file · web viewpembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Sistem pembelajaran menurut PERMEN No 23 Tahun 2006 terbagi menjadi dua yaitu
pembelajaran di kelas rendah, kelas 1 sampai 3 dan pembelajaran di kelas tinggi untuk kelas 4
sampai 6. Pembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan di kelas
tinggi disesuaikan dengan karakteristik individu per mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia,
IPA, Matematika, IPS, PPKN, Olahraga, Agama dan SBK. Standar isi pendidikan, dibuat oleh
pemerintah sebagai acuan tingkat nasional untuk dicapai masing-masing satuan pendidik serta
dikembangkan oleh satuan-satuan pendidikan yang ada di daerah dengan cara menganalisis
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada disetiap satuan pendidikan dengan materi
ajar yang akan diberikan berdasarkan analisis standar isi dan standar kompetensi
(Dikdasmen,2008).
Kondisi PBM di tingkat sekolah masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan
dan sangat sedikit yang mengacu pada pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri
yang mana guru sebagai subjek dan anak didik sebagai objek didik. Sementara itu, Al Mucthar
(1991) dalam penelitiannya menemukan, proses pembelajaran IPA khususnya kelas IV sekolah
dasar kebanyakan masih menggunakan metode konvesional yaitu metode ceramah dan
mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3DCH) sehingga kegiatan
pembelajaran menjadi menoton dan kurang menarik perhatian siswa. Atas dasar problematika di
atas, sering dibicarakan di media massa tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dewasa
ini. Menurut pendapat Dra. Saidah Mardiana (2007), hal ini disebabkan oleh pendekatan
pembelajaran yang dianut guru diibaratkan memindahkan isi sebuah teko ke segelas cangkir
yang mana sisa dari air teko tersebut akan terbuang sia-sia. Guru sudah merasa mengajar dengan
baik tetapi siswanya tidak belajar artinya tidak menyerap segala materi yang diberikan sehingga
terjadi kesalahpahaman pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari sebuah
pembelajaran. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan tempat dilaksanakan
PPL Awal di SD N 1 Yehembang Kangin yakni:
1) Guru banyak menggunakan metode konvensional sehingga dalam hal ini hanya
terjadi komunikasi satu arah antara guru dan siswa itu sendiri, hal tersebut akan
berdampak terhadap ketidakterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
2) Kurangnya rasa penghargaan terhadap pendapat yang diberikan siswanya dari proses
pembelajaran yang diberikan.
3) Guru belum mampu mengembangkan silabus yang ada. Guru hanya berpatokan
terhadap buku-buku ajar atau buku pelajaran yang tidak disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa. Ketiga hal tersebut akan menimbulkan sifat individual dimana
saat proses belajar-mengajar berlangsung, siswa terlihat bersaing untuk memperoleh
sesuatu tanpa adanya kerjasama antar siswa.
4) Minat baca masih kurang.
Perubahan kurikulum yang terjadi saat ini juga tidak disertai dengan perubahan metode
atau pemahaman dari guru itu sendiri, yang pada dasarnya guru belum siap mengalami
perubahan kurikulum yang secara cepat sehingga mempengaruhi kualitas jumlah lulusan yang
ada. Berdasarkan hasil refleksi awal terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan
terhadap siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin tahun pelajaran 2009/2010, ternyata
diperoleh data bahwa nilai rata-rata mata pelajaran IPA adalah 55. Data ini menunjukkan bahwa
masih banyak siswa yang mendapat nilai rendah. Hasil ini belum mencapai target ketercapaian
kelulusan minimal. Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran
IPA dilakukan sebuah inovasi. Jika dalam pembelajaran yang terjadi sebagian besar dilakukan
oleh masing-masing siswa, maka dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan pemahaman
siswa melalui penerapan pendekatan pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation yaitu
pembelajaran yang mementingkan kerjasama dalam suatu kelompok untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi siswa dengan karakter dan kemampuan yang berbeda. Siswa-siswa
tersebut dikelompokan menjadi satu kemudian mereka diberi tugas untuk diselesaikan secara
bersama, walaupun masing-masing individu diberi tugas yang berbeda namun tetap mengacu
pada tujuan bersama yang ingin dicapai dalam kelompok karena selama ini pembelajaran yang
ada selalu mengarah kepada pola-pola keseragaman dan menuntut kompetisi antar sesama siswa,
dengan mementingkan aspek kolaburatif.
Dalam pembelajaran di kelas, guru dituntut kemampuannya dalam mengelola kelas dan
memilih media yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Penggunaan media yang tepat selain
mampu memusatkan perhatian anak juga dapat mengurangi verbalisme dalam pembelajaran.
Guru seyogyanya menggunakan media belajar berlandaskan pada tujuan pembelajaran, salah
satu media yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran ini adalah dengan
penggunaan media realita. Berititik tolak dari permasalahan di atas, maka sangat diperlukan
usaha untuk peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin khususnya
pada pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata
pelajaran IPA yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif
tipe group investigation dengan media realita.
1.2 Identifikasi Masalah
Ada beberapa permasalahan yang terkait dengan pembelajaran IPA Di SD Negeri 1
Yehembang Kangin.
1) Guru terlalu banyak menggunakan metode konvensional sehingga dalam hal ini
hanya terjadi komunikasi satu arah antara guru dan siswa itu sendiri, hal tersebut
akan berdampak terhadap ketidakterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.
