file · web viewpembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan...

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem pembelajaran menurut PERMEN No 23 Tahun 2006 terbagi menjadi dua yaitu pembelajaran di kelas rendah, kelas 1 sampai 3 dan pembelajaran di kelas tinggi untuk kelas 4 sampai 6. Pembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan di kelas tinggi disesuaikan dengan karakteristik individu per mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PPKN, Olahraga, Agama dan SBK. Standar isi pendidikan, dibuat oleh pemerintah sebagai acuan tingkat nasional untuk dicapai masing-masing satuan pendidik serta dikembangkan oleh satuan-satuan pendidikan yang ada di daerah dengan cara menganalisis sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada disetiap satuan pendidikan dengan materi ajar yang akan diberikan berdasarkan analisis standar isi dan standar kompetensi (Dikdasmen,2008).

Upload: vuongquynh

Post on 04-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Sistem pembelajaran menurut PERMEN No 23 Tahun 2006 terbagi menjadi dua yaitu

pembelajaran di kelas rendah, kelas 1 sampai 3 dan pembelajaran di kelas tinggi untuk kelas 4

sampai 6. Pembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan di kelas

tinggi disesuaikan dengan karakteristik individu per mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia,

IPA, Matematika, IPS, PPKN, Olahraga, Agama dan SBK. Standar isi pendidikan, dibuat oleh

pemerintah sebagai acuan tingkat nasional untuk dicapai masing-masing satuan pendidik serta

dikembangkan oleh satuan-satuan pendidikan yang ada di daerah dengan cara menganalisis

sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada disetiap satuan pendidikan dengan materi

ajar yang akan diberikan berdasarkan analisis standar isi dan standar kompetensi

(Dikdasmen,2008).

Kondisi PBM di tingkat sekolah masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan

dan sangat sedikit yang mengacu pada pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri

yang mana guru sebagai subjek dan anak didik sebagai objek didik. Sementara itu, Al Mucthar

(1991) dalam penelitiannya menemukan, proses pembelajaran IPA khususnya kelas IV sekolah

dasar kebanyakan masih menggunakan metode konvesional yaitu metode ceramah dan

mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3DCH) sehingga kegiatan

pembelajaran menjadi menoton dan kurang menarik perhatian siswa. Atas dasar problematika di

atas, sering dibicarakan di media massa tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dewasa

ini. Menurut pendapat Dra. Saidah Mardiana (2007), hal ini disebabkan oleh pendekatan

pembelajaran yang dianut guru diibaratkan memindahkan isi sebuah teko ke segelas cangkir

yang mana sisa dari air teko tersebut akan terbuang sia-sia. Guru sudah merasa mengajar dengan

baik tetapi siswanya tidak belajar artinya tidak menyerap segala materi yang diberikan sehingga

terjadi kesalahpahaman pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari sebuah

pembelajaran. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan tempat dilaksanakan

PPL Awal di SD N 1 Yehembang Kangin yakni:

1) Guru banyak menggunakan metode konvensional sehingga dalam hal ini hanya

terjadi komunikasi satu arah antara guru dan siswa itu sendiri, hal tersebut akan

berdampak terhadap ketidakterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

2) Kurangnya rasa penghargaan terhadap pendapat yang diberikan siswanya dari proses

pembelajaran yang diberikan.

3) Guru belum mampu mengembangkan silabus yang ada. Guru hanya berpatokan

terhadap buku-buku ajar atau buku pelajaran yang tidak disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa. Ketiga hal tersebut akan menimbulkan sifat individual dimana

saat proses belajar-mengajar berlangsung, siswa terlihat bersaing untuk memperoleh

sesuatu tanpa adanya kerjasama antar siswa.

4) Minat baca masih kurang.

Perubahan kurikulum yang terjadi saat ini juga tidak disertai dengan perubahan metode

atau pemahaman dari guru itu sendiri, yang pada dasarnya guru belum siap mengalami

perubahan kurikulum yang secara cepat sehingga mempengaruhi kualitas jumlah lulusan yang

ada. Berdasarkan hasil refleksi awal terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan

terhadap siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin tahun pelajaran 2009/2010, ternyata

diperoleh data bahwa nilai rata-rata mata pelajaran IPA adalah 55. Data ini menunjukkan bahwa

masih banyak siswa yang mendapat nilai rendah. Hasil ini belum mencapai target ketercapaian

kelulusan minimal. Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran

IPA dilakukan sebuah inovasi. Jika dalam pembelajaran yang terjadi sebagian besar dilakukan

oleh masing-masing siswa, maka dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan pemahaman

siswa melalui penerapan pendekatan pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation yaitu

pembelajaran yang mementingkan kerjasama dalam suatu kelompok untuk memecahkan

permasalahan yang dihadapi siswa dengan karakter dan kemampuan yang berbeda. Siswa-siswa

tersebut dikelompokan menjadi satu kemudian mereka diberi tugas untuk diselesaikan secara

bersama, walaupun masing-masing individu diberi tugas yang berbeda namun tetap mengacu

pada tujuan bersama yang ingin dicapai dalam kelompok karena selama ini pembelajaran yang

ada selalu mengarah kepada pola-pola keseragaman dan menuntut kompetisi antar sesama siswa,

dengan mementingkan aspek kolaburatif.

Dalam pembelajaran di kelas, guru dituntut kemampuannya dalam mengelola kelas dan

memilih media yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Penggunaan media yang tepat selain

mampu memusatkan perhatian anak juga dapat mengurangi verbalisme dalam pembelajaran.

Guru seyogyanya menggunakan media belajar berlandaskan pada tujuan pembelajaran, salah

satu media yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran ini adalah dengan

penggunaan media realita. Berititik tolak dari permasalahan di atas, maka sangat diperlukan

usaha untuk peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin khususnya

pada pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata

pelajaran IPA yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif

tipe group investigation dengan media realita.

