Tesis
EVALUASI PEMANFAATAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN(BOK) PADA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)
DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATANKABUPATEN KONAWE
EVALUATION OF UTILIZATION OF HEALTH OPERATIONAL ASSISTANCE(BOK) ON IMPROVING MATERNAL AND CHILD HEALTH (MCH)
AT PUSKESMAS WORKING AREA HEALTH OFFICE OFKONAWE REGENCY.
AFRIAN CALVIN TIMBUP1800215009
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2017
EVALUASI PEMANFAATAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)PADA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN
KABUPATEN KONAWE
TesisSebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program StudiKesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
AFRIAN CALVIN TIMBU
Kepada
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : AFRIAN CALVIN
Nomor Pokok Mahasiswa : P1800215009
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang telah saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan ataupun pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan
tersebut.
Makassar, November 2017
Yang menyatakan,
AFRIAN CALVIN
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas segala rahmat kasih dan karunia-Nya-lah penulis mampu
menempuh dan menyelesaikan tesis Program Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Tesis ini penulis persembahkan kepada orang tua, Ayahanda
tercinta Aris Yan Saroinsong S.Pd, Ibunda Minara Timbu S.Pak, dan
Isteri Tercinta dr. Flower Chelsea Fillysya Kumendong terima kasih
atas dukungan serta Doa yang tiada henti sehingga penulis dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ida Leida Maria SKM.,
MKM., M.Sc. PH selaku pembimbing I, dan Dr. Masni, Apt., MSPH
selaku pembimbing II dengan penuh keikhlasan meluangkan waktu
memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, MS, Dr. dr. Syamsiar S. Russeng, MS, dan
Dr. Darmawansyah, SE., MS atas kesediaanya penjadi penguji yang
banyak memberikan arahan dan masukan yang berharga.
Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
4. Seluruh staf pengajar Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan bekal ilmu
yang sangat bermanfaat bagi penulis.
5. Bapak Bupati Kabupaten Konawe beserta staf dan jajarannya yang
banyak membantu penulis dan memberikan izin untuk melakukan
penelitian di Kabupaten Konawe.
6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe beserta staf dan
jajarannya yang banyak membantu penulis dan memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Dinas kesehatan dan wilayah kerja dinas
kesehatan Kabupaten Konawe.
7. Kepada seluruh orang yang terlibat sebagai subjek dalam penelitian
ini.
8. Semua teman seperjuangan Mahasiswa Program Pascasarjana,
Magister Kesehatan Angkatan 2015 terkhusus pada teman-teman
konsentrasi Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 ”dr.
Maryono, dr. Nathalie Elisheva Kailola, Anita Sriwaty Pardede
SKM, Wilma Fransisca Mamuly SKM” kenangan dan proses
pembelajaran yang telah diberikan, terima kasih atas hubungan
persaudaraannya. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang
diberikan selama menempuh pendidikan Pascasarjana.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan kasih dan karunia-Nya dan membalas segala amal budi
serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Makassar, November 2017
Afrian Calvin
ABSTRAK
AFRIAN CALVIN. Evaluasi Pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan(BOK) Pada Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Di PuskesmasWilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe (Dibimbing oleh IdaLeida Maria dan Masni).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakanpemanfaatan dana BOK melalui pendekatan sistem dilihat dari input,proses, dan output di Kabupaten Konawe tahun 2016 dengan fokus padaperencanaan program, realisasi program, evaluasi, dan pembiayaanprogram yang telah dilakukan pada program kesehatan ibu dan anak.Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain studikasus. Informan diambil sebanyak 23 orang berdasarkan keterlibatandalam pemanfaatan dana BOK pada program KIA pada seksi programkesehatan ibu dan anak di Dinas kabupaten konawe dan pada enamPuskesmas yang memiliki angka kematian Ibu tertinggi. Penggalianinformasi dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview)dengan beberapa alat bantu berupa recorder dan alat tulis.Hasil penelitian ini menggambarkan adanya proses perencanaan yangterstruktur sesuai dengan tahapan prosedur birokrasi, realisasipelaksanaan program bersifat peningkatan sumber daya manusia dandisesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang ditemukanberdasarkan survey awal oleh petugas, pelaksanaan kegiatan dilakukanoleh organisasi seksi program KIA sendiri, kemitraan dengan pihakeksternal (bantuan lapangan) hanya bersifat partisipasi pasif. Prosesevaluasi yang dilakukan bersifat sederhana hanya pendekatanadministrasi, dan kebijakan pemberian dana BOK dinilai kurang efektifkarena dana BOK terserap habis (digunakan maksimal) namunpencapaian kualitas program tidak berjalan sebagaimana mestinyadibuktikan dengan masih ditemukannya angka kematian Ibu dan anakyang cenderung stagnan pada setiap wilayah kerja Puskesmas yangmenerima dana BOK, sehingga dana ini dianggap tidak memiliki dampakkhusus bagi masyarakat. Disarankan agar Pihak Dinas Kesehatan sertaPuskesmas dapat melakukan evaluasi secara berkesinambungan agarAlokasi dana BOK yang sesuai dengan jumlah dan SDM program KIAyang dilaksanakan akan membantu secara positif keberhasilan programyang dilaksanakan.
Kata Kunci : Bantuan Operasional Kesehatan, Evaluasi Program,Kesehatan Ibu dan Anak.
ABSTRACT
AFRIAN CALVIN. Evaluation of Utilization of Health OperationalAssistance (BOK) On Improving Maternal and Child Health (MCH) AtPuskesmas Working Area Health Office of Konawe Regency. (Guided ByIda Leida Maria dan Masni)
This study aim to know the implementation of BOK fund utilization policythrough system approach seen from input, process in Konawe Regency2016 with focus on program planning, program realization, evaluation andfinancing of program that have been done on mother and child healthprogram.The method used is qualitative method with case study design. Theinformants were drawn as many as 23 people based on involvement in theutilization of BOK funds in the MCH program in the maternal and childhealth program sections in the District of Konawe and at six Puskesmasthat have the highest Mother mortality rate. Information digging is done byindepth interview with some tools such as recorder and stationery.The results of this study illustrate the existence of structured planningprocess in accordance with the stages of bureaucratic procedures, therealization of the program implementation is the improvement of humanresources and tailored to the needs of health services found based oninitial surveys by the officers, the implementation of activities carried out bythe organization MCH own section program, external (field assistance) isonly passive participation. The evaluation process is simple, only theadministrative approach, and the BOK funding policy is consideredineffective because the BOK funds are absorbed (used maximally) but theachievement of the program quality is not working properly as evidencedby the still incidence of maternal and child mortality that tends to stagnatein every region the work of Puskesmas receiving BOK funds, so that thesefunds are deemed to have no special impact on the community. It issuggested that the Health Service and Puskesmas can evaluatecontinuously so that the allocation of BOK funds in accordance with thenumber and human resources of the MCH program implemented will helppositively the success of the implemented program.
Keyword : Health Operational Assistance, Program Evaluation, Maternaland Child Health
DAFTAR SINGKATAN
AKI = Angka Kematian Ibu
AKB = Angka Kematian Bayi
APBD = Anggaran Pemerintah Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pemerintah Belanja Negara
APN = Asuhan Persalinan Normal
ASI = Air Susu Ibu
BOK = Bantuan Operasional Kesehatan
BPJS = Badan penyelenggara Jaminan Sosial
JUKNIS = Petunjuk Teknis
KB = Keluarga Berencana
K 1 – 4 = Kunjungan kehamilan 1 - 4
KIA = Kesehatan Ibu dan Anak
KPPN = Kantor Pelayanan dan Perbahandaraan Negara
MDGS = Millennium Development Goals
MP-ASI = Makanan Pendamping Air Susu Ibu
MPS = Making Pregnancy Safer
NKKBS = Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
PoA = Plan of Action
PUS = Pasangan usia Subur
PUSKESMAS = Pusat Kesehatan Masyarakat
RPJMN =Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPN = Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RUK = Rencana Usulan Kegiatan
SDIDTKB = Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
SDM = Sumber Daya Manusia
SPM = Standar Pelayanan Minimal
TP = Tugas Pembantuan
UCI = Universal Child Imunization
WUS = Wanita Usia Subur
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Penelitian berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
2. Surat Pengantar Penelitian berasal dari BALITBANGDA Kabupaten
Konawe.
3. Surat Pengantar Penelitian berasal dari dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe.
4. Surat telah melaksanakan penelitian berasal dari dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe.
5. Lembar panduan wawancara informan
6. Hasil pengolahan data penelitian.
7. Dokumentasi.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
ABSTRAK .............................................................................................. iii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan Ibu dan Anak .......................... 13
B. Tinjauan Umum tentang Bantuan Operasional Kesehatan.............. 19
C. Tinjauan Umum tentang Puskesmas............................................... 37
D. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan BOK ............. 46
E. Kerangka Teori Penelitian ............................................................... 57
F. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ............................................ 58
G. Kerangka Pikir Penelitian................................................................. 63
H. Definisi Konsep................................................................................ 63
I. Proposisi Penelitian ......................................................................... 66
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 67
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 67
C. Informan Penelitian ......................................................................... 68
D. Sumber Data .................................................................................. 69
E. Instrumen Penelitian........................................................................ 70
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 71
G. Pengolahan dan Penyajian Data ..................................................... 73
H. Teknik Uji Keabsahan Data ............................................................. 74
I. Alur Penelitian ................................................................................. 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 76
B. Hasil Penelitian ............................................................................... 79
C. Pembahasan ................................................................................... 94
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 123
B. Saran............................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2015 merupakan tahun terakhir untuk pengukuran
pencapaian Millennium Development Goals (MDGs), sekaligus tahun
pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dalam rangka mewujudkan
VISI Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong. Agenda pembangunan kesehatan
tahun 2015 – 2019 adalah mewujudkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan yang semakin mantap. Rencana Strategis 2015 – 2019
Kementerian Kesehatan telah menetapkan 2 tujuan utama yaitu 1)
Meningkatnya Status Kesehatan Masyarakat dan 2) Meningkatnya
Responsiveness dan Perlindungan Masyarakat terhadap Risiko Sosial
dan Finansial di Bidang Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2015).
Sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di
Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Salah satu hal yang dilakukan untuk mempercepat pencapaian
sasaran-sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia, Kementerian
Kesehatan telah melakukan terobosan melalui berbagai upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan. Satu di antaranya adalah
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). BOK diharapkan dapat
1
2
berkontribusi meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat, utamanya melalui kegiatan promotif dan
preventif, sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan dengan fokus pencapaian Millennium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2015 (Kemenkes, 2011).
Pemberian BOK didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya
operasional puskesmas relatif kecil, karena alokasi anggaran
pemerintah daerah dibidang kesehatan untuk kegiatan di puskesmas
lebih diarahkan pada upaya-upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif
serta kurang memperhatikan upaya-upaya kesehatan promotif dan
preventif yang berdampak pada kurang optimalnya kinerja tenaga
kesehatan di daerah untuk memberikan pelayanan promotif dan
preventif (Pani, 2012).
Puskesmas selain merupakan ujung tombak layanan kesehatan
di masyarakat, juga sebagai pusat pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
memiliki perilaku sehat. Secara manajerial diperlukan perubahan pola
kepemimpinan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
serta Provinsi dari pasif menunggu masalah kesehatan timbul menjadi
aktif, merespons dan mengantisipasi permasalahan yang ada; dari
yang sifatnya directive menjadi colaborative; dari yang sifatnya
individualism menjadi team work dan dari yang sifatnya serve ke care
bagi masyarakat di wilayah kerjanya. Pada bagian lain, tata kelola
3
program dan manajemen harus terus menerus ditingkatkan ke arah
yang lebih baik, melalui sinergitas pusat dan daerah, satu kesatuan
siklus manajemen yakni perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi sampai pada pertanggung jawaban serta
pengadministrasiannya (Kementerian Kesehatan, 2015).
Realisasi penggunaan dana BOK terbesar adalah untuk
program KIA disusul program gizi. Pemanfaatan BOK pada prinsipnya
fokus ditujukan untuk akselerasi pencapaian MDGs, terutama Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI) (Cahyadin,
2013).
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu
prioritas Kementrian Kesehatan. Keberhasilan program KIA menjadi
salah satu indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Cakupan kunjungan neonatus
pertama (KN1) dan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan
terlatih (Pn) merupakan indikator program kegiatan Kesehatan Ibu dan
Anak yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
(2010-2014), dengan output peningkatan ketersediaan dan keter-
jangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh
masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani (2011) menunjukkan
bahwa kebijakan BOK dikatakan sebagai unsuccesfull implementation
karena faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagian besar kurang
4
mendukung. Pemberian dana BOK tidak berdampak pada peningkatan
cakupan program puskesmas secara signifikan, karena tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara cakupan program puskesmas
sebelum dan sesudah ada dana BOK. Implementasi kebijakan BOK
belum berjalan maksimal karena kurangnya dukungan input yang
berpengaruh pada tahapan proses. Ketidaksiapan sumber daya
manusia merupakan unsur input yang sangat berpengaruh dalam
implementasi kebijakan BOK.
Pada penelitian Aridewi et al. (2013) bahwa puskesmas angka
serapan tinggi berhasil menekan kasus kematian ibu dan anak dengan
pemahaman tentang petunjuk teknis (JUKNIS) BOK yang cukup
jelas, pelaksanaan kegiatan sesuai dengan laporan, ada keterlibatan
pelaksana dalam penyusunan plan of action (POA) serta ada evaluasi
pelaksanaan kegiatan.
Hasil Penelitian Sihombing (2014) tentang evaluasi pelaksanaan
kegiatan bantuan operasional kesehatan di Puskesmas kabupaten dari
tahun 2012. masih ditemukannya pemanfaatan tenaga oleh Kepala
Puskesmas yang belum maksimal dalam pelaksanaan kegiatan
bantuan operasional, belum terintegrasinya sumber dana yang
digunakan oleh Puskesmas, sarana penunjang telah memadai guna
melaksanakan Standar Pelayanan Minimal, proses masih belum
sesuai dengan pedoman petunjuk teknis program yang telah
ditetapkan terutama dalam hal perencanaan Puskesmas dan
5
pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas.
Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan dana BOK untuk
program-program kesehatan memberikan pengaruh terhadap
kesehatan Ibu dan anak. Namun banyak hal lain yang dapat
menyebabkan gagalnya pelaksanaan program KIA, seperti pembuatan
PoA yang kurang baik, ataupun kurangnya sumber daya yang dimiliki
oleh Puskesmas guna menjalankan program yang telah direncanakan.
Dari hasil riset Gobel (2011) pada tahun 2010, dari sekitar 8.500
Puskesmas, setiap Puskesmas mendapat bervariasi antara Rp.
10.000.000,- hingga Rp. 20.000.000,-. Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) sebesar Rp. 22.000.000,- untuk Puskesmas wilayah
timur dan Rp. 18.000.000,- untuk Puskesmas wilayah barat.
Pengecualian bagi Puskesmas yang berada sekitar 303 Puskesmas di
tujuh kabupaten yang ada di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua, pemerintah akan
memberikan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Rp.100.000.000,-.
Puskesmas-puskesmas di tujuh wilayah tersebut dijadikan uji coba
untuk mengetahui berapa banyak dana operasional yang dibutuhkan
Puskesmas agar kegiatannya optimal. Semua indikator tersebut diatas
menunjukkan bahwa Bantuan dana melalui program BOK memang
sangat dibutuhkan dengan harapan dana BOK tersebut dapat
meningkatkan cakupan pelayanan Kesehatan agar target SPM 2015
dapat tercapai menuju Millennium Development Goals (MDGs).
6
Saat ini BOK cenderung menjadi anggaran utama untuk
operasional program kesehatan di Puskesmas. Porsi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk operasional program
kesehatan di Puskesmas semakin menurun, sehingga kinerja
Puskesmas cenderung statis. Seiring dengan terbitnya Undang-Undng
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial)
dan peraturan turunannya yang mengatur dana kapitasi untuk
Puskesmas, diharapkan terjadi sinergisme pembiayaan operasional
Puskesmas, sehingga akan semakin meningkatkan capaian
pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2015).
Berdasarkan informasi yang didapat dari staf Sekretariat BOK
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, dilihat dari Plan of action (POA)
yang di buat oleh Puskesmas pada tahun 2015 menjelaskan bahwa
upaya kesehatan ibu dan anak (KIA), pelayanan gizi, pelayanan
kesehatan bayi, kelas ibu hamil dan balita, pelayanan keluarga
berencana (KB), pelayanan kesehatan ibu nifas, pengendalian
penyebaran dan menurunkan kasus baru malaria dan TB Paru serta
meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum dan
sanitasi dasar, kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sumber dana
BOK.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) telah dimanfaatkan
untuk penyelenggaraan upaya promotif dan preventif termasuk
7
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe seringkali mengalami kendala
yang mengakibatkan keterlambatan pencairan dana ke puskesmas.
Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat penyerapan realisasi
anggaran BOK di akhir tahun serta pada pencapaian tujuan utama
kebijakan BOK.
Hal ini merujuk pada angka kasus kematian ibu dan anak di
Kabupaten Konawe cenderung masih ada dan senantiasa mengalami
fluktuatif dalam tiga tahun terakhir. Dimana menurut Berdasarkan data
dari Bidang Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
menunjukkan bahwa Jumlah kematian bayi pada 2014 sebanyak 10
orang per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2015 sebanyak 6 orang per
100.000 kelahiran hidup dan tahun 2016 di Kabupaten Konawe
sebanyak 9 orang per 100.000 kelahiran hidup yang tersebar di
wilayah Puskesamas Uepai 1 kasus, Wawotobi 1 kasus, Tawanga 1
kasus, Unaaha dengan 1 kasus, Puskesmas Lambuya dengan 1
kasus, dan 1 Kasus di Puskesmas Tongauna.
Hal ini yang menjadi tolok ukur masih kurangnya pengawasan
dari tenaga bidan yang bertugas di desa serta kurang berperannya
kinerja bidan sehinga tidak terkontrolnya sistem pencatatan dan
pelaporannya. Menurut data cakupan KIA untuk progra SPM KIA
masih di bawah target SPM dengan data yang ada pada wilayah kerja
Puskesmas tahun 2016 cakupan Ibu hamil K4 73,2%. Sedangkan
8
standar pelayanan minimal nasional target 85% hal ini dapat mengukur
kualitas pelayanan ibu hamil dan deteksi risiko dan penanganannya
yang belum memadai.
Sampai dengan akhir tahun 2016, realisasi penyerapan dana
BOK sebesar Rp. 6.144.000.000 (Realisasi 100%), hal ini
menunjukan tingkat realisasi anggaran yang maksimal. Evaluasi
diperlukan untuk mencari informasi, bukti-bukti dan hal apa yang
menjadi kendala program BOK dalam suatu puskesmas, sehingga
dapat memenuhi maksud dari pemerintah dalam meningkatkan peran
puskesmas melalui upaya revitalisasi yaitu menjadikan puskesmas
sebagai pusat pemberdayaan wilayah berwawasan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat, layanan kesehatan primer dan sebagai
pusat layanan kesehatan peorangan primer.
Dana BOK yang telah diberikan pemerintah pusat selayaknya
dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah kesehatan dalam
bidang penangan KIA di Kabupaten Konawe sehingga dapat mencapai
target SPM bidang kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap BOK
melalui pendekatan sistem dilihat dari input, proses dan output untuk
diketahui sejauh mana implementasi kebijakan BOK di Kabupaten
Konawe tahun 2016, agar dalam pelaksanaan kegiatan ini di masa
yang akan datang menjadi lebih baik.
9
Berdasarkan uraian teori-teori dan studi kepustakaan yang
dikemukakan dan fenomena yang terjadi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe maka peneliti tertarik untuk menganalisa evaluasi
pemanfaatan bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan awal fokus penelitian yaitu tentang
penyaluran dana bantuan operasional kesehatan (BOK) merupakan
salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan
kesehatan bagi masyarakat di pedesaan/ kelurahan khususnya dalam
meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif. Hakikat
penyelenggaraan BOK ini juga sesuai dengan paradigma sehat yang
ditetapkan sebagai model pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu
pembangunan kesehatan yang mengutamakan upaya-upaya promotif
dan preventif tanpa mengabaikan upaya-upaya kuratif dan rehabilitatif
(Kementerian Kesehatan, 2015). Maka masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
10
1. Bagaimanakah gambaran input pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe?
2. Bagaimanakah gambaran process pemanfaatan BOK dalam
upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe?
3. Bagaimanakah gambaran output pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe?
4. Bagaimakah upaya peningkatan KIA melalui Program yang
dibiayai oleh BOK di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe?
11
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui evaluasi pemanfaatan bantuan
operasional kesehatan (BOK) dalam peningkatan kesehatan ibu
dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui input pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe.
b. Untuk mengetahui proses pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe.
c. Untuk mengetahui output pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe.
d. Untuk mengetahui dampak upaya peningkatan KIA melalui
Program yang dibiayai oleh BOK di Puskesmas wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe.
.
12
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat Sebagai
kontribusi pada pengembangan ilmu pelayanan kesehatan dasar
(Primary Health Care), terutama tentang studi implementasi
kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan
penyelenggaraan layanan kesehatan terutama uapaya peningkatan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Manfaat Praktis
Menambah wawasan peneliti dan dapat dijadikan sebagai
acuan atau referensi bagi pemerintah baik pusat maupun daerah,
Dinas Kesehatan, Puskesmas dan jaringannya serta masyarakat
sebagai penerima layanan kesehatan dari dana BOK. serta
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data base dan
bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Untuk memperluas wawasan keilmuan dan pengetahuan
mengenai pemanfaatan dana BOK serta menjadi sarana
pengembangan diri melalui penelitian lapangan. Sebagai bahan
acuan, informasi, rujukan dan referensi yang diharapkan dapat
menambah khasanah wawasan dan merupakan bahan bacaan
bermanfaat bagi peneliti ataupun masyarakat umum.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan Ibu dan Anak
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang
kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah
(Kemenkes, 2010).
1. Tujuan Kesehatan Ibu dan Anak
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang
optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat
kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal
yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia
seutuhnya (Kemenkes, 2010). Sedangkan tujuan khusus program
KIA adalah :
a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan prilaku)
dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan
menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan
kesehatan keluarga.
b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak
prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga.
13
14
c. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita,
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.
d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin,
nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.
e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu,
balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu
dan keluarganya (Kemenkes, 2010).
2. Prinsip Pengelolaan Program KIA
Prinsip pengelolaan program KIA adalah memantapkan dan
peningkatan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif
dan efesien. Pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok :
a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan
dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
b. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada
peningkatan pertolongan oleh tenaga profesional secara
berangsur.
Program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
merupakan salah satu program pelayanan kesehatan dasar.
Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh)
indikator kinerja, antara lain (Depkes RI, 2008) :
15
a. Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%;
b. Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
dengan target 80%;
c. Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dengan target
90%;
d. Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90%
e. Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan
target 80%;
f. Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%;
g. Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child
Immunization (UCI) dengan target 100%;
h. Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%;
i. Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada
anak usia 6-24 bulan pada keluarga miskin dengan target 100%;
j. Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target
100%.
Strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi
masalah kesehatan akibat kematian ibu dan anak adalah Making
Pregnancy Safer/MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman)
yang terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci yaitu (Depkes RI, 2001):
1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
16
2) Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran Tujuan MPS adalah menurunkan kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk mencapai hal
tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat) strategi utama yaitu :
a) Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan
bukti-bukti.
b) Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas
program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan
advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia
serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
c) Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui
peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
d) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin
penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir.
17
3. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Ada beberapa program/kegiatan di Dinas Kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak antara lain:
a. Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari
kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara
cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian.
Pelatihan tata laksana gizi buruk meliputi penjaringan balita
Kurang Energi Protein (KEP) bertujuan untuk melihat status
gizinya. Setelah itu dilanjutkan dengan penanganan balita KEP
meliputi program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
mencukupi kebutuhan zat gizi balita sehingga meningkat status
gizinya sampai mencapai gizi baik, pemeriksaan dan pengobatan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna
diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat
kondisinya (Depkes RI, 2006). Sasaran kegiatan ini adalah
petugas gizi dan bidan desa.
b. Monitoring dan Evaluasi Kinerja Petugas Program Gizi Sasaran
kegiatan ini adalah petugas gizi puskesmas. Kegiatan ini dapat
mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di
puskesmas sehingga didapatkan informasi secara sistematis dan
kontiniu sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi dan umpan
balik bagi peningkatan kualitas kinerja petugas.
18
c. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) APN merupakan
kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan bidan dalam menangani persalinan normal, BBLR
dan asfiksia. Kualifikasi Pasca Pelatihan APN Kualifikasi pasca
pelatihan APN merupakan kegiatan lanjutan pelatihan APN.
Sasaran kegiatan kualifikasi pasca APN yaitu bidan yang sudah
melakukan APN.
d. Pelatihan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Balita (SDIDTKB) SDDTKB merupakan tindakan skrining atau
deteksi secara dini (terutama sebelum berumur 3 tahun) atas
adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut terhadap keluhan
orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan balita,
kemudian penemuan dini serta intervensi dini terhadap
penyimpangan kasus tumbuh kembang sehingga memberikan
hasil yang lebih baik. Pelatihan SDIDTKB dengan sasaran bidan
desa, diharapkan meningkatkan kemampuan bidan desa dalam
melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang
balita.
e. Pelacakan Kasus Gizi Buruk Pelacakan kasus gizi buruk
merupakan kegiatan dengan sasaran balita. Kegiatan ini
bertujuan agar terlacaknya bailta gizi buruk sehingga segera
dapat dilakukan upaya penanggulangannya.
19
f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Balita Gizi Kurang
Balita merupakan kelompok entan terhadap gangguan tumbuh
kembang yang menyebabkan balita gizi kurang dan gizi buruk.
Salah satu upaya penanggulangan balita gizi kurang adalah PMT
(Kemenkes RI, 2011). Pemberian PMT ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK) Menurut Depkes RI (1996), ibu KEK merupakan
keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang
berlangsung menahun (kronis) sehingga mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bila Lingkar Lengan Atas (LILA).
