Download - 02-Review Rangkaian Listrik.pdf
Modul-2 Hal-1
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
MODUL-2
ANALISIS RANGKAIAN LISTRIK DC
Tujuan:
Setelah mengikuti perkuliahan dengan pokok bahasan ini, mahasiswa akan
dapat memahami beberapa konsep dasar rangkaian listrik, dapat melakukan
analisis rangkaian listrik DC maupun AC.
Materi:
1. Hukum Kirchoff
2. Penyederhanaan Rangkaian Resistor
3. Penyederhanaan rangkaian kapasitor
4. Pengisian dan Pembuangan Muatan Kapasitor
5. Teorema Jaringan Listrik
2.1 HUKUM KIRCHOFF
Terdapat dua hukum listrik dasar yang sering dipakai dalam analisis rangkaian
elektronika (listrik), yaitu Hukum Ohm dan Hukum Kirchoff. Hukum Kirchoff dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu Hukum Arus Kirchoff (Kirchoff Current Law, KCL), dan
Hukum Tegangan Kirchoff (Kirchoff Voltage Law, KVL).
Hukum Arus Kirchoff (KCL) menyatakan: jumlah aljabar semua arus-arus yang
memasuki suatu permukaan tertutup adalah sama dengan nol. Atau dapat juga
dikatakan jumlah aljabar semua arus yang menuju simpul sama dengan arus yang
meninggalkan simpul. Secara matematis KCL dinyatakan oleh:
0...54321 NIIIIII (2.1)
01
N
k
kI (2.2)
dengan Ik arus ke-k dari N arus yang memasuki permukaan tertutup tersebut.
I1
I2
I3
IN
I4
I5
Gambar 2.1: Distribusi arus pada suatu simpul
Modul-2 Hal-2
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Hukum tegangan kirchoff (Kirchoff Voltage Law / KVL) mengatakan: jumlah
aljabar dari semua penurunan tegangan (voltage drops) sepanjang lintasan tertutup
(loop) menuruti satu arah yang ditentukan adalah nol”.
0...321 NVVVV (2.3)
Vk
k
N
1
0 (2.4)
Vk adalah penurunan tegangan pada segmen ke k dari N segmen pada lintasan
tertutup. Sewaktu menggunakan KVL, ikuti arah lintasan tertutup tersebut, Vk ditandai
positif bila terminal (+) dicapai terlebih dahulu, dan sebaliknya.
R2
Ea
Eb
R1
R3
A B C
DE
I
Gambar 2.2: Penurunan tegangan pada KVL
Untuk kasus gambar 2.2 maka KVL nya dapat ditulis sebagai berikut:
(2.5)
atau
0... 321 ab ERIERIRI
ba EERRRI )( 321
Contoh
Tentukan tegangan pada R3 pada gambar 2.2 jika diketahui: Ea = 10 volt ; Eb = 20 volt ; R1 = 10 ohm ; R2 = 5 ohm dan R3 = 15 ohm.
Jawab
ba EERRRI )( 321
2010)( 321 RRRI
) (
volt30
321 R R RI
A1ohm) 15 ohm 5 ohm (10
volt30
I
Karena V3 = I.R3 maka V3 = 15 volt
Modul-2 Hal-3
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
2.2 PENYEDERHANAAN RANGKAIAN RESISTOR
Rangkaian Resistor Serial
Kombinasi seri dari dua resistor (tahanan) atau lebih dapat digantikan oleh
sebuah tahanan yang nilainya merupakan jumlah dari nilai tahanan -tahanan tersebut.
Perhatikan gambar 2.3 di bawah ini.
(a) (b)
Gambar 2.3 Kombinasi tahanan seri dan tahanan penggantinya
Pada gambar tersebut, menurut KVL
)(
).(
....
