doa emak untuk asa
DESCRIPTION
DOA EMAK UNTUK ASA. Sesungguhnya hidup itu memang indah... setidaknya itulah yang aku rasakan dalam dekapan Emak yang selalu hangat. Asa kecil tak pernah jauh dari Emak yang mengasuhnya dengan penuh kasih sayang dan cinta seorang diri. Namun, saat beranjak dewasa, karena tuntutan keadaan yang mengharuskan Asa untuk berjuang pergi meninggalkan Emak dan hidup berdikari di negeri orang. “Ketika doa Emak, perjuangan yang meneteskan air mata demi Asa, Ketika cinta Emak, menguatkan alang rintang pada Asa”.TRANSCRIPT
2
Doa Emak
untuk Asa
Hidup itu indah... ketika aku bersamamu, Emak
Penerbit
Nulisbuku.com
3
Doa Emak untuk Asa
Oleh: Musa Rustam
Copyright © 2014 by Musa Rustam
Penerbit
Nulisbuku.com
Desain Sampul:
Musa Rustam
Diterbitkan melalui:
Nulisbuku.com
4
Buku ini kupersembahkan untuk :
Emakku adalah Ibu terbaik sedunia, terima kasih „tuk cinta, kasih sayang
dan ridhonya.
5
Ucapan Terima Kasih...
Ucapan terima kasih kusampaikan
kepadaNYA, Segala puji saya panjatkan ke
hadirat Allah SWT, berkat pertolongan dan
hidayahnya. Kepada wanita pendampingku
sosok sangat bermakna yang selalu
memberikan dukungan dengan
inspirasinya yang luar biasa. Kepada
putraku, Muhammad Hafiz Danish Veysa,
yang senantiasa menjadi penerang dan
pelipur lara dalam hidupku. Kepada
orangtuaku, Mak Rinah, Bapak Rustam
(Alm), Mama Mahirmani, Papa Adi Sucipto,
yang telah memberikan cinta kasih dan
dukungan yang sangat luar biasa
kepadaku. Kepada Kalak, Para Kabid,
Sekretaris dan rekan-rekan BPBD Provinsi
DKI Jakarta, Rekan-rekan Satpol PP
Provinsi DKI Jakarta, dosenku di STIA LAN
Jakarta dan teman-teman baikku yang
telah mendukungku selama ini serta
Nulisbuku.com.
6
”Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfudzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.”
(QS. Al-Hadiid : 22-23)
7
Chapter One
Ia sangat tinggi menjulang, tepat di jantung
ibukota negara. Di tengah-tengah Jakarta.
Di tengah-tengah peradaban Indonesia. Di
tengah-tengah kekaguman kami dari
berbagai pelosok nusantara. Seperti
permainan kemudi putar yang berputar di
pasar malam, membuat tertawa riang
anak-anak yang menaikinya, segala yang
berada di atasnya pun ikut berputar. Kami
pun ikut berkemudi putar.
Kami tiba di kota ini layaknya lebah
yang mendatangi bunga-bunga yang
memiliki madu. Terpesona akan cantik dan
manisnya yang belum pernah kami lihat
sebelumnya. Tubuh dan jiwa kami
bergerak bersama alunan kereta api listrik
yang membawa kami keluar dari kampung
terbiasa dengan banjir pada musim
8
penghujan. Kami semua di tarik ke dalam
sebuah bejana yang tak berujung,
membawa takdir masing-masing yang tak
pernah kami pahami dan mengerti.
Pada bulan Maret 1993, Emak
berkata. Tepat 34 tahun keberadaannya.
“Melihatnya seperti itu, tampaknya ia
seperti kesepian dan sendiri. Berdiri tegak
menghiasi kota pada siang dan mencoba
menyinari pada malam, ia begitu tampak
murung.”
Tapi menurutku, justru karena itulah ia
begitu dikagumi semua orang. Di ibukota
yang terasa hampa ini, saat orang-orang
memandang ke atas dan melihat ada
bongkahan yang berkilau seperti emas
dengan melihatnya berdiri tegak bersinar
dengan penuh kehormatan, mereka akan
merasakan adanya kekuatan luar biasa,
penuh perjuangan sejarah bangsa dan
9
memiliki daya tarik keindahan bagi siapa
saja yang melihatnya.
Wahai anakku, Emak sudah
mengalami manis dan getirnya kehidupan-
perebutan paksa, pengkhianatan yang tak
berujung, kekerasan dari kekejaman-
merasakan kekaguman pada keindahan
dalam kesendirian dan keterpurukan itu.
Kami tidak dapat menahan air mata yang
jatuh dari pelipis mata, kesedihan yang
mendalam namun kita harus tetap
berputar mengikuti waktu dalam jam
sesuai dengan putaran porosnya, berputar
membuat kita harus kuat dan
menjalaninya dengan penuh kesabaran.