2) Kurangnya rasa penghargaan terhadap pendapat yang diberikan siswanya dari
proses pembelajaran yang diberikan.
3) Guru belum mampu mengembangkan silabus yang ada. Guru hanya berpatokan
terhadap buku-buku ajar atau buku pelajaran yang tidak disesuaikan dengan
tingkat perkembangan siswa. Ketiga hal tersebut akan menimbulkan sifat
individual dimana saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat bersaing
untuk memperoleh sesuatu tanpa adanya kerjasama antar siswa.
4) Minat baca siswa masih kurang.
5) Nilai rata-rata mata pelajaran IPA adalah 55 dengan patokan KKM dengan hasil
minimal 60 yang merupakan standar ketuntasan belajar.
1.3 Keterbatasan Masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka dalam penelitian ini di fokuskan
dan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut :
1) Penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan pendekatan pembelajaran Kooperatif
Tipe GI dengan media realita.
2) Penelitian ini hanya terbatas pada kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin.
3) Penelitian ini hanya meneliti hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA
khususnya pada pokok bahasan hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan
fungsinya
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Apakah pendekatan Kooperatif Tipe Group Investigation dengan media realita dapat
meningkatkan hasil belajar hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya
pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri 1 Yehembang Kangin?
1.5 Tujuan Penelitian.
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian laporan ini adalah
sebagai berikut.
Untuk mendeskripsikan hasil belajar yang dicapai pada pembelajaran hubungan struktur
kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA yang dalam
pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation dengan media realita pada siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin.
1.6 Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat :
1. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan
mengefektifkan proses pembelajaran, khususnya pada penggunaan media pembelajaran
(media realita) dan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation.
2. Manfaat praktis.
a. Bagi sekolah, tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dalam
rangka menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan.
b. Bagi guru, tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative dalam memilih
pendekatan pembelajaran dalam upaya mengungkap keberhasilan siswa secara
menyeluruh yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa.
c. Bagi siswa, tulisan ini diharapkan memfasilitasi siswa, mempermudah siswa
mempersiapkan diri dalam pembelajaran. Dengan demikian, akan timbul kesadaran
siswa, termotivasi, berfikir kritis, bersikap positif dan berdaya kreatif terhadap bahan
pelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kompetensi dasar ( kognitif, afektif,
dan psikomotor siswa ).
d. Bagi Peneliti, memberikan pengalaman khususnya dalam meneliti tindakan dan
meneliti suatu strategi pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dengan topik yang
diajarkan/ disampaikan. Dilaksanakannya penelitian ini merupakan suatu pengalaman
dalam usaha mengatasi masalah-masalah di lapangan, khususnya dalam membantu
siswa mencapai penguasaan konsep yang lebih baik dan sikap kreatif siswa dalam
pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.
2.1.1. Hakikat Pembelajaran
2.1.1.1 Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran
Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal
ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar.
Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku (Sri Anitah W,2007: 110). Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana
siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Yang dimaksud dengan belajar adalah
perubahan yang konstan, berbekas, dan menjadi milik siswa, maka dalam belajar siswa
mengalami proses dan meningkatkan kemampuan mentalnya. Dengan demikian maka mengajar
haruslah mengatur lingkungan agar terjadi proses pembelajaran dengan baik
Dari pengertian tersebut mengajar mempunyai dua arti, yaitu:
menyampaikan pengetahuan kepada siswa, dan membimbing siswa. Dua arti belajar di atas
menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai manager
of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang
biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan,
tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Anak dianggap pasif, dan gurulah yang
memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang
tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut
intelektualitas, sebab menekankan pada segi pengetahuan.
Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar: “suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses
belajar”(Udin S, 1997:2.3). Perbedaan itu ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari
pihak guru untuk mengatur lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi
anak untuk belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya sendiri,
sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Dalam membimbing tersebut guru tidak hanya
menggunakan buku pelajaran semata, tetapi dimanfaatkannya segala faktor dalam lingkungan,
termasuk dirinya, alat peraga, lingkungan, dan sumber-sumber lain (Erman Suherman,2008).
2.1.1.2 Jenis-Jenis Pembelajaran.
Menurut Massofa (2008) jenis pembelajaran dapat ditentukan dari cara mengorganisasi
siswa ataupun dari pendekatan pembelajarannya. Berdasarkan cara mengorganisasi siswa, ada 3
cara yang dapat dilakukan guru dalam mengelola siswa, supaya pembelajaran berjalan efektif
dan efisien. Tiga cara tersebut adalah (1). Pembelajaran secara individual, (2). Pembelajaran
secara kelompok, (3). Pembelajaran secara klasikal. ( Erman Suherman,2008).
2.1.1.3 Tujuan Dan Unsur-Unsur Dinamis Pembelajaran.
2.1.1.3.1 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang biasanya disebut tujuan instruksional merupakan tujuan yang
akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan (Udin S,1997). Tujuan instruksional ini
dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan
instruksional umum (TIU) telah tersedia di dalam kurikulum, sedangkan tujuan instruksional
khusus (TIK) merupakan hasil perencanaan dan perumusan guru, dimana merupakan penjabaran
dari tujuan instruksional umum. TIU menggunakan kata kerja yang bersifat umum, dan memuat
lebih dari satu pengertian, misalnya mengenal, mengerti, memahami, sehingga sulit diukur
keberhasilannya atau dievaluasi. Sedangkan TIK menggunakan kata kerja yang bersifat
operasional, dapat dikerjakan, yang memuat hanya satu pengertian, sehingga mudah diukur
keberhasilannya atau dievaluasi (Udin S,1997: 2.31).