B. Tinjauan Umum tentang Bantuan Operasional Kesehatan
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan salah satu
program unggulan Kementrian Kesehatan. BOK merupakan upaya
Pemerintah untuk membantu daerah dalam mencapai target nasional
bidang kesehatan yang menjadi kewenangan wajib daerah
(Kementerian Kesehatan, 2012).
Pemerintah menyadari bahwa sumber pembiayaan pemerintah
daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara
signifikan karena sebagian besar masih di bawah dari kesepakatan
Bupati/Walikota seluruh Indonesia yang menetapkan anggaran
20
kesehatan daerah sebesar 10% dari APBD. Selanjutnya di dalam
undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan
bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas maka
diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan
kepada pembiayaan langsung dari pusat ke pusat pelayanan
kesehatan berbasis komunitas di tingkat puskesmas . upaya
pembiayaan ini diwujudkan melalui program Bantuan Operasional
Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010).
1. Pengertian BOK
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan
pencapaian target prioritas nasional khususnya MDGs bidang
kesehatan tahun 2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan
jaringannya serta Poskesdes / Polindes, Posyandu dan UKBM
lainnya dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif (Kementerian Kesehatan, 2016).
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah dana
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Kementerian Kesehatan dan merupakan bantuan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang disalurkan melalui mekanisme
tugas pembantuan untuk percepatan pencapaian target program
kesehatan prioritas nasional khususnya MDGs bidang kesehatan
21
tahun 2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan
jaringannya, serta UKBM khususnya Poskesdes/Polindes,
Posyandu, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif (Kementerian Kesehatan, 2016).
Pemanfaatan dana BOK di fokuskan pada upaya promotif dan
preventif yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak, KB, Imunisasi,
perbaikan gizi masyarakat, promosi Kesehatan, kesehatan
lingkungan dan pemberantasan penyakit. Alokasi Dana BOK Tahun
2015 tersebar di 280 puskesmas Provinsi Sulawesi tenggara
dengan pagu anggaran sebesar sebesar Rp. 44.839.354.000, dan
realisasi sebesar Rp. 44.635.732.366,- (99,5%). Berikut adalah
realisasi anggaran TP BOK menurut Kabupaten/Kota tahun 2015
(SULTRA, 2015).
22
Gambar 2.1Realisasi Anggaran TP BOK Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2015
23
Gambar 2.2Pemanfaatan Dana TP-BOK di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
Terlihat bahwa alokasi pemanfaatan dana BOK tertinggi
disalurkan pada kegiatan program pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak sebesar 27%, kemudian kegiatan manajemen puskesmas
sebesar 20%, disusul perbaikan gizi sebesar 17 % dan upaya
penunjang kesehatan 13%. Sedangkan pada kegiatan program
imunisasi, kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan hanya
memperoleh alokasi masing-masing 5% (SULTRA, 2015).
Pemerintah menyadari bahwa sumber pembiayaan
pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak
mencukupi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
24
Indonesia secara signifikan karena sebagian besar masih dibawah
dari kesepakatan Bupati/Walikota seluruh Indonesia yang
menetapkan anggaran kesehatan daerah sebesar 10% dari
APBD. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal
pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan
langsung dari Pusat ke pusat pelayanan kesehatan berbasis
komunitas di tingkat Puskesmas. Upaya pembiayaan ini diwujudkan
melalui program Bantuan Operasional Kesehatan (Kesehatan dan
RI, 2013).
2. Tujuan Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
Adapun tujuannya menurut buku Petunjuk Teknis Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2016 adalah :
a. Tujuan Umum
Mendukung peningkatan upaya kesehatan masyarakat yang
bersifat promotif dan preventif dalam mencapai target program
kesehatan prioritas nasional khususnya MDGs bidang
kesehatan tahun 2015.
b. Tujuan Khusus
1) Menyediakan dukungan dana operasional program bagi
Puskesmas, untuk pencapaian program kesehatan prioritas
25
nasional.
2) Menyediakan dukungan dana bagi penyelenggaraan
manajemen Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Provinsi dalam pelaksanaan program kesehatan
prioritas nasional.
3) Mengaktifkan penyelenggaraan manajemen Puskesmas
mulai dari perencanaan, penggerakan/pelaksanaan
lokakarya mini sampai dengan evaluasi (Kementerian
Kesehatan, 2016).
3. Ruang Lingkup Kegiatan di Puskesmas
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) utamanya digunakan
untuk kegiatan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan
prefentif di puskesmas dan jaringannya termasuk Posyandu dan
Poskesdes, dalam rangka membantu pencapaian target SPM
Bidang Kesehatan di kabupaten/kota guna mempercepat
pencapaian target MDGs. Selain itu dana BOK juga dialokasikan
untuk mendukung pelaksanaan manajemen BOK di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Ruang lingkup kegiatan yang boleh
didanai dari BOK menurut buku Petunjuk Teknis BOK 2016,
adalah sebagai berikut :
a. Minimal 60% dari total alokasi dana BOK Puskesmas
digunakan untuk Program Kesehatan Prioritas melalui berbagai
26
kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk pencapaian tujuan
MDGs bidang kesehatan.
b. Maksimal 40% dari total alokasi dana BOK Puskesmas
digunakan untuk Program Kesehatan lainnya dan Manajemen
Puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2016).
Rincian ruang lingkup program kesehatan dan manajemen
Puskesmas meliputi, program kesehatan prioritas, program
kesehatan lainnya dan manajemen puskesmas.
4. Program Kesehatan Prioritas
Program kesehatan prioritas yang terkait pencapaian MDGs
diarahkan pada pencapaian target :
a. MDGs 1
Upaya menurunkan prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk.
b. MDGs 4
Upaya menurunkan angka kematian balita.
c. MDGs 5
Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua.
d. MDGs 6
1) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah
kasus baru HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome).
27
2) Upaya mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS
bagi semua yang membutuhkan.
3) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah
kasus baru malaria dan TB.
e. MDGs 7
Upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air
minum dan sanitasi dasar yang layak (Kementerian Kesehatan,
2013).
Tabel 2.1.Kegiatan yang Berdaya Ungkit Tinggi dalam Rangka Pencapaian Target
MDGs 1,4,5,6 dan 7No. Kegiatan Bentuk Kegiatan Sasaran Lokasi Keterangan1. Pendidikan
GiziPMT PenyuluhanPenyuluhan GiziKonseling ASI & MP-ASI
IbuBayi/Balita,Bumil, Bulin,Bufas, Buteki
Posyandu,CFC, KelasIbu, Rumah
FokusMDGs 1
2. Pelayanan Gizi PosyanduSweepingPemantauan statusgiziSurvey
IbuBayi/Balita,Bumil
Posyandu,CFC, KelasIbu, Rumah
FokusMDGs 1
3. TatalaksanaGizi
PMT Pemulihan Balita Balita Posyandu,CFC, KelasIbu, Rumah
FokusMDGs 1
4. PelayananKesehatanNeonatus
Kunjungan NeonatusPemantauanNeonatus risiko tinggiPelacakan kematianneonatal, termasukotopsi herbal
Neonatus,neonatus risti
Posyandu,Rumah
FokusMDGs 4
5. PelayananKesehatanBayi
PosyanduSweepingDeteksi dini resikotinggiPemantauan bayirisiko tinggi
Bayi, bayiristi, ibu
Posyandu,Rumah
FokusMDGs 4
28
6. PelayananKesehatanBalita
PosyanduSweepingPemberian Vit. ADeteksi dini resikotinggiPemantauan balitarisiko tinggiPenemuan dantatalaksana kasuspenyebab utamakematian balita(Pneumonia, Diare,Campak dan Malaria)
Balita, Balitaristi, IbuBalita/BalitaRisti,
Posyandu,Rumah
FokusMDGs 4
7. PelayananKesehatan Ibuhamil (ANC)
PosyanduSweepingDeteksi dini resikotinggiPMT Bumil KEKPemantauan resikotinggiKelas Ibu hamilKunjungan RumahTungguPelacakan kasuskematian ibu hamil,termasuk otopsiherbalKemitraan bidandukun
Bumil, BumilRisti
Posyandu,Poskesdes/Polindes,Rumah,Kelas Ibu,RumahTunggu
FokusMDGs 5
8. PendampinganP4K
Kunjungan rumahPenyuluhan
Bumil, Suami,KeluargaTOGA,TOMA, Kader,Dukun,KelompokMasyarakat
Rumah
Posyandu,RT/RW,Kelurahan,Dusun,Desa
FokusMDGs 5
9. PelayananKesehatan IbuBersalin
Inisiasi Menyusui Dini(IMD)Pelacakan kasuskematian ibu bersalin,termasuk otopsiverbal
Ibu Bersalin Posyandu,Poskesdes/Polindes,Rumah
FokusMDGs 5
10. PelayananKesehatan Ibu
Kunjungan Ibu NifasPemantauan Ibu Nifas
Ibu Nifas Posyandu,Poskesdes/
FokusMDGs 5
29
Nifas risiko tinggiPelacakan kasuskematian ibu nifas,termasuk otopsiverbal
Polindes,Rumah
11. PelayananKeluargaBerencana
Penyuluhan dankonseling KB dankesehatan reproduksi
Pasanganusia subur,remaja
Posyandu,Balai Desa,MajilisTa’lim,Sekolah
FokusMDGs 5
12. Mengendalikanpenyebarandanmenurunkanjumlah kasusbaru HIV/AIDS
Promosi ( ABAT,Pemakaian Kondom,PengetahuanKomprehensifHIV/AIDS, dll)Konseling danpencegahan transmisipenularan penyakitHIV/AIDS daripenderita ke oranglain termasukkepatuhan minumobat
Penderita,Masyarakatkelompokberesikotinggi,termasukRemaja,Bumil, Anak
Posyandu,Poskesdes,Lokalisasi,Lokasi Risti,Balai Desa
FokusMDGs 6
13. MewujudkanaksesterhadappengobatanHIV/AIDS bagisemua yangmembutuhkan
Penemuan dantatalaksana kasusserta pengambilanspecimen (HIV/AIDS,IMS)Zero surveilans bagipopulasi resiko tinggi(serologi, mass bloodsurvey, blood survey,dll)
Penderita,Masyarakatkelompokberesikotinggi,termasukRemaja,Bumil, Anak
Posyandu,Poskesdes,Lokalisasi,Lokasi Risti,LokalisasiKhusus(lapas),Balai Desa
FokusMDGs 6
14. Mengendalikanpenyebarandanmenurunkanjumlah kasusbaru Malariadan TB
Promosi (etika batuk,PHBS, dllKonseling danpencegahan transmisipenularan penyakitdari penderita keorang lain termasukkepatuhan minumobatPenemuan dantatalaksana kasus
Penderita,Masyarakatkelompokberesikotinggi
Posyandu,Poskesdes,Lokalisasi,Lokasi Risti,LokalisasiKhusus(lapas),Balai Desa
FokusMDGs 6
30
serta pengambilanspecimen (TB danMalaria)Spot Survei terhadaptempat perindukanvectorPengendalian vectorPendistribusiankelambu kepadakelompok beresiko
15. Meningkatkanaksesmasyarakatterhadapsumber airminum dansanitasi dasaryang layak
Pendampingan,penyusunan rencanakegiatan STBM(Sanitasi TotalBerbasis Masyarakat)Pemicu stop buang airsembarangan(pemberdayaanmasyarakat)Pemantauan kualitasair minum
Masyarakat Rumah FokusMDGs 7
16. Pendataan Pendataan sasaranPendataan PHBSPendataan risiko
Masyarakat,institusi,tempat-tempat umum,tempat risikotinggikesehatan
Institusi,tempat-tempatumum,tempatrisiko tinggikesehatan
17. Penyuluhan Penyuluhan kelompokKonselingPenyebarluasaninformasi melaluimedia massa danelektronik
Masyarakat Posyandu,Puskesmas,Institusi,tempat-tempatumum,tempatrisiko tinggikesehatan
18. RefresingKaderKesehatan
PertemuanPenyegaran teknisKesehatan tertentuuntuk kaderKesehatan aktif
Masyarakat Balai Desa,Posyandu,Puskesmas,Poskesdes
19. Kegiatan lain
31
yang berdayaungkit tinggiterhadappencapaianMDGs sesuaidengan kondisilokal/setempat
Sumber : (Kementerian Kesehatan, 2014)
5. Program kesehatan lainnya
Ruang lingkup kegiatan program kesehatan lainnya meliputi :
a. UKM esensial di luar kegiatan prioritas MDGs berdaya ungkit
tinggi antara lain pelaksanaan penjaringan kesehatan pada
anak sekolah dan tindak lanjutnya dalam UKS, kegiatan
kesehatan reproduksi bagi remaja dan calon pengantin,
penyuluhan gizi bagi pekerja perempuan termasuk kelompok
resiko tinggi, senam nifas, pelaksanaan senam ibu hamil,
pelaksanaan pemantauan kebugaran jasmani anak sekolah,
remaja dan pekerja, pelaksanaan penyuluhan pemanfaatan
tanaman obat keluarga.
b. Upaya kesehatan lainnya sesuai dengan UKM Pengembangan
berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, pelacakan
kasus kematian ibu dan bayi, autopsi verbal kematian ibu dan
bayi.
c. Penyegaran/refreshing kader kesehatan.
d. Upaya kesehatan lainnya yang bersifat lokal spesifik.
32
6. Manajemen Puskesmas
a. Penyelenggaraan rapat lokakarya mini untuk menyusun
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) atau Plan of
Action (POA) Tahunan setelah Puskesmas menerima alokasi
dana BOK dari kabupaten/kota.
b. Penyelenggaraan rapat lokakarya mini bulanan atau
tribulanan untuk membahas evaluasi kegiatan bulan
sebelumnya dan menyusun rencana kegiatan bulan yang akan
datang.
c. Penyelenggaraan rapat-rapat yang diperlukan ditingkat desa
untuk membahas pelaksanaan program kesehatan di tingkat
desa.
d. Pelaksanaan pembinaan/supervisi kegiatan kelapangan
oleh kepala Puskesmas dan koordinator program/kegiatan.
e. Pelaksanaan konsultasi, pengiriman laporan, menghadiri
undangan dan keperluan lainnya terkait dengan BOK ke
kabupaten/kota.
6. Pemanfaatan Dana BOK
Pemanfaatan dana BOK digunakan untuk dana
manajemen dan dana operasional di Puskesmas.
a. Dana Manajemen
1) Dinas Kesehatan Provinsi
33
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3) Puskesmas
Pemanfaatan dana BOK yang digunakan untuk dana
manajemen di puskesmas, meliputi :
1) Pembelian ATK untuk kegiatan pendukung
2) Pembiayaan administrasi perbankan, apabila sesuai dengan
ketentuan bank setempat memerlukan biaya administrasi
dalam rangka membuka dan mennutup rekening bank
puskesmas.
3) Pembelian materai
4) Penggandaan/fotocopy laporan
5) Pengiriman surat/laporan
6) Pembelian konsumsi rapat
b. Dana Operasional di Puskesmas
Pemanfaatan dana BOK yang digunakan untuk dana
operasional di puskesmas, meliputi :
1) Perjalanan dinas sampai dengan delapan jam yang digunakan
untuk membiayai transpor bagi petugas kesehatan dan kader
kesehatan, tokoh masyarakat dan atau tokoh agama, dalam
bentuk kegiatan sebagai berikut :
a) Pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif ke luar gedung
b) Pelaksanaan rapat lokakarya mini dan musyawarah di desa.
34
2) Perjalanan dinas lebih dari delapan jam, yaitu membiayai
transpor, uang harian petugas kesehatan dan biaya
penginapan terkait BOK ke desa dengan akses sulit wilayah
kerja Puskesmas.
3) Pembelian Barang
a) Pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan
peyuluhan
b) Pembelian konsumsi rapat
c) Penggandaan pedoman dan media/bahan penyuluhan pada
masyarakat.
7. Pengelola BOK Tingkat Puskesmas dan Indikator Kinerja BOK
Pengelola BOK di Puskesmas berdasarkan Surat Keputusan
KPA terdiri dari Penanggung jawab BOK di Puskesmas adalah
Kepala Puskesmas dan Pengelola Keuangan BOK Puskesmas.
Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelola
BOK, maka perlu ditetapkan indikator kinerja sebagai alat untuk
memantau dan mengevaluasi pelaksana BOK. Tujuan penetapan
indikator kinerja ini adalah untuk penilaian kinerja internal jajaran
kesehatan setiap tingkatan dan untuk penilaian kinerja eksternal
Kementerian Kesehatan terkait dengan pengelolaan BOK dan
transparansi publik. Indikator kinerja BOK meliputi aspek
manajemen dan aspek program.
35
a. Aspek Manajemen di Puskesmas
Puskesmas mempublikasikan laporan pemanfaatan dana
BOK di papan pengumuman Puskesmas atau kantor camat
setiap 3 bulan.
b. Aspek Program di puskesmas
Cakupan pencapaian indikator program kesehatan, yang
diselenggarakan oleh Puskesmas yang berasal dari berbagai
sumber biaya termasuk BOK Target ditetapkan oleh masing-
masing Puskesmas serta kabupaten/kota. Laporan cakupan
program dikirimkan secara berjenjang dari Puskesmas kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
dan seterusnya sampai ke tingkat pusat. Pelaporan yang
bersifat rutin menggunakan format dan mekanisme yang telah
ditetapkan meliputi :
1) Laporan kegiatan puskesmas menggunakan format laporan
yang selama ini berlaku.
2) Laporan keuangan sesuai ketentuan Sistem Akuntansi
Instansi, selain itu Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan
Provinsi juga menyususn laporan yang diterima.
c. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan BOK di Puskesmas dapat dilihat melalui tabel
berikut ini.
36
Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan BOK di Puskesmas
Indikator Input Persentase Puskesmas yang menerima dana BOK dariSKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
IndikatorProses
Persentase Puskesmas yang melaksanakan LokakaryaMini
IndikatorOutput
Persentase pencapaian target SPM bidang kesehatan,dengan indikator:1. Cakupan kunjungan ibu hamil.2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.3. Cakupan pertolonganpersalinanoleh tenaga
kesehatan memiliki kompetensi kebidanan.4. Cakupan pelayanan nifas.5. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari)
dengan komplikasi ditangani.6. Cakupan kunjungan bayi.7. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization).8. Cakupan pelayanan anak balita.9. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan.10. Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping
Air Susu Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluargamiskin.
11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dansetingkat.
12. Cakupan peserta KB aktif.13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit.14. Cakupan Desa Siaga Aktif
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 210Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan.
(Kementerian Kesehatan, 2011)Keterangan:
a. BOK bukanlah dana utama dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan.
b. Pencapaian SPM tidak hanya melalui dana BOK.
37
C. Tinjauan Umum tentang Puskesmas
1. Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan mayarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya. Puskesmas juga suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat
pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tertentu (Ainy, 2012).
Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas
kesehatan masyarakat tingkat pertama yang memiliki peranan
penting dalam sistem kesehatan nasional khususnya subsistem
upaya kesehatan, guna untuk meningkatkan aksesibilitas,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Kementerian
Kesehatan, 2014).
38
2. Pelaksanaan Manajemen Puskesmas
Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK Model yang
digunanakan dalam manajemen Puskesmas adalah Model
Manajemen P1-P2-P3 (Kemenkes, 2012). Manajemen Puskemas
terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan)
dan P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian).
a. P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas
Microplanning puskesmas adalah penyusunan rencana
lima tahunan dengan tahapan tiap-tiap tahun ditingkat
puskesmas untuk mengembangkan dan membina Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) KB Kesehatan di wilayah
kerjanya, berdasarkan masalah yang dihadapi dan kemampuan
yang dimiliki dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas.
Tujuan umum microplanning puskesmas adalah meningkatkan
cakupan pelayanan program prioritas yang mempunyai daya
ungkit terbesar terhadap penurunan angka kematian bayi, anak
balita dan fertilitas dalam wilayah kerjanya yang pada gilirannya
dapat meningkatkan fungsi puskesmas. Sedangkan tujuan
khususnya adalah:
1) Mengembangkan dan membina pos-pos pelayanan terpadu
KB Kesehatan di desa-desa wilayah kerja Puskemas,
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan masalah yang
39
dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan
efesien.
2) Meningkatkan peran serta mayarakat dalam pelayanan
kesehatan.
3) Meningkatkan kemampuan staf puskesmas dalam berfikir
secara analitik dan mendorong untuk berinisiatif untuk
mengembangkan, kreasi dan motivasi (Pintauli, 2003).
Ruang lingkup microplanning adalah kegiatan pokok
Puskesmas meliputi 18 kegiatan pokok. Namun demikian,
mengingat dalam pelita IV perioritas diberikan pada penurunan
angka kematian bagi bayi dan anak balita serta angka fertilitas,
maka perencanaan yang dimaksud baru diarahkan pada lima
program terpadu KB- kesehatan, imunisasi dan
penanggulangan diare. Kelima program tersebut mempunyai
daya ungkit terbesar terhadap upaya penurunan angka
kematian bayi, anak balita dan anak fertilitas. (Sulaeman, 2014)
b. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan)
Lokakarya Mini Puskesmas adalah Upaya untuk
menggalang kerjasama tim untuk penggerakan dan
pelaksanaan upaya kesehatan Puskesmas sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun dari tiap-tiap upaya kesehatan
pokok Puskesmas, sehingga dapat dihindarkan terjadinya
40
tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tenaga puskesmas
bekerjasama dalam tim dan membina kerjasama lintas program
dan lintas sektoral (Depkes, 2009a).
Pedoman Lokakarya mini Puskesmas merupakan
pedoman untuk P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) yang
didalamnya terdiri dari 4 komponen sebagai berikut :
1) Penggalangan kerjasama dalam tim
Yaitu lokakarya yang dilaksanakan setahun sekali
didalam lingkungan Puskesmas sendiri, dalam rangka
meningkatkan kerjasama antar petugas Puskesmas untuk
meningkatkan fungsi Puskesmas.
2) Raker Bulanan Puskesmas
Sebagai tindak lanjut rapat penggalangan kerjasama
dalam tim, setiap akhir bulan diadakan pertemuan antar
tenaga Puskesmas untuk membandingkan rencana kerja
bulan yang lalu dengan hasil kegiatannya, bilamana dijumpai
masalah dibahas bersama untuk dipecahkan bersama dan
kemudian menyususn rencana kerja bulan berikutnya bagi
setiap tenaga.
3) Penggalangan kerjasama Lintas Sektoral
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat
41
dan dukungan sector - sektor yang bersangkutan diperlukan
penggalangan kerjasama lintas sektoral, serta dilaksanakan
dalam satu pertemuan lintas sektoral setahun sekali. Untuk
itu perlu dijelaskan manfaat bersama dari pembinaan upaya
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan bagi
sektor-sektor yang bersangkutan. Sebagai hasil pertemuan
adalah kesepakatan rencana kerja sama lintas sektoral
dalam membina peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan termasuk keterpaduan KB Kesehatan.
4) Raker Tribulan Lintas sector
Rapat kerja tribulanan lintas sektor, sebagai tindak
lanjut pertemuan penggalangan kerja sama lintas sektor
untuk mengkaji hasil kegiatan kerja sama dan memecahkan
masalah yang dihadapi.
Adapun Tujuan penggerakan dan pelaksanaan puskesmas
adalah meningkatkan fungsi puskesmas melalui peningkatan
kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerja sama dalam tim
dan membina kerja sama lintas program dan lintas sektor.
(Depkes, 2009a)
c. P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian) : Stratifikasi
Puskesmas
Stratifikasi adalah Suatu kegiatan untuk menentukan
42
tingkat perkembangan fungsi puskesmas, dalam rangka
peningkatan upaya kesehatan kepada masyarakat dengan
menggunakan suatu pola strategi pengelompokan Puskesmas
kedalam tiga strata yaitu strata I, strata II dan srata III. Ketiga
strata tersebut digunakan dalam evaluasi terhadap tingkat
perkembanagan fungsi Puskesmas, sehingga dengan demikian
pembinaan dalam rangka peningkatan fungsi Puskesmas dapat
dilaksanakan lebih terarah agar dapat menimbulkan semangat
rasa tanggungjawab dan kreatifitas yang dinamis, maka falsafah
mawas diri perlu dipupuk dan dikembangkan (Depkes, 2009b).
Aspek yang dinilai dalam stratifikasi Puskemas meliputi
hasil kegiatan pokok Puskesmas, proses manajemen, termasuk
berbagai lingkungan wilayah kerja Puskesmas yang dapat
berpengaruh terhadap penampilan kerja Puskesmas. Dalam
stratifikasi Puskesmaas ada tiga area yang perlu dibina, yaitu :
Puskesmas sebagai wadah pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, pelaksanaan program-program sektor
kesehatan maupun lintas sektoral yang secara langsung
maupun tidak langsung menjadi tanggungjawab
Puskesmas dalam pelaksanaannya maupun penunjangnya,
dan peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat dan produktif. (Sulaeman, 2014)
43
3. Perencanaan Tingkat Puskesmas
Sesuai dengan pedoman perencanaan tingkat puskesmas
(Depkes and Masyarakat, 2006) penyusunan Perencanaan Tingkat
Puskesmas dilakukan melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini staf puskesmas yang terlibat dalam proses
penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas agar
memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk
melaksanakan tahap-tahap perencanaan.
b. Tahap Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai keadaan dan permasalahan yang dihadapi
puskesmas melalui proses analisis terhadap data yang
dikumpulkan.
c. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Menyusun RUK bertujuan untuk mempertahankan kegiatan
yang sudah dicapai pada periode sebelumnya dan
memperbaiki program yang bermasalah.
2) Menyusun rencana kegiatan yang baru yang disesuaikan
kondisi kesehatan diwilayah kerja dan kemampuan
44
puskesmas.
