PENGARUH SELF-ESTEEM DAN KECERDASAN
EMOSITERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
PONDOK PESANTREN DAARUL RAHMAN JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh:
NURIS FAKHMA HANANA
109070000002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436H/2015M
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Januari 2015
C) Nuris Fakhma Hanana
D) Pengaruh Self-esteem dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku Prososial
Pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
E) Xiv + 113 Halaman + Lampiran
F) Perilaku prososial merupakan tindakan yang menguntungkan orang lain
secara sukarela sehingga menciptakan interaksi yang baik antara individu
ataupun kelompok. Namun, saat ini perilaku prososial cenderung menurun. Ini
terbukti dari menipisnya kepedulian tiap individu terhadap lingkungan, karena
lebih fokus pada kepentingan sendiri (Yusuf dan Listiara, 2012). Keadaan
tersebut menurut Sabiq dan Djalali (2012) juga terjadi di pesantren. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, di antaranya adalah
self-esteem, dan kecerdasan emosi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji
pengaruh self-esteem (successes, values, aspirations dan defences),
kecerdasan emosi (mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan keterampilan sosial), serta jenis kelamin dan
usia, terhadap perilaku prososial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi santri di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta kelas satu sampai kelas lima,
sebanyak 503 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 santri.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik probability sampling.
Instrumen dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari skala perilaku
prososial dan self-esteem, yaitu, Prosocial Tendencies Measurement dan The
School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory. Sedangkan skala pada
kecerdasan emosi dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-
aspek kecerdasan emosi dari Goleman (1998). Analisis data penelitian
menggunakan regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi
16.0. Sedangkan untuk menguji validitas konstruk menggunakan LISREL
8.70.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel self-esteem, kecerdasan emosi,
jenis kelamin dan usia secara signifikan mempengaruhi perilaku prososial
dengan kontribusi sebesar 35.5 %. Dari sebelas variabel yang diteliti, ada
empat dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial, yaitu
aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin.
G) Bahan Bacaan: 28 buku + 12 jurnal + 1 tesis + 7 skripsi + 1 artikel
vii
ABSTRACK
A) Psychology Faculty
B) January 2015
C) Nuris Fakhma Hanana
D) Influence of Self-esteem and emotional intelligence Prosocial Behavior
Against Students Boarding School In Jakarta Daarul Rahman
E) Xiv + 113 + Attachment
F) Prosocial behaviors are actions that benefit others voluntarily thus creating a
good interaction between individuals or groups. However, this time prosocial
behavior tends to decrease. This is evident from the depletion of individual
concern for the environment, because it is more focused on their own interests
(Joseph and Listiara, 2012). The situation is under Sabiq and Djalali (2012)
also occurred at the school. There are several factors that influence prosocial
behavior, among which is the self-esteem, and emotional intelligence. This
study was conducted to examine the effect of self-esteem (successes, values,
aspirations and defenses), emotional intelligence (recognizing emotions,
managing emotions, motivating oneself, recognizing emotions in others, and
social skills), as well as gender and age, on behavior prosocial.
This study uses a quantitative approach to the population of students in
boarding school Daarul Rahman Jakarta grade one to grade five, as many as
503 people. The sample in this study were 200 students. Sampling using
probability sampling techniques. Instruments in this study is an adaptation of
the scale prosocial behavior and self-esteem, ie, Prosocial Tendencies
Measurement and The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory.
While the scale of emotional intelligence developed by the researchers based
aspects of emotional intelligence Goleman (1998). Research data analysis
using multiple regression using SPSS version 16.0. Meanwhile, to test the
construct validity using LISREL 8.70.
The results showed that the variables of self-esteem, emotional intelligence,
sex and age significantly affect prosocial behavior with a contribution of
35.5%. Of the eleven variables studied, there are four dimensions significantly
influence prosocial behavior, ie aspirations, recognizing their own emotions,
social skills and sex.
G) Reading material: 28 books+ 12 journals + 1 thesis + 7 thesis + 1 articles
v
Moto Dan Persembahan
Hal-hal terbaik dan terindah di dunia ini tak bisa dilihat
dan disentuh mereka harus dirasakan
-Hellen Keller-
Segala sesuatu yang biasa akan menjadi luar biasa jika
dilakukan dengan cinta dan perasaan
-Hanana-
Karya ini saya persembahkan untuk Kedua
Orang tua saya adik-adik, keluarga besar
Alm. Mbah haji dan eyang kakung.
Terima kasih atas dukungannya selama ini.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH SELF-
ESTEEM DAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL
PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DAARUL RAHMAN JAKARTA”. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad
SAW berikut keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam
bentuk sumbangan pikiran, tenaga, waktu, dan do’a yang diberikan kepada penulis.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr.
Abdul Mujib, M.Si, M.Ag beserta seluruh jajaran dekanat lainnya yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas terbaik kepada seluruh mahasiswa
Psikologi UIN, untuk menjadi lulusan yang berkualitas.
2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D. dan Ibu Layyinah, S.Psi., MSi. yang telah
membimbing, memberikan arahan dan saran kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Netty Hartati, M.Si dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengetahuan, dan dukungan kepada penulis.
4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, dan bantuannya
kepada penulis selama studi di kampus UIN.
5. Kedua orang tua tercinta, abah Drs. Nurudin Abdullah dan umi Dra. Isna
Hidayati beserta keluarga besar dan juga kedua adik kebangaan penulis, Nuris
Fakhmi Zakky dan Nuris Ajieb Aulady yang selalu memberikan motivasi,
dukungan, pengertian serta doa yang tulus.
ix
6. Guru sehat Kahfi Motivator School bapak Tubagus Wahyudi, ST., MSi, Chi.,
MCHt (om Bagus) dan mba Wie yang tidak pernah bosan menyemangati
seluruh anak didiknya termasuk penulis untuk terus mencari ilmu dan
pengetahuan agar mencapai kehidupan yang lebih baik dan benar. Demikian
juga keluarga besar Kahfi Motivator School, yaitu teman Angkatan 11, serta
kakak dan kelas terutama Ka Fitriah AB dan Ka Lina Marlina yang terus
menerus mendorong penulis untuk menuntaskan skripsi ini.
7. Kepada keluarga besar Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, KH
Syukron Mamun, Ustadz H Umar Faruq, dan Ustadzah Anti yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan pengambilan data di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Termasuk para santri Pondok yang
sangat kooperatif dalam membantu peneliti selama proses pengumpulan data
penelitian.
8. Teman-teman kelas A 2009 Fakultas Psikologi UIN Jakarta, terutama pada
Ajeng Sya’bani, Hawa Nadya Puspita, Siti Kesturi, Risa Pangestu dan Wahyu
Budiani yang selalu memberikan keceriaan, dukungan, kritik dan saran selama
perkuliahan.
9. Teman diskusi selama proses skripsi, Ka Adyo, Ka puti, Hani, Azka,
Restianie, dan Ayu yang selalu memberikan solusi, motivasi, serta dukungan
terbaik dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Keluarga besar IMM PK Psikologi (Ka Sarah, Ka Kiki, Mega, Bias, Uswah
dan Lala) yang telah mengajarkan arti berorganisasi dan kebersamaan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang
telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
x
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
situ sangatlah diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
penulis pribadi dan siapa saja yang membaca serta berkeinginan untuk
mengeksplorasinya lebih lanjut.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 10 Desember 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERSTUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................. iv
MOTTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 8
1.2.1. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................. 11
1.4. Sistematika Penulisan .................................................................................. 11
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1. Perilaku Prososial ......................................................................................... 12
2.1.1. Definisi perilaku prososial .................................................................. 12
2.1.2. Dimensi perilaku prososial .................................................................. 13
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial ........................ 15
2.1.5. Pengukuran perilaku prososial ............................................................ 26
2.2. Self-esteem.................................................................................................... 27
2.2.1. Definisi Self-esteem ............................................................................ 27
2.2.2. Dimensi Self-esteem ........................................................................... 29
2.2.3. Pengukuran self-esteem ...................................................................... 34
2.3 Kecerdasan emosi.......................................................................................... 35
2.3.1. Definisi kecerdasan emosi.................................................................. 35
2.3.2. Dimensi kecerdasan emosi ................................................................. 36
2.3.4. Pengukuran kecerdasan emosi ........................................................... 38
2.4. Kerangka berfikir ......................................................................................... 39
2.5. Hipotesis penelitian ...................................................................................... 43
BAB 3 METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel .................................................................................... 45
3.2. Variabel Penelitian ....................................................................................... 47
3.3. Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 48
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................................... 49
3.4. Uji Validitas Konstruk ................................................................................ 56
3.4.2. Uji Validitas Konstruk Perilaku Prososial ......................................... 58
xii
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Self-esteem .................................................... 63
3.4.4. Uji Validitas konstruk Kecerdasan Emosi ......................................... 67
3.5. Metode Analisis Data .................................................................................. 72
3.6. Prosedur Peneltian ....................................................................................... 75
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subjek ............................................................................. 77
4.2. Hasil Analisis Deskripsi ............................................................................... 78
4.3. Kategorisasi variabel penelitian ................................................................... 79
4.4. Uji Hipotesis Penelitian................................................................................ 85
4.5. Proporsi Varians ........................................................................................... 91
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 95
5.2. Diskusi ......................................................................................................... 95
5.3. Saran ........................................................................................................... 101
5.3.1. Saran teoritis ..................................................................................... 101
5.3.2. Saran praktis ...................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 104
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format Model Skala Likert ...................................................................... 50
Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku Prososial .......................................................... 53
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Esteem .................................................................... 54
Tabel 3. 4 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ......................................................... 55
Tabel 3.6 Muatan Item Faktor Altruisme .................................................................. 58
Tabel 3.7 Muatan Item Faktor Compliant ................................................................. 59
Tabel 3.8 Muatan Item Faktor Emotional ................................................................. 60
Tabel 3.9 Muatan Item Faktor Public ....................................................................... 61
Tabel 3.10 Muatan Item Faktor Anonymous ............................................................... 62
Tabel 3.10 Muatan Item Faktor Dire .......................................................................... 62
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Successes .................................................................. 64
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Values ...................................................................... 65
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Aspiration ................................................................. 66
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Defenses ................................................................... 67
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengenali Emosi Sendiri ......................................... 68
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengelola Emosi ..................................................... 69
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Memotivasi Diri ....................................................... 70
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengenali Emosi Orang lain ................................... 71
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Keterampilan Sosial ................................................. 72
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ........................................................ 77
Tabel 4.2 Hasil analisis deskriptif ............................................................................. 78
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ........................................................................ 79
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Perilaku Prososial ........................................................ 80
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Self-Esteem .................................................................. 80
Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Successes ..................................................................... 81
xiv
Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Values .......................................................................... 81
Tabel 4.8 Kategorisasi Skor Aspiration .................................................................... 82
Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Defenses ...................................................................... 82
Tabel 4.10 Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosi ....................................................... 83
Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Mengenali Emosi Sendiri ............................................ 83
Tabel 4.12 Kategorisasi Skor Mengelola Emosi ......................................................... 84
Tabel 4.13 Kategorisasi Skor Memotivasi Diri .......................................................... 84
Tabel 4.14 Kategorisasi Skor Mengenali Emosi Orang Lain ..................................... 85
Tabel 4.15 Kategorisasi Skor Keterampilan Sosial .................................................... 85
Tabel 4.16 Tabel R-Square ......................................................................................... 86
Tabel 4.17 Hasil Uji Anova ........................................................................................ 87
Tabel 4.18 Hasil Uji Koefisien Regresi ...................................................................... 88
Tabel 4.19 Proporsi Varian Untuk Masing-Masing Independent Variable ................ 92
xv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................................... 42
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian
Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 3: Alat Ukur Penelitian
Lampiran 4: Syntax
Lampiran 5: Path Diagram CFA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,
tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dimuka bumi ini sebagai makhluk sosial.
Artinya, manusia tidak dapat untuk hidup sendiri karena sebagian besar dari
aktifitas dalam kehidupannya, melibatkan interaksi dengan orang lain. Oleh
karena itu, agar tercipta interaksi yang baik, beberapa dari tindakan manusia,
cenderung mengarah kepada kepentingan masyarakat (bersama), seperti
membantu, menolong berderma dan lainnya (Walgito, 2008). Dalam psikologi
perilaku tersebut dinamakan perilaku prososial.
Perilaku prososial menurut Eisenberg (1989) adalah tindakan sukarela yang
dimaksudkan untuk memberikan keuntungan pada individu atau sekelompok
individu. Perilaku prososial ini meliputi aspek seperti menyumbang (donating),
bekerjasama (cooperating), memberi (giving), menolong (helping), simpati
(sympathy) dan altruism (Wispe dalam Zanden, 1984). Dalam Islam, aspek
perilaku prososial tercermin dalam himbauan: “Tolong-menolonglah kamu dalam
kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan
dosa” (QS. Almaidah; 2). Hal tersebut bisa bisa diartikan bahwa orang yang
melakukan perilaku prososial dicirikan dengan mereka yang selalu mengerjakan
amal sholeh.
2
Dalam bermasyarakat, perilaku prososial sangatlah penting untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan kodusif sesuai dengan harapan warganya.
Adapun manfaat lainnya adalah dapat meminimalisir kejadian-kejadian negatif
seperti tawuran dan tindak kriminal yang lain. Begitu besarnya manfaat dari
perilaku prososial hingga Allah SWT memberikan pahala pada mereka yang
hanya menyerukan kebaikan namun tidak melakukannya. Hal tersebut menurut
Nawawi (2014) tertera dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Muslim yang
artinya sebagai berikut. “Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka
baginya pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun. (Hr. Muslim)”
Tetapi, sebuah penelitian mengemukakan bahwa budaya gotong royong dan
tolong menolong, serta solidaritas sosial pada masyarakat sekarang ini cendrung
menurun (Setiadi, dalam Hartati, 1997). Hal tersebut disebabkan banyak individu
yang sekarang ini sibuk dan terpaku pada kepentingan pribadinya masing-masing.
Sehingga kepedulian terhadap lingkungan sekarang ini menipis (Yusuf & Listiara,
2012).
Menurunya perilaku prososial, menurut Sabiq dan Djalali (2012) bukan
hanya dirasakan di masyarakat umum, akan tetapi juga merambah ke dunia
pesantren. Terlebih pada santri yang masuk kedalam pusaran modernitas dan
kehidupan hedonis. Lambat laun, etika yang dimiliki santri tersebut pudar.
Dampaknya adalah membuat perilaku prososial yang dimiliki santri menjadi
menurun (Mun’im, dalam Sabiq & Djalali, 2012).
3
Senada dengan pernyataan diatas, hasil wawancara peneliti kepada salah
seorang ustadzah salah satu pesantren di Parung, pada tanggal 12 November 2013
juga menyatakan bahwa kepedulian santri saat ini menurun drastis dari
sebelumnya. Misalnya, jika terdapat santri yang sakit, mereka hanya memantau
kondisinya, tidak lebih dari itu perhatiannya, seperti mengambilkan makanan
untuk santri yang sakit ataupun sekedar menemaninya.
Fenomena tersebut diperkuat pula oleh hasil wawancara pada lima orang
santri Pondok Pesantren Daarul Rahman pada tanggal 24 November 2013.
Diketahui bahwa masih ada diantara santri di pondok tersebut yang kurang peduli
dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Dari hasil observasi peneliti yang
lakukan juga terlihat bahwa masih ada beberapa santri yang terlihat acuh terhadap
teman lainnya, dan fokus pada kelompoknya sendiri.
Menurunya perilaku prososial di pesantren sebenarnya bisa diminamalisir,
karena pesantren merupakan salah satu tempat untuk meningkatkan perilaku
prososial pada remaja sebagai peserta didiknya. Hal tersebut karena santri
dibiasakan hidup bersama-sama, yang mengharuskan mereka untuk saling berbagi
dan peduli. Pembiasaan diri pada santri seperti itu akan membentuk mental
kebersamaan, gotong royong, dan jiwa sosial (Asy’ari, 1996).
Kondisi menurunnya perilaku prososial tersebut, memang bukan hanya
tanggung jawab satu pihak tertentu saja, misalnya pembina santri. Sebab ada
banyak faktor yang akan mempengaruhi tampil atau tidaknya perilaku prososial,
seperti, kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, desakan waktu dan lainnya
(Taylor, Peplau & Sears, 2009). Selain itu, menurut Eisenberg, Fabes, dan Spinrad
4
(2006) faktor internal seperti asertif, emosi, religiusitas, self-esteem, dan norma-
norma juga berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial.
Dari pernyataan di atas, menurut hemat penulis, jika santri dipondok sudah
dibiasakan untuk memiliki sifat gotong royong, dan bersosialisasi, namun masih
terdapat perilaku santri yang cuek, egois, dan tidak melakukan perilaku prososial,
hal tersebut merupakan faktor dari santri itu sendiri. Alasan inilah yang
mendorong peneliti lebih menfokuskan penelitian perilaku prososial pada faktor-
faktor internal daripada faktor eksternal.
Harga diri atau yang sering disebut self-esteem menjadi salah satu faktor
internal dalam meningkatkan perilaku prososial. Dalam hal ini, Staub (2003)
melihat bahwa tingginya self-esteem akan membuat seseorang merasa
superioritas, dan saat itu, mereka akan lebih mampu menekan agressivitas agar
terhindar dari prilaku antisosial. Jika self-esteem rendah, seseorang tidak akan
merasa nyaman dan selalu melindungi dirinya sendiri sehingga sangat mudah
terpengaruh oleh prilaku yang tidak baik.
Senada dengan pernyataan diatas, Sweson dan Prelow (2005), dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa orang yang memiliki self-esteem tinggi,
akan mampu mengatasi masalah-masalah perilaku seperti depresi, kenakalan
remaja dan lainnya. Penemuan tersebut didukung oleh pernyataan Adimo dan
Retnowati (dalam Asia, 2008) yang mengemukakan bahwa self-esteem
berpengaruh terhadap sikap remaja dalam kehidupan sehari-hari. Remaja dengan
self-esteem rendah cenderung bersikap negatif dalam perilakunya dan merasa
tidak dihargai, tidak diterima dan diperlakukan kurang baik oleh orang lain.
