Download - 108720330-case-3-dsp-9
-
BAB 1
PENDAHULUAN
Kasus dalam tutorial DSP-9 pada pertemuan kedua ini adalah orthodonsia dan
prostodonsia. Orthodonsi adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek dan perawatan
maloklusi yang mana berupa ketidakteraturan gigi geligi, ketidaksesuaian hubungan rahang
maupun keduanya. Sedangkan prostodonsia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
mengembalikan kesehatan gigi dan mempertahankannya, mengembalikan kepercayaan diri
penderita dan kesehatannya dengan cara mengganti gigiyang hilang dan jaringan lainnya
dengan material buatan.
Dalam pertemuan ini dibahas kasus tentang seorang perempuan bernama Dewina
yang berumur 24 tahun. Pasien mengeluh . Pasien juga mengatakan bahwa
Pada makalah ini akan dibahas mengenai keluhan utama pasien, pemeriksaan ekstra
oral dan intraoral, analisis kasus pasien tersebut, dan diagnosa beserta diagnosa bandingnya.
Dan pada akhir makalah ini akan dibahas juga mengenai rencana perawatan yang akan
dilakukan serta prognosisnya.
1.1. Tinjauan Kasus dan Ananmesis
Dari kasus tersebut diberikan pemeriksaan tambahan setelah anamnesis untuk
memperkuat diagnosa yang akan kita berikan dan memberikan rencana perawatan
yang tepat agar fungsi dan estetik gigi pasien dapat kembali dengan baik.
1) Riwayat keluhan
-
Beberapa bulan yang lalu, pasien mengalami kecelaakaan sepeda
motor. Gigi seri pertama kanan sampai gigi seri kedua kiri tanggal. Telah
dibuatkan gigi tiruan sementara. Sekarang gigi tiruannya sudah longgar dan
tidak nyaman dipakai.
2) Riwayat Medis
Pasien dalam kondisi kesehatan yang baik.
3) Pemeriksaan Ekstra Oral
Pasien terlihat sehat tidak tampak kelainan pada wajahnya. Sendi
temporomandibular dan pergerakan mandibular terlihat normal.
4) Pemeriksaan Intra Oral
Oral hygiene sedang. Terlihat gigi 11, 21, 22 dan 36, 35, 45, 46 hilang.
5) Oklusi
Karena gigi 36, 35, 45, 46 telah hilang, sehingga klasifikasi gigi
posterior sulit ditentukan. Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan
rahang bawah dan hasil analisis Sephalometri menunjukkan bahwa relasi
rahang tersebut merupakan kelas 1
6) Analisis Kasus (Radiologi)
Berdasarkan pada kasus gigi 11, 21,22 dan 36, 35,45,46 telah hilang
terlihat juga pada gambaran sinar X seperti dibawah ini:
-
BAB 2
PEMERIKSAAN
2.1. Pemeriksaan Klinis
2.1.1. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk melihat kelainan diluar
rongga mulut. Pada pemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah
bentuk wajah, bibir, sendi TMJ, Postur tubuh, mata, ekspresi, dan kelenjar
limfe.
Pemeriksaan bentuk wajah terdiri atas 3 pemeriksaan, yaitu tipe wajah,
kesimetrisan wajah, dan profil wajah. Tipe wajah ada 3, yaitu sempit, normal,
dan lebar. Kesimetrisan wajah ada 2, yaitu simetris bilateral dan asimetris.
Dikatakan simetris bilateral apabila wajah terbagi 2 sama lebar dan
anatomisnya sama jika ditarik garis median dari garis rambut ke titik glabela,
subnasion, dan menton. Profil wajah terbagi menjadi wajah datar, cembung,
-
dan cekung. Untuk menentukan profil wajah, tarik garis dari titik glabela,
subnasion, dan pogonion dan dilihat dari arah sagital.
Pemeriksaan bibir bertujuan untuk melihat tonus bibir dan katup bibir.
Tonus bibir atau kekuatan otot bibir terbagi atas 3, yaitu normal, hipotonus,
dan hipertonus. Katup bibir untuk melihat apakah bibir dapat terkatup
(competent/positive) atau tidak dapat terkatup (incompetent/negative). Cara
pemeriksaannya adalah dengan mempalpasi otot bibir pada keadaan otot
orbicularis oris dalam keadaan relaksasi.
Pemeriksaan TMJ dilakukan untuk melihat apakah pasien memiliki
masalah pada sendi rahang. Masalah yang umum terjadi adalah adanya
clicking dan rasa sakit/nyeri pada sendi rahang. Selain itu juga, masalah lain
adalah adanya krepitasi dan ankilosis.
