budaya indonesialambosetungkung.weebly.com/.../4124636/karya_ilmiah_23.docx · web viewversi lain...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang Menelusuri kebudayaan
Indonesia adalah karena keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang
ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain
kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai
kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200
juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga
mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan,
tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan
dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia
yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses
asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan
yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di
Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan
kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan
tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam
konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan
yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik
masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang
dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya
kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri
Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar
pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun
1
interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada
dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan
perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan
budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
1.2 Rumusan masalah
Penjelasan mengenai Rumah Betang yang ada di Kalimantan
Menjelaskan Tarian yang terkenal di Indonesia
Membahas Lagu daerah yang terkenal di Indonesia
Menggambarkan Alat music yang terkenal di Indonesia
Memberikan informasi Budaya gambar di Jawa
Membahas Budaya Batik Indonesia
Menjelaskan Makanan khas Indonesia yang terkenal
Membahas Suara Pesindhen merupakan budaya Indonesia
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Budaya Indonesia
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun
kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun
1945.
Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi
kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa
bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan
wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang
berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak
Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari
kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan.
Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas
dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan
menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada
puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa
bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus
Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal
32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan
pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan
3
perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak
dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-
kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh
Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang
sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam
kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan
menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan
unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradsional, Kongres Kebudayaan 1991: Kebudayaan Nasional Kini dan di
Masa Depan,
Wujud kebudayaan daerah di Indonesia
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah
di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.
Rumah adat
Aceh: Rumoh Aceh
Sumatera Barat: Rumah Gadang
Sumatera Selatan: Rumah Limas
Jawa: Joglo
Papua: Honai
Sulawesi Selatan: Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa
(Makassar Gowa)
Sulawesi Tenggara: Istana buton
Sulawesi Utara: Rumah Panggung
Kalimantan Barat: Rumah Betang
Nusa Tenggara Timur: Lopo
Maluku: Balieu (dari bahasa Portugis)
4
Tarian
Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog
Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet
Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
Aceh: Saman, Seudati
Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
Betawi: Yapong
Sunda: Jaipong, Tari Topeng
Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
Sulawesi Tengah: Dero
Gorontalo : Tari Saronde , Tari Elengge ,Tari Dana-Dana ,Tari Polopalo ,Tari Pore-
Pore
Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan ,
Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung
Riau: Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas
Lampung: Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu
Irian Jaya: ( Musyoh, Selamat Datang )
Nias: Famaena
Lagu
Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Keroncong Kemayoran, Surilang,
Terang Bulan
Maluku: Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina, Goro-
Gorone, Huhatee, Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande, Tanase
Melayu: Tanjung Katung
Aceh: Bungong Jeumpa, Lembah Alas, Piso Surit
Kalimantan Selatan: Ampar-Ampar Pisang, Paris Barantai, Saputangan Bapuncu
Ampat
Nusa Tenggara Timur: Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe
Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju,
Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa
5
Sulawesi Selatan: Angin Mamiri, Pakarena, Sulawesi Parasanganta, Ma Rencong
Sumatera Utara: Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong, Bungo Bangso,
Butet, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang
Dohita Nadua, Rambadia,
Sengko-Sengko, Siboga Tacinto, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, Tapian Nauli
Papua/Irian Barat: Apuse, Yamko Rambe Yamko
Sumatera Barat: Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung Palinggam, Kambanglah
Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga, Malam Baiko, Kampuang
nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang, Rang Talu
Jambi: Batanghari, Soleram
Jawa Barat: Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan Pahlawan, Manuk
Dadali, Panon Hideung, Peuyeum Bandung, Pileuleuyan, Tokecang
Kalimantan Barat: Cik-Cik Periuk
Sumatera Selatan: Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending Sriwijaya, Kabile-bile, Tari
Tanggai
Banten: Dayung Sampan
Sulawesi Utara: Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo
Jawa Tengah: Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-ilir, Jamuran, Bapak
Pucung, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan
Nusa Tenggara Barat: Helele U Ala De Teang, Moree, Orlen-Orlen, Pai Mura Rame,
Tebe Onana, Tutu Koda
Kalimantan Timur: Indung-Indung
Jambi: Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang
Kalimantan Tengah: Kalayar
Jawa Timur: Keraban Sape, Tanduk Majeng
Bengkulu: Lalan Belek
Bali: Mejangeran, Ratu Anom
Sulawesi Tenggara: Peia Tawa-Tawa
Yogyakarta: Pitik Tukung, Sinom, Suwe Ora Jamu, Te Kate Dipanah
Sulawesi Tengah: Tondok Kadadingku, Tope Gugu
Sulawesi Barat: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk
Gorontalo: Hulondalo li Pu'u , Bulalo Lo Limutu , Wanu Mamo Leleyangi
6
Musik
Jakarta: Keroncong Tugu.