5
Sebaliknya remaja dengan harga diri tinggi cendrung bersikap positif dalam
perilakunya. Self esteem diartikan sebagai nilai yang ditempatkan pada diri
sendiri. Penilian diri tersebut didasarkan atas nilai sebagai manusia berdasarkan
persetujuan atau penolakan dari diri dan perilaku (Minchinton, 1995). Sedangkan
menurut Coopersmith (1990) self-esteem adalah evaluasi yang dibuat individu dan
biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Leary dan MacDonald (dalam Mruk,
2006) hasilnya mendukung hubungan antara self-esteem dengan berbagai
fenomena interpersonal positif. Misalnya self-esteem tinggi berhubungan dengan
perilaku prososial seperti, menjunjung nilai-nilai moral atau standar kesehatan.
Penelitian lainnya yang dilakukan Srimanjaya (2007) tentang hubungan antara
orientasi keagamaan dan harga diri dengan perilaku prososial, juga menyimpulkan
bahwa harga diri memberikan kontribusi sebesar 28,479 % terhadap perilaku
prososial.
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku prososial adalah emosi seseorang.
Seperti yang dikutip dari Baron, Byrne, Brascombe (dalam Sarwono, 2009)
menyatakan bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungannya
untuk menolong. Wang dan Ahmad (dalam Vembriamma, 2010) menyatakan
bahwa emosi seseorang erat sekali kaitannya dengan kecerdasan emosi. Karena
pada dasarnya emosi (seperti, marah, bahagia, & sedih) sudah dimiliki tiap
manusia sejak lahir. Namun kecerdasan emosilah yang mampu mengontrolnya
agar tidak menimbulkan kerugian pada orang lain. Oleh sebab itulah kecerdasan
6
emosi sangat penting untuk mengontrol emosi agar merespon dengan benar
emosinya untuk orang lain, sehingga emosinya selalu positif.
Pernyataan diatas diperkuat oleh penelitian Rosenhan, Moore dan
Underwood, (dalam Feldman, 1985) yang mengungkap bahwa orang dengan
suasana hati yang baik akan lebih mungkin untuk membantu dari pada mereka
yang berada di mood negatif. Itulah sebabnya peneliti dalam penelitian ini
berfokus pada kecerdasan emosi. Adapun kecerdasan emosi meliputi, kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungannya dengan orang lain (Goleman, 1998).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vembriamma (2010) terhadap
karyawan PT telkom menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosi berpengaruh
terhadap perilaku prososial sebesar 21, 8 % dan sisanya 78, 2 % dipengaruhi
faktor lain diluar kecerdasan emosi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rudyanto
(2010) juga menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosi memiliki korelasi yang
cukup kuat terhadap perilaku prososial.
Selain beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas, faktor usia dan jenis
kelamin juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Caprara dan Steca (2005)
dalam penelitiannya terhadap kelompok usia yang berbeda antara usia 20 hingga
di atas 65 tahun, menemukan bahwa semakin dewasa seseorang akan lebih
menolong daripada yang masih anak-anak dan remaja. Hal tersebut karena pada
orang dewasa lebih bersungguh-sungguh dalam membantu orang lain. (Bengston
7
1985; Kahana & Midlarsky, 1983;Midlarsky & Hannah, 1989, dalam Caprara &
Steca, 2005).
Dari penelitian Carpara dan Steca (2005) juga membuktikan bahwa
perempuan lebih tinggi tingkat prososialnya daripada laki-laki. Hasil tersebut,
sejalan dengan penelitian Eisenberg (dalam Bierhoff, 2002) yang menyatakan
bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang tinggi dari pada laki-laki.Itu
disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa empati yang tinggi daripada laki-
laki. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Afolaby (2003),
menurutnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam proses
perilaku prososial.
Dari uraian di atas, peneliti ingin mengkaji sejauh mana pengaruh self-
esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial khususnya pada santri.
Penelitian ini akan dilakukan di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, karena
pesantren tersebut berada di tengah kota Jakarta, dan letaknya berdampingan
dengan mall dan gedung bertingkat, suatu lingkungan yang dapat memicu
meningkatnya sikap hedonis dan individualis para santri. Padahal menurut Taylor
Peplau dan Sears (2009) kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku
prososial.
Selain itu sebagian besar santri di sana berusia remaja. Usia remaja
merupakan usia peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, sehingga banyak
perubahan yang berkembang pesat dalam diri mereka. Seperti perubahan fisik
yang pesat, begitu juga pada perilaku dan sikap (Hurlock, 1996).
8
Dengan pemaparan di atas, maka peneliti melakukan penelitian lebih
mendalam untuk tugas skripsi dengan judul “Pengaruh self-esteem dan
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada santri di Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta.”
1. 2 Pembatasan dan Perumusan masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku prososial. Namun masalah utama
yang menjadi fokus penelitian ini adalah pengaruh self-esteem dan kecerdasan
emosi terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta, yang pengertiannya sebagai berikut:
1. Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi yang dibuat
individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya. Dalam
penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Coopersmith (1990)
yang dimensinya meliputi successes, values, aspiration, defenses.
2. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, serta mampu
mengontrolnya dengan baik. Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang
dikemukakan oleh Goleman (1998) yang dimensinya meliputi mengenali emosi
diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan
membina hubungan.
3. Perilaku prososial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan
menolong yang dilakukan secara sukarela untuk menolong dan memberikan
manfaat kepada orang lain. Dalam penelitian ini merujuk pada Carlo dan Randall
9
(2002) yang dimensinya meliputi altruism, compliant, emotional, public,
anonymous dan dire.
4. Faktor demografi dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin.
5. Subjek dalam penelitian ini adalah santri kelas satu hingga kelas lima Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta yang masih aktif mengikuti kegiatan belajar
baik tingkat tsanawiyah maupun aliyah pada tahun pelajaran 2013 – 2014.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-esteem dan kecerdasan emosi
terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta?
2. Apakah ada pengaruh Apakah ada pengaruh yang signifikan self-esteem
terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap perilaku
prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi self-esteem (successes,
values, aspirations, defenses), dimensi kecerdasan emosi (mengenali
emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain, keterampilan sosial), usia dan jenis kelamin terhadap perilaku
prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta?
10
1. 3 Tujuan dan Manfaat penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data seberapa besar
pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi serta variabel demografi yaitu usia
dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri.
Selain itu juga untuk memperoleh data seberapa besar sumbangan aspek-
aspek self-esteem (success, values, aspiration, defenses) dan aspek kecerdasan
emosi (mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, kemampuan
mengenal emosi orang lain, keterampilan sosial) serta usia dan jenis kelamin
terhadap perilaku prososial.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan menambah wacana
dalam ilmu psikologi pendidikan. Selain itu juga dapat diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang secara
umum berhubungan dengan perilaku prososial khususnya pada santri.
1.3.2.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai referensi yang dapat
digunakanoleh pembaca khususnya dan masyarakat luas dalam upaya
meningkatkan perilaku prososial pada remaja terutama pada santri agar dapat
menyesuaiakan diri dengan baik selama berada di pondok. Selain itu sebagai
masukan pada santri agar dapat mengoptimalkan perilaku prososial dalam
kehidupan sehari-hari.
11
1. 4 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan ini mengacu pada pedoman penyusunan dan
penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Penulisan
ini dibagi menjadi beberapa bahasan yang dijabarkan berikut ini.
BAB 1 : Pendahuluan
Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah,
rumusan masalah, dan sistematika penelitian.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi uraian teoritik mengenai variabel-variabel yang hendak diteliti di
antaranya perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi. Dilengkapi
dengan kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
BAB 3 : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi uraian mengenai populasi dan sampel penelitian, teknik
pengambilan sampel, identifikasi variabel penelitian meliputi definisi konseptual
dan operasional variabel, teknik pengumpulan data, uji validitas konstruk dan
hasilnya, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Hasil Penelitian
Bab ini berisi mengenai hasil deskripsi data penelitian dan uji hipotesis.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini berisi uraian kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai temuan-
temuan dalam penelitian dan saran yang dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
12
BAB 2
KAJIAN TEORI
Bab ini berisi uraian teoritik mengenai variabel-variabel yang hendak diteliti yaitu
perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi. Dilengkapi dengan
kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
2.1. Perilaku Prososial
2.1.1. Definisi Perilaku Prososial
Menurut Feldman (1985) perilaku prososial adalah “Behavior that benefit
other people”. Yang dimaknai sebagai “menolong atau perilaku yang
menguntungkan orang lain”.
Eisenberg dan Mussen (1989) juga mendefinisikan perilaku prososial
sebagai “voluntary actions that are intended to help or benefit another individual
or group of individuals.”Perilaku prososial merujuk pada suatu tindakan yang
dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi
individu atau kelompok yang lain.
Sedangkan Daux & Wrightmans (1993) mendefinisikan perilaku prososial
sebagai: “Behavior that benefit other or has positive social consequence”. Artinya
perilaku prososial adalah perilaku mengutungkan orang lain atau memiliki
konsekuensi sosial yang positif.
Selain itu, tokoh lain, seperti Bierhoff (2002) mendefinisikan perilaku
prososial sebagai “Narrower, in that the action is intended to improve the
situation of the help-recipent, the actor is not motive by the fulfillment of
13
professional of the help recipient is a person and not an organization.”Artinya
perilaku prososial secara sempit, sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk
memperbaiki keadaan pihak penerima pertolongan, sementara itu si pelaku
(penolong) tidak didorong oleh adanya pemenuhan kewajiban secara professional
dan pihak penerima pertolongan adalah individu dan bukan kelompok.
Baron & Byrne (2005) mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu
tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan
suatu keuntungan langsung kepada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan
mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.
Dari beberapa pemaparan definisi perilaku prososial, sebagai acuan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Eisenberg
(1989) yang mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang
dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi
individu atau kelompok.
2.1.2. Dimensi-dimensi perilaku prososial
Dimensi prososial ini mengacu pada teori Eienberg (1989), yang salah satu
pengukurannya dikembangkan oleh Carlo dan Randall (2002).Menurutnya, ada
enam subskala dari perilaku prososial ini yaitu, altruism, compliant, emotional,
public, anonimus dan dire. Dengan merujuk pada Carlo dan Randall (2002),
masing-masing subskala perilaku prososial,akan dijabarkan singkat sebagai
berikut.
14
1. Altruisme
Perilaku prososial altruistic didefinisikan sebagai perilaku sukarela untuk
menolong orang lain, didasarkan motivasi utama yaitu adanya kebutuhan untuk
menolong dan kepentingan untuk mensejahterakan orang lain, yang selalu diikuti
dengan respon simpati dan norma internal/ prinsip yang konsisten untuk
menolong orang lain.
2. Compliant
Perilaku prososial compliant didefinisikan sebagai permintaan menolong
orang lain karena adanya permintaan verbal dan non-verbal. Perilaku prososial ini
lebih sering dilakukan secara spontan.
3. Emotional
Perilaku prososial emotional adalah kecenderungan menolong orang lain atas
dasar situasi emosional yang tinggi. Seperti misalnya remaja yang tangannya
terluka, kemudian dia menangis dan mengeluarkan darah akan lebih menggugah
emosi daripada mereka yang tangannya terluka tetapi tidak menunjukkan respon
apapun. Faktor lain, seperti hubungan kekerabatan juga mampu menggugah
respon emosional orang yang mengamati.
4. Public
Perilaku prososial yang dilakukan di depan orang lain yang dimotivasi
dengan keinginan untuk mendapatkan penerimaan dan penghormatan dari orang
lain.
15
5. Anonymous
Perilaku prososial anonymous didefinisikan sebagai tindakan menolong yang
ditunjukan tanpa diketahui oleh orang yang telah diberikan pertolongan.
6. Dire
Perilaku prososial dire perilaku menolong yang ditunjukkan seseorang
diantara situasi krisis atau keadaan darurat.
Dari ke-enam dimensi tersebut, semua akan ikut diteliti sebagai dimensi
varibel perilaku prososial.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial
Menurut Sears, dkk (1994) terdapat tiga faktor yang mendasari seseorang
berperilaku prososial. Beberapa faktor tersebut, terbagi menjadi tiga yaitu,
karakteristik situasi, karakteristik penolong dan juga karakteristik orang yang
membutuhkan pertolongan. Ketiga faktor tersebut, akan dijabarkan sebagai
berikut :
1. Karakter Situasi. Situasi menjadi faktor yang akan menunjang seseorang dalam
melakukan perilaku prososial. Sears (1994) menyatakan, orang yang altruis
sekalipun, cenderung tidak menolong, dalam situasi tertentu. Maka itulah,
karakteristik situasi sangat penting dalam menunjang perilaku prososial.
Karakteristik situasi ini, meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, dan
tekanan akibat keterbatasan waktu. Adapun penjelasannya akan dipaparkan
seperti di bawah ini:
A ) Kehadiran orang lain di sekitar cukup berpengaruh dalam prilaku prososial
ini. Hal tersebut, didasari atas adanya anggapan bahwa dengan kehadiran
16
banyak orang, menjadi alasan untuk tiada usaha memberikan pertolongan.
Keadaan tersebut, dipengaruhi oleh adanya peyebaran tanggung jawab,
adanya reaksi dari penonton lain, serta rasa takut dinilai
1. Penyebaran Tanggung Jawab. Timbul karena kehadiran orang lain.
Bila hanya ada satu orang yang menyaksikan korban yang
mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan
menanggung rasa salah dan rasa sesal bila tidak bertindak. Bila
terdapat orang lain yang juga muncul untuk memberikan
pertolongan, maka tanggung jawab akan terbagi.
2. Perilaku penonton yang lain dapat mempengaruhi bagaimana
menginterpretasikan situasi dan bagaimana reaksi. Jika orang lain
mengabaikan suatu situasi atau memberikan reaksi seolah-olah tidak
terjadi apa-apa, sehingga seseorang beranggapan tidak ada keadaan
darurat.
3. Rasa takut dinilai. Bila mengetahui bahwa orang lain memperhatikan
perilaku, mungkin berusaha melakukan apa yang menurut
diharapkan oleh orang lain dan memberikan kesan yang baik
(Baumeister, dalam Sears 1994). Rasa takut dinilai dalam efek
penonton memungkinkan terjadi, hal ini disebabkan adanya
kekhawatiran, karena adanya bystander (pengamat) dan timbulnya
pertimbangan. Misalnya rasa takut akan salah jika memberikan
17
bantuan, rasa takut dinilai menjadi pusat perhatian penonton yang
lain dan menimbulkan rasa malu.
B) Kondisi lingkungan. Sears (1994) menyatakan bahwa, orang yang
lebih senang apabila menolong seseorang jika cuaca cerah, dan pada
siang hari, daripada menolong pada saat gelap dan cuaca dingin.
Kondisi lingkungan ini, dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu,
cuaca, ukuran kota, dan kebisingan
a ) Cuaca. Orang cenderung membantu bila hari cerah dan bila suhu
udara cukup menyenangkan. (relatif hangat di musim dingin dan
relatif sejuk di musim panas).
b) Ukuran kota. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kota menimbulkan perbedaan dalam usaha menolong orang
asing yang mengalami kesulitan. Persentase orang yang
menolong lebih besar di kota kecil daripada di kota besar.
c) Kebisingan. Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi
perilaku prososial adalah kebisingan. Para peneliti menyatakan
bahwa suara bising yang keras menyebabkan orang
mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka
meninggalkan situasi tersebut secepatnya. Sehingga
menciptakan penonton yang tidak suka menolong.
C) Tekanan keterbatasan waktu. Bagi beberapa orang, keterbatasan waktu
akan mempengaruhi perilaku prososial.Terbukti dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Darley dan Batson (dalam Sears, 1994) menyebutkan
18
bahwa seseorang yang tergesa-gesa memiliki kecendrungan untuk
menolong yang lebih kecil daripada mereka yang memiliki banyak waktu
luang. Oleh karena itu, keterbatasan waktu, juga menjadi hal yang yang
tidak bisa terlepas dari karakteristik situasi.
2. Karakterisitik penolong. Faktor situasional dapat mempengaruhi orang untuk
melakukan tindakan prososial. Tetapi ada faktor penting lainnya yang
mendorong seseorang untuk menolong, yaitu faktor dari dalam diri orang
tersebut. Faktor tersebut menurut Sears (1994), dapat dikelompokkan
menjadi, faktor kepribadian, faktor suasana hati, faktor rasa bersalah, faktor
distress diri dan faktor rasa empatik.
1) Faktor kepribadian. Dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam
situasi yang lain. Kepribadian tertentu mendorong orang untuk
memberikan pertolongan
2) Suasana hati. Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong
untuk memberikan bantuan bila mereka dalam suasana hati yang
baik. Misalnya, orang akan lebih cenderung menolong bila berhasil
melaksanakan tugas eksperimental (Isen, dalam Sears, 1994),
perasaan positif yang dapat meningkatkan ketersediaan untuk
melakkukan tindakan prososial.
3). Rasa bersalah. Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi
khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaan
gelisah yang timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap
salah. Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa
19
menyebabkan kita menolong orang yang kita rugikan, atau
berusaha menghilangkannya dengan melakukan “tindakan yang
baik”. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa rasa bersalah yang
timbul meningkatkan kebersediaan untuk menolong (Cunningham,
dalam Sears, 1994).
4). Distres diri dan rasa empatik. Distres diri adalah reaksi pribadi kita
terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, cemas, prihatin,
tidak berdaya, atau perasaan apapun yang kita alami. Sebaliknya
yang dimaksud rasa atau sikap empatik (emphatic concern) adalah
perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya
untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan
penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa
penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan empatik
terfokus pada korban.
3. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan. Dalam menolong
seseorang, penolong biasanya akan tetap memilih siapa saja yang patut untuk
ditolong. Karena dengan keterbatasan fisik dan materi orang yang menolong,
maka tidak semua orang yang menurutnya membutuhkan bantuan dapat
dibantu. Oleh karenanya, karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan
menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
perilaku prososial.
20
a) Menolong orang yang disukai.
Daya tarik fisik dalam beberapa situasi akan memungkinan seseorang
untuk membantu. Selain daya tarik fisik, faktor kesamaan juga
mendorong seseorang untuk dapat membantu orang lain, seperti
berasal dari daerah yang sama daripada orang asing.
b) Menolong orang yang pantas ditolong.
Seseorang pasti akan memprioritaskan untuk menolong orang-orang
yang sangat membutuhkan pertolongan dan keadaannya mendesak.
Misalnya seorang mahasiswa akan lebih mudah meminjamkan uang
kepada temannya yang kehabisan uang karena sakit daripada kepada
mereka yang kehabisan uang karena kemalasannya (Mayer &
Mulherin dalam sears, 1994).