321T
321
321T
321
RRRR
RRRI
RIRIRIRI
VVVV
Dengan demikian rangkaian pada gambar 2.4a dapat disederhanakan menjadi
rangkaian pada gambar 2.4b, dimana harga tahanan penggantinya adalah:
321T RRRRRs (2.6)
Rangkaian Resistor Paralel
Kombinasi paralel dari dua tahanan atau lebih dapat digantikan dengan sebuah
tahanan ekivalen yang nilai konduktansinya sama dengan jumlah konduktansi
masing-masing tahanan. Kondukstansi bahan disimbulkan dengan ‘G’ (satuan G
adalah mho atau siemen) dimana: G = 1/R
(a) (b)
Gambar 2.4 Kombinasi paralel dari rangkaian resistor dan penggantinya.
Rs
I
V
I
R1
R2
R3
V
V1
V2
V3
Rp
I
VV
I
R1
R2
R3
Modul-2 Hal-4
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Pada gambar 2.4 tersebut, menurut KCL
)(111
321
321
T
321T
321T
GGGVRRR
VVG
R
V
R
V
R
V
R
V
IIII
dimana 321 GGGG T
dan 321
1111
RRRRG
p
T
(2.7)
Dengan demikian rangkaian pada gambar 2.4a dapat disederhanakan menjadi
rangkaian pada gambar 2.4b, dimana harga tahanan penggantinya adalah seperti
pada persamaan (2.7).
Transformasi Jaringan Delta-Star (-Y)
Adakalanya bentuk rangkaian tertentu yang tidak dapat disederhanakan
dengan hanya menggunakan kombinasi resistor seri-paralel. Konfigurasi semacam ini
sering dapat ditangani dengan menggunakan transformasi delta-star (-Y) atau star-
delta (Y-). Transformasi ini memungkinkan tiga resistor yang dihubungkan dalam
bentuk “Y” digantikan oleh tiga resistor laian dalam bentuk “” dan sebaliknya.
Transformasi Jaringan Delta ke Star
Transformasi ini mengubah jaringan resistor formasi delta ke formasi star,
seperti dinyatakan pada gambar 2.5.
C
B A
1
23
P
QR
1
23
Gambar 2.5: Transformasi jaringan Delta ke Star
Nilai resistansi antara terminal 1 dan 2 adalah: )( CBdenganparalelAQP
CBA
CBAQP
)( (2.8)
Modul-2 Hal-5
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Nilai resistansi antara terminal 2 dan 3 adalah: )( BAdenganparalelCRQ
CBA
BACRQ
)( (2.9)
Nilai resistansi antara terminal 3 dan 1 adalah: )( CAdenganparalelBPR
CBA
CABPR
)( (2.10)
Dari persamaan (2.8)-(2.10) di atas, maka:
CBA
BAC
CBA
CABRQPR
)()()()( (2.11)
Sehingga
CBA
CABAQP
)( (2.12)
Jika persamaan (2.12) dijumlah dengan persamaan (2.8), maka akan memberikan:
CBA
CABA
CBA
ACABQPQP
)()(
CBA
ABP
22
CBA
ABP
(2.13)
Dengan cara yang sama, maka akan didapatkan:
CBA
ACQ
(2.14)
CBA
BCR
(2.15)
Dari persamaan (2.13) sampai dengan (2.15) maka akan dapat ditentukan nilai-nilai
resistor jaringan star-nya.
Transformasi jaringan Star ke Delta
Transformasi ini mengubah jaringan resistor formasi star ke formasi delta,
seperti dinyatakan pada gambar 2.6. Dalam analisis ini, masih tetap menggunakan
persamaan (2.8) sampai dengan persamaan (2.10), yakni:
Nilai resistansi antara terminal 1 dan 2 adalah: QPCBA )(//
Nilai resistansi antara terminal 2 dan 3 adalah: RQBAC )(//
Nilai resistansi antara terminal 3 dan 1 adalah: RPCAB )(//
Modul-2 Hal-6
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
C
B A
1
23
P
QR
1
23
Gambar 2.6: Transformasi jaringan Star ke Delta
Dengan cara yang sama dengan apa yang telah dilakukan pada transformasi delta ke
star, maka akan didapatkan nilai-nilai resistansi sebagai berikut:
PQR
PQ
R
RPQRPQA
(2.16)
RPQ
RP
Q
RPQRPQB
(2.17)
RQR
QR
P
RPQRPQC
(2.18)
2.3 PENYEDERHANAAN RANGKAIAN KAPASITOR
Rangkaian Kapasitor Serial
Sama halnya dengan resistor, kombinasi seri dari dua kapasitor atau lebih
dapat digantikan oleh sebuah kapasitor. Perhatikan gambar 2.7.
