dita wianjani
TRANSCRIPT
44
ANALISIS KUALITATIF HUBUNGAN ANTARA HASIL ANALISIS RISIKO
KESELAMATAN KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA
YANG TELAH TERJADI PADA PEKERJA DI UNIT
SHREDDER FACILITY
PT HOLCIM INDONESIA Tbk
TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH :
Dita Wianjani
NIM : 106101003314
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
45
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Agustus 2010
Dita Wianjani
46
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, September 2010
DITA WIANJANI, NIM : 1061010003314
Analisis Kualitatif Hubungan antara Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Pekerja di Unit
Shredder Facility PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
(xxiv + 197 halaman, 25 tabel, 15 gambar)
ABSTRAK
PT Holcim Indonesia dalah pelopor dan inovator di Indonesia yang berkembang
cepat dalam sektor semen, karena pasar untuk rumah, bangunan komersial dan
infrastruktur yang berkembang. Holcim adalah penyedia yang terintegrasi dari sembilan
berbagai jenis semen, beton dan agregat. Selain itu Holcim juga memiliki unit Shredder
facility yang berfungsi sebagai fasilitas pencacah limbah untuk bahan bakar alternatif
dalam produksi semen. Setiap sistem kerja dalam sebuah perusahaan selalu mempunyai
risiko keselamatan kerja, begitu juga sistem kerja pada PT Holcim Indonesia
mempunyai risiko keselamatan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
Pada proses pencacahan atau Shredding ini terjadi kejadian kecelakaan kerja yang
serius. Jika dibandingkan dengan fasilitas lain, Shredder facility merupakan fasilitas
terbaru yang dioperasikan, namun dalam waktu yang relatif singkat, hampir pada setiap
tahunnya terjadi kecelakaan kerja yang serius pada fasilitas ini. Hal ini dikarenakan
shredder facility mengolah lebih beraneka ragam limbah dibanding fasilitas yang lain
dan mesin yang digunakan masih butuh perawatan secara manual. Oleh karena itu,
untuk meminimalisir kecelakaan kerja sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan
ditemukan agar selanjutnya diperoleh usaha-usaha koreksi terhadap sebab-sebab
kecelakaan tersebut
Tujuan dai penelitian ini adalah Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko
keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di
unit shredder facility PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.Penelitian ini dilakukan di
PT.Holcim Indonesia Tbk Bogor yang dimulai pada bulan April- Agustus 2010 melaui
pengambilan data primer yang dilakukan dengan wawancara kepada petugas OH&S ,
pada pekerja, penanggung jawab shredder dan korban kecelakaan kerja.Serta
melakukan observasi secara langsung, sedangkan data sekunder berupa struktur
organisasi OH&S, tahapan pekerjaan Shredder facility dan data kecelakaan kerja yang
telah terjadi di Shredder facility.
Risiko keselamatan kerja yang ada pada proses pencacahan atau shredding ini
secara keseluruhan adalah terpeleset ceceran residu, terjatuh dari ketinggian,
pergelangan tangan terkilir, terpeleset screen , terjatuh saat melangkahi pemisah screen,
47
tangan terputus screen, terbentur penutup screen, tersandung peralatan yang berserakan,
tertabrak/menabrak, tertimpa material ringan kejatuhan box, serta kebakaran.
Pengendalian dengan engineering control dilakukan pada beberapa tahapan pekerjaan
seperti pekerjaan seperti membersihkan handrail , maka dipasang handrail agar pekerja
tidak jatuh, pemasangan guard pada benda berputar. Pengendalian dengan
administrative control dengan housekeeping, bekerja sesuai dengan prosedur dan
pemasangan safety sign di area kerja, terutama untuk pekerjaan yang berisiko tinggi.
Pengendalian dengan pemakaian APD pada pekerja seperti safety shoes, safety helmet,
mask organic, gloves, goggles, glasess.
Sedangkan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi di shredder facility
adalah tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat tertabrak
loader pada tahun 2008 penyebab kecelakaan kerja ini adalah pekerja yang kelelahan
sehingga pekerja tidak berkonsentrasi. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda
berputar (motion detector) pada tahun 2009, penyebab kecelakaan kerja ini adalah
pekerja tidak melepaskan safety guard sebagai pelindung pekerja, karena merasa aman
dengan pekerjaannya. Serta kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April
2010, penyebab kecelakaan ini adalah ketidakharmonisan pekerja.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selain factor teknis, faktor non-teknis pun menjadi penyebab dari
kejadian kecelakaan kerja, sehingga perlu penyelesaian masalah yang lebih mendalam
agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir dengan tepat.
Saran yang diajukan adalah perlu dilakukan identifikasi dan penilaian risiko
pada masing-masing tahapan pekerjaan di PT.Holcim Indonesia Tbk untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja. Untuk menurunkan nilai risiko keselamatan kerja pada
masing-masing tahapan proses shredding, diperlukan upaya pengendalian sebagai
berikut pemeriksaaan standard operation dalam bekerja, diberikan pelatihan perilaku
keselamatan dengan pengawasan serta pmebrian reward dan punishment pada pekerja.
Daftar bacaan : 24 (1985-2010)
48
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, September 2010
DITA WIANJANI, NIM : 106101003314
Qualitative Analyze the relation between the result of Risk Analyze in Occupational Safety
with the occurrence of accidents that have occurred in workers in unit
shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk in 2010
ABSTRACT
PT Holcim Indonesia is a pioneer and innovator in Indonesia who growing rapidly in
the cement sector, because the market for homes, commercial buildings and developing
infrastructure. Holcim is an integrated provider of nine different types of cement, concrete and
aggregates. In addition, Holcim also has a unit Shredder facility that serves as an enumerator
waste facility for alternative fuels in cement production. Each system is working in a company
always has a safety risk, as well as a working system a PT Holcim Indonesia has a safety risk
that may cause accidents. In the process of enumeration or shredding this occurs a serious work
accident. When compared with other facilities, Shredder newest facility is a facility operated, but
within a relatively short time, nearly every year happen in a serious accident at this facility. This
is because the shredder facility over a wide range of waste processing facilities other than the
machine used and still need care manually. Therefore, to minimize workplace accidents causes
of accidents should be investigated and found to be further efforts to obtain corrections to the
causes of the accident
The purpose of this study is Knowledgeable relationship between safety risk analysis
with the occurrence of accidents that have occurred in workers at the facility shredder unit PT
Holcim Indonesia Tbk 2010.This study was conducted in Bogor Indonesia Tbk PT.Holcim
which starts in April-August 2010 through Primary data collection is done by interviewing the
staff OH & S, the worker, the responsible shredder and accident victims and make observations
directly, whereas secondary form the organizational structure of OH & S, stages Shredder
facility and data accidents that have occurred in Shredder facility. Safety risks that exist in the
enumeration or the shredding process as a whole is scattered residual slip, fall from height,
sprained wrist, slip screens, fell while bypassing the separator screen, hands cut off a screen, hit
the screen cover, tripping over scattered equipment, was hit / hit, hit by falling boxes lightweight
materials, and fire. Control with control engineering done in several stages of work as jobs such
as cleaning the handrail, the handrail is installed for workers from falling, installation of guard at
the rotating object. Control with administrative control with housekeeping, working in
accordance with the procedures and the installation of safety signs in work areas, especially for
high-risk jobs. Control by the use of PPE to workers such as safety shoes, safety helmet, organic
49
mask, gloves, goggles, glasess. While the incidence of workplace accidents that have occurred in
the shredder facility is a wall of separation between storage space and shredder collapsed due to
hit the loader in the year 2008 the cause of this accident was the fatigue of workers so that
workers do not concentrate. Arm cut off by the pinched by rotating objects (motion detector) in
the year 2009, the cause of these accidents is that workers do not remove the safety guard as
protectors of workers, because they feel secure with his job. And fire at the Hooper happened on
7 April 2010, the cause of this accident was the disharmony pekerja.Hasil showed that in
addition to technical factors, non-technical factors were the cause of the work accident, so we
need a more in-depth problem solving to workplace accidents can minimized with proper.
Suggestion is to do the identification and assessment of risk at each stage of
work in PT.Holcim Indonesia Tbk to prevent accidents. To reduce the value of safety
risks at each stage of the process of shredding, the following efforts are needed to
control the examination standard operation in the work, be trained in safety behavior
with supervision and pmebrian reward and punishment on the workers.
Reading list: 24 (1985-2010)
50
Skripsi Dengan Judul
ANALISIS KUALITATIF HUBUNGAN ANTARA HASIL ANALISIS RISIKO
KESELAMATAN KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA
YANG TELAH TERJADI PADA PEKERJA DI UNIT
SHREDDER FACILITY
PT HOLCIM INDONESIA Tbk
TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 25 Agustus 2010
M.Farid Hamzens M.Si
Pembimbing I
Catur Rosidati, SKM, MKM
Pembimbing Skripsi I
51
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................
1.3 Pertanyaan Penelitian ...........................................................
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................
1.4.1 Tujuan Umum .....................................................
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................
1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................
1.5.1 Bagi Peneliti ...............................................................
1.5.2 Bagi Perusahaan .........................................................
1.5.3 Bagi Studi Kesehatan Masyarakat ..............................
1
1
5
5
6
6
6
7
7
7
8
LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................
ABSTRAK .................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................
RIWAYAT HIDUP................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................
DAFTAR GAMBAR. ..........................................................................
i
ii
vi
vii
viii
x
xii
xx
xxi
52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................
2.1 Definisi Kecelakaan Kerja ............................................
2.1.1 Penyebab Kecelakaan Kerja .....................................
2.1.2 Kelelahan Kerja .........................................................
2.1.3 Motivasi ......................................................................
2.1.4 Teori Kecelakaan Kerja .........................................
2.1.5 Pencegahan Kecelakaan Kerja ..................................
2.1.6 Klasifikasi Kecelaakaan Akibat Kerja ......................
2.2 Definisi Bahaya ....................................................................
2.2.1 Jenis-jenis Bahaya………………………………...........
2.2.2 Pengendalian Bahaya ...................................................
2.3 Definisi Risiko ....................................................................
2.3.1 Jenis-jenis Risiko ........................................................
2.4 Manajemen Risiko...................................................................
2.4.1 Tujuan Manajemen Risiko ...............................................
2.4.2 Manfaat Manajemen Risiko .............................................
2.5 Metode Identifikasi Risiko .................................................
2.5.1 Job Safety Analysis (JSA).................................................
10
10
10
13
14
16
23
23
25
26
27
30
30
32
33
34
34
36
38
53
BAB IV METODE PENELITIAN .........................................................
4.1 Metode Penelitian ………………………………………........
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................
4.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................
4.2.2 Waktu Penelitian .............................................................
4.3 Informan ...............................................................................
4.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................
4.5 Pengolahan data Analisis Data ......................................
4.6 Validitas Data .......................................................................
BAB V HASIL ...............................................................................
5.1 Gambaran Perusahaan ……………………………………….
5.1.1 Sejarah Perusahaan PT.Holcim Indonesia Tbk …………
5.1.2 Visi dan Misi PT.Holcim Indonesia Tbk ……………….
5.1.3 Struktur Organisasi PT.Holcim Indonesia Tbk ………...
5.1.4 Gambaran OH&S Corporate PT.Holcim Indonesi Tbk …
55
55
55
55
56
56
56
58
60
62
62
62
64
64
65
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
........................................................................................................
3.1 Kerangka Berpikir...................................................................
3.2 Definisi Istilah .......................................................... ........
47
47
49
54
5.2.1.1 Membersihkan handrail …………………………………
5.2.1.2 Mengecek Chute Magnet separator …………………
5.2.1.3 Membersihkan Screen ………………………………..
5.2.1.4 Adjusting belt conveyor ………………………………
5.2.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material …………….
5.2.2.1 Perapihan Material oleh Wheel Loader ……………...
5.2.3 Tahap Shredding …………………………………………
5.2.3.1 Tahap Memasukkan Material pada Hooper …………
5.2.3.2 Tahap Menebar Serbuk Gergaji ………………………
5.2.3.3. Tahap Memberikan Parfum pada Fasilitas Shredder dan
Material …………………………………………………
5.2.4 Tahap Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman
Product ………………………………………………………...
5.2.4.1 Menaikkan Box yang Sudah Terisi oleh Material pada
Truk ………………………………………………
5.2.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran ......
5.3 Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010 ………………………..
5.3.1 Tahap Persiapan Awal ………………………………...
5.3.1.1 Membersihkan Handrail …………………………....
5.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator ………………..
77
78
79
80
87
87
91
91
92
94
101
101
102
106
106
55
DAFTAR TABEL
5.3.2.1 Perapihan Material oleh Wheel Loader ………………...
5.3.3 Tahap Shredding …………………………………………
5.3.3.1 Memasukkan Material pada Hooper …………………
5.3.3.2 Menebar Serbuk Gergaji ……………………………...
5.3.3.3 Memberikan Parfum pada Shredder dan Material …...
5.3.4 Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman Box …..
5.3.4.1 Menaikkan Box yang Sudah Terisi Material pada Truk
………………………………………………………….
5.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran ……
5.4 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding
PT.Holcim Indonesia Tbk ……………………………………..
5.4.1 Tahap Persiapan Awal ………………………………….
5.4.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material …………...
5.4.3 Tahap Shredding ………………………………………..
5.4.4 Tahap Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman
Produk ………………………………………………………
5.5 Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja pada Unit Shredder Facility
PT.Holcim Indonesia Tbk ……………………………
5.5.1 Kecelakaan Tertabraknya Tembok Pemisah antara Ruang
Penyimpanan dan Shredder Facility ………………….
118
121
121
123
125
130
130
132
136
136
142
144
149
152
56
DAFTAR GAMBAR
5.6.1 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Persiapan dan
Penyimpanan Material dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Tertabraknya Tembok Pemisah antar Ruang Penyimpanan dan
Shredder ………….……………………………………………
5.6.2 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Adjusting Belt Conveyor
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus
………….……………………………………………
5.6.3 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja Kebakaran Pada Hooper
………….…………………………………………………………
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................
6.1 Keterbatasan Penelitian……………...……………………….
6.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Shredder Facility PT.
Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010 ……………….
6.3 Hasil Analisis Risiko Keselamatan kerja pada Setiap Tahapan
Proses Shredding PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
……………………………………………………………..
6.3.1 Tahap Persiapan Awal .. ……………..... ……………….
6.3.1.1 Membersihkan Handrail ………………… ………...
6.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator ……………... …
6.3.1.4 Adjusting belt conveyor ………………………...........
155
156
157
158
158
158
159
159
57
6.3.3 Tahap Shredding …………………………………………
6.3.3.1 Tahap Memasukkan Material pada Hooper ……………
6.3.3.2 Tahap Menebar Serbuk Gergaji pada Lantai yang Terkena
Residu ………………………………………
6.3.3.3 Tahap Memberikan Parfume pada Fasilitas Shredder dan
Material ………………………………………….
6.3.4 Tahap Memasukkan produk pada Box dan Pengiriman Produk
……………………………………………………
6.3.4.1 Tahap Menaikkan Box yang Sudah Terisi oleh Material
pada Truk …………………………………..
6.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat pembakaran / Pre-
Heater …………………………………………...
6.4 Pembahasan Hubungan antara Hasil Analisis Risiko dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Shredder Facility
PT. Holcim Indonesia Tbk ……………………………
6.4.1 Pembahasan Hubungan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan
Penyimpanan Material dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Tertabraknya Tembok Pemisah Antara Ruang Penyimpanan dan
Shredder…………………………………………………………..
6.4.2 Pembahsan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan
Kejadian Kecelakaan Lengan yang Terputus ……………
6.4.3 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan Kejadian
Kecelakaan Kebakaran pada Hooper ………………….
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................
6.1 Keterbatasan Penelitian……………...……………………….
170
170
172
175
177
177
179
181
58
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...............................................
7.1 Kesimpulan...............................................................................
7.2 Saran...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
188
188
190
59
Daftar Tabel
2.1 Tabel Skala Ukur Konsekuensi Secara Kualitatif …………………...
2.2 Tabel Skala Ukur Likelihood Secara Kualitatif ……………………...
2.3 Tabel Skala Ukur Konsekuensi Secara Semikuantitatif ……………..
2.4 Tabel Skala Ukur Eksposure Secara Semikuantitatif ……………….
2.5 Tabel Skala Ukur Likelihood Secara Semikuantitatif ………………
2.6 tabel Kategori Tingkat Risiko dengan Metode Semikuantitatif ……..
2.7 Tabel Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis Menurut Cross…
3.1 Tabel Definisi Istilah Tahapan Analisis Risiko ……………………...
3.2 Tabel Definisi Istilah Kejadian Kecelakaan Kerja …………………
4.1 Tabel Data Sekunder ………………………………………………
4.2 Tabel Data Primer ……………………………………………………
4.3 Tabel Triangulasi Sumber …………………………………………...
4.4 Tabel Triangulasi Metode ……………………………………………
5.1 Tabel Indentifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Awal
…………………………………………………………………
5.2 Tabel Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding
………………………………………………………………………..
5.3 Tabel Identifikasi Risiko Keselamatam Kerja pada Tahap Shredding
40
41
42
43
43
44
45
49
53
57
58
60
61
83
89
60
Daftar Tabel
5.7 Analisis Risiko Keselamatan kerja Tahap Shredding ………………
5.8 Analisis Risiko Keselamatan Kerja Tahap memasukkan Produk pada Box
dan pengirimannya ……………………………………………....
5.9 Evaluasi Risiko Keselamatan Tahap Persiapan ……………………....
6.0 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja Tahap persiapan dan Penyimpanan
Material ………………………………………………..
6.1 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding …………...
6.2 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja Tahap Memasukkan Produk pada Box
dan Pengirimannya …………………………………….......
127
134
138
143
61
Daftar Gambar
2.1 Gambar Manajemen Risiko Menurut AS/NZS 4360 : 1999 …………
3.1 Gambar Kerangka Berpikir Hubungan Hasil Analisis Tingkat Risiko dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja …………………………………..
5.1 Gambar Logo Holcim ………………………………………………...
5.2 Gambar Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk ……………
5.3 Gambar Green Pyramid ………………………………………………
5.4 Gambar Struktur Organisasi OH&S Corporate ………………………
33
48
63
65
62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Dita Wianjani
Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 20 November 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Kp.Pangkalan raya rt 02/02 No.38 Cibuluh Bogor Utara
Telepon : 085697493402
Email : [email protected]
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah
Jurusan : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Latarbelakang Pendidikan
Formal
1994- 2000 : SDN Pengadilan 2 Bogor
2000- 2003 : SMPN 8 Bogor
2003- 2006 : SMAN 6 Bogor
2006 –2009 : Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jurusan Kesehatan
Masyarakat
Informal
2001-2003 : Lembaga Bahasa dan pendidikan Profesional (LIA)
2004-2005 : Lembaga Bahasa dan pendidikan Profesional LIA
(Conversation)
63
Pengalaman
2006-2008 : Staff pengajar yayasan Miftahul Jannah Cimanggu Bogor
2008 : Mengikuti program beasiswa Youth Leadership Trip ke
Malaysia dan Thailand
2007-2008 : Bendahara BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat
64
KATA PENGANTAR
ال ا س كن م ل ي ل هلل ا ورحمة ع ر و ا ب ه ك ت
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat
dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitatif
Hubungan antara Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Pekerja di Unit Shredder Facility PT
Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak
pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu
penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak M.Farid Hamzens Msi serlaku pembimbing I, yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis
4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
65
5. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku Koordinator K3 yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Tim OH&S PT Holcim Indonesia Mas Pungki Yudono dan Mas Ahmad Azhar selaku
pembimbing lapangan atas bimbingan dan bantuannya dalam proses pengambilan
data.
9. Ibu, Bapak, dan adikku tercinta atas dorongan dan bantuannya baik material dan
spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. dr. Rima dan Erangga yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya
11. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’06 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
khususnya mengenai analisis risiko keselamatan kerja
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan ILO, setiap tahun di seluruh dunia kecelakaan dan sakit di tempat
kerja membunuh dan memakan banyak korban. Riset ILO menghasilkan
kesimpulan bahwa setiap tahun, lebih dari 2 juta manusia meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja atau penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Berdasarkan angka
perkiraan konservatif, ada 270 juta kecelakaan kerja dan 160 juta kasus penyakit
yang terkait dengan pekerjaan.(ILO, 2007)
Dari data statistik ini tentunya kita akan paham bahwa kerugian yang
ditimbulkannya sangat masif, bukan hanya bagi pekerja, pengusaha, dan
pemerintah, tetapi juga bagi dunia karena kesemuanya ini menyedot biaya
kompensasi yang sangat besar.
Depnakertrans menyatakan angka kecelakaan kerja di Indonesia pun masih
tergolong tinggi, tahun 2006 terjadi 95.624 kasus kecelakaan kerja dan tahun 2007
terjadi sebanyak 83.714 kasus . Pada tahun 2008 terjadi sebanyak 93.823 kasus,
dengan jumlah pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan yang cacat total 44
orang (Jamsostek, 2008) dan terdapat 96.314 kasus di tahun 2009 (Jamsostek,
2010).
Data PT Jamsostek Indonesia (2008) menyatakan bahwa “ Kerugian langsung
akibat kelalaian manusia dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
sebesar Rp.300 miliar, sedangkan kerugian secara tidak langsung mencapai Rp.50
67
truliun “. Maka, dapat dikatakan kerugian secara tidak langsung akibat kecelakaan
kerja setiap tahun mencapai 15 kali dari kerugian secara langsung.