Faktor-faktor perilaku prososial juga dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005)
dengan membagi faktor-faktor perilaku prososial menjadi 3 bagian, yaitu, faktor
situasional, motivasi dan moralitas, keadaan emosional serta empati.
1. Faktor situasional. Menurut Baron dan Byrne (2005) faktor situasional ini,
dibagi menjadi 3 yaitu, daya tarik, atribusi dan model-model prososial.
a. Daya tarik (menolong mereka yang anda sukai)
Faktor yang mendorong sesorang menolong paling penting adalah
sejauh mana individu mengevaluasi korban secara positif (daya tarik).
Sesorang cenderung akan menolong jika seseorang yang membutuhkan
pertolongan menarik di mata orang yang hendak menolong.
21
b Atribusi
Atribusi yang dibuat oleh individu mengenai apakah korban
bertanggung jawab atau tidak terhadap hal yang menimpanya. Dalam hal
ini, penolong akan melihat, sejauh mana korban atau orang yang hendak
ditolong, berusaha untuk keluar dari masalahnya. Jika orang tersebut
sudah berusaha untuk menolong dirinya sendiri, namun belum mampu
juga, maka orang tersebut akan lebih banyak mendapatkan pertolongan
daripada orang yang tidak sama sekali berusaha untuk menyelesaikan
masalahnya.
c. Model-model prososial
Pengalaman individu terhadap model-model prososial di masa
sekarang maupun dimasa lampau. Sebagai contoh, dari model semacam
itu terdapat pada suatu penelitian lapangan di mana seorang wanita muda
(asisten peneliti) yang bannya kempes memarkirkan mobilnya disamping
jalan. Para pengendara lebih banyak yang berhenti dan menolong wanita
ini jika mereka sebelumnya telah melewati suatu situasi (sandiwara)
dimana wanita lain yang mempunyai masalah dengan mobilnya terlihat
menerima pertolongan.
2. Faktor Motivasi dan Moralitas
Batson dan Thompson (dalam Baron & Byrne, 2005) mengindikasikan
bahwa ada tiga motif utama relevan ketika seseorang dihadapkan pada sebuah
dilemma moral. Self-interest (kadang-kadang disebut egoisme (egoism)), moral
integrity (integritas moral), dan moral hypocrisy. Bisa dikatakan faktor-faktor
22
tersebutlah yang membuat seseorang melakukan sesuatu terhadap orang lain,
termasuk perilaku prososial.
a. Kepentingan pribadi (self-interest)
Orang-orang yang memiliki motif utama tidak dipusingkan oleh pertanyaan
benar atau salah atau adil, mereka hanya melakukan yang terbaik bagi diri
mereka sendiri.
b. Integritas moral (moral integrity)
Bagi mereka yang termotivasi oleh integritas moral, pertimbangan akan
kebajikan dan keadilan seringkali membutuhkan sejumlah pengorbanan
terkait kepentingan pribadi untuk melakukan “hal yang benar”.
c. Hiprokisi Moral (moral hyprocisy)
Individu pada kategori ini didorong oleh kepentingan tapi juga
mempertimbangkan penampilan luar mereka. Kombinasi ini berarti bahwa
penting bagi mereka untuk terlihat peduli dalam melakukan hal yang benar,
sementara mereka sebenarnya tetap mengutamakan kepentingan-kepentingan
mereka pribadi.
3. Faktor Keadaan Emosional
Kondisi hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya tingkah laku
menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan
menghambat tindakan tersebut. Terdapat banyak bukti yang mendukung asumsi
ini (Forgas dalam Baron & Byrne, 2005).
23
4. Empati
Minat seseorang untuk menolong seseorang berbeda-beda, motif altruistic
tersebut yang berdasarkan pada empati pada masing-masing individu (Clary &
Orenstein, Grusec dalam Baron, 2005).
Sedangkan Sarwono (2009) menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi perilaku prososial bisa dipicu oleh faktor dari luar dan dari dalam
diri seseorang.
1. Faktor luar/ Pengaruh situasi
a. Bystanders
Menurut penelitian Darley dan Latane (1996) kehadiran orang sekitar
berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah adanya
orang lain yang kebetulan bersama kita di tempat kejadian (Bystanders).
Semakin banyak oramg lain semalin kecil kemungkinan untuk menolong
dan sebaliknya orang yang sendirian cenderung untuk menolong.
b. Daya tarik
Sejauh mana seseorang memandang korban (orang yang membutuhkan
pertolongan) dengan positif, akan mempengaruhi kesediaan penolong
untuk memberikan bantuan. Faktor daya tarik yang akan dapat
meningkatkan meningkatkan terjadinya respon untuk menolong.,
diantaranya adalah memiliki penampilan menarik, memiliki kesamaan
baik dalam hal yang disukai ataupun kesamaan sifat.
24
c. Atribusi terhadap korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang
apabila ketidak beruntungan korban adalah di luar kendali korban,
maksudnya orang tersebut kesulitan bukan karena kesalahannya tetapi itu
karena musibah yang menimpanya. Misal seseorang akan lebih menolong
orang yang kehabisan uang karena terkena bencana dibandingkan dengan
orang yang kalah berjudi.
d. Ada model
Pada teori pembelajaran sosial dijelaskan bahwa, adanya model yang
melakukan tingkah laku menolong akan dapat mendorong seseorang
untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
e. Desakan waktu
Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk tidak
menolong daripada orang yang memiliki waktu lebih banyak.
2. Faktor dari dalam diri
a. Suasana hati (mood)
Emosi seseorang dapat mempengaruhi kecendrungannya untuk untuk
menolong. Sarwono (2002) juga menjelaskan bahwa perasaan dalam diri
seseorang dapat mempengaruhi perilaku menolong. Kurang ada
konsistensi dalam hal pengaruh perasaan negatif (sedih, kecewa) terhadap
perilaku prososial. Perasaan negatif pada anak akan menghambatnya
melakukan perilaku menolong tetapi pada orang dewasa akan
mendorongnya melakukan perilaku menolong karena mereka telah
25
merasakan menfaat dari perilaku menolong untuk mengurangi perasaan
negatif sedangkan pada anak-anak belum ada kemampuan seperti itu.
Akan tetapi jika perasaan negatif itu terlalu mendalam (misalnya, karena
kematian anggota keluarga), dampaknya pada orang dewasa adalah juga
menghambat perilaku prososial. Pada saat itu mereka lebih fokus pada
dirinya sendiri dan tidak mau memikirkan orang lain. Lain halnya,
dengan perasaan positif, pada saat itu, mereka lebih konsisten untuk
menolong orang lain.
b. Faktor sifat
Penelitian Karremans (dalam Sarwono, 2009) membuktikan bahwa orang
yang memiliki sifat pemaaf akan memiliki kecendrungan untuk mudah
menolong. Orang yang memiliki pemantauan diri (self monitoring) yang
tinggi juga cenderung lebih penolong, karena dengan penolong ia akan
memiliki penghargaan sosial yang tinggi (White & Gerstein, dalam
Sarwono, 2009). Bierhoff, Klein dan Kramp (dalam Sarwono, 2002)
mengemukakan faktor-faktor dalam diri yang menyusun kepribadian
altruistik, yaitu adanya empati, kepercayaan pada dunia yang adil, rasa
tanggung jawab sosial, memiliki internal locus of control, dan
egosentrisme yang rendah.
c. Jenis kelamin
Peranan gender seseorang untuk menolong sangat bergantung pada
situasi dan kondisi. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktifitas
menolong pada situasi darurat yang membahayakan, misalnya menolong
26
seseorang dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait dengan peran
tradisonal laki-laki yang dipandang lebih kuat dari perempuan karena
mempunyai keterampilan untuk melindungi. Sementara perempuan, lebih
tampil menolong pada situasi yang bersifat member dukungan emosi,
mengasuh dan merawat.
Selain tiga tokoh di atas, Eisenberg, Tracy dan Fabes (2006) juga
mengungkapkan bahwa terdapat aspek-aspek kepribadian yang mempengaruhi
perilaku prososial, seperti misalnya, tempramen, emosi, asertif, self esteem, self-
efficacy, agama, nilai-nilai dan tujuan. Menurutnya beberapa aspek kepribadian
tersebut berhubungan dengan faktor genetik seseorang. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap perilaku prososial juga ditemukan oleh Caprara dan Steca
(2005), menurutnya jenis kelamin dan usia juga berpengaruh terhadap perilaku
prososial. Beberapa faktor tersebut, ada yang berasal dari internal dan maupun
eksternal. Dalam penelitian ini, faktor yang ingin diteliti berfokus pada faktor
internal yaitu pada, self- esteem, kecerdasan emosi, jenis kelamin serta usia.
2.1.4. Pengukuran perilaku prososial
Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk perilaku prososial diantaranya
yaitu :
1. Prosocial Personality Battery (PSB) yang dikembangkan oleh Panner (1995).
Alat ukur ini dirancang secara baik untuk mengukur seberapa baik individu
dalam berprilaku prososial, dengan dimensinya yang diukur adalah, tanggung
jawab, empati, penalaran moral, dan membantu dengan menggunakan
questionare model likert yang memiliki 56 item pernyataan dan masing-masing
27
dimensi memiliki nilai alpha ≥ 0.50 yang membuktikan reabilitas per dimensi
hasilnya bagus.
2. Prosocial tendencies measure (PTM) yang dikembangkan oleh Carlo, Gustave
dan Randall (2002). PTM ini dirancang untuk anak usia anak-anak akhir
dengan 23 item pernyataan berbentuk likert dengan tes reabilitas alpha sebesar
0.62. Variabel yang diukur pada PTM ini adalah altruis, compliant, emotional,
public, anonymous dan dire.
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan mengadaptasi dari alat ukur
prosocial tendencies measure yang dikembangkan oleh Carlo, Gustave dan
Randall (2002) karena memiliki rebilitas yang tinggi dan sesuai dengan kebutuhan
penelitian yang mencangkup altruis, compliant, emotional, public, anonymous
dan dire.
2.2. Self-esteem
2.2.1. Definisi Self-esteem
Definisi self-esteem menurut Coopersmith (1990) adalah suatu evaluasi yang
dibentuk berdasarkan kebiasaan individu memandang dirinya terutama mengenai
sikap menerima atau menolak dan indikasi besarnya kepercayaan individu
terhadap kemampuannya, keberartiannya, kesuksesannya, dan keberhargaan.
Secara singkat self-esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan
berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap
dirinya.
28
Selanjutnya menurut Branden (1992) self-esteem adalah pengalaman bahwa
kita cocok dengan dengan kehidupan ini dan dengan prasyarat dari kehidupan
lebih spesifik lagi, self-esteem adalah:
1. Keyakinan dalam kemampuan untuk bertindak dan menghadapi tantangan
hidup ini.
2. Keyakinan dalam hak kita untuk bahagia, perasaan berharga, layak,
memungkinkan untuk menegaskan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan
kita serta menikmati buah dari hasil kerja keras kita.
Kemudian menurut Minchinton (1993), self-esteem adalah sebagai penilaian
terhadap diri sendiri dan merupakan tolak ukur harga diri kita sebagai seorang
manusia, berdasarkan kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri atau tidak.
Dapat juga dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau
perasaan mengenai diri kita sebenarnya. Self-esteem bukan hanya sekedar aspek
atau kualitas diri tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan
kombinasi yang berhubungan dengan karakter perilaku.
Selain itu, Baumeister (2005) juga mengartikan self-esteem sebagai berikut
“self-esteem it is how people evaluate themselves. It’s synonyms include self-
worth, self regard, self covidence and pride”.
Dari definisi diatas, dikatakan bahwa self-esteem adalah cara untuk
mengevaluasi diri sendiri. Self-esteem ini disebut juga penilaian diri, penghargaan
diri dan kebanggaan.Sedangkan menurut Rosenberg (dalam Murk, 2006) self-
esteem merupakan sikap positif atau negatif terhadap objek tertentu yang disebut
self.
29
Baron, Branscombe dan Byrne (2008) juga mendefinisikan self-esteem
sebagai derajat dimana individu merasa dirinya positif atau negatif.
Berdasarkan pemaparan tentang definisi self-esteem diatas, peneliti
menyimpulkan, bahwa self esteem adalah penilaian tentang diri sendiri (personal
judgment) tentang kesuksesannya, keberartian dirinya yang kemudian
diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Pernyataan ini mengacu
pada definisi self-esteem yang dikemukakan oleh Coopersmith (1990) bahwa
self-esteem adalah evaluasi yang dibentuk berdasarkan kebiasaan individu
memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak dan
indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartiannya,
kesuksesannya, dan keberhargaan. Secara singkat self-esteem adalah “personal
judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam
sikap-sikap individu terhadap dirinya.
2.2.2. Dimensi Self-esteem
Coopersmith (1990) menyebutkan bahwa self-esteem terdiri dari empat dimensi
yaitu Sucsesses, values, aspirations, defenses, yang masing-masing akan
dijabarkan sebagai berikut.
1. Keberhasilan (Successes)
Successes atau keberhasilan adalah tingkat pencapaian yang tinggi, dengan
tingkatan, dan tugas yang bervariasi untuk setiap individu.Pemaknaan yang
berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam
memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan.
30
Dalam situasi sosial tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan dalam
bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen dan kemandirian.
Pada konteks sosial yang lain, lebih dikembangkan makna
ketidakberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan,
keterikatan pada suatu bentuk ikatan social dan ketergantungan. Hal ini tidak
berarti bahwa individu dapat dengan mudahnya mengikuti nilai-nilai yang
dikembangkan dimasyarakat mengenai keberhasilan, tetapi hendaknya
dipahami bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang
dianggap berhasil atau gagal dan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut
oleh individu.
Terdapat empat tipe pengalaman berbeda yang mendefinisikan tentang
keberhasilan. Setiap hal tersebut memberikan kreteria untuk mendefinisikan
keberhasilan itu adalah area power, area significance, area competence dan area
virtue. Adapun penjabaran mengenai empat keberhasilan tersebut akan di
jelaskan sebagai berikut:
a) Keberhasilan dalam area power
Keberhasilan ini diukur oleh kemampuan individu untuk mempengaruhi
aksinya dengan mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi orang
lain. Dalam situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan dan
penghargaan yang diterima oleh individu dari orang lain dan melalui kualitas
penilaian terhadap pendapat-pendapat dan hak-haknya. Efek dari pengakuan
tersebut adalah menumbuhkan perasaan penghargaan (sense of appreciation)
terhadap pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk
31
melakukan konformitas tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan
pendapat-pendapatnya sendiri.
b) Keberhasilan dalam area significance
Keberhasilan ini diukur oleh adanya penerimaan, perhatian, dan kasih sayang
yang ditunjukkan oleh orang lain. Ekspresi dari penghargaan dan minat
terhadap individu tersebut termasuk dalam pengertian penerimaan
(acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan
isolasi. Penerimaan ditandai dengan kehangatan, responsifitas, minat, dan
menyukai individu apa adanya. Dampak utama dari masing-masing perlakuan
dan kasih sayang tersebut adalah menumbuhkan perasaan berarti (tense of
importance) dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang,
maka makin besar kemungkinan memiliki penilaian diri yang baik.
c) Keberhasilan dalam area competence
Keberhasilan ini ditandai oleh tingkat pencapaian yang tinggi, dengan
tingkatan, dan tugas yang bervariasi untuk tiap kelompok usia. White (dalam
Coopersmith, 1990) menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman seorang
anak mulai dari masa bayi yang diberikan secara biologis dan rasa mampu
(sense of efficacy) yang memberikannya kesenangan, membawanya untuk
selalu berhadapan dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan
motivasi instrinsik untuk mencapai kompetensi yang lebih tinggi lagi.
White (dalam Coopersmith, 1990) menekankan pentingnya aktivitas
spontan pada seorang anak dalam menumbuhkan perasaan mampu (feeling of
efficacy) dan pengalaman-pengalaman dalam pencapaian kemandirian dapat
32
sangat memberikan penguatan terhadap nilai-nilai personalnya dan tidak
tergantung pada kekuatan-kekuatan di luar dirinya.
d) Keberhasilan dalam area virtue
Menurut Coopersmith (1990) keberhasilan ini ditandai oleh tingkah laku
patuh pada kode etik, moral dan prinsip-prinsip agama. Orang yang mematuhi
kode etik, agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap
diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuan-
tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Perasaan berharga muncul
diwarnai dengan sentimen-sentimen keadilan, kejujuran dan pemenuhan
terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.
2. Nilai-nilai (values)
Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap
keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan
perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang
diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam
hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang
tua merupakan sesuatu yang dapat memperkuat penerimaan nilai-nilai dari
orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang
mempengaruhi pembentukan self-esteem akan berpengaruh pula dalam
pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil.
3. Aspirasi-aspirasi (Aspirations)
Menurut Coopersmith (1990), penilaian diri (self judgement) meliputi
perbandingan antara performance dan kapasitas actual dengan aspirasi dan
33
standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area
tingkah laku yang bernilai, maka individu akan menyimpulkan bahwa dirinya
adalah orang yang berharga. Ada perbedaan esensial antara tujuan yang terikat
secara sosial (public goals) dan tujuan yang bersifat self significant yang
ditetapkan individu. Individu-individu yang berbeda tingkat self-esteemnya
tidak akan berbeda dalam public goalnya, tetapi berbeda dalam personal ideals
yang ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self-esteem tinggi
menentukan tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan
self-esteem yang lebih rendah.
4. Pertahanan (defenses)
Defenses adalah kemampuan untuk mengeliminir situmulus yang
mencemaskan, mempu menjaga ketenangangan, dan mampu mengevaluasi diri
dan tingkah lakunya efektif. Menurut Coopersmith (1990), beberapa
pengalaman dapat merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada
pula yang menghasilkan penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan
mudah diamati dan diukur pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan
mentah yang digunakan dalam membuat penilaian, interpretasi terhadapnya
tidaklah senantiasa seragam. Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan
karakteristik individu dalam mengatasi distress dan situasi ambigu serta
dengan tujuan dan harapan-harapannya.
Dari dimensi-dimensi yang telah dibahas diatas, maka keempatnya akan
dijadikan dasar alat ukur dalam penelitian ini dan semua variabel tersebut akan
ikut diteliti dalam penelitian ini sebagai independent variable.
34
2.2.3. Pengukuran Self-esteem
Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur self-esteem, yaitu:
1. Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) dikembangkan oleh Rosenberg. RSES
adalah instrument unidimensional mengenai self-esteem yang mengukur
self-esteemse cara global dengan skala berjumlah 10 item dan memiliki
interabilitas alpha sebesar 0.95 (Heatherton dan Wyland, 2002).