2.1.1.3.2 Unsur- Unsur Dinamis Pembelajaran
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran dinamakan unsur-unsur
dinamis pembelajaran. Sama halnya dengan unsur dinamis belajar, maka unsur dinamis
pembelajaran juga dapat mendukung (berpengaruh positif) atau sebaliknya menjadi penghambat
(berpengaruh negatif). Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pembelajaran dapat
dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis misalnya pendengaran,
penglihatan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor psikologis, misalnya kecerdasan, motivasi,
perhatian, berpikir, dan ingatan. Bedanya dengan faktor dinamis belajar di atas adalah internal
yang dimaksud di dalam pembelajaran adalah dari segi guru (pelaku pembelajaran).
Faktor eksternal belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pembelajar
dan sistem instruksional. Lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi lingkungan dalam sekolah
dan lingkungan luar sekolah. Sedangkan sistem instruksional antara lain kurikulum, bahan ajar,
metode, media, dan evaluasi. Penjelasannya sama dengan faktor dinamis belajar di atas (Lia,
2009).
2.1.2 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menurut S. Nasution (1982:46) adalah “suatu pembelajaran yang
dibentuk dalam kelompok kecil dengan anggota kelompok bekerja sama mengoptimalkan dirinya
dalam menyelesaikan tugas”.
Menurut Suryati (1998:21), “pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam
bentuk belajar kelompok, dimana berlangsung suatu diskusi yang terdiri dari 2-7 orang dalam
pemecahan masalah”.
Menurut Ratuman (2002:107), menyatakan “pembelajaran Kooperatif merupakan suatu
kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam mempelajari
sesuatu”.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hulubec (dalam
Nurhadi.dkk,2004:60) menyatakan “bahwa pengajaran Kooperatif (cooperatif learning)
memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil, dan siswa bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar”. Sedangkan
Muhamad Nur (2005:1) menyatakan :
metode pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil
saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar
tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang berbeda
sehingga tercipta kelompok yang heterogen.
Menurut Anita Lie (2005:31)"pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran
yang bersifat gotong royong dalam pembelajaran". Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu
pengelompokan dimana adanya unsur kerjasama tim dalam kelompok tersebut untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu pola pembelajaran yang mengkondisikan siswa dalam kelompok belajar
kecil yang heterogen dimana setiap anggota kelompok saling bekerja sama dalam mempelajari
suatu materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Unsur-unsur pembelajaran
Kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni :
a. Saling ketergantungan positif, artinya dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar
sesama. Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling
ketergantungan satu sama lain.
b Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru,
tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para
siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi.
Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam
mempelajari suatu materi.
c. Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil
penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya, melalui pembelajaran
kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Hal
ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek : tenggang
rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagai sifat positif lainnya (Muhamad Nur,2005:30-31).
2.1.2.2 Tipe-Tipe Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Meskipun berbagai prinsip pembelajaran kooperatif tidak berubah, ada 4 tipe pendekatan
pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh guru ( Arends, 1998 : Abdurrahman & Bintoro :
82-90). Keempat tipe pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah :
a. Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
Robert Slavin dan kawan-kawannya mengembangkan tipe pembelajaran ini sebagai tipe
pembelajaran yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran
kooperatif. Pendekatan pembelajarannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Untuk mengajarkan informasi akademik baik melalui penyajian verbal maupun
tertulis.
2. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim.
3. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa.
4. Keanggotaan tim bersifat hitrogen (jenis kelamin, ras, suku maupun
kemampuannya).
5. Tiap anggota tim menggunakan lembaran kerja akademik dan saling membantu
menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.
6. Secara individu atau tim tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru
untuk mengetahui tingkat penguasaan akademik mereka.
7. Skor diberikan secara individu atau tim, yang memperoleh prestasi tinggi diberikan
penghargaan.
b. Tipe Jigsaw
Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Aronson dan kawan-kawannya dari
Universitas Texas (dalam Doantara yasa, 2008). Langkah-langkah yang ditempuh dalam
menggunakan tipe pembelajaran ini adalah :
1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim kelompok atau kelompok.
2. Setiap kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang siswa.
3. Karakteristik dari anggota kelompok bersifat hitrogen baik dari kemampuan, jenis
kelamin, suku dan sebagainya.
4. Bahan akademik yang disajikan kepada siswa dalam bentuk teks.
5. Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik
tersebut.
6. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk
saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam ini
disebut kelompok pakar (expert group)
7. Selanjutnya kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home team) untuk
mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
8. Setelah ada pertemuan dan diskusi dalam ”home teams” para siswa dievaluasi secara
individual mengenai bahan yang dipelajari.
9. Penskoran dilakukan secara individu atau kelompok dan yang telah memperoleh skor
tertinggi diberikan penghargaan oleh guru.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal.
Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang
dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang.
c. Tipe GI (Group Investigation)
Tipe pembelajaran ini dirancang oleh Herbert Thelen selanjutnya diperluas dan diperbaiki
oleh Sharn dan kawan-kawannya (dalam Santyasa,2005). Adapun langkah-langkah dalam
menggunakan tipe pembelajaran GI adalah sebagai berikut :
1. Seleksi Topik : Para siswa memilih berbagai sub topik dalam wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru kemudian diorganisasikan ke dalam
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang
beranggotakan 2-7 orang dengan komposisi heterogen, baik dalam etnis, jenis
kelamin maupun akademis.
