kamis, 17 maret 2011 - · web viewtujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi...
TRANSCRIPT
Manajemen Berbasis Sekolah
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
BAB IPENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum otonomi daerah maupun sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah ( M B S ).MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola proses belajar mengajar bagi asiswa.Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu manajemen sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprehatinkan.Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainya terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya.Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika sekolah sendiri pasif dalam arti tidak punya kreativitas.Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.
B.Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikanotonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusanbersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
C.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraanpendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintahtentang sekolahnya.4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yangakan dicapai.
BAB IIANALISIS PEMBAHASAN
A. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagai konsekwensi logis bagi manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlu dilakukannya penyesuaian terhadap manajemen paradigma lama menuju manajemen paradigma baru yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis Pergeseran paradigma pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN 1999 ” mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas sehat, disiplian, bertanggung jawab, trampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.”Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mempersiapkan SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya dalam arti yang mengetahui perkembangan sekolah baik di bidang mutu maupun lainya tergantung pada sekolah dan masyarakat partisipannya. Kepala sekolah merupakan orang yang paling tahu tentang prestasi guru-gurunya, kekurangan buku, sarana-prasarana yang menyangkut proses pembelajaran. Untuk itu
kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekolahnya.Salah satu cara menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demoktratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah guru, dan masyarakat adalah peran utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputuisan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah., karena mereka adalah pembayar pendidikan baik melalui uang sekolah maupun pajak sehingga sudah sewajarnya sekolah bertangggung jawab kepada masyararakat.Bentuk stakeholder masyarakat tersebut adalah Dewan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan di tingkat kota/kabupaten Kemandirian sekolah sangat diharapkan oleh pemerintah terutama pada kebijakan desentralisasi pendidikan.Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan diperlukan program yang sistematis dengan melakukan ” capasity building ”Untuk melakukan kegiatan ” capasity building ” perlu tahapan-tahapan agar arahnya terarah dan terukur . Ada empat tahapan yang perlu dilalui untuk kegiatan tersebut . Masing-masing tahap pengembangan dilakukan terhadap setiap kelompok satuan pendidikan yang mempunyai karateristik yang setara. Capasity building dilakukan untuk meningkatkan ( up grade ) suatu kelompok satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Keempat tahap tersebut adalah:Tahap Pra format, ialah tahap dimana satuan pendidkan belum memiliki standar formal pendidikan masih belum terpenuhi sebagai sumber-sumber pendidikan dan perlu ditingkatkan ke tahap berikutnya.Tahap Formalitas, ialah sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan secara minimal. Satuan pendidikan tersebut sudah memiliki standar teknis minimal seperti kualifikasi guru, juimlah dan kualitas ruang kelas, kualitas buku serta j7umlah kualitas pendidikan lainnya. Dengan capasity building sekolah dapat meningkatkan kemampuan administratur dan pelaksanaan pendidikandan dapat meningkatkan pembelajarannya lebih kreatif dan inovatif. Jika satuan pendidikan tersebut sudah berhasil ditingkatkan lagi ke tingkat transsional. Keberhasilan tersebut dapat diukur dengan standar pelayanan minimum tingkat sekolah, terutama menyangkut output pendidikan seperti
penurunan tingkat putus sekolah, mengulang kelas , kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta tingkat melanjutkan sekolah.Tahap Transisional, ialah satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal. Meningkatkan kreativitan guru , pendayagunaan perpustakaan, sekolah secara optimal.Tahap otonomi, pada tahap ini dapat dikatakan sekolah sudah mencapai tahap penyelesaian capasity building menuju profesionalisme pendidikan ke pelayanan pendidikan yang bermutu.Satuan pendidikan sudah dianggap dapat memberikan pelayanan di atas Standar Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab terhadap klien serta stakeholder pendidikan lainnya.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma itu antara lain:1. Melaksanakan program menjadi merumuskan/melaksanakan program.2. Keputusan terpusat menjadi keputusan bersama/partisipatif.3. Ruang gerak terbatas menjadi ruang gerak fleksibel.4. Sentralistik menjadi desentralistik.5. Individual menjadi kerjasama6. Basis birokratik menjadi basis profesional7. Diatur menjadi mandiri8. Malregulasi menjadi deregulasi9. Informasi terbatas menjadi informasi terbuka10.Boros menjadi efisien11.Pendelegasian menjadi pemberdayaan12 Organisasi vertical menjadi organisasi horizontal
Pada paradigma lama, tugas dan fungsi sekolah hanya melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program yang dibuat sendiri oleh sekolah.
B. Konsep Dasar MBS
MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk
mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan pendidikan nasional yang berlaku.Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah langsung terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karateristik yang harus dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya yang meliputi komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap tahap pendidikan input, prose dan outputnya.Pada hasil pendidikan (output ) diharapkan mendapatkan prestasi akademik dan non akademik. Prestasi akademik misalnya NEM, lomba karya ilmiah, olympiade, siswa berprestasi. Sedangkan non akademin berupa kesenian, olah raga, kejujuran, kerajinan, pramuka dan lain-lain.
Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada :
1. Proses Belaja Mengajar yang efektifitasnya tinggi .Proses belajar mengajar yang menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama danbelajar menjadi diri sendiri.2. Kepemimpinan sekolah yang tangguh.Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang tangguh , kuat danmampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan sasaran yangtelah ditetapkan.3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif .Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan, pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.5. Sekolah memiliki budaya mutu.
Sekolah memiliki kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atausanksi, warga merasa aman, warga sekolah merasa memiliki sekolah.6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak.Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompoktertentu yang dapat menghambat kemajuan sekolah.7. Sekolah memiliki kewenangan.Kewenangan sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan oranglain . Kepala sekolah mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yanglebih baik.8. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan sekolah yangpaling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik.9. Keterbukaan ( transparasi ) manajemen.Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan masyarakat terutamakomite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan anggaran( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutamamenyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutinsekolah .10.Sekolah memiliki kemauan untuk berubahPerubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih baik. Perubahan tersebut dapatberupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non akademik.11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan.Evaluasi bukan sekedar untuk memenuhi daya serapp siswa menerima pelajaran.Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur untuk meningkatkan mutu sekolah padaproses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus selalu melaksanakan
evaluasisecara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk siswa demipeningkatan mutu di sekolah.12.Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutamamenyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari kesekolah – sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lainmenjemput bola demi kemajuan sekolah.13.Sekolah memiliki komunikasi yang baik.Sekolah memiliki komunikasi yang baik terutama antara warga sekolah.Kebersamaanantar warga sekolah dapat mengantar sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. ContohKelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.14.Sekolah memiliki Akuntabilitas.Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraanprogram sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang harus dilaporkankepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program,pemerintah dapat menilai apakah program MBS dapat mencapai tujuan atau tidak.Jika mencapai tujuan maka diberi penghargaan atau sebaliknya jika tidak berhasilperlu diberikan sanksi atau teguran atas kinerjanya yang tidak memenuhi syarat.Sedangkan para orang tua murid dapat memberikan penilaian terhadap program MBSyang dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya atau kinerja sekolahnya. Jika ber-hasil orang tua dapat memberikan dorongan dan semangat kepada sekolah,atau se-baliknya jika tidak berhasil orang tua dapat meminta pertanggung jawaban dan
pen-jelasan sekolah atas kegagalan yang telah dilakukan.Pada input pendidikan,
1. Pendidikan memiliki kebijakan, tujuan dari sasaran program yang jelas.Kebijakan tujuan dan sasaran sekolah harus disosialisasikan kepada semua wargasekolah,sehingga tertanam pemikiran,tindakan,kebiasaan dan karakter yang kuat o- leh warga sekolah.2. Sumber daya yang tersedia.Sekolah harus memiliki sumberdaya yang kuat baik sumberdaya manusia maupunsumberdaya lainnya berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain-lain.3. Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.4. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.Kepala sekolah memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai prestasiserta anak didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untukberprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.5. Fokus pada pelangganAnak didik merupakan fokus utama semua kegiatan proses pembelajaran yang dikerah-kan di sekolah dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan kepuasan siswa6. ManajemenKelengkapan dan kejelasan manajemen yang dibutuhkan sekolah akan membantukepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.
C. Fungsi- fungsi Pendidikan yang Didesentralisasikan
Perencanaan dan EvaluasiPengelolaan kurikulumPengelolaan PBMPengelolaan Ketenagaan Proses PrestasiPengelolaan Keuangan Belajar Siswa dan
Pengelolaan layanan siswa Mengajar TamatanPengelolaan hungan sekolahdan MasyarakatPengelolaan iklim sekolah
Masukan pendidikan Proses pendidikan Hasil pendidikan
BAB IIIPELAKSANAAN
A. Rasional
Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap sekolah. Ada empat halm pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan MBS1. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.2. Kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan dengan tuntutan MBS.3. Peran sekolah menjadi sekolah yang mandiri dan bermotivasi diri tinggi.4. Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
B. Tahap-tahap pelaksanaan MBS
1. Sosialisasi.
Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan masyarakatmelalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja.Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :a. Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yangdiperlukan untuk menyelenggarakan MBS.b. Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumber
daya yang cukup mendasar.c. Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-programpenyelenggaraan MBS.d. Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasissekolah.e. Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung penerapanMBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang menerapkannya.f. Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,rencana, dan program-program sekolah.
2. Identifikasi Tatangan sekolah
Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang, contoh hasil prestasi akademik dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber dari hasil sekolah yang dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas, produktivitas, efektivitas, dan efisien.
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.V i s iSetiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang :a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memanduperumusan misi sekolah.b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa.c. Gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah agar sekolah yang bersang-kutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai denganbutuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah tak harus sama dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator
sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak menimbulkan aneka tafsir. Misalnya Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa.
M i s i
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi semua warga sekolah yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi sekolah ” Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan misi sebagai berikut :* Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa sesuai potensimasing- masing.* Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.* Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehinggadapat dikembangkan secara optimal.* Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga budayabangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
T u j u a n
Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah ditetapkan.
S a s a r a n
Sasaran adalah penjabaran tujuan : yaitu suatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibanading tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi.Sasaran harus dibuat spesifik, terukur jelas kriterianya dan disertai indikator-indikator yang rinci, dan
mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah.
4. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukanFungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu tingkat kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
5. Analisis SWOTAnalisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk mengetahuitingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk mencapai sasaranyang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Fungsi yang memadai sebagai kekuatan dan fungsi yang kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk faktorinternal dan ancaman.
6. Alternatif Pemecahan MasalahTindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun ancaman, agar menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor lain yang menjadi kekuatan atau peluang.
7. Rencana dan Program SekolahRencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk dukumen untuk menggambarkan langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam pelaksanaan.
8. Implementasi Rencana dan Program SekolahDalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.
9. Evaluasi PelaksanaanSekolah harus melakukan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek ( akhir semester ), jangka menengah ( satu tahun ), jangka panjang uantuk mengetahui seberapa jauh program sekolah memenuhi tuntutan pasar. Hasil evaluasi dibuat laporan meliputi laporan teknis yang menyangkut program pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan keuangan tentang penggunaan uang serta pertanggungjawabannya.
10. Sasaran BaruHasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang. Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.
C. Tugas dan Fungsi Sekolah
Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di sekolah masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua unsursekolah2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan diluar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk mencapaisasaran MBS5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaiansasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran baru pro-gram MBS tahun-tahun berikutnya.
6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak yangberkepentingan.Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan MBS perla dilakukan monitoring dan evaluasi dengan tujuan dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan baik pada tingkat sekolah, dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten, dinas propinsi maupun pusat.Monitoring menghasilakn informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.Dengan monitoring sdan evaluasi kita dapat melihat apakah MBS benar-benar mampu menyelenggarakan sekolah dengan baik khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan.Monitoring hádala statu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Fokus monitoring pada pelaksanaannya. Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi masukan ( umpan balik ) bagi perbaikan pelaksanaan MBS baik pada konteks, input, proses, output maupun dampaknya.
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan.
1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah danmenekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua warga sekoalh dalamrangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelolasekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-
program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dansasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkatkesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi danpenyempurnaan.4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM )Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas PendidikanKabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integralpengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan disekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaadalam penyelenggaraan sekolah.
B. Saran1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menujuManajemen Berbasis sekolah pperlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundangundangan.2. MBS diharapkan tidak disalah gunakan dalam artian memberi peluang terhadap keinginan/ambisi baik individu maupun kelompok unttuk menguasai/mengelola sekolah menurut kemauannya sendiri tanpa memperhatikan dan mengakomodasi aspirasi dan partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
Daftar Pustaka.
PPN dan Bank Dunia, 1999 School Based Management, Jakarta BPPN dan BankDunia.
Depdiknas, 1999, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era TinggalLandas, Jakarta: Depdiknas.
Jalal,Fasil dan Supardi, Desi, 2001 Reformasi Pendidikan Dalam Konteks OtonomiDaerah, Yogjakarta, Adi Cita.
Toha, 1995 Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali.
Sidi Indrajati,2000 Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang PendidikanBandung, UPI
Undang-undang No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2001 Manajemen Peningkatan Mutu BerbasisSekolah , Jakarta, Direktorat SLTP.
Suryadi,Ace, 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru,Bandung , Genesindo.
manajemenberbasissekolah-purwantini.blogspot.com/2007/07/man ...
Kamis, 17 Maret 2011
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam
pembangunan. Karena itu upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan terus
dilaksanakan.Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain
melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan. Namun realitas menunjukkan kualitas pendidikan di negara ini memprihatinkan dan ironisnya
daerah Propinsi Aceh.
Dari berbagai analisa, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan secara merata:(1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan pembelajaran yang terlalu menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan
pada proses pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara biokratik-sentralistik,
sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada
keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. (3) Peran serta masyarakat khususnya orang
tua siswa dalam penyelenggarakan pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama
ini lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas). (Dirjen Pendidikan Dasar Menengah 2001). Berdasarkan
kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan
otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisiatif yang melibatkan secara langsung.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model Pelaksanaan
kebijakan desentralisir pendidikan, yang merupakan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan
pendidikan : Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School
Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini
disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat
dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimumnya ditetapkan oleh
pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber
belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah.
Sejak dicanangkan penerapan MBS, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh
Utara, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mencoba menerapkannya dalam pengelolaan
sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi pegurus komite sekolah.
Keadaan ini sangat mengembirakan karena mulai penerapan MBS diharapkan akan mendorong
terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dengan muaranya pada upaya
peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.
Meskipun pencanangan penerapan MBS pada pegelolaan sekolah sudah berjalan lebih kurang 7
(Tujuh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai hambatan, sehingga
pelaksanaan MBS belum mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran yang berstatus negeri, memang memerlukan sosialisasi, oleh
Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan pengajaran dan tingkat kecamatan di lakukan melalui berbagai
upaya, Seperti:
1. Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen pendidikan dari yang bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.
2. Menjelaskan keuntungan yang diperoleh dengan di terapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
3. Menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah salah satu ujud demokratisasi pendidikan di
persekolahan.
4. Dengan diterapkan manajemen berbasis sekolah, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang besar
dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.
5. Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus mempersiapkan diri menerima
dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai penguna jasa lembaga
pendidikan.
6. Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat berhak memiliki akses
kesekolah.
Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan jaga
keterampilan kepala sekolah, guru guru, dan partisipasi masyarakat. Kepala sekolah, guru, orang tua dan
masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak di berikan
pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Sehubungan dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap efektifnya MBS
di sekolah, Nurcolis (2003:42) menyatakan:
Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.
Seiring dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulus sebagai salah satu indikator
keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dam membebaninya dengan
serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam rangka memenuhi segala kebutuhan
pendidikan para peserta didik. Kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk
pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak diberikan pada peserta didik, serta dapat
merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengenalan
secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan MBS merupakan sebuah keharusan yang harus
dilakukan oleh kepala sekolah, guru, orang tua dan masysrakat.
Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep MBS, berbagai
permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan kepala sekolah, guru, ketersediaan
sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat. Permasalahan lain adalah perencanaan analisis SWOT
dan strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS disekolah.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu studi untuk melihat bagaimana
pelaksanaan MBS yang difokuskan kepada efekktivitas manajemen pada tatanan sekolah. Maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA
Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli
Kabupaten Aceh Utara.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi dan analisis mengenai Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
2. Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1
Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri
1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1
Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
D. Pertanyaan Penelitian
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1
Matangkuli ?
2. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri 1
Matangkuli ?
3. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1
Matangkuli ?
E. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapakan informasi yang bermamfaat bagi
pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama dalam menerapakan Manajemn Bernasis Sekolah.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan pula bermamfaat bagi pihak yang tarkait dengan lembaga
pendidikan seperti :
a. Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen sekolah yang di pimpin sehingga berimplikasi
bagi pelaksanaan program perbaikan mutu sekolah di masa yang akan datang.
b. Para guru dalam meningkatkan komitmen dalam upaya tercapai keberhasilan dalam pelaksanaan
MBS di SMA Negeri 1 Matangkuli.
c. Upaya mengembangkan prinsip manajemen sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk
mempercepat pencapaian kecerdasan anak bangsa.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
M. Husen AB (2006) dalam tesisnya yang berjudul “hambatan-hambatan yang dihadapi kepala
sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis sekolah ’’, mengambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.
2. Masih kurangnya SDM personil sekolah dalam membuat perencanaan analisis SWOT secara terperinci
dan terpogram.
3. Masih kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan partisipasi masyarakat.
Salman (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan kepala sekolah dalam
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri di Kabupaten Pidie’’, mengambil beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Starategi yang ditempuh kepala sekolah dengan memberikan bimbingan dan supervisi terhadap guru
sangat membantu guru dalam melaksanakan kerjanya.
2. Pendekatan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru yaitu pendekatan sifat, perilaku dan
pendekatan situasional.
3. Komite sekolah diberdayakan dalam berbagai hal baik perencanaan program, pelaksanaan program dan
pengawasan program.
Berdasarkan beberapa studi penelitian terdahulu yang relevan seperti diatas, maka di dapat
gambaran bahwa kesuksesan penerapan MBS sangat berpengaruh pada kemampuan SDM baik kepala
sekolah, guru maupun partisipasi masyarakat serta kelengkapan sarana dan prasarana sekolah serta
strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS.
BAB II MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DAN MUTU PENDIDIKAN
A. Latar belakang lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak terlapas dari kinerja
pendidikan berdasarkan sistem secara sentralistik yang di terapkan sebelunya.Secara sentralistik,
berbagai inovasi yang di terapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang di fokuskan pada
pengajaran dan sistem evaluasi yang kesemuaitu kurang mendapatkan hasil yang maksimal.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui
pelatihan dan peningkatan kopetensi guru, pengadaan buku dan alat bantu pelajaran, perbaikan sarana
dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sehugan dengan permasalahan tersebut,
Depdiknas (2001:1) Mengemukan bahwa:
Berdasarkan pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu
Pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:
1. Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input pendidikan dan kurang
pehatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.
2. Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan kondisi sekolah.
3. Peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini dukungan
masysrakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.
Berdasarkan kenyataan diatas, pemerintah berupayamembuat perbaikan, salah satu adalah
melakukan reorientasi penyelenggarakan pendidikan yaitu dengan menerapkan manajemen berbasis
sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari istilah School-Based Manajemen
(SBM) yang pertama kali muncul dan popular di Amerika Serikat. Konsep ini ditawarkan ketika
masyarakat mempertanyakan relevensi dan kolerasi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Fattah (2000:8) manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai pengalihan dan
pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.Pemberian kewenangan dalam
pengambilan keputusan di pandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemamfatan semua
sumber daya, sehinga sekolah mampu secara mandiri, mampumengali, mengalokasikan,
menentukanpiroritas, memamfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada setiap
yang berkepentingan.
Manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya tergantung pada sekolah dan partisipasi masyarakat
serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
efisiensi, serta manajemen di tingkat sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, Supriadi,dkk (2001:160) mengemukakan:
Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan pengunaan sumberdaya pendidikan lebih obtimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik. Selanjudnya,kepala sekolah akan mempunyayi tanggung jawab yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah.
Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyayi peranan masing-masing
yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian terdepan
dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan keputusan dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Masyarakat di tuntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol proses
pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan pendidikan serta
menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Depdiknas (2001:21) menetapkan bahwa:
Fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah (1) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (2) pengelolaan kurikulum, (3) pengelolaan proses belajar mengajar, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keungan, (6) pelayanan siswa, (7) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.
1. Perencanaan dan evaluasi program
Sekolah di beri wewenang untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhanya, misalnya
kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga di beri wewenang untuk melakukan evaluasi,
Khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Norkolis (2003:45) menyatakan bahwa:
Perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa hal
sebagai berikut: (1) visi dan misi sekolah, (2) identivikasi timbulnya permasalahan, (3) prioritas
permasalahan yang dihadapi sekolah segera diselesaikan, (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5)
prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah, (7) rencana induk pengembangan, (8)
sumberdana untuk membiayai program, (9) proposal penunjang blok-grent yang terdiri dari program dan
perkiraananggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan belanja sekolah yang memuat
jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu satu tahun.
2. Pengelolaan kurikulum
Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak mengurangi isi kurikulum nasional yang
dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum
muatan local. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2004:41) Menyatakan bahwa:
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus menjabarkan isi kurikulun secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturulan dan bulanan.
3. Pengelolaan proses belaiar mengajar
Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran yang paling
efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristi guru dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia di sekolah.
4. Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisa kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sangsi, hubugan kerja hinga evaluasi kerja tenaga kependidikan yang saat ini masih
ditangani birokrasi diatanya.
5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan
perbaikan hinga pengembanganyan. Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling
mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesediaan dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang
sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
6. Pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasikan/pengunaan uang sudah sepantasnya dilakukan
oleh sekolah.sekolah jaga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegitan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan sehinga sumber keungan semta-mata tidak tergantung pada pemerintah.
7. Pelayanan siswa
Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, bimbingan,
penempatan untuk melanjukan kesekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni
dari dulu telah di desentralisasikan.Dalam pelayanan siswa yang di perlukan adalah peningkatan
intensitas dan ektensitasnya.
8. Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan ketertiban, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan financial yang dari dulu telah
disentalisasikan.Yang di perlukan adalah peningkatan inteisitas dan ektensitasnya. Indra Djati sidi
(2001:133) menyatakan bahwa di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam
pelaksanna berbagai program pemerintah menjadi sangat penting terutama dalam bidang
pendidikan.Karena partisipasi tersebut bisa menjadi sebagai pengontrol bagi pelaksanaan dan kualitas
pendidikan di sekolah.
9. Pengelolaan iklim sekolah
Lingkungan sekolah yang aman dan tertip, optimism dan harapan yang tingi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah iklim sekolah yang dapat
menumbuhkan semagat siswa belajar. Iklim sekolah sudah merupakan kewenagan sekolah dan yang di
perlukan adalah peningkatan intensitas dan ektensitasnya.
Dengan mendensetralisasikan berbagai bidang tersebut di harapkan tujuan utama MBS akan
tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan
kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.
Mengapa perlu konsep konsep MBS diPelaksanaankan? Menurut Permadi ( 2001:19 ) asumsi
dasar dari school- Based Manajemen (SBM ) adalah bahw asekolah adalah bahwa sekolah harus lebih
bertanggung jawab mempunyai kewenagan yang lebih dan dapat dituntut pertanggung jawaban oleh
yang berkepentingan. Dalam mengemban misinya sebagai pelayan dalam bidang pendidikan, maka
Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai bentuk desentralisasi dalam kewenangan mengambil
keputusan pada setiap sekolah.
Permadi (2001:99) berpendapat bahwa tujuan MBS adalah memberikan otonomi sekolah dan
peningkatan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk mencapai efesiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Efesiensi dicapai melalui keleluasaan mengelola sumber daya sekolah, partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi Komite sekolah bersama masyarakat memberikan dukungan
bagi peningkatan mutu sekolah, pengembangan profesionalisme para kepala sekolah dan guru–guru
akan dapat ditingkatkan karena besarnya dukungan masyarakat disertai pengawasan mutu, transparansi,
demokratis dan menghapuskan kecendrungan KKN dalam pengelolaan sekolah.
Menurut Supriono dan Sapari (2001:5) tujuan utama MBS adalah untuk meningkatkan efesiensi
pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah untuk mengelola urusannya, efesiensi
pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi, karena sekolah yang lebih mengetahui
keperluan dan kondisinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk:(1)
menjamin mutu pembelajaran anak didik (2) Meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan
pemberdayaan melalui kemandirian, kreatifitas, inisiatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya
sekolah (3) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama (4) Meningkatkan tanggung
jawab sekolah terhadap orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah.
Manajemen pendidikan berbasis sekolah akan menjadi sekedar wacana jika tidak diaplikasikan
secara efektif di lembaga pendidikan.pewacanaan di anggab tuntas, langkah selanjutnya adalah
melakukan penerapan dengan segala konsekuen yang dapat di pertanggung jawabkan. Perubahan
manajemen dari yang bersifat konvensional seperti selama ini, dianggap membuang-buang waktu tanpa
memberikan solusi efektif menuju pencerahan pendidikan.
Aplikasi inovasi manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen pendidikan berbasis
sekolah, tidak hanya merupakan bentuk atau ujud pola manajemen berdasarkan program sekolah, tetapi
telah melibatkan seluruh komponen-komponen yang ada di masyarakat dalam hal ini adalah: (1) orang
tua peserta didik, (2) dunia usaha dan dunia kerja, (3) perindustrian dan (4) pemerintah.
Seluruh komponen ini tidak bisa lagi melepaskan diri dari program pendidikan persekolahan,
tetapi secara simultan ikut serta dalam menentukan arah dunia pendidikan sehingga tidak ada lagi saling
menghujat jika produk pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan komponen-komponen yang ada dalam
masyarakat.
Strategi Pelaksanaan yang bersifat aplikatif terhadap manajemen pendidikan berbasis sekolah
dapat dilakukan dengan: (1) pemberian otonomi sekolah (2) Merangsang masyarakat untuk berpartisipasi
aktif untuk membantu sekolah (3) Mendorong kepemimpinan sekolah yang kuat (4) Proses pengambilan
kepetusan di lakukan secara demokratis (5) Bimbingan dilakukan secara terus menerus oleh stuan
atasan (6) Sekolah didorong untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas terhadap Stekeholders, (7)
Diarahkan untuk pencapaian tujuan sekolah dan (8) Secara terus menerus melakukan sosialisasi tentang
manajemen pendidikan berbasis sekolah.
Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sebagai inovasi baru dalam manajemen
pendidikan secara nasional, tentusaja memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Kekuatan
yang dimiliki persekolahan merupakan bersifat normative, seperti dimiliki rencana strategis, yang disusun
berdasarkan Visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Kelemahan yang terdapat juga bersifat
normatif: (1) Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah masih bersifat anjuran, (2) kotrol
masyarakat belum memadai, (3) komite sekolah belum mampu memberikan bantuan secara penuh.
Kesadaran dan kesiapan sumber daya pendidikan untuk melaksanakan manajemen pendidikan
berbasis sekola, walaupun masih perlu di sosialisasikan, telah menjadi fenomena baru dalam sistem
penyelenggaraan persekolahan. Pengelolaan sekolah, terutama berstatus negeri telah berupaya
melaksanakanya.Walaupaun belum semua personil sekolah (kepala sekolah,guru dan staf sekolah)
secara utuh memahami penting dan perlunya manajemen pendidikan berbasis sekolah.Namun secara
umum, personil sekolah memiliki kesiapan untuk menerapkanya, terutama sekolah yang berstatus swasta
yang manajemen pengelolaanya memang telah menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah.
B. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Dan Akuntabilitas Pendidikan
Upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia, menunjukkan bahwa desentralisasi dilakukan
dengan beraneka ragam alasan baik yang tersurat maupun yang tersirat-alasan politik, pendidikan
administrasi dan keuangan. Alasan-alasan ini dapat dikelompokkan dan berada dalam suatu spectrum
yang luas. Berbagai alasan baik yang tersirat tersebut, setidak-tidaknya mengharuskan persekolahan
lebih otonomi dalam menyelenggarakan proses manajemen dan pembelajarannya. Dengan adanya
otonomi sekolah tersebut diharapkan persekolahan tersebut lebih akuntabel karena memahami apa
kebutuhan dirinya dan juga kepentingan jasa kependidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan wujud dari otonomi persekolahan. Diberbagai
Negara menerapkan berbagai prinsip-prinsip MBS. Ternya tak mampu merealisir tujuan pendidikan
secara komprehensif. Artinya, sekolah lebih mandiri dan mampu menampung berbagai aspirasi
pengguna jasa kependidikan ( Pelanggan dan jasa Stekholder. Karena itu, MBS sepertinya merupakan
alternative afektif untuk diselenggarakan dilingkungan persekolahan Indonesia untuk saat ini, sehingga
dapat memobilisir kemampuan dan potensi.
MBS adalah bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan.
Sebagai wujud dan reformasi pendidikan, MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat
serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Supriadi, dkk ( 2001: 160 ) menyatakan:
Manajemen berbasisi sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi serta manajemen beretumpu ditingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat dan pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi sebagai perwujudan desentralisasi pendidikan dan otonomi persekolahan adalah kebijakan pendidikan yang harus dilakukan secara konsekwen.
Memang tidaklah mudah untuk merealisir ide atau gagasan baru berskala nasional, apalgi
tindakanitu diambil sebagai upaya perubahan paradigma. Nmaun demikian, perubahan pendidikan
harus dilakukan, karena dipercayai dan diyakini semakin dekat pendidikan persekolahan dalam
pengguna jasanya akan memudahkan persekolan memahami kebutuhan sendiri dan juga kebutuhan
pengguna jasa kependidkan tersebut. Adapun ciri- ciri MBS dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Ciri- ciri Manajemen Berbasis Sekolah
Organisasi sekolah Proses Belajar
Mengajar
Sumber Daya
Manusia
Sumber Daya dan
Administrasi
Menyediakan
manajeman yang
transformasional
Meningkatkan
kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf
dan menempatkan
personil yang dapat
melayani keperluan
Mengidentifikasi
sumber data dan
mengaplikasikan
sumber sesuai
edngan kebutuhan
Menyususun
rencana sekolah
dan merumuskan
kebijakan
Mengembangkan
kurikulum terhadap
kebutuhan siswa /
masyarakat sekolah
Memilih staf yang
memiliki wawasan
MBS
Mengelola dana
sekolah
Mengelola kegiatan
operasional sekolah
Menyelenggarakan
pengajaran yang
efektif
Menyediakan
kegiatan untuk
pengembangan
profesi semua staf
Menyediakan
dudkungan
administrasi
Menjamin Menyediakan Menjamin Mengelola dan
komonikasi yang
efektif antara
sekolah dan
masyarakat
program
pengembangan yang
diperlukan siswa
kesejahteraan staf
dan siswa
memelihara
gedung dan sarana
lainnya
Menjamin
terpeliharanya
sekolah
bertanggung jawab
Program yang
diperlikan siswa
Kesejahteraan staf
dan siswa
Memelihara
gedung dan sarana
lainnya
Sumber: Mulyasa( 2003:30 )
Manajeman berbasis sekolah diterapkan untuk mengatasi hambatan institusional, seperti yang
diungkapkan oelh Supriadi, dkk (2001: 153 ).