Penyusunan RUK terdiri dari 2 langkah yaitu Analisa
Masalah dan Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan.
a) Analisa Masalah
Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan
kelompok tim penyusun perencanaan tingkat puskesmas
dan konsil kesehatan kecamatan/ badan penyantun
puskesmas melalui tahapan :
1. Identifikasi Masalah
2. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah
3. Merumuskan Masalah
4. Mencari Akar Penyebab Masalah
5. Menetapkan Pemecahan Masalah
b) Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) meliputi
upaya kesehatan esensial, upaya kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan pengembangan dan
upaya kesehatan penunjang.
c) RUK Upaya Kesehatan Esensial
Upaya kesehatan esensial meliputi pelayanan
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan ibu dan anak dan keluarga
45
berencana, pelayanan gizi dan pelayanan pencegahan dan
pengendalian penyakit.
d) RUK Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan
upaya yang bersifat inovatif dan yang bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan
dengan perioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah
kerja dan potensi sumberdaya yang tersedia di masing-
masing Puskesmas.
d. Tahap Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Tahap penyusunan RPK baik upaya kesehatan wajib
dan upaya kesehatan pengembangan, upaya kesehatan
penunjang maupun upaya inovasi dilaksanakan secara
bersama-sama, terpadu dan terintegrasi. Hal ini sesuai
dengan azas penyelenggaraan Puskesmas yaitu
keterpaduan.
4. Sumber Pendanaan Puskesmas
Pendanaan di Puskesmas bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), dan sumber- sumber lain yang sah
dan tidak mengikat. Pengelolaan dana di Puskesmas tersebut
46
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
memperlihatkan bahwa sebagian besar urusan Pemerintahan telah
diserahkan kepada Daerah termasuk Bidang Kesehatan.
Konsekuensi logis dari penyerahan ini adalah segala sesuatu yang
menyangkut perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
(Adisasmito, 2014).
D. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan BOK
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan BOK
menggunakan model implementasi kebijakan publik dari Donald Van
Metter dan Carl Van Horn yaitu A Model of The Policy Implementation,
yang membagi 6 (enam) variabel yang mempengaruhi kinerja
kebijakan publik yaitu :
1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan
Hasil telaah dokumen, dijelaskan bahwa tujuan kebijakan
BOK adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif
47
puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang
kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Kinerja implementasi
kebijakan BOK dapat diukur keberhasilannya dari ukuran berupa
pencapaian target cakupan program promotif dan preventif
puskesmas yang mengacu pada SPM bidang kesehatan (14
indikator), serta merupakan indikator output keberhasilan kebijakan
BOK.
Dana BOK diharapkan dapat meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya kegiatan
promotif dan preventif untuk mewujudkan pelayanan kesehatan
sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
dengan fokus pencapaian target Millennium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2015.
Menurut Harrold Laswell dan Abraham Kaplan (Riant, 2006)
kebijakan hendaknya berisi tujuan, nilai – nilai dan praktika –
praktika social yang ada dalam masyarakat. Memilih untuk
menjalankan suatu kebijakan dikarenakan dalam kebijakan
tersebut berisi nilai-nilai serta praktika social di masyarakat yang
kemudian dipilih untuk dilaksanakan demi terwujudnya suatu
tujuan.
2. Sumber Daya Manusia
Manusia dalam hal ini petugas kesehatan adalah ujung
48
tombak dalam pelaksanaan program BOK. Peran dan keberadaan
mereka dalam program ini sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan program di puskesmas oleh karena itu sangat
dibutuhkan dukungan manusia yang terampil dan berkualitas.
Dalam buku pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis
program BOK tahun 2015 menjelaskan bahwa susunan pengelola
BOK ditingkat Kabupaten/Kota terdiri dari Ketua pelaksana
(Kepala Dinas Kesehatan) Sekretaris Kabag Jaminan Kesehatan
sedangkan anggota adalah Seluruh Kepala Bidang di Dinas
kesehatan Kabupaten/Kota serta didukung oleh seluruh Kepala
Puskesmas sebagai penanggung jawab tingkat Kecamatan
dibantu oleh masing – masing penanggung jawab program di
Puskesmas.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana dalam implementasi kebijakan BOK adalah
pihak KPPN (Kantor Pelayanan dan Perbandaharaan Negara).
Sebagai konsekuensi dari mekanisme penyaluran dana BOK
melalui Tugas Pembantuan (TP), pencairan dana ini harus melalui
KPPN. Mekanisme TP merupakan hal yang baru bagi dinas
kesehatan kabupaten, sehingga tata cara, aturan dan sistem yang
mengacu pada peraturan Kementrian Keuangan belum dipahami
secara mendalam oleh petugas di kabupaten. Berulang kali terjadi
49
perubahan format pencairan sehingga menyulitkan tim.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana
Sikap / kecenderungan para pelaksana kebijakan BOK baik di
kabupaten maupun di puskesmas menerima dengan baik dan
berupaya untuk mengimplementasikan kebijakan BOK.
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
Komunikasi yang dilakukan melalui pertemuan koordinasi
dengan puskesmas dilakukan sebanyak 2 (dua) kali selama
setahun, yaitu pada awal dan akhir kegiatan. Komunikasi dan
koordinasi dengan pihak KPPN sebagai agen pelaksana
kebijakan dilakukan oleh tim pengelola BOK kabupaten karena
perlunya informasi yang diberikan serta kebijakan terutama pada
proses pencairan dana BOK.
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik di
lingkungan pemerintahan Kabupaten sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan BOK.
7. Model Implementasi Program Menurut George C. Edward III
Model implementasi program yang berpersfektif top down ini
dikembangkan oleh George C. Edward III. Pendekatan yang
dikemukakan oleh Edward III mempunyai empat variabel yang
sangat menentukan keberhasilan implementasi program tsb, yaitu:
50
(1) komunikasi; (2) sumber daya; (3) disposisi; dan (4) struktur
birokrasi. Keempat variabel tersebut dapat diaplikasikan dalam
model pendekatan di bawah ini :
Gambar. Model Implementasi Program Edward III
Sumber : Edward III (1980:48) dalam (Indiahono, 2009) (33)
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi program, menurut George C. Edward III adalah
komunikasi. Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:31),
komunikasi menunjuk bahwa setiap Implementasi program akan
dapat dilakukan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara
pelaksana program dengan para kelompok sasaran (target group).
Tujuan dan sasaran dari program dapat disosialisasikan
secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi
(kesalahpahaman) atas Implementasi dan program. Ini menjadi
penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran
atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan
Sumberdaya
Disposisi
Komunikasi
Implementasi
Struktur Birokrasi
51
kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan Implementasi
dalam ranah yang sesungguhnya (Indiahono, 2009).
Komunikasi menurut George C. Edward III dalam Agustino
(2008) sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
implementasi program tsb. Implementasi yang efektif terjadi
apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang
akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka
kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik,
sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi
harus harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang
tepat. Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan
para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan
setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat
(Agustino, 2008).
Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu program adalah sumber daya. Menurut
Edward III dalam (Indiahono, 2009) (31–32), sumber daya yaitu
menunjuk setiap Implementasi program harus didukung oleh
sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan
baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat
melingkupi seluruh kelompok sasaran. Lebih lanjut dijelaskan
52
menurut George C. Edward III dalam (Agustino, 2008) (151),
kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi suatu program
salah satunya disebagiankan oleh karena sumber daya yang tidak
mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya.
Penambahan jumlah sumber daya saja tidaklah cukup, tetapi
diperlukan pula kecukupan sumber daya dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan suatu
program.
Sumber daya finansial menurut George C. Edward III dalam
Indiahono (2009:48) adalah kecukupan modal invertasi atas
sebuah program. Keduanya harus diperhatikan dalam
implementasi program pemerintah. Sebab, tanpa kehandalan
implementor, kebijakan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan
sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program.
Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, progam tak dapat
berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran
(Indiahono, 2009).
Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu program adalah disposisi. Menurut Edward III
dalam Indiahono (2009:32), disposisi yaitu menunjuk karakteristik
yang menempel erat kepada implementor program. Karakter yang
paling penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran,
53
komitmen, dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen
tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang
ditemui dalam program. Kejujuran mengarahkan implementor
untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan
dalam guideline (kerangka kerja) program (Indiahono, 2009).
Komitmen dan kejujuran implementor membawanya semakin
antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara
konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan program dihadapan anggota kelompok sasaran.
Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan
menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran
terhadap implementor dan program. Menurut George C. Edward III
dalam Agustino (2008:152), jika pelaksanaan program ingin
efektif, maka para pelaksana program tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya
tidak bias (Agustino, 2008).
Variabel keempat yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu Program adalah stuktur birokrasi. Menurut
Edward III dalam (Indiahono, 2009) (32) struktur birokrasi
menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam
implementasi suatu program. Aspek struktur birokrasi ini
54
mencakup dua hal penting yaitu mekanisme dan struktur
organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program
biasanya sudah ditetapkan melalui Standard Operating Procedure
(SOP) yang dicantumkan dalam guideline program.
Seperti yang dikemukakan oleh George C. Edward III dalam
(Agustino, 2008) (153), SOP adalah suatu kegiatan rutin yang
memungkinkan para pegawai atau pelaksana program untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas,
sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun
karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor.
Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin
menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur
organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan
keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat.
Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2008:153), ketika
struktur organisasi tidak kondusif pada program yang tersedia,
maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya menjadi tidak
efektif dan menghambat jalannya suatu program (Agustino, 2008).
Keempat variabel di atas dalam model yang dibangun oleh
Edward III memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam
55
mencapai tujuan dan sasaran program. Semuanya saling
bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat
mempengaruhi variabel yang lain. Selain itu, terdapat pula aplikasi
konseptual dari model implementasi George C. Edward III yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. Aplikasi Konseptual George C. Edward III PerspektifImplementasi Program
Aspek Ruang Lingkup
Komunikasi a. Implementor dan kelompok sasaran dari program
b. Sosialisasi program efektif dijalankan
- Metode yang digunakan
- Intensitas komunikasi
Sumber Daya a. Kemampuan implementor
- Tingkat pendidikan
- Tingkat pemahaman terhadap tujuan dan sasaran
serta aplikasi detail program
- Kemampuan menyampaikan program dan
mengarahkan
b. Ketersediaan dana
- Dana yang dialokasikan
- Prediksi kekuatan dana dan besaran biaya untuk
implementasi program
56
Disposisi Karakter pelaksana
a. Tingkat komitmen dan kejujuran: dapat diukur
dengan tingkat konsistensi antara pelaksanaan
kegiatan dengan strandar yang telah ditetapkan.
Semakin sesuai dengan standar semakin tinggi
komitmennya.
b. Tingkat demokratis dapat dengan intensitas
pelaksana melakukan proses sharing dengan
kelompok sasaran, mencari solusi dan masalah yang
dihadapi dan melakukan diskresi yang berbeda
dengan standar guna mencapai tujuan dan sasaran
program.
Struktur Birokrasi a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami
b. Struktur Organisasi; rentang kendali antara pucuk
pimpinan dan bawahan dalam struktur organisasi
pelaksana. Semakin jauh berarti semaki rumit,
birokratis dan lambat untuk merespon perkembangan
program.
Sumber: (Indiahono, 2009)
Model konseptual dari Edward III ini dapat digunakan sebagai alat
untuk membandingkan implementasi program diberbagai tempat dan
waktu. Artinya, empat variabel yang tersedia dalam model dapat
digunakan untuk menggambarkan fenomena implementasi suatu
program.
Sehingga dalam penelitian ini, model tersebut dapat digunakan
sebagai acuan untuk menggambarkan fenomena Program Bantuan
57
Operasional Kesehatan (BOK) dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe Tahun 2017.
E. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : (Kementerian Kesehatan, 2011)
MasyarakatSehat
PercepatanPencapaian MDGs
Pencapaian SPMKesehatan
Kabupaten/KotaMeningkat
PeningkatanFungsi Puskesmas
Pusat PenggerakPembangunanBerwawasanKesehatan
Pusat PelayananKesehatan
Masyarakat Primer
PusatPemberdayaan
Masyarakat
PusatPelayananKesehatan
Perorangan Primer
Kondisi Saat Ini :Masih Tingginya
Kematian Ibu DanAnak, Kasus Gizi
Buruk, Dll
BANTUANOPERASIONAL
KESEHATAN(BOK)
KomitmenPemerintah
Daerah
Belum OptimalnyaFungsi Puskesmas
Antara Lain :Keterbatasan Biaya
Operasional Kesehatan
PengelolaanBOK
Sumber : Kementerian Kseshatan, 2011
58
F. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti
Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah
terobosan baru dari Kementrian Kesehatan sebagai salah satu bentuk
dukungan dan tanggung jawab pemerintah bagi pembangunan
kesehatan masyarakat di pedesaan dan kelurahan. Kebijakan
pemberian bantuan dana ini untuk meningkatkan kinerja puskesmas
dan jaringannya dalam menyelenggarakan upaya pelayanan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif (Kemenkes, 2011).
BOK mempunyai tujuan untuk memperlancar kinerja
puskesmas dan jaringannya, serta poskesdes dan posyandu dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan
preventif sebagai upaya meningkatkan akses dan pemerataan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkeadilan.
Penyediaan dana BOK dimulai pada tahun 2010 kemudian
dilanjutkan pada tahun 2011 dan merupakan suatu inovasi baru dalam
reformasi pembiayaan kesehatan. Reformasi pembiayaan dari
perspektif sasaran intervensi bisa dilakukan pada sisi demand dan
pada sisi supply. Selama ini fokus perhatian banyak diberikan pada
sisi demand seperti pada jaminan kesehatan, sedangkan sisi supply
agak terbengkalai. BOK pada dasarnya adalah intervensi pembiayaan
pada sisi supply, yang masih perlu ditelaah efektivitas dan
efisiensinya.
59
Dalam penyajian Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan
Jampersal di DIY, Papua dan NTT yang disampaikan oleh PMPK
UGM (Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah
Mada) dan UNFPA, disampaikan beberapa hambatan utama dalam
pelaksanaan BOK tahun 2011.
Hambatan utama tesebut adalah prosedur administrasi
keuangan yang kompleks dan baru yang menyebabkan penyaluran
dan penyerapan dana terlambat, serta ketidaksiapan sumber daya
manusia baik dari jumlah dan pengetahuan. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariane dkk (2010) di tiga
puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
menyebutkan bahwa keterlambatan pencairan dana BOK disebabkan
karena dana yang diterima di kabupaten terlambat yang berdampak
pada keterlambatan pendistribusian dana ke Puskesmas. Penelitian
Nurcahyani (2011) adalah sosialisasi yang kurang dari tim BOK
kabupaten dan kepala puskesmas tentang Juknis BOK, sistem
pertanggungjawaban dalam pencairan dana yang rumit serta
keterbatasan sumberdaya manusia di tingkat puskesmas dan dinas
kesehatan.
Keterlambatan pencairan dana BOK dapat mengganggu
jalannya program-program kesehatan yang telah direncanakan,
termasuk program KIA yang mengarah tidak terpenuhinya SPM yang
60
telah ditargetkan sebelumnya. Pendanaan Bantuan Operasional
kesehatan (BOK) adalah menekankan pada program kesehatan
promotif dan preventif. BOK dimaksudkan agar semua program
secara kompeherensif dapat berjalan dengan lancer. Program KIA
sebagai upaya untuk menekan angka kematian Ibu dan Bayi
diharapkan dapat dilaksanakan dengan tahapan yang terukur dan
sistematis, yang terlihat berupa program, pengorganisasian,
pelaksanaan program, evaluasi, dan pembiayaan yang tertuang dalam
Bantuan Operasional kesehatan.
Dalam Notoadmojo (2003) untuk mengevaluasi sebuah
program kesehatan dalam hal ini program KIA dikaitkan dengan BOK
dapat menggunakan indicator system sebagai berikut :
1. Input
a. Sumber daya manusia, yakni tenaga kesehatan dan masyarakat
yang berpartisipasi dalam kegiatan pendanaan BOK program
KIA.
b. Sumber dana yang digunakan, dalam kegiatan program KIA
dalam hal ini dana BOK dari pemerintah.
c. Alat, Bahan, atau materi lain yang digunakan untuk menyokong
kegiatan program KIA.
61
2. Proses
a. Segala sumber materi, daya, dan upaya untuk mengubah input
menjadi output.
b. Pertemuan dengan masyarakat dalam rangka perencanaan atau
pengambilan keputusan.
c. Berapa jumlah program yang akan dilaksanakan
d. Berapa kali melakukan pertemuan/rapat untuk melaksanakan
program kesehatan.
3. Output
a. Berapa jumlah dan jenis program kesehatan Ibu dan Anak yang
sudah dilakukan.
b. Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat
kesehatannya.
c. Meningkatnya fasilitas umum pendukung program kesehatan
ibu dan anak dimasyarakat dan sebagainya.
62
Sumber : Kementerian Kesehatan (2014) & Teori Modifikasi Notoadmojo (2003)
Format PelaksanaanBOK
Pelaksanaan ProgramBOK Tahun 2014
Perencanaana. Alokasi Dana BOKb. Tim Pengelola BOKc. Pengusulan POA
Pemanfaatan Kegiatan PelayananKesehatan Anaka. Pelayanan Gizib. Pelayanan Kesehatan Neonatusc. Pelayanan Kesehatan Bayid. Pelayanan Kesehatan Balita
Penyalurana. Proses Manajemen di Puskesmasb. Pembahasan POA di Puskesmasc. Proses Pencairan dan Penyaluran
Danad. Pertanggungjawaban Keuangan
Dari Puskesmas ke DINKES
Pemanfaatan Kegiatan PelayananKesehatan Ibua. Pendampingan P4Kb. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalinc. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifasd. Pelayanan Keluarga Berencana
Pengawasana. Pengawasan dari Dinas Kesehatan
ke Puskesmasb. Pengawasan Kepala Puskesmas ke
Pengelola Program
Pelaporana. Penerapan Anggaranb. Laporan KIA
Cakupan Kesehatan Ibu :a. K4 = 71,7 %b. Cakupan komplikasi kebidanan
yang ditangani = 75 %c. Cakupan Pertolongan persalinan
oleh Nakes = 77,51 %d. Cakupan pelayanan Nifas = 80 %e. Cakupan KB aktif = 70 %
Cakupan Kesehatan Anak :a. Cakupan Neonatus dengan
komplikasi yang di tangani = 60 %b. Cakupan Desa UCI = 100 %c. Cakupan Pelayanan Anak Balita =
75 %d. Cakupan Pemberian ASI pada bayi
6-24 bulan pada Gakin = 83 %
INPUT
OUTPUT
PROCESS
63
G. Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan :
: Variabel Dependen
: Variabel Independen
H. Definisi Konsep
1. Input yaitu penyusunan sumber daya dan komponen yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan program peningkatan program
Kesehatan ibu dan anak dalam implementasi dana BOK, meliputi :
a. Menyiapkan Data Base perencanaan Program KIA
b. Pemilihan program yang akan dilaksanakan
c. Penetapan tujuan/pencapaian program
PemanfaatanDana BOK
Input
Process
Output
64
d. Pembentukan Tim Kerja
2. Proses meliputi metode dan cara pihak Puskesmas memanfatkan
dana BOK pada program kesehatan ibu dan anak dalam bentuk
kegiatan dan program KIA, meliputi :
a. Upaya yang telah dilakukan
b. Jumlah program yang dilaksanakan
3. Output yaitu program yang yang telah dilaksanakan atau
dikerjakan oleh Puskesmas penerima dana BOK pada program
kesehatan ibu dan anak yang disesuaikan dengan dokumen
rujukan, meliputi :
a. Jumlah program yang telah dilaksanakan
b. Pencapaian target program yang telah dilaksanakan
c. Tolak ukur keberhasilan program.
4. Program kesehatan ibu dan anak, merupakan kegiatan yang
berupaya pada program yang berfokus pada pencegahan angka
kesakitan dan peningkatan kesehatan dengan sasaran utama ibu
dan anak. Yang meliputi : Persentase pencapaian target SPM
bidang kesehatan, dengan indikator:
a. Cakupan kunjungan ibu hamil.
b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
memiliki kompetensi kebidanan.
65
d. Cakupan pelayanan nifas.
e. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari) dengan
komplikasi ditangani.
f. Cakupan kunjungan bayi.
g. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization).
h. Cakupan pelayanan anak balita.
i. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan.
j. Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu
Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluarga miskin.
5. Bantuan Operasional kesehatan (BOK) yaitu dana yang dikeluarkan
yang berfokus pada program pencegahan dan promosi kesehatan.
Dana BOK ditunjukkan dan dinilai dalam bentuk fisik sesuai dengan
dokumen rujukan.
6. Evaluasi adalah suatu kegiatan meninjau atau melihat kembali
kelayakan dan pemanfaatan suatu program.
66
I. Proposisi Penelitian
1. Kajian Implementasi program Kesehatan Ibu dan anak dikaitkan
dengan bantuan operasional kesehatan dinas kesehatan Konawe
sangat penting dilakukan mengingat keberhasilan program ini
sangat ditentukan oleh proses evaluasi.
2. Indikator sistem meliputi Input, Proses, dan Output pada evaluasi
pemanfaatn program kesehatan Ibu dan anak merupakan elemen
yang menentukan evaluasi pemanfaatan bantuan operasional
kesehatan pada program tersebut.
Sintesa Penelitian
No.Nama Peneliti,
TahunLokasi Judul Penelitian
Metode/Variabel/Dimensi
Hasil Penelitian
1. Merlianawati,Tahun 2011
KecamatanPringsewu danKecamatanGadingrejoKabupatenPringsewu
ImplementasiKebijakanDana BantuanOperasionalKesehatan (BOK)(Studi di KecamatanPringsewu danKecamatanGadingrejoKabupatenPringsewu Tahun2010 –2011)
Metode DeskriptifDengan PendekatanKualitatif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempatindikator tersebut belum maksimal. Kesimpulan iniberdasarkan pada: 1) Komunikasi antara pelaksanakebijakan dengan para kelompok sasaran dalampelaksanaan kegiatan BOK belum efektif karena parakader dan sebagian masyarakat tidak mengetahuiinformasi tentang adanya kebijakan BOK; 2) Sumberdaya manusia pada pelaksanaan kebijakan danaBOK secara keseluruhan sudah cukup memadaitetapi pada sumber daya finansialnya masih kurangmemadai; 3) Disposisi para implementor kebijakanBOK dilaksanakan sesuai dengan tugas danfungsinya; 4) Struktur birokrasi dalam pelaksana BOKtelah mencapai dua aspek yaitu mekanisme danstruktur organisasi pelaksana.
2. Ema Mawarni,Tahun 2015
KabupatenAceh Besar
OperasionalKesehatan (BOk)TerhadapPembangunanKesehatanMasyarakat DiPuskesmas DalamKabupaten Aceh
Metode analisisdiskriptif & MetodeKuantitatif.Uji T Paired Dan UjiRegresi
Hasil analisis data menggunakan uji T Pairedmenunjukkan perbedaan yang signifikan tingkatketercapaiaan program yang meliputi bidangKesehatan Ibu dan Anak , Imunisasi, perbaikan gizimasyarakat, dan kesehatan lingkungan sebelum dansesudah adanya BOK. Berdasarkan hasil analisisRegresi menunjukkan bahwa adanya pengaruhpositif dan signifikan dari variabel independen yang
Besar meliputi cakupan kesehatan ibu dan anak sebesar0,825, cakupan imunisasi sebesar 0,244, cakupanperbaikan gizi masyarakat gizi sebesar 0,659 dancakupan kesehatan lingkungan sebesar 0,863 yangdibiayai oleh dana BOK dengan variabel dependen(pembangunan Kesehatan). Secara parsialmenunjukkan bahwa setiap peningkatan cakupansebesar 1% dari masing-masing variabel independen(KIA, Imunisasi, Gizi dan Kesling) maka akanberpengaruh positif dan signifikan terhadappembangunan kesehatan di Puskesmas dalamKabupaten Aceh Besar.
3. Asmaripa Ainy.Tahun 2012.
Di KabupatenOgan Ilir,SumateraSelatan
PelaksanaanKebijakan BantuanOperasionalKesehatanDi Kabupaten OganIlir, SumateraSelatan
Metode penelitianadalah analysis ofpolicy. Data primerdiperoleh melaluiobservasi langsungdan wawancaramendalam kepadaempat orang informan,yaitu: kepala dinasdan staf pengelolaBOK di DinasKesehatan Ogan Ilirserta kepalapuskesmas dan stafpengelola BOK diPuskesmas Indralaya.
Pengorganisasian BOK di Ogan Ilir mengacu padapetunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan RI yaituada tim koordinasi, tim pengelola, dan tim pengelolakeuangan. Pengelolaan keuangan mengacu padapetunjuk pelaksanaan pengelolaan keuangan dariDitjen Bina Gizi dan KIA. Pencairan dana BOKdiawali dengan usulan Plan Of Action (POA)puskesmas kepada dinas desehatan untukdiverifikasi dananya kemudian diusulkanpencairannya ke Kantor Pusat PerbendaharaanNegara (KPPN). Penanggung jawab program dapatmengambil dana pelaksanaan melalui bendaharaBOK. Alokasi BOK puskesmas disesuaikan denganjumlah wilayah kerja, jumlah penduduk, cakupanprogram dan kondisi geografis, sehingga PAGU di 24Puskesmas bervariasi. Prioritas BOK untuk
Data sekunderdiperoleh daridokumen BOK.
penyuluhan: KIA, gizi, pengukuran IMT, dan penyakitmenular. Pada Juni 2011, BOK per April-Juni 2011masih proses pencairan tetapi dana kesekretariatansudah 40% dari PAGU yakni untuk sosialisasi,pelatihan bendahara Puskesmas dan transpor.