Semua orang berdatangan ke tempat
ini. Mereka meninggalkan kampung
halaman demi sebuah mimpi agar dapat
tegak dan berdiri untuk membangun
10
mimpi mereka, yang penuh pengharapan
nan suci di Jakarta ini.
Inilah kisah masa kecilku, bertiga
dengan Bapak dan Emak di Jakarta,
berjuang bersama mereka yang memiliki
persamaan dengan jutaan orang-orang
pemimpi yang datang dari kampung
halaman. Bapak yang terlupakan dari
hingar bingar dan terhempas dari putaran
kemudi putar, aku datang dengan bertahan
yang memiliki tujuan yang sama, namun
bingung tak dapat berjuang melihat segala
keadaan yang terjadi tapi aku tak dapat
pergi kemana-mana. Sedangkan Emak
dengan super kesabarannya, mencoba
bertahan yang akhirnya harus berjuang
hingga tertidur letih di bantaran kali
Ciliwung.
= #=#=#=
11
Pagi itu, di dalam sebuah kamar yang
mungil dengan pemandangan langsung ke
bantaran kali Ciliwung, kami bertiga tidur
berdampingan dengan lelap. Banyak orang
berkata bahwa mereka tidak terlalu
mengingat hal-hal yang terjadi ketika
mereka masih kanak-kanak. Namun,
berbeda dengan aku, aku masih sangat
ingat dan jelas. Aku seakan masih dapat
mencium aroma udara yang menghinggapi
sekeliling, serta membayangkan hal-hal
yang terjadi pada saat itu. Mungkin karena
aku hanya memiliki sedikit saja memori
yang harus aku ingat dan alami apabila
dibandingkan dengan orang lain.
Ingatan hingga usiaku menginjak
umur tiga tahun, tentang Aku, Emak dan
Bapak serta seorang adik perempuanku.
Ingatan ketika kami harus kehilangan
12
seorang Engkong yang kami cintai telah
meninggal dunia tanpa harus aku
mengerti, mengapa beliau pergi
meninggalkan kami, sehingga dalam
ingatanku hanya tersisa sekeping episode
tersebut, saat kami masih memiliki senyum
kebahagiaan dan keindahan dalam hidup
yang utuh.
= #=#=#=
Gubrakkk !! Jeger !! bunyi pintu di dobrak
membangunkan tidurku yang lelap. Emak
yang tidur di sampingku di atas ranjang
besi berwarna biru juga langsung
terbangun dan terduduk termenung kaget.
Sudah tengah malam, tak hanya anak-
anak, orang dewasa pun tengah terbuai
dalam mimpinya yang indah. Bapak pun
masih terjaga dengan ketermenungannya
yang tak berujung.
13
Dari arah pintu terdengar teriakkan
seorang laki-laki memanggil nama Emak.
Emak langsung berlari menuju depan pintu
yang terdapat seorang laki-laki, tetapi dia
segera kembali masuk ke kamar dengan
wajah ketakutan dan pucat.
Emak langsung mendekapku sangat
erat, seperti induk kucing betina yang
memeluk anaknya karena terancam
gangguan dari pengganggu. Dia
membawaku setengah berlari ke balik
almari.
Encang, kakak dari Bapakku, tanpa
mengucapkan salam ataupun dengan
mengetuk pintu, encang malah
menendangnya. Pintu yang terbuat dari
kayu dari beberapa lembar potongan
tripleks dan kayu kaso direkatkan dengan
paku ukuran 20 mili. Rusak dan ambruk
daun engsel yang menyatukannya. Tanpa
14
melepas sandal, Encang bergegas mengejar
Bapak yang berlari menghindar, diselingi
teriakan Enyak. Seperti pasukan khusus
anti teror yang ingin menyergap teroris.
Dan hal seperti ini sering terjadi. Entah
mengapa, aku tak mengerti mengapa
Bapak menjadi sasaran Encang. Aku tak
pernah habis berfikir.
Encang menarik paksa Bapak dari
lamunannya yang penuh dengan
kekosongan, Aku hanya bisa ketakutan di
balik almari dalam dekapan Emak. Bapak
sudah terpojok di sudut ruangan,
kemudian menarik bungkusan dari plastik
yang berwarna hitam, isinya ternyata
seekor pecel lele goreng yang baru saja di
goreng. Encang kemudian menjejalkan
begitu saja ke mulut bapak.
Rupanya Encang ingin memberi oleh-
oleh seekor pecel lele untuk adiknya yaitu
15
Bapakku. Seumur hidupku itulah yang
pertama aku melihat Bapak diperlakukan
seperti itu, disuapi dengan paksa oleh
Encang untuk makan. Encang pemabuk
berat. Di bawah pengaruh alkohol dia
selalu mengamuk tak beraturan, tak
perduli dengan keadaan sekitarnya,
siapapun bisa terkena bolgem mentah
darinya.
