Download - eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/2562/1/BUKU MENGAJAR EFEKTIF.pdfeprints.unpam.ac.id
i
MENGAJAR EFEKTIF: PENDEKATAN BERPUSAT PADA MAHASISWA Penulis : Aeng Muhidin ISBN : 978-602-61423-6-8 Editor : Ubaid Al Faruq Saiful Anwar
Desain sampul dan Tata letak Ubaid Al Faruq Penerbit : UNPAM PRESS Redaksi : JL. Surya Kencana No. 1 Pamulang – Tangerang Selatan Telp. 021 7412566 Fax. 021 74709855 Email: [email protected] Cetakan pertama, April 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin penerbit
ii
Data Publikasi Unpam Press | Pusat Kajian Pembelajaran & Elearning Universitas Pamulang Gedung A. R. 211 Kampus 1 Universitas Pamulang Jalan Surya Kencana Nomor 1. Pamulang Barat, Tangerang Selatan, Banten. Website: www.unpam.ac.id | email: [email protected] Mengajar Efektif, Pendekatan Berpusat Pada Mahasiswa/ Aeng
Muhidin – 1sted. ISBN – 978-602-61423-6-8
1. Mengajar Efektif, Pendekatan Berpusat pada Mahasiswa 2. Muhidim III. Aeng. IV. Judul. B004-21042017-1 Ketua Unpam Press: Sewaka Koordinator Editorial: Aeng Muhidin, Ali Madinsyah Koordinator Bidang Hak Cipta: R.R. Dewi Anggraini Koordinator Produksi: Pranoto Koordinator Publikasi dan Dokumentasi: Ubaid Al Faruq Desain Cover: Ubaid Al Faruq Gambar Cover: https://evollution/com/opinions/ways-drive-student-engagement-succes; Walter Rankin Cetakan pertama, April 2017
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang menggandakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin penerbit
iii
PERSEMBAHAN
untuk seseorang
yang mengajak berkompetisi secara intelektual,
tetapi mengajak hidup bersama dalam satu atap rumah
iv
PENGANTAR
Buku teks ini menjelaskan dan memprediksi berbagai perilaku
dan fenomena belajar yang dapat membantu dosen dalam
merancang dan melaksanakan perkuliahan. Banyak mahasiswa
dihadapkan dengan beragam masalah belajar mulai dari faktor
interaksi, intelektual, sosial, sampai faktor-faktor emosional. Oleh
karena itu, dosen perlu memahami semua solusi pada beragam
masalah belajar yang dihadapi mahasiswa. Buku teks ini memberikan
tawaran strategi solutif yang dapat diterapkan dosen.
Untuk menjadi dosen yang efektif, Anda harus menguasai
strategi, jumlahnya tak terbatas. Di dalam buku teks ini, dibahas
berbagai variasi strategi. Di tiap bab, Anda akan menemukan topik-
topik khusus yang terus diulang berkali-kali seperti mengumpulkan
data tentang mahasiswa, pemodelan, tangga kognitif, dan
memperjelas capaian belajar dan kriteria penilaian pembelajaran,
semua itu guna membantu mahasiswa mencapai target capaian dan
penguasaan kompetensi. Strategi yang dibahas di buku ini,
merupakan jabaran dari pendekatan pembelajaran berpusat pada
mahasiswa, terutama sekali memfokuskan bagaimana dosen
memotivasi mahasiswa, meningkatkan harapan sukses dan
menumbuhkan iklim belajar untuk kesukesan akademik.
Strategi-strategi yang dibahas pada buku ini terkait erat dengan
kemampuan metodik dan didaktik yang harus dikuasai, dipraktekkan
dan ditingkatkan. Pendekatan berpusat pada mahasiswa menuntut
dosen untuk mengajar efektif. Meskipun buku ini sangat cocok untuk
dosen perguruan tinggi, para pendidik di jenjang menengah juga
dapat menggunakan strategi yang ditawarkan di buku teks ini.
v
DAFTAR ISI
Halaman Dalam ................................................................... i Lembar Persembahan .......................................................... iii Kata Pengantar .................................................................... iv Daftar isi .............................................................................. v Daftar Gambar ..................................................................... vi Prakata ................................................................................. vii BAGIAN I PENGANTAR Bab 1 Mengapa Pendekatan Berpusat Pada Mahasiswa .... 1
BAGIAN II KETERAMPILAN METODIK Bab 2 Mengaktifkan Pengetahuan Terdahulu ..................... 27 Bab 3 Menata Pengetahuan ................................................ 74 Bab 4 Belajar Penguasaan ................................................... 109
BAGIAN III KETERAMPILAN DIDAKTIK Bab 5 Menggunakan Teknik Umpan Balik ........................... 149 Bab 6 Mengaktifkan Motivasi Belajar .................................. 191 Bab 7 Menciptakan Suasana Kuliah Kondusif ..................... 222 Bab 8 Mendorong Keterampilan Metakognitif ................... 266
BAGIAN IV SILABUS BERPUSAT PADA PEMBELAJARAN Bab 9 Fokus Capaian Hasil Belajar ...................................... 311 Bab 10 Silabus Fokus Pada Capaian Belajar ....................... 329
Lampiran 1 Penilaian Diri Mahasiswa .................................. 373 Lampiran 2 Penggunaan Peta Konsep ................................ 378 Lampiran 3 Penggunaan Rubrik Penilaian .......................... 381 Lampiran 4 Perumusan Capaian Belajar .............................. 384 Lampiran 5 Aturan Perkuliahan ........................................... 387 Lampiran 6 Penggunaan Catatan Ujian ............................... 390 Lampiran 7 Item Penilaian ................................................... 393 Lampiran 8 Penggunaan Review Teman Sebaya ................ 395
Daftar Pustaka ..................................................................... 398 Indeks .................................................................................. 403 Tentang Penulis ................................................................... 408
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Akumulasi Kekayaan Pengetahuan ................... 32 Gambar 2. Kualitas Pengetahuan Terdahulu: Menghambat atau Mendukung Pembelajaran Materi Baru .................................. 33 Gambar 3. Perbedaan Ciri Penataan Pengetahuan antara Pemula dan Ahli ...................................... 81 Gambar 4. Perbedaan Penataan Pengetahuan Pemula dan Ahli ................................................. 86 Gambar 5. Tahapan Belajar Penguasaan ............................. 114 Gambar 6. Tahapan Menuju Penguasaan Materi ................. 116 Gambar 7. Siklus Pemberian Latihan ................................... 156 Gambar 8. Dampak Latihan Terhadap Tingkat Kemampuan .......................................... 166 Gambar 9. Siklus Pengembangan Keterampilan Metakognitif ................................. 272 Gambar 10. Hubungan Hierarkis Antara Capaian Belajar Umum dan Khusus antara ILO, PLO, dan CLO ................................. 314
vii
PRAKATA
Pengalaman sebagai dosen di perguruan tinggi dan berinteraksi dalam suatu program peningkatan kualitas pembelajaran, mendorong saya untuk menuliskan berbagai masalah yang ditemui di lapangan. Pada awalnya hanya ditulis dalam suatu catatan-catatan kecil di kertas-kertas yang berceceran, dan tidak saling berkaitan. Sang waktu yang memberikan kesempatan kepada saya untuk membaca kembali kertas-kertas berceceran, diikuti dengan dialog dengan rekan-rekan di Pusat Kajian Pembelajaran dan Elearning, serta referensi lama dan terbaru mengenai pembelajaran, juga pengalaman belajar di masa lalu, ketika duduk sebagai mahasiswa IKIP Jakarta [UNJ], mendorong penulis tergerak untuk menuliskan kembali kepingan-kepingan pikiran dan gagasan itu ke dalam buku ini.
Saya memberikan label, Mengajar Efektif, karena memang tujuannya agar para pembaca, baik guru maupun dosen, dapat melaksanakan pembelajaran yang membantu mahasiswa/siswa mencapai tujuan belajar dan penguasaan kompetensi. Kata "membantu" menjadi konsep inti dari kegiatan mengajar berpusat pada mahasiswa, berkonsekuensi pada tuntutan agar dosen menguasai dua keterampilan, keterampilan metodik dan didaktik. Sebagai suatu metode, keterampilan metodik terkait dengan cara dosen mentransfer [berbeda arti dari kata transmisi yang lebih bermakna negatif] pengetahuan dan keterampilan, dan keterampilan didaktik, cara membangun kesadaran mahasiswa tentang bagaimana seharusnya belajar. Dua keterampilan itu, metodik dan didaktik, harus benar-benar dikuasai oleh dosen. Termasuk dalam keterampilan metodik adalah mengaktifkan pengetahuan mahasiswa sebelumnya, membantu mahasiswa membangun pengetahuan yang terstruktur, dan membantu mahasiswa untuk belajar menguasai pengetahuan dan keterampilan. Keterampilan didaktik adalah kemampuan untuk mendorong mahasiswa untuk belajar, termasuk penggunaan teknik umpan balik, motivasi belajar, membangun suasana kelas dan keterampilan berfikir metakognitif.
Mengajar efektif dipercaya sebagai sesuatu yang harus diyakini untuk dilaksanakan oleh dosen perguruan tinggi. Tanpa penguasaan dua keterampilan utama itu, dosen tidak akan mampu mengantarkan
viii
mahasiswa pada pencapaian tujuan belajar. Dalam buku teks ini akan disajikan berbagai contoh kasus masalah perilaku belajar di perguruan tinggi, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami konteks penggunaan berbagai metode mengajar efektif. Setiap perilaku belajar tertentu akan menawarkan penerapan metode tertentu. Diyakini dan didukung oleh hasil penelitian pada topik yang sesuai dengan masalah yang ditemui di berbagai ruang kuliah, saya yakin bahwa metode-metode yang ditawarkan di buku ini patut dicoba.
Tentu saja, komitmen untuk menerapkan berbagai metode yang ditawarkan buku ini terkadang dihadapkan pada bukti-bukti yang bertolak belakang dengan apa yang Anda alami sekarang ini. Saya yakin, bahwa akar persoalannya bukan terletak pada lemahnya ekplanasi dan bukti yang diusung dalam buku ini, tetapi, terutama sekali, seringkali pembaca sudah punya gambaran yang jelas tentang hasil yang akan terjadi, sebelum tumbuh keyakinan bahwa langkah-langkah yang ditawarkan dalam buku ini telah dijalankan sepenuhnya. Meskipun begitu, tidak menutup keyakinan bahwa pembaca dapat menemukan cara-cara baru yang sesuai dengan lingkungan akademik tempat pembaca bekerja, tentu saja, hasilnya adalah menemukan metode baru dalam mengajar efektif.
Ditulisnya buku ini diharapkan memberikan rangsangan kepada pembaca untuk mencoba melakukan pembaharuan dalam cara Anda mengajar, mengubah cara Anda mengajar agar tidak seperti dosen-dosen Anda mengajar ketika Anda masih menjadi mahasiswa mereka. Buku teks ini ditulis dalam rangka untuk mendorong pembaca agar memiliki keyakinan baru bahwa pembelajaran berpusat pada mahasiswa adalah pembelajaran yang sejatinya dapat mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang siap menghadapi kehidupan di masa mendatang. Selamat mencoba dan menemukan keajaiban di kelas Anda !
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
1
BAB 1
MENGAPA PENDEKATAN BERPUSAT PADA MAHASISWA
Mengajar itu bukan untuk Anda; tetapi untuk mereka, memberikan pelajaran agar mahasiswa memperoleh 'sesuatu' dari kegiatan
belajar.
PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA MAHASISWA
Saat ini, masyarakat benar-benar ragu akan pendidikan tinggi,
sebagaimana dikemukakan oleh Barkley, Cross, dan Mayor (2005: xi),
“...saat ini, mahasiswa dan orang tua berpandangan bahwa kuliah di
perguruan tinggi bukan suatu keharusan. . . legislator, lembaga
akreditasi, masyarakat, terutama para pengusaha, mempertanyakan
apakah mahasiswa benar-benar belajar di perguruan tinggi, mereka
mentuntut bukti”. Bukan hal yang aneh, bahwa lulusan perguruan
tinggi tidak banyak terserap di dunia kerja, karena rendahnya
kompetensi.
Masyarakat menuntut lulusan perguruan tinggi untuk mampu
berkomunikasi, berpikir kritis, dan kerja tim. Kemampuan itu
merupakan keterampilan yang harus dimiliki semua lulusan perguruan
tinggi. Kenyataannya, bahwa para lulusan perguruan tinggi, belum
siap bekerja, sebgaimana diungkapkan oleh Kuh (2007:12) bahwa
“sebanyak empat dari lima lulusan perguruan tinggi membutuhkan
pendidikan tambahan, agar mereka siap bekerja di era ekonomi
kompetitif”. Selaras dengan pengakuan dari berbagai pihak tentang
rendahnya kualitas lulusan perguruan tinggi, universitas berusaha
untuk memenuhi tuntutan para pengguna lulusan, dengan merubah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
2
fokus dari cara mengajar mahasiswa menjadi bagaimana mengajarkan
cara mahasiswa belajar.
Pembelajaran berpusat pada mahasiswa berarti pembelajaran
yang mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, minat, dan motivasi
mahasiswa yang bervariasi. Sejumlah publikasi terbaru memperkuat
dorongan perlunya dosen merubah paradigma, dari berpusat pada
pengajaran menjadi berpusat pada pembelajaran. Tuntutan
perubahan paradigma itu, sebagian karena di era yang disebut zaman
milenium, para dosen berhadapan dengan generasi Millenia [M].
Banyak yang telah menulis tentang generasi-M. McGuire dan Williams
(2002: 186) mencirikan generasi-M adalah generasi mentalitas
konsumen, akses komputer di mana-mana, dan intoleransi pada
pendidikan non-teknik. Generasi-M juga dicirikan sebagai generasi
yang berorientasi tim. Howe, Strauss, dan Matson (2000:44)
menyatakan, “... dari permainan sepakbola sampai sekolah tinggi
semuanya serba beranekaragam, menekankan pada kerja tim,
generasi-M perlu didorong untuk mengembangkan naluri tim yang
kuat dan ikatan kelompok begitu kuat." Carlson (2005:36), mengutip
R.T Sweeney, menambahkan, “... di sekolah dasar mereka didorong
untuk berkolaborasi yang menjelaskan mengapa belajar kolaboratif di
perguruan tinggi begitu populer saat ini. . . kolaborasi baik dalam
hubungan pribadi maupun kenyataan”.
Ciri berikutnya, generasi-M kurang menganggap penting
pendidikikan liberal. Mereka lebih tertarik pada pendidikan yang
berorientasi karir yang memungkinkan mereka dapat hidup lebih baik.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
3
Sweeney menyatakan bahwa generasi-M begitu kaku: “... mereka
ingin belajar, tetapi mereka ingin belajar hanya pada apa yang harus
mereka pelajari, dan mereka ingin belajar dalam gaya belajar yang
terbaik menurut mereka. . . mereka cenderung lebih memilih belajar
dengan melakukan," (Carlson, 2005: 36), Learning by Doing.
Kenyataan itu mendorong dosen untuk merubah diri dan
merubah paradigma mengajar. Strauss dan Howe (2005: 24)
mengingatkan : “... jika Generasi-M menganggap professor tidak bisa
lagi mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk hidup sukses, maka perguruan tinggi harus waspada. Banyak
dari mereka akan mengundurkan diri, jumlah mahasiswa yang
terdaftar di perguruan tinggi bisa jadi menurun, dan angka DO
meningkat tajam”. Lebih positif, Harris dan Cullen (2007:5) mencatat
bahwa bahwa generasi-M berpandangan bahwa “... belajar itu
melakukan bukannya mengetahui, karena itu mereka lebih menyukai
belajar mengalami dan trial and error daripada pengetahuan
abstrak". Kenyataan itu mencerminkan perlunya perubahan menuju
pembelajaran berpusat pada mahasiswa, student-centered learning .
Kehidupan saat ini menuntut mahasiswa untuk mengetahui cara
belajar, baik belajar sendiri maupun belajar bersama orang lain,
belajar dan bekerja sama dengan orang lain. Setelah lulus kuliah,
mahasiswa Anda akan berhadapan dengan masalah hidup yang
kompleks dan mereka akan segera menyadari bahwa ada begitu
banyak kontradiksi, ambiguitas, dan perubahan yang terjadi, dengan
apa yang dipelajari di kampus. Berhadapan dengan beragam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
4
perspektif, seringkali bertentangan, mereka akan terus dipaksa untuk
keluar dari pola pikir lama, untuk berpikir dengan cara baru. Jika
mahasiwa tidak mampu belajar sendiri dan belajar bekerjasama dalam
tim, maka mereka tidak akan mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan dunia di masa mendatang. Association of American
Colleges and Universities (2002: 1) membingkai situasi ini,
sebagaimana dapat Anda simak pada kutipan berikut:
“Dunia ini kompleks, saling berhubungan, dan lebih bergantung kepada pengetahuan daripada dunia sebelumnya. Perguruan tinggi telah menjadi identitas semu bagi individu untuk membangun dan memuaskan kehidupan dan karir. Dalam dunia yang mengalami perubahan begitu dahsyat, setiap peningkatan jenis pekerjaan telah diikuti dengan peningkatan dramatis dalam persyaratan pendidikan. Mayoritas pekerjaan sekarang diselenggarakan oleh orang-orang yang memiliki hubungan dengan setidaknya beberapa perguruan tinggi, dan pekerjaan tumbuh dan berkembang begitu cepat hanya tersedia untuk para pekerja yang mendapatkan pendidikan terbaik.”
Mempersiapkan mahasiswa untuk belajar seumur hidup secara
terarah dan efektif, memiliki konsekuensi logis pada cara dosen dalam
menetapkan materi, menata struktur pengetahuan, serta strategi yang
digunakan mendorong kegiatan pembelajaran. Mahasiswa dituntut
untuk mengasah kemampuan berfikir, diasah untuk mengolah
informasi dan memanfaatkannya. Mahasiswa Anda akan hidup dan
bekerja di tengah-tengah dunia ketika kualitas dan kuantitas informasi
berubah dengan cepat dan apa yang dianggap sebagai pengetahuan
dan kebenaran terus berubah sepanjang waktu dan di setiap konteks
situasi. Efek dari teknologi komunikasi dan informasi telah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
5
menghasilkan perubahan besar dalam cara kita hidup dan bekerja.
Bagaimana tidak, informasi apapun yang kita inginkan, hanya dengan
menggerakkan jari pada sebuah aplikasi telepon genggam yang
canggih.
Sejumlah penelitian, buku, dan artikel terbaru telah difokuskan
pada cara mahasiswa belajar, belajar di era informasi yang berlimpah.
Bransford, Brown, dan Cocking (2000) How People Learning
mengejek para dosen yang memiliki komitmen pada kualitas
pembelajaran, tetapi mengabaikan penelitian dengan implikasi yang
begitu jelas tentang pengajaran berpusat pada mahasiswa. Dalam
penelitian yang dilakukan Beichner (2006) tentang pembelajaran aktif
dan implikasinya bagi semua aspek pembelajaran dan pengajaran,
termasuk desain lingkungan belajar, rasanya sulit untuk menolak
kenyataan bahwa pengajaran yang biasa-biasa saja, mempersiapkan
dan memberikan ceramah kemudian meminta mahasiswa
memuntahkan fakta pada penilaian yang berbentuk uraian singkat
atau beberapa tes pilihan ganda, adalah pengajaran yang tidak sesuai
dengan tuntutan abad ke-20. Faktanya, Fink (2000:3) menyimpulkan,
“... penelitian tentang pendidikan selama 25 tahun telah
membenarkan dugaan bahwa apa yang ditransmisikan ke mahasiswa
melalui kuliah tidak dapat dipertahankan untuk waktu yang sangat
lama”. Hal itu menunjukkan bahwa dosen harus segera merubah diri.
Belajar adalah proses aktif, konstruktif, dan kontekstual.
Pengetahuan baru diperoleh dalam kaitannya dengan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya; informasi menjadi bermakna ketika
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
6
disajikan dan diperoleh dalam beberapa jenis dan kerangka
penataan. Berdasarkan perspektif berpusat pada mahasiswa, tugas
dosen adalah untuk berinteraksi dengan mahasiswa dengan cara yang
memungkinkan mereka untuk memperoleh informasi baru,
melatihkan keterampilan baru, mengkonfigurasi ulang apa yang
sudah mereka ketahui, dan mengenali apakah mereka telah belajar.
Sebuah pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiwa
berimplikasi kuat pada cara mengajar Anda sebagai dosen. Dosen
harus menjawab beberapa pertanyaan: Apa artinya menjadi orang
yang menguasai disiplin ilmu atau bidang tertentu?; Bagaimana
keterkaitan antara mata kuliah yang Anda ampu dengan tujuan
program studi, dengan mata kuliah yang lain di dalam program
studi?, dan; Apa yang menjadi niat dan tujuan Anda dalam menilai
pembelajaran?. Pendekatan berpusat pada mahasiswa menuntut
Anda untuk memikirkan implikasi gaya mengajar Anda pada
kemampuan mahasiswa; keputusan yang Anda buat tentang strategi
pengajaran dan bentuk penilaian; dan cara-cara mengajar yang sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa yang beragam. Pelaksanaan peran dan
tanggungjawab Anda sebagai dosen dapat mempengaruhi
kesuksesan mahasiswa Anda di masa mendatang.
SEKILAS PANDANG TENTANG MENGAJAR
Mengajar bukan sesuatu yang asing bagi Anda, itu kerjaan Anda
sehari-hari. Begitu juga dengan saya. Anda pun pasti sudah memiliki
pandangan dan keyakinan tentang mengajar. Anda mungkin sudah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
7
punya metafor tentang mengajar. Apa arti mengajar buat Anda? Itu
keyakinan Anda. Barangkali di sini, saya akan menjelaskan keyakinan
saya. Anda mungkin tidak setuju, hal yang wajar. Tetapi, alangkah
baiknya saya menjelaskan pandangan saya, yang mungkin
bermanfaat untuk Anda.
Kata mengajar, instruction [Inggris, berarti: perintah]. Dalam
bahasa Ibu saya, ngawulang [Sunda, berarti "mengulang"]. Terkesan
dekat dengan perenialisme, ngawulang, memberikan kembali
sesuatu yang baik yang sudah diterima, untuk diteruskan (ngawulang).
Begitu, kata mengajar atau ngawulang sama dengan instruction,
berarti memberikan perintah. Sebagai kata kerja, instruction, berarti
dosen harus memberikan perintah kepada mahasiswa. Tentu saja,
sebagai suatu perintah, berarti ada pesan (isi) dari perintah itu. Isi dari
perintah biasanya berupa meminta orang lain [mahasiswa] untuk
melakukan sesuatu. Jika seorang ayah memerintahkan anaknya,
"Adik, tolong ambilkan ayah gelas yang ada di meja", berarti si Ayah
memerintahkan si-Adik untuk melakukan sesuatu [mengambil gelas]
yang ada di meja. Ada tiga kemungkinan tanggapan ketika si Adik
menerima perintah itu dari ayahnya: (1) Menolak perintah, berarti
tidak melakukan apa yang diperintahkan; (2) Mengerjakan apa yang
diperintahkan dengan benar, berarti "Si Adik mengambil gelas, bukan
mengambil piring"; (3) Mengerjakan apa yang diperintahkan dengan
salah, berarti "Si Adik mengambil piring, bukan mengambil gelas".
Kegiatan mengajar terkait dengan kondisi seperti di si Ayah.
Mari kita bahas satu per satu. Pertama, si Adik menanggapinya
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
8
dengan menolak perintah [Si Adik tidak mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh si Ayah]. Mengapa si Adik menolak perintah ayah?
Ada banyak kemungkinan, yaitu Si Adik sedang mengerjakan sesuatu
yang lain yang dianggap lebih penting daripada mengerjakan
perintah Ayah. Ketika si Adik menerima perintah, Adik menjawab:
"Maaf ayah, Aku sedang menggambar pesawat luar angkasa, ... besar
sekali". Dari jawaban si Adik, si Ayah tahu bahwa dalam pikiran si
Adik, menggambar pesawat luar angkasa lebih penting daripada
mengambil gelas.
Dari contoh tersebut kita dapat mengetahui bahwa seseorang
akan mengerjakan perintah orang lain ketika apa yang harus
dikerjakan itu lebih penting dibandingkan yang lain. Ketika si Adik
menganggap lebih penting menggambar pesawat luar angkasa,
maka si Adik menganggap tidak lebih penting mengambil gelas.
Sama persis dengan situasi yang dihadapi dosen di kelas. Ketika Anda
[dosen] mengajar, maka isi perintah belajar haruslah sesuatu yang
penting buat mahasiswa Anda, sehingga mahasiswa Anda mau
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Anda. Tentu menjadi
tantangan sendiri buat Anda: bagaimana agar apa yang Anda anggap
penting juga dianggap penting oleh mahasiswa Anda. Tidak menutup
kemungkinan, apa yang Anda anggap penting, tidak dianggap
penting oleh mahasiswa. Kepentingan menjadi satu konsep penting
dalam pembelajaran dan kepentingan terkait dengan motivasi
belajar. Di buku ini kita akan membahasnya pada Bab 6.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
9
Kedua, si Adik mengerjakan apa yang diperintahkan oleh si Ayah
dengan benar. Dalam konteks si Adik mau mengerjakan perintah
Ayah, berarti si Adik sudah merasa lebih penting mengerjakan
perintah Ayah dibandingkan yang lain. Tentu motivasi untuk
menunjukkan kepatuhan melaksanakan perintah si Ayah 'mengambil
gelas' dianggap lebih penting dibandingkan mengerjakan yang lain
menggambar pesawat luar angkasa. Si Adik dikatakan mengerjakan
dengan benar perintah Ayah, ketika si Adik berhasil mengambil gelas,
bukan mengambil piring. Pertanyaannya: "Mengapa si Adik mampu
mengerjakan perintah Ayah dengan benar?" Seseorang dapat
melakukan sesuatu dengan benar ketika terpenuhi dua syarat: [1]
mengerti apa yang diperintahkan; [2] memiliki kemampuan untuk
mengerjakannya.
Pada kondisi pertama, si Adik mengerti isi perintah: "Adik tolong
ambilkan ayah gelas yang ada di meja". Ketika mengerti isi perintah,
berarti Adik mampu menerjemahkan arti dan maksud dari perintah
Ayah. Si Adik mengerti arti dan maksud "mengambil" [bukan
membanting], mengerti arti dan maksud "gelas" [bukan piring],
mengerti arti dan maksud "yang ada" [bukan yang tidak ada], dan
mengerti arti dan maksud "meja" [bukan kulkas]. Ketika si Adik
mengerti arti dan maksud dari pesan Ayah, maka "si Adik akan
mengambil gelas yang ada di meja", bukan membanting gelas yang
ada di meja [kesalahan tingkat 1]; mengambil gelas yang ada di rak
[kesalahan tingkat 2]; mengambil piring yang ada di meja [kesalahan
tingkat 3]; membanting piring yang ada di meja [kesalahan tingkat 4];
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
10
membanting piring yang ada di rak [kesalahan tingkat 5] Tingkatan
kesalahan dari 1 sampai dengan 5 mencerminkan bahwa semakin
tidak mengerti arti dan makna dari pesan [materi kuliah], akan semakin
jauh menginterpretasikan pesan [materi kuliah], dan semakin jauh
kesalahan yang terjadi [incompetencies]. Dari situasi itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa penguasaan nalar adalah penting dalam
kegiatan pengajaran. Kita akan membahasnya panjang lebar dalam
Bab 2 dan Bab 3.
Pada kondisi kedua, si Adik memiliki kemampuan untuk
mengerjakan apa yang diperintahkannya. Mengambil menuntut
kemampuan berjalan, memegang, dan memindahkan. Bayangkan jika
si Adik tidak memiliki tiga kemampuan itu, apakah si Adik mampu
mengerjakan apa yang diperintahkan Ayah?. Tentu tidak.
Kemampuan untuk melakukan tugas kompleks membutuhkan
penguasaan komponen keterampilan. Kita nanti akan membahasnya
panjang lebar di Bab 4. Ketiga, si Adik mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh si Ayah dengan salah. Kesalahan terjadi ketika
kedua syarat, yakni: [1] tidak mengerti apa yang diperintahkan; [2]
tidak memiliki kemampuan untuk mengerjakannya.
Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami dua hal, yaitu
pertama, pastikan perintahnya jelas. Ambilkan gelas yang ada di
meja, bukan "Ambilkan alat untuk minum yang ada di meja" atau
hanya "Ambilkan gelas". Perintah yang jelas dapat membuat si
penerima perintah memahami apa yang diinginkan oleh si pemberi
perintah. Kedua, pastikan mahasiswa mengerti pesan perintah. Jika si
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
11
penerima perintah tidak mengerti arti dan maksud perintah, maka si
penerima perintah akan membuat kesalahan. Kenyataannya,
kemungkinan mahasiswa tidak memiliki pengetahuan tentang arti dan
makna dari pesan. Ketika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar
mahasiswa melakukan kesalahan. Lalu siapa yang salah? Jawabannya
pasti, dosen. Mahasiswa tidak akan melakukan kesalahan, jika dosen
menyampaikan perintah yang jelas dan mahasiswa mengerti apa yang
diperintahkan dosen, dan memiliki kemampuan prasyarat untuk
mengerjakan perintah dosen. Kebanyakan dosen selalu
mengasumsikan bahwa mahasiswa memahami apa yang
diperintahkan dosen, tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Ketiga,
pastikan untuk membentuk motivasi mahasiswa. Meyakinkan bahwa
mengerjakan apa yang diperintahkan [belajar] lebih penting daripada
mengerjakan yang lain. Itu penting.
Pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa (student-
centered learning) menuntut Anda untuk mengajar sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan mahasiswa. Ketika mahasiswa
menganggap kuliah dengan dosen itu lebih penting daripada
mengerjakan yang lain, tugas berikutnya adalah memastikan bahwa
mahasiswa mau belajar dan mampu belajar. Kata "mau" dan
"mampu" dua hal yang berbeda, tidak ada yang harus didahulukan.
Kemauan dan kemampuan, dua-duanya penting. Jika mahasiswa
memiliki "kemauan" mengerjakan perintah, tetapi tidak memiliki
"kemampuan", mahasiswa akan mengerjakan dengan salah. Begitu
sebaliknya, ketika mahasiswa memiliki "kemampuan" tetapi tidak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
12
memiliki "kemauan", maka perintah dosen tidak akan dikerjakan.
Kebanyakan dosen seringkali membuat asumsi, mahasiswa adalah
manusia dewasa, mereka sudah harus bisa berfikir. Itu asumsi yang
keliru, saya kira. Karena umur seringkali tidak ada kaitannya dengan
kedewasaan berfikir dan berasumsi bahwa semua mahasiswa adalah
manusia dewasa, itu kekeliruan fatal. Tidak semua mahasiswa adalah
manusia dewasa.
Dalam penjelasan berikutnya, kita akan mengupas dua tema
penting dalam pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa,
yaitu "kemauan" [motivation] dan "kemampuan" [ability]. Dalam
buku ini, akan dijelaskan tentang konsep pembelajaran, konsep
mahasiswa, dan konsep berpusat, lalu konsep pembelajaran berpusat
pada mahasiswa. Dosen tidak akan melaksanakan tugas
profesionalnya dengan efektif [mengajar efektif], jika tidak memahami
konsep "kemauan" dan "kemampuan" itu dengan benar. Dosen tidak
akan mampu mengajar untuk membekali "keahlian", jika tidak
mengetahui strategi dan metode untuk membangun "kemauan" dan
"kemampuan".
Mengajar adalah kegiatan yang kompleks, namun sebagian
besar dari kita belum menerima pelajaran penting dalam pedagogi.
Selanjutnya, mengajar merupakan kegiatan yang sangat kontekstual
karena mengajar dibentuk oleh apa yang dimiliki oleh mahasiswa,
kemajuan belajar yang mereka peroleh, perubahan teknologi, dan
sebagainya. Oleh karena itu, dosen harus mampu beradaptasi
dengan berbagai perubahan. Meskipun implementasi dari semua
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
13
tawaran dalam buku ini, tidak semuanya dapat terwujud dengan baik;
mungkin hanya beberapa, tetapi dapat membantu dosen untuk
melaksanakan dan meningkatkan pengajaran. Meskipun tawaran-
tawaran solusi yang dibahas dalam buku ini tidak harus dilaksanakan
secara sempurna dalam sekali waktu, tetapi semakin lama, Anda harus
mampu meningkatkan kemampuan mengajar yang efektif.
Belajar untuk meningkatkan pengajaran adalah proses
perbaikan yang sifatnya progresif. Seperti proses belajar lainnya, buku
ini menawarkan kepada Anda untuk terus mempelajari keterampilan
didaktik dan metodik. Seperti mahasiswa, Anda memiliki banyak
pengetahuan sebelumnya, yang tanpa kita sadari/disadari kita telah
menerapkan pengetahuan itu dalam praktek selama ini, dan
pengetahuan sebelumnya mempengaruhi Anda untuk belajar lebih
lanjut tentang pengajaran yang dijelaskan di buku ini. Pengetahuan
Anda sebelumnya, bisa saja kurang cukup, tidak akurat, atau tidak
cocok, sehingga menghambat pembelajaran lebih lanjut. Sebagai
seorang ahli di bidang ilmu masing-masing, Anda memiliki
pengetahuan yang kaya, tapi itu saja tidak cukup untuk melaksanakan
pengajaran yang efektif. Beberapa dari Anda juga memiliki
pemahaman yang keliru bahwa mengajar yang baik adalah mengajar
dengan kepribadian yang menghibur dan menyenangkan mahasiswa.
Kalau Anda mempersepsikan mengajar seperti itu, mungkin Anda
menganggap dosen sebagai badut, bahwa untuk menjadi guru yang
baik harus lucu dan pandai bercerita. Pengetahuan seperti itu bukan
hanya tidak akurat, tetapi juga bermasalah karena mengajar seperti
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
14
badut bukanlah mengajar yang memungkinkan tumbuhnya
pengetahuan.
Meskipun pengalaman Anda sendiri sebagai pembelajar begitu
membantu, itu sama dengan menganggap bahwa semua mahasiswa
akan berbagi pengalaman yang sama dengan apa yang Anda lakukan
dan oleh karena itu, metode mengajar apa pun yang digunakan,
dosen harus bekerja untuk mahasiswa, bukan untuk kepentingan
Anda sendiri. Sebagaimana akan dijelaskan dalam buku ini, Anda
harus memahami dan menyadari bahwa Anda dan mahasiswa, dua
manusia yang berbeda dalam banyak hal. Itu penting untuk Anda
yang memilih profesi dosen.
Dilihat dari sisi mahasiswa, mengajar berarti melaksanakan cara
untuk membangun pengetahuan mahasiswa Anda sebelumnya,
sampai mereka memiliki pengetahuan yang kaya, akurat, cukup, dan
relevan dengan kehidupan mereka saat ini dan masa mendatang.
Menggunakan pengetahuan yang ada dalam buku ini, menuntut
Anda untuk terus melakukan perubahan dan penyesuaian diri untuk
membangun pengetahuan mahasiswa. Tentu saja, dalam
hubungannya dengan pengetahuan Anda sebelumnya, Anda juga
perlu perlu memikirkan bagaimana Anda menata pengetahuan Anda
sendiri tentang mengajar efektif. Banyak dari para lulusan perguruan
tinggi yang memulai karir sebagai dosen, tanpa jaringan pengetahuan
yang kaya, terpadu, dan fleksibel tentang mengajar efektif.
Kebanyakan dari orang-orang yang memilih profesi dosen hanya
sebagai kebetulan saja, tanpa spirit sedikit pun. Sebagai contoh,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
15
cukup umum ditemui di kalangan dosen, bahwa tugas mengajar
adalah tugas untuk menyampaikan materi, membacakan isi
powerpoint, memberikan soal, menilai dan mengambil keputusan.
Semua kegiatan itu tanpa ada landasan pedagogi yang jelas. Jelas,
bahwa praktik-praktik itu mungkin Anda lakukan dari warisan
perguruan tinggi Anda sendiri. Praktik-praktik seperti itu mungkin
lahir dari kebiasaan dosen-dosen Anda dulu ketika Anda sebagai
mahasiswa, kemudian itu diteruskan oleh Anda, tanpa Anda kritisi
terlebih dahulu. Lebih parah lagi, Anda menganggap bahwa praktik-
praktik mengajar yang dilakukan oleh dosen Anda dulu sebagai suatu
kebenaran.
Buku ini memberikan penjelasan dan mendorong agar Anda
sebagai dosen mampu menata pengetahuan Anda sendiri tentang
mengajar efektif. Tanpa memiliki kemampuan untuk menata
pengetahuan, Anda tidak akan menyerap pencerahan yang
ditawarkan di buku ini. Penataan pengetahuan lahir dari pembiasaan,
bukan sesuatu yang begitu saja diadopsi. Anda sendiri harus
mencoba untuk belatih menata pengetahuan Anda sendiri tentang
mengajar efektif, sehingga Anda mampu memahami isi buku ini
dengan jelas. Anda tidak hanya dituntut untuk menata pengetahuan
tentang mengajar efektif dengan struktur dan pemahaman yang
dangkal. Anda dituntut untuk membangun pengetahuan Anda
tentang mengajar efektif secara mendalam, fleksibel dan sistematis.
Tawaran-tawaran strategi mengajar efektif yang disajikan dalam
buku ini menawarkan struktur pengetahuan yang lebih bermakna,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
16
menuntut Anda untuk mengorganisir dan mengembangkan
pengetahuan Anda tentang mengajar efektif. Pengetahuan itu akan
membantu Anda, misalnya, ketika Anda merencanakan Silabus dan
perkuliahan untuk mata kuliah yang baru Anda ampu. Tetapi,
memperbaiki kualitas pengajaran, tidak hanya proses kognitif. Juga
penting untuk mempertimbangkan motivasi untuk belajar (dan terus
untuk belajar) tentang mengajar efektif. Mengingat banyak kendala
lainnya, Anda harus berfikir tentang upaya-upaya apa yang dapat
mempertahankan motivasi Anda untuk melaksanakan pengajaran
yang efektif.
Seperti yang akan dijelaskan pada buku ini, motivasi dibentuk
oleh dua hal, yaitu nilai dan harapan. Apa nilai yang paling Anda
anggap penting untuk pengajaran efektif? Anda sendiri yang harus
menemukan nilai itu. Satu nilai yang penting bagi dosen menurut saya
adalah efisiensi. Semua dosen punya kesibukan, tetapi orang yang
memiliki spirit dalam dirinya, akan meluangkan waktu untuk
mempelajari pengatahuan tentang mengajar efektif. Oleh karena itu,
penting bahwa Anda harus menginvestasikan waktu Anda untuk
belajar tentang mengajar efektif. Investasi waktu Anda akan
terbayarkan sudah. Tidak akan ada yang terbuang percuma, jika Anda
sebagai dosen meluangkan waktu untuk belajar, belajar, dan belajar.
Dosen bukan dewa ganesha, karena itu dosen juga harus belajar.
Bukan cuma menuntut mahasiswa untuk belajar, dosen juga harus
belajar bagaimana cara mengajar.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
17
Beberapa strategi mengajar dalam buku ini menuntut Anda
untuk menginvestasikan banyak waktu. Investasi waktu yang Anda
diberikan pada hari ini dapat mendatangkan keuntungan di masa
depan. Misalnya, Anda akan mempelajari bagaimana cara menyusun
rubrik, itu memakan waktu, terutama jika Anda belum pernah
membuatnya, tetapi juga menghemat waktu di periode waku
berikutnya, ketika memasuki semester berikutnya, ketika Anda harus
memberikan penilaian dan mengurangi keluhan dari mahasiswa.
Selain itu rubrik penilaian memiliki manfaat tersendiri bagi mahasiswa.
Dari sisi harapan, dosen lebih cenderung terus termotivasi untuk
mengajar lebih baik, ketika Anda menetapkan tujuan mengajar untuk
diri kita sendiri secara realistis, sehingga Anda dapat
mempertahankan keyakinan dan kepercayaan akan realisasi harapan
Anda, ketika Anda menemukan hambatan dalam praktik mengajar di
kemudian hari. Harapan, misalnya, Anda berkonsentrasi pada
peningkatan satu atau dua aspek pengajaran di semester tertentu,
daripada mencoba untuk mengatasi segala sesuatu secara
bersamaan. Sebagai dosen, Anda harus memiliki spirit perubahan dan
perbaikan kualitas mahasiswa Anda. Anda adalah tulang punggung
untuk kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Memiliki harapan
bukan berarti Anda menuntut perubahan kebijakan pemerintah. Alih-
alih Anda menuntut perubahan radikal untuk pendidikan, Anda
sendiri tidak pernah melakukan perubahan dalam cara mengajar.
Anda sendiri harus mencoba menetapkan harapan dan melakukan
perubahan lebih bertahap. Semisal, cobalah Anda bercermin pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
18
diri Anda sendiri, apakah Anda benar-benar menguasai ilmu yang
Anda ajarkan kepada mahasiswa. Sejauh jawaban itu dari pikiran yang
jernih, mungkin Anda akan menyadari bahwa Anda belum
mengetahui apa-apa atas ilmu yang Anda ajarkan. Kesadaran atas
pengetahuan yang Anda miliki itu masih kurang, mungkin itu menjadi
awal bagi Anda untuk melakukan perubahan. Mungkin Anda
mencoba untuk membeli dan membaca kembali buku-buku terbaru,
jurnal-jurnal ilmu pengetahuan tentang ilmu Anda sendiri, agar
pengetahuan Anda tentang ilmu yang Anda ajarkan semakin lama
semakin bertambah.
Dosen yang berpengalaman setidaknya membutuhkan tiga
tahun untuk melakukan perbaikan progresif untuk menerapkan
pengajaran yang efektif. Untuk itu, mulailah Anda menyusun harapan
Anda sendiri. Harapan yang realistis sangat penting karena
keterampilan mengajar adalah keterampilan yang kompleks. Mulailah
Anda berharap dari hal-hal yang kecil. Untuk mengembangkan
penguasaan keterampilan mengajar, kita perlu menguasai komponen
keterampilan, mengintegrasikan berbagi komponen, dan
menerapkannya dengan tepat, pada waktu yang tepat. Tentu saja, ini
mengharuskan kita pertama membagi-bagi atau memecah beragam
jenis tugas mengajar. Misalnya, kemampuan untuk mengelola diskusi
yang produktif, menuntut penguasan beberapa sub-skills:
kemampuan untuk mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendengarkan dengan empati, mempertahankan ritme diskusi,
menghormati kesalahpahaman, mengatur waktu efektif, dan banyak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
19
lagi. Menerapkan semua keterampilan ini bersama-sama adalah tugas
kompleks. Itulah sebabnya Anda juga perlu belajar sampai Anda
lancar menerapkan sub-skill keterampilan mengelola diskusi yang
efektif. Ketika Anda sudah lancar dengan semua komponen kecil itu,
selanjutnya Anda dapat menerapkan secara otomatis, tanpa harus
dibebani dengan beban kognitif untuk menerapkan keterampilan itu.
Harap diperhatikan, bahwa kebanyakan dosen hanya menjalankan
peran dalam diskusi kelompok sebagai penonton, tanpa dilandasai
kepentingan untuk memastikan kegiatan diskusi dalam kaitannya
dengan ketercapaian capaian belajar.
Selain itu, seperti dengan penguasaan dalam domain lain,
penguasaan keterampilan mengajar menuntut Anda sebagai dosen
untuk belajar tentang kapan berbagai strategi pengajaran dan
pendekatan pengajaran itu dapat diberlakukan. Misalnya, bilamana
tujuan belajar tertentu yang dapat dipadukan dengan metode
pembelajaran kooperatif dalam proyek kelompok atau studi kasus
dan bilamana metode itu tidak cocok; atau bilamana tes uraian
digunakan, dan bilamana itu tidak. Dengan kata lain,
menyempurnakan praktek mengajar mengharuskan Anda
mentransfer apa yang Anda pelajari tentang pengajaran efektif dari
satu konteks ke yang lain, membuat penyesuaian pada rancangan
Silabus/RPS, kegiatan belajar mahasiswa, materi bidang kajian dan,
tentu saja perubahan diri Anda sendiri.
Belajar untuk penguasaan keterampilan mengajar efektif adalah
belajar tentang proses mengajar. Proses belajar seperti itu menuntut
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
20
adanya latihan berpraktek dan umpan balik. Untuk mencapai
pelaksanaan pengajaran yang efektif, tentu Anda harus melakukan
banyak latihan, memaksimalkan latihan, dan latihan yang Anda
laksanakan harus difokuskan pada tujuan yang jelas. Dalam rangka
untuk memperoleh pengetahuan tentang latihan mengajar efektif,
Anda harus mendapatkan umpan balik yang tepat waktu dan sering,
pada aspek-aspek dan komponen latihan tertentu yang tidak berjalan
dengan baik. Kebanyakan perguruan tinggi menawarkan suatu
instrumen evaluasi pelaksanaan pengajaran. Mendorong mahasiwa
Anda untuk memberikan umpan balik kepada cara Anda mengajar,
umpan balik semacam itu berguna untuk perbaikan langsung dalam
cara Anda mengajar. Umpan balik yang terbaik adalah umpan balik
formatif sepanjang semester. Umpan balik ini bisa berasal dari sumber
mahasiswa, kolega, dan staf Pusat Kajian Pembelajaran dan
Pengajaran di kampus Anda.
Jadi, misalnya, jika ada kekhawatiran dari mahasiswa Anda atas
rendahnya penguasaan materi, itu juga dapat membantu dosen
memfokuskan upaya pada tujuan peningkatan penguasaan materi.
Sama seperti banyak mahasiswa yang tidak berpikir tentang
pentingnya mengarjakan tugas sebagai latihan keterampilan khusus,
kebanyakan dari dosen tidak memikirkan bagaimana latihan mengajar
efektif. Namun, seperti mahasiswa, dosen akan belajar lebih efektif
ketika Anda memiliki target keterampilan yang harus dikembangkan.
Jika Anda berpikir tentang mengajar sebagai sesuatu yang bertujuan,
latihan yang Anda lakukan harus difokuskan pada praktik pengajaran
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
21
efektif. Anda dapat memutuskan untuk melakukan praktik tertentu di
setiap perkuliahan, lalu Anda memikirkan apakah praktik yang Anda
lakukan sudah benar atau belum.
Menyadari mengajar sebagai perbaikan progresif
berkonsekuensi pada gagasan pembangunan iklim mengajar.
Perkembangan dan kemajuan mengajar apa yang dapat terlihat?
Pertama, dosen seperti mahasiswa mengalami proses belajar untuk
mengembangkan kemampuan intelektual. Dosen harus memulai
pada tahap di mana Anda harus menemukan semacam “jawaban
yang benar,” strategi pedagogis yang akan dapat meningkatkan
partisipasi penuh mahasiswa selama di kelas. Pada beberapa kasus,
kebanyakan dosen menganggap mengajar semata-mata sebagai soal
gaya pribadi dan percaya bahwa tidak ada yang lebih baik atau lebih
buruk. Pada tahap selanjutnya, Anda mungkin akan menyadari bahwa
mengjar sangat kontekstual dan menyadari bahwa ada banyak
keputusan yang harus dibuat sebagai pendidik terkait dengan cara
Anda mengajar dan membelajarkan mahasiswa.
Kedua, identitas kita sebagai dosen juga secara bertahap terus
berkembang. Dosen harus bekerja untuk mengembangkan
kompetensi dan otonomi dalam mengajar, integritas, dan tujuan
sebagai pendidik, cara produktif untuk berinteraksi dengan
mahasiswa, dan cara tepat untuk mengekspresikan emosi di dalam
kelas. Dalam tahap perkembangan intelektual dan identitas lanjutan,
Anda mungkin memiliki keyakinan dan kepercayaan pada gaya
mengajar Anda sendiri, sementara itu Anda dituntut untuk semakin
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
22
terbuka pada berbagai usaha perbaikan dan peningkatan kualitas
mengajar.
Mengingat proses perkembangan ini melibatkan dimensi
intelektual serta sosial dan emosional, Anda harus menciptakan iklim
mengajar yang membuat Anda dapa belajar untuk meningkatkan
kemampuan diri Anda sendiri. Misalnya, ketika Anda berada di
lingkungan Program Studi yang benar-benar menghargai mengajar
membutuhkan energi yang luar biasa. Sebaliknya, iklim kerja juga
dapat berupa demoralisasi mental dan tidak tumbuhnya dukungan
untuk meningkatkan pengajaran. Iklim mengajar akan berdampak
pada Anda, apakah Anda menyadarinya atau tidak. Namun, jika kita
menyadari bahwa iklim mengjar dapat menimbulkan dampak negatif,
Anda harus memiliki sejumlah pilihan. Anda harus keluar dari zona
demoralisasi mental mengajar yang buruk dan mencari iklim yang
lebih mendukung pengembangan komptensi di program studi yang
lain, bergabung dengan asosiasi profesional, atau berkiblat ke Pusat
Pembelajaran dan Pengajaran di kampus Anda.
Pada buku ini, akan dijelaskan tentang kondisi pembelajaran dan
pengajaran dengan lensa analisis. Secara umum, semua tawaran
solusi mengajar efektif dalam buku ini dapat membantu Anda ntuk
menjadi dosen yang terbiasa melakukan refleksi diri, mawas diri, yaitu
membangun keterampilan metakognitif tentang cara Anda mengajar.
Seperti yang akan dijelaskan pada buku ini, Anda akan belajar untuk
mengarahkan diri sendiri (metakognisi), menuntut Anda sebagai
dosen untuk melaksanakan beberapa tahapan dalam suatu siklus
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
23
metakognitif. Secara khusus, Anda perlu mempertimbangkan dan
menilai, kekuatan dan kelemahan diri sendiri dalam kaitannya dengan
mengajar, bukan hanya Anda dituntut untuk memperhatikan kekuatan
Anda sendiri, tetapi juga menantang diri Anda untuk
mengembangkan hal-hal tertentu yang belum bekerja dengan baik.
Selain itu, karena tugas mengajar terus berubah, ketika populasi
mahasiswa berubah, ketika Anda berhadapan dengan generasi-
generasi baru, mata kuliah baru, Anda perlu merevisi program lama
untuk memasukkan materi baru, saatnya juga Anda perlu mencoba
pendekatan baru. Sebagai dosen, Anda harus terus-menerus menilai
kembali persiapan Anda dalam mengajar, menilai apa yang
direncanakan oleh Anda, menilai pendekatan yang efektif, memantau
kemajuan, mengevaluasi, dan menyesuaikan diri. Sama seperti
mahasiswa, yang perlu memikirkan perencanaan sebelum mereka
mulai mengerjakan tugas, dosen juga harus melakukan hal yang sama.
Misalnya, dosen harus melakukan penilaian atas kemampuan
membuat perencanaan aktivitas belajar yang sejalan dengan tujuan
belajar dan strategi pembelajaran dari awal mula. Mengetahui bahwa
sebagai dosen cenderung melewatkan beberapa langkah-langkah
dalam siklus metakognitif, Anda perlu berhenti, merenungkan dan
refleksi diri, agar Anda mengetahui kelemahan Anda, kekuatan Anda,
sehingga Anda dapat melaksanakan tugas Anda di kemudian hari
dengan lebih baik. Semakin hari, semakin lama Anda mengajar, Anda
harus lebih baik lagi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
24
Terakhir, niat menyempurnakan praktek mengajar menuntut
Anda memiliki keyakinan diri bahwa Anda dapat menjadi dosen yang
mampu melaksanakan pengajaran yang efektif. Untuk memiliki
keyakinan itu, Anda harus bertanya pada diri Anda sendiri: Apa tujuan
yang Anda kejar dari mengajar? Apa yang Anda percaya, tentang
kecerdasan Anda, kemampuan dan daya belajar Anda untuk
mencapai tujuan Anda sendiri? Semua keyakinan ini akan berdampak
pada siklus metakognitif Anda. Buku ini adalah awal dalam proses
mengundang Anda untuk terus berpikir dan belajar tentang mengajar
efektif.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
25
MENGAJAR harus difokuskan pada APA yang harus dilakukan dan
APA dipikirkan mahasiswa dan hanya pada peningkatan kemampuan
dan nalar yang ditunjukkan mahasiswa. Dosen dapat meningkatkan
kualitas pengajaran hanya dengan melakukan APA-APA yang
terbukti memberikan dampak pada kemampuan dan nalar
mahasiswa.
[Herbert A. Simon, pendiri Pusat Kajian Psikologi Kognitif, Carnegie Mellon University]
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
26
BAGIAN II: KEMAMPUAN METODIK
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
27
BAB 2
MENGAKTIFKAN PENGETAHUAN TERDAHULU
Pada bab ini saya akan menjelaskan 1 dari 3 kemampuan
metodik yang harus dikuasai dosen[guru]. Pada bab ini kita akan
membahas bahwa pengetahuan yang dimiliki mahasiswa akan
mempengaruhi kualitas belajar mereka saat ini. Agar pembaca
memahami konteks situasi yang terkait dengan konsep pengetahuan
terdahulu (prior knowledges), simaklah dua ilustrasi cerita berikut ini:
Ternyata.... oh Ternyata Saat ini saya mengajar Statistika Pendidikan untuk pertama kalinya. Pada hari pertama, saya bertanya kepada mahasiswa tentang jenis-jenis uji statistik yang telah mereka pelajari pada mata kuliah prasyarat, Pengantar Statistik. Secara umum tes statistik terdiri dari Uji-T, Ci Square, dan Anova. Mengingat apa yang mereka katakan, saya begitu percaya diri untuk memberikan tugas pertama. Pada tugas yang saya berikan, saya meminta mahasiswa memilih dan menerapkan jenis uji statistik yang telah mereka pelajari, melakukan analisis, dan menginterprestasikan hasilnya. Tugas itu pada dasarnya adalah pengetahuan dasar, tetapi saya terkejut atas apa yang mereka kerjakan. Beberapa siswa memilih tes yang tidak sesuai, sementara yang lain memilih tes yang sesuai tetapi tidak mampu menyusun argumentasi mengapa mereka memilih menerapkan jenis uji statistik tertentu. Sementara yang lain tidak dapat menginterpretasikan hasil uji statistik. Saya tidak tahu mengapa mereka mengatakan kepada saya mereka mengetahui hal ini sementara pekerjaan mereka tidak menunjukkan hal itu. Aeng Muhidin [Dosen]
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
28
Kok, begitu Sulit .... Setiap tahun di kelas Pengantar Psikologi saya mengajarkan kepada siswa saya tentang Teori Pembelajaran Klasik, terutama tentang konsep Penguatan Positif dan Penguatan Negatif. Saya mengetahui bahwa mereka harus memahami konsep ini, sehingga saya menghabiskan banyak penjelasan bahwa istilah penguatan (reinforcement) merujuk pada peningkatan perilaku dan hukuman (punishment) mengacu pada penurunan perilaku. Saya juga menekankan bahwa, bertentangan dengan apa yang mungkin mereka pahami bahwa, penguatan negatif tidak sama dengan hukuman; penguatan negatif berarti menghilangkan sesuatu yang menghalangi peningkatan perilaku yang diinginkan. Saya juga memberikan sejumlah contoh kongkrit untuk memperjelas apa yang saya maksud. Tetapi, nampaknya semakin banyak saya menjelaskan konsep itu, mereka semakin berfikir tentang penguatan negatif sama dengan hukuman. Faktanya, ketika saya bertanya tentang penguatan negatif di saat Ujian Akhir, hampir 60% siswa menjawab salah. Mengapa terlalu sulit bagi siswa untuk memahami konsep itu? Diana [Dosen, Psikologi Perkembangan]
Setelah Anda membaca cerita tersebut, mari kita simak
penjelasan tentang pengetahuan terdahulu (prior knowledges) dan
implikasinya pada pengajaran.
APA YANG TERJADI
Dosen dalam cerita di atas nampaknya telah melakukan
sesuatu dengan benar. Dosen Aeng melakukan tes untuk mengukur
pengetahuan mahasiswa tentang Uji Statistik, ternyata dia tidak dapat
melaksanakan pembelajaran sesuai harapan. Dosen Diana secara hati-
hati menjelaskan perpedaan konsep "Penguatan Positif" dan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
29
"Penguatan Negatif", memberikan contoh yang konkrit, bahkan terus
mengingatkan tentang kesalahpahaman yang umum terjadi. Ingatlah
baik-baik, strategi pengajaran berdampak pada kegiatan belajar dan
kemampuan mahasiswa. Untuk memahami mengapa, simaklah
dampak pengetahuan sebeluumnya terhadap kegiatan belajar.
Dosen Aeng berasumsi bahwa mahasiswa telah memperoleh
ketarampilan statistik dasar pada mata kuliah prasyarat. Laporan tugas
mahasiswa telah membuktikan bahwa asumsinya benar-benar salah.
Pada kenyataanya, meskipun siswa memiliki beberapa pengetahuan
– [mereka dapat mengindentifikasi dan menjelaskan sejumlah uji
statistik] – itu tidak berarti bahwa mahasiswa di kelas Aeng dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan, yang menuntut mereka untuk
melaksanakan pengujian statistik yang sesuai dengan masalah
penelitian dan kemudian menginterpretasikan hasilnya. Di sini, Dosen
Aeng dihadapkan dengan masalah, ketidakcocokan antara
pengetahuan yang dimikiki siswa dan pengetahuan yang diharapkan
dimiliki oleh siswa. Sementara itu, kecocokan antara pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) dengan pengetahuan yang baru mutlak
harus terjadi, agar siswa dapat belajar secara efektif.
Sementara pada kelas Dosen Diana, bukan tentang apa yang
belum diketahui mahasiswa, tetapi apa yang seharusnya mereka
keahui. mahasiswa di kelas Diana, seperti kebanyakan mahasiswa
lainnya, selalu mengartikan istilah positif dengan “baik” dan negatif
dengan “buruk”, hal itu sesuai untuk banyak hal, tetapi tidak untuk
materi psikologi pendidikan. Ketika mahasiswa diperkenalkan konsep
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
30
“penguatan negatif” dalam kaitan dengan materi Teori Pembelajaran
Klasik, pengetahuan terdahulu (prior knowledges) tentang istilah
negatif dapat menghambat kemampuan mereka untuk menerima
definsi yang baru. Tentu saja, mereka harus memahami istilah
“negatif” dalam “penguatan negatif” sebagai usaha menghilangkan
sesuatu yang dapat menghasilkan perubahan positif (sebagai contoh,
ibu yang berjanji akan berhenti mengomel, jika anak mereka dapat
membersihkan tempat tidur).
Tetapi, mahasiswa menginterpretasikan kata “negatif” dalam
“penguatan negatif” sebagai tanggapan negatif, bahkan pemberian
hukuman, karena pada waktu sebelumnya mereka mengetahui arti
negatif sebagai buruk. Dengan kata lain, pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) mendorong hubungan yang tidak sesuai yang
pada akhirnya mengganggu dan mendistorsi pengetahuan yang
masuk.
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Ketika kita [dosen] mengajar, kita seringkali mencoba untuk
meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi, dengan
mengkaitkan materi yang sedang dipelajari pada pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya yang diperoleh pada mata kuliah yang sama
di minggu sebelumnya, atau dari mata kuliah lain di semester
sebelumnya, atau dari kehidupan sehari-hari. Tetapi, terkadang –
seperti Dosen Aeng – kita suka berasumsi terlalu berlebihan tentang
pengetahuan yang dimiliki mahasiswa sebelumnya. Kita seringkali
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
31
menganggap bahwa mereka sudah tahu, lantas terburu-buru
memberikan pengetahuan baru dengan dasar pengetahuan lama
yang lemah. Atau kita dihadapkan – seperti Dosen Diana – bahwa
mahasiswa memiliki pengetahuan lama yang tidak sesuai dengan
konteks situasi yang baru, sehingga mahasiswa mengalami distorsi
pemahaman – istilah negatif dalam kata penguatan negatif sama
dengan hukuman . Hal serupa, baik disadari atau tidak, kita
membiarkan kesalahpahaman atas pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) terus berlangsung, sehingga menghambat mereka
untuk mempelajari materi yang baru.
PENGETAHUAN TERDAHULU (PRIOR KNOWLEDGES) DAPAT
MEMPERMUDAH ATAU MENGHAMBAT KEGIATAN BELAJAR
Sebagai dosen, kita harus dapat mendoorng mahasiswa
mampu membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges), tetapi penting bagi kita untuk selalu
mengingat bahwa tidak semua pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) yang dimiliki mahasiswa dapat menjadi landasan yang
kuat untuk membangun pengetahuan yang baru. Kita dapat
membangun pengetahuan yang baru, ketika pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) sudah lengkap, akurat, dan tepat. Ketika ketiga
syarat itu tidak terpenuhi, lalu kita mendorong mahasiswa untuk
membangun pengetahuan baru, itu bukan suatu praktik mengajar
yang benar.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
32
Mahasiswa datang ke kelas tidak dengan pikiran kosong sama
sekali. Tetapi, mereka datang ke kelas sudah memiliki pengetahuan
yang diperoleh dari mata kuliah lain, atau dari pengalaman hidup
sehari-hari. Apa buktinya bahwa [mahasiswa] memiliki pengetahuan
terdahulu (prior knowledges)? Faktanya, kita sering sering
menyaksikan mahasiswa mengatakan, "menurut saya bukan begitu,
tetapi ......." dan seterusnya. Itu menunjukkan bahwa mahasiswa telah
memiliki pengetahuan terdahulu (prior knowledges) atas topik yang
sedang dipelajari.
Gambar 1. Akumulasi Kekayaan Pengetahuan
Pengetahuan terdiri dari beragam jenis, termasuk fakta,
konsep, model, persepsi, kepercayaan, nilai, dan sikap. Pengetahuan
yang dimiliki mahasiswa, beberapa ada yang akurat, utuh, dan sesuai
dengan konteksnya; beberapa yang lainnya, tidak sesuai, tidak cukup
lengkap, sebagai landasan atau syarat untuk menerima pelajaran
berikutnya, atau sedikit tidak sesuai dalam beberapa konteks. Ketika
pengetahuan itu dibawa ke kelas, itu dapat mempengaruhi
(menghambat atau mempermudah) mereka menginterpretasikan
informasi baru yang datang.
Idealnya, mahasiswa memiliki pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) yang berlimpah dan akurat. Membangun keterkaitan
PengetahuanLama
PengetahuanBaru
PengetahuanyangKAYA
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
33
antara pengetahuan yang diperoleh sebelumnya dengan
pengetahuan baru, dapat membantu mereka mampu membangun
struktur pengetahuan yang kaya dan kompleks dengan cepat
(perhatikan Gambar 1). Bagaimanapun juga, mahasiswa tidak secara
otomatis dapat membuat hubungan pengetahuan baru dengan
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) yang relevan. Jika mereka
tidak mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior knowledges) – maka
tidak akan akan ada proses penyatuan (integration) pengetahuan
lama dengan pengetahuan yang baru. Terlebih lagi, jika pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) tidak cukup untuk tuntutan belajar saat
ini, pengetahuan yang lama gagal mendukung penerimaan
pengetahuan yang baru; dan jika pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) tidak sesuai atau tidak akurat untuk konteks baru,
mengaktifkan pengetahuan yang lama dapat menghambat aktivitas
belajar berikutnya. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kualitas Pengetahuan Terdahulu: Menghambat atau Mendukung Pembelajaran Materi Baru
Tidak Cukup Tidak Sesuai Atau Tidak
Akurat
Ketika Tidak
Diaktifkan
Cukup Sesuai
dan Akurat
Ketika Diaktifkan
Pengetahuan Sebelumnya
MEM
BAN
TU
MEN
GH
AM
BAT
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
34
Mengetahui apa yang diketahui mahasiswa – atau apa yang
mereka pikir mengetahuinya – dapat membantu dosen/guru dalam
mendesain pembelajaran agar lebih sesuai dengan keadaan
pengetahuan mahasiswa. Dengan mengetahui tentang keadaan awal
mahasiswa, dosen[guru] tidak hanya dapat meningkatkan
pengetahuan akurat untuk mendorong pembelajaran yang efektif,
tetapi juga untuk mengidentifikasi dan mengisi kesenjangan yang
ada: mengetahui kapan mahasiswa tidak dapat menerapkan apa yang
mereka ketahui pada konteks situasi tepat, dengan cara memperbaiki
kesalahpahaman secara aktif.
PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN TERDAHULU (PRIOR
KNOWLEDGES)?
mahasiswa menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan
apa yang mereka ketahui sebelumnya, menterjemahkan dan
mempersepsikan informasi yang masuk melalui lensa pengetahuan,
kepercayaan dan asumsi yang ada (National Research Council, 2000).
Pada faktanya, mahasiswa dikatakan belajar jika mahasiswa dapat
menghubungkan pengetahuan baru terhadap pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) dalam rangka belajar. Belajar dalam hal
ini diartikan sebagai peningkatan jumlah pengetahuan (jumlah yang
diketahui) secara akumulatif, penambahan pengetahuan-
pengetahuan yang benar (Gambar 1), bukan penambahan
pengetahuan-pengetahuan yang keliru.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
35
Bagaimanapun juga, mahasiswa akan dapat menggambarkan
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) secara efektif dan
membangun pengetahuan baru berdasarkan pada jenis pengetahuan
terdahulu (prior knowledges), juga tergantung pada kemampuan
dosen/guru untuk mendayagunakan (harness) pengetahuan
terdahulu (prior knowledges). Pada penjelasan berikut, akan
mendiskusikan penelitian yang menyelidiki dampak pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) terhadap kegiatan belajar mahasiswa
dan menggali implikasinya terhadap pengajaran.
MENGAKTIFKAN PENGETAHUAN TERDAHULU
mahasiswa dianggap telah belajar dan akan memperoleh
banyak pengetahuan, ketika mereka dapat menghubungkan apa
yang mereka pelajari dengan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) secara akurat dan relevan, (Gambar 1). Intinya, akumulasi
pengetahuan akan terjadi ketika pengetahuan baru menyentuh dan
bersinggungan dengan pengetahuan terdahulu (prior knowledges).
Dalam penelitian yang memfokuskan pada ingatan (recall), sebagai
contoh, partisipan dengan baragam pengetahuan tentang sepakbola
dapat mengingat kembali perolehan skor Manchester United pada
saat ujian. Seorang dengan banyak pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) tentang sepakbola akan mengingat lebih banyak
tentang riwayat perolehan skor MU di Premiere League. Serupa,
penelitian yang dilakukan oleh Kole dan Healy (2007) menunjukkan
bahwa mahasiswa yang menyajikan fakta yang tidak familiar tentang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
36
individu terkenal dan mahasiswa yang menyajikan beberapa fakta
tentang individu yang tidak terkenal. Kedua penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan terdahulu (prior knowledges) tentang topik
tertentu dapat membantu mahasiswa menyatukan informasi yang
baru.
Bagaimanapun juga, mahasiswa tidak akan otomatis
membawa dan mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) di kelas. Maka dari itu, penting agar dosen dapat
membantu mahasiswa mengaktifkan pengetahuan lama, sehingga
mahasiswa dapat membangunya secara produktif. Tentu saja,
penelitian menyatakan bahwa intervensi kecil yang dapat
mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior knowledges) memiliki
dampak positif. Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh
Gick dan Holyoak (1980), mahasiswa yang mempresentasikan dua
masalah yang menuntut mereka untuk menerapkan gabungan
konsep. Peneliti menemukan bahwa ketika mahasiswa mengetahui
solusi untuk masalah pertama, kebanyakan tidak berfikir menerapkan
solusi untuk masalah kedua. Bagaimanapun, ketika dosen
menyarankan untuk berfikir untuk masalah kedua yang dikaitkan
dengan masalah pertama, 80 persen mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, dengan intervensi kecil
[pengarahan sederhana], dosen (guru) dapat mengaktifkan
pengetahuan yang relevan sehingga mahasiswa menyusun
pengetahuan lebih efektif (Bransford & Johnson, 1972; Dooling &
Lachman, 1971).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
37
Penelitian juga mengungkapkan bahwa dengan mengajukan
pertanyaan yang bertujuan untuk mendorong mahasiswa mengingat
dapat membantu mahasiswa menyatukan dan menyimpan informasi
yang baru (Woloshyn, Paivio, & Pressley, 1994). Sebagai contoh,
Martin dan Pressley (1991) bertanya kepada orang Kanada tentang
kejadian-kejadian yang pernah terjadi di sejumlah provinsi di Kanada.
Sebelum melakukan intervensi pengajaran, peneliti menemukan
bahwa partisipan seringkali gagal menggunakan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) untuk secara logika menemukan
kejadian di provisi dan kemudian mengalami kesulitan mengingat
fakta-fakta khusus. Ketika peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan
“mengapa” (misalnya, Mengapa Ontario menjadi lokasi pertama
diadakannya lomba basket?”), partisipan dipaksa menggali
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) tentang sejarah Kanada
dan mengkaitkan pengetahuan itu secara logika kepada informasi
baru yang ditertimanya. Peneliti menemukan bahwa intervensi ini,
yang disebut dengan interograsi elaboratif, meningkatkan
pembelajaran dan mampu bertahan secara signifikan.
Peneliti juga menemukan bahwa jika mahasiswa mengajukan
pertanyaan untuk menghasilkan pengetahuan yang relevan dari
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) atau dari kehidupan
mereka, itu dapat membantu mempermudah penyatuan informasi
baru (Peeck, Van den Bosch, & Kruepeling, 1982). Sebagai contoh,
Garfield dan rekan (Garfield, Del Mas, & Chance, 2007) yang meneliti
desain pembelajaran pada mata kuliah Statistika hendak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
38
memfokuskan pada konsep variabel – dikenal konsep yang sulit
dipahami.
Dosen pertama kali mengumpulkan data dasar pemahaman
mahasiswa tentang variabel di akhir perkuliahan. Pada semester
berikut, mereka mendesain ulang mata kuliah; mahasiswa diberikan
pertanyaan untuk menghasilkan contoh aktivitas dalam kehidupan
mereka yang dianggap memiliki variabilitas tinggi atau rendah,
meminta mereka menyajikannya secara grafis, dan menjelaskan
alasan tentang sejumlah aspek variabilitas. Sementara dua kelompok
mahasiswa terus melanjutkan pembahasan. Hasil pre-test dan post-
test menunjukkan bahwa mahasiswa yang telah menghasilkan
pengetahuan yang relevan telah mengungguli kelompok mahasiswa
lain.
Latihan untuk menghasilkan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) bisa menjadi ‘pedang bermata dua’, jika pengetahuan
tidak akurat atau tidak cocok untuk konteks materi baru (Alvermann,
Smith, & Readance, 1985). Masalah-masalah belajar yang muncul
dalam kaitannya dengan pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
yang tidak akurat dan tidak cocok akan dibahas di bagian selanjutnya.
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN PADA PENGAJARAN
[Mha]siswa akan belajar efektif ketika mereka dapat
menghubungkan apa yang dipelajari dengan apa yang telah mereka
ketahui. Dosen (guru) seharusnya tidak berasumsi bahwa mahasiswa
akan secara otomatis mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
39
knowledges) yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.
Maka dari itu, dosen (guru) harus sengaja mengaktifkan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) untuk membantu mahasiswa mereka
dalam membangun hubungan yang kuat antara pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) dengan pengetahuan yang baru.
[1] Pengetahuan terdahulu (prior knowledges) Yang Akurat, Tetapi
Tidak Cukup Memadai
Bahkan ketika pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
akurat dan diaktifkan, tidak cukup mendukung pembelajaran
berikutnya atau mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.
Tentu saja, ketika mahasiswa dihadapkan pada beberapa
pengetahuan yang relevan, itu dapat mendorong mahasiswa dan
guru berasumsi bahwa mahasiswa akan lebih baik dalam belajar ketika
mereka telah mempersiapkan diri untuk mengetahui pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) yang relevan dibandingkan mereka
benar-benar mampu menyelesaikan tugas tertentu.
Faktanya, terdapat beberapa jenis pengetahuan, sebagaimana
dibuktikan oleh sejumlah tipolog pengetahuan (Anderson &
Krathwohl, 2001; Anderson, 1983; Alexander, Schallert, & Hare, 1991;
DeJong & Ferguson - Hessler, 1996). Tipe pengetahuan yang
pertama yaitu Pengetahuan Dekralatif, atau pengetahuan tentang
fakta dan konsep yang dapat dinyatakan atau dikemukakan.
Pengetahuan deklaratif dianggap sebagai “mengetahui apa”.
Kemampuan menyebutkan nama bagian [Penghasilan Tidak Terkena
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
40
Pajak, misalnya] dari formula Pajak PPh 21, menjelaskan ciri-ciri
pemburu dalam tatanan sosial masyarakat tradisional, atau
menjelaskan daya apung dalam Hukum Boyle, itu semua adalah
contoh dari pengetahuan deklaratif.
Tipe pengetahuan yang kedua disebut sebagai Pengetahuan
Prosedural, dikarenakan pengetahuan terkait dengan mengetahui
bagaimana dan mengetahui kapan menerapkan sejumlah prosedur,
metode, teori, gaya atau pendekatan. Kemampuan untuk
menghitung integral, menggambar 3D, dan melakukan kalibrasi
peralatan laboratorium – jua pengetahuan tentang waktu-waktu tepat
menggunakan atau tidak menggunakan keterampilan tertentu
termasuk ke dalam kategori pengetahuan prosedural.
Pengetahuan dekraltif dan prosedural tidak sama, tetapi
keduanya seringkali digunakan bersamaan pada jenis kinerja yang
sama. Umumnya yang terjadi, sebagai contoh, bagi mahasiswa yang
mengetahui fakta dan konsep, tetapi tidak mengetahui bagaimana
atau kapan menerapkan pengetahuan itu. Faktanya, penelitian
tentang kegiatan belajar menunjukkan bahwa bahkan ketika
mahasiswa dapat menyatakan fakta ilmiah, sebagai contoh, Gaya [F]
sama dengan Massa [M] dikali Percepatan [a]), mereka seringkali
lemah ketika harus menerapkan fakta tersebut untuk menyelesiakan
masalah, menterjemahkan data dan menghasilkan kesimpulan
(Clement, 1982).
Kita melihat masalah ini pada situasi yang dialami oleh Dosen
Aeng. mahasiswa di kelas Aeng mengetahui beragam jenis uji
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
41
statistik, tetapi pengetahuan itu tidak cukup untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan, tugas yang menuntut mereka memilih uji yang
sesuai pada masalah yang diberikan, melaksanakan uji statistik yang
sesuai dan menginterpretasikannya. Dalam konteks di kelas Statistika,
mahasiswa dosen Aeng tidak mampu melangkah maju dari tahap
remembering (mengingat) ke tahap applying (penerapan).
Sebaliknya, penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa
seringkali melaksanakan tugas prosedural tanpa dapat menjelaskan
apa yang mereka lakukan atau mengapa mereka melakukannya (Berry
& Broadbent, 1988; Reber & Kotovsky, 1997; Sun, Merrill, & Peterson,
2001). Sebagai contoh, mahasiswa dapat menerapkan formula untuk
menghitung jumlah nominal pajak PPh21, tetapi tidak dapat
menjelaskan logika atau prinsip yang mendasari formula perhitungan
PPh21 yang dipilih. Serupa, di Mata Kuliah Desain dan Pola, Program
Studi Tata Busana, mahasiswa mungkin mengetahui bagaimana
menggambar pola tanpa dapat menjelaskan tentang pilihan pola
yang mereka buat.
mahasiswa mungkin memiliki pengetahuan prosedural yang
cukup untuk dapat menyelesaikan masalah secara efektif dalam
konteks tertentu, meskipun kekurangan pengetahuan deklaratif
tentang prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka dapat
menyesaikan ke dalam konteks yang berbeda dan menjelaskan
kepada orang lain. Penelitian juga memberitahukan bahwa
mahasiswa di Mata Kuliah Algoritma dan Pemograman dapat
membuat aplikasi sederhana, tanpa dapat menjelaskan mengapa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
42
mereka membuatnya dan untuk apa. mahasiswa seperti itu terjadi
karena terbiasa berlatih otodidak, tanpa mendapatkan penjelasan
atas materi yang sedang dilatihkannya. Mahasiswa yang banyak
berlatih pada keterampilan tertentu cenderung tidak dapat
menjelaskan mengapa dan bagaimana latihan itu dikerjakan.
IMPLIKASI PENGAJARAN
Dikarenakan mengetahui tentang apa berbeda dari mengetahui
tentang bagaimana dan kapan, sangat penting dipahami oleh dosen
bahwa ada jenis pengetahuan yang berbeda untuk tugas yang
berbeda, dan; mahasiswa kita memiliki satu jenis pengetahuan yang
tidak dimiliki oleh mahasiswa lain. Maka dari itu, sangat penting untuk
menilai baik jumlah maupun sifat pengetahuan mahasiswa
sebelumnya, sehingga kita dapat merancang pembelajaran yang
sesuai.
Pengetahuan terdahulu (prior knowledges) Yang Tidak Sesuai
Dalam beberapa situasi, pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) yang dimiliki mahasiswa tidak sesuai untuk materi
pelajaran baru. Meskipun pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
ini belum tentu akurat, pengetahuan lama dapat mendorong
pemahaman mereka atas materi baru. Situasi lain ketika pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) dapat mendistorsi pemahaman yaitu
ketika mahasiswa mengambil pemahaman setiap hari ke dalam
konteks teknis. Beberapa penelitian, sebagai contoh, menunjukkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
43
bagaimana definisi tentang istilah positif dan negatif yang mungkin
telah mengacaukan pemahaman mereka tentang penguatan negatif.
Situasi lain terjadi ketika ketidaksesuaian pengetahuan lama
dapat menghambat pembelajaran baru ketika mahasiswa dituntut
menganalogikan situasi lama ke situasi baru tanpa memahami
keterbatasan analogi. Untuk sebagian besar, analogi memiliki fungsi
pedagogis yang penting, memungkinkan dosen (guru) untuk
membangun apa yang telah diketahui untuk membantu mereka
memahami materi yang kompleks, abstrak, atau konsep asing.
Masalah dapat muncul ketika mahasiswa tidak mengenal
keterbatasan dari analogi yang sederhana untuk menjelaskan
fenomena yang kompleks. Sebagai contoh, otot rangka dan otot
jantung memiliki beberapa ciri yang sama, maka analogi digunakan
untuk menggambarkan keadaan yang memiliki kesamaan.
Bagaimanapun, perbeadan dalam bagaimana dua tipa otot berfungsi
penting untuk memahami kegiatan operasi normal. Bahkan, Spiro dan
rekan (Spiro et al., 1989) menemukan bahwa banyak mahasiswa
kesehatan dihadapkan miskonsepsi tentang penyebab potensi dari
kegagalan hati yang dapat ditelusuri dari kegagalan mereka untuk
mengetahui keterbatasan dari analogi otot rangka-otot jantung.
Pengetahuan dari satu disiplin, seringkali, mungkin dapat
menghambat pembelajaran dan kemampuan di materi lain, ketika
mahasiswa penerapan pengetahuan dari disiplin ilmu lain tidak sesuai
. Sebagai contoh, dari penelitian Beaufort (2007), istilah atribut sering
disalahpahami oleh mahasiswa yang sedang mempelajari
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
44
keterampilan di mata kuliah Struktur Data dan Perancangan Program.
Dikarenakan mahasiswa berfikir bahwa "atribut" di satu disiplin
metodologi penelitian sama dengan atribut dalam Struktur Data dan
Perancangan Program, mereka salah menerapkan konsep "atribut".
Mahasiswa Teknologi Informatika gagal memahami istilah atribut
sebagai ciri-ciri dari suatu gejala, menjadi suatu identitas data (id).
Beafort menyatakan bahwa tanpa pengulangan dan
penguatan pelajaran (remediation), ketidaksesuaian pengetahuan
dapat mengakibatkan tidak hanya pada kemampuan mahasiswa
dalam menerima keterampilan perancangan struktur data, tetapi juga
pada kemampuan mereka untuk menginternalisasikan kesepakatan
retoris ke dalam pelajaran yang baru. Ketidaksesuaian pengetahuan
mahasiswa TI tentang konsep "atribut" tidak hanya mengakibatkan
ketidakmampuan mahasiswa untuk merancang struktur data, tetapi
juga gagal untuk memahami bahwa istilah "atribut" sebagai identitas
data.
Selain itu, belajar juga akan terganggu ketika penjelasan
konteks yang digunakan untuk menerangkan konsep tidak sesuai
(Bartlett, 1932). Misalnya, ketika kebanyakan kita belajar bahasa asing,
kita menggunakan struktur gramatkal yang kita ketahui dari penutur
asing ke dalam bahasa pribumi. Hal ini dapat mengganggu belajar,
ketika bahasa baru diterapkan berdasarkan aturan gramatikal yang
berbeda, seperti struktur subjek-objek-predikat dihadapkan dengan
struktur subjek-predikat-objek.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
45
Serupa, penerapan pengetahuan budaya yang salah dapat
mendorong asumsi yang salah, dan seringkali terjaid begitu. Sebagai
contoh, ketika masyarakat Barat menjelaskan pengetahuan budaya
untuk menginterpretasikan praktik hijab di kalangan muslim.
Masyarakat Barat sering salah pengertian tentang makna jilbab bagi
wanita muslim yang menggunakan jilbab. Sebagai contoh, budaya
Barat mungkin berasumsi bahwa jilbab sebagai praktik wanita yang
tidak menginginkan laki-laki mengetahui kecantikan wanita muslim.
Jilbab seringkali diartikan sebagai praktik menutupi kencantikan.
Faktanya, tak satu pun dari kesimpulan itu akurat; misalnya,
beberapa wanita Muslim secara sukarela memilih untuk menutup
tubuh mereka, kadang-kadang bertentangan dengan keinginan
anggota keluarga laki-laki sebagai pernyataan identitas agama dan
politik modern (Ahmed, 1993; El Guindi, 1999). Dengan cara yang
sama, beberapa wanita memikirkan jilbab sebagai cara untuk
menonjolkan, bukannya menyembunyikan kecantikan (Wikan, 1982).
Namun jika orang Barat menafsirkan praktik-praktik ini melalui lensa
pengetahuan budaya dan asumsi mereka sendiri, muncul
pemahaman yang menyimpang yang dapat menghambat
pengetahuan lebih lanjut orang Barat atas budaya muslim.
Penelitian menyarankan bahwa jika para mahasiswa secara
ekplisit diajarkan tentang konteks pengetahuan itu dapat diterapkan
(dan tidak dapat diterapkan), hal itu dapat membantu mereka
menghindari kesalahan penerapan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges). Terlebih, jika [amaha]siswa mempelajari prinsip abstrak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
46
untuk menerapkan pengetahuan mereka dan disajikan dengan
beragam contoh dan konteks praktik pelaksanaan suatu prinsip, hal
itu tidak hanya membantu mereka memahami kapan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) relevan dengan konteks tertentu (Lihat
Bab 3 Tentang Transfer), tetapi juga membantu mereka menghindari
penerapan yang salah pada konteks yang salah (Schwartz, et.al.,
1999). Para peneliti juga mengamati bahwa dengan cara memberikan
penjelasan secara eksplisit atas keterbatasan analogi yang diberikan,
dapat membantu mereka belajar untuk tidak mendekati analogi yang
salah atau untuk tidak menjelasksan analogi sederhana terlalu jauh
(Spiro et al., 1989).
Cara lain untuk membantu mahasiswa mengindari pemahaman
yang tidak sesuai atau mencegah kekeliruan dalam penerapan
pengetahuan pada konteks yang salah yaitu dengan cara sengaja
mengaktifkan pengetahuan terdahulu yang relevan (Minstrell, 1989,
1992). Jika kita mengingat kasus yang diceritakan Dosen Diana, kita
dapat membayangkan kemungkinan penerapan gagasan ini. Ketika
dosen Diana menjelaskan konteks yang bertentangan tentang
penguatan negatif (negative reinforcement), mahasiswa Dosen Diana
menggambarkan keterkaitan (dari positif sebagai hal yang diinginkan
dan negatif sebagai hal yang tidak diinginkan) menganggu
pemahaman mereka. Bagaimanapun, jika Dosen Diana hendak
mencoba mengaktifkan asosiasi yang berbeda, katakanlah positif
sebagai “penambahan” dan negatif sebagai “pengurangan” – dia
mungkin akan mampu memanfaatkan asosiasi tersebut untuk
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
47
membantu mahasiswa memahami bahwa penguatan positif adalah
menambahkan sesuatu pada situasi tertentu untuk meningkatkan
perilaku yang diinginkan, sedangkan penguatan negatif adalah
mengurangi sesuatu untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan.
