN. Muhammad
Rizki Arrizal, S.T., Piesta Prima Beta Pairul, S.Ked., Aziza Novirania, S.
Ip., Siti Nur Azizah, S.Ikom., Natasya Hayatillah, S.Ked,. Dian Rusadi,
S.Si., Terima kasih sudah menjadi keluarga yang baik bagi penulis, terima
kasih sudah menjadi bagian dari kehidupan saya;
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak.
Bandar Lampung, 18 Oktober 2018
Muhammad Zaim Rozaan
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah................................................................................ 7
1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
1.4.Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Literature Review .......................................................................... 8
2.2.Landasan Konseptual .................................................................... 12
2.2.1. Diplomasi ............................................................................. 13
2.2.2. Kerjasama Internasional....................................................... 20
2.2.3 Pengembangan Pasar Produk Halal .......................................... 24
2.2.4. Kepentingan Nasional .......................................................... 27
2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30
III. METODE PENELITIAN
3.1.Tipe Penelitian ................................................................................ 31
3.2.Fokus Penelitian ............................................................................. 31
3.3.Jenis dan Sumber Data Penelitian .................................................. 32
3.4.Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 32
3.5.Teknik Pengolahan Data ................................................................ 33
ii
3.6.Teknik Analisis Data ...................................................................... 34
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.Sejarah Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Thailand ........ 37
4.2.Aktivitas Perdagangan Indonesia ................................................... 42
4.3.Sertifikasi Produk Halal ................................................................. 49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam
Kerjasama Pengembangan Pasar Produk Halal (2012-2017) ........ ... 55
5.1.1.Strategi Pemerintah Dalam Menjalankan Diplomasi
Ekonomi Melalui Kemitraan Antar Lembaga ....................... 56
5.1.2.Strategi Membentuk Kerangka Aturan Kerjasama yang
Dimanfaatkan Untuk Mengembangkan Pasar
Produk Halal (2012-2017)................................................... 69
5.1.3. Strategi Kegiatan Promosi Ekspor dan Mendorong Investasi
Masuk.................................................................................. 73
5.1.4.Strategi Memanfaatkan Perwakilan Diplomatik Indonesia di
Thailand Dalam Menjajaki Pasar dengan Produk Halal....... 81
5.1.5 Strategi Melibatkan Sektor Swasta Untuk
Menargetkan Investasi Luar Negeri .................................... 83
5.2.Langkah-langkah Diplomasi Ekonomi Indonesia Terhadap
Thailand dalam Kerjasama Pengembangan Pasar Produk Halal Tahun
2012-2017 ....................................................................................... 85
5.2.1 Penggunaan Pengaruh dan Hubungan Politik....................... 85
5.2.2 Pemanfaatan Aset-Aset Ekonomi.......................................... 86
5.2.3 Upaya Mengkonsolidasikan Iklim Politik............................. 87
VI. PENUTUP
6.1.Kesimpulan .................................................................................. 94
6.2.Saran ........................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. Neraca Perdagangan Indonesia – Thailand periode 2012-2017............... 2
1.2. Data Produk Halal Indonesia dan Thailand ............................................ 5
2.1. Komparasi Literature Review............................................. .................. 11
4.1. Perkembangan Ekspor Non-Migas Negara Tujuan .............................. 45
4.2. Permintaan Produk Halal Thailand (dalam Milliar Dollar AS) ............ 49
5.1. Data Sertifikasi Halal MUI PusatPeriode 2012-2017 ........................... 60
5.2. Kerjasama Strategi Indonesia dengan IMT-GT dalam
Pengembangan Pasar Produk Halal ...................................................... 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1.Skema Kerangka Teoritis ....................................................................... 31
4.1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2012-2017 .... 43
4.2. Food Exports Indonesia dan Thailand Tahun 2012-2017......................46
5.1.Kerangka Aturan Kerjasama yang Dimanfaatkan Pasar Produk Halal .. 72
v
DAFTAR SINGKATAN
AEC : ASEAN Economic Community
AFTA : ASEAN Free Trade Area
AoA : Agreement on Agriculture
AS : Amerika Serikat
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
BPS : Badan Pusat Statistik
BPJPH : Badan Jaminan Produk Halal
CEPT : Common Effective Preferential Tariff
CEROL : Certification Online
CICOT : The Central Islamic Commitee of Thailand
ESI : Export Similarity Index
HAM : Hak Asasi Manusia
IMT-GT : Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
INDHEX : Indonesia Halal Expo
ITPC : Indonesian Trade Promotion Centre
JHFP : Japan Halal Food Project
JIExpo : Jakarta Internasional Expo
JPH : Jaminan Produk Halal
KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia
KNKS : Komite Nasional Keuangan Syariah
vi
KTT : Konfrensi Tingkat Tinggi
LPPOM : Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika
MIHAS : Malaysia Internasional Halal Showcase
MUI : Majeis Ulama Indonesia
NFI : National Food Institute
OKI : Organisasi Konferensi Islam
OTOP : One Tambon One Product
PEPIDA : Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Invetasi Daerah
PDB : Produk Domestik Bruto
PRJ : Pekan Raya Jakarta
UKM : Usaha Kecil dan Menengah
UN : United Nation
WTO : World Trade Organization
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Persaingan kekuatan di kawasan Asia Tenggara saat ini tidak hanya dalam
bidang militer dan pertahanan, tetapi juga mencakup bidang ekonomi,
perdagangan, dan investasi. Hal itu tergambarkan dalam berbagai bentuk
kebijakan pemerintah masing-masing negara di kawasan ini untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, kinerja perdagangan dan aliran investasi ke negara
mereka (Kurniawan, 2014: 254-271).
Persaingan semakin terasa setelah krisis finansial global terjadi tahun 2008,
yaiti ketika pertumbuhan permintaan dagang dan aliran modal dari negara-negara
maju yang selama ini menjadi mitra tradisional relatif melambat. Dalam bidang
perdagangan, pasar menjadi pilihan rasional. Masing-masing negara memilihnya
untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor, termasuk di antaranya adalah
Indonesia dan Thailand.1
1 Krisis keuangan di Amerika tahun 2008 yang belum sepenuhnya pulih, disusul oleh krisis
utang di kawasan Euro, serta bencana alam di Jepang tahun 2011. Laju pertumbuhan
ekonomi dunia sempat menunjukkan perbaikan di tahun 2010. Meski masih dalam level
yang cukup tinggi, gejala perlambatan ekonomi juga di tunjukkan di kawasan negara-
negara berkembang.
2
Berikut ini adalah neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand periode
2012-2017.
Tabel 1.1. Neraca Perdagangan Indonesia – Thailand periode 2012-2017
(Nilai : RIBU US$)
2016 201718.073.659,50 16.764.967,20 15.564.160,40 13.590.621,30 14.060.984,00 -6,87 9.429.107,10 10.444.482,30
1.284.730,70 937.190,70 866.479,50 971.478,90 849.953,90 -7,61 549.877,80 724.544,9016.788.928,70 15.827.776,60 14.679.680,90 12.619.142,40 13.211.530,20 -6,81 8.879.229,30 9.179.937,30
6.635.141,10 6.061.870,00 5.783.117,00 5.507.253,00 5.394.050,10 -4,97 3.490.251,00 4.274.653,301.144.990,90 847.806,20 780.195,40 906.771,70 783.719,60 -6,68 512.741,80 682.704,605.490.150,20 5.241.063,80 5.002.921,60 4.600.481,50 4.610.330,50 -4,63 2.977.509,20 3.591.948,70
11.438.514,40 10.703.097,30 9.781.043,40 8.083.368,30 8.666.934,00 -8,02 5.938.856,10 6.169.829,00139.739,80 89.484,50 86.284,10 64.707,20 65.734,30 -16,73 37.136,00 41.480,30
11.298.778,50 10.613.712,80 9.694.759,30 8.018.661,20 8.601.199,70 -7,93 5.901.720,10 6.127.988,70-4.803.377,30 -4.641.227,30 -3.997.926,40 -2.576.115,30 -3.272.883,90 -12,68 -2.448.605,00 -1.895.175,701.005.251,10 758.421,70 693.911,30 842.064,60 717.985,30 -5,53 475.605,80 640.864,30
-5.808.628,40 -5.399.649,00 -4.691.837,70 -3.418.179,90 -3.990.869,20 -11,38 -2.924.210,80 -2.536.040,00
9,4731,7610,77
13,2734,7522,60
3,8312,67
3,8920,6433,1522,47
NON MIGAS
NON MIGASMIGASNERACA PERDAGANGANNON MIGASMIGASIMPORNON MIGASMIGASEKSPOR
Trend (%) 2012-2016
TOTAL PERDAGANGANMIGAS
Perub.(%) 2017/2016Jan-Okt
Uraian 201420132012 2015 2016
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa neraca perdagangan Indonesia
dengan Thailand pada periode 2012-2017 mengalami fluktuasi yaitu total
perdagangan tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar US$ 18.073.659,50.
Sedangkan total perdagangan terendah terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar US$
9.429.107,10 dengan rata-rata perubahan sebesar 10,77%.
Pemilihan Indonesia dan Thailand sebagai fokus dari penelitian ini dilandasi
oleh faktor kesamaan komoditi ekspor keduanya. Data United Nation (UN)
Comtrade menunjukkan bahwa dari 30 komoditi ekspor utama Indonesia dan
Thailand ke seluruh negara pada tahun 2008, terdapat 11 komoditi yang sama. Di
antaranya adalah mesin pemroses data, karet alam dan ban kendaraan, produk
otomotif dan komponennya, udang dan kepiting, serta komponen radio dan televisi
(Kurniawan, 2014: 254-271).
3
Indonesia dan Thailand mengekspor produk manufaktur yang relatif sama.
Kedua negara bersaing di sektor tekstil dan pakaian, mesin non-elektris, mesin
perkantoran dan alat-alat transportasi. Data yang yang diperoleh dari BPS di
atas menunjukkan bahwa indeks kesamaan ekspor antara Thailand dengan
Indonesia meningkat relatif lebih signifikan dari tahun 2012 sampai 2017
Selain mengekspor produk manufaktur yang relatif sama, Indonesia dan
Thailand pun telah melakukan hubungan diplomasi dan kerjasama terhadap
pengembangan pasar produk halal. Diplomasi ekonomi sebagai proses yang dilalui
oleh negara dalam mengelola hubungan luar negerinya, ditujukan untuk
mengoptimalisasi keuntungan nasional di segala bidang, termasuk di sektor
perdagangan dan investasi, baik di tingkatan bilateral, regional maupun di level
multilateral. Rana dalam bukunya yang berjudul “Economic Diplomacy; the
Exprience od Developing Countries” menyatakan bahwa luasnya ruang lingkup
diplomasi ekonomi menuntut partisipasi aktif tidak hanya dari aktor negara,
seperti kementerian luar negeri dan kementerian perdagangan, tetapi juga dari
aktor non-negara. Oleh sebab itu, kemitraan dan kolaborasi yang efektif antara
aktor negara dan non-negara menjadi salah satu kunci sukses dibalik
pelaksanaan diplomasi ekonomi (Rana, 2007:5).
Efektivitas diplomasi ekonomi menuntut harmonisasi atau integrasi lembaga-
lembaga pemerintah, yang berkaitan dengan urusan luar negeri. Beberapa
negara telah mempraktikkan hal demikian yaitu menggabungkan urusan politik dan
perdagangan luar negeri. Bentuk konkret diplomasi ekonomi lainnya yang harus
segera mendapatkan perhatian pemerintah adalah kegiatan promosi ekspor dan
4
mobilisasi aliran masuk investasi asing serta melembagakan hubungan dengan
negara lain dalam bentuk kerangka kerja sama yang dapat mengakomodasi
kepentingan industri domestik (Rana, 2007:5).
