download file

8
Gender Sebagai Faktor Risiko Mouth Breathing& Kebiasaan Buruk Oral Lainnya pada Anak - Anak Abstrak Tujuan: Untuk menganalisis hubungan pola mouth-breathing dan kebiasaan buruk oral lainnya pada anak-anak. Metode: Dilakukan metode observasi dan cross-sectional terhadap 198 anak berumur 3-5 tahun. Tes menggunakan kuisioner, evaluasi klinis dan tes spesifik (menggunakan kaca dan air) digunakan untuk memastikan pola mouth-breathing. Hasil: Rata-rata umur sampel adalah 4,13 ± 0,8 tahun dan 57,1% adalah laki-laki. Total 87,4% sample menunjukkan satu atau lebih kebiasaan yang berbahaya.Kebiasaan buruk lebih sering terjadi pada anak laki-laki (61.8%); hal ini secara sttatistik cukup signifikan (p<0.001).Mouth breathing ialah kebiasaan yang paling sering terjadi (49%), diikuti menggigit/ mengisap sesuatu (33.3%). Berhubungan dengan gender, hubungannya secara statistic signifikan pada kebiasaan minum melalui botol(p=0.02) dan menggigit kuku (p=0.02). Mouth breathing dihubungkan dengan menggigit benda (p=0.00),penggunaan dodot (p=0.02) dan mengisap jempol (p=0.00).Kesimpulan: Hasil dari studi menunjukkan bahwa mouth breathing secara signifikan berhubungan dengan menggigit/mengisap benda, penggunaan dot dan mengisap jempol pada anak-anak dan kebiasaan tersebut dilaporkan paling banyak terjadi pada anak laki-laki.

Upload: yenniwindasari

Post on 16-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ihkgn

TRANSCRIPT

Page 1: Download File

Gender Sebagai Faktor Risiko Mouth Breathing&

Kebiasaan Buruk Oral Lainnya pada Anak - Anak

Abstrak

Tujuan: Untuk menganalisis hubungan pola mouth-breathing dan kebiasaan buruk oral

lainnya pada anak-anak. Metode: Dilakukan metode observasi dan cross-sectional terhadap

198 anak berumur 3-5 tahun. Tes menggunakan kuisioner, evaluasi klinis dan tes spesifik

(menggunakan kaca dan air) digunakan untuk memastikan pola mouth-breathing. Hasil:

Rata-rata umur sampel adalah 4,13 ± 0,8 tahun dan 57,1% adalah laki-laki. Total 87,4%

sample menunjukkan satu atau lebih kebiasaan yang berbahaya.Kebiasaan buruk lebih sering

terjadi pada anak laki-laki (61.8%); hal ini secara sttatistik cukup signifikan (p<0.001).Mouth

breathing ialah kebiasaan yang paling sering terjadi (49%), diikuti menggigit/ mengisap

sesuatu (33.3%). Berhubungan dengan gender, hubungannya secara statistic signifikan pada

kebiasaan minum melalui botol(p=0.02) dan menggigit kuku (p=0.02). Mouth breathing

dihubungkan dengan menggigit benda (p=0.00),penggunaan dodot (p=0.02) dan mengisap

jempol (p=0.00).Kesimpulan: Hasil dari studi menunjukkan bahwa mouth breathing secara

signifikan berhubungan dengan menggigit/mengisap benda, penggunaan dot dan mengisap

jempol pada anak-anak dan kebiasaan tersebut dilaporkan paling banyak terjadi pada anak

laki-laki. Diagnosis dini dan iintervensi harus dilakukan untuk menghindari akibat tertentu di

masa depan pada daerah orofasial.

Kata kunci: mouth breathing, kebiasaan, anak-anak.

Pendahuluan

Kebiasaan didefenisikan sebagai “kegiatan atau kelakuan yang diperoleh dari pengulangan

yang berkali-kali akan suatu tindakan yang awalnya dimulai secara sadar dan berikutnya

menjadi tidak disadari.”Kebiasaan di rongga mulut diklasifikasikan menjadi fisiologis dan

nonfisiologis.Kebiasaan fisiologis mencakup pernafasan melalui hidung, mengunyah,

berbicara dan menelan.Kebiasaan nonfisiologis lebih sering disebut berbahaya atau

parafungsional yaitu mengisap jempol, mengisap dot, minum melalui botol, dan posisi lidah

atau menekan lidah ke gigi serta pola bernafas melalui mulut.

Page 2: Download File

Kebiasaan tertentu dapat melibatkan faktor emosional, seperti rasa cemas dan sensitivitas

terhadap stress. Dengan mempertimbangkan umur, kebiasaan buruk oral adalah hal yang

sering terjadi pada anak-anak dan cukup jarang terjadi pada usia remaja. Kebiasaan tersebut

memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas hidup dan mempengaruhi sistem stomatognasi,

memicu terjadinya ketidakseimbangan antara gaya otot eksternal dan internal. Hal ini muncul

pada saat toleransi fisiologis terlampaui (respon terhadap kegiata yang dilakukan0, sehingga

terjadi perubahan pertumbuhan gigi, otot dan TMJ.TMD dapat diakibatkan oleh intensitas

aksi dari kebiasaan buruk tertentu.Malformasi tulang dapat pula timbul dari durasi dan

frekuensi kebiasaan buruk tersebut.

