TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO
KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
QORY EKA FITRI
NIM : 11140480000134
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
i
TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO
KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
QORY EKA FITRI
NIM : 11140480000134
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Qory Eka Fitri. NIM: 11140480000134. “TANGGUNG JAWAB HUKUM
BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU
KREDIT AKIBAT CARDING”. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440H/2019M. 1x +76 halaman +8 halaman lampiran.
Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab bank BNI
sebagai issuer dalam memberikan perlindungan hukum kepada nasabah kartu
kredit yang mengalami kerugian akibat kegiatan carding. Kemudian akan
dijelaskan bagaimana langkah yang harus dilakukan nasabah kartu kredit yang
mengalami kerugian dan langkah yang ditempuh bank BNI dalam menyelesaikan
pencurian data kartu kredit tersebut. Carding merupakan transaksi penyimpangan
kartu kredit dengan menggunakan informasi kartu kredit milik pemegang kartu
yang dilakukan secara daring (on-line) maupun melalui transaksi non-daring (off
line). Kegiatan carding merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sangat
merugikan nasabah kartu kredit.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan normatif - doktriner dan library research dengan
melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku yang
berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya perlindungan hukum terhadap
nasabah kartu kredit dapat terwujud jika nasabah sadar akan hak dan
kewajibannya, kemudian bank BNI lebih proaktif dalam memberikan edukasi
kepada nasabah kartu kredit. Bank BNI dalam melakukan investigasi terhadap
kerugian pemilik kartu kredit akibat carding membutuhkan waktu yang lama.
Bentuk pertanggung jawaban bank BNI dalam kerugian materil atas hasil
investigasi yaitu jika kerugian yang dialami nasabah kartu kredit merupakan
kelalaian bank BNI dan/atau pihak ketiga maka nasabah berhak memperoleh
pertanggung jawaban berupa pengembalian uang.
Kata Kunci : Tanggung Jawab Bank, Kerugian Nasabah Kartu Kredit, Carding
Pembimbing : M. Mujiburrohman, S.Ag., M.A.
Daftar Pustaka : 1990 s.d. 2016
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمان الرحيم
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T karena dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK
PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT
AKIBAT CARDING”. Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti
mengucapkan terimakasih untuk berbagai pihak, yaitu yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3. Terkhusus M. Mujiburrohman, S.Ag., M.A. Pembimbing Skripsi dan Nur
Habibi., M.H. selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah bersedia
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
4. Kelompok Pengkajian dan Pengembangan Hukum – Divisi Hukum Bank BNI
tempat penulis melakukan penelitian dan mendapatkan informasi terkait
skripsi ini.
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya para Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan
pembelajaran hidup serta ilmu pengetahuan yang tak terhingga.
6. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orangtua tercinta, yaitu Ibu (Marsiah) dan bapak (Sholihin), dan adik-
adikku Rizky Amelia & Adnan Yogi Khadafi yang telah mendoakan,
mendukung, dan menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, tanpa
mereka saya tidak akan bisa sampai ke tahap ini. Kawan-kawan Ilmu Hukum
angakatan 2014, khususnya Hafizah, Rizka, Furba, Dina, dan Muslimah. Serta
sahabat- sahabat saya Nelda, Nia, Wida, dan Siti.
vii
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan
akademis, masyarakat serta para pembaca kalangan umumnya.
Jakarta, Januari 2019
Qory Eka Fitri
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ......................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Metode Penelitian ............................................................................ 9
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 14
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ............................................................................. 16
B. Kerangka Konseptual .................................................................... 18
C. Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit ....................................... 19
D. Perlindungan Nasabah ................................................................... 23
E. Kerahasiaan Data Nasabah ............................................................ 26
F. Kartu Kredit ................................................................................... 29
G. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 34
BAB III : PEMBATASAN HUKUM TANGGUNG JAWAB BANK
PENERBIT DALAM TRANSAKSI KARTU KREDIT
A. Profil PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk ........................... 38
B. Pembatasan Hukum Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank
Penerbit dalam Transaksi Kartu Kredit ......................................... 41
ix
BAB IV :TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP
RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT
CARDING
A. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerugian Nasabah Kartu
Kredit Akibat Carding .................................................................. 48
B. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI Sebagai Bank Penerbit dalam
Menyelesaikan Pencurian Data Kartu Kredit (Carding) ............... 56
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 67
B. Rekomendasi ................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73
LAMPIRAN ......................................................................................................... 77
A. Surat Permohonan Data Wawancara kepada PT Bank Negara
Indonesia (Persero)Tbk dan BNI Corporate University
B. Hasil Wawancara dengan Narasumber
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 : Mekanisme Chargeback ............................................................. 54
Gambar 4.2 : Skema Media Penyampaian Pengaduan Pemegang Kartu
BNI ................................................................................................ 61
Gambar 4.3 : Alur Penyampaian dan Penyelesaian Pengaduan ................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi nasional saat ini tidak terlepas dari pengaruh
perekonomian global yang menunjukkan tren perbaikan. Perkembangan ekonomi
nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan
tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju
merupakan faktor pemicu perubahan pada Bank dan Lembaga Keuangan lainnya.1
Saat ini lembaga keuangan di sektor perbankan di Indonesia mengalami kemajuan
yang pesat dalam memberikan jasa kepada pemegang kartu.
Perkembangan teknologi mempengaruhi temuan sistem perbankan. Membuat
kegiatan transaksi keuangan mengarah pada penggunaan uang sebagai suatu
komoditi yang tidak berbentuk secara konkret (intangible money). Pada abad 21,
masyarakat lebih tertarik melakukan transaksi dengan uang non-tunai, untuk
belanja ataupun untuk kegiatan lainnya. Kemajuan yang pesat didukung oleh
adanya teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih sehingga
memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi. Dapat disimpulkan bahwa
teknologi informasi berhasil membuat perubahan tatanan kebutuhan hidup
masyarakat dibidang sosial dan ekonomi, yang sebelumnya bertransaksi secara
konvensional menuju transaksi secara elektronik.2
Persaingan antar bank dalam meluncurkan inovasi-inovasi terbaru,
banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dari luar negeri, selain itu
ditandai beberapa faktor seperti himpunan produk dan layanan yang ditawarkan
kepada para pemegang kartu. Salah satunya adalah pelayanan electronic
transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking, kartu kredit, kartu debet
1 Wiji Nurastuti, Teknologi Perbankan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 1
2 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber crime), (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), h. 2
2
dan internet banking misalnya, telah mendorong layanan perbankan menjadi
relatif tidak terbatas, baik dari sisi waktu maupun dari sisi jangkauan geografis.
Saat ini seluruh lembaga perbankan telah memberikan jasa pelayanan perbankan
menggunakan kartu. Fungsi uang tunai sebagai alat bayar semakin tergantikan
dengan kartu plastik. Untuk membangun kepercayaan masyarakat tentunya
perbankan harus memberikan kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan
dari penggunaan suatu produk perbankan guna memercayainya dan yakin dalam
menggunakan produk perbankan yang ditawarkan tersebut.3
Dengan adanya
penawaran produk perbankan tersebut, maka harapan bank sebagai lembaga
keuangan adalah memudahkan pemegang kartunya dalam melakukan segala
bentuk transaksi keuangan.
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang
Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
menetapkan kartu ATM, kartu kredit, dan kartu debit merupakan kartu yang
digunakan untuk melakukan pembayaran maupun penarikan uang tunai dan/atau
pemindahan dana. Dalam Pasal 1 Ayat (4) disebutkan
“Kartu Kredit adalah alat permbayaran menggunakan kartu yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembayaran dan/atau untuk
melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu
dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit dan acquirer, dan pemegang kartu
berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik
dengan pelunasan secara sekaligus (change card) ataupun dengan
pembayaran dengan angsuran”.
Dalam penjelasan tersebut dapat disimbulkan bahwa kartu kredit merupakan
salah satu alat pembayaran yang efisien, simple, dan memberikan nilai yang lebih
bagi pemegang kartu.4
3 Wijayanto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Umum
Grafiti, 1993), h. 33 4 Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko
Kartu Kredit, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), h. 9
3
Sebagai pilar utama bagi pembangunan ekonomi, peran bank sebagai lembaga
intermediasi sangat dibutuhkan. Beragam layanan yang diberikan juga harus
memberikan nilai keamanan serta kenyamanan bagi pemegang kartu. Dalam
pemberian layanan tersebut Pemerintah juga melalui kebijakan berupa peraturan
yang dibuat oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Kebijakan
yang diberikan sebagai upaya pemberian rasa aman bagi pemegang kartu adalah
aturan Tentang perlindungan konsumen.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) memberikan beberapa rekomendasi yang
dipakai dalam pembentukan suatu ketentuan baru tentang perlindungan konsumen
dalam transaksi menggunakan e-commerce yang didalamnya diatur tentang
transparasi serta perlindungan yang efektif bagi konsumen.5
Salah satu hak pemegang kartu yang merupakan konsumen perbankan adalah
mendapatkan kerahasiaan atau keamanan atas data pribadi yang telah mereka
berikan kepada Bank. Namun kenyataannya banyak fenomena jual beli data
pemegang kartu bank di media sosial atau forum komunitas.
Kejahatan terjadi tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya
dengan bentuk yang berbeda dengan wajah kejahatan yang konvensional karena
telah diperluas. Setiap kejahatan yang terjadi mempunyai identifikasi bentuk atau
tipe kejahatan yang berbeda-beda dari tiap masyarakat, tetapi suatu kejahatan
identik dengan keberadaan suatu kejahatan itu sendiri.6
Kejahatan di dunia maya terjadi karena perkembangan dalam pemanfaatan
jasa internet yang pesat menimbulkan dampak negatif lain, ialah dalam bentuk
5 Sukarmi, Cyber Law; Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, (Bandung:
Pustaka Sutra, 2008), h. 169 6 Agus Rahardjo, Cyber crime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,
(Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002), h. 31
4
aktivitas kejahatan dengan memanfaatkan komputer atau jaringan komputer
sebagai alat, yang kemudian muncul istilah cyber crime, yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari computer crime.7
Cyber crime merupakan
pemanfaatan jaringan komputer untuk tujuan kriminal berteknologi tinggi dengan
menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Menlu Jerman dalam konfersi
cyber crimes international di London pada bulan Februari 2001 menyatakan,
bahwa cyber crime adalah salah satu dari aktivitas kriminal yang paling cepat
tumbuh di planet ini.8 Bentuk kejahatan cyber crime yang berkaitan dengan dunia
perbankan adalah pencurian data dan pemalsuan kartu kredit.
Dalam praktiknya sering terjadi penyalahgunaan fungsi kartu kredit. Salah
satunya yaitu pencurian data kartu kredit dengan memanfaatkan internet dan
komputer, kegiatan tersebut biasa disebut carding. Kejahatan dengan
menggunakan kartu kredit secara ilegal melalui dunia internet mengacu kepada
proses penggunaan kartu kredit ilegal tersebut.
Carding merupakan salah satu kejahatan dunia maya (cyberspace) dalam
transaksi perbankan menggunakan sarana internet sebagai basis transaksi secara
online. Carding adalah pencurian kartu kredit dengan cara memperoleh data kartu
kredit secara tidak sah yaitu dengan cara melakukan pemesanan di toko online
menggunakan nomor kartu kredit orang lain.9 Carding merupakan tindak pidana
yang bersifat illegal interception10
, dengan mencuri data pemegang kartu kredit
dengan memanfaatkan internet kemudian dibelanjakan secara on-line tanpa
7 Niniek Suparni, Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 9 8 Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2005), h. 189 9 Leo T. Panjaitan, “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu dalam
Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”,
Jurnal Telekomunikasi & Komputer, III, 1 (Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2012), h. 3 10
Beberapa contoh dari Illegal Interception yaitu antara lain: penggunaan kartu asli yang
tidak diterima oleh pemegang kartu sesungguhnya, kartu asli hasil curian/ temuan, kartu asli yang
dirubah datanya, kartu kredit palsu, penggandaan sales draft oleh oknum pedagang kemudian
diserahkan kepada oknum merchant lainnya untuk diisi dengan transaksi fiktif, dan lain-lain.
5
sepengetahuan pemilik kartu kredit itu sendiri. Carder adalah penjahat di internet
merupakan sebutan bagi pelaku kejahatan carding, untuk melakukan proses
tersebut, tidak perlu mencuri kartu secara fisik, tetapi hanya dengan tahu nomor
kartu dan tanggal kadaluwarsanya saja. Atau data kartu kredit bisa didapatkan
secara langsung, untuk tahu nomor kartu kredit orang lain yang diperoleh
diberbagai tempat seperti restauran, hotel, atau segala tempat yang melakukan
transaksi pembayaran dengan kartu kredit dimasukan kedalam aplikasi pembelian
barang di internet.11
Wakil Kabid Informatika KADIN, Rommy Alkatiry mengatakan bahwa kasus
cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis di Indonesia adalah
penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain dengan memanfaatkan internet.
Dalam data Security Threat 2013 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara
paling berisiko mengalami serangan cybercrime. Karenanya Indonesia telah
masuk ke dalam blacklist di beberapa toko online ternama, khususnya di
amazon.com dan ebay.com.12
Menurut riset Clear Commerce Inc, merupakan
perusahaan berbasis teknologi di Texas-AS, Indonesia menempati posisi kedua
dalam hal memiliki carder terbanyak setelah Ukraina. Terbukti dari banyaknya
transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil dari carding sekitar 20%.13
Menurut ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para
carder kini beroperasi semakin jauh dengan melakukan penipuan melalui ruang-
ruang chatting di MIRC.14
Di Indonesia sendiri belum ada aturan khusus bagi
para pelaku carding oleh karena itu saat ini pelaku hanya dijerat dengan Pasal 362
11
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime), (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), h. 18 12
Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko
Kartu Kredit, h. 80 13
Dominikus Juju, Hitam dan Putih Facebook, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010),
h. 75 14
Chandra Restu Kurniawan, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit, (Yogyakarta: FlashBooks,
2016), h. 94
6
KUHP yaitu tentang pencurian, dan Pasal 31 Ayat (1) & Ayat (2) UU ITE tentang
hacking.
Keberhasilan suatu bank tidak hanya memberikan kayanan-layanan yang
memudahkan para pemegang kartu kredit, akan tetapi juga menjaga kepercayaan
masyarakat sehingga suatu bank akan tetap dipandang baik bagi pemegang kartu
kredit. Bank tidak hanya menghimpun dana masyarakat, namun wajib juga
menjaga kerahasiaan data pemegang kartunya dengan temuan-temuan sistem
teknologi informasi. Agar pemegang kartu kredit terhindar dari penurian data
kartu kredit atau carding.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terkait tanggung kawab bank terhadap korban
kejahatan di dunia perbankan dalam bentuk skripsi yang berjudul “TANGGUNG
JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN
NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Penyalahgunaan kartu kredit semakin meningkat dengan beranekaragam
modus operandi sehingga timbul berbagai macam permasalahan. Kemajuan
teknologi informasi juga mempengaruhi masalah carding. Oleh sebab itu akan
dikumpulkan alternatif-alernatif sebab terjadinya masalah yang pada
gilirannya nanti akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.
Masalah yang dapat diidentifikasi peneliti adalah sebagai berikut:
a. Risiko kerugian yang di alami nasabah kartu kredit akibat pencurian
data kartu kredit melalui internet.
b. Perlindungan hukum bank penerbit terhadap risiko kerugian nasabah
kartu kredit akibat pencurian data kartu kredit melalui internet.
7
c. Upaya pemerintah dalam melindungi pemegang kartu kredit terhadap
risiko kerugian nasabah kartu kredit akibat pencurian data kartu kredit
melalui internet.
d. Kepastian hukum di Indonesia dalam mengatur kejahatan carding
e. Tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer) dalam
menyelesaikan masalah jika terjadi carding.
