daftar isi - · web viewsebagaimana telah diuraikan pada makalah sebelumnya bahwa ......
TRANSCRIPT
PENYUSUNAN PROGRAM BK DI SEKOLAH
OLEH :
KELOMPOK 6
NAMA : DESI SUCI FITRIANI (114010012)
HASRAWATI (114010040)
MARFINA (114010001)
SUDARNO (114010013)
SEMESTER : II
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian dan ciri-ciri profesi................................................................3
B. Ciri-ciri Profesi........................................................................................5
C. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling.................................6
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam profesi BK.................................8
E. Perkembangan Gerakan bimbingan di Indonesia....................................9
F. Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalitas, Profesionalisasi dan Profesionalisme......................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................22
B. Kritik & Saran.......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, baik di bidang tekhnologi maupun
ilmu pengetahuan sekarang ini, tidak hanya memperudah kita dalam kehidupan.
Namun dibalik kemudahan-kemudahan dalam kehidupan ini, tetap saja ada efek
negative dari itu semua. Salah satunya dibidang psikologi, banyak kasus-kasus
psikologi yang muncul yang dialami masyarakat sekarang.
Untuk menanggulangi permasalahan yang muncul maka ilmu pengetahuan yang
mengempuni dalam pemecahan permasalahan psikologi iut tentunya ilmu-ilmu
ynag berhubungan dengan psikologi manusia. Makanya sekarang lagi marak ahli-
ahli yang professional dibidang psikologi. Salah satunya profesi BK yang tidak
hanya menjadi BK pendidikan tetapi juga BK-BK yang lainnya.
Untuk itu, agar menjadi ahli dibidang BK maka harus mempelajari terlebih dahulu
tentang hakikat BK terlebih dahulu.
B. Rumusan masalah
Apa pengertian Bimbingan dan Konseling sebagai profesi?
Apa hakikat profesi bimbingan dan konseling?
Apa pengertian profesi, profesional, profesionalitas, profesionalisasi, dan
profesionalisme ?
Apa Triologi Profesi Konselor?
Apa Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling PPGBK ?
Apa pendidikan Profesi Konselor?
Apa Kode Etik profesi Bimbingan dan Konseling ?
Apa sertifikat lisensi dan kredensial?
1
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang hakikat BK
Untuk lebih memahami tentang hakikat BK
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan ciri-ciri profesi
Istilah “profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua
pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti
profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan
beberapa istilah dan ciri-ciri profesi. “Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan
yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut
profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu
profession atau bahasa latin profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan,
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan
secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan
pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu
adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan
perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual.
Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian,
dan persiapan akademik. Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian
dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi
bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di
persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Profesi adalah suatu
pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian
(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.
3
Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu
dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Profesi mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya
dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa
saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu.
Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan
keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma
sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus
melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna
memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan
cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan
dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup
sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya
disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang
menyandang profesi tersebut.
Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan adalah
profesi. Seorang petugas staf administrasi bisa berasal dari berbagai latar ilmu,
namun tidak demikian halnya dengan Akuntan, Pengacara, Dokter yang
membutuhkan pendidikan khusus. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang
mengandalkan keterampilan dan keahlian khusus yang tidak didapatkan pada
pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah
dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan.
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi, antara lain :
· Profesi adalah jabatan yang menuntut keahlian seseorang walau profesi
tersebut tidak bersifat komersial.
· Profesional mengacu pada dua hal yaitu, pertama orang yang menyandang
suatu profesi. Kedua, penanpilan seorang dalam melakukan pekerjaan sesuai
profesinya.
· Profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian
kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”.
4
Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi
untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
· Profesionalitas merupakan kemampuan sikap seorang anggota profesi untuk
bertindak secara professional.
· Profesionalisasi meruju kepada suatu proses pengembangan keprofesionalan
para anggota suatu profesi.
B. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi,
yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka
untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
6. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi
Di lain pihak, D. Westby Gibson (1965) menjelaskan ada empat ciri yang melekat
pada profesi,[9] yaitu :
1. Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat
dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi.
2. Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik
dan prosedur yang unik.
3. Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu
melaksanakan suatu pekerjaan professional.
5
4. Dimilikinya organisasi profesional yang disamping melindungi kepentingan
anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga,
akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada
masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya.
C. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi
yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut diatas. Namun, berhubung
dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia,
dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai
persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan
konseling masih perlu dikembangkan, bahkan diperjuangkan.[10]
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui standardisasi
untuk kerja profesional konselor dan standardisasi penyiapan konselor.[11]
1. Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor
Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi
dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan
upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan
anggapan yang keliru. Sebagaimana telah diuraikan pada makalah sebelumnya
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada
pemecahan masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan
yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas.
Berbagai jenis bantuan dan kegiatan menuntut adanya unjuk kerja profesional
tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja
profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan
tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini
lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan
6
unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di
Padang itu dapat dilihat pada lampiran.
Walaupun rumusan butir-butir (sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci,
namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah
butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta
cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan
layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah,
menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu.
2. Standardisasi Penyiapan Konselor
Tujuan penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki wawasan
dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan
ketrampian yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan
konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program
penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus
tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya
cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan
mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan pra
jabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.
Seleksi/Penerimaan Peserta didik atau pemilihan calon peserta didik merupakan
tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan
yang amat penting dan menentukan dalam upaya pemerolehan calon konselor
yang diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik
pula? Komisi tugas, standar, dan kualifikasi konselor Amerika Serikat (Dalam
Mortensen & Schmuller, 1976) mengemukakan syarat-syarat pribadi yang harus
dimiliki oleh konselor sebagai berikut : Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas
dalam bidang bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik
(calon) konselor dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
memadai. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui
pendidikan khusus.
Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap dan ketrampilan
7
konselor yang (akan) ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuiakan
dengan berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat
pendidikan, dan tahap perkembangan anak.[12]
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam profesi BK
1. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,
kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks
kemaslahatan umum:
· Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai
makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi;
· Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan
konseli pada khususnya;
· Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada
khususnya;
· Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya;
· Toleran terhadap permsalahan konseli,
· Bersikap demokratis
2. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
3. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling :
· Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya;
· Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran;
· Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
4. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang,
dan jenis satuan pendidikan:
· Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan
formal, non formal, dan informal;
· Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan
umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus;
8
· Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan
usia dini, dasar dan menengah.
E. Perkembangan Gerakan bimbingan di Indonesia
Pada dasarnya terdapat tiga periode perkembangan bimbingan dan konseling di
Indonesia yakni periode prawacana (1960-1970), periode pemasyarakatan (1970-
1990), periode konsolidasi (1990-sekarang). Dalam beberapa tahun terakhir ini
organisasi profesi bimbingan dan konseling di Indonesia ABKIN (dulunya IPBI)
beserta segenap pakar dan ahli di bidang bimbingan dan konseling mengupayakan
beberapa hal yang sangat signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan profesi
BK di Indonesia yakni yang berkaitan dengan penataan pendidikan profesional
konselor dan penataan pedoman penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling dalam jalur pendidikan formal.
Konteks tugas dan ekspektasi kerja konselor yang semula sangat minim
ditemukan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, bahkan tidak
tercantum dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan
maupun PP No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlahan mulai
dimunculkan ke permukaan melalui sejumlah pergerakan-pergerakan.
Salah satu hasil dari pergerakan tersebut, adalah dengan diterbitkannya PP No. 74
tahun 2008 tentang guru, dalam PP tersebut dicantumkan dengan jelas mengenai
deskripsi tugas guru BK atau konselor (terkait dengan peserta didik), jenis layanan
yang diberikan oleh guru BK atau konselor beserta kegiatan pendukungnya, beban
kerja minimum guru BK, dan juga tugas pengawas BK. Hal tersebut menandakan
bahwa bimbingan dan konseling telah memiliki deskripsi tugas tersendiri sebagai
salah satu syarat sebuah profesi.