Diplomasi ekonomi dapat menjadi salah satu instrumen efektif untuk
mengkapitalisasi hubungan dipomatik, sehingga menjadi faktor pendorong
dalam peningkatan ekspor ke negara-negara sahabat. Thailand adalah salah satu
di antara banyak negara yang secara serius mengintensifkan pendekatan diplomasi
ekonomi, dalam lingkungan global saat ini. Thailand secara konsisten
menggunakan strategi bilateral free trade agreement untuk memperluas akses
pasar produk. Kolaborasi antara pemerintah dan swasta juga menjadi faktor
penting dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi Thailand (Rana, 2007:6).
Jika dibandingkan dengan Thailand, Indonesia belum optimal dalam
memanfaatkan instrumen diplomasi ekonomi terhadap negara mitra, demi
kepentingan perekonomian nasional. Situasi ini dapat dimaklumi karena faktor
konsumsi domestik Indonesia yang besar sehingga pasar luar negeri kurang
diperhatikan.
Permintaan produk halal global semakin meningkat. Hal ini memacu
kerjasama antarnegara mayoritas muslim. Kerjasama tersebut terjadi antara
Indonesia dan Thailand, yang saat ini tengah gencar melakukan kerjasama terkait
tingginya permintaan akan produk halal.
5
Tabel 1.2. Data Produk Halal Indonesia dan Thailand
Negara Perusahaan Sertifikat Halal Produk Halal Ekspor
Indonesia 713 1001 50.696 US$ 200 juta
Thailand 17 17 267 US$ 5 milyar
Sumber: LPPOM MUI (2016) dan Global State of Islam Economic.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa Indonesia telah mengekspor
produk halal ke Thailand dengan total US$ 200 juta, sedangkan Thailand telah
mengekspor produk halal ke Indonesia dengan nilai total sebesar US$ 5 milyar.
Perhatian dan dorongan khusus dari Pemerintah Thailand sengaja diberikan untuk
mencapai target ini. National Food Institute (NFI) Thailand mendorong
pemanfaatan peluang ekspor pangan halal.
Pemerintah Thailand juga akan menggulirkan program pengembangan produk
halal untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dan Otop (One Tambon, One
Product) untuk mempercepat pencapaian target ekspor pada 2020 (Hamzah,
2018).
Meninjau bahwa Indonesia yang memiliki masyarakat dengan mayoritas
beragama muslim, artinya permintaan akan produk bersertifkat halal pun menjadi
salah satu faktor bagaimana pemerintah Indonesia berupaya untuk
mengembangkan produk halal domestiknya agar produk dalam negeri dapat
diminati oleh masyarakat seluruh dunia. Dalam upayanya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, Indonesia bergabung dalam Indonesia-Malaysia-Thailand
Growth Triangle (IMT-GT) Forum yang merupakan momen strategis membangun
aliansi antara 3 negara dalam rangka memperkuat kerjasama pembangunan
layanan produk halal di wilayah Association of South East Asia Nations (ASEAN)
6
yang salah satu fokus kegiatan dalam forum ini adalah untuk mengembangkan
pasar produk halal lewat kerjasama yang dijalin antar ketiga negara yang
tergabung di dalamnya.
Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Kawasan Industri
Halal dimaksudkan untuk menjadikan produk-produk hasil industri Indonesia
lebih baik mulai dari bahan baku, packaging dan distribusi yang semuanya
dikontrol dengan baik. Pada tahun 2014, nilai ekspor makanan dan minuman ke
negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) sebesar US$ 763,6 juta atau
sekitar 14,21% dari total ekspor makanan dan minuman. (Kemenperin.go.id)
Adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai negara
yang memiliki penduduk mayoritas masyarakat muslim, produk halal seharusnya
menjadi salah satu aspek penunjang pertumbuhan ekonomi yang dapat menunjang
pendapatan negara melalui kebijakan-kebijakan yang negara (pemerintah) buat
dalam era globalisasi seperti sekarang yaitu peran diplomasi serta kerjasama di
bidang perdagangan sangat berpengaruh pada keberlangsungan pertumbuhan
gross domestic product (GDP).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul: “Diplomasi Ekonomi Indonesia - Thailand dalam Kerjasama
Pengembangan Pasar Produk Halal (2012-2017)”
7
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana diplomasi ekonomi
Indonesia - Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk halal (2012-
2017)?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah diplomasi
ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk
halal (2012-2017).
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menambah khazanah pengetahuan
dan pengembangan Ilmu Hubungan Internasional khususnya tentang diplomasi
ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk
halal tahun 2012-2017.
1.4.2. Secara Praktis
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya mengenai diplomasi
ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk
halal tahun 2012-2017.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Literature Review
Penulis akan menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan topik penelitian untuk diulas kembali, sebagai referensi dalam mendukung
penelitian ini dengan mencari perbedaan dan keunikan dengan penelitian ini.
Tujuan dari mengulas kembali penelitian terdahulu adalah sebagai landasan dalam
menyusun kerangka pemikiran yang akan diteliti. Berikut literature review dari
beberapa penelitian sebelumnya:
1. Penelitian Mariane Delanova (2016) dengan judul Diplomasi Ekonomi
Indonesia dan Negara-negara Berkembang dalam G-33 untuk
Mempromosikan Proposal Special Products dan Special Safeguard
Mechanism. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi diplomasi
negara-negara berkembang, pada khususnya Indonesia dalam forum
perdagangan multilateral WTO. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif dengan menjabarkan dan menganalisis pada sumber data
terkait. Hasil penelitian menunjukkan Strategi diplomasi ekonomi Indonesia
dan negara-negara berkembang lainnya yang tergabung di dalam G-33 untuk
memperjuangkan proposal Special Products dan Special Safeguard
Mechanism agar dapat dikecualikan dari perdagangan bebas dalam
kerangka WTO masih panjang. Belum diterimanya SP dan SSM oleh semua
anggota WTO, terutama oleh negara-negara maju, maka SP dan SSM
9
belum dapat diatur dalam ketentuan Agreement on Agriculture (AoA),
padahal SP dan SSM merupakan mekanisme perlindungan bagi pertanian
negara-negara berkembang dan petani miskin di negara-negara berkembang.
Oleh sebab itu, globalisasi, dalam hal ini pada khususnya WTO belum
mampu memberikan keuntungan bagi negara-negara berkembang.
2. Penelitian Rizki Amalia (tahun 2016) dengan judul Strategi Negara Anggota
IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle) Dalam
Pengembangan Industri Halal. Penelitian ini merupakan suatu kajian mengenai
kerjasama Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT) terkait
pengembangan industri halal. Secara khusus penelitian ini difokuskan pada
pembahasan mengenai perbedaan strategi dari masing-masing negara anggota
IMT-GT khususnya dalam pengembangan industri halal di negaranya. Dalam
perkembangannya, kerjasama IMT-GT belum memperlihatkan kerjasama
ke arah komplementer (saling melengkapi) seperti yang diharapkan, terutama
dalam peningkatan kemajuan industri halal memperlihatkan adanya
ketimpangan di masing-masing negara. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dengan menjabarkan dan menganalisis pada
sumber data terkait. Hasil penelitian menunjukkan pada dasarnya kerjasama
IMT-GT ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan di Indonesia,
Malaysia, dan Thailand serta diadakan untuk mengantisipasi realisasi pasar
bebas AFTA. Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi IMT-GT disepakati
mengenai penetapan IMT- GT Roadmap for Development 2007-2011 yang
mana salah satu sektor strategis yang akan dikembangkan antara wilayah-
wilayah di tiga negara adalah sektor industri halal.
10
3. Penelitian Muhammad Fuad Rizal Adam (2017) dengan judul
Gastrodiplomacy Jepang di Indonesia Melalui Program Japan Halal Food
Project (JHFP) Tahun 2013-2015. Penelitian ini merupakan sebuah kajian
tentang strategi diplomasi Jepang terhadap Indonesia melalui program
pembangunan pangan halal Jepang (Japan Halal Food Project) tahun 2013-
2015. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan
menjabarkan dan menganalisis pada sumber data terkait. Penelitian ini
menemukan sebuah fakta baru bahwa diplomasi yang dijalankan oleh suatu
negara dalam konteks pasca Perang Dingin tidak selalu berawal dari
hubungan negara yang berkonflik, tetapi dapat juga dikarenakan ingin
memperoleh simpati dunia yang lebih luas. mekanisme bekerjanya
gastrodiplomacy Jepang dilakukan dengan menggabungkan diplomasi publik,
diplomasi budaya, membangun reputasi nasional (nation branding), dan
dukungan sertifikasi halal yang merupakan upaya pencitraan Jepang
sebagai negara yang ramah muslim (muslim friendly). Gastrodiplomacy
melalui program pembangunan pangan halal Jepang (Japan Halal Food
Project) di Indonesia melibatkan aktor negara dan aktor non-negara
sebagai implikasi logis dari keterlibatan publik dalam proses diplomasi.
4. Penelitian Demeiati Nur Kusumaningrum (2017) dengan judul Trend
Pariwisata Halal Korea Selatan. Penelitian dianalisis menggunakan metode
kualitatif dengan penalaran deduktif. Data primer didapatkan melalui analisis
teks laporan pemerintah Korea Selatan, lembaga negara yang bertugas
mengembangkan sektor pariwisata, dan bertanggungjawab pada sertifikasi
halal. Data sekunder didapatkan dari telaah pustaka yang bersumber dari
11
publikasi data kuantitatif perdagangan Korea Selatan dan literatur penelitian
yang merujuk pada pembangunan serta hubungan internasional Korea Selatan.
Dengan mengaplikasikan pendekatan politik ekonomi internasional dan
konsep soft power, hasil penelitian menunjukkan kepentingan Korea Selatan
membangun citra negara ramah muslim dengan mempertimbangkan 1)
peningkatan pendapatan masyarakat dan investasi, 2) mencari alternatif
pengembangan pasar domestik agar tidak tergantung kepada Cina sebagai
tujuan ekspor, dan 3) memperkuat kerjasama dan hubungan diplomatik
dengan negara-negara non-tradisional
Penjelasan mengenai keterangan dari keempat judul penelitian tersebut dapat
dilihat melalui tabel di bawah ini
Tabel 2.1. Komparasi Literature Review
No. Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3 Jurnal 4
Nama
Peneliti
Mariane
Delanova Rizki Amalia
Muhammad
Fuad Rizal
Adam
Demeiati Nur
Kusumaningrum
Tujuan
Penelitian
Menjelaskan
diplomasi
ekonomi
Indonesia dan
negara-negara
berkembang
dalam G-33
untuk
mempromosikan
proposal Special
Products dan
Special
Safeguard
Mechanism.
Menjelaskan
strategi negara
anggota IMT-
GT (Indonesia,
Malaysia,
Thailand
Growth
Triangle)
dalam
Pengembangan
Industri Halal
Menjelaskan
gastrodiplomacy
Jepang di
Indonesia
melalui Program
Japan Halal
Food Project
(JHFP) tahun
2013-2015
Menjelaskan
tentang trend
pariwisata halal
Korea Selatan
Metode
Penelitian
Metode
penelitian pada
jurnal ini adalah
dengan
menjabarkan
dan
Metode
penelitian pada
jurnal ini
adalah dengan
menjabarkan
dan
Metode
penelitian pada
jurnal ini adalah
dengan
menjabarkan
dan
Metode
penelitian pada
jurnal ini adalah
dengan
menjabarkan
dan
12
menganalisis
pada sumber
data terkait.
menganalisis
pada sumber
data terkait.
menganalisis
pada sumber
data terkait.
menganalisis
pada sumber
data terkait.