Pintu rumah kami yang rusak
diperbaiki oleh Emak beberapa hari
kemudian. Dari pintu yang utuh dan rapih
kini di bagian kanan tertutup bahan
tripleks yang berbeda dari yang aslinya,
seperti membentuk tambalan pintu
layaknya ban bocor yang di tambal,
sehingga pintu rumah kami tampak aneh.
Aku sering sekali menangis. Dan
ketika aku menangis lama sekali. Bapak
hanya bisa melihat dan tersenyum ketika
16
aku menangis dengan terkadang ikut
meneteskan air mata juga. Emak selalu
mendekapku dengan penuh kehangatan,
Emak melarangku menangis, Emak tak
ingin aku menjadi anak yang cengeng,
walaupun aku masih berumur tiga tahun.
Pada suatu pagi, saat Aku bermain di
depan televisi, memainkan puzzle bongkar
pasang yang terbuat dari kertas karton
bergambar ondel-ondel, Bapak duduk di
kursi tak jauh dariku masih dalam
lamunannya yang kosong, tak memiliki
makna apa-apa akan tetapi menyiratkan
beban pikirannya yang sangat dalam, ia
terkadang meledek aku yang kebingungan
tak dapat menyusun puzzle itu. Sesaat aku
menangis kaget, karena aku menjatuhkan
secangkir teh manis yang ada dimeja,
praang!!. Suara caangkir yang jatuh ke
lantai. Tiba-tiba Encang dari kamar
17
sebelah membentak-bentak dan
mengangkat-angkat tubuhku yang mungil,
lalu melemparku ke ruang yang berlantai
dengan tikar hambal.
Aku dibuatnya melayang, tubuhku
yang mungil terlempar masuk lorong
rumah dengan tikar hambal. Enyak yang
menyaksikan kejadian itu berusaha
menangkap tubuhku seperti bocah-bocah
menangkap bola pada permainan kasti
dilapangan. Emak menceritakan kejadian
ini kepadaku di kemudian hari. Mungkin
saat itu aku mengalami seperti apa yang di
rasakan oleh penerjun parasut yang
melompat dari pesawat. Mereka tak akan
pernah ingat apapun, apabila suatu ketika
parasut yang diterbangkan tidak berfungsi
dengan baik, mereka akan terhempas jatuh
kebawah, sehingga menghancurkan
mereka tak berkeping. Seandainya saja
18
Enyak gagal menangkapku, mungkin aku
akan jatuh dengan terlebih dahulu kepala
yang membentur lantai, dan aku akan
mengalami depresi yang mendalam.
Aku juga mempunyai masalah dalam
tubuhku. Saat aku mengalami gangguan
dalam usus di dipencernaanku, Emak
membawaku ke Dokter Puskesmas dekat
rumah. Di Pusekesmas tersebut ada
seorang dokter perempuan yang
berkerudung, dan Emak berkali-kali
mengatakan bahwa “Dokter itu udah cantik,
betul-betul dokter yang bagus, Emak tak
tahu kalau dia tak ada, kamu pasti sudah
mati”. Setiap kali aku ke sana, dokter itu
pasti menyuntik pantatku dengan sabar.
Walaupun begitu, kalaupun selalu dihibur
agar aku tidak menangis. Demi
menyenangkan mereka, aku menahan
19
dalam hati tidak menangis dan berpura-
pura tidak apa-apa.
Suatu hari, ketika aku mengalami
sakit perut yang sangat meradang dan di
bawa ke puskesmas, ternyata saat itu
adalah hari libur. Akhirnya Emak
membawaku ke klinik swasta yang ada di
Jatinegara. Sudah mengangap penyakitku
sudah biasa, aku pun menjalani beberapa
pemeriksaan, dari mulai suhu tubuh
dengan termometer, mataku di senter
dengan alat penerang dan perutku di
ketuk-ketuk sambil didengarkan dengan
stetoskop, namun aku kemudian menangis
dengan sangat kencang dan meraung-
raung kesakitan karena menyuntikku pada
lengan bagian kiri.
Sakit perutku tak juga kunjung
sembuh sehingga keesokan harinya. Emak
membawaku ke dokter perempuan yang
20
berkerudung, yang sudah biasa
memeriksaku karena Emak tak tahan
melihat penderitaanku yang menyiksa. Bu
dokter malah menegur Emak, “ Kenapa
Ibu tidak segera membawa kemari
anaknya?” dokter berkerudung itu
akhirnya duduk di meja kerjanya setelah
memeriksaku, setelah itu dia segera
menulis surat rujukan ke rumah sakit
umum daerah di Rawamangun dan
mengirimkanku ke sana.
Ternyata aku menderita usus buntu
dan kondisiku sepertinya cukup parah,
beberapa dokter ahli penyakit dalam
berkumpul dan memasuki ruang operasi.
Menggunakan seragam serba hijau, dengan
tutup kepala hijau tak luput juga sarung
tangan dan masker berwarna hijau.