Data yang dilansir Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan sinyal betapa kecelakaan
kerja dan kematian akibat kerja sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Jumlah
kematian lebih dari 14.000 pekerja per tahun merupakan angka yang cukup besar.
Tingginya angka kematian akibat kecelakaan dan penyakit kerja mendesak dila-
kukannya analisa secara komprehensif terhadap penyebab kematian dialami pekerja
atau buruh.
Faktor dasar penyebab adanya kecelakaan kerja adalah buruknya manajemen
K-3, tidak adanya komitmen perusahaan untuk menerapkan SMK3 serta faktor
lingkungan kerja. Ketiga hal tersebut menimbulkan unsafe action (tindakan yang
tidak aman) dan unsafe condition (kondisi yang tidak aman) yang merupakan faktor
tidak langsung penyebab kecelakaan kerja. Sedangkan faktor penyebab langsung
timbulnya kecelakaan kerja adalah tidak adanya upaya pengendalian risiko dan
adanya potensial bahaya di tempat kerja. oleh karena itu faktor penyebab
kecelakaan dan faktor-faktor lainnya harus segera dikendalikan dengan benar,
sehinggga kecelakaan kerja dapat segera dicegah dan diminimalisasi frekuensinya.
Dalam teorinya, pada tahun 1967, Birds memodifikasi teori Heinrich dan
mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu
kecelakaan, yaitu manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian,
68
mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil
dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
PT Holcim Indonesia adalah perusahaan produksi semen yang memiliki unit
kerja baru bernama Geocycle. Geocycle adalah layanan khusus solusi penanganan
limbah yang mengembangkan kegiatan co-processing atau pemanfaatan limbah
yang akhirnya akan digunakan sebagai bahan bakar alternative (Alternative fuel &
raw material / AFR) menggantikan batu bara yang berfungsi sebagai sumber utama
bahan bakar untuk pembakaran bahan baku semen. Bahan bakar alternative
tersebut berasal dari limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam
limbah. Terdapat tiga fasilitas pemanfaatan limbah yang dibawahi oleh unit
Geocycle, di antaranya Biomess Facility, oil sludge facility dan Shredder facility.
Fasilitas ini merupakan sub kerja pada departmen Geocycle yang berfungsi sebagai
pre-handling limbah. Biomess facility merupakan fasilitas yang mengolah serbuk
gergaji dan sekam padi menjadi bahan bakar alternatif , Oil Sludge facility adalah
fasilitas yang yang mengolah paint sludge menjadi bahan bakar alternatif dan
Shredder facility adalah fasilitas yang mengolah berbagai limbah cair, padat dan
sampah rumah tangga.
Dari hasil observasi dan wawancara mengenai data kecelakaan kerja pada tiga
fasilitas yang dibawahi oleh Geocycle sebagian besar kecelakaan kerja terjadi di
Shredder facility yang melakukan pengolahan limbah dengan metode pencacahan
atau shredding. Kecelakaan kerja periode 2008 – 2010 di fasilitas shredder facility
unit Geocycle PT Holcim Indonesia Tbk, yaitu :
69
1. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector) pada
tahun 2008
2. Tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat
tertabrak loader pada tahun 2009
3. Kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April 2010
Jika dibandingkan dengan fasilitas lain, Shredder facility merupakan fasilitas
terbaru yang dioperasikan, namun dalam waktu yang relatif singkat, hampir
pada setiap tahunnya terjadi kecelakaan kerja yang serius pada fasilitas ini. Hal
ini dikarenakan shredder facility mengolah lebih beraneka ragam limbah
dibanding fasilitas yang lain dan mesin yang digunakan masih butuh perawatan
secara manual.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya analisis risiko keselamatan kerja yang
terintegrasi ke dalam manajemen risiko yang dimulai dengan identifikasi risiko
sampai dengan menentukan tingkat risiko keselamatan kerja dan
menghubungkannya dengan fakta kecelakaan kerja yang pernah terjadi di tempat
tersebut, sehingga secara mudah risiko dapat diminamilisir dengan menentukan
pengendalian yang tepat.
70
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah dalam proses operasinya shredder
facility mengalami banyak kecelakaan apabila dibandingkan dengan fasilitas lain
yang sudah beroperasi lebih lama di Geocycle.
Dari data kecelakaan di shredder facility PT Holcim Indonesi Tbk pada tahun
2008 – 2010 kecelakaan kerja telah terjadi pada operator dan fasilitas di shredder,
Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap bahaya-bahaya keselamatan pada
pengoperasian shredder untuk diketahuinya tingkat risiko keselamatan kerja di
tempat tersebut, dan hubungannya dengan kejadian kecelakaan kerja di shredder
facilitysehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian bahaya dengan tepat.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran struktur organisasi OH&S PT Holcim Indonesia Tbk dan
gambaran proses kerja shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?
2. Bagaimana gambaran risiko (baik potensi yang ada dan kejadian kecelakaan
yang pernah terjadi), penyebab dan upaya pengendalian yang dilakukan pada
pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010?
3. Bagaimana gambaran consequences, exposure dan probability risiko
keselamatan kerja pada pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun
2010?
4. Bagaimana gambaran tingkat risiko (level of risk )keselamatan kerja pada
kegiatan pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?
71
5. Bagaimana gambaran evaluasi risiko keselamatan pada pengopersian shredder di
PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?
6. Bagaimana gambaran kecelakaan kerja di unit pengopersian shredder di PT.
Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?
7. Bagaimana hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan
kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder
facility di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan
kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder facility
PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus :
1. Diketahuinya gambaran struktur organisasi OH&S PT Holcim Indonesia Tbk tahun
2010 dan gambaran proses kerja shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun
2010
2. Diketahuinya gambaran risiko (baik potensi yang ada dan kejadian kecelakaan
yang pernah terjadi), penyebab dan upaya pengendalian yang dilakukan pada
pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
72
3. Diketahiumya gambaran consequences, exposure dan probability risiko
keselamatan kerja pada pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk
tahun 2010.
4. Diketahuinya gambaran tingkat risiko (level of risk )keselamatan kerja pada
kegiatan pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
5. Diketahuinya gambaran evaluasi risiko keselamatan pada pengopersian shredder
di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
6. Diketahuinya gambaran kecelakaan kerja di unit pengopersian shredder di PT.
Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.’
7. Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan
kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder
facility di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Peneliti :
Meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam bidang K3 khususnya dalam
melakukan analisis resiko keselamatan kerja
1.5.2 Perusahaan
a. Memberikan bahan masukan pada institusi terkait mengenai pelaksanaan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) .
b. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara
perusahaan dengan program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
73
1.5.3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai analisi risiko fan
hubungannya terhadap kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi.
b. Sebagai sarana untuk menjalin serta membina network dan kerjasama
dengan perusahaan atau institusi lain dibidang kesehatan dan keselamatan
kerja (K3).
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini adalah penelitian analisis kualitatif hubungan antara hasil
analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah
terjadi pada pekerja di unit shredder facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun
2010. Penelitian ini dilakukan di unit Shredder Facility PT. Holcim Indonesia Tbk
tahun 2010 yang berada di Cileungsi, Bogor dan dilakukan selama bulan April-
Agustus 2010. Sasaran dari penelitian ini adalah proses shredding (pencacahan).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan melihat hubungan
antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja
yang telah terjadi pada pekerja shredder facility unit Geocycle PT Holcim Indonesia Tbk
tahun 2010.
Untuk mengetahui tingkat risiko digunakan metode analisis risiko secara
semikuantitatif Standar Australia/Standar New Zealand (AS/NZS 4360,
1999/2004).Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan wawancara kepada petugas
OH&S , pada pekerja, penanggung jawab shredder dan korban kecelakaan
kerja.Serta melakukan observasi secara langsung, sedangkan data sekunder berupa
74
struktur organisasi OH&S, tahapan pekerjaan Shredder facility dan data kecelakaan
kerja yang telah terjadi di Shredder facility. Penelitian ini dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
75
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak
terduga karena di akhir peristiwa itu ada unsur ketidaksengajaan, tak diharapkan
karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil maupun penderitaan dari
yang paling ringan sampai yang paling berat. Suatu peristiwa dapat digolongkan
suatu kecelakaan jika bersifat diluar kamauan manusia, disebabkan oleh
kekuasaan dari luar yang berlangsung secara cepat dan menyebabkan cidera
badan dan jiwa (Suma’mur, 1996).
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan yang
berhubungan dengan pekerjaan yang dapat mengakibatkan cidera/kematian
terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi (Freddin
Warsto dan Loui Arthur Mamesah, 2003)
2.1.1 Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Sahab (1997), penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan:
1). Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.
2). Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain.
76
3). Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain.
4). Sifat kerja.
5). Cara kerja
b. Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor:
1). Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan.
2) cacat tubuh yang tidak kelihatan.
3) keletihan dan kelelahan.
4) sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja yaitu
penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes)
(Budiono, 2003):
a. Penyebab Langsung
Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang
biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2
kelompok, yaitu: Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) dan kondisi-
kondisi yang tidak aman (unsafe conditions)
Menurut Ferdy dan Yudi (2008), dari beberapa hasil riset
menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor penyebab kecelakaan
kerja yang paling sering terjadi. Hal itu senada dengan yang diungkapkan
oleh Silalahi (1995), berdasarkan statistik di Indonesia, 80% kecelakaan
diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan 20% oleh kondisi
tidak aman (unsafe condition). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak
77
aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar terhadap kecelakaan
kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition).
Menurut Murthi dan Yuri (2009), unsafe act adalah suatu tindakan
seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat
mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun peralatan
yang ada di sekitarnya. Pendapat lain yang berkenaan, unsafe act adalah
setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan
kecelakaan (Silalahi,1995). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
unsafe act adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dimana
tindakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain, peralatan
maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.
b. Penyebab Dasar
Terdiri dari dua faktor, yaitu faktor manusia/ pribadi dan faktor
kerja/ lingkungan kerja. Faktor manusia/ pribadi, antara lain karena:
kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/ lemahnya
pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/
salah.Sedangkan faktor kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup
kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup
pembelian/ pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup
standar-standar kerja, penyalahgunaan.
.
78
2.1.2 Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat
kesalahan kerja (Nurmianto, 2003). Meningkatnya kesalahan kerja akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.
Pembebanan otot secara statispun (Static Muscular Loading) jika
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan
RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan
lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang
(repetitive).
Menurut Tarwaka (2004) kelelahan merupakan suatu
mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut,
sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan
adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan
kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Kelelahan kerja akan
menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.
Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya
kecelakaan kerja dalam industri. Selain itu karakteristik kelelahan akan
meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan,
sedangkan menurunnya rasa lelah. Pendapat lain mengatakan
bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan
kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas
79
menurun. Rizeddin (2000),Selain itu Kerja fisik yang terus menerus
mempengaruhi mekanisme tersebut baik sebagian maupun secara
keseluruhan (Setyawati, 1994). Gejala kelelahan kerja menurut Gilmer
(1966) dan Cameron (1973) yaitu menurun kesiagaan dan perhatian,
penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti
sosial, tidak cocok dengan lingkungan, (depresi, kurang tenaga,
kehilangan inisiatif), dan gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan
fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan,
kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur).
Kelelahan Kerja dapat menyebabkan prestasi kerja yang menurun, fungsi
fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak,
Semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982).
2.1.3 Motivasi
Menurut Rawianto (1990) dalam Aldila (2009) menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan motor penggerak adalah :
Prestasi, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan,
keterlibatan, kesempatan, dan balas jasa.
Menurut Winardi (2001) imbalan berupa gaji atau upahmerupakan
salah satu dari imbalan ekstrinsik yang diterima melalui kegiatan bekerja,
imbalan tersebut dapat dijadikan motivasi kepada pekerja agar pekerja
bekerja dengan kinerja tinggi.Akan tetapi jika upah tersebut tidak
80
dipenuhi, maka akan muncul pemogokan-pemogokan, dan kadangkala
timbul gejala berupa memburuknya kesehatan fisik dan mental
Teori Herzberg pun menyatakan tingginya motivasi kerja pun
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti, kondisi kerja, gaya
kepimimpinan, hubungan antar pribadi, dan supervise, apabila faktor-
faktor ekstrinsik ini tidak dipenuhi makan, akan berpengaruh pada
motivasi kerja.
Menurut penelitian yang dilakukan Shinta Dwi (2009) dimana
secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan
perilaku tidaka aman. Disebutkan bahwa adanya motivasi dalam diri
karyawan yang tinggi maka perilaku pada saat bekerja akan menjadi
selamat, tetapi jika pekerja mempunyai motivasi dalam diri yang rendah,
maka secara langsung perilaku pada saat bekerja akan menjadi tidak
selamat.
81
2.1.4 Teori Kecelakaan Kerja
Terdapat sejumlah teori tentang kecelakaan. Teori tersebut memberikan
pengertian terhadap tindakan preventif dan menggambarkan semua factor yang
berkaitan terhadap terjadinya kecelakaan atau memperkirakan dengan alasan-
alasan yang akurat kemungkinan sebuah kecelakaan akan terjadi. Sebelum
memahami bagaimana kecelakaan itu dapat terlebih dahulu kita harus memahami
urutan bagaimana kecelakaan terjadi dan penyebabnya. Colling (1990) telah
mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut :
1. Teori Domino Heinrich
Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor
yang saling berhubungan: kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan
tidak aman, kecelakaan dan cedera. Heinrich (1931) berpendapat bahwa
kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan.
Mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan “Domino
Sequence” berupa:
a. Ancestry and environment, yakni pada orang yang memiliki sifat tidak
baik (misalnya keras kepala) yang diperoleh karena faktor keturunan,
pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan seorang pekerja
kurang hati-hati, dan banyak membuat kesalahan.
82
b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan
lingkungan tersebut di atas yang menjurus pada tindakan yang salah
dalam melakukan pekerjaan.
c. Unsafe act and mechanical or physical hazards, tindakan yang berbahaya
disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian
berikutnya.
d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja. Pada umumnya
disertai dengan kerugian.
e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera/luka atau berat, kecacatan dan
bahkan kematian.
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang
diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu
lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip
dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu
bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang
menyebabkan robohnya bangunan lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah
dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima
faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya,
tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan. Dengan
penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama
83
yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak lagi
dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan
Heinrich dalam Suardi (2005) menemukan sebuah teori yang
dinamakan “Teori Domino”. Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap
kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor secara
berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar,
yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tidak aman
(hazard), kecelakaan, serta cidera. Heinrich mengemukakan bahwa untuk
mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan
rangkaian sebab-akibat. Misalnya dengan membuang hazard, satu
domino diantaranya.
Pada tahun 1967, Birds dalam Suardi (2005) memodifikasi teori
domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan
lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, yaitu manajemen, sumber
penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds
mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat
berhasil dengan mulai memeperbaiki manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja. Praktek di bawah standar (unsafe acts) dan kondisi di
bawah standar (unsafe conditions) merupakan penyebab langsung suatu
kecelakaan dan merupakan penyebab utama dari kesalahan manajemen.
84
2. Teori Chess Model
Dalam teori ini, James Reason membagi penyebab
kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan: 1. tindakan tidak aman
(unsafe acts), pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman
(preconditions for unsafe acts), pengawasan yang tidak aman (unsafe
supervision), pengaruh organisasi (organizational influences).
Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model
memberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman
dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu
tindakan tidak aman itu.
Types of Human Errors:
1. Unsafe Act
a. Errors
b. Violations
2.Preconditions for Unsafe Acts
a. Conditions of operator
b. Poor practice of operator
3.Unsafe Supervision
a. Inadequate supervision
b. Improper planning
c. Failure to correct problems
d. Supervisory violations
85
1. Organizational InfluencesResource management
a. Organizational climate
b. Organizzational process
Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human
errors ini merepresentasikan lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju
ini (unsafe act, preconditions for unsafe acts, unsafe supervisions, and
organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka
kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Dalam berbagai aspek, teori ini
mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja.
Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara
spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap
tahapan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini,
karyawan tidak lagi menjadi pihak yang melulu dipersalahkan jika suatu
kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru
dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk
melindungi karyawannya
3. Teori Kecelakaan Pettersen
Model ini berbeda dari model Ferrell, dimana model ini
menyertakan 2 (dua) kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang
dikemukakan dari teori domino: kesalahan manusia atau kesalahan
sistem. Penyebab-penyebab kecelakaan dan atau insiden dapat bersumber
dari salah satu atau keduanya.
86
Model ini menyatakan bahwa di belakang kesalahan manusia ada
3 (tiga) kategori besar: beban yang berlebih, rangkap, dan keputusan yang
keliru. Beban yang berlebih kurang lebih seperti Ferrell Model.
Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu keputusan yang
keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan
kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar.
Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas dengan tidak
aman karena sederhana saja, ini lebih masuk akal dalam situasi mereka
mengerjakannya dengan tidak aman daripada mengerjakannya dengan
aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka
berada, tekanan produksi, dan lain-lain.Teori ini mengadopsi teori Ferell
yang menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia. Teori
ini mengkategorikan tiga kelompok besar penyebab kecelakaau yaitu
overload (sama dengan teori Ferell), ergonomic, dan pengambilan
keputusan yang salah. Teori ini mengemukakan bahwa pengambilan
keputusan yang salah pada suatu kondisi yang disadari atau tidak
bertindak tidak aman.
4. Teori Loss Causation Model
Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan
penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan faklor penting
dalam rangka mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian
termasuk persoalan manajemen. Bird dan Germain (1990) menjelaskan
bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor
87
yang berurutan seperti yang terdapat dalam Loss Causation Model, yang
terdiri dari:
1. Lack of Control (kurang kendali)
Pengendalian adalah salah satu faktor penting dalam meneegah
terjadinya kecelakaan. Penyebab lack of control yaitu:
a. Inadequate programe
Hal ini dikarenakan program yang tidak bervariasi yang
berhubungan dengan ruang lingkup.
b. Inadequate programe standards
Tidak spesifiknya standar, standar tidak jelas atau standar
tidak baik.
c. Inadequate compliance -with standards
Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang
sering terjadi.
2. Basic Causes: (penyebab dasar)
Penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh:
a. Personal factor, faktor kepemirnpinan atau kepengawasan.
b. Job factor, tidak sesuainya design engineering.
3. Immediate Causes
Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya
kecelakaan bila kontak dengan bahaya. Immediate causes meliputi
faktor sub-standard dan faktor kondisi. Faktor substandard
diantaranya tindakan tidak aman seperti mengoperasikan unit
88
tanpa ijin, faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja
dan lain-lain.
2.1.5 Pencegahan Kecelakaan
Menurut Bennett NBS (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus
didekati dengan dua aspek, yakni :
a. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dsb).
b. Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsure yang berkaitan).
Menurut Julian B.Olishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan
kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan
dengan beberapa hal berikut :
a. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan
dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan
b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan
sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut.
c. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja
atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.
d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga
2.1.6 Klasifikasi kecelakaan Akibat Kerja
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut ILO tahun 1962 adalah
sebagai berikut:
89
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain:
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi
2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain:
a. Mesin.
b. Alat angkut dan alat angkat.
c. Peralatan lain.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.
e. Lingkungan kerja.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain:
a. Patah tulang.
b. Diskolasi atau keseleo.
c. Regang otot atau urat.
d. Memar dan luka dalam yang lain.
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
g. Gegar dan remuk.
90
h. Luka bakar.
i. Keracunan-keracuan mendadak (akut).
j. Akibat cuaca dan lain-lain.
k. Mati lemas.
l. Pengaruh arus listrik.
m. Pengaruh radiasi.
n. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain:
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Kelainan umum
2.2 Bahaya
Menurut AS/NZS 4350:2004, bahaya adalah suatu sumber potensial yang
merugikan. Sedangkan menurut Labor Occupational Health Program, bahaya
ditempat kerja adalah segala sesuatu di tempat kerja yang dapat malukai pekerja,
baik secara fisik maupun mental.
91
Hazard atau bahaya adalah potensi yang dimiliki oleh bahan/ material,
proses atau cara kerja yang dapat menimbulkan kerugian terhadap keselamatan
dan kesehatan seseorang (Workover, Australia).Bahaya mewakili satu sumber
energy yang memilki potensi yang dapat menyebabkan terjadinya cidera pada
pekerja, kerusakan pda peralatan, lingkungan, dan struktur (ILO encyclopedia).
Bahaya dalam K3 adalah bahaya yang terdapat dilingkungan kerja yang
dapat berasal dari bahan baku/material, proses kerja, proses produksi, lingkungan
kerja, produk, limbah dan pekerja itu sendiri (Hendra, 2009).
2.2.1 Jenis-jenis Bahaya
Jenis-jenis bahaya yang berada di tempat kerja secara garis besar
dikelompokan menjadi (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004)
1. Physical hazard (Bahaya Fisik)
Berupa energy seperi kebisingan, radiasi, tempratur ekstrim,
pencahayaan, getaran, tekanan udara.
2. Chemical hazard
Bahan kimia berbahaya dalam bentuk gas, cair, padar yang mempunyai
sifat toksik, irritant, asphyxia, flammable, explosive, corrosive, reactive.
3. Biological hazard
Bahaya yang berasal dari mikroorganisme khususnya yang pathogen
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti bakteri, jamur,
virus.
92
4. Ergonomic (Aspek ergonomik)
Merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai
akibat dari ketidaksesusaian antara desain kerja dengan pekerja,
pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang, dan cara kerja yang
salah
5 . Mechanical hazard (bahaya mekanik)
Bahaya yang terdapat pada benda-benda atau proses yang bergerak yang
dapat menimbulkan dampak seperti terpotong, tertusuk, tersayat, tergores,
terjepit.