Ada empat unsur yang diidentifikasi menjadi penghambat potensi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia, Khususnya pada tingkat pendidikan dasar, yaitu system organisasi yang kompleks ditingkat pendidiakan dasar, manajemen yang terlalu sentralistik pada tingkat SMA, terpecah belah dan bakunya proses pembiayaan pada kedua jenjang tersebut manajemen yang tidak efektif pada jenjang sekolah.
Untuk mengatasi berbagai hambatan yang hanya jika hanya dilihat karena adanya kelemahan
institusional tersebut, seperti disentralisasi dalam bentuk otonomi persekolahan disemua dan jenjang
pendidikan merupakan jalan keluar yang efektif mengatasi berbagsi kelemahan persekolahan selama ini.
Karena itu, untuk mengatasi institusioanal tersebut adalh dengan (1) Pemberdayaan lokal, (2)
Menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik
berat pengelolaan merupakan jangka panjang desentralisasi, (3) Pembangunan kemampuan
kelembagaan, (4) Memberikan otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah bertanggung
jawab, dan (5) Sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efesiensi.
Berbagai hambatan penyelenggaraan pendidikan selama ini memang menjadikan mutu
pendidikan terpuruk dan berada pada posisi yang memprihatinkan. Kenyataan yang terlihat adalah
manejemen sekolah tidak mampu memobilisir potensi internal dan eksternal, karena itu MBS
diharapkan mampu menggerakkan manajemen persekolahan dengan kekuatan atau potensi yang
dimilikinya.
C. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Demokratisasi Pendidikan
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan ototnomi yang luas kepada sekolah untuk mengelola
sumber daya pendidkian yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan dan melalui MBS
diharapkan akan mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah, baik sebagai manejer maupun
sebagai pimpinan sekolah.
Para kepala sekolah, guru, pengelola pendidikan lainnya, orang tua serta masyarakat lainnya yang
terkait harus menyadari dan menyakini mereka memiliki peran sebagai pelaku inovasi. Satori dan
wahyudin ( 2001: 97 ) menyatakan bahwa Manajeman Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu
model inovasi pendidikan di Indonesia, sebagaiman muara dari desentralisasi pendidikan dalam rangka
pelaksanaan reformasi pendidikan. Dalam inovasi pendidikan kegiatan mencoba cara baru merupakan
suatu keniscayaan. Tanpa adanya upaya peningkatan mutu manusia Indonesia, tata pergaulan dunia
baru yang membutuhkan manusia unggul tidak akan tercapai dan kita hanya menjadai bangsa yang
memiliki kualitas manusia yang rendah. Jika ini terjadi maka penjajahan dalam bentuk baru akan tetap
melingkari kehidupan secara rasional.
Karena fokus dari kegiatan ini untuk kepentingan anak didik melalui kualitas pelayanan
pembalajaran yang diberikan sekolah, maka perlu dilakukan penilian dan asasemen atas pelaksaan
inovasi tersebut. Pengkajian mengenai keberhasilan dan kekeurangan keberhasilan harus harus
dilakukan untuk senantiasa mampu melakukan perbaikan dan penyempurnaan, karena hal ini sangat
penting dalam upaya meningkatkan muttu pembelajaran didalam kelas. Pembelajaran yang berkualitas
diasumsikan sebagai pembelajaran yang dinamis, bermakna dan terus berkembang dalam layanan
optimal. Pergaulan tatanan dunia yang telah berubah saat ini, sudah seharusnya dimulai dari mengubah
paradigma pendidikan, jika selama ini cendrung menggunakan paradigma birokratis hirarkis, selanjutnya
harus menggunakan paradigma demokratis. Bagaimana pebedaan aspek- aspek kedua paradigma
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2Perubahan Paradikma Pendidikan Birikratis Hirarkis
Ke Pendidikan Demokratis
No Aspek Paradigma pendidikan
birokratis hirarkis
Paradigmapendidikan
demokratis
1 Perencanaan Top- down Buttom- up
2 Pelaksanaa Didasarkan instruksi
petunjuk
Didasarkan atas
profesionalisme
3 Standar Output dan proses Nasional
makro
Output Nas Makro, proses
local mikro
4 Target Nasional makro Level sekolah- wilayah
terbatas
5 Pemahaman tujuan
target
Didasarkan atas pedoman
dari pusat
Didasarkan atas kondisi
sekolah
6 Sistem intensif Seragam dan kepatuhan Sistem prestasi
7 Umpan balik orang
tua
Tidak diperlukan, kecuali
para peserta didik yang
bermasalah
Diperlukan secara teratur
8 Orientas Pengembangan intelektual
( NEM )
Pengembangan aspek
intelektual, personal dan
sosial
9 Persepsi terhadap
input
Masukan peserta didik
diperlikan sebagai raw input,
yang menentuakn hasil akhir
Masuakn peserta didik
bukan merupakan raw
input, melainkan klien
yang memerlukan
pelayanan jasa sekolah
10 Evaluasi Dilaksanakan pada titik
waktu tertentu dan bersifat
seragam
Dilaksanakan setiap waktu
dengan menekankan
kebutuhan sekolah
11 Kontrol sekolah Oleh atasan Oleh orang tua peserta
didik dan masyarakat
12 Pengambilan
keputusan
Adanya ditangan kepsek
dengan perkenaan atasan
Rapat guru, orang tua
peserta didik dan
masyarakat
13 Peran orang tua
siswa dan
masyarakat
Terbatasnya menyediakan
dana
Terlibatnya dalam seluruh
proses pendidikan, kecuali
menentukan nilai.
Sumber : Zamroni (2001:13)
Bagian diatas merupakan ilustrasi yang diharapkan terjadi jika desentralisasi sector pendidikan
berlangsung sebagai mana yang direncanakan/ dinamika pendidikan yang selama ini terpasung oleh
kebijakan dengan nuansa politik yang kental diharapakn mencair sehingga dapat dijadikan dasar untuk
melakukan kebijakan-kebijakan lainnya disektor pendidikan. Kebijakan disektor pendidikan harus setiap
saat bergulir dengan segala upaya yang dapat meningkatkan mutu manusia Indonesia.
Secara esensial MBS bertujuan meningkatkan efesiensi, mutu, relefasi dan pemerataan
pendidikan. Sedangkan manfaat MBS menurut Mulyasa ( 2003: 26 ) adalah:
MBS mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manejer maupun pemimpin sekolah melalui penyusunan kurikulum yang efektif, rasa tanggap sekolah terhadap segala kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntunan peserta didik dan masyarakat.
Program prioritas harus difokuskan kepada penyusunan rencana peningkatan mutu pembelajaran
siswa, meliputi proses dan hasil pembelajarannya. Kepala sekolah dan guru seyogianya memilik
kreatifitas tinggi dalam menciptakan kegiatan atau siasat pembelajaran yang inovatif. oleh karena itu,
perlu dipersiapkan tenaga baru yang professional melalui program pelatihan guru dan menjalin
kemitraan dengan pihak terkait yang memungkinkan tercapainya profesionalisme guru. Untuk
kepentingan itu, diperlukan kemampuan manajerial Kepala Sekolah dengan model kepemimpinan yang
mandiri dan demokratis, transfaran dan partisifatif sebagai refleksi dari kepemimpinan yang kuat
memiliki akuntabilitas dan memberdayakan warga sekolah.
Manajemen berbasis sekolah sebagai manajemen alternatif akan memberiakn kemandidian
kepala sekolah untuk mengatur dirinya untuk mengatur dirinya dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan dengan tetap mengacu pada kebijakan nasional. Pendekatan dan konsep MBS ini akan dapat
dipelaksanakan di sekolah apabila ada komitmen yang tinggi dari berbagai pihak, yaitu orang tua dan
masyarakat, guru, kepala sekolah siswa dan staf lainnya dan pemerintah sebagai mitra dalam mencapai
tujuan peningkatan mutu sekolah.
Kata kunci yang harus menjadi perhatian kita semua adalah adanya kemauan untuk mengubah
sikap, prilaku dan etos kerja semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, terutama warga
sekolah, dalam memandang pendidikan sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat
dikalahkan oleh tekad dan kemauan yang kuat dalam mewujudkan kegiatan untuk melaksanakan
peningkatan mutu. Keberhasilan juga akhirnya ditentukan oleh upaya sosialisasi kepada semua pihak
serta pengarahan yang berkesenambungan, baik terhadap kegiatan yang bersifat akademis, meliputi
tahapan, perencanaan, pelaksanaan dan hasil atau target yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan adanya MBS, penulis mengambil kesimpulan MBS tampil sebagai alternatif
paradigma baru manajemen pendidikan yang menawarkan otonomi luas pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah yang didukung partisipasi aktif masyarakat, sehingga peningkatan mutu
pendidikan disekolah akan tercapai.
Suatu program yang diancangkan akan berjalan dan berhasil secara maksimal apabila tidak
terssedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal baik dari internal maupun
eksternal. Dalam omplementasi Manajemen Berbasis Sekolah, secara luas dan mendasar yang amat
diperlukan adalah dukungan politik baik itu dalam bentuk sistematis pelaksanaan, peraturan dan
perundang- undangan formal. Dukungan finansial, dukungan sumber daya manusia beserta
pemikirannya, sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor pendukung yang penting.
Akhirnya banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan sekolah dalam
menerapkan MBS. Konsekwensinya adalah munculnya kefrustasian, ketidakpuasan, menghabiskan
tenaga dan akhirnya segera kembali kepada teknis sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini
adalah menurunkan kepercayaan lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.
Suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan keterampilan tentang
perubahan organisasi atau dinamika organisasi yang secara detail. Tetapi ketika program ini mencakup
sesuatu hal yang amat mendasar dan menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan
perubahan oranisasinya.
Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus jitu dan bisa menjamin keberhasilan impementasi
MBS disemua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi Pelaksanaan MBS disuatu Negara dengan
Negara lain bisa berlainan, antara suatu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar
sekolah dalam daerah yang sama pun berlainan strateginya. Sehubungan dengan strategi pelaksanaan
MBS, Nurkholis ( 2003:135) menyatakn bahwa:
Pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan
semua unsur yang bertangguang jawab dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah strategi yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar, diskusi, forum ilmiah, dan
media massa.
2. Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus
dihadapi oleh sekolah.
3. Merumuskan tujuan situsional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS beradasarkan tantangan yang
dihadapi.
4. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan melalui analisis SWOT.
5. Memilih langkah- langkah pemecahan persoalan.
6. Membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang beserta program- programnya untuk
merealisasikan rencana tersebut.
7. Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS.
8. Melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasisl MBS.
Jika MBS dapat diterapkan secara konsekuen, sesuai dengan strategi diatas maka akan
berimplikasi luas terhadap akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan disetiap persekolahan. Menurut
Fattah (2000:21) bahwa implikasi dari penerapan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
menciptakan kondisi diantaranya perubahan pengelolaan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada
kepala sekolah.
Sistem akuntabilitas terutama bagi para pengguna jasa pendidikan perlu mendapat perhatian.
Sehubungan dengan itu agar sekolah sellalu berhati- hati dalam pengelolaan pendidikan dan anggaran,
meskipun melaksanakan pengawasan- pengawasan yang baik tidaklah mudah. Mulyasa (2003:24)
menyatakan bahwa:
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki
tingkat Pelaksanaan tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:
1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
2. Bertujuan bagaimana memanfaat kan sumber daya lokal
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasisl belajar, tingkat
pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah,
rancang ulang sekolah dan perubahan perencanaan.
Berbagai uraian diatas setidaknya menjelaskan bahwa upaya perbaikan pendidikan terus
dilakukan. Pada akhirnya nanti akan ditemukan sebuah format baru yang mana pendidikan dapat
menjadi sokoguru dalam pemberdayaan bangsa secara keseluruhan.
Namun yang pasti, MBS diharapkan mampu menghapus berbagai kelemahan
penyelenggaraan pendidikan, menurut Tilaar (1999:8) menyatakan bahwa:
1. Sistem pendidikan yang kaku dan desentralistik.2. Sistem pendidikan nasional tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang ada di masyarakat.
3. Kedua sistem tersebut diatas ditunjang oleh system birokrasi kaku yang tidak jarang dijadikan dijadikan
alat kekuasaan atau alat politik penguasa.
4. Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari alat birokrasi .
5. Pendidikan yang ada tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, lebih pada proses pengisian
otak ( kognitif ) pada anak didik.
6. Anak tidak pernah dididik atau dibiasakan untuk kretif dan inovatif serta berorientasi pada keinginan
untuk tahu.
Berbagai kelemahan pendidikan diatas telah mengorbankan waktu yang panjang, sumber daya
dan tenaga yang terbuang, karena itu pengorbanan yang besar seharusnya tidak terulang lagi. MBS
diharapkan menjadi peluang dalam menghadapi berbagai tantangan pendidikan, terutama dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Penulis berkesimpulan penerapan MBS akan efektif dan efesien apabila didukung oleh SDM yang
professional untuk mengoperasikan sekolah, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
PBM. Strategi MBS terhadap warga sekolah berupa sosialisasi pada pelatihan terhadap SDM warga
sekolah tentang penerapan MBS serta di dukung oleh partisipasi aktif masyarakat.
D. Pihak-pihak yang Berperan dalam Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah.
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, masing-masing pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan disekolah harus memiliki peran yang sama penting.masing-masing pihak
yang dimaksud adalah kaotor pendidikan pusat, Kantor pendidikan daerah kabupaten/kota, dewan
sekolah, kepala sekolah, para guru, orang tua siswa dan masyarakat.
1. Peran kantor pendidikan pusat dan daerah.
Peran dan fungsi departemen pendidikan di Indonesia pada era otonomi daerah sesuai dengan
peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain
menatapkan standar kopetensi siswa dan warga, pengaturan kurikulum nasional dan system penilaan
hasil belajar, penetapan pelaksanaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa,
warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga
kesetaraan mutu antara daerah/kota agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga
kelansungan pembentukan budi pekerti, semnagan kebangsaan dan semangat nasionalisme melalui
program pendidikan.
Nurkolis (2003) menyebutkan bahwa:
Peran pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan akan lebih bersifat stategis dan
menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat operasional akan ditentukan sendiri oleh sekolah
besrta orang tua siswa dan masyrakat sekitarnya. Yang perlu diperhatiakan adalah kebijakan strategis
yang ditetapakan pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah yang lebih besar lagi
sehingga kreativitas sekolah untuk mengembangkan sekolahnya dapat berkembang dengan maksimal.
2. Peran pemerintah daerah kabupaten/kota
Peran pemerintah daerah kabupaten/kota adalah menfasilisasi dan membantu staf sekolah atas
tindakanya yang akan dilakukan sekolah. pemerintah daerah bertugas untuk mengembangkan kinerja
staf sekolah dan kinerja siswa. Oleh karena itu, kantor pemerintah daerah memerlukan karyawan yang
potensial, mampu menyeleksi dan menyaring para pelamar, menjalin komunikasi dengan para pelamar
yang berkualitas dalam mengisi lowongan pekerjaan.
Dalam kaitanya dengan kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikasi tujuan, sasaran dan
hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menentukan
metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran. Bahkan beberapa daerah menyerahkan pemilihan
buku pelajaran kepada sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, nurkolis (2003:117) menyebutkan bahwa secara lebih spesifik
dinas pendidikan kabupatr/kota menjalankan tugans dan fungsi sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta di Kabupaten/ Kota.
2. Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh asset atau sumber daya pendidikan
yang meliputi tenaga guru, prasarana, dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan
sebagainya.
3. Melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidikan di Kabupaten/ Kota.
4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi atas tugas dan fungsi pokoknya sesuai dengan kebijakan umum
yang ditetapakan oleh pemerintah pusat dalam menerapakan MBS.