(a) (b)
Gambar 2.7 Kombinasi kapasitor seri dan kapasitor penggantinya
V
C s
V
C 2 C 1 C 3
Modul-2 Hal-7
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Pada gambar tersebut, menurut KVL
SCQ
CCCQ
C
Q
C
Q
C
Q
VVVV
1
111
321
321
321
Dengan demikian rangkaian pada gambar 2.7a dapat disederhanakan menjadi
rangkaian pada gambar 2.7b, dimana harga kapasitor penggantinya adalah:
321
1111
CCCCS
(2.19)
Rangkaian Kapasitor Paralel
Sama halnya dengan resistor, kombinasi paralel dari dua kapasitor atau lebih
dapat digantikan dengan sebuah kapasitor ekivalennya. Perhatikan gambar 2.7,
menurut KCL
dt
dVC
dt
dVC
dt
dVC
dt
dVC
IIII
3
3
2
2
1
1
321
TT
Karena 321 VVVV , maka
dt
dVCCC
dt
dVC
dt
dVC
dt
dVC
dVC )(
dt321321T
Sehingga
321 CCCC T (2.20)
Dengan demikian rangkaian pada gambar 2.8a dapat disederhanakan menjadi
rangkaian pada gambar 2.8b, dimana harga tahanan penggantinya adalah seperti
pada persamaan (2.8).
(a) (b)
Gambar 2.8. Kombinasi paralel dari rangkaian resistor dan penggantinya.
V
C p
V
C 2
C 1
C 3
Modul-2 Hal-8
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
2.4 PENGISIAN-PEMBUANGAN MUATAN PADA KAPASITOR
Kapasitor atau disebut juag kondensator adalah suatu piranti yang dapat
digunakan untuk menyimpan muatan listrik. Sebuah Kapasitor dengan kapasitansi C,
dihubungkan dengan sumber tegangan V, maka setelah beberapa waktu di dalam
kapasitor tersebut terkumpul muatan Q sebesar:
VCQ (2.21)
Muatan Q ini merupakan muatan maksimum yang dapat disimpan oleh sebuah
kapasitor.
Gambar 2.9: Pengisian dan pembuangan muatan pada kapasitor
Banyaknya muatan listrik yang mengisi kapasitor selama t detik dapat
diturunkan dari definisi arus, yaitu:
dt
dQI , atau dtItQ
t
.)(0
(2.22)
Tegangan pada ujung-ujung kapasitor adalah
dtICC
tQtV
t
C .1)(
)(0
(2.23)
Sedangkan tegangan pada ujung-ujung resistor adalah
dtIC
VtVVtV
t
CR.
1)()(
0
00 (2.24)
dtIC
VRI
t
.1
.0
0
Jika persamaan (2.13) kita deferensialkan maka diperoleh
dtI
CV
dt
dRI
dt
dt
.1
.0
0
C
I
dt
dIR . atau dt
RCI
dI 1
(2.25)
persamaan (2.14) kalau diintegralkan akan didapat
RCteII /
0. (2.26)
R
V 0 C
S
R
V 0 C
S
V R
V C
Modul-2 Hal-9
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Besaran = RC, disebuat sebagai time constant (konstanta waktu) untuk pengisisan
maupun pembuangan muatan pada kapasitor. Nilai ini dapat diturunkan secara matematik, dan besarnya adalah 63% dari nilai maksimumnya untuk proses pengisian, dan 37% dari nilai minimumnya untuk proses pembuangan.