6.Electrical hazard (bahaya listrik)
Merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik pendek (konsleting),
loncatan listrik/ listrik statik.
7. Psychological hazard (bahaya psikososial)
Stress, kekerasan ditempat kerja, jam kerja yang panjang, tekanan
pekerjaan.
2.2.2 Pengendalian Bahaya
Pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum
diidentifikasi dan dievaluasi. Berbagai metode untuk melindungi pekerja atau
pengendalian bahaya telah diciptakan.Ada tiga jenis pengendalian (Diane Bush,
dkk, 2000)
93
1. Pengendalian Engineering
Adalah pengendalian yang dilakukan dengan tujuan mengurangi
bahaya pada sumber dan media transmisinya. Pengendalian engineering
merupakan pengendalian yang terbaik karena menghilangkan bahaya
yang ada atau menghilangkan kemungkinan bahaya tersebut mengenai
pekerja. Sasaran dari pengendalian teknik adalah bahaya yang secara
langsung dan efektifitasnya tidak tergantung pada perilaku pekerja.Yang
termasuk dalam jenis pengendalian engineering antara lain adalah :
a. Mendesain ulang mesin
b. Menggunakan produk yang lebih aman
c. Mengisolasi proses atau pekerja
d. Memasang ventilasi buangan local
2. Pengendalian Administratif
Pengendalian administrative adalah pengendalian untuk
membatasi pemaparan melalui rencana kerja. Pengendalian
administrative tidak menghilangkan bahaya secara langsung, tetapi
digunakan untuk membatasi waktu kontak antar pekerja dengan
bahaya.Untuk menjadi efektif, pengendalian administrative bergantung
pada perilaku manusia. Yang termasuk dalam pengensalian
administrative antara lain :
a. Rotasi atau pergantian shift kerja
b. Pengadaan ruang control
94
c. Pengadaan pelatihan
d. Pengadaan color code labeling dan material safety data
sheet (MSDS)
e. Housekeeping atau penataan tempat kerja yang ringkas,
rapi.
f. Pemeriksaan kesehatan
g. Standard Operation Procedure (SOP) DAN Work
Instruction
h. Kebijakan-kebijakan K3
i. Monitoring lingkungan
3. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan untuk melindungi
diri terhadapa potensi bahaya/kecelakaan kerja akibat proses produksi
atau pekerjaan. Alat pelindung diri digunakan sebagai cara terakhir untuk
melindungi pekerja bila pengendalian engineering dan administrative
tidak mungkin dilakukan atau dalam keadaan darurat.Alat pelindung diri
tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini
hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya
Dengan menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Ada
banyak sekali jenis-jenis alat pelindung diri, diantaranya :
1. Ear plug dan ear muff, proteksi pendengaran
2. Safety shoes, pelindung kaki
95
3. Safety goggle, pelindung mata
4. Helm, pelindung kepala
5. Sarung tangan
6. Masker, melindungi pernafasan dari debu, uap, bahan kimia, asap,
fume
2.3 Risiko
Menurut AS/NZS 4360:2004, risiko adalah suatu kesempatan dari
kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dampak pada sasaran, risiko
diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus dan konsekuensi
yang dapat ditimbulkan.Risiko dalam konteks K3 berarti besarnya kemungkinan
dan tingkat keparahan potensi kerugian yang muncul, baik dampak kesehatan
maupun yang lainnya.
2.3.1 Jenis-jenis Risiko
Adapun jenis-jenis risiko yaitu (Rao V. Kolluru, dkk, 1996)
a. Safety risk (risiko keselamatan)
Risiko keselamatan adalah suatu risiko yang mempunyai
kemungkinan rendah untuk terjadi tetapi memiliki konsekuensi
besar.Risiko ini dapat terjadi sewaktu-waktu, bersifat akut dan
fatal. Kerugian-kerugian yang biasanya terjadi dalam risiko
keselamatan adalah cedera, kehilangan hari kerja, kerusakan
property dan kerugian produksi dan penjualan.
96
b. Health risk (risiko kesehatan)
Risiko kesehatan adalah suatu risiko yang mempunyai
kemungkinan tinggi untuk kterjadi tetapi memiliki konsekuensi
yang rendah.Risiko jenis ini dapat terjadi kapan saja secara terus-
menerus dan berdampak kronik. Penyakit-penyakit yang terjadi
misalnya gangguan pernafasan, gangguan syaraf, gangguan
reproduksi dan gangguan metabolic atau sistemik.
c. Enviromental risk (risiko lingkungan)
Risiko ini berhubungan dengan keseimbangan lingkungan. Ciri-
ciri risiko lingkungan adalah perubahan yang tidak signifikan,
mempunyai masa laten yan panjang, berdampak besar pada
populasi atau komunitas, berubahnya fungsi dan kapasitas habitat
dan ekosistem serta kerusakan sumber daya alam
d. Financial risk (risiko keuangan)
Risiko keuangan berkaitan dengan masalah ekonomi, contohnya
adalah kelangsungan suatu bisnis, asuransi dan inventasi
e. Public risk (risiko masyarakat umum)
Risiko ini berkaitan dengan kesejahteraan kehidupan orang
banyak. Sehingga hal-hal yang tidak diharapkan seperti
pencemaran air dan udara dapat dihindari.
97
2.4 Manajemen risiko
Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999,
manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu
langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang
merugikan.
Beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen risiko menurut
Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, yaitu :
1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen risiko.
2. Melaksanakan identifikasi risiko.
3. Melakukan analisis risiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi
yang akan terjadi serta menetapkan tingkat risiko.
4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan
dengan kriteria yang ada.
5. Melakukan pengendalian risiko yang tidak dapat diterima.
6. Melakukan pemantauan dan tinjauan ulang program manajemen risiko yang
telah dilaksanakan.
7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen risiko
yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
98
\
Gambar 2.1
Tahapan Manajemen Risiko Menurut AS / NZS 4360 : 1999
2.4.1 Tujuan Manajemen Risiko
Manajemen risiko bertujuan untuk memaksimalkan kemajuan dalam
mencapai tujuan organisasi dengan cara meminimalkan kerugian yang akan
terjadi. (Supriyadi, 2005). Tujuan manajemen risiko menurut AS/NZS 4360
(1999) adalah sebagai berikut :
1. Membantu meminimalisasikan meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi.
2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan
kerugian.
3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan
keuntungan bukan kerugian.
ESTABLISH CONTEXT
IDENTIFY RISKS
ANALYSE RISKS
EVALUATE RISKS
TREAT RISKS
CO
MM
UN
ICA
TE A
ND
CO
NSU
LT
MO
NIT
OR
AN
D R
EVIE
W
RIS
KS
ASS
ESM
ENT
99
4. Melakukan peningkatan pengmbilan keputusan pada semua level.
5. Menyusun program yang tepat untuk menimalisasi kerugian pada saat terjadi
kegagalan.
6. Menciptakan manajemen proaktif bukan reaktif.
2.4.2 Manfaat Manjemen Risiko
Menurut AS/NZS 4360 (2004) manfaat menerapkan manjemen risiko
adalah :
1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan
mengurangi efek yang ditimbulkan dari kemungkinan tersebut.
2. Meningkatkan produktifitas kerja.
3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif,
lingkungan kerja, produksi dan mencapai performa perusahaan yang lebih
baik.
4. Mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk
memenuhi target perusahaan dan perlindungan aset.
5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan.
2.5 Metode Identifikasi Risiko
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan
identifikasi risiko untuk mengetahui faktor penyebab dan proses terjadinya
konsentrasi atau dampak.
Beberapa contoh metode identifikasi risiko tersebut adalah sebagai berikut :
100
a. Preeliminary Hazard Analysis
Preeliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan dalam
mengetahui bahaya-bahaya awal pada suatu sistem baru. Preeliminary Hazard
Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem tersebut.
(Colling, 1990).
b. Failure Mode Effect Analysis
Failure Mode Effect Analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin
mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. Failure
Mode Effect Analysis secara sistematis menilai komponen dari dari suatu
sistem tentang bagimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari
kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan
bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau diminimalisasi (Colling, 1990).
c. Check List
Check List digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu
kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety checklist dapat digunakan
untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau
prosedur operasi (Diberadinis, 1999).
d. Hazard and operability Study
Hazard and operability Study (HAZOPS) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety
101
dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak
pada efisiensi operasi (Kolluru, 1996).
e. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis (FTA) dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah
terjadinya kecelakaan atau digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi
kecelakaan (Geostsch, 1996).
f. Job Safety Analysis
Job Safety Analysis adalah suatu proses yang dilakukan dalam
mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap
langkah dianalisis untuk mengisentifikasi potensi bahaya yang berhubungan
dengan pekerjaan tersebut (Geotsch, 1996).
2.5.1 Job Safety Analysis (JSA)
Menurut OSHA 3071:2002 JSA (Job Safety Analysis) merupakan salah
satu teknik atau cara untuk mengidentifikasi risiko sebelum risiko tersebut terjadi
pada suatu kegiatan yang sedang berjalan. JSA dapat digunakan untuk
menghulangkan atau mencegah bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja, membuat metode kerja yang lebih efektif
Tahapan pelaksanaan Job Safety Analysis terdiri adari empat langkah yaitu :
a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis.
b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas.
c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada
setiap tahapan tugas.
102
d) Menentukan prosedur atau tindakan pengendalian guna meminimalisasi
risiko tersebut.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metoda Job Safety
Analysis yaitu (Diberardinis, 1999) :
a. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu
tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan
pandangan individu.
b. Proses pada JSA dapat memberikan kesempatan pada individu untuk
mengenali natau memberikan pengetahuan mengenai operasi.
c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang nantinya
dapat digunakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru.
d. Dokumentasi JSA juga dapat digunkan sebagai bahan studi.
e. Job Safety Analysis berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) :
a. Job
Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk
masaing-masing tahapan kegiatan, yang dapat
menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
b. Task
Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang
dilakukan untuk masing-masing tahapan kegiatan yang dapat
menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
c. Hazard (Bahaya)
103
Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi,
mekanik, ergonomi) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan
pekerjaan.
d. Probability (Kemungkinan)
Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera
(sering, terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh
kegiatan.
e. Consequency
Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari
setiap kegiatan pekerjaan.
Selain sejumlah metode di atas, prose identifikasi risiko juga dapat
dilakukan melalui pembelajaran berdasarkan pengalaman terdahulu atau masalah
yang serupa, inspeksi atau audit K3 di tempat kerja, konsultasi dengan pihak
pekerja, pemeriksaan dan pengujian peralatan kerja serta analisis data kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di perusahaan.
2.6 Analisis Risiko
Menurut Kolluru (1996), analisis risiko adalah sistematika penggunaan
informasi yang tersedia untuk mengidentifikasi hazard dan untuk
memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan dan
lingkungan. Menurut AS/NZS 4360 (1999) analisis risiko adalah suatu kegiatan
sistematik dengan menggunakan informasi yang ada untuk mendeterminasi
seberapa besar konsequensi (severity) dan tingkat keseringan (likelihood) suatu
kejadian yang ditimbulkan.
104
Analisis risiko adalah kegiatan menganalisis suatu risiko dengan cara
menentukan besarnya kemungkinan dan tingkat keparahan dari akibat suatu
risiko (Purwanto, 2006). Tujuan dilakukannya analisis risiko adalah untuk
membedakan antara risiko kecil dengan risiko besar dan menyediakan data untuk
membantu evaluasi dan penanganan risiko (AZ/NZS 4360, 1999).
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis risiko adalah :
a. Sumber risiko
Merupakan asal atau timbulnya risiko yang dapat berupa material, yang
digunakan dalam proses kerja, peralatan kerja, kondisi area kerja dan
perilaku pekerja.
b. Probabilitas
Merupakan besaran kemungkinan timbulnya risiko. Ditentukan dengan
menganalisis frequensi paparan bahaya terhadap pekerja, jumlah dan
karakteristik bahaya yang memapar pekerja, jumlah dan karakteristik pekerja
yang terpapar bahaya, kondisi area kerja, kondisi peralatan kerja, serta
efektifitas tindakan pengendalian bahaya yang telah dilakukan sebelumnya.
Faktor probabilitas juga berkaitan dengan faktor perilaku pekerja dalam
melakukan pekerjaannya. Dalam bekerja, pekerja dapat berperilaku tidak
aman. Hal itu dapat dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran
terhadap bahaya dan sumber risiko yang ada dalam proses kerja dan di
tempat kerjanya, keterbatasan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki
pekerja saat pekerja seperti kondisi fisik pekerja yang sakit saat melakukan
105
pekerjaan atau stress yang dialami pekerja yang berpengaruh dalam
penurunan konsentrasi pekerja.
c. Konsequensi
Merupakan besaran dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ditentukan dengan
analisis atau kalkulasi statistik berdasarkan data-data yang terkait atau
melakukan estimasi subjektif berdasarkan pengalaman terdahulu.
Menurut AZ/NZS 4360 (1999) terdapat tiga metode yang digunakan
dalam menganalisis risiko di tempat kerja :
1. Analisis risiko kualitatif
Umumnya pada metode ini menggunakan bentuk matriks risiko
dengan dua parameter, yaitu peluang dan akibat. Skala ukur konsekuensi
dan kecenderungan (likelihood) secara kualitatif menurut Risk
Management AS/NZS (1999) yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel
2.2.
Tabel 2.1
Skala Ukur Konsekuensi Secara Kualitatif
Level Deskripsi Definisi
1 Insignificant Tidak terjadi cidera, kerugian finansial rendah
2 Minor Membutuhkan penanganan P3K, penanganan
dilakukan tanpa bantuan pihak luar, kerugian
finansial sedang.
3 Moderate Membutuhkan penanganan medis,
penanganan membutuhkan bantuan pihak
luar, kerugian finansial tinggi.
4 Major Cidera berat, menimbulkan kerugian akibat
berkurangnya kemampuan berproduksi,
efeknya mempengaruhi tetapi tidak
merugikan lingkungan sekitar, kerugian
finansial besar.
106
5 Catasthropic Menyebabkan kematian, efeknya
mempengaruhi dan merugikan lingkungan
sekitar, kerugian finansial yang sangat besar.
Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
Tabel 2.2
Skala Ukur Likelihood Secara Kualitatif
Level Deskripsi Definisi
A Almost Pasti terjadi apabila kejadian tersebut terjadi
B Likely Akan terjadi apabila kejadian tersebut terjadi
C Possible Sewaktu-waktu mungkin akan terjadi
D Unlikely Sewaktu-waktu dapat terjadi
E Rare Mungkin terjadi pada keadaan-keadaan
tertentu saja
Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
2. Analisis Semikuantitatif
Analisis semikuantitatif bukan bagian dari analisis kuantitatif,
analisis ini menghasilkan prioritas yang lebih rinci dibandingkan dengan
analisis kualitatif, karena risiko dibagi menjadi beberapa kategori. Pada
prinsipnya metode ini hampir sama dengan analisis kualitatif,
perbedaannya yaitu uraian atau deskripsi dari parameter yang ada pada
analisis semikuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu.
Menurut AS/NZS 4360:1999, analisis semikuantitatif
mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu
probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.
Terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi dari paparan dengan
probabilitas terjadinya risiko. Dalam metode analisis semikuantitatif
terdapat 3 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu:
107
a. Konsekuensi (consequences)
Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan dari
efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan
pekerjaan. Tingkat konsekuensi metode analisis semikuantitatif dibagi
ke dalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3
Kategori Konsekuensi Secara Semikuantitatif
Kategori Deskripsi Rating
Catastrophic Kerusakan yang sangat parah dengan kerugian di
atas $1.000.000, terhentinya aktivitas, kerusakan
besar-besaran, dan menetap terhadap lingkungan.
100
Disaster Kematian, kerusakan setempat dan menetap
terhadap lingkungan dengan kerugian $500.000-
$2.000.000.
50
Very serious Cacat atau penyakit yang menetap, kerusakan
sementara terhadap lingkungan, kerugian
$50.000-$500.000.
25
Serious Cidera atau penyakit yang serius tetapi
sementara (tidak menetap), efek yang merugikan
terhadap lingkungan, kerugian $5.000-$50.000.
15
Important Membutuhkan penanganan medis, kerugian
sebesar $500-$5.000, efeknya dapat dirasakan
tetapi tidak terlalu merugikan.
5
Noticeable Luka ringan, memar, atau penyakit yang ringan,
kerusakan kecil dengan kerugian produk sebesar
<$500, kerugian setempat yang sangat kecil
dengan efek yang juga setempat.
1
Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
b. Paparan (exposure)
Paparan menggambarkan tingkat frekuensi interaksi antara sumber
risiko yang terdapat di tempat kerja dengan pekerja serta
menggambarkan kesempatan yang terjadi ketika sumber risiko ada
108
yang akan diikuti oleh dampak atau konsekuensi yang akan
ditimbulkan. Tingkat konsekuensi tersebut akan ditentukan ke dalam
beberapa kategori tingkat paparan yang mempunyai rating yang
berbeda yang dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4
KategorExposure Secara Semikuantitatif
S
u
m
b
e
r
: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
c. Kemungkinan (likelihood)
Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan
terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan
pekerjaan. Kemungkinan tersebut akan ditentukan ke dalam kategori
tingkat kemungkinan yang mempunyai rating yang berbeda yang dapat
dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5
Kategori Likelihood Secara Semikuantitatif
Kategori Deskripsi Rating
Almost certain Akibat yang paling mungkin timbul apabila
kejadian tersebut terjadi
10
Likely Kemungkinan terjadi 50-50 6
Kategori Deskripsi Rating
Continously Terjadi secara terus-menerus atau setiap hari 10
Frequent Terjadi kira-kira satu kali setiap hari 6
Occasionaly Terjadi sekali seminggu sampai dengan sekali
sebulan
3
Infrequent Terjadi sekali sebulan sampai dengan sekali
setahun
2
Rare Pernah terjadi tetapi sangat jarang 1
Very rare Tidak pernah terjadi 0,5
109
Unsual Kemungkinan terjadi tetapi jarang 3
Remotely
possible
Kejadian yang sangat kecil kemungkinannya
untuk terjadi
1
Conceivable Mungkin terjadi, tetapi tidak pernah terjadi
meskipun dengan paparan yang bertahun-tahun.
0,5
Practicaly
impossible
Tidak mungkin terjadi atau sangat tidak mungkin
terjadi
0,1
Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
Tingkat risiko (level of risk) pada analisis semikuantitatif merupakan
hasil perkalian dari variabel konsekuensi, paparan, dan kemungkinan dari
risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan
pekerjaan.
Tingkat risiko metode analisis semikuantitatif dibagi ke dalam beberapa
kategori yang dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6
Kategori Tingkat Risiko (Level of Risk) dengan Metode Semikuantitatif
Tingkat Risiko
(Level of Risk)
Comment Tindakan
>350 Very high Aktivitas dihentikan sampai risiko
dikurangi hingga mencapai batas
yang dibolehkan atau diterima
180-350 Priority 1 Perlu pengendalian sesegera mungkin
70-180 Substansial Mengharuskan adanya perbaikan
secara teknis
20-70 Priority 3 Perlu diawasi dan diperhatikan secara
berkesinambungan
<20 Acceptable Intensitas yang menimbulkan risiko
dikurangi seminimal mungkin
Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)
Nilai risiko = Consequences (C) x Exposure (E) x Likelihood (L)
110
3. Analisis Kuantitatif
Merupakan langkah pertama dalam kuantifikasi risiko adalah
mendefinisikan kemungkinan outcome. Total risiko adalah total dari
semua potensi risiko. Keuntungan analisis kuantitatif antara lain:
a. Membuktikan kebenaran bahwa hasil intuisi kita bisa salah.
b. Dalam menentukan angka konsekuensi menjadi seragam.
c. Mempertimbangkan secara detail faktor dari efek risiko.
Kelemahan analisis kuantitatif antara lain:
a. Harus mengacu model.
b. Orang lebih percaya angka daripada penglihatannya.
Masing-masing metode analisis di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangan, yaitu (Cross, 1998):
Tabel 2.7
Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis Menurut Cross (1998)
No. Metode Analisis Kelebihan Kekurangan
1. Kualitatif a. Lebih mudah
b. Lebih cepat
Kurang akurat daripada
analisis yang lain
2. Semikuantitatif a. Lebih akurat
daripada analisis
kualitatif
b. Lebih mudah dan
cepat daripada
analisis kuantitatif
a. Kurang akurat
daripada analisis
kuantitatif
b. Skala yang
digunakan harus
tepat untuk
menentukan tingkat
risiko
3. Kuantitatif Lebih akurat daripada
analisis lainnya
a. Waktu yang
dibutuhkan lebih
lama daripada
analisis lainnya
111
b. Sumber data harus
memadai dan
representative
Sumber: Risk Management Study Notes. Jean Cross. 1998
Dari ketiga metode analisis yang ada, penulis menggunakan metode
semikuantitatif berdasarkan pertimbangan kelebihan metode analisis risiko
menurut Cross, yaitu lebih akurat daripada analisis kualitatif, lebih mudah
dan cepat daripada analasis kuantitatif, dan pertimbangan pemaparan yang
dijadikan faktor tingkat risiko menurut AS/NZS 4360:1999.
112
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir
Penelitian ini bertujuan menghubungkan antara hasil analisis risiko keselamatan
kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder
facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 secara kulaitatif.