1.2 Identifikasi Masalah

Ada beberapa permasalahan yang terkait dengan pembelajaran IPA Di SD Negeri 1

Yehembang Kangin.

1) Guru terlalu banyak menggunakan metode konvensional sehingga dalam hal ini

hanya terjadi komunikasi satu arah antara guru dan siswa itu sendiri, hal tersebut

akan berdampak terhadap ketidakterlibatan siswa secara aktif dalam proses

pembelajaran.

2) Kurangnya rasa penghargaan terhadap pendapat yang diberikan siswanya dari

proses pembelajaran yang diberikan.

3) Guru belum mampu mengembangkan silabus yang ada. Guru hanya berpatokan

terhadap buku-buku ajar atau buku pelajaran yang tidak disesuaikan dengan

tingkat perkembangan siswa. Ketiga hal tersebut akan menimbulkan sifat

individual dimana saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat bersaing

untuk memperoleh sesuatu tanpa adanya kerjasama antar siswa.

4) Minat baca siswa masih kurang.

5) Nilai rata-rata mata pelajaran IPA adalah 55 dengan patokan KKM dengan hasil

minimal 60 yang merupakan standar ketuntasan belajar.

1.3 Keterbatasan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka dalam penelitian ini di fokuskan

dan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut :

1) Penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan pendekatan pembelajaran Kooperatif

Tipe GI dengan media realita.

2) Penelitian ini hanya terbatas pada kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin.

3) Penelitian ini hanya meneliti hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA

khususnya pada pokok bahasan hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan

fungsinya

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

Apakah pendekatan Kooperatif Tipe Group Investigation dengan media realita dapat

meningkatkan hasil belajar hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya

pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri 1 Yehembang Kangin?

1.5 Tujuan Penelitian.

Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian laporan ini adalah

sebagai berikut.

Untuk mendeskripsikan hasil belajar yang dicapai pada pembelajaran hubungan struktur

kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA yang dalam

pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation dengan media realita pada siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin.

1.6 Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat :

1. Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan

mengefektifkan proses pembelajaran, khususnya pada penggunaan media pembelajaran

(media realita) dan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

2. Manfaat praktis.

a. Bagi sekolah, tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengembangan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dalam

rangka menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan.

b. Bagi guru, tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative dalam memilih

pendekatan pembelajaran dalam upaya mengungkap keberhasilan siswa secara

menyeluruh yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa.

c. Bagi siswa, tulisan ini diharapkan memfasilitasi siswa, mempermudah siswa

mempersiapkan diri dalam pembelajaran. Dengan demikian, akan timbul kesadaran

siswa, termotivasi, berfikir kritis, bersikap positif dan berdaya kreatif terhadap bahan

pelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kompetensi dasar ( kognitif, afektif,

dan psikomotor siswa ).

d. Bagi Peneliti, memberikan pengalaman khususnya dalam meneliti tindakan dan

meneliti suatu strategi pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dengan topik yang

diajarkan/ disampaikan. Dilaksanakannya penelitian ini merupakan suatu pengalaman

dalam usaha mengatasi masalah-masalah di lapangan, khususnya dalam membantu

siswa mencapai penguasaan konsep yang lebih baik dan sikap kreatif siswa dalam

pembelajaran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.

2.1.1. Hakikat Pembelajaran

2.1.1.1 Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran

Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal

ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar.

Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku (Sri Anitah W,2007: 110). Pengertian tersebut

menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana

siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Yang dimaksud dengan belajar adalah

perubahan yang konstan, berbekas, dan menjadi milik siswa, maka dalam belajar siswa

mengalami proses dan meningkatkan kemampuan mentalnya. Dengan demikian maka mengajar

haruslah mengatur lingkungan agar terjadi proses pembelajaran dengan baik

Dari pengertian tersebut mengajar mempunyai dua arti, yaitu:

menyampaikan pengetahuan kepada siswa, dan membimbing siswa. Dua arti belajar di atas

menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai manager

of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang

biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan,

tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Anak dianggap pasif, dan gurulah yang

memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang

tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut

intelektualitas, sebab menekankan pada segi pengetahuan.

Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar: “suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi

lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses

belajar”(Udin S, 1997:2.3). Perbedaan itu ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari

pihak guru untuk mengatur lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi

anak untuk belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya sendiri,

sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Dalam membimbing tersebut guru tidak hanya

menggunakan buku pelajaran semata, tetapi dimanfaatkannya segala faktor dalam lingkungan,

termasuk dirinya, alat peraga, lingkungan, dan sumber-sumber lain (Erman Suherman,2008).

2.1.1.2 Jenis-Jenis Pembelajaran.

Menurut Massofa (2008) jenis pembelajaran dapat ditentukan dari cara mengorganisasi

siswa ataupun dari pendekatan pembelajarannya. Berdasarkan cara mengorganisasi siswa, ada 3

cara yang dapat dilakukan guru dalam mengelola siswa, supaya pembelajaran berjalan efektif

dan efisien. Tiga cara tersebut adalah (1). Pembelajaran secara individual, (2). Pembelajaran

secara kelompok, (3). Pembelajaran secara klasikal. ( Erman Suherman,2008).

