Download - 10.Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Stroke Non Hemoragik
2.1.1 Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi
sistem saraf pusat lokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau
menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian.9
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak.10 Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh
gangguan suplai darah otak yang persisten, biasanya baik oleh blokade pembuluh
darah yang memberikan suplai (arterial), atau, yang lebih jarang, oleh hambatan
aliran vena yang menyebabkan stasis darah di otak, dengan gangguan sekunder
penghantaran oksigen dan nutrien.11
2.1.2 Klasifikasi
a. Stroke Iskemik Embolik
Terjadi tidak di pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain, seperti di
jantung. Penggumpalan darah terjadi di jantung, sehingga darah tak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan pada jantung ini mengakibatkan curah jantung
berkurang atau tekanan perfusi yang menurun. Biasanya penyakit stroke jenis ini
muncul pada saat penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga.
Akibatnya, jantung gagal memompa darah ke otak. Atau adanya embolus yang
terlepas dari jantung dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah di otak.12
5
Gambar 2.1 Embolus yang terlepas dari jantung yang bisa menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan infark (kerusakan jaringan) otak yang terlihat.
Dikutip dari Kepustakaan 12
b. Stroke Iskemik Trombus
Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke
otak. Dari 80% persen kasus stroke iskemik, 50% disumbangkan oleh stroke iskemik
trombotik. Serangan biasanya terjadi pada malam hari dan dini hari.12
Pertama, trombosis pembuluh darah besar. Yang kerap terjadi di pembuluh
darah arteri besar otak. Trombosis pembuluh darah besar merupakan 70% kasus
stroke iskemik trombotik. Dalam banyak kasus, trombosis pembuluh darah besar
diakibatkan oleh aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Juga ditopang oleh tingginya kadar kolesterol jahat (LDL).12
Kedua, trombosis pembuluh darah kecil. Terjadi ketika aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.12
2.1.3 Epidemiologi
a. Insidensi
Stroke merupakan penyebab utama kematian orang Indonesia di atas usia
lima tahun, terdiri dari 15,4% dari seluruh kematian, berdasarkan standar usia dan
6
jenis kelamin tingkat kematian 99/100.000, dan standar usia & jenis kelamin tingkat
kecacatan 685/100.000.13
b. Prevalensi
Prevalensi stroke adalah 0,0017% di pedesaan Indonesia, 0,022% di
perkotaan di Indonesia, 0,5% di antara orang dewasa perkotaan Jakarta, dan 0,8%
secara keseluruhan. Faktor risiko yang sering termasuk hipertensi, merokok dan
hiperkolesterolemia. Usia rata-rata pasien stroke adalah 58,8 tahun. Perdarahan
subarachnoid ditemukan pada 1,4% pasien, perdarahan intraserebral 18,5%, dan
stroke iskemik pada 42,9%.13 Sebanyak 11 provinsi mempunyai prevalensi stroke
diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat.7
2.1.4 Patofisiologi
Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya
dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolik yang terus menerus dan tidak terputus.
Pada keadaan normal, energi tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob
glukosa. Otak tidak memiliki persediaan energi untuk digunakan saat terjadi potensi
gangguan panghantaran substrat. Jika tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam
jumlah cukup, fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik.11
Sejumlah energi yang berbeda dibutuhkan agar jaringan otak tetap hidup
(intak secara struktural) dan untuk membuatnya tetap berfungsi. Kebutuhan aliran
darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8 mL per 100 gr per
menit (pada jam pertama iskemia). Sebaliknya, kebutuhan aliran darah minimal
7
untuk berlanjutnya fungsi adalah 20 mL per 100 gr per menit. Karena itu, dapat
terlihat adanya defisit fungsional tanpa terjadinya kematian jaringan (infark). Jika
aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh trombolisis
spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali
seperti sebelumnya, yakni defisit neurologis pulih sempurna. Hal ini merupakan
rangkaian kejadian pada transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis
didefinisikan sebagai defisit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari
24 jam. Delapan puluh persen dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit.