. Setiap tahapan analisis risiko, peneliti melakukan komunikasi dan konsultasi
dengan stakeholder internal. Pada gambar pertama ,peneliti mencari tingkat risiko
keselamatan kerja, dengan metode analisis risiko (AS/NZS) Australian Standard/New
Zeland Standard : 4360, 1999/2004. Setelah mendapat hasil analisis risiko maka gambar
pertama akan menjelaskan hubungannya dengan gambar kedua yaitu kejadian
kecelakaan kerja yang didapat berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan . Maka
dapat diketahui hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja shredder facility unit Geocycle PT
Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.
113
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Analisis Tingkat Risiko
Kejadian kecelakaan kerja di Shredder Facility PT
Holcim Indonesia Tbk
Analisis Risiko
Menentukan nilai konsekuensi, paparan, dan kemungkinan
Menentukan nilai risiko = konsekuensi x paparan x kemungkinan
Menentukan kategori tingkat risiko
114
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah Tahapan Manajemen Risiko (Menjelaskan)
No. Nama Istilah Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
1. Analisis Risiko Sebuah
sistematika yang
menggunakan
informasi yang
didapat untuk
menentukan
seberapa sering
kejadian tertentu
dapat terjadi dan
besarnya
konsekuensi
tersebut pada
kegiatan proses
shredding
Pedoman
wawancara dan
lembar
observasi
Wawancara dan
observasi
a. probability
b. consequence
c. exposure
1.1 Probabilitas
(probability)
Kemungkinan
terjadinya suatu
kecelakaan dari
kegiatan proses
shredding
Pedoman
wawancara dan
lembar
observasi
Wawancara dan
observasi
10 Almost certain (Kejadian yang
paling sering terjadi)
6 Likely (Kesempatan terjadi
kecelakaan 50%-50%)
3 Unsual but possible (tidak biasa
namun mungkin)
1 Remotely possible (sesuatu
kejadian yang sangat kecil
kemungkinan terjadi)
0,5 Conceivable (tidak pernah terjadi
115
kecelakaan dalam tahun-tahun
pemajanan tetap mungkin terjadi)
0,1 Practically impossible (sangat
tidak mungkin terjadi)
1.2 Konsekuensi
(consequence)
Perkiraan dampak
negative yang
mungkin timbul
dari kegiatan
proses Shredding
Pedoman
wawancara dan
lembar
observasi
Wawancara dan
observasi
100 Catastrophic (aktifitas dihentikan,
kerusakan permanen pada
lingkungan)
50 Disaster (kematian, kerusakan
permanen yang bersifat local
terhadap lingkungan)
25 Very serious (cacat permanen,
kerusakan lingkungan yang tidak
permanen)
15 Seriuos (seruis tapi
mengaikibatkan cacat non-
permanen atau kesakitan, efek
buruk pada lingkungan)
5 Important (dibuthkan perawatan
medis, terjadi emisi buangan di
dalam lokasi tetapi mengakibatkan
kerusakan)
1 Noticeable (luka-luka atau sakit
ringan, sedikit kerugian produksi,
kerugian tingan atau terhentinya
proses kerja untuk sementara)
1.3 Pajanan
(exposure)
Frekuensi pajanan
bahaya dari
kegiatan proses
Pedoman
wawancara dan
lembar
Wawancara dan
observasi
10 Continousliy (sering terjadi dalam
sehari)
116
shredding observasi
6 Frequently (kira2 satu kali dalam
sehari)
3 Occasionally (1 kali seminggu
sampai 1 kali sebulan)
2 Infrtequent ( 1 kali dala sebulan
sampai sekali dalam setahun)
1 Rare (diketahui kapan terjadinya)
0,5 Very rare (tidak diketahui
terjadinya)
1.5 Tingkat Risiko Kategori ini
berdasarkan dari
hasil perkalian
antara probability,
consequence, dan
exposure pada
kegiatan proses
Shreeding
Rumus analisis
risiko semi
kuantitatif
“tingkat risiko
Mengkalikan .
consequence x
likeklihood x
exposure
>350 Very high (penghentian aktifitas
sampai risiko dikurangi)
180-
350
Priority 1 (Penanganan
secepatnya)
70-
180
Substansial (mengharuskan adanya
perbaikan)
20-70 Priority 3 (memerlukan perhatian)
<20 Acceptable (lakukan kegiatan
selayaknya)
117
Tabel 3.2 Definisi Istilah Kecelakaan Kerja (Dijelaskan)
No. Nama Istilah Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
1. Kecelakaan
Kerja di
Shredder
facility PT
Holcim
Indonesia Tbk
Kecelakaan kerja
adalah kejadian
yang tidak
diinginkan yang
berhubungan
dengan pekrjaan
yang dapat
mengakibatkan
cidera/kematian
terhadap orang,
kerusakan harta
benda atau
terhentinya proses
produksi (Freddin
Warsto dan Loui
Arthur Mamesah,
2003)
Pedoman
Wawancara dan
lembar observasi
Wawancara dan
Observasi
Gambaran kejadian kecelakaan kerja pada
Shredder facility PT Holcim Indonesia Tbk.
118
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah metode kualitatif. Pada penelitian ini untuk
mengetahui tingkat risiko keselamatan kerja diggunakan metode analisis risiko
semikuantitatif berdasarkan standar AS/NZS 4360:1999/2004.Hasil analisis risiko yang
diperoleh dihubungkan dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada
Shredder facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Shredder facility, unit Geocycle, PT.Holcim Indonesia
Tbk, yang berlokasi di Jalan Raya Narogong Kecamatan Kelapa nunggal Bogor.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010
4.3. Informan
119
Kriteria informan pada penelitian ini adalah :
1. Pekerja unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk
2. Pekerja unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk yang berinteraksi
langsung dengan proses Shredding. I
3. Pekerja PT.Holcim Indonesia Tbk yang bertanggung jawab terhadap
Shredder facility
4. Pekerja yang mengetahui kronologi kejadian kecelakaan kerja yang pernah
terjadi
Sebagai informan pada penelitian ini adalah :
1. petugas OS&H
2. penanggung jawab Shredder facility
3. pekerja yang bertugas pada bagian pengoperasian shredder
4. korban kecelakaan kerja
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari wawancara dan observasi kepada petugas
OS&H berupa profil perusahaan dan data kecelakaan kerja di Shredder facility.
Sedangkan, data primer diperoleh melalui wawancara dengan petugas OS&H,
penanggung jawab Shredder, pekerja shredder dan korban kecelakaan, selain itu
data primer dapat pula diperoleh melalui observasi langsung dengan
menggunakan alat dokumentasi berupa kamera, yaitu dengan mengamati pekerja
pada setiap tahapan proses shredding di PT Holcim Indonesia
120
Tabel 4.1
Data Sekunder
No. Nama Data Sumber Metode Pengumpulan Instrumen
Penelitian
1. Struktur
Organisasi
OH&S dan
tahapan
pekerjkaan
Shredder
facility
Petugas OH&S
dan penanggung
jawab Shredder
Wawancara dan
observasi
Pedomana
Wawancara dan
lembar observasi
2. Data
kecelakaan
kerja
Petugas OH&S,
Penanggung
jawab Shredder,
pekerja
shredder dan
korban
Kecelakaan
Wawancara dan studi
dokumen
Pedoman
Wawancara dan
lembar observasi
Tabel 4.2
121
Data Primer
4.5 Pengolahan Dan Analisis Data
Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mencari tingkat risiko keselamatan
kerja, dengan metode analisis risiko (AS/NZS) Australian Standard/New Zeland
Standard : 4360, 1999/2004. Diawali dengan penentuan ruang lingkup dengan
melihat struktur organisasi OH & S PT.Holcim Indonesia Tbk dan tahapan
pekerjaan di Shredder facility, dilanjutkan dengan identifikasi risiko menggunakan
No. Nama Data Sumber Metode Pemgumpulan Instrumen
Penelitian
1. Gambar
pekerjaan
Shredder
facility
Observasi Kamera
2. Risiko di
Shredder
Facility
Petugas OS&H,
Penanggung
jawab Shredder,
pekerja
shredder dan
korban
Kecelakaan
Wawancara Pedoman
Wawancara
122
job safety analysis ( JSA) untuk mengetahui risiko kecelakaan kerja, penyebab,
dan upaya pengendalian yang telah dilakukan pihak perusahaan, kemudian
melakukan analisis risiko dengan menggunakan metode analisis semikuantitatif
berdasarkan Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999/2004 untuk
menentukan konsekuensi, paparan, dan kemungkinan. Langkah selanjutnya yaitu
menentukan nilai risiko dengan rumus:
.
Setelah mendapatkan nilai risiko, kemudian menentukan tingkat risiko dari
setiap tahapan pekerjaan dalam bentuk skor.
Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah, mendapatkan gambaran
kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada shredder facility dari sejak awal
berdirinya, yaitu tahun 2008 dengan melakukan wawancara dan studi dokumentasi.
Data yang diperoleh dari hasil wawacara ini adalah kronologi kejadian kecelakaan
kerja, waktu kecelakaan kerja, dampak kecelakaan kerja dan pengendalian yang saat
itu diterapkan.
Selanjutnya tingkat risiko yang didapatkan dari hasil analisis risiko
dihubungkan dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada Shredder
facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.
4.6 Validitas data
Nilai Risiko : Konsekuensi x paparan x kemungkinan
123
Validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi data.
Teknik triangulasi data ini digunakan untuk keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
suatu data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber
dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang
berbeda.
Tabel 4.3
Tabel Triangulasi Sumber
No. Nama Data Sumber Metode Pengumpulan
Data
1. Data Kecelakaan Kerja Petugas OS&H,
penanggung jawab
Shredder, pekerja dan
korban kecelakaan kerja
Wawancara
2. Risiko di Shredder
facility
Petugas OS&H,
penanggung jawab
Shredder, pekerja dan
korban kecelakaan kerja
Wawancara
124
Sedangkan triangulasi metode adalah membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui metode yang
berbeda.
Tabel 4.4
Triangulasi Metode
No. Nama Data Metode
1. Profil Perusahaan Wawancara dan observasi
2. Alur pekerjaan Wawancara dan Observasi
125
BAB V
HASIL
5.1 Struktur Organisasi OH&S dan Tahapan Pekerjaan Proses Produksi Shredding
PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
5.1.1 Struktur Organisasi OH&S
Sesuai dengan tujuan Sistem Manajemen K3 untuk mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif., maka dibentuk suatu tim yang ringkas tetapi
memiliki kemampuan cepat dalam pembuatan peraturan, standar K3 perusahaan
dan materi pelatihan untuk mengembangkan sistem manajemen K3.Tim K3 di
PT Holcim Indonesia Tbk ini disebut tim OH&S yang memiliki tujuan mencapai
nilai nihil “nil” kecelakaan pada karyawan, kontraktor dan pengunjung
Sumber : OH&S Coorporate PT Holcim
Gambar 5.1
Struktur Organisasi OH&S Corporate Holcim
126
Dengan acuan kepada Undang-undang dan pemerintahan Indonesia serta
OSHAS 18001, Holcim mengembangkan OH&S Pyramid yang dijadikan standar
K3 yang dibuat oleh Holcim dan diperkenalkan akhir tahun 2002. OH&S Pyramid
ini wajib dilaksanakan oleh seluruh anggota group Holcim dengan pencapauian
green pyramid
OH&S Green Pyramid
Sumber : OH&S Coorporate PT Holcim
Gambar 5.2
Green Pyramid
5.1.1.1 OH&S Project
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan secara serentak oleh seluruh organisasi,
identifikasi bahaya ini disusun oleh perwakilan unit kerjayang tergabung
dalam Multi Diciplinary Team dengan anggota 34 orang
2. Kampanye K2
Kampanye K3 yang dilakukan secara aktif seperti 10 prinsip keselamatan,
hadiah untuk karyawan, tema k3 bulanan, door to door OHS coaching,
127
majalah K3 untuk karyawan, presentasi di manager forum, penghargaan bagi
karyawan
3. Induksi dan Training
a. Sertifikasi juru las
b. Peningkatan skill fire brigade
c. Promosi program K3 baru
d. Pelatihak K3 di training center
e. Kontraktor Training
f. Sertifikasi operator forklift
4. Pelaporan Bahaya
Perlu tersedianyya sistem yang mudah bagi karyawan untuk melaporkan
bahaya yang ditemuinya di tempat kerja, maka dibuatkan suatu sarana yang
mudah dan jelas penanggungjawabnya untuk menindaklanjuti laporan bahaya
dari karyawan.
5. Penghargaan bagi karyawan
Perlu adanya penghargaan individu bagi karyawan yang berpartisipasi dalam
program K3, program ini baru diperkenalkan tahun 2006
6. Safety Observation Tour
Merupakan sarana untuk memperlihatkan kepedulian atasan akan
keselamatan anggotanya
7. Planned Inspection
128
Untuk meningkatkan kesadaran pekerja akan keselamatan di tempat kerjanya,
dengan melibatkan seluruh karyawan terutama karyawan tingkat dasar
(member)
8. 10 Peraturan Keselamatan
Merupalakan pedoman bagi pekerja dan kontraktor akan peraturan keselatan
di tempat kerja, diperkenalkan kepada seluruh pekerja semenjak April 2005
9. Induksi
Keselamatan tamu adalah tanggung jawab Kita bersama, maka sudah
kewajiban penerima tamu untuk memberikani induksi terhadap tamunya
10. Kesehatan Tempat Kerja
Menciptkan tempat kerja yang nyaman untuk meningkatkan produktifitas
pekerja
11. Safety Talk
Adanya komunikasi antara Pekerja dan Atasan, selain untuk membina
pekerja juga untuk memperlihatkan komitmen Atasan akan K3
12. Perlombaan K3 antar unit kerja
Diperlukan adanya sarana yang dapat meningkatkan kerjasama yang terkait
dengan K3, yang dilakukan pada bulan K3.
13. Fire Volunteer
Untuk mempercepat penanganan kebakaran dan kecelakaan
14. OH&S Audit
OH&S audit dilakukan secara berkala terhadap pelakasanaan sistem K3
129
5.1.2 Tahapan Pekerjaan Proses Shredding PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
Shredder facility merupakan salah satu sub-bagian dari Geocycle. Dimana
Shredder adalah salah satu layanan khusus solusi penanganan limbah yang
mengembangkan kegiatan co-processing atau pemanfaatan limbah yang akhirnya
akan digunakan sebagai bahan bakar alternative (Alternative fuel & raw material /
AFR) menggantikan batu bara yang berfungsi sebagai sumber utama bahan bakar
untuk pembakaran bahan baku semen. Bahan bakar alternative tersebut berasal
dari limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam limbah. Proses
pencacahan limbah yang biasa disebut proses shredding terdiri dari beberapa
tahapan yang saling berhubungan untuk setiap prosesnya. Proses di Shredder
facility dilalui oleh beberapa tahap, seperti :
1. Tahap Persiapan Awal (Housekeeping )
diawali dengan proses persiapan awal yang bertujuan agar proses kerja berjalan
dengan baik dan bersih, biasanya pada proses persiapan awal ini para pekerja
melakukan housekeeping seperti
a. Membersihkan handrail
Tahap membersihkan Handrail ini dilakukan setiap awal shift atu 3 kali
dalam sehari. Tujuan dari pembersihan handrail ini adalah agar fasilitas shredder
berada pada kondisi yang bersih dan aman. Posisi handrail berada melingkupi
Shredder dan sebagian besar terletak pada ketinggian < 2 m. Untuk
membersihkan handrail dari residu material, helper menggunakan air, minyak
atau solar.
130
b. Mengecek chute magnet separator
Tahap mengecek chute magnet separator ini dilakukan setiap awal shift
atau 3 kali dalam sehari. Tujuan dari pengecekan chute magnet separator
ini adalah melihat apakah chute magnet separator masih berfungsi dengan
baik dan melihat apakah terdapat plak yang menempel pada chute magnet
separator . Posisi chute magnet separator berada pada ketinggian > 2 m.
Untuk membersihkan plak pada chute magnet separator, helper
menggunakan bar (tongkat panjang).
c. Membersihkan screen
Tahap membersihkan screen ini dilakukan setiap awal shift atau 3 kali
dalam sehari khususnya ketika ada material yang tersangkut pada screen.
Tujuan dari membersihkan screen ini adalah melancarkan screen dari
material yang tersangkut. Untuk melancarkan screen, helper menggunakan
cutter, gunting atau bar (tongkat panjang).
d. Adjusting belt conveyor (meluruskan belt conveyor)
Tahap Adjusting belt conveyor ini dilakukan seminggu sekali, sebelum
Shredder diaktifkan pada awal shift . Tujuan dari Adjusting belt conveyor
adalah meluruskan belt conveyor yang keluar dari jalur akibat material. ,
Untuk adjusting belt conveyor, helper menggunakan screw.
131
2. Proses Persiapan dan Penyimpanan Material
Tahapan proses persiapan dan penyimpanan material pada storage antara lain,
a. Perapihan material oleh wheel loader
Tahap perapihan material oleh wheel loader ini dilakukan setiap hari.
Tujuan dari perapihan material oleh wheel loader ini adalah melihat agar
material di storage rapi dan tidak berceceran keluar storage.Material yang
dirapihkan oleh wheel loader adalah berbagai material limbah (cair dan
padat ) khusus limbah cair, operator wheel loader akan menyatukannya
terlebih dahulu dengan serbuk gergaji, agar limbah cair lebih mudah bersatu
dengan material lainnya.
3. Shredding Procces
Proses Shredding dilanjutkan dengan :
Memasukan material menuju hooper shredder oleh wheel loader atau yang
biasa disebut sebagai proses shredding, proses ini merupakan tahap awal dari
proses pencacahan limbah di unit Shredder facility.
Pada dasarnya kegiatan shredding di unit ini sudah dilakukan secara
otomatis, pekerja hanya bersifat mengawasi dan melakukan pembersihan.
a. Shreeding material pada Hooper
Tahap Shreeding material pada Hooper ini dilakukan setiap saat selama
material tersedia. Shredding merupakan inti dari kegiatan pada Shredder facility,
pada tahap ini wheel loader yang memasukan material pada hooper.Material
yang dimasukkan pada Hooper adalah berbagai material (cair dan padat), khusus
132
limbah cair, operator wheel loader akan menyatukannya terlebih dahulu dengan
serbuk gergaji.
b. Menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu
Tahap menebar serbuk gergaji dilakukan setiap hari, khususnya saat terdapat
residu dari material yang bersifat cairan, pada tahap ini helper yang
melakukan penebaran serbuk gergaji, tujuan dari menebar serbuk gergaji
adalah agar permukaan yang terkena ceceran dari material cair tidak
membuat permukaan di sekitar shredder menjadi licin, , kegiatan ini
dilakukan sesering mungkin oleh pekerja
c. Memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material
Tahap Memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material
dilakukan setiap hari, pada tahap ini helper yang memberikan parfume pada
fasilitas shredder dan material, tujuan dari memberikan parfume pada
fasilitas shredder dan material adalah agar aroma material yang sangat
menyengat bisa sedikit diminimalisir, kegiatan ini dilakukan sesering
mungkin oleh pekerja.
4. Memasukan product pada box dan pengiriman product
Kegiatan selanjutnya adalah proses memasukan material ke dalam box
untuk diantarkan ke pre-heater untu proses selanjutnya, kegiatan ini dilakukan di
lokasi penyimpanan hasil akhir product, kegiatan yang dilakukan pada saat ini
adalah:
a. Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk
133
Tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk dilakukan
setiap material sudah dibutuhkan oleh bagian pembakaran, pada tahap ini box
dinaikan menggunakan forklift menuju truck., kegiatan ini dilakukan sesuai
dengan kebutuhan pembakaran material.
b. Mengirimkan box menuju tempat pembakaran
Tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran dilakukan setiap ketika
material sudah dibutuhkan oleh bagian pembakaran, pada tahap ini box dibawa
truck.menuju tempat pembakaran, kegiatan ini dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pembakaran material untuk dijadikan bahan bakar alternative
pembuatan semen.
Proses shredding ini melibatkan pekerja sebanyak 3 orang yang terdiri dari
1 orang penanggung jawab lapangan, 2 orang helper. Material yang digunakan
adalah limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam limbah.
Peralatan yang digunakan yaitu mesin pencacah atau shredder serta peralatan
pendukung seperti bobcap, wheel loader, truck dan crane.
Pengendalian risiko yang telah dilakukan pada proses Shredding antara lain:
a. Safety briefing
Kegiatan ini dilaksanakan sebelum jam kerja. Seperti sosialisasi penggunaan
APD, membahas kecelakaan kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
safety.
b. Sudah terpasangnya alat pengaman pada peralatan kerja seperti safety guard
(batas antara mesin dengan area kerja) serta rail guard pada platformyang
berada pada ketinggian, tersedianya hydrant , handrail sebagai alat pengaman
134
ketika menaiki tangga, adanya emergency stop pada panel control untuk
menghentikan proses kerja ketika terjadi kecelakaan kerja.Tersedianya alarm
pada crane yang bertujuan untuk menandakan bahwa crane sedang beroperasi
serta penerapan LOTO pada semua mesin.
c. Pemasangan warning sign tentang penggunaan APD
d. Penggantian APD secara berkala terhadap peralatan kerja khususnya yang
berkaitan dengan safety.
e. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh pihak perusahaan.
APD yang digunakan terdiri dari helmet, earmuff, goggle, gloves, safety shoes,
mask organic dan seragam kerja lengan panjang
5.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding PT Holcim
Indonesia Tbk. Tahun 2010
Identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses shredding dilakukan dengan
menggunakan metode JSA .