Sejalan dengan makin jelasnya tugas konselor dalam ranah pendidikan formal,
maka skenario lain dirancang untuk mencapai peningkatan profesionalisme
konselor di Indonesia, salah satunya adalah dengan merintis program pendidikan
profesi bimbingan dan konseling. Pendekatan pendidikan profesi bimbingan dan
konseling dapat dilakukan melalui program sertifikasi, akreditasi, dan
kredensialisasi. Sertifikasi dan akreditasi diberikan oleh LPTK yang memiliki
9
program khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, misalnya oleh perguruan
tinggi. Sertifikasi kompetensi konselor mengarah pada profil kemampuan
konselor, sedangkan lisensi konselor mengatur aspek legalisasi praktik konselor.
Sertifikat diberikan oleh LPTK yang memiliki program khusus, sedangkan lisensi
konselor diberikan oleh asosiasi profesi (di Indonesia diberikan oleh ABKIN).
Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan
bimbingan dan konseling di Indonesia, perkembangan gerakan bimbingan dan
konseling di Indonesia melalui empat periode yaitu :
1. Prawacana (sebelum 1960 sampai 1970-an)
Pada perioode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling telah
dimulai,terutama oleh para pendidik yang telah mempelajari diluar negeri dengan
dibukanya juruan bimbingan dan penyuluhan di UPI Bandung pada tahun 1963.
Pembukaan jurusan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak
langsung memperkenalkan bimbingan dan penyuluhan kepada
masyarakat,akademik,dan pendidikan. Kesuksesan periode ini ditandai dengan
diluluskannya sejumlah sarjana BP dan semakin dipahami dan dirasakan
kebutuhan akan pelayanan tersebut.
2. Pemasyarakatan (1970 sampai 1990-an)
Pada periode ini diberlakukan kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai
sekolah menengah tingkat atas dengan mengintregasikan layanan BP untuk
siswa.Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia).Pda periode ketiga ini ditandai dengan berlakunya
kurikulum 1984 yang difokuskan pda bimmbingan karir.Pada periode ini muncul
beberapa masalah seperti:berkembangnya pemahaman yang keliru yaitu
mengidentikan bimbingan karir (BK) dengan BP sehingga muncul istilah
BP/BK,kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpa no 26 tahun 1989
terhadap penyelenggaraan bimbingan di sekolah yang menyatakan bahwa semua
guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP yang mengakibatkan
pelayanan BP menjaddi kabur baik pemahaman maupun
mengimplementasikannya.
10
3. Konsolidasi (1990-2000)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan
BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru yang ditandai dengan :
· Diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling istilah yang
dipakai sekarang adalah bimbingan dan konseling “BK”.
· Pelayanan BK disekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang
secara khusus ditugasi untuk itu.
· Mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah) untuk guru-guru
pembimbing
· Mulai adanya formasi untuk mengangkat menjadi guru pembimbing
· Dalam bidang pengawasan sekolah dibentuk bidang pengawaan BK
· Dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK disekolah yang lebih
operasional oleh IPBI.
F. Hakikat profesi Bimbingan dan Konseling
a. Tujuan BK
Tujuan Umum
a) Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berprilaku
b) Berprilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai
dan berani menghadapi resiko
c) Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam
mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri.
d) Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif.
e) Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi
dengan orang lain.
f) Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau permpuan sebagai dasar
dalam kehidupan social
g) Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
h) Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan
kehidupan yang semakin kompetitip
11
i) Mengembangkan dan memelihara penguasaan prilaku, nilai, dan konpetensi
yang mendukung pilihan karier
j) Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga
sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat
Tujuan khusus
Tujuan khusus Bimbingan Konseling merupakan penjabaran tujuan umum yang
dikaitkan sengan masalah individu yang bersangkutan sesuai dengan kompleksitas
permasalahan yang dialami individu tersebut.
b. Proses terjadinya konseling
Sudah menjadi rahasia umum kalau konseling itu merupakan rangkaian kegiatan,
sejak awal hingga akhirnya tidak dapat ditentukan waktunya oleh konselor atau
klien, semuanya tergantung pada masalah klien. Selain itu, konseling juga dapat
berlangsung dimana saja, dan kapan saja, tergantung kesiapan koselor dan konseli.