Postur tubuh terbagi menjadi 4, yaitu tegak, kifosis, skoliosis, dan
lordosis. Kifosis merupakan pembengkokan keluar dari tulang belakang
nagian thorax (thoracic spine) sehingga pasien tampak bungkuk. Lordosis
merupakan pembengkokan tulang belakang region lumbar dan cervical ke
dalam secara berlebih. Skoliosis adalah pembengkokan tulang belakang ke
lateral menjauhi garis median ke kanan maupun kiri
-
Mata diperiksa untuk melihat pupil apakah sama besar (isokor) atau
tidak sama besar (anisokor), melihat sclera apakah ikterik atau tidak ikterik,
dan melihat konjungtiva apakah pucat (anemis) atau tidak.
Gambar 2.4. Gambar sclera ikterik (kiri) dan gambar konjungtiva anemis (kanan).
Saat pasien datang berobat, kita sebagai dokter gigi harus dapat melihat
ekspresi pasien apakah pasien tersebut tenang, tampak sakit sedang, atau
tampak sakit berat. Ekspresi pasien dapat membantu kita menilai kondisi
psikologis pasien dan dapat membantu kita berkomunikasi efektif dengan
pasien serta memilih perawatan yang sesuai sehingga dapat meringankan rasa
sakit pasien.
Pemeriksaan kelenjar limfe pada pasien dilakukan pada kelenjar limfe
submandibula kanan dan kiri. Caranya adalah pasien duduk di kursi dental
dengan kepala menempel di kursi yang posisinya agak merebah. Dokter
berada di belakang pasien. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
kedua tangan, tekan lembut menyusuri belakang telinga ke submandibula
sampai arah dagu.
-
Dari hasil pemeriksaan EO pasien terlihat sehat dan tidak tampak
adanya kelainan pada wajahnya . Pergerakan TMJ dan mandibular terlihat
normal.
2.1.2. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan intra oral dilakukan untuk melihat kelainan di dalam
rongga mulut. Dari hasil pemeriksaan intraoral terdapat hasil :
o Oral Hygiene Sedang
o Terlihat kehilangan pada gigi 1.1, 2.1, 2.2, 3.6, 3.5, 4.5, 4.6
o Karena gigi 3.6, 3.5, 4.5, 4.6 sehingga klasifikasi gigi posterior sulit ditetukan
o Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah serta hasil analisis
sefalometri menunjukkan oklusi kelas 1
Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap gigi, gusi,
lidah, palatum, dasar mulut, uvula, tonsil, dan jaringan di dalam mulut lainnya,
Pemeriksaan dalam mulut dilakukan dengan bantuan alat dasar seperti sonde, kaca mulut,
pinset, ekskavator, dan probe; untuk memperjelas pandangan dapat digunakan kamera
intra oral yang dihubungkan oleh monitor.
-
Pemeriksaan intra oral yang akan dibahas pada makalah ini yaitu pemeriksaan gigi
yang meliputi pemeriksaan jaringan pulpa, jaringan periradikular dan periodontal.
Tes Pulpa
Tes pulpa ini dilakukan untuk mengetahui apakan pulpa pasien masih dalam
keadaan vital atau non vital, sehingga tes ini juga biasa disebut tes vitalitas.
Untuk mengetes vitalitas pulpa ini dapat digunakan empat cara, yaitu tes dingin,
tes panas, Electric Pulp Test (EPT), dan tes lainnya seperti tes kavitas dan tes
anestesi.
a. Tes dingin
Bahan-bahan yang dapat digunakan yaitu batangan es, carbon dioxide, chlor
ethyl.
Terdapat dua macam cara:
Pada gigi tanpa karies: bersihkan dan keringkan terlebih dahulu bagian
servikal pada gigi, kemudian tempelkan cotton pellet yang telah disemprot
chlor ethyl pada bagian serviks tersebut. Apabila pasien masih merasakan
rangsangan, maka pulpanya masih vital.
Pada gigi yang berkaries: bersihkan dan keringkan terlebih dahulu gigi
yang mengalami sakit, kemudian tempelkan cotton pellet yang telah
disemprot chlor ethyl pada bagian serviks atau pada daerah berlubang di
gigi tersebut. Apabila pasien masih merasakan rangsangan, maka pulpanya
masih vital.
Interpretasi tes dingin:
respon hebat & lama pulpitis irreversible
tak ada respon nekrosis pulpa
-
a. Tes panas
Bahan-bahan yang dapat digunakan yaitu air panas, gutaperca
panas, karet poles dan alat lain. Tes panas ini cukup jarang digunakan,
namun dapat berguna bila keluhan sulit dilokalisir giginya.