Manifestasi klinisnya bergantung pada teritori vaskular otak tertentu yang terkena.
TIA pada teritori arteri serebri media sering ditemukan; pasien mengeluhkan
parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral
sementara. Serangan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan dari kejang epileptik
fokal. Iskemia pada teritori vertebrobasilar, sebaliknya, menyebabkan tanda dan
gejala batang otak sementara, termasuk vertigo.11
Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun
telah berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus tersebut, bukan disebut
sebagai TIA, tetapi PRIND (prolonged reversible ischemic neurological deficit).11
Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh
jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversibel. Kematian sel
dengan kolaps sawar darah-otak mengakibatkan influks cairan ke dalam jaringan
otak yang infark (edema serebri yang menyertai). Dengan demikian infark dapat
mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemia, membengkak
8
maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian peralahan-perlahan kembali
mengecil.11
Secara umum, arteri-arteri otak adalah end artery fungsional; jalur kolateral
normalnya tidak dapat menyediakan darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan jaringan otak di distal arteri yang tiba-tiba teroklusi. Namun, jika
suatu arteri menyempit dengan sangat lambat dan progresif, kapasitas sirkulasi
kolateral dapat meningkat. Suplai darah kolateral dapat berasal dari pembuluh darah
lingkaran anastomosis (sirkulus Willisi) atau dari anastomosis leptomeningeal
superfisial arteri serebri. Pada umumnya, sirkulasi kolateral lebih baik di bagian
perifer infark daripada di bagian tengahnya. Jaringan otak yang iskemik di bagian
perifer yang berisiko mengalami kematian sel (infark) tetapi, karena adanya sirkulasi
kolateral), belum mengalami kerusakan yang irreversibel disebut sebagai penumbra
(half-shadow) infark.11
2.1.5 Faktor Risiko
a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
1) Usia
Stroke dianggap sebagai penyakit orang tua, tetapi insiden stroke pada anak
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.14,15 Kemunduran sistem pembuluh
darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, sehingga makin tinggi pula
kemungkinan mendapat stroke dan perdarahan intraserebral.16 Risiko stroke iskemik
dan perdarahan intraserebral menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.16
2) Jenis Kelamin
9
Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya
angka kejadian stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki.17
3) BBLR
Alasan mengenai potensi menderita stroke pada orang dengan BBLR belum
diketahui secara pasti.2
4) Ras
Penduduk Afrika – Amerika dan Hispanic – Amerika berpotensi stroke lebih
tinggi dibanding Eropa – Amerika.18 Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih
tinggi dari kaukasoid.17
5) Riwayat Keluarga
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor risiko stroke. Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain:2
a) Faktor genetik,
b) Kerentanan dari faktor risiko stroke,
c) Interaksi dari gaya hidup (life style) dan lingkungan, dan
d) Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
Faktor risiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali. Penanganan
berbagai faktor risiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke.17
1) Hipertensi
10
Hipertensi merupakan salah satu penyakit utama di dunia, mengenai hampir
50 juta orang di Amerika Serikat dan hampir 1 miliar orang di seluruh dunia.
Prevalensi hipertensi meningkat sesuai peningkataan usia.17
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi17
Klasifikasi Tekanan DarahSistolik
Tekanan DarahDiastolik
Normal < 120 < 80Pra hipertensi 120 – 139 80 – 89Hipertensi tingkat 1 140 – 159 90 – 99Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmHg atau lebih dari 135/85 mmHg pada individu yang mengalami gagal
jantung, insufisiensi ginjal, atau diabetes mellitus. Hipertensi merupakan faktor risiko
stroke dan penyakit jantung koroner yang paling konsisten dan penting. Hipertensi
meningkatkan risiko stroke 2 – 4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risiko
lainnya.17
Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding
pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan
memicu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh darah besar.
Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah. Plak yang
tidak stabil akan mudah ruptur/pecah dan terlepas. Plak yang terlepas meningkatkan
risiko tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil.17
2) Riwayat Merokok
Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan
risiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memicu peningkatan
11
kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di
dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko stroke sampai dua kali lipat.