Hal termudah misalnya, diantara dua orang yang sedang curhat. Salah satunya
akan memposisikan diri sebagai konselor yang tugasnya mendengarkan ungkapan
dari teman yang lagi punya masalah (konseli). Kejadian ini sudah termasuk pada
proses konseling.
Proses konseling ini jika kita pahami berdasarkan penjelasan Dewa Ketut Sukardi
(2000), terdiri dari beberapa tahapan dalam prosesnya, diantaranya :
Penyusunan program konseling, yang diawali dengan memperkenalkan
keberadaan lembaga konsultasi tersebut melalui berbagai metode.
Pelaksanaan konseling, yaitu terjadinya pertemuan konselor dengan klien,
sekaligus informasi masalah yang disampaikan oleh klien pada konselor.
Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan konseling, evaluasi ini bias dalam bentuk
konsultasi kembali, atau mengundang pihak lain yang terlibat, guna
mengklarifikasi masalah atau sumber lain yang juga masih terkait dengan klien.
12
Pelaksanaan analisis hasil konseling. Pelaksanaan hasil analisis berupa
pengaktualisasian hasil konsultasi, dalam bentuk solusi-solusi praktis pada klien.
Pelaksanaan tindak lanjut konseling. Pelaksanaan tindak lanjut terjadi jika klien
berangsur mulai pulih dari permasalahan yang dikonsultasikan pada konselor
pertama. Maka untuk merawat kepulihan ini, diperlukan upaya untuk
menindaklanjuti konseling. Misalnya dengan mengarahkan klien dari bakat dan
kemampuannya, agar klien lebih produktif dan memiliki keahlian kusus.
Hakikat Konselor
a. Pengertian konselor
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan keahliannya memberi
bantuan kepada konseli. Dalam konseling individual, konselor menjadi aktor yang
secara aktif mengembangkan proses konseling untuk mencapai tujuan konseling
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar konseling. Dalam proses konseling, selain
menggunakan media verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan,
gambar, media elektronik, dan media pengembangan tingkah laku lainnya. Semua
itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi
terentaskannya masalah yang dialami oleh konseli.
Beberapa kompetensi pribadi yang signifikan untuk dimiliki konselor antara
lain, pengetahuan yang baik tentang diri sendiri (self-knowledge), berkompeten,
kesehatan psikologis yang baik, dapat dipercaya (trustworthness), kejujuran,
kekuatan atau daya (strength), kehangatan (warmth) pendengar yang aktif (active
responsiveness), kesabaran, kepekaan (sensitivity), kebebasan, dan kesadaran
holistik. Kompetensi tersebut akan mendorong konselor untuk menjadi pribadi
terapeutik, yang antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Memiliki gagasan yang jelas mengenai keyakinan tentang hidup, manusia,
dan masalah-masalah, kesadaran dan pandangan yang tepat terhadap peranannya,
dan tanpa syarat memandang dan merespons konseli sebagai pribadi.
Mampu mereduksi kecemasan, tidak tertekan, tidak menunjukan sikap
bermusuhan, tidak membiarkan diri menurun kapasitasnya.
13
Memiliki kemampuan untuk hadir bagi orang lain, yang berupa kerelaan
untuk mengambil bagian dengan orang lain dalam suka duka mereka, hal mana
timbul dari keterbukaan konselor terhadap masalah dan perasaan sendiri, sehingga
dia sanggup menghayati dan menunjukan empaty dengan konselinya.
d. Mengembangkan diri menjadi konselor yang otonom, melalui pengembangan
gaya konseling yang sesuai dengan kepribadiannya sambil terbuka untuk
belajar dari orang lain, dan mempelajari berbagai konsep dan teknik
konseling, serta menerapkannya sesuai dengan konteks dan pribadinya.
e. Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya konselor harus memilki
suatu rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkannya berhubungan
dengan orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari konseli.
f. Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha
untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya. Konselor tidak
hanya puas dengan apa yang ada dan berupaya mempertanyakan mutu
eksistensinya, nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus berusaha
memahami dirinya sendiri karena konselor hendak mendorong pemahaman
diri itu dalam diri konseli.
Hakikat Metode
a. Pengertian Metode
Secara etimologis, metode berasal dari kata ‘met’ dan ‘hodes’ yang berarti
melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah
metode adalah : cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan.