Maluku:
Melayu: Hadrah, Makyong, Ronggeng
Minangkabau:
Aceh:
Makassar: Gandrang Bulo, Sinrilik
Pesisir Sibolga/Tapteng: Sikambang
Alat musik
Jawa: Gamelan, Kendang Jawa.
Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
Gendang Bali
Gendang Simalungun
Gendang Melayu
Gandang Tabuik
Sasando
Talempong
Tifa
Saluang
Rebana
Bende
Kenong
Keroncong
Serunai
Jidor
Suling Lembang
Suling Sunda
Dermenan
Saron
Kecapi
Bonang
Angklung
7
Calung
Kulintang
Gong Kemada
Gong Lambus
Rebab
Tanggetong
Gondang Batak
Kecapi
Kesok-Kesok
Gambar
Jawa: Wayang.
Tortor: Batak
Patung
Jawa: Patung Buto, patung Budha.
Bali: Garuda.
Irian Jaya: Asmat.
Pakaian
Jawa: Batik.
Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
Sumatra Barat/ Melayu:
Sumatra SelatanSongket
Lampung: Tapis
Sasiringan
Tenun Ikat Nusa Tenggara TimurBugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Suara
Jawa: Sinden.
Sumatra: Tukang cerita.
Talibun: (Sibolga, Sumatera Utara)
8
Gorontalo: (Dikili)
Sastra/tulisan
Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
Bali: karya tulis di atas Lontar.
Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
Timor Ai Babelen, Ai Kanoik
Makanan
Timor: Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis.
Sumatera bagian Barat: Sate Padang
Sumatera bagian Selatan: Pempek Palembang
Jogjakarta: Gado-Gado
Gorontalo: Binde Biluhuta
Kebudayaan Modern Khas Indonesia
Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama.
Film Indonesia: "Daun di Atas Bantal" (1998) yang mendapat penghargaan Film
terbaik di "Asia Pacific Film Festival" di Taipei.
Sastra: Pujangga Baru.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber data
Dalam penelitian karya tulis ini,digunakan metode penulisan dengan cara peninjauan
dan cara tinjaua kepustakaan menurut buku………………………………tinjauan
kepustakaan disebut juga study kepustakaan yaitu mencari data dari kepustakaan misalnya
dari data buku jurnal masalah dan lain-lain.
Semakin banyak sumber bacaan semakin banyak pula pengetahuan yang diteliti
namun tidak semua buku bacaan dan laporan dapat diolah.
3.2 Cara memperoleh data
a. Mepelajari hasil yang diperoleh dari setiap sumber yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan.
b. Mempelajari metode penelitian yang dilakukan termasuk metode penelitian
pengambilan sampel pengumpulan data sumber data dan satuan data
c. Mengumpulkan data dari sumber lain yang berhubungan dengan bidang penelitian.
d. Mempelajari analisis deduktif dari problem yang tertera(analisis berpikir secara
kronologis)
3.3 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian ini adalah penelitian sendiri karena subjek penelitiannya berupa
pustaka yang memerlukan pemahaman dan penafsiran penelitian,penulis mencatat hal-hal
yang berhubungan dengan pesan social budaya dalam menghasilkan generasi muda yang
berkualitas yang digunakan sebagai instruktur penelitian seluruh data dikumpulkan dalam
catatan khusus.
3.4 Analisis data
` Data yang dikumpulkan dalam catatan khusus selanjutnya dianalisis,proses analisis
dilakukan dengan cermat dan dideskripsikan dengan lengkap sehingga menghasilkan analisis
yang representative teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis isi.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penjelasan mengenai Rumah Betang yang ada di Kalimantan
Rumah Betang (sebutan untuk rumah adat di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah), merupakan rumah yang dihuni oleh masyarakat Dayak.