Meskipun aku tidak mengetahui
prosedurnya secara mendetail, pertama-
21
tama dilakukan operasi injection cairan
semacam enema listrik yang dimasukkan
melalui anus oleh dokter yang
berkacamata. Bahkan bagi orang dewasa
pun, langkah ini cukup berat untuk di
jalani seorang pasien dewasa.
Dengan menggunakan radar yang
termonitor dalam layar screen berwarna
hitam dengan menunjukkan keberadaan
enema listrik dalam perut agar dapat
diketahui. Jika sudah sampai di usus dan
enema listrik tersebut terhenti, maka harus
dilakukan operasi pembedahan di bagian
perut untuk mengeluarkan bagian yang
bermasalah di dalam usus.
Sebelum operasi, Emak mendapat
penjelasan dari dokter bahwa jika ususku
dipotong, tak tertutup kemungkinan aku
akan mengalami beberapa kesulitan dalam
kehidupan sehari-hari.
22
Dari balik kaca jendela di depan
pintu operasi, Emak berdoa agar cairan
enema listrik itu tak terhenti.
“Ya Allah pemilik segala zat, hanya
ENGKAU yang maha mengetahui, anakku
sedang berjuang untuk melawan
penyakitnya, tak ada yang mengizinkan
sehelai rambut pun tumbuh hitam indah
dikepalanya, termasuk penyakit yang
tumbuh pada anakku, kalau boleh meminta
pindahkan saja penyakitnya ke tubuhku,
aku ikhlas dan ridho”.
Sedangkan Bapak, sama halnya ketika saat
aku dilahirkan, diam dan termenung di
dekat jendela rumah, tak ada banyak hal
yang dapat dia perbuat karena pengaruh
tekanan mental yang dia hadapi, Aku lahir
di sebuah kamar dengan ukuran 2 X 3 m2
dengan bantuan dukun beranak yang
bernama Mak Okih. Sebuah proses sangat
23
luar biasa kala itu, proses persalinan
dengan perjuangan seorang ibu antara
hidup dan mati dalam melahirkan anak
manusia. Tidak ada teknologi yang luar
biasa ketika itu, tanpa jarum suntik, tanpa
peralatan medik yang canggih, maupun
tenaga bidan ataupun dokter, hanya
beberapa peralatan sederhana seadanya
dengan semangat dan keyakinan yang kuat
dari seorang dukun beranak yang sudah
lama digeluti turun temurun dari
orangtuanya terdahulu, begitulah sebuah
proses persalinanku ketika itu.
Tepat pukul 00.45 WIB Kamis dini
hari, lahir dengan sehat ke dunia, anak
yang sangat lucu dan manis dengan
suaranya sangat kencang menangis
menandakan kehadirannya. Didekati
seorang laki-laki yang sudah mulai putih
24
rambutnya oleh Mak Okih, lalu didekatkan
telinga sang bayi untuk di azdan kan,
“Allahu Akbar....”
“Allahu Akbar....”
“Allahu Akbar....”
Suara adzan itu terdengar
berkumandang sangat indah, perasaan
haru dan bercampur bahagia tercermin
dimata Yusuf sambil menggendong bayi
mungil itu, bapak dari Rustam, karena kala
itu Rustam masih kebingungan dan panik
melihat Rinah yang sedang lemas dan letih
selesai pasca persalinan. Proses persalinan
yang panjang ditandai dengan banyaknya
berbagai kejadian-kejadian yang sangat
memprihatinkan, dikarenakan minimnya
pengetahuan hingga memperlambat proses
persalinan. Bayi dengan berat kira-kira 2.9
kg dengan panjang 48 cm, lahir dengan
selamat dan diberi nama Asa tanpa nama
25
panjang ataupun embel-embel yang lain.
Nama pemberian dari Sang Engkong.
Untungnya, radar di dalam perutku
berjalan lancar. Cairan enema listrik
berhasil membuka bagian yang tersumbat
sehingga perutku tak perlu di lakukan
pembedahan. Emak menangis syukur dan
haru dengan perkembangan badanku yang
membaik, dengan mengucapkan hamdallah
kepada Allah.
Aku masih ingat sekali aroma khas
bubur dengan kuah soto ceker ayam yang
dibuatkan Emak ketika aku sakit merintih
menahan sakit. Aku juga masih mengingat
ekspresi wajah Emak yang khawatir
dengan penyakitku. Namun, keberadaan
Bapak tidak begitu membekas dalam
memoryku
Satu hal lagi yang masih aku ingat
dengan jelas, yaitu sosok wajah Bapak saat
26
termenung diam, dan sesaat dia
menghampiriku memberikan kepingan
puzzle yang membuatku bingung mana
yang harus aku isi terlebih dulu, di
karenakan gambarnya masih penuh teka-
teki untukku. Kemudian memberikan
sambil menunjuk dengan tangan kirinya
letak kepingan puzzle itu. Sosok Bapak
yang tampak itu begitu baik hati di
mataku.