4. Andini Aridewi,Tahun 2013.
KabupatenKudus
AnalisisPemanfaatanBantuanOperasionalKesehatan dalamUpaya PeningkatanKesehatan Ibu danAnak di PuskesmasWilayah Kerja DinasKesehatanKabupaten Kudus
Metode Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan pada Puskesmasdengan serapan tinggi dan berhasil menekan kasus,pemahaman tentang juknis BOK jelas, pelaksanaankegiatan sesuai dengan laporan dan dilaksanakansecara tim, ada keterlibatan pelaksana dalampenyusunan Plan of Action (POA) serta ada evaluasipelaksanaan kegiatan. Selain itu pada Puskesmasyang berhasil, pelaksana kegiatan juga menyusunkelengkapan data pendukung sehingga pembuatanlaporan tidak hanya dibebankan kepada TimPengelola BOK Puskesmas.
5. RitaNurcahyaniTahun 2011
KabupatenBandung Barat
ImplementasiKebijakan BantuanOperasionalKesehatan (BOK) DiKabupatenBandung BaratTahun 2011
Desain penelitianmixed method denganstrategi konkurenembedded.Rancangan kualitatifmenggunakan strategipragmatism dankuantitatifmenggunakan strategiobservasional crosssectional. Sampeluntuk rancangan
Faktor yang sangat memengaruhi implementasikebijakan BOK adalah faktor sumber daya.Ketidaksiapan sumber daya manusia berdampakpada tahapan proses yang mengakibatkan fungsimanajemen tidak dapat dilaksanakan secara optimal.Disposisi/sikap para pelaksana kebijakan BOKmenunjukkan keseriusan tetapi hanya bersifatformalitas untuk memenuhi aspek administrasikeuangan sehingga mengabaikan tujuan utamakebijakan BOK. Cakupan program puskesmas yangdibiayai dana BOK tidak menunjukan peningkatanyang signifikan (p<0,05) antara sebelum dan sesudah
kualitatifmenggunakanpurposive samplingdan untuk kuantitatifmenggunakan totalsampling
ada dana BOK.
6. Dasmar,Tahun 2013
KabupatenLuwu
Studi EvaluasiProgram DanaBantuanOperasionalKesehatan DiKabupaten Luwu
Jenis penelitian inidigunakan SurveyDeskriptif,
1. Pelaksanaan program Dana Bantuan OperasionalKesehatan pada tahap input: MenyangkutKebijakan SDM / tenaga pengelola, BukuPedoman/Juknis Sasaran program padaumumnya sudah memadai kecuali menyangkutdana pada umumnya Puskesmas mengangkapmasih perlu ditingkatkan jumlah serta perlupembinaan proses pertanggung jawaban yangmasih perlu pembimbingan dan penyederhanaanpelaporan.
2. Pelaksanaan program Dana Bantuan OperasionalKesehatan pada tahap proses : yang menyangkutPerencanaan, Pengorganisasian Pelaksanaan,Pelaporan Pemantauan atau monitoring padaumumnya sudah berjalan sesuai juknis kecualiperencanaan masih perlu penekanan kepadakepala Puskesmas agar membuat perencanaansesuai analisa masalah, hal tersebut tidak terlepasdari pengawasan oleh Dinas Kesehatan belumberjalan maksimal.
3. Pelaksanaan program Dana Bantuan OperasionalKesehatan pada tahap output: menyangkut
Terlaksananya program bantuan operasionalkesehatan dan Tercapainya cakupan program, jikadilihat dari hasil cakupan sebelum ada BOKmenunjukkan bahwa terjadi peningkatan cakupanakan tetapi kalau kita bandingkan dengan targetSPM 2015 belum tercapai dengan demikianprogram Dana Bantuan Operasional Kesehatankedepan diperlukan evaluasi berkala pertriwulanatau persemester guna mewujudkan capaian SPM2015.
7. Anna AprinaBurdames,Tahun 2014
Koya BaratKota Jayapura
PelaksanaanKebijakan BantuanOperasionalKesehatan DalamCakupan ProgramKIA (Studi Kasus DiPuskesmas RawatInap Koya BaratKota Jayapura)
penelitian kualitatifdengan desain studikasus (case study)
Menujukkan bahwa sebagian besar informan adalahperempuan dimana laki-laki memiliki jumlah yangsedikit yang paling tua adalah informan yang memilikijabatan tertinggi di puskesmas yakni kepalapuskesmas. Keterkaitan antara pengelola yaitupemegang program KIA tidak mendapatkankesepakatan dalam hal penentuan prioritas masalahyang harus diangkat sebagai program unggulan yangcepat memberikan efek pada peningkatan cakupanKIA, dalam proses penyaluran dana yang tidakmerata di program dan masih harus menyesuaikandengan kegiatan prioritas karena masih banyakkegiatan yang harus dilaksanakan melalui dana BOKdengan kata lain kegiatan ada tapi dana penunjangterbatas, untuk tahap pelaporan realisasi sudahsesuai tetapi program SPM belum mencapai target,serta penggunaan dana belum maksimal.
8. Ulma PutriSeptyantieTahun 2012
Kabupaten/KotaProvinsi JawaTengah
Hubungan AntaraRealisasi DanaBantuanOperasionalKesehatan DenganIndikator Gizi KIA diKabupaten/KotaProvinsi JawaTengah Tahun 2012
Penelitian Kuantitatif.Metode AnalisisMenggunakan RegresiSederhana.
Hasil estimasi pengaruh realisasi dana BOK terhadapcakupan kunjungan neonatus pertama/KN1 adalahsignifikan (Sig.0,000 < ±=1%), pengaruh realisasidana BOK terhadap cakupan persalinan ditolongtenaga kesehatan terlatih/Pn adalah signifikan (Sig.0,000 < ±=1%), dan pengaruh realisasi dana BOKterhadap cakupan balita ditimbang berat badannyaatau D/S adalah signifikan ( Sig.0,000 < ±=1%). Ujikoefisien determinasi (r²) yaitu 0,629 untuk pengaruhBOK terhadap KN1, 0,636 untuk pengaruh BOKterhadap Pn, dan 0,690 untuk pengaruh BOKterhadap D/S. Hasil pengujian asumsi klasikmenunjukkan bahwa variabel residual berdistribusinormal, terbebas dari autokorelasi danheterokedastisitas.Kesimpulan: Realisasi dana BOK berpengaruh positifdan signifikan terhadap, realisasi dana BOKberpengaruh positif dan signifikan terhadap cakupanPn dan realisasi dana BOK berpengaruh positif dansignifikan terhadap cakupan D/S.
9. Muh. ImamMaulanaParawansaTahun 2013
KabupatenJeneponto
Evaluasi BantuanOperasionalKesehatan DiKabupatenJeneponto
Penelitian Kualitatif Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaanprogram dana BOK di Kabupaten Jenepontomenunjukkan bahwa pelaksanaan sudah berjalandengan baik yang terlihat dari aspek kebijakan yangsudah mengeluarkan dana BOK dengan tepat, aspekSDM yang menunjukkan tenaga pengelola dana BOKtelah sesuai dengan pedoman dan aspek danapelaksanaan program sudah mencukupi, kemudian
aspek pengorganisasian memiliki tenaga pelaksanayang berbeda serta dari aspek pengawasandilakukan pemerintah setiap tahun secara periodiksehingga pada aspek pelaporan menjadi baik karenalaporan keuangan dilakukan secara periodik.
10. SanveryParlindunganSihombingTahun 2012
Kabupaten Dairi EvaluasiPelaksanaanKegiatan BantuanOperasionalKesehatan DiPuskesmasKabupaten DairiTahun 2012
Penelitian ini adalahdeskriftif denganmengggunakan desainkualitatif
Hasil Evaluasi terhadap kegiatan BOK di Puskesmaspada tahap input meliputi unsur kebijakan,tenaga,dana,sarana penunjang. Dari segi kebijakanBOK merupakan kebijakan yang baik demikepentingan masyarakat. Evaluasi tenaga sudahmencukupi dan memadai dalam pelaksanaankegiatan tetapi masih ditemukan pemanfaatan tenagaoleh Kepala Puskesmas belum maksimal dalampelaksanaan kegiatan. Evaluasi terhadap dana masihditemukan permasalahan yaitu belum terintegrasinyasumber dana yang digunakan olehPuskesmas.Evaluasi terhadap sarana penunjangtelah memadai guna melaksanakan StandarPelayanan Minimal. Evaluasi terhadap proses masihbelum sesuai dengan pedoman petunjukteknisprogram yang telah ditetapkan terutama dalamhal perencanaan Puskesmas dan pelaksanaanlokakarya mini Puskesmas. Evaluasi terhadap outputberupa pencapaian Standar Pelayanan Minimal telahsesuai dengan yang di harapkan.
11. Faisal HusniTahun 2012
KabupatenBintan ProvinsiKepulauan Riau
Efektifitas BantuanOperasionalKesehatan Di
Penelitian KualitatifDengan Desain StudiKasus
Hasil penelitian diketahui bahwa BantuanOperasional Kesehatan belum efektif dalammendukung percepatan MDGs. Hal ini disebabkan
Kabupaten BintanProvinsi KepulauanRiau Tahun 2011Dan Tahun 2012
karena pegawai masih berorientasi pada uanglumpsum, peruntukkan kegiatan lebih besar diluarprogram tujuan MDGs dan menurunnya anggarankesehatan dari APBD setalah ada BOK.
12. Tri NirwanaTahun 2014
Di KecamatanBambelKabupatenAceh Tenggara
PengaruhPemanfaatan DanaBantuanOperasionalKesehatan UntukKegiatan PelayananGizi TerhadapPemantauanPertumbuhan BalitaDi KecamatanBambel KabupatenAceh Tenggara
Jenis penelitian adalahsurvei yang bersifatexplanatory research.Analisis deskriptif
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruhpemanfaatan dana BOK (ketersediaan dana(p=0,002) dan pemberdayaan masyarakat(p=0,040))terhadap cakupan pemantauan penimbangan balita(K/S), terdapat pengaruh pemanfaatan dana BOK(ketersediaan dana (p=0,009)) terhadap cakupanpartisipasi masyarakat (D/S), terdapat pengaruhpemanfaatan dana BOK (ketersediaan dana(p=0,004)) terhadap cakupan hasil penimbangan(N/D).
13. Oka Beratha,Tahun 2013
KabupatenGianyar
Hubungankarakteristik,motivasi dan danaBOK dengan kinerjapetugas KIApuskesmas diKabupaten Gianyar
Disain penelitianadalah cross sectional
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-square) dan multivariate (regresi logistik). Sebagianbesar responden 41 (58,6%) berumur rendah, masakerjanya pendek 39 (55,7%), berpendidikan tinggi 57(81,4%), 36 (51,4%) sudah pernah mendapatkanpelatihan, 42 (60%) motivasi rendah, 47(60,7%) danaBOK masih kurang dan kinerja petugas tinggi 40(57,1%). Berdasarkan analisis bivariat diperolehhubungan yang bermakna antara pelatihan[OR=2,88; 95%CI 1,08-7,67], motivasi [OR=6,77;95%CI 2,15-21,29] dan dana BOK [OR=4,09; 95%CI1,30-12,85] dengan kinerja petugas. Pada analisis
multivariat didapat variabel yang berhubungandengan kinerja petugas adalah pelatihan [OR=6,11;95%CI 1,61-23,23], motivasi [OR=7,48; 95%CI 1,81-30,93] dan dana BOK [OR=5,09; 95%CI 1,12-23,21].
14. Hilda Ngii,2012
ProvinsiSulawesiTenggara
PerbedaanPelaksanaanKegiatan DanPemanfaatanPelayananKesehatan IbuSebelum DanSesudah ProgramBOK Di TigaKabupaten/KotaWilayah ProvinsiSulawesi Tenggara
Cross Sectional Study Pelaksanaan Kegiatan pemeriksaan kehamilan(p=0,789), kegiatan pelayanan persalinan (p=0,165)dan kegiatan pelayanan nifas (p=0,114) menunjukantidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dansesudah program BOK. Sedangkan cakupankunjungan ibu hamil (p=0,010), cakupan pertolonganpersalinan (p=0,001) dan cakupan pelayanan nifas(p=0,005) menunjukan ada perbedaan yangsignifikan sebelum dan sesudah program BOK
15. Niniek LelyPratiwi,Tahun 2014
Di PropinsiJawa Timur
Kajian KebijakanPenyaluran DanaBantuanOperasionalKesehatan DalamMendukungPencapaianKesehatan Ibu DanAnak (Mdgs 4,5) DiTiga Kabupaten,Kota Di PropinsiJawa Timur
Penelitian inimerupakan kajiankebijakan, denganmetode potong lintang.Kajian dilakukandenganmengumpulkaninformasi melaluiwawancara mendalam
Komitmen Pemerintah Daerah kurang untuk upayapreventif, promotif bidang KIA guna mendukungpencapaian Millineum Developmen Goals termasukpercepatan penurunan kematian ibu dan kematianbayi baru lahir dengan mengurangi anggaran danapreventif dan promotif kabupaten kota denganpertimbangan sudah ada dana BOK. Terlihat bahwaada beberapa kasus dari data profil kesehatankabupaten pada tahun 2010 angka kematian bayimenurun, namun pada tahun 2011 naik kembali keposisi tahun 2009.Penyusunan Rencana Aksi Daerah kurang mengacu
Indonesia pada program prioritas program kesehatan ibu dananak, kurangnya monitoring dari propinsi kekabupaten, kurangnya pemantauan dan monitoringdari dinas kesehatan kabupaten ke kecamatan yangperlu dilakukan.Masih lambannya penurunan angka kematian ibu danbayi dan kasus gizi kurang dari hasil review dataprofil dari ke 3 kabupaten (Gresik, Sidoarjo danSampang) di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Gresik,Sidoarjo dan kabupaten Sampang. KepalaPuskesmas kurang dapat mengelola dana BOKsecara lebih efisien dan akuntabel, mengingat daribeberapa data sekunder data pencapaian kesehatanibu dan anak cakupan ‘KN1’-‘KN4’ naik pada tahun2010.Program JKN, kebijakan BOK dalam upayapemberdayaan masyarakat diharapkan dapatmengungkit turunnya angka kematian ibu bersalin,bayi lahir sehat ini diharapkan memberikan kontribusibesar dalam upaya percepatan penurunan angkakematian ibu dan bayi baru lahir.
67
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif, dengan
pendekatan Case study yang bertujuan untuk mengekslplorasi dan
mencari penjelasan empirik tentang pemanfaatan dana bantuan
operasional kesehatan (BOK) pada program Kesehatan ibu dan anak.
Penelitian ini memilih jenis study analisis dengan maksud untuk
mmeperoleh informasi yang luas dan mendalam tentang gambaran
gambaran pemanfaatan dana BOK untuk Program KIA pada
Puskesmas yang terdapat kejadian (Incident) kasus kematian ibu dan
bayi. Penelitian ini dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten
Konawe.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara pada Juni
hingga Juli tahun 2017. Pemilihan lokasi berdasarkan data awal bahwa
Puskesmas memiliki angka kematian bayi yang tidak sesuai dengan
standar nasional yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga,
Unaaha, Lambuya dan Tongauna.
67
68
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini yaitu semua pegawai yang terlibat
dan mengetahui program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara maupun yang berada di Puskesmas. Informan adalah orang
yang memberikan informasi untuk data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini sebanyak 23 orang, terdiri dari :
1. Informan
Pegawai ataupun petugas yang berasal dari 6 puskesmas yaitu
Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga, Unaaha, Lambuya dan
Tongauna, dengan masing-masing puskesmas terdiri 3 orang
meliputi penanggung jawab dari program Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) pada puskesmas yaitu Kepala Puskesmas,
Bendahara Puskesmas, penanggung jawab dari kegiatan
pelaksanaan program KIA yang dananya bersumber dari Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas dan bidan Desa.
2. Informan Kunci (key Informan)
Pegawai ataupun petugas yang berasal dari Dinas
Kesehatan Konawe yang terdiri dari 5 orang meliputi Kepala Dinas
Kesehatan kabupaten Konawe, Kepala bidang perencanaan,
Kepala bidang kesehatan masyarakat, Kepala Seksi KIA dan gizi,
dan Sekertariat Pengelola Dana BOK.
69
Adapun pertimbangan dan kriteria informan yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Berada di tempat saat penelitian berlangsung.
2. Bersedia menjadi informan dan memberikan informasi terkait
penelitian ini.
3. Berasal dari lingkup kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Provinsi Sulawesi Tenggara.
4. Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang program promosi
kesehatan.
5. Tingkat pendidikan berlatar belakang minimal Diploma ataupun
Sarjana (Strata Satu).
D. Sumber Data
1. Data Primer
Data ini diperoleh melalui wawancara langsung secara
mendalam (indept interview) dan observasi yang tidak terstruktur
dengan mengembangkan daya pengamatan dalam mengamati
objek maupun informan dengan menggunakan pedoman
wawancara serta alat bantu berupa perekam suara, kamera dan
alat tulis.
Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data, melalui tehnik wawancara mendalam
dengan informan kunci (Pegawai Dinas kesehatan Kabupaten
70
Konawe), informan biasa (Pegawai atau petugas pengelola BOK di
Puskesmas).
2. Data Sekunder
Data diperoleh dari bagian informasi pada Dinas kesehatan
dan Puskesmas Kabupaten Konawe, maupun lembaga terkait.
E. Instrumen Penelitian
Ciri khas penelitian kualitatif adalah instrumen penelitian yang
digunakan yaitu pengamatan berperan serta dan teknik wawancara.
Instrumen penelitian tersebut adalah peneliti yang berperan dalam
menentukan keseluruhan skenarionya (Moleong,1996). Dengan
demikian maka yang menjadi instrumen dalam penelitian yang akan
dilakukan adalah peneliti sendiri sebagai human instrument.
Upaya untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai
dengan sasaran penelitian menjadikan kehadiran peneliti dalam setting
penelitian kualitatif merupakan hal penting karena sekaligus
melakukan proses empiris. Dalam hal penciuman lapangan proses
empiris merupakan hal yang harus dilakukan sekaligus sebagai
instrumen utama penelitian.
Kehadiran peneliti dalam setting sebagai instrumen utama,
mengingat data dan informasi yang akan digali dalam sebuah proses
berasal dari berbagai dimensi dan dinamika. Kehadiran peneliti dalam
setting berperan sebagai instrumen utama dimaksudkan untuk
71
menjaga akurasi data yang dibahas. Sebagai instrumen, manusia juga
hendaknya memiliki kemampuan untuk mengenali informasi yang lain
dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak terduga,
atau yang tidak lazim terjadi. Jadi, bukan menghindari tetapi harus
mencari dan berusaha menggali lebih dalam. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan penelitian ini didukung oleh beberapa instrumen pendukung
dan instrumen pencatatan dalam melaksanakan kegiatan lapangan.
Peneliti melengkapi diri dengan :
1. Tape Recorder/MP3 yang berfungsi untuk merekam hasil
wawancara antara peneliti dan informan.
2. Daftar pertayaan sebagai pedoman wawancara
3. Catatan lapangan yang berfungsi untuk mencatat data/informasi
tambahan yang merupakan hasil observasi lapangan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik
pengumpulan data lebih banyak pada observasi yang berperan serta
(participation observation), wawancara mendalam (indepth interview)
dan dokumentasi.
72
1. Observasi
Observasi dilakukan sebelum ke kelapangan, serta
melakukan pengamatan mengenai pemanfaatan bantuan
oeprasional kesehatan (BOK).
2. Indepth Interview
Wawancara dilakukan setelah melakukan observasi. Dalam
melakukan wawancara peneliti memilih dua kategori informan yakni
informan kunci (Pegawai Dinas kesehatan Kabupaten Konawe),
informan biasa (Pegawai atau petugas pengelola BOK di
Puskesmas). Wawancara dilakukan untuk melihat bagaimana
pemanfaatan bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) melalui pendekatan
sistem yang dilihat berdasarkan Input, proses dan output.
Wawancara dilakukan secara terus –menerus sampai data atau
informasi yang didapatkan jenuh.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen dilakukan untuk menyesuaikan jawaban
informan dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan dengan
cara melihat kembali pencapaian kegiatan program dalam
dokumen-dokumen terkait.
4. Dokumentasi
Dokumentasi bisa berbetuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumentasi yang digunakan dalam
Pencarianpengobatan :
- Tidakmelakukantindakanapa-apa
- Mengobatidirisendiri
- Kefasilitaspengobatantradisional
- Kefasilitaspengobatanmoderen
73
penelitian ini ada beberapa macam diantaranya berupa dokumen
dari dinas kesehatan dan Puskesmas kabupaten Konawe dan
dokumentasi berupa foto dan rekaman wawancara.
G. Pengolahan dan Penyajian Data
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan
metode pengumpulan data, maka peneliti mengolah dan menganalisis
data tersebut dengan menggunakan Content Analysis dimana data
tidak dianalisis menggunakan teknik kuantitatif. Content Analysis
merupakan salah satu teknik analisis data yang biasanya digunakan
dalam penelitian kualitatif, khususnya kualitatif verifikatif seperti yang
disarankan oleh (Bungin, 2008).
Menurut Bungin (2008) analisis isi atau Content Analysis
merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat ditiru
(replicable). Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi. Analisis isi menekankan pada bagaimana peneliti melihat
kesenjangan isi komunikasi, bagaimana peneliti memaknakan isi
komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi
simbolis yang terjadi dalam komunikasi.
Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-
istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling
banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding,
perlu juga di catat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian,
74
dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi
dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan
dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk
membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna
dan kategori dianalisis dan di cari hubungan satu dengan lainnya untuk
menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini
kemudian dideskripsikan dalam bentuk draft laporan penelitian.
Analisa data yang dilakukan melalui beberapa tahap yang
dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas data
dari narasumber serta memastikan bahwa semua data telah diisi,
dilanjutkan dengan memeriksa dan mendengarkan kembali hasil dari
wawancara yang dilakukan dan juga menuliskan apa yang di
sampaikan oleh narasumber.
H. Teknik Uji Keabsahan Data
Guna pengecekan validitas temuan/kesimpulan terdapat empat
macam validitas, namun dalam penelitian ini validitas dilakukan
dengan tiga cara yaitu triangulasi tekhnik/metode, sumber, dan teori
(Sugiyono. 2014). Namun dalam penelitian ini triangulasi yang
digunakan adalah Triangulasi tehnik/metode dimana keabsahan data
diuji dengan mengabungkan beberapa tehnik metode dalam
memperoleh informasi diantaranya observasi partisipatif, wawancara
75
mendalam dan dokumentasi. Hasil wawancara setiap informan akan
saling menguatkan pernyataan yang lain.
I. Alur Penelitian
Pemilihan informan pertama yang dilakukan dengan cara purposivesampling yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Informed consent
Analisis data
Pengumpulan data melalui wawancara semiterstruktur
(in- depth interview)
Menguji keabsahan Datacredibility, transferability, dependability dan
confirmability
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Membina hubungan saling percaya denganpartisipan
76
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis
Kabupaten Konawe memiliki ibukota Unaaha, berjarak 73 km
dari Kota Kendari, secara geografis terletak di bagian selatan
Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02045’’ dan
04014’ lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara
121,150’ dan 123,300 Bujur Timur.
Batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Konawe Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda, Laut
Maluku Dan Kab.Konawe Kepulauan, Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Kolaka Timur. Luas wilayah Kabupaten Konawe,
5.799 Km2, atau 17,48 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi
Tenggara.
Luas wilayah menurut Kecamatan sangat beragam.
Kecamatan Routa merupakan wilayah kecamatan yang terluas yaitu
: 2188.58 Ha (37,74%) sementara Kecamatan dengan luas wilayah
terkecil yaitu Kecamatan Konawe (Pemekaran dari Kecamatan
Wawotobi) luasnya 17.82 Ha (0,31%) terhadap luas wilayah
Kabupaten Konawe.
76
77
Jumlah 213.038 217.280 220.530 229.801 233.601 233.610
2. Keadaan Penduduk
a. Pertumbuhan
Jumlah penduduk di Kab. Konawe Tahun 2015 Sebesar
229.801 Jiwa. Pertumbuhan penduduk di Kab. Konawe tahun
2009-2014, disajikan pada Gambar 1 berikut:
Gambar. 1Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Konawe Periode Tahun
2011-2016
Sumber: BPS Kab. Konawe 2016
Pada Gambar 1 menunjukkan Jumlah penduduk tahun
2011 sebesar 213.038 jiwa dan jumlah penduduk tahun 2016
sebesar 233.610 jiwa, karena pertumbuhan penduduk disetiap
tahunnya, bertambahnya jumlah kelahiran dan adanya penduduk
yang datang (tidak menetap) serta adanya perbaikan pendataan
yang dilakukan dari tahun ketahun oleh BPS.
1 2 3 4 5 6Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016
78
b. Persebaran dan Kepadatan
Pada Tabel 1 (lihat lampiran) menunjukkan bahwa
Kecamatan Unaaha merupakan jumlah penduduk yang paling
tertiggi yaitu 24,586 jiwa sedangkan Kecamatan Latoma jumlah
penduduk yang paling terendah yaitu 2,638 jiwa.
c. Sex Ratio Penduduk
Pada tabel 2 (lihat lampiran) menunjukkan
perkembangan penduduk menurut jenis kelamin. Ratio jenis
kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan
penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk laki-laki
sebesar 119.835 jiwa dan perempuan sebesar 113.775 jiwa.
3. Tingkat Pendidikan
Peningkatan sumber daya manusia tidak terlepas dari
standar minimal pendidikan. Jumlah tenaga administrasi dan tenaga
kesehatan yang tercatat khususnya lingkup Dinas Kesehatan dan
semua Unit Pelaksana Teknis Dasar (UPTD) yang berada di wilayah
kerja Dinas Kesahatan Kab. Konawe tahun 2016
Pada Tabel. 3 (Lihat lampiran) menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan di Lingkup Kerja Dinas Kesehatan Kab. Konawe tahun
2016 yaitu Pendidikan tertinggi S2 sebanyak 121 orang (11,9%),
adapun dan Pendidikan terendah SLTA/sederajat sebanyak 22
orang (2,1%).