2. Pembatasan Masalah
Karena luasnya masalah-masalah tersebut dan agar penelitian ini dapat
fokus membahas lebih tuntas, serta dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah
yang ada, penelitian ini lebih memfokuskan kepada hubungan hukum antara
card issuer dan card holder, kejahatan dalam perbankan, tanggung jawab
bank penerbit kartu kredit terhadap pencurian data kartu kredit, penyebab
terjadinya pencurian data kartu kredit, penyelesaian masalah pencurian data
kartu kredit. Peneliti mencoba mengaitkan antara pendapat atau data dari hasil
analisis Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Kemudian wawancara pada tanggal 13 September 2018 dengan staf
Pengembangan dan Penelitian Hukum dari Divisi Hukum Bank BNI yang
berlokasi di Jakarta Pusat.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi serta pembatasan
masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang
akan dikaji secara lebih lanjut dan mendalam tentang perlindungan hukum
bank penerbit (card issuer) terhadap risiko kerugian pemegang kartu kredit
8
akibat carding dan tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer) dalam
menyelesaikan masalah jika terjadi pencurian data kartu kredit (carding).
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer)
mengenai kebijakan ketika pemegang kartu kredit mengalami kerugian.
b. Untuk mengetahui penanganan yang dilakukan bank penerbit (card issuer)
ketika pemegang kartu kredit mengalami kerugian.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi
dunia perbankan, dunia Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan
dunia hukum.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai tanggung jawab bank dalam
menyelesaikan permasalahan, mengetahui bentuk cybercrime
khususnya kejahatan carding dan bagaimana kepastian hukum di
Indonesia dalam mengatur dan memberikan perlindungan pemegang
kartu terhadap pencurian data kartu kredit (carding), untuk
selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
2) Bagi pemegang kartu
Sebagai masukan yang bermanfaat dalam menggunakan kartu kredit
dalam bertransaksi non-tunai. Untuk mengetahui hukum yang dapat
9
melindungi pemegang kartu jika menjadi korban carding dan
tindakan yang diambil oleh bank sebagai pihak penerbit (card issuer).
3) Bagi pemerintah
Sebagai masukan untuk melakukan pengawasan, memblokir situs-
situs fraud, dan mernasang sistem yang baik untuk melindungi
pemegang kartu pemilik kartu kredit dari ancaman carding.
4) Bagi bank
Mengetahui tindakan yang tepat ketika terjadi pencurian data kartu
kredit oleh orang luar.
5) Bagi ilmu pengetahuan
a) Menambah keilmuan mengenai tanggung jawab hukum bank
sebagai penerbit (card issuer) terhadap kerugian pemegang kartu
kartu kredit akibat carding.
b) Sebagai bahan referensi dalam ilmu hukum sehingga dapat
memperkaya dan menambah wawasan.
6) Bagi peneliti berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan
lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Studi ini menggunakan metode pendekatan normatif – doktriner, yaitu
suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum tetapi disamping itu juga
mengacu pada peraturan perundang-undangan, dan menelaah kaidah-kaidah
yang berlaku di masyarakat.15
Pendekatan normatif – doktriner dilakukan
melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan (library
research) dengan menganalisis peraturan perundang-undangan dan regulasi
yang terkait dengan kejahatan carding maupun penelitian lapangan (field
15
Hanitijo Ronny Seomitra, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), h. 106
10
research)16
Studi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan berupa
semua peraturan terkait dengan perbankan dan pencurian kartu kredit serta
penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan legal staff
Bank BNI Pusat, yang bertindak sebagai bank penerbit (card issuer).
2. Jenis Penelitian
Studi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menyajikan
data dengan pendeskripsian masalah.17
Artinya data yang dikumpulkan bukan
berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah
ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mandalam,
rinci dan tuntas. 18
Oleh karena itu, cara yang digunakan dalam studi ini untuk
memecahkan permasalahan dalam karya tulis ini adalah dengan meninjau
produk-produk hukum terkait, dan bahan kepustakaan yang ada.
3. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh.19
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autotiratif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan undang-undang, dan putusan-putusan hakim,20
yaitu:
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96 17
Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metodelogi Penelitian, (Ciputat: FSH UIN Jakarta,
2010), h. 58 18
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.
131 19
Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Ranika
Cipta, 2010), h. 12 20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96
11
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia.
6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Teknologi Elektronik (ITE) perubahan atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008.
8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang Transparasi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Pemegang
kartu.
9) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
10) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
11) Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP 2012 7 Juni 2012
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia (BI) nomor
11/10/DASP/2009 13 April 2009 Tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
12) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014
Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada
Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
12
13) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.
14) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No
1251/KMK.013/1998 Tentang Ketentuan dan Tata Cata
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder ialah semua publikasi Tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan
pengadilan21
, terdiri dari:
1) Wawancara dengan Bank BNI. Teknik wawancara yang dilakukan
adalah wawancara terarah. Wawancara terarah ini mempergunakan
daftar pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.22
2) MasterCard International Guide and Policy.
3) Hasil penelitian yang berkaitan dengan kartu kredit.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.23
Dengan tujuan
memperoleh informasi terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya,
terdiri dari:
1) Kamus Hukum.
2) Ensikolepedia Hukum.
4. Teknik Pengumpulan Data
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 141 22
Burhan Ashsofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 6 23
Faisal Ananda Arfa, Metode Penelitian Hukum Islam, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama,
2016), h.88
13
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara yaitu percakapan antara pe-riset seseorang yang berharap
mendapatkan informasi, dan informan seseorang yang diasumsikan
mempunyai informasi penting tentang sesuatu objek. Wawancara merupakan
metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Wawancara ini dilakukan dengan mewawancarai
pihak yang ahli pada bidang hukum perbankan yaitu Bagian Pengembangan
dan Penelitian Hukum - Divisi Hukum Bank BNI Jakarta Pusat. Dalam
wawancara tersebut peneliti akan menanyakan beberapa pertanyaan terkait
penelitian yang sudah disiapkan sebelumnya. Penelitian dilakukan secara
mendalam tentang hubungan bank penerbit dengan pemegang kartu/nasabah
kartu kredit. Selain wawancara, peneliti akan meneliti data dari berbagai
tulisan yang telah ada dengan bersumber pada kepustakaan dan arsip.
Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara bebas
terpimpin, yaitu wawancara dilaksanakan dengan jalan informasn diberik
kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang ditentukan.24
Hasil data
wawancara tersebut kemudian diubag dari format audio menjadi visual dalam
bentuk teks.25
5. Subjek Penelitian
Subjek dan narasumber yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki
karakteristik, yaitu: subjek penelitian ini berjumlahkan 1 orang yang berasal
dari Bagian Pengembangan dan Penelitian Hukum - Divisi Hukum Bank BNI
Jakarta Pusat.
6. Metode Analisis Data
Dalam penyusunan studi ini menggunakan metode deskriptif analitis
terhadap data pustaka dan lapangan. Data yang telah didapat kemudian
24
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1989),h. 162 25
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif HidAyatullah Jakarta, Pedoman Penelitian
Skripsi, (Jakarta: FSH, 2017), h. 37
14
dikumpulkan kemudian dianalisis dengan pertama-tama data dicek kembali
sambal meringkas dan menghilangkan duplikasi-duplikasi. Dilanjutkan
dengan peng-kode-an atau pengklasifikasian. Hasil dari pengkodean akan
menghasilkan deskripsi, pola dan tema.26
7. Metode Penulisan
Metode penulisan mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi yang
dikeluarkan doleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2017 dimana
didalamnya termaktub kebijakan skripsi untuk Fakultas Syariah dan Hukum maka
sistematika penulisan terbagi dalam lima bab. Adapun perinciannya sebagai
berikut:
BAB I : Pada bagian pertama berisi pendahuluan akan dimuat; latar
belakang masalah yang berisi mengenai alasan yang melatar
belakangi studi ini diteliti, dilanjutkan dengan pembatasan dan
perumusan masalah yang berisi poin-poin pertanyaan dari
masalah yang akan dibahas baik khusus maupun umum, tujuan
dan manfaat penelitian untuk instansi, mahasiswa maupun
masyarakat umum, kajian terdahulu (Review Studi) yang berisi
penjeleasan mengenai penelitian atau karya tulis yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnnya, dan metode penelitian
memaparkan metode apa saja yang digunakan dalam studi
sehingga menjawab permasalahan yang ada.
BAB II : Pada bab ini mengulas tentang kerangka konseptual dan
kerangka teori mengenai tanggung jawab bank terhadap
26
Conny R. Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), h. 120.
15
pencurian data pribadi pemegang kartu pengguna kartu kredit
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
mencakup hukum data pribadi pemegang kartu pada perbankan,
ruang lingkup dan bentuk-bentuk tanggung jawab bank
terhadap pemegang kartu pengguna kartu kredit dan konsepsi
umum mengenai pencurian data kartu kredit (carding) dalam
peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam bab ini akan
diuraikan mengenai tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III : Pada bab ini berisi data penelitian meliputi undang-undang
yang digunakan dalam penelitian. Bab ini membahas mengenai
profil PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang
digunakan sebagai subjek penelitian.
BAB IV : Pada bab ini berisi tentang perlindungan hukum yang diberikan
bank penerbit (card issuer) terhadap resiko kerugian pemegang
kartu kredit akibat carding dan tanggung jawab hukum bank
BNI sebagai bank penerbit (card issuer) dalam menyelesaikan
masalah jika terjadi pencurian.
BAB V : Pada bab ini sebagai penutup akan menguraikan tentang
kesimpulan atas pembahasan dan penelitian, dan saran-saran
yang bermanfaat untuk pihak-pihak yang berkepentingan.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
Tanggung jawab hukum bank adalah suatu bentuk perwujudan hak dan
kewajiban yang diberikan pihak bank kepada subyek hukum dalam bentuk
perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik secara lisan
maupun tertulis.
Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan hukum terhadap
pemegang kartu dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Hermansyah dalam
bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia mengutip pendapat Marulak
Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai
perlindungan terhadap pemegang kartu penyimpan dana, dapat dilakukan melalui
2 (dua) cara, yaitu: 1
1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.
2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Beberapa prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum menurut Edmon
Makarim dalam bukunya Pengantar Hukum Telematika yaitu:2
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggung
jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal
1365 KUH Perdata mengharuskan adanya 4 (empat) unsur pokok untuk bisa
1 Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 145
2 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 401
17
dimintai pertanggung jawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum,
yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang
diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha selalu dianggap bertanggung
jawab sampai ia dapat membuktikan tidak bersalah. Dalam Pasal 22 UU
Perlindungan Konsumen juga menegaskan bahwa pembuktian dibebankan
kepada pelaku usaha.
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua dan hanya dikenal dalam
lingkup transaksi yang sangat terbatas yang secara common sense dapat
dibenarkan.
4. Prinsip tanggung jawab mutlak
Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas dasar
perilaku berbahaya yang merugikan tanpa mempersoalkan ada tidaknya
kesengajaan atau kelalaian. Prinsip ini dalam perlindungan konsumen
diterapkan pada produsen yang memasarkan produk cacar sehingga dapat
merugikan konsumen.
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Prinsip ini sering dipakai pelaku usaha untuk membatasi beban tanggung
jawab yang seharusnya ditanggung oleh mereka, yang umumnya dikenal
dengan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang
dibuatnya.
Carding merupakan salah satu jenis kejahatan yang dikenal dalam
perdagangan di Internet dengan menggunakan data kartu kredit.3
Modus
kejahatan kartu kredit (carding) diantaranya:4
3 FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 2
4 Dony Arius, Komputer Security, (Yogyakarta: Andi, 2006), h. 55
18
a. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang
asing.
b. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
c. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan penipuan di Internet,
dengan memakai website palsu.
d. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan
menggunakan jasa Internet.
e. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
f. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada
saat pengambilan barang di jasa.
g. Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan sebagainya).
B. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.5 Salah
satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu
pengertian yang relative lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi
bertitik tolak pada referensi.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah mengenai definisi
atau pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanankan
kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat.
5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,
2010), h. 132
19
3. Pemegang kartu kredit (card holder) adalah pengguna yang sah dari kartu
kredit.
4. Prinsipal adalah bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang bertanggung
jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang
berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi kartu kredit yang
kerja sama anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
5. Penerbit (issuer) merupakan pihak yang mengeluarkan dan mengelola suatu
kartu kredit. Penerbit dapat berupa Bank atau LSB yang menerbitkan kartu
kredit.
6. Acquirer adalah pihak yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama
dalam hal penagihan dan pembayaran antara pihak issuer dan merchant
dan/atau antara pemegang dan penerbit.
7. Pihak penjual barang/jasa (merchant) adalah pihak yang ditunjuk/disetujui
oleh pihak pengelola untuk dapat melakukan transaksi dengan pemegang
kartu kredit sebagai pengganti uang tunai.
C. Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit
Pengertian tanggung jawab dalam Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia
adalah keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban
menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan
jawab dan menanggung akibatnya. Pertanggung jawaban dalam kamus hukum,
yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang
menunjukan semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara
aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi
yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility
merupakan hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kewajiban, dan
termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga
20
kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.6
Pertanggung jawaban dimaksudkan untuk menuntut pertanggung jawaban suatu
atau seorang aktor atas kelalaian atupun perbuatan yang disengaja yang
menimbulkan kerugian pada orang atau pihak lain.7
Tanggung jawab merupakan suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan
oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman
baik fisik maupun mental, kepada korban atau saksi, dari ancaman, gangguan,
terror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Keberadaan hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum. Hak yang diberikan oleh hukum bukan hanya mengandung
unsur perlindungan dan kepentingan saja tetapi juga unsur kehendak. Pada
dasarnya hukum adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam perwujudannya dapat
berupa wujud konkret. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika dari
penerapannya menghasilkan akibat-akibat berupa kebaikan, kebahagiaan yang
sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan.8
Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam buku Zainal
Asikin Pengantar Ilmu Hukum, yang memadai harus tidak hanya memandang
hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga
(institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.9Sedangkan Van Aperdoorn dalam buku R. Seoroso Pengantar Ilmu
Hukum, memberikan definisi atau batasan hukum, sebenarnya hanya bersifat
menyama-ratakan saja, dan itupun tergantung siapa yang memberikan.10
Dapat
6 Nurdiman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 263
7 Nadya Meta Puspita, “Tanggung Jawab HAM Korporasi Transnasional”, Padjajaran Jurnal
Ilmu Hukum, III, 1 (2016), h. 195 8 Zulham, Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 4
9 Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 11
10 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 27
21
disimpulkan bahwa hukum merupakan himpunan peraturan yang dibuat oleh
pihak berwenang untuk mengatur dan melindungi tata kehidupan masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat bersifat memaksa
dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan pengertian
bank menurut Pasal 1 butir 2 adalah,
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk kredit lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.”
Pengertian Bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang
bertujuan memberikan kredit dan pemberian jasa-jasa. Pengertian bank dapat
dilihat dari tiga sisi dimana bank menjadi penerima kredit, bank menjadi pemberi
kredit dan bank menjadi pemberi kredit bagi masyarakat. Adapun pemberian
kredit dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang
dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan penciptaan uang bank atau
bank money creation.11
Dalam Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUH Perdata disebutkan apabila seseorang
melakukan perbuatan melawan hukum akan mengakibatkan harus membayar
ganti rugi. Atau jika melanggar suatu perjanjian atau perikatan maka harus
dihukum akibat wanprestasi atau memberikan ganti rugi akibat pelanggaran
kesepakatan yang dibuat. Tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab
hukum dalam hubungan antara pemberi jasa yang diberikan klien. Tanggung
jawab tersebut muncul karena mereka tidak memenuhi perjanjian yang disepakati
atau akibat dari kelalaian penyedia jasa mengakibatkan terjadinya perbuatan
11
Joice Irma Runtu Thomas, “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Hak Pemegang kartu
Yang Dirugikan Dalam Pembobolan Rekening Pemegang kartu”, Lex et Societatis, I, 1 (Januari-Maret,
2013), h. 126
22
melawan hukum.12
Sama halnya tanggung jawab hukum menurut Hans Kelsen
menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu
perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti
bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang
bertentangan.13
Pengertian tanggung jawab hukum bank adalah suatu bentuk
perwujudan hak dan kewajiban yang diberikan pihak bank kepada subyek hukum
dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik
secara lisan maupun tertulis.