Rumah betang mempunyai ciri-ciri yaitu; bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak
tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan matahari terbit
dan sebelah hilirnya kearah matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan
hidup mulai dari matahari tumbuh dan pulang ke rumah di matahari padam.
Di Kalimantan Barat mulai dari Kota Pontianak dapat kita jumpai rumah adat Dayak. Salah
satunya berada di jalan Letjen Sutoyo. Walaupun hanya sebuah Imitasi, tetapi rumah Betang
ini, cukup aktif dalam menampung aktivitas kaum muda dan sanggar seni Dayak. kemudian
jika kita ke Arah Kabupaten landak, maka kita akan menjumpai sebuah Rumah Betang Dayak
di Kampung Sahapm Kec. Pahauman. Kemudian jika kita ke Kabupaten Sanggau, maka kita
dapat melihat Rumah Betang di kampung Kopar Kecamatan Parindu, Kemudian selanjutnya
jika kita ke kabupaten Sekadau, maka kita dapat melihat rumah betang di Kampung Sungai
Antu Hulu, Kecamatan Belitang Hulu, Kemudian di kabupaten Sintang kita Dapat melihat
rumah Betang di Desa Ensaid panjang, Kecamatan Kelam, Kemudian Di Kapuas Hulu, Kita
juga dapat melihat Masih banyak rumah-rumah betang Dayak yang masih lestari
4.2Tarian yang terkenal di Indonesia
Kuda lumping
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa
menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda
yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman
kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya
menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga
menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan
11
beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari
pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga
diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Malaysia dan Singapura.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang
terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan
asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Sejarah
Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap
pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi
yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah,
yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan
bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan
Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat
heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari
gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan
gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang
mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca,
menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.
Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu
berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang
dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Variasi Lokal
Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa daerah, seperti Malang,
Nganjuk, Tulungagung, dan daerah-daerah lainnya. Tari ini biasanya ditampilkan pada event-
event tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat
yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
12
Dalam pementasanya, tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan
gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup
sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan
bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan
himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang
Pencipta.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali
juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang
hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat
pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.
Pagelaran Tari Kuda Lumping
Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali
tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6
orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari
mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami
kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan
ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari
bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik
dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap
pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang
kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan
memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita
membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi
tari kuda lumping.
13
Jaipongan
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal
Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah
Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak
tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup
memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama
Jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi
bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari
Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan
ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan
upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan
memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk
Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk,
dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang
berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada
seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi,
Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola
tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian
sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng
Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran
diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan
pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan
tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing
Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
14
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan,
yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya
pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi
koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan
Jaipongan.
Berkembang
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser
Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari
berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang
handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal
kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan
yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira
mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di
TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi
pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan
oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni
tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumn
ya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni
tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh
pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih
lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah
wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat,
spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian
tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang
ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran,
15
terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut:
1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola),
biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak
bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan,
merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil
salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan
penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum
Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul
Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian
tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati
Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy,
Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal
ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing
yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian
pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di
masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan,
kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern
yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah
diplopori oleh Mr. Nur & Leni
Zapin
Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat
mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat
pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur,
digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang
didendangkan.
Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga
buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya
16
ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan
bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan.
Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-
nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia,
Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam.
Tarian Zapin Di Brunei
Di Brunei Darusalam, tarian Zapin cukup banyak macamnya seperti rentaknya dan geraknya
dan mengikut dari segi sebutannya yaitu dialek orang Brunei zapin lebih dikenali dengan
sebutan '"Jipin"'. Berikut ini adalah tarian Zapin di Brunei:
1. Zapin Laila Sembah (Jipin Laila Sembah)
2. Zapin Tar (Jipin Tar)
Asal-usul tarian zapin di Brunei dipercayai besar pengaruhnya dari kedatangan Pedagang
Arab ke kepulauan Brunei. Tidak ada bukti yang akurat tentang hal ini, namun kedatangan
pedagang Arab mampu mengubah seni budaya dari segi tarian. Bukti yang dapat dipegang
yaitu banyak orang brunei keturunan Arab seperti Sultan Sharif Ali sultan Brunei ketiga.