2.1.1.3 Tujuan Dan Unsur-Unsur Dinamis Pembelajaran.

2.1.1.3.1 Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang biasanya disebut tujuan instruksional merupakan tujuan yang

akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan (Udin S,1997). Tujuan instruksional ini

dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan

instruksional umum (TIU) telah tersedia di dalam kurikulum, sedangkan tujuan instruksional

khusus (TIK) merupakan hasil perencanaan dan perumusan guru, dimana merupakan penjabaran

dari tujuan instruksional umum. TIU menggunakan kata kerja yang bersifat umum, dan memuat

lebih dari satu pengertian, misalnya mengenal, mengerti, memahami, sehingga sulit diukur

keberhasilannya atau dievaluasi. Sedangkan TIK menggunakan kata kerja yang bersifat

operasional, dapat dikerjakan, yang memuat hanya satu pengertian, sehingga mudah diukur

keberhasilannya atau dievaluasi (Udin S,1997: 2.31).

2.1.1.3.2 Unsur- Unsur Dinamis Pembelajaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran dinamakan unsur-unsur

dinamis pembelajaran. Sama halnya dengan unsur dinamis belajar, maka unsur dinamis

pembelajaran juga dapat mendukung (berpengaruh positif) atau sebaliknya menjadi penghambat

(berpengaruh negatif). Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pembelajaran dapat

dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis misalnya pendengaran,

penglihatan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor psikologis, misalnya kecerdasan, motivasi,

perhatian, berpikir, dan ingatan. Bedanya dengan faktor dinamis belajar di atas adalah internal

yang dimaksud di dalam pembelajaran adalah dari segi guru (pelaku pembelajaran).

Faktor eksternal belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pembelajar

dan sistem instruksional. Lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi lingkungan dalam sekolah

dan lingkungan luar sekolah. Sedangkan sistem instruksional antara lain kurikulum, bahan ajar,

metode, media, dan evaluasi. Penjelasannya sama dengan faktor dinamis belajar di atas (Lia,

2009).

2.1.2 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif.

Pembelajaran kooperatif menurut S. Nasution (1982:46) adalah “suatu pembelajaran yang

dibentuk dalam kelompok kecil dengan anggota kelompok bekerja sama mengoptimalkan dirinya

dalam menyelesaikan tugas”.

Menurut Suryati (1998:21), “pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam

bentuk belajar kelompok, dimana berlangsung suatu diskusi yang terdiri dari 2-7 orang dalam

pemecahan masalah”.

Menurut Ratuman (2002:107), menyatakan “pembelajaran Kooperatif merupakan suatu

kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam mempelajari

sesuatu”.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hulubec (dalam

Nurhadi.dkk,2004:60) menyatakan “bahwa pengajaran Kooperatif (cooperatif learning)

memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil, dan siswa bekerja

sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar”. Sedangkan

Muhamad Nur (2005:1) menyatakan :

metode pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil

saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar

tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang berbeda

sehingga tercipta kelompok yang heterogen.

Menurut Anita Lie (2005:31)"pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran

yang bersifat gotong royong dalam pembelajaran". Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu

pengelompokan dimana adanya unsur kerjasama tim dalam kelompok tersebut untuk

menyelesaikan suatu masalah.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah suatu pola pembelajaran yang mengkondisikan siswa dalam kelompok belajar

kecil yang heterogen dimana setiap anggota kelompok saling bekerja sama dalam mempelajari

suatu materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Unsur-unsur pembelajaran

Kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni :

a. Saling ketergantungan positif, artinya  dalam pembelajaran kooperatif, guru

menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar

sesama.  Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling

ketergantungan satu sama lain.

b Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru,

tetapi juga dengan sesama siswa.  Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para

siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. 

Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam

mempelajari suatu materi.

c. Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan

wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat

penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual.  Hasil

penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada

kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang

memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya, melalui pembelajaran

kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.  Hal

ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek : tenggang

rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya,

berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan

berbagai sifat positif lainnya (Muhamad Nur,2005:30-31).

2.1.2.2 Tipe-Tipe Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

Meskipun berbagai prinsip pembelajaran kooperatif tidak berubah, ada 4 tipe pendekatan

pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh guru ( Arends, 1998 : Abdurrahman & Bintoro :

82-90). Keempat tipe pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah :

a. Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

Robert Slavin dan kawan-kawannya mengembangkan tipe pembelajaran ini sebagai tipe

pembelajaran yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran

kooperatif. Pendekatan pembelajarannya dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Untuk mengajarkan informasi akademik baik melalui penyajian verbal maupun

tertulis.

2. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim.

3. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa.

4. Keanggotaan tim bersifat hitrogen (jenis kelamin, ras, suku maupun

kemampuannya).

5. Tiap anggota tim menggunakan lembaran kerja akademik dan saling membantu

menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.

6. Secara individu atau tim tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru

untuk mengetahui tingkat penguasaan akademik mereka.

7. Skor diberikan secara individu atau tim, yang memperoleh prestasi tinggi diberikan

penghargaan.

b. Tipe Jigsaw

Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Aronson dan kawan-kawannya dari

Universitas Texas (dalam Doantara yasa, 2008). Langkah-langkah yang ditempuh dalam

menggunakan tipe pembelajaran ini adalah :

1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim kelompok atau kelompok.

2. Setiap kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang siswa.

3. Karakteristik dari anggota kelompok bersifat hitrogen baik dari kemampuan, jenis

kelamin, suku dan sebagainya.

4. Bahan akademik yang disajikan kepada siswa dalam bentuk teks.

5. Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik

tersebut.

6. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk

mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk

saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam ini

disebut kelompok pakar (expert group)

7. Selanjutnya kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home team) untuk

mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.

8. Setelah ada pertemuan dan diskusi dalam ”home teams” para siswa dievaluasi secara

individual mengenai bahan yang dipelajari.

9. Penskoran dilakukan secara individu atau kelompok dan yang telah memperoleh skor

tertinggi diberikan penghargaan oleh guru.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal.

Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang

dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang.

c. Tipe GI (Group Investigation)

Tipe pembelajaran ini dirancang oleh Herbert Thelen selanjutnya diperluas dan diperbaiki

oleh Sharn dan kawan-kawannya (dalam Santyasa,2005). Adapun langkah-langkah dalam

menggunakan tipe pembelajaran GI adalah sebagai berikut :

1. Seleksi Topik : Para siswa memilih berbagai sub topik dalam wilayah masalah umum

yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru kemudian diorganisasikan ke dalam

kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang

beranggotakan 2-7 orang dengan komposisi heterogen, baik dalam etnis, jenis

kelamin maupun akademis.

2. Merencanakan Kerjasama : Para siswa bersama dengan guru merencanakan berbagai

prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan

sub topik yang telah dipilih dalam langkah di atas.

3. Implementasi : Para siswa merencanakan yang telah dirumuskan pada langkah 2

pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang

luas dan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang

ada di dalam maupun yang ada di luar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti

kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis : Para siswa menganalisis dan mensitesiskan berbagai informasi

yang diperoleh pada langkah 3, dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam

suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir : Semua kelompok mempresentasikan berbagai topik yang telah

dipelajari agar semua siswa di dalam kelas dapat saling berinteraksi dan mencapai

suatu persepektif yang lebih luas mengenai topik tersebut.

6. Evaluasi : Selanjutnya guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai

kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.

Evaluasi dapat mencangkup tiap siswa secara individual atau kelompok atau

keduanya, Nurhadi dan Gerrad Senduk (2004:64:65).

d. Tipe Struktural.

Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer dan Kagan dan kawan-kawannya

(dalam Lasmawan,1997). Tipe pembelajaran ini hampir sama dengan tipe pembelajaran lainnya

di atas, namun lebih menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Think-pair-share salah satu struktur yang dapat

digunakan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Lyman menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Langkah 1-berfikir (thinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa

diberikan waktu satu menit untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atas isu tersebut.

2. Langkah 2- Berpasangan (pairing)

Selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan

mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan

jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama

suatu telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit

untuk berpasangan.

3. Langkah 3 berbagi (sharing)

Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau

bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka

bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari satu

pasangan ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-

pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

Dari keempat tipe pembelajaran tersebut di atas dalam pembelajaran kooperatif pada

prinsipnya memiliki kesamaan yaitu adanya saling ketergantungan positif di antara siswa,

interaksi tatap muka, akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.

2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.

2.1.3.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.

Menurut Winataputra (1992:39)”kooperatif tipe GI atau investigasi kelompok telah

digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia”.

Pendekatan Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation merupakan pendekatan

pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif

dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi.

Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat melatih siswa untuk

menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai

dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk

lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah

sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Dalam pembelajaran tipe group investigation,

interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru.

Dalam pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada

pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. Pola pengajaran

ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut

terlibat dalam penentuan pembelajaran.

Pada dasarnya pendekatan ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan

masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang

relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI

ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh

pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru

dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang

berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara

kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta

membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan

untuk melaksanakan pendekatan ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para

pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan

proses pemecahan masalah kelompok (Muhamad Nur,2005:38).

Menurut Muhamad Nur (2005:42) ada beberapa tahapan dalam menerapkan pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe GI yakni (1) Seleksi Topik, (2) Merencanakan Kerjasama, (3)

Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6) Evaluasi.

(1) Seleksi Topik : Para siswa memilih berbagai sub topik dalam wilayah masalah umum yang

biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru kemudian diorganisasikan ke dalam kelompok-

kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2-7 orang

dengan komposisi heterogen, baik dalam etnis, jenis kelamin maupun akademis.

(2) Merencanakan Kerjasama : Para siswa bersama dengan guru merencanakan berbagai

prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan sub topik

yang telah dipilih dalam langkah di atas.

(3) Implementasi : Para siswa merencanakan yang telah dirumuskan pada langkah 2

pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan

mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang ada di dalam maupun

yang ada di luar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan

memberikan bantuan jika diperlukan.

(4) Analisis dan sintesis : Para siswa menganalisis dan mensitesiskan berbagai informasi yang

diperoleh pada langkah 3, dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian

yang menarik di depan kelas.

(5) Penyajian hasil akhir : Semua kelompok mempresentasikan berbagai topik yang telah

dipelajari agar semua siswa di dalam kelas dapat saling berinteraksi dan mencapai suatu

persepektif yang lebih luas mengenai topik tersebut.

(6) Evaluasi : Selanjutnya guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap

kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencangkup tiap

siswa secara individual atau kelompok atau keduanya, Nurhadi dan Gerrad Senduk (2004:64:65).

2.1.3.2. Sintaks Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah

sebagai berikut :

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1 : Presents goals and sets Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

mempersiapkan peserta didik siap

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan peserta didik

belajar.

Fase 2: Present Information

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada

peserta didik secara verbal.

Fase 3 : Organize students into learning

teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam

tim- tim belajar.

Memberikan penjelasan kepada peserta

didik tentang tata cara pembentukan tim

belajar dan membantu kelompok

melakukan transisi yang efisien.

Fase 4 : Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama

peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5 : Test on the materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi pembelajaran

atau kelompok-kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Provide recognition

Memberikan pengakuan atau

penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui

usaha dan presentasi individu maupun

kelompok

(Suprijono,2009:65)

2.2 Media Realita

Berikut ini diuraikan mengenai Pengertian media, Jenis-jenis media, Peranan media

dalam proses pembelajaran, Kelebihan dan keterbatasan media realita, Penerapan media realita.

2.2.1 Pengertian media

Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli berdasarkan sudut

pandang yang berbeda-beda, menurut asal katanya, media berasal dari bahasa latin yang

merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang berarti “perantara atau pengantar”. Menurut

Komang Sudarma (2006:14) ”media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong

terjadinya proses pembelajaran pada siswa”.