Beberapa prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum menurut Edmon
Makarim dalam bukunya Pengantar Hukum Telematika yaitu:14
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggung jawaban
secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH
Perdata mengharuskan adanya 4 (empat) unsur pokok untuk bisa dimintai
pertanggung jawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya
perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan
adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha selalu dianggap bertanggung
jawab sampai ia dapat membuktikan tidak bersalah. Dalam Pasal 22 UU
Perlindungan Konsumen juga menegaskan bahwa pembuktian dibebankan
kepada pelaku usaha.
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua dan hanya dikenal dalam
lingkup transaksi yang sangat terbatas yang secara common sense dapat
dibenarkan.
12
Nurdiman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 263 13
https://yuokysurinda.wordpress.com/2018/02/24/beberapa-teori-hukum-Tentang-tanggung-
jawab/. 14
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 401
23
4. Prinsip tanggung jawab mutlak
Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas dasar
perilaku berbahaya yang merugikan tanpa mempersoalkan ada tidaknya
kesengajaan atau kelalaian. Prinsip ini dalam perlindungan konsumen
diterapkan pada produsen yang memasarkan produk cacar sehingga dapat
merugikan konsumen.
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Prinsip ini sering dipakai pelaku usaha untuk membatasi beban tanggung
jawab yang seharusnya ditanggung oleh mereka, yang umumnya dikenal
dengan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang
dibuatnya.
D. Perlindungan Nasabah
Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan hukum terhadap
pemegang kartu dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Hermansyah dalam
bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia mengutip pendapat Marulak
Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai
perlindungan terhadap pemegang kartu penyimpan dana, dapat dilakukan melalui
2 (dua) cara, yaitu:15
1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui:
a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbanka (UU Nomor 7 Tahun
1992 Jo UU Nomor 10 Tahun 1998);
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia;
15
Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 145
24
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada
khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya;
d. memelihara tingkat kesehatan bank;
e. Melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian;
f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
pemegang kartu;
g. Menyediakan informasi risiko pada pemegang kartu.
2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI
Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
Pengertian perlindungan secara implisit adalah, perlindungan yang dihasilkan
oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan
terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud
perlindungan secara eksplisit adalah pelindungan melalui pembentukan suatu
lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami
kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan hanya mengatur perlindungan kepada pemegang kartu
secara implisit. Dalam Undang-Undang tersebut, pada dasarnya perlindungan
kepada nasabah tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank
sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem
perbankan pada umumnya. Pelindungan pemegang kartu yang diberikan oleh
bank juga terdapat di dalam Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang perbankan dimana untuk kepentingan nasabah bank wajib
25
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
sehubungan dengan transaksi pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.
Asas-asas perlindungan konsumen yaitu;16
1. Asas manfaat: perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
semaksimal mungkin, baik bagi kepentingan konsumen maupun bagi pelaku
usaha.
2. Asas keadilan: memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan: memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen: memberikan jaminan keamanan
dan keselamatan konsumen atau barang dan jasa yang digunakan.
5. Asas kepastian hukum: para pelaku usaha dan konsumen harus menaati
hukum dan memperoleh keadilan, dimana negara menjamin kepastian hukum.
Pada dasarnya perlindungan konsumen dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:17
1. Perlindungan hukum yang diberikan undang-undang atau hukum sebagai
akibat otomatis dari suatu keadaan tertentu.
2. Perlindungan hukum berdasarkan perjanjian, yang merupakan satu jaminan
atas kualitas produk yang dinyatakan secara lisan atau tertulis.
Aspek perlindungan konsumen terhadap kartu kredit, di antaranya:18
1. Tool kit19
, yaitu pemberian informasi penting, pelatihan dan bantuan supaya
para penegak hukum bisa melakukan investigasi kasus penipuan kartu kredit
dengan pemakaian teknologi cangih.
16
Laksanto Utomo, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, (Bandung: PT
Alumni, 2011), h. 197 17
Ahmad Heidar, Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Trasnsaksi Perdagangan Dengan
Mempergunakan Electronic Commerce, (Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran,
Lembaga Penelitian Perkembangan Hukum, Universitas Padjajaran, 2000) 18
Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 103 19
Merupakan program software yang user friendly didesain membantu apparat hukum dalam
menangkap data rekening yang menucrigakan ketika ada transaksi. Isinya berupa detail sistem kartu
26
2. Pada kartu kredit tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan
menambah rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala
keperluan. Sehingga pada saat terjadi transaksi penjualan, dengan adanya foto
tersebut memperkecil kemungkinan penggunaan kartu kredit oleh orang lain.
3. Kolom tanda tangan. Untuk keamanan dalam melakukan segala bentuk
transaksi, biasanya pihak bank mewajibkan bagi pemegang kartu kredit untuk
mencantumkan tanda tangan yang sesuai dengan yang terletak pada sisi depan
kartu. Apabila terjadi keganjalan atau perbedaan tanda tangan, maka
pemegang kartu harus menunjukkan atau memperlihatkan kartu atau tanda
pengenal lainnya.
4. PIN berfungsi untuk menghindari penggunaan atau pemakaian yang
berlebihan atau merugikan pemegang kartu itu sendiri.
E. Kerahasiaan Data Nasabah
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara pemegang kartu dan bank terdiri
dari dua bentuk yaitu hubungan kontraktual dan hubungan non-kontraktual.20
Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidak hanya seperti hubungan
kontraktual biasa, melainkan suatu hubungan yang terdapat kewajiban bagi bank
untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak manapun kecuali jika ada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.21
Istilah rahasia bank mengacu
pada rahasia dalam hubungan antara bank dan nasabahnya. Dalam Pasal 1 Ayat
(28) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai pemegang kartu
penyimpanan dan simpanannya.
pembayaran, fitur keamanan kartu, tren palsu beserta bariasi, operasi penipuan bank, support teknis
dan operasional bank. 20
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.100 21
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan
Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 5
27
Menurut Munir Fuadi dalam bukunya yang mengatakan terdapat 2 (dua) teori
mengenai rahasia bank, yaitu:
1. Teori mutlak
Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau
keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena
kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau
dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu,
sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.
2. Teori Relatif
Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi
keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak,
misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum. Menurut teori
ini rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal
termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos.
Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana.22
Menurut Bambang Setioprodjo, secara filosofis kewajiban bank dalam
memegang rahasia keuangan pemegang kartu atau perlindungan atas kerahasiaan
keuangan pemegang kartu didasarkan pada:
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat
pribadi (personal privacy);
2. Hak yang timbul dari perikatan antara bank dan pemegang kartunya, dalam
kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari pemegang kartunya dan dengan
itikad baik wajib melindungi kepentingan pemegang kartu;
3. Atas dasar ketentuan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menegaskan bahwa
berdasarkan fungsi utama bank dalam menghimpun dana dari masyarakat,
22
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.89
28
maka pengetahuan bank tentang keadaan keuangan pemegang kartu tidak
disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;
5. Karakteristik kegiatan usaha bank.23
Disamping itu, Yunus Husein dalam bukunya Rahasia Bank dan Penegakan
Hukum juga memberikan beberapa alasan utama mengenai perlunya rahasia bank
dalam praktik perbankan, yaitu:
Pertama, untuk meyakinkan pemegang kartu ketika mereka menyerahkan
keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai
hubungan kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan dokumen yang
bersifat rahasia ini sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank tidak
dapat menjalankan tugas dan usahanya (juga untuk kepentingan pemegang kartu)
apabila pemegang kartu tidak menyediakannya dengan keterangan yang
diperlukan. Hubungan antara bank dan pemegang kartu tersebut mirip dengan
hubungan antara lawyer dengan kliennya atau hubungan antara dokter dan
pasiennya. Semuanya sama-sama mengandung kewajiban untuk merahasiakan
data diri kilen/pemegang kartu/pasiennya.24
Keterangan yang diberikan klien dan
pasien itu harus dirahasiakan untuk mendorong mereka agar memberikan
keterangan selengkapnya.
Kedua, untuk kepentingan bank dalam usahanya memerlukan kepercayaan
dari pemegang kartu yang menyimpan uangnya dibank, maka rahasia pribadi
tentang penyimpanan dan simpanannya harus dirahasiakan.
Ketiga, pengaturan rahasia bank dalam Undang-Undang Dasar atau Undang-
Undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berpikir dikotomis, yaitu
adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang
tunduk pada pemeerintah atau negara. Pengaturan tersebut terutama dimaksudkan
23
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), h. 330 24
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.87
29
untuk membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi setiap
anggota masyarakat.
Keempat, ketentuan rahasia bank ini diperlukan untuk mencegah terjadinya
penyitaan yang sewenang-wenang, misalnya seorang investor asing pada suatu
negara yang kebijakannya sering berubah-ubah.25
F. Kartu Kredit
Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran yang simple, efisien dan
memberikan nilai lebih pada pemegangnya. Merupakan jenis penyelesaian
transaksi ritel yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut sebagai alat
pembayaran yang dapat digunakan untuk membayar suatu transaksi.26
Kartu
kredit disebut jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh pemegangnya
sebagai alat pembayaran bersifat elektronis. Kartu Kredit merupakan alat
pembayaran yang memiliki prinsip “buy now pay later”, dimana pada saat
transaksi kewajiban pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh penerbit Kartu
Kredit. Pemegang kartu dapat melunasi pembayaran berdasarkan waktu yang
disepakati antara pemegang kartu dan penerbit. Saat ini fasilitas yang ditawarkan
bagi pengguna Kartu Kredit sangat beragam, mulai dari diskon di merchant, point
rewards yang dapat digunakan untuk berbelanja, sampai dengan pembelian
barang dengan bunga cicilan 0%.27
Kartu kredit (credit card) adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau
cek. Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, kartu kredit adalah alat pembayaran
sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen
untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada
tempat-tempat yang menerima kartu kredit (mechant) atau bisa digunakan
25Yunus Husein, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima,
2010), hal. 38-39 26
Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko
Kartu Kredit, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), h. 9 27
www.bi.go.id (ID). https://www.bi.go.id/id/iek/alat-pembayaran/Contents/Default.aspx.
30
konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya (cash
advance).28
Kartu kredit diterbitkan oleh bank penerbit atau lembaga pengelola
kartu kredit untuk kepentingan pemegang kartu dan dapat digunakan oleh
pemegangnya sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit. Kartu kredit
merupakan sebuah kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan
dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya bersifat magnetis yang
memberikan hak kepada siapa kartu ini diisukan untuk menandatangani tanda
pelunasan pembayaran harga dari suatu jasa atau barang-barang yang dibeli di
tempat tertentu, yang pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau angsuran
pada jangka waktu tertentu.29
Jadi pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit, yaitu:
1. Pemegang kartu kredit (card holder) adalah pengguna yang sah dari kartu
kredit. 30
2. Prinsipal adalah bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang bertanggung
jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang
berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi kartu kredit yang
kerja sama anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3. Penerbit (issuer) merupakan pihak yang mengeluarkan dan mengelola suatu
kartu kredit. Penerbit dapat berupa Bank atau LSB yang menerbitkan kartu
kredit.31
4. Acquirer adalah pihak yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama
dalam hal penagihan dan pembayaran antara pihak issuer dan merchant
dan/atau antara pemegang dan penerbit.
28
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 90 29
Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 76 30
Serfianto Dibyo Purnomo, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang
Elektronik, (Jakarta: Visimedia, 2012), h. 113 31
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 129
31
5. Pihak penjual barang/jasa (merchant) adalah pihak yang ditunjuk/disetujui
oleh pihak pengelola untuk dapat melakukan transaksi dengan pemegang
kartu kredit sebagai pengganti uang tunai.32
6. Perusahaan switching adalah perusahaan yang menyediakan jasa switching
atau routing atas transaksi elektronik yang menggunakan kartu kredit melalui
terminal ATM Electronic Data Capture (EDC) dalam rangka memperoleh
otoritas dari penerbit.
7. Penyelenggara kliring adalah bank atau LSB yang melakukan perhitungan hak
dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi kartu kredit.
Sejak diterbitkan aturan PBI yang mengatur kartu kredit, yaitu PBI Nomor
14/2/PBI/2012, penggunaan kartu kredit untuk tujuan selain sebagai alat
pembayaran dilarang secara tegas oleh BI. Pelarangan tersebut diatur dalam Pasal
18 Ayat (1) dan (2) PBI tersebut yang berbunyi, “kartu kredit dilarang digunakan
diluar peruntukan sebagai alat pembayaran”.
Carding merupakan bentuk kejahatan dengan cara mencuri dan menipu suatu
website e-commersial untuk mendapatkan produk yang ditawarkan. Pelaku
carding memperoleh data kartu kredit korban, secara tidak sah (illegal
interception), dan kemudian menggunakan kartu kredit tersebut untuk berbelanja
di toko on-line (forgery).33
Carding atau disebut Card Not Present Transaction
adalah bentuk kejahatan menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk
dibelanjakan (non face to face transaction) tanpa sepengetahuan pemiliknya yang
sah biasanya dilakukan secara elektronik.34
Pencurian data kartu kredit sering kali
32
Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 90 33
Nazarudin Tianotak, “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan
Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi, 17, 4 (Oktober - Desember 2011), h. 22 34
Leo T. Panjaitan, “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu dalam
Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”,
Jurnal Telekomunikasi & Komputer, III, 1 (Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2012), h. 10
32
digolongkan sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime).35
Ciri-ciri
kejahatan kartu kredit ini menggunakan modus operandi yang cukup canggih dan
oleh sindikat kejahatan baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Berbagai cara dilakukan carder untuk mendapatkan kartu kredit milik orang
lain, antara lain dengan membuat website palsu, agar pemilik kartu kredit
memasukkan nomor kartu kreditnya. Data yang sudah dikumpulkan dimanfaatkan
untuk kepentingan sendiri. Carding merupakan salah satu jenis kejahatan yang
dikenal dalam perdagangan di Internet dengan menggunakan data kartu kredit.36
Modus kejahatan kartu kredit (carding) diantaranya:37
1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
3. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan penipuan di Internet,
dengan memakai website palsu.
4. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan
menggunakan jasa Internet.
5. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
6. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat
pengambilan barang di jasa.
7. Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan sebagainya).
Cara lainnya mendapatkan data kartu kredit adalah dengan menggunakan
lima teknik yaitu: menguras database toko online, membuat situs web jebakan
(web trap), menciptakan rangkaian data kartu kredit dengan software,
memanfaatkan situs web yang menyediakan fasilitas untuk menciptakan data
kartu kredit, dan membuat halaman palsu (scam page).38
35
Yaitu suatu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang intelektual (orang-orang berdasi) 36
FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 2 37
Dony Arius, Komputer Security, (Yogyakarta: Andi, 2006), h. 55 38
FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 11
33
Menururt Chandra Restu Kurniawan carding dilakukan dengan bermacam-
macam modus dan metode yaitu:39
1. Extrapolasi, dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai
kartu master sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lainnya yang nanti
akan digunakan untuk bertransaksi. Metode ini sudah lama ditinggalkan
karena berkembangnya piranti pengaman.
2. Hacking, pembajakan yang dilakukan dengan membobol sebuah website toko
yang memiliki sistem pengaman yang lemah. Dengan tujuan mengambil data
pelanggan toko tersebut.
3. Software Sniffer, dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang
dilakukan oleh seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan software.
Carder akan menggunakan software sniffer untuk menyadap transaksi yang
dilakukan seorang yang berada dalam satu jaringan (warnet atau hotspot area)
yang sama sehingga pelaku akan memperoleh semua data yang diperlukan
untuk selanjutnya dilakukan carding.
4. Phising, carder akan mengirim e-mail secara acak dan massal atas nama suatu
instansi seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan
pemberitahuan dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Tetapi situs
yang disiapkan adalah jebakan yang dibuat sangat mirip dengan situs aslinya.