5.2.1 Identifikasi Risiko pada Tahap Persiapan Awal (Housekeeping)
5.2.1.1 Membersihkan Handrail
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu terpeleset dan terjatuh . Upaya pengendalian risiko yang
telah dilaksanakan oleh perusahaan untuk mencegah risiko keselamatan kerja
terpeleset akibat kondisi tempat kerja yang licin karena terdapat ceceran oil
sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya dan pekerja tidak menggunakan
135
safety shoes. Perusahaan telah melakukan upaya engineering control dengan
menyediakan handrail dan lantai yang kasar. Administrative control dengan
menyediakan Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran
zat cair di lantai, memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety
briefing sebelum bekerja, melakukan house keeping, dan menggunakan APD
lengkap (helmet, organic mask,goggle, sarung tangan,safety shoes, seragam
lengan panjang).
Risiko terjatuh dapat terjadi karena handrail berada pada ketinggian dan
ketika bekerja, pekerja tidak selalu memegang handrail dan perusahaan telah
melakukan upaya engineering control seperti memasang handrail pada platform.
Administrative control seperti memasang warning sign tentang penggunaan
APD, safety briefing sebelum bekerja dan menggunakan APD lengkap(helmet,
organic mask,goggle, sarung tangan,safety shoes, seragam lengan panjang).
5.2.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini adalah terpeleset dan tersandung roller. Risiko terpeleset terjadi
karena kondisi lantai Shredder yang mendaki dan licin karena ceceran oil
sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya serta pekerja tidak menggunakan
safety shoes. Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah melakukan
upaya engineering control dengan menyediakan handrail dan lantai yang kasar.
Administrative control dengan menyediakan Standard Operation yang berisi
tentang cara pengendalian ceceran zat cair di lantai, memasang warning sign
136
tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, melakukan house
keeping, dan menggunakan APD lengkap(helmet, organic mask,goggle, sarung
tangan,safety shoes, seragam lengan panjang).
Risiko terjatuh dapat terjadi karena lokasi chute magnet separator berada
pada ketinggian > 2 M. Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah
melakukan upaya engineering control dengan memasang handrail pada tangga
dan platform. Administrative control dengan memasang warning sign tentang
penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD
lengkap.
5.2.1.3 Membersihkan Screen
Tahap pekerjaan membersihkan screen dilakukan dengan masuknya helper
kedalam screen shredder untuk melancarkan jalannya screen dari hambatan-
hambatan seperti, mengambil batu, menyabut benang, dan benda lainnya yang
tersangkut pada screen. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
petugas OH&S, penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan
kerja yang terdapat pada tahapan ini adalah tangan yang terputus, terpeleset,
terjatuh, terbentur penutup screen. Risiko tangan terputus disebabkan karena
mesin screen yang berputar atau saat helper akan menyabut benang atau benda
lainnya yang tersangkut pada screen, helper menggunakan benda tajam atau bar.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu tersedianya LOTO (Lock out tag
out), memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum
bekerja, dan menggunakan APD lengkap.
137
Risiko terpeleset dapat terjadi karena permukaan screen yang licin dan
tidak rata serta pekerja tidak menggunakan safety shoes. Upaya pengendalian
yang sudah dilakukan persusahaan adalah administrative control seperti
memasang warning sign mengenai pemakaian APD, safety briefing sebelum
bekerja, dan menggunakan APD lengkap.Untuk risiko terjatuh dapat terjadi saat
helper memasuki screen, karena helper harus melangkahi pemisah screen yang
cukup tinggi, upaya perusahaan untuk mengendalikan risiko keselamatan kerja
terjatuh ini adalah memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety
briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap.
Sedangkan untuk risiko terbentur penutup screen, hal ini dapat terjadi
karena penutup screen memiliki batas maksimal yang rendah saat dibuka,
sehingga memungkinkan perkerja terbentur dengan penutup screen. Upaya
pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan untuk risiko keselamatan kerja
terbentur screen adalah memasang warning sign tentang penggunaan APD,
safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap.
5.2.1.4 Adjusting Belt Conveyor
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OS&H,
penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan kerja yang
terdapat pada tahapan ini adalah pergelangan tangan yang terkilir, tangan yang
terputus, terjatuh, terpeleset, dan kebakaran.Risiko pergelangan terkilir dapat
terjadi karena, ketika helper melakukan adjusting belt conveyor, helper
menggunakan tangannya secara manual untuk memutar belt yang cukup berat.
Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah melakukan upaya
138
administrative control dengan melakukan safety briefing sebelum bekerja, dan
penggunaan APD lengkap.
Untuk risiko tangan yang terputus dapat terjadi ketika helper melakukan
adjusting belt conveyor secara langsung, dengan membuka safety guard yang
telah terpasang. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah
engineering control dengan pemasangan handrail, administrative control
dengan safety briefing sebelum bekerja.
Risiko terjatuh dapat terjadi ketika helper berlari mendaki jalan untuk
melihat belt conveyor yang sudah diluruskan, upaya pengendalian yang sudah
dilakukan oleh perusahaan adalah engineering control dengan pemasangan
handrail disepanjang jalan yang mendaki, administrative control dengan
memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum
bekerja, dan penggunaan APD lengkap.Untuk risiko terpeleset dapat terjadi
karena banyak ceceran residu yang berada di jalan, yang membuat jalan menjadi
licin dan dapat menyebabkan helper terpeleset. Upaya pengendalian yang sudah
dilakukan perusahaan adalah engineering control dengan pemasangan handrail
disepanjang jalan yang mendaki, administrative control dengan menyediakan
Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di
lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety
briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
139
Sedangkan untuk risiko kebakaran dapat terjadi ketika helper memotong
belt yang miring dengan menggunakan cutting torch yang dapat menyebabkan
kebakaran. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan adalah,
engineering control dengan tersedianya hydrant dan APAR tersedianya alarm
kebakaran, administrative control dengan Tersedianya working permit mengenai
pekerjaan yang melibatkan api, pengelasan, dan penggerindaan, safety briefing
sebelum bekerja. Hasil identifikasi risiko pada tahap persiapan awal
(Housekeeping) secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1.
140
No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian
1 Membersihkan
handrail
Kondisi tempat kerja
licin akibat ceceran
ceceran oil sludge,
paint sludge maupun
zat cair lainnya dan
pekerja tidak
menggunakan safety
shoes
Terpeleset - menyediakan handrail untuk
dipegang oleh helper
- lantai yang dibuat kasar
- mersedianya Standard Operation
mengenai cara pengendalian ceceran
zat cair
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
Kondisi tempat kerja
berada pada
ketinggian (< 2 m)
Terjatuh < 2m - menyediakan handrail untuk
dipegang helper
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
2 Mengecek chute
magnet separator
Kondisi tempat kerja
licin akibat ceceran
ceceran oil sludge,
paint sludge maupun
zat cair lainnyaserta
kondisi jalan yang
mendaki
Terpeleset - menyediakan handrail untuk
dipegang oleh helper
- tersedianya Standard Operation
mengenai cara pengendalian ceceran
zat cair
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
Tabel 5.1
Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Shredder facility
PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
141
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
Posisi Chute Magnet
Separator yang berada
pada ketinggian (> 2
m)
Terjatuh > 2m - menyediakan handrail pada tangga
dan platform
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
4 Membersihkan Screen Ketika helper
membersihkan screen,
screen berputar karena
LOTO tak terpasang.
Tangan terputus - menerapkan LOTO (Lock out tag
out) pada panel 1 dan 2
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
Kondisi permukaan
screen yang licin dan
tidak rata, dan pekerja
tidak menggunakan
safety shoes
Terpeleset - memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
Saat helper memasuki
screen, helper harus
melangkahi pemisah
screen yang cukup
tinggi
Terjatuh - memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
4. Adjusting belt
conveyor
Ketika helper
melakukan adjusting,
helper menggunakan
tangannya secara
manual untuk
Pergelangan tangan
terkilir
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
- memasang warning sign tentang
penggunaan
142
memutar belt yang
cukup berat.
Ketika Helper
melakukan adjusting
belt conveyor secara
langsung dengan
membuka safety
guard yang telah
terpasang
Tangan terputus
- Memasang safety guard pada screw
- Safety briefing sebelum bekerja
Ketika helper berlari
mendaki jalan untuk
melihat belt conveyor
yang sudah diluruskan
Terjatuh
- menyediakan handrail pada tangga
dan platform
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
Kondisi jalan yang
licin akibat ceceran
residu, serta berjalan
secara terburu-buru
Terpeleset
- Menyediakan handrail untuk
dipegang oleh helper
- Tersedianya Standard Operation
mengenai cara pengendalian ceceran
zat cair
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
Ketika helper
memotong belt yang
miring menggunakan
cutting torch, tanpa
menghiraukan
Kebakaran - Memasang alarm kebakaran
- Memasang hydrant dan APAR
- Tersedianya working permit
mengenai pekerjaan yang
melibatkan api, pengelasan, dan
143
working permit penggerindaan
- Safety briefing sebelum bekerja
- Menggunakan APD lengkap.
144
5.2.2 Identifikasi Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material
5.2.2.1 Perapihan material oleh wheel loader
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OS&H,
penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan kerja yang
terdapat pada tahapan ini adalah kebakaran dan tertabrak/menabrak. Risiko
kebakaran dapat terjadi karena short circuit pada wheel loader atau karena
gesekan antara material yang dirapihkan. Pengendalian yang telah ada yaitu
perusahaan telah melakukan upaya engineering control dengan memasang
hydrant dan APAR tersedianya alarm kebakaran.Upaya administrative control
dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, menyediakan
Material Safety Data Sheet (MSDS), safety briefing sebelum bekerja.
Untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak adanya
koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan standard
operation. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan adalah engineering control
dengan pemasangan antena pada Wheel loader dan alat kemudi lainnya yang
sedang berjalan serta tersedianya cermin agar pengemudi dapat mengetahui
aktivitas disekitar, Upaya administrative control dengan memasang warning sign
tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan
APD lengkap.
145
No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian
1 Perapihan material
oleh Wheel Loader
Terjadi karena short
circuit atau karena
gesekan antara
material yang
dirapihkan
Kebakaran - Memasang alarm
- Memasang hydrant dan APAR
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
Tidak adanya
koordinasi pengemudi
dengan pengemudi
lainnya sesuai dengan
standard operation
Tertabrak/Menabra
k
- memasang antenna pada kendaraan
yang sedang dipakai
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
Tabel 5.2
Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan penyimpanan Material
facility
PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
146
5.2.3 Identifikasi Risiko pada Tahap Shredding
5.2.3.1 Tahap memasukkan material pada Hooper
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu kebakaran, tertabrak/menabrak dan tertimpa material.
Risiko kebakaran dapat terjadi karena pada hooper ada gesekan yang dapat
menimbulkan panas, selain itu material yang dimasukkan merupakan zat
flammable atau mixing material yang memiliki titik api rendah. Upaya
pengendalian risiko yang telah dilaksanakan oleh perusahaan untuk mencegah
risiko keselamatan kerja kebakaran akibat mixing material pada hooper adalah
engineering control dengan memasang sprinkler tepat diatas hooper, tersedianya
hydrant dan APAR. Upaya administrative control dengan memasang warning
sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan
APD lengkap.
Risiko tertabrak/menabrak terjadi karena tidak ada koordinasi antar
pengemudi wheel loader dan pengemudi forklift atau pengemudi truck. Upaya
pengendalian yang telah dilakukan perusahaan adalah Administrative control
dengan menyediakan Standard Operation yang berisi tentang koordinasi
berkendaraan, memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing
sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap .
Risiko tertimpa material terjadi karena muatan hooper yang terlalu
penuh, sehingga material yang did alma hooper terlempar keluar, dan helper
147
sedang berada di sekitar hooper.Upaya pengendalian yang sudah dilakukan
adalah Upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang
penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD
lengkap
5.2.3.2 Menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu terpeleset, tersandung, tertimpa material ringan,
kebakaran.Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena pada lantai
shredder facility terdapat ceceran residu. Upaya pengendalian yang sudah
dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan menyediakan
Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di
lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety
briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
Risiko keselamatan kerja tersandung dapat terjadi karena disekitar
Shredder facility banyak peralatan yang berserakan.Upaya pengendalian yang
dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan memasang
warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, melakukan
housekeeping, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
Untuk risiko tertimpa material dapat terjadi karena helper bekerja
dibawah belt conveyor yang berjalan, sehingga untuk material yang ringan
148
sering berjatuhan. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan
adalah upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang
penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD
lengkap.
Sedangkan untuk risiko keselamatan kerja kebakaran dapat terjadi
apabila helper tidak mengikuti prosedur yang ada, seperti merokok, karena
serbuk gergaji merupakan bahan yang mudah sekali terbakar. Upaya
pengendalian risiko keselamatan kerja yang telah dilakukan oleh perusahaan
adalah engineering control dengan memasang sprinkler tepat diatas hooper,
tersedianya hydrant dan APAR serta alarm.Upaya administrative control dengan
memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum
bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
5.2.3.3 Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder Dan Material
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu terpeleset, tersandung dan tertimpa material ringan.Risiko
keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena pada lantai shredder facility
terdapat ceceran residu yang membuat jalan menjadi licin. Upaya pengendalian
yang sudah dilakukan perusahaan administrative control dengan menyediakan
Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di
lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety
briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
149
.
Risiko keselamatan kerja tersandung dapat terjadi karena disekitar
Shredder facility banyak peralatan yang berserakan.Upaya pengendalian yang
dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan memasang
warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing
sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
Untuk risiko tertimpa material dapat terjadi karena helper bekerja
dibawah belt conveyor yang berjalan, sehingga untuk material yang ringan
sering berjatuhan. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan
adalah upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang
cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing sebelum bekerja, dan
penggunaan APD lengkap.
150
No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian
1 Memasukkan material
pada hooper
Pada Hooper ada
gesekan yang dapat
menimbulkan panas,
selain itu material
yang dimasukkan
merupakan zat
flammable atau ketika
mixing material
memiliki titik api yang
rendah.
Kebakaran - memasang alarm kebakaran
- memasang sprinkler tepat diatas
hooper
- memasang hydrant dan APAR
- mengganti tali sling pada crane
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
karena tidak ada
koordinasi antar
pengemudi wheel
loader dan pengemudi
forklift atau
pengemudi truck
Tertabrak/menabra
k
- menyediakan Standard operation
mengenai koordinasi berkendara
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
Tabel 5.3
Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
151
karena muatan hooper
yang terlalu penuh,
sehingga material
yang did alma hooper
terlempar keluar, dan
helper sedang berada
di sekitar hooper.
Tertimpa Material - memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
2 Menebar serbuk
gergaji pada lantai
yang terkena residu
karena pada lantai
shredder facility
terdapat ceceran
residu
Terpeleset - Tersedianya Standard Operation
mengenai cara pengendalian ceceran
zat cair
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
Disekitar Shredder
facility banyak
peralatan yang
berserakan
Tersandung - memasang warning sign tentang cara
bekerja aman di Shredder facility
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping
- menggunakan APD lengkap
Helper bekerja
dibawah belt conveyor
yang berjalan,
sehingga untuk
material yang ringan
sering berjatuhan.
Tertimpa material - memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
152
Helper tidak
mengikuti prosedur
yang ada, seperti
merokok, karena
serbuk gergaji
merupakan bahan
yang mudah sekali
terbakar
Kebakaran - memasang sprinkler tepat diatas
hooper
- memasang alarm kebakaran
- Tersedianya hydrant dan APAR
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
3. Memberikan parfume
pada fasilitas shredder
dan material
karena pada lantai
shredder facility
terdapat ceceran
residu yang membuat
jalan menjadi licin.
Terpeleset - Tersedianya Standard Operation
mengenai cara pengendalian ceceran
zat cair
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping dan safety
control, menggunakan APD lengkap
karena disekitar
Shredder facility
banyak peralatan yang
berserakan.
Tersandung
- memasang warning sign tentang cara
bekerja aman di Shredder facility
- safety briefing sebelum bekerja
- melakukan house keeping
- menggunakan APD lengkap
karena helper bekerja
dibawah belt conveyor
yang berjalan,
Tertimpa Material - memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
153
sehingga untuk
material yang ringan
sering berjatuhan.
- menggunakan APD lengkap
154
5.2.4 Identifikasi Risiko pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan
Pengiriman Product
5.2.4.1 Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu kejatuhan box, tertimpa material dan
tertabrak/menabrak.Risiko keselamatan kerja kejatuhan box, dapat terjadi saat
helper menaikan box dengan bobcap ke truck. Upaya pengendalian yang sudah
perusahaan lakukan adalah upaya administrative control dengan memasang
warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing
sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
Untuk risiko tertimpa material, dapat terjadi ketika box dinaikan menuju
truck, dan material yang ada dalam box berjatuhan.Upaya pengendlaian yang
sudah perusahaan lakukan adalah upaya administrative control dengan
memasang warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety
briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.
Sedangkan untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi karena kurangnya
koordinasi antar pengemudi forklift dan truck. Upaya pengendalian yang sudah
dilakukan oleh pihak perusahaan adalah Administrative control dengan
menyediakan Standard Operation yang berisi tentang koordinasi berkendaraan,
memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum
bekerja, dan menggunakan APD lengkap .
155
5.2.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,
penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada tahapan ini yaitu box terjatuh dan tertabrak/.menabrak.Risiko keselamatan
kerja box terjatuh, dapat terjadi karena guard yang berada pada truck sangat
pendek, sehingga memungkinkan box terjatuh. Upaya pengendalian yang sudah
dilakukan oleh pihak perusahaan adalah administrative control dengan
memasang warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility dan
safety briefing sebelum bekerja.
Untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi karena truck berjalan di
jalan-jalan utama, dimana banyak lalu lalang kendaraan proyek lain seperti
dumptruck, wheel loader, forklift dan kendaraan pribadi.Upaya pengendalian
yang sudah dilakukan perusahaan adalah administrative control dengan adanya
SOP mengenai cara berkendaraan di area proyek, yaitu mendahulukan kendaraan
berat terlebih dahulu ketika berjalan, dan disediakannya mirror blind spot agar
pengendara bisa melihat ke segala arah dalam berkendara, khususnya di jalan-
jalan yang sulit melihat arah.
156
No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian
1 Menaikan box yang
sudah terisi oleh
material pada truck
helper menaikan box
dengan bobcap ke
truck
Kejatuhan box - memasang warning sign tentang
bekerja aman di shredder facility
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
ketika box dinaikan
menuju truck, dan
material yang ada
dalam box berjatuhan
Tertimpa material - memasang warning sign tentang
bekerja aman di shredder facility
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
karena kurangnya
koordinasi antar
pengemudi forklift dan
truck.
Tertabrak/menabra
k
- Tersedianya Standard Operation
mengenai cara koordinasi
berkendaraan
- memasang warning sign tentang
penggunaan APD
- safety briefing sebelum bekerja
- menggunakan APD lengkap
2. Mengirimkan box
menuju tempat
Karena guard yang
berada pada truck
sangat pendek,
Terjatuh - memasang warning sign tentang cara
bekerja aman di Shredder facility
- safety briefing sebelum bekerja
Tabel 5.5
Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan
Pengiriman Product pada fasilitas Shredder
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
157
pembakaran sehingga
memungkinkan box
terjatuh.
Truck berjalan di
jalan-jalan utama,
dimana banyak lalu
lalang kendaraan
proyek lain seperti
dumptruck, wheel
loader, forklift dan
kendaraan pribadi
Tertabrak/menabra
k
- tersedianya standard operation
mengenai cara berkendaraan di area
proyek
- Tersedianya mirror blind spot
158
5.3.1 Analisis Risiko pada Tahap Persiapan
5.3.1.1 Membersihkan handrail
Saat membersihkan handrail terdapat risiko kepala terpeleset dan terjatuh <
2m.
a. Terpeleset
Pada tahap membersihkan handrail helper memiliki risiko terpeleset. Hal
ini dapat terjadi kondisi tempat kerja yang licin karena terdapat ceceran oil
sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya dan helper tidak menggunakan
safety shoes. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena
akibat terburuk apabila terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset.
Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari
daiawal shift. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena
mungkin dapat terjadi jika helper tidak menggunakan safety shoes. Nilai
risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.
b. Terjatuh < 2m
Pada tahap membersihkan handrail, helper berisiko terjatuh akibat
handrail berada pada ketinggian dan ketika bekerja, helper tidak selalu
memegang handrail. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable)
karena helper hanya mengalami luka ringan atau memar jika terjatuh. Nilai
paparannya 6 (frequent) karena helperan membersihkan handrail setiap hari
pada awal shift. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena
mungkin dapat terjadi jika helper tidak memegang handrail. Nilai risiko yang
dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.
159
5.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator
Saat mengecek chute magnet separator, terpeleset, tersandung roller, dan
terjatuh.
a. Terpeleset
Risiko terpeleset saat menegecek chute magnet separator memiliki nilai
konsekuensi 1 (noticeable) karena helper akan mengalami luka ringan atau
memar jika helper terpeleset. Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan
ini terjadi sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya adalah 0,5 (conceivable)
karena mungkin dapat terjadi jika helper tidak menggunakan safety shoes.
Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable
b. Terjatuh > 2m
Risiko terjatuh saat helper menegecek chute magnet separator karena
posisi chute magnet separator berada pada ketinggian > 2m. Risiko ini
memiliki nilai konsekuensi 15 (serious) karena helper akan mengalami cidera
atau penyakit yang serius jika helper jatuh > 2 m. Nilai paparannya 6
(frequent) karena helperan mengecek chute magnet separator terjadi sekali
setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena risiko
ini mungkin terjadi, namun tidak pernah terjadi meskipun paparan bertahun-
tahun. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 45 dengan kategori priority 3.