IMPLIKASI PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN TERDAHULU
(PRIOR KNOWLEDGES) YANG TIDAK AKURAT
Ketika mempelajari materi baru, mahasiswa akan mendapatkan
pengetahuan (dari kehidupan sehari-hari, dari analogi yang tidak
utuh, dari mata kuliah lain, dan dari latar belakang bahasa dan
budaya), yang tidak sesuai dengan konteks materi yang dipelajari,
akan menghasilkan kekeliruan interpretasi tentang materi baru,
sehingga menghambat kegiatan belajar. Untuk membantu mahasiswa
belajar ketika mereka tidak dapat menerapkan pengetahuan,
dosen/guru dapat membantu mahasiswa, dengan cara: memperjelas
kondisi dan konteks yang dapat diterapkan; memberitahukan prinsip
abstrak tetapi juga menyediakan beragam contoh dan konteks;
menunjukkan perbedaan, juga kesamaan, ketika analogi diterapkan;
sengaja mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
mahasiswa yang relevan guna memperkuat keterakaitan pemahaman
yang sesuai.
KETIDAKAKURATAN PENGATAHUAN LALU
Kita membaca penjelasan di atas bahwa pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) tidak akan mendukung pembelajaran
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
48
saat ini, jika pengetahuan terdahulu (prior knowledges) tidak cukup
atau tidak sesuai untuk tugas yang diberikan saat ini. Tetapi
bagaimana jika pengetahuan yang lalu itu salah? Penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan terdahulu (prior knowledges) yang
tidak akurat (dengan kata lain, gagasan, kepercayaan, model, atau
teori, yang cacat) dapat mendistorsi pengetahuan baru dengan
kecenderungan mahasiswa untuk mengabaikan, mengurangi, atau
menolak bukti yang bertentangan dengan apa yang mereka yakini
benar (Dunbar, Fugelsang, & Stein, 2007; Chinn & Malhotra, 2002;
Brewer & Lambert, 2000; Fiske & Taylor, 1991; Alvermann, Smith, &
Readance, 1985).
Beberapa psikolog menjelaskan bahwa distorsi terjadi sebagai
hasil dari pertarungan konsistensi internal. Sebagai contoh,
Vosniadou dan Brewer (1987) menemukan bahwa anak-anak akan
menyesuaikan persepsi mereka dari pemahaman bahwa bumi
berbentuk lingkaran menjadi pemahaman bahwa bumi bebentuk telur
ceplok: lingkaran tetapi bulat di tengah permukaan. Dengan kata lain,
siswa – seperti semua siswa lainnya – mencoba untuk memahami
bahwa mereka akan belajar mencocokkan pengetahuan baru itu ke
dalam pengetahuan yang telah lama mereka ketahui.
Pengetahuan yang tidak akurat dapat diperbaiki secara
terbuka dengan mudah, jika pengetahuan lama terdiri dari gagasan-
gagasan yang relatif saling terpisah atau kepercayaan yang dimilikinya
tidak dimasukkan ke dalam model konseptual yang lebih besar
(sebagai contoh, keyakinan bahwa Pluto sebagai planet atau bahwa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
49
darah dipompa jantung). Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan
yang salah dapat diperbaiki dengan sanggahan; dengan kata lain,
mahasiswa akan memperbaiki pengetahuan mereka, ketika
dihadapkan dengan bukti dan penjelasan yang kontradiktif dengan
apa yang mereka ketahui sebelumnya (Broughton, Sinatra, &
Reynolds, 2007 ; Guzetti, Snyder, Glass, & Gamas, 1993; Chi, 2008).
Bahkan pengetahuan akan menjadi lebih terintegrasi - belum terjadi
kecacatan yang tetap - ketika model konseptual dapat menanggapi
sanggahan dari waktu ke waktu jika model konseptual lama
mengandung ketidakakuratan, harus disangkal secara sistematis (Chi
& Roscoe, 2002).
Terkadang, beberapa jenis ketidakakuratan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) – disebut miskonsepsi – yang dianggap
tahan terhadap perbaikan. Miskonsepsi adalah model atau teori yang
tertanam dalam dalam pikiran mahasiswa. Banyak contoh teori yang
berlebihan, misal dalam fisika (ide tentang objek yang memiliki
perbedaan massa jatuh pada tingkat yang berbeda), mistis “psikologi
rakyat” (misalnya, bahwa orang buta memiliki pendengaran sensitif
dibandingkan orang yang mampu melihat atau bahwa hipnotis
terbaik dapat menghasilkan kebenaran sempurna), dan pandangan
negatif tentang kelompok orang (Brown, 1983; Kaiser, McCloskey, &
Proffitt, 1986; McCloskey, 1983; Taylor & Kowalski, 2004).
Miskonsepsi sulit untuk diperbaiki karena beberapa alasan.
Pertama, kebanyakan dari kita, dari waktu ke waktu telah memperkuat
dan memperluas miskonsepsi ke berbagai konteks. Kedua, lebih dari
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
50
itu, dikarenakan seringkali mikonsepsi diselipkan dengan unsur-unsur
kebenaran – seperti halnya ketidakbenaran – , sehingga mahasiswa
tidak dapat mengenali kekeliruan mereka. Terakhir, banyak kasus,
miskonsepsi telah mampu memprediksi sejumlah keadaan sehari-hari.
Sebagai contoh, meskipun pandangan negatif (stereotypes), terlalu
sulit diubah dalam beberapa bagian karena ada aspek-aspek dari
realitas yang telah kita terima dan berfungsi sebagai generalisasi dan
kategorisasi dalam adaptasi sosial (Allport, 1954; Brewer, 1988 ; Fiske
& Taylor, 1991).
Penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi yang dalam
seringkali bertahan dan sulit diubah meskipun melalui intervensi
langsung (Ram, Nersessian, & Keil, 1997; Gardner & Dalsing, 1986;
Gutman, 1979; Confrey, 1990). Sebagai contoh, penelitian yang
dilaksanakan oleh Stein dan Dunbar (sebagaimana dijelaskan dalam
Dunbar, Fugelsang, & Stein, 2007 ) ketika meraka mengajukan
pertanyaan kepada mahasiswa tentang mengapa musim berubah dan
kemudian menilai pengetahuan relevan melalui pilihan ganda.
Selanjutnya ditemukan bahwa 94% siswa mengalami miskonsepsi
(termasuk kepercayaan bahwa bentuk orbit bumi yang menyebabkan
perubahan cuaca). Pada periode berikutnya, peneliti menunjukkan
video yang menjelaskan bahwa kemiringan sumbu bumi, bukan
bentuk orbit bumi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan musim.
Kendati video sudah ditonon, ketika siswa diminta untuk merevisi
perspektif mereka, penjelasan mereka tentang musim, secara
fundamental relatif tidak berubah. Demikian pula, McCloskey,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
51
Caramazza, dan Green (1980) menemukan bahwa kesalahpahaman
tentang tentang dunia fisik bertahan bahkan ketika disangkal melalui
instruksi formal.
Hal itu membuat pusing. Tetapi tidak sama sekali suram. Untuk
memulainya, penting untuk memahami bahwa perubahan konseptual
seringkali terjadi secara bertahap dan tidak bisa langsung dilihat.
Maka dari itu, mahasiswa mungkin akan berpindah ke kepemilikan
pengetahuan yang benar saat pengetahuan itu tidak tampak dalam
kerja mereka (Alibali, 1999; Chi & Roscoe, 2002). Terlebih, ketika
siswa mempertahankan kepercayaan yang tidak benar, maka akan
menghambat proses belajar, keyakinan baru tidak dapat
menggantikan keyakinaan mereka meskipun mereka telah
mendapatkan penjelasan yang benar. Penelitian menunjukkan,
sebagai contoh, bahwa ketika seseorang cukup termotivasi untuk
berbuat, mereka dapat secara sadar menggumamkan penjelasan
yang keliru dan belajar untuk kembali pada analisis yang lebih rasional
dan mengurangi kekeliruan (Monteith & mark, 2005; Monteith,
Sherman, & Devne, 1998). Selain itu, karena kesadaran dapat
mengatasi kesalahpahaman sehingga membutuhkan energi kognitif
yang lebih dari sekedar kembali pada intuitif [cara berfikir umum],
sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa ketika gangguan
dan tekanan diminimalkan, mahasiswa akan lebih berpikir rasional dan
menghindari penerapan kesalahpahaman dan kecacatan asumsi
(Finucane, et.al, 2000; Kahnemann & Frederick, 2002).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
52
Sebagai tambahan, pembelajaran yang dirancang secara hati-
hati dapat membantu menghilangkan miskonsepsi melalui proses
yang disebut jembatan (Brown, 1992; Brown & Clement, 1989;
Clement, 1993). Misalnya, dalam eksperimen yang dilakukan oleh
Clement teramati bahwa mahasiswa seringkali memiliki masalah
kepercayaan bahwa meja yang memberikan tekanan pada buku yang
ditempatkan di permukaan meja. Untuk membantu mahasiswa
memperbaiki konsep tekanan, berikanlah sesuatu konsep yang
bertentangan dengan intuisi (counterintuitive) mereka. Clement,
kemudian mendesain intervensi pengajaran untuk siswa SMA
Program IPA dengan memulai dari pengetahuan terdahulu yang
akurat/benar. Dikarenakan siswa percaya bahwa per yang ditekan
akan menghasilkan gaya, peneliti membuat analogi dari per ke busa,
kemudian ke gaya lentur dan akhirnya ke meja keras. Objek perantara
bertindak menjadi jembatan yang membedakan antara per dan meja
dan memungkinkan siswa untuk memperluas pengetahuan terdahulu
ke dalam konteks yang baru. Dengan menggunakan pendekatan ini,
Clement mendapatkan bukti bahwa terdapat perbedaan sgnifikan
nilai pre-test dan post-tes dibandingkan kelas dengan pengajaran
tradisional. Dengan nada yang sama, penelitian Minstrell (1989)
menunjukkan bahwa “siswa dapat dijauhkan dari miskonsepsi melalui
penjelasan rasional agar mendapatkan keakuratan pengetahuan yang
dapat mengubah secara gradual pengetahuan yang tidak akurat.”
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
53
IMPLIKASI PENGAJARAN
Penting bagi dosen/guru untuk mengetahui ketidakakuratan
pengetahuan mahasiswa, karena ketidakakuratan pengetahuan lama
dapat menghambat atau mengganggu pembelajaran. Dalam
beberapa kasus, ketidakakuratan dapat diperbaiki secara sederhana
dengan memberikan informasi dan bukti yang akurat sehingga dapat
merubah keyakinan dan model konseptual yang dimiliki mahasiswa.
Bagaimanapun, penting bagi dosen/guru untuk mengenali bahwa
pembetulan atau penyangkalan kesalahan tidak cukup membantu
memperbaiki miskonsepsi begitu mendalam dalam diri siswa. Tentu
saja, membantu mahasiswa 8gu9xhjkjmelalui proses perubahan
konseptual memakan waktu, menuntut kesabaran, dan kreativitas.
STRATEGI TEPAT YANG DISARANKAN
Pada bagian pertama ini kita menyampaikan strategi yang
dapat membantu dosen/guru memperhitungkan kualitas
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) mahasiswa, terkait dengan
pengetahuan yang dipersyaratkan untuk memulai materi [mata kuliah]
baru. Ada berbagai pilhan strategi yang dapat diterapkan oleh
dosen/guru untuk: (1) mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) mahasiswa yang relevan; (2) menunjukkkan
pertentangan pada pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
mahasiswa, dan; (3) membantu mahasiswa menghindari penerapan
pengetahuan yang keliru; (4) membantu mahasiswa memperbaiki dan
memikirkan kembali ketidakakuratan pengetahuan yang dimilikinya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
54
Metode Untuk Mengetahui Keberadaan dan Kualitas Pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) mahasiswa
Penting bagi dosen/guru untuk mengetahui pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) mahasiswa. Berikut teknik yang dapat
digunakan untuk mengukur keberadaan dan kualitas pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) siswa.
Berbicara dengan para kolega
Langkah awal untuk mengetahui pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) yang dibawa mahasiswa ke kelas, berbicara dengan para
kolega yang mengajar mata kuliah prasyarat atau melihat silabus dan
tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah prasyarat. Cara ini
dapat memberikan informasi yang cepat tentang materi apa yang
harus dicover, sehingga Anda dapat menentukan kemungkinan
potensi kesenjangan yang terjadi dalam pemahaman mahasiswa.
Ingatlah, meskipun hanya karena materi tidak diajarkan berarti
mahasiswa perlu mempelajari materi itu.
Untuk mendapatkan informasi terkait pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) mahasiswa, juga kemampuan mereka dalam
menerapkan pengetahuan, juga perlu bertanya kepada mahasiswa
tentang: Konsep dan keterampilan apa yang mudah dikuasai
mahasiswa? Apakah salah satunya yang sulit untuk dikuasai? Apakah
ada mahasiswa yang memiliki miskonsepsi yang sistematis? Jenis-
jenis informasi dari kolega dapat membantu Anda mendesain aktivitas
pembelajaran sehingga mahasiswa dapat menghubungkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
55
pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, mendukung,
memperluas, dan jika diperlukan, memperbaiki, pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) mahasiswa.
Lakukan Tugas Diagnostik
Untuk mengetahui pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
siswa yang dipersyaratkan di dalam mata kuliah yang Anda ampu,
berikanlah tugas singkat, penilaian tingkat rendah, seperti kuis atau
essay, di minggu awal semester. Kemampuan mahasiswa dalam
menyelesaikan tugas dapat menginformasikan kepada Anda
mengenai pengetahuan tentang fakta dan konsep prasyarat atau
kompetensi mahasiswa dalam beragam keterampilan. Misal, jika mata
kuliah yang Anda ampu membutuhkan pengetahuan teknis tentang
pengetahuan kosakata dan keteramplan kalkulus dasar, kamu dapat
membuat kuis yang berisi pertanyaan tentang arti kata dan
menyelesaikan masalah kalkulus. Anda dapat menandai individu
tertentu untuk mendapatkan informasi tentang keterampilan dan
pengetahan mahasiswa tertentu atau melihat sebagian dari mereka
untuk mendapatkan informasi tingkat kesiapan keseluruhan kelas.
Cara lain untuk menunjukkan pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) mahasiswa adalah melakukan penyelidikan konseptual.
Penyelidikan konseptual adalah tes tak berbobot nilai (ungraded
tests), biasanya dalam format pilihan ganda, yang dirancang untuk
mengetahui jawaban yang salah yang membantu mengungkapkan
kesalahpahaman umum. Mengembangkan penyelidikan konseptual
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
56
menuntut waktu, silahkan tentukan jumlah soal sesuai dengan
kebutuhan Anda.
Dapatkah mahasiswa Menilai Pengetahuan terdahulu (prior
knowledges) Mereka Sendiri
Dalam beberapa mata kuliah dan beberapa tingkat keahlian,
[mahasiswa] dapat menilai pengetahuan dan keterampilan mereka
sendiri dengan cepat dan efektif – meskipun tidak dengan cara yang
sangat mudah - untuk mendiagnosa cukup atau tidak cukup
pengetahuan terdahulu (prior knowledges). Salah satu cara agar
mahasiswa mampu menilai sendiri adalah membiarkan mahasiswa
membuat daftar konsep dan keterampilan yang Anda harapkan untuk
dimiliki mahasiswa setelah kuliah dengan Anda, serta beberapa
konsep dan keterampilan yang Anda harapkan untuk diperoleh
mahasiswa selama satu semester.
Mintalah siswa untuk menilai tingkat kompetensi untuk setiap
konsep atau keterampilan, menggunakan skala familiaritas (“Aku
telah mendengar istilah”) untuk pengetahuan faktual, (“Aku bisa
mendefinisikannya”) untuk pengetahuan konseptual, (“Aku bisa
menjelaskannya kepada orang lain”), untuk aplikasi, (“Saya dapat
menggunakannya untuk memecahkan masalah”). Periksa data kelas
secara keseluruhan untuk mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
belum diketahui oleh mahasiswa Anda dari apa yang Anda harapkan.
Dalam kasus lain, informasi ini dapat membantu Anda mengkalibrasi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
57
ulang Silabus untuk memenuhi kebutuhan siswa agar lebih baik. Lihat
Lampiran 1 untuk informasi lebih lanjut tentang penilaian diri siswa.
Menggunakan Brainstorming Untuk Menggali Pengetahuan terdahulu
(prior knowledges)
Salah satu cara untuk menunjukkan pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) adalah melaksanakan sesi brainstorming.
Brainstorming dapat digunakan untuk menggali kepercayaan,
asosiasi, dan asumsi (misal, dengan pertanyaan seperti "Apa yang ada
dalam pikiran Anda ketika mendengar kata Evangelist?").
Brainstorming juga dapat digunakan untuk menggali pengetahuan
faktual atau konseptual (Apakah terdapat beberapa peristiwa sejarah
sebagai peristiwa kunci di Abad Perdagangan?" atau "Apa yang
kamu pikirkan ketika berfikir tentang etika lingkungan?",
pengetahuan prosedural (Jika Anda melaksanakan penelitian PTK di
sekolah, dimana penelitian dimulai?") atau pengetahuan kontekstual
("Adakah beberapa metodologi yang dapat digunakan untuk semua
jenis pertanyaan penelitian?").
Ingatlah bahwa brainstorming tidak hanya menggali
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) mahasiswa. Juga, dapat
mempersiapkan penerapan pengetahuan yang akurat dan sesuai dari
penerapan pengetahuan yang tidak akurat atau tidak sesuai.
Brainstorming juga dapat dijadikan sebagai intograsi elaboratif,
sehingg dosen dapat menggali pengetahuan mahasiswa sedalam-
dalamnya, dan dengan begitu akan mengetahui apakah mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
58
memiliki pengetahuan apa yang tepat, sesuai, dan akurat serta yang
tidak tepat, tidak sesuai, dan tidak akurat.
Berikan Aktivitas Peta Konsep (Concept Maping)
Untuk menyelami lebih dalam apa yang diketahui mahasiswa
tentang materi yang akan diajarkan, ajukan pertanyaan kepada
mereka sehingga mereka dapat membangun peta konsep yang
menunjukkan apapun yang telah mereka ketahui tentang materi
pelajaran. Kamu dapat meminta mahasiswa untuk membuat Peta
Konsep (lihat Lampiran 2): menggambarkan apa yang mereka ketahui
tentang seluruh hal yang terkait dengan materi (misalnya, psikologi
sosial), konsep tertentu (misalnya, Keadilan Sosial), atau pertanyaan
(misalnya, "Apa saja yang termasuk isu etis yang terkait dengan
pelaksanaan kekuasaan negara?").
Beberapa mahasiswa mungkin sudah familiar dengan peta
konsep, tetapi yang lain belum. Jadi pastikan bahwa Anda telah
menjelaskan kepada mereka tentang peta konsep itu apa dan
bagaimana membuat peta konsep (lingkaran di tengah untuk konsep
utama, garis di antara konsep untuk menunjukkan bagaimana
keterkaitan antar-konsep). Terdapat beberapa cara untuk menyusun
peta konsep, Anda harus memberikan beberrapa contoh. Sebagai
contoh, jika Anda tertarik untuk mengukur pengetahuan tentang
konsep, juga kemampuan mereka mengartikan hubungan di antara
konsep, kamu dapat meminta mahasiswa untuk menyusun konsep
dan menjelaskan hubungan antar-konsep.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
59
Tetapi, jika Anda hanya tertarik pada kemampuan mahasiswa
untuk menjelaskan keterkaitan antar-konsep, Anda dapat
menyediakan sejumlah konsep dan bertanya kepada mahasiswa
untuk mengurutkannya dan menghubungkannya melalui suatu tanda
hubungan (links). Jika terdapat beberapa informasi tertentu yang
Anda lihat memiliki hubungan kausal, contoh, orientasi teoretis),
ungkapkan secara jelas apa yang Anda inginkan. Kajilah peta konsep
yang telah dibuat oleh mahasiswa Anda untuk menentukan apakah
terdapat kesenjangan, link yang tidak sesuai, dan kekeliruan dalam
mengemukakan istilah dan gagasan yang kemungkinan
memunculkan istilah atau teori yang naif.
Melihat Pola Kesalahan dalam Pekerjaan mahasiswa
Miskonsepsi cenderung menyebar-luas dan menghasilkan
kesalahan dengan pola yang konsisten. Anda (atau penilai) dapat
mengindeitikfikasi miskonsepsi ini dengan cara sederhana, hanya
dengan melihat kesalahan mahasiswa dalam tugas-tugas rumah yang
Anda berikan, kuis, atau ujian dan catatan di dalam kelas. Anda dapat
menelusuri masalah dan kekeliruan yang ditunjukkan mahasiswa
ketika kamu datang ke kelas dan mengajukan pertanyaan ke kelas.
Berikan perhatian pada pola umum kesalahan yang terjadi sehingga
Anda dapat menemukan masalah umum. Miskonsepsi-miskonsep itu
menjadi target pembelajaran Anda untuk membantu memperbaiki
miskonsepsi atau kesenjangan pemahaman yang terjadi. Beberapa
dosen/guru memanfaatkan dan mengumpulkan jawaban kelas untuk
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
60
di setiap pertanyaan konsep yang diajukan ke kelas, sering juga
disebut decak. Decak dapat memberikan gambaran tentang jawaban
mahasiswa dan menjadi bahan bagi guru/dosen untuk mengetahui
hal-hal yang tidak dipahami oleh mahasiswa sebagai pengetahuan
mahasiswa sebelumnya yang tidak cukup.
METODE UNTUK MENGAKTIFKAN PENGETAHUAN TERDAHULU
(PRIOR KNOWLEDGES) YANG AKURAT
Menggunakan Latihan untuk Menghasilkan Pengetahuan Terdahulu
(Prior Knowledges)
Mengingat mahasiswa akan belajar lebih efektif ketika mereka
dapat menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
terdahulu (prior knowledges) (lihat Gambar 1), akan membantu jika
Anda memulai perkuliahan dengan mengajukan pertanyaan kepada
mahasiswa tentang apa yang mereka ketahui tentang topik. Hal itu
dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti memberikan
pertanyaan brainstorming atau menugaskan penyusunan peta
konsep.
Ketika mahasiswa telah mengaktifkan pengetahuan yang lalu
di dalam kepala mereka, saat itu juga mahasiswa dengan sukses dapat
mengintegrasikan pengetahuan baru. Dengan aktivitas seperti itu
dapat menemukan kesenjangan antara pengetahuan yang tidak
akurat dan tidak sesuai dengan pengetahuan yang akurat dan relevan,
lalu dosen/guru harus segera mempersiapkan cara-cara yang dapat
membantu mahasiswa menanggulangi masalah belajar ini. Beberapa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
61
cara yang dapat dilakukan dosen/guru dijelaskan pada bagian berikut
ini:
Menunjukkan Secara Eksplisit Hubungan Materi Baru dengan
Pengetahuan dari Mata Kuliah Sebelumnya
Kurikulum program studi adalah kumpulan mata kuliah-mata
kuliah dalam satu kajian disiplin ilmu tertentu. Perbedaan karakter
utama di setiap topik menjadi dasar penamaan mata kuliah. Semua
mata kuliah di suatu program studi pada dasarnya memiliki
keterkaitan satu sama lain untuk menunjang pencapaian tujuan
program studi. mahasiswa cenderung untuk memisah-misahkan
pengetahuan berdasarkan kategori mata kuliah, semester, atau
disiplin ilmu. Hasilnya, mereka sering tidak memahami relevansi
pengetahuan dari mata kuliah sebelumnya dengan materi pelajaran
berikutnya.
Misalnya, mahasiswa yang hendak mempelajari konsep
keanekaragaman (variability) dalam Mata Kuliah Statistika seringkali
tidak membawa pengetahuan dari konsep ketidakajegan (volatility)
dalam Mata Kuliah Keuangan dikarenakan perbedaan istilah dan
karena itu, mereka tidak melihat hubungan kedua konteks, keuangan
dan statistika. Sehingga, jika dosen harus memberikan penjelasan
tentang hubungan antara variability (keanekaragaman) dan volatility
(ketidakajegan) secara ekplisit, memungkinkan mahasiswa dapat
tambahan pengetahuan terhadap pengetahuan lama dan
membangun pengetahuan baru secara lebih produktif.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
62
Menunjukkan Secara Eksplisit Hubungan Materi Pelajaran Baru
dengan Pengetahuan Terdahulu dari Mata Kuliah Anda
Meskipun kita seringkali mengira para mahasiswa secara
otomatis dapat menghubungkan pengetahuan yang telah mereka
pelajari di awal kuliah pada mata kuliah yang baru, ternyata tidak
selalu begitu. Maka dari itu, penting bagi dosen/guru untuk
menggambarkan hubungan antara materi lama dengan materi baru
di setiap kali mengajar. Dosen/guru dapat membantu mahasiswa
mengaktifkan pengetahuan terdahulu (prior knowledges) dengan
berbagai cara seperti tanya jawab, diskusi, atau meminta mahasiswa
membaca materi yang dipelajari di awal semester dalam kaitannya
dengan materi yang dipelajari saat ini.
Misalnya, dalam mata kuliah Metodolodi Penelitian, dosen
memulai di kelas dengan mengatakan "Pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu
di semester pertama, Anda telah mempelajari logika dan teknik
penalaran, pada Pertemuan 2 ini, kita akan membahas tentang
pendekatan penelitian, kuantitatif dan kualitatif, yang memiliki kaitan
dengan logika dan tenik penalaran". Cara seperti itu dapat
membantu mahasiswa mengaktifkan pengetahuan mahasiswa
sebelumnya. Lainnya, seperti "Silahkan renungkan kembali desain
penelitian dari Guba & Lincoln yang telah dibahas pada pertemuan
minggu lalau" atau "Apa yang telah Anda ketahui tentang data emik
dan data etik berdasarkan penjelasan sebelumnya?".
Dengan cara lain, untuk mendorong mahasiswa
menghubungkan dengan materi mata kuliah. Msalnya, dosen/guru
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
63
dapat meminta mahasiswa menuliskan makalah refleksi yang
menjelaskan hubungan antara apa yang dibaca sebelumnya dengan
bahan bacaan lainnya dan terhadap tema besar dalam mata kuliah.
Juga, diskusi merupakan peluang untuk mendorong siswa untuk
membangkitkan pengetahuan terdahulu (prior knowledges) dan
menghubungkannya ke dalam materi yang saat ini dipelajari.
Gunakanlah Analogi dan Contoh Yang Berhubungan dengan
Pengetahuan Sehari-Hari
Contoh atau analogi berdasarkan kehidupan sehari-hari dan
dunia yang lebih luas membuat materi yang disampaikan dapat
dipahami oleh mahasiswa dan lebih tertanam dalam pikiran
mahasiswa. Misal, dosen/guru dapat membawa memori masa kecil
dan pengalaman semasa remaja untuk membantu mereka memahami
konsep perkembangan anak dalam Mata Kuliah Psikologi
Perkembangan. Serupa, dosen/guru dapat menggunakan
pengalaman mahasiswa dengan dunia fisik untuk memperkenalkan
konsep seperti gaya dan percepatan.
Analogi juga berguna untuk menghubungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan terdahulu (prior knowledges). Misal,
pengalaman mahasiswa dalam memasak dapat membantu
mahasiswa dalam memahami proses sintesis kimiawi (hanya dalam
memasak, ketika Anda mencampurkan berbagai bahan atau
menghangatkan bahan kimiawi, Anda perlu mengetahui waktu yang
tepat dan tidak berbahaya, untuk membuat campuran kimiawi).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
64
mahasiswa seringkali akan lebih tertarik dengan penjelasan konteks-
konteks yang familiar dan kita dapat membangun pengetahuan
mereka dari konteks familiar sehinga kita dapat mengekplorasi materi
baru.
Meminta mahasiswa Mengemukakan Pengetahuan Paling Dasar
Sebelumnya Yang Relevan
Seringkali mahasiswa memiliki pengetahuan terdahulu yang
dapat, sehingga membantu mereka mengemukakan materi baru dan
mempelajari materi baru lebih mendalam. Karena itu, sangat berguna
untuk mendorong mahasiswa mengajukan pertanyaan yang
dibutuhkan oleh mereka untuk mempergunakan pengetahuan lama
yang dapat digunakan untuk memprediksi informasi baru sebelum
mereka benar-benar mengalaminya.
Misal, sebelum meminta membaca artikel di tahun 1970,
dosen/guru meminta kepada mahasiswa menjelaksan apa yang
terjadi pada saat penulis menginformasikan kejadian berdasarkan
perspektif penulis. Atau ketika menyajikan masalah desain,
dosen/guru mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa seberapa
kenal mereka dengan desain, akan mempermudah mereka mendekati
masalah. Cara-cara seperti itu tidak hanya mendorong pengetahuan
terdahulu, tetapi juga menggunakan pengetahuan terdahulu untuk
menjelaskan pengetahuan yang baru.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
65
METODE UNTUK MENUNJUKKAN PENGETAHUAN TERDAHULU
(PRIOR KNOWLEDGES) YANG TIDAK CUKUP
Identifikasi Pengetahuan terdahulu (prior knowledges) Yang
Diperkirakan Dimiliki Siswa
Langkah pertama untuk menunjukkan kesenjangan
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) adalah mengenali
kesenjangan itu sendiri. Anda perlu mengidentifikasi pengetahuan
yang harus dimiliki mahasiswa sebagai prasyarat agar mahasiswa
dapat belajar lebih efektif. Untuk mengidentifikasi pengetahuan
terdahulu (prior knowledges), mungkin Anda ingin memulainya
dengan tugas, atau bertanyalah kepada diri Anda sendiri: "Apa yang
perlu diketahui oleh mahasiswa agar tugas ini dapat dikerjakan?".
Seringkali dosen/guru cepat berhenti mengidentifikasi semua
pengetahuan dasar yang dibutuhkan siswa, maka dari itu pastikan
untuk mengajukan pertanyaan sebelum Anda selesai
mengindentifikasi semua pengetahuan yang dibutuhkan agar
mahasiswa dapat menyelesaikan tugas yang Anda berikan.
Pastikanlah perbedaan antara pengetahuan deklaratif (mengetahui
apa dan mengapa) dari pengetahuan prosedural (mengetahui
bagaimana dan kapan), karena mahasiswa yang mengetahui fakta
atau konsep tidak selalu akan mengetahui bagaimana dan cara
menggunakannya, dan kranea mahasiswa mengetahui bagaimana
menjelakan prosedur tidak berati mereka memahami apa yang terjadi
atau mengapa (Lihat, Strategi untuk Mendorong dan Memperkuat
Penguasaan Pengetahuan, di Bab 4).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
66
Memulihkan Pengetahuan Prasyarat Yang Tidak Cukup
Jika dari penilaian pengetahuan terdahulu (prior knowledges)
menunjukkan terdapat kesenjangan dalam pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) yang terkait dengan mata kuliah saat ni, terdapat
beberapa kemungkinan penanganan, tergantung pada skala masalah
serta sumberdaya dan pilihan yang tersedia bagi Anda dan bagi
mahasiswa Anda. Jika hanya beberapa mahasiswa yang lemah pada
pengetahuan prasyarat, satu pilihan yang mungkin bagi Anda adalah
menyarankan mereka untuk mempelajari kembali materi sebelumnya
sampai mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk menerima
materi baru di mata kuliah saat ini.
Cara alternatif, jika sebagian kecil mahasiswa, tetapi nampak
memiliki kemampuan untuk mendapatkannya, Anda hanya perlu
menyediakan beberapa istilah pokok yang mungkin harus diketahui
oleh mereka dan keterampilan yang harus dimiliki oleh mereka dan
membiarkan mereka mengisi kekurangan itu di sepanjang waktu. Jika
sebagian besar mahasiswa kurang memahami pengetahaun prasyarat
dalam materi tertentu, dosen/guru dapat memutuskan satu dari
beberapa kelas untuk mengkaji materi-materi penting yang
dibutuhkan atau mintalah kepada asisten Anda (jika Anda punya
asisten) untuk melaksanakan review pelajaran di luar kelas.
Jika melebihi sebagian dari jumlah mahasiswa di kelas
kekurangan pengetahuan yang paling dasar untuk menerima materi
dari mata kuliah saat ini, Anda perlu merevisi Silabus agar sesuai
dengan pengetahuan dan keahlian mahasiswa Anda saat ini. Tentu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
67
saja, jika mata kuliah Anda saat ini menjadi prasyarat untuk mata
kuliah lainnya, revisi materi mata kuliah akan berdampak besar, Anda
perlu mendiskusikannya dengan Ketua Program Studi perihal Capaian
Pembelajaran (learning outcomes) dan urutan materi perkuliahan
(course sequencing).
METODE UNTUK MEMBANTU mahasiswa MENGENALI
PENGETAHUAN TERDAHULU (PRIOR KNOWLEDGES) YANG TIDAK
SESUAI
Pusatkan Perhatian Pada Kondisi Penerapan
Membantu mahasiswa mengenali pengetahuan terdahulu
(prior knowledges) sangat penting ketika mahasiswa menerapkan
pengetahuan terdahulu (prior knowledges) tidak sesuai. Misal, dosen
statistik menjelaskan bahwa analisis regresi dapat digunakan untuk
variabel kuantitatif tetapi tidak untuk variabel kualitatif, atau dosen
biologi akan mengajarkan untuk membuang gaya tulisan ekspresif di
mata kuliah lain dan tentu menuliskan laporan labolatorium yang
konsisten dan tepat. Jika tidak terdapat aturan yang ketat tentang
kapan pengetahuan terdahulu (prior knowledges) digunakan, strategi
lain yaitu menyajikan sejumlah masalah dan konteks kepada para
mahasiswa dan meminta mereka untuk mengidentifikasi keahlian atau
keterampilan apa yang tidak mereka kuasai, dan lalu Anda
menjelaskannya kembali kepada mereka. Memang terkadang Anda
merasa itu pekerjaan membuang-buang waktu. Dosen memang harus
bersabar dalam mendidik, mendidiklah untuk jadi pendidik.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
68
Menyediakan Penjelasan Heuristik Untuk Membantu mahasiswa
Menghindari Penerapan Pengetahuan Yang Tidak Sesuai
Salah satu strategi untuk membantu mahasiswa menghindari
penerapan pengetahuan yang tidak sesuai adalah memberikan
beberapa aturan praktis yang dapat membantu mereka menentukan
apakah pengetahuan mereka relevan atau tidak. Misalnya, ketika
mahasiswa berhadapan dengan praktik budaya yang berbeda dan
mungkin melakukan penulisan berdasarkan norma budaya mereka,
Anda dapat mengungkapkan pernyataan seperti "Saya membuat
asumsi berdasarkan budaya saya yang mungin sekali tidak sesuai
dengan budaya Anda?. Jika ada, apa asumsi mereka dan bagaimana
asumsi itu berasal?".
Dengan cara yang sama, jika Anda mengetahui situasi ketika
mahasiswa Anda bingung dengan kekacauan pengetahuan lama,
misalnya, mahasiswa memahami penguatan negatif di awal bab ini),
Anda mungkin akan memberikan mereka aturan praktis yang dapat
membantu mereka menghindari kesalahpahaman. Misal, Anda perlu
mengungkapkan kepada mahasiswa, "Ketika Anda mendengar istilah
negatif dalam konteks penguatan negatif, pikirkanlah tentang
pengurangan tindakan". Dengan cara memberikan peringatan
tentang suatu konsep tertentu, membantu mahasiswa menghindari
kesalahpahaman atas suatu konsep, seperti penguatan negatif.
Secara Ekplisit Mengidentifikasi Kesepakatan Khusus Disiplin Ilmiah
Penting untuk menyampaikan secara spesifik kesepakatan
disiplin ilmiah seingga mahasiswa tidak melakukan kesalahan dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
69
menerapkan disiplin ilmiah yang mereka ketahui. Misal, mahasiswa
memiliki pengalaman dalam membuat tulisan ilmiah (Laporan
Labolatorium), dari ilmu sejarah (makalah analitis), atau dari mata
kuliah bahasa inggris (narasi personal), sehingga ketika mereka
mengambil Mata Kuliah Kebijakan Publik, mereka mungkin tidak
memiliki pengetahuan dan keahlian yang sesuai untuk menyusun
tulisan makalah kebijakan publik. Penting untuk menyampaikan
aturan-aturan umum yang harus diikuti oleh mereka. Tanpa panduan
yang jelas, mahasiswa mungkin akan membuat analogi dari
pengalaman sebelumnya yang mereka anggap kompeten,
mengabaikan pengalaman yang sesuai dengan konteks saat ini.
Tampilkan Hal-Hal Khusus Dari Analogi
Analogi dapat membantu mahasiswa belajar konsep yang
rumit dan kompleks. Bagaimanapun, akan akan menghadapi masalah
jika mahasiswa tidak mengenali batasan dari suatu analogi. Karena itu,
penting untuk membantu mahasiswa mengenali keterbatasan analogi
dengan secara ekplisit mengidentifikasikan (atau meminta mahasiswa
mengidentifikasi) contoh-contoh dari analogi. Misal, Anda mungkin
akan menjelaskan bahwa sistem pencernaan mirip dengan pipa
karena melibatkan organ seperti tabung dan berbagai jenis katup,
tetapi sistem pencernaan itu jauh lebih kompleks dan sensitif
dibandingkan sistem pipa biasa.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
70
METODE UNTUK MELURUSKAN PENGETAHUAN YANG TIDAK
BENAR
Meminta mahasiswa Untuk Melaksanakan dan Menguji Prediksi
Untuk membantu mahasiswa memperbaiki kepercayaan dan
model mental yang keliru, minta kepada mahasiswa untuk membuat
prediksi berdasarkan kepecayaan mereka dan berikan kesempatan
kepada mereka untuk menguji prediksi. Misal, mahasiswa yang
memiliki pemahaman yang tidak benar tentang gaya (F) dapat diminta
untuk membuat prediksi tentang bagaimana gaya akan bertindak
pada objek yang tetap dibandingkan objek yang bergerak. Siapkan
bukti yang bertentangan dengan kepercayaan dan perkiraan
mahasiswa yang dapat membantu mereka mengetahui letak
kekeliruan pemahaman dan kepercayaan mereka, sambil memotivasi
mereka untuk menggali pengetahuan yang benar. Prediksi dapat diuji
dalam eksperimen, atau lingkungan di luar labolatorium, atau melalui
simulasi komputer.
Meminta mahasiswa Untuk Membenarkan Nalar Mereka
Satu strategi untuk membantu mahasiswa menghindari
pengetahuan yang keliru adalah meminta mereka untuk
mengemukakan argumentasi berdasarkan pada keyakinan yang
mereka anggap benar. Ketika diketahui adanya kontradiksi internal
dalam argumentasi mahasiswa, tepat yang saat untuk menjelaskan
kepada mereka pengetahuan yang benar. Keberatan atas
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
71
pendekatan ini adalah bahwa dosen tidak perlu memperlihatkan
kepada mahasiswa, kontradiksi internal dalam pikiran mahasiswa.
Lebih dari itu, jika sikap dan kepercayaan mereka terlalu dalam
(misalnya, kepercayaan yang terlalu bertentangan), kontradiksi
mungkin memiliki sedikit dampak. Untuk membenarkan penalaran
yang kontradiktif, Anda dapat meminta mahasiswa Anda
menunjukkan hal-hal yang bertentangan dengan pikiran mereka,
sehingga dengan sendirinya mereka menyadari kontradiksi internal
dalam pikiran mereka.
Menyediakan Beragam Kesempatan Bagi mahasiswa Untuk
Menggunakan Pengetahuan
Miskonsepsi dapat begitu sulit diperbaiki karena diperkuat
melalui pengulangan-pengulangan. Ingat, kesalahan yang diulang-
ulang seringkali dianggap sebagai kebenaran. Maka dari itu,
mengganti pengetahuan tidak akurat dengan pengetahuan akurat
tidak hanya dengan memperkenalkan pengetahuan akurat tetapi juga
menyediakan beragam kesempatan untuk menggunakan
pengetahuan akurat. Pengulangan kesempatan menerapkan
pengetahuan akurat dapat membantu menghalangi semakin
dalamnya miskonsepsi. Pengulangan kesempatan penerapan
pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan latihan terus
menerus.
Memberikan Waktu Yang Cukup
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
72
Begitu mudah bagi mahasiswa untuk kembali pada
pemahaman yang keliru. Hanya dengan memberikan waktu yang
cukup, daripada Anda harus mengemukakan alasan yang dibutuhkan
untuk mengakhirinya, peluang untuk kembali pada kesalahpahaman
semakin kecil. Maka dari itu, ketika Anda meminta mahasiswa
menggunakan pengetahuan baru yang dibutuhkan untuk
memperbaiki tentang pengetahuan terdahulu (prior knowledges), hal
itu dapat membantu mengurangi kekeliruan dan sedikit mengurangi
waktu. Hal itu dapat dilakukan dengan membantu mahasiswa
menyusun daftar pengetahuan yang dibutuhkan untuk
mengindentifikasi kesalahpahaman pengetahuan dan tentu saja
secara sadar menerapkannya secara menyeluruh, berfikir kritis.
RINGKASAN
Pada bab ini telah dibahas secara kritis peran pengetahuan
terdahulu yang menjadi fondasi dasar untuk perolehan pengetahuan
yang baru dan pembangunan pengetahuan yang kaya. Ingat bahwa
pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa, dosen harus
melaksanakan pembelajaran yang mendorong pada pembentukan
pengetahuan yang kaya, tetapi hanya pengetahuan yang akurat,
tepat, dan sesuai. Bukan yang lain.
Anda telah diajak untuk mengerti bahwa jika ada kesenjangan
kecukupan antara pengetahuan lama dan baru, keadaan seperti itu
dapat mendukung perolehan pengetahuan baru. Lebih dari itu, jika
pengetahuan terdahulu diterapkan pada konteks yang keliru, hal itu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
73
dapat mendorong mahasiswa membuat asumsi yang salah atau
berakibat pada kekeliruan berikutnya. Tambahan, pengetahuan lama
yang tidak akurat - beberapa dapat dipastikan sulit untuk diperbaiki -
dapat mendistorsi pemahaman dan menghambat perolehan
pengetahuan baru.
Sebagai konsekuensi, tugas penting dosen/guru adalah
mengetahui dan menilai pengetahuan dan kepercayaan mahasiswa,
sehingga dapat membantu mahasiswa untuk membangun
pengetahuan yang akurat dan relevan, mengisi kesenjangan
ketidakcukupan ketika hal itu ada, membantu memahami bilamana
ketidaksesuaian penerapan pengetahuan lama, dan membantu
memperbaiki pengetahuan yang tidak akurat sehingga menjadi lebih
akurat dan mengembangkan model berfikir yang benar. Dosen hanya
perlu untuk menjadi sosok pendidik telaten dan sabar, agar
mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang benar dan kaya; bukan
pengetahuan yang tidak benar dan kaya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
74
BAB 3
MENATA PENGETAHUAN
Kebanyakan mahasiswa sulit memahami materi, karena tidak mengetahui cara mudah belajar, bukan karena faktor lain
Pada BAB 1, saya telah menjelaskan satu keterampilan metodik
yang harus dikuasai dosen (guru), yakni membantu mahasiswa
membangun pengetahuan yang cukup, akurat, dan sesuai. Pada BAB
2 ini, Anda akan mempelajari keterampilan metodik yang lainnya,
yaitu membantu mahasiswa mengelola pengetahuan yang cukup
akurat dan sesuai. Tentu saja antara BAB 1 dan BAB 2 ini memiliki
hubungan fungsional, yakni pengelolaan pengetahuan akan lebih
baik jika pengetahuan yang dikelola mahasiswa adalah pengetahuan
yang terbukti sudah cukup, akurat, dan sesuai. Untuk membantu Anda
memahami konsep pengelolaan pengetahuan, yang mungkin
berbeda dari konsep pengelolaan dalam disiplin ilmu manajemen,
simaklah dua cerita berikut ini:
Tidak Sesuai Harapan Saya Hampir 12 tahun, saya mengajar Sejarah Sastra. Saya
menyajikan materi menggunakan pendekatan standar. Saya mulai dengan pengantar tentang istilah dan konsep utama, termasuk membahas tentang elemen dasar seni visual (garis, warna, cahaya, bentuk, komposisi, dan ruang). Selanjutnya, untuk setiap 40 sesi pertemuan, saya menunjukkan slide karya-karya penting secara progresif berdasarkan urutan waktu dari Eropa pra-sejarah sampai pada karya-karya seni kontemporer.
Selama itu, saya mengidentifikasi karakteristik penting setiap karya dan menjelaskan keterkaitan dari beragam perubahan, aliran
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
75
dan periode. Di tengah sesi, meminta mahasiswa mengidentifikasi judul karya, pengarang, sekolah dan periode waktu munculnya karya. Sementara [maha]mahasiswa masih menikmati sesi kelas, mereka mengeluh tentang begitu banyak materi yang harus mereka hafalkan untuk menjawab ujian. Saya tahu, begitu banyak kepingan materi, tetapi "... kepingan itu dikelompokkan berdasarkan periode, aliran dan teknik. Ketika Anda mengelompokkan karya berdasarkan kategori tersebut, mudah bagi Anda untuk mengingatnya". Kecuali itu, nampaknya banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam ujian untuk mengidentifikasi kejadian dari terlalu banyak karya pengarang. El Diza
Jalan Terbaik, Apa?
Anatomi dan Psikologi adalah salah satu mata kuliah inti untuk Program Studi Keperatawan, Medis, dan Farmasi. Materi mata kuliah terdiri dari sistem utama dalam tubuh dan menuntut mahasiswa untuk mengidentifikasi dan menjelaskan lokasi dan fungsi dari organ utama, tulang, otot dan jaringan di dalam tubuh. Keseluruhan [maha]mahasiswa hadir di kelas dan labolatorium secara konsisten, dan banyak dari mereka nampak bekerja keras.
Tentu saja, saya melihat mereka saling tukar catatan atau tanya jawab dalam rangka untuk mengingat materi. Mereka belajar mengidentifikasi sebagian besar bagian dari tubuh manusia dan menjelaskan fungsi dari setiap bagian dari tubuh dalam sistem tubuh secara keseluruhan. Ketika saya meminta untuk menjelaskan hubungan di antara bagian atau prinsip tingakt tinggi bahwa sistem saling berkaitan, mahasiswa seringkali salah. Pada ujian terakhir, saya meminta mereka mengidentifikasi dan menjelaskan semua struktur yang terlibat dalam tekanan darah. Saya terkejut, kebanyakan mahasiswa tidak dapat menjawab pertanyaan. Saya hanya tidak menyangka, mereka mengetahui semua bagian, tetapi ketika pertanyaan beralih pada bagaimana semua bagian saling bekerjasama, mereka mengalami kesulitan.
Audrey
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
76
APA YANG TERJADI
Meskipun isi dari kedua mata kuliah di kedua cerita di atas
berbeda, kedua dosen/guru memiliki tujuan yang serupa. Mereka
menginginkan pengetahuan mahasiswa mereka berkembang lebih
dalam, memiliki pemahaman yang mendalam, memahami masalah-
masalah yang kompleks. Pada cerita pertama, terkait dengan masalah
ekpresi yang telah dipelajari manusia sejak 30.000 tahun yang lalu.
Pada cerita kedua, masalah utama adalah serangkaian organ, sistem,
dan interaksi bagian dari organ yang menyusun tubuh manusia.
Setiap pokok bahasan memiliki banyak unsur, dan setiap unsur -
menjadi suatu kerangka tulang - berkaitan dengan unsur lain dalam
cara-cara tertentu. Mengetahui setiap elemen, juga memahami
gambaran tentang bagaimana keterkaitan satu unsur dengan unsur
lainnya sangat penting untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam. Pada setiap cerita, bagaimanapun, mahasiswa nampak
kurang mamahami materi secara keseluruhan (coherent), kurang
cukup menata materi pelajaran, yang menghambat pembelajaran dan
kemampuan mereka sercara akademik.
Pada cerita pertama, Professor El Diza, memberikan konsep
dan kosa kata untuk menganalisis elemen visual dalam karya seni dan
membuat hubungan dengan sejumlah artis, sekolah dan periode.
Kemudian, selama setengah semester dia menyajikan karya seni
dalam urutan kronologis, menunjuk fitur utama dari setiap eksemplar
karya seni yang ditampilkannya. Nampaknya, fitur-fitur yang dikaitkan
dengan pengarang tertentu tidak cukup membuat mahasiswa melihat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
77
hubungan lebih dalam dan membuat keterkaitan lebih luas di antara
begitu banyak kelompok karya seni.
Sementara, hubungan dan perbandingan nampak alamiah
bagi Professor El Diza, mempermudah mahasiswa untuk
mengelompokkan dan mengelola informasi faktual, sedangkan
mahasiswa tidak dapat membuat beberapa keterkaitan. Tentu saja,
mereka tidak terbiasa menyusun materi secara kronologis sebagai
prinsip menata materi dan menata pengetahuan mereka berdasarkan
periode waktu. Dikarenakan struktur kronologis untuk menata
pengetahuan mendorong ingatan fakta-fakta yang terpisah dalam
jumlah yang banyak, tanpa struktur organisasi yang memadai untuk
memudahkan penerimaan dan penggunaan informasi, mahasiswa
akan mengalami kesulitan [kebanyakan gagal] untuk mengingat apa
yang perlu mereka ketahui untuk menjawab ujian.
Pada cerita kedua, mahasiswa Profesor Audrey memiliki
pengetahuan tentang bagian tubuh manusia, tetapi pengetahuan
yang mereka miliki tidak dapat diterjemahkan ke dalam pemahaman
tentang bagaimana semua bagian itu memiliki keterkaitan fungsi satu
dengan yang lainnya. Satu alasan untuk hal ini, mungkin mahasiswa
menata pengetahuan mereka dengan cara yang sama seperti buku
standar Anatomi dan Fisiologi: berdasarkan pada sistem utama
(misalnya, sistem kerangka, sistem pencernaan, sistem sirkulasi). Jika
mahasiswa Professor Audrey dapat menata pengetahuan mereka
tentang bagian terpisah dari tubuh, dapat berdampak pada
kemampuan mereka menggunakan informasi tersebut. Jika
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
78
mahasiswa diminta memberikan nama pada tulang di tangan atau
fungsi pankreas, mereka kemungkinan hanya sedikit terhambat,
sehingga muncul pertanyaan seberapa baik cara mahasiswa menata
pengetahuan.
Bagaimanapun, untuk menjawab pertanyaan Professor Audrey
tentang bagaimana beragam struktur dapat bekerjasama untuk
mengatur tekanan darah, mahasiswa membutuhkan alternatif cara
untuk mengelola pengetahuan mereka - termasuk hubungan
fungsional di antara beragam sistem yang saling terkait, bukan
sesederhana bagian-bagian yang saling terpisah. Dengan kata lain,
cara mahasiswa menata pengetahuan mereka mempermudah cara
menggunakannya, tetapi tidak cukup untuk mendukung semua tugas
yang diberikan kepada mereka.
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Sebagaimana ahli berkata, seringkali tidak sadari, kita telah
menciptakan dan memelihara, suatu struktur-hubungan kompleks
yang mengkaitkan fakta, konsep, prosedur, dan unsur lainnya di
dalam satu pokok bahasan (domain). Lebih dari itu, kita menata
pengetahuan kita tentang hal-hal yang bermakna dan prinsip-prinsip
abstrak. Sebaliknya, kebanyakan pengetahuan mahasiswa belum
berkembang sehingga cara-cara menghubungkan berbagam
informasi di dalam materi mata kuliah berbeda dari cara kita menata
pengetahuan. Maka dari, cara mahasiswa menata pengetahuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
79
mereka berimplikasi pada proses belajar. Penjelasan berikut
menggambarkan prinsip tersebut.
Ketika kita berbicara tentang cara menata pengetahuan
(sederhananya, penataan pengetahuan), kita tidak berbicara tentang
kepingan pengetahuan, tetapi bagaimana menata kepingan-
kepingan pengetahuan itu disusun dan saling berhubungan dan
tersimpan dalam pikiran seseorang. Pengetahuan dapat diatur atau
tidak dapat diatur dengan cara apapun yang mempermudah belajar,
mempermudah keahlian, dan mempertahankannya (retention).
Sebagai ilustrasi, bayangkan dua mahasiswa yang diminta
untuk mengidentifikasi data ketika Inggris menyerang Armada
Spanyol. mahasiswa pertama mengatakan bahwa peperangan terjadi
di tahun 1588 dan mahasiswa kedua mengatakan bahwa dia tidak
dapat mengingat secara tepat kapan peperangan terjadi, tetapi
peperangan itu kemungkinan terjadi sekitar tahun 1590. Angka tahun
1588 adalah jawaban yang benar, mahasiswa pertama nampaknya
memiliki pengetahuan yang lebih akurat. Katakanlah, kita berhadapan
dengan banyak mahasiswa dan meminta bagaimana mereka bisa
mengemukakan jawaban. mahasiswa pertama akan berkata bahwa
dia mengingat angka tahun dari buku. Sebaliknya, mahasiswa kedua
menjawabnya, bahwa ia mengemukakan jawaban berdasarkan pada
pengetahuanya bahwa Inggris membuat koloni Virgiania setelah
tahun 1600 dan karena itu Inggris tiddak akan menyusun angkatan
perang untuk kolonialisasi sebelum pelayaran dinyatakan aman.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
80
Berdasarkan hal itu sekitar 10 tahun perjalanan laut sebelum itu, maka
dari itu saya menjawab sekitar 1590.
Kedua mahasiswa itu memberikan jawaban berdasarkan cara
mereka menata pengetahuan dengan kualitas yang berbeda.
mahasiswa pertama belajar memisahkan fakta tentang Armada
Spanyol, nampaknya tidak dihubungkan dengan peristiwa sejarah lain
yang diketahuinya. Sebaliknya, mahasiswa kedua nampak telah
mampu menata pengetahuannya, saling terhubung (kausal) yang
memungkinkannya untuk menjelaskaan situasi dalam usahanya
menjawab pertanyaan yang diberikan. mahasiswa pertama memiliki
cara penataan pengetahuan yang tidak dapat mendukung kegiatan
belajar di tahap berikutnya, sedangkan mahasiswa kedua mampu
menata pengetahuannya yang memungkinkannya untuk
mengembangkan pengetahuannya untuk kegiatan belajar berikutnya.
Meskipun kedua mahasiswa itu sekedar contoh, tetapi hal itu
menunjukkan keadaan yang sebenarnya, menunjukkan perbedaan
tentang penataan pengetahuan, antara penataan pengetahuan
seorang pemula dan seorang ahli. Sebagaimana digambarkan pada
Gambar 2.1, pengetahuan pemula dan pengetahuan ahli, berbeda
dalam dua hal: (1) derajat pengetahuan: antara jarang terhubung
(sparsely connected) dan saling-berhubungan (richly connected), dan;
(2) kedalaman hubungan, antara yang dangkal dan mendalam.
Meskipun mahasiswa seringkali mulai dengan penataan pengetahuan
yang jarang dan dangkal, pengajaran yang efektif harus dapat
membantu mereka mengembangkan pengetahuan agar lebih
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
81
terhubung dan bermakna, sehingga dapat mendukung pembelajaran
dan penguasaan kemampuan. Tentu saja, mahasiswa kedua pada
contoh tersebut di atas menunjukkan kemajuan belajar ke arah yang
sesungguhnya.
Gambar 3. Perbedaan Ciri Penataan Pengetahuan antara Pemula dan Ahli
PENELITIAN TENTANG PENATAAN PENGETAHUAN
Sebagai langkah awal untuk memahami bagaimana penataan
pengetahuan berbeda-beda dan konsekuensi perbedaan, dapat
membantu Anda mengajarkan bagaimana menata pengetahuan.
Pada penjelasan berikut akan dijelaskan dua cara penataan
pengetahuan antara yang pemula dan ahli dan mengkaji penelitian
yang menyarankan bagaimana penataan pengetahuan pemula dapat
dikembangkan untuk mempermudah kegiatan belajar.
•PEMULAStruktur
pengetahuanyangdangkal
•AHLIStruktur
pengetahuanyangkaya
Peningkatanprosesbelajar
dankemampuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
82
Bentuk Paling Cocok Penataan Pengetahuan
Seseorang biasanya membuat pola keterkaitan berdasarkan
pada pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Misal, kita cenderung
menyusun hubungan antara kejadian dalam urutan waktu (misal, suatu
hubungan kausal antara menekan sikring dan nyala lampu), antara
gagasan dengan makna yang sama (misal, hubungan konseptual
antara kejujuran dan keadilan), dan antara objek yang memiliki
kesamaan penampakan (misal, hubungan antara bola dan globe).
Asosiasi (hubungan) seperti ini berkembang sepanjang waktu,
semakin lama, struktur semakin besar dan kompleks yang
menunjukkan bagaimana pengetahuan dikelola (diatur) di dalam
pikiran seseorang.
Cara seseorang menata pengetahuan mereka cenderung
bervariasi sesuai pengalaman mereka, jenis pengetahuan, dan peran
pengetahuan dalam kehidupan mereka. Sebagaimana kasus yang
telah disebutkan di atas, bayangkan bagaimana seseorang dari
budaya yang berbeda mengelompokkan anggota keluarga. Istilah
yang digunakan mencerminkan bagaimana budaya mempengerhui
pengetahuan kekerabatan. Di Amerika Serikat, misalnya, biasanya
menggunakan istilah yang berbeda pada keluarga dari pasangan
(dengan kata-kata, "ibu" dan "ayah" yang berbeda dari "paman" dan
"tante". Perbedaan bahasa - nampaknya alamiah dan lumrah untuk
kebanyakan orang - terutama peran-peran khusus dari keluarga inti di
masyarakat Amerika Serikat.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
83
Bagaimanapun, di sejumlah kebudayaan, ada penamaan
kekerabatan yang lebih luas, ibu/bibi dan ayah/paman. Hal itu
dikarenakan pada sejumlah kebudayaan, peran ibu/bibi dan juga
ayah/paman, memiliki peran yang sama bagi kehidupan anak.
Bagaimanapun, pada kebudayaan yang lain, paman dan bibi dalam
kebudayaan matrilineal dan patrilineal memiliki peran yang berbeda,
antara paman/bibi dari garis ayah dan paman/bibi dari garis ibu,
perbedaan bahasa ini menunjukkan peran yang berbeda. Di
masyarakat Minangkabau misalnya, paman disebut dengan mamak,
karena peran mamak berbeda dari peran paman pada umumnya,
meskipun paman/mamak sama-sama sebagai adik dari garis
keturunan ibu.
Pada contoh tersebut, dalam kebudayaan tertentu perlu
dibedakan penamaan antara anggota keluarga, dai segi bahasa,
dengan mengacu pada jenis pengelolaan pengetahuan - hal itu
menunjukkan perlunya pengelompokkan pengetahuan. Hal penting
atas fakta tersebut menunjukkan bahwa penataan pengetahuan yang
dikembangkan dalam konteks penggunaan, mencerminkan cara
dalam pengelompokkan yang memiliki fungsi praktis.
Contoh tentang terminologi kekerabatan menunjukkan bahwa
tidak ada struktur oraganisasi pengetahuan yang lebih baik atau lebih
benar dibandingkan yang lain. Tentu saja, penataan pengetahuan
akan lebih disesuaikan tentang jenis pengetahuan. Di samping semua
itu, penataan kekerabatan yang mengelompokkan ayah dan paman
ke dalam kategori yang sama akan membingungkan dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
84
masyarakat yang berbeda jenis keanggtaan keluarga, tetapi akan
lebih rasional dalam masyarakat yang tidak mementingkan
perbedaan.
Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan
penataan pengetahuan tergantung pada tugas yang diberikan. Dalam
penelitan yang dilakukan oleh Eylon dan Reif (1984) di mahasiswa
sekolah menengah atas yang mempelajari materi tentang fisika
modern. Setengah mahasiswa yang belajar materi itu diajarkan
tentang kerangka historis dan setengah lainnya yang mempelajari
materi yang sama mengelompokkan berdasarkan prinsip-prinsip
fisika. Kedua kelompok mahasiswa diberikan sejumlah tugas untuk
menjelaskan atas apa yang telah mereka pelajari. Tugas itu
dikelompokkan ke dalam dua kategori: tugas yang membutuhkan
akses informasi berdasarkan periode historis versus prinsip-prinsip
fisika. Hasilnya, mahasiswa akan memperoleh hasil yang lebih baik
ketika mereka menata pengetahuan sesuai dengan tugas yang
diberikan dan mereka yang memperoleh nilai yang rendah ketika
penataan pengetahuan tidak cocok dengan tugas yang diberikan.
Ketidakcocokan yang serupa antara penataan pengetahuan
dan tugas yang dituntut sebenarnya menjadi bagian dari masalah
yang dihadapi oleh Professor Audrey di cerita yang kedua. mahasiswa
yang mempelajari Anatomi dan Fisiologi nampaknya perlu melakukan
penataan pengetahuan mereka tentang sistem tubuh. Apapun bentuk
penataan pengetahuan akan mempermudah mahasiswa untuk
mengerjakan tugas yang menekankan hubungan antar-organ dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
85
sistem tubuh, bukan hanya membantu mahasiswa menjawab
pertanyaan seputar hubungan fungsional antar-organ dan sistem
interaksi antar-organ.
IMPLIKASI PENELITIAN
Dikarenakan penataan pengetahuan yang dikembangkan
dapat mendukung penyelesaian tugas yang diberikan, dosen harus
merefleksikan jenis aktivitas dan pengalaman yang harus dilakukan
mahasiswa dalam rangka agar mereka memahami bagaimana cara
menata pengetahuan. Dan dikarenakan penataan pengetahuan akan
lebih efektif ketika cocok dengan cara bagaimana pengetahuan
diakses dan digunakan, maka dosen harus mempertimbangkan tugas
yang akan diberikan ke mahasiswa dalam rangka mengidentifikasi
jenis penataan yang cocok dengan tugas yang diberikan. Karena itu
kita harus mendorong cara penataan pengetahuan yang dapat
mendorong pembelajaran dan kemampuan intelektual mahasiswa.
PERBEDAAN PENATAAN PENGETAHUAN SEORANG AHLI VERSUS
PEMULA
DUA HAL yang membedakan penataan pengetahuan antara
seorang ahli dan pemula adalah jumlah dan kedalaman koneksi di
antara berbagai konsep, fakta, dan hubungan yang telah mereka
ketahui. Gambar 4 menunjukkan variasi struktur pengetahuan yang
berbeda dan koneksi yang terbentuk di antara kepingan pengetahuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
86
yang ada. Di setiap panel, kepingan pengetahuan disajikan oleh titik
(node) dan hubungan di antara titik menunjukkan keterkaitan (link).
Gambar 4. Perbedaan Penataan Pengetahuan Pemula dan Ahli
Jika kita melihat panel A dan B, kita melihat penataan
pengetahuan seorang pemula yang ditunjukkan hanya melalui
beberapa koneksi antar-titik. Terbentuknya keterkaitan di antara
komponen di Panel A, menunjukkan bahwa mahasiswa tidak memiliki
kemampuan dalam mengembangkan keterkaitan di antara kepingan
pengetahuan. Jenis pengorganisasian seperti ini dapat ditemukan
dalam situasi ketika mahasiswa menerima pengetahuan hanya dari
dosen dalam mata kuliah mereka tanpa mampu membuat
keterhubungan informasi dari satu dosen dengan dosen lainnya atau
memahami tema yang saling bersilangan di antara beragam mata
kuliah secara keseluruhan.
keadilan
hukum
pidana
Hak asasi Putusan pengadila
keadilan
hukum
pidana
Hak asasi
Putusan
A [Seorang Pemula] B [Seorang Ahli]
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
87
Penataan pengetahuan yang kurang keterhubungan dapat
menghambat aktivitas belajar. Jika para mahasiswa kurang mampu
membuat jaringan pengetahuan maka mereka akan lebih lambat dan
sulit menerima informasi yang baru (Bradshaw & Anderson, 1982;
Reder & Anderson, 1980; Smith, Adams, & Schorr, 1978). Maka dari
itu, jika mahasiswa tidak dapat membuat keterhubungan yang
diperlukan di antara kepingan informasi, mereka bukan hanya tidak
mampu memahami atau melihat kontradiksi. Misalnya, DiSessa (1982)
mahasiswa yang memiliki keterhubungan pengetahuan fisik dan
kurang menyeluruh secara simultan akan mempertahankan dan
menggunakan kontradiksi proposisi tentang gerakan objek fisik tanpa
mengingat adanya inkonsistensi.
Panel B pada Gambar 4. memiliki sedikit koneksi, tetapi
koneksi yang dibangun disusun dalam bentuk koneksi berantai (chain
connections). Meskipun struktur ini memungkinkan akses informasi
secara acak (kemungkinan digunakan untuk mengingat
pengelompokkan konsep), struktur seperti itu dapat mendatangkan
kesulitan jika salah konsep dalam satu link akan ditambahkan, atau jika
beberapa link harus dipisahkan dari kelompok seharusnya. Lebih dari
itu, banyak titik yang saling terhubung dalam rantai yang sederhana,
lebih lambat dan lebih sulit ketika harus dirubah dari satu kepingan
pengetahuan ke kepingan yang lain. Kasus yang dialami mahasiswa
Professor El Diza seperti ini: dikarenakan pengetahuan mahasiswa
tentang sejarah seni nampaknya ditata dalam bentuk garis waktu,
mereka harus mengingat setiap karya seni dalam kaitannya dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
88
karya seni lain, baik yang sebelumnya maupun sesudahnya,
kemungkinan tugas yang menyulitkan memori untuk mengingatnya.
Berbeda dengan panel A, Panel B terkait dengan cara menata
pengetahuan seorang ahli. Panel B menunjukkan pengetahuan diatur
secara hirarkis, menunjukkan suatu pemahaman tentnag bagaimana
sejumlah kepingan informasi dipadukan ke dalam suatu struktur yang
kompleks. Contoh yang menjadi cara yang membedakan seorang
mahasiswa yang memiliki kemampuan teoretik dalam disiplin ilmu
yang dipelajarinya, mahasiswa yang mempelajari teori dari disiplin
ilmu lain dan dari berbagai buku dan artikel dari seorang peneliti lain.
Bagaimanapun, mengingat tidak semua informasi dapat disajikan
dalam suatu rangkaian yang utuh, satu hirarki, panel B menunjukkan
suatu struktur pengetahuan yang memiliki banyak sekali hubungan
dengan tambahan link yang menunjukkan hirarki pengetahuan yang
saling terhubung antar-sumber informasi, ketika informasi tersebut
dipecah-pecah.
Struktur pengetahuan yang saling terhubung dan lebih
kompleks memungkinkan seorang ahli dapat mengakses dan
menggunakan pengetahuannya secara efisien dan efektif. Tentu saja,
penelitian menunjukkan bahwa ahli secara otomatis dapat
memproses informasi secara utuh berdasarkan pada pengetahuan
sebelumnya dan kemudian menggunakan pengetahuan lama untuk
membangun struktur pengetahuan yang lebih besar, struktur
pengetahuan yang saling terhubung satu sama lain. Kekuatan suatu
penataan pengetahuan yang saling terhubung ditunjukkan oleh suatu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
89
penelitian yang dilakukan oleh Ericsson, Chase dan Faloon (1980).
Penelitian menunjukkan bagaimana mahasiswa dengan memori
tertentu dapat membangun kemampuan untuk mengingat urutan
angka dengan menata pengetahuan yang telah mereka pelajari ke
dalam suatu struktur hirarki multi-level, sebagaimana ditunjukkan di
dalam Panel B. Mengingat mahasiswa harus bertanding, mereka
dapat mengubah urutan empat digit angka ke dalam waktu tempuh
yang umum (misalnya, 3|4|3|2 akan diingat sebagai |3432|). Strategi
ini, disebut dengan pemotongan (chunking), memungkinkan empat
digit terpisah diingat ke dalam satuan tunggal, pemotongan
pengetahuan umumnya telah dikenal.
Strategi untuk meneta pengetahaun ini akan dapat
meningkatkan kemampuan mengingat dari tujuh digit sampai tiga
belas digit. Tetapi apa yang sebenarnya mendorong kemampuan
mengingat adalah penetaan empat digit ke dalam kelompok yang
lebih besar dari tiga atau empat potong dan kemudian menata
potongan kepingan itu secara hirarkis ke dalam kepingan yang lebih
tinggi, sampai pada tingkat satu orang dapat mengingat 100 digit
tanpa bantuan memori eksternal apapun !. Dengan kata lain, dengan
menciptakan struktur pengetahuan yang lebih tertata guna
mengingat digit angka, mereka dapat mengembangkan kemampuan
mengingat lebih banyak lagi.
Meskipun penelitian di atas terfokus pada ingatan sederhana,
hal itu tidak pernah menyurutkan bahwa penataan pengetahuan itu
lebih mudah, struktur yang tidak terhubung - sebagaimana para ahli
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
90
cenderung melakukannya - secara radikal dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk mengakses informasi ketika informasi
itu dibutuhkan. Cerita yang dikemukakan Professor El Diza merupakan
ilustrasi yang baik. Pengetahuan ahli tentang sejarah seni nampaknya
dibangun dalam bentuk tidak saling berkaitan, struktur hirarkis lebih
serupa dengan Panel B di Gambar 4. dengan hubungan antar fakta
(misalnya, tanggal, nama pengarang, dan judul karya) dan
pengetahuan terkait (perubahan seni dan periode historis, di antara
berbagai hal).
Struktur pengetahuan yang hirarkis memungkinkan seorang
dapat mengakses informasi secara lebih mudah. Hanya masalahnya,
bahwa dia terlalu ahli bagi seorang mahasiswamya, dia kurang
struktur organisasi yang analog - semua mahasiswa cenderung
diperlakukan sama dengannya. Tentu saja, mahasiswa akan berjuang
keras untuk mengingat terlalu banyak fakta yang tidak saling
terhubung jika tanpa penataan yang lebih terstruktur.
Pada kenyataannya, jika kita berfikir ke cerita pertama, kita
dapat melihat penerapan pendekatan ini di kelas Professor El Diza.
mahasiswa Professor El Diza perlu belajar dan mengulang sejumlah
informasi faktual, namun memiliki kelamahaan dalam kemampuan
menata pengetahuan hirarkis untuk membantu mereka mengatur
informasi agar efisien ketika digunakan. Hasilnya, mereka berjuang
keras untuk mengingat begitu banyak fakta.
Tetapi bayangkanlah jika Professor El Diza menyediakan suatu
kerangka pengetahuan yang dapat membantu mahasiswanya
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
91
membangun suatu keterkaitan di antara kepingan pengetahuan,
dengan memberikan mereka suatu format untuk mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik aliran seni tertentu dan perubahan serta
kategori setiap pengarang dan karya mereka terhadap aliran seni si
pengarang. Dengan adanya keterkaitan faktual lebih banyak,
mahasiswa akan mendapatkan kemudahan dalam mengingat dan
akan lebih baik dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh
Professor El Diza dan terutamanya lebih banyak sejarah seni yang
dapat dipelajari.
IMPLIKASI PENELITIAN PADA PENGAJARAN
Sebagai ahli dalam bidang ilmu, kita mengembangkan suatu
kerangka pengetahuan yang saling terhubung untuk membantu
mengingat informasi dan mempergunakannya secara efektif ketika
dibutuhkan. Tetapi kita tidak dapat menjadikan mahasiswa sebagai
ahli yang dapat menata pengetahuan mereka dengan cara yang sama
seperti kita. Tentu saja, penting bagi kita untuk memahami perbedaan
antara cara seorang ahli dalam menata pengetahuan dan seorang
pemula, maka kita dapat memberikan struktur materi yang dapat
membantu mahasiswa kita menata pengetahuan mereka dan
berdasarkan pada struktur pengetahuan yang dibangunnya mereka
dapat mengerjakan tugas yang kita berikan. Enak bukan, ketika
mahasiswa kita tahu bagaimana menata pengetahuan dan
menggunakannya dengan efektif.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
92
STRUKTUR PENGETAHUAN SEORANG AHLI VERSUS PEMULA
Pemula tidak hanya memiliki penataan pengetahuan yang
berantakan, tetapi dasar penataan pengetahuan mereka juga relatif
dangkal, jika dibandingkan dengan seorang ahli (experts). Hal itu
berdampak pada kemampuan mengingat dan menggunakan
pengetahuan yang telah mereka pelajari (Chi & VanLehn, 1991;
Hinsley, Hayes, & Simon, 1977; Ross, 1987, 1989). Chi dan rekan
(1989) menunjukkan dalam penelitian yang meminta mahasiswa yang
ekspert dan pemula untuk mengelompokkkan sejumlah deskrispsi
masalah ke dalam beberapa kategori. Kelompok pemula
mengelompokkan masalah berdasarkan padangan yang dangkal ke
dalam diagram - misalnya, memasukan semua masalah terkait katrol
ke dalam satu kelompok dan semua masalah yang berkaitan dengan
kemiringan ke dalam satu kelompok. Cara penataan masalah yang
berbeda tentang jenis permukaan tidak hanya merefleksikan
hubungan struktural di antara berbagai masalah, dan karena itu tidak
memudahkan untuk pemecahan masalah.
Sebaliknya, mahasiswa ahli menata pengetahuan tenntang
masalah lebih dalam dan lebih bermaknsa, seperti hukum fisika yang
terkait dengan pemecahan setiap masalah. Lebih dari itu, ketika kita
berbicara tentang rasionalitas pengelompokkan yang mereka
lakukan, seorang ahli nampaknya memilah masalah ke dalam kategori
yang secara alamiah didorong oleh pikiran meraka "bagaimana
masalah seperti ini" dapat diselesaikan. Karena itu, seorang
mahasiswa ahli akan menata pengetahuan mereka berdasarkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
93
sejumlah karakteristik yang lebih mendalam yang secara langsung
terkait dengan bagaimana mereka dapat menyelesaikan masalah.
Kemampuan seorang ahli untuk mengklasifikasikan informasi
dalam cara-cara yang bermakna dan lebih mudah dibandingkan
seorang pemula - terkait dengan kemampuan mereka memahami
pola yang memiliki makna. Misalnya, DeGroot (1965) melaksanakan
penelilitian yang menunjukkan pemain ahli dan pemula dalam
bermain catur dan meminta mereka untuk menghasilkan suatu
perpindahan yang memungkinkan. Keduanya, baik yang ahli maupun
pemula, nampaknya memiliki jumlah yang sama untuk memindahkan
pion, terdapat perbedaan signifikan dalam kualitas permainan yang
mereka lakukan: pemula cenderung memiliih dari dari sejumlah
pilihan secara acak, sementara ahli menghabiskan waktu mereka
mengukur pro dan kontra dari sejumlah gerakan berkualitas tinggi.
Dari sejumlah penelitian pada ahli catur (see also Gobet & Charness,
2006; Chase & Simon, 1973a, 1973b), menunjukkan perbedaan dari
seorang ahli memiliki pengalamanan menganalisis situasi dan menilai
strategi yang memungkinkan. Hasilnya, mereka memiliki penataan
pengetahuan yang lebih berkembang yang memungkinkan mereka
secara tidak langsung memahami konfigurasi papan dan tidak ada
satu gerakan pun yang tidak berkualitas tinggi.
Tentu saja, kemampuan seorang ahli untuk melihat dan secara
insting mampu menemukan pola tidak hanya membantu mereka
menyelesaikan masalah, tetapi juga mendorong memori mereka.
Penelitian tentang catur menunjukkan bahwa seorang ahli dapat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
94
melihat dengan cepat papan catur dari situasi permainan tertentu dan
kemudian menggantinya dengan papan kosong dan memindahkan
posisi tertentu dari 13 atau lebih hanya dengan menatapnya (Chase
dan Simon, 1973a, 1973b). Hal itu bukanlah hasil dari memori super,
tetapi sekedar refleksi mendalam dari hubungan yang mereka lihat di
antara kepingan pion-pion catur dan kemudian secara otomatis
mereka gunakan selama menjalankan permainan. Kemampuan ini
dimiliki para ahli yang secara tidak langsung memahami dan
menjawab pola tidak hanya terbatas pada catur, tetapi juga dapat
ditunjukkan pada hal-hal lain selain permainan catur Egan & Schwartz,
1979; Lesgold, et al., 1988; Soloway, Adelson, & Ehrlich, 1988).
Pada salah satu penelitian, teknisi elektronik yang terlatih dan
pemula secara ringkat menunjukkan kepemilikan kemampuan
menggambarkan diagram sirkuit yang begitu kompleks dan meminta
mereka untuk membangun gambar diagram tersebut dari ingatan
mereka (Egan dan Schwartz, 1979). Seorang teknisi ahli dapat
menyusun kembali sebagian besar elemen ke dalam suatu gambar,
bahkan setelah hanya setelah melihatnya dalam beberapa menit.
Penelitian menunjukkan kemampuan meningat untuk dua hal:
kemampuan ahli yang secara sukses mengenali diagram secara
keseluruhan dan juga mengidentifikasi bagaian-bagan dari setiap
gambar yang dikatikan dengan fitur-fitur yang dikenal, seperti
amplifiers. Mereka kemudian dapat menerima informasi visual dari
diagram dalam rangka memahami konfigurasi dan menggunakan
penataan pengetahuan untuk membantu mengingat apa yang telah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
95
mereka lihat.
Tambahan, di atas pengorganisasian pengetahuan mereka
seputar fitur dan pola bermakna, seorang ahli memiliki keuntungan
tentang fleksibilitas beragam pengorganisasian pengetahuan.
Misalnya, pengetahuan paleontolog tentang Dinosaurus, tidak hanya
memiliki struktur pengetahuan yang tunggal, tetapi lebih dari itu
suatu jaringan klasifikasi dan keterkaitan pengetahuan didasarkan
pada umur geologis, habitat, makanan, keterakaitan dengan binatang
reptil modern, strategi perlindungan diri dan lainnya. Seperti itu,
sejarawan menggambarkan pengetahuannya dalam cara yang
terstruktur seputar teori, metodologi, periode waktu, topik, gambar,
atau kombinasi di antara semua itu.
Seorang pemula, cenderung tidak memiliki banyak alternatif
dalam menata pengetahuannya. Perbedaan yang dapat dilihat antara
seorang ahli dan pemula dapat diilustrasikan pada cerita kedua di
awal bab. Sebagai ahli, Professor Audrey dengan mudah berganti
beragam cara dalam menyampaikan tubuh manusia, misalnya
berdasarkan pada sistem tubuh dan berdasarkan pada fungsi-fungsi
tertentu. Maka dari itu, Professor Audrey dapat menggunakan
pengetahuannya dalam beragam cara, menyajikan beragam
penataan pengetahuan berdasarkan pada kebutuhan. mahasiswa
Professor Audrey, memiliki banyak keterbatasan dalam menata
pengetahuan.
Nyatanya, penataan pengetahuan yang saling terbuhubung
membutuhkan waktu dan pengalaman. Kebanyakan mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
96
kurang memiliki pengalaman. Bagaimanapun, bahkan mahasiswa kita
belajar dan mengingat lebih banyak ketika mereka dapat
menghubungkan informasi dengan beragam cara. Suatu penelitian
yang dilakukan oleh Bradshaw dan Anderson (1982) meminta
mahasiswa mereka untuk mempelajari beragam fakta tentang gambar
sejarah. Mereka menemukan bahwa mahasiswa belajar lebih banyak
ketika mereka disajikan dengan fakta-fakta yang saling terkait satu
sama lain.
Dengan kata lain, sangat mudah bagi mahasiswa untuk belajar
dan mengingat kembali beragam fakta dengan dimensi kausalitas
(misalnya, Isaac Newton menjadi anak yang secara emosional tidak
stabil dan merasa terancam, Bapaknya meninggal ketika dia halir dan
ibunya menikah dan meninggalkannya dia dengan kakeknya) sebagai
perbandingingan terhadap suatu fakta tunggal, fakta terpisah.
Bagaimanapun mahasiswa hanya menunjukkan keuntungan ketika
terdapat hubungan di antara beragam fakta yang memungkinkan
mereka dapat membuat suatu hubungan yang bermakna. Maka dari
itu, pembelajaran tidak akan dapat berjalan efektif ketika beragam
fakta tidak saling berhubungan (misalnya, Isaac Newton menjadi anak
yang emosional dan tidak aman, Newton diangkat menjadi sipir, dan
Newton masuk Perguruan Tinggi Trinitas di Cambridge).
Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pendekatan
pengajaran yang dapat membantu mahasiswa menata pengetahuan
mereka secara mendalam, ciri-ciri utama dari suatu materi. Misalnya,
mahasiswa dapat mennjukkan bahwa ketika mahasiswa diberikan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
97
sejumlah masalah yang dapat diselesaikan dan meminta mereka
menjelaskan solusi atas masalahnya - kemudian difokuskan pada
prinsip-prinsip yang memandu pada maslaah - akan belajar lebih baik
menyelesaikan masalah baru (Chi, et.al., 1989). Penelitian juga
menyarankan bahwa panduan proses analogi membantu mahasiswa
melihat kesamaan tertentu dan kemudian memfokuskan pada
hubungan dan keterkaitan lebih dalam (Gentner, Loewenstein, &
Thompson, 2003; McDaniel & Donnelly, 1996).
Serupa, ketika mahasiswa disajikan dengan dan menganalisis
kasus yang bertentangan, mereka lebih baik dipersiapkan dengan
kegiatan belajar atau tugas membaca (Schwartz & Bransford, 1998).
Dengan mempertahankan proses tersebut, mahasiswa cenderung
membangun pengetahuan serta belajar dan menunjukkan
kemampuan lebih efektif.
IMPLIKASI PENELITIAN PADA PENGAJARAN
Satu implikasi dari penelitian ini, dosen (guru) harus menyadari
bahwa sebagai seorang ahli di bidang pengetahuan yang kita ajarkan,
cara-cara menata pengetahuan kita berbeda sekali dengan cara-cara
mahasiswa menata pengetahuannya, dan bahwa penataan
pengetahuan memiliki peran yang signifikan dalam kemampuan sang
ahli. Mengingat bahwa mahasiswa cenderung memiliki penataan
pengetahuan yang dangkal dan/atau tidak memiliki kemampuan
untuk abstraksi atau pemecahan masalah, ini menunjukkan bahwa,
setidaknya pada awalnya, kita perlu menyediakan mahasiswa skema
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
98
pengorganisasian yang sesuai atau mengajari mereka tentang cara
prinsip-prinsip abstrak yang relevan dari apa yang mereka pelajari.
Selain itu, kita perlu memantau bagaimana mahasiswa memproses
apa yang mereka pelajari untuk memastikan skema pengetahuan
yang mereka susun dapat dipergunakan dengan cara yang efektif.
STRATEGI YANG DISARANKAN
Strategi berikut ini memungkinkan dosen/guru menilai
penataan pengetahuan yang mereka miliki terkait dengan mahasiswa
dan membantu mahasiswa mengembangkan cara-cara menata
pengetahuan yang lebih terhubung, bermakna dan fleksibel.
STRATEGI UNTUK MENGUNGKAPKAN DAN MENINGKATKAN
PENATAAN PENGETAHUAN
Menciptakan Peta Konsep Untuk Menganalissi Penataan
Pengetahuan Anda Sendiri
Sangat sulit bagai seorang ahli untuk memahami bagaimana
mereka menata pengetahuan mereka, dan karena itu sulit bagi
mereka untuk mengkomunikasikannya kepada para mahasiswa. Salah
satu cara untuk memastikan bahwa penataan pengetahuan yang
Anda miliki cocok bagi Anda sendiri yaitu dengan menciptakan peta
konsep. Peta konsep adalah suatu teknik yang dapat membantu
seseorang menyampaikan pengetahuan mereka secara visual (Lihat
Lampiran 2 untuk informasi tentang peta konsep dan bagaimana
membuatnya). Ketika Anda telah membuat peta konsep, prinsip-
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
99
prinsip penataan dan fitur-fitur yang dapat memudahkan Anda untuk
memahaminya. Kamu dapat meminta mahasiswa Anda mengetahui
peta konsep Anda, sebagai cara untuk meminta mereka menata
pengetahuan mereka tentang materi Anda dan untuk menyampaikan
prinsip-prinsip dan hal-hal lain.
Analisis Tugas Untuk Mengidentifikasi Penataan Pengetahuan Yang
Lebih Sesuai
Tugas yang berbeda menuntut jenis penataan pengetahuan
yang berbeda. Misalnya, tugas makalah meminta mahasiswa
menganalisis perpsektif teoretis dari beragam penulis, mungkin
menuntut mahasiswa Anda untuk menata pengetahuannya tentang
perbedaan teori dan cara mereka melaksanakan penulisan;
Sedangkan, ketika makalah menuntut mahasiswa untuk menganalisis
dampak dari kejadian sejarah, menuntut mereka menata
penegtahuan mereka seputar faktor sosial, ekonomi, dan politik.
Maka dari itu, analisis tugas dapat membantu Anda dalam
menganalisis jenis penataan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memudahkan mahasiswa mempelajari materi dan memiliki
kemampuan yang diharapkan.
Maka dari itu Anda harus menyediakan form struktur
pengetahuan tulang ikan atau jenis lainnya agar mahasiswa Anda
mampu menata pengetahuannya lebih baik. Mialnya, dalam kasus
makalah teoretik, Anda harus memberikan mahasiswa tabel kosong
yang memungkinkan mahasiswa Anda dapat mengidentifikasi aliran
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
100
teoretik yang berbeda dalam satu kolom, menjelaskan ciri utama dari
setiap penulis pada kolom berikutnya dan menyusun daftar
pengarang yang melakukan penelitian seputar topik itu di kolom
berikutnya (Lihat tabel di bawah).