Karena kebiasaan tersebut membutuhkan pendekatan multidisiplin untuk menyediakan

perawatan opotimal terhadap pasien anak, tujuan dari studi ini ialah untuk menganalisis

hubungan antara pola mouth-breathing dan kebiasaan buruk lainyya pada anak berumur 3-5

tahun.

Bahan dan Metode

Studi observasi dan cross-sectional dilakukan dengan melibatkan murid yang tergabung di

dalam playgroup di kota São Roque, bagian dari São Paulo, Brazil. Sample diperoleh melalui

evaluasi terhadap seluruh anak yang terdaftar di sekolah usia 3 hingga 5 tahun pada tahun

2008. Seluruh orangtua menerima informasi menegenai tujuan studi dan menandatangani

informed of consent dan persetujuan dengan Resolution 196/96 of the Brazilian National

Health Council. Studi ini menerima persetujuan dari the local Human Research Ethics

Committee #82622/08.

Didalam kuesioner tertulis mengenai objektivitas, closed ended questions digunakan untuk

mengumpulkan informasi mengenai umur, jenis kelamin, dan adanya oral habit yang buruk.

Kuesioner ini diisi oleh para orang tua/ wali dengan tidak adanya kendala waktu. Tujuan

dilakukan kuesioner ini adalah untuk menginvestigasi adanya/ tidak oral habit yang buruk

dan hubungan antara pola mouth breathing , menggigit kuku, menggigit/ mengisap suatu

objek, menghisap jempol, menghisap dot, bottle feeding dan bruxism (teeth clenching/

grinding). Anak dengan medikasi sistemik untuk pengobatan gangguan saluran nafas (demam

dan flu) serta yang memakai orthodonti atau orthopedic appliance pada maksila dikecualikan

dari studi.

Page 3: Download File

Selain kuesioner, sebuah evaluasi klinis dan tes yang spesifik (tes air dan kaca) dilakukan

oleh seorang penguji yang telah menjalani proses pelatihan serta diawasi oleh

otolaryngologist untuk mengkonfirmasikan pola mouth breathing.Evaluasi klinis

mendeterminasikan adanya atau tidak dari mouth breathing dilihat dari beberapa tanda yaitu :

wajah yang panjang, mata yang menurun, lingkaran hitam disekitar mata, bagian atas bibir

yang tipis, bibir kering, bibir yang hipotonis , bagian bawah bibir yang melengkung kebawah,

cuping hidung sempit, palatum melengkung tinggi, tidak dapat menutup bibir dengan baik,

dan terdapat openbite anterior. Tes cermin dilakukan dengan meletakkan cermin 2 sisi

dibawah cuping hidung anak dan mengobservasi formasi kondensasi uap dari respirasi.

Embun pada bagian atas cermin mengindikasikan pernafasan hidung dan embun pada bagian

bawah pada kedua sisi cermin mengindikasikan mouth breathing. Tes air dilakukan setelah

tes cermin telah dilakukan. Tes air diaplikasikan yaitu dengan melihat apakah anak dapat

mempertahankan jumlah air yang sedikit pada mulutnya dengan mempertahankan bibir tetap

berkontak tanpa menelan selama 3 menit. Anak yang tidak dapat mempertahankan bibir

berkontak selama 3 menit dianggap sebagai mouth breathers.

Data analisis dilakukan dengan menggunakan 17 program SPSS (IBM Corp., Chicago,

IL, USA) dan melibatkan tes chi-squared (÷^2) dan Tes Ketepatan Fisher’s, dengan level

signifikan mencapai 5%(p<0.05).

Hasil

Sampel terdiri dari lebih dari 198 anak-anak antara 3dan 5 tahun.Umur rata-rata adalah 4.13 ±

0.8 tahun dan 57.1% adalah laki-laki. Total dari 87.4% (n=173) terlihat satu atau lebih oral

habit buruk: 29.3% ( n = 58 ) mempunyai 1 oral habit, 30.8% (n = 61) mempunyai 2 oral

habit, 18.2% (n = 36 ) mempunyai 3 habit dan 9.1% (n = 18 ) mempunyai 4 oral habit.

Oral habit lebih banyak dialami oleh jenis kelamin laki-laki (61.8%; n = 107) daripada

perempuan (38.2%; n = 66). Hubungan antara laki-laki dengan oral habit yang buruk adalah

signifikan secara statistik (x2 = 12.773, p< 0.001). Sehubungan dengan tipe habit, pola mouth

breathing unggul dengan (49%; n = 97), diikuti dengan menggit-gigit/menghisap objek

(33.3%; n = 66). Jenis kelamin secara signifikan berhubungan dengan bottle feeding dan nail

biting sedangkan pola mouth breathing secara signifikan berhubungan dengan menggigit/

menghisap objek, bottle feeding dan menghisap jempol (tabel 2).