Apabila respon hebat & menetap pulpitis irreversible.
b. EPT
Merupakan suatu alat untuk menguji apakah pulpa memberi
respons atau tidak.
c. Tes Periradikular
Tes periradikular dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a) Tes perkusi
Dilakukan untuk memberikan petunjuk adanya inflamasi
ligamen periodontal.
Tes ini dilakukan dengan cara mengetukkan ujung kaca mulut
pada gigi yang sakit, untuk mengkonfirmasi adanya inflamasi maka
-
dapat dilakukan dengan cara menekankan ujung jari pada gigi yang
sakit.
Intensitas respon:
hebat +++
sedang ++
ringan +
negatif (-)
b) Tes palpasi
Tes ini dilakukan untuk menunjukkan tingkat keparahan inflamasi dengan
menggunakan ujung jari pada daerah apex.
Pemeriksaan periodontal
Pemeriksaan periodontal dilakukan dengan dua cara:
a. Probing
Merupakan suatu metode untuk mengukur kedalaman poket periodontal. Alat
yang digunakan berupa probe, dengan cara dimasukkan ke dalam attached
-
gingiva, kemudian diukur kedalam poket periodontal dari gigi pasien yang
sakit.
b) Mobilitas
Kelainan endodontik yang luas dapat menyebabkan mobilitas
yang nyata. Mobitity yang berasal dari periodontal biasanya memiliki
prognosis yang buruk.
2.2. Analisis Kasus
2.2.1. Analisis Radiologis
Untuk analisis radiologi digunakan foto panoramik, agar dapat melihat
semua aspek-aspek dan kelainan pada gigi dan jaringan periodontal disekitar
rahang. Pada radiografi panoramik, terlihat jelas bahwa pasien mengalami
kehilangan gigi 1.1, 2.1, 2.2, 3.6, 3.5, 4.5, dan 4.6. Terdapat gambaran
radiopak dari email sampai ruang pulpa pada gigi 3.7 dan 4.7. Akar, lamina
dura, membran periodontal dalam batas normal.
-
2.2.2. Analisis fotografi
Pasien terlihat memiliki tipe wajah normal namun asimetris. Tipe
wajah asimetris semakin nyata terlihat pada saat pasien membuka mulut
(tersenyum).
Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah serta hasil
analisis sefalometri menunjukkan kelas I Angle. Berdasarkan pemeriksaan intaoral,
didapatkan malposisi gigi-geligi sebagai berikut.
-
- Gigi 1.3 labioversi.
- Gigi 3.1 dan 3.2 rotasi.
- Gigi 3.3 rotasi.
- Gigi 4.3 labioversi.
a. Analisis Cephalometri
Berdasarkan radiograf sefalometri, Terlihat profil wajah sedikit
cembung, tidak ada kelainan skeletal. Tidak terdapat pula fraktur rahang
-
.
-
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Klasifikasi Maloklusi
3.1.1. Kelas I Angle (Neutroklusi)
Patokan :
1. Hubungan gigi molar pertama rahang atas dan molar pertama rahang bawah,
dimana puncak bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas berada pada
bukal groove molar pertama rahang bawah.
2. Hubungan gigi caninus rahang atas dan caninus rahang bawah, dimana gigi
caninus rahang atas menutupi atau terletak diantara caninus dan premolar
pertama rahang bawah.
Menurut Dewey kelas ini dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
Tipe 1 : Gigi anterior dalam keadaan berjejal (crowding) dan caninus terletak
lebih ke labial (ektopik).
Tipe 2 : Gigi anterior protrusif (Labioversi).
Tipe 3: Terjadi gigitan bersilang anterior.
Tipe 4 : Terjadi gigitan bersilang posterior.
-
Tipe 5 : Terjadi migrasi ke mesial pada gigi posterior (Mesial Drifting).
3.1.2. Kelas II Angle (Distoklusi)
Puncak Bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak lebih ke
anterior dari bukal groove molar pertama rahang bawah.
3.1.3. Kelas III Angle (Mesioklusi)
1. Puncak bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak lebih distal
dari bukal groove molar pertama rahang bawah.
2. Hubungan caninus biasanya terletak antara premolar pertama dan premolar
kedua rahang bawah.
Menurut Dewey, kelas ini dibagi dalam 3 tipe :
Tipe 1 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi
sedangkan hubugan anterior edge to edge.