Ada hubungan yang linier antara jumlah batang rokok yang diisap per hari dengan
peningkatan stroke.17
3) Diabetes
Diabetes mellitus (DM) dijumpai pada 15 – 20% populasi usia dewasa.
Diabetes merupakan salah satu faktor risiko stroke iskemik yang utama. Diabetes
akan meningkatkan risiko stroke dua kali lipat. Peningkatan kadar gula darah
berhubungan lurus dengan risiko stroke (semakin tinggi kadar gula darah, semakin
mudah terkena stroke).17
Tabel 2.2 Diagnosis DM pada Pemeriksaan Laboratorium17
Normal GTT DMGula darah puasa < 110 110 - 125 ≥ 126
2 jam setelah beban glukosa
< 140 140 – 200 ≥ 200
GTT : Gangguan toleransi glukosa
Diagnosis DM ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium gula darah puasa
dan pemeriksaan gula darah setelah makan (beban glukosa). Pasien diminta puasa 8 –
10 jam sebelum pemeriksaan gula darah. Gangguan toleransi glukosa harus
diwaspadai sebagai awal DM. Perubahan pola hidup dan pemeriksaan laboratorium
berkala sangat dianjurkan.17
4) Dislipidemia
Profil lemak seseorang ditentukan oleh kolesterol darah, kolesterol LDL,
kolesterol HDL, trigliserida, dan Lp (a). Kolesterol di dalam tubuh, yang terdiri dari
dua bagian utama yaitu kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL disebut
12
sebagai “kolesterol jahat”, yang membawa kolesterol dari hati ke dalam sel. Jumlah
kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan kolesterol di dalam sel.
Hal ini akan memacu munculnya proses atherosklerosis (pengerasan dinding
pembuluh darah arteri). Proses tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena
stroke.17
Kolesterol HDL sering pula disebut sebagai “kolesterol baik”, yang
membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar HDL yang rendah secara konsisten
dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan stroke. Kadar
HDL yang rendah memacu munculnya proses atherogenik (pembentukan plak di
dinding pembuluh darah arteri).17
Profil lemak pada umumnya diperiksa setelah subyek berpuasa 6 – 8 jam.
Profil lemak yang normal adalah: (1) kadar kolesterol darah di bawah 200 mg/dl,
(2) kadar kolesterol LDL di bawah 150 mg/dl, (3) kadar kolesterol HDL di atas
35 mg/dl, dan (4) kadar trigliserida di bawah 200 mg/dl. Hal yang juga tidak kalah
pentingnya adalah rasio kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang kurang dari 3,5.17
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar
kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan 38,7 mg% menaikkan angka stroke 25%.
Sedangkan kenaikan HDL 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke
setinggi 47%. Demikian juga kenaikan trigliserida menaikkan jumlah terjadinya
stroke. Pemberian obat – obat anti kolesterol jenis statin sangat menurunkan
terjadinya stroke.19
5) Atrial Fibrilasi
13
Penderita penyakit katup jantung dengan atau tanpa atrium fibrilasi
membutuhkan obat pengencer darah. Atrium fibrilasi apapun penyebabnya dapat
menyebabkan terjadinya emboli yang memicu terjadinya suatu stroke.19
6) Stenosis Carotis (Penyempitan Pembuluh Darah Carotis)
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke
otak dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadang – kadang
tak menimbulkan gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan
> 50% ditemukan pada 7% pasien laki – laki dan 5% pada perempuan pada umur
diatas 65 tahun.19
7) Penyakit Anemia Sel Sabit
Penyakit ini diturunkan, kadang – kadang tanpa gejala apapun. Beberapa
menunjukkan gejala anemia hemolitik dengan episode nyeri pada anggota badan,
penyumbatan-penyumbatan pembuluh darah termasuk stroke.19
8) Penggunaan Terapi Sulih Hormon
Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke
dan penyakit jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian
6 bulan berturut-turut meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol.