Gambar 2.10 menunjukkan besarnya tegangan dan arus kapasitor pada saat
pengisian dilakukan. Beda potensial antara ujung-ujung kapasitor pada saat t=0
adalah 0 volt, pada saat ini kapasitor akan diisi oleh muatan dengan arus maksimum.
Seiring dengan pertambahan waktu, maka kapasitor mulai menyimpan muatan yang
diberikan oleh catu daya, sehingga beda potensial antara ujung-ujungnya mulai naik.
Bersamaan dengan ini, besarnya arus pengisian akan semakin menurun. Kondisi ini
berlangsung sampai dengan kapasitor terisi muatan secara penuh, yakni ketika
tegangan kapasitor sama dengan tegangan catu daya. Pada saat ini sudah tidak ada
lagi arus yang mengalir atau Ic=0A.
Gambar 2.10: Grafik V dan I pada proses pengisian muatan kapasitor
Pada proses pembuangan muatan pada kapasitor juga berlaku proses yang
sama. Bedanya disini adalah kondisi awal kapasitor terisi muatan penuh, sehingga
tegangan kapasitor sama dengan tegangan catu dayanya (Vc=Vs), dan arus kapasitor
Ic adalah nol. Gambar 2.11 merupakan grafik tegangan dan arus sebagai fungsi waktu
pada proses pembuangan muatan kapasitor.
Modul-2 Hal-10
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Gambar 2.11: Grafik V dan I pada proses pembuangan muatan kapasitor
Selanjutnya gambar 2.12 memperlihatkan grafik lengkap pengusian dan
pembuangan muatan pada kapasitor. Pada grafik tersebut tampak bahwa kapasitor
akan terisi atau membuang matannya secara penuh pada waktu t=5.
Gambar 2.12: Grafik Vc pada pengisian dan pembuangan muatan
Modul-2 Hal-11
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
2.5 RESPON FREKUENSI RANGKAIAN RC
Pada proses pengisian dan pembuangan muatan muatan pada kapasitor
didapatkan konstanta waktu =RC, dan kapasitor akan melakukan proses pengisian
dan pembuangan muatan secara 100% pada waktu t=5=5RC. Bagaimana jika t lebih
kecil dari 5? Gambar 2.13 merupakan respon rangkaian RC untuk waktu t=2. Pada
gambar ini, periode 0-2T, 4T-6T, 8T-10T, dst, adalah waktu pengisian dan periode 2T-
4T, 6T-8T, 10T-12T, dst, adalah waktu pembuangan muatan. Tampak bahwa
kapasitor akan membuang muatannya sebelum dia terisi secara penuh. Sehingga
output dari kapasitor yakni Vc merupakan sinyal yang tampak seperti gigi gergaji.
Gambar 2.13: Respon Vc untuk waktu t=2.
Integrator RC
Integrator RC adalah rangkaian RC yang disusun seperti pada gambar 2.14.
Rangkaian ini sama dengan rangkaian yang digunakan pada proses pengisian dan
pembuangan muatan pada kapasitor.
Gambar 2.14: Rangkaian Integrator
Output dari rangkaian ini dapat ditulis kembali sebagai
ininin
C
Cout V
RCjV
RCj
CjV
RX
XV
1
1
1
1
RC
VV
dt
d inout atau
t
inout dtVRC
tV0
1)( (2.27)
Modul-2 Hal-12
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Deferensiator RC
Deferensiator RC adalah rangkaian RC yang disusun seperti pada gambar 2.15.
Rangkaian ini juga sama dengan rangkaian yang digunakan pada proses pengisian dan
pembuangan muatan pada kapasitor, namun penyadapan tegangan output dilakukan
pada ujung-ujung resistor.