2.2.2 Jenis Jenis Media.

Untuk dapat memberikan pemahaman tentang jenis-jenis media maka akan dikemukakan Media

Visual, Media Audio, Media Audiovisual.

2.2.2.1 Media Visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra

penglihatan. Media visual terdiri atas Media visual yang dapat diproyeksikan dan Media visual

tidak diproyeksikan.

- Media visual yang dapat diproyeksikan adalah media yang menggunakan alat

proyeksi (projector) sehingga gambar atau tulisan tampak pada layar (screen).

- Media visual tidak diproyeksikan yang mencangkup gambar fotografik, grafis dan

media 3 dimensi. Media 3 dimensi dalam hal ini terdiri atas media realita dan

pendekatan. Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan

di ruang kelas, tetapi siswa dapat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realita ini

adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sedangkan pendekatan

adalah tiruan dari beberapa objek yang nyata seperti obyek yang terlalu besar, obyek

yang terlalu jauh, obyek yang terlalu kecil, obyek yang terlalu mahal, obyek yang

terlalu rumit untuk dibawa.

2.2.2.2 Media Audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat

didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk

mempelajari bahan ajar.

2.2.2.3 Media Audiovisual adalah media yang merupakan kombinasi audio dan visual atau

biasa disebut media pandang dengar, dalam hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyaji

materi (teacher), tetapi penyajian materi bisa diganti oleh media audiovisual ( Sri Anitah W,

2007: 6.17-6.29).

2.2.3 Peranan Media Dalam Proses Pembelajaran.

Dipandang sebagai suatu sistem maka dalam proses pembelajaran terdapat sejumlah

komponen yaitu tujuan, metode, strategi, materi atau bahan ajaran, evaluasi dan komponen

penunjang. Media merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran, sehingga dengan

demikian kedudukannya tidak hanya sebagai alat bantu mengajar, melainkan sebagai bagian

integral dalam proses pembelajaran.

Menurut Karti Soeharto (1995:106-107) mengemukakan tentang peranan media pengajaran

:

Kegunaan media belajar (1) memperjelas penyiapan pesan agar tidak terlalu verbalistik, (2) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu serta daya indra, (3) dengan menggunakan media pembelajaran seara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif pada anak didik, (4) dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, maka media dapat mengatasinya dengan kemampuan dalam memberikan perangsang yang sama, perasaan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.

Media jika dilihat dari fungsi dan kegunaannya yaitu sebagai perangsang belajar siswa.

Media juga berperan penting menciptakan kondisi belajar yang menarik perhatian siswa

sehingga proses pembelajaran akan berjalan secara optimal. Proses belajar optimal akan

mendukung perolehan hasil belajar yang optimal pula.

2.2.4 Kelebihan Dan Keterbatasan Media Realita.

2.2.4.1 Kelebihan media Realita.

Kelebihan media realita adalah murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan,

dapat memperjelas suatu masalah, lebih realita dapat membantu mengatasi pengamatan, ruang

dan waktu ( Basuki Wibawa,1999: 102).

2.2.4.2 Keterbatasan Media Realita.

Keterbatasan media realita adalah memerlukan sumber dan keterampilan guru dalam

memanfaatkan media pembelajaran tersebut (Basuki Wibawa,1999: 102). Agar pemilihan media

belajar benar-benar sesuai dengan kebutuhan maka harus ada kriteria yang tepat dalam

menentukan suatu media belajar. Dasar pemilihannya adalah sebagai berikut :

1) Isi dan media sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2) Pesan yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna, serta menarik minat

belajarnya.

3) Pesan yang terkandung dalam media tersebut merupakan sesuatu yang aktual/ baru atau

berisi hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui siswa.

4) Format penyajiannya didasarkan atas tata urutan belajar yang jelas.

5) Narasi, gambar, ukuran dan warnanya sudah memenuhi persyaratan teknis.

6) Bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol dan ilustrasinya sesuai dengan tingkat

kematangan berfikir siswa (Sri Anitah W, dkk.2007:6.39).

2.2.5 Penerapan Media Realita.

Peranan media realita ditentukan oleh penerapan atau penggunaan dalam proses

pembelajaran. Walaupun satu jenis media dikatakan cukup canggih, tidak akan mencapai hasil

yang memuaskan dalam mencapai tujuan kalau penerapannya kurang tepat, Menurut Tamsik

Udin AM (1987:235) menyatakan,

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan penggunaan media belajar mencangkup a) pola pemanfaatan (pemanfaatan media dalam situasi kelas secara bebas, secara terkontrol, secara perorangan atau kelompok, b) strategi pemanfaatan (persiapan sebelum menggunakan media seperti mempelajari tujuan pembelajaran, memilih dan mengusahakan media cocok, berlatih menggunakan media, alat perlengkapan dan tempat, kegiatan selama menggunakan media, penerapan dan tindak lanjut).

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya media realita tidak dilihat dari

bentuk fisik maupun harga dari media tersebut, akan tetapi sejauh mana media tersebut dapat

mempertinggi efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran dalam mencapai tujuan. Dengan

demikian yang lebih penting adalah tercapainya proses pembelajaran yang telah ditetapkan.

Meskipun menggunakan media belajar yang sederhana dan sedikit, asalkan tujuan tercapai maka

proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil. Penggunaan media belajar yang tidak memberikan

pengaruh terhadap keberhasilan tujuan merupakan perbuatan yang sia-sia. Dengan adanya

karakteristik setiap media baik yang menyangkut kelemahan dan kebaikan atau daya jangkau

yang dimiliki, maka dituntut keterampilan memilih, menyeleksikan serta menggunakan media

tersebut sesuai dengan tujuan, bahan serta situasi dan kondisi proses pembelajaran.