Inilah hal-hal yang masih tersimpan
dengan baik dalam memoryku. Mungkin
ada hal-hal yang terhapus. Namun ingatan
ini saat Aku, Emak dan Bapak masih ada
sebagai keluarga yang utuh. Hanya ini
yang terkenang, tidak ada yang lain.
= #=#=#=
Aku lahir di Jatinegara di kota
Jakarta, di sebuah kampung yang berada
dekat dengan tepian kali Ciliwung.
27
Kampung kami memiliki dua RW yang
lumayan padat penduduknya, di kampung
kami sudah menjadi langganan setiap
tahunnya karena kampung kami terletak di
dataran sangat rendah, yang bentuk
kampungnya bila dilihat dari atas, serupa
tapal kuda dikelilingi oleh sungai Ciliwung
sepanjang kampung. Banjir menjadi sudah
biasa, kampung yang berdampingan
dengan banjir yang sudah dianggap
menjadi konsekwensi dari musim hujan
yang melanda, ketika di daerah puncak
hujan lebat, sekitar delapan sampai dengan
sembilan jam kemudian banjir akan
menggenangi kampung kami, hingga
mencapai kedalaman dua meter. Kami
mencoba bertahan dengan banjir menjadi
potret tiap tahun musim penghujan di
Kampung kami.
28
Emak bercerita saat dia masih kecil,
Kali Ciliwung bersih dan jernih, airnya pun
bisa di minum selain itu juga ikan-ikannya
banyak dan selain itu juga banyak
bebatuan sehingga kita bocah-bocah kali
Ciliwung senang sekali mandi dan bermain
disana bersama teman-teman.
Di seberang kampung kami ada Dipo
Bukitduri yang berdiri sejak zaman
Belanda, pada waktu itu sebelum ada
lokomotif diesel, merawat lokomotif uap.
Kira-kira tahun 1955 baru merawat diesel
listrik type BB 302 hingga tahun 1975.
Kehidupan masyarakat di masa itu mulai
diliputi kegairahan aktivitas masyarakat
yang menjalankan roda perekonomiannya.
Aktivitas jual beli di Pasar Lama Jatinegara
atau lebih dikenal dengan Pasar Mester,
merupakan pusat ekonomi bagi warga
Jatinegara. Pasar Lama Jatinegara
29
mempunyai banyak deret bangunan
dimana dulunya dikenal dengan bangunan
Belanda. Di sekitar pasar tersebut juga
terdapat pedagang-pedagang kaki lima
yang menjajakan dagangannya mulai dari
pukul tujuh pagi hingga pukul enam sore.
Pasar ini ramai pada tanggal-tanggal muda,
dimana orang-orang baru saja
mendapatkan penghasilannya.
Ketika aku mulai masuk sekolah dan
sudah terbiasa dengan buku pelajaran,
Emak sering bercerita tentang perjuangan
bangsa kita melawan penjajah. “Kekejaman
tentara Jepang yang menjajah Indonesia,
kekejamannya seakan melebihi Belanda.
Bukan hanya kerugian di bidang materi,
namun juga dari sisi mentalitas dan
kehormatan. Sebuah catatan gelap suatu
bangsa yang melakukan penjajahan dengan
sempurna”
30
Setiap aku mendengar cerita itu,
meskipun aku masih kecil, tak tahu
kenapa kepalan tanganku mengeras,
seakan ingin marah dengan negara
Belanda dan Jepang, mengapa mereka
begitu tega menjajah kami hingga kami
pun tersiksa.
= #=#=#=
Rumahku berada di dekat dengan
Pasar Mester, dan di sekitarnya ada taman
bermain. Rumah tersebut adalah
bangunan dua lantai terbuat dari
bangunan semi permanen yang dibangun
oleh Engkong. Saat aku belum lahir, baik
Engkong dari pihak Bapak maupun Emak
sudah meninggal sehingga aku tidak
memiliki bayangan mengenai sosok
mereka. Bapak hanya memiliki selembar
foto Engkong ketika Bapak dan monyet
31
piaraan Engkong di belakang rumah
berfoto bersama untuk 17 Agustus-an.
Di rumah tersebut tinggalah Emak,
Bapak, Aku, Enyak, dan Encang Uding,
Kakak dari Bapak beserta dua anaknya
Mila dan Yadin. Setelah Engkong
meninggal sehingga beberapa ruangan
rumah di sekat dan di beri kamar mandi
untuk di kontrakkan sebagai rumah
kontrakan pada beberapa pasangan muda
yang baru menikah ataupun mahasiswa
yang mengadakan penelitian tentang
kampung kami. Para mahasiswa baik
sekali kepadaku. Mereka sering
membelikan kembang gula berwarna pink
dan kerak telor kesenanganku.