Selanjutnya, korban diminta mengisi database di situs tersebut. Metode ini
paling berbahaya diantara lainnya karena carder dapat mengetahui seluruh
data korban melalui korbannya sendiri.
Carder merupakan bentuk kejahatan lama dengan cara baru. Terdapat dua
kegiatan perbankan di Internet yang potensial menjadi taget cybercrime. Yaitu
layanan pembayaran menggunakan kartu kredit pada toko-toko online dan
39
Chandra Restu Kurniawan, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit, (Yogyakarta: FlashBooks,
2016), h. 92
34
perbankan online (online banking).40
Dari cara kerjanya carder dapat dipilih
menjadi dua tipe. Pertama, carder yang bekerja seorang diri. Kedua, carder yang
bekerja secara bersama-sama sebagai sebuah tim.41
G. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Joice Irma Runtu Thomas (2013), membahas tanggung jawab bank terhadap
hak pemegang kartu yang dirugikan dalam pembobolan rekening pemegang kartu.
Menurutnya pelanggaran hak pemegang kartu dapat diselesaikan dengan cara
mengedepankan asas musyawarah yaitu melalui mediasi. Selain itu Bank
Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan Indonesia dalam upaya
memenuhi standart telah memprioritaskan program-program terkait perlindungan
pemegang kartu termasuk penanganan pengaduan pemegang kartu, penanganan
perbankan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. Menurutnya
perlu adanya manajemen resiko sebagai bentuk membangun kepercayaan
masyarakat terhadap dunia perbankan, sehingga perlu menghindari potensi
terjadimya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Pemegang
kartu dapat menggugat pihak bank yang telah merugikannya jika hanya terdapat
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Apabila tidak terdapat hubungan
kontraktual diantara keduanya, maka tidak ada tanggung jawab hukum pelaku
usaha kepada pemegang kartu. Dalam praktik perbankan berlaku ketentuan bahwa
pemegang kartu yang akan menyimpan dananya disuatu bank dilakukan bukan
dengan cuma-cuma. Pemegang kartu berhak untuk menerima bunga atas dana
yang disimpan pada bank. Secara yuridis, hubungan antara bank dengan
pemegang kartu penyimpanan adalah berkaitan satu sama lain.
Ni Nyoman Anita Candrawati (2014), membahas mengeni perlindungan
hukum terhadap pemegang kartu e-money sebagai alat pembayaran dalam
40
Nazarudin Tianotak, “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan
Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi, 17, 4 (Oktober - Desember 2011), h. 22 41
FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 6
35
transaksi komersial dilakukan melalui upaya perlindungan hukum secara
preventif yaitu melalui aturan-aturan yang diterapkan pemerintah maupun dalam
bentuk perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu e-money guna mencegah
terjadinya pelanggaran dan melalui upaya represif yaitu penyelesaian sengketa
melalui pengadilan maupun alternative penyelesaian sengketa. Bank Indonesia
selaku Bank Sentral akan melakukan perannya sebagai pengawas dalam proses
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan uang elektronik yang dilakukan oleh
penyelenggara agar kegiatan pembayaran melalui uang elektronik dapat berjalan
sesuai ketentuan berlandaskan prinsip perlindungan pemegang kartu. Kemudian
Bank Indonesia juga akan memberikan sanksi teerhadap pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan uang elektronik yang tidak
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain peraturan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia penerbit juga menetapkan perjanjian baku yang
berisi syarat dan ketentuan antara penerbit dan pemegang e-money yang bertujuan
untuk mengikat masing-masing pihak dan memberikan batasan kepada pemegang
kartu terhadap karakteristik uang elektronik guna menghindari kesalahan atau
penyalahgunaan dalam pemakaian sehingga kerugian yang akan terjadi dapat di
minimalisir.
Leo T. Panjaitan (2012), membahas mengenai analisis penanganan carding
dan perlindungan pemegang kartu dalam kaitannya dengan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 merupakan payung
hukum secara general (lex generalis) bagi penegakan hukum di bidang kejahatan
dunia maya. Kejahatan dunia maya dalam bidang perbankan khususnya kartu
kredit adalah carding. Carding merupakan bentuk kejahatan di internet yang
melibatkan transaksi fraud. Menurutnya perlindungan kepada pemegang kartu
sangat diperlukan dengan tujuan menciptakan kondisi yang saling
menguntungkan antara berbagai pihak, tidak hanya antara penerbit dan pemegang
kartu, guna meningkatkan transaksi e-commerce di Indonesia. Dalam
penelitiannya pada bank BNI sebagai bank penerbit melakukan upaya internal
36
melalui kebijakan bank seperti mekanisme chargeback yaitu beban balik akibat
transaksi fraud yang tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang sah dan
pembentukan tim Early Detection Unit (EDU) untuk melindungi kepentingan
pemegang kartu dalam menghindari dan menuntaskan kejahatan carding.
Rendi Binanggal (2016), membahas mengenai perlindungan hukum terhadap
pemegang kartu bank yang menjadi korban kejahatan ITE menurut Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008. Pertama, melalui kebijakan perlindungan hukum
terhadap pemegang kartu yang menjadi korban. Untuk mengatasinya, perbankan
bekerjasama dengan masyarakat memiliki beberapa kegiatan yang harus
dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat perlindungan pemegang kartu.
Kegiatan tersebut yaitu: menyusun mekanisme pengajuan pemegang kartu,
membentuk lembaga mediasi perbankan, meningkatkan transparasi perbankan,
meningkatkan trasnparasi produk dan melaksankan edukasi produk-produk dan
jasa bank kepada masyarakat luas. Kedua, kebijakan pertanggungjawaban hukum
terhadap pemegang kartu yang menjadi korban kejahatan yaitu dengan
meningkatkan sistem rahasia perbankan. Kemudian bentuk tanggung jawab
kepada pemegang kartu kejahatan ITE yaitu dibagi menjadi dua. Pertanggung
jawaban pidana dengan memberikan efek jera kepada pelaku yang melanggar
tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan menerapkan dasar hukum acara
pidana dalam proses penyelesaian kejahatan ITE di bidang perbankan.
Pertanggung jawaban hukum perdata dengan cara litigasi atau melalui jalur
pengadilan yang didasarkan pada Undang-Undang perbankan dan peraturan Bank
Indonesia.
Selvana Nur Amalia (2016), membahas analisis perlindungan data pribadi
pemegang kartu pada bank syariah mandiri terhadap regulasi dengan objek
penelitian di tiga cabang kantor bank syariah mandiri dapat disimpulkan bahwa
terdapat kesesuaian antara peraturan internal Bank Syariah Mandiri dalam hal
perlindungan data pribadi pemegang kartu terhadap regulasi pemerintah. Yaitu
37
diterbitkannya Surat Edaran Operasi Nomor 12/030/OPS Bank Syariah Mandiri
perihal Revisi Standar Prosedur Operasional (SPO) Penghimpunan Dana Terikat
Formulir Aplikasi Pembukaan Rekening Dana Perorangan. Tetapi dalam praktik
di lapangan terdapat ketidaksesuaian pada salah satu kantor cabang Bank Syariah
Mandiri. Yaitu frontliners pada kantor cabang tersebut tidak menjelaskan kepada
pemegang kartu mengenai surat persetujuan penggunaan data pribadi pemegang
kartu yang diberikan oleh bank. Ketiga kantor cabang bank syariah mandiri tidak
menyertakan materai pada surat permohonan persetujuan pemegang kartu.
38
BAB III
REGULASI MENGENAI TANGGUNG JAWAB BANK PENERBIT
DALAM TRANSAKSI KARTU KREDIT
A. Profil PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk
Didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk
atau BNI menjadi bank pertama milik negara yang lahir setelah kemerdekaan
Indonesia. Lahir pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, BNI
sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946,
sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun 1955.
Oeang Republik Indonesia atau ORI sebagai alat pembayaran resmi pertama
yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1946 dicetak dan
diedarkan oleh Bank Negara Indonesia. Menyusul penunjukan De Javache Bank
yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai bank sentral pada tahun
1949, Pemerintah membatasi peran BNI sebagai bank sentral. BNI lalu ditetapkan
sebagai bank pembangunan dan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa
pada tahun 1950 dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri.
Kantor cabang BNI pertama di luar negeri dibuka di Singapura pada tahun
1955. Peranan BNI untuk mendukung perekonomian Indonesia semakin strategis
dengan munculnya inisiatif untuk melayani seluruh lapisan masyarakat dari
Sabang sampai Merauke pada tahun 1960-an dengan memperkenalkan berbagai
layanan perbankan seperti Bank Terapung, Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank
Sarinah. Tujuan utama dari pembentukan Bank Terapung adalah untuk melayani
masyarakat yang tinggal di kepulauan seperti di Kepulauan Riau atau daerah yang
sulit dijangkau dengan transportasi darat seperti Kalimantan. BNI juga
meluncurkan Bank Keliling, yaitu jasa layanan perbankan di mobil keliling
sebagai upaya proaktif untuk mendorong masyarakat menabung.
39
Sesuai dengan UU Nomor17 Tahun 1968 sebagai bank umum dengan nama
Bank Negara Indonesia 1946, BNI bertugas memperbaiki ekonomi rakyat dan
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Segmentasi pemegang kartu
juga telah dibidik BNI sejak awal dengan dirintisnya bank yang melayani khusus
pemegang kartu wanita yaitu Bank Sarinah di mana seluruh petugas bank adalah
perempuan dan Bank Bocah yang memberikan edukasi kepada anak-anak agar
memiliki kebiasaan menabung sejak dini. Pelayanan Bank Bocah dilakukan juga
oleh anak-anak. Bahkan sejak 1963, BNI telah merintis layanan perbankan di
perguruan tinggi saat membuka Kantor Kas Pembantu di Universitas Sumatera
Utara (USU) di Medan. Saat ini BNI telah memiliki kantor layanan hampir di
seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta terkemuka di Indonesia.
Dalam masa perjalanannya, BNI telah mereposisi identitas korporatnya untuk
menyesuaikan dengan pasar keuangan yang dinamis. Identitas pertama sejak BNI
berdiri berupa lingkaran warna merah dengan tulisan BNI 1946 berwarna emas
melambangkan persatuan, keberanian, dan patriotisme yang memang
merefleksikan semangat BNI sebagai bank perjuangan. Pada tahun 1988, identitas
korporat berubah menjadi logo layar kapal & gelombang untuk merepresentasikan
posisi BNI sebagai Bank Pemerintah Indonesia yang siap memasuki pasar
keuangan dunia dengan memiliki kantor cabang di luar negeri. Gelombang
mencerminkan gerak maju BNI yang dinamis sebagai bank komersial Negara yang
berorientasi pada pasar.
Setelah krisis keuangan melanda Asia tahun 1998 yang mengguncang
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, BNI melakukan program
restrukturisasi termasuk diantaranya melakukan rebranding untuk membangun &
memperkuat reputasi BNI. Identitas baru ini dengan menempatkan angka „46‟ di
depan kata „BNI‟. Kata „BNI‟ berwarna tosca yang mencerminkan kekuatan,
keunikan, dan kekokohan. Sementara angka „46‟ dalam kotak orange diletakkan
secara diagonal untuk menggambarkan BNI baru yang modern.
40
Peningkatan Shareholders Value BNI kembali mencatat sejarah dengan
menjual saham perdananya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1996. Dalam sejarah perbankan
nasional, BNI menjadi bank negara pertama yang go-public. Bersamaan dengan
program divestasi saham pemerintah, BNI menerbitkan saham baru pada tahun
2007 dan 2010 melalui Penawaran Umum Terbatas (right issue) dengan
memperluas komposisi kepemilikan saham publik menjadi 40%. Dengan
meningkatnya kepemilikan publik, BNI dituntut untuk meningkatkan kinerja
unggul sehingga dapat memberikan nilai lebih kepada pemegang saham.
Globalisasi juga menuntut industri perbankan untuk selalu meningkatkan
kemampuan dalam memberikan solusi perbankan kepada seluruh pemegang kartu.
Secara historis BNI fokus pada corporate banking yang didukung dengan
infrastruktur retail banking yang kuat. Kini BNI terus berupaya meningkatkan
kapitalisasi keduanya menjadi keunggulan BNI.1
Sebagai perusahaan perbankan yang sudah berjalan lama di Indonesia, BNI
memiliki Visi & Misi yaitu:2
1. Visi BNI
Menjadi lembaga keuangan yang unggul dalam layanan dan kinerja.
2. Misi BNI
a. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
seluruh pemegang kartu, dan selaku mitra pilihan utama.
b. Meingkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.
c. Menciptakan kondisi terbaik bagi karyawan sebagai tempat kebanggaan
untuk berkarya dan berprestasi.
d. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab kepada lingkungan dan
komunitas.
1Humas BNI. https://mediakonsumen.com
2http://www.bni.co.id
41
e. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang
baik.
B. Pembatasan Hukum Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank Penerbit dalam
Transaksi Kartu Kredit
Dalam KUH Perdata pengaturan tanggung jawab tidak dijelaskan secara
eksplisit, tetapi undang-undang memberikan saran bagi pemegang kartu untuk
menuntut pihak bank penerbit apabila terjadi kerugian dikemudian hari. Adapun
tuntutan tersebut, yaitu:
1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan perjanjian dengan disertai ganti rugi
Bentuk-bentuk ganti rugi dalam KUH Perdata yang diatur jelas dalam Pasal
1243 KUH Perdata, yaitu:
1. Biaya yaitu kerugian yang telah dikeluarkan (cost) oleh salah satu pihak.
2. Kerugian yaitu kerugian yang terjadi dikarenakan kerusakan barang-barang
kepunyaan pemegang kartu yang dilakukan oleh pihak bank penerbit.
3. Bunga yaitu kerugian berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau dihitung oleh pemegang kartu.
Dalam Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut. Maksud dalam ketentuan tersebut
adalah pertanggung jawaban yang diakibatkan karena adanya perbuatan melawan
hukum baik karena berbuat atau karena tidak berbuat. Dalam Pasal 1367 alinea 1
KUH Perdata juga mengatur tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini bank
yang berisi seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
42
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-
barang yang berada di bawah pengawasannya. Akibat perbuatan melawan hukum
secara yuridis dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pelaku maupun orang-
orang yang mempunyai hubungan hukum seperti bank dan pemegang kartu yang
timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi akibat dari perbuatan melawan hukum
akan menyebabkan kerugian dan akan diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian
kepada korban dalam hal ini pemegang kartu kartu kredit.
Beban pembuktian dalam hal ini dapat dibebankan kepada pemegang kartu
untuk membuktikan bahwa telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
bank penerbit. Tetapi dalam Pasal 1244 KUH Perdata, pihak bank penerbit dapat
melepaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa tidak
terlaksanakanya perjanjian karena keadaan yang tidak terduga dan tidak dapat
dipersalahkan kepadanya.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga
berupaya melindungi nasabah bank dengan cara memberikan batasan terhadap
klausula baku yang ditetapkan oleh bank sesuai dalam Pasal 18. Menurut
ketentuan dalam Undang-Undang tersebut, tanggung jawab pihak bank penerbit
diatur dalam Pasal 19 yaitu tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi terhadap
kerusakan, pencemaran dan atau yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dalam hal
ini ganti kerugian diwujudkan dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian
uang.
Adapaun batas waktu mengenai pemberian ganti kerugian adalah 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapus
kemungkinan adanya unsur kesalahan. Sebaliknya, ketentuan diatas menjadi tidak
berlaku jika pihak bank penerbit dapat membuktikan bahwa kesalahan merupakan
kelalaian pihak pemegang kartu.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah memberikan pembatasan
tanggung jawab yang dilakukan pihak penerbit. Pembatasan tersebut diatur dalam
Pasal 27 yakni di dalam hal bisa:
43
1. Barang tersebut seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
2. Cacat barang yang timbul pada kemudian hari;
3. Cacat yang timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
5. Lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Perlindungan pemegang kartu yang diberikan oleh Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, hanya mengatur perlindungan kepada pemegang kartu secara implisit.