2.3 Hasil Belajar.

Untuk dapat memberi pemahaman tentang hasil belajar akan dikemukakan,

Pengertian hasil belajar, Taksonomi hasil belajar, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar.

2.3.1 Pengertian hasil belajar.

Hasil belajar merupakan peningkatan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran, yang

sekaligus menunjukan keberhasilan guru dalam menyampaikan informasi dan pesan siswa

(Yusuf Hadimiarso, 1984 :127 ). Yusuf Hadimiarso menekankan bahwa hasil belajar adalah

peningkatan kemampuan siswa dalam belajar untuk meningkatkan hasil.

Pendapat lain mengatakan bahwa hasil belajar merupakan informasi kepada lembaga atau

kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai dimana penguasaan materi dan keterampilan

mengenai mata pelajaran yang telah diberikan (M. Ngalim Purwanta,1999 :22).

Disini penekanannya pada penugasan materi pelajarannya.

Nana Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif,

afektif, dan psikomotor yang merupakan satu kesatuan sebagai hasil dari proses pengajaran

( Nana Sudjana, 1987:49).

Berkaitan dengan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa berupa aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor yang merupakan satu kesatuan sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam

penelitian ini yang dimaksud hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa pada

aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada mata pelajaran IPA setelah melalui proses

pembelajaran dalam metode tertentu yang diukur dengan metode hasil belajar. Untuk melihat

hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah

siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang

dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditunjukan untuk menjamin tercapainya

kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai

ulangan tengah semester (sub sumatif), dan nilai ulangan semester(sumatif).

2.3.2 Taksonomi hasil belajar.

Taksonomi hasil belajar adalah berupa kemampuan-kemampuan yang tergolong pada ranah

kognitif seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, ranah

efektif seperti perhatian, menerima respon atau tanggapan dan penghargaan, ranah psikomotor

seperti keberanian berpartisipasi dalam kegiatan kreativitas dan kebebasan melakukan hal-hal

tanpa tekanan orang lain, siswa bebas berbicara yang wajar (Abu Ahmadi, 1991:178).

Menurut Abu Ahmadi (1991)"ranah kognitif mencangkup pengetahuan, pemahaman,

penerapan kognitif mencangkup pengetahuan, pemahaman, penerapan ranah afektif perasaan

dalam bentuk tanggapaan respon dan lain-lainya, dan psikomotor meliputi kegiatan-kegiatan

yang mencangkup kreatifitas".

Direktorat Pendidikan Dasar (1997/1998: 82) menyebutkan taksonomi hasil belajar adalah,

1) adanya kemampuan siswa untuk mengingat kembali informasi atau materi yang telah dipelajari, 2) adanya kemampuan siswa yang nampak dalam keterampilan mengelompokan, menyajikan, dan menafsirkan data, 3) adanya kemampuan siswa untuk menghasilkan suatu nilai dari materi pelajaran berdasarkan kriteria nyata, jelas dan obyektif, siswa proaktif menjalankan tugas.

Mencermati uraian tersebut maka hasil-hasil belajar terwujud dalam ranah kognitif, afektif,

psikomotor serta kreatifitas pada diri secara wajar seperti kemampuan mengingat, menanggapi,

dan kemampuan menjalankan tugas secara mandiri.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar.

Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi atau ditentukan oleh banyak faktor,

menurut Tabrani Rusyan ( 1993: 22 ) dinyatakan bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa banyak

ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kecerdasan, perhatian, pengindraan

dan cita-cita peserta didik, faktor kesehatan fisik dan mental, faktor lingkungan belajar yang

menunjang siswa lebih rajin belajar”. Sedangkan menurut Soemadi Suryabrata (1987:7)

dinyatakan :

Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu 1) faktor dari dalam diri siswa meliputi bakat minat, intelegensi, keadaan indra, kematangan, kesehatan jasmani, 2) faktor dari luar diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru mengajar pembelajaran itu sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas maka hasil belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa

dan faktor dari luar siswa.

2.4 Hakikat Pendidikan IPA

Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA

sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan pada umunya dan pendidikan IPA pada

khususnya. Esensi IPA adalah kegunaannya sebagai alat dalam penentuan pengetahuan dengan

jalan observasi, eksperimen dan pemecahan masalah. Dalam pendidikan IPA, antara IPA sebagai

”produk” dan IPA sebagai ”proses” hendaknya mendapat penekanan yang seimbang. Selama ini,

tampaknya pengajaran IPA di sekolah memberi tekanan yang jauh lebih besar pada IPA sebagai

”produk” daripada IPA sebagai ”proses”. Pendidikan IPA pada hakekatnya tidak hanya dapat

digunakan untuk membekali subjek didik dengan pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi

juga dapat digunakan untuk menanamkan sikap dan nilai. Jadi, pendidikan IPA juga dapat

digunakan sebagai wahana klarifikasi nilai, yang selama ini kurang mendapat perhatian para

guru dan siswa (Mucholas, 1996: 58).

2.5 Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA

Horton (1993) menyajikan lima prinsip utama pembelajaran IPA tentang kebenaran

dalam pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA di SD,

yaitu:

Prinsip 1: Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun non inderawi. Prinsip 2: Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung, karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran. Prinsip 3: Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan, pengetahuan yang Anda miliki. Pengetahuan yang demikian Anda sebut miskonsepsi. Anda perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran. Prinsip 4: Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas Anda sebagai guru IPA adalah mengajak siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, symbol, dan hubungan dengan konsep yang lain. Prinsip 5: IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur. Karena itu, Anda perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk IPA saja. Namun, perlu diingat bahwa perkembangan IPA sangat pesat, kita tidak mampu mengikuti secara terus-menerus.