Aliran Teoretik Penulis Pendapat Karakteristik Penelitian Serupa
Konstruktivisme
Progresivisme
Perenialisme
Humanisme
Siapkan Struktur Pengetahuan Mata Kuliah
Jangan berasumsi tentang mahasiswa Anda, terutama bagi
mahasiswa yang baru mempelajari materi di mata kuliah Anda,
perlihatkanlah alur logis materi yang akan dipelajari untuk mata kuliah
Anda, dalam bentuk peta kompetensi/struktur materi. Dengan
memperlihatkan struktur materi, mahasiswa Anda tidak hanya melihat
hubungan dasar atau struktur kategoris materi mata kuliah Anda,
tetapi mereka juga dapat melihat "gambar besar" yang menjadi
konsep atau topik utama pada mata kuliah Anda dan memberikan
semacam ringkasan tentang keterkaitaan di antara topik materi mata
kuliah yang dapat membantu mahasiswa Anda mengkaitkan satu
topik dengan topik lainnya. Struktur materi seperti itu harus
disampaikan di dalam Silabus dengan beragam cara: beberapa
dosen/guru menyajikannya secara visual (misalnya flowchart),
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
101
sementara yang lainnya secara verbal. Tambahan, selain penjelasan
pada awal kuliah, secara periodik Anda harus terus mengulangnya,
mengingkatkan kepada mereka tentang "gambar besar" itu dan
meminta mahasiswa untuk selalu mengingat-ingatnya setiap waktu.
Sebagai contoh, misalnya, "jika Anda ingat, unit pertama membahas
tentang konsep validitas. Hari ini kita akan mempelajari konsep
reliabiltas yang memiliki kaitan dengan konsep validitas. Jikalau
validitas berarti kemampuan mengukur tiap indikator instrumen,
sementara reliabilitas adalah tingkat kepercayaan seluruh item butir
instrumen". Dengan begitu, Anda sedang menyampaikan
keteterkaitan antara konsep validitas dan reliabiltias.
Sampaikan Struktur Pengetahuan Itu Kepada Sesama Dosen,
Laboran, dan Diskusikan
Dikarenakan organisasi penegtahuan dapat membantu
mahasiswa dalam mengingat dan mempergunakan informasi, sangat
membantu jika mahasiswa mampu membuat organisasi pengetahuan
mereka ketika mereka belajar. Sampai pada akhir, sediakanlah garis
waktu, agenda, atau sajian vsual setiap dosen, laboran atau sesi
diskusi, yang membaut mahasiswa dapat menerima kerangka
informasi tentang apa yang telah mereka pelajari. Tidak semua garis
waktu atau agenda yang secara efektif dapat membantu mahasiswa
menata penegtahuan yang saling terhubung, sehingga dipastikan
bahwa struktur penataan pengetahuan dapat menangkap konsep-
konsep atau prinsip-prinsip penting yang harus ditata oleh mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
102
Anda di kelas. Misalnya, agenda yang berjudul "Pengantar",
"Pengajaran", "Diskusi", dan "Rekap", kurang begitu bermanfaat
dibandingkan agenda yang berjudul, tiga manfaat penelitian
etnografis, alasan melakukan penelitian dan diskusi keterbatasan
desain penelitian etnografis.
Gunakanlah Kasus Yang Bertentangan dan Terbatas Untuk
Menggambarkan Ciri-Ciri Penataan Pengetahuan
Untuk membantu mahasiswa mengembangkan penataan
pengetahuan yang lebih baik, gunakanlah kasus yang bertentangan,
atau dua item yang memiliki banyak kesamaan tetapi dalam hal-hal
tertentu memiliki perbedaan kritis. Meskipun kasus yang digunakan
dalam pengajaran cenderung lebih efektif ketika disajikan secara tidak
terpsah dibandingkan dengan analisis perbedaan dan perbandingan.
Contoh seerhana yang akan dibandingkankan, Hiu dan Lumba-
Lumba, yang memiliki banyak kesamaan tetapi menunjukkan hal yang
berbeda. Sajikan dua kasus secara bersamanan memiliki perbedaan
yang nampak dan bantu mahasiswa membangun stuktur
pengetahuan yang lebih dalam dan mendasar (misalnya, tata
binatang berdasarkan habitat, kemudian ajari mereka mulai
mengorganisaikannya berdasarkan hal lain, vertebrata atau
avertebrata, berdarah dingin atau berdarah panas, bertelur atau
beranak, dan lainnya).
Di sepanjang waktu, berikankan kasus terbatas atau anomali
(yang bertentangan dengan hal umum) dapat membantu mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
103
mengidentifikasi hal-hal yang mennjol dari kategori tertentu dan agar
mahasiswa mampu membangun pengetahuan mereka lebih bagus.
Misalnya, Platipus, sebagai mamalia bertelur, bertentangan dengan
beberapa aspek klasifikasi mamalia sementara memiliki atribut yang
sama dengan mamalia lainnya. Menunjukkan kasus-kasus seperti ini
pada elemen-elemen penting dari skema klasifikasi tertentu.
Penggunaan anomali juga mengingatkan mahasiswa atas
keterbatasan taksonomi yang dibuat sendiri, yang dapat mendorong
mereka untuk mengembangkan penataan pengetahuan alternatif.
Nyatakan Fitur Yang Paling Pokok Secara Menyeluruh
Dalam rangka membantu mahasiswa membangun
pengetahuan lebih mendalam dan tidak dangkal, gambarkan fitur-
fitur dari maslaah, desain, teori dan contoh. Salah satu cara untuk
melakukan ini adalah dengan menyediakan contoh dari masalah yang
dapat menyampaikan fitur secara mendalam, atau contoh dari
masalah yang serupa tetapi berbeda dalam struktur. Menggunakan
perbandingan dapat membantu mahasiswa lebih adaptif dalam
mengiddentifikasikan fitur dan prinsip yang mendasari dan karena itu
ajari mereka untuk mengorganisasikan pengetahuan mereka secara
lebih bermakna.
Membuat Keterkaitan Di Antara Konsep
Ketika Anda memperkenalkan satu konsep baru (atau desain,
teori, contoh atau masalah), jelaskan keterkaitan konsep itu dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
104
konsep lain yang telah dipelajari (misalnya, pernahkah Anda
mengingat situasi yang sama pada materi yang telah dipelajari
sebelumnya). Keterkaitan itu tidak selalu kesamaan, dapat juga
perbedaan atau kesenjangan (misalnya, karya pengarang yang
berbeda dari pengarang lain yang tergolong ekpresionis abstrak).
Untuk menekankan adanya keterkaitan, penting untuk mengajukan
pertanyaan yang membuat mahasiswa dapat menghubungkannya
(misalnya, "apa keterkaitan antara perumusan masalah dengan
kerangka teoretik, yang telah dibahas sebelumnya?" "Aspek kasus
yang sama seperti apa atau berbeda dari manajemen karyawan pada
kasus yang didiskusikan kermaren?" "Karakteristik karya seni apa
yang mengingatkan pada pendekatan Bauhaus?").
Mendorong mahasiswa Untuk Belajar dnegan Beragam Struktur
Penataan Pengetahuan
Agar mahasiswa dapat menerapkan secara fleksibel
pengetahuan yang telah dipelajarinya, mahasiswa perlu membangun
beragam struktur pengetahuan yang sesuai. Salah satu cara untuk
membantu mahasiswa mengembangkan beragam sajian
pengetahuan adalah meminta mereka mengelompokkan sejumlah
item berdasarkan pada lebih dari satu skema pengaturan; misalnya,
Anda harus meminta mahasiswa mengelompokkan jenis tumbuhan
berdasarkan pada sejarah evolusi dan kemudian berdasarkan habitat
aslinya. Tugas klasifikasi seperti ini harus diikuti dengan pertanyaan
yang dapat menggambarkan implikasi penataan pengetahuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
105
dengan satu jalan atau jalan lainnya. Misalnya, taksonomi berdasarkan
sejarah evolusi mungkin berguna bagi analisis paleontologis, tetapi
tidak untuk desain habitat. Berikan mahasiswa panduan praktis
penataan pengetahuan berdasarkan skema alternatif atau hirarki
alternatif yang dapat membantu mahasiswa melihat perbedaan
pengorganisasian untuk beragam kebutuhan sehingga mereka dapat
lebih mengembangan penataan pengetahuan.
Minta mahasiswa Menyusun Peta Konsep Untuk Mengungkapkan
Penataan Pengetahuan Mereka
Meminta mahasiswa untuk membuat peta konsep dapat
membantu Anda melihat tidak hanya bagaimana kebanyakan
mahasiswa mengetahui materi tetentu, tetapi juga bagaimana mereka
menyusun dan menghubungkan pengetahuan mereka.
Peta konsep adalah representasi visual tentang materi tertentu
(informasi lebih lanjut Lihat Lampiran 2 tentang Contoh Peta Konsep
dan Bagaimana Pembuatan Peta Konsep). Aktivitas pembuatan peta
konsep dapat digunakan di awal perkuliahan - untuk mengggali
pengetahuan yang dimiliki mahasiswa sebelumnya dan selama
pembelajaran berlangsung sebagai cara mengamati bagaimana
perubahan penataan pengetahuan dapat terjadi di sepanjang waktu
dan setelah pengalaman belajar. Peta konsep, entah dinilai atau tidak,
dapat membantu mendiagnosis masalah keterbatasan pengetahuan
mahasiswa Anda, misalnya, jika mereka salah mengkategorikan
pengetahuan mereka, ketidaksesuaian keterkaitan antar-konsep atau
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
106
gagal dalam menjelaskan keterkaitan antar-konsep, atau menilai
kerunutan posisi superordinat yang berada di atas subordinat, dan
seterusnya.
Menggunakan Tugas Mengurutkan Untuk Menggali Penataan
Pengetahuan mahasiswa
Cara lain untuk mengungkapkan penataan pengetahuan
mahasiswa adalah meminta mereka untuk mengurutkan masalah yang
berbeda, konsep yang berbeda, atau situasi yang berbeda, ke dalam
beberapa kategori. Metode ini menunjukkan bagaimana mahasiswa
mengorganisasikan pengetahuan mereka tanpa meminta mereka
untuk mengidentifiaksi kriteria apa yang digunakan untuk
mengurutkan pengetahuan yang telah mereka pelajari. Satu contoh
untuk tugas mengurutkan adalah dengan menyajikan sejumlah
masalah dari masalah kecil dan semakin mendalam, dan meminta
mereka untuk mengelompokkan masalah berdasarkan kesamaannya.
Jika proyek pengelompokkan berdasarkan pada kesamaan yang
dangkal, itu menunjukkan bahwa mahasiswa tidak memahami
karakteristik yang dapat membantu mereka mengembangkan struktur
pengetahuan yang lebih dalam dan bermakna.
Mengwasi Masalah Yang Dialami mahasiswa dalam Menyusun
Pengetahuan
Salah satu cara untuk mendeteksi masalah yang dialami
mahasiswa dalam menyusun pengetahuan adalah memperhatikan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
107
pola yang salah yang dibuat mahasiswa ketika harus mengerjakan
tugas yang diberikan selama perkuliahan. Misalnya, mahasiswa
umumnya menyusun dua kategori konsep (semisal antara teori dan
metodologi atau antara gaya dan akselerasi)? Dapatkah mereka
menerapkan formula, strategi, atau solusi dalam cara-cara yang tidak
sesuai? Jika ya, itu tanda bahwa mahasiswa membuat hubungan yang
salah atau keliru dalam membuat kategori pengetahuan yang dapat
menghambat kegiatan belajar dan kepemilikan kemampuan.
RINGKASAN
Pada bab ini, kita telah mengkaji penelitian yang membahas
tentan fakta bahwa belajar tidak hanya apa yang mereka ketahui
tetapi bagaimana menata apa yang mereka ketahui yang dapat
mempengaruhi kegiatan belajar dan kemampuan mereka. Penataan
pengetahuan diantaranya membuat saling-keterkaitan di antara
kepingan pengetahuan berdasarkan pada pemahaman yang
mendalam tentang karakteristik dari materi yang dipelajari,
cenderung lebih efektif dalam mendorong kegiatan belajar dan
kepemilikan pengetahuan.
Aspek lain dari penataan pengetahuan yang efektif adalah
penataan pengetahuan yang sesuai dengan tugas yang diberikan
kepada mereka. Untuk alasan ini, pengoranisasikan pengetahuan
yang kaya dan bermakna sangatlah membantu. Para ahli seringkali
menerima keuntungan dengan pengorganisasian pengetahuan.
Bagaimanapun, terutamamahasiswa yang baru mempelajari materi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
108
baru, cenderung memiliki penataan pengetahuan yang tidak saling
terhubung, dan berdasarkan pada hal-hal yang dangkal. mahasiswa
menerima keuntungan dari pembelajaran yang dapat membantu
mereka melihat hubungan yang penting dan mampu membangun
lebih banyak hubungan di antara kepingan pengetahuan yang telah
mereka pelajari, maka dari itu dorong mahasiswa kita untuk mampu
menyusun pengetahuan yang lebih fleksibel dan efektif.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
109
BAB 4
BELAJAR PENGUASAAN
Mahasiswa bukan Anda, tetapi Anda juga pernah menjadi mahasiswa, semua butuh proses dan ketika sebagai mahasiswa,
Anda ingin dosen Anda mengajarkan tahapan untuk menjadi ahli
Sampai ini, kita telah membahas dua kemampuan metodik
seorang dosen (guru). Kini saatnya membahas kemampuan didaktik
yang lain. Pada satu bab terdahulu, kita telah membahas peran dosen
dalam mendorong mahasiswa belajar menata pengetahuan mereka,
untuk membantu mereka belajar lebih baik. Keterampilan itu hanya
cocok untuk pengetahuan deklaratif (teori, prinsip, generalisasi), tidak
cocok untuk jenis pengetahuan prosedural. Pada Bab 3 ini kita akan
membahas keterampilan mengajar belajar penguasaan (mastery
learning).
Tentu ada keterkaitan erat antara penataan pengetahuan dan
belajar penguasaan, karena pengetahuan prosedural membutuhkan
dukungan pengetahuan deklaratif. Belajar penguasaan akan lebih
diperrmudah jika pengetahuan deklaratif sudah tertata dalam struktur
yang padat dan sistematis. Untuk memahami konteks situasi belajar
penguasaan, simaklah dua cerita berikut:
Ringkasan Dari Bagian-Bagian
Saya telah 20 tahun bekerja sebagai karyawan industri selama dua puluh tahun, sebelum saya memutuskan untuk menjadi dosen, dan saya tahu bagaimana kerja tim kerja itu penting, sehingga dalam mata kuliah Manajemen Industri saya meminta [maha]mahasiswa mengerjakan suatu proyek dalam kelompok besar sebagai tugas tambahan untuk proyek individual.
Mahamahasiswa biasanya dapat mengerjakan tugas individu dengan baik dan karena tugas individu dan kelompok sedikit atau
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
110
banyak memiliki kesamaan materi, saya berfikir bahwa [maha]mahasiswa akan lebih baik dalam mengerjakan tugas kelompok; singkat kata, ada banyak mahamahasiswa yang bekerjasama dan menghasilkan gagasan. Di akhir kuliah, tidak hanya mahamahasiswa saya gagal menyelesaikan tugas pada waktu yang tepat, tetapi analisis mereka begitu dangkal dan pekerjaan mereka kurang mendalam.
Saya tidak yakin masalahnya apa, tetapi saya merasa mereka tidak dapat bekerja dalam tugas kelompok dan kecuali hanya mengerjakan tugas individu. Saya hanya ingin seseorang menjelaskan kepada saya mengapa sedikit kelompok, tidak banyak, hanya sekedar meringkas dari pekerjaan individu. Rini [Dosen]
Mengetahui Hal ini Sekarang Juga Saya berada di pertemuan kedua dari kelas akting, dan saya
tidak pernah merasa kecewa sama sekali sebelum ini. Ini mata kuliah tingkat tinggi, seharusnya [maha]mahasiswa yang datang ke kelas saya telah menguasai sejumlah materi dalam berbicara dan gerakan. Dengan kata lain, mereka telah memiliki beberapa bekal pengetahuan dasar.
Tetapi mereka banyak melakukan kesalahan dasar! Sebagai cintoh, saya meminta [maha]mahasiswa menulis essay dari Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari, sesuatu yang menurut saya dapat dikerjakan dengan mudah. Tetapi, sebagian besar mahamahasiswa baik dalam menggemukakan aksen pesisir Utara, kurang sekali dalam nada dan tidak dapat menjelaskan garis besar cerita.
Tidak hanya itu, mereka gagal menyelesaikan dua hal yang saya ketahui sebagai dosen harus dapat dikerjakan dan sekali lagi dalam pengantar kelas: penting sekali dalam kelas untuk melakukan pemanasan dan ungkapan fonetik di semua cerita. Bagamana mereka tidak mengetahui kekeliruan ini? Saya tahu mereka belajar itu, tetapi saya kecewa dalam beberapa kelas di tahun pertama dan kedua mereka memiliki keterampilan itu. So, mengapa mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
111
nampaknya melupakan sesuatu ketika mereka akan memasuki kelas saya? Eka Margy [Dosen]
APA YANG TERJADI
Dosen pada dua cerita di atas percaya bahwa mahasiswa
memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi mereka tidak dapat
menunjukkan keahlian dengan sukses dan dosen tahu apa yang
terjadi. Apa yang terjadi di setiap kasus menjelaskan mengapa
mahasiswa gagal memenuhi harapan dosen?
Faktanya, tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa jauh
dari harapan dosen dan mahasiswa kurang mempersiapkan diri. Pada
cerita pertama, Dosen Rini berharap kualitas dari tugas kelompok
lebih baik dibandingkan kualitas tugas individu dikarenakan banyak
mahasiswa dapat berbagi pekerjaan dan menghasilkan gagasan yang
lebih baik. Nampaknya asumsi yang wajar dan bukan satu-satunya
Dosen Rini yang melakukan itu. Seringkali, dosen memperkirakan
bahwa mahasiswa akan mengetahui cara bekerja yang efektif dalam
kelompok.
Faktanya, kesuksesan kerja kelompok tidak hanya ditentukan
oleh pengetahuan akan materi dan keahlian, tetapi juga ada
tambahan lain yang secara kualitatif berbeda yaitu keterampilan
berprsoes, seperti kemampuan untuk mendelegasikan tugas,
mendorong kegiatan, menyelesaikan konflik, dan menggabungkan
beberapa masukan dari anggota kelompok. Ketika mahasiswa
dihadapkan dengan keterampilan berproses, mereka membutuhkan
cara menghadapi tantangan tertentu dalam kerja kelompok dan
kualitas pekerjaan yang mereka hasilkan sseharusnya lebih baik dari
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
112
kualitas pekerjaan yang dihasilkan sendiri. Tetapi ketika mahasiswa
kurang menguasai keterampilan berproses, itu dapat mengakibatkan
terhambatnya kemampuan mereka.
Sebaliknya, mahasiswa Professor Eka, nampaknya memiliki
komponen keterampilan kerja kelompok. Mereka datang ke kelas dan
tidak menunjukkan penguasaan terhadap gerakan, suara dan
keterampilan berbicara. Bahkan ketika diberikan tugas yang menuntut
keterampilan berproses, mereka gagal menunjukkan kemampuan.
Mengapa? Terdapat beberapa penjelasan. Pertama, meskipun
mahasiswa Professor Eka dengan penguasaan gerakan, suara dan
berbicara, mereka berlatih ketrampilan ini secara terpisah. Akibatnya,
mereka tidak cukup mempraktekkan semua keterampilan secara
bersamaan terutama sekali ketika mereka melakukan adegan. Karena
itu, mereka bukannya tidak memiliki kemampuan itu, tetapi tidak
memiliki kemampuan untuk menggabungkan beberapa kemampuan
secara efektif.
Penjelasan lain bahwa mahasiswa Professor Eka tidak
memahami releavansi praktik pengubahan fonetik dan pemanasan
vokal - yang dipelajari pada mata kuliah sebelumnya. Mereka gagal
menjelaksan keterkaitan ini jika mereka memahami fungsi dari praktik
ini secara dangkal atau jika mereka mengkaitkan item ini secara
keseluruhan dalam konteks (suara dan pembicaraan) orisinalitas
dibandingkan apa yang mereka pelajari. Sehingga, masalahnya bukan
mahasiswa kurang memiliki keterampilan atau mereka tidak dapat
mengintegrasikan secara sukses, tetapi mereka tidak dapat
mentransfer secara sukses kemampuan yang dipelajari ke sistuasi
yang baru dan menerapkan keterampilan itu dengan tepat.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
113
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Seperti cerita di atas, tugas yang diberikan begitu mudah dan
berikutnya dosen seringkali menuntut penggabungan semua
keterampilan. Silahkan bayangkan diri Anda sendiri ketika Anda
belajar nyetir. Kamu harus konsentarasi dalam langkah berurutan,
misanya, menyesuaikan spion, menginjak rem, menyalakan mobil
dengan menekan kunci, melepasan rem, dan menekan pedal gas;
serangkaian kemampuan, misalnya, aturan lalu lintas, arti lampu lalu
lintas, fungsi dari stir dan lampu sen; dan sejumlah keterampilan
misalnya, percepatan yang lembut, parkir lurus, membelok di
pertigaan). Anda juga tengah belajar bagaimana mengintegrasikan
semua komponen keterampilan dan pengetahuan itu, misalnya
mengecek spion, menyalakan sen, dan pindah lajur. Terakhir, Anda
juga mengenali sistuasi dan waktu yang sesuai untuk memastikan
ketepatan penerapan pengetahuan dan keterampilan, misalnya
menyesuaikan laju kecepatan dan menginjak rem ketika jalan licin
atau jalan berlumpur.
Dari pengalaman belajar menyetir, sekarang Anda
menganggap menyetir mobil adalah kegiatan yang tanpa banyak
usaha dan berlaku secara otomatis, sedikit menguras konsentrasi
untuk melakukannya. Tetapi bagi supir pemula, nyetir adalah hal yang
berat dan membutuhkan usaha yang keras, termasuk kesadaran,
konsentrasi dan perubahan secara cepat beragam macam keahlian
dan kemampuan.
Belajar berati tidak harus langsung bisa secara otomatis, tetapi
penguasaan setiap komponen akan mengantarkan Anda dapat
berlaku otomatis. Belajar untuk menguasai materi serupa dengan
belajar menyetir, yang akan dijabarkan pada bagian berikut ini:
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
114
PENGUASAAN KOMPONEN KEAHLIAN UNTUK PENGUASAAN
KEMAMPUAN
Penguasaan mengacu pada pencapaian tingkat tinggi
kompetensi dalam materi pelajaran tertentu. Materi pelajaran yang
dimaksud dapat dalam hal yang sempit atau luas, mulai dari keahlian
kecil (misalnya, menggunakan kalkulator statistik) atau pengetahuan
materi (misalnya mengetahui simbol-simbol statistik) sampai pada
pengetahuan dan keterampilan lebih luas (misalnya, uji regresi linear
atau uji statistik non-parametrik). Bagi mahasiswa yang telah
menguasai materi tertentu, entah hal yang kecil atau besar, mereka
perlu mengembangkan sejumlah komponen keahlian, memberikan
latihan kepada mereka pada hal-hal tertentu hingga mereka dapat
mengkombinasikan dengan baik dan melakukannya secara otomatis,
serta mengetahui kapan dan dimana keahlian-keahlian itu dapat
diaplikasikan dengan tepat (Lihat Gambar 3.1).
Gambar 5. Tahapan Belajar Penguasaan
PENGUASAANKomponen
Keterampilan
LATIHANmengintegrasikankomponen keahlian
MENGETAHUIBILAMANAmenerapkanketerampilan
PENGUASAANKEAHLIAN
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
115
PENELITIAN TENTANG BELAJAR PENGUASAAN
Akal sehat menyatakan bahwa untuk dapat menguasai materi
tetentu, dosen harus memposisikan diri dengan baik untuk membantu
mahasiswa pemula menguasai materi. "Jangan posisikan diri Anda
sebagai dosen, tetapi posisikan diri Anda sebagai mahasiswa, sambil
Anda mengajari diri Anda sendiri untuk menguasai materi, begitulah
cara Anda membimbing dan mengarahkan mahasiswa, seperti
membimbing dan mengarahkan Anda sendiri." Penjelasan berikut ini
akan menguji pendapat para ahli tentang belajar penguasaan dan
membahas implikasinya pada pengajaran.
SANG AHLI
Ironis, para ahli dapat dengan mudah ketika mereka mengajar.
Untuk mengetahui mengapa, pertimbangkan suatu model belajar
penguasaan yang diperkenalkan oleh S. Prague dan Stuart (2000)
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5. Ilustrasi menunjukkan
empat langkah berurutan dari pemula ke ahli yang memfokuskan
pada dua dimensi yaitu kompetensi dan kesadaran. Sebagaimana
diilustrasikan pada diagram berikut, mahasiswa pemula berada dalam
situasi ketidaksadaran ketidakmampuan (unconscoius incompetence),
mereka tidak memiliki keahlian dalam bidang tertentu, bahkan
mereka tidak memiliki pengetahuan untuk memahami apa yang perlu
mereka pelajari. Singkatnya, mereka tidak tahu apa yang harus
mereka ketahui.
Ketika mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman,
tahap berikutnya adalah kesadaran ketidakmampuan (conscoius
incompetence), ketika mereka memiliki menyadari tentang apa yang
tidak mereka ketahui dan sebagai akibatnya, mereka menyadarii apa
yang harus mereka pelajari. Ketika mereka beranjak pada penguasaan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
116
materi, mahasiswa berada di tahap kesadaran kompetensi (conscoius
competence) ketika mereka memiliki beragam pertimbangkan
kompetensi yang mereka kuasai, sementara mereka harus berfikir dan
bertindak untuk melaksanakannya dan secara sadar. Terakhir, ketika
mahasiswa mencapai tingkat penguasaan tertinggi, mereka bergerak
ke keadaan ketidaksadaran kompetensi yang menuntut mereka
melatihkan keterampilan dan pengetahuan secara otomatis dan
bahwa mereka sadar tentang apa yang harus mereka ketahui dan
lakukan.
Gambar 6. Tahapan Menuju Penguasaan Materi
Model ini menyarankan, ketika mengembangkan kompetensi
dengan sedikit jalan lurus, gelombang pertama kesadaran dan
kemudian ketidaksadaran, ketika pemula (berada dalam tahap
pertama) dan ahli (di tahap keempat) berlaku dalam keadaaan
ketidaksadaran relatif, dengan beberapa alasan yang berbeda-beda.
Mudah untuk melihat mengapa pemula kekurangan kesadaran
kepedulian tentang apa yang tidak mereka ketahui, tetapi sedikit
kesadaran mengapa ahli kekurangan kepeduliaan tentang apa yang
harus dilakukannya setelah mereka mengetahuinya.
Penelitian tentang perbedaan antara pemula-para ahli
membantu dosen untuk menangani masalah ini. Ahli, seperti
TIDAK MENYADARI
Tidak Kompeten
MENYADARI
Tidak Kompeten
MENYADARI
Kompetensi
TIDAK MENYADARI
Kompetensi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
117
definisinya, memiliki banyak pengetahuan dibandingkan para
pemula, bahkan mereka juga mampu mengelola, mengakses dan
menerapkan pengetahuan mereka secara berbeda (lihat Bab 2
tentang Penataan Pengetahuan; Ericsson dan Smith, 1991; Ericsson
dan Lehmann, 1996). Sebagai contoh, para ahli menata pengetahuan
dalam jumlah besar, "bongkahan-bongkahan pengetahuan yang
memungkinkan mereka dapat mengakses dan menerapkan
pengetahuan dengan mudah" (Chase dan Simon, 1973b, Chase dan
Ericsson, 1982, Koedinger dan Anderson, 1990).
Lebih dari itu, dikarenakan para ahli secara tidak langsung
memahami pola yang bermakna dan menyusun pola itu ke dalam
pengalaman sebelumnya, mereka dapat menggunakan jalan singkat
dan menghindari langkah-langkah-langkah panjang, sementara hal itu
tidak dapat dilakukan oleh sang pemula (DeGroot, 1965; Anderson,
1992; Chase & Simon, 1973a; Koedinger & Anderson, 1990; Blessing
& Anderson, 1996). Juga, dikarenkana para ahli memiliki pengalaman
yang luas dalam bidang (misalnya, merencankaan strategi pemecahan
masalah atau melakukan kritik atas perspektif teoretik), mereka dapat
melakukannya dengan mudah dan otomatis dibandingkan para
pemula yang harus melakukannya dengan kerja keras ((Smith &
Chamberlin, 1992; Lansdown, 2002; Beilock, Wierenga, & Carr, 2002).
Terakhir, para ahli dapat mengkaitkan informasi spesifik ke
dalam prinsip dan skema yang mendalam dan sebagai
konsekuensinya memiliki pemahaman lebih baik dibandingkan para
pemula yang sulit untuk menerapkan pengetahuan ke situasi yang
berbeda (see Chapter Two; Chi, Feltovich, & Glaser, 1981; Larkin et
al., 1980; Boster & Johnson, 1989).
Ciri dari seorang ahli adalah memiliki banyak keunggulan ketika
para dosen memberikan pekerjaan kepada mereka, tetapi mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
118
dapat mengalami hambatan dalam pengajaran efektif. Misalnya,
bongkahan besar pengetahuan yang dimiliki para dosen terasa sulit
untuk dipecah ke dalam kepingan kecil sehingga dapat dengan jelas
dan mudah dipahami oleh mahasiswa. Lebih dari itu, fakta bahwa
dosen sering mengambil jalan singkat dan mengabaikan langkah-
langkah secara berurutan membuat mahasiswa mereka tidak dapat
mengikuti pelajaran. Tambahan, alasan efisiensi dalam tugas-tugas
kompleks dapat mendorong para ahli untuk mengabaikan waktu
ketika memberikan tugas kepada mahasiswa. Terakhir, fakta bahwa
pengajar dapat dengan cepat mengenali beragam keterampilan
dapat menyebabkan mereka mengabaikan kemampuan mahasiswa
mereka.
Ketika para ahli menutup mata atas kebutuhan mahasiswa
pemula, dikenal dengan titik buta seorang ahli (Nickerson, 1999;
Hind, 1999, Nathan dan Koedinger, 2000; Nathan dan Petrosino,
2003). Untuk memahami dampak dari titik buta seorang ahli pada diri
mahasiswa, pertimbangkan bagaimana ahli masak mengajar masak
pada pemula "berikan saus ketika sayuran sudah matang, "masak
sayuran sebelum saus" atau "tambahkan garam untuk menambah
rasa". Penjelasan seperti itu begitu jelas bagi sang ahli masak, mereka
tidak pernah memperkirakan materi bagi mahasiswa, mereka tidak
mengetahui apa itu "matang", atau itu "sebelum saus", atau
"tambahkan garam untuk menambah rasa".
Di sini kita melihat ketidaksadaran kompetensi dari seorang
ahli bertemu dengan ketidaksadaran ketidakmampuan dari seorang
pemula. Hasilnya bahwa mahasiswa melupakan informasi yang vital,
kekeliruan yang seharusnya tidak terjadi, sehingga belajar menjadi
tidak efektif. mahasiswa menjadi bingung dan menghindari kegiatan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
119
belajar. Meskipun demikian mereka terlalu bekerja keras untuk
memahami materi, meskipun hasilnya bagus, tetapi tidak efisien.
Sebagai dosen, kita semua sering terjangkit penyakit titik buta
seorang ahli (expert blind spot). Kita seringkali mengabaikan masalah
yang dihadapi mahasiswa ketika belajar. Melakukan secara sadar tiga
komponen utama dari tahapan belajar penguasaan yang harus dilalui
mahasiswa: (1) perolehan keterampilan komponen utama; (2) latihan
untuk menggabungkan komponen keahlian secara efektif; (3)
pengetahuan tentang kapan waktu yang tepat untuk menerapkan apa
yang telah mereka pelajari, membantu mahasiswa untuk belajar
efektif.
KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DASAR
Seperti contoh menyetir dan memasak di atas, tugas yang
nampaknya sederhana bagi sang ahli sebenarnya terkandung
kombinasi berbagai keterampilan dasar yang tidak kelihatan oleh
sang pemula. Misalnya, kemampuan menganalisa kasus
membutuhkan keterampilan dasar seperti kemampuan
mengidentifikasi pertanyaan pokok atau masalah dari kasus,
menunjukkan perspektif seorang aktor, memperkirakan hambatan,
menggambarkan tindakan yang memungkinkan dan
merekomendasikan dan memutuskan solusi. Serupa, penyelesaian
masalah mungkin terdiri dari beberapa keterampilan dasar termasuk
menyatakan permasalahan, menentukan strategi pemecahan masalah
yang sesuai, memperhitungkan strategi pemecahan masalah, dan
mengevaluasi hasil. Komponen-komponen dasar itu sulit diidentifikasi
mengingat keterampilan dasar itu sepenuhnya termasuk keterampilan
kognitif (misalnya, mengenal, merencanakan dan merumuskan solusi)
yang tidak bisa dilihat langsung.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
120
Jika mahasiswa kekurangan keterampilan dasar - atau jika
mereka lemah - kemampuan mereka untuk menunjukkan kinerja akan
terganjal (Resnick, 1976). Hal itu telah diungkapkan pada sejumlah
penelitian yang mencoba memesah tugas kompleks, mengidentifikasi
kelemahan atau ketiadaan keterampilan dasar dan menelusuri
dampaknya terhadap kemampuan mahasiswa. Lovett (2001)
melakukan penelitian pada mata kuliah Analisis Data Statistik,
mengidentifikasi dua keterampilan dasar dalam analisis data statistik,
yaitu: (1) kemampuan memahami variabel dan (2) kemampuan
mengkategorikan variabel berdasarkan pada jenis-jenisnya. Lovett
menemukan bahwa ketika mahasiswa tidak memiliki keterampilan
dasar, mereka kurang dapat memilih bentuk analisis yang sesuai dan
kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah secara
keseluruhan begitu lemah (Lovett, 2001). Kita juga melihat fenomena
serupa pada cerita pertama di bagian awal: ketika mahasiswa
Professor Rini dituntut dengan banyak keterampilan dasar untuk
mengerjakan proyek kelompok - merupakan bukti dari kemampuan
individu begitu lemah, mereka kekurangan keterampilan kelompok
yang menyebabkan kinerja kelompok menjadi rendah.
Untuk mengajarkan keterampilan kompleks secara sistematis -
tanpa kehilangan satu pun - pengajar harus dapat "membongkar dan
memecah" tugas kompleks ke keterampilan-keterampilan kecil. Hal
itu sangat menantang dosen sang ahli karena seringkali dosen
menghadi penyakit blindspot, tetapi di sana ada hadiah bagi
mahasiswa. Tentu saja, penelitian menunjukkan bahwa ketika dosen
mengidentifikasi dan memperkuat keterampilan dasar melalui
pengajaran per keterampilan dasar, kemampuan mahasiswa secara
keseluruhan mengalami peningkatan. Misalnya, Koedinger dan
Anderson (1990) menemukan bahwa, mahasiswa pemula yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
121
mempelajari geometri lemah dalam kemampuan merencanakan
strategi pemecahan masalah. Setelah mahasiswa diberikan latihan
khusus untuk memperkuat keterampilan tesebut dalam konteks yang
lebih besar, peneliti menemukan bahwa mahasiswa menjadi lebih
cekatan (adeptly) sebagai pemecah masalah (Koedinger dan
Anderson, 1993).
Lovett (2001) menemukan bahwa jika di awal mahasiswa
diberikan 45 menit untuk berlatih mengidentifikasi beragam masalah
statistik, dan kemudian diberikan umpan balik pada keterampilan
tertentu, mereka akan dapat memilih jenis analisis dengan cekatan
sampai di akhir semester. Dengan kata lain, bahkan ketika difokuskan
pada sejumlah latihan dari keterampilan dasar akan ada pengaruhnya
terhadap kemampuan secara keseluruhan. Dampak yang sama
ditunjukkan dalam penelitian tutor kognitif (program tutor berbasis
komputer) yang didesain untuk mendeteksi kelemahan keterampilan
dasar dan mengarahkan mereka untuk berlatih guna memperkuat
kemampuan mereka pada bidang tertentu (Anderson, et.al., 1995;
Singley, 1995; Ritter, et.al., 2007; Anderson, Conrad & Corbett, 1989).
Ketika kita mengetahui bahwa mahasiswa membutuhkan
latihan pada keterampilan dasar tertentu sebelum dituntut untuk
melakukan keterampilan baru yang menuntut penguasaan
keterampilan dasar, pertanyaan yang muncul adalah apakah
mahasiswa harus melakukan latihan secara terpisah atau masih dalam
konteks tugas besar yang lebih kompleks. Keuntungan untuk
melatihkan keterampilan dasar secara terpisah adalah memungkinkan
mahasiswa memfokuskan perhatian pada satu keterampilan dasar
yang dibutuhkan.
Misalnya, keuntungan dari pemberian keterampilan dasar
menggiring bola atau melempar bola dalam permainan sepakbola.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
122
Dril pada kemampuan dasar secara terpisah memungkinkan pemain
bola melatih secara berulang pada keterampilan-keterampilan dasar,
dibandingkan mereka harus mendapatkan keterampilan dasar itu
dalam suasana pertandingan dan memungkinkan mereka
menghabiskan energi secara penuh pada satu keterampilan.
Keuntungan memberikan latihan pada konteks tugas, di sisi lain
adalah mahasiswa dapat melihat bagaimana relevansi komponen
keterampilan (keterampilan-keterampilan) itu pada konteks yang
tepat. Misalnya, dalam permainan sepakbola, mereka akan
mengetahui bagaimana cara menendang bola di bawah tekanan
situasi pertandingan dibandingkan ketika latihan menendang dalam
situasi yang terpisah.
Manakah yang benar atau salah dari memberikan latihan pada
konteks situasi atau terpisah dari tugas tergantung pada jenis tugas
yang diberikan. Meskipun hasil penelitian menyarankan untuk
menggabungkan - terisolasi dan kontekstual - nampaknya secara
umum lebih baik memberikan latihan dalam konteks situasi tugas
yang sebenarnya, tetapi jenis tugas yang dipilih adalah tugas
sederhana atau ketika keterampilan dasar tidak perlu dipisah-
pisahkan dari keseluruhan (Wightman & Lintern, 1985; Naylor &
Briggs, 1963; Teague, Gittlemen & Park, 1994). Sedangkan, jika
tugasnya sangat komplek dan dapat dengan mudah dibagi ke dalam
komponen-komponen kecil, akan lebih efektif jika setiap keterampilan
dasar dilatihan secara terpisah dari konteks sitausi dan kemudian
dikombinasikan seteleh semua keterampilan dasar sudah dilatihankan
(White & Frederickson, 1990; Wigthman & Lintern, 1985; Salden, Paas
& van Merrienboer, 2006).
Latihan terpisah juga memudahkan mahamahasiswa, tetapi
sangat tergantung pada tingkat keahlian dari keterampilan dasar yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
123
harus dikuasai mahasiswa. Penelitian menunjukkan bahwa pengajaran
nyata dan latihan terisolasi, sangat membantu untuk para pemula
(Clarke, Ayres, dan Sweller, 2005), tetapi akan sangat berlawanan
untuk mahasiswa yang cerdas, mahasiswa yang telah siap
mengintegrasikan semua keterampilan dasar itu pada tugas yang
diberikan (Kalyuga, Ayres, Chandler & Sweller, 2003). Terakhir,
memberikan latihan terpisah akan mendatangkan manfaat, tetapi
tergantung pada tujuan belajar yang ditetapkan. Misalnya, jika tujuan
utama dari mata kuliah Professor Rini adalah membantu mahasiswa
untuk membangun keterampilan kerjasama, maka akan lebih baik jika
keterampilan dasar itu diberikan secara terpisah.
IMPLIKASI PENELITIAN PADA PENGAJARAN
Dalam rangka untuk membangun keterampilan baru secara
sistematis dan untuk mendiagnosis kelemahan atau ketiadaan
keterampilan dasar, dosen (guru) harus mampu untuk memecah tugas
kompleks ke dalam sejumlah komponen-komponen dasar.
Pemecahan tugas kompleks membantu dosen untuk memilih jenis
latihan yang tepat untuk setiap keterampilan dasar. Meskipun
pelatihan dirancang untuk mendorong penguasaan keterampilan
dasar, dosen juga harus mempertimbangkan apakah tujuan belajar
akan tercapai ketika latihan keterampilan dasar dilaksanakan secara
terpisah dari konteks tugas yang sebenarnya, atau
mengkombinasikan dua keterampilan dasar ke dalam satu latihan.
INTEGRASI KETERAMPILAN DASAR
Penguasaan keterampilan dasar tidak dengan sendirinya cukup
mempersiapkan mahasiswa untuk mengerjakan tugas kompleks. Hal
tersebut menunjukkan bahwa menguasai tugas kompleks tidak hanya
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
124
memecah sub-keterampilan secara temporer dan pemberian
kesempatan berlatihan secara terpisah, tetapi juga mereka perlu
diberikan kesempatan dan latihan untuk menggabungkan kembali
(recomposition) semua keterampilan dasar itu dalam suatu kombinasi
yang utuh untuk menyelesaikan tugas kompleks. Menggabungkan
komponen keterampilan dasar dibutuhkan sekali dan akan menjadi
sulit, hal itu dibuktikan pada cerita kedua pada awal pertemuan ini,
pada mahasiswa Professor Eka yang berusaha menggabungkan dan
menggunakan semua keterampilan dasar yang telah mereka pelajari
secara terpisah. Kemampuan yang rendah dari mahasiswa Professor
Eka terlihat ketika mereka tidak terbiasa berusaha menggabungkan
semua keterampilan dasar.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kemampuan seseorang
cenderung menurun ketika mereka dituntut untuk melakukan lebih
banyak atau banyak tugas dalam satu waktu yang bersamaan
(Kahnemann, 1973; Navon & Gopher, 1979; Wickens, 1991).
Penurunan kemampuan terjadi dikarenakan melakukan beragam
tugas secara simultan cenderung menuntut perhatian sepenuhnya
pada pemrosesan informasi dalam jumlah yang relatif banyak dan
seseorang memiliki keterbatasan dalam cara menghadapi dan
menyelesaikan semua itu pada waktu yang sama.
Dengan kata lain, tuntutan pemrosesan informasi dari tugas
yang diberikan juga dikenal sebagai beban kognitif (cognitive load) -
yang berlebih dari beban yang mampu diproses oleh seseorang.
Ketika melebihi batas kemampuan, mereka cenderung mengalihkan
perhatian dan sumberdaya kognitif lainnya untuk menyelesiakan
tugas secara efektif. Misalnya, Strayer dan Johnsonn (2001)
menemukan bahwa ketika mereka meminta mahasiswa untuk
mensimulasikan kemampuan menyetir, beragam ukuran kemampuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
125
(misalnya sejumlah lampu merah dan reaksi penginjakan pedal rem
pada saat lampu merah) menurun ketika ada tambahan komunikasi
lewat telepon pada saat tugas menyetir. Lebih dari itu, ketika
kompleksitas percakapan ditingkatkan, kemampuan menyetir
semakin rendah. Dengan kata lain, meskipun partisipan dalam
penelitian ini memiliki sumberdaya kognitif yang cukup untuk
melaksanakan tugas dengan baik pada tugas menyetir, tetapi terpisah
dalam situasi komunikasi, masih tetap membutuhkan modal yang
lebih ketika ditambahkan beban komunikasi, kemampuan menyetir
menjadi lemah.
Fenomena yang sama seringkali terjadi ketika seorang
melaksanakan tugas kompleks tunggal, dikarenakan tugas kompels
menuntut seseorang menerapkan beragam keterampilan misalnya
pertunjukkan drama, akan mengalami kelebihan beban kognitif.
Bayangkan kembali kelas Professor Eka, nampaknya mahasiswa Prof.
Eka tidak mampu mengatur beban kognitif dari perpaduan
keterampilan suara, bicara, dan gerakan dalam kelas, yang telah
dikuasai secara tunggal di kelas. Bagaimanapun, beban kognitif dari
keterampilan penerapan dan koordinasi semua keahlian dalam satu
waktu - akan terjadi (ketika ditambahkan keahlian baru - keahlian
berakting - yang menuntut kemampuan untuk mengatur semua
keterampilan dasar), maka akan terjadi kesalahan atau kekeliruan.
Menarik sekali, para ahli tidak akan mengalami kesulitan seperti
para pemula ketika mereka harus menyelesaikan tugas kompleks atau
mengkombinasikan beragam tugas kompleks. Dikarenakan para ahli
telah melakukan latihan dalam keadaan terentu, melatihkan satu per
satu keterampilan dasar, dan melatihkan semua keterampilan dasar
pada satu waktu, dalam hal-hal tertentu, sehingga sang ahli begitu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
126
terbiasa dan terlatih sehingga ketika ada tugas kompleks yang
menuntut, maka semuanya akan berjalan secara otomatis.
Untuk setiap latihan keterampilan tingkat tinggi biasanya
menuntut beberapa modal kognitif, secara efektif dapat menurunkan
total beban kognitif bagi sang ahli yang berpengalaman. Maka dari
itu, ahli dapat menyelesaikan tugas kompleks dan mengkombinasikan
beragam tugas dengan relatif mudah (Smith & Chamberlin, 1992;
Landsdown, 2002; Beilock, Wierenga & Carr, 2002). Hal ini bukan
disebabkan tidak membutuhkan beban kognitif dibandingkan
pemula, lebih dari itu, dikarenakan mereka sudah mencapai
keterampilan tingkat tinggi, mereka dapat melakukan lebih dari apa
yang telah mereka miliki. Pemula, sebaliknya, belum mencapai tingkat
mahir dan otomatis menerapkan setiap komponen keterampilan
dasar dan karena itu mereka perlu bekerja keras untuk
mengkombinasikan keterampilan tidak semudah dan seefektif para
ahli.
Mengingat seorang dosen dianggap ahli, tidak mengalami
pengalaman beban kognitif seperti pemula, mereka mungkin
berharap terlalu tinggi atas kemampuan mahasiswa mereka. Hal itu
dapat menimbulkan kebimbangan dan frustasi seperti mahasiswa
Profesor Eka yang harus berjuang keras mengerjakan tugas yang
menurut Prof. Eka begitu mudah. Bagi dia, kombinasi keterampilan
berbicara, suara, gerakan dan keterampilan akting tidak terlalu
memusingkan, sehingga apa yang terjadi pada mahasiswa, dianggap
sesuatu yang mengherankan, "masa, begitu saja tidak bisa".
Sayangnya, sebagai mahasiwa yang harus menguasai keterampilan
sepanjang waktu, menuntut pengetahuan dan pemahaman prosedur
untuk dapat menyelesaikan tugas secara otomatis dan karena itu
membutuhkan beberapa modal kognitif untuk menyelesaikannya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
127
Karena itu, dengan diberikan latihan, mahasiswa akan semakin mahir
menerapkan keterampilan dasar dan akan menjadi lebih baik ketika
dihadapkan dengan beragam tugas rumit.
Bagaimana kita dapat membantu mahasiswa menata beban
kognitif ketika mereka harus menyelesaikan tugas kompleks? Satu-
satunya metode efektif yang ditawarkan dari beberapa penelitian
adalah memfokuskan mahasiswa pada satu keterampilan di satu
waktu, sehingga secara lambat laun akan mengurangi beban kognitif
dan memberikan mereka kesempatan untuk terbiasa menerapkan
keterampilan dasar sebelum mereka mampu mengintegrasikan
beragam keterampilan sekaligus.
Misalnya, Clarke, Ayres, dan Sweller (2005) menyatakan bahwa
mahasiswa yang memiliki sedikit pengetahuan tentang lembar kerja
di Microsoft Excel tidak akan mampu menyelesaikan perhitungan
matematika ketika harus menyelesaikan masalah matematika dengan
rumus Excel. Karena itu mereka perlu mempelajari Microsoft Excel
terlebih dahulu dan kemudian mempelajari rumus matematika,
setelah kedua keterampilan itu bisa, maka selanjutnya dapat
ditingkatkan pada keterampilan menghitung rumus matematika
dengan formula Excel. Metode lain yang ditawarkan dalam penelitian
adalah mendorong penguasaan beberapa aspek dari tugas kompleks
sebelum melaksanakan tugas secara keseluruhan (Sweller & Cooper,
1985; Cooper & Sweller, 1987; Paas & can Merrienboer, 1994).
Misalnya, Sweller dan Cooper (1985) menunjukkan hal tersebut
pada mahasiswa yang menyelesaikan masalah dalam beragam
perhitungan kuantitatif dari statistik ke fisika. Mereka menemukan
bahwa ketika mahasiswa diberikan soal cerita, mahasiswa dapat
menyelesaikan masalah tanpa terlalu banyak belajar. Hal itu
dikarenakan masalah yang harus diselesaikan mahasiswa tidak banyak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
128
menuntut modal kognitif yang telah mereka pelajari. Tetapi ketika
mahasiswa diberikan "lembar kerja" (misalnya format tabel) diselingi
dengan penyelesaian masalah, memungkinkan mereka dapat
terbebas dari modal kognitif yang memungkinkan mahasiswa melihat
hal-hal khusus dari masalah dan menganalisis langkah-langkah dan
alasan di balik pemecahan masalah.
Penelitian juga menemukan adanya peningkatan kemampuan
pada penyelesaian masalah secara berurutan. Hal itu disebut Dampak
Kerangka Penyelesaian Soal, salah satu contoh dari proses yang
disebut scaffolding (Tangga Kognitif), dimana instruktur meringankan
beban kognitif sehingga mahasiswa dapat fokus belajar pada dimensi
tertentu (Untuk lebih diskusi tentang Tangga Kognitif, lihat Bab 4.)
Satu hal terpenting yang harus dikemukakan di sini adalah
bahwa pengurangan dalam beban kognitif dapat mendorong
kemajuan sementara, sementara dalam hal lain tidak (Paas, Renkl &
Sweller, 2003, 2004). Formula untuk mengurangi beban kognitif yang
efektif adalah didasarkan pada identifikasi aspek-aspek tertentu dari
tugas yang berkaitan dengan keterampilan yang harus dipelajari
mahasiswa dan aspek-aspek tertentu yang dapat mengganggu
tercapainya tujuan belajar. Penelitian menunjukkan bahwa
menghilangkan beban tambahan - yaitu aspek dari tugas yang sulit
dikuasai tetapi tidak berkaitan dengan apa yang perlu dipelajari
sangat membantu mahasiswa. Sebaliknya, mengurangi beban
kognitif yang sebenarnya perlu dipelajari mahasiswa akan berakibat
kontraproduktif, dalam arti bahwa mahasiswa tidak memiliki
kesempatan untuk berlatih pada sesuatu hal yang seharusnya mereka
pelajari.
Penting di sini membedakan antara beban kognitif yang perlu
dipelajari (berkaitan erat, germane) dan beban kognitif tambahan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
129
(extraneous). Bayangkan mahamahasiswa teknik mesin yang
mendapatkan kesulitan dalam latihan penyelesaian masalah. Mereka
diperkenalkan pada sejumlah formula yang berbeda sepanjang satu
semester dan kesulitan itu mereka pendam. Sekarang, jika dosen
menetapkan tujuan belajar "mahasiswa mampu memilih dan
menerapkan formula khusus untuk setiap masalah", kemudian
memberikan mereka daftar formula yang relevan yang dapat dipilih,
cara seperti itu dapat mengurangi beban kognitif, karena mahasiswa
tidak perlu menghabiskan waktu dan modal kognitif mengingat
formula yang cocok dan akan dapat memfokuskan pada keterampilan
memilih dan menerapkan formula yang tepat. Bagaimanapun, jika
tujuan bahwa mahasiswa dapat mengingat formula dan kemudian
menerapkan setiap satu formula ketika masalah datang, daftar semua
formula dapat menggagalkan tercapainya tujuan belajar.
IMPLIKASI PENELITIAN
Melaksanakan tugas kompleks yang membebani mahasiswa
secara kognitif, terutama ketika mereka tidak dapat mengembangkan
dengan secara otomatis semua keterampilan dasar yang dibutuhkan.
Maka dari itu, dosen harus memperkirakan secara akal sehat waktu
dan latihan yang dibutuhkan mahasiswa, tidak hanya
mengembangkan kemahiran pada keterampilan dasar, tetapi juga
belajar untuk berlatih mengintegrasikan semua keterampilan sampai
sukses. Cara seperti itu dapat membantu dosen dalam kondisi
tertentu untuk memilih strategi yang meringankan, memilah
komponen kecil dari tugas yang bakal menjadi beban kognitif
sehingga mahasiswa dapat memfokuskan sumber daya kognitif
mereka pada komponen tugas yang paling memiliki hubungan erat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
130
(germane) dengan tujuan pembelajaran. Beberapa cara khusus untuk
melakukan hal ini dibahas dalam bagian Strategi Belajar.
Belajar Menerapkan (Applying)
Sebagaimana kita saksikan, belajar penguasaan materi
membutuhkan penguasaan keterampilan dasar dan kemampuan
untuk mengintegrasikan semua keterampilan dasar itu dengan sukses.
Selain itu, belajar penguasaan juga menuntut mahasiswa mengetahui
kapan dan dimana mereka dapat menggunakan pengetahuan yang
telah mereka pelajari. Ketika mahaiswa membutuhkan kemampuan
tetapi tidak mengetahui kondisi relevan untuk penerapan, mereka
gagal menerapkan keahlian yang relevan dengan tugas atau masalah
yang dihadapi, atau alternatifnya, menerapkan keterampilan yang
salah konteks.
Penerapan keahlian (atau pengetahuan, strategi, pendekatan,
atau kebiasaan) yang dipelajari pada satu konteks ke konteks yang
sesuai diistilahkan sebagai transfer. Transfer dapat dikatakan menjadi
dekat, jika konteks yang dipelajari dan konteks yang ditransfer
memiliki kemiripan, dan dapat dikatakan jauh, ketika konteks yang
ditransfer tidak mirip. Misalnya, beragam dimensi yang jauh terjadi,
ketika pada mata kuliah Kebijakan Publik diberikan tugas untuk
menerapkan rumus statistik yang dipelajarinya dua semester
sebelumnya di Mata Kuliah Statistik 1. Bukan hanya telah terjadi
perubahan domain pengetahuan dari statistik ke kebijakan publik,
tetapi juga secara fisik dan tempo terlalu jauh (kelas baru, dua
semester berikutnya). Jika mentransferkan tugas terjadi pada konteks
yang berbeda, di luar akademis, ada penambahan jarak transfer yang
harus diperkenalkan (untuk pembahasan tentang perbedaan dimensi
transfer, lihat buku Barnett dan Ceci, 2002).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
131
Sejauh ini, topik tentang transfer pengetahuan, masih menjadi
tema utama dalam dunia pendidikan dan menjadi tujuan utama dari
pendidikan: kita ingin agar mahasiwa kita dapat menerapkan apa
yang telah mereka pelajari di ruang kuliah. Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa: (a) transfer terjadi seringkali tidak secara
otomatis, dan; (b) ketidaksamaan antara konteks yang dipelajari
dengan konteks transfer penerapan, membuat proses transfer tidak
akan berhasil. Dengan kata lian, kebanyakan dari kita, mahasiswa
seringkali tidak berhasil menerapkan keahlian atau pengetahuan yang
relevan (Singley dan Anderson, 1989; McKeough, Lupart & Marini,
1995; Thorndike & Woodworth, 1901; Reed, Ernst, & Banerji, 1974;
Singley, 1995; Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1994;
Singley & Anderson, 1989; Holyoak & Koh, 1987).Pada bagian
berikutnya, kita akan mengkaji berbagai isu yang dapat
mempengaruhi keberhasilan dan ketidakberhasilan proses transfer.
Belajar Transfer
Ada sejumlah alasan mahasiswa gagal mentransfer
pengetahuan dan keahlian yang relevan. Pertama, mungkin
mahasiswa mengasosiasikan pengetahuan terlalu dekat dengan
konteks asli yang mereka pelajari dan karena itu tidak terpikir untuk
menerapkannya atau tidak tahu bagaimana menerapkan keahlian
yang mereka pelajari - di luar konteks yang mereka pelajari. Hal ini
disebut terlalu spesifik (overspecificity) atau keterikatan konteks
(Mason Spencer & Weisberg, 1986; Perfetto, Bransford & Frank,
1983).
Sebagai ilustrasi, mahasiswa di Mata Kuliah Statistik mungkin
dapat menyelesaikan soal kuis, tetapi tidak dapat mengerjakan soal
dengan tipe yang sama dan lebih sulit di saat UAS. Jika mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
132
diberikan petunjuk yang memberitahukan bahwa rumus yang
digunakan pada saat mengerjakan soal kuis, dapat digunakan untuk
menjawab soal UAS, itu akan mempermudah mereka. Tetapi ketika
tidak ada petunjuk, mereka akan mengalami kesulitan
mengidentifikasi hal-hal yang tersembunyi dari soal yang diberikan di
UAS dan sulit dalam memilih rumus statistik yang sesuai. Dengan kata
lain, pengetahuan mereka, tidak kontekstual dan maka dari itu tidak
fleksibel. Keterkaitan konteks juga dapat menjelaskan kasus pada
mahasiswa Prof. Eka yang gagal dalam hal fonetik. Ketika mereka
mendapatkan informasi bahwa mereka dapat menghubungkan
transkip fonetik sangat berkaitan erat dengan secara fisik dengan apa
yang mereka pelajari (teknik berbicara), hal itu tidak mungkin terjadi
pada latihan di kelas akting.
Kedua, mahasiswa akan gagal mentransfer keterampilan,
pengetahuan dan latihan, jika mereka tidak meningkatkan
pemahaman tentang prinsip-prinsip dan struktur dalam di balik
pengetahuan yang merek pelajari - dengan kata lain - jika mereka
memahami apa yang dikerjakan tetapi bukan mengapa. Hal itu
menjelaskan beberapa masalah yang dihadapi oleh Professor Eka.
Jika mahasiswa Prof. Eka memahami beberapa fungsi dari pemanasan
vokal (seperti relaksasi merenggangkankan vokal ketika menyanyi)
bukan fungsi yang lain (relaksasi suara untuk menunjukkan ekpresi
emosional), mungkin mereka tidak dapat mengenali penggunaan
latihan ini untuk tugas yang diberikan. Dengan kata lain, pemahaman
yang tidak utuh tentang fungsi dari suatu latihan yang berikan akan
berdampak pada kemampuan mereka untuk menerapkan
pengetahuan pada konteks yang baru.
Sayangnya, banyak penelitian menunjukkan bahwa kegagalan
transfer pengetahuan lebih banyak disebabkan oleh pendekatan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
133
pengajaran (strategi dan metode mengajar) yang mendukung
transfer. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa akan
mampu mentransfer pengetahuan pada konteks yang baru secara
lebih baik ketika mereka dapat mengkombinasikan pengalaman
konkret pada konteks tertentu dan pengetahuan abstrak yang
memangkas konteks (Schwartz, et.al., 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Schoklow dan Judd di tahun
1980 menunjukkan hal tersebut. Penelitian mengajukan pertanyaan
kepeda dua kelompok tentang mahasiswa yang melempar anak
panah 12 inci ke bawah air. Prediksi, kemampuan kedua kelompok
mahasiswa yang berlatih ini dapat meningkatkan kemampuan.
Selanjutnya satu kelompok diajarkan prinsip abstrak tentang
pembiasan, sementara yang lain tidak. Ketika ditanyakan lagi kepada
mereka empat inci di bawah air, kelompok tahu menyesuaikan
strategi yang sesuai dengan prinsip abstrak dan secara signfikan tidak
mampu menyelesaikan tugas dibandingkan kelompok lain.
Mengetahui prinsip abstrak membantu mahamahasiswa mentransfer
pengetahuan di balik pengalaman pada konteks yang mereka pelajari
dan mampu menyesuaikan strategi untuk kondisi yang baru. Serupa,
ketika mahasiswa memiliki kesempatan untuk menerapkan apa yang
mereka pelajari dalam beragam konteks, itu mendorong kurangnya
kedekatan konteks, pengetahuan akan lebih fleksibel (Gick dan
Holyoak, 1983).
Perbandingan struktur - ketika mahasiswa diminta untuk
membandingkan dan membedakan masalah, kasus atau skenario
yang berbeda - juga terkait dengan fasilitas transfer. Misalnya,
Loewenstein, Thompson dan Gentner (2003) meminta kedua
kelompok mahasiswa manajemen untuk menganalisis negosisasi
kasus pelatihan. Satu kelompok menganalisis kasus setiap individu,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
134
kelompok yang lain diminta untuk membandingkan kasus. Penelitian
menunjukkan bahwa kelompok yang membandingkan kasus
menunjukkan kemampuan mereka secara dramatis dibandingkan
kelompok yang mempelajari kasus individu.
Mengapa? Dikarenakan ketika mahasiswa diminta
membandingkan kasus, mereka telah mengenal dan mengidentifikasi
hal-hal khusus dari setiap kasus yang membuat mereka dapat
menyusun analogi dan non-analogi untuk kasus lainnya. Dengan
mengidentifikasi hal-hal khusus, mahasiswa dapat meningkatkan
kasus dengan prinsip abstrak negosiasi, yang memungkinkan mereka
belajar lebih banyak dan mampu menerapkan pengetahuan yang
mereka pelajari secara efektif. Metode yang ditawarkan untuk
memudahkan transfer termasuk mengemukakan analogi rasional
(Gentner, Holyoak, & Kokinov, 2001; Catrambone & Holyoak, 1989;
Holyoak & Koh, 1987; Klahr & Carver, 1988), menggunakan sajian
visual untuk membantu mahasiswa melihat hal-hal khusus dan pola
khusus (Biederman dan Shiffar, 1987) dan meminta mahasiswa untuk
menjelaskan hubungan kausalitas (Brown & Kane, 1988).
Terakhir, penelitian menunjukkan bahwa petunjuk
penyelesaian dapat membantu proses transfer. Pada penelitian Gick
dan Holyoak (1980), mahasiswa disajikan dengan papan yang
menjelaskan teka-teki militer yang sedang mencoba untuk menguasai
benteng dan akhirnya harus membagi ke dalam kelompok-kelompok
kecil, mendekati benteng dengan jalan yang berbeda, dan bertemu
secara bersamaan. Setelah mengingat informasi ini, mahasiswa
diminta dihadapkan dengan masalah medis yang membutuhkan
solusi yang sama (menggunakan beragam lampu laser dari beragam
sudut dan bertemu di satu tempat, lokasi tumor berada).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
135
Meskipun mereka mengetahui solusi militer dalam menyerbu
dan menghancurkan benteng, sebagian besar mahasiswa tidak
mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari pada masalah
medis. Meskipun konteks fisik, sosial, dan temporal sama, tetapi
domain pengetahuan (strategi militer terhadap obat) dan konteks
fungsional (menyerbu benteng versus mengobati tumor) cukup
berbeda, sehingga tidak memahami analogi struktur atau berpikir
untuk menerapkan pengetahuan dari satu masalah ke yang lain.
Namun, ketika mahasiswa diminta untuk berpikir tentang masalah
medis dalam kaitannya dengan salah satu militer, mereka bisa
menyelesaikannya dengan sukses (Gick & Holyoak, 1980). Hasil
serupa ditunjukkan dalam studi lain juga (Perfetto et al, 1983;. Klahr
& Carver, 1988; Bassok, 1990). Dengan diberikan petunjuk, kita dapat
mahasiswa untuk memahami lebih dalam, untuk membantu
mahasiswa menerapkan apa yang mereka ketahui.
IMPLIKASI PENELITIAN
Transfer tidak selalu mudah dan otomatis. Maka dari itu, sangat
penting bagi kita untuk "mengajarkan cara transfer", maka dari itu kita
dapat melaksanakan strategi pembelajaran yang memperkuat
peningkatan pemahaman tentang struktur dalam dan prinsip yang
melandasinya, memberikan secukupnya konteks yang berbeda-beda
agar mampu menerapkan prinsip, dan membantu mahasiswa
membuat hubungan yang sesuai antara pengetahuan dan keahlian
yang mereka hadapi dengan konteks baru yang memungkinkan
penerapan keahlian. Kita pertimbangkan beberapa strategi khusus di
bawah judul "Strategi Untuk Memudahkan Transfer", pada
penjelasan berikutnya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
136
STRATEGI YANG DISARANKAN
Strategi berikut ini dapat digunakan untuk: (1) memecah tugas
kompleks sehingga mahasiswa dapat membangun keahlian lebih
sistematis dan mampu mendiagnosis kelemahan yang ada di
mahasiswa; (2) membantu mahasiswa mengkombinasikan dan
menggabungkan keahlian agar lebih mahir dan otomatis, dan; (3)
membantu mahasiswa belajar mengetahui kapan mereka dapat
menerapkan pengetahuan yang telah mereka pelajari.
STRATEGI UNTUK MENDORONG DAN MEMPERKUAT
KETERAMPILAN DASAR
Hilangkan Penyakit Titik Buta Sang Ahli
Disebabkan efek Titik Buta Sang Ahli (Expert Blind Spot), dosen
mungkin hanya memiliki sedikit kesadaran perihal pengetahuan dan
keterampilan dasar yang harus dikuasai terlebih dahulu untuk
menyelesaikan tugas yang rumit. Sebagai konsekuensinya, ketika
mengajar mahasiswa, mungkin secara tidak sengaja [bahkan sengaja]
menghilangkan keterampilan dasar yang diperlukan, langkah dan
informasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa dalam rangka agar belajar
lebih baik dan efektif - mampu menyelesaikan tugas yang diberikan.
Untuk dapat menentukan keterampilan dasar apa saja, Anda
harus mengidentifikasi semua komponen keterampilan dasar untuk
tugas tertentu, dengan cara bertanyalah pada diri Anda sendiri: "Apa
yang seharusnya mereka ketahui terlebih dahulu, atau mengetahui
apa yang seharusnya dilakukan - dalam rangka untuk mencapai Apa
yang Anda harapkan dari mereka?". Pertanyaan tersebut Anda ajukan
ketika Anda mengurai/memecah tugas rumit ke dalam tugas-tugas
kecil sampai Anda mampu mengidentifikasi semua keterampilan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
137
dasar. Kebanyakan dosen berhenti memecah/mengurai tugas, karena
itu gagal mengidentifikasi keterampilan dasar yang paling penting.
Mintalah Asisten Pengajaran atau Graduate Student untuk Membantu
Mengurai Tugas
Sebagai seorang ahli, kita berada dalam suatu posisi
"ketidaksadaran kompetensi" yang membuat kita sulit melihat
komponen keterampilan dan pengetahuan yang perlu dikuasai
terlebih dahulu oleh mahasiswa untuk menyelesaikan tugas rumit.
mahasiswa yang baru lulus, sebaliknya, cenderung "sadar
kompetensi" (Model Sprague dan Stewart, lihat Gambar 4.2) dan
karena itu lebih tahu keterampilan dasar yang dibutuhkan,
dibandingkan dosen. Maka dari itu, sangat membantu dosen jika
asisten atau alumni diminta untuk memecah tugas rumit.
Tanyakan Kepada Teman Sejawat
Cara lain untuk menghilangkan Titik Buta Sang Ahli adalah
meminta kepada teman sejawat untuk melihat komponen-komponen
dasar yang telah diperkirakan harus dikuasai mahasiswa sebelum
menyelesaikan tugas rumit, seperti makalah penelitian, presentasi,
atau desain proyek. Meskipun teman sejawat juga punya Titik Buta
Sang Ahli, mereka dapat mengidentifikasi keterampilan dasar
dibandingkan Anda sendiri. Maka dari itu, sangat membantu jika
Anda meminta masukan dari teman Anda dan meminta mereka untuk
menguji silabus yang Anda susun, tugas-tugas yang akan diberikan,
dan rubrik penilaian (lihat Lampiran 3 untuk Penyusunan Rubrik).
Minta Pendapat Orang-Orang Yang Ada di Luar Bidang Keahlian
Juga sangat membantu Anda jika Anda berusaha mengurai
tugas rumit dengan meminta orang lain di luar bidang keahlian Anda
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
138
untuk mereview silabus, materi, tugas, dan bahan ajar lainnya.
Seseorang (entah sebagai konsultan pendidikan atau teman sejawat
di luar bidang ilmu) adalah orang yang cerdas dan penuh dengan
pemahaman [tetapi tidak dapat berbagi tentang materi bidang kajian,
titik buta materi] dapat membantu Anda mengingatkan keterampilan
dasar yang dapat kamu hilangkan.
Mengeksplorasi Bahan Ajar Yang Tersedia
Banyak, meskipun tidak semua, dari keterampilan dasar yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tertentu dari konteks disiplin.
Tergantung pada disiplin ilmu pengetahuan, terdapat publikasi karya-
karya yang merupakan analisis tugas komoleks, membantu Anda
untuk memikirkan tentang komponen keterampilan yang ada di mata
kuliah yang Anda ampu. Silahkan cek jurnal pengajaran dalam disiplin
ilmu Anda.
Fokus Pada Aspek-Aspek Utama dari Tugas Yang Diberikan
Jika mahasiswa harus mengggunakan modal kognitif di luar
dari hal-hal pokok yang ada di tugas, itu berarti Anda sedang
mengalihkan sumber daya kognitif dari komponen yang berkaitan-
erat dengan tugas. Salah satu cara untuk membantu mahasiswa dalam
mengelola beban kognitif adalah menyampaikan dengan jelas tujuan
dan prioritas dari tugas tertentu dengan mengatakan pada mereka
tentang bagian mana Anda perlu mengeluarkan energi berlebih dan
juga tidak perlu mengeluarkan energi. Misalnya, jika Anda
memberikan tugas kepada mahasiswa yang belajar Arsitektur dengan
tujuan untuk membantu mereka memahami solusi desain kreatif,
Anda harusnya menginstruksikan dengan jelas kepada mereka untuk
tidak banyak membuang waktu pada detail yang benar atau membuat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
139
desain yang cantik, tetapi harus diarahkan pada menghasilkan solusi
desain yang berbeda-beda. Rubrik yang digunakan untuk menilai
kriteria kinerja pada tugas terentu dapat membantu mahasiswa Anda
untuk memfokuskan pada modal kognitif yang secara langsung
berkaitan erat dengan tujuan belajar. (Lihat Lampiran 3, contoh Rubrik
Penilaian).
Diagnosis Ketiadaan atau Kekurangan Keterampilan Dasar
Untuk menilai kompetensi keterampilan dan pengetahuan awal
mahasiswa Anda, patut dilaksanakan penilaian diagnostik atau
memberikan tugas di awal semester (Lihat Lampiran 1 untuk Penilaian
Diri). Jika dari hasil penilaian, sejumlah besar mahasiswa memiliki
kekurangan keahlian, Anda dapat menyampaikan fakta ini dan
meminta mereka untuk memperkuat keterampilan dasar dengan cara
memberikan latihan, tutorial, atau tugas laporan bacaan, agar
mahaiswa Anda memiliki keterampilan dasar sebagai modal untuk
menerima keahlian baru.
Jika sebagian besar mahasiswa Anda tidak memiliki
keterampilan dasar yang dipersyaratkan (contoh: keterampilan Excel
sebagai syarat untuk materi perhitungan statistik manual), Anda dapat
meminta mereka untuk berlatih keterampilan dasar yang dibutuhkan
di luar kelas. Selanjutnya, Anda dapat memantau kemajuan mereka.
Anda juga dapat menilai pemahaman mahasiswa Anda atas
kekurangan penguasaan keterampilan dan pengetahuan dalam
berbagai bentuk seperti laporan bacaan, resitasi dan sebagianya.
Informasi yang Anda dapatkan dari hasil analisis kemampuan awal
dapat membantu Anda ketika Anda mendesain pembelajaran dalam
rangka memperkuat penguasaan pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan atau meningkatkan kemampuan mereka pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
140
keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk mempersiapkan materi
pelajaran yang lebih sulit.
Berikan Latihan Terpisah pada Keterampilan Dasar Yang
Dipersyaratkan
Ketika Anda sudah mengidentifikasikan kelemahan atau
ketiadaan keterampilan dasar, berikan kesempatan (tugas atau
aktivitas kelas) kepada mahasiswa Anda untuk melakukan latihan pada
keterampilan dasar di luar jam kelas. Tetapi perlu diperhatikan di sini,
ketika Anda memberikan kesempatan, pastikan bahwa mahasiswa
Anda mengerjakan apa yang Anda perintahkan dan pastikan bahwa
mereka menguasai keterampilan dasar yang dipersyaratkan.
Misalnya, jika mahasiswa Anda dalam kemampuan menuliskan
kesimpulan pada majalah hanya berupa "pengulangan kembali topik
makalah atau tidak dalam bentuk paragraf sintesis, apa yang dapat
Anda lakukan:
• Meminta mahasiswa Anda membaca kesimpulan dari beberapa
artikel dan meminta mengungkapkan bagaimana teknik yang
digunakan para penulis artikel untuk menuliskan kesimpulan;
• Mintalah untuk menuliskan kesimpulan dengan cara sendiri;
• Kritik kesimpulan yang dibuat mahasiswa dan tunjukkan kekeliruan
yang dibuat mahasiswa Anda dalam membuat kesimpulan;
• Tugaskan kembali untuk memperbaiki tugas penyimpulan.
Serupa, dalam kelas yang memfokuskan pada penyelesaian
masalah kuantitatif, mintalah mahasiswa Anda untuk membuat
rencana strategi pemecahan masalah tanpa harus melakukannya.
Energi mahasiswa Anda, akan difokuskan pada penguasaan
komponen dasar dari tugas perencanaan dan membangun
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
141
keterampilan dasar sebelum Anda mengajarkan materi
perhitungan statistik.
STRATEGI UNTUK MEMBUAT mahasiswa ANDA MAHIR DAN
MEMUDAHKAN DALAM MEMADUKAN SEMUA KETERAMPILAN
DASAR
Memberikan Latihan Untuk Meningkatkan Kemahiran
Jika dari hasil penilaian diagnostik, seperti yang dijelaskan
pada paragraf di atas, nampak bahwa mahasiswa Anda telah
menguasai keterampilan dasar, tetapi tidak cepat, Anda dapat
memberikan tugas latihan agar kemampuan mereka meningkat
menjadi cepat dan efisien. Dalam kelas bahasa misalnya, Anda dapat
meminta mahasiswa Anda untuk melatih penyusunan kalimat S-P-O-
K sampai mereka mahir melakukannya. Dalam kelas kuantitatif, Anda
dapat memberikan tugas latihan operasi matematika dasar pada
Micorosft Excel sehingga mereka dapat melakukan perhitungan
dengan cepat.
Latihan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan keterampilan dasar secara otomatis. Jelaskan alasan
tersebut kepada mahasiswa Anda. Misalnya, "Sangat penting bagi
Anda untuk mampu melakukan uji hipotesis dengan analisis kuantitatif
dengan cepat, karena itu Anda perlu melatih diri untuk terbiasa cepat
menghitung masalah matematika pada Microsoft Excel." Anda juga
perlu mengungkapkan tingkat kemampuan yang Anda harapkan
dengan mengatakan "Anda harus mahir menghitung operasi
matematika dasar di Excel dalam waktu 1 menit".
Hambatan Temporer Pada Tugas
Sangat membantu mahasiswa Anda dalam mencapai capaian
belajar, jika Anda dapat mengurangi beban kognitif temporer ketika
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
142
mahasiswa melatih kemahiran pada keterampilan dasar atau belajar
mengintegrasikan semua komponen keterampilan dasar. Satu cara
untuk melakukannya adalah dengan mengurangi ukuran atau tingkat
kesulitan tugas-tugas komplek, dengan cara memecahnya ke dalam
bongkahan kecil.
Misalnya, Dosen Administrasi Perkantoran yang mengajarkan
Mata Kuliah Surat Menyurat, meminta mahasiswa untuk melatih
mengetik dua jari, kemudian lima jari, kemudian 10 jari, sampai
sukses, sebelum mereka diminta untuk membuat Surat Peminjaman
Tempat yang harus diselesaikan dalam waktu 1 menit. Serupa, dosen
Mata Kuliah Seni Grafis, menugaskan mahasiswa di awal semester
untuk membuat desain dengan huruf dan ukuran huruf tanpa elemen
desain yang lain, agar mereka mudah melakukan ketika mereka
diminta untuk mendesain surat kabar.Ketika mahasiswa telah berlatih
pada komponen keterampilan dasar, dosen dapat menambahkan
keterampilan dasar yang lain seperti tata letak sampai mahir untuk
mempersiapkan mereka dalam tugas mendesain surat kabar.
Memasukkan Integrasi Keterampilan Sebagai Kriteria Capaian Belajar
Sebagaimana kita pahami, bahwa pengintegrasian semua
komponen keterampilan dasar juga sebagai keterampilan tersendiri.
Karena itu, cukup beralasan jika Anda memasukkan kemampuan
mengintegrasikan komponen keterampilan dasar ke dalam rubrik
penilaian dalam tugas akhir. Misalnya, pada rubrik Proyek Kelompok
dan Presentasi Proyek, Anda dapat memasukkan semua komponen
keterampilan dasar ke dalam rubrik penilaian proyek (Lihat Lampiran
3 Tentang Rubrik Penilaian). Seperti itu juga, Anda dapat
mengidentifikasi tentang urutan gagasan sebagai dimensi
kemampuan dalam rubrik penilaian.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
143
STRATEGI UNTUK MEMUDAHKAN TRANSFER
Bahas Kondisi atau Konteks Penerapan Keterampilan dan
Pengetahuan
Jangan berasumsi "jika mahasiswa telah mempelajari
keterampilan dasar mereka akan secara otomatis mengetahui kapan
dan dimana mereka dapat menerapkan keterampilan itu". Kekeliruan
yang banyak dilakukan dosen, "seharusnya mereka sudah paham
tentang ini dan itu". Kenyataannya tidak. Karena itu penting bagi
dosen untuk menjelaskan secara ekplisit konteks situasi penerapan
suatu keterampilan dasar, jika tidak, Anda akan kecewa, mereka tidak
bisa menerapkan keterampalan dasar.
Misalnya, Anda perlu mengatakan kepada mahasiswa Anda,
ketika Anda menggunakan Uji-T, itu dilakukan hanya untuk data
kuantitatif dan jenis penelitian pengaruh perlakuan (komparatif).
Katakan pula, bahwa data kuantitatif adalah data angka, tetapi data
kata-kata dapat juga dirubah ke dalam data angka dengan
memberikan skala pengukuran, nilai yang diberikan pada jawaban
yang dikemukakan responden.
Menjelaskan secara ekplisit kondisi dan konteks penerapan
suatu pengetahuan atau keterampilan, dapat membantu mahasiswa
Anda untuk berhasil mentransfer pengetahuan ke dalam konteks yang
berbeda.
Berikan Kesempatan Kepada mahasiswa Anda untuk Menerapkan
Keterampilan dan Pengetahuan Pada Konteks Yang Berbeda-Beda
Ketika mahasiswa Anda berlatih menerapkan pengetahuan dan
keterampilan pada konteks yang berbeda-beda dan mempersiapkan
mereka untuk mampu mentransfer pengetahuan dan keterampilan
secara sukses. Maka dari itu, berikan kesempatan kepada mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
144
Anda untuk menerapkan komponen keterampilan dasar (atau
pengetahuan) dalam beragam konteks. Misalnya, jika Anda
mengajarkan materi Prinsip-Prinsip Pemasaran, Anda dapat
menyajikan mereka beragam kasus dalam rangka memberikan
kesempatan kepada mahasiswa Anda untuk menerapkan prinsip
pemasaran pada beragam karakteristik bisnis yang berbeda-beda.
Mintalah mahasiswa Anda untuk Menggeneralisir Prinsip-Prinsip
Besar
Untuk meningkatkan fleksibilitas penerapan pengetahuan dan
transfer, dorong mahasiswa Anda untuk mampu menggeneralisir
prinsip-prinsip khusus ke prinsip umum. Anda dapat melakukan ini
dengan mengajukan pertanyaan "Prinsip apa yang berlaku pada
situasi yang terjadi?" atau "Adakah teori umum yang kita temukan
pada beberapa artikel yang membahas prinsip pemasaran?". Teknik
bertanya seperti itu dapat membantu mahasiswa Anda menyatukan
pengetahuan khusus di setiap kasus ke dalam suatu prinsip umum,
dengan harapan mereka dapat mentransfer dan mengadaptasi
keterampilan yang mereka pelajari ke dalam konteks yang berbeda.
Menggunakan Teknik Perbandingan Untuk Membantu Mahaisswa
Mengidentifikasi Pengetahuan Khusus Secara Mendalam
mahasiswa akan gagal mentransfer pengetahuan atau
keterampilan yang sesuai jika mereka tidak mengenali karakteristik
khusus dari masalah. Berikan mereka format perbandingan - masalah,
kasus, skenario, teori - membantu mereka belajar membeda-bedakan
hal-hal khusus. Misalnya, pada Mata Kuiah Transmisi di Program Studi
Teknik Mesin, mintalah mahasiswa menemukan karakteristik khusus
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
145
antara Transmisi Manual dan Transmisi Otomatis, sehingga mereka
mampu membandingkan antara Transmisi Manual dan Transmisi
Otomatis.
Struktur perbandingan seperti itu dapat mendorong
mahasiswa mengidentifikasi dan memfokuskan pada hal-hal khusus,
menemukan persamaan dan perbedaan hal-hal khusus dari dua hal
yang berbeda. Dengan memahami persamaan dan perbedaan, dapat
membantu mahasiswa Anda untuk sukses dalam mentransfer
pengetauan.
Spesifikasi Konteks, Mintalah mahasiswa Untuk Mengidentifikasi
Keterampilan dan Pengetahuan Yang Relevan Dengan Konteks
Membantu mahasiswa dapat mengkait-hubungkan antara
masalah yang akan dihadapi dengan pengetahuan dan keahlian yang
terkait dengan masalah serta meminta mereka menghasilkan
pengetahuan dan keahlian yang sesuai dengan konteks. Misalnya,
"Adakah masalah statistika, jenis tes apa yang Anda ketahui untuk
menyelesaikan masalah statistika ini?" atau "Adakah pertanyaan yang
mendorong Anda untuk menjawabnya?", "Metode pengumpulan
data seperti apa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yang
ada?".
Tidak selalu mahasiswa diminta melakukan penerapan
(misalnya uji statistik), tetapi lebih berfikir tentang masalah-masalah
yang kemungkinan muncul yang bisa mengganggu kesuksesan
mahasiswa dalam menerapkan suatu keterampilan dan pengetahuan
yang telah dipelajarinya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
146
Spesifikasi Keterampilan dan Pengetahuan Serta Mintalah
Mahamahasiswa Anda untuk Mengungkapkan Konteks Penerapan
Yang Sesuai
Agar bisa membantu mahasiswa mengkait-hubungkan antara
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki dan aplikasi yang sesuai,
gunakan strategi yang dijelaskan di atas. Dengan kata lain, identifikasi
keterampilan tertentu (misalnya, teknik, formula atau prosedur) atau
atau kepingan pengetahuan (misalnya, teori atau peran) dan mintalah
mahasiswa untuk menentukan konteks yang sesuai dengan
keterampilan dan keahlian. Misalnya, "Berikan kepada saya tiga jenis
pertanyaan penelitian yang kira-kira dapat diselesaikan dengan Uji-
T!" atau "Berikan kepada saya jenis pertanyaan penelitian yang
memungkinkan Anda dapat menggunakan metode pengumpulan
data menggunakan instrumen kuesioner?". Sekali lagi, yang
dibutuhkan bukan melaksanakan aplikasi, tetapi berfikir tentang
penerapan pengetahuan dan keterampilan terentu pada konteks
tertentu.
Menganjurkan Pengetahuan Yang Relevan
Terkadang mahasiswa memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang relevan untuk masalah dan situasi yang baru, tetapi
mereka tidak terpikir untuk menerapkan apa yang mereka ketahui.
Anjuran pengetahuan dan keterampilan yang relevan (seperti
"Dimana kita dapat melihat sapuan kuas sebelumnya?" atau "Apakah
konsep ini relevan dengan apapun yang telah kita pelajari?" atau
"Cobalah ingat contoh jembatan yang telah kita diskusikan seminggu
sebelumnya" dapat membantu mahasiswa untuk mampu mengkait-
hubungkan sehingga mempermudah transfer pengetahuan dan
keterampilan. Sepanjang waktu, anjuran dari Anda mungkin tidak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
147
akan dibutuhkan ketika mahasiswa belajar melihat keterkait-
hubungan pengetahuan yang mereka miliki.