Perlindungan secara implisit maksudnya perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan
terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Perlindungan pemegang kartu dalam
Pasal 29 angka 4 dimana untuk kepentingan pemegang kartu bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
sehubungan dengan transaksi pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.
Penyediaan informasi mengenai timbulnya risiko kerugian nasabah bertujuan
agar nasabah dapat mengakses informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank.
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pasal 40 Ayat (1) dan (2) UU
10 Nomor 1998 Tentang Perbankan menyatakan:
1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berlaku pula bagi Pihak
Terafiliasi.
Adanya jaminan kerahasiaan atas semua data masyarakat dalam
hubungannya dengan bank, maka masyarakat dapat me mpercayai bank tersebut.
Selanjutnya nasabah akan mempercayakan uangnya pada bank atau
memanfaatkan jasa bank.
44
Dalam Undang-Undang tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada
pemegang kartu tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan
bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem
perbankan pada umumnya. Bank yang mampu menjaga kesehatannya dengan
baik adalah bank tetap dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tanggung
dalam persaingan dunia perbankan yang semakin ketat. Bank yang sehat dan
tangguh pada dasarnya akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan oleh
pemegang kartunya dan mampu menjalankan sistem perbakan yang sehat.
Upaya menjaga kelangsungan hidup bank agar tetap sehat terlihat dengan
terbentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan dalam sektor jasa keuangan secara terpadu,
independen, dan akuntabel. Sebagai lembaga pengawas dalam sektor jasa
keuangan, maka OJK mempunyai peranan besar dalam mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, selain itu mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan konsumen Sektor Jasa Keuangan adalah untuk melaksanakan
ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 31 mengenai
perlindungan konsumen dan masyarakat. Dalam Pasal tersebut menjelaskan
mengenai:
1. Pelaku usaha jasa keuangan dilarang dengan cara apapun, memberikan
data/atau informasi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikecualikan dalam
hal:
a. Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal pelaku usaha jasa keuangan memperoleh data dan/atau
informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain
45
dan pelaku usaha jasa keuangan akan menggunakan data/atau
informasi tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, pelau usaha jasa
keuangan wajib memiliki pernyataan tertulis dari seseorang dan/atau
sekelompok orang tersebut untuk memberikan data/atau informasi
pribadi dimaksud kepada pihak manapun, termasuk pelaku jasa
keuangan.
4. Pembatalan atau perubahan sebagian persetujuan atas pengungkapan
data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf a
dilakukan secara tertulis oleh konsumen dalam bentuk surat
pernyataan.
Perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan
cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan. Dalam Pasal 28 sampai dengan
Pasal 30 perlindungan pemegang kartu yang difasilitasi oleh OJK berupa
tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan pengaduan konsumen dan
pembelaan hukum. Untuk menyediakan payung hukum yang kuat dalam membei
perlindungan kepada konsumen sektor jasa keuangan, OJK mengeluarkan
Peraturan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan. Melalui peraturan tersebut OJK memberikan fasilitas pengaduan
konsumen dan penyelesaian pengaduan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
pengendalian internal, pengawasan perlindunan konsumen sektor jasa keuangan
dan sanksi yang diberikan pelaku usaha jasa keuangan oleh OJK.
Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 secara jelas
memberikan perlindungan kepada warga negara dari kejahatan yang
berhubungan dengan transaksi elektronik baik melalu penegakan hukum perdata
maupun pidana. Karena carding sendiri merupakan transaksi yang dilakukan
tanpa tatap muka maka perlindungan pemegang kartu diatur oleh Pasal 31 Ayat
(1) dan Ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau
46
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau system elektronik tertentu
milik orang lain. Serta setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi electronik dan/atau
dokumen elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di dalam suatu
komputer dan/atau system elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang sedang ditransmisikan. Pasal tersebut membahas mengenai
hacking, salah satu cara untuk mendapatkan nomor kartu kredit orang lain carder
melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk
masuk ke system keamanannya untuk kemudian mencuri nomor-nomor kartu
kredit milik orang lain. Kemudian dalam Pasal 32 Ayat (1) yaitu setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik public. Kasus carding
yang berhubungan dengan pencurian data dan informasi kartu kredit dapat dijerat
dengan Pasal tersebut. Meskipun dalam Pasal tersebut tidak disebutkan kata
“pencurian” tetapi pengaturan carding mengacu pada Pasal 32 Ayat (1).
Mengenai kasus carding jika nomor kartu kredit tersebar luas dan dapat
diakses public, Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
dalam Pasal 34 Ayat (1) butir b mengatur sandi lewat Komputer, Kode Akses,
atau hal yang sejenis dengan itu ditunjukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 oleh karena itu bank memiliki kewajiban untuk
melindungi kepentingan pemegang kartu penyimpan, karena adanya hubungan
kontraktual sebelumnya. Seperti bank berkewajiban melindungi data pribadi
pemegang kartu kartu kredit, merupakan sesuatu yang harus dirahasiakan dalam
47
menjalankan bisnis perbankan. Jika bank tidak dapat menjaga kepentingan
pemegang kartu akan berdampak terhadap kepercayaan pemegang kartu kepada
bank. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 40 Ayat (1)
mengatur Bank wajib merahasikan keterangan mengenai Pemegang kartu
Penyimpanan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.
Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang
Transparasi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
menekankan bahwa transparansi terhadap penggunaan dara pribadi pemegang
kartu yang disampaikan pemegang kartu kepada bank diperlukan untuk
meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak pribadi pemegang kartu dalam
berhubungan dengan bank, serta transparansi informasi mengenai produk bank
dan penggunaan data pribadi pemegang kartu dilakukan agar hak-hak pemegang
kartu tetap terlindungi.
48
BAB IV
TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO
KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING.
A. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Terhadap Risiko Kerugian Nasabah Kartu Kredit Akibat Carding
Penerbit adalah Bank atau lembaga selain Bank yang menerbitkan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang merupakan alat pembayaran
yang berupa Kartu Kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau
Kartu Debet. Dalam penerbitan kartu kredit, bank penerbit tidak terlepas dari
pertanggung jawaban sebagai pihak penerbit. Bank penerbit selaku pihak usaha
harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi pemegang kartu pengguna
kartu kredit sama halnya perlindungan yang diberikan kepada pemegang kartu
penyimpan dana lainnya.
Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi perlindungan hukum
kepada pemegang kartu kredit, yaitu:
1. Pemegang kartu kredit tidak memahami informasi dengan jelas dan lengkap
mengenai produk kartu kredit sehingga pemegang kartu tidak akan menyadari
jika ada link atau peasan spam yang dikirimkan pelaku untuk mengetahui
data peribadi pemegang kartu kredit.
2. Penggunaan electronic banking merupakan sistem pemindahan uang atau
dana secara elektronik. Kecanggihan dalam penemuan teknologi dan
informasi di dalam bidang perbankan telah menciptakan temuan sistem
tersebut. Penerapan sistem tersebut bertujuan untuk membuat pelayanan lebih
cepat.
Dalam sistem perbankan, perlindungan hukum terhadap pemegang kartu
dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu secara eksplisit dan implisit.
1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
49
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Bank BNI sebagai bank
penerbit telah memberikan perlindungan secara implisit kepada pemegang
kartu kredit yaitu mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku terkait dengan perbankan dan perlindungan konsumen, serta
peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian bank BNI
sebagai bank penerbit berupaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai
suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan
pada umumnya.
2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Dalam penerbitan kartu kredit, pertanggung jawaban hukum juga dapat
dilihat dari dua aspek yaitu aspek perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam aspek hukum perjanjian, isi perjanjian pada dasarnya adalah
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak.
Ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat ini mengatur dengan jelas hak dan
kewajiban serta tanggung jawab dari para pihak dalam perjanjian tersebut. Dalam
perjanjian penerbitan kartu kredit bank penerbit menetapkan syarat-syarat
perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kepentingan konsumen sehingga tidak ada hak bagi konsumen untuk mengubah
syarat-syarat yang ada untuk mempertahankan kepentingannya. Syarat-syarat
dalam perjanjian sepenuhnya atas kehendak bank penerbit, pemegang kartu kartu
kredit hanya punya satu pilihan take it or leave it. Karena kebutuhan yang harus
dipenuhi, biasanya pemegang kartu hanya bisa menyetujui perjanjian tersebut
tetapi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
juga berupaya melindungi nasabah bank dengan cara memberikan batasan
terhadap klausula baku yang ditetapkan oleh bank.
50
Perjanjian tersebut merupakan perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Ketika perjanjian tersebut disepakati maka
perjanjian tersebut akan berlaku sebagai undang-undang yang mengatur tingkah
laku kedua belah pihak. Terkait klausula yang ada dalam perjanjian penerbitan
kartu kredit, sebuah perjanjian harus berpedoman pada peraturan yang berlaku
dan tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Jika
perjanjian penerbitan kartu kredit bertentangan dengan perundang-undangan yang
berlaku maka perjanjian tersebut akan dianggap batal demi hukum. Karena
melanggar Pasal 1320 KUH Perdata Tentang klausula yang halal dan Pasal 1337
KUH Perdata Tentang isi perjanjian tidak boleh berlawanan dengan peraturan
perundang-undangan yang ada.
Beberapa aspek perlindungan konsumen terhadap kartu kredit yang
diberikan oleh bank BNI kepada pemegang kartu kredit, di antaranya:
1. Tool kit, merupakan pemberian informasi penting kepada pemegang kartu
kredit yang berisi pelatihan dan bantuan supaya para penegak hukum bisa
melakukan investigasi jika pemegang kartu kredit mengalami kasus penipuan
kartu kredit dengan pemakaian teknologi cangih.
2. Pada kartu kredit tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan
menambah rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala
keperluan. Sehingga pada saat terjadi transaksi penjualan, dengan adanya foto
tersebut memperkecil kemungkinan penggunaan kartu kredit oleh orang lain.
3. Kolom tanda tangan. Merupakan saah satu bentuk keamanan dalam
melakukan segala bentuk transaksi, pihak bank BNI mewajibkan bagi
pemegang kartu kredit untuk mencantumkan tanda tangan yang sesuai dengan
yang terletak pada sisi depan kartu. Jika dalam suatu transaksi terjadi
keganjalan atau perbedaan tanda tangan, maka pemegang kartu harus
menunjukkan atau memperlihatkan kartu atau tanda pengenal lainnya yang
menyatakan bahwa benar kartu kredit tersebut milik pemegang kartu.
51
4. Dalam pemakaian kartu kredit, pemegang kartu wajib memiliki PIN 6 digit
pada kartu kredit. Penggunaan PIN tersebut dilakukan untuk meningkatkan
keamanan penggunaan kartu kredit. PIN tersebut berfungsi untuk menghindari
penggunaan atau pemakaian yang berlebihan. PIN bersifat rahasia yang hanya
boleh diketahui oleh pemiliknya saja, jika PIN karu kredit sampai tersebar
luas maka kemungkinan pemilik kartu akan mengalami kerugian.
Bank BNI mempunyai hak dan kewajiban sebagai bank penerbit dalam
rangka melindungi pemegang pemegang kartu kredit, yaitu:
1. Hak penerbit kartu kredit
a. Menyetujui atau menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu
kredit berdasarkan pertimbangan dan ketentuan yang berlaku di bank.
b. Menentukan/menyesuaikan pagu kredit pemegang kartu kredit sesuai
dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
c. Memblokir/membekukan/menutup/membatalkan/tidak memperpanjang
fasilitas kredit yang diberikan kepada pemegang kartu sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku di bank, antara lain karena:
1) Meninggal dunia.
2) Pemegang kartu kredit mengajukan permohonan penutupan fasilitas
kredit.
3) Terlibat dalam transaksi mencurigakan atau kasus tindak pidana
lainnya.
4) Memiliki catatan rekening yang tidak baik.
5) Menerima laporan dari pemegang kartu kredit untuk dilakukan
pemblokiran dengan alasan hilang/ dicuri.
d. Memberikan informasi secara terbatas/tidak terbatas data pemegang
kartu kredit dalam rangka pengalihan dan/atau penagihan dari bank
kepada pihak lain yang telah bekerja sama dengan bank.
e. Memindahkan saldo terhutang atas kartu kredit pemegang kartu kepada
pihak ketiga sesuai dengan kebijakan yang berlaku di bank.
52
f. Syarat dan ketentuan ini sewaktu-waktu dapat berubah sepenuhnya atas
dasar kebijakan bank.
g. Menetapkan kurs/nilai tukar untuk transaksi dengan mata uang selain
Rupiah berdasarkan kurs Bank, VISA, MasterCard dan JCB. Kurs
bersifat fluktuatif, sehingga perbedaan kurs sangat mungkin terjadi.
h. Menghentikan fasilitas kredit secara otomatis pada saat status/kualitas
kredit mengalami penurunan menjadi kurang lancar, diragukan, dan/atau
macet.
i. Menyesuaikan limit atau menutup fasilitas kartu kredit apabila pemegang
kartu melakukan transaksi yang dilarang atau menggunakan kartu tidak
sesuai peruntukannya.
j. Apabila pemegang kartu kredit tidak memenuhi kewajiban
pembayarannya, maka pemegang kartu kredit dengan ini memberikan
kuasa kepada bank untuk memblokir dan/atau mendebet atau mencairkan
dana pemegang kartu kredit di rekening giro, tabungan atau jenis
simpanan lainnya yang ada di bank baik yang telah ada maupun yang
akan ada dikemudian hari untuk menyelesaikan kewajiban pemegang
kartu kredit kepada bank.
2. Kewajiban penerbit kartu kredit.
Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan kepada pemegang
kartu kredit dalam menyelenggarakan kegiatan APMK. Kewajiban bank
BNI sebagai penerbit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan atas PBI nomor 11/11/PBI/2009
Tentang penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (PBI Perubahan APMK), yaitu:
a. Penyampaian Informasi kepada pemegang kartu bahwa penerbit kartu
kredit harus memberikan informasi yang jelas kepada pemegang kartu
mengenai produk yang ditawarkan, dalam hal ini kartu kredit.
b. Menyampaikan lembar tagihan kartu kredit.
53
c. Menyampaikan informasi tertulis dalam lembar tagihan
d. Mematuhi pokok-pokok etika penagihan kartu kredit
e. Mengimplementasikan transaction alert kepada pemegang kartu untuk
transaksi dengan kriteria tertentu
f. Menyediakan sistem yang dapat dikoneksikan dengan sistem APMK
yang lain
Tanggung jawab Bank BNI dalam penerbitan kartu kredit mengatur
beberapa ketentuan pertanggung jawaban oleh bank terhadap pemegang kartu
kredit yang merasa dirugikan akibat produk dari Bank BNI dalam hal ini adalah
carding, yaitu:
1. Bank BNI wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset pemegang
kartu kredit yang berada dalam tanggung jawab Bank BNI.
2. Bank BNI wajib bertanggung jawab atas kerugian pemegang kartu kredit
yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Bank
BNI, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank BNI.
Pertanggung jawaban Bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang
menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain
sekaligus berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk
memberi pertanggung jawabannya. Dengan demikian barangsiapa karena
perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian, ia wajib mengganti
kerugian itu. Maka berdasarkan tanggung jawab tersebut bank BNI selaku bank
penerbit berkewajiban menjaga keamanan simpanan, dana, atau asset konsumen.
Selanjutnya bank bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul
akibat bukan dari kesalahan konsumen dan/atau pihak ketiga yang bekerja
untuk kepentingan bank penerbit. Dalam hal ini bank tidak akan mengajukan
tagihan kepada pemegang kartu kredit yang dirugikan akibat carding atau bank
akan mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan oleh pemegang kartu akibat
dari tagihan yang tidak dilakukan sama sekali oleh pemegang kartu. Selama
54
pemegang kartu mampu membuktikan bahwa kerugian yang dilakukan adalah
adanya pihak ketiga dan tanpa unsur kesengajaan dari pemegang kartu kredit.
Mekanisme beban balik tersebut yang terjadi akibat transaksi fraud yang
tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang sah dinamakan chargeback.