160
5.3.1.3 Membersihkan screen
Helperan membersihkan screen dilakukan dengan masuknya helper kedalam
screen shredder untuk melancarkan jalannya screen dari hambatan-hambatan
seperti, mengambil batu, menyabut benang, dan benda lainnya yang tersangkut
pada screen.
a. Tangan terputus
Risiko keselamatan kerja tangan terputus dapat terjadi ketika mesin
screen berputar dan helper berada di dalamnya untuk melancarkan screen.
Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 25 (very serios) karena helper
mengalami tangan terputus yang menyebabkan cacat atau penyakit yang
menetap. Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan
screen ini dilakukan sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 0,5
(conceivable) karena mungkin terjadi tetapi tidak pernah terjadi meskipun
dengan paparan yang bertahun-tahun, hal ini mungkin terjadi apabila pekerja
tidak mematuhi peraturan penerapan LOTO (lock out tag out). Nilai risiko
yang dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial.
b. Terpeleset
Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat tejadi karena permukaan screen
yang licin dan tidak rata serta pekerja tidak menggunakan safety shoes.Risiko
ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena helper akan mengalami
luka ringan atau memar jika helper terpeleset. Nilai paparannya 6 (frequent)
karena pekerjaan ini terjadi sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya adalah
0,5 (conceivable) karena mungkin dapat terjadi jika helper tidak
161
menggunakan safety shoes. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan
kategori acceptable
c. Terjatuh
Risiko keselamatan kerja terjatuh dapat terjadi ketika helper menaiki
pemisah screen . Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena
ketika terjatuh helper hanya akan mengalami luka ringan atau memar. Nilai
paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan screen ini dilakukan
sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena mungkin
terjadi tetapi tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan yang bertahun-
tahun. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.
d. Terbentur Penutup Screen
Risiko keselamatan kerja terbentur penutup screen dapat terjadi karena
penutup screen tidak bisa terbuka secara maksimal, sehingga posisi penutup
screen rendah. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena
ketika terbentur helper hanya akan mengalami luka ringan atau memar. Nilai
paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan screen ini dilakukan
sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 1 (remotely possible) karena
Kejadian ini sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Nilai risiko yang
dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.
5.3.1.4 Adjusting belt conveyor
Pada tahapan ini terdapat risiko pergelangan tangan terkilir, tangan yang
terputus, terjatuh, terpeleset dan kebakaran.
162
a. Pergelangan tangan terkilir
Risiko keselamatan kerja pergelangan tangan terkilir dapat terjadi ketika
helper melakukan adjusting secara manual. Nilai konsekuensi dari risiko ini
adalah 1 (noticeable) karena ketika tangan terkilir pekerja/ helper hanya
akan memgalami luka ringan atau memar. Nilai paparannya 3
(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,
khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinannya 3
(unusual), artinya kemungkinannya tetap ada untuk terjadi, tetapi jarang
terjadi. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 9 dengan kategori acceptable
b. Tangan terputus
Risiko keselamatan kerja tangan terputus dapat terjadi ketika helper
melakukan adjusting belt conveyor secara langsung, dengan membuka
safety guard yang telah terpasang.Nilai konsekuensi dari risiko tangan
terputus adalah 25 (very serious) karena akan menimbulkan cacat atau
penyakit yang menetap.Nilai paparannya adalah paparannya 3
(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,
khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinannya 1
(remotely possible) karena kejadian ini sangta kecil kemungkinannya, ketika
helper tidak membuka safety guard yang terpasang.Nilai risiko yang
dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial
163
c. Terjatuh
Risiko terjatuh dapat terjadi ketika helper berlari mendaki jalan untuk
melihat belt conveyor yang sudah diluruskan. Nilai konsekuensi dari risiko
terjatuh adalah 1 (noticeable) karena ketika terjatuh konsekuensi yang
didapatkan adalah lika ringan atau memar. Nilai paparan dari risiko terjatuh
adalah 3 (Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu
sekali, khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai
kemungkinan dari risiko terjatuh adalah 0,5 (conceivable) yang artinya
mungkin terjadi, tetapi tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan
bertahun-tahun.Nilai risiko dari terjatuh adalah 1,5 dengan kategori
acceptable.
e. Terpeleset
Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena banyak ceceran
residu yang berada di jalan, yang membuat jalan menjadi licin dan dapat
menyebabkan helper terpeleset. Nilai konsekuensi dari risiko terpeleset
adalah 1 (noticeable) karena ketika terjatuh konsekuensi yang didapatkan
adalah lika ringan atau memar. Nilai paparan dari risiko terjatuh adalah 3
(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,
khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinan dari
risiko terjatuh adalah 0,5 (conceivable) yang artinya mungkin terjadi, tetapi
tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan bertahun-tahun.Nilai risiko
dari terjatuh adalah 1,5 dengan kategori acceptable.
164
f. Kebakaran
Risiko keselamatan kerja kebakaran dapat terjadi ketika helper
memotong belt yang miring dengan menggunakan cutting torch yang dapat
menyebabkan kebakaran. Nilai konsekuensi dari risiko kebakaran adalah
25 (very serious ) karena kebakaran pada belt conveyor akan menyebabkan
kerugian dan kerusakan sementara pada lingkungan. Nilai paparan dari
kebakaran adalah adalah 3 (Occasionally) karena kegiatan ini hanya
dilakukan seminggu sekali, khususnya ketika belt berada pada kondisi
miring.Nilai kemungkinan dari risiko kebakaran adalah 6 (likely) apabila
helper selalu menggunakan cutting torch untuk memotong belt.Maka, nilai
risiko kebakaran adalah 450 dengan kategori very high.Hasil analisis risiko
pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.6
165
Tabel 5.6
Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Awal Shredder facility
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.
No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi
(C) Paparan (E)
Kemungkinan
(L)
Nilai
Risiko
1 Membersihkan handrail Terpeleset
1
(noticeable) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 3
Terjatuh < 2m
1
(noticeable) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 3
2 Mengecek chute magnet
separator Terpeleset
1
(noticeable) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 3
Terjatuh > 2 m
15
(serious) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 45
3. Membersihkan screen Tangan
terputus
25
(very
serious)
6 (frequent) 0,5
(conceivable) 75
166
Terpeleset
1
(noticeable) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 3
Terjatuh
1
(noticeable) 6 (frequent)
0,5
(conceivable) 3
Terbentur
penutup Screen
1
(noticeable) 6 (frequent)
1
(remotely
possible)
6
4. Adjusting belt conveyor Pergelangan
terkilir
1
(noticeable)
3
(Occasionally) 3 (Unusual) 9
Tangan
terputus
25
(very
serious)
3
(Occasionally)
1
(remotely
possible)
75
Terjatuh
1
(noticeable)
3
(Occasionally)
0,5
(conceivable) 1,5
Terpeleset
1
(noticeable)
3
(Occasionally)
0,5
(conceivable) 1,5
Kebakaran
25
(very
serious)
3
(Occasionally) 6 (Likely) 450
167
5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material
5.3.2.1 Perapihan material oleh wheel loader
a. Kebakaran
Risiko keselamatan kerja saat perapihan material oleh wheel loader
adalah kebakaran dan tertabrak/menabrak.Risiko kebakaran dapat terjadi karena
short circuit pada wheel loader atau karena gesekan antara material yang
dirapihkan. Nilai konsekuensi dari risiko kebakaran adalah 25 (very serious )
karena kebakaran pada storage akan menyebabkan kerugian dan kerusakan
sementara pada lingkungan. Nilai paparan dari kebakaran adalah adalah 10
(Continously) karena kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari
risiko kebakaran adalah 3 (unusual) kemungkinan terjadi, tetapi jarang
terjadi.Maka, nilai risiko kebakaran adalah 750 dengan kategori very high.
b.Tertabrak/Menabrak
Risiko keselamatan kerja saat perapihan material oleh wheel loader adah
tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak adanya
koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan standard
operation.Nilai konsekuensi dari risiko trtabrak/menabrak adalah 25 (
veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat menyebabkan cacat atau penyakit
yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10 (Continously) karena
kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak
adalah 1(remotely possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai
168
risiko tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1. Hasil analisis
risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.7
169
Tabel 5.7
Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.
No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi
(C) Paparan (E)
Kemungkinan
(L)
Nilai
Risiko
1 Perapihan material
oleh wheel loader Kebakaran
25
(very
serious)
10
(Continously) 3 (Unusual) 750
Tertabrak/menabrak
25
(very
serious)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
250
170
5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Shredding
5.3.2.1 Tahap memasukkan material pada Hooper
a. Kebakaran
Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah
kebakaran dan tertabrak/menabrak.Risiko, dan tertimpa material . Risiko
kebakaran dapat terjadi karena pada hooper ada gesekan yang dapat
menimbulkan panas, selain itu material yang dimasukkan merupakan zat
flammable atau mixing material yang memiliki titik api rendah. Nilai
konsekuensi dari risiko kebakaran adalah 25 (very serious ) karena kebakaran
pada hooper akan menyebabkan kerugian dan kerusakan sementara pada
lingkungan. Nilai paparan dari kebakaran adalah adalah 10 (Continously) karena
kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko kebakaran adalah 6
(likely) kemungkinan terjadi 50-50.Maka, nilai risiko kebakaran adalah 1500
dengan kategori very high.
b.Tertabrak/Menabrak
Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah
adah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak
adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan
standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko trtabrak/menabrak adalah 25 (
veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat menyebabkan cacat atau penyakit
yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10 (Continously) karena
171
kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak
adalah 1(remotely possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai
risiko tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1.
c. Tertimpa Material
Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah
adah tertimpa material. Risiko tertimpa material dapat terjadi apabila muatan
hooper yang terlalu penuh, sehingga material yang di dalam hooper terlempar
keluar, dan helper sedang berada di sekitar hooper . Nilai konsekuensi dari risiko
tertimpa material adalah 1 ( noticeable) tertimpa material karena tertimpa
material akan mengakibatkan luka ringan atau memar. Nilai paparan pada risiko
ini adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai
kemungkinan dari risiko tertimpa material adalah 1(remotely possible)
kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak
adalah 10 dengan kategori acceptable.
5.3.2.2 Tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu
a. Terpeleset
Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu ,
memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila
terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset. Nilai paparannya 6
(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai
kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil
172
kemungkinannya. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori
acceptable.
b. Tersandung
Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu
memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila
terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika tersandung. Nilai paparannya 6
(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai
kemungkinannya 3 (unusual) karena kemungkinan ini terjadi tapi jarang. Nilai
risiko yang dihasilkan yaitu 18 dengan kategori acceptable.
c. Tertimpa Material Ringan
Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu, nilai
konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila terpeleset yaitu luka
ringan atau memar jika tertimpa material. Nilai paparannya 6 (frequent) karena
pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya 1
(remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya. Nilai
risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.
d. Kebakaran
Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena ceceran residu,
nilai konsekuensi 25 (very serios) karena kebakaran ini menyebabkan kerussakan
sementara terhadap lingkungan. Nilai paparan dari risiko kebakaran adalah Nilai
paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan
nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena risiko ini hanya mungkin terjadi
173
ketika helper tidak mematuhi peraturan seperti merokok.Maka, nilai risiko yang
dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial.
5.2.3.4 Tahap Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder dan Material
a. Terpeleset
Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,
memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila
terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset. Nilai paparannya 6
(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai
kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil
kemungkinannya apabila pekerja menggunakan safety shoes. Nilai risiko yang
dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.
b. Tersandung
Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,
memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila
terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika tersandung. Nilai paparannya 6
(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai
kemungkinannya 3 (unusual) karena kemungkinan ini terjadi tapi jarang. Nilai
risiko yang dihasilkan yaitu 18 dengan kategori acceptable.
174
c. Tertimpa Material Ringan
Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu, nilai
konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila terpeleset yaitu
luka ringan atau memar jika tertimpa material. Nilai paparannya 6 (frequent)
karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya
1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya.
Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable. Hasil
analisis risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.8
175
Tabel 5.8
Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.
No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi
(C) Paparan (E)
Kemungkinan
(L)
Nilai
Risiko
1 Tahap memasukkan
material pada hooper Kebakaran
25
(very
serious)
10
(Continously) 6 (Likely) 1500
Tertabrak/menabrak
25
(very
serious)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
250
Tertimpa Material 1
(noticeable)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
10
2. Tahap menebar serbuk
gergaji pada lantai
yang terkena residu Terpeleset
1
(noticeable) 6 (frequent)
1
(remotely
possible)
6
Tersandung 1
6 (frequent) 3 (unusual) 18
176
(noticeable)
Tertimpa Material
Ringan
1
(noticeable) 6 (frequent)
1
(remotely
possible)
6
Kebakaran
25
(very
serious)
6 (frequent) 0,5
(conceivable) 75
3. Tahap Memberikan
Parfume Pada Fasilitas
Shredder dan Material Terpeleset
1
(noticeable) 6 (frequent)
1
(remotely
possible)
6
Tersandung
1
(noticeable) 6 (frequent) 3 (unusual) 18
Tertimpa Material
Ringan
1
(noticeable) 6 (frequent)
1
(remotely
possible)
6
177
5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Tahap Memasukan Product Pada Box dan
Pengiriman Product
5.3.2.1 Tahap Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk
a. Kejatuhan box
Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko
ini memiliki nilai konsekuensi 5 (important) karena akibat terburuk apabila
kejatuhan box membutuhkan penanganan medis. Nilai paparannya 10
(continously) karena pekerjaan ini dilakukan sesering mungkin, khususnya saat
membutuhkan bahan bakar. Sedangkan nilai kemungkinannya 1 (remotely
possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya. Maka, nilai risiko
yang dihasilkan yaitu 50 dengan kategori priority 3.
b. Tertimpa Material
Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko
ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila
tertimpa material yaitu luka ringan atau memar. 10 (continously) karena
pekerjaan ini dilakukan sesering mungkin, khususnya saat membutuhkan bahan
bakar. Sedangkan nilai kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian
ini sangat kecil kemungkinannya. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 10 dengan
kategori acceptable.
178
c.Tertabrak/Menabrak
Risiko keselamatan kerja saat menaikan box yang sudah terisi oleh
material pada truk adalah adah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak
dapat terjadi apabila tidak adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi
lainnya sesuai dengan standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko
trtabrak/menabrak adalah 25 ( veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat
menyebabkan cacat atau penyakit yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini
adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin. Nilai
kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak adalah 1(remotely possible)
kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak
adalah 250 dengan kategori priority 1.
5.3.2.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran
a. Box terjatuh
Risiko keselamatan kerja saat mengirimkan box menuju tempat
pembakaran adalah box terjatuh.Risiko box terjatuh dapat terjadi karena guard
pada mobil truck sangat pendek. Nilai konsekuensi dari risiko box terjatuh
adalah 1 ( noticeable) karena box terjatuh hanya kerusakan keceil dengan
kerugian produk ysng tidak banyak. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10
(Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin. Nilai kemungkinan
dari risiko tertabrak/menabrak adalah 3 (unusual) kemungkinan terjadi, tetapi
jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak adalah 30 dengan kategori
priority 3.
179
b. Tertabrak/menabrak
Risiko keselamatan kerja saat saat mengirimkan box menuju tempat
pembakaran adalah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat
terjadi apabila tidak adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi
lainnya sesuai dengan standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko
trtabrak/menabrak adalah 25 ( veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat
menyebabkan cacat atau penyakit yang menetap. Nilai paparan pada risiko
ini adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin.
Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak adalah 1(remotely
possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko
tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1. Hasil analisis
risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.9
180
Tabel 5.9
Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan Pengiriman Product
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.
No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi
(C) Paparan (E)
Kemungkinan
(L)
Nilai
Risiko
1 Tahap menaikan box
yang sudah terisi ileh
material pada truck Kejatuhan box
5
(important)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
50
Tertimpa material 1
(noticeable
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
10
Tertabrak/menabrak
25
(very
serious)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
250
2. Tahap mengirimkan
box menuju tempat
pembakaran
Box terjatuh 1
(noticeable)
10
(Continously) 3 (unusual) 30
Tertabrak/menabrak
25
(very
serious)
10
(Continously)
1
(remotely
possible)
250
62
5.4 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Proses Shredding PT Holcim
Indonesia Tbk. Tahun 2010
5.4.1 Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan Awal
Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap persiapan, risiko terpeleset ,
terjatuh pada ketinggian < 2 m, terbentur penutup screen dan pergelangan terkilir,
termasuk kategori acceptable, yaitu intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi
seminimal mungkin.Sedangkan risiko terjatuh pada ketinggian > 2 m termasuk
kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara
berkesinambungan.Dan untuk risiko tangan terputus termasuk kategori
substansial, yaitu mengharuskan adanya perbaikan. Risiko yang paling tinggi
adalah kebakaran yang termasuk dalam kategori very high, yaitu aktivitas perlu
dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas yang dibolehkan.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign terkait
dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang dan penampungan
agar ceceran residu tidak jatuh ke lantai, dibuat jaring pengaman untuk daerah
yang memiliki risiko terjatuh, pembuatan tangga yang lebih aman, seperti tangga
yang memiliki footstep yang lebar,penerapan sistem kunci Lock Out Tag Out
(LOTO), pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, seperti penggunaan
APD, penerapan prosedur working permit untuk setiap pekerjaan yang melibatkan
api, pengelasan, dan penggerindaan. serta memberikan reward dan punishment.
Hasil evaluasi risiko pada tahap persiapan produksi secara lebih rinci dapat dilihat
pada tabel 6.1
62
Tabel 6.1
Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi
1 Membersihkan handrail Terpeleset 3 Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang dan
penampungan agar ceceran
residu tidak jatuh ke lantai
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terjatuh < 2 m 3 acceptable - memasang warning sign agar
bekerja dengan hati-hati
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- dibuat jaring pengaman untuk
daerah yang memiliki risiko
terjatuh
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
2 Mengecek chute Terpeleset 3 acceptable - Memasang warning sign
63
63
magnet separator terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang dan
penampungan agar ceceran
residu tidak jatuh ke lantai
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terjatuh > 2 m 45 Priority 3
- memasang warning sign agar
bekerja dengan hati-hati
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- - dibuat jaring pengaman untuk
daerah yang memiliki risiko
terjatuh
- pembuatan tangga yang lebih
aman, seperti tangga yang
memiliki footstep
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
3 Membersihkan screen Tangan terputus 75 substansial
- Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- penerapan sistem kunci Lock
64
64
Out Tag Out (LOTO)
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terpeleset 3 acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terjatuh 3 acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terbentur
penutup screen
6 acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
65
65
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
4. Adjusting belt conveyor Pergelangan
tangan terkilir
9 Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tangan terputus 75 Substansial - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- penerapan sistem kunci Lock
Out Tag Out (LOTO)
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terjatuh 1,5 Acceptable - memasang warning sign agar
bekerja dengan hati-hati
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
66
66
- dibuat jaring pengaman untuk
daerah yang memiliki risiko
terjatuh
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Terpeleset 1,5 Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang dan
penampungan agar ceceran
residu tidak jatuh ke lantai
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Kebakaran 450 Very high - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- penerapan prosedur working
permit untuk setiap pekerjaan
yang melibatkan api,
pengelasan, dan
penggerindaan.
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
62
5.4.2 Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan dan dan Penyimpanan Material Oleh
Wheel Loader
Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap perapihan material oleh wheel
loader, risiko tertabrak/menabrak masuk kedalam kategori priority 1, yaitu Perlu
pengendalian sesegera mungkin. Risiko kebakaran termasuk kategori very high
yang artinya aktivitas dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas
yang dibolehkan atau diterima.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemasangan alarm pada forklift atau
revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror pada
daerah tikungan, dan dibuatkan guard untk melindungi fasilitas dari tabrakan.
Dibuatkan work instruction mengenai material yang berbahaya apabila dicampur
dengan material lain, pemasangan smoke atau heat detector serta pemasangan
sprinkler pada storage, pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety . serta
memberikan reward dan punishment .Hasil evaluasi risiko pada tahap pelaksanaan
produksi secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 6.2
62
Tabel 6.2
Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material Oleh Wheel Loader Shredder
facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi
1 Perapihan material oleh
wheel loader
Kebakaran 750
Very high - dibuatkan work instruction
mengenai material yang
berbahaya apabila dicampur
dengan material lain
- pemasangan smoke atau heat
detector
- pemasangan sprinkler pada
storage
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertabrak/mena
brak 250
priority 1 - memasang alarm dan
revolving lamp pada forklift.
- memasang blind spot mirror
pada daerah tikungan
- dibuatkan guard untk
melindungi fasilitas dari
tabrakan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
62
5.4.3 Evaluasi Risiko pada Tahap Shredding
Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap shredding, risiko terpeleset,
tersandung, tertimpa material termasuk kategori acceptable, yaitu Intensitas yang
menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin. Risiko kebakaran saat
housekeeping termasuk kategori substansial , mengharuskan adanya perbaikan
secara teknis . Risiko tertabrak/menabrak yang masuk kedalam kategori priority 1
yang artinya perlu pengendalian sesegera mungkin Untuk risiko tertinggi adalah
risiko kebakaran pada hooper akibat mixing material yang termasuk dalam
kategori very high yang artinya Aktivitas dihentikan sampai risiko dikurangi
hingga mencapai batas yang dibolehkan atau diterima.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign terkait
dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang dan penampungan
agar ceceran residu tidak jatuh ke lantai, penerapan housekeeping dengan benar, ,
memasang jaring dibawah belt conveyor agar material tidak jatuh langsung dan
mengenai pekerja, pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, pemasangan
alarm pada forklift atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind
spot mirror pada daerah tikungan, dibuatkan work instruction mengenai material
yang berbahaya apabila dicampur dengan material lain, pemasangan smoke atau
heat detector, serta memberikan reward dan punishment. Hasil evaluasi risiko
tahap selesai produksi secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 6.3
62
No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi
1 Tahap memasukkan
material pada hooper
Kebakaran
1500 Very high - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan,
- dibuatkan work instruction
mengenai material yang
berbahaya apabila dicampur
dengan material lain
- pemasangan smoke atau heat
detector
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertabrak/mena
brak 250
Priority 1 - memasang alarm dan
revolving lamp pada forklift.