Beriku ini adalah alat musik yang di gunakan dalam tarian Zapin :
Gambus ,
Rebana ,
Gendang Tabur dan
Tar .
4.3 Lagu daerah yang terkenal di Indonesia
Jali
Jali (Coix lacryma-jobi L.), merupakan sejenis tumbuhan biji-bijian (serealia) tropika dari
suku padi-padian atau Poaceae. Asalnya adalah Asia Timur dan Malaya namun sekarang
telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Beberapa varietas memiliki biji yang dapat dimakan
dan dijadikan sumber karbohidrat dan juga obat. Bulir yang masak terbungkus struktur yang
keras, berbentuk oval dan berwarna putih.
17
Ada dua varietas yang ditanam orang. Coix lacryma-jobi var. lacryma-jobi memiliki
cangkang (pseudokarpium) keras berwarna putih, bentuk oval, dan dipakai sebagai manik-
manik. Coix lacryma-jobi var. ma-yuen dimakan orang dan juga menjadi bagian dari tradisi
pengobatan Tiongkok.
Walaupun sekarang jali nyaris tidak lagi dikonsumsi, tumbuhan ini masih dikenal orang,
seperti dalam lagu gambang kromong "Jali-jali". Di perdagangan internasional ia dikenal
sebagai Chinese pearl wheat (gandum mutiara Cina), walaupun ia lebih dekat kekerabatannya
dengan jagung daripada gandum.
4.4Alat music yang terkenal di Indonesia
Gamelan
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang,
dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu
kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari
bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya
kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di
Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini,
dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia
pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya
dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan
Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an
dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa,
gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh
tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung
Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa.
Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set
gamelan.[rujukan?]
18
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang
Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng,
kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik,
ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya.
Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda,
atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli
yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan
not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari
India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar
pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan
kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter
komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Saluang
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat
musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz).
Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal
dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini
termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan
melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan
diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang,
salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
19
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan
menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari
awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang
terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan
napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing
nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok
Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh
pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih
bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk
menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu
kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia
tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak
sidang manusia......dst
Kolintang
Kolintang atau kulintang adalah alat musik yang terdiri dari barisan gong kecil yang
diletakkan mendatar. Alat musik ini dimainkan dengan diiringi oleh gong tergantung yang
lebih besar dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, yang
telah dimainkan selama berabad-abad di Kepulauan Melayu Timur - Filipina, Indonesia
Timur, Malaysia Timur, Brunei, dan Timor.[6] Alat musik ini berkembang dari tradisi
pemberian isyarat sederhana menjadi bentuk seperti sekarang.[5] Kegunaannya bergantung
pada peradaban yang menggunakannya. Dengan pengaruh dari Hindu, Buddha, Islam,
Kristen, dan Barat, Kulintang merupakan tradisi gong yang terus berkembang.
Alat musik ini dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat seperti telur, bandaran,
wenang, kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber paralel. Nama
kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa).
Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo
kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.
20
4.5 Budaya gambar di Jawa
Wayang
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi.
Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang
yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan
Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003,
sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang
indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai
wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh
dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang
golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari Mahabharata
dan Ramayana.
Pertunjukan wayang di setiap negara memiliki teknik dan gayanya sendiri, dengan demikian
wayang Indonesia merupakan buatan orang Indonesia asli yang memiliki cerita, gaya dan
dalang yang luar biasa.
Kadangkala repertoar cerita Panji dan cerita Menak (cerita-cerita Islam) dipentaskan pula.
Wayang, oleh para pendahulu negeri ini sangat mengandung arti yang sangat dalam. Sunan
Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Para Wali di
tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di
Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang
Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain. Yaitu "Mana yang Isi
(Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) harus dicari (Wayang Golek)".