Perbedaan
Penelitian
Dalam jurnal ini
lebih
menjelaskan
mengenai
diplomasi
ekonomi
Indonesia dan
negara-negara
berkembang
dalam G-33
untuk
mempromosikan
proposal Special
Products dan
Special
Safeguard
Mechanism
Dalam jurnal
ini lebih
menjelaskan
strategi negara
anggota IMT-
GT (Indonesia,
Malaysia,
Thailand
Growth
Triangle)
dalam
Pengembangan
Industri Halal
Dalam jurnal ini
lebih
menjelaskan
strategi negara
gastrodiplomacy
Jepang di
Indonesia
melalui Program
Japan Halal
Food Project
(JHFP) tahun
2013-2015
Dalam jurnal ini
lebih
menjelaskan
pariwisata halal
Korea Selatan
Sumber: Diolah oleh penulis
Berdasarkan tabel di atas, maka perbedaan penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini adalah pada fokus penelitian, dimana penelitian ini akan fokus pada
upaya diplomasi ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama
pengembangan pasar produk halal.
2.2. Landasan Konseptual
Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan landasan konsep yang digunakan
dalam penelitian ini. Dalam sub-bab ini, penulis menjelaskan berbagai definisi
tentang diplomasi ekonomi, kerjasama internasional, kepentingan nasional, dan
kepentingan nasional yang menjadi dasar penulis dalam melihat bagaimana
diplomasi ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan
pasar produk halal tahun 2012-2017.
13
2.2.1. Diplomasi
1. Pengertian Diplomasi
Diplomasi kerap kali dikaitkan dengan perundingan maupun perjanjian antara
dua pihak maupun lebih. Hal tersebut benar adanya mengingat diplomasi
merupakan urusan atau penyelenggaraan hubungan resmi antara satu negara
dengan negara yang lain melalui wakil negaranya masing-masing sebagai
perantara (Purwadarminta, 1998:78). Menurut G.R. Berridge (2018:4), sejatinya
diplomasi merupakan sistem komunikasi dalam masyrakat internasional yang
bertujuan untuk membuat suatu persetujuan atau kesepakatan antarnegara.
Hampir sama dengan pengertian menurut Berridge dan Brian White
mendefinisikan diplomasi dalam dunia politik sebagai proses komunikasi
antaraktor internasional guna mencari penyelesaian atas konflik yang dihadapi
dengan cara bernegosiasi (White, 2018:15).
Sejatinya diplomasi terbagi menjadi dua bentuk berdasarkan cakupan topik
yang akan didiplomasikan itu sendiri, yang pertama adalah diplomasi makro.
Diplomasi makro pada umumnya lebih banyak menyangkut hal-hal mengenai
propaganda, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan
politik, ekonomi, ataupun militer. Sedangkan yang kedua, diplomasi mikro,
merupakan diplomasi yang lebih banyak menjual kepentingan nasional negaranya
melalui budaya, seperti kesenian dan olah raga (Dhitra, 2018:6).
Salah satu bentuk diplomasi adalah diplomasi ekonomi, diplomasi ekonomi
merupakan salah satu bentuk diplomasi yang mempergunakan instrument
ekonomi guna mencapai tujuan dan kepentingan negara (Harianto dan Taat
Subekti, 2010:35).
14
2. Diplomasi Ekonomi
Diplomasi ekonomi adalah salah satu bentuk diplomasi yang mempergunakan
instrument ekonomi guna mencapai tujuan dan kepentingan negara (atau lembaga
lain seperti korporasi) tertentu. Secara umum, diplomasi ini diterjemahkan sebagai
proses pengajuan kebijakan dan keputusan serta berbagai konsultasi tentang
kemudahan dan prospek ekonomi guna mencapai tujuan dan kepentingan
nasional, untuk dinegosisasikan agar dapat disepakati oleh negara lain, baik secara
bilateral maupun multirateral. Diplomasi ekonomi biasa merujuk kepada
kepentingan untuk masalah perdagangan (ekspor atau impor), investasi, pinjaman,
pelaksanaan proyek pembangunan atau hal-hal lain yang berkaitan dengan
kegiatan ekonomi (Harianto dan Taat Subekti, 2010:35).
Rana (2007:78) dalam Economic Diplomacy: The Experience of Developing
Countries mendefinisikan diplomasi ekonomi sebagai suatu proses, melalui proses
dimana suatu negara menyelesaikan masalahnya dengan negara lain, guna
memaksimalkan pendapatan dan perolehan negara melalui kegiatan ekonomi dan
pertukaran ekonomi, baik secara bilateral, regional maupun multilateral.
Diplomasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses seni yang dinamik
yang dalam proses pelaksanaannya selalu bervariasi sesuai dengan pihak-pihak
yang terlibat dalam proses tersebut, guna memaksimalkan pencapaian suatu tujuan
atau kepentingan dalam membangun dan mengembangkan kegiatan ekonomi.
Sejak pendirian World Trade Organization (WTO) tahun 1995, peran diplomasi
ekonomi menjadi semakin “crucial” bagi negara-negara yang sedang berkembang
untuk terus meningkatkan dan mengembangkan pembangunan ekonomi (Harianto
dan Taat Subekti, 2010:35).
15
Diplomasi ekonomi bukanlah sebuah praktek diplomasi terpisah dari
diplomasi umum. Diplomasi ekonomi memiliki asumsi dan menjalankan strategi
yang sama dengan praktek diplomasi pada umumnya. Namun, ada beberapa hal
yang membedakan diplomasi ekonomi dan menyebabkan diplomasi ekonomi
terpisah menjadi kajian tersendiri.
Salah satu karakter utama dari diplomasi ekonomi adalah bahwa diplomasi
ekonomi sangat sensitif dan reaktif terhadap perubahan dan perkembangan pasar
(Bayne dan Woolcock, 2007:79). Karenanya pada beberapa kasus, diplomasi
ekonomi dapat gagal jika pasar menawarkan alternatif lain yang lebih menarik
atau dengan kata lain, praktek diplomasi ini adalah jenis diplomasi yang
berhadapan langsung dengan satu kekuatan lain yakni kekuatan pasar (market
forces). Selain itu, hal yang membedakan diplomasi ekonomi dari diplomasi lain
adalah adanya peran yang cukup besar dari sektor privat dalam proses negosiasi
dan formulasi kebijakannya (Odell, J.S., 2000:190).
Perkembangan peran dan fungsi diplomasi ekonomi pada sistem ekonomi
internasional modern didorong oleh berbagai faktor, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a) Proses internasionalisasi dan penguatan dependensi sistem ekonomi dunia
mengarahkan pada dua hal, yaitu integrasi global dan regional;
b) Ekspansi pesat yang terjadi pada ekonomi pasar, liberalisasi perekonomian
nasional, dan peningkatan interaksi negara melalui perdagangan dan investasi
internasional, serta peningkatan aktor ekonomi global seperti perusahaan
multinasional, bank, dan kelompok investasi;
16
c) Globalisasi ekonomi; gabungan antara proses internasionalisasi dan
peningkatan peran perusahaan multinasional berdampak pada peningkatan
peran diplomasi ekonomi. Dalam hal ini, diplomasi ekonomi berperan dalam
mendorong perkembangan internasionalisasi di negara, namun disisi lain juga
menahan kekuatan dari negara atau aktor lain yang berusaha memonopoli
keuntungan dari globalisasi tersebut;
d) Bentuk adaptasi terhadap metode manajemen progresif, efisiensi energi, dan
teknologi baru-sehingga investasi asing dapat memastikan perkembangan
kerjasama antarnegara dan organisasi internasional;
e) Perkembangan inovasi ekonomi negara terhadap keterbukaan ekonomi
eksternal.
Hal ini berdampak pada pembangunan citra positif negara yang akan menarik
wisata asing dan daya tarik investasi asing sehingga berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara (Odell, J.S., 2000:190).
Diplomasi ekonomi dilakukan dengan mengadakan pertemuan antara eksportir
dan partner dagangnya, untuk menjelaskan dan menyusun prioritas serta
memperlihatkan aspek-aspek mana yang menguntungkan apabila kegiatan ekspor-
impor dilakukan. Selanjutnya, fungsi lain adalah untuk memfasilitasi dan
mendukung aktivitas perdagangan internasional, melobi kepentingan perusahaan
domestik di luar negeri, bantuan politik dan perdagangan, mobilisasi sumber daya
eksternal yang efektif untuk tujuan pembangunan, serta yang paling utama adalah
untuk mempertahankan kondisi yang menguntungkan dari kerjasama ekonomi
internasional yang mampu mendorong dan meningkatkan level dan kualitas
kehidupan masyarakat (Odell, J.S, 2000:190).
17
Menurut Rana (2007:38) Beberapa faktor penting yang membuat diplomasi
ekonomi berjalan sukses, yaitu sebagai berikut:
a) Hubungan ekonomi luar negeri melibatkan tidak hanya kementerian luar
negeri, perdagangan, dan industri negara yang bersangkutan, namun juga
melibatkan segala unit bisnis di negara tersebut, seperti asosiasi perdagangan
dan industri, sektor finansial, sekolah dan lembaga penelitian bisnis, industri
pariwisata, dan aktor domestik yang merupakan stakeholder sekaligus prime
mover;
b) Struktur kementerian luar negeri dan badan pengaturan ekonomi eksternal
harus teringerasi dan selaras. Kebijakan ini telah banyak diambil oleh negara-
negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, Islandia,
dan negara lain seperti Australia, Brunei, Kanada, Korea Selatan, Selandia
Baru dan beberapa negara di Karibia. Negara-negara Skandinavia diatas telah
secara utuh mengintegrasikan promosi perdagangan dan investasi, serta
kebijakan perdagangan dan bantuan luar negeri kedalam kementerian luar
negeri;
c) Membuat prioritas “kembar” diplomasi ekonomi yaitu antara promosi ekspor
dan mobilisasi kedalam investasi asing. Promosi ekspor mencakup bantuan
terhadap perusahaan domestik yang mencari pasar di luar negeri; studi pasar,
kunjungan delegasi bisnis, partisipasi dalam pertemuan perdagangan
internasional, serta pertemuan pembeli-penjual;
d) Kerangka peraturan dagang yang secara sah ditentukan oleh pemerintah
merupakan pemikiran bersama dengan pelaku bisnis serta think-tanks dan
18
scholar yang bertujuan untuk membentuk kondisi yang meningkatkan
perdagangan dan investasi negara;
e) Harus membedakan antara diplomasi ekonomi yang beroperasi di ibukota
negara dan di lapangan melalui jaringan yang ada di kedutaan dan konsuler;
f) Adanya perbedaan efektivitas diplomasi ekonomi di tiap-tiap negara. Misi
diplomatik yang dijalankan oleh orang-orang terlatih dan staf profesional
memberikan keuntungan power dan pengaruh negara yang diwakilinya.
Berdasarkan definisi di atas, maka diketahui bahwa diplomasi ekonomi
merupakan elemen penting bagi negara dalam mengelola relasi ekonominya
dengan dunia luar karena hubungan ekonomi internasional tidak terjadi dalam
ruang hampa yang hanya mengandalkan kekuatan pasar. Dalam pemahaman ini,
diplomasi ekonomi kemudian menjadi senjata penting bagi negara-negara untuk
dapat bekerjasama ataupun berkonflik di sistem internasional.
Menurut Van Bergeijk & Moons (2007:14), diplomasi ekonomi mengandung
tiga elemen, yakni:
a) Penggunaan pengaruh dan hubungan politik untuk mempromosikan dan atau
mempengaruhi perdagangan dan investasi,
b) Pemanfaatan aset-aset ekonomi untuk meningkatkan biaya konflik dan
memperkuat hubungan yang saling menguntungkan,
c) Upaya untuk mengkonsolidasikan iklim politik dan lingkungan internasional
untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
Jika melihat elemen di atas, maka akan ada perbedaan antara kapabilitas
negara-negara dalam melakukan diplomasi ekonomi. Perbedaan ini bisa
dikarenakan faktor internal maupun faktor eksternal, baik dalam kemampuan
19
material maupun non-material. Dalam kondisi seperti ini, akan terjadi
ketimpangan dalam praktek diplomasi ekonomi antara negara dengan kapasitas
lebih dan kapasitas kurang, dimana dalam konteks ekonomi global
diejawantahkan sebagai negara maju dan negara berkembang terutama yang
berhubungan dengan pengaruh dan hubungan politik, pemanfaatan aset-aset
ekonomi serta upaya untuk mengkonsolidasikan iklim politik dan lingkungan
internasional.