Tipe 2 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi
sedangkan hubungan gigi anterior normal sampai berjejal (anterior rahang
bawah linguo versi).
Tipe 3 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi
sedangkan hubungan gigi anterior adalah cross bite sehingga dagu penderita
menonjol ke depan.
3.2. Malposisi Gigi
3.2.1. Individual Teeth
-
Nomenklatur yang dikemukakan oleh Lischer, banyak digunakan untuk
menggambarkan suatu keadaan malposisi gigi. Penamaan ini dianggap lebih mudah,
karena hanya dengan menambahkan akhiran versi pada kata yang mengindikasikan
arah dari posisi normal
Berikut merupakan klasifikasi dari Lischer :
a) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal
b) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal
c) Lingouversi : Lebih ke lingual dari posisi normal
d) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal
e) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
f) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
g) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped
h) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang
i) Transversi : Perubahan pada urutan posisi
Istilah tersebut dapat digabungkan ketika gigi mengasumsikan malposisi yang
melibatkan lebih dari satu arah dari normal. Jadi, misalnya, dikatakan bahwa keadaan
gigi adalah di mesiolabioversi
3.3. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Sebelum kita melakukan pembuatan gigi tiruan, harus dibuat pola perencanaan
gigi tiruan agar didapat gigi tiruan yang baik dan maksimal. Pembuatan desain ini
merupakan tahap penting dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
sebuah gigi tiruan. Desain tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Retensi
-
Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan agar bertahan terhadap
gaya pelepasan dari arah vertikal. Ada beberapa macam retensi, yaitu:
a) Adhesi
Adhesi merupakan daya tarik menarik antara dua molekul yang
berbeda. Adhesi terjadi antara saliva dan landasan, saliva dan mukosa.
b) Kohesi
Kohesi merupakan daya tarik menarik antara dua molekul yang sejenis.
Kohesi terjadi antara saliva dengan saliva.
c) Undercut
Retensi yang didapat dari daerah gerong yang ada di gigi dan jaringan
pendukung.
d) Friksi
Retensi yang didapat dari gaya gesek antara dua permukaan. Pada gigi tiruan
sebagian lepasan terjadi antara landasan dengan mukosa.
e) Tegangan permukaan
Gaya yang bekerja pada permukaan zat cair. Adanya cairan saliva diantara
landasan dan mukosan secara menyeluruh memberikan gaya ketika gigi tiruan
berusaha dilepaskan dan landasan di tepi permukaan gigi akan terjadi tegangan
permukaan.
f) Atmosferik
-
Retensi ini akan bekerja apabila tekanan udara dibawah landasan nol.
g) Muskular
Retensi otot dihasilkan apabila pencetakan dilakukan sesuai batas-batas
tarikan otot bibir, pipi, dan lidah dan daerah peripheral border seal.
h) Gravitasi
Adanya daya tarik menarik bumi menyebabkan gaya tarik menarik terhadap
gigi tiruan rahang bawah yan akan menguntungkan karena akan menambah
retensi.
i) Gaya kunyah ke apical
Adanya gaya kunyah ke apical menahan gigi tiruan lepas dari mukosa
dibawahnya.
2. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan kemampuan gigi tiruan bertahan terhadap
perpindahan tempat dari arah horizontal. Pada gigi tiruan sebagian lepasan,
stabilitas ditentukan oleh :
a) Dimensi vertikal dan relasi sentrik
b) Menetukan garis median
c) Menempatkan indirect retainer tegak lurus terhadap garis fulcrum
d) Menentukan garis fulcrum
e) Menyusun artificial di puncak linggir
-
f) Mengurangi jumlah gigi pengganti
g) Menyusun dengan prinsip oklusi berimbang berdasarkan kurva Spee
h) Adapatasi landasan
i) Mengunyah dua sisi
j) Bracing
3. Estetika
Membuat gigi tiruan yang sesuai dan harmonis dengan kepribadian
pasien sehingga tampak alami dan natural.
4. Support
Support merupakan kemampuan gigi tiruan bertahan terhadap gaya ke
apical. Support didapat dari tahap pencetakan yang baik. Untuk gigi tiruan
sebagian lepasan, support dapat berupa gigi, mukosa dan kombinasi.
5. Arah Pemasangan
Arah pemasangan didapat dari surveying. Surveying dapat menentukan
sebagai berikut :
a) kesejajaran
b) kedalaman gerong
c) garis survey
-
d) tilting
e) tripoding
f) guiding plane
g) block out
3.4. Klasifikasi Gigi Tiruan Sebagian
Gigi tiruan sebagian (GTS) menurut Osborne (1959) merupakan gigi tiruan
yang menganti gigi asli yang hilang sebagian dapat dilepas oleh pasien.Menurut Mc.