Gambar 2.15: Rangkaian Deferensiator
Output dari rangkaian ini dapat ditulis kembali sebagai
ininin
C
out RCVjV
RCj
RV
RX
RtV
1
)(
dt
tdVRCtV in
out
)()( (2.28)
2.6 METODE ANALISIS RANGKAIAN
Analisis rangkaian listrik dengan menggunakan Hukum Kirchoff pada
dasarnya dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yang berbeda,
yaitu “Mesh Current Analysis” dan “Nodal Voltage Analysis”. Mesh Current Analysis
dilakukan dengan berbasis pada hukum tegangan Kirchoff (KVL), sedangkan
Nodal Voltage Analysis dilakukan dengan berbasis pada hukum arus Kirchoff
(KCL).
Mesh Current Analysis
Mesh Current Analysis atau Loop Analysis dan juga dinamakan Maxwell´s
Circulating Currents method.
Loop-1 Loop-2
Gambar 2.16. Rangkaian untuk Mesh Current Analysis
Modul-2 Hal-13
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Untuk membahas mtode ini perhatikan contoh rangkaian pada gambar 2.16.
Untuk Loop-1
10)(4010 211 III 104050 21 II
Untuk Loop-2
20)(4020 122 III 206040 21 II
Dari persamaan Loop-1 dan Loop-2 didapatkan
614 2 I atau 429,02 I Amper
17 1 I atau 143,01 I Amper
dan 286,0429,0143,0213 III Amper
Nilai I1 negatif menunjukkan arah arus berkebalikan dari arah loop-1. Dan nilai
I3=0,286 Amper searah dengan aliran loop-2.
Nodal Voltage Analysis
Nodal Voltage Analysis berbasis pada KCL. Perhatikan contoh rangkaian
pada gambar 2.17 di bawah ini.
Gambar 2.17. Rangkaian untuk Nodal Voltage Analysis
Pada gambar tersebut:
321 III
40
0
2010
bbcba VVVVV
40
0
20
20
10
10
bbb VVV
4040
240
40
440 bbb VVV
807 bV 429,11bV Volt
Modul-2 Hal-14
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Sehingga
286,040
429,11
403 bV
I Amper
429,020
429,1120
202
bc VV
I Amper
143,010
429,1110
101
ba VV
I Amper
Tampak bahwa hasil dari Mesh Current Analysis dan Nodal Voltage Analysis
memberikan hasil yang sama.
2.7 TEOREMA JARINGAN
Penggunaan teorema jaringan memungkinkan kita untuk menggunakan
metode yang lebih pendek dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada
suatu rangkaian. Dengan penggunaan teorema ini memungkinkan kita untuk
mengkonversikan sebuah jaringan ke dalam rangkaian yang lebih sederhana, yang
ekuivalen dengan aslinya. Dalam teorema jaringan akan diperkenalkan antara lain:
Prinsip Superposisi, Teorema Thevenin dan Teorema Norton.
2.7.1. Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi menyatakan bahwa “dalam sebuah jaringan dengan dua atau
lebih sumber, besarnya arus dan tegangan untuk semua komponen adalah
penjumlahan aljabar dari pengaruh-pengaruh yang dihasilkan oleh masing-masing
sumber yang beraksi secara terpisah”. Dalam bahasa yang lebih umum dikatakan
“akibat yang ditimbulkan oleh beberapa sebab, sama dengan akibat yang ditimbulkan
apabila si-sebab bekerja sendiri-sendiri”. Yang mana sebab adalah sumber tegangan
atau arus yang memberikan daya pada suatu rangkaian, sedangkan akibat adalah
arus atau tegangan listrik yang ada pada suatu cabang rangkaian.
Contoh
Hitung besarnya arus I3 pada rangkain gambar 2.18, dengan menggunakan dari Mesh
Current Analysis, Nodal Voltage Analysis dan Prinsip Superposisi.