Mekanisme chargeback ini dilakukan oleh pihak penerbit yaitu bank BNI akan
melakukan pembebanan atas sejumlah tagihan akibat transaksi yang dilakukan
oleh pihak ketiga kepada pihak acquirer karena mereka telah membuka peluang
terjadinya transaksi fraud. Bank Penerbit selanjutnya akan melakukan
investigasi terhadap perselisihan tersebut dan akan membebankan tagihan yang
berasal dari transaksi awal langsung dari bank sebagai acquirer. Chargeback
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan sarana Card Link yang
terkoneksi ke jaringan Visa atau MasterCard.
Gambar 4.1 Mekanisme Chargeback.
Dapat disimpulkan bahwa dengan chargeback ini issuer akan
mendapatkan dananya kembali, dengan mendapatkan dananya kembali issuer
dapat menghapus transaksi dari pemegang kartu kredit yang merasa dirugikan
akibat carding.
55
Visa atau MasterCard sebagai pihak principal membuat regulasi
mengenai mekanisme chargeback, regulasi tersebut mengatur mengenai periode
waktu bagi issuer untuk melakukan chargeback dan bagaimana pengajuan
teknis chargeback. Dijelaskan bahwa issuer dapat melakukan beban balik
secara layak atas transaksi fraud yang terjadi kepada pemegang kartu yang
tertera dalam Global Security Bulletin selama periode beban balik itu masih
berlaku. Beban balik harus diajukan tidak boleh lebih dari 120 hari kalender
setelah tanggal publikasi pertama Global Security Bulletin yang mencantumkan
lokasi merchant. Adapun pengajuan teknis chargeback yaitu issuer dapat
menggunakan kode 4863 untuk seluruh transaksi carding apabila: (1) Pemegang
kartu menyangkal adanya transaksi yang muncul dalam lembar tagihan
pemegang kartu; (2) Issuer telah melakukan usaha-usaha yang cukup baik
untuk mengidentifikasi jenis transaksi tersebut bagi pemegang kartu; dan (3)
Issuer menginstruksikan kepada pemegang kartu untuk menghubungi merchant
untuk mendapatkan informasi lebih lanjut sebelum mereka melakukan
chargeback.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berlakunya prinsip dasar
pertanggung jawaban atas dasar kesalahan yang berarti bahwa Bank BNI
sebagai issuer harus bertanggung jawab karena melakukan kesalahan karena
merugikan orang lain, baik dengan cara mengganti rugi dengan mengembalikan
dana dengan melakukan investigasi. Dalam investigasi Bank BNI juga
bertanggung jawab membuktikan terhadap ada tidaknya unsur kesalahan karena
semua pembuktian dibebankan kepada pelaku usaha. Hal tersebut juga diatur
dalam Pasal 28 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Pertanggung jawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian
yang dialami pemegang kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank BNI
sebagai penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan bank
penerbit atas terjadinya carding, seperti kerugian atas adanya tagihan transaksi
dalam Billing Statement atau e–Billing namun pemegang kartu tidak melakukan
56
transaksi tersebut, pemegang kartu dapat melakukan laporan kepada Penerbit
dan memperoleh pertanggungjawaban.
Jadi berdasarkan hal-hal tersebut apabila kerugian disebabkan bukan dari
kesalahan pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut adalah tanggung
jawab Bank BNI sebagai penerbit. Namun apabila dalam proses analisis dan
investigasi terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari
pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut bukan merupakan tanggung
jawab Bank BNI sebagai penerbit.
B. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI Sebagai Bank Penerbit dalam
Menyelesaikan Pencurian Data Kartu Kredit (Carding).
Carding merupakan transaksi fraud (penyimpangan) kartu kredit dengan
menggunakan informasi kartu kredit milik pemegang kartu yang dilakukan
secara daring (on-line) maupun melalui transaksi non-daring (off line). Carding
merupakan bentuk kejahatan dengan cara mencuri atau menipu suatu website e-
commersial untuk mendapatkan produk yang ditawarkan dengan menggunakan
kartu kredit milik orang lain. Menurut peneliti carding merupakan bentuk
pencurian data atau informasi kartu kredit milik orang lain yang kemudian
dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan transaksi pembelian barang pada
kartu kredit untuk kepentingan pelaku melalui online payment gateway.
Untuk mendapatkan data pada kartu kredit milik orang lain, carding
dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan menggunakan software sniffer
dan phising. Carder akan menggunakan software sniffer untuk menyadap
transaksi yang dilakukan seseorang yang berada dalam satu jaringan seperti
warnet atau hotspot area yang sama sehingga carder akan memperoleh semua
data pemilik kartu kredit. Namun ketika carder menggunakan metode phising
maka carder akan mengirim e-mail atas nama instansi seperti bank, toko, atau
penyedia layanan jasa kepada targetnya secara acak dan massal. E-mail tersebut
berisikan pemberitahuan yang menganjurkan si korban untuk login ke situs
57
instansi tersebut. Selanjutnya, korban diminta mengisi database di situs palsu
tersebut.
Modus kejahatan yang dilakukan carder untuk mendapatkan barang yang
diinginkan melakui kegiatan carding yaitu, carder mendapatkan nomor kartu
kredit melalui kegiatan-kegiatan yang dijelaskan diatas, kemudian melakukan
pemesanan barang ke perusahaan luar negeri dengan menggunakan jasa internet,
melakukan pembayaran dengan cara memanipulasi data di internet,
memberikan keterangan palsu, baik padawaktu pemesanan maupun pada saat
pengambilan barang, kemudian meminta pengiriman melalui jasa pengiriman
seperti kantor pos.
Berdasarkan penjelasan diatas banyak pemegang kartu yang merasa tidak
aman untuk menitipkan uangnya di bank yang menyebabkan ketidak percayaan
pemegang kartu kredit kepada bank. Oleh karena itu bank wajib melindungi
pemegang kartu dari kegiatan carding sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan penelitian
mengenai tanggung jawab bank BNI sebagai penerbit terhadap kerugian
pemegang kartu kredit terdapat 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1. Tahap Sebelum Transaksi
Tahap sebelum transaksi merupakan suatu upaya yang dilakukan
sebelum terjadinya transaksi atau sebelum terjadinya perjanjian antara bank
BNI sebagai penerbit dan calon pemegang kartu kredit, yaitu peristiwa
yang terjadi sebelum calon pemegang kartu memutuskan untuk
menggunakan atau memakai produk yang ditawarkan oleh BNI kepada
calon pemegang kartu.
Pada tahap ini bank BNI selaku pelaku usaha ketika melakukan
penawaran terhadap produk kartu kredit secara langsung kepada calon
pemegang kartu dengan cara melalui pemberian informasi mengenai
produk kartu kredit yang menjelaskan berbagai macam fasilitas atau
keuntungan yang didapat pemegang kartu ketika memilih kartu kredit
58
tersebut. Kemudian calon pemegang kartu mempunyai hak sebagai
konsumen, diantaranya yaitu calon pemegang kartu bisa mencari informasi
mengenai kartu kredit tersebut. Pelindungan pemegang kartu kredit yang
diberikan oleh bank juga terdapat di dalam Pasal 29 angka 4 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perbankan dimana untuk
kepentingan nasabah bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.
Bank BNI juga memberikan edukasi kepada pemegang kartu kredit
sebagai bentuk tanggung jawab untuk melindungi para pemegang kartu
dari kerugian yang akan timbul dikemudian hari, diantaranya yaitu:
a. Tidak memberikan nomor kartu kredit melalui telepon kecuali
pemegang kartu yang berinisiatif menelpon.
b. Tidak dengan mudah memberikan informasi kartu kredit memalui
email ataupun website yang tidak pemegang kartu kenal dengan baik.
c. Tidak pernah mencatat nomor kartu kredit di tempat umum.
d. Tidak menulis nomor PIN kartu kredit atau dimanapun yang mudah
dilihat orang lain.
e. Tidak pernah meninggalkan kartu kredit dan bukti transaksi
disembarang tempat dan simpan bukti pembelanjaan.
f. Periksa tagihan kartu kredit, pastikan tidak ada tagihan palsu dan tidak
ada tagihan yang tanpa bukti pembelanjaannya.
g. Hancurkan dan buang setiap transaksi yang salah dan segala hal
catatan mengenai kartu kredit.
h. Tidak boleh menandatangani bukti transaksi yang kosong.
i. Sebaiknya membawa kartu kredit secara terpisah dari dompet dan
diletakkan di tempat yang ada risleting atau kantong kecil.
j. Tidak pernah meminjamkan kartu kredit kepada orang lain.
59
k. Informasikan setiap perubahan data pribadi kepada pihak bank
penerbit kartu kredit.
l. Apabila kartu kredit tertelan di mesin ATM, beberapa langkah untuk
keamanan kartu kredit adalah dengan:
1) Segera menghubungi Call Center bank penerbit.
2) Pastikan bahwa petugas call center telah memblokir kartu kredit.
3) Tidak memberi tahu PIN kartu kredit walaupun kepada pegawai
bank penerbit. Nomor PIN hanya untuk pemegang kartu dan
sifatnya confidential.
4) Pegawai bank penerbit tidak akan pernah menanyakan PIN untuk
keperluan apapun.
5) Apabila di lokasi ATM ada yang meminta bantuan untuk
menerima transfer ke rekening pemegang kartu, kemudian
meminta untuk menarik tunai dari kartu kredit pemegang kartu,
tidak dilayani karena kemungkinan transfer tersebut merupakan
hasil tindak kejahatan.
m. Apabila pemegang kartu berencana untuk bepergian ke luar negeri
untuk waktu yang cukup lama, informasikan kepada bank penerbit.
n. Simpan hati-hati seluruh kartu kredit maupun kartu ATM, Travellers
Cheque, dan passport pemegang kartu. Apabila memungkinkan
simpan di Safe Deposits Box jika tidak dipergunakan.
o. Tidak meninggalkan kartu kredit, ATM, Travellers Cheque, dan
passport pemegang kartu di dalam mobil.
p. Segera hubungi bank penerbit jika pemegang kartu kehilangan kartu
kredit untuk minta diblokir, dan pastikan tagihan dan transaksi terakhir
adalah yang memang pemegang kartu lakukan.
q. Menginformasikan setiap perubahan data pemegang kartu kepada
pihak bank penerbit kartu kredit.
60
r. Bagi Online User, pemegang kartu dapat melindungi data dan
informasinya agar selalu aman dari pencurian data atau informasi
melalui internet dengan cara:
1) Pemegang kartu agar memastikan bahwa setiap email yang
meminta informasi tentang rekening pemegang kartu adalah email
resmi dan agar memastikan bahwa pemegang kartu mengunjungi
situs resmi milik bank penerbit.
2) Pemegang Kartu agar memastikan telah memasukkan alamat URL
yang lengkap dalam alamat browser pemegang kartu. Jika
pemegang kartu menerima email yang berisi peringatan mengenai
apapun tentang kartu kredit pemegang kartu, tidak membalas atau
mengklik link yang ada dalam e-mail. Tetapi ketik alamat URL
yang sebenarnya di browser Pemegang Kartu.
Perlindungan hukum diberikan mulai dari tahap sebelum transaksi
yaitu Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suaru barang
dan/atau jasa secara tidak benar. Dan pemberian informasi kartu kredit
kepada nasabah dalam Pasal 7 butir b Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
2. Tahap Transaksi
Tahap transaksi adalah ketika pemegang kartu dan bank BNI telah
melakukan suatu perikatan, pada tahap ini berada pada tahap penerbitan
kartu kredit. Sebelum kartu kredit diterbitkan oleh bank BNI, pemegang
kartu akan diberikan aplikasi berupa formulir untuk diisi. Formulir berisi
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemohon
kartu kredit. Isi dari formulir tersebut telah dibuat secara standar oleh bank
BNI. Pemegang kartu hanya dapat menyetujui ketentuan-ketentuan yang
61
telah tercantum dalam formulir tersebut. Pada tahap transaksi perlindungan
hukum diberikan ketika penandatanganan aplikasi kartu kredit yang dibuat
sepihak atau pencantuman klausula baku oleh pihak penerbit dalam Pasal
18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian. Para pihak harus memperhatikan prinsip kehati-hatian
dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh
tanggung jawab yang dapat dibebankan kepada mereka. Ketentuan-
ketentuan tersebut merupakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh pemegang kartu kredit dan penerbit kartu kredit. Pemegang kartu tidak
diberikan pilihan untuk merubah atau mengganti ketentuan-ketentuan dari
formulir tersebut, oleh karena itu hal ini menunjukan adanya pembatasan
hak dan kewajiban pemegang kartu. Biasanya pemegang kartu mau tidak
mau harus menyetujui ketentuan-ketentuan tersebut karena terdorong oleh
kebutuhan yang dirasakan. Bentuk tanggung jawab pada tahap ini adalah
tanggung jawab kontraktual dimana tanggung jawab yang dibebankan
adalah tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian dari Bank kepada
pemegang kartu kredit yang telah disepakati atas kerugian yang dialami
oleh pemegang kartu kredit karena menggunakan kartu kredit yang
ditawarkan oleh bank penerbit. Dalam hal ini bank sebagai pelaku usaha
wajib memberikan perlindungan kepada pemegang kartu sebagai
konsumen apabila pemegang kartu kredit sudah melakukan perjanjian
dengan pihak bank. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian baku.
Bank BNI sebagai bank penerbit juga berusaha dalam meningkatkan
keamanan teknologi berdasarkan Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/11/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu. Bank BNI sebagai bank penerbit telah
menggunakan sistem yang aman dan andal, selalu memelihara dan
62
meningkatkan keamanan teknologi APMK, memiliki kebijakan dan
prosedur tertulis (standart operating procedure) penyelenggaraan kegiatan
APMK, dan menjaga keamanan dan kerahasiaan data.
Dalam meningkatkan keamaanan teknologi untuk terus mendukung
kenyamanan dan keamanan pemegang kartu, bank BNI sebagai bank
penerbit telah menerbitkan kartu kredit yang dilengkapi oleh chip yang
memiliki tingkat perlindungan yang lebih baik dari kartu kredit yang
menggunakan magnetic stripe. Tujuan penggantian dari magnetic stripe
menjadi chip yang paling utama adalah sisi keamanan bertransaksi, selain
lebih aman kartu berteknologi chip memiliki kapasitas penyimpanan data
yang lebih besar serta dapat melakukan pemrosesan transaksi dengan cepat.
Selain itu terdapat fasilitas layanan 3D Secure yang dilengkapi dengan
verifikasi berupa One-Time Password (OTP)/Pasword sekali pakai sebagai
kode otentifikasi yang akan dikirimkan ke ponsel pemegang kartu.
Sehingga pemegang kartu harus memasukkan One-Time Password
(OTP)/Pasword yang pemegang kartu terima ke merchant online untuk
melakukan pembayaran dengan layanan 3D Secure. Transaksi tersebut
akan diverifikasi menggunakan One-Time Password (OTP) sehingga lebih
aman dan diharapkan untuk menghindari terjadinya kejahatan yang terjadi
kemudian menimbulkan kerugian kepada pemegang kartu.
3. Tahap Setelah Transaksi
Tahap setelah transaksi merupakan upaya penyelesaian masalah antara
pemegang kartu kredit dengan pihak bank BNI sebagai penerbit apabila
terjadi pengaduan atau sengketa. Apabila terdapat transaksi dalam Billing
Statement atau e–Billing yang disanggah oleh pemegang kartu kredit,
pemegang kartu kredit harus melakukan laporan kepada pihak Penerbit
dalam hal ini adalah bank BNI dengan tujuan agar dapat dilakukan
investigasi dan pengembalian limit Kartu Kredit yang disanggah tersebut.
63
Bagi pemegang kartu kredit yang mengalami kerugian atas
penggunaan kartu kredit dapat menghubungi bank BNI melalui BNI
Contact Center. BNI Contact Center merupakan salah satu layanan yang
diberikan BNI untuk para pemegang kartu BNI, bertujuan untuk
memberikan penyelesaian atas setiap pengaduan pemegang kartu baik
untuk layanan perbankan maupun kartu kredit.