Craken (1973), GTS adalah suatu restorasi prostetik yang menggantigigi asli yang
hilang dan bagian lain rahang yang tidak bergigi sebagian, mendapatdukungan
terutama dari jaringan dibawahnya dan sebagian dari gigi asli yang masihtinggal akan
menjadi gigi pegangan.
Klasifikasi gigi tiruan telah banyak digunakan yakni (1) untuk membedakan
kasus, (2) untuk memudahkan membuat disain gigi tiruan, dan (3) untuk memudahkan
dalam pembicaraan ilmiah Gigi tiruan sebagian lepasan dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok berdasarkan kriteria tertentu seperti berdasarkan waktu
pemasangan, jaringan pendukung, bahan yang dipakai, keberadaan sayap bukal.dan
letak daerah yang tak bergigi.
1. Gigi tiruan menurut saat pemasangannya
a. Immediet protesa
-
Immediate denture merupakan protesa gigi lepasan yang dibuat
sebelum gigi diekstraksi untuk secepatnya menggantikan satu atau
beberapa gigi yang akan diekstraksi. Secara umum, immediate denture
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
1) Conventional immediate Denture
Merupakan Immediate Denture yang dimaksudkan untuk
dijadikan sebagai protesa jangka panjang mengikuti waktu proses
penyembuhan yang biasanya dilakukan setelah ekstraksi total.
Immediate denture jenis ini biasanya akan direline untuk
mempertahankan adaptasi basal nya terhadap struktur pendukung.
2) Interim Immediate Denture
Merupakan immediate denture yang dijadikan sebagai protesa
dalam jangka waktu pendek sepanjang proses penyembuhan yang
nantinya akan digantikan dengan protesa yang lebih tetap.
b. konvensional protesa
Gigi tiruan konvensional adalah suatu geligi tiruan yang dibuat
setelah semua gigi yang berindikasi pencabutan, selesai dicabut,
sebelum geligi tiruan tadi dibuat.
2. Gigi tiruan sebagian lepasan berdasarkan penyangga menurut MC.Cracken
a. The all-tooth supported denture removable bridge
Seluruhnya tooth supported beban yang diterima diteruskan oleh occlusal rest
pada gigi penyangga di kedua sisi.
-
Sadel pada kedua sisi dibatasi gigi penyangga, sehingga tidak terjadi gerakan
rotasi(ungkitan) Disain gigi tiruan dapat unilateral atau bilateral
b. The tooth tissue supported denture
Sebagian ridge atau tissue supported dan sebagian tooth supported.
Gigi penyangga hanya pada stu sisi sadel, sehingga memungkinkan gerakan rotasi
atau ungkitan pada waktu gigi tiruan berfungsi, diperlukan indirect retainer.
3. Gigi tiruan berdasarkan distribusi beban menurut Osborne J dan Lammie GA
a. tooth supported
dukungannya berupa gigi asli
b. mucosa supported
dukungannya berupa mukosa ujung bebas
c. mucosa and tooth supported
dukungannya berupa mukosa ujung bebas dan gigi asli
4. Gigi tiruan menurut bahan dipakai :
a. Frame atau metal protesa
b. Akrilik protesa
c. Vulcanite Protesa
5. Gigi tiruan menurut ada / tidaknya sayap bagian bukal :
-
a. Open face
dibuat tanpa gusi tiruan di bagian labial
b. Close face
dibuat dengan gusi tiruan di bagian labial
3.5. Klasifikasi Kennedy dan Klasifikasi Soelarko
Klasifikasi gigi tiruan sebagian berdasarkan letak dari daerah yang
tidak bergigi
Syarat klasifikasi ini adalah untuk:
a. Dapat segera memberikan gambaran tipe daerah tak bergigi
b. Dapat segera membedakan daerah yg mendpt.dukungan gigi & yg tdk
c. Bersifat universal
d. Dapat diterima umum
3.5.1. Klasifikasi Kennedy menurut dr. Edward Kennedy (1925)
1.) Klas I
Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari
gigiyang tertinggal pada kedua belah sisi (bilateral Free end).
2.) Klas II
Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari
gigiyang tertinggal tetapi hanya pada satu sisi saja (unilateral free end).
-
3.) Klas III
Daerah yang tidak bergigi terletak di antara gigi yang masih ada di
bagian posterior
4.) Klas IV
Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dan melewati
garismedian.