Metode sering di artikan sebagai kata yang berasal dari bahasa yunani, yaitu
methodos dalam bahasa Indonesia diartikan cara atau jalan. Dalam kaitan dengan
kegiatan keilmuan, maka metode mengandung arti cara kerja atau langkah kerja
untuk mengembangkan ilmu tersebut atau memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan (Enjang AS, dan Aliyudin.2009.hal 30).
14
b. Metode /teknik konseling
Proses konseling melibatkan antara konselor dan klien, keberhasilan konseling
banyak ditentukan oleh keefektifan konselor dalam menggunakan beberapa teknik
yang bersumber dari beberapa teori pula, dan klien yang datang kepada konselor
tentunya memiliki permasalahan yang berbeda-beda, hal itu diperlukan
penyelesaian yang berbeda-beda pula. Bagi seorang konselor menguasai teknik
konseling adalah mutlak. Sebab dalam proses konseling teknik yang baik
merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang
konselor yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik yang benar,
yang sesuai dengan keadaan klien pada saat itu.
F. Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalitas, Profesionalisasi dan
Profesionalisme
1. Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau
keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan
pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua
pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian
para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan
yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi
memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang
dikembangkan khusus untuk itu.
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh
masyarakat awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan,
namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki
mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan
kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah
yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap
bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
15
2. Profesional
Untuk mencapai sukses dalam bekerja, seseorang harus mampu bersikap
profesional. Profesional tidak hanya berarti ahli saja. Namun selain memiliki
keahlian juga harus bekerja pada bidang yang sesuai dengan keahlian yang
dimilikinya tersebut. Seorang profesional tidak akan pernah berhenti menekuni
bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu, seorang profesional juga harus selalu
melakukan inovasi serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki supaya
mampu bersaing untuk tetap menjadi yang terbaik di bidangnya.
3. Profesionalisme
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. “Profesionalisme” adalah
sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya.
alam bekerja, setiap manusia dituntut untuk bisa memiliki profesionalisme karena
di dalam profesionalisme tersebut terkandung kepiawaian atau keahlian dalam
mengoptimalkan ilmu pengetahuan, skill, waktu, tenaga, sember daya, serta
sebuah strategi pencapaian yang bisa memuaskan semua bagian/elemen.
Profesionalisme juga bisa merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter
yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral.
4. Profesionalitas
Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai,
sungguh2 kepada profesinya. “Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap
kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat
pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-
tugasnya
16
5. Profesionalisasi
“Profesionalisasi” adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan
peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang
membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.
H. Pendidikan Profesi Guru
A. TRILOGI PROFESI PENDIDIK
Praktik Profesi
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus
menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen
dasar keilmuan, (2) komponen substansi profesi, dan (3) komponen praktik
profesi sebagaimana gambar di atas.
Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional
dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan
profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi membekali calon profesional
apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya.
Komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk
menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau
pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi
profesi secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi
tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen
profesi tersebut diperoleh di dalam program pendidikan profesi dan pendidikan
akademik yang mendasarinya.
Konselor, sebagai pendidik yang terdapat pada (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1
Butir 6) , sebagai tenaga professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi
trilogi profesi dalam bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu
17
• Komponen Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan
• Komponen Substansi Profesi : Proses pembelajaran terhadap pengembangan
diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.
• Komponen Praktik Profesi : Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap
sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.
Komponen Profesi Konselor
1. Ilmu Pendidikaan
Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan
kinerja profesionalnya dalam bidang pelayanan konseling, karena konselor
digolongkan ke dalam kualifikasi pendidik; dan oleh karenanya pula kualifikasi
akademik seorang konselor pertama-tama adalah Sarjana Pendidikan. Atas dasar
keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta didik (sebagai sasaran
pelayanan konseling) dan memahami seluk beluk proses pembelajaran yang akan
dijalani peserta didik melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses
konseling tidak lain adalah proses pembelajaran yang dijalani oleh sasaran
layanan bersama konselornya. Dalam arti yang demikian pulalah, konselor
sebagai pendidik diberi label juga sebagai agen pembelajaran.