2.6 Kerangka Berfikir

Berdasarkan teori yang telah diuraikan dapat diungkapkan kerangka berfikir sebagai

berikut :

Hubungan Antara Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Gi Dengan Media Realita

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Hubungan Struktur Kerangka Tubuh Manusia Dengan

Fungsinya Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin Tahun

Pelajaran 2009/2010.

Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group lah, akan dapat

menggali potensi siswa untuk saling belajar bekerja sama investigation dengan media

realita dalam pembelajaran IPA di seko atau belajar secara kompak dalam pembelajaran

IPA terutama dalam mentransfer informasi atau pesan dari kelompok satu ke kelompok

lainnya, bertolak dari pembelajaran sebelumnya pembelajaran IPA yang terjadi di tingkat

persekolahan terutama yang terjadi di SD N 1 Yehembang Kangin saat ini masih

menekankan pada pendekatan pembelajaran konvesional yakni pendekatan pembelajaran

yang menekankan kepada proses bertutur. Guru berbicara terus menerus di depan kelas,

sedangkan siswa sebagai pendengar serta tanpa adanya pemanfaatan media yang relevan

oleh guru sesuai dengan materi yang diajarkan. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi

oleh guru (teacher centered). Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah inovasi untk

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan yakni dengan penggunaan pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media realita.

Dalam proses pembelajaran dimana dalam menerapkan pendekatan pembelajaran

Kooperatif Tipe GI dengan media realita ternyata lebih memberikan peluang kepada

siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar. di samping itu mereka memperoleh

pengalaman belajar yang lebih bermakna dan melekat dalam memori mereka yang secara

tidak langsung berdampak pula terhadap perolehan atau hasil belajar siswa karena dalam

proses pembelajaran siswa, siswa mengalami sendiri terlibat aktif baik dari segi sikap

afektif maupun psikomotor siswa.

Berdasarkan hal yang dipaparkan, dapat disimpulkan bawa penggunaan pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan media realita dapat lebih

merangsang siswa untuk saling bekerjasama, berpartisipasi aktif, dan merangsang minat

perhatian siswa dalam belajar, sehingga materi disampaikan dapat lebih jelas diterima

dan dimengerti, begitu juga pengetahuan yang didapatkan setelah mengikuti pelajaran

benar-benar meresap dalam pikiran.

Dengan demikian penggunaan pendekatan pembelajaran Kooperatif tipe Group

Investigation dengan media realita akan dapat meningkatkan hasil belajar hubungan

struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA siswa kelas

IV pada semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 di SD N 1 Yehembang Kangin.

2.6.1 Penelitian yang relevan seperti halnya penelitian tersebut di atas adalah :

Yudhi Juniawan, Komang. 2008. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Pendekatan GI

(Group Investigation) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS terpadu pada siswa

kelas VII semester ganjil di SMP N 2 Sawan Tahun Pelajaran 2007/2008. Singaraja:

UNDIKSHA.

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, berikut ini dapat diajukan hipotesis

tindakan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Jika penerapan pendekatan pembelajaran

kooperatif tipe group investigation dengan media realita dilakukan dengan tepat, maka hasil

belajar hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada mata pelajaran IPA

meningkat.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Latar Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian

Pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas IV dengan jumlah siswa 22 orang di SD Negeri

1 Yehembang Kangin, dan waktu pelaksanaanya rentang waktu semester ganjil tahun pelajaran

2009/2010.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan. Hal ini

sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan sebagai mana dikatakan Suwarsih Madya (1994 :

13) bahwa penelitian tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah berdasar atas diagnosis

dalam situasi tertentu, sehingga optimalisasi pembelajaran dapat dicapai. Dalam hal ini kelas

yang bermasalah adalah siswa kelas IV SD N 1 Yehembang Kangin, mata pelajaran IPA pada

pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya yang akan

dilaksanakan.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada dua variabel : variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar.

3.4 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini masalah pembelajaran struktur kerangka tubuh manusia dengan

fungsinya di kelas IV diangkat dari pembelajaran di kelas. Masalah tersebut diidentifikasi

melalui (1) kajian awal, (2) pencarian fakta secara kolaboratif antara peneliti dengan guru

pengajar, (3) penyusunan permasalahan umum tindakan yang signifikan dengan masalah yang

muncul di kelas. Tindakan itu adalah penyamaan persepsi tentang aplikasi Pembelajaran

Kooperatif Tipe Group Investigation dengan Media Realita.

Penelitian tindakan mengikutsertakan perencanaan yang bersifat reflektif mandiri secara

terus menerus yang berawal dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pelaksanaan observasi dan

evaluasi, refleksi, dan perencanaan ulang. Dengan demikian, proses pelaksanaan penelitian ini

merupakan tahapan-tahapan yang siklusif. Sesuai prinsip dasar penelitian tindakan yang umum,

setiap tahapan dan siklusnya selalu dilakukan secara partisipatoris dan kolaboratif antara peneliti

dengan guru. Proses pelaksanaan tindakan dilakukan dalam empat tahap secara berdaur ulang

yang berawal dari (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi

(Kurt Lewin, dalam Tantra, 1997:21), skema kegiatan penelitian tindakan dapat digambarkan

sebagai berikut (halaman berikutnya).

Secara skema dapat digambarkan kegiatan penelitian tindakan

Rancangan dari hasil identifikasi masalah

Rencana 1

Rencana / strategi pembelajaran

Revisi Pelaksanaan dan observasi

Evaluasi dan Refleksi

Rencana 2

Rencana / strategi pembelajaran

Revisi Pelaksanaan dan obsevasi

Evaluasi dan Refleksi

Rencana 3

Rencana / strategi pembelajaran

Revisi Pelaksanaan dan observasi

Evaluasi dan Refleksi

Naskah final

Siklus rancangan penelitian tindakan

(1) Perencanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah membuat silabus ( skenario tindakan), RPP

serta alat-alat dan media pengajaran yang diperlukan sesuai dengan skenario yang telah

disusun. Skenario tindakan yang dibuat melingkupi (a) pemberian pengayaaan tentang

pendekatan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media realita, (b)

bersama peneliti, praktisi membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai perencanaan

pengajaran yang akan dilakukan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran.