Dalam proses pelayanan dan penyelesaian pengaduan pemegang kartu
BNI diberikan kemudahan. Pemegang kartu BNI dapat mengakses layanan
pengaduan dengan berbagai pilihan media baik melalui lisan yaitu
pemegang kartu kredit dapat menghubungi BNI Call 150046 atau
pemegang kartu kredit dapat mendatangi BNI Cabang terdekat. Media
penyamapaian pengaduan pemegang kartu BNI dapat tertulis yaitu
pemegang kartu kredit dapat mengunjungi www.bni.co.id pada menu
Hubuni Kami, atau pemegang kartu kredit dapat mengirimkan email ke
bnicall @bni.co.id atay faksimili (021) 25541203, pilihan terakhir
pemegang kartu kredit dapat mendatangi BNI Cabang terdekat untuk
menyampaikan pengaduannya terkait kerugian yang dialami.
Gambar 4.2 Skema Media Penyampaian Pengaduan Pemegang kartu BNI
64
Salah satu bentuk tanggung jawab bank BNI sebagai penerbit adalah
dengan mengeluarkan aplikasi penanganan pengaduan Online Request
Management merupakan aplikasi yang terintegrasi sehingga aktivitas
penerimaan dan proses penyelesaian pengaduan pemegang kartu dapat
dilakukan pada aplikasi tersebut serta mempermudah pemantauan status
penyelesaian pengaduan pemegang kartu.
Dalam prosedur dan penyelesaian pengaduan pemegang kartu BNI
juga dijelaskan bagaimana alur penyampaian dan penyelesaian pengaduan
untuk pemegang kartu kartu kredit bank BNI yaitu:
Pertama, pemegang kartu dapat menyampaikan pengaduan dengan
cara pertama melakukan registrasi pengaduan ke petugas BNI. Kedua,
pemegang kartu kartu kredit memberikan tanda terima atau nomor
registrasi ke petugas BNI. Ketiga, bank BNI akan menyampaikan hasil
penyelesaian pengaduan ke pemegang kartu kredit. Sesuai dengan hasil
investigasi yang dilakukan oleh pihak yang berwajib. Pada saat diketahui,
petugas Bank akan melakukan investigasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Apabila dari hasil investigasi diketahui bahwa transaksi masuk
dalam kategori fraud, maka akan ditindaklanjuti dengan pengejaran
transaksi melalui system, pelaporan terhadap pihak berwajib, dan dilakukan
pula pengembalian dana yang terdebet di kartu kredit milik pemegang kartu
kredit. Dalam hal kelalaian yang disebabkan oleh sendiri tidak akan ada
pengembalian uang, tetapi untuk menjaga kepercayaan pemegang kartunya
bank BNI tetap akan mengembalikan uang yang sudah terdebet akibat
kegiatan carding tersebut, karena bank BNI sendiri sudah menyiapkan
sejumlah dana tak terduga yang biasa dipakai untuk mengganti kerugian-
kerugian yang dialami oleh pemegang kartunya. Bank BNI sebagai
penerbit mengupayakan penyelesaian pengaduan dalam waktu maksimal
20 hari kerja. Keempat, menyampaikan pemberitahuan perpanjangan waktu
jika pemegang kartu tidak cukup puas dengan penyelesaian yang dilakukan
65
dalam langkah ketiga. Sesuai POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan solusi penyelesaian
pengaduan pemegang kartu dilakukan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat
diperpanjang dalam kondisi tertentu hingga paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja berikutnya. Perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan
diberitahukan secara tertulis kepada konsumen. Kelima, petugas BNI akan
menyampaikan hasil dari penyelesaian pengaduan yang diajukan oleh
pemegang kartu kredit yang bermasalah. Sesuai Surat Edaran OJK (SE
OJK) Nomor 2/SEOJK.07/2014 BNI akan memberikan informasi
penyelesaian atas pengaduan pemegang kartu melalui sarana telepon, email,
surat ataupun pesan singkat.
Gambar 4.3 Alur Penyampaian dan Penyelesaian Pengaduan
Tahap-tahap penyelesaian terhadap kejahatan carding diatas
merupakan bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh bank BNI
sebagai penyelenggara kartu kredit karena bank BNI menerima keluhan
pemegang kartu atas kerugian yang dideritanya dan menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan jalan damai.
66
Dilihat dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada
dilingkungan peradilan umum. Tahap ini merupakan tahap penyelesaian
masalah antara pihak bank BNI dengan pemegang kartu kredit jika
terdapat pengaduan nasabah karena adanya masalah. Jika jalan damai
tidak mampu ditempuh tidak dapat menyelesaikan permasalahan maka
pemegang kartu kredit bisa menempuh jalur legal yaitu dengan
mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap bank BNI selaku pelaku
usaha karena telah menyebabkan kerugian dan tidak mampu untuk
menyelesaikannya. Pemegang kartu kredit dapat mengajukan gugatan
perdata ataupun gugatan pidana ke Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh
bank BNI untuk menyelesaikan permasahalan kerugian yang diderita
pemegang kartu kredit. Dalam Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimana penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen.
Apabila pemegang kartu merasa solusi penyelesaian yang diberikan
tidak memberikan penyelesaian, maka pemegang kartu dapat melanjutkan
proses penyelesaian pengaduan melalui layanan mediasi Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan ataupun Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan dari permaslaahn yang dibahas yakni tentang
Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Risiko Kerugian Nasabah
Kartu Kredit Akibat Carding, yaitu:
1. Tanggung jawab bank BNI dalam memberikan perlindungan hukum
terhadap risiko kerugian nasabah kredit akibat carding yaitu, pertanggung
jawaban bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus
berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi
pertanggung jawabannya. Dalam penerbitan kartu kredit tanggung jawab
pihak penerbit terhadap pemegang kartu kredit dapat dilihat melalui
beberapa aspek yaitu pemberian informasi penting kepada pemegang kartu
kredit yang berisi pelatihan dan bantuan supaya para penegak hukum bisa
melakukan investigasi jika pemegang kartu kredit mengalami kasus
penipuan kartu kredit dengan pemakaian teknologi cangih. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menuntut bank
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
nasabah, dengan tujuan agar pemegang kartu kredit dapat memperoleh
informasi perihal kegiatan dan kondisi bank. Kemudian pada kartu kredit
tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan menambah
rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala keperluan.
Terdapat kolom tanda tangan merupakan salah satu bentuk keamanan
dalam melakukan segala bentuk transaksi, pihak bank BNI mewajibkan
bagi pemegang kartu kredit untuk mencantumkan tanda tangan yang
sesuai dengan yang terletak pada sisi depan kartu. Dalam pemakaian kartu
68
kredit, pemegang kartu wajib memiliki PIN 6 digit pada kartu kredit.
Penggunaan PIN tersebut dilakukan untuk meningkatkan keamanan
penggunaan kartu kredit. PIN tersebut berfungsi untuk menghindari
penggunaan atau pemakaian yang berlebihan. PIN bersifat rahasia yang
hanya boleh diketahui oleh pemiliknya saja, jika PIN karu kredit sampai
tersebar luas maka kemungkinan pemilik kartu akan mengalami kerugian.
Pertanggung jawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian
yang dialami pemegang kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank
BNI sebagai penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk
kepentingan Bank Penerbit atas terjadinya Carding, seperti kerugian atas
adanya tagihan transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing namun
pemegang kartu tidak melakukan transaksi tersebut, pemegang kartu dapat
melakukan laporan kepada penerbit dan memperoleh pertanggungjawaban.
Jika pemegang kartu dapat membuktikan bahwa kerugian yang
ditimbulkan akibat pihak ketiga maka akan dilakukan mekanisme beban
balik yang dinamakan chargeback. Jadi berdasarkan hal-hal tersebut
apabila kerugian disebabkan bukan dari kesalahan pemegang kartu kredit
itu sendiri, maka kerugian tersebut adalah tanggung jawab Bank BNI
sebagai penerbit. Namun apabila dalam proses analisis dan investigasi
terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari
pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut bukan merupakan
tanggung jawab Bank BNI sebagai penerbit. Bank BNI sebagai bank
penebrit telah melakukan upaya internal secara maksimal untuk
melindungi kepentingan pemegang kartu dalam menghindari dan
menuntaskan kerugian akibat carding dengan cara melakukan mekanisme
chargeback dan menyiapkan dana khusus untuk pengembalian dana
kepada pemegang kartu jika terjadi pencurian data pemegang kartu karena
bank BNI sangat mengedepankan kepercayaan pemegang kartunya. Selain
bank BNI, pemerintah juga melakukan upaya untuk melindungi pemegang
69
kartu kredit melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Berlakunya Undang-Undang tersebut menuntut
bank untuk memberikan konsekuensi terhadap layanan jasa perbankan
diantaranya:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk
yang ditawarkan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur; dan
d. Menjamin kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan standar yang
berlaku.
2. Tanggung jawab hukum bank BNI sebagai bank penerbit dalam
menyelesaikan pencurian data kartu kredit (carding) dilakukan melalui
tiga tahap yaitu;
a. Tahap sebelum transaksi, upaya yang dilakukan sebelum terjadinya
transaksi antara penerbit dan pemegang kartu kredit. Dalam tahap ini
bank BNI wajib memberikan informasi mengenai produk kartu kredit
yang ditawarkan. Misalnya menjelaskan berbagai macam fasilitas
yang didapatkan, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang
kartu, hak dan kewajiban sebagai pemegang kartu kredit, dan resiko
yang akan timbul dari penggunaan kartu kredit. Bank BNI juga
memberikan edukasi kepada calon pemegang kartu kredit sebagai
bentuk tanggung jawab untuk melindungi calon pemegang kartunya
dari kerugian yang akan timbul dikemudian hari.
b. Tahap transaksi, upaya yang dilakukan saat pemegang kartu telah
terikat perjanjian oleh bank BNI karena telah berada pada tahap
penerbitan kartu kredit. Bentuk tanggung jawab dalam tahap ini yaitu
meningkatkan keamanan teknologi untuk mendukung kenyamanan
dan keamanan pemegang kartu, misalnya dalam penerbitan kartu
kredit telah dilengkapi oleh chip yang menggunakan magnetic stripe.
70
Selain itu, terdapat fasilitas layanan 3D Secure yang dilengkapi
dengan verifikasi berupa One-Time Password (OTP)/Pasword sekali
pakai sebagai kode otentifikasi yang akan dikirimkan ke ponsel
pemegang kartu. Sehingga transaksi menjadi lebih aman dan
diharapkan untuk menghindari terjadinya kejahatan yang terjadi
dikemudian hari yang menimbulkan kerugian pemegang kartu.
Berdasarkan Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/2009
Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu. Bank BNI sebagai bank penerbit telah
menggunakan sistem yang aman dan andal, selalu memelihara dan
meningkatkan keamanan teknologi APMK, memiliki kebijakan dan
prosedur tertulis (standart operating procedure) penyelenggaraan
kegiatan APMK, dan menjaga keamanan dan kerahasiaan data.
c. Tahap setelah transaksi, upaya penyelesaian masalah antara pemegang
kartu kredit dengan bank BNI sebagai penerbit apabila terjadi
pengaduan atau sengketa. Apabila terdapat transaksi dalam Billing
Statement atau e–Billing yang disanggah oleh pemegang kartu kredit,
pemegang kartu kredit harus melakukan laporan kepada pihak Penerbit
dalam hal ini adalah bank BNI dengan tujuan agar dapat dilakukan
investigasi dan pengembalian limit kartu kredit yang disanggah
tersebut. Penyelesaian pengaduan atau sengketa akibat kejahatan
carding dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan jalan damai dan
melalui pengadilan. Apabila pemegang kartu merasa solusi
penyelesaian yang diberikan tidak memberikan penyelesaian, maka
pemegang kartu dapat melanjutkan proses penyelesaian pengaduan
melalui layanan mediasi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
ataupun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sesuai dalam
Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana
setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
71
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada
dilingkungan peradilan umum.
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat
memberikan rekomendasi dari permaslaahn yang dibahas yakni tentang
Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Risiko Kerugian Nasabah
Kartu Kredit Akibat Carding, yaitu:
1. Bank BNI sebagai bank penerbit kartu kredit harus memaksimalkan dalam
memberikan informasi kepada pemegang kartu dengan jelas dan lengkap
mengenai produk kartu kredit dan harus memastikan bahwa pemegang
kartu kredit dapat memahami informasi tersebut sehingga tidak akan
tertipu oleh e-mail pemberitahuan kepada pemilik kartu log-in kedalam
situs web yang mengatas namakan instansi seperti bank, toko, atau
penyedia jasa lainnya. Selain itu, penggunaan sistem electronic banking
harus disosialisasikan dengan benar kepada pemegang kartu agar tujuan
utama dari penerapan sistem tersebut dapat sampai kepada seluruh
pemegang kartu kredit baik muda maupun tua.
2. Pemegang Kartu senantiasa diberikan edukasi untuk melihat dan
memeriksa lembar tagihan kartu kreditnya, karena apabila terdapat
transaksi yang tidak pernah dilakukan dan transaksi tersebut tidak
disanggah, maka akan menjadi transaksi yang ditagihkan kepada
pemegang kartu.
3. Ketika melakukan investigasi seharusnya Bank BNI mengupayakan
penyelesaian pengaduan dipersingkat menjadi 1 minggu, karena durasi 20
hari kerja membuat penyelesaian pengaduan nasabah kartu kredit terkesan
lambat. Bank BNI harus cepat tanggap jika terjadi pengaduan dan
melakukan tindakan yang tepat agar pemegang puas dengan hasil
72
investigasi dan tidak melakukan upaya hukum lainnya yang menyebabkan
nama baik bank BNI tercemar dan kehilangan kepercayaan pemegang
kartu kredit lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arius, Dony, Komputer Security. Yogyakarta: Andi, 2006.
Arfa, Faisal Ananda, Metode Penelitian Hukum Islam. Jakarta: PT Kharisma Putra
Utama, 2016.
Ashsofa, Burhan, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Asikin, Zainal, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Hamidin, Aep S, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola
Risiko Kartu Kredit. Yogyakarta: Media Pressindo, 2010.
Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.
Husein, Yunus, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum. Jakarta: Pustaka Juanda
Tigalima, 2010
Juju, Dominikus, Hitam dan Putih Facebook. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2010.
Jovan, FN, Pembobol Kartu Kredit. Jakarta: Mediakita, 2006.
Kurniawan Chandra Restu, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit. Yogyakarta:
FlashBooks, 2016.
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Makarim, Edmon, Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: Rajawali Pers, 2005.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Muliadi, Ahmad, Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Akademia Permata,
2013.Rahardjo, Agus, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya
Pencegahan Kejahatan Berteknologi. Bandung: Citra Aditya
Bhakti, 2002.
Munir, Nurdiman, Pengantar Hukum Siber Indonesia. Depok: Rajawali Pers, 2017.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2013.
74
Nurastuti, Wiji, Teknologi Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Purnomo, Serfianto Dibyo, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang
Elektronik. Jakarta: Visimedia, 2012.
Semiawan, Conny R., Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2010.
Seomitra, Hanitijo Ronny, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri. Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990.
Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Sopyan, Yayan, Buku Ajar Pengantar Metodelogi Penelitian. Ciputat: FSH UIN
Jakarta, 2010.
Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Suhariyanto, Budi, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime). Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
Suparni, Niniek, Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya. Jakarta:
Sinar Grafika, 2009.
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Sukarmi, Cyber Law; Kontrak Elektronik dalam Baying-Bayang Pelaku Usaha.
Bandung: Pustaka Sutra, 2008.
Usman, Rachmadi, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2012.
Utomo, Laksanto, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen. Bandung:
PT Alumni, 2011.
Wijayanto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka
Umum Grafiti, 1993.
Zulham, Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana, 2013.