Aplegate menambahkan 8 aturan untuk klasifikasi Kennedy
1.) Kelas ditentukan setelah pencabutan gigi.
2.) Jika M3 hilang, dan tidak diganti maka tidak diperhitungkan dalam kelas
3.) Jika M3 ada dan sebagai gigi sandaran maka diperhitungkan dalam klasifikasi
4.) Jika M2 hilang dan tidak diganti maka tidak diperhitungkan dalam klasifikasi
5.) Daerah tak bergigi paling posterior yang menentukan kelas
6.) Daerah tak bergigi lainnya selain yang menentukan kelas merupakan modifikasi
7.) Jumlah modifikasi tidak dihitung berdasar jumlah gigi yang hilang namun
berdasar jumlah daerah tak bergigi
8.) Kelas IV tdk memiliki modifikasi
-
Gambar . Klasifikasi Kennedy
3.5.2. Klasifikasi Soelarko
Selain klasifikasi Kennedy, ada klasifikasi lain yang cukup ideal digunakan,yaitu
klasifikasi soelarko. Soelarko adalah seorang dokter gigi lulusan FKG Unpad.
1.) Kelas I : daerah tak bergigi, berujung bebas
2.) Kelas II : daerah tak bergigi, bersandar ganda
3.) Kelas III : kombinasi Kelas I dan Kelas II
Pada klasifikasi soelarko ini, masing-masing kelas dibagi menjadi 3 divisi di mana
ketigadivisi tersebut adalah :
1.) Divisi I : daerah tak bergigi di satu sisi
2.) Divisi II : daerah tak bergigi di satu sisi
3.) Divisi III: daerah tak bergigi di anterior, melewati garis median.
3.6. Reparasi Gigi Tiruan
-
Pencekatan kembali (refitting)suatu proses sebagian lepasan adalah suatu cara
untuk memperbaiki geligi tiruan yang sudah tidak pas lagi, sehingga kembali menjadi
pas pada tempatnya, begitu pula hubungan oklusi maupun artikulasi gigi geliginya.
Dalam hal ini terdapat tiga cara yang dikenal, yaitu
1. Pelapisan Kembali (relining)
2. Penggantian Basis (rebaising)
3. Rekonstruksi (reconstruction)
Pencekatan kembali (refiting) pd GT RA, dg cara
1. Relining : prosedur yang digunakan utk melapisi sisi jar. GT dengan basis yang
baru, sehingga menghsailkan adaptasi yang akurat pada sadel.
Indikasi :
a. tinggi gigitan terlalu rendah, sehingga harus dtinggikan dg
dimensi vertical yang sebenarnya.
b. Kondisi basis masih baik, elemen gigi masih baik.
2. Rebasing : mengganti landasan gigi tiruan secara menyeluruh, tidak dapat
dilakukan diklinik.
Indikasi :
a. Mengganti landasan gigi tiruan yang terlah mengalami kerusakan karena
sudah teralu lama tetapi masih memenuhi persyaratan GT lainya (desain
kerangka protesa masih baik, elemen gigi tidak aus atau patah)
b. Utk memperbaiki tinggi gigitan yg terlalu tinggi, bisa dilakukan dg rebasing
sepihak itu GT yg RB saja.
-
c. Pd landasan gigi tiruan yang mengalami porus yang banyak, perubahan warna
dan bau.
d. reconstruction : suatu prosedur pembuangan resin dan gigi geligi dari
kerangka protesa dan mengganti basisnya dengan bahan baru dengan elemen
tiruan baru yang disusun diatasnya.
3.7. Komponen aktif alat ortodonti lepasan
Kerja alat ortodonti lepasan tergantung pada kerja komponen ortodonti yang
digunakan. Terdapat beberapa komponen aktif, yaitu pegas (springs), labial bow, dan
sekrup ekspansi.
1. Pegas (spring)
Komponen aktif berupa pegas ini dibuat dari bahan kawat yang tahan karat.
Diameter kawat bermacam-macam, mulai 0.5 mm sampai dengan 0.8 mm disesuaikan
dengan gigi yang membutuhkan tekanan (pressure). Pegas memiliki berbagai macam
jenis, seperti:
1) Cantilever spring
Cantilever spring mempunyai berbagai nama lain, yaitu proksimal
spring, interdental spring, palatal finger spring. Fungsi dari cantilevered spring
adalah untuk menarik gigi baik ke arah mesial maupun distal. Komponen aktif
ini dibuat oleh kawat berdiameter 0.5 0.6 mm. Biasanya ditambahkan coil
untuk memperpanjang kawat.