2. Substansi Profesi Konseling
Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor membangun substansi profesi
konseling yang meliputi objek praktis spesifik profesi konseling, pendekatan, dan
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi, serta kaidah-kaidah pendukung
yang diambil dari bidang keilmuan lain. Semua subtansi tersebut menjadi isi dan
sekaligus fokus pelayanan konseling. Secara keseluruhan substansi tersebut
sebagai modus pelayanan konseling.
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan
efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling
adalah kondisi KES yang dikehendaki untuk dikembangkan dan kondisi
kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Dengan demikian,
pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam pengembangan
KES dan penanganan KES-T.
18
Berkenaan dengan pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayan
konseling, konselor wajib menguasai berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukungnya dengan landasan teori, acuan praksis, standar prosedur operasional
(SPO), serta implementasinya dalam praktik konseling. Pendekatan dan teknologi,
pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu didukung oleh kaidah-kaidah
keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi, teknologi- informasi-
komunikasi sebagai “alat” untuk lebih menepatgunakan dan mendayagunakan
pelayanan konseling.
3. Praktik Pelayanan Konseling
Praktik pelayanan konseling terhadap sasaran pelayanan merupakan puncak dari
keberadaan bidang konseling pada setting tertentu. Mutu pelayanan konseling
diukur dari penampilan praktik pelayanan oleh konselor terhadap sasaran
pelayanan. Pada setting satuan pendidikan misalnya, mutu kinerja konselor di
sekolah/ madrasah dihitung dari penampilannya dalam praktik pelayanan
konseling terhadap siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Guru Sebagai Pendidik
Pendidik dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 didefinisikan
dengan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[6]
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2
dikatakan bahwa Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.[7]
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para
peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
19
kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
[8]
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-
tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan
serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu
menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga
dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut.
Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru
sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas
anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang
ada.[9]
Menurut Abdurrahman An Nahlawi, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, agar seorang guru dapan menjalankan
fungsinya sebagai pendidik, maka ia harus memiliki sifat-sifat berikut ini:[10]
Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani, yaitu memiliki ketaatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan
keikhlasan.
Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar.
Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkn apa yang dia
ajarkan dalam kehidupan pribadinya.
Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, dan pengetahuannya.
Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode
pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi pelajaran.
Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai
proporsinya.
Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak didiknya.
20
Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia
mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak dan
akibatnya terhadap anak didik.
Seorang guru dituntut untuk memiliki sikap adil terhadap seluruh anak
didiknya.
2. Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai Pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan
kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan
aspek mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan pengetahuan, tetapi juga
menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan
itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga
perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam
dan kompleks. Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi
yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:
1.) Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang
hendak dicapai.
2.) Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang
paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak
hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
3.) Guru harus memaknai kegiatan belajar.
4.) Guru harus melaksanakan penilaian.
3. Guru Sebagai Pengajar
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan,
keahlian, dan persiapan akademik. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang
selalu melekat pada profesi, yaitu ; Adanya pengetahuan khusus, Adanya kaidah
dan standar moral yang sangat tinggi, Mengabdi pada kepentingan masyarakat,
Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui
standardisasi untuk kerja profesional konselor dan standardisasi penyiapan
konselor. Perkembangan Gerakan bimbingan di Indonesia Pada dasarnya terdapat
tiga periode perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia yakni periode
prawacana (1960-1970), periode pemasyarakatan (1970-1990), periode
konsolidasi (1990-sekarang).
Dalam proses BK ada yang menggunakan teknik konseling yang berpusat
pada konselor dengan istilah lain Directive Counseling, dan teknik konselor yang
berpusat pada klien atau istilah lain Non-Directive Counseling, yang keduanya
tentunya diberikan sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada diri klien. Dan
juga terdapat kode etika yang menjadi buku pedoman BK dalam proses BK.
B. Kritik & Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan
yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh
dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan
saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2010.
Syamsu Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah.
Bandung : CV Bani Qureys, 2005, hal :107
http://www.kawan-kuliah.com/download/semester%20VII/etika%20danprofesi/
etika
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
23