Page 4: Download File

Pembahasan

Hasil dari studi menunjukkan bahwa pola mouth-breathing secara signifikan berhubungan

dengan menggigit atau mengisap suatu objek, minum melalui botol dan mengisap jempol

serta kecenderungan timbulnya lebih tinggi pada anak laki-laki.

Mouth breahing adalah faktor etiologi potensial terhadap perubahan pertumbuhan wajah dan

oklusi yang normal. Ketika dikombinasikan dengan kebiasaan parafungsional yang lain,

bahaya terhadap sistem stomatognasi bahkan menjadi lebih besar. Menurut Cattoni et al.

(2007), anak-anak dengan kebiasaan ini menunjukkan adaptasi patologis menyangkut tentang

karakteristik postural dan morfologi sistem stomatognasi.Jadi, diagnosis dini mouth breathing

dan intervensi yang sesuai disarankan untuk menghindari kondisi abnormal pada orofasial.

Sejumlah kondisi akut dan kronis dapat menjurus ke pola bernafas yang melalui mulut.

Kondisi akut termasuk proses infeeksius dan kehadiran zat-zat asing. Kondisi kronik yaitu

choanal atresia, adenoid hyperthrophy, tonsil hyperthrophy kronik, deformitas nasal septum,

fraktur hidung, rhinitis alergi (dan berbagai pengobatannya), polyp, tumor dan rongga hidung

yang smepit. Untuk menghindari bias dari hasil investigasi, anak-anak yang menggunakan

medikasi sistemik untuk perawatan jalan nafas dan mereka yang memiliki piranti ortodonti

ataupun ortopedi pada daerah maxilla tidak diikutkan dalam studi. Namun, anak yang

dilaporkan tidak memiliki kondisi kronis dapat juga memiliki kebiasaan buruk mouth

breathing. Mmepertimbangkan tujuan dari studi, peneliti tidak mencari dan menegakkan

alasan dari kebiasaan buruk, melainkan ada atau tidaknya kebiasaan ini terjadi.

Studi menunjukkan persentase yang tinggi akan kebiasaan buruk diantara anak-anak yang

dievaluasi. Temuan yang mirip juga dilaporkan di literature. Emodi-Perlman et al (2012)

mengevaluasi kebiasaan parafungsional pada anak-anak pada fase gigi desidui dan masa gigi

bercampur, melaporkan prevalensi yang tinggi akan kebiasaan menggigit/mengisap benda

dan menggigit kuku. Penulis menyimpulkan bahwa fase-fase penuh tekanan di dalam hidup

berhubungan dengan peningkatan kebiasaan buruk oral pada anak-anak.

Bruxism ialah kebiasaan buruk dengan prevalensi terendah dan tidak dihubungkan dengan

mouth breathing. Namun demikian, Serra-Negra et al (2010) melaporkan prevalensi yang

tinggi dari kebiasaan ini (33%).Carra et al (2011) menilai prevalensi dan faktor risiko

bruxism pada saat tidur dan menggertakkan gigi pada saat bangun pada populasi dari umur 7

Page 5: Download File

- 17 tahun yang mencari perawatan ortodonti.Hasilnya mengindikasikan bahwa

parafungsional pada saat tidur maupun terbangun dihubungkan dengan tanda dan gejala

TMD, pernasalahan tidur dan permasalahan perilaku sehingga wajib diperhatikan selama

evaluasi dental.

Satu keterbatasan dari studi ini ialah kegagalan untuk mengevaluasi ada tidaknya kebiasaan

mendengkur, yang dilaporkan cukup sering pada anak.Akibat dari mendengkur berhubungan

dengan perkembangan kognitif dan tekanan darah tinggi.Terlebih lagi, mendengkur sering

terjadi pada iindividu ang memiliki kebiasaan bruxism.

Secara umum, kehadiran kebiasaan yang demikian dapat mempengaruhi sistem stomatognasi.

Sebuah studi yang melibatkan anak-anak dan orang dewasa dilakukan untuk menentukan

hubungan anrara kebiasaan parafunctional dan munculnya TMD melalui evaluasi frekuensi

diurnal bruxism dan menggigit kuku, hasil yang mendemonstrasikan bahwa perempuan

memiliki risiko yang signifikan akan nyerio myofascial. Studi lain dengan alasan yang sama

menemukan bahwa kebiasaan parafungsional dihubungkan dengan gejala nyeri orofasial,

mengindikasi bahwa kebiasaan yang demikian adalah faktor risiko TMD. Sebuah studi

dengan evaluasi selama 20 tahun menunjukkan bahwa kebiasaan parafungsional dapat

menetap, sebagai maloklusi kelas II dan kehilangan struktur gigi pada masa kanak-kanak

adalah prediktor akan kehilangan struktur gigi pada saat dewasa. Penemuan ini menegaskan

pentingnya diagnosis dini akan kebiasaan buruk oral serta intervensi yang tepat untuk

menghindari defek pada daerah orofasial di masa yang akan datang.