- memasang blind spot mirror
pada daerah tikungan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertimpa
Material 10
Acceptable - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang jaring dibawah belt
Tabel 6.3
Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada Fasilitas Shrededder
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
63
63
conveyor agar material tidak
jatuh langsung dan mengenai
pekerja,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
2 Tahap menebar serbuk
gergaji pada lantai yang
terkena residu
Terpeleset 6
Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang dan
penampungan agar ceceran
residu tidak jatuh ke lantai
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tersandung 18
Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- penerapan housekeeping
dengan benar
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
64
64
Tertimpa
Material Ringan 6
Acceptable - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang jaring dibawah belt
conveyor agar material tidak
jatuh langsung dan mengenai
pekerja,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Kebakaran 75
Substansial - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
3. Tahap Memberikan
Parfume Pada Fasilitas
Shredder dan Material
Terpeleset 6
Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang dan
penampungan agar ceceran
residu tidak jatuh ke lantai
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
65
65
Tersandung 18
Acceptable - Memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- penerapan housekeeping
dengan benar
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety,
seperti pengtingnya
penggunaan APD
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertimpa
Material Ringan 6
Acceptable
- memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang jaring dibawah belt
conveyor agar material tidak
jatuh langsung dan mengenai
pekerja,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
62
5.4.4. Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material
Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap persiapan dan penyimpanan
material risiko tertimpa material termasuk kategori acceptable yang artinya
yaitu Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.
Risiko kejatuhan box dan box terjatuh di jalan termasuk kategori priority 3 ,
yaitu Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan . Risiko
paling tinggi adalah risiko tertabrak/menabrak yang termasuk kategori
priority 1 yaitu, perlu pengendalian sesegera mungkin.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau
kaca pada forklift yang mengangkut box , pemasangan alarm pada forklift
atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror
pada daerah tikungan , pemasangan guard yang lebih tinggi pada truck,
pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, serta memberikan reward
dan punishment. Hasil evaluasi risiko tahap selesai produksi secara lebih
rinci dapat dilihat pada tabel 6.4
62
No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi
1 Tahap menaikan box
yang sudah terisi ileh
material pada truck
Kejatuhan box 50
Priority 3 - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang atau
kaca pada forklift yang
mengangkut box,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertimpa
material 10
acceptable - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- memasang penghalang atau
kaca pada forklift yang
mengangkut box,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada
pekerjaberorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
Tertabrak/mena 250 Priority 1 - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
Tabel 6.4
Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material pada
Fasilitas Shrededder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
63
63
brak dapat ditimbulkan
- pemasangan alarm pada
forklift atau revolving lamp
saat kendaraan bergerak,
- memasang blind spot mirror
pada daerah tikungan
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment kepada pekerja
2. Tahap mengirimkan
box menuju tempat
pembakaran Box terjatuh 30
Priority 3 - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pemasangan guard yang lebih
tinggi pada truck
Tertabrak/mena
brak 250
Priority 1 - memasang warning sign
terkait dengan risiko yang
dapat ditimbulkan
- pemasangan alarm pada
forklift atau revolving lamp
saat kendaraan bergerak,
- pelatihan perilaku yang
berorientasi pada safety
- memberikan reward dan
punishment
62
158
5.5 Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja pada Unit Shredder Facility PT.Holcim
Indonesia Tbk
Shredder facility merupakan fasilitas pre-handling limbah dengan metode
pencacahan atau shredding.Berdasarkan studi dokumen dan wawancara kepada
petugas OH&S dan penanggung jawab shredder Kecelakaan kerja periode
2008 – 2010 di fasilitas shredder facility unit Geocycle PT Holcim Indonesia
Tbk, yaitu :
4. Tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat
tertabrak loader pada tahun 2008
5. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector) pada
tahun 2009
6. Kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April 2010
5.5.1Kecelakaan Tembok Pemisah antara Ruang Penyimpanan dan Shredder
Tertabrak Wheel Loader
Pada tanggal 8 November 2008 pukul 10.00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan
rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder akibat
tertabrak wheel loader yang sedang mundur untuk parkir. Tidak ada korban dari
kecelakaan kerja ini, hanya kerusakan sementara fasilitas shredder.
Hal ini bermula ketika wheel loader keluar dari storage 1 menuju
storage 2. Pengemudi Wheel loader tidak berkonsentrasi sehingga wheel loader
menabrak tembok pemisah.
159
Setelah dilakukan wawancara terhadap pengemudi wheel loader yang
bersangkutan mengenai alasan penyebab tidak berkonsentrasinya pengemudi
dalam bekerja, pengemudi mengutarakan hal ini terjadi karena pekerja berada
dalam kondisi kelelahan, karena malam hari sebelum kejadian tertabraknya
tembok pemisah antara shredder dengan ruang penyimpanan atau storage,
pengemudi tersebut tidak dapat tidur karena beban fikiran mengenai kondisi
keuangan yang minim karena kurangnya pendapatan sekitar Rp.900.000,- tiap
bulannya, sehingga pada pagi harinya pekerja merasa kelelahan. Selain itu setiap
harinya pekerja melakukan pekerjaan ini 8 jam, dengan waktu istirahat 1 jam.
5.5.2 Kejadian Kecelakaan Kerja Lengan Terputus
Pada tanggal 28 Juli 2009 pukul 23:00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan
luka parah pada seorang karyawan Holcim Indonesia. Karyawan tersebut
mengalami luka terbuka atau terputusnya lengan atas dan pergelangan tangan
akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector).
Hal ini bermula ketika belt conveyor pada shredder keluar dari jalur
roller. Karyawan tersebut melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada
kondisi belt berjalan. Setelah selesai mengatur posisi belt conveyor, karyawan
tersebut melihat material karet yang tersangkut pada tail pulley, hal ini biasa
terjadi karena Shredder merupakan alat pencacah berbagai limbah, dan salah
satunya adalah karet. Namun ketika karyawan berusaha menyingkirkan material
tersebut, karyawan tidak menggunakan bar untuk menyingkirkan benda tersebut,
akibatnya lengan bajunya tersangkut oleh motion detector yang berputar dan
160
menarik tangan kanannya ke arah motion detector yang berputar. Karyawan
tersebut mengalami luka dan dikirim ke rumah sakit untuk operasi pembedahan.
Safety guard pada saat itu belum dilengkapi screw yang berfungsi sebagai
alat adjusting belt conveyor, selain itu prosedur LOTO (lock out tag out ) tidak
diterapkan sehingga terjadi kecelakaan kerja tersebut.Upaya yang sudah dilakukan
pada tahap ini adalah pemasangan screw diluar safety guard.
Setelah dilakukan wawancara terhadap karyawan/helper lain yang
bekerja di shredder facility mengenai alasan penyebab karyawan/helper
melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada kondisi belt berjalan,
karyawan/helper lain mengutarakan hal ini terjadi karena karyawan/helper sudah
terbiasa dengan pekerjaanya sehingga karyawan/helper merasa tidak perlu
mematuhi peraturan yang ada, seperti melepas safety guard dan tidak perlu
menerapkan prosedur LOTO (lock out tag out ).
5.5.3 Kejadian Kecelakaan Kerja Kebakaran
Pada tanggal 7 April 2010 pukul 15:00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. Sebuah kebakaran pada hooper terjadi , tidak
ada korban dari kejadian ini hanya mengakibatkan produksi terhenti untuk 2 hari.
Hal ini bermula ketika wheel loader memasukkan material pada hooper.
Didalam hooper gesekan antar besi menimbulkan percikan api, dan mixing
material yang dimasukkan oleh wheel loader bersifat mudah terbakar, sehingga
terjadi kebakaran pada Hooper.
Pengendalian yang sudah tersedia adalah alarm, sprinkler dan hydrant.
161
Namun hingga saat ini belum disediakan informasi yang terbaru mengenai
bahan-bahan apa saja yang tidak boleh dicampur begitu saja dan dapat
menimbulkan kebakaran.
Setelah dilakukan wawancara terhadap penanggung jawab shredder yang
bersangkutan mengenai alasan penyebab mixing material adalah karena lembar
MSDS yang belum diperbarui dan tidak lengkap akibat tidak terjalin koordinasi
yang baik antar pekerja, selain itu helper tidak mengetahui bahan-bahan apa saja
yang tidak boleh dicampurkan sebelum dimasukkan ke dalam shredder, hal ini
juga terjadi karena data mengenai bahan-bahan yang berbahaya apabila
dicampurkan belum diperbaharui..
5.6 Perbandingan hasil analisis dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah
terjadi di unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk
5.6.1 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan Penyimpanan Material
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Tertabraknya Tembok Pemisah antara
Ruang Penyimpanan dan Shredder .
Hasil analisis risiko dari kecelakaan tertabrak/menabrak pada tahap
perapihan dan penyimpanan material adalah 25, masuk kedalam kategori priority
3 yang artinya kegiatan ini hanya perlu diawasi dan diperhatikan secara
berkesinambungan. Namun ternyata kecelakaan kerja tertabraknya tembok
pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder, akibat pengemudi Wheel
loader kelelahan tetap terjadi pada tahap perapihan dan penyimpanan material
dan menimbulkan dampak rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan
dan shredder.
162
Hal ini terjadi karena, pekerja berada dalam kondisi kelelahan, karena
malam hari sebelum kejadian tertabraknya tembok pemisah antara shredder
dengan ruang penyimpanan atau storage, pengemudi tersebut tidak dapat
tidur,akibat beban fikiran, sehingga pada pagi harinya pekerja merasa kelelahan.
Selain itu setiap harinya pekerja melakukan pekerjaan ini 8 jam, dengan waktu
istirahat 1 jam.
5.6.2 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus.
Berdasarkan upaya pengendalian yang sudah dilakukan pada tahap
adjusting belt conveyor, hasil analisis kecelakaan kerja saat ini,mengenai lengan
yang terputus pada tahap adjusting belt conveyor adalah, 7,5 masuk ke dalam
kategori Acceptabble yang artinya intensitas yang dapat menimbulkan risiko
dikurangi seminimal mungkin.
Tindakan pengendalian ini berbeda dengan kejadian sebelum
diterapkannya pengendalian pemasangan screw diluar safety guard . Apabila
dibandingkan dengan kecelakaan kerja yang telah terjadi sebelum pengendalian
dilakukan, yaitu lengan terputus,dampak lengan terputus ini menyebabkan helper
atau korban tersebut mengalami luka terbuka dan dikirim ke rumah sakit untuk
operasi pembedahan. Karena kecelakaan kerja ini, maka kegiatan adjusting belt
conveyor harus dihentikan terlebih dahulu sampai mencapai batas yang
dibolehkan. Kecelakaan kerja lengan terputus bermula ketika belt conveyor pada
shredder keluar dari jalur roller. helper tersebut melepaskan pelindung untuk
mengatur posisi belt pada kondisi belt berjalan. Helper lain mengutarakan alasan
163
mengapa helper melepaskan safety guard tersebut, hal ini terjadi karena helper
sudah merasa terbiasa dengan pekerjaanya sehingga helper merasa tidak perlu
mematuhi peraturan yang ada, seperti melepas safety guard dan tidak perlu
menerapkan prosedur LOTO (lock out tag out ).
5.6.3 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan Kejadian Kecelakaan
Kebakaran pada Hooper.
Hasil analisis risiko saat ini dari kecelakaan kebakaran pada tahap
Shredding adalah 250, masuk kedalam kategori priority 1 yang artinya aktivitas
shredding perlu pengendalian sesegera mungkin. Hal ini terjadi karena, hingga
saat ini belum dilakukan pengendalian secara tekhnis pada Hooper . Kecelakaan
kerja kebakaran yang telah terjadi pada tahap Shredding, terjadi akibat MSDS
tidak lengkap dan belum diperbarui, karena tidak terjalin koordinasi yang baik
antar pekerja dan menimbulkan kebakaran pada hooper, sehingga dampak yang
ditimbulkan adalah terjadinya kebakaran pada hooper dan menyebabkan
kerusakan sementara pada hooper dan terhentinya produksi.
164
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara tidak kepada
semua pekerja shredder facility, hanya dilakukan wawancara kepada petugas OH&S,
penanggung jawab lapangan, dan 3 orang pekerja / helper di shredder facility
karena kesibukan dari masing-masing pekerja yang lain, selain itu peneliti tidak
melakukan wawancara kepada semua korban kecelakaan kerja, dikarenankan korban
tersebut sudah tidak bekerja lagi. Gambar tahapan pekerjaan tidak terlalu lengkap,
karena peneliti tidak diizinkan untuk mengambil gambar sendiri.
6.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Shredder Facility PT.Holcim
Indonesia Tbk tahun 2010.
Hasil identifikasi dilakukan dengan menggunakan data primer berupa
wawancara dan observasi kepada petugas OH&S, penanggung jawab lapangan dan 3
orang pekerja atau helper di shredder facility.
Dari risiko yang telah diidentifikasi, risiko keselamatan kerja yang terdapat
pada proses shredding PT.Holcim Indonesia Tbk, menurut kelompok bahaya
keselamatannya (safety hazard) dapat dibedakan menjadi:
1. Bahaya mekanik (mechanical hazard) yaitu terpeleset ceceran residu, terpeleset
screen, terjatuh dari ketinggian, pergelangan tangan terkilir, tangan terputus,
tersandung peralatan yang berserakan, terbentur penutup screen,
165
tertabrak/menabrak , tertimpa material ringan dan kejatuhan box. Bahaya-bahaya
ini disebabkan oleh adanya benda-benda atau proses yang bergerak.
2. .Bahaya kimia (chemical hazard) yaitu kebakaran. Bahaya ini disebabkan oleh
penggunaan bahan kimia pada proses kerja yang menimbulkan risiko
keselamatan kerja.
6.3 Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Setiap Tahapan Proses
Shredding PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010
Berikut ini adalah hasil analisis risiko pada setiap tahapan proses shredding
PT.Holcim Indonesia Tbk.
6.3.1 Tahap persiapan awal
Berdasarkan analisis risiko pada tahap persiapan awal, risiko yang dapat
terjadi adalah terjatuh dari ketinggian kuran atau lebih dari 2 meter, tangan
terputus screen, terpeleset pada screen, terjatuh saat melangkahi pemisah,
terbentur penutup screen, pergelangan tangan terkilir, tangan terputus dan
kebakaran.
6.3.1.1 Membersihkan Handrail
1. Terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 meter
Pada tahap membersihkan handrail, helper berisiko terjatuh akibat
handrail berada pada ketinggian dan ketika bekerja, helper tidak selalu
memegang handrail. Risiko terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 meter
ini mempunyai nilai risiko 15 kurang dari 20, sehingga dimasukkan ke
166
dalam kategori tingkat risiko acceptable yang artinya adalah mengurangi
intesitas kegiatan yang menimbulkan risiko seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah menyediakan
jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko terjatuh, dan
penyediaan safety belt pada daerah yang memiliki risiko terjatuh agar
pekerja bekerja lebih aman. Sehingga tingkat kemungkinan conceivable
dapat diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi
terjatuh dari ketinggian dapat dikurangi lagi, dari serious menjadi
important atau noticeable, ketika sudah dilakukan pengendalian yang
tepat. Sedangkan, tingkat paparan tidak dapat diturunkan lagi karena
pekerjaan membersihkan handrail hanya dilakukan setiap diawal shift.
6.3.1.2 Mengecek chute magnet separator
1. Terjatuh dari ketinggian lebih dari 2 meter
Pada tahap mengecek chute magnet separator, helper berisiko
terjatuh akibat chute magnet separator berada pada ketinggian lebih dari
2 meter dan ketika bekerja, helper tidak selalu memegang handrail.
Risiko terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 m ini mempunyai nilai
risiko 45, sehingga dimasukkan ke dalam kategori tingkat risiko priority
3 yang artinya adalah perlu diawasi dan di[erhatikan secara
berkesinambungan.
167
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya
pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah
menyediakan jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko
terjatuh, dan penyediaan safety belt pada daerah yang memiliki risiko
terjatuh agar pekerja bekerja lebih aman. Sehingga tingkat kemungkinan
conceivable dapat diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilai
konsekuensi terjatuh dari ketinggian dapat dikurangi lagi, dari serious
menjadi important atau noticeable, ketika sudah dilakukan pengendalian
yang tepat. Sedangkan, tingkat paparan tidak dapat diturunkan lagi
karena pekerjaan membersihkan handrail hanya dilakukan setiap diawal
shift.
6.3.1.3 Membersihkan screen
1. Tangan terputus screen
Pada tahap membersihkan screen, tangan helper berisiko terputus
screen akibat akbat benda berputar dan ketika helper bekerja penerapan
LOTO tidak dilaksanakan dengan baik. Risiko terputus screen ini
mempunyai nilai risiko 75, sehingga dimasukkan ke dalam kategori tingkat
risiko substansial yang artinya adalah mengharuskan adanya perbaikan
teknis.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
168
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah mengawasi
penerapan LOTO (lock out tag out ) pada pekerja yang bekerja pada screen,
selain itu sebaiknya dilakukan pelatihan yang berorientasi pada perilaku
safety sehingga pekerja dapat menyadari tindakan apa saja yang berbahaya
bagi pekerja. Sehingga tingkat kemungkinan conceivable dapat diturunkan
menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi dari tangan terputus
screen tidak dapat dikurangi lagi, karena risiko minimal tangan terputus
screen adalah cacat atau penyakit yang menetap. Sedangkan tingkat
paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan
membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.
2. Terpeleset screen
Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terpeleset screen
akibat akbat permukaan screen yang licin dan tidak rata. Risiko terputus
screen ini mempunyai nilai risiko 3 dengan kategori acceptable yang
artinya intensitas yang menimbulkan risiko terpelset screen dikurangi
seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian yang
sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pengawasan penerapan
APD,diberikan pelatihan yang berorientasi pada perilaku safety sehingga
pekerja dapat menyadari tindakan apa saja yang berbahaya bagi pekerja, dan
memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga tingkat
169
kemungkinan conceivable dapat diturunkan menjadi practically impossible.
Untuk nilai konsekuensi dari terpeleset screen tidak dapat dikurangi lagi,
karena konsekuensi dari teprleset screen ini adalah luka ringan atau
memar.Sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan
kembali, karena pekerjaan membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali
setiap hari.
3. Terjatuh saat melangkahi pemisah screen
Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terjatuh saat
melangkahi pemisah screen akibat helper menaiki pemisah screen.
Risiko terputus screen ini mempunyai nilai risiko 3 dengan kategori
acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi
seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah pemasangan tangga untuk masuk kedalam screen, sehingga
pekerja dapat bekerja lebih aman , memberikan reward dan punishment
kepada pekerja, sehingga tingkat kemungkinan conceivable dapat
diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilak konsekuensi tidak
dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari terjatuh saat menaiki
pemisah screen adalah luka ringan atau memar. Sedangkan, tingkat
170
paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali, karena
pekerjaan membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.
4. Terbentur Penutup Screen
Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terbentur
penutup screen, karena penutup screen yang tidak bisa terbuka secara
maksimal. Risiko terbentur penutup screen ini mempunyai nilai risiko 6
yang artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori
acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan dikurangi
seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah pengawasan penerapan APD, sehingga pekerja dapat bekerja lebih
aman , memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga
tingkat kemungkinan remotely possible dapat diturunkan menjadi
conceivable dan practically impossible. Untuk nilai konsekuensi tidak
dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari terbentur penutup screen
adalah luka ringan dan memar. Sedangkan, tingkat paparannya frequent
dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan membersihkan
screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.
171
6.3.1.4 Adjusting belt conveyor
1. Pergelangan tangan terkilir
Pada tahap adjusting belt conveyor, pergelangan tangan helper
berisiko terkilir, karena helper melakukan adjusting belt conveyor yang
keluar jalur, menggunakan screw yang diputar secara manual oleh
pergelangan tangan, sedangkan belt yang diluruskan memiliki beban yang
cukup berat. Risiko pergelangan tangan terkilir ini mempunyai nilai
risiko 9 yang artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori
acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi
seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah pemasangan double screw, sehingga belt dapat diluruskan oleh 2
pekerja, sehingga beban yang diterima oleh masing-masing pekerja tidak
besar serta memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga
tingkat kemungkinan unusual dapat diturunkan menjadi remotely
possible, conceivable atau practically impossible. Untuk nilai
konsekuensi tidak dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari
pergelangan terkilir adalah luka ringan dan memar. Sedangkan, tingkat
paparannya occasionally dan tidak dapat diturunkan kembali, karena
pekerjaan ini hanya dilakukan seminggu sekali.