Selanjutnya Nurkolis (2003:117) mengemukakan selain tugas diatas, dinas kabupaten/kota
juga mempunyanyi peranan sebagai:
1. Evaluator dan inovator, yaitu mengevaluasi potensi daerah Kabupaten/ Kota.2. Motivator, yaitu memberikan motivasi kepada para kepala sekolah berupa penghargaan atas
keberhasilan dan memberikan hukuman atas kekeliruan dalam menjalankan tugas.
3. Standardisator, yaitu bersama-sama dengan para kepala sekolah membuat standar mutu berdasarkan
kebutuhan daerah tersebut, kebutuhan nasional, dan kebutuhan global.
4. Informan, yaitu menyampaikan informasi kepada para kepala sekolah akan segala kebijakan pendidikan
dikabupaten/kota.
5. Delegator yang mendelegasikan tugas dan tanggung jawab kesekolah masing-masing dalam hal
pengambilan keputusan, pembinaan sumberdaya manusia, pemberian penghargaan dan hukuman serta
berbagai informasi.
6. Koordinator, yaitu mengoordinasikan program-program pendidikan didaerah Kabupaten/ Kota tersebut
dengan kabupaten/kota lain sehingga tidak terjadi kesenjangan mutu antara kabupaten/kota.
3. Peran dewan sekolah dan pengawasan sekolah
Dewan sekolah akan memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang luas,
menyatukan visi, memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah maupun untuk sekolah itu sendiri.
Dewan sekolah menentukan kebijakan sekolah ,visi, dan misi sekolah dengan mengacu kepada
ketentuan nasional dan daerah. oleh karena itu dewan sekolah sebaiknya diisi oleh mereka yang mampu
menganalisis kebijakan pendidikan , mampu melaksanakan komunikasi dengan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah , serta memiliki wawasan yang luas tentang pendidikan daerahnya .
Dewan sekolah sebagai wadah yang diharapkan bisa menyatukan komponen sekolah. oleh
karena itu pimpinan dewan sekolah dipilih dari mereka yang benar – benar memiliki kemampuan
kepemimpinan dan bukan mampu manajerial. Pimpinan dewan sekolah sebaiknya bukan pejabat
pemerintah. melainkan tokoh masyarakat yang telah diakui kapasitas kepemimpinanya. karena fungsi
dewan sekolah bukan fungsi structural dimana tugas – tugas yang diberikan kepada anggota dewan
sekolah didasari oleh adanya kepentingan bersama .rasa kepentingan bersama itu taklain adalah
kepentingan untuk meningkatkan kualitas seluruh siiswadisekolah itu yang akan berpengaruh terhadap
masyarakat disekitarnya. Nurkolis (2003:119) yang menyebutkan bahwa:
Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator antara kepada kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain untuk menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemerintah daerah
Para pengawas juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf
sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam melaksanakan MBS
dengan cara melakukan sendiri dan menciptakan jalur komunikasi antara sekolah dengan staf
pemerintah daerah
Peran pengawas sekolah harus diarahkan pada supervisi dalam makna yang sebenarnya, yaitu
dengan memberikan bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui kesulitan,
peran pengawas sekolah sebagai supervisor yang selama ini mencari kesalahan para guru dan staf
sekolah harus dihentikan karena tindakan yang demikian tidak akan mampu menciptakan budaya
sekolah yang baik dan kuat.
4. Orangtua Dan Masyarakat
Tata hubungan sekolah dengan orang tua dan masyarakat dimaksud untuk mendukung
penciptaan suasana yang kondusif bagi proses pembelajaran siswa yang efekti dan pengembangan
kepribadian serta budi pekerti siswa baik disekolah maupun dirumah. Hubungan antara masyakat dan
sekolah secara harmonis menurut Nurkolis ( 2003 : 126 )
Tata hubungan sekolah dengan orangtua dan masyarakat paling tidak memuat:
1. Upaya dan bantuan orang tua untuk ikut serta mendidik anak–anaknya dalam bersikap, berprilaku dan belajar di rumah dalam upaya mendukung pendidikan budi pekerti in- action disekolah
2. Saling tukar informasi antara sekolah dan orang tua tentang perkembangan kepribadian dan belajar anak
masing-masing serta upaya mencari Alternatif pemecahan bila mana anak mereka mengalami hambatan
balajar atau masalah etika dan moral.
3. Pemecahan masalah apabila terdapat kesalah phaman antara sekolah dengan orang tua dalam
pendidikan anak- anaknya.
5. Peran guru dan Administrasi
Sehubungan dengan guru sebagai salah satu komponen sekolah yang terlibat dalam pelaksanaan
MBS, maka guru dituntut untuk dapat meningkatkan profesionalismenya sebagai pengajar dan pendidik,
Nurkolis (2003:123) menyatakan peran guru dalam MBS, adalah sebagai rekan kerja, pengambilan
keputusan, dan pelaksanaan program pengajaran.
Agar para guru memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah, maka perlu dilakukan
desentralisasi pengetahuan. Dan ini merupakan tanggung jawab kepada sekolah dalam mensosialisasi
MBS terhadap guru dan personil sekolah.
6. Kepala sekolah
Kepala sekolah adalah sebagai pelaksanaan terhadap pelaksanaan MBS di sekolah yang bertindak
sebagai motivator dan koordinator dalam keefektivitas MBS, di sekolah. Dalam kerangka MBS, menurut
Mulyasa (2003:28) Kepala Sekolah harus:
1. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar.
2. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan belajar.
3. Memiliki kemampuan dan ketermpilan mengatasi situasi sekitar berdasarkan apa yang seharusnya serta
mampu memperkirakan kejadian dimasa depan berdasarkan situasi sekarang.
4. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan
dengan Pelaksanaan pendidikan disekolah, da
5. Mampu memamfaatkan peluang, menjadi tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah
baru untuk perubahan.
Sehubungan dengan pihak yang terkait dengan pelaksanaan MBS, penulis berkesimpulan
keberhasilan pelaksanaan MBS sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah, guru dan
partisipasi masyarakat sebagai pelaksanaan MBS dan merupakan faktor yang paling dominan terhadap
penerapan MBS dan juga tergantung pada kesiapan SDM serta kerjasama yang harmonis antara pihak
terkait diatas akan menentukan keberhasilan penerapan MBS.
Dalam melaksanakann MBS diperlukan keterlibatan semua personil sekolah baik kepala sekolah,
wakil kepala sekolah para guru, pegawai orang tua siswa dan komite atau dewan sekolah. Dalam
Depdiknas ( 2001:3) dikemukakan bahwa: Manajemen Berbasis Sekolahsebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/ keluesan kepada sekolah dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan nasional serta peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Selama ini pendidikan nasional diselenggarakan secara birokrasi yang bersifat sentralistik yang
implikasinya yaitu: (1) pemerintah pusat selalu memposisikan sekolah sebagi penyelenggara pendidikan
yang serba diarahkan atau diberi petunjuk, maka sekolah sangat menguntungkan diri kepada keputusan
pemerintah pusat. Padahal untuk sampai pada suatu kesimpulan yang final, birokrasi yang ditempuh
sekolah sangat panjang, biasanya harus terlebuh dahulu melalui jenjang organisasi tingkat kecamatan,
kabupaten/ kota, provinsi pusat dengan masing- masing organ yang relefan pada setiap jenjang, sebab
setiap organisasi pendidikan yang merupakan birokrasi pendidikan dan memiliki struktur organisasi yang
harus dilalui pula oleh sekolah, ini menyebabkan kemandirian sekolah tidak berkembang seperti layaknya
sebagai akibat terjadinya kekurangan mandiri sekolah. Secara perlahan namun sekolah akan kehilangan
dorongan, inisiatif untuk memajukan institusinya, termasuk upaya meningkatkan mutu pendidikan yang
merupakan cita- cita pendidikan. (2) Yang dilakukan pemerintah selama ini terhadap pendidikan lebih
difokuskan kepada penyediaan aspek input seperti guru, kelengkapan- kelengkapan pendidikan atau
fasilitas, buku paket sekolah maupun buku bacaan siswa serta guru, berbagaia media pendidikan,
dengan harapan peningkatan mutu akan terjadi dengan sendirinya apabila aspek pendidikan sekolah
dipenuhi. Namun demikian asumsi tersebut tidak menjadi kenyataan sebab pemenuhan input tanpa
dibarengi dengan proses pendidikan yang baik, maka tidak akan membuahkan hasil yang berkualitas
dalam pendidikan, baik hasil dalam bentuk akademik seperti prilaku, pengalaman agama, etika/ moral
dan lain- lain. (3) Kebijakan pendidikan oleh pemerintah kepada sekolah kurang mengkondisikan
partisipasi masyarakat sekitar sekolah sehingga peserta masyarakat terhadap upaya memajukan sekolah
sangat minim. Secara umum masyarakat hanya berpartisipasi dalam aspek financial yang merupakan
input sekolah. padahal masyarakat sangat perlu berpartisipasi terhadap proses pendidikan (pengambilan)
keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, padahal sekolah sebagai lembaga yang berada
ditengah-tengah masyarakat dalam mencerdaskan anak- anak, mereka memiliki tanggung jawab
terhadap masyarakat (akuntabilitas). Padahal selama ini sekolah tidak memiliki beban untuk
mempertanggung jawabkan kinerja pendidikan terhadap masyarakat, khususnya orang tua siswa.
Sebagai suatu bentuk manajemen baru yang menekankan pada otonomi sekolah, maka
manajemen berbasisi sekolah menuntut adanya rekonstruksi sekolah yang dilakukan oleh kepala
sekolah. Operasionalisasi School Based Manajemen ini dapat dimulai dari pengembangan aspek
organisasi yaitu: (1) struktur organisasi sekolah perlu diperbaharui atau dikembangkan sesuai dengan
besarnya tuntutan tugas dalam rangka profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) dan pencapaian
mutu sekolah sebagaimana harapan pelanggan pendidikan, (2) Membentuk komite sekolah yang
merupakan penyatuan BP3 dan komite sekolah. komite sekolah merupakan mira kerja Dinas Pendidikan
kecamatan dan kepala sekolah bertanggung jawab kepada masyarakat. Komite sekolah dipilih dari orang
tua siswa dan unsur masyarakat dari berbagai keahlian, (3) Memantapakan arah dan kebijakan sekolah.
Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite dan guru-guru, perlu merumuskan visi, misi, tujuan dan
strategi peningkatan manajemen sekolah/ madrasah melalui aktifitas pembelajaran murid, (4)
Pengembangan kurikulum dengan kebutuhan siswa dan masyarakat di daerah. Sistem ujian kontrol
terhadap proses belajar, (5) pengembangan sumber daya manusia disekolah. Kepala Sekolah, guru-guru
dan karyawan ditingkatkan kemampuannya sebagai tugas dan tanggung jawab, (6) Pembinaan siswa
dengan dukungan organisasi siswa di sekolah diarahkan kepada pembinaan siswa berbakat, (7)
peningkatan sumber pembiayaan sekolah, sarana dan prasarana, (8) Dukungan masyarakat melalui
komite sekolah.
Manajemen berbasis sekolah memiliki peluang besar dalam mendorong gerakan perbaikan mutu
pendididkan dalam era otonomi daerah. Namun mutu sumber daya manusia pelaksana pendidikan yang
menentukannya . Terutama kemampuan kepala sekolah mewujudkan ide-ide baru dan menawarkan
program perbaikan mutu sesuai dengan ide, tujuan dan fungsi manajemen berbasis sekolah.
Berkaitan dengan restrukturitasi sekolah, Salisbury (1996:20) menjelaskan, school restructuring
today must reflex what learning might so that be like tomorrow. If we redesign school, we should desaign
them so that they become fluid organization that will change and adapt easily to new circumstances”.
Perubahan dan kondisi memang harus bisa diadaptasikan sekolah, bahkan tidak itu saja justru
manajemen sekolah harus bisa merencanakan perubahan yang diinginkan oleh sekolah. tidak hanya
mengantisipasi perubahan yang ada dilingkungan sekolah akan tetapi mendesain arah perubahan yang
diinginkan.
Manajemen berbasis sekolah memilik potensi besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru
dan pengelola sistem pendidikan (administrator) secara professional. Oleh karena itu keberhasilan dalam
mencapai kinerja unggul akan sanagt ditentukan oleh faktor informasi, pengetahuan dan insentif yang
berorientasi mutu, efesiensi dalam kemandirian sekolah.
Fattah (2000:17) berpendapat bahwa Manajemen berbasis Sekolah secara konsepsional akan
membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efesiensi, manajemen
keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tuuan politiksuatu bangsa lewat perubahan kebijakn
desentralisasi diberbagai aspek seperti poltik, edukatif, administrative dan anggaran pembiayaan
pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) selain akan meningkatkan kualitas belajar mengajar
dan efesiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama demokratisasi disekolah.
Untuk melakukan perubahan manajemen pendidkan diperlukan keterlibatan semua pihak yang
terkait dengan penelenggaraan pendidikan. Organisasi pendidikan merupakan bidang yang penting
dalam memulai perubahan manajemen ini. Para kepala sekolah, guru-guru dan pendidikan lainnya
secara esensial adalah manejer yang menempati fungsi strategis dalam menjawab tuntutan perubahan
manajemen sekolah.
Perubahan manajemen sekolah dengan mengeplikasikan manajemen berbasisi sekolah
didasarkan telah mendesak untuk mempercepat kemajuan sekolah. Para guru-guru harus bekerja sama
dalam meningkatkan mutu pendidikan yang muaranya lulus berkualitas. Demikian pula para manajer atau
kepala sekolah harus berfunsi sebagai dari kerjasama dalam lembaga untuk menjamin perubahan dalam
lingkungan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah mengharuskan kepemimpinan pendidikan yang
professional, sebab jika tidak, maka manajemen berbasis sekolah kurang mendapat perhatian sebagai
tindakan strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat dan
local stekholder mempunyai keterlibatan tinggi. Kekuatan model keterliban tinggi adalah memberikanb
kerangka dasar bahwa setiap unsure dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efesiensi dan
pemerataan kesempatan pendidikan. Demikian pula manajemen berbasis sekolah member peluang
kepada guru dan kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi
dan rasa kepemilikan dan keterlibatan tinggi dalam membuat keputusan pendidikan. Rasa kepemimpinan
para personel sekolah menjadi lebih tinggi yang pada gilirannya akan menimbulkan sikap lebih baik
dalam pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada untuk mengoptimalkan hasil. Pengelola sekolah juga
akan mempunyai kendali dan akuntabilitas terhadap lingkungan sekolah.
Manajemen berbasis sekolah adalah bentuk reformasi pendidikan yang prinsipnya sekolah
memperoleh kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang tinggi dalam meningkatkan kinerja
terhadap setiap/ stekholders. Peningkatan kinerja sekolah secara unggul akan berhasil jika sekolah
diberdayakan untuk mengenal perubahan dan memiliki kekuasaan dalam organisasi sumber daya
prestasi sekolah diukur dari perkembangannya sehingga semua program kegiatan sekolah ditujukan
untuk memberikan pelayanan kepada siswa secara optimal.
Untuk menghasilkan mutu yang baik, penerapan konsep manajemen berbasis sekolah menurut
Fattah (2000:12) perlu memperhatikan aspek- aspek mutu yang harus dikendalikan secara komprehensif,
yaitu : (1) karakteristik mutu pendidkan, baik input proses maupun output, (2) pembiayaan (3) metode
atau deliveri / sistem pembiayaan bahanatau materi pelajaran, (4) Pelayanan kepada siswa dan orang
tua / masyarakat”.