Emak mengandung aku setahun
setelah dia datang ke rumah ini. Tahun
1984, Emak berumur 19 tahun sedangkan
Bapak berumur 2 tahun lebih tua yang
32
baru ingin menginjak 21 tahun. Bapak
yang kelahiran asli Jatinegara yang
bersekolah di STM Listrik Boedi Oetomo,
tapi sudah di duga Bapak memang pintar,
saat kelas dua STM, Bapak anak termuda
dari empat bersaudara yang memiliki
pendidikan paling tinggi dibandingkan
dengan kakak-kakaknya. Engkong mengira
dengan memasukkan bapak ke STM akan
membentuk Bapak menjadi karakter yang
mandiri dan siap bekerja kelak. Tetapi,
Bapak dan Engkong mungkin tak sadar
bahwa itu bisa berubah dan menjadi fatal
“karena salah bergaul”.
Setelah masuk STM, Bapak karena
kurang pengawasan melakukan berbagai
perbuatan buruk dan kekeliruan dalam
belajar. Karena sering membolos, tawuran
antar pelajar dan berbagai aktivitas negatif
33
yang mungkin terpengaruh temannya di
sekolah.
Bapak sesungguhnya anak yang
cerdas dan berbakat dengan kepandaian
dalam mereparasi barang-barang
elektronik di rumah seperti televisi, kipas
angin, mesin air pompa, dan setrika yang
rusak, sehingga dapat menambah uang
jajannya dari mereparasi barang-barang
elektronik milik tetangga.
Semuanya ini bermula dari akibat
Bapak belajar ilmu gaib yang di ajak oleh
temannya Jamal yang mempelajari dunia
mistik, mereka tidak memahami bahaya
yang mengancam, ketika siapa saja yang
mencoba menyelami dunia mistik. Bahaya
yang paling besar adalah “kegilaan”.
Seseorang yang mulanya mencoba belajar
ilmu-ilmu gaib, lalu tiba-tiba menjadi tidak
waras alias gila. Hal itu karena kini dia
34
tidak dapat membedakan antara dunia gaib
dengan dunia nyata, bahkan antara
khayalan dan kenyataan menjadi satu
baginya.
Bapak menjadi anak pendiam, sering
menyendiri dan termenung dalam
dunianya sendiri. Tak lebih dari tiga kata
yang keluar dari mulutnya, yaitu “jangan
dekati aku”. Berjuta pertanyaan di
lontarkan Engkong kepadanya, apa yang
sebenernya terjadi.
= #=#=#=
Bapak menikah dengan Emak ketika
baru lulus, dia belum bekerja hanya
berjualan meneruskan usaha kakek. Bapak
menikah dengan Emak berawal dari
perjodohan kedua orangtua mereka,
akhirnya dijalani juga dengan rasa penuh
cinta dan kasih sayang.
35
Emak lahir di Cipayung, sebuah
kampung pinggiran Jakarta. Emak adalah
bontot dari sembilan bersaudara, dari
keluarga pembuat pengrajin tahu. Emak
tidak memiliki pendidikan yang tinggi, dia
bersekolah hanya sampai kelas 2 SD, tak
banyak aku mengetahui masa lalu sebelum
Bapak dan Emak menikah. Yang aku tahu
setelah menikah, Bapak dan Emak tinggal
bersama dengan engkong dan yang lain di
Jatinegara.
Emak tipe orang yang periang, suka
tertawa walaupun tersipu malu serta
menyenangkan. Dia selalu memperhatikan
orang-orang disekitarnya dan menyukai
pekerjaan rumah tangga. Itu terlihat rumah
yang rapih dan bersahaja.
Seratus delapan puluh derajat
berbeda dengan bapak. Cenderung
pendiam, tidak pernah memulai
36
pembicaraan apabila bukan lawan
bicaranya yang memulai. Bapak bukan tipe
senang bercanda, sehingga terlalu kaku
apabila tertawa. Dia suka melakukan hal-
hal di luar orang awam, senang menyendiri
dan hanyut dalam dunianya sendiri.
Pertemuan dua orang tersebut terjadi
pada pesta penikahan. Tidak berapa lama
sejak perjodohan kedua orangtua. Hidup
bersama mertua, kakak ipar yang arogan
dengan istrinya, dan seorang suami yang
tak bisa ditebak jalan pikirannya, tidaklah
mudah bagi Emak. Baik secara fisik
maupun psikis. Banyak tekanan yang
terjadi secara bertubi-tubi.
Emak melahirkan adik perempuan
saat usiaku empat tahun. Beban Emak
makin besar. Kami tinggal dalam satu
kamar, rumah yang kami tempati memang
tidak besar, kami berada di lantai 2 dengan
37
ruangan hanya 3 X 4 meter. Ruangan itu
cukup bersih walaupun kecil, Bapak hanya
diam mengawasi aktivitas kami bertiga.
Sesekali adik perempuanku menangis
karena buang air kecil ataupun karena
haus minta di susui oleh emak.