79
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan melalui wawancara mendalam
dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi tentang
bagaimana pemanfaatan dana BOK yang digunakan untuk program
kesehatan ibu dan anak di PUSKESMAS kabupaten Konawe.
1. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 23 orang, yang
berasal dari 6 puskesmas yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi,
Tawanga, Unaaha, Lambuya dan Tongauna, terdiri dari
penanggung jawab program Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) pada puskesmas yaitu Kepala Puskesmas, Bendahara
Puskesmas, penanggung jawab dari kegiatan pelaksanaan
program KIA yang dananya bersumber dari Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) di Puskesmas dan bidan Desa. Pegawai ataupun
petugas yang berasal dari Dinas Kesehatan Konawe yang terdiri
dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Konawe, Kepala bidang
perencanaan, Kepala bidang kesehatan masyarakat, Kepala Seksi
KIA dan gizi, dan Sekertariat Pengelola Dana BOK.
80
Tabel 4Karakterisitik Responden
No Nama Instansi Usia(Tahun)
Jabatan
1 MA DinasKesehatan
45 Kepala Dinas
2 IS DinasKesehatan
37 KA. Bidang Perencanaan
3 ES DinasKesehatan
40 Ka. Bidang KesehatanMasyarakat
4 NA DinasKesehatan
34 Ka. Seksi KIA dan Gizi
5 IL DinasKesehatan
38 Staff Sekretariat BOK
6 AL PKM Uepai 32 KA. PUSKESMAS UEPAI7 MW PKM
Lambuya40 KA. Puskesmas Lambuya
8 SM PKMUnaaha
45 KA. Puskesmas Unaaha
9 PS PKMWawotobi
30 KA. PuskesmasWawotobi
10 AA PKMTawanga
32 KA. Puskesmas Tawanga
11 DE PKMTongauna
50 KA. PuskesmasTongauna
12 MP PKM Uepai 28 Bidan Koordinator13 NR PKM
Lambuya38 Bidan Koordinator
14 RB PKMUnaaha
30 Bidan Koordinator
15 AM PKMWawotobi
26 Bidan Koordinator
16 ES PKMTawanga
40 Bidan Koordinator
17 IE PKMTongauna
37 Bidan Koordinator
18 DD PKM Uepai 32 Bendahara BOK19 NP PKM
Lambuya40 Bendahara BOK
20 JW PKMUnaaha
35 Bendahara BOK
21 AA PKMWawotobi
28 Bendahara BOK
22 RR PKMTawanga
26 Bendahara BOK
23 HR PKMTongauna
36 Bendahara BOK
Sumber data Primer : 2017
81
2. Fokus Penelitian
a. Informasi Perencanaan Pemanfaatan Dana BOK pada Program
Kesehatan Ibu dan Anak (INPUT)
Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tenaga kesehatan
yang terlibat dalam penganggaran dana BOK memaknai
perencanaan sebagai hal yang sangat penting. Dimana
perencanaan merupakan proses awal yang ditentukan dalam
setiap program yang akan dilaksanakan. Sesuai informasi yang
disampaikan sebagai berikut :
“….Jadi yang pertama dibutukan untuk meningkatkan KIA
adalah data base, sasaran dan data base KIA di semua
puskesmas. Kemudian selain data base juga ada data2 teknis
KIA, jadi seperti tingkat kematian dan juga tingkat kelahiran.
Pentingnya perencanaan ialah untuk, eeeee, apa,
mengantisipasi kegiatan KIA kedepan. Ia, jadi untuk
menunjang program itu kan harus ada perencanaan,
implementasi dari perencanaan itu kan pelaksanaan kegiatan.
Ia, jadi harus direncanakan dulu ya….” (JW, 35 Tahun)
Tahapan perencanaan dilaksanakan dengan pendekatan
yang bersifat prosedural dan kaidah birokratif, penggalian
informasi dan masalah dilakukan dari bawah ke atas (Bottom-Up)
dengan menggunakan data-data hasil perencanaan tingkat
Puskesmas (mikro-planning) yang dilaporkan ke tingkat dinas
kesehatan kabupaten/Kota. Kegiatan ini dilakukan oleh masing-
masing kepala seksi pada sub bagian dinas khususnya program
kesehatan ibu dan anak.
82
“…..Jadi begini, program yang ada di jalankan di
PUSKESMAS itu sudah adaji menunya dari pusat, ya jadi
kita disini tinggal melaksanakan saja. Kita juga disini hanya
menyesuaikan sesuai dengan kemampuan ta’, termasuk
dilihat juga berapa lagi dana yang masuk. Pertimbangannya
dengan menyaring hasil data laporan dan hasil perencanaan
pada tingkat PUSKESMAS, baru data-data itu disaring
dengan tim perencana seksi program KIA, tapi ini baru
tahapan awal saja…..” (MA, 45 Tahun).
Kegiatan ini berlangsung 1 (satu) tahun sekali, yakni pada
setiap penyusunan dan penganggaran program ini diambil dari
dana APBD dan dilaksanakan oleh dinas kesehatan Kabupaten
Konawe.
Tahapan mencari data dan informasi tentang masalah
kesehatan juga dilakukan dengan membentuk tim
kunjungan/supervisi dari tingkat Dinas Kesehatan yang langsung
melakukan interaksi dengan petugas pada masing-masing
Puskesmas. Tim ini berjumlah 1-4 orang pada setiap Puskesmas
dan pembiayaan tim ini dilakukan oleh dinas kesehatan
Kabupaten/Kota. Tim ini bertugas untuk melakukan interaksi
langsung untuk menggali informasi dan kebutuhan masing-
masing petugas puskesmas khususnya kajian tentang program
Kesehatan Ibu dana anak yang dijalankan pada wilayah kerja
Puskesmas masing-masing dimana hasil temuan lapangan akan
dicocokkan dengan keberhasilan program yang pernah dilakukan
83
sebelumnya, fakta ini dikemukakan salah satu informan dibawah
ini :
“…….Ia artinya kan perencanaan dan KIA itu data base untuk
kegiatan KIA di BOK itu kan dimulai dari tahapan Puskesmas,
jadi puskesmas membuat POA Planing Of Action, jadi semua
program itu direncanakan oleh puskesmas kemudian dibawa
kedinas, didinas diverifikasi, termasuk KIA, keseluruhan
program harus direncanakan dari bawah, nanti dikabupaten
baru diverifikasi, itupun juga sesuai kebutuhan, jadi tidak
langsung juga langsung disetujui semua program yang mau
dilakukan di Puskesmas….” (ES, 40 Tahun).
Hasil temuan tim tersebut selanjutnya akan didiiskusikan di
intem seksi masing-masing yang akan membahas tentang tujuan,
sasaran dan waktu realisasi program, untuk selanjutnya diajukan
ke sub bagian perencanaan dinas kesehatan Kabupaten/Kota.
“….jadi proses perencanaan itu disamping dilaksanakan
dipuskesmas dan diusul kedinas, perencanaan juga, ada
diminta usulan dari seksi KIA itu sendiri untuk perencanaan,
dan dari semua usulan-usulan itu baru digodok di kasubag
perencanaan, kalau sudah keluar dari kasubag perencanaan
baru diusulkan ketingkat atas. Penyusunan perencanaan
programnya jadi sudah sesuai, jadi tahapan dari bawah dulu,
tidak langsung di kasubag program, jadi mulai dari
puskesmas, kemudian diseksi-seksi, kemudian masuk
diperencanaan, perencanaan godok, keluarlah usulan
perencanaan, apa yang dibutuhkan oleh dinas termasuk
KIA…” (MA, 45 Tahun).
84
Perencanaan Program kesehatan ibu dan akan yang
dilaksanakan menjadi contoh nyata yang diawali dengan tahapan
tersebut di atas, Pemilihan program apa yang akan dilaksanakan
(pengobatan, layanan kunjungan K4, Imunisasi, dll) sangat
mempengaruhi telaksananya kegiatan tersebut secara maksimal.
Namun pemenuhan alat bantu lebih banyak dibandingkan dengan
kebutuhan dan masalah yang ada pada masyarakat.
Dalam tahap perencanaan dilaksanakan dengan tahapan
tersebut, namun disadari bahwa dalam tahap perencanaan yang
dilakukan masih sangat terbatas yang berimplikasi bagi
penyusunan program yang kurang sesuai dengan masalah dan
tingkat kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan
anggaran yang dalokasikan untuk program KIA bukanlah bagian
yang memilik anggaran terbesar, ditambah dengan komitmen
pembangunan kesehatan yang kurang pada pengambil kebijakan,
sebagaimana informasi yang disampaikan salah seorang
informan dibawah ini.
“……Cara mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan utk
program KIA jadi mengidentifikasinya itu kan menurut sumber
daya yang ada, sumber daya data, kemudian tenaga KIA itu
sendiri, kemudian sasaran, ah itu semua diidentifikasi
termasuk permasalahan yang ada, semua dipadukan
kemudian digodok, tapi tetap disesuaikan dengan target
program, itukann misalnya, apa, target K1, itukan kita melihat
evaluasi yang tahun lalu kemudian kita sesuaikan dengan data
yang ada sekarang…” (IE, 37 Tahun).
85
Oleh informan kunci hal tersebut sebagai berikut:
“….Ya nanti sebelum ada pembuatan program, para bidan
yang sudah ditunjuk itu, akan berembuk dulu kira-kira kegiatan
apa yang akan dilakukan, dan umumnya ini sama ji dengan
semua Puskesmas….” (DD, 32 Tahun).
Hasil wawancara ditambahkan oleh informan berikut:
“….Ya setelah pihak Puskesmas sudah menetukan siapa-
siapa toh petugas yang terlibat dalam program KIA dan
program apa yang akan dilaksanakan, mah nanti dia kasih di
kita supaya ditindaklanjuti, dari situ baru kita tahu kira-kira
untuk KIA berapa anggarannya dan untuk kegiatan apa
saja….”(NP, 40 Tahun)
Kemudian hal tersebut juga diungkapkan langsung salah
seorang informan :
“…kegiatan yang paling banyak itu meliputi kegiatan ibu hamil
seperti pemantauan WUS, PUS, KB tapi itu-itu terus ji
programnya sama seperti tahun kemarin, jadi walaupun sudah
ada program yang akan dijalankan dari dinas dan digabung
dengan hasil rapatnya itu bidan koordinasi tetap ji itu lagi
kegiatannya, mungkin karena susah mi lagi dapat inovasi
kegiatan petugas…” (IE, 37 Tahun)
Fakta di atas menunjukkan, bahwa problem kesehatan
tidak hanya pada rendahnya tingkat kepedulian dan kesadaran
masyarakat (recipient) tetapi juga pada penyelanggaraan
(provider) pembangunan kesehatan. Para penyelenggara
kesehatan berperan untuk menyediakan pelayanan yang dapat
86
digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf
kesehatannya, khusunya pada ibu dan anak.
b. Informasi Pelaksanaan Program Kesehatan ibu dan anak
Realisasi Program Kesehatan ibu dan anak yang
dilaksanakan oleh dinas kesehatan Kabupaten Konawe,
berorientasi pada penguatan internal dengan pengadaan fasilitas
pendukung dan bagi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
masyarakat khusunya pada tenaga yang berorientasi pada bidang
kesehatan ibu dan anak pada dinas Kabupaten/Kota dan adapun
program-program yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat masih sangat minim. Realisasi program kesehatan
ibu dan anak sendiri dinyatakan telah berjalan dengan baik
dengan pencapaian program 100% sebagaimana mestinya
sesuai dengan perencanaan programnya, namun pelaksanaan
program terkesan berjalan hanya pada saat awal-awal
pelaksanaan program kegiatan, dan akan menurun di tengah
perjalanan programnya.
Dalam pelaksanaan program keterlibatan pihak eksternal
dalam setiap kegiatan hanya pada kepesertaan dan narsumber,
biasanya yang diundang dari kalangan akademisi, ikatan profesi
atau dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Keterlibatan
unsur-unsur tersebut sangat penting, baik sebagai peningkatan
kualitas program KIA juga untuk memantapkan keberhasilan
program yang akan dilaksanakan sebagaimana diungkapkan
informan dibawah ini :
87
“ penting juga untuk kita undang kalangan professional
kesehatan, untuk tahu kira-kira program ta, apa yang perlu
ditambah, ya kalangan professional ini diajak berbincang
apakah program ini sudah pas apa tidak. Baru bagus juga
yang dikenal saja supaya anggaran tidak terlalu tinggi..“ (DD,
32 Tahun).
Ditambahkan oleh informan lain :
“… Biasanya realisasi program kita ji yang lakukan sendiri,
tetap pada keterlibatan unsur luar, bahkan biar narasumber
kalau diktat, paling sering kita undang kelompok akademisi
atau ikatan profesi… “(NR, 38 Tahun).
Realisasi setiap program sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan sumber daya, terutama kesiapan anggaran yang
sangat tidak memadai dan hampir semua program belum dapat
terealisasikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Hal
ini disebabkan oleh anggaran program yang belum diperoleh oleh
pelaksana teknis, karena ada tahapan birokrasi yang memerlukan
pendekatan tersendiri. Dengan demikian program tersebut akan
ditunda, disamping itu keterbatasan tenaga pelaksana teknis, baik
secara kuantitas maupun kualitas juga menjadi kendala
keterlambatan dalam merealisasikan program seperti yang telah
direncanakan. Seperti diutarakan salah seorang informan :
“…...Ya biasanya itu anggranna lama cairnya, malah biasa
hampir mau sudah habis tahun ya baru jadi. Tapi biasanya
kalau kita walaupun belum ada dana nya cair, ya dibikin
memang mi itu program yang akan dilaksanakan…” (IL, 38
Tahun).
88
Walaupun pencairan dana sedikit terhambat, tetap ada
program yang dilaksanakan walau anggarannya belum ada,
inovasi seperti ini dilaksanakan karena realisasi program sudah
tersosialisasi dini. Hal ini merupakan inisiatif dari masing-masing
seksi saja, tentu dengan resiko kegiatan tidak terlaksana sesuai
dengan perencanaan yang telah dilaksanakan sebelumnya
terutama disebabkan kurangnya alokasi pembiayaan program.
Sesuai dengan informasi wawancara berikut :
“….kami berharap agar semua orang dapat berpartisipasi
untuk dapat memantau jalannya program kami, bak sebagai
peserta ataupun fasiliator bahkan narasumber, dengan begitu
kami akan lebih terbantu… “(DD, 32 Tahun)
Informasi tersebut kemudian diperjelas sebagai berikut :
“…. Ya semua program telah terlaksana dengan indkatornya
masing-masing. Ada 18 program yang kami keluarkan dan
Alhamdulillah semuanya mencapai pencapaian, dan dikatakan
telah berjalan 100% dengan pemanfaatan dana BOK…”(MA,
45 Tahun).
Ditambahkan oleh salah seorang informan sebagai berikut :
“….kalau program, Alhamdulillah semua berjalan ji, ada biasa
yang terkendala dua – sampai tiga minggu seperti pemberian
tablet Fe pada remaja wanita, itu biasa karena dananya ji
belum cair, tapi biasa juga kalau ada dana lebih sedikit yan
kita tutupi dulu buat program yang akan berjalan…” (ES, 40
Tahun).
Dalam realisasi program kesehatan ibu dan anak tidak
sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya,
89
terutama pada ketepatan waktu dan sasaran. Tidak tepatnya
waktu realisasi program disebabkan karena anggaran belum
ada. Proses pencairan anggaran karena prosesnya bertahap dan
rumit, dan biasanya dikaitkan dengan urusan administrasi sesuai
kutipan informan berikut :
“… Prosesnya bertahap, ada proses birokrasi yang rumit dan
utuh da nada tahapannya sendiri. Pada sisi lain koordinasi
dan komunikasi pelaksana teknis juga lamban, karena
keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia sebagai
pelaksana..” (ES, 40 Tahun).
Pada penjelasan di atas mengindikasikan lemahnya
pelaksanaan kegiatan program kesehatan ibu dan anak, terutama
tidak adanya ketepatan waktu, sasaran dan target yang jelas
terukur dan lemahnya sumber daya manusia. Oleh karena itu
dibutuhkan upaya peningkatan kapasitas pelaksana sumber daya
manusia dengan meningkatkan keterampilan (skill) tenaga
pelaksana tehnis melalui pelatihan tersebut.
Namun sebenarnya masalah sesungguhnya bukan pada
kurangnya alokasi dana tapi kualitas program yang tidak
memenuhi standar bahkan adanya program yang dianggap
penting nanmun sebenarnya tidak penting untuk dlaksanakan.
Tapi walaupun begitu pihak Puskesmas telah bekerja dengan
baik terbukti semua program yang telah direncanakan telah
berjalan sebagaimana mestinya.
90
c. Informasi Evaluasi Program Kesehatan ibu dan Anak
Evaluasi program yang dilaksanakan bersifat periodik yaitu
pengawasannya memiliki jarak waktu tertentu, umumnya
dllaksanakan pada akhir program atau akhir tahun. Cara yang
digunakan adalah evaluasi secara administratif kegiatan setiap
pelaksanaan program laporan tersebut membahas waktu,
kepesertaan, anggota dan laporan kegiatan. Sebagaimana
diutarakan oleh informan :
“Ya kalau dari kita puskesmas biasanya kita lihat apakah
sudah pas waktu, pendanaan, pendanaan dan kegiatan yang
dilaksanakan…” (ES, 40 Tahun).
Dan juga informasi oleh informan sebagai berikut :
“….Kalo model evaluasi yang dilakukan kan tiap bulan mereka
melakukan evaluasi melalui laporan, melalui pertemuan-
pertemuan bulanan KIA, mereka melakukan evaluasi….” (NR,
38 Tahun).
Pada setiap program dinas kesehatan kabupaten/kota,
dievaluasi pada rapat perencanaan dan evalausi yang
dilaksanakan oleh dinas kesehatan sendiri, pada setiap tahun
program. Forum ini menjadi media pelaporan setiap aktivitas
program kesehatan iu dan anak yang dilaksanakan oleh internal
seski program kesehatan ibu anak.
Hal itu tergambar sebagai berikut :
“…..kita ndi, melakukan penilaian dengan cara meminta
penanggung jawab program membuat laporan administrasi
laporan kegiatan…” (JW, 35 Tahun).
91
Indikator evaluasi dari setiap program yang dilaksanakan
adalah ketepatan waktu dan sasaran atau target yang ingin
dicapai, anggaran yang digunakan serta kepesertaan masyarakat.
Walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan karena keakuratan
data masih harus dipelajari lebih lanjut. Seperti yang diutarakan
sebagai berikut :
“….Indikator keberhasilan programnya ada beberapa indikator,
jadi sudah ada target, jadi. Berdasarkan target, jadi misalnya
target 80%, indikatornya eeee… kalo K1, kalooo tidak tercapai
ya dicari permasalahannya kenapa tidak tercapai, bisa saja
karena data proyektif, bisa juga melebihi! Karena data data
proyektif sekarang kan berdasarkan data PUSDATIN tidak
selamanya sama dilapangan, ya. Jadi bisa cakupan mereka
melebihi bisa juga kurang. Karena anu, estimasi factor itu kan
bukan data real kalo pusdatin, jadi bisa saja lebih besar dia
punya sasaran, jadi indikatornya kalo 80% bisa tidak tercapai
karena tidak sesuai data real dilapangan, padahal puskesmas
sudah menyatakan 100%, padahal dibanding kalo dengan
data sasaran oleh pusdatin tidak cukup 80% karena lebih
besar target dari sasaran pusdatin…” (MA, 45 Tahun).
Selain itu evaluasi untuk mengukur output setiap program
yang dijalankan dalam bidang kesehatan ibu dan anak, belum
dapat dilakukan secara maksimal karena adanya keterbatasan
dari skill petugas, serta anggaran yang terbatas ikut mengambil
andil pada pengukuran output.
“…kalau untuk itu tidak ada, semisal kalau ada kita bina dan
bimbing petugas, ya pada saat pelatihan saja, setelah itu nanti
kita tidak lihat mi sejauh mana peningkatan dan partisipasinya
92
untuk program KIA, anu karena kurang sekali danannya…”
(IL, 38 Tahun).
Namun tidak adanya tindak lanjut untuk mengukur
perkembangan SDM di bidang KIA yang merupakan salah satu
program peningkatan kesehatan ibu dan anak disebabkan karena
terbatasnya sumber daya untuk itu, baik itu anggaran, maupun
tenaga dan waktu. Tim penilai kegiatan dilaksanakan secara
internal sendiri. Tim evaluasi dari luar tidak ada, karena anggaran
untuk melakukan hal tersebut tidak ada, padahal itu akan lebih
baik karena hasil kegiatan evaluasi lebih menyeluruh, dan tentu
hasilnya lebih obyektif. Seperti diutarakan informan :
“…..ya kita cuma periksa laporan yang kita terima dari masing-
masing koordinator program, kan ada dokumentasinya, selain
itu kan pihak Puskesmas juga terlibat secara langsung, maka
semua program dapat di evaluasi laporan yang mereka
berikan…”(IE, 37 Tahun)
Selain itu informan lain juga mengatakan bahwa, semua
harus berjalan sesuai rencana :
“….ya laporan yang ada kami tinjau apakah sudah berjalan
tepat waktu, alokasi anggaran sudah sesuai, dan sumber daya
yang tepat sudah di maksimalkan, itu ji yang penting, oh
dengan itu pencapaiannya indikatornya disesuaikan ji dengan
Juknis nya…” (MA, 45 tahun)
Seperti penuturan informan berikut ini :
93
“…..evaluator yang memantau keberhasilan program ya kita
kita ji, itupun kalau mau datang pihak dinas ya disesuaikan
dengan kesiapan dari Puskesmas…”(NA, 34 Tahun)
dan informasi ini diperkuat dengan pernyataan sebagai berikut
:
“ …ya walaupun ada sumber dana lain selain BOK, tapi kan
tidak semua itu dana buat program KIA tapi juga harus dibagi
dengan program-program urgent lainnya seperti P2L yang
membutuhkan dana yang cukup besar juga…”(JW, 35 tahun).
Hal ini sejalan dengan hasil chross-check data alokasi
anggaran kesehatan 2015-2016 sebagai berikut:
“…kami tidak bisa mengatakan pengguyuran dana nya secara
langsung berapa, Cuma memang penggunaan dana BOK
untuk program KIA sudah termasuk yang besar dan maksimal
pengalokasiannya, dan kami rasa hal tersebut cukup, buktinya
semua program berjalan ji semua…”(NR, 38 Tahun).
Evaluasi bersifat administratif yaitu penilaian sebuah
program dilakukan dengan menilai laporan pelaksanaan kegiatan
dalam bentuk laporan administrasi. Isi laporan hanya
menggambarkan keadaan berjalannya sebuah program berupa
waktu, peserta, dan anggaran kegiatan. Sesuai yang diutarakan
informan dalam wawancara sebagai berikut :
“…. Secara umum tentu ketepatan waktu, laporan pendanaan
dan siapa – siapa saja yang terlibat dalam kegiatan…”(IL, 38
Tahun).
94
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan evaluasi tidak
menyentuh substansi yang sebenarnya dimana evaluasi program
kesehatan ibu dan anak menurut green dan lewis agar para
pelaksana sebagai promotor dapat menunjukkan keefektifan
program yang dilaksanakan dan kredibilitas program secara
spesifik dan program kegiatan kesehatan lain secara umumnya
(Thaha, 2006).
C. Pembahasan
1. Perencanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak
Pendekatan perencanaan program kesehatan ibu dan anak
yang digunakan oleh seksi kesehatan ibu dan anak kesehatan Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe adalah perencanaan program dengan
pendekatan Prosedural Birokrasi. Hal ini ditandai dengan tahapan
perencanaan berupa need assessment dan penyusunan program
dilakukan secara periodik (sekali dalam setahun), dengan
menghadirkan masing-masing kepala seksi khususnya seksi
kesehatan ibu dan yang secara langsung merefresentasikan dan
memaparkan masalah dan kebutuhan masing-masing seksi di dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe. Tahap perencanaan adalah sebuah
tahap yang sangat penting untuk mengarahkan pelaksanaan dan
tujuan program, serta didasarkan pada data base yang kuat dalam
penyusunannya.
95
Hasil dari forum ini nantinya akan diteruskan pada Puskesmas
dengan harapan sebagai rangkuman atau acuan program kegiatan
yang akan dilaksanakan. Forum ini membahas tentang kondisi dan
masalah yang dihadapi masing-masing seksi dinas kesehatan
kabupaten/kota, permasalahan tersebut diantaranya adalah:
a. Kebutuhan Sarana dan Prasarana
b. Kebutuhan Sumber Daya Manusia baik secara Kualitas maupun
Kuantitas
c. Masalah Kesehatan masyarakat dari sudut pandang program
kesehatan ibu dan anak.
Dari hasil presentase masalah-masalah tersebut diatas,
selanjutnya tim perencanaan dinas kesehatan kabupaten membuat
desain program yang dilandasi oleh berbagai informasi dan masukan
dari seksi yang di dinas kesehatan. Sepintas hal ini menunjukkan
adanya sebuah alur perencanaan program yang berdasarkan
pendekatan dari bawah (bottom up planning). Pendekatan ini
merupakan pendekatan yang sangat baik untuk mengidentifikasi
program-program yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam taraf Puskesmas sendiri para bidan dipimpin oleh bidan
koordinator akan terlebih dahulu merumuskan kegiatan apa yang
akan dilakukan, bidan yang berpartisipasi dalam hal ini adalah bidan
yang telah dipilih dan akan bekerja sesuai tanggung jawab mereka.
Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan dilakukan
96
berdasarkan pengalaman empirik yang telah ditemukan pada tahun
sebelumnya.