Di samping melakukan diskusi untuk mencapai titik temu antara Kompetensi Dasar, Hasil

Belajar dan Indikator Pembelajaran yang akan dilakukan, jika dianggap perlu dilakukan

simulasi pembelajaran antara peneliti dengan praktisi.

(2) Pelaksanaan Tindakan

Tindakan yang dilakukan berdasarkan skenario yang telah disusun. Implementasi tindakan

dilaksanakan oleh praktisi. Peneliti bertindak selaku observer. Pelaksanaan pembelajaran

kooperatif tipe group investigation dengan media realita dilaksanakan sesuai tahap

pelaksanaan pembelajarannya yaitu: (1) Seleksi topik (2) Merencanakan Kerjasama, (3)

Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6) Evaluasi yang

disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah dirancang.

(3) Pelaksanaan Observasi dan Evaluasi

Selama tindakan berlangsung, observasi dilakukan oleh peneliti dengan mengisi instrumen

lembar observasi dan membuat fieldnotes bila diperlukan. Evaluasi dilakukan pada akhir

pelaksanaan tindakan untuk mengetahui kinerja tindakan.

(4) Pelaksanaan Analisis dan Refleksi

Tahap akhir kegiatan dalam satu siklus tindakan adalah analisis data yang diperoleh selama

pelaksanaan tindakan berlangsung. Hasil analisis selanjutnya digunakan untuk melakukan

refleksi. Untuk merefleksi tindakan ini peneliti dengan praktisi secara kolaboratif mencari

titik temu, solusi untuk melakukan perbaikan tindakan berikutnya.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah praktisi, disiplin kerjanya sesuai program

yang telah dibuat pada silabus dan perangkat pengembangannya, pelaksanaan pembelajaran

dan hasil pembelajaran. Untuk itu kriteria kinerja kedua fokus tersebut ditentukan

berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi.

3.5 Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk sampai kepada tujuan penelitian ini adalah hasil tindakan

berupa pelaksanaan pembelajaran struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya pada

mata pelajaran IPA. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi lembar-lembar

observasi dan penulisan fieldnotes oleh observer, penulisan diary, rekaman dan dokumentasi,

tes.

3.6 Instrumen Penelitian

Untuk dapat mengumpulkan data dipergunakan instrumen penelitian. Instrumen

penelitian yang digunakan adalah (a) skenario tindakan, yaitu silabus sesuai dengan hasil

analisis data awal (observasi masalah). Silabus yang akan dihasilkan itu sesuai dengan

kriteria silabus yang benar. (b) tes berupa tes lisan dan tertulis yang menyesuaikan dengan

materi. (c) lembar observasi saat pelaksanaan pembelajaran, yaitu alat pemantau dalam

melaksanakan skenario tindakan.

3.7 Analisis Data

Prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini adalah (1) tabulasi

setiap jenis data, (2) pengkategorian data sejenis, (3) implementasi metode triangulasi, (4)

pengambilan kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh setiap siklus untuk selanjutnya

dipergunakan dalam menentukan kinerja siklus selanjutnya.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses mempelajari secara mendalam dan menata secara

sistematis catatan hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain untuk

meningkatkan pemahaman peneliti tentang apa yang diteliti dan menyajikan kepada orang

lain. Dalam penelitian ini data tentang pembelajaran hubungan struktur kerangka tubuh

manusia dengan fungsinya mengimplementasikan pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe

Group Investigation dengan media realita dianalisis dengan teknik data kualitatif pendekatan

mengalir (Miles dan Huberman, 1992:18). Target analisis data adalah (1) level observasi

(reduksi data), (2) level deskripsi ( penyajian data), dan (3) level eksplanatori.

(1) Level Observasi

Berdasarkan catatan yang terdapat dalam instrumen pengumpul data, peneliti melakukan

seleksi dan pengkodean. Melalui seleksi, peneliti melakukan kodifikasi terhadap data

tindakan dengan memisahkan data-data yang tidak relevan.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif group investigation dengan media realita dikatakan

berhasil jika pelaksanaan pembelajaran itu telah sesuai prosedur perencanaan dan

pelaksanaan yang terbagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) Seleksi topik (2) Merencanakan

Kerjasama, (3) Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6)

Evaluasi.

Jika dalam perencanaan dan pelaksanaannya, setelah praktisi mendapat pengayaan,

ternyata masih ada butir-butir pelaksanaan yang masih belum tercapai, maka peneliti bersama

praktisi mengadakan refleksi untuk merencanakan tindakan berikutnya. Kegiatan ini

dilaksanakan sampai tujuan pembelajaran tercapai.

(2) Level Deskripsi

Dengan memanfaatkan hasil refleksi dan kodifikasi, peneliti menata data dalam satuan-

satuan peristiwa, satuan makna, pola atau kecendrungan. Deskripsi data disajikan dalam

kalimat-kalimat sederhana lugas, efektif sehingga mudah dipahami.

(3) Level eksplanatori (Penyimpulan Data)

Analisis ditekankan pada pemberian penjelasan (a) mengapa suatu tindakan dapat atau tidak

mempengaruhi subjek terteliti atau situasi kelas pada umumnya, dan (b) bagaimana suatu

aspek tindakan berpengaruh pada yang lain. Hasil analisis level ini bermanfaat untuk

merefleksi tindakan selanjutnya. Keseluruhan hasil analisis selanjutnya disimpulkan.

Penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan longgar, dan fleksibel ( Miles dan Huberman,

1992 ).