Ketika adik perempuanku tertidur
lelap, Emak selalu menceritakan setiap
malam sosok pemimpin Islam yang menjadi
Khalifah kedua, dialah Umar bin Khattab
r.a. Umar bin Khattab ini masuk dalam
Islam berkat hidayah dari Allah yang
pertama, yang kedua berkat doa Rasulullah
SAW dan yang ketiga berkat adiknya
Fatimah yang terlebih dahulu menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW berkat
lantunan ayat suci Al-Qur'an yang
dibacanya.
Emak berkata waktu Doa Rasulullah kala
itu adalah :
38
"Semoga Allah memberi kejayaan pada
Islam dengan masuknya Umar ke dalam
Islam." Dan Allah SWT pun mengabulkan
doa tersebut.
Umar adalah sosok pemimpin
teladan yang sangat mengerti kepentingan
rakyatnya begitulah kata Emak. Padahal ia
sendiri hidup dalam kondisi sangat
sederhana. Pada suatu malam, sudah
menjadi kebiasaan bahwa Khalifah Umar
bin Khattab sering berkeliling mengunjungi
dan menginvestigasi kondisi rakyatnya dari
dekat.
Nah, pada suatu malam itu, ia
menjumpai sebuah gubuk kecil yang dari
dalam terdengar suara tangis anak-anak.
Ia pun mendekat dan mencoba untuk
memperhatikan dengan seksama keadaan
gubuk itu. Dalam dialog Umar bin Khattab
39
dengan seorang Ibu. Ternyata dalam gubuk
itu terlihat seorang ibu yang sedang
memasak, dan dikelilingi oleh anak-
anaknya yang masih kecil.
Si ibu berkata kepada anak-anaknya,
"Tunggulah...! Sebentar lagi makanannya
matang yah „nak!!."
Sang Khalifah memperhatikan dari luar, si
ibu terus menerus menenangkan anak-
anaknya dan mengulangi perkataannya
bahwa makanan yang dimasaknya akan
segera matang.
“Terus gimana lagi Emak!!!” Aku
memotong pembicaraan sambil berkerut
penuh perhatian dan penasaran dengan
cerita yang dibacakan oleh Emak.
Dengan nada sedikit tinggi,
menyesuaikan ceritanya, Emak mencoba
membuka imajinasiku dalam merasuk
40
settingan plot cerita yang dinarasikan
Emak.
“Sang Khalifah menjadi sangat
penasaran, karena yang dimasak oleh ibu
itu tidak kunjung matang, padahal sudah
lama dia memasaknya”
Akhirnya Khalifah Umar
memutuskan untuk menemui ibu itu,
"Mengapa anak-anakmu tidak juga berhenti
menangis, Bu..?" tanya Sang Khalifah.
"Mereka sangat lapar," jawab si ibu.
"Kenapa tidak cepat engkau berikan
makanan yang dimasak dari tadi itu?"
tanya Khalifah.
"Kami tidak ada makanan. Periuk
yang dari tadi aku masak hanya berisi batu
untuk mendiamkan mereka. Biarlah mereka
berfikir bahwa periuk itu berisi makanan,
dengan begitu mereka akan berhenti
41
menangis karena kelelahan dan tertidur."
jawab si ibu.
Setelah mendengar jawab si ibu, hati
sang Khalifah Umar bin Khattab serasa
teriris.
Kemudian Khalifah bertanya lagi,
"Apakah ibu sering berbuat demikian setiap
hari?"
"Iya, saya sudah tidak memiliki
keluarga atau pun suami tempat saya
bergantung, saya sebatang kara...," jawab
si ibu.
Hati dari sang Khalifah laksana mau
copot dari tubuh mendengar penuturan itu,
hati terasa teriris-iris oleh sebilah pisau
yang tajam.
"Mengapa ibu tidak meminta
pertolongan kepada Khalifah supaya ia
dapat menolong dengan bantuan uang dari
Baitul Mal?" tanya sang khalifah lagi.
42
"Ia telah zalim kepada saya...," jawab si ibu.
"Zalim....," kata sang khalifah dengan
sedihnya.
"Iya, saya sangat menyesalkan
pemerintahannya. Seharusnya ia melihat
kondisi rakyatnya. Siapa tahu ada banyak
orang yang senasib dengan saya!" kata si
ibu.
Khalifah Umar bin Khattab kemudian
berdiri dan berkata :
"Tunggulah sebentar Bu ya. Saya akan
segera kembali."
Bantuan dari Khalifah. Di malam yang
semakin larut dan hembusan angin terasa
kencang menusuk, Sang Khalifah segera
bergegas menuju Baitul Mal di Madinah. Ia
segera mengangkat sekarung gandum yang
besar di pundaknya ditemani oleh
sahabatnya Ibnu Abbas. Sahabatnya
membawa minyak samin untuk memasak.