Pertemuan yang dilakukan antar bidan terkait pelaksanaan
program KIA terkadang membutuhkan waktu yang tidak singkat,
dimana proses tersebut tidak serta merta melahirkan satu desain
program. Hasil pertemuan akan di jadikan pemateri diskusi pada
masing-masing penanggung jawab yang ada pada Puskesmas di
Kabupaten Konawe. Proses yang terjadi di intern pelaksana kegiatan
KIA ini akan lebih spesifik menentukan tujuan, sasaran, dan waktu
serta anggaran program dibuat sesuai dengan masukan yang
dirapatkan melaluli laporan penanggung jawab program ditingkat
Puskesmas dalam hal ini Kepala Puskesmas serta Penanggung
jawab KIA dan Bidan koordinator sebagai pelaksana baik melalui
laporan administratif maupun rapat koordinasi.
Tahapan tersebut akan dilanjutkan untuk diajukan menjadi
sebuah program pada kepala bagian perencanaan dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe, untuk selanjutnya melakukan pengusulan dan
dipertimbangkan penganggaran dan pengalokasian dana BOK pada
program KIA di Puskesmas Kabupaten Konawe.
Berdasarkan informasi tersebut, tahapan perencanaan yang
dilakukan adalah melalui rapat koordinasi antar intern bagian
kesehatan ibu dan anak perencanaan dengan tahapan seperti ini
memiliki kelemahan, yaitu informasi dan masalah yang dilaporkan
97
lebih bersifat kebutuhan institusi (institusional needs) atau bagian
tetentu dari pada kebutuhan masyarakat (public needs). Hal ini
disebabkan informasi yang diterima adalah informasi sekunder yang
dilaporkan oleh tenaga Puskesmas dan seksi di intern Dinas
Kesehatan itu sendiri, dengan demikian tingkat kepentingan kesiapan
sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan BOK tahun
2016 belum mencukupi dan memadai dari segi jumlah dan
kompetensi.
Salah satu kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan dalam
implementasi kebijakan BOK adalah kompetensi bidang
keuangan, karena permasalahan yang muncul selama proses
pelaksanaan di lapangan adalah menyangkut administrasi keuangan
BOK. Kondisi ketenagaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
terutama di puskesmas, tidak terdapat tenaga khusus di bidang
keuangan, sebagian besar tenaga yang ada adalah tenaga profesi
kesehatan.
Selama ini kebijakan tentang pengadaan tenaga di bidang
kesehatan lebih mengutamakan tenaga profesi kesehatan, karena
ketersediaannya sampai saat ini belum sesuai dengan kebutuhan
standar ratio jumlah penduduk yang ada. Diberlakukannya
desentralisasi, kekurangan tenaga di luar profesi kesehatan yang
dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat
dipenuhi atas dasar kebijakan kepala daerah setempat. Apabila
98
kebijakan tersebut dilaksanakan akan sangat membantu kelancaran
program-program kesehatan.
Institusi lebih dominan, dengan dominannya interest institusi
maka tingkat pemenuhan program akan lebih banyak pada aspek
pengadaan dan maintanance sarana dan prasarana. Jika demikian
adanya maka tahapan perencanaan berupa pencarian masalah dan
tingkat kebutuhan program lebih berorientasi pada institusi bukan
pada masalah dan kebutuhan masyarakat (Dachroni, 2003).
Perencanaan kesehatan yang baik menurut Leavy & Loomba
harus mampu mewakili sebuah masalah dan kebutuhan masyarakat,
menentukan tujuan dan sasaran secara spesifik, memperkirakan
kemampuan yang dimiliki dan mampu menentukan model evaluasi
yang tepat (Azwar, 2003). Mengacu pada pendekatan diatas,
perencanaan yang dilakukan di dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
telah mampu membangun sebuah model kerja perencanaan yang
dengan sistematika birokrasi, hal tersebut menunjukkan sebuah
model kerja perencanaan yang bersifat hirarkis.
Pendekatan model ini sesungguhnya belum
mengimplementasikan subtansi perencanaan kesehatan masyarakat
dengan pendekatan kesehatan ibu dan anak, dimana proses
pencarian masalah dan kebutuhan harus dilakukan secara langsung
kepada masyarakat. Instrument yang digunakan harus terukur dan
akurat meliputi (Azwar, 2003):
99
a. Analisis masyarakat berupa pengumpulan data geografis dan
demografis
b. Diagnosis masyarakat, meliputi data sarana dan status
Kesehatan
c. Penentuan prioritas masalah dengan pendekatan scoring ataupun
nominal group technique baik itu delphi technique maupun delbeg
technique
d. Menyusun model evaluasi program
Pendekatan tersebut tidak mampu dilakukan secara
menyeluruh oleh karena lemahnya sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan mendesain program kesehatan dengan
pendekatan kesehatan ibu dan anak. Program yang dibuat
cenderung monoton sama dari tahun ke tahun, padahal mereka
berusaha membuat program dari masalah masyarakat yang mereka
temukan namun kegiatannya hal yang berulang dari tahun ke tahun,
dan sama di beberapa Puskesmas lain.
Lemahnya SDM tersebut mengindikasikan para
penyelenggara sistem pemerintah bahkan ke tingkat Puskesmas
belum melihat program kesehatan ibu dan anak sebagai hal yang
sangat penting. Pembangunan Kesehatan masih menggunakan
paradigma sakit. Hal itu ditandai oleh prioritas kebijakan program
pembangunan kesehatan pada pengadaan sarana dan prasarana
yang bersifat kuratif dan rehabilitatif lebih dominan.
100
Fakta ini hadir karena kurangnya pemahaman para pengambil
kebijakan tentang pergeseran paradigm pembangunan kesehatan
yang tidak lagi berorientasi kuratif dan rehabilitatif tetapi harus
berorientasi preventif dan promotif. Dengan demikian kesehatan tidak
boleh dipandang sebagai hal yang bersifat konsumtif, namun harus
dilihat sebagai investasi, sehingga kebijakan kesehatan berorientasi
untuk kebaikan masyarakat (public goods) bukan untuk keuntungan
pribadi (private goods). Hal tersebut diutarakn oleh informan
mengenai proses dan hasil advokasi yang dilakukan selama ini.
Kurangnya keberpihakan para pengambil kebijakan dalam
melihat urgensi program kesehatan ibu dan anak terutama program
PHBS tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan mereka tentang
kesehatan ibu dan anak , karena itu advokasi harus dilakukan secara
intensif untuk membanun kepekaan dan keberpihakan mereka
terhadap program kesehatan ibu dan anak dengan adanya indikasi
positif yang dilakukan melalui peningkatan rekrutmen tenaga
kesehatan ibu dan anak. Proses advokasi pun harus dilakukan
dengan metode yang lebih variatif sesuai dengan konteks sosial
budaya masing-masing.
Selain itu menurut Nurcahyani (2013) menyatakan komunikasi
dan koordinasi dalam implementasi kebijakan BOK kurang berjalan
maksimal baik di dalam internal tim pengelola BOK maupun dengan
pihak eksternal. Komunikasi yang dilakukan melalui pertemuan
101
koordinasi dengan puskesmas hanya dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
selama setahun, yaitu pada awal dan akhir kegiatan. Komunikasi dan
koordinasi dengan pihak KPPN sebagai agen pelaksana kebijakan
sulit dilakukan oleh tim pengelola BOK kabupaten karena
terbatasnya informasi yang diberikan serta kebijakan yang tidak
konsisten terutama pada proses pencairan dana BOK. Hal ini
mengakibatkan terjadinya keterlambatan pencairan dana BOK
secara berjenjang baik di kabupaten maupun di Puskesmas, yang
berimbas pada program-program yang tertunda menyebabkan
pelaksanaan kegiatan tidak terlaksana dengan baik. Hal ini juga
terjadi pada bagian KIA.
Dari penjelsan tersebut tampak jelas bahwa perencanaan
program kesehatan ibu dan anak pada Seksi Kesehatan ibu dan
anak Kabupaten Konawe khususnya belum dilakukan dengan baik.
Hal itu terjadi diantaranya disebabkan oleh lemahnya analisis
masalah dan diagnosis masyarakat yang dilakukan pada tahapan
perencanaan program. Sehingga berimplikasi program yang
direncanakan hanya dominan memenuhi kebutuhan alat bantu
institusi yang terbukti dengan banyaknya program yang tidak berjalan
dengan baik. Dengan demikian trend penyakit yang ada tidak
mengalami pergeseran signifikan disebabkan program pembangunan
kesehatan yang dilakukan kurang mampu memenuhi masalah dan
kebutuhan masyarakat.
102
Menurut Collins (2004), ada beberapa alasan untuk
mengfokuskan perhatian pada partisipasi masyarakat (community
participation), yaitu:
(1) Efektifitas program lebih mudah dicapai. Hal ini dimungkinkan
oleh karena manejemen dan perencanaan lebih mengarah
kepada kebutuhan masyarakat local. Selain itu, masyarakat
dapat memberikan kontribusi yang penting dalam proses
monitoring dan evaluasi program.
(2) Melalui partisipasi masyarakat, sustainabilitas program
kesehatan dapat diperoleh dengan lebih mudah. Hal ini
disebabkan program lebih sesuai dengan kebutuhan local serta
resources yang esnsial dapat diperoleh dari mereka.
(3) Dengan proses community participation yang efektif, dapat
merupakan prinsip akuntabilitas dari masyarakat terutama
dalam hal pembiayaan pelayanan masyarakat terutama dalam
hal pembiayaan pelayanan kesehatan.
(4) Dengan community participation, tingkat penerimaan program
kesehatan oleh masyarakat dapat lebih mudah diperoleh yang
pada gilirannya akan meningkatkan utilitas dan cangkupan
pelayan kesehatan.
(5) Pada situasi dengan keterbatasan sumber daya yang ada,
masyarakat dapat berperan dalam hal kontribusi tenaga, lahan,
material dan bahkan pembiayaan.
103
Selain itu partisipasi masyarakat akan menciptakan
kemandirian masyarakat dalam kewujudkan kesehatannya. Selain itu
agar pihak pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan untuk
menambah dan mengadakan program pelatihan yang merata pada
semua tenaga kesehatan khusunya pada pelayanan kesehatan
tingkat dasar agar dapat memiliki kemampuan untuk melakukan
proses penyusunan perencanaan program kesehatan yang akan
dilaksanakan.
2. Pelaksanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak
Realisasi program promosi keshatan ibu dan merupakan
tindak lanjut dari hal yang telah direncanakan, melaksanakan
program kesehatan ibu dan anak tidaklah sesederhana apa yang
direncanakan, Pelaksanaan program memerlukan keterampilan
khusus untuk memotivasi para pelaksana teknis (Thaha, 2006).
Sejalan dengan Azwar (2003) dalam melaksanakan suatu
rencana, seseorang administrator dan ataupun manager, perlu
menguasai sebagai pengetahuan keterampilan yang jika
disederhanakan dapat dibedakan atas enam macam, yakni:
a. Pengetahuan dan keterampilan motivasi (Motivating)
b. Pengetahuan dan keterampilan komunikasi (Communication)
c. Pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan (Leadership)
d. Pengetahuan dan keterampilan pengarahan (Directing)
104
e. Pengetahuan dan keterampilan pengawasan (Controling) dan
keterampilan supervise (Supervision)
Pada organisasi Sub Kesehatan Masyarakat Seksi kesehatan
ibu dan anak Kabupaten Konawe, arah program lebih berorientasi
pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak,
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga promsi
kesehatan di interen dinas kesehatan kabupaten/kota sendiri.
Pelatihan dilaksanakan sendiri oleh seksi kesehatan ibu dan anak,
pelaksanaan pelatihan inipun sebenarnya masih belum memadai
untuk menciptakan tenaga kesehatan ibu dan anak yang
professional, karena bentuk-bentuk pelatihan yang dilaksanakan
hanya untuk memenuhi kebutuhan pada saat program akan
dilaksanakan yang disesuaikan dengan program-program yang akan
dilaksanakan nantinya sesuai dengan program perencanaan dan
sangat bersifat teknis.
Realisasi sebuah program dalam bentuk pelatihan dan
peningkatan kapasitas sumber daya didesain dengan keterlibatan
berbagai pihak. Masing-masing komponen yang menjadi penunjang
pelaksanaan kegiatan akan diikut sertakan sesuai dengan model
pelaksanaan program yang telah direncanakan, baik itu masyarakat,
ikatan profesi maupun akademisi.
Realisasi pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe masih diarah pada upaya-upaya
105
peningkatan dan penguatan internal petugas kesehatan ibu dan anak
sendiri, baik itu penambahan jumlah SDM dan peningkatan kualitas
SDM. Selain itu upaya pengadaan fasilitas dan alat-alat bantu
kesehatan akan sangat membantu keberhasilan program. Seperti
sepeda motor, komputer, LCD dan alat-alat media lainnya guna
mengefektifkan kegiatan program KIA mengingat masih banyak
tempat yang sangat sulit dari akses transportasi dan informasi di
kabupaten Konawe.
Proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak
Kabupaten Konawe yang bersentuhan secara langsung dengan
masyarakat masih sangat minim. Berdasarkan informasi dan data
yang kami temukan dilapangan bahwa ada 18 program kesehatan
ibu dan anak yang terlaksana.
Realisasi intervensi pelaksanaan program kesehatan ibu dan
anak Kesehatan Kabupaten Konawe ini sebagaimana yang ada
dalam tabel Plan Of Action (POA) realisasi program kesehatan ibu
dan anak tahun 2016 menunjukan adanya berbagai keterbatasan
dalam proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak,
terutama keterbatasan sumber daya manusia dan alokasi anggaran
yang tidak memadai untuk melakukan kegiatan kesehatan ibu dan
anak sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Sinergitas SDM
secara kuantitas dan kualitas, anggaran dan fasilitas yang memadai
secara komplit untuk merealisasikan rencana kegiatan kesehatan ibu
106
dan anak dalam bentuk pelaksanaan nyata adalah hal sangat penting
untuk dipenuhi. Namun semua pihak di Puskesmas telah
menyesuaikan diri pada keterbatasan anggaran dana BOK yang ada
sehingga semua program berhasil dilaksanakan.
Dalam realisasi program kesehatan ibu dan anak
pelaksanaannya secara keseluruhan sudah sesuai dengan
perencanaan yang telah dilaksanakan sebelumnya, terutama pada
ketepatan waktu dan sasaran, namun dalam hal ini sangat perlu
dipertimbangkan mengenai peningkatan kualitas dan kemampuan
tenaga kesehatan yang terlibat agar tidak tepatnya waktu realisasi
program disebabkan karena anggaran program belum ada atau
belum keluar secara maksimal. Proses pencairan anggaran program
mengalami keterlambatan karena proses birokrasi yang bertahap dan
rumit. Pencairan dana BOK juga sangat dipengaruhi oleh banyak hal
termasuk masalah administrasi, serta keberhasilan program
kesehatan pada tahun sebelumnya yang menetukan jumlah sera
kebutuhan dana anggaran BOK.
Salah satu teknik yang dilakukan petugas dalam hal ini pihak
Puskesmas dalam keterlambatan pencairan anggaran BOK adalah
dengan menerapkan sistem subsidi silang terhadap program lain.
Dalam artian pelaksanaan program KIA yang belum dibiayai oleh
Anggaran BOK, danannya akan dipinjamkan terlebih dahulu, apabila
Anggaran BOK telah cair atau didapatkan maka dana yang dipinjam
107
tersebut akan digantikan. Dimana perlu diperhatikan bahwa dana
program yang menggantikan tersebut juga sedang tidak akan
digunakan dalam waktu dekat.
Selain itu berdasarkan informasi tersebut diatas permasalahan
juga disebabkan oleh lemahnya komunikasi dengan pelaksana teknis
karena keterbatasan sumber daya baik secara kualitas dan kuantitas.
Pihak puskesmas sebagai pelaksana program dan pemberi dana
memiliki waktu yang minim saat bertemu. Padahal menurut
Notoatmodjo (2003), bahwa manusia sebagai individu diperlukan
unsur-unsur untuk bisa melaksanakan tugas dengan baik, misalnya
memiliki pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) yang positif dan
sarana yang diperlukan untuk melakukannya serta dorongan/motivasi
untuk berbuat.
Menurut Merliana (2012) Kondisi dana BOK yang difungsikan
untuk pendanaan pelaksanaan program namun pada pada
implementasinya, dana BOK masih kurang mampu mendukung
kegiatan operasional Puskesmas yang difokuskan pada upaya
promotif dan preventif karena masih minimnya dana BOK yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat ke Kabupaten sampai Puskesmas
sehingga sering kali Puskesmas meminimalisir pembiayaan kegiatan,
yang merujuk pada pemotongan anggaran program, ataupun
penundaan pelaksanaan program kegiatan.
108
Dari seluruh pemaparan diatas mengindikasikan lemahnya
pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, terutama tidak karena
lemahnya pengalokasian dana yang akan mengarah pada lemahnya
sumber daya manusia. Selain itu ketidaktepatan waktu dalam alokasi
dana membuat banyak program menjadi tidak efisien karena sudah
tidak tepat waktu.
Oleh karena itu, harus ada upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas pelaksana dengan memfokuskan
pengalokasian dana pada program-program utama dan urgent
seperti program kesehatan ibu dan anak meningkatkan keterampilan
(skill) tenaga pelaksana teknis melalui pelatihan untuk hal tersebut,
tentu dengan desian pelatihan yang harus terukur dan memerlukan
proses inovasi dari waktu ke waktu. Hal ini perlu dilakukan
secepatnya agar pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak
betul-betul mampu menjawab masalah kesehatan yang ada di
masyarakat. Pihak dinas kesehatan ataupun Puskesmas dapat
menjalin kerjasama dengan para akademisi dibidang kesehatan
ataupun lintas sektoral agar dapat mengkaji lebih dalam dan efektif
tentang pembuatan POA serta analisis kebutuhan program
kesehatan yang dibutuhkan di masyarakat.
3. Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak
Evaluasi (penilaian) merupakan hal yang sangat penting untuk
memberikan gambaran keberhasilan sebuah program, dengan
109
indikator yang konkrit dan dapat diverifikasi. Model evaluasi yang akan
digunakan tidaklah ditentukan pada saat akhir sebuah program, namun
model evaluasi sudah terlebih dahulu didesain pada saat tahapan
merencanakan sebuah program (Azwar, 2003).
Evaluasi yang dilaksanakan pada program kesehatan ibu dan
anak yang ada di Puskesmas adalah evaluasi yang bersifat
administratif, yaitu penilaian sebuah program dilakukan dengan nilai
laporan pelaksanaan kegiatan dalam bentuk laporan administrasi. Isi
laporan administrasi hanya menggambarkan kondisi realisasi sebuah
program, berupa waktu, peserta dan anggaran kegiatan.
Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan evaluasi tidak menyentuh
substansi yang sebenarnya dimana evaluasi program kesehatan
menurut Green dan Lewis bertujuan agar usaha preventif kesehatan
dapat menunjukkan keefektifan program dan menunjukkan kredibilitas
program secara spesifik dan kerdibilitas promosi dan pendiriikan
kesehatan pada umumnya (Thaha, 2006).
Kondisi tersebut seakan-akan menjadi sebuah kebiasaan yang
ditolerir dan menjadi budaya interen birokrasi, proses inovasi selalu
terhambat pada persoalan dana dan sistem yang tidak mendukung,
dengan demikian advokasi harus dilakukan dengan intensif dan
senantiasa berubah tidak bersifat monoton.
Evaluasi yang digunakan oleh pihak Puskesmas (K.
Puskesmas, Bendahara, dan bidan kepala) dan seksi promosi dinas
110
kesehatan Kabupaten Konawe jika ditinjau dari evaluatornya
merupakan evaluasi yang bersifat formatif, dimana evaluatornya
berasal dari internal dinas kesehatan ataupun Puskesmas itu sendiri,
namun jika ditinjau dari waktu evaluasinya maka dapat dikategorikan
sebagai evaluasi sumatif, karena evaluasi diadakan bukan pada saat
proses program tapi pada akhir program. Dari model ini
menggambarkan bahwa evaluasi proses sebuah program tidak
dilaksanakan secara maksimal.
Berdasarkan informasi diatas dengan jelas juga
menggambarkan kurangnya pemahaman informan tentang model
evaluasi, baik itu yang bersifat sumatif maupun formatif. Dengan
demikian realisasi program hanya dilaksanakan untuk memenuhi daftar
program yang telah disusun sebelumnya. Tidak ada evaluasi yang
dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat perubahan dan
kemajuan setelah mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Hal itu menunjukkan hasil akhir pelaksanaan sebuah program secara
realisasi tidak dapat diukur secara jelas.
Selain itu, informan juga memaknai bahwa model evaluasi yang
dilakukan dengan evaluator internal memiliki kelemahan mendasar,
karena akan melahirkan penilaian yang bersifat sangat subyektif.
Berdasarkan informasi diatas yang menunjukkan bahwa
penilaian yang dilakukan secara internal dapat melahirkan
subyektifitas, apa lagi laporan yang selama ini dibuat untuk memantau
111
pelaksanaan sebuah program lebih bernuansa untuk menyenangkan
atasan bukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari
penuturan ini menunjukkan informan tidak memahami dengan baik
evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang evaluatornya berasal dari internal,
yang memang secara khusus melakukan evaluasi pada proses
program untuk mendapatkan umpan balik (feed back) tentang kendala
dan masalah yang ada pada saat proses pelaksanaan program. Hal ini
penting dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program
agar mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya (Thaha,
2006).
Pengunaan evaluator internal dalam penilaian program
kesehatan ibu dan anak membuat hasil akhir sebuah program susah
untuk diketahui dan dilacak sejauh mana implikasi positif dari sebuah
program. Hal ini dikarenakan budaya kelompok untuk menutupi
kelemahan dan kekurangan dalam birokrasi masih tinggi. Karena itu
evaluasi program kesehatan ibu dan anak harus dilakukan dengan
pendekatan yang lebih obyektif, dengan instrument evaluasi harus
terukur dan sedapat mungkin meminimalisir tingkat kepentingan
pelaksana/penanggung jawab sebuah program dalam proses dan hasil
evaluasi. Dengan demikian evaluasi yang bersifat formatif dan sumatif
harus dilakukan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik, evaluasi
sumatif menggunakan indikator kuantitatif yang mengukur efektifitas
dan efesiensi kegiatan, selain itu evaluatornya adalah evaluator
112
eksternal yang akan menguarangi tingkat interest untuk
menyembunyikan kelemahan atau bahkan kesalahan sebuah program.
Namun hal ini pun belum mampu dilakukan oleh seksi
kesehatan ibu dan anak disebabkan tidak adanya anggaran untuk
keterlibatan pihak eksternal untuk melakukan evaluasi. Karena itu di
era transisi demokrasi pengawalan terhadap kebijakan dan program
kesehatan ibu dan anak harus dilakukan oleh kelompok Akademisi
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bentuk Advokasi
yang lebih tinggi posisi tawarnya.
4. Pembiayaan Program Kesehatan ibu dan anak
Dari hasil wawancara mendalam pada petugas menemukan
bahwa pembiayaan terhadap program kesehatan ibu dan anak
menjadi salah satu faktor utama dalam proses berjalannya dan
terlaksananya program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat secara
maksimal, baik untuk belanja modal maupun belanja operasional
program baik program fisik ataupun non fisik. Dari dalam upaya
pembiayaan terhadap sektor kesehatan khususnya program kesehatan
ibu dan anak di daerah kabupaten kota. Pihak pemerintah
mengalokasikan anggaran melalui dana BOK, APBN, APBD Provinsi
dan APBD Kabupaten/Kota, serta sumber lainnya.
Tujuan dari kebijakan BOK sudah jelas disebutkan dalam
Petunjuk Teknis BOK yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan
yaitu untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan
113
masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif puskesmas untuk
mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs
pada tahun 2016. Adapun tujuan khususnya adalah meningkatkan
cakupan program puskesmas yang bersifat upaya promotif dan
preventif, penyediaan dukungan biaya untuk upaya pelayanan
kesehatan promotif dan preventif serta terselenggaranya lokakarya
mini puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat (PMPK UGM & UNFPA, 2011). Dalam tujuan tersebut
terdapat ukuran-ukuran pencapaian target yang mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, dan juga
merupakan indikator output keberhasilan kebijakan BOK.
Pemberian dana bantuan BOK akan sangat membantu dalam
menunjang pelaksanaan program kesehatan yang dijalankan oleh
Puskesmas. Selama implementasi tersebut dapat dijalankan sesuia
dengan yang dibutuhkan. Namun banyak kendala yang ditemukan
dalam realisasi dana tersebut, sehingga walaupun dana untuk program
telah dianggarkan namun, program yang dilaksanakan dirasakan
belum tetap sasaran. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti kurangnya tenaga ahli (Sumber daya) di Puskesmas dalam
mengalokasikan dana program, berkas dana rujukan yang tidak
lengkap, pengurusan administrasi yang berbelit-belit, program yang
dibuat tidak disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, serta
114
akumulasi hal-hal tersebut yang membuat pencairan dana menjadi
terhambat hingga dalam proses perjalanan dan pelaksanaan kegiatan .
Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang
terpenting dan menentukan keberhasilan proses implementasi. Agar
implementasi kebijakan dapat berhasil dituntut adanya sumber daya
manusia yang berkualitas, kompeten dan kapabel, dengan jumlah
yang mencukupi dan memadai (Agustino, 2010).
Kesiapan sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan
BOK tahun 2016 belum mencukupi dan memadai dari segi jumlah dan
kompetensi. Salah satu kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan
dalam implementasi kebijakan BOK adalah kompetensi bidang
keuangan, karena permasalahan yang muncul selama proses
pelaksanaan di lapangan adalah menyangkut administrasi keuangan
BOK. Kondisi ketenagaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe di
puskesmas, tidak terdapat tenaga khusus di bidang keuangan,
sebagian besar tenaga yang ada adalah tenaga profesi kesehatan.