RINGKASAN
Pada bab ini kita telah mengatakan bahwa dalam rangka
membentuk penguasaan pengetahuan dan keterampilan, mahasiswa
perlu menguasai sejumlah keterampilan dasar, latihan
mengkombinasikan dan memadukan semua komponen keterampilan
dasar itu agar terbiasa dan mahir dan kemudian mengetahui kondisi
dan konteks penerapan pengetahuan dan keterampilan yang telah
dipelajarinya. mahasiswa perlu memiliki tiga unsur belajar
penguasaan itu dan memperkuatnya melalui latihan. Dikarenakan
dosen seringkali lupa dan tidak sadar akan tiga unsur dari latihan
menjadi ahli, para dosen secara tidak sengaja, menghilangkan ketiga
unsur itu.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
148
BAGIAN III: KETERAMPILAN DIDAKTIK
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
149
BAB 5
MENGGUNAKAN TEKNIK UMPAN BALIK
Mengajar harus punya harapan, sampai Anda tahu apakah mahasiswa Anda sudah memenuhi harapan Anda dan karana itu
Anda harus melakukan umpan balik
Sampai di sini, kita telah membahas 3 kemampuan metodik
yang harus dikuasai guru. Sebut saja, kemampuan membangun
pengetahuan, kemampuan menata pengetahuan, dan kemampuan
belajar penguasaan; semua itu tertuju pada fungsi dosen untuk
mendorong agar mahasiswa belajar. Pada Bab 4 ini, kita akan
membahas tentang kemampuan metodik lainnya, yaitu melakukan
umpan balik. Sebagai dosen, kita sama-sama punya harapan atas diri
mahasiswa [kemampuan yang harus dikuasai mahasiswa setelah
menyelesaikan perkuliahan].
Tentu saja, itu bukan hanya pernyataan dalam Silabus, tetapi
menjadi semacam 'kontrak kerja' bagi Anda dan mahasiswa, untuk
sama-sama berkomitmen atas tujuan belajar. Sampai Anda
memposisikan diri seperti seorang manajer, Anda harus mengetahui
apakah tujuan itu sudah tercapai atau tidak, karena itu Anda perlu
menguasai keterampilan memberikan umpan balik. Betapa
pentingnya pemberian umpan balik, karena dapat mendorong
mahasiswa meningkatkan usaha belajar, guna pencapaian capaian
belajar yang Anda tetapkan. Semua mahasiswa tentu tidak ingin
mengejar nilai saja, tetapi juga kemampuan dan nilai, karena
keduanya begitu terkait dengan umpan balik. Untuk memamhami
konteks situasi pemberian umpan balik, simaklah ilustrasi cerita
berikut:
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
150
Ketika Latihan Tidak Sempurna Saya mengajar Kebijakan Publik untuk semester awal dan saya
percaya keterampilan komunikasi adalah keterampilan paling penting dalam perjalanan karir seseorang di bidang pemerintahan. Al hasil, saya meminta mahasiswa saya menulis sebanyak-banyaknya. Ada tiga tugas makalah, masing-masing dengan tipe makalah yang berbeda: pengarahan, memo saran kepada atasan, dan pengeditan surat kabar. Saya perkirakan tugas ini layak untuk dikerjakan semua mahasiswa karena semua mahasiswa sudah mengikuti dua mata kuliah tentang cara menulis.
Kemudian, saya melihat kekeliruan berat dalam makalah
pertama, saya pikir setidaknya dapat membantu meningkatkan kemampuan mereka. Saya telah menghabiskan waktu memberikan nilai dan menulis komentar di seluruh halaman makalah, tetapi tampaknya tidak ada kemajuan berarti, tugas kedua dan ketiga juga seburuk yang pertama. Saya pikir tugas-tugas itu berguna bagi mereka, sebagai bekal untuk mempersiapkan mereka menuju karir profesional di masa, saya telah berusaha membantu mereka untuk meningkatkan kemampuan menulis, tetapi hanya membawa sedikit perbaikan, bahkan tidak ada kemajuan sama sekali. Raffi [Dosen]
Lakukan yang saya beritahukan ! Akhir semester, ketika saya mengajar Antropologi Kesehatan,
mahasiswa mempresentasikan makalah dengan singkat, sedikit sekali subtansi materi yang dapat mereka jelaskan. Pada akhirnya, dikarenakan proyek ini memiliki bobot 50% dari nilai akhir mata kuliah, saya mencoba memberikan semangat: "Jangan pernah tergoda dengan teknologi, fokus pada argumen antropologis dan membuat presentasi yang menarik." Begitulah, tetapi hal serupa terjadi. Minggu lalu, setelah mereka duduk dengan apa yang mereka percaya sebagai presentasi yang menarik - slide powerpoint dengan huruf yang menarik, memasukkan video klip dan seterusnya. Jelas mereka banyak menghabiskan waktu dengan desain visual yang sempurna. Sayangkan, meskipun mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
151
mempresentasikan materi visual, sedikit sekali substansi materi yang dapat mereka jelaskan.
Beberapa mahasiswa tidak menyelesaikan penelitian dan
mereka yang cenderung menjelaskan temuan, dibandingkan memberikan argumentasi atas temuan penelitian. Pada kasus yang lain, mereka berargumen tanpa didukung dengan bukti yang cukup, dan kebanyakan mereka menjelaskan sesuatu yang tidak berkaitan dengan temuan penelitian. Saya dengan jelas telah mengatakan kepada mereka apa yang saya inginkan dan tidak saya inginkan. Apa yang terjadi, mengapa mereka tidak pernah mendengarkan saya ? Dini [Dosen]
APA YANG TERJADI
Di dua cerita di atas, dosen dan para mahasiswa nampaknya
telah menghabiskan waktu dan usaha, tanpa mendapatkan manfaat
sedikitpun. Misalnya, Professor Raffi memberikan komentar panjang
pada tugas karya tulis mahasiswa, tetapi tidak ada dampak
peningkatan yang berarti. Professor Dini menghabiskan banyak waktu
pada materi presentasi yang tidak dipedulikan oleh mahasiswa
mereka, disamping buku panduan yang telah mereka terima. Kedua
Professor tersebut sebenarnya mengalami frustasi atas ketiadaan
kemampuan mahasiswa, tidak sesuai dengan harapan. Tema yang
muncul pada kedua cerita di atas pada dasarnya sama, waktu yang
terbuang percuma, waktu yang dihabiskan pada kekeliruan yang telah
dilakukan mahasiswa, tidak ada hal yang bermakna yang dilakukan
oleh mahasiswa dan dosen.
Pada cerita pertama, mahasiswa Prof. Raffi mengambil mata
kuliah dengan hanya keterampilan menulis dasar. Sayangnya, bahkan
mahasiswa baru berada di tahapan awal dalam mengembangkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
152
keterampilan menulis melalui latihan yang telah mereka peroleh di
tugas pertam. Itu merupakan keterampilan baru yang tidak
didasarkan pada tugas terakhir. Ingatlah bahwa tugas yang diberikan
Professor Raffi adalah tiga jenis tugas yang berbeda-beda
(penyampaian kebijakan, memo dan editorial). Hal itu berarti mereka
harus menunjukkan tiga kemampuan yang berbeda-beda, masing-
masing berbeda dalam tujuan, pembaca, dan gaya menulis (lihat Bab
3). Bahkan, komentar yang diberikan Professor Raffi di dalam tugas,
mahasiswa hanya mendapatkan sedikit kesempatan untuk
menindaklanjuti kritik dan saran yang diberikan untuk latihan berikut
karena setiap tugas diberikan secara berurutan berbeda satu dengan
yang lainnya.
Dalam cerita kedua, Professor Dini, mengingatkan kepada
mahasiswa bahwa argumen mereka harus menarik secara substansi
maupun cara penyajian materi. Sedangkan, mahasiswa Prof. Dini tidak
memahami: (1) apa yang dimaksud dengan argumen yang secara
substansi berkaitan langsung dengan bukti yang didapatkan dari
bukti penelitian, dan; (2) ciri-ciri dari presentasi yang menarik.
Meskipun benar bahwa mahasiswa Prof. Dini telah menerima materi
tentang Panduan Laporan Bacaan dan Analisis Argumen Antropologi,
mereka relatif diberikan sedikit kesempatan untuk melaksanakan
penelitian dan menyusun argumentasi. Jadi, sebagian dari mereka
tidak nyambung. Serupa, meskipun mahasiswa secara akumulatif
telah memperoleh pengalaman dalam penyajian materi secara oral,
mereka tidak pernah melakukan hal serupa sebelumnya, sehingga
mereka salah paham dengan kemewahan dalam presentasi mereka
dengan apa yang diinginkan Profesor Dini. mahasiswa umumnya
hanya memiliki sedikit keterampilan dalam teknik argumentasi dan
banyak menerapkan keterampilan teknis dalam menyusun slide
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
153
powerpoint (misalnya, menambahkan animasi, gambar, dan suara).
Dengan demikian, tampaknya bahwa mahasiswa lebih suka
mengerjakan tugas secara visual dibandingkan menyusun
argumentasi di slide presetasi mereka. Profesor Dini berasumsi cukup
dengan memberikan peringatan saja, itu dapat membimbing
mahasiswa. Sebenarnya mahasiswa lebih membutuhkan bimbingan
dan arahan yang terstruktur dari yang kita harapkan untuk
mengarahkan mereka lebih produktif. Dengan hanya satu
kesempatan untuk "mendapatkan yang benar" dalam proyek skala
besar ini, namun mereka kehilangan ksempatan untuk belajar hal-hal
penting.
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Kita semua tahu bahwa latihan dan umpan-balik adalah hal
penting dalam belajar. Sayangnya, hambatan terbesar dalam
memberikan latihan dan umpan balik kepada mahasiswa adalah
waktu yang dibutuhkan untuk memberikannya, baik dari sisi
mahasiswa maupun dosen Meskipun kita tidak dapat mengawasi
mereka sepanjang waktu, kita dapat melakukannya secara efisien
dengan memberikan kesempatan latihan dan memberikan umpan
balik. Karena itu, pada pertemuan ini, kita akan memfokuskan pada
suatu cara "bekerja cerdas" dengan membahas jenis latihan dan
umpan balik yang lebih produktif.
Penting untuk diakui bahwa tidak semua latihan cocok
diberikan. Dalam hal tertentu, terdapat cara yang lebih efektif dan
cara yang kurang efektif untuk memberikan latihan. Bayangkan dua
mahasiwa musik yang menghabiskan waktu yang sama untuk berlatih
kunci-G dalam permainan gitar akan mengalami kesulitan yang
berbeda. Jika salah seorang mahasiswa berlatih untuk sekian jam,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
154
menghabiskan waktu untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi,
berlatih memainkan kunci-G pada gitar, mahasiswa ini akan lebih baik
dalam memainkan kunci-G. Sedangkan, jika mahasiswa yang lain
menghabiskan waktu beberap jam, tetapi hanya menggunakan waktu
sekian jam itu dikhususkan untuk memainkan kunci-G, mahasiswa ini
akan mahir dalam memainkan kunci-G, tetapi lemah dalam konteks
keseluruhan lagu yang tidak hanya berlaku kunci-G semata. Hal inilah
yang terjadi pada mahasiswa Prof. Dini, yang banyak menghabiskan
waktu pada apa yang telah mereka ketahui - bagaimana membuat
slide powerpoint yang menarik - hanya untuk mengalihkan dari
melatih keterampilan yang kurang dikuasai. Dengan kata lain,
bagaimana mahasiswa menghabiskan waktu pada aktivias belajar
(baik di dalam maupun di luar kelas) sangat mempengaruhi tingkat
kemampuan yang didapatkan.
Latihan yang tidak produktif itu dapat terjadi, ketika mahasiswa
tidak menerima umpan balik di sepanjang waktu belajar.
Bayangkanlah mahasiswa pertama yang menghabiskan waktu pada
masalah yang dihadapinya dibandingkan melatih seluruh kemampuan
di sepanjang waktu. Bahkan pendekatan mahasiswa pertama ini akan
berpotensi besar untuk menyelesaikan semua kekeliruan, mahasiswa
ini akan mendapatkan kekeliruan baru tanpa disadari, karena tidak
ada umpan balik yang diberikan. Dalam keadaan seperti itu,
kurangnya umpan balik, mahasiswa pertama yang terus berlatih akan
menghadapi kekeliruan baru, kebiasaan buruk. Contoh tersebut
menggambakan pentingnya umpan balik agar latihan yang diberikan
dapat menimbulkan peningkatan kemampuan. Dengan kata lain,
mahasiswa perlu melakukan latihan yang produktif dan umpan balik
yang efektif.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
155
LATIHAN YANG DIORIENTASIKAN PADA CAPAIAN BELAJAR
HARUS DIBARENGI DENGAN UMPAN BALIK YANG SESUAI
Di satu tingkat, prinsip yang dikemukakan sebelumnya: latihan
adalah penting dan umpan balik dapat mendorong pembelajaran.
Harus diperjelas di awal tentang terminologi latihan, kita mengartikan
latihan sebagai aktivitas yang mendorong mahasiswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan (misalnya, membuat argumentasi,
menyelesaikan masalah atau menyusun makalah). Kita mengartikan
umpan balik sebagai informasi yang diberikan kepada mahasiswa
tentang kemampuan mereka yang mengarahkan perilaku di masa
depan. Bagaimanapun juga, latihan dengan potensi penuh dan tanpa
umpan balik tidak akan efektif, tanpa dikombinasikan. Misalnya,
Professor Raffi dapat memberikan sejumlah umpan balik, tetapi tidak
ada kesempatan latihan sehingga mahasiswa tidak dapat
menindaklanjuti umpan balik dan memperbaiki ulang kemampuanya.
Sebaliknya, ketika latihan dan umpan balik difokuskan pada beberapa
aspek kemampuan, mahasiswa diberikan kesempatan untuk berlatih
dan memperbaiki pengetahuan dan keterampilan secara konsisten.
Gambar 4.1 di bawah ini menggambarkan interaksi antara
latihan dan umpan balik sebagai siklus: latihan menghasilkan keluaran
sesuai kriteria pengamatan kemampuan, ditindalanjuti dengan
umpan balik ter-target dan kemudian umpan balik dapat
mengarahkan perbaikan latihan pada berikutnya. Siklus ini ada dalam
konteks tujuan pembelajaran yang mempengaruhi setiap aspek dari
siklus secara ideal. Misalnya, tujuan dapat mengarahkan jenis latihan
yang akan diberikan, menyediakan dasar untuk evaluasi kinerja
teramati, dan membentuk umpan balik ter-target yang dapat
mengarahkan perilaku mahasiswa di masa depan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
156
Meskipun latihan dan umpan balik idealnya dapat berjalan
dengan baik, prinsip pemberian latihan dan umpan balik
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, merupakan
pengembangan dari literatur yang ada. Kita akan mendiskusiakan dua
bab berikut ini, satu pada latihan dan satu lagi pada umpan balik dan
menjabarkan pentingnya keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya.
Gambar 7. Siklus Pemberian Latihan
Latihan diberikan agar mahasiswa mencapai target capaian
sesuai kriteria yang ditetapkan. Pemberian umpan balik didasarkan
pada kriteria penilaian yang memungkinkan dosen dapat menilai
tentang tingkat kemajuan belajar dan pemberian latihan tindak lanjut.
TUJUAN BELAJAR
LATIHAN
KRITERIA penilaian
KEMAMPUAN
UMPAN BALIK pada target
PANDUANUNTUK
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
157
PENELITIAN TENTANG LATIHAN
Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dan penguasaan
keahlian dan pengetahuan dapat berkembang ketika mahasiswa
diberikan latihan. Pemberian latihan harus memperhatikan: (1) fokus
pada tujuan khusus atau kriteria pencapaian; (2) pemberian target
yang sesuai dengan tingkat kesulitan terkait dengan kemampuan saat
ini, dan; (3) frekuensi dan kuantitas latihan untuk mencapai kriteria
penilaian. Berikut ini penjelasan atas ketiga hal tersebut.
LATIHAN TERFOKUS PADA TUJUAN KHUSUS ATAU KRITERIA
KHUSUS
Penelitian menunjukkan bahwa sejumlah waktu yang
dihabiskan seeorang pada latihan yang diberikan dapat memprediksi
keberlanjutan pembelajaran di bidang tertentu dibandingkan waktu
yang dihabiskan pada praktik yang umum (Ericsson, Krampe, dan
Tescher-Romer, 2003). Intinya adalah latihan yang diberikan harus
terkait dengan tujuan spesifik. Sebagaimana digambarkan tentang
kehebatan dari latihan yang diorientasikan pada tujuan, penelitian
menunjukkan bahwa musisi kelas dunia menghabiskan banyak waktu
melakukan latihan dibandingkan melaksanakan konser, pengawasan
secara berkelanjutan pada kemampuan yang dilatihkan untuk
mencapai tujuan tertentu dan kemudian ketika kemampuan itu sudah
tercapai, alihkan mereka pada tujuan berikutnya (Ericcson dan
Lehmann, 1996; Ericsson & Charness, 1994). Sebaliknya, kita semua
tahu bahwa orang yang belajar instrumen musik, menghabiskan
waktu untuk berlatih, tetapi tidak bisa mencapai tingkat kemampuan
tingkat tinggi. Penjelasan Ericcson ini bertentangan bahwa siapapan
yang menghabiskan waktu pada tugas yang diberikan untuk
mencapai tujuan tertentu cenderung menjadi musisi ahli, sementara
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
158
orang yang tidak melaksnaakan latihan yang diberikan tidak akan
menjadi seorang ahli.
Dapat dikatakan bahwa latihan dengan tujuan khusus akan
membantu proses belajar. Tujuan diberikannya latihan kepada
mahasiswa harus difokuskan pada pembelajaran, akan mendorong
penggunaan waktu dan energi lebih banyak pada bidang tertentu
yang dilatihkan. Sejalan dengan hal ini, Rothkopf dan Billington (1979)
menemukan bahwa mahasiswa yang berlatih dengan tujuan khusus
menuntut lebih banyak perhatian serta relevan dengan tujuan akan
lebih baik dibandingkan yang tidak. Keuntungan lain dari pemberian
latihan yang mengarahkan pada satu tujuan belajar adalah bahwa
tujuan belajar itu dapat dimonitor (dan disesuaikan) kemajuannya agar
dapat mencapai tujuan belajar (Lihat Bab 6).
Tantangan utama dalam memberikan latihan pada tujuan
khusus adalah dosen harus memikirkan tentang bagaimana
menyampaikan tujuan khusus kepada mahasiwa ketika tugas itu
diberikan. Kebanyakan dosen tidak melakukan itu. Hal ini
dikarenakan, sebagai ahli, kita seringkali melihat dengan cara
berbeda dari cara mahasiswa melihat (lihat Bab 3) dan kita cenderung
tidak mengenali keterampilan dasar, sehingga kita menetapkan
tujuan yang tidak jelas untuk mahasiswa atau ketika mahasiswa suka
salah menginterpretasikan kriteria. Kasus ini terutama pada apa yang
terjadi pada Professor Dini, yang menyampaikan dengan jelas kepada
mahasiwa untuk fokus pada "argumen substantif dari antropologi"
dan "presentasi yang menarik", kedua kriteria tersebut disampaikan
pada makna khusus dalam bidang keahlian. Tetapi, mahasiswa bukan
sebagai seorang ahli, sehingga tidak mendapatkan informasi yang
jelas tentang tujuan khusus pada karya mereka, tanpa gagasan yang
jelas tentang apa yang diinginkan oleh Professor Dini, mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
159
tidak memiliki pengalaman masa lalu (Lihat Bab 1). Sayangnya, pada
kasus ini, mahaiswa menginterpretasikan tujuan dengan
menghabiskan waktu pada melatihkan diri pada kemampuan yang
telah mereka kuasai (seperti slide presentasi yang penuh dengan
gambar) dan tidak berlatih pada keahlian yang diinginkan Prof. Dini,
menghasilkan argumen antropologis).
Ketika dosen tidak mengemukakan tujuan dengan jelas, sulit
bagi mahasiswa untuk mengetahui apa (atau bagaimana) berlatih.
Misalnya, menyampaikan tujuan belajar "memahami konsep inti",
seperti itu tidak menunjukkan tingkat pemahaman yang harus
dikuasai mahasiswa. Sebaliknya, tujuan "menjelaskan konsep inti dari
suatu isu yang diberikan" atau "menjelaskan konsep inti kepada para
pembaca" atau "menerapkan konsep kunci untuk menyelesaikan
masalah" lebih konkrit dan terarah. Dicatat bahwa tujuan yang lebih
spesifik mencerminkan kriteria pencapaian. Pertama, tujuan belajar
mencerminkan apa yang harus diakukan mahasiswa, secara otomatis
mengarahkan pada spesifikasi yang lebih kongkrit sehingga
mahasiswa dapat dengan mudah menginterpretasikan yang
diinginkan dosen. Kedua, tujuan belajar memberitahukan cara
memonitor dan menilai kemampuan yang harus dikuasai (baik oleh
dosen maupun oleh mahasiswa), dapat memberikan umpan balik
sehingga membantu mahasiswa memahami kemampuan yang
hendak dicapai. Untuk informasi lebih lanjut tentang tujuan belajar
(juga disebut capaian belajar atau sasaran belajar), lihat Lampiran 4.
Penyampaian tujuan belajar didasarkan pada ide unuk
mengkomunikasikan pernyataan terukur masih menyisakan
pertanyaan (bagi mahasiswa dan dosen) tentang sebarapa banyak
kriteria ukuran kualitas, yaitu secukupnya pada tujuan yang hendak
dicapai. Penelitian menunjukkan bahwa kriteria pencapaian tujuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
160
belajar yang spesifik dapat membantu mengarahkan mahasiswa pada
jenis latihan dan terutama pada kegiatan belajar. Misalnya, Goodrich
Andrade (2001) menemukan bahwa kejelasan kriteria sebuah rubrik
(deskripsi karakteristik tingkat kemampuan yang jelas, lihat Lampiran
3) dan disampaikan kepada mahasiswa ketika dosen membagikan
tugas akan mendorong pada hasil yang baik, baik dalam kualitas
belajar yang dikerjakan maupun pada kualitas pengetahuan yang
didapatkan dengan bekerja yang baik.
Perlu diingat di sini, bahawa tujuan spesifik harus dikaitkan
dengan apa yang benar-benar ingin dipelajari oleh mahasiswa.
Misalnya, Nelson (1990) meneliti suatu kasus ketika mahasiswa
diberikan spesifikasi yang detail untuk penyusunan makalah, salah
satu kriterianya seperti "argumentasi harus didukung setidaknya tiga
bukti yang mendukung". Dalam menulis makalah, mahasiswa melihat
penjelasan yang serupa dan memasukkan kepingan bukti yang
mendukung argumen dalam makalah yang dibuatnya. Ada bagian
yang hilang dari kriteria itu ("argumentasi harus didukung setidaknya
tiga bukti yang mendukung"), bahwa tugas penyusunan makalah
tidak mencerminkan tujuan tingkat tinggi.
Bagaimanapun juga bahwa kriteria tugas makalah harus
mencapai tujuan tingkat yang lebih tinggi, seperti argumen yang
terorganisir dengan baik atau membuat argumen yang koheren. Maka
dari itu, meskipun mahasiswa memasukkan tiga bukti yang
dibutuhkan untuk mendukung argumen, mereka cenderung gagal
pada kriteria penting lainnya. Implikasi dari penelitian ini adalah
bahwa menyampaikan kriteria pencapaian tujuan belajar yang jelas
dapat mengarahkan pada pelaksanaan tugas, meskipun begitu, satu
hal yang harus dipastikan bahwa tujuan merupakan satu-satunya yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
161
akan mendorong mahasiswa melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan dan mempelajari sesuatu yang harus dipelajari.
IDENTIFIKASI TINGKAT TANTANGAN YANG SESUAI UNTUK
PEMBERIAN LATIHAN
Tujuan dan kriteria yang spesifik tidaklah cukup. Untuk
memastikan mahasiswa mengerjakan latihan yang memiliki dampak
yang kuat pada pembelajaran, latihan yang diberikan harus sesuai
dengan tingkat tantangan atau tingkat kesulitan serta perlu juga
memberikan dukungan dengan tipe dan jumlah latihan yang sesuai.
Tingkat tantangan dan kesulitan bervariasi, mulai dari sangat sulit
(harus bekerja keras, banyak melakukan kesalahan, dan kemungkinan
mahasiswa akan menyerah) sampai terlalu mudah (mahasiswa mampu
memenuhi kriteria tanpa banyak usaha dan tidak perlu penekanan
untuk meningkatkan kemampuan). Hal tersebut berkaitan dengan
gagasan penyampaian tugas yang telah dikemukakan di bagian awal.
Beralih pada pemberian tugas yang lebih spesifik yang mengarahkan
tantangan pencapaian tujuan yang rasional (Ericcson, Krampe dan
Tesch-Romer, 2003).
Mengidentifikasi tingkat tantangan yang sesuai tampaknya
memungkinkan, walaupun berpotensi memakan waktu. Tentu saja,
penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan pelatihan satu per satu
sebagian besar didorong oleh pengajaran yang sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa (Anderson, Corbett, Koedinger, & Pelletier,
1995; Bloom, 1984; Merrill, Reiser, Ranney, & Trafton, 1992). Dosen
yang menghambat kesuksesan latihan, adalah dosen yang tidak
mampu memberikan latihan dengan tingkat tantangan yang sesuai.
Sementara penelitian menunjukkan bahwa manfaat jika latihan
yang diberikan sesuai dengan tingkat tantangan. Dalam salah satu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
162
penelitian, Clarke, Ayres dan Sweller (2005) merancang suatu unit
pengajaran untuk mengajarkan konsep dan prosedur matematika
dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Pengajaran sudah
berurutan (pertama difokuskan pada keterampilan menggunakan
microsoft Excel dan kemudian belajar matermatika) atau kongkruen
(belajar dan menggunakan keterampilan secara simultan). Peneliti
menemukan bahwa, untuk mahasiswa yang memiliki pengetahuan
yang sedikit tentang Micorosft Excel, pembelajaran simultan sangat
memberatkan; mahasiswa menunjukkan bahwa belajar matematika
dan kemampuan yang lebih baik dalam kegiatan yang berurutan,
dengan tugas yang diberikan secara terisolasi, dengan tingkat
tantangan yang lebih rasional.
Sejalan dengan itu, pola yang berlawanan diadakan untuk
mahasiswa yang memiliki banyak pengetahuan. Hasil penelitian
memperkuat gagaan ketika para pemula diberikan tantangan yang
lebih berat, belajar akan terhambat. Hal itu terjadi dari masalah yang
dihadapi oleh mahasiswa Profesor Raffi, yang memberikan tantangan,
sementara mereka tidak pernah melakukan sebelumnya (melakukan
penelitian di bidang antropologi medis, membangun argumen
mereka sendiri, dan menciptakan presentasi yang menarik).
Mengingat kegiatan pembelajaran diarahkan pada pencapaian
capaian belajarl tertentu, maka, bagaimana bjuga pemberian latihan
harus disesuaikan pada tingkat tantangan yang sesuai dengan
kemampuan mahasiswa yang berbeda-beda, terutama bagi
mahasiswa yang mungkin tidak cukup siap untuk melaksanakan
latihan sepenuhnya.
Penelitian menunjukkan bahwa penambahan struktur dan
dukungan juga disebut tahapan instruksional [pembelajaran
bertahap] untuk kegiatan praktik di dalam dan di luar kelas
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
163
mendorong pembelajaran, ketika target latihan disesuaikan dengan
tingkat tantangan yang sesuai. Hal itu berkaitan dengan Teori Zona
Pengembangan Proximal dari Vygoysky, yang diartikan tingkat
tantangan yang optimal untuk kegiatan belajar mahasiswa, dalam arti
mahasiswa tidak dapat menyelesaikan tugas dengan sukses, tetapi
dapat menyelesaikan tugas dengan bantuan dari orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Palinscar dan Brown (1984)
menunjukkan kesuksesan pendekatan ini dalam membantu
mahasiswa belajar membaca teks secara aktif dibandingkan secara
pasif.
Secara khusus, para peneliti masih mengembangkan protokol
cara berhubungan dengan mahasiswa hingga terus menerus
berganti-ganti peran antara peran sebagai mahasiwa dan peran
sebagai dosen, dan peran dosen yang meminta meminta mahasiswa
menjawab serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk melatih
empat sub-keterampilan strategis dari membaca aktif: bertanya,
mengklarifikasi, meringkas dan memprediksi. Penelitian menemukan
bahwa ketika keterampilan membaca aktif didukung dengan
dukungan yang tepat, daya ingat dan pemahaman mahasiswa akan
meningkat tajam.
Penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan instruksional
tidak perlu berasal langsung dari orang lain untuk membantu
mahasiswa. Sebagai contoh, Bereiter dan Scardamalia
mengembangkan serangkaian petunjuk untuk membantu mahasiswa
mencapai target dengan menghilangkan dua tahap dari proses
menulis: perencanaan dan revisi. Mengingat mahasiswa secara
alamiah tidak mengabaikan tahapan ini, panduan yang dibuat
mengabaikan perhatian dan usaha menuju: (1) generalisasi, arti dan
mengembangkan gagasan; (2) menilai tulisan, mendiagnosis masalah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
164
dan keputusan revisi. Sebagai hasilnya, kegiatan menulis meningkat
dan menghasilkan tulisan yang menunjukkan peningkatan yang
signifikan, termasuk peningkatan sepuluh kali lipat dalam frekuensi
revisi tingkat ide (Bereiter & Scardamalia, 1987). Hasil penelitian
menyarankan bahwa jika Professor Dini melaksanakan beragam jenis
arahan pembelajaran untuk mendukung mahasiswa mereka dalam
menyelesaikan presentasi proyek, mereka mungkin akan
menghabiskan waktu latihan dengan lebih efektif, belajar lebih
banyak dari itu, dan mencapai harapan pada presentasi proyek akhir.
Keuntungan lain dari memilih tingkat tantangan yang sesuai
untuk tugas latihan adalah membantu mahasiswa untuk
mempertahankan motivasi untuk terus berusaha (lihat Pertemuan 5).
Misalnya, jika tantangan terlalu berat, para mahasiwa akan putus asa,
karena itu tidak terlibat dan apatis. Sebaliknya, jika mahasiswa merasa
bahwa tantangan yang diberikan itu masuk akal, akan muncul harapan
positif untuk sukses yang kemudian dapat mendorong peningkatan
kecenderungan kepatuhan dan bekerja keras agar tujuan tercapai.
Teakhir, keterlibatan dalam tugas pada tingkat tantangan yang sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan adalah prediktor yang
mempengaruhi kesadaran seseorang untuk terlibat penuh dalam
mengerjakan tugas dan menikmati pengalaman belajar
(Csikszentmihalyi, 1991).
AKUMULASI LATIHAN
Dua hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi
jenis latihan yang lebih produktif adalah tantangan yang mengarah
pada pencapaian tujuan dan tantangan yang sesuai. Penelitian
tentang hal ini juga menunjukkan pentingnya waktu penyelesaian
tugas. Dengan kata lain, jika mahasiwa terlibat dalam latihan kualitas
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
165
tinggi, mereka masih membutuhkan jumlah latihan yang sesuai untuk
memperoleh manfaat yang lebih banyak (Healy, Clawson, &
McNamara, 1993; Martin, Klein, & Sullivan, 2007). Ide tentang
manfaat dari akumulasi praktik hanya akan telrihat secara bertahap,
tetapi hambatan waktu dan sumberdaya seringkali mendorong dosen
untuk berganti dari satu keahlian ke keahlian berikutnya dengan
cepat, memberikan kesempatan lebih banyak kepada mahasiswa,
tidak hanya satu kali kesempatan.
Dalam kasus di kelas Prof. Raffi misalnya, seharusnya Prof. Raffi
memberikan tugas untuk menjabarkan beragam aliran, hanya saja
terlalu mahal dalam memberikan kesempatan memperbaiki latihan,
hanya satu kali kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa untuk
mengembangkan latihan di setiap jenis tugas yang diberikan. Jika
tujuan dia menorong mahasiswa untuk mampu menulis di ketiga jenis
tulisan, tanpa menuntut mahasiwa untuk mampu membedakan ketiga
macam tulisan, maka desain aktivitas pembelajaran yang disusun Prof.
Raffi telah sesuai. Tetapi jika tujuan akhir pembelajaran mahasiswa
mampu menulis di tingkat profesional pada ketiga macam tulisan,
maka mahasiswa membutuhkan waktu yang lebih banyak, untuk
melakukan beberapa kali latihan sampai mahasiwa mampu menulis
secara profesional.
Secara umum, kedua Professor dan mahasiswa menyepelekan
arti penting latihan. Mahasiswa seringkali berasumsi bahwa ketika
mereka dapat mengerjakan tugas pada satu tahap dalam satu
konteks, ketika itu pengetahuan yang diberikan telah cukup, dalam
kenyataannya lebih banyak kesulitan dibandingkan yang diperkirakan
(Bab 3). Latihan yang lebih banyak lebih mendatangkan hasil yang
signifikan dibandingkan mencoba mempelajari sesuatu yang baru,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
166
terutama jika tujuannya adalah pengetahuan yang baru untuk
disimpan sepanjang waktu dan ditransfer ke konteks yang baru pula.
Gambar 8. Dampak Latihan Terhadap Tingkat Kemampuan
Meskipun benar bahwa ada peningkatan kemampuan dari
pemberian latihan secara bertahap, penting dicatat bahwa
keterampilan yang diperoleh dari memberikan latihan tambahan
seringkali tergantung pada proses belajar yang dilakukan oleh
mahasiswa. Sebagaimana digambarkan pada Gambar 8, tahap awal
dan tahap akhir dari belajar cenderung kurang berkaitan erat dengan
tahap tengah. Porsi yang datar di ujung kedua kurva [awal dan akhir]
cenderung terjadi untuk dua alasan. Alasan pertama, bahwa penilaian
mahasiswa seringkali digunakan untuk mengawasi kegiatan belajar,
seperti akurasi, cenderung kurang sensitif. Maka dari itu belajar akan
terjadi, tetapi mahasiswa cenderung tidak melihat bukti adanya
awal
tengah
akhir
TI
NG
KA
T
KE
AH
LI
AN
J A N G K A W A K T U L A T I H A N
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
167
perubahan. Misalnya, bayangkan soerang mahasiswa yang mulai
belajar memainkan biola, mahasiswa dapat meningkatkan
kemampuan dalam beberapa cara, misalnya mengingat lebih baik
tentang posisi jari untuk nada yang berbeda, peningkatan akurasi
pada lengkuk jari, suara yang dihasilkan akan kecil sehingga perlu
dideteksi perlu lebih banyak peningkatan akurasi. Atau bayangkanlah
seorang mahasiswa yang baru belajar program dalam bahasa
komputer baru. Di awal, mahasiswa mungkin akan membuat banyak
kesalahan dalam sintaks pemrograman sehingga sulit untuk
membedakan mahasiswa yang mengalami peningkatan dalam
merumuskan algoritma.
Kurangnya kepekaan terhadap perubahan kinerja cenderung
terjadi pada akhir kegiatan pembelajaran karena dalam pada fase
akhir, mahasiswa telah berhasil memperbaiki kinerja mereka
sedemikian rupa sampai mereka tidak melihat perubahan, atau
perubahan dapat terjadi pada aspek-aspek kemampuan ketika
mereka tidak hadir dalam perkuliahan. Misalnya, mahasiswa mungkin
tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka telah mengalami
peningkatan kemampuan untuk menyelesaikan tugas lebih cepat dan
dengan sedikit usaha daripada waktu sebelumnya, atau mereka
mungkin tidak menyadari bahwa mereka sekarang dapat
merefleksikan proses mereka sendiri sementara mereka telah
menyelesaikan tugas kompleks. Dengan demikian, karena fenomena
ini terdapat pada fase awal dan akhir dari belajar, penting bagi dosen
untuk menyoroti perubahan kinerja mereka atau memberikan lebih
banyak kriteria sehingga mahasiswa dapat membedakan apa-apa
yang telah selesai diperbaiki dan benar.
Alasan kedua, bahwa kurva pembelajaran di Gambar 8
cenderung landai di kedua sisi. Artinya pemberian latihan dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
168
tingkat kesulitan dan tantangan lebih tinggi untuk mahasiswa
semester awal, akan sedikit sekali dapat diselesaikan dengan
sempurna. Sebagaimana didiskusikan di awal, ketika mahasiswa
terlibat dalam latihan yang terlalu menantang atau kurang
menantang, belajar akan terhambat. Atas alasan tersebut, berikan
dukungan tambahan dengan memilih tingkat tantangan latihan yang
sesuai dengan kemampuan mahasiswa.
Bertolak belakang dengan tingkat awal dan akhir, tahap di
tengah dari kurva di Gambar 8, menunjukkan mahasiswa dapat
melihat peningkatan kemampuan lebih besar dengan adanya
tambahan latihan. Hal ini dikarenakan pada tahap ini mahasiswa
memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang menjadi landasan
untuk membangun pengetahuan dan keterampilan berikutnya. Hal
tersebut juga menjelaskan mengapa mahasiswa terkadang begitu
cepat maju hanya setelah mereka telah menerima sekian banyak
pembelajaran.
IMPLIKASI PENELITIAN
Keseluruhan, implikasi dari penelitian tentang dengan
pemberian latihan dapat mendorong pembelajaran menjadi lebih
efektiff, mahasiswa membutuhkan latihan yang cukup, terfokus pada
tujuan spesifik atau sejumlah tujuan, serta latihan dengan tingkat
tantangan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa. Memberikan waktu dan modal kognitif yang
terbatas, seringkali membuat mereka tidak dapat meningkatkan
jumlah waktu latihan baik di dalam maupun di luar kelas. Tentu saja,
pada bab ini disarankan bahwa pemberian sejumlah latihan dengan
memberikan waktu lebih banyak akan lebih efektif dengan
memfokuskan usaha mahasiswa untuk mempelajari apa yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
169
seharusnya dipelajari (dibandingkan pada apa yang seharusnya
mereka ketahui atau apa yang dapat dilakukan) dan tetapkan kriteria
kemampuan pada tingkat tantangan yang rasional dan produktif.
Perlu juga diperhatikan, bahwa dosen harus berlaku adil. Berikan
kesempatan untuk berlatih banyak hal, sebelum Anda memberikan
penilaian atas hasil latihan.
PENELITIAN TENTANG UMPAN BALIK
Latihan yang diarahkan pada pencapaian tujuan (goal-directed
practice) tidak cukup mendorong mahasiswa mencapai tujuan belajar.
Latihan yang diarahkan pada tujuan harus dihubungkan dengan
umpan balik tertarget dalam rangka meningkatkan capaian belajar.
Umpan balik diberikan dengan tujuan untuk membantu mahasiswa
mencapai tingkat kemampuan yang diinginkan. Seperti suatu peta
yang memberikan informasi tentang posisi perjalanan saat ini untuk
membantu para pelancong menemukan rute ke destinasi wisata
secara efektif. Umpan balik yang efektif memberikan informasi
tentang tingkat pengetahuan dan keahlian mahasiswa saat ini agar
mereka dapat belajar lebih giat lagi untuk mencapai tujuan belajar.
Dengan kata lain, umpan balik yang efektif dapat memberitahukan
kepada mahasiswa apa yang telah atau belum dipahami, apakah
kemampuan mereka sudah baik atau belum, dan bagaimana usaha-
usaha yang dapat dilakukan berikutnya.
Analog dengan langkah-langkah pemberian latihan, cobalah
Anda membayangkan diri untuk menemukan cara melewati jalan
tanpa ada petunjuk yang menginformasikan kemana Anda harus
masuk atau keluar; Anda akan berkeliling terus menerus tanpa
menemukan jalan keluar, membuang waktu dan bingung - bahkan jika
tujuan Anda untuk menemukan cara keluar dari jalan yang ruwet.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
170
Situasi ini mirip dengan keadaan bahwa mahasiswa yang belajar tanpa
diberikan umpan balik. Hal mengejutkan, bahwa umpan balik yang
efektif dapat memudahkan dan mendorong pencapaian tujuan
belajar.
Misalnya, bayangkan dua mahasiswa yang sama-sama memiliki
miskonsepsi yang mendorong mereka tidak dapat menyelesaikan
masalah. Anggaplah ada dua mahasiwa menerima unpan balik pada
saat mereka bekerja di waktu dan konten yang berbeda. Satu
mahasiswa menyelesaikan semua masalah, tugas pekerjaan rumah,
dan setelah mengirimkan tugas, mendapatkan nilai "C". Catatan dari
nilai "C" menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut gagal memperoleh
nilai kelulusan, bahkan mahasiswa kekurangan separuh (50%) topik.
Satu mahasiswa memecahkan semua masalah ini dalam satu hari,
tugas pekerjaan rumah dan, setelah mengirimkan tugas, mendapat
nilai dengan huruf "C." Mahasiswa melihat nilai "C" ini bahwa ia gagal
untuk mendapatkan kredit penuh untuk satu masalah, sehingga ia
menyimpulkan bahwa ia benar-benar kehilangan semua kemampuan
untuk topik ini.
Misalkan mahasiswa kedua, dosen memberikan latihan
pemecahan masalah di setiap sesi kelas dan kemudian menyoroti
beberapa kesalahan alami dan memberitahukan bagaimana
memperbaikinya, selanjutnya mahasiswa diberikan kesempatan untuk
mencoba menyelesaikan beberapa masalah. Mahasiswa ini agak
cepat mendapat beberapa masukan dari dosen, menunjukkan bahwa
dalam dua latihan penyelesaian masalah masih membuat kesalahan
yang sama. Setelah diidentifikasi, mahasiswa tersebut mampu
memperbaiki pemahaman dan kemudian dapat memecahkan
masalah pekerjaan rumah.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
171
Catatan bahwa perbedaan waktu dan konten dalam pemberian
umpan balik, membuat kedua mahasiswa akan mengambil jalur yang
berbeda dari nilai yang diperoleh saat ini. mahasiswa pertama, tidak
dapat menyelesaikan kekeliruan yang mendorong pada tingkat
kemampuan, mungkin mereka percaya bahwa mereka tidak mampu
belajar pada topik ini dan mengabaikan kesempatan apapun untuk
banyak berlatih (misalnya, tidak mempersiapkan diri belajar
menghadapi ujian). mahasiswa kedua, menerima informasi tentang
apa yang keliru, dapat mengerjakan tugas tambahan untuk
memperkuat pemahaman mereka atas isu-isu yang sulit. Dengan kata
lain, umpan balik pada waktu yang tepat dan keadaan yang benar
dapat mendorong pembelajaran, bukan hanya untuk saat ini, juga
untuk masa mendatang.
Konsisten dengan contoh tersebut, penelitian tentang dua
faktor yang patut diperhatikan dalam pemberian umpan balik agar
lebih efektif dan efisien, yaitu: isi dan waktu. Pertama, umpan balik
yang harus disampaikan kepada mahasiswa terkait dengan
pencapaian tujuan dan apa yang perlu mereka lakukan untuk
meningkatkan kemampuan. Kedua, umpan balik juga harus
memberikan informasi kapan mereka telah mencapai tujuan
pembelajaran dari serangkaian aktivitas yang diberikan kepada
mereka. Sepertinya banyak aspek dari kegiatan belajar dan mengajar,
tidak ada pendekatan yang lebih baik dalam memberikan umpan
balik yang sesuai dengan semua situasi dan kondisi yang dihadapi
mahasiswa dan dosen.
Lebih dari itu, waktu dan isi dari umpan balik perlu
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan tujuan belajar yang harus
dicapai oleh mahasiswa, tingkat pencapaian dan kecukupan yang
sudah diperoleh mahasiswa, dan hambatan-hambatan praktis dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
172
pembelajaran. Penelitian tentang apa saja yang terkait dengan isi dan
waktu pemberian umpan balik yang efektif akan dibahas pada bagian
berikut ini.
SAMPAIKAN KEMAJUAN DAN BERIKAN ARAHAN UNTUK USAHA
BERIKUTNYA
Umpan balik akan lebih efektif ketika dosen menyampaikan
dengan jelas tentang beberapa aspek kemampuan yang berkaitan
dengan kriteria target tertentu dan ketika itu disampaikan dapat
membantu mahasiswa untuk melakukan usaha guna mencapai kriteria
yang diinginkan. Umpan balik seperti itu, juga menginformasikan
aktivitas belajar berikutnya, seringkali disebut sebagai umpan balik
formatif. Sebaliknya, umpan balik sumatif adalah keputusan akhir atau
evaluasi tingkat ketercapaian, seperti nilai atau skor.
Analogi di awal antara penggunaan peta untuk panduan
perjalanan bagi wisatawan dan penerimaan umpan balik untuk
panduan belajar bagi mahasiswa. Pertimbangkan bantuan tambahan
navigasi yang lebih baik seperti GPS. GPS memiliki kemampuan untuk
memberitahukan posisi pelancong saat ini dalam kaitannya dengan
daerah tujuan wisata. Agar lebih membantu, GPS perlu
mengkomunikasikan lebih banyak lagi dbandingkan fakta bahwa
tujuan wisata masih jauh dari posisi saat ini. Idealnya, GPS perlu
mengidentifikasi sejauh apa jarak antara posisi saat ini dengan tujuan
wisata dan memberikan arah untuk membantu pelancong mencapai
tujuan wisata dengan cara yang singkat dan lebih baik.
Serupa dengan analogi itu, pemberian umpan balik yang
efektif tidak hanya sekedar memberitahukan kepada mahsiswa
tentang apa yang masih keliru atau kemampuan apa yang belum
tercapai, umpan balik yang efektif juga harus memberitahukan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
173
kepada mahasiswa gambaran yang jelas tentang kemampuan
mereaka saat ini yang masih jauh dari kemampuan yang diharapkan
dan memberikan informasi yang sesuai dapat membantu merkea
dapat mencapai kemampuan yang diharapkan.
Penelitian juga memberitahukan bahwa umpan balik akan lebih
efektif ketika umpan balik dapat mengidentifikasi kemampuan
mahasiswa yang masih perlu ditingkatkan lagi dibandingkan hanya
memberikan evaluasi generik tentang kemampuan mahasiswa,
seperti nilai atau penghargaan abstrak atau ketidaksetujuan Anda
(Black & William, 1998). Sebagaimana digambarkan pada contoh
tentang mahasiswa yang memperoleh nilai C tanpa diberikan
komentar mengapa diberi nilai C, pemberian nilai saja bukanlah cara
pemberian umpan balik yang efektif. Meskipun nilai dan skor dapat
memberikan beberapa informasi tentang derajat pencapaian kriteria
kemampuan yang diharapkan, tetapi tidak dapat menjelaskan hal-hal
apa saja yang belum sesuai dengan kriteria kemampuan yang
diharapkan dan bagaimana cara mencapainya.
Lebih dari itu, umpan balik harus secara spesifik dikaitkan
dengan proses belajar yang sedang dilaksanakan, misalnya,
membantu mahasiswa untuk memilih pendekatan yang sesuai atas
masalah atau mendeteksi kekeliruan yang mereka perbuat, lihat Bab
6) yang dikatikan dengan belajar pemahaman. Dalam salah satu
penelitian, mahasiswa yang belajar untuk menyelesaikan masalah
geometri pada komputer tidak menginginkan adanya umpan balik
yang otomatis diberikan oleh komputer ketika terdeteksi kesalahan
pada jawaban yang diberikan mahasiswa. Satu kelompok menerima
umpan balik umum yang menunjukkan kepada mereka kesalahan
yang diperbuat dan kelompok lain menerima informasi yang spesifik
tentang kesalahan mereka dan bagaimana cara mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
174
memperbaikinya. Kelompok dengan pemberian informasi yang
spesifik memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan
kelompok yang hanya diberikan informasi yang umum dalam
penilaian pre-test dan post-tes Keterampilan Menyelesaikan Masalah
(McKendree, 1990).
Pada situasi yang bertolak belakang, pemberian umpan balik
terlalu banyak bukanlah contoh pemberian umpan balik yang efektif.
Hal ini karena pemberian umpan balik terlalu banyak cenderung
membanjiri otak dan gagal mengkomunikasikan kemampuan yang
belum dicapai dalam kaitannya dengan tujuan belajar dan fokus yang
harus dikerjakan mahasiswa di masa mendatang. Misalnya, penelitian
menunjukkan bahwa terlalu banyak komentar di catatan pinggir pada
karya tulis mereka seringkali kontraproduktif dikarenakan mahasiswa
dibanjiri dengan banyak item yang harus mereka pertimbangkan atau
karena mereka terlalu fokus pada revisi hal-hal yang ada dalam
komentar secara detail, unsur yang mudah diperbaiki dibandingkan
konsep atau struktur perubahan yang lebih penting.
Ingat cerita yang dikemukakan oleh Prof. Raffi tentang
mahasiswa yang banyak menghabiskan waktu untuk memberikan
komentar pada karya mahasiswa tanpa melihat adanya peningkatan
kemampuan pada tugas yang diberikan di tugas berikutnya.
Memberikan terlalu banyak informasi (komentar) menjadi salah satu
alasan mengapa mahasiswa tidak mencapai kemajuan yang berarti.
Dalam kasus ini, pemberian komentar seharusnya singkat dan
beberapa item yang fokus menunjuk pada satu atau dua kekeliruan
yang banyak dilakukan mahasiswa dalam rangka memberikan acuan
kepada mahasiswa tentang apa yang harus diperbaiki dan fokus
perbaikan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
175
Bagaimanapun, perlu dicatat bahwa meskipun Prof. Raffi
memberikan umpan balik sesuai target, pemberian umpan balik tidak
akan efektif tanpa memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
memperbaiki tugas. Intinya adalah bahwa umpan balik secara target
diberikan kepada mahasiswa berupa informasi tentang prioritas
kemampuan yang belum dikuasai mahasiswa sesuai kriteria yang
diharapkan dan kemampuan yang sudah dikuasai mahasiswa sesuai
kriteria yang diharapkan, sehingga mereka mengerti bagaimana
meningkatkan kemampuan mereka di masa mendatang.
Tentu saja, keuntungan umpan balik hanya akan didapatkan
ketika umpan balik dapat memberikan arahan apa yang harus
dilakukan atau diperbaiki pada latihan berikutnya dan ketika
mahasiswa memiliki kapasitas untuk melaksankaan umpan balik pada
latihan berikutnya. Ingatlah apa yang terjadi pada perkuliahan Prof.
Raffi, mahasiswa hanya memiliki satu kesempatan untuk latihan
menulis di ketiga tugas yang diberikan. Meskipun mahasiswa harus
mengulang latihan keterampilan menulis secara umum, tugas yang
diberikan umumnya menuntut mahasiswa untuk menguasai
kemampuan yang berbeda dari tiga tugas yang diberikan secara
berurutan (Baca, Bab 3). Meskipun, jika Prof. Raffi memberikan umpan
balik sesuai target tujuan belajar pada tugas pertama, mahasiswa
tidak akan mendapatkan manfaat dari pemberian umpan balik, karena
mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kemampuan
menulis sesuai saran yang diberikan Prof. Raffi pada tugas berikutnya.
Lalu bagaimana pemberian umpan balik yang seharusnya
diberikan oleh Prof. Raffi sehingga dapat memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk memperbaiki tugas mereka? Pilihan
pertama ialah pemberian tugas berikutnya pada jenis tulisan yang
sama dengan meminta mahasiswa untuk memperbaiki karya tulis
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
176
mereka sesuai dengan saran yang dikemukakan oleh Prof. Raffi yang
tertuang dalam catatan pinggir. Alternatif, Prof. Raffi, dapat meminta
mahasiswa mengirimkan seluruh draft semua tugas, kemudian
memeriksa dan memberikan komentar pada draft yang diberikan, dan
kemudian secara ekplisit mengemukakan hal-hal yang harus
diperbaiki sesuai komentar. Gambaran skenario tersebut
menggambarkan interaksi antara umpan balik dan latihan. Tentu saja,
satu hal yang harus diperhatikan tentang latihan yang diikuti dengan
umpan balik sebagai bentuk khusus skenario pembelajaran latihan
yang diarahkan pada pencapaian tujuan (Lihat Gambar 4.1).
WAKTU YANG TEPAT UNTUK PEMBERIAN UMPAN BALIK
Setelah membahas penelitian tentang isi umpan balik, penting
juga dibahas tentang waktu yang tepat dalam pemberian umpan
balik. Hal itu terkait baik seberapa cepat (how soon) umpan balik
diberikan, misalnya, lebih baik di awal; maupun sebarapa sering (how
often) umpan balik diberikan, misalnya, lebih banyak lebih baik. Tidak
ada aturan yang berlaku umum tentang waktu pemberian umpan
balik. Meskipun begitu, cara terbaik yang dilakukan berdasarkan pada
pertimbangan: "dukungan terbaik apa agar mahasiswa dapat
mencapai tujuan belajar". Misalnya, seperti analogi GPS, jelas bahwa
penggunaan GPS merupakan peralatan yang sama dengan umpan
balik, GPS diberikan ketika supir membutuhkan, agar supir dapat
mencapai tujuan wisata. Begitu juga umpan balik, merupakan alat
bagi dosen agar mahasiswa mencapain tujuan belajar yang
diharapkan.
Secara umum, latihan dengan jumlah lebih banyak akan
mendorong efektifitas karena latihan dapat membantu mahasiswa
berada dalam jalur dan dapat menunjukkan kesalahan ketika mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
177
melakukan kesalahan. Penelitian yang dilakukan Ample mendukung
pernyataan tersebut (lihat Hattie dan Timperley, 2007, untuk review).
Bagaimanapun, hambatan dari latihan seringkali sulit. Sayangnya,
penelitian menunjukkan umpan balik minimal pada latihan menulis
dapat mengarah pada perbaikan kemampuan pada tugas kedua
dikarenakan umpan balik yang diberikan kepada mahasiswa dapat
membuat mereka mengetahui apa yang harus diperbaiki (Traxler dan
Gernbacher, 1992). Hasil penelitian menggambarkan bahwa semakin
banyak jumlah latihan yang diberikan, terutama ketika latihan itu
diberikan di awal, sangatlah membantu pembelajaran. Hasil
penelitian juga menyarankan bahwa jika Professor Raffi menetapkan
kerangka arahan pada proyek kelompok, memungkinkan memberikan
umpan balik pada proses, sebelum mahasiswa mulai melaksanakan
proyek yang sebenarnya.
Penelitian ini tidak bermaksud mengatakan bahwa semakin
banyak jumlah umpan balik yang diberikan selalu mendatangkan hasil
yang baik. Sekali lagi, periode waktu dari pemberian umpan balik
adalah faktor signifikan yang mempengaruhi peningkatan
kemampuan. MIsalnya, bayangkan suatu penelitian pada mahasiswa
perguruan tinggi yang belajar menulis fungsi matematika di Microsoft
Excel (Mathan dan Koedinger, 2005). Tujuan belajar ini dalam situasi
bahwa hanya mereka yang dapat menulis fungsi matematika secara
akurat tetapi juga mereka dapat mengenali dan memperbaiki
kekeliruan yang mereka buat. mahasiswa yang menerima umpan balik
secara langsung setelah kekeliruan mendapatkan skor yang lebih
rendah pada UAS dibandingkan mahasiswa yang menerima umpan
balik tertunda. Meskipun hasilnya mengejutkan, masuk akal bahwa
pemberian umpan balik secara langsung kehilangan kesempatan
untuk berlatih mengenali dan memperbaiki kesalahan yang mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
178
buat. Sebaliknya, mahasiswa yang menerima umpan balik tertunda
memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang mereka
buat sehingga mereka memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan. Hal itu berarti bahwa, ketika umpan balik diberikan
secara tertunda pada kelompok yang membuat kesalahan, umpan
balik diberikan hanya ketika mereka: (1) menunjukkan bahwa mereka
tidak mengenali kekeliruan yang mereka buat; (2) membuat banyak
kesalahan ketika berusaha memperbaiki kesalahan berkali-kali.
Dengan cara seperti itu, nampak bahwa pemberian umpan balik tidak
harus segera dilakukan, umpan balik yang diberikan pada waktu yang
lebih tepat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran.
IMPLIKASI PENELITIAN PADA PENGAJARAN
Terdapat tiga implikasi dari penelitian tentang pemberian
umpan balik yang lebih efektif. Umpan balik seharusnya: (1) fokus
pada pengetahuan dan keterampilan yang menjadi tujuan belajar; (2)
berikan waktu dan jumlah lebih banyak agar mahasiswa dapat
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu; (3) kaitkan dengan
pemberian kesempatan berlatih kembali.
Sebagaimana kita lihat pada penjelasan sebelumnya, setiap
aspek dari pemberian umpan balik harus selaras dengan tujuan
belajar yang ditetapkan. Cara terbaik untuk menemukan jenis dan
jumlah umpan balik yang memungkinkan mahasiswa untuk
memperoleh manfaat dari adanya umpan balik sementara mereka
tetap aktif terlibat dalam mengawasi kegiatan pembelajaran. Dengan
kata lain, umpan balik tidak untuk menentukan kemajuan mahasiswa,
tetapi agar mahasiswa mampu mengatur diri sendiri. Memberikan
terlalu banyak detail dalam umpan balik dapat membuat mahasiswa
tidak mengetahui dengan jelas apa yang harus diperbaiki dan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
179
ditingkatkan. Sementara memberikan terlalu banyak detail membuat
mereka lupa tentang aspek tertentu yang paling penting diperbaiki.
Serupa, pemberian umpan balik terlalu banyak dapat membuat
mahasiswa bingung, sementara mereka membutuhkan informasi yang
jelas tentang apa yang semestinya diperbaiki. Pemberian umpan balik
yang telalu banyak dapat berpotensi mengganggu mahasiswa atau
mendorong mereka untuk terus tergantung pada umpan balik
dibandingkan pada mereka sendiri.
Menyeimbangkan jumlah dan waktu yang tepat dalam
pemberian umpan balik akan membuat umpan balik menjadi efektif,
seringkali menuntut perhatian pada aspek-aspek praktis pemberian
umpan balik. Sepertinya, waktu yang tepat bagi instruktur dalam
menyusun atau menyesuaikan umpan balik dan waktu yang
disediakan bagi mahasiswa untuk menanggapi umpan balik adalah
pertimbangan utama yang harus diperhatikan dalam menentukan
bagaimana dan kapan memberikan umpan balik. Kita harus selalu
mempertimbangkan baik konsekuensi pedagogis maupun
konsekuensi praktis dari pemberian umpan balik. Juga, semua umpan
balik tidak perlu disesuaikan dengan masing-masing mahasiswa dan
tidak perlu semua umpan balik berasal dari dosen. Kami membahas
berbagai strategi untuk umpan balik yang efektif dan layak, termasuk
tanggapan teman sekelas, umpan balik kelompok, dan banyak lagi.
STRATEGI YANG DISARANKAN
Di sini kami akan menyampaikan strategi yang dapat
membantu Anda untuk untuk memberikan (1) latihan yang diarahkan
pada tujuan belajar; (2) umpan balik tertarget. Pada dua hal tersebut,
fokus utama adalah bagaimana cara melakukannya sehingga lebih
efektif dan efisien.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
180
STRATEGI MEMBERIKAN LATIHAN YANG DIARAHKAN PADA
TUJUAN BELAJAR
Melaksanakan Penilaian Pengetahuan Awal Untuk Menentukan
Tingkat Tantangan Latihan Yang Sesuai
Mahasiswa datang ke kelas dengan sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi yang dimilikinya. Melakukan penilaian
pengetahuan awal (seperti survei, pre-test dan pengukuran tanpa
nilai) dapat membantu Anda mengenali kekuatan dan kelemahan
mahasiswa dalam rangka untuk menentukan jenis latihan yang sesuai
dengan tingkat kemampuan mahasiswa berdasarkan pada tingkat
kemampuan mereka, tidak berdasarkan pada apa yang seharusnya
mereka lakukan.
Penilaian kemampuan, misalnya penyelesaian masalah, akan
menunjukkan tentang apa yang telah diketahui mahasiswa dan apa
yang dapat dilakukan mahasiswa, sementara survei yang menanyakan
tingkat pengetahuan mereka, misalnya, apakah mereka dapat
mengartikan atau menerapkan, dapatkah mereka menerapkan apa
yang telah mereka ketahui, akan memberikan Anda informasi tentang
apa yang mahasiswa ketahui atau tentang apa yang dapat dilakukan
(Lihat Bab 1 untuk tambahan strategi terkait dan Lampiran 2 untuk
Penilaian Diri Mahasiswa).
Tetapkan Tujuan Belajar Yang Lebih Ekplisit
Tanpa ada tujuan belajar yang spesifik dari mata kuliah yang
Anda ampu atau dari tugas yang Anda berikan, mahasiswa seringkali
berasumsi untuk memutuskan bagaimana mereka menghabiskan
waktu mereka. Karena itu, penting untuk menetapkan dan
mengemukakan tujuan belajar Anda dengan jelas (dalam Silabus dan
di Bagian Petunjuk untuk setiap tugas yang diberikan), sehingga
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
181
mahasiswa mengetahui apa yang Anda harapkan dari mereka dan
dapat membantu mereka untuk mengerjakan tugas yang Anda
berikan. Mahasiswa lebih suka menjadikan tujuan belajar untuk
mengarahkan tindakan apa yang seharusnya mereka lakukan. Ketika
Anda menyampaikan apa yang seharusnya mereka lakukan dan apa
yang seharusnya mereka capai di akhir tugas atau di akhir mata kuliah,
mereka akan berusaha melakukan dan memenuhinya (Lihat Lampiran
4 untuk informasi yang lebih banyak tentang menyampaikan tujuan
belajar).
Gunakan Rubrik Untuk Mengkomunikasikan Kriteria Kemampuan
Yang Spesifik
Ketika mahasiswa tidak mengetahui apa yang menjadi kriteria
kemampuan, sangat sulit bagi mereka untuk melakukan latihan yang
sesuai dan mengawasi pemahaman dan kemajuan belajar mereka.
Cara umum untuk mengkomunikasikan kriteria kemampuan adalah
melalui rubrik, berisi rincian skor dengan kriteria kemampuan yang
jelas diharapkan dari setiap tugas yang diberikan. Rubrik berisi
kegiatan yang ditugaskan dan dijabarkan ke dalam bagian-bagian
komponen dan deskripsi yang jelas tentang tingkat kualitas
kemampuan, dari tingkat rendah sampai kualitas tinggi untuk setiap
komponen (Lihat Lampiran C untuk informasi lebih lanjut tentang
rubrik).
Berikan Beragam Kesempatan Untuk Berlatih
Dikarenakan belajar merupakan kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan secara akumulatif, beragam tugas yang diberikan dari
latihan singkat atau ruang lingkup yang kecil cenderung lebih berhasil
dibandingkan satu tugas dengan jangka panjang atau ruang lingkup
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
182
yang besar. Jika menggunakan jenis tugas yang pertama, mahasiswa
mendapatkan banyak kesempatan untuk melatih keterampilan dan
dapat menemukan pendekatan penyelesaian tugas berdasarkan pada
umpan balik yang mereka terima. Misalnya, strategi ini dapat
membebaskan Anda pada apa yang terjadi dalam tugas penyusunan
makalah yang dilakukan oleh Prof. Raffi. Bayangkanlah suatu makalah
yang kreatif (misalnya, surat, catatan program, atau memo).
Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa kesempatan tunggal untuk
berlatih pada tugas yang diberikan tidak akan cukup bagi mahasiswa
untuk mengembangkan diri pada keterampilan yang relevan. Biarkan
mereka memperbaiki kekurangan pada tugas pertama di tugas
berikutnya.
Berikan Arahan Penyelesaian Tugas
Dalam rangka menyelaraskan suatu tugas sehingga tugas itu
dapat mengarahkan pada target dengan tingkat tantangan yang
sesuai, berikanlah perancah/panduan. Panduan mengacu pada
tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh mahasiswa dari awal
belajar dan kemudian secara bertahap menghilangkan panduan
ketika mahasiwa telah berkembang di tahap mahir dan sempurna.
Satu cara untuk menerapkan panduan pada tugas yang lebih rumit
adalah meminta mahasiswa untuk berlatih pada tahap terpisah dari
tugas yang akan diberikan, dan kemudian mintalah mahasiswa untuk
berlatih mengintegrasikan semua kemampuan itu secara bersamaan.
(Lihat Bab 4).
Sampaikan Harapan Anda Tentang Latihan Yang Diberikan
Mahasiswa dapat mengabaikan jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas, dan seringkali menunda-nunda waktu.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
183
Maka dari itu, penting untuk menyediakan panduan informasi
mengenai jumlah waktu, jenis dan tingkat penguasaan kemampuan
yang diharapkan.
Setidaknya ada dua cara yang dapat membantu Anda
memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh mahsiswa untuk
mengerjakan tugas. Beberapa dosen mengumpulkan data dengan
meminta mahasiswa, sejumlah mahasiswa di semester tertentu,
berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengerjakan tugas
yang diberikan dosen. Kemudian, ambillah rata-rata waktu dan
tetapkan waktu tersingkat yang dilakukan oleh mahsiswa. Dosen lain
pada umumnya telah memperkirakan tiga sampai empat hari paling
panjang ketika menetapkan waktu untuk penyelesaian tugas. Rasio ini
mungkin bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya, dan disesuaikan
dengan keperluan, juga kebutuhan.
Berikan Contoh Kemampuan Tertarget
Berdasarkan pada strategi sebelumnya, juga sangat membantu
mahasiswa jika dosen menunjukkan contoh tentang apa yang menjadi
target (misalnya desain model, makalah yang baik atau solusi
penyelesaian masalah). Membagi contoh dari karya mahasiswa
sebelumnya dapat membantu mahasiswa melihat bagaimana kriteria
kemampuan yang Anda inginkan dapat dipenuhi di dalam tugas yang
diberikan saat ini. Sepertinya contoh dapat memberikan dampak yang
kuat ketika Anda menggambarkan hal-hal tertentu dari contoh tugas
yang ada.
Tunjukan Apa yang Tidak Ingin Dilakukan Mahaisswa
Tambahan atas pemberian contoh untuk tiap target
kemampuan, sangat membantu mahasiswa jika pada contoh yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
184
Anda tunjukkan dapat menunjukkan hal-hal yang tidak Anda inginkan
dari pekerjaan siswa, dengan menggambarkan kesalahpahaman yang
dilakukan mahasiswa pada tugas yang ada atau dengan menjelaskan
mengapa bagian-bagian tertentu tidak sesuai dengan kriteria
penilaian.
Misalnya, dalam kasus pembuatan slide presentasi, sangat
membantu mahasiswa menyusun presentasi yang diinginkan, jika
Anda memberikan contoh slide presentasi yang Anda inginkan, juga
hal-hal yang tidak perlu ada dalam slide presentasi. Contoh dapat
juga digunakan untuk memberikan latihan membedakan antara
pekerjaan yang berkualitas baik dari pekerjaan yang berkualitas
buruk. Agar mahasiswa dapat terlibat aktif dan mengecek
pemahaman mereka, Anda dapat meminta mahasiswa menilai contoh
tugas berdasarkan rubrik yang telah Anda susun (Lihat Lampiran 3).
Pilah Tujuan dan Kriteria Penilaian yang Menunjukkan Peningkatan
Kemampuan
Ketika mahasiswa melaksanakan pembelajaran dengan berlatih
beragam kemampuan, Anda mungkin perlu menambahkan tantangan
baru, tentukanlah tujuan tertentu yang dapat mengukur pemenuhan
capaian kemampuan. Misalnya ketika mahasiswa dituntut untuk
memiliki kompetensi dengan keahlian terentu, Anda mungkin
mengingkan mereka memiliki tingkat kecepatan tertentu dalam
menerapkan keahlian, atau sedikit bantuan, atau lebih banyak
konteks. Anda perlu menyatakan keinginan adanya peningkatan
kemampuan pada tugas berikutnya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
185
STRATEGI MENENTUKAN TARGET UMPAN BALIK YANG
DIBUTUHKAN
Lihat Pola Kekeliruan Dalam Pekerjaan mahasiswa
Dalam kelas, mahasiswa seringkali melakukan kesalahan atau
kesalahpahaman yang sama, Anda hanya perlu mengungkapkan
secara umum pola kekeliruan yang dilakukan mahasiswa. Misalnya,
Anda seharusnya mengidentifikasi jawaban yang keliru pada
pertanyaan ujian atau tugas pekerjaan rumah yang sulit dilakukan.
Anda juga harus mencatat beragam pertanyaan yang sama yang
diajukan mahasiswa. Jika Anda menilai pekerjaan mahasiswa, Anda
dapat memiliki akses terhadap informasi ini dan Anda dapat melihat
lebih jauh pola kekeliruan yang dilakukan mahasiswa Anda. Ketika
Anda menemukan kesalahan umum yang dibuat mahasiswa, Anda
dapat memberikan umpan balik ke kelas secara keseluruhan dengan
menggunakan strategi berikut ini.
Tentukan Umpan Balik Prioritas
Pertanyaan tentang apakah umpan balik tergantung pada
beragam aspek pembelajaran: tujuan belajar (entah itu mata kuliah
atau tugas), tingkat kemampuan mahasiswa, apa yang perlu mereka
tingkatkan, dan waktu yang tersedia. Jadi, kunci pemberian umpan
balik yang efektif harus dipikirkan baik-baik, apakah pemberian
umpan balik akan memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa Anda
dalam waktu tertentu dan memprioritaskan jenis informasi umpan
balik yang harus diberikan. Dalam banyak kasus, meskipun tidak harus
atau tidak selau terbaik untuk memberikan umpan balik pada semua
aspek dari tingkat kemampuan mahasiswa tetapi lebih difokuskan
pada aspek utama dari tugas. Satu-satunya cara untuk melakukan ini
adalah memberikan umpan balik pada satu dimensi di satu waktu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
186
(misalnya, salah satu aspek dari presentasi adalah argumentasi, satu
hal dari proses desain atau satu langkah dari penyelesaian masalah).
Strategi menghindari pemberian umpan balik terlalu banyak
memungkinkan mereka dapat terus melakukan latihan, dengan tetap
fokus pada target spesifik.
Seimbangkan Antara Pesan Kekuatan dan Kelemahan
Mahasiswa seirngkali tidak peduli tentang kemajuan yang telah
mereka capai, maka dari itu, menyampaikan hal-hal yang sudah baik
atau harus ditingkatkan adalah penting, sama halnya dengan
menyampaikan kepada mereka hal-hal yang masih atau kurang
dipahami atau perlu peningkatan lebih lanjut. Umpan balik yang
positif menunjukkan aspek dari pengetahuan dan keahlian mahasiwa
yang harus dipertahankan dan terus ditingkatkan, sedangkan umpan
balik negatif menunjukkan aspek dari pengetahuan dan keahlian yang
harus terus dipelajari, (dan idealnya, harus berisi informasi tentang
bagaimana meningkatkan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan itu). Bagaimanapun, target umpan balik yang diberikan
di awal haruslah positif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
diri mahasiswa dan karena itu dapat meningkatkan motivasi belajar.
Bagaimana Anda dapat menyeimbangkan umpan balik positif dan
negatif yang disampaikan di kelas untuk mahasiswa tertentu
terkadang Anda harus memikirkan prioritas dan kebutuhan mereka.
Atur Jumlah Kesempatan Untuk Memberikan Umpan Balik
Syarat untuk memberikan umpan balik adalah untuk
memberikan beragam kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih
menggunakan pengetahuan dan keterampilan. Kebanyakan umpan
balik pada tugas yang singkat atau ruang lingkup yang kecil
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
187
memungkinkan mahasiswa untuk menyeleksi pemahaman mereka.
Juga perlu mengatur beban kerja untuk mahasiswa dan Anda sendiri.
Sebagaimana ditunjukan dalm strategi lain dalam penjelasan di bab
ini, tidak semua umpan balik perlu difokuskan pada mahasiswa
individual atau datang dari dosen itu sendiri. Strategi ini mengurangi
beban dosen dalam memberikan sejumlah umpan balik.
Berikan Umpan Balik pada Tingkat Kelompok
Untuk memberikan manfaat, tidak semua umpan balik tertuju
pada individu. Meskipun Anda menginginkan untuk menulis catatan
pada tugas individu (mungkin akan menambah waktu dan
menurunkan kemampuan Anda dalam kecepatan memberikan umpan
balik), pada satu waktu Anda perlu mengidentifikasi kesalahan umum
yang dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa, memberikan daftar hal
umpan balik pada kelompok, dan membahas kekeliruan yang
dilakukan. Dalam hal yang sama, Anda dapat menunjukkan dua atau
lebih kelompok sebagai contoh kelompok dengan pencapaian
kemampuan terbaik dan membahas hal-hal yang membuat kelompok
memperoleh nilai A, dibandingkan kelompok yang lain.
Memberikan Umpan Balik Langsung di Tingkat Kelompok
Dalam situasi kelas, terutama kelas besar, dosen seringkali
berasumsi tidak mungkin efektif memberikan umpan balik.
Bagaimanapun, dengan mengajukan pertanyaan ke kelas dalam suatu
format yang memungkinkan Anda mudah dalam mengumpulkan
respon mahasiswa, dosen dapat menyelesaikan tantangan ini. Anda
dapat mengumpulkan respon mahasiswa dengan cepat
menggunakan kertas (kartu indeks) atau dengan teknologi interaktif
(seringkali disebut clickers). Dalam kasus tertentu, dosen mengajukan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
188
pertanyaan dan mahasiswa menjawab (baik melalui kartu indeks atau
menyampaikan jawaban suara melalui clikers).
Dosen dapat dengan mudah dengan menyediakan jawaban
benar atau salah (dengan mengawasi kelas untuk kartu indeks yang
beragam warna atau melihat layar komputer yang berkaitan dengan
jawaban tertentu). Berdasarkan pada informasi ini, dosen dapat
memutuskan bagiamana memberikan umpan balik yang sesuai ke
kelas secara keseluruhan. Misalnya, dosen dengan sederhana
menunjukkan bahwa terdapat sebagian besar kekeliruan jawaban dan
meminta mahasiswa mendiskusikan pertanyaan di dalam kelompok
kecil sebelum diadakan pemungutan suara kepada mereka. Alternatif,
dosen dapat mengenali kesalahanpaham umum dalam jawaban
mahasiswa dan memberikan penjelasan lebih lanjut atau contoh,
tergantung pada sifat kesalahpahaman yang terjadi.
Mendorong Umpan Balik Teman Sejawat
Tidak semua umpan balik yang berasal dari dosen akan
bermanfaat. Dengan panduan yang jelas, kriteria atau rubrik yang
jelas, mahasiwa dapat memberikan umpan balik yang konstruktif
kepada mahasiswa lain. Hal itu juga dapat membantu mahasiswa
bekerja lebih baik dengan mengidentifikasi kriteria pekerjaan yang
lebih baik dan mengecek kesalahan yang dilakukan mereka.
Di samping keuntungan bagi mahasiswa, umpan balik teman
sejawat memungkinkan Anda meningkatkan frekuensi umpan balik
tanpa meningkatkan beban pekerjaan Anda. Tanamkan dalam pikiran
Anda, bahwa untuk umpan balik teman sejawat yang efektif, Anda
perlu memperjelas penjelasan apa itu, alasan di balik itu, bagaimana
mahasiswa harus terlibat dalam itu dan - pada ujian ini - memberikan
latihan yang sesuai dengan umpan balik berdasarkan pada umpan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
189
balik akan mendorong potensi mahasiswa mencapai kriteria yang
diharapkan (Silahkan, lihat Lampiran 8).
Meminta Mahasiswa Menyusun Detail Bagaimana Mereka
Menggunakan Umpan Balik Itu Pada Tugas Berikutnya
Umpan balik akan lebih berharga ketika mahasiswa diberikan
kesempatan untuk refleksi tentang apa yang seharusnya dilakukan
mereka secara efektif untuk latihan di masa mendatang. Mengingat
mahasiswa seringkali tidak melihat hubungan di antara tugas, ujian
dan sebagainya, mintalah mahasiswa untuk membuat catatan spesifik
tentang bagaimana dampak umpan balik yang diberikan pada
penyelesaikan tugas atau kemampuan mereka, sehingga dapat
membantu mereka melihat dan mengalami siklus pembelajaran
"sepenuhnya". Misalnya, beberapa dosen yang menugaskan
beragam tugas menulis, meminta mahasiswa untuk mengirimkan draft
setiap tugas mereka disertai dengan komentar yang ada pada draft
sebelumnya dengan deskripsi tentang bagaimana mereka dapat
menindaklanjuti umpan balik. Pendekatan yang sama dapat
digunakan untuk tugas proyek yang terdiri dari beragam titik
kemajuan.
RINGKASAN
Pada bab ini, kita telah mengupas hal-hal yang berada di balik
gagasan "latihan yang sempurna" atau "banyak umpan balik, lebih
baik" dalam rangka untuk mengungkap lebih dalam hal-hal penting
yang membuat latihan dan umpan balik menjadi lebih efektif. Hal-hal
penting dalam pemberian latihan terdiri dari: (1) fokus pada tujuan
spesifik atau kriteria kemampuan; (b) pemberian latihan dengan
tingkat tantangan yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa saat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
190
ini, dan (c) jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mahasiswa
dapat mengembangkan keahlian dan keterampilan dalam waktu yang
mereka miliki. Hal-hal penting dalam pemberian umpan balik yaitu:
(1) mennyampaikan tingkat kemampuan mahasiswa saat ini dalam
kaitannya dengan target yang harus dicapai dan hal apa saja yang
harus ditingkatkan agar mencapai target; (2) memberikan informasi
kepada mahasiswa ketika mereka telah mencapai pengetahuan dan
keterampilan. Keduanya, latihan dan umpan balik harus berjalan
seimbang sehingga mahasiswa dapat terus mengerjakan latihan guna
mencapai tujuan belajar yang diharapkan dan menindaklanjuti umpan
balik yang diterima dengan mendoronng peningkatan menuju
pencapaian tujuan belajar. Ketika latihan dan umpan balik dirancang
dengan hati-hati, kita dapat memprioritaskan keduanya dengan
sesuai dan membuat proses belajar mengajar tidak hanya lebih
efektif, tetapi juga efisien.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
191
BAB 6
MENGAKTIFKAN MOTIVASI BELAJAR
Mereka dan Anda jelas berbeda dalam banyak hal, jangan memperlakukan mahasiswa seperti dosen-dosen Anda memperlakukan Anda sewaktu Anda jadi mahasiswa
Tiba bagi Anda mempelajari beberapa keterampilan didaktik
yang akan dibahas pada empat bab berikutnya. Motivasi belajar,
memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran, sama sekali
tidak boleh diabaikan oleh dosen. Untuk memahami konsep motivasi
belajar, simaklah dua cerita berikut:
Mahasiswa Saya Seharusnya Mencintai Ini - Tetapi Tidak Pada semester lalu, saya telah mengajar mata kuliah yang
berkaitan langsung dengan bidang yang paling saya sukai. Saya menghabiskan banyak waktu dan energi pada semester sebelumnya untuk mempersiakan materi dan sangat bersemangat karena harus mengajar di semester berikutnya.
Saya menggunakan sejumlah buku bacaan dalam Filsafat Eropa Daratan dan menugaskan suatu proyek penelitian berdasarkan pada dokumen primer yang berasal dari Abad 19 dan 20. Saya memberitahukan kepada mereka bahwa mereka akan tertarik pada topik ini dan akan menghargai beberapa karya klasik yang mereka baca.Tetapi tidak seperti yang saya harapkan dan saya kecewa dengan karya mereka. Dengan harapan dari dua filsafat utama dan hanya satu mahasiswa yang mendapatkan nilai "A", mereka semua tidak tertarik membaca dan sulit berpartisipasi dalam diskusi. Sebagai tambahan, tidak sedikit dari mereka kurang tertarik atau kreatif dalam memilih topik penelitian. Secara keseluruhan, sedikit kemajuan yang mereka peroleh sepanjang semester. Saya menduga banyak mahasiswa yang mengambil mata kuliah filsagat mereka tidak begitu peduli tentang filsafat. Professor Kevin
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
192
Anda Tidak Akan Lulus Mata Kuliah Saya !
Teman saya yang biasa mengajar Termodinamika harus keluar pada semester ini dan saya ditugaskan untuk menggantinya. Saya tahu tugas mengajar Termodinamika itu tidak mudah, mata kuliah ini termasuk mata kuliah yang memiliki reputasi mata kuliah susah dan mahasiswa teknik mesin harus mengambil mata kuliah ini karena termasuk mata kuliah utama.
Sebelumnya, teman saya sudah mengingatkan saya bahwa banyak mahasiswa yang tidak masuk kelas di awal semester dan mereka datang ke kelas tanpa ada persiapan. Peringatannya begitu jelas bahwa saya perlu cara untuk memotivasi mahasiswa untuk belajar lebih keras dan tetap mempelajari materi. Saya ingat ketika saya sebagai mahasiswa, ada saran dari Professor bahwa saya tidak menyukai tantangan yang diberikan kepada saya dan Anda berusaha membuktikan anggapan itu salah.
Sehingga saya memberitahukan kepada mahasiswa saya saat pertama kali masuk kelas, bahwa "Mata kuliah itu sangat sulit. Anda harus bekerja lebih keras dari mata kuliah sebelumnya dan meskipun begitu, sepertiga dari Anda semua tidak akan lulus mata kuliah ini." Saya berharap bahwa jika mahasiswa saya mendengarkan hal itu, mereka akan terpacu dan bekerja lebih keras untuk mencapainya.
Tetapi alangkah terkejutnya saya, mereka kurang semangat bahkan lebih dari semester sebelumnya: mereka seringkali tidak datang ke kelas, mereka kurang berusaha keras mengerjakan PR dan tes kemampuan mereka banyak yang salah. Dan selanjutnya saya telah memberikan mereka peringatan ! Bahwa kelas memilih sikap yang salah sebagaimana saya perhatikan dan mahasiswa nampaknya lesu dan apatis. Saya mulai berfikir bahwa mahasiswa itu malas banget. Professor Aderani
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
193
APA YANG TERJADI
Pada kedua cerita di atas, mahasiswa gagal memenuhi dan
menunjukkan tingkat kemampuan yang diinginkan Professor. Pada
kedua kasus, sedikit keterlibatan dengan materi nampaknya menjadi
akar permasalahanya. Pada mata kuliah mereka, Professor Kevin dan
Professor Aderani keduanya berfikir keras tentang bagaimana
memotivasi mahasiswa mereka, mereka membuat asumsi umum dan
seringkali salah - tentang mahasiswa mereka yang harus dimotivasi
dengan cara yang sama dengan mereka ketika menjadi mahasiswa.
Ketika mereka menjadi mahasiswa tidak sama dengan memotivasi
mahasiswa sekarang, lalu dosen/pengajar mengambil kesimpulan
bahwa mahasiswa sekarang itu apatis atau malas.
Bagaimanapun, dosen dengan pendekatan tertutup dan
konsekuensi yang tidak mereka harapkan, nampaknya menjadi
penjelasan yang paling disukai atas ketidakterlibatan mahasiswa.
Mengingat Professor Kevin sangat bergairah dengan materi kuliah
dan menemukan ketidaksesuaian, tidak membuat sejumlah materi
mata kuliah yang menarik buat dia - tugas bacaan dan penelitian
dengan dokumen prmer - tidak memiliki nilai yang sama bagi para
mahasiswa. Sebagai konsekuensinya, pendekatan penelitain menjadi
setengah hati dan tidak pernah sukses menguasai materi. Professor
Aderani, berharap menciptakan suatu lingkungan kelas yang sangat
kompetitif sehinnga memotivasi mahasiswa mereka dengan cara yang
sama ketika ia menjadi mahasiswa. Bagaimanapun, dia mengingatkan
tentang begitu sulitnya materi pelajaran dan mahasiswa memiliki
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
194
sedikit kesempatan, membuat mahasiswa menyimpan persepsi
negatif tentang mata kuliah, mematahkan harapan mahasiswa untuk
sukses dalam belajar dan mematahkan motivasi mereka untuk belajar
mencapai sukses. Meskipun kedua cerita itu menjelaskan tentang isu
yang berbeda, konsep motivasi menjadi masalah yang dihadapi oleh
pengajar.
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Motivasi mengacu pada dorongan personal yang dimiliki
individu untuk mencapai keadaan atau hasil yang diinginkan (Maehr
dan Meyer, 1997). Dalam konteks pembelajaran, motivasi
mempengaruhi arah, intensitas, ketekunan, dan kualitas dari perilaku
belajar yang ditunjukkan oleh mahasiswa.
MOTIVASI MENGARAHKAN PERILAKU
Motivasi itu penting dalam konteks pembelajaran, tidak bisa
diabaikan (Ames, 1990). Ketika mahasiswa memasuki perguruan
tinggi, mereka memiliki otonomi yang lebih luas atas apa, kapan, dan
bagaimana mereka belajar, motivasi berperan penting dalam
mengarahkan perilaku. Tambahan, dikarenakan begitu banyak tujuan
yang saling berkompetisi untuk mendapatkan perhatian, waktu dan
energi, penting untuk memahami bagaimana meningkatkan atau
menurunkan motivasi untuk mencapai tujuan khusus terkait
pembelajaran.
Sebagaimana kita baca pada cerita pertama, jika mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
195
tidak menemukan materi yang menarik, mereka mungkin melihat
sedikit atau tidak ada minilai yang didapatkan dari mempelajari
materi, atau mungkin gagal mempertahankan perilaku yang
dibutuhkan agar belajar lebih giat. Serupa, pada cerita kedua, jika
mahasiswa tidak punya harapan sukses dalam suatu mata kuliah,
mereka merasa tidak perlu terlibat dalam pembelajaran.