43
Jarak antara Madinah dengan rumah ibu
itu terbilang jauh, hingga membuat
keringat bercucuran dengan derasnya dari
tubuh Umar. Melihat hal ini, Abbas berniat
untuk menggantikan Umar untuk
mengangkat karung yang dibawanya itu,
tapi Umar menolak sambil berkata,
"Tidak akan aku biarkan engkau membawa
dosa-dosaku di akhirat kelak. Biarkan aku
bawa karung besar ini karena aku merasa
sudah begitu bersalah atas apa yang terjadi
pada ibu dan anak-anaknya itu."
Beberapa lama kemudian sampailah
Khalifah dan Abbas di gubuk ibu itu.
Begitu sekarung gandum dan minyak
samin itu diserahkan, bukan main
gembiranya mereka. Setelah itu, Umar
berpesan agar ibu itu datang menemui
Khalifah keesokan harinya untuk
44
mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di
Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan
anak-anaknya pergi untuk menemui
Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si
ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang
telah menolongnya tadi malam adalah
Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin
Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas
kekeliruannya yang telah menilai bahwa
khalifahnya zalim terhadapnya. Namun
Sang Khalifah tetap mengaku bahwa
dirinyalah yang telah bersalah.
“Nah, itulah kisah pemimpin teladan
kita, sahabat Rasulullah SAW, Khalifah
Umat Islam yang kedua, Umar bin Khattab.
Pelajaran berharga ini harus kamu
perhatikan yah „nak, ketika kamu dewasa
dan menjadi seorang pemimpin, jangan
45
pernah lupa dengan kondisi orang-orang
sekitarmu, kita masih bersyukur walaupun
makan 3 kali sehari dengan menu tempe
dan tahu saja, kelak kamu akan menjadi
orang besar”
“Sudah malam, Asa tidur yah!”
sambil mencium kening dan mengusap-
usap kepalaku.
= #=#=#=
46
MUSA RUSTAM
Musa Rustam, lahir di Jakarta. Yang di panggil oleh teman-
temannya sebagai “anak kali”.
Lahir dari keluarga yang kurang
mampu tidak mengecilkan
hatinya untuk selalu berjuang
dan bermimpi, ia amat menggemari ilmu komputer
yang dipelajari secara otodidak,
menjadi seorang PNS adalah
cita-cita Emaknya, mencoba
menyebarkan virus pegawaiprenuer lewat
tulisannya.
Penulis multitalenta ini, pendiri DEEP OF TEEN
Corporate, sebuah perusahaan pembuatan
Merchandise & Souvenir Unik. Pegawai Negeri Sipil yang sehari-hari bertugas di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Menjadi anggota komunitas bisnis Pandu Wirausaha
dan Komunitas Tangan Diatas/TDA Jakarta Selatan
serta beberapa Komunitas Fotografer. Mulai
membuka bisnis DEEP OF TEEN pada 5 November
2010, menjadi Supplier Trans Studio Februari 2011. Mulai mendapatkan beberapa penghargaan dalam
bisnis yaitu ;
Sebagai Finalis Wirausaha Muda Mandiri Regional
Jabodetabek kategori Industri Kreatif dari Bank
Mandiri tahun 2011.
Sebagai Finalis Indigo Fellowship kategori Web Application dari PT. Telkom Indonesia tahun
47
2011.
Sebagai Pemenang Kategori Kewirausahaan dalam
International Youth Muslim Creation dari International Muslim Summit Student di ITB pada
Juli 2012.
Juara 3 Lomba Inovasi Bisnis tingkat Nasional
dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia pada November 2012.
Juara 2 Apresiasi Astra Socio Enterprenuer tahun 2012 dari PT. Astra International.
4 besar Esai Terbaik Kompetisi Esai Nasional
Gebyar Pemuda Indonesia tahun 2013 di
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Beberapa buku yang sudah di terbitkan secara self publishing melalui nulisbuku.com antara lain;
Meraup Ratusan Juta Rupiah dari Bisnis Narsis,
Traveller Photography Anti Teler, dan Menjadi
Pegawaiprenuer Sukses.
Menjadi pembicara dan motivator menjadi kekuatan yang diyakini memperkaya kehidupan manusia
dalam beraktivitas dan ini menjadi hobi yang akan
selalu menginspirasinya !!
Penulis dapat dikontak di Twitter @musajkcc
48
DOA EMAK UNTUK ASA.
Sesungguhnya hidup itu memang indah...
setidaknya itulah yang aku rasakan dalam
dekapan Emak yang selalu hangat.
Asa kecil tak pernah jauh dari Emak yang
mengasuhnya dengan penuh kasih sayang
dan cinta seorang diri. Namun, saat
beranjak dewasa, karena tuntutan keadaan
yang mengharuskan Asa untuk berjuang
pergi meninggalkan Emak dan hidup
berdikari di negeri orang.
“Ketika doa Emak, perjuangan yang
meneteskan air mata demi Asa,
Ketika cinta Emak, menguatkan alang
rintang pada Asa”.