diskusi

3
DISKUSI Telah dirawat pasien laki-laki, 16 tahun di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. M Djamil Padang dengan diagnosis akhir: Weil Disease Acute Kidney Injury RIFLE F e.c renal e.c leptospirosis Gangguan Faal Hepar e.c Weil Disease Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik non autoimun Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis Weil Disease pada pasien ini ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan adanya demam tinggi, nyeri otot terutama otot betis, mata dan seluruh badan kuning yang disertai dengan BAK seperti teh pekat. Pasien memiliki faktor risiko karena tinggal di daerah perkebunan dan dengan hygiene yang kurang dimana di sekitar rumah pasien cukup banyak tikus dan disaat musim hujan seperti sekarang ini memperbesar risiko terinfeksi leptospira. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya sclera yang icteric, injeksi silier, hepatomegali, dan nyeri tekan pada gastrocnemius yang khas terjadi pada leptospirosis. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis, peningkatan LED, hiperbilirubinemia, dan peningkatan ureum dan creatinin. Hasil pemeriksaan yang memperkuat diagnosis Leptospirosis pada pasien ini adalah ditemukannya leprospira pada urin. Leptospirosis pada pasien ini dikategorikan leptospirosis berat yang juga disebut

Upload: melsa-aprima

Post on 28-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

weils disease

TRANSCRIPT

Page 1: DISKUSI

DISKUSI

Telah dirawat pasien laki-laki, 16 tahun di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. M

Djamil Padang dengan diagnosis akhir:

Weil Disease

Acute Kidney Injury RIFLE F e.c renal e.c leptospirosis

Gangguan Faal Hepar e.c Weil Disease

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik non autoimun

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosis Weil Disease pada pasien ini ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan

adanya demam tinggi, nyeri otot terutama otot betis, mata dan seluruh badan kuning yang

disertai dengan BAK seperti teh pekat. Pasien memiliki faktor risiko karena tinggal di daerah

perkebunan dan dengan hygiene yang kurang dimana di sekitar rumah pasien cukup banyak tikus

dan disaat musim hujan seperti sekarang ini memperbesar risiko terinfeksi leptospira. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan adanya sclera yang icteric, injeksi silier, hepatomegali, dan nyeri

tekan pada gastrocnemius yang khas terjadi pada leptospirosis. Dari pemeriksaan laboratorium

didapatkan adanya leukositosis, peningkatan LED, hiperbilirubinemia, dan peningkatan ureum

dan creatinin. Hasil pemeriksaan yang memperkuat diagnosis Leptospirosis pada pasien ini

adalah ditemukannya leprospira pada urin. Leptospirosis pada pasien ini dikategorikan

leptospirosis berat yang juga disebut weils disease karena pada pasien ini didapatkan gejala

ikterus, anemia, azotemia, dan demam tipe kontinua. Leptospirosis pada pasien ini berada di fase

imun karena sudah adanya kerusakan pada ginjal dan hati. Tetapi diagnosis leptospirosis pada

pasien ini belum didukung oleh pemeriksaan serologis.

Pada pasien ini ditegakkan diagnosa AKI RIFLE F ec renal ec leptospirosis dimana pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan kenaikan creatinin serum ≥ 3,0 x 5 x nilai dasar atau

penurunan GFR ≥ 75 % atau anuria dalam ≥ 75 %. Hal ini memperkuat diagnosis weils disease

dimana terjadi gangguan fungsi ginjal. Pada pasien ini diberikan rehidrasi adekuat IVFD NaCl

0,9% 4 jam per kolf dan memberikan hasil yang sangat baik, dimana dalam waktu 3 hari fungsi

ginjal pasien sudah menunjukkan hasil yang normal.

Page 2: DISKUSI

Diagnosis gangguan faal hepar ec weil disease ditegakkan pada pasien ini karena

didapatkan anamnesa timbulnya warna kekuningan pada mata dan seluruh tubuh dan BAK yang

sperti teh pekat pemeriksaan fisik berupa laboratorium didapatkan SGOT dan SGPT yang

meningkat, bilirubin direk yang meningkat dan adanya bilirubinuria. Kondisi ini diharapkan

terjadi perbaikan seiring dengan dilakukan penatalaksanaan penyakit dasar pasien.

Anemia normositik normokrom e.c hemolitik non autoimun pada pasien ini ditegakkan

setelah seminggu rawatan. Hb pasien yang awalnya normal, kemudian menjadi anemia ringan,

yang disertai dengan adanya gambaran normositik normokrom dan polikromasi pada gambaran

darah tepi, adanya retikulositosis juga mendukung terjadinya anemia hemolitik pada pasien ini.

Hasil Coomb test yang negatif memberikan kesan keadaan non autoimun pada pasien ini. Oleh

karena itu masih dibutuhkan penelusuran penyebab anemia hemolitik non autoimun pada pasien

ini.

Penatalaksaan pada pasien ini sudah cukup adekuat dengan pemberian antibiotik prokain

penicillin 4 x 1,5 juta unit im yang pada kasus leptospirosis berat atau weil disease merupakan

drug of choice.

Yang paling penting pada penyakit ini adalah edukasi pada pihak keluarga dan pasien

untuk mencegah peningkatan angka kesakitan. Antara lain adalah dengan memberikan

pengarahan tentang kesehatan terhadap keluarga dan pasien, membersihkan area tempat tinggal

(sanitasi ), dan menggunakan proteksi diri jika bekerja pada daerah daerah yang memiliki resiko

tinggi terjadinya leptospira misal dengan menggunakan sepatu boot, sarung tangan atau pakaian

water proof.