Bayangkanlah bagaimana perbedaan kedua cerita jika mahasiswa di
Professor Kevin tidak melihat adanya nilai penting dari menggunakan
dokumen primer dan mahasiswa di Professor Aderani tidak punya
harapan mencapai hasil yang baik, meskipun sudah bekerja keras.
Sebagaimana ditunjukkan dalam cerita tersebut, ada dua
konsep untuk memahami motivasi: (1) nilai subjektif tentang tujuan;
(2) harapan, atau keinginan untuk sukses mencapai tujuan. Meskipun
banyak teori yang telah menjelaskan motivasi, kebanyakan teori telah
memposisikan kedua konsep tersebut sebagai konsep inti dari
motivasi (Atkinson, 1957, 1964; Wigfield & Eccles, 1992, 2000).
Sebagaimana Gambar 3.1 harapan dan nilai berinteraksi untuk
mempengaruhi tingkat motivasi yang mendorong pada perilaku yang
diarahkan pada tujuan (goal-directed behavior).
HASIL PENELITIAN TENTANG MOTIVASI
Tujuan dapat memberikan konteks ketika nilai-nilai dan
harapan memperoleh makna dan mempengaruhi motivasi. Oleh
karena itu, kita mulai dengan pembahasan singkat dari tujuan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
196
TUJUAN
Untuk mengatakan bahwa seseorang termotivasi memberitahu
kita sedikit hal, kecuali kita mengatakan orang tersebut termotivasi
untuk melakukan sesuatu. Maka dari itu, tujuan menjadi fitur utama
dari perilaku termotivasi (Ryan, 1970, Mitchell, 1982; Elliot & Fryer,
2008). Intinya, tujuan bertindak sebagai pemberi arah yang
mengarahkan sejumlah tindakan yang bertujuan, termasuk capaian
kreaktiivitas dan intelektual seseorang, hubungan sosial dan
interpersonal, identitas dan konsep diri, kebutuhan akan kenyamanan
dan kepemilikan harta dan keinginan untuk produktif dan kompeten
di dunia (Ford, 1992). Lebih dari itu, sejumlah tujuan seringkali muncul
bersamaan. Sangat dibenarkan untuk mahasiswa yang menginginkan
banyak hal dari pergi kuliah: mencapai keahlian dan pengetahuan,
memiliki teman baru, menunjukkan kepandaian kepada orang lain,
merasa bebas dan gembira.
Ketika kita mempertimbangkan cara-cara bahwa cara belajar
mahasiswa kita dipengaruhi tujuan, perlu dicatat bahwa tujuan
mahasiswa berbeda dari tujuan kita untuk mereka sendiri.
Ketidakcocokan ini adalah benar pada cerita pertama. Professor Kevin
menginginkan mahasiswa memperoleh pemahaman tentang Filsafat
Eropa Daratan melalui penggunaan sumber primer. Tujuan ini jelas
tidak cocok dengan tujuan yang dimiliki mahasiswa. Kebanyakan
ketidakcocokan ini seringkali terjadi ketika kita menginginkan
mahasiswa kita mencapai pembelajaran sesuai harapan kita, padahal
mereka termotivasi terutama oleh tujuan pencapaian kemampuan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
197
Tujuan pencapaian termasuk citra diri dan reputasi positif dan citra
publik. Ketika diarahkan oleh tujuan pencapaian, mahasiswa fokus
pada standar normatif dan mencoba berbuat sesuatu yang
dibutuhkan untuk menunjukkan kompetensi dalam rangka
menampakkan intelektualitas, memperoleh status dan dikenal serta
dihargai.
Elliot dan teman sejawat membuat perbedaan di antara tujuan
pencapaian. Mereka membagi tujuan pencapaian ke dalam dua
bentuk: tujuan dengan pendekatan pencapaian dan tujuan
pengabaian pencapaian. Mahasiswa dengan tujuan pendekatan
pencapaian memfokuskan pada perolehan kompetensi dengan
mencapai standar normatif. Mahasiswa dengan tujuan pengabaian
pencapaian, fokus pada pengabaian ketidakmampuan dengan
mencapai standar pencapaian. Mereka menyarankan bahwa kerangka
kognitif dengan pembelajaran pendekatan mahasiswa berbeda untuk
mahasiswa yang termotivasi atas tujuan pencapaian dan pengabaian
pencapaian dan hasil dari penelitian menyarankan bahwa tujuan
pendekatan pencapaian lebih maju dalam belajar dibandingkan
tujuan pengabaian pencapaian (Elliot dan McGroggor, 2001; Cury,
et.al., 2006).
Ketika diarahkan oleh tujuan pembelajaran, mahasiswa
mencoba mencapai kompetensi dan benar-benar mempelajari
aktivitas atau tugas yang diberikan kepada mereka. Dapat Anda
bayangkan, jika kita menginginkan mahasiswa mencapai pemahaman
yang mendalam yang datang dari eksplorasi dan mengambil reskio
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
198
intelektual, tetapi mereka hanya menginginkan berbuat apa yang
dibutuhkan untuk mencapai nilai yang baik (pengabaian pencapaian
tujuan), kita tidak akan mendapatkan perilaku belajar dan hasil belajar
yang kita inginkan. Tentu saja, banyak penelitian menyarankan bahwa
mahasiswa akan tetap mempertahankan tujuan belajar, dibandingkan
mahasiswa yang mempertahankan tujuan pencapaian (terutama
tujuan pengabaian pencapaian) lebih menyukai menggunakan suatu
strategi yang menghasilkan pemahaman yang mendalam, untuk
memberikan apa yang dibutuhkan, untuk membantu ketika mereka
menghadapi kesulitan dan untuk merasa nyaman dengan tugas yang
menantang.
Mahasiswa mungkin juga memiliki tujuan lain yang
bertentangan dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh
pengajar. Tujuan pengabaian pekerjaan rumah (Meece dan Holt,
1993), misalnya, bisanya ingin menyelesaikan pekerjaan rumah
dengan cepat dengan sedikit usaha. Mahasiswa terdorong terutama
oleh tujuan pengabaian tugas mungkin memiliki sedikit kepentingan
dalam belajar dan nampaknya terasing, diabaikan atau tidak
diperhatikan. Penting untuk diingat, bagaimanapun, tujuan
pengabaian tugas pekerjaan seringkali dalam konteks khusus, ketika
mereka menerima tugas yang begitu sulit dalam konteks tertentu
sehingga mereka mengabaikan pekerjaan rumah. Misalnya,
mahasiswa di kelas Sejarah memiliki sedikit kemungkinan masuk ke
kelas Professor Kevin jika dia tidak melihat bagaimana pengetahuan
dan perspektif Filsafat Eropa Daratan dapat digunakan pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
199
pertumbuahan intelektual dan profesional.
Bahkan meski tujuan mahasiswa tidak persis dengan tujuan
pengajar, kedua set tujuan tidak selalu bertentangan. Faktanya, ketika
beberapa tujuan mahasiswa sesuai dengan tujuan kita, situasi
pembelajaran cenderung berhasil. Bayangkan, jika mahasiswa
Sejarah, dapat diberitahukan bahwa mereka dapat mengembangkan,
menilai, dan mengevaluasi argumen lokasika yang dapat membantu
mereka menjadi teknisi yang lebih efektif (misalnya, dengan
membantu mereka membangun desain mesin yang dipilih untuk
klien). Dengan tujuan kita dan tujuan professor - sesuai dan karenanya
lebih produktif, motivasi untuk mencapai tujuan belajar bisa
diperkuat.
Lebih dari itu, jika aktivitas yang memuaskan lebih dari satu
tujuan, motivasi untuk mendorong aktivitas nampaknya lebih besar
dibandingkan jika motivasi terpusatkan hanya pada satu tujuan.
Relevan dengan penjelasan ini yaitu fakta bahwa tujuan afektif dan
tujuan sosial dapat memainkan peran penting di kelas (Ford, 1992).
Sebagai contoh, jika tujuan mahasiswa dalam mata kuliah Proyek
Desain Industri menerapkan prinsip-prinsip dasar desain (tujuan
pembelajaran), membangun persahabatan (tujuan sosial), dan
mempertahankan aktivitas (tujuan afektif), maka biarkan mahasiswa
mengerjakan proyek dalam kelompok yang dapat memberikan
kesempatan kepada mereka mencapai semua tujuan pada waktu
yang sama dan kemungkinan meningkatkan motivasi mereka. Hal itu
didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
200
memiliki beragam jenis tujuan lebih sukses dibandingkan mahasiswa
yang hanya memiliki satu tujuan (Valle, et.al., 2003).
Hal lain yang juga bisa terjadi, bahwa mahasiswa yang memiliki
beragam tujuan, kemungkinan akan mengalami konflik. Misalnya,
mahasiswa memiliki tujuan agar lebih baik dalam mengerjakan soal
ujian psikologi selagi perkuliahan berlangsung. Pada waktu yang
bersamaan, mahasiswa memiliki tujuan untuk menjadi anggota tim
dan sebagai konsekuensinya merasa perlu mengejar registrasi yang
bersamaan dengan jadual kuliah. Segala sesuatu harus dipersiapkan,
untuk mencapai tujuan, dia harus menjaga kesehatan, ketika dia harus
mengalami latihan dalam cuasc dingin, mungkin berfikir lebih baik
istirahat tanpa harus kuliah atau menggagalkan registrasi tim.
Sejumlah tujuan saling berkompetisi, tujuan apa yang harus dipilih?
Terdapat beberapa variabel penting yang dapat memberikan
pencerahan kepada mahasiswa agar terus termotivasi mencapai
tujuan. Ingatlah bahwa nilai dan pengalaman berinteraksi untuk
mempengaruhi motivasi. Pada bagian berikut, kita akan membahas
tentang nilai, dan kemudian berikutnya tentang harapan.
NILAI
Suatu tujuan penting, seringkali mengacu pada nilai subjektif,
adalah kunci dari beragam ciri yang mempengaruhi motivasi untuk
mencapai tujuan. Tentu saja, kurangnya nilai yang diterima oleh
mahasiswa Professor Kevin banyak dipengaruhi oleh kurangnya
motivasi, sebagaimana diceritakan pada cerita pertama. Masalah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
201
yang muncul sangatlah sederhana. Seseorang termotivasi untuk
mempertahankan perilaku mencapai tujuan memiliki nilai yang relatif
tinggi. Maka dari itu, ketika dihadapkan dengan beragam tujuan
(misalnya masuk kuliah, mendaftarkan diri menjadi anggot tim, atau
tidur), mahasiswa akan lebih termotivasi mencapai tujuan yang
memiliki nilai yang tinggi.
Nilai dapat bersumber dari beragam sumber. Wigfied dan
Eccles (1992, 2000) menyarankan tiga bagian yang menentukan nilai
subjektif untuk aktivitas yang berkaitan dengan prestasi dan tujuan.
Pertama, nilai pencapaian, yang dicerminkan sebagai kepuasan untuk
menguasai sesuatu dan menyelesaikan suatu tugas atau tujuan.
Misalnya, mahasiswa akan menerima kepusaan dari menyelesaikan
teorema matematika kompleks dan konsekekuensinya menghabiskan
banyak waktu untuk menunjukkan kemampuannya menyelesaikan
tugas. Serupa, seseorang seringkali menghabiskan waktu bermain
video game dalam rangka mencapai tingkat penguasaan yang lebih
tinggi.
Kedua, nilai instrinsik, yang dicerminkan dengan kepuasan
mencapai sesuatu yang sederhana dari tugas yang diberikan daripada
dari hasil tertentu dengan mengerjakan tugas. Nilai bentuk ini
berjalan ketika mahasiswa mereka mengerjakan sesuatu yang sangat
melelahkan dalam mendesain dan menghasilkan suatu podium yang
cantik, atau bekerja keras untuk memahami saling-terkait variabel
yang mempengaruhi aliran darah kepada sel tumor karena mereka
mencintai. Pada intinya, nilai ini sangat bertalian erat dengan materi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
202
spesifik dari aktivitas atau tujuan dan sumber ini disebut oleh peneliti
tradisional adalan motivasi intrinsik.
Sumber ketiga, apa yang disebut oleh Eccles dan Wigfied
sebagai nilai instrumental, yang mencerminkan derajat aktivitas yang
dapat membantu satu penyelesaian atau pencapaian tujuan penting,
apa yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik. Penghargaan,
pengakuan publik, uang, barang, karir yang menarik, status
pekerjaan, atau gaji merupakan tujuan jangka panjang yang
memberikan nilai instrumental pada tujuan jangka pendek. Misalnya,
mahasiswa yang mempelajari mata kuliah bisnis hanya karena gaji dan
prestise akan berhadap suatu pekerjaan akan termotivasi untuk
belajar dan menghadiri kelas oleh nilai instrumental bahwa kelas
dapat memberikan gaji dan status yang diinginkan.
Banyak mahasiswa pada mata kuliah Filsafat Eropa Deratan
nampaknya tidak memiliki satu jenis pun dari ketiga jenis nilai
tersebut. Sepertinya dua aliran utama filsafat, untuk mereka yang
memiliki nilai instrinsik dan mahasiswa yang menginginkan
memperoleh nilai baik menjadi alat untuk lulus sekolah, satu sumber
nilai mungkin dapat memotivasi perilaku. Bagaimanapun, pada
kebanyakan kasus, sumber dari nilai dapat saling berkombinasi. Tentu
saja, perbedaan tradisional antara motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik pada umumnya sebagai dikotomi untuk kepentingan
teoretik.
MIsalnya, dengan bekerja, mahasiswa memiliki nilai dari
beragam sumber termasuk menyelesaikan masalah yang menantang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
203
(nilai pencapaian), terlibat dalam proses biologis (nilai instrinsik) dan
meningkatkan kesempatan mendapatkan sekolah medis terbaik (nilai
instrumental). Sebagai konsekuensinya, penting untuk berfikir bahwa
sumber nilai tidak seharusnya saling bertentangan satu sama lain,
tetapi, sebaliknya dapat saling memperkuat. Faktanya, tugas yang
didasarkan pada nilai instrumental bagi mahasiswa (sesatu yang
dikerjakannya untuk mendapatkan nilai yang baik atau memperoleh
kepuasan) dapat mendatangkan nilai instrinsik ketika dia
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan di bidang yang
dipelajarinya (Hihi dan Renninger, 2006).
HARAPAN
Meskipun satu nilai dapat memperoleh hasil dalam rangka
memotivasi pencapaian nilai, satu nilai sudah cukup untuk memotivasi
perilaku. Seseorang akan termotivasi mencapai tujuan dan hasil ketika
mereka percaya mereka dapat mencapainya. Sebaliknya, jika mereka
tidak memiliki harapan berhasil mencapai tujuan atau hasil yang
diinginkan, mereka tidak akan termotivasi untuk mempertahankan
perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Teori motivasi
mengacu pada harapan seperti ini sebagai harapan. Di sini akan
dijelaskan dua bentuk harapan yang dapat membantu anda
memahami perilaku motivasi.
Untuk termotivasi mencapai tujuan khusus, mahasiswa harus
memiliki harapan hasil yang positif. Harapan hasil mencerminkan
kepercayaan bahwa ada tindakan khusus akan membawa pada hasil
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
204
yang diinginkan (Carver dan Scheier, 1998). Mahasiswa yang memiliki
harapan hasil positf ketika ia berfikir "Jika saya mengerjakan tugas
membaca dan berpartisipasi di kelas, saya dapat mempelajari materi
cukup baik untuk menyelesaikan masalah di ujian dan mencapai nilai
kelulusan". Pada kasus itu, terdapat harapan hasil positif yang
berkaitan dengan perilaku mahasiswa dan hasil yang diinginkan.
Sebaliknya, harapan hasil negatif terkait dengan kepercayaan bahwa
tindakan khusus tidak akan berpengaruh pada hasil yang diinginkan.
Misalnya, seorang mahasiswa mungkin berfikir "Tidak penting
bagaimana saya berusaha keras pada mata kuliah ini, saya tidak akan
memperoleh nilai yang baik."
Dinamika ini sepertinya terjadi pada beberapa mahasiswa
Professor Aderani dalam cerita yang dikemukakan di awal bab ini.
Professor Aderani mengingatkan kepada mahasiswa bahwa sepertiga
dari mereka akan gagal, bahkan setelah bekerja keras sekalipun.
Hasilnya, banyak dari para mahasiswa memiliki harapan hasil negatif;
dengan kata lain, mereka memulai dengan keraguan bekerja keras,
dalam mencapai nilai kelulusan dan mereka kehilangan motivasi.
Ironis, apa yang disampaikan Professor Aderani sebagai
"penyemangat" bagi mahasiswa menjadi penurun motivasi. Dalam
rangka agar mahasiswa termotivasi untuk tetap mempertahankan
perilaku dalam menggapai hasil belajar, mereka harus percaya bahwa
terdapat hubungan antara perilaku dan hasil yang diinginkan.
Meskipun harapan hasil positif sangat dibutuhkan untuk
memotivasi perilaku, tetapi tidak cukup. Harapan kemampuan diri
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
205
(efficacy) juga penting. Efikasi diri mencerminkan kepercayaan bahwa
seseorang memiliki kemampuan mengidentifikasi, menata, memulai
dan melaksanakan tindakan yang dapat membawa pada hasil yang
diinginkan (Bandura, 1997). Dalam rangka mempertahankan harapan
positif untuk mencapai sukses, mahasiswa bukan hanya tidak percaya
bahwa mereka ditugaskan belajar untuk mencapai nilai kelulusan,
mereka juga percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu tugas yang diberikan untuk mendapatkan nilai
kelulusan. Maka dari itu kerpecayaan personal menjadi karakteristik
penting dari variabel harapan dan juga variabel yang dapat
mendorong motivasi.
Apa yang paling menentukan harapan mahasiswa untuk
mencapai sukses? Salah satu faktor yang paling memperngaruhi
adalah pengalaman mahasiswa sebelumnya dalam konteks yang
sama. Jika mahasiswa memiliki pengalaman sukses pada aktivitas
belajar di masa lalu, ia akan memiliki harapan sukses pada aktivitas
belajar di masa mendatang. Jika dia memiliki pengalaman gagal di
masa lalu, kemungkinan sisa memiliki harapan gagal di masa
mendatang. Analisis tentang kesuksesan dan kegagalan di masa lalu,
bahwa alasan mahasiswa mengidentifikasi kesuksesan masa lalu dan
kegagalan masa lalu akan sangat mempengaruhi harapannya di masa
kini. Berdasarkan alasan tersebut, penjelasan kausal sering digunakan
oleh mahasiswa dalam memikirkan harapan mereka.
Ketika mahasiswa sukses mencapai tujuan dan mereka
menyematkan kesuksesan itu ke dalam penyebab internal (misalnya,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
206
mereka memiliki talenta atau kemampuan) atau ke dalam penyebab
yang terkendali (misalnya, meraka memiiliki usaha atau ketekunan),
biasanya mereka akan mengharapkan kesuksesan di masa
mendatang. Jika, mereka menyematkan kesuksesan itu ke dalam
penyebab eksternal (misalnya, tugas essay) atau penyebab tidak
terkendali (misalnya, keberuntungan), mereka kurang berharap sukses
di masa depan. Misalnya, jika seorang mahasiswa menyamatkan nilai
baik yang diterimanya pada Proyek Desain sebagai kreativitasnya
(kemampuannya) atau banyaknya waktu yang dihabiskan dalam
perencanaan dan pelaksanaan (usaha), mahasiswa akan berharap
sukses pada tugas yang diberikan berikutnya. Hal ini dikarenakan
indikator kesuksesannya relatif stabil dan menjadi hal yang tertanam
dalam diri mahasiswa itu. Karakteristik yang sama juga terjadi pada
harapan positif untuk situasi yang sama di masa depan.
Ketika mahasiswa gagal mencapai tujuan, motivasinya rendah
jika mahasiswa mengaitkan kegagalannya disebabkan oleh kurangnya
kemampuan (misalnya, "saya tidak bisa matematika" atau "Saya tidak
bisa menulis"), terutama sekali jika dia melihat kemampuannya tetap
atau tidak dapat berubah. Di lain pihak, bahkan dalam situasi
kegagalan, motivasi sepertinya sangat bertahan jika seorang
mahasiswa menjelaskan kegagalannya karena kemampuannya dalam
arti penyebab yang dapat dikendalika dan temporer seperti persiapan
yang tidak tepat, usaha yang kurang, atau informasi yang tidak tepat.
Dalam situasi seperti ini, mahasiswa akan mempertahankan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
207
kepercayaan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk merubah
perilaku guna mencapai hasil yang lebih positif.
Maka dari itu, dalam konteks kelas, motivasi dan usaha serta
ketekunan saling sangat dibutuhkan di antara mahasiwa yang
menyematkan diri untuk mencapai kesuksesan sebagai kombinasi dari
usaha dan kemampuan, dan rendahnya kemampuan dikaitkan
dengan usaha dan informasi yang tidak sesuai. Bentuk atribut
merupakan dasar bagi ekspresi bahwa kemampuan yang baik dapat
dipertahankan dan kemampuan yang jelek dapat dirubah.
PENGARUH LINGKUNGAN BERINTERAKSI DENGAN NILAI DAN
HARAPAN
Nilai dan harapan tidak berada dalam ruang kosong. Tentu
saja, keduanya berinteraksi dalam konteks lingkungan yang lebih luas
(lihat Bab 7 untuk penjelasan tentang Suasana Belajar). Dari sudut
pandang mahasiswa, lingkungan kelas terus menerus dapat
mendukung dan tidak mendukung (Ford, 1992). Tanpa pertanyaan,
dinamika kelas, gaya interpersonal, serta bentuk dan struktur pola
komunikasi, semuanya dapat mendukung atau menghambat motivasi
mahasiswa mencapai suatu tujuan. Jika mahasiswa menerima
lingkungan yang suportif (misalnya, dosen yang akrab dan beberapa
anggota kelas mau membantu jika ada masalah), motivasi dapat
meningkat. Jika mahasiswa menerima lingkungan yang tidak
mendukung (misalnya, "dosen terlihat menyepelekan perempuan"),
dapat mengalahkan harapan sukses dan mengurangi motivasi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
208
Maka dari itu, kerangka untuk memahami motivasi bahwa jika
suatu tujuan adalah nilai dan harapan untuk sukses adalah positif dan
lingkungan belajar mendukung, motivasi akan tinggi. Bagaimanapun,
jika terdapat sedikit nilai atau harapan untuk sukses negatif, atau
lingkungan tidak mendukung, motivasi akan rendah. Lalu, apa artinya
bagi kelas kita dan bagaimana perilaku mahasiswa?
Untuk memulainya, penting sekali kita sadari bahwa kita
memiliki tiga hal utama (nilai, harapan diri, dan lingkungan yang
mendukung) yang dapat mempengaruhi motivasi. Maka dari itu, jika
kita mengabaikan salah satu dari ketiganya, motivasi akan terhambat.
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hansen (1989) dan
Ford (1992), sejumlah perilaku hasil dari interaksi antara nilai dan
harapan dalam lingkungan yang tidak mendukung dan mendukung.
Ketika mahasiswa memiliki sedikit tujuan dan memiliki sedikit
kepercayaan diri atas kemampuannya untuk sukses mencapai tujuan,
mereka cenderung berperilaku menentang arahan. Karakteristik
mahasiswa seperti ini terjadi baik dalam lingkungan yang mendukung
maupun lingkungan yang tidak mendukung. Mahasiswa tidak terlibat
dalam situasi belajar dan bersikap apatis, pasif, mengasingkan diri
atau bahkan memiliki sifat marah, dalam lingkungan yang positif,
dukungan yang diterimanya dianggap sebagai koersif atau tekanan.
Ketika mahasiswa, baik dalam lingkungan yang mendukung
maupun tidak mendukung, memiliki sedikit nilai dalam tujuan, tetapi
percaya diri atas kemampuannya untuk mencapai kesuksesan, meraka
akan berperilaku menghindar. Mereka melihat tugas sebagai sesuatu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
209
yang dapat diselesaikan, tetapi tidak penting, mahasiswa seringkali
sulit memperhatikan dan seringkali mengalami hambatan sosial atau
pelamun. Seringkali, dalam usahanya mengabaikan semua
persetujuan dan tekanan dari dosen atau stigma dikaitkan dengan
rendahnya nilai, mereka sedikit sekali usaha mengerjakan tugas yang
diberikan.
Mahasiswa yang yang memiliki nilai dalam tujuan, tetapi
kurang percaya diri atas kemampuannya mencapai sukses dapat
menunjukkan dua bentuk perilaku, tergantung pada keadaan
lingkungan. Ketika sedikit menerima atau lingkungan tidak
mendukung, mereka cenderung tidak bergairah. Sepertinya, mereka
menunjukkan tidak memiliki harapan untuk sukses dan menunjukkan
motivasi tingkat rendah, menunjukkan perilaku yang sangat
membutuhkan bantuan. Meraka yang menerima lingkungan yang
positif cenderung menjadi pengacau (fragile). Itu terjadi, dikarenakan
nilai pada tugas dan percaya lingkungan memberikan dukungan,
mereka ingin sukses. Bagaimanapun, mereka ragu-ragu tentang
kemampuannya dan mungkin mencoba melindungi gagasan tentang
self-esteem dengan mencoba memahami, mengabaikan situasi yang
menuntut unjuk keahlian, mengabaikan kesulitan, dan membuat
pengecualian untuk memperjelas kinerja yang jelek.
Serupa, tergantung pada persepsi tentang lingkungan yang
diterimanya, mahasiswa yang memandang adanya nilai dnegan
mengerjakan tugas dan memiliki kepercayaan diri atas
kemampuannya, juga menunjukkan dua bentuk perilaku. Mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
210
yang menerima sedikit atau tidak sama sekali lingkungan yang
mendukung akan berperilaku aneh (defiant). Hal itu terjadi, karena
tugas dianggap penting dan mereka percaya pada kemampuan yang
dimilikinya, mereka akan berkata "Saya akan tunjukkan kepada Anda"
atau "Saya akan menunjukkan bahwa Anda salah" dalam menjawab
kurangnya lingkungan yang mendukung. Mahasiswa yang
mendapatkan dukungan lingkungan menunjukkan perilaku yang
sangat termotivasi. Pada intinya, ketiga inti [nilai, harapan, dan
lingkungan] itu mempengaruhi motivasi jika diarahkan secara positif.
Sebagai konsekuensinya, mahasiswa akan belajar, terikat, dan
menerapkan pengetahuan baru dan melihat situasi belajar sebagai
kesempatan untuk memperluas pemahaman mereka.
IMPLIKASI PENELITIAN
Beberapa hal penting telah dibuktikan. Pertama, nilai, harapan,
dan lingkunan saling berinteraksi untuk menghasilkan sejumlah
perilaku yang berbeda-beda. Maka dari itu, tidak ada variabel tunggal
yang bersifat universal yang dapat menjelaskan motivasi mahasiswa.
Dapat dikatakan, perubahan pada salah satu dimensi dapat
mengubah tingkat motivasi mahasiswa dan kemudian perilaku
mereka. Sebagai contoh, memberikan dukungan dan mendorong
mahasiswa yang cenderung menunjukkan perilaku menyimpang
dapat mendorong mereka memiliki motivasi tinggi.
Serupa, dengan membantu mahasiswa "pengacau"
membangun kepercayaan positif bahwa mereka memiliki kesempatan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
211
untuk sukses, kita dapat membuat mereka untuk memiliki motivasi
tinggi. Tentu saja, setiap dimensi dari lingkungan belajar yang kita
ciptakan, menjadi dimensi yang sangat berpengaruh. Terakhir, jika
kita mengabaikan satu dimensi, motivasi akan terganggu. Dalam
kasus tetentu, jika kita gagal menunjuk mahasiswa yang tidak memiliki
nilai pada tugas dengan menyampaikan tujuan tugas, mereka akan
menunjukkan perilaku menghindar. Serupa, jika mahasiswa berada
dalam lingkungan yang tidak mendukung, bahkan untuk mereka yang
menemukan adanya nilai pada tugas yang diberikan dan
mempertahankan harapan positif, mereka akan dengan cepat
meningkatkan motivasi. Tentu saja, ketika lingkungan yang
diterimanya, paling baik kita berharap mereka memiliki motivasi pola
menyimpang.
STRATEGI YANG DISARANKAN
Pada bagian ini kita akan menjelaskan beragam strategi yang
dapat membantu Anda meningkatkan nilai pada tujuan dan ativitas
yang harus diciptakan untuk mereka, juga strategi yang dapat
membantu Anda memperkuat harapan mahasiswa dan menciptakan
lingkungan yang dapat mendorong motivasi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
212
STRATEGI UNTUK MEMBENTUK NILAI PADA DIRI MAHASISWA
Kaitkan Materi Mata Kuliah Dengan Sesuatu Yang Menarik Bagi
Mahasiswa
Mahasiswa biasanya lebih termotivasi untuk mempelajari
materi mata kuliah, ketika materi mata kuliah menarik bagi mereka
atau materi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Misalnya, mata kuliah Sejarah Rock n Roll, filsafat dan film Matrix,
statistik tentang orientasi seksual, bagaimana teknologi dapat
memerangi kemiskinan global, dan bagaimana membawa dunia nyata
ke dalam kelas, dapat memperkuat ketertarikan mahasiswa. Semua
topik itu dapat sangat diminati mahasiswa karena mereka
memasukkan masalah-masalah yang penting bagi mahasiswa.
Berikan Tugas Yang Otentik
Berikan masalah dan tugas yang dapat membuat mahasiswa
melihat relevansi dan nilai dari konsep dan teori abstrak secara jelas
dan nyata. Misalnya, dalam mata kuliah ekonomi, mahasiswa
diberikan kasus ketidakstabilan ekonomi untuk menggambarkan
kekuatan pasar. Analisis dunia nyata dapat diberikan bersamaan
dengan konteks teori ekonomi dan penggunaan teori tersebut pada
situasi yang berlaku saat ini. Serupa, pada mata kuliah Sistem
Informasi misalnya, dosen memberikan tugas kepada mahasiswa
untuk membangun suatu dasabase informasi akademik pada lembaga
pendidikan tertentu. Tugas otentik dunia nyata seperti itu
memungkinkan mahasiswa bekerja berhadapan dengan hambatan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
213
dan tantangan yang nyata, berinteraksi dengan orang lain, dan
mengembangkan sikap profesionalisme. Selain itu, tugas nyata
seperti itu juga memungkinkan magang.
Tunjukkan Relevansi Kepada Kehidupan Akademik
Mahasiswa terkadang tidak tertarik pada pada pengalaman
belajar dikarenakan mereka tidak melihat nilai penting di dalam mata
kuliah. Misalnya, mahasiswa psikologi mungkin sedikit melihat
pentingnya mata kuliah Matematika karena mereka tidak melihat
pentingnya statistik dan metode penelitian untuk penelitian skripsi.
Jika dosen memperjelas hubungan antara materi mata kuliah dengan
mata kuliah yang akan datang, mahasiswa dapat memahami
pentingya mata kuliah saat ini untuk kepentingan mata kuliah di
periode berikutnya.
Tunjukkan Relevansi Keterampilan Tinggi untuk Kehidupan
Profesional di Masa Mendatang
Mahasiswa seringkali fokus pada materi mata kuliah tanpa
mengetahui keahlian dan kemampuan yang dikembangkan pata mata
kuliah (keahlian yang dimaksud misalnya, argumentasi kuantitatif,
komunikasi publik, kemampuan persuasif, dan kerja tim) dapat
mendatangkan manfaat untuk karir profesional di masa mendatang.
Misalnya, mahasiswa seringkali komplain tentang nilai atas laporan
praktek labolatorium, tanpa menyadari pentingnya kemampuan
menulis dalam dunia kerja. Kita dapat memotivasi mahasiswa dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
214
menjelaskan beragam keahlian yang harus mereka miliki agar sukses
dalam karir mereka di masa mendatang.
Identifikasi dan Hargai Apa Yang Bernilai Buat Anda
Penting untuk menjelaskan kepada mahasiswa apa yang
bernilai bagi Anda. Penjelasan ini dapat dimuat di dalam Silabus
(RPS/RPKPS/SAP), disisipkan dalam umpan balik dan di kelas. Setelah
Anda menentukan apa yang paling bernilai buat Anda, pastikan
bahwa hal yang paling bernilai itu muncul dalam item penilaian yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Misalnya, jika Anda
menganggap pentingnya interaksi kelompok dalam suatu proyek,
Anda harus mengidentifikasi dan menjelaskan aspek-aspek penting
dari interaksi kelompok, misalnya kejelasan komunikasi,
menyampaikan ketidaksetujuan, apresisasi terhadap beragam
pendapat yang berbeda) dan termasuk evaluasi kelompok sebagai
bagian dari penilaian akhir. Serupa, jika Anda menginginkan
mahasiswa memiliki kreativitas, identifikasi aspek-aspek kreativitas
yang penting dan nilailah mahasiswa Anda berdasarkan aspek-aspek
dari kreativitas.
Tunjukkan Semanat dan Antuasiasme Terhadap Materi
Antuasisme dan semangat dapat memperkuat dan
mempengaruhi mahasiswa Anda. Bahkan jika ketika mahasiswa tidak
semangat dan menunjukkan ketertarikan pada materi, jangan takut
untuk menghentikan ketertarikan Anda pada materi yang Anda
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
215
ajarkan. Semangat Anda dapat meningkatkan rasa ingin tahu sissa
dan memotivasi mereka untuk menemukan hal yang menarik yang
ditunjukkan oleh Anda, biarkan mereka terlibat sehingga mereka
menemukan nilai.
STRATEGI UNTUK MEMBANTU MAHASISWA MEMBANGUN
HARAPAN POSITIF
Pastikan Kesesuaian Antara Sasaran/Tujuan Pembelajaran, Penilaian
dan Strategi Pembelajaran
Ketika ketiga komponen mata kuliah itu saling sesuai - ketika
mahasiswa mengetahui tujuan, diberikan kesempatan untuk berlatih
dan mendapatkan umpan balik, dan dapat menunjukkan tingkat
pemahaman mereka - belajar akan lebih baik. Mahasiswa juga
mendapatkan gambaran yang utuh tentang apa yang diharapkan dari
mereka dan teruslah memberikan motivasi sehingga mereka lebih
percaya diri dan dapat mengontrol aktivitas belajar mereka, juga
kemampuan mereka.
Identifikasi Tingkat Tantangan Yang Sesuai
Aturan tantangan yang sesuai, tetapi tantangan itu dapat
dicapai dan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, sangat
penting untuk memotivasi mahasiswa. Bagaimanapun, identifikasi
tingkat tantangan yang sesuai yang dianggap oleh Anda sulit dicapai.
Juga, Anda perlu mengetahui keadaan mahasiswa - dalam arti
pengetahuan sebelumnya dan pengalaman, sehingga kamu dapat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
216
menentukan rencana pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai. Penilaian awal memiliki manfaat untuk mengetahui
baik pengetahuan sebelumnya maupun tujuan di masa mendatang.
Ujilah silabus materi pelaajaran sebelum dilaksanakan dalam suatu
pola yang berurut, dapat berguna untuk mengetahui pengalaman
mahasiswa sebelumnya. Silabus bagi pengajar yang akan mengajar di
masa lalu juga dapat menjadi petunjuk untuk menyesuaikan harapan
Anda. Terakhir, berdiskusilah dengan kolega Anda untuk
mengidentifikasi harpaan Anda atau bertanyalah untuk mengamati
kelas ANda.
Susun Tugas dengan TIngkat Tantangan Yang Sesuai
Di lain pihak, jika materi pelajaran atau tugas dengan tingkat
tantangan yang tidak sesuai jangan berharap mahasiswa Anda sukses
mencapai tujuan pembelajaran, mereka tidak akan termotivasi untuk
mengerjakan tugas yang Anda berikan. Di lain pihak, jika tugas ANda
terlalu mudah, mahasiswa akan merasa tidak ada nilai yang penting
untuk mereka atau mereke berfikir akan membuang waktu percuma
untuk mengerjakan tuas itu, mereka akan mencari kesibukan lain.
Sebagai konsekuensinya, kita perlu menetapkan standar tantangan
yang dapat dicapai oleh usaha mahasiswa. Menentukan standar
tantangan tidaklah mudah karena di antara banyak mahasiswa, maka
dari itu, melaksanakan penilaian diagnostik atau tugas awal dapat
membantu Anda untuk menentukan tingkat tantangan yang sesuai
untuk setiap mahasiswa.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
217
Berikan Kesempatan SUkses di Awal Tugas
Harapan akan sukses di masa mendatang sangat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu. Karena itu, kesuksesan awal dapat
membangun rasa percaya diri dan rasa sukses di masa mendatang.
Strategi ini sangat penting untuk diketahui guru sebagai "pintu
masuk" bagi mahasiswa yang pertama kali masuk ke kelas dengan
ketiadaan alasan mengikuti mata kuliah yang ANda ampu. Misalnya,
Anda dapat memberikan tugas di awal, tugas yang sederhana, tugas
yang memiliki sedikit kontribusi prosentase pada pencapaian
kompetensi dan kepercayaan diri pada tujuan pembelajaran atau
tugas yang lebih besar.
Kemukakan Harapan Anda
Kemukakan harapan Anda atas mahasiswa Anda dengan jelas,
sehingga mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
Dengan membuatnya jelas Anda dapat memperkirakan mereka
melakukan sesuatu yang mendukung pencapaian tujuan. Hal tersebut
dapat membangun hubungan antara aktivitas belajar dan tujuan yang
diinginkan lebih nyata dan dapat dicapai, sehingga dapat
menumbuhkan harapan positif pada diri mahasiswa. Membantu
mahasiswa menerapkan harapan realistik dengan mengidentifikasi
hal-hal yang menimbulkan kesulitan dan mendukung perasaan
percaya diri dalam menyelesaikan tntangan dan mencapai
kesuksesan. Pada waktu yang bersamaan, biarkan mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
218
mengetahui dukungan yang diharapkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran (misalnya jam kuliah atau sesi review).
Sediakan Rubrik
Rubrik merupakan cara untuk menunjukkan secara jelas
pencapaian tujuan yang diharapkan dan dapat mengarahkan perilaku
mahasiswa pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Misalnya, rubrik
makalah dapat mengidentifikasikan tugas (misalnya, hipotesis, bukti,
kesimpulan, penulisan) dan kemampuan yang diharapkan dari setiap
komponen (misalnya, penyusunan, kompetensi, contoh). Lihat
Lampiran C sebagai contoh.
Berikan Umpan Balik Yang DIharapkan
Mengingat umpan balik dapat memberikan informasi tentang
kemajuan pencapaian tujuan, umpan balik dapat memberikan
dampak yang memotivasi. Umpan balik lebih efektif jika direncanakan
dan bersifat konstruktif. Umpan balik yang direncanakan cukup baik
untuk memperkirakan kemampuan yang telah dicapai dan dapat
menjadi acuan untuk pemberian umpan balik pada tahap berikutnya.
Umpan balik yang konstruktif terdiri dari kekurangan, kelemahan, dan
saran untuk tindakan berikutnya. Untuk lebih detailnya, silahkan
dipelajari di Bab 8.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
219
Berlaku Adil
Pastikan bahwa standar dan kriteria yang digunakan untuk
menilai pekerjaan mahasiswa dilaksanakan secara adil dan jujur.
Terutama sekali ketika penilaian dilakukan dengan beberapa item
penilaian (misalnya, tugas, presentasi, kerja kelompok, sekaligus). Jika
mahasiswa mengetahui bahwa pekerjaan mereka dinilai dengan cara
yang berbeda dari temannya atau berbeda dari satu waktu ke waktu
yang lain, mereka merasa kecewa dan mengurangi harapan mereka
akan kesuksesan.
Beritahukan Kepada Mahasiswa Tentang Cara Mencapai Kesuksesan
dan Kegagalan
Membuat mahasiswa dapat mengendalikan diri dan fokus pada
pencapaian tujuan pembelajaran, mempengaruhi harapan mereka
akan sukses dalam belajar, ajarilah mahasiswa tentang ciri-ciri orang
sukses dan ciri-ciri orang gagal. Misalnya, kita biasanya menunjukkan
kesuksesan dari diri kita sendiri (internal) dan menunjukkan
kesuksesan dari pihak luar (eksternal). Bantulah mahasiswa untuk
mewujudkan ciri-ciri orang yang dapat sukses dalam belajar itu jika
mampu melaksanakan strategi belajar yang sesuai, memiliki
manajemen waktu yang baik dan bekerja keras. Hal yang sama, bantu
mereka menghindari faktor-faktor yang berkontribusi pada
kegagalan, misalnya "tidak memiliki nilai yang baik", "tidak
memperhatikan hal-ha detail", atau "malas belajar". Lebih dari itu,
bantu mereka untuk memfokuskan pada hal-hal yang dapat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
220
dikendalikan, misalnya, cara mereka belajar (misalnya, harus berapa
jam, kapan, dan kebiasaan yang harus dilakukan).
Jelaskan Strategi Belajar Yang Efektif
Mahasiswa yang tidak dapat mengidentiikasi cara yang sesuai
untuk merubah perilaku akan mengalami kegagalam. Dalam kasus ini,
penting untuk menjelaskan strategi belajar yang efektif sehingga
mereka memiliki perilaku alternatif. Dengan cara seperti itu, kita dapat
membantu menyesuaikan harapan mereka untuk sukses mencapai
tujuan belajar.
STRATEGI MENUNJUKKAN NILAI DAN HARAPAN POSITIF
Berikan Fleksibilitas dan Kontrol
Hal yang dapat dilakukan, berikan kepada mahasiswa beragam
pilihan dan sediakan pilihan yang sejalan dengan tujuan dan aktivitas
yang bernilai. Salah satu cara memberikan fleksibilitas pada
mahasiswa adalah biarkan mereka memilih porsi materi pelajaran,
menetapkan topik makalah dan pertanyaan diskusi. Fleksibilitas
mengarahkan pada kontrol, yang dapat mempengaruhi harapan akan
sukses.
Berikan Kesempatan untuk Refleksi
Penting sekali untuk memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk merefleksikan diri pada tugas. Berikan kesempatan
kepada mereka untuk relfeksi dengan memberikan pertanyaan yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
221
dapat membantu mahasiswa mengetahui proses yang harus
dilaksanakan. Misalnya, berikan pertanyaan kepada mahasiswa "Apa
yang telah Anda pelajari dan dapat ANda pelajari dari tugas yang
diberikan?" atau "Nilai apa yang Anda peroleh dari kegiatan belajar
hari ini?", membantu mahasiswa untuk mengetahui nilai dari aktivitas
belajar yang mereka kerjakan. Ajukan pertanyaan kepada mahasiswa
"Hal-hal apa saja yang Anda persiapkan untuk mengerjakan tugas
atau ujian berikut?" dapat membantu mahasiswa mengidentifikasi
strategi yang membuat mereka memiliki kekuatan dan
mengKevinngkan kelemahan, yang berakibat pada munculnya
harapan sukses di masa depan.
RINGKASAN
Pada pertemuan ini, telah dibahas beberapa variabel yang
mempengaruhi motivasi. Kita dapat menggunakan konsep tujuan dan
mengatakan kepada mahasiswa beragam macam tujuan, kebanyakan
tujuan mahasiswa tidak sesuai dengan tujuan kita. Kita telah
menjelaskan suatu model nilai subjektif yakni mahasiswa menetapkan
tujuan dan harapan sukses yang memainkan pertan penting dalam
mempengaruhi motivasi belajar. Kita telah menjelaskan bagaimana
nilai subjektif, harapan tentang kemampuan sukses, dan kepercayaan
tentang lingkungan belajar yang mendukung mempengaruhi cara-
cara mahasiswa dalam berperilaku. Harapan kita bahwa pembaca
dapat memahami beberapa strategi praktis yang dapat meningkatkan
motivasi mahasiswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
222
BAB 7
MENCIPTAKAN SUASANA KULIAH KONDUSIF
Penguasaan kompetensi oleh mahasiswa, lebih banyak ditentukan oleh faktor suasana belajar, bukan oleh yang lain
Keterampilan didaktik yang akan dibahas di bab ini adalah
kemampuan mengelola kelas. Pengelolaan kelas bukanlah
penguasaan kelas, karena istilah penguasaan cenderung dianggap
sebagai pemberian dan pelaksanaan aturan yang ketat. Pada bab ini
Anda akan mempelajari tentang peran yang harus dimainkan dosen
dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif, yakni suasana kelas
yang dapat menumbuhkan dan mendorong terjadinya pembelajaran.
Karena kelas adalah komunitas belajar, yang terdiri dari warga-warga
belajar yang berbeda dalam banyak hal, maka Anda harus mampu
mengelola kelas sesuai dengan karakteristik warga kelas.
Sebagai cara untuk mengantarkan Anda untuk memahami
suasana belajar, awal yang baik jika Anda menyimak dua cerita berikut
ini:
Akhir Cerita Kemarin, di kelas Ekonomi Makro, kelas mendiskusikan
makalah tentang Dampak Imigrasi Ilegal Terhadap Perekonomian Amerika Serikat. Diskusi yang telah berjalan lama tiba-tiba berhenti ketika salah seorang mahasiswa, Gloria, mulai menginterupsi, mengatakan "membaca isi artikel, isinya nampak bias, dan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya". Mahasiswa lain, Danil, mengatakan "Gloria, mengapa Anda selalu mengkaitkan dengan ras? Mengapa kita tidak mendiskuikan apa yang dijelaskan dalam artikel tanpa harus menyerang ras?". Mahasiswa ketiga, Kayla, yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
223
selama ini diam, berkata dengan berang, "Sejauh saya pelajari, imigran ilegal seharusnya ditangkap dan diusir, cerita berakhir."
"Kakek saya adalah imigran Polandia", dia melanjutkan, "dan datang ke Amerika Serikat secara legal, bekerja keras dan berusaha membuat hidupnya lebih baik, tetapi sekarang negeri ini dijejali oleh imigran Meksiko ilegal yang tidak punya hak berada di sini, dan itu kesalahan luar biasa." Sampai di situ, kelas benar-benar diam dan saya melihat tiga mashasiswa Hispaniola (Amerika Latin) berubah jadi marah, terlihat sangat tidak setuju. Tanpa bersalah, Gloria duduk: "Mereka ilegal, Anda sedang membicarakan orang-orang yang dekat dengan kehidupan saya dan Anda tidak mengetahui apapun tentang mereka." Seluruh mahasiswa di kelas, terbawa emosi dan marah. Gloria menyebut Kayla rasis dan Kayla hampir menangis.
Saya mencoba untuk mengendalikan kelas dengan meminta Gloria untuk mencoba mengurangi perasaan pribadi dalam diskusi dan fokus pada isu-isu ekonomi negara. Kelas kembali ke diskusi, tetapi ketika kembali ke diskusi saya tidak bisa bisa berkata apapun. Kayla dan Gloria duduk diam dengan tangan terlipat, melihat ke bawah, dan sisanya tampak tidak nyaman. Aku tahu, aku tidak menangani situasi kelas dengan baik, tapi aku benar-benar berharap mahasiswa cukup matang untuk berbicara tentang masalah ini tanpa terbawa emosi. Professor Adiva
Tidak Ada Yang Berlalu Baik Dengan Hukuman Diskusi di kelas tentang keberadaan mahasiswa perempuan di
Program Studi Teknik Mesin. Menurut keyakinanku hal itu sangat penting, sehingga saya memutuskan untuk mendukung dan mendorong perempuan di kelas. Saya mengetahui lingkugnan Teknik Mesin dapat mengintimidasi perempuan, maka saya selalu memberikan bantuan dan dukungan untuk mahasiswa perempuan ketika mereka berusaha menyelesaikan masalah dalam kelompok kecil.
Saya selalu mengabaikan pertanyaan mahasiswa perempuan di kelas, dikarenakan saya tidak ingin mereka masuk ke dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
224
masalah. Sehingga Anda dapat membayangkan rasa kecewa saya ketika mahasiswa melaporkan kepada saya beberapa minggu yang lalu bahwa salah seorang dari Asisten saya mengungkapkan komentar yang menghina atas Laporan Bacaan yang disampaikan perempuan. Saya memiliki masalah dengan Asisten saya ini yang beropini dan meremahkan orang-orang yang tidak sependapat dengannya. Saya benar-benar merasa tidak senang dengan berita terakhir ini.
Asisten saya hukum dan peringatan keras tentang kesalahan yang tidak boleh terjadi lagi di masa depan. Tapi sayangnya kesalahan itu sudah terlanjur terjadi: satu mahasiswa perempuan (yang nampaknya sudah berjanji) keluar dari mata kuliah dan yang lainnya berhenti berbicara di kelas.
Saya menguatkan diri atas keluhan pada evaluasi awal yang saya kumpulkan minggu lalu.Saya benar-benar bingung, beberapa mahasiswa tidak mengeluh tentang Asisten yang seksis, bahwa mereka mengeluh tentang saya juga! Seorang mahasiswa menulis bahwa saya "melindungi" mahasiswi sementara yang lain menulis bahwa "saya tidak berlaku adil" karena saya "terlalu menuntut lebih dari laki-laki dalam perkuliahan." Saya tidak tahu apa yang membuat hal ini terjadi dan saya mulai berpikir adakah cara-cara untuk membuat semua orang senang. Professor Aderani
APA YANG TERJADI
Pada kedua cerita di atas, menunjukkan tentang begitu
rumitnya dinamika emosional dan antipati sosial di kelas. Prof. Adiva
memberikan tugas membaca pada isu kontroversial, dia mengira
mahasiswa dapat mendiskusikan materi itu dalam prinsip ekonomi
bukannya dari sudut pengalaman personal dan identitas etnik. Apa
yang ada dalam pikirannnya adalah kerjasama yang saling
menguntungkan. Sejak awal diskusi, laporan bacaan menyulut
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
225
perubahan emosi tentang isu rasial. Dalam pikiran Prof. Adiva, diskusi
ini telah menyimpang dari materi pelajaran, dan memuncak pada
perasaan tersakiti, ketidaknyamanan, ketidakpedulian, dan terakhir
mematikan suasana diskusi kelas. Professor Adiva menjadi dosen
yang tidak mampu mengendalikan kekacuaan di kelas. Perkelahian
yang timbul membuat dia merasa tidak berdaya dan bertanya-tanya
mengapa mahasiswa tidak dapat mengendalikan emosi mereka.
Professor Adiva, sepenuhnya tidak ingin mengkaitkan isu rasial
dengan materi pelajaran. Di sini dia melihat diri seorang dosen yang
baik, berbuat terbaik untuk melindungi mahasiswa perempuan,
seseorang yang sangat dikhawatirkan (dengan beberapa alasan)
dapat tersingkirkan di kelas yang didominasi oleh mahasiswa laki-laki.
Dia sangat marah dengan perilaku seksis dari Asisten Dosen dan
padahal secara langsung ia sendiri menunjukkan perilaku itu,
meskipun dia idak peduli tentang bagaimana mahasiswa
mempersepsikan perilakunya. Faktanya, dia berusaha mendukung
mahasiswa perempuan dengan memberikan bantuan ekstra dan
mengurangi tekanan: yang diberikan kepada pertempuan di kelas,
tekanan yang menunjukkan kekurangan keyakinan pada kompetensi
dan kemampuan, sementara mahasiswa laku-laki merasa
mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Sebagai hasilnya, mahasiswa
merasa kecewa dan diabaikan, lalu mereka tidak melakukan
partisipasi dalam diskusi dan satu mahasiswa mengatakan akan keluar
dari mata kuliah.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
226
PRINSIP BELAJAR YANG BERLAKU
Dua konsep yang saling berinteraksi adalah inti dari kedua
cerita di atas. Cerita pertama mengemukaan perkembangan
mahasiswa secara keseluruhan dan kedua adalah suasana kelas.
Sebagai dosen yang fokus dengan mendorong keterampilan
intelektual dan kreativitas, kita harus mengenali mahasiswa kita, tidak
hanya dari segi intelektual, tetapi juga sosial dan emosional dan
dimensi tersebut berkaitan dengan suasana kelas, yang berdampak
pada kegiatan belajar dan capaian belajar. Gambar 6.1 menjelaskan
model interaksi antara suasana kelas dan perkembangan sosial-
emosional mahasiswa. Pada kedua cerita, proses sosial dan emosional
menghambat kemampuan mahasiswa dalam mempertahankan
produktivitas kegiatan belajar.
Mahasiswa masih berada dalam tahap pengembangan
keterampilan sosial dan emosional. Kenyataan tersebut menunjukkan
bahwa seseorang selalu mengembangkan keterampilan sosial
emosional. Dua hal penting yang harus dipertimbangkan ketika
berhadapan dengan mahasiswa. Pertama, kondisi emosional dan
sosial muncul dan berkembang selama tahapan kehidupan. Faktanya,
penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial dan emosional
diperoleh mahasiswa ketika mahasiswa berada di kampus lebih
banyak dibandingkan kemampuan intelektual sepanjang waktu di
periode yang lain (Pascarella dan Terenzini, 1991). Kedua, keadaan
emosional dapat memicu intelektual, bahkan ketika emosionalnya
terganggu mereka tidak dapat belajar dengan produktif,.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
227
Meskipun kita tidak dapat mengendalikan perkembangan
sosial dan emosi mahasiswa, berita baiknya adalah jika kita
memahami perkembangan sosial-emosional, kita dapat menciptakan
suasana kelas dengan cara-cara yang sesuai. Lebih dari itu, banyak
penelitian menunjukkan bahwa suasana kelas dapat berimplikasi
terhadap kegiatan belajar dan peningkatan kemampuan. Suasana
kelas yang negatif akan menghambat kegiatan belajar dan
menghambat kemampuan, sedangkan suasana kelas yang positif
dapat menumbuhkan gairah belajar (Pascarella dan Terenzini, 1991).
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.1 bahwa
perkembangan mahasiswa dan suasana kelas saling berinteraksi satu
sama lain, berdampak pada kegiatan belajar. Bagaimanapun untuk
tujuan penjelasan tentang kedua hal tersebut, di sini akan dijelaksan
tentang perkembangan mahasiswa dan suasana kelas secara terpisah.
Dua konsep ini dipadukan dalam penjelasan strategi mengelola kelas,
strategi pengajaran yang memperhatikan perkembangan sosial
emosional dan suasana kelas.
PENELITIAN TENTANG PERKEMBANGAN MAHASISWA
Sama seperti pengobatan yang dilakukan oleh pasien yang
tidak menunjukkan gejala adanya penyakit, pengajaran berpusat
pada mahasiswa menuntut kita untuk mengajar mahasiswa, bukan
mengajarkan materi. Maka dari itu, penting untuk memahami
tantangan komplek tentang perkembangan sosial, emosional dan
intelektual mahasiswa, tidak hanya agar kita dapat mengarahkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
228
keadaan sosial dan emosional. Bagaimanapun juga, dengan
mempertimbangkan dampak perkembangan sosial emosional
mahasiswa terhadap kegiatan belajar dan pengajaran, kita dapat
menciptakan lingkungan belajar yang produktif.
Mahasiwa, berada di kisaran umur antara 17 tahun sampai
dengan 21 tahun adalah masa-masa terjadinya perubahan dan
pergolakan. Mereka berada dalam masa transisi dari anak SMA dan
belajar untuk mengatur tuntutan intelektual di universitas. Mereka
harus belajar hidup mandiri dan lepas dari orang tua, membangun
jaringan sosial baru, menegosiasikan perbedaan dengan lingkungan,
mengelola keuangan mereka, bertanggungjawab atas perilaku
mereka, dan sebagainya. Dalam perkuliahan, juga dalam interaksi
sosial, mereka tengah bergulat dengan gagasan dan pengalaman
yang menantang nilai, keyakinan dan pikiran mereka. Mereka harus
menggambarkan makna belajar, memilih mata kuliah dan mulai
memandang diri mereka sendiri sebagai anggota dari civitas
akademika. Ketika mereka lulus, mereka harus memutuskan tentang
pekerjaan atau melanjutkan kuliah dan mereka benar-benar merasa
ketakutan untuk menyatakan diri sebagai orang dewasa di dunia yang
nyata. Dengan kata lain, mereka harus menghadapi tantangan
intelektual, mereka juga harus bergulat dengan sejumlah masalah
sosial, emosional dan praktis tertentu.
Bagaimana kita dapat memahami jalan perkembangan
mahasiswa? Banyak model perkembangan yang membahas tentang
kerangka konseptual dasar yang akan kita bahas di sini. Umumnya,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
229
perkembangan diartikan sebagai tanggapan terhadap tantangan
sosial, emosional dan intelektual sebagai katalisator pertumbuhan.
Definisi itu harus kita pahami, bahwa model perkembangan
menggambarkan perkembangan mahasiswa secara luas dan tidak
hanya menjelaskan perkembangan individu mahasiswa.
Faktanya, setiap individu tidak berkembang dengan pola
perkembangan yang biasa. Lebih dari itu, perubahan tidak selalu ke
arah kemajuan. Maka dari itu, dalam keadaan tertentu, mahasiswa
mengalami kemunduran. Tambahan, mahasiswa dapat berkembang
dengan cepat di bidang terentu (katakanlah, kematangan intelektual)
dan kurang berkembang di bidang tertentu (katakanlah, kematangan
emosional). Terakhir, harus kita catat bahwa meskipun beberapa
model telah merevisi dalam menggambarkan perubahan demografi,
kebanyakan saat ini memfokuskan pada abad tradisional,
dibandingkan masa lalu, mahasiswa dan refleksi persepsi modern.
Penjelasan di sini tidak sepenunya mengkaji liteartur
perkembangan mahasiswa (untuk penjelasan yang lengkap tentang
perkembangan mahasiwa, lihat Evans, et.al., 1998). Kita mulai dengan
Model Chickering - model komprehensif yang mengkaji secara
sistematis sejumlah isu terkait dengan kehidupan mahasiswa di
kampus. Kita akan menggambarkan dua aspek dari perkembangan
mahasiswa yang kita yakini berpengaruh terhadap pembelajaran,
yaitu perkembangan intelektual dan perkembangan identitas sosial.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
230
MODEL CHICKERING TENTANG PERKEMBANGAN MAHASISWA
Chickering (1969) menyediakan suatu model yang mencoba
menjelaskan secara sistematis semua perubahan yang dialami
mahasiswa selama berada di kampus. Dia mengelompokkan ke dalam
tujuh dimensi, yang disebutnya sebagai vektor. Dia membangun
setiap vektor saling berakumulasi satu sama lain.
Perkembangan Kompetensi
Dimensi ini terkait dengan kompetensi intelektual, fisik dan
interpersonal. Kompetensi intelektual termasuk segala sesuatu yang
berkembang dari hasil belajar keterampilan yang sesuai di kelas,
untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan pemecahan
masalah. Kompetensi fisik terkait dengan aktivitas olahrga, sebagai
realitasi dari tanggungjawab mereka atas kesehatan dan
kesejahteraan mereka. Kompetensi interpersonal termasuk
keterampilan berkomunikasi, berkelompok dan kepemimpinan.
Ketiga kompetensi itu secara bersama-sama memberikan rasa
percaya diri ketika dia sukses menghadapi tantangan dengan caranya
sendiri. Ketika Professor Adiva mengabaikan tanggapan mahasiswa
perempuan di kelas, ia tengah mengabaikan perkembangan
kompetensi interpersonal dan intelektual, dikarenakan tindakan ini
menunjukkan asumsi bahwa perempuan tidak dapat berkembang
dengan baik dalam keadaan seperti ini.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
231
Mengelola Emosi
Dimensi ini terkait dengan kepedulian atas emosi sendiri
(termasuk kegelisahan, kegembiraan, kemarahan, frustasi, rasa heran,
depresi dan sebagainya), juga cara mengeskpresikan semua itu.
Mahasiswa dalam di Kelas Mata kuliah Ekonomi dengan jelas
tersentuh dengan emosi mereka, tetapi keliru dalam
mengekspresikan emosi mereka dalam diskusi, hasilnya diskusi tidak
membahas isi makalah secara penuh dan semua orang tidak
semangat belajar.
Perkembangan Otonomi
Dimensi ini terkait dengan melepaskan diri dari keluarga, lebih
tergantung pada teman, dan akhirnya berkembang ke arah otonomi
personal. Proses ini terjadi menuju kebebasan emosional (bebas
menentukan pilihan sendiri) dan bebas dari ketergantungan material
(kemampuan untuk menghadapi tantangan dengan apa yang
dimilikinya). Penelitian tentang generasi milenium (mereka yang lahir
di tahun 1982 dan sesudahnya) menyatankan mahasiswa sat ini
tengah berjuang dengan dimensi ini (Howe dan Strauss, 2000).
Kemudian, tantangan yang dihadapi beralih pada bagaimana
menyatukan kembali saling-keterkaitan dengan orang lain sehingga
kebebasan menjadi tujuan akhir (Chickering dan Reisser, 1993). Sekali
lagi, Professor Adiva, memberikan bantuan kepada mahasiswa
perempuan di kelompok kecil, sebenarnya dia sedang menghambat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
232
perkembangan dari dimensi otonomi, yang dapat berdampak pada
kemampuan intelektual mahasiswa perempuan.
Membangun Identitas
Dimensi paling penting dalam Model Chickering. Model ini
didasarkan pada vektor yang paling mempengaruhi dan menjadi
dasar pada dimensi lainnya. Dimensi ini merupakan titik puncak dari
semua dimensi perkembangan mahasiswa. Dimensi ini terkait dengan
perasaan nyaman dengan tubuh dan penampilan dirinya, orientasi
seksual dan gender, dan kebiasaan rasial dan etnis. Mahasiswa
dengan perkembangan yang baik pada dimensi ini akan memiliki
perasaan bebas dari tekanan, bebas dari perasaan konflik dengan diri
sendiri. Di kelas Professor Adiva , beberapa mahasiswa nampaknya
sedang menghadapi tantangan ini, tetapi mereka nampak tidak
cukup dewasa sehingga mereka mengungkapkan cara pandang
tanpa merasa perasaan identitasnya terancam.
Perasaan Bebas Membangun Hubungan Interpersonal
Dimensi ini terkait dengan pencapaian kedewasaan dalm
hubungan interpersonal. Ditunjukkan dengan peduli terhadap
perbedaan dan toleransi terhadap perbedaan. Perkembangan
memaknai keintiman dalam konteks hubungan romantis juga
termasuk bagian dari dimensi ini.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
233
Membangun Tujuan
Ketika identitas tercapai, pertanyaan berikutnya bukanlah
"Siapa aku?", tetapi "Saya akan menjadi apa?". Dimensi ini terkait
dengan menunjukkan ketertarikan tertentu dan memilih profesi, atau
gaya hidup, bahkan ketika dimensi ini tercapai, maka akan muncul
sifat berlawanan dengan apa yang diinginkan orang lain (termasuk
orang tua). Komentar Asisten Dosen yang menantang perasaan
menyatu wanita di Teknik Mesin. Wanita yang keluar di kelas dan
wanita lain yang berhenti berbicara di kelas merupakan contoh dari
implikasi dimensi ini terhadap kegiatan belajar dan kemampuan,
Tentu saja, banyak perempuan yang hidup dalam lingkungan yang
didominasi oleh pria melaporkan bahwa mereka tidak akan sukses di
lingkungan perguruan tinggi (Ambrose, et.al., 1997; Hall, 1982).
Membangun Integritas
Dimensi ini berbicara tentang tekanan antara kepentingan
pribadi dengan tanggungjawab sosial. Ketika sukses dijalankan,
dimensi ini merupakan puncak dengan adopsi konsistensi internal
yang memandu dan mengarahkan perilaku. Kita dapat memahami
perilaku Gloria yang mencoba menunjukkan integritas dan berbicara
atas keyakinannya.
Sebagaimana kita lihat, semua dimensi itu terkait dengan
perkembangan sosial emosional dan juga intelektual. Bagaimana
mahasiswa mengolah ke delapan dimensi itu akan membantu
bagaimana menumbuhkan kepribadian dan interaksi dengan orang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
234
lain, dengan dosen, dan materi dari perkuliahan. Juga akan
mempengaruhi pada tingkat keterlibatan, motivasi dan kegigihan,
sama halnya pada bidang yang mereka pilh. Proses perkembangan
sosial dan emosional memiliki implikasi yang kuat terhadap
pembelajaran.
Bahkan, model Chickering melihat perkembangan secara
luas, situasi di kelas tidak dapat mengontrol semua dimensi. Setiap
model di bawah ini memfokuskan pada aspek tertentu yang relevan
dengan situasi kelas. Penjelasan tentang perkembangan seperti
proses tahapan, setiap individu akan melewati serangakaian
perubahan kualitatif pada cara mereka berfikir dan merasa tentang
diri mereka, orang lain dan lingkungan sosial.
Perkembangan Intelektual
Perkembangan intelektual di masa kuliah telah dikaji sejak
tahun 1950-an. Meskipun formula yang dijelaskan di sini adalah kajian
dari Perry (1968), yang dikembangkan dalam penelitian terakhir
menemukan bahwa ada rangkaian perkembangan yang sama persis
(Belenky, et.al., 1986; Baxter-Magolda, 1992). Bahkan melalui model
ini yang terdiri dari sejumlah tahapan yang berbeda, semua
menjelaskan rangkaian perkembangan dari tingkat sederhana sampai
tingkat rumit. Seorang mahasiswa akan mengalami peningkatan
kemampuan intelektual biasanya terjadi karena dihadapkan dengan
tantangan yang dapat menunjukkan kekurangan di tahapan yang
sedang berlaku.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
235
Di tahap awal, nalar mahasiswa dicirikan oleh dualitas, ketika
pengetahuan mereka dapat dengan mudah dibagi ke dalam
pernyataan tentang benar dan salah, tidak ada ruang untuk
ambiguitas dan bayangan abu-abu. Pernyataan Kayla - "Penjelasan
yang salah !" - mencerminkan cara berfikir tahap awal. Mahasiswa
pada tahap perkembangan intelektual awal percaya bahwa
pengetahuan itu adalah sesuatu yang absolut, yang berada di bawah
tangan otoritas (guru, buku teks) dan bahwa peran mahasiswa
hanyalah menerima pengetahuan dan memberikan pengetahuan itu
ketika diminta. Tahapan ini disebut sebagai pandangan kuantitatif
pengetahuan, dengan pendidikan dilihat sebagai suatu proses
mengumpulkan kepingan fakta-fakta yang benar. Asumsi yang
nampak bahwa semua yang diketahui adalah pengetahuan dan
pengajar yang hebat memiliki kemampuan menjawab pertanyaan
apapun. Mahasiswa di tahap ini tidak mengenali perbedaan
perspektif dan tidak suka untuk melihat diskusi sebagai cara syah
untuk menapatkan pengetahuan tentang isu tertentu.
Tertantang memberikan sejumlah jawaban atas pertanyaan
yang tidak jawabannya, atau dengan isu yang tidak jelas benar
jawabannya, mahasiswa bergerak ke tahap multiplisitas, tidak ada
satu jawaban tunggal dan penyebab tunggal. Pengetahuan kini
menjadi bahan opini dan semua orang memiliki suatu opini atas itu
itu. Mahasiswa yang berada di tahap multiplisitas memandang
evaluasi sebagai subjektivitas dan akan frustasi jika opini mereka tidak
membuat mereka diberikan skor yang besar. Pada titik ini mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
236
memiliki kesulitan bagaimana untuk membedakan mana di antara
opini itu yang benar, nampaknya semuanya benar. Dosen tidak lagi
diangap sebagai otoritas, tetapi hanya sebagai perspektif lain di
antara satu perspektif yang mungkin ada.
Sangat sulit untuk melihat bagaimana tahapan ini telah
berubah, tetapi dua hal penting yang terjadi di tahap ini. Pertama,
mahasiswa di tahap ini lebih terbuka dengan perbedaan opini karena
mereka tidak lagi percaya pada satu hal yang benar. Transisi paling
penting adalah fondasi untuk perkembangan lebih lanjut di tahap
berikutnya. Kedua, pembelajaran kini menjadi sesuatu yang personal.
Mereka memberikan suatu label atas opini mereka sendiri dan dapat
melegitimasi perdebatan dan ketidaksetujuan dengan dosen atau
buku teks, suatu cara bagaimana mereka mulai membangun
pengetahuan mereka sendiri. Gloria mengklaim bahwa membaca
artikel dengan imigran ilegal merupakan sesuatu yang bias, bukan ciri
yang datang dari mahasiswa yang berada di tahapan perkembangan
intektual awal.
Dengan desakan yang cukup, opini mereka perlu didukung
dengan bukti, ciri dari cara berfikir di tahap relativisme. Mahasiswa
dengan sudut pandang seperti ini sadar bahwa tidak semua opini itu
sama dan tentu saja ada yang pro dan kontra dapat dipahami dan
dinilai berdaarkan pada aturan umum dan khusus berdasarkan pada
bukti. Transisi ini ditandai dari perubahan dari cara pandang
kuantitatif ke cara pandang kualitatif, dianggap sebagai model terbaik
tentang bagaimana mereka berinteraksi terhadap materi dengan cara
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
237
yang kritis, ketika bagaimana peran dari mahasiswa saat ini dapat
dipahami. Sebagai mahasiswa yang memiliki ketrampilan analitis dan
keterampilan kritis, mereka memiliki kekuasaan di tahap ini, tetapi
mereka juga akan mengalami frustasi ketika menyadari bahwa semua
teori tidak selalu sempurna.
Mahasiswa yang berhasil menghadapi tantangan bergerak ke
tahap beriktunya, yang dicirikan oleh kepemilikan komitmen.
Sementara mahasiswa menyadari bahwa semua teori itu ada yang pro
dan kontra, mahasiswa menyadari bahwa mereka telah memilih pada
satu teori sebagai dasar, kemana mereka akan berkiblat. Pada suatu
ketika, mereka telah berada dalam suatu siklus ini, ketika kini telah
memilih satu teori atau pendekatan atas teori atau pendekatan yang
lain, tetapi tidak berada dalam tahapan dualistik, pilihan mereka
sekarang telah berkembang. Tahap ini mudah dilihat ketika mereka
komitmen pada isu moral juga kognitif.
Faktanya, Kohlberg (1976) dan Gilligan (1977) telah
memformulasikan teori perkembangan moral berdasarkan
pandangan Perry, bahwa mahasiswa bergerak dari memegang kuat
dengan cara pandang yang belum teruji tentang kebenaran dan
kekeliruan menjadi lebih memilih posisi etis ketika mengevaluasi
tindakan dalam konteks tertentu berdasarkan beragam faktor. Satu
pelajaran di sini bahwa perkembangan moral tidak dapat dipisahkan
dari pembelajaran. Misalnya, baik Kayla maupun Gloria, memiliki
sudut pandang tentang imigrasi ilegal lebih pada sudut pandang
moral dibandingkan intelektual.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
238
Peneliti lain yang memperluas model perkembangan
mahasiswa dari Perry, lebih memfokuskan pada perbedaan gender
dalam beberapa tahap. Misalnya Baxter-Magolda (1992) telah
menemukan, tahapan dualistik, laki-laki cenderung tertarik pada
perdebatan pengetahuan di hadapan kelompok, sedangkan wanita
lebih fokus pada membantu orang lain untuk menguasai materi.
Dalam penelitian tentang perkembangan intelektual wanita,
Belenky,dkk (1986) menemukan cara mengetahui. Bagi beberapa laki-
laki, mempelajari sesuatu berarti memisahkan isu dari konteks dan
memfokuskan pada analisis tentang satu karakteristik disebut sebagai
pengetahuan terpisah. Lain, untuk wanita, mempelajari sesuatu
berarti mengajukan pertanyaan seperti "Apa artinya itu bagi saya?"
Apa implikasiya bagi komunitas?", disebut sebagai pengetahuan
terikat. Tentu saja, kedua cara mengetahui itu, dapat juga ditemukan
di kalangan mahasiswa pria. Daniel, yang sangat nyaman membatasi
diskusi pada penjelasan apa yang dibaca, adalah contoh dari
pengetahuan terpisah, sementara Gloria, yang tidak bisa memisahkan
membaca dari pengetahuan pertama tentang imigrasi ilegal, adalah
contoh dari pengetahuan terikat.
Penelitian tentang model ini nampak jelas menggambarkan
bahwa perkembangan intelektual membutuhkan waktu, tidak terjadi
dalam waktu singkat dan tidak dapat dipaksa. Bahkan jenis
perkembangan yang terjadi pada tahap akhir, sehingga tidak
mengejutkan bila dalam penelitain Baxter-Magolda juga
menunjukkan kebanyakan mahasiswa yang telah selesai kuliah masih
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
239
berada dalam tahapan multiplisitas dan masih berkembang ke arah
tahap realistik dan komitmen.
Berita baik ini patut kita pertimbangkan, bahwa seseorang
tidak dapat memasuki dunia akademik kampus cenderung berada
dalam tahapan dualistik, masih berada di bawah harapan pada dosen.
Dosen, tentu saja, harus hati-hati benar mengasumsikan tahapan
perkembangan intelektual mahasiswa: apakah rasional menganggap
senior untuk mahasiswa tahun pertama, atau sebaliknya.
Bagaimanapun juga, meskipun perkembangan tidak dapat dipaksa,
perkembangan intelektual itu harus dibimbing dan didorong dengan
memberikan tantangan yang sesuai dan memberikan dukungan yang
dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan intelektual.
Perkembangan Identitas Sosial
Perkembangan lain yang dapat mempengaruhi pembelajaran
adalah identitas. Perkembangan identitas terkait dengan perubahan
sosial yang berdampak pada perilaku (seperti interaksi sosial),
termasuk di dalam kelas. Premis dasar tentang teori identitas bahwa
identitas tidak datang dengan sendirinya, identitas perlu dicapai dan
terus berubah ketika idividu mencoba menyeimbangkan tekanan dan
tugas di sepanjang kehidupannya (Erikson, 1950). Bagi mahasiswa,
banyak perkembangan identitas terjadi ketika mereka
mempertanyakan nilai dan asumsi yang ditanamkan oleh orang tua
dan masyarakat dan mulai membangun nilai dan prioritas mereka
sendiri (Marcia, 1966).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
240
Satu aspek dari perkembangan identitas yang muncul selama
kuliah adalah identitas sosial, sifat dari identifikasi mereka dengan
kelompok sosial tertentu, terutama kelompok yang seringkali menjadi
target diskriminasi dan prasangka. Identias sosial banyak dipelajari
secara mendalam dikaitkan dengan ras, etnis, misalnya
perkembangan identitas kulit hitam (Cross, 1995), identitas Amerika
Asia (Kim, 1981), identitas Tionghoa (Hayes-Bautista, 1974) dan
identitas Yahudi (Kandel, 1986).
Semua model mendeskripsikan tahapan yang sama, tahapan
terakhir adalah pembentukan identitas sosial positif sebagai anggota
dari anggota kelompok sosial (Adams, et.al., 1997). Model umum ini
juga sejalan dengan proses perkembangan identitas anggota
kelompok sosial yang lain, terutama individu gay dan lesbian (Cass,
1979) dan individu dengan disabilitas (Onken & Slaten, 2000).
Hardiman dan Jackson (1992) mengajukan model perkembangan
identitas sosial yang menjelaskan dua jalur perkembangan, satu untuk
kelompok minoritas dan satu untuk kelompok dominan. Modal ini
menyangkal semua modal yang lain, menggambarkan tahapan yang
sama semua anggota kelompok minoritas, tetapi menekankan fakta
bahwa di semua tahapan, anggota dari kelompok mayoritas setuju
dengan tantangan perkembangan komplementer. Dalam deskripsi
tentang perkembangan identitas sosial, kita akan menggunakan
Model Hardiman-Jackson sebagai model dasar, kemudian dilengkapi
dengan penjelasan model yang lain.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
241
Tahap pertama dari model Hardiman-Jackson berkaitan
dengan Tahap Polos, ketika individu mulai berada dalam tahap naif,
tanpa ada prasangka apapun. Mereka mengamati adanya perbedaan
di antara orang-orang, semisal warna kulit, tetapi mereka tidak
memberikan label nilai atas perbedaan itu. Hanya ketika berada di
tahap kedua, melalui penguatan sosial secara sistematis dan tetap,
disadari atau tanpa disadari menerima pesan tertentu tentnag
perbedaan kelompok - gagasan yang dibentuk secara sosial tentang
kesehatan, normal, kecantikan, kemalasan, kepintaran, dosa dan
sebagainya. Misalnya, persepsi Kayla bahwa imigrasi "mengisap
kering negeri ini" datang dari tahap ini.
Tetapi kelompok mayoritas dan minoritas pada tahap kedua ini
menerima sikap sosial secara luas. Untuk mahasiswa minoritas, tahap
ini akan memiliki beberapa dampak. Mungkin mereka akan memiliki
sikap negatif tentang mereka sendiri - dengan kata lain, internalisasi
rasisme, homofobia, seksisme dan lainnya dan perilaku seperti itu
akan diikuti dengan penyesuaian terhadap gambaran dominan.
Misalnya, mahasiswa gay pada tahap ini mungkin menggunakan
bahasa homofobic dan mencoba untuk bertindak "lurus".
Kebanyakan mahasiswa berhenti di sini, tanpa sudut pandang
yang tertantang untuk memperoleh informasi lebih banyak,
memahami perbedaan perspektif, memahami ketidakadilan, atau
bekerja dengan orang lain dari kelompok yang berbeda. Jika mereka
tertantang, mereka akan bergerak maju ke tahap resistensi. Dalam
tahap ini, mahasiswa akan peduli pada cara-cara isme mempengaruhi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
242
kehidupan mereka dan dunia. Tambahan, anggota kelompok
mayoritas biasanya mengalami perasaan bersalah atas keistimewaan
dari status keanggotaan mereka. Sebaliknya, anggota dari kelompok
minoritas cenderung bangga atas identitas mereka, seringkali menilai
kelompok mereka lebih unggul dibandingkan yang lain, terkadang
nampak sebagai sumber dari gangguan sosial.
Mahaisswa cenderung berpindah ke tahap immersion (Cross,
1995), dalam arti mereka lebih cenderung bersosialisasi dengan
anggota dari kelompok mereka sendiri dan menjauhkan diri dari
kelompok lain. Fries-Britt (2000) mendokumentasikan perjuangan
keras mahasiswa kulit hitam yang harus menyesuaikan antara
identifikasi dengan sistem sosial kampus dan identifikasi dengan
kelompok ras mereka, yang memiliki pandangan bahwa kulit putih
memiliki keunggulan akademik. Dalam bukunya, Mengapa Semua
Anak Hitam Duduk Bersama di Kafe? Beverly Daniel Tatum (1997)
melakukan analisis adanya dinamika rasial. Lebih dari itu, dia
menggambarkan bahwa mahasiswa minoritas biasanya agresif dalam
mempertanyakan rasisme sosial di saat yang sama orang kulit putih
merasa mengungguli dalam beberapa hal, suatu tahap yang disebut
oleh Helms (1993) disebut disintegrasi.
Cerita pertama di awal bab mencerminkan tekanan seperti itu.
Gloria sangat menyedari tentang tentang topik rasial yang tekandung
dalam debat imigrasi, tetapi Daniel melihat itu hanya sebagai
ketersinggungan Gloria saja. Diskusi berhenti oleh pandangan
rasisme Gloria terhadap Kayla. Fenomena yang sama terjadi pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
243
kelompok yang lain. Bagi kaum LGBT, tahap ini adalah tahapan
menyatakan identitas positif. D'Augelli (1994) menggambarkan
bahwa adopsi identitas LGBT muncul untuk menghindari dampak
identitas heterosekstual, dengan konsekuensi kehilangan semua hak
istimewa. Rankin (2003) mendokumentasikan perasaan mahasiswa
kaum LGBT yang mengalami marginalisasi di ruang kuliah karena
orientasi seksual mereka, dinyatakan bahwa mereka banyak
menghabiskan waktu bebas di kampus sebagai cara untuk
memperoleh lingkungan positif bagi mereka, bahkan dana yang
mereka miliki tidak dihabiskan untuk kuliah, tetapi banyak di habiskan
di ruang kuliah.
Jika mahasiswa sukses melalui tahapan ini, mereka akan masuk
ke tahap paling sempurna, yaitu redefinisi dan internalisasi. Pada
tahap ini, mahasiswa mendefisinikan ulang tentang diri mereka
sendiri, bergerak di belakang dikotomi mayoritas-minoritas. Identitas
ini menjadi bagian dari perbaikan, tetapi tidak mendefinisikan
identitas mereka sendiri. Mereka tidak banyak mengalami kekeliruan
atau kesalahan, mereka memiliki komitmen berjuang untuk
memperoleh keadilan dalam bidang-bidang yang berpengaruh.
IMPLIKASI PENELITIAN
Dosen mampu mengkonseptualisasikan kelas kita sebagai
bebas secara kultural atau memilih untuk mengabaikan dimensi
kultural, mahasiswa tidak perlu terpaku dengan identitas sosial-
budaya, bahkan mereka harus melangkah pada tingkat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
244
perkembangan saat ini. Professor Adiva mengetahui bahwa imigrasi
adalah topik yang berat, tetapi dia berfikir mahasiswa seharusnya
mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dari artikel yang diberikan,
lepas dari perspektif rasial. Faktanya, Gloria dan Kayla yang ber-ras
Hispanik dan Amerika-Polandia, perkembangan intelektual mereka
dan cara mereka mengetahui, ternyata mempengaruhi cara mereka
memandang materi pada topik imigrasi ilegal, bagaimana mereka
memaknai materi pelajaran dan apa yang dapat mereka pelajari.
Maka dari itu, penting bahwa strategi pendidikan harus menerapkan
refleksi di kelas atas pemahaman tentang perkembangan identitas
sosial sehingga mereka dapat mengantisipasi tekanan yang akan
terjadi di kelas dan dapat menjadi mahasiswa yang proaktif. Strategi
di akhir pertemuan ini secara ekplisit akan menghubungkan strategi
pendidikan dan perkembangan sosial-emosional mahasiswa.
PENELITIAN TENTANG SUASANA KELAS
Karena itu kita perlu mempertimbangkan perkembangan
sosial-emosional mahasiswa secara menyeluruh (holiscitally), kita juga
perlu memperhatikan beragam situasi kelas yang mempengaruhi
kegiatan perkuliahan. Kita mengartikan suasana kelas sebagai
lingkungan fisik, intelektual, sosial, dan emsional yang terjadi ketika
mahasiswa belajar. Suasana kelas ditentukan oleh konstelasi berbagai
faktor yang saling berinteraksi, termasuk interaksi mahasiswa-dosen,
penjelasan dosen, contoh-contoh pandangan negatif, demografi
kelas (jumlah mahasiswa dari berbagai ras), interaksi antar-mahasiswa,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
245
dan beragam perspektif yang disajikan pada materi mata kuliah dan
materi. Semua faktor dapat terjadi di luar apa yang terjadi di kelas.
Cara berfikir umum dan sederhana tentang suasana kelas di
gambarkan dalam dua istilah: suasana baik (terbuka, produktif) atau
suasana rusak (kekanak-kanakan, marginalisasi). Bagaiamanapun juga,
penelitian menyarankan bahwa suasana kelas itu sebagai bersifat
kontinu. Dalam penelitain tentang mahasiswa LGBT, DeSurra dan
Church (1994) meminta mahasiswa untuk mengelompokkan suasana
kelas ke dalam marginalsiasi atau terpsuat, tergantung pada persepsi
apakah perspektif LGBT dimasukkan ke dalam penjelasan materi atau
dikeluarkan dan ditolak. Dalam rangka untuk mengelompokkan
perspesi ini, mahasiswa menunjukkan apakah pesan itu eksplisit
terbukti oleh rencana dan pernyataan untuk memasukkan atau
mengabaikan) atau implisit (misalnya, merujuk dari ketiadaan
perspektif LGBT). Klasifikasi yang menghasilkan keberlanjutan yang
kita percaya sangat berguna untuk memikirkan suasana kelas yang
lebih luas dibandingkan dengan isu LGBT semata.
Pada satu titik kita menemukan suasana yang memarginalisasi
secara nyata. Suasana seperti itu sangatlah merusak, diskriminatif,
atau tertutup. Pada cerita yang kedua, komentar asisten dosen yang
terbuka dan mengabaikan sikap perempuan, jelas menunjukkan
lingkungan seperti ini.
Selanjutnya, kita menemukan suasana marginal secara
tertutup. Suasana kelas ini mengeluarkan kelompk tertentu, tetapi
dalam cara yang tidak langsung. Pesan yang dimasukkan bahkan dari
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
246
dosen yang memiliki makna terbaik. Sebagai contoh, Prof. Guttman
secara tidak langsung menghasilkan suasana kelas yang
memarginalkan perempuan secara tidak langsung, sekalipun dalam
pkirannya dia mencoba terbuka dan mendukung. Dalam cerita dari
kelas ekonomi, permintaan Dainel bahwa kacamata rasional tidak
digunakan dalam analisis ekonomi juga berkontribusi pada suasana
marginalisasi secara tidak langsung, dengan mengirimkan pesan
bahwa diskusi terkait ras tidak diperkenankan.