172
2. Tangan terputus akibat benda berputar
Pada tahap adjusting belt conveyor, tangan helper berisiko
terputus akibat benda berputar, karena helper melakukan adjusting belt
conveyor dengan membuka safety guard yang tersedia. Risiko Tangan
terputus akibat benda berputar ini mempunyai nilai risiko 7,5 yang
artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori acceptable
yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal
mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah pengawasan penerapan sistem kunci LOTO (Lock out tag out)
agar ketika helper bekerja, tak ada pekerja lain yang menyalakan belt
conveyor, serta pelatihan perilaku yang beriorientasi pada safety,
sehingga nilai konsekuensi dari tangan terputus dapat berkurang dari very
serious menjadi serious, important , atau noticeable. Sedangkan, tingkat
paparannya occasionally dan tidak dapat diturunkan kembali, karena
pekerjaan ini hanya dilakukan seminggu sekali.
3. Terjatuh dari ketinggian
Pada tahap adjusting belt conveyor, helper berisiko terjatuh dari
ketinggian , karena setelah helper melakukan adjusting belt conveyor
yang keluar jalur, helper akan berlari melihat dari sisi yang lain yang
173
lebih tinggi, apakah belt conveyor sudah memasuki jalur atau belum.
Risiko terjatuh dari ketinggian ini mempunyai nilai risiko 7,5 yang
artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori acceptable
yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal
mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah dibuatkan jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko
terjatuh , sehingga pekerja dapat bekerja lebih aman serta memberikan
reward dan punishment kepada pekerja. Dengan upaya pengendalian
tersebut, diharapkan tingkat kemungkinan conceivable dapat diturunkan
menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi dapat
diturunkan lagi,dari important menjadi noticeable ketika pengendalian
yang dilakukan sudah tepat. Sedangkan, tingkat paparannya occasionally
dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini hanya dilakukan
seminggu sekali.
4. Kebakaran pada belt conveyor
Pada tahap adjusting belt conveyor, risiko kebakaran dapat terjadi,
karena pemotongan belt conveyor menggunakan cutting torch. Risiko
kebakaran ini mempunyai nilai risiko 900 sehingga masuk ke dalam
kategori very high yang artinya aktivitas yang dapat menyebabkan
174
kebakaran dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas
yang dibolehkan atau diterima .
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah penerapan prosedur working permit untuk setiap pekerjaan yang
melibatkan api, pengelasan, dan penggerindaan. serta memberikan
reward dan punishment, sehingga nilai kemungkinan dari risiko
kebakaran dapat diturunkan dari likely menjadi remotely possible.serta
menurunkan nilai konsekuensi dari disaster menjadi serious , important,
atau noticeable. Sedangkan, tingkat paparannya occasionally dan tidak
dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini hanya dilakukan
seminggu sekali.
6.3.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material
6.3.2.1 Perapihan material oleh wheel loader
1. Kebakaran pada storage
Pada tahap perapihan material oleh wheel loader, risiko kebakaran pada
storage dapat terjadi, karena gesekan antar material, serta banyak material
yang mudah terbakar. Risiko kebakaran ini mempunyai nilai risiko 750
sehingga masuk ke dalam kategori very high yang artinya aktivitas yang
175
dapat menyebabkan kebakaran dihentikan sampai risiko dikurangi hingga
mencapai batas yang dibolehkan atau diterima .
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya
pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah
pemasangan sprinkler pada storage serta penyediaan MSDS (material
safety data sheet) yang selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi
pada safety, sehingga nilai kemungkinan dari risiko kebakaran dapat
diturunkan dari unusual menjadi remotely possible, serta menurunkan nilai
konsekuensi dari very serious menjadi serious , important, atau noticeable.
Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan
kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.
2. Tertabrak/Menabrak antar pengemudi
Pada tahap perapihan material oleh wheel loader, risiko
tertabrak/menabrak dapat terjadi, karena kurang koordinasi antar
pengemudi. Risiko tertabrak/menabrak ini mempunyai nilai risiko 25
,sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi
dan diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya
pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah
176
pemasangan alarm pada forklift atau revolving lamp saat kendaraan
bergerak dan dibuatkan guard untk melindungi fasilitas dari tabrakan serta
pelatihan yang berorientasi pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat
ditunkan dari very serious menjadi serious , important, atau noticeable.
Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan
kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.
6.3.3 Tahap Shredding
6.3.3.1 Tahap memasukkan material pada Hooper
1. Kebakaran pada hooper
Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko kebakaran pada
hooper dapat terjadi, karena gesekan antar material, serta banyak material
yang mudah terbakar. Risiko kebakaran ini mempunyai nilai risiko 250
sehingga masuk ke dalam kategori priority 1 yang artinya perlu
pengendalian sesegera mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian yang
sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pemasangan smoke atau
heat detector pada hooper serta penyediaan MSDS (material safety data
sheet) yang lengkap dan selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi
pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat diturunkan dari very serious
menjadi serious atau important, nilai kemungkinan dari risiko kebakaran pun
177
dapat diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable atau practically
impossible. Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat
diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai
kebutuhan.
2.Tertabrak/Menabrak antar pengemudi
Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko tertabrak/menabrak
dapat terjadi, karena kuarngnya koordinasi antar pengemudi, dan tidak
memanfaatkan fasilitas secara maksimal. Risiko tertabrak/menabrak ini
mempunyai nilai risiko 25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3
yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pemasangan smoke
atau heat detector pada hooper serta penyediaan MSDS (material safety data
sheet) yang selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi pada safety,
sehingga nilai konsekuensi dapat diturunkan dari very serious menjadi serious
atau important, nilai kemungkinan dari risiko kebakaran pun dapat diturunkan
dari likely menjadi unusual atau remotely possible. Sedangkan, tingkat
paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan
ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.
178
3. Tertimpa Material dari Hooper Yang Memiliki Ketinggian Sekitar 2 Meter
(contoh material : potongan plastik drum, potongan kayu yang beratnya
sekitar 100-250 gram ).
Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko tertimpa material
dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di sekitar hooper, dan isi
hooper terlalu penuh, sehingga material yang di dalam hooper terlempar
keluar. Risiko tertimpa material ini mempunyai nilai risiko 10 sehingga
masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya risiko tertimpa material
Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah Memasang warning
sign terkait bahaya yang ada, pengawasan penggunaan APD, pemasangan
guard pada area hooper, sehingga nilai kemungkinan dapat diturunkan dari
remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat paparannya
continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini
dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.
6.3.3.2 Tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu
1. Tersandung peralatan yang berserakan
Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko tersandung peralatan yang
berserakan dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di sekitar
shredder untuk menebar serbuk gergaji dan tersandung oleh peralatan yang
179
berseerakan di sekitar shredder,. Risiko tersandung peralatan ini
mempunyai nilai risiko 18 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable
yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko
dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah mengawasi penerapan housekeeping, memasang warning sign
terkait bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga
nilai kemungkinan dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely
possible atau conceivable, sedangkan, tingkat paparannya frequent dan
tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali
setiap hari.
2. Tertimpa Material Ringan Dari Belt Conveyor Yang Memiliki Ketinggain
Sekitar 1-2 M (contoh material : palstik, potongan material ringan yang
beratnya kurang dari 100 gram)
Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko tertimpa material ringan
dari belt conveyor dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di
sekitar shredder untuk menebar serbuk gergaji dan tertimpa material
ringan dari belt conveyor. Risiko tertimpa material ringan ini
mempunyai nilai risiko 6 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable
180
yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko
dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah memasang jarring dibawah belt conveyor, memasang warning
sign terkait bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga
nilai kemungkinan dapat diturunkan dari remotely possible menjadi
conceivable, sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat
diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.
3. Kebakaran
Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko kebakarandapat terjadi
pada helper,ketika helper berjalan tidak mematuhi prosedur yang
tersedia, seperti merokok. Risiko tertimpa kebakaran ini mempunyai
nilai risiko 150 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable yang
artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko
dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan
nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka
upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah memasang warning sign terkait bahaya yang ada serta pelatihan
perilaku yang berorientasi pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat
181
diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable,
sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan
kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.
6.3.3.3 Tahap Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder dan Material
1. Tersandung peralatan yang berserakan
Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,
risiko tersandung peralatan yang berserakan dapat terjadi pada helper,ketika
helper berjalan di sekitar shredder untuk memberikan parfume pada fasilitas
shredder dan material dan tersandung oleh peralatan yang berserakan di
sekitar shredder,. Risiko tersandung peralatan ini mempunyai nilai risiko
18 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya risiko
tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal
mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya
pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah
mengawasi penerapan housekeeping, memasang warning sign terkait bahaya
yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga nilai kemungkinan
dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely possible atau conceivable,
sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali,
karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.
182
2. Tertimpa Material Ringan Dari Belt Conveyor Yang Memiliki Ketinggain
Sekitar 1-2 M (contoh material : palstik, potongan material ringan yang
beratnya kurang dari 100 gram)
Pada tahap memberikan parfum pada shredder dan material, risiko
tertimpa material ringan dari belt conveyor dapat terjadi pada helper,ketika
helper berjalan di sekitar shredder untuk memberikan parfum pada shredder
dan material dan tertimpa material ringan dari belt conveyor. Risiko tertimpa
material ringan ini mempunyai nilai risiko 6 sehingga masuk ke dalam
kategori acceptable yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang
menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai
risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya
pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah
memasang jarring dibawah belt conveyor, memasang warning sign terkait
bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga nilai
kemungkinan dapat diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable,
sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali,
karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.
183
6.3.4 Memasukan Product Pada Box dan Pengiriman Product
6.3.4.1 Tahap Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk
1. Kejatuhan box
Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko
kejatuhan box dapat terjadi pada helper, ketika helper mengangkut box ke atas
truk memnggunankan bobcap. Risiko kejatuhan box ini mempunyai nilai risiko
50 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya Perlu diawasi dan
diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau kaca
pada forklift yang mengangkut box, sehingga nilai kemungkinan dapat
diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat
paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan
ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.
2. Tertimpa Material Ringan Dari Box (contoh material : palstik, potongan material
ringan yang beratnya kurang dari 100 gram)
Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko
tertimpa material ringan dari box, ketika helper mengangkut box ke atas truk
memnggunankan bobcap lalu material ringan yang berada di posisi paling atas
box terjatuh. Risiko kejatuhan box ini mempunyai nilai risiko 10 sehingga
184
masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan
risiko tertimpa material ringan dari box dikurangi seminimal mungkin.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau kaca
pada forklift yang mengangkut box, sehingga nilai kemungkinan dapat
diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat
paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan
ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.
3.Tertabrak/Menabrak antar pengemudi
Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko
tertabrak/menabrak dapat terjadi, ketika helper mengangkut box ke atas truk
memnggunankan bobcap lalu tidak ada koordinasi antar pengemudi, sehingga
terjadi tabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak ini mempunyai nilai risiko
25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi dan
diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift
atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, sehingga nilai konsekuensi dapat
diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable.
185
sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali,
karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.
6.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran / Pre-heater
1. Box terjatuh saat dibawa menuju pre-heater
Pada tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran / pre-heater,
risiko box terjatuh dapat terjadi karena guard pada truk yang pendek, sedangkan
box tinggi. Risiko box terjatuh di jalan ini ini mempunyai nilai risiko 30
sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya Perlu diawasi dan
diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift
atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror pada
daerah tikungan , pemasangan guard yang lebih tinggi pada truck, sehingga
nilai kemungkinan dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely possible atau
conceivable, sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat
diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai
kebutuhan.
186
2. Tertabrak/menabrak antar pengemudi
Pada tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran / pre-heater,
risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi, karena pekerja tidak mengikuti standard
operation mengenai cara berkendara di arean proyek. Risiko tertabrak/menabrak
ini mempunyai nilai risiko 25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3
yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko
dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign
terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift
atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, sehingga nilai konsekuensi dapat
diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable.
sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali,
karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.
6.4 Pembahasan Hubungan antara Hasil Analisis Risiko dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Shredder Facility PT.Holcim
Indonesia Tbk Tahun 2010.
6.4.1 Pembahasan Hubungan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan Penyimpanan Material
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Tertabraknya Tembok Pemisah antara
Ruang Penyimpanan dan Shredder
Pada tanggal 8 November 2008 pukul 10.00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan
rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder akibat
ditabrak wheel loader yang sedang mundur untuk parkir. Tidak ada korban dari
kecelakaan kerja ini, hanya kerusakan sementara fasilitas shredder.
Hal ini bermula ketika wheel loader keluar dari storage 1 menuju
storage 2. Pengemudi Wheel loader tidak berkonsentrasi sehingga wheel loader
menabrak tembok pemisah. Upaya pengendalian yang telah tersedia pada saat ini
adalah engineering control dengan pemasangan antena pada wheel loader dan
alat kemudi lainnya yang sedang berjalan , tersedianya blind spot miror agar
pengemudi dapat mengetahui aktivitas disekitar, memasang warning sign tentang
penggunaan APD , tersedia standard operation mengenai cara bekendara di area
proyek, safety briefing sebelum bekerja, serta menggunakan APD lengkap, maka
nilai risiko yang didapat dari tahap ini adalah 25 masuk kedalam priority 3 yang
artinya kegiatan ini sebenarnya hanya perlu pengawasan dan diperhatikan secara
63
berkesinambungan, apabila dibandingkan pengendalian saat ini dengan
pengendalian saat terjadi kecelakaan kerja, belum terjadi perubahan
pengendalian, namun kecelakaan kerja tertabraknya tembok pemisah antara
ruang penyimpanan dan shredder tetap terjadi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kecelakaan kerja terjadi
karena pekerja tidak berkonsentrasi dalam mengemudi. Kecelakaan kerja
tertabraknya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder terjadi
karena faktor pekerja, kondisi korban yang memiliki beban fikiran mengenai
minimnya upah yang menyebabkan pekerja kurang tidur, sehingga menjadi salah
satu penyebab kelelahan.
Hal ini sesuai dengan teori domino heinrich yang menyatakan bahwa
salah satu rangkaian domino yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah
unsafe act atau perilaku tidak aman yang salah satunya adalah kelelahan .
Teori yang dikembangkan oleh Sahab (1997) juga menyatakan bahwa
penyebab kecelakaan kerja dilatarbelakangi oleh faktor-faktor, yang salah
satunya adalah faktor kelelahan dan keletihan yang berasal dari penyebab dasar
faktor pribadi.
Kelelahan kerja yang dilalami pekerja membuat turunnya kinerja dan
menimbulkan kecelakaan kerja. Hal ini sesuai dengan teori Nurmianto pada
tahun 2003, yang menyatakan “ Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan
menambah tingkat kesalahan kerja.” Meningkatnya kesalahan kerja akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.
64
Selain itu kerja fisik yang terus menerus dapat menyebabkan kelelahan,
sehingga menurunkan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan
persepsi cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan,
(depresi, kurang tenaga, kehilangan inisiatif), dan gejala umum (sakit kepala,
vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan
pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran
tidur). Kelelahan Kerja dapat menyebabkan prestasi kerja yang menurun, fungsi
fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak, Semangat
kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982).Motivasi kerja khususnya faktor
balas jasa atau upah yang minim pun menjadi penyebab pekerja tidak dapat tidur
karena beban fikiran, hal ini sesuai dengan teori Winardi (2001) yang
menyatakan bahwa jika upah tersebut tidak dipenuhi, maka akan muncul
pemogokan-pemogokan, dan kadangkala timbul gejala berupa memburuknya
kesehatan fisik dan mental yang dapat mempengaruhi perilaku kerja.
6.5.2 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus.
Pada tanggal 28 Juli 2009 pukul 23:00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan
luka parah pada seorang karyawan Holcim Indonesia. Karyawan tersebut
mengalami luka terbuka atau terputusnya lengan atas dan pergelangan tangan
akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector).
65
Hal ini bermula ketika belt conveyor pada shredder keluar dari jalur
roller. Karyawan tersebut melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada
kondisi belt berjalan. Setelah selesai mengatur posisi belt conveyor, karyawan
tersebut melihat material karet yang tersangkut pada tail pulley, hal ini biasa
terjadi karena Shredder merupakan alat pencacah berbagai limbah, dan salah
satunya adalah karet.
Namun ketika karyawan berusaha menyingkirkan material tersebut,
karyawan tidak menggunakan bar untuk menyingkirkan benda tersebut,
akibatnya lengan bajunya tersangkut oleh motion detector yang berputar dan
menarik tangan kanannya ke arah motion detector yang berputar. Karyawan
tersebut mengalami luka dan dikirim ke rumah sakit untuk operasi pembedahan.
Safety guard pada saat itu belum dilengkapi screw yang berfungsi
sebagai alat adjusting belt conveyor, selain itu prosedur LOTO (lock out tag out )
tidak diterapkan sehingga terjadi kecelakaan kerja tersebut. Upaya yang saat ini
sudah dilakukan pada tahap adjusting belt conveyor adalah pemasangan screw
diluar safety guard agar pekerja bekerja lebih aman, maka nilai risiko yang
didapat pada tahap ini adalah 7,5 masuk ke dalam kategori Acceptabble yang
artinya intensitas yang dapat menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.
Maka, pengendalian yang sudah dilakukan saat ini dapat meminimalkan
kecelakaan kerja.
Hal ini membuktikan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi apabila
manajemen keselamatan kerja belum dilakukan secara maksimal, sesuai dengan
teori Birds dalam Suardi (2005) yang memodifikasi teori domino Heinrich dengan
66
mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu
kecelakaan,dan Birds mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja
hanya dapat berhasil dengan memperbaiki manajemn keselamatan dan kesehatan
kerja.
Namun, Selain karena faktor teknis, kecelakaan kerja lengan terputus
disebabkan oleh faktor manusia yang merasa terbiasa dengan pekerjaannya.
Menurut Gordon Allport , sikap merupakan kecenderungan potensial untuk
berpotensi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon . Penyebab yang melatarbelakangi kecelakaan kerja menurut
Sahab (1997) salah satunya adalah sikap dan tingkah laku yang tidak aman. Dan
tentunya tindakan tidak aman akan menyebabkan kecelakaan kerja, hal itu
senada dengan yang diungkapkan oleh Silalahi (1995), berdasarkan statistik di
Indonesia, 80% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act)
dan 20% oleh kondisi tidak aman (unsafe condition). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar
terhadap kecelakaan
Maka, walaupun upaya pengendalian teknis sudah dilakukan dengan
maksimal, tetapi tetap ada faktor yang terdapat pada manusia seperti faktor sikap
yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
67
6.5.3 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Tahap Shredding dengan Kejadian
Kecelakaan Kebakaran pada Hooper.
Pada tanggal 7 April 2010 pukul 15:00 di area operasi shredder
Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. Sebuah kebakaran pada hooper terjadi , tidak
ada korban dari kejadian ini hanya mengakibatkan produksi terhenti untuk 2 hari.
Hal ini bermula ketika wheel loader memasukkan material pada hooper.
Didalam hooper gesekan antar besi menimbulkan percikan api, dan mixing
material yang dimasukkan oleh wheel loader bersifat mudah terbakar, sehingga
terjadi kebakaran pada Hooper.
Upaya pengendalian yang telah tersedia pada saat ini adalah engineering
control dengan pemasangan hydrant, sprinkler tepat diatas hooper, serta APAR,
memasang warning sign tentang penggunaan APD , tersedia MSDS (Material
safety data sheet), safety briefing sebelum bekerja, serta menggunakan APD
lengkap. maka nilai risiko yang didapat dari tahap ini adalah 250, masuk
kedalam kategori priority 1 yang artinya aktivitas shredding perlu pengendalian
sesegera mungkin, apabila dibandingkan pengendalian saat ini dengan
pengendalian saat terjadi kecelakaan kerja, belum terjadi perubahan
pengendalian, sehingga kecelakaan kerja kebakaran pada hooper masih mungkin
terjadi. Karena sebenarnya berdasarkan dengan teori Birds dalam Suardi (2005)
yang memodifikasi teori domino Heinrich mengemukakan bahwa usaha
pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan memperbaiki
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja terlebih dahulu.
68
Namun hingga saat ini manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
belum dilakukan secara maksimal sehingga kecelakaan kerja kebakaran masih
mungkin terjadi.Akan tetapi, penyebab kecelakaan kecelakaan kerja kebakaran
pada hooper terjadi karena faktor kelalaian. faktor manusia itu sendiri seperti
tidak segera merubah data material berbahaya sesegera mungkin, karena tidak
terjalin koordinasi yang baik antar pekerja. Sesuai dengan teori Hezberg pada
tahun 1990, yang menyatakan bahwa “salah satu faktor yang menjadi penggerak
terciptanya motivasi kerja karyawan adalah hubungan antar manusia.” Beliau
juga menyatakan bahawa hubungan antar manusia dalam lingkungan pekerjaan
baik hubungan vertical maupun horizontal akan berpengaruh terhadap disiplin
dan produktivitas pekerja.
Maka, walaupun upaya pengendalian teknis sudah dilakukan dengan
maksimal, tetapi tetap ada faktor yang terdapat pada manusia yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
69
70
71
Kegiatan pada Shredder Facility
72
Membersihkan Handrail
Membersihkan Screen Adjusting Belt Conveyor
Mengecek Chute Magnet separator
73
Perapihan dan Penyimpanan Material
Memberikan Parfum
Memasukkan Material pada Box
Menebar serbuk Gergaji
Menaikkan box pada truck
74
No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian
Tabel
Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder
PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
75
Tabel
Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas
Shredder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi
(C)
Paparan (E) Kemungkinan
(L)
Nilai
Risiko
76
Tabel
No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi
77
Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas
Shredder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010
63
64
65
66