Pemakaian sulih hormon untuk mencegah stroke tidak dianjurkan.19
9) Diet & Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi
terjadinya stroke. Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadinya
stroke. Mungkin ini dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah.19
10) Latihan Fisik
14
Kegiatan fisik yang teratur dapat mengurangi terjadinya stroke (> 30 menit
gerakan moderate tiap hari).19
11) Kegemukan
Sebagian besar telah dilakukan penelitian studi prospektif mengenai
hubungan antara berat badan (atau ukuran adipositas) dan insiden stroke.20
Kegemukan meningkatkan terjadinya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun
perdarahan. Penurunan berat badan akan menurunkan tekanan darah.19
a) BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 – 29,9 dikategorikan berat
berlebih (over wight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.19
b) Central Obesitas
Dihitung jika lingkar perut > 120 cm pada laki-laki dan > 88 cm pada
perempuan.19
c. Faktor Risiko yang Berpotensi Dapat Diubah
1) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah pemicu besar dalam Cardiovascular Disease
(termasuk penyakit jantung koroner dan stroke) dan semua penyebab kematian.21
Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejala – gejala sebagai
berikut :19
a) Central Obes
b) Trigiliceride > 150 mg%
c) HDL < 40 mg%
d) Tekanan Darah > 130 / > 85 mmHg
e) Gula Darah Puasa > 110 mg%
15
Karakteristik adipositas viseral dari sindrom metabolik adalah berhubungan
dengan resistensi insulin, radang, diabetes dan gangguan metabolik dan
kardiovaskular lainnya. Adipositas visceral memicu terjadinya resistensi insulin
dengan cara lipolisis luas dan pelepasan asam lemak. Leptin, plasminogen activator
inhibitor-1, TNF-α, dan sitokin pro inflamasi lain, di samping itu produksi dan
pelepasan adiponektin berkurang oleh karena semua sel lemak telah terlibat dalam
proses tersebut.21
Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan
menurunkan terjadinya stroke.19
2) Pemakaian Alkohol Berlebihan
Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian jumlah
sedikit dapat menaikkan HDL cholesterol.22 Alkohol berlebihan akan menyebabkan
peningkatan tensi darah, darah mudah mengental, penurunan aliran darah dan juga
atrium fibrilasi.19
3) Gangguan Pola Tidur
Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke.
Pola tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi
menyebabkan stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan
aliran darah ke otak, kenaikan tensi, dan sebagainya.19
Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan mencari
penyebabnya.19
4) Kenaikan Homocystein
16
Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet yang
mengandung methirin.19 Peningkatan kadar homocystein berhubungan dengan 2
– 3 kali lipat peningkatan risiko artheriosclerosis termasuk stroke.23 Diet kaya sayur
dan buah akan menurunkan homocystein.19 Vitamin B-kompleks, Piridoksin (B6),
Cobalamin (B12), dan asam folat menurunkan kadar homocystein. Asupan asam folat
dikaitkan dengan penurunan risiko stroke iskemik pada beberapa studi epidemiologi
tetapi tidak secara keseluruhan.24
5) Kenaikan Lipoprotein (a)
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan risiko terjadinya penyakit
jantung dan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan
meningkatkan terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen
aktivator. Pengobatan dengan niacin akan menurunkan Lp (a).19
6) Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal dikarenakan adanya
autiphospolipid antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin
antibody dan anticoagulant lypus.19
7) Peradangan
Infeksi dan peradangan pembuluh darah antara lain TBC, syphilis, AIDS,
cacing dapat memicu terjadinya stroke. Kebersihan dan pola hidup sehat diperlukan
mencegahnya.19
2.1.6 Gejala Klinis
17
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang
bersifat akut (Tabel 2.3).