2. Merencanakan Kerjasama : Para siswa bersama dengan guru merencanakan berbagai
prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
sub topik yang telah dipilih dalam langkah di atas.
3. Implementasi : Para siswa merencanakan yang telah dirumuskan pada langkah 2
pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang
luas dan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang
ada di dalam maupun yang ada di luar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti
kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis : Para siswa menganalisis dan mensitesiskan berbagai informasi
yang diperoleh pada langkah 3, dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir : Semua kelompok mempresentasikan berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa di dalam kelas dapat saling berinteraksi dan mencapai
suatu persepektif yang lebih luas mengenai topik tersebut.
6. Evaluasi : Selanjutnya guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai
kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencangkup tiap siswa secara individual atau kelompok atau
keduanya, Nurhadi dan Gerrad Senduk (2004:64:65).
d. Tipe Struktural.
Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer dan Kagan dan kawan-kawannya
(dalam Lasmawan,1997). Tipe pembelajaran ini hampir sama dengan tipe pembelajaran lainnya
di atas, namun lebih menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Think-pair-share salah satu struktur yang dapat
digunakan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Lyman menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Langkah 1-berfikir (thinking)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa
diberikan waktu satu menit untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atas isu tersebut.
2. Langkah 2- Berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan
jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama
suatu telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit
untuk berpasangan.
3. Langkah 3 berbagi (sharing)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau
bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka
bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari satu
pasangan ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-
pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Dari keempat tipe pembelajaran tersebut di atas dalam pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya memiliki kesamaan yaitu adanya saling ketergantungan positif di antara siswa,
interaksi tatap muka, akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.
2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.
2.1.3.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.
Menurut Winataputra (1992:39)”kooperatif tipe GI atau investigasi kelompok telah
digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia”.
Pendekatan Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation merupakan pendekatan
pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif
dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi.
Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk
lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah
sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Dalam pembelajaran tipe group investigation,
interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru.
Dalam pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada
pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. Pola pengajaran
ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut
terlibat dalam penentuan pembelajaran.
Pada dasarnya pendekatan ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang
relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI
ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh
pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru
dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang
berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara
kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta
membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan
untuk melaksanakan pendekatan ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para
pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan
proses pemecahan masalah kelompok (Muhamad Nur,2005:38).
Menurut Muhamad Nur (2005:42) ada beberapa tahapan dalam menerapkan pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe GI yakni (1) Seleksi Topik, (2) Merencanakan Kerjasama, (3)
Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6) Evaluasi.
(1) Seleksi Topik : Para siswa memilih berbagai sub topik dalam wilayah masalah umum yang
biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru kemudian diorganisasikan ke dalam kelompok-
kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2-7 orang
dengan komposisi heterogen, baik dalam etnis, jenis kelamin maupun akademis.
(2) Merencanakan Kerjasama : Para siswa bersama dengan guru merencanakan berbagai
prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan sub topik
yang telah dipilih dalam langkah di atas.
(3) Implementasi : Para siswa merencanakan yang telah dirumuskan pada langkah 2
pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan
mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang ada di dalam maupun
yang ada di luar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
(4) Analisis dan sintesis : Para siswa menganalisis dan mensitesiskan berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah 3, dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian
yang menarik di depan kelas.
(5) Penyajian hasil akhir : Semua kelompok mempresentasikan berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa di dalam kelas dapat saling berinteraksi dan mencapai suatu
persepektif yang lebih luas mengenai topik tersebut.
(6) Evaluasi : Selanjutnya guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencangkup tiap
siswa secara individual atau kelompok atau keduanya, Nurhadi dan Gerrad Senduk (2004:64:65).
2.1.3.2. Sintaks Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah
sebagai berikut :
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1 : Presents goals and sets Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
belajar.
Fase 2: Present Information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal.
Fase 3 : Organize students into learning
teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim- tim belajar.
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Fase 4 : Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan presentasi individu maupun
kelompok
(Suprijono,2009:65)
2.2 Media Realita
Berikut ini diuraikan mengenai Pengertian media, Jenis-jenis media, Peranan media
dalam proses pembelajaran, Kelebihan dan keterbatasan media realita, Penerapan media realita.
2.2.1 Pengertian media
Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli berdasarkan sudut
pandang yang berbeda-beda, menurut asal katanya, media berasal dari bahasa latin yang
merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang berarti “perantara atau pengantar”. Menurut
Komang Sudarma (2006:14) ”media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong
terjadinya proses pembelajaran pada siswa”.
2.2.2 Jenis Jenis Media.
Untuk dapat memberikan pemahaman tentang jenis-jenis media maka akan dikemukakan Media
Visual, Media Audio, Media Audiovisual.
2.2.2.1 Media Visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra
penglihatan. Media visual terdiri atas Media visual yang dapat diproyeksikan dan Media visual
tidak diproyeksikan.
- Media visual yang dapat diproyeksikan adalah media yang menggunakan alat
proyeksi (projector) sehingga gambar atau tulisan tampak pada layar (screen).