Sedangkan Rashid dalam buku Economic Diplomacy in South Asia
mendefinisikan diplomasi ekonomi sebagai proses formulasi dan negosiasi
kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan produksi, pertukaran barang, jasa,
tenaga kerja, dan investasi di negara lain (Rana, 2007:6). Odell (2000:39)
menawarkan definisi yang lebih luas dengan memasukkan elemen lain yakni
adanya kebijakan terkait pertukaran uang dan informasi termasuk bantuan luar
negeri atau official development assistance.
Sedangkan menurut Pavol Baranay (2009:117) seorang diplomat ekonomi dan
komersial dari Slovakia dalam buku Modern Economic Diplomacy, diplomasi
ekonomi merupakan aktivitas resmi diplomatik yang fokus pada tujuan
kepentingan ekonomi suatu negara dalam level internasional. Hal ini mencakup
upaya peningkatan ekspor, menarik investasi asing, dan partisipasi kerja dalam
berbagai organisasi ekonomi internasional.
Berdasarkan beberapa definisi diplomasi ekonomi di atas, maka definisi
diplomasi ekonomi yang digunakan pada penelitian ini adalah diplomasi ekonomi
yang dikemukakan oleh Rana (2007:78) dalam Economic Diplomacy: The
Experience of Developing Countries. Yang dinilai dari pengaruh dan hubungan
20
politik, pemanfaatan aset-aset ekonomi serta upaya untuk mengkonsolidasikan
iklim politik dan lingkungan internasional sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Van Bergeijk & Moons.
2.2.2. Kerjasama Internasional
Sejak semula, fokus dari teori hubungan internasional adalah mempelajari
tentang penyebab-penyebab dan kondisi-kondisi yang menciptakan kerjasama.
Kerjasama dapat tercipta sebagai akibat dari penyesuaian-penyesuaian perilaku
aktor-aktor dalam merespon atau mengantisipasi pilihan-pilihan yang di ambil
oleh aktor-aktor dalam merespon atau mengantisipasi pilihan-pilihan yang diambil
oleh aktor-aktor lainnya. Kerjasama dapat dijalankan dalam suatu proses
perundingan yang diadakan secara nyata atau karena masing-masing pihak saling
tahu sehingga tidak lagi diperlukan suatu perundingan (Dougherty & Pfaltzgraff,
1997:418).
Kerjasama dapat didefinisikan sebagai serangkaian hubungan-hubungan yang
tidak didasarkan pada kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum, seperti
dalam sebuah organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa. Aktor-aktor
negara membangun hubungan kerjasama melalui suatu organisasi internasinal dan
rezim internasional, yang didefinisikan sebagai seperangkat aturan-aturan yang
disetujui, regulasiregulasi, norma-norma, dan prosedur-prosedur pengambilan
keputusan, dimana harapan-harapan para aktor dan kepentingan-kepentingan
negara bertemu dalam suatu lingkup hubungan internasional (Dougherty &
Pfaltzgraff, 1997:418).
Kerjasama dapat tumbuh dari suatu komitmen individu terhadap kesejahteraan
bersama atau sebagai usaha pemenuhan kepentingan pribadi. Kunci dari perilaku
21
kerjasama ada pada sejauh mana setiap pribadi percaya bahwa yang lainnya akan
bekerja sama. Sehingga isu utama dari teori kerjasama adalah didasarkan pada
pemenuhan kepentingan pribadi, dimana hasil yang menguntungkan kedua belah
pihak dapat diperoleh dengan bekerja sama dari pada dengan usaha sendiri atau
dengan persaingan (Dougherty & Pfaltzgraff, 1997:418).
Ada beberapa alasan mengapa negara melakukan kerjasama dengan negara
melakukan kerjasama dengan negara lainnya:
a. Dengan alasan demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya banyak negara
yang melakukan kerjasama dengan negara lainnya untuk mengurangi biaya
yang harus ditanggung negara tersebut dalam memproduksi suatu produk
kebutuhan bagi rakyatnya karena adanya keterbatasan yang dimiliki negara
tersebut.
b. Untuk meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan biaya.
c. Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama.
d. Dalam rangka mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-
tindakan individual negara yang memberi dampak terhadap negara lain
(Holsti, 1995: 362-363).
Kerjasama internasional pada umumnya berlangsung pada situasi-situasi yang
bersifat desentralisasi yang kekurangan institusi-institusi dan norma-norma yang
efektif bagi unit-unit yang berbeda secara kultur dan terpisah secara geografis,
sehingga kebutuhan untuk mengatasi masalah yang menyangkut kurang
memadainya informasi tentang motivasi-motivasi dan tujuan-tujuan dari berbagai
pihak sangatlah penting. Interaksi yang dilakukan secara terus-menerus,
berkembangnya komunikasi dan transpotasi antar negara dalam bentuk pertukaran
22
informasi mengenai tujuan-tujuan kerjasama, dan pertumbuhan berbagai institusi
yang walaupun belum sempurna dimana pola-pola kerjasama menggambarkan
unsur-unsur dalam teori kerjasama berdasarkan kepentingan sendiri dalam sistem
internasional anarkis ini (Dougherty & Pfaltzgraff, 1997:418).
Diskusi kerjasama internasional secara teori meliputi hubungan antara dua
negara atau hubungan antara unit-unit yang lebih besar disebut juga dengan
multilateralisme. Walaupun bentuk kerjasama seringkali dimulai di antara dua
negara, namun fokus utama dari kerjasama internasional adalah kerjasama
multilateral. Multilateralisme didefinisikan oleh John Ruggie sebagai bentuk
intstitusioanl yang mengatur hubungan antara tiga atau lebih negara berdasarkan
pada prinsip-prinsip perilaku yang berlaku umum yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk institusi termasuk di dalamnya organisasi internasional, rezim
internasional, dan fenomena yang belum nyata terjadi, yakni keteraturan
internasional (Dougherty & Pfaltzgraff, 1997:419).
Perilaku kerjasama dapat berlangsung dalam situasi institusional yang formal,
dengan aturan-aturan yang disetujui, norma-norma yang disetujui, normanorma
yang diterima, atau prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang umum. Teori
kerjasama internasional sebagai dasar utama dari dari kebutuhan akan pengertian
dan kesepakatan pembngunan politik mengenai dasar susunan internasional
sebagai dasar utama dari kebutuhan akan pengertian dan kesepakatan
pembangunan politik mengenai dasar susunan internasional dimana perilaku
muncul dan berkembang. Melalui multilateralisme dari organisasi internasional,
rezim internasional, dan aktor internasional meletakan konsep masyarakat politik
23
dan proses integrasi dimana kesatuan diciptakan (Dougherty & Pfaltzgraff,
1997:420).
Suatu kerjasama internasional didorong oleh beberapa faktor:
a. Kemajuan dibidang teknologi yang menyebabkan semakin mudahnya
hubungan yang dapat dilakukan negara sehingga meningkatkan
ketergantungan satu dengan yang lainnya.
b. Kemajuan dan perkembangan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan bangsa
dan negara. Kesejahteraan suatu negara dapat mempengaruhi kesejahteraan
bangsa-bangsa.
c. Perubahan sifat peperangan dimana terdapat suatu keinginan bersama untuk
saling melindungi dan membela diri dalam bentuk kerjasama internasional.
d. Adanya kesadaran dan keinginan untuk bernegosiasi, salah satu metode
kerjasama internasional yang dilandasi atas dasar bahwa dengan bernegosiasi
akan memudahkan dalam pemecahan masalah yang dihadapi (Kartasasmita,
1997:19).
Kerjasama internasional dapat dilakukan oleh semua negara, salah satunya
adalah kerjasama antara Indonesia dengan Thailand. Kerjasama Indonesia dengan
Thailand merupakan serangkaian hubungan yang tidak didasarkan pada kekerasan
atau paksaan kerjasama ini disahkan secara hukum dan dilakukan melalui
diplomasi Indonesia terhadap Thailand dalam bentuk kerjasama pengembangan
pasar produk halal pada tahun 2012-2017.
24
2.2.3. Pengembangan Pasar Produk Halal
1. Pengertian Halal
Komunitas muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar
yangpotensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu
produk. Pola konsumensi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan
Syariat. Dalam Syariat tidak diperkenankan bagi kaum muslim untuk
mengkonsumsi produk-produk tertentu karena subtansi yang dikandungnya atau
proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Syariat tersebut.
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “melepaskan” dan “tidak
terikat”. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan
karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.
Sertifikat halal adalah suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan Syariat Islam. Sertifikat
halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Biasanya kata halal bisa digunakan untuk menyebut makanan dan minuman
yang boleh dikonsumsi menurut syar’i. Saat ini kesadaran umat Islam di dunia
untuk mengkomunikasi produk-produk halal terbilang sangat tinggi. Begitu pula
dengan pakaian, keputusan MUI merunjuk kepada Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan MUI berlandaskan kepada
UU tersebut.
Menurut Organisasi Konferensi Islam (OKI), halal merupakan tindakan yang
dibenarkan untuk dilakukan menurut syar’i. Yang dimaksud makanan halalan
thayyiban adalah makanan yang boleh untuk dikonsumsi secara Syariat dan baik
25
bagi tubuh secara kesehatan (medis). Makanan dikatakan halal paling tidak harus
memenuhi tiga kriteria, yaitu halal zatnya, halal cara perolehannya, dan halal cara
pengolahannya. Halal zatnya, makanan yang halal menurut zatnya adalah
makanan yang dari dasarnya halal untuk dikonsumsi dan telah di tetapkan
kehalalannya dalam kitab suci al-qur’an dan al-hadist. Halal cara memperolehnya
yaitu makanan yang didapat dengan cara yang baik dan sah menurut Syariat
Islam, Makanan akan menjadi haram apabila cara memperolehnya dengan jalan
yang batil karena itu bisa merusak tubuh kita dan merugikan orang lain serta
dilarang oleh Syariat. Adapun dari makanan yang diperoleh dari makanan yang
batil adalah dengan cara mencuri, merampok, menyamun, dan lain sebagainya.
Halal cara pengolahannya yaitu makanan yang semula halal dan akan berubah
menjadi makanan haram apabila cara pengolahannya tidak sesuai dengan syeriat
islam. Contohnya buah anggur, makanan ini halal tetapi karena telah diolah
menjadi minuman keras maka minuman ini menjadi haram (Getty, 2012:35).
Sertifikat halal adalah suatu fatwa tertulis dari Majeis Ulama Indonesia (MUI)
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan Syariat Islam. Sertifikat
halal ini merupakan Syariat untuk mendapatkan ijin pencatuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Dikatakan halal paling
tidak harus memenuhi tiga kriteria, yaitu zatnya, cara memperolehnya, dan halal
cara pengelolahannya. Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk
yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan Syariat Islam.
2. Produk Halal
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
26
kehutanan, perikanan, peternakan, peraiaran, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen
manusia, termasuk bahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman.
Menurut Pasal 1 huruf a Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, yaitu pangan halal adalah pangan
yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi
umata Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan Syariat Islam.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal, Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai
dengan Syariat Islam.