Untuk itu kepala sekolah dan guru harus memahani konsep mutu dalam pendidikan sebagai
mana dikemukakan diatas paling tidak kepala sekolah harus menyusun visi, misi strategi dan tujuan
sekolah dalam menjangkau masa depan. Kewenangan dan pengawasan dalam pelaksanan pendidikan
disekolah terutama terhadap kurikulum yang berbasis keperluan masyarakat adalah milik kepala sekolah
dan guru-guru. Strategi peningkatan mutu sekolah adalah dimulai dari perubahan manajemen sekolah
yang operasional rutinitas kepada manajemen berbasis sekolah. Intinya adalah pembaharuan dalam
konsep mutu, pembiayaan metode dan pelayanan pendidikan terhadap pelanggan baik pada murid, guru,
orang tua, masyarakat dan industri. Karena itu, disamping kepemimpinan yang kuat diperlukan peran
serta masyarakat untuk peningkatan mutu sekolah.
E. Perubahan Pola Manajemen Pendidikan Kedepan
Berkaitan dengan otonomi daerah, maka para kepala sekoalah harus bersiap diri untuk tidak lagi
bergantung kepada kekuatan birokrasi di atasnya, akan tetapi memberdayakan semua potensi demi
kemajuan sekolah. Pertam adalah kesiapan (readiness) dari pola berpikir para personil sekolahnya, di
mana ‘mau dam mampu’ mengendalikan semua resources serta penuh percaya diri bahwa dengan
kekuatan sendiri dapat mengembangkan sekolahnya. Ini akan lebih berat bagi sekolah-sekolah kecil yang
selama ini sangat tergantung pada uluran pemerintah pusat. Di sini kepala sekolah dengan conceptual-
skillnya mampu meneliti kembali seluruh sumberdaya yang ada di sekitar sekolah. Pimpinan harus
dengan jeli dan tepat dalam mengoptimalkan kemampuan para guru dan tenaga lain untuk memelihara
dan meningkatkan kegiatan sekolah yang di anggap sebagai aktivitas unggulan. Oleh karena itu, sekolah
harus membina hubungan yang baik dengan masyarakat sekitarnya dan masyarakat kelompok pemerhati
pendidikan, agar pengembangan sekolah tersebut sejalan dengan kebutuhann masyarakat sekitar.
Kondisi sekolah saat ini, terutama sekolah-sekolah negeri, menurut analisis Bank Dunia bahwa:
(a) Kepala sekolah hamper tidak memiliki kewenangan cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang
dipimpinya,
(b) Kemampuan manajemen para kepala sekolah pada umumnya rata-rata rendah terutama pada sekolah
negeri,
(c) Pola anggaran tidak memungkinkan guru yang mengajarnya baik dapat memperoleh tambahan
tambahan insentif,
(d) Peranserta masyarakat sangat kecil dalam pengelolaan sekolah,
Dengan adanya otonomi pendidikan ini, kepala sekolah mempunyayi kewenangan yang lebih luas
untuk mengaktualisasikan kemampuan manajerialnya demi kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
Tabel 2.3Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Sekolah
Pola Lama Menuju Pola Baru
Subordinasi Ke Otonomi
Pengambilan Keputusan terpusat Ke Pengambilan Keputusan partisifatif
Ruang gerak kaku Ke Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Ke Desentralistik
Diatur Ke Motivasi diri, inisiatif, kreatif
Over regulasi Ke Deregulasi
Mengontrol Ke Mempengaruhi
Mengarahkan Ke Memfasilitasi
Menghindari resiko Ke Mengelola resiko
Gunakan uang semua Ke Gunakan uang seefesien mungkin
Individual yang cerdas Ke Teamwork yang cerdas
Informasi terpadu Ke Informasi terbagi
Pendelegasian Ke Pemberdayaan
Organisasi Hirarkis Ke Organisasi datar
Sumber: MPMBS, buku 1
F. Karakteristik Sekolah yang Melaksanaann MBS
Sekolah yang mengunakan MBS adalah yang secara efektiv dapat melaksnakan semua
programnya, sehingga sekolah memiliki kualitas yang handal. Jadi sekolah yang bermutu seharusnya
adalah sekolah yang efektiv. Sekolah juga sebagai sebuah sistem (input-proses-ouput) akan digunakan
untuk menetapakan sekolah efektiv tersebut.
a. Tinjauan input pendidikan
1) Siswa: sebagai masukan
2) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
3) Sumberdaya tersedia dan siap
4) Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi
5) Memiliki harapan prestasi yang tinggi
6) Fokus pada pelanggang (siswa/masyarakat)
7) Inpit manajemen: tugas jelas, rencana rinci dan sistematis, program kerja, aturan jelas, pengendalian mutu
yang jelas.
b. Tinjauan proses pendidikan
1) Proses belajar yang efektif;
2) Kepemimpinan yang kuat;
3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
4) Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif;
5) Sekolah memiliki budaya mutu;
6) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis;
7) Sekolah memiliki kewenagan/kemandirian;
8) Partisipasi yang tingggi dari warga sekolah dan masyarakat;
9) Sekkolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;
10) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (secara psikologis dan fisik);
11) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
12) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan;
13) Mampu memelihara dan mengembangkan komunikasi yang baik;
14) Sekolah memiliki akuntabilitas publif yang kuat;
c. Tinjauan ouput pendidikan
1) Prestasi siswa yang tinggi: sebagai hasil PBM yang bermutu;
2) Prestasi sekolah ( akademik dan non akademik );
- Prestasi akademik: Nilai UN, lomba karya ilmiahh remaja, lomba bidangg studi, cara berpikir
(kritis ,kreatif/devergen, nalar, induktif, deduktif, ilmiah)
- Prestasi non akademik: Keigin-tahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih
saying yang tinggi terhadap sesame, solidaritas yang tiggi,toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi
olahraga, kesenian, pramuka.
G. Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
Ada empat konsep manajemen berbasis sekolah yang diterapkan selama ini yaitu: peningkatan
mutu, kemandirian, partisipasi dan transparansi.
1. Peningkatan mutu
Manajemen berbasis sekolah adalah satu pendekatan manajemen yang menempatkan mutu
pendidikan sebagai kiblat, aktifitas manajemen kurikulum, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan
prasarana, keuangan dan peran serta masyarakat sekolah. tidak ada manajemen berbasis sekolah tanpa
rumusan visi, misi, tujuan kelembagaan sekolah yang merefleksi konsep sekolah yang baik, sekolah yang
efektif, sekolah yang unggul dan sekolah masa depan. Seberapa jauh kepala sekolah dan stekholder
peduli dan konsisten tentang pengembangan mutu pendidikan sekolah.
2. Kemandirian
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu model pengelolaan sekolah yang sangat
menuntut adanya kemandirian seluruh personel sekolah untuk maju dengan sendirinya. Karena itu
konsep pengelolaan sendiri, merencanakan sendiri, diorganisasikan sendiri, diarahkan sendiri dan kontrol
sendiri sangat melekat dalam manajemen berbasis sekolah. dengan kata lain, adanya penerapan
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah tampak diberi kewenangan atau otonomi untuk
merencanakan sendiri, melaksanakan sendiri dan mengevaluasi sendiri keseluruhan program kerjanya
dengan melibatkan seluruh elemen terkait dengan peningkatan mutu pendidikan.
Dari tuntutan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, ada beberapa tantangan bagi
pengelola sekolah, yaitu : pertama sejauh manakah sekolah yang sangat beragam tingkat perkembangan
dan kematangannya itu siap menerima tugas yang amat berat dalam penyelenggaraan pendidikan. Ada
sejumlah pihak yang mengatakan, kita tidak pernah akan siap jika tidak mau memulai dan mencoba.
Mereka berpendapat kita berpacu dengan waktu. Pendapat tersebut memang dapat diterima, mengingat
Negara yang begitu besar seperti Indonesia ini segala sesuatunya memang tidak mungkin untuk dikelola
secara sentralistik. Bahkan hal itu yang menjiwai semangat undang- undang nomor 22 tahun 1999.
Tantangan kedua, seberapa kewenangan untuk secara mandiri mengembangkan programnya,
dalam perspektif filosofis dalam kerangka Negara kesatuan, kewenangan otonomi daerah dan otonomi
sekolah tidak dapat diartikan kebebasan penuh dari suatu daerah atau sekolah untuk menjalankan hak
dan fungsi otonominya menurut kehendaknya tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional secara
keseluruhan. Lebih- lebih pendidikan mempunyai dua misi utama, yaitu: (1) mencerdaskan kehidupan
bangsa (2) sebagai alat pemersatu bangsa. Secara teoritis upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini
tentu akan lebih mencapai sasaran apabila program pembinaan pendidikan yang ada disesuaikan
dengan kebutuhan masing- masing daerah. Artinya, pelibatan secara aktif, bahkan pemberian tanggung
jawab secara penuh kepada daerah dan sekolah untuk merancang sendiri, melaksanakan sendiri dan
mengevaluasi sendiri merupakan hal yang secara teori dapat diandalkan. Namun dalam rangka sebagai
alat pemersatu bangsa keaneka ragaman Pembina pendidikan sebagai akibat perbedaan kepentingan
masing- masing daerahdan sekolah, kalau tidak dilaksanakan secara hati- hati bisa mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan merupakan bidang pembangunan yang sangat strategis
dalam penanaman nilai-nilai kesatuan. Oleh karena itu tantangan kedepan yang harus direspon adalah
bagaiman mengPelaksanaankan manajemen berbasisi sekolah yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika.
3. Partisipasi
Konsep manajemen berbasis sekolah adalah partisipasi. Manajemen berbasis sekolah
merupakan suatu model pengelolaan sekolah yang sangat menekankan pada partisipasi seluruh elemen
terkait dengan peningkatan mutu pendidikan sekolah. Elemen yang dimaksud tidak saja dalam bentuk
partisipasi orang tua siswa, melainkan juga masyarakat umum, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh
adat, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan dan lembaga- lembaga sosial lainnya.
Peran serta masyarakat selam ini pada umumnya masih sebatas dana, sedangkan dukungan lain
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan kurang diperhatikan, padahal faktor ini
dimungkinkan dewan peadidikan dan komite sekolah. Hal ini sesuai dengan undang-undang No.20 tahun
2003 tentang system pendidikan Nasional pasal 56 ayat 4 disebutkan bahwa: masyarakat berperann
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang perencanaan, pengawasan dan evaluasi program
pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah / madarasah ( Dedi Hamid, 2003:8).
4. Transparansi
Manajemen berbasis sekolah adalah adanya transparansi. Manajemen berbasis sekolah
merupakan suatu model pengelolaan sekolah yang menuntut adanya transparansi keuangan. Adapun
transparansi keuangan sangat diperlukan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta
mempertanggung jawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarkat dan pemerintah.
Dalam rangka meningkatkkan mutu dukungan orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan
seluruh program sekolah. disinilah letak tantangan penerapan manajemen berbasis sekolah, untuk
mewujudkan keuangan yang profesional termasuk didalamnya adalah akuntabilitas keuangan sekolah.
Semua kegiatan memiliki tolak ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan,
dalam pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan dilakukan berhasila apabila dilakukan sesuai dengan rencana,
tepat waktu dan tidak melampaui jadwal yang ditetapkan, biaya digunakan sesuai dengan mata
anggaran, produk atau jasa yang dihasilkan memenuhi standar minimal yang diharapkan.
Kegiatan dianggap kurang berhasil, bila ada salah satu komponen di yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Keberhasilan suatu sekolah dapat dilihat dari kegiatan belajar dan mengajar
serta kegiatan pendukung lainnya, sehingga menghasilkan lulusan yang baik. Kepuasan masyarakat juga
menjadi ukuran dari keberhasilan suatu sekolah. Mayarakat akan kembali mendukung kegiatan sekolah,
apabila mereka merasa terlayani dengan baik, ketika mengirim anak-anaknya belajar disuatu sekolah.
Kepercayaan masyarakat akan semakin tinggi, apabila lulusan suatu sekolah mampu memasuki
jenjang pendidikan diatasnya yang memiliki kualitas baik. Oleh karna itu evaluasi sekolah dapat juga
dilihat dari beberapa besar lulusan yang mampu memasuki sekolah-sekolah terbaik di atasnya. Hal ini
perlu sekali mendapatkan perhatian dari kepala sekolah dan para guru, karena masyarakat menjadikan
ukuran dari kemajuan sekolah.
Dari uraian diatas, dapat diringkaskan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah proses
pencapaian organisasi melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Berangkat dari konsep tersebut maka
seorang kepala sekolah diharapkan mampu untuk mengelola pendidikan sesuai dengan rencana
kegiatan yang telah disiapkan. Kemampuan yang baik dari seorang kepala sekolah sangat dibutuhkan.
Penyusunan dan penetapan rencana kegiatan akan menentukan seberapa besar biaya yang harus
disediakan disekolah. Apabila dana yang tersedia lebih kecil daripada kegiatan yang akan dilaksanakan,
maka hal itu akan menjadi motivasi bagi kepala sekolah untuk dapat mencari dan menggali sumber-
sumber dana yang memungkinkan untuk dikelola. Alokasi biaya biasanya di sesuaikan dengan dana
yang tersedia dan jenis kegitan yang disiapkan oleh sekolah.
Apabila perencanaan kegiatan sekolah selama satu tahun ajaran telah selesai disiapkan, maka
harus disosialisasikan kepada semua warga sekolah dan kepada semua warga sekolah dan kepada
semua orangtua murid. Tahap ini sangat penting karena dengan pemahaman yang baik dengan rencana
kegiatan sekolah oleh semua pihak yang terlibat dalam pesekolahan, akan lebih mempermudah terhadap
pelaksanaannya.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran bagaimana pelaksanakan MBS pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh
Utara.
Data kualitatif yang diperoleh dari hasil penenelitian dapat dijadikan sebagai sumber dari
deskriptif yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi
dilingkungan setempat. Data yang diperoleh secara kualitatif dapat mengikuti dan memahami alur
peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat. Dan
memperoleh penjelasan yang banyak dan bermamfaat. Penelitian kualitatif dianggap tepat untuk meneliti
kondidi objektif subjek peneliti sehingga proseudur dan pendekatan dari luar dan dari dalam sebagai
bagian dari penelitian kualitatif dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
Mulyana (2002:21) menyatakan bahwa:
Pendekatan dari luar dan pendekatan dari dalam, sedangkan menurut studi Emik bertujuan untuk meneliti makna kultur dari “dalam’’ analisisnya cendrung bersifat ideografik (bertujuan merumuskan proposisi-proposisi yang sesuai dengan kasus yang diteliti) sedangkan nomotetik bertujuan menganalisir kepada populasi.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
Pengambilan data dilaksanakan sejak bulan Mai sampai dengan bulan Juli 2009.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari mereka yang dianggap dapat memberikan gambaran, data
dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan yang berhubungan dengan subjek penelitian,
bagian – bagian mana, objek mana atau siapa yang dijadikan sumber data,hal ini sangat tergantung pada
isi teori atau konsep yang digunakan. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
1. Kepala sekolah 1 orang
2. Wakil kepala sekolah 3 orang
3. Guru 2 orang
4. Komite sekolah 1 orang
D. Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk meliput data dalam penelitian, Instrumen
penelitian yang diperlukan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.
Arikunto (2002:174) mengemukakan: keberhasilan penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh ketelitian
dan kelengkapan catatan lapangan yang disusun peneliti. Catatan lapangan disusun berdasarkan hasil
pengamatan (observasi), wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk penulisan tesis ini penulis
menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.
E. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas dilakukan untuk memperkuat keabsahan data hasil temuan dilapangan dan untuk
menjaga validitas penelitian, maka peneliti mengacu pada empat standar validitas yang disarankan
Lincoln dan Kuba ( 1985 ) terdiri dari :
1. kepercayaan
Adapun adapun usaha untuk membuat lebih percaya proses interprestasi dan temuan dalam
penelitian ini dengan cara: (a) keikutsertaan yang lama peneliti SMA Negeri I Matangkuli, baik dalam
melakukan pengamatan maupun wawancara untukn mengumpulkan data dilaksanakan dengan tidak
tergesa-gesa sehingga pengumpulan data dan informasi tentang semua aspek sesuai makalah dan
tujuan yang diperlukan dapat diperoleh dengan sempurna, (b) ketekunan dan pengamatan, yaitu
penelitian melakukan dengan ketekunan karenaq dengan berbagai aktivitas manajemen yang dijalankan
dicatat dalam suatu catatan lapangan berkaitan dengan bidang kegiatan pemimpin oleh kepala sekolah,
kegiatan belajar mengajar, kegiatan praktikum, kegiatan ibadah, kegiatan musyawarah, dan juga kegiatan
dalam bidang perencanaan dan evaluasi, pengajaran, kesiswaan, keuangan, sarana prasarana,
hubungan masyarakat dan iklim sekolah sesuai situasi SMA Negeri I Matangkuli. untuk memperoleh
informasi yang sahih, (c) melekukan triangulasi yaitu informasi yang diperoleh dari beberapa sumber
( kepala sekolah, wakil kepala sekolah, I ,II, III, para guru, dan komite sekolah ,perlu dibandingkan
dengan data pengamatan. Membandingkan percakapan para aktor ketika didepan umum dengan ucapan
ketika ia sendiri berhadapan langsung dengan peneliti, (d) mendiskusikan dengan teman sejawat yang
tidak berperan serta dalam penelitian, sehingga dalam penelitian akan mendapatkan masukan dari orang
lain, (e) analisis kasus negatif yaitu menganalisis dan mencari kasus dan keberadaan yang menentang
temuan, (f) pengecekan data yang diperoleh, penafsiran peneliti dan laporan penelitian.
2. Keteralihan
Pembaca laporan ini diharapkan mendapat gambaran yang jelas mengenai latar (situasi) yang
bagaimana agar hasil penelitian dapat diaplikasikan atau diperlukan kepada konteks atau situasi lain
yang sejenis dalam rangka pemecahan masalah kependidikan.
3. Dapat Dipercaya
Penelitian mengusahakan konsisten dalam keseluruhan proses penelitian ini, agar dapat
memenuhi standar yang berflaku, semua aktivitas, penelitian hafrus ditinjau ulang terhadap data yang
telah didapat dengan memperhatikan konsisten dan kredibilat data.
4. Ketegasan
Data harus dapat disajikan,kepercayaan atau diakui oleh banyak orang , maka laporan penelitian
inidiberikan kesempatan kepada kepala sekolah, para guru dan komite untuk membacanya, sehingga
kualitas data dapat diandalkan, dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spektrum, fokus dan
latar alamiah penelitian yang dilakukan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka untuk mendapatkan sejumlah data yang
diperlukan guna menjawap pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan diatas dalam penelitian
kualitatif menegemukakan teknik observasi, wawancara dan study dokumentasi.
1. Observasi
Dilakukan Peneliti untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara.
Selain itu dengan observasi dapat dilakukan recheck atau triangulasi, dapat dilakukan pengamatan
langsung mengenai berbagai macam penyebab konflik. Observasi ini juga dapat digunakan untuk
memperoleh informasi dan gambaran awal yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan
wawancara
2. Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan interview yaitu wawacara secara terstruktur dan tak
terstruktur. Wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari
sumber yang terjadi sekarang tetang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, pengakuan,
kerisauan dan sebagainya, yang menjadi bahan penelitian seorang peneliti.
3. Dokumentasi Penelitian
Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan
menganalisis berbagai dokumen-dokumen yang terkait secara langsung dengan proses dan mekanisme
penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Data dan informasi yang telah diperoleh peneliti selanjutnya dianalisis dan diinterprestasikan
mulai awal penelitian sampai akhir penelitian, dengan merujuk kepada landasan teori yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Analisis adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Menyusun
data berarti menggolongkan dalam pola, tema dan katagori. Sedangkan tafsiran dilakukan untuk
memberikan makna kepada analisis, dengan jalan menjelaskan pola atau katagori mencari hubungan
berbagai konsep.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan mengikuti prosedur atau langkah-
langkah seperti dikemukakan nasution (1992:126-141), yaitu (a) reduksi data, dilakukan dengan cara
merangkum data, memilih hal-hal pokokyang difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan masalah
yang telah diteliti, (b) display data, dilakukan dengan mensistematiskan pokok-pokok informasi sesuai
dengan tema dan polanya, pola yang nampak ditarik satu kesimpulan sehingga data yang dikumpulkan
mempunyai makna tertentu; dan (c) mengambil kesimpulan dan verifikasi, dilakukan dengan cara
menarik kesimpulan atas rangkuman data yang tampak dalam display data sehingga data tersebut
mempunyai makna.
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian data yang terhimpun dalam bentuk analisis yang
diperoleh tentang Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri I Matangkuli Aceh Utara, maka hasil
penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu:
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Manajemen Kurikulum
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perencanaan program pembelajaran di SMA Negeri I
Matangkuli Kabupaten Aceh Utara, pada awalnya disusun konsep oleh wakil kepala sekolah bidang
kurikulum, setelah itu dalam rapat program konsep ini diutarakan dan setiap guru dapat memberikan
masukan, usulan dan pertimbangan terhadap konsep yang ditawarkan, sampai pada akhirnya diambil
keputusan yang dipilih untuk dijalankan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara selain mengunakan kurikulum nasional
juga ditambahkan dengan kurikulum lokal, secara operasional rencana program pembelajaran sekolah
meliputi dua kegiatan pokok yaitu:
a. Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru
Dari hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum memberikan keterangan
bahwa pembagian tugas guru dalam hal rencana program pembelajaran dilakukan sesui dengan bidang
studi atau ijazah yang dimiliki. Sedangkan pembagian tugas lain seperti: piket, Pembina upacara pada
hari senin dan lain-lain dibagi berdasarkan giliran yang telah disepakati bersama, selama peneliti berada
disana semua berjalan dengan teratur dan tingkat disiplin gurupun dalam melaksanakan tugas yang telah
diberikan sudah bagus, dan bila ada guru yang berhalangan, maka diganti dengan guru yang lain dengan
mata pelajaran yang sama. Tujan dilakukan ini untuk menjaga agar semua kegiantan yang telah
diprogramkan tidak terabaikan.
b. Kegiatan yang berhubungan dengan sisiwa
Dari hasil wawancara diperoleh bahwa jadwal program baik yang bersifat kurikuler maupun
ektrakurikuler telah disusun pada awal tahun pelajaran dan semua kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang telah disepakati bersama. Pengelolaan program pembelajaran di sekolah benar-benar
diarahkan agar proses pembelajaran berjalan secara efektif.
Secara operasional, manajemen rencana program pembelajaran dilakukan dengan tiga fungsi
manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah penetapan tujuan dan memperkirakan cara pencapaian tujuan tersebut.
Perencanaan merupakan fungsi sentral dari administrasi pembelajaran dan harus berorentasi kemasa
depan. Dalam pengambilan dan pembuat keputusan tentang rencana program pembelajaran, guru
sebagai manejer pembelajaran harus melakukan sebagai pilihan menuju terciptanya tujuan. Guru
sebagai manejer pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk melakukan
rencana program pembelajaran yang telah ditetapakan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyusunan rencana program pembelajaran tidak
dilakukan oleh seorang guru, akan tetapi disusun secara bersama-sama oleh beberapa orang guru yang
mengajar pada jenjang sekolah yang sama.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan dimana seluruh orang dalam lembaga sekolah melakukan rencana
yang telah disusun dan diatur menuju sasaran yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu kegiatan dan atau
pekerjaan banyak ditetentukan oleh komitmen dan keterampilan para pelaksana. Komitmen dapat
diartikan sebagai kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai aturan yang telah ditetapkan,
ketiadaan komitmen akan berakibat pada tidak adanya koordinasi dari tiap pelaksanaan program yang
sudah direncanakan sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak teruwujud.
Berdasarkan hasil penelitian pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara, terlihat
bahwa kepala sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk melakukan kreativitas dalam rencana
program pembelajaran, hal ini dimulai dari awal ajaran dimana kepala sekolah melakukan kegiatan
perlombaan antar kelas lain perlombaan shalat berjamaah, baca puisi, bola kaki, bola voly, yang ada
hubunganya dengan matri pelajaran.
3. Pengendalian
Pengendalian bertujuan untuk menjamin kenerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau
tujuan yang telah ditetapkan. Pada bahagian ini aspek yang yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah
adalah: (a) bagaimana evaluasi dilakukan dikaikan dengan tujuan, dan (b) pemamfaatan hasil evaluasi.
Dalam proses manajerial terakhir ini perlu dibandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang
telah ditetapkan ( kinerja standar). Guru sebagai manejer pembelajaran harus mengambil langkah-
langkah atau tindakan perbaikan apabila terdapat perbedaan yang siknifikan atau ada kesenjangan
antara proses pembelajaran aktual di dalam kelas dengan yang telah direncanakan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan manajemen kurikulum pada SMA Negeri I
Matangkuli Kabupaten Aceh Utara ditinjau dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sudah
berjalan dengan efektif.
2. Pelaksanaan Manajemen Kesiswaan
Manajemen pembinaan siswa meruakan hal yang mendukung pencapaian hasil belajar, karena
pembinaan kesiswaan berkaitan dengan pengembangan keterampilan, watak dan kepribadian siswa
SMA 1 Matangkuli. Dalam peningkatan pembinaan ektrakurikuler pada sore hari dalam berbagai kegiatan
seperti: (1) les tambhan yang yang diberikan oleh guru khususnya mata pelajaran yang yang termasuk
dalam ujian nasinal, (2) bimbingan tes yang dilaksanakan oleh alumni dan guru SMA Matangkuli, (3)
palang merah remaja, (4) seni drama dab seni tari. Selain itu manajemen berbasis sekolah meliputi
pengelolaan bidan kesiswaan yang berkaitan dengan:
a. Perencanaan Penerima Siswa Baru
Kegiatan ini dikelola sedemikian rupa mulai perencanaan daya tampung atau target jumlah siswa
yang akan diterima yakni dengan mengurangi daya tampung kelas dengan anak yang tinggal kelas atau
mengulang siswa pindah dari sekolah lain. Dalam penerima siswa baru, juga ditentukan oleh standar nilai
ajazah. Daya tampung dibatasi hanya 240 orang siswa, sedangkan yang mendaftar setiap tahun
mencapai 350 orang siswa. Dalam kegiatan ini kepala sekolah mendelegasikan kepada wakil bidang
kesiswaan untuk membentuk panitia penerima siswa baru dengan menunjukkan beberapa orang guru
dan pegawai untuk bertanggung jawab dalam hal penerimaan siswa baru, hasil penerimaan dilaporkan
oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan kepada kepala sekolah dan komite sekolah.
b. Kegiatan Masa Orientasi Siswa
Para siswa yang diterima sesuai dengan hasil seleksi diharuskan untuk mengukkuti masa
orientasi. Kegiatanya dilakukan sesuai dengan jadwal dan matri yang sudah ditetapkan oleh dinas
pendidikan kabupaten aceh utara. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bekal pembinaan penyesuain
diri siswa sebelum masa belajar agar siswa dapat menyatukan kosentrasinya belajar pada tingkat SMA,
setelah kegiatan ini barulah siswa mengikuti pelajaran intra atau ektra kurikuler di kelas sesuai dengan
roster pelajaran yang sudah ditetapkan oleh sekolah.
c. Penempatan siswa pada kelas tertentu
Sebelum siswa mengikuti proses belajar mengajar di kelas maka wakil kepala sekolah
mengelompokkan siswa pada kelas-kelas tertentu. Penemtapan tersebut memperhatikan daya tampung
kelas, siswa perkelas sesuai standar pelayanan SMA Matangkuli adalah 40 orang siswa per kelas. Kelas
yang telah ditentukan untuk belajar siswa menjadi tempat belajar menetap bagi siswa yang bersangkutan
selama satu tahun.
Selain penempatan siswa pada kelas juga di adakan penempatan siswa pada jurusan tertentu.
Dalam penempatan siswa pada jurusan tertentu seperti permintaan siswa, adabeberapa pertimbangan,
pertimbnagan guru, Bimbingan konseling, pertimbangan wali kelas, prestasi akademik siswa. Permintaan
siswa akan dipenuhi untuk duduk pada jurusan tertentu sepanjang prestasi akademiknya mendukung dan
merekomendasinya oleh wali kelas dan guru bimbingan konseling. Prestasi siswa yang diperoleh terlebih
dahulu diteliti, diinvertarisir. Apabila siswa menginginkankan jurusan IPA, maka prestasi akademik yang
berkaitan dengan pelajaran harus mendukung minimal cukup. Begitu juga dengan halny jurusan lainnya
yang akan dipilih siswa.hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan keinginan siswa untuk memilih jurusan
tertentu dengan dukungan prestasi akademik yang selama ini diperoleh siswa yang telah dituangkan
dalam raport guna mencegah siswa salah dalam memilih jurusan adakalanya siswa mwmilih jurusan
tertentu yang ternyata dikemudian hari nilainya turun drastis. Setelah diteliti oleh guru bimbingan
konseling ternyata diketahui bahwa jurusan yang dipilih oleh siswa tersebut merupakan paksaan dari
orang tuanya. Alasan orangtuanya adalah guna diarahkan pada pekerjaan yang hanya membuka formasi
jurusan yang dipaksakan kepada anak. Akibatnya terjadi kemerosotan nilai belajar karena yang dipelajari
tidak sesuia dengan minat siswa.
d. Kehadiran dan Pengendalian Diplin Siswa di Sekolah
Pengelolaan masalah kehadiran ini dilakukan melalui kontrol terhadap absensi siswa. Tugas ini di
deligasikan kepada masing-masing wali kelas. Kepala sekolah akan menyurati orang tua siswa yang
absensi atau kehadiran anaknya di sekolah tidak seperti yang di isyaratkan dalam peraturan. Bagi siswa
yang tidak mengindahkan teguran masalah teguran akan dipanggil bersama orang tuanya untuk
menanada tangani surat perjanjian di sekolah, apabila setelah tiga kali siswa menandatangani perjanjian
di sekolah di hadapan orang tuanya namun tetap sering absen, maka siswa yang bersangkutan akan
diberhentikan dari sekolah. Namun demikian sebelum siswa sampai pada tahap pemberhentian siswa
yang bersangkutan akan ditangani oleh guru bimbingan konseling untuk dibimbing dan di bantu
menyelesaikan permasalahan jika siswa yang terancam di berhentikan itu mengalami masalah khusus.
Untuk melaksanakan kendali terhadap disiplin siswa, kepala sekolah membagi piket guru dan
tugas bimbingan konseling sekaligus dituliskan dalam jadwal. Pengendalian disiplin ditekankan pada
kontrol masuk siswa pada jam pelajaran pertama, disiplin berpakaian, disiplin belajar, ketaatan terhadap
jam keluar kelas, dan disiplin kehadiran. Menurut hasil observasi peneliti pada paga hari bel belajar jam
pertama pengontrol siswa di lakukan secara terkoordinasi antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah
dan di bantu oleh tiga orang guru piket mengawasi siswa satu persatu di pintu gerbang masuk lokasi
sekolah.