- Media visual tidak diproyeksikan yang mencangkup gambar fotografik, grafis dan
media 3 dimensi. Media 3 dimensi dalam hal ini terdiri atas media realita dan
pendekatan. Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan
di ruang kelas, tetapi siswa dapat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realita ini
adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sedangkan pendekatan
adalah tiruan dari beberapa objek yang nyata seperti obyek yang terlalu besar, obyek
yang terlalu jauh, obyek yang terlalu kecil, obyek yang terlalu mahal, obyek yang
terlalu rumit untuk dibawa.
2.2.2.2 Media Audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat
didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk
mempelajari bahan ajar.
2.2.2.3 Media Audiovisual adalah media yang merupakan kombinasi audio dan visual atau
biasa disebut media pandang dengar, dalam hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyaji
materi (teacher), tetapi penyajian materi bisa diganti oleh media audiovisual ( Sri Anitah W,
2007: 6.17-6.29).
2.2.3 Peranan Media Dalam Proses Pembelajaran.
Dipandang sebagai suatu sistem maka dalam proses pembelajaran terdapat sejumlah
komponen yaitu tujuan, metode, strategi, materi atau bahan ajaran, evaluasi dan komponen
penunjang. Media merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran, sehingga dengan
demikian kedudukannya tidak hanya sebagai alat bantu mengajar, melainkan sebagai bagian
integral dalam proses pembelajaran.
Menurut Karti Soeharto (1995:106-107) mengemukakan tentang peranan media pengajaran
:
Kegunaan media belajar (1) memperjelas penyiapan pesan agar tidak terlalu verbalistik, (2) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu serta daya indra, (3) dengan menggunakan media pembelajaran seara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif pada anak didik, (4) dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, maka media dapat mengatasinya dengan kemampuan dalam memberikan perangsang yang sama, perasaan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.
Media jika dilihat dari fungsi dan kegunaannya yaitu sebagai perangsang belajar siswa.
Media juga berperan penting menciptakan kondisi belajar yang menarik perhatian siswa
sehingga proses pembelajaran akan berjalan secara optimal. Proses belajar optimal akan
mendukung perolehan hasil belajar yang optimal pula.
2.2.4 Kelebihan Dan Keterbatasan Media Realita.
2.2.4.1 Kelebihan media Realita.
Kelebihan media realita adalah murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan,
dapat memperjelas suatu masalah, lebih realita dapat membantu mengatasi pengamatan, ruang
dan waktu ( Basuki Wibawa,1999: 102).
2.2.4.2 Keterbatasan Media Realita.
Keterbatasan media realita adalah memerlukan sumber dan keterampilan guru dalam
memanfaatkan media pembelajaran tersebut (Basuki Wibawa,1999: 102). Agar pemilihan media
belajar benar-benar sesuai dengan kebutuhan maka harus ada kriteria yang tepat dalam
menentukan suatu media belajar. Dasar pemilihannya adalah sebagai berikut :
1) Isi dan media sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2) Pesan yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna, serta menarik minat
belajarnya.
3) Pesan yang terkandung dalam media tersebut merupakan sesuatu yang aktual/ baru atau
berisi hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui siswa.
4) Format penyajiannya didasarkan atas tata urutan belajar yang jelas.
5) Narasi, gambar, ukuran dan warnanya sudah memenuhi persyaratan teknis.
6) Bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol dan ilustrasinya sesuai dengan tingkat
kematangan berfikir siswa (Sri Anitah W, dkk.2007:6.39).
2.2.5 Penerapan Media Realita.
Peranan media realita ditentukan oleh penerapan atau penggunaan dalam proses
pembelajaran. Walaupun satu jenis media dikatakan cukup canggih, tidak akan mencapai hasil
yang memuaskan dalam mencapai tujuan kalau penerapannya kurang tepat, Menurut Tamsik
Udin AM (1987:235) menyatakan,
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan penggunaan media belajar mencangkup a) pola pemanfaatan (pemanfaatan media dalam situasi kelas secara bebas, secara terkontrol, secara perorangan atau kelompok, b) strategi pemanfaatan (persiapan sebelum menggunakan media seperti mempelajari tujuan pembelajaran, memilih dan mengusahakan media cocok, berlatih menggunakan media, alat perlengkapan dan tempat, kegiatan selama menggunakan media, penerapan dan tindak lanjut).
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya media realita tidak dilihat dari
bentuk fisik maupun harga dari media tersebut, akan tetapi sejauh mana media tersebut dapat
mempertinggi efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran dalam mencapai tujuan. Dengan
demikian yang lebih penting adalah tercapainya proses pembelajaran yang telah ditetapkan.
Meskipun menggunakan media belajar yang sederhana dan sedikit, asalkan tujuan tercapai maka
proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil. Penggunaan media belajar yang tidak memberikan
pengaruh terhadap keberhasilan tujuan merupakan perbuatan yang sia-sia. Dengan adanya
karakteristik setiap media baik yang menyangkut kelemahan dan kebaikan atau daya jangkau
yang dimiliki, maka dituntut keterampilan memilih, menyeleksikan serta menggunakan media
tersebut sesuai dengan tujuan, bahan serta situasi dan kondisi proses pembelajaran.
2.3 Hasil Belajar.
Untuk dapat memberi pemahaman tentang hasil belajar akan dikemukakan,
Pengertian hasil belajar, Taksonomi hasil belajar, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar.
2.3.1 Pengertian hasil belajar.
Hasil belajar merupakan peningkatan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran, yang
sekaligus menunjukan keberhasilan guru dalam menyampaikan informasi dan pesan siswa
(Yusuf Hadimiarso, 1984 :127 ). Yusuf Hadimiarso menekankan bahwa hasil belajar adalah
peningkatan kemampuan siswa dalam belajar untuk meningkatkan hasil.