Menurut Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal (2003:131) produk
halal adalah produk pangan, obat, kosmetika, dan produk lain yang tidak
mengandung unsur atau barang haram atau dialarang untuk dikonsumsi,
digunakan, atau dipakai umat Islam baik yang menyangkut bahan baku, bahan
tambahan, bahan bantu, dan bahan penolong lainnya termasuk bahan produksi
yang diolah melaluiproses rekayasa genetika dan iradiasi yang pengolahannya
dilakukakan sesuai dengan Syariat Islam.
Proses produk halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian
kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan,
pengelolaan, penyimpan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian
produk. produk makana halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan
sesuai dengan Syariat Islam, antara lain:
27
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
Syariat Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, dan
transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal
lainnya. jika pernah digunakan untuk babi dan/atau barang yang tidak halal
lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara Syariat Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung unsur khamar
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dalam Pasal 69
Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui :
a. Sanitasi pangan;
b. Pengaturan terhadap bahan tambahan pangan;
c. Pengatutan terhadap pangan produk rekayasa genetik;
d. Pengaturan terhadap iradiasi;
e. Penetapan standar kemasan pangan;
f. Pemberian jaminan keamanan pangan dan mutu pangan; dan
g. Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
2.2.4. Kepentingan Nasional
Pada kepentingan nasional peran „negara‟ sebagai aktor yang mengambil
keputusan dan memerankan peranan penting dalam pergaulan internasional
berpengaruh bagi masyarakat dalam negerinya. Demikian pentingnya karena ini
yang akan menjadi kemaslahatan bagi masyarakat yang hidup di wilayah tersebut.
28
Seperti yang dipaparkan oleh Kindleberger mengenai kepentingan nasional;
“…hubungan antara negara tercipta karena adanya perbedaan keunggulan yang
dimiliki tiap negara dalam berproduksi. Keunggulan komparatif (comparative
advantage) tersebut membuka kesempatan pada spesialisasi yang dipilih tiap
negara untuk menunjang pembangunan nasional sesuai kepentingan nasional…”
(Kindlerberger, 2008:21).
Terdapat empat tipe kepentingan, yaitu kepentingan pertahanan dan
keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata internasional, dan kepentingan
ideologi. Kepentingan pertahanan dan keamanan merupakan kepentingan yang
berupaya melindingi warga negaranya dari serangan negara lain. Kepentingan
ekonomi merupakan kepentingan suatu negaara dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, kepentingan untuk menambah mitra dalam berbisnis,
dan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kepentingan ideologi adalah
kepentingan yang melindungi ideologi negaranya dari ideologi dari negara lain.
Lalu, tipe-tipe tersebut dipersempit menjadi kepentingan primer dan sekunder
yang dibedakan menurut skala penting atau tidaknya suatu kepentingan
(Kindlerberger, 2008:21).
Pada analisis kepentingan nasional, peran aktor dalam hal ini negara, akan
mengejar apapun yang dapat membentuk dan mempertahankan, pengendalian
suatu negara atas negara lain. Pengendalian tersebut berhubungan dengan
kekuasaan yang tercipta melalui teknik-teknik paksaan ataupun kerjasama.
Tindakan demikian tergantung dari seberapa besar „power‟ yang dimiliki negara
tersebut. Sejalan dengan itu jika telah menemui poinnya, maka negara akan
merubah alur yang tadinya hanya demi kepentingan awal namun dapat menjadi
29
kepentingan baru. Kepentingan baru ini dilakukan dengan tetap menjalankan
kepentingan awal atau betul-betul merubah kepentingannya tanpa menggunakan
dasar dari kepentingan yang ingin dicapai sebelumnya. (Jemadu, 2008: 68).
Kepentingan yang demikian itu merupakan strategi dalam menjalankan sebuah
kerjasama demi memenuhi kepentingan satu, dua, tiga dan seterusnya. Negara
menggunakan strategi untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya. Dimana
strategi dilakukan untuk memperkirakan seberapa jauh hasil yang akan dicapai
nantinya. Selain itu negara sebagai aktor utama dalam percaturan internasional
harus memiliki nilai yang menjual dalam arti ada kemampuan yang dimilikinya,
sehingga ia disegani oleh lawannya yang menjadi bahan pertimbangan kerjasama.
Seperti yang digambarkan oleh Jon C. Pevehouse (2010:71) dalam bukunya yang
berjudul International Relations: Actors use strategy to pursue good outcomes in
bargaining with one or more other actors. States deploy power capabilities as
leverage to influence each other’s actions. Bargaining is interactive, and requires
an actor to take account of other actor’s interests even while pursuing its own.
Pada ranah internasional, kerjasama juga merupakan tindakan yang dipandang
sebagai panggung atau arena dalam tuntutan-tuntutan yang membahas mengenai
kepentingan akan aktor-aktor yang disebabkan karena keterbatasan yang melekat
dalam diri negara yang menjalin kerjasama. Sehingga dalam hal ini negara
berusaha menggunakan kepentingan nasional sebagai komponen yang dirumuskan
dan kemudian diperjuangkan dalam sebuah hubungan (Jon C. Pevehouse,
2010:71.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kepentingan nasional melalui diplomasi
ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk
30
halal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan permintaan produk halal di Indonesia
dan Thailand. Adanya kepentingan nasional memberikan gambaran bahwa
terdapat aspek-aspek yang menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat dilihat
dari sejauh mana fokus negara dalam memenuhi target pencapaian demi
kelangsungan bangsanya. Berdasarkan identitas yang diciptakan dapat
dirumuskan apa yang menjadi target dalam waktu dekat, bersifat sementara
ataupun juga demi kelangsungan jangka panjang. Hal demikian juga seiring
dengan seberapa penting identitas tersebut apakah sangat penting maupun sebagai
hal yang tidak terlalu penting.
2.3. Kerangka Pemikiran
Indonesia dan Thailand dalam kerjasamanya dalam forum IMT-GT yang
merupakan kerjasama sub-regional dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi
melalui pengembangan pasar produk halal yang menjadi salah satu programnya,
diplomasi ekonomi menjadi suatu instrumen yang ideal bagi Indonesia dalam
mengembangkan pasar produk halal. Diplomasi ekonomi sebagai proses yang dilalui
oleh negara dalam mengelola hubungan luar negerinya, dengan tujuan untuk
mengoptimalisasi keuntungan nasional di segala bidang, termasuk di sektor
perdagangan dan investasi, baik di tingkatan bilateral, regional maupun di level
multilateral. Luasnya ruang lingkup diplomasi ekonomi, menuntut partisipasi aktif
tidak hanya dari aktor negara, namun melaui pembentukan kerangka kerjasama,
kegiatan promosi produk halal domestik, pemanfaatan diplomatik RI di Thailand
sebagai sarana dalam menngembangkan kerjasama pengembangan pasar halal,
serta mengikutsertakan sektor swasta sebagai pelaku bisnis. Oleh sebab itu,
31
kemitraan dan kolaborasi yang efektif antara aktor negara dan non-negara
menjadi salah satu kunci sukses dibalik pelaksanaan diplomasi ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka pemikitan penelitian
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Teoritis
Permintaan Produk Halal Dunia
Kerjasama Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT)
Strategi: Diplomasi Ekonomi
Indonesia terhadap Thailand dalam
Pengembangan Pasar Produk Halal :
1. Penggunaan
Pengaruh dan
Hubungan Politik
2. Pemanfaatan Aset-
aset Ekonomi
3. Upaya
Mengkosolidasikan
Iklim Politik
1. Lembaga &
Kemitraan
2. Kerangka aturan
kerjasama
3. Kegiatan Promosi
Ekspor Produk Halal
4. Pemanfaatan
Perwakilan
Diplomatik Indonesia
5. Pemanfaatan Sektor
Swasta
Pengembangan Pasar Produk Halal
32
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang menggambarkan fonomena
sosial tertentu. Menurut Nawawi (2006:63) metode deskriptif yaitu prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan
subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya
prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistis dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah mengenai diplomasi
ekonomi Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar
produk halal.
3.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian bertujuan membatasi masalah yang dibahas dalam penelitian,
fokus penelitian dalam Herdiansyah dijelaskan sebagai central phenomenon yang
menurut Creswell didefinisikan sebagai suatu konsep atau suatu proses yang
dieksplorasi secara mendalam dalam penelitian kualitatif. Fokus penelitian sangat
33
penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Fokus penelitian
dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian
guna memilih data yang relevan dan mana data yang tidak relevan (Moleong,
2001:237).
Pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada diplomasi ekonomi
Indonesia terhadap Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk halal
tahun 2012-2017 melalui lembaga dan kemitraan, kerangka kerjasama aturan,
kegiatan promosi ekspor produkhalal, pemanfaatan perakilan diplomatik
Indonesia, serta pemanfaatan sektor swasta.
3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang
sebenarnya hasil observasi data yang telah dilakukan maupun mengecek kembali
data yang sudah ada sebelumnya (Sugiyono, 2010:78).
Data tersebut bersumber dari dokumentasi berupa surat kabar, buku, situs
internet yang berhubungan dengan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap
Thailand dalam kerjasama pengembangan pasar produk halal tahun 2012-2017
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
pengumpulan data primer dan data sekunder, yang dikumpulkan melalui:
1. Studi kepustakaan
34
Studi kepustakaan yang dilakukan penulis dengan cara mempelajari buku-
buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian yang
dilakukan.
2. Studi dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang diperlukan
dalam penelitian. Menurut Sukardi (2005:81) dokumentasi adalah cara untuk
mengumpulkan data melalui bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen
yang ada.
3.5. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan
kategorisasi, dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data
tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk
menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian.
Mengacu pada Nasution dalam Sugiyono (2010:78) teknik pengolahan data
merupakan teknik operasional setelah data terkumpul. Adapun tahap-tahap
pengolahan data pada penelitian ini adalah data:
1. Inventarisasi data
35
Pada tahap ini peneliti dengan mengumpulkan dan menyeleksi data sesuai
dengan data yang dikaji sesuai permasalahan yang diteliti sesuai dengan hasil
wawancara, observasi dan dokumentasi hasil penelitian.
2. Menyeleksi data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Penyeleksian data ini dilakukan dengan cara memilah-milah data yang
diperoleh dari hasil wawancara ataupun hasil studi kepustakaan untuk ditentukan
mana yang dapat berguna dan mana yang tidak dapat dipakai dalam penelitian.
3. Mengklasifikasikan data.
Data yang telah diseleksi tersebut diklasifikasikan dan dilihat jenisnya serta
hubungannya berdasarkan panduan wawancara yang telah dibuat (jika data dari
hasil wawancara) atau berdasarkan jenis kegiatan jika data tersebut berbentuk
dokumen kegiatan.
4. Menyusun data dengan menempatkan data tersebut pada posisi pokok bahasa
secara sistematis.
Penyusunan dan pengumpulan data ini sesuai dengan alur analisis yang telah
penulis susuan dalam pembahasan dan penempatan serta penentuan volume data
disesuaikan dengan yang dibutuhkan.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian yang bersifat kualitatif berlandasan pada
penggunaan keterangan secara lengkap dalam menginterprestasikan data tentang
variabel, bersifat non-kuantitatif dan dimaksudkan untuk melakukan eksplorasi
mendalam dan tidak meluas terhadap fenomena. Di dalam penelitian ini penulis
sependapat dengan Miles dan Huberman dalam Anis dan Kandung (2014:64)
yang menjelaskan bahwa, metode yang dipilih untuk menganalisa data adalah
36
metode analisa interaktif, yang mulai dari pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penariakan kesimpulan.
1. Reduksi data (reduction data)
Setalah penyeleksian data peneliti melakukan reduksi data (reduction data)
yaitu data yang diperoleh (data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan
yang lengkap dan terperinci. Data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan
berdasarkan pertanyaan (dikelompokkan), jawaban yang sama dan yang berbeda
dipisahkan, dan menentukan temanya.