2. Self-esteem inventory dikembangkan oleh Minchinton (1993) yang terdiri
atas 25 item dengan aspek-aspek yang diukur adalah perasaan mengenai diri
sendiri, perasaan terhadap hidup, serta hubungan dengan orang lain dengan
reabilitas alpha sebesar 0.877.
3. The Coopersmith Self-esteem Inventory sebuah instrumen yang
dikembangkan oleh Coopersmith (1990) terdiri atas 50 item yang mengukur
sikap terhadap diri sendiri dan memiliki skor alpha cronbachs dari hasil
pengujian reabilitas sebesar 0.870. Dalam perkembangannya Coopersmith
juga membuat alat ukur self-esteem untuk pelajar, dengan menciptakan The
School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory pada tahun 1981
yang kemudian kembangkan oleh Hills, Francis dan Jennings (2011).
Dimensi yang diukur adalah successes, values, aspiration, defenses yang
terdiri atas 25 item pernyataan.
Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan alat ukur The
School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory yang dikembangkan oleh
Coopersmith (2011) karena memiliki nilai reabilitas yang cukup tinggi dan juga
35
sesuai dengan kebutuhan penelitian yang mencangkup successes, values,
aspiration, defenses.
2.3. Kecerdasan emosi
2. 3 1. Definisi kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi menurut Salovey dan Mayor (1990) adalah sebagai berikut
“Emotional intelligence as the subset of social intelligence that involves the
ability to monitor one’s own and others feelings and emotions, to discriminate
among them and to use this information to guide one’s thinking and action”.
Yang memaknai kecerdasan emosi sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan untuk memantau diri sendiri dan perasaan dan emosi
orang lain, untuk membedakan di antara mereka dan digunakan sebagai informasi
untuk menuntun pikiran dan tindakan menjadi satu.
Sedangkan menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi adalah kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungannya dengan orang lain.
Baron (2006) juga mendefinisikan kecerdasan emosional, sebagai bagian
lintas kompetensi antara emosi dengan kemampuan sosial, keterampilan dan
fasilitator yang menentukan seberapa efektif seseorang memahami dan
mengekspresikan diri, memahami orang lain dan berhubungan dengan mereka,
serta menghadapi tuntutan dalam hidup sehari-hari.
Dari beberapa definisi tentang kecerdasan emosi dapat disimpulkan, bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengontrol emosi dirinya sendiri dan
36
juga orang lain serta mampu mengelolanya dengan baik. Hal teresebut, sesuai
dengan teori Goleman (1998) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah
kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
2. 3. 2. Dimensi-dimensi kecerdasan emosi
Menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi terdiri dari 5 dimensi, yaitu,
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain, keterampilan sosial.
a. Mengenali emosi diri (self awareness)
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur
yang realitis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
Kemampuan ini berupa kesadaran diri (self Awarenees) dalam mengenal
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Pada tahap ini diperlukan adanya
pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologis
dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan
yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan.
Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk
bagi pengambilan keputusan masalah. Kemampuan kesadaran diri ini adalah
kemampuan dalam menangani emosi diri sendiri dan pengaruhnya, serta
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
37
b. Mengelola emosi (self management )
Mengelola emosi adalah kemampuan menangani emosinya sendiri,
mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan terhadap
kata hati, untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari.
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Selain itu juga terdapat kemampuan control diri yang
bertujuan menjaga keseimbangan emosi dan bukan menekannya, karena
setiap perasaan memiliki nilai dan makna. Kemampuan dalam menampilkan
emosi yang wajar, selaras antara perasaan dan lingkungan.
c. Memotivasi diri (motivating oneself)
Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat
membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih
baik serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu
bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Mengenali emosi orang lain (emphaty)
Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain, mampu memahami perspektif orang lain, dan menimbulkan hubungan
saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe
individu. Kunci untuk memahami perasaan atau emosi orang lain adalah
kemampuan untuk membaca pesan nonverbal (misalnya gerak-gerik, ekspresi
wajah). Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami
38
persepektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Keterampilan Sosial (social skills)
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan
keterampilan sosial (social skills) yang mendukung keberhasilan dalam
pergaulan dengan orang lain. tanpa memiliki keterampilan seseorang akan
mengalami kesulitan dalam pergaulan dengan orang lain. Menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat
membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar menggunakan
keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja dalam
team.
Dari kelima dimensi tersebut, semua dimensi akan ikut diteliti sebagai
dimensi kecerdasan emosi dan menjadi independent variableyang kedua pada
penelitian ini.
2.3.3. Pengukuran kecerdasan emosi
Ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan
emosi ini, diantaranya adalah
1. Bar-on’s EQ-I dikembangkan oleh Bar-On (1997) untuk usia diatas 17
tahun dengan berbentuk self report untuk mengukur emotional
intelligence dan social intelligence. EQ-I ini terdiri dari 133 item
pernyataan dan menyediakan 5 point skala respon. Skala ini telah
digunakan untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6.21.
39
Dan saat ini dikenal untuk memprediksi validitas di situasi kerja, salah
satunya perekrutan di U.S. Air Foce (Cherniss, 2000).
2. Mayer Salovey dan Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) yang
dikembangkan oleh Salovey dan Mayer (2002), berbentuk tes kemampuan
(tes of ability) yang terdiri dari 141 item pernyataan. Test MSCEIT ini
adalah pengembangan dari Multifactor Emotional Intelligence Scale
(MEIS). Pada MSCEIT ini pula pengukurannya berkembang menjadi
MSCEIT RV 1.1 dan yang terbaru MSCEIT V2,0. Adapun dimensi yang
diukur dalam test ini adalah mengamati emosi dengan tepat,
menggunakan emosi untuk memudahkan penyampaian ide, memahami
emosi dan mengelola emosi.
Adapun pengukuran kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini,
merujuk pada teori Goleman (1998). Alat ukur ini terdiri atas 25 item, yang
mengukur kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, memotivasi diri,
kemampuan mengenal emosi orang lain, serta keterampilan sosial dan memiliki
tingkat reabilitas alpha cronbarch’s cukup tinggi sebesar 65.5.Penelitian-penelitian
lain di Indonesia juga mengembangkan alat ukur kecerdasan emosi, dengan
mengacu pada teori Goleman. Seperti Farikha (2011) dan juga Fajri (2013).
2. 4. Kerangka Berpikir
Perilaku prososial menurut Eisenberg dan Mussen (1989) adalah perilaku yang
dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi orang
lain. Perilaku prososial sangat besar manfaatnya untuk menciptakan lingkungan
yang aman dan kondusif. Ada beberapa faktor yang berasal dari luar individu atau
40
(eksternal) yang dapat mempengaruhi tampil atau tidaknya perilaku prososial,
yaitu kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, dan desakan waktu (Taylor,
Peplau & Sears, 2009). Selain itu adapula faktor yang berasal dari faktor dalam
diri individu (internal) diantaranya, seperti asertif, emosi, religiusitas, self-esteem,
dan norma-norma juga berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial
(Eisenberg, Fabes & Spinrad, 2006).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah self esteem
(Eisenberg, Tracy & Fabes, 2006). Karena dengan self-esteem yang tinggi pada
diri seseorang akan mampu menekan agresitifitasnya sehingga terhindar dari
perilaku antisosial (Staub, 2003). Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Srimanjaya (2007) yang menemukan bahwa self-esteem memberikan kontribusi
terhadap perilaku prososial sebesar 28,479 %.
Self-esteem menurut Coopersmith (1990) adalah evaluasi yang dibuat oleh
individu dan kebiasaan memandang dirinya, berdasarkan keyakinan, kesuksesan
serta keberhargaan dirinya. Orang yang memiliki yang memiliki self-esteem tinggi
cenderung memiliki nilai diri positif. Maka itu mereka mampu mengatasi depresi
dan juga masalah kenakalan remaja dengan begitu mereka akan lebih mudah
berprilaku prososial (Sweson & Prelow, 2005).
Selain self-esteem, kecerdasan emosi juga berpengaruh terhadap perilaku
prososial. Kecerdasan emosi yang tinggi, akan membentuk individu mampu
mengenali emosi sendiri, memotivasi diri, mengelola emosi, mengenali emosi
orang lain dan mampu bersosialisasi dengan baik (Goleman,1998). Hal tersebut
41
menjadikan emosi seseorang selalu positif, sehingga mereka akan lebih mudah
untuk melakukan perilaku prososial (Eisenberg & Mussen, 1989).
Berpengaruhnya kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial juga telah
dibuktikan oleh penelitian Vebriamma (2010) dan Rudyanto (2010) yang
menemukan bahwa kecerdasan emosi memiliki kontribusi dan hubungan yang
signifikan terhadap perilaku prososial.
Selain dua variabel di atas, jenis kelamin dan usia juga merupakan faktor
kategorik yang mempengaruhi perilaku prososial. Hal ini mengacu pada penelitian
Caprara dan Steca, (2005), yang menemukan bahwa usia berpengaruh terhadap
perilaku prososial seseorang. Selain itu pernyataan Sarwono (2009) yang
menyatakan bahwa usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku
prososial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian Eisenberg (dalam
Bierhoff, 2002) juga membuktikan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong
yang tinggi dari pada laki-laki. Itu disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa
empati yang tinggi dari pada laki-laki.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini,
peneliti ingin melihat pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi serta variabel
demografi (usia dan jenis kelamin) terhadap perilaku prososial. Dalam penelitian
ini dependent variable yaitu perilaku prososial, sedangkan independent variable
adalah self-esteem, kecerdasan emosi, usia dan jenis kelamin. Adapun penjelasan
self-esteem dalam penelitian ini, dimensinya terdiri atas successes, values,
aspirations, defenses. Kecerdasan emosi dalam penelitian ini dimensinya terdiri
atas mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenali emosi
42
orang lain, dan keterampilan sosial. Dari kerangka berpikir yang telah dipaparkan,
dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 2.1
Kerangka berpikir
Mengenali emosi
sendiri
Mengelola emosi
Motivasi diri
Mengenali emosi
orang lain
Keterampilan sosial
Kecerdasan emosi
Successes
Values
Aspirations
Defenses
Self-esteem
Perilaku
Prososial
Jenis kelamin
Usia
43
Berdasarkan gambar diatas, dalam penelitian ini peneliti ingin mencari
pengaruh self–esteem dan kecerdasan emosi serta faktor demografi (usia dan jenis
kelamin), terhadap perilaku prososial. Selanjutnya peneliti juga ingin mencari
pengaruh dimensi-dimensi self esteem yang terdiri dari successes, values,
aspirations dan defenses. Begitu juga pada dimensi kecerdasan emosi yang terdiri
dari kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenal emosi orang lain,
dan keterampilan sosial terhadap perilaku prososial serta ditambahkan faktor
demografis, yaitu, usia dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial.
2.5 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua hipotesis yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor
yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
Hipotesis mayor:
Ada pengaruh yang signifikan self-esteem (successes, values, aspirations dan
defenses), kecerdasan emosi (kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri,
mengenalemosi orang lain dan keterampilan sosial) serta variabel demografis jenis
kelamin dan usia terhadap perilaku prososial
Hipotesis minor:
Ha₁ : Ada pengaruh yang signifikan dimensi successes pada variabel self-
esteem terhadap perilaku prososial.
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi values pada variabel self-esteem
terhadap perilaku prososial.
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi aspirations pada variabel self-
esteem terhadap perilaku prososial.
44
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi defenses pada variabel self-esteem
terhadap perilaku prososial.
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi kesadaran diri pada variable
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengelola emosi pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi motivasi diri pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengenal emosi orang lain pada
variabel kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Ha9 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keterampilan sosial pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Ha10 : Ada pengaruh yang signifikan variabel demografis jenis kelamin
terhadap perilaku prososial.
Ha11 : Ada pengaruh yang signifikan variabel demografis usia terhadap perilaku
prososial.
45
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab tiga ini akan diuraikan mengenai populasi, sampel, variabel penelitian,
instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk, metode analisis data dan
prosedur penelitian.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta, kelas I, II, III, IV, dan V, tahun ajaran 2013-2014. Santri kelas VI tidak
diikutkan dalam penelitian ini, karena sedang fokus mengikuti ujian akhir
pondok. Oleh karena itu, jumlah total populasi santri dalam penelitian sebanyak
503 santri. Mereka terdiri atas 270 santri kelas I, 65 santri kelas II, 50 santri kelas
III, 60 santri kelas IV, dan 58 santri kelas V. Selanjutnya, dari jumlah populasi
tersebut peneliti menetapkan sampel sebanyak 200 santri atau 40 persen dari
populasi. Penetapan jumlah sampel tersebut, disesuaikan dengan peneliti
berdasarkan pertimbangan waktu dan dana dalam penelitian ini.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability
sampling melalui cara stratified random sampling, dimana masing-masing
populasi memiliki peluang yang sama untuk ditetapkan menjadi sampel. Adapun
penetapan anggota populasi yang dijadikan sampel ditentukan sesuai dengan
proporsi masing-masing kelas, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
46
Proporsi perkelas = populasi kelas X kouta sampel yang ditentukan
populasi sekolah
Mengacu pada rumus diatas, maka jumlah sampel pada masing-masing kelas
adalah sebagai berikut:
1. Kelas I : 270/503 x 200 = 107
2. Kelas II : 65/503 x 200 = 26
3. Kelas III : 50/503 x 200 = 20
4. Kelas IV : 60/503 x 200 = 24
5. Kelas V : 58/ 503 x 200 = 23
Setelah dilakukan penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelas,
tahap selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara random dari masing-
masing kelas dengan dengan langkah sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan data santri (daftar hadir) dari kelas satu sampai
kelas lima, untuk kemudian dilakukan penomeran pada data tersebut,
sesuai dengan jumlah populasi yang diikutkan.
2. Langkah selanjutnnya setelah dilakukan penomeran, peneliti
mengelompokkannya berdasarkan tingkatan kelas, sesuai dengan jumlah
santri pada tiap-tiap kelas. Kemudian dilakukan proses random untuk
menentukan sampel dengan menggunakan SPSS versi 16.0.
3. Adapun yang berhalangan untuk mengisi karena sakit dan juga telah
keluar dari pondok diadakan replacement sesuai tingkat kelasnya sehingga
jumlahnya 200.
47
3.2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel penelitian yang diteliti adalah sebagai berikut.
1. Perilaku prososial
2. Successes
3. Value
4. Aspiration
5. Defenses
6. Mengenali emosi diri sendiri
7. Mengelola emosi
8. Memotivasi diri
9. Mengenali emosi orang lain.
10. Keterampilan sosial
11. Usia
12. Jenis kelamin
Dari beberapa variabel yang telah di sebutkan diatas, peneliti
mengelompokkan variabel tersebut, menjadi independent variable dan dependent
variable, yang akan dijabarkan sebagai berikut: self-esteem (successes, value,
aspirations, dan defenses), kecerdasan emosi (mengenali emosi diri sendiri,
mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan
sosial) usia dan jenis kelamin, pada penelitian ini akan dikelompokkan sebagai
Independent variable. Sedangkan perilaku prososial dalam penelitian ini sebagai
dependent variable.
48
3.3. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam Bab 2, kemudian
peneliti menentukan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perilaku prososial
Perilaku prososial adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk
menolong atau memberikan manfaat bagi orang lain dengan diukur
menggunakan alat ukur Prososial Tendencies Measurement yang
dikembangkan oleh Carlo dan Randall (2002), dan memiliki enam dimensi,
yaitu, altruism, compliant, emotional, public, anonymous dan dire.
2. Self-esteem
self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap diri
sendiri (personal judgment) mengenai perasaan mampu, penting, berarti dan
menerima kekurangan yang ada dan diekspresikan dalam sikap-sikap individu
terhadap diri para santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman dengan diukur
menggunakan Coopersmith Self-esteem Inventory dan memiliki empat dimensi,
yaitu, succsses, values, aspirations, defenses.
3. Kecerdasan emosi
kecerdasan emosi dalam penelitian ini adalah kemampuan santri dalam
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, memotivasi diri sendiri dan
juga mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri serta hubungannya dengan
orang lain, yang dimensinya terdiri dari mengenali emosi diri sendiri,
mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan
49
keterampilan sosial dan diukur menggunakan skala yang mengacu pada teori
Goleman (1998).
4. Usia
Usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia santri Pondok Pesantren
Daarul Rahman yang berusia sebelas hingga Sembilan.
5. Jenis Kelamin
Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini banyaknya santri laki-laki
dan santri perempuan yang dilibatkan dalam penelitian.
3.4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini, terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama terdiri dari pertanyaan demografi yang mencangkup jenis kelamin, usia
dan pendidikan saat ini. Bagian kedua, berisi skala yang merupakan alat ukur
dari perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi.
Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert, dimana
variabel penelitian dijadikan titik tolak penyusunan item-item instrument.
Jawaban dari setiap instrument ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif)
sampai terendah (sangat negatif), dengan empat kategori jawaban, yaitu “Sangat
Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
Selanjutnya, subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban
yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan
dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala likert ini terdiri dari
pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Penskoran
tertinggi pada pernyataan positif (Favorable), diberikan pada pilihan sangat
50
sesuai dan terendah pada pernyataan sangat tidak sesuai. Sedangkan untuk
pernyataan unfavorable skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban sangat
tidak sesuai dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat sesuai. Informasi
tentang perhitungan skor tiap pilihan jawaban, akan dijabarkan seperti pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3.1
Format Model Skala Likert
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
1. Skala pengukuran perilaku prososial
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku prososial adalah
Prosocial Tendencies Measurement yang dikembangkan oleh Carlo dan
Randal (2002) yang terdiri atas 23 item berbentuk likert scale dan terbagi
menjadi enam dimensi sebagai berikut: altruism, compliant, emotional,
public, anonymous, dan dire.
Proses yang dilakukan oleh peneliti dalam penyusunan skala perilaku
prososial berdasarkan prosocial tendencies measurement yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, skala asli
yang mengunakan bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
Kemudian hasil terjemahan akan diperbaiki sehingga bahasanya mudah
dimengerti oleh responden. Pada proses ini peneliti dibantu oleh mahasiswa
S1 jurusan bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
51
Langkah kedua, peneliti mengklasifikasikan tiap-tiap item dengan dasar
teroi yang telah dikemukakan. Hal tersebut dilakukan karena instrumen tidak
memiliki blue print item. Mengacu pada pengklasifikasian tersebut, maka
masing-masing dimensi akan dikelompokkan sebagai berikut: anonymous
dan altruisme memiliki lima item yang sesuai dengan teori. Sedangkan public
dan emotional didalamnya terdapat empat item. Adapun dimensi dire hanya
memiliki tiga item, dan terakhir compliant memiliki dua item yang sesuai
dengan teori.