Pendapat lain mengatakan bahwa hasil belajar merupakan informasi kepada lembaga atau
kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai dimana penguasaan materi dan keterampilan
mengenai mata pelajaran yang telah diberikan (M. Ngalim Purwanta,1999 :22).
Disini penekanannya pada penugasan materi pelajarannya.
Nana Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor yang merupakan satu kesatuan sebagai hasil dari proses pengajaran
( Nana Sudjana, 1987:49).
Berkaitan dengan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa berupa aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor yang merupakan satu kesatuan sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam
penelitian ini yang dimaksud hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada mata pelajaran IPA setelah melalui proses
pembelajaran dalam metode tertentu yang diukur dengan metode hasil belajar. Untuk melihat
hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah
siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang
dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditunjukan untuk menjamin tercapainya
kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai
ulangan tengah semester (sub sumatif), dan nilai ulangan semester(sumatif).
2.3.2 Taksonomi hasil belajar.
Taksonomi hasil belajar adalah berupa kemampuan-kemampuan yang tergolong pada ranah
kognitif seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, ranah
efektif seperti perhatian, menerima respon atau tanggapan dan penghargaan, ranah psikomotor
seperti keberanian berpartisipasi dalam kegiatan kreativitas dan kebebasan melakukan hal-hal
tanpa tekanan orang lain, siswa bebas berbicara yang wajar (Abu Ahmadi, 1991:178).
Menurut Abu Ahmadi (1991)"ranah kognitif mencangkup pengetahuan, pemahaman,
penerapan kognitif mencangkup pengetahuan, pemahaman, penerapan ranah afektif perasaan
dalam bentuk tanggapaan respon dan lain-lainya, dan psikomotor meliputi kegiatan-kegiatan
yang mencangkup kreatifitas".
Direktorat Pendidikan Dasar (1997/1998: 82) menyebutkan taksonomi hasil belajar adalah,
1) adanya kemampuan siswa untuk mengingat kembali informasi atau materi yang telah dipelajari, 2) adanya kemampuan siswa yang nampak dalam keterampilan mengelompokan, menyajikan, dan menafsirkan data, 3) adanya kemampuan siswa untuk menghasilkan suatu nilai dari materi pelajaran berdasarkan kriteria nyata, jelas dan obyektif, siswa proaktif menjalankan tugas.
Mencermati uraian tersebut maka hasil-hasil belajar terwujud dalam ranah kognitif, afektif,
psikomotor serta kreatifitas pada diri secara wajar seperti kemampuan mengingat, menanggapi,
dan kemampuan menjalankan tugas secara mandiri.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar.
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi atau ditentukan oleh banyak faktor,
menurut Tabrani Rusyan ( 1993: 22 ) dinyatakan bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa banyak
ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kecerdasan, perhatian, pengindraan
dan cita-cita peserta didik, faktor kesehatan fisik dan mental, faktor lingkungan belajar yang
menunjang siswa lebih rajin belajar”. Sedangkan menurut Soemadi Suryabrata (1987:7)
dinyatakan :
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu 1) faktor dari dalam diri siswa meliputi bakat minat, intelegensi, keadaan indra, kematangan, kesehatan jasmani, 2) faktor dari luar diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru mengajar pembelajaran itu sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas maka hasil belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa
dan faktor dari luar siswa.
2.4 Hakikat Pendidikan IPA
Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA
sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan pada umunya dan pendidikan IPA pada
khususnya. Esensi IPA adalah kegunaannya sebagai alat dalam penentuan pengetahuan dengan
jalan observasi, eksperimen dan pemecahan masalah. Dalam pendidikan IPA, antara IPA sebagai
”produk” dan IPA sebagai ”proses” hendaknya mendapat penekanan yang seimbang. Selama ini,
tampaknya pengajaran IPA di sekolah memberi tekanan yang jauh lebih besar pada IPA sebagai
”produk” daripada IPA sebagai ”proses”. Pendidikan IPA pada hakekatnya tidak hanya dapat
digunakan untuk membekali subjek didik dengan pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi
juga dapat digunakan untuk menanamkan sikap dan nilai. Jadi, pendidikan IPA juga dapat
digunakan sebagai wahana klarifikasi nilai, yang selama ini kurang mendapat perhatian para
guru dan siswa (Mucholas, 1996: 58).
2.5 Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA
Horton (1993) menyajikan lima prinsip utama pembelajaran IPA tentang kebenaran
dalam pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA di SD,
yaitu:
Prinsip 1: Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun non inderawi. Prinsip 2: Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung, karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran. Prinsip 3: Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan, pengetahuan yang Anda miliki. Pengetahuan yang demikian Anda sebut miskonsepsi. Anda perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran. Prinsip 4: Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas Anda sebagai guru IPA adalah mengajak siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, symbol, dan hubungan dengan konsep yang lain. Prinsip 5: IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur. Karena itu, Anda perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk IPA saja. Namun, perlu diingat bahwa perkembangan IPA sangat pesat, kita tidak mampu mengikuti secara terus-menerus.
2.6 Kerangka Berfikir
Berdasarkan teori yang telah diuraikan dapat diungkapkan kerangka berfikir sebagai
berikut :
Hubungan Antara Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Gi Dengan Media Realita
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Hubungan Struktur Kerangka Tubuh Manusia Dengan
Fungsinya Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin Tahun
Pelajaran 2009/2010.
Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group lah, akan dapat
menggali potensi siswa untuk saling belajar bekerja sama investigation dengan media
realita dalam pembelajaran IPA di seko atau belajar secara kompak dalam pembelajaran
IPA terutama dalam mentransfer informasi atau pesan dari kelompok satu ke kelompok
lainnya, bertolak dari pembelajaran sebelumnya pembelajaran IPA yang terjadi di tingkat
persekolahan terutama yang terjadi di SD N 1 Yehembang Kangin saat ini masih
menekankan pada pendekatan pembelajaran konvesional yakni pendekatan pembelajaran
yang menekankan kepada proses bertutur. Guru berbicara terus menerus di depan kelas,
sedangkan siswa sebagai pendengar serta tanpa adanya pemanfaatan media yang relevan
oleh guru sesuai dengan materi yang diajarkan. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi
oleh guru (teacher centered). Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah inovasi untk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan yakni dengan penggunaan pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media realita.
Dalam proses pembelajaran dimana dalam menerapkan pendekatan pembelajaran
Kooperatif Tipe GI dengan media realita ternyata lebih memberikan peluang kepada
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar. di samping itu mereka memperoleh
pengalaman belajar yang lebih bermakna dan melekat dalam memori mereka yang secara
tidak langsung berdampak pula terhadap perolehan atau hasil belajar siswa karena dalam
proses pembelajaran siswa, siswa mengalami sendiri terlibat aktif baik dari segi sikap
afektif maupun psikomotor siswa.
Berdasarkan hal yang dipaparkan, dapat disimpulkan bawa penggunaan pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan media realita dapat lebih
merangsang siswa untuk saling bekerjasama, berpartisipasi aktif, dan merangsang minat
perhatian siswa dalam belajar, sehingga materi disampaikan dapat lebih jelas diterima
dan dimengerti, begitu juga pengetahuan yang didapatkan setelah mengikuti pelajaran
benar-benar meresap dalam pikiran.
Dengan demikian penggunaan pendekatan pembelajaran Kooperatif tipe Group
Investigation dengan media realita akan dapat meningkatkan hasil belajar hubungan
struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA siswa kelas
IV pada semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 di SD N 1 Yehembang Kangin.
2.6.1 Penelitian yang relevan seperti halnya penelitian tersebut di atas adalah :
Yudhi Juniawan, Komang. 2008. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Pendekatan GI
(Group Investigation) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS terpadu pada siswa
kelas VII semester ganjil di SMP N 2 Sawan Tahun Pelajaran 2007/2008. Singaraja:
UNDIKSHA.
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, berikut ini dapat diajukan hipotesis
tindakan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Jika penerapan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dengan media realita dilakukan dengan tepat, maka hasil
belajar hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA
meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Latar Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian
Pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas IV dengan jumlah siswa 22 orang di SD Negeri
1 Yehembang Kangin, dan waktu pelaksanaanya rentang waktu semester ganjil tahun pelajaran
2009/2010.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan. Hal ini
sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan sebagai mana dikatakan Suwarsih Madya (1994 :
13) bahwa penelitian tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah berdasar atas diagnosis
dalam situasi tertentu, sehingga optimalisasi pembelajaran dapat dicapai. Dalam hal ini kelas
yang bermasalah adalah siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin, mata pelajaran IPA pada
pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya yang akan
dilaksanakan.
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada dua variabel : variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar.
3.4 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini masalah pembelajaran struktur kerangka tubuh manusia dengan
fungsinya di kelas IV diangkat dari pembelajaran di kelas. Masalah tersebut diidentifikasi
melalui (1) kajian awal, (2) pencarian fakta secara kolaboratif antara peneliti dengan guru
pengajar, (3) penyusunan permasalahan umum tindakan yang signifikan dengan masalah yang
muncul di kelas. Tindakan itu adalah penyamaan persepsi tentang aplikasi Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation dengan Media Realita.
Penelitian tindakan mengikutsertakan perencanaan yang bersifat reflektif mandiri secara
terus menerus yang berawal dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pelaksanaan observasi dan
evaluasi, refleksi, dan perencanaan ulang. Dengan demikian, proses pelaksanaan penelitian ini
merupakan tahapan-tahapan yang siklusif. Sesuai prinsip dasar penelitian tindakan yang umum,
setiap tahapan dan siklusnya selalu dilakukan secara partisipatoris dan kolaboratif antara peneliti
dengan guru. Proses pelaksanaan tindakan dilakukan dalam empat tahap secara berdaur ulang
yang berawal dari (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi
(Kurt Lewin, dalam Tantra, 1997:21), skema kegiatan penelitian tindakan dapat digambarkan
sebagai berikut (halaman berikutnya).
Secara skema dapat digambarkan kegiatan penelitian tindakan
Rancangan dari hasil identifikasi masalah
Rencana 1
Rencana / strategi pembelajaran
Revisi Pelaksanaan dan observasi
Evaluasi dan Refleksi
Rencana 2
Rencana / strategi pembelajaran
Revisi Pelaksanaan dan obsevasi
Evaluasi dan Refleksi
Rencana 3
Rencana / strategi pembelajaran
Revisi Pelaksanaan dan observasi
Evaluasi dan Refleksi
Naskah final
Siklus rancangan penelitian tindakan
(1) Perencanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah membuat silabus ( skenario tindakan), RPP
serta alat-alat dan media pengajaran yang diperlukan sesuai dengan skenario yang telah
disusun. Skenario tindakan yang dibuat melingkupi (a) pemberian pengayaaan tentang
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media realita, (b)
bersama peneliti, praktisi membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai perencanaan
pengajaran yang akan dilakukan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran.