Selanjutnya, lebih terbuka, kita menemukan suasana kelas yang
sentralistik. Suasana kelas dikarakteristikkan oleh tanggapan tak-
terencana yang memungkinkan perspektif alternatif dan pengalaman
alternatif. Bayangkan, jika setelah Daniel meminta Gloria mengapa
dia selalu menduga adanya pandangan rasis, Professor Adiva
kemudian mengemukakan "Nyatanya, Gloria menyatakan dirinya di
sini, biarkanlah dia berkomentar dan berfikir mendalam", dan
kemudian ingin mengeksplorasi penerapan perspektif Gloria
terhadap analisis ekonomi. Komentar ini akan tervalidasi resiko Gloria
melihat dengan sudut pandang tambahan pada konten dengan
makna tambahan, mendorong keaktifan berfikir untuk semua orang.
Patut dipahami, bahwa di tingkat ini muncul hambatan untuk merubah
perspektif marginal yang masih bertahan di mahasiswa. Seperti itu,
seringkali muncul kasus bahwa mahasiswa memiliki resiko karena dia
tidak mengetahui bagaimana kontribusi yang akan diterima. Ketika
dia berbuat seperti itu, dalam suasana tersentralisasi, dosen harus
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
247
mendorong mahasiswa mampu berkontribusi yang produktif dan
benar.
Pada tingkat yang sangat inklusif, kita menemukan suasana
sangat tersentralisasi. Dalam suasana kuliah yang sangat
tersentralisasi secara ekplisit, perspektif marginal tidak dibenarkan
ketika mahasiswa secara spontan mengeluarkannya, tetapi mereka
secara intensif dan berusaha mengintegrasikannya ke dalam materi.
Suasnaa kelas di sini dikarakteristikkan dengan ushaa yang terencana
dan pasti untuk memasukkan beragam perspektif. Seringkali, silabus
pada mata kuliah harus dimasukkan tahapan persiapan (seperti diskusi
tentang kebijakan dan aturan perkuliahan) untuk mendorong
sensitivitas terhadap perspektif yang harus ditumbuhkan di kelas.
Penting untuk mengingat bahwa pengalaman yang berbeda
oleh kelompok mahasiswa yang berbeda: beberapa mahasiswa
merasa tidak diterima atau diabaikan, sementara yang lain tidak. Juga
mahasiswa dapat mengalami lingkungan yang negatif tetapi dengan
alasan yang berbeda, sebagaimana di dalam perkuliahan Professor
Adiva. Banyak dari kita lebih suka membayangkan bahwa perkuliahan
di kelas harys terbuka terus menerus. Bagaimanapun juga, penelitian
DeSurra dan Church menunjukkan bahwa suasana kelas yang
marginal sering ditemukan di semua kelas.
Bagaimanapun juga, DeSurra dan Church memfokuskan pada
marginalisasi berdasarkan pada orientasi seksual, penelitian tentang
suasana kelas juga dikaitkan dengan karakteristik lain. Dalam hal
tertentu, suasana kelas di awal, secara kolektif dikenal sebagai “kajian
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
248
suasana kekanakan” karena gender (Hall, 1982; Hall & Sandler, 1984;
and Sandler & Hall, 1986). Penelitian ini juga menyarankan bahwa
suasana belajar tidak harus ekslusif atau menegangkan yang
berdampak pada peminggiran mahasiswa dan bahwa, meskipun
setiap contoh marjinalisasi dapat dikelola, jumlah total dari
“ketidakadilan-ketidakadilan kecil” dapat menghasilkan dampak
negatif pada pembelajaran (Hall, 1982).
Pendapat yang sama menyatakan bahwa suasana kelas dalam
kaitannya dengan ras dan identitas (Watson et al., 2002, and Hurtado
et al., 1999). Klaim yang sama juga dikemukakan oleh penelitian
terakhir. Pascarella dan teman (1997) meneliti mahasiswa perempuan
dalam dua tahun pertama dan menyimpulkan bahwa persepsi tentang
suasana kelas yang tidak memiliki hubungan dengan perkembangan
kognitif, termasuk dalam membaca pemahaman, matematika, dan
berfikir kritis. Mereka juga mengatakan bahwa perspsi tentang
suasana permarjinalan memiliki hubungan negatif dengan persiapan
untuk karir. Dalam penelitian yang panjang, Whitt dan lainnya (1999)
mengkaji mahasiswa wanita berumur dua puluh tiga dan dua puluh
empat dalam 11 keadaan dan mengikuti para junior. Mereka
menemukan bahwa perspesi tentang suasana belajar yang dingin
tidak berkaitan dengan kemampuan dalam berfikir dan menulis,
memahami ilmu pengetahuan, persiapan akademik untuk karir dan
pemahaman tentang seni dan kemanusiaan.
Ketika kita sudah mengetahui bahwa suasana kelas dapat
mempengaruhi pembelajaran, pertanyaannya: bagaimana itu bisa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
249
terjadi? Mekanisme apa yang berlaku untuk menerjemahkan persepsi
tentang suasana inklusif atau marginalisas untuk meningkatkan
pembelajaran? Pertanyaan ini begitu sulit dijawab, dikarenakan
banyak faktor yang berkontribusi pada suasana kelas. Untuk tujuan ini,
kita akan memfokuskan pada empat elemen dari suasana kelas:
stereotip, nada, hubungan dosen-siswa dan interaksi mahasiswa-
mahasiswa dan materi. Semua itu saling terkait, tetapi kita akan
membahasnya secara terpisah, menjelaskan mekanisme yang berlaku
yang dapat mempengaruhi prestasi mahasiswa.
STEREOTIP
Jenis stereotip termasuk opensif dan mengabaikan dan dapat
menjadi racun bagi suasana kelas. Bahwa aktivasi stereotip dapat juga
mempengaruhi belajar dan kinerja dalam cara-cara terentu, fenomena
seperti itu disebut dengan "serangan stereotip" (Steele dan Aronson,
1995). Serangan stereotip adalah fenomena kompleks dan
bernuansa, tetapi dalam istilah sederhana, stereotip diartikan sebagai
tekanan yang muncul dalam anggota kelompok yang distereotipkan
ketika itu mereka merasa takut karena dinilai berdasarkan pada
stereotip. Serangan dapat berdampak negatif pada kemampuan
individu dalam melaksanakan tugas (berhubungan dengan
kemampuan mereka), tingkat persiapan, tingkat kepercayaan diri,
atau kepercayaan yang mereka miliki dalam stereotip.
Dalam penelitian, Steele dan Aronson (1995) memfokuskan
pada satu stereotip Amerika Afrika - bahwa mahasiswa Afro-Amerika
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
250
memiliki nilai rendah pada tes standar. Mereka memberikan tes
standar pada dua kelompok mahasiswa Afro-Amerika, meminta satu
kelompok untuk menunjukkan ras mereka sebelum tes dimulai.
Peneliti menemukan bahwa dengan adanya isu rasis, stereotipe
negatif tengah diaktifkan dalam pikiran Afro-Amerika. Aktivasi
stereotipe negatif menurunkan kemampuan mahasiswa Afro-Amerika
secara signifikan, dibandingkan mahasiswa Afro-Amerika yang tidak
mengaktifkan stereotip negatif. Penelitian yang sama menggunakan
sterotipe yang umum pada kelompok tertentu (misalnya wanita yang
tidak bagus pada ujian mateamtika, orang tua yang seringkali lupa)
dan menunjukkan hasil yang selaras. Pada hari ini, kita menemukan
hasil yang sama untuk ras Hispanik dan Asia-Amerika, wanita, orang
tua, dan mahasiswa yang berasal dari sosial-ekonomi rendah (Croziet
& Claire, 1998).
Aktivasi stereotip tidak dibuthukan secara intensif, dan pada
faktanya komentar yang tidak disadari dapat mendorong serangan
stereotip. Sindiran yang halus termasuk komentar guru dan contoh
yang menunjukkan asumsi tertentu tentang mahasiswa, termasuk ke
dalam serangan stereotip. Asumsi problematik termasuk tentang
kemampuan atau kualitas lain tertentu dari anggota kelompok
tertentu atau pernyataan mahasiswa tentang agama dosen,
pengasuhan atau status sosial ekonomi. Tokenisme (isyarat simbolik)
dapat juga menjadi pendorong - dosen yang menggambarkan
mahasiswa minoritas yang merepresentasikan "sudut pandang
minoritas" dibandingkan pembicaraan tentang mereka sendiri.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
251
Professor Guttman secara sadar memberikan predikat kepada
mahasiswa perempuan di Teknik Mesin, tetapi dengan cara yang dia
setujui - mengabaikan untuk melihat perempuan dan memberikan
mereka bantuan - dapat mendorong serangan stereotip dikarenakan
itu menunjukkan asumsi problematik (yakni, bahwa pertempuan akan
diabaikan ketika dosen menunjuknya atau bahwa perempuan perlu
bantuan dikarenakan kemampuannya yang kurang). Terlepas apakah
stereotip itu diaktifkan secara tampak mata atau tidak, akan memiliki
dampak yang sama terhadap kemampuan mahasiswa dalam belajar.
Bagaimana mungkin stereotip dapat mempengaruhi kemampuan
mahasiswa, bahkan untuk mahasiswa yang tidak percaya sekalipun
terhadap stereotip?
Steele dan Aronson melakukan dua hipotesis terkait stereotip.
Pertama, pengaruh stereotip terhadap harga diri dan efikasi diri pada
mahasiswa yang memiliki kemampuan rendah. Pengukuran tentang
harga diri gagal mendukung hipotesis ini. Hipotesis kedua, data yang
diambil cocok untuk diuji, bahwa stereotip mengakibatkan kekacauan
emosi yang mengganggu proses kognitif. Faktanya, mahasiswa
menyatakan mereka fokus pada kemarahan mereka atas stereotip
atau dosen dibandingkan pada tes, tidak dapat berfikir dengan jernih,
mengecek setiap soal pilihan ganda selalu terpikir pada pertanyaan
terakhir, dan seterusnya (Steele & Aronson, 1995). Selain itu, sebagai
mekanisme untuk melindungi konsep diri mereka terhadap
kemampuan mereka yang rendah, mahasiswa mungkin menolak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
252
identitas disiplin ilmu mereka, menilai bahwa disiplin yang tidak baik
bagi mereka (Major et al. 1998).
Maka dari itu, serangan stereotip berjalan melalui dua
mekanisme langung yang saling terkait, satu kognitif dan satu
motivasi. Serangan stereotip adalah fenomena yang menarik dan
kompleks, dan terdapat banyak suasana yang digambarkan oleh
penelitian, tidak dapat menunjukkan hal ini. Bagaimanapun juga,
salah satu hal penitng yang ingin kita tekankan di sini adalah bahwa
kita harus membingkai materi dan tugas - dan keduanya dapat
berdampak pada kegiatan belajar dan kemampuan. Sayangnya,
penelitian menunjukkan bahwa, sangat mudah ketika serangan
stereotip itu muncul, maka kita dapat menghilangkannya (lihat bagian
Strategi).
NADA SUARA
Suasana belajar tidak hanya tentang ras, gender, status
anggota kelompok minoritas, atau stereotip yang dikaitkan dengan
hal-hal tersebut. Suasana belajar juga tentang bagaimana dosen
berkomunikasi dengan mahasiswa, tingkat kenyamanan yang diterima
mahasiswa, dan mahasiswa semakin merasakan kenyamanan dan
keterbukaan. Mialnya, Ishiyama dan Hartlaub (2002) meneliti tentang
bagaimana nada dosen mempengaruhi suasana dengan
memanipulasi silabus perkuliahan. Mereka menghasilkan dua versi
silabus, dengan politik identitas dalam konteks yang sebenarnya
tetapi satu kata dengan nada menghukum, yang lain dengan nada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
253
terdorong.
Mereka mengkaji bahwa nada yang digunakan oleh dosen
mempengaruhi keputusan mahasiswa tentang cara mendekati dosen.
Dalam studi mereka, mahasiswa cenderung mencari bantuan dari
dosen yang mengungkapkan hukuman dengan bijak dibandingkan
dari dosen yang yang mengungkapkan hukuman dalam bahasa yang
membanggakan. Rubin (1985) melabeli dosen seperti itu "tukang
hardik" - dosen yang memiliki kebijakan dalam memblok tebal kata-
kata dan berjanji akan memberikan hukuman keras dibandingkan
menyampaikan alasan pedagogis atas kebijakan kata yang
dilakukannya. Bahkan dalam penelitian yang difokuskan tentang nada
atau suara, secara rasional mengasumsikan bahwa dampak suara
lebih kuat.
Satu hal dari nada suara, termasuk jenis bahasa yang digunakan
di kelas (mendorong atau menurunkan motivasi), terutama dalam cara
pemberian umpan balik (konstruktif dan memfokuskan pada tugas
atau merendahkan dan fokus pada satu orang). Fakatanya, dalam
penelitian mereka tentang mengapa mashasiswa meninggalkan ilmu
ilmu-ilmu, Seymour dan Hewitt (1997) menemukan sarkasme (berkata
kasar), fitnah, dan ejekan, oleh dosen yang dilaporkan mahasiswa.
Nada asisten dosen yang meremahkan mahasiswa perempuan apda
cerita kedua di awal bab, membuat mahasiswa lain tidak ingin
mendekati si mahasiswa perempuan.
Dampak dari nada suara dosen bahkan berpengaruh lebih luas,
bahkan memunculkan perilaku tidak ramah, seperti keterlambatan,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
254
penggunaan telepon dan laptop yang tidak sesuai, dan tidak sopan.
Boice (1998) mengkaji ketidakramahan mahasiswa dikaitkan dengan
ketiadaan motivator positif dari seorang dosen, baik secara lisan
maupun verbal. Maka dari itu, kita melihat bahwa nada suara
berdampak pada pembelajaran dan kemampuan mahasiswa melalui
mekanisme motivasi dan sosial-emosional (lihat Bab 3).
Interaksi Dosen-Mahasiswa dan Mahasiswa dengan Mahasiswa
Astin (1993) mengkaji dampak dari variabel personal dan
situasional pada prestasi belajar di perguruan tinggi; beberapa
penelitian yang mengkaji tentang hubungan antara suasana belajar
dan kegiatan belajar. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap lebih
dari 200.000 mahasiswa dan 25.000 dosen di 200 perguruan tinggi,
Astin mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
pengalaman di perguruan tinggi. Faktor yang terkait dengan suasana
kelas lebih dominan yaitu "orientasi mahasiswa dosen" dan termasuk
item seperti persepsi mahasiswa tentang apakah dosen tertarik
dengan masalah akademik mahasiswa, peduli terhadap kelompok
minoritas, pendekatan di luar kelas dan serangan mahasiswa sebagai
individu. Dia menemukan bahwa faktor-faktor tersebut secara positif
berpengaruh terhadap kebertahanan, prosesntase mahasiswa yang
berhasil lulus, dan berfikir kritis, analisis dan keterampilan
memecahkan masalah.
Seymour dan Hewitt (1997) menemukan bahwa salah satu
alasan mahasiswa berpindah dari fakultas MIPA adalah ketiadaan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
255
kontak dengan dosen dan sebaliknya, satu variabel perubahan dalam
cara berfikir mahasiwa tentang intervensi dosen selama masa kritis
dalam kehidupan akademik atau kehidupan pribadi. Terutama sekali,
Pascarella dan Terenzini (1977) mengkaji bahwa ketidakhadiran
kontak dosen atau persepsi bahwa mereka sebagian besar melakukan
pertukaran formal adalah salah satu penyebab mundurnya mahasiwa
dari perguruan tinggi.
Tidak hanya nada suara, interaksi dosen-mahasiswa
berdampak pada pembelajaran dan kemampuan, melalui pemberian
motivasi dan sosial ekonomi, partisipasi, pengambilan resiko, dan
keteguhan. Tentu saja, mahasiswa juga berkontribusi terhadap
suasana kelas, terutama atas perilaku mereka di kelas, seperti Gloria
dan Kayla sebagaimana cerita pertama, tetapi cara dosen merespon
perilaku mereka adalah faktor paling utama yang mempengaruhi
suasana kelas. Jika Professor Adiva mampu menghentikan respon
emosional dengan mengatakan aturan dasar untuk diskusi atau
memberikan alasan kuat di belakang tugas membaca artikel atau
merubah perkuliahan untuk mengeksplorasi daya kritis Gloria, diskusi
mungkin akan berakhir dalam cara yang sangat berbeda.
Materi
Variabel suasana kelas akan terus dikaji lebih luas sebagai
variabel yang ada dalam semua proses - ucapan langsung atau
ucapan tidak langsung dan perilaku dosen dan mahasiswa. Tetapi
bagaimana dengan materi pelajaran, apakah berdampak pada materi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
256
pelajaran? Apakah suasana kelas terkait dengan "apa yang kita
ajarkan" bukan "bagaimana kita mengajar" juga dapat
mempengaruhi suasana kelas?. Marchesani dan Adams (1992)
menjelaskan keberlanjutan suasana terbuka untuk materi pelajaran,
dari Tahap Kurikulum Ekslusif, di sana hanya ada satu perspekif
dominan, sampai ke tahapan Masukan Orang Luar, ketika suatu nada
perspektif marginal dimasukkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
(misalnya, satu puisi Pribumi Amerika dalam mata kuliah Puisi
Amerika), sampai pada tahap Lebih Terbuka, puncak dari Kurikulum
Transformatif, kurikulum yang berasal dari beragam perspektif, yang
dimasukkan ke dalam materi yang akan dipelajari di perkuliahan.
Meskipun klasifikasi ini lebih dekat dengan mata kuliah seni,
budaya dan sosial, konsepsi kita tentang materi masih relevan dengan
suasana belajar pada semua jenis mata kuliah. Mata kuliah literatur
termasuk ke dalam kategori ini, tetapi materi pelajarannya lebih luas
dari itu. Mata Kuliah Literatur termasuk contoh dan metafor apa yang
berlaku di kelas dan studi kasus serta proyek dapat kita serahkan
kepada mahasiwa. Penting bahwa mahaasiswa dapat saling berbagi,
karena meraka semua menawarkan beragam bias dan di dalam diri
mahasiswa akan tumbuh rasa memiliki. Sekali lagi, jika Professor
Aderani secara sistematis menggambarkan kontribusi bahwa
siapapun wanita dapat menjadi ahli mesin, itu menunjukkan bahwa
dosen mampu mengkomunikasikan pesan yang kuat terhadap
peranan wanita di teknik mesin.
Bagi mahaiswa tertentu yang sedang mengembangkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
257
gagasan tentang identitas, tujuan dan kompetensi, beberapa pesan
ini dapat diterjemahkan ke dalam pesan tentang kekuatan, identitas
dan agensi yang mereka miliki dan dapat mempengaruhhi
keterlibatan dan keteguhan dalam pikiran. Penelitian Astin (1993),
mengidentifikasi suatu faktor yang disebutnya sebagai Orientasi
Keberagaman Dosen, terdiri atas beberapa item seperti keterbukaan
terhasap isu gender dan rasial dalam kurikulum. Astin menemukan
bahwa faktor ini secara positif berpengaruh terhadap IP mahasiswa.
Realisasi bahwa Prof. Adiva yang mengajarkan ekonomi secara
terpisah dari rasial mungkin tidak dapat mendorong mahasiswa
seperti Gloria. Faktanya, Seymour dan Hewitt (1997) menemukan
bahwa kebanyakan wanita dan mahasiswa minoritas yang keluar dari
Fakultas MIPA masuk ke program studi dimana isu ras dan gender
merupakan lensa analisis yang dilegitimasi dibandingkan program
studi teknik mesin yang sedikit rahasia. Kesimpulannya, materi dapat
berpengaruh pada mekanisme kognitif, motivasional dan sosio-
ekonomi karena itu tentukan apa dan bukan apa yang dipelajari serta
bagaimana materi dapat dipahami oleh mahasiswa.
IMPLIKASI PENELITIAN PADA PENGAJARAN
Dari hasil penelitian tentang suasana kelas, apa implikasinya
buat belajar dan mengajar? Pertama, bahwa belajar tidak terjadi di
ruang hampa tetapi dalam konteks materi dan kelas, ketika
intelektualitas dapat didorong dengan isu sosial-emosional. Kedua,
bahwa suasana kelas dapat didorong dengan cara yang terbuka atau
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
258
tersembunyi,dan kebanyakan keputusan yang diharapkan dengan
baik atau nampak tidak berurutan dapat menghasilkan dampak
negatif terhadap suasana kelas. Terakhir, sebagai dosen, kita
bertanggungjawab untuk mengendalikan suasana kelas karena
mendorong suasana kelas dalam rangka memberikan layanan
pembelajaran ketika kita memahami bagaimana dan mengapa
suasana kelas itu dapat berpengaruh terhadap kegiatan belajar.
Dikarenakan ada hubungan antara suasana kelas dan perkembangan
mahasiswa, banyak strategi yang dapat mendorong suasana kelas
juga mendorong perkembangan mahasiswa. Penjelasan berikut akan
menjelaskan berbagai strategi itu.
STRATEGI UNTUK MENDORONG PERKEMBANGAN MAHASISWA
DAN SUASANA KELAS YANG PRODUKTIF
Buat Kenyamanan Yang Tidak Pasti
Bagi mahasiswa, dalam sudut pandang ras hitam dan ras putih
tentang kenyamanan kemungkinan dapat menghambat
perkembangan intelektual dan emosional. Terdapat berbagai cara
untuk ini. Sudut pandang yang berbeda itu benar, tetapi tidak
popular. Secara ekplisit biarkan mahasiswa mengetahui bahwa bagian
dari keterampilan kritis untuk mengembangkan kompleksitas
dibandingkan materi yang sederhana. Jelaskan kepada mahasiswa
tentang hal itu agar mereka tidak frustasi, tidak perlu ada konsensus
tentang hal yang akan didiskusikan, tetapi dapat mendorong setiap
orang untuk berfikir.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
259
Bertahan Pada Satu Jawaban Benar
Buku ajar menyajikan informasi secara linear, tetapi
pengetahuan dibentuk dan ditampilkan sepanjang waktu. Jika Anda
menginginkan mahasiwa dapat berdialog dengan buku teks, ciptakan
suatu struktur yang dapat mendorong itu. Anda dapat meminta
mahasiswa untuk menghaasilkan beragam pendekatan terhadap
suatu masalah atau perdebatan yang menuntut mahasiswa
mampertahankan pandangan yang diyakininya. Mintalah mereka
untuk mengungkapkan sudut pandang sebelum mahasiswa Anda
membiaskan topik diskusi. Ketika itu telah terjadi, berikan tugas
dengan beragam solusi yang benar.
Menunjukkan Bukti Atas Kemampuan dan Kriteria Penilaian
Jika Anda ingin mahasiswa Anda menunjukkan bukti atas opini
mereka, gunakanlah rubrik dan alat lain yang mendukung. Anda
dapat membimbing mahasiswa Anda menggunakan rubrik dengan
meminta mereka untuk membaca setiap pekerjaan mereka dan
memeriksa bukti secara visual. Menunjukkan bukti atas penilaian yang
Anda lakukan akan mengurangi "persepsi yang salah" berdasarkan
gagasan bahwa opini personal bersifat subjektif dan tidak dinilai
dengan jujur.
Ujilah Asumsi Anda Tentang Mahasiswa Anda
Dikarenakan asumsi mempengaruhi cara Anda berinteraksi
dengan mahaiswa Anda, yang berdampak pada pembelajaran, kita
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
260
perlu untuk menelusuri dan mempertanyakan asumsi-asumsi yang kita
buat. Hal umum bagi dosen untuk berasumsi tentang mahasiswa
mereka berdasarkan pada pengalaman dan kerangka referensi
(misalnya, referensi buku atau pengalaman).
Hal yang sama juga berlaku, ketika Anda membuat asumsi
tentang kemampuan mahasiswa (misalnya, mahasiswa Asia-Amerika
lebih pintar di matematika), identitas dan sudut pandang (misalnya,
mahasiswa menyampaikan orientasi seksual dan afiliasi politik) dan
atribut (misalnya, bahasa menunjukkan kelemahan intelektual).
Asumsi ini dapat ditunjukkan dalam perilaku sehinggga secara tidak
sengaja dapat nampak dan mempengaruhi suasana belajar dan
perkembangan mahasiswa tentang identitas.
Tidak Perlu Meminta Mahasiswa Berbicara Atas Nama Kelompoknya
Mahasiswa minoritas seringkali melaporkan perasaan yang
tersembunyi di kelas atau menunjukkan sesuatu seperti tulisan,
berbicara atas nama minoritas. Pengalaman menunjukkan mereka
sedang mengatasnamakan diri sebagai pembicara atas nama
kelompoknya dan dapat memiliki implikasi pada kemampuan mereka
(misalnya, ketika mereka tidak dilibatkan, merak akan marah atau
menyerang). Emosi tersebut dapat menghambat kemampuan
mahasiswa berfikir jelas, logis, solutif dan sebagainya.
Menyebutkan Nama
Menciptakan lingkungan belajar yang efektif seringkali
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
261
termasuk membuat mahasiswa merasa mengenali individu lain, baik
individu maupun anggotanya. Usahakanlah agar Anda mampu
mengingat mahasiswa Anda, memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk mengingat nama orang lain, mengundang
mahasiswa untuk melakukan kegiatan di luar kelas, seperti teater atau
olahraga, dan sebagainya, membantu mahasiswa untuk
menghilangkan hambatan dalam kelas.
Model Bahasa, Perilaku, dan Sikap Yang Terbuka
Ketika dosen menetapkan suatu asumsi tentang apa yang
benar atau tidak benar, begitu juga mahasiswa. Atasi asumsi ini
(misalnya, bahwa kita memiliki nilai, pengalaman, atau tujuan) dengan
inklusivitas, yang dapat memberikan pengalaman belajar yang kuat
untuk semua mahasiswa. Misalnya, menghidari kata-kata maskulnitas
baik untuk mahasiswa pria maupun mahasiswa wanita, atau ketika kita
menggunakan idiom Amerika, menjelaskan kepada mereka
keuntungan dari berbicara Inggris non-pribumi. Perilaku seperti ini
dapat "tertangkap" dalam kelas dan menciptakan suatu iklim yang
terbuka untuk semua dibandingkan menghilangkan motivasi untuk
beberapa orang yang tidak merasa terwakili. Perasaan diterima dan
tidak dimarjinalkan adalah penting untuk perkembangan rasa
identitas positif.
Penggunakan Contoh yang Beragam dan Contoh Yang Berbeda
Beragam contoh dalam beragam konteks dan situasi sangat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
262
penting jika mahasiswa tidak memahami teori dan konsep dan mreka
dapat meningkat seperti mahasiswa yang terakhir. Maka, untuk
contoh, rencanakan contoh yang mewakili kedua jenis seks, lintas
budaya dan terkait orang dari status sosial ekonomi, juga untuk
mahasiswa dewasa. Strategi sederhana ini dapat membantu
mahasiswa merasa terkait dengan materi, bahwa mereka merasa
terlibat dalam lapangan dan memperkuat mengembangkan
kompetensi dan tujuan.
Tetapkan dan Mengingatkan Aturan Dasar Interaksi
Aturan dasar dapat membantu memastikan bahwa mahasiswa
bersifat terbuka dan saling menghargai, dalam rangka menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dan mendorong perkembangan
mahasiswa. Untuk memaksimalkan penerimaan aturan dasar, anda
dapat melibatkan mahasiswa dapam proses penetapan aturan dasar.
Lihat Lampiran 5 untuk contoh penetapan aturan dasar. Tentu saja,
Anda masih perlu tetap memperkuat aturan dasar dan memperbaiki
perilaku non-terbuka atau komentar yang mengejek.
Memastikan Materi Kuliah Tidak Memarjinalkan Mahasiswa
Pikirkan tentang apakah perspektif tertentu tidak perlu
disajikan dalam materi perkuliahan (misalnya, mata kuliah tentang
keluarga memfokuskan pada keluarga tradisional, atau mata kuliah
tentang kebijakan politik mengabaikan isu rasial). Mengabaikan
beberapa isu yang mengundang justifikasi nilai, yang dapat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
263
mengasingkan kelompok mahasiswa tertentu, sehingga dapat
menghambat pengembangan identitas diri mahasiswa.
Menggunakan Silabus dan Hari Pertama di Kelas Untuk Membangun
Suasana Kelas
Kesan pertama begitu penting karena akan bertahan lama.
Mahasiswa Anda akan membentuk kesan tentang Anda dan mata
kuliah pada hari pertama, maka dari itu gunakanlah nasa suara yang
menunjukkan Anda ingin hadir di kelas mereka selama satu semester.
Pikirkan bagaimana Anda memperkenalkan diri Anda dan materi mata
kuliah. Bagaimana Anda mampu menyeimbangkan kompetensi dan
otoritas Anda dengan sikap yang mendukung dan ramah? Jenis
pemecah suasana seperti apa yang dapat membantu mahasiswa
mengetahui satu sama lain dan menjadi nyaman dengan Anda dan
terlibat dengan serius dalam perkuliahan Anda?
Tetapkan Suatu Tahapan Untuk Mendapatkan Umpan Balik Tentang
Suasana Kelas
Dikarenakan beberapa sikap, perilaku dan bahasa tidak selalu
nampak kelihatan (atau tersembunyi), tidak mudah untuk membuat
mahasiswa merasa bernilai, diterima, didengar, dan seterusnya. Anda
akan terus mengawasi suasana kelas - terutama dalam kaitannya
dengan isu sensitif - dengan meminta satu mahasiswa yang mewakili
kelas untuk bertemu Anda secara reguler guna mengungkapkan saran
untuk perbaikan suasana kelas, atau melalui evaluasi awal yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
264
dirancang khusus untuk menanyakan isu suasana kelas.
Anda dapat juga merekam Anda sendiri atau meminta orang
lain (misalnya, asisten dosen, kolega) untuk duduk di kelas dan
mengumpulkan data tentang interaksi Anda dengan mahasiswa.
Indikator untuk mengawasi kegiatan perkuliahan termasuk catatan
tentang kelompok yang dipanggil, interupsi, mengajukan pertanyaan
yang kurang bagus, atau memberikan pemahaman kepada kelompok
lain.
Antisipasi dan Persiapan untuk Isu-Isu Sensitif
Kita biasanya mengetahui pengalaman masa lalu tentang
topik-topik sensitif bagi mahasiswa kita, dari teman sejawat.
Mempersiapkan mahasiswa untuk menerima materi topik isu-isu
sensitif yang akan didiskusikan dengan cara menjelaskan mengapa
mereka harus mempelajari isu ini, misalnya "agar Anda dapat
menerima beragam perspektif yang berbeda" dan juga menjelaskan
aturan dasar agar diskusi dapat berjalan dengan baik.
Arahkan untuk Menjadi Pendengar Aktif
Terkadang tekanan muncul dikarenakan mahasiswa tidak
mendengar apa yang dikatakan orang lain. Untuk itu perlu dibangun
keterampilan mendengarkan pendapat orang lain dan meningkatkan
interaksi kelas. Anda dpat meminta mahasiswa untuk mengulang
kembali apa yang dikatakan oleh orang lain, diikuti dengan
serangkaian pertanyaan apakah sejalan dengan pendapat orang lain
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
265
atau memiliki pandangan lain. Anda juga dapat menjadikan Anda
sebagai contoh orang yang mampu menterjemahkan pendapat orang
lain dan mengemukakan perspektif yang berbeda.
RINGKASAN
Pada bab ini, telah meyakinkan bahwa Anda perlu
memperhatikan mahasiswa secara utuh baik dari segi intelektual,
sosial maupun emosional. Kita tengah mengkaji sejumlah penelitian
yang menjelaskan bagaimana mahasiswa sebagai individu yang
masing-masing dapat berkembang di semua bidang dan dalam
kaitannya dengan mencari identitas mengungkapkan bagaimana
perkembangan diri mahasiswa dapat mempengaruhi kegiatan belajar
dan kemampuan mereka.
Kita juga telah mengungkapkan bahwa Anda perlu
memperhatikan kelas tidak hanya dari segi intelektual tetapi juga
lingkungan sosial dan emosional dan telah menunjukkan bahwa
semua yang berkaitan dengan lingkungan belajar saling berkaitan
dengan perkembangan mahasiswa dan mempengaruhi proses belajar
dan kemampuan mereka. Kita juga tengah menunjukkan bahwa
meskipun dosen dapat mendorong perkembangan, tetapi tidak
sebesar pengaruh suasana belajar. Harapannya bahwa dosen dapat
lebih memperhatikan cara membangun suasana kelas yang kondusif
yang berakibat pada proses belajar.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
266
BAB 8
MENDORONG KETERAMPILAN METAKOGNITIF
Membangun kesadaran belajar bukan sesuatu yang sulit jika Anda
sendiri sudah memiliki kesadaran mengajar
Keterampillan didaktik lainnya, yang harus dikuasai oleh dosen
adalah keterampilan metakognitif. Dibandingkan dengan
keterampilan memotivasi belajar dan mendorong suasana belajar
kondusif, keterampilan metakognitif lebih sulit, tetapi bukan berarti
lebih penting dibandingkan dua keterampilan yang lain. Ketiganya,
motivasi belajar, suasana kondusif, dan metakognitif, merupakan
elemen dasar yang mempengaruhi kualitas pembelajaran.
SISWA Y Setelah selama satu minggu menilai ke-25 tugas makalah,
makalah dikembalikan kepada mahasiswa. Di tugas pertama ini, saya meminta mahasiswa menyatakan argumen disertai bukti pendukung.
Setelah pelajaran selasai, satu dari mahasiswa saya, Melani namanya, menyatakan perlu berbicara empat mata dengan saya terkait nilai yang diperolehnya, bukan makalahnya. Melani pertama kali membuat makalah baru di mata kuliah saya. Belum ada tugas membuat makalah di mata kuliah lain. Dia merasa belum dapat menyatakan argumentasi dengan tepat.
Saya memberikan kesempatan satu minggu kepada Melani untuk memperbaiki argumentasi. Ketika saya keluar kelas menunju kantor, dia mulai menjelaskan bahwa dia memiliki bakat menulis sudah sejak SMA. Dia menyatakan bahwa nilai yang diterimanya sebagai kekeliruan, karena menurut orang tuanya makalah yang dibuatnya sangat bagus.
Melani menyatakan bahwa ia telah menghabiskan waktu sampai bergadang untuk membuat makalah itu. Dia bekerja di
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
267
SISWA Y bawah tekanan, dan mengatakan "... makalah yang dibuatnya mencerminkan kreativitasnya dalam mengemukakan pendapat”.
dari Ngea [Dosen Sejarah Intelektual]
Roda Sepeda Setelah saya menilai ujian mahasiswa bernama Joni, saya
tidak dapat membantu menaikkan nilai. Nilai ujian pertamanya begitu rendah. Tetapi Joni tidak sendiri, kebanyakan mahasiswa yang pertama kali ikut ujian, nilainya juga rendah. Tetapi saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Bagaimana dapat seseorang yang hadir setiap kali di perkuliahan - duduk di depan dengan penuh perhatian dan menyelesaikan laporan bacaan dan praktik labolatorium, tidak ada kekurangan apapun, tetapi nilai ujiannya begitu rendah?”.
Sebelum ujian, Saya mengatakan kepada Joni bahwa UAS dirancang untuk menguji pemahaman konseptual. Joni nampak bingung. Pada saat itu, Joni berfikir dia dapat memperkirakan apa yang harus dipelajari. Saya menanyakan apa yang dilakukannya dalam mempersiapkan ujian, dan dia menjawabnya “Saya belajar selama seminggu untuk mempersiapkan itu, membolak-balik semua isi buku.”
Saya sulit mempercayai ketika saya diperlihatkan buku teks yang telah dibaca Joni, semua teks telah diberi stabilo kuning. Ia menjelaskan kepada saya bagaimana dia telah membaca berulang kali dan mengingat istilah-istilah dengan menuliskan kembali definisi-definisi istilah pada kertas kecil.
Saya menanyakan: “Dari mana dia mendapatkan pendekatan seperti itu?” dan dia mejelaskan bahwa dia menggunakan pendekatan seperti itu ketika menghadapi ujian di SMA.
dari Shinta [Dosen Manajemen Strategi]
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
268
APA YANG TERJADI DALAM CERITA
Nampaknya kedua cerita itu berbeda: Melani menulis
makalah pada hari-hari terakhir, sementara Joni belajar keras selama
seminggu sebelum menghadapi ujian akhir. Bagaimanapun juga,
kedua mahasiswa tersebut belajar tanpa memahami mengapa harus
belajar seperti itu. Ketika kita menganalisis detail setiap cerita, ada isu
lain yang muncul. Kita dapat menyaksikan bahwa Joni memiliki
strategi belajar mengingat fakta dan definisi – strategi yang dipelajari
dan dilaksanakannya ketika SMA, tetapi terbukti menjadi tidak efektif
digunakan ketika belajar di perguruan tinggi. Perubahan pendekatan
yang dilakukan Joni setelah rendahnya nilai pada ujian pertama tidak
banyak membantu.
Melani juga memiliki strategi belajar di masa lalu, tetapi dia
gagal mengenali perbedaan dasar - tingkat pemahaman - di kedua
disiplin ilmu - antara menulis bahasa Inggris di SMA dan menulis di
kelas Sejarah Intelektual di perguruan tinggi. Lebih dari itu, dia tidak
memahami dan memenuhi hal yang kedua, sehingga nilai tugasnya
itu begitu rendah. Baik Melani maupun Joni sedang menghadapi
tantangan intelektual yang baru. Sayangnya, mereka tidak mampu
merubah strategi belajar mereka dan mereka gagal mengembangkan
strategi belajar. Untuk menyelesaikan tugas menulis sejarah
intelektual, Melani memiliki kepercayaan tentang kemampuan yang
dimilikinya, berdasarkan pada pengalaman masa lalu, hanya saja dia
tidak dapat mengidentifikasi kekeliruan pendekatan cara belajar yang
saat ini digunakannya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
269
PRINSIP YANG BERLAKU
Meskipun kedua mahasiswa tengah berjuang mengerjakan
tugas pada mata kuliah yang berbeda, mereka mengalami kesulitan
yang sama yakni kemampuan metakognitif. Metakognitif diartikan
sebagai proses refleksi yang diarahkan pada apa yang dipikirkan
[berfikir tentang pikiran sendiri]. Baik Melani maupun Joni
menghadapi masalah terkait dengan ketepatan menilai kemampuan
dan gaya belajarnya, dan mereka gagal mengadaptasi pendekatan
belajar yang dimilikinya terhadap situasi yang dihadapi saat ini.
Sebagai hasilnya, kedua mahasiswa tersebut mengalami kesulitan
belajar. Mengajar efektif dengan pembelajaran berpusat pada
mahasiswa, saatnya bagi Anda untuk mampu mengajarkan cara
menerapkan keterampilan metakognitif yang mengarahkan pada cara
berfikir. Melani dan Joni adalah salah satu contoh dari mahasiswa
yang gagal menerapkan keterampilan metakognitif yang dimilikinya.
Untuk jadi mahasiswa yang memiliki kesadaran belajar, mahasiswa
harus mampu menilai tuntutan tugas, mengevalausi pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya, merencanakan pendekatan,
mengawasi kemajuan, dan menyesuaikan strategi yang dibutuhkan.
Pernyataan di atas merupakan intisari dari keterampilan
metakognitif sebagai keterampilan yang menentukan efektifitas
belajar (juga disebut mawas diri). Keahlian seperti itu teramat penting
di perguruan tinggi dan di dunia kerja, ketika seseorang menerima
tugas yang begitu kompleks dan menuntut tanggungjawab lebih atas
apa yang dipelajarinya. Dibandingkan dengan siswa SMA, mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
270
di perguruan tinggi sering dituntut untuk menyelesaikan tugas yang
besar, proyek jangka panjang dan terlebih lagi harus bekerja secara
mandiri. Proyek menuntut mahasiswa untuk mengenali pengetahuan
yang dimilikinya dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam
menyelesiakan proyek, mengidentifikasi apa yang harus mereka
pelajari, merencanakan suatu pendekatan belajar secara mandiri,
menemukan cara terbaik menyelesaikan proyek secara mandiri, serta
mengawasi dan menyesuaikan pendekatan di sepanjang waktu
belajar. Atas semua hal itu, tidak mengherankan jika salah satu
tantangan terbesar mahasiswa memasuki dunia perguruan tinggi
adalah mengatur cara belajar mereka sendiri (Pascarella & Terenzini,
2005).
Sayangnya, keterampilan metakognitif cenderung berada di luar
area materi kuliah di sebagian besar program studi dan sering
diabaikan dalam pengajaran. Namun, dengan membantu mahasiswa
untuk meningkatkan keterampilan metakognitif akan mendatangkan
manfaat besar, tidak hanya kebiasaan intelektual seperti perencanaan
pendekatan proyek, keputusan alternatif, dan evaluasi perspektif
sendiri, tetapi juga dapat digunakan lebih dari itu – untuk
pengetahuan khusus.
Bayangkan, apa yang terjadi, jika Joni dan Melanie telah belajar
mengevaluasi tuntutan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka,
mampu mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan, mampu menyesuaikan
pendekatan belajar yang dibutuhkan, mungkin dia akan berhasil
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
271
memenuhi tuntutan tugas, dan berhasil dalam bidang akademik. Pada
ujian kedua, mungkin Joni telah merubah strategi, dari strategi
menstabilo teks pada buku dan menghafal fakta-fakta dan konsep-
konsep dasar kimia, ke strategi membuat peta konsep untuk menguji
pemahamannya tentang ide-ide kunci dan hubungan kausal antar-
konsep. Melanie mungkin telah beralih ke strategi baru untuk menulis
artikel sejarah yang berpusat pada mengartikulasikan argumen yang
jelas dan bukti yang mendukung, bukan bertahan pada pendekatan
deskriptif yang digunakannya untuk menulis tugas bahasa Inggris
sewaktu SMA. Dengan kata lain, keterampilan metakognitif akan
membantu baik Joni dan Melanie belajar lebih lanjut, yang tercermin
dalam peningkatan kemampuan.
PENELITIAN TENTANG METAKOGNITIF
Para peneliti telah mengusulkan berbagai model aga
mahasiswa mampu menerapkan keterampilan metakognitif dengan
baik (Brown, et.al., 1983;. Butler, 1997; Pintrich, 2000; Winne &
Hadwin, 1998). Meskipun masing-masing peneliti memberikan
penjelasan yang berbeda-beda, tetapi di antara para peneliti memiliki
kesamaan gagasan bahwa peserta didik perlu terlibat dalam berbagai
proses untuk memantau dan mengontrol proses belajar yang mereka
alami (Zimmerman, 2001). Selain itu, mengingat kegiatan
pemantauan kemajuan belajar dan pengendalian diri saling
mempengaruhi satu sama lain, model pengembangan metakognitif
sering berupa sebuah siklus.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
272
Gambar 9. Siklus Pengembangan Keterampilan Metakognitif
Gambar 9. menggambarkan siklus keterampilan metakognitif,
bahwa peserta didik harus:
• Menilai tugas mereka, dengan mengutarakan tujuan tugas dan
kendala yang dihadapi.
• Menilai pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri,
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka dalam
menyelesaikan tugas.
• Menyusun rencana metode untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi saat ini.
• Menerapkan berbagai strategi untuk mewujudkan rencana yang
dibuat, memantau kemajuan di sepanjang waktu.
• Refleksikan sejauh mana pendekatan yang telah dilaksanakan
sehingga dapat menyesuaikan dan memulai siklus yang
diperlukan.
MENINJAUtugas
EVALUASIkekuatan & kelemahan
RENCANA strategi
MENERAPKAN strategi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
273
Selain itu, ada banyak tahapan dalam keterampilan
metakognitif itu yang tumpang tindih. Dari interaksi satu sama lain,
mahasiswa akan merasa yakin pada kecerdasan dan kemampuan
belajarnya (seperti, apakah kecerdasannya tetap atau masih perlu
dibentuk dan apakah kemampuan belajarnya dalam kategori cepat
dan mudah atau lambat dan perlu usaha keras), refleksi diri
merupakan faktor yang paling mempengaruhi seluruh siklus (Lihat
lingkaran pusat pada Gambar 7.1). Mari kita pahami satu per satu
setiap tahapan dalam siklus pengembangan keterampilan
metakognitif.
MENINJAU TUGAS YANG DITERIMA
Ketika mahasiswa menyerahkan tugas yang masih kurang
lengkap, dosen sering bertanya pada diri sendiri: “Apakah mereka
membaca petunjuk tugas?” Bahkan, dosen mengira mahasiswa Anda
tidak membaca tugasnya, atau seandainya mereka membaca tugas,
mereka gagal menilai secara akurat apa yang seharusnya
dilakukannya. Mereka membuat asumsi tentang tugas berdasarkan
pengalaman mereka sebelumnya. Dalam satu penelitian yang
menyelidiki kesulitan mahasiswa mengerjakan tugas menyusun
makalah, Carey, Flower, Hayes, dan kawan-kawan (1989) menemukan
bahwa setengah dari mahasiswa mengabaikan petunjuk tugas dan
menggunakan pengetahuan menulis yang telah digunakan di masa
SMA. Akibatanya, mahasiswa-mahasiswa seperti itu mendeskripsikan
hal ihwal pengetahuan terkait topik makalah tanpa memperhatikan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
274
tujuan tertentu atau tujuan tugas. Misalnya:
TUGAS
PEMANFATAN BIOTEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN
Petunjuk:
• Carilah jurnal tentang bioteknologi yang dapat meningkatkan
produktivitas dan keamanan konsumsi.
• Uraikan isu-isu terkait pemanfaatan bioteknologi untuk
produktivitas dan keamanan konsumsi, cara pemanfaatan, dan
dampaknya terhadap lingkungan, dari beragam perspektif.
• Jelaskan pandangan Anda tentang dampak positif dan negatif
dari bioteknologi di sektor pertanian.
HASIL PEKERJAAN MAHASISWA
BIOTEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN DAN MANUSIA
• Pengertian Bioteknologi
• Manfaat Bioteknologi
• Produktivitas Pertanian
• Dampak Bioteknologi
Penelitian menunjukkan bahwa tahap pertama pengembangan
keterampilan metakognisi yaitu Tahap Mengenali Tuntutan Tugas.
Tentu mengenali tuntutan tugas tidak selalu mudah bagi mahasiswa,
sebagaimana dicontohkan dalam cerita di awal. Meskipun Dr. Shinta
menjelaskan di bagian awal tugas (PETUNJUK) bahwa mahasiswa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
275
harus menuliskan argumentasi dengan bukti pendukung, Melanie
tetap pada strategi menulis yang telah ia pelajari di kelas bahasa
Inggris sewaktu SMA. Joni mengabaikan atau keliru memahami
pernyataan dosen tentang tujuan ujian (untuk menguji pengetahuan
konseptual), dan membuat asumsi sendiri berdasarkan pengalaman
SMA-nya (menghafal fakta-fakta daripada mengidentifikasi ide-ide
kunci dan hubungan kausal antar-konsep). Pada kedua kasus tersebut,
kedua mahasiswa mengenali tuntutan tugas tidak akurat, meskipun
dosen telah memberikan arah petunjuk yang jelas.
Mengingat mahasiswa sering keliru mengenali tuntutan tugas
dan bukan cara efisien jika harus terus mengingatkan: “bacalah dan
perhatikan petunjuk tugas dengan baik”, maka mahasiswa perlu: (1)
diajarkan bagaimana cara mengenali tuntutan tugas; (2) diajarkan cara
melangkah dari Tahap Mengenal Tuntutan Tugas ke dalam Tahap
Perencanaan Penyelesaian Tugas, dan; (3) diajarkan cara memahami
umpan balik (saran perbaikan) atas keakuratan penilaian tuntutan
tugas sebelum mulai mengerjakan tugas yang diberikan.
MENILAI KEKUATAN DAN KELEMAHAN DIRI
Meskipun mahasiswa telah mampu mengenal tuntutan tugas
yaitu ketika berhasil menentukan apa yang perlu dilakukan untuk
menyelesaikan tugas secara efektif, masih ada pertanyaan tentang
seberapa baik mereka mempersiapkan diri untuk memenuhi tuntutan
tugas. Penelitian menemukan bahwa mahasiswa pada umumnya
memiliki kesulitan mengenali kekuatan dan kelemahan mereka
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
276
sendiri, dan mahasiswa tampaknya kurang pengetahuan dan
keterampilan untuk menilai diri mereka sendiri. Misalnya, ketika
mahasiswa keperawatan ditanya tentang prosedur dasar memasukkan
infus, mayoritas mahasiswa mengemukakan terlalu banyak tahapan
dibandingkan dengan apa yang sebenarnya dikerjakan. Fenomena ini
telah ditemukan dalam berbagai konteks. Selain itu, penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang lemah kurang mampu menilai kemampuan mereka
daripada mahasiswa dengan keterampilan yang kuat.
Sebagai contoh, ketika diminta untuk memprediksi
kemampuan mereka sendiri baik sebelum dan setelah menyelesaikan
tes, mahasiswa psikologi menunjukkan beragam tingkat akurasi
perkiraan, berdasarkan kinerja aktual mereka. Mahasiswa dengan
kemampuan tinggi lebih akurat dalam memprediksi dan menunjukkan
peningkatan kemampuan selama tes berikutnya, sedangkan
mahasiswa kemampuan rendah terlalu membesar-besarkan
kemampuan mereka baik sebelum dan maupun setelah melaksanakan
tes dan menunjukkan sedikit perubahan keakuratan dari waktu ke
waktu (Hacker et al., 2000).
Terutama di kalangan para pemula, cenderung tidak akurat
menilai pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri terkait
pencapaian tujuan tertentu, yang dapat berdampak serius bagi
mahasiswa tersebut untuk mampu mencapai tujuan tersebut.
Misalnya, mahasiswa yang tidak akurat menilai pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
277
mungkin meremehkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan secara efektif atau mengabaikan bantuan
tambahan dan dukungan yang harus diperoleh.
Ketidakmampuan menilai diri nampak jelas pada dua
mahasiswa, baik Melanie maupun Joni, di kedua cerita di awal bab.
Melanie percaya bahwa dia seorang penulis berbakat dan
menganggap dirinya memiliki kekuatan mengerjakan tugas menulis
di bawah tekanan. Menunjukkan terlalu-kepedean, Melanie mulai
mengerjakan tugas menulis makalah sejarahnya pada menit-menit
terakhir. Joni juga bangga dengan keterampilan membaca teliti dan
menandai teks tanpa henti dari buku teks yang dibacanya, tetapi ujian
yang dihadapinya menuntut dia sukses mempelajari konsep-konsep
kunci dan mejelaskan hubungan kausalitas dari konsep-konsep kunci
yang dipelajarinya. Jika kedua mahasiswa tersebut berhasil
mengevaluasi kemampuan mereka, untuk lebih realistis, mungkin
akan memilih strategi yang lebih tepat, pada gilirannya dapat
mengantarkan mereka memperoleh hasil yang lebih baik.
MERENCANAKAN PENDEKATAN YANG TEPAT
Mengingat mahasiswa kesulitan dalam mengenal tuntutan
tugas dan menilai kemampuan mereka sendiri, yang terjadi berikunya
adalah kapasitas mereka untuk menyusun rencana secara efektif juga
akan terganggu. Dalam cerita di awal, kita melihat kesalahan yang
dibuat kedua mahasiswa: (1) tidak membuat rencana yang cukup,
terutama untuk tugas yang kompleks, dan; (2) membuat rencana yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
278
tidak tepat untuk situasi yang dihadapi saat itu. Melanie
menyederhanakan masalah, pertama, ia baru memulai menulis
makalah pada satu malam sebelumnya dan tidak menyediakan waktu
untuk berpikir ke depan tentang apa (dan bagaimana) caranya
menyelesaikan tugas menulis ini dengan cepat. Berbeda dengan Joni,
Joni memiliki rencana bagaimana cara belajar untuk menghadapi
ujian, yakni menandai berbagai istilah di buku teks dengan stabilo
kuning. Namun, rencananya kurang cocok untuk jenis ujian yang
diberikan oleh dosennya. Penelitian pada perilaku menyusun rencana,
memberikan bukti bahwa kedua mahasiswa, Melanie dan Joni,
memiliki masalah dalam penyusunan rencana belajar.
Rencana Melanie konsisten dengan bukti penelitian yang
menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung menghabiskan terlalu
sedikit waktu untuk menyusun perencanaan, terutama bila
dibandingkan dengan seorang ahli. Sebagai contoh, dalam sebuah
penelitian, para ahli fisika (dosen dan mahasiswa pascasarjana) dan
pemula (mahasiswa semester pertama) diminta untuk memecahkan
berbagai masalah fisika. Tidak mengherankan, para ahli memecahkan
masalah lebih cepat dan lebih akurat daripada pemula. Namun, hasil
menarik adalah bahwa para ahli menghabiskan lebih banyak waktu
daripada pemula dalam membuat rencana menyelesaikan masalah.
Pemula, sebaliknya, menghabiskan sedikit waktu dalam
merencanakan dan sebagai gantinya menerapkan berbagai
persamaan untuk mencoba memecahkan masalah.
Kurangnya waktu dalam menyusun perencanaan, membuat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
279
pemula [mahasiswa semester awal] membuang lebih banyak waktu
karena mereka memulai langkah pertama yang salah dan mengambil
langkah-langkah yang pada akhirnya tidak menghasilkan solusi yang
tepat. Efek serupa telah ditemukan di disiplin lain, seperti matematika
dan sastra (Hayes & Bunga, 1986; Schoenfeld, 1987). Dengan kata
lain, meskipun penyusunan perencanaan untuk menyelesaikan tugas
dapat meningkatkan peluang keberhasilan, mahasiswa cenderung
tidak menyadari pentingnya menyusun rencana penyelesaian tugas.
Penelitian juga menunjukkan bahwa ketika mahasiswa
menyusun rencana penyelesaikan tugas, mereka sering membuat
rencana yang tidak cocok untuk tugas yang diberikan. Sebagai
contoh, satu studi penelitian menganalisis perilaku ahli dalam
merencanakan (dosen mata kuliah menulis) dan pemula (mahasiswa)
dan kemudian juri independen menilai kualitas tulisan terakhir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemula dan penulis kurang efektif
adalah orang-orang yang telah menyusun rencana yang kurang tepat
(Carey et al., 1989).
MENERAPKAN STRATEGI DAN MENGAWASI KINERJA
Setelah mahasiswa menyusun rencana dan mulai menerapkan
strategi yang sesuai rencana mereka, mahasiswa perlu memantau
kinerja mereka. Dengan kata lain, mahasiswa perlu bertanya pada diri
sendiri, "Apakah ada strategi-strategi yang dapat bekerja dengan
baik atau satu strategi lebih produktif dibandingkan strategi yang
lain?”. Tanpa memantau kemajuan mereka sendiri, mahasiswa seperti
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
280
Joni dalam cerita di awal dapat terus menerapkan strategi yang tidak
efektif dan akibatnya membuat buang-buang waktu dan mencapai
hasil yang buruk.
Penelitian tentang efek kegiatan pemantauan diri mahasiswa,
menunjukkan dua hal penting. Pertama, mahasiswa yang secara alami
memantau perkembangan mereka sendiri dan mencoba untuk
menjelaskan kepada diri mereka sendiri apa yang mereka pelajari di
sepanjang waktu, menghasilkan manfaat belajar yang lebih besar
dibandingkan dengan mahasiswa yang jarang terlibat dalam kegiatan
pemantauan diri dan penjelasan aktivitas-diri. Sebagai contoh, dalam
sebuah studi, mahasiswa diminta untuk berbicara keras-keras saat
mereka mempelajari topik ilmu pengantar dalam buku teks. Setelah
belajar, mahasiswa diberikan tes pemecahan masalah untuk
mengukur seberapa banyak apa yang telah mereka pelajari. Para
peneliti membagi mahasiswa menjadi dua kelompok sesuai dengan
kinerja mereka dalam memecahkan masalah, kelompok mahasiswa
dengan kinerja-pemecah masalah yang baik dan pemecah masalah
yang buruk dan kemudian melihat untuk melihat apakah ada
perbedaan dalam cara mereka mempelajari buku teks dibandingkan
cara membaca keras-keras. Perbedaan yang mereka temukan adalah
bahwa pemecah masalah yang baik jauh lebih mungkin untuk
memantau pemahaman mereka; sementara mereka sedang
membaca, lalu berhenti membaca, lalu bertanya pada diri sendiri
apakah mereka memahami konsep yang disajikan dalam buku teks
(Chi et al., 1989).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
281
Meskipun penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara
pemantauan diri dan efektivitas pembelajaran, pertanyaan yang
menarik adalah apakah mengajarkan mahasiswa untuk memonitor diri
benar-benar meningkatkan belajar mahasiswa. Penelitian di beberapa
domain ilmu menunjukkan bahwa jawabannya adalah ya. Mahasiswa
yang diajarkan atau diminta untuk memantau pemahaman mereka
sendiri atau untuk menjelaskan kepada diri sendiri apa yang mereka
pelajari memiliki manfaat belajar yang lebih besar dibandingkan
dengan mahasiswa yang tidak diminta untuk imelakukan pemantauan
(Bielaczyc, Pirolli, & Brown, 1995; Chi et al, 1994 ). Selain itu,
penelitian juga menunjukkan bahwa ketika mahasiswa diajarkan untuk
mengajukan serangkaian pertanyaan pemantauan pemahaman
selama membaca, mereka akan belajar memonitor diri lebih sering
dan karenanya belajar lebih banyak dari apa yang mereka baca
(Palinscar & Brown, 1984).
MEREFLEKSIKAN DAN MENYESUAIKAN STRATEGI
Ketika mahasiswa memantau kemampuan mereka dan
mengidentifikasi adanya kekeliruan atau kekurangan pada
pendekatan yang mereka laksanakan, tidak ada jaminan bahwa
mereka akan menyesuaikan atau mencoba alternatif yang lebih
efektif. Mereka mungkin bertahan, untuk sejumlah alasan mengubah
metode, atau mereka tidak memiliki strategi alternatif. Melanie,
misalnya, enggan merubah gaya penulisan yang dibawanya sewaktu
SMA. Tetapi, meskipun dia mampu mengenali kekurangan dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
282
kemampuan menulis analitis, dia mungkin tidak tahu bagaimana cara
menulis dengan gaya berbeda. Begitu juga dengan Joni, mungkin
tidak tahu cara lain untuk belajar membaca selain melabeli.
Penelitian tmenunjukkan bahwa pemecah masalah yang baik
akan mencoba strategi jika strategi yang mereka pilih saat ini tidak
bekerja, sedangkan si pemecah masalah yang buruk akan terus
menggunakan strategi lama bahkan ketika strategi lama menunjukkan
kegagalan (Nasional Research Council, 2001, hal. 78). Demikian pula,
penulis yang baik akan mengevaluasi tulisan mereka dari perspektif
pembaca dan merevisi bagian dari pekerjaan mereka yang tidak
menyampaikan makna yang diinginkan (Hayes & Flower, 1986).
Namun, jenis-jenis penyesuaian cenderung tidak akan terjadi
jika biaya untuk beralih ke pendekatan baru dirasa terlalu tinggi.
Termasuk biaya adalah waktu dan upaya yang diperlukan untuk
mengubah kebiasaan seseorang. Meskipun dalam jangka waktu lama
pendekatan baru terbukti dapat mendatangkan hasil yang lebih baik,
mereka biasanya cenderung kembali menggunakan pendekatan
lama. Jadi, kesibukan atau penundaan menujukkan ketidaksediaan
mahasiswa Anda untuk berinvestasi untuk membuat perubahan cara
belajar. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa orang-orang akan
terus menggunakan strategi familiar yang bekerja cukup baik
daripada beralih ke strategi baru yang akan bekerja lebih baik (Fu &
Gray, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung tidak
akan mengadopsi strategi baru dalam belajar, kecuali manfaat yang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
283
dirasakan jelas lebih besar daripada biaya yang dirasakan, terutama
biaya usaha dan waktu.
KEYAKINAN TENTANG KECERDASARAN DAN BELAJAR
Pada awal bab ini, kami menunjukkan bahwa keyakinan
mahasiswa atas kecerdasan dan pembelajaran dapat mempengaruhi
keterampilan metakognitif. Contoh keyakinan tersebut termasuk
apakah mahasiswa melihat mereka mampu belajar lebih cepat dan
mudah atau lambat dan sulit, dan apakah mereka menganggap
kecerdasan sebagai keadaan yang tetap atau mudah dibentuk.
Contoh lain termasuk keyakinan mahasiswa tentang kemampuan
mereka sendiri (di kedua arah) dan bakat khusus mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa keyakinan mahasiswa tentang
kemampuan dan bakat khusus, berkaitan dengan perilaku dan
capaian dalam kegiatan belajar, termasuk nilai kuliah dan nilai ujian
(Schommer, 1994). Sebagai contoh, dalam satu penelitian, peneliti
mengumpulkan berbagai langkah-langkah belajar yang dilakukan
mahasiswa, termasuk keyakinan mahasiswa tentang kecerdasan,
apakah kecerdasan itu tetap (tidak ada cara yang dapat dilakukan
untuk memperbaikinya) atau sementara (pasti ada cara untuk
mengembangkan kecerdasan ke arah yang lebih besar), efikasi diri,
motivasi diri untuk menghabiskan waktu untuk belajar, strategi
belajar, dan perilaku belajar.Dengan menerapkan berbagai teknik
statistik untuk memilah-milah hubungan semua variabel-variabel ini,
para peneliti menemukan pola bahwa terhadap hubungan antara
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
284
keyakinan mahasiswa tentang kecerdasan dengan strategi dan
perilaku belajar (Henderson & Dweck, 1990).
Hubungan tersebut masuk akal, secara intuitif bahwa mahasiswa
yang percaya bahwa kecerdasannya tetap, tidak punya alasan untuk
untuk menghabiskan waktu waktu dan usaha untuk meningkatkan
kemampuan karena mereka percaya usaha apapun tidak akan atau
sedikti memiliki dampak. Bahkan ketika melakukan usaha yang relatif
kecil, mahasiswa tersebut kurang mampu melakukannya dengan baik.
Sebaliknya, mahasiswa yang percaya bahwa kecerdasannya
sementara (yaitu, keterampilan dapat dikembangkan sehingga
membawa kesuksesan akademis lebih besar) memiliki alasan untuk
menghabiskan banyak waktu dan usaha dalam berbagai strategi
karena mereka percaya bahwa usaha dan waktu yang dihabiskannya
dapat meningkatkan keterampilan mereka dan karenanya dapat
mendatangkan hasil yang baik. Ketika mereka melakukan usaha yang
relatif kecil - terutama setelah menghadapi kesulitan - mahasiswa
tersebut lebih mungkin untuk teurs belajar dan tampil lebih baik.
Melihat ke cerita pertama dari awal bab yang menggambarkan
bagaimana keyakinan tentang kemampuan sendiri juga dapat
berdampak pada proses metakognitif dan pembelajaran. Melanie
memiliki keyakinan tentang dirinya sendiri, "Saya penulis yang baik”
dan Aku selalu menulis makalah dengan baik" yang
mempengaruhinya untuk menerapkan metode dalam menyelesaikan
tugas Dr. Shienta. Dia mulai menyusun makalahnya di detik-detik
akhir, karena Melanie berasumsi bahwa dia memiliki bakat menulis
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
285
dan kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan akan membawanya
pada kesuksesan. Ketika hasilnya menunjukkan sebaliknya,
makalahnya jelek, tidak sesuai keyakinan dan harapannya, Melanie
kemudian menganggap nilai yang diberikan tidak akurat, "itu
penilaian keliru", dibandingkan mengkaitkan nilai jelek itu dengan
tuntutan tugas, keterampilan, atau usaha yang dilakukannya. Jika
Melanie mempertahankan keyakinan ini, tampaknya menjadi alasan
bagi Melani untuk tidak mengubah pendekatannya atau mencoba
untuk memperbaiki keterampilan menulis, bahkan jika dia diberikan
kesempatan lain untuk berlatih menulis untuk tulisan sejarah.
Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki keyakinan negatif tentang
kemampuannya dalam konteks tertentu (misalnya, “Aku sedang tidak
pandai matematika”) mungkin sudah merasa kalah sejak awal dan
akibatnya tidak akan repot-repot untuk merencanakan atau
melaksanakan strategi usaha karena yakin bahwa setiap waktu dan
usaha yang dikeluarkan akan menghasilkan sedikit. Oleh karena itu,
kepercayaan seorang atas kemampuannya - kuat atau lemah - dapat
menghambat proses metakognitif seseorang, dan kemudian proses
belajar yang dilakukannya.
Apa yang bisa dilakukan untuk membantu mahasiswa
memperoleh keyakinan tentang belajar yang lebih produktif?
Meskipun temuan umum adalah bahwa kepercayaan dan sikap
seseornag yang sulit berubah, penelitian baru menawarkan beberapa
harapan untuk memodifikasi keyakinan mahasiswa dan meningkatkan
pembelajaran. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Stanford
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
286
University (Aronson, Fried, & Baik, 2002), setengah dari mahasiswa
diberi sesi pengarahan singkat yang mendorong agar memiliki
keyakianan bahwa kecerdasaran itu "gampang berubah" yaitu,
sesuatu yang dapat berubah dengan latihan dan kerja keras.
Setengah lainnya diberitahu bahwa kecerdasan terdiri beberapa
komponen (misalnya, verbal, logis, interpersonal) dan bersifat
“tetap”, sehingga orang hanya perlu untuk menemukan atribut-
atribut yang tetap yakni bakat tertentu dalam rangka untuk
meningkatkan kekuatan mereka. Kedua kelompok kemudian
berpartisipasi dalam tiga sesi untuk menulis tentang perjuangan
akademik di tingkat SMA.
Dalam tulisan-tulisan itu, peserta penelitian didorong untuk
membahas pandangan tentang kecerdasan mereka yang telah
diberitahukan pada sesi pertama sesi dengan “sahabat pena” (yang,
pada kenyataannya, tidak ada). Selanjutnya, penilaian menemukan
bahwa mahasiswa yang memiliki pandangan bahwa kecerdasaran itu
"gampang berubah” menunjukkan bahwa pandangan mereka
tentang kecerdasaran lebih berubah dan mengesankan perspektif
kecerdasan sebagai sesuatu yang dapat dirubah dibandingkan
kelompok yang diberitahukan bahwa kecerdasan itu "tetap". Seiring
waktu, kelompok yang ditempa dengan pandangan bahwa
kecerdasan itu "gampang berubah" menunjukkan dukungan belajar
yang kuat dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang ditempa
dengan pandangan kecerdasan itu "tetap". Mungkin yang paling
penting, mahasiswa yang menilai diri "dapat merubah
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
287
kecerdasannya, dinilai sangat menikmati suasana akademik yang
kompetitif dan menunjukkan keunggulan akademik yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok mahasiswa yang menilai kecerdasan dirinya
itu "tetap".
IMPLIKASI PENELITIAN
Mungkin ringkasan sederhana dari penelitian yang disajikan di
di bagian sebelumnya adalah untuk mengatakan bahwa mahasiswa
cenderung tidak menerapkan keterampilan metakognitif atau tidak
sering menerapkan keterampilan metakognitif sebagaimana
mestinya. Ini menyiratkan bahwa mahasiswa membutuhkan dukungan
strategi belaja dan panduan efektif menerapkan keterampilan
metakognitif. Untuk mengatasi kebutuhan ini, maka, dosen harus
mempertimbangkan keterampilan metakognitif ini dapat memiliki
dampak positif dalam jangka panjang dan kemudian, sesuai dengan
tujuan pembahasan di bab ini, dosen harus mampu menerapkan dan
mengembangkan keterampilan metakognitif sebagai bagian dari
silabus mata kuliah dan pelaksanaan perkuliahan di perguruan tinggi.
Dalam kasus menilai tugas di tangan dan merencanakan
pendekatan yang tepat, mahasiswa bukan hanya cenderung
menghasilkan penilaian yang tidak sesuai [bahkan tidak akurat] dan
juga rencana yang tepat untuk menyelesaikan tugas, juga benar-
benar gagal untuk mempertimbangkan langkah-langkah penting
untuk menyelesaikan tuntutan perkuliahan. Hal ini menunjukkan
bahwa mahasiswa perlu mendapatkan latihan menilai tugas dan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
288
menyusun perencanaan bahkan juga latihan menerapkan strategi
yang mereka pilih. Dalam tahap pemantauan kemajuan dan refleksi
keberhasilan secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa
mengajar dengan melibatkan mahasiswa dalam proses belajar akan
menghasilkan keuntungan. Namun demikian, mahasiswa masih
membutuhkan pertimbangan dosen untuk menerapkan keterampilan
ini secara efektif.
Akhirnya, beberapa penelitian tentang kemampuan mahasiswa
untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan mereka sendiri,
menunjukkan bahwa mahasiswa mampu untuk menyesuaikan strategi
mereka, dan akan dampak pada keyakinan mereka tentang belajar
dan kecerdasam, sehingga hambatan-hambatan belajar akan dengan
mudah diatasi. Dalam kasus ini, implikasi paling penting untuk
mengatasi masalah ini secara langsung terkait dengan usaha
meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang tantangan yang mereka
hadapi dan dengan mempertimbangkan beberapa intervensi
langsung dari dosen dapat membantu mahasiswa menjadi produktif
dalam memodifikasi keyakinan mereka tentang kecerdasan dan pada
saat yang sama, mahasiswa dapat menetapkan harapan yang masuk
akal tentang peningkatan yang mungkin terjadi.
STRATEGI YANG DISARANKAN
Pada bagian ini akan membahas strategi untuk mempromosikan
masing-masing aspek dari metakognisi yang telah dibahas
sebelumnya. Selain itu, kami menyajikan dua strategi untuk
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
289
membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan metakognitif
pada umumnya.
MENILAI TUGAS YANG DIBERIKAN DOSEN
Memberikan Deskripsi Tugas Yang 'Lebih' Daripada Yang Anda Pikir
Wajar, jika dosen sering bersumsi bahwa deskripsi tugas yang
singkat sudah cukup, tetapi cukup beralasan jika mahasiswa
mengasumsikan tuntutan tugas yang tidak sejalan dengan yang Anda
pikirkan. Sebagai contoh, mahasiswa yang ditugaskan untuk
mendesain proyek, mungkin dapat berasumsi bahwa tujuan dari
setiap pembelajaran berbasis proyek hanya menuntut
terselesaikannya produk. Dengan pemikiran ini, mahasiswa mungkin
hanya berfokus pada desain akhir atau presentasi. Namun, jika tujuan
dosen agar mahasiswa mengembangkan keterampilan proses yang
lebih canggih (misalnya, meneliti ide-ide desain yang relevan untuk
memacu kreativitas mereka, eksplorasi desain dari beberapa konsep,
dan menjelaskan pilihan desain dan melakukan revisi sepanjang jalan
untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas), yang diperlukan
bukan hanya menyampaikan tujuan itu secara eksplisit, tetapi juga
untuk mengartikulasikan apa yang perlu Anda lakukan untuk
memenuhi tujuan tugas (misalnya, mendownload sebuah jurnal
sehingga mahasiswa dapat mendokumentasikan literatur desain dan
menjelaskan pikiran mereka tentang desain).
Hal lain yang juga dapat membantu mahasiswa dengan
mengapa tugas ini penting bagi mereka, misalnya, dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
290
mengatakan “melaksanakan keterampilan berproses akan membantu
Anda menjadi lebih konsisten dan lebih mampu menangani tugas-
tugas kompleks”.
Katakan Kepada Mahasiswa Apa Yang TIdak Anda Inginkan
Selain mengungkapkan dengan jelas tujuan tugas, juga sangat
membantu untuk mengidentifikasi apa yang tidak Anda inginkan
dengan menunjukkan kesalahpahaman yang dilakukan mahasiswa di
periode sebelumnya atau dengan menjelaskan dan menunjukkan
beberapa lembar kerja yang tidak memenuhi harapan Anda. Untuk
misalnya, dalam kasus menulis, sangat membantu jika Anda membagi
sampel tulisan yang sesuai dengan harapan Anda dan tulisan yang
tidak sesuai dengan harapan Anda. Lebih baik lagi, jika Anda
menekankan hal-hal yang paling penting. Menunjukkan contoh tulisan
makalah yang sesuai dengan harapan Anda juga sangat membantu
mahasiswa untuk melatih dan menyesuaikan diri agar memenuhi
tuntutan makalah yang Anda inginkan, misalnya, mengidentifikasi
argumen dan bukti yang mendukung.
Cek Pemahaman Mahasiswa Pada Tuntutan Tugas
Untuk memastikan bahwa mahasiswa mampu menilai dan
memahami tuntutan tugas secara akurat, mintalah kepada mahasiswa
untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran mereka tentang
apa yang harus mereka perlu lakukan untuk menyelesaikan tugas atau
bagaimana cara mereka membuat rencana untuk mempersiapkan diri
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
291
untuk menyelesaikan tugas. Kemudian berikan umpan balik, termasuk
saran alternatif, jika mereka mengungkapkan strategi yang tidak
sesuai dengan tuntutan tugas. Untuk tugas yang begitu kompleks,
mintalah mahasiswa Anda untuk menulis ulang tujuan utama
penyelesaikan tugas dalam kata-kata mereka sendiri dan kemudian
menjelaskan langkah-langkah yang perlu mereka ambil dalam rangka
untuk menyelesaikan tujuan itu.
Berikan Standar Kriteria Tugas
Ketika Anda memberikan tugas, ungkapkan kriteria yang akan
digunakan untuk menilai tugas dengan jelas. Hal ini dapat dilakukan
ketika Anda sudah mempersiapkan daftar ceklist seperti konten, fitur,
dan rincian format. Mendorong mahasiswa untuk memperhatikan
daftar item kriteria penilaian ketika mereka sedang mengerjakan
tugas, dan mintalah mereka untuk menyerahkan salinan daftar ceklist
yang telah ditandatangani bersama dengan tugas yang dikumpulkan.
Dengan latihan lebih lanjut pada tugas yang sama, hapuslah checklist
ketika mahasiswa diminta untuk memeriksa pekerjaan mereka sendiri.
Kriteria penilaian tugas dapat dikomunikasikan kepada
mahasiswa melalui rubrik kinerja yang secara eksplisit berisi item
penilaian tugas bersama dengan karakteristik masing-masing
komponen pada berbagai tingkat penguasaan (lihat Lampiran 3).
Berikan rubrik bersama dengan deskripsi petunjuk penyelesaian
tugas, itu dapat membantu mahasiswa menilai tugas yang lebih
akurat. Selain itu juga dapat membantu mahasiswa untuk “size up”
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
292
tugas tertentu, rubrik dapat membantu mahasiswa mengembangkan
kebiasaan metakognitif, seperti mengevaluasi pekerjaan mereka
sendiri atas seperangkat kriteria tertentu. Seiring waktu, jika dosen
membiasakan seperti itu, keterampilan metakognitif akan
menginternal secara otomatis, dan kebutuhan akan rubrik penilaian
akan semakin berkurang.
MENGEVALUASI KEKUATAN DAN KELEMAHAN DIRI SENDIRI
Berikan Awal, Penilaian Berbasis Kriteria
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa latihan yang
cukup dan memberikan umpan balik yang tepat waktu dapat
membantu mereka memberikan penilaian yang lebih akurat atas
kekuatan dan kelemahan mereka sendiri. Sampaikan kriteria penilaian
dengan cukup jelas di awal semester, sehingga mahasiswa memiliki
waktu untuk belajar dari umpan balik Anda dan melakukan
penyesuaian seperlunya. Mengenali keterampilan tertentu yang
dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan dan target penyelesaian
tugas (Misalnya, “... Lima pertanyaan pertama meminta Anda untuk
mampu mendefinisikan istilah-istilah dan konsep", sedangkan "lima
pertanyaan berikutnya menuntut Anda untuk memberikan penjelasan
teoretis") sehingga mahasiswa dapat melihat seberapa baik diri
mereka dapat melaksanakan berbagai keterampilan yang dituntut
dan dapat memfokuskan energi mereka untuk meningkatkan
keterampilan yang dianggap lemah. Itu disebut sebagai penilaian
formatif, yang dapat membantu mahasiswa mendeteksi kesenjangan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
293
antara pengetahuan yang harus mereka kuasai dengan kemampuan
yang telah mereka miliki.
Berikan kesempatan untuk menilai diri sendiri.
Anda juga dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa
Anda untuk menilai diri mereka sendiri tanpa harus Anda sendiri yang
memberikan nilai pada pekerjaan mereka sendiri. Sebagai contoh,
Anda mungkin dapat memberikan latihan ujian (atau tugas lainnya)
yang hampir mirip dengan pertanyaan pada ujian yang sebenarnya,
dan kemudian memberikan kunci jawaban sehingga mahasiswa dapat
memeriksa pekerjaan mereka sendiri. Ketika Anda melakukan cara
seperti itu, jangan lupa sampaikan kepada mereka tentang manfaat
yang diperoleh dari mengerjakan kegiatan tersebut, yaitu menjawab
pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan yang akan diujikan
atau memecahkan masalah dan merefleksikan pengalaman mereka
sendiri bukan hanya melihat jawaban yang diberikan. Kegiatan seperti
itu penting, karena mahasiswa dapat melihat ada atau tidaknya
jawaban atau model pemecahan masalah untuk diterapkan pada
pertanyaan atau kasus masalah yang sebenarnya, dapat
mengakibatkan mahasiswa percaya bahwa mereka tahu bagaimana
dapat memberikan jawaban yang baik atas pertanyaan yang diberikan
kepada mereka. Untuk lebih memahami contoh penilaian diri sendiri,
lihat Lampiran 1.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
294
MERENCANAKAN METODE DAN STRATEGI YANG SESUAI
Dapatkah Mahasiswa Melaksanakan Rencana Yang Anda Berikan
Pada tugas-tugas yang kompleks, menetapkan batas akhir
pengumpulan tugas, itu menuntut Dosen untuk memiliki rencana
tahapan penyelesaian tugas yang diberikan kepada mahasiswa.
Dengan kata lain, Anda harus memiliki model perencanaan efektif.
Sebagai contoh, untuk tugas makalah penelitian yang harus
dikumpulkan di akhir semester, Anda dapat meminta mahasiswa
untuk: (1) mengajukan daftar bibliografi sumber-sumber pustaka yang
akan digunakan - daftar pustaka itu dikumpulkan pada minggu ke
empat; (2) pengumpulan draft outline dan pernyataan penelitian yang
diajukan, dikumpulkan pada minggu keenam; (3) bukti yang
mendukung tesis mereka di minggu ke delapan; (4) presentasi visual
dari tugas mereka pada minggu kesepuluh, dan; (5) draft yang telah
direview oleh setidaknya tiga rekan-rekan dan revisi sesuai hasil
review pada minggu keduabelas.
Meskipun mahasiswa perlu mengikuti rencana yang Anda
rekomendasikan, bukan berarti tidak memberikan kesempatan
kepada mereka untuk menyusun rencana sendiri. Jika Anda tidak
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyusun
rencana sendiri, itu tidak membantu mereka untuk berpikir tentang
bagian komponen dari tugas yang kompleks, serta urutan yang logis.
Ingat bahwa kegiatan merencanakan sangat sulit untuk pemula.
Ketika mahasiswa memperoleh pengalaman tentang cara menyusun
perencanaan, seiring dengna waktu, ketika mahasiswa sudah terbiasa
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
295
menyusun tahapan perencanaan, intervensi dosen untuk menyusun
rencana penyelesaian tugas dapat dihapus dan mahasiswa dapat
diminta untuk menyusun dan mengembangkan rencana mereka
sendiri.
Apakah Mahasiswa Membuat Rencana Sendiri
Ketika mahasiswa sudah terampil membuat perencanaan,
dosen dapat menuntut mereka lebih mandiri untuk membuat rencana
sendiri, Anda dapat meminta mereka untuk menyerahkan rencana
pada tugas-tugas yang lebih besar. Bisa dalam bentuk proposal
proyek, bibliografi, atau jadual tahapan penyelesaian tugas yang
memuat tahap-tahapan kunci dari penyelesaian tugas mereka.
Berikan umpan balik pada rencana yang diajukan, mengingat
keterampilan tersebut harus terus menerus diperbaiki. Jika mahasiswa
mengetahui bahwa rencana mereka dihargai dan menjadi komponen
penilaian, mereka akan lebih cenderung menghabiskan waktu dan
upaya untuk menyusun perencanaan dan, sebagai hasilnya, mereka
akan mendapatkan keuntungan dari apa yang mereka kerjakan.
Membuat Rencana Untuk Mencapai Target/Sasaran dari Tugas yang
Diberikan
Jika Anda ingin memperkuat komponen penyusunan
perencanaan dan membantu mahasiswa mengembangkan
keterampilan menyusun dan merevisi rencana mereka sendiri,
tetapkan beberapa item penilaian tugas yang hanya difokuskan pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
296
perencanaan. Misalnya, alih-alih memecahkan atau menyelesaikan
tugas, mahasiswa diminta untuk merencanakan strategi penyelesaian
satu set masalah yang menuntut mereka untuk mampu
menggambarkan strategi yang mereka anggap dapat memecahkan
setiap masalah yang Anda berikan. Tugas tersebut memungkinkan
mahasiswa untuk memfokuskan semua energi mereka pada
memikirkan masalah dan merencanakan pendekatan yang tepat
menyelesaikan masalah. Tugas perencanaan penyelesaian masalah
juga membuat mahasiswa berfikir tentang proses, bukannya berfikir
tentang hasil. Selanjutnya, berikan tekanan agar mereka
melaksanakan rencana dan merefleksikan kekuatan dan juga
kekurangan dari rencana yang telah mereka laksanakan.
MENERAPKAN STRATEGI DAN MONITORING KINERJA
Memberikan Cara Pengumpulan Bukti dan Penilaian Diri
Ajari mahasiswa Anda keterampilan mengumpulkan data untuk
menilai pekerjaan mereka sendiri dan mengidentifikasi kesalahan-
kesalahan yang mereka lakukan dalam proses. Misalnya, doronglah
mahasiswa Anda untuk bertanya pada diri mereka sendiri, “Apakah
jawaban [strategi] ini relevan dan tepat dalam menyelesaikan
masalah?. Jika jawabannya adalah tidak masuk akal, berikan angka
negatif, untuk memberitahukan kepada mahsiswa Anda bahwa
mereka melakukan kekeliruan, sehingga mereka dapat
mempertimbangkan kembali strategi yang lain. Strategi
pengumpulan data juga dapat diterapkan untuk berbagai bidang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
297
disiplin ilmu. Sebagai contoh, di mata kuliah sejarah, doronglah
mahasiswa untuk bertanya, “Asumsi-asumsi apa yang dapat saya
ajukan, dan sejauh mana asumsi teoretik yang saya ajukan cocok
untuk tugas analisis budaya politik di zaman orde baru?”.
Demikian pula, dosen dapat memberikan pedoman yang lebih
praktis untuk menyelesaikan tugas, seperti berapa lama waktu yang
diberikan untuk menyelesaikan tugas. Jika mahasiswa merasa butuh
waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas, mereka akan
mencoba pendekatan yang berbeda atau mencari bantuan; bahkan
mungkin menawarkan negosiasi, meminta waktu yang lebih panjang.
Jika mahasiswa meminta negosiasi waktu, berikan penjelasna yang
rasional mengapa Anda mengijinkan penambahan waktu dan
tekankan pada mereka bahwa penyelesaian tugas akhir adalah
komitmen bersama yang harus dipatuhi.
Apakah Mahasiswa Perlu Dipandu untuk Menilai Diri Sendiri
Menuntut mahasiswa menilai pekerjaan mereka sendiri pada
seperangkat kriteria yang Anda sediakan. Melatih untuk melakukan
penilaian diri sendiri dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa akan
persyaratan tugas, mengasah kemampuan mereka untuk mengenali
kualitas kerja yang baik serta yang buruk, dan mengajarkan mereka
bagaimana untuk memantau kemajuan mereka sendiri untuk
mencapai capaian belajar, penguasaan kompetensi. Namun,
mahasiswa tidak dapat secara akurat menilai pekerjaan mereka sendiri
jika keterampilan ini tidak sering dilakukan atau jika dosen tidak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
298
memberikan instruksi yang eksplisit untuk berlatih menilai pekerjaan
mereka sendiri. Sebagai contoh, beberapa dosen merasa terbantu
dengan menjelaskan beberapa sampel tugas, baik tugas yang baik
maupun tugas yang buruk, sebelum meminta mahasiswa menilai
pekerjaan mereka sendiri.