Setelah proses pengklasifikasian, peneliti menyimpulkan bahwa ada satu
item yang terdapat pada dimensi altruisme tidak sesuai jika digunakan di
Indonesia. Item tersebut adalah item nomer 10 yang berbunyi “I believe that
donating goods or money works best when it is tax-deduxtible”. Hal tersebut
karena dalam Negara kita tidak mengaitkan antara menyumbangkan uang
dengan pengurangan pajak. Dengan begitu total item yang digunakan oleh
peneliti berjumlah 22 item.
Informasi selanjutnya, setelah pengelompokan item di atas, salah satu
dimensi perilaku prososial, yaitu dimensi compliant, hanya memiliki dua
item. Sedangkan untuk melakukan first order dalam penelitian ini,
dibutuhkan tiga item atau lebih. Oleh karena itu, peneliti menambahkan
jumlah item, agar bisa dilakukan first order pada dimensi compliant.
Selain pada dimensi compliant, peneliti juga menambahkan item pada
tiap-tiap dimensi. Hal tersebut perlu dilakukan karena jumlah item pada
52
Prosocial Tendencies Measurement memiliki jumlah item yang berbeda-beda
dan relatif sedikit.
Dalam proses penambahan item, pembuatannya mengacu pada indikator
masing-masing dimensi dan banyaknya item yang akan ditambah,
disesuaikan dengan jumlah item yang tersedia sebelumnya. Sehingga secara
keseluruhan, tiap dimensi memiliki jumlah item yang sama.
Total item yang ditambahkan oleh peneliti sebanyak delapan item, yang
tersebar di beberapa dimensi. Penyebaran item tambahan tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut: tiga item tambahan akan diletakkan di dimensi
compliant, lalu dua item tambahan pada dimensi dire, serta satu item
tambahan untuk dimensi emotional, public dan altruisme.
Langkah selanjutnya, peneliti merubah skala kuesioner yang telah ada, di
mana pada skala aslinya mengunakan skala likert yang memiliki rentang
skala lima poin, dengan pilihannya “1” (tidak menggambarkan diri saya), “2”
(menggambarkan sedikit tentang diri saya), “3” (kadang-kadang-kadang
menggambarkan diri saya), “4” (cukup menggambarkan diri saya) “5”
(sangat menggambarkan diri saya). Dari skala yang ada, kemudian peneliti
merubah pilihan jawaban tersebut menjadi model skala likert dengan rentang
skala empat poin, yaitu dari “4” ( sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” ( tidak
sesuai), “1” (sangat tidak sesuai), dengan tujuan untuk memudahkan
responden dalam menjawab. Adapun pembagian item-item tiap dimensi dapat
dilihat pada table 3.2 dibawah ini
53
Tabel 3.2
Blue print skala perilaku prososial
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1.
Altruism
Membantu karena adanya
kebutuhan untuk membantu
dan mensejahterakan orang
lain
23
4,19,
22,15
5
2. Compliant a. Membantu orang lain
b. didasarkan permintaan verbal
dan nonverbal.
7,17,
30
24, 28
5
3. Emotional Membantu dan beramal
didasarkan situasi yang
menggugah emosional
2,11,
16,20,
26
5
4 Public a. Menolong seseorang
ketika banyak orang yang
melihat
b. Adanya keinginan untuk
mendapatkan penghargaan
dari orang lain.
1, 3
5, 12
25 3
2
5. Anonymous Beramal dan menolong tanpa
diketahui orang lain
8,10,14
18, 21
5
6 Dire Meonolong dalam situasi kritis
atau darurat
6,9, 13,
27
29 5
Jumlah item 22 8 30
2. Skala pengukuran self-esteem
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-esteem adalah adaptasi dari
alat ukur The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory.
Instrumen ini merupakan hasil pengembangan dari self-esteem coopersmith
inventory yang dilakukan oleh Hills, Francis dan Jennings (2011) dan
dirancang khusus untuk anak-anak sekolah. Item kuesioner dari alat ukur
tersebut, terdiri dari 25 item mengukur dimensi self-esteem, yaitu successes,
values, aspirations, dan defenses.
54
Proses yang dilakukan oleh peneliti dalam menggunakan skala tersebut,
adalah sebagai berikut. Pertama, skala asli yang ada, diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Kemudian hasil terjemahan akan diperbaiki sehingga
bahasanya mudah dimengerti oleh responden. Pada proses ini peneliti dibantu
oleh mahasiswa S1 jurusan bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kemudian, peneliti mengubah skala kuesioner skala dikotomi “Ya” dan
“Tidak” pada skala asli, menjadi model skala likert dengan rentang skala
empat poin, yaitu dari “4” (sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” (tidak sesuai),
“1” (sangat tidak sesuai). Hal tersebut bertujuan agar dalam penelitian ini
mendapatkan respon jawaban yang lebih bervariasi. Penjelasan lebih lengkap
tiap-tiap dimensi dapat dilihat pada table 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3
Blue print skala self-eteem
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1.
2.
3.
4.
Successes
Values
Aspirations
Defenses
a. Berhasil dalam area power
b. Berhasil dalam area
significance.
c. Berhasil dalam area
competence
d. Berhasil dalam area virtue
a. Pencapaian terhadap standar
orang tua
b. Pencapaian terhadap standar
teman sebaya
a. Mampu membuat harapan
yang realistis.
b. Adanya usaha untuk
mencapai keberhasilan.
a. Mampu mengatasi stimulus
yang mencemaskan
b. Mampu mempertahankan
harga diri
7, 8
2,
1
10
12,11
14
22,15
23,19
20,21
17
5
4, 3, 6
9
13, 25
24
16
18
2
2
4
2
2
3
2
3
3
2
Jumlah item 15 10 25
55
3. Skala kecerdasan emosi.
Skala kecerdasan emosi dalam penelitian ini, dikembangkan sendiri oleh peneliti
dengan mengacu pada dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Goleman (1998).
Terdiri atas 25 item favorable unfavorable, berbebentuk skala likert dengan
rentang skala empat poin, yaitu dari “4” (sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” (tidak
sesuai), “1” (sangat tidak sesuai). Dimensinya terdiri atas mengenali emosi diri,
mengelola emosi, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan keterampilan
sosial. Adapun penjelasan item tersebut dapat dilihat pada table 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4
Blue print skala kecerdasan emosi
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1.
Mengenali
emosi diri
sendiri
a. Memahami dan
mengenal emosinya
sendiri
b. Memahami
penyebabnya dan
mengetahui
pengaruhnya terhadap
tindakan
1
2
4
3,5
2
3
2.
3.
4.
5.
Mengelola
emosi
Memotivasi
diri
Mengenali
emosi orang
lain
Keterampilan
sosial
a. Mengungkapkan
perasaan secara
langsung
b. Mengendalikan perasaan
terhadap stress
a. Mampu memotivasi diri
sendiri dan orang lain.
b. Memiliki inisiatif
a. Merasakan apa yang
dirasakan orang lain,
serta mau
mendengarkan keluh
kesah orang lain
b. Mampu menyelaraskan
diri dengan tipe individu
yang berbeda
a. Mampu memimpin dan
bekerjasama dalam
team
b. Mampu mengatasi
perselisihan
6
8,9
11, 13
15
16
19
22
23,24
7
10
14
12
17,18
21
20
25
2
3
3
2
3
2
2
3
Jumlah item 13 12 25
56
3.5. Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji keadaan instrument yang digunakan pada penelitian ini, maka
dilakukan uji CFA (Confirmatory Factor Analysis). Uji CFA dilakukan untuk
menguji sejauhmana masing-masing item valid mengukur apa yang hendak
diukur. Instrumen yang akan diuji validitasnya adalah 1) perilaku prososial, 2)
Self-esteem dan 3) kecerdasan emosi. Instrumen tersebut akan diuji dengan
menggunakan software Lisrel 8.7. Adapun Langkah-langkah CFA akan di
jabarkan sebagai berikut.
1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pengujian hipotesis. Apakah
semua butir mengukur satu konstruk/trait yang didefinisikan. Dalam
penelitian ini, menguji model FIT untuk “model satu faktor” (uni-
dimensional model). Hipotesis ini diuji dengan chi-square. Jika hasil chi
square tidak signifikan (p > 0.05), maka hipotesis nihil diterima, yang
artinya, item yang diuji mengukur satu faktor saja (unidimensional).
Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0.05), artinya item-item
yang diuji mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional).
2. Jika diketahui ada salah satu faktor tidak fit karena mengukur konstruk lain
selain yang diukur, maka bisa dilakukan dengan dimodifikasinya dengan
membiarkan kesalahan pengukuran berkorelasi, sampai diperoleh model
satu faktor.
3. Jika diperoleh model yang tidak fit, Ada beberapa cara untuk menganalisis
item mana yang menjadi sumber tidak fit.
57
a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor (loading
factor) dari masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t <
1,96, berarti item tersebut akan dikeluarkan karena dianggap tidak
signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
b. Melihat muatan faktor (loading factor). Jika suatu item memiliki muatan
faktor negatif, maka item ini juga di drop.
c. Melihat kesalahan pengukuran item. Apabila kesalahan pengukuran pada
sebuah item berkorelasi terlalu banyak dengan kesalahan pengukuran pada
item lainnya, maka item tersebut juga perlu di drop. Sebab, item yang
demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal
lain (multidimensional item).
3. Langkah terakhir, semua item yang tidak di drop dihitung skor faktornya.
Skor faktor dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan
pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item-
item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada setiap
skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif
dan signifikan. Adapun rumusnya yaitu :
3.5.1. Uji Validitas Konstruk Perilaku Prososial
3.5.1.1. Uji validitas dimensi altruisme
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur altruisme. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 23.50
T score = (10 x skor faktor) + 50
58
df = 5, p-value = 0.00027, RMSEA = 0.136. Oleh karena itu, peneliti
melakukan terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 6.38, df = 3, p-value = 0,09465, RMSEA = 0,075.
Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu altruisme.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Muatan faktor item Altruisme
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
4 0.31 3.74 0.08 V
15 0.43 5.25 0.08 V
19 -0.75 -9.09 0.08 X
22
23
0.67
0.39
8.38
4.74
0.08
0.08
V
V
Dari tabel 3.5 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 19. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) sehingga item
nomor 19 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.5.1.2. Uji validitas dimensi compliant.
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur compliant. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =13.03, df
= 5, p-value = 0.02309, RMSEA = 0.090. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
59
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 8.43 df = 4, p-value = 0.07702 RMSEA =
0.075. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan),
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu compliant.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan faktor item Compliant
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
7 0.40 3.42 0.12 V
17 0.04 0.43 0.09 X
24 0.75 4.01 0.19 V
28
30
0.32
-0.23
3.06
-2.32
0.11
0.10
V
X
Pada tabel 3.6 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 17 dan 30. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96)
sehingga item nomor 17 dan 30 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.1.3. Uji validitas dimensi emotional
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur emotional. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =32.83, df
= 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.0167. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
60
model fit dengan Chi-Square = 6.20 df = 3, p-value = 0.10250 RMSEA =
0,073. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan),
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotional.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.7
Muatan faktor item emotional
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
2 0.23 2.51 0.09 V
11 0.03 0.34 0.08 X
16 0.41 3.97 0.10 V
20
26
0.82
0.41
4.93
3.94
0.17
0.10
V
V
Pada tabel 3.7 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 11. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item
nomer 11 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.1.4. Uji validitas dimensi public
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur public. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 5.72, df =
5, p-value = 0.33395, RMSEA = 0.27. Oleh karena itu, peneliti tidak perlu
melakukan modifikasi terhadap model.
61
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan faktor item public
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
1 0.76 8.78 0.09 V
3 0.57 6.95 0.08 V
5 0.42 5.12 0.08 V
12
25
0.54
0.05
6.61
0.64
0.08
0.08
V
X
Dari tabel 3.8 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t <1,96)
yaitu item 25. Sedangkan item lainnya signifikan ( t >1,96) sehingga item
nomer 25 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.1.5. Uji validitas dimensi anonymous
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur anonymous. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square =
7.52 df = 5, p-value = 0.18479, RMSEA = 0.050. Oleh karena itu, peneliti
tidak perlu melakukan modifikasi terhadap model.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9
62
Tabel 3. 9
Muatan faktor item anonymous
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
8 0.65 9.55 0.07 V
10 0.64 9.50 0.07 V
14 0.82 13.19 0.06 V
18
21
0.64
0.79
9.39
12.53
0.07
0.06
V
V
Dari tabel 3.9, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value
setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien muatan faktor
yang positif dan nilai koefisien (t>1,96).
3.4.1.6 Uji validitas dimensi dire
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur dire. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 2.70, df =
5, p-value = 0.74659, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu, peneliti tidak
perlu melakukan modifikasi terhadap model.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10.
Tabel 3. 10
Muatan faktor item dire
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
6 0.18 1.82 0.10 X
9 0.22 2.23 0.10 V
13 0.58 4.63 0.13 V
27
29
0.49
-0.36
4.29
-3.50
0.11
0.10
V
X
63
Pada tabel 3.10 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 6 dan 29. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga
item nomer 6 dan 29 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Self-esteem
3.5.2.1. Uji validitas dimensi successes
Peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur successes. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =133,50,
df = 35, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.119. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 40.95 df = 28, p-value = 0.05428 RMSEA
= 0,048. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan),
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu successes.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11
64
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Successes
No Item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
1 0,38 4,77 0,08 V
2 -0,06 -0,71 0,09 X
3 0,77 10,38 0,07 V
4 0,31 3,96 0,08 V
5
6
7
8
9
10
0,63
-0,20
0,39
-0,01
0,50
0,35
8,37
-2,50
5,00
-0,16
6,55
4,46
0,08
0,08
0,08
0,08
0,08
0,08
V
X
V
X
V
V
Pada tabel 3.11 terdapat item yang memiliki nilai koefisient < 1.96
yaitu item 2, 6 dan 8. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96)
sehingga item nomor 2, 6 dan 8 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.2.2 Uji validitas dimensi values
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur values. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square =30.47, df = 5, p-value = 0.00001, RMSEA = 0.160. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
65
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 7.51 df = 4,
p-value = 0.11122 RMSEA = 0.066. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu value.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
pada setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12
Tabel 3.12
Muatan faktor item values
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
11 0.36 0.23 0.09 X
12 0.76 4.95 0.11 V
13 0.42 6.34 0.09 V
14
25
0.43
0.13
5.12
3.26
0.09
0.09
V
V
Pada tabel 3.12 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 11. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item
nomer 11 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.2.3. Uji validitas dimensi aspirations
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur aspirations. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square =11.28, df = 5, p-value = 0.04605, RMSEA = 0.079. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
66
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =4.65 df = 4,
p-value = 0.32458 RMSEA = 0.029. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu aspiration.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13.
Tabel 3.13.
Muatan faktor item aspirations
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
15 0.49 6.63 0.07 V
19 0.49 5.41 0.09 V
22 0.90 11.57 0.08 V
23
24
0.66
0.41
9.00
5.55
0.07
0.07
V
V
Dari tabel 3.13, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan
t-aspirations setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien
muatan faktor yang positif dan nilai koefisien (t>1,96).
3.4.2.4. Uji validitas dimensi defenses
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya defenses. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 16.13,
df = 5, p-value = 0.00648, RMSEA = 0.106. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
67
model fit dengan Chi-Square =5.07 df = 4, p-value = 0.28025 RMSEA =
0.037. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan),
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu defenses.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
Muatan faktor item defenses
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
16 0,36 4,92 0,07 V
17 0,19 2,47 0,08 V
18 -0,15 -2,00 0,07 X
20
21
0,80
0,94
9,79
10,99
0,08
0,09
V
V
Dari tabel 3.14, terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 18. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item
nomer 18 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
3.4.3.1 Uji validitas dimensi mengenali emosi diri sendiri
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan Chi-Square = 32.64 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.167.
Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
68
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.94 df = 2, p-
value = 0.11435, RMSEA = 0.070. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu mengenali emosi diri sendiri.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.15
Muatan faktor item mengenali emosi diri sendiri
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
1 0.58 5.89 0.10 V
2 0.57 5.71 0.10 V
3 -0.31 -3.37 0.09 X
4
5
-0.11
0.47
-0.98
5.04
0.11
0.09
X
V
Pada tabel 3.15 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 3 dan 4. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga
item nomer 3 dan 4 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.3.2 . Uji validitas dimensi mengelola emosi
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan Chi-Square = 15.48 df = 5, p-value = 0.000851, RMSEA = 0.103.
Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
69
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 2.71 df = 2,
p-value = 0.60735, RMSEA = 0,000. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu mengelola emosi.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.16
Tabel 3.16
Muatan faktor item mengelola emosi
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
6 0.43 5.03 0.09 V
7 0.34 3.97 0.09 V
8 0.77 7.77 0.10 V
9
10
0.49
-0.22
5.65
-2.55
0.09
0.09
V
X
Pada tabel 3.16 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 10. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item
nomer 10 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.3.3 Uji validitas dimensi memotivasi diri
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 12.57 df = 5, p-value = 0.02777, RMSEA = 0.087. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
70
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 4.27 df = 4,
p-value = 0.37107, RMSEA = 0.018. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu memotivasi diri.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.17.
Tabel 3.17
Muatan faktor item memotivasi diri
No
item
Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
11 0.97 7.26 0.13 V
12 0.30 2.48 0.12 V
13 0.36 4.43 0.08 V
14
15
0.24
0.51
3.13
5.55
0.08
0.09
V
V
Dari tabel 3.17, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien muatan
faktor yang positif dan nilai koefisien (t>1,96).
3.4.3.4. Uji validitas dimensi mengenali emosi orang lain
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 56.94 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.228. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
71
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 1.34 df = 2,
p-value = 0.51128, RMSEA = 0.000. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu mengenali emosi orang lain.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18.
Tabel 3.18
Muatan faktor item mengenali emosi orang lain.