Di samping melakukan diskusi untuk mencapai titik temu antara Kompetensi Dasar, Hasil
Belajar dan Indikator Pembelajaran yang akan dilakukan, jika dianggap perlu dilakukan
simulasi pembelajaran antara peneliti dengan praktisi.
(2) Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan skenario yang telah disusun. Implementasi tindakan
dilaksanakan oleh praktisi. Peneliti bertindak selaku observer. Pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dengan media realita dilaksanakan sesuai tahap
pelaksanaan pembelajarannya yaitu: (1) Seleksi topik (2) Merencanakan Kerjasama, (3)
Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6) Evaluasi yang
disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah dirancang.
(3) Pelaksanaan Observasi dan Evaluasi
Selama tindakan berlangsung, observasi dilakukan oleh peneliti dengan mengisi instrumen
lembar observasi dan membuat fieldnotes bila diperlukan. Evaluasi dilakukan pada akhir
pelaksanaan tindakan untuk mengetahui kinerja tindakan.
(4) Pelaksanaan Analisis dan Refleksi
Tahap akhir kegiatan dalam satu siklus tindakan adalah analisis data yang diperoleh selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Hasil analisis selanjutnya digunakan untuk melakukan
refleksi. Untuk merefleksi tindakan ini peneliti dengan praktisi secara kolaboratif mencari
titik temu, solusi untuk melakukan perbaikan tindakan berikutnya.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah praktisi, disiplin kerjanya sesuai program
yang telah dibuat pada silabus dan perangkat pengembangannya, pelaksanaan pembelajaran
dan hasil pembelajaran. Untuk itu kriteria kinerja kedua fokus tersebut ditentukan
berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi.
3.5 Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk sampai kepada tujuan penelitian ini adalah hasil tindakan
berupa pelaksanaan pembelajaran struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada
mata pelajaran IPA. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi lembar-lembar
observasi dan penulisan fieldnotes oleh observer, penulisan diary, rekaman dan dokumentasi,
tes.
3.6 Instrumen Penelitian
Untuk dapat mengumpulkan data dipergunakan instrumen penelitian. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah (a) skenario tindakan, yaitu silabus sesuai dengan hasil
analisis data awal (observasi masalah). Silabus yang akan dihasilkan itu sesuai dengan
kriteria silabus yang benar. (b) tes berupa tes lisan dan tertulis yang menyesuaikan dengan
materi. (c) lembar observasi saat pelaksanaan pembelajaran, yaitu alat pemantau dalam
melaksanakan skenario tindakan.
3.7 Analisis Data
Prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini adalah (1) tabulasi
setiap jenis data, (2) pengkategorian data sejenis, (3) implementasi metode triangulasi, (4)
pengambilan kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh setiap siklus untuk selanjutnya
dipergunakan dalam menentukan kinerja siklus selanjutnya.
3.8 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses mempelajari secara mendalam dan menata secara
sistematis catatan hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang apa yang diteliti dan menyajikan kepada orang
lain. Dalam penelitian ini data tentang pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh
manusia dengan fungsinya mengimplementasikan pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation dengan media realita dianalisis dengan teknik data kualitatif pendekatan
mengalir (Miles dan Huberman, 1992:18). Target analisis data adalah (1) level observasi
(reduksi data), (2) level deskripsi ( penyajian data), dan (3) level eksplanatori.
(1) Level Observasi
Berdasarkan catatan yang terdapat dalam instrumen pengumpul data, peneliti melakukan
seleksi dan pengkodean. Melalui seleksi, peneliti melakukan kodifikasi terhadap data
tindakan dengan memisahkan data-data yang tidak relevan.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif group investigation dengan media realita dikatakan
berhasil jika pelaksanaan pembelajaran itu telah sesuai prosedur perencanaan dan
pelaksanaan yang terbagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) Seleksi topik (2) Merencanakan
Kerjasama, (3) Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6)
Evaluasi.
Jika dalam perencanaan dan pelaksanaannya, setelah praktisi mendapat pengayaan,
ternyata masih ada butir-butir pelaksanaan yang masih belum tercapai, maka peneliti bersama
praktisi mengadakan refleksi untuk merencanakan tindakan berikutnya. Kegiatan ini
dilaksanakan sampai tujuan pembelajaran tercapai.
(2) Level Deskripsi
Dengan memanfaatkan hasil refleksi dan kodifikasi, peneliti menata data dalam satuan-
satuan peristiwa, satuan makna, pola atau kecendrungan. Deskripsi data disajikan dalam
kalimat-kalimat sederhana lugas, efektif sehingga mudah dipahami.
(3) Level eksplanatori (Penyimpulan Data)
Analisis ditekankan pada pemberian penjelasan (a) mengapa suatu tindakan dapat atau tidak
mempengaruhi subjek terteliti atau situasi kelas pada umumnya, dan (b) bagaimana suatu
aspek tindakan berpengaruh pada yang lain. Hasil analisis level ini bermanfaat untuk
merefleksi tindakan selanjutnya. Keseluruhan hasil analisis selanjutnya disimpulkan.
Penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan longgar, dan fleksibel ( Miles dan Huberman,
1992 ).