Selama ini kebijakan tentang pengadaan tenaga di bidang
kesehatan lebih mengutamakan tenaga profesi kesehatan, karena
ketersediaannya sampai saat ini belum sesuai dengan kebutuhan
standar ratio jumlah penduduk yang ada. Dengan diberlakukannya
desentralisasi, kekurangan tenaga di luar profesi kesehatan yang
dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat
dipenuhi atas dasar kebijakan kepala daerah setempat. Apabila
115
kebijakan tersebut dilaksanakan akan sangat membantu kelancaran
program-program kesehatan
Berdasarkan 6 puskesmas yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi,
Tawanga, Unaaha, Lambuya dan Tongauna diketahui bahwa semua
program KIA yang didanai oleh dana BOK telah terlaksana sesuai
dengan program yang telah direncanakan. Semua program yang
direncanakan disetiap Puskesmas telah mencapai sasaran target
cakupan. Walaupun dana BOK yang diterima cair pada akhir perode
pelaksanaan program. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
termasuk administrasi, dan penentuanjumlah anggaran BOK. Adanya
tuntutan penggunaan dana BOK secara maksimal agar, dana yang
telah direncanakan dimanfaatkan se efektif mungkin untuk peningkatan
kesehatan ibu dan anak di masyarakat. Apabila dana yang telah
dianggarkan tidak habis terpakai maka, rencana anggaran untuk
periode mendatang akan mengalami penurunan.
Sikap/kecenderungan para pelaksana kebijakan BOK yang
hanya melaksanakan kegiatan BOK sebagai formalitas saja
seharusnya dapat dihindari apabila dana BOK tidak terlambat dan
dapat dicairkan tepat waktu. Bila dana BOK turun sesuai
dengan jadwal yang telah direncanakan, para pelaksana di
puskesmas mempunyai waktu yang cukup untuk menyelesaikan
semua tahapan pelaksanaan kegiatan termasuk memperhatikan
peningkatan hasil cakupan program puskesmas sebagai tujuan dari
116
pendanaan BOK. Walaupun semua program telah berjalan sesuai
cakupan, namun dalam sistematika hingga keefektifan program dirasa
belum maksimal. Adapun kegiatan program tersebut antara lain:
a. Cakupan kunjungan ibu hamil.
b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
memiliki kompetensi kebidanan.
d. Cakupan pelayanan nifas.
e. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari) dengan
komplikasi ditangani.
f. Cakupan kunjungan bayi.
g. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization).
h. Cakupan pelayanan anak balita.
i. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan.
j. Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu
Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluarga miskin.
Umumnya program yang dijalankan disetiap puskesmas
Penyaluran dana BOK pada tahun 2016 dengan mekanisme
Tugas Pembantuan (TP) seringkali mengalami kendala yang
mengakibatkan keterlambatan pencairan dana ke kabupaten dan
puskesmas. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat penyerapan
realisasi anggaran BOK di akhir tahun serta pada pencapaian tujuan
utama kebijakan BOK. Hasil ini diperkuat dengan penelitian
117
Trisnantoro (2012) tentang pelaksanaan BOK tahun 2011
menunjukan terdapat potensi masalah dan faktor- faktor yang
memengaruhi implementasi kebijakan BOK di daerah, dalam evaluasi
pembiayaan yang dilakukan diketahui bahwa pemanfaatan dana BOK
oleh ke empat Puskesmas telah dilakukan dimana program-program
tersebut tetap dilaksanakan dengan kondisi yang terbatas dalam
pendanaannya.
Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
implementasi kebijakan BOK menggunakan model implementasi
kebijakan publik dari Donald Van Metter dan Carl Van Horn yaitu A
Model of The Policy Implementation, yang membagi 6 (enam) variabel
yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik yaitu (Agustino, 2010) :
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Hasil telaah dokumen, dijelaskan bahwa tujuan kebijakan BOK
adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif
puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang
kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Kinerja implementasi
kebijakan BOK dapat diukur keberhasilannya dari ukuran berupa
pencapaian target cakupan program promotif dan preventif
puskesmas yang mengacu pada SPM bidang kesehatan (14
indikator), serta merupakan indikator output keberhasilan
118
kebijakan BOK.
2) Sumberdaya
Hasil penelitian menunjukan ketidaksiapan sumber daya
manusia/tenaga pengelola BOK di kabupaten dan puskesmas
terjadi karena keterbatasan dari segi kualifikasi, kompetensi
dan jumlah tenaga. Para pelaksana program di puskesmas
sebagian besar belum mengerti dan faham tentang kebijakan BOK
sehingga mereka tidak siap melaksanakan kegiatan yang
dibiayai dana ini di lapangan. Ketidaksiapan tenaga pengelola
BOK kabupaten, terjadi karena satuan kerja (satker) keuangan
yang dibentuk dalam susunan tim tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya. Komitmen dari personil yang duduk dalam tim pengelola
BOK kabupaten masih kurang.
Tim pengelola BOK kabupaten menetapkan besaran alokasi
dana BOK untuk puskesmas hanya berdasarkan jumlah desa yang
ada di masing-masing puskesmas. Hal ini menyebabkan beberapa
puskesmas mengalami kekurangan serta kelebihan dana. Sebagian
besar informan mengeluhkan besaran dana operasional untuk
insentif/honor pengelola BOK serta transport konsultasi kurang. Tidak
tersedia sarana dan prasarana khusus untuk pengelolaan kegiatan
BOK, tetapi hal tersebut diatasi dengan menggunakan fasilitas milik
pribadi dan milik kantor (dinas dan puskesmas).
Hasil penelitian menunjukan fungsi perencanaan dan
119
pengorganisasian dalam implementasi kebijakan BOK belum
dilaksanakan maksimal. Salah satu permasalahan yang ditemui
dari hasil wawancara menunjukan bahwa sebagian besar
puskesmas mengalami kesulitan dalam proses pembuatan
perencanaan tahunan BOK puskesmas yaitu POA (Plan Of Action)
dimana POA yang dibuat lebih banyak didasarkan pada acauan POA
sebelumnya, dan hanya disesuaiakan sumber daya dan dananya saja,
tidak berdasarkan pada aspek lain. Sesuai hasil kesepakatan tim
pengelola BOK kabupaten, maka dibuat menu-menu kegiatan yang
dapat dibiayai BOK, tetapi hal tersebut menyebabkan konflik bagi
sebagian puskesmas karena merasa dibatasi dan tidak diakomodir
sebagian usulan kegiatannya.
Kabupaten Konawe sejak diterapkkannya otonomi daerah
membawa impilikasi yang luas terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang pihak penyelenggara pemerintah Kabupaten dan Kota
(eksekutif dan legislatif), begitupun halnya perubahan pada sektor
kesehatan dengan proses desentralisasi kesehatan diikuti dengan pola
perubahan pelayanan kesehatan yang terlihat pada proses alur
perencanaan program kesehatan yang dimulai dari penggalian
masalah dari bawah-keatas (button up) dimaksudkan untuk
mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
sistem desentralisik diharapkan program pembangunan kesehatan
120
lebih efektif dan efesien serta menyentuh kepada kebutuhan
kesehatan bersifat dari bawah-keatas (button up), seperti terlihat dari
hasil wawancara dilapangkan bahwa alur perencanaan program
kesehatan ibu dan anak dinas Kesehatan Kabupaten Konawe.
Langkah-langkah melaksanakan gerakan masyarakat, yaitu:
pendekatan terhadap tokoh masyarakat, pengenalan masalah
kesehatan perumusan upaya penanggulangan masalah oleh
masyarakat, pembinaan dan pengembangan, dan bentuk-bentuk
gerakan masyarakat dan hasil yang diharapkan.
Dengan adanya strategi upaya pencegahan dan
penanggulanagan penyakit terkait kesehatan ibu dan anak diharapkan
masyarakat kedepan dapat berpartisipasi dan berperan serta dalam
menetukan derajat kesehatannya. Melalui BPJS kesehatan
masyarakat mampu membiayai dirinya sendiri tanpa merasa terbebani
kerena secara tidak langsung mereka sudah membayar secara
bertahap sebelum sakit. Kemudian melalui upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat mereka dapat memeriksakan diri di
posyandu, melahirkan di pondok bersalin desa, dan melalui pos obat
desa serta tanaman obat keluarga mereka tahu bahwa ketika sakit
mampu memberikan pertolongan pada dirinya sendiri sekaligus
menjadi sumber pendapatan keluarga. Hal ini sebagai upaya
pemandirian masyarakat dalam menanangani masalah kesehatannya.
121
D. Keterbatasan Penelitian
1. Kesulitan untuk mendapatkan dan menggali informasi tentang
pengalokasian dana, Karena hal ini merupakan salah satu hal
sensitif untuk diperbincangkan. selain itu karena penelitian ini
terkonsentrasi pada empat Puskesmas sulit untuk tidak
membandingkan pencapaian masing-masing program yang telah
mereka laksanakan.
2. Keterbatasan kepustakaan bagi peneliti untuk mengeksplorasi
penelitian ini lebih jauh, terutama untuk menurunkan dalam detail
yang lebih jelas. Membuat penelitian ini jauh dari kata sempurna.
3. Mobilisasi para informan serta akses terhadap beberapa informan
membuat peneliti secara sadar tidak dapat membangun komunikasi
yang intens pada masing-masing informan.
122
Alur pelaksanaan BOK dari Pusat Hingga Puskesmas
Pusat
Dinas kesehatanKota/Kabupaten
Puskesmas
Perencanaan :
1. Dokumen PoA2. Dokumen
Perencanaan3. Pembuatan
menu BOK
Pengorganisasian :
1. Penetapan Timsesuai JUKNIS
2. Tugas Timdalam JUKNIS
Pengawasan Pelaksanaan Koordinasi
Program yang DiDanai BOK
Pelaporan :
1. Penerimaan danrealisasi Dana BOK
2. Surat PernyataanTanggung JawabBelanja
Input
Proses
Output
SK Menteri
123
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Evaluasi pemanfaatan bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2017 yaitu sebagai berikut :
1. Pada tahap Input pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA
belum berjalan dengan baik hal ini disebabkan kondisi SDM
perencanaan program KIA belum memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang memadai untuk melakukan proses penyusunan
perencanaan terhadap program yang akan dilaksanakan. Namun
langkah perencanaan yang dilakukan pihak Puskesmas sudah tepat
dimana perencanaan dilakukan berdasarkan pendekatan Bottom – Up.
2. Pada tahap Proses pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA
belum berjalan dengan baik karena dalam pelaksanaan kegiatan
program masih merujuk kepada kebutuhan institusi daripada
kebutuhan masyarakat Sehingga realisasi program belum bersentuhan
langsung dengan kebutuhan masyarakat serta lamanya pencairan
alokasi dana BOK membuat implementasi terhambat. Namun langkah
bijak Puskesmas dalam menanggulangi keterlambatan pencairan
123
124
anggaran BOK sangat baik dengan menerapkan sistem subsidi silang,
hingga program tetap berjalan sebagaimana mestinya.
3. Pada tahap Output pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA
belum berjalan dengan baik karena masih lemahnya indikator
keberhasilan program yang digunakan yang memperlihatkan belum
adanya inovasi berarti dari dinas ataupun Puskesmas terhadap
program yang dijalankan. Namun pihak Puskesmas telah
memperlihatkan tanggung jawab yang baik pada setiap program yang
direncanakan, terbukti telah terlaksana dan mencapai target yang
diharapkan.
4. Dampak pemberian bantuan upaya peningkatan KIA melalui Program
yang dibiayai oleh BOK belum berjalan lancar hal ini disebabkan waktu
pencairan anggaran BOK yang terlalu lama, dan dirasakan cukup
menyulitkan pihak Puskesmas, sehingga banyak program yang
direncanakan terganggu pelaksanaannya. Namun pihak Puskesmas
dengan baik senantiasa meningkatkan kualitas dan pelaksanaan
program yang akan dilaksanakan.
B. Saran
1. Disarankan agar pihak pemerintah untuk menambah dan
mengadakan program pelatihan yang merata pada semua tenaga
kesehatan khusunya pada pelayanan kesehatan tingkat dasar agar
125
dapat memiliki kemampuan untuk melakukan proses penyusunan
perencanaan.
2. Disarankan agar pada tahap proses pihak Puskesmas dapat menjalin
kerjasama dengan para akademisi agar dapat mengkaji lebih dalam
tentang pembuatan POA serta analisis kebutuhan program yang
dibutuhkan di masyarakat dan juga memfokuskan pengalokasian
dana pada program-program utama dan urgent seperti program
kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan keterampilan (skill)
tenaga pelaksana teknis melalui pelatihan untuk hal tersebut.
3. Diharapkan agar pihak dinas kesehatan dan Puskesmas dapat
melakukan evaluasi yang saling terintegrasi dan berkesinambungan
pada program KIA yang dilaksanakan dengan standar evaluasi yang
terukur, serta melakukan inovasi penggunaan evaluasi program yang
lebih partisipatif dan transparan termasuk melibatkan kelompok
akademisi ataupun LSM sebagai bentuk advokasi.
4. Disarankan agar pemberian dana dapat disesuaikan dengan
kebutuhan, pencapaian target dan program yang ada, agar program-
program yang dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. 2014. Sistem Kesehatan, Pt. Raja Gravindo Persada.
Agustino, L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Ainy, A. 2012. Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan DiKabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal KebijakanKesehatan Indonesia, 1, 7-12.
Anak, D. Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan OperasionalKesehatan Dalam Mendukung Pencapaian Kesehatan Ibu DanAnak (Mdgs 4, 5) Di Tiga Kabupaten, Kota Di Propinsi Jawa TimurIndonesia.
Andini Aridewi, M. I. K., Ayun Sriatmi 2013. Analisis Pemanfaatan BantuanOperasional Kesehatan Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan IbuDan Anak Di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas KesehatanKabupaten Kudus. Manajemen Kesehatan Indonesia, 01, 09.
Aridewi, A., Kartasurya, M. I. & Sriatmi, A. 2013. Analisis PemanfaatanBantuan Operasional Kesehatan Dalam Upaya PeningkatanKesehatan Ibu Dan Anak Di Puskesmas Wilayah Kerja DinasKesehatan Kabupaten Kudus. Jurnal Manajemen KesehatanIndonesia, 1.
Bungin, B. 2008. Teknik-Teknik Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosial:Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis DanMetodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. RajagrafindoPersada. Jakarta, 2.
Cahyadin, U. P. S. M. 2013. Hubungan Antara Realisasi Dana BantuanOperasional Kesehatan Dengan Indikator Gizi Kia DiKabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. JurnalKebijakan Kesehatan Indonesia, 2.
Depkes, R. 2009. Pedoman Lokakarya Mini Pusat Kesehatan Masyarakat.Jakarta.
Depkes, R. 2009b. Pedoman Stratijikasi Puskesmas. Jakarta.
Depkes, R. & Masyarakat, D. B. K. 2006. Pedoman Perencanaan TingkatPuskesmas. Jakarta: Depkes Ri.
Djaelani, A. R. 2014. Teknik Pengumpulan Data Dalam PenelitianKualitatif. Pawiyatan, 20.
Faisal, S. 2012. Filosofi Dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif, DalamAnalisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis DanMetodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Indiahono, D. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.
Kementerian Kesehatan, R. 2010. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu DanAnak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan, R. 2011. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu DanAnak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan, R. 2012. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu DanAnak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan, R. (Ed.) 2014. Petunjuk Teknis BantuanOperasional Kesehatan: Direktorat Jenderal Bina Gizi DanKesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan, R. 2015. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu DanAnak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan, R. 2016. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu DanAnak, Jakarta.
Kesehatan, D. & Ri, K. K. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: BadanPenelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Konawe, D. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2016.Dinkes Kab. Konawe.
Merlianawati 2011. Implementasi Kebijakan Dana Bantuan OperasionalKesehatan (Bok) (Studi Di Kecamatan Pringsewu Dan KecamatanGadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun 2010–2011). AdministrasiDan Kebijakan Kesehatan, 13.
Nurcahyani, R. & Arisanti, N. 2013. Implementasi Kebijakan BantuanOperasional Kesehatan (Bok) Di Kabupaten Bandung Barat Tahun2011. Abstrak.
Parawansa, M. I. M., Palutturi, S. & Abadi, Y. 2014. Evaluasi BantuanOperasional Kesehatan Di Kabupaten Jeneponto.
Pani, E. M., Trisnantoro, Laksono, Zaenab, Siti Noor 2012. EvaluasiImplementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Di3 Puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur.Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1.
Pelaksanaan, B. 2016. Analisis Pelaksanaan Dana Bantuan OperasionalKesehatan (Bok) Program Kesehatan Ibu Dan Anak Di PuskesmasPoigar Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2016.
Pintauli, S. 2003. Dokter Gigi Sebagai Manejer Kesehatan Di Puskesmas.
Riant, N. D. 2006. Kebijakan Publik; Untuk Negara-Negara Berkembang,Model-Model Perumusan, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta.Gramedia.
Rita Nurcahyani, D. M. D., Nita Arisanti 2011. Implementasi KebijakanBantuan Operasional Kesehatan (Bok) Di Kabupaten BandungBarat Tahun 2011. Universitas Padjadjaran.
Sihombing, S. P. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan BantuanOperasional Kesehatan Di Puskesmas Kabupaten Dairi Tahun2014. Magister, Universitas Sumatera Utara (Usu).
Sugiyono, P. D. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif DanR&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaeman, E. S. 2014. Manajemen Kesehatan Teori Dan Praktik DiPuskesmas. Tersedia: Http://Galeri. Blog. Fisip. Uns. Ac.Id/Files/2014/12/Microsoft-Word-Buku-Manajemen-Kesehatan-Revisi-_Dr.-Endang-Sutisna_. Pdf (13 Juli 2014).
Sultra, D. 2015. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015. In:Tenggara, D. K. P. S. (Ed.). Sub Bagian Program Dinas KesehatanProv. Sulawesi Tenggara.
Widodo, S. 2014. Analisis Perbandingan Realisasi Dan Anggaran BantuanOperasional Kesehatan. Universitas Pgri Yogyakarta.
Tabel 1Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Konawe Tahun 2016
NO KECAMATAN JUMLAHPENDUDUK
LUAS WILAYAH(Ha)
PERSENTASE
1 TONGAUNA 16,383 223.77 1.372 ABUKI 7,364 169.44 2.303 ALOSIKA 8,755 169.40 1.934 ASINUA 2,788 298.72 10.715 LATOMA 2,638 936.34 35.496 ROUTA 2,667 2188.58 82.067 ANGGABERI 6,863 75.01 1.098 UNAAHA 24,586 33.75 0.149 UEPAI 12,149 118.76 0.98
10 LAMBUYA 7,366 78.39 1.0611 PURIALA 8,213 268.78 3.2712 ONEMBUTE 6,524 99.13 1.5213 AHUHU 5,472 207.03 3.7814 AMONGGEDO
BARU
10,659 123.75 1.1615 PONDIDAHA 10,854 156.28 1.4416 WONGGEDUKU 13,051 56.88 0.4417 WAWOTOBI 22,098 67.68 0.3118 TAWANGA 8,824 17.82 0.2019 BESULUTU 7,286 111.26 1.5320 SAMPARA 8,190 30.00 0.3721 LAOSU 4,479 66.68 1.4922 L. L. MEETO 5,062 40.78 0.8123 KAPOIALA 4,462 45.42 1.0224 SOROPIA 9,190 61.73 0.6725 MOROSI 4,529 66.68 1.4726 ANGGALOMOARE 4,032 30.01 0.7427 WONGGEDUKU
BARAT
9,126 56.88 0.62
JUMLAH (KAB/KOTA) 233,610 5,798.94 100,0
Sumber: BPS Kab. Konawe 2016
Tabel 2Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
NOKELOMPOK
UMUR(TAHUN)
JUMLAHPENDUDUKLAKI-
LAKIPEREMPUAN
LAKI-LAKI+PEREMPUAN
RASIO JENISKELAMIN
1 0 – 4 14,789 13,897 28,686 106.42 5 – 9 14,280 13,989 28,269 102.13 10 – 14 12,582 11,772 24,354 106.94 15 – 19 11,553 10,956 22,509 105.45 20 – 24 9,950 9,503 19,453 104.76 25 – 29 11,239 10,868 22,107 103.47 30 – 34 9,985 8,976 18,961 111.28 35 – 39 8,940 8,540 17,480 104.79 40 – 44 6,824 6,557 13,381 104.1
10 45 – 49 5,441 5,229 10,670 104.111 50 – 54 4,621 4,473 9,094 103.312 55 – 59 3,463 2,834 6,297 122.213 60 – 64 2,350 2,302 4,652 102.114 65 – 69 1,667 1,582 3,249 105.415 70 – 74 1,071 1,172 2,243 91.416 75+ 1,080 1,125 2,205 96.0
JUMLAH 119,835 113,775 233,610 105.3ANGKA BEBAN TANGGUNGAN(DEPENDENCY RATIO)
62Sumber: BPS Kab. Konawe 2016
Tabel 3Distribusi Tingkat Pendidikan Kabupaten Konawe Tahun 2016
NO TingkatPendidikan
Jenis Kelamin Persen(%)L (%) P (%) L+P
1 S2 55 20,0 66 8,9 121 11,92 S1 80 29,0 110 14,9 190 18,73 D4 2 0,72 4 0,05 6 0,594 D3 126 45,8 556 75,4 682 67,395 D2 0 0 0 0 0 06 D1 0 0 1 0,01 1 0,0097 SLTA /
sederajat12 4,3 10 1,3 22 2,1
JUMLAAHAH
275 100 737 100 1.012 100Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Konawe 2016
PEDOMAN WAWANCARA
No Variabel Informasi Informan1 INPUT a. Menurut anda untuk meningkatkan
program kesehatan ibu dan anakapa saja yang dibutuhkan?
b. Bagaimana dengan tahapannya,dilakukan oleh siapa, apa ada timkhusus (eksternal dan Internal) danapakah mereka bekerja sesuaitupoksi ?
c. Bagaimana pemanfaatan danayang telah dianggarkan, sudahsesuai dengan apa yang telahdirencanakan?
d. Bagaimana Alat, Bahan, ataumateri lain yang digunakan untukmenyokong kegiatan program KIAapakah sudah sesuai dengan yangdirencanakan ?
a. Kepala DinasKesehatan
b. Kepala SeksiPerencanaan
c. Kepala SubDinas KIA, danKepalaPUSKESMAS
d. Staff (Bagian KIAdan Bidan)
2 PROSES(PELAKSANAAN)
a. Bagaimanakah prosesperencanaan alokasi dana BOKpada program KIA ?
b. Bagaimanakah perencanaan timPengelola BOK untuk program KIA?
c. Bagaimanakah PerencanaanPengusulan POA untuk programKIA ?
d. Bagaimanakah proses manajemendi puskesmas untuk program KIA ?
e. Bagaimanakah pembahasan POAdi puskesmas dilakukan ?
f. Bagaimanakah proses pencairandan penyaluran dana BOK untukprogram KIA ?
g. Bagaimanakahpertanggungjawaban keuangandari puskesmas ke DINKES untuk
a. Kepala DinasKesehatan
b. Kepala SeksiPerencanaan
c. Kepala SubDinas KIA, danKepalaPUSKESMAS
d. Staff (Bagian KIAdan Bidan)
program KIA ?h. Bagaimanakah pemanfaatan
kegiatan pelayanan kesehatan Ibuseperti P4K, pelayanan kesehatanibu bersalin, pelayanan kesehatanibu nifas, dan pelayanan keluargaberencana ?
i. Bagaimanakah pemanfaatankegiatan pelayanan kesehatanAnak seperti pelayanan gizi,pelayanan kesehatan neonatus,pelayanan kesehatan bayi, danpelayanan kesehatan balita ?
j. Bagaimanakah pengawasan daridinas kesehatan ke puskesmasdan pengawasan kepalapuskesmas ke pengelola programterkait dana BOK untuk programKIA?
k. Bagaimana pelaporan penerapananggaran BOK untuk program KIA?
3 OUTPUT(EVALUASI)
a. Bagaimanakah model evaluasiyang digunakan?
b. Bagaimana dengan instrumentevaluasinya, kapan dlaksanakan?
c. Berapa jumlah dan apa jenis-jenisprogram kesehatan Ibu dan Anakyang sudah dilakukan ?
d. Bagaimana mengetahui berapaJumlah orang atau anggotamasyarakat yang telah meningkatkesehatannya oleh karena programKIA yang dibiayai oleh BOK ?
e. Bagaimana cara mengidentifikasiMeningkatnya fasilitas umumpendukung program kesehatan ibudan anak dimasyarakat ?
f. Apa indikator keberhasilanprogram?
a. Kepala DinasKesehatan
b. Kepala SeksiPerencanaan
c. Kepala SubDinas KIA, danKepalaPUSKESMAS
d. Staff (Bagian KIAdan Bidan)
4 PEMBIAYAAN a. Bagaimana model pembiayaanyang biasa dilaksanakan?
b. Bagaimana alur untukmendapatkan pembiayaanprogram KIA?
c. Darimana saja dana pembiayaanprogram KIA?
d. Bagaimana dengan programkhusus dari pusat untuk programKIA?
e. Apakah anda merasa cukupdengan dana yang diberikan?
a. Kepala DinasKesehatan
b. Kepala SeksiPerencanaan
c. Kepala SubDinas KIA, danKepalaPUSKESMAS
d. Bendahara BOKDinas Kesehatan& PUSKESMAS
MATRIX WAWANCARA
No Variabel Jawaban/Reduksi Kategorisasi Intrepretasi1 INPUT a. Menurut anda untuk meningkatkan program kesehatan ibu dan
anak apa saja yang dibutuhkan?
1. “….Jadi yang pertama dibutukan untuk meningkatkan KIAadalah data base, sasaran dan data base KIA di semuapuskesmas. Kemudian selain data base juga ada data2teknis KIA, jadi seperti tingkat kematian dan juga tingkatkelahiran. Pentingnya perencanaan ialah untuk, eeeee, apa,mengantisipasi kegiatan KIA kedepan. Ia, jadi untukmenunjang program itu kan harus ada perencanaan,implementasi dari perencanaan itu kan pelaksanaankegiatan. Ia, jadi harus direncanakan dulu ya….” (JW, 35Tahun)
2. “……Cara mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan utkprogram KIA jadi mengidentifikasinya itu kan menurut sumberdaya yang ada, sumber daya data, kemudian tenaga KIA itusendiri, kemudian sasaran, ah itu semua diidentifikasitermasuk permasalahan yang ada, semua dipadukankemudian digodok, tapi tetap disesuaikan dengan targetprogram, itukann misalnya, apa, target K1, itukan kita melihatevaluasi yang tahun lalu kemudian kita sesuaikan dengandata yang ada sekarang…” (IE, 37 Tahun).