75
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Teknologi Elektronik
(ITE) perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang Transparasi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Pemegang kartu.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP 2012 7 Juni 2012 Perubahan Atas
Surat Edaran Bank Indonesia (BI) nomor 11/10/DASP/2009 13
April 2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan
dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Perubahan Atas
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988
Tentang Lembaga Pembiayaan.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 1251/KMK.013/1998 Tentang
Ketentuan dan Tata Cata Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
76
Jurnal
Aprilia, Annisa. “Tanggung Jawab Bank Penerbit (Card Issuer) Terhadap Kerugian
Pemegang kartu Kartu Kredit Akibat Pencurian Data (Carding)
Dalam Kegiatan Transaksi”. Diponegoro Jurnal Law. Vol. VI, 2.
2017.
Binanggal, Rendi. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang kartu Bank yang
Menjadi Korban Kejahatan ITE Menurut Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008”. Lex et Societatis. Vol. IV, 5. 2016.
Heidar, Ahmad. Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Trasnsaksi Perdagangan
Dengan Mempergunakan Electronic Commerce. Lembaga
Penelitian Universitas Padjajaran, Lembaga Penelitian
Perkembangan Hukum, Universitas Padjajaran. 2000.
Puspita, Nadya Meta. “Tanggung Jawab HAM Korporasi Transnasional”, Padjajaran
Jurnal Ilmu Hukum. Vol III, 1. 2016.
Panjaitan, Leo T. “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu
dalam Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”, Universitas Mercu Buana
Jurnal Telekomunikasi & Komputer. Vol. III, 1. 2012.
Thomas, Joice Irma Runtu. “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Hak Pemegang
kartu Yang Dirugikan Dalam Pembobolan Rekening Pemegang
kartu”, Lex et Societatis. Vol. I, 1. 2013.
Tianotak, Nazarudin. “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan
Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi. Vol. 17, 4. 2011.
Internet
Humas BNI. https://mediakonsumen.com
Bank BNI. http://www.bni.co.id
Bank Indonesia. www.bi.go.id (ID). https://www.bi.go.id/id/iek/alat
pembayaran/Contents/Default.aspx.
77
78
79
80
Hasil Wawancara dengan Narasumber
Judul Penelitian : Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Kerugian
Nasabah Kartu Kredit Akibat Carding
Narasumber : Ridovi Kemal, Kelompok Pengkajian dan Pengembangan
Hukum – Divisi Hukum BNI Pusat
1. Bagaimana hak dan kewajiban BNI sebagai Penerbit?
Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang merupakan alat pembayaran
yang berupa Kartu Kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau
Kartu Debet.
a. Hak Penerbit Kartu Kredit
1) Menyetujui atau menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang
Kartu Kredit berdasarkan pertimbangan dan ketentuan yang berlaku
di Bank.
2) Menentukan/menyesuaikan pagu kredit pemegang Kartu Kredit
sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
3) Memblokir/membekukan/menutup/membatalkan/tidak
memperpanjang fasilitas kredit yang diberikan kepada pemegang
kartu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di Bank,
antara lain karena:
a. Meninggal dunia.
b. Pemegang Kartu Kredit mengajukan permohonan penutupan
fasilitas kredit.
c. Ditengarai terlibat dalam transaksi mencurigakan atau kasus
tindak pidana lainnya.
81
d. Memiliki catatan rekening yang tidak baik.
e. Menerima laporan dari pemegang Kartu Kredit untuk dilakukan
pemblokiran dengan alasan hilang/ dicuri.
4) Memberikan informasi secara terbatas/tidak terbatas data pemegang
Kartu Kredit dalam rangka pengalihan dan/atau penagihan dari Bank
kepada pihak lain yang telah bekerja sama dengan Bank.
5) Memindahkan saldo terhutang atas Kartu Kredit Pemegang Kartu
kepada pihak ketiga sesuai dengan kebijakan yang berlaku di Bank.
6) Syarat dan ketentuan ini sewaktu-waktu dapat berubah sepenuhnya
atas dasar kebijakan Bank.
7) Menetapkan kurs/nilai tukar untuk transaksi dengan mata uang selain
Rupiah berdasarkan kurs Bank, VISA, MasterCard dan JCB. Kurs
bersifat fluktuatif, sehingga perbedaan kurs sangat mungkin terjadi.
8) Menghentikan fasilitas kredit secara otomatis pada saat status/kualitas
kredit mengalami penurunan menjadi Kurang Lancar, Diragukan,
dan/atau Macet.
9) Menyesuaikan limit atau menutup fasilitas Kartu Kredit apabila
pemegang kartu melakukan transaksi yang dilarang atau
menggunakan kartu tidak sesuai peruntukannya.
10) Apabila pemegang Kartu Kredit tidak memenuhi kewajiban
pembayarannya, maka pemegang Kartu Kredit dengan ini
memberikan kuasa kepada Bank untuk memblokir dan/atau mendebet
atau mencairkan dana pemegang Kartu Kredit di rekening giro,
tabungan atau jenis simpanan lainnya yang ada di Bank baik yang
telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari untuk
menyelesaikan kewajiban pemegang Kartu Kredit kepada Bank.
82
b. Kewajiban Penerbit Kartu Kredit.
Kewajiban Penerbit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan atas PBI nomor 11/11/PBI/2009
Tentang penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (PBI Perubahan APMK).
1) Penyampaian Informasi kepada Pemegang Kartu (Pasal 16 PBI
Perubahan APMK).
2) Menyampaikan lembar tagihan Kartu Kredit (Pasal 16A PBI
Perubahan APMK).
3) Menyampaikan informasi tertulis dalam Lembar Tagihan (Pasal 16B
PBI Perubahan APMK).
4) Mematuhi pokok-pokok etika Penagihan Kartu Kredit (Pasal 17B
PBI Perubahan APMK).
5) Mengimplementasikan transaction alert kepada Pemegang Kartu
untuk transaksi dengan kriteria tertentu (Pasal 29A PBI Perubahan
APMK). Dan
6) Menyediakan sistem yang dapat dikoneksikan dengan sistem APMK
yang lain (Pasal 32 PBI Perubahan APMK).
2. Bagaimana manajemen penanganan Carding di BNI?
Dapat kami sampaikan bahwa belum terdapat definisi resmi dari peraturan
perundang-undangan mengenai “Carding”. Adapun definisi Carding yang
kami sadur dari berbagai sumber yaitu Carding adalah transaksi fraud
(penyimpangan) Kartu Kredit dengan menggunakan informasi Kartu Kredit
milik Pemegang Kartu yang dilakukan secara daring (on-line) maupun
melalui transaksi non-daring (off line).
83
Manajemen penanganan Carding di Bank adalah dengan melakukan upaya-
upaya preventif terhadap seluruh kemungkinan terjadinya Carding dan upaya
represif dengan melakukan legal action untuk menemukan dan melaporkan
pelaku kepada pihak berwajib.
3. Bagaimana upaya-upaya pencegahan Carding di BNI?
Berdasarkan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang penyelenggaraan kegiatan
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI APMK):
a. Peningkatan Keamanan Teknologi, sesuai dengan Pasal 29 Ayat (1)
APMK:
1) Menggunakan sistem yang aman dan Pemegang Kartu.
2) Memelihara dan meningkatkan keamanan teknologi APMK.
3) Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis (Standard Operating
Procedure) penyelenggaraan kegiatan APMK. dan
4) Menjaga keamanan dan kerahasiaan data.
Untuk terus mendukung kenyamanan dan keamanan pemegang kartu,
Bank Penerbit saat ini telah menggunakan Kartu Kredit chip yang
memiliki tingkat perlindungan yang lebih baik dari Kartu Kredit yang
menggunakan magnetic stripe. Selain itu terdapat Fasilitas layanan 3D
Secure yang dilengkapi dengan verifikasi berupa One-Time Password
(OTP)/Password sekali pakai sebagai kode otentifikasi yang akan
dikirimkan ke ponsel Pemegang Kartu. Sehingga Pemegang Kartu harus
memasukkan OTP yang Pemegang Kartu terima ke merchant online untuk
melakukan pembayaran dengan layanan 3D Secure. Transaksi tersebut
akan diverifikasi menggunakan OTP sehingga lebih aman.
84
b. Edukasi kepada Pemegang Kartu.
Selain peningkatan teknologi keamanan, Bank mengedukasi Pemegang
Kartu agar lebih aware terhadap keamanan dengan memberikan tips
keamanan dengan Kartu Kredit untuk:
1) Tidak memberikan nomor Kartu Kredit melalui telepon kecuali
Pemegang Kartu yang berinisiatif menelpon.
2) Tidak mudah memberikan informasi Kartu Kredit Pemegang Kartu
memalui email ataupun website yang tidak Pemegang Kartu kenal
dengan baik.
3) Tidak pernah mencatat nomor Kartu Kredit Pemegang Kartu di tempat
umum.
4) Pemegang Kartu Kredit Pemegang Kartu segera setelah diterima.
5) Tidak menulis nomor PIN di Kartu Kredit atau dimanapun dekat
dengan Kartu Kredit Pemegang Kartu.
6) Tidak pernah meninggalkan Kartu Kredit dan bukti transaksi
Pemegang Kartu disembarang tempat dan simpan bukti pembelanjaan
Pemegang Kartu.
7) Periksa tagihan Kartu Kredit Pemegang Kartu, pastikan tidak ada
tagihan palsu dan tidak ada tagihan yang tanpa bukti pembelanjaannya.
8) Hancurkan dan buang setiap transaksi yang salah dan segala hal
catatan mengenai Kartu Kredit Pemegang Kartu.
9) Tidak pernah Pemegang Kartutangani bukti transaksi yang kosong.
10) Sebaiknya membawa Kartu Kredit secara terpisah dari dompet
Pemegang Kartu dan diletakkan di tempat yang ada risleting atau
kantong kecil.
85
11) Tidak pernah meminjamkan Kartu Kredit kepada orang lain.
12) Informasikan setiap perubahan data Pemegang Kartu kepada pihak
bank penerbit Kartu Kredit Pemegang Kartu.
13) Apabila Kartu Kredit tertelan di mesin ATM, beberapa langkah untuk
keamanan Kartu Kredit adalah dengan:
a) Segera menghubungi Call Center Bank Penerbit.
b) Pastikan bahwa petugas Call Center telah memblokir Kartu Kredit.
c) Tidak memberi tahu PIN Kartu Kredit walaupun kepada pegawai
Bank Penerbit. Nomor PIN hanya untuk Pemegang Kartu dan
sifatnya confidential.
d) Pegawai Bank Penerbit tidak akan pernah menanyakan PIN untuk
keperluan apapun.
e) Apabila di lokasi ATM ada yang meminta bantuan untuk
menerima transfer ke rekening Pemegang Kartu, kemudian
meminta untuk menarik tunai dari Kartu Kredit Pemegang Kartu,
tidak dilayani karena kemungkinan transfer tersebut merupakan
hasil tindak kejahatan.
14) Apabila pemegang kartu berencana untuk bepergian ke luar negeri
untuk waktu yang cukup lama, informasikan kepada Bank Pemegang
Kartu.
15) Simpan hati-hati seluruh Kartu Kredit maupun Kartu ATM, Travellers
Cheque, dan passport Pemegang Kartu. Apabila memungkinkan
simpan di Safe Deposits Box jika tidak dipergunakan.
16) Tidak meninggalkan Kartu Kredit, ATM, Travellers Cheque, dan
Passport Pemegang Kartu di dalam mobil.
86
17) Segera hubungi bank Pemegang Kartu jika Pemegang Kartu
kehilangan Kartu Kredit untuk minta diblokir, dan pastikan tagihan
dan transaksi terakhir adalah yang memang Pemegang Kartu lakukan.
18) Menginformasikan setiap perubahan data Pemegang Kartu kepada
pihak Bank Penerbit Kartu Kredit.
19) Bagi Online User, Pemegang Kartu dapat melindungi data dan
informasinya agar selalu aman dari pencurian data atau informasi
melalui internet dengan cara:
a) Pemegang Kartu agar memastikan bahwa setiap email yang
meminta informasi tentang rekening Pemegang Kartu adalah email
resmi dan agar memastikan bahwa Pemegang Kartu mengunjungi
situs resmi milik Bank Penerbit.
b) Pemegang Kartu agar memastikan telah memasukkan alamat URL
yang lengkap dalam alamat browser Pemegang Kartu. Jika
Pemegang Kartu menerima email yang berisi peringatan mengenai
apapun tentang Kartu Kredit Pemegang Kartu, tidak membalas
atau mengklik link yang ada dalam email. Tetapi ketik alamat
URL yang sebenarnya di browser Pemegang Kartu.
4. Bagaimana tanggung jawab hukum BNI dalam menyelesaikan masalah
Carding?
Pertanggungjawaban Bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang
menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain
sekaligus berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk
memberi pertanggungjawabannya.
Berdasarkan POJK nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan (POJK Perlindungan Konsumen) mengatur ketentuan
87
pertanggungjawaban Bank terhadap nasabah/konsumen yang merasa
dirugikan akibat produk dari Bank tersebut, yaitu:
a. Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana,
atau aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha
Jasa Keuangan (Pasal 25 POJK Perlindungan Konsumen).
b. Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian
Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus,
pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja
untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (Pasal 29 POJK
Perlindungan Konsumen).
Berdasarkan ketentuan tersebut Bank berkewajiban untuk menjaga keamanan
simpanan, dana, atau aset Konsumen. Selanjutnya Bank bertanggungjawab
atas kerugian konsumen yang timbul akibat bukan dari kesalahan Konsumen
dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank Penerbit.
5. Bagaimana prosedur penyelesaiannya ketika terjadi Carding?
Pada saat diketahui, petugas Bank akan melakukan investigasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Apabila dari hasil investigasi diketahui bahwa
transaksi masuk dalam kategori fraud, maka akan ditindaklanjuti dengan
pengejaran transaksi melalui system, pelaporan terhadap pihak berwajib, dan
dilakukan pula pengembalian dana yang terdebet di Kartu Kredit milik
Pemegang Kartu.
6. Bagaimana tanggung jawab BNI terhadap kerugian yang dialami oleh
nasabah akibat Carding?
88
Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti
bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan
karena merugikan orang lain. Hal-hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan Pasal 28 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen menegaskan pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
b. Sesuai dengan Pasal 38 POJK Perlindungan Konsumen, setelah menerima
pengaduan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan:
1) Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan
obyektif.
2) Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan. dan
3) Menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi
(redress/remedy) atau perbaikan produk dan atau layanan, jika
pengaduan Konsumen benar.
c. Pertanggungjawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian
yang dialami Pemegang Kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank
Penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank
Penerbit atas terjadinya Carding tersebut, seperti kerugian atas adanya
tagihan transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing namun
Pemegang Kartu tidak melakukan transaksi tersebut, Pemegang Kartu
dapat melakukan laporan kepada Penerbit dan memperoleh
pertanggungjawaban.
d. Pasal 1367 KUH Perdata menyatakan bahwa “Seseorang tidak hanya
bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-
89
orang yang tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada
di bawah pengawasannya”.
e. Sesuai dengan Pasal 29 POJK Perlindungan Konsumen, Bank Penerbit
akan bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat
kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Bank Penerbit dan/atau
pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank Penerbit atas
terjadinya Carding tersebut.
f. Berdasarkan hal-hal diatas tersebut apabila kerugian disebabkan bukan
dari kesalahan Konsumen, kerugian tersebut adalah tanggung jawab Bank.
Namun apabila dalam proses analisis dan investigasi terbukti bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari Pemegang Kartu,
kerugian tersebut bukan merupakan tanggung jawab Bank.
7. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk tagihan yang diminta?
Apabila terdapat transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing yang
disanggah oleh Pemegang Kartu, Pemegang Kartu harus melakukan laporan
kepada Penerbit agar dapat dilakukan investigasi dan pengembalian limit
Kartu Kredit yang disanggah tersebut.
Oleh karena itu, Pemegang Kartu senantiasa diberikan edukasi untuk melihat
dan memeriksa lembar tagihan Kartu Kreditnya, karena apabila transaksi
tersebut tidak disanggah, maka akan menjadi transaksi yang ditagihkan
kepada Pemegang Kartu.-