Jenis-jenis wayang
Wayang Kulit
Wayang Purwa
21
Wayang Madya
Wayang Gedog
Wayang Dupara
Wayang Wahyu
Wayang Suluh
Wayang Kancil
Wayang Calonarang
Wayang Krucil
Wayang Ajen
Wayang Sasak
Wayang Sadat
Wayang Parwa
Wayang Kayu
1. Wayang Golek / Wayang Thengul (Bojonegoro)
2. Wayang Menak
3. Wayang Papak / Wayang Cepak
4. Wayang Klithik
Wayang Beber
Wayang Orang
o Wayang Gung (Kalimantan Selatan)
o Wayang Topeng (wayang orang menggunakan topeng di Kalimantan Selatan)
Wayang Suket
Wayang Gung
Wayang Timplong
Wayang Arya
Wayang Potehi
Wayang Gambuh
Wayang Parwa
Wayang Cupak
22
Jenis-jenis wayang kulit menurut asal daerah atau suku
Wayang juga ada yang menggunakan bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Betawi, bahasa
Palembang dan bahasa Banjar.
Wayang Jawa Yogyakarta
Wayang Jawa Surakarta
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang Jawa Timur
Wayang Bali
Wayang Sasak (NTB)
Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
Wayang Betawi (Jakarta)
Wayang Cirebon (Jawa Barat)
Wayang Madura (sudah punah)
Wayang Siam (Kelantan, Malaysia)
4.6Budaya Batik Indonesia
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada
dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk
mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal
sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan
teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik
Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya
yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya
Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak
2 Oktober, 2009.
Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis"
dan "titik" yang bermakna "titik".
23
Sejarah teknik batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah
salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal
semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi
malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok
semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di
Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan
Wolof di Senegal.
Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis"
dan "titik" yang bermakna "titik".
Sejarah teknik batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah
salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal
semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi
malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok
semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di
Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan
Wolof di Senegal.[3]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan
menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah
semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I
atau sekitar tahun 1920-an.[4]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah
tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari
India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [3]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog
Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari
daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut
bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna
membuat batik.[5]
24
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di
Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada
masa sekitar itu.[5] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh
Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian
menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola
batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola
batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-
13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang
Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan
140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak
mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya
kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar
sehingga membuat sang Sultan kecewa.[6] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan
sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java
(London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di
Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van
Rijekevorsel memberikan
selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di
Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia
memukau publik dan seniman.[3]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik
jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik
bersama mereka.
Budaya batik
25
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di
masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya
"Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa
pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti
yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan
membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala
suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada.
Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu
itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik
memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh
kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para
pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah
dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah
Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh
penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti
warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam
upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-
masing.
26
Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang
dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester,
rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan
menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif
berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis
dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-
warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau
gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam
bahan kimia untuk melarutkan lilin.
Jenis batik
Menurut teknik
Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan
tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk
dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini
membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain
putih.
Menurut asal pembuatan
Batik Jawa
batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa
yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang
berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai
makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang
mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu
dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan
batik Solo.
Motif Batik berdasarkan daerah asal
27
Batik Bali
Batik Banyumas
Batik Madura
Batik Malang
Batik Pekalongan
Batik Solo
Batik Tasik
Batik Aceh
4.7Suara Pesindhen merupakan budaya Indonesia
Pesindhén, atau sindhén (dari Bahasa Jawa) adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi
mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Pesindén yang baik
harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik serta
kemampuan untuk menyanyikan tembang.
Pesinden juga sering disebut sinden, menurut Ki Mujoko Joko Raharjo berasal dari kata
"pasindhian" yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu).
Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan
"anggana" berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam
panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita
yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun
pergelaran wayang. Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa
daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang
berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo
(satu orang) dalam pergelaran tetapi untuk saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai
delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.
Pada pergelaran wayang zaman dulu, Sinden duduk di belakang Dalang, tepatnya di belakang
tukang gender dan di depan tukang Kendhang. Hanya seorang diri dan biasanya istri dari
Dalangnya ataupun salah satu pengrawit dalam pergelaran tersebut. Tetapi seiring
perkembangan zaman, terutama di era Ki Narto Sabdho yang melakukan berbagai
28
pengembangan, Sindén dialihkan tempatnya menghadap ke penonton tepatnya di sebelah
kanan Dalang membelakangi simpingan wayang dengan jumlah lebih dari dua orang.