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
16 0.34 3.31 0.10 V
17 0.39 -4,32 0.09 X
18 0.64 6.57 0.10 V
19
21
0.36
0.54
3.74
-5.81
0.10
0.09
V
X
Pada tabel 3.18, terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 17 dan . Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga
item nomer 17 dan 21 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.4.1.1 Uji validitas dimensi keterampilan sosial
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square =42.99 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.195. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
72
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.94 df = 2,
p-value = 0.11445, RMSEA = 0.070. Dari hasil tersebut menunjukkan p-
value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu keterampilan sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.19
Tabel 3.19
Muatan faktor item keterampilan sosial
No item Lambda T-Value Std. Eror Signifikan
20 0,22 2,71 0,08 V
22 0,54 7,17 0,08 V
23 0,69 8,80 0,08 V
24
25
0,86
0.05
10,42
0,61
0,08
0,08
V
X
Pada tabel 3.19 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96
yaitu item 25. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item
nomer 25 tersebut dinyatakan tidak valid.
3.5 Metode Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang
signifikan dimensi self-esteem dan dimensi kecerdasan emosi sebagai IV
terhadap perilaku prososial sebagai DV, serta untuk mengetahui berapa besar
sumbangan yang diberikan masing-masing IV terhadap DV maka peneliti
73
menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis),
yang penghitungannya menggunakan bantuan program atau software SPSS 16.0 .
Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel terikat (Dependent Variable)
yaitu perilaku prososial, dan 11 variabel bebas (Independent Variable), yang
merupakan dimensi dari self-esteem, kecerdasan emosi, serta faktor demografis
yaitu usia dan jenis kelamin. Sehingga susunan persamaan garis regresi
penelitian adalah sebagai berikut:
y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+ b10X10+b11X11+ e
Dimana:
y = dependent variable, yang dalam hal ini perilaku prososial
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1 = independent variable dalam hal ini successes
X2 = independent variable dalam hal ini value
X3 = independent variable dalam hal ini aspirations
X4 = independent variable dalam hal ini defenses
X5 = independent variable dalam hal ini mengenali emosi diri
X6 = independent variable dalam hal ini mengelola emosi
X7 = independent variable dalam hal ini memotivasi diri
X8 = independent variable dalam hal ini mengenali emosi orang lain
X9 = independent variable dalam hal ini keterampilan sosial
X10 == independent variable dalam hal ini usia
X11 == independent variable dalam hal ini jenis kelamin
e = residu
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara perilaku prososial dengan self-esteem, kecerdasan
emosi, usia, dan jenis kelamin. Besarnya kemungkinan perilaku prososial, yang
74
disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh
koefisien determinasi berganda atau R2. Fungsi R2 digunakan untuk melihat
proporsi varians dari perilaku prososial yang dipengaruhi oleh self-esteem,
kecerdasan emosi, usia, dan jenis kelamin. Untuk mendapatkan nilai R2,
digunakan rumus sebagai berikut:
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variabel satu persatu signifikan atau tidak. Untuk membuktikan
apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, dilakukan dengan menggunakan
rumus F, yaitu sebagai berikut:
Dimana K adalah jumlah variabel bebas dan N adalah jumlah sampel. Dari
hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah independent variable
yang diujikan tersebut memiliki pengaruh terhadap dependent variable.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-
variabel independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti
melakukan uji t. Uji t yang dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar error dari b. Hasil uji t
ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan peneliti. Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program spss versi 16.0.
75
3.6. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdiri dari
beberapa tahapan, yang penjabaran sebagai berikut:
1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti
kemudian menentukan variable yang akan diteliti yaitu perilaku prososial,
self esteem dan kecerdasan emosi. setelah itu mengadakan studi pustaka
untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah
mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat dan
menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala
perilaku prososial yang diadaptasi dari Carlo dan Randall (2002) dengan
bentuk skala likert, alat ukur self esteem berdasarkan adaptasi dari skala
Coopersmith (1990) dengan bentuk skala likert, dan alat ukur kecerdasan
emosi yang dibuat berdasarkan teori Goleman (1998).
2. Meminta expert judgment, yaitu dosen pembimbing yang dianggap ahli untuk
menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat
berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
3. Menyesuaikan hasil expert judgment dengan pengklasifikasian yang telah
dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan
dasar teori yang telah dikemukakan.
4. Menentukan sampel penelitian yaitu perilaku prososial yang sesuai dengan
kriteria dan lokasi yang telah ditetapkan yaitu Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta. Setelah mendapatkan persetujuan dari Pondok Pesantren,
selanjutnya peneliti membuat surat izin penelitian kepada pihak fakultas
76
psikologi dengan melampirkan surat persetujuan pembimbing dan alat ukur
penelitian untuk keperluan izin penelitian di Pondok Pesantren Daarul
Rahman.
5. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebar angket
kepada subjek yang telah ditentukan selama kurang lebih 4 hari.
6. Langkah terakhir setelah mendapatkan data yang diinginkan, peneliti
melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah terkumpul, untuk
selanjutnya dilakukan pengolahan data dan pengujian dari hasil skala yang
sudah didapatkan dalam pengujian hasil, peneliti menggunakan spss 16.0.
77
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil uji hipotesis dan proporsi
varians.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian
maka pada subbab ini ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian
berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah subjek yang
diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 200 orang dengan santri terbanyak
berada pada usia 13 tahun, sejumlah 63 orang atau 31.5 %. Selanjutnya usia 14
tahun sebanyak 35 orang atau 17.5 %, lalu usia 15 tahun sebanyak 34 orang atau
Frekuensi %
Usia
11
2
1 %
12 16 8 %
13 63 31.5 %
14 35 17.5 %
15 34 17 %
16 22 11 %
17 22 11 %
18 5 2.5 %
19 1 0.5 %
Total 200 100
Jenis Kelamin
Laki – laki
113
56.5 %
Perempuan 87 43.5 %
Total 200 100
78
15 %. Adapun usia tertinggi yang mengikuti penelitian ini berada pada usia 19
tahun sebanyak satu orang atau 0.5 %. Sementara usia paling rendah adalah usia
11 tahun sebanyak 2 orang atau 1 %.
Selanjutnya, jumlah subjek berdasarkan jenis kelamin, pada penelitian ini
memiliki jumlah sampel laki-laki sebanyak 113 santri atau 56.5 % dan sampel
perempuan sebanyak 87 santri atau 43.5 %.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan maksimum, minimum, mean dan
standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor variabel
penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4. 2
Hasil Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Perilaku prososial 200 22.10 65.95 50.0000 9.20018
Succesess 200 23.03 66.36 50.0000 8.14916 Values 200 22.57 63.13 50.0000 7.42672 Aspirate 200 14.91 60.58 50.0000 8.26933 Defens 200 20.29 61.80 50.0000 8.96894 Mengenali emosi sendiri 200 26.88 62.13 50.0000 7.02528 Mengelola emosi 200 22.45 62.34 50.0000 7.63028
Memotivasi diri 200 18.33 61.40 50.0000 9.16507 Mengenali emosi orang lain 200 25.20 63.79 50.0000 7.88997
Keterampilan sosial 200 16.32 62.24 50.0000 8.28042 Valid N (listwise) 200
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa subjek
penelitian sebanyak 200 orang dengan nilai minimum dari variabel perilaku
prososial adalah 22.10 dengan nilai maksimum=65.95, mean = 50,0000 dan sd =
9.20018. Kedua, successes memiliki nilai minimum= 23.03, nilai maksimum =
79
66.36, mean = 50.0000 dan sd =8.14916. Ketiga, values memiliki nilai minimum
= 22.57 dengan nilai maksimum = 63.13, mean = 50.0000 dan sd = 7.42672.
Keempat, aspirations memiliki nilai minimum = 14.91, nilai maksimum = 60.58,
mean = 50.0000 dan sd = 8.26933. Kelima, defenses memiliki nilai minimum =
20.29, nilai maksimum = 61.80, mean = 50.0000 dan sd = 8.96894. Keenam,
mengenali emosi diri sendiri memiliki nilai minimum = 26.88, nilai maksimum =
62.13 mean = 50,0000 dan sd = 7.02528. Ketujuh, mengelola emosi memiliki
nilai minimum =22.45, nilai maksimum = 62.34, mean = 50,0000 dan sd
=7.63028. Kedelapan, memotivasi diri memiliki nilai minimum =18.33, nilai
maksimum =61.40, mean = 50.0000 dan sd = 9.16507. Kesembilan, mengenali
emosi orang lain memiliki nilai minimum =25.20, nilai maksimum = 63.79, mean
= 50.0000 dan sd =7.88997. Terakhir, keterampilan sosial memiliki nilai
minimum =16.32, nilai maksimum = 62.24 mean = 50,0000 dan sd =8.28042.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu, tinggi dan
rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut, peneliti menggunakan
pedoman sebagai berikut
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Rendah X < Mean
Tinggi X ≥ Mean
80
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel penelitian berdasarkan
rendah dan tingginya variabel perilaku prososial disajikan pada tabel 4.4 di
bawah ini.
Tabel 4.4.
Kategorisasi skor perilaku prososial
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 95 47,5 47,5
Tinggi 105 52,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 47,5% atau 95 santri
memiliki perilaku prososial yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki
perilaku prososial tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 52,5% atau 105 santri.
Selanjutnya pada tabel 4.5 adalah variabel skor kategorisasi secara
keseluruhan dari self-esteem.
Tabel 4.5.
Kategorisasi skor self-esteem
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 97 48,5 48,5
Tinggi 103 51,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 48,5% atau 97 santri
memiliki kategorisasi self-esteem yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki
kategorisasi self-esteem tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 51,5% atau 103
santri.
81
Uraian selanjutnya, akan menjelaskan kategori skor variabel penelitian
berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel successes disajikan pada tabel 4.6 di
bawah ini.
Tabel 4.6
Kategorisasi skor successes
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 98 49,0 49,0
Tinggi 102 51,0 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa 49,0% atau 98 santri
memiliki kategorisasi successes yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki
kategorisasi successes tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 51,0% atau 102
santri.
Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi
dan rendahnya variabel values disajikan pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Kategorisasi skor Values
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 100 50,0 50,0
Tinggi 100 50,0 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa santri yang memiliki
kategorisasi values yang rendah sama banyaknya dengan santri yang memiliki
kategorisasi values tinggi yaitu sejumlah 50,0% atau 100 santri.
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan
tinggi dan rendahnya variabel aspirations disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini.
82
Tabel 4.8
Kategorisasi skor aspiration
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 88 44,0 44,0
Tinggi 112 56,0 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa 44% atau 88 santri
memiliki kategorisasi aspirations yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki
kategorisasi aspirations tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 56, % atau 112
santri.
Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi
dan rendahnya variabel defenses disajikan pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.9
Kategorisasi skor defenses
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 109 54,5 54,5
Tinggi 91 45,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa 54,5 % atau 109 santri
memiliki kategorisasi defenses yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki
kategorisasi defenses tinggi jumlahnya lebih sedikit, yaitu 45,5% atau 91 santri.
Tabel selanjutnya adalah uraian mengenai gambaran kategori skor variabel
penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel kecerdasan emosi disajikan
pada tabel 4.10 di bawah ini.
83
Tabel 4.10.
Kategorisasi skor kecerdasan emosi
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 105 52,5 52,5
Tinggi 95 47,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa 52,5 % atau 104 santri
memiliki kategorisasi kecerdasan emosi yang rendah. Sedangkan santri yang
memiliki kategorisasi kecerdasan emosi tinggi jumlahnya lebih sedikit, yaitu 48
% atau 96 santri.
Uraian selanjutnya adalah mengenai gambaran kategori skor kategori
variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel mengenali emosi
diri sendiri disajikan pada tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4.11
Kategorisasi skor mengenali emosi diri sendiri
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 97 48,5 48,5
Tinggi 103 51,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.11 dapat dilihat bahwa 48,5 % atau 97 santri
memiliki kategorisasi mengenali emosi diri sendiri yang rendah.Sedangkan santri
yang memiliki kategorisasi mengenali emosi diri sendiri tinggi jumlahnya lebih
sedikit 51, 5% atau 103 santri.
Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi
dan rendahnya variabel mengelola emosi sendiri disajikan pada tabel 4.12 di
bawah ini.
84
Tabel 4.12
Kategorisasi skor untuk mengelola emosi
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 110 55,0 55,0
Tinggi 90 45,0 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa 55 % atau 110 santri
memiliki kategorisasi mengelola emosi yang rendah. Sedangkan santri yang
memiliki kategorisasi mengelola emosi tinggi jumlahnya lebih sedikit 45% atau
90 santri.
Tabel selanjutnya adalah uraian mengenai gambaran kategori skor variabel
penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel memotivasi diri disajikan
pada tabel 4.13.
Tabel 4.13
Kategorisasi skor memotivasi diri
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 123 61,5 61,5
Tinggi 77 38,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.13 dapat dilihat bahwa 61,5 % atau 123 santri
memiliki kategorisasi memotivasi diri yang rendah. Sedangkan santri yang
memiliki kategorisasi memotivasi diritinggi jumlahnya lebih sedikit 38.5 % atau
77 santri.
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan
tinggi dan rendahnya variabel mengenali emosi orang lain disajikan pada tabel
4.14 di bawah ini.
85
Tabel 4.14
Kategorisasi skor mengenali emosi orang lain
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 102 51,0 51,0
Tinggi 98 49,0 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa 56% atau 112 santri
memiliki kategorisasi mengenali emosi orang lain yang rendah. Sedangkan santri
yang memiliki kategorisasi mengenali emosi orang lain tinggi jumlahnya lebih
sedikit 44 % atau 88 santri.
Uraian mengenai gambaran kategori skor kategori variabel penelitian
berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel keterampilan sosial disajikan pada
tabel 4.15 di bawah ini.
Tabel 4.15
Kategorisasi skor keterampilan sosial
Frequency Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 105 52,5 52,5
Tinggi 95 47,5 100,0
Total 200 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.15 dapat dilihat bahwa 52,5 % atau 105 santri
memiliki kategorisasi keterampilan sosial yang rendah. Sedangkan santri yang
memiliki kategorisasi keterampilan sosial tinggi jumlahnya lebih sedikit 95 %
atau 47,5 santri.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing IV terhadap
DV dalam penelitian ini, analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regresion.
86
Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil
analisis faktor. Alasan penulis menggunakan faktor skor ini ialah untuk
menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran.
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Dalam regresi ada 3 hal yang
dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara keseluruhan IV
berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan
atau tidaknya koefisien regresi dari masing - masing IV.
Pengujian hipotesis dilakukan dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah
pertama peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians DV yang dijelaskan oleh IV.Selanjutnya untuk tabel R square, dapat
dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.16 Model Summary Analisis Regresi
Model Summary
Model
R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
d
i
m
e
n
s
i
o
n
0
1
.596a
.355
.317
7.60103
a. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses
Mengenali emosi sendiri, memotivasidiri , mengelola emosi, mengenali
emosi orang lain, keterampilan sosial,usia, jenis kelamin
Berdasarkan data pada tabel 4.16 dapat kita lihat bahwa perolehan R-
square sebesar 35,5 % dijelaskan oleh IV sedangkan 64,5 % dari variabel yang
lainnya. Artinya proporsi varians dari perilaku prososial yang dijelaskan oleh
semua dimensi self-esteem, dimensi kecerdasan emosi, usia dan jenis kelamin
dalam penelitian ini adalah sebesar 35,5%. Sedangkan 64,5% sisanya dipengaruhi
87
oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis
dampak dari seluruh independent variable terhadap perilaku prososial. Adapun
hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.17 dibawah ini.
Tabel 4.17.
Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV
ANOVA b
Model Sum of
Squares
Df
Mean Square F Sig
1 Regression 5982.197 11 543.836 9.413 .000a
Residual 10861.820 188 57.776
Total 16844.017 199
a. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses Mengenali emosi sendiri, memotivasi diri , mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial,usia, jenis kelamin.
b. Dependent Variable : perilaku prososial
Berdasarkan data pada tabel 4.17 kolom ke 6 dari kiri diketahui bahwa
(p<0.05) atau signifikan, maka hipotesis nol ditolak. Oleh karenanya hipotesis
minor yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh independent
variable terhadap perilaku perilaku prososial diterima. Artinya, ada pengaruh
yang signifikan dari self-esteem (successes, values, aspirations dan defenses),
kecerdasan emosi ( mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi
diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial) dan variabel demografis
yaitu, usia serta jenis kelamin terhadap perilaku prososial.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent
variable. Jika nilai t> 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan Hal ini
menunjukkan bahwa bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan
terhadap perilaku prososial. Adapun penyajiannya ditampilkan pada table 4.18.
88
Tabel 4.18
Koefisien regresi
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients
T
Sig
B Std. Error
Beta
1 (Constant) 1.097 7.361 .149 .882
Successes -.053 .087 -.047 -.606 .545
Values -.047 .086 .038 .553 .581
Aspirations .269 .082 .242 3.279 .001
Defences -.006 .076 -.006 -.077 .939
Mengenali
emosi sendiri
.229 .114 .175 2.005 .046
Mengelola
emosi
.080 .091 .066 .873 .384
Memotivasi
diri
.071 .074 .071 .958 .340
Mengenali
emosi orang
lain
-.034 .083 -.029 -.411 .682
Keterampilan
sosial
.237 .088 .213 2.702 .008
Usia .227 .329 .041 .691 .491
Jenis
kelamin
2.525 1.168 .136 2.161 .032
a. Depent variabel : perilaku prososial
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.18 dapat disampaikan
persamaan regresi sebagai berikut, dengan tanda (*) yang artinya signifikan:
Perilaku prososial = 1.097 - 0.047 sukses – 0.038 values + 0.242
*aspirations - 0.006 defenses + 0.175
*mengenali emosi diri sendiri + 0.066 mengelola
emosi + 0.071 memotivasi diri sendiri – 0.029
mengenali emosi orang lain + 0.213
*keterampilan sosial +0.041 usia + 0.136 *jenis
kelamin
89
Berdasarkan data pada tabel 4.18, untuk melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai signifikan pada kolom
yang paling kanan (kolom ke-6) jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang
dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap perilaku prososial dan sebaliknya.
Dari hasil di atas, koefisien regresi dari aspirations, mengenali emosi sendiri,
keterampilan sosial dan jenis kelamin dikatakan memiliki pengaruh yang
signifikan sedangkan sisa lainnya tidak signifikan.
Hal ini berarti bahwa dari sebelas independent variable hanya empat yang
signifikan yaitu aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan
jenis kelamin. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-
masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel successes : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.047 dengan
signifikansi sebesar 0.545 (p >0.05). Hal ini menunjukkan bahwa successess
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial.