Tabel 2.3 Tanda dan gejala stroke10
Tanda dan GejalaHemidefisit motorik,Hemidefisit sensorik,Penurunan kesadaran,Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral,Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia),Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),Defisit batang otak.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan, antara lain :8
a. Apakah pasien menderita stroke atau bukan.
b. Bila memang stroke, letak, jenis, dan luas lesi. Untuk keadaan di atas,
pemeriksaan baku emas adalah pemeriksaan dengan pencitraan tomografi
terkomputer (CT-Scan), walaupun pada beberapa keadaan, antara lain stroke
dibatang otak pada hari-hari pertama sering kali tidak didapatkan abnormalitas,
sehingga harus diulang setelah 24 jam kemudian. Dengan MRI (magnetic
resonance imaging = pencitraan dengan resonansi magnetik) diagnosis letak
dan jenis lesi dapat lebih diketahui dengan pasti. Lesi kecil di batang otak yang
tidak terlihat dengan CT-scan tersebut, akan dapat terdeteksi dengan MRI.
c. Status pasien secara keseluruhan, termasuk di sini adalah tekanan darah, kadar
gula darah, keadaan kardiorespirasi, keadaan hidrasi, elektrolit, asam-basa,
keadaan ginjal, dan lain-lain.
18
d. Terdapat beberapa sistem skor untuk mendiagnosis jenis, letak dan besarnya
lesi, akan tetapi ketepatannya masih tidak bisa diandalkan.
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil.10
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih
penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).10
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik.10
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.10
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
19
sistolik ≥ 220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.10
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mmHg, diastolik
≤ 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama
4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-
20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.10
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg perhari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.10
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound
atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.10
b. Terapi Khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
20
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).10
2.2 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan
teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor
risiko lain yang berpengaruh terhadap kejadian stroke non hemoragik. Terdapat
banyak faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stroke non hemoragik, baik
yang bersifat dapat diubah, tidak dapat diubah maupun faktor yang sangat dapat
diubah.
21
Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori Stroke Non Hemoragik
22
DiagnosisMemastikan menderita stroke/bukan, pencitraan seperti CT-Scan & MRI, status pasien keseluruhan.
Penatalaksanaana. Terapi Umum
Posisi kepala 300, ubah posisi tidur tiap 2 jam, O2 1-2 L/mnt, intubasi, pasang kateter, resusitasi cairan, koreksi kadar gula darah, atasi nyeri kepala / mual & muntah, bila kejang beri diazepam, bila ITK meningkat beri manitol.
b. Terapi KhususPemberian anti platelet seperti aspirin & anti koagulan seperti trombolitik rt-PA
Gejala KlinisHemidefisit motorik, hemidefisit sensorik, penurunan kesadaran, kelumpuhan nervus fasialis (VII) & hipoglossus (XII), gangguan fungsi luhur serperti afasia dan demensia, hemianopsia, defisit batang otak.
Faktor Risko
a. Tidak dapat diubahUsia, jenis kelamin, BBLR, ras, riwayat keluarga.
b. Dapat diubahHipertensi, riwayat merokok, diabetes, dislipidemia, atrial fibrilasi, stenosis carotis, penyakit anemia sel sabit, penggunaan terapi sulih hormon, diet dan nutrisi, latihan fisik, kegemukan.
c. Berpotensi dapat diubahSindrom metabolik, pemakaian alkohol berlebih, gangguan pola tidur, kenaikan homocystein, kenaikan lipoprotein (a), hipercoagubility, peradangan.
STROKE NON
HEMORAGIK
2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini bentuk penyederhanaan dari kerangka
teori yang ada. Dari berbagai faktor di atas, maka variabel independen faktor risiko
pada penderita stroke non hemoragik yang akan diteliti yakni usia, jenis kelamin,
hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, dan penyakit jantung
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel dependen
Variabel independen yang diteliti
Variabel independen yang tidak diteliti
Menghubungkan variabel independen dan variabel dependen
23
Kegemukan
Merokok
Riwayat Keluarga
Penyakit Jantung
Diabetes Mellitus
Dislipidemia
Hipertensi
Jenis Kelamin
Usia
Stroke Non Hemoragik