Menuntut Mahasiswa untuk Merenungkan dan Memberikan Catatan
pada Pekerjaan Mereka Sendiri
Meminta mahasiswa untuk menjelaskan apa yang mereka
lakukan dan mengapa mereka melakukan cara-cara tertentu untuk
memenuhi item kriteria penilaian tugas, menjelaskan bagaimana
mereka menanggapi berbagai tantangan, dan sebagainya. Hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda pada disiplin
ilmu yang berbeda. Misalnya, mahasiswa teknik bisa mencatat
sejumlah kerusakan teknik, mahasiswa sosiologi bisa menjawab
pertanyaan reflektif tentang keputusan metodologis atau asumsi, dan
mahasiswa arsitektur dapat menilai “proses log” di mana mereka
merekam berbagai iterasi dari desain dan menjelaskan pilihan
mereka. Menuntut refleksi atau anotasi membantu mahasiswa
menjadi lebih sadar akan berfikir tentang proses dan strategi kerja
dan dapat menyebabkan mereka dapat melakukan penyesuaian
strategi yang lebih tepat.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
299
Gunakan Peer Review/Tanggapan Pembaca
Mintalah mahasiswa menganalisis pekerjaan teman sekelas
mereka dan memberikan umpan balik. Meninjau pekerjaan teman lain
dapat membantu mahasiswa untuk mengevaluasi dan memantau
pekerjaan lebih efektif dan kemudian meminta mahasiswa melakukan
revisi sesuai hasil tinjauan. Namun, peer review umumnya hanya
efektif bila Anda memberikan kriteria yang spesifik tentang apa yang
harus ditemukan dan dikomentasi (misalnya, satu set pertanyaan
untuk dijawab beserta rubrik penilaian). Sebagai contoh, Anda
mungkin bertanya kepada mahasiswa yang menilai: "Apakah tulisan
temannya mengungkapkan argumentasi jelas dan didukung dengan
bukti?". Demikian pula, Anda mungkin meminta mahasiswa untuk
mendokumentasikan atau mengevaluasi bagaimana teman sekelas
telah memecahkan soal matematika dan memberikan rekomendasi
strategi yang lebih efektif. Untuk informasi lebih lanjut tentang peer
review/tanggapan pembaca, lihat Lampiran 8.
REFLEKSI DAN PENYESUAIAN PENDEKATAN [METODE DAN
STRATEGI]
Menyediakan Aktivitas Merefleksikan Kinerja Mereka
Refleksi kinerja, termasuk salah satu persyaratan formal dari
komponen penilaian proyek dan tugas atau seluruh proyek dan tugas
yang harus direnungkan mahasiswa dan menganalisis kinerja mereka
sendiri. Misalnya, mahasiswa diminta menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti:
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
300
• Apa yang Anda pelajari dari melakukan proyek ini?
• Keterampilan apa yang Anda butuhkan untuk menyelesiakan
proyek ini?
• Bagaimana Anda mempersiapkan strategi yang berbeda
berdasarkan umpan balik untuk menyelesaikan tugas akhir?
• Bagaimana dengan keterampilan yang Anda kuasai di tiga tugas
terakhir?
Meminta mahasiswa untuk melakukan refleksi dapat
memberikan kesempatan berharga kepada mahasiswa untuk berhenti
dan menilai kekuatan dan kelemahan mereka sendiri dan untuk
membangun keterampilan metakognitif.
Dorong Mahasiswa Untuk Menganalisis Efektivitas dari Mempelajari
Keterampilan
Ketika mahasiswa belajar untuk merefleksikan efektifitas dari
pendekatan yang mereka laksanakan, mereka akan mampu
mengidentifikasi masalah dan selanjutnya melakukan penyesuaian
yang diperlukan. Sebuah contoh spesifik dari kegiatan refleksi diri
adalah adalah “catatan ujian". "Catatan ujian" biasanya lembaran
isian singkat yang diberikan kembali bersama dengan pengembalian
ujian. "Catatan ujian" membimbing mahasiswa untuk menganalisa
kinerja mereka sendiri pada ujian dan kemudian meminta siswa
menilai kemampuan mereka sendiri pada berbagai hal yang telah
mereka pelajari.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
301
Sebagai contoh, sebuah "catatan ujian" mungkin bertanya
kepada mahasiswa:
(1) Jenis kesalahan apa yang mereka buat (misalnya, kesalahan
perhitungan dibandingkan kesalahan konseptual);
(2) Bagaimana mereka belajar (misalnya, belajar pada satu hari
sebelum ujian atau mempersiapkan diri selama seminggu
sebelum ujian);
(3) Persiapan apa yang dilakukan persiapan untuk ujian berikutnya
(misalnya, mengulang untuk mempelajari masalah dari awal atau
mengabaikan solusi).
Ketika mahasiswa melengkapi jawaban tersebut dan
menyerahkan "catatan ujian" setelah menyelesiakan ujian, dan
jawaban mereka dapat dikembalikan kepada mereka sebelum ujian
berikutnya, sehingga mereka mengingat apa yang harus mereka
pelajari dari pengalaman ujian sebelumnya, sehingga dapat
membantu mereka untuk belajar lebih efektif. Informasi lebih lanjut
tentang "catatan ujian", lihat Lampiran 6.
Menunjukkan Beberapa Strategi
Mahasiswa dapat menunjukkan beragam cara mengerjakan
tugas atau mengkonseptualisasikan cara penyelesaian masalah,
menyajikannya, dan menyelesaikannya. Salah satu metode untuk
melakukan hal ini adalah melalui kritik publik, ketika mahasiswa
berbagi cara yang berbeda menyelesaikan masalah, sehingga
menghadirkan satu sama lain dengan berbagai kemungkinan solusi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
302
Dengan cara ini, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengekspos
beberapa metode dan dapat mempertimbangkan berbagai metode
yang pro dan kontra. Dalam mata kuliah lain, mahasiswa mungkin
diminta untuk memecahkan masalah dalam berbagai cara dan
kemudian mendiskusikan keuntungan dan kerugian dari metode yang
berbeda. Mengekspos pendekatan yang berbeda dan menganalisis
pendekatan-pendekatan yang dianggap kritis.
.
Membuat Tugas Yang Difokuskan Pada Strategi Dibandingkan Fokus
Pada Penyelesaian Tugas
Mintalah mahasiswa mengusulkan berbagai strategi potensial
dan memperkirakan keuntungan dan kerugian dari strategi yang akan
dijalannya bukannya hanya memilih satu strategi dan
melaksanakannya. Sebagai contoh, mahasiswa diminta untuk menilai
penerapan formula, metodologi, atau teknik artistik yang berbeda
untuk menyelesaikan masalah atau tugas. Dengan penekanan pada
memikirkan penyelesaian masalah daripada masalah itu sendiri,
mahasiswa akan mengevaluasi apakah strategi yang digunakan sudah
tepat atau harus merubah strategi?
KEYAKINAN TENTANG KECERDASAN DAN BELAJAR
Menunjukkan Kepercayaan Pada Mahassiswa Atas Kegiatan Belajar
Yang Dilangsungkan
Bahkan jika caranya tidak langsung erat dengan isi materi
disiplin ilmu, pertimbangkan membahas sifat pembelajaran dan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
303
kecerdasan dengan membebaskan kepada mahasiswa merenungkan
hal-hal yang tidak produktif (untuk, "Saya tidak bisa menggambar"
atau "Saya tidak bisa mengerjakan matematika") dan untuk
menggambarkan dampak positif dari latihan, usaha yang dilakukan,
dan adaptasi. Beberapa dosen menunjukkan bahwa otak adalah otot
yang membutuhkan olahraga atau membuat analogi antara konser
yang sedang berlangsung dan latihan yang dilakukan musisi, penari,
dan atlet dan latihan mental dan praktek yang diperlukan untuk
mengembangkan keterampilan intelektual.
Memperluas Pemahaman Mahasiswa Tentang Konsep Belajar
Mahasiswa sering percaya bahwa "Saya mengetahui lebih baik
di satu hal, tetapi tidak mengetahuinya di lain hal." Bahkan, belajar
dan pengetahuan dapat beroperasi pada beberapa tingkat, dari
kemampuan untuk mengingat fakta, konsep, atau teori (pengetahuan
deklaratif), ke kemampuan untuk mengetahui bagaimana
menerapkannya (pengetahuan prosedural), kemampuan untuk
mengetahui kapan harus menerapkannya (pengetahuan kontekstual),
untuk mengetahui mengapa tepat dalam situasi tertentu
(pengetahuan konseptual). Dengan kata lain, Anda bisa tahu sesuatu
di satu tingkat dan masih tidak tahu itu (tahu bagaimana
menggunakannya). Menjelaskan berbagai bentuk pengetahuan
kepada mahasiswa sehingga mereka dapat lebih akurat menilai tugas
(misalnya, “Ini panggilan untuk saya untuk menentukan x dan
menjelaskan kapan x berlaku”), menilai kekuatan dan kelemahan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
304
dalam kaitannya dengan itu (misalnya, “saya bisa mendefinisikan x
tapi saya tidak tahu kapan menggunakannya”), dan mengidentifikasi
kesenjangan dalam pendidikan mereka (misalnya, “Aku tidak pernah
belajar bagaimana menggunakan x”).
Anda mungkin juga menunjukkan kepada mahasiswa bahwa
ada berbagai jenis pengetahuan yang diperlukan untuk tugas yang
berbeda, misalnya, pemecahan masalah, menulis puisi, merancang
produk, dan tampil di panggung. Meminta mahasiswa untuk
mempertimbangkan beragam jenis dan dimensi pengetahuan dapat
membantu memperluas keyakinan mereka tentang kecerdasan dan
kemampuan dalam cara-cara yang meningkatkan pembangunan
metakognitif mereka. (Untuk informasi lebih lanjut tentang jenis
pengetahuan, lihat Lampiran 4.)
Membantu Mahasiswa Menetapkan Harapan Yang Realistis
Berikan mahasiswa harapan yang realistis untuk saat itu dapat
membawa mereka ke mengembangkan keterampilan tertentu. Hal ini
dapat membantu dengan menggambarkan bagaimana tokoh
tekrenal menghindari rasa frustasi dan menggambarkan bagaimana
mereka mengatasi berbagai kendala. Melihat kecerdasan dan
perjuangan yang telah dicapai orang-orang yang tekenal untuk
mendapatkan kesuksesan dan belajar itu tidak terjadi secara ajaib
atau tanpa upaya, dapat mendorong mahasiswa untuk merevisi
harapan mereka sendiri tentang belajar dan pandangan mereka
kecerdasan dan bertekun ketika mereka menghadapi kesulitan. Hal
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
305
ini juga dapat membantu mahasiswa menghindari atribusi tidak
produktif dan sering tidak akurat tentang diri mereka sendiri
(misalnya, “Saya tidak bisa melakukannya, saya terlalu bodoh,” "Ini
terlalu sulit, saya tidak cocok untuk ilmu pengetahuan”) atau
lingkungan (misalnya,“Saya masih sulit mempelajarinya; dosen ini
tidak baik,”“saya gagal; itu tes tidak adil”) dan fokus pada aspek pada
kontrol belajar: kebiasaan usaha, konsentrasi, studi mereka, tingkat
keterlibatan, dan sebagainya.
STRATEGI UMUM UNTUK MENDORONG KETERAMPILAN
METAKOGNISI
Di luar strategi yang tercantum di atas pada keterampilan
metakognitif individu untuk melaksanakan siklus metakognitif, ada
dua strategi tambahan, pemodelan dan tangga kognitif (scaffolding)
yang berguna untuk mendukung berbagai keterampilan metakognitif.
Strategi ini dapat digunakan untuk mempromosikan pengembangan
keterampilan metakognitif sekaligus atau pada hal-hal tertentu.
Pemodelan Proses Metakognitif
Tunjukkan kepada mahasiswa Anda bagaimana pendekatan
yang Anda gunakan pada tugas dan bagaimana Anda melaksanakan
berbagai tahapan proses metakognitif Anda. Biarkan mereka
mendengar Anda “berbicara” tentang cara Anda akan menilai tugas
( “Saya ingin memulai dengan menanyakan apa masalah utama yang
dihadapi saya ketika menghadapi tugas”) dan menilai kekuatan Anda
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
306
sendiri dan kelemahan dalam kaitannya dengan tugas ( “Saya punya
cukup bagus cara menangani masalah terkait dengan pemahaman
konsep dasar, tapi saya tidak atau belum tahun penelitian-penelitian
baru-baru ini pada topik tertentu”). Kemudian menggambarkan
rencana tindakan eksplisit, mengungkapkan berbagai langkah yang
Anda lakukan untuk menyelesaikan tugas ( “Saya akan mulai dengan
penjelajahan jurnal yang relevan secara online, kemudian membuat
satu set kerangka eksplorasi, lalu ...”).
Anda juga memasukkan dalam model Anda tentang tentang
bagaimana Anda mengevaluasi dan memonitor kemajuan Anda -
misalnya, dengan menyebutkan jenis pertanyaan yang Anda ajukan
kepada diri Anda sendiri untuk memastikan bahwa Anda berada di
jalan yang benar (“Bisakah aku memecahkan masalah ini dengan cara
yang lebih efisien?” atau “Apakah saya perlu mempertanyakan
berbagai asumsi yang saya ajukan?”). Hal ini sangat membantu
mahasiswa untuk melihat bahwa pada kenyataannya, para ahli
sekalipun, akan menerus menilai kembali dan menyesuaikan diri
denga melakukan penilaian.
Akhirnya, Anda dapat menunjukkan kepada mahasiswa Anda
bagaimana Anda akan mengevaluasi hasil (“Saya akan meninjau
kembali tujuan dari proyek dan bertanya pada diri sendiri apakah saya
puas dengan itu” atau “Saya akan meminta seorang teman saya
dengan beberapa pengetahuan tentang materi pelajaran untuk
membaca esai saya dan menunjukkan ketidakkonsistenan logika
dalam tulisan saya”). Pemodelan juga dapat dilakukan untuk
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
307
mendorong mahaiswa memberikan pertanyaan atau mereka dapat
bertanya pada diri sendiri setiap langkah perjalanan (untuk misalnya,
"Bagaimana Anda akan mulai? Langkah apa yang akan Anda ambil
selanjutnya? Bagaimana Anda tahu jika strategi Anda bekerja?
Apakah ada pendekatan alternatif?).
Tangga Kognitif Untuk Proses Metakognitif
Tangga kognitif mengacu pada proses ketika dosen
memberikan mahasiswa struktur kognitif yang mendukung di awal
pembelajaran mereka, dan kemudian secara bertahap menghapusnya
ketika mahasiswa terlihat telah menguasainya dengan baik. Ada
beberapa bentuk tangga kognitif yang dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan metakognitif kuat.
Pertama, instruktur dapat memberikan latihan mengerjakan
satu fase metakognitif dalam proses yang terisolasi sebelum meminta
mahasiswa untuk mengintegrasikannya. (Beberapa contoh yang
dibahas dalam fase metakognitif.) Memecah bagian kecil dari tahapan
besar metakognitif, seperti penilaian tugas dan perencanaan,
mahasiswa sering kali mengabaikannya; karena itu saat dosen
memberikan latihan, berikan umpan balik pada setiap keterampilan
individual. Setelah memberikan latihan dengan keterampilan tertentu
secara terisolasi, itu sama pentingnya untuk memberikan mahasiswa
praktek keterampilan sintesis dan melatih untuk mengkombinasikan
berbagai keterampilan. Pada akhirnya, tujuan dari tangga kognitif
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
308
adalah untuk mempersiapkan mahasiswa untuk maju ke arah yang
lebih kompleks dan terintegrasi.
Bentuk kedua dari tangga kognitif adalah melihat kemajuan
penyelesaian tugas, dan dosen menyediakan struktur untuk tugas-
tugas yang membutuhkan otonomi mahasiswa yang lebih besar atau
bahkan lebih lengkap. Untuk misalnya, Anda mungkin pertama
menetapkan sebuah proyek di mana siswa harus mengikuti rencana
yang Anda rancang, termasuk menjabatkan komponen-komponen
dari tugas, jadwal, dan tenggat waktu untuk menyelesaikan tugas dan
kemudian dalam proyek-proyek kemudian, tahapan itu dihilangkan,
dan yang tersisa hanyalah monitoring kemajuan belajar yang menjadi
tanggungjawab mereka sendiri.
RINGKASAN
Dosen hampir selalu memiliki keterampilan metakognitif
sendiri, meskipun sering tidak disadari bahwa mereka telah
menggunakan keterampilan itu. Sebagai hasilnya, mereka
menganggap bahwa mahasiswa juga memiliki keterampilan ini atau
bahwa mereka akan mengembangkannya secara alami dan pasti.
Akibatnya, dosen mungkin perlu menuntut lebih agar mereka dapat
menunjukkan kemampuan metakognitif dan tidak harus mengabaikan
kebutuhan untuk mengajarkan dan memperkuat keterampilan dan
kebiasaan ini. Memang, penelitian yang dikutip dalam bab ini
menunjukkan bahwa metakognisi tidak tidak selalu berkembang
dengan sendirinya dan bahwa dosen dapat memainkan peran
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
309
penting dalam membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan
metakognitif agar mencapai keberhasilan akademik di perguruan
tinggi, yakni: menilai tugas di tangan, mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan, menyusun perencanaan, pemantauan kinerja sepanjang
jalan, dan merefleksikan satu keberhasilan untuk keseluruhan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
310
BAGIAN IV: SILABUS BERPUSAT
PADA PEMBELAJARAN
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
311
BAB 9
FOKUS PADA CAPAIAN BELAJAR
Tidak ada kekuatan yang dapat mengarahkan tindakan mahasiswa, kecuali Anda menyatakan dengan jelas harapan Anda
Jika Anda menyimak pada penjelasan dari Bab 2 sampai Bab 8,
nampak bahwa semua penjelasan difokuskan pada usaha dosen untuk
membantu mahasiswa belajar. Tentu saja, istilah belajar bukan
sesuatu yang asing, tetapi di sini saya memberi tahu Anda tentang
konsep belajar sebagai kegiatan yang memiliki tujuan, dan tujuan
yang dimaksud adalah capaian belajar. Istilah capaian belajar sangat
terkait, sebagaimana dikemukakan oleh banyak pihak, dengan
tanggungjawab profesional dari seorang dosen, yakni merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran berpusat pada mahasiswa, menuntut dosen untuk
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi capaian belajar.
Pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa, harus
difokuskan pada capaian belajar. Pembelajaran berbasis capaian
belajar dirancang agar mahasiswa dapat mencapai capaian belajar
yang ditentukan, sehingga tanggungjawab profesional dosen dapat
dipertahankan. Dari sudut pandang dosen, praktek pembelajaran
berbasis capaian belajar, menjanjikan hal-hal sebagai berikut:
• Dosen akan menunjukkan kepada publik informasi tentang
kegiatan pengajaran yang dilakukannya [prinsip keterbukaan].
• Mampu mengarahkan upaya belajar mahasiswa untuk mencapai
hasil yang maksimal [prinsip terarah].
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
312
• Kemajuan mahasiswa dan penyelesaian hasil belajar ditentukan
berdasarkan pada pencapaian hasil belajar [prinsip akuntabilitas]
(Larkin, 1998).
KONSEP DAN STRUKTUR CAPAIAN BELAJAR
Dalam definisi paling sederhana, capaian belajar (sering
disebut learning outcomes, selanjutnya disingkat LO) merupakan
pernyataan yang mencerminkan harapan dosen tentang kemampuan
yang harus dikuasai mahasiswa. Hari ini, dengan kebijakan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, kurikulum
berbasis LO dirancang untuk mempromosikan pembelajaran yang
lebih efektif di semua jenjang pendidikan tinggi.
Bagi Maki, pernyataan hasil belajar mencerminkan apa yang
dapat ditunjukkan oleh mahasiswa sebagai hasil dari kegiatan belajar
(Maki, 2004, hal. 60). Capaian belajar menggambarkan niat kita
(dosen) tentang apa yang harus diketahui oleh mahasiswa, apa yang
harus dimengerti oleh siswa, dan keterampilan apa yang dapat
ditunjukkan mahasiwa sebagai wujud penguasaan ilmu pengetahuan
ketika mereka lulus " (Huba & Freed, 2000, hlm. 9-10). LO adalah
capaian yang diperoleh dari belajar, menyatakan tentang apa yang
mampu dilakukan mahasiswa setelah belajar [bukan sebelum belajar].
Tidak ada capaian belajar tanpa belajar. Capaian belajar
memberitahukan tingkat kesuksesan belajar yang dapat ditunjukkan
oleh mahasiswa setelah diberikan kesempatan belajar. Capaian harus
dinyatakan dalam suatu rumusan pernyataan, yang mengandung
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
313
penjelasan tentang seberapa baik (how well) capaian yang dapat
diraih pada apa yang telah dicapainya (what).
Biggs dan Tang (2011: 113) sendiri mengungkapkan bahwa
pernyataan capaian belajar dapat diorientasikan pada berbagai
tingkat: di tingkat universitas (institutional), tingkat program
(programme) dan tingkat mata kuliah (course):
• Pernyataan capaian belajar di tingkat lembaga, sebagai pernyataan kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh lulusan perguruan tinggi.
• Pernyataan capaian belajar di tingkat program studi, sebagai pernyataan kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh lulusan dalam bidang keahlian tertentu.
• Capaian belajar di tingkat mata kuliah, sebagai pernyataan kemampuan yang dapat ditunjukkan setelah menyelesaikan mata kuliah tertentu.
Biggs dan Tang juga (2011: 10) membedakan capaian belajar
menjadi dua, yaitu umum dan khusus. Pernyataan capaian belajar
dikategorikan sebagai capaian umum, ketika capaian belajar itu bebas
konteks, tidak terkait dengan konteks materi yang sedang dipelajari.
Capaian belajar yang bersifat umum ini terkait dengan capaian belajar
di tingkat lembaga (universitas). Misalnya, ketika universitas
menetapkan capaian belajar lulusan: "lulusan harus kreatif", berarti
"kreatif" dalam hal apa pun yang dikerjakan lulusan. Sebaliknya,
capaian khusus yaitu capaian belajar yang terikat dengan konteks
disiplin ilmu atau materi yang sedang dipelajari. Capaian belajar yang
bersifat khusus ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Maki, yang
disebutkan sebelumnya. Semisal, ketika ditetapkan capaian belajar di
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
314
tingkat universitas seperti "lulusan harus kreatif", maka capaian
belajar yang bersifat umum harus mengkaitkan konsep kreatif dengan
kemampuan atau cara menangani berbagai masalah yang terkait
dengan bidang keahlian tertentu atau materi yang sedang dipelajari.
Dari penjelasan terseut, tentu saja, Lihat Gambar 10. kita dapat
memahami bahwa terdapat keterkaitan secara struktural antara
capaian umum dan khusus dengan capaian belajar, di tingkat
lembaga, program, dan mata kuliah.
Gambar 10. Hubungan Hierarkis Antara Capaian Belajar Umum dan Khusus antara ILO, PLO, dan CLO
Gambar 10. menunjukkan kepada kita bahwa capaian umum
belajar adalah capaian belajar di tingkat lembaga/universitas,
sedangkan capaian khusus belajar adalah capaian belajar di tingkat
program studi dan di tingkat mata kuliah. Capaian umum di tingkat
lembaga menjadi rujukan untuk merumuskan capaian belajar di
CLO
PLO
ILO CapaianUmum
CapaianKhusus
CapaianKhusus
CapaianKhusus
CapaianKhusus
CapaianKhusus
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
315
tingkat program studi.; capaian-capaian belajar di tingkat program
studi bersifat khusus dan akumulasi dari capaian belajar khusus itu
membentuk capaian belajar di tingkat universitas. Begitu juga,
capaian belajar di tingkat program studi menjadi rujukan untuk
merumuskan capaian belajar di tingkat mata kuliah. Capaian-capaian
belajar di tingkat mata kuliah bersifat khusus dan akumulasi dari
beberapa capaian belajar khusus itu membentuk capaian belajar di
tingkat program studi.
Untuk lebih memahami keempat konsep di atas, mari kita
bahas satu per satu.
Capaian Belajar di Tingkat Universitas
Capaian belajar universitas, disebut juga graduate outcomes
(capaian lulusan), juga disebut ciri-ciri lulusan (graduate attributes)
yaitu capaian total pengalaman belajar di tingkat universitas. Capaian
belajar di tingkat universitas sering juga disebut dengan ILO
(Institutional Learning Outcomes). Di beberapa negara, ILO
ditetapkan oleh negara, yang disebut dengan qualification framework
(QA, atau kerangka kualifikasi).1 Angelo dan Cross (1993)
mengidentifikasi enam jenis capaian belajar di tingkat universitas,
yaitu:
1Di Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 12 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (disingkat KKNI) menjadi rujuakan dalam penyusunan kurikulum perguruan tinggi (K-PT). Kemudian, diperkuat dengan Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (disingkat SNPT).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
316
(1) keterampilan berfikir tingkat tinggi; (2) keterampilan akademik dasar; (3) keterampilan dan pengetahuan disiplin ilmu khusus; (4) nilai-nilai akademik dan kemanusiaan; (5) pengembangan kerja dan karir; (6) perkembangan pribadi.
Capaian Belajar Program Studi (Programme Learning Outcomes)
Disebut sebagai capaian belajar program studi (programme
learning outcomes, disingkat PLO) diartikan sebagai kemampuan
yang ditunjukkan oleh lulusan di bidang studi tertentu atau
kemampuan lulusan di bidang akademik tertentu. Capaian belajar
program studi harus selaras dan seiring dengan capaian belajar
universitas (ILO).
Capaian Belajar Mata Kuliah (Course Learning Outcomes)
Disebut sebagai capaian belajar mata kuliah (course learning
outcomes, disingkat CLO) diartikan sebagai kemampuan yang
ditunjukkan oleh lulusan setelah menyelesaikan perkuliahan di satu
mata kuliah. Program studi mencerminkan bidang ilmu (disciplines),
suatu kegiatan spesifik tertentu dalam kehidupan. Misalnya,
manajemen, akuntansi, mesin, arsitektur, dan lain sebagianya. Setiap
aspek kegiatan yang spesifik itu, terbagi-bagi lagi ke dalam kegiatan
yang lebih spesifik. Misalnya, akuntansi dibagi lagi menjadi akuntansi
perpajakan, akuntansi syariah, dan lainnya, karena masing-masing
memiliki kekhasan tertentu yang tidak bisa disamakan satu sama lain.
Aspek-aspek yang lebih khusus itu kemudian menjadi satu kajian
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
317
tersendiri yang kemudian disebut mata kuliah (courses). Di dalam satu
mata kuliah terdapat unit materi [pokok bahasan, topik] yang memiliki
kesamaan. Unit materi kecil yang kecil itu disebut materi perkuliahan,
yang berisi sebagai sejumlah pengetahuan, baik itu deklaratif,
prosedural, maupun metakognitif.
MENYELARASKAN ANTARA ILO, PLO DAN CLO
Dalam standar akreditasi perguruan tinggi, ditetapkan bahwa
capaian belajar antara capaian belajar univesitas, program, dan mata
kuliah, harus berkesesuaian.
Kesesuaian Antara Capaian Belajar Perguruan Tinggi dan Capaian
Belajar Program
Mengingat sifat dan profesi dari disiplin ilmu itu berbeda-beda,
program studi yang berbeda mungkin memiliki penekanan yang
berbeda dalam menetapkan capaian belajar. Maka dari itu, setiap
capaian belajar program studi tidak harus selaras dengan capaian
belajar lulusan, karena mungkin beberapa capaian belajar perguruan
tinggi tidak relevan dengan karakteristik program studi. Dalam
menjabarkan capaian belajar di tingkat universitas ke dalam capaian
belajar di tingkat program studi, Biggs dan Tang menegaskan dua hal
yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) memetakan capaian belajar di
tingkat universitas ke dalam capaian belajar program studi; (2)
menjabarkan tujuan khusus program studi ke dalam capaian belajar
program studi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
318
Cara pertama, memetakan capaian belajar universitas ke dalam
capaian belajar program studi. Caranya sebagai berikut:
(1) Apa yang menjadi capaian belajar universitas? Susun di kolom bagian kiri pada tabel di bawah.
(2) Pada kolom sebelah kanan, susun capaian belajar program studi yang sesuai dengan capaian belajar universitas.
Capaian Belajar Universitas
Capaian Belajar Program Studi
1 ....... ? ....... ? 2 ....... ? ....... ? 3 ....... ? ....... ?
Misal,
Capaian Belajar di Universitas
Capaian Belajar di Program Studi Studi [Akuntansi]
1 Kompeten dalam praktek profesional
Mampu menganalisis dan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi.
2 Komunikasi secara efektif
Berkomunikasi sebagai profesional dengan klien dan kolega dalam situasi kehidupan nyata.
3 Kerjasama tim Menunjukkan perilaku sebagai anggota tim yang efektif dan etis dalam pekerjaannya sebagai akuntan.
Kesesuaian Antara Belajar Program Studi dan Capaian Belajar Mata
Kuliah
Setiap program studi terdiri dari beragam mata kuliah, sangat
penting bahwa ketika menyelaraskan antara capaian belajar mata
kuliah dengan capaian programs studi, seharusnya capaian belajar
mata kuliah menjabarkan seluruh aspek dari capaian belajar program
studi. Berikut cara untuk menyesuaikan capaian belajar mata kuliah
dengan capaian belajar program studi:
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
319
Untuk Dosen
Apakah capaian belajar mata kuliah mencerminkan capaian belajar
program studi?
(1) Susun capaian belajar dari program studi;
(2) Susun kursus mata kuliah yang diampu di program studi;
(3) Pertimbangkan capaian belajar untuk mata kuliah pada tabel
berikut:
No Capaian belajar program studi
Mata Kuliah 1
Mata Kuliah 2
Mata Kuliah 3
1
2
3
Keuntungan dari penyesuaian antara ILO, PLO dan CLO adalah
menghindari komplain dari mahasiswa yang menemukan kesamaan
topik materi di antara mata kuliah yang berbeda, dan komplain dari
lembaga profesional atau badan akreditasi terkait isu kesamaan topik
di antara mata kuliah yang berbeda.
FOKUS PADA CAPAIAN BELAJAR MATA KULIAH
Konsep bahwa capaian belajar menjelaskan secara spesifik
tentang perilaku yang diingikan oleh Anda [dosen] untuk ditunjukkan
oleh mahasiwa Anda setelah menyelesaikan perkuliahan dan
penyelesaian sesi kelas, kursus, latihan, atau satu tatap muka, maka
dosen harus mampu mengidentifikasi dan mendefinisikan capaian-
capaian belajar untuk mata kuliah yang diampunya. Semisal, "pada
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
320
akhir kelas hari ini, Anda akan dapat menerapkan langkah-langkah
penjabaran capaian belajar mata kuliah dari capaian belajar program
studi."
Faktanya, para dosen teramat sulit untuk merumuskan capaian
belajar di mata kuliah yang diampunya, karena beberapa alasan,
termasuk: (1) lemahnya penguasaan materi serta jenis pengetahuan
yang menjadi keahliannya [seharusnya sudah ahli], dan; (2) lemahnya
pemahaman tentang beragam dimensi (domain) capaian belajar dan
jenis-jenis ilmu pengetahuan. Ketika Anda sudah memahami beragam
dimensi capaian belajar, jenis pengetahuan, dan menguasai materi,
maka merumuskan capaian belajar menjadi sesuatu yang mudah.
Jika Anda memperhatikan alam semesta ini, sebagaimana para
ahli geografi membagi dunia ini terdiri dari beragam tingkatan, dan
ahli geologi membagi bumi terdiri dari beragam lapisan, seperti itu
pula capaian belajar terdiri dari beragam dimensi. Para ahli
pendidikan membuat kategori capaian belajar, mengkategorikan
"apa yang mampu dilakukan oleh mahasiswa" sebagai hasil dari
kegiatan belajar, sebagai istilah taksonomi. Bloom membagi capaian
belajar terbagi ke dalam tiga dimensi, yaitu dimensi pengetahuan,
dimensi sikap, dan dimensi keahlian.
Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan adalah capaian pembelajaran yang
terkait dengan proses berfikir dari apa yang diketahuinya.
Pengetahuan sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengetahuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
321
deklaratif dan pengetahuan fungsional. Pengetahuan deklaratif
merujuk pada pengetahuan tentang sesuatu, karena itu dapat
diungkapkan (declarative) dalam bentuk verbal (kata-kata). Juga
sering disebut sebagai pengetahuan ternyatakan atau pengetahuan
isi, biasanya dapat diverifikasi, dinyatakan ulang, dan secara logika,
konsisten. Pengetahuan deklaratif ada di dalam buku teks dan juga
internet serta apa yang dikemukakan dosen di ruang kelas. Termasuk
dalam pengetahuan deklaratif adalah fakta, konsep, asumsi,
generalisasi, teori, metode, prosedur, dan mekanisme.
Pengetahuan fungsional adalah pengetahuan yang melandasi
suatu tindakan; tindakan yang dikaitkan dengan pemahaman atas
pengetahuan tertentu. Mahasiswa tidak hanya menerima
pengetahuan yang baru dan lama, tetapi secara aktif menerapkan
pengetahuan ke dalam pekerjaan; jika pengetahuan deklaratif sudah
ada secara internal di dalam pikiran si mahasiswa, pada saat itu juga,
pengetahuan fungsional dapat dikeluarkan. Pengetahuan fungsional
adalah pengetahuan yang terkait dengan profesi tertentu; misalnya,
penggunaan teori tertentu dalam pengambil keputusan pada apa
yang harus terjadi dalam konteks pekerjaan, pengetahuan untuk
menyelesaikan masalah, dan lain sebagainya. Ambil contoh, misalnya
materi psikologi perkembangan di Program Studi Pendidikan Guru
[Mata Pelajaran .......]. Alasan bahwa guru harus mempelajari psikologi
pendiikan karena guru harus mengetahui beberapa topik seperti
motivasi dan kegiatan belajar, pertumbuhan dan perkembangan
anak, jenis intelejensi, dan sebagainya.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
322
B. S. Bloom menyusun kategori capaian belajar dimensi
pengetahuan, mulai dari tingkat pengetahuan dasar sampai dengan
tingkat evaluasi. Pada tingkat pertama, mengingat (remembering),
yaitu kemampuan untuk mengingat kembali informasi,
mendeskripsikan apa yang diketahui sama persis, atau mengulang
kembali hal-hal yang telah dipelajarinya. Pada tingkat kedua,
memahami (understanding), yaitu kemamuan untuk menunjukan
pemahaman dengan menterjemahkan atau memparafrasekan,
menginterpretasikan informasi atau memodifikasi informasi ke dalam
bentuk baru. Pada tingkat ketiga, menerapkan (applying), yaitu
kemampuan untuk menerapkan prinsip abstrak terhadap situasi
tertentu atau situasi kongkrit. Pada tingkat keempat, menganalisis
(analyzing), yaitu kemampuan mengklarifikasi situasi kompleks
dengan memecahnya ke dalam hal-hal kecil, menemukan keterkaitan
antara satu hal dengan hal lainnya dan menemukan struktur dari
situasi atau set informasi yang tersedia. Pada tingkat kelima,
mengevaluasi (evaluating), yaitu kemampuan mengambil keputusan
tentang nilai, manfaat, dampak dari materi atau metode untuk tujuan
tertentu. Pada tingakt keenam, mencipta (creating), yaitu kemampuan
menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, brefikir dengan analogi,
metafora dan membangun gagasan yang utuh.
Dimensi Afektif
Dimensi afektif adalah capaian pembelajaran yang terkait
dengan proses merasa dari apa yang diketahuinya. Kemampuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
323
emosional berkaitan dengan pengaturan dan pengendalian emosi,
terkait dengan kecenderungan seseorang dalam bertindak setelah
mendapatkan rangsangan dari luar. Seseorang dalam perjalanan
melihat terjadi kecelakaan, seseorang akan memikirkan, di dalam
dalam hati (suara hati) dan pikiran (argumentasi) - berkecemuk - apa
yang akan dilakukannya, kemungkinan: (1) berhenti, melihat; (2)
berhenti, menolong; (3) tidak berhenti-melihat. Ketiga hal itu baru
dalam kemungkinan – gejolak hati dan pikiran –. Suara hati dan pikiran
itu disebut sikap. Ketiga sikap itu dianggap sebagai awal seseorang
untuk bertindak. Sikap diartikan sebagai kecenderungan bertindak.
Dimensi afektif merupakan pengelompokkan sikap-sikap yang
berhubungan langsung dengan pengetahuan dan tindakan.
Kita dapat memahami bahwa sikap sebagai kecenderungan
bertindak dalam bentuk suara hati atau suara pikiran atas apa yang
diketahuinya. Sikap seharusnya bersifat menetap, tidak berubah-
ubah, ajeg. Perkataan, “Anda harus punya sikap”, berarti harus
memutuskan apa gagasan Anda terhadap apa yang Anda ketahui.
Sikap akan menetap ketika sudah memihak pada nilai tertentu,
misalnya nilai toleransi dan solidaritas. Dengan dimilikinya nilai, maka
akan terbentuk suara hati atau pikiran tertentu, sesuai nilai. Pada saat
seseorang yang berhenti, melihat, lalu menolong, karena dalam
pikiran dan hati seorang pengendara sudah tertanam nilai toleransi
(jika saya yang mengalami kecelakaan, saya juga ingin ditolong) dan
solidaritas (jika yang kecelekaan itu saudara saya, kalau tidak
menolong, berarti tidak dianggap saudara).
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
324
Taksonomi afektif adalah tingkatan-tingkatan (proses)
seseorang dalam mengenali-mengetahui nilai dan mengadopsi nilai
tertentu untuk dijadikan pedoman dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa (1964), afektif
terdiri dari lima tingkat, mulai dari rendah mengenali (mengetahui
pentingnya sesuatu) sampai paling tinggi mengamalkan
(menindaklanjuti). Pada tingkat pertama, menerima (receiving), yaitu
keinginan untuk mengetahui-mengenali sesuatu yang dapat dilihat,
dibaca, atau didengar. Pada tingkat kedua, merespon (responding)
yaitu keinginan-kesediaan memberikan tanggapan (verbal dan non-
verbal) sebagai reaksi atas suatu gagasan, wacana, opini, dan nilai
atas apa yang telah diketahuinya. Pada tingkat ketiga, meyakini Nilai
(Valuing) yaitu kemampuan dalam menerima, memihak dan
mendukung baik secara verbal maupun non-verbal, suatu keyakinan,
nilai, atau prinsip yang telah diketahuinya. Pada tingkat keempat,
mengatur-Diri (Organizing), yaitu kemampuan menunjukkkan
komitmen pada nilai yang diyakininya serta dapat menentukan terbaik
dari alternatif perwujudan nilai. Terakhir, pada tingkat kelima,
mengamalkan (characterizing) yaitu kemampuan mengintegrasikan
nilai-nilai ke dalam sistem nilai pribadi, menjadi milik sendiri, menjadi
kepribadian (karakter).
Dimensi Psikomotorik
Dimensi psikomotorik, merupakan capaian pembelajaran yang
terkait dengan koordinasi gerakan fisik. Biasanya dikaitkan dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
325
pendidikan jasmani dan atletik, meskipun banyak bidang ilmu lain
yang membutuhkan gerakan fisik tertentu. Jelas, misalnya "menulis
dengan tangan berhubungan erat dengan semua subjek. Pekerjaan
di laboratorium untuk mahasiswa sains menuntut kemampuan
menggunakan berbagai peralatan yang kompleks. Koordinasi
gerakan fisik mencakup, koordinasi mata, koordinasi tangan, dan
koordinasi antara gerak tangan dan gerak mata, gerak kaki, dan
semua organ lain yang dibutuhkan untuk menghasilkan karya.
Dimensi motorik terdiri dari tingkat rendah, berupa gerakan
refleksi sampai tingkat mahir. Pada tingkat pertama, gerakan refleks,
yaitu kemampuan dasar untuk melakukan gerakan yang dapat terjadi
di luar kehendak, sebagai respons terhadap stimulus tertentu. Pada
tingkat kedua, gerakan fundamental dasar, yaitu kemampuan
melakukan pola gerakan bawaan yang terbentuk dari kombinasi
berbagai gerakan refleks. Pada tingkatan ketiga, gerakan persepsi,
yaitu kemampuan untuk meniru stimulus yang diterima melalui indra
menjadi gerakan yang tepat seperti yang diinginkan. Pada tingkat
keempat, gerakan yang terampil, yaitu kemampuan mengembangkan
gerakan-gerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan derajat
efisiensi tertentu. Pada tingkat kelima, yaitu komunikasi nondiskursif,
yaitu kemampuan untuk berkomunikasi melalui gerakan tubuh. Pada
tahap ini, gerakan sudah tidak lagi dipikirkan, terjadi secara otomatis.
Keterampilan psikomotor menekankan pada keterampilan
neuro-mascular yaitu keterampilan yang bersangkutan dengan
gerakan otot. Dimensi psikomotorik yang dikembangkan oleh R.H.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
326
Dave (1970), juga terdiri dari lima tingkat, mulai dari tingkat meniru
sebagai kemampuan yang paling sederhana sampai dengan
naturalisasi sebagai kemampuan yang paling kompleks. Pada tingkat
pertama, meniru (imitation), yaitu kemampuan untuk mengamati dan
mengikuti perilaku berpola setelah orang lain melakukannya terlebih
dahulu. Tingkat meniru adalah tingkat kemampuan dengan kualitas
yang lebih rendah. Pada tingkat kedua, manipulasi (manipulation)
yaitu kemampuan melaksanakan gerakan dengan bimbingan. Untuk
dapat melakukan sesuatu tindakan, seseorang harus mendapatkan
petunjuk dan berlatih. Pada tingkat ketiga, presisi (precision) yaitu
kemampuan melakuakn gerakan dengan tepat, proporsional dan
tepat tanpa bantuan. Dengan melihat, akan lebih tepat. Pada tingkat
keempat, artikulasi (articulation), yaitu kemampuan
mengkombinasikan lebih dari dua keterampilan sekaligus, secara
berurutan, dan dilaksanakan secara konsisten. Mengkoordinasikan
serangkaian tindakan, mencapai tingkat harmoni dan konsistensi
internal. Pada tingkat kelima, naturalisasi (naturalization), yaitu
kemampuan untuk mengkombinasikan dua atau lebih kemampuan
secara berurutan dan dilaksanakan secara konsisten dan mudah. Pada
tingkat ini sudah sedikit kekeliruan fisik, melakukannya tanpa berfikir
lagi.
PIKIRKAN KEMBALI APA YANG MENJADI CAPAIAN BELAJAR
Setelah Anda mengetahui dimensi-dimensi capaian belajar,
saatnya Anda memikirkan apa yang menjadi capaian belajar untuk
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
327
mata kuliah Anda. Saya menawarkan empat tahapan-pertanyaan yang
harus dijawab dalam rangka merumuskan capaian belajar. Tetapi
sebelum menjawab, pertimbangkanlah saran dari Association of
American Colleges and Universities (2002) pada kutipan berikut:
“Dunia ini kompleks, saling berhubungan, dan lebih bergantung kepada pengetahuan daripada dunia sebelumnya. Perguruan tinggi telah menjadi identitas semu bagi individu untuk membangun dan memuaskan kehidupan dan karir. Dalam dunia yang mengalami perubahan begitu dasyhat, setiap peningkatan jenis pekerjaan telah diikuti dengan peningkatan dramatis dalam persyaratan pendidikan. Mayoritas pekerjaan sekarang diselenggarakan oleh orang-orang yang memiliki hubungan dengan setidaknya beberapa perguruan tinggi, dan pekerjaan hanya tersedia untuk para pekerja yang mendapatkan pendidikan terbaik, tumbuh dan berkembang begitu cepat”.
Setelah Anda memahami maksudnya, silahkan Anda dapat
menjawab empat pertanyaan berikut untuk membantu Anda
merumuskan capaian belajar. Tentu saja, ada lebih banyak pertanyaan
untuk dijawab, tapi lebih baik fokus pada pertanyaan yang kompleks
dan komprehensif. Pertanyaan pertama harus dijawab terlebih
dahulu, baru menjawab pertanyaan berikutnya, dan seterusnya.
Penetapan capaian belajar menuntut Anda meluangkan lebih banyak
waktu. Berikut empat pertanyaan yang harus Anda jawab, ketika Anda
memulai untuk menetapkan capaian belajar:
(1) Jenis penegtahuan, kemampuan berpikir dan pemecahan masalah
apakah yang Anda percaya harus dicapai oleh mahasiswa saat
mereka lulus [perkuliahan, sesi pertemuan] ? [Prinsip Kejelasan]
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
328
(2) Bukti apa yang dapat dikumpulkan untuk menunjukkan
ketercapaian capaian belajar? [Prinsip Terukur]
(3) Desain dan strategi pengajaran seperti apa yang dapat
mengakibatkan terjadinya pembelajaran yang diinginkan untuk
mencapai capaian belajar? [Prinsip Berproses]
(4) Mengingat keragaman mahasiswa di pendidikan tinggi, strategi
pengajaran apa yang diyakini dapat memberikan kontribusi bagi
terjadinya pembelajaran? [Prinsip Pemerataan]
Capaian belajar menyiratkan sasaran belajar, sasaran itu harus
jelas, terukur dan realistis; juga menyiratkan tentang proses
pembelajaran yang harus dilakukan, dan tindakan belajar yang tepat.
Lebih lanjut, capaian belajar menyiratkan niat dan komitmen dosen
dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam menetapkan capaian
belajar, dosen tidak hanya menyampaikan apa yang akan dapat
dlakukan dosen [kegiatan mengajar] untuk membantu mahasiswa
mencapai capaian belajar, tetapi juga apa yang dapat dilakukan
mahasiswa untuk mencapai tujuan belajar. Ingat bahwa ketika Anda
menetapkan capaian belajar, selanjutnya Anda harus menyusun
rencana perkuliahan. Justru tantangan yang dihadapi dosen adalah
sejauh mana mahasiswa Anda memahami dan memenuhi apa yang
diharapkan oleh Anda sebagai dosen, sementara mahasiswa Anda
berasal dari latar belakang kualifikasi akademik, lingkungan
pekerjaan, keluarga, dan pengalaman hidup yang berbda.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
329
BAB 10
SILABUS FOKUS PADA CAPAIAN BELAJAR
Silabus menjelaskan target mengajar bagi dosen dan target belajar bagi mahasiswa
UNTUK APA SILABUS?
Pada bab ini akan dijelaskan tentang Silabus yang mengadopsi
pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa, termasuk
berbagai komponen yang harus ada di dalamnya.
Silabus adalah kesempatan pertama bagi dosen untuk
memikirkan tentang manfaat belajar yang diperoleh mahasiswa Anda
yang menjadi tanggungjawab Anda sebagai dosen. Silabus sebagai
sarana untuk menyatakan apa yang dapat diketahui dan dapat
dilakukan mahasiswa pada akhir perkuliahan. Dalam Silabus
pembelajaran berpusat pada mahasiswa, mahasiswa dituntut menjadi
pembelajar yang memiliki harapan [intentional student]. Ciri-ciri dari
pembelajar yang memiliki harapan sebagai berikut: kesadaran untuk
mengembangkan diri; kesadaran tentang pentingnya kuliah, sadar
akan proses belajar itu sendiri; kesadaran bagaimana menjadi orang
terdidik itu.
Dalam menyusun Silabus untuk mendorong mahasiswa
menjadi pembelajar yang memiliki harapan, dosen harus mengetahui
strategi bagaimana menjadikan mahasiswa sebagai pemikir integratif,
pemikir yang dapat melihat adanya keterkaitan informasi yang
berbeda dan mengkaitkannya pada berbagai pengetahuan yang
dimilikinya untuk mengambil keputusan. Mereka mampu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
330
mengadaptasikan keterampilan yang dipelajari pada satu situasi
untuk digunakan pada situasi lain, di kelas, di tempat kerja, di
masyarakat, atau kehidupan pribadi mereka. Sebagai akibatnya,
pembelajar dapat memiliki harapan sukses bahkan dalam kondisi
kehidupan yang terus menerus tidak stabil sekalipun.
Dalam silabus pembelajaran berpusat pada mahasiswa, dosen
tidak hanya menyampaikan apa yang akan dapat dIlakukan oleh
dosen [kegiatan mengajar] untuk membantu mahasiswa mencapai
capaian belajar, tetapi juga apa yang dapat dilakukan mahasiswa
[kegiatan belajar] untuk mencapai capaian belajar. Dalam menyusun
Silabus berpusat pada pembelajaran, harus tertuang tiga hal, yaitu
apa yang harus dipelajari mahasiswa [materi apa] yang dibutuhkan
untuk mencapai capaian [kompetensi] mata kuliah dan proses apa
[kegiatan apa] yang dapat mengantarkan mereka pada kesukesan
akademik. Dua hal penting lainnya yang harus ada adalah filosofi
mengajar serta harapan dan kebijakan Anda.
Filosofi mengajar harus ada dalam Silabus. Filosofi mengajar
menginformasikan kepada mahasiswa, pandangan dosen tentang
praktik pengajaran yang telah dipertimbangkan secara matang,
keyakinan yang ada dalam pikiran dosen tentang bagaimana proses
pembelajaran harus berlangsung dan yang dapat berkontribusi pada
kesuksesan akademik. Filosofi mengajar harus diketahui mahasiswa,
berupa pernyataan tentang: (1) rencana dosen untuk mencapai
capaian belajar, suatu rencana pengajaran yang fokus pada
penciptaan iklim belajar yang akan diciptakan di kelas; (2)
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
331
pemahaman dosen tentang proses pembelajaran dan bagaimana
rutinitas belajar di kelas, kegiatan, dan tugas yang harus dikerjakan,
sejalan dan konsisten dengan pemahaman dosen tentang proses
pembelajaran; (3) Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dalam
pengajaran dan pembelajaran dan memberitahukan kepada
mahasiswa bahwa dosen berniat untuk berbagi dengan mereka.
Pernyataan filsafat mengajar biasanya terdiri atas dua sampai
tiga halaman panjang dan menunjukkan posisi akademis, biasanya
untuk laporan akhir masa jabatan dan promosi jabatan. Silabus
menunjukkan penguasaan dosen pada dua hal, yaitu penguasaan
materi disiplin ilmu dan kemampuan untuk membuat materi disiplin
ilmu dapat dikuasai oleh mahasiswa. Sebuah pernyataan filosofi
mengajar menunjukkan dua hal tersebut.
KEBIJAKAN, HARAPAN, TANGGUNG JAWAB
Kebijakan dan prosedur menguraikan dasar rencana
pembelajaran, tuntutan, kebutuhan, dan standar perilaku mahasiswa.
Hal-hal lain yang patut dipertimbangkan termasuk pernyataan yang
menjelaskan kebijakan tentang kehadiran (termasuk absensi,
keterlambatan, dan konsekuensi); prosedur untuk mengirimkan tugas
tertulis, laporan laboratorium, dan pekerjaan rumah (termasuk
pengiriman tugas setelah tanggal jatuh tempo); dan kebijakan untuk
tugas tambahan, tes susulan, dan penundaan nilai.
Menjelaskan tiap-tiap harapan itu secara lengkap dalam silabus
dan dalam suatu prosedur yang menjelaskan kegiatan yang harus
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
332
dilakukan mahasiswa mulai dari awal sampai pertengahan semester
dan akhir semester. Pastikan bahwa mahasiswa memiliki akses atas
informasi ini adalah penting untuk dipertimbangkan oleh lembaga
pendidikan. Dalam pembahasan tentang kegiatan pembelajaran,
mungkin dosen akan menetapkan tugas-tugas yang harus dikerjakan
oleh mahasiswa. Pastikan informasi tentang tugas-tugas itu dapat
diakses oleh mahasiswa. Alangkah lebih baiknya, jika informasi
tentang kebijakan dan prosedur perkuliahan, baik untuk satu
pertemuan atau seluruh pertemuan dalam satu mata kuliah, diketahui
oleh mahasiswa.
Norma kesopanan menjadi bagian standar dari silabus di
kebanyakan kampus. Termasuk ke dalam topik kesopanan merujuk
pada tindakan menghormati orang lain, termasuk sesama rekan,
dekan dan pemimpin akademik lainnya. Hal itu penting untuk
dituangkan ke dalam silabus. Setiap masalah dapat diatasi secara
efektif dengan kebijakan lembaga yang memastikan bahwa semua
anggota komunitas kampus memiliki akses yang sama ke sumber
informasi ini. Jika ada kasus di kampus Anda, gunakan kebijakan
kelembagaan yang menjelaskan mengapa perilaku hormat menjadi
ciri dari lingkungan belajar dan apa artinya dalam mata kuliah Anda
(misalnya, cepat mematikan ponsel, mengangkat tangan untuk
berkontribusi).
Silabus adalah tempat yang baik untuk mengingatkan
mahasiswa pada kebijakan kampus, prosedur yang harus diikuti, dan
kantor untuk berkonsultasi jika mereka memerlukan penjelasan.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
333
Ketika harapan, kebijakan dan pedoman ditambahkan ke silabus, dan
mahasiswa diminta untuk membacanya ketika hari pertama kuliah
dimulai, dua hasil yang mungkin: dosen akan mencegah masalah yang
kemungkinan terjadi di masa mendatang, dan sebagai konsekuensi
bahwa mahasiswa juga bertanggung jawab untuk menciptakan iklim
ruang kelas yang menumbuhkan belajar.
TANGGUNGJAWAB BELAJAR
Pembelajaran berpusat pada mahasiswa menuntut dukungan
Anda dan menantang mahasiswa untuk memikul tanggung jawab dan
membangun kesadaran untuk secara aktif belajar di mata kuliah Anda.
Ketika Anda mempersiapkan silabus yang mendorong mahasiswa
untuk belajar, Anda harus mempertimbangkan dua hal secara
seimbang; kepemimpinan pembelajaran, pengembangan mahasiswa,
dan inisiatif mahasiswa. Pertimbangkan juga tingkat pendidikan
(pendidikan umum, pendidikan sarjana, pascasarjana, dan lain
sebagainyal) dan apa yang kita ketahui tentang pengetahuan dan
keterampilan prasyarat. Anda harus mengajukan dan menjawab
pertanyaan sendiri untuk setiap mata kuliah; "Sejauh mana mahasiswa
akan dilibatkan dalam memperjelas capaian belajar mata kuliah?
Dalam merencanakan tugas-tugas yang akan memenuhi capaian
pembelajaran individual mereka? Dalam memantau dan menilai
kemajuan belajar mereka sendiri? Serta menetapkan kriteria untuk
menilai kinerja mereka sendiri?
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
334
Jawaban untuk pertanyaan itu menuntut komitmen dosen
pada pendidikan (termasuk ketentuan yang telah ditetapkan oleh
lembaga sertifikasi atau akreditasi), keterbatasan waktu, dan
kebutuhan mahasiswa lainnya.
Strategi yang dianggap masuk akal adalah merancang
kegiatan belajar yang dapat mengarahkan mahasiswa untuk
bertanggung jawab lebih pada belajar selama masa perkuliahan.
Tantangan yang dihadapi dosen adalah sejauh mana mahasiswa Anda
memahami dan memenuhi persyaratan yang Anda tetapkan,
sementara mahasiswa Anda berasal dari latar belakang kualifikasi
akademik, lingkungan pekerjaan, keluarga, dan pengalaman hidup
yang berbeda.
KOMPONEN SILABUS UNTUK PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA
MAHASISWA
Untuk membantu Anda menyusun atau merevisi silabus mata
kuliah, agar sesuai dengan pendekatan berpusat pada mahasiswa
(student-centered learning), pada bab ini akan disediakan contoh-
contoh silabus. Secara umum, Silabus berisi hal-hal berikut:
• Menjelaskan tujuan dan sasaran perkuliahan.
• Menguraikan struktur mata kuliah [materi dan kegiatan
perkuliahan] dan signifikansinya dengan program pendiikan
[program studi], khususnya aspek pembelajaran non-tradisional
yang mungkin baru bagi mahasiswa.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
335
• Menguraikan tugas dan tanggungjawab dosen dan mahasiswa
untuk : [1] mencapai tujuan perkuliahan [capaian belajar,
kompetensi mata kuliah]; [2] kewajiban dosen dalam kegiatan dan
proses pembelajaran, dan; [3] untuk menghargai dan
melaksanakan kode etik perilaku yang ditentukan oleh dosen,
program studi, dan universitas.
• Menjelaskan tentang praktek penilaian dan evaluasi, bagaimana
dosen akan memberikan umpan balik pada seberapa baik
mahasiswa dalam mencapai dan memenuhi kriteria dan standar
capaian belajar.
• Memberikan informasi tentang prosedural kritis tentang apa yang
akan terjadi, kapan itu akan terjadi, dan di mana itu akan terjadi,
termasuk kegiatan belajar dan tugas (mandiri atau terstruktur].
Dalam menggambarkan berbagai bagian tersebut, saya telah
mengambil bahan-bahan dari berbagai perguruan tinggi dan disiplin
ilmu, secara hati-hati untuk menilai aspek-aspek tertentu dari
perkuliahan tatap muka di kelas, online, dan campuran [gabungan
antara tatap muka di kelas dan online]. Contoh silabus terutama hanya
untuk mata kuliah Program Sarjana. Sedangkan contoh selalu
diorientasikan pada perspektif pembelajaran berpusat pada
mahasiswa.
Saya berharap bahwa contoh-contoh yang diberikan, akan
membantu Anda dalam merancang Silabus berpusat pada
pembelajaran (learning-centered syllabus) yang akan disesuaikan
dengan keadaan dan situasi tempat Anda bekerja. Apa yang akan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
336
Anda masukkan dalam Silabus, tergantung pada apa yang dibutuhkan
mahasiswa Anda, jenis mata kuliah yang Anda tawarkan [teori atau
praktik], dan tentu saja, dasar pemikiran yang mendasarinya. Item
komponen yang ada di Silabus mencakup hal-hal yang akan
dijelaskan berikut ini:
DAFTAR ISI
Jika Anda adalah dosen yang ditugaskan untuk meninjau
silabus, maka Anda mungkin akan melihat halaman sampul dan daftar
isi. Mengingat mahasiswa sering membaca Silabus, hanya pada
bagian yang perlu dibaca saja. Penting untuk membatasi materi dan
memberikan nomor halaman item, sehingga memudahkan bagi
mereka mencari informasi yang dibutuhkan. Cara Anda menyusun
daftar isi, tentu saja tergantung pada isinya. Anda dapat memutuskan
untuk memasukkan semua secara keseluruhan, atau mungkin lebih
baik membaginya menjadi beberapa unit (misalnya, tujuan, tugas,
evaluasi).
INFORMASI DOSEN
Silabus juga berisi informasi tentang dosen pengampu mata
kuliah. Informasi dosen di dalam Silabus, penting, dengan begitu
mahasiswa mengetahui siapa dosen dan bagaimana cara
menghubungi dosen. Mahasiswa harus selalu tahu di mana, kapan,
dan bagaimana menghubungi dosen. Aksesibilitas tentang informasi
dosen sangat penting bagi mahasiswa, mungkin karena secara
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
337
akademik, mahasiswa dan dosen harus membangun interaksi
akademik. Tentu saja, persoalan lain, jika dosen memberikan batasan
untuk menghubunginya. Pertimbangkan untuk memperkenalkan
identitas diri dosen dalam Silabus, termasuk juga riwayat pendidikan
dan penelitian dosen.
FORMULIR INFORMASI MAHASISWA
Ada berbagai strategi untuk memastikan bahwa Anda memiliki
akses yang cepat pada informasi kontak mahasiswa. Caranya adalah
mendistribusikan kartu indeks selama minggu pertama dan meminta
mahasiswa untuk mencatat nama mereka, email, alamat, dan nomor
telepon. Alternatif adalah menyertakan halaman informasi mahasiswa
dalam silabus sehingga mahasiswa dapat melengkapinya. Bentuk
seperti itu juga dapat di-upload ke sistem manajemen informasi mata
kuliah [SIMIMAK], sebagai tugas pertama untuk diselesaikan dan
mengirimkannya secara online.
PESAN UNTUK MAHASISWA & FILOSOFI MENGAJAR
Pernyataan filosofi mengajar termasuk item yang harus ada
dalam Silabus, bersifat pribadi tentu saja. Tetapi justru dengan
mengungkapkannya di Silabus, dapat membantu mengurangi
ketidaknyamanan mahasiswa Anda dan dapat mengkomunikasikan
bagaimana perkuliahan akan berlangsung. Beberapa dosen
menyatakan ucapan "selamat datang kepada mahasiswa" sebelum
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
338
pertemuan di kelas. Berbagai pilihan yang semakin tersedia melalui
Sistem Informasi Manajemen Mata Kuliah (SIMIMAK).
Pernyataan filosofi mengajar sebagai cara agar mahasiswa
Anda mengenali Anda sebagai seorang profesional. Filosofi mengajar
merupakan nilai tertentu yang diyakini. Generasi mahasiswa saat ini
mungkin merasa bahwa pendidikan tinggi adalah sistem tertutup
yang tidak menerima pandangan “orang luar". Untuk para pendatang
mahasiswa baru, norma-norma dan aturan-aturan dasar pendidikan
tinggi yang tidak jelas tidak akan dihargai.
Jadi, apa pun yang dapat dilakukan untuk membantu semua
mahasiswa menjadi nyaman dalam perkuliahan, filosofi mengjaar
merupakan pernyataan terbuka tentang bagaimana dan mengapa
kita melakukan apa yang kita lakukan (yaitu, filsafat) dan dapat
memberikan arah dan memotivasi mahasiswa untuk berhasil.
Termasuk di dalam pernyataan filosofi mengajar adalah menjelaskan
apa yang Anda anggap bernilai tentang proses pembelajaran dan
menjelaskan alasan mengapa Anda memilih nilai tertentu yang
dianggap paling berharga.
TUJUAN MATA KULIAH
Bagian dari silabus ini, untuk selanjutnya disebut tujuan saja,
harus difokuskan pada mengapa mata kuliah ini ada, bagaimana
keterkaitan mata kuliah dengan kurikulum yang lebih besar, dan untuk
siapa mata kuliah ini dirancang. Bagian dari silabus ini memberikan
kesempatan kepada Anda untuk menjelaskan “keselarasan” - yaitu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
339
keterkaitan mata kuliah ini dengan mata kuliah lain di dalam satu
Program Studi dan selaras dengan misi universitas.
Jika, sejak awal mahasiswa harus memahami tujuan Anda,
maka Anda dapat mendiskusikannya secara mendalam dengan
mereka di pertemuan pertama. Juga menunjukkan bagaimana tujuan
perkuliahan di mata kuliah ini dapat mengantarkan mereka pada
kesuksesan akademik di kampus dan karir mereka di masa depan,
sehingga diharapkan dapat memotivasi mahasiswa, motivasi tentang
pentingnya mata kuliah Anda.
DESKRIPSI MATA KULIAH
Sebuah deskripsi Silabus yang kaya adalah modal awal untuk
membuat mahasiswa tertarik, tentu saja dengan memberikan
deskripsi yang menarik, termasuk isi mata kuliah, nilai, dan asumsi-
asumsi filosofis di balik pengajaran. Anda dapat meningkatkan
antusiasme dan motivasi mahasiswa dengan menekankan relevansi
mata kuliah untuk kehidupan mereka. Juga deskripsi yang
mencerminkan nilai-nilai dan sikap. Bagian dari deskripsi mata kuliah
menjelaskan bagaimana perkuliahan akan dilaksanakan (misalnya,
melalui ceramah, diskusi kelompok kecil, proyek tim, pengalaman
lapangan, simulasi).
Tujuan Mata kuliah adalah elemen penting dari Silabus, karena
tujuan mata kuliah akan menunjukkan kepada mahasiswa tentang
tanggungjawab mereka dalam perkuliahan:
1. Apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa selama kuliah?;
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
340
2. Di bawah kondisi seperti apa mereka harus melakukanya.
Mahasiswa harus bisa mencari tahu untuk memperjelas arah
intelektual dan praktek yang Anda inginkan.
3. Apa yang akan mereka ketahui pada akhir mata kuliah, apa yang
mereka dapat mereka lakukan pada akhir Mata kuliah, dan
bagaimana mereka dapat menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari selama kuliah dengan Anda.
Apakah salah satu tujuan dari mata kuliah Anda untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah?; meningkatkan
keterampilan berkomunikasi?; memungkinkan mereka untuk
menerjemahkan pengetahuan dari satu konteks ke konteks lain?;
Mengapa tujuan itu penting?, dan Bagaimana mahasiswa dapat
menerima bantuan dosen untuk mencapai tujuan tersebut? Salah satu
cara menetapkan untuk tujuan adalah bertanya pada diri sendiri:
“Kemampuan seperti apa yang Anda inginkan dari mahasiswa? untuk
Lima tahun ke depan?".
Tujuan belajar adalah sasaran (goals) yang lebih lebih spesifik,
sebagai rencana dasar tentang apa yang akan dicapai dan bagaimana
ketercapaian itu dapat dievaluasi. Dalam Silabus berpusat pada
pembelajaran (learning-centered syllabus), tujuan mata kuliah
menggambarkan dua hal, yaitu: (1) proses belajar yang akan
dikembangkan, dan; (2) produk yang dicapai dari proses belajar
terkait dengan isi mata kuliah.
Dosen kadang-kadang menggabungkan tujuan mata kuliah
dengan deskripsi mata kuliah, tergantung pada kompleksitas dan sifat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
341
mata kuliah dan disiplin ilmu. Tujuan mata kuliah menggambarkan
apa yang dapat dilakukan oleh mahasiswa di akhir semester, biasanya
dinyatakan sebagai pernyataan singkat atau hanya garis besar.
Idealnya dirumuskan dengan menggunakan kata kerja. Tujuan yang
jelas dapat menumbuhkan rasa memiliki dan kesadaran bahwa dosen
dan mahasiswa harus bekerjasama menuju pencapaian tujuan
bersama.
Tujuan memberikan dua hal, yaitu fokus belajar [materi apa yang
harus saya pelajari] dan motivasi untuk belajar [mengapa saya harus
mempelajari kemampuan itu]. Untuk dapat merumuskan dan
mengungkapkan tujuan mata kuliah, tanyakan pada diri Anda sendiri
empat pertanyaan dasar berikut ini:
1. Apa capaian belajar yang dapat dicapai mahasiswa dalam
kaitannya dengan standar akreditasi program studi atau atau
standar profesional?
2. Anda ingin mahasiswa mempelajari apa? Apa hasil dari apa yang
dipelajari oleh mahasiswa?
3. Bagaimana Anda dapat mengetahui dan memutuskan bahwa
mahasiswa Anda telah memenuhi atau mencapai capaian belajar
yang Anda tetapkan untuk mereka?
4. Kegiatan apa, entah di kelas, luar kelas, tetap muka, atau online,
yang dapat membantu mahasiswa Anda mencapai capaian
belajar?
5.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
342
1 2 3 4
Capaian Belajar
Materinya apa?
Kegiatannya apa?
Kriteria dan Standarnya
Apa?
......... .......... .......... ..........
Dengan kata lain, bagaimana Anda akan mengevaluasi
kemajuan dan prestasi mereka? Apa tugas/tugas e-learning, kegiatan
kelas, dan pendekatan pengajaran yang dapat membantu mahasiswa
Anda untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, atau perubahan
sikap yang telah ditentukan? Tujuan belajar dapat dijabarkan di
tingkat mata kuliah dan di tingkat unit materi (pokok bahasan).
Pernyataan tujuan belajar dapat dituliskan dalam dua tipe yang
berbeda:
1. Pernyataan kongkrit tentang dari apa yang dapat dilakukan oleh
mahasiswa sebagai bentuk dari hasil belajar?
2. Tidak ada batasan yang ditentukan (open-ended), deskripsi
fleksibel tentang situasi atau masalah dari yang berbagai macam
pembelajaran mungkin timbul.
Tujuan, bukan harapan yang dapat membatasi orientasi
mahasiswa tetapi sebagai sesuatu yang telah ditetapkan di akhir
pembelajaran atau mencoba untuk menjamin capaian atau
interpretasi tertentu. Tujuan belajar yang lebih spesifik hanya cocok
untuk penyelesaian tugas atau kegiatan belajar tertentu.
Terminologi tujuan belajar seperti itu dapat memunculkan
masalah. Ahli pendidikan memberitahukan kepada kita bahwa tujuan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
343
belajar harus terukur (measurable), namun kebanyakan dari kita lebih
banyak menulis capaian belajar yang yang sulit diukur seperti:
"mengembangkan tanggungjawab sipil" atau "belajar menghargai
karya-karya besar". Istilah tujuan belajar (learning outcomes) sering
juga disebut capaian belajar, "tujuan (aims)" atau "sasaran (goals)".
SUMBER BACAAN (READING RESOURCES)
Dosen harus mengidentifikasi buku bacaan mata kuliah. Sangat
berharga untuk mahasiswa jika mereka mengetahui di mana
menemukan semua bahan yang diperlukan. Mereka juga akan
bahagia mengetahui bahan yang diperlukan untuk dipelajari, yang
Anda rekomendasikan untuk dibeli, dan bacaan relevan untuk setiap
topik dan tugas. Daftar bacaan yang dipilih dapat dimasukkan
sebagai bagian dari silabus atau dapat diproduksi sebagai paket
terpisah (kompilasi atau modul). Beberapa perpustakaan elektronik,
seperti bab-bab buku bacaan referensi yang dipindai, juga dapat
dimasukkan di dalam Anda.
Jika membaca itu penting bagi Anda, mengapa Anda tidak
menugaskan mereka membaca buku-buku itu? Maka dari itu, jelaskan
kepada mahasiswa mengapa Anda memilih buku itu, berikan pula
pedoman untuk membaca buku itu. Jelas, jika Anda berencana untuk
mendistribusikan bahan berhak cipta, terlebih dahulu Anda perlu
mendapatkan izin hak cipta.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
344
SUMBER BELAJAR (RESOURCES)
Dimaksudkan untuk mengarahkan mahasiswa ke sumber
belajar dan mendorong mereka menggunakan sumberdaya itu.
Sumber saja dapat mencakup bahan yang diterbitkan; orang,
termasuk pustakawan dan dosen lainnya; bahan tertulis, atau media;
dan seterusnya. Pada bagian ini berisi semua bahan yang akan
dibutuhkan untuk mata kuliah, serta lokasi (misalnya, toko buku
perguruan tinggi, perpustakaan, World Wide Web, sistem informasi
manajemen mata kuliah, atau laboratorium komputer). Termasuk
bibliografi publikasi yang relevan untuk pencapaian tujuan mata
kuliah dan tugas. Pastikan untuk menyusunnya secara akurat sehingga
mahasiswa mampu belajar dan menggunakannya.
Jika Anda perlu menggunakan laboratorium atau ruangan
sumber daya, pastikan untuk menginformasikan lokasi keberadaan
fasilitas itu kepada mahasiswa dan bagaimana mereka
menggunakannya. Mahasiswa membutuhkan petunjuk untuk
mengakses sumber daya yang terdapat pada sistem informasi
manajemen mata kuliah. Jika Anda menggunakan peringatan respon,
umumnya dikenal sebagai “clickers,” pastikan untuk menunjukkan
nomor model dan rincian pembelian jika kampus Anda belum
mengadopsi model umum. Anda juga mungkin menjelaskan
mengapa buku-buku dan sumber lainnya telah dipilih dan apa
kepentingan relatif untuk mata kuliah atau disiplin ilmu mereka.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
345
JADUAL PERKULIAHAN
Mahasiswa biasanya langsung tertuju pada jadual, daftar topik,
tugas, proyek, ujian dan batas keterlambatan. Mereka ingin tahu apa
yang akan terjadi dan kapan. Pada umumnya kesulitan utama adalah
keputusan untuk merencanakan penataan materi. Bertanya pada diri
sendiri:
• Berapa banyak topik yang akan dipelajari mahasiwa di semester
ini?
• Bagaimana saya dapat mengatur tanggungjawab mereka
sehingga mereka dapat memenuhi tuntutan lain selain kepada
saya?
• Poin apa yang harus saya tekankan?
• Apakah ada materi dalam buku yang bisa dihilangkan atau
disingkat?
• Bagaimana saya bisa mempromosikan pembelajaran online?
Ketika merencanakan tugas, akan sangat membantu
mahasiswa, jika tugas diatur dalam suatu urutan kegiatan belajar, dari
mudah ke tingkat sulit. Pertimbangkan hal-hal yang harus dipelajari
mahasiswa dan apa yang akan Anda lakukan untuk membantu mereka
memproses informasi selama di kelas. Idealnya, Anda harus
menyimpulkan urutan ini dengan tambahan umpan balik. Anda dapat
memberikan umpan balik dalam kelas atau dengan memberikan
komentar pada tugas di luar atau di dalam kelas. Anda dapat
mengatur jumlah tugas yang harus dikerjakan mahasiswa di luar jam
kuliah. Untuk rata-rata, biasanya sepuluh jam pekerjaan rumah per
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
346
minggu. Beberapa kelas lain menuntut mahasiswa untuk belajar lebih
dari sepuluh jam; kadang-kadang beban belajar akan bervariasi dari
minggu ke minggu. Kebanyakan dosen, terutama yang mengajar
mata kuliah persyaratan meminta mahasiswa untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi dan teknik penelitian.
Dalam mempersiapkan jadwal mata kuliah, perlu diingat bahwa
mahasiswa Anda harus sering menyeimbangkan waktu akademik,
pekerjaan, dan kewajiban keluarga. Memusatkan perhatian pada
kegiatan belajar seharusnya tidak menyebabkan Anda untuk
mengurangi harapan. Dalam menetapkan jadual, harus memberikan
waktu yang cukup agar mahasiswa Anda memenuhi harapan Anda.
Mempertimbangkan untuk tidak memberikan tugas membaca berat
atau tanggal jatuh tempo pada minggu pertama, berikan jatuh tempo
penyelesaian tugas di minggu akhir. Untuk membantu mahasiswa
dapat mengatur waktu belajar, Silabus juga harus mencerminkan
pendekatan langkah demi langkah pada tugas besar.
Untuk makalah penelitian yang diperhitungkan dan menadi
komponen pada nilai akhir, Anda dapat menetapkan tanggal jatuh
tempo untuk tugas bibliografi, garis besar, dan konsep dasar di
minggu-munggu pertangahan. Pastikan berikan penekanan pada
jadwal, mungkin dalam huruf tebal, tanggal ujian dan tugas tertentu.
Jika memungkinkan, cobalah untuk menghindari jadwal utama,
proyek dan ujian pada saat ketika dosen lainnya juga membuat
tuntutan yang sama berat. Daftar tugas harus memungkinkan untuk
dilakukan penyesuaian jika Anda harus tiba-tiba terlibat dalam diskusi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
347
yang tampaknya lebih berharga dari kuis yang dijadwalkan atau jika
Anda tiba-tiba harus menghabiskan lebih banyak waktu pada topik
tertentu.
Tekankan bahwa jadual dapat direvisi tergantung pada
kebutuhan kelas sambil mengingatkan bahwa mereka juga
bertanggung jawab untuk materi yang dibahas karena sangat
menentukan nilai. Mahasiswa juga perlu tahu bagaimana cara Anda
merevisi jadwal atau perencanaan ulang. Ide yang baik untuk
menyertakan tanggal kunci dari kalender akademik (ujian tengah
semester, hari terakhir untuk tanggal jatuh tempo, liburan) untuk
memaksimalkan informasi tentang tanggal yang mungkin
mempengaruhi keputusan mahasiswa.
TANGGAL TOPIK DAN AKTIVITAS
MEMBACA TUGAS (BATAS AKHIR)
PRASYARAT MATA KULIAH
Ungkapkan persyaratan yang dituntut untuk penyelesaian mata
kuliah dan tugas. Setiap persyaratan secara eksplisit dan rinci disusun
dalam bagian terpisah dari silabus atau digabung di bagian penilaian.
Banyak dosen mempersiapkan handout yang panjang untuk
menjelaskan masing-masing persyaratan dan panduan untuk
penyelesaian tugas. Panduan yang ditulis tidak harus mengganti
penjelasan tertulis dari persyaratan mata kuliah.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
348
Pertimbangkan melampirkan bahan tambahan - penjelasan
dari tugas membahas kasus, review buku, makalah, atau proyek, atau
membuat handout dengan judul seperti “Panduan Menulis Karya
Ilmiah,” “Pedoman untuk Menyusun Makalah,”atau "Anatomi Ulasan
Mata Kuliah". Contoh-contoh tugas, makalah, laporan proyek, tentu
saja harus dimasukkan ke dalam penjelasan persyaratan karena
mahasiswa bergantung pada keterampilan proses seperti partisipasi
atau kerja sama tim untuk menyelesaikan tuntutan tugas. Masing-
masing menawarkan wawasan tentang bagaimana peserta didik fokus
pada pengembangan keterampilan interpersonal.
KEBIJAKAN DAN HARAPAN: KEHADIRAN, BATAS AKHIR TUGAS,
TAK MENJAWAB SOAL, PERILAKU DI KELAS, DAN KESOPANAN
Kebijakan, tentu saja akan terkait dengan banyak komponen
lainnya, seperti filosofi mengajar, harapan Anda, dan evaluasi. Apakah
harapan dan kebijakan Anda, akan dibuat menjadi dua judul terpisah,
atau digabung, sepenuhnya terserah Anda. Keputusan penting
adalah bagaimana cara Anda mengatasi masalah yang mungkin
berdampak negatif pada kegiatan belajar atau perilaku mahasiswa.
Saya menyarankan Anda untuk mempertimbangkan kebijakan catatan
kehadiran sebagai item untuk nilai akhir. Anda mungkin atau tidak
memutuskan untuk menghitung kehadiran atau partisipasi kelas,
partisipasi kelas mungkin komponen paling penting dalam
menentukan nilai akhir. Idealnya, setiap sesi kelas harusnya begitu
penting, sehingga mahasiswa bersemangat untuk hadir. Biasanya
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
349
beberapa mahasiswa tidak dapat hadir di kelas, karena beberapa
alasan, karena kewajiban atletik, akademik, agama, atau keluarga atau
karena sakit. Perjelas kebijakan Anda secara tertulis tentang kehadiran
dan partisipasi kelas.
Dalam menyusun kebijakan harus fleksibel tapi tidak terlalu
permisif. Jika Anda menghitung partisipasi kelas sebagai item yang
menentukan nilai akhir, perjelas istilah partisipasi kelas, pastikan
bahwa Anda mendefinisikan fenomena yang sulit dipahami ini dan
perjelas ukuran partisipasi kelas. Jika partisipasi kelas online misalnya
dianggap sebagai ukuran partisipasi kelas, atau; berkomunikasi dalam
bahasa Inggris dengan tata bahasa yang benar adalah sesuatu yang
paling Anda harapkan; atau mengitung berapa kali mahasiswa Anda
berbicara atau pada kualitas komentar mereka? Jika kualitas komentar
yang dihitung, bagaimana Anda akan menentukan bobot kualitas
kontribusi tertentu? Akankah Anda membiarkan mahasiswa tahu apa
saja yang dianggap sebagai tindakan partisipasi kelas? Akan
partisipasi kelas aktif secara substantif mempengaruhi nilai akhir, atau
akan Anda menganggap ini hanya dalam kasus terbatas? Apabila ada
masiswa yang kekurangan partisipasi - terutama bagi mahasiswa dari
budaya yang mendorong rasa hormat pasif - bukanlah itu merugikan
jika mempengaruhi nilai akhir? Bagaimana kerahasiaan informasi akan
diungkapkan dalam konseling praktikum atau magang klinis harus
dilindungi?
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
350
KEBIJAKAN DAN HARAPAN: INTEGRITAS AKADEMIK, CACAT
AKSES, DAN KEAMANAN
Kebijakan kampus dan harapan berbeda (dalam arti hukum)
dari harapan dan kebijakan yang dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Kebijakan kampus adalah pernyataan resmi yang menyampaikan
aturan dan peraturan hukum universitas. Ini adalah ide yang baik
untuk merujuk ini aturan-aturan hukum dan peraturan dalam silabus
Anda karena dua alasan.
Pertama, menyebut kebijakan menunjukkan bahwa Anda
menyerukan otoritas peraturan kampus untuk membenarkan norma-
norma perilaku untuk Anda, tentu saja. Itu pernyataan memiliki
kekuatan hukum yang kaut. Kedua, Anda menyampaikan bahwa Anda
menghargai aturan belajar seumur hidup dengan mendidik mereka
tentang standar profesi Anda dan kebijakan negara dan pemerintah
mendorong program dan kebijakan dan prosedur institusi. Biarkan
mahasiswa tahu betapa pentingnya kebijakan ini bagi masyarakat
kampus dengan menunjukkan kepada mahasiswa dalam publikasi
kampus dan di halaman Web kampus.
Hal ini wajar untuk memprediksi bahwa akan ada peningkatan
jumlah mandat kampus termasuk pernyataan standar kebijakan
lembaga dalam silabus mata kuliah. Ini adalah hasil dari kekhawatiran
tentang bagaimana kampus harus mempersiapkan dosen dan staf
untuk mengelola situasi krisis. Apakah situasi itu adalah hasil dari
tindakan bermasalah dari seorang individu atau kesalahan yang
disengaja oleh asisten laboratorium yang bekerja dengan bahan-
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
351
bahan berbahaya. Setiap warga kampus harus tahu ke mana harus
berpaling segera untuk peringatan dan bantuan. Sekarang bahwa
silabus yang tersedia secara online dan dalam sistem inforamsi
manajemen mata kuliah, sehingga dapat dengan mudah kebijakan
kampus dituliskan di halaman web kampus.
EVALUASI
Mahasiswa juga harus diberitahu tentang tujuan mata kuliah,
mahasiswa harus tahu bagaimana kemajuan mereka akan dinilai,
bagaimana pekerjaan mereka akan dievaluasi, bagaimana tugas akan
nilai, dan bagaimana kontribusi nilai tugas dapat mempengaruhi nilai
akhir. Silabus Anda harus mencakup standar yang jelas dan kriteria
untuk setiap strategi penilaian yang akan Anda gunakan.
Informasi yang memberikan arahan dan berfokus pada tujuan
dari setiap kegiatan. Evaluasi atau penilaian adalah lebih banyak
daripada apa yang dipelajari di kelas. Bagian utama dari evaluasi,
apakah dilaksanakan selama perkuliahan atau sepanjang perkuliahan,
harus dalam bentuk komentar pada proyek-proyek dan makalah,
tanggapan terhadap presentasi mahasiswa, percakapan, dan cara lain
membantu siswa memahami bagaimana mereka bisa berbuat lebih
baik.
Evaluasi dapat dilakukan baik oleh dosen maupun mahasiswa.
Jika peer review dibangun di kelas Anda, maka Anda harus
menentukan logistik dan etika yang terlibat. Evaluasi harus mencakup
penjelasan prosedur penilaian berkelanjutan yang memungkinkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
352
mahasiswa untuk belajar untuk menilai tingkat pengetahuan atau
keterampilan mereka sendiri.
Banyak peneliti kini menekankan pentingnya kemampuan
metakognisi - kemampuan berpikir tentang kegiatan belajar dan
menilai kemajuan sendiri. Bransford, Brown, dan Cocking (2002),
misalnya, mengidentifikasi metakognisi sebagai salah satu dari tiga
prinsip kunci pembelajaran dan mengingatkan dosen untuk
menanamkan keterampilan metakognisi di dalam kurikulum.
Fink (2002) mengeluarkan “Taksonomi Belajar Signifikan”
mencakup komponen kunci dari "Belajar Cara Belajar". Penilaian
berkelanjutan membantu mahasiswa meningkatkan kegiatan belajar
mata kuliah atau unit yang sedang berlangsung, bukan hanya
menerima umpan balik di akhir kegiatan evaluasi. Salah satu cara yang
ditawarkan adalah penilaian diri, meminta mahasiswa
membandingkan pekerjaan mereka sendiri, pada contoh sebelumnya.
Istilah yang dijelaskan dalam penilaian, mulai dari memadai,
memuaskan, dan sangat baik. Ketika salah satu tujuan Anda adalah
bahwa mahasiswa belajar untuk mengevaluasi pekerjaan mereka
sendiri, prosedur evaluasi harus dimasukkan dalam silabus Anda.
Anda dan siswa Anda harus tahu bagaimana cara Anda mengevaluasi
pembelajaran dan bergantung pada berbagai prosedur penilaian.
Silabus Anda dapat menyediakan bahan-bahan yang akan
memperjelas proses penilaian pada produk yang dihasilkan
mahasiswa Anda. Jika mahasiswa Anda akan menulis makalah,
mengembangkan media, melakukan penelitian, atau
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
353
mengembangkan portofolio, mereka perlu tahu apa kriteria sukses
menyelesaikan semua itu. Jika mahasiswa akan mengambil ujian,
mereka harus tahu kapan ujian akan diberikan, apa materi akan
dibahas, berapa bobor persen dari nilai akhir, perbaikan nilai ujian,
dan apa bentuk ujian yang akan diberikan. Mahasiswa biasanya ingin
untuk mengetahui apa jenis pertanyaan akan muncul pada tes (pilihan
ganda, kasus atau masalah, esai, dll), serta apakah ujian itu dapat
dibawa pulang, di kelas, buku terbuka, atau buku tertutup. Kegiatan
eksperimental - termasuk berbagai sesi laboratorium, dan
penempatan kerja lapangan - sering melibatkan sistematika dan
personil yang melaksanakan evaluasi. Adalah penting bahwa
keduanya, mahasiswa dan evaluator memiliki pemahaman yang jelas
tentang kriteria dan metodologi yang digunakan.