2. Penyajian data (display data)
Penyajian data (display data) yaitu data disajikan dalam bentuk kutipan-
kutipan dari hasil wawancara, diuraikan sesuai dengan reduksi yang telah
dilakukan.
3. Penarikan kesimpulan (concluting drawing)
Penarikan kesimpulan (concluting drawing) yaitu melakukan verifikasi secara
terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal proses
pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis data yang ada kemudian
diwujudkan dalam suatu kesimpulan yang bersifat tentatif, dengan bertambahnya
data selama penelitian berlangsung, maka pada setiap kesimpulan dilakukan
verifikasi secara terus menerus.
37
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Sejarah Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Thailand
Hubungan Indonesia dan Thailand telah berlangsung sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit. Melalui pertukaran peradaban, masyarakat kedua bangsa
telah terhubung melalui seni budaya, agama, arsitektur, dan karya sastra. Kerja
sama antara kedua negara berlangsung di berbagai bidang seperti ekonomi,
perdagangan, iptek, dan budaya. Hubungan ini diperluas lagi dengan adanya
saling kunjung antara pemimpin kedua negara.
Indonesia dan Thailand merupakan negara-negara anggota ASEAN juga
merupakan anggota ASEAN Original Signatories of Common Effective
Preferential Tariff (CEPT) Asean Free Trade Area (AFTA) yang
merupakan main mechanism dari AFTA, ditandatangani oleh Menteri-Menteri
Ekonomi ASEAN. Kedua negara sadar betul akan pentingnya melakukan kerja
sama baik secara bilateral maupun regional di dalam cakupan ASEAN. Oleh
karenanya para pemimpin negara-negara ASEAN meluncurkan ide berupa
pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN yang didasari oleh pemikiran
bahwa masing-masing negara memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, yang
jika difasilitasi melalui kerja sama antar negara yang erat, tentunya akan
membawa kemanfaatan yang besar pula bagi masing-masing negara. Berangkat
38
dari hal tersebut, maka lahirlah ide untuk menciptakan suatu kawasan
perdagangan bebas di wilayah ASEAN, yang akan meminimalkan hambatan (baik
tarif maupun non-tarif) bagi masing-masing negara untuk melakukan kegiatan
perdagangan satu sama lain (Aspan, 2011:679-680)
Pada dekade 1980-an dan 1990-an, ketika negara-negara di berbagai belahan
dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan
ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk
bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna
menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Pendirian AFTA memberikan impikasi
dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif bagi banyak produk yang
diperdagangkan di kawasan sebesar 0-5% pada 2003 dan penghapusan tarif bagi
seluruh produk dalam Inclusion List (IL) pada 2010 untuk ASEAN-6 dan 2015
untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
Selain itu juga memberikan impikasi dalam bentuk penghapusan hambatan-
hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi
perdagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada
liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi.
Sebagai tindak lanjut dari Framework CEPT AFTA, telah dihasilkan Perjanjian
ASEAN Trade in goods Agreement (ATIGA) (Direktorat Jenderal Kerjasama
Industri Internasional, 2012:7)
Dalam ketentuan umum CEPT-AFTA antara lain disebutkan bahwa semua
negara akan berpartisipasi dalam skema CEPT yang berlaku sejak 1 Januari 1993.
Sasarannya adalah penurunan tarif efektif hingga menjadi 0-5% dalam kurun
39
waktu 10 tahun. Usul jangka waktu 15 tahun diajukan oleh Indonesia, sedangkan
pada konsep AFTA yang diajukan Thailand hanya mencapai jangka waktu
pelaksanaan 10 tahun. Namun, dalam perjanjian pun disebutkan bahwa kalau
memungkinkan pencapaiannya dapat dipercepat (Halwani, 2005 : 215).
Indonesia dan Thailand, umumnya negara anggota ASEAN saat ini tengah
mempersiapkan diri untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN atau
ASEAN Economic Community 2015. ASEAN Economic Community yang
merupakan langkah lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan perdagangan
bebas ASEAN. AEC Blueprint mengamanatkan liberalisasi perdagangan barang
yang lebih meaningful dari CEPT-AFTA. Komponen arus perdagangan bebas
barang tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan
maupun penghapusan hambatan non-tarif sesuai skema AFTA. Disamping itu,
perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan yang diharapkan dapat
memperlancar arus perdagangan ASEAN.
Untuk mewujudkan hal tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah
menyepakati ASEAN Trade in goods Agreement (ATIGA) pada pertemuan KTT
ASEAN ke-14 tanggal 27 Februari 2009 di Chaam, Thailand dan mulai berlaku
sejak 17 Mei 2010. ATIGA merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan
ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang (trade in goods).
Dengan demikian, ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta
penyempurnaan perjanjian ASEAN dalam perdagangan barang secara
komprehensif dan integratif. Penghapusan tarif seluruh produk intra-ASEAN
dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam persetujuan
40
CEPT-AFTA dan digariskan dalam the Roadmap for Integration of ASEAN
(RIA) yaitu pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk CLMV.
ATIGA mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang berkaitan dengan
perdagangan barang ke dalam suatu comprehensive framework, menjamin sinergi
dan konsistensi di antara berbagai inisiatif. ATIGA akan meningkatkan
transparansi, kepastian dan meningkatkan AFTA-rules-based system yang
merupakan hal yang sangat penting bagi komunitas bisnis ASEAN (Direktorat
Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, 2010: 69).
Indonesia dan Thailand sepakat akan pentingnya peningkatan kerjasama
dalam semua bidang. Keduanya juga sepakat memandang ASEAN sebagai pilar
utama politik luar negeri serta pentingnya menjunjung tinggi sentralitas ASEAN
dalam melaksanakan kerjasama regional dan berkomitmen meningkatkan
kerjasama (Kemlu RI 2018;1).
Hubungan bilateral Indonesia-Thailand di bidang ekonomi, perdagangan dan
investasi terus mengalami peningkatan pada tahun 2013. Hal ini tercermin antara
lain dari angka pertumbuhan nilai investasi dan perdagangan antara kedua negara,
semakin meningkatnya kunjungan oleh pejabat dan pengusaha di kedua negara,
semakin menguatnya konektifitas antara kedua negara terutama konektifitas
masyarakat yang didukung dengan semakin banyak penerbangan antar kedua
negara. Peningkatan tersebut juga dilakukan dalam upaya kedua pihak
mempersiapkan diri menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Payung utama kegiatan kerjasama bilateral antara kedua negara adalah forum
Komisi Bersama yang dibentuk setelah ditandatanganinya Persetujuan Kerjasama
41
Ekonomi dan Teknik RI-Thailand. Pada pertemuan tersebut telah dibahas
beberapa permasalahan bilateral yang akan terus dikembangkan oleh kedua negara
antara lain meliputi masalah: ekonomi, perdagangan, transportasi, pendidikan dan
kebudayaan, investasi, perikanan, pariwisata, energi, kerjasama teknik, dan
kerjasama IMT-GT.
Namun apabila dilihat dari nilai perdagangannya saja, kerja sama
perdagangan kedua negara mengalami pasang surut. Di tahun 2011 total
perdagangan kedua negara sebesar US$ 16.301.802,1, mengalami peningkatan di
tahun berikut yaitu di tahun 2012 total perdagangan kedua negara sebesar US$
18.073.659,5, dan terakhir di tahun 2013 kembali terjadi penurunan dalam total
perdagangan kedua negara, pada periode ini total perdagangan kedua negara
sebesar US$ 16.764.967,2 (Kemendag.go.id, 2018;1).
Pada neraca perdagangan kedua negara dalam periode 2011-2013
Indonesia selalu mengalami defisit, karena salah satu penyebab defisit
perdagangan dengan Thailand adalah impor produk pertanian yang mencapai US$
5 miliar per tahun. Selain produk pertanian, hingga akhir triwulan I 2013, Badan
Pusat Statistik mencatat beberapa komoditas dari Thailand yang nilai impornya
signifikan adalah kendaraan dan bagiannya (US$ 825,43 juta), mesin atau pesawat
mekanik (US$ 467,07 juta), plastik dan barang dari plastik (US$ 273,19 juta)
(Tempo, 2018:1)
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2012 yang ditandatangani pada 13
Juni 2012 mengesahkan naskah kerjasama perdagangan antara Republik Indonesia
dengan Pemerintah Kerajaan Thailand, yang ditandatangani oleh Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri
42
Perdagangan Thailand, Kittirat Na-Ranong, di Bali, pada 11 September 2011 lalu.
Naskah kerjasama yang berjudul “Trade Agreement Between The Government of
The Republic of Indonesia and The Government of The Kingdom of Thailand” itu
memuat 15 pasal, yang menyangkut ketentuan dasar, perlakuan yang sama,
pembebasan dari perlakuan yang sama, perlindungan hak atas kekayaan
intelektual, persinggahan barang, pengaturan pembeayaan, pembentukan komite
perdagangan bersama, dan lain-lain (setkab.go.id)
Dalam kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand, keduanya
memiliki komoditas ekspor utama yang sama yaitu produk karet, elektronik dan
otomotif yang keseluruhan produk tersebut tarifnya telah menjadi 0-5% pada
tahun 2010 berdasarkan penurunan jadwal di dalam skema CEPT-AFTA.
(kemlu.go.id) Sehingga pada saat pembuatan perjanjian perdagangan di antara
kedua negara peraturan-peraturan skema CEPT-AFTA yang telah disempurnakan
melalui ASEAN Trade in goods Agreement (ATIGA) tersebut dapat diterapkan.
4.2 Aktivitas Perdagangan Indonesia
Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah dengan Produk
Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan indikator kesejahteraan perekonomian di
suatu negara dan dapat menjadi rujukan untuk mengukur kesejahteraan
masyarakat yang diukur dengan tingkat pendapatan (income). Maka semakin
meningkat ekspor suatu negara, pendapatan masyarakat akan meningkat pula.
Namun demikian, di era perekonomian terbuka saat ini maka pada saat bersamaan
pula arus impor juga akan meningkat yang dimana dalam pengukuran
pertumbuhan ekonomi, meningkatnya nilai impor akan berdampak terhadap
43
penurunan PDB. Oleh karena itu, liberalisasi perdagangan suatu negara di satu sisi
akan mendorong peningkatan nilai perdagangan, namun disisi lain akan
mempengaruhi neraca perdagangannya. Berikut pertumbuhan PDB dalam 5 tahun
terkahir (tahun 2012-2017) dalam info grafik World Bank.
Sumber: World Bank
Gambar 4.1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun
2012 - 2017
Lewat gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDB
Indonesia memang sempat mengalami penurunan angka pertumbuhan PDB.
Dimulai dari tahun 2012-2014, yang pada saat itu masa pemerintah presiden
Susilo Bambang Yudhiyono, pertumbuhan PDB dapat dikatakan stabil meskipun
mengalami penurunan dalam pertumbuhan PDB. Yakni dari 917 Milyar USD
pada tahun 2012 terus turun menjadi 890 Milyar USD pada masa akhir jabatannya
pada tahun 2014.
44
Penurunan PDB terus terjadi sampai pada pergantian masa jabatan pada
tahun 2014, yakni era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertumbuhan PDB
pada tahun 2015 mencapai 860 Milyar USD, namun di tahun-tahun selanjutnya
pertumbuhan PDB naik secara signifikan mencapai 1,1 Triliyun USD pada tahun
2017. Pertumbuhan PDB Indonesia yang bersifat fluktuatif tersebut dipengaruhi
oleh beberapa konsep dasar PDB yang dipengaruhi oleh pengeluaran rumah
tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto,
inventori (persediaan), serta ekspor-impor, yang perdagangan serta hubungan
antar negara sangat mempengaruhi pertumbuhan PDB.