2. Variabel values: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.038 dengan
signifikansi sebesar 0.581 (p >0.05). Hal ini menunjukkan bahwa values
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial.
3. Variabel aspirations: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.242
dengan signifikansi sebesar 0.001 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
asprations memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku
prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi aspirations maka semakin
tinggi perilaku prososial.
90
4. Variabel defenses: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.006 dengan
siginifikansi sebesar 0.939 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa defenses
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial.
5. Variabel mengenali emosi diri sendiri: Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar + 0.175 dengan signifikansi sebesar 0.046 (p<0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa mengenali emosi diri sendiri memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi
aspirations maka semakin tinggi perilaku prososial.
6. Variabel mengelola emosi: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.066
dengan signifikansi sebesar 0.384 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
mengelola emosi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
prososial.
7. Variabel memotivasi diri: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.071
dengan signifikansi sebesar 0.340 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
memotivasi diri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
prososial.
8. Variabel mengenali emosi orang lain : Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar -0.029 dengan signifikansi sebesar 0.682 (p>0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa mengenali emosi orang lain tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku prososial.
9. Variabel keterampilan sosial: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
+ 0.213 dengan signifikansi sebesar 0.008 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan
bahwa keterampilan sosial memiliki pengaruh positif yang signifikan
91
terhadap perilaku prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi keterampilan
sosial maka semakin tinggi perilaku prososial.
10. Variabel usia: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.041 dengan
signifikansi sebesar 0.491 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial.
11. Variabel jenis kelamin: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.136
dengan signifikansi sebesar 0.032 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
prososial.
4.5. Proporsi Varian
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians
dari masing-masing independent variable terhadap perilaku prososial.Pada tabel
4.18 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua
merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu
tersebut.
Kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang
dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV
yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan
pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom
mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya,
nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung.
Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom
selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan
92
sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada perilaku prososial dapat dilihat pada
table 4.19 berikut:
Tabel 4.19 Proporsi Varians untuk Masing–Masing Independent Variable (IV)
Model summary
a. Predictors: (Constant), Successes
b. Predictors: (Constant), Successes, Values c. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations d. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses e. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, mengenali emosi
sendiri f. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, mengenali emosi
sendiri, mengelola emosi g. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi
sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri h. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi
sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain i. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi
sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial
j. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenaliemosisendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, Keterampilan sosial, Usia
k. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenaliemosisendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, Keterampilan sosial, Usia, jenis kelamin
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig.F Change
1 .177a
.031
.026
9.07831
.031
6.379
1
198
.012
2
.296b
.087
.078
8.83347
.056
12.128
1
197
.001
3 .482c
.232
.221
8.12269
.145
36.986
1
196
.000
4 .489d
.239
.224
8.10621
.007
1.797
1
195
.182
5 .535e
.286
.268
7.87186
.047
12.784
1
194
.000
6 .544f
.296
.274
7.83679
.010
2.740
1
193
.099
7 .557g
.310
.285
7.77944
.004
3.856
1
192
.051
8
9
10
11
.557h
.582i
582j
596k
.311
.338
.339
.355
.282
.307
.304
.317
7.79776
7.65974
7.67449
7.60103
.000
.028
.001
.016
.099
7.945
.270
4.671
1
1
1
1
191
190
189
188
.754
.005
.604
.032
93
Berdasarkan data pada tabel 4.18 dapat disampaikan informasi sebagai berikut :
1. Variabel successes memberikan sumbangan varians sebesar 3.1 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari
nilai sig. F change = 0.012. Nilai F = 6.379 serta df1=1 dan df 2= 198.
2. Variabel values memberikan sumbangan varians sebesar 5.6 % pada perilaku
prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari sig F
Change = 0.001. Nilai F = 12.128 serta df1= 1 dan df2= 197.
3. Variabel aspirations memberikan sumbangan varians sebesar 14.5 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari
nilai sig F change = 0.000. Nilai F = 36.986 serta df1=1 dan df2=196.
4. Variabel defenses memberikan sumbangan varians sebesar 0.7 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat
dari sig F change = 0.182. Nilai F = 1.797 serta df1 = 1 dan df2= 195.
5. Variabel mengenali emosi diri sendiri memberikan sumbangan varians
sebesar 4.7 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena
p < 0.05 dilihat dari sig F change = 0.000. Nilai F = 12.784 serta df1=1 dan
df2=194.
6. Variabel mengelola emosi memberikan sumbangan varians sebesar 1 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat
dari sig F change = 0.099. Nilai F = 2.740 serta df1 = 1 dan df2= 193.
7. Variabel memotivasi diri memberikan sumbangan varians sebesar 0.4 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p<0.05 dilihat dari
sig F change = 0.051. Nilai F = 4.117 serta df1=1 dan df2=192.
94
8. Variabel mengenali emosi orang lain memberikan sumbangan varians sebesar
0 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p
>0.05 dilihat dari sig F change = 0.754. Nilai F = 0.079 serta df1=1 dan df2=
191.
9. Variabel keterampilan sosial memberikan sumbangan varians sebesar 2.8 %
pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat
dari sig F change = 0.005. Nilai F = 7.954 serta df1=1 dan df2= 190.
10. Variabel usia memberikan sumbangan varians sebesar 0.1 % pada perilaku
prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat dari sig
F change = 0.604. Nilai F = 0.270 serta df1=1 dan df2= 189.
11. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 1.6 % pada
perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari
sig F change = 0.032. Nilai F = 4.671 serta df1=1 dan df2= 188.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh variabel
independen, yaitu successes, values, aspirations, mengenali emosi sediri,
memotivasi diri, keterampilan sosial dan jenis kelamin yang signifikan
sumbangannya terhadap perilaku prososial jika dilihat dari besarnya R2 yang
dihasilkan dari sumbangan proporsi variabel yang diberikan.
95
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah: “ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem (successes,
values, aspirations dan defenses), kecerdasan emosi (mengenali emosi sendiri,
mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial)
serta variabel demografis, yaitu usia, dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial
pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis yang menguji signifikansi masing-
masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya empat
koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi perilaku prososial yaitu dimensi
aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, diketahui bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari variabel self-esteem (aspirations), kecerdasan emosi
(keterampilan sosial) dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
96
Secara terpisah self-esteem berpengaruh terhadap perilaku prososial sebesar
23.4%. Sedangkan kecerdasan emosi sendiri berpengaruh signifikan sebesar 27.5 %
terhadap perilaku prososial. Namun jika dilihat dari kategorisasi, nilai kategorisasi
self-esteem lebih tinggi daripada kecerdasan emosi. Hal ini bisa saja terjadi, karena
santri berada pada usia remaja, terkadang emosinya tidak selalu stabil. Namun hal ini
tidak mempengaruhi perilaku prososialnya. Karena kategorisasi prososial rata-rata
santri tinggi. Ini membuktikan bahwa pengajaran spiritual mampu membentengi
mereka untuk tetap berprilaku sesuai dengan norma-norma dan ajaran agama,
meskipun Pondok Pesantren Daarul Rahman berada di kawasan pusat bisnis daerah
Senopati yang tergolong hedonis dan individualis.
Pondok yang berdiri sejak tahun 1975 ini juga mampu mengembangkan anak
didiknya agar terus survive di tengah perkembangan zaman yang sangat cepat. Hal ini
salah satunya dibuktikan dari banyaknya santri yang berasal dari berbagai daerah
yang terus berdatangan untuk menimba ilmu di Pondok tersebut. Adapun kegiatan
santri seperti pidato, mengkaji kitab dan lainnya antara lain bertujuan untuk
meningkatkan self-esteem mereka untuk mampu bersaing dengan lulusan dari sekolah
lain. Terbukti, dari penelitian ini terlihat bahwa kategorisasi self-esteem santri rata-
rata tinggi. Self-esteem dan kecerdasan emosi yang difokuskan dalam penelitian ini
juga terbukti mempengaruhi perilaku prososial.
Meskipun dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel self-esteem dan
kecerdasan emosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial, namun
dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap perilaku prososial hanya aspirations,
97
mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin. Sedangkan dimensi
lainnya tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial.
Dalam penelitian ini dimensi aspirations pada variabel self-esteem terbukti
berpengaruh terhadap perilaku prososial. Hal tersebut bisa disebabkan karena rata-
rata santri memiliki nilai kategorisasi aspirations yang tinggi. Aspirations berkaitan
kuat dengan harapan dan tujuan seseorang. Keduanya merupakan salah satu faktor
pendorong seseorang untuk melakukan perilaku prososial (Staub, 2003). Harapan
dan tujuan seseorang dalam melakukan perilaku prososial menurutnya pula, seperti
misalnya, meningkatkan derajat, mengurangi peperangan, berhubungan baik dengan
orang lain, dan persahabatan.
Pengaruh yang signifikan pada Aspirations dalam penelitian ini, bisa dikaitkan
dengan persahabatan termasuk harapan untuk diterima dalam kelompok. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sarwono (2009) yang menyatakan bahwa kebutuhan akan
persetujuan (need of approval) akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku
prososial. Diterima oleh teman sebaya memang sangat penting bagi remaja, karena
mereka lebih sering untuk meluangkan waktu dengan teman-temannya (Santrock,
1995). Penelitian Twenge, Ciarocco, Bartels, Baumester dan De Wall (2007) juga
membuktikan bahwa orang yang diterima oleh teman sebaya akan lebih mudah
menolong daripada orang yang ditolak dalam kelompok.
Pada kecerdasan emosi, dimensi yang berpengaruh adalah mengenali emosi
sendiri. Hasil yang didapat memang tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Farikha (2011). Karena dalam penelitiannya tidak menemukan adanya pengaruh
98
antara mengenali emosi sendiri terhadap perilaku prososial. Namun, pernyataan
White dan Gerstain (dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa self monitoring
berpengaruh terhadap perilaku prososial. Kemampuan memantau diri (self monitor)
berarti adalah mengetahui apa kelebihan, kekurangannya dan mampu menghadapi
dan mengatasi permasalahan yang ada. Pada santri yang terbiasa hidup sendiri, dan
hidup mandiri, bisa saja memacu mereka untuk mampu mengenal dirinya dan
kemampuannya dengan lebih baik. Hal tersebut juga dibuktikan dengan kategorisasi
mengenali emosi sendiri pada subjek dalam penelitian ini termasuk tinggi.
Selain mengenali emosi sendiri, dimensi keterampilan sosial dalam penelitian ini
juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Meskipun kategorisasi keterampilan
sosial pada penelitian ini cenderung rendah, namun intensitas kebersamaan santri di
Pondok, membentuk santri untuk mampu bersosialisasi dengan baik. Hal tersebut,
akan membantu mereka untuk bertingkah laku yang sesuai dan positif, supportive,
serta sedikit memiliki konflik dengan teman-temannya dan hasilnya akan
meningkatkan perilaku prososial (Eisenberg dkk, 2006).
Variabel selanjutnya yang berpengaruh terhadap perilaku prososial adalah
variabel jenis kelamin (gender). Variabel ini berpengaruh terhadap perilaku prososial
sebesar 1.8 %. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian Afolabi (2013) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku prososial,
namun hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bierhoff (2002) serta penelitian
Caprara dan Steca (2005) yang menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh
terhadap perilaku prososial. Namun hasilnya kontradiktif, karena temuan sebelumnya
99
menyatakan bahwa perempuan lebih prososial daripada laki-laki. Sedangkan dalam
penelitian ini laki-laki menjadi dominan dalam penelitian, dengan hasil yang
signifikan. Hal tersebut bisa saja terjadi karena pada laki-laki, mereka akan tampil
menolong secara langsung, saat terjadi sesuatu. Bisa dikatakan seperti pahlawan.
(Eagly & Crowley dalam Afolabi, 2013). Hasil ini terkait dengan peran tradisional
laki-laki yang dipandang lebih kuat dan lebih memiliki keterampilan untuk
melindungi diri. Sementara sifat perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang
bersifat member dukungan emosi, merawat, dan mengasuh (Daux, Dane &
Wrightsman, dalam Sarwono, 2009).
Pada variabel self-esteem dan kecerdasan emosi terdapat tujuh variabel yang
tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial yaitu, successes, values, defenses,
mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, memotivasi diri dan usia. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan beberapa dimensi tersebut tidak berpengaruh
terhadap perilaku prososial.
Faktor pertama, jika dilihat dari data, beberapa dimensi tersebut yang tidak
signifikan tersebut memiliki kategorisasi rata-ratanya rendah. Hal tersebut terbukti
pada dimensi defenses, rata-rata santri memiliki kategorisasi rendah, yaitu sejumlah
119 dan hanya 91 santri yang memiliki defenses yang tinggi. Begitu juga pada
dimensi mengenali emosi orang lain, dimana hanya 88 santri nilai kategorisasi
mengenali emosi orang lain yang tinggi, sedangkan 112 orang lainnya memiliki nilai
kategorisasi mengenali emosi orang lain yang rendah. Kategorisasi yang rendah juga
terjadi pada values, mengelola emosi, dan memotivasi diri.
100
Faktor lain yang menyebabkan beberapa dimensi tersebut tidak berpengaruh,
disebabkan karena subjek dalam penelitian ini berada pada fase remaja. Pada masa
tersebut, seseorang mengalami banyak perubahan, diantaranya perubahan fisik, dan
kelenjar. Inilah yang membuat emosinya sering meledak dan terkadang
melampiaskan emosi dengan marah dan dalam istilah sering disebut dengan periode
badai dan tekanan (Hurlock, 1996). Inilah yang membuat mereka kurang bersikap
alruistik.
Apabila dikaitkan dengan teori psikososial Erikson, usia remaja berada berada
tahap perkembangan psikososial ke lima, yaitu fase identitas versus kebingungan
identitas (identity versus identity confusion). Pada saat itu fokus utama remaja
adalah pencarian identitas (Santrock, 2011). Hal tersebut membuat sikap dan prilaku
mereka yang berubah-ubah untuk mencari minat, tujuan, serta harapan mereka yang
sesuai di masa depan.
Peneliti juga mencoba menganalisis dari proses empati yang merupakan
motivasi terpenting dalam proses perilaku prososial. Davis (dalam Taufik 2012)
menyebutkan bahwa proses empati digolongkan ke dalam empat tahapan yaitu
antecedents, processes, intrapersonal outcomes, dan interpersonal outcomes. Dalam
tahapan-tahapan tersebut, perilaku menolong baru akan muncul pada tahap
intrapersonal outcomes. Karena pada tiga tahap sebelumnya, seseorang hanya
mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, tanpa ada satu tindakan yang
mengarah kepada kagiatan menolong atau perilaku prososial. Dengan demikian,
101
tidak berpengaruhnya beberapa dimensi diatas, terutama dimensi empati bisa terjadi
karena subjek belum mencapai tahap interpersonal outcomes.
Adapun faktor lainnya, berasal dari kelemahan dan kekurangan peneliti dalam
proses penelitian. Kekurangan tersebut disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah
sampel antara lelaki dan perempuan, adanya bias budaya, bahasa dalam
mengadaptasi item dari skala baku kurang tepat. Kelamahan lainnya menurut
peneliti juga berasal dari santri, pada saat mengisi kuesionare, seperti, adanya faking
good terhadap item karena kecenderungan subjek untuk mengisi sesuai dengan
norma yang berlaku, serta mood subjek pada saat pengisian kuesionare. Hal tersebut
mampu mempengaruhi tidak signifikannya beberapa dimensi pada penelitian ini.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologi dan
saran praktis. Saran metodologi sebagai bahan pertimbangan untuk perkembangan
penelitian selanjutnya, dan saran praktis sebagai bahan masukan bagi pembaca,
sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5. 3. 1 Saran Teoritis
1. Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan hanya satu pondok, yaitu Pondok
Pesantren Daarul Rahman. Saran bagi peneliti selanjutnya, agar tidak
menggunakan subjek hanya dari satu pondok. Dengan demikian peneliti bisa
mendapatkan wawasan lebih luas, bagaimana perilaku prososial pada dua
pesantren yang berbeda.
102
2. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang perilaku prososial,
diharapkan untuk menambah variabel lain yang berpengaruh terhadap perilaku
prososial, seperti variabel spritualitas, pola asuh, sef-concept dan juga
kepribadian. Hal tersebut, untuk memperkaya hasil penelitian dan pengetahuan
tentang perilaku prososial.
3. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperhatikan jumlah sampel
antara laki-laki dan perempuan. Karena dengan perbandingan sampel yang
seimbang, diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih akurat.
4. Penelitian menekankan pada penelitian kuantitatif. Maka akan lebih baik jika
penelitian selanjutnya, melengkapi data-data kuatitatif yang ada dengan hasil dari
penelitian kualitatif. Dengan begitu akan mampu menjelaskan lebih detail motif –
motif yang membuat para santri melakukan perilaku prososial.
5.3.2 Saran Praktis
1. Saran bagi managemen pondok adalah rutin mengadakan kebersamaan yang
sistematis, seperti pelatihan pembentukan karakter islami dan training motivasi
atau kegiatan lain yang bertujuan mengarahkan santri dalam proses
pembentukan karakter dan jati diri mereka. Hal tersebut terkait dengan hasil
penelitian ini, yang membuktikan bahwa mengenali emosi sendiri dan aspiration
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku prososial.
2. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa keterampilan sosial signifikan
mempengaruhi perilaku prososial. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti sarankan
agar pengurus pondok memperbanyak kegiatan yang mengasah kemampuan
103
mereka dalam bekerjasama, diantaranya kegiatan pramuka, marawis, dan
olahraga.
3. Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar santri memiliki kecerdasan emosi
yang rendah jika dilihat dari kategorisasi. Namun pengaruh kecerdasan emosi
terhadap perilaku prososial paling besar dibandingkan dengan variabel self-
esteem, usia dan jenis kelamin. Oleh sebab itu peneliti sarankan kepada para
santri untuk aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakulikuler pondok. Karena
dengan menambah intensitas waktu bersosialisasi dalam satu kegiatan formal
akan membuat santri menjadi lebih bertanggung jawab, dan peka terhadap
lingkungan sekitar.