Gambar 2.18
85 V 68 V
I1
I2
I3
Modul-2 Hal-15
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Dengan Mesh Current Analysis
Rangkaian tersebut dapat kita bagi menjadi dua loop, yaitu loop sebelah kiri dengan
sumber tegangan 85 V dan loop sebelah kanan dengan sumber tegangan 68 V.
Untuk Loop-1
85)(612 211 III 85618 21 II
Untuk Loop-2
68)(630 122 III 68366 21 II
Dari persamaan Loop-1 dan Loop-2 didapatkan
119102 2 I atau 167,12 I Amper
442102 1 I atau 333,41 I Amper
dan 5,5167,1333,4213 III Amper
Dengan Nodal Voltage Analysis
321 III
630
68
12
85 XXX VVV
60
10
60
2136
60
5425 XXb VVV
56117 XV 33XV Volt
Sehingga
5,56
33
63 XV
I Amper
167,130
33682
I Amper
333,412
33851
I Amper
Dengan Prinsip Superposisi
Menurut prinsip superposisi, arus I3 yang melalui tahanan 6 ohm adalah akibat
dari sumber tegangan 85 V dan sumber tegangan 58 V (perhatikan gambar 2.19).
Sehingga besarnya arus yang melewati I3 merupakan penjumlahan dari '
3I dan ''
3I
atau
''
3
'
33 III
Modul-2 Hal-16
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
85 V
I3'
68 V
I3''
Gambar 2.19
258517
585
12)30//6(
30//6'
3
V volt 167,46
25'
3 I Amper
86834
468
30)12//6(
12//6''
3
V volt 333,16
8''
3 I Amper
Sehingga
5,5333,1167,4''
3
'
33 III Amper
Dengan cara yang sama untuk I2
833,030
25'
2
I Amper (berlawanan tandah panah), dan
000,230
868''
2
I Amper (searah tanda panah)
667,1000,2833,0''
2
'
22 III Amper
Dengan cara yang sama untuk I1
000,512
2585'
1
I Amper (searah tandah panah), dan
667,012
8''
1
I Amper (berlawanan tanda panah)
333,4667,0000,5''
1
'
11 III Amper
Tampak bahwa prinsip superposisi ini memberikan nilai I1, I2, I3 yang sama dengan
kedua metode di atas.
Modul-2 Hal-17
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
2.7.2. TEOREMA THEVENIN
Teorema Thevenin mengatakan bahwa "Setiap rangkaian linear yang
mengandung beberapa sumber tegangan dan beberapa resistor (kecuali beban), dapat
digantikan oleh sebuah tegangan tunggal yang dirangkai secara serial dengan resistor
tunggal, sedemikian hinga hubungan antara arus listrik dan tegangan pada beban
tidak berubah. Teorema ini sangat berguna dalam menganalisis sistem catu daya dan
interkoneksinya dengan rangkaian. Dengan teorema Thevenin, sumber-sumber dan
komponen resistor (tidak peduli bagaimana mereka terhubung satu sama lainnya)
dapat di representasikan oleh hanya sebuah catu daya yang dihubungkan secara seri
dengan sebuah resistor. Rangkaian baru hasil aplikasi teorema Thevenin disebut
Rangkaian Ekivalen Thevenin (lihat gambar 2.20). Jaringan keseluruhan yang
terhubung pada A dan B dapat digantikan dengan sebuah sumber tegangan tunggal
(VTH) yang diseri dengan sebuah tahanan tunggal RTH, yang terhubung pada kedua
terminal yang sama.
Jaringan Linear
Kompleks:
Beberapa
Sumber
Tegangan dan
Beberapa
Resistor
VTH
RTH
Gambar 2.20: Rangkaian Ekivalen Thevenin
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, perhatikan contoh pada gambar
2.21 di bawah ini. Kita akan membuat jaringan Thevenin dari rangkaian ini, dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Melepas beban rangkaian antara terminal A dan terminal B, yakni R=40 Ohm.
2) Menghitung RTH, dengan cara menghubung-singkatkan semua sumber daya
(tegangan).