Khusus siswa yang sering terlambat dan tidak di siplin berpakaian atau sering melanggar disiplin
lainya. Oleh guru piket diserahkan kepada guru bimbingan konseling untuk di tindak lanjuti membimbing
siswa. Jika gejala tidak disiplin terus berlanjut tanpa adanya perbaikan maka masalah tersebut
dikonsultasi dengan orang tua yang bersangkutan. Bahkan adakalanya karena tidak berhasil
membimbing siswa sedangkan siswa tetap sering melanggar disiplin, maka masalah tersebut di serahkan
kepada kepala sekolah sebgai pengambil keputusan terhadap kelangsungan belajar siswa apakah siswa
tersebut di kembalikan kepada orang tua atau tidak. Namun pada umumnya siswa yang melakukan
pelanggaran masih dibawah ambang batas kewajaran dan jumlah relatif sedikit jarang yang terus
berlanjut yang mengakibatkan pemberhentian siswa dari SMA Negeri 1 Matang kuli. Disiplin kehadiran
siswa dari hasil pengamatan menunjukkan ketepatan mereka hadir mengukuti pelajaran. Hanya satu atau
dua yang kadang-kadang sering terlambat lebih kurang lima sampai sepuluh menit.
e. Program Supervisi bagi siswa yang memiliki kelainan
Ada kalanya siswa mengalami kelainan dalam situasi tertentu, misalnya guru melaporkan siswa
sering melamun tanpa alasan yang jelas dan ketika mestinya siswa berkonsentrasi penuh dalam belajar,
siswa suka marah-marah tanpa alasan yang cukup kuat, siswa suka usil berlebihan seperti siswa laki-laki
yang suka berlebihan menggangu siswa perempuan, siswa yang selalu mengalami kesulitan dalam
belajar. Terhadap siswa yang selalu memiliki kelainan tersebut kepala sekolah mengadakan supervisi
serta bimbingan untuk membantu siswa keluar dari masalah-masalah yang dihadapi. Namun melihat
kesibukan yang di alami kepala sekolah dan agar dapat memberdayakan guru yang ada, maka pada
umumnya kepala sekolah mendelegasikan peranannya kepada guru bimbingan konseling.
3. Pelaksanaan Manajemen Personalia
Dalam kontek proses pembelajaran, personil sekolah atau sumber daya tenaga kependidikan
guru, memiliki pandangan atau persepsi yang beragam dengan perubahan sistem manajemen
pendidikan. Pera guru beranggapan bahwa MBS akan lebih memberikan kesejahtraan pada guru. Hal ini
didasarkan atas pandangan bahwa sistem pendanaan sekolah lebih fleksibel jika sekolah memiliki
kewenagan untuk menentukan tingkat kesejahtraan para guru. Peningkatan kesejahtraan ini harus
dilakukan untuk mengimbangi beban kerja guru.
Seorang guru yang diwawancarai mengemukakan sikapnya terhadap penyelenggaraan MBS:
Ketika Manajemen berbasis Sekolah dianjurkan untuk diterapakan disekolah saya, saya merasa mamfaat karena pendapatan saya bertambah. Hal ini terjadi karena Komite sekolah selalu memberikan dana yang selama ini tidak pernah saya terima. Disamping itu, saya selalu dilibatkan dalam menentukan berbagai kebijakan sekolah, baik dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan yang dianggap strategis bagi kepentingan sekolah dan masysrakat atauorang tua peserta didik. Saya merasakan menjadi lebih kreatif, dan suka mengambil inisiatif sehingga dinamika sekolah saya menjadi lebih hidup. Hal yang sangat saya suka dari diterapkan Manajemn Berbasis Sekolah itu, adalah kepala sekolah yang melibatkan saya dalam segala sesuatu yang berkaitan denhan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Apa yang dikemukakan oleh guru tersebut menunjukan bahwa Manajemn Berbasis Sekolah yang
diterapkan disekolahnya berimplikasi positif. Hal ini tentu saja berpengaruh positif terhadap peran guru
dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam konteks itu, apa dikatakan bahwa kepala sekolah di
sekolah tersebut telah memahami pentingnya perubahan paradigma penyelenggara pendidikan dari yang
bersifat birokratis hirarkis menuju penyelenggaraan yang demokratis. Seperti pendapat Mulyasa
(2003:13) yang mengemukakan bahwa:
Peningkatan efisiensi diperoleh melalui peningkatan SDM, partisifasi masysrakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisifasi maysrakat, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan sangsi sebagai hukuman dan berbagai hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana kondusif disekolah.
Kepala sekolah yang dapat memahami dan menerapakan prinsip-prinsip manajemen berbasis
sekolah, perlu tumbuhkembangkan. Sebab maju mundurnya sekolah ditentukan oleh variabel
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah dalam penerapan Manajemn Berbasis Sekolah menjadi
variabel determinan, kepala sekolah lah yang akan menjamin apakah Manajemen Berbasis Sekolah
dapat diterapkan atau tidak.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia yang berada dalam SMA
Matangkuli, telah memahami penting dan perlunya penyelenggara Manajemen Berbasis Sekolah
tersebut, disadari bukan sebagai kepentingan sasaat tetapi merupakan kepentingan jangka panjang dan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
Kesadrann sumber daya pendidikan dan kesiapan untuk menyelenggarakan Manajemen
Berbasis Sekolah, walaupun masih perlu disosialisasikan, yaitu upaya terus menerus untuk menjamin
terselenggaranya Manajemen Berbasis Sekolah selalu efektif dan efesien. Sosialisasi ini lebih ditekankan
kepada kepemimpinan sekolah (kepala sekolah), karena memang Manajemen Berbasis Sekolah akan
menjamin diterapakan jika kepala sekolah memiliki pemahaman yang jelas dan tuntas Manajemen
Berbasis Sekolah itu.
Hasil wawancara dengan kepal sekolah mengenai kontek MBS adalah:
Saya beranggapan sebagai fenomena baru dalam sistem penyelenggaraan pendidikan persekolahan, Mananjemen Berbasis Sekolah dapat menumbuhkan dan perubahan secara berlahan tetapi memiliki kepastian dalammenerapkanya, menjadi dinamikan sekolah lebih hidup dan berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Masyrakat pengelola sekolah, terutama berstatus negeri telah berupaya melaksanakanya. Walau
masih terdapat personil atau oknum yang belum utuh dalam memahami pentingnya dan perlunya MBS,
namun secara umum masysrakat pendidikan diwilayah Matanngkuli, memiliki kesiapan dalam
melaksanakanya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Masyarakat pendidikan yang dimaksud
adalah penyelenggara pendidikan yang meliputi sekolah, kepemimpinan sekolah yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab agar pendidikan berjalan sesuai dengan fungsi masing-masing.
Dalam kaitan ini, maka mereka diisyaratkan memiliki perencanaan yang sesuai dengan
wewenang dan tanggaung jawab masing-masing sehingga proses pendidikan terselenggara
sebagaimana mestinya. Proses inilah yang akan menjamin bahwa seluruh sumber daya yang mampu
melaksanakan MBS di sekolah.
Adapun berbagai perencanaan yang di lakukan Kepala sekolah dalam menigkatkan manajemn
personalia di sekolah SMA Negeri I Matangkuli dapat di jelaskan pada uraian berikut.
a. Perencanaan pengembangan guru
Sebagai bagian yang penting dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maka keberadaan
guru yang professional merupakan kebutuhan yang mutlak. Kepala SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten
Aceh Utara melaksanakan Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dalam bidang proses belajar
mengajar, khususnya pengembangan mutu guru sebagai berikut:( (1) memberi kemudahan bagi guru
untuk melanjutkan pendidikan guna meningkatkan sumberdaya manusia. (2) memberi intensif guru yang
telah dianggarkan oleh komite sekolah yang yang mengajar lebih dari 18 (delapan belas) jam/minggu
diberi intensif/honor sebesar 1000,- per jam. Sedangkan pada tahun ajaran yang akan datang akan
diprogramkan oleh komite sekolah lebih dari tahun ini, (3) Memberi dispensasi oelh guru yang mengikuti
penataran, seminar, dan jenis pelatihan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru, (4)
memberikan kemudahan bagi guru yang akan naik pangkat sepanjang telah memenuhi target angka
kredit dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (5) Memberikan kemudahan bagi guru yang
akan memperoleh kenaikan gaji berkala.
b. Pelaksanaan Penataran/ Pelatihan
Jenis Penataran yang di ikuti guru dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan baik tingkat
Kabupaten maupun tingkat Provinsi adalah penataran guru mata pelajaran, maupun metodelogi dan
lainnya. Salah seorang guru kimia yang juga koordinator MGMP SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara
menjelaskan tentang pengembangan guru sebagai berikut :
“Dalam hal pengembangan SDM guru, Kepala Sekolah memberikan kemudahan. Hal ini terlihat apabila ada guru yang ikut penataran diberi kesempatan oleh Kepala Sekolah, karena hal ini dapat menambah pengetahuan guru, sehingga dapat diterapkan dalam proses pembelajran di sekolah. Para guru dalam mengikuti pelatihan dan penataran juga dibiayai oleh sekolah, hal ini adanya perhatian komite dalam menanggulangi kesulitan dalam hal keuangan yang dirasakan oleh guru. Semua ini dilakukan demi terwujudnya kemampuan guru yang lebih baik”.
Para guru yang mengikuti penataran/pelatihan biasanya memperoleh fasilitas akomodasi dan
konsumsi serta transport dan uang saku, buku-buku aatau diktat yang berkenaan dengan bidang tutor.
c. Kelompok Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Kegiatan lain dalam mengembangkan mutu guru adalah melalui Musyawarah Guru Mata
Pelajaran sering melakukan pertemuan, dan diskusi untuk mempelajari kurikulum, teknik metode
mengajar guru,namun karena kurang dana dalam hal buku, Manajemen Berbasis Sekolah, Komponen
guru dan kurikulum, metode mengajar yang variatif perlu dimantapkan dalam pembelajran dikelas.
Dalam hal pelaksanaan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran, diskusi pada awal
caturwulan bisanya Kepala Sekolah mengundang guru untuk menbicarakan masalah pembelajaran bagi
kalangan guru-guru Musyawarah Guru Mata Pelajaran ilmu eksat dan ilmu Sosial.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran masih tetap menjadi salah satu sarana pengembangan murtu
guru atau menjadi pengendali mutu proses pembelajran di SMA Negeri 1 Matang Kuli Aceh Utara. Bagi
guru-guru di sekolah ini yang paling pokok sekarang adalah adanya kesamaan visi dan komitmen untuk
perbaikan mutu sekolah dari arahan pimpinan yang mereka jabarkan bersama sehingga mendorong
mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi paling tidak S-1
Bedasarkan deskripsi data diatas jelaslah bahwa pelaksanaan manajemen berbasis sekolah
dalam bidang personalia berlangsung melalui; penataran dan pelatihan, pendidikan lanjutan guru-guru
juga dikembangkan mutunya dengan memberikan izin dan kemudahan mengikuti jenjang pendidikan
lebih tinggi dengan tetap melaksanakan tugas mengajar, MGMP dan supervise.
d. Pendidikan Lanjutan
Perbaikan mutu sekolah harus diawali dari pengembangan dan pembinaan guru, karena itu
kepala sekolah tetap mendorong agar guru terus meningkatkan pendidikannya bagi yang belum S.1
bahkan disekolah ini diberikan peluang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, guru
dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengajar.
e. Supervisi
Supervisi yang dilaksanakan oleh sekolah di fokuskan kepada kesiapan guru dalam menyusun
desain instruksional dan efektivitas pembelajaran termasuk evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru
setelah selesai mengajar pokok/sub pokok bahasan tertentu kepada siswa. Supervisi masih dijadikan
sebagai wahana efektif untuk membantu guru memperbaiki kinerjanya dalam proses pembelajaran.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada Bagian ini akan dilakukan dan diuraikan pembahasan mengenai hasil-hasil penelitian tentang
Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah untuk meningkatkan mutu dalam bidang kutikulum, kesiswaan
dan personalia di SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara sudah berjalan sesuai kemampuan dan potensi
sumber daya sekolah.
Strategi Manajemen Berbasis Sekolah bidang kurikulum adalah lebih didasari kemampuan
kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah, disamping dukungan para guru dan komite sekolah.
Mulyasa, (2002) menyatakan “Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan bagian dari
MBS” Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan pelaksanaan,
pelaksanaan dan penilaian kurikulum.
Dalam hal itu perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal
pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan
penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan peserta didik, serta peningkatan
perbaikan pengajaran serta pengisian waktu jam kosong.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan yang mendukung pencapaian
hasil belajar, karena pembinaan siswa berkaitan dengan pengembangan keterampilan, watak dan
kepribadian siswa SMA Matangkuli. Manajemen Berbasis Sekolah di sini adalah lebih didasari
kemmpuan kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah, disamping dukungan para guru dan komite
sekolah, hal ini ditandai dari adanya program peningkatan mutu pendidikan melalui penambahan jam
pelajran, pengembangan mutu guru melalui musyawarah guru mata pelajaran , penetaran, kelompok
kerja guru, supervisi dan pendidikan lanjutan, pembinaan siswa melalui pendidikan moral, pramuka, dan
latihan kepemimpinan, pembinaan minat, bakat, olah raga serta peningkatan pembiayaan dari patrisifasi
orang tua, komite sekolah, kerjasama dengan pengusaha dan masyarakat untuk mendukung
pembiayaan/keuangan dalam rangka pelaksanaan program peningkatan mutu sekolah.
Ciri utama pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam pemberian otonomi kepada kepala
sekolah. Otonomi itu meliputi pemberian tugas, wewenag, tanggung jawab dan kekuasaan yang besar
kepada sekolah. Pemberian otonomi ini akan membuat sekolah lebih inovatif, artinya, sekolah dapat
melakukan perubahan yang memungkinkan lebih dinamis dalam penyelenggaraan pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah adalah manajemen inivatif yang akan merobah pola berpikir dan
bertindak. Jika selama ini Manajemen Berbasis Sekolah cendrung bersifat pasif karena keterlibatan
birokrasi pemerintah sangat ketat dan secara hirarkis melakukan intervensi yang cukup besar kepada
sekolah, dengan diberlakukanya MBS, akan terjadi perubahan-perubahan untuk dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan pasar.
Selama ini dunia pendidikan mengalami stagnasi yang cukup besar mempengaruhi efektifitas
sekolah dalam mengolak diri. Sekolah sepertinya tidak mampu melepaskan diri dari berbagai keinginan
dan kebutuhan secara mendasar. Hal inilah yang membelenggu berbagai potensi yang sebenarnya
dimiliki sekolah.
Berbagai problem sekolah pada saat yang lalu menurut Syaiful (2004:12) adalah sebagi berikut :
1. Sekolah pada semua jenjang dan level diurus seadanya, kreativitas dan inovatif tidak mendapat tempat yang layak karena bisa saja inovatif dan kreativitas malah bertentangan dengan pandangan pemegang kekuasaan.
2. Pihak sekolah menerima sarana dan prasarana pendidikan disekolah seadanya, tidak dapat memberikan
masukan atau komentar.
3. Guru bekerja tidak maksimal, mereka bekerja hanya memenuhi jam kerja sesui dengan yang dijadwalkan
karene jika mereka bekerja keras karir dan prestasinya tetap tidak jelas.
4. Ruang gerak lulusan sekolah jadi sempit karena kualitas seadanya.
Untuk mengatasi berbagai hal tersebut, maka MBS mensyratkan agar perlu meningkatkan
partisipasi masyarakat. Semakin tinggi partisipasi masyarakat, semakin mudah sekolah memenuhi
kebutuhanya, terutama dukungan biaya masyarakat. Masysrakat sebagai stakeholder pendidikan jangan
sampai diabaikan, karena masyarakat merupakan salah satu kekuatan utama dalam mendukung
program sekolah.
Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola tenaga
kependidikan yang tersedia disekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktivitas dan prertasi kerja dapat
dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik
manajemen personalia.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk
mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal,
namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu fungsi personalia yang harus
dilaksanakan pimpina adalah menarik, mengembangkan, mengkaji,dan memotivasi personil guna
mencapai tujuan sistem, menbantu anggota mencapai posisi dan standar prilaku serta menyelaraskan
tujuan individu dan organisasi.
Tugas Kepala Sekolah dalam kaitan dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan
yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi tujuan tenaga
kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Karena itu kepala sekolah dituntut untuk mngerjakan
instrument pengelolaan tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar
riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan dan komite pegawai untuk membantu kelancaran MBS di sekolah
yang dipimpinnya.