3. “…Kalau saya pak dana juga penting, nah itumi yang kasihjalan program. Kalau tidak ada itu tidak jalan apa-apa..” )AA,28 Tahun)
Pentingnya sebuahperencanaan dalamsuatu program
Data dasar atau database sangatdibutuhkan untukmengidentifikasi apayang akan dilakukan
Dana diperlukanuntuk menjalankansebuah program
Perencanaan matangyang berasal dari database atau sumer dataterpercaya
b. Bagaimana dengan tahapannya, dilakukan oleh siapa, apa adatim khusus (eksternal dan Internal) dan apakah mereka bekerjasesuai tupoksi ?
1. “…..Jadi begini, program yang ada di jalankan diPUSKESMAS itu sudah adaji menunya dari pusat, ya jadi kitadisini tinggal melaksanakan saja. Kita juga disini hanyamenyesuaikan sesuai dengan kemampuan ta’, termasukdilihat juga berapa lagi dana yang masuk. Pertimbangannya
Penentuan programdilakukan ataumengikuti programpusat danPenunjukkandilakukan olehpemimpinPuskesmas.
Melakukan rapat
Penunjukkan dilakukanoleh pimpinanPuskesmas berdasarkansumber daya yangtersedia, diamanprogram yang akan
dengan menyaring hasil data laporan dan hasil perencanaanpada tingkat PUSKESMAS, baru data-data itu disaringdengan tim perencana seksi program KIA, tapi ini barutahapan awal saja…..” (MA, 45 Tahun).
2. “….Ya nanti sebelum ada pembuatan program, para bidanyang sudah ditunjuk itu, akan berembuk dulu kira-kirakegiatan apa yang akan dilakukan, dan umumnya ini sama jidengan semua Puskesmas….” (DD, 32 Tahun).
3. “…semua kegiatan ada TUPOKSInya, biasanya kita disinidisesuaikan ji dek, apalagi ada juga PoA yang dibikin..”(RB,30 Tahun)
koordinasi antarabidan pelaksana
TUPOKSI dan PoAsebagai acuan.
dilaksanakan mengikutiprogram yang telah adasebelumnya
c. Bagaimana pemanfaatan dana yang telah dianggarkan, sudahsesuai dengan apa yang telah direncanakan?
1. “…kegiatan yang paling banyak itu meliputi kegiatan ibuhamil seperti pemantauan WUS, PUS, KB tapi itu-itu terus jiprogramnya sama seperti tahun kemarin, jadi walaupunsudah ada program yang akan dijalankan dari dinas dandigabung dengan hasil rapatnya itu bidan koordinasi tetap jiitu lagi kegiatannya, mungkin karena susah mi lagi dapatinovasi kegiatan petugas…” (IE, 37 Tahun)
2. “…kalau sesuai, sesuai ji pak hanya itu biasa lama ji keluarsaja…”(PS, 30 tahun)
3. “….Pemanfaatan nya sudah sesuai, bahkan cenderung pas-pas an, jadi tak sedikit PUSKESMAS menggunakan, danaPuskesmas yang lain untuk menjalankan program. Tapi kannanti diganti ji itu yang dipakai…”(DE, 50 tahun).
Program kegiatanKIA sama dengantahun kemarin.
Dana nya sesuaidengan yangdirencanakan,pencairannya yangterkadang telat.
Dana nya Pas-pasan, Dana BOK untukProgram disubtitusidulu, kemudiandilanjutkan.
Dana yang dianggarkansudah tepat namunwaktu pencairannyayang terhambat
d. Bagaimana Alat, Bahan, atau materi lain yang digunakan untukmenyokong kegiatan program KIA apakah sudah sesuaidengan yang direncanakan ?
1. “…….Ia artinya kan perencanaan dan KIA itu data base untukkegiatan KIA di BOK itu kan dimulai dari tahapan Puskesmas,jadi puskesmas membuat POA Planing Of Action, jadi semuaprogram itu direncanakan oleh puskesmas kemudian dibawakedinas, didinas diverifikasi, termasuk KIA, keseluruhanprogram harus direncanakan dari bawah, nanti dikabupatenbaru diverifikasi, itupun juga sesuai kebutuhan, jadi tidaklangsung juga langsung disetujui semua program yang maudilakukan di Puskesmas….” (ES, 40 Tahun).
2. “….Ya setelah pihak Puskesmas sudah menetukan siapa-
Alat, bahan, danmateri disesuaikandengan programyang ada atauberjalan sebelumnyayang disesuaikandengan Poa, tidaksemua programdisetuju.
Pimpinan petugasyang menunjukpetugas dancoordinator kegiatanyang terlibat.
Sudah sangat sesuai,karena telahdigambarkan padatujuan program yang adapada POA
siapa toh petugas yang terlibat dalam program KIA danprogram apa yang akan dilaksanakan, mah nanti dia kasih dikita supaya ditindaklanjutu, dari situ baru kita tahu kira-kirauntuk KIA berapa anggarannya dan untuk kegiatan apasaja….”(NP, 40 Tahun)
3. “…iyeka anu ji yang dibutuhkan paling data tahun lalu,kalaualat dan bahan paling apaji. Biasanya dari inventarisPuskesmas ji di pakai..” (JW, 35 Tahun)
Data tahun lalusangat penting,peralatan juga dapatditemukan dariInventaris tahunsebelumnya.
2 PROSES(PELAKSANAAN)
a. Bagaimanakah proses perencanaan alokasi dana BOK padaprogram KIA ?
1. “ penting juga untuk kita undang kalangan professionalkesehatan, untuk tahu kira-kira program ta, apa yang perluditambah, ya kalangan professional ini diajak berbincangapakah program ini sudah pas apa tidak. Baru bagus jugayang dikenal saja supaya anggaran tidak terlalu tinggi..“ (DD,32 Tahun).
2. “…kalau alokasi dananya itu mengikuti ji saja, kebanyakanseperti tahun kemarin, program-program umum yang ada ituyang dijalankan…”(DE, 50 Tahun)
3. “…biasanya disesuiakan jumlah dananya, tipa tahun beda-beda sedikit, tergantung juga berapa banyak tenaga yangdigunakan, apa yang mau dilakukan, dengan sasaranprogram berapa banyak.. “(IE, 37 Tahun).
MengundangKalanganprofessional/akademisi, untuk perumusanprogram yang lebihbaik.
Rencana Alokasidana mengikutijumlah anggarantahun kemarin.
Alokasi danadisesuaika, setiapperiode berbeda-beda.
Perencanaan alokasiDana BOK disesuaikandengan Acuan danaBOK tahun sebelumnya.
b. Bagaimanakah perencanaan tim Pengelola BOK untukprogram KIA ?
1. “…...Ya biasanya itu anggranna lama cairnya, malah biasahampir mau sudah habis tahun ya baru jadi. Tapi biasanyakalau kita walaupun belum ada dana nya cair, ya dibiikinmemang mi itu program yang akan dilaksanakan…” (IL, 38Tahun).
2. “…untuk anggota nya kitas sesuaikan ji dengan sumbertenaga yang ada, karena ini KIA jadi yang masuk tim programbidan-bidan ji kebanyakan..”(MW, 40 Tahun).
3. “…Kalau tim pengelola BOK, itukan Puskesmas ji yang ambilalih, kalau disini Kepala Puskesmas ji tunjuk BidanKoordinator, lalu nanti BIKORnya yang panggil anggota, adamemang mi di kasih tahu jumlah nya berapa per programkegiatan.. “ (AA, 28 Tahun)
Anggaran terlambatcair, terkadang padaakhir-akhr tahun.
Bidan anggotautama yangdibutuhkan dalamprogram KIA.
Penunjukkandilakukan olehkepala Puskesmas,lalu ke bidancoordinator (BIKOR),dan Bikor yangmencari angotanya.
Tim yang dibentuksudah sesuai, Timdibentuk oleh pihakPuskesmas, yang didominasi oleh tenagabidan
c. Bagaimanakah Perencanaan Pengusulan POA untuk programKIA ?
1. “…PoA kan isinya disesuaikan dengan data yang dimilikiPuskesmas, nanti PoA juga dilampirkan pas laporanpertanggungjawaban, dar tahun ke tahun tidak ada Poa yangberubah bagaimana sekali, yang paling disesuiakancakupannya dengan sumber daya di Puskesmas nya saja.. “(NA, 34 Tahun)
2. “Poa itukan rencana yang disusun bersama dengan PihakPuskesmas, kayak kita ini semua mi, tentang apa saja yangakan dilakukan, Program KIA itukan umumnya tidak berubah.Kalau setahu saya bisa beda programnya kecuali diamasukkan di program kegiatan khususnya, itupun kalau lebihdananya, tapi di Puskesma ta tidak ji…: (HR, 36 tahun)
3. “POA disusun bersama-sama berdasarkan data yang kitapunya sebelumnya, misal angka kesakitan kematian,kelahiran, itu-itu ji data base nya, ya paling bagus konsepnyadiikuti ji POA sebelumnya selama masih sesuai..” (RR, 26tahun).
POA disesuiakndengan datakesehatan yangdimiliki Puskesmas
POA KIA umumnyatidak berubahsignifikan
POA disusunbersama-samaberdasarkan data.
Penyusunan POAdilakukan bersama-sama oleh petuga.
d. Bagaimanakah proses manajemen di puskesmas untukprogram KIA ?
1. “….kami berharap agar semua orang dapat berpartisipasiuntuk dapat memantau jalannya program kami, baik sebagaipeserta ataupun fasiliator bahkan narasumber, dengan begitukami akan lebih terbantu… “(DD, 32 Tahun)
2. “…maksudnya manajemen?ya tetap keputusan tertinggi dikapus ji, kami sebagai pelaksana yang orang lapangan,Pertanggung jawaban dengan kapus nanti terakhir dilihat dilaporan..”(ES, 40 tahun)
3. “ …Manajemennya berlangsung baik ji kalau disini, karenajelas pembagian tugas perencanaan, waktunya, dananya,rinci ji, ya menyesuaikan saja sebenarnya, yang pentingprogram jalan dan sesuai target itu ji..” (NR, 38 tahun)
Diharapkan semuaorang untukberpartisipasi dievent berikutnya.
Penerapankeputusan tertinggitetap di kepalaPuskesmas.
Manajmen berjalanbaik, sehinggahasilnya berjalanbaik
Manajemen telahterlaksana dengan baik,dimana semyantadisesuakan dengan POAyang telah dibuat.
e. Bagaimanakah pembahasan POA di Puskesmas dilakukan ?1. “…pembahasan PoA kalau kami Cuma menerima laporan dari
Puskesmas saja, itu intern mereka yang buat PoA, yangmereka cantumkan saat laporan pertanggungjawaban“ (IS, 37tahun)
2. “…PoA itu yang ikut buat Cuma saya (Kapus), BidanKoordinator, sama bendahara. Banyak nya kegiatan biasanya
LOA dibuat secarapribadi oleh pihakPusekesman.
Pembuatan POAdidukung olehpemerintah.
POA merupakan
POA dibahas dan dibuatbersama denganprogram lain selain KIA
masih mengacu pada data tahun sbeelumnya, paling banyakdiubah paling Cuma sumber daya, dana sama waktupelaksanaannya ji…”(AL, 32 tahun).
3. “POA itu kan dibikin semua, sama-sama dengan program lainkalaupun mau disesuaikan nanti yang ditunjuk sebagaikoordinasi yang komunikasikan secara langsung denganKapus. Yang jelas semua yang terlibat diikutkan dalampembuatan POA..” (SM, 45 Tahun)
hasil pemikiranbersama
f. Bagaimanakah proses pencairan dan penyaluran dana BOKuntuk program KIA ?
1. “..kalau aturan benarnya ya dana keluar sebelum kegiatandillakukan, namun biasanya kita Cuma melampirkan PoaSalah satunya untuk kalim itu dana. Dana biasa cair padasaat program sedang berjalan atau akhir-akhir. Makanyabiasa dana yang lain yang dipakai dulu…” (PS, 30 tahun)
2. “….biasanya didahului juga dengan permohonan anggaranuntuk daerah kerja PUskesmas, banyak pertimbangan untukjumlahnya karena banyak faktor yang dilihat misal luaswilayah, dan juga program tahun lalunya..”(MP, 28 tahun)
Semua programtelah terlaksanadengan baik,pencapaian sesuaitarget.
Permohonna jumlahdana BOK, namunjumlah nya akandisesuaikan olehbeberapa faktor.
Program berjalandengan baik sesuai POAyang telah disusun
g. Bagaimanakah pertanggungjawaban keuangan daripuskesmas ke DINKES untuk program KIA ?
1. Laporan akhir masing-masing Puskesmas yang telahdisetujui, itu yang biasanya digunakan sebagaipertanggungjawaban, kalau kami disini biasanya Kapus nyayang bawa langsung biar dia bisa jelaskan daerahnya.. “(ES,40 tahun)
Laporan akhir yangtelah disetujui,sebagi bukti tanggungjawab pelaksanaanprogram
Tanggung jawabsepenuhnya oleh kepalaPuskesmas, namununtuk level lebih rendahadalah tanggug jawabbidan krdinasi padaprogram dijalankan
h. Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatanIbu seperti P4K, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanankesehatan ibu nifas, dan pelayanan keluarga berencana ?
1. “….kalau program, Alhamdulillah semua berjalan ji, ada biasayang terkendala dua – sampai tiga minggu seperti pemberiantablet Fe pada remaja wanita, itu biasa karena dananya jibelum cair, tapi biasa juga kalau ada dana lebih sedikit yangkita tutupi dulu buat program yang akan berjalan…” (ES, 40Tahun).
2. “..tinggi ji partisipasinya masyarakat, karena itu mi lihat setiapprogram yang dijalankan apa masyarakat yang datang banyakapa tidak, sesuai target apa tidak. Paling terakhir dilihat kalausudah sesuai target apa tujuannya tercapai apa tidak.. “(NR,38 tahun).
Program berjalanlancar, namunadakalanya sistemsubtitusi dana agarprogram lain jugatetap jalan.
Partisipasimasyarakat tinggipada setiapprogram.
Dimanfaatkan denganbaik, dubuktikan denagnantusiasme wargamasyarakat.
i. Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatanAnak seperti pelayanan gizi, pelayanan kesehatan neonatus,pelayanan kesehatan bayi, dan pelayanan kesehatan balita ?
1. “….kalau program gizi dan balitanya, semua berjalan ji, adabiasa yang terkendala tapi bisa diatasi, kalau masyarakatpemeriksaan pasti nanti kalau anaknya sakit saja,lebihnyatidakmi inimi yang kasih susah…” (ES, 40 Tahun).
2. “…anu ji bagus, karena buktinya masyarakat banyak yangdatang periksa, karena mereka pikir daripada nanti repotnyakan, paling banyak itu kesehatan bayi sama ibu hamilnya..“(RB, 30 Tahun)
3. “…. Ya semua program telah terlaksana dengan indkatornyamasing-masing. Ada 18 program yang kami keluarkan danAlhamdulillah semuanya mencapai pencapaian, dan dikatakantelah berjalan 100% dengan pemanfaatan dana BOK…”(MA,45 Tahun).
Berjalan, namunbanyak kebiasaanibu terkait anak yanghars dilupakan.
Banyak masyarakatyang datangmenghadiripestanya.
Semua programyang dilaksanakantelah mencapaitarget.
Berjalan dengan baikseusia denganindikatornya. Sedikitbermasalah padakepatuhan memeriksakesehatan ibu dan bayi.
J. Bagaimanakah pengawasan dari dinas kesehatan kepuskesmas dan pengawasan kepala puskesmas ke pengelolaprogram terkait dana BOK untuk program KIA?
1. “…dalam pelaksanaan program pengawasan dilakukan olehbidan koordinasi, kemudian di atasnya itu kepala Puskesmas,baru langsung ke Dinas, tidak semua nya langsung ke Dinas,kan repot juga kalau dinas setiap hari awasi..”(HR, 36 Tahun)
2. “ …masalah pengawasan kegiatan Puskesmas yang awasilangsung nanti dia melapor ke dinas, kalau masalahpenggunaan dana di setiap program internal Puskesmas yangtahu, tapi kan sebenarnya juga sudah dijelaskan mi di POAdengan nanti adaji juga laporan pertanggung jawabannya.. “(DD, 32 Tahun)
3. “..kalau dinas mau turun biasanya dinas juga akan langusngturun, tapi melapor dulu, supaya Puskesmas juga tahu, nahnanti disitu baru dilihat sudah berapa banyak dipakai, dipakaibuat apa, apa saja program yang sudah jalan, paling itu ji.Tidak ada itu sidak-sidak. Sebenarnya bagus ji apalagi kalaubagus mi anamnya Puskesmas ta juag..” (LL, 36 tahun)
Tidak semuapengawasankegiatan langsungke Dinas, adatahapnya.
Tindakanpengawasan diawasilangsung olehpemerintah
Sebelum pihak dinasturun meninjau,baiknya jangankeluar.
Pengawasan dilakukanlangsung oleh bidankordinasi, yang dibawahidan kepala puskesmassebagai pemimpin.
b. Bagaimana pelaporan penerapan anggaran BOK untukprogram KIA ?
3 OUTPUT(EVALUASI)
a. Bagaimanakah model evaluasi yang digunakan?1. “Ya kalau dari kita puskesmas biasanya kita lihat apakah
sudah pas waktu, pendanaan, pendanaan dan kegiatan yangdilaksanakan…” (ES, 40 Tahun).
2. “….Kalo model evaluasi yang dilakukan kan tiap bulan merekamelakukan evaluasi melalui laporan, melalui pertemuan-pertemuan bulanan KIA, mereka melakukan evaluasi….” (NR,38 Tahun).
3. “…saya kurang jelas juga evaluasinya, tapi kalau dari Bidancoordinator setiap selesai program, terus dia kumpul lagianggotanya untuk melapor, biasanya disuruh buat laporankegiatan juga. Tapi kalau saya biasanya laporan resminyasaya tunggu kalau semua programnya sudah selesaidilakukan, karena saya takut nanti saya yang kewalahan untukkumpul laporannya kalau perkegiatan begitu. Tapi, sebelumturun kegiatan mereka tetap melapor kok.. “ (DE, 50 tahun).
Evaluasi tepat jikatepat waktu,pendanaan, dankegiatan yangdilaksanakan.
Model evaluasidilakukan melaluipertemuan bulananKIA
Bidan Koordinatorakan mengumpulkanpara bidan untukdievaluasi setiapsetelah kegiatan
Evaluasi dilakukan padaakhir programpelaksanan(setelaselesai)
b. Bagaimana dengan instrument evaluasinya, kapandlaksanakan?
1. “…..kita ndi, melakukan penilaian dengan cara memintapenanggung jawab program membuat laporan administrasilaporan kegiatan…” (JW, 35 Tahun).
2. “….ya laporan yang ada kami tinjau apakah sudah berjalantepat waktu, alokasi anggaran sudah sesuai, dan sumber dayayang tepat sudah di maksimalkan, itu ji yang penting, ohdengan itu pencapaiannya indikatornya disesuaikan ji denganJuknis nya…” (MA, 45 tahun)
3. “…setahuku instrument evaluasinya itu ji tadi PoA nya, palingterakhir dilihat statsistik perubahan kesehatannya masyarakat,semuanya laporan di akhir kegiatan baru dilapor mi ke atas.Kita disini itu ya 3 bulan atau 6 bulan tergantung kebutuhan,tidak tahu yang lain..(NP, 40 Tahun)
Penilaian memintaLaporan kegiatan
Peninjauan laporanuntuk mengecekalokasi penggunaandana
Instrumen statisticlaporan perubahanstatus kesehatanMasyarakat.
Instrument berupapengecekkan datastatistic cakupankesehatan
c. Berapa jumlah dan apa jenis-jenis program kesehatan Ibu danAnak yang sudah dilakukan ?
1. “ …ya walaupun ada sumber dana lain selain BOK, tapi kantidak semua itu dana buat program KIA tapi juga harus dibagidengan program-program urgent lainnya seperti P2L yangmembutuhkan dana yang cukup besar juga…”(JW, 35 tahun)
2. “…kami tidak bisa mengatakan pengguyuran dana nya secaralangsung berapa, Cuma memang penggunaan dana BOKuntuk program KIA sudah termasuk yang besar dan maksimalpengalokasiannya, dan kami rasa hal tersebut cukup, buktinyasemua program berjalan ji semua…”(NR, 38 Tahun)
3. “…banyak kegiatannya Pelayanan kesehatan ibu ituKesehatan ibu bersalin, nifas, KB, baru kehamilan juga. Kalauanaknya iasanya gizi, bayi baru lahir(neonates), bayi, balita,ASI, Posyandu, begitu ji, kalau dana perkegiatan biasanya.. “(MP, 28 Tahun).
Ada sumber danaselain BOK, namuntidak semua danaBOK untuk programKIA
Alokasi Dana BOKuntuk Program KIAcukup besar
Kegiatan pelayanankesehatan ibu, bayi,dan anak balita
Pelayanan ksehatan ibu,balita, dan bayi afalahprogram utama yangdipadukan isu sosial
d. Bagaimana mengetahui berapa Jumlah orang atau anggotamasyarakat yang telah meningkat kesehatannya oleh karenaprogram KIA yang dibiayai oleh BOK ?
1. “…..ya kita cuma periksa laporan yang kita terima dari masing-masing koordinator program, kan ada dokumentasinya, selainitu kan pihak Puskesmas juga terlibat secara langsung, makasemua program dapat di evaluasi laporan yang merekaberikan…”(IE, 37 Tahun)
2. “…tidak bisa kalau cepat begitu dek karena ini masalahkesehatan yang mau diukur, sifatnya berubah-ubah, ya palingminimal 6 bulan ini dilihat dampaknya ini program, tergantungbesar atau kecil program yang dilaksanakan (DE, 50 tahun)
Memeriksa laporandari coordinatorprogram
Pengukuranpeningkatankesehatan tidakdalam waktusingkat
Memiliki periode waktutertentu (min. 6 bulan)
e. Bagaimana cara mengidentifikasi Meningkatnya fasilitas umumpendukung program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat ?
1. “…kalau untuk itu tidak ada, semisal kalau ada kita bina danbimbing petugas, ya pada saat pelatihan saja, setelah itu nantikita tidak lihat mi sejauh mana peningkatan dan partisipasinyauntuk program KIA,… anu karena kurang sekali danannya…”(IL, 38 Tahun).
2. “…..evaluator yang memantau keberhasilan program ya kita
Peningkatanpartisipasi dalamprogram KIA
Evaluasiberdasarakankemampuan petugaskesehatan
Keaktifan petugas
Meningatnya kualitaskerja petugas
kita ji, itupun kalau mau datang pihak dinas ya disesuaikandengan kesiapan dari Puskesmas…”(NA, 34 Tahun)
3. “…..identifikasi? mungkin lebih cocok kalau dibilangbagaimana ditahu apa-apa saja yang dilakukan atauditambahkan. Ya paling ituji dari aktifnya petugas saja, kalaufasilitas tidak ada, kah yang dilakukan dalam program yalayanan saja memang..” ((ES, 40 Tahun).
dalam menjalankanprogram.
f. Apa indikator keberhasilan program?
1. “….Indikator keberhasilan programnya ada beberapa indikator,jadi sudah ada target, jadii…. Berdasarkan target, jadimisalnya target 80%, indikatornya eeee… kalo K1, kaloootidak tercapai ya dicari permasalahannya kenapa tidaktercapai, bisa saja karena data proyektif, bisa juga melebihi!Karena data data proyektif sekarang kan berdasarkan dataPUSDATIN tidak selamanya sama dilapangan, ya. Jadi bisacakupan mereka melebihi bisa juga kurang. Karena anu,estimasi factor itu kan bukan data real kalo pusdatin, jadi bisasaja lebih besar dia punya sasaran, jadi indikatornya kalo 80%bisa tidak tercapai karena tidak sesuai data real dilapangan,padahal puskesmas sudah menyatakan 100%, padahaldibanding kalo dengan data sasaran oleh pusdatin tidak cukup80% karena lebih besar target dari sasaran pusdatin…” (MA,45 Tahun).
2. “…Indkator yang digunakan itu berdasarkan dari laporanharian, misal dari angka kunjungan K4, pemberian tabletFe(Besi), persalinan dibantu tenaga kesehatan nah itu semuayang dikaji selama setahun, jadi ada waktunya. Kan dijelaskansemua di Poa waktu pelaksanaannya.. “ (MW, 40 tahun)
3. “…ya kalau kita ukur biasa kalau misalnya cakupanpresentase pengguna layanan atau partisipasi masyarakatdalam program sudah emmenuhi target. Berhasil dan tidak itubiasanya ada jangka waktunya, ya maksimal sebelum periodeberikutnya lagi. Kalau dipusat paling dia lihat dari laporan itusaja.. “(AA, 32 tahun)
Berdasarkan targetcakupan pelayanankesehatan.
Laporan harian tiapprogram yangdilaksanakan
Mengukur cakupanpresentasepengguna layananserta partisipasimasyarakat.
Indicator berupacakupan peningkatanKPI lai nyasar ya.
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Indepth Interview dengan Bendahara BOK
Gambar 2. Indepth Interview dengan Koordinator Bidan Puskesmas Uepai
Gambar 3. Indepth Interview dengan Staff Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Gambar 4. Indepth Interview dengan Kepala Bagian KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Gambar 5. Indepth Interview dengan Penanggung Jawab Pemanfaatan Dana BOK Dinas KesehatanKabupaten Konawe
Gambar 6. Indepth Interview dengan Kepala Puskesmas Uepai