PROSEDUR PENILAIAN
Mahasiswa selalu khawatir tentang bagaimana mereka akan
dievaluasi. Kamu dapat mengurangi kekhawatiran ini dengan secara
khusus menjelaskan bagaimana Anda menguji dan bagaimana Anda
menetapkan nilai. Anda harus mendiskusikan bagaimana Anda
mengevaluasi esai yang ditulis, pekerjaan rumah, presentasi lisan,
labwork, dan laporan laboratorium, juga harus ada di bagian dari
silabus. Bagian ini juga harus mencakup jenis dan jumlah tes, nilai per
item, dan proporsi masing-masing tes terhadap nilai akhir. Terakhir,
Anda harus mendiskusikan bagaimana Anda menentukan nilai akhir.
Yakinkan bahwa harapan Anda masuk akal, adil, dan dicapai.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
354
Mengungkapkan dengan jelas kriteria standar juga dapat
mengurangi kemungkinan bahwa mereka akan mencoba untuk
memberikan tekanan pada Anda untuk memodifikasi apa yang
dinyatakan dalam silabus. Masalah tentang nilai cenderung
mendatangkan keluaran. Kekhawatiran umum termasuk perubahan
nilai, mengumumkan kebijakan tentang penilaian dapat membuat
mahasiswa menjadi memperoleh kepastian.
Berpikir hati-hati tentang kebijakan penilaian, menuntut Anda
untuk dapat menjelaskannya di dalam silabus, dan menerapkannya
dengan konsisten, dapat mengurangi kecemasan tentang nilai dan
melindungi Anda dari salah satu aspek yang paling stres dari profesi
dosen. Mahasiswa juga ingin tahu tidak hanya persyaratan kelulusan
mata kuliah tetapi juga berapa banyak item yang patut
diperimbangkan untuk nilai akhir. Penting untuk menguraikan persis
bagaimana Anda akan menentukan nilai akhir. Karana penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa mempersiapkan diri secara berbeda
untuk esai dari apa yang disebut ujian objektif, Anda harus
menunjukkan ciri serta materi yang akan diujikan. Sespesifik mungkin
Anda harus menjelaskan apa saja yang akan diujukan (misalnya, “Bab
1 sd 10, ditambah materi kuliah”) dan bagaimana Anda akan menguji
(pilihan ganda, jawaban singkat, esai, dll) sehingga mahasiswa dapat
mempersiapkan efisien. Tes harus menjadi bagian dari proses
pembelajaran, menuntut Anda untuk menilai ketercapaian tujuan,
tugas, kegiatan kelas, dan kemajuan mahasiswa Anda. Membuat
kebijakan juga penting. Kebijakan tidak fleksibel dapat membuat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
355
mahasiswa berniat buruk untuk melakukan tuntutan. Kebijakan yang
terlalu longgar atau tidak tegas, kadang-kadang dapat
mengakibatkan mahasiswa melakukan tindakan yang tidak pantas
atau tidak nyaman.
Juga penting dijelaskan dalam silabus tentang rubrik penilaian.
Pastikan untuk menunjukkan apakah Anda akan menggunakan
penilaian plus minus. Kebijakan universitas pada nilai yang tidak
lengkap dan menggambarkan dampaknya, juga harus muncul di
bagian ini dari silabus Anda. Weimer (2002) menunjukkan bahwa
anggota dosen membingkai kebijakan penilaian berdasarkan pada
berpusat pada pembelajaran.
CARA SUKSES DI MATA KULIAH: ALAT UNTUK BELAJAR DAN
BELAJAR
Mata kuliah yang berbeda membutuhkan pola studi yang
berbeda dan praktek. Memasukkan dalam silabus, strategi yang Anda
sarankan untuk mahasiswa agar dapat menyelesaikan mata kuliah
Anda. Pertimbangkan bagaimana Anda dapat membantu mahasiswa
Anda berpikir tentang gaya mengajar Anda sehingga mereka
mengembangkan alat metakognitif dan kerangka kerja yang
dibutuhkankan mereka untuk berhasil dalam mata kuliah, mungkin
mereka belajar bagaimana berpikir seperti seorang sejarawan atau
memecahkan masalah seperti seorang fisikawan. Menginformasikan
kepada mahasiswa tentang panduan belajar yang dicetak atau online,
sehingga mereka dapat memberikan suplemen yang mendukung
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
356
pembelajaran. Banyak suplemen yang ditulis oleh para ahli dan
termasuk kegiatan untuk digunakan dalam kelas atau untuk persiapan
mahasiswa di kelas.
CONTOH SILABUS
[1] INFORMASI DOSEN Dosen : Aeng Muhidin, M.Pd Alamat Kantor : Gedung A. R. 211 Pusat Kajian
Pembelajaran dan Elearning Email : [email protected] Web : www.unpam.ac.id/pkpel Telepon Kantor : 021 7412566. Ext. 1043 Kantor Pos : Lokasi Ruangan 211, Pusat Kajian
Pembelajaran dan Elearning Jam Kantor : Senin, Rabu, Jumat, 11.00 sd 12.30.00 atau
janjian. Pendidikan : S1 Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri
Jakarta, 2008; S2 Pendidikan Sejarah, Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2011.
Pengalaman Kerja : Dosen Tetap Universitas Pamulang, 2013 sampai dengan sekarang
Minat penelitian : pengembangan bahan ajar, model pembelajaran, evaluasi pembelajaran, metode mengajar.
Olahraga : Sepak bola, catur Menghubungi saya : Bebas menelpon saya selama jam kerja,
melalui email, atau langsung datang ke ruang kantor, tetapi jangan berharap langsung mendapatkan balasan; email dibahas di luar jam kantor. Secara reguler saya membalas email pada jam 23.00.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
357
[2] FORMULIR INFORMASI MAHASISWA
Silahkan lengkapi lembar informasi ini dan kembalikan ke saya pada
pertemuan berikutnya. Saya akan menggunakan informasi ini untuk
menyusun rencana perkuliahan, untuk mengetahui Anda dan untuk
menghubungi Anda melalui email, telepon, jika dibutuhkan. Saya
tidak akan memberikan informasi ini kepada siapapun, kecuali atas
izin dari Anda.
Semester : ................................................................... Nomor Induk : ................................................................... Nama : ................................................................... Alamat : ................................................................... Apartemen : ................................................................... Kota/Kabupaten : ................................................................... Provinsi : ................................................................... Kode Pos : ................................................................... Hubungi saya, di : Rumah : ................................................................... Mobile : ................................................................... Kantor : ................................................................... Email : ................................................................... Pada semester berapa dan tahun keberapa Anda menyelesaikan mata kuliah prasyarat: Mata Kuliah : ................................................................... [semester] Identifikasi sertifikat pelatihan profesional atau sertifikat program yang telah Anda kuasai: .............................................................. Berapa jumlah sks yang telah Anda selesaikan sampai pada semester ini: ................................................................................................ Jelaskan mengapa Anda perlu mengambil mata kuliah ini, apakah ada keterkaitannya dengan perolehan sertifikat pelatihan: ...............
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
358
..................................................................................................... Apa yang Anda harapkan dari mata kuliah ini? ........................... ..................................................................................................... Jelakan secara singkat pengalaman atau mata kuliah lain yang relevan dengan mata kuliah ini? .............................................................. ..................................................................................................... Jika Anda membutuhkan akomodasi tertentu, tuliskan apa dan pastikan Anda menghubungi saya: ............................................. .....................................................................................................
[3] PESAN UNTUK MAHASISWA
Meskipun Anda hadir di kelas ini hanya sebagai batu loncatan
untuk kepentingan mengejar gelar pendidikan Anda. Saya harap
Anda menyadari bahwa capaian belajar di kelas ini dapat membantu
Anda memiliki keterampilan yang berguna untuk seumur hidup Anda,
dan akan membantu Anda belajar di mata kuliah lain, untuk karir
Anda, dan kehidupan pribadi Anda. Kelas ini berlangsung di ruang
kelas komputer, sehingga Anda juga akan belajar keterampilan
komputer.
Selama kelas ini, Anda memiliki kesempatan untuk belajar
menghasilkan tulisan untuk situasi dan khalayak yang berbeda. Anda
akan belajar lebih banyak tentang cara menulis dan strategi terbaik
untuk menulis. Anda akan belajar untuk berbagi ide-ide dengan orang
lain, menemukan cara sebanyak yang Anda tahu dan perspektif orang
lain. Jika Anda tetap berpikiran terbuka dan bersedia untuk
berpartisipasi, Anda akan menemukan banyak peningkatan dalam
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
359
kemampuan menulis. Tentu saja kuliah ini menuntut komitmen dari
Anda: tanggung jawab untuk menghadiri kelas dan harus siap dengan
tugas tepat waktu. Saya berharap tinggi dari Anda tinggi karena saya
tahu Anda dapat mencapainya.
Saya mengajar berlandaskan pada prinsip-prinsip terbaik di
balik pembelajaran berpusat pada dalam daftar berikut:
• Praktek yang baik dapat mendorong interaksi antara dosen dan
mahasiwa. Kontak dengan dosen mendorong motivasi dan
keterlibatan. Saya mau Anda tahu bahwa saya bersedia menemui
Anda selama jam kantor, di Kantor Pusat Pembelajaran dan
Elearning, dihubungi melalui telepon dan email. Saya tidak akan
pernah tahu apakah Anda mengalami kesulitan di kelas kecuali
Anda memberitahu saya.
• Praktek yang baik mendorong kerjasama antara-siswa. Belajar
yang baik adalah kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan
terisolasi. Kita akan bekerja sama sebagai sebuah tim, dan kerja
sama tim membutuhkan kerjasama dari semua anggota tim. Itu
berarti keterampilan mendengarkan yang baik serta
keterampilan berbicara yang baik.
• Praktek yang baik nendorong pembelajaran aktif. Anda akan
belajar paling baik ketika terlibat dalam pembelajaran dalam
tugas penulisan, belajar mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan masa lalu, dan menerapkan ke kehidupan sehari-
hari. Saya bukan dosen. Saya akan menjelaskan strategi
penulisan yang terbaru dan kemudian membiarkan Anda berlatih
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
360
menerapkannya, mengajukan pertanyaan, menemukan, dan
menciptakan.
• Praktek yang baik memberikan umpan balik. Mahasiswa
membutuhkan kesempatan sebanyak mungkin untuk menguji
kompetensi mereka, merefleksikan apa yang telah mereka
pelajari dan apa yang masih perlu untuk dipelajari dan menilai
diri mereka sendiri. Saya berencana untuk mengembalikan tugas
Anda segera sehingga Anda dapat belajar dari kesalahan Anda,
mengetahui yang benar, dan memperbaiki kesalahan untuk
tugas berikutnya.
• Praktek yang baik menekankan waktu penyelesaikan tugas
sehingga membutuhkan bantuan dalam manajemen waktu, dan
dosen dapat menjadi model terbaik dari prinsip itu. Saya akan
memberikan tugas dan menggunakan waktu dengan bijak; Saya
mengharapkan Anda untuk melakukan hal yang sama.
• Praktek yang baik adalah mengkomunikasikan harapan tinggi.
Mengharapkan mahasiswa untuk melakukan sesuatu dengan
baik, memenuhi tuntutan dosen dan universitas, dan melakukan
upaya ekstra.
• Praktek yang baik menghormati bakat dan cara belajar
mahasiswa yang beragam. Memberikan kesempatan bagi semua
mahasiswa untuk menunjukkan bakat mereka dan untuk belajar
dengan cara yang paling nyaman untuk memperkaya kelas. Mari
kita bersenang-senang dan memanfaatkan waktu selama satu
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
361
semester bersama, untuk mencapai keinginan terbaik dan
keberuntungan.
[4] FILOSOFI MENGAJAR
Tujuan saya mengajar adalah menjadi dosen yang menginspirasi
mahasiswa untuk belajar dan menantang mereka untuk mencapai
potensi mereka. Untuk membantu mahasiswa saya mencapai tujuan,
saya memiliki filosofi mengajar.
1. Saya percaya bahwa tujuan saya sebagai seorang guru melampaui
pentingnya mengajar mata kuliah evaluasi pembelajaran. Hal ini
sama pentingnya untuk membantu mahasiswa untuk tumbuh
sebagai orang, yang mampu mengembangkan kemampuan
intelektual dan profesional mereka, untuk menantang asumsi
mereka, dan untuk memperluas pandangan mereka tentang
dunia.
2. Saya percaya bahwa kesuksesan saya sebagai dosen ketika
mahasiswa saya terinspirasi untuk mengajari diri mereka sendiri.
Idealnya, peran saya adalah menumbuhkan rasa ingin tahu secara
intelektual pada setiap individu, yang saya percaya adalah sumber
daya pendidikan yang paling berharga.
3. Saya percaya menantang mahasiswa saya untuk mencapai standar
kinerja yang sangat tinggi dan menyediakan sumber daya yang
mereka butuhkan untuk mencapai standar tersebut.
4. Saya percaya bahwa siapa pun bisa belajar apa pun di lingkungan
pendidikan seperti itu.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
362
5. Saya memerankan diri saya serius dalam proses belajar yang. Saya
ingin mahasiswa saya tahu bahwa saya secara pribadi
menginvestasikan diri saya sendiri untuk keberhasilan atau
kegagalan Anda karena saya sangat peduli pada mereka.
6. Saya percaya bahwa elemen yang paling penting dari belajar
adalah membangun struktur berfikir untuk mempersiakan
kehidupan mendatang. Tanpa kerangka, mahasiswa tidak
mungkin untuk menginternalisasi fakta, aturan, ide, dan teknik.
Dengan struktur berfikir dan kemampuan untuk membangun
struktur berfikir mereka mahasiswa dapat menjadi pemikir kritis
dan dengan demikian peserta didik lebih efektif dan profesional.
7. Saya percaya bahwa saya harus terus meningkatkan keterampilan
mengajar saya dan materi mata kuliah saya. Ini termasuk menjaga
agar literur materi selalu diperbaharui, baik dalam teori maupun
dalam praktek; menemukan cara baru untuk membuat daya tarik
mahasiswa dan untuk menumbuhkan rasa ingin tahun mahasiswa;
menggunakan waktu di kelas seefisien mungkin; dan
memperkenalkan alat-alat pedagogis baru yang mengakui
beragam gaya belajar dan meningkatkan kemampuan saya untuk
mencapai tujuan mengajar.
Cinta mengajar adalah inspirasi pertama saya untuk mengejar
karir akademik. Sebelas setengah tahun mengajar, saya menyadari
bahwa saya menyukainya bahkan lebih daripada yang saya pikir.
Pekerjaan saya sebagai dosen adalah bagian penting dari kontribusi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
363
saya untuk profesi saya, kontribusi saya kepada universitas, dan untuk
masyarakat. Dengan demikian, hak istimewa untuk mengajar terus
menjadi sumber besar pahala pribadi dan inspirasi bagi saya.
[5] DESKRIPSI MATA KULIAH
Apa yang membuat kita meringkih kesakitan? Apanya yang
salah ketika kita meringkih? Bagaimana cara orang lain dapat
membantu? Faktanya, siapa yang akan membantu: keluarga,
masyarakat, dokter, atau perawat? Terai terbaik apa yang
menjelaskan praktek klinis? Bagaimana teori tersebut diterapkan pada
praktik terapis atau dokter? Psikologi klinis adalah bidang kajian yang
mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Psikologi
klinis adalah profesi berdasarkan pada basis pengetahuan yang
relevan. Kedua daerah, baik praktiks maupun pengetahuan dasar
menjadi fokus mata kuliah. Dalam mata kuliah ini, Anda akan belajar
sebanyak mungkin tentang basis pengetahuan mengenai perilaku
disfungsional manusia. Kamu juga akan mempelajari metode dan
keterampilan yang digunakan seorang psikolog klinis untuk mencapai
tujuan pengobatan, baik pengaturan magang klinis maupun
pengaturan ruang kelas. Mata kuliah ini akan sangat bergantung pada
tiga jenis buku teks mengajarkan Anda tentang konten pengetahuan,
metode, dan keterampilan psikologi klinis:
• Sebuah buku yang harus menyediakan Anda dengan konten (teori,
sejarah, dan praktek umum psikologi klinis).
• Penempatan Komunitas Anda.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
364
• Publikasi terkini mengenai praktek klinis (artikel jurnal dan publikasi
profesional)
Saya menganggap komunitas pelatihan sebagai semacam teks
karena pengalaman, pengamatan, dan refleksi yang berasal dari
tempat Anda berfungsi sebagai sumber pengetahuan bagi Anda
yang tidak dapat ditemukan dalam berbagai teks tertulis. Anda akan
berbagi beberapa pengalaman Anda dengan orang lain di kelas,
untuk berbagi dan memperdalam pengetahuan Anda.
Perilaku manusia akan diketahui dari ketiga jenis “buku teks”
yang dijelaskan di atas. Tujuan kita di sini meneliti perilaku manusia
tidak hanya untuk mencoba memahami akar perilaku tetapi juga untuk
memahami bagaimana perilaku menjadi disfungsional dan
bagaimana perilaku yang disfungsional itu dapat diubah kembali
menjadi fungsional, suatu perilaku memuaskan. Mata kuliah ini
menekankan pada keterampilan membaca, berbicara,
mendengarkan, dan menulis sebagai keterampilan utama untuk
menguasai tujuan-tujuan yang ambisius. Tentu saja, Anda sudah tahu
bagaimana membaca, berbicara, dll.
Psikolog klinis, menggunakan aturan tertentu, adat, dan
kebiasaan, mereka menyebutnya sebagai mode klinis. Kebiasaan ini
tidak mudah dperoleh, tetapi Anda dapat mulai untuk
mempelajarinya, dan praktek mode klisi dengan cara yang terbatas,
dalam mata kuliah ini.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
365
[5] TUJUAN MATA KULIAH
1. Anda harus mengembangkan apresiasi untuk kerangka konseptual
kerja yang mendasari Prinsip Akuntansi Yang Diterima Secara
Umum.
2. Anda harus menghargai kemampuan dan insentif dari perusahaan
untuk memilih berbagai dasar pengukuran alternatif dan prosedur
akuntansi dan kemungkinan-kemungkinan dampak pilihan-pilihan
itu pada pembaca laporan keuangan perusahaan.
3. Mampu berkomunikasi dengan bahasa keakuntansian, baik secara
lisan maupun tulisan.
4. Meningkatkan kemahiran Anda dalam bekerja dengan perangkat
spreadsheet (misalnya, Microsoft Excel) karena keterampilan
tersebut semakin penting dalam praktik akuntansi.
[6] SUMBER BACAAN: Gumperz, J.J., Levinson, S.C. (Eds.). 1996. Rethinking Linguistic
Reality. Cambridge: Cambridge University Press. Muhidin, Aeng. 2017. Mengajar Efektif: Pendekatan Berpusat Pada
Mahasiswa. Tangerang Selatan: Unpam Press. [7] SUMBERDAYA: STATISTIKA DASAR untuk Ilmu-ilmu perilaku sosial Christensen, L.B., & Stoup, C.M. 1991. Introduction to statistics for
the social and behavioral sciences. Pacific Grove, California: Brooks/Cole.
Darlington, R.B., & Carlson, P.M. 1987. Behavioral Statistic: Logic and
Methods. New York: Free Press.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
366
untuk analisis statistik Murphy, K.R., & Myors, B. 2003. Statistical power analysis: A simple
and general model for traditional and modern hypotesis test (2nd ed). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
[8] CONTOH KALENDER PERKULIAHAN
TANGGAL TOPIK DAN AKTIVITAS
MEMBACA TUGAS (BATAS
AKHIR) Topik 1: Bangsa dan Identitas Budaya
23 Agustus Informasi mata kuliah Pengantar: "Darimana saya berasal?" Mendefinisikan Budaya
Pengalaman pribadi Informasi pribadi dari Silabus (membaca dan memahami)
September 1 Orientasi budaya Diskusi tentang tugas wawancara antar-budaya
Nilai-nilai dan Asumsi Budaya dari Gary Althen
Mengumpulkan makalah berdasarkan survei dan membaca
Topik 2: Kebiasaan, Norma dan Nilai Budaya Amerika September 13 Pengantar:
Stereotip kita tentang identitas multikultural
Pendekatan Kognisi Sosial Terhadap Stereotip oleh Margareth Matlin
Revisi dari makalah tanggapan budaya Mengumpulan pertanyaan untuk informan inti
September 15 Minggu Pagi: Pembagian Jam Amerika? Bertanya pada informan: Barbara Brewton, John Comer, Presbytherian Church.
"Lebih Dari Sekedar Sama" Bab 1 dan Bab 2
Batas akhir pengumpulan pertanyaan Menulis draft makalah tentang stereotip berdasarkan papda konsep yang dipilih dari daftar Jane Elliot.
Topik 3: Pandangan Lain Tentang Amerika Serikat September 27 Diskusi tentang
"Berkunjung ke Rumah Orang" dan identitas multietnis
Membaca terbitan internasional tentnag Amerika Serikat (detail akan diberikan di kelas)
Laporan wawancara antar-budaya (15%)
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
367
TANGGAL TOPIK DAN AKTIVITAS
MEMBACA TUGAS (BATAS
AKHIR) Oktober 24 Diskusi tentang
makalah internasional
Membaca terbitan internasional tentang Amerika
Kesimpulan dari rencana proyek.
[9] PERSYARATAN PERKULIAHAN
Contoh Partisipasi Kelas
Setiap mahasiswa diharapkan untuk berkontribusi pada diskusi. Anda
dapat berpartisipasi dengan cara:
1. Mengajukan pertanyaan;
2. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh moderator, dosen,
penyaji, atau anggota lainnya;
3. Memberikan komentar.
Penting ahwa Anda membaca tugas makalah sebagai informasi
dasar tentang isu atau topik yang akan dibahas. Abstrak harus
diepriakpan untuk mensintesiskan gagasan utama dari apa yang
diahas dan tidak termasuk opini personal. Diskusi kelas akan
memebrikan kesempatan kepada Anda untuk menyatakan opini dan
keyakinan Anda pada satu topik. Pendapat dan keyakinan Anda
penting dan Anda diminta untuk membagikan keyakinan Anda
dengan orang lain. Tujuannya adalah bukan untuk berdebat atau
mencoba mencapai konsensus atas isu, tetapi berbagi pandangan
satu sama lain. Anda diminta untuk menjadi pendengar yang baik
ketika orang lain berbicara.
Pertimbangkan pandangan orang lain. Moderator
bertanggungjawab untuk mengarahkan jalannya diskusi. Tidak
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
368
melakukan dialog ketika diskusi berjalan. Semua berkontribusi untuk
meningkatkan keterlibatan di kelas. Setiap individu harus
berkontribusi paling sedikit satu kali dalam satu minggu. Untuk
beberapa dari Anda yang merasa sulit karena Anda terbiasa untuk
mendengarkan dibandingkan berbicara. Beberapa topik yang
mungkin menarik buat Anda dibandingkan yang lain, tetapi kontribusi
sangat diperlukan. Partisipasi Anda akan dimonitor selama diskusi
berlangsung dan nilai Anda atas partisipasi kelas akan menentukan
nilai akhir mata kuliah.
[10] KEBIJAKAN DAN HARAPAN
CONTOH KEBIJAKAN KEHADIRAN PERKULIAHAN
Saya akan mengirimkan lembar kehadiran perkuliahan setiap
hari di awal pertemuan. Anda bertanggungjawab untuk memastikan
tanda tangan kehadiaran setiap hari. Jika Anda lupa Anda akan
terkenda finalti. Diawali dengan absensi kedua, Anda akan kehilangan
satu persen dari nilai kumulatif. JIka Anda absen, saya berasumsi
bahwa Anda memiliki kepentingan yang sangat penting. Maka dari
itu, saya tidak perlu surat keterangan dokter, catatan atau
dokumentasi lain, yang memberitahukan bahwa Anda tidak dapat
hadir di kelas. Jika ada hal yang darurat, silahkan Anda beritahu saya.
Toleransi absen hanya dua sampai tiga kali, lebih dari itu Anda
dianggap tidak lulus.
JIka Anda absen dari kelas, Anda masih bertanggungjawab
untuk mengerjakan tugas rumah untuk hari itu, informasi tentang
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
369
tugas akan diberitahukan pada hari itu. Silahkan hubungi teman
sekelas Anda untuk mendapatkan informasi tentang jenis tugas yang
harus Anda kerjakan. Tugas esai akan diakumulasi untuk nilai akhir dan
tidak ada toleransi dalam pengumpulan tugas. Telat satu hari dapat
ditolerir, tetapi nilai tugas akan dikurangi 50% dari nilai yang diterima.
CONTOH ATURAN DASAR KELAS
Kami (dosen, asisten dosen, dan mahasiswa) akan menciptakan
lingkungan yang terbuka, saling-menghargai, dan saling-percaya.
Minimal, Anda harus mematuhi aturan berikut ini:
• Telepon harus dimatikan sebelum memasuki ruang kelas. Jika
Anda ingin menjawab telepon, silahkan Anda meminta izin untuk
keluar kelas dan Anda dianggap tidak hadir di kelas.
• Minum di kelas, tidak masalah, tetapi tidak boleh makan.
• Jaga emosi Anda sebelum masuk ke ruang kelas.
• Setiap orang di kelas berhak dan wajib berpartisipasi di kelas.
• Menunjukkan sikap menghargai dan menghormati, ide orang lain.
• Jika Anda merasa disakiti oleh orang lain, mohon sampaikan
kepada kita agar kita tahu (anonim, jika Anda tidak ingin
menyebutkan identitas Anda).
• Jangan tidak hadir di kelas karena ada alasan ke dokter gigi, rumah
sakit, atau kepentingan pribadi. Tidak ada toleransi untuk hal
seperti itu.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
370
• Semua tugas harus dikumpulkan pada minggu berikutnya, telat
mengumpulkan tugas berarti Anda dianggap tidak mengerjakan
tugas.
• Semua tugas kelompok dikerjakan bersama kelompok dan dapat
dibentuk di awal pertemuan.
• Anda dapat memberitahu kami, siapa anggota yang tidak ikut
bekerja dalam kelompok.
PERILAKU TIDAK SOPAN YANG TIDAK DIHARAPKAN
• Tidur atau bermimpi selama di kelas.
• Tertawa terbahak-bahak.
• Membaca atau mengerjakan tugas mata kuliah lain saat mata
kuliah saya berlangsung.
• Merapihkan tas dan buku sebelum kelas ditutup.
• Mengobrol dengan teman sekelas selama kuliah berlangsung.
• Mengecek telepon atau elektronik lainnya. Semua telepon harus
ditutup.
[10] EVALUASI
Contoh: Essay
Silahkan gunakan lembar tugas ini untuk memandu Anda menuliskan
dan menyusun draft:
1. Pilihlah tempat di wilayah perkotaan yang penting bagi Anda, pilih
tempat apapun yang paling Anda sukai, lebih mudah bagi Anda
untuk memilih karakter alami.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
371
2. Jelaskan, apa yang Anda rasakan, gunakan kata kerja untuk
mendeskripsikannya, jangan terlalu berlebihan, tetapi jelaskan
kegunaan dari tempat itu.
3. Berusaha untuk menyamar guna mendapatkan informasi, lakukan
pengamatan (kunjungi tempat, identifikasi unsur dan pelajari apa
yang terjadi), perpustakaan dan penelitian, wawancara dengan
orang terdekat dan pengalaman pribadi.
4. Gunakan bahasa sendiri, yang efektif dan enak dibaca.
[11] PROSEDUR PENILAIAN
Tugas pada mata kuliah dinilai dalam bentuk poin. Tentu saja,
Anda harus memenuhi batas nilai atau gagal dalam tugas.
A Menyelesaikan tugas dan terdiri dari 12 sampai 14 halaman.
Membaca dan meringkas tujuh dari 12 bahan bacaan yang harus dibaca sampai batas akhir.
Mempersiapkan dan mengajar dua bab yang Anda pilih Menyelesaikan proyek akhir
B Menyelesaikan tugas dan terdiri dari 12 sampai 14 halaman.
Membaca dan meringkas empat dari 12 bahan bacaan yang harus dibaca sampai batas akhir.
Mempersiapkan dan mengajar dua bab yang Anda pilih Menyelesaikan proyek akhir
C Menyelesaikan tugas dan terdiri dari 10 sampai 14 halaman.
Membaca dan meringkas dua dari 12 bahan bacaan yang harus dibaca sampai batas akhir.
Mempersiapkan dan menjelaskan dua bab yang Anda pilih
Menyelesaikan proyek akhir
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
372
D Menyelesaikan tugas dan terdiri dari 10 sampai 14 halaman.
Membaca dan meringkas dua dari 12 bahan bacaan yang harus dibaca sampai batas akhir.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
373
LAMPIRAN 1 PENILAIAN DIRI MAHASISWA
• TUJUAN PENGGUNAAN:
Salah sau cara untuk mendapatkan umpan balik tentang
pengetahuan dan keterampilan terdahulu yang dimiliki mahasiswa
yaitudengan mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa untuk
menilai tingkat pengetahuan atau keterampilan yang mereka miliki.
Tujuannya adalah :
(1) Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kemampuan dan
pengalaman di kelas secara keseluruhan, bukan untuk
mengevaluasi individu mahasiswa. Pertanyaan dapat difokuskan
pada pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang Anda pikir
menjadi prasyarat yang harus ada untuk mengikuti mata kuliah,
yang Anda pikir sangat bernilai jika mahasiswa mengetahuinya
dan untuk bahan merencanakan topik pembahasan dan keahlian
yang akan dimasukkan di dalam mata kuliah.
(2) Jawaban mahasiswa atas pertanyaan yang Anda ajukan dapat
membantu Anda menyusun daftar topik dan keahlian yang sesuai
atau membantu mahasiswa untuk mendapatkan materi tambahan
yang dapat membantu mereka mengisi kesenjangan atau
kelemahan atas pengetahuan dan keahlian yang dapat
menghambat proses belajar di mata kuliah Anda.
(3) Pertanyaan juga dapat membantu mahasiswa memfokuskan pada
pengetahuan dan keterampilan yang langsung berkaitan dengan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
374
mata kuliah Anda dan mengakses informasi dari mata kuliah lain
atau pengalaman lain yang dapat digunakan di mata kuliah Anda.
KELEBIHAN
Keuntungan dari instrumen penilaian diri ini, tentu saja bahwa
instrumen relatif mudah untuk disusun dan dinilai dan karena itu tidak
perlu diberikan identitas nama pengisi, yang seringkali
mengkhawatirkan pada mahasiswa.
KELEMAHAN
Kelemahan dari metode ini bahwa mahasiswa tidak dapat
menilai secara akurat kemampuan mereka. Secara umum, mereka
cenerung membuat asumsi yang berlebihan atas pengetahuan dan
keterampilan mereka. Bagaimanapun juga, keakuratan informasi
dapat meningkat ketika mahasiswa menjawabnya dengan jelas dan
terkait dengan konsep atau perilaku yang dapat mereflekikan pada
dorongan mental seperti mampu mendefinisikan istilah, menjelaskan
konsep, atau mengingat kembali jenis dan kualitas pengalaman
khusus, seperti menulis dan melakukan sesuai.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
375
CONTOH PENILAIAN
Mata Kuliah: Evaluasi Pembelajaran
Seberapa familiar Anda dengan istilah "penilaian formatif" ?
a. Saya tidak pernah mendengar istilah itu atau saya pernah
mendengar istilah itu tetapi tidak mengetahui apa yang mereka
maksud?
b. Saya tahu tentang istilah itu, tetapi tidak mengetahui kapan dan
bagaimana menggunakannya.
c. Saya mengetahui benar tentang istilah itu, tetapi saya belum
pernah tahu cara menerapkannya.
d. Saya dapat menjeaskan apa istilah itu, kapan dan bagaimana
menggunakannya.
Apakah Anda pernah merancang atau membangun digital logic
circuit?
a. Saya tidak pernah merancang apalagi membangun dlc.
b. Saya pernah merancang, tetapi tidak pernah membangun.
c. Saya pernah membangun, tetapi tidak pernah merancang.
d. Saya pernah merancang dan membangun dlc.
Seberapa familiar Anda dengan "uji-t"?
a. Saya tidak pernah mendengar istilah itu atau saya pernah
mendengar istilah itu tetapi tidak mengetahui apa yang mereka
maksud?
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
376
b. Saya tahu tentang istilah itu, tetapi tidak mengetahui kapan dan
bagaimana menggunakannya.
c. Saya mengetahui benar tentang istilah itu, tetapi saya belum
pernah tahu cara menerapkannya.
d. Saya dapat menjeaskan apa istilah itu, kapan dan bagaimana
menggunakannya.
Seberapa familiar Anda dengan "Microsof Excel"?
a. Saya tidak pernah menggunakan Microsoft Excel, atau saya
mencobanya, tetapi saya benar-benar tidak bisa melakukan
apapun dengan Microsoft Excel.
b. Saya pernah bekerja dengan Microsoft Excel, untuk membuat
tabel saja.
c. Saya pernah bekerja dengan Microsoft Excel untuk membuat
perhitungan matematika (operasi matematika) dan keuangan,
tetapi merasa kesulitan menggunakannya.
d. Saya sering bekerja dengan Microsoft Excel dengan mudah, dan
tanpa ada hambatan apapun.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
377
CONTOH 2: PERPAJAKAN 2
Digunakan pada mata kuliah perpajakan 2 dan untuk mengetahui
pengetahuan terdahulu di Perpajakan 1.
Mengetahui
artinya
Mengetahui
kegunaannya
Mengetahui
cara
menghitungnya
PPh 21
PPh 24
PPh 27
Contoh 3: Statistik
Digunakan pada Mata Kuliah Statistik 2 dan untuk mengetahui
pengetahuan terdahulu di Statistik 1.
Skala Likert Skala Thurstone Skala Guttman
Data Ordinal
Data Nominal
Data Interval
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
378
LAMPIRAN 2 PENGGUNAAN PETA KONSEP
TUJUAN PENGGUNAAN:
Peta konsep merupakan merupakan media grapis untuk
menata dan menyampaikan pengetahuan (NOvak & Canas, 2008).
Peta konsep menggambarkan jaringan titik-titik yang membangun
struktur konsep, yang biasanya digambar dalam bentuk lingkaran atau
kotak, dan menunjukkan keterakaitan konseptual, ditunjukkan dengan
garis yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Kata yang
melekat pada garis penghubung menunjukkan kata penghuung atau
kalimat penghubung, terutama hubungan antara dua konsep.
Baik Anda maupun mahasiswa akan memiliki keuntungan dari
penyusunan peta konsep. Anda dapat meminta mahasiswa Anda
membuat peta konsep untuk mengetahui apa yang mereka ketahui
dan bagaimana mereka menata pengetahuan mereka. Anda dapat
menggunakan peta konsep sebagai media pembelajaran di kelas.
Anda juga dapat menggunakan peta konsep untuk melihat apakah
mahasiswa Anda memahami dan mengetahui apa yang telah
dipelajarinya. Sebagai contoh, Anda dapat meminta mahasiswa Anda
untuk membuat peta konsep sepanjang waktu (pada tahap awal,
menengah, dan akhir), membandingkan dan mengkontraskan antara
peta konsep di awal dan peta konsep di akhir dan mendiskusikan
bagaimana mereka memahami materi perkuliahan di sepanjang
semester.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
379
Kegiatan seperti ini dapat membantu mahasiswa untuk
membangun pengetahuan konseptual dengan mengacu pada
peranyaan tertentu yang harus dijawab, disebut juga fokus
pertanyaan. Peta konsep mungkin juga menggambarkan situasi atau
kejadian yang hendak dipahami melalui penataan pengetahuan,
kemudian untuk menyajikan konteks peta konsep. Sebagia contoh,
Anda dapat meminta mahasiswa Anda untuk menjawab pertanyaan:
"Hal apa saja yang menjadikan orde baru runtuh?".
Pada contoh berikut ini akan disajikan peta konsep untuk
menjawab pertanyaan "Apa itu peta konsep?".
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
380
Peta
Kon
sep
Men
ata
peng
etah
uan
Foku
s p
ada
pert
anya
an
Kon
teks
tak
sal
ing
terk
ait
Pers
onal
Soai
al
Peng
ajar
an e
fekt
if
Kon
sep
Hub
ung
an
sila
ng
Kat
a p
eng
hub
ung
Pola
um
um y
ang
dite
rim
a La
bel
Sim
bol
Kat
a-ka
ta
Peris
tiwa
Ben
da
Pem
aham
an m
ater
i
Stru
ktur
kog
nitif
Stru
ktur
hir
arki
s
Kre
ativ
itas
Pro
posi
si
Hub
ung
an a
ntar
Peta
ko
nsep
ya
ng b
da
Pem
ula
Pem
bel
ajar
an e
fekt
if
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
381
LAMPIRAN 3 RUBRIK PENILAIAN
TUJUAN PENGGUNAAN
Rubrik adalah alat penilaian yang secara ekplisit mencerminkan
kinerja yang diharapkan dari tugas. Rubrik terdiri dari berbagai
komponen (item komponen) dan dilengkapi dengan deskripsi
tentang perbedaan tingkat kualitas pekerjaan di setiap komponen.
Rubrik dapat diguanakn untuk beragam jenis tugas: makalah, proyek,
presenasi lisan, pertunjukan seni, proyek kelompok dan lainnya.
Rubrik dapat digunakan sebagai acuan penilaian dan untuk
memberikan umpan balik yang mendorong dan memandu kegiatan
belajar yang sedang dilaksanakan. Menggunakan rubrik memberikan
beberapa keuntungan baik untuk dosen maupun mahasiswa.
Penilaian berdasarkan sejumlah kriteria dan deskripsi yang jelas
(didesain untuk menunjukkan pentingnya elemen-elemen sasaran dari
tugas) membantu dosen untuk memberikan penilaian secara
konsisten pada tugas yang diberikan. Selain itu, meskipun banyak
waktu yang dihabiskan untuk membuatnya, rubrik dapat mengurangi
waktu yang dibutuhkan saat penilaian karena dapat menghapus bias
penilaian dan memungkinkan dosen untuk mengacu pada deskripsi
rubrik dibandingkan menuliskan komentar panjang pada tugas yang
sedang dinilai. Terakhir, rubrik dapat digunakan oleh banyak orang
karena rubrik dapat menjamin penilai untuk memberikan penilaian
yang konsisten.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
382
Untuk tujuan penilaian formatif, rubrik dapat membantu dosen
memperoleh informasi yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan
mahasiswa baik sebagai individu maupun kelompok. Dengan
menyampaikan skor komponen dan menyampaikan sejumlah
mahasiswa yang tidak mencapai skor penilaian di setiap komponen,
dosen dapat mengidentifikasi keterampilan atau konsep yang masih
perlu untuk dipelajari mahasiswa. Juga, membantu mahasiswa
mengawasi dan menilai kemajuan belajar karena rubrik
memberitahukan kriteria kemampuan yang jelas. Ketika tugas dinilai
dan dikembalikan bersama dengan rubrik, mahasiwa dapat dengan
mudah mengenali kekuatan dan kelamahan pekerjaan mereka dan
sebagai konsekuensinya mereka dapat melakukan kegiatan belajar
yang sesuai.
CONTOH 1: RUBRIK PENILAIAN PARTISIPASI KELAS
A (Awal) B (Kompeten) C (Berkembang) D
Frekuensi dan
Kualitas
Hadir di kelas secara
rutin dan selalu
berkontribusi pada
diskusi dengan bobot
pertanyaan yang
bagus, analisis isu
yang relevan,
menawarkan gagasan
lain, mensistensis
bahan bacaan dan
diskusi, memperluas
perspektif yang
muncul, dan asumsi
dan perspektif yang
menantang
Hadir di kelas secara
reguler dan terkadang
berkontribusi pada
diskusi dengan cara
yang sama di setiap
kesempatan.
Hadir di kelas secara
reguler dan jarang
berkontribusi pada
diskusi dengan cara
yang sama.
Hadir di kelas secara
reguler, tetapi tidak
pernah berkontribusi
pada diskusi.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
383
CONTOH 2: RUBRIK PENILAIAN UJIAN LISAN
A (Awal) B (Kompeten) C (Berkembang) D
Pemaman
secara
keseluruhan
Menunjukan
pemahaman
mendalam/berkembang
atas topik dengan
argumentasi sesuai
kategori di bawah
Menunjukkan
keterbatasan
pemahaman tentang
topik, argumentai
tidak sepenuhnya
sesuai dengan
kategori di bawah
Menunjukkan
pemahaman yang
dangkal atas topik,
argumen tidak
dikembangkan sesuai
kategori di bawah
Menunjukkan
ketidakpahaman atas
topik dan tidak ada
argumen yang sesuai
dengan kategori di
bawah
Argumentasi Mengungkapkan
dengan jelas
keberpihakan atau
argumen
Mengungkapkan
dengan keberpihakan
meskipun tidak
lengkap atau terbatas
Mengungkapkan
keberpihakan, meski
tidak fokus atau ambigu
Tidak menunjukkan
keberpihakan atau
argumen
Bukti Menunjukkan bukti
yang relevan dan akurat
Mengajukan sejumlah
bukti yang cukup untuk
mendukung argumen
Menunjukkan bukti
yang kurang akurat
atau relevan
Menunjukkan bukti
yang terbatas untuk
mendukung argumen
Menunjukkan bukti
bahwa beberapa bukti
sedikit akurat atau
relvan, tetapi benar
Tidak menunjukkan
bukti yang mendukung
argumen, tetapi
menyiratkan adanya
bukti
Menunjukkan banyak
bukti yang tidak
akurat atau tidak
relevan
Tidak menunjukkan
bukti yang cukup
mendukung argumen,
bahkan terus menerus
diulang
Implikasi Sepenuhnya membahas
berbagai implikasi dari
argumen atau posisi
Membahas dengan
tepat beberapa
implikasi dari posisi
Membahas sedikit
implikasi (kekeliruan
sedikit) atau tidak
membahas implikasi
utama yang sesuai
Tidak membahas
implikasi dari
argumen atau posisi
Struktur Ada logika di balik
gagasan
Terdapat beberapa
kekeliruan logika
Gagasan tidak
didukung dengan
logika, membuatnya
sulit dipahami
Gagasan tidak
didukung logika
membuatnya sangat
sulit dipahami
Kerangka Tidak langsung
merespon pertanyaan
Respon minimal Respon lambat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
384
LAMPIRAN 4 PERUMUSAN CAPAIAN BELAJAR
TUJUAN PENGGUNAAN
Capaian belajar mengungkapkan pengetahuan dan keahlian
yang Anda inginkan untuk dikuasia oleh mahasiswa Anda di akhir
perkuliahan atau setelah menyelesaikan tugas tertentu. Beberapa
keuntungan dari perumusan capaian belajar yang jelas, baik untuk
dosen maupun untuk mahasiswa. Pertama, capaian merupakan
harapan Anda kepada mahasiswa dan memberikan informasi kepada
mahasiswa Anda untuk berusaha belajar lebih baik dan untuk
mengawasi kemajuan belajar mereka. Capaian juga memberikan
panduan bagi Anda untuk memilih dan menata materi kuliah dan juga
memandu Anda untuk menentukan jenis tugas dan evaluasi yang
sesuai. Terakhir, capaian belajar memberikan kerangka untuk memilih
aktivitas belajar.
Apa kriteria capaian belajar yang jelas dan membantu? Ada
empat elemen yang menjadi ukuran. Pertama, capaian belajar harus
berpusa pada mahasiswa, dengan menyatakan "Mahasiswa harus
mampu untuk .........". Kedua, harus mencerminkan kemampuan
tertentu dan fokus pada proses kognitif tertentu. Banyak aktivitas
yang diyakini oleh dosen menuntut keterampilan tunggal (misalnya
menulis atau menyelesaikan masalah) biasanya mencakup sintesis dari
beragam kemampuan. Untuk menguasai keahlian kompleks,
mahasiwa harus berlatih sampai mencapai titik cukup untuk
menguasai komponen keahlian. Ketiga, capaian belajar yang jelas
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
385
menggunakan kata kerja yang fokus pada tindakan dan perolaku
kongkrit yang memungkinkan mereka belajar dengan jelas dan
mengungkapkan jenis aktivitas intelektual yang harus mereka kejar.
Lebih dari itu, hindari kata kerja yang ambigu, "pemahaman".
Terakhir, capaian belajar yang jelas harus dapat diukur.
Mempermudah kita untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah
menguasai keterampilan, misalnya meminta mahasiswa menyatakan
teori, menyelesaikan masalah atau mengidentifikasi prinsip-prinsip
yang sesuai.
Untuk contoh kata kerja yang dapat digunakan dalam
merumuskan capaian belajar lihat tabel di bawah ini:
MENGINGAT MEMAHAMI MENERAPKAN MENGANALISIS MENGEVALUASI MENCIPTA
Mengurutkan Menghubungkan Menghitung Memecah Menghargai Merakit
Mendefinisikan Mengelompokkan Menyusun Menggabungkan Menyatakan Membangun
Menjelekasn Membandingkan Mendemonstrasikan Membandingkan Menilai Meramu
Menduplikasi Mempertentangkan Merangkai Membandingkan Mengecek Menyusun
Mengidentifikasi Mendeskripsikan Melaksanakan Mendebat Memutuskan Mendesain
Melabeli Menemukan perbedaan
Memperkirakan Membuat bagan Membenarkan Menyimpulkan
Mengenali Membahas Menjalankan Mengujicoba Mengawasi Mengintegrasikan
Menemukan Menyederhanakan Merumuskan Menata Menyusun peringkat
Menghasilkan
Menamai Menjelaskan Mewujudkan Merumuskan Merekomendasikan Mengajukan
Mengingat Merujuk Memodifikasi Memprediksi Menguji Menata ulang
Menuliskan Menginterpretasikan Menggambarkan Mempertanyakan Mengukur Mengajukan
Mengenali Mem-parafrase Menyelesaikan Merubah
Mereproduksi Menyatakan kembali Menggunakan
Memilih Meringkas Menerapkan
Menyatakan Menerjemahkan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
386
CONTOH:
Mata Kuliah Capaian Belajar Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Mampu mensimulasikan pembelajaran yang sesuai rencana pembelajaran sesuai yang menyelaraskan komponen capaian belajar dengan tugas, dengan bahan ajar, dengan evaluasi penilaian.
Dasar-Dasar Ilmu Politik Mampu menjelaskan konsep kekuasaan terkait dengan keberadaan negara, pemerintah, partai politik, organisasi non-pemerintah, dan warga negara, dalam sistem politik demokrasi, otoriter, dan oligarki.
Pengantar Akuntansi Mengidentifikasi dan menempatkan berbagai akun terkait dengan liabilitas, ekuitas, dan aset, di beragam transaksi keuangan perusahaan jasa, manufaktur dan perbankan.
Manajemen Sumberdaya Manusia
Merancang kebijakan tata kelola yang dapat mendorong loyalitas, kepuasaan pelanggan, dan produktivitas kinerja karyawan.
Manajemen Proyek Mampu merancang sistem perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kerja pada kegiatan lingkup kecil dan besar di perusahaan jasa konstruksi.
Kimia Polimer Mampu menganalisis dampak positif dan negatif beragam bahan polimer yang digunakan dalam rumah tangga dan industri.
Algoritma dan Pemrograman I
Mampu menyusun aplikasi program untuk kasus layanan lembaga pendidikan dan kesehatan menggunakan C++.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
387
LAMPIRAN 5 ATURAN PERKULIAHAN
Aturan perkuliahan sering juga disebut dengan kontrak
perkuliahan digunakan untuk memelihara iklim belajar yang produktif
dengan menyatakan sekumlah perilaku di kelas yang harus ditaati,
dalam penyelesaian tugas, diskusi, dan ujian. Aturan perkuliahan
dapat ditentukan oleh dosen atau berdasarkan kesepakatan dengan
mahasiswa (keterlibatan mahasiswa dalam penyusunan aturan
perkuliahan dapat mendorong mereka untuk komitmen terhadap
perkuliahan). Aturan perkuliahan mencerminkan capaian belajar.
Semisal, jika capaian belajar adalah siswa dapat menunjukkan bukti
atas opini yang dikemukakannya, aturan perkuliahan dapat
memperjelas kriteria pembuktian; jika tujuan adalah menghubungkan
materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, maka aturan
perkuliahan dapat jaminan atas hak pribadi dan lingkungan yang
nyaman untuk saling berbagai informasi yang penting.
Aturan dapat dibuat di awal perkuliahan dan dosen harus
menjelaskan tujuan dari penetapan aturan perkuliahan. Dosen dapat
meminta mahasiswa untuk mengemukakan pemahaman mereka atas
aturan yang ditetapkan, dan mendiskusikannya tentang mengapa
peraturan itu harus ada. Dosen juga harus memastikan bahwa aturan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan, terutama konsekuensi apa
yang dapat terjadi jika aturan itu tidak dapat dilaksanakan. Beberapa
aturan di bawah ini dapat memberikan ilham kepada Anda mengapa
aturan begitu penting dalam kelas.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
388
Tips:
Metode Untuk Membantu Mahasiswa Menciptakan Aturannya Sendiri
1. Mintalah mahasiwa Anda untuk berfikir tentang diskusi
kelompok yang baik dalam cara mereka berpartisipasi dan
merefleksikan apa yang membuat diskusi dapat memuaskan
satu sama lain
2. Selanjutnya, mintalah mahasiswa untuk berfikir tentang diskusi
yang buruk dalam cara mereka berpartisipasi dan merefleksikan
apa yang membuat diskusi tidak memuaskan satu sama lain
3. Untuk setiap karakteristik diskusi yang positif, mintalah
mahasiswa Anda untuk tiga hal yang harus dilakukan kelompok
agar ciri-ciri diskusi kelompok yang positif itu dapat terwujud
4. Untuk setiap karakteristik diskusi yang negatif, mintalah
mahasiswa Anda untuk menyebutkan tiga hal yang tidak harus
dilakukan kelompok agar ciri-ciri diskusi kelompok yang positif
itu dapat terwujud
5. Mintalah mahasiswa Anda untuk menyusun aturan dasar diskusi
yang harus Anda periksa dan Anda setujui, dan berikan salinan
aturan dasar itu di dalam kelas
6. Secara periodik, mintalah mahasiswa Anda untuk menilai,
apakah diskusi yang telah dilaksanakan itu telah memenuhi
aturan dasar atau tidak
Anda dapat melihat contoh beberapa aturan diskusi kelas berikut ini:
CONTOH 1: ATURAN UNTUK DISKUSI KELAS
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
389
Untuk mahasiswa:
• Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian.
• Meminta untuk klarifikasi jika Anda merasa bingung.
• Tidak menjegal satu sama lain.
• Menantang satu sama lain, tetapi saling menghargai
• Mengkritik gagasan, bukan mengkritik orang
• Tidak boleh mengeluarkan opini, tanpa adanya bukti
• Dilarang meremehkan, bahkan untuk tujuan bercanda sekalipun
• Bertanggungjawab atas kualitas diskusi
• Mencoba memahami pendapat orang lain, bukan untuk memaksa
orang lain memahami pendapat Anda
• Selalu mendasarkan pendapat pada buku yang Anda baca
• Boleh mengutarakan pengalaman Anda, tetapi tidak
memperlakukannya secara umum
• Jangan mengutarakan sesuatu yang menjadi rahasia orang lain
Untuk Dosen:
Datang tepat waktu.
Mematikan handphone.
Menggunakan laptop untuk mencatat aktivitas di kelas.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
390
LAMPIRAN 6 PENGGUNAAN CATATAN UJIAN
Terlalu sering ketika mahasiswa menerima lembar ujian yang telah
dinilai, mereka fokus pada nilai yang mereka diterima. Meskipun fokus
pada nilai kelas itu penting, dapat menyebabkan mahasiswa
kehilangan kesempatan belajar, karena itu catatan ujian dapat
memberikan kemampuan:
• Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan untuk bimbingan
belajar lebih lanjut;
• Berkaca pada persiapan dan kesesuaian strategi belajar;
• Mengetahui pola kesalahan berulang yang dapat diatasi.
Salah satu cara menggunakan CATATAN UJIAN adalah
meminta mahasiswa untuk mengisinya sampai lembar nilai ujian
dikembalikan. Dengan cara ini, mahasiswa segera didorong untuk
memikirkan mengapa mereka meraih skor yang diperoleh (apa jenis
kesalahan yang mereka buat, bagaimana kinerja mereka terkait
pendekatan belajar) dan bagaimana cara belajar agar memperoleh
hasil lebih baik. Setelah mahasiswa menyelesaikan catatan ujian,
mereka harus mengumpulkannya, untuk ditinjau oleh dosen. Dalam
hal meninjau dosen menganalisis kekuatan dan kelemahan mereka
atau bagaimana pola pendekatan yang harus dilakukan oleh
mahasiswa agar belajar lebih baik. Kemudian, seminggu atau lebih
sebelum ujian berikutnya, catatan ujian dikembalikan kepada
mahasiswa. Mahasiswa kemudian diminta untuk membaca ulang
cataan ujian mereka sendiri dari ujian sebelumnya dan merefleksikan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
391
bagaimana mereka bisa menerapkan saran mereka sendiri atau saran
instruktur untuk mencoba pendekatan yang lebih baik dalam belajar
untuk ujian mendatang.
CONTOH LEMBAR CATATAN UJIAN
Mata Kuliah: Strategi Belajar dan Mengajar
Refeksi Ujian Nama : ________________________
Aktivits ini didesain agar Anda merenungkan hasil jawaban ujian dan
mempersiapkan diri untuk ujian berikutnya. Harap jawab pertanyaan
ini dengan baik. Jawaban Anda sangat berguna untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran dan pengajaran. Saya akan mengembalikan
lembar catatan ujian ini pada minggu berikutnya agar Anda
mempersiapkan diri untuk meningkatkan usaha belajar demi
kesuksesan akademik Anda.
1. Perkirakan sebarapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk
mempersiapkan ujian ini? .......... hari........ jam.
2. Berapa % waktu yang dihabikan untuk setiap aktivitas berikut ini:
a. Membaca buku untuk pertama kali ..........
b. Membaca ulang buku ...........
c. Meninjau tugas .......
d. Melakukan latihan ..........
e. Membaca informasi dari website ........... apa yang dibaca ........
f. Membaca sumber lain: ................ (sebutkan)
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
392
3. Sekarang, lihat nilai Anda dan berikan % ketercapaian bobot tiap-
tiap pertanyaan:
a. No 1 Tentang Konsep pembelajaran? ................. dari 10 point
b. No 2 Tentang Ketekaitan antara capaian belajar dan tugas ?
........... dari 20 point
c. No 3 Tentang Rancangan Aktivitas belajar yang sesuai dengan
strategi pembelajaran ? ......... dari 35 point
d. No 3 Kesesuaian antara capaian belajar dan instrumen evaluasi
hasil belajar ? ...................... 35 point
4. Sekarang, apa yang harus Anda persiapkan untuk mampu
menjawab ujian berikutnya?
................................................................................................
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
393
LAMPIRAN 7 ITEM PENILAIAN [TUGAS MAKALAH]
Daftar cek membantu dosen memperjelas harapan untuk suatu
kegiatan atau tugas eksplisit. Ceklist cukup membantu karena
mahasiswa tidak selalu sepenuhnya memahami harapan Anda, dan
menjadi standar kriteria yang harus dipenuhi, sehingga siapapun
dapat melakukan penilaian. Selain itu, checklist juga meningkatkan
kesadaran mahasiswa tentang unsur-unsur yang harus dipenuhi dan
dengan demikian dapat membantu mahasiswa melakukan usaha
untuk melakukan langkah-langkah secara efektif menyelesaikan tugas
yang diberikan.
Checklist harus diberikan kepada mahasiswa sebelum jatuh
tempo, dan mahasiswa harus diberitahu bahwa mereka
bertanggungjawab untuk mengisi checklist guna menilai pekerjaan
mereka, apa saja yang sudah terpenuhi dan apa yang belum
terpenuhi. Hal itu dapat menghindari kecenderungan mahasiswa
untuk melakukan kekeliruan. Untuk sampel daftar cek, silahkan Anda
lihat contoh berikut:
Contoh Sampel Daftar Cek Penilaian Tugas Makalah
........... Saya dapat memenui semua komponen penilaian tugas
........... Argumen saya jelas dan tidak ambigu
........... Paragraf disusun secara logis dan berisi satu gagasan pokok yang dikembangkan
........... Menggunakan beragam bukti (contoh, pernyataan, fakta dan ilustrasi) untuk memperkuat argumen
........... Kesimpulan meringkaskan argumentasi dan memperjelasnya dalam implikasi
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
394
........... Saya harus merevisi makalah ....... waktu yang digunakan untuk memperbaiki argumen, struktur kalimat dan gaya bahasa
........... Saya harus memastikan makalah yang dibuat telah baik
........... Nama saya dicantumkan di atas halaman
........... Makalah dijilid dengan baik
........... Makalah telah disusun dalam 2 spasi
........... Saya mengutip pendapat orang lain tanpa memberikan notasi yang benar
........... Semua sumber referensi ditulis dengan format APA
........... Saya telah membaca kebijakan anti-plagiarisme dan saya setuju dengan segala konsekuensi jika terbukti melakukan pelanggaran
Tanggal Tanda Tangan
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
395
LAMPIRAN 8 PENGGUNAAN REVIEW TEMAN SEBAYA
Tujuan Penggunaan
Tinjauan teman (sering disebut peer review) adalah proses
ketika mahasiswa saling membaca dan mengomentari hasil
pekerjasan satu sama lain sebagai cara untuk meningkatkan kualitas
hasil kerja rekan-rekan mereka (dan mereka sendiri). Agar mahasiswa
dapat terlibat dalam proses ini secara efektif, reviewer membutuhkan
struktur untuk memandu membaca dan pemberian umpan balik, para
penulis membutuhkan ulasan dari beberapa pembaca, dan penulis
perlu waktu yang cukup untuk menindaklanjuti umpan balik dan
merevisi pekerjaan mereka. Akibatnya, dosen harus merencanakan
tanggal pengumpulan tugas dan menciptakan instrumen untuk
mengarahkan proses.
Peer review memiliki keuntungan kepada pembaca, penulis,
dan dosen. Keuntungan untuk penulis adalah bahwa proses
memberikan umpan balik yang ditargetkan pada revisi langsung.
Keuntungan untuk dosen adalah bahwa mahasiswa terlibat dalam
proses revisi sebelum dosen melihat hasil pekerjaan mahasiswa,
dengan demikian, satu harapan akan dihasilkan produk akhir yang
lebih baik. Beberapa penelitian empiris telah menunjukkan bahwa jika
mahasiswa mendapatkan umpan balik dari rekan-rekan, mereka akan
revisi dengan baik daripada menerima umpan dari hanya dosen saja.
Dan harapan dari kegiatan membaca adalah bahwa dengan
menganalisis kekuatan dan kelemahan orang lain, mereka dapat
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
396
menjadi lebih baik dalam mengenali dan mengatasi kelemahan
mereka sendiri.
Mengikuti contoh dari instrumen yang diberikan dosen kepada
mahasiwanya untuk makalah argumen akademik dasar. Perhatikan
bahwa instruksi yang diarahkan untuk membantu pengulas
mengidentifikasi inti dari makalah, yang pertama, kemudian
menunjukkan komponen argumen yang dapat dipahami, dan
kemudian memberikan umpan balik. Seperti halnya instrumen yang
diberikan dosen di kelas, petunjuk akan mudah dipahami ketika
mereka diberikan pada konteks situasi tertentu.
Contoh 1: Instrumen Peer Review
Untuk reviewer: Tujuan dari peer review adalah untuk memberikan
umpan balik yang ditargetkan kapada penulis apa saja yang sesuai
dan tidak sesuai.
I. Silahkan membaca makalah untuk pertama kali tanpa membuat
tanda di atasnya untuk membiasakan diri dengan makalah.
II. Selama membaca kedua, silakan lakukan hal berikut:
• Garis bawahi argumen utama yang ada dalam makalah
• Beri tanda centang pada bagaian sebelah kiri di samping
potongan bukti yang mendukung argumen;
• Lingkaran kesimpulan
III. Setelah Anda selesai melakukan ini, baa makalah untuk ketiga kali
dan terakhir kali, dan berikan respon singkat pada pertanyaan
berikut ini:
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
397
• Apakah paragraf pertama menyajikan argumen penulis
tentang pendekatan penulis yang diambil penulis dalam
menyajikan argumen itu? Jika tidak, apakah argumen itu
hilang, tidak jelas, tidak ternyatakan, dan lainnya?
• Apakah argumen dinyatakan dengan jelas dari satu paragraf ke
yang berikutnya (misalnya, adalah berurutan/organisasi logis)?
• APakah setiap paragraf menambahkan penjelasan argumen
(yang, menghubungkan bukti untuk tujuan utama dari
makalah)? Jika tidak, mana struktur terpecah dan/atau ataukah
paragraf memecahnya satu per satu dan mengapa?
• Apakah penulis menyatakan argumentasi yang didukung
dengan bukti? Harap tunjukkan adakah paragraf yang kurang
didukung dengan bukti, bukti tidak mendukung argumen, dan
sebagainya.
• Apakah kesimpulan menarik keseluruhan bagian-bagian
argumen? Jika tidak, apa yang hilang?
• Apakah ada bagian terbaik dari makalah ini?
• Pada bagian mana dari makalah yang perlu peningkatan lebih
lanjut (misalnya, peningkatan argumentasi, penataan logika,
struktur kalimat atau pilihan kata, bukti)? Berikan saran yang
spesifik sehingga penulis tahu apa yang harus diperbaiki.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
398
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M., Bell, L. A., & Griffin, P. (Eds.) 1997. Teaching For Diversity And Social Justice: A Sourcebook. New York: Routledge.
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.) 2001. A Taxonomy For
Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.
Astin, A. W. 1993. What matters in college? Four critical years
revisited. San Francisco: Jossey-Bass. Bandura, A. 1997. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York:
Freeman. Baxter-Magolda, M. 1992. Knowing And Reasoning In College:
Gender- Related Patterns In Students’ Intellectual Development. San Francisco: Jossey-Bass.
Beaufort, A. 2007. College Writing And Beyond: A New Framework
For University Writing Instruction. Logan, Utah: Utah State University Press.
Boice, R. 1998. Classroom Incivilities. In K. A. Feldman & M. B.
Paulson (Eds.), Teaching And Learning In The College Classroom. Needham Heights, Massachussets: Simon & Schuster Custom Publications.
Brookfield, S. D., & Preskill, S. 2005. Discussion As A Way Of
Teaching: Tools And Techniques For Democratic Classrooms (2nd ed.). San Francisco: Jossey-Bass.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. 1998. On The Self-Regulation Of
Behavior. Cambridge: Cambridge University Press. Chickering, A., & Reisser, L. 1993. Education And Identity (2nd ed.).
San Francisco: Jossey-Bass.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
399
Cross, W. 1995. The Psychology of Nigrescence: Revisiting The Cross Model. In J. Ponterotto, J. Casas, L. Suzuki, & C. Alexander (Eds.), Handbook of Multicultural Counseling (pp. 93–122). Thousand Oaks, California: Sage.
Csikszentmihalyi, M. 1991. Flow: The Psychology Of Optimal
Experience. New York: Harper Collins. Dunning, D. 2007. Self-Insight: Roadblocks And Detours On The Path
To Knowing Thyself. New York: Taylor & Francis. El Guindi, F. 1999. Veil: Modesty, Privacy, and Resistance. New York:
Berg Publishers. Ericsson, K. A., & Smith, J. 1991. Toward A General Theory Of
Expertise: Prospects And Limits. Cambridge: Cambridge University Press.
Fiske, S. T., & Taylor, S. E. 1991. Social Cognition. New York: McGraw-
Hill. Ford, M. E. 1992. Motivating Humans: Goals, Emotions And Personal
Agency Beliefs. Newbury Park, California: Sage Publications, Inc.
Gentner, D., Holyoak, K. J., & Kokinov, B. N. 2001. The Analogical
Mind. Cambridge, Massachussets: MIT Press. Gobet, F., & Charness, N. (2006). Expertise in Chess. In K. A. Ericsson
et al. (Eds.), The Cambridge Handbook Of Expertise And Expert Performance (pp. 523–538). New York: Cambridge University Press.
M. A. Just & P. S. Carpenter (Eds.), Cognitive Processes In
Comprehension. Hillsdale, NJ: Erlbaum.��
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
400
Howe, N., & Strauss, W. (2000). Millennials Rising: The Next Great Generation. New York: Vintage.��
�
Hurtado, S., Milem, J., Clayton-Pedersen, A., & Allen, W. (1999). Enacting Diverse Learning Environments: Improving The Climate For Racial/Ethnic Diversity In Higher Education. Washington, DC: The George Washington University.
Kahnemann, D., & Frederick, S. 2002. Representativeness Revisited:
Attribute Substitution In Intuitive Judgment. In T. Gilovich, D. Griffin, & D. Kahnemann (Eds.), Heuristics And Biases: The Psychology of Intuitive Judgment. New York: Cambridge University Press.
Koedinger, K. R., & Anderson, J. R. 1993. Reifying Implicit Planning In
Geometry: Guidelines For Model-Based Intelligent Tutoring System Design. In S. Lajoie & S. Derry (Eds.), Computers As Cognitive Tools. Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.
Kohlberg, L. 1976. Moral Stages And Moralization: The Cognitive-
Developmental Approach. In T. Lickona (Ed.), Moral Development And Behavior: Theory, Research, And Social Issues (pp. 31–53). New York: Holt, Rinehart & Winston.
Lovett, M. C. 2001. A Collaborative Convergence On Studying
Reasoning Processes: A Case Study In Statistics. In S. Carver & D. Klahr (Eds.), Cognition And Instruction: Twenty-Five Years Of Progress (pp. 347–384). Mahwah, New Jersey: Erlbaum.
Marchesani, L., & Adams, M. 1992. Dynamics Of Diversity In The
Teaching–Learning Process: A Faculty Development Model For Analysis And Action. In M. Adams (Ed.), Promoting Diversity In College Classrooms: Innovative Responses For The Curriculum, Faculty, And Institutions (Vol. 52, pp. 9–20). San Francisco: Jossey-Bass.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
401
Mayer, R. E. 2002. The Promise Of Educational Psychology, Volume 2: Teaching For Meaningful Learning. Upper Saddle River, New Jersey: Merrill Prentice Hall.
McKeough, A., Lupart, J., & Marini, A. 1995. Teaching For Transfer:
Fostering Generalization In Learning. Mahwah, NJ: Erlbaum.��
National Research Council. 2000. How People Learn: Brain, Mind, Experience, and School. Washington, D.C.: National Academy Press.
National Research Council. 2001. Knowing What Students Know: The
Science And Design of Educational Assessment. Washington, DC: National Academy Press.
Novak, J. 1998. Learning, Creating, And Using Knowledge: Concept
Maps As Facilitative Tools In Schools And Corporations. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Pascarella, E. T., & Terenzini, P. T. 2005. How College Affects
Students: A Third Decade Of Research. San Francisco: Jossey-Bass.
Schwartz, D. L., Lin, X., Brophy, S., & Bransford, J. D. 1999. Toward
The Development Of Flexibly Adaptive Instructional Designs. In C. M. Reigelut (Ed.), Instructional Design Theories And Models: Volume 2. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Seymour, E., & Hewitt, N. 1997. Talking About Leaving: Why
Undergraduates Leave The Sciences. Boulder, Colombia: Westview Press.
Singley, M. K. 1995. Promoting Transfer Through Model Tracing. In
A. McKeough, J. Lupart, & A. Marini (Eds.), Teaching for Transfer. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
402
Sprague, J., & Stuart, D. 2000. The Speaker’s Handbook. Fort Worth, Texas: Harcourt College Publishers.
Stevens, D. D., & Levi, A. J. 2005. Introduction To Rubrics: An
Assessment Tool To Save Grading Time, Convey Effective Feedback And Promote Student Learning. Sterling, Van Coover: Stylus.
Tatum, B. D. (1997). Why Are All The Black Kids Sitting Together In
The Cafeteria? And Other Conversations About Race. New York: Basic Books.
Watson, L. W., Terrell, M. C., & Wright, D. J. 2002. How Minority
Students Experience College: Implications For Planning And Policy. Sterling, VA: Stylus.
Winne, P. H., & Hadwin, A. F. 1998. Studying As Self-Regulated
Learning. In D. Hacker, J. Dunlosky & A. Graesser (Eds.), Metacognition In Educational Theory And Practice. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Zimmerman, B. J. (2001). Theories Of Self-Regulated Learning And
Academic Achievement: An Overview And Analysis. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self-Regulated Learning And Academic Achievement (2nd ed., pp. 1–38). Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
403
INDEKS
akurat. See pengetahuan terdahulu, See
analisis, 22, 27, 51, 67, 99, 102, 105, 110, 120, 121, 138, 139, 141, 238, 242, 246, 254, 257, 297, 366, 382
analogi, 43, 46, 47, 52, 63, 69, 97, 134, 135, 172, 176, 303, 322
argumen, 150, 152, 158, 160, 162, 199, 266, 271, 290, 383, 393, 394, 396, 397
beban kognitif, 19, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 138, 141
belajar, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11, 12, 13, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 29, 33, 34, 35, 38, 39, 40, 44, 46, 47, 48, 51, 60, 65, 69, 74, 75, 79, 80, 81, 84, 87, 90, 96, 97, 101, 105, 107, 109, 110, 113, 115, 118, 119, 123, 127, 128, 129, 130, 134, 136, 138, 141,145, 147, 149, 153, 154, 156, 157, 158, 159, 160, 162, 163, 164, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 185, 186, 190, 191, 192, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 202, 204, 205, 208, 210, 211, 213, 215, 217, 219, 220, 221, 222, 226, 227, 228, 230, 231, 233, 244, 248, 249, 251, 252, 254, 256, 257, 260, 261, 262, 265, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 278, 280, 281, 282, 283, 284, 285, 286, 288, 292, 297, 300, 301, 303, 304, 308, 311, 312, 313, 314, 315, 316, 317, 318, 319, 320, 321, 322, 326, 327, 328, 329, 330, 332, 333, 334, 335, 340, 341, 342, 344, 345, 346, 348, 350, 352, 355, 358, 359, 360, 361, 362, 363, 373, 381, 382, 384, 385, 386, 387, 390, 391, 392
belajar bersama, 3
berpikir kritis, 1 berpikir rasional, 51 berpusat pada mahasiswa, 2, 5, 6,
11, 12, 72, 227, 269, 311, 329, 330, 333, 334, 335
brainstorming, 57 dewasa, 12, 228, 232, 262 didaktik, 13, 109, 191, 222, 266 dualitas
dualitas nalar, 235 efektif, 4, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19,
20, 21, 23, 24, 29, 34, 35, 36, 38, 41, 56, 60, 65, 80, 85, 88, 91, 96, 97, 98, 101, 102, 107, 111, 112, 118, 119, 122, 124, 126, 127, 128, 134, 136, 153, 154, 155, 164, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 178, 179, 185, 187, 188, 189, 199, 218, 220, 260, 262, 268, 269, 275, 277, 279, 280, 281, 287, 288, 294, 299, 301, 312, 318, 332, 362, 371, 393, 395
emosional, 22, 96, 132, 224, 226, 227, 228, 229, 231, 233, 244, 254, 255, 257, 258, 265, 323
fakta, 5, 32, 35, 37, 39, 40, 55, 65, 77, 78, 80, 83, 85, 90, 96, 107, 118, 139, 172, 199, 235, 240, 268, 271, 275, 303, 321, 362, 393
filosofi mengajar, 330 frustasi, 126, 151, 231, 235, 237,
258, 304 harapan, 16, 17, 18, 28, 111, 144,
149, 151, 164, 191, 194, 195, 196, 200, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 216, 217, 219, 220, 221, 239, 285, 288, 290, 304, 311, 312, 329, 330, 331, 333, 342, 346, 348, 350, 353, 360, 384, 393, 395
identitas sosial. See emosional Iklim mengajar, 22
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
404
ingatan, 35, 77, 89, 94 integritas, 21, 233 intelektual, 21, 22, 85, 196, 198, 199,
226, 227, 228, 229, 230, 232, 233, 234, 235, 237, 238, 239, 244, 258, 260, 265, 268, 270, 303, 340, 361, 385
intervensi pengajaran, 37, 52 jurnal, 18, 138, 274, 289, 306, 364 kebijakan kampus, 350 kedewasaan berfikir, 12 kegiatan belajar, 20, 29, 80, 107,
119, 160, 166, 226, 227, 254, 258, 312, 320, 330, 342, 382
keluhan, 17, 224 kemampuan, 4, 6, 9, 10, 11, 12, 13,
15, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 35, 39, 43, 44, 54, 58, 59, 66, 76, 77, 81, 85, 86, 88, 89, 90, 92, 93, 94, 97, 99, 101, 107, 109, 111, 112, 113, 118, 119, 120, 121, 122, 124, 125, 126, 128, 130, 132, 133, 134, 139, 140, 141, 142, 149, 150, 151, 152, 154, 155, 157, 159, 160, 161, 162, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 177, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 187, 189, 192, 193, 196, 203, 204, 206, 207, 210, 213, 215, 218, 221, 222, 225, 226, 227, 230, 231, 233, 234, 235, 248, 249, 250, 251, 252, 254, 255, 260, 265, 268, 269, 271, 273, 276, 277, 281, 283, 284, 288, 293, 297, 300, 303, 304, 308, 312, 313, 314, 316, 322, 324, 325, 326, 327, 331, 340, 341, 352, 359, 361, 362, 365, 373, 374, 382, 384, 390
kepercayaan, 17, 22, 32, 34, 48, 50, 51, 52, 57, 70, 71, 73, 101, 186, 203, 205, 207, 208, 209, 210, 217, 221, 249, 268, 285
kerja tim, 1, 2, 109, 213 kesalahpahaman. See miskonsepsi, keterampilan, 1, 3, 6, 10, 13, 18, 20,
23, 40, 42, 44, 54, 55, 56, 66, 67,
74, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 116, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 150, 151, 152, 154, 155,158, 162, 163, 164, 166, 168, 175, 178, 180, 182, 186, 190, 191, 226, 230, 237, 254, 258, 264, 266, 269, 270, 271, 272, 273, 274, 276, 277, 283, 284, 285, 287, 288, 289, 292, 295, 296, 297, 300, 303, 304, 305, 307, 308, 312, 316, 325, 330, 333, 340, 342, 346, 348, 352, 358, 359, 362, 363, 364, 365, 373, 374, 382, 384
keterampilan dasar, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 129, 136, 137, 139, 140, 142, 143, 144, 147
keterampilan tingkat tinggi, 126 keterhubungan, 86, 87 ketidaksadaran ketidakmampuan,
115, 118 ketidaksadaran kompetensi, 116 komitmen
komitmen nalar, 5, 237, 239, 243, 297, 324, 328, 334, 359, 387
kompetensi, 1, 21, 55, 56, 100, 114, 115, 116, 118, 137, 139, 180, 184, 197, 217, 218, 222, 225, 230, 257, 262, 263, 297, 330, 335, 360
konsep, 8, 12, 27, 28, 29, 32, 36, 38, 39, 40, 43, 44, 52, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 63, 65, 68, 69, 74, 76, 78, 85, 87, 98, 100, 101, 103, 105, 106, 107, 146, 159, 162, 174, 191, 194, 195, 196, 212, 221, 226, 227, 251, 262, 271, 275, 277, 280, 289, 292, 303, 306,311, 314, 315, 321, 346, 366, 374, 378, 379, 382, 386
konstruktif, 5, 188, 218, 253 konteks, 4, 9, 19, 27, 31, 32, 33, 34,
38, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 49, 52, 61, 64, 67, 68, 69, 73, 83, 109, 112, 121, 122, 123, 130, 131, 132,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
405
133, 135, 138, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 154, 155, 165, 184, 194, 195, 198, 205, 207, 212, 232, 237, 238, 252, 257, 261, 276, 285, 313, 321, 340, 379, 396
kontekstual, 5, 12, 21, 57, 122, 132, 303
kreativitas, 53, 214, 226, 289 kriteria target, 172 kualitas pengajaran, 16, 25 latihan, 20, 42, 71, 114, 119, 121,
122, 123, 124, 125, 126, 127, 129, 132, 139, 140, 141, 147, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 175, 176, 179, 180, 181, 184, 186, 188, 189, 200, 286, 287, 291, 292, 293, 303, 307, 319, 391
lengkap. See pengetahuan terdahulu,
masalah, 3, 29, 36, 38, 40, 41, 52, 55, 56, 59, 60, 64, 66, 67, 69, 76, 84, 92, 93, 97, 103, 105, 106, 116, 117, 119, 120, 121, 127, 128, 129, 130, 132, 133, 134, 135, 140, 141, 145, 146, 154, 155, 159, 162, 163, 170, 173, 180, 183, 186, 194, 202, 204, 207, 212, 223, 224, 228, 230, 254, 259, 269, 272, 278, 280, 282, 288, 293, 296, 300, 301, 302, 304, 305, 306, 314, 321, 327, 332, 333, 340, 342, 348, 353, 355, 369, 384
memahami, 10, 12, 14, 15, 27, 28, 29, 30, 43, 44, 46, 47, 48, 51, 61, 63, 65, 66, 68, 73, 74, 76, 81, 85, 86, 87, 91, 93, 94, 98, 106, 109, 112, 115, 117, 118, 119, 120, 132, 135, 138, 145, 152, 159, 191, 194, 195, 201, 203, 208, 209, 213, 221, 222, 227, 228, 233,241, 248, 258, 262, 268, 275, 280, 290, 293, 314, 315, 320, 322, 323, 327, 328, 334, 339, 351, 364, 366, 378, 389, 393
menerapkan, 13, 18, 27, 34, 36, 40, 41, 44, 46, 47, 54, 67, 69, 71, 104,
107, 112, 117, 119, 125, 126, 127, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 143, 144, 145, 146, 152, 159, 180, 182, 184, 199, 210, 217, 244, 269, 271, 278, 279, 283, 284, 287, 288, 318, 320, 321, 322, 359, 391
mengajar, 2, 3, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 30, 31, 54, 62, 74, 109, 115, 118, 133, 136, 150, 171, 190, 191, 192, 216, 227, 256, 257, 266, 288, 328, 329, 330, 331, 338, 346, 348, 355, 356, 359, 361, 362, 371
mengajar efektif, 12, 14, 15, 16, 20, 21, 22, 24
mengingat, 31, 35, 37, 41, 46, 75, 77, 79, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 94, 96, 101, 104, 119, 129, 134, 167, 247, 261, 267, 268, 271, 295, 301, 303, 322, 374
menilai kemampuan, 269 metakognitif, 23, 24, 266, 269, 270,
271, 272, 273, 283, 284, 285, 287, 289, 292, 300, 304, 305, 307, 308, 317, 355
metodik, 13, 27, 74, 109, 149 Millenia, 2 miskonsepsi, 43, 49, 50, 52, 53, 54,
59, 71, 170 model. See , See , See , See , See ,
See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See , See
motivasi, 2, 8, 9, 11, 16, 164, 186, 191, 194, 195, 199, 200, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 215, 221, 234, 252, 253, 254, 255, 261, 266, 283, 321, 339, 341, 359
multiplisitas multiplisitas nalar, 235, 239
otonomi, 21, 194, 231, 308
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
406
pembelajaran aktif, 5, 359 pendidikan tinggi, 1, 17, 312, 328,
338 pengelolaan pengetahuan, 74 pengetahuan, 3, 4, 5, 11, 13, 14, 15,
16, 18, 20, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 109, 110, 111, 113, 114, 115, 117, 118, 119, 126, 127, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 155, 157, 160, 162, 164, 165, 168, 169, 178, 180, 186, 190, 196, 198, 203, 210, 215, 235, 236, 238, 248, 259, 269, 270, 272, 273, 275, 276, 293, 303, 304, 305, 306, 312, 316, 317, 320, 321, 322, 323, 327, 329, 333, 340, 342, 352, 359, 363, 364, 373, 374, 377, 378, 379, 384
pengetahuan deklaratif. See pengetahuan fungsional,
pengetahuan dekralatif, 39 pengetahuan fungsional. See
pengetahuan deklaratif, See pengetahuan deklaratif
pengetahuan prosedural, 40 pengetahuan sebelumnya. See
pengetahuan terdahulu pengetahuan terdahulu, 27, 29, 31,
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 45, 46, 47, 48, 52, 53, 54, 55, 56, 60, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 72, 73
pengorganisasian pengetahuan. See penataan pengetahuan, See penataan pengetahuan
penguasaan, 10, 18, 19, 20, 81, 109, 112, 113, 115, 119, 121, 123, 127, 130, 139, 140, 147, 149, 157, 183,
186, 201, 222, 291, 297, 312, 320, 331
penguasaan keterampilan, 18, 19, 20, 121, 123, 130, 139
perintah, 7, 8, 9, 10, 11 Perintah yang jelas, 10 perkuliahan, 16, 21, 38, 60, 67, 105,
107, 149, 167, 175, 200, 224, 228, 234, 244, 247, 252, 255, 256, 262, 263, 264, 267, 287, 316, 319, 327, 328, 329, 332, 334, 335, 337, 338, 339, 351, 357, 368, 378, 384, 387
persepsi, 32, 48, 194, 209, 229, 241, 245, 248, 249, 254, 255, 259, 325
relativisme relativisme nalar, 236
relevan, 14, 33, 35, 36, 37, 38, 39, 46, 47, 50, 53, 60, 68, 73, 98, 129, 130, 131, 146, 158, 182, 212, 234, 256, 289, 296, 306, 317, 343, 344, 358, 363, 382, 383
rubrik, 17, 137, 142, 160, 181, 184, 188, 218, 259, 291, 299, 355, 381, 382
sikap, 32, 71, 192, 213, 241, 245, 263, 285, 320, 323, 339, 342, 369
silabus, 16, 20, 57, 66, 100, 149, 180, 214, 216, 263, 329, 330, 331, 332, 334, 335, 336, 337, 339, 340, 346, 351, 352, 366
tantangan, 8, 111, 161, 162, 163, 164, 168, 182, 184, 187, 189, 192, 213, 215, 216, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 234, 237, 239, 240, 268, 270, 288, 298, 328
tanya jawab, 62, 75 terukur, 159, 328, 343 tipolog pengetahuan, 39 titik buta seorang ahli, 118, 119 Transfer, 46, 130, 131, 135, 401 tugas, 6, 10, 11, 12, 15, 18, 20, 23,
27, 29, 39, 41, 42, 48, 54, 55, 59, 65, 73, 78, 84, 85, 88, 91, 97, 99, 106, 107, 109, 110, 111, 112, 113, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124,
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
407
125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 133, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 150, 151, 152, 153, 157, 158, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 167, 170, 171, 174, 175, 177, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 189, 192, 193, 197, 198, 201, 203, 204, 205, 206, 208, 209, 211, 212, 216, 217, 218, 219, 220, 224, 239, 249, 252, 253, 255, 259, 266, 268, 269, 270, 272, 273, 274, 275, 276, 277, 279, 284, 287, 289, 290, 291, 292, 293, 294, 295, 297, 298, 299, 300, 301, 302, 303, 304, 305, 307, 308, 309, 331, 332, 333, 335, 336, 337, 342, 343, 344, 345, 346, 347, 348,
351, 354, 359, 360, 366, 367, 368, 370, 371, 372, 381, 382, 384, 386, 387, 391, 392, 393, 395
tugas kompleks, 19, 118, 123, 125, 167, 290
tujuan belajar, 19, 23, 129, 139, 158, 159, 160, 169, 170, 176, 180, 190, 198, 220, 328, 342, 343
umpan balik, 20, 121, 149, 153, 154, 155, 156, 159, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 182, 185, 186, 187, 188, 189, 214, 215, 218, 253, 275, 291, 292, 295, 299, 300, 307, 335, 345, 352, 360, 373, 381, 395, 396
[ Kita memang harus berbeda dalam banyak hal, kecuali dalam cara mendidik ]
408
Tentang Penulis
Aeng Muhidin, Lahir di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada tahun
1982 dan menamatkan pendidikan dasar dan menengah di tahun
2000, kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri
Jakarta. Alumni S1 Pendidikan Sejarah [2008] dan S2 Pendidikan
Sejarah [2011], Universitas Negeri Jakarta, kini bekerja sebagai dosen
di Program Studi S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pamulang,
sebagai Ketua Pusat Kajian Pembelajaran dan Elearning Universitas
Pamulang dan sebagai editor pada lembaga penerbitan Unpam
Press, yang didirikan tahun 2017.
Selama mengajar, fokus pada isu pengembangan bahan ajar,
pengembangan model pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Fokus pada pendekatan penelitian sejarah, kualitatif dan kuantitatif.
Selama pengalaman mengajar telah menghasilkan Modul Statistika
Pendidikan, Pengembangan Bahan Ajar, Metode Penelitian, Evaluasi
Pembelajaran. Buku yang akan diselesaikan di kemudian hari adalah
Mengajar Sukses, Optimalisasi Keterlibatan Mahasiswa dalam
Perkuliahan.