Kepala Sekolah SMA di Kecamatan Matangkuli telah melakukan secara terus menerus dalam
rangka memperkuat pelaksanaan MBS. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawabanya
yang memiliki otoritas di sektor pendidikan. Berbagai upaya terus dilakukan sehingga prinsip-prinsip MBS
menjadi dinamika baru dalam kehidupan organisasi baru.
Upaya yang dilakukan dalam melaksanakan MBS, dengan mendorong kepemimpinan kepala
sekolah yang kuat sehingga merealisir seluruh tujuan pendidikan dan tujuan sekolah. Selam ini justru
dirasakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah, tidak begitu kuat dalam menjalankan organisasi
sekolah. Hal ini terjadi karena kepala sekolah dibayangi kekuasaan satuan atasanya, sehingga tidak
memungkinkanya melakukan berbagai tindakan tanpa seizin satuan atasan tersebut.
Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat akan dapat mengambil dan menghargai keputusan yang
demokratis. Proses pengambilan keputusan yang demokratis adalah salah satu syarat untuk dapat
menerapka MBS demokratis adalah sekolah sekolah yang mengambil keputusan demokratis pula. Hal ini
perlu diterapkan, karen dalam MBS, sekolah bukan lagi hanya milik sekolah itu saja, tetapi ia adalah
bagian dari masysrakatnya yang memiliki komunitas dan kepentingan terhadap komunitas itu.
Mulyasa, (2002) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan
pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi,
(5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai. Semua perlu dilaksanakan
dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang
diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan
baik dan berkualitas.
Kebijakan manajemen berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara berkaitan
dengan perpaduan strategi kebijakan dari atas dan kebijakan dari bawah yaitu dukungan para guru,
komite sekolah dan orang tua sebagai seorang teman, strategi Manajemen Berbasis Sekolah ini
mengarah pada pengembangan sekolah efektif, dimana faktor profesionalisme dan pemberdayaan guru
merupakan satu pilar bagi keberhasilan seluruh program peningkatan mutu di sekolah berada dalam
lapangan manajemen sekolah. Kareteristiknya menurut Beare, dkk (1989) yaitu: (1) guru-guru memiliki
kepemimpinan yang kuat. Kepala sekolah memberikan perhatian yang tinggi untuk perbaikan mutu
pengajaran, (2) guru-guru memiliki kondisi pengharapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian
prestasi siswa, (3) atmosfir sekolah yang tidak rigid (kaku), sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam
sekuruh proses pengajaran atau suatau tatanan iklim yang nyaman, (4) sekolah memiliki pengertian yang
luas tentang focus pengajaran dan mengusahakan efektivitas sekolah dengan energy dan sumber daya
sekolah untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksimal, (5) sekolah efektif menjamin kemajuan
murid dimonitor secara periodik. Kepala sekolah dan guru mennyadari bahwa kemajuan prestasi pelajar
berhubungan dengan tujuan pengajaran.
Sekolah dapat menjadi efektif dan sekaligus menjadi efisien. Sekolah efektif karena pencapaian
hasil yang baik, sedangkan sekolah yang efisien ialah penggunaan sumber daya yang hemat. Untuk
mengetahui indikator prestasi belajar tentunya dilihat dari absensi (kehadiran), tingkah laku di sekolah,
laporan kejahatan/ penyimpangan dan hasil ujian nasional. Sekolah yang unggul tersebut adalah sekolah
yang efektif dan efisien dengan menjanjikan lulusan yang terbaik, keunggulannya secara kompetitif dan
komparatif. Keunggulan kompetitif dimiliki antara lulusan sejenis dalam jurusan yang sama, sedangkan
komparatif antara lulusan berbeda dari suatu sekolah dengan sekolah lainnya.
Kepemimpinan transparan yang partisipatif oleh Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara
dijalankan dengan memantapkan kerjasama dengan para guru harus terutama dalam meningkatkan mutu
pendidikan yang muaranya dalah kelulusan berkualitas. Demikian pula para manejer atau kepala sekolah
harus berfungsi sebagai bagian dari kerjasama dalam lembaga untuk menjamin perubahan dalam
lingkungan pendidikan era kekinian. Semakin terpenuhinya prinsip ekonomi, transparansi, dan
akuntabilitas berjalan dengan baik maka pimpinan sekolah, guru-guru, karyawan dan pihak terkait
dengan sekolah semakin kuat komitmennya menjalankan program perbaikan mutu sekolah.
Berkaitan dengan pemantapan tanggung jawab masyarakat terhadap mutu pendidikan menurut
Newton dan Tarran (1992:9) menjelaskan bahwa : penyebaran komitmen mutu dan tanggung jawab
kepada masyarakat adalah satu bagian penting dari penerimaan dan perwujudan strategi perubahan
dalam pendidikan.Mutu yang berkaitan dengan pengalaman adalah hal mendasar bagi keberhasilan
sekolah. Sebab sekolah melibatkan secara tinggi sejumlah interaksi keseharian dalam memelihara mutu
dari hubungan penghargaan yang dialamatkan kepada menjadi nilai penting dalam pendidikan.
Manajemen berbais sekolah pada dasarnya adalah reformasi manajemen di sekolah untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Reformasi di sekolah bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dikatakan lebih
bersifat kualitatif karena mutu sulit dapat diukur secara matematis, namun lebih dapat diukur dengan
indikator-indikator tertentu. Itulah sebabnya desentralisasi secara politis menuntut agar MBS yang
diterapkan di sekolah-sekolah, harus memberikan berbagai hal, sebagimana yang diungkapkan Duhou,
(2003:128) :
1. Peningkatan efektivitas keputusan berkaitan dengan kebijakan pendidikan, baik ditingkat sekolah maupun sistem.
2. Manajemen sekolah dan leadership pendidikan yang meningkat.
3. Ketentuan pengunaan sumber daya lebih efesien.
4. Kualitas pengajran meningkat
5. Pengembangan kurikulum lebih sesuai dengan tuntutan sosial dan tenaga kerja masa depan
6. Menghasilkan outcommes (hasil) siswa yang meningkat.
Penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan prinsip MBS, sekolah mendapat bimbingan
profesional dari satuan atasan. Bimbingan ini diperlukan karena selama ini sekolah berada dalam
bimbingan dan arahan satuan atasan sehingga sekolahcenderung terikat oleh satuan atasanya.
Keterikatan itu bukan hanya dalam pengambilan keputusan saja, tetapi juga dalam menentukan berbagai
kebijakan sekolah dalam mempelakukan masyarakat penguna jasa pendidikan sekolah itu.
Bimbingan dari satuan atasan akan semakin kuat dan kokoh jika sekolah menerapakan sikap
transparan dan memiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masysrakatnya. Transpsran itu berkaitan
dengan kemauan sekolah untuk dapat lebih terbuka dan tidak menerapkan sistem tertutup dalam
berbagai hal, terutama dalam pertanggungjawaban keungan yang diperoleh dari masyarakat, terutama
masysrakat pengguna jasa kependidikanya. Sekolah bukan lagi menjadi sistem tertutup yang tidak
memiliki kepedulian terhadap masyarakatnya, sekolah sudah menjadi sistem terbuka sehingga tidak ada
lagi yang tersembunyi dan disembunyikan dari masyarakat.
Berkaitan dengan prinsip akuntabilitas, sekolah berusaha memberikan layanan memungkingkan,
sehingga masyarakat merasa puas dengan kinerja sekolah. Pencapaian kinerja sekolah dalam hal ini
agar seluruh pencapaian tujuan sekolah yang merupakan bagian dari tujuan pendidikan secara
menyeluruh dapat dicapai. Kinerja sekolah dalam kontek MBS, adalah kinerja pendidikan secara
universal, yaitu tercapainya kinerja pembelajaran sehingga memungkinkan peserta didik dapat tumbuh
dan berkembanga secara profesional, yang pada saat bersamaan anak tumbuh berkembanga sesuai
denga bakat, minit masing-masing sehingga anak mencapai tujuan lembaga pendidikan di mana anak
tersebut sekolah.
Dapat ditegaskan bahwa semakin tinggi komitmen mutu yang di perjuangkan kepala sekolah, guru-
guru dan komite sekolah serta masyarakat/orang tua dalam spectrum SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh
Utara, maka Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah untuk peningkatan mutu akan semakin baik,
semakin terpenuhi prinsip otonomi, transparansi, dan akuntabilitas berjalan dengan baik maka pimpinan
sekolah, guru-guru dan karyawan dan pihak terkait dengan sekolah semakin kuat komitmennya
menlajalankan program perbaikan mutu sekolah. Semakin besar dukungan kepemmimpinan, dewan
guru, komite sekolah, dan masyarakat dalam menjalankan prinsip dan teknik manajemen berbasis
sekolah di SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara maka sekolah ini semakin mencapai kualifikasi sekolah
efektif yang menguntungkan semua pihak terkait dengan sekolah.
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan-kesimpulan yang merupakan hasil dari peneitian.
Kesimpulan tersebut diambil setelah reduksi melalui beberapa temuan yang cukup matang, penelitian ini
sangat menjujung tinggi objektivitas, sehingga hasil penelitian dapat bermamfaat bagi semua kalangan.
1. Efektivitas manajemen berbasis sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri I Matangkuli didasarkan
kepada strategi perencanaan suvervisi dan evaluasi yang sesua dengan visi dan misi sekolah yang
dijabarkan dalam sasaran/tujuan sekolah. Berdasarkan tujuan inilah dibuat program sekolah dalam
meningkatkan mutu yang dievaluasi melalui ujian dan evaluasi kinerja. Peningkatan mutu pengajaran
dilakukan dengan membuka program tambahan jam pelajaran diluar kegiatan intrakurikuler,
menetapakan disiplin waktu, pembagian tugas belajar sesuai dengan keahlian, dan disiplin administrasi
pengajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah tersebut.
2. Efektivitas manajemen berbasis sekolah dalam bidang kesiswaan dilakukan melalui disiplin, bakat seni,
olah raga, mata pelajaran nasional, keterampilan bahasa inggris, keamanan dan budi pekerti.hal ini
ditangani oleh wakil kepala sekolah bidamg kesiswaan bersama dengan dewan guru yang sesuai dengan
tugasnya, dan secara otonomi pelaksanaanya di laporkan kepada kepala sekolah dan komite SMA
Negeri I Matangkuli.
3. Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia pada SMA Negeri I Matangkuli sangat
ditentukan oleh keberhasilan pimpinanya dalam mengelola kependidikan yang tersedia disekolah. Dalam
hal ini, penigkatan produktivitas dan prestasi anak didik dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku
manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia. Kepala sekolah dalam
kaitanya dengan manajemen tenega kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya
mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai)
secara pribadi, maka kepala sekoah dituntut untuk mengerjakan intrumen pengelolaan tenaga
kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat
pekerjaan, dan komite pegawai untuk membantu kelancaran manajemen berbasis sekolah disekolah
yang dipimpimnya.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan pembahasan diatas dapat dirumuskan berbagai rekomendasi mengenai
aspek-aspek pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh
Utara.
1. Kepala sekolah
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalm
mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
Kepemimpinana kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk
dapat meujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-programyang dilaksanakan
secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut mempunyayi kemampuan
manajerial dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk
meningkatkan mutu sekolah.
2. Guru dan komite sekolah
Guru dan komite sekolah secara bersama-sama ikut serta penyusunan manajemen untuk meningkatkan
potensi belajar siswa dalam menyusu program perencanaan kegiatan. Kelemahan terlihat dari
kemampuan yang dimiliki oleh guru dan komite dalam hal melayani penggunaan sumberdaya sekolah.
Manajemen sekolah yang memberikan kewenagan (otonomi) kepada warga sekolah dalam mengelola
pendidikan pada tingkat sekolah.
3. Dinas Pendidikan
Sebagai lembaga yang bertugas membina SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara, diharapkan
peran serta lebih besar perhatian terhadap keberadaan sekolah tersebut, sekolah yang tunduk dibawah
departemen pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Aceh Utara agar dapat mengupayakan perekrutmen
siswa dan mpengadaan menambah biaya pengadaan fasilitas yang lebih baik demi tercapainya siswa
yang bekualitas.
C. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapatlah dikemukakan saran-saran
untuk mengembangkan manajemen berbasis sekolah pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh
Utara. Adapun saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kepada pemegan otoritas di kecamatan matangkuli, yaitu kantor dinas pendidikan dan kebudayaan agar
meningkatkan status Manajemen Berbasis Sekolah, dari anjuran menjadi keharusan.
2. Kepala sekolah diharapkan dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan keterlibatan guru dalam
merumuskan kebijakan dan program sekolah sehingga efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah untuk
peningkatan mutu sekolah benar-benar dapat dilaksanakan oleh guru dengan penuh rasa tanggung
jawab.
3. Penanggun jasa pendidikan yaitu masyarakat, seharusnya secara aktif bahkan positif memberikan
bantuan kesekolah agar setiap sekolah dapat memenuhi kebutuhanya untuk mencapai tujuan sekolah
secara efektif.
4. Sebagai personil yang memiliki otonomi dalam penyelengaraan sekolah, seharusnya kepala sekolah
memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Tujuanya, agar kepala sekolah yang
terpilih atau diangkat dapat menetapkan visi, misi dan nilai-nilai sekolah untuk dijadikan pedoman dalam
memimpin persekolahan.
5. Komite sekolah harus menjadi mitra sekolah, sehingga sekolah bisa lebih konsentrasi melakukan proses
pembelajaran, sedangkan komite sekolah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sekolah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, (2002). Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara
Depertemen Pendidikan Nasional (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 Jakarta
Depdikas.
Dedi, Hamid (2003) Undang- Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Purat
Bahagia
Duhou, Abu Ibtisam (1999), School Based Management. Jakarta: Logos
Fakhri, Gaffar (1989), Perencanaan Pendidikan Teori dan Metologi, Jakarta P2LTK
Fattah,Nanang,(2000), Manajemen Berbasis Sekolah,Andira,Bandung.
_______(2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 2. Jakarta Depdiknas.
_______(2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 3. Jakarta Depdiknas.
Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (2001), Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi Daerah. Yogyakarta :
Adicipta.
Lingcoln, Y. S and Guba, F.G (1985) Naturalistic Inquairy. New Delhi: Saga Publicatioan.
Mukhtar Dan Suparto, Widodo (2003) Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : CV. Fijamas.
Mulyasa,(2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: CV. Remaja Rosdakarta.
Mulyasa, E, (2003), Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda Karya, Bandung.
Mulyasa. E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.
Mulyana, Deddy (2004). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nasution (1988) Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung : Tarsito.
Nurkolis, (2003), Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model, dan aplikasi, PT. Gramedia, Jakarta.
Permadi, Dedi, (2001), Manajemen Berbasis Sekolah Dan Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah, PT. Sara
Panca Karya Nusa, Bamdung.
Satori, Dam’an (1999) Manajemen Berbasis Sekolah (School Baed Management) Basic Educational Project.
Jawa Barat, bandung.
Salisbury, D, F. (1996). Five Technologies For Educational Chage, New Jersey: Educational Technology
Publications, Englewood Campany.
Sidi, Indra Djati, (2003), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Paramadina
Jakarta.
Siagian, Sondang P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta. Bina Aksara.
Siahaan,Amiruddin.dkk. (2006). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Quantum Teaching.Ciputat.
Suryadi Ace (1998) Manajemen Pendidikan Nasional dalam Kerangka Kemandirian Bangsa. Idepdikbud. Jakarta.
Supriadi,dkk,(2001), Reformasi Pendidikan Dalam Kontek Otonomi Daerah, Adcita Karya Nusa,Yokyakarta.
Sujanto, Bedjo (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Sagung Seto, Jakarta
Tilaar, H. A. R (1992). Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan Bandung. PT Remaja
Rosda Karya
wahyumirza.blogspot.com/2011/03/pelaksanaan-manajemen-berbas ...