-
2) Z spring
Nama lain z spring adalah double cantilever spring, protrusion spring,
simple spring. Fungsi z spring adalah menggerakkan gigi ke arah labial dan
juga bisa untuk gigi yang rotasi. Diameter kawat yang biasanya dipakai untuk
membuat z spring ini adalah 0.5 0.6 mm untuk gigi anterior dan 0.7 mm
untuk gigi posterior.
3) Pegas T (T spring)
Pegas dibuat berbentuk huruf T. Lengan retentive diletakkan di
dalam plat landasan.
Fungsi pegas T adalah menggerakkan gigi molar, premolar, dan
caninus ke arah bukal. Kawat berdiameter 0.5 mm digunakan untuk
pegas T.
-
T spring
4) Bukal loop spring
Komponen ini berfungsi dalam mendorong caninus ke arah
lingual dengan cara mendorong dari arah bukal. Kawat yang dibutuhkan
adalah kawat 0.7 mm.
Bukal loop spring
5) Bumpher spring
Bumpher spring berfungsi untuk menggerakkan gigi posterior ke
arah bukal. Diameter kawat yang digunakan adalah 0.6 mm
6) C retraktor
C retraktor adalah komponen aktif yang berbentuk U loop,
namun juga bisa berbentuk V loop. Fungsi dari bukal retractor ini
adalah menarik kaninus ke arah distal. Kawat berdiameter 0.7 mm
dibutuhkan untuk membentuk komponen ini.
-
7) Lingual spring
Lingual spring berfungsi mendorong gigi molar ke arah bukal
dengan kawat berdiameter 0.8 mm.
8) Self supporting spring
Fungsi self supporting spring adalah menggerakkan gigi ke arah
palatal dengan kawat berdiameter 0.7 mm.
9) Paddle spring
Paddle spring bisa digunakan baik pada gigi anterior maupun
posterior untuk pergerakan kea rah labial.
Paddle spring
2. Labial Bow
Labial bow ini sebenarnya dapat menjadi komponen aktif atau komponen
pasif. Sebagai komponen aktif, labial bow menarik gigi anterior ke palatal, untuk
fungsi ini dibutuhkan kawat berdiameter 0.7 mm. Sedangkan, sebagai komponen
pasif, fungsinya ialah mempertahankan lengkung gigi dan sebagai retensi dan
dibutuhkan kawat berdiameter 0.8 mm. Secara mekanis, bow lebih kompleks daripada
pegas.
-
Labial bow
Ada beberapa tipe labial bow:
1. Labial bow dengan U-loop
1.1. Labial bow pendek
Kawat yang digunakan adalah yang berdiameter 0.7 mm. Indikasi
pemakaian labial bow pendek adalah penutupan jarak di daerah mesial
caninus, reduksi minor overjet, sebagai komponen retensi. Kekurangan dari
labial bow pendek ini adalah range of action yang minimal, bagian aktif yang
sangat kaku. Labial bow memberikan tekanan yang kuat dalam jarak yang
kecil, adanya kemungkinan caninus mengalami bukal drift.
Short Labial bow
1.2. Labial bow panjang
Kawat 0.7 mm digunakan untuk labial bow panjang. Indikasi
pemakaiannya adalah untuk menghilangkan jarak pada distal caninus,
-
memandu caninus ke posisi yang tepat, sebagai komponen retensi, dan reduksi
minor overjet.
Long labial bow
1.3. Split labial bow
Kawat yang digunakan berdiameter 0.7 mm. Terdapat dua tipe split
labial bow, yaitu yang digunakan untuk retraksi incisivus dan yang digunakan
untuk menghilangkan median diastema.
Split labial bow: A. retraksi incisivus B. untuk menghilangkan median
diastema
1.4. Reverse labial bow
Labial bow tipe ini diindikasikan untuk retraksi minor overjet, koreksi
minor crowding, dan sebagai retensi. Kekurangannya adalah labial bow ini
sangat kaku dan stabilitasnya kurang baik.
-
Reverse labial bow
1.5. Fitted labial bow
Diameter kawat yang digunakan yaitu 0.7 mm. Diindikasikan sebagai
retensi setelah perawatan ortodonti aktif.
Fitted labial bow
2. Labial bow tanpa U-loop
2.1. Roberts retractor
Roberts retractor dibuat dengan kawat berdiameter 0.5 mm.
Indikasinya adalah meretraksi empat incisivus. Labial bow ini sangat baik
sebagai alat retraksi dan sangat fleksibel sehingga digunakan pada kasus
-
dimana terdapat overjet sebesar lebih dari 4 mm. Kekuranga dari Roberts
retractor adalah seringnya terjadi kerusakan dan sulit untuk diperbaiki.