4. Meskipun dalam penelitian ini self-esteem memiliki pengaruh lebih sedikit
daripada kecerdasan emosi, namun hasilnya menunjukkan self-esteem
berpengaruh positif terhadap perilaku prososial. Maka itu, sangat disarankan
bagi ustadz dan pengurus Pondok untuk terus memberikan dukungan positif saat
pada santri yang melakukan perilaku prososial. Dengan begitu akan memacu
mereka untuk melakukan perilaku prososial dan menumbuhkan rasa solidaritas
kepada sesama.
5. Kepada walisantri, agar tetap memantau tingkah laku dan moral anaknya baik
dirumah ataupun di pondok, pada saat menjenguk. Karena kontrol moral dan
kedisiplinan yang dibuat oleh pondok akan hilang jika orang tua tidak ikut
mengawasi perkembangan anaknya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Afolabi, O. (2013) Roles of personality types, emotional intelligence and gender
differences on prosocial behavior. Psychological thought. 6 (1), 124-139.DOI
: 10.5984
Asia, N. (2008) Hubungan antara harga diri dan asertivitas dengan perilaku
prososial remaja. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Asy’ari, Z. (1996). Moralitas pendidikan pesantren.Yogyakarta. Lembaga Kajian
Sumber Daya Manusia (LKPSM).
Bar-On, R.(2006). The Bar-on model of emotional intelligence (ESI). Psichotema.
18, 13-25.
Baumeister, R. (2005). Rethinking self-esteem. Stanford Social Inovation review.
Retrieved from
http://www.academia.edu/8860170/Stanford_Social_Innovation_Review_518_Memori
al_Rethinking_Self-Esteem_Why_nonprofits_should_stop_pushing_self-
esteem_and_start_endorsing_self-control
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial.10th ed. Jakarta: Erlangga.
Baron, R.A., Branscome, N., Byrne, D. (2008). Social psychology. 12th ed.
Pearson Education,. Inc.
Bierhoff. (2002). Prosocial Behavior. New York. Psychology Press
Branden, N. (1992). The power of self esteem. Florida. Health Communication.inc
Carlo, G., & Randall, B. A. (2002).The development of a measure of prosocial
behaviors for late adolescents. Journal of Youth and Adolescence. 31(1), 31-
44.
Cherniss, C. (2000) Emotional Intelligence : What it is and why it matters,
consortium for research on Emotional Intelligence in organizations.
Coopersmith, S., (1990) The Antecedents of self esteem, Consulting Psychologists
Press
Deaux, K., Dane, F.C., Wrightman, L.S, & Sigelman, C.K. (1990). Social
psychology in the ‘90s. California :Pasific Grove.
Eisenberg, N.(2006). Social, emotional and personality development. 6th ed. Hand
book of child psychology.
105
Eisenberg,. N,. & Mussen,. P.H. (1989) The roots of prosocial behavior in
children. Cambridge University Press. Cambridge.
Ervin, S. (2003). The psychology of good and evil. Cambrdige.
Fajri, N. (2013). Pengaruh self-esteem, kecerdasan emosi dan konformitas teman
sebaya terhadap agresitifitas remaja. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
Farikha, R. (2011) Pengaruh tipe kepribadian big five dan kecerdasan emosi
terhadap perilaku prososial satuan polisi pamong praja kota tangerang.
Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Feldman, R.S. (1985). Social psychology : Theories, research and aplication.
United States of America: McGraw-Hill Companies.
Goleman .(1998). Working with Emotional Intelligence. New York. Bantam Dell.
Goleman, D. (1997). Kecerdasan emosional. Hermaya (terj). Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
Gregor, Gary, L, Conner Hubert, (1971) Reciptoral Altruisme : The effect of self-
esteem and anticipation of face-to-face on reciprocation. Annual convention
of the western psychological association, San Fransisco, California.
Hartaty, N. (1997). Perilaku dan Motif Prososial Anak Berbakat Intelektual
Umum. Thesis. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.
Heatherton, T ., Wyland, C . (2003). Assesing Self-esteem. Dartmouth Colege
Hills, P.R., Francis, L.J., & Jennings, P., (2011), Reseived School Short From
Coopersmith Self-Esteem Inventory. American Psychological Association,
Retrieved from PsycTEST.DOI: 10.1037/t0565-000.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan.5th. Jakarta: Erlangga.
Jannah, M. (2008). Hubungan antara kecerdasan ruhani dan tipe kepribadian
ekstrovert terhadap perilaku prososial pada santri. Skripsi. Surakarta. Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mayer, Caruso, Gill, Salovey (2003) Measuring Emotional Intelligence With the
MSCEIT V2.0. American Psychological Association. 3(1), 97-105. DOI: 10.
1037/1528-3542.3.1.97.
Minchinton, (1993). Maximum self esteem : The hand book for reclaiming your
sense of self worth. Kuala Lumpur. Golden books center Sdn, Bhd
106
Mruk, C.J. (2006). Self-Esteem research, theory and practice : Toward a positive
psychology of self-esteem.3rd ed. New York: Springer Publishing Company.
Inc
Nawawi, I., et, al. (2014). Syarah dan terjemah riyadhus shalihin. 10th ed.
Jakarta.Al-I;tishom.
Penner, L, A., Fritzsche, B, A., Craiger, J.P., Freifeld, T. R. (1995). Measuring the
Prosocial personality. Advances in personality assesment. 10. Hillsdale, NJ:
Erlbaum.
Pusa, V. (2010) Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial
pada karyawan area network PT Telkom Purwokerto. Skripsi. Semarang.
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Rudyanto, E. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan
spritual dengan perilaku prososial pada perawat. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sabiq, Z., & Asad. D. (2012) Kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan perilaku
prososial santri pondok pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Jurnal psikologi
Indonesia. 1 (2), 53-65.
Salovey, P., & Mayer (1990). Emotional intelligence. Baywood Publishing.
Santrock, J.W. (1995). Life Span development. Perkembangan Masa hidup,
Achmad & Juda (terj) Jakarta: Erlangga
Santrock, J.W. (2011). Masa perkembangan anak: Children. Pakpahan. V.
Anugraheni, W (terj). Jakarta: Salemba.
Sarwono,S.W., & Meinarno. (2009). Psikologi sosial. Jakarta : Salemba
Humanika.
Sears, O. D. Freedman, J. L., & Peplau, L. A . Social psychology. 5th . Michael
Driyanto (terj). 1994. Jakarta : Erlangga.
Srimanjaya, D. (2007) Hubungan antara Orientasi Keagamaan dan Harga diri
dengan Perilaku Prososial. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sweson,.R., & Prelow, H. (2004). Ethnic identity, self esteem, and perceived
efficacy as mediator of the relation of supportive parenting to psychosocial
outcomes among urban adolescents. Jurnal Of Adolescence (28), 465-477.
Taufik. (2012). Empati: pendekatan psikologi sosial. Jakarta : Rajawali Press.
107
Twenge, J., Ciarocco., N., Bartels., Baumeister, R., & De Wall, N. (2007). Social
exlucion: decreas prosocial behavior. Jurnal of Personality and Social
Psychology. 92 (1), 56-66.
Walgito, B. (2008). Psikologi sosial. Yogyakarta : Andi offset.
Wrightsman, S. L. (1977). Social Psychology. California : Wadsworth Publishing
Company, Inc.
Yusuf, Z., & Listiara, A. (2012). The difference between prosocial tendency
regular classes and special classes SMAN 1 and SMAN 3 Semarang. Jurnal
psikologi. 1 (1), 120-138.
Zanden, V. J. W. (1993). Human Development. 5th ed. United Stated Of America ;
Mc Graw-Hill,inc.
LAMPIRAN
Assalamualaikum Wr. Wb
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
sarjana di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya bermaksud
mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Self-esteem dan Kecerdasan Emosi
terhadap Perilaku Prososial pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta”. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapat saya
peroleh dengan adanya kerjasama adik-adik dalam mengisi skala ini.
Skala ini bukan tes, sehingga setiap orang bisa mempunyai jawaban
berbeda. Tidak ada jawaban salah dalam pengisian skala ini. Semua jawaban
adalah benar apabila sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran Adik-adik
sendiri tanpa pengaruh dari siapapun.
Jawaban yang Adik-adik berikan akan dijamin kerahasiaannya sehingga
tidak akan berakibat pada nilai Adik-adik. Atas perhatian dan kesediannya, saya
ucapkan terimakasih.
Hormat
saya,
Nuris Fakhma Hanana
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Kelas :
Usia :
Jenis kelamin :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
..............................................................
(Nama/Inisial dan tanda tangan)
PETUNJUK
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan, lalu berilah tanda checklist (√) pada
salah satu pilihan jawaban yang paling mewakili keadaan diri Anda pada saat ini.
Adapun pilihan jawaban tersebut adalah :
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa bahagia. √
Skala 1
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya dapat membantu orang lain dengan baik ketika banyak
orang yang melihat.
2 Saya merasa bahagia ketika dapat menyenangkan hati orang
yang sedang sedih.
3 Saya akan lebih cepat membantu seseorang, ketika berada
di tempat umum.
4 Manfaat utama dalam membantu adalah saya dianggap
baik.
5 Keuntungan akan saya dapatkan, jika membantu dihadapan
banyak orang.
6 Saya akan membantu orang lain yang berada dalam kondisi
darurat.
7. Ketika seseorang meminta pertolongan, saya akan langsung
membantunya
8. Saya lebih suka menyumbang tanpa menyebut nama.
9. Saya akan tetap membantu orang yang suka menyakiti
dirinya sendiri.
10. Saya akan tetap membantu orang, meskipun tidak ada
satupun orang yang mengetahui.
11. Saya cenderung untuk membantu orang lain yang sedang
tertekan perasaannya.
12. Saya ingin menjadi pusat perhatian saat membantu orang
lain.
13. Sangat mudah bagi saya membantu orang yang berada
dalam kesulitan.
14. Saya terbiasa membantu orang lain tanpa diketahui
siapapun.
15. Membantu orang lain, membuat saya disegani teman-teman.
16. Saya dengan cepat membantu jika situasinya menyentuh
perasaan saya.
17. Saya tidak segan membantu siapapun yang membutuhkan
bantuan.
18. Menurut saya membantu seseorang tanpa ada yang
mengetahui adalah hal yang membahagiakan.
19. Dengan beramal membuat saya terkenal.
20 Situasi yang menyentuh perasaan membuat saya ingin
membantu mereka yang membutuhkan.
21. Saya akan merasa lebih baik apabila menyumbang tanpa
diketahui orang lain.
22. Jika saya membantu seseorang, maka mereka harus
membantu saya.
23. Menurut saya membantu merupakan tanggung jawab
sebagai sesama makhluk hidup.
24. Saat melihat teman kesulitan saya bersikap acuh dan seolah
tidak tahu tentang kesulitan mereka.
25 Kehadiran orang lain, tidak mempengaruhi saya dalam
membantu seseorang.
26. Saya sering membantu orang lain yang tertimpa musibah.
27. Saya akan meluangkan waktu untuk membantu seseorang
yang berada dalam kondisi kritis.
28. Saya hanya akan membantu seseorang yang meminta
bantuan
29. Saya akan tetap membantu seseorang walapun tidak dalam
kondisi darurat
30. Saat memberikan bantuan kepada orang lain, biasanya
banyak yang saya pertimbangkan.
Skala 2
No Pernyataan STS TS S SS
1 Nilai-nilai saya selama ini membanggakan
2 Saya termasuk orang yang populer di Pondok.
3 Saya termasuk orang yang mudah menyerah.
4 Saya malu berbicara didepan kelas.
5 Banyak teman yang tidak menyukai saya.
6 Saya membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang baru.
7. Saya mampu mempengaruhi teman-teman dipondok untuk
aktif berbahasa Arab dan Inggris.
8. Teman-teman selalu mengikuti pendapat saya.
9. Saya termasuk orang yang mudah marah .
10. Saya mampu untuk mengikuti peraturan-peraturan pondok
selama menjadi santri.
11. Orang tua selalu menuntut agar saya mampu dalam segala
hal.
12. Orang tua saya bangga dengan prestasi yang saya miliki.
13. Saya sering merasa tidak berguna.
14. Saya adalah orang yang menyenangkan.
15. Jika saya mampu, ada banyak hal yang ingin saya ubah
dalam hidup ini.
16. Saya sering cemas saat mendapat tugas muhadhrahah.
17. Saya tidak menganggap serius ejekan dari teman-teman
saya.
18. Saya adalah orang yang rendah diri.
19. Saya mampu melakukan banyak hal seperti yang dapat
orang lain lakukan.
20 Saya mampu menghadapi ujian lisan dan tulisan dengan
tenang.
21. Saya selalu mempersiapkan diri dengan baik, dalam
menghadapi ujian.
22. Saya akan lulus pondok dengan nilai yang baik.
23. Banyaknya hafalan dipondok menjadikan saya semakin
bersungguh-sungguh dalam belajar.
24. Apa yang saya lakukan biasanya akan gagal.
25 Sangat sulit menjadi diri saya sendiri.
Skala 3
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada dalam
diri saya.
2 Saat sedang marah, saya lebih memilih diam daripada
berdebat apalagi berkelahi.
3 Saat terjadi perselisihan dengan teman, saya lebih memilih
untuk duduk sendiri dikamar.
4 Walaupun saya tahu apa saja yang menjadi peraturan
pondok, tetapi saya masih sering melanggar.
5 Ketika sedih, saya menjadi malas untuk mengerjakan tugas.
6 Saat sedih ataupun senang, saya mudah menceritakannya
kepada teman-teman.
7. Saat berdiskusi di kelas, saya cenderung diam.
8. Kesulitan yang saya hadapi membuat saya lebih dewasa dan
mandiri.
9. Saya mampu menghadapi stres dengan tenang.
10. Saya sulit melupakan masalah yang tidak menyenangkan.
11. Saya sering memberi semangat teman yang sedang
memiliki masalah.
12. Saya tidak mau mengawali percakapan dengan orang yang
belum saya kenal
13. Saya sering diminta teman-teman untuk memberikan
nasihat.
14. Saya mudah terpuruk saat gagal pada suatu pekerjaan
15. Saya suka mempelajari sesuatu yang baru.
16. Saat teman menceritakan masalahnya saya dapat ikut
merasakannya.
17. Saat ada teman yang berkelahi, saya lebih memilih untuk
menjauh dari mereka.
18. Saya sering menghindari teman yang ingin menceritakan
masalahnya pada saya.
19. Saya mudah berkawan dengan orang-orang yang baru saya
kenal.
20 Bekerjasama dengan orang lain hanya merepotkan saya.
21. Saya sering marah bila ada orang yang berbeda pendapat
dengan saya.
22. Saya mampu bekerjasama dengan baik.
23. Saat ada teman yang menceritakan masalahnya, saya akan
mendengarkannya dengan penuh perhatian.
24. Saat ada teman yang berselisih saya mampu mendamaikan
mereka.
25 Saat saya terlibat konflik dengan teman, saya akan
menceritakannya dalam group besar.
Terimakasih
semoga sukses selalu
Syntax perilaku prososial DATE: 12/15/2014 TIME: 9:48 L I S R E L 8.70 BY Karl G. Jöreskog& Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\prososial\baru alt\alt.spl: ujivaliditasaltruisme da ni=5 no=200 ma=pm la it4 it15 it19 it22 it23 pm sy fi=altruisme.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk altruism fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 2 td 2 1 pd ou tv mi ss
Lampiran 4
Syntax
Compliant Uji validitas compliant Da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=com.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk compliant fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 4 pd ou tv mi ss
Emotional Uji validitas emotional da ni=5 no=200 ma=pm la it2 it11 it16 it20 it26 pm sy fi=emotional.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk emotional fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 1 td 2 1 pd ou tv mi ss
public ujivaliditas public da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=publik.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk public fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss
anonymous
ujivaliditas anonymous da ni=5 no=200 ma=pm la it8 it10 it14 it18 it21 pm sy fi=anony.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk anonymous fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss
Dire Uji validitas dire da ni=5 no=200 ma=pm la it6 it9 it13 it27 it29 pm sy fi=dire.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk dire fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss
Syntax Self-Esteem
Successes Uji validitas sukses da ni=10 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 it6 it7 it8 it9 it10 pm sy fi=sukses.cor mo nx=10 nk=1 lx=fr td= sy,fi lk sukses fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 6 6 td 7 7 td 8 8 td 9 9 td 10 10 fr td 10 7 td 2 1 td 8 7 td 8 6 td 10 6 td 9 6 td 5 2 pd ou tv mi ss
Values
Uji Validitas Value da ni=5 no=200 ma=pm la it11 it12 it13 it14 it25 pm sy fi=value.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk value
fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 2 1
pd ou tv mi ss
Aspiration ujivaliditas aspirations da ni=5 no=200 ma=pm la it15 it19 it22 it23 it24 pm sy fi=asp.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk aspiration fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 3 2 pd ou tv mi ss
Defenses Uji validitas defenses dani=5 no=200 ma=pm la it16 it17 it18 it20 it21 pm sy fi=defences.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk defences fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 4 2 pd ou tv mi ss
Syntax kecerdasan emosi
Mengenaliemosisendiri Uji validitas mengenali emosi sendiri Da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=emosisendiri.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengenaliemosisendiri fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 4 td 4 2 pd ou tv mi ss
MengelolaEmosi
Uji validitas mengelola emosi da ni=5 no=200 ma=pm la it6 it7 it8 it9 it10 pm sy fi=mengelolaemosi.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengelolaemosi fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 2 pd ou tv mi s
Memotivasidiri
Uji Validitas motivasidiri da ni=5 no=200 ma=pm la it11 it12 it13 it14 it15 pm sy fi=motivasi.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk motivasidiri
fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 2 1
pd ou tv mi ss
Mengenaliemosi orang lain Uji validitas mengenali emosi orang lain da ni=5 no=200 ma=pm la it16 it17 it18 it19 it21 pm sy fi=emosioranglain.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengenaliemosi orang lain fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 4 1 td 4 2 td 5 1 pd ou tv mi ss
Keterampilansosial
Uji Validitasketerampilansosial Da ni=5 no=200 ma=pm la it20 it22 it23 it24 it25 pm sy fi=sosial.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk keterampilansosial fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 1 td 3 1
pd
ou tv mi ss
Path diagram altruisme
Lampiran 5
Path diagram CFA
Path diagram compliant
Path diagram emotional
Path diagram public
Path diagram anonymous
Path diagram dire
Path diagram sucsesess
Path diagram values
Path diagram aspirations
Path diagram defenses
Path diagram mengenali emosi sendiri
Path diagram mengelola emosi
Path diagram motivasi diri
Path diagram mengenali emosi orang lain
Path diagram keterampilan sosial