Di era modern sekarang ini Sindén mendapatkan posisi yang hampir sama dengan artis
penyanyi campursari, bahkan sindén tidak hanya dibutuhkan untuk mahir dalam menyajikan
lagu tetapi juga harus menjaga penampilan, dengan berpakaian yang rapi dan menarik.
Sindén tidak jarang menjadi "pepasren" (penghias) sebuah panggung pertunjukan wayang.
Bila Sindénnya cantik-cantik dan muda yang nonton akan lebih kerasan dalam menikmati
pertunjukan wayang. Perkembangan wayang saat ini bahkan Sindén tidak hanya didominasi
wanita tetapi telah muncul beberapa orang Sindén laki-laki yang mempunyai suara merdu
seperti wanita, tetapi dalam dandannya sindén ini tetap memakai pakaian adat jawa
selayaknya pengrawit pria lainnya dan beberapa waktu lalu sindén laki-laki ini malah menjadi
trend para Dalang untuk menghasilkan nilai lebih pada pergelarannya.
4.8 Makanan khas Indonesia yang terkenal
Gado-gado
Gado-gado adalah salah satu makanan yang berasal dari Indonesia yang berupa sayur-sayuran
yang direbus dan dicampur jadi satu, dengan bumbu atau saus dari kacang tanah yang
dihaluskan disertai irisan telur dan di atasnya ditaburkan bawang goreng. Sedikit emping
goreng atau kerupuk (ada juga yang memakai kerupuk udang) juga ditambahkan.
Gado-gado dapat dimakan begitu saja seperti salad dengan bumbu/saus kacang, tapi juga
dapat dimakan beserta nasi putih atau kadang-kadang juga disajikan dengan lontong.
Bahan-bahan
Sayuran
Sayur-sayuran yang sering digunakan dapat bervariasi, walau sayuran yang biasa digunakan
adalah:
Sayuran hijau yang diiris kecil-kecil seperti selada, kubis, bunga kol, kacang panjang,
dan tauge.
Sayuran lainnya seperti wortel dan mentimun.
29
Tomat
Kentang rebus yang diiris.
Telur rebus.
Dengan perkecualian telur dan kentang rebus, sayur-sayuran yang digunakan biasanya masih
dalam keadaan mentah. Walau kadang-kadang sayuran seperti kubis dan bunga kol bisa juga
direbus air panas. Ada juga sayuran yang kadang-kadang dimasak dengan uap air panas.
Saus kacang
Salah satu perbedaan gado-gado dari salad sayuran lainnya adalah saus kacang yang
digunakan. Bahan-bahan yang digunakan untuk saus kacang ini juga dapat bervariasi. Bahan
yang biasa digunakan adalah:
Kacang goreng yang dilumatkan
Bawang putih
Cabai, merica
Air jeruk nipis
Garam, gula merah
Terkadang juga ditambah:
Santan
Kecap
Terasi
30
BAB V
PENUTUP
Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan
produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya,
perilaku budaya atau praktek-praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik
kebudayaan yang berwujud artefak atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3
wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan
sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam
konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada
kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur, keberadaan keragaman kebudayaan adalah
suatu yang harus dijaga dan dihormati keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong
perbedaan budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita
merujuk kepada konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of
The Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural diversity”,
cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada
dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya. Hal ini
tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi kebudayaan latar belakangnya,
namun juga variasi cara dalam penciptaan artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan
penghayatannya, apapun makna dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh
Unesco dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural
expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna simbolik,
dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol
pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan
menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai
budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-
kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa
nilai-nilai budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan
karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan
tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber
dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam
bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten masyarakat, dan
31
sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam artefak budaya, kearifan
lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar
budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia
mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga
menyangkut asalnya. Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa
Indonesia.
32
Daftar pustaka Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition,
1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legahkjkjl
Identities. University of Michigan Press.
Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University
of Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6.
Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press.
ISBN 978-0-521-29164-4
Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New
York,
Dawkiins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback
ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2
Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes.
Retrieved: 2006-06-29.
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York.
ISBN 978-0-465-09719-7.
33