2.2. Mills retractor
Labial bow ini disebut juga extended labial bow. Kawat yang
digunakan adalah 0.7 mm. Mills retractor sangat fleksibel sehingga digunakan
untuk mereduksi overjet yang besar. Ketidaksejajaran incisivus juga termasuk
indikasi pemakaian labial bow tipe ini. Kekurangannya adalah rasa kurang
nyaman pada pasien dan sulit untuk dibuat.
2.3. High labial bow with apron spring
Labial bow ini memiliki 2 komponen, yaitu heavy base arch wire dan
apron spring. Untuk heavy base arch, kawat yang dipakai adalah kawat
berdiameter 0.9 mm. Labial bow ini digunakan untuk memperbaiki lengkung
gigi namun dengan menggerakkan ke arah lingual.
3. Sekrup ekspansi
-
Sekrup ini mampu memperbesar lengkung rahang agar mendapatkan space
yang cukup sehingga dapat mengatasi gigi yang berjejal. Adapun cara aktivasi sekrup
ekspansi ini adalah:
1. Menggerakkan alat pemutar skrup ekspansi searah dengan anak panah.
2. Satu kali menggerakkan alat pemutar maka skrup akan berputar sebanyak
putaran. Aktivasi dilakukan setiap minggu sebanyak putaran. Sekrup
dapat bekerja secara langsung pada gigi atau via baseplate.
-
BAB IV
PEMBAHASAN
Untuk kasus ini, kami menyimpulkan diagnosis, yaitu :
1. Missing teeth pada gigi 11, 21, 22 e.c trauma
2. Missing teeth pada gigi 36, 35, 45, 46
2. Labioversi pada 13
Dalam pembahasan kasus ini,kami membagi untuk merencanakan perawatan
beradasarkan rahang, yaitu rahang atas dan rahang bawah.
4.1 Rahang Atas
Pada kasus 3 ini, rahang atas mengalami kehilangan gigi bagian anterior dan
keluhan lain yaitu adanya labioversi pada gigi caninus. Sehingga analisis kasusnya
adalah sebagai berikut :
1) Kasus Prostodonsia: kehilangan gigi 11, 21,22 dan 36, 35,45,46
Kasus ini termasuk klasifikasi Kennedy kelas IV dan Klasifikasi Soelarko
kelas II divisi III.
Rencana perawatan : dengan menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan
dengan desain sebagai berikut :
-
cengkeram/cangkolan pada gigi 1.4 1.6 dan 2.6 serta cingulum rest pada gigi 2.3
Desaign GTSL Rahang Atas yang dimodifikasi dengan penambahan labial spring.
Desaign GTSL Rahang Atas yang dimodifikasi dengan penambahan coil spring.
-
4.2 Rahang Bawah
Pada kasus kehilangan gigi rahang bawah pada pasien tersebut, rencana perawatan yang
baik adalah gigi tiruan sebagian lepasan. Perawatan ini dipilih karena memerhatikan keadaan
pasien dimana OH pasien yang sedang. Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki keuntungan
mudah dibersihkan. Selain itu gigi tiruan sebagian lepasan juga bersifat ekonomis.
Sebelum proses pembuatannya, dokter gigi harus menganalisa terlebih dahulu desain gigi
tiruan yang akan digunakan oleh pasien. Proses pembuatan desain ini merupakan suatu
prinsip yang umum dan penting, dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau
kegagalan sebuah geligi tiruan. Dalam pembuatan desain terdapat beberapa tahap yang harus
ditempuh, yaitu :
1. Tahap I : Menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi
Pada kasus tersebut maka dapat ditentukan klasifikasi sebagai berikut
Menurut Soelarko: kelas II divisi 2 Soelarko
Menurut Kennedy: kelas III modifikasi 1 Kennedy Perawatan
2. Tahap II : Menentukan macam-macam dukungan dari setiap daerah tak bergigi
-
RB : dukungan gigi
3. Tahap III : Menentukan penahan
RB : cengkeram/cangkolan pada gigi 3.4 3.7 dan 4.4 4.7
4. Tahap IV : Menentukan macam konektor
RB : Basis akrilik lingual
Desaign GTSL Rahang Bawah.
Pada kasus ini dapat pula digunakan perawatan lain selain GTSL, yaitu implant.
Namun, perawatan implant tidak ekonomis dan kurang sesuai dengan status pasien yang baru
lulus dan mencari pekerjaan.