Dalam perdagangan internasional, terdapat kegiatan menjual barang atau
jasa ke negara lain yang disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau
jassa dari negara lain disebut impor. Kegiatan ekspor-impor tersebut demikian
menghasilkan devisa bagi suatu negara. kegiatan ekspor-impor tersebut terjadi
karena adanya permintaan domestik demi guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Secara umum produk ekspor dan impor dapat dibedakan menjadi dua,
yakni barang migas dan non-migas. Barang migas merupakan produk atau barang
yang diperoleh dari hasil minyak bumi dan gas, sedangkan barang non-migas
merupakan barang yang diperoleh dari hasil peternakan, perkebunan, pertanian,
hasil hutan, perikanan, serta hasil pertambangan yang bukan dari hasil minyak
bumi dan gas.
Berikut data perkembangan ekspor non migas Indonesia ke beberapa
negara yang diperoleh dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia tahun 2013-2017 pada Tabel 4.1.:
45
Tabel 4.1. Perkembangan Ekspor Non-Migas Negara Tujuan
(Nilai : Juta US$)
NO Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 Trend(%)
2013-2017 Perub.(%) 2017/2016
Peran.(%) 2017
1. REP. RAKYAT TIONGKOK 21.281,60 16.459,10 13.260,70 15.118,00 21.349,70 -0,78 41,22 13,95
2. AMERIKA SERIKAT 15.081,90 15.857,00 15.308,20 15.685,00 17.134,40 2,47 9,24 11,19
3. JEPANG 16.084,10 14.565,70 13.096,10 13.209,50 14.690,60 -2,75 11,21 9,6
4. INDIA 13.009,80 12.223,70 11.602,00 9.934,40 13.950,30 -0,68 40,42 9,11
5. SINGAPURA 10.385,80 10.065,90 8.661,00 9.340,00 9.089,50 -3,36 -2,68 5,94
6. MALAYSIA 7.268,20 6.397,20 6.227,80 6.022,90 7.073,40 -1,14 17,44 4,62
7. PILIPINA 3.798,50 3.886,80 3.917,00 5.256,90 6.600,00 15,11 25,55 4,31
8. KOREA SELATAN 6.052,50 5.716,90 5.439,70 5.264,60 6.334,20 0,09 20,32 4,14
9. THAILAND 5.214,10 5.002,90 4.600,50 4.610,30 5.436,00 0,02 17,91 3,55
10. BELANDA 4.014,50 3.906,20 3.409,70 3.219,90 3.983,20 -2,07 23,71 2,6
11. VIETNAM 2.398,40 2.436,30 2.736,90 3.031,60 3.575,50 10,71 17,94 2,34
12. TAIWAN 3.731,70 3.883,70 3.652,00 2.566,70 2.840,90 -9,15 10,68 1,86
13. JERMAN 2.881,90 2.820,50 2.661,90 2.635,10 2.667,60 -2,2 1,23 1,74
14. HONGKONG 2.693,30 2.777,60 2.067,10 2.143,10 2.405,70 -4,74 12,25 1,57
15. PAKISTAN 1.415,00 2.045,30 1.989,50 2.018,20 2.398,20 10,98 18,83 1,57
Sumber: Kementrian Perdagangan Republik Indonesia
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia sudah melakukan
ekspor non-migas ke negara Thailand dengan nilai ekspor yang cukup stabil dari
tahun ke tahun, yang dimana pada tahun 2017, nilai ekspor Indonesia ke Thailand
mencapai USD 5.436 juta, dimana angka tersebut merupakan angka tertinggi dari
nilai ekspor Indonesia ke Thailand sejak dari tahun 2013.
46
Food Exports
Country Name
Country Code 2012 2013 2014 2015 2016 2017 IncomeGroup
Indonesia IDN Food exports (% of
merchandise exports) 17,91
677 17,66
987 20,27
79 21,65
173 22,48
983 23,44
099 Lower Middle
Income
Thailand THA Food exports (% of
merchandise exports) 13,77
492 13,03
969 13,73
39 13,78
113 13,89
25 Upper Middle
Income
Sumber; diolah dari World Bank Data
Gambar 4.2. Food Exports Indonesia dan Thailand Tahun 2012-2017
Menurut data World Bank menunjukkan bahwa, nilai kegiatan ekspor
makanan yang dilakukan Indonesia dan Thailand menunjukkan perbedaan yang
sangat signifikan. Data diatas menunjukkan bahwa kegiatan ekspor Indonesia jauh
diatas nilai kegiatan ekspor Thailand yang seharusnya menjadi salah satu faktor
dalam meningkatkan devisa domestik negara. Akan tetapi, besarnya nilai kegiatan
ekspor tersebut tidak menjadi salah satu faktor yang menjadi pendukung naiknya
pendapatan negara.
47
Di Indonesia, kebijakan perdagangan dalam bentuk undang-undang (UU)
dibuat dan disahkan secara bersama-sama oleh presiden dan parlemen. Dalam
implementasinya, UU dijalankan dengan berbagai instrumen termasuk
diantaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres).
Sementara itu, untuk perjanjian dan negosiasi perdagangan internasional, sesuai
dengan UU No. 24 Tahun 2000, sebagian besar adalah tanggung jawab
Kementerian Luar Negeri, yang berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Secara garis besar, terdapat beberapa lembaga yang terlibat langsung
dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan serta mempunyai andil dalam
kegiatan perdagangan Indonesia, lembaga-lembaga tersebut terdiri dari;
1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
2. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
3. Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi
(PEPI)
4. Kementerian Perdagangan (Kemendag)
5. Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
6. Tim Tariff
7. Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS)
Lewat peraturan-peraturan serta lembaga yang mengatur kegiatan
perdagangn Indonesia, diharapkan diplomasi ekonomi dapat menjadi faktor
48
penunjang bagi elemen yang sudah disiapkan oleh pemerintah guna berupaya
meningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Diplomasi ekonomi kini menjadi salah satu prioritas dalam politik luar
negeri Indonesia terutama sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jika
ditinjau dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan, Jokowi menginginkan akses
pasar-pasar luar negeri diperluas sehingga dapat mendorong volume ekspor
Indonesia. Diharapkan dengan berkembangnya ekspor Indonesia, maka pada
akhirnya dapat membantu mendorong perekonomian dalam negeri termasuk
mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Diplomasi ekonomi untuk
mencapai kesejahteraan ekonomi menjadi bagian yang semakin penting dalam
politik luar negeri di berbagai negara, dan salah satu bagian dari diplomasi
ekonomi ini adalah diplomasi perdagangan.
Perdagangan luar negeri merupakan salah satu variabel penting
pertumbuhan ekonomi di suatu perekonomian; tidak mengherankan bahwa
seluruh negara berupaya keras untuk mendorong kerjasama perdagangan dengan
tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan antara Indonesia dengan
Thailand adalah kerjasama pengembangan pasar produk halal. Adanya kerjasama
pengembangan pasar produk halal dilatarbelakangi adanya peningkatan jumlah
permintaan akan produk halal yang dikembangkan oleh Indonesia dan Thailand.
Pada kerjasama ekonomi Indonesia dengan Thailand khususnya pada produk
makanan halal terlihat dalam tabel 4.2. sebagai berikut.
49
Tabel 4.2. Permintaan Produk Halal Thailand (dalam Miliar Dollar AS)
Subjek 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Produk
Hewan
Ternak
beserta
turunannya
278,426,550 260,220,300 234,925,570 161,176,890 167,907,000 196,205,090
Produk
Kelautan
beserta
turunannya
226,394,910 204,233,610 188,106,060 193,734,130 131,300,000 161,060,000
Produk Buah-
buahan
beserta
turunannya
223,979,160 203,081,860 232,233,010 294,398,060 147,366,800 309,435,990
Total 728,800,620 667,535,770 655,264,640 649,309,080 446,573,800 666,701,080
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2018)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa permintaan produk halal
Thailand dari tahun 2013-2017 mengalami fluktuasi. Permintaan terbesar terjadi
pada tahun 2012 dengan total 728,800,620 Miliar Dollar AS, sedangkan
permintaan terkecil terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 446,573,800 Miliar
Dollar AS. Fluktuasi permintaan produk halal antara Thailand dengan Indonesia
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti jumlah persediaan dan permintan
produk halal yang tidak sama setiap periodenya.
4.3 Sertifikasi Produk Halal
4.3.1 Sertifikasi Produk Halal di Indonesia
Hubungan agama dan negara di Indonesia dalam penanganan sertifikasi
produk halal dapat dilacak dari ketentuan produk perundang-undangan. Di
50
antaranya adalah Undang- undang Nomor Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan, Undang-undang Nomor Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan
Iklan Pangan, serta yang terbaru Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal.
Jika ditinjau dari aturan yang ada dalam UU Undang-undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 Tentang Label dan Iklan Pangan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a. Ketentuan mengenai kehalalan sebuah produk cukup dengan keterangan
bahwa produk tersebut halal. keterangan itu dicantumkan sendiri oleh
produsen. hal itu juga hanya bersifat fakultatif, bukan keharusan.
b. Tidak perlu ada lembaga khusus yang mensertifikasi produk halal.. produsen
sendiri yang mencantumkan keterangan halal itu pada produknya.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal. UU ini (selanjutnya disebut UU JPH) merupakan produk peraturan
perundang-undangan yang paling konkrit dan komprehensif mengenai sertifikasi
produk halal, karena memang merupakan UU khusus mengenai masalah tersebut.
Keluarnya UU ini dapat dikatakan sebagai era baru penanganan sertifikasi halal di
Indonesia. Beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal antara lain pasal 4 yang menyatakan bahwa Produk yang
masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) UU JPH mengamanatkan dibentuknya Badan
51
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menurut ayat (5) ketentuan
mengenai fungsi, tugas, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan
Presiden.
4.3.2. Sertifikasi Produk Halal di Thailand
Sebagai gambaran di Thailand setidaknya ada dua lembaga kajian halal,
yaitu Halal Standard Institute of Thailand dan The Halal Science Center
Thailand. Sertifikasi halal di Thailand ditangani oleh Central Islamic Council
of Thailand (CICOT) atau Syaikhul Islam of Thailand, sebuah lembaga yang
menaungi seluruh keislaman di Thailand. Lembaga ini diakui oleh negara. Halal
Standard Institute of Thailand adalah lembaga di bawah CICOT yang menangani
persoalan sertifikasi halal yang berperan aktif dalam Working Group on Halal
Products and Services (HAPAS) dalam kerangka Indonesia-Malaysia-Thailand
Growth Triangle (IMT- GT).
4.4 Perbedaan Sertifikasi Halal di Indonesia dan Thailand
Perbedaan antara Indonesia dan Thailand dalam kaitannya dengan
penanganan sertifikasi halal antara lain:
a. Motivasi
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa di Thailand kepentingan
ekonomi negara sangat dominan dalam program sertifikasi halal. Negara jelas
sangat diuntungkan dengan adanya program sertifikasi halal. Sedangkan bagi
umat Islam Thailand, sertifikasi halal adalah untuk melindungi umat Islam
52
dari mengkonsumsi barang haram, karena secara umum memang sulit untuk
mendapatkan yang halal. Dengan adanya sertifikasi halal, umat Islam
Thailand memiliki panduan untuk memperoleh barang-barang halal di tengah
melimpahnya barang tidak halal. Maka sebenarnya hubungan negara dan
agama dalam hal ini bersifat saling memanfaatkan dan saling menguntungkan.