3) Menghitung VTH, yakni tegangan rangkaian terbuka antara terminal A dan B.
Gambar 2.21: Rangkaian yang akan diubah ke Ekivalen Thevenin
Untuk rangkaian di atas, Resistor 40 Ohm dilepas dan dihitung RTH-nya dengan cara
menghubung singkatkan V=10 volt dan juga V=20 volt. Sehingga RTH merupakan
R=10 Ohm dan R=20 Ohm.
Modul-2 Hal-18
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
67,620//10 ABTH RR Ohm
Gambar 2.22: Perhitungan VTH dan RTH Ekivalen Thevenin
Untuk menghitung VTH=VAB, yakni tegangan terbuka antara terminal A dan B.
)2010(1020 Ivv 33,030
10
vI Amper
Maka tegangan di terminal A dapat dihitung:
33,13)2033,0(20 vxvVA volt, atau bisa juga dengan
33,13)0133,0(10 vxvVA volt
Sehingga rangkaian Ekivalen Theveninnya adalah
Gambar 2.23: Rangkaian Ekivalen Thevenin
dengan besarnya arus yang mengalir pada Resistor Beban 40 Ohm sebesar:
286,04067,6
33,13
voltI Amper
Sekali lagi bahwa nilai arus ini sama dengan hasil dari perhitungan-perhitungan yang
telah dilakukan sebelumnya.
Modul-2 Hal-19
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
2.7.3. TEOREMA NORTON
Sama halnya dengan Teorema Thevenin, Teorema Norton juga digunakan
untuk menyederhanakan rangkaian listrik yang kompleks. Dalam analisa rangkaian,
teorema Norton dapat digunakan untuk mereduksi sebuah jaringan menjadi sebuah
rangkaian paralel antara sumber arus tunggal dan tahanan tunggal. Dalam konfigurasi
semacam ini penyebutan Kondukstansi (G) untuk mengganti Resistansi (R) lebih
sering dilakukan, dimana (G=1/R). Teorema norton menyatakan bahwa jaringan
keseluruhan yang terhubung ke terminal A dan B dapat digantikan dengan sebuah
sumber arus tunggal IN yang diparalel dengan sebuah tahanan tunggal RN, dimana
IN adalah arus rangkaian short yang melalui terminal A dan B, yang
ditentukan dengan menghubung-singkatkan antara kedua terminal
tersebut.
RN adalah tahanan rangkaian terbuka antara terminal A dan B, dengan
semua sumber yang di-short.
Jaringan Linear
Kompleks:
Beberapa
Sumber
Tegangan dan
Beberapa
Resistor
IN
RN
Gambar 2.24: Rangkaian Ekivalen Norton
Dalam analisis rangkaian Ekivelen Norton, sama dengan yang dilakukan pada
rangkaian Ekivelen Thevenin. Perhatikan rangkaian pada gambar 2.24 di atas. Untuk
mencari I Norton (IN), terminal A dan B di short-kan, hasilnya:
Gambar 2.25: Menentukan nilai IN pada Rangkaian Ekivalen Norton
220
20
10
1021
vvIIII ABN Amper
Untuk mencari RN caranya sama dengan pada analisis Thevenin, yakni:
67,620//10 ABN RR Ohm
Sehingga rangkaian Ekivalen Nortonnya adalah seperti pada gambar 2.26.
Modul-2 Hal-20
PSEA 2- Analisis Rangkaian Listrik DC
Gambar 2.25: Rangkaian Ekivalen Norton
Besarnya arus yang mengalir pada RL=40 Ohm dapat dicari sebagai berikut:
72,54067,6
4067,6//
xRRR LNTOT
44,1172,52 xRxIV TOTNAB volt
Sehingga arus yang mengalir pada beban 40 ohm adalah:
286,040
44,11
R
VI Amper
Sekali lagi bahwa nilai arus ini sama dengan hasil dari perhitungan-perhitungan yang
telah dilakukan sebelumnya.