Sedangkan di Indonesia, kesadaran akan produk halal sudah menjadi bagian
dari kebutuhan kehidupan masyarakat yang mayoritas muslim, sehingga sangat
mudah untuk menemukan produk halal di Indonesia. Bahkan lebih mudah
untuk mendapatkan yang halal dari pada yang haram. Namun di tengah-
tengah melimpahnya produk halal, tidak jarang muncul produk halal,
terutama yang dihasilkan oleh pabrik moderen. Masyarakat tidak mudah
mengenali halal haramnya. Maka orientasi sertifikasi halal di Indonesia
didominasi oleh motivasi untuk melindungi asyarakat muslim sendiri..
b. Peran negara
Sertifikasi halal di Indonesia maupun Thailand pada awalnya merupakan
gerakan civil society, yang artinya hal tersebut terjadi karena faktor
permintaan akan produk halal yang jumlahnya tidak sedikit. Namun dalam
perkembangan terakhir Indonesia mengalami pergeseran. Jika selama ini
sertifikasi halal ditangani oleh LPPOM MUI yang merupakan lembaga
swadaya masyarakat, sejak lahirnya UU Jaminan Produk Halal, penanganan
sertifikasi menjadi wewenang negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal (BPJPH) yang merupakan lembaga negara Hal ini berarti peran
civil society berkurang, bahkan terpinggirkan. MUI memang masih memiliki
53
kewenangan untuk menetapkan halal dan haram. Tetapi proses formalnya,
baik pemeriksaan saintifiknya maupun dikeluarkannya sertifikat menjadi
wewenang BPJPH.
Sedangkan kewenangan Thailand relatif tetap. Sampai sekarang masih
dipegang oleh CICOT yang merupakan lembaga majelis ulama di Thailand
yang sampai saat ini belum ada rencana untuk diambil alih oleh negara.
Dilihat dari jumlah umat Islam di Thailand, nampaknya persoalan sertifikasi
halal tetap akan menjadi gerakan civil society. Di bidang yang lain, seperti
masjid dan lembaga pendidikan Islam, semuanya ditangani oleh swasta.
VI. PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh penulis, di dalam penelitian
ini, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Diplomasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap
Thailand untuk mengembangkan pasar produk halal dalam kurun waktu tahun
2012-2017 telah melakukan langkah-langkah yang nyata dalam membangun
ekonomi dalam sektor halal. Lembaga-lembaga yang terdiri dari BPJPH,
Kemenko, PEPI, Kemendag, Kemenkeu, Tim Tariff, serta KNKS yang masing-
masing melakukan upaya untuk mempromosikan produk halal asal Indonesia agar
diminati oleh masyarakat internasional khususnya Thailand.
2. Selain melalui lembaga-lembaga yang menjalin kemitraan, pemerintah
Indonesia juga telah melakukan strategi melalui kerangka kerjasama dalam forum
IMT-GT untuk menjadikan pengembangan pasar syar’i menjadi pusat pasar halal
dunia karena potensi-potensi yang dimiliki oleh negara Indonesia. Komitmen
kerjasama telah digunakan Indonesia sebagai strategi dalam pembangunan produk
halal domestik agar bukan hanya menjadi negara konsumen namun juga sebagai
produsen produk halal terbesar di dunia
3. Untuk mempromiskan produknya agar mendorong investasi masuk,
Indonesia telah mengadakan secara rutin melalui kegiatan Indonesia Halal Expo
95
yang rutin diadakan di Indonesia yang diikuti oleh banyak negara-negara ASEAN
dalam kurun waktu tahun 2012-2017. Selain mengadakan pameran produk halal,
Indonesia juga telah melakukan kerjasama dengan IMT-GT dalam fokusnya untuk
mengembangkan pasar halal, kerjasama ini disepakati pada tahun 2017 dan akan
dijalankan mulai tahun 2019 demi mencapai tujuannya untuk menjadikan negara-
negara yang tergabung dalam IMT-GT menjadi negara produsen halal terbesar di
perdagangan internasional. Hal tersebut dapat direalisasikan karena adanya
penggunaan hubungan diplomatik serta pemanfaatan aset-aset ekonomi yang tidak
hanya melibatkan lembaga-lembaga pemerintah, namun juga peran sektor swasta
yang menjadi pioner dalam mempromosikan produk halal domestik berpengaruh
pada pendapatan negara melalui produk-produk halal yang dijajakan ke pasar
internasional.
6.2.Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Dalam memasarkan produk halal, sebaiknya pemerintah lebih
mengoptimalkan keberadaan posisi lembaga Badan Penyelenggara Jaminan
Produk halal sebagai instrumen negara dalam mengembangkan produk domestik
yang halal lewat pembentukkan Peraturan Pemerintah dalam mengatur
berjalannya sertifikasi halal dan tidak menghambat kemajuan pelaku ekonomi,
khususnya pelaku UMKM yang berperan aktif dalam kerjasama Indonesia di
Thailand dalam mengembangkan produk halal agar diminati masyarakat dunia.
96
2. Sebaiknya pemerintah Indonesia, mengintensifkan program pelatihan
untuk meningkatkan kualitas, kreatifitas dan desain produk untuk produk halal
Indonesia di dalam kerjasama Indonesia dengan Thailand dalam
mengembangkan produk halal.
3. Sebaiknya Pemerintah, meningkatkan serta mendukung program-program
ekonomi kreatif sebagai instrumen produk halal agar dapat meningkatkan daya
minat masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi produk lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aleksius Jemadu. (2008). Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Anis dan Kandung.(2014). Panduan Praktis Penelitian. Kualitatif, GrahaIlmu,
Yogyakarta.
Baranay, Pavol. (2009). Modern Economic Diplomacy. Latvia: Publications of
Diplomatic Economic Club.
Bayne, N. dan S. Woolcock. (2007). The New Economic Diplomacy: Decision-Making
and Negotiations in International Economic Relations.Ashgate Publishing Company.
Dougherty & Pfaltzgraff. (1997).Contending Theoris. New York :Happer and Row
Publisher.
Joshua S. Goldstein dan Jon C. (2010).Pevehouse.International Relations. Longman:
New York..
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (1998). Pusat Bahasa Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Kartasasmita, (1997). Administrasi Internasional. Lembaga Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Administrasi, Bandung.
Lukmanul Hakim, (2016). Top 10 Negara Tersertifikasi MUI. LPPOM MUI, Jakarta.
Moleong, (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nawawi, (2006). Penelitian Terapan,. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Odell, J.S., (2000). Negotiating the World Economy. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem
Produksi Halal, hlm. 131,Cornell University Press.
Rana, (2007). “Economic Diplomacy: The Experience of Developing Countries”,
Chapter 11, Nicholas Bayne, and Stephen Woolcock, The New Economic Diplomacy:
Decision Making and Negotiation in International Economic Relations, 2nd edition,
Ashgate, London.
Rashid, H.U., (2005). “Economic Diplomacy in South Asia”, Address to the Indian
Economy & Business Update.
Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D,.Alfabeta, Bandung.
Sukardi, (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Bumi
Aksara, Jakarta.
Van Bergeijk, P.A.G., dan S. Moons, (2007). “Economic Diplomacy andEco-nomic
Security”, New Frontiers for Economic Diplomacy.Lisbon: Portugal.
Report
IMT-GT. (2017). IMPLEMENTATION BLUEPRINT 2017-2021. Manilla, Phillippines.
Jurnal
Kurniawan Andi, Diplomasi Ekonomi Indonesia dan Thailand Terhadap Pasar Timur
Tengah, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.17, Nomor 3, Maret 2014.
Basri, Prasetyantoko& Putra, Indonesia’s Economy:Economy Growsin the Middle of
Crisisin the Developed Countries. A Research Report Published by Friedrich-
Ebert-Stiftung Regional Cooperation in Asia. (Online). (http://www. fes-
asia.org/media/ID_EoT_2012_EN.pdf) 2012.
James, Comparative Advantage in Thailand and Indonesia and Thailand’s Free Trade
Agreements: Potential Diversion of Indonesian Exports. A Research Paper Funded USAID
– Government of Indonesia Project, 2004.
Nidhiprabha,Effectiveness of Thailand’s Macro economic Policy Responseto the Global
Financial Crisis. ASEAN Economic Bulletin, Vol.27,No.1,Singapore: Institute of Southeast
Asian Studies.2010.
Al Hamzah Zaki, Thailand Berambisi Jadi Eksportir Produk Halal,
http://www.republika.co.id/berita/koran/financial/15/12/03/nys1tf12-thailand-
berambisi-jadi-eksportir-produk-halal, diakses Tanggal 2 Maret 2018.
Winarno, Assessing the Impact of Recent Global Crisis on Small and Medium
Enterprises (SMEs): Evidence from Indonesia. Journal of Emerging Economies and
Islamic Research Vol.1 No.1, ShahAlam: Institute of Business Excellence and UiTM
Press of Universiti Teknologi Mara.2013.
Afifiah, Ni’mah. Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru Tinjaua Developing
Country Suatu Telaah Awal. Diakses pada: 2 Maret 2018.
Web
Berridge, G. R., Diplomacy. Tersedia di: http://www.eolss.net/sample-chapters/c14/e1-
35-01-02.pdf. Diaksespada: 2 Maret 2018.
Dhitra, Andris. t.t. Misi Kebudayaan Sebagai Alat Diplomasi Budaya (Kajian IOV
Indonesia). Tersedia di: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-
content/uploads/sites/46/2013/10/andris- dhitra_diplomasi-budaya_kerja-sama-
internasional_misi-kebudayaan-sebagai-diplomasi- budaya-kajian-iov-indonesia.pdf.
Diaksespada: 2 Maret 2018.
Getty, Produk Makanan Halal, Organisasi Konferensi Islam (OKI),
https://food.detik.com/info-halal/d-2576375/oki-menetapkan-standar-halal-yang-
berlaku-global
Holsti, International Politics: A Framework For Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
1995.
Martoyo, Produk Halal Indonesia Siap Bersaing dengan Thailand
https://economy.okezone.com/read/2016/04/04/320/1353405/produk-halal-indonesia-
siap-bersaing-dengan-thailand
White, Brian. Diplomacy”, dalam John Baylishdan Stave Smith, The Globalization of
World Politics: An Introduction to International Politics. Tersedia
di: http://celinerochecrespo.com, Diakses pada: 2 Maret 2018.
Suci Safitriani, PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FOREIGN DIRECT
INVESTMENT DI INDONESIA; International Trade and Foreign Direct Investment in
Indonesia . Tersedia di: http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-1416397117.pdf,
diakses pada 22 September 2018.
Marjudin, Pengembangan Produk Halal terkendalaa PP yang Belum Terbit, tersedia di
https://www.indopremier.com/ipotgo/newsDetail.php?jdl=Pengembangan_Produk_Ind
ustri_Halal_Terkendala_PP_Yang_Belum_Terbit&news_id=96467&group_news=IPO
TNEWS&taging_subtype=INDUSTRILAINNYA&name=&search=y_general&q=indu
stri,%20industri%20halal,&halaman=1 diakses pada 23 Juli 2018
Halal Qualified Industry Development, Mengenal Kewenangan BPJPH, tersedia di
http://halqid.ub.ac.id/id/mengenal-kewenangan-badan-penyelenggara-jaminan-produk-
halal/ diakses pada 28 September 2018
M. Fuad Nasar (Plt Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf atau Konsultan The
Fatwa Center Jakarta); Negara dan Sertifikasi Halal Indonesia. Tersedia di
https://kemenag.go.id/berita/read/505898/negara-dan-sertifikasi-halal-indonesia diakses
pada tanggal 28 September 2018
Opatija, World Halal Day 2016: Produk Halal Kini Jadi Gaya Hidup Konsumen Dunia.
Tersedia di http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2016/11/10/world-halal-day-2016-
produk-halal-kini-jadi-gaya-hidup-konsumen-dunia-id0-1478745817.pdf diakses pada
tanggal 28 September 2018
Wisnubro, Indonesia, Malaysia, Thailand Bersinergi Kembangkan Produk Halal.
Tersedia di nasional.sindonews.com/read/1304189/18/sertifikasi-halal-dan-sengketa-
perdagangan-internasional-1525822382/16 